Kenangan atas Bapak tercinta. Bingkisan untwr Ibu, Kakalr-kakak, Adik-adikku serta Kekasih tersayang.
'blf' I
MANFAAT DAN PROSPEK MASA DEPAN DARI TRANSFER EMBRIO
SKRIPSI
Oleh
SUDARTO
B 17 0859
FAKUL TAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1985
RINGKASAN SUDARTO.
Manfaat Dan I'rospek Masa Depan Dari Transfer Embrio
(D:ib1Jwah bimbingsn Drh. Rudy R. Bawolje dan Drh. Sabdi Hasani\, liambar) •
Teknik transfer embrio adalah merupakan teknologi mutalchir dalam bidang peternakan, yang bertujuan untuk meningkatlean populasi dan mutu genetik ternak unggul dalam waktu relatif singkat. Yaitu dengan cara mernindahlcan embrio dari traktus reproduksi ternak unggul sebagai donor ke traktus reprodu!cs:i ternak yang tidak unggul sebagai resipien.
Dalam hal
ini, resipien hanya diberi tugas untuk memelihara dan memberi!wl1 nutrisi selama dalam lcandungan kepada calon anak, sedangi:an donor bertugas sebagai sumber genetik dan pabrik yang' mempro(!uksi embrio. Dalam penggunaan teknik ini. akan diperoleh manfaat yang menakjubkan. Di Australia, Selandia Baru dan benua Ameri lea bl.1girlll utara, teknilc ini telah digunalcan untuk memperbanyak dari sejumlah kecil sa pi potong yang berjenis unggul yang reka import kedalam negaranya. Untuk memperbanyak jenis
mesapi
potong maupun sapi perah di negara-negara yang sedang berkem-· bang, metode ini sangat tepat digunakan. I'enyimpanan embrio jangles panjang dan transportasi ernbrio untuk kepentingsn export-import embrio, telsh mendorong minat untuk menggunakan teknik ini secars komersisl. Seperti yang dilakukan 01e11 Indo nesis. lmtuk memperbaiki mutu genetik ternak dan dalam rangka alih tekn010gi, Indonesia telah mengimport sejumlah embrio
sapi perah dan sapi potong dari Amerika. Manfaat lain untlL\{ menyempurnakan tuj uan dari teknik ini, baik yang telah dapat dibuktikan lwberhasilannya maupun yang masih dalam pe!: kembangan adalah memperpendek waktu generasi, pemilihan jenis kelamin embrio, Ieelahiran Ieembar (twin), memproduksi kembar serupa, kIoning serta untrue peneli tian dan riset. KomersialisclSi telenik transfer embrio teIah diJ.alesanakDn di il.merilea bagian utara, Australia, SeIandia Baru dan Eropa dengan perkembangan yang tidak stabi1. Namun dengan kerns j uan-kemaj uan yang diperoleh dari hasil penelitian, diharo.pk::m perkembangan ini alcan melaj u dengan pesatnyn.
Sampai sekarang penelitian terhadnp telenik ini terus berlcembang untuk memperoleh hasil yang gemilang, oleh Iearena itu prospek masa de pan dari teknik ini akan mendnpst tern pat yang baik diseluruh dnnia.
MANFAAT DAN PROSPEK MASA DEPAN DARI TRANSFER EMBRIO
SKRIPSI
lJebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Dolder Hewan pada Fakul tas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogar
Oleh SUDARTO B;. 17. 0859
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1985
]l:L'l.NFAAT DAN PROSPEK MASA DEPAN DARI TRANSFER EMBRIO
Oleh SUD ART. 0
B. 17. 0859
SK1UPSI
un TEMH
DAN
asan Aliambar)
DIPERIKSA OLEH
(Drh. Pembim bin 8
TaJ':lggal
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Purwokerto, Jawa Tengah pada tanggal 26 Maret 1959 sebagai putra ketujuh dari ayah Sarjono Dipo Saputro (almarhum) dan ibu Mukmini. Tahun 1965 mulai memasQki bangku sekolah Taman KanakKanakdi purwokerto, dilanjutkan ke Sekolah Dasar pada kota yang sarna dan selesai pada tahun 1972. Pada tahun 1973 memasuki Seleolah Menengah PertamaNegeri III purwokerto, kemudian sewaktu dudulc dikelas dua (tahun 1974) pindah lee Sekolah Menengah Pertama Negeri Poncowati di proyek Transmigrasi Angkatan Darat Bandar Sakti, Kabupaten Lampung Tengah dan menamatkannya pada tahun 1975,. Tahun 1977 melanjutkan ke Seleolah Menengah .A tas Gablmgan (bersubsidi) di Jayapura, Irian Jaya. Pada tahlm 1978 sewaktu dudulc dikelas dua, awal smes"ter- akhir, pindah lee Sekolah Menengah Atas Negeri I di !cota PaIu, Sulawesi Tengah dan menamatlcannya pada tahun 1980. Pada tahun 1980 penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui proyek perintis II. Mulai tahlm 1981 penulis masuk Fakultas ICedokteran Hewan-IPB, ke!I1udian pada tahw-l 1982 sampai 1984 diangkat sebagai asisten muda Iuur biasa pada mata ajaran Histologi I dan II.
.-
penulis lulus sebagai sarjana kedokteran hewan pads tanggal 1 Agustus 1984 dan dilantik pada tanggal 29 September 1984.•
KATA PENGANTAR Penulis bersYQl{ur ke hadira t Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, petlilljuk, hidayah, kemampuan, kesempatan dan ridhaNya. Sehingga skripsi yang merupalcan salah satu syarat tU1tuk dapat mengikuti ujian sidang akhir dokter hewan di Fakul tas Kedolderan Hewan-IPB telah dapat diselesaikan. Rasa terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada bapak Drh. Rudy R. Bawolje dan Drh. Sabdi Hasan Aliambar, yang telah berkenan membimbing penulisan .dan penyusunan skripsi ini. Terima kasih penulis sampailcan pula kepada : Pimpinan Fakultas dan Staf.p('!ngajar dilingkungan FKR-IPE, seluruh staf perpustakaan dilinglcungan IrE, BPT Cial'li Bosor, BPPR Bogor dan semua pihak yang membantu penulis, yang terlalu banyak jilta disebutkan satu persatu. Kepada yang tercinta Ibu, kakak-kakak.dan adik-adikku serta dik Sri Gading Setijowati, tiada kata yang dapat
mel~
kiskan rasa terima kasihlcu atas jerih payah dan dbrqngan semangat, hingga terselesaikan skripsi ini. penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik .dan saran yang bersifat membangun penulis terima dengan senang hati. Akhir kata semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihalc yang memerlukannya. Bogor, Oktober 1985 penulis
DAFTAR lSI
Halaman RINGKASAN
................................................................................
i
......................................................................
vi
..............................................................................
vii
.. . .. .. .. .. .. .. .. .. .. . .. .. . .. .. .. .. . .. .. .. .. .. .. . .. .. . . .. . .. .. .. ..
ix
.. .. .. . . .. . .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. . .. .. . . .. . .. .. .. .. .. .. .. .. . .. .
x
..............................................................
1
KATA PENGANTAR DAFTAR lSI DAFTAH. TABEL DAlrTAR GAMBAR I. II.
PENDAHmUAN
PENGERTHN TRANSFER EMBRIO DAN SEJARAH SIHGKAT PERKEMBANGAHNYA
III. IV.
.. .. .. .. .. .. .. .. . .. .. .. .. .. .. .. .. .. ..
5
.. .. .. .. .. . . .. .. .. . .. ..
9
PRINSIP DASAR TRANSFER EMBRIO
MANFAAT YANG DIPEROLEH DARI TRAnSFER ENIBRIO
1.
36
Meningkatkan Jumlah Keturunan Dari Betina Yang Mempunyai Genetik Ungg ul .. . . . .. . .. .. . .. . .. . . . . .. . . . . . . . . . . . .. .
36
2.
Penyimpanan Embrio Jangka panjang..
39
3.
TransportasiEmbrio
. .. .. .. .. . .. .. .. .. .. .. .. .
44
4.
Memperpendel( Waktu Generasi
.. .. .. .. .. .. ..
47
5.
Pemilil1an Jenis Kelamin Embrio (Sexing of Embryo) ....................................
48
6.
Kelahiran Kembar (Twin)
.. .. .. . .. .. . .. .. ..
51
7.
Memprodl1.ksi Kembar serupa ( Identical Twins) .. .. . .. .. . .. .. .. .. .. . . . .. .. .. .. .. . . .. .. . .. .. .
55
. .. .. .. .. .. .. .. .. .. . .. .. .. .. . .. . . . . . . . . .
55
.. .. .. .. .. .. ..
58
8.
Kloning
9.
Untuk Peneli tian dan Riset
Halaman V.
GAl'.IBARAN 1TIv!UM KOiclERSIALISASI '.rRANSFER ElilBRIO
60
Transfer Embrio Secara Komersial di Benua Amerika Bagian utara, Australia dan Selandia Baru .. .. .. .. . . . .. .. ..
60
1.
.
2.
Komersialisasi Transfer Embrio di Eropa
3.
VI. VII.
. . . . . . .. . . .. . . . . . . . . . . . . . . .. . .
65
Teknik Transfer Embrio di Indonesia
68
PROSPEK IVlASA DEPAN DARI TRANSFER EIiiBRIO KEsn~puLAN
DAFTAR PUSTAKA
72-
.......................................................... .
75
....................................................................
77
.
DAFTAR TABEL
Nomor 1.
2.
3.
4.
5.
Ha1aman
Taks Hasi1 telcnilc transfer embrio dengan pembedahan pada sapi dimana donor dan resipien te1ah disinlcronisasilcan ± 1. hari ......................................
34
HasH telcnilc transfer embrio tanpa pembedahan pada sapi ......................................................................
35
A'lgka lcebuntingan !cembar dangan mela1ui telcnik transfer secara pembedahan pada sapi ................
54
Perbandingan dari kabuntingan setelah 45 hari dengan menggunakan transfer embrio secara pembedahan didalam sebuah percobaan pada se!ce1ompole sapi ........................................................................
54
Hasi1 yang dicapai dari transfer embrio secara pemheclahan pada sapi oleh 5 group komersial di Eropa .......... " ................................................................ ..
67
DAFTAR GAMBAR Hornor 1.
2.
Halaman
Teles Sebelas elear anak domba, semuanya keturlll1an ' dari seeker domba betina Lmggul yang mana te';" lur-telurnya telah ditransfer ke beberapa resipien untuk mereka pelihara dan lahirkan •• "..
38
Seekor sapi jantan lahir dengan sehat di Cambridge, dari sebuah embrio yang telah dibekukan selama satu minggu. lni adalah sapi yang pertama lahir setelah sebuah embrio mengalami pendinginan " " ............................................................
43
.
3.
Seekor anak kuda " sewaktu masih embrio dipanen atau dilcumpullean di Ihggris dan ditransport lee Polandia didalam alat reproduksi leelinci, kemudian di transfer dan dilahirkan oleh induk barunya sebagai resipien .. .. .. . .. .. .................................. " "
4.
Seekor sapi telah lahir setelah ditentulcan jenis kelaminnya semasa embrio (A). Sembilan bulan sebelu11lDya, inilah bentuk embrio tersebut, dengan panjang 4 mm sebelum diadakan biopsi (B), dan sesudah diadakan biopsi (C) ..............
51
Kelahiran kembar (twin) yang pertama dilahirkan sebagai hasil dari transfer embrio dengan cara pembedahan di Irlandia. Dengan teknilr tanpa pembedahanpun hal ini telah (lapat diperoleh ••..
53
Vice president Granada International Corpora~ tion dari Cnmbridge T. E. Geoffrey D. Mahon bersama istri sedang melalculean transfer embrio pada sapi perah mililc PT. B8rdilcari Livestock eli Cic urug-Suka bumi ""...... " .. " " ................................ "
71
5.
6.
lie
l1ENDAHULUAN'j
Sudah 8ejak ratusaw tahun yang lalU,. banyak usaha dengan bemacam-macam cara dan teknik digunakan orang untuk meningkatkan mutu genetik ternak serta meningkatkan prodUk>-8i peterrrekan pada umumnya. Perkembangan sains dan teknologi diberbagai bidang ternyata telah merupakan suatu dorongan bagi para ilmuW81ID dibidang kedokteran hewan dan peternakan untuk mBlakukan penyeIidikan-penyeIidikan dalam usaha mencari suatu metoda yang dapat mempercepat sekaIiguB memperbaiki mutu genetik populasi ternak. Kita telah mengenal istilah crossbreeding, grading-up, artificial insemination O.lnseminasi Buatam).' dan juga
O:0S-
trus synchronization «(Penyeren·takan Birahi ),). ]nseminasi Buetan (I.B.) atau yang lebih dikenal dengan istilah kawin
sunt~,
sudah lama sekali dikenal di In-
donesia. Tetapi penerapan/apllilcasinya secara produktif pa-da ternak-ternak ki ta baru saja berkembang pada tahun-tahun belakangan ini. Sedangkan oestrus synchronization atau
~PenyerentakalID
Birahi" di Indonesia masih dalam taraf penelitian beberapa ahli reproduksi hewan, padahal teknik ini merupakan suatu sarana penunjang yang sanget penting dan banyak dipalcai WL-tuk program-program'I.B., serta pengembangan peternakan: yang Iebih.efektif. Penemuan tekful.k transfer embrio telah memberilcan hara1
2
pan baru yang menguntungkan bagi dunia peternakan. Transfer embrio atau transplantasi embrio masih merupakan hal yang baru, bukan saja di Indonesia tapi juga bagi l:n:eberapa negara herkembang lainnya. Juga negara-negara maju masih' terus mengadakan berbagai peneli tian untUk meningkatkan tek-nik/metode ini. Sesuai dengan usaha pemerintah dalam meningkatkan giz:iL masyarakat I'ndonesia, maka konsumsi protein hewani perlu ditingkatkan, mengingat sampai saat ini konsumsi masyarakat akan protein hewani masih rendah. Daging sebagai sumber protein hewani yang pada masa-rna-sa lalu sangat sulcar diperoleh sebagian b:esar masyarakat
]n;-
donesia, sedang diusahakan agar dapat dwkonsumsi secara merata oleh seluruh rakyat Indonesia dimasa-masa yang akan datang. Demikian pula susn dan hasil produksinya merupakan sal.ah satu bentuk protein hewani yang diusahakan untuk dikomsumsi secara merata oleh rakyat. Untuk menunjang kebutuhan masyarakat akan protein hewani, juga sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan tara! hidup petani peternak, pemerintah telah menempuh bermacammacam cara. Khususnya dibidang peternakan, pemerintah antara lain berusaha meningkatkan jumlah populasi ternak agar dapat. mencukupi kebutuhan koneumei daging dan sueu. Akan tetapi perkawinan secara alam pada ternak besar terutama pada sapi dan kerbau hanya akan beranak seekor dalam setahun. Malahanl di ]ndonesia masih banyak sapi yang beranak seekor dalam dua tahun atau lebih lama lagi. Juga pada kambing dan dcroba,
3
beranak kembar (twin) walaupun banyak tetapi tidak
aelal~
dapat terjadi. Apalagi kembar tiga (triplet) masih jarang/ langka. dan kalaupun ada biasanya hanya kebetulan aaja. Dalam usaha meningkatkan mutu/kwalitas ternak lokal di ]ndonesia, pemerintah talah bany,-ak mendatangkan (imporil;),' bibit unggul yang bisa dikawinkan silang dengan ternak 10kal ki ta,. Namun pada perkawinan silang (crossbreeding)'" untuk mendapatkan kembali "'breed'" yang murni yang mempunIVai kwalitas unggul, akan membutuhkan waktu lama sampai beberapa generasi keturunan. Bahkan pemerintah juga telah mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk mengimport ternak
h~
dup darh luar negri, seperti misalnya sapi-sapi Santa Gestrudis, domba suffolk dan Dormer, malah beberapa tahunl terakhir ini, banyak sapi-sapi perah dalam keadaan bunting muda (gravid) didatangkan dari Australia dan Selandia Baru. Hal ini aangat membantu peternak/rakyat untuk meningkatkan tarafhidup mereka dengan mengolah sapi-sapi tersebut
se~a
gai wiraswasta atau bergabung dalam suatu koperasi., Akan tetapi import ternak hidup itu sendiri mempunyai beberapa masalah. Selain biaya yang tinggi, juga resiko kematiau/sakit' Bel~~
dipe~jalanan
dan abnrtus mungkin akan dihadapi.
lagi produksi susu yang masih rendah karena masih per-
lu waktu untuk adaptasi dengan iklim/lingkungan. Dan yang terpenting tentunya kemungkinan masuknya penyakit baru ke negara kita akau sangat merugikan. Pengetahuan dasar serta pengertian yang mendalam tentang cara/metodffi teknik transfer embrio ini dirasakan perlu
4
ada pembahasan dan penjelasan, sebelum bisa diterima oleh para iImuwan, peneliti dan peternak di Indonesia. Juga
pen~
jelasan tentang betierapa nilai potensial dan manfaat utama dari transfer embrio secara umum, sangat dirasakan perIn untuk Iebih mengerti, menstimulir saTta menarik minat paral peneliti agar Iebih banyak mengadakan percobaan-percobaan, dibidang-bidang yang ada hubungannya dengan sebagian ataw keseIuruhan telmilc transfer embrio ini. Sudah saatnya dipildrkan suatu jalan keluar dar:U masaIah-masalah yang dihadapi selama ini. Teknik transfer em... · brio yang berhasil, tampaknya mempunyai peranan yang
sang~t
penting didalam mengatasi problema ini baik secara Iangsung manpun tak langsuug.
]]j.
