KEMITRAAN PEMASARAN BAWANG MERAH DI KABUPATEN BREBES, JAWA TENGAH : Kasus PT Indofood Sukses Makmur Shallot Marketing Partnership in Brebes Regency Central Java: A Case of PT Indofood Sukses Makmur Bambang Sayaka dan Yana Supriatna Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161
ABSTRACT Three types of shallot marketing partnership were found in Brebes Regency, namely: (i) official partnership between the traders and PT Indofood Sukses Makmur Tbk (ISM); (ii) informal partnership between the farmers and the traders; and (iii) indirect partnership between shallot processor and PT ISM. Through marketing partnership the traders lessen of risks, the farmers got inputs credit without collateral, and the shallot processor grasped market for his product. The Regency Government played little role in shallot marketing, whereas the Central Government regulate shallot trade through formal regulation. Key words : partnership, marketing, shallot, Brebes ABSTRAK Terdapat tiga beberapa jenis kemitraan pemasaran bawang merah di Kabupaten Brebes, yaitu (i) antara pedagang bawang merah dengan PT Indofood Sukses Makmur Tbk (ISM) secara resmi; (ii) antara petani dengan pedagang dilakukan secara tidak resmi; dan (iii) antara prosesor dengan PT ISM yang dilakukan secara tidak langsung. Kemitraan memberi manfaat pedagang melalui pembagian risiko, petani mendapat kredit sarana produksi tanpa jaminan, dan prosesor memperoleh kepastian pasar dalam memasarkan produk. Pemda Kabupaten belum berperan dalam kemitraan bawang merah sedang Pemerintah Pusat mengatur perdagangan komoditas ini dengan Peraturan resmi. Kata kunci : kemitraan, pemasaran, bawang merah, Brebes
PENDAHULUAN Pemasaran produk pertanian bagi petani skala kecil umumnya merupakan titik kritis dalam rantai agribisnis. Pemerintah hanya dapat sedikit memfasilitasi dalam hal pemasaran. Misalnya, untuk pembelian hasil panen padi petani hanya disediakan dana relatif kecil dibanding total hasil panen. Dalam hal pemasaran sayuran, pemerintah menyediakan sarana transaksi berupa Sub Terminal Agribisnis (STA) yang fungsinya belum efektif. Dampaknya adalah harga yang diterima petani masih relatif berfluktuasi.
Bambang Sayaka dan Yana Supriatna
Produk pertanian umumnya memiliki sifat meruah (voluminous), mudah rusak (perishable), dan musiman (seasonal). Karakteristik produk pertanian tersebut juga berlaku bagi komoditas bawang merah yang banyak dibudidayakan di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Tidak seperti produk industri yang bentuknya bisa dirancang sehingga ringkas atau tidak memakan tempat, produk pertanian bersifat alami dan tidak mudah dikemas. Untuk mengangkut, misalnya, perlu wadah yang memadai sehingga bisa sampai kepada konsumen dengan bentuk yang masih sesuai aslinya. Kemitraan pemasaran yang banyak membantu petani dalam memasarkan produknya juga memerlukan modal sosial. Putnam (1993) mengartikan modal sosial sebagai asosiasi setingkat atau hubungan horisontal antar orang yang mengandung tiga elemen utama, yaitu kepercayaaan, norma sosial, dan jaringan sosial. Elemen-elemen tersebut selanjutnya akan mempengaruhi aktivitas dan produktivitas suatu masyarakat. Saat ini pengertian modal sosial sudah berkembang baik karena dinilai dapat memberdayakan masyarakat sebagai salah satu faktor pendukung pembangunan terutama di pedesaan. Dalam konsep modal sosial secara luas terkandung dan sangat dibutuhkan adanya nilai saling berbagai dan keseimbangan dari peran yang terorganisir dengan baik. Nilai dan peran yang terorganisir diekspresikan dalam hubungan pribadi, kepercayaan, dan akal sehat mengenai tanggung jawab bersama. Dengan demikian modal sosial tidak sekedar kuantitas dari seluruh lembaga yang ada tetapi lebih merupakan perangkat pengikat semua individu dalam masyarakat sehingga masyarakat tidak hanya menjadi kumpulan orang-orang semata (World Bank dalam Syahyuti, 2006). Berdasarkan Undang-Undang (UU) No. 20 tahun 2008 kemitraan antarUsaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan Kemitraan antara Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar mencakup proses alih keterampilan di bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber daya manusia, dan teknologi (pasal 25 ayat 2).Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 44 tahun 1997 disebutkan bahwa bentuk kemitraan ideal memerlukan saling memperkuat, saling menguntungkan dan saling menghidupi antara pihak-pihak yang terlibat. Secara umum makalah ini bertujuan menguraikan kinerja kemitraan pemasaran bawang merah di Kabupaten Brebes. Secara khusus makalah ini menguraikan lembaga kemitraan, peranan Pemda, dan manfaat kemitraan pemasaran bawang merah.
METODOLOGI
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, pada tahun 2008 menggunakan metode survei. Kemitraan yang dikaji dibatasi berupa kemitraan pemasaran yang bersifat formal dengan suatu kontrak kerja sama diantara kedua belah pihak maupun kemitraan yang bersifat informal. Responden penelitian meliputi kelompok tani bawang merah, pedagang bawang merah, Pusat Koperasi Unit Desa Jawa Tengah di Brebes, Dinas Pertanian Kehutanan dan
188
Kemitraan Pemasaran Bawang Merah di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah : Kasus PT Indofood Sukses Makmur
Konservasi Tanah, Kehutanan dan Konservasi Tanah Kabupaten Brebes, dan PT Indofood Sukses Makmur Tbk (ISM).
