LAPORAN LOKAKARYA
Kemitraan dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Bogor, 5 Februari 2013
KE M I T RA A N DA LAM PE N GE LOLAAN K AWASAN KONSERVASI PER AIR AN
1
Lokakarya Kemitraan Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Penanggung Jawab: Toni Ruchimat Direktur Kawasan Konservasi dan Jenis Ikan, Ditjen KP3K Kementerian Kelautan dan Perikanan Tridoyo Kusumastanto Kepala Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB Pahala Nainggolan MPAG-USAID Chief of Party Tim Penyusun: Luky Adrianto (Fasilitator Utama) Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, IPB/ Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK- IPB M. Arsyad Nawawi (Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, IPB), A. Solihin (Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, IPB)
Laporan ini terwujud berkat dukungan dari rakyat Amerika melalui the United States Agency for International Development (USAID). Isi dokumen ini merupakan tanggung jawab Marine Protected Areas Governance (MPAG), serta tidak serta-merta mencerminkan pandangan USAID maupun Pemerintah Amerika Serikat.
2
K E M I T RAAN DALAM PE N GE LOL AAN KAWASAN KONSERVASI PER AIR AN
KATA PENGANTAR
L
aporan ini merupakan hasil sintesis dari Lokakarya Kemitraan Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan yang diselenggarakan secara kolaboratif dengan Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan, MPAG-USAID, dan segenap pelaku konservasi perairan. Lokakarya ini difasilitasi pelaksanaannya oleh Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor. Terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya disampaikan kepada kepada segenap peserta lokakarya dan pemangku kepentingan pengelolaan kawasan konservasi perairan yang telah berkontribusi dalam pelaksanaan dan penyusunan laporan lokakarya ini melalui pembentukan kerangka pikir serta mendiskusikan hal-hal yang terkait dengan dinamika pengelolaan kawasan konservasi perairan. Kepada segenap anggota tim penyusun yang telah memberikan kontribusi berupa pemikiran dan kesempatan untuk berdiskusi hingga selesainya penyusunan laporan ini, kami juga memberikan penghargaan dan terimakasih yang sebesarbesarnya. Tiada gading yang tak retak, demikian peribahasa mengatakan untuk sesuatu yang tiada lengkap sempurna. Demikian pula laporan ini, kami sangat berharap agar dapat terus disempurnakan sesuai dengan perkembangan dan dinamika pengelolaan kawasan konservasi perairan di lapangan. Semoga laporan ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya. Bogor, 15 Maret 2013
Tim Penyusun
KE M I T RA A N DA LAM PE N GE LOLAAN K AWASAN KONSERVASI PER AIR AN
3
DAFTAR ISI Kata Pengantar ...................................................................................................... 3 Daftar Isi ................................................................................................................. 5 Daftar Singkatan..................................................................................................... 5 1. Pendahuluan ..................................................................................................... 5 1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 6 1.2. Tujuan dan Sasaran Lokakarya .............................................................. 7 1.3. Pendekatan Lokakarya ........................................................................... 7 1.4. Pointers FGD dalam Lokakarya ........................................................... 8 1.5. Sekuens Lokakarya ................................................................................. 8 2. Hasil Sintesis Lokakarya Aspek Hukum Pengelolaan Kolaboratif Kawasan Konservasi Perairan ...................................................................... 