KEMITRAAN STRATEGIS UNTUK PENGUATAN PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT (PKBM) YANG BERMUTU DAN BERKELANJUTAN Muhammad Arief Rizka1) dan Suharyani 2) Program Studi Pendidikan Luar Sekolah, FIP IKIP Mataram 1), 2) Email:
[email protected]) dan
[email protected]) Abstrak Eksistensi Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang semakin dinamis menjadi peluang strategis untuk dapat memberikan layanan Pendidikan Non Formal (PNF) yang lebih akomodatif bagi masyarakat. Kondisi aktual Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di satu sisi masih belum mampu memberikan garansi kualitas output dari penyelenggaraan program PNF, sehingga pengembangan kemitraan dengan berbagai stakeholders perlu untuk ditingkatkan. Melalui kemitraan strategis yang dikembangkan secara sinergis, esensinya adalah membangun kepercayaan dan terciptanya hubungan mutualis yang saling menguatkan sehingga penyelenggaran program PNF yang lebih bermutu dan berkelanjutan dapat terwujud secara optimal. Selain itu, melalui kemitraan yang luas akan memberikan peluang bagi pengembangan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) untuk dapat meningkatkan kualitas serta kuantitas sumber daya yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan kelembagaan. Kata kunci: Kemitraan, PKBM, Mutu, dan Berkelanjutan Abstract
Existence of CLC increasingly dinamic became a strategic opportunity could give services in Non Formal Education was more accomodating for community. Actual condition of CLC in one side was still not able to give guarantee quality of output from organization of PNF program, so that development of partnerships with various stakeholders needed to be improved. Through strategic partnerships developed in synergy, it built trust and created a mutual relationship so that the delivery of PNF program was higher quality and more sustainable could be realized optimally. In addition, through a broad partnership would provide opportunities in developing CLC could improve quality and quantity of resources based on society and institution needed. Keywords: partnerships, CLC, quality, and sustainable
PENDAHULUAN Dinamika kebutuhan belajar masyarakat yang semakin variatif dan memiliki diferensiasi pola, menunjukkan bahwa masyarakat telah mulai proaktif untuk mengembangkan wadahwadah pembelajaran yang aspiratif terhadap kebutuhan belajarnya. Dalam konteks kontemporer, masyarakat sudah mulai mengalami pergeseran values dalam berbagai aspek dan tentu ini memiliki konsekuensi logis terhadap pemenuhan kebutuhan hidupnya terutama dalam memperoleh informasi untuk kepentingan pengembangan diri, lingkungan, dan masyarakat secara keseluruhan. Akan tetapi, pergeseran yang terjadi juga menunjukkan bahwa era informasi (information
era) yang berkembangan pesat telah mengalami reduksi substansi dan bergerak ke arah era konseptual (conseptual era) (Pink, 2005), artinya bahwa masyarakat yang kreatif dan inovatif yang akan mampu menggerakkan roda kehidupan ke arah yang lebih baik. Perkembangan eksistensi satuan-satuan pendidikan memberikan harapan positif terhadap kemudahan akses layanan pendidikan yang bermutu dan berkeadilan bagi masyarakat. Dalam realitanya, kemudahan akses layanan pendidikan tersebut masih menemui hambatanhambatan sehingga menuntut eksistensi satuan pendidikan yang lebih akomodatif terhadap perkembangan kebutuhan belajar dan relevan dengan tuntutan kehidupan masyarakat. Satuan pendidikan formal (baca:: Sekolah) yang
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Nonformal dan Informal, - 348 Muhammad Arief Rizka dan Suharyani