POTENSI SUMBER DAYA LAHAN
Luas tanam bawang merah di Indonesia pada tahun 2007 sebesar 93.694 hektar, produktivitas per hektar mencapai 8,57 ton, sehingga diperoleh produksi bawang merah yang dapat dipanen sebanyak 802.810 ton. Daerah sentra produksi bawang merah adalah Provinsi Jawa Tengah seluas 34.966 hektar, Jawa Timur 27.480 hektar, Jawa Barat 12.979 hektar, Nusa Tenggara Barat 10.754 hektar, Sulawesi Selatan 2.633 hektar, Sumatera Barat 2.347 hektar, DI Yogyakarta 1.879 hektar, Nusa Tenggara Timur 1.708 hektar, Sulawesi Tengah 1.525 hektar, Bali 1.441 hektar, Bali 1.441 hektar, Sumatera Utara 1.324 hektar, Nanggroe Aceh Darusalam seluas 1.026 hektar. Luas wilayah Kabupaten Brebes adalah 166.177 hektar dimana dari luas wilayah tersebut 38,15 persen atau 63.375 hektar diantaranya berupa lahan sawah dan selebihnya berupa hutan negara, pekarangan, tegal/perkebunan, tambak, hutan rakyat dan penggunaan lainnya. Dari luas areal sawah tersebut, pada tahun 2006 seluas 22.328 hektar (35,1%) ditanami bawang merah. Sebagai komoditas unggulan yang sekaligus menjadi andalan di Kabupaten Brebes, bawang merah dikembangkan di 10 wilayah Kecamatan yang menjadi sentra produksi komoditas utama tersebut, yaitu: Wanasari, Bulakamba, Larangan, Tanjung, Brebes, Losari, Kersana, Ketanggungan, Larangan, Jatibarang, dan Songgom. Hingga saat ini tanaman bawang merah masih menjadi primadona bagi petani di Kabupaten Brebes. Selain itu, 70 persen produksinya dipasarkan di Jawa Tengah dan 30 persen lainnya dipasok ke pasar nasional. Di Provinsi Jawa Tengah komoditas bawang merah dan cabe merah termasuk komoditas hortikultura yang potensial, disamping kentang, tomat, kubis, paprika, jamur, dan bawang putih. Dari berbagai komoditas potensial tersebut, ada tiga komoditas yang mendapat prioritas pengembangan yaitu bawang merah, cabe merah dan kentang. Lokasi Penelitian di Kabupaten Brebes merupakan sentra produksi bawang merah, selain itu adalah Tegal, Pemalang, Kendal, Demak, dan Pati. Pada kurun waktu tahun 1998 - 2006, luas areal panen bawang merah di Provinsi Jawa Tengah terlihat mengalami penurunan sebesar 0,06 persen per tahun (Tabel 1). Namun menurunnya areal panen tersebut tidak berdampak pada penurunan tingkat produksi, terlihat memperlihatkan kecenderungan meningkat sebesar 0,68 persen per tahun diiringi pula dengan adanya peningkatkan produktivitas 0,64 persen per tahun. Pada tahun 2006 luas areal panen di Provinsi Jawa Tengah mencapai sekitar 27.428 hektar dengan tingkat produksi 2.534.110 kuintal dan produktivitasnya sebesar 92,39 kuintal per hektar. Sementara itu di lokasi penelitian yaitu di Kabupaten Brebes tampak dalam periode yang sama terjadi peningkatan luas areal panen meskipun relatif sedikit
189
Bambang Sayaka dan Yana Supriatna
yaitu sebesar 0,01 persen per tahun. Adanya peningkatan luas areal panen tersebut tidak mendorong produksi dan produktivitas yang semakin meningkat, tampak menunjukkan trend yang menurun sebesar 0,70 persen per tahun untuk produksi dan produktivitasnya menurun sebesar 0,87 persen per tahun. Penurunan produksi dan produktivitas tersebut kemungkinan besar disebabkan oleh daya dukung lahan yang semakin berkurang, karena tingkat kesuburannya yang semakin rendah. Tampak bahwa tingkat produksi dan produktivitas mengalami pelandaian bahkan cenderung menurun atau dengan kata lain mengalami stagnasi. Upaya untuk meningkatkan produksi dan produktivitas bawang merah tersebut adalah melaluli perbaikan aplikasi teknologi dan rehabilitasi lahan serta meningkatkan penggunaan bibit yang berkualitas. Luas areal panen bawang merah di Kabupaten Brebes pada tahun 2006 mencapai 18.853 hektar dengan tingkat produksi 1.744.460 kuintal dan produktivitasnya 92,53 kuintal per hektar. Tampak bahwa produkitivitas komoditas bawang merah di Kabupaten Brebes masih diatas rata-rata produktivitas komoditas bawang merah di Provinsi Jawa Tengah. Tabel 1. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, 1998-2006
Tahun 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Trend (%)
Luas Panen (Ha) Jawa Brebes Tengah 21.279 15.232 38.546 26.493 25.930 16.693 29.745 21.333 27.323 18.681 31.305 21.729 27.958 19.495 28.144 19.625 27.428 18.853 -0,06
0,01
Produksi (Ku) Jawa Brebes Tengah 1.920.630 1.481.963 3.255.872 2.444.662 2.123.124 1.793.029 2.297.150 1.692.987 2.104.066 1.539.638 2.653.192 1.931.077 2.309.752 1.681.503 2.526.160 1.839.048 2.534.110 1.744.460 0,68
-0,70
Produktivitas (Ku/Ha) Jawa Brebes Tengah 90,26 97,29 84,47 92,28 82,20 107,41 77,23 79,36 77,01 82,42 84,75 88,87 82,62 86,25 89,76 93,71 92,39 92,53 0,64
-0,87
Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah (2007) Dinas Pertanian, Kehutanan dan Konservasi Tanah Kabupaten Brebes (2007)
PERKEMBANGAN HARGA
Secara nasional permintaan konsumsi bawang merah terjadi merata sepanjang tahun, sementara itu produksi diantaranya sangat tergantung pada pola tanam dan ketersediaan air. Hal ini mengakibatkan harga bawang merah mengalami fluktuasi sesuai dengan hukum penawaran dan permintaan. Data perkembangan harga bawang merah pada periode 2002-2007 yang bersumber dari hasil pemantauan Pelayanan Informasi Pasar Dinas Pertanian Kehutanan dan Konservasi Tanah Kabupaten Brebes yang diambil di Pasar Bawang Klampok disajikan pada Tabel 2.
