Copyright @ Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Hak Cipta Dilindungi Undang Undang Pengarah: Dr. Ir. Suprayoga Hadi, MSP. Penanggungjawab: Drs. Daryoto, M.Sc Ir. Rr. Aisyah Gamawati, MM Koordinator Substansi: 1. Sukandar 2. Teuku Chaerul 3. Sudrajat 4. Agus Wicaksono 5. Diah Ratri Kushermini Penulis: 1. Dr Pieter George Manoppo M.Psi 2. Dr Syarifah Ema Rahmaniah M.Ed 3. Mohammad Iqbal Ahnaf Ph.D 4. Dwi Rubiyanti Kholifah MA 5. Dr Hasan Almutahar M.Si Desain Grafis Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Diterbitkan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Percetakan Cetakan Pertama, November, 2016 KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI 2016
Post Conflict Need Assessment (PCNA)
i
EXECUTIVE SUMMARY
Salah satu kendala penting dalam pemulihan wilayah paska konflik adalah belum tersedianya instrumen yang memadahi untuk mengukur kerusakan yang ditimbulkan oleh konflik, terutama yang terkait dengan modal sosial (kerugian non-material) yang berdampak pada melemahnya ketahanan sosial dalam masyarakat. Hal ini berbeda dengan bidang penanggulangan bencana alam yang telah memiliki instrumen yang cukup mapan dalam pengukuran tingkat kerugian yang disebabkan oleh terjadinya bencana alam. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah mengembangkan apa yang disebut Post Disaster Need Assessment (PDNA) sebagai sebuah instrumen baku dalam menghitung tingkat kerugian suatu wilayah akibat terjadinya bencana alam. Dalam kerangka PDNA ada dua instrumen pengukuran yang tersedia, yaitu Damage and Lost Assesment (DALA) untuk mengukur tingkat kerusakan dan kehilangan yang diderita suatu wilayah akibat terjadinya bencana alam dan Human Recovery Need Assessment (HRNA) yang mengukur
ii
Executive Summary
kebutuhan dasar manusia yang diperlukan untuk memulihkan kondisi masyarakat paska terjadinya bencana alam. Dalam konteks konflik sosial, disamping instrumen PDNA (DALA dan HRNA) tersebut, sangat dibutuhkan pengukuran terhadap kerugian non-materiil dalam bentuk rusaknya modal sosial dalam berbagai bentuk misalnya melemahnya relasi sosial antar masyarakat, terjadinya segregasi sosial dalam masyarakat, rusaknya budaya yang dimiliki oleh masyarakat, trauma psikologis, luruhnya solidaritas,polarisasi, integrasi, jaringan. Alat ukur yang cermat dan detil atas kerusakan modal sosial paska terjadinya konflik akan sangat membantu masyarakat dan daerah dalam memulihkan kondisi sosial kemasyarakatan, mengembalikan kondisi damai dengan dengan demikian mencegah berulangnya konflik . Dalam konteks terjadinya konflik sosial, disamping instrument PDNA (DALA dan HRNA) tersebut, pengukuran terhadap kerugian non-materiil dalam bentuk rusaknya modal sosial dalam berbagai bentuk misalnya melemahnya relasi sosial antar masyarakat, terjadinya segregasi sosial dalam masyarakat, rusaknya budaya yang dimiliki oleh masyarakat, trauma psikologis, luruhnya solidaritas, polarisasi, integrasi, jaringan dll, menjadi persoalan yang sangat penting untuk dicermati dan diukur secara detil paska terjadinya konflik sosial untuk membantu masyarakat dan daerah dalam memulihkan kondisi sosial kemasyarakatan seperti sediakala. Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi melalui Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Tertentu (PDTU) mengembangkan instrument pengukuran dampak kerugian akibat terjadinya konflik sosial dalam bentuk Post Conflict Need Assessment (PCNA) yang menambahkan instrumen pengukuran dalam bentuk Social Recovery Need Assessment (SRNA). Post Conflict Need Assessment (PCNA) adalah suatu rangkaian kegiatan pengkajian dan penilaian akibat, analisis dampak, dan perkiraan kebutuhan, yang menjadi dasar bagi penyusunan rencana aksi pemulihan paska konflik.Pengkajian dan penilaian yang
Post Conflict Need Assessment (PCNA)
iii
dimaksud dalam PCNA meliputi pengkajian dan penilaian kerusakan dan kerugian fisik (materiil) dan kerusakan dan kerugian non-fisik (non-materiil). PCNA sendiri terdiri dari tiga bagian utama, yakni: a) Damage and Loss Assessment (DALA) yang memberi tekanan pada aspek kerusakan yang bersifat material dan dapat dikuantifikasi. b) Human Recovery Need Assessment (HRNA) memberi tekanan pada kebutuhan manusia : akses dasar, pendapatan, kesehatan, makanan, shelter, dan perumahan. c) Social Recovery Need Assesasment (SRNA) memberi tekanan pada dampak segregasi, kohesi sosial, solidaritas, polarisasi, dsb. Pengembangan instrumen SRNA setidaknya didasarkan 5 (lima) variabel yang menggambarkan jenis kerusakan sosial akibat terjadinya konflik sosial. Kelima variabel tersebut meliputi: 1. Kerusakan kapasitas manusia (komunitas). 2. Kerusakan kapasitas lingkungan sosial Kemasyarakatan 3. Kerusakan kapasitas peradaban/Tata nilai dan budaya masyarakat 4. Kerusakan kapasitas fisik dan tata ruang 5. Gangguan mental individu dan masyarakat (Trauma psikososial). Kelima variabel kerusakan modal sosial masyarakat tersebut menjadi sangat penting untuk diukur agar diperoleh data dan informasi yang akurat tentang bagaimana proses dan tahapan pemulihan yang perlu dilakukan (jangka pendek, menengah dan panjang) sebagai bahan pengambilan kebijakan pembangunan di daerah-daerah paska konflik di Indonesia.
iv
Executive Summary
Post Conflict Need Assessment (PCNA)
v
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia
KATA PENGANTAR
Indonesia merupakan Negara yang sangat beragam baik dari aspek geografis maupun social budaya. Dari aspek geografis, Indonesia memiliki lebih dari 17.000 pulau yang tersebar mulai Provinsi Aceh sampai ke Provinsi Papua. Sedangkan dari aspek social-budaya, Indonesia kaya akan keragaman suku yang berjumlah lebih dari 75 kelompok suku yang tersebar hingga ke pelosokpelosok daerah terpencil. Kondisi ini disatu sisi merupakan modal social yang sangat luar biasa dalam mendukung dan mensukseskan proses pembangunan nasional. Namun disisi lain, keragaman ini juga dapat menjadi beban sekaligus ancaman bagi keberlangsungan pembangunan nasional, jika kekayaan tersebut tidak dapat dikelola secara optimal demi pencapaian kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, konflik sosial masih terus terjadi diberbagai daerah di Indonesia. dampak nyata dari terjadinya konflik sosial tersebut tidak hanya hancurnya infrastruktur ekonomi dan
vi
Kata Pengantar
hasil pembangunan lainnya, namun juga hancurnya pranata social dan hilangnya nyawa masyarakat yang tidak berdosa. Konflik sosial pada umumnya meninggalkan kerusakan tidak hanya dalam aspek material, seperti hancurnya infrastruktur dan hilangnya sumber kehidupan ekonomi, tetapi juga yang tidak kalah penting adalah hancurnya modal sosial bagi perdamaian. Pemulihan kembali modal sosial perdamaian adalah kebutuhan mendasar yang patut menjadi prioritas untuk mencegah konflik sosial berulang. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, mencoba menginisiasi penyusunan instrumen yang dapat dijadikan panduan dalam melakukan identifikasi kerusakan sosial akibat terjadinya konflik. Intrumen Post Conflict Need Assessment (PCNA) ini diharapkan dapat menjadi alat yang bisa dipakai oleh semua pihak, baik pemerintah maupun lembagalembaga non-pemerintah untuk melakukan penilaian dan pemetaan secara komprehensif kerusakan sosial akibat konflik dan menentukan kebutuhan prioritas yang harus diambil untuk memulihkan kembali kondisi sosial yang ada di masyarakat. Buku ini mencoba mengembangkan instrumen yang didorong oleh kesadaran bahwa sumberdaya dalam penanganan konflik seharusnya tidak hanya dikerahkan dalam proses penghentian kekerasan. Proses pemulihan paska konflik membutuhkan sumberdaya yang tidak kalah besar karena proses kerusakan basis perdamaian biasanya tidak semerta-merta bisa dipulihkan dengan berhentinya kekerasan atau perang. Instrumen PCNA ini juga memberikan gambaran bahwa, pemulihan paska konflik sosial tidak hanya terkonsentrasi pada pembangunan ekonomi dan infratruktur, tetapi juga memulihkan kembali modal sosial yang dimiliki oleh masyarakat merupakan kebijakan yang sangat strategis untuk dilakukan agar konflik tidak terulang kembali pada masa yang akan datang. Akhirnya, atas nama Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, saya menyampaikan ucapan terima
Post Conflict Need Assessment (PCNA) vii
kasih serta apresiasi yang setinggi-tingginya, khususnya kepada Direktur Jenderal Pembangunan Daerah Tertentu beserta seluruh jajarannya, yang telah menginisiasi buku pedoman penyusunan Post Conflict Need Assessment (PCNA) ini. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Tim Penyusun dan semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan buku pedoman ini. Besar harapan saya agar Buku Pedoman Penyusunan PCNA ini dapat dijadikan panduan semua pihak untuk melakukan identifikasi dan pemetaan kerusakan sosial akibat konflik yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia.
Jakarta, Nopember 2016 Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Republik Indonesia
Eko Putro Sandjojo
viii Kata Pengantar
Post Conflict Need Assessment (PCNA)
DAFTAR ISI
EXECUTIVE SUMMARY.................................................................. i KATA PENGANTAR ................................................................... v DAFTAR ISI .................................................................. ix DAFTAR GAMBAR ................................................................. xiii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................. xv Bab. I. PENDAHULUAN.............................................................1 1.1. Latar Belakang ........................................................1 BAB II. KONSEP DASAR DAN INSTRUMEN PEMETAAN DAMPAK KONFLIK.................................7 2.1. Defisini dan Ruang Lingkup..............................7 2.1.1. Konflik Sosial ...........................................7 2.1.2. Konsep Dampak Sosial ..........................9 2.1.3. Dampak Konflik Sosial ......................... 11
ix
x
Daftar Isi
2.2.
.1.4.Konsep dan Peran Modal Sosial.......... 13 2 2.1.5.Model Pengkajian dan Penilaian: Akibat, Dampak dan Kebutuhan ........ 16 Pendekatan dan Metodologi PCNA ............. 17
BAB III. KERANGKA PENDEKATAN PCNA (DALA, HRNA DAN SRNA)......................................... 21 3.1. Damage and Loss Assessment (DALA)............... 22 3.2. Human Recovery Need Assessment (HRNA)...... 23 3.3. Social Recovery Need Assessment (SRNA).......... 24 3.4. Kerangka Konseptual Model Kajian (PCNA)........ 33 BAB IV. KELEMBAGAAN, KOORDINASI DAN PENDANAAN...................................................... 39 4.1. Kelembagaan .................................................... 39 4.1.1.Pola Kelembagaan Perspektif Legal .. 39 4.1.2.Pola Kelembagaan: Perspektif Reflektif untuk PCNA/SRNA ........................ 48 4.2. Koordinasi ........................................................ 51 1) Prinsip-prinsip Dasar Koordinasi ............. 51 2) Arah Koordinasi Dalam................................... Roadmap Penanganan Konflik................... 54 3) Koordinasi Berbasis Perdamaian dan Ketangguhan Konflik..... 56 4.3. Pendanaan........................................................... 59 1) Pendanaan Pemerintah................................ 59 2) Pendanaan Non Pemerintah....................... 60 3) Tantangan ..................................................... 60 BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI....................... 63 5.1. Kesimpulan........................................................ 63 5.2. Rekomendasi..................................................... 69
Post Conflict Need Assessment (PCNA)
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
................................................................. 73 ................................................................. 77
xi
xii Daftar Isi
Post Conflict Need Assessment (PCNA) xiii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Tahapan PCNA ..........................................................5 Gambar 2. Korelasi Destruksi Sumber Daya Komunitas, Indeks Ketahanan dan Proses Recovery............. 20 Gambar 3. Komponen PCNA ................................................... 22 Gambar 4. Cakupan Dampak Konflik....................................... 28 Gambar 5. Destruksi dan Reproduksi Destruksi Kapasitas Sumber Daya Komunitas..................... 31 Gambar 6. Kerangka Konseptual Model PCNA..................... 34 Gambar 7. Struktur Tim Koordinasi Pembangunan Perdamaian................................................................ 48 Gambar 8. Gabungan Pola Kelembagaan Penanganan Bencana/Konflik............................... 50 Gambar 9. Roadmap Penanganan Konflik dan Tahapan Membangun Ketangguhan.................... 54 Gambar 10. Model Pengelolaan PCNA Berbasis Komunitas ................................................................. 58
xiv Pendahuluan
Post Conflict Need Assessment (PCNA) xv
DAFTAR LAMPIRAN Tabel 1.a Butir-Butir Pernyataan Kerusakan Kapasitas SDM......................................................... 77 Tabel 1.b. Butir-Butir Pertanyaan Kerusakan Kapasitas SDM ........................................................ 95 Tabel 2.a. Butir-Butir Pernyataan Kerusakan Lingkungan Sosial ................................................. 111 Tabel 2.b. Butir-Butir Pertanyaan Kerusakan Lingkungan Sosial .................................................. 119 Tabel 3.a. Butir-Butir Pernyataan Keruskaan Budaya dan Peradaban...................... 128 Tabel 3.b. Butir-Butir Pertanyaan .......................................... 135 Kerusakan Budaya dan Peradaban Tabel 4.a. Butir-Butir Pernyataan Kerusakan Fisik dan Tata Ruang.......................... 143 Tabel 4.b. Butir-Butir Pertanyaan Kerusakan Fisik dan Tata Ruang.......................... 148 Tabel 5.a. Butir-Butir Pernyataan Depresi dan Trauma Psikososial.................................................. 154 Tabel.5.b. Butir-Butir Pertayaan Depresi dan Trauma Psikososial ................................................. 166
xvi Daftar Lampiran
Post Conflict Need Assessment (PCNA)
1
BAB I
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penanganan konflik di Indonesia memberikan penekanan pada pencegahan konflik. Hal ini ditunjukkan dalam UU 7/2012 dan RPJMN 2015-2019 yang memberikan prioritas pada aspek pencegahan terhadap konflik. Dalam konteks pencegahan hal yang tidak bisa dikesampingkan adalah pemulihan paska konflik yang sangat dibutuhkan untuk mencegah berulangnya kembali konflik. Konflik sosial pada umumnya meninggalkan kerusakan tidak hanya dalam aspek material, seperti hancurnya infrastruktur dan hilangnya sumber kehidupan ekonomi, tetapi juga yang tidak kalah penting adalah hancurnya modal sosial bagi perdamaian. Karena itu, pemulihan kembali modal sosial perdamaian adalah kebutuhan mendasar yang patut menjadi prioritas untuk mencegah konflik sosial berulang. Karena itu instrumen ini didorong oleh kesadaran
2
Pendahuluan
bahwa sumberdaya dalam penanganan konflik seharusnya tidak hanya dikerahkan dalam proses penghentian kekerasan. Proses pemulihan paska konflik membutuhkan sumberdaya yang tidak kalah besar karena proses kerusakan basis perdamaian biasanya tidak semerta-merta bisa dipulihkan dengan berhentinya kekerasan atau perang. Secara legal formal, pentingnya pemulihan paska konflik ini telah menjadi tanggungjawab negara sebagaimana amanat UndangUndang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial di Indonesia yang tidak hanya meliputi tahapan Rekonsiliasi, tetapi juga tahapan paska konflik, yang disebut Rehabilitasi dan Rekonstruksi. Dalam kerangka ini Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi melalui Direktorat Penanganan Daerah Paska Konflik (PDPK) memegang peranan penting karena agenda Rehabilitasi dan Rekonstruksi pada umumhya terjadi di level desa dan karena itu tidak bisa dilepaskan dari mandat pembangunan desa. Karena itu Kementerian ini mempunyai Direktorat Penanganan Daerah Paska Konflik (PDPK) -Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Tertentu (PDTU) yang memiliki kewenangan atau tanggungjawab untuk merumuskan kebijakan dan pelaksanaan kegiatan pembangunan yang secara khusus ditujukan untuk Rehabilitasi dan Rekonstruksi di daerah yang pernah terjadi konflik. Untuk menjalankan amanat ini, buku ini disusun sebagai upaya perumusan kebijakan dan pelaksanaan kebijakan penanganan daerah paska konflik. Langkah ini sejalan dengan mandat UU 7/2012 dan RPJMN 2015-2019 untuk mengupayakan sebagai bagian dari pencegahan konflik dengan memberikan perhatian kepada daerahdaerah yang memiliki tingkat kerawanan konflik yang tinggi. Salah satu kendala penting dalam pemulihan wilayah paska konflik adalah belum tersedianya instrumen yang memadai untuk mengukur kerusakan yang ditimbulkan oleh konflik, terutama yang terkait dengan modal sosial (kerugian non-material) yang berdampak pada melemahnya ketahanan sosial dalam masyarakat. Hal ini
Post Conflict Need Assessment (PCNA)
3
berbeda dengan bidang penanggulangan bencana alam yang telah memiliki instrumen yang cukup mapan dalam pengukuran tingkat kerugian yang disebabkan oleh terjadinya bencana alam. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah mengembangkan apa yang disebut Post Disaster Need Assessment (PDNA) sebagai sebuah instrumen baku dalam menghitung tingkat kerugian suatu wilayah akibat terjadinya bencana alam. Dalam kerangka PDNA ada dua instrumen pengukuran yang tersedia, yaitu Damage and Lost Assesment (DALA) untuk mengukur tingkat kerusakan dan kehilangan yang diderita suatu wilayah akibat terjadinya bencana alam dan Human Recovery Need Assessment (HRNA) yang mengukur kebutuhan dasar manusia yang diperlukan untuk memulihkan kondisi masyarakat paska terjadinya bencana alam. Dalam konteks konflik sosial, disamping instrumen PDNA (DALA dan HRNA) tersebut, sangat dibutuhkan pengukuran terhadap kerugian non-materiil dalam bentuk rusaknya modal sosial dalam berbagai bentuk misalnya melemahnya relasi sosial antar masyarakat, terjadinya segregasi sosial dalam masyarakat, rusaknya budaya yang dimiliki oleh masyarakat, trauma psikologis, luruhnya solidaritas,polarisasi, integrasi, jaringan. Alat ukur yang cermat dan detil atas kerusakan modal sosial paska terjadinya konflik akan sangat membantu masyarakat dan daerah dalam memulihkan kondisi sosial kemasyarakatan, mengembalikan kondisi damai dengan dengan demikian mencegah berulangnya konflik. Oleh karenanya, Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi melalui Direktorat Penanganan Daerah Paska Konflik-Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Tertentu (PDTU) mengembangkan instrumen pengukuran dampak kerugian yang ditimbulkan akibat terjadinya konflik sosial yang disebut Post Conflict Need Assessment (PCNA) yang melengkapi instrumen serupa lain yang disebut Social Recovery Need Assessment (SRNA). Instrumen pengukuran SRNA dikembangkan berdasarkan pengalaman terjadinya konflik sosial di berbagai daerah yang berakibat hancurnya modal sosial yang
4
Pendahuluan
dimiliki oleh masyarakat suatu daerah. Dokumen ini adalah adaptasi dari instrument SRNA yang diintegrasikan dengan pemetaan dampak sosial dari konflik yang kemudian disebut PCNA. Panduan assessmen ini merupakan konsekuensi dari perlunya dilaksanakan proses pemetaan dan pengenalan mendasar, faktual, konstekstual dan sistematis terhadap kondisi terkini yang dihadapi pasca konflik sosial pada wilayah tertentu. Khususnya kebutuhan social recovery untuk menemukan kondisi destruksi modal sosial dan psikososial masyarakat pasca konflik yang menyumbang pada ketahanan sosial masyarakat. Dengan demikian manfaat penyusunan Kerangka Kerja Post Conflict Need Assessment (PCNA) ini adalah untuk: 1) Memberikan panduan baku bagi aparat berwenang tingkat pusat dan daerah dalam mengukur dampak kerusakan sosial dan kebutuhan pemulihan akibat terjadinya konflik sosial di suatu wilayah. 2) Memberikan data dan informasi akurat yang berbasis data-data lapangan dalam rangka penyusunan rencana aksi pemulihan pasca konflik. 3) Memberikan dukungan bagi program-program pemulihan pasca konflik dan pencegahan konflik dalam jangka panjang. Adapun sasaran utama dirumuskannya post-conflict need assessment (PCNA) ini adalah kementerian-kementerian dan badan terkait yang memiliki program Rehabilitasi, Rekonstruksi dan Rekonsiliasi dalam penanganan konflik sosial baik di tingkat pusat maupun di daerah. Adapun langkah-langkah pengkajian kebutuhan pasca konflik/ PCNA dibagi dalam tiga tahap yang meliputi, pertama tahap pengkajian akibat konflik, kedua tahap pengkajian dampak konflik dan ketiga tahap kebutuhan pasca konflik. Seluruh tahap ini bertujuan agar pelaksanaan PCNA menjadi lebih logis, sistematis dan terstruktur sebagaimana digambarkan dalam Diagram 1 berikut:
Post Conflict Need Assessment (PCNA)
Diagram 1. Tahapan PCNA .
Konflik
Pengkajian akibat (effect) konflik (DALA) 1.kerusakan 2.kerugian 3.kehilangan/gangguan akses 4. Gangguan Fungsi 5.Naiknya resiko
Penyusunan rencana aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Pengkajian dampak (impact) konflik (HRNA) 1. Ekonomi dan fiscal 2. Sosial, budaya dan politik 3. Pembangunan manusia 4. Lingkungan
Pengkajian kebutuhan pemulihan (SRNA) 1. Pembangunan 2. Penggantian 3. Penyediaan bantuan akses 4. Pemulihan fungsi 5. Pengurangan resiko
5
6
Pendahuluan
Post Conflict Need Assessment (PCNA)
7
BAB II
KONSEP DASAR DAN INSTRUMEN PEMETAAN DAMPAK KONFLIK 2.1.
Definisi dan Ruang Lingkup
2.1.1. Konflik Sosial Konflik sosial terjadi ketika dua kelompok atau lebih memandang bahwa mereka mempunyai tujuan yang tidak bisa dipertemukan (incompatible goals) dan karena itu satu sama lain berusaha untuk mengalahkan atau mengeliminasi pihak lain. Puncak dari konflik sosial terjadi ketika salah satu atau kedua belah pihak memilih cara kekerasan terhadap pihak lain untuk memenuhi aspirasinya. Konflik bisa bisa terjadi antar kelompok dalam masyarakat, antara masyarakat dengan pemerintah dan antara masyarakat dengan organisasi bisnis di suatu wilayah. Sumber konflik bisa terkait dengan pertentangan nilai atau keyakinan, dan pertentangan kepentingan dalam memperebutkan sumberdaya ekonomi dan kekuasaan. Konflik
8
Konsep Dasar dan Instrumen Pemetaan Dampak Konflik
sosial bisa dibedakan dari konflik individu karena pihak-pihak yang bersengketa terdiri dari kelompok yang bisa dibedakan. Yang patut dicatat konflik berpotensi menciptakan situasi tegang dan perasaan tidak aman atau tekanan psikologis, tetapi tidak semua konflik mewujud dalam bentuk kekerasan. Situasi dan kondisi dimana terjadi kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalah, merupakan tahapan lanjut dari pertentangan pendapat yang berbeda-beda tersebut(Pruitt, and Rubin, 2003). Kekerasan meliputi tindakan, perkataan, sikap berbagai struktur atau sistem yang menyebabkan kerusakan secara fisik, mental, sosial atau lingkungan, dan/atau menghalangi seseorang untuk meraih potensinya secara penuh. Menurut Robin (P4K Untad, 2006), proses konflik dimulai ketika suatu pihak merasa ada pihak lain yang memberikan pengaruh negatif kepadanya atau tatkala suatu pihak merasa kepentinganya itu memberikan pengaruh negatif kepada pihak lainnya. Menurut pengertian tersebut, wujud konflik itu mencakup rentang yang amat luas, mulai dari ketidaksetujuan samar-samar sampai dengan tindakan kekerasan. Dengan kata lain, setiap perbedaan itu merupakan potensi konflik, yang jika tidak ditangani secara baik, potensi konflik itu bisa berubah menjadi konflik terbuka. Konflik bisa dibedakan dalam 6 tingkatan dari yang paling ringan ke yang paling berat, yaitu: 1) Memiliki sedikit ketidaksetujuan atau sedikit kesalahpahaman. Setiap perbedaan itu merupakan sumber konflik. Konflik yang paling ringan adalah perbedaan persepsi dan pemahaman terhadap sesuatu perkara. Perbedaan ini masih tersimpan dalam memori individu atau kelompok yang beriteraksi. 2) Mempertanyakan hal-hal yang berbeda. Pihak-pihak tertentu sudah mulai mempertanyakan hal-hal yang dianggap berbeda, tetapi belum ada versi bahwa pihak lain itu keliru. 3) Mengajukan serangan secara lisan. Perbedaan sudah diungkapkan secara terbuka dan sudah ada tuduhan bahwa pihak lain keliru atau bertanggungjawab. Pada tahap ini pihak yang bertikai belum
Post Conflict Need Assessment (PCNA)
9
melakukan paksaan secara lisan agar pihak lain itu bersikap seperti apa yang dinginkannya. 4) Mengajukan ancaman. Ada tahap ini paksaan lisan sudah mulai muncul, artinya ada suatu upaya agar pihak lain itu bersikap seperti dirinya. 5) Pihak-pihak yang bertikai melakukan serangan fisik secara agresif. Bentuk pemaksaan sudah meningkat dalam bentuk paksaan fisik. 6) Puncak atau ledakan konfik terjadi ketika pihak-pihak yang bertikai melakukan upaya-upaya untuk merusak atau menghancurkan pihak lain. 2.1.2. Konsep Dampak Sosial Latar belakang dilakukannya studi dampak sosial bermula dari suatu pemikiran bahwa masyarakat merupakan bagian dari tiga ranah interaksi yang saling terkait, yakni sosial, ekonomi dan fisik. (Hadi, 1997: 23-24) Apabila terjadi perubahan dari salah satu ranah maka perubahan ini akan mempengaruhi ranah yang lain. Begitupula dengan kajian dampak di suatu daerah yang pernah mengalami konflik yang akan memberikan perubahan terhadap sistem relasi multidimensi dengan bermacam-macam komponen, variabel dan indikator terkait. Karena itu, kajian dampak konflik sosial menuntut pemahaman atas dampak konflik terhadap hubungan saling terkait antara ketiga ranah interaksi antar –kelompok di atas dalam rentang waktu mulai dari berlangsungnya konflik hingga masa paska konflik. Popenoe (1978), Goodman dan Marx (1978) dalam Leistritz et al. (1981) menjelaskan dampak sosial merupakan dampak yang memberikan pengaruh terhadap pola interaksi sosial, baik bersifat formal atau informal, yang lahir dari interaksi sosial, termasuk bagaimana persepsi anggota satu kelompok atas hubungan mereka dengan kelompok lain dalam suatu sistem sosial. Sejalan dengan Popenoe, Burdge dan Vanclay menambahkan (1996:59) dampak sosial adalah dampak-dampak yang mencakup semua konsekuensi
10 Konsep Dasar dan Instrumen Pemetaan Dampak Konflik
sosial dan budaya atas suatu kelompok manusia sebagai akibat dari rusaknya pola relasi antar kelompok yang mengubah cara hidup , bekerja,bermain, dan upaya pemenuhan kebutuhan hidup mereka yang layak. Analisa dampak konflik sosial menggarisbawahi pentingnya merespon dampak kultural yang menciptakan perubahan norma-norma, nilai-nilai dan tradisi yang pada masa sebelumnya membimbing nalar pribadi dan masyarakat untuk hidup bersama secara damai dengan kelompok yang berbeda. Namun demikian, analisa dampak konflik sosial tidak selalu mudah karena apa yang diklaim sebagai dampak bisa saja diperbebatkan aktor atau korban konflik. Menurut Homencuk (1988: 1 & 3) dalam Sudharto P. Hadi (1997: 26-27) dampak konflik bisa bersifat nyata (real impact) dan dipersepsikan (perceived impact). Dampak nyata biasanya lebih mudah diidentifikasi karena berkaitan dengan perubahan-perubahan pada hal yang bersifat fisik seperti migrasi penduduk, hilangnya tempat tinggal, kematian, hilangnya harta benda dan komunitas. Adapun dampak yang dipersepsikan (perceived impact) membutuhkan kajian lebih mendalam karenaterkait dengan perubahan paska konflik yang berifat non-fisik, seperti perasaan takut atau tidak aman, trauma, berubahnya sistem nilai dan kebudayaan, dan lain-lain. Dampak-dampak jenis ini berasal dari persepsi atau penafsiran (interpretasi) yang bisa jadi tidak tunggal. Armour (1987:2) dalam Hadi (1997: 24-25), mengidentifikasi dua ranah dampak konflik sosial sebagai berikut: • Cara hidup (way of life), termasuk didalamnya bagaimana manusia dan masyarakat hidup, bekerja, bermain, dan berinteraksi satu dengan yang lain. Budaya, termasuk di dalamnya sistem nilai, norma dan kepercayaan. • Komunitas meliputi struktur penduduk, kohesi sosial, stabilitas masyarakat, estetika, sarana-prasarana yang diakui sebagai “public facilities”. Beberapa contoh “public facilities” adalah gedung sekolah, tempat ibadah seperti masjid dan gereja, balai rukun warga, balai kelurahan.
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 11
Dengan demikian dampak konflik sosial menyebabkan terjadinya perubahan sosial baik itu perubahan fisik dan psikososial pada individu dan kelompok atau komunitas. Dampak dalam kategori yang petama, cara hidup, bisa juga disebut dampak sosial dan kultural dalam sistem sosial dan kultural. Dampak sosial ini menekankan pada perubahan pola interaksi sosial dan cara hidup masyarakat untuk dapat bertahan hidup dan memenuhi kehidupan yang lebih baik, sementara dampak kultural lebih banyak menekankan pada perubahan nilai, norma dan keyakinan dalam suatu komunitas. Adapun cakupan dampak itu sendiri sangat luas tidak hanya dampak individu atau personal namun juga dampak komunitas baik itu cara hidup maupun struktur penduduk, baik yang telah melekat maupun yang baru terbangun pasca konflik. 2.1.3. Dampak Konflik Sosial Dalam lingkup kedua kategori perubahan sosial paska konflik sebaga sebagaimana dijelaskan di atas, dampak konflik sosial bisa mencakup berbagai sektor kehidupan termasuk yang bersifat fisik seperti infrastruktur dan ekonomi, dan non-fisik seperti politik pemerintahan dan sosial budaya. 1) Dampak Ekonomi. Dampak ekonomi ini ditandai dengan menurunnya jumlah uang yang beredar, berkurangnya lapangan pekerjaan, menurunnya penerimaan daerah, menurunnya pendapatan masyarakat, terganggunya kegiatan ekonomi di daerah-daerah yang memiliki keterkaitan ekonomi dengan daerah-daerah konflik. Meningkatnya tekanan bagi dunia bisnis untuk bekerja baik secara komersial maupun sosial. Di hampir setiap sektor bisnis, perusahaanperusahaan berada di bawah tekanan yang semakin besar untuk memenuhi tuntutan para pemegang saham maupun tuntutan lebih luas dari stakeholder terhadap inefisiensi penanganan konflik.
