BIAYA TRANSAKSI DALAM PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI BERBASIS MASYARAKAT (STUDI KASUS : KAWASAN KELOLA LAUT PULAU SAPONDA) Transaction Cost in Management of Conservation Region Community Based (Case Study : Marine Sanctuary in Saponda Island) Subhan dan Sarini Yusuf Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Haluoleo Jln. H.E.A. Mokodompit, Kampus Bumi Tridharma Anduonohu Kendari, 93232 (Phone/Fax: +62401393782). Email:
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK Pembentukan Kawasan Kelola Laut (KKL) di Pulau Saponda mensyaratkan apa yang disebut sebagai biaya transaksi (transaction cost). Biaya transaksi dapat didefenisikan sebagai ongkos negosiasi, mengukur dan menegakkan kesepakatan. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung besarnya biaya transaksi pengelolaan konservasi mulai dari pengumpulan informasi, koordinasi, pengambilan keputusan dan pemufakatan, sampai monitoring dan pengawasan. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa estimasi total biaya transaksi sampai dengan terbentuknya kelembagaan KKL adalah sebesar Rp214.252.500. Selain itu, pengelolaan KKL dapat dikatakan efisien jika dilihat dari biaya transaksi (pengawasan) yang cenderung semakin kecil dan stabil pada tahuntahun berikutnya.
KATA KUNCI : Biaya transaksi, konservasi, berbasis masyarakat, kawasan kelola laut, Pulau Saponda. ABSTRACT The formation of marine sactuay in Saponda Island that require the transaction cost. Transaction cost can be defined as the cost of negotiation, measure and uphold the agreement. This study aimed to estimates the magnitude transaction costs of conservation management that ranging from collecting the information, coordination, decision making and of agreement, until monitoring and supervision. The research indicates that the estimated total cost of the transaction cost to the institutional formation KKL is Rp214.252.500. In addition, KKL management can be said efficient if it is seen from the transaction cost (monitoring enforcement), wich tend to be decrease and stable in the following years.
KEYWORDS : Cost of transaction, conservation, community based, marine sactuary, Saponda Island. sumberdaya kelautan dan perikanan sering
PENDAHULUAN Dalam kondisi open acces, dimana permintaan
tidak
sumberdaya
perikanan
akhirnya
menjadi
dibatasi
terhadap
yang
pendorong
terbatas bagi
eksploitasi berlebihan dari sumberdaya tersebut.
Dalam
memanfaatkan
Jurnal Bisnis Perikanan ISSN : 2355-6617, 1(1) : 93-108
kali terjadi eksploitasi secara besarbesaran namun tidak mempertimbangkan aspek kelestarian lingkungan. Konkritnya sebagian
nelayan
penangkapan destructive
ikan fishing
telah
melakukan
dengan
cara–cara
yaitu
kegiatan
93
Subhan dan Sarini Yusuf, Biaya transaksi pengelolaan KKL Pulau Saponda
penangkapan ikan yang dilakukan turut merusak
sumber
daya
ikan
Daerah perlindungan laut (marine
dan
sanctuary) merupakan salah satu bentuk
ekosistemnya seperti pemboman ikan dan
kepemilikan komunal (communal property
penggunaan racun sianida. Penangkapan
right). Disamping itu, sebagai salah satu
ikan dengan menggunakan bahan peledak
solusi perbaikan sistem pengelolaan yang
dan racun disamping bertentangan dengan
terjadi selama ini. Namun dalam kasus
peraturan yang ada, juga karena cara ini
“Kawasan Kelola Laut (KKL)” Pulau
berdampak sangat luas terhadap perusakan
Saponda, sama sekali tidak bertumpu pada
habitat khususnya terumbu karang yang
pengalaman historis maupun aturan lokal,
merupakan tempat kehidupan biota-biota
melainkan sama sekali baru dan justru
laut yang berasosiasi dengannya.
bertumpu pada pengalaman komunitas lain.