banyak berkembang dari sisi kuantitas, belum bisa memberikan garansi bagi kemudahan masyarakat untuk memperoleh layanan pendidikan yang bermutu, sehingga urgensinya dibutuhkan satuan pendidikan yang lebih akomodatif dengan masyatakat, mengerti dan memahami akan kebutuhan belajar masyarakat, serta memiliki nilai tambah (added values) yang bersifat fungsional. Dalam konteks ini, satuan Pendidikan Non Formal (PNF) dapat menjadi prioritas sebagai wadah strategis pengembangan sumber daya manusia dan bukan hanya menjadi wadah alternatif. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 26 ayat (4) dijelaskan bahwa “Satuan Pendidikan Non Formal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis”. Dalam dinamika perkembangannya di tengah-tengah masyarakat, eksistensi satuan Pendidikan Non Formal (PNF) semakin variatif dan dari sisi kuantitas menunjukkan tingkat pertumbuhan yang dinamis. Artinya bahwa, kebutuhan masyarakat akan eksistensi satuan Pendidikan Non Formal (PNF) telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan (inseparedability) dari upaya pengembangan masyarakat secara holistik. Sebagai contoh, perkembangan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) telah menunjukkan pertumbuhan yang signifikan dengan berbagai konten program yang variatif dan akomodatif. Di sisi lain, realitas di lapangan menggambarkan bahwa eksistensi Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) tersebut sebagian besar masih terbatas pada aktivitas rutinitas tanpa diperkuat dengan manajemen kelembagaan yang profesional dan memadai sehingga menyebabkan mutu (kualitas) dan keberlanjutan program masih menjadi persoalan utama. Dampak dari hal tersebut, eksistensi Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) menjadi hanya terbatas pada aspek “implementasi”, belum secara menyeluruh untuk melalukan improvisasi dan bahkan inovasi. Untuk mengatasi persoalan tersebut, kemitraan atau kerjasama antar satuan atau lembaga maupun stakeholders (pemangku kepentingan) lainnya menjadi relevan dan sangat dibutuhakan untuk dapat memberikan penguatan dan pengembangan bagi peningkatan mutu dan keberlanjutan Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM). Melalui kemitraan juga dapat memberikan dampak jangka panjang untuk bersama-sama mengembangkan metode bagi pencapaian visi secara kolektif. Pada dasarnya, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) memiliki hubungan interelasi dan interdependensi dengan masyarakat secara keseluruhan, sehingga untuk memperkuat eksistensi Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) diperlukan komitmen dan sinergitas dalam pengembangan kerjasama yang akomodatif dan lebih mengembangkan dimensi mutualistik. PEMBAHASAN Konsep kemitraan Kemitraan atau jejaring kerja dilihat dari perspektif etimologis diadaptasi dari kata partnership yang berasal dari kata partner. Ensensi dari kata partner dapat dimaknai sebagai pasangan, jodoh, kampanyon, atau sekutu. Sedangkan partnership dimaknai sebagai perkongsian atau persekutuan. Sehingga definisi kemitraan dapat djelaskan sebagai suatu bentuk persekutuan antara dua pihak atau lebih yang membentuk ikatan kerjasama atas dasar kesepakatan dan rasa saling membutuhkan dalam rangka meningkatkan kapasitas dan kapabilitas di suatu bidang tertentu sehingga dapat memperoleh hasil yang lebih baik (Sulistiyani, 2004). Eksplanasi dari Frank Minirth dalam Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan (2010) terkait dengan kemitraan mendefinisikan sebagai seni berkomunikasi satu sama lain, berbagi ide, informasi, pengalaman, dan sumber daya untuk meraih tujuan atau kesuksesan individu atau kelompok. “Networking is a process of getting together to get ahead. It is the building of mutually beneficial relationship”. Kemitraan adalah proses kebersamaan. Selain itu, kemitraan merupakan jaringan hubungan yang saling memberikan manfaat dan saling meguntungkan. Secara garis besar dalam membangun kemitraan haruslah berlandaskan prinsip saling menguntungkan dan komunikasi dua arah. Bertolak dari konsep tersebut, kemitraan pada Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) pada dasarnya dapat terbentuk apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Ada dua belah pihak atau lebih lembaga/organisasi
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Nonformal dan Informal - 349 Muhammad Arief Rizka dan Suharyani