190
Kemitraan Pemasaran Bawang Merah di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah : Kasus PT Indofood Sukses Makmur
Dari tabel di bawah ini tampak bahwa harga tertinggi bawang merah setiap tahunnya terjadi pada bulan Desember. Pada bulan Desember luas areal panen relatif sedikit karena banyak terjadi bencana alam seperti banjir dan bahkan sebelumnya mengalami kekeringan sehingga banyak petani yang tidak bisa menanam bawang merah. Padahal pada saat itu (tahun 2007) bertepatan dengan datangnya hari raya Idul Adha yang otomatis masyarakat banyak membutuhkan bawang untuk keperluan konsumsi rumah tangganya. Selain itu harga tinggi terjadi pada hari-hari besar keagamaan. Sementara itu harga terendah terjadi pada bulan Februari yang mana pada bulan tersebut jumlah produksi relatif meningkat dan dari daerah lain juga banyak seperti halnya dari Jawa Timur dan sekitarnya. Sedangkan di daerah-daerah konsumsi banyak mengalami bencana banjir sehingga kesulitan transportasi untuk menjangkaunya. Tabel 2. Perkembangan Harga Bawang Merah di Kabupaten Brebes, 2002 – 2007 (Rp/kg) Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Januari 3.493 3.426 2.281 2.995 4.939 3.150 Pebruari 3.898 3.598 2.397 3.043 5.199 2.509 Maret 3.918 4.883 3.520 4.347 6.133 3.285 April 3.550 5.317 3.363 3.860 5.293 3.036 Mei 3.708 4.658 3.518 3.943 6.017 3.751 Juni 3.740 4.097 3.307 4.465 5.868 3.929 Juli 3.454 2.968 3.574 5.104 5.829 3.350 Agustus 2.763 2.745 2.798 5.264 3.373 2.834 September 2.981 2.121 3.093 5.242 2.689 3.794 Oktober 3.867 2.992 3.224 5.253 2.280 5.758 Nopember 4.073 3.235 3.184 5.165 3.334 8.080 Desember 4.518 2.293 3.815 4.444 2.435 8.818 Rata-rata 3.535,77 3.527,75 3.172,83 4.427,08 4.449,08 4.357,83 Std.Dev 1.895,94 1.932,02 1.649,35 2.329,67 2.497,01 2.648,18 CV 0,536 0,547 0,519 0,526 0,561 0,607 Sumber: Laporan Kegiatan Pelayanan Informasi Pasar di Kabupaten Brebes, 2007 Bulan
Tampak bahwa harga bawang merah selama kurun waktu 2002-2007 cenderung berfluktuasi dan menunjukkan kecenderungan mengalami peningkatan harga setiap tahunnya sebesar 12,89 persen, terutama pada tahun 2005 dan tahun 2006. Dilihat dari koefisien variasinya dari tahun 2002 hingga tahun 2007 cenderung berfluktuasi dan lebih signifikan terjadi pada tahun 2004–2007. Terjadinya fluktuasi harga tersebut antara lain disebabkan oleh merebaknya bawang merah impor yang berasal dari Filipina, Thailand, Birma, dan Vietnam. Sejak tahun 1990-an bawang merah impor tersebut telah masuk ke Indonesia secara illegal dan telah menekan harga bawang nasional (lokal) sehingga berdampak pada menurunnya pendapatan petani bawang. Bawang merah impor tersebut biasanya masuk pada bulan 1-4 pada saat petani kekurangan bibit untuk
191
Bambang Sayaka dan Yana Supriatna
pertanaman musim kemarau-2 (MK-2). Dalam hal produktivitas, bawang merah impor relatif sama dengan bawang lokal tetapi dalam bentuk fisik lebih besar. Upaya untuk mengatasi gempuran bawang merah impor yang mengakibatkan penurunan harga cukup drastis di tingkat petani diusulkan agar pemerintah pusat berupaya untuk menerapkan tata niaga impor dan pemerintah daerah perlu menyusun upaya pengaturan pola tanam yang baik, penanganan pasca panen, pengembangan jaringan pemasaran maupun pembangunan gudang penyimpanan. Dengan demikian, produksi bawang merah tidak akan surplus dan harga komoditas ini bisa dikendalikan di tingkat petani. Namun demikian apabila melarang impor secara langsung jelas tidak mungkin karena melanggar aturan WTO dan komoditas bawang merah belum dapat dimasukkan dalam kategori produk spesial (special product) yang harus dilindungi dari pasar bebas. Bawang merah yang masuk ke Indonesia menurut dokumen impornya untuk konsumsi, namun ternyata ada yang digunakan untuk benih dan ternyata lolos dari pemeriksaan karantina. Selain itu banyak juga bawang merah dari luar Brebes yang masuk ke Brebes kemudian diakui sebagai bawang merah Brebes untuk selanjutnya di kirim ke Jakarta. Ini juga membuat harga bawang merah di Brebes anjlok. Anjloknya harga bawang merah di Brebes juga akibat ulah petani dan pedagang bawang merah di Brebes sendiri. Mereka membeli bawang merah dari luar Brebes lalu di bawa ke Brebes, setelah itu baru dijual ke Jakarta, Sulawesi, dan Sumatera. Barang–barang yang diperoleh dari luar Brebes dijual dengan mengatasnamakan bawang merah Brebes. Terkait dengan itu Pemerintah Kabupaten Brebes telah melakukan pembatasan areal tanam bawang merah, yang ditetapkan maksimal 20.000 hektar. Namun, petani ataupun pedagang besar yang punya modal mengembangkan produksinya di luar Brebes. Bawang merah produk luar ini kemudian dibawa ke Brebes dan dijual sebagai bawang merah Brebes.
KELEMBAGAAN KEMITRAAN PEMASARAN KOMODITAS BAWANG MERAH
Kemitraan antara Kelompok Tani dengan Pedagang Pada kegiatan usaha tani bawang merah, fakta di lapangan memperlihatkan ada beberapa permasalahan yang dihadapi, yaitu: (i) rendahnya skala penguasaan lahan usaha tani, (ii) permodalan usaha tani yang relatif terbatas, dan (iii) seringnya petani menghadapi fluktuasi harga. Sementara itu, dari aspek teknologi budidayanya antara lain: (a) perilaku serangan hama dan penyakit yang sulit diprediksi oleh petani sehingga menyulitkan pula dalam pengendaliannya secara dini, (b) kondisi iklim yang tidak menentu sehingga sangat berpengaruh terhadap ketersediaan air yang diperlukan untuk usaha tani, (c) daya dukung lahan semakin berkurang karena tingkat kesuburan yang semakin rendah yang berakibat tingkat produktivitas semakin melandai (kenaikan produksi mengalami stagnasi) sehingga diperlukan biaya tinggi untuk pemulihannya, (d) pada umumnya belum tersedia bibit/benih bawang merah yang berkualitas atau berlabel dalam jumlah yang mencukupi sehingga peningkatan produksi terhambat terutama pada MK 2.