Kerugian dari eksploitasi sumberdaya
Dimana proses pembelajaran dan penguatan
yang merusak ini terdistribusi bagi seluruh
kapasitas
individu
dalam
komunitas
individu dimana sumberdaya itu tersedia.
difasilitasi
oleh
Lembaga
Swadaya
Hal ini menjadi salah satu latar belakang
Masyarakat
(LSM).
timbulnya
kesadaran
pentingnya
kelembagaan KKL Desa Saponda sudah
keberlanjutan
pemanfaatan
sumberdaya
terwujud yang dilegalisasi dalam bentuk
perikanan (sustainable fisheries). Dengan
perdes No.01./PTS-SPD/II/2005. Sebagai
kesadaran tersebut, timbul keinginan untuk
sebuah kelembagaan, didalamnya termasuk
memperbaiki sistem pengelolaan perikanan.
batas juridiksi, hak kepemilikan dan tata
Perasaan senasib yang ditanggung oleh
aturan (YARI, 2005; Subhan, 2012).
setiap individu mendorong terwujudnya pola-pola
ini
KKL merupakan suatu bentuk kelembagaan yang telah dibentuk oleh
Pengalaman jangka panjang
masyarakat. Selama proses pendiriannya
membetuk pola pikir yang menjadi landasan
melibatkan unsur-unsur dalam masyarakat,
pengetahuan lokal (local knowledge) yang
Pemerintah Desa dan Lembaga Swadaya
melekat pada budaya lokal. Hal inilah yang
Masyarakat (LSM). Beberapa aktivitas
menjadi landasan upaya dari kumpulan
selama proses pendiriannya mulai dari
beberapa
pengumpulan
individu
yang
saat
lebih
konservatif.
pemanfaatan
Hingga
(kelompok)
untuk
informasi,
koordinasi,
membentuk suatu mekanisme pemanfaatan
pengambilan keputusan dan pemufakatan,
sumberdaya (Adrianto, 2007; Yulianto,
sampai monitoring dan pengangawasan
2008; Satria, 2009).
menimbulkan apa yang disebut biaya transaksi (transaction cost).
94
Yustika
Jurnal Bisnis Perikanan, 1(1): April 2014
Subhan dan Sarini Yusuf, Biaya transaksi pengelolaan KKL Pulau Saponda
(2006)
mendefinikan
biaya
transaksi
pengawasan (monitoring) dan eksekusi
sebagai ongkos negosiasi, mengukur dan
pelanggaran. Analisis
menegakkan kesepakatan. Pomeroy et al.,
diperlukan karena dapat digunakan untuk
(2001) mengelompokkan biaya transaksi
mengukur efisien tidaknya kelembagaan
dalam ko-manajemen perikanan menjadi
pengelolaan.
tiga kategori yaitu : (1) biaya informasi,
transaksi
(2)
pelaksanaan KKL, berarti kian tidak
biaya
bersama,
mengambilan
dan
(3)
keputusan
biaya
operasional
biaya
transaksi
sebelum
Semakin
yang
terjadi
tinggi
biaya
dalam
proses
efisien kelembagaan yang didesain.
bersama. Kategori pertama dan kedua merupakan
biaya transaksi
Bagaimanapun
untuk
mencapai
kesepakatan dalam kelembagaan KKL
kegiatan kontrak (ex ante transaction
memerlukan
cost)
minimal. Minimumnya biaya transaksi
sedangkan
merupakan
biaya
kategori
ketiga
transaksi
sesudah
akan
biaya
mempunyai
kegiatan kontrak (ex post transaction
tercapainya
cost).
bersama,
transaksi
implikasi
komitmen yang
pada
yang
terhadap
kesepakatan akhirnya
akan
Mburu (2002) biaya transaksi
tercapai distribusi manfaat yang adil antar
dapat diartikan untuk memasukkan tiga
masyarakat dan kelestarian lingkungan.
kategori yang lebih luas, yaitu : (1) biaya
Tulisan ini bertujuan untuk menyediakan
pencarian
biaya
informasi tentang biaya transaksi dalam
negosiasi (gaining) dan keputusan atau
pengelolaan kelembagaan KKL Pulau
mengeksekusi kontrak; dan (3) biaya
Saponda, khususnya dalam pengelolaan
pengawasan (monitoring).