2. Memiliki kesamaan visi maupun misi dalam mencapai tujuan lembaga/organisasi maupun masyarakat 3. Memiliki kesepakatan atau kesepahaman tujuan 4. Saling percaya (trust) dan saling membutuhkan 5. Memiliki komitmen bersama untuk mencapai tujuan yang lebih besar Rasional dari pengembangan kemitraan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) tersebut merupakan suatu keniscayaan di tengah-tengah tinginya tingkat kompetisi antar satuan pendidikan. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang memiliki konsep mutu dalam pelayanannya akan mendapatkan respon dan apresiasi yang positif dari masyarakat sebagai sasaran maupun dari stakeholders lainnya. Sehingga membangun kemitraan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dengan komponen atau pemangku kepentingan lainnya yang memiliki kesamaan visi menjadi salah satu upaya strategis dalam melakukan penguatan kapasitas kelembagaan secara berkelanjutan. Membangun kemitraan strategis dengan masyarakat maupun stakeholders kunci lainnya menjadi sangat potensial untuk pengembangan eksistensi ke depan, baik secara personal maupun secara organisasional. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dalam konteks kekinian masih sulit bertahan dan memiliki daya saing tanpa berupaya membangun kemitraan. Perkembangan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang berkembang di masyarakat dari sisi kuantitas, masih berjalan dengan pola manajemen “as usual” (rutinitas). Tendensi (kecenderungan) dari pelayanan program Pendidikan Non formal (PNF) yang bermutu dan dapat memberikan garansi keberlanjutan bagi masyarakat masih menjadi persoalan sekaligus tantangan utama. Hal ini pada dasarnya disebabkan karena beberapa faktor, antara lain yaitu: 1. Sumber daya manusia PKBM yang “qualified” terbatas Kondisi faktual dari keberadaan pengelola maupun pelaksana programprogram PNF di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) masih terbatas dari sisi kuantitas maupun kualitas. Persoalan distribusi, kualifikasi, maupun kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan di Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat (PKBM) masih menjadi titik sentral kelemahan. Minimnya PTK PNF yang memiliki kualifikasi dan kompetensi yang standart dapat menjadi penghambat pencapain pelayanan program PNF yang bermutu bagi masyarakat. Penguasaan kompetensi yang rendah dari PTK PNF secara korelatif berpengaruh terhadap kepercayaan masyarakat untuk dapat memperoleh pelayanan program pendidikan masyarakat yang bermutu. 2. Potensi sumber daya dilingkungan PKBM belum di berdayakan Sumber daya yang ada dilingkungan sekitar PKBM pada dasarnya sangat variatif dan potensial untuk dimanfaatkan sebagai sumber kekuatan dalam mendukung eksistensi peyelenggaran program PNF. Sumber daya teknologi, sumber daya alam, sumber daya manteri, maupun sumber daya manusia yang ada di masyarakat perlu diidentifikasi, digali, ditelaah, dan dianalisis untuk kepetingan pendukung penyelenggaran PNF di masyarakat. Masih banyak potensi sumber daya yang ada di masyarakat sifatnya hanya digunakan sebagai pelengkap dan penambah, yang seharusnya potensipotensi tersebut harus menjadi sumber dinamisator pengembangan PKBM. Pengembangan program-program PNF yang berbasis pada kearifan lokal dalam konteks kekinian lebih impresif dan memiliki nilai tambah jika dikomparasikan dengan program yang sifatnya “percontohan”. 3. Tingginya Miss-Match Penyelenggaraan program PNF di PKBM yang semakin berkembang di satu sisi belum disesuaikan dengan permintaan kebutuhan pasar atau kebutuhan masyarakat sebagai ‘pengguna’. Program-program PNF masih berjalan secara linear dengan kurang melakukan analisis strategis terhadap kebutuhan eksternal yang semakin dinamis dan simplistik. Tingginya miss-match dalam implementasi program-program PNF di PKBM berimplikasi pada rendahnya tingkat efektivitas dalam mengatasi masalah yang relevan dengan
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Nonformal dan Informal, - 350 Muhammad Arief Rizka dan Suharyani
