ISSN 2460-6472
Prosiding Penelitian SPeSIA Unisba 2015
Pengembangan Metode Analisis Parasetamol dalam Daging Bebek Menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi 1
1,2
Intan Permata Sekar Arum, 2Diar Herawati Effendi, 3Syarif Hamdani Prodi Farmasi, Fakultas MIPA, Unisba, Jl. Tamansari No. 1 Bandung 40116 e-mail:
[email protected],
[email protected], 3
[email protected]
Abstrak. Parasetamol merupakan bahan kimia obat yang tidak boleh terdapat dalam produk pangan. Salah satu produk pangan yang diduga menambahkan parasetamol sebagai bahan pengempuk adalah daging bebek. Penelitian dilakukan terhadap daging bebek olahan yang beredar di pasaran dibandingkan dengan kontrol positif. Daging bebek dipreparasi menggunakan asam trikloroasetat 1%, asetonitril, dan diekstraksi cair-cair dengan penambahan n-heksan. Proses pemisahan menggunakan teknik ekstraksi fase padat (SPE). Kolom ekstraksi fase padat diaktifkan dengan metanol, lalu dibilas dengan aquadest, dan dielusi menggunakan etanol. Hasil preparasi selanjutnya dianalisis menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi menggunakan kolom Zorbax C-18 dengan fase gerak campuran eluen aquabidest: metanol: asam asetat glasial (71: 26: 3), sistem isokratik, laju alir 1,5 ml/menit, dan detektor UV dengan panjang gelombang 275 nm. Hasil analisis KCKT menunjukan bahwa sampel daging bebek yang dianalisis tidak mengandung parasetamol. Hal ini dipertegas oleh analisis validasi yang memberikan hasil berupa akurasi 83,489% , presisi 1,511%, koefisien korelasi (r) 0,998, batas deteksi 0,027 ppm, dan batas kuantisasi 0,092 ppm. Kata Kunci : daging bebek, parasetamol, kromatografi cair kinerja tinggi.
A.
Pendahuluan
Masyarakat harus berhati-hati dalam memilih makanan karena banyak oknumoknum nakal menggunakan bahan-bahan berbahaya untuk memasak daging bebek (Widhawati, 2012: http://blogdetik.com dari TransTV). Bahan berbahaya yang banyak digunakan dalam campuran daging bebek antara lain tawas, pewarna kain, dan obat sakit kepala dan demam (parasetamol). Kegunaan masing-masing bahan berbahaya tersebut dalam olahan daging bebek yaitu tawas dapat membuat daging bebek menjadi bersih dan tidak bau amis, pewarna kain dapat membuat daging bebek tidak pucat sehingga mendapatkan nilai tambah dari warna daging bebek yang lebih menarik, dan parasetamol dapat membuat daging lebih cepat lunak karena daging bebek yang sedikit alot membuat daging bebek lebih enak untuk dimakan (Widhawati, 2012: http://blogdetik.com dari TransTV). Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 37 tahun 2013 tentang Batas maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pewarna Bab 1 pasal 1 ayat 2, bahwa bahan tambahan pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Parasetamol bukan merupakan bahan tambahan pangan karena tidak terlampir pada peraturan kepala BPOM RI sehingga penambahan parasetamol pada daging bebek untuk membuat cepat lunak dan mengempukkan daging bebek tidak dibenarkan untuk digunakan pada pengolahan daging bebek (BPOM, 2013: 2-3). Adapun untuk metode analisis parasetamol dalam daging bebek telah dilakukan penelitian sebelumnya pada sampel kontrol positif (dengan bebek yang ditambahkan parasetamol). Hasil penelitian ini menyatakan bahwa kombinasi metode ekstraksi caircair (ECC), ekstraksi fase padat atau solid phase extration (SPE), dan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dapat memberikan hasil analisis parasetamol yang memenuhi
37
38
|
Intan Permata, et al.
kaidah validasi. 1 Tetapi diduga terdapat prosedur uji validasi yang kurang sesuai, sehingga metode hasil penelitian ini perlu dilakukan pengembangan. Selain itu dilakukan juga pengujian terhadap sampel daging bebek. Berdasarkan hal di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk pengembangkan metode penelitian parasetamol dalam daging bebek, dan untuk mendeteksi kandungan parasetamol dalam daging bebek. Kemudian jika sampel positif mengandung parasetamol dilanjutkan dengan analisis kadarnya. B.