10 2.1. Dasar Pemikiran ....................................................................................... 10 2.1.1. Landasan Filosofis ........................................................................... 10 2.1.2. Landasan Yuridis .............................................................................. 10 2.1.3. Landasan Sosiologis ........................................................................ 11 2.2. Ruang Lingkup Rancangan Peraturan Menteri tentang Pengelolaan Kolaboratif Kawasan Konservasi Perairan ........................ 16 Referensi ................................................................................................................ 17
DAFTAR SINGKATAN KemenKP KKP FCM FAO Permen FGD MPA UUD
4
- - - - - - - -
Kementerian Kelautan dan Perikanan Kawasan Konservasi Perairan Fisheries Co-Management Food and Agriculture Organization Peraturan Menteri Focus Group Discussion Marine Protected Areas Undang-Undang Dasar
K E M I T RAAN DALAM PE N GE LOL AAN KAWASAN KONSERVASI PER AIR AN
Bab 1
KE M I T RA A N DA LAM PE N GE LOLAAN K AWASAN KONSERVASI PER AIR AN
5
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu amanat Peraturan Pemerintah (PP) No 60Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan adalah perlunya pendekatan kemitraan dalam pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP). Seperti yang tercantum pada Pasal 18 ayat 1 disebutkan bahwa: Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai kewenangannya dalam mengelola kawasan konservasi perairan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dapat melibatkan masyarakat melalui kemitraan antara unit organisasi pengelola dengan kelompok masyarakat dan/atau masyarakat adat, lembaga swadaya masyarakat, korporasi, lembaga penelitian, maupun perguruan tinggi. Kemudian ditegaskan pada Pasal 18 ayat 2 bahwa: Ketentuan lebih lanjut mengenai kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Dengan demikian, salah satu sistem nilai pengelolaan KKP adalah kemitraan yang harus dituangkan sebagai salah satu prinsip dasar pengelolaan. Sementara itu, kemitraan (partnership) merupakan salah satu ciri dari pengelolaan kolaboratif atau ko-manajemen. Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana mekanisme pengelolaan KKP yang merepresentasikan pendekatan pengelolaan kolaboratif yang nantinya menjadi dasar bagi aturan main pengelolaan KKP yang dituangkan dalam instrumen Nelayan di Anambas
6
Foto: © Jürgen Freund (WWF) K E M I T RAAN DALAM PE N GE LOL AAN KAWASAN KONSERVASI PER AIR AN
legal Peraturan Menteri (PerMen) sesuai dengan PP No 60/2007 pasal 18 ayat 2. Sementara itu, praktek pengelolaan KKP sudah lama berjalan baik yang berbasis pemerintah sejak masih dalam kerangka tata Kementerian Kehutanan dan setelah rejim Kementerian Kelautan dan Perikanan (Kemen KP), maupun pengelolaan KKP melalui pemerintah daerah. Untuk menjawab pertanyaan besar tersebut di atas, maka diperlukan sebuah lokakarya yang membahas mengenai pola, mekanisme, hingga inisiasi kelembagaan yang mencirikan pendekatan ko-manajemen bagi KKP. Lokakarya ini dilaksanakan dengan pendekatan Focus Group Discussions (FGD).
1.2.Tujuan dan Sasaran Lokakarya Tujuan dari lokakarya adalah menggali dan mengeksplorasi ide dan gagasan dari para ahli yang memiliki pengalaman dalam pengelolaan KKP khususnya terkait dengan pendekatan kemitraan sesuai dengan amanat PP No 60/2007 pasal 18 ayat 1 dan 2. Sedangkan sasaran lokakarya ini adalah tersusunnya kerangka kerja kemitraan pengelolaan KKP dan adanya masukan strategis dari Peraturan Menteri (Permen) yang akan mengatur tentang pola kemitraan bagi pengelolaan KKP.
1.3. Pendekatan Lokakarya Guna mencapai tujuan dan sasaran lokakarya studi tersebut di atas maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan partisipatif-siklis seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.