kebutuhan masyarakat. Untuk meningkatkan efektivitas dalam konteks keterpaduan program PNF, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) harus mampu menyesuaikan kapasitas yang dimiliki baik kapasitas internal maupun eksternal untuk mewujudkan keterhubungan dan kesesuaian output program dengan kebutuhan masyarakat. 4. Trend kebutuhan “pasar” yang selalu berubah Kondisi lingkungan eksternal yang dinamis dapat memberikan implikasi pada kemampuan daya tahan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) untuk memberikan pelayanan pendidikan yang lebih optimal. Ketidakmampuan membaca dan mengidentifikasi kebutuhan layanan pendidikan masyarakat yang semakin kompleks menjadikan menurunya kepercayaan masyarakat terhadap keberdaan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Sehingga kapasitas untuk dapat menyesuaikan “diri” dengan perubahan-perubahan lingkungan eksternal sangat penting untuk dikembangkan. 5. Dampak nir mutu, kesulitan “job order” Pola penyelenggaran program PNF yang masih bertumpu pada “hasil” pada konteks kekinian menjadi kurang relevan untuk menjawab kebutuhan akan mutu dari output layanan pendidikan. Budaya mutu pada prinsipnya harus menjadi panduan penyelenggaran program PNF di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) sehingga akan berimplikasi pada meningkatkanya kepuasan “pelanggan” baik internal maupun eksternal. Di satu sisi, masyarakat sebagai sasaran Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) membutuhkan inovasi program-program yang dapat memberikan kontribusi langsung bagi pengembangan kualitas kehidupan masyarakat, baik untuk peningkatkan skills (keterampilan) bagi kebutuhan kerja maupun pengembangan taraf kehidupan ke arah yang lebih baik. Dinamika PKBM yang terus berkembang, tidak cukup hanya mengandalkan kekuatan internal yang ada, akan tetapi dimensi eksternal harus
mampu diterjemahkan secara cermat dan adaptif karena kekuatan dari sisi eksternal pada dasarnya menjadi penguat untuk eksistensi mutu pelayanan program PNF. Di samping itu, program Pendidikan Non Formal (PNF) yang berbasis kebutuhan masyarakat merupakan program yang tidak hanya memfokuskan pada kebutuhan jangka pendek, akan tetapi lebih berorientasi untuk pemenuhan jangka panjang. Sustainabilitas program Pendidikan Non Formal (PNF) adalah kemampuan suatu program untuk tetap eksis (terselenggara) dengan memenuhi aspek standar mutu dalam mengelola berbagai masukan (input) untuk berkembang dan berproduksi dengan stabil sehingga masukan tersebut menghasilkan nilai output (keluaran) yang optimal. Orientasi Kemitraan PKBM Membangun kemitraan pada Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) merupakan suatu keniscayaan di tengah arus lingkungan eksternal yang semakin dinamis dan penuh ketidakpastian. Menurut Tennyson (2003) membangun kemitraan “provides a new opprtunity for doing development better – by recognising the qualities and competencies and finding new ways of harnessing these for the common good”. Kemitraan antar lembaga dan stakeholders yang dikembangkan secara terstruktur serta dilatarbelakangi atas dasar persamaan visi, lebih dapat memberikan garansi pelayanan program PNF yang bermutu. Dari sisi sustainability (keberlanjutan) program, dengan adanya kemitraan yang solid dapat membawa arah pegembangan program yang terus dapat melakukan improvisasi dan bahkan inovasi sehingga eksistensi organisasional dari Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) menjadi lebih prospektif. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) harus dapat membangun kemitraan yang strategis dengan berbagai stakeholders baik yang bergerak diranah akademisi, birokrasi, swasta, maupun diranah “user” dari output program PNF tersebut. Membangun kemitraan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) pada umumnya bertujuan untuk (Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan, 2010): 1. Meningkatkan partisipasi masyarakat Pada dasarnya tujuan membangun kemitraan adalah membangun kesadaran masyarakat terhadap
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Nonformal dan Informal - 351 Muhammad Arief Rizka dan Suharyani