Landasan Teori
NH
CH3 O
HO Struktur Parasetamol
Parasetamol memiliki nama lain yaitu asetaminofen dengan nama IUPAC N(4hidroxyphenyl) acetamide, dan juga 4-Hidroksiasetanilida. Parasetamol merupakan serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit. Parasetamol larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1N, mudah larut dalam etanol. Parasetamol memiliki berat molekul 151,16 (Depkes RI, 1995: 649). Parasetamol pertama kali digunakan dalam pengobatan oleh Von Mering pada tahun 1893. Akan tetapi parasetamol terkenal hanya sejak 1949. Setelah itu diakui bahwa parasetamol sebagai metabolit aktif utama dari asetanilid dan fenasetin. Parasetamol merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik. Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus aminobenzen. Parasetamol di Indonesia tersedia dalam bentuk bebas namun perlu diperhatikan karena terdapat laporan kerusakan fatal hepar akibat takar akut (Goodman, 1940: 703; Syarif, 2009: 237). Efek samping yang terjadi antara lain reaksi hipersensitivitas dan kelainan darah. Pada penggunaan kronis dari 3-4 g sehari dapat terjadi kerusakan hati dan pada dosis diatas 6 g mengakibatkan nekrosis hati yang tidak reversible. Hepatotoksisitas ini disebabkan oleh metabolit-metabolitnya yang pada dosis normal dapat ditangkal oleh gluthation (suatu tripeptida dengan –SH). Pada dosis diatas 10 g persediaan peptida tersebut habis dan metabolit-metabolit mengikat diri pada protein dengan gugusan –SH di sel-sel hati dan terjadilah kerusakan irreversible. Dosis dari 20 g sudah berefek fatal (Tjay, 2002: 318). Parasetamol diabsorpsi dengan cepat dan hampir sempurna dalam saluran cerna. Absorpsinya bergantung pada kecepatan pengosongan lambung dan kadar puncaknya dalam darah biasanya tercapai dalam waktu 30-60 menit. Obat ini tersebar ke seluruh cairan tubuh. Dalam plasma 25% parasetamol terikat protein plasma oleh enzim mikrosom hati. Sebagian parasetamol (80%) dikonjugasi dengan asam glikoronat dan sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat, yang secara farmakologi tidak aktif. Selain itu obat ini juga dapat mengalami hidroksilasi. Metabolit hidroksilasi ini dapat menimbulkan methemoglobinemia dan hemolisis eritrosit. Obat ini diekskresi melalui 1
Mulatsih Ani, “Pengembangan Metode Analisis Parasetamol Pada Daging Bebek Olahan”, Skripsi Progam Studi Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Islam Bandung, 2014, hlm 37. Prosiding Penelitian Sivitas Akademika Unisba (Kesehatan dan Farmasi)
Pengembangan Metode Analisis Parasetamol dalam Daging Bebek ... | 39
ginjal, sebagian kecil sebagai parasetamol (3%) dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi (Katzung, 2010: 608; Syarif, 2009: 238). Parasetamol digunakan sebagai anlgetik dan antipiretik yang setara dengan aspirin. Meskipun efeknya setara, parasetamol berbeda karena efek antiinflamasinya hampir tidak ada. Parasetamol dapat digunakan untuk pasien yang kontaindikasikan menggunakan aspirin atau jika salisilat tidak dapat ditoleransi (misalnya pasien tukak lambung) untuk efek analgetik ringan atau antipiretik (Katzung, 2010: 608). Ekstraksi cair-cair berguna untuk memisahkan analit yang dituju dari pengganggu dengan cara melakukan partisi sampel antara 2 pelarut yang tidak saling bercampur. Salah satu fasenya seringkali berupa air dan fase yang lain adalah pelarut organik seperti kloroform atau petrolium eter. Senyawa-senyawa yang bersifat polar akan ditemukan di dalam fase air, sementara senyawa-senyawa yang bersifat hidrofobik akan masuk pada pelarut organik. Analit yang terekstraksi ke dalam pelarut organik akan mudah diperoleh kembali dengan cara penguapan pelarut, sementara analit yang masuk ke dalam fase air seringkali diinjeksikan secara langsung ke dalam