192
Kemitraan Pemasaran Bawang Merah di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah : Kasus PT Indofood Sukses Makmur
Di Kabupaten Brebes tidak ditemukan kerja sama kemitraan pemasaran antara petani dengan Perusahaan Mitra, yaitu PT Indofood Sukses Makmur (ISM) Tbk. Kelompok Tani atau petani menjual secara bebas kepada pedagang pengumpul atau melakukan kontrak secara tidak resmi kepada pedagang besar yang berperan sebagai pemasok (supplier) kepada PT ISM. Pedagang biasanya memberi bantuan kredit tanpa jaminan sarana produksi kepada Kelompok Tani (KT) atau petani. Pada musim panen KT atau petani menjual hasil panennya kepada pedagang tersebut dan membayar kredit sarana produksi yang telah diperoleh sebelumnya. Focus Group Discussion (FGD) non-Kemitraan usaha tani komoditas bawang merah dilakukan pada KT Tani Makmur di Desa Klampok, Kecamatan Wanasari. Dari 17 kecamatan di Kabupaten Brebes, salah satu sentra bawang merah terluas adalah Kecamatan Wanasari. KT Tani Makmur didirikan sejak tahun 1970 dengan jumlah anggota 42 orang, dengan penguasaan lahan seluruhnya seluas 30 hektar, rata-rata pemilikan lahan sawah 0,35 hektar, dan lahan tegalan 0,25 hektar. Selain memiliki dan menggarap lahan sendiri juga 45 persen anggotanya menyewa lahan sawah dengan nilai sewa Rp 8.571.500/tahun/hektar. Rata-rata umur anggota kelompok tani tersebut 45 tahun dengan kisaran 35 – 65 tahun, dan rata-rata pendidikan tamat SD (6 tahun) dengan kisaran 4 – 9 tahun. Sumber pendapatan dominan berasal dari pertanian (bawang merah dan padi), dan sebagian kecil dari ternak. Pola tanam dominan di Desa Klampok adalah monokultur komoditas bawang merah. Seandainya Kelompok Tani melakukan kemitraan dengan PT ISM kemungkinan besar tidak akan berjalan dengan baik karena membutuhkan modal yang besar serta kontinyuitas pasokan yang belum tentu kelompok dapat memenuhinya. Kadang-kadang petani tidak menjual hasil panennya kepada pedagang yang memberi kredit tetapi menjual kepada pedagang lain yang membeli dengah harga sedikit lebih tinggi. Walaupun demikian petani tetap membayar kredit yang sudah diperoleh secara tunai. Dalam hal ini tidak ada hambatan informasi (asymmetric information) antara petani dan pedagang bawang merah tentang harga jual komoditas ini saat panen. Petani juga tidak perlu membayar biaya lain-lain (transcational cost) dalam mendapatkan kredit saran produksi dari pedagang maupun dalam memasarkan bawang merah. Kemitraan antara Pedagang Bawang Merah dengan PT ISM PT ISM berhubungan langsung dengan supplier atau pedagang besar dalam pembelian bawang merah segar. Terkait dengan kegiatan kemitraan tersebut, sebaiknya melibatkan peran Dinas Pertanian untuk melakukan pendampingan dan pembinaan teknis serta memonitor kemitraan usaha tersebut. Hal ini dengan pertimbangan bahwa permasalahan yang sering muncul dalam kemitraan adalah: (i) perusahaan seolah-olah menolong pada mitra, namun bukan merupakan mitra sejajar yang saling membutuhkan; (ii) petani selalu dalam posisi lemah, sehingga tidak memiliki posisi tawar; (iii) di tingkat petani diperlukan perubahan pola pikir yang mendasar untuk membangun kekuatan sehingga memiliki posisi tawar yang kuat. Terkait dengan kemitraan ini, berdasarkan pengamatan di lapang memang tidak memungkinkan kemitraan tersebut dilakukan antara perusahaan dengan petani atau KT karena dibutuhkan modal yang besar
193
Bambang Sayaka dan Yana Supriatna
dan kontinyuitas pasokan. Dalam memasok bawang merah ke PT ISM, pemasok tidak selalu bisa memperoleh keuntungan dan hal ini akan sangat sulit ditanggulangi oleh KT. Salah satu mitra PT ISM adalah Bapak Yoso Mitro yang telah melakukan kerja sama dengan PT ISM sejak tahun 2000 dan memasok ke Pabrik PT ISM di Cikampek dan Semarang. Persyaratan yang diminta oleh PT ISM adalah jenis bawang merah asli Brebes dengan ukuran biji kecil atau berdiameter sekitar 1 cm dan tidak busuk. Jumlah pasokan dari supplier ke PT ISM berkisar 50 – 60 ton per bulan. Diperkirakan jumlah pasokan dari wilayah Brebes ke PT ISM berkisar 450 – 500 ton per bulan. PT ISM juga bermitra secara formal dengan PUSKUD Jawa Tengah di Brebes. Walaupun demikian kontrak tersebut oleh PUSKUD dijual kepada beberapa pedagang bawang merah di Brebes dengan imbalan Rp 100 per kilogram karena PUSKUD tidak mau menanggung risiko kerugian jika memasok bawang merah langsung kepada PT ISM. Di sini pedagang yang melakukan sub kontrak dengan PUSKUD harus membayar transcational cost (biaya transaksi). Mekanisme kerja sama dengan PT ISM adalah dengan menggunakan sistem kontrak harga yang diperbaharui setiap satu bulan sekali dengan penawaran harga tertulis melalui fax. Pada akhir bulan perusahaan akan mengajukan surat penawaran harga kepada PT ISM. Kontrak harga dilakukan setiap bulan pada tanggal 28 yang diterima oleh manajemen gudang PT ISM di Cikampek (Jawa Barat), Semarang (Jawa Tengah), dan Pasuruan (Jawa Timur). Surat ini kemudian akan dibalas dengan surat penetapan harga yang mencantumkan harga yang disetujui oleh pihak PT ISM dan harga tersebut yang akan digunakan dalam sebulan sampai ada pembaharuan harga kembali. Pembayaran dilakukan oleh PT ISM melalui bank BCA/BUKOPIN dengan transfer dana selama 21 hari setelah bawang merah diterima oleh PT ISM. Harga bawang merah pada periode Mei 2008 berkisar Rp 7.500 - Rp 8.750 per kg. Harga ini dapat berubah tiap bulan sesuai dengan pembaharuan kontrak yang dilakukan. Para supplier kesulitan dalam memenuhi pasokan kepada PT ISM apabila produksi bawang merah petani berkurang yang disebabkan oleh pengaruh iklim serta kecenderungan produktivitas bawang merah Brebes yang semakin menurun. Penawaran harga antara pedagang dengan PT ISM tidak langsung tetapi hanya melalui fax menimbulkan dugaan bahwa ada oknum dalam PT ISM yang ikut berperan memainkan harga. Dengan demikian kemungkinan besar sebenarnya harga yang ditawarkan dari PT ISM bukan harga resmi tetapi sudah dimanipulasi oleh oknum tersebut. Ada asymmetric information yang dialami pedagang bawang merah sebagai supplier sehingga harga jual yang diperoleh terlalu rendah. Dalam hal ini kemungkinan besar ada oknum yang melakukan moral hazard dengan menekan harga jual dari pedagang ke PT ISM sehingga oknum tersebut bisa memperoleh keuntungan sebesar-besarnya.