eksistensi Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), menumbuhkan minat dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengembangan PKBM karena pada dasarnya masyarakat yang harus aktif untuk menggerakkan PKBM tersebut agar lebih akomodatif. Masyarakat disini memiliki arti luas tidak hanya warga belajar sebagai sasaran, akan tetapi juga penerima manfaat (pengguna lulusan/user), dinas atau lembaga yang terkait, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, lembaga pendidikan, dunia usaha dunia industri (DUDI), tokoh atau elemen masyarakat, dan stakeholders lainnya. 2. Peningkatan mutu dan relevansi Dinamika perubahan masyarakat yang sangat tinggi menjadikan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) harus mampu untuk bersaing dengan “kompetitor” yang lain. Oleh karena itu, PKBM dituntut untuk terus melakukan inovasi, peningkatan mutu dan relevansi program sesuai dengan kebutuhan masyarakat (pasar). Melalui pengembangan kemitraan ditujukan guna merancang program-program PNF yang inovatif, meningkatkan mutu layanan dan relevansi program dengan kebutuhan masyarakat luas. 3. Mensinergikan program Pada dasarnya jika terbangun kemitraan yang baik, banyak program-program dari berbagai pihak atau stakeholders yang dapat disinergikan dengan program kerja Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Misalnya, setiap perusahan baik milik pemerintah atau swasta pasti memiliki program Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan yang dapat disinergikan dengan program yang dileneggarakan oleh PKBM. Selain itu, lembaga-lembaga pendidikan formal (sekolah) yang belum memiliki laboratorium seperti laboratorium bahasa inggris, komputer, maupun dalam bentuk bengkel kerja dapat bermitra dengan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). 4. Meningkatkan daya serap output Banyak Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang bergerak
dalam pengembangan skills atau keterampilan masyarakat masih memiliki pandangan bahwa setelah warga belajar mengikuti proses pembelajaran dan lulus ujian kompetensi maka selesailah tanggung jawab lembaga tersebut. Dalam konteks kekinian paradigma tersebut harus dirubah dengan memperhatikan pada aspek “outcome” suatu program yakni sampai pada tahap penempatan dan penyerapan output (lulusan) ke dunia kerja. Oleh karena itu, salah satu tujuan kemitraan PKBM adalah untuk meningkatkan daya serap output program PNF ke dunia kerja. 5. Sosialisasi, promosi, dan publikasi Pada dasarnya, membangun kemitraan dilakukan dalam upaya untuk sosialisasi, promosi, dan publikasi program-program unggulan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) sehingga semakin familiar dengan masyarakat luas. Konsekuensi dari semakin familiarnya Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), maka akan dapat berkontribusi terhadap meningkatnya jumlah warga belajar atau peserta didik dan pengguna lulusan dari PKBM tersebut. 6. Peningkatan akses Dengan membangun kemitraan yang semakin luas dan prospektif maka akan berimplikasi pada kemudahan akses Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) terhadap akses informasi, teknologi, modal, pasar, praktek kerja, magang dan lain sebagainya. Kemitraan dengan berbagai pihak terus dibangun baik dengan pemerintah sebagai pengambil kebijakan, masyarakat sebagai pelanggan, perguruan tinggi sebagai pembina dan pengembang ilmu, maupun dengan dunia usaha dunia industri sebagai pengguna lulusan dari PKBM. 7. Pencitraan publik Salah satu tujuan membangun kemitraan pada Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) adalah mengembangkan benchmark dan image positif kepada masyarakat selaku pelanggan atau sasaran. Benchmark dan image positif Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang Unggul,
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Nonformal dan Informal, - 352 Muhammad Arief Rizka dan Suharyani
Profesional, Inovatif, dan Kompeten dapat dibangun melalui kemitraan yang strategis dengan berbagai stakeholders tersebut. Selanjutnya dengan membangun benchmark dan image positif dapat meningkatkan kredibilitas Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di mata masyarakat luas dan mitra kerja lainnya. 8. Penguatan kapasitas dan kapabilitas kelembagaan Membangun kemitraan juga pada dasarnya memiliki nilai tambah untuk melakukan penguatan kapasitas dan kapabilitas kelembagaan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Penguatan kapasitas menyangkut optimalisasi implementasi fungsi-fungsi kelembagaan PKBM, sedangkan penguatan kapabilitas kelembagaan menyangkut kemampuan PKBM itu sendiri untuk memproses input menjadi output yang siap di daya gunakan.
