P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 2 - Desember 2010
ISSN 1411 - 1497
PENTINGNYA VALUASI EKONOMI DALAM PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI YANG LESTARI Oleh : Yanuar Rachmansyah STIE Bank BPD Jateng Joko Maryono Konsultan Manajemen dan Manajemen Lingkungan Abstract Economic valuation of natural resources and the environment needs to be done to provide total economic value. Understading the total economic value is expected to provide worthwhile information for wise management of natural resources and the environment. Economic valuation becomes an important tool in the management of natural resurces and the environment. However, economic valuation of natural resources and the environment is not an easy task. Conservation areas have been taken as an example of economic valuation. Some methods and techniques have been developed and used for valuing several resources. It is expected that Indonesian authority of natural resource and the environment to adopt the methods and use appropriately to provide better estimates of the total economic values. Keywords:
economic valuation, natural resources environment, sustainable development
and
the
Eksploitasi sumberdaya alam dan lingkungan yang berlebihan akan mempercepat kepunahan, dan tidak mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Exploitasi yang berlebihan dapat terjadi karena sumberdaya alam dan lingkungan hanya dinilai dari sisi yang memberikan manfaat langsung. Padahal, nilai sumberdaya alam dan lingkungan sangat banyak. Oleh karena itu valuasi sumberdaya alam dan lingkungan secara menyeluruh menjadi penting karena akan memberikan nilai ekonomi total dari sumberdaya tersebut. Valuasi ekonomi alam dan lingkungan merupakan suatu instrumen ekonomi yang menggunakan teknik valuasi untuk mengestimasi nilai moneter dari barang dan jasa yang diberikan oleh sumberdaya alam dan lingkungan (Garrod dan Willis, 1999). Pemahaman tentang konsep ini memungkinkan para pengambil kebijakan untuk mengelola dan penggunaan berbagai sumberdaya alam dan lingkungan pada tingkat yang paling efektif dan efesien serta mampu mendistribusikan manfaat dan biaya konservasi secara adil. Mengingat valuasi ekonomi dapat digunakan untuk menunjukkan keterkaitan antara konservasi dan
100
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 2 - Desember 2010
ISSN 1411 - 1497
pembangunan ekonomi, maka valuasi ekonomi dapat menjadi suatu instrumen penting dalam peningkatan penghargaan dan kesadaran masyarakat terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan. Sumberdaya alam dan lingkungan mencakup banyak hal. Salah satunya adalah kawasan konservasi. Kawasan ini merupakan tempat sebagian hutan tropis dan sumberdaya keanekaragaman hayati paling penting di dunia. Sumberdaya tersebut memberi manfaat-manfaat pada tingkat lokal, nasional dan internasional. Namun, sumberdaya tersebut berada dalam tekanan serius seiring dengan pertumbuhan penduduk setempat dan permintaan nasional terhadap penghasilan devisa. Guna menyempurnakan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan tersebut, maka para pengambil kebijakan dapat menggunakan berbagai metoda valuasi ekonomi untuk mendapatkan nilai yang akurat sumberdaya alam dan lingkungan yang sesungguhnya, terutama dari kawasan konservasi. Sebuah program yang disponsori oleh USAID pernah memberikan bantuan teknis kepada otoritas konservasi sumberdaya alam dan lingkungan dalam rangka mempromosikan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan ke arah yang terdesentralisasi, demokratis, dan melibatkan banyak pihak yang terkait. Penulisan pokok bahasan ini bertujuan untuk memberikan rangkuman tentang konsep dan teknik valuasi ekonomi serta contoh-contoh penerapannya di Indonesia. Pokok bahasan ini menyatakan bahwa valuasi ekonomi dapat menjelaskan secara lebih baik kaitan antara pembagunan dan pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia. Pokok bahasan ini melihat upaya penggunaan instrumen valuasi ekonomi di Indonesia dan beberapa tempat lainnya serta memberikan secara rinci metodologi ekonomi aktual yang digunakan untuk melakukan suatu valuasi ekonomi. Diskusi mengenai