kolom. (Rohman, 2009: 30-31). SPE merupakan teknik yang relatif baru. SPE cepat berkembang sebagai alat yang utama untuk pra-perlakuan sampel atau untuk clean-up sampel-sampel yang kotor, misal sampel-sampel yang mempunyai kandungan matriks yang tinggi seperti garamgaram, protein, polimer, resin, dan lain-lain. Keunggulan SPE dibandingkan dengan ekstraksi cair-cair adalah proses estraksi lebih sempurna, pemisahan analit dari penggangu yang mungkin ada menjadi lebih efisien, mengurangi pelarut organik yang digunakan, fraksi analit yang diperoleh lebih mudah dikumpulkan, mampu menghilangkan partikulat, dan lebih mudah diotomatisasi. SPE merupakan proses pemisahan yang efisien maka recovery yang tinggi (>99%) lebih mudah dicapai pada SPE dibandingkan dengan ekstraksi cair-cair. Dengan ekstraksi cair-cair diperlukan ekstraksi beberapa kali untuk memperoleh recovery yang tinggi, sedangkan dengan SPE hanya dibutuhkan satu tahap saja untuk memperolehnya (Rohman, 2009, 35-36). Prinsip kerja KCKT adalah dengan bantuan pompa fase gerak cair dialirkan melalui kolom ke detektor. Cuplikan dimasukkan ke dalam aliran fasa gerak dengan cara penyuntikan. Di dalam kolom terjadi pemisahan komponen-komponen campuran. Karena perbedaan kekuatan interaksi antara solut-solut terhadap fasa diam. Solut-solut yang kurang kuat interaksinya dengan fasa diam akan keluar dari kolom lebih dulu. Sebaliknya, solut-solut yang kuat berinteraksi dengan fasa diam maka solut-solut tersebut akan keluar dari kolom lebih lama. Setiap komponen campuran yang keluar kolom dideteksi oleh detektor kemudian direkan dalam bentuk kromatogram (Hendayana, 2006: 69). C.
Metode Penelitian
Analisis dilakukan pada 3 sampel daging bebek olahan yang diduga mengandung parasetamol yang diambil dari pedagang bebek kuliner di Kecamatan Coblong Kota Bandung. Sampel daging bebek dihancurkan dengan cara diblender dan diambil sebanyak 10 g, dibebaskan protein terlebih dahulu dengan ditambahkan TCA 1%, dan asetonitril, diekstraksi dengan n-heksan sehingga mendapatkan larutan yang diduga terdapat parasetamol. Fase asetonitril diuapkan sampai dihasilkan filtrat pekat, diaktifkan kolom SPE dengan metanol, sampel dilewatkan ke dalam kolom SPE, ditambahkan air dan Farmasi Gelombang 2, Tahun Akademik 2014-2015
40
|
Intan Permata, et al.
diamkan, dielusi dengan etanol, dihasilkan ekstrak pekat, ditambahkan dengan fase gerak dan disaring dengan membran filter kemudian dapat dianalisis. Kondisi pengujian yang digunakan untuk kromatografi cair kinerja tinggi untuk menganalisis parasetamol menggunakan kolom Zorbax C-18 (250 x 4,6 mm) sebagai fasa diam, dan fase gerak yaitu aquabides decampurkan dengan metanol dan asam asetat dengan menggunakan perbandingan 71:26:3, laju alir nya 1,5 mL/menit dan detektor yang digunakan adalah detektor UV dengan panjang gelombang 275 nm. Pertama-tama dilakukan uji kesesuaian sistem dengan cara 7 kali penyuntikan lalu sampel daging bebek yang berisi parasetamol dapat dianalisis kemudian dilakukan pengujian kerja analitik yang meliputi presisi, akurasi, linieritas, penetapan batas deteksi dan uji perolehan kembali. Pengerjaan ekstraksi dan analisis sampel daging bebek olahan yang beredar di Kecamatan Coblong Kota Bandung dengan menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi dilakukan di Laboratorium Penelitian Farmasi, FMIPA, Unisba, Bandung. D. Hasil Penelitian Penyuntikan ke
Luas Area
1
15510108
2
14992578
3
15563553
4
15525356
5
15083818
6
14975724
7
15508019
Jumlah
107159156,000
Rata-rata
15308450,857
SD
274942,641
SBR
1,796
Dari data uji kesesuaian sistem dihasilkan perhitungan yang mendapatkan nilai simpangan baku relatif (SBR) sebesar 1,796%, sehingga dapat disimpulkan bahwa metode ini memenuhi persyaratan karena nilai SBR kurang dari 2%.