12 Konsep Dasar dan Instrumen Pemetaan Dampak Konflik
2) Dampak Infrastruktur. Dampak infrastruktur ini ditandai dengan terjadinya kerusakankerusakan pada rumah penduduk, tempat ibadah, fasilitas-fasilitas pendidikan, kesehatan, pemerintahan dan fasilitas-fasilitas umum lainnya. Kerusakan-kerusakan yang terjadi menandai telah bergesernya penyebab dasar konflik dari terutama kepentingan geostrategis ke perbedaan-perbedaan ideologi berdasarkan akses terhadap sumber daya, isu-isu identitas, dan kegagalan peran pemerintah dalam penanganan konflik. 3) Politik dan Pemerintahan. Dampak dibidang politik dan pemerintahan ditandai dengan melemahnya fungsi kelembagaan pemerintahan, menurunnya pelayanan kepada masyarakat, membengkaknya pembelanjaan pemerintah, terganggunya pranata politik yang ada, menguatnya gejala separatisme dan lain-lain. Proses transisi politik dan sosial-ekonomi mempengaruhi pula dampak konflik politik dan pemerintahan, sehingga banyak milisi sipil dan telah terjadi peningkatan kekerasan secara dramatis. Adanya kekerasan yang terjadi di masyarakat Indonesia paska konflik, banyak disebabkan oleh penarikan tentara yang didemobilisasi dan belum berfungsinya kelembagaan pemerintahan sipil. 4) Sosial Budaya. Dampak sosial budaya ini ditandai dengan munculnya gelombang pengungsian, gangguan kesehatan, terganggunya proses pendidikan, serta trauma psikologis khususnya pada anak-anak dan perempuan, serta ancaman terhadap persatuan dan kesatuan bangsa. Migrasi penduduk akibat konflik berupa pertentangan pendapat hingga kekerasan fisik dan psikis membuat perubahan komposisi penduduk asli dan pendatang. Penduduk yang sudah merasa aman dan tinggal di daerah pengungsian, namun faktanya banyak menjadi korban kebijakan penanganan konflik yang mengharuskan mereka kembali
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 13
ke lokasi semula. Kembalinya mereka ke lokasi semula menimbulkan konflik-konflik sosial budaya baru yang lebih rumit untuk diatasi. Dalam kajian politik, perubahan sosial budaya biasanya merujuk pada satu konsep yang disebut modal sosial. Dampak sosial ini memegang peranan penting dalam pemulihan masyarakat paska konflik; tetapi sayangnya aspek ini seringkali kurang mendapat perhatian di tengah dominanya penanganan dampak fisik wilayah paska konflik. Karena itu di bawah ini dijelaskan secara lebih detil konsep modal sosial untuk mendapatkan gambaran tentang apa yang perlu diperhatiakn dalam penilaian kebutuhan paska konflik. 2.1.4. Konsep dan Peran Modal Sosial Istilah modal sosial digunakan oleh sejumlah ilmuan dengan pengertian yang tidak seragam.Ada tiga ilmuan penting yang paling banyak dirujuk dalam kajian tentang modal sosial, yakni Pierre Bourdie, James Coleman dan Robert Putnam.Bourdieu (1986) menggunakan istilah modal sosial untuk merujuk pada kekuatankekuatan sosial yang dimiliki oleh individu dalam suatu masyarakat untuk mendapatan keuntungan atau dominasi.Sebaliknya, istilah yang sama digunakan oleh Putnam (1993,2000) untuk merujuk pada nilai dan organisasi sosial seperti kepercyaan, norma dan jaringan sosial yang memungkinkan partisipasi dalam kehidupan publik kerjasama dan kolaborasi antar individu atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Suharto (2007 dalam Inayah 2012: 44) menambahkan modal sosial juga dipahami sebagai sumber (resource) yang timbul dari adanya interaksi individu dalam komunitas. Berdasarkan definisi modal sosial tersebut maka modal sosial merupakan sumberdaya yang lahir dari hasil interaksi suatu komunitas yang terikat secara emosional dari hubungan kekerabatan, kepercayaan, jaringan sosial, nilai dan norma yang membentuk struktur masyarakat sehingga memberi ruang terciptanya koordinasi, kolaborasi dan kerjasama yang sinergi. Untuk mengukur dan mengidentifikasi pola dan peran modal sosial dapat dilakukan melalui hasil interaksi tersebut seperti
14 Konsep Dasar dan Instrumen Pemetaan Dampak Konflik
terawatnya kepercayaan yang terjalin antar warga masyarakat Sejumlah ilmuan (Woolcock, 2002; Putnam 1993; Varshney 2003) membagi tiga dimensi dari modal sosial yaitu bonding, bridging, dan linking. 1) Bonding social capital (modal sosial yang mengikat) merujuk kepada hubungan antar individu yang berada dalam kelompok atau lingkungan komunitas yang sama sehingga mempermudah tranformasi pengetahuan. 2) Bridging social capital (modal sosial yang menjembatani) hubungan antar-individu yang menjembatani hubungan antara anggota dari komunitas, budaya, latar belakang sosial ekonomi yang berbeda sehingga mempermudah terjadidnya pertukaran informasi dan antar kelompok. 3) Linking social capital (modal sosial yang mengaitkan) merujuk pada kaitan antara aktor atau lembaga yang bersifat krusial atau menentukan dalam terjadinya relasi positif antara pemegang kuasa (power structure). Berbeda dengan bridging yang lebih merujuk pada hubungan antara warga bisa, bridging lebih melibatkan lembaga atau aktor kunci sehingga dampanya dalam terciptanya situasi damai lebih menentukan. Dengan demikian berdasarkan definisi diatas maka terdapat enam unsur pokok dalam konsep modal sosial seperti yang dipaparkan Hasbullah (2006): 1) Participation in a network. Kemampuan dan upaya sekelompok orang terlibat dalam suatu jaringan sosial dari berbagai variasi hubungan yang terjalin berdasarkan prinsip kesukarelaan (voluntary), Kesamaan (equality), kebebasan (freedom) dan keadaban (civility). 2) Reciprocity. Saling tukar kebaikan antar individu dalam suatu kelompik dan antar kelompok 3) Trust. tindakan kolektif berdasarkan saling percaya agar partisipasi mansyarakat meningkat dalam berbagai bentuk dan dimensi
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 15
4) Social norms. Sekumpulan aturan yang disepakati bersama untuk dipatuhi oleh masyarakat dalam suatu entitas sosial tertentu 5) Values. Ide yang lahir turun menurun dan diyakini memiliki kebenaran dan penting untuk diterapkan anggota masyarakat 6) Proactive action. Keinginan, energi dan semangat yang kuat dari anggota masyarakat untuk senantiasa berpartipasi dalam suatu kegiatan masyarakat. Jika enam unsur modal sosial masyarakat tersebut benar-benar telah terangkum dalam suatu aktvitas dan interaksi sosial masyarakat maka modal sosial akan dapat memberikan kontribusi konstruktif dalam pembangunan, baik pembangunan sosial, manusia,ekonomi maupun politik. Peran modal sosial dalam pembangunan manusia misalnya,akan berkaitan dengan kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan yang komplek, mendorong perubahan yang konstruktif dalam masyarakat, menumbuhkan kesadaran kolektif untuk memperbaiki kualitas hidup dan berupaya mencari peluang yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan (Inayah 2012:46 ). Dalam pembangunan sosial, modal sosial di tengah masyarakat dapat menciptakan situasi masyarakat yang menghargai toleransi, menumbuhkan empati dan simpati terhadap kelompok masyarakat di luar kelompoknya. Adapun peran modal sosial seperti semangat gotong royong, tolong menolong saling mengingatkan antar individu merupakan refleksi dari semangat saling memberi (reciprocity), saling percaya (trust) dan adanya jaringan sosial (social networking) sehingga membangun kebersamaan dan kekompakan dalam aktvitas ekonomi untuk bersama-sama menyelesaikan permasalahan dan mencari solusi bersama dalam meningkatkan perekonomian. Selanjutnya, dengan modal sosial yang tinggi tentu akan mendorong partisipasi masyarakat sipil dalam mengawal proses politik dan pemerintahan yang tinggi akuntabilitas dan transparansinya sehingga terjalin relasi yang seimbang dan baik antara pemerintah dan masyarakat (Inayah 2012: 47 dan Hasbullah 2006).
16 Konsep Dasar dan Instrumen Pemetaan Dampak Konflik
2.1.5. Model Pengkajian dan Penilaian: Akibat, Dampak dan Kebutuhan Paska Konflik Jenis-jenis dampak konflik sosial sebagaimana dijelaskan di atas patut menjadi landasan untuk melakukan pengkajian atas dampak konflik sosial. Meski demikian perlu diingat bahwa selain dampak negatif ada dampak-dampak positif yang menjadi sisi lain dari konflik. Wijono (2012:235) menambahkan bahwa konflik sosial dapat menimbulkan dua dampak utama, dampak positif dan negatif. Dampak positif konflik bisa dilihat dalam berbagai bentuk, seperti (1) membuka masalah-masalah yang diabaikan sebelumnya menjadi lebih terbuka (2) mendorong orang lain untuk memahami posisi dan kondisi orang lain (3) menstimulasi lahirnya ide-ide baru dan inovatif dan memfasilitasi perbaikan dan perubahan (4) meningkatkan kualitas keputusan dengan cara mendorong orang lain untuk membuat asumsi melakukan perbuatan. Sementara itu dampak negatif konflik adalah (1)dapat menimbulkan emosi dan stress negatif, (2) berkurangnya intensitas dan kualitas komunikasi yang digunakan sebagai persyaratan untuk koordinasi (3) munculnya pertukaran gaya partisipasi menjadi gaya yang otoritatif (4) menimbulkan prasangka negatif (5) menyebabkan adanya tekanan loyalitas terhadap suatu kelompok. Kerana itu pengkajian atas dampak konflik sosial juga dituntut untuk mengidentifikasi perubahan-perubahan positif paska konflik yang patut diperkuat. Fokus dari upaya pengkajian dampak paska konflik bertujuan untuk: 1) mengidentifikasi permasalahan sosial pasca konflik 2) memastikan agar intervensi sosial mempertimbangkan keseimbangan dan keberlanjutan faktor ekonomi dan sosial 3) menyediakan informasi penilaian resiko bagi keberlanjutan dan keseimbangan modal komunitas seperti modal sosial, modal ekonomi,modal politik, modal kultural, dan modal sumber daya alam.
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 17
Pada tahap lebih lanjut proses ini diharapkan bisa menghasilkan peta kebutuhan untuk merencanakan bentuk-bentuk intervensi atau pemulihan wilayah paska konflik. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah: 1) menghasilkan suatu desain yang lebih strategis termasuk rencana pengurangan risiko dan langkah-langkah mitigasi yang dapat mengurangi kemungkinan gagalnya suatu program akibat adanya dampak negatif. 2) menghasilkan seperangkat indikator dan sistem monitoring terpercaya yang dapat menyokong proses pembelajaran dan manegemen adaptif 3) meningkatkan keterlibatan dan kepemilikan pemangku kepentingan lokal yang sangat berkontribusi terhadap keberlanjutan dan kesinambungan sosial suatu program 2.2. Pendekatan dan Metodologi PCNA. Kajian terhadap dampak sosial pasca konflik, dilakukan dengan menggunakan pendekatan deskriptif dengan 4 metode sebagai berikut: 1) metode data sekunder; 2) metode survei (survey sampel dan survey Delphi); 3) metode observasi partisipasi; dan 4) metode penelitian tak kentara (unobtrusive). Pelaksanaan metode tersebut dilakukan dalam 6 langkah, yaitu: (1) Pemilihan metode; (2) Penentuan desain sampel; (3) Penyusunan kuesioner; (4) Pengujian kuesioner; (5) Pengoperasian kuesioner; dan (6) Analisis data (dalam Leistritz et al. 1981).Pada kenyataannya,patut diperhatikan bahwa kajian terhadap dampak sosial pasca konflik memiliki beberapa tantangan kontekstual yang mesti disikapi dengan bijaksana, seperti: 1) Sulitnya untuk membuktikan fakta-fakta sebab akibat 2) Dampak sosial baru akan terlihat dalam jangka panjang. Karena
18 Konsep Dasar dan Instrumen Pemetaan Dampak Konflik
itu sulit secara faktualdapat diidetifikasi ekspresinya dalam jangka pendek 3) Dampak sosial bersifat tersembunyi (intangible) sebagai efek negatif tidak terduga 4) Dampak sosial berkaitan dengan kontestasi atau persaingan nilai sosial dan politik 5) Sulit membedakan antara dampak jangka panjang dan out come/ jangka menengah 6) Terbatasnya sumber daya yang diandalkan dalam mendeteksi mengenai dampak sosial pasca konflik sehingga data dasar yang ada tidak cukup akurat dalam memprediksi proses perubahan sosial dan hasilnya 7) Tidak ada pendekatan yang bersifat tunggal yang mampu diaplikasikan sehingga dianggap cocok untuk semua situasi. Merujuk pada uraian tersebut di atas, maka pengkajian dan penilaian terhadap dampak sosial ini sebaiknya dipahami sebagai upaya awal yang serius dan sistematis untuk melakukan mitigasi dan upaya pemulihan psikososial pasca konflik atau yang dikenal dengan post conflict need assessment (PCNA). Alasannya, karena usaha ini bermanfaat untuk: a. Menyediakan gambaran data dasar berkaitan dengan jenis kebutuhan daerah pasca konflik, yang karakteristik pendekatan dan jenis kebutuhannya berbeda dengan daerah yang dilanda bencana alam; b. Menjadi peta jalan yang dapat memandu pengalokasian (sejak dalam perencanaan) dan implementasi bantuan bagi daerah paska konflik, c. Memformulasi sinergi yang padu lintas kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. d. Merupakan Tools yang digunakan untuk menilai tingkat kerusakan dan kerugian akibat terjadinya konflik sosial. e. Dokumen yang dapat dijadikan rujukan untuk melakukan
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 19
kegiatan-kegiatan Rehabilitasi dan Pemulihan paska konflik di suatu daerah; (Fisik dan Non Fisik). Kajian terhadap akibat dan dampak sosial pasca konflik ini menjadi penting karena dapat mengidentifikasi data yang mamadahi tentang kebutuhan-kebutuhan untuk pemulihan sosial. Karena penanganan masyarakat paska konflik terkait dengan penganggaran, maka data kuantitatif yang bisa memberikan penghitungan nominal kebutuhan untuk pemulihan sangat dibutuhkan. Meski demikian, data kuantitatif ini perlu dibuat dan diperlakukan secara hatihati, terutama yang berkaitan dengn dampak sosial, karena upaya pemulihan yang bersifat non-fisik seperti nilai dan kebudayaan biasanya tidak bisa bersifat kaku. Untuk memudahkan identifikasi berbagai bentuk dampak konflik sosial kami menawarkan 5 kategori kerusakan yang mungkin terjadi dalam masyarakat paska konflik.kelima kategori ini tidak berlaku ketat, dan indikator masing-maisng kategori bersifat berulang. Keberulangan ini bisa dipahami karena dampak konfik dalam berbagai bidang biasanya bersifat saling terkait.Langkah sistematis untukmengidentifikasi korelasi kerusakan kapasitas sumber daya komunitas, indeks ketahanan dan proses pemulihan adalah perlu menjadi agenda lintas kementerian/lembaga. Prakarsa Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi merupakan upaya merumuskanstandard peilaian kebutuhan wilayah paska konflik yang bersifat menyeluruh. . Kelima variabel atau jenis kerusakan masyarakat konflik digambarkan dalam diagram berikut :
20 Konsep Dasar dan Instrumen Pemetaan Dampak Konflik
Diagram 2. Korelasi Kerusakan Kapasitas Sumber Daya Komunitas,Berdasarkan Indeks Ketahanan dan Proses Recovery KORELASI DESTRUKSI KAPASITAS KOM UNITAS, INDEKS KETAHANAN & PROSES RECOVERY • • • • •
Destruksi Kapasitas Manusia Destruksi Kapasitas Ekologi Sosial Destruksi Peradaban Destruksi Fisik & Tata Ruang Trauma Psikososial Berkepanjangan
Early Response
Early Recovery
Long Term Recovery
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 21
BAB III
KERANGKA PENDEKATAN PCNA (DALA, HRNA DAN SRNA) Post Conflict Need Assessment (PCNA) adalah suatu rangkaian kegiatan pengkajian dan penilaian akibat, analisis dampak, dan perkiraankebutuhan, yang menjadi dasar bagi penyusunan rencana aksi pemulihan paska konflik.Pengkajian dan penilaian yang dimaksud dalam PCNA meliputi pengkajian dan penilaian kerusakan dan kerugian fisik (materiil) dan kerusakan dan kerugian non-fisik (non-materiil). Sebagaimana dijelaskan di awal, instrumen PCNA berupaya menggabungkan berbagai instrumen yang sudah ada terkait identifikasi dampak konflik. PCNA sendiri terdiri dari tiga bagian utama, yakni: a) Damage and Loss Assessment (DALA) yang memberi tekanan pada aspek kerusakan yang bersifat material dan dapat dikuantifikasi. b) Human Recovery Need Assessment (HRNA) memberi tekanan pada kebutuhan manusia : akses dasar, pendapatan, kesehatan, makanan,
22 Kerangka Pendekatan PCNA
shelter, dan perumahan. c) Social Recovery Need Assessment (SRNA) memberi tekanan pada dampak segregasi, kohesi sosial, solidaritas, polarisasi, dsb. Tujuan utama PCNA adalah melakukan proses memulihkan paska konflik secara komprehensif dengan penekanan pada upaya-upaya pemulihan sosial masyarakat yang hancur akibat konflik. Adapun komponen PCNA ini terdiri dari 3 komponen yaitu komponen pengkajian akibat konflik, pengkajian dampak konflik dan pengkajian kebutuhan pemulihan, sebagaimana dijelaskan dalam diagram berikut: Diagram 3. Komponen PCNA
Komponen PCNA
Pengkajian akibat konflik
Pengkajian dampak konflik
Pengkajian kebutuhan pemulihan
3.1. Damage and Loss Assessment (DALA) Pengkajian Kerusakan dan Kerugian /Damage and Losses Assessment (DALA) memberi tekanan pada aspek kerusakan yang bersifat material sehingga dapat dikuantifikasi. DALA menekankan pada kajian akibat konflik. Berdasarkan kajian itu, maka DALA memperkirakan kebutuhan untuk melaksanakan upaya-upaya rehabilitasi dan rekonstruksi terhadap kerusakan, kerugian, kehilangan atau gangguan akses sarana pra sarana, gangguan fungsi dan naiknya resiko yang diakibatkan oleh konflik.
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 23
3.2. Human Recovery Need Assessment (HRNA) Konsep Dasar Pengkajian Kebutuhan Pemulihan Pembangunan Manusia (Human Development Recovery Needs Assessment/ HRNA) adalah suatu metodologi berdasarkan kepada perspektif pembangunan manusia. HRNA memandang rehabilitasi dan rekonstruksi sebagai wahana menciptakan suatu lingkungan yang memungkinkan peluasan pilihan-pilihan hidup yang lebih komprehensif yang tidak hanya dipahami terbatas pada aspek ekonomi saja. Untuk merumuskan PCNA kami mengacu kepada model HRNA yang selama ini digunakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana berdasarkan Perka no 15 tahun 2011 tentang pedoman pengkajian kebutuhan pasca bencana. HRNA meletakan manusia sebagai fokus; asset dan proses yang terdampak konflik (dalam konteks PCNA) yang diasumsikan berkaitan dengan kepentingan manusia atau sekelompok manusia. HRNA menekankan pada kajian dampak konflik terhadap kehidupan manusia terutama dari aspek mata pencaharian, sosial, budaya,politik dan kepemerintahan, pembagunan sosial dan lingkungan. Berdasarkan kajian itu, maka HRNA memperkirakan kebutuhan untuk melaksanakan upaya-upaya rehabilitasi dan rekonstruksi. HRNA dikembangkan secara kolektif oleh lembaga-lembaga PBB dan organisasi-organisasi kemanusiaan sebagai upaya kearah suatu transisi yang lebih baik dari respon kemanusiaan menuju pada pembangunan manusia. Pendekatan yang digunakan dalam HRNA adalah dengan memilah dan menggolongkan dampak konflik sosial dengan cara mengikuti konfigurasi sistem respons kemanusiaan atas konflik sosial yang kemudian disesuaikan dengan sektorsektor dalam neraca anggaran nasional dan regional. Berdasarkan pendekatan tersebut diatas, metoda HRNA menganalisis beberapa aspek utama berikut: 1. Pengkajian dampak Konflik Sosial. 2. Dalam HRNA, dampak pasca konflik cenderung dilihat dari karakteristik manusia setelah terjadi konflik, yaitu orang-
24 Kerangka Pendekatan PCNA
perorangan, dan komunitas yang memiliki karakteristik tertentu sebagai dampak dari konflik Dari sudut pandang HRNA dampak konflik diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu : a. A: Hilangnya (A)kses untuk pemenuhan kebutuhan dasarnya. Misalnya rumah yang rusak atau hancur karena konflik mengakibatkan orang kehilangan akses terhadap naungan sebagai kebutuhan dasar. Rusaknya rumah sakit atau layanan kesehatan mengakibatkan orang kehilangan akses terhadap pelayanan kesehatan sebagai kebutuhan dasar. b. P: Gangguan terhadap (P)roses-proses kemasyarakatan dan fungsi pemerintahan. Konflik dapat mengakibatkan gangguan terhadap proses-proses kemasyarakatan dasar, seperti proses musyawarah, pengambilan keputusan masyarakat, proses perlindungan masyarakat, proses-proses sosial dan budaya. Demikian juga, misalnya, rusaknya suatu gedung pemerintahan mengakibatkan terganggu/terhentinya fungsi-fungsi administrasi umum maupun penyediaan keamanan, hukum dan pelayananpelayanan dasar. c. R: Meningkatnya (R)isiko dari memburuknya kerentanan masyarakat yang terdampak konflik. Fakta bahwa suatu keluarga atau masyarakat terdampak konflik adalah bukti bahwa mereka telah memiliki kerentanan 3.3. Social Recovery Need Assessment (SRNA) Social Recovery Need Assessment (SRNA) merupakan bagian integral dari kerja komprehensif Post Conflict Need Assessment (PCNA). Pada konstruk ini, pengembangan desain assessment berfokus pada elemen kedua, yakni: Social Recovery Need Assessment (SRNA) sebagai upaya memetakan dan mengenal kondisi nyata (existing condition) dari dampak sosial pasca konfik berupa: segregasi, kohesi sosial, luruhnya solidaritas, polarisasi, integrasi, jaringan, dsb.
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 25
Bila dicermati secara mendalam, indikator-indikator SRNA tersebut pada hakekatnya sangat berkaitan erat dengan kondisi sosial pasca konflik berupa ciri-ciri khas dari modal sosial masyarakat (social capital) yang berpengaruh terhadap ketahanan sosial komunitas. Artinya, mengapa dan bagaimana kondisi nyata modal sosial masyarakat pasca konflik: segregasi/keikatan, kohesi sosial, solidaritas, polarisasi/keterbelahan, jaringan dan sumbangannya bagi kerja-kerja pemberdayaan serta penguatan kapasitas ketahanan masyarakatamat sangat mendasar dan strategis. Adapun konsep dasar SRNA adalah sebagai berikut: a) Social Recovery Berbasis MODAL SOSIAL. Para ahli manajemen SDM sepakat bahwa, berbicara tentang modal sosial, maka kita akan berbicara tentang relasi sosial. Dalam konteks ini, kita dapat memahami mengapa pentingnya segregasi/ keikatan, kohesi sosial, solidaritas, polarisasi/keterbelahan, jaringan dsb sebagai indikator SRNA sekaligus adalah ciri utama atau indikator dari relasi sosial. Menjadikan indikator-indikator relasi sosial tersebut sebagai perhatian utama dalam konteks penanganan pasca konflik sama artinya menegakkan dan memajukan hati modal sosial komunitas lokal atau para pihak berkonflik. Memulihkan, merekonstruksi dan merehabilitasi pilar-pilar relasi sosial komunitas lokal pasca konflik sebagai hati modal sosial berbasis pemberdayaan dengan demikian merupakan kerja strategis. Kebutuhan terhadap gambaran konkrit kondisi destruksi (kerusakan modal sosial) dan reproduksi destruksi (membangun kembali modal sosial) adalah syarat mutlak bagi penyusunan desain manajemen pasca konflik.Dalam konteks itu,social recoveryakan berlangsung secara mendasar, kontekstual dan efektif melalui fase early response (rekonsiliasi dan konsolidasi), early recovery (rekonstruksi dan pemandirian) dan long term recovery (rehabilitasi dan transformasi konflik). Di sanalah SRNA memperoleh tempat dan fungsinya secara mendasar, kontekstual dan strategis.
26 Kerangka Pendekatan PCNA
b) Tekanan Psikologis Manajemen Konflik: Klinikal (individu) ke Sosial. Pertengahan tahun 1970-an, para ahli psikologi (Witkin & Berry, 1975) menunjukkan bahwa membatasi tingkah laku atau perilaku manusia pada keadaan individu semata (motivasi, perhatian, ingatan, pikiran, persepsi, stereotip, dsb) tidak memadai lagi. Keadaan lingkungan, ternyata memegang peranan amat penting dalam membentuk karakter perilaku manusia lintas individu. Misalnya, dalam penelitian psikologis, manusia secara dominan banyak dipelajari terisolasi dari lingkungannya (Klabbers, 1972). H.A. Simon (1969) melihat “tingkah laku manusia yang tampil setiap saat secara majemuk, sebagian besar adalah refleksi dari kemajemukan lingkungan dimana ia berada.” Faktor lingkungan penting adalah: tata ruang, sosial dan budaya sebagai pola standar yang secara tradisional dianut lingkungannya (Benedict, 1934). Pendirian Benedict ini tidak hanya merupakan titik temu psikologi, antropologi dan filosofi menghadapi realitas mikro, tetapi juga pola standar kultural makro (globalisasi). E. A. Ross (1980, ahli sosiologi) dan Mac Dougall (1908, ahli psikologi) secara bersama melihat obyek khas penelitian psikologi sosial pada “bagaimana tingkah laku individu dipengaruhi dan mempengaruhi orang lain, baik orang lain itu hadir di hadapannya atau tidak, maupun kehadiran orang lain itu diimplikasikan dalam refleksi tata ruang, tata sosial tata hukum, dan tata kultural yang dianut.” Sementara O. Klineberg (1954) dengan diilhami Linton (1936) menyatakan “betapa semakin nyata integrasi antara individu, masyarakat dan kebudayaan.” Dengan begitu, integrasi antara filsafat/teologi dengan psikologi, sosiologi, antropologi dsb.” Artinya, perspektif keilmuan dalam mempelajari tingkah laku atau perilaku manusia dan sosial dalam konteks konflik dan pasca konflik, tidak terutama berfokusperilaku indiividu, melalui kajian yang bersifat eksklusif dan terisoler antara satu disipilin ilmu dengan lainnya, tetapi lebih berfokus perilaku sosial, melalui kajian inklusif,
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 27
holistik dan integral. Dengan kata lain lebih menekankan perspektif survival of the symbiotic atau lintas pemangku krprntingan dimana masa depan penyelesaian produktif akan terwujud ketika seluruh pihak bekerjasama secara simbiotik. Perspektif ini semestinya menjadi acuan dalam upaya mengembangkan kerja-kerja social recoverypasca konflik melalui fase need assessment sebagai entry point bagi manajemen early response, early recovery dan long term recovery. c) Destruksi dan Reproduksi Destruksi Kapasitas Sumber Daya Komunitas. Pembentukan dan penguatan kapasitas ketahanan (ketangguhan) komunitas lokal pasca konflik, pentingmenekankan aspek bencana sosial sebagai bentuk man made disaster melalui peristiwa-peristiwa bencana sosial/konflik (social disaster events). Disadari pula bahwa, konflik sosial sebagai peristiwa bencana sosial juga berdampak pada terjadinya proses destruksi dan reproduksi destruksi kapasitas sumber daya komunitas lokal (the whole of community assets).Destruksi dan reproduksi destruksi kapasitas sumber daya komunitas berkaitan dengan 5 (lima) variabel utama,yakni: kapasitas manusia, ekologi sosial, peradaban, fisik dan tata ruang serta trauma psikososial berkepanjangan.Secara ilustratif nampak pada diagram 5 berikut.
28 Kerangka Pendekatan PCNA
Diagram 4. Cakupan Dampak Konflik
CAKUPAN AKIBAT DAN DAMPAK KONFLIK BAGI KEHANCURAN SUMBERDAYA KOMUNITAS (the whole of community assets & capacity destruction)
Destruksi Kapasitas Manusia
Disaster/ Conflict Events (peristiwa konflik)
A
Destruksi Ekologi Sosial
C Trauma Psikososial
Destruksi Kapasitas Fisik - Tata Ruang
B
Destruksi Kapasitas Peradaban
Gambar tersebut menunjukkan bahwa, variabel dan indikator dari dampak destruksi (kerusakan) kapasitas sumber daya komunitas itu adalah sebagai berikut: a. Destruksi (kerusakan) kapasitas manusia (komunitas). Berbagai peristiwa konflik sosial menyebabkan komunitas lokal mengalami kehilangan “kapasitasnya selaku manusia dan selaku rakyat lokal” (human capacity dan capacity of the people). Kapasitas manusia/komunitas/rakyat lokal tersebut ditunjukan melalui indikator-indikator terukur sebagai acuan riset dan pemetaan sebagai berikut: a) Kondisi sumber daya kesehatan : fisik dan mental/psikologis; b) Kondisi pengetahuan dan keterampilan komunitas korban konflik;
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 29
c) Data jumlah dan kualitas keluarga secara real; d) Pengaruh jumlah dan kualitas keluarga bagi pertumbuhan keluarga; dsb. b. Destruksi (kerusakan) kapasitas lingkungan sosial Kemasyarakatan Konflik juga menimbulkan gangguan terhadap ekologi sosial komunitas lokal: a) Hubungan sosial antara keluarga: kohesi, integrasi, solidaritas, dsb. b) Hilangnya sumber-sumber dan struktur basis ekonomi serta perdata. c) Hilangnya status politik-kewargaan komunitas. d) Tantangan peran institusi sosial: agama dan budaya. e) Tantangan peran otoritas sipil, politik dan militer. c. Destruksi (kerusakan) kapasitas peradaban/tata nilai dan budaya masyarakat. Peristiwa konflik mereduksi peradaban lokal secara sistematis dan berkelanjutan (nilai, norma, dan budaya) komunitas/masyarakat. a) Orientrasi kemanusiaan berubah menjadi material dan kuasa. b) Krisis rasa peduli dampak konflik dan kekerasan. c) Tantangan terhadap keadilan sosial dan hak asasi (ecosoc). d) Perubahan struktur perilaku budaya, kepercayaan dan praktek hidup. d. Destruksi (kerusakan) kapasitas fisik dan tata ruang. Peristiwa konflik sosial berakibat pada hancurnya kondisi fisik dan tata ruang wilayah dalam skala luas. a) Seluruh infrastruktur fisik wilayah hancur dalam skala luas. b) Hilangnya batas-batas wilayah: desa, tanah keluarga, dsb. c) Muncul persoalan hukum perdata (hak kepemilikan tanah) dan kebutuhan untuk relokasi.
30 Kerangka Pendekatan PCNA
d) Krisis manajemen pembangunan kembali tata pemukiman dan perumahan tidak berbasis karakter kultural, kearifan dan spiritualitas lokal (orientasi proyek), dsb. e. Gangguan mental individu dan masyarakat (trauma psikososial). Kerusakan dari keempat faktor kapasitas sumber daya komunitas sebelumnya (manusia, ekologi sosial, peradaban, serta fisik-tata ruang) sangat berpengaruh secara mendasar, holistik, kontekstual dan obyektif teradap destruksi kapasitas psikososial komunitas, masyarakat dan pemerintah lokal. Destruksi, atau depresi atau trauma psikososial akan menjadi lama atau cepat pemulihan serta penyembuhannya sangat tergantung apakah pendekatan elemenelemen fungsi sosial dalam setting kerja elemen masyarakat dan negara bekerja secara holistik atau parsial dalam menangani dampak destruksi kapasitas komunitas. Dalam konteks membangun ketahanan atau ketangguhan masyarakat korban dan komunitas lokal, sejauhmana elemen masyarakat dan negara secara konsekuen pada kekuatan budaya, kearifan dan spiritualitas lokal sebagai potensi psikososial shock-absorbing process. Beberapa indikator psikososial dengan mengacu pada Hirarkhi Kebutuhan Maslow: a) Aktualisasi diri: pertumbuhan personal/kelompok/komunitas, pengakuan, dsb. b) Pengembangan estetika: budaya, kearifan, nilai/norma, keseimbangan, kesetaraan, dsb. c) Pengembangan kognitif: pengetahuan, makna hidup, kesadaran diri, dsb d) Memiliki dan cinta: keluarga, kasih sayang, relasi, kohesi, solidaritas, kelompok kerja, jaringan, dsb. e) Keselamatan diri/kelompok/komunitas: perlindungan, keamanan, rasa nyaman, ketertiban, hukum, stabilitas, dsb.
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 31
f) Biologi dan fisiologi: udara segar, makanan, minuman, tempat tinggal, kehangatan, seks, tidur, tata ruang, dsb. Kerangka pemetaan dampak destruksi kapasitas sumber daya komunitas tersebut mengisyaratkan bahwa, mesti pula disadari sejak awal pentingnya memetakan pula kondisi destruksi dan reproduksi destruksi kapasitas sumber daya komunitas dalam konteks sosial pasca konflik. Konflik sosial tidak hanya mendestruksi kapasitas sumber daya (modal sosial) komunitas pada tahapan bencana pertama dan utama konflik (first disaster), tetapi juga terjadi gelombang kedua (second disaster) melalui proses reproduksi destruksi modal sosial atau ketahanan atau ketangguhan masyarakat lokal. Bencana kedua atau kondisi reproduksi destruksi ini yang kadang jauh lebih buruk dampaknya dan makin bertahan lamai berbanding kondisi disaster pertama dan utama. Hal itu digambarkan pada diagram berikut. Diagram 5 Destruksi dan Reproduksi Destruksi Kapasitas Sumber Daya Komunitas
32 Kerangka Pendekatan PCNA
Diagram 5 menunjukkan bahwa, (1) Kondisi Destruksi Kapasitas Sumber Daya Komunitas terjadi, ketika konflik sosial berdampak terhadap: destruksi atau hancurnya kapasitas sumber daya manusia, kapasitas lingkungan (ekologi) sosial, budaya/ peradaban, fisik – tata ruang, serta trauma psikososial berkelanjutan. (2) Sementara, Kondisi Reproduksi Destruksi Kapasitas Sumber Daya Komunitas terjadi ketika dalam manajemen penanganan pasca konflik, terabaikannya: a) penegakkan dan pemajuan atau pemulihan hak ecosoc (ekonomi, sosial dan budaya – ekosob) dan Sipil Politik warga; b) penanganan sistematis kehancuran modal sosial masyarakat; c) penanganan konflik sosial memasuki tahapan manajemen peace making (membangun kesadaran kritis terhadap akar, pelaku dan dampak konflik) dan peace building (menangani akar struktural dan sistemik konflik); d) penanganan psikososial traumatik dan healing mendasar, holistik, integral dan tuntas. Karena itu, sebagaimana digambarkan pada Diagram 3 dan Diagram 4 sebelumnya, konstruk instrumen PCNA dan/atau SRNA yang didesain, mengintegrasikan : a) 5 (lima) dimensi destruksi kapasitas sumber daya komunitas, dengan (b) 3 (tiga) dimensi tahapan pemulihan sistematis: respon dini, pemulihan dini dan pemulihan berkelanjutan. Manfaat dari pendekatan dan metodologi kerja seperti ini ada dua, yakni: 1) Manfaat dasar. Bahwa dengan tersedianya hasil pendataan dan pemetaan kebutuhan PCNA dan/atau SRNA secara faktual, terpola dan teruji melalui instrumen yang dipersiapkan, maka akan lahir berbagai tindakan pemulihan pasca konflik dalam rangka mengatasi dan menyelesaikan kondisi destruksi dan reproduksi kapasitas sumber daya komunitas pasca konflik secara faktual, terukur dan terkontrol. 2) Manfaat strategis. Pada gilirannya, terwujudnya manfaat dasariah PCNA dan/atau SRNA, maka disadari atau tidak, akan menjadi pangkalan, atau iklim kondusif bagi terwujudnya dan
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 33
tercapainya KETAHANAN KOMUNITAS MASYARAKAT LOKAL secara mandiri, terpola dan berkelanjutan di bawah kontrol dan pengujian masyarakat lokal sendiri. 3) Manfaat dasar dan strategis tersebut, akan menjadi lingkungan manajemen dayaguna dan hasilguna PCNA dan/atau SRNA yang diinisiasi oleh Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi untuk memproteksi dan memberdayakan profil pembangunan desa di daerah rawan konflik, sementara berkonflik dan pasca konflik secara lebih berdayaguna dan berhasil guna. 3.4. Kerangka Konseptual Model Kajian PCNA Merujuk pada uraian konsep dasar serta pendekatan dan metodologi tersebut di atas, maka dikonstruksikan kerangka konseptual model pengkajian dan penilaian terhadap akibat, dampak dan kebutuhan pasca konflik, sebagaimana nampak pada Diagram 6:
34 Kerangka Pendekatan PCNA
Diagram 6. Kerangka Konseptual Model PCNA MODEL PENGKAJIAN DAN PENILAIAN AKIBAT,DAMPAK DAN KEBUTUHAN PASCA KONFLIK
Komponen yang diukur dalam PCNA PCNA DALA (Damage and Loss Assessment)
HRNA (Human Recovery Need Assessment)
Jenis kerusakan bersifat material yang dapat dikuantifikasi SRNA (Social Recovery Need Assessment) Dampak sosial paska konflik; segregasi, kohesi sosial, luruhnya solidaritas, polarisasi dll.