Kemitraan antara Prosesor Bawang Merah dengan PT ISM Secara nasional permintaan konsumsi bawang merah terjadi merata sepanjang tahun, sementara itu produksi sangat tergantung pada pola tanam dan
194
Kemitraan Pemasaran Bawang Merah di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah : Kasus PT Indofood Sukses Makmur
ketersediaan air. Hal ini mengakibatkan harga bawang merah mengalami fluktuasi sesuai dengan pasokan dan permintaan. Dengan asumsi bahwa kebutuhan konsumsi bawang merah adalah 4,56 kg/kapita/tahun (0,38 kg/kapita/bulan) maka kebutuhan konsumsi bawang merah secara nasional adalah sekitar 750.000 ton/tahun atau sekitar 62.500 ton/bulan. Salah satu bentuk pengolahan bawang merah yang dapat meningkatkan umur ketahanan dan memberikan nilai tambah (added value) adalah bawang goreng. Produk olahan ini bisa bertahan 7 sampai 10 bulan. Pada dasarnya semua jenis bawang merah dapat diolah menjadi bawang goreng, tetapi jenis bawang merah yang cocok untuk industri bawang goreng adalah varietas Sumenep. Bawang goreng yang dihasilkan dari varietas tersebut berwarna kuning kecoklatan, beraroma wangi dan gurih. Bawang merah yang diolah menjadi produk bawang goreng memiliki sifat lebih tahan lama, yaitu dapat disimpan sampai dengan satu tahun. Sedangkan bawang merah mentah hanya dapat bertahan maksimal enam bulan. Dari segi cita rasa, proses produksi bawang goreng menjadikan produk lebih enak dalam rasa dan aroma serta memperbaiki penampilan. Kemudian produk siap dikonsumsi, baik oleh konsumen akhir maupun oleh konsumen industri seperti perusahaan mie instan. Alur proses produksi bawang goreng adalah sebagai berikut: penyediaan bahan baku bawang merah segar, penggesahan/pengupasan, pencucian, pengirisan, penirisan air, pencampuran tepung, penggorengan, penirisan minyak, pengayakan, penyortiran, dan pengemasan. Yang dimaksud dengan penggesahan adalah pengelupasan kulit bawang yang telah mengering. Penggesahan dilakukan dengan menggunakan tangan sehingga kulit itu terlepas dengan sendirinya. Bawang goreng yang dihasilkan mempunyai tiga grade. Grade-1 dengan campuran tepung 5-10 persen, grade-2 dengan campuran tepung 16-30 persen; Grade-3 dengan campuran tepung 31-45 persen. Salah satu produsen bawang goreng di Brebes adalah H.M. Suharto yang bergerak dalam usaha ini sejak tahun 1999 dengan nama UD Cahaya Tani. Perusahaan ini memasarkan produk bawang gorengnya untuk memenuhi konsumen industri, yaitu PT ISM melalui pihak ketiga (90%) dan kios-kios pusat oleh-oleh di Brebes (10%). Dengan demikian perusahaan milik H.M. Suharto memproduksi bawang goreng untuk memenuhi permintaan pelanggan atau konsumen yang terdiri dari konsumen industri dan kios-kios di Brebes. PT ISM sebagai konsumen terbesar bawang goreng sangat ketat dalam menerima produk bawang goreng sebagai bumbu mie instan dan bawang goreng yang telah ditentukan oleh PT ISM. Jika produk bawang goreng yang diterimanya tidak sesuai dengan standar produk yang telah ditentukan, maka PT ISM akan menolak dan langsung mengembalikannya pada pemasok. Penolakan produk tersebut biasanya disebabkan antara lain oleh kadar air dan kadar minyak yang berlebihan, warna hasil gorengan terlalu coklat, dan adanya benda asing. Apabila penolakan tersebut tidak direspon secara cepat oleh pemasok, maka tidak menutup kemungkinan PT ISM akan mencari produsen lain untuk memasok bawang goreng yang sesuai dengan standar produk bawang goreng PT ISM.