metodologi ini merupakan suatu upaya untuk memberikan pandangan kontekstual bagi Indonesia mengenai kelayakan waktu dan tempat terhadap penggunaan teknik-teknik valuasi ekonomi. Pokok bahasan ini juga memberikan isu-isu praktis bagi para pengambil kebijakan yang berminat untuk melakukan studi valuasi ekonomi. Pokok bahasan ini juga merumuskan beberapa saran kepada otoritas konservasi sumberdaya alam dan lingkungan, serta kepada pihak-pihak lain yang terkait dalam penggunaan instrumen teknis ini. Pengelolaan Kawasan Konservasi dan Nilai Ekonomi Kesalahpahaman konsep mengenai konservasi di Indonesia adalah bahwa kawasan konservasi merupakan sumberdaya alam dan lingkungan yang hilang dalam mendukung kepentingan pembangunan ekonomi nasional. Kesalahpahaman ini diperkuat ketika pemerintah menunjuk suatu areal sebagai kawasan konservasi dan kemudian membatasi kegiatan manusia dalam kawasan tersebut, sehingga masyarakat berpendapat bahwa kawasan konservasi tersebut hanya sedikit saja memberi manfaat uang yang mengalir kepada masyarakat setempat atau negara. Sebenarnya, kita masih perlu memahami keterkaitan antara kawasan konservasi dan pembangunan regional atau nasional hanya dari sudut
101
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 2 - Desember 2010
ISSN 1411 - 1497
pandang terhadap manfaat-manfaat moneter kearah manfaat-manfaat ekonomi non-moneter. Tietenberg (1998) dan Turner dan Pearce (1991) menyatakan bahwa sumberdaya alam dan lingkungan mempunyai nilai guna langsung yang dapat dihitung dengan menggunakan metoda-metoda perhitungan tradisional, nilai guna tidak langsung, nilai masa depan dan nilai manfaat non-konsumtif. Dalam hal kawasan konservasi, nilai guna langsung meliputi makanan yang dihasilkan berupa produk-produk laut atau hutan dan manfaat rekreasi. Manfaat-manfaat ini mudah dihitung sebagai manfaat yang diperoleh dari kawasan konservasi, contohnya tiket masuk, produk hutan dan non-hutan yang dipanen, dan biaya kehilangan kesempatan, misalnya hilangnya hak atas sumberdaya pertambangan atau dalam ilmu ekonomi sering disebut dengan istilah biaya kesempatan. Sebenarnya masih banyak lagi manfaat-manfaat dari kawasan konservasi lainnya yang tidak dapat dihitung dengan menggunakan metoda-metoda tradisional. Manfaat tersebut adalah nilai guna tak langsung yang terdiri dari manfaatmanfaat fungsional dari proses ekologis yang secara terus menerus memberikan peran kepada masyarakat dan ekosistem sekitarnya. Sebagai contoh, hutan dataran tinggi yang utuh secara terus menerus memberikan perlindungan pengendalian banjir, begitu pula dengan peranan hutan bakau pesisir yang mempertahankan keberlanjutan sumberdaya perikanan. Proses-proses ekologi juga memberikan manfaat global, karena hutan tropis dapat menyerap karbonoksida dan mengendalikan perubahan iklim. Mekanisme pasar tidak merefleksikan nilai-nilai guna non-konsumtif tersebut. Namun, nilai guna tak langsung ini terlihat secara nyata bahwa terdapat suatu keterkaitan yang jelas antara kawasan konservasi dan pembangunan ekonomi nasional, regional maupun lokal. Nilai guna pilihan meliputi manfaat-manfaat sumberdaya alam dan lingkungan yang disimpan atau dipertahankan untuk kepentingan yang akan datang (seperti sumberdaya hutan yang dibiarkan untuk tidak ditebang karena akan digunakan di masa yang akan datang) dan produk-produk lainnya seperti sumberdaya genetik dari hutan tropis untuk kepentingan di masa depan. Pada umumnya, produk-produk yang belum diketahui tersebut tidak memiliki nilai pasar pada saat ini. Nilai guna non-konsumtif meliputi nilai keberadaan dan nilai yang dapat diwariskan. Nilai keberadaan adalah nilai yang diberikan oleh masyarakat atas manfaat spiritual, estetika dan budaya dari kawasan konservasi. Nilai yang dapat diwariskan adalah nilai yang diberikan oleh masyarakat yang hidup saat ini terhadap suatu daerah tertentu agar tetap utuh untuk diberikan kepada masyarakat generasi akan datang. Nilai-nilai ini juga tidak diperhitungkan dalam harga pasar. Grafton et al. (2004) juga menyatakan bahwa nilai guna dari sebuah kawasan konservasi mendorong tambahan manfaat langsung melalui suatu proses efek pengganda. Sebagai contoh, uang yang dikeluarkan oleh seorang pengunjung pada suatu penginapan ekowisata mendorong penambahan pengeluaran di suatu wilayah tertentu, karena penjaja makanan setempat dan