Memilih Panel Pakar Pentingnya lokakarya, maksud dan tujuan Pointer/Pertanyaan panduan untuk dieksplorasi Rangkuman Lokakarya Presentasi Rangkuman
Gambar 1. Pendekatan Lokakarya Pengelolaan Secara Kolaboratif bagi Kawasan Konservasi Perairan KE M I T RA A N DA LAM PE N GE LOLAAN K AWASAN KONSERVASI PER AIR AN
7
Foto: © Jürgen Freund (WWF)
1.4. Pointers FGD dalam Lokakarya Pointers masalah/pertanyaan yang akan dieksplorasi dalam lokakarya dibagi menjadi 2 (dua) sesi yaitu: Sesi 1. Prinsip dan Konten dari Penerapan Pendekatan Ko-Manajemen Dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP). Pada sesi ini akan dibahas beberapa pointers pertanyaan sebagai berikut: 1. Apa Prinsip dan Tujuan Pendekatan Ko-Manajemen KKP? 2. Apa saja Konten yang harus ada dalam pendekatan Ko-Manajemen KKP? 3. Apa saja faktor kunci penentu keberhasilan Ko-Manajemen KKP? Sesi 2. Implementasi Pendekatan Ko-Manajemen Dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP). Pada sesi ini akan dibahas beberapa pointers pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana proses dan mekanisme pelibatan pemerintah dalam ko-manajemen KKP? 2. Bagaimana proses dan mekanisme pelibatan masyarakat dalam ko-manajemen KKP? 3. Bagaimana bentuk kelembagaan ko-manajemen yang terbaik untuk KKP di tanah air.
1.5. Sekuens Lokakarya Sekuensi lokakarya melalui pendekatan FGD ko-manajemen KKP adalah sebagai berikut: 1. Pembukaan 2. Pengantar FGD : Tujuan, Sasaran dan Pendekatan 3. Pengantar tentang Ko-Manajemen 4. Sesi 1 5. Sesi 2 6. Sintesis
8
K E M I T RAAN DALAM PE N GE LOL AAN KAWASAN KONSERVASI PER AIR AN
Bab 2
KE M I T RA A N DA LAM PE N GE LOLAAN K AWASAN KONSERVASI PER AIR AN
9
2. HASIL SINTESIS LOKAKARYA: ASPEK HUKUM PENGELOLAAN KOLABORATIF KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN 2.1. Dasar Pemikiran 2.1.1. Landasan Filosofis
Landasan filosofis adalah pandangan hidup bangsa Indonesia dalam berbangsa dan bernegara, yaitu Pancasila. Rumusan Pancasila terdapat di dalam pembukaan (preambule) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD 1945), yang terdiri dari empat alinea, dimana alinea ke-empat tersebut memuat rumusan tujuan negara dan dasar negara. Dasar negara adalah Pancasila sedangkan keempat pokok pikiran di dalam Pembukaan UUD 1945 pada dasarnya mewujudkan cita hukum yang menguasai hukum dasar negara baik tertulis maupun tidak tertulis. Keberadaan suatu Undang-undang dalam tata hukum nasional sebagai norma yang menjabarkan Pancasila dan UUD 1945, sehingga adanya nilai filosofis di dalam undang-undang adalah sebagai sebuah kemutlakan. Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, menyebutkan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Lebih lanjut, pada Pasal 33 ayat (4) ditambahkan bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Dengan demikian, kekayaan sumberdaya ikan yang terdapat di Indonesia semestinya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan para pelaku di bidang perikanan, khususnya masyarakat nelayan. Tentu saja, dalam kegiatan pemanfaatan tersebut harus mengedepankan aspek-aspek lingkungan sebagaimana yang diamanatkan UUD 1945 dalam rangka menciptakan perikanan berkelanjutan dan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
2.1.2. Landasan Yuridis
Landasan yuridis ko-manajemen, yaitu: 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya 10
K E M I T RAAN DALAM PE N GE LOL AAN KAWASAN KONSERVASI PER AIR AN
2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang 5. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil 6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota 7. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi dan Sumberdaya Ikan 8. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.16/Men/2008 tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil 9. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.30/Men/2010 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan
2.1.3. Landasan Sosiologis
• Adopsi Legal Pengesahan Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) melalui Peraturan Daerah, sementara Daerah Perlindungan Laut melalui Peraturan Desa. • Prinsip Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Dengan menggunakan kerangka Design Principles of Resources Management (Ruddle, 1999), tinjauan kritis adopsi kelembagaan lokal/adat dalam pengelolaan kawasan konservasi perairan sebagai sebuah unit manajemen1 dilakukan terhadap unsur-unsur sebagai berikut: (1) definisi batas sistem kawasan dan kawasan; (2) sistem hak bagi pengguna kawasan dan sumberdaya; (3) aturan main yang diterapkan bagi keberlanjutan kegiatan pemanfaatan kawasan dan sumberdaya; (4) sistem penegakan hukum bagi aturan main yang telah disepakati; (5) monitoring dan evaluasi bagi implementasi pengelolaan kawasan dan sumberdaya itu sendiri; (6) otoritas pengelolaan kawasan dan sumberdaya sebagai institusi yang bertanggung jawab terhadap proses dan mekanisme implementasi dari pengelolaan perikanan.