195
Bambang Sayaka dan Yana Supriatna
Kegiatan pengolahan bawang merah menjadi bawang goreng pada perusahaan milik H.M. Suharto membutuhkan bahan baku utama dan bahan tambahan. Bahan baku utama pembuatan bawang goreng adalah bawang merah varietas Sumenep, varietas Brebes, dan varietas Burma. Untuk bahan tambahan yang digunakan adalah tepung tapioka, tepung gaplek, tepung beras dan minyak goreng Barco. Tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan bawang goreng tersebut adalah penduduk sekitar perusahaan. Sehingga perusahaan turut menyerap tenaga kerja yang ada didesa tersebut atau dengan kata lain perusahaan turut memajukan kehidupan dasarnya dan kehidupan sosial penduduk sekitar. Proses produksi pembuatan bawang goreng pada perusahaan ini dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama adalah tahap produksi sampai produk setengah jadi yang terdiri dari penjemuran, pengupasan, pencucian, pengirisan, pengurangan kadar air, pencampuran dengan adonan tepung, penggorengan, pengurangan kadar minyak dan penirisan. Tahap kedua adalah tahap produksi setengah jadi sampai pengemasan yang terdiri dari pengayakan, pengipasan, metal detektor, penyortiran dan pengemasan. Sedangkan kapasitas produksi bawang goreng yang dihasilkan oleh perusahaan ini 3,5 ton per hari. Jumlah permintaan bawang goreng untuk kios-kios tersebut adalah sebesar 10 persen dari produksi bawang goreng perusahaan tersebut dan selebihnya untuk PT ISM yang merupakan perusahaan mie instan terbesar di Indonesia berlokasi di Cikampek, Semarang dan Surabaya. Jumlah permintaan bawang goreng PT ISM adalah sekitar 30 – 50 ton per bulan. PT ISM menerima pasokan bawang goreng dari perusahaan ini sejak bulan Juni tahun 2005. Sistem pesanan bawang goreng dari PT ISM melalui perantara atau pihak ketiga dan belum dilakukan secara langsung. Pengawasan mutu bawang merah segar dilakukan segera setelah bawang merah segar tersebut tiba di rumah. Setelah itu dilakukan pemeriksaan jumlah pesanan bawang merah segar oleh pihak pembeli dan penjual. Menurut Ditjen TPH (1997) pengawasan mutu tersebut meliputi keseragaman varietas (seragam), tingkat ketuaan (tua-cukup tua), kekerasan (keras-cukup keras), kerusakan maksimum (5-8%), busuk maksimum (1-2%), kotoran maksimum (0%). Bahan baku bawang merah selain ditanam sendiri oleh perusahaan juga didapat dari para petani sekitar. Tata cara pengumpulan bahan baku tersebut dengan menempatkan orang-orang kepercayaan pada setiap sentra bawang merah dengan memberikan fee sebesar seratus rupiah per kilogramnya. Bahan penolong seperti tepung tapioka, tepung beras, minyak tanah, minyak goreng dan lainnya diperoleh melalui pemasok dengan sistem kontrak maupun hubungan dagang biasa. Ketersediaan bahan baku dan bahan penolong menjadi hal yang sangat penting untuk kelangsungan produksi. Untuk menjaga kelangsungan produksi mutlak harus terjalin kerja sama yang baik dengan pemasok bawang merah mentah. Pemasok merupakan salah satu mata rantai dalam proses produksi. Karena dengan adanya pemasok maka kontinuitas pengadaan bahan baku dapat terus terjaga keberadaannya. Untuk pengadaan bahan baku tersebut H.M. Suharto
196
Kemitraan Pemasaran Bawang Merah di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah : Kasus PT Indofood Sukses Makmur
juga menjalin kerja sama dengan para petani sekitar dengan memberikan bantuan bibit seluas 8 – 15 hektar. Bentuk kerja sama dengan pemasok adalah sistem lepas artinya perusahaan tidak terpaku pada satu pemasok saja. Perusahaan akan mencari bahan baku dari pemasok lain. Hal ini terjadi jika pasokan dari pemasok tetap tidak memenuhi kebutuhan yang diminta oleh perusahaan. Sistem pembayaran dengan pihak pemasok yaitu dengan pembayaran tunai, bilyet giro dan kredit dengan tenggang waktu maksimal satu bulan dan minimal 2 minggu. Sementara untuk pembayaran dengan petani, perusahaan berusaha untuk membayarnya dengan pembayaran tunai. Mekanisme dalam penyediaan bahan baku dan bahan penolong untuk memenuhi kebutuhan yaitu perusahaan dapat membeli langsung ke sumber penyediaan bahan baku dan melakukan pembelian melalui pemasok. Pertimbangannya adalah dapat menyediakan bahan baku dengan mutu yang baik, pengiriman yang tepat waktu dan biaya yang rendah. Pemasok berperan penting dalam pengadaan bahan baku. Dengan demikian hubungan pemasok dengan pelanggan adalah (i) memenuhi proses kerja sama kedua belah pihak, (ii) menerima persyaratan yang tercermin dalam kesanggupan pemasok dan kebutuhan pelanggan, dan (iii) didasarkan kepada saling menghargai, saling menguntungkan dan saling percaya. Terdapat asymmetric information dalam kemitraan antara prosesor bawang dengan PT ISM karena tidak dilakukan secara langsung. Pihak ketiga atau perantara menentukan harga beli PT ISM yang secara pasti harga tersebut tidak diketahui oleh prosesor. Selisih harga jual bawang merah dari prosesor ke perantara dengan harga jual dari perantara ke PT ISM bisa dikatakan merupakan transactional cost yang harus dibayar oleh prosesor.
MANFAAT KEMITRAAN
Pada kegiatan kemitraan pemasaran antara pedagang besar/supplier bawang merah dengan PT ISM terdapat hak dan kewajiban diantara kedua belah pihak yang melakukan kerja sama tersebut. Hak dan kewajiban tersebut secara formal tercatat dalam suatu klausul kesepakatan secara tertulis (MoU) atau suatu nota kesepahaman antara PT ISM dengan PUSKUD Jawa Tengah di Brebes. Kewajiban supplier dalam kegiatan Kemitraan ini antara lain: memasok bawang merah sesuai dengan jumlah (kuota), spesifikasi serta kualitas yang telah disepakati, dan mengirim produk tersebut sampai ke gudang pabrik. Sementara itu, kewajiban pihak perusahaan (PT ISM) antara lain: membeli semua hasil bawang merah sesuai kesepakatan pada kontrak harga yang telah disepakati kedua belah pihak dan mengawasi dan memberikan saran atas kegiatan pasokan produk yang dilakukan oleh supplier. Adapun Hak supplier dalam kegiatan Kemitraan ini antara lain: mendapatkan pembayaran atas bawang merah yang telah dikirimkan sesuai dengan harga yang telah disepakati dalam kontrak harga dan mendapatkan
197
Bambang Sayaka dan Yana Supriatna
bimbingan dalam hal kebersamaan Kemitraan pemasaran. Sementara itu, hak pihak perusahaan (PT ISM) antara lain: mendapatkan bawang merah sesuai dengan jumlah (kuota) dan spesifikasi serta kualitas yang disepakati dan menerima produk tersebut di gudang pabrik PT ISM. Petani mendapat manfaat kemitraan secara tidak resmi dengan pedagang besar melalui kredit sarana produksi tanpa jaminan yang bisa dibayar setelah panen. Walaupun demikian petani sering tidak menepati janjinya dengan menjual hasil panen bawang merah kepada pedagang yang memberi kredit, tetapi menjual kepada pedagang lain yang membeli dengan harga lebih tinggi. Walaupun demikian petani tetap membayar kredit secara tunai kepada pedagang yang memberi kredit tersebut. Pedagang besar dengan melakukan kemitraan mendapat manfaat melalui pembagian risiko pemasaran. Selama 12 bulan dalam setahun biasanya pedagang rugi 4 kali dan untung 8 kali dari penjualan bawang merah ke PT ISM. Dengan demikian ada keuntungan bersih sekitar 4 bulan dalam setahun. Hal ini dilakukan oleh pedagang karena penjualan ke PT ISM bukan satu-satunya tujuan pemasaran, tetapi mereka juga memasarkan ke pembeli lain termasuk penjualan antar pulau. Prosesor bawang merah mendapat manfaat melalui pemasaran sebagian besar produknya ke PT ISM. Walaupun keuntungan yang diperoleh oleh prosesor belum maksimal karena harus melalui perantara, tetapi sepanjang tahun bisa menjual produk olahan secara pasti kepada PT ISM dengan menyerap banyak tenaga kerja.
