Copyright @ Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Hak Cipta Dilindungi Undang Undang Pengarah: Dr. Ir. Suprayoga Hadi, MSP. Penanggungjawab: Drs. Daryoto, M.Sc Ir. Rr. Aisyah Gamawati, MM Koordinator Substansi: 1. Sukandar 2. Teuku Chaerul 3. Sudrajat 4. Agus Wicaksono 5. Diah Ratri Kushermini Penulis: 1. Frans Jelong 2. Heri Kuswanto 3. Hendrikus Paulus Kaunang 4. Muhammad Ardiansyah 5. Rupita 6. Fansiskus X. J. Perdana Desain Grafis Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Diterbitkan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Percetakan Cetakan Pertama, November, 2016 KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI 2016
Indeks Ketahanan Konflik 2016
i
.................................
EXECUTIVE SUMMARY Indeks Ketahanan Konflik di Daerah Tertinggal yang disajikan dalam Laporan ini disusun dalam suatu semangat merespon dua gambaran situasi aktual yang terjadi saat ini: 1) situasi nasional yang meyakinkan dan situasi daerah yang menuntut diperhatikan. 2) Momentum kepemimpinan nasional menjadi basis legitimasi politik tersendiri bagi relevansi dan keaktualan upaya pencegahan konflik kekerasan, penguatan kapasitas dan kinerja birokrasi pemerintahan dalam rangka percepatan dan pemerataan pembangunan dan penguatan kapasitas masyarakat untuk cegah dan kelola konflik terutama melalui payung hukum Undang-Undang No 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial dan Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2015 tentang Penetapan Daerah Kategori Tertinggal Tahun 2015 – 2019. Membaca hasil indeks ini dalam konteks baru tersebut berarti membawa kembali konflik dan kekerasan ke dalam isu kebijakan pembangunan, reformasi birokrasi termasuk penegakan hukum yang adil dan partisipasi aktif warga negara ke dalam pembuatan kebijakan khususnya di daerah-daerah tertinggal di Indonesia. ...............................................................................................................................................................
ii ................................. Executive Summary
IKKDTI 2016 dirumuskan dan dihasilkan untuk memberi gambaran cepat mengenai ketahanan sekaligus kerawanan suatu daerah atau kabupaten terhadap konflik kekerasan. Kekhususan indeks ini terletak pada kerangka berpikir atau konsep yang membaca kerawanan konflik suatu kabupaten melalui interaksi antara tiga konteks aktual dan pemilihan 122 kabupaen daerah tertinggal sebagai wilayah indeks. Daerah tertinggal untuk periode 2015 - 2019, sebanyak 122 kabupaten tersebar di 24 propinsi yang ditangani Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, adalah deretan daerah yang menanggung resiko-resiko struktural dari ketertinggalan dalam hal kualitas pembangunan, kualitas demokrasi dan kualitas penegakan hukum. IKKDTI 2016 yang disajikan dalam laporan ini dibangun dari kerangka berpikir yang peka terhadap kondisi struktural daerah tertinggal dan peka terhadap konteks nasional terkini. Indeks ini kemudian berusaha memahami interaksi antara dua dimensi tersebut melalui capaian dan keterbatasan yang tergambar dalam 3 aspek penting yakni tata kelola, kapasitas kelembagaan dan ketahanan masyarakat. Kombinasi antara capaian ketiga aspek tersebut secara kuantitatif menentukan tingkat ketahanan dan kerawanan suatu daerah terhadap konflik kekerasan sekaligus memberi informasi tentang kapasitas perdamaian baik yang secara aktual telah diaktivasi maupun secara potensial siap untuk diperkuat. Gambaran Hasil Akhir IKKDTI 2016 IKKDTI 2016 menggunakan 4 kategori ketahanan konflik yakni tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Keempat kategori tersebut dimaksudkan untuk menggambarkan secara detil tingkat ketahanan suatu daerah terhadap kon-flik kekerasan sekaligus terbaca tingkat kerentanannya. Bersamaan dengan itu, penggunaan keempat kategori tersebut memberi gambaran umum prioritas daerah tertinggal yang patut mendapat intervensi kebijakan dan program. Berikut disampaikan sejumlah poin penting dari hasil ...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016
iii
.................................
analisis terhadap IKKDTI 2016. Kategori Ketahanan. Dalam IKKDTI 2016 ini, terdapat 31 kabupaten (25,41 %) yang memiliki angka indeks tinggi atau memiliki tingkat ketahanan konflik tinggi, terdapat 44 kabupaten (36,07 %) masuk dalam kategori sedang atau memiliki tingkat ketahanan sedang, 22 kabupaten (18,03 %) dengan kategori indeks ketahanan rendah atau memiliki tingkat ketahanan rendah, terdapat 25 kabupaten (20,49 %) yang memiliki nilai indeks sangat rendah atau ketahanan konflik sangat rendah. Bertolak dari hasil IKKDTI 2016, pesan utamanya adalah tingkat ketahanan sekaligus kerawanan daerah tertinggal terhadap konflik kekerasan dikondisikan oleh kombinasi capaian tata kelola, capaian kapasitas kelembagaan dan daya tahan masyarakat. Hasil IKKDTI 2016 memberi basis empirik bagi keharusan memahami ketahanan dan kerawanan konflik kekerasan di daerah tertinggal melalui dinamika interaksi antara demokrasi, pembangunan ekonomi dan penegakan hukum-keamanan. Tata kelola sebagai episentrum kebijakan atau sebagai fundamen pembangunan perdamaian (infrastructures of peace) tidak saja penting bagi daerah tertinggal yang miskin SDM dan SDA tapi juga berlaku bagi daerah tertinggal yang ditandai surplus kedua sumber daya tersebut termasuk surplus demografi. Persoalan terletak pada kerentanan struktural berkenaan dengan akses kepada pelayanan publik, akuntabilitas kebijakan, dan keadilan hukum yang menghasilkan kelompok-kelompok rentan (vulnerable groups) terhadap kekerasan kolektif baik sebagai pelaku maupun sebagai korban. Dalam situasi tersebut, tata kelola kepemerintahan dapat memicu kerentanan menjadi konflik kekerasan atau sebaliknya dapat mengubah kerentanan menjadi resiliensi bagi kepentingan publik melalui partisipasi, transparansi dan akuntabilitas kebijakan. Tata kelola yang peka konflik memadukan kearifan demokrasi, menjunjung tinggi keadilan sosial dan ekonomi serta mencegah rusaknya kohesi sosial. ...............................................................................................................................................................
iv ................................. Executive Summary
...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016
v
.................................