102
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 2 - Desember 2010
ISSN 1411 - 1497
petani bekerja sama dalam pemasokan bahan-bahan makanan untuk keperluan usaha penginapan tersebut. Namun, usaha penginapan tersebut juga mendorong biaya, seperti meningkatnya limbah air, yang secara substansial sebenarnya telah mengurangi keuntungan bersih yang diperolehnya. Oleh sebab itu, kita perlu melihat manfaat dan biaya ekonomi dari suatu kawasan konservasi. Kawasan konservasi juga mengandung biaya dalam bentuk kerugian masyarakat atau negara akibat kehilangan akses pemanfaatan terhadap sumberdaya yang berada di dalam kawasannya. Pada umumnya, biaya ini mencakup kehilangan hak pemanfaatan atas kayu, hasil hutan non-kayu, pertambangan, lahan pertanian, pemukiman penduduk, lahan industri, pembuangan limbah, perikanan, komoditas ekspor, dan pariwisata. Para pengambil kebijakan hanya memiliki data yang menyangkut manfaatmanfaat langsung dari kawasan konservasi, seperti tiket masuk, biaya langsung administrasi taman nasional, dan biaya oportunitas. Sebenarnya, metoda-metoda yang digunakan untuk melakukan valuasi ekonomi tidak hanya terbatas pada metoda-metoda perhitungan tradisional, yang hanya dapat digunakan untuk menghitung manfaat-manfaat langsung saja, tapi kita perlu juga menghitung manfaat-manfaat ekonomi tidak langsung yang diberikan oleh suatu kawasan konservasi guna membantu para pengambil kebijakan untuk memahami nilai ekonominya. Valuasi ekonomi merupakan instrumen teknis yang dapat digunakan untuk menghitung manfaat-manfaat ekonomi tidak langsung tersebut. Teknik Valuasi Ekonomi Salah satu tujuan konservasi adalah mengupayakan kelestarian lingkungan hidup di Indonesia untuk kepentingan seluruh masyarakat Indonesia. Pencapaian tujuan ini berarti memaksimalkan nilai total ekonomi dari kawasan konservasi, bukan hanya penerimaan finansial. Perhatian yang lebih terarah untuk memaksimalkan penerimaan saja hanya berarti memenuhi kebutuhan-kebutuhan jangka pendek untuk kepentingan pertumbuhan ekonomi. Dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan, para pengambil kebijakan tergantung pada sejumlah teknik-teknik valuasi ekonomi untuk menentukan nilai ekonomi dari suatu kawasan, yang dimulai dengan penghitungan penerimaan finansial yang diderivasi oleh suatu kawasan tertentu. Setelah itu baru beralih ke valuasi ekonomi guna mendapatkan nilai ekonomi tak langsung dari suatu kawasan konservasi. Dengan memiliki informasi yang lengkap, para pengambil kebijakan dapat memprioritaskan kawasan-kawasan untuk konservasi dan menentukan biaya yang diperlukan untuk kegiatan pengelolaannya. Penghitungan penerimaan. Kawasan konservasi Indonesia menghasilkan penerimaan signifikan dari pungutan kepada para pengunjung, kewajiban finansial yang harus dibayarkan oleh pemegang konsesi pertambangan dan pemungut hasil hutan non-kayu. Data tersebut relatif mudah diperoleh oleh para pengambil kebijakan, tapi data tersebut hanya menjelaskan perkiraan awal saja terhadap nilai ekonomi kawasan konservasi.
103
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 2 - Desember 2010
ISSN 1411 - 1497
Penghitungan non-penerimaan. Tantangan praktis dalam pelaksanaan studi valuasi ekonomi adalah menderivasi nilai perkiraan yang dapat dipercaya terhadap sumberdaya biologis baik dalam konteks terdapat harga pasar atau pada pasar tidak sempurna. Beberapa manfaat dari kawasan konservasi relatif konkrit, seperti manfaat perlindungan aliran air. Namun, manfaat-manfaat lainnya seperti nilai keberadaan cukup abstrak. Perlu digaris bawahi bahwa valuasi ekonomi kawasan konservasi yang membuat menjadi sulit karena lima karakteristik (Dixon dan Sherman, 1990) yaitu: -
Tidak ada persaingan. Tidak ada kompetisi dalam mengkonsumsi jasajasa yang diberikan oleh kawasan konservasi
-
Tidak ada pengecualian. Akses yang terbuka terhadap sumberdaya alam dan lingkungan sering menyebabkan tidak adanya harga pasar terhadap sumberdaya tersebut meskipun nilai aktualnya cukup besar.