KE M I T RA A N DA LAM PE N GE LOLAAN K AWASAN KONSERVASI PER AIR AN
11
Foto: © Alexander Tanody (TNC)
Masyarakat Sawu tengah berdiskusi tentang hal-hal yang diperlukan demi kelangsungan pemanfaatan sumber daya laut mereka.
A. Batasan Sistem Kawasan dan Sumberdaya
Sesuai dengan konteks spasial, penetapan batasan sistem kawasan dan sumberdaya menjadi sangat penting khususnya dalam tahapan proses ketika masyarakat pengguna sumberdaya dilibatkan. Hal ini menyangkut pengetahuan lokal tentang batasan sumberdaya sumberdaya, khususnya batasan wilayah perairan yang menjadi obyek kegiatan konservasi. Dalam kerangka ini, adopsi pengetahuan lokal yang terinstitusionalisasi ke dalam kelembagaan adat/lokal pengelolaan kawasan konservasi perairan perlu dilakukan ketika misalnya rencana pengelolaan perikanan disusun. Hal ini penting untuk menghindari tumpang tindih juridiksi spasial antara pengelolaan perikanan formal dan pengelolaan perikanan berbasis kelembagaan adat/lokal. Skenario terbaik adalah mentransformasi pengelolaan perikanan berbasi kelembagaan lokal/adat menjadi pengelolaan perikanan formal.
B. Sistem Hak Bagi Pengguna Kawasan dan Sumberdaya
Salah satu key factor dalam dinamika perikanan adalah informasi dan pengetahuan tentang hak (rights) karena prinsip pengelolaan perikanan tetap harus mempertimbangkan konsep perikanan berbasis hak (rights-based fisheries) untuk menjamin keadilan dan keberlanjutan perikanan itu sendiri. Menurut Ostrom 12
K E M I T RAAN DALAM PE N GE LOL AAN KAWASAN KONSERVASI PER AIR AN
and Schlager (1996) dalam Adrianto (2006), paling tidak ada dua tipe hak yang penting dalam konteks pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam termasuk sumberdaya perikanan yaitu (1) use (operational-level) rights, dan (2) collective-choice rights.Tipe hak yang pertama mengacu pada hak yang melekat pada operasionalisasi perikanan atau dalam konteks perikanan tangkap adalah yang terkait dengan proses dan dinamika penangkapan ikan. Dalam tipe ini, beberapa hak penting antara lain adalah hak akses (access rights) yaitu hak untuk masuk (entry) ke dalam usaha perikanan tangkap baik dalam konteks daerah penangkapan (fishing ground) atau dalam salah satu struktur usaha perikanan seperti penyediaan bahan baku, pengolahan perikanan, dan lain sebagainya. Masih dalam tipe hak yang pertama (use rights), hak untuk menangkap ikan dalam jumlah tertentu (harvest rights) juga merupakan jenis hak yang penting. Walaupun secara kontekstual berbeda, kepemilikan kedua hak (access and harvest rights) secara bersama-sama merupakan unsur penting dalam keberlanjutan komunitas perikanan. Tipe hak kedua (collective-choice rights) lebih menitikberatkan pada hak pengelolaan perikanan (fisheries governance) yang biasanya diberikan kepada otoritas tertentu di luar masyarakat nelayan (supra-community). Otoritas ini biasanya adalah pemerintah lokal yang dalam konteks otonomi daerah sesuai dengan UU No. 32/2004 pasal 18 memegang peran yang penting dalam