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia
KATA PENGANTAR Salah satu amanat penting ditetapkannya UU No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial adalah menciptakan kehidupan masyarakat yang aman, tenteram, damai, dan sejahtera. Hal ini bisa terlaksana jika negara secara konsisten hadir untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara Indonesia sebagaimana “Nawa Cita” Pemerintah Indonesia periode 2015-2019. Peran pemerintah menjadi sangat strategis sebagai representasi kehadiran negara dalam mewujudkan kehidupan masyarakat yang aman, tentram, damai dan sejahtera. Kehadiran negara untuk melindungi dan memberikan rasa aman bagi seluruh warga bangsa tentu sangat tergantung pada kesiapan pemerintah dalam merespon berbagai potensi kerawanan dan dinamika sosial yang berkembang dalam masyarakat sejak dini, melalui kebijakan-kebijakan dan ...............................................................................................................................................................
vi ................................. Kata Pengantar
pendekatan pembangunan yang disesuai dengan realitas masalah dan kebutuhan masing-masing daerah. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, yang memiliki tugas dan fungsi serta tanggungjawab dalam perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang pembangunan desa dan kawasan perdesaan, pemberdayaan masyarakat desa, pengembangan daerah tertentu, pembangunan daerah tertinggal, penyiapan pembangunan permukiman, dan pengembangan kawasan transmigrasi, memandang perlu untuk memberikan kontribusi dalam upaya mendorong pembangunan perdamaian yang berkelanjutan di Indonesia, melalui penyedian data dan informasi terkait penanganan konflik sosial di Indonesia, dalam bentuk Indeks Ketahanan Konflik Daerah Tertinggal di Indonesia (IKKDTI), sebagai bahan rujukan semua pihak dalam merumuskan kebijakan pembangunan dan upaya pencegahan konflik sosial di Indonesia. IKKDTI 2016 dirumuskan dan dihasilkan untuk memberi gambaran cepat mengenai ketahanan sekaligus kerawanan suatu daerah atau kabupaten terhadap konflik kekerasan. Indeks ini merupakan sebuah eksperimentasi akademik dengan tujuan praktis: mendorong agenda nasional pencegahan konflik kekerasan di Indonesia. Dengan mengambil sampel 122 kabupaten daerah tertinggal sebagai wilayah indeks. Indeks ini hendak memberi gambaran serba cepat kondisi kapasitas perdamaian dan kerentanan konflik di Indonesia. Capaian melalui angka hasil olahan statistik barangkali tidak selalu berhasil sebagai cermin realitas, apalagi sebagai neraca yang akurat bagi dinamika sosial, ekonomi dan politik lokal yang terus bergerak. Namun demikian, kondisi terkini kerawanan konflik di Indonesia patut diselidiki sedini mungkin, dan Indeks Ketahanan Konflik Daerah Tertinggal pun hadir sebagai alat deteksi dan proyeksi mengenai apa saja harus dilakukan untuk mencegah agar konflik tidak berubah menjadi kekerasan kolektif di daerah. ...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 vii
.................................
Akhirnya, atas nama Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, saya menyampaikan ucapan terima kasih serta apresiasi yang setinggi-tingginya, khususnya kepada Direktur Jenderal Pembangunan Daerah Tertentu beserta seluruh jajarannya, yang telah menginisiasi penyusunan Indeks Ketahanan Konflik Daerah Tertinggal di Indonesia (IKKDTI) Tahun 2016 ini. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Tim Penyusun dan semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan Indeks Ketahanan Konflik Daerah Tertinggal ini. Besar harapan saya agar Indeks ini dapat dijadikan rujukan dalam penyusunan berbagai kebijakan pembangunan, khususnya kebijakan pembangunan yang terkait dengan pembangunan perdamaian di Indonesia. Jakarta, Nopember 2016 Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia
Eko Putro Sandjojo
...............................................................................................................................................................
viii ................................. Kata Pengantar
...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016
ix
.................................
PENGANTAR PENULIS Indeks Ketahanan Konflik di Daerah Tertinggal 2016 merupakan kelanjutan dari kajian IKKDTI 2014. Indeks ini merupakan sebuah eksperimentasi akademik dengan tujuan praktis: mendorong agenda nasional pencegahan konflik kekerasan di Indonesia. Dengan mengambil sampel 122 kabupaten daerah tertinggal sebagai wilayah indeks, indeks ini hendak memberi gambaran serba cepat kondisi kapasitas perdamaian dan kerentanan konflik di Indonesia. Capaian melalui angka hasil olahan statistik barangkali tidak selalu berhasil sebagai cermin realitas, apalagi sebagai neraca yang akurat bagi dinamika sosial, ekonomi dan politik lokal yang terus bergerak. Namun demikian, kondisi terkini kerawanan konflik di Indonesia patut diselidiki sedini mungkin dan Indeks pun hadir sebagai alat deteksi dan proyeksi mengenai apa saja harus dilakukan untuk mencegah konflik berubah menjadi kekerasan kolektif. ...............................................................................................................................................................
x ................................. Pengantar Penulis
Banyak pihak telah mengambil bagian aktif dalam penyusunan Indeks ini. Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) telah memberi kepercayaan dan dukungan kepada tim penyusun (UGM) untuk mengerjakan penyusunan indeks ini. Berkat dukungan dan kerja sama selama tiga bulan, IKKDTI akhirnya sampai pada bentuk buku ini. Karena itu, ucapan terima kasih patut dihaturkan kepada Bapak Suprayoga Hadi selaku Dirjen Pengembangan Daerah Tertentu, dan semua pihak yang mendukung penyusunan Indeks ini. Akhirnya, patut kami sampaikan bahwa segala keterbatasan dalam Indeks ini merupakan tanggung jawab tim penyusun. Keterbukaan kepada pembaharuan indeks pada tahun-tahun berikutnya merupakan keniscayaan baik dari sisi akademik maupun dari kebutuhan praktis agar Indeks ini tetap bermanfaat bagi pembuatan kebijakan, diskusi publik, dan penelitian ilmiah. Tim Penyusun
...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016
xi
.................................
...............................................................................................................................................................
xii ................................. Pengantar Penulis
Daftar Isi ...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 xiii
.................................
DAFTAR ISI
EXECUTIVE SUMMARY.................................................................i KATA PENGANTAR..........................................................................v PENGANTAR PENULIS...................................................................ix DAFTAR ISI .....................................................................................xiii DAFTAR TABEL.................................................................................xv DAFTAR LAMPIRAN........................................................................xvii BAB I PENDAHULUAN.............................................................1 1.1 IKKDTI 2014: Momentum Perubahan.................................3 1.2 IKKDTI 2014: Potret Ketahanan dan Kerentanan
Daerah Tertinggal......................................................................6
1.3 Implikasi IKKDTI........................................................................19 1.4 Tujuan & Relevansi IKKDTI.....................................................20
...............................................................................................................................................................
xiv ................................. Daftar Isi
BAB II PERTIMBANGAN METODOLOGI.............................23 2.1 Isu Konflik: Pembangunan Demokrasi dan Keamanan......23 2.2 Wilayah Indeks..........................................................................29 2.3 Sumber Data Indeks.................................................................35 2.4 Metode Analisis.........................................................................40 2.5 Formulasi Indeks.......................................................................47 2.6 Limitasi........................................................................................53 BAB III KONSEP DASAR IKKDTI..............................................55 3.1 Konflik, Kekerasan dan Rawan Konflik.................................55 3.2 Ketahanan dan Kerentanan Konflik Daerah Tertinggal.....59 3.3 Aspek, Variabel dan Indikator.................................................61 3.4 Tiga Aspek IKKDTI....................................................................61 3.5 Variabel dan Indikator IKKDTI................................................69 BAB IV IKKDTI 2014: HASIL DAN ANALISIS........................73 4.1 Gambaran Hasil.........................................................................74 4.2 Capaian Aspek Tata Kelola......................................................84 4.3 Capaian Aspek Kapasitas Kelembagaan...............................87 4.4 Capaian Aspek Ketahanan Masyarakat................................94 BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI............................101 5.1. Kesimpulan................................................................101 5.2 Rekomendasi.............................................................105 DAFTAR PUSTAKA...........................................................................107 LAMPIRAN .....................................................................................113
...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 xv
.................................