PENGERTIAN TRANSFER EMBRIO DAN·, SEJARAH'SINGKAT PERKEMBANGANN,YA
Pengertian transfer embrio secara Jceseluruhan, telahl banyak pendapat atau definisi yang mencoba untwc menerangkannya. Mi'murllt beberapa ahli, yang dimaksudkan dengan transfer embrio adalah suatu metode buatan dalam perkawinan dengan cara membentuk embrio dari seekor betina indllic unggul, yang disebut donor, kemudian dipindahkan dan dicangkokkan: Jeedalam saluran reproduJesi indllic betina lainnya dalam spe'" sies yang sama, yang disebut resipien (Bedirian et al. 1977)). Pendapat lain dikemllicakan oleh Jillella (1982), b:ahwa: transfer embrio adalah suatu metode Jehusus dalam beternalc, dengan cara menyuntik seekor betina dewasa dengan sejenis harmon eksogen untuk mendapatkan sejumlah sel telur yang lcemudian dibuahi dengan cara inseminasi buatan atau Jeawirn alam, Jeemudian dicangkokkan kedalam saluran reproduksi induk-induJe penerima yang telah disinkronJean, untllic dibesarJean dan dilahirlean. DiharapJcan dengan teJcnile baru ini seeleor donor alean menghasillean 30 Jceturunan setiap tahun. Partodihardjo (1980), mengemuJ.calean bahwa dalam pencang;kokJcan embrio diperlUkan indllic j enis unggul sebagai donor yang menghasilkan embrio dan induk biasa yang akan menerime embrio untwc dibesarlean da1am alat kelamin betina terse hut. Kemudian pendapat lain mengenai transfer embrio ada1ah 1ebih mengarah ke segi teknisnya, yang dikemllicakan oleh'
5
6
Benyamin et al. (1981), bahwa dalam transfer embrio telah dicakup penger-tian tentang superovulasi, pengwnpulan embrio), pemeliharaan embrio dan penyimpanan embrio dalam jangka- pen;..dek atau panjang. Sedangkan dalam pelaksanaannya, transfer embrio meliputi kegiatan deteksi birahi, sinkronisasi birahi, tatalaksana peternakan, kontrol dan pengawasan kesehatan ternak, inseminasi buatan dan hal-hal yang menyangkut aspek re'produksi lainnya. Dengan demikian transfer embrio merupakam gabungan teknologi dalam reproduksi yang memerlukan keahlian diberbagai bidang. Selanjutnya menurut Elsden dan Seidel
(Jg~),
transfen-
embrio mengandung banyak sekali resiko untuk pemilile dono]! dan perusahaan-perusahaan yang bergerak dibidang ini. Resiko) terbesar yang dimilikinya adalah pemasaran keturunan yang t-idak dapat diramalkan stabilitasnya, sedangkan resileD lainnya adalah kegagalan untuk mendapatkan leebuntingan yang sesuai_ dengan jumlah yang diharapkan, abortus dan kehilangan foetus. Benyamin et a1. (1981), menjelaskan lebih lanjut pembuahan sel telur dari seekor betina unggul oleh semen pejantan unggul, menghasilkan embrio yang memiliki material genetik unggul dari tetuanya. Sedangkan betina resipien tidak mempengaruhi sarna seleali selain dari pada )lfElmal.ihara dane memenuhii kebutuhan embrio tersebut dalam hal nutrisi selama dalam'kandungan dan sebelum disapih. Dari kenyataan ini jelas bahwa in.duk betina donor akan dapat menghasilkan keturunan yang mem;punyai genetik unggul lebih banyak dibandingkan dengan_ cara perkawinan alamiah, sehingga seleksi genetik akan sangat efelc-
7
tif dan perkembangan populasi juga akan lebih cepat dicapai. Teknik transfer embri.o dibuat pertama kali oleh seorang bernama Walter Heape (Betteridge, 1977), pada tanggal 27 April 1890 dua sel telur yang diperoleh dari seekor kelin ci betina jenis Angora yang telah dibuahi oleh kelinci jantan jenia Angora 32 jam sebelumnya, segera ditransfer kedalam pangkal akhir bagian atas dari tuba fallopii seekor kelinei betina jenis Belgian yang telah dikawinkan terlebih da hulu dengan pejantan dari jenis yang sama 3 jam sebelumnya. Tepat pada waktunya, kelinci betina jenis Belgian tersebut melahirkan 6 ekor anak kelinei, 4 ekor anak kelinei
mempuny!~
i kesamaan dengan indulc jenis Belgian hasil perkawinannya
d!~
ngan pejantan jenis Belgian, sedanglcan 2 ekor anak kelinei lainnya mempunyai kesamaan dengan induk jenis Angora hasil perJcawinan dengan pejantan jenis Angpra pula yang telah ditransferkan kedalam saluran reprodulcsi induk kelinei betina janis Belgian terse but , dengan lcarakteristik yang dimilikinye yai tu mempunyai bulu panjang mirip sutera khas untuk jenis Angora serta warna bulu yang putih mulus seperti orang tUB merelea. Dari pereobaan ini terlihat bahwa indule penerima (resipien) tidak akan mempengaruhi genetik anak yang dikandungnya, leeeuali hanya memelihara dan melahirkannya. Kemudian pada tahun 1927, Engle (Jillella, 1982) melakukan percobaan superovulasi pada menei t d.engan menyuntilclcan hormon. percobaan ini didasarkan pada percobaan dari Walter Heape di atas, dan ternyata memberilcan hasil yang memuaskan. Kemudian Casida dan kawan-kawan tahun 1940 (Jillella, 1982) berhasil melakulcan hal yang sama pada sapi.
8
Setelah saat itu kedua teknik tersebut, yaitu
superov~
lasi dan transfer embrio telah berhasil digabunglcan oleh para ilmuwan pada hewan. Menurut Jillella (1982), Hartman, Lewis dan Miller pada tahun 1931 membuat eksperimennya yang pertama tentang superovulasi dan transfer embrio pade ternak. Pada tahun 1949, Warwick dan Berry dalamoHafez (1980) berhasil melakukan pemindahan embrio pada domba dan kambing, disusul keberhasilan pada babi tahun 1951 (Kvansnicldi delam Rafez, 1980) serta pada sapi juga pada tahun 1951 (Willet, Black, Casida, stone, Buckner dalam Rafez, 1980). Tetapi keberhasilan yang didapatkan belum tinggi, oleh sebab itu
pen~
li tian dibidang ini terus berlengsung untulc mencapai kesempurnaan. Teknik transfer embrio baru berkembang dengan pesat se telah Rowson dan kawan-kawannya dari Cambridge pada tahun 1969, memperagakan kesanggupannya untuk melaksanakan transfer embrio dengan tingkat konsepsi 70
% eampai 90 % pada in-
duk-induk sapi penerima. Rasil ini sangat membesarkan hati dan kembali menarik minat para ahli terhadap teknik ini. Kemudian pada tahun 1972, diadakanlah suatu kursus singkat tentang transfer embrio pada sapi oleh Departemen F4; siologi Reproduksi dan Biokimia Universitas Cambridge, Inggris. Para ilmuwan dari Australia, Kanada, New Zealand, U.S.A. dan banyak negara Eropa hadir dalam pertemuan tersebut. Mereka membawa pUlang teknologi tersebut, sehingga khirnya berkembang keseluruh dunia, termaeuk Indonesia (Jillella, 1982).
a-
]]j]j.
PRINSIP DASAR TRANSFER· EMBRIO
Se,lterrarnya prinsip dasar dari pa"da' teknik im!), meJ.:liputi beberapa treatmen/perlakuan dengan menggunakani teknik-teknik lainnya, yaitu superovulasi, oestrus synchroniza tion (Sinkronisasi Birahi), artificial insernina tiOlli (1mseminasi B.uatan), embrio/eggs recovery (Pengumpulan. axam pemanenan embrio) dan embrio/eggs transfer (Pemindahan
em~
brio). Akan tetapi, walaupun transfer embrio ini telah ber_ hasil pada berbagai jenis hewan, kebanyakan peneliti lebih· cenderung untuk mengaplikasikannya pada ternak besar
sep~
ti domba, kambing atau sapi (Aliambar, 1981;)). Superovulasi Pengadaan ova dalam jumlah llranyak darjj. induk donon. yang berkwalitas genetis tinggi, adalah merupakan salah'satu, syarat utama yang harus ditempuh sebelum pemindahan
em~
brio dan proses ini disebut superovulasi. Superovulasi adalah perlakuan terhadap induk donor un... tulc mendapatlcan sel telur yang diovulasikan lebih banyak da,.. .ni biasanya dengan memberikan hormon-hormon tertentw dari
Iuar. Dengan perkataan lain, superovulasi akan memperballlfak jumlah embrio yang dihasilkan, sehingga.· anak yang dilahirkan dengan cara transfer embrio dapat lebih banyak. Superovulasi dapat terjadi dengan pemberian gonadotropin. Menurut para ahli Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PM'SG)1 adalah yang paling sering dipakai untuk merangsang pem...
10
bentukan dan psmatangan foliksl pada sapi, domba dan
kam~
bing, karsna hormon ini diketahui mempunyai wal,tu paruh Mologik yang panjang, sehingga dengan dosis tunggal dapat; dihasilkan respons superovulasi dengan baik. Hormon ini dihasilkan oleh jaringan placenta dan terdapat dalam serum bangsa equids. Menurut Armstrong (1982;) dan Jillella (1982), pemakafan lebih lanjut terhadap hormon ini akan menimbulkan siste folikel pada'hewan donor tersebut, sehingga produk embrio yang dihasilkan pada tahap selanj utnya tidak begi tu baik un,.. tuk transfer embrio, karena tingkat survival yang rendah. Sedangkan menurut Sugie et al dalam Hafez
,~_1.980),
jumlah se@
telur yang dihasillcan akan berkurang apabila superovulasi dilakulcan berulang-ulang pada satu hewan donor yang sarna !carena terbentuknya anti hormon. Armstrong (,1982'), juga mengata!can bahwa domba dan kambing yang disuperovulasikan dengan harmon ini seringkali
me~
ngalami regresi corpus luteum, sehingga siklus birahi hewan, ini rnenjadi lebill pendek dan tidak teratur. Problem lain ada-lah bervariasinya respons hewan-hewan terhadap PMSG yang diberilcan pada dosis yang sarna. Menurut Cahill (1982), domba Merino yang disuperovulasikan dengan PMSG pada hari ke 12 s1klns birahinya, ternyata menghasilkan jumlah sel telur yang bervariasi antara 1 sampai )0. Juga terjadinya variasi
ter~
hadap laju pertumbWlan folikel sehingga terjadi perbsdaan, tsrhadap jarak walctu antara penyuntikan dan tirnbulnya reaksi birahi.
Fak-~or-faktor
yang mempsngaruhi reaks:li ov,arit:mn
111
terhadap PMSG adalah jenis' hewan ( sapi, domba, dan kam... bing), UlllUr hewan, musim dan sta:ll!us gizi hewan tersehU1t. Tetapi bagaimanapun PMSG adalah hormon yang efelctif untuk perlalcuan superovulasi, sehingga untuk mengontrol Icetepatan silclus birahi: tersebut, maka digunalcan PGF Z alfa. Rea th (1982), memberilcan hormon PMSG ini pada hari ke 16 dari silclus birahi dan sapi akan birahi 4 sampai 6 hari. komudian. Polge
(1982)~
memberikan hormon ini pada sapi do-
nor dengan dosis 2500 IU sampai 3500 IU, maka ovarium sapi tersebut dapat menghasilkan 30 sampai 40 sel telur, tetapi: biasanya hanya didapatkan 6 sampai'W 13mb rio pada waktu penampungan. Sedangkan Shelton dan Moore (1974), mencatat bah wa pemberian 2000 IU PMSG, sel telur yang dihasillcan
dala~,
satu kali birahi adalah kurang lebih 12. buah. Menurut Toelihere (1981), cara superovulasi yang se-· ring dilakulcan pada sapi adalah penyuntikan 2500 IU sampai 3500 IU PMSG secara intra muscular pada hari ke 16 dari siklus birahi disusul 5 hari kemudian dengan pemberian 2000 IU HCG secara intra vena, maka sapi tersebut akan birahi dalarro walctu 2. sampai 4 hari kemudian. Jillella (1982) meneranglcan, respon ovarium sapi yang maksimum terhadap PMSG adalah bila diberikan pada hari ke 9, 1'0 atau 11 dari siklus birahi. Keuntungan metode hari ke 16;
ini baik. karena selain menghasilkan banyak folikel juga me-· ngurangi kasus siste ovarium dan penyerentakan birahi yang tepat antara donor dan resipien. Superovulasi pada domba dapat dihasilkan dengan penyun-
12 tilean 1100 IU PMSG pada hari lee 12 atau lee 13 siklus bwrahi (Toelihere, 1981) atau dapat pula dikombinasi' anroara PMSG dan HCG (Betteridga dan Moore', 1977). Follicle Stimulating Hormon (FSH) juga merupakan hormon yang cukup efektif digunakan dalem superovulasi. Hormon ini dihasilkan dari kelenjar hipofisa kuda, kambing, dombaatau babi, dan dibandinglean dengan PMSG hormon ini mempunyai waktu paruh biologik yang lebih pendek. Elsden dan Seidel (1982.), menggunakan harmon ini pada sapi donol:!" dua kali sehari sebanyak 5 mg sampai 6 mg padahari ke 9 sampai 14 dari siklus birahi dan sapi tersebut akan birahi 3 hari kemudian. Sedangkan menurut Armstrong (1982), untuk mengindulesi superovulasi pada kambing, FSH harus diberikan secara berturut-turut selama 3 sampai 4 hari melalui suntikan intra muscular. Untuk menginduksi superovulasi pada sapi menurut Sugie et al dalam Hafez (1980). selain pemberian; PMSG 1500 IU sampai 3000 IU pada hari ke 16 dari siklus birahi. dapat juga dengan pemberian FSH dengan dosis 20 mg sampai 50 mg yang diberikan dalam due keli yaitu, pada
har~
lee 4 atau hari ke 5. Kemudian disusul dengan pemberian HCG dengan dosis 1500 IU sampai 2000 IU atau penyuntikan LH' secara intra vena dengan dosis 75 mg, 5 hari setelah superovu...· lasi dimulai. Sapi alean birahi 2 sampai 3 hari
leemudian~
PMSG/FSH dapat juga dileombinasilean dengan pemberian Prostaglandin F2 alfa dua atau tiga hari leemudian setelah pemberian PMSG/FSH dengan dosis 5 mg intra uteri atau intra vena. Sedangkan pemberian PMSG/FSH dapat dimulai pada hari lee 6.
11],
sampai ke 15 dari siklus birahi. PGF 2 alfa ini akan menghaneurkan corpus luteum sehingga folikel lain dapat berkem~ bang dan dengan bantuan gonadotropin, folikel baru akan,matang. Menurut Jillella (1982), hormon lain yang dapat digunakan untrue superovulasi adalah HCG, GnRH, Estradiol-17-B: dan Prostaglandin. HCG digunakan untuk superovulasi pada sapi de·· ngan dosis 2500 IU sampai 5000 IU seeara intra vena pada permulaan bJirahi., Hormon ini dianjurkan untuk digunakan pada hari lee 16 fase folikel. GnRHI dianj urkan penggunaannya pada: dosis 100 mg sampai 200 mg intra-, vena atau intra muscular pads: awal birahi. Estradiol-17-B digunakan bersama-sama dengan GnRH atau HCG pada awal birahi dengan dosis 400 mg. Prosta-glandin digunakan sebanyak dua kali dosis luteolitiknya, ya-itu 50 mg prostaglandin alamiah atau 1000 mg Prostaglandim sintetik. Cara lain dalam metode superovulasi yang dieatat oleh Willet, Bucher dan Larson (1953), antara lain: - Penyuntikan PMSG seeara subeutankurang lebih empat hari sebelum terjadinya estrus. - Penyuntikan ekstrak kelenjar adenohypophysa kuda secara subeutan tiga hari berturut-turut. - Penyuntilean ekstrak kelenjar hypophysa domba seeara subcutan lima hari berturut-turut kemudian penyuntikan HCG seeara intra vena pada hari ke enam. - penyuntikan PMSG seeara subeutan lima hari sebelum birahi dan disusul enam hari kemudian dengan preparat hypophysa
14
domba atau HeG secara intra vena. Sebelum teknik superovulasi ini dilalesanalean, diperlulean persiapan terhadap betina donor yang alean disuperovulasilean dan betina resipien yang akan menerima embrio dari donor untule dipelihara dalam alat reproduksinya. Selain itu manajemen betina donor dan betina resipienpun perlu mendapat perhatian, agar pelaksanaan telenik transfer embrio tersebut mendapat hasil yang memuaslcan. Jillella (1982), mengemukalean bahwa donor yang potensi01 adalah donor-donor yang diketahui mampu melahirkan setiap tahul1 secara normal dan teratur, dapat menjadi bunting de-" ngan sekali inseminasi, mempunyai siklus birahi teratur, tidak pernah mengalami distolcia, retensio eekundinae ataupum siste ovarium dan bebas terhadap penyakit-penyakit reprodwcsi menular. Kemampuan reprodulcsi ini penting untuk menghindari kondisi yang abnormal. Kemudian menurut Elsden dan Seidel (1982), pemilihan terhadap donor haruslah didasarjcan, kepada tiga kri teria, yai tu keunggulan genetik, kemampuan reproduksi dan nilai ekonomis hewan tersebut dipasaran. Kemudian donor harus berada pada lcondisi tubWl optimum, tidale boleh terlalu gemuk atau kurang sahat, karena donor yang tidak sehat tidak menunjukkan resIJons yang cukup baik terhadap tindalean superovulasi. Selain syarat-syarat di atas, catatan kesehatan donor juga penting artinya untuk menghindari penyebaran penyakit yang disebabkan oleh teknik transfer embrio. Pemilihan terhadap hewan-hewan penerima (resipien),
faktor turunan atau bangsa bukanlah merupakan faktor yang penting. Aken tetapi pada sapi, orang lebih menyukai sapi perah sebagai resipien dari pada sapi potong. Hal ini disebablean sapi perah mempunyai angka konsepsi yang lebih baik dari pada sapi potong
(~illella,
1982).
Sedanglcan menurut Elsden dan Seidel (1982), resipienl yang ideal adalah hewan yang sehat, muda, terjamin kesuburannya dan mempunyai kemampuan untuk menjadi induk yang baik. Resipien yang berumur lebih dari 10 tahun tidak boleli digunakan karena fertilitasnya sudah menurun. Menurut Jillella (1982), sapi-sapi mud a lebih sering digunakan untuk transfer cara non bedah, sedangkan yang lebih tua untuk transfer cara bedah. Sebel~~
pelaksanaan superovulasi juga harus dilakukan
pencatatan dUa siklus birahi secara berturut-turut pada sapi, bailc pada donor maupun pada resipien. Karena status gizi memegang peranan penting terhadap respons superovulasi maka manaj emennya harus benar-benar baik (Jillella, 1982). Sinkron~sasi
Birahi
Sinkronisasi birahi dalam teknik transfer embrio adalah merupakan usaha manusia untuk menyamalean waletu birahi antara donor dan resipien. Sinleronisasi penting untuk program inseminasi pada donor dan pada saat akan ditransfernya embrio kepada resipien, sedangkan pada teknik pemindahan embrio langsung dari donor, maka sinlcronosasi birahi antara donor dan resipisn dilalcukan dalam waktu yang sarna.
