Resort Based Management Dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi Nama Inovasi Resort Based Management Dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi Produk Inovasi Optimalisasi Kinerja RBM (Resort Based Management) Dalam Rangka Mewujudkan Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Penggagas Dr. Ir. Sylvana Ratina, M.Si. Kelompok Inovator Kementrian / Lembaga Gambar Ilustrasi
1/5
Deskripsi
2/5
Resort Based Management merupakan struktur organisasi terkecil dalam mewujudkan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi untuk mengawasi, memanfaatkan, mengelola dan melindungi hutan koservasi
Optimalisasi Kinerja RBM (Resort Based Management) merupakan gagasan yang dilatarbelakangi oleh perkembangan dan permasalahan yang timbul dari isu ekonomi, isu sosial dan isu lingkungan, sehingga pengelolaan kawasan konservasi di tingkat tapak (Resort Based Management) belum efektif dan belum optimal ditambah kurangnya tenaga pengawas kawasan konservasi yang lebih dari 50 kawasan konservasi. Pengelolaan konservasi berbasis resort yang dimaksudkan untuk meletakkan pondasi yang kuat bagi efektivitas pengelolaan kawasan konservasi. Terobosan secara menyeluruh terkait dengan optimalisasi kinerja RBM untuk mewujudkan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi dilakukan melalui pemberdayaan dan peran serta masyarakat sekitar kawasan konservasi yang juga merupakan unsur penting dalam peningkatan ekonomi masyarakat sekitar kawasan hutan. Pengelolaan kawasan konservasi berbasis resort penting karena merupakan isu stratejik yang merupakan leverage mewujudkan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi. Resort yang dimaksud disini adalah struktur organisasi terkecil dalam sebuah organisasi. Kelompok pengawas hutan konservasi bersama masyarakat membentuk struktur untuk mengawasi, memanfaatkan, mengelola dan melindungi hutan koservasi. Hal ini sesuai dengan tugas fungsi Dirjen Konservasi dan SDA Kementerian Kehutanan untuk melakukan pengawasan, memanfaat kelola, melindungi kawasan konservasi. Selain itu sebagai tugas fungsi lain seperti pemberdayaan, maka dirangkul masyarakat untuk terlibat. Program optimalisasi kinerja ini bertujuan agar 1) Terpantaunya kawasan konservasi melalui sinergi dengan masyarakat; 2) Munculnya kesadaran untuk melakukan pencegahan dini terhadap kerusakan kawasan konservasi. Manfaat yang diharapkan dari program optimalisasi ini adalah 1) menumbuhkan kepedulian masyarakat (nilai penting kawasan konservasi dan Sumber Daya Alam Hutan (SDAH) dan Ekosistemnya); 2) tersusunya kesepakatan antara masyarakat Model Desa Konservasi (MDK) (mewujudkan efektivitas pengelolaan konservasi); 3) sinergitas optimalisasi implementasi RBM dan MDK (efektivitas pengelolaan kawasan konservasi); 4) optimalisasi penyelenggaraan kawasan konservasi (keutuhan kawasan konservasi dan kelestarian SDAH dan Ekosistemnya). Optimalisasi kinerja RBM dalam rangka mewujudkan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi melalui pemberdayaan dan peran serta masyarakat sekitar kawasan konservasi, dilaksanakan dengan menggunakan strategi 1) membangun Pondasi RBM; 2) membangun pondasi Pemberdayaan Masyarakat; 3) membangun Pondasi Pengatuaran Pemanfaatan Kawasan Konservasi. Stakeholder yang mendukung program kegiatan ini adalah 1) Pemerintah Pusat yang terdiri dari Dirjen PHKA, Direktur Kawasan Konservasi dan Bina Hutan Lindung, Direktur Pemanfaatna Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi dan Hutan Lindung, Kepala Pusdal Regional Wilayah I, Biro Hukum, Kepala Balai Besar KSDA Jabar, Tim Kerja PP BBKSDA Jabar, pelaksana ditingkat tapak (RBM); 2) Pemerintah Provinsi/ Kabupaten/ Desa yang terdiri dari Dinas Pertanian, Tanaman Semusim dan Peternakan, Dinas Kahutanan Kabupaten, Dinas Perindustrian dan Koperasi, Dinas PU, BPMPD (Badan Pemberdayaan Masyarakat Pembangunan Desa), Bakorluh (Badan Koordinasi Penyuluh), Camat, Kepala Desa, BRI/ BJB/ Mandiri; 3) Non Pemerintah yang terdiri dariTokoh masyarakat, FK3I, Ketua/ Pengurus MDK, Masyarakat Desa Anggota MDK, Koperasi, Dunia Usaha. Jenis Inovasi Konseptual Nama Instansi Kementerian Kehutanan Unit Instansi UPT Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Kementerian Kehutanan Tahun Inisiasi 2014
3/5
Tahun Implementasi 2014 Faktor Pendorong Faktor keberhasilan pelaksanaan program ini adalah 1. Adanya dukungan keinginan dari pimpinan (dirjen kementerian kehutanan), Lembaga swadaya masyarakat serta masyarakat untuk bersinergi dalam memanfaatkan kawasan konservasi; 2. Adanya klausal dalam peraturan tentang kawasan konservasi bahwa masyarakat dapat mengekstrak/memanfaatkan hutan dan klausal penyelenggaraan dengan pemberdayaan masyarakat (mengembangkan kemandirian); 3. Adanya petunjuk teknis pelaksanaan program tingkat balai yang memudahkan sinergi pelaksanaan; 4. Adanya partisipasi dan peran serta masyarakat yang sangat menonjol menjadikan masyarakat menyadari pentingnya fungsi dan manfaat kawasan konservasi, sehingga ikut merasa memiliki (sense of belonging); 5. Adanya pemberdayaan peningkatan