Kemitraan Strategis PKBM untuk Penguatan Mutu Pola pengembangan kemitraan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang terbuka dapat memberikan ruang yang lebih demokratis untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan program PNF. Keterbukaan dalam menjalin No 1
2
3
4
Lembaga/Instansi/Organisasi yang relevan Pemerintah Pusat dan Daerah
kemitraan dengan berbagai stakeholdres PNF akan berimplikasi pada kemudahaan berbagai akses sumber daya yang dapat didaya gunakan untuk kepentingan pencapain indikator mutu sehingga berkontribusi terhadap meningatkan kredibilitas terhadap eksistensi Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Indikator mutu dari penyelenggaran program PNF pada dasarnya adalah meningkatnya kepuasaan (Edward Sailis, 2008) dan kepercayaan masyarakat sebagai pelangggan utama terhadap program PNF serta fungsionalitas atau kebermaknaannya terhadap perbaikan kualitas hidup masyarakat secara luas. Kemitraan strategis untuk penguatan mutu Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dapat dikembangkan dengan berbagai variasi visi dan tujuan kemitraan karena pada dasarnya heterogenitas jalinan kemitraan akan meningkatkan citra positif PKBM yang lebih akuntabel dan profesional. Pengembangan kemitraan pada Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dapat diidentifikasi berdasarkan peran dan fungsi masing-masing stakeholders, dan pada dasarnya harus disesuaikan dengan kebutuhan kapasitas kelembagaan. Berbagai stakeholders satuan PNF dapat dikembangkan untuk menjalin kemitraan strategis dalam kerangka penguatan mutu program dan kelembagaan PKBM seperti deskripsi tabel di bawah ini:
Pola Kemitraan
Peran Lembaga
Formulasi kebijakan dan Dukungan kebijakan yang pembinaan-pendampingan lebih akomodatif, termasuk teknis perijinan, perlindungan hukum, bantuan anggaran dan lainnya. DPR/DPRD (Pihak Legislatif) Dukungan politik (Budget, Penyusunan berbagai (legalitas Peraturan Pendidikan, peraturan formal/yuridis) tentang Perlindungan, dan lainnya) kebijakan PKBM termasuk dukungan penganggaran untuk APBN/D Dukungan kebijakan, Dinas Pendidikan dan Pembinaan-pendampingan kemudahan perijinan, Kebudayaan teknis bantuan anggaran, pengembangan model pembelajaran, dukungan manajerial, peningkatan mutu dan kompetensi PTK. Dinas Sosial, Tenaga Kerja, Pembinaan-pendampingan Dukungan penyaluran Koperasi, Ekonomi Kreatif, teknis lulusan ke DUDI,
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Nonformal dan Informal - 353 Muhammad Arief Rizka dan Suharyani
dukungan pelaksanaan program kewirausahaan sebagai bentuk tindaklanjut pelatihan dalam bentuk pembinaan maupun permodalan. Konsultan/Expert/ Jasa konsultasi, bimbingan, 5 Perguruan Tinggi Pengembangan Penelitian pengembangan keilmuan dan produk, mitra untuk nara sumber dan lainnya. 6 PP-PAUDNI dan BP-PAUDNI Penjaminan Mutu Pengembangan model program, penyelenggara diklat atau orientasi teknis SDM PKBM, pengembangan SIM, penilaian kinerja, pendampingan ISO, bimbingan belajar PTK, dan lainnya 7 Dunia Usaha Dunia Industri Pengelolaan CSR Pengelolaan CSR untuk (DUDI) warga belajar PKBM Penyerap Output Menyerap lulusan PKBM, sebagai tempat magang atau praktek kerja warga belajar, dan lainnya 8 LSK, LSP, TUK Uji Kompetensi Penyelenggara dan penyedia fasilitas uji kompetensi 9 BAN PNF Akreditasi Melakukan akreditasi program PNF dan PKBM 10 BSNP Penetapan SPM atau Standar Menetapkan standar pelayanan minimal dan Nasional pencapain standar nasional pendidikan 11 Sekolah / Pondok Pesantren Share Sumber Daya Share pemanfaatan laboratorium, fasilitas (Satuan Pendidikan Formal) bengkel kerja, penyedia nara sumber teknis atau instruktur. Akses pasar Melakukan sosialisasi untuk rekrutmen warga belajar yang relevan dengan kebutuhan program PNF dan PKBM Peningkatan kompetensi 12 Asosiasi Profesi Pengembangan Kelembagaan PTK PKBM melalui pembinaan organisasi mitra Sumber: modifikasi dari Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan (2010). Pertanian, Perdagangan, Pariwisata, dan lainnya