Luas Area
150000
y = 167446,857x + 8423,914 r = 0,998
100000 50000 0 0.0
0.2 0.4 0.6 Konsentrasi (ppm)
Prosiding Penelitian Sivitas Akademika Unisba (Kesehatan dan Farmasi)
0.8
Pengembangan Metode Analisis Parasetamol dalam Daging Bebek ... | 41
Dari hasil gambar kurva kalibrasi didapat persamaan garis 167446,857x + 8423,914. Dan juga didapatkan koefisien korelasi nya yaitu 0,998 sehingga dapat disimpulkan bahwa pengujian ini memenuhi persyaratan karena nilai koefisien korelasi (r) mendekati 1. Sampel
Luas Area
Konsentrasi
A B C D
82336
0,44 ppm
Berdasarkan data uji sampel diatas didapatkan bawah sampel A, B, dan C yang merupakan sampel yang beredar di sekitaran Kecamatan Coblong Kota Bandung negatif mengandung parasetamol, sedangkan kontrol positif yang dibuat yaitu sampel D mengandung parasetamol dengan kadar 0,44 ppm. Parameter-parameter validasi yang digunakan dalam analisis kali ini adalah presisi, akurasi, linieritas, batas deteksi, dan batas kuantisasi. Dari presisi ini didapatkan nilai simpangan baku (SD) dan simpangan baku relatif (RSD). Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa nilai simpangan baku (SD) adalah 0,0055, dan nilai simpangan baku relatif (RSD) adalah 1,511 %. Tabel Presisi Sampel
D
Pengukuran
Luas Area
Kadar (x)
(X- )
(X- )
1
70325
0,370
0,006
0,000036
2
68946
0,361
-0,003
0,000009
3
70157
0,369
0,005
0,000025
4
69354
0,364
0
0
5
67846
0,355
-0,009
0,000081
6
69527
0,365
0,001
0,000001
0,364
Jumlah
0,000152
Rata-rata
Akurasi dilakukan dengan metode standar adisi yaitu dimana satu sampel dan ditambahkan dengan larutan standar dengan tiga konsentrasi yang berbeda 0,4; 0,5; dan 0,6 ppm. Tabel Akurasi Konsentrasi
Teoritis (ppm)
Luas Area
Hasil Hitung
% Recovery
D + 0,4 ppm
0,42
39047
0,183
43,543
D + 0,4 ppm
0,42
40019
0,189
44,926
D + 0,4 ppm
0,42
38579
0,180
42,878
D + 0,5 ppm
0,47
69354
0,364
77,421
D + 0,5 ppm
0,47
67846
0,355
75,505
D + 0,5 ppm
0,47
69527
0,365
77,640
Rata-rata Recovery
%
SD
43,782
1,044
76,855
1,175
Farmasi Gelombang 2, Tahun Akademik 2014-2015
42
|
Intan Permata, et al.
D + 0,6 ppm
0,52
82845
0,444
85,470
D + 0,6 ppm
0,52
80029
0,428
82,236
D + 0,6 ppm
0,52
80485
0,430
82,760
83,489
Dari data tersebut didapatkan persen perolehan kembali pada setiap konsentrasi dan hasil persen perolehan kembali yang didapat kemudian dirata-ratakan untuk konsentrasi 0,4 ppm adalah 43,782%, konsentrasi 0,5 ppm adalah 76,855%, dan 0,6 ppm adalah 83,489%.