16
Dengan mengadakan sinkronisasi birahi dalam teknik transfer embrio, berarti sarna dengan menyamakan keadaan saluran reproduksi
an'~ara
donor dengan resipien, sehingga bi-
la dilakukan pemindahan embrio, maka embrio tadi tidiolk me:-ngalami perubahan tempat ataupun suasana dan dapat tumbuh serta berkembang secara normal. Menurut
Salysbur~
(1969), apabila status reproduksi
re~
aipiero sesuni dengan embrio yang akan ditransfer atau sesuaf dengan donor, maka embrio yang dapat hidup dapat mencapai 91
%. Tetapi jika berbeda dalam satu hari,embrio yang dapat
hidup 50 % sampai 60 %, sedangkan jika perbedaannya sampai dua hari, embrio yang dapat hidup hanya 30 % sampai 40 %•. Sinkronisasi birahi dapat dilakukan dengan tiga cara yai tu, memilih resipien yang berada pada fase yang sarna dengan donor, menyimpan embrio sambil menunggu sampai ada resipien yang berada pada siklus yang sesuai, penyerentakan birahi
aa-
ik pada donor maupun pada resipien dengan menggunalcan obatobat tertentu. Corpus luteum memegang peranan penting dalam mengatur lamanya siklus birahi dan waldu terjadinya ovulasi pada ternak, hal ini karena zat utama yang dilceluarkannya yaitu progesteron, menghambat pengaruh Luteinizing Harmon (,LH,) terhadap ovulasi. Dengan demikian setiap hambatan terhadap daya lcerja progesteron baik dari dalam maupun tambahan dari luar . dapat digunakan untwc menyerentakan birahi maupun silclusnya. Menurut beberapa ahli, Prostaglandin F2 alfa (PGF 2 alfa) adalah harmon yang cukup praktis dipalcai untuk melalcukan
penyerentakan birahi pada sapi-sapi b:etina dono I!" dan resipi.en karena pengaruh luteolitiknya. Partodihardjo (1980), mengemukakan bahwa dosis PGF 2 alfa yang diberikan pada seekor sapi berkisar antara 5. mg sam~ pai 35 mg tergantung pada lokasi penyuntikan. Hormon ini
da~
pat diberikan dengan dosis 5.. mg sampai 10 mg intra uteriIlff, atau 30 mg sampai 35 mg intra muscular perekor sapi, danl anglea konsepsi yang dihasillean dengan penggunaan PGF
alfa 2 ini dapat mencapai 70 %. Penyuntikan PGF2: alfa dilakulcan. dua leali dengan interval 11 halli, sehingga 4 sampai 5. han:!.: setellah penyunt:!Jkan semua sapi menjadi birahi. Menurut Toelihere, (1981), dosis PGF 2 alfa yang digunalean secara intra uterine
adalah seJd tar 4 mg sampai 6 mg atau rata-rata 5. mg dalam 0,75 ml air suling dan birahi terjadi 3 hari setelah penyunltikan. Apabila dalam peternalean tersebut terdapat populasi yang cnkup banyak bstina dewasa, maka sebenarnya sinkronisasi tidak perlu diserentalckan dengan hormon ini, karena secara normal setiap hari terdapat cukup banyak sapi yang birahi. secara bersamaan. Elsden dan Seidel (1982.). menyatakan liahwa pemberian PGF 2 alfa sebanyak 2. mg secara intra muse.ular pada donor dilakulcan setelah pemberian gonadotropin, sedangkan untnk resipien.dengan dosis yang sama diberikan sehari lebih awal dari pada pemberian pada donor. Hal ini disebabkan donor akan b1rahi lebih awal dengan adanya pengaruh dari pemberian g·ona-· dotropin. Dengan pemberian seperti di atas donor dan resipien
alean mengalami birahi bersamaan dalam waktu 48 jam sete.laru pemberianPGF~
alfa pada resipien.
Menurut David (1981), selain
PGF~
alfa, progestagen
kususnya medroxy progesteron acetate (MAP), melengesterol acetate (MGA),: dan chlormadinone acetate (CAP)' dapat juga digunakan, akan tetapi masih sering d1temukan angka kebuntingan yang rendah. Sedangkan Britt dan Roche (1980), mencatat beberapa metode dalam sinkronisasi bfrahi yaitu a) Progestagen diberilean secara peroral selama 14 sampai 2.1 hari. Dalam hal ini
birahinya~
culeup baik, tetapi ferti-
litasnya leurang. b) Dengan pemberian dosis luteolitile PGF
2-
alfa antara hari lee 5 dan lee 18 dari siklus birahi, biasanya sapi akan birahi pada hari ke 2 sampai ke 5 setelah pe." ngobatan dan fertilitasnya sangat baik. c) Pemberian dua dosis luteoli tik PGF 2 alfa pada hari lee 11 sampai lee 12, birahi akan diperlihatkan pada hari ke 2 sampai ke 5; setelah pengobatan lcedua. d) Pemberian 5., mg estradiol pada hari pertarna dan memasuklean progestagen untrue 9 sampai 12 hari; dimulai pada hari pertama, birahi akan terlihat dua sampai empat hari leemudian. e) Progestagen secara peroral diberikan lima sampai tUjuh hari kemudian ditambahkan PGF 2 alfa pada hari terakhir pemberian progestagen dan akan birahi dua sampai lima hari lcemudian. Menurut Willet et al (1953), menyerentakan birahi pada
--
sepasang donor dan resipien dengan menyuntilcan 50 mg progesteron perelcor perhari. Birahi akan terjadi serentalc setelah penyuntilcan progesteron dihentikan.
19 Sapi betina yang telah berada dalam siklus birahi yang: sesuai dengan yang diharapkan, siap untuk menerima embrio yang dipindahkan melalui teknik transfer embrio. pembuahan' Donor yang telah disuperovulasikan hanus diinseminasi agar terjadi fertilisasi sel-sel telur yang telah·diovulasikan oleh sperma pejantan unggul dari luar. Tetapi sebelum dilak\~an
inseminasi, donor hendaknya dideteksi terhadap
terjadinya birahi. Bilamana donor telah berada dalam keadaan birahi, malee donor tersebut diinseminasi dengan menggunakan semen unggul (cair atau belm). Dalam pembuahan ini inseminasi dapat digunakan secara inseminasi buatan dan dapat juga secara alamo Disinilah teknik inseminasi buatan berperan dalam membuahi sel-sel telur dari betina donor, yang jumlahnya lebih banyak dari biasanya, oleh karena itu kebutuhan spermatozoa untuie membuahinya harue lebih banyak. Pelepasan sel telur pada sapi betina donor yang telah disuperovulasikan,
lli~umnya
terjadi antara 2 sampai 24 jam, oleh-
karena itu sapi donor harus diinseminasi sekurang-kurangnya 2 lcali dan sebailmya 3 kali. Waktu pelaksanaan inseminasi dan banyaknya dosis semen. yang digunakan tergantung kepada faletor mulainya birahi, lama atau panjangnya masa birahi, kwalitas semen dan lainnya •. Pada kasus birahi tenang, sapi donor harus diinseminasikan pada hari-hari yang diperhitungkan ia menjadi birahi. Pada leebanyakan kasus, penggunaan HCG atau GnRH akan meningkatkan
20
laju fertilitas (Jillella, 1982). Menurut Mahon (1981), inseminasi dilakukan sebanyak tiga kali dengan interval waktu 12 jam. Misalnya inseminasi pertama dilakukan antara jam 8 sampai jam 9 pagi, yang kedua antara jam 5 sampai jam 6 sore dan yang ketiga antara jam 8 sampai jam 9 pagi berikutnya. Inseminasi yang kedua dan ketiga bertujuan untuk menghindari kegagalan pembuahan
pad~
inseminasi pertama, dimana diketahui bahwa ovulasi biasanya: terjadi 24 sampai 36 jam setelah birahi. Selanj utnya Beverly dan Stanford C1983), Mahon (1981:), menyatakan bahwa tiap kali melakwcan inseminasi pada donor digunakan dua straw atau dua ampul. Jadi untulc sekali pembuahan pada superovulasi dibutuhkan enam straw atau ampul. Harus diperhatikan pada waktu melalcukan inseminasi pada donor adalah pemeliharaan, tindakan asepsis pada waktu inseminasi dan pemeriksaan kwalitas semen yang digunakan. Pemanenan Embrio Pemanenan embrio sering disebut dengan penampungan embrio, "flushing" atau "eggs-recovery". Menurut beberapa ahIi biasanya dilakukan pada hari ka 6 sampai hari ke 8 atau rata-rata hari ke 7 sesudah pembuahan. Keadaan embrio pada saat ini berada pada stadium akhir morula atau awal blastosis, dimana proses implantasi belum terjadi. Pada keadaan ini embrio hewan sudah bersifat kompak dan bulat, sehingga bila penampungan dilakukan maka embrio tadi akan cepat berkembang menjadi foetus yang normal.
21 Metode penampungan ini dapat dilakukan dengan dua ca-ra, pertama yai tu penampungan embrio lcetika hewan masih hidup dan kedua penampungan embrio setelah hewan disembelih. Presentase kehidupan embrio yang dikumpulkan dengan cara kedua lebih besar dari pada dengan cara pertama (Hafez, 1980)..• penampungan embrio setelah hewan disembeiih yaitu dengan cara mengambil alat reproduksinya. Embrio ditampung dengan jalan membilas dengan NaCl fisiologis atau cairan buffer dari dalam uterus. Metode penampungan embrio dimana hewan masih hidup lebih disukai. Metode ini dapa'!; dilalcukan dengan dua cara yaitu dengan tanpa pembedahan dan dengan pembedahan. MenLlrllt Benyamin et al (1981), umumnya j umlah embrio yang dapat dikumpullcan tidak selalu tepat karena kesuli tan dalam menaksir jumlah sel-sel telur yang diovulasikan donor. Bahlcan dengan pembedahanpun belum tentu diperoleh jumlah yang tapat karena sering kali ditemulcan keabnormalan pada ovarium, sehingga sering kali jumlah resipien yang harus di. persiapkan tidalc dapat ditentukan dengan tepat. Umumnya jumlah embrio yang didapatkanpada saat pengumpulan sekitar 50 % sampai 90 % dari seluruh embrio yang diovulasikan, terutama presentase yang tinggi didapatkan dengan cara pembedahan. Tetapi cara ini kllrang begitu menguntunglcan karena dapat menyebabkan kerusakan pada donor. Peda masa kini pengumpulan embrio tanpa pembedahan lebih cenderung digunakan pade sapi. Menurut Jillella (1982), ada tiga tipe kateter yang digunakan untuk pengambilan embrio
22 dengan cara non bedah, yaitu kateter Foley dua lumen atau tiga lumen dengan ujung lebih pendek dan kateter model jerman dengan dua lumen. Adapun prinsip teknik pemanenan embrio tanpa pembedahan ini ialah memasukkan cairan media kedalam tanduk uterus melalui sebuah kateter khusus. lcemudian menyedotnya kembali keluar setelah bercampur dengan embrio/telur yang telah dibuahL Prosedill' lengkapnya ialah setelah hewan donor disiaplean dengan perlaleuan superovulasi, sinkronisasi birahi dan inseminasi buatan. Kemudian hewan dipersiapkan dalam kandang fixasi (nodstal) yang khusus untuk penampungan embrio (iflushing). Untuk menjamin lcelancaran kerja dan demi keamanan, bisa juga digunalcan obat penenang atau anaestetikum misalnya 5 ml "Lignocain 2
%" sebagai anaesthesi epidural
dan "Acepromazin (10 mg/ml)" sebanyak 1 ml kedalam vena caudalis dibagian ventral ekor. Sistem penyedotan embrio tanpa pembedahan dari uterus seekor sa pi telah lebih sempurna yaitu dengan menggunakan sebuah kateter yang mempunyai 3 (tiga) saluran ("three lumen P. V. C. catheter"). Kateter ini didorong masuk kedalam ujung tandulc uterus dengan melewati sebuah "cervical introduser" yang lebih dahulu dimasulekan melalui vagina. Untuk membulca mulut vagina selealigus mencegah leontaminasi, dapat juga dipergunakan sebuah speculum. Tentu saja setiap pemasuklean alat/instrumen kedalam vagina dikontrol melalui palpasi rektal.
23
Setelah ujung kateter benar-benar sampai diujung tandwe uterus, maka balon (cuff) yang terdapat dekat ujung kateter mulai di tiup melalui salah satu lubang saluran. Besarnya balon ini sedemikian rupa sehingga benar-benar merupakan penahan/bendungan didalam lumen tandw{ uterus. Kemudian cairan media dimasukkan melalui lubang yang lain dan ini akan mengisi ruangan diujung tanduk uterus yang berada disebelali! atas balon penahan. Bsnyaknya media yang disemprotkan (+ 300 ml) tentunya. melebihi kapasitas ruangan diujung tanduk uterus sehingga media akan keluar lagi melalui saluran yang ketiga dan, ini ditampung dalam tabung penampung khusus. Selama flushing dilakukan, sebaiknya bagian ujung tandwc uterus yang berisi cairan media ini diremas-remas secara teratur agar embrio yang terdapat disi tu bisa, keluar bersama cairan media
~:Ali
amber, 198.11). Menurut Elsden dan Seidel (1982). pengambilan embrio cara ini pada sapi dilakukan dengan memasukkan kateter kedalam uterus donor. Mula-mula donor dibersihkan, dan didesinfeksi dengan alkohol 70 % pada daerah perineal, kemudian hewan dianaestesi dengan penyuntikan 5 ml procaine secara epidural. Sedangkan menurut Heath (1982), sebelumnya donor harus dipuasakan selama 20 jam dan 12 jam berturut-turut sebelum pemanenan embrio, kemudian disuntikan 10 mg Acethylpromazine intra muscular dan disusul dengan 5 ml sampai 9 ml Lignocaine secara epidural sebelum kate tel" dimasukkan. Setelahl di-
24
dapatkan efek anaestesi dilakukan palpasi rektal untuk
me~
nentukan lokasi alat reproduksi. Ka-!;eter dimasukkan perlahan-Iahan dan diarahkan kesalah satu lumen tanduk uterus. Setelah ujung kate tel' mencapai 2 sampai 3 sentimeter dide-pan bifurcatio, ujungnya yang berbentuk bundar ditiupkan udara sehingga menggelembung membentuk balon yang besarnya tergantung dari besar uterus. Sekitar 100 ml sampai 5.00 ml medium Dulhecco Phosphate Buffer Saline yang
diperkay~
dengan 1;% Bovine Serum Albu-
min ('BSA) dan dipanaskan 37° C. dimasukkan kedalam suatu botol atau gelas El'lenmeyer dan dihubungkan dengan suatu pipa kebawah serta disambungkan pada salah satu lumen katetel' dengan alat penyambung gelas berbentuk "T·" atau "Y". Salah satu pipa lain dihubungkan pula dari lumen lainnya dan dimasukkan kedalam suatu gelas ukur penampung. Medium dialirkan masuk kedalam tanduk uterus melalui pipa yang berasal dari Erlenmeyer yang diatur dengan suatu penjepit (Idem), sampai terlihat uterus menggelembung seperti keha-milan seki tar 6. sampai 8 minggu, kemudian dimesase perlahan-lahan dan medium dikeluarkan melalui pipa kebawah. Menuru'li; Elsden (1982), medium ini berfungsi untuk melarutkan lendirlendir dan umumnya mengandung banyak sekali reruntuhan selsel atau pecahan sel-sel telur, darah dan lendir. Kemudian· medium dimasukkan lagi ketanduk uterus seperti semula sampai habis, kemudian dimasase lagi untuk mengeluarkan embrio dal'i lipatan-lipatan endometrium. Setelah i tu cairan ini dialir·, kan lcebawah dan di tampung pada gelas ukur.
Setelah melakukan prosedur ini pada kedua tanduk uterus, kedalam lumen tanduk uterus disemprotkan larutan antibiotik yang mengandung penisilin dan streptomisin. Kemudian embrio dipindahkan kedalam beberapa cawan petri dan ditempatkan didalam inkubator 17 0
c.
(iJillella, 1982).