TAHAPAN PCNA
PROGRES HASIL KAJIAN 1. Integrasi Komponen Strategis
DAERAH TANGGUH KONFLIK
Kebutuhan manusia terhadap akses dasar; income, kesehatan, makanan, shelter, perumahan dll
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 35
Kerangka konseptual Model Kajian dan Penilaian PCNA sebagaimana diuraikan pada Diagram 6 menunjukkan bahwa fokus utamanya berkonsentrasi pada tersusunnya instrumen PCNA, dalam hal ini SRNA yang mengintegrasikan korelasi (a) dimensi holistik dan Integral SRNA dengan indikasi : sosial recovery, perdamaian dan pemberdayaan, dengan (b) tahapan strategis pemulihan : early response – respons dini (terintegrasi dengan rekonsiliasi, proteksi dan konsolidasi), early recovery – pemulihan dini (terintegrasi dengan rehabilitasi dan pemberdayaan sosial sistematis), dan (c) long term recovery – pemulihan berkelanjutan (terintegrasi dengan rehabilitasi dan pembangunan perdamaian berkelanjutan). Muara dari kerangka strategis ini adalah, terwujudnya daerah tangguh konflik berbasis pada klaster-klaster wilayah konflik sosial di Indonesia. 3.5. Instrumen Pengukuran: Integrasi PCNA dan SRNA Kerangka Post-Conflict Need Assesment (PCNA) sebagaimana dijelaskan di bab sebelumnya menetapkan 5 variabel untuk identifikasi dampak sosial pasca konflik. Identifikasi masalah ini memberikan peta dampak yang berguna untuk menyusun langkah peanganan atau respon berdasarkan data hasil identifikasi menggunakna kerangka PCNA. Sebagai kerangka untuk menyusun perencanaan bentuk intervensi, Tim Kerja menggunakan model tahapan respon yang telah tersedia dalam kerangka Social Recoversy Need Assesment (SRNA). Dengan demikan kerangka pengukuran dampak sosial paca konflik ini adalah integrasi antara dua kerangka yang saling melengkapi, yakni PCNA dan SRNA. Sebagaimana telah dikemukakan juga pada bab sebelumnya, instrumen SRNA adalah kerangka untuk mengukur dampak sosial paska konflik yang memberikan fokus pada korelasi di antara dua hal, yakni: (a) faktor Kerangka Dasar Pemulihan Sosial (Social Recovery) pasca konflik, dengan (b) faktor Tahapan Pemulihan Sosial.
36 Kerangka Pendekatan PCNA
1) Kerangka Dasar Pemulihan Sosial. Melalui masukan narasumber dan peserta serial FGD dan lokakarya dalam lokakarya yang dilaksanakan secara bertahap di Bogor, Bandung dan Yogjakarta dalam rangka mengkaji faktor-faktor/dimensi utama dalam konteks SRNA, maka diperoleh kesepakatan bersama bahwa berbagai faktor/dimensi utama pembentuk Kerangka Dasar Pemulihan Sosial sangat berkaitan erat dengan kondisi kerusakan kapasitas sumber daya komunitas paska konflik. Sebagaimana dijelaskan di Bab II, ada 5 (lima) faktor utama pembentuk Kerangka Dasar Pemulihan Sosial yang meliputi: (1) destruksi/ penghancuran kapasitas sumber daya manusia, (2) ekologi sosial, (3) budaya dan peradaban, (4) fisik dan tata ruang, serta (5) trauma psikososial berkelanjutan. Mempertimbangkan masukan berbagai pihak dalam serial FGD dan lokakarya Tim Kerja penyusunan instrumen ini menetapkan agar 5 variabel kerusakan pasca konflik dalam framework ini dijadikan acuan dasar dalam rangka mengkonstruksikan instrumen SRNA. 2) Tahapan Pemulihan Sosial. Pada sisi lain, forum serial lokakarya juga memberikan arah mendasar dan strategis, bahwa dalam rangka implementasi pendekatan Post Conflict Need Assessment (PCNA) diintegrasikan dalam kerangka tahapan respon atau intervensi kerangka faktor Social Recovery Need Assessment. Kerangka ini SRNA membagi 3 tahapan strategis dalam pemulihan mesyarakat pasca konflik, yakni: Early Response (respon dini), Early Recovery (pemulihan dini) dan Long Term Recovery (pemulihan berkelanjutan). Ketiga tahapan ini, secara terintegrasi sangat berkaitan dengan tahapan dimensi pemberdayaan, yakni: proteksi sosial (emergensi), pemberdayaan sosial sistematik, dan budaya
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 37
perdamaian mandiri dan berkelanjutan. Bahkan dengan dimensi manajemen pemulihan bernuansa resolusi konflik, yakni: rekonsiliasi, rehabilitasi dan rekonstruksi. Merujuk pada korelasi di antara faktor kerusakan kapasitas sumber daya manusia dan tahapan pemulihan sebagaimana diuraikan di atas, kemudian Tim Kerja menyepakatinya sebagai kerangka dasar Social Recovery Need Assessment secara sederhana diterjemahkan dalam bentuk instrumen asesmen sebagai berikut: Tabel 1. Kerangka Instrumen PCNA Tahapan Pemulihan Terpola dan Sistematis Faktor Destruksi Kapasitas Sumber Daya Komunitas • Kapasitas SDM • Ekologi Sosial • Budaya dan Peradaban • Fisik dan Tata Ruang • Trauma Psikososial
Early Response (proteksi sosial dan rekonsiliasi)
Early Recovery (pemberdayaan sosial sistematis dan rehabilitasi)
Long Term Recovery (budaya perdamaian berkelanjutan dan rekonstruksi).
Keterangan:
Diisi dengan Tindakan-tindakan yang dilakukan dalam waktu cepat, menengah dan jangka panjang untuk memetakan kerusakan sosial, akibat dan dampak konflik serta jenis pemulihan yang dibutuhkan. (pengumpulan data, penyusunan rencana tindakan, dan Pelaksanaan kegiatan pemulihan)
Hasil perumusan instrumen akan diwujudkan dalam dua bentuk, yakni a) dalam bentuk butir-butir PERNYATAAN SRNA. Pada matriks instrumen, rumusannya berupa indikatir-indikator pernyataan tindakan pemulihan yang mengkorelasikan dimensi destruksi kapasitan sumber daya komunitas dengan tahapan pemulihan pasca konflik. b) dalam bentuk butir-butir PERTANYAAN
38 Kerangka Pendekatan PCNA
SRNA. Pada matriks instrumen, rumusannya berupa indikatorindikator pertanyaan yang berfokus pada tindakan pemulihan yang mengkorelasikan faktor atau dimensi kerusakan kapasitas sumber daya komunitas dengan tahapan pemulihan.
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 39
BAB IV
KELEMBAGAAN, KOORDINASI DAN PENDANAAN 4.1. Kelembagaan 4.1.1. Pola Kelembagaan: Perspektif Legal. Dalam rangka memahami peran manajemen kelembagaan yang relevan dalam konteks kerja Post Conflict Need Assessment (PCNA) di lingkungan Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi, maka sudah semestinya upaya tersebut mengacu pada berbagai kebijakan nasional berkaitan dengan penanganan konflik sosial. Selain memberikan justifikasi mendasar, acuan ini juga bisa membantu seluruh lembaga pemerintah yang mendapatmandat penyelesaian konflik untuk merefleksikan ulang peranya dalam pengembangan pola kordinasi dansinergi pengelolaan anggaranyang mendukung agenda pemulihan masyarakat paska konflik. Lebih jauh,kerangka PCNA inidiharapkan dapat menjadi rujukankerjasama lintas lembaga
40 Kelembagaan, Koordinasi dan Pendanaan
dalam konteks kerja-kerja pemulihan pasca konflik lintas lembaga sesuai tugas dan fungsi masing-masing. Sehubungan dengan maksud tersebut, tersedia tiga kebijakan yang dapat dijadikan rujukan dan pertimbangan bagi pengembangan pola kelembagaan penanganan pasca konflik melalui dokumen PCNA. Berdasarkan formulasi bencana/konflik sosial dan penangannya ketiga kebijakan tersebut adalah: Pertama, UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.Instrumen regulasi ini memberikan batasan definisi dan pengertian bencana yang bisa menjadi landasan bagi manajemen kelembagaan. Sebagaimana dikemukakan dalam Bab I Ketentuan Umum dari UU ini, batasan definisi bencana meliputi tiga jenis bencana yaitu: • Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. • Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non-alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. • Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror. Berdasarkan batasan definisi di atas, Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana didefinisikan sebagai “serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.” Kedua,UU No. 7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial (PKS).Dalam UU “konflik sosial,” yang selanjutnya disebut
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 41
“konflik,” didefinisikan sebagai “perseteruan dan/atau benturan fisik dengan kekerasan antara dua kelompok masyarakat atau lebih yang berlangsung dalam waktu tertentu dan berdampak luas yang mengakibatkan ketidakamanan dan disintegrasi sosial sehingga mengganggu stabilitas nasional dan menghambat pembangunan nasional.” Sementara penanganan konflik adalah “serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana dalam situasi dan peristiwa baik sebelum, pada saat, maupun sesudah terjadi Konflik yang mencakup pencegahan konflik, penghentian konflik, dan pemulihan pascakonflik.” Ketiga, Peraturan Presiden RI No. 18 tahun 2014 tentang Perlindungan danPemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Konflik Sosial. PPini didasarkan pada Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) yang telah diratifikasi dalam bentuk UU No. 7 tahun 1984 dan juga UU No. 7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. Pada bagian Bab I Ketentuan Umum, definisi Konflik Sosial sesuai dengan UU PKS. PP ini mendefinisikan perlindungan dan pemberdayaan perempuan dan anak sebagai berikut. • Perlindungan perempuan dan anak yaitu upaya pencegahan dan penanganan dari segala bentuk tindak kekerasan dan pelanggaran hak asasi perempuan dan anak, serta memberikan layanan kebutuhan dasar dan spesifik bagi perempuan dan anak dalam penanganan konflik sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan penangann konflik. • Pemberdayaan perempuan dan anak adalah upaya penguatan hak asasi, peningkatan kualitas hidup dan peningkatan partisipasi perempuandan anak dalam membangun perdamaian Ruang lingkup makna ketiga kebijakan tersebut membantu memahami model kelembagaan penanganan konflik sebagaimana nampak pada tabel berikut.
Bentuk-Bentuk Kelembagaan
Profil Lembaga yang bertanggungjawab
Batasan definisi dan ruang lingkup pengertian
Pasal 19 tentang Kordinasi 1) untuk melaksanakan perlindungan dan pemberdaayan perempuan dan anak dalam konflik ditingkat pusat dibentuk Tim Kordinasi Pusat, 2) Pasal 22, Tim Kordinasi pusat dibantu Pokja terdiri dari unsur pemerintah dan masyaraakt sipil 3) Pasal 23, ditingkat propinsi membentuk PokjaKementerian Tim Kordinasi Nasional dan Pokja yang terdiri dari Kementerian Lembaga dan masyarakat sipil
Pasal 40 Kelembagaan 1. Pemerintah, 2. Pemerintah Daerah, 3. Pranata Adat dan /atau pranata sosial, 4. Satuan Tugas penyelesaian Konflik Sosial (Adhoc)
1. Satuan Tugas Penyelesaian Konflik Sosial (ADhoc) 2. Tim Kordinasi Pembangunan Perdamaian (TKPP) - SK No. 38 tahun 2013 oleh Menko Bidang Kesejahteraan Rakyat ( Sekarang; Pembangunan Manusia dan Kebudayaan)
Lembaga Pemerintahan: 1. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (Bab IV) 2. Badan Penanggulangan Bencana Daerah
BNPB: Lembaga non departemen, setingkat Menteri (gabungan unsur pemerintah dan masyarakat sipil)
Lembaga Non pemerintah: 1. Lembaga Usaha 2. Lembaga Internasional
Perlindungan dan pemberdayaan perempuan dan anak dalam konflik sosial
Perpres No. 18 tahun 2014
Penanganan konflik sosialberupa: 1. Pencegahan konflik 2. Penghentian konflik 3. Pemulihan konflik
UU No. 7 tahun 2012
Penanggulangan bencana alam, non alam dan sosial
UU No. 24 tahun 2008
Tabel 2. Regulasi Pola Kelembagaan Penanggulangan dan/atau Penangananan Bencana
42 Kelembagaan, Koordinasi dan Pendanaan
Struktur Inti Kelembagaan
Struktur BNPB: Ketua BNPB Sekretaris Umum Inspektorat Utama
UU No. 24 tahun 2008
• Ketua: Kordinator Pembangunan Manusia dan Kebudaya (Kemenko PMK) • Wakil Ketua: Menko Polhukam • Ketua Harian: Kementerian Pemberdayan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA)
Saat Konflik (Nas +daerah) Penyelamatan darurat korban: .. Bantuan Keamanan : Polri Pemenuhan kebutuhan dasar korban: …. Pemenuhan kebutuhan dasar pengungsi : Pengaturan mobilitas barang: … Penyelamatan Harta Pengungsi: …
2. Tim Pelaksana : Ketua: Asdep urusan konflik - Wakil: Direktur Bansos (Kemensos)
Tim Kordinasi Pembangunan Perdamaian 1. Tim Pengarah : Ketua: Deputi Bid. Lingkungan hidup dan kerawanan sosial Wakil: Direjed kesatuan bangsa dan poltiik
Pencegahan Konflik (dilakukan oleh K/L Terkait) - deteksi dini - peringatan dini - membangun kohesi sosial - Kerukunan umat beragama dsb
Pemulihan Konflik (Pemda) Rekonsiliasi Rehabilitasi Rekonstruksi
Susunan Tim Kordinasi Nasional Inti:
Perpres No. 18 tahun 2014
Satuan Tugas Penyelesaian Konflik (Tidak ada struktur inti)
UU No. 7 tahun 2012
Lanjutan Tabel 2.
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 43
Tugas-Tugas
• perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindakcepat dan tepat, efektif dan efisien; serta • pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencanasecara terencana, terpadu, dan menyeluruh
UU No. 24 tahun 2008
Bertugas: - melakukan kordinasi antar KL terkait dengan pencegahan - Membuat road map pencegahan dan pemulihan konflik - menyelenggarakan dan mengkordinaiskan multi stakeholders - dsb
TIm Kordinasi Pembangunan Perdamaian
Bertugas: - pengumpulan fakta-fakta, data dan informasi terkait konflik - kordinasi dengan instansi terkait untuk perlindungan korban - penghitungan jumlah kerugian - membuat laporan
Satuan Tugas Penyelesaian Konflik
UU No. 7 tahun 2012
Tugas - melakukan kordinasi pelaksanaan program perlindungan dan pemberdayanperempuandan anak dalam konflik - melakukan advokasi, pemantauan, evaluasi dan pelaporan - melaporkan hasil pelasanantugas kepada presiden
Perpres No. 18 tahun 2014
Lanjutan Tabel 2.
44 Kelembagaan, Koordinasi dan Pendanaan
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 45
Berdasarkan uraian pada Tabel 2, diperoleh catatan kesimpulan dari ketiga instrumen regulasi tersebut sebagai berikut. 1) Batasan definisi dan ruang lingkup pengertian. Ketiga instrumen regulasi tersebut pada dasarnya berkaitan erat dengan persoalan pokok, yakni: (a) bencana: alam, non alam dan sosial, (b) konflik sosial, serta (c) perlindungan dan pemberdayaan: perempuan dan anak. Artinya, persoalan utama dalam konteks manajemen bencana dan koflik sosial adalah kaitannya secara erat dengan perlindungan dan pemberdayaan sumber daya manusia. 2) Dari perspektif profil Lembaga yang bertanggungjawab, diperoleh gambaran bahwa, terdapat tiga pola : a. lembaga pemerintahan (badan nasional dan daerah), dan non-pemerintah (lembaga usaha dan internasional). b. termasuk di dalamnya: pranata adat/sosial, satuan tugas yang bersifat ad-hoc. c. tim koordinasi pusat, pokja pada tingkat daerah. Artinya, dari profil kelembagaan, tercatat bahwa lembaga penanganan bencana, konflik sosial serta perlindungan dan pemberdayaan bagi sumber daya manusia, menunjukan keterkaitan beberapa lembaga atau entitas yakniantara lain: lembaga pemerintahan dan non pemerintah, pranata adat/ sosial, satuan tugas, tim koordinasi dan pokja. Secara struktural hal ini memberi isyarat bahwa penataan dan pemberdayaan kelembagaan dalam konteks PCNA setidaknya memperhatikan ciri-ciri dan struktur kelembagaan sebagaimana ditemukan pada tiga produk kebijakan nasional tersebut di awal bab ini. 3) Sementara dari bentuk kelembagaan,terdiri dari: a. lembaga non-departemen(setingkat menteri: gabungan unsur pemerintah dan masyarakat sipil). b. satuan tugas c. tim koordinasi d. pokja(kementerian, lembaga dan masyarakat sipil).
46 Kelembagaan, Koordinasi dan Pendanaan
Gambaran tersebut mengisyaratkan bahwa bentuk dan/ atau kelembagaan penanganan bencana, konflik sosial serta perlindungan dan pemberdayaan sumber daya manusia pasca konflik dalam konteks PCNA menuntut integrasi atau kolaborasi lintas kelembagaan tersebut di atas . 4) Struktur inti kelembagaan, sebagaimana digambarkan dari tiga kebijakan tersebut mengandung elemen-elemen dasar sebagai berikut: a. Penanganan bencana - Ketua Badan - Sekretaris Umum dan - Inspektorat Utama b. Satuan Tugas Penanganan Konflik: - Saat konflik(nasional dan daerah) - Pemulihan konflik (pemda) - Pencegahan konflik - Tim koordinasi pembangunan perdamaian c. Tim koordinasi nasional. - Ketua : koordinator - Wakil ketua. - Ketua harian. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa, struktur inti kelembagaan setidaknya mengadung elemen unsur: (a) Tim Inti yang terdiri dari : Ketua/Koordinator, Wakil Ketua, Ketua Harian, Sekretaris, Inspektorat. (b) Satuan Tugas, yang meliputi fungsi pencegahan, saat konflik, pemulihan dan pembangunan perdamaian. 5) Sementara tugas-tugas (dan fungsi utama) sebagaimana nampak diatur dalam ketiga instrumen regulasi tersebut antara lain: a. Perumusan dan penetapan kebijakan b. Koordinasi pelaksanaan kegiatan/penyelesaian konflik c. Satuan tugas fungsional: a) penyelesaian konflik
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 47
b) pembangunan perdamaian c) perlindungan dan pemberdayaan SDM d) advokasi e) pemantauan, evaluasi dan pelaporan Sehubungan temuan profil kelembagaan sebagaimana nampak pada tabel 8., dan uraian analisisnya di atas, terdapat satu catatan penting yang mesti menjadi perhatian dalam konteks penataan dan pemberdayaan fungsional kelembagaan ini adalah, terkait peran Kemenko PMK sebagai Kementerian Kordinator yang memiliki Mandat Pencegahan dan Pemulihan Konflik secara mandiri membuat Tim Kordinasi Pembangunan Perdamaian dengan melibatkan 8 Kementerian terkait, yaitu: 1) Kementerian Agama; 2) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan; 3) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi; 4) Kementerian Kesehatan; 5) Kementerian Sosial; 6) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi; 7) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak; dan 8) Kementerian Pemuda dan Olahraga. Jika merujuk pada kebutuhan korban konflik yang tertera pada UU PKS, maka kedelapan kementerian diatas bekerja pada tiga tahap penanganan konflik, yaitu:a) Penghentian dan penyelamatan konflik (Kemensos, Kesehatan, KPPA), b) Pemulihan konflik (Kemenag, Kemendikbud, kesehatan, Kemendes, Kemenpora), c) Pencegahan (semua kementerian). Melalui jaringan strukturalTim Kordinasi Pembangunan Perdamaian (Menko PMK), nampak dengan jelas bahwa posisi dan penggunaan tool PCNA yang diinisiasi oleh Kemendesa, PDT dan
48 Kelembagaan, Koordinasi dan Pendanaan
Transmigrasi ini memperoleh tempat dan ruang strategis dalam kontekspemulihan konflik, untuk sosialisasi dan implementasinya ke lingkungan 8 kementerian terkait. . 4.1.2. Pola Kelembagaan: perspektif reflektif untuk PCNA Deskripsi dan analisis pola kelembagaan sebagaimana dijelaskan pada Tabel 8 memberikan gambaran yang cukup jelas bagaimana bentuk penataan dan pemberdayaan pola kelembagaan yang memadai dalam rangka implementasi instrumen PCNA seharusnya dilakukan. Hal ini terutama penting digunakan dengan memperhatikan pola kelembagaan yang sudah ada, misalnya dengan menggabungkan kedua struktur yang memiliki rujukan hukum pada UU No. 7 tahun 2012 tentang Penanganan konflik sosial. Secara teknis, ada dua pola kolaborasi lintas kelembagaan yang penting dipertimbangkan. Pertama, pola Tim Kordinasi Pembangunan Perdamaian yang dibentuk melalui SK No. 38 tahun 2013, sebagai berikut: Diagram 7. Struktur Tim Koordinasi Pembangunan Perdamaian
Tim pengarah : Ketua: Deputi Bid. Lingkungan hidup dan kerawanan sosial Wakil: Direjed kesatuan bangsa dan poltiik Anggota: Sekjed Kemendikbud Dep bid Polhukam Depbid Kesatuan Bangsa Polhukam Depbid PolhukamHan, Bappenas Dep Bid Pengembangan Regional Otonomi Daerah , BAppenas Dirjend Jaminan Sosial, Kemensos Kepala BAINTELKAM, Polri Dep Bid Pengambangan DAerah Khusus, Kemendes Deputi Perlindungan Perempuan, KPPPA Sekjed Kemenag Dep Bid Pemberdayaan Pemuda, Kemenpora
Tim Pelaksana : Ketua: Asdep urusan konf lik - Wakil: Direktur Bansos (Kemensos): Anggota: Dir. Kewaspadaan Nas, Kemendagri Kep. Biro Analisis Baintelkam, Polri Asdep Penanganan daerah rawan konf lik/ kontijensi, Menkopolhukam Dir kawasan khusus / tertinggal, Bappenas Dir Pertahanan dan Keamanan, Bappenas Dir. pendidikan masy, Kemendikbud Kep Pusat Kerukuann umat beragama, Kemenag Asdep daerah rawan konf lik, Kemendes Asdep penanganan KtP, KPPPA Asdep Organisasi kepemudaan, kemenpora Kep Pus Penelitian Politik, LIPI Dir Ex titian Perdamaian Dir Ex The Habibie Center KEtua Pusat Krisis Psikologi, UI PUSAD, PAramadina Ketua Perhimpunan Organisasi Perempuan
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 49
Kedua,pola Tim Kordinasi Nasional RAN P3AKS yang dibentuk dengan menggunakan Permenko No. 8 tahun 2014 sesuai dengan Mandat dari Perpres No. 18 tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam konflik sosial. Secara lengkap struktur sebagai berikut; Tim Kordinasi Nasional Ketua: : Menko PMK Wakil : Menko Polhukam Anggota/Ketua Harian: Kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak (KPPPA). Tugas-tugas pelaksanaan dibantu oleh Pokja Anggota: 1) Menteri membidangi urusan dalam negeri 2) Menteri yang membidangi urusan pertahanan 3) Menteri yang membidangi urusan agama 4) Menteri yang membidangi urusan hukum dan HAM 5) Menteri yang membidangi pendidikan dan kebudayaan 6) Menteri yang membidangi urusan sosial 7) Menteri yang membidangi urusan ketenagakerjaan dan ketransmigrasian 8) Menteri yang membidangi urusan perdagangan 9) Menteri yang membidangi urusan komunikasi dan informatika 10) Menteri yang membidangi urusan koperasi, usaha kecil dan menengah 11) Menteri yang membidangi urusan perumahan rakyat 12) Menteri yang membidangi urusan pembangunan daerah tertinggal 13) Menteri yang membidangi urusan pekerjaan umum 14) Kepal kepolisian RI 15) Jaksa Agung RI 16) Panglima Tentanga Nasional indonesia
50 Kelembagaan, Koordinasi dan Pendanaan
Secara legal kedua unit operasional ini memiliki kedudukan yang berbeda. Tim Kordinasi Pembangunan Perdamaian dilegalkan dengan SK Menko, sementara Tim Kordinasi Nasional RAN P3AKS mengunakan Permenko No. 8 tahun 2014 dimana pimpinan atau kordinator adalah Menteri sendiri. Tetapi peluang memadukan kedua struktur ini sangat memungkinkan. Bila kedua pola tersebut digabungkan, maka terdapat kemungkinan pola kelembagaandiilustrasikan seperti nampak pada digram dibawah ini. Diagram 8. Gabungan Pola Kelembagaan Penanganan Bencana/ Konflik
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 51
4.2. Koordinasi Dalam rangka memahami posisi dan peran koodinasi berkaitan dengan penangnan pemulihan pasca konflik dengan stimulasi instrumen PCNA, maka ada dua hal penting berikut yang perlu menjadi pertimbangan. 1) Prinsip-prinsip dasar koordinasi. Secara sederhana kordinasi didefiniskan sebagai sebuah proses mengorganisir orang atau kelompok atau unit agar bisa menjalankan pekerjaan secara baik. Dalam kordinasi, dibutuhkan seperangkatkualifikasi kemampuan untuk mengelolamultidimensi posisi dan peran para pihak terkait untuk mencapai tujuan bersama. Agar kordinasi berjalan dengan lancar, maka 9 prinsip dibawah ini perlu dilakukan oleh Kemendes; a. Memastikan kualitas kepemimpinan visioner yang ditunjukkan dalam bentuk pengawasan yang intensif kepada pejabat dibawahnya yang secara langsung menjalankan tugas-tugas operational. Pimpinan juga harus memberikan arahan kerja yang jelas, efektif dan fokus pada outcome, dan memberikan motivasi yang kuat kepada tim. pada waktu-waktu tertentu Ketua Tim dituntut hadir untuk memberikan motivasi pada tim dan juga mengetahui secara detil apa yang terjadi pada pelaksanaan program secara langsung dari perspektif KL-KL terkait b. Menyamakan tujuan bersama kepada semua pihak yang tergabung dalam tim dan dipastikan semua orang memiliki tujuan bersama. Jika setiap aktor KL memahami tujuan bersama, maka lebih mudah untuk menentukan kontribusi yang tepat pada upaya penanganan konflik sosial, khususnya pada pelaksanan PCNA di lapangan. c. Memahami tim secara baik dengan memperhatikanbudaya dan kemampuan kerja setiap KL berbeda, sehingga penting untuk memahami secara mendalam dinamika di setiap KL dan memastikan tupoksi setiap anggota tim dapat dipahami.
52 Kelembagaan, Koordinasi dan Pendanaan
Memastikan setiap orang yang ada di tim memiliki pengetahuan dan skill yang sesuai dengan job seseorang. Mendifinisikan peran d. Menentukan focal point di tiap KL. Hal ini penting karena pergantian jabatan sangat cepat di Kementerian, maka penting selalu memastikan ada dua orang focal point di tiap KL, ini agar jika salah satu diganti masih ada yang lain yang siap melanjutkan. Focal Point di KL penting ditunjuk agar pola kordinasi mudah dan lancar karena berfokus pada orang yang pasti. Meski demikian penting mematikan pihak atasan untuk mengetahui pola kerja baru dimana disposisi akan jatuh pada orang yang memang bertanggunjawab pada pengawalan isu bukan atas dasar “gantian”. e. Menyusun perencanaan strategis yang partisipatifdengan memastikan setiap KL membuat rencana strategis yang mengarah pada goal bersama. Terutama memastikan bahwa PCNA diintegrasikan ke dalam kerja-kerja mreka. Jika diperlukan untuk duduk bersama memahamkan bagaimaan rencana strategis KL perencanaan yang ada memiliki detil f. Melakukan rapat kordinasi yang efektif pada pertemuan kordinasi antar KL tetapi. Beberapa hal penting dalam rapat kordinasi yang perlu diperhatikan adalah; a) Penentuan tanggal rapat minimal 2 minggu sehingga KL bisa mempersiapkan dengan baik, b) Agenda rapat disuse secara jelas terutama dengan menyebutkan target rapat kordinasi, termasuk jika diharapkan tiap KL akan melakukan presentasi atau sekedar update laporan. Untuk membantu KL maka formulir laporan update perlu dibuat; c) perwakilan KL yang diundang adalah pihak yang tepat agar bisa memberikan gambaran capaian KL secara tepat dan kaya data-data, d) hasil notulensi rapat dikirimkan ke semua peserta tidak lebih dari 5 hari kerja, d) sekretariat menindaklanjuti halhal yang direkomendasikan dalam rapat kordinasi. Dengan menggunakan DocumentOnline Tracking, maka Kemendes akan memiliki informasi tentang pelaksanan kegiatan sebelum rapat
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 53
dimulai, sehingga bisa menyiapkan presentasi tentang sudah sejauhmana perencanaan dijalankan dan berapa persen lagi akan selesai. g. Melakukan komunikasiyang efektif dengan memastikan bahwa setiap anggota tim memahami gol bersama dan setiap orang memahami peran masing-masing untuk mendorong tercapaianya tujuan bersama. Karena skill komunikasi efektif penting bagi anggota tim, perlu ada upaya refreshment atau capacity building bagi tim agar komunikasi diantara anggota tim terbangun dengan baik dan menumbuhkan rasa solidaritas yang tinggi. h. Menyediakan alat kordinasi efektif untuk memudahkan semua pihak bisa memantau capaian pekerjan setiap KL. Salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan menyediakan sistem DocumentOnline Tracking . Dengan bantuan teknologi Microsoft online Kemendes bisa menciptakan sebuah tabel kegiatan secara online, dimaan setiap KL yang terlibat memiliki link yang sama. Ini adalah dokumen online bersama, dimana setiap KL yang selesai melakukan aktifitas maka mereka akan mengisi kolom-kolom yang ada dengan informasi misalnya jenis kegiatan, tanggal pelaksanaan, jumlah peserta yang hadir, rangkuman isi kegiatan, rekomendasi, PIC di KL . Begitu KL mengisi dokumen tersebut, maka Kemendes akan mendapatkan kompilasi tanpa harus menunggu laporan dari KL pada rapat kordinasi. i. Memfasilitasi keterlibatan masyarakat sipil.Ada banyak aktor yang bekerja dalam upaya penanganan konflik sosial dan salah satu kelompok yang aktif adalah masyarakat sipil. Keberadaan mereka dalam tim dan rapat-rapat kordinasi akan memberikan cara pandang yang berbeda dan mendorong terjadinya forum yang dinamis dalam menyerap aspirasi dan gagasan yang beragam. Analisis komprehensif dari berbagai latar belakang akan membantu pemerintah dalam memahami sebuah program secara lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan bukan sekedar berorientasi menyelesaikan proyek.
54 Kelembagaan, Koordinasi dan Pendanaan
2) Arah Koordinasi dalam Roadmap Penanganan Konflik. Selain prinsip-prinsip dasar di atas, pelaksanaan Instrumen PCNA/SRNA oleh Kemendesa, PDT dan Transmigrasi perlu memperhatikan posisi dan peran koordinasi masing-masing. Hal ini terutama diperlukan dalam konteks implementasi Raodmap Penanganan Konflik Sosial dan Tahapan Membangunan Ketangguhan masyarakat dan daerah pada wilayah konflik di Indonesia. Selengkapnya digambarkan pada diagram berikut. Diagram 9. Roadmap Penanganan Konflik dan Tahapan Membangunan Ketangguhan Road Map Penanganan Konflik; Tahapan Membangun Ketangguhan
Membangun jaringan peace building Pembagian peran dalam gerakan peace building
1.Pemetaan bersama sumber konflik, trend ,pola, dan kecenderungan konflik ke depan 2. Pemetaan akibat dan dampak konflik serta jenis kebutuhan pasca konflik (PCNA)
- Identifikasi dan revitalisasi pranata lokal - Peraturan daerah atau hukum adat - Sistem peringatan dan respon dini konflik
- Sinergi Peran dan kerjasama antar kementerian/lembaga, pemda, korporasi nasional/regional dan pranata adat - Tata kelola cegah konflik, kapasitas kelembagaan dan ketahanan masyrakat terhadap konflik
Regulasi program2 peace building yang berkelanjutan -indikator ketangguhan konflik - Gender analysis pathway ( partisipasi, akses,kontrol, dan manfaat - TOOLS DAERAH
TANGGUH KONFLIK
Tahap pertama. Salah satu permasalahan mendasar pengeloalan konflik dan membangun perdamaian (peace building) di Indonesia adalah terabaikannya perhatian untuk mempertegas dan memperjelas peta jalan pengelolaan konfliksecara terpadu serta komprehensif lintas kementerian dan badan, terutama terkait dalam konteks kerja rekonsoliasi, rekonstruksi dan rehabilitasi. Sebagaimana nampak pada Diagram 10., pemerintah pusat - dalam hal ini kementerian-kementerian terkait –pada umumnya masih
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 55
berada padaindikator-indikator tahap awal, yaitu, fase yang berkaitan dengan upaya-upaya pemetaan bersama terhadap sumber konflik, kecenderungan (trend), pola dan arah dinamika konflik ke depan. Namun Kemendesa, PDT dan Transmigrasi,melalui penyusunan Instrumen PCNA, berupaya melakukan inisiatif untuk langkah lebih progresif dengan membuat pemetaan akibat dan dampak konflik serta jenis kebutuhan pasca konflik. Langkah inisiasidiharapkanmenjadi starting point dalam rangka realisasi tahap-tahap selanjutnya sesuai roadmap pengelolaan konflik dan pembangunan perdamaian (peace building)secara holistik, integral dan berkelanjutan. Tahap kedua adalah upaya pembagian peran dalam gerakan pemulihan dan peace buildingpasca konflik sebagai pijakan dasar kordinasi dan kolaborasi sinergis lintas kementerian, di tingkatpusat maupun daerah.Dengan demikian, diharapkan lembaga-lembaga terkiat bisa bersama-sama mengdentifikasi dan merevitalisasi pranata lokal, peraturan daerah dan hukum adat yang responsif dalampembangunan perdamaian sertamenyediakan sistem peringatan dan respon dini yang efektif. Kolaborasi lintas kelembgaaan yang sudah dimulai sejak tahap pemetaan dan perencanaan diharapkan bisa medorong kerjasama lebih lanjut pada tahap realisasi atau implementasi. Tahap ketiga adalah membangun jaringan pemulihan dan peace building yang hanya dapat diupayakan jika sinergiperan dan kerjasama antar kementerian/lembaga, pemda, korporasi nasional/ regional dan pranata adat telah terbangun. Begitupula, pemulihan jaringan peacebuilding juga akan mudah dilakukan jika tata kelola cegah konflik, kapasitas kelembagaan dan ketahanan masyarakat terhadap konflik telah terwujud. Tahap keempat adalah perumusan regulasi sebagai acuan pengembangan program pemulihan dan peace building yang berkelanjutan dengan mengacu kepada indikator yang sudah ada. Diantara yang bisa menjadi acuan adalah Indikator Ketangguhan Konflik dan pendekatan Gender Analysis Pathway. Dengan demikian
56 Kelembagaan, Koordinasi dan Pendanaan
tool daerah tangguh konflik dapat dihasilkan setelah PCNA ini dilaksanakan. Tahapan-tahapan dalam roadmap tersebut searah dengan pasal 9 UU 7/2012 yang memuat sejumlah upaya-upaya yang bisa dilakukan dalam mengatasi potensi konflik. UU ini mengamantkan sejumlah cara penanganan potensi konflik sebagai berikut: a. Melakukan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang memperhatikan aspirasi masyarakat b. Menerapkan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik c. Melakukan program perdamaian di daerah potensi konflik d. Mengintensifkan dialog antarkelompok masyarakat e. Menegakan hukum tanpa diskriminasi f. Membangun karakter bangsa g. Melestarikan nilai pancasila dan kearifan local h. Menyelenggarakan musyawarah dengan kelompok masyarakat untuk membangun kemitraan dengan pelaku usaha di daerah setempat 3) Koordinasi BerbasisPerdamaian dan Ketangguhan Konflik Esensi dari pentingnya sistem koordinasi efisien dan efektif lintas para pihak terkait dalam pembangunan perdamaian adalah mendorong perubahan yang mendasar, sistematis dan berkelanjutan dalam mengatasi kekerasan (negative peace) menuju terwujudnya perdamaian yang berjelanjutan (positive peace)., Menurut Johan Galtung, positive peaceyang merupakan tujuan puncak dari pemulihan masyarakat pasca-konflik adalah kondisi yang lebih dari sekadar tidak adanya kekerasan (the absence of violence). Kondisi ini yang ditandai dengan kehadiran keadilan sosial melalui adanya kesempatan yang sama bagi setiap warganegara, perlindungan yang bersifat egaliter, dan aplikasi hukum yang imparsial (Galtung, 1984). Oleh karenanya, pembangunan perdamaian ditujukan kepada tiga hal yang saling berkait, yaitu keamanan, pembangunan politik, dan pembangunan sosial ekonomi (Norwegian Minister of
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 57
Foreign Affairs, 2004). Dalam konteks inisiasi Kemendesa, PDT dan Transmigrasi, konsep positive peace ini perlu menjadi pijakan untuk menjadikan daereh, wilayah dan desa serta masyarakat yang berdaiam di sana sebagai basis ketangguhan konflik berkelanjutan. Untuk menciptakan kondisi positive peace ini diperlukan pendekatan yang memperhatikan kebutuhan individu masayarakat dala dimensi yang berbeda.Bagir dan Dwipayana (2011) menyatakan upaya pemberdayaan perlu dilakukan dengan memperhatikan keseimbangan tiga aspek strategis, yaitu: politik rekognisi, politik representasi dan politik redistribusi. Politik rekognisi dalam hal ini adalah masyarakat begitupula pemerintah daerah dapat menghormati, menghargai dan mengakui keragaman yang ada. Keragaman yang dimaksud disini adalah keragaman etnik,agama dan gender. Pengakuan ini tidak hanya dalam konteks hak-hak sipil namun juga hak-hak sosial, ekonomi dan kultural. Sementara itu politik representasi adalah adanya keseimbangan peran dan partisipasi masyarakat sipil dari berbagai lapisan baik yang berbasis etnis, agama dan gender. Adapun politik redistribusi adalah adanya keseimbangan pola hubungan produksi dalam masyarakat.diagramdi bawah ini menggambarkan hubungan saling terkait antara ketiga aspak ini dengan agenda pembangunan perdamaian dan kerangka PCNA:
58 Kelembagaan, Koordinasi dan Pendanaan
Diagram 10 .Model Pengelolaan PCNA Berbasis Komunitas POWER TO (KESEMPATAN UNTUK BERUBAH DAN MEMPEROLEH AKSES) POWER WITH (MENINGKATNYA SOLIDARITAS DAN TINDAKAN BERSAMA MENGHADAPI HALANGAN SUMBER KEKUASAAN
POWER WITHIN (KESADARAN DAN KEINGINAN UNTUK BERUBAH
PEMBANGUNAN PERDAMAIAN
Politik Rekonstruksi Politik Rekognisi Politik Representasi Politik Redistribusi
Tata kelola cegah konflik
Koordinasi kelembagaan cegah konflik
Ketahanan Masyarakat
PCNA dan Revitalisasi Pranata Adat
Daerah Tangguh Konflik
Penting diperhatikan, pola koordinasi dalam konteks implementasi dan penggunaan Instrumen PCNA/SRNA itu, sebaiknya memperhatikan kharakteriktik sosial, kultural, tata ruang, dan sumber daya manusia di tingkat lokal.Adaptasi konteks lokal ini sangat dibutuhkan agar implementasi program tidak bersifat
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 59
top-down dan dengan demikian bisa dijalankan secara efisiensi dan efektifitas dalam pemulihan sosial dan pembangunan perdamaian pasca konflik berbasis kemandirian dan ketahanan komunitas lokal dan daerah. 4.3.Pendanaan Merujuk pada UU No. 7 tahun 2012 (Bab III), sumber pendanaan yang dapat dipakai untuk kegiatan pemulihan masyarakat pasca konflik bisa berasal pemerintah dan swasta.Pendanaan dari negarabisa diambilkan dari APBN atau APBD. Sementara pendanaan non-pemerintah bisa bersumber dari bantuan dana hibah dari kerjasama bilateral, multilateral, atau dari program CSR perusahaan.. 1) Pendanaan Pemerintah Ada beberapa kategori dana yang bisa dipakai dari sumber APBN atau APBD; a. Dana untuk pencegahan konflik ; • Pemerintah (pusat) mengalokasikan APBN untuk pencegahan konflik melalui anggaran Kementerian/ lembaga yang bertanggunjawab sesuai tugas dan fungsinya. • Sementara Pemerintah daerah mengalokasikan APBD untuk pencegahan konflik melalui anggaran satuankerja perangkat daerah yang bertanggung jawab sesuai tugas dan fungsinya a) Pendanaan penghentian konflik dan rekonsiliasi pasca konfoik diambil dari dana siap pakai ada APBN, dana belanja tidak terduga pada APBD. Dana ini bersumber pada anggaran bendahara umum negara. Dana pasca konflik b) Pemda yang memiliki keterbatasan dana dapat mengajukan permohonan dana pasca konflik dengan mengajukan Dana Alokasi Khusus (DAK) kepada Pemda dengan dilengkapi kerangka acuan kegiatan rehabilitasi dan rekonsturksi pasca konflik dan anggaran.