Luas Area
150000
y = 167446,857x + 8423,914 r = 0,998
100000 50000 0 0.0
0.2 0.4 0.6 Konsentrasi (ppm)
0.8
Linieritas menghasilkan persamaan regresi linier yaitu 167446,857x + 8423,914 dengan koefisien korelasinya 0,998, nilai slope (kemiringan) nya 167446,857, dan perotongan garis dengan sumbu 8423,914. Analisis tersebut valid karena nilai koefisien korelasinya (r) mendekati 1. Dari persamaan tersebut selanjutnya diperoleh harga simpangan baku residual (Sy/x) sebesar 1537,667, standar deviasi (Sxo atau SD) 0,009183, dan koefisien variansi (Vxo) 2,04 %. Nilai batas deteksi yang diperoleh dari hasil perhitungan linieritas adalah 0,027 ppm. Nilai batas kuantisasi yang diperoleh dari hasil perhitungan linieritas adalah 0,092 ppm. Pembahasan Sampel daging bebek diambil dari 3 pedagang bebek olahan di sekitar Kecamatan Coblong Kota Bandung dalam kondisi bebek olahan sebelum digoreng. Pengambilan sampel sangat tergantung pada sifat dan jumlah bahan yang dianalisis. Pada prinsipnya pengambilan sampel yang dianalisis harus bersifat representatif, artinya pengambilan sampel memperhitungkan sebaran sehingga dapat mewakili populasi yang ditetapkan (Rohaman, 2009: 26-27). Tetapi karena keterbatasan waktu dalam penelitian ini, hanya diambil 3 sampel daging bebek dari 3 pedagang yang diperkirakan ramai pembeli dan dagingnya empuk. Sampel daging bebek di preparasi dengan menggunakan asam trikloroasetat 1%, sebanyak 10 ml, lalu ditambakan asetonitril sebanyak 25 ml, dan diekstraksi cair-cair dengan n-heksan sebanyak 30 ml dengan 4 kali pengulangan. Kemudian fase asetonitril di ambil, dan dilakukan pemekatan hingga 5 ml. Proses selanjutnya digunakan ekstraksi fase padat (SPE) untuk memisahkan analit dari pengotor. SPE berguna sebagai alat utama untuk pra-perlakuan sampel atau untuk clean up sampel-sampel kotor. Tahapan pertama kolom SPE dilakukan pengkondisian dengan mengalirkan 10 mL metanol. Kemudian tahap kedua dimasukkan
Prosiding Penelitian Sivitas Akademika Unisba (Kesehatan dan Farmasi)
1,736
Pengembangan Metode Analisis Parasetamol dalam Daging Bebek ... | 43
sebanyak 5 mL sampel (5 mL fasa pekat asetronitril) ke dalam kolom. Tahap ketiga kolom dicuci dengan menggunakan 5 mL aquadest dan didiamkan. Setelah itu, tahap keempat kolom tersebut dielusi dengan 5 mL etanol, penggunaan etanol bertujuan untuk mengambil analit yang dikehendaki. Untuk pemantauan digunakan Plat KLT Dibuat fase gerak menggunakan etil asetat dan asam asetat glasial dengan perbandingan (95:5) lalu masukkan ke dalam chamber, tunggu hingga chamber jenuh. Plat KLT ditotolkan larutan standar dan larutan uji kemudian dimasukkan ke dalam chamber yang telah jenuh, biarkan terelusi. Setelah itu, plat KLT yang telah terelusi diamati bercak dan Rf yang terbentuk dibawah lampu UV 256 nm. Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh bercak dan Rf yang sama terhadap standar, hal ini menunjukan bahwa fase gerak dapat menarik analit. Analisis parasetamol ini menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi yang digunakan yaitu KCKT agilent 1220. Sistem kromatografi nya menggunakan sistem fase terbalik dimana fase diam yang digunakan yaitu kolom Zorbax C-18 (250 x 4,6 mm) yang bersifat non polar, dan fase gerak yang digunakan bersifat polar yaitu berupa campuran aquabides dicampurkan dengan metanol dan asam asetat dengan menggunakan perbandingan 71:26:3, laju alir 1,5 mL/menit dan parasetamol dideteksi menggunakan detektor UV dengan panjang gelombang 275 nm. Optimasi fase gerak dilakukan sebelum analisis sampel, dengan melihat perbandingan fase gerak yang mampu menghasilkan peak standar yang sesuai yang bertujuan untuk menghasilkan analisis yang baik. Setelah optimasi fase gerak, selanjutnya melihat uji kesesuaian sistem dengan cara menyuntikan larutan standar 100 ppm sebanyak tujuh kali. Uji kesesuaian sistem ini dilakukan untuk menentukan bahwa sistem analisis beroperasi secara benar dan memastikan bahwa hasil analisis sesuai dengan nilai sebenarnya atau menjamin bahwa metode tersebut dapat memberikan hasil yang optimum dalam pengujian. Dari data dihasilkan perhitungan yang mendapatkan nilai simpangan baku relatif (SBR) sebesar 1,796%, sehingga dapat disimpulkan bahwa metode ini memenuhi persyaratan karena nilai SBR kurang dari 2%. Setelah optimasi fase gerak, selanjutnya melihat uji kesesuaian sistem dengan cara menyuntikan larutan standar 100 ppm sebanyak tujuh kali. Selanjutnya kurva kalibrasi dilakukan terhadap larutan standar. Kurva kalibrasi ini dilakukan untuk melihat hubungan antara konsentrasi analit terhadap respon alat. Analisis sampel dilakukan untuk menetapkan kadar parasetamol yang terdapat di dalam tiga sampel daging bebek olahan. Dan juga kontrol positif yang telah dibuat. Validasi metode analisis dilakukan untuk menjamin bahwa metode yang dikerjakan sesuai dengan tujuan penggunaannya, untuk menghasilkan hasil analisis yang paling baik, bersifat akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis. Parameter-parameter yang digunakan dalam analisis kali ini adalah presisi, akurasi, linieritas, batas deteksi, dan batas kuantisasi. Presisi dilakukan untuk melihat ukuran kedekatan antar serangkaian hasil analisis yang diperoleh dari beberapa kali pengukuran pada sampel homogen yang sama. Akurasi dilakukan untuk melihat ketelitian metode analisis atau kedekatan antara nilai terukur dengan nilai yang diterima sebagai nilai sebenarnya, baik nilai konvensi, nilai sebenarnya, ataupun nilai rujukan. Akurasi dilakukan dengan metode standar adisi yaitu dimana satu sampel dan ditambahkan dengan larutan standar dengan tiga konsentrasi yang berbeda 0,4; 0,5; dan 0,6 ppm.