sumber daya terumbu karang.
dan
informasi;
(2)
Dari sudut
pandang yang lain, Kuperan et al. (1999), biaya transaksi dapat dipisahkan menjadi biaya transaksi sebelum kontrak (ex-ante)
METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilakukan di Pulau
dan setelah kontrak (ex-post). Biaya transaksi ex-ante dalam program KKL adalah
biaya
informasi,
membuat
biaya
draft,
koordinasi,
biaya biaya
pengambilan keputusan dan pemufakatan. Sedangkan
biaya
transaksi
(ex-post)
adalah biaya pengikatan agar komitmen yang telah dilakukan dapat dijamin, biaya
Jurnal Bisnis Perikanan, 1(1): April 2014
Saponda Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe. Cakupan objek penelitian adalah Kawasan Kelola Laut Pulau Saponda, Desa
Saponda,
Kecamatan
Soropia,
Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan yaitu mulai Juli -
95
Subhan dan Sarini Yusuf, Biaya transaksi pengelolaan KKL Pulau Saponda
September 2009.
Peta kawasan kelola
dana program yaitu Global Environtment
laut (KKL) dapat dilihat pada gambar 1
Foundation
(terlampir).
dikeluarkan oleh Yayasan Bahari (YARI),
Jenis dan Sumber Data
NGO lokal berperan sebagai fasilitator dan
Jenis
penelitian
yang
dilakukan
CO
(GEF);
(comunity
(2)
Biaya
organizer);
masyarakat
(3)
adalah studi kasus untuk memberikan
partisipasi
Desa
gambaran detail tentang biaya transaksi
beserta aparat pemerintahan desa.
yang
Biaya
Saponda
dalam pengelolaan KKL beserta komponen-
Sumber data biaya transaksi dalam
komponen penyusunnya. Metode penelitian
penelitian terdiri dari data primer dan data
yang digunakan bersifat deskriptif semi-
sekunder. Data primer yaitu data yang
kuantitatif
diperoleh langsung dilapangan berdasarkan
kajian
melalui pengumpulan data,
laporan
kegitaan,
wawancara
hasil
wawancara
mendalam
dengan
irforman kunci dan studi literatur (Kuperan
informan kunci (key informan) baik dari
et al., 1999).
masyarakat dan fasilitator. Data sekunder
Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data
yaitu data yang diperoleh kajian laporan
Biaya transaksi (TC) dalam proses
dan sumber-sumber lain yang mendukung.
kegiatan, studi literatur, laporan keuangan
pengelolaan KKL di Pulau Saponda terdiri
Kebutuhan
data
untuk
analisis
dari 3 input utama yaitu : (1) Penyandang
transaksi dapat dilihat pada
biaya
Tabel 1.
Tabel 1 Kebutuhan data dan pengelompokkan biaya transaksi modifikasi dari Kuperan et al. (1999) dan Mitsutaku et. al. (2005) No. (Transaction Cost) (TC) 1.
Information Cost (TC-1)
2.
DecisionMaking Cost (TC-2)
96
Komponen Biaya
Jenis Data
1. Biaya investigasi dan pengumpulan informasi mengenai sumberdaya 2. Biaya mengelola informasi, isu dan masalah 3. Biaya Strategi 1. Biaya negosiasi 2. Menghadiri pertemuan 3. Membuat draft aturan dan pengambilan keputusan 4. Komunikasi hasil keputusan 5. Biaya koordinasi
Teknik Pengumpulan
Primer dan Sekunder
Survei dan Laporan
Primer dan Sekunder
Survei dan Laporan
Jurnal Bisnis Perikanan, 1(1): April 2014
Subhan dan Sarini Yusuf, Biaya transaksi pengelolaan KKL Pulau Saponda
3.