pengelolaan perikanan. Dalam konteks relokasi nelayan, tipe hak kedua ini menjadi sangat penting karena hak ini terkait dengan unsur ”siapa yang mengatur” sebagai pelengkap dari konsep hak yang terkait dengan ”siapa yang diatur” seperti yang telah dijelaskan dalam tipe hak pertama (use rights). Selain hak pengelolaan, beberapa jenis hak penting yang masuk dalam ketegori collective-choice rights adalah hak eksklusi (exclusion rights) yaitu hak otoritas untuk menentukan kualifikasi bagi pihak-pihak yang ingin mendapatkan hak akses (access rights) maupun panen (harvest rights) dan hak alienasi (alienation rights) yaitu hak untuk mentransfer dan menjual hak pengelolaan. Dalam konteks tinjauan kritis kelembagaan adat/lokal, otoritas pengaturan hak (rights allocation) berada pada institusi kesepakatan adat yang secara turun temurun mengatur hal ini, atau melalui kesepakatan lokal dengan tujuan menjamin keadilan bagi pengguna sumberdaya. Panglima Laot di Aceh misalnya menetapkan alokasi spatial rights bagi pengguna sumberdaya di kawasan Lhok tertentu. Sementara adat Parompong di Sulawesi Selatan mengadopsi aturan adat untuk penetapan alokasi rumpon, sedangkan Manee di Sulawesi Utara memberikan alokasi hak kepada Ketua Adat untuk menetapkan siapa yang dapat menangkap ikan di kawasan Manee. Dalam konteks ini, pengelolaan perikanan harus adaptif terhadap kesepakatan adat dan atau kesepakatan lokal yang dibangun dari nilai-nilai lokal. Dengan demikian, upaya penting lainnya yang perlu dilakukan adalah memformulasi nilai-nilai lokal sebagai shared vision bagi seluruh pengguna sumberdaya perikanan di kawasan pengelolaan. KE M I T RA A N DA LAM PE N GE LOLAAN K AWASAN KONSERVASI PER AIR AN
13
Nelayan di Bali bersiap untuk melaut
Foto: © Dissy Ekapramudita (CI)
C. Sistem Aturan Main
Esensi fundamental pengelolaan perikanan pada dasarnya terletak pada sistem aturan main bagi pengelolaan perikanan itu sendiri. Dalam konteks aturan main ini, masuk pula konteks perangkat pengelolaan (management measures) sebagai alat (tools) bagi implementasi pengelolaan perikanan. Aturan main disusun berdasarkan isu strategis dan bersifat prioritas bagi tercapainya tujuan bersama yang telah disepakati. Menurut UU No 31/2004 tentang Perikanan, rencana pengelolaan perikanan ditetapkan oleh Menteri di mana di dalamnya mencakup pula perangkat pengelolaan perikanan seperti alokasi jumlah kapal, alokasi sumberdaya perikanan dan lain sebagainya. Dalam konteks ini, adopsi kelembagaan adat/lokal dalam penetapan perangkat pengelolaan perikanan menjadi penting khususnya yang terkait dengan prinsip pengelolaan perikanan adaptif dan partisipatif. Sebagai contoh, aturan main yang telah disepakati seperti kasus pengelolaan perikanan Kabupaten Aceh Besar melalui kelembagaan panglima laot yang melarang penggunaan trawl dan beralih kepada pemanfaatan alat tangkap yang selektif dan bersifat pasif menjadi salah satu contoh adopsi kesepakatan lokal dalam pengelolaan perikanan daerah.