PERAN PEMERINTAH DALAM PEGEMBANGAN KOMODITAS BAWANG MERAH
Mengingat komoditas bawang merah telah menjadi komoditas unggulan Kabupaten Brebes, Pemerintah Kabupaten Brebes beserta dinas/instansi terkait berusaha keras untuk berperan serta dalam melestarikan dan mengembangkannya. Pada umumya pola tanam yang dilakukan oleh sebagian besar petani adalah pada musim hujan (MH) umumnya tanaman yang dibudidayakan adalah padi, kemudian menjelang awal kemarau pertama (MK 1) mulai melakukan penanaman bawang merah sampai dengan musim kemarau kedua (MK 2). Salah satu upaya yang telah dilakukan oleh Pemda dan instansi terkait adalah menerapkan pola tanam, yaitu pertama ditanami bawang merah lebih dahulu, kemudian dilanjutkan tanaman padi, kemudian bawang merah lagi (bawang merah – padi – bawang merah). Pola tanam seperti itu dimaksudkan untuk menjaga tingkat kesuburan tanah sepanjang tahun sehingga tanaman mampu tumbuh, berkembang, dan berproduksi secara optimal. Hal ini bertolak belakang jika sepanjang tahun hanya ditanami satu jenis tanaman yang berakibat terus merosotnya tingkat kesuburan tanah. Selain itu juga harus dicermati sistem irigasinya karena tanaman bawang merah membutuhkan air lebih banyak dibandingkan dengan tanaman padi. Selain itu, perlu dijalin kerja sama dengan
198
Kemitraan Pemasaran Bawang Merah di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah : Kasus PT Indofood Sukses Makmur
distributor pupuk karena setiap bulan dibutuhkan puluhan bahkan ratusan ton pupuk organik dan anorganik. Demikian pula dalam hal pengadaan bibit unggul. Rata-rata kebutuhan bibit adalah 1,2 ton per hektar yang mana 40 persen diantaranya masih harus dipasok dari luar negeri, khususnya dari Filipina untuk pertanaman pada musim kemarau -2 (MK-II). Prioritas dalam strategi operasional dari Pemerintah Daerah Kabupaten Brebes melalui Dinas Pertanian Kehutanan dan Konservasi Tanah Kabupaten Brebes dalam upaya pengembangan komoditas bawang merah adalah sebagai berikut: (1) Membentuk kelompok-kelompok tani yang mampu melaksanakan usaha tani bawang merah dengan teknologi ramah lingkungan dan hemat biaya; (2) Membentuk penangkar dan produsen benih bawang merah yang mampu menghasilkan benih yang berlabel; (3) Fasilitasi penyediaan sarana dan prasarana produksi; (4) Peningkatan kualitas SDM (aparat, penyuluh dan petani) melalui pelatihan, magang, penyuluhan dan sebagainya; (5) Mendorong aktivitas kerja Asosiasi Bawang Merah Indonesia (ABMI) dalam rangka mendukung prospek pasar yang lebih baik. Sementara itu prioritas penunjang strategi operasional tersebut adalah: (1) Pemberdayaan petani penangkar dan produsen benih bawang merah melalui fasilitasi bantuan modal usaha dan pelatihan; (2) Pemberdayaan petani dan kelompok tani dalam berusaha tani yang efisien dan ramah lingkungan melalui fasilitasi Bantuan Modal Pinjaman Langsung Masyarakat dengan memanfaatkan anggaran Dekonsentrasi maupun APBD; (3) Sosialisasi teknologi produksi yang ramah lingkungan dan hemat biaya untuk menjamin kelangsungan usaha agribisnis yang berkelanjutan; dan (4) Pengembangan kemitraan usaha terutama dalam penyediaan sarana produksi (pupuk) dan pemasaran serta pengolahan hasil. Kapasitas Dinas Pertanian dalam konteks kegiatan kerja sama (kemitraan), biasanya hanya merupakan fasilitator sekaligus menjadi mediator antara yang melakukan kegiatan kemitraan, serta melakukan pemantauan pelaksanaan kegiatan tersebut di lapangan. Dengan demikian kegiatan kemitraan juga melibatkan Dinas secara tidak langsung. Bahkan dalam satu kesempatan Dinas Pertanian juga bertindak sebagai pihak ke tiga dalam pemberdayaan permodalan para petani atau kelompok tani, melalui program-program pembiayaan yang ada di Dinas Pertanian Kabupaten diantaranya melalui dana APBD maupun dana dekonsentrasi yang disalurkan oleh Pemkab setempat. Di Kabupaten Brebes tidak ditemukan kerja sama kemitraan pemasaran antara petani dan Perusahaan Mitra, dalam hal ini adalah PT ISM. Namun kegiatan kemitraan pemasaran tersebut terjadi melalui MoU (sistem kontrak harga) dengan supplier/pedagang besar dan PUSKUD Perwakilan Jawa Tengah di Brebes. Kontrak harga yang selama ini dilakukan setiap bulan pada tanggal 28 diterima di gudang PT ISM di Cikampek, Semarang dan Pasuruan. Kegiatan kerja sama tersebut selama ini sama sekali tidak melibatkan Dinas Pertanian Kehutanan dan Konservasi Tanah Kabupaten Brebes. PT ISM berhubungan langsung dengan supplier/pedagang besar. Terkait dengan kegiatan kemitraan tersebut, sebaiknya PT ISM melibatkan peran Dinas Pertanian untuk melakukan pendampingan dan pembinaan teknis serta memonitor kemitraan usaha tersebut. Hal ini dengan pertimbangan bahwa permasalahan yang sering muncul dalam kemitraan adalah:
199
Bambang Sayaka dan Yana Supriatna