Collective Operational Cost (TC-3)
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Biaya monitoring Biaya penegakan hukum Biaya penyelesaian konflik Biaya perawatan atribut kawasan Biaya rehabilitasi terumbu karang Biaya eksekusi pelanggaran
Analisis Data Analisis biaya transaksi (TC) pengelolaan kolaboratif modifikasi dari Mitsutaku et al. (2005). Persamaan yang digunakan untuk biaya transaksi adalah : p
q
r
i 1
j 1
k 1
TCijk X i Y j Z k Dimana : TC = Biaya transaksi (Transaction cost) X
= Komponen biaya informasi ke-i
Y
=
Biaya pengambilan keputusan (Decision making cost)
Survei dan Laporan
j
= Komponen biaya pengambilan keputusan ke-j
Z
= Biaya operasional bersama (Collective operational cost)
k
= Komponen biaya bersama ke-k
operasional
Rasio masing-masing komponen biaya transaksi terhadap total biaya transaksi (TCijk) dihitung dengan menggunakan rumus : q
p
= Biaya informasi (Information cost)
i
Primer dan Sekunder
Xi
i 1
TCijk
dimana
Y
Xi ; Yj
r
j
j 1
TCijk
; Zk
X i Yj Zk TCijk
Z
k
k 1
TCijk
;
1
HASIL Tabel 1 Tabulasi Biaya Transaksi beserta komponen-komponennya No
Komponen Biaya Transaksi
1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.5
Information Cost (TC-1) Identifikasi sumberaya hayati dan sosial ekonomi masyarakat Mengelola informasi, isu dan masalah Transfer pengetahuan sistem KKL Pemetaan bersama calon kawasan Honorarium dan Administrasi (Mei-September 2003) Strategi dan free riding Sub Total (a)
Jurnal Bisnis Perikanan, 1(1): April 2014
(Rp) 12 261 736 20 484 666 4 539 014 13 568 606 26 500 000 2 000 000 79 354 022
97
Subhan dan Sarini Yusuf, Biaya transaksi pengelolaan KKL Pulau Saponda
Decision Maiking Cost (TC-2) Koordinasi melalui pertemuan dengan pihak-pihak terkait Diskusi perencanaan / strategi pelaksanaan program bersama Pengambilan Keputusan (Februari 2004) Implementasi Kesepakatan Honorarium dan Administrasi (Oktober 2004 - Februari 2005) Sub Total (b) Operational Cost (TC-3) Pengawasan Area KKL Rehabilitasi dan perawatan sumberdaya Evaluasi/Monitoring Kondisi terumbu karang Pemberian sanksi Estimasi Biaya Pengawasan per bulan Sub Total (c)
2.1 2.2 2.3 2.4 2.5
3.1 3.2 3.3 3.4 3.5
Jumlah Total (a+b+c)
5 084 970 13 868 232 28 165 342 20 800 000 26 500 000 94 418 544 3 700 000 31 700 000 3 430 000 660 000 990 000 40 480 000 214 252 566
Sumber : Data sekunder, 2006
Information cost (TC-1).
PEMBAHASAN Mengacu kepada Mitsutaku et al. (2005)
biaya
transaksi
dalam
ko-
manajemen dikelompokkan dalam tiga kategori utama yaitu biaya memperoleh informasi
sumberdaya
(TC-1),
biaya
pengambilan keputusan bersama (TC-2) dan biaya operasional bersama (TC-3). Dimana (TC-1) dan (TC-2) merupakan biaya transaksi sebelum kontrak (ex-ante transaction
cost),
sedangkan
(TC-3)
merupakan biaya transaksi sesudah kontrak (ex-post transaction cost). Kontrak yang dimaksud adalah kata mufakat
yang
dituangkan dalam bentuk kontrak tertulis, dalam
hal
ini
Perdes
No.01./PTS-
SPD/II/2005 tentang Kawasan Kelola Laut Pulau Saponda.