-
Manfaat mengalir ke luar kawasan. Manfaat kawasan konservasi dapat menyebar ke wilayah pemukiman penduduk non-lokal, propinsi atau negara lain, yang menyebabkan harga jasa-jasa ini berada di bawah nilai yang sesunguhnya.
-
Ketidakpastian. Kegagalan pasar terjadi karena informasi yang tidak lengkap atau tidak benar mengenai kelangkaan sumberdaya alam dan lingkungan yang terdapat di dalam kawasan konservasi.
-
Tidak dapat diperbarui. Seandainya suatu kawasan konservasi rusak, akan memerlukan waktu yang sangat lama untuk dapat mengembalikannya lagi seperti semula, sehingga pasokan barang dan jasa menjadi sangat tidak elastis yang menyebabkan nilai aktual dari kawasan konservasi tersebut sulit diukur.
Kesulitan tersebut muncul karena kawasan konservasi mempunyai karakteritik seperti barang publik (Howe, 1979). Namun, para ahli ekonomi telah mengembangkan beberapa teknik yang telah diujicoba untuk menghitung nilai ekonomi pada berbagai keadaan yang berbeda (Dixon et al., 1994). Teknik dan metoda valuasi ekonomi tersebut serta aplikasinya dibahas sebagai berikut. Teknik berdasarkan pasar. Teknik ini menggunakan harga pasar aktual sebagai harga yang dianggap mendekati nilai dari barang dan jasa lingkungan yang dihasilkan oleh kawasan konservasi. Sebagai contoh, penduduk setempat tidak membayar kayu bakar yang mereka ambil dari suatu kawasan konservasi. Suatu teknik yang sederhana untuk menentukan nilai dari kayu bakar tersebut adalah dengan cara membandingkannya dengan harga produk kayu bakar yang dijual di pasar setempat. Prinsip dari metoda ini adalah dasar penentuan nilai ekonomi kawasan dari hasil produksi dan kesehatan masyarakat. Pengaruh terhadap produksi. Kawasan konservasi menjamin kebertahanan industri-industri yang bertumpu atas sumberdaya alam produktif. Sehingga, jika kawasan konservasi dirusak, maka akan menyebabkan jumlah produksi menurun. Harga pasar dari jumlah produksi yang hilang tersebut merefleksikan nilai
104
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 2 - Desember 2010
ISSN 1411 - 1497
ekonomi dari kawasan konservasi (Garrod dan Willis, 1999). Sebagai contoh, Cannon (1999) mengestimasi dampak ekonomi akibat praktek eksploitasi hutan terhadap perikanan tradisional di kepulauan Togean, Sulawesi Tengah. Eksploitasi hutan di kepulauan ini seluas 750 hektar per tahun, yang menyebabkan meningkatnya sedimentasi kira-kira 3.750 meter dari garis pantai dan menganggu terumbu karang yang mendukung perikanan tradisional tersebut. Hal ini menyebabkan penurunan jumlah tangkapan ikan sebesar 50% atau mengalami kerugian sebesar Rp. 2,3 miliar per tahun. Pengaruh terhadap kesehatan. Kawasan konservasi memberi kontribusi terhadap udara dan air bersih untuk kepentingan manusia. Seandainya jasa ekologis ini hilang, kemampuan manusia untuk memproduksikan sesuatu jelas menurun. Hal ini dapat direfleksikan dari hilangnya pendapatan (Nas,1996) . Sebagai contoh, kasus kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan yang menyebabkan 12 juta orang sakit di negara Singapura, Malaysia dan Indonesia. Kira-kira 2,5 juta hari kerja hilang pada saat itu, yang menimbulkan kerugian ekonomi akibat kehilangan pendapatan potensial sebesar US$ 924 juta (EEPSEA-WWF, 1998) Teknik berdasarkan biaya. Teknik ini menghitung biaya oportunitas dari kawasan konservasi (biaya/kerugian yang dialami oleh masyarakat akibat hilangnya akses pemanfaatan sumberdaya dan lingkungan yang berada di dalam kawasan konservasi) dan biaya yang dikeluarkan untuk mempertahankan barang dan jasa yang secara alami disumbangkan oleh kawasan konservasi. Biaya Kesempatan. Nilai ekonomi kawasan konservasi dapat diketahui