Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas - 2020
KENDALA DAN PELUANG PENGEMBANGAN USAHA SAPI PERAH : STUDI KASUS DI BENGKULU (Constraints and Opportunities on the Dairy Cattle Development : A Case of Bengkulu) IswANDI H. BASRI, UMI Puji ASTUTI, dan HAmDA Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Bengkulu
ABSTRACT Selupu Rejang in the district of Rejang Lebong, Bengkulu has an opportunity on the dairy cattle development since its location is ± 600 m above sea level . In 2002, the provincial livestock service of Bengkulu had distributed dairy cattle of Frisian Holstein (FH) to the local farmers' group which in 2007 became a total of 157 head . The average milk prodution was 10 Uhead/day where some of them were sold to milk processing unit in Curup and the rest were processed directly by the farmers . In fact, milk production could be improved by better feeding strategy, unfortunately there is no market yet to absorbp the existing milk production . Constraints faced by the farmers are milk distribution and marketing chain that had not established yet. Promotion and socialization of drinking milk for the society, especially for students at the preliminary school, need to conduct onsistently and periodically . Keywords : Constraints, opportunities, dairy cattle farming, Bengkulu ABSTRAK Kecamatan Selupu Rejang di Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu yang terletak pada ketinggian + 600 m di atas permukaan laut memiliki peluang untuk pengembangan usaha sapi perah . Dinas Peternakan Provinsi Bengkulu tahun anggaran 2002 sudah menyalurkan bantuan sapi perah jenis Friesien Holstein (FH) untuk kelompok tani setempat dan sampai akhir tahun 2007 sudah mencapai 157 ekor . Rata-rata produksi susu yang dicapai adalah 10 Uekor/hari, dimana sebagian disalurkan ke unit pengolahan susu mini di Curup dan sebagian lain diolah secara langsung oleh petani . Produksi susu sebetulnya masih dapat ditingkatkan melalui perbaikan pakan, namun kenyataannya produksi yang ada sekarang belum dapat seluruhnya terserap pasar. Kendala yang dihadapi, diantaranya adalah distribusi dan rantai pemasaran yang belum terbangun dengan baik. Kegiatan promosi dan sosialisasi minum susu bagi masyarakat, utamanya adalah anak-anak usia sekolah, perlu terus dilakukan secara terus menerus dan konsisten . Kata kunci : Kendala, peluang, usaha sapi perah, Bengkulu
PENDAHULUAN Agribisnis sapi perah di
Indonesia telah
berkembang sebagai usaha keluarga sejak masa penjajahan, dengan mendatangkan sapi FH dan Belanda (SOEWANDI, 1985). Setelah tahun 1970, agribisnis sapi perah berkembang menjadi usaha skala menengah, tetapi hanya terdapat secara terbatas pada wilayah-walayah tertentu . Tahun 1978, pemerintah menggerakan perkembangan agribisnis sapi perah, yang
(IPS) . Sedankan budidaya sapi perah tertutup bagi modal asing . Konsumsi susu per kapita masyarakat Indonesia relatif masih sangat rendah, 4 kg per tahun sedangkan rata-rata konsumsi per kapita negara maju lebih dari 200 kg per tahun . Kalau konsumsi susu rata-rata Indonesia meningkat setengah saja dari rata-rata negara konsumsi per kapita negara maju, maka kebutuhan susu
diawali dengan kebijakan Penanaman Modal
dalam negeri meningkat luar biasa (MITCHELL, 2001) . Konsumsi susu nasional saat ini meningkat 12,2 persen per tahun, sementar
Asing (PMA) dalam industri pengolahan susu
pertumbuhan produksi jauh lebih rendah yakni 5,6 persen per tahun (DEPERINDAG,
1998).