98
pencarian
informasi
meliputi
Biaya biaya
indentifikasi sumberdaya hayati dan sosial ekonomi masyarakat; mengelola informasi, isu dan masalah; transfer pengetahuan tentang kawasan konservasi; pemetaan bersama
calon
kawasan;
honorarium
personel; serta biaya strategi. Gambar 2 memperlihatkan
fluktuasi
pencarian
informasi sumberdaya (TC-1; garis merah) berkisar antara Rp0 sampai Rp12 000i000. Biaya transaksi mencapai nilai Rp0 pada September 2003, hal ini disebabkan karena tidak ada aktivitas pendampingan yang dilakukan oleh NGO pendamping pada saat bulan Ramadhan. Selain itu, bulan tersebut merupakan awal musim banyak ikan dan hampir seluruh warga Desa turun ke laut
Jurnal Bisnis Perikanan, 1(1): April 2014
Subhan dan Sarini Yusuf, Biaya transaksi pengelolaan KKL Pulau Saponda
untuk menangkap ikan. Pada Gambar 3,
dengan harapan mendapatkan imbalan
terlihat bahwa komposisi total biaya
(uang “tutup mulut”) dari CO YARI.
pencarian informasi (TC-1) adalah 37%
Dengan
atau sekitar Rp79 354 000 dari estimasi
seimbangan
total biaya transaksi sebesar Rp214 252
diantara CO YARI dan oknum aparat Desa,
500. Karena setiap pembuatan konsesus
sangat
atau
banyak
negosiasi diantara kedua pihak mengenai
biaya
besarnya biaya stategi yang disepakati
kesepakatan
informasi.
juga
perlu
Komponen-komponen
tersebut masih dapat dibagi lagi dalam beberapa bentuk kegiatan yang rinciannya dapat dilihat pada Lampiran.
demikian,
akibat
informasi
besar
ketidak-
dan
kekuasaan
kemungkinan
adanya
bersama. Colective decision making cost (TC2). Fluktusi mengenai biaya pengambilan
Selama proses perencanaan awal,
keputusan ditandai dengan garis biru
timbul apa yang disebut dengan biaya
(Gambar 2). Komponen penyusun biaya
strategi. Berdasarkan data dan informasi
pengambilan keputusan terdiri dari biaya
yang diperoleh dari fasilitator YARI yang
koordinasi, biaya diskusi perencanaan dan
menjadi contoh, biaya strategi muncul dari
strategi
kegiatan-kegiatan
pengambilan
yang
membutuhkan
pelaksanaan
program,
keputusan,
biaya biaya
otorisasi instansi yang berwenang (Kepala
implementasi hasil keputusan dan biaya
Desa),
personel.
yaitu
kegiatan
perijinan
dan
Pada
fase
TC-2,
aktivitas
pengesahan dokumen. Pemberian biaya
pertemuan baik secara formal maupun non
strategi oleh YARI kepada Kepala Desa
formal lebih rutin dilakukan dalam upaya
Saponda bertujuan mendapat kemudahan
menggalang dukungan dalam pengambilan
dalam proses perijinan penyelenggaraan
keputusan. Pada fase ini, tercapai suatu
program untuk segera dikabulkan.
kesepakatan
Jika
yang
diwujudkan
dalam upaya pendekatan negosiasi tidak
bentuk
berjalan dengan baik, terdapat indikasi
SPD/II/2005 tentang Kawasan Kelola Laut
upaya
Desa Saponda.
mempersulit,
maka
dengan
kekuasaan besar yang dimiliki (Kepala
Peraturan
Biaya
transaksi
Desa
dalam
No.01/PTS-
(TC-2) tertinggi
Desa), sangat memungkinkan munculnya
dicapai pada Mei 2005. Hal tersebut
perilaku opportunistic dari oknum aparat
disebabkan kerena adanya pertemuan multi
Desa. Perilaku mengancam dan menekan
pihak baik Pemerintah Desa, Kecamatan,
agar program tidak berjalan dengan lancar
NGO pendamping dan Dinas Kelautan dan
Jurnal Bisnis Perikanan, 1(1): April 2014
99
Subhan dan Sarini Yusuf, Biaya transaksi pengelolaan KKL Pulau Saponda
Perikanan serta perwakilan dari Desa
tahun berikutya. Hal ini terkait erat
Tetangga dalam rangka Sosialisasi program
dengan aturan yang sudah terbentuk.
Kawasan Kelola Laut di Desa Saponda.