melalui nilai bersih sekarang dari berbagai alternatif penggunaan lahan. Sebagai contoh, dapat diperkirakan nilai sekarang sebuah hutan alam dengan menghitung manfaat ekonomi yang dapat dikuantifikasi dan biaya pengelolaannya. Misalnya, sebuah perkebunan karet menjadi salah satu alternatif penggunaan lahan hutan yang memiliki nilai bersih sendiri. Biaya Pencegahan. Kawasan konservasi dapat menghindari kerugian masyarakat. Sebagai contoh, fungsi keutuhan hutan bagi pengendalian banjir di daerah sekitarnya. Seandainya penebangan hutan dilakukan, maka masyarakat dan pemerintah harus mengeluarkan biaya penanggulangan banjir. Biaya tersebut merefleksikan nilai ekonomi hutan tersebut (Ashari, 2003). Biaya Pengganti. Kawasan konservasi berfungsi mempertahankan kualitas lahan dan siklus unsur hara. Jika terjadi penggundulan hutan, maka akan meningkatkan erosi tanah dan hilangnya lapisan tanah yang subur yang mengandung banyak unsur hara. Unsur hara tersebut dapat diganti oleh pupuk. Biaya yang dikeluarkan untuk pembelian pupuk merefleksikan nilai ekonomi dari kawasan konservasi. Sebuah studi di daerah aliran sungai Magat di Filipina menunjukkan bahwa nilai ekonomi dari Nitrogen, Fosfat dan Kalium antara US$50 - $127 per hektar (Barbier, 1995). Indonesia, nilai kerugian akibat erosi karena penebangan hutan untuk perluasan pertanian juga telah dilaporkan oleh Barbier (1989).
105
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 2 - Desember 2010
ISSN 1411 - 1497
Teknik biaya perjalanan. Teknik ini menentukan nilai rekreasi dari kawasan konservasi dengan melihat kesediaan membayar para pengunjung (Grafton et al., 2004). Teknik ini menunjukkan bahwa nilai kawasan konservasi bukan hanya dari tiket masuk saja, tapi juga mempertimbangkan biaya yang dikeluarkan pengunjung menuju lokasi kawasan konservasi dan hilangnya pendapatan potensial mereka karena waktu yang digunakannya untuk kunjungannya tersebut. Teknik ini menunjukkan bahwa para pengunjung lebih sering bersedia membayar lebih besar dari, katakanlah, tiket masuk aktual ke taman nasional. Perbedaan antara harga tiket dan kesediaan mereka membayar tersebut dalam ilmu ekonomi sering disebut sebagai surplus konsumen. Dari data ini, para ekonom dapat membuat kurva permintaan yang menunjukkan nilai total rekreasi dari suatu kawasan konservasi, misalnya Taman Nasional. Teknik ini telah digunakan untuk mengestimasi nilai rekreasi Taman nasional Bunaken, Sulawesi Utara. Studi ini menemukan bahwa kesediaan membayar para turis manca negara mencapai US$328 per orang untuk mengunjungi taman nasional tersebut. Nilai rekreasi agregat pada tahun 1996 dengan jumlah turis 12.800 mencapai US$ 4,2 juta (NRMP, 1997) Metoda contingent valuation. Teknik ini digunakan pada saat tidak ada pasar yang relevan terhadap barang dan jasa lingkungan. Teknik ini membangun variabel-variabel pasar yang secara langsung bertanya kepada individu-individu tentang kesediaan mereka membayar terhadap barang dan jasa lingkungan yang mereka peroleh serta kesediaan mereka menerima kompensasi jika barang dan jasa lingkungan tersebut tidak dapat mereka manfaatkan lagi (Mourato et al., 2000). Teknik-teknik ekonometrik digunakan digunakan untuk memperoleh sebuah fungsi permintaan akan jasa sumberdaya alam dan lingkungan valuasi dari responden. Studi dengan penggunaan teknik ini membutuhkan pertanyaanpertanyaan survai, implementasi dan pengambilan sampel secara hati-hati guna mendapatkan hasil yang akurat. Sebagai contoh, survai di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya yang melibatkan 800 responden yang ditanya tentang kesediaan mereka membayar untuk pelestarian