Menurut Heath (1982), keuntungan besar dari metode non bedah ini adalah karena cara ini dapat dilakukan pada yang sedang laktasi sekalipun. Keuntungan lain adalah kepuasan yang didapat oleh pemilik donor karena berkurangnya stress pada sapi donor milik mereka. Sedangkan kerugian yang juga' besar adalah karena metode ini tide-k dapat dilakukan pada semua jenis donor. Ukuran dan bent uk cervix dapat menjadi rintangan dalam melalcukan kateterisasi. Pada donor tua atau ber ukuran besar, ukuran dan pembesaran yang terjadi pada uterus dan cervix akan mempersulit pelaksanaan teknik ini. Menurut Aliambar ('1981), sayangnya ialah bahwa teknik tanpa pembedahan ini agaknya hanya mungkin dilaksanakan padahewan besar saja seperti sapi, kerbau, kuda atau keledai dan tipis kemungkinan pada spesies lain. Sampai sekarang ini teknilc transfer embrio yang paling berhasil, baik itu cara pemanenan embrio (recovery) maupun cara transfer itu sendiri, tetap melalui operasi/pembedahan. Pada sapi gambaran umum pelaksanaannya adalah pertama-tama hewan dibius umum (general anaesthetic) dan insisi dilakukan dibagian ventral abdomen (laparatomi medianus), setelah itu barulah pemanenan embrio dilaksanakan. Sayangnya bahwa cara pembedahan ini akan membutuhkan
2.6:
faaili tas cran biaya yang cuJmp mahal serta seorang ahli bedah yang terampil dan menguasai telmik ini secara sempurna. Juga resileo yang besar akibat pembiusan umum dan kemungkinan timbulnya perlekatan an tara organ-organ reproduksi yang bisa menyebabkan kemandulan, sangat memperkecil kemungkinan penerapan telmik ini di lapangan atau di perusahaan peternakan besar. Menurut Jillella (.1982), penampungan/pemanenan embrio dengan cara pembedahan adalah sebagai berikut : Sebelum pembedahan
dilak~~an
pada sapi, donor diisolasi dan dipuasakan
selama 1 sampei 2. hari. Daerah yang akan dibedah dieukur. dan didisinfeksi. Setelah itu diberi suntikananaestesi
de
ngan "Short Acting Barbi turat'" diikuti dengan pemberian "Closed Circuit Anaesthesia'" menggunakan halothane dan oksigen •. Kemudian donor diletakkan di atas meja operasi. Sayatan dilakukan pada garis median sepanjang 15: cm, kemudian uterus dan ovarium dikeluarkan. Cbrnua uteri dijepit pada bagian utero tubal junction (UTJ) yang berdekatan dengan corpus uteri. Media yang dipergunakan dapa t berupa Tissue Culture.' Medium 199 (TCM 199) atau Dulbeceo' s phosphat Buffer
Salin~
(PBS) sebanyak 50 ml sampai 75 ml, menggunakan syringe yang dimasukkan kedalam salah satu cornua uteri. uterus dimassage kearah tuba fallopii dan cairannya yang mengandung embrio ditampung pada eawan petri steril melalui pipa keeil yang sebelumnya dimasukkan kedalam fimbriae. segera setelah embrio ditampung, diinkubasikan pada suhu 37 0 C. sampai akan dievaluasi. Cornua uteri lainnya
juga dapat diperlakukan dengan cara yang sarna. Setelah kedua cornua uteri selesai dibasuh, uterus dan ovarium dibilas dengan cairan fisiologis yang hangat" diberi heparin serta antibiotik, lalu dimasukkan kembali dan dijahit lagi secara bertahap. Menurut Moore t 1982), pade kambing dan domba, pengumpulan embrio selalu dilalcukan dengan cara. pembedahan dibawah keadaan anaestesi umum. Sayatan dibuat sejajer garis median, dan uterus dikeluarkan. Dengan mempergunekan kanul berdiameter 2
mID
embrio disemprot keluar dari saluran telur
atau uterus. Medium yang digunakan adalah Dulbecco's Phosphat Buffer Saline yang diperkaya dengan 10 sampai 20
% Sel-
rum biri-biri; atau 2 mg/ml Bovine Serum Albumin (BSAr; atau 5 % Fetal Calf Serum (FCS). Media yang dipakBi untuk flushing, menyimpan embrio maupun untuk transfer tergantlmg dari jenis hewannya. Paling baik untuk doroba ialah serum homolog, untuk babi Tyrode yang ditambah sedikit albumin, sedangkan untuk sapi biasanya dipakai T.C.M. 199 atau Dulbecco'a Medium yang mengandung Bovine Serum Albumin (B.S.A.) (Aliambar, 1981) Evaluasi embrio Embrio yang akan dipindahkan ke betina resipien adalah embrio yang terpilih sebagai embrio normal. Dengan
menggun~
knn pipet khusus, embrio yang diperoleh dari donor diletakkan di cawan petri yang berisi medium segar kemudian diperiksa dibawah mikroskop dengan pembesaran 10 kali sampai
28 80 kali. Mula-mula embrio dilihat dengan pembesaran 10 kali,
bila sUdah di temukan, maka dengan pembesaran 80 kali di tentukan tingkat perleembangannya. Satu hal yang penting dijadilean leriteria dalam mengeva·luasi embrio adalah, embrio yang tepat tingleat perkembangannya yaitu embrio yang dicatat umurnya sejale perkawinan
sam~
pai waletu dipanen. Dengan pemerilesaan ini embrio yang rusale dapat sisingleirlean. Menurut Sugie et al dalam Rafez «(1980), dengan leondisi yang baik, embrio yang sudah mencapai delapan sel hingga awal blastosist alean memberikan anglea kebuntingan yang tinggi dibanding dengan embrio yang lebih mud a ataupun yang lebih tua. Evaluasi embrio ini dapat juga untuk memilih cara pele·· takkan embrio pada resipien yang sesuai dengan umur atau tahap perkembangan embrio tersebut. Pemindahan Embrio Teknik pemindahan embrio dapat dilakukan pada waktu yang sarna dengan waletu penampungan, atau dapat juga embrio telah mengalami pengawetan. Dalam hal ini yang terpenting adalah status reproduksi resipien sesuai bagi embrio yang akan tinggal disitu. Menurut Ji11e11a (1982), pada dasarnya ada dua cara untuk pemindahan embrio pada saluran reproduksi resipien yaitu dengan cara pembedahan maupun cara tanpa pembedahan. Pada pemindahan embrio dengan metode pembedahan, embrio
2.9
dipindahkan ketandwc uterus resipien dengan melakukan laparatomi. Ada dua cara untuk memindahkan embrio dengan pembedahan, yaitu sayatan sejajar garis median atau melalui pengirisan pada daerah flank. Kebanyakan cara yang digunakan adalah dengan melakwcan pengirisan sejajar garis median. Dengan cara ini, dibuat irisan sejajr garis median atau daerah flank hewan yang dianaestesi. Kemudian uterus dikeluarkan dan ditandai bagian uterus mana yang mengandung corpus luteum. Embrio dimasukkan pada tandwc uterus dengan menggunakan pipet pasteur kedalam lumen tandulc uterus yang berseberangan dengan ovariurn yang mengandung
cor~
pus luteum. Embrio harus dimasulckan dengan hati41ati untuk menjaga kemungkinan embrio dimasukkan kedalam lapisan endometrium. Dengan metode ini anglea kebuntingan yang diperoleh mencapai 70 % (Jillella, 1982). Menurut Hafez (' 1980), pemindahan embrio dengan cara pembedahan dapat dilaleukan dengan penyayatan pada garis median ventral perut dibawah pengaruh anaestesi umum seperti pada pengumpulan embrio. Namun untuk pemindahan embrio tidale seluruh saluran reproduksi sapi resipien dikeluarkan dari ruang abdomen, tetapi cukup dengan hanya membuat lubang kecil pada cornua uteri yang berdekatan dengan ovarium yang mengandung corpus lute urn •. Dengan suatu pipet kapiler, embrio dipindahkan leedalam cornua uteri tadi. Lubang kecil pada cornua uteri dapat menutup sendiri, sedanglcan sayatan didaerah median dijahi t kembali. Menurut Sreenan dalam David (1981), angka kebuntingan yang didapat-
30
kan cukup tinggi (± 90 % ) melalui cara ini. Sedangkan menurut beberapa ahli, cara laparatomi didaerah flank dilakukan dibawah pengaruh anaest.esi loleal. Se'" belumnya, resipien dipalpasi secara rektal tmtuk mengetahui ovarium yang mengandung corpus Iuteum. Bila corpus Iuteum pada ovarium sebelah kanan, maka penyayatan dilakukan pada flank leanan dan begitu pula sebaIiknya. Cornua uteri dikeluarkan melalui sayatan tersebut dan embrio dipindahlean pads ujung cornua uteri d;adi dengan menggunakan pipet kapiler. Angka kebuntingan yang didapatkan dengan cara tersebui< diatas, lebih rendah bila dibandingkan dengan cara laparatomr didaerah ventral perut. Menurut Polge (1982) dan Sreenan (1983), anglea kebuntingan yang didapatkannya berkisar antara 60
% sampai 70 %.
Menurut Sugie et al dalam Hafez (1980), untuk embrio yang lebih muda dari delapan sel, cara yang terbaik ditransfer lee tuba fallopii. Embrio muda tidak sesuai jilea di transfer lee uterus karena sekresi uterus alean merusalcnya. Pemin·dahan embrio melalui tuba fallopii dilaleulean dengan menggunalean pipet lchusus yang berisi embrio, dimaswckan melalui infundibulum dan embrio disemprotkan kedalamnya. Sedanglean embrio yang lebih dari delapan sel, lebih baik ditransfer ke tandw{ uterus, sebab embrio tersebut; lebih tahan dari embrio muda. Pemindahan embrio tanpa pembedahan, pada prinsipnya sarna dengan telenile inseminasi buatan. yaitu memaswckan suatu alat leedalam saluran kelamin betina. Perbedaannya adalah
31 bila pada inseminasi buatan batas pemasukan laras
insemina~·
si hanya sampai corpus uteri, sedangkan pada 'I;eknik pemindahan embrio sampai cornua uteri bagian atas. Pada pemindahan embrio tanpa pembedahan digunakan insemination gun model cassott. Pelaksanaan teknik ini pada sapi menurut Jillella ("1882.) adalah sebagai berikut : Embrio yang sudah siap dipindahkan dimasukkan kedalam straw bervolume 0,25 ml atau 0,5 ml sedemikian rttpa, sehingga berada diantara dua ruangan yang berisi udara. straw yang berisi embrio dimasulckan kedalam laras dengan cara yang sarna seperti pada teknik inseminasi buatan. Sementara itu sapi resipien diberi anaestesi lokal dengan menggunakan 5 ml procaine 20
% atau anaestesi epidural
Iainnya. Ekor diikat dan sekitar vagina dan perineal dibersihkan dengan alkohol 70 %. Setelah anaestesi bekerja dimuIailah proses pemindahan embrio. Tangan operator dimaswckan kcdalam rectum untuk melokalisir dan menilai corpus luteum •. Laras inseminasi dimasukkan dalam cornua uteri melalui cervix, kemudian embrio disemprotkan. Angka kebuhtingan dengan cara ini diperoleh Iebih rendah dari pada cara pembedahan,. yaitu sekitar 30 % sampai 60 %. pemindahan embrio tanpa pembedahan ini dapat juga dilakukan dengan menggunakan kateter inseminasi yang terbuat dari Polyethilene. Dengan cara ini didapat tingkat kehamilan 54 %•. Tingkat kehidupan yang diperoleh pada transfer tanpa pembedahan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu umur embrio, tempat deposisi embrio dan kemampuan pelaksana dalam
32 memanipulasikan teknile tersebut. Cristie' et al (1980) me;.laporlean adanya tingkat kebuntingan yang rendah pada transfer tanpa pembedahan. Rendahuya kebuntingan yang diperoleh adalah karena pada transfer cara tersebut embrio diletaklean. lebih dekat ke pangkal saluran uterus, keadaan ini menunjukkan bahwa ujung saluran uterus merupalean tempat yang coouk bagi embrio tingkat awal. Suatu kemungkinan bahwa hormonhormon diangkut secara langsung lee ujung saluran uterus dari ovarium dan tingginya leadar progesteron disana akan mempengaru..hi selcresi kelenjar uterus. Walauplill. teknik pemindahan embrio tanpa pembedahan memberilcan hasil yang jauh Isbill rendall bila dibandinglean dengen ,cara pembedahan, tetapi learena cara ini memberilean beberapa keuntungan antara lain, biaya yang relatif lebih murah, tidale menimbullean perdarahan akibat pembedahan, pelaksanaannya lebih cepat, pemindahan embrio dapat dilalculean ditempat peternale serta recovery dapat diulang beberapa kaIi, malea cara ini terus dileembanglean. Pemerilesaan Kebuntingan dan pemeliharaan
~etina
Resipien
Untule mengetahui apaleah resipien benar-benar bunting a ta u tidak, malea pada sapi dilaleulean palpasi reletal pada saat embrio dalam resipien berumur 50 sampai 70 hari. Kemudian diagnosa kebuntingan diteguhkan pada saat embrio berumur 90 hari. Pada pemindahan embrio dengan cara pembedahan, reaipien harus mendapat perawatan khusua sehubungan dengan luka
33 bekas operasinya agar tidak mendapatkan efek sampingan yang buruk dari luka tersebut. perawatan re.sipien bunting sarna dengan perawatan hewan-hewan bunting lainnya, sedangkan bagi resipien yang tidak bunting perlu diadakan pemeriksaan dan pengulangan. Tetapi jika pengulangan telah dua kali tetap gagal maka sebaiknya resipien tersebut tidak digunakan lagi. Pemeriksaan kebuntingan pada resipien, menentukan kroberhasilan teknik transfer embrio yang sedang dilakukan. Pada keadaan normal, perkembangan prenatal dipengaruhi oleh berbagai faktor antara laim, hereditas, nutriai induk, posisi foetus dalam tanduk uterus, perkembangan emblllio: dan endometrium sebelum implantasi dan keadaan placenta. Akan tetapi pada teknilc transfer embrio ini hereditas tidak diragulcan lagi, Jcarena- sel telur. berasal dari betina unggul dan spermatozoa berasal dari semen pejantan unggul pula, se·· dangkan genetiJca induk angleat tidalc akan mempengartlhinya. Dengan manajemen yang baik berarti perawatan terhadap indulc dan anak alcan bailc pula. Dengan demikian malea telah dilakulcan usaha untuk mengurangi atau menghilangkan faktol.'faktor penyebab lcegagalan dari pelaJcsanaan teJcnik transfeIr embrio. _ Hasil dari beberapa percobaan oleh beberapa peneliti dengan teknik pembedahan dapat dilihat pada tabel 1. Sedangkan yang diperoleh dengan teknik tanpa pembedahan dapat dilihat pada tabel 2. Kedua tabel tersebut hasil .. transfer embrio pada sapi.
34
TEibel 1.•
Hasil teknik transfer
emb~io
dengan pembedahan
pads sapi dimana donor dan resipien telah disinkronisasikan, + 11 hari (dipetik dari K. J. Betteridge, 1977). Transferred Day of
Embryos
No.
transi£!f
per
recip-
idonorl
recipient
ients
Pregnancies No.
4·5 4·7
%
embryos surviving No.
.--------~~--~----~ 11 90.9 10 2 10 2
32
22
68.8
36
Criteria of pregnancy and comments
Reference
45.5
Colving
Rowson el a!. 1969
56.2
Calving 18 cases) Slaughter d 60·90
Rowson et at, 1971
%
(13 cases) Abortion (1 case)
3·7 4·8
1 ·2
69
46
66.7
Calving and slaughter
Rowson, lawson. Moor
1 ·3
31
27
87.1
33/43
76.7
In 23 slaughtered d 40
and Baker, 1972 Sreenan and Beeharl. 1974
1 ·3
12
9
75.0
14/23
60.9
Calving: from last 14
8ctlcridge and
3·7
2
4·7
1 ·2
4·7
1 ·2
of a group 01 24
Mitchell. 1974 Sn"rman et al. 1£75
55
76A
65/110
59.1
In 55 slaughtered d 27-127: calving data on 17 not given
378
220
58.2
203/362 21/55
56.1 38.2
Singles I palpation; Twins {see also Table 10
Nclson el ai, 1875
124
84
67.7
Palpation d 35-42; also Tzble 10
RO\>"$on.19758
SE:&
135
97
72.0
1 added
19
11
57.9
5
26.3
1 <,dried
21
14
66.6
11
52.4
86
83.0
3·8
2
5-6 dirEc'cl 5·6 aller
Newcomb and Sreenan and Beehan. unpublished
Slaughter d 30·40; all transfers to bred reCipients
Boland et al. 1976a
Slaughter d 27·117 139 casesl. calving 113 cases); unsuccessful transfers not enumerated
Sreenan and Beet:an.
rabbit stOt?g e
3·7
2
10-16 1 0·16
1 2
4·, 47
1 2·3
5
52
48.0 76.5
36
48.0
Palpation d 50
Betteridge et a1. 1976
36
52.9
36
52.9
Palpation d 50
ADRI, unpublished
7
77.8
2016
1162
57.6
1162
57.6
Shea et a1. 1976
239
131
54.7
131
54.7
p(ilpation; selected morulae Polpation; flank approach, paravertebral anesthesia
48
36
75.0
55
58.3
75
36
17
13
68
9
lU5U(lllyJ
5
5
2
19768
Palpation d 45-60
----------------
Hansen, 1976 G. S. Anderson EO; .01.
1976
.---------
Tabel 2..
Hasil teknik transfer embrio tanpa pembedahan. pada sapi tdipetik dari A. Brand dan. M.Drosi;. dalam Betteridge, 1977}. Tnn<;/!Jrred
. ,:;y
Embryos No.
'Jf
';~nsi~r
pt~r
r~c;pient
rec:pl"nls
Pr<.:gnancies
Criteria of preqnancy
embryc~
surviving
No.
No.
Comrnt;>nts
~~ _ _ _ _ _ _. _ _ _ _ _ _~~~~~2__ _ _ _ _ _ _ _ _ _~-------------
2-3
Sil~;:I~
8
3
%
ri<Jid
i1l)w~on
Ca\vings7 and I abortion
COl insuiflalion
11
Calvings
COl insuffl,nion
Row~on
Slaughter ailsr 3 months
Control
L~'N50n. ~O'l/50n.
ContrOl COl inflation COl inflation Fluolhilno 3[1eSlhesia Fluothane anesthesia
1975
COl insufflatiOn
Sugie, 1965
38
;>i;J'!tt>?. .)f
.;I"d Moor
(196GcI
11!!,Qt;ld
1·3
20
4
25
4
20
35
35
10 10
10 10
J-5 5-9
10 10 10 20
3-5
10
-\-.6
2
:;.·5 ~3
Syoassing
1.
o
o
o
o
8
40
B
40 10
1.0 2
100
17
30
19
6
43
9
27
1 'ldded t 7
(It)
(65)
3
18
3-8
• 1 lldded 15
(10)
(67)
7
47
CQnC:'!~Ir1C 5-7
15
6
40
6
40
3-7
12 calvings ood 5
0'
1 added "_7
4
3-10
14
c:annll!a1'e l Jnd oioo:)t1e :;'0
Moor .:lnd
T~rllit,
Collection also Sugie et al. 1972 flon-surgical: COl insufflation; 2 bred recipients TeSI~rt. 1975
1 sluughler d 45: 5 calvings Calvings
a
Testart. GodardSiour and du MesnH du Bui5<;Qn. 1975 TeSt3n. GodardSiour ilf'd du ~hlSf'H du 3ui5:;on. 1976
13
1
S,5·8
27
8
8 29
8
29
unpublisi1'!d
]·8
20 20
6 3
30 15
6 3
30 15
Elsd(ln, unpubli:;had
-'-7
42
10
24
24
Hahn et Oll. 1975
13 47
,
10
1
20
43
20
8 43
J. Hahn, unpublished
50
4
25
(14.)
(50\
6
25
added 24
(15)
(63)
6
1 added 26
(14)
(54)
3
22
( 15)
(68)
9
9 &. 10
9
4
J & 10
11
3
27
20
12
60
5-6 2
5
C;JS:;Ou
'll JI, 1969
B
.,
:;;\In
6-3
30w<:ln '1nd
SlauQhter d 40:42 Slaughter d 'W-56 Slaughter d 30 SlaughlQr
d 30·40 1 addtld
.-to
2
41
Palpation d 42
S~idel,
Sreenan. 1375
Bred recipienls Bred recipients
Srl'1enan at a!. ul1D'Jbllsred Bo\;:md 0\31, 1975
Brod recipients, direct lran$l~r Sred recipients, after culture in rabbit
Soland et 31. 1976a
Direct translN
f\f'!"1l1rd Jnd ju M~sr, •. du Suisson, 1976
Arter 16 h culture 18
45
P(llpalion
du Mesoi! du Buisson at ai, unpublished
'n~<;io;e"ts
in
~tru5
from 1 day
bo:Jfor~
to 2 days after donor.
IV;.