Aktifitas-aktiftas
yang
Selain itu, jumlah warga turut terlibat
biaya
seperti
dalam
aturan, eksekusi dan pemberian sanksi
pengambilan
keputusan
relatif
transaksi
menimbulkan pelanggaran
banyak, sehingga biaya untuk mengadakan
sudah tidak terjadi.
pertemuan dan alokasi waktu menghadiri
pengawasan diserahkan kepada kelompok
pertemuan cukup besar. Secara akumulatif,
“Lestari Lingkungan” namun partisipasi
biaya pengambilan keputusan bersama
aktif masyarakat tetap dibutuhkan. Rasa
merupakan komponen terbesar dari biaya
memiliki
transaksi
dilindungi
yaitu sebesar Rp94 418 500.
Meskipun tugas
terhadap serta
kawasan kepatuhan
yang warga
Rasio biaya pengambilan keputusan adalah
terhadap hal-hal yang telah disepakati
44% dari total biaya transaksi (Gambar 3).
cukup memberikan dampak terhadap
Operational cost (TC-3). Biaya
rendahnya
biaya
transaksi.
Dengan
operasional terdiri dari biaya pengawasan
demikian biaya operasional pengawasan
area KKL, rehabilitasi dan perawatan
cenderung relatif lebih kecil pada tahun-
sumberdaya, evaluasi dan pengawasan
tahun berikutnya.
zona inti, pemberian sanksi dan resolusi
waktu (Gambar 2), semakin rendah biaya
konflik. Rasio biaya operasional (TC-3)
transaksi yang terjadi dalam proses
sekitar 19% dari total biaya transaksi
pengelolaan KKL, berarti kian efisien
(Gambar 3). Komponen terbesar dari
kelembagaan yang didesain. Menurut
biaya
biaya
Mitsutaku et al., (2005), biaya transaksi
rehabilitasi dan perawatan sumberdaya
dalam proses pengelolaan sumberdaya
(TC-3.2) atau 14% dari biaya transaksi.
perikanan dapat dikatakan efisien jika
Kegiatan rehabilitasi yang dilakukan
biaya monitoring dan penegakan hukum
adalah penanam karang dan pembuatan
berkisar 15-10% dari total keseluruhan
artificial reef tentunya secara partisipatif.
biaya transaksi.
operasional
adalah
Komponen biaya operasional terbesar
Berdasarkan runut
Aksi bersama pengelolaan sumber
kedua adalah biaya pengawasan (TC-3.1)
daya
oleh
suatu
komunitas
akan
atau sekitar 1.6% dari biaya transaksi.
menurunkan
biaya
transaksi
dalam
Gambar 2 memperlihatkan kecederungan
pengawasan dan penegakan aturan, karena
stabilnya biaya transaksi pada tahun
adanya
100
interdependensi
antar
anggota
Jurnal Bisnis Perikanan, 1(1): April 2014
Subhan dan Sarini Yusuf, Biaya transaksi pengelolaan KKL Pulau Saponda
komunitas.
Dari
segi
kelembagaan,
perubahan
kelembagaan
ke
arah
anonether “ (Ostrom, 1990; Yulianto, 2008).
pengelolaan berbasis masyarakat akan
Sesungguhnya
setiap
individu
berhasil jika perubahan tersebut dapat
merasakan kerugian dari rusaknya habitat
mengontrol sumber interdepedensi antar
terumbu karang yang berdampak pada
individu antar kelompok masyarakat dalam
berkurang atau menghilangnya sumberdaya
hubungannya dengan komoditas sumber
ikan. Jenis kerugian yang harus ditanggung
daya laut yang dimanfaatkan/dihasilkan.
adalah biaya operasional penangkapan ikan
Sumber
merupakan
menjadi lebih besar, wilayah tangkap
karateristik inherent (yang melekat) pada
menjadi semakin jauh dan luas, dan
komoditas
peluang
interdependensi
sumberdaya
interdepensi
tersebut
permintaan
yang
(unrestricted
ikan.