Farmasi Gelombang 2, Tahun Akademik 2014-2015
44
|
Intan Permata, et al.
Linieritas dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh hasil-hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan (Rohman, 2009: 230) Batas deteksi diperoleh dari perhitungan linieritas, dimana dihitung berdasarkan kurva kalibrasi parasetamol terhadap luas area kromatogram dikali dengan bilangan faktor yaitu 3, dan dibagi dengan b dari persamaan regresi linier dari kurva kalibrasi. Nilai batas deteksi yang diperoleh dari hasil perhitungan linieritas adalah 0,027 ppm. Penentuan batas kuantisasi juga sama diperoleh dari perhitungan linieritas, dimana dihitung berdasarkan kurva kalibrasi parasetamol terhadap luas area kromatogram dikali dengan bilangan faktor yaitu 10, dan dibagi dengan b dari persamaan regresi linier dari kurva kalibrasi. Nilai batas kuantisasi yang diperoleh dari hasil perhitungan linieritas adalah 0,092 ppm. E. Kesimpulan Tiga sampel daging bebek olahan yang beredar di sekitaran Kecamatan Coblong Kota Bandung negatif tidak mengandung parasetamol. Sehingga yang digunakan untuk validasi metode analisis adalah kontrol positif yang sengaja ditambahkan parasetamol ke dalam daging bebek, dengan hasil uji berupa batas deteksi 0,027 ppm, batas kuantisasi 0,092 ppm, akurasi 83,489% , presisi 1,511%, dan linieritas 0,998. Hal ini bermakna metode analisis ini memenuhi persyaratan validasi untuk menganalisis kadar parasetamol dalam sampel daging bebek. Daftar pustaka Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2013). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. 37 tahun 2013. Batas maksimum penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pewarna. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia, Edisi IV, direktorat Jendral Pengawas Obat dan Makanan, Jakarta. Gandjar, I.G. dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Goodman & Gilman. (1940). The Pharmacological basic of therapeutic, 10 editon, newhaven:conneclicut. Hendrayana, S. (2006). Kimia Pemisahan Metode Kromatografi dan Elektroforesis Modern. Penerbit PT Remaja Rosdakarya, Bandung. Katzung, Betram G. (2010). Basic & Clinical Pharmacology 10 edition. Terjemahan, Jakarta, EGC. Mulatsih, A. (2014). Pengembangan Metode Analisis Parasetamol Pada Daging Bebek Olahan [Skripsi], Program Studi Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Bandung, Bandung. Rohman, A. (2009). Kromatografi untuk Analisis Obat. Pustaka Graha Ilmu, Yogyakarta. Syarif, dr.Amir, dkk. (2009). Farmakologi dan Terapi, edisi ke lima, Departemen Farmakologi dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Tjay, T, H, dan Rahardja, K. (2002). Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi keenam. Penerbit Elex Media Komputindo, Jakarta. Widhawati. (2012). Daging Bebek Beracun. (http://blogdetik.com/indexdari transTV) diunduh pada tanggal 21 mei 2012.
Prosiding Penelitian Sivitas Akademika Unisba (Kesehatan dan Farmasi)