(1) Perusahaan seolah-olah menolong pada mitra, namun bukan merupakan mitra sejajar yang saling membutuhkan; (2) Petani selalu dalam posisi lemah, sehingga tidak memiliki posisi tawar; (3) Di tingkat petani diperlukan perubahan pola pikir yang mendasar, untuk membangun kekuatan sehingga memiliki posisi tawar yang kuat. Terkait dengan kemitraan ini, berdasarkan pengamatan di lapang memang tidak memungkinkan kemitraan tersebut dilakukan antara perusahaan dengan petani atau kelompok tani, karena dibutuhkan modal yang besar dan kontinyuitas pasokan. Merebaknya bawang merah impor yang berasal dari Filipina, Thailand, Burma, dan Vietnam sejak tahun 1990-an yang masuk ke Indonesia secara illegal telah memukul harga bawang nasional (lokal) sehingga dengan membanjirnya bawang impor berdampak pada menurunnya pendapatan petani bawang. Terkait dengan itu, pembatasan bawang impor menjadi hal penting untuk meningkatkan kinerja usaha tani bawang nasional yang memiliki potensi untuk dikembangkan lebih tinggi lagi, oleh karena itu dibutuhkan adanya pengaturan tataniaga impor oleh pemerintah pusat. Terkait dengan hal itu, telah dikeluarkan Permen Keuangan RI No. 591/ 2004 dengan menaikkan bea masuk bawang impor yang sebelumnya 5 persen menjadi 25 persen. Di sisi lain, dari segi persyaratan dan tindakan karantina tumbuhan untuk pemasukan hasil tumbuhan hidup berupa sayuran umbi lapis segar ke dalam wilayah negara Republik Indonesia telah diatur melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 18/Permentan/OT.140/2/2008 yang ditetapkan pada tanggal 26 Februari 2008. Salah satu pasal dari peraturan tersebut berisi tentang hasil tumbuhan hidup berupa sayuran umbi lapis segar yang dimasukkan ke dalam wilayah Republik Indonesia wajib: (1) dilengkapi sertifikat kesehatan tumbuhan dari negara asal dan negara transit, (2) melalui tempat-tempat pemasukan yang ditetapkan, (3) dilaporkan dan diserahkan kepada Petugas Karantina tumbuhan di tempat-tempat pemasukan untuk keperluan tindakan karantina tumbuhan. Peraturan-peraturan tersebut diharapkan akan membawa dampak perbaikan bagi kinerja usaha tani bawang merah nasional secara umum, dan khususnya kinerja usaha tani bawang merah di Brebes.
KESIMPULAN DAN SARAN
Petani mendapat manfaat kredit sarana produksi tanpa agunan dari pedagang yang tidak mungkin diperoleh melalui program pemerintah maupun lembaga keuangan resmi. Keuntungan pemasok bawang merah ke PT ISM adalah diversifikasi risiko pemasaran. Sedangkan prosesor bawang merah relatif beruntung dengan memasarkan sebagian besar produknya ke perusahaan. Kemitraan pemasaran bawang merah segar antara PT ISM hanya berlangsung dengan pedagang atau melalui KUD, tidak ada yang langsung dengan petani. Keterbatasan modal dan skala usaha akan sulit bagi kelompok tani untuk melakukan kemitraan pemasaran dengan prosesor. Sedangkan kemitraan pemasaran bawang merah olahan dengan PT ISM masih harus melalui pihak ketiga.
200
Kemitraan Pemasaran Bawang Merah di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah : Kasus PT Indofood Sukses Makmur
Terdapat asymmetric information dalam kemitraan pemasaran bawang merah antara pedagang dengan PT ISM dan antara prosesor bawang merah dengan PT ISM. Transactional cost secara langsung dibayar oleh pedagang yang melakukan sub kontrak dengan PUSKUD Jawa Tengah di Brebes. Secara tidak langsung prosesor bawang merah di Brebes juga membayar transactional cost melalui perantara. Peranan Pemda belum ada dalam kemitraan pemasaran bawang merah karena pihak perusahaan tidak mau melibatkan Pemda. Pemerintah Pusat berperan melalui pengaturan perdagangan, terutama impor bawang merah ke sentra produksi termasuk kabupaten Brebes. KUD sebaiknya bukan hanya menjual kontrak kepada pedagang agar risiko minimal dan mendapat fee tetap. Seharusnya KUD dikelola oleh pengurus yang memiliki jiwa wiraswasta yang kuat sehingga lembaga ini bisa berperan lebih baik dalam menggerakkan perekonomian rakyat. Kemitraan langsung antara kelompok tani atau petani bawang merah dengan perusahaan tidak mungkin dilakukan karena keterbatasan modal. Untuk itu lebih baik pemerintah menyediakan kredit sarana produksi yang lebih terjangkau bagi petani. Sebaiknya pedagang besar sebagai perusahaan perorangan membuat badan hukum sehingga lebih mudah membuat kontrak secara langsung ke perusahaan. Diversifikasi produk melalui pengolahan pasca panen dapat meningkatkan nilai tambah dan menyerap tenaga kerja dalam jumlah memadai jika pemasaran produk olahan relatif terjamin.
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah. 2007. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, 1998-2006 Dinas
Pertanian, Kehutanan dan Konservasi Tanah Kabupaten Brebes. 2007. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, 1998-2006
Pelayanan Informasi Pasar Di Kabupaten Brebes. Perkembangan Harga Per Bulan Komoditas Bawang Merah di Kabupaten Brebes, 2002 – 2007 (Rp/kg). Brebes. Peraturan Menteri Keuangan RI No. 591. 2004. Bea Masuk Bawang Impor. Jakarta. Peraturan Pemerintah No. 44. 1997. Kemitraan. Jakarta. Syahyuti. 2006. 30 Konsep Penting dalam Pembangunan Pedesaan dan Pertanian. PT Bina Rena Pariwara. Jakarta. Undang-Undang (UU) No. 20. 2008. Kemitraan antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar. Jakarta.
201