Sumber
timbul tidak
demand)
dari dibatasi
akhirnya
menjadi
pendorong
bagi
eksploitasi berlebihan dari sumberdaya tersebut. Dalam kasus ini, nelayan dengan alat tangkap jaring dan pancing harus bersaing dengan para pengguna bom dan sianida untuk menangkap ikan dengan tujuan
memaksimalkan
manfaat
yang
diperoleh dari eksploitasi sumberdaya tersebut. Sementara itu, kerugian (the cost) dari rusaknya habitat terumbu karang yang berakibat pada berkurangnya stok ikan, harus ditanggung bersama oleh setiap individu yang memanfaatkan sumberdaya tersebut. Selain itu, dampak kerugian tersebut terdistribusi bagi seluruh individu dimana sumberdaya itu tersedia. “One person’s use is incompatible with that of
Jurnal Bisnis Perikanan, 1(1): April 2014
tangkapan
mendapatkan
yang
lebih
hasil
baik
menjadi
keputusan
seorang
mungkin
hanya
semakin kecil.
terhadap
sumberdaya ikan yang terbatas. Pada
untuk
Pengambilan individu
tidak
mempertimbangkan
biaya-manfaat
pemanfaatan sumber daya bagi dirinya, namun juga perlu mempertimbangkan ekspektasi
individu
komunitasnya seseorang
lain
tentang
dalam bagaimana
seharusnya
memanfaatkan
sumber daya. Ini terkait dengan karakter sosial dalam komunitas pedesaan termasuk di pesisir dan pulau-pulau kecil. Karakter sosial
mencakup
interdependensi,
ekspektasi perilaku individu dan norma timbal-balik (norms of reciprocity). Dengan keberadaan sanksi sosial yang disepakati, maka
insentif
untuk
melakukan
pelanggaran aturan bisa ditekan. Norma timbal-balik tergolong ke dalam modal sosial (social capital) yang berpengaruh
101
Subhan dan Sarini Yusuf, Biaya transaksi pengelolaan KKL Pulau Saponda
penting
terhadap
kerjasama
dan
keberlanjutan institusi (Grafton, 2005), sejalan dengan institusi yang dimaksud adalah kelembagaan Kawasan Kelola Laut Pulau Saponda. SIMPULAN Keragaan
(peformance)
pengelolaan
Kawasan Kelola Laut (KKL) di Pulau Saponda
ditinjau
transaksi
dari
aspek
menunjukkan
biaya
pencapaian
keberlanjutan pengelolaan kelembagaannya. Pengelolaan KKL dapat dikatakan efisien jika dilihat dari biaya transaksi (pengawasan) yang cenderung semakin kecil
dan
stabil
pada
tahun-tahun
berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA Adrianto L. 2007. Pendekatan dan Metodologi Evaluasi Program Marginal Fisheries Community Development 2004-2006. [Working Paper]. Kerjasama Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Grafton RQ. 2005. Social capital and fisheries governance. Ocean and Coastal Management 48: 753-766 Kuperan NMRK, Abdullah RS, Pomeroy, EL, Genio, and Salamanca AM. 1999. Measuring transaction cost of fisheries Co-management in San Salvador Island, Phlippines. Naga 22(4) : 45-58. Mburu
PERSANTUNAN Penulis mengucapkan terimakasih kepada Direktur dan Kuasa Pengguna Anggaran Pusat COREMAP II, atas program
bantuan
dana
penelitian
2009/2010. Terima kasih juga diucapkan kepada Yayasan Bahari (YARI) Kendari, atas bantuannya selama pengumpulan data dan informasi di lapangan. Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepeda Kepada Desa Saponda dan Pokmas “Lestari Lingkungan” dan semua pihak
J. 2002. Collaborative management of wildlife in Kenya : An empirical analysis of stakeholders participation, cost and intensives. Socioeconomic studies on rural development 130:1-11.
Mitsutaku M, and Hiroyuki M. 2005. Comanagement in Japanese coastal fisheries: institutional features and transaction cost. Marine Policy 29: 441-450. Ostrom
E. 1990. Governing the commons: The evolution of institution for collective action. Cambridge: Cambridge University Press.
ini.