hutan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya yang terbentang di propinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat. Studi ini menunjukkan bahwa responden bersedia membayar sebesar Rp 11.500 untuk kepala rumah tangga dalam satu tahun untuk jasa-jasa yang diberikan oleh taman nasional ini (NRMP, 1996) Isu-isu Praktis dalam Pelaksanaan Studi Valuasi ekonomi Pokok bahasan ini mengangkat isu bahwa penggunaan berbagai teknik valuasi ekonomi terhadap seluruh kawasan konservasi di Indonesia adalah untuk membantu para pengambil kebijakan di pemerintahan dalam pengambilan keputusan-keputusan yang berkaitan dengan pengelolaan dan penggunaan lahan. Namun, pihak otoritas konservasi sumberdaya alam dan lingkungan serta departemen-departemen pemerintah terkait lainnya seperti Bappeda memiliki pertanyaan-pertanyaan penting ketika hendak mengimplementasikan studi valuasi ekonomi ini, yakni: biaya pelaksanaan studi, jumlah dan kualitas sumberdaya manusia dan waktu yang diperlukan. Namun demikian, hal ini masih
106
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 2 - Desember 2010
ISSN 1411 - 1497
tergantung dari banyak faktor, karena otoritas konservasi sumberdaya alam dan lingkungan sudah memiliki cukup kapasitas dalam melakukan studi semacam ini. Di bawah ini diuraikan secara ringkas beberapa hal umum yang perlu dipertimbangkan dalam kaitannya dengan pelaksanaan studi valuasi ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan: -
Lokasi dan cakupan wilayah studi. Hal ini akan mempengaruhi biaya transportasi, waktu yang dibutuhkan, jumlah asisten peneliti, dan sebagainya.
-
Jumlah penduduk dan keragaman kegiatan-kegiatan ekonomi yang ada di dalam dan sekitar kawasan konservasi. Semakin besar jumlah penduduk dan semakin beragam kegiatan ekonomi yang ada di tengah masyarakat akan membutuhkan penggunaan teknik-teknik valuasi sumberdaya alam dan lingkungan yang lebih beragam lagi. Di pihak lain, dengan jumlah penduduk yang lebih besar, penggunaan teknik yang berdasarkan harga pasar dapat secara akurat memperkirakan nilai barang dan jasa lingkungan.
-
Data dasar yang sudah ada sebelumnya. Beberapa kawasan konservasi biasanya telah memiliki data hidrologis, erosi, sedimentasi, pemanfaatan kayu, pemanfaatan hasil hutan non-kayu, jumlah tangkapan ikan dan jumlah pengunjung. Tentu lebih banyak lagi jenis data yang telah dimiliki sebelumnya. Hal ini cukup membantu studi valuasi ekonomi.
-
Teknik valuasi yang digunakan. Pada umumnya, teknik-teknik valuasi yang berdasarkan pasar dan biaya biasanya lebih sederhana untuk digunakan daripada teknik biaya perjalanan dan metoda contingent valuation.
-
Besarnya sampel responden. Semakin besar sampel sebenarnya akan meningkatkan keakurasian suatu penelitian, tetapi jelas akan membutuhkan tambahan waktu dan tenaga peneliti.
-
Kebutuhan kualifikasi sumberdaya manusia. Pada umumnya, suatu penelitian valuasi ekonomi membutuhkan tim kerja yang terdiri dari ekonom bidang ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan, asisten peneliti untuk koleksi data, pengelola data, analis data dan ahli statistik.
-
Tujuan dan penyebarluasan hasil studi. Seandainya hasil studi hendak digunakan untuk menanggulangi perselisihan dalam penggunaan lahan, maka perlu dicapai suatu keadaan yang adil terhadap distribusi manfaat dan biaya (misalnya, meningkatkan harga tiket masuk) atau mengadvokasi suatu perubahan kebijakan (misalnya, pelarangan penebangan kayu di kawasan penyangga). Ketua tim studi juga harus mempertimbangkan biaya dari startegi penyebarluasan hasil studi. Kalau tidak, studi hanya akan menjadi latihan akdemis saja bukan suatu instrumen kebijakan.