D. Sistem Sangsi dan Penegakan Hukum
Salah satu aspek penting dalam pengelolaan kawasan dan sumberdaya adalah aspek governance1 adalah penegakan hukum. Secara formal, UU No 31/2004 Kooiman, et.al (2005) mendefinisikan tata kelola (governance) sebagai keseluruhan interaksi antara sektor publik dan sektor privat untuk memecahkan persoalan publik (societal problems) dan menciptakan kesempatan sosial (social opportunities). Dalam kontek perikanan, tata kelola dapat didefinisikan sebagai sejumlah peraturan-peraturan hukum, sosial, ekonomi, dan politik yang digunakan untuk mengatur perikanan. 1
14
K E M I T RAAN DALAM PE N GE LOL AAN KAWASAN KONSERVASI PER AIR AN
tentang Perikanan menetapkan sistem sangsi yang cukup keras bagi pelanggaranpelanggaran perikanan. Sebagai contoh, unsur pengadilan perikanan menjadi salah satu mekanisme penegakan hukum formal seperti yang diamanatkan oleh pasal 71 UU No 31/2004. Dalam konteks adopsi kelembagaan lokal/adat, sistem penegakan hukum seharusnya didisain dalam kerangka ko-manajemen perikanan sehingga dalam jangka panjang proses penegakan hukum bersifat efektif dan efisien karena alokasi biaya dapat diminimalisir dengan mengurangi kerangka proses hukum secara struktural. Dengan demikian, penyelesaian masalah pelanggaran perikanan melalui mekanisme kelembagaan adat/lokal dapat menjadi salah satu alternatif bagi pengelolaan perikanan yang efektif dan efisien.
E. Sistem Monitoring dan Evaluasi
Pengelolaan perikanan adalah sebuah proses yang berkelanjutan, iteratif, adaptif dan partisipatif yang terdiri dari sebuah set tugas yang saling terkait satu sama lain dan harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Pomeroy and Rivera-Guieb, 2006 dalam Adrianto, 2007). Dalam konteks ini, proses perencanaan harus dimonitor agar sistem yang sudah direncanakan dapat berjalan sesuai dengan rencana, dan harus dievaluasi dalam konteks bahwa perlu proses pembelajaran dari kesuksesan maupun kegagalan dari sistem yang sudah berjalan. Untuk itu, proses monitoring dan evaluasi dalam pengelolaan perikanan termasuk di dalamnya sea farming perlu dilakukan. Jacoby, et al. (1997) dalam Adrianto (2007) menyebutkan bahwa kerangka Monitoring dan Evaluasi (MDE) merupakan sebuah timbal balik berkelanjutan terhadap proses pengelolaan perikanan untuk kemudian menghasilkan ”feedback” dan ”feedout” bagi stakeholders perikanan. Kerangka Jacoby menitikberatkan pada proses manajemen yang saling terkait satu sama lain, bersifat sekuens, dan pada masing-masing sekuens terdapat feedback dan pada akhirnya akan menghasilkan feed-out kepada stakeholders (Gambar 4-1). Kontrol Organisasi Perencanaan
Feedback
Implementasi Monitoring
Feedout
Stakeholders
Gambar 4-1. Kerangka monitoring dan evaluasi dalam pengelolaan perikanan (Adrianto, 2007, diadopsi dari Jacoby, et al., 1997)
KE M I T RA A N DA LAM PE N GE LOLAAN K AWASAN KONSERVASI PER AIR AN
15
Nelayan memancing di pantai Gili