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Cakupan Wilayah IKKDTI 2016............................32 Tabel 2.2 Penentuan Kategori Berdasarkan Interval Konfidensi...................................................52 Tabel 2.3 Penentuan Kategori Berdasarkan Kuantil...........52 Tabel 3.1. Aspek, Variabel, dan Indikator IKKDTI 2016......70 Tabel 4.1. Capaian IKKDTI 2016.............................................78 Tabel 4.2. Parameter untuk Aspek Tata Kelola......................85 Tabel 4.3. Parameter untuk Aspek Kapasitas Kelembagaan.............................................................89 Tabel 4.4. Parameter untuk Aspek Kapasitas Kelembagaan.............................................................90 Tabel 4.5. Perbandingan jumlah konflik dengan capaian aspek TK, aspek KK, aspek KM dan capaian IKKDTI.........................................................93 ...............................................................................................................................................................
xvi ................................. Daftar Tabel
Tabel 4.6. Parameter untuk Aspek Ketahanan Masyarakat................................................................95 Tabel 4.7. Capaian Aspek Ketahanan Masyarakat Tertinggi dan Terendah............................................96
...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 xvii
.................................
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Hasil Penghitungan IKKDTI.....................................................114
Lampiran 2.
Aspek, Variabel, dan Indikator...............................................141
Lampiran 3.
Bobot Variabel dan Aspek IKKDTI.........................................144
Lampiran 4.
Jumlah Konflik Kekerasan dan Perbandingan
Isu Konflik Kekerasan yang Dominan....................................150
Lampiran 5.
Sumber Data..............................................................................170
...............................................................................................................................................................
xviii ................................. Daftar Lampiran
...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016
1
.................................
BAB I
PENDAHULUAN
Kondisi terkini Indonesia ditandai oleh stabilitas sosial dan politik yang relatif lebih baik dibanding periode awal transisi menuju demokrasi. Kekerasan berskala massif, baik yang disebabkan oleh konflik vertikal maupun konflik horisontal, sudah tidak terjadi lagi. Dibandingkan dengan perkembangan stabilitas sosial dan politik regional dan internasional, kondisi Indonesia saat ini jauh lebih baik dibandingkan sejumlah negara di Asia Tenggara, Asia Tengah dan Timur Tengah.1 Kepercayaan publik kepada institusi dan mekanisme demokrasi meningkat tajam, sementara kontrol sipil terhadap militer semakin terlembaga.2 Bersamaan dengan itu, reformasi birokrasi Lihat Global Peace Index 2014. Lihat Marcus Mietzner. 2006. “The Politics of Military Reform in Post-Suharto Indonesia: Elite Conflict, Nationalism, and Institutional Resistance”.Policy Studies 23. Washington: East-West Center Washington 1 2
...............................................................................................................................................................
2 ................................. Pendahuluan
gencar dilakukan mulai dari penataan dan koordinasi antar-lembaga sampai pada perubahan paradigma pelayanan publik yang lebih pro-aktif, responsif dan inklusif. Gambaran makro yang positif ini tidak terlepas dari membaiknya kapasitas dan kinerja pemerintah serta meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya perdamaian bagi akselerasi pembangunan ekonomi. Aceh pasca-konflik, misalnya, melewati masa transisi tanpa gangguan keamanan yang sigfnifikan. Pelembagaan demokrasi dan transformasi politik pasca konflik berjalan relatif aman dan tertib meski kerap ditandai persaingan antar elit mantan kombatan merebut kepemimpinan daerah.3 Papua dan Papua Barat juga mengalami hal serupa khusus melalui desentralisasi berupa pemekaran wilayah dan akselerasi pembangunan ekonomi melalui paket Kebijakan Otonomi Khusus. Demikian halnya dengan daerahdaerah pasca konflik komunal seperti Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Tengah dan Kalimantan Barat. Akselerasi pembangunan dan desentralisasi menjadi pilar utama transformasi konflik dengan ragam dinamika dan tantangan yang khas. Terlepas dari sejumlah masalah warisan masa konflik yang belum tuntas, daerah-daerah pasca konflik tengah bertransformasi secara bertahap melalui penguatan kapasitas pemerintah dan promosi kohesi sosial. Kendati demikian, gambaran makro tersebut tidak dapat menyembunyikan geliat konflik sosial yang dikondisikan oleh akselerasi pembangunan ekonomi, desentralisasi dan demokratisasi di tingkat lokal. Konflik ini tidak lagi berkaitan dengan transisi tetapi transformasi sosial berkenaan dengan pelembagaan demokrasi serta sinergisitasnya dengan akselerasi pembangunan dan penegakan hukum. Sumber konflik pun beragam mulai dari kontestasi politik lokal, perebutan akses sumber daya alam, sampai pada konflik identitas yang bersumber pada rekognisi dan supremasi budaya, agama dan teritori. Untuk kasus Sebagai ilustrasi bisa dirujuk United Nations Development Program. 2012. Governance and Capacity Building in Post-Crisis Aceh. Laporan Australian National University Enterprise 3
...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016
3
.................................
Di satu sisi, konflik-konflik tersebut mencerminkan dinamika sosial sebagai respon terhadap perubahan kondisi struktural di atas namun di sisi lain, juga mencerminkan interaksi atau pelembagaan saling pengaruh yang belum padu antara demokrasi, pembangunan dan keamanan di tingkat lokal. Dengan kata lain, stabilitas sosialpolitik di tingkat makro belum sejalan dengan persoalan kapasitas kelembagaan dan tata kelola di tingkat daerah yakni merumuskan dan melembagakan sinergi yang kontekstual antara trayek demokrasi, pembangunan dan keamanan-penegakan hukum. 1.1 IKKDTI 2016: Momentum Perubahan Indeks Ketahanan Konflik di Daerah Tertinggal yang disajikan dalam Buku Indeks ini disusun dalam suatu semangat merespon dua gambaran situasi aktual yang dijelaskan sebelumnya: situasi nasional yang meyakinkan dan situasi daerah yang menuntut diperhatikan. Momentum kepemimpinan nasional menjadi basis legitimasi politik tersendiri bagi relevansi dan keaktualan upaya pencegahan konflik kekerasan, penguatan kapasitas dan kinerja birokrasi pemerintahan dalam rangka percepatan dan pemerataan pembangunan dan penguatan kapasitas masyarakat untuk cegah dan kelola konflik terutama melalui payung hukum Undang-Undang No 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial dan Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2015 tentang Penetapan Daerah Kategori Tertinggal Tahun 2015 – 2019. Membaca hasil indeks ini dalam konteks baru tersebut berarti membawa kembali konflik dan kekerasan ke dalam isu kebijakan pembangunan, reformasi birokrasi termasuk penegakan hukum yang adil dan partisipasi aktif warga negara ke dalam pembuatan kebijakan khususnya di daerah-daerah tertinggal di Indonesia. Sebagaimana IKKDTI 2014, IKKDTI 2016 dirumuskan dan dihasilkan untuk memberi gambaran cepat mengenai ketahanan sekaligus kerawanan suatu daerah atau kabupaten terhadap konflik kekerasan. Sebagaimana akan diuraikan pada bab-bab selanjutnya, ...............................................................................................................................................................