107
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 2 - Desember 2010
ISSN 1411 - 1497
Masih banyak peluang bagi otoritas konservasi sumberdaya alam dan lingkungan untuk membangun sinergisme antara departemen pemerintah terkait, universitas, lembaga swadaya masyarakat dan lembaga donor untuk melaksanakan studi valuasi ekonomi ini. Departemen pemerintah terkait biasanya memiliki data tentang nilai kayu, mineral, produksi pertanian, air minum dan sanitasi. Pihak universitas memiliki mandat akademis dalam melaksanakan riset ekonomi dan lingkungan. Ahli ekonomi dan statistik Indonesia dapat dilibatkan dalam kegiatan ini. Mahasiswa dapat menjadi asisten peneliti, dan lembaga internasional dapat menyediakan bantuan teknis mengenai desain survai dan interpretasi serta dana untuk pelatihan ekonom ke luar negeri. Lembaga swadaya masyarakat dapat membantu dalam menyebarluaskan hasil studi untuk meningkatkan kesadartahuan masyarakat. Sektor swasta juga dapat berperan dalam pelaksanaan studi valuasi ekonomi ini dengan menyediakan dana dan mengizinkan para peneliti untuk melakukan penelitian di kawasan kegiatan industri. Sektor swasta dapat mengambil manfaat dari studi ini untuk membuat keputusan yang tepat guna dengan memperhatikan aspek ekologi, social, budaya dan ekonomi untuk jangka waktu yang lebih panjang. Dengan demikian, pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan dapat mendukung perwujudan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Rekomendasi yang dapat disampaikan kepada pemerintah yang mempunyai otoritas terhadap konservasi sumberdaya alam dan lingkungan. -
Mengeluarkan sebuah panduan teknis sederhana yang membahas teknik dan metoda valuasi sumberdaya alam dan lingkungan. Hal ini memungkinkan pengelola kawasan konservasi dan pemegang otorita di tingkat regional menetapkan anggaran dan perencanaan untuk kegiatan studi valuasi ekonomi pada berbagai kawasan konservasi berdasarkan kebutuhan dan cakupannya.
-
Melakukan studi kasus valuasi ekonomi di satu hingga dua kawasan konservasi di propinsi yang berbeda dengan melibatkan berbagai pihak terkait secara aktif.
-
Mempromosikan informasi dari studi-studi kasus yang dilakukan dengan memperlihatkan bahwa valuasi ekonomi memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih baik tentang penggunaan lahan, kawasan konservasi dan alokasi manfaat dan biaya.
-
Memfasilitasi forum diskusi reguler dengan para pihak terkait di tingkat lokal, regional, propinsi dan nasional untuk mebahas peranan kawasan konservasi dalam pembangunan ekonomi regional. Hasil-hasil studi valuasi ekonomi dapat dijadikan sebagai pokok bahasan.
-
Mempromosikan adanya tim ahli valuasi ekonomi di tingkat regional dan nasional. Tim ini bukan merupakan suatu organisasi baru dalam, melainkan suatu tim yang dapat saja berada di bawah arahan otoritas konservasi sumberdaya alam dan lingkungan. Anggota tim dan pihak108
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 2 - Desember 2010
ISSN 1411 - 1497
pihak yang terkait dapat membangun kerjasama dengan badan penelitian dan pengembangan di berbagai departemen terkait serta lembaga swadaya masyarakat -
Menggunakan hasil valuasi yang telah dilakukan oleh tim ahli untuk menilai sumberdaya alam dan lingkungan yang sejenis. Istilah ini disebut dengan transfer manfaat. Cara ini dianggap valid jika digunakan untuk mengambil kebijakan dalam memberikan kompensasi kepada pihak yang dirugikan, dan memberikan subsidi kepada pihak yang telah melakukan konservasi (Ready, 2004; Rozan et al., 2004).