Mengacu pada kerangka Jacoby, et.al (1997) di atas, maka proses kontrol, organisasi, perencanaan, implementasi dan monitoring dirancang melalui kesepakatan lokal baik yang bersumber pada nilai-nilai adat lokal maupun oleh kesepakatan lokal itu sendiri. Dalam konteks adopsi kelembagaan lokal/adat, nilai-nilai lokal dalam pengawasan dan monitoring pengelolaan perikanan menjadi sangat penting untuk diidentifikasi. Sistem monitoring dan pengawasan yang dilakukan oleh kelompok Awig-Awig LMNU di Kabupaten Lombok Timur misalnya memberikan inspirasi terhadap efektivitas pengelolaan perikanan di tingkat lokal. Dari uraian tersebut di atas, adopsi kelembagaan lokal/adat yang diinisiasi oleh pengguna sumberdaya dan pengelolaan perikanan formal yang digagas oleh pemerintah memerlukan mekanisme jembatan (bridging mechanism). Dalam konteks ini, rejim pengelolaan perikanan bersama (ko-manajemen perikanan) dapat menjadi alternatif bagi pengelolaan perikanan di Indonesia karena pada dasarnya ko-manajemen perikanan menitikberatkan pada pembagian tanggung jawab antara pemerintah (government) dan pengguna sumberdaya (resources users). 16
K E M I T RAAN DALAM PE N GE LOL AAN KAWASAN KONSERVASI PER AIR AN
Foto: © WCS
2.2. Ruang Lingkup Rancangan Peraturan Menteri tentang Pengelolaan Kolaboratif Kawasan Konservasi Perairan Ruang lingkup pengaturan ko-manajemen dalam KKP mencakup hal-hal sebagai berikut: Pengertian 1. Pemerintah 2. Pemerintah Provinsi 3. Pemerintah Daerah (Provinsi, Kabupaten/Kota) 4. Pengelolaan Kolaborasi / Ko-manajemen 5. Unit Organisasi Pengelola 6. Mitra Prinsip-Prinsip 1. Kemitraan 2. Partisipasi stakeholder KE M I T RA A N DA LAM PE N GE LOLAAN K AWASAN KONSERVASI PER AIR AN
17
3. Kesetaraan 4. Proses terus menerus 5. Keterbukaan 6. Saling menguntungkan 7. Saling menghargai Ruang Lingkup 1. Pemangku Kepentingan a. Pemerintah b. Masyarakat 2. Mekanisme Kemitraan a. Pembagian Peran • Pemerintah, Provinsi, Kabupaten/Kota b. Tanggung jawab c. Kewenangan 3. Proses Kemitraan a. Kelayakan b. Pendamping c. Komitmen d. Pelibatan Pemerintah • Legislatif (DPRD) legislasi, penganggaran, pengawasan • Eksekurif (Bupati/Walikota) • Yudikatif (well inform, awareness) • Internal beganing dan external beganing e. Pelibatan Masyarakat • Kelompok masyarakat (masyarakat adat, lembaga swadaya masyarakat, korporasi, lembaga penelitian, perguruan tinggi) • Kriteria (coordinator, delegated) 4. Pendanaan / Pembiayaan a. Sumber Pendanaan b. Transparansi anggaran c. Kolaborasi pendanaan program 5. Pengecualian Kemitraan a. Pulau Kecil Terluar b. Alur Laut Kepulauan c. Perubahan status kawasan 6. Monitoring dan Evaluasi
18
K E M I T RAAN DALAM PE N GE LOL AAN KAWASAN KONSERVASI PER AIR AN
Referensi
KE M I T RA A N DA LAM PE N GE LOLAAN K AWASAN KONSERVASI PER AIR AN
19
REFERENSI Adrianto, L. A. Solihin., K.A. Aziz, and A. Nawawi. 2012. Strengthening Institutional Mechanism for Managing Fisheries in Sulu-Sulawesi Marine Ecoregion. Center for Coastal and Marine Resources Studies, Bogor Agricultural University. Report Submitted to SSLME Project, Manila. The Philipinnes. Adrianto, L. 2007. Pengantar Ko-Manajemen Perikanan. Bahan Training Fisheries Co-Management. FAO dan Departemen Kelautan dan Perikanan Hartoto, Irving, Luky Adrianto, Daniela Kolasky, Trian Yunanda. 2010. Mainstreaming Fisheries Co-Management in Indonesia. FAO Publications
20
K E M I T RAAN DALAM PE N GE LOL AAN KAWASAN KONSERVASI PER AIR AN