kapasitas masyakarat sekitar kawasan konservasi; 6. Adanya pelatihan untuk meningkatkan kompetisi antar masyarakat sekitar kawasan konservasi MDK agar masyarakat dapat menjadi teladan masyarakat lainnya; 7. Adanya monitoring dan evaluasi secara triwulan terhadap budidaya yang dilakukan masyarakat di kawasan konservasi. Faktor Penghambat Faktor penghambatnya keberhasilan pengimplementasian program ini adalah 1. Pengawasan terhadap kawasan konservasi berada di level eselon 4 , hal ini sangat sulit dari segi anggaran dan koordinasi; 2. Dukungan anggaran yang kurang signifikan; 3. Sebagian masyarakat masih kurang peduli terhadap program ini karena dirasa kurang menjanjikan; Adanya target/crash program lain yang harus segera dicapai oleh BBKSDA; 4. Adanya ketakutan program ini tidak dilanjutkan karena ada pergantian pimpinan Kepala Balai yang tidak mendukung. Alternatif Solusi yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan itu adalah 1) Tim Kelompok Kerja I melakukan komunikasi dan koordinasi yang intensif dan efektif dengan stakeholders, khususnya Dirjen PHKA, Direktur KKBHL, Ketua MDK, Kepala Desa, dan Camat; 2) Leader/Ketua Tim melakukan komunikasi dan konsultasi langsung secara intensif dengan Dirjen PHKA terkiat dengan anggaran dana, materi konsep dan persetujuan atas konsep; 3) Tim Kelompok Kerja II bidang hubungan masyarakat / antar lembaga, melakukan komunikasi yang lebih intensif dengan pihak stakehoders; 4) Leader/ Ketua melakukan pengarahan, koordinasi dan pengaturan serta pembagian tugas dan tanggung jawab serta pengendalian dan pengawasan; 5) Ketua dan anggota Tim pelaksana, khususnya Kelompok Kerja III menjelaskan pentingnya program ini sebagai leverage/ pengungkit kinerja organisasi. Tahapan Proses Tahapan pelaksanaan program ini dilakukan melalui tahapan sebagai berikut 1. Membangun pondasi RBM dengan pemberdayaan dan peran serta masyarakat MDK; 2. Membangun pondasi pengaturan (SOP) pemanfaatan berdasarkan potensi kawasan konservasi untuk menjembatani proses pemberdayaan dan peran serta masyarakat sekitar kawasan konservasi; 3. Membangun pondasi pemberdayaan dan peran serta masyarakat sekitar kawasan konservasi dimana masyarakat dapat melakukan budidaya di kawasan konservasi; 4. Implementasi sinergi pelaksanaan RBM berpadu dengan pemberdayaan dan peran serta masyarakat sekitar kawasan konservasi (MDK); 5. Penyusunan draft peraturan Dirjen PHKA tentang Pedoman Pelaksanaan RBM melalui pemberdayaan dan peran serta masyarakat sekitar kawasan konservasi; 6. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan strategi optimalisasi kinerja RBM; 7. Monitoring evaluasi dan validitas efektivitas pengelolaan kawasan konservasi; 8. Diterapkannya strategi optimalisasi kinerja RBM melalui pemberdayaan MDK di luar lokus contoh kawasan konservasi lainnya lingkup BBKSDA Jabar. Manfaat Program optimalisasi ini ternyata membawa manfaat nyata/ dampak dari sisi masyarakat seperti
4/5
1. 2. 3. 4.
Masyarakat menjadi paham apa itu konservasi; Masyarakat dapat mengaplikasikan penanggulangan kebakaran; Masyarakat menjadi pemberi informasi yang aktif terhadap keadaan hutan konservasi; Adanya peningkatan ekonomi karena adanya bantuan ternak domba, bibit jahe, lebah madu yang terus bertambah nilai ekonomisnya; 5. Adanya penambahan kontribusi kedalam kas keuangan kelompok; 6. Masyarakat berperan dalam menjaga kawasan konservasi sehingga menumbuhkan kepercayaan dari kedua belah pihak; 7. Munculnya koordinasi tingkat sektor seperti adanya bantuan dari BPLHD, dinas pernakan dan pertanian. Capaian pelaksanaan Resort Based Management Dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi adalah sebagai berikut: 1. Dirjen PHKA telah menyetujui strategi optimalisasi kinerja RBM dalam rangka mewujudkan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi dengan pemberdayaan dan peran serta masyarakat sekitar kawasan konservasi; 2. Masyarakat sekitar kawasan konservasi terpilih yang tergabung dalam Model Desa Konservasi telah menandatangani perjanjian kerja sama dengan BBKSDA Jabar dan akan ikut berperan serta dalam pengelolaan kawasan konservasi. Prasyarat Replikasi Hal yang dilakukan untuk mereplikasi program ini adalah 1. 2. 3. 4.
Perlu adanya dukungan dan kepedulian pimpinan, lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat; Perlu adanya kejelasan aturan serta petunjuk teknis dalam pelaksanaan program; Perlu dukungan anggaran untuk pelaksanaan budidaya dan pelatihan masyarakat; Pengalokasian kegiatan dan anggaran untuk berbagai modul, SOP dan TOR operasional, draft peraturan tentang peningkatan kinerja RBM yang bersinergi dengan MDK.
Kontak Person Kementerian Kehutanan, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, UPT Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat Telp/Fax: (022) 7567715,
[email protected] Sumber Dokumen proyek perubahan Diklatpim & Observasi Teknik Validasi Observasi Jumlah Dilihat 192 Kali Waktu Dibuat 2016-03-21 23:55:31 Terakhir Diubah 2016-03-21 23:57:47 Waktu Diunduh 2017-01-18 05:39:53
5/5 Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)