Melalui pengembangan kemitraan yang strategis dengan berbagai stakeholders kunci terebut, dapat menjadi triggers (pemicu) Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) untuk melakukan upaya-upaya imporvisasi dan
bahkan inovasi program serta kelembagaan. Upaya-upaya tersebut dapat terakumulasi dengan dukungan dari berbagai mitra lembaga yang memiliki persamaan visi dan misi secara integral. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Nonformal dan Informal, - 354 Muhammad Arief Rizka dan Suharyani
(PKBM) harus mampu mengidentifikasi dan memperluas kemitraannya agar upaya-upaya inovatif tersebut dapat bersinergi sehingga orientasi mutu dari penyelenggaran PKBM lebih optimal tercapai. Prospek dari kemitraan pada dasarnya adalah membangun kepercayaan dan hubungan mutualis yang berimplikasi pada ketercapain tujuan yang bersifat kolektif. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang mampu menjalin jaringan kerja (kemitraan) secara strategis menjadi salah satu kunci bagi pencapaian mutu program PNF. Kemitraan yang luas akan memberikan peluang bagi pengembangan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) untuk dapat meningkatkan kualitas serta kuantitas sumber daya yang sesuai dengan kebutuhan kelembagaan. Efikasi dari pengembangan kemitraan strategis dari Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dapat diidentifikasi jika: (1) perencanaan dilakukan secara partisipatif, melibatkan seluruh stakeholders kunci; (2) memiliki persamaan komitmen untuk mengembangkan PNF yang bermutu dan berkelanjutan; (3) memiliki kepedulian untuk saling melengkapi dan menguatkan sebagai upaya daya dukung kemitraan yang maksimal; (4) hubungan antara PKBM dengan lembaga mitra lebih bersifat horizontal (sejajar); dan (5) antara PKBM dengan lembaga mitra menjadikan budaya mutu sebagai dasar dari keseluruhan aktivitas penyelenggaran PNF. PENUTUP Eksistensi dari Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang semakin berkembang menjadi peluang strategis untuk dapat memberikan pelayanan pendidikan yang lebih akomodatif bagi masyarakat. Kondisi aktual Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di satu sisi masih belum mampu memberikan garansi kualitas output dari penyelnggaraan program sehingga pengembangan kemitraan dengan berbagai stakeholders perlu untuk ditingkatkan. Melalui kemitraan strategis yang dikembangkan secara sinergis, esensinya adalah membangun kepercayaan dan terciptanya atmosfer mutualis yang saling menguatkan sehingga penyelenggaran program PNF yang lebih bermutu dan berkelanjutan dapat terwujud secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat
Pembinaan Kursus dan Kelembagaan. (2010). Membangun Jejaring Kerja (Kemitraan). Direktorat Jenderal Pendidikan Non Formal dan Informal. Kementerian Pendidikan Nasional.
Rizka, M. Arief, and Dian Gustiana. "Strategi Kemitraan Penyelenggaraan Program Pendidikan Non Formal (Studi Kasus pada Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Terampil)." Jurnal Kependidikan 14.2 (2015): 169177. Pink, Daniel H. (2005). A Whole New Mind. Riverhead Books A Member of Penguin Group (USA) Inc: New York. Sallis, Edward. (2011). Manajmen Mutu Terpadu Pendidikan. Yogyakarta: Penerbit IRCiSoD Sulistiyani, Ambar Teguh. (2004). Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan. Yogyakarta: Penerbit Gava Media. Tennyson, Ros. (2003). The Parthnering Toolbook. The International Business Leaders Forum (IBLF) and the Global Alliance for Improved Nutrition. PROFIL SINGKAT Muhammad Arief Rizka S.Pd., M.Pd lahir di Selong, 24 Januari 1988. Memperoleh gelar Sarjana pada program studi PLS FIP UNY (2006) dan gelar Magister pada program studi PLS PPs UNY (2012). Saat ini, aktif sebagai Dosen Tetap Yayasan Pembina IKIP Mataram pada Program Studi PLS sekaligus sebagai Ketua Pusat Studi Kewirausahaan dan Pemberdayaan Masyarakat di IKIP Mataram. Suharyani, M.Pd lahir di Keruak, 31 Desember 1973. Memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Fakultas Tarbiyah STAIN Mataram (2002) dan gelar Magister pada program studi PLS PPs UNY (2006). Saat ini, aktif sebagai Dosen Tetap Yayasan Pembina IKIP Mataram pada Program Studi PLS sekaligus sebagai Ketua Program Studi PLS FIP IKIP Mataram.