491
Semiloka Nasional Prospek lndustri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas - 2020
Sementara itu status produksi susu dalam negeri masih jauh dibawah kebutuhan, sehingga Indonesia harus mengimpor susu sepanjang tahun dengan peningkatan 18,8 persen per tahun. Industri nasional menghadapi susu tantangan memenuhi permintaan susu di masa depan yang sangat menjanjikan . (YUSDJA dan RUSASTRA, 2001) . Negara-negara maju dalam industri susu telah memperlihatkan bahwa agribisnis sapi perah merupakan kegiatan ekonomi yang memberikan manfaat yang sangat besar baik bagi pengusaha, masyarakat konsumen dan bagi negara. Indonesia mempunyai ciri-ciri geografi, ekologi dan kesuburan lahan yang tidak kalah mutu dan kualitasnya dibandingkan dengan negaranegara maju tersebut . Empat pelaku utama industri sapi perah dalam 20 tahun terakhir ini adalah industri pabrik susu, koperasi sapi perah, peternak sapi dan dan perusahaan sapi perah swasta yakni skala menengah dan skala besar (YUSDJA dan RuSASTRA, 2001) . Kawasan Kabupaten Rejang Lebong terletak pada ketinggian 600 - 800 m diatas permukaan laut, dan mempunyai prospek yang baik untuk pemeliharaan sapi perah . Kondisi tanah tergolong subur (tanah letusan abu vulkanis atau andosol), dan kawasan ini merupakan sentra produksi sayur sayuran untuk propinsi Bengkulu . Usaha tanaman lain meliputi tanaman jagung, baik sebagai penghasil biji ataupun panen muda . Limbah tanaman sayuran, tanaman pangan dan palawija cukup tersedia sebagai sumber pakan ternak sapi perah. Disamping rumput alam yang banyak tersedia, peternak juga sudah menanam rumput unggul (umumnya King Grass) . Usaha petemakan sapi perah di Kecamatan Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu dimulai sejak tahun 2002 dengan sapi bantuan pemerintah melalui proyek IFAD, APBD I dan APBD II, KU, BPLM clan kepemilikan perorangan (DISNAK BENGKULU, 2003) . Makalah ini memaparkan hasil rapid appraisal terhadap usaha peternakan sapi perah yang dilaksanakan di Kecamatan Selupu Rejang, Curup, Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu .
492
MATERI DAN METODA Rapid . Appraisal dilakukan untuk mengetahui prospek, kendala dan usaha peternakan sapi perah di Kecamatan Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu . Informasi dikumpulkan melalui desk study, pengumpulan dan diskusi dengan nara sumber di Dinas Petemakan Provinsi Bengkulu dan Kabupaten Rejang Lebong. Wawancara secara langsung dilakukan terhadap 15 orang petemak sapi perah dari jumlah 30 petemak di lapangan, pada bulan Januari dan Februari 2008 di Kecamatan Selupu Rejang dan pada unit pengolahan susu di lokasi yang sama. HASIL DAN PEMBAHASAN Pemerintah Provinsi Bengkulu cq Dinas Petemakan dan Kehewanan, telah memberikan bantuan sapi perah jenis Friesien Holland (FH) pada beberapa kelompok tani di tiga desa di Kecamatan Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong Bengkulu. Tanda sapi FH adalah warna belang putih hitam, pada dahi pada umumnya terdapat warna putih berbentuk segi tiga, kaki bagian bawah dan bulu ekor berwarna putih, tanduk pendek serta menjurus kedepan, dan lambat dewasa . Sifat sapi ini jinak dan tenang, sehingga mudah untuk dikuasai, tidak tahan terhadap panas dan lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan (ANONIMOus, 1993 dalam ANONIMOUS, 2008) . Pada sapi-sapi jantan biasanya menunjukkan sifat nakal dan agak ganas, dan lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan, bangsa sapi ini mudah ditemui di seluruh penjuru dunia (PRIHADI, 1997 dalam ANoNIMous, 2008) . Sapi FH selain berbadan besar, rata-rata produksi susunya tertinggi apabila dibandingkan dengan bangsa sapi perah lain. Di Amerika Serikat rata-rata produksi susu mencapai 12,6874 pound dalam satu masa laktasi dengan kadar lemak relatif rendah yaitu 3,5-3,7%. Wara lemaknya kuning dengan butiran-butiran (globuli) lemak kecil, sehingga baik untuk konsumsi sebagai susu segar (PIU HADI, 1997 dalam ANONIMOUS, 2008). Pengembangan usaha sapi perah dikonsentrasikan di wilayah Agropolitan Desa Air Duku melalui mekanisme BPLM, KKP .
Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas - 2020
Penyebaran sapi perah dilakukan 3 tahap : yaitu tahap pertama tahun 2002 di Desa Sambirejo (26 ekor) dan Desa Air Duku (26 ekor); tahap kedua tahun 2003 di Desa Air Duku (23 ekor) dan Desa Air Putih Kali Bandung (26 ekor) dan tahap ketiga tahun 2004 di Desa Bandung 24 ekor. Sedangkan sapi perah yang dialokasikan untuk Desa Sambirejo mati semua . Total jumlah sapi perah yang disebarkan selama periode 2002 - 2004 berjumlah 125 ekor (DINAS PETERNAKAN BENGKUI,U, 2003 ; 2004 ; 2005 ; 2006 ; 2007) . Perkembangan penyebaran sapi perah tersebut sampai tahun 2006 disajikan secara rinci pada Lampiran 2 . Rendahnya produksi susu dan kurang berkembangnya agribisnis sapi perah disebabkan oleh beberapa faktor sebagaimana dibahas berikut ini . Pertama, Kandang sapi umumnya menyatu dengan rumah peternak karena alasan keamanan dan memudahkan pengelolaan . ANONIMOUS (2008) menyatakan bahwa persyaratan kandang antara lain : terpisah dari rumah + 10 m, drainase dan ventilasi baik, lantai tidak licin, ada penampungan kotoran dan ukuran kandang 1,5 x 2,5 mlekor. Kedua, Kurangnya ketersediaan pakan konsentrat, sehingga pakan sapi perah hanya terdiri dari pakan hijauan . Pakan yang diberikan pada umumnya berupa rumput alam ditambah dengan jerami tanaman (padi, jagung) dan hasil samping tanaman sayuran (wortel, kol dan lain-lain) . ANONIMOUS (2008) menyatakan bahwa pakan sapi perah yang baik terdiri dari hijauan, konsentrat dan limbah pertanian. Hijauan terdiri dari Rumput gajah (Pennisetum purpureum), Rumput raja (King grass), setaria, Rumput benggala (Pennisetum maximum), rumput lapang dan BD (Brachiaria decumbens) . Hijauan juga terdiri dari leguminosa, seperti daun lamtoro, turi, gamal . Limbah pertanian yang dapat diberikan antara lain : jerami padi, jerami jagung, jerami kedelai, dan lain-lain. Secara umum pakan berupa hijauan sebesar 60% dari berat kering dan 40% konsentrat . Sebagai contoh apabila berat sapi 450 kg, pakan yang diberikan per ekor per hari dapat berupa rumput alam 21 kg, rumput gajah sebanyak 7,5 kg dan konsentrat 6 kg . Ketiga, pengurus kelompok yang kurang aktif dan manajemen yang lemah, sehingga aspek keterbukaan terhadap anggota belum dilaksanakan dengan baik .
Keempat, sikap dan perilaku peternak yang belum mengarah pada good farming practice yang baik dan benar. Pengelolaan limbah, baik limbah padat maupun limbah cair belum dikelola dengan benar, sehingga menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan . Padahal pengelolaan limbah dengan benar dapat memberikan nilai tambah bagi usaha pertanian . Sistem pengelolaan limbah yang benar jika dilakukan dapat menurunkan konsentrasi total solid suspension (TTS), chemistry oxygen demand (COD), dan nitrit. Hasil analisis ekonomi menunjukkan bahwa sistem usaha peternakan yang menerapkan produksi bersih dapat memberikan keuntungan yang cukup signifikan . Karena mempunyai B/C Ratio yang lebih besar dari satu (PRASETIO dan PADMONO, 1993) . Kelima, tanggung jawab peternak terhadap usaha sapi perah masih belum optimal dan belum terlaksana dengan baik sesuai aturan yang telah menjadi kesepakatan bersama antara peternak dengan pihak dinas peternakan. Keenam, produksi susu yang masih sangat rendah dengan indikator dari 23 ekor induk laktasi hanya menghasilkan susu sebanyak 134 liter/hari atau setara dengan rata-rata 5 liter/ ekor/hari . Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya produksi susu ini , diataranya aspek pakan sebagaimana diulas dalam butir kedua diatas . Susu dari petani koperasi peternak di Kabupaten Rejang Lebong dijual ke pengusaha pengolah susu yang ada dilokasi . Harga jual susu tergolong rendah (Rp . 1 .400 - 1 .500/liter) . Dengan jumlah susu yang dihasilkan rata-rata 5 liter/ekor/hari dan jumlah pemilikan 3 - 5 ekor per peternak (kemampuan mengelola satu keluarga peternak), kondisi ini merupakan salah satu penyebab kenapa peternak hanya memberikan rumput alam tanpa konsentrat . Sebagian besar budidaya sapi perah didominasi oleh peternakan rakyat dengan skala pemilikan kecil dari I sampai 3 ekor (ANONIMOUS, 2000). RADOSTITS et al. (1994) menyatakan bahwa pada umumnya usaha peternakan merupakan sebuah usaha bisnis, yang akan dikelola dengan baik bilamana menguntungkan dalam waktu yang lama. Pada banyak kasus, permasalahan yang timbul adalah aspek fmansial, bukan proses biologi . Produktivitas sendiri tidak cukup untuk mengukur keuntungan perusahaan, karena
493
Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas - 2020
umumnya produksi diterjemahkan sebagai pengembalian bukan sebagai keuntungan . Kenyataannya di negara berkembang, biaya produksi mungkin terlalu tinggi sehingga keuntungan yang diperoleh menjadi sangat rendah (BEDARD, 1992) . Hal ini diduga menyebabkan kekurang-seriusan petemak dalam mengelola usaha sapi perah . Ketujuh, pelayanan inseminasi buatan, masih banyak mengalami kendala antara lain : petugas yang belum konsisten, ketersediaan sarana dan prasarana IB, perhatian petemak terhadap tanda-tanda birahi yang masih rendah, sehingga banyak induk produktif yang terlambat bunting. SMITH dan RIETMULLER (1995) merumuskan beberapa masalah agribisnis sapi perah di Indonesia, diantaranya adalah hijauan temak yang kurang, pakan konsentrat yang bermutu rendah, cara pemberian makanan yang buruk, kesehatan temak yang rendah, tidak ada pencacatan produksi, mutu bibit yang rendah, penyuluhan yang tidak intensif dan sebagainya . Kematian yang sangat tinggi diawali dengan kelumpuhan yang diduga kekurangan kalsium (diskusi dengan dokter hewan di Dinas Peternakan Kabupaten Rejang Lebong) . Untuk mengatasi permasalahan diatas disarankan : (1) untuk menekan angka kematian perlu diintensitkan pemberian konsentrat dan pelayanan kesehatan sapi perah ; (2) perlu dana untuk penyediaan pakan ; (3) kandang sebagian tidak memenuhi syarat dan perlu direhab ; (4) penataan organisasi petemak sapi perah . KESIMPULAN Peluang, dengan meningkatnya kebutuhan susu dalam negeri, dimana sebagian besar dipenuhi melalui impor dengan sendirinya cukup besar peluang untuk mengembangkan agribisnis sapi perah dalam negeri. Kendala, dalam pengembangan usaha agribisnis sapi perah di Kecamatan Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong Bengkulu masih terdapat banyak kendala antara lain: 1 . Sanitasi kandang yang rendah dan perilaku petemak yang belum mengarah pada goodfarming practice . Kandang menyatu dengan rumah dengan alasan keamanan. Limbah, baik limbah padat maupun limbah cair belum di kelola
494
2.
3.
4.
5.
6.
7.
dengan benar, sehingga menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan . Kualitas dan kuantitas pakan yang rendah, hanya terdiri dari pakan hijauan dan rumput alam ditambah limbah tanaman pangan (padi, jagung) dan hasil samping tanaman sayuran (wortel, kol dan lain-lain). Sehingga kecukupan pakan 10 persen dari berat badan tidak terpenuhi . Sering terjadi kelumpuhan pada sapi perah. Produksi susu yang masih sangat rendah dengan indikator dari 23 ekor induk laktasi hanya menghasilkan susu sebanyak 134 liter/hari atau setara dengan rata-rata 5 liter/ekor/hari . Manajemen yang lemah, sehingga aspek keterbukaan terhadap anggota belum dilaksanakan dengan baik . Tanggung jawab peternak terhadap usaha sapi perah masih belum optimal dan terlaksana dengan baik sesuai aturan yang telah menjadi kesepakatan bersama antara petemak dengan pihak dinas peternakan . Pelayanan inseminasi buatan, masih banyak mengalami kendala antara lain : petugas yang belum konsisten, ketersediaan sarana dan prasarana IB, perhatian peternak terhadap tanda-tanda berahi yang masih rendah, sehingga banyak induk produktif yang terlambat bunting . Penyerapan pasar yang rendah, pemasaran produk susu mumi masih terbatas, produksi hanya 5 - 7 liter/hari, harga jual rendah, produksi yang dapat diserap pasar < 100 1/ha. Hal ini disebabkan budaya minum susu yang belum berkembang di masyarakat . SARAN
1 . Perlu pengkajian tentang pakan tambahan bagi usaha sapi perah untuk mengatasi masalah kelumpuhan . 2 . Terobosan beberapa mitra usaha untuk pemasaran produk susu untuk daerah dan luar daerah . 3 . Penyuluhan yang lebih intensif melalui berbagai percontohan tentang
Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas - 2020
tatalaksana
kandang
dan
pemberian
pakan tambahan yang bermutu . 4. Untuk masalah kelumpuhan pada sapi perah perlu introduksi teknologi pakan yang ideal
dari kegiatan pengkajian
BPTP Bengkulu. 5 . Untuk pemasaran susu perlu dilakukan distribusi produk ke sentra-sentra pasar dan kafe yang strategis serta gerakan program minum susu bagi anak usia
DEPARTEMEN PERINDusTmAN dan PERDAGANGAN . 1998 . Perkembangan industri susu Indonesia dan produk susu. Pusat Data dan Informasi . Jakarta . DINAS PETERNAKAN KABUPATEN REJANG LEBONG . 2007. Laporan Tahunan . Dinas Peternakan Kabupaten Rejang Lebong 2007 . DINAS PETERNAKAN PRoviNsi BENGKULU . 2003 . Laporan Tahunan . Dinas Peternakan Provinsi Bengkulu Tahun 2002 .