4 ................................. Pendahuluan
kekhususan indeks ini terletak pada kerangka berpikir atau konsep yang membaca kerawanan konflik suatu kabupaten melalui interaksi antara tiga konteks aktual dan pemilihan 122 kabupaen daerah tertinggal sebagai wilayah indeks. Tiga konteks aktual merupakan bagian dari produk dan proses kebijakan nasional dalam lebih dari satu dekade terakhir sementara ketertinggalan daerah bercerita tentang kondisi struktural dan daya respon pemerintah daerah dan masyarakat. Karena itu, tingkat ketahanan dan kerentanan terhadap konflik kekerasan di seluruh kabupaten sampel dalam indeks ini memberi informasi berharga mengenai efektivitas dan dampak transformasi struktural dari proyek nasional sekaligus kerentanan dan kapasitas daerah mengelola manfaat dan keterbatasan sumber daya dalam 3 aspek penting yakni tata kelola (governance), kapasitas kelembagaan (institutional capacity) dan ketahanan masyarakat (community resilience). Daerah tertinggal untuk periode 2015 - 2019, sebanyak 122 kabupaten tersebar di 24 propinsi yang ditangani Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, adalah deretan daerah yang menanggung resiko-resiko struktural dari ketertinggalan dalam hal kualitas pembangunan, kualitas demokrasi dan kualitas penegakan hukum. Dalam hal kualitas pembangunan, 6 indikator yang digunakan KPDT mencakup (1) perekonomian masyarakat, (2) sumberdaya manusia; (3) infrastruktur (prasarana); (4) kemampuan keuangan lokal (celah fiskal); (5) aksesibilitas dan (6) karakteristik daerah.4 Dalam hal kualitas demokrasi, konflik politik dan tata kelola kebijakan seringkali berujung pada konflik kekerasan. Sementara kualitas penegakan hukum yang buruk tercermin dari meningkatnya ketidakpuasan masyarakat terhadap diskriminasi penegakan hukum, rendahnya kinerja aparat kepolisian dan kejaksanaan dalam penanganan kasus, termasuk praktek mafia hukum yang melibatkan polisi, jaksa dan hakim dan praktek telah Lihat Website Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, www. kemendespdtt.go.id/. Lihat juga Peraturan Presiden Indonesia Nomor 131 Tahun 2015. 4
...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016
5
.................................
menjadi rahasia umum di kalangan masyarakat daerah tertinggal. IKKDTI 2016 yang disajikan dalam buku ini dibangun dari kerangka berpikir yang peka terhadap kondisi struktural daerah tertinggal dan peka terhadap konteks nasional terkini. Indeks ini kemudian berusaha memahami interaksi antara dua dimensi tersebut melalui capaian dan keterbatasan yang tergambar dalam 3 aspek penting yakni tata kelola, kapasitas kelembagaan dan ketahanan masyarakat. Kombinasi antara capaian ketiga aspek tersebut secara kuantitatif menentukan tingkat ketahanan dan kerawanan suatu daerah terhadap konflik kekerasan sekaligus memberi informasi tentang kapasitas perdamaian baik yang secara aktual telah diaktivasi maupun secara potensial siap untuk diperkuat. Menakar kerawanan tidak sama dengan menakar kekerasan atau kemiskinan. Dua hal terakhir memiliki object of reference yang bersifat langsung dengan indikator-indikator yang kategorial yang relatif populer digunakan. Dalam penyusunanan indeks ini, tingkat ketahanan dan kerentanan relatif bersifat abstrak dan potensial, yang dihasilkan dari pengukuran terhadap kerentanan struktural (structural vulnerabilities).5Sebagaimana diuraikan pada Bab 3, ketahanan dan kerentanan struktural tercermin dalam dalam seluruh indikator IKKDTI yang mencakup representasi politik, kualitas pelayanan publik dasar, kebijakan pemerintah daerah yang sensitif konflik, kinerja lembaga penegak hukum, dan kapasitas ekonomi daerah. Selain itu, ketahnanan dan kerentanan struktural juga disebabkan oleh daya tahan komunitas atau masyarakat terhadap tekanan internal dan eksternal yang memicu konflik menjadi kekerasan kolektif. Ketahanan dan kerentanan struktural terkait daya tahan masyarakat diukur melalui sejumlah indikator yang mencakup dinamika masyarakat sipil, ketersediaan aktivitas livelihood yang Structural Vulnerabilities merupakan konsep yang menggambarkan kerentanan individu atau kelompok terhadap kekekerasan, krisis dan bencana sebagai resiko dari pengabaian pembangunan ekonomi terhadap dimensi manusia atau pembangunan manusia (human development). Lihat uraian lengkap dalam United Nations Development Program. 2014. Human Development Report, Sustaining Human Progress: Reducing Vulnerabilities and Building Resilience. New York: UNDP publication 5
...............................................................................................................................................................
6 ................................. Pendahuluan
memperkuat solidaritas sosial dan promosi perdamaian melalui pendidikan dan budaya lokal. Seberapa jauh kerentanan struktural yang lahir dari kapasitas kelembagaan dan daya tahan masyarakat melahirkan kerentanan aktor-institusi negara dan masyarakat terhadap kekerasan kolektif sangat bergantung pada kualitas tata kelola kepemerintahan. Sentralitas tata kelola terletak pada pertama, kapasitasnya untuk mengelola konflik demi menghasilkan kepentingan bersama dan kedua, kapasitasnya melipatgandakan sikap saling percaya dan visi bersama berkat kerja sama dan kemitraan. Ketiadaan tata kelola adalah kondisi terburuk yang menyebabkan kelompok kepentingan, baik yang berkuasa maupun yang dirugikan, mengambil jalan pintas dengan menggunakan instrumen kekerasan seperti pembunuhan, pengeroyokan, penyiksaan, pengrusakan, pengambilalihan secara paksa dan juga ancaman atau teror. 1.2 IKKDTI 2016: Potret Ketahanan dan Kerentanan Daerah Tertinggal IKKDTI 2016 menggunakan 4 kategori ketahanan konflik yakni tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Keempat kategori tersebut dimaksudkan untuk menggambarkan secara detil tingkat ketahanan suatu daerah terhadap kon-flik kekerasan sekaligus terbaca tingkat kerentanannya. Bersamaan dengan itu, penggunaan keempat kategori tersebut memberi gambaran umum prioritas daerah tertinggal yang patut mendapat intervensi kebijakan dan program. Berikut disampaikan sejumlah poin penting dari hasil analisis terhadap IKKDTI 2016. Kategori Ketahanan. IKKDTI 2016 mengklasifikasikan 122 kabupaten dae-rah tertinggal ke dalam empat kategori ketahanan konflik yakni tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Dalam IKKDTI 2016 ini, terdapat 31 kabupaten (25,41 %) yang memiliki angka indeks tinggi atau memiliki tingkat ketahanan konflik tinggi, antara lain : Pandeglang, Landak, Puncak Jaya, Sumbawa, Sorong ...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016
7
.................................