MANFAAT YANG DIPEROLEH DARI TRANSFER EMBRIO
Tekrlik transfer embrio teilah mendapat tempat tersendiri dari ilmu reproduksi hewan, yang mana telah merangsang minat terhadap angan-angan atau harapan dari para peneliti', petani peternak dan juga masyarakat pada umumnya, karena manfaat yang diperolehnya dan tterbagai penggunaanl didalam meningkatkan mutu, genetik dan populasi ternak serta kesejahteraan manusia pada umumnya. Dalam slcripsi ini aksn dibahas beberapa manfaat yang diperoleh serta prospek masa depannya dari teknik transfer embrio tersebut. 1.
lvleningkatkan Jumlah Keturunan Dari Betina Yang Mempunyai Genetilc Unggul Rendahnya tingkat reproduksi dan produktivitas dar:!.:
berbagai usaha peternakan, salah satu diantaranya adalah disebabkan oleh terbatasnya penggunaan dari betina-betina yang mempunyai genetik unggul. Misalnya pada sapi-sapi yang mempunyai genetik unggul dalam keadaan normal, setiap estrus (birahi) hanya melontarkan satu sel telur.
Da~
apabila hal ini dibuahi, maka untule setiap ekor sapi yang mempunyai genetik unggul,hanya akan melahirkan atau menghasilkan satu e.kor anale sapi setial? tahun. Demikian juga pada domba dan kambing yang mempunyai genetik unggul, dalam satu siklus birahinya untule menghasilkan anak kembar (twin,) walaupun banyale tetapi tidak selalu dapat terjadi. Apalagi kembar tiga (triplet) masih jarang/langka dan kalaupun ada biasanya hanya kebetulan saja.
36
Dengan perantaraan teknik transfer embrio, memungkinkan untuk memprodulcsi banyak kelahiran, dari satu induk yang mempunyai genetik unggul dan pejantan yang mempunyai gene-' tik unggul pula sehingga anak-anak yang dilahirkan. akan, mempunyai genetik yang unggul juga, walaupun proses
pemeli~
haraan kebuntingannya terjadi pada induk lain yang tidalc harus memiliki sifat-sifat genetik unggul. Seperti terl±hat pada gambar 1, seekor induk dumba betina yang mempunyai genetik unggul dapat menghasilkan 11 elcar anak domba dari pejantan yang unggul pula, meskipun proses pemeliharaan
keb~
tingannya dititipkan kepada beberapa ekor resipien yang mew punyai genetik tidak unggul. Menuru t Baker (1982) dalam Jillella ( 1982), telcnik transfer embrio dapat juga digunakan untuk meningkatkan pr£ duksi susu dari kelompok istimewa, dengan penggunaan 8apisapi yang mempunyai genetik unggul dan kelompok sapi inilah sebagai donor, kemudian sapi-sapi yang mempunyai produksi rendah/kurang sebagai resipien. Demiki·anlah rencana perbaikan sebuah kelompok, untuk mencapainya adalah dengan selek8i .perkawinan dari sapi-sapi donor untuk dikawinkan dengar;n 3 atau 4 pejantan unggul digunakan setiap tahunnya. Menurut keterangan, telcnik t.ransfer embrio ini sudah digunakan secara luas di Australia, Selandia Baru dan diBenna Amerika sebelah utara, yaitu untuk memperbanyak secara cepat sejumlah kecil sapi potong yang berjenis unggul yang mereka import kedalam negaranya. Metode yang sarna dapat juga dipergunakan di negara-negara Asia dan negara ber-
38 kembang lainnya untuk memperbanyak pengadaan jenis/bangsa sapi yang mempunyai genetik unggul, baik sapi perah maupun sapi potong. Kebanyakan negara-negara di Asia mengimport sapi dari Australia dan Selandia J3,aru. Import dalam jumlah besar dari
,
Gambar 1.
Sebelas ekor anak dcmba, semuanya keturunan dar:iJ seekor domba betina unggUI yang mana telur-teltm.
nya telah ditransfer ke beberapa resipien untuk mereka pelihara dan lahirkan (dipetik dari L.E.A. RowsOn. Outlook on Agrioulture 6, 108. Fig. 2, 1970) • hewan-hewannya adalah mahal dan.permasalahan dari hel"lan-he.wan tersebut adalsh tidak dapat dengan mudah untuk menyesuai!can diri dengan iklim yang baru. Oleh karena i tu, akan lebih murah untuk mengimport sed:tkit.· lmtina-betina yang unggul dan memperbanyak didalam negri dengan menggunakan teknik transfer embrio. Hasil ket'urunan dengan jalan ini, akan cepat beradaptasi dengan daerah seki tarnya dan tidak akan terserang penyakit stress, sebab keturunan tersebut dipelihara sebagaimana
• '
39· kehamilan sempurna didalam betina lokal yang dipakai sebagai resipien (Mitchel dan Betteridge, 1977 dalam Jillella, 1982.}i. Hal ini juga suatu kemungkinan untuk menaikkan keturunan sapi-sapi lokal lebih cepat dari pada hanya menggunalmn tek-nik inseminasi buatan. Yaitu dengan menggunakan teknik superovulasi pada sapi-sapi yang unggul baik yang diperoleh
dar~
import atau yang telah ada didalam negri, sebagai donor dan. dikawinkan dengan hasil seleksi untuk pejantan-pejantan ung·· gul. produk dari perkawinan ini kemudian ditransfer secara lUBs 2.
kepad~,~api-sapi
yang kurang produksinya.
Penyimpanan Embrio Jangka Panjang Menurut Benyamin et al (1981) dan; Moore (1982), sebenar-
nya embrio masih dapat hidup tanpa suatu penyimp.anan khusus, pada suhu 25 0 sampai 30 0
c.
selama beberapa jam dilaborato-
rium tanpa banyak kehilangan daya hidupnya. Walaupun demiki-· an, untuk mensukseskan transfer embrio tanpa dihalang:li ·faktolT jarak dan waktu, maka adalah penting untuk memikirkan caracara penyimpanan, memelihara dan rnengawetlcan embrio tersebut. Ada dua cara untuk rnenyimpan embrio setelah dikeluarkan dari induk betina donor, yaitu sistern penyirnpanan embrio dalam jangka pendek dan sistem penyimpanan embrio dalam jangka panjang. Dikatakan oleh Benyamin et al (1981) dan Toelihere ( 1981), bahwa untuk menyimpan embrio dalam jangka pendek dapat dilakukan seOara in vitro maupun in vivo, tergantung kepada daya tahan embrio tersebut untuk rnernpertahanlcan daya
40 hidupnya di luar
saluran, reprodulcsi induk. Menurut, Toelihe-
re (1981), penyimpanam embrio secara, im vitro' dtilakulcan, de>ngan sistem bialean jaringan pada suhu rendah di laboratorium dan dapat tahan selama beberapa harL Sedangkan pade penyimpanan in vivo, embrio disimpan dalam alat/ saluran reproduksi kelinci dan dapat hidup selama 3 sampai 5 hari. Untuk penyimpanan embrio dalam waktu yang lama, dilakukan pembekuan dengan menggunakan Nitrogen cair. Dengan cara ini embrio diawetlcan sehingga dapat menjamin tersedianya embrio dari lceturunan pejantan unggul yang dimanipulasi sepan;jang hidupnya (Benyamin et
!&.,
1981,).
Percobaan-perc-obaan awal penyimpanan embrio ternsk seJcara beleu dilaleukan oleh Wilmut dan Rowson pada tahun 1973 dengan suhu -196°C. Tetapi ternyata anglea lcebuntingan yang diperoleh dengan cara 1ni sangat reudah sehingga tidalc begitu layalc bila digunalean dalam pralctek. UmumniYa embri6 sapi yang alean digunalcan untulc transplantasi lebih banyak diperoleh dengan cara tanpa pembedahan. Telcnik pengambilan embrio cara ini baru dapat dilakllkan setelsh embrio memasulei uterus, yaitu pada hari ke cruahan. Tetapi embrio yang dipanen pada hari lee
4 ~
setelah pemini belum
berada pada tingleat monula yang lcompak, sehingga ia tidak dapat hidup pada suhu dibawah _10° C. Oleh karena alasan-alasan' tersebut lcebanyalean peneli ti sekarang memilih embrio yang di,panen pada hari ke 7! setelah pembuahan, karena embrio pada saat itu berada pada tingleat morula yang kompalc dan peuuh, atau tingleat blastosist awal (Lehn-Jemsen, 1981.). hanya embirio
yang secara morfologis normal dapat; digunakan untuk proses pembekuan. pembekuan embrio sapi dapat dilakulcan dengan d1!la cara" yaiitu dengan teknik pembeleuan secara cepat: dan secara lambat. Teknik pembeleuan embrio secara lambat mula-mula dikenallean oleh Whittingham et. al. pada tahun 1972 dan Wilmut: pada: tahun 1972 pada embrio Uleus yang didinginkan secara lambat pada suhu 0,3° C/mani t sampai _60° C.'., kemudian pencairannya dilaleulcan juga secara perlahan 4' sampai 25° a/meni t. Kemudian telmile ini di terapkan pada sapi oleh para ahli (Lehn-Jensen, 1981
r.
Pada teknik pembelcuan embrio cara ini, embrio
d:l.b?kulean dengan beberapa tingkat pendinginan. Mula-mula embrio diseimbangkan dengan 1,0 M. glycerol atau 1,5 M. Dimethyl sulfoxide (DMSO),: pada suhu 37P C. dalam 6. tahap konsen .... trasi masing-masing, selama 4 sampai
5 menit. Kemudian
ta~
bung didinginkan hingga suhu 0° C. dengan tingkat pendinginan rata~rata 0,13; 0,15 atau 0,3° C/menit serta darii suhu -55 0 C. lee _100 0 C. dengan tingleat pendinginan rata-rata
1',0° C/menit, kemudian dimasukkan kedalam Nitrogen cairo Selama pendingan leristalisasi medium ditentukan pada suhu
2,5° C. sampai _4 ditambah 20
0
% serum
C. dengan menanamkan kristal-kristal DB' beleu leedalam masing-masing tabung. Tele-
nile ini dikombinasikan dengan pencairan yang juga relatif lambat dan bertahap, pada tingkat pencairan 0,7 0 C/menit dari 00 C. le~ 37° C. atau 37,5° C. (Bil t.on dan Moore, 1979). Menurut Willadsen pada tahun 1977, teknik pembekuan embrio secara cepat ditemulcan setelah teknik yang pertama
tadi diragulean keberhasilannya pada embrio sapi dan domba (Lehn-Jensen, 1981.). Pada teknik pembelcuan embrio secara cepa t, embrio dibeleulcan melalui beberapa tahapan. Mula-mul81 embrio diseimbanglcan dengan 1,4 M. glycerol stau DMSO dalam PBS sehanyak tiga tahap, yaitu 0,47 M;O,94 M; 11,4 M. masing-masing selama 10 meui t dan dimasulckan kedalam ampul leaca yang kemudian
disegel dengan api. Tahap pertama dilakukan pendinginan 1::' G/meni t sampai mencapai suhu _6 0 C. atau -7? C. Setelah·
terjadi kristalisasi medium, maka tahap leedua pendinginan dilaku.lcan dengan Tang 0,3 0 C/menit sehingga suhu meucapai _20 0 C. atau -JO o G. atau _40 0 C; dan tahap ketiga dilakulean pencelupan leedalam Nitrogen cair (1ehn-Jensen
~
al.,
1981.) •
Teknik ini dikombinasikan dengan pencairan yang juga cepat, yaitu dengan mencelupkan kedalam air bersuhu 37 0 G., kemudian disusul oleh pelepasan, atau pengambilan krioprotektan yang juga secara bertahap, dalam enam tahap yaitu 1,4 M; 1,17 M; 0,70 M; 0,47 M; 0,23 M., masing-masing se-
lama 10 menit. Meskipun demikian, dalam penelitia=ya yang lain 1ehn-Jensen telah membuktikan bahwa penambahan krioprotektan dapat dilalcukan dalam due tahap dan pengambilannya dalam enam tahap
~1ehn-Jensen
dan Greve, 1981).
Dalam melakukan pembekuan embrio, baile telenik pembeleuan lambat maupun cepat, tidak terlepas dari penggunaan krioprotektan. Didefinisikan oleh Vos dan Koalen pada tahun 1965
dan Dobber tahun 1966, bahwa krioprotektan adalah suatu zat yang mempunyai kemampuan untuk menurunkan jumlah es yang terbentulc pada medium pada suhu dibawah nol sehingga ia da-pat mempertahanican agar cairan medium tetap dalam keadaan cair (Lehn-Jensen, 1981).
Gambar 2..
Seekor sapi jantan lahir dengan sehat di Cambridge, dari sebuah embrio yang telah dibeicukan selama satu minggu. lni adalah sapi yang pertama lahir setelah sebuah embrio mengalami pendinginan (dipetik dari D.G. Whittingham dalam Betteridge, 1977).
44
Dikatakan oleh Whittingham pada tahun 197,1, DMSO maupun Glyc:erol sampai saat ini telah banyak digunakan sebagai krioprotektan dengan konsentrasi antara
~
sampai 2 M. dida-
lam PBS {,Lehn-Jensen, 1981,). Perkembangan teknologi pembekuan embrio (frozen embrio) kini telah menambah dimensi baru serta kemajuan untrue teknile transfer embrio. Salah satu manfaat yang segera dapat digunakan adalah, untrue menyimpan lama dari embrio didalam transportasi antar negara diseluruh dunia. pemeliharaan sekelompolc besar resipien dalam keadaan teratur untllic mendapatJcan cukup resipien yang telah disinkronisasikan bllicanlah menjadi suatu masalah, karena setiap kelebihan embrio dapa1J; diaimpan dan digunakan pada saat dimana resipien telah mampu dan siap un·true di transfer. Juga teknile ini memungkinkan/ memberi kemungkinan para peternak untllic memelihara, atau mempertahankan/menyimpan dan menginventarisir genetik-gene n tik dari kelompok pure breed merelea (Schneider. Jr, 1982 dalam Jillella, 1982).
J.
Transportasi Embrio Sebelum teknik pembekuan embrio (Frozen Embryo) disem-
purnakan, sebenarnya embrio sudah dapat ditransport dengan cara lain, yaitu lewat tuba fallopii dari kelinci atau didalam berbagai media "in vi tro"'. Sudah dapat, dibllictikan bahwa embrio domba, babi, sapi dan kuda akan terus berkembang dalamoviduct seekor kelinci sampai 3 atau 4 hari. Pengiriman antar benua atau pulau-pulau dari kelinc.i yang
45 oviduotnya berisi embrio, alean merupakan euatu saranac yang efieien dan relatif murah sebagaitransportasi ternak. Apalagi penyimpanan yang lama se:bagai "f'rosen embryo)t atau em... brio beku dalam Nitrogen oair dari domba, sapi dan kambing
-
kini sudah dikomersilkan (Aliambar, 1981). Allen et a1. (1976) dalam Betteridge (1977), pada percobaannya -telah berhasil dengan suk:ses menggunakan telcnik transfer embrio pada kuda, embrio kuda tersebut dibuahi dam dipanen di Inggris,leemudian dititiplean leedalam oviduct seeleor leelinoi betina yang telah dileawinlean terlebih dahului beberapa jam sebelumnya agar embrio titipan tersebut tetap dapat hidup dan terus berleembang sampai beberapa hari, leemu-· dian leelinoi tersel:Jut', di;terbangkan lee Polandia, selanj utnya embrio kuda yang di ti tipkan kedalam oviduct keiinci ini ditransfer dam dilahirkan oleh induk: berunya sebagai resipien, seperti terlihat pada gambar 3. Beberapa pusat leomersial transfer embrio dffi, Australia, Selandis'
Ba~u,
Amerilea bagian utara dam Eropa telah menggu'-
nakan teknik pembekuan embrio unt'ulc memperdagangkan embrio dari be.rbagai jeni's bangsa- sapi yang mempunyai genetik unggu1. Alean tetapi pert'anyaan dari perusahaan,..perusahaan. yang bergerak dalam hal ini adalah tentang penyakit yang kemungkinan dapat dipindahlean seperti penyalei t, Mulut dan I{ulcu, Blue Tongue dan lain-lain, hal inilah merupalcan faktor pembatas dari import-export embrio. Para ahli leesehatan hewaru dibeberapa negara, dewasa ini sedang mempelajari resiko/bahaya dari penyaki t yang dapa t di tularkan dengan, perantaraan
46 embrio beku, untuJc kemudian merumuskan peraturan-peraturan, yang pasti dan standart l(esehatan, sebagai dasar transporta-·· si·embrio dari negara export ke negara tujuan. Sebenarnya mengenai penyakit: lni tidak perlu diraguJcan. lagi, karena setiap donor yang:dipakai telah diseleksi dan terjamin.kesehatannya.
Gambar 3.
Seekor anak kuda, sewaktu masih embrio dipanen ataw dikumpulkan di Inggris dan di transport ke Polandia didalam alat reproduksi kelinei, lcemudian ditransfer dan dilahirkan oleh indw( barunya sebagai resipien (dipetik dari IV. R. Allen, dalam Betteridge, 1977).
47 Beberapa leeuntungan dari transportasi embrio antar benua adalah rendahnya biaya transportasi, pengendalian atau pengal"lasan yang lebih besar terhadap pemilihan gene:..-_ tik yang baik dari embrio import, mengurangi resiko dari pengenalan penyalei t_ baru yang datang dari luar negri, kecepatan adaptasi dari keturunan yang dihasilkan terhadap lingkw1gan dari negara import dan menjaga bsricurangnya sejwnlah strain genetik unggul dari negara export (Mitchell dan Betteridge dalam Betteridge, 1977). Salah satu faktor pembatas didalam mengimport embrio beku adalah tingginya biaya yang harus dibayar terhadap tenaga yang terlibat dari negara export untuk menjalanlean transfer/implantasi tersebut (Jillella, 1982). 4;.