Pomeroy RS, Katon BM, Harkes I. 2001. Conditions affecting the success of fisheries co-management lessons from Asia. Marine Policy 25:197-208.
102
Jurnal Bisnis Perikanan, 1(1): April 2014
yang telah membantu dalam penelitian
Subhan dan Sarini Yusuf, Biaya transaksi pengelolaan KKL Pulau Saponda
Satria A. 2009. Pesisir dan Laut untuk Rakyat. Bogor: IPB-Press. Subhan. 2012. Inisiasi “Kawasan Kelola Laut” dan persepsi masyarakat lokal terhadap keberadaannya (Studi kasus: Kawasan Kelola Laut Pulau Saponda, Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara). Aqua Hayati, Jurnal Biosains Perairan, Perikanan dan Kelautan 8:187-201 YARI: Yayasan Bahari. 2005. Program Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang berbasis Masyarakat di Pulau Saponda Kecamatan Laonti Kabupaten Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. Laporan untuk GEF-SGP UNDP. Yayasan Bahari. Kendari.
Jurnal Bisnis Perikanan, 1(1): April 2014
YARI: Yayasan Bahari. 2006. Laporan Keuangan Pengembangan Kawasan Kelola Laut (KKL) Berbasis Masyarakat di Kawasan Pulau Saponda Sulawesi Tenggara [Laporan]. Laporan untuk GEFSGP UNDP. Yayasan Bahari : Kendari. Yulianto G. 2008. Kajian Kelembagaan Hak Ulayat Laut di Desa-Desa Pesisir Teluk Bintuni. Buletin Ekonomi Perikanan 8(2): 146-155 Yustika A.E. 2006. Ekonomi Kelembagaan: Defenisi, Teori dan Strategi. Malang: Bayumedia Publishing.
103
Subhan dan Sarini Yusuf, Biaya transaksi pengelolaan KKL Pulau Saponda
Lampiran 1 Tabulasi komponen Information Cost (TC-1)
Sumber Data : Data Diolah (2006)
104
Jurnal Bisnis Perikanan, 1(1): April 2014
Subhan dan Sarini Yusuf, Biaya transaksi pengelolaan KKL Pulau Saponda
Lampiran 2 Tabulasi komponen Decision Maiking Cost (TC-2)
Jurnal Bisnis Perikanan, 1(1): April 2014
105
Subhan dan Sarini Yusuf, Biaya transaksi pengelolaan KKL Pulau Saponda
Lampiran 3 Tabulasi komponen Operational Cost (TC-3)
106
Jurnal Bisnis Perikanan, 1(1): April 2014
Subhan dan Sarini Yusuf, Biaya transaksi pengelolaan
Gambar 1 Peta Kawasan Kelola Laut Pulau Saponda
Subhan dan Sarini Yusuf, Biaya transaksi pengelolaan KKL Pulau Saponda
Resolusi konflik (TC-3.5) Informasi sumberaya hayati dan sosek masyarakat (TC-1.1) Pemberian sanksi (TC-3.4)
Mengelola informasi, isu dan masalah (TC-1.2) Evaluasi/Monitoring Kondisi terumbu karang (TC-3.3) Transfer pengetahuan sistem KKL (TC-1.3) Rehabilitasi dan perawatan sumberdaya (TC-3.2)
Pemetaan bersama calon kawasan (TC-1.4)
Biaya pengawasan area KKL (TC-3.1)
Honorarium personel & Administrasi (TC-1.5)
Honorarium personel & Administrasi (TC-2.5)
Biaya Strategi (TC-1.6)
Koordinasi pertemuan dengan pihak-pihak terkait (TC-2.1) Implementasi hasil keputusan (TC-2.4) Diskusi perencanaan / strategi pelaksanaan program (TC-2.2) Biaya Pengambilan Keputusan bersama (TC-2.3)
Gambar 3. Diagram komposisi biaya transaksi dan struktur komponen penyusun
108
Jurnal Bisnis Perikanan, 1(1): April 2014
Jurnal Bisnis Perikanan, 1(1): April 2014