Selatan, Sampang, Situbondo, Polewali Mandar, Lebak, Lombok Tengah, Bima, Lombok Barat, Bondowoso, Lombok Timur, Nunukan, Pohuwato, Lombok Utara, Melawi, Hulu Sungai Utara, Pasa-man Barat, Sintang, Manggarai Barat, Seruyan, Aceh Singkil, Sumbawa Barat, Timor Tengah Selatan, Tolitoli, Sigi, Solok Selatan, Ende dan Parigi Moutong. Berikut terdapat 44 kabupaten (36,07 %) masuk dalam kategori sedang atau memiliki tingkat ketahanan sedang, antara lain: Alor, Tambrauw, Nias Utara, Bengkayang, Lembata, Maluku Teng-gara Barat, Maybrat, Halmahera Timur, Kepulauan Yapen, Manggarai, Kapuas Hulu, Nabire, Timor Tengah Utara, Donggala, Jeneponto, Sorong, Kepulau-an Mentawai, Ketapang, Boalemo, Mahakam Ulu, Musi Rawas, Musi Rawas Utara, Kepulauan Sula, Biak Numfor, Manggarai Timur, Banggai Laut, Buol, Bombana, Mamuju Tengah, Banggai Kepulauan, Konawe, Tojo Una-Una, Sarmi, Pesisir Barat, Kayong Utara, Seram Bagian Barat, Keerom, Merauke, Bangkalan, Buru, Lampung Barat, Dom-pu, Seluma dan Maluku Tengah. Terda-pat 22 kabupaten (18,03 %) dengan kategori indeks ketahanan rendah atau memiliki tingkat ketahanan rendah, antara lain : Jayawijaya, Pulau Morotai, Tolikara, Supiori, Pegunungan Bintang, Puncak, Deiyai, Mamberamo Raya, Yahukimo, Pulau Taliabu, Paniai, Hal-mahera Selatan, Teluk Bintuni, Boven Digoel, Asmat, Nias, Raja Ampat, Mappi, Waropen, Halmahera Barat, Kepulauan Aru dan Buru Selatan. Sementara itu, terdapat 25 kabupaten (20,49 %) yang memiliki nilai indeks sangat rendah atau ketahanan konflik sangat rendah, yakni : Morowali Utara, Maluku Barat Daya, Lanny Jaya, Seram Bagian Timur, Mamberamo Tengah, Intan Jaya, Dogiyai, Nduga, Nias Barat, Malaka, Yalimo, Sambas, Sumba Timur, Sabu Raijua, Gorontalo Utara, Konawe Kepulauan, Sumba Barat, Teluk Wondama, Rote Ndao, Nias Selatan, Kupang, Nagekeo, Sumba Barat Daya, Sumba Tengah dan Belu. Kontribusi Aspek dalam IKKDTI. Capaian IKKDTI suatu daerah sangat dipengaruhi oleh besarnya capaian dalam aspek Tata Kelola (0.780734), diikuti oleh capaian Ketahanan Masya-rakat (0.156998), ...............................................................................................................................................................
8 ................................. Pendahuluan
dan capaian Kapasitas Kelembagaan (0.062267). Ketiga aspek ini secara bersama-sama menentukan besarnya capaian IKKDTI suatu daerah, di mana Aspek Tata Kelola menjadi elemen yang paling berpengaruh seba-gai sumber kerentanan struktural. Capaian Aspek ini dalam IKKDTI mencerminkan tinggi rendahnya kapasitas respon dan kinerja negara, dalam hal ini pemerintah daerah di daerah tertinggal, terhadap kebutuhan dasar dan persoalan krusial yang sedang dialami masyarakat daerah tertinggalseperti belum membaiknya akses pelayanan publik dasar (tingkat partisipasi sekolah dasar, angka kematian bayi dan kasus korupsi pejabat terhadap dana publik); kualitas dan performa kebijakan publik yang kerap ditandai kekerasan antara aparat Pemda dan masyarakat; rendahnya kinerja lembaga hukum dan keamanan di daerah yang ditandai oleh frekuensi tindak kekerasan yang dilakukan masyarakat maupun aparat keamanan, praktek korupsi di lembaga penegak hukum dan kekerasan antara aparat TNI dan POLRI; rendahnya representasi politik masyarakat dan kinerja lembaga penyelenggara yang juga tercermin melalui frekuensi tindak kekerasan antar kelompok; dan rendahnya kapasitas ekonomi daerah yang tercermin dalam rasio PAD terhadap pendapatan daerah dalam APBD, tingkat pertumbuh-an ekonomi dan tingkat PDRB. Capaian Aspek Tata Kelola.Capaian aspek Tata Kelola di 122 kabupaten tertinggal cukup mencolok. Daerah-daerah yang memiliki capaian IKKDTI tinggi (ketahanan konflik tinggi dan sebaliknya kerawanan konflik rendah) umumnya memiliki capaian aspek Tata Kelola yang sangat tinggi juga. Sementara daerah yang memiliki ketahanan konflik sedang, rendah dan sangat rendah (atau kerawanan konflik sedang, tinggi dan sangat tinggi) umumnya memiliki capaian aspek ini yang jauh lebih rendah. Hal ini disebabkan oleh besarnya bobot aspek Tata Kelola terhadap penghitung-an IKKDTI 2016 (lihat lampiran mengenai bobot masing-masing aspek). Dalam capaian IKKDTI 2016, semua kabupaten yang mempunyai skor tinggi pada aspek tata kelola cenderung memi-liki IKKDTI tinggi, sebaliknya jika ...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016
9
.................................
skor aspek tata kelola rendah, demikian pun IKKDTI menjadi rendah. Indeks Aspek Tata Kelola (TK) dihitung dari capaian 3 variabel, yakni: Mekanisme Pencegahan Konflik Inklusif (TK1), Proses Cegah Konflik Nir-kekerasan (TK2), dan Institusi dalam Pencegahan Konflik (TK3). Karena keterbatasan data, perumusan indikator dalam Aspek Tata Kelola ini hanya bisa difokuskan pada indikator dengan skala data yang bersifat biner (ada-atau-tidak). Capaian aspek Tata Kelola di 122 kabupaten daerah tertinggal terkonsentrasi dalam 3 kelompok kategori yakni ketahanan sangat rendah (45 kabupaten), ketahanan sedang (44 kabupaten) dan ketahanan tinggi (31 kabupaten). Hanya ada dua kabupaten yang memiliki ketahanan rendah. Kabupaten-kabupaten yang dikategorikan memiliki capaian indeks ketahanan konflik tinggi pada umumnya memiliki capaian aspek Tata Kelola yang tinggi pula. Sedangkan kabupaten yang memiliki capaian IKKDTI rendah, tercermin dalam rendahnya capaian aspek Tata Kelola. Lima kabupaten dengan capaian tata kelola terendah (ketahanan sangat rendah) adalah Morowali Utara, Maluku Barat Daya, Dogiyai, Lanny Jaya dan Intan Jaya. Rendahnya capaian Aspek Tata Kelola lima kabupaten ini karena mereka tidak memenuhi beberapa indikator yang cukup menentukan capaian indeksnya. Indikatorindikator tersebut mewakili dua variabel signifikan yakni Mekanisme Pencegahan Inklusif (TK1) dan Proses Kelola Cegah Konflik nirKekerasan (TK2). Variabel TK1 sangat signifikan dipengaruhi oleh indikator ada tidaknya perda cegah konflik (TK13), sementara indikator ada tidaknya program early warning sistem (TK12) dan ada tidaknya program cegah konflik dalam RPJMD (TK11), meski masing-masing tidak signifikan terhadap variabel TK1, akan sangat signifikan mempengaruhi nilai variabel TK1 jika keduanya absen (daerah tidak memiliki keduanya sekaligus). Variabel TK2 sangat ditentukan oleh indikator ada tidaknya forkopimda terkait cegah konflik dan promosi perdamaian (TK21) karena merupakan satusatunya indikator dalam variabel tersebut. Sementara variabel ...............................................................................................................................................................