Kesimpulan Eksploitasi sumberdaya alam dan lingkungan yang berlebihan akan mempercepat kepunahan, dan tidak mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Exploitasi yang berlebihan dapat terjadi karena sumberdaya alam dan lingkungan hanya dinilai dari sisi yang memberikan manfaat ekonomi secara langsung. Padahal, nilai sumberdaya alam dan lingkungan sangat banyak. Oleh karena itu valuasi sumberdaya alam dan lingkungan secara menyeluruh menjadi penting karena akan memberikan nilai ekonomi total dari sumberdaya tersebut. Dengan diketahuinya nilai total tersebut, diharapkan penglolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang berkelanjutan dapat diwujudkan. Berbagai teknik dan metoda valuasi sumberdaya alam dan lingkungan telah dibuat dan digunakan sesuai dengan jenis sumberdaya. Sumberdaya hutan, misalnnya tidak melulu menghasilkan kayu, tetapi juga mempunyai fungsi menyediakan udara bersih, pencegahan banjir, dan tempat keanekaragaman hayati. Semua manfaat tersebut jika dinilai secara ekonomi mempunyai nilai yang sangat tinggi. Otoritas sumberdaya alam dan lingkungan diharapkan dapat melakukan valuasi ekonomi terhadap seluruh sumberdaya yang ada, guna memberikan masukan kepada pemerintah agar dapat pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang lestari. Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan secara lestari tidak hanya merupakan tanggung jawab pemerintah pusat, tetapi juga pemerintah daerah dan local serta lembaga swadaya masyarakat. Bahkan masyarakat setempat juga perlu dilibatkan secara langsung, mengingat mereka yang akan menikmati manfaat atau menanggung akibat secara langsung jika terjadi perubahan dalam pengelolaan sumberdaya. Referensi Ashari (2003). Tinjauan tentang alih fungsi lahan sawah ke non sawah dan dampaknya di Pulau Jawa, Forum Penelitian Agro Ekonomi, 21 (2): 8398. Barbier, E.B. (1989) Cash crops, food crops, and sustainability: The case of Indonesia. World Development 17 (6), 879-895. Barbier, E.B. (1995). The Economics of Soil Erosion: Theory, Methodology, and Examples. Paper based on a presentation to the Fifth Biannual Workshop
109
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 2 - Desember 2010
ISSN 1411 - 1497
on Economy and Environment in Southeast Asia. Singapore. Cannon, J. (1999). Participatory Economic Valuation of Natural Resources in the Togean Islands. Jakarta: NRM/ EPIQ Program. Dixon, J. and Sherman, P. (1990). Economics of Protected Areas: A New Look at Benefits and Costs. East-West Center. Dixon, J.A., Scura, L.F., Carpenter, R.A. and Sherman, P.B. (1994). Economic Analysis of Environmental Impacts. London: Earthscan Publication. EEPSEA-WWF. 1998. The Indonesian Fires and Haze of 1997: The Economic Toll. Singapore and Jakarta. Garrod, G. and Willis, K.G. (1999). Economic Valuation of the Environment: methods and case studies, Edward Elgar, Cheltenham. Grafton, R.Q., Adamowicz, W., Dupont, D., Nelson, H., Hill, R.J. and Renzetti, S. (2004). The Economics of the Environment and Natural Resources. Blackwell Publishing, Carlton. Howe,
C.W. (1979). Natural Policy.Willey, New York.
Resource
Economics:
Issues,
Analysis,
Mourato, S., Ozdemiroglu, E. dan Foster, V. (2000) Evaluating health and environmental impacts of pesticide use: Implications for the design of ecolabels and pesticide taxes. Environmental Science and. Technology 34 (8), 1456 –1461. Nas, T.F. (1996). Cost-benefit analysis: Theory and Application. London, SAGE Publication. NRMP (1996). Values of Preserving Forest near Bukit Baka-Bukit Raya, Kalimantan. Report No. 64 NRMP Jakarta. NRMP (1997). Values of Preserving the Bunaken Coral Reef Ecosystem, North Sulawesi. Report No. 67 NRMP Jakarta. Ready, R. Navrud, S.,Day, B., Dubourg, R., Machado, F., Mourato, S., Spanninks, F., Maria Xosé Vázquez Rodriquez, M.X.V. (2004). Benefit Transfer in Europe: how reliable are transfers between countries? Environmental and Resource Economics 29, 67–82. Rozan, A. (2004). Benefit Transfer: a comparison of WTP for air quality between France and Germany. Environmental and Resource Economics 29, 295– 306. Tietenberg, T. (1998). Environmental Economics and Policy. Addison-Wesley, Reading. Turner, K. dan Pearce, D. (1991). Economics of Natural Resources and the Environment. The Johns Hopkins University Press.
110