60 Kelembagaan, Koordinasi dan Pendanaan
2) Pendanaan non-pemerintah Sumber-sumber pendanaan dari pihak non-pemerintah tidak harus berupa dana asing. Di dalam negeri ada banyak potensi sumber dana non-peerintah, seperti dana CSR, dana publik, zakat, infaq, shadaqah, atau dana amal lainnya. Bentuk-bentuk pendanaan dari non-pemerintah bisa bersumber dari ; 1. Kerjasama Bilateral antara pemerintah Indonesia dengan negara lain. Dana hibah seperti ini biasanya langsung kerjasama dengan pihak pemerintah selevel menteri. Sumber-sumber pendanaan bisa dari World Bank, ADB, IDB yang memberikan pinjaman lunak untuk pemerintah agar bisa melakukan pembangunan secara maksimal a) Pendanaan CSR; ini merupakan danakewajiban sosial perusahaan yang wajib dikeluarkan oleh para perusahaan diluar dari hitungan Pajak pendapatan mereka. Programprogram CSR dirupakan b) Dana publik; Ini adalah trend baru pendanaan yang didukung oleh individu atau kelompok yang merasa satu tujuan. Biasanya dana publik dikumpulkan untuk kebutuhan cepat emergensi. Tetapi sekarang dana publik juga banyak dialokasikan untuk pendampigna kasus atau menjawab persoalan struktural. c) Dana amal adakah pendanaan yang diberikan oleh geraja, masjid atau sebuah perusahaan dengan tanpa mengikat penerima bantuan. 3) Tantangan Sebagai negara middle income, pemerintah Indonesia memiliki kecukupan dana untuk implementasi pembangunan. Akan tetapi beberapa tantangan yang masih dihadapi dalam hal pendanaan adalah: Alokasi anggaran yang berorientasi pada umumnya berorientas pada pemenuhan kebutuhan praktis bukan strategis. Kecenderungan
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 61
memberikan cash fund atau bantuan langsung mendorong aktifitas amal menjadi satu-satunya cara cepat menghabiskan anggaran. Sementara kegiatan yang lebih mendorong pada perubahan struktural sering tidak mendapatkan dukungan pendanaan atau sangat sedikit. a. Mekanisme akses pendanaan bagi CSO kurang jelas, sehingga potensi implementasi yang harusnya bisa didongkrak oleh CSO sering luput dari perhatian. Mekanisme akses pendanaan bagi CSO juga sebagai alat kordinasi antara pemerinah dan CSO. b. Minimnya perspektif para pemimpin di daerah terhadap isu, membuat prioritas dana bisa bergeser pada hal-hal yang lebih menunjang kebutuhan praktis daripada strategis. Ini karena output untuk kebutuhan praktis jauh lebih mudah terukur.
62 Kelembagaan, Koordinasi dan Pendanaan
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 63
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan Sebagai sebuah panduan, hasil kajian dan penyusunan instrumen pemulihan pasca konflik ini dapat digunakan untuk mendukung penyusunan indeks ketahanan konflik di Indonesia. Maka dapat diformulasikan beberapa kesimpulan yang sejalan dengan tujuan penyusunan instrumen PCNA, sebagai berikut. 1) Melalui proses kajian intensif dalam rangka menyusun instrumen Post Conflict Need Assessment (PCNA) melalui instrumen Social Recovery Need Assessment (SRNA), dapat diperoleh gambaran faktual bahwa: a. Jajaran pemerintahan di pusat dan daerah, lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi, lembaga keagamaan dan berbagai lembaga yang peduli dan bertanggungjawab terhadap pemulihan sosial pasca konflik di Indonesia, sangat
64 Kesimpulan dan Rekomendasi
membutuhkan hadirnya instrumen seperti ini. b. Kenyataan ini secara faktual semakin diperkuat dengan temuan-temuan konstruktif yang terungkap melalui diskusidiskusi kritis reflektif-kontekstual pada serial seminar dan lokakarya yang melibatkan perwakilan kementerian/lembaga pada tingkat pusat maupun perwakilan daerah melalui 40 Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) yang terseleksi dari wilayah konflik yang diselenggarakan dalam konteks kajian, bahwa selama ini instrumen PCNA/SRNA sangat dibutuhkan sebagai salah satu upaya memberikan informasi faktual tentang kebutuhan pemulihan pasca konflik. c. Sejalan dengan itu, disadari oleh para pihak terkait selama serial seminar dan lokakarya yang diselenggarakan bahwa sekalipun pada kenyataannya terbukti inisiatif penyusunan instrumen PCNA dilakukan oleh pihak Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi. Hadirnya instrumen ini sangat bermanfaat bagi pengembangan kinerja jajaran pemerintah daerah khususnya, dalam pengelolaan kerja-kerja pemulihan pasca konflik di daerah masing-masing. d. Hadirnya instrumen PCNA diharapkan dapat memberikan panduan baku bagi jajaran aparat dan lembaga berwenang di tingkat pusat dan daerah serta para pihak terkait dalam rangka mengidentifikasi, memetakan dan mengukur tingkat dampak kerusakan dan kerugian sosial pasca konflik serta tingkat kebutuhan dan frekuensi pemulihan di wilayah masing-masing secara terpola, kontekstual, tepat guna, berdayaguna dan berhasilguna. 2) Sebagaimana terungkap melalui serial seminar, lokakarya dan kajian berbagai data sekunder selama pelaksanaan kajian dan penyusunan instrumen Post Conflict Need Assessment (PCNA) melalui Social Recovery Need Assessment (SRNA), dapat disimpulkan bahwa: a. Seluruh stakeholder terkait yang berkepentingan dengan
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 65
penanganan pemulihan pasca konflik, baik di tingkat pusat maupun di daerah/wilayah konflik di Indonesia, sangat membutuhkan tersedianya data serta informasi yang terolah dan terpilah secara akurat, sistematis, ter-update secara berkala, serta mudah dan cepat diakses dalam mendukung fase-fase pemulihan: early response, early recovery dan long term recovery. b. Seluruh peserta serial seminar dan lokakarya selama pelaksanaan kajian dan penyusunan instrumen PCNA menyadari bahwa inisiatif mendasar dan strategis yang dilakukan Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi ini telah mengisi kekosongan konstekstual dan praksis dalam manajemen penanganan pasca bencana/konflik sosial yang selama ini dilakukan para pihak terkait secara sendiri-sendiri sesuai TUSI, kapasitas dan pengalaman nyata masing-masing K/L dan daerah. c. Inisiatif mendasar ini merupakan upaya mewujudkan dukungan strategis dalam rangka membutuhkan suplai data dan informasi yang akurat, kontekstual, ter-update secara berkala, serta terolah dan terpilah secara sistematis dalam mendukung kerja-kerja pemulihan sosial pasca konflik pada level: (a) pengambilan keputusan strategis di berbagai segmen para pihak terkait melalui berbagai produk regulasi dan kebijakan strategis dan implementatif (power strategy); (b) pendidikan kesadaran kritis publik dan rakyat serta seluruh stakeholder terkait melalui berbagai media komunikasi publik (persuasive strategy); terutama, (c) dukungan terhadap aktifitas pemberdayaan dan penguatan kapasitas ketahanan, kemandirian dan kepribadian basis-basis komunitas lokal para pihak berkonflik (re-educative strategy). d. Persoalan strategis yang muncul selama fase kajian dan penyusunan dokumen ini, bukan hanya pada bagaimana profil instrumen PCNA dibuat secara obyektif, tetapi juga pada
66 Kesimpulan dan Rekomendasi
bagaimana peran para aktor pengguna atau penerima manfaat secara subyektif. Karena pada kenyataannya, tersedianya data akurat sebagai basis tindakan pemulihan setidaknya mesti memenuhi kriteria dayaguna dan kemanfaatan secara obyektif dan subyektif secara utuh, integral, dan terukur dayagunanya secara berkelanjutan. e. Patut disadari bersama bahwa betapa upaya mengungkapkan berbagai data dan informasi tentang pengalaman destruktif dan rekam jejak peristiwa konflik kekerasan komunal yang dialami para pihak terkait, akan berhadapan dengan kondisi: (a) dimana pengalaman dengan segala suka duka, kepahitan, dan air mata senantiasa terekam dalam pengalaman sadar komunitas lokal atau para pihak terkait; (b) data dan informasi dari rekam jejak pengalaman konflik yang tersimpan dalam memori kolektif dan pengalaman sadar komunitas para pihak yang terlibat dalam konflik membutuhkan pengetahuan dan keterampilan tersendiri dari pihak pengguna instrumen dalam aplikasinya untuk memfasilitasi para pihak ke tingkat social trust building yang kondusif; (c) sehingga dengan penuh percaya diri, terbuka dan lugas tanpa beban sejarah, komunitas korban atau pelaku dalam konflik dapat menutur dan mengungkapkan rekam jejak peristiwa dan pengalaman sadar itu melalui stimulasi instrumen PCNA/SRNA; dan (d) sebagai produk pengetahuan bersama yang amat berharga dalam membangun langkah-langkah pemulihan dan perdamaian dengan masa lalu demi membangun perdamaian berkelanjutan di masa depan sejarah komunitas dan daerah. f. Karena itu, hadirnya instrumen PCNA ini diharapkan dapat mengisi ruang bagi terpenuhinya aspirasi kebutuhan akurat terhadap kondisi sosial pasca konflik berbasis data dan informasi lapangan yang teruji dan dapat dipertanggungjawabkan tingkat kemanfaatannya dalam rangka penyusunan rencana aksi pemulihan pasca konflik, baik di bawah koordinasi, fasilitasi
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 67
dan mediasi kebijakan serta pemberdayaan Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi sebagai inisiator, maupun terutama seluruh K/L terkait dan daerah-daerah konflik di Indonesia sebagai pengguna. 3) Berdasarkan data dan informasi serta refleksi pengalaman para pihak sebagai mitra proses kajian dan penyusunan instrumen Post Conflict Need Assessment (PCNA) melalui Social Recovery Need Assessment (SRNA), disadari bahwa: a. Pada tingkat operasional pengelolaan kerja-kerja pemulihan pasca konflik dibutuhkan langkah yang terpola dalam rangka merumuskan secara kontekstual, sistematis dan faktual jawaban atau respon berbagai pihak terkait sesuai tugas pokok, fungsi dan/atau tanggungjawab masing-masing sebagai wujud tindakan proaktif pemulihan di lingkungan masing-masing lembaga, organisasi, daerah dan komunitas. b. Dalam konteks itu perlu disadari bahwa tujuan utama kajian dan penyusunan instrumen ini bukanlah agar tersedinya suatu dokumen PCNA/SRNA, tetapi terlebih: (a) sebagai alat strategis dalam rangka mendorong langkah-langkah berkelanjutan berkaitan dengan upaya menyusun indeks ketahanan lokal, (b) yang secara integral akan menyumbang pada fasilitasi penataan dan pemberdayaan kemandian serta inisiatif masyarat lokal dan daerah, dan (c) membangun sistem peringatan dan respon dini ketahanan berbasis modal sosial, budaya dan spirit lokal. c. Konsekuensi implementatif yang tak terhindarkan adalah bahwa seluruh stakeholder pada tingkat lokal dan daerah, melalui stimulasi instrumen PCNA ini: (a) secara mendasar, terpola, sistematis dan berkelanjutan akan memasuki fase baru pengembangan kapasitas pengetahuan, sikap dan keterampilan sumber daya manusia lokal; (b) dalam manajemen pendataan dan pengolahan informasi terolah dan/ atau terpilah; (c) disumbangkan secara fungsional bagi kerja-
68 Kesimpulan dan Rekomendasi
kerja pemulihan pasca konflik berbasis kapasitas komunitas dan kelembagaan lokal; dan (d) dalam memulihkan dampak destruksi dan reproduksi destruksi berbasis ketahanan masyarakat dan daerah. d. Hadirnya instrumen PCNA ini pada tingkat operasional implementatif diharapkan bisa memperkuat dan memudahkan proses pemulihan sistematis terhadap dampak psikososial berkelanjutan yang terekam dalam memori kolektif seluruh komunitas korban/penyintas dan/atau masyarakat lokal terdampak yang hanya dapat dilakukan dengan berbasis kemandirian dan inisiatif otoritatif korban terberdayakan sendiri. e. Sejalan dengan itu, harus disadari bahwa wilayah dan/ atau daerah konflik yang menjadi sasaran penggunaan dan pemanfaatan dokumen ini mencakup wilayah pedesaan, PDT dan transmigrasi yang berada di kawasan beranda negara, baik pulau besar maupun pulau-pulau kecil yang membutuhkan perhatian dan manajemen pendampingan terpola dan intensif melalui mekanisme people to people diplomacy (diplomasi masyarakat kepada masyarakat) dalam rangka manajemen ketahanan konflik berbasis masyarakat dan lembaga lokal. Hal ini dapat menjadi alternatif solusi terhadap pendekatan dan mekanisme government to government diplomasy (diplomasi pemerintah ke pemerintah) yang berkonotasi represif selama ini. f. Hadirnya instrumen PCNA ini diharapkan akan memberikan dukungan berupa panduan implementasi, koordinaasi, fasilitasi dan mediasi bagi para pihak terkait di tingkat implementasi dalam rangka menyusun rencana aksi dan program-program konkrit berkaitan dengan pemulihan pasca konflik dan pencegahan konflik secara mandiri dan berkelanjutan potensi dan peluang konflik baru di masa depan.
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 69
5.2. Rekomendasi Merujuk rumusan kesimpulan tersebut di atas, butirbutir rekomendasi berikut dapat diformulasikan sebagai acuan implementasi, yakni: 1) Panduan PCNA ini dapat digunakan oleh para pemangku kepentingan diantaranya: a. Pemerintah Pusat : Panduan PCNA ini dapat dijadikan informasi dan rujukan bagi Kementerian/Lembaga di tingkat Pusat dalam rangka melakukan pengkajian dan penilaian (pengukuran) akibat atau dampak negatif dan perkiraan kebutuhan untuk membangun kembali kerusakan modal sosial akibat konflik, serta sekaligus dapat dijadikan acuan dalam rangka penetapan lokasi sasaran pelaksanaan program pembangunan penanganan konflik sosial oleh Kementerian/ Lembaga Terkait; b. Pemerintah Daerah : Panduan PCNA ini dapat dijadikan informasi dan rujukan bagi pemerintah daerah untuk mengembangkan program/kegiatan pencegahan konflik sosial berdasarkan tools dan instrumen PCNA pada aspek Tata Kelola, Koordinasi Kelembagaan dan Ketahanan Masyarakat. c. LSM, Pegiat Perdamaian dan Lembaga International. Panduan PCNA ini dapat dijadikan basis model, pendekatan dan tools bagi organisasi/lembaga non-pemerintah dalam rangka merumuskan strategi advokasi, prioritas dan focus pendampingan masyarakat serta pemantapan agendaagenda program pencegahan konflik social di 122 Kabupaten Tertinggal. d. Akademisi. Panduan PCNA ini dapat dijadikan bahan referensi perkuliahan, riset dan program pengabdian pada masyarakat sebagai model-model analisis dan pendekatan baru yang sesuai dengan karakteristik sosial masyarakat Indonesia. 2) Insiatif strategis Kemendesa, PDT dan Transmigrasi dalam mengkaji dan menyusum dokumen PCNA harus dipahami tidak
70 Kesimpulan dan Rekomendasi
hanya sebagai upaya memenuhi tanggungjawab dan kinerja tugas dan fungsi internal semata, tetapi terutama sebagai sumbangan berharga dalam rangka mendorong peran strategis antar seluruh K/L dan daerah konflik melalui langkah-langkah implementatif seperti: a. Melengkapi produk dokumen kelembagaan dengan menyusun lebih lanjut Panduan Implementasi dan Penggunaan Instrumen PCNA pada tingkat K/L, daerah dan para pihak terkait. Sehingga para pihak terkait memiliki kerangka dan batasan persepsi, pemahaman, penafsiran dan implementasi yang selaras dan applicable. b. Mempersiapkan aparat pelaksana atau sumber daya manusia lokal sebagai sasaran dan ujung tombak implementasi instrumen PCNA melalui rangkaian dan serial pelatihan dan/atau forum sosialisasi terpola demi tersedianya tenaga terampil untuk itu. c. Membekali SDM teralatih dengan Standard Operational Procedure (SOP) pengelolaan instrumen PCNA (update data dan informasi), agr dapat menghasilkan produk data dan informasi terolah, serta menyampaikannya sebagai suplai kemanfaatan dalam mendukung kerja-kerja pemulihan pasca konflik di berbagai tingkat kepentingan. 3) Sebagai tindak lanjut inisiatif kajian dan penyusunan dokumen PCNA, pihak Kemendesa, PDT dan Transmigrasi diharapkan dapat segera mengambil langkah-langkah tindak lanjut berikut: a. Membentuk tim koordinasi internal pada tingkat pusat yang bertanggungjawab dalam melakukan koordinasi, fasilitasi, implementasi dan kontrol kinerja dayagunanya. b. Memetakan, mempersiapkan, mengkoordinasi dan memfasilitasi jaringan sumber daya manusia dan kelembagaan potensial dan strategis dalam rangka implementasi dan pendayagunaan dokumen PCNA. c. Menetapkan beberapa daerah strategis sebagai pilot project
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 71
implementasi dokumen PCNA dalam kurun waktu satu tahun anggaran, dengan memperhatikan cluster-cluster potensial dalam rangka pemberdayaan dan monitoring dayaguna dan hasilguna kinerja kerja-kerja pemulihan pasca konflik di Indonesia. 4) Dalam konteks penataan dan pemulihan kondisi masyarakat pasca konflik sosial sebagai basis pembangunan ketahanan masyarakat dan daerah serta pembangunan perdamaian berkelanjutan, maka: a. Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi dapat menegaskan dan memastikan status dokumen ini dengan produk kebijakan publik atau regulasi tingkat Kementerian, Kementerian Koordinator bahkan tingkat keputusan Presiden. b. Dokumen ini pada gilirannya akan berkelanjutan jika didukung dengan tersedianya regulasi yang mendukung, baik pada tingkat K/L terkait maupun pada tingkat daerah berupa Perda, Keputuan Gubernur/Bupati/Walikota. c. Regulasi tersebut harus dilihat sebagai upaya Kemendesa, PDT dan Transmigrasi dalam memetakan tingkat keseriusan para pihak yang berkepentingan di seluruh aras dan wilayah terhadap pentingnya manajemen pasca konflik berupa tindakan pencegahan, pemulihan dan pembangunan perdamaian berkelanjutan. d. Peta kebutuhan bagi pemulihan masyarakat pasca konflik adalah salah satu indikator keberhasilan manajemen pemerintahan dan pembangunan para pimpinan daerah pada daerah-daerah/wilayah konflik maupun pasca konflik di Indonesia.
72 Kesimpulan dan Rekomendasi
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 73
DAFTAR PUSTAKA Burdge, B &Vanclay, F.1996. Social Impact Assessment : A Contribution to the State of the Art Series: Impact Assessment 14: 59-86 Bourdieu, Pierre “ the Forms of Capital dalam John G. Richardson.1986. Handbook of Theory and Research for the Sociology of Education.New York: Greenwood Press Coleman, James. 1990. Foundation of Social Theory. Cambridge: Harvard University Press Cornwell, Richard at all. 2010. Seminar Report: Post-conflict Reconstruction and Peacebuiling., Lanzerac Hotel, Stellenboasch, South Africa, 20 and 21 September 2010. Coser, A. Lewis. 2007. Social Conflict and the Theory of Social Change., The British Journal of Sociology, Vol.8, No.3. (Sep., 1957), pp. 197-207.
74 Daftar Pustaka
Dahrendorf, Ralf. 2011. Toward a Theory of Social Conflict. The Journal of Conflict Resolution, Vol.2. No.2 (Jun.1958), pp. 170-183. Hadi, Suharto P.1997. AspekSosialAMDAL :Sejarah, TeoridanMetode. Yogjakarta: GM Press Hasbullah,Jousari.2006. Social Capital (Menuju Keunggulan Budaya Manusia Indonesia) Jakarta : MR Unites Press Inayah.2012. Peranan Modal Sosialdalam Pembangunan. RagamJurnalPengembanganHumanioraVol 12 no 1 April 2012 Pruitt, and Rubin. 2003. Social Conflict: Escalation, Stalemate and Settlement, McGraw-Hill Humanities/Social Sciences/ Languages Leistritz,F.LarrydanSteven,H, Murdock.1981. The Socioeconomic Impact of Resource Development: Methods for Assesment (Social Impact Assesment Series no 6) Boulder Colorado : Westview Press Manoppo, P.George. 2016. Psikososial Shock Absorbing Dalam Mengelola Kondisi Destruksi dan Reproduksi Destruksi Kapasitas Sumber Daya Komunitas Pasca Konflik. Materi Lokakarya Penyusunan Indeks Post Conflict Need Assessment, Kemendesa, PDT dan Transmigrasi, Bogor, 1-2 Juni 2016. Murdock,S.Hdan E.C. Schriner. 1978. Stuctural and Distributional Factors in Community Development”. Rural Sociology 43 (3): 426-449Popenoe,David.1978.Sociology, Fourth Edition. Englewood Cliff,N.J: Prentice Hall Popova, Zora. Ivanova. 2009. The Role of Social Capital for PostEthnic-Conflict Reconstruction., University of Bath, Departement of European Studies and Modern Language. Putnam,Robert. 1993. The Prosperous Community Social Capital and Public Life,American Prospect
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 75
----------------. 2000. Bowling Alone : The Collapse and Revival of American Community. Journal of Political Science and Politics. Setianingsih,Dwi.2012. DampakSosialPembebasan Tanah Proyek PembangunanInfrastrukturuntukKepentinganUmum. Tesis Magister Managemen Pembangunan Sosial. Jakarta: FISIP DepartemenSosiologi UI Susanto,P.A.S. 1983. PengantarSosilogidanPerubahanSosial. Jakarta: Binacipta Sztompka,P.1993. SosiologiPerubahanSosial. Jakarta: Prenada Thompson,J.G.,E.L. Blewvindan G.L. watts. 1978. Socioeconomic Monitoring Report. Washington DD: Old West Regional Commission diaksesdarihttp://www/tresearch.fs.fed.us/ pubs/741. Tittenbrun, Jacek. Tanpa Tahun. Ralph Dahrendorf’s Conflict Theory of Social Differentiation and Elite Theory., Innovative Issues and Appraoaches in Social Sciences, Vol 6. No.3. Tschirgi, Necla. 2004. Post-Conflict Peacebuilding Revisited: Achievements, Limitations, Challenges., International Peace Academy, New York. Wijono, S. 2012. PsikologiIndustridanOrganisasi. Jakarta: Kencana Woolcock, Michael.2002. Social Scientist, Development and Research, Social Capital Participant in the Seminar Held by the Performance and Innovation Unit
76 Daftar Pustaka
Indikator
Analisis kondisi umum daerah terkena konflik
Variabel SRNA
1. Kerusakan Kapasitas Manusia (komunitas) 1. Perkembangan kondisi keamanan.
Terwujud perkembangan pemulihan dini berkaitan dengan:
Early Recovery (Pemulihan Dini)
· warga sudah kembali di rumah masing-masing?
· kekerasan masih berlangsung: pembunuhan, penculikan, - kondisifisik dan tata ruang: teror, dsb. jumlah dan kualitas.
- fisik fasilitas umum dan perumahan warga
· Kerusakan:
Tersedia bentuk data dasar & peta situasi pasca konflik berkaitan dengan:
Early Response (Respon Dini)
· mekanisme pengambilan keputusan melibatkan kelompok-kelompok berbeda dan perempuan dan anak-anak muda dilibatkan
· mempertimbangkan pendekatan rekonsilitif dan penguatan kembali kohesi sosial
1. Regulasi pasca konflik.
Terwujud perkembangan pemulihan lanjutan berkaitan dengan:
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjtutan)
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integral Berbasis Pemberdayaan
1. KERUSAKAN SUMBERDAYA MANUSIA 1.a. Butir-Butir Pernyataan Kerusakan Sumberdaya Manusia
Perhatian: Detil isian dalam framework ini adalah contoh yang perlu adaptasi berdasarkan temuan yang beragam di setiap wilayah. Banyak item dalam pengisian framework ini dimaksudkan untuk memberikan kemungkinan temuan seluas mungkin.Pada praktiknya temuan di lapangan bisa lebih sederhana atau tidak sebanyak isian dalam template ini.
LAMPIRAN: CONTOH ISIAN TEMPLATE PCNA
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 77
Variabel SRNA
Indikator
perubahan yang terjadi populasi yang berpindah
- -
· supply makanan dan air bersih;
· jumlah yang meninggal terpilah berdasarkan umur, gender;
· Kondisi survivor korban
· level kekerasan : serangan di camp, penculikan, pembunuhan etc
· tingkat keamanan
· Keamanan
kehidupan pada umumnya
· orang tua sudah mulai kembali bekerja
· tingkat komunikasi antar keluarga
· warga sudah mulai aktifitas jual beli di pasar
3. Aktivitas Ekonomi (pasar), komunikasi dan kerja..
· pengemuman kebijakan perbaikan rumah yang rusak akibat konflik
· pendataan rumah rusak sudah dilakukan
· warga mulai memperbaiki rumah-rumah
2. Perkembangan kerugian material pasca konflik ditingkat komunitas
· Kondisi pra dan sesudah konflik: -
Early Recovery (Pemulihan Dini)
Early Response (Respon Dini)
· mekanisme dialog berjalan sebagai salah satu cara resolusi konflik
· yang terbuka terhadap diversitas kel
2. Perkembangan budaya masyarakat
· kebijakan ekonomi pro rakyat yang berbasis kemandirian desa dan berorientasi pada penguatan kelompoksosial di masyarakat
· kebijakan dan sistem deteksi dini berbasis komunitas dilengkapi digitalisasi sistem data base dan laporan rutin
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjtutan)
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integral Berbasis Pemberdayaan
78 Lampiran
Variabel SRNA
Indikator
· peran guru dan aktifitas para guru ;
· masalah krusial dalam pendidikan yang bisa menyulut konflik;
· di penampungan, wiayah terkena konflik;
· Aktivitas pendidikan :
· Keikatan komunitas: solidaritas, kondisi politik, etnisitas, ketegangan yang terjadi, masalah kalangan anak-anak muda
· pembagian bantuan yang tidak setara
· jumlah korban tidak menerima bantuan dan alasannya.
· jumlah korban penerima bantuan
· penerima bantuan langsung cash untuk korban
5. Perkembangan bantuan korban.
· para guru-guru sudah kembali mengajar
· anak-anak sudah kembali belajar ke sekolah semula atau sekolah baru.
4. Aktivitas Pendidikan.
· kebijakan kontrol peredaran senjata
· penegakan hukum (nasional dan adat) bagi pelanggaran HAM/ kekerasan
· orang-orang kunci memiliki kapasitas analisis sosial, pengetahuan HAMHAP-HAN, memiiki perspektif pluralisme, skill resolusi konflik
3. Perkembangan kapasitas kemandirian masyarakat.
· kondisi perjaan baru yang diambil, karena pekerjaan lama tidak mungkin diteruskan
· kebutuhan khusus terkait tradisi kelompok; · penampingan dan kebutuhan pakaian
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjtutan)
Early Recovery (Pemulihan Dini)
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integral Berbasis Pemberdayaan Early Response (Respon Dini)
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 79
Variabel SRNA
a.
Kondisi sumberdaya kesehatan fisik & mental/ psikologis;
Indikator
1. Kebijakan regulasi Kesehatan Fisik & Mental berkelanjutan
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjtutan)
· Mobilisasi dan aktivitas · Kebijakan nasional dan/ Tim Pemulihan. atau lokal: - peran tim bantuan luar - penempatan dokter (dalam & asing) muda pada wilayah - keterlibatan masyarakat pasca konflik di daerah dalam mengelolah bantuan tertinggal, terpencil dan - tim kordinasi gabungan terluar. pemerintah dan CSO - pelayanan berkelanjutan yang dikordinasikan oleh bagi warga yang pemerintah setempat mengalamigangguan untuk mengatur kesehatan mental pemerataan bantuan dampak konflik di tiap desa
1. Pemulihan Dini Kesehatan Fisik
· program income generating di camp atau komunitas.
g) kondisi transportasi: ketersediaan BBM, komunikasi dan keperluan logistik di lokal 1. Respon Dini Kesehatan Fisik · Data korban. - data identifikasi lebih detil korban cacat fisik dan non fisik - akses data korban oleh pihak terkait - data kerusakan infrastruktur kesehatan RS, puskesmas, Pos Kesehatan dsb
Early Recovery (Pemulihan Dini)
Early Response (Respon Dini)
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integral Berbasis Pemberdayaan
80 Lampiran
Variabel SRNA
Indikator
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjtutan) - pencegahan, emergensi serta respons korban jiwa dan cacad SDM, pada konteks konflik dan intervensi jangka panjang. - adanya aturan turunan kebijakan nasional tentang kesehatan mental. · Berfungsinya mekanisme lokal penguatan pemulihan berkelanjutan: - aktivitas silaturahmi (pemulihan kesehatan mental) - pembinaan rohani intra dan interreligius (penguatan modal sosial)
Early Recovery (Pemulihan Dini) · Mekanisme layanan kesehatan korban - ketersediaan mekanisme komplain di masyarakat - ketersediaan sistem rujukan pasien ke rumah sakit propinsi yang lebih memiliki infra struktur terbaik · Adanya pernyataan bencana pihak Pemda - berkonsekuensi pengeluaran dana on call di tingkat daerah. - tunjangan penyandang cacat fisik akibat konflik dari Dinas Sosial - terselenggara operasionalisasi peralatan, obat, dan akses layanan kesehatan korban
· Data mobilisasi tenaga kesehatan. - tim tanggap darurat DINKES terlatih - dokter, para medis, dukun terlatih, dan tenaga relawan media lintas sector,TNI, Polri, sipil dan lain-lain, di luar kecamatan - tenaga medis dan dokter konflik di daerah tertinggal - tim emergensi dari dalam dan luar daerah · Data peralaan, obat dan akses layanan. - Kelengkapan peralatan medis kesehatan yang memadai - kelas B - Ketersediaan dukungan akses kesehatan gratis untuk korban (PMI-Pemda)
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integral Berbasis Pemberdayaan Early Response (Respon Dini)
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 81
Variabel SRNA
Indikator
2. Pemulihan Lanjutan Sumber DayaKesehatan Mental
2. Respon Dini Kesehatan 2. Pemulihan Dini Sumber Mental dan Sumber Daya Daya, Kemampuan Adaptasi dan Penguatan Proses Recovery · Ketersediaan data korban. · Adanya pola dan mekanisme pemulihan. - data terpilah berdasargender, usia, - sistem rujukan kerjasama anggota keluarga yang antar sektor untuk
· Terwujud model pemulihan berkelanjutan dalam koordinasi Pemda.