10 ................................. Pendahuluan
institusi dalam pencegahan konflik (TK3) tidak signifikan terhadap aspek TK. Kelima kabupaten dengan capaian terendah dalam aspek TK umumnya tidak mempunyai indikator-indikator signifikan di atas. Misalnya, Morowali Utara sangat rendah capaian aspek TKnya karena tidak adanya perda cegah konflik (TK13), pun tidak mempunyai program cegah konflik dalam RPJMD (TK11) dan tidak adanya early warning system (TK12). Morowali Utara juga tidak mempunyai agenda Forkopimda terkait cegah konflik dan promosi perdamaian (TK21). Kabupaten Maluku Barat Daya memiliki capaian aspek TK rendah karena tidak adanya perda cegah konflik (TK13), tidak adanya EWS (TK12) serta tidak ada agenda Forkopimda terkait cegah konflik (TK21). Dogiyai, Lanny Jaya dan Intan Jaya juga memiliki capaian rendah dalam aspek TK karena tidak mempunyai perda cegah konflik (TK13), EWS (TK12) dan absennya agenda Forkopimda terkait cegah konflik (TK21). Meski ketiga kabupaten di Papua tersebut memiliki indikator FKPM (TK31) dan lembaga khusus cegah konflik (TK32), kedua indikator tersebut tidak banyak mempengaruhi capaian ketiganya dalam aspek TK. Capaian Aspek Kapasitas Kelembagaan. Aspek Kapasitas Kelembagaan diperoleh dari capaian lima variabel, yakni: Kualitas Pelayanan Publlik (KK1), Kebi-jakan Pemerintah Peka Konflik (KK2), Kinerja Lembaga Penegak Hukum dan Keamanan (KK3), Representasi Politik Masyarakat (KK4), dan Kapasitas Ekonomi Daerah (KK5). Variabel yang paling berpengaruh dalam menentukan capaian Aspek Kapasitas Kelembagaan adalah KK5 (0.329398). Dalam variabel KK5, indikator-indikator yang paling signifikan adalah rasio PAD (KK51) dan tingkat PDRB (KK52). Keempat variabel lain (KK1, KK2, KK3 dan KK4) mempunyai bobot relatif sama terhadap aspek KK. Masing-masing keempat variabel tersebut tidak signifikan terhadap capaian aspek KK, namun jika semua variabel itu mempunyai capaian rendah atau paling tidak kombinasi keempatnya memiliki capaian rendah, hasilnya cukup membawa pengaruh bagi capaian aspek. Dalam varibael KK1, indikator signifikan adalah tingkat APM ...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 11
.................................
(KK11), sementara tingkat AKB (KK12) dan jumlah kasus korupsi (KK13) cukup berpengaruh jika dikombinasikan. Untuk variabel KK2, kedua indikator relatif sama-sama signifikan yakni indikator kasus kekerasan merespon kebijakan pemda (KK21) dan kasus kekerasan Pol PP dalam meng-amankan kebijakan pemda (KK22). Capaian rendah kedua indikator ini akan mempengaruhi capaian variabel KK2, demikian pun sebaliknya. Indikator-indikator yang paling signifikan dalam variabel KK3 adalah kasus kekerasan polisi dalam menangani demo (KK33) dan kasus kekerasan merespon keputusan pengadilan (KK31). Sementara dalam variabel KK4, indikator yang paling signifikan adalah tingkat partisipasi dalam pemilu (KK41). Sebagaimana disampaikan pada poin pertama, capaian dalam aspek ini memberi gambaran mengenai rendahnya tingkat kepercaya-an masyarakat terhadap negara, me-nguatnya praktek pembuatan kebijakan yang elitis dan tidak inklusif, terus berlangsungnya diskriminasi hukum dan perilaku atau pendekatan represif aparat, dan rendahnya legitimasi politik pemimpin daerah yang dihasilkan melalui pemilihan yang berbasis primordialisme dan patronase, dan politik APBD yang tidak pro-pertumbuhan ekonomi makro daerah dan tidak pro pemberdayaan ekonomi rakyat. Aspek KK dalam IKKDTI 2016 mempunyai range nilai paling kecil dibanding dua aspek lainnya. Ini tampak dari capaian aspek KK untuk 122 kabupaten daerah tertinggal yang relatif berkisar dari angka terendah 0.338619 (Lebak) hingga angka tertinggi 0.595517 (Musi Rawas). Dari hasil kategorisasi capaian aspek KK, 122 kabupaten daerah terting-gal hanya terkonsentrasi pada dua kategori, yakni ketahanan konflik sangat rendah dan ketahanan konflik rendah. Fakta ini mengafirmasi keter-tinggalan 122 kabupaten tersebut sekaligus kapasitas kelembagaannya. Kontribusi signifikan dari variabel KK5 serta kombinasi capaian rendah dari empat variabel lain (KK1, KK2, KK3 dan KK4) sangat mempengaruhi capaian pada aspek KK. Lima kabupaten yang memi-liki capaian terendah dalam aspek Kapasitas Kelembagaan adalah Lebak (0.338619), Maybrat ...............................................................................................................................................................
12 ................................. Pendahuluan
(0.348472), Pulau Morotai (0.377349), Tambrauw (0.393486), dan Pandeglang (0.402613). Meski rasio PAD Lebak relatif tinggi, rendahnya capaian tingkat PDRB cukup mempengaruhi kapasitas ekonomi. Kombinasi capaian rendah pada variabel KK2, KK3 dan KK4 mempengaruhi capaian Lebak dalam aspek KK. Rendahnya variabel KK2 dipengaruhi oleh rendahnya capaian dalam indikator konflik kekerasan merespon kebijakan pemda (KK21) dan kasus kekerasan Pol PP dalam mengamankan kebijakan (KK22). Capaian rendah dalam indikator kekerasan polisi dalam demo (KK33) dan kasus kekerasan merespon keputusan pengadilan (KK31) mempengaruhi rendahnya capaian dalam variabel KK3. Sementara itu, rendahnya capaian indikator partisipasi dalam pemilu (KK41) mempengaruhi rendahnya capaian dalam KK4. Capaian-capaian di atas mempengaruhi rendahnya capaian aspek KK di Lebak. Rendahnya capaian aspek KK kabupaten Maybrat sangat dipengaruhi oleh rendahnya capaian variabel kapasitas ekonomi daerah (KK5). Capaian indikator rasio PAD (KK51) dan tingkat PDRB (KK53) sangat mempengaruhi capaian KK5. Sementara itu, capaian variabel KK2 juga rendah karena rendahnya capaian indikator konflik kekerasan merespon kebijakan pemda (KK21) dan kekerasan Pol PP dalam mengamankan demo (KK22). Capaian variabel KK1, KK3 dan KK4 juga berkontribusi terhadap capaian aspek KK Kabupaten Maybrat karena relatif tidak tinggi. Capaian rendah dalam aspek KK di Kabupaten Pulau Morotai juga dipengaruhi oleh rendahnya capai-an variabel kapasitas ekonomi daerah (KK5) dan variabel kebijakan pemda peka konflik (KK2). Rendahnya capaian rasio PAD (KK51) dan tingkat PDRB (KK52) signifikan mempengaruhi varia-bel KK5. Sementara, capaian rendah pada variabel KK2 dipengaruhi oleh rendahnya capaian indikator KK21 dan KK22. Kombinasi capaian variabel KK1, KK3 dan KK4 yang tidak cukup tinggi juga mempengaruhi capaian aspek KK. Di Kabupaten Tambrauw, capaian ren-dah pada aspek KK sangat signifikan dipengaruhi oleh rendahnya capaian variabel KK5. Ini dipengaruhi oleh rendahnya capaian indikator rasio PAD ...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 13
.................................