sekolah dan PNS . 6 . Perlu adanya investor (pengusaha pabrik susu) yang menampung produksi susu .
DINAS PETERNAKAN PROVINSI BENGKULU . 2004. Laporan Tahunan Dinas Peternakan Provinsi Bengkulu Tahun 2003 . DINAS PETERNAKAN PROVINSI BENGKULU .
2005 . Laporan Tahunan Dinas Peternakan Provinsi Bengkulu Tahun 2004.
DISKUSI Pertanyaan : 1 . Tidak sependapat dengan pernyataan bahwa
produktivitas
mencerminkan Ekonomi bertujuan
ternak
suatu
produksi salah untuk
keuntungan.
tidak
keuntungan. satunya
memaksimumkan
Bagaimana
DINAS PETERNAKAN PRoviNSI BENGKULU . 2007. Laporan Tahunan Dinas . Peternakan Provinsi Bengkulu Tahun 2007 . MITCHELL, N . 2001 . New challenges in international dairy trade. New Zealand Dairy Board . IATRC Symposium on Trade in Livestock . January 19-20, 2001 . Auckland, New Zealand .
dalam
PRASETYO S dan J. PADMONO. 1993 . Altematif pengelolaan limbah cair dan padat RPH . Prosiding Workshop Teknologi Lingkungan . BPPT. Jakarta.
Jawaban : demikian
Bengkulu Tahun 2005 .
menurut
pendapat anda?
1 . Memang
DINAS PETERNAKAN PRovn4si BENGKULU . 2006 . Laporan Tahunan . Dinas Peternakan Provinsi
pengembangan suatu kegiatan agribisnis tujuannya adalah untuk mendapatkan keuntungan. DAFFAR PUSTAKA ANONIMOUS . 2008 . Bangsa sapi perah, http ://arifius . wordpress .com/2008/01/I0/bangsa-sapi-perah / 10 Maret 2008 . ANoNimous . 2000 . Sapi perah . Laporan Bulanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan . Puslitbangnak . Bogor. BEDARD, B .G. 1992. Delivering veterinary clinical and diagnostic services to smallholders Farmers . In : WILSON, M . ed. Livestock
RADOSTrrs, 0 .0 ., K.E. LESLIE, and J . FETROW . 1994 . Herd health . Food Animal Production Medicine, 2nd ed W.B . SAUNDER Company, USA. SOEwANDI, B .
1995 . Dairy development in Indonesia . Extension Buletin No . 237. Food and Fertilizer Technology Center. Taipei .
YusDJA, Y dan I .W. RusASTRA. 2001 . Industri agribisnis sapi perah nasional menantang masa depan . Forum Penelitian Agro Ekonomi . Vol . 19 . No . 1 : 33-42 .
services for smallhoders : A critical evaluation . Proceeding of a seminar held in Yogyakarta Indonesia, 303- 309 .
495
Semiloka Naslanal Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas - 2020
Lampiran 1 . Penyebaran sapi perah di 3 desa di Kecamatan Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu 2002 - 2004 Tahun (ekor)
No .
Desa
1. 2.
Bandung * Sambirejo
26
3.
Air Duku
26
23
Jumlah
52
49
Jumlah
2002
2003
2004
-
26
24
50 26 49
24
125
Keterangan : *= Air Putih Kali Bandung Lampiran 2 . Perkembangan sapi perah di 3 desa di Kecamatan Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu 2006 Desa 1 . .Bandung*
Induk awal
Induk pokok produksi Induk mati/dijual
31 11 29
11
19
10
2. Sambirejo 3 .Air Duku
12
15 20
16
Jumlah
71
23
54
26
Keterangan : *= Air Putih Kali Bandung
4 96
Anak
Pengguliran
Jantan
Betina
12 1
9 4
8
5
21
18