- permaianan adat, ibadah di rumah, Upaca Penti / di rumah adat) - untuk berdamai dengan masa lalu · Pelembagaan dan penanganan gangguan kesehatan mentalkonflik di tingkat kabupaten.
- implementasi rencana, sistem koordinasi dan dana lintas stakeholders. - Tersedia data dan terselenggara layanan intensiif terhadap warga yang mengalami gangguan kesehatan mental dampak konflik di tiap desa
- Ketersediaan obatobatan siap pakai yang didistribusikan ke masyarakat langsung · Rencana, sistem koordinasi dan dana. - Tersedia Rencana Layanan Kesehatan. - Kordinasi dengan Puskesmas atau klinik kesehatan terdekat untuk respon cepat - Dana emergensi di Pemda (Dinas Sosial)
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjtutan)
Early Recovery (Pemulihan Dini)
Early Response (Respon Dini)
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integral Berbasis Pemberdayaan
82 Lampiran
Variabel SRNA
Indikator
- psikiater dan psikolog untuk menolong korban traumatik level kec, kab&prov.
· Ketersediaan data & tenaga bantuan:
- korban pelecehan seksual
- korban yang trauma dan
· Ketersediaan pertolongan pertama:
- jumlah kasus pelecehan seksual atau kekreasan seksual yang diproses secara hukum melalui tenga pendamping dari LSM atau pemerintah
- data identifikasi sumbersumber gangguan mental secara akurat
hilang, meninggal/ terbunuh, pelecehan seksual, penyiksaan, penculikan.
- mekanisme adat lokal yang dalam mengurai trauma korban kekerasan atau pelecehan seksual
- permainan adat lokal yang bisa mengurai & berdamai dengan masa lalu melibatkan banyak orang
· Berfungsinya budaya lokal:
- kegiatan psikososial di masyarakat yang melibatkan anak-anak dan orang dewasa laki-laki dan perempuan
- self help group dari keluarga dan masyarakat yang berlanjut mendampingi korban trauma
pengangan korban kesehatan mental
Early Recovery (Pemulihan Dini)
- adanya sistem pengumpulan data, diseminasi dan update terkait dengan keamanan, pelanggaran HAM yang berdampak pada kesehatan mental Adanya training tentang kesehatan mental dan bagiama peran support group
- adanya pendidikan di masyarakat terkait dengan “penguraian dendam” pada anakanak
- adanya even-even tahunan yang diselenggarakan oleh LSM maupun pemerintah demi kontinuitas pemulihan psikososial
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjtutan)
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integral Berbasis Pemberdayaan Early Response (Respon Dini)
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 83
Variabel SRNA
Indikator
Early Recovery (Pemulihan Dini)
- peran tokoh adat dan agama yang mampu memberikan ketenangan pada korban traumatik
- mekanisme lokal untuk merespon korban yang traumatik
· Data potensi & peran komunitas adat.
- kelompok volunteer untuk kesehatan mental
· Kebijakan penanganan kesehatan mental berkelanjutan.
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjtutan)
- asesmen lanjut tentang kesehatan mental warga
- terlaksana pelatihan singkat self help group untuk mendukung korban trauma
- berkembang model kolaborasi antar agensi di tingkat local
- data sumber dukungan program kesehatan mental nas & internasional
- rujukan kesehatan mental ke propinsi yang didukung dengan - berfungsinya kembali ketersediaan tenaga rapat-rapat warga medis kesehatan mental membahas perbaikan atau rehabilitasi penduduk dan kondisi paska konflik - salary yang layak untuk tenaga kesehatan mental - terbangun sikap kooperatif dan support kegiatan dari pihak - alokasi anggaran masyarakat di pemda untuk mendukung kesehatan mental · Kontribusi agensi lokal.
- dukungan self-help · Berfungsinya kembali group dari keluarga atau kegiatan warga komunitas yang siap mendampingi korban yang - memperkuat komunikasi trauma sosial
Early Response (Respon Dini)
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integral Berbasis Pemberdayaan
84 Lampiran
Variabel SRNA
b. Pengetahuan dan keterampilan masyarakat
Indikator
- perspektif dan praktik agama/spiritualitas yang dimiliki komunitas dlm mendukung perdamaian
- lembaga atau orang-orang - bentuk-bentuk kerjasama yang bisa mengelola dapur antar kelompok agama umum atau supply makan untuk merespon masalah korban konflik
- alat-alat emergensi yang dibutuhkan warga pada saat krisis
- korban yang memiliki kemampuan pengelolaan bantuan kemanusiaan
- sejarah konflik dan model relasi antar kelompok dan individu di komunitas tersebut
- menggunakan laporan analisis simptomsimpton konflik
· Berfungsinya kebijakan Early warning system & Early Response Berkelanjutan
- tim independen fasilitasi merespon kondisi krisis dipilih dan bekerja secara partisipatif
- studi serta analsis akar dan dampaknyadisebar bagi masyarakat
- kapasitas daya lentur atau tergantung
- korban yang memiliki ketrampilan P3K untuk menolong korban
· Berfungsinya konsolidasi studi konflik dan implementasi model solusi.
· Berfungsinya kapasitas kohesi sosio-kultural dalam keterampilan pemulihan
· Ketersediaan data kapasitas masyarakat terkait pengelolaan pengungsian dan bantuan.
Institusionalisasi Pola Pengembangan Pengetahuan dan Ketrampilan Korban.
Korban yang Responsif Budaya, Agama, Politik,dan Sosiak-ekonomi di Penampungan
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjtutan)
Pengetahuan dan Ketrampilan dalam Menangani Kondisi Emergensi
Early Recovery (Pemulihan Dini)
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integral Berbasis Pemberdayaan Early Response (Respon Dini)
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 85
Variabel SRNA
Indikator
Early Response (Respon Dini) Early Recovery (Pemulihan Dini)
- pola pendidikan, kesehatan, perumahan, dll mengintegrasikan pencegahan & respon dini konflik
- dokumentasi Kisah Konflik, rekonsiliasi, dan perdamaian diintegrasikan ke dalam buku sejarah dan diajarkan di sekolahsekolah
- memorializasi konflik sebagai pembelajaran
- keberadaan dana respon kondisi krisis ditingkat kabupaten/propinsi
- menggunakan SOP kondisi krisis dimiliki komunitas ditingkat RT/ RW
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjtutan)
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integral Berbasis Pemberdayaan
86 Lampiran
Variabel SRNA
Indikator
Early Recovery (Pemulihan Dini)
· Berfungsinya mekanisme lokal merespon kondisi emergensi dan pemulihan konflik - sejarah harmoni antar kelompok yang berbeda di komunitas tersebut
· Terorganisir SDM terampil dalam mendata warga dengan standard dasar kebutuhan - tersedia warga atau anak-anak muda yang berketrampilan mengelolasesi bermain anak-anak
- mutu produk ekonomi: tenun, mebel, ahli bangunan, ayaman kulit kayu, dsb dikemas bagi kebutuhan pasar dan cegah konflik.
- dayaguna lembaga adat dalam upaya pencegahan konflik terjadi lagi
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjtutan)
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integral Berbasis Pemberdayaan Early Response (Respon Dini)
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 87
Variabel SRNA
Indikator
· Berfungsinya basis mata pencaharian
- kerja-kerja antar kelompok sosial dalam upaya mendorong kohesi sosial
- mekanisme penyelesaian perselisihan yang biasa dipakai komunitas
- status dan karakteristik hubungan antar kelompok berbeda
- sejarah konflik yang pernah terjadi di komunitas tersebut
Early Recovery (Pemulihan Dini)
- yang hilang atau - tokoh adat dan agama terdampak konflik sebagai dukungan spiritual dan mental pada korban - mata pencaharian substitute sementara yang diambil kepala keluarga atau anggota keluarga
- struktur sosial di daerah tersebut
- sistem kekerabatan di daerah tersebut
- data kelompok-kelompok sosial di masyarakat yang bisa dikerahkan untuk tenaga pendamping
- fasilitas rumah ibadah yang bisa difungsikan untuk penampungan
- warga yang memiliki administrasi korban: data korban, kapasitas yang masih ada dll
Early Response (Respon Dini) Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjtutan)
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integral Berbasis Pemberdayaan
88 Lampiran
Variabel SRNA
c. Keluarga (jumlah dan kualitas)
Indikator
- usia, gender, etniksitas,tingkat kerentanan dan jumlah keluarga
· Data jumlah populasi terpilah berdasar:
Peta Populasi Sumber Daya Manusia Terdampak Konflik
· Peran faktor sosial, politik dan budaya berkelanjutan.
· Berfungsinya Pemulihan Keluarga Korban. - jumlah IDPs yang telah kembali ke keluarga masing-masing (keluarga besar dan
Kontribusi Aktor Sosial, Politik dan Budaya dalam Pemulihan Keluarga
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjtutan)
Fungsi Keluarga Mandiri dalam Aktivitas Pemulihan Korban
- sosialisasi hasil analisis akar konflik pihak akademisi ke masyarakat & solusi bersama.
- keterlibaan perempuan dalam pengambilan keputusan dalam masa recovery
- mengambil keputusan berlanjut
· Berfungsinya forum musyawarah
Early Recovery (Pemulihan Dini)
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integral Berbasis Pemberdayaan Early Response (Respon Dini)
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 89
Variabel SRNA
Indikator
· Kapasitas dan kemandirian pemulihan berbasis keluarga
- prosentase korban - data perkembangan anakpenyiksaan atau kekerasan anak kembali ke sekolah seksual (sekolah lama maupun sekolah baru ) - anak atau orang dengan Disabilitas - akses keluarga terhadap layanan kesehatan · Peta penduduk kampung/ terdekat wil konflik. - jumlah anak-anak terlibat perang yang kembali ke - Jumlah KK dan anggota keluarga keluarga tersisa/ tertampung berbading kondisi sebelum konflik · Peran perempuan dalam aktivitas dan akses pemulihan.
- prosentase perempuan kepala rumah tangga
- jumlah IDPs yang masih menetap di pengungsian
- jumlah yatim, anak tanpa pendamping, anak-anak jalanan, anak atau remaja kepala rumah tangga,anak terlibat perang, mantan prajurit
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjtutan)
- Tersedianya hasil analisis kapasitas dan kerentanan lokal dalam mendukung dan/atau menghalangi peningkatkan partisipasi perempuan dan anak.
· Tersedia model partisipasi perempuan dan anak dalam pemulihan berkelanjutan.
- kontribusi hasil analisis dalam penanganan pengungsian keluarga.
- tersediahasil analisis peranfaktor sosial, politik dan budaya yang mempengaruhi perempuan untuk mengungsi secara - individu memiliki kapasitas berkelanjutan. untuk recovery
Early Recovery (Pemulihan Dini)
Early Response (Respon Dini)
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integral Berbasis Pemberdayaan
90 Lampiran
Variabel SRNA
Indikator
- tersedia tim respon cepat dan pemulihan kondisi privasi/kriminal pasca konflik.
- adanya data kriminal selama kondisi krisis yang dilaporkan
- ketersediaan ruang privasi di penampungan
· Kebutuhan dan kharakteristik ruang privasi/kriminal pemulihan.
- ketersediaan data akses kontrasepsi untuk perempuan (contraception access for women)
- jumlah perempuan kepala keluarga yang menerima bantuan langsung untuk perbaikan ekonomi
- zonasi lokasi terdampak konflik (desa, daerah berbahaya, hutan, industri dll) dan kualifikasi KK tersisa. - upaya dukungan kelompok
Early Recovery (Pemulihan Dini)
· Tersedia model peran perempuan dalam kemandirian pemulihan keluarga & replikasinya.
- Perkembangan memperbaiki kesejahteraan perempuan?
- dinamika perkembangan peran, tanggungjawab dan relasi antara perempuan dan anak dalam partisipasi pemulihan.
- pengelolaan potensi partisipasi perempuan dan anak dalam pemulihan berkelanjutan.
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjtutan)
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integral Berbasis Pemberdayaan Early Response (Respon Dini)
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 91
Variabel SRNA
d. Kehidupan lokal, dst
Indikator
- informasitentang jumlah warga yang mengalami dampak konflik keagamaan berbanding etnis.
· Tersedianya data dan informasi dampak konflik agama dan/atau etnik bagi kehidupan lokal.
· Peran perempuan dalam mendorong perencanaan dan pemulihan sumber daya manusia pasca konflik.
- berfungsinya pranata adat atau hukum adat dalam merespons dan menangani proses pemulihan sumber daya manusia secara serius.
- masyarakat merespon kondisi kehilangan, kematian, anggota keluarga dan warga selama konflik
- model dan sistem kekerabatan antar dan lintas kelompok/ komunitas. - jenis atau ciri komunitas/ masyarakat lokal berbasis patrikal atau matriakal
· Kemandirian pemulihan masyarakat responsif korban sumber daya manusia.
Early Recovery (Pemulihan Dini)
· Tersedianya data dan informasi model lokal yang mendukung pemulihan SDM.:
Early Response (Respon Dini)
· Perspektif gender, HAM, dan modal sosial dalam kemandirian interkultural pemulihan.
- tersedia model dan terlaksana mekanisme coping inter-komunitas masyarakat dalam menghadapi kekerasan berkelanjutan secara mandiri.
- Tersedia data, fasilitator/ mediatordan terlaksana tindakan penyelesaian masalah secara terbuka.
· Model penyelesaian masalah dan pemulihan secara terbuka.
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjtutan)
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integral Berbasis Pemberdayaan
92 Lampiran
Variabel SRNA
Indikator
model responsif gender dalam keluarga dan masyarakat
- bentuk-bentuk resolusi konflik di keluarga dan komunitas.
- mekanisme lokal yang dipakai untuk recovery keluarga yang kehilangan anggotanya karena penculikan dan pembunuhan selama konflik
· Tersedia dan berfungsinya model dan mekanisme lokal pemulihan sumber daya manusia.
- tersedia program pemulihan akses pendidikan berkelanjutan bagi seluruh kelompok yang terlibat dalam konflik tanpa diskriminasi.
- prosentase kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang diselesaiakn dengan menggunakan pranata adat dan hukum posistif
- peran publik perempuan dalam memperjuangkan pemulihan sumber daya manusia di berbagai lembaga dan jenjang
· Tersedianya data dan informasi bentuk resolusi konflik lokal.
- tersedia data tentang dan berfungsi peran perempuan dalam adat sebagai modal sosiokultural pemulihan SDM berkelanjutan.
- prossentase perempuan yang terlibat dalam forum musrenbang sebagai lembaga pengambilan keputusan perencanaan berjenjang.
- data tentang peran-peran sosial setiap kelompok dalam komunitas: sosial, budaya, keagamaan, dsb.
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjtutan)
Early Recovery (Pemulihan Dini)
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integral Berbasis Pemberdayaan Early Response (Respon Dini)
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 93
Variabel SRNA
Indikator
Early Response (Respon Dini)
tersedia program bantuan pemerintah terkait dengan pemulihan kehidupan lokal :yang relevan sebagai ruang pemulihan sumber daya manusia.
- tersedia kebijakan reintegrasi dan resettlement sebagai ruang pemulihan sumber daya manusia tersisa dari dampak kedua konflik (second disaster) dan berkelanjutan.
- prosentase warga yang mendapatkan kembali pekerjaan, rumah, dll selama konflk
- jaminan kebijakan publik atau regulasi terhadap prosentase warga yang kembali ke kampung halaman
· Akses pemulihan SDM berkelanjutan
- tersedia akses pemulihan kesehatan untuk seluruh kelompok tanpa diskriminasi kelompok minoritas: agama, etnis, ekonomi dsb.
- kekuatan aktor-aktor lokal di masyarakat untuk melakukan recovery · Tersedia dan berfungsinya kebijakan resettlement dan reintegrasi korban tersisa.
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjtutan)
Early Recovery (Pemulihan Dini)
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integral Berbasis Pemberdayaan
94 Lampiran
2. Destruksi Kapasitas Manusia (komunitas)
Variabel SRNA
Analisis kondisi umum daerah terkena konflik
Indikator
· Perkembangan kondisi keamanan.
Bagaimana perkembangan pemulihan dini berkaitan dengan:
Early Recovery (Pemulihan Dini)
- kehidupan pada umumnya · Perkembangan kerugian material pasca konflik - perubahan yang terjadi ditingkat komunitas - populasi yang berpindah - warga mulai memperbaiki · Keamanan rumah-rumah - tingkat keamanan - pendataan rumah rusak sudah dilakukan - level kekerasan : serangan di camp, penculikan, - pengemuman kebijakan pembunuhan etc perbaikan rumah yang rusak akibat konflik
- kekerasan masih berlangsung: - kondisifisik dan tata ruang: pembunuhan, penculikan, jumlah dan kualitas. teror, dsb. · Kondisi pra dan sesudah - warga sudah kembali di konflik: rumah masing-masing
- fisik fasilitas umum dan perumahan warga
· Kerusakan:
Apa bentuk data dasar & peta situasi pasca konflik berkaitan dengan:
Early Response (Respon Dini)
- kebijakan dan sistem deteksi dini berbasis komunitas dilengkapi digitalisasi sistem data base dan laporan rutin
- mekanisme pengambilan keputusan melibatkan kelompokkelompok berbeda dan perempuan dan anakanak muda dilibatkan
- mempertimbangkan pendekatan rekonsilitif dan penguatan kembali kohesi sosial
· Regulasi pasca konflik.
Bagaimana perkembangan pemulihan lanjutan berkaitan dengan:
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjutan)
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integral Berbasis Pemberdayaan
1.b. Butir-Butir PertanyaanKerusakan Sumberdaya Manusia
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 95
Variabel SRNA
Indikator · Kondisi survivor korban - jumlah yang meninggal terpilah berdasarkan umur, gender; - supply makanan dan air bersih; - kebutuhan khusus terkait tradisi kelompok; - penampingan dan kebutuhan pakaian - pembagian bantuan yang tidak setara · Keikatan komunitas: solidaritas, kondisi politik, etnisitas, ketegangan yang terjadi, masalah kalangan anakanak muda · Aktivitas pendidikan : - di penampungan, wiayah terkena konflik; - masalah krusial dalam pendidikan yang bisa menyulut konflik;
Early Response (Respon Dini) · Aktivitas Ekonomi (pasar), komunikasi dan kerja. - warga sudah mulai aktifitas jual beli di pasar - tingkat komunikasi antar keluarga - orang tua sudah mulai kembali bekerja - kondisi perjaan baru yang diambil, karena pekerjaan lama tidak mungkin diteruskan · Aktivitas Pendidikan. - anak-anak sudah kembali belajar ke sekolah semula atau sekolah baru. - para guru-guru sudah kembali mengajar · Perkembangan bantuan korban. - penerima bantuan langsung cash untuk korban
Early Recovery (Pemulihan Dini) - kebijakan ekonomi pro rakyat yang berbasis kemandirian desa dan berorientasi pada penguatan kelompoksosial di masyarakat · Perkembangan budaya masyarakat - yang terbuka terhadap diversitas kel - mekanisme dialog berjalan sebagai salah satu cara resolusi konflik · Perkembangan kapasitas kemandirian masyarakat. - orang-orang kunci memiliki kapasitas analisis sosial, pengetahuan HAMHAP-HAN, memiiki perspektif pluralisme,
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjutan)
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integral Berbasis Pemberdayaan
96 Lampiran
Variabel SRNA
a. Kondisi sumberdaya kesehatan fisik & mental/ psikologis;
Indikator
program income generating di camp atau komunitas.
- jumlah korban tidak menerima bantuan dan alasannya.
- jumlah korban penerima bantuan
Early Recovery (Pemulihan Dini)
1. Berfungsinya mekanisme 1. Bagaimana kondisi layanan kesehatan respon dini pemulihan korban kesehatan fisik · Data korban. - data identifikasi lebih detil - ketersediaan mekanisme komplain di masyarakat korban cacat fisik dan non - ketersediaan sistem fisik rujukan pasien ke rumah - akses data korban oleh sakit propinsi yang lebih pihak terkait memiliki infra struktur - data kerusakan terbaik infrastruktur kesehatan RS, puskesmas, Pos Kesehatan dsb
Kondisi transportasi: ketersediaan BBM, komunikasi dan keperluan logistik di lokal
- peran guru dan aktifitas para guru ;
Early Response (Respon Dini)
· Berfungsi kebijakan nasional dan/atau lokal: - penempatan dokter muda pada wilayah pasca konflik di daerah tertinggal, terpencil dan terluar.
1. Bagaimana pola dan pelaksanaan kebijakan pemulihan kesehatan fisik &mental berkelanjutan
- kebijakan kontrol peredaran senjata
- penegakan hukum (nasional dan adat) bagi pelanggaran HAM/ kekerasan
skill resolusi konflik
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjutan)
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integral Berbasis Pemberdayaan
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 97
Variabel SRNA
Indikator · Data mobilisasi tenaga kesehatan. - tim tanggap darurat DINKES terlatih - dokter, para medis, dukun terlatih, dan tenaga relawan media lintas sector,TNI, Polri, sipil dan lain-lain, di luar kecamatan - tenaga medis dan dokter konflik di daerah tertinggal - tim emergensi dari dalam dan luar daerah · Data peralaan, obat dan akses layanan. - Kelengkapan peralatan medis kesehatan yang memadai - kelas B - Ketersediaan dukungan akses kesehatan gratis untuk korban (PMI-Pemda)
Early Response (Respon Dini) - pelayanan berkelanjutan bagi warga yang mengalamigangguan kesehatan mental dampak konflik di tiap desa - pencegahan, emergensi serta respons korban jiwa dan cacad SDM, pada konteks konflik dan intervensi jangka panjang. - adanya aturan turunan kebijakan nasional tentang kesehatan mental. · Berfungsinya mekanisme lokal penguatan pemulihan berkelanjutan: - aktivitas silaturahmi (pemulihan kesehatan mental)
Berfungsinya pernyataan bencana oleh pihak Pemda - berkonsekuensi pengeluaran dana on call di tingkat daerah. - tunjangan penyandang cacat fisik akibat konflik dari Dinas Sosial - terselenggara operasionalisasi peralatan, obat, dan akses layanan kesehatan korban - implementasi rencana, sistem koordinasi dan dana lintas stakeholders. - terwujud layanan intensiif terhadap warga yang mengalami gangguan kesehatan mental dampak konflik di tiap desa
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjutan)
Early Recovery (Pemulihan Dini)
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integral Berbasis Pemberdayaan
98 Lampiran
Variabel SRNA
Indikator
data terpilah berdasargender, usia, anggota keluarga yang hilang,
· Terwujudnya ketersediaan data korban.
2. Apa wujud respon Dini Kesehatan Mental dan Sumber Daya
Ketersediaan obatobatan siap pakai yang didistribusikan ke masyarakat langsung · Rencana, sistem koordinasi dan dana. - Tersedia Rencana Layanan Kesehatan. - Kordinasi dengan Puskesmas atau klinik kesehatan terdekat untuk respon cepat - Dana emergensi di Pemda (Dinas Sosial)
-
Early Response (Respon Dini) - pembinaan rohani intra dan interreligius (penguatan modal sosial) - permaianan adat, ibadah di rumah, Upaca Penti / di rumah adat) - untuk berdamai dengan masa lalu · Berfungsinya pelembagaan dan penanganan gangguan kesehatan mentalkonflik di tingkat kabupaten.
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjutan)
1. Bagaimana wujud 2. Bagaimana model pemulihan Dini Sumber pemulihan lanjutan Daya, Kemampuan Sumber Daya Adaptasi dan Penguatan Kesehatan Mental Proses Recovery · Terwujudnya · Berfungsinya pola dan model pemulihan mekanisme pemulihan. berkelanjutan dalam koordinasi Pemda.
Early Recovery (Pemulihan Dini)
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integral Berbasis Pemberdayaan
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 99
Variabel SRNA
Indikator
- self help group dari keluarga dan masyarakat yang berlanjut mendampingi korban trauma
- sistem rujukan kerjasama antar sektor untuk pengangan korban kesehatan mental
Early Recovery (Pemulihan Dini)
- adanya pendidikan di masyarakat terkait dengan “penguraian dendam” pada anakanak
- adanya even-even tahunan yang diselenggarakan oleh LSM maupun pemerintah demi kontinuitas pemulihan psikososial
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjutan)
- kegiatan psikososial di masyarakat yang melibatkan anak-anak dan orang dewasa laki-laki dan - adanya sistem · Terwujudnya perempuan pengumpulan data, ketersediaan pertolongan diseminasi dan · Berfungsinya budaya pertama: update terkait dengan lokal: keamanan, pelanggaran - korban yang trauma dan HAM yang berdampak - permainan adat lokal - korban pelecehan seksual pada kesehatan mental yang bisa mengurai & Adanya training tentang berdamai dengan masa · Terwujudnya kesehatan mental dan lalu melibatkan banyak ketersediaan data & bagiama peran support orang tenaga bantuan: group - mekanisme adat lokal - psikiater dan psikolog yang dalam mengurai untuk menolong korban trauma korban kekerasan traumatik level kec, atau pelecehan seksual kab&prov.
- jumlah kasus pelecehan seksual atau kekreasan seksual yang diproses secara hukum melalui tenga pendamping dari LSM atau pemerintah
- data identifikasi sumbersumber gangguan mental secara akurat
- meninggal/terbunuh, pelecehan seksual, penyiksaan, penculikan.
Early Response (Respon Dini)
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integral Berbasis Pemberdayaan
100 Lampiran
Variabel SRNA
Indikator
- peran tokoh adat dan agama yang mampu memberikan ketenangan pada korban traumatik
- mekanisme lokal untuk merespon korban yang traumatik
· Terwujudnya data potensi & peran komunitas adat.
- kelompok volunteer untuk kesehatan mental
· Terwujudnya kebijakan penanganan kesehatan mental berkelanjutan.
- dukungan self-help · Berfungsinya kembali kegiatan warga group dari keluarga atau komunitas yang siap mendampingi korban yang - memperkuat komunikasi trauma sosial
- asesmen lanjut tentang kesehatan mental warga
- terlaksana pelatihan singkat self help group untuk mendukung korban trauma
- berkembang model kolaborasi antar agensi di tingkat local
- data sumber dukungan program kesehatan mental nas&internasional
- rujukan kesehatan mental ke propinsi yang didukung dengan - berfungsinya kembali ketersediaan tenaga rapat-rapat warga medis kesehatan mental membahas perbaikan atau rehabilitasi penduduk dan kondisi paska konflik - salary yang layak untuk tenaga kesehatan mental - terbangun sikap kooperatif dan support kegiatan dari pihak - alokasi anggaran masyarakat di pemda untuk mendukung kesehatan mental · Kontribusi agensi lokal.
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjutan)
Early Recovery (Pemulihan Dini)
Early Response (Respon Dini)
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integral Berbasis Pemberdayaan
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 101
Variabel SRNA
d. Pengetahuan dan keterampilan masyarakat
Indikator
- lembaga atau orang-orang yang bisa mengelolah dapur umum atau supply makan korban konflik
- alat-alat emergensi yang dibutuhkan warga pada saat krisis
- korban yang memiliki kemampuan pengelolaan bantuan kemanusiaan
- korban yang memiliki ketrampilan P3K untuk menolong korban
· Terwujudnya ketersediaan data kapasitas masyarakatterkait pengelolaan pengungsian dan bantuan.
Apa bentuk pengetahuan dan keterampilan dalam menangani kondisi emergensi
Early Response (Respon Dini)
- bentuk-bentuk kerjasama antar kelompok agama untuk merespon masalah
- perspektif dan praktik agama/spiritualitas yang dimiliki komunitas dlm mendukung perdamaian
- sejarah konflik dan model relasi antar kelompok dan individu di komunitas tersebut
- kapasitas daya lentur atau tergantung
· Berfungsinya kapasitas kohesi sosio-kultural dalam keterampilan pemulihan
Bagaimana berfungsi korban yang responsif budaya, agama, politik,dan sosia-ekonomi di Penampungan
Early Recovery (Pemulihan Dini)
· Berfungsinya kebijakan Early warning system & Early Response Berkelanjutan
- tim independen fasilitasi merespon kondisi krisis dipilih dan bekerja secara partisipatif
- studi serta analsis akar dan dampaknyadisebar bagi masyarakat
· Berfungsinya konsolidasi studi konflik dan implementasi model solusi.
Bagaimana berfungsi institusionalisasi pola pengembangan pengetahuan &keterampilan korban.
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjutan)
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integral Berbasis Pemberdayaan
102 Lampiran
Variabel SRNA
Indikator Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjutan)
- mekanisme penyelesaian perselisihan yang biasa dipakai komunitas
- fasilitasrumah ibadah yang bisa difungsikan untuk penampungan
- sistem kekerabatan di daerah tersebut
- data kelompok-kelompok sosial di masyarakat yang bisa dikerahkan untuk tenaga
- memorializasi konflik sebagai pembelajaran
- status dan karakteristik hubungan antar kelompok berbeda
- warga yang memiliki administrasi korban: datakorban, kapasitas yang masih ada dll
· Berfungsinya basis mata pencaharian
- dokumentasi Kisah Konflik, rekonsiliasi, dan perdamaian diintegrasikan ke dalam buku sejarah dan diajarkan di sekolah- kerja-kerja antar kelompok sekolah sosial dalam upaya mendorong kohesi sosial
- keberadaan dana respon kondisi krisis di tingkat kabupaten/propinsi
· Berfungsinya mekanisme - menggunakan laporan local merespon kondisi analisis simptomemergensi dan pemulihan simpton konflik konflik - menggunakan SOP - sejarah harmoni antar kondisi krisis dimiliki kelompok yang berbeda di komunitas ditingkat RT/ komunitas tersebut RW
Early Recovery (Pemulihan Dini)
- sejarah konflik yang pernah terjadi di komunitas tersebut
- tersedia warga atau anak-anak muda yang berketrampilan mengelolasesi bermain anak-anak
· Terwujudnya pengorganisasian SDM terampil dalam mendata warga dengan standard dasar kebutuhan
Early Response (Respon Dini)
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integral Berbasis Pemberdayaan
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 103
Variabel SRNA
Indikator - struktur sosial di daerah tersebut
- sosialisasi hasil analisis akar konflik pihak akademisi ke masyarakat & solusi bersama.
- keterlibaan perempuan dalam pengambilan keputusan dalam masa recovery
- mengambil keputusan berlanjut
- yang hilang atau terdampak konflik
Early Recovery (Pemulihan Dini) Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjutan)
- mutu produk ekonomi: tenun, mebel, ahli bangunan, ayamankulit kayu, dsbdikemas bagi kebutuhan pasar dan cegah konflik.
- pola pendidikan, kesehatan, perumahan, dll mengintegrasikan pencegahan & respon - mata pencaharian - tokoh adat dan agama dini konflik substitute sementara yang sebagai dukungan spiritual dan mental pada korban diambil kepala keluarga atau anggota keluarga - dayaguna lembaga adat dalam upaya pencegahan konflik · Berfungsinya forum terjadi lagi musyawarah
Early Response (Respon Dini)
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integral Berbasis Pemberdayaan
104 Lampiran
Variabel SRNA
c. Keluarga (jumlah dan kualitas)
Indikator
· Berfungsinya kapasitas dan kemandirian pemulihan berbasis keluarga
- jumlah IDPs yang masih menetap di pengungsian
- kontribusi hasil analisis dalam penanganan pengungsian keluarga.
- tersediahasil analisis peranfaktor sosial, politik dan budaya yang mempengaruhi perempuan untuk mengungsi secara berkelanjutan.
· Berperan faktor sosial, politik dan budaya berkelanjutan.
Bagaimana kontribusi aktor sosial, politik dan budaya dalam pemulihan keluarga
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjutan)
- individu memiliki kapasitas · Berperan model untuk recovery partisipasi perempuan dan anak - prosentase korban - data perkembangan anakdalam pemulihan penyiksaan atau kekerasan anak kembali ke sekolah berkelanjutan. seksual (sekolah lama maupun sekolah baru )
- prosentase perempuan kepala rumah tangga
- jumlah yatim, anak tanpa pendamping, anak-anak jalanan, anak atau remaja kepala rumah tangga,anak terlibat perang, mantan prajurit
- jumlah IDPs yang telah kembali ke keluarga masing-masing (keluarga besar dan
· Berfungsinya Pemulihan Keluarga Korban.
· Terwujudnya data jumlah populasi SDM keluarga terpilah berdasar: - usia, gender, etniksitas,tingkat kerentanan dan jumlah keluarga
Bagaimana berfungsi Keluarga Mandiri dalam aktivitas Pemulihan Korban
Early Recovery (Pemulihan Dini)
Apa wujud peta populasi SDM keluarga yang terdampak konflik
Early Response (Respon Dini)
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integral Berbasis Pemberdayaan
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 105
Variabel SRNA
Indikator
- ketersediaan ruang privasi di penampungan
· Terwujudnya kebutuhan dan kharakteristik ruang privasi/kriminal pemulihan.
- upaya dukungan kelompok
- zonasi lokasi terdampak konflik (desa, daerah berbahaya, hutan, industri dll) dan kualifikasi KK tersisa.
- jumlahKKdan anggota keluarga tersisa/ tertampung berbading kondisi sebelum konflik
· Terwujudnya peta penduduk kampung/wil konflik.
- anak atau orang dengan Disabilitas
Early Response (Respon Dini)
- ketersediaan data akses kontrasepsi untuk perempuan (contraception access for women)
- jumlah perempuan kepala keluarga yang menerima bantuan langsung untuk perbaikan ekonomi
· Berfungsinya kapasitas perempuan dalam aktivitas dan akses pemulihan.
- jumlah anak-anak terlibat perang yang kembali ke keluarga
- akses keluarga terhadap layanan kesehatan terdekat
Early Recovery (Pemulihan Dini)
- Perkembangan memperbaiki kesejahteraan perempuan.
- dinamika perkembangan peran, tanggungjawab dan relasi antara perempuan dan anak dalam partisipasi pemulihan.
- pengelolaan potensi partisipasi perempuan dan anak dalam pemulihan berkelanjutan.
- tersedia hasil analisis kapasitas dan kerentanan lokal dalam mendukung dan/ atau menghalangi peningkatkan partisipasi perempuan dan anak.
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjutan)
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integral Berbasis Pemberdayaan
106 Lampiran
Variabel SRNA
d. Kehidupan lokal, dst
Indikator
- jenis atau ciri komunitas/ masyarakat lokal berbasis patrikal atau matriakal
- model dan sistem kekerabatan antar dan lintas kelompok/ komunitas.
· Apa wujud data dan informasi model lokal yang mendukung pemulihan SDM.:
- tersedia tim respon cepat dan pemulihan kondisi privasi/kriminal pasca konflik.
- adanya data kriminal selama kondisi krisis yang dilaporkan
Early Response (Respon Dini)
- masyarakat merespon kehilangan, kematian, anggota keluarga dan warga selama konflik
· Bagaimana dinamika kemandirian pemulihan masyarakat responsif korban sumber daya manusia.
Early Recovery (Pemulihan Dini)
- tersediadata, fasilitator/ mediatordan terlaksana tindakan penyelesaian masalah secara terbuka.
· Bahaimana model penyelesaian masalah dan pemulihan secara terbuka.
· Model-model peran perempuan dalam kemandirian pemulihan keluarga & replikasinya..
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjutan)
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integral Berbasis Pemberdayaan
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 107
Variabel SRNA
Indikator
- model responsif gender dalam kelaurga dan masyarakat
- bentuk-bentuk resolusi konflik di keluarga dan komunitas.
· Apa wujud data dan informasi bentuk resolusi konflik lokal.
- data tentang peran-peran sosial setiap kelompok dalam komunitas: sosial, budaya, keagamaan, dsb.
- informasitentang jumlah warga yang mengalami dampak konflik keagamaan berbanding etnis.
· Apa wujud data dan informasi dampak konflik agama dan/atau etnik bagi kehidupan lokal.
Early Response (Respon Dini)
- tersedia data tentang dan berfungsi peran perempuan dalam adat sebagai modal sosiokultural pemulihan SDM berkelanjutan.
- prossentase perempuan yang terlibat dalam forum musrembang sebagai lembaga pengambilan keputusan perencanaan berjenjang. - peran publik perempuan dalam memperjuangkan pemulihan sumber daya manusia di berbagai lembaga dan jenjang
· Bagaimana perspektif gender, HAM, dan modal sosial dlm kemandirian pemulihan berkelanjutan.
- tersedia model dan terlaksana mekanisme copinginter-komunitas masyarakat dalam menghadapi kekerasan berkelanjutan secara mandiri.
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjutan)
· Bagaimana peran perempuan dalam mendorong perencanaan dan pemulihan sumber daya manusia pasca konflik.
- berfungsinya pranata adat atau hukum adat dalam merespons dan menangani proses pemulihan sumber daya manusia secara serius.
Early Recovery (Pemulihan Dini)
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integral Berbasis Pemberdayaan
108 Lampiran
Variabel SRNA
Indikator Early Response (Respon Dini)
· Apa dan bagaimana berfungsinya kebijakan resettlement dan reintegrasi korban tersisa.
- kekuatan aktor-aktor lokal di masyarakat untuk melakukan recovery
- tersedia akses pemulihan kesehatan untuk seluruh kelompok tanpa diskriminasi kelompok minoritas: agama, etnis, ekonomi dsb.
- tersedia program pemulihan akses pendidikan berkelanjutan bagi seluruh kelompok yang terlibat dalam konflik tanpa diskriminasi.
- prosentase kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang diselesaiakn dengan menggunakan pranata adat danhukum posistif
· Apa dan bagaimana berfungsinya model dan mekanisme lokal pemulihan sumber daya manusia. - mekanisme lokal yang dipakai untuk recovery keluarga yang kehilangan anggotanya karena penculikan dan pembunuhan selama konflik
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjutan)
Early Recovery (Pemulihan Dini)
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integral Berbasis Pemberdayaan
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 109
Variabel SRNA
Indikator Early Response (Respon Dini)
prosesntase warga yang mendapat kembali pekerjaan, rumah, dll
jaminan kebijakan publik atau regulasi terhadap prosentase warga yang kembali ke kampung halaman
· Bagaimana akses pemulihan SDM berkelanjutan
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjutan)
- - tersedia program bantuan pemerintah terkait dengan pemulihan kehidupan lokal :yang relevan sebagai ruang pemulihan sumber daya manusia. -
- tersedia kebijakan reintegrasi dan resettlement sebagai ruang pemulihan sumber daya manusia tersisa dari dampak kedua konflik (second disaster) dan berkelanjutan.
Early Recovery (Pemulihan Dini)
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integral Berbasis Pemberdayaan
110 Lampiran
.
hubungan sosial dan kekerabatan penduduk.
2. KERUSAKAN LINGKUNGAN SOSIAL 2.a. Butir-Butir Pernyataan Kerusakan Lingkungan Sosial Variabel Utama Indikator Tahapan Pemulihan Holistik dan Integral Berbasis Pemberdayaan Early Response (Respon Early Recovery (Pemulihan Long Term Recovery SRNA Dini) Dini) (Pemulihan Berkelanjutan) Destruksi Hubungan sosial · Teridentifikasi data dan · Terwujudnya komunitas · Terorganisasi antara keluarga; komunitas serta klaster Lingkungan tersusun peta jumlah mandiri dan kreatif integrasi, solidaritas, hubungan sosial dan sosial penduduk berdasarkan dalam mengembangkan dst kekerabatan sebagai hubungan kekerabatan model pemberdayaan basis pemberdayaan dan komunitas di berbasis nilai-nilai interkomunitas korban wilayah konflik kekerabatan korban dan sesuai rencana aksi · Teridentifikasi data dan kearifan local sebagai early recovery tersusun peta klaster basis long term recovery hubungan-hubungan · Tumbuh dan · Terbentuknya forum kekerabatan yang berkembangnya basiskomunikasi aksi sosial meninggal, lahirdan basis kekerabatan interkomunitas para cacat fisik di wilayah interkomunitas/ pihak dalam mengelola penguatan hubungan pasca konflik. etnis/religi sebagai sosial antar keluarga · Tersusunnya rencana model modal sosial dalam menanamkan aksi early recovery dan pemberdayaan dan nilai-nilai integrasi dan long term recovery penguatan institusi solidaritas menurut peta klaster keluarga dalam interkomunitas/ menanamkan nilai-nilai etnis/religi para pihak integrasi dan solidaritas berkonflik berbasis pola
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 111
Variabel Utama SRNA
Indikator
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integral Berbasis Pemberdayaan Early Response (Respon Early Recovery (Pemulihan Long Term Recovery Dini) Dini) (Pemulihan Berkelanjutan) · Terwujudnya tanggung · Meningkatnya kapasitas, kemandirian jawab sosial pemda dan dan solidaritas sosial swasta membina dan sebagai fungsi proteksi membiayai kelompok dan perlindungan warga masyarakat secara miskin, rentan dan terpadu, terpola marginal dan integral dalam memperkuat forum komunikasi aksi sosial interkomunitas/etnis/ religi. . · Bertumbuhunit usaha · Teridentifikasi dan · Tertata dan lokal (UMKM Lokal) tersusun peta potensi terberdayakanklaster· Berkembang pengembangan klaster sumber bisnis keanekaragaman sumber-sumber dan potensial ekonomi produksi dan kualitas dana pemberdayaan di masing-masing unit usaha lokal lokasiearly recovery pascakonflik berbasis · Terpenuhinya hakmasyarakat, swasta dan pasca konflik. hak masyarakat negara · Terwujudkapasitas daya adat /lokal terkait · Teridentifikasi data saing basis dan klaster bisnis lokal (UMKM pengelolaan lahan sumber ekonomi lokal) dan akses dan basis ekonomi bidang pertanian, · Penetapan regulasi dayaguna perkebunan, yang mengatur dan melindungi
112 Lampiran
Variabel Utama SRNA
Hilangnya sumbersumber dan basis ekonomi serta perdata
Indikator
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integral Berbasis Pemberdayaan Early Response (Respon Early Recovery (Pemulihan Long Term Recovery Dini) Dini) (Pemulihan Berkelanjutan) keberlanjutan jaringan pasar sebagai perikanan,peternakan pertumbuhan unit strategi restorasi sosial dan basis ekonomi usaha lokal ekonomi sistematis lainnya yang hancur · Tersedianya peta pasca konflik. dan yang tersisa pasca jalan pengurangan · Termanfaatkan data konflik. resiko dampak dan daftarkepemilikan · Teridentifikasi data perubahan iklim batas lahan (perdata) batas lahan dan · Tersedianya proram dalam penataan dan kepemilikan responsif pemberdayaan pengelolaan tata ruang konflik perdata pasca petani, nelayan dan pengembanganya konflik sebagai basis peternak berbasis yang responsif early restorasi struktur life skillsebagai recovery pasca konflik. perdata dan ekonomi implementasi · Terwujudnya produk para pihak di wilayah penyesuian Perda regulasi penataan konflik. Tata Ruang dan dan pemberdayaan · Teridentifikasi data Perdata pasca konflik. dayaguna kepemilikan potensi tenaga kerja · Terwujudnya lahan dan sumber pasca konflik (jumlah perlaksanaan ekonomi masyarakat di dan kategorisasi pemulihan kembali wilayah konflik. kualitas dayaguna) yang lahan dan/atau · Terwujudnya produk bekerja pada basis kawasan desa pasca kebijakan publik berupa dan klaster ekonomi penyesuaian Perda Tata strategis. Ruang dan
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 113
Variabel Utama SRNA
Indikator
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integral Berbasis Pemberdayaan Early Response (Respon Early Recovery (Pemulihan Long Term Recovery Dini) Dini) (Pemulihan Berkelanjutan) Keperdataan dalam konflik sosial maupun · Tersedianya rencana perbatasan secara rangka restorasi sektor penataan kembali parmanen sebagai pertanian, peternakan, dan pemberdayaan basis identitas dan perikanan, kehutanan sumber ekonomi para pengembangan pasca konflik. pihak serta regulasi ekonomi komunitas. · Terwujudnya kerangka (legal draft)advokasi regulasi dan terlaksana pengelolaan lahan pemulihan kembali responsif konflik lahan dan/atau perdata. kawasan desa pasca · Tersedianya konflik sosial maupun petadampak perubahan perbatasan. tata ruang dan perdata terhadap penataan dan pemberdayaan sektor pertanian, perikanan, peternakan dan kehutanan di wilayah konflik. · Tersedia data dan peta pengambil-alihan lahan dan/atau kawasan desa pada wilayah konflik sosial maupun perbatasan.
114 Lampiran
Variabel Utama SRNA
Hilangnya status politik-kewargaan
Indikator
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integral Berbasis Pemberdayaan Early Response (Respon Early Recovery (Pemulihan Long Term Recovery Dini) Dini) (Pemulihan Berkelanjutan) · Terwujudnya sistem · Terwujudnya · Teridentifikasi dan pelayanan administasi pemutakhiran data tersedia data hilangnya kependudukan secara kependudukan yang identitas penduduk berkala yang responsif responsif proteksi warga menurut hilangnya status integrasi sosial kategori etnik, agama identitas penduduk masyarakat secara dan kelas sosial pasca pasca konflik. berkelanjutan. konflik. · Terkondisnya · Terwujudnya · Teridentifikasi peningkatan kapasitas kapasitas manajemen dan tersedia peta pemdes dalam administrasi desa kebutuhan dan tersedia pengelolaan data dalam melaksanakan kerangka kerja (manual) kependudukan yang pelayanan masyarakat capacity building dan responsif restorasi dan yang responsif SDM penyelenggara integrasi status politikrestorasi dan integrasi pemerintahan kewargaan. status politikdesa berperspektif · Terselenggaranya kewargaan. restorasi status politik akuntabilitas, · Meningkatnya kewargaan. kerjasama kemitraan · Teridentifikasi data dalam pendataan dan tersedia peta dalam memfasilitasi permasalahan integrasi politikkelembagaan, kewargaan. pelayanan publik dan pembangunan berbasis komunitas.
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 115
Variabel Utama SRNA
Tantangan terhadap peran institusi agama dan budaya
Indikator
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integral Berbasis Pemberdayaan Early Response (Respon Early Recovery (Pemulihan Long Term Recovery Dini) Dini) (Pemulihan Berkelanjutan) · Teridentifikasi data · Terwujudnya dinamika · Terselenggaranya dan tersedia peta kerjasama dan pemerintahan dan dukungan kelembagaan trust building antar pembangunan desa dan pendanaan dari pemerintah desa, warga yang populis stakeholder (pemda dan swasta sebagai · Terbangunnya dan swasta) iklim restorasi status kerjasama antar politik-kewargaan. stakeholder · Terselenggaranya yang saling pelayanan dasar menguntungkan di bagi warga:di sektor bidang pembangunan pendidikan, kesehatan, sosial, ekonomi dan ketahanan pangan dan politik pekerjaan (daya serap) tanpa diskriminasi status politik warga. · Teridentifikasi data · Meningkatnya peran · Menguatnya modal budaya dan forum komunikasi kapasitas masyarakat kearifan lokal institusi berbasis sipil yang memahami · Teridentifikasi peta budaya dan agama dan menghayati nilaipotensi dan peran · Meningkatnya apresiasi nilai keIndonesiaan institusi lokal budaya antar etnis, agama dan golongan
116 Lampiran
Variabel Utama SRNA
Hubungan dengan otoritas sipil, politik dan militer
Indikator
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integral Berbasis Pemberdayaan Early Response (Respon Early Recovery (Pemulihan Long Term Recovery Dini) Dini) (Pemulihan Berkelanjutan) · Peta dukungan · Meningkatnya · Membudayanya stakeholder bagi dukungan dan kembali kearifan pengembangan forum kontribusi institusi lokal lokal yang responsive multistakeholder berbasis agama dan perdamaian budaya dalam aktivitas · Terbangunnya sinergi peace building dan kolaborasi antar institusi lokal berbasis agama dan budaya dalam aktivitas peace building · Terwujud kapastas · Tersedianya grand · Terpetakan pola-pola otoritas sipil, desain dan instrumen komunikasi destruktif politik dan militer program penegakan dan/atau konstruktif di wilayah konflik dan pemajuan HAM otoritas sipil, politik dan dalam pengelolaan serta pemberdayaan militer. konflik yang masyarakatpasca · Teridentifikasi dan resposifterhadap konflik berbasis terorganisir potensi perdamaian dan komunitas dan kearifan budaya kearifan keadilan sosial lokal lokal dalam upaya · Terwujudefektifitas · Terbentuknya forum penegakan dan forum kerjasama otoritas pemajuan HAM pasca multistakeholder sipil, politik dan militer konflik program sebagai fungsi strategis · Terpenuhi peta dan klaster potensi budaya kearifan lokal sebagai
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 117
Variabel Utama SRNA
Indikator
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integral Berbasis Pemberdayaan Early Response (Respon Early Recovery (Pemulihan Long Term Recovery Dini) Dini) (Pemulihan Berkelanjutan) pola penegakan HAM penegakan dan pembangunan berbasis modal sosial pemajuan HAM pasca perdamaian serta sebagai basis integrasi konflik. pemberdayaan fungsional otoritas sipil, · Terselenggaranya masyarakat berbasis politik dan militer. pelatihan penegakan komunitas dan · Peta potensi kerjasama dan pemajuan kearifan lokal multistakeholder HAMyang responsive · Terwujud resolusi pada penegakan perdamaian dan konfik dan dan pemajuan HAM keadlan sosial serta pemberdayaan serta pemberdayaan pemberdayaan masyarakat berbasis masyarakat berbasis masyarakat berbasis komunitas dan komunitas dan kearifan kearifan lokalsebagai kearifan lokal lokal fungsi forum kerjasama · Tersedianya peta jalan resolusi konflik otoritas sipil, politik dan dan pemberdayaan militer. masyarakat · Terselenggaranya multistakeholder pelatihan resolusi berbasis komunitas konflik,penguatan dan kearifan lokal kapasitas dan pemahaman masyarakat dalam pembangunan perdamaian
118 Lampiran
.
2.b. Butir-Butir Pertanyaan Kerusakan Lingkungan Sosial Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan Early Response (Respon Early Recovery (Pemulihan Dini) Long Term Recovery VariabelDini) Variabel Utama Indikator (Pemulihan SRNA Berkelanjutan) 2. Destruksi a. Hubungan sosial · Apa bentuk data dari · Bagaimana terorganisasinya · Apa langkah-langkah antara keluarga; komunitas serta klaster ekologi pemetaan jumlah terwujudnya komunitas integrasi, hubungan sosial dan sosial penduduk berdasarkan mandiri dan kreatif solidaritas, dst kekerabatan sebagai hubungan kekerabatan dalam mengembangkan basis pemberdayaan dan komunitas di model pemberdayaan interkomunitas korban sesuai wilayah konflik berbasis nilai-nilai rencana aksi early recovery · Apa bentuk data dari kekerabatan korban dan pemetaan klaster kearifan local sebagai · Bagaimana bentuk forum hubungan-hubungan basis long term recovery komunikasi aksi sosial kekerabatan yang · Apa langkahinterkomunitas para pihak meninggal, lahirdan langkah tumbuh dan dalam mengelola penguatan cacat fisik di wilayah berkembangnya basishubungan sosial antar keluarga dalam menanamkan pasca konflik. basis kekerabatan nilai-nilai integrasi dan · Apa bentuk rencana interkomunitas/ solidaritas aksi early recovery dan etnis/religi sebagai long term recovery model modal sosial · Bagaimana terwujudnya menurut peta klaster pemberdayaan dan tanggung jawab sosial interkomunitas/ penguatan institusi pemda dan swasta etnis/religi para pihak keluarga dalam berkonflik berbasis menanamkan nilai-nilai pola hubungan sosial integrasi dan solidaritas dan kekerabatan penduduk.
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 119
VariabelVariabel Utama SRNA
b. Hilangnya sumber-sumber dan basis ekonomi serta perdata
Indikator
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan Early Response (Respon Early Recovery (Pemulihan Dini) Long Term Recovery Dini) (Pemulihan Berkelanjutan) · membina dan membiayai · Apa langkah-langkah kelompok masyarakat secara meningkatnya terpadu, terpola dan integral kapasitas, kemandirian dalam memper-kuat forum dan solidaritas komunikasi aksi sosial inter sosialsebagai komunitas/etnis/religi. fungsi proteksi dan perlindungan warga miskin, rentan dan marginal · Bagaimana langkah menata · Bagaimana · Apa bentuk dan memberdayakan meningkatnya peta potensi klaster-klaster sumber pertumbuhan unit pengembangan usaha lokal (UMKM bisnis dan potensial sumber-sumber dana Lokal) ekonomi di masing-masing pemberdayaan sosial · Bagaimana lokasiearly recovery pasca pascakonflik berbasis meningkatnya konflik. masyarakat, swasta keanekaragaman · Bagaimana langkah dan negara produksi dan kualitas meningkatkan kapasitas · Apa bentuk data unit usaha lokal daya saing basis dan sumber ekonomi · Bagaimana klasterbisnis lokal (UMKM bidang pertanian, terpenuhinya haklokal) dan akses dayaguna perkebunan, hak masyarakat perikanan,peternakan adat /lokal terkait dan basis ekonomi pengelolaan lahan lainnya yang hancur dan basis ekonomi dan yang tersisa pasca konflik.
120 Lampiran
VariabelVariabel Utama SRNA
Indikator
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan Early Response (Respon Early Recovery (Pemulihan Dini) Long Term Recovery Dini) (Pemulihan Berkelanjutan) jaringan pasar sebagai strategi restorasi sosial ekonomi sistematis pasca konflik. · Apa langkah · Bagaimana · Apa bentuk data penetapan dan langkahpemanfatan data batas lahan dan bentuk regulasi dan daftarkepemilikan kepemilikan responsif yang mengatur batas lahan (perdata) konflik perdata pasca dan melindungi dalam penataan dan konflik sebagai basis keberlanjutan pengelolaan tata ruang dan restorasi struktur pertumbuhan unit pengembanganya yang perdata dan ekonomi usaha lokal responsif early recovery para pihak di wilayah · Bagaimana pasca konflik. konflik. model peta jalan · Bagaimana wujud produk · Apa bentuk data pengurangan resiko regulasi penataan dan potensi tenaga kerja pemberdayaan dayaguna dampak perubahan pasca konflik (jumlah kepemilikan lahan dan iklim dan kategorisasi sumber ekonomi masyarakat Bagaimana kualitas dayaguna) di wilayah konflik. modelproram yang bekerja pada pemberdayaan basis dan klaster petani, nelayan ekonomi strategis. peternak berbasis life
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 121
VariabelVariabel Utama SRNA
Indikator
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan Early Response (Respon Early Recovery (Pemulihan Dini) Long Term Recovery Dini) (Pemulihan Berkelanjutan) skillsebagai implementasi penyesuian Perda Tata Ruang dan Perdata pasca konflik · Bagaimana wujud · Bagaimana wujud · Apa bentuk rencana produk regulasi berupa perlaksanaan penataan kembali dan penyesuaian Perda Tata pemulihan kembali pemberdayaan sumber Ruang dan Keperdataan lahan dan/atau ekonomi para pihak dalam kawasan desa pasca serta regulasi (legal draft) rangka restorasi sektor konflik sosial maupun advokasi kepemilikan pertanian, peternakan, perbatasan secara dan pengelolaan lahan perikanan, kehutanan pasca parmanen sebagai responsif konflik perdata. konflik. basis identitas dan · Apa bentuk petadampak Bagaimana wujud regulasi pengembangan perubahan tata dan terlaksana pemulihan ekonomi komunitas ruang dan perdata kembali lahan dan/atau terhadap penataan dan kawasan desa pasca konflik pemberdayaan sektor sosial maupun perbatasan. pertanian, perikanan, peternakan dan kehutanan di wilayah konflik.
122 Lampiran
VariabelVariabel Utama SRNA
c.
Hilangnya status politikkewargaan
Indikator
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan Early Response (Respon Early Recovery (Pemulihan Dini) Long Term Recovery Dini) (Pemulihan Berkelanjutan) · Apa bentuk data dan peta pengambilalihan lahan dan/atau kawasan desa pada wilayah konflik sosial maupun perbatasan. · Bagaimana · Apa dan bagaimana · Bagaimana terwujud terwujudnya bentukdatahilangnya pemutakhiran data sistem pelayanan identitas penduduk kependudukan secara administasi warga menurut berkala yang responsif kependudukan yang kategori etnik, agama hilangnya status identitas responsif proteksi dan kelas sosial pasca penduduk pasca konflik. integrasi sosial konflik. · Bagaimana proses masyarakat secara · Apa dan bagaimana peningkatan kapasitas berkelanjutan. peta kebutuhandan pemdes dalam pengelolaan · Bagaimana data kependudukan yang responsif restorasi dan terwujudnya integrasi status politikkapasitas kewargaan. manajemen administrasi desa dalam melaksanakan pelayanan masyarakat yang responsif restorasi dan integrasi status politikkewargaan.
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 123
VariabelVariabel Utama SRNA
Indikator
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan Early Response (Respon Early Recovery (Pemulihan Dini) Long Term Recovery Dini) (Pemulihan Berkelanjutan) · Bagaimana · Apa bentuk data dan · Bagaimana meningkatnya peta permasalahan terselenggaranya kerjasama kemitraan kelembagaan, akuntabilitas, dalam pendataan pelayanan publik demokratisasi,transparansi dalam memfasilitasi dan pembangunan dan partisipasi tanpa beban integrasi politikberbasis komunitas. status politik-kewargaan kewargaan. · Apa bentuk data dalam manajemen · Bagaimana dan peta dukungan pemerintahan dan terselenggaranya kelembagaan dan pembangunan desa pemerintahan dan pendanaan dari · Bagaimana terwujud pembangunan desa stakeholder (pemda dinamika kerjasama yang mengedepankan dan swasta) dalam dan trust building antar kepentingan warga pemulihan status pemerintah desa, warga tanpa diskriminasi. politk-kewargaan. dan swasta sebagai iklim · Bagaimana restorasi status politikterbangunnya kewargaan. kerjasama antar · Bagaimana stakeholder terselenggaranya yang saling pelayanan dasar bagi menguntungkan di warga sektor pendidikan, bidang pembangunan kesehatan , sosial, ekonomi dan politik
124 Lampiran
VariabelVariabel Utama SRNA
d. Tantangan terhadap peran institusi agama dan budaya
Indikator
·
·
·
Apa bentuk data modal budaya dan kearifan lokal Apa dan bagaimana peta potensi dan peran institusi lokal Apa bentuk peta dukungan stakeholder bagi pengembangan forum multistakeholder ·
·
·
Bagaimana wujud peran forum komunikasi institusi berbasis budaya dan agama Bagaimana wujud meningkatnya apresiasi budaya antar etnis, agama dan golongan Bagaimana wujud meningkatnya dukungan dan kontribusi institusi lokal berbasis agama dan budaya dalam aktivitas peace building ·
·
·
Bagaimana menguatnya kapasitas masyarakat sipil yang memahami dan menghayati nilai-nilai keIndonesiaan Bagaimana membudayanya kembali kearifan lokal yang responsive perdamaian Bagaimana terbangunnya sinergi dan kolaborasi antar institusi lokal berbasis agama dan budaya dalam aktivitas peace building
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan Early Response (Respon Early Recovery (Pemulihan Dini) Long Term Recovery Dini) (Pemulihan Berkelanjutan) ketahanan pangan dan pekerjaan (daya serap pekerjaan) meningkat tanpa beban diskriminasi status politik-kewargaan.
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 125
VariabelVariabel Utama SRNA
e. Hubungan dengan otoritas sipil, politik dan militer
Indikator
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan Early Response (Respon Early Recovery (Pemulihan Dini) Long Term Recovery Dini) (Pemulihan Berkelanjutan) · Bagaimana wujud · Bagaimanabentuk dan · Apa bentuk peta meningkatnya implementasi grand desain pola-pola komunikasi kapastasotoritas sipil, dan program penegakan destruktif dan/atau politik dan militer dan pemajuan HAM serta konstruktif otoritas di wilayah konflik pemberdayaan masyarakat sipil, politik dan dalam pengelolaan pasca konflik berbasis militer. konflik yang komunitas dan kearifan lokal · Apa bentuk potensi resposifterhadap · Bagaimana bentuk dan budaya kearifan perdamaian dan imolementasi forum lokal dalam upaya keadilan sosial kerjasama otoritas sipil, penegakan dan · Bagaimana wujud politik dan militer sebagai pemajuan HAM pasca peningkatan fungsi strategis penegakan konflik efektifitas forum dan pemajuan HAM pasca · Apa bentuk peta multistakeholder konflik. dan klaster potensi program · Bagaimana wujud budaya kearifan pembangunan pelatihan penegakan dan lokal sebagai pola perdamaian serta pemajuan HAMresponsive penegakan HAM pemberdayaan perdamaian,keadilan berbasis modal sosial masyarakat berbasis social,pemberdayaan sebagai basis integrasi komunitas dan fungsional otoritas kearifan lokal sipil, politik dan · Bagaimana wujud militer. peningkatan resolusi · Apa bentuk peta konfik dan potensi kerjasama multistakeholder pada penegakan dan pemajuan HAM serta
126 Lampiran
VariabelVariabel Utama SRNA
Indikator
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan Early Response (Respon Early Recovery (Pemulihan Dini) Long Term Recovery Dini) (Pemulihan Berkelanjutan) pemberdayaan masy dan kearifan lokal pemberdayaan masyarakat berbasis sebagai fungsi forum masyarakat berbasis komunitas dan kerjasama otoritas sipil, komunitas dan kearifan lokal politik dan militer. kearifan lokal · Bagaimana desain dan hasil · Bagaimana peta jalan pelatihan resolusi konflik resolusi konflik dan dan penguatan kapasitas pemberdayaan masy masy dalam pembangunan multistakeholder perdamaian. berbasis komunitas dan kearifan lokal
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 127
3. KERUSAKAN BUDAYA DAN PERADABAN 3.a. Butir-Butir Pertanyaan Kerusakan Budaya dan Peradaban Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan Early Response (Respon Variabel Indikator Early Recovery (Pemulihan Dini) Long term Recovery Dini) · Terwujud kerangka nilai· Berkembang kesadaran 1. Kerusakan a. Orientasi · Tersedianya data dan nilai lokal tentang jati humaniora bahwa individu Peradaban kemanusian informasi tentang diri dan orientasi hidup atau kelompok adalah bagian (budaya, berubah pemaknaan masyarakat berbasiskemanusiaan, dari komunitas lebih luas yang nilai dan menjadi atas jati diri, tujuan kultural, peradaban dan hidup berdampingan dan saling norma). material dan hidup dan posisi mereka perdamaian diintegrasikan terkait. kuasa; dalam struktur sosial kedalam materi · Penetapan kerangka kerja dan pasca konflik. pembelajaran sekolah dan terwujudfasilitasi langkah· Tersedia data pola-pola umum. langkah pioner (proaksi) perubahan pemaknaan korbandalam memperkuat nilai- · Terselenggara kegiatanatas diri dan tujuan hidup kegiatan publik rutin yang nilai kemanusiaan, integrasi dan dalam relasi sosial konflik. melembagakan nilai-nilai peradaban. · Tersedia data pengaruh kemanusiaan, integrasi · Tereduksi dampak perubahan nyata perubahan sosial dan kulturalberbasis sosial konflik terhadap erosi pemaknaan terhadap perdamaian. keyakinan atas nilai-nilai tujuan hidup dan relasi kebersamaan dan kemanusiaan · Terselenggaraproses sosial selama konflik re-orientasi peradaban interkultural. · Tersedianya peta tersistem dan berkelanjutan · Terlaksana rencana kerja orientasi hidup tentang dengan dukungan pemulihan komprehensif dan apa yang bertahan dan sumberdaya manusia penguatanre-orientasi nilaiberubah dalam (fasilitator) terlatih dalam nilai kemanusiaan,integrasi dan peradaban.
128 Lampiran
Variabel
peduli akibat konflik dan kekerasan;
b. Krisis rasa
Indikator
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan Early Response (Respon Early Recovery (Pemulihan Dini) Long term Recovery Dini) pemaknaan masyarakat memfasilitasi penguatan nilai-nilai kemanusiaan dan atas diri, tujuan hidup kultural berbasis perdamaian dan relasi sosial mereka karena konflik. · Tersediarencana kerja pemulihan komprehensif dan penguatan reorientasi nilai-nilai kemanusiaan,integrasi dan peradaban pasca konflik. · Terwujud pola rehabilitasi · Model rekonsonstruksi · Tersedianya informasi kembali memori korban memori dan klaster dan zonasi tentang model kepedulian perilaku kepedualian komunitas korban yang sosial berbasis sosial masa lalu sebagai memiiki bentuk-bentuk perdamaiandiintegrasikan kepedulian sosial dan/ basis rehabilitasi sosial konflik. ke dalam materi atau ketidak-pedulian · Terwujud inisiasi langkah pembelajaran umum dan sosial yang menonjol nyata dalam rangka sekolah dalam pemulian dalam kehidupan berkelanjutan. memfasilitasi langkahsehari-hari masyarakat · Terwujud aktivitas langkah menghidupkan di wilayah konflik. monumental dan kembali bentuk kepedulian momentualdengan sosial yang mulai melemah
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 129
Variabel
Indikator
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan Early Response (Respon Early Recovery (Pemulihan Dini) Long term Recovery Dini) · Terwujud langkah nyata menjadikan memori · Terpetakan apa yang rehabilitasi rasa kepedulian kepedulian sosial dan berubah dan/atau para pihak berkonflik perdamaian sebagai basis bertahan dari bentukdalammemulihkan kembali kesadaran dan perilaku bentuk kepedulian sosial relasi,kohesi dan integrasi sosial seharian komunitas yang menonjol pada yang terputus. berkonflik. komunitas korban selama · Terlaksana proses penanganan · Tercipta ritussosial, dan pasca konflik. komprehensif kepedulian dalam ekonomi dan kultural lintas · Tersedianya referensi memperkuat pola-pola relasi, pihak berkonflik dalam pengetahuan sosiokohesi dan integrasi sosial memperkuat solidaritas kultural tentang lintas kelompok/komunitas. sosialdan relasi komunal pola relasi intra dan seperti: pasar rakyat, festival interkelompok atau tani, pekan seni/olahraga komunitas di wilayah dan sejenisnya konflik pada masa · Terwujudproses resebelum dan sesudah orientasi peradaban konflik. tersistem dan berkelanjutan · Tersedianya rencana penanganan didukung sumberdaya komprehensif kepedulian manusia (fasilitator) terlatih dalam memperkuat poladalam memfasilitasi pola relasi, kohesi dan program-program penguatankepedulian dan integrasi sosial lintas solidarias sosial berbasis kelompok/komunitas. perdamaian.
130 Lampiran
Variabel
terhadap keadilan sosial dan hak asasi (ekonomi, sosial dan budaya ekosob);
c. Tantangan
Indikator
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan Early Response (Respon Early Recovery (Pemulihan Dini) Long term Recovery Dini) · Terwujud model · Terlaksana langkah nyata · Tersediainformasi rekonstruksi distribusi, untuk memberdayakan distribusi penguasaan dan kelompok-kelompok marjinal sumberdaya alam, pengelolaan sumber daya yang terpetakan dan ekonomi dan politik berbasis keadilan dan hak terdata. berdasarkelompok asasi lintas komunitas sosial terpola di antara · Terbangun kesadaran para pihak berkonflik. keadilan dan hak asasi para pihak berkonflik. · Terwujud kebijakan di kalangan aktor-aktor · Tersediadata peran responsif affimative action dominan dalam penguasaan aktor-aktor penting (kesetaraan kelompok) dan pengelolaan sumber yang menguasai& bagi kelompok marginal daya tentang pentingya mengelola sumberdaya dalam rangka: membangun perdamaian. alam, ekonomi & - proteksi dan integrasi · Terwujudmodel respon politik berdasaririsan sebagai mata rantai tepat dalam mencegah sosial. kekuatan ekonomi dan bentuk-bentuk perlawanan · Tersedia peta politik dominan eskalatif (radikal) terhadap pengelompokan - memperkuat kapasitas penegakkan dan pemajuan sosial yang beririsan atau daya saing ketidakadilan pasca konflik. dengan dengan dalam pengembangan · Terlaksanakan langkah nyata distribusi kendali ekonomi dan politik terpola dalam memperkuat atas sumberdaya lokal. faktor connector dan alam, ekonomi dan mengatasi faktor divider kekuasaan utama. para pihak berkonflik.
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 131
Variabel
Indikator
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan Early Response (Respon Early Recovery (Pemulihan Dini) Long term Recovery Dini) · Terwujudlangkahrespon · Terwujud basis· Terpetakan titik dan cegah dini perlawanan basis penataan dan singgung (divider) dan dengan cara kekerasan dari pemberdayaan perilaku titik temu (connector), kelompok yang kehilangan saling berbagi antar aktor persaingan dan saling kendali atas sumber daya dominan dan kelompok tergantung antar para alam, ekonomi dan politik. marginal di bidang pihak berkonflik di · Terwujud langkah nyata ekonomi, politik dan hak bidang ekonomi dan memberdayakan dan asasi. politik memperkuat kapasitas dan · Terwujud pola · Tersedianya data integrasi kelompok marjinal. &mekanisme internal tentang sejauh mana · Terwujud model proteksi security (otoritas konflik (semakin) kesinambungan cadangan pengamanan dari dalam melemahkan dan/atau logistik untuk memperkuat kelompok) secara mandiri, memperkuat kelompok kelompok lemah kuat dan legitimate dalam yang berbeda (yang menyelesaikan sengketa. · Terlaksana pelembagaan, kuat semakin kuat, · Tersedia sistem jaminan pemberdayaan &penguatan lemah semakin lemah). sosial yang efektif untuk kelompok marjinal dalam · Tersedianya data menangani situasi darurat sinergi dengan kelkuat pergeseran relasi akibat bencana atau krisis kuasa dan penguasaan ekonomi sumberdaya alam, ekonomi dan politik akibat konflik (yang lemah jadi kuat, & sebaliknya)
132 Lampiran
Variabel
struktur budaya, kepercayaan dan praktek hidup
d. Perubahan
Indikator
· Tersedianya data nilai-nilai kultural yang diyakini bersama kelompok-kelompok sosial utama sebagai potensi integrasi. · Tersedianya informasi tentang sejauh mana pranata dan otoritas adat terpengaruh oleh konflik atau kekerasan · Terpetakan sumber pergeseran otoritas dan manifestasinya dalam kehidupan sehari-hari; kemunculan tokohatau ·
·
·
Terwujud kembali peran konsolidasi nilai-nilai dan kultur bersama memperkuat masyarakat lintas kelompok Terwujud inisiatif dan kemandirian memperkuat pranata adat sebagai fungsi pemberdayaan mekanisme resolusi konflik Terlaksana secara dialog terpola dan intensif tokoh, fasilitator dan komunitas(lama dan baru) lintas kelompokdalampemulihan harmoni social
· Terwujudkerangka model ritus-ritus sosial/publik sebagai acuan menata danmemberdayakan lestari peran nilai bersama dalam rangka kohesi dan integrasi lintas komunitas ( individu dan sosial). · Terwujud konstruk nilainilai bersama berorientasi perubahan struktur budaya, kepercayaan & praktek hidup, terintegrasisebagai materi pembelajaran sekolah, publik dan regulasi daerah.
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan Early Response (Respon Early Recovery (Pemulihan Dini) Long term Recovery Dini) · Tersedia rencana dan terwujud aksi cepat tanggap terhadap kelompok korban atau yang terlemahkan dalam kondisi darurat bencana konflik.
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 133
Variabel
Indikator
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan Early Response (Respon Early Recovery (Pemulihan Dini) Long term Recovery Dini) · Terwujud peran · Terwujudkemandirian dan sumber otoritas baru; pranata adat terintgrasi inisiatif para aktor dan serta sejauh mana hal dalam proses-proses fasilitator memperkuat posisi itu memperkuat atau dan kapasias kelompok penyelesaian sengketa melemahkan harmoni moderat atau aktor dan sektor-sektor sosial. damai dalam mengakses kehidupan publik lain · Tersedianya informasi pengelolaan sumberdaya · Terwujud peran kekuatan tentang keterkaitan atau moderat dan pembawa alam, ekonomi & kekuasaan. perwujudan nilai dan · Terlaksana rencana damai sebagai fasilitator pranata adat dengan memperkuat dan sektor ekonomi dan politik kehidupan sosial, mereproduksi dayaguna · Terwujudmodel saling ekonomi dan politik modal sosial sesuai tuntutan berbagi dan berkontribusi pasca konflik. pemulihan pada konteks antar kelompok sosial · Terpetakan pola perubahan sosial pasca melaluiaktivitas sosial, & praktik hidup konflik. seni, budaya, ekonomi menguatkan atau dan politik berbasis modal melemahkan modal sosial dan perdamaian. sosial melalui bidang: - seni-agama: ritual, tari, dll. - Ekonomi: bertani, melaut, bisnis - Social: makan, warung, nikahan, kematian, paguyuban, kelompok - Politik: asosiasi&partai, sikap terhadap pemerintah, asosiasi buruh, nelayan, dll.
134 Lampiran
3.b. Butir-Butir Pertanyaan Kerusakan Budaya dan Peradaban Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan Long term Recovery Early Response (Respon Variabel Indikator Early Recovery (Pemulihan Dini) Dini) (Pemulihan Berkelanjutan) · Bagaimana wujud kerangka 1. Kerusakan a. Orientasi · Apa bentuk data dan · Bagaimana wujud nilai-nilai lokal tentang jati Peradaban kemanusian informasi tentang perkembangan kesadaran diri dan orientasi hidup (budaya, berubah pemaknaan masyarakat humaniora bahwa individu berbasiskemanusiaan, nilai dan menjadi atas jati diri, tujuan atau kelompok adalah kultural, peradaban dan norma). material dan hidup dan posisi bagian dari komunitas perdamaian diintegrasikan kuasa; mereka dalam struktur lebih luas yang hidup kedalam materi sosial pasca konflik. berdampingan dan saling pembelajaran sekolah dan · Apa bentuk data terkait. umum. pola-pola perubahan · Bagaimana wujud · Bagaimana wujud pemaknaan atas diri penetapan kerangka kerja pelaksanaan kegiatandan tujuan hidup dalam dan terwujudfasilitasi kegiatan publik rutin yang relasi sosial konflik. langkah-langkah pioner melembagakan nilai-nilai · Apa bentuk data (proaksi) korbandalam kemanusiaan, integrasi pengaruh nyata memperkuat nilai-nilai kemanusiaan, integrasi dan sosial dan kulturalberbasis perubahan pemaknaan peradaban. perdamaian. terhadap tujuan hidup dan relasi sosial selama konflik
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 135
Variabel
Indikator
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan Long term Recovery Early Response (Respon Early Recovery (Pemulihan Dini) Dini) (Pemulihan Berkelanjutan) · Apa bentuk peta · Bagaimana bentuk reduksi · Bagaimanapola orientasi hidup tentang dampak perubahan sosial proses re-orientasi apa yang bertahan konflik terhadap erosi peradaban tersistem dan dan berubah dalam keyakinan atas nilaiberkelanjutan dengan pemaknaan masyarakat nilai kebersamaan dan dukungan sumberdaya atas diri, tujuan hidup kemanusiaan interkultural. manusia (fasilitator) terlatih dan relasi sosial mereka · Bagimana terlaksana dalam memfasilitasi karena konflik. rencana kerja pemulihan penguatan nilai-nilai · Apa bentuk rencana komprehensif dan kemanusiaandan kultural kerja pemulihan penguatanre-orientasi nilaiberbasis perdamaian komprehensif dan nilai kemanusiaan,integrasi penguatan redan peradaban. orientasi nilai-nilai kemanusiaan,integrasi dan peradaban pasca konflik.
136 Lampiran
Variabel
b. Krisis rasa peduli akibat konflik dan kekerasan;
Indikator
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan Long term Recovery Early Response (Respon Early Recovery (Pemulihan Dini) Dini) (Pemulihan Berkelanjutan) · Apa dan bagaimana · Bagaimana wujud pola · Apa bentuk informasi model rekonsonstruksi rehabilitasi kembali memori klaster dan zonasi memori dan perilaku korban tentang model komunitas korban yang kepedualian sosial berbasis kepedulian sosial masa lalu memiiki bentuk-bentuk perdamaiandiintegrasikan sebagai basis rehabilitasi kepedulian sosial dan/ ke dalam materi sosial konflik. atau ketidak-pedulian pembelajaran umum dan · Bagaimana wujud inisiasi sosial yang menonjol sekolah dalam pemulian langkah nyata dalam rangka dalam kehidupan berkelanjutan. memfasilitasi langkahsehari-hari masyarakat · Apa dan bagaimana wujud langkah menghidupkan di wilayah konflik. kembali bentuk kepedulian aktivitas monumental · Apa wujud peta tentang sosial yang mulai melemah dan momentualdengan apa yang berubah · Bagaimana wujud menjadikan memori dan/atau bertahan langkah nyata rehabilitasi kepedulian sosial dan dari bentuk-bentuk perdamaian sebagai basis rasa kepedulian para kepedulian sosial kesadaran dan perilaku pihak berkonflik yang menonjol pada seharian komunitas komunitas korban dalammemulihkan kembali berkonflik. selama dan pasca relasi,kohesi dan integrasi konflik. sosial yang terputus.
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 137
Variabel
Indikator
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan Long term Recovery Early Response (Respon Early Recovery (Pemulihan Dini) Dini) (Pemulihan Berkelanjutan) · Apa sajareferensi · Bagaimana proses · Bagaimana wujud pengetahuan sosiopenanganan komprehensif ritussosial, ekonomi kepedulian dalam dan kultural lintas kultural tentang pola relasi intra dan memperkuat pola-pola pihak berkonflik dalam interkelompok atau relasi, kohesi dan integrasi memperkuat solidaritas komunitas di wilayah sosial lintas kelompok/ sosialdan relasi komunal konflik pada masa komunitas. seperti: pasar rakyat, festival tani, pekan seni/ sebelum dan sesudah konflik. olahraga dan sejenisnya · Apa saja bentuk · Bagaimana wujudproses rencana penanganan re-orientasi peradaban komprehensif tersistem dan berkelanjutan dengan kepedulian dalam memperkuat poladukungan sumberdaya pola relasi, kohesi dan manusia (fasilitator) terlatih integrasi sosial lintas dalam memfasilitasi kelompok/komunitas. program-program penguatankepedulian dan solidarias sosial berbasis perdamaian.
138 Lampiran
Variabel
c. Tantangan terhadap keadilan sosial dan hak asasi (ekonomi, sosial dan budaya ekosob);
Indikator
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan Long term Recovery Early Response (Respon Early Recovery (Pemulihan Dini) Dini) (Pemulihan Berkelanjutan) · Bagaimana wujud model · Bagaimana langkah nyata · Apa bentuk rekonstruksi distribusi, untuk memberdayakan informasi distribusi penguasaan dan kelompok-kelompok sumberdaya alam, pengelolaan sumber daya marjinal yang terpetakan ekonomi dan politik berbasis keadilan dan hak dan terdata. berdasarkelompok asasi lintas komunitas para · Bagaimanatingkat sosial terpola di antara pihak berkonflik. kesadaran keadilan dan para pihak berkonflik. · Bagaimana wujud kebijakan hak asasi di kalangan · Apa bentuk data peran responsif affimative action aktor-aktor dominan aktor-aktor penting (kesetaraan kelompok) bagi dalam penguasaan dan yang menguasai& kelompok marginal dalam pengelolaan sumber mengelola sumberdaya rangka: daya tentang pentingya alam, ekonomi & politik - proteksi dan integrasi membangun perdamaian. berdasaririsan sosial. sebagai mata rantai · Bagaimana wujudmodel · Apa bentuk peta kekuatan ekonomi dan respon tepat pengelompokan politik dominan dalammencegah bentuksosialyang beririsan - memperkuat kapasitas bentuk perlawanan dengan dengan atau daya saing eskalatif (radikal) terhadap distribusi kendali atas dalam pengembangan penegakkan dan pemajuan sumberdaya alam, ekonomi dan politik ketidakadilan pasca konflik. ekonomi dan kekuasaan lokal. utama.
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 139
Variabel
Indikator
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan Long term Recovery Early Response (Respon Early Recovery (Pemulihan Dini) Dini) (Pemulihan Berkelanjutan) · Bagaimana wujud basis· Bagaimana langkah nyata · Apa saja titik singgung basis penataan dan terpoladalam memperkuat (divider) dan titik temu pemberdayaan perilaku faktor connector dan (connector), persaingan saling berbagi antar aktor mengatasi faktor divider dan saling bergantung dominan dan kelompok para pihak berkonflik. antar para pihak di marginal di bidang · Bagaimanalangkahrespon bidang ekonomi dan ekonomi, politik dan hak dan cegah dini perlawanan politik asasi. dengan cara kekerasan dari · Apa wujuddata tentang · Bagaimana wujud pola kelompok yang kehilangan sejauh mana konflik &mekanisme internal kendali atas sumber daya (semakin) melemahkan security (otoritas alam, ekonomi dan politik. dan/atau memperkuat pengamanan dari dalam · Bagaimana langkah kelompok yang kelompok) secara mandiri, nyata pemberdayaan berbeda (yang kuat kuat dan legitimate dalam dan penguatan kapasitas semakin kuat, lemah menyelesaikan sengketa. dan integrasi kelompok semakin lemah). · Bagaimana model sistem marjinal. · Apa bentuk data jaminan sosial yang efektif · Bagaimana model proteksi pergeseran relasi untuk menangani situasi kesinambungan cadangan kuasa dan penguasaan darurat akibat bencana logistik untuk memperkuat sumberdaya alam, atau krisis ekonomi kelompok lemah ekonomi dan politik akibat konflik (yang lemah jadi kuat, & sebaliknya)
140 Lampiran
Variabel
d. Perubahan struktur budaya, kepercayaan dan praktek hidup
Indikator
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan Long term Recovery Early Response (Respon Early Recovery (Pemulihan Dini) Dini) (Pemulihan Berkelanjutan) · Apa pola rencana dan · Bagaimana pola terwujud aksi cepat pelembagaan, tanggap terhadap pemberdayaan &penguatan kelompok korban atau kelompok marjinal dalam yang terlemahkan sinergi dengan kelompok dalam kondisi darurat kuat bencana konflik. · Bagaimana wujudkerangka · Bagaimana wujud kembali · Apa wujud data nilai-nilai model ritus-ritus peran konsolidasi nilaikultural yang diyakini sosial/publik sebagai nilai dan kultur bersama bersama kelompokacuan menata memperkuat masyarakat kelompok sosial utama danmemberdayakan lestari lintas kelompok sebagai potensi integrasi. peran nilai bersama dalam · Bagaimana wujud · Apa wujud informasi rangka kohesi dan integrasi inisiatif dan kemandirian tentang sejauh mana lintas komunitas ( individu memperkuat pranata pranata dan otoritas adat dan sosial). adat sebagai fungsi terpengaruh oleh konflik · Bagaimana wujud pemberdayaan mekanisme atau kekerasan konstruk nilai-nilai resolusi konflik · Apa wujud peta sumber bersama berorientasi · Bagaimana model pergeseran otoritas dan perubahan struktur budaya, dialog terpola dan manifestasinya dalam kepercayaan & praktek intensif tokoh, fasilitator kehidupan sehari-hari; hidup, terintegrasisebagai dan komunitas(lama kemunculan tokohatau materi pembelajaran dan baru) lintas sumber otoritas baru; sekolah, publik dan regulasi kelompokdalampemulihan serta memperkuat atau daerah. harmoni sosial melemahkan harmoni sosial.
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 141
Variabel
Indikator · Apa bentuk informasi tentang keterkaitan atau perwujudan nilai dan pranata adat dengan kehidupan sosial, ekonomi dan politik pasca konflik. · Apa wujud peta pola & praktik hidup menguatkan atau melemahkan modal sosial melalui bidang: - seni-agama: ritual, tari, dll. - Ekonomi: bertani, melaut, bisnis - Social: makan, warung, nikahan, kematian, paguyuban, kelompok - Politik: asosiasi&partai, sikap terhadap pemerintah, asosiasi buruh, nelayan, dll. ·
·
Bagaimana wujudkemandirian dan inisiatif para aktor dan fasilitator memperkuat posisi dan kapasias kelompok moderat atau aktor damai dalam mengakses pengelolaan sumberdaya alam, ekonomi & kekuasaan. Bagaimana proses pelaksanaan rencana memperkuat dan mereproduksi dayaguna modal sosial sesuai tuntutan pemulihan pada konteks perubahan sosial pasca konflik.
· Bagaimana wujud peran pranata adat terintgrasi dalam proses-proses penyelesaian sengketa dan sektor-sektor kehidupan publik lain · Bagaimana wujud peran kekuatan moderat dan pembawa damai sebagai fasilitator sektor ekonomi dan politik · Bagaimana wujudmodel saling berbagi dan berkontribusi antar kelompok sosial melaluiaktivitas sosial, seni, budaya, ekonomi dan politik berbasis modal sosial dan perdamaian.
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan Long term Recovery Early Response (Respon Early Recovery (Pemulihan Dini) Dini) (Pemulihan Berkelanjutan)
142 Lampiran
4. KERUSAKAN FISIK DAN TATA RUANG 4.a. Butir-Butir Pertanyaan Kerusakan Fisik dan Tata Ruang Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan Variabel Early Response (Respons Early Recovery (Pemulihan Long Term Recovery Indikator Utama Dini) Dini) (Pemulihan Berkelanjutan) SRNA · Terlaksana rekonstruksi · Terpenuhi akses data dan Destruksi a. Destruksi · Teridentfikasi Fisik dan Tata infrastuktur wilayah kehancuran informasi kehancuran dan tersedia Ruang wilayah dalam infrastrukturpada tahap infrastruktur: kawasan data kehancuran skala luas Long Term Recovery: (zona) perumahan dan infrastruktur: kawasan - secara integral pemukiman, fasos (zona) perumahan dan dan terkoordinasi dan fasum, ekonomi, pemukiman, fasos lintas pemangku komersial, kantoran, dsb dan fasum, ekonomi kepentingan. secara integral, terpola dan komersial, - sesuai zonasi dan dan terintegrasi lintas perkantoran, dsb secara klaster kehancuran pemangku kepentingan. integral, terpola dan insfrastruktur berdasar · Terlenggara pengelolaan terkoordinasi lintas tingkat kehancuran peta zonasi dan klaster stakeholder. - terpenuhi akses kehancuran insfrastruktur · Tersedia peta zonasi sumber daya dan berdasarkan kategorisasi dan klaster kehancuran tingkat kehancuran pada dana/anggaran insfrastruktur tahapanEarly Recovery (pusat, daerah, swasta berdasarkan kategorisasi · Terpenuhi akses sumber dan masyarakat) tingkat kehancuran daya dan dana/anggaran dalamproses sebagai acuan (pusat, daerah, swasta rekonstruksi mendesain strategis dan masyarakat)dalam infasruktur pengelolaanpada tahap penanganan rehabilitasi Early RecoverydanLong infasruktur wilayah Term Recovery. hancur.
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 143
Variabel Utama SRNA
b. Perubahan dan/atau hilangnya batas-batas wilayah:desa, tanah keluarga, dsb
Indikator
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan Early Response (Respons Early Recovery (Pemulihan Long Term Recovery Dini) Dini) (Pemulihan Berkelanjutan) · Tersedia data sumber daya dan dana/ anggaran (pusat, daerah, swasta dan masyarakat)serta akses pengelolannya demi efektifitas rehabilitasi dan rekonstruksi infasruktur. · Terselenggara · Terpenuhi akses data · Terpenuhi data batas pemberdayaan dan peta klaster tingkat wilayahdesa dan/atau pengelolaan batas perubahan batas warga yang mengalami wilayah desa, keluarga, wilayah/desa dalam perubahan dan/atau individuyang telah pelaksanaan penataan hilang karena kondisi terpulihkan secara mandiri dan pengelolaan lintas konflik. dan responsif perdamaian. sektor dan bidang. · Terpenuhi peta klaster · Pengelolaan batas wildesa, tingkat perubahan dan/ · Terlaksanapenataan kel dan individu yang kembali batasatau hilangnya batas responsif perdamaian batas: desa, keluarga wilayah desa, keluarga berkelanjutan berbasis atau individu yang dan individu. pada budaya dan kearifan responsifsistem · Tersediarencana lokal. peringatan dan respon penataan dan dini konflik berbasis pengelolaan kembali budaya dan kearifan batas-batas wilayah lokal. desa dan/atau warga pasca konflik.
144 Lampiran
Variabel Utama SRNA
c. Persoalan hukum perdata: hak kepemilikan tanah, kebutuhan pemulihan dan relokasi pasca konflik.
Indikator
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan Early Response (Respons Early Recovery (Pemulihan Long Term Recovery Dini) Dini) (Pemulihan Berkelanjutan) · Data, peta dan · Tersedia model penataan rencana penataan dan dan pemulihan bataspengembalian batasbatas wildesa, kel dan batas wilayah/desa dsb, individuserta produk menjadi referensi bagi kebijakan proteksinya Pemda setempat dalam sebagai acuan replikasi dan menerbitkan berbagai pelajaran bagi wil konflik produk kebijakan yang lain. (rejulasi) rehabilitasidan rekonstruksi. · Terselesaikan · Tersedia model lokal · Terpenuhi data penanganan advokasi perdata pasca persoalan-persoalan persoalanperdata pasca konfik berbasis pengungsi: perdata berkaitan konfik: pengungsian sementra danparmanen dengan pengungsian sementra, parmanen, secara efektif. pasca konfik. Baik dsb. · Tersedia best practice dan pengungsian sementra, · Terselesaikanpersoalan polaadvokasi perdata pasca maupun parmanen. konflik berdasarkan tingkat perdata pasca konflik · Tersedia peta kesulitan hukum dan berdasarkan tingkat kategorisasi persoalan penyelesaiannya kesulitan hukum dan perdata pasca penanganannya. konflik berdasarkan tingkat kesulitan persoalan hukum dan penyelesaiannya.
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 145
Variabel Utama SRNA
Indikator
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan Early Response (Respons Early Recovery (Pemulihan Long Term Recovery Dini) Dini) (Pemulihan Berkelanjutan) · Terwujud sistem advokasi · Tersedia sistem · Tersedia sistem perdata pasca konflik penanganan perdata penanganan perdata secara terpola dan pasca konflik yg terpola pasca konflik secara kontekstual berbasis dan kontekstual terpola dan kontekstual budaya dan kearifan lokal berbasis budaya dan berbasis budaya dan dan rujukan berkelanjutan. kearifan lokal. kearifan lokal. · Terwujud fasilitasi · Terwujud produk · Tersedia produk advokasi kasus perdata kebijakan publik kebijakan publik lokal melalui produk kebijakan (perda, pergub dsb) (perda, pergub dsb) publik lokal (perda, pergub sebagai fasilitasi solusi dalam memfasilitasi solusi dsb). struktural kasus perdata struktural berbasis Terwujud kerjaTerwujud kerjabudaya/kearifan lokal. kerja advokasi dan Tersedia pusat kerja advokasi dan pemberdayaan penyelesian konsultansi, pemberdayaan masalah perdata pasca pemberdayaanserta penyelesian masalah perdata pasca konflik konflik berbasis sistem jaringan advokasi dengan sistem konsultansi dan jaringan penyelesian masalahkonsultansi dan jaringan support terpola. masalah perdata pasca support terpola. konflik.
146 Lampiran
Variabel Utama SRNA
Penataan dan pemberdayaan kembali tata pemukiman serta perumahan, komersial, perkantoran yangt idak responsif terhadap kharakter kultural, kearifan dan spiritualitas lokal.
Indikator
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan Early Response (Respons Early Recovery (Pemulihan Long Term Recovery Dini) Dini) (Pemulihan Berkelanjutan) · Terwujud penataan dan · Terselenggara penataan · Tersedia data pembangunan kembali dan pembangunan kebutuhan penataan tata perumahan dan kembali tata perumahan dan pembangunan pemukiman, kawasan dan pemukiman, kawasan kembali tata komersial, fasos-fasum, komersial, fasos-fasum, perumahan dan perkantoran dsb yg perkantoran dsb pasca pemukiman, kawasan parmanen & berkelanjutan konflik. komersial, fasos-fasum, pasca konflik · Terwujud penataan perkantoran dsb pasca · Terwujudkultur penataan dan pemberdayaan konflik. dan pemberdayaan tata tata perumahan, · Tersedia rencana perumahan, pemukiman pemukiman, komersial, penataan dan dsb yang responsif dan perkantoran yang pemberdayaan budaya dan kearifan lokal, responsif budaya dan tata perumahan, gender, integrasi sosial kearifan lokal, gender, pemukiman dsb yang dan multukultural, akses integrasi sosial dan responsif terhadap: pendidikan dan trauma multukultural, akses budaya dan kearifan healing. pendidikan dan layanan lokal, gender, · Terwujud penataan dan kesehatan, trauma integrasi sosial dan pemberdayaan tata healing, dsb. multukultural, akses pemukiman kembali pendidikan dan layanan · Terwujud penataan dsb terintegrasi dengan dan pemberdayaan kesehatan, trauma rencana detail tata ruang pola pemukiman dsb healing, dsb. daerah sebagai model terintegrasi dengan · Tersedia rencana Sistem Peringatan dan rencana detail tata penataan dan Respons Dini Konflik ruang daerah dan tidak pemberdayaan tata Kekerasaan. menimbulkan gelombang pemukiman kembali baru konflik tata ruang. dsb terintegrasi dengan rencana detail tata ruang daerah.
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 147
4.b. Butir-Butir Pertanyaan Kerusakan Fisik dan Tata Ruang Variabel Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan Early Response (Respons Early Recovery (Pemulihan Long Term Recovery Utama Indikator Dini) Dini) (Pemulihan Berkelanjutan) SRNA · Apa saja lesson · Bagaimana cara · Seberapa luas Destruksi a. Hancurnya Fisik dan Tata infrastuktur learned dan best akses data dan gambaran kehancuran Ruang wilayah practice(model-model) informasi kehancuran infrastruktur: kawasan dalam skala capaian rekonstruksi infrastruktur: kawasan (zona) perumahan dan luas wilayah kehancuran (zona) perumahan dan pemukiman, fasos infrastrukturpada tahap pemukiman, fasos dan fasum, ekonomi Long Term Recovery, dan fasum, ekonomi, dan komersial, berkaitan dengan: komersial, kantoran, dsb perkantoran, dsb secara 1. integrasi dan secara integral, terpola integral, terpola dan koordinasi lintas dan terintegrasi lintas terkoordinasi lintas pemangku kepentingan. pemangku kepentingan. stakeholder. 2. long term recovery · Bagaimana pola · Bagaimana wujud sesuaizonasi dan pengelolaan peta zonasi peta zonasi dan klaster kehancuran dan klaster kehancuran klaster kehancuran insfrastruktur berdasar insfrastruktur berdasarkan insfrastruktur tingkat kehancuran kategorisasi tingkat berdasarkan kategorisasi 3. terpenuhi akses kehancuran pada tingkat kehancuran sumber daya dan tahapanEarly Recovery sebagai acuan dana/anggaran (rehabilitasi) mendesain strategis (pusat, daerah, swasta pengelolaanpada tahap dan masyarakat) Early RecoverydanLong dalamproses Term Recovery. rekonstruksi infasruktur
148 Lampiran
Variabel Utama SRNA
- Perubahan dan/ atau hilangnya batas-batas wilayah:desa, tanah keluarga, dsb
Indikator
·
·
Apa saja konten data bataswilayah desa dan/atau warga yang mengalami perubahan dan/atau hilang karena kondisi konflik. Bagaimanabentukpeta klaster tingkat perubahan dan/atau hilangnya batas wilayah desa, keluarga dan individu. ·
Apa saja kepentingan akses data dan peta klaster tingkat perubahan batas wilayah/desa dalam pelaksanaan penataan dan pengelolaan rehabilitasi lintas sektor dan bidang. Bagaimana wujud perlaksanaanpenataan kembali batas-batas: desa, keluarga atau individu
Bagaimana wujud hasilpemberdayaan pengelolaan batas wilayah desa, keluarga, individuyang telah terpulihkan secara mandiri dan responsif perdamaian
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan Early Response (Respons Early Recovery (Pemulihan Long Term Recovery Dini) Dini) (Pemulihan Berkelanjutan) · Bagaimana gambaran Apa saja langkahdata sumber daya dan langkah terpola dana/anggaran (pusat, demiterpenuhi akses daerah, swasta dan sumber daya dan dana/ masyarakat)serta akses anggaran (pusat, daerah, pengelolannya demi swasta dan masyarakat) efektifitas rehabilitasi dalam penanganan dan rekonstruksi rehabilitasi infasruktur infasruktur. wilayah hancur.
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 149
Variabel Utama SRNA
- Persoalan hukum perdata: hak kepemilikan tanah, kebutuhan Vpemulihan dan relokasi pasca konflik.
Indikator
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan Early Response (Respons Early Recovery (Pemulihan Long Term Recovery Dini) Dini) (Pemulihan Berkelanjutan) · Apa wujud rencana yang responsifterhadap penataan dan sistem peringatan dan · Bagaimana local pengelolaan kembali respon dini konflik best practice (model batas-batas wilayah berbasis budaya dan keberhasilan) pengelolaan desa dan/atau warga kearifan lokal. batas wil desa, kel dan pasca konflik. · Bagaimana data, peta individu yang responsif dan rencana penataan perdamaian berkelanjutan dan pengembalian batasberbasis pada budaya dan batas wilayah/desa dsb, kearifan lokal. dijadikan referensi bagi · Apa saja model penataan Pemda setempat dalam dan pemulihan batasmenerbitkan berbagai batas wildesa, kel dan produk kebijakan individuserta produk (rejulasi) rehabilitasi kebijakan (rejulasi) berkelanjutan. proteksinya sebagai acuan replikasi dan pelajaran bagi wil konflik yang lain. · Apa bentuk konstruk · Bagaimana proses · Apa saja model lokal data persoalanpenyelesaian advokasi perdata pasca persoalan perdata persoalanperdata pasca konfik berbasis pengungsi: berkaitan dengan konfikberkaitan dengan: sementra danparmanen pengungsian pengungsian sementra, secara efektif. pasca konfik. Baik parmanen, dsb. pengungsian sementra, maupun parmanen.
150 Lampiran
Variabel Utama SRNA
Indikator
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan Early Response (Respons Early Recovery (Pemulihan Long Term Recovery Dini) Dini) (Pemulihan Berkelanjutan) · Bagaimana bentukbest · Bagaimana proses · Apa pola peta practice dan polaadvokasi penyelesaikanpersoalan kategorisasi persoalan perdata pasca konflik perdata pasca konflik perdata pasca berdasarkan tingkat berdasarkan tingkat konflik berdasarkan kesulitan hukum dan kesulitan hukum dan tingkat kesulitan penyelesaiannya penanganannya. persoalan hukum dan · Apa wujud model sistem · Bagaimanasistem penyelesaiannya. advokasi perdata pasca penanganan perdata · Bagaimana pola konflik secara terpola pasca konflik secara system penanganan dan kontekstual berbasis terpola dan kontekstual perdata pasca konflik budaya dan kearifan lokal berbasis budaya dan yg terpola dan dan rujukan berkelanjutan. kearifan lokal. kontekstual berbasis · Apa saja wujud fasilitasi · Apa saja produk budaya dan kearifan advokasi kasus perdata kebijakan publik lokal lokal. melalui produk kebijakan (perda, pergub dsb) · Apa saja produk publik lokal (perda, pergub dalam memfasilitasi solusi kebijakan publik dsb). struktural kasus perdata (perda, pergub dsb) · Apa saja wujud kerja· Bagaimana wujud sebagai fasilitasi solusi kerja advokasi dan kerja-kerja advokasi struktural berbasis pemberdayaan penyelesian dan pemberdayaan budaya/kearifan lokal. masalah perdata pasca penyelesian masalah · Bagaimana konflik berbasis sistem perdata pasca konflik bentukpusat konsultansi dan jaringan dengan sistem konsultansi, support terpola. konsultansi dan jaringan pemberdayaanserta support terpola. jaringan advokasi penyelesian masalahmasalah perdata pasca konflik.
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 151
Variabel Utama SRNA
- Penataan dan pemberdayaan kembali tata pemukiman serta perumahan, komersial, perkantoran yang tidak responsif terhadap kharakter kultural, kearifan dan spiritualitas lokal.
Indikator
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan Early Response (Respons Early Recovery (Pemulihan Long Term Recovery Dini) Dini) (Pemulihan Berkelanjutan) · Apa produk · Apa bentuk · Bagaimana proses modelpenataan dan penyediaan penataan dan pembangunan kembali datakebutuhan pembangunan kembali tata perumahan dan penataan dan tata perumahan dan pemukiman, kawasan pembangunan kembali pemukiman, kawasan komersial, fasos-fasum, tata perumahan dan komersial, fasos-fasum, perkantoran dsb yg pemukiman, kawasan perkantoran dsb pasca parmanen & berkelanjutan komersial, fasos-fasum, konflik. pasca konflik perkantoran dsb pasca · Bagaimana proses · Apa produk model konflik. penataan dan · Apa bentuk sebagai rujukan penataan pemberdayaan rencana penataan dan pemberdayaan tata tata perumahan, dan pemberdayaan perumahan, pemukiman pemukiman, komersial, tata perumahan, dsb yang responsif dan perkantoran yang pemukiman dsb yang budaya dan kearifan lokal, responsif budaya dan responsif terhadap: kearifan lokal, gender, gender, integrasi sosial budaya dan kearifan integrasi sosial dan dan multukultural, akses lokal, gender, multukultural, akses pendidikan dan trauma integrasi sosial dan healing. pendidikan dan layanan multukultural, akses kesehatan, trauma pendidikan dan layanan healing, dsb. kesehatan, trauma healing, dsb.
152 Lampiran
Variabel Utama SRNA
Indikator
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan Early Response (Respons Early Recovery (Pemulihan Long Term Recovery Dini) Dini) (Pemulihan Berkelanjutan) · Apa pola rencana · Bagaimana proses · Apa produk penataan dan penataan dan modelpenataan dan pemberdayaan tata pemberdayaan pola pemberdayaan tata pemukiman kembali pemukiman dsb pemukiman kembali dsb yang terintegrasi terintegrasi dengan dsb terintegrasidengan dengan rencana detail rencana detail tata rencana detail tata ruang tata ruang (RTDR) ruang daerah dan tidak (RDTR)daerah sebagai daerah. menimbulkan gelombang model Sistem Peringatan baru konflik tata ruang. dan Respons Dini Konflik Kekerasaan.
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 153
DEPRESI DAN TRAUMA PSIKOSOSIAL 5.a. Butir-Butir Pernyataan Depresi dan Trauma Psikososial VariabelTahapanPemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan Variabel Long Term Recovery Early Response (Respon Early Recovery (Pemulihan Indikator Utama Dini) Dini) (Pemulihan Berkelanjutan) SRNA · Tersedia model/pola · Tersedia manual (tata Dampak a. Aktualisasi diri: · Tersedia data, informasi Depresi aktualisasi diri, simpul basis cara) penataan dan pertumbuhan dan peta kondisi dan Trauma dan regulasi rekonstruksi: pemberdayaan potensi personal/ eksisteing potensi Psikososial - responsif sistem peringatan modal sosial aktualisasi kelompok/ pertumbuhan aktualisasi dan respon dini konflik diri berbasis budaya dan komunitas, diri korban: individu, - berbasis budaya dan kearifan lokal. pengakuan, kelompok dan komunal kearifan lokal · Terwujud zonasi dsb. · Tersedia data dan · Terwujud kemandirian penataan dan aktualisasi informasi tentang klasterpemulihan (long term pembangunan perdamaian klaster sosial potensi dan recovery) berbasis komunitas berbasis budaya dan kapasitas saling mengakui korban dengan mempromosi kearifan lokal. dan menerima antar kapasitas: · Terwujud klaster-klaster individu, kelompok dan - self-help (membantu diri interaksi saling mengakui komunitas berkonflik sendiri/mandiri), dan menerima interreligus · Tersedia informasi potensi - well-being (kesejahteraan) & interkultural. modal sosial serta ikatan - resilience(ketahanan) · Terorgaiser dan kelembagaan berbasis intra dan interkomunitas bertumbuh simpul basis budaya dan kearifan lokal berkonflik. dialog dan interaksi sebagai basis penataan · Peningkatkan kemandirian, lintas pihak berkonflik dan pemberdayaan insiatif dan peran sumber berperspektif: psikoedukasi, aktualisasi resolusi konflik daya komunitas dalam pemberdayaan dan dan pembangunan mengelola: pemulihan psikososial perdamaian. terpola.
4.
154 Lampiran
VariabelVariabel Utama SRNA
estetika: budaya, kearifan, nilai/norma, keseimbangan, kesetaraan, dsb
b. Pengembangan
Indikator · Berkembang klaster-klaster modal sosial dan kultural mandiri sebagai pangkalan penguatan relasi, kohesi, dan integrasi sosial korban. · Tersedia regulasi lokal sebagai instrumen proteksi, pemberdayaan dan pengembangan aktualisasi diri interkomunitas.
· Tersedia media publikasi dan sosialisasi informasi kondisi eksisting aktualisasi diri dan klaster kapasitas saling mengakui dan menerima. · Tersedia relevansi pola psikoedukasi dan recovery komunitas yang ditawarkan berdasar hasil kajian strategis dan kebutuhan mendasar. · Tersedia peta, data dan informasi elemenelemen estetika: budaya, kearifan, nilai/ norma dsb sebagai: - media pengembangan kapasitas komunitas korban. - potensimengelola fase-fase recovery sistematis. · Terselenggara pengorganisasian, pemberdayaan, dan penguatan: - kapasitas basis-basis modal sosial korban dan komunitas lokalsebagai pilar strategis interrelasi dan intra-relasi individu, kelompok dan komunitas.
Early Recovery (Pemulihan Dini)
Early Response (Respon Dini)
· Tersedia fasilitator serta basis-basis recovery mandiri dan kreatif berkapasitas estetika sebagai acuan pemulihan dan mereduksi dampak psikososial berkelanjutan. · Berkembang kemandirian dan kreativitas estetika komunitas basis merujuk pada:
- kemandirian psikoedukasi (edukasi psikologi) - pemulihan psikososial
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjutan)
TahapanPemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 155
VariabelVariabel Utama SRNA
Indikator - regulasi yang representatif (tepat dan fungsional atau kontekstual). - instrumen pemberdayaan estetika berkelanjutan: perencanaan, manual capacity building dsb - sistem peringatan dan respon dini konflik berkapasitas estetika komunitas. Terwujud fungsi pelayanan publik di daerah pasca koflik berkapasitas estetika intra dan inter-individu, kelompok dan komunitas korban koflik
basis-basis intra dan interkomunitas recovery berbasis kapasitas estetika: budaya, kearifan, nilai/ norma, keseimbangan, kesetaraan, dsb. Penguatan relasi adil dan setara untuk mendorong kesejahteraan sosial. - komunikasi serta dialog adildan setara untuk mendorong terwujudnya kesejahteraan sosial komunitas. · Tersedia produk regulasi representatif dalam mendorong pengembangan zona-zona perdamaian yang responsif kekhasan estetika lokal. -
potensi pengembangan simpul komunitas korban secara berimbang dan setara pasca konflik. · Teridentifikasi kebutuhan produk regulasi tentang pengembangan zonazona damai dan modal sosial responsif kapasitas estetika sebagai acuan recocery terpola dan berkelanjutan. Tersedia rencana penataan dan pemberdayaan kapasitas estetika komunitas korban sebagai acuan pengembangan proses recovery sistematis dan berkelanjutan. -
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjutan)
Early Recovery (Pemulihan Dini)
Early Response (Respon Dini)
TahapanPemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan
156 Lampiran
VariabelVariabel Utama SRNA Early Response (Respon Dini)
· Tersedia informasi terolah dan pengetahuan mendasar tentang: - peta kehilangan generasi (lostgeneration) akibat konflik - kekerasan yang terjadi. - pola destruksi hakekat kemanusian, hak asasi, harga diri, makna hidup dsb dalam situasi konflik.
Indikator
Pengembangan kognitif: informasi, pengetahuan, makna hidup,logika berpikir, kesadaran diri, dsb
· Tersedia berbagai instrumen pemberdayaan: perencanaan, manual pelatihan dsb sebagai acuan kerja fasilitator terlatih dalam proses psikoedukasi dan recovery komunitas. Tersedia sistem peringatan dan respon dini konflik berkapasitas estetika komunitas. · Terorganiser klasterklaster pemberdayaan dan recovery sistematis terhadap: - pola berpikir progresif dan berkesadaran kritis komunitas dalam konteks resolusi konflik dan pembangunan perdamaian
Early Recovery (Pemulihan Dini)
· Penguatan logika berpikir dan kesadaran kritis komunitas dalam mendukung perawatan berkelanjutan terhadap: kesehatan mental, pemulihan traumatik, perlawanan stigma, segregasi sosial, destruksi modal sosial dsb.
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjutan)
TahapanPemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 157
VariabelVariabel Utama SRNA
Indikator · Terpenuhi perawatan logika berpikir dan kesadaran kritis diri/kelompok/komunal terhadap akar konflik sosial serta dampak destruksi dan reproduksi destruksi modal sosial sebagai kekuatan transformasi konflik. · Tersedia model komunitas mandiri berbasis logika progresif dan kesadaran kritis dalam mengelola isuisu krusial: konflik, trauma psikososial, psikoedukasi, kemajemukan, humaniroa, interkultural, dsb. · Tersedia komunitas mandiri sebagai model replikasi proses psikoedukasi dan recovery psikososial berkelanjutan.
- aplikasi berpikir progresif dan berkesadaran kritis berbagai isu krusial: konflik, trauma psikososial, mengelola kemajemukan, humaniora, komunikasi intra dan interkultural, dsb. · Terpenuhi akses informasi dan pengetahuan tentang jaringan resolusi konflik dan pembangunan perdamaian melalui berbagai media persuasi (public campaign – kampanye publik) Terwujud aplikasi logika berpikir progresif dan kesadaran kritis komunitas sebagai dasar analisis akar konflik serta dampaknya terhadap destruksi modal sosial korban.
perkembangan logika berpikir dan kesadaran diri para pihak berkonflik dalam mengelola proses recovery sistematis. · Tersedia data base kondisi destruksi serta dampak traumatis konflik sebagai wadah pengembangan kognitif (wawasan) bagi individu, kelompok dan komunal. · Teridentifikasi kebutuhan produk regulasi tentang pengembangan kapasitas kognitif sebagai acuan recocery terpola dan berkelanjutan. -
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjutan)
Early Recovery (Pemulihan Dini)
Early Response (Respon Dini)
TahapanPemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan
158 Lampiran
VariabelVariabel Utama SRNA
dan relasi (modal sosial): keluarga, kasih sayang, relasi, kohesi, solidaritas, kelompok kerja, jaringan, dsb.
c. Memiliki cinta
Indikator · Tersedia manual, SDM terlatih dan lembaga pemberdaya sistematis dalam mewujudkan pengembangan kapasitas kognintif komunitas. · Terselenggara pemberdayaan sistematis dalam menghasilkan komunitas terlatih dan mandiri dalam identifikasi dan pemetaan masalah, peningkatan kapasitas, percaya diri. · Terpenuhi seperangkat nilai-nilai sosial dan kultural yang disepakati bersama sebagai : - rujukan bersama para pihak berkonflik menata dan merawat kembali relasi dan modal sosial. - memayungi penerbitan aturan-aturan yang disepakati bersama
· Tersedia rencana serta berbagai manual pemberdayaan kapasitas kognitif komunitas korban sebagai acuan proses recovery sistematis dan berkelanjutan.
· Tersedia data base faktorfaktor destruksi cinta dan relasi sosial pasca konflik: - Keluarga dan kelompok - Relasi - Kohesi - Solidaritas dan integrasi - Jaringan dsb
Early Recovery (Pemulihan Dini)
Early Response (Respon Dini)
· Terwujud komunitas mandiri, kreatif dan inisiatif dalam: - support psikososial berbasis budaya dan kearifan lokal - pemberdayaan sistematis berbasis korban - mengembangkan modelmodel pemberdayaan psikoedukasi komunitas
· Tersedia replikasi model dan manual pengembangan komunitas mandiri berbasis logika progresif dan kesadaran kritis intra dan interkomunitas.
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjutan)
TahapanPemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 159
VariabelVariabel Utama SRNA
Indikator
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjutan) · Tumbuh dan berkembang basis-basis modal sosial sebagai model pemberdayaan dan penguatan: - cinta dan relasi intra dan interkeluarga, kelompok dan komunitas. · Makin fungsional dan berdayaguna produk kebijakan publik, aturan dan norma sosial: - memperkuat perilaku cinta dan modal sosial. · Terwujud kapasitas dan model proaksi koimunitas dalam: - penguatan kemandirian dan inisiatif komunitas korban - mendorong peran para pihak memperkuat cinta kasih dan modal sosial.
Early Recovery (Pemulihan Dini) · Terpenuhinya sekumpulan aturan (norma sosial) yang disepakati bersama dalam rangka: A. memperkuat perilaku cinta dan modal sosial. · Terpenuhinya kapasitas proaksi (rspon dan tindakan dini) inter para pihak berkonflik berupa: - keinginan kuat untuk tidak saja berpartisipasi, tetapi terutama mencari jalan bagi keterlibatan bersama dalam memperkuat cinta kasih dan modal sosial berpartisipasi dalam jaringan - saling tukar (berbagi) tindakan kebaikan antar individu, kelompok dan komunitas korban
· Tersedia peta dan klaster pola-pola destruksi korban dan komunitas lokal berbasis modal sosial (negatif). · Terpetakan potensi dan kapasitas modal sosial berbasis budaya dan kearifan lokal (positif): - trust, cinta, kohesif - altruisme (dahulukan kepentingan orang lain), tidak egois, - gotong royong, jaringan, dsb.
TahapanPemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan Early Response (Respon Dini)
160 Lampiran
VariabelVariabel Utama SRNA
diri/kelompok/ komunitas: perlindungan, keamanan, rasa nyaman, ketertiban, hukum, stabilitas, dsb
d. Keselamatan
Indikator
· Tersedia peta pola dan/ atau bentuk proteksi langsung korban dan komunitas lokal (aspek: keamanan, rasa nyaman dsb) berbasis budaya dan kearifan lokal. · Tersedia database faktorfaktor pengaruh faktual dan signifikan terhadap keselamatan diri/ kelompok/ komunitas lokal berperspektif: - State security (keamanan negara) - Human security (keamanan manusia) - Secutiry of the people (keamanan masyaraat)
Early Response (Respon Dini) Terpenuhinya kebutuhan saling percaya dan tidak saling merugikan · Terselenggara perundingan damai para pihak (rekonsiliasi) dan rehabilitasi sosial untuk: - penciptaan iklim ketertiban, penegakkan hukum, stabilitas dsb secara mandiri berbasis korban dan komunitas lokal. - pemulihan dan peningkatan pelayanan pemerintahan · Tersedia akses masyarakat dan para pihak terkait dalam memperoleh informasi faktor-faktor pengaruh keselamatan diri/kelompok/ komunitas korban dalam:
Early Recovery (Pemulihan Dini)
· Terciptapolastruktur kerja yang responsif terhadap kesetaraan dan kedakadilan sosial dan ekonomi. · Tersedia akses pengembangan kapasitas sosial komunitas korban secara parmanen dan berkelanjutan: pendidikan, kesehatan, dan mata pencaharian · Bertumbuh model-model pemberdayaan sosial, ekonomi, budaya,keamanan dan ketertiban mandiri dan berkelanjutan. Terbentuk model rekonsiliasi dan pemberdayaan damai berkelanjutan dalam rangka:
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjutan)
TahapanPemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 161
VariabelVariabel Utama SRNA
Indikator mengelolakeamanan, rasa nyaman, ketertiban, hukum, stabilitas, dsb secara efektif dan berdayaguna. - pemulihan kondisi sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketertiban secara terintegrasi dan komprehensif. · Terpenuhi kebutuhan dan pelayanan kesehatan berupa: - layanan kesehatan reproduksi bagi kelompok perempuan korban - peningkatan layanan kesehatan anak-anak dan kelompok rentan
· Tersedia data base restitusi, ganti kerugian, pengobatan dsb atas korban konflik berdasar kategori: - Personal/individual - Kelompok Komunitas -
Early Recovery (Pemulihan Dini)
Early Response (Respon Dini) - terciptaiklim ketertiban, penegakkan hukum, stabilitas dsb secara mandiri berbasis komunitas korban - bertumbuh kemandirian dan budaya pemulihan - peningkatan kualitas layanan publik pemerintah · Berkembang model pelayanan kesehatan secara terpola: - reproduksi perempuan korban - anakdan kelompok rentan Terwujud pola kemandirian pemulihan hak perdata korban sebagai model recover hukum dan keamanan berkelanjutan.
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjutan)
TahapanPemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan
162 Lampiran
VariabelVariabel Utama SRNA
fisiologi: udara segar, makanan, minuman, tempat tinggal, kehangatan, seks, tidur, tata ruang, dsb.
e. Biologi dan
Indikator
· Tersedia peta dan data kebutuhan kondisi biologi dan fisiologi korban dan komunitas lokal dalam jumlah dan kualitas: - tata ruang pengungsian representatif (udara segar dsb) - kebutuhan konsumsi - jaminan kesehatan - fasilitas tempat tidur seks keluarga dsb.
Early Response (Respon Dini) · Terpenuhi pemulihan hakhak keperdataan korban/ para phak berkonflik: - tercipta iklim perlindungan, rasa nyaman, ketertiban hukum dsb. - tumbuh rasa percaya sosial. · Tersedia pola pemulihan biologi dan fisiologi komunitas korban konflik - responsif kondisi modal sosial dan budaya lokal/setempat. - tidak memicu konflik baru - diawasi dan dikontrol bersama secara mandiri
Early Recovery (Pemulihan Dini)
· Terwujud model penyediaan layanan pemenuhan kebutuhan dasar spesifik perempuan, anak-anak, lanjut usia, dan kelompok orang yang berkebutuhan khusus · Terpenuhi kebutuhan sarana dan prasarana pemukiman, fasos dan fasum responsifprasayarat pemulihan biologi dan fisiologi berkelanjutan.
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjutan)
TahapanPemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 163
VariabelVariabel Utama SRNA
Indikator
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjutan) · Terwujud model kemandirian dan inisiatif pemulihan kapasitas biologi dan fisiologi berkelanjutan berupa: - layanan pemenuhan kebutuhan dasar spesifik perempuan, anakanak, lanjut usia, dan kelompok orang yang berkebutuhan khusus yang dapat direplikasi. - pemulihan sumbersumber basis aktivitas ekonomi - pemulihan sarana dan prasana pemukiman, fasilitas sosial dan fasilitas umum dalam rangka recovery berkelanjutan. fasilitasi dan memediasi pengembalian serta pemulihan aset korban konflik
Early Recovery (Pemulihan Dini) · Tersedia fasilitas dan akses perlindungan kelompok rentan dan berkebutuhan khusus secara biologi dan fisiologi. · Tersedia fasilitas dan akses pemulihan kebutuhan dasar sebagai pangkalan pemulihan aktivitas ekonomi interkomunitas. · Peningkatan penyediaan pelayanan pemenuhan kebutuhan dasar spesifik perempuan, anak-anak, lanjut usia, dan kelompok orang yang berkebutuhan khusus · Terfasilitasi dan termediasi pemulihan aset biologi dan fisiologi (kebutuhan dasar) korban konflik secara parmanent: - tempat tinggal dan pemukiman - keutuhan keluarga
Early Response (Respon Dini) · Tersedia kondisi biologi dan fisiologi memperhatikan prasyarat kategori kebutuhan dasar: - usia, kelamin, gender, - kelompok berkebutuhan khusus, dsb. · Tersedia peta dan data base akses layanan peningkatan pemenuhan kebutuhan biologi dan fisiologi korban: - peluang dan ancaman frekuensi pemenuhan kebutuhan dsb.
TahapanPemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan
164 Lampiran
VariabelVariabel Utama SRNA
Indikator
Early Response (Respon Dini) -
tata ruang yang kondusif (tidak memicu bencana kedua) · Terwujud perbaikan dan pemulihan sarana dan prasana pemukiman, fasilitas sosial dan fasilitas umum secara terpola.
Early Recovery (Pemulihan Dini)
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjutan)
TahapanPemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 165
5.b.Butir-Butir Pertanyaan Depresi dan Trauma Psikososial VariabelTahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan Variabel Early Recovery (Pemulihan Long Term Recovery Early Response (Responn Indikator Utama Dini) Dini) (Pemulihan Berkelanjutan) SRNA · Apa dan bagaimana pola · Apa dan bagaimana Dampak a. Aktualisasi diri: · Bagaimana konstruk Depresi atau model aktualisasi diri, penggunaan manual pertumbuhan data, informasi dan peta dan Trauma simpul basis dan regulasi (tata cara) penataan dan personal/ kondisi eksisteing potensi Psikososial rekonstruksi: pemberdayaan potensi kelompok/ pertumbuhan aktualisasi - responsif sistem modal sosial aktualisasi komunitas, diri korban: individu, peringatan dan respon diri berbasis budaya dan pengakuan, dsb. kelompok dan komunal dini konflik kearifan lokal. · Bagaimana konstruk data - berbasis budaya dan · Bagaimana pola zonasi dan informasi tentang kearifan lokal penataan dan aktualisasi klaster-klaster sosial · Bagaimana pola kemandirian pembangunan perdamaian potensi dan kapasitas pemulihan (long term berbasis budaya dan saling mengakui dan recovery) berbasis komunitas kearifan lokal. menerima antar individu, korban dengan mempromosi · Bagaimana pola klaster kelompok dan komunitas kapasitas: interaksi saling mengakui berkonflik - self-help (membantu diri dan menerima interreligus · Apa saja potensi sendiri/mandiri), & interkultural. modal sosial serta - well-being (kesejahteraan) · Bagaimana bentuk ikatan kelembagaan - resilience(ketahanan) penataan dan berbasis budaya dan intra dan interkomunitas pertumbuhan simpul kearifan lokal sebagai berkonflik. basis dialog dan interaksi basis pemberdayaan lintas pihak berkonflik aktualisasi resolusi konflik secara: psikoedukasi, dan pembangunan pemberdayaan dan perdamaian. pemulihan psikososial terpola.
166 Lampiran
VariabelVariabel Utama SRNA
b. Pengembangan estetika: budaya, kearifan, nilai/ norma, keseimbangan, kesetaraan, dsb
Indikator · Bagaimana proses perkembangan klasterklaster modal sosial dan kultural mandiri sebagai pangkalan penguatan relasi, kohesi, dan integrasi sosial korban. · Bagimana kersediaan regulasi lokal sebagai instrumen proteksi, pemberdayaan dan pengembangan aktualisasi diri interkomunitas. · Bagimana proses pengorganisasian, pemberdayaan, dan penguatan: - kapasitas basis-basis modal sosial korban dan komunitas lokalsebagai pilar strategis inter-relasi dan intra-relasi individu, kelompok dan komunitas.
· Apa saja media publikasi dan sosialisasi informasi kondisi eksisting aktualisasi diri dan klaster kapasitas saling mengakui dan menerima. · Apa saja relevansi pola psikoedukasi dan recovery komunitas yang ditawarkan berdasar hasil kajian strategis dan kebutuhan mendasar. · Apa bentuk penyediaan peta, data dan informasi elemen-elemen estetika: budaya, kearifan, nilai/ norma dsb sebagai: - media pengembangan kapasitas komunitas korban. - potensimengelola fase-fase recovery sistematis.
Early Recovery (Pemulihan Dini)
· Bagaimana kemandirian dan dayaguna fasilitator serta simpul basis recovery mandiri dan kreatif berkapasitas estetika sebagai acuan pemulihan dan mereduksi dampak psikososial berkelanjutan. · Bagaimana tingkatkemandirian dan kreativitas estetika komunitas basis merujuk pada:
· Sejauhmana tingkat kemandirian, insiatif dan peran sumber daya komunitas dalam mengelola: - psikoedukasi (edukasi psikologi) pemulihan psikososial
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjutan)
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan Early Response (Responn Dini)
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 167
VariabelVariabel Utama SRNA
Indikator basis-basis intra dan interkomunitas recovery berbasis kapasitas estetika: budaya, kearifan, nilai/ norma, keseimbangan, kesetaraan, dsb. Penguatan relasi adil dan setara untuk mendorong kesejahteraan sosial. komunikasi serta dialog adildan setara untuk mendorong terwujudnya kesejahteraan sosial komunitas.
-
-
potensi pengembangan simpul komunitas korban secara berimbang dan setara pasca konflik. · Apa kebutuhan produk regulasi tentang pengembangan zonazona damai dan modal sosial responsif kapasitas estetika sebagai acuan recocery terpola dan berkelanjutan. · Apa bentuk rencana penataan dan pemberdayaan kapasitas estetika komunitas korban sebagai acuan pengembangan proses recovery sistematis dan berkelanjutan -
Early Recovery (Pemulihan Dini)
Early Response (Responn Dini)
-
-
-
-
regulasi yang representatif (tepat dan fungsional atau kontekstual). instrumen pemberdayaan estetika berkelanjutan: perencanaan, manual capacity building dsb sistem peringatan dan respon dini konflik berkapasitas estetika komunitas. Bagaimana terwujud fungsi pelayanan publik di daerah pasca koflik berkapasitas estetika intra dan inter-individu, kelompok dan komunitas korban koflik
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjutan)
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan
168 Lampiran
VariabelVariabel Utama SRNA
Indikator · Bagaimana proses dan apa bentukproduk regulasi representatif dalam mendorong pengembangan zona-zona perdamaian yang responsif kekhasan estetika lokal. · Apasaja instrumen dan bagaimana proses pemberdayaan: perencanaan, manual pelatihan, monev dsb sebagai acuan kerja fasilitator terlatih dalam proses psikoedukasi dan recovery komunitas. · Apa dan bagaimana implementasi sistem peringatan dan respon dini konflik berkapasitas estetika komunitas: budaya, kearifan dsb.
Early Recovery (Pemulihan Dini)
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjutan)
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan Early Response (Responn Dini)
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 169
VariabelVariabel Utama SRNA Early Recovery (Pemulihan Dini) · Bagaimana pengorganisasian klasterklaster pemberdayaan dan recovery sistematis terhadap aspek: - pola berpikir progresif dan berkesadaran kritis komunitas dalam konteks resolusi konflik dan pembangunan perdamaian - aplikasi berpikir progresif dan berkesadaran kritis berbagai isu krusial: konflik, trauma psikososial, mengelola kemajemukan, humaniora, komunikasi intra dan interkultural, dsb.
Early Response (Responn Dini) · Apa bentuksajian informasi terolah dan pengetahuan mendasar tentang: - peta kehilangan generasi (lostgeneration) akibat konflik - kekerasan yang terjadi. - pola destruksi hakekat kemanusian, hak asasi, harga diri, makna hidup dsb dalam situasi konflik. perkembangan logika berpikir dan kesadaran diri para pihak berkonflik dalam mengelola proses recovery sistematis.
Indikator
c. Pengembangan kognitif: informasi, pengetahuan, makna hidup,logika berpikir, kesadaran diri, dsb
· Bagaimana wujud penguatanlogika berpikir dan kesadarankritis komunitas dalam mendukung perawatan berkelanjutan terhadap: kesehatan mental, pemulihan traumatik, perlawanan stigma, segregasi sosial, destruksi modal sosial dsb. · Bagaimana terpenuhi perawatan logika berpikir dan kesadaran kritis diri/ kelompok/komunal terhadap akar konflik sosial serta dampak destruksi dan reproduksi destruksi modal sosial sebagai kekuatan transformasi konflik. · Bagaimana tersedia model komunitas mandiri berbasis logika progresif dan kesadaran kritis dalam mengelola isu-isu krusial: konflik, trauma psikososial, psikoedukasi, kemajemukan, dsb.
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjutan)
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan
170 Lampiran
VariabelVariabel Utama SRNA
Indikator
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjutan) · Bagaimana tersedia komunitas mandiri sebagai model replikasi proses psikoedukasi dan recovery psikososial berkelanjutan. · Bagaimana tersedia replikasi model dan manual pengembangan komunitas mandiri berbasis logika progresif dan kesadaran kritis intra dan interkomunitas.
Early Recovery (Pemulihan Dini) · Bagaimana terpenuhi akses informasi dan pengetahuan tentang jaringan resolusi konflik dan pembangunan perdamaian melalui berbagai media persuasi (public campaign – kampanye publik) · Bagaimana terwujud aplikasi logika berpikir progresif dan kesadaran kritis komunitas sebagai dasar analisis akar konflik serta dampaknya terhadap destruksi modal sosial korban. · Bagaimana tersedia manual, SDM terlatih dan lembaga pemberdaya sistematis dalam mewujudkan pengembangan kapasitas kognintif komunitas.
· Apa bentuk sajian data basekondisi destruksi serta dampak traumatis konflik sebagai wadah pengembangan kognitif (wawasan) bagi individu, kelompok dan komunal. · Bagaimana bentukkebutuhan produk regulasi tentang pengembangan kapasitas kognitif sebagai acuan recocery terpola dan berkelanjutan. · Bagaimana bentuk rencana serta berbagai manual pemberdayaan kapasitas kognitif komunitas korban sebagai acuan proses recovery sistematis dan berkelanjutan
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan Early Response (Responn Dini)
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 171
VariabelVariabel Utama SRNA Early Response (Responn Dini)
· Apa konstruk data base faktor-faktor destruksi cinta dan relasi sosial pasca konflik: - Keluarga dan kelompok - Relasi - Kohesi - Solidaritas dan integrasi - Jaringan dsb · Apa bentuk peta dan klaster pola-pola destruksi korban dan komunitas lokal berbasis modal sosial (negatif).
Indikator
d. Memiliki cinta dan relasi (modal sosial): keluarga, kasih sayang, relasi, kohesi, solidaritas, kelompok kerja, jaringan, dsb
·
Bagaimana terselenggara pemberdayaan sistematis dalam menghasilkan komunitas terlatih dan mandiri dalam identifikasi dan pemetaan masalah, peningkatan kapasitas, percaya diri. · Apa langkah-langkah demi pemenuhan perangkat nilai-nilai sosial dan kultural yang disepakati bersama sebagai : - rujukan bersama para pihak berkonflik menata dan merawat kembali relasi dan modal sosial. - memayungi penerbitan aturan-aturan yang disepakati bersama
Early Recovery (Pemulihan Dini)
· Bagaimana terwujud komunitas mandiri, kreatif dan berinisiatifdalam: - support psikososial berbasis budaya dan kearifan lokal - pemberdayaan sistematis berbasis korban - mengembangkan modelmodel pemberdayaan psikoedukasi komunitas · bagaimana tumbuh dan berkembang basis-basis modal sosialsebagai model pemberdayaan dan penguatan:
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjutan)
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan
172 Lampiran
VariabelVariabel Utama SRNA
Indikator
Early Recovery (Pemulihan Dini) · Apa langkah-langkah demi pemenuhankumpulan aturan (norma sosial) yang disepakati bersama dalam rangka memperkuat perilaku cinta dan modal sosial · Apa langkah-langkah demi pemenuhankapasitas proaksi (rspon dan tindakan dini) inter para pihak berkonflik berupa: - keinginan kuat untuk tidak saja berpartisipasi, tetapi terutama mencari jalan bagi keterlibatan bersama dalam memperkuat cinta kasih dan modal sosial. - berpartisipasi dalam jaringan - saling tukar (berbagi) tindakan kebaikan antar individu, kelompok dan komunitas korban
· Apa bentuk peta potensi dan kapasitas modal sosial berbasis budaya dan kearifan lokal (positif): - trust, cinta, kohesif - altruisme (dahulukan kepentingan orang lain), tidak egois, - gotong royong, jaringan, dsb.
cinta dan relasi intra dan interkeluarga, kelompok dan komunitas.
· Apa langkah-langkah demi makin fungsional dan berdayagunaproduk kebijakan publik, aturan dan norma sosial: - dalam memperkuat perilaku cinta dan modal sosial. · Apa langkah-langkah demi terwujud kapasitas dan model proaksi koimunitas dalam: - penguatan kemandirian dan inisiatif komunitas korban · mendorong peran para pihak memperkuat cinta kasih dan modal sosial.
-
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjutan)
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan Early Response (Responn Dini)
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 173
VariabelVariabel Utama SRNA
· Apa bentuk ketersediaanpeta pola dan/atau bentuk proteksi langsung korban dan komunitas lokal (aspek: keamanan, rasa nyaman dsb) berbasis budaya dan kearifan lokal. · Apa bentuk ketersediaan database faktor-faktor pengaruh faktual dan signifikan terhadap keselamatan diri/ kelompok/ komunitas lokal berperspektif: - State security (keamanan negara) - Human security (keamanan manusia) - Secutiry of the people (keamanan masyaraat)
e. Keselamatan diri/kelompok/ komunitas: perlindungan, keamanan, rasa nyaman, ketertiban, hukum, stabilitas, dsb
Apa langkah-langkah demi pemenuhan kebutuhan saling percaya dan tidak saling merugikan Bagaimana langkahlangkah perundingan damai para pihak (rekonsiliasi) dan rehabilitasi sosial untuk: - penciptaan iklim ketertiban, penegakkan hukum, stabilitas dsb secara mandiri berbasis korban dan komunitas lokal. - pemulihan dan peningkatan pelayanan pemerintahan · Bagaimana bentuk aksesmasyarakat dan para pihak terkaitdalam memperoleh informasi faktor-faktor pengaruh keselamatan diri/kelompok/ komunitas korban dalam:
Early Recovery (Pemulihan Dini)
· Bagaimana terciptapolastruktur kerja responsif kesetaraan dan kedakadilan sosial dan ekonomi. · Bagaimana tersedia aksespengembangan kapasitas sosial komunitas parmanen dan berkelanjutan: pendidikan, kesehatan, mata pencaharian · Bagaimana berkembang model-model pemberdayaan sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketertiban mandiri dan berkelanjutan. · Apa sajamodel rekonsiliasidan pemberdayaan damai berkelanjutan dalam rangka:
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjutan)
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan Early Response (Responn Dini)
Indikator
174 Lampiran
VariabelVariabel Utama SRNA
· Apa bentuk ketersediaanpeta pola dan/atau bentuk proteksi langsung korban dan komunitas lokal (aspek: keamanan, rasa nyaman dsb) berbasis budaya dan kearifan lokal. · Apa bentuk ketersediaan database faktor-faktor pengaruh faktual dan signifikan terhadap keselamatan diri/ kelompok/ komunitas lokal berperspektif: - State security (keamanan negara) - Human security (keamanan manusia) - Secutiry of the people (keamanan masyaraat)
Indikator
a. Keselamatan diri/kelompok/ komunitas: perlindungan, keamanan, rasa nyaman, ketertiban, hukum, stabilitas, dsb
Apa langkah-langkah demi pemenuhan kebutuhan saling percaya dan tidak saling merugikan Bagaimana langkahlangkah perundingan damai para pihak (rekonsiliasi) dan rehabilitasi sosial untuk: - penciptaan iklim ketertiban, penegakkan hukum, stabilitas dsb secara mandiri berbasis korban dan komunitas lokal. - pemulihan dan peningkatan pelayanan pemerintahan · Bagaimana bentuk aksesmasyarakat dan para pihak terkaitdalam memperoleh informasi faktor-faktor pengaruh keselamatan diri/kelompok/ komunitas korban dalam:
Early Recovery (Pemulihan Dini)
· Bagaimana terciptapolastruktur kerja responsif kesetaraan dan kedakadilan sosial dan ekonomi. · Bagaimana tersedia aksespengembangan kapasitas sosial komunitas parmanen dan berkelanjutan: pendidikan, kesehatan, mata pencaharian · Bagaimana berkembang model-model pemberdayaan sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketertiban mandiri dan berkelanjutan. · Apa sajamodel rekonsiliasidan pemberdayaan damai berkelanjutan dalam rangka:
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjutan)
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan Early Response (Responn Dini)
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 175
VariabelVariabel Utama SRNA
Indikator
Early Recovery (Pemulihan Dini) ` mengelolakeamanan, rasa nyaman, ketertiban, hukum, stabilitas, dsb secara efektif dan berdayaguna. - pemulihan kondisi sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketertiban terintegrasi dan komprehensif. · Apa langkah-langkah demi terpenuhikebutuhan dan pelayanan kesehatan berupa: - layanan kesehatan reproduksi bagi kelompok perempuan korban peningkatan layanan kesehatan anak-anak dan kelompok rentan
Early Response (Responn Dini) · Apa bentuk ketersediaan data base restitusi, ganti kerugian, pengobatan dsb atas korban konflik berdasar kategori: - Personal/individual - Kelompok - Komunitas
- terciptaiklim ketertiban, penegakkan hukum, stabilitas mandiri komunitas - bertumbuh kemandirian dan budaya pemulihan - peningkatan kualitas layanan publik pemerintah · Bagaimana berkembang model pelayanan kesehatan secara terpola: - reproduksi perempuan korban - anakdan kelompok rentan Bagaimana terwujud pola kemandirian pemulihan hak perdata korban sebagai model recover hukum dan keamanan berkelanjutan.
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjutan)
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan
176 Lampiran
VariabelVariabel Utama SRNA
· Apa bentuk ketersediaan peta dan data kebutuhan kondisi biologi dan fisiologi korban dan komunitas lokal dalam jumlah dan kualitas: - tata ruang pengungsian representatif (udara segar dsb) - kebutuhan konsumsi - jaminan kesehatan - fasilitas tempat tidur seks keluarga dsb.
a. Biologi dan fisiologi: udara segar, makanan, minuman, tempat tinggal, kehangatan, seks, tidur, tata ruang, dsb.
· Apa langkah-langkah terpenuhi pemulihan hakhak keperdataan korban/ para phak berkonflik: - tercipta iklim perlindungan, rasa nyaman, ketertiban hukum dsb. - tumbuh rasa percaya sosial. · Bagaimana penyediaan pola pemulihan biologi dan fisiologi komunitas korban konflik responsif kondisi modal sosial dan budaya lokal/setempat. tidak memicu konflik baru diawasi dan dikontrol bersama secara mandiri
Early Recovery (Pemulihan Dini)
· Bagaimana terwujudmodel penyediaan layanan pemenuhan kebutuhan dasar spesifik perempuan, anak-anak, lanjut usia, dan kelompok orang yang berkebutuhan khusus · Bagaimana terpenuhi kebutuhan sarana dan prasarana pemukiman, fasos dan fasum responsifprasayarat pemulihan biologi dan fisiologi berkelanjutan.
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjutan)
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan Early Response (Responn Dini)
Indikator
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 177
VariabelVariabel Utama SRNA
Indikator
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjutan) · Bagaimana terwujud model kemandirian dan inisiatif pemulihan kapasitas biologi dan fisiologi berkelanjutan berupa: - layanan pemenuhan kebutuhan dasar spesifik perempuan, anak-anak, lanjut usia, dan kelompok orang yang berkebutuhan khusus yang dapat direplikasi. - pemulihan sumber-sumber basis aktivitas ekonomi - pemulihan sarana dan prasana pemukiman, fasos dan fasum dalam rangka recovery berkelanjutan. - fasilitasi dan memediasi pengembalian serta pemulihan aset korban konflik
Early Recovery (Pemulihan Dini) · Bagaimana penyediaanfasilitas dan akses perlindungan kelompok rentan dan berkebutuhan khusus secara biologi dan fisiologi. · Bagaimana penyediaanfasilitas dan akses pemulihan kebutuhan dasar sebagai pangkalan pemulihan aktivitas ekonomi interkomunitas. · Bagaimana peningkatan penyediaan pelayanan pemenuhan kebutuhan dasar spesifik perempuan, anak-anak, lanjut usia, dan kelompok orang yang berkebutuhan khusus · Bagaimana terfasilitasi dan termediasi pemulihan aset biologi dan fisiologi (kebutuhan dasar) korban konflik secara parmanent:
Early Response (Responn Dini) · Bagaimana ketersediaankondisi biologi dan fisiologi memperhatikan prasyarat kategori kebutuhan dasar: - usia, kelamin, gender, - kelompok berkebutuhan khusus, dsb. · Bagaimana tersedia peta dan database akses layanan peningkatan pemenuhan kebutuhan biologi dan fisiologi korban: - peluang dan ancaman - frekuensi pemenuhan kebutuhan dsb.
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan
178 Lampiran
VariabelVariabel Utama SRNA
Indikator
-
tempat tinggal dan pemukiman - keutuhan keluarga - tata ruang yang kondusif (tidak memicu bencana kedua) · Bagaimana terwujud perbaikan dan pemulihan sarana dan prasana pemukiman, fasilitas sosial dan fasilitas umum secara terpola.
·
Early Recovery (Pemulihan Dini)
Long Term Recovery (Pemulihan Berkelanjutan)
Tahapan Pemulihan Holistik dan Integratif Berbasis Pemberdayaan Early Response (Responn Dini)
Post Conflict Need Assessment (PCNA) 179