(KK51) dan tingkat PDRB (KK53). Sementara, kombinasi capaian yang tidak cukup tinggi pada variabel KK1, KK2, KK3 dan KK4 juga ikut mempengaruhi capaian pada aspek KK. Capaian rendah Kabupaten Pandeglang dalam aspek KK dipengaruhi oleh kombinasi semua variabel. Pandeglang memang mempunyai capaian sedang dalam variabel kapasitas ekonomi daerah, namun sangat rendah dalam variabel kebijakan pemda peka konflik (KK2) dan kinerja lembaga penegak hukum (KK3). Capaian rendah dalam variabel KK2 sangat signifikan dipe-ngaruhi oleh sangat rendahnya capaian pada indikator kekerasan Pol PP (KK22). Sementara, capaian rendah pada variabel KK3 dipengaruhi signifikan oleh rendahnya capaian pada indikator kekerasan merespon putusan pengadilan (KK31) dan kasus kekerasan polisi dalam demo (KK33). Capaian KK1 dan KK4 juga relatif sedang sehingga tidak mampu meningkatkan capaian pada aspek KK. Capaian Aspek Ketahanan Masyarakat. Aspek Ketahanan Masyarakat (KM) diperoleh melalui capaian 3 variabel, yakni Dinamika Masyarakat (KM1), Livelihood (KM2), dan Pendidik-an dan Budaya Cegah Konflik dan Promosi Perdamaian (KM3). Kontribusi tiap variabel dalam mempengaruhi capaian Aspek Ketahanan Masyarakat adalah sebagai berikut: Variabel Pendidikan dan Budaya Cegah Konflik dan Promosi Perdamaian (0.397612), Liveli-hood (0.161194), dan Dinamika Masyara-kat (0.441194). Capaian dalam aspek ini menunjukkan bahwa variabel dinamika masyarakat (KM3) variabel pendidikan dan sosialiasi pencegahan konflik dan promosi perdamaian (KM1) berperan cukup signifikan bagi daya tahan masyarakat terhadap ketegangan sosial dan kekerasan antar kelompok namun tidak mengurangi pentingnya variabel livelihood (KM2) dalam memberi pengaruh terhadap capaian aspek KM. Hal ini disebabkan karena tidak ada gap yang sangat besar dalam bobot ketiga variabel terhadap aspek KM. Capaian variabel KM1 sangat dipengaruhi oleh capaian indikator konflik kekerasan antarmasyarakat (KM12) dan indikator kon-flik kekerasan terkait sumber ...............................................................................................................................................................
14 ................................. Pendahuluan
daya (KM14). Capaian variabel KM3 sangat dipengaruhi oleh variabel kasus tawuran pelajar/mahasiswa (KM31). Sementara capaian variabel KM2 secara merata dipengaruhi oleh capaian indikator ting-kat pengangguran terbuka (KM21) dan indikator ada tidaknya protes terhadap program pemberdayaan masyarakat (KM22). Capaian aspek KM untuk 122 kabupaten daerah tertinggal adalah sebagai berikut : 3 kabupaten untuk capaian sangat ren-dah atau kategori ketahanan sangat rendah (2,46 %), 4 kabupaten mempunyai capaian rendah atau kategori ketahanan rendah (3,29 %), 10 kabu-paten mempunyai capaian sedang atau kategori ketahanan sedang (8,20 %) dan 105 kabupaten mempunyai capaian tinggi atau ketahanan tinggi (86,05 %). Tiga kabupaten dengan capaian paling rendah atau tergolong memiliki tingkat ketahanan sangat rendah dari aspek ketahanan masyarakat adalah Sumbawa (0.262825), Sampang (0.374976), Situ-bondo (0.432895). Sementara melengkapi lima urutan terendah adalah Maluku Tengah (0.51933) dan Polewali Mandar (0.554616) yang memiliki capaian rendah atau kategori ketahanan konflik rendah. Sangat rendahnya capaian aspek KM Kabupaten Sumbawa signifikan dipengaruhi oleh rendahnya capaian pada variabel KM1 dan KM3. Rendahnya capaian variabel KM1 sangat dipengaruhi oleh rendahnya capaian pada indikator konflik antar-masyarakat (KM12) dan indikator konflik terkait sumber daya (KM14). Sumbawa adalah kabupaten dengan jumlah konflik kekerasan antar-masyarakat terbanyak dalam IKKDTI 2016. Sementara itu, capaian rendah pada variabel KM3 signifikan dipengaruhi oleh rendahnya capaian indikator kasus tawuran pelajar/ mahasiswa (KM31). Kabupaten Sampang mempunyai capaian rendah dalam aspek KM karena kontribusi yang merata dari capaian variabel KM1, KM2 maupun KM3. Meski tidak serendah capaian KM1 dan KM3 pada Kabupaten Sumbawa, capaian KM1 dan KM3 di Kabupaten Sampang dan dikombinasikan dengan capaian rendah KM2 membuat capaian aspek KM menjadi sangat rendah. Capaian rendah pada variabel KM1 dipengaruhi oleh capaian rendah pada ...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 15
.................................
indikator konflik antar-masyarakat (KM12) dan indikator konflik terkait sumber daya (KM14). Capaian rendah pada variabel KM3 sangat signifikan dipengaruhi oleh rendahnya capaian indikator tawuran pelajar/mahasiswa (KM31). Sementara capaian rendah pada variabel KM2 dipengaruhi oleh capaian rendah indikator ada tidaknya protes terhadap program pemberdayaan (KM22). Kabupaten Situbondo memiliki capaian sedang untuk variabel KM1, namun ren-dah dalam capaian variabel KM2 dan KM3. Capaian rendah dua variabel tersebut mempengaruhi capaian pada aspek KM. Rendahnya capaian variabel KM3 dipengaruhi oleh rendahnya capaian indikator tawuran pelajar/mahasiswa (KM31), sementara rendah-nya capaian variabel KM2 dipengaruhi oleh capaian rendah pada indikator ada tidaknya protes terkait program pemberdayaan (KM22). Capaian yang relatif tidak tinggi pada variabel KM1 dipengaruhi oleh capaian yang relatif rendah pada indikator kekerasan antar-masya-rakat (KM12). Kabupaten Maluku Tengah memiliki capaian rendah pada aspek KM karena rendahnya capaian variabel KM2 serta relatif rendahnya capaian variabel KM1. Rendahnya capaian KM2 dipengaruhi oleh capaian rendah pada indikator tingkat pengangguran terbuka (KM21) dan indikator ada tidaknya protes terkait program pemberdayaan (KM22). Semen-tara capaian relatif rendah pada variabel KM1 dipengaruhi oleh sangat rendahnya capaian pada indikator konflik kekerasan antarmasyarakat (KM12). Capaian pada variabel KM3 juga relatif sedang capaian sedang pada indikator tawuran pelajar/ mahasiswa (KM31). Capaian rendah pada aspek KM di Kabupaten Polewali Mandar dipengaruhi oleh rendahnya capaian pada variabel KM3 dan KM2. Rendahnya capaian pada variabel KM3 dipengaruhi oleh rendahnya capai-an pada indikator tawuran pelajar/mahasiswa (KM31), sementara rendahnya capaian variabel KM2 dipengaruhi oleh rendahnya capaian pada indikator ada tidaknya protes terhadap program pemberdayaan (KM22). Meski capaian pada variabel KM1 cukup tinggi, capaian tersebut tidak cukup mengimbangi capaian ...............................................................................................................................................................