Memperpendele Waletu Generasi Bils lei ta melakukan crossbreeding antara "pure breed"
dengan ternale lokal, bailc itu secara kawin alam maupun dengan ban-I;uan inseminasi bUatan, malea "'pure breed" baru alean lei ta dapatkan setelah beberapa generasi keturunan dan ini membu:t:uhlean waktu bertahun-tahun. tetapi ell1brio berasal dari pure breed yang ditransferkan pada induic lokal, alean langsung lahir sebagai keturunan yang murni at au pure breed. Sehingga dengan dasar ini pula, maka kita akan bisa mendapatkan anale sapi perah dari induk sapi potong, demikian j uga sebalilmya. Juga dari seekor anale sapi yang masih mUda (belum dewasa tubuh), ada kemungleinan sudah bisa diambil OVlli~
yang sudah dibuahi, lalu ditransferkan pada sapi betina
48 dewasa. Dengan demikian maka waktu generasi anak sapi tersebut alcan diperpendelc atau lebih cepat (Aliambar, 1981). Beberapa. ahli lain juga menga·t.akan, bahwa salah satu potensi dari penggunaan teknik transfer embrio adalah mempe:l.'pendek waktu generasi dan testing keturunan dari betinabetina muda (yang belu.'ll dewasa tubuh untuk melahirkan). sebagai calon-calon induk yang baik. Hal ini dapat dicapai de-· ngan superov,ulasi sebelum dewasa tubuh dan mentransferkan embrio yang diperolehnya ke resipien yang telah dewasa. Beberapa peneliti telah mencapai smcses superovulasi pada sapi muda yang belu.'ll dewasa tubuh (Blacle et a1., 1953; Jainudeen, et aI, 1966; Melin et. aI, 1975; Jillella dan Baker, 1.981 dalam Jillella, 1982.) dan beberapa juga telah mampu
lmtuk mencapai kebuntingan setelah mentransfer embrio yang diperoleh dari betina muda belum dewasa tubuh (Seidel et al. 1971 dalam Jillella, 1882)." Akan tetapi angka kebuntingan
dan pemanenan dalam. euperovulasi: ini.masiLL sangat· sediki t •. 5.
pemilihan Jenis Kelamin Embrio (Sexing of Embyo) Kemungkinan lainnya dari salah. satu bagian teknik trans
fer embrio ini adalah manfaat yang besar selcali didalam me,..· ningkatlcan produlcsi hewan yang lebih efelctif dan tidak menutup lcemungldnan untulc digunakan pada manusia. Hal ini adalah kemunglcinan untulc memilih jenis lcelamin dari embrio yanK alean di transferlcan hingga anak yang akan lahir sudah dapat diduga jenis kelaminnya, atau dapat dibuat Besuai lceinginan. Dengan demikian para peternak akanterpenuhi keinginannya
49 untLlk menseleksi ternak-ternak mereka sesuai jenis kelamin yang diharapkan, dan hal inipun dapat digunakan pada manusia untuk memenuhi keinginannya memilih/menentukan jenis kelamin anak-anaknya. Dengan suksesnya menseleksi dan mentransfer embrio berumur 2 minggu oleh Hare et ale (1976) dan Mitchell
~
al,
(1976), maIm penggunaan pengendalian jenis kelamin (sex c.on·· trol) sudah banyak dititik beratkan pada teknik transfer embrio ini. Menurut Mitchell (1977) dan Schneider (1982) dalam Jillella (198a), ada tiga metode untuk menentulcan pemilihan jenis kelamin embrio mamalia (sex mamalian embryos). a.
Identifikasi Chromatin Sex Chromatin sex adalah suatu bentuk padat dari bahanbahan yang membentuk sebuah chromosome "X", ini hanya dapat dilihat didalam isi dari sel-sel lebih dari pada satu chromosome 'X'. Untuk mengamati/mengobservasinya dilalculcan dengan menggunakan telcnik operasi mikro (pembedahan secara mikro) untuk mengambil seiris !cecil bagian dari embrio awal berumur 9 sampai 15 hari. Kemudian sel-sel diperiksa ada atau tida!c adanya chromatin sex seperti diutarakan di atas. Jika dalam pemeriksaan dapat dilcetahui adanya chromatin sex, maka embrio tersebut akan menjadi betina. Akan tetapi pada sapi hal ini aga!c sulit dalam pelaksanaannya.
b.
Analisa Chromosome Sex Didalam metode ini, seiris !cecil dari embrio di!ce-
50
luarkan dengan teknik pembedahan mikro dan proses selanjutnya memeriksa dengan analisa ohromosome sex. Hal ini tampaknya lebih sederhana dan dapat diperoeya keberhasilannya pada sapi. o.
Deteksi Antigen H-Y Antigen H-Y adalah suatu protein yang menggabunglean
diri dengan membran sel dari sel-sel jantan (Epstein
et al, 1980). Jenis kelamin dari sebuah embrio dapat ditentukan dengan mendeteksi ada atau tidak adanya antigen ini peda membran sel, dengan menggunakan sebuah anti b:o-dy. Jelaslah, bahwa tidak adanya antigen H-Y pada membran sel menandalean/berarti bahwa embrio tersebut adalah betina. Metode pemilihan jenis lcelamin embrio dengan identifikasi chromatin sex, telah digunalcan dengan sukses oleh Gardner dan Edward (1968):, pada trophoblast- ;sel-sel dad kelinai yang berumur 5i hari. Pade pemilihan jenis kelamin embrio baile sapi ataupun domba dengan analisa chromosome sex, memerlukan persiapan tahap metafase dari sel-sel embrio didalam pembelahan sel (Mitosis), Jika sel-eel yang -membelah telah culcup pada saat ini', maka chromosome langsung dapat diperiksa dengan analisa tersebut, jika sel-sel belum cukup waktu, maka sel-sel harus dipelihara dan menunggu saatyang tepat yaitu pada tahap metafase. Penelitian lebih lanjut adalah mencari jalan lceluar
51 un t
IJ-V;:
mengembang1can dan menyederhanalcan telcnilc ini, agar
B
;:,
'~'~
.
:,.
.'" :
i '"C'.
Gombar 4.
' . •' - : ••
c
',,',' ',', A , ;
Seelcor sapi telah lahir setelah ditentukan jenis lcelaminnya semses embrio (A). Sembilan bulan sebelumnya, inilah bentulc embrio tersebut dengan panjang 4
IlL'll
sebelum diadalcan biopsi
(B), dan sesudah diadalcan biopsi (C) (dipetilc dari D. Mitchell dalam Betteridge, 1977). penentuan jenis lcelamin embrio sebeltLl1 di transfer mendapai;, hasil yang memuaskan, sehingga dimasa yang ale an datang para petani peternalc dapat memproduksi ternak betina lebih banyak dari pada jantan, ataupun sebaliknya sesuai dens am lceinginan merelea. 6.
l):.,V-..@iran Kembar (TV'Q.n) Secara normal kelahiran leembar pada sapi atau kerbau
52
jarang terjadi, juga beranalc tiga (triplet) pada. kambing dan domba hanya lcadang-kadang aaja, apalagi beranak empat atan lebih. Akan tetapi me1alui telcnik 'Granafer embrio, kelahiran lcembar atau lebih bisa dibuat sehingga dapat menambah populasi ternalc se:cara cepat, terutama anak/keturunan dari betina unggul yang berlcwali tas tinggi (A1iambar, 1981:):. Group Cambridge adalah yang pertama mendemonstrasilcan kebuntingan !cembar dengan h8sil yang cukup tinggi (lebih besal' dari 70 %h Hal ini dapat terjadi pada sapi dengan mentransfer masing-masing satu embrio !cedalam setiap tanduk terus/ cornua uteri CRowson
~:::1,
Uo-
1971! dalam Jillella, 1982).
Kemudisn se:t'elah' i tu, unit" dari Irlandia memperlihatlcan bah·wa dampak positip dari lcelahiran kembar dengan transfer embrio, alean dapat diusu1kan sebagai suatu penghematan didalam industri daging, sebagaimana jika mereka menginginkan kemungkinan untuk meningkatkan panen sapi (Sreenan, 1974; Sreenan ~
aI, 1975 dalsm Jill ella , 1982.). Dua metode digunalcan dalam menginduksi kelahiran kembar
pada sapi oleh group Irlandia. Metode pertama adalah memeli-, hara resipien dalam keadaan normal dan transfer ernbrio dila!cukan 7. sampai 8 hari setelah birahi. Embrio ditempatknn kedalsm satu tanduk uterus (cornua uteri) sedangkan metode kedua adalah untillc satu embrio dipalcai satu tandulc uterus. Demileianlah met ode penggunaan kelahiran kembar dengan telcni!c transfer embrio, dalam hal ini keberhasilan dan keuntungnn y8ng amat besar akan diperoleh, jika telcnik ini digun8kan didalam negara-negars yang sedsng berkembang untuk me-
53 ningkatkan produksi daging. Akan tetapi salah satu faktorpembatas atau kendala yang dihadapi untuk meningkatkan produksi dan peremajaan sapi-sapi didalam industri susu dengan
-.-
"--'
Gambar 5.
'-''::;''
-
Kelahiran kembar (twin) yang pertama dilahirkan sebagai hasil dari transfer embrio dengan cara _pembedahan di Irlandia. Dengan teknik tanpa pembedahanpun hal ini telah dapat diperoleh (dipetik dari J.M. Sreenan delam Betteridge, 1977).
menggunakan metode ini, adalah dikarenakan sekitar 95 % betina yang dilehirkan kembar bersama jantan akan menjadi freemartin, dan !carena itu betina ini steril (Jillella, 1982.). Hasil-hasil anglea kebuntingan dari berbagai percobaan yang dilaleukan oleh beberapa peneliti, dengan mengguna!can
teknilc transfer embrio untlllc lcelahiran kembar pada sapi dapat dilihat pada tabel 3. Sedangkan perbandingan lcebuntingan dari sekelompoje sapi, antara kebuntingan kembar dengan lcebuntingan tUhggal pada berhagai tingkatan wnur embrio dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 3.
Angka kebuntingan kembar dengan melalui teknilc transfer secara pembedahan pada sapi (dipetik dari J. M. Sreenal1 dalam Betteridge, 1977). No. ova and site
No. r~cipients
of tr
+CL
CL
Pregnnncy rate, %
Twinning rate of,pregnant
I1:nfm(lllc~
recipiants. % Rowson 01 ill. 1909 Rowson at ill. 1971
~0.9
0.0
66.6 70.5
50,0
75.0
9
66.6
50.0
Tervit. Whittingham i1nd Rowson, 1972
31
87.0 70.9
68.4
Sreelian and Bech;JIl, 1974
66.6
Sreenan et ai, 1975
57.9 66.7
27.3 64.3
Boland ct ill. 197G;J
72.0 76.5 77.8
71.0
Sreenan and 81.!chan, unpublished
17 9
60.0
1\0nl, unpubll<;hcrl (seQ Tobin II)
'10
75.0
52.8
G, B. Anderson et .11, 1976
11 15
17
2 2 1
55 19 21
M' M'
135
Gordon, 1976 ... and
Bp-tteridge. r!.t aI, 1976
'Re<::iu',,:,n\<; mated bn/orc tr"n~r'Jr.
'OIT;'I \r;'lno;/nrfed to rabbits iJnd then to mated f!!cipiQllt cows.
Tabel 4.
Perbandingan dari kebuntingan setelah 45 hari de. ngan, menggunalcan transfer embrio secara pemhedahan didalam sebual1 percobaan pada sekelompolc sapi (dipetilc dari K. J. Betteridge, 1977).
Transfer embrio Kembar Tlmggal ~Urnlah
From ADRI (unpublished)
Tinglcatan wnun' embrio lIari'lce4-7 Hari ke 10-16 2/7 4/9 7/33 3/13 9(40 1/21
7.
Memproduksi Kembar Serupa (Identical Twins) Kembar identik atau kembar serupa didalam mempelajari
ilmu pengetahuan adalah mempunyai nilai yang arnat besar. Kejadian demikian dapat terjadi secara individu di alam, akan tetapi hal ini adalah sangat jarang dan langka. Selcarang telcnik transfer embrio sudah dapat membuat kemungkinan akau hal itu, untule memperoleh !cembar monozygotic. Hal ini dapat dicapai dengan pembedahan secara milcro untulc memisahkan atau membelah blastomeres dan mentransfernya dengan ter-· lebih dahulu mengosonglcan atau rnembuka zona pellucidae. Mereka diinlcubasi selama blastomeres berkembang menjadi sebuah embrio dan ditransferlcan lcemudian ke resipien. Kembar identik dan lcembar 4 identilc telah diperoleh at au telah dapat dibuat pada domba dan sapi dengan menggunakan telcnilc ini (Wilbdfl3n et aI, 1981 dalam Jillella, 1982). Selain manfaat untule meningkaiikan produlcsi ternak de,... ngan telmik ihi, maka penghematan terhadap embrio yang diperoleh dari donor untuk ditransfer ke resipien dapat dilalcsanalcnn, mengingat bahwa untuk menghasilkan embrio yang benar-benar normal masih relatif sedilcit hasilnya. 8.
Kloning suatu lcesepalcatan yang mana lcemungkinannya dapat diper-
tahankan diwaktu yang almn datang, adalah didalam penggLmaan teknik transfer embrio untuk menghasilkan beberapa turunan yang sarna persis dengan tetuanya (Identical Copies) pada hewan-hewan yang mempunyai kV/alitas istimewa. Teknik untuk
menghasilkan i-ndi vidu-indi vidu demikian dise but kloning. Pelaksanaan teknik ini adalah dengan menyisipkan inti sel somatik kedalam embrio (membuahkan embrio dengan inti sel somatik) dan merusalc inti sel yang asli dari embrio terse.but, atau dengan perkataan lain mengganti inti sel embrio dengan inti sel somatik (Seidel. Jr, 1982 dalam Jillella, 1982) •
Berdasarkan kerja fundamentil dua orang sarjana pionir Amerilca Dr. R. Briggs dan T. J. King, maka Dr. Gurdon dalam Rorvik dan Shettles yang diterjemahlcan oleh Achmad 1chsan (:1981), menggunakan teknik dalam pembiakan tanpa hubungan
kelamin ini bagi seekor "katak bercaJcar'" (Clawed Frog) dari' Afrika sebaeai beril{Ut. Pertama-tama ia mengambil sel telur yane tidak dibuahkan dari seekor katak dan mell).bunuh inti sel (nucleus )nya dengan sinar ultra violet. Sesudah i tu ia mengambil sel tubuh katalc lain (ada Icalanya ia menggores dari dinding usus) dan dari sini ia mengambil nucleusnya dengan bantuan suatu milcrosJcop serta perala tan pembedahan mi-Jero. Sesudah i tu, ia mencangkok nucleus sel tubuh itu kedalam sel telur, yang mana nucleus yang asli telah dibunuh dan nucleus ini hanya mempunyai setengah jumlah chromosome-, Dengan jalan ini, maJm pusat pengatur didalamt cytoplasrna sel-sel telur dikelabuhi dalam pengiraan, bahwa pembuahan telah terjadi, karena mendadak telah berada dalam nucleusnya suatu pasangan lenglcap chromosome. Dalam hal ini suatu nucleus sel tubuh, yang semula tidak akan menjadi lebih dari pada
57.
suatu titik kecil dinding usus, telah dihidupkan untuk membagi dirinya dan memproduksi seekor katak baru yang alean berkembang menjadi saudara leembar identik dengan katak yang telah mendonorlean sel tubuhnya. Untuk mendemonstrasikan bahwa katak yang baru i tu benar-benar menjadi keturunan dari satu orang tua yang telah mendonorlean sel tubuhnya dan bukan donor dari sel telur, malea Dr. Gurdon menggunakan lcatakleatale dari tipe-tipe yang jelas tandanya sebagai dua donor didalam tiap-tiap percobaan tersebut. T.anpa ada bedanya, malea katak yang baru· adalah serupa dengan katak donor sel tubWl. Cytoplasma sel telur itu hanya merupakan benda maleanan yang membuat ia dalam keadaan hidup pada stadium pertumbuhan·nya. Bilamana dan bagaimana metode ini alean diteraplean pada manusia ?
Menurut seorang genetileus dan pemenang hadiah No-
bel n·Joshua Lederberg ltr , adalah tidale nampak adanya suatu ke-· sL~aran
yang istimewa untule melakukan hal ini pada binatang
yang menyusui juga pada manusia, walaupun alean disambut 8eba-' .gai suatu kekuatan teknis apabila hal ini untuk pertama kali dilalcsanakan. Kimball Atwood seorang maha guru pada Universitas di Illino1s dalam bidang mikro biologi percaya, bahwa hal ini dapat terjadi dalam beberapa tahun mendatang, sekalipun tidak ada kepastian, bahwa pada beberapa puluhan tahun yang akan datang alean dapat '.dipergunalean pada taraf yang berarti. Penerapan teknile kloning dalam bidang peternakan serta untwe kesejahteraan manusia pada umumnya Idranya lambat laun. alean
dapat di terima. Bagaimana kloning akan dilaksanalcan pada manusia, ini lebih mUdah dapat diperkirakan. Hal ini akan dilaksanakan sarna seperti yang dilakulcan oleh Dr. Gurdon dalam kloning kata!c-kataknya, kecuali bahwa sel-sel telur yang se·cara "Chirurgi'" diperlukan, untuk perkembangannya harus dicangkokkan atau ditransferkan dalam saluran peranakan. Jelaslah bahwa !Cloni.ng i tu dapat mempunyai pelaksanaan yang mencapai jauh
di~ta)3
b!\.dang pengai:uran jenis kelamin
biasa. Seorang biolog terkenal didunia bernama' J.B.S. Haldane, adalah salah seorang yang pertama-tama menga!Cui lcemung•. lcinannya untuk hal ini (Rorvile dan Shettles diterjemahkan oleh Achmad Ichsan, 1981i). Dengan memahami sedikit uraian diatas, dalam teknik !cloning pada hewan menyusui dan juga lcemungkinannya pada manueia, maka telmik transfer embrio sangat berperan dalam pela!csanaan telmik kloning terse but. 9.
Untuk Penelitian Dan Riset Blmyalc peneli tian dan riset bisa dilcembanglcan berdasar-
!can sebagianatau selurull telcnik transfer embrio ini. Terutama penelitian-penelitian terhadap manfaat yang diperoleh dari telmilc transfer embrio ini, baile yang belum pernah dicoba dan masih menjadi angan-angan sampai yang telah berha .... ·. sil Mcoba namun
leeberhasilann~'masih
sedi!Cit, ataupun
yang telah berhasil dengan memuaslean, perlu diada!can penelitian lebih lanj ut, untulc mengembangkan dan menyederhana!can teknilc ini.
59 Menurut Aliambar ,( 1981:), ada yang sudah berhasil dalam peneli tian' dan riset, yai tu mentransferkan embrio diantara dua hewan yang berbeda j umlah chromosomenya, seperti kuda dan mule, juga domba dan kambing. Juga manipulasi dari pada bagian-bagian embrio memungkinkan lahirnya anak yang aneh., Dan banyak' ;lagi peneli tian lainnya seperti misalnya bagaimana fungsi corpus luteum, capasitasi uterus, faktor penyebab kematian' embrio dan lain sebagainya'. Menurut Gordon dalam Betteridge (:1977), pada sapi teknik ini dapat digunakan Uhtwc penyelidikan terhadap fisiologi dan endokrinologL dari kebuntingan, memisahkan efek-efek dari induk yang ditimbulkan olen embrio itu sendiri, terutama dalam hubungannya dengan penyebab kematian,embrio sebelum dilahirkan, freemartin pada sapi dan dalam pengujian dari potensi perkembangan embrio sapi setelah dilakukan percobaan. berbagai perlakuan atau manipulasi. Dengan menggunakan teknik transfer embrio, maka telah banyak menari1c minat para ahli dan peneliti untuk terus me, ngembangkan teknik ini, hingga' menghasilkan teknik-teknik baru seperti metode penggunaan hal-hal mikro, pembedahan mikro dengan seperangkat peralatan yang mikro pula, prosesing dan penyimpanan in vitro dan lain sebagainya.
V. 1.
GAMBA RAN UMUM KOJ.'LERSIALISASI TRANSFER EMBRIO
Transfer Embrio Secara Komersial Di Benua Amerika Bagian utara. Australia Dan Selandia Baru Penggunaan transfer embrio pada perusahaan sapi perah
maupun sapi pedaging, telahmendapat perhatian besar walaupun masih ada juga yang belum. tertarik dengan teknik ini. Pada tahun 1976 telah tercatat 20 unit komersial transfer embrio di benua Amerika bagian utara, 3, di Australia dan 6 unit di Selandia Baru. Sebagian besar dari mereka masih belum stabil dalam perkembangannya, karena mereka belum bisa mengendalikan dan meramalkan masalah-masalah dari tingkat kehidupan embrio yang diperoleh dari donor. Ketidak pa.§. tian dari resiko yang terdapat dalam prosedur teknik ini, telah menjadi penyebab utama tidak ekonomisnya untuk diterapkan pada unit transfer embrio secara profesional. Investasi modal untuk hal ini sudah cukup banyak dan beberapa unit terus menanamkan modalnya didalam basnis ini, dengan mengharaplcan bahwa sesuatu yang baru akan kembal:ii muncul/ timbul. Menurut Elsden dalam Betteridge (1877), aiasan-alasan, yang diberilcan untuk pendirian dari uni t-uni t komersial transfer embrio adalah : untuk memperbanyak bangsa sapi yang unggul. tUltuk memperoleh dan membuktikan kelahiran dari sapi-sapi' yang kurang subur (infertil) dan sapi muda yang belum dewasa tubuh atau belum siap untuk beranak.
60
- untuk melengkapi suatu mekanisme terhadap testing keturunan dari sapi-sapi betina. - membuat sekelompok sapi-sapi perah dan sapi-sapi pedaging dari seju!nlah lcecil kelompok sapi-sapi unggul. untuk melenglcapi komersialisasi sapi-sapi pedaging" dapat. digunakan kelahiran kembar terhadap embrio-embxio tersebut. untulc transportasi embrio sebagai pengganti transport
he~
wan-hewannya. peningkatan terhadap bangsa-bangsa sapi yang unggul, telah menjadi d6rongan Lmtuic berdirinya unit komersial transfer embrio. Akan tetapi dalam batasan waktu yang singkat masih banyalc mengalami hambatan-hambatan. Dengan mengikuti dialog dan diskusi dari awal mengenai keseluruhan pengertian diatas ditambah lcemungkinan rencana-rencana jangka panjang, serta berdasarkan hasil-hasil yang obyektif, maka telenik transfer embrio dapat terus
digunakan~
Dengan publileasi hasil lcerja dari Cambridge (Rowson
9.tc
al, 1969);, yang mana anglea kebuntingan dapa t diperoleh sampai 91
%, hasil fni telah menumbuhkan kembali minat mereka
pada met ode dari reproduksi ini. Hal ini adalah suatu keuntungan bahwa pada suatu saat permintaan mendadak terhadap bangsa-bangsa sapi yang unggul aican berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Dari tahun 1968, bangsa sapi Charolais dan kemudian bangsa-bangsa sapi Eropa lainnya yang memperlihatkan keunggulan beratnya, lebih menguntunglcan dari pada pemeliharaan secara tradisional di Inggris dalam testing keturu:nan dari antara sapi-sapi pedaging jantan Iainnya. Hal ini
62 menstimulir dan menarik minat negara-negara di Amerika dan, sebelah selatan Asia, hingga bangs a sapi yang baru ini cepat memperoleh popularitas. Dalam mensuplai ternak ini, me .... reka dibatasi oleh peraturan-peraturan karantina yang ketai:, dan tak dapat dipenuhinya kenaikan jumlah permintaan yang peset. Para peternak Amerilea bila ingin mengimport ternak harus melalui Canada, ,demilcian, juga para peternale Australia bila ingin mengimport ternale harus melalui negara perantara, yaitu dimulai dari parancis leemudian lee Inggris dan dari sana ke Selandia Earu lebih dahulu sebelum sampai lee AUatralia, sehingga harga ternak tersebut sangat mahaI. Suasana ini menjadikan suatu lingleungan yang baile/ideal untuk telenile transfer embrio, dengan kesempatan memperoleh banyalc lcelahiran dari satu betina dalam tahun yang sarna. DETngan manfaat yang banyale diperoleh dari teknile ini, sudah barang tentu akan disulcai oleh masyarakat dan alean mendapat tempat dipasaran. Hal ini merupalean alasan yang baik begi penggunaan teknil{ ini, dengan waletu yang singlcat ale an diperoleh keuntungan bagi pemilik hewan. Telah menjadi leenyataan, bahwa transfer embrio secara lcomersial 'pada sapi, leurang ekonomis jilea hanya digunalean sebagai sUlnber pendapatan. Hal ini dikarenakan leetidale pastian respon superovulasi, resileo yang menyebablean leerusakan dari donor pada met ode pembedahan dari pengumpulan telur dan kemunglcinan penurunan harga dari individu-individu yang mempunyai genetik ungguI. Alean tetapi telenile ini alean dapat menguhtungkan dalam keadaan-keadaan khusus dan kemajuan yang
diponoleh dalam metode pengumpulan/pemanenan embrio dengan. tanpa pembedahan telah menghilangkan resiko-resiko yang ditemui atau mengurangi resiko yang ditemui sampai taraf yang seleecil-lcecilnya. Pada kambing dan domba tidak ada laporan mengenai uni tunit transfer embrio yang diperdagangkan sampai selcitar akhir tahun 1976, baik di Amerika bagian utara maupun di Asia se'Be:lah selatan. Sebenarnya sangat sesuai mendirilcan uniit.-uni t demikian di Australia, meng:ingat 3 j uta dollar Hap tahun. dikeluarlean oleh Australia un,t'uk mengimport, leain ci ta dari bulu kambing jenis AngOlll'a. Padahal leambing jenis ini sangat sediki t dimiliki oleh Australia, learena disebabkan oleh l:ierbagai hal. Pada babi, laporan penggunaan secara praktis
dar~
tek--
nile ini te],ah diuraikan oleh CUrnoc!c et a1. dalam tahun 1975. Di benua Amerika bagian utara terdapat 6 unit !comersial trans fer embrio, tetapi tak satupun terdapat di Australia. Alasan,.alasan untuk mendirikan unit- t,ransfer embrio pada babi adalah sebagai berikut : ;. penggunaan teknik ini untuk rencana !cesehatan, dengan, memperlcenalkan garis lceturunan baru' kedalam kelompolc-kelompole yang tertutup, serta memberi kesempatan kepada kelompok-kelompolc pemilik ternalc mengenai permasalahan pengenalan penyakit. _ mendapatkan kembali embrio-embrio dari babi-babi betina yang talc subur (infertil).
- memperbanyak keturunam dari. babi-babi be:tina ditempat asalnrra • Efisiensi dari kontrol dan penghapusan. penyaki t-penya;" ki t babi dengan perantaraan pengulangan populasi, dapat: dilakukan dengan menggunakan babi-babi yang bslum pernah terserang penyaki t:: atau Spesifik Pathogen-free (SPF) dan teknik hysterectomy. Curnoct: et
&
(1975,), telah mendemonstra-
sikan bahwa superoyulasi dan transfer embrio adalah suatu alternatif dari metode.' yang efisien, untuk mengenall,an babi-· babi yang bebas penyaki t·., kedalam kelompol, babi-babi yang be-· lum pernah terserang penyaki t
(SPF). Mereka melaporkan b.ahwa
donor akan dapat dikawinkan kembali segera setelah ia mengalami suatu lcebuntingan normal, dan nyatalah lebih banyalc ke,..· turunan yang diperoleh dari setiap donor dibandingkan dengan menggunakan telmik hysterectomy. Janson, telah melaporkan tingkat keberhasilan dari babibabi betina yang tidal, subur. Kadang-kadang dalam pemanenan embrio diperoleh 100-150 embrio dari satu donor. Rata-rata j umlah corpus luteum dari. hasi1 stimulasi dengan PMSG mempl1o-
duksi 25-30 telur. Walaupun tingkat pembuahan berkisar da:d 0-100
%.
tapi 90
%. yang didapat bukanlah hal yang luar biass.
Jumlah embrio yang dihasillcan dalam pengumpulan berkisar dari 0-30 buah, tetapi rata-rata 11,8. Dari 37 babi betina yang menerima rata-rata 1i1,5 embrio, 28 (78 %) memberikan kelah1ran dengan. rata-rata 7,8 setiap babi. pengumpulan embrio dengan pembedahan akan dapat diu1ang setiap 3 minggu dan ter-
bukti hasil yang baik adalah diperoleh dengan penggunaan go·nadotropin sebagai penyebab superovulasi. Ternyata tingleat keberhasilan pada babi lebih besar dibanding, dengan yang diperoleh pada sapi. Keul!l.tungan lain pada babi adalah tidak banyak janingan bekas luka yang didapat: dengan telenile pembedahan, juga pemanenan embrio dengan pembedahan alean dapat: diulangi-.beberapa leali (Elsden dalam Fette ridge, 1977). 2.
Komersialisasi Transfer Embrio Di Eropa Kesulitan pelayanan transfer embrio di lapangan pada
sapi, merupakan faletor pembatas dari peleerjaan lni. Perhatian terbesar telah dipusatkan di 1nggris dan 1rlandia, yang mana telah bebas dari penyaki t mulut: dan leweu. Untukmendorong akti vi tasnya adalah dengan menaiklcan harga dari beberapa jenls sapl Eropa yang unggul dl Amerllea bagian utara. Group pertama telah dileerjalcan di lnggris pada tahun 1972, tetapi group-group yang laln tidalc mengiku"tinya dengan antusias yang sama seperti pada negara-negara di Amerika bagian utara. Pada puncalc kegiatannya, yaitu d'idalam tahun 1974-1.975, beberapa
dari 8 group telah menyesuailean diri menurut besar-
nya untule alctivitas fnidi 1nggris dan dua di 1rlandia. Dengan resesi di Barat (1975-1976) maim hanya tinggal satu group yang aldif di 1nggrls (1976), tetapi mereka tidak berlc~:mg
perhatlannya terhadap teknik ini. Satu group baru
dl Inggrls mempersembahlean pelayanan pengumpulan telur tanpa pembedahan dan hal ini menarik minat pada peninglcatan
66
prospek dari teknik pembeleuan embrio. Kedua hal di at as adalah untuJc merasionalisasilcan penggunaan embrio untul< leepen-· tingan export. Di Peraneis, hal ini mendapat perhatian dan lcegiatan dalam jU'lllah keeil terhadap pengumpulan embrio dengan pemberlahan dan mentransfernya dari sapi-sapi yang unggul, telah dilaksanakan. Minat ini disalurIcan melalui badan resmi de-ngan perantaraan S E R S
~.A
Di Denmark, teknik ini telah digunakan oleh satu group untuk memperbanyak bangsa sapi yang bulean Iceturunan loIcal.. Rasbeeh melaporkan bahwa pelayanan tanpa pembedahan telah dipersembahlcan di lapangan dengan perantaraan Pusat Koperasi ·.Inseminasi Buatan dan perguruan tinggi di bd.dang Veteriner di Copenhagen. Di Jerman, teIcniIc ini telah digunalcan untuk riset genetilc dan telah diIcomersillcan. Pelayanan tanpa pembedahan telah dilalcsanakan pada bagian aIchir tahun 1976. Di Polandia, transfer embrio telah digunalcan untuJc memperbaiki Iceturwlan dengan perantaraan lclinilc kebidanan dari sebuah Universitas. Hasil yang telah dilcerjakan oleh unit-unit tersebut lebih leeeil jika dibandinglean dengan organisasi-organisasi yang ada di Amerilca bagian
u·~ara.
penggunaan metode ini dan
tingleat keberhasilan dari 5 group di Eropa melengIcapi informasi ini (Tabel 5). penggunaan telcnile transfer embrio oleh organisasi-orga-
nisasi Inseminasi Buatan barangkali akan terbatas jika tidak digabungltan kedalam perencanaan perbaikan genetik dan untulc pengumpulan dari induk-induk sapi jantan yang potensial. Harga dari transfer embrio akan selalu Iebih mahal dar:t.
Tabel 5.
Hasil yang dicapai dari transfer embrio secara pembedahan pada sapi oleh 5 group komersial di Eropa (dipetik dari R. Newcomb dalam Betteridge, 1977)'. .. - "--_.No:cattle Jan 75/76
Group Jan 74/75
Oonor
"
Recip-
iont
0
0
Donors l , Succeeding,
Projected
Jan 76/77
Donor
RccipDonor ient
35
178
Reciplent
50+
Minimum ovulations
Estrus
%
Clcceptable
8
Egg!:'/donor
Failing %
TotAl
PG or
Norma!
No, recipients'
Pee donor
Pregnant per donor
-----
36
64
35
65
9.1
5.9
5.7
2.4
25
75
9
7
7
3.5
25
75
5.7
3
5.1
2.6
25
75
8
5
6
2.1
2.3
3.6
proges-
tin synchro-
nized
8
55
650
70
750
0
0
4-5
PG synchro. nized or naturill
C
10
65
4
29
?
3
PG synchro-
nized D
0
75
0
PG synchro-
nized or n
E
'All
12
$tlp<~r0..,q!<1te.j
with
P~:lSG
59
0
(18000"2500 Ill) .:;nd flush'Old :wrgically.
pada Inseminasi Buatan, serta penggunaan secara praktis dilapangan dengan skala yang luas, akhirnya harus bergantung pada ketepatan teknik ini dan harga pasar dari produksi sapi (Newcomb dalam Betteridge, 1977).
68 3. Teknik Transfer Embrio Di Indonesia Suatu kej utan dibidang peternakan lchususnya sapi perah dan sapi potong telah terjadi di Indonesia. Dapat disebutkan suatu !cejutan !carena apa yang telah lama diimpi-impikan kini menjadi suatu kenyataan. Teknilc transfer embrio ini untuJc pertama kali dilakulcan di Indonesia, bahkan di ASEAH. Suatu inisiatif yang benar-benar be rani namun bijalcsana ini diambil oleh Menteri Koperasi BUstanil Arifin. SH, setelah mempertimbanglcan saran-saran dari ahli-ahli dibidang pe·ternalean di Indonesia. Saat bersejarah ini dimulai dengan penenda-tanganan kontrale antara Menteri Koperasi dengan Gra··nada International Ltd. USA, pada tanggal 30 September 1983. Sebanyak 150 embrio sapi perah (Frisien Holstein)1 dan 150 ombrio sapi potong (American Brahman) telah dipesan de-
ngan perkiraan keberhasilan sebesar 50 %. Harga embrio tersebut adalah US
~~
2.250,00 perbuah de-
ngan pengertian bahwa harga perekor sapi yang dilahirkan (50 %) adalah dua juta dua ratus lima puluh ribu rupiah, di-
tambeh lagi dengan biaya-biaya lain seperti perlengkapan, obat-obatan, biaya perjalanan, pemeliharaan dan sebagainya, belum termasuk harga sapi penerima embrio (resipien). Diliha t dari harga, memang tergolong amat mahal, namun melihat beberapa manfaat yang akan diperoleh male a sebenarnya harge tersebut adalah cukup murah. Beberapa pertimbangan adalah : - Anele-anale sapi yang dilahirkan akan merupakan bi bi t yang
benar-benar unggul. Anak-anak sapi yang berkwali tas demikian pada umumnya tidek akanl dijual oleh pemilik aslinya, dan sekiranya dijual make harganya dapat, bervariasi antara US $ 10.000,00 sampai US $ 50.000,00 bahkan bisa lebih. Transfer embrio yang dilakukan pertama kali ini, baru merupakan tahap pertama dibidang peningkatan kwalitas sapi didalam negri. Dengan dilaksanakannya transfffT embrio ini maka' beberapa ahli peternakan Ihdonesia akan mencoba mempelajari secara langsung, dengan kemungkinan untuk secara bertahap melalmkan seluruh kegiatan sepenuhnya didalam negri (mulai dari pengumpulan embrio, pemrosesan hingga pentransferan). Untuk pelaksanaannya, malea Menteri Koperasi telah menunjuk P.T. Berdilmri United Livestok sebagai pelaksana, dan. se'" bagai pengawas/pembimbing telah dibentttk suatu team yang dike,.. tuni oleh prof. Dr. Mozes R. Tbelihere' dari
FKH~IPB.
pertengahan Maret 1984, bertempat di Lone Swan Parle C1c:urug-Bogor, telah berlangsung seminar tentang transfer embrio. Seminar ini diselenggarakan oleh tim pelaksana proyek Perintis penelHian dan Pengembangan sapi perah melalui transfer embrio, dan menampillwn Geofferey D. Mahon sebagai pembicara utama. Ia adalah seorang ilmul'mn dari Amerika yang juga menjabat. sebagai Vice President Granada Iht'ernational Corporation dart Camb.Tidge Engiand Texas-USA. Untuk pertama kali ini embrio dipesan dari Amerilca Serilcat dan pencangkokkannya dilalmkan oleh tenaga ahlinya
(Kesl~awati,
1984).
Peiaksanaan transfer embrio untule sapi potong telah dila-
70 leukan di proyele peternakan "Bila River Ranch" di Kabupaten, Sidrap (Sulawesi Selatan) dari tanggal 8 sarnpai 12 Maret
1984, dan UD!Gulc sapi perah rnengambil tempat di "Buli B'eef Feedlot"· di Kecamatan Cicurug, l\:abupaten Sukabumi(Jawa Barat) dari tanggal 16 sampai 20 Maret 1984. Dari hasil pemerilesaan kebuntingan diperoleh hasil bahwa anglca konsepsi transfer embrio ini
pada~
sapi perali'
adalah 35, % C27 eleor dari 77 eleor) dan 11:' f" pada sapi potong. Anglea ini masih rendah dibandinglean dengan jumlah ideal yang diharaplean (5o..{3o %):. Sejale bulan Agustus
1984: telah dilalesanalean Proye]e
Pandu Alih Janin ternale sapi di P. Bali. Proyek leerja sama antarinstansi yang berkompeten dibidang peternakan, termasuk FKH-IPB ini, dimalesudkan untulc mendapatlcan sumber bibit unggul jenis
sapi potong lchususnya sapi Bali, yang dikenal
sebagai milik berharga dari bumi pertiwi Indonesia. Sapi Be·· Ii mcmili]ei gambaran reprodulcsi yang sangat baik, leemampuan adaptasi yang mengagumJcan, serta produlcsi daging dan tenaga ]eerja yane patut diperhi tW1glean. Menteri muda Peningleatan produksi peternakan dan perileanan J. Hutasoit di Binagraha pada tanggal 2. September tahun 1985 melaporlean leepada presiden R.I. Soeharto mengenai perkembangan Proyele Fandu Alih Janin terrrak sapi yang leini sedang
dileembang]can di F. Bali. Froyele tersebut menurut:
menteri berhasil baile. Sampai saat ini sudah 101 eleor sapi yang berhasil ditransfer embrionya. Yang juga meIlggembiralean ialah, semua obat-obatan dan hormon yang dipaleai untulc
71
Vice President Granada International Mahon bersama istrj sedang melakukan Livestock dl Cicurug-Sukabumi.
Gambar 6...
Sumber
T.E.Geoffrey D. sapi perah milik PT Berdikarj·
Upilc Kesumawati. 1984. Revolusi 138ngembangan peternalcan. Suplemen Poultry'Indonesia. No.6. Mei, 1,984.
daerah dingin, juga berhasil untuk sapi Bali. Malah ada yang kelebihan, walau didaerah dingin satu silclus hanya rata-rata 4, embrio, di Bali ada yang bahkan lebih dari sepuluh embrio (Kompas, Y September, 1985:),.
VI.
PROSPEK MASA DEPAN DARE TRANSFER EMBRIO
Dengan melihat hasil-hasil yang telah dicapai dari manfaat teknik transfer embrio, serta yang masih dalam tara;f, pe,.'nelitian maupun yang masih dalam angan-angan, penulis yakiIl!. dimasa mendatang, sarna halnya dengan t.eknik Inseminasi Buatarr, telmik transfer embrio ini mampu berperanan dalam menirrglcat.;,. kan produktivitas peternakan diseluruh dunia, khususnya di negara-negara yang sedang berkembang. Di lapangan, telcnik trans1-er embrio yang paling tepat digLmakan adalah dengan teknile tanpa pemhedahan, baik it u' cara penampungan embrio maupun cara transfer :ltu sendiri. Sampai saat ini, hasil yang dilihat dari jumlah embrio yang berhasil ditamptmg, j umlah resipien yang bunting serta anglea leebuntingan atau "conception rate" masih jauh lebih rendah bila dibandinglean dengan telmile cara pembedahan. Tatapi sampai selwrang penyempurnaan telenile ini masih terus diusahalcan. Dima-sa yang alean datang, jilea telenile ini benar-benar telah dapat disempurnalean penggunaannya di lapangan, malea bagi para peternale di Indonesia yang masih monggunalearr sistem peternalean rakyat, alean merupalean suatu leobanggaan tersendiri, lehususnya untuk c1igunalcan dalam meningkatkan prodl1.lesi ternak besar seperti sapi dan kerbau. Apalagi bila di tunjang dengan metode l,elahiran leembar (twin), metode penentuari jenis leelamin embrio dan tirrglcat kehidupan embrio beleu yang tinggi serta metode-metode lain yang masih dalam taraf penelitian, sudah barang tentu alcan sangat menyempurnalean telcnile transfer embrio inenu;lu lcsber-
72
7J has11an yang gemilang. Tekn1k transfer embrio dengan pembedahan rupa-rupanya akan sangat cocok bila digunakan pada kambing, domba dan babi, mengingat hambatan yang ditemui sangat besar bila harus mengglli,akan telmik tanpa pembedahan. Walaupun teknik ini akan membutuhkan fasilitas dan biaya yang cukup mahal, serta seorang ahli bedah yang terampil dan menguasai teknilc ini secara sempurna. Akan tetapi untulc meni'ngkatkan produletivitas dan mutu gene tile ternak, juga untuk penelitian dan riset: serta manfaat-manfaat lainnya, malca dimasa yang akan datang teJcnile transfer embr10 alean mempunya1 prospek yang baile. Kemungldnan lain dimasa depan adalah berperanannya teknile transfer embrio seeara leomersial diseluruh dunia. Hal ini 8kan san,;nt membantu negara-ne,;ara yan,; sedang berleembang
LID-
tuk memproduksi ternalmya. Memang \(fJlau kita melihat ]coadaan saa I; ini, harga dari tekni!c transfer embrio masih sangat ma-11::11, hal ini diseb'ablcan oleh masih banyalmya hambatan dalam'
teknik ini •. Bila hambatan-hambatan nu telah dapat diatasi, SUd8h barang tentu tinglcat harga dari embrio alean dapat ter-je.ngJcau oleh para petani peterna!c !cecil. Disinilah para pete,!: nak kecil, akan terdorong minatnya untule mengguna!can teknik i11i dengan harga embrio dapat mereka jang!cau dan tenaga ahlinyapun telah banyale dimiliki oleh negara-negara yang sedang berkembang tersebut. Merelca akan dapat memproduksi sapi-sapi. jenis un,;gu1, wa1al1pun sapi-sapi yang mereka mi1iki kurang produ\ctif, hal ini sudah barang tentl1 harus diilcuti dengan
74 penguasaan teknik makanan ternak serta manajemen yangmemadaL Secara keseluruhan telmik transfer embrio ini benarbenar merupakan suatu teknik unggul yang bernilai potensial tinggi, yang sanggup mengatasi problema peternakan masa kini dan memungld"nkan adanya penemuan",pEmemuan baru dimasa mendatang (Aliambar, 1981.). Kalau kita melihat secara sepintas lalu, tampaknya teknile transfer embrio ini sangat sederhana. Tetapi sebenarnya untuk mendapatlcan hasil yang memuaskan, dibutuhkan penelfti/ operator yang benar-benar terampil dan tekum. Ada beberapa faletor telmis maupun non telenis yang agale menghambat keberhasilannya, dan ini harus ditanggulangi dimasa mena.atang, seperti kata Walter Heape' dalam Betteridge. ( 1.9/:7), teruslear.u, teli tilah dan sebar lflaskanlah telmik transfer embrio ini.
VII.
KESIMPULAN
Dari studi kepustakaan. mengenai Manfaat Dan Prospelc Masa Depan Dari Transfer Embrio, dapat disimpulkan halhal berikut ini 1.
Teknik transfer embrio sebagai suatu teknologi mutalchir ·dalam bidang reproduksi hewan, adalah suatu alat ~'ang
dapat diguna!can lmtuk memperhaiki mutu gene tile
dan j mnlah populasi suatu bangsa ternak, terutama ternak-ternak yang mcmpunyai nilai e!conomis tinggi. 2.
Prinsip dasar telmik transfer embrio mencalcup beberapa perlakuan yai tu superovulasi, sinlcronisasi birahi, pem-buahan dengan Inseminasi Buatan atau kawin alamo Kemudian dilanjut!can dengan pemanenan embrio (eggs/embryo recovery) dan pemindahan embrio (eggs/embryo transfer) yang mana dapat dilalculcan dengan teknik pembedahan ser-· ta tanpa pembedahan.
3.
Manfaat. yang diperoleh dari teknik transfer embrio, baile yang telah dapat dicapai maupun yang masih dalam peE, kembangan antara lain, meninglcatkan jumlah lceturunan da ri betina yang mempunyai genetik unggul, penyimpanan em brio janglca panjang, transportasi embrio, memperpendelc waktu generasi, pemilihan jenis lcelamin embrio, kelahiran lcembar (twin), memprodulcsi lcembar serupa, !cloning serta digunakan untuk penelitian dan riset.
4.
Telcnik transfer embrio telah dilcomersialisasilcan, walaupun hingga saat ini, harga dari telcnilc ini masih sangat
75.;
76 mahal.
5.
Dari manfaat-manfaat yang diperoleh dengan teknilc transfer embrio ini, maka prospelc masa depannya aleau mendapat: tempat yang bailc
6.
d~seluruh
dunia.
Secara keseluruhan teknile transfer emb:rio ini, benar-benar merupalcan suatu' telcnik unggul yang bernilai potensial tinggi, yang sanggup mengatasi problema peternakan masa kini dan memungkinkan adanya penemuan..-penemuan baru dirnasa datang.
DAFTAR PUSTAKA Aliambar, S. H. 1981. Transfer Embrio Tanpa Pembedahan (Hon-Surgical Transfer of Embryo). Makalah pada temu karya ilmiah Konggres ke VIII P.D .HI.I., September 1981~ Armstrong, D. T., B. G. Miller, E. A. Walton, A. P. Pfitzner and G. M. Yiarners. 1982. Endocrine response and factors whic'h limit the response of follicles to PNSG and lrSH. Papers of a symPOSiUill held at Can;.... tierra. Bedirian, K. N., E. B. Burnside, H. Kanagawa, and J. Wilton. 1977~, The Commercial Application of Embryo ~rans fer in Domestic: Animals. Animal Breeding : Selec'ted Articless from the World Animal Review F.A.O •. Rome I: 12-16. Benyamin, G. B., G. E. Seidel and S. M. Seidel. 1981. New Technologies inlAnimal Breeding. Academic Press neVI York-I,ondon. Betteridge, K. J. 1977. Embryo Transfer in Farm Animals. Agriculture Canada. Monograph 16. BeUeridge, K. J., M. D. Eaglesome, G. Co. B. Randall and D. Mitchell. 1980. Collec:tion, description and transfer of embryos from cattle 10-16 days after oestrus. J. Reprod. Fert., 59: 205-216. Beverly, J. R.. 198.3. Embryo Transfer in The 1980' s. Texas Agricul ture Extension Service. Texas A & M Uni versity. Bilton, R. J. and N. IV. Moore. 1979. Factor affecting the; viability of frozen stored cattle embryos. Austral. J. BioI. Sci. .32: 101-107. Booth, W. D., R. Newcomb, H. Strange, L. E. A. Rowson. 1975. Plasma Oestrogen and Progesterone in relation to superovulation and egg rec,overy in the cow. Vet. Ree., 97: .366-.369. Bri t t, J. HI. and J. F. Roche. nization of ovulasi. 4th Ed.
1980. Induction and SynchroReproduction In Farm Animal.
Cahill, L. P. 1982. Factor influencing the follicular respon of animal to PMSG. In Embryo Transfer in Cattle, Sheep, and Goats. Australian Society for Reproduktive Biology, Canberra pp: 5-7.
78 Christie, W. B~, R. Newcomb and L. E. A. Rowson. 1980. Non·surgical transfer of bovine eggs: investigation of some factors affecting embryo survival. vet. Rec. 106: 190-·193. Cooper, M. J. 1974. Control of oestrous cycles of heifers with a synthetic Prostaglandin analogue. Vet. Rec., 95: 200-203. David, J. S. E., W. A. Jones, R. Newcomb, G. F. Smith, D. F. Wishart. 1981. Embryo Transfer With Particular Reference to Cattle. Society for the study of Animal Breeding. London. Dziuk, P. J., C. polge and L. E. A. Rowson. 1964. Intra-u"· terine migration and mixing of embryos in swine following egg transfer. A. R. C. Unit of Reproduction Physiology and Biochemistry, Cambridge, England. Elsden, R. P. and G. E. Seidel, Jr. 1982. Embryo Transfen' Procedur For Cattle. Animal Reproduction Laboratory Colorado State University. Gordon, I. 1975. Problems and Prospects in Cattle Eggs 'rransfer. Irish Vet. J., Vol.29. No.2 and 3. Greye, T." H. Lehn-Jensen and N. O. Rasbech. Practical applic8tion of non-surgical collection of bovine embryos in Danish Pedigree cattle. Intitute for Animal Reproduction Royal Veterinary and Agricnlture University, Copenhagen. l18fez, E. S. E. 1958. Techniques of collection and transpla£ tation of ovo in farm animals. Amer. vet. Med. Asc. Vol 133(10): 506-511. Hafez, E. 3. E., T. Sugie and 1. Gordon. 1963. Superovulation and related phenomena in the beef COVI: 1. Super'ovulatory responses following PMS and HCG' injections. J. Reprod. Fert., 5: 359-379. 2. Effect of oestrogan administration on production of ova. J. Raprod. Fert., 5: 381-388. He:fez, E. S. E. 1980. Reproduction in Farm Animal. Ed. 4. Lea & Febiger Philadelphia. U. S. A. =
Hare, W. C. D., E. L. Singh, K. J. Betteridge, M. D. Eag1esome, G. C. B. Randall and D. Mitchell. Embryo sexing with particular reference to cattle. Animal Pathology Dision, Health of Animal Branch, Agriculture Canada,
79
Animal Disease', Research Institute (E), Station: "H", ottawa, Ontario, Canada. Heath, T. D. 1982.. Non surgical collection of embryos • Papers of a symposium held at Canberra. Heyman, Y., J.';"]? Renard, J.-P. Ozil and F. du Mesnil du Bu-~ isson. C'ervical embryo transTer at different, stages in cattle. I. N. R. A. France. Jillel1a, D. 1982. Embxyo Transfer Technology and its Application in Developing Countries. A monograph Developed for National Seminar to be. Conducted in India, IndoneSia, Malaysia, Philippines, Sri Lanka and Thai land during October 1982.. Kasai, M., K. Niwa and A. Iritani. 1,980. Survival of mouse embryos frozen and thawed rapidly . .J. Reprod. Fert., 59: 51:-56. KesLUnawati, u. 1984.. Revolusi Pengembangan Peternakan. plemen Poultry Indonesia. No.6. Mei 1984.
Su-
Lawson, R. A. S., L. E. A. Rowsom and C'. E. Adams. 1972. The development of cow eggs in the rab.bi t; oyiduct· and their v:im bili ty after re'-transfer.: to, heifers. J. Reprod. Fert., 28:313'-31.5;. Lehn-Jensen, H. view.
1981. Deep freezing of cow embryos. Nordiak Ve·teriner Medicine. Ed'. 33"'"
A re'-
Lehn-0ensen, H. and T. Greve. 1981. Survival of cow blast:osist utilizing short freezing curves. Nbrdiak Veteriner Medicine. 33: 523-529. IJopata, A., R. mcmaster, J. C. McBain and W. 1. H. Johnston. 1978. In-vitro fertilization of preovulatory human eggs. J. Reprod. Fert. 52: 339-34.2. Mahon, G. D. 1981:. Embryo Transfer in Cattle. In The Ayrshire Journal. Moore, N. W. 1982. Liquid storage and culture of embryo of farm animal. In Australian Societty for Reprod'uctive Biology, Canberra pp: 51-52. Newcomb, R. 1975. Conception rate after uterine tJ:'ansfer Oel cow eggs, in relation to synchronization of oestrmf; and age of eggs. J. Reprod. Fert., 43: 539-541. Newcomb, R., and L. E. A. Rowson. 1975. A technique for the simultaneous flushing of oya from the bovine oviduct
eo and uterus.
vet. Rec., ~.~ay 24th 1975. pp. 468-469.
Newcomb. R. 1977. Physiological factors and the early embryo. A. R. C. Unit of Reproductive Physiology and Biochemistry, Cambridge. Newcomb, R., W. B'. Christie and L. E. A. Rowson. 1978. Comparison of the fetal survival rate in heifers aft.er the transfer of an embryo surgically to one uterine horn and non-surgically to the other. J. Reprod. Fert., 395-397. Newcomb,.B., W. B. Christie, L. E. A. Rowson. gical recovery of bovine embryos. Vet. Rec., 102: 414-417.
1978.
Non-sur-
Newcomb, R., IV. B. Christie and L., E. A. B.owson. 1980. Fetal survival rate after. thesurg;i.cal',transfer of two bovine embryos. J. Reprod. Fert., 59: 31-36. Partoo.ihardjo, S. l<arta. polge, C.
1980.
Ilmu Reproduksi Hewan.
Mutiara.
Ja-
1982. Embryo transfer and livestock improvement. Span. Vol. 25 (2) •.
Ronrile, D. M., dan JJo B. Shettles. 1981. Anak Lelaki atau Perempuan ? Achmad Ichsan (penterjemah). Djambatan. Jakarta. Salysbury, G. W. & N. L. Van Demark. 1969. Egg Transfer. dalam : Physiologie of Reproduction and Artificial Insemination of cattle. Seidel
Jr., G. E., R. P. Elsden, L. D. Nelson, and J. F. Hasler. Methods of ovum recovery and factors', affecting fertilization of superovulat.ed bovine ova. Ani mal Reproduction Laboratory ColOlrado State University.
Shel ton, J. 1~. & ~jl. W. Moore. 1974. Cattle.Vol. 3 (1): 1[3:-,16.
Egg Transfer In Cattle.
Thimonier, J., J. Pelot, D. Chupin. Synchronization of oestrus in the cow with Progestagens and prostaglandjjns. I. N. R. A. France. ToeHhere, M. R. 1981. Bandung.
Fisiologi Reproduksi Ternalc.
Angkasa.
1'rounson, A. 0., S. M. Willadsen and L. E. A. Rowson. 1976. The influence of in-vitro cult.ure and cooling on
81
the survival and develoDment of cow embryos. J. Reprod. Fert., 41: 3b7-370. 1977. Fertilization, and development capability of bovine follicular oocystes matured in vitro and in vivo and transfered to the oviducts of rabbits and cows. J. Reprod. Fert., 5,1: 321-327. Trounson, A. 0.,1. E. A. Rowson, S. M. Willadsen. Non-surgical transfer of bovine embryos. Vet. Rec., 102: 74-75.
1978.
WilmLrG, 1.' and 1. E. A. Rowson. 1973. Experiments on the' low-temperature preservation of cow embryos. Vet. Rec., 92': 686-690. wtlmut, I., C. Polge and L. E. A. Rowson. 1975. The'oeffee'"!; on cow embryos of cooling to 20, o and -1:96 C. J. Heprod. Fart., 45: 409-41t. WHladsen, S., C. Polge and L. E. A. Rowson. 1978. viabili ty of deep-frozen cuw embryos. J. Reprod. Fert., 52: 391-392.
The
Willadsen, S. M. 1980. The viability of early cleavage stages containing half the normal number of blastomeres in the sheep. J. Reprod. Fert., 59: 357-362. Willet, E. L., P. J. Buchner and G. 1. Larson. 1953. Three succesful transplantation of fertilized eggs. J. Dairy. Sci., 36: 520-523.