16 ................................. Pendahuluan
rendah pada KM3 dan KM2. Signifikansi Aspek Tata kelola dan Variasi Saling Pengaruh. IKKDTI 2016 menemukan Aspek Tata Kelola secara aktual sangat berpengaruh terhadap capaian indeks ketahanan konflik pada 122 kabupaten daerah tertingga. Kabupaten-kabupaten yang memiliki ketahanan konflik rendah berbanding lurus dengan capaian Aspek Tata Kelolanya. Ini menandakan bahwa tata kelola berperan signifikan dalam membentuk ketahanan konflik daerah tertinggal. Dalam grafik capaian IKKDTI 2016 dan aspek-aspek pembentuknya (lihat grafik 4.1), tampak bahwa bentuk grafik capaian IKKDTI cenderung mengikuti bentuk grafik capaian aspek tata kelola. Capaian aspek Kapasitas Kelembagaan dalam IIKDTI 2016 tidak signifikan dalam mempengaruhi capaian indeks. Namun, gambaran penting dari capaian aspek ini dalam IKKDTI 2016 adalah fakta bahwa semua kabupaten daerah tertinggal sangat rentan dan rentan terhadap konflik jika ditilik dari kapasitas kelembagaannya. Capaian aspek Kapasitas Kelembagaan juga relatif sama untuk semua kabupaten daerah tertinggal, tampak dari range capaian aspek yang kecil. Sementara itu capaian aspek Ketahanan Masyarakat cukup bervariatif. Aspek ini berkontribusi dalam penentuan capaian indeks, meski tidak signifikan seperti aspek tata kelola. Informasi penting dari capaian aspek ini adalah, secara umum, ketahanan masyarakat terhadap konflik di 122 daerah tertinggal relatif sedang dan tinggi. Sangat sedikit kabupaten yang rentan konflik ditinjau dari capaian aspek ketahanan masyarakat. Ini menandakan kohesi masyarakat yang cukup tinggi sebagai modal utama kapasitas perdamaian. Kerentanan dan Kekerasan. IKKDTI 2016 mencatat, sepanjang tahun 2014-2016, terdapat 576 peristiwa konflik kekerasan di 122 kabupaten daerah. Beberapa kabupaten dengan jumlah konflik kekerasan tinggi, antara lain Sumbawa (28 kasus), Sampang (23 kasus), Maluku Tengah (17 kasus), Bangkalan (17 kasus), Pandeglang (15 kasus), Lebak (14 kasus), Dompu (13 kasus), Situbondo (13 kasus), Seluma (12 kasus), Lombok Timur (12 kasus) dan Buru (11 ...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 17
.................................
kasus). Namun, semua kabupaten di atas mempunyai kategori ketahanan konflik sedang dan tinggi, meski capaian pada aspek Kapasitas Kelembagaan dan Ketahanan Masyarakat tergolong rendah. Data di atas memberi informasi bahwa tingkat ketahanan sekaligus kerawanannya tidak sepenuhnya ditentukan oleh frekuensi peristiwa kekerasan tetapi merupakan kombinasi dari capaian indikator-indikator lain dalam tiga aspek IKKDTI. Kendati demikian, dalam indeks ini frekuensi kekerasan memberi gambaran cepat mengenai isu konflik kekerasan yang dominan di 122 kabupaten daerah tertinggal (Lihat Lampiran). Secara umum, capaian IKKDTI kabupaten dengan prosentase agregat frekuensi konflik kekerasan yang terjadi tidak berhubungan linear secara signifikan, kecuali mempengaruhi capaian dalam aspek KK dan KM. Jadi, tidak bisa dikatakan semakin banyak konflik otomatis daerah tidak memiliki kapasitas perdamaian. Terdapat faktor-faktor lain, sebagaimana dirumuskan dalam aspek, variabel dan indikator IKKDTI, yang perlu dipertimbangkan untuk menilai tingkat kerentanan daerah atas konflik kekerasan dan sekaligus potensi perdamaiannya. Bertolak dari hasil IKKDTI 2016, pesan utamanya adalah tingkat ketahanan sekaligus kerawanan daerah tertinggal terhadap konflik kekerasan dikondisikan oleh kombinasi capaian tata kelola, capaian kapasitas kelembagaan dan daya tahan masyarakat. Penjelasannya sebagai berikut: Pertama, kemiskinan, sebagai konsekuensi kegagalan pembangunan, beririsan langsung dengan kinerja buruk kepemimpinan daerah dan kapasitas respons Pemda yang tidak efektif, sarat korupsi dan kolusi. Buruknya kinerja kepemimpinan daerah adalah konsekuensi nyata dari penerapan pemilihan kepala daerah dan anggota legislatif secara langsung tanpa didukung oleh proses pendalaman demokrasi di tingkat lokal. Kedua, ketertinggalan infrastruktur, akses pasar dan belum memadainya pelayanan publik dasar berkontribusi terhadap rendahnya sumber daya manusia yang menghambat dan ...............................................................................................................................................................
18 ................................. Pendahuluan
memperlambat proses pembentukan kapabilitas individual dan kapabilitas kolektif dalam urusan bersama atau publik. Defisit sumber daya manusia mempengaruhi kinerja pelayanan birokrasi yang tidak kompeten, tidak responsif dan miskin inovasi kebijakan publik. Ketiga, meningkatnya ketidakpercayaan publik dan sikap antipati terhadap penegakan hukum dan ketertiban umum disebabkan oleh kinerja buruk lembaga kepolisian, kejaksaan, peradilan dan Satpol PP. Penegak hukum merawat praktek mafia hukum dengan memperjualbelikan sangkaan dakwaan, dan hukuman sementara Satpol PP mengamankan kebijakan daerah yang tidak peka konflik dengan cara-cara represif. Diintegrasikan ke dalam spektrum nasional, hasil IKKDTI 2016 memberi basis empirik bagi keharusan memahami ketahanan dan kerawanan konflik kekerasan di daerah tertinggal melalui dinamika interaksi antara demokrasi, pembangunan ekonomi dan penegakan hukum-keamanan. Tata kelola sebagai episentrum kebijakan atau sebagai fundamen pembangunan perdamaian (infrastructures of peace) tidak saja penting bagi daerah tertinggal yang miskin SDM dan SDA tapi juga berlaku bagi daerah tertinggal yang ditandai surplus kedua sumber daya tersebut termasuk surplus demografi. Persoalan terletak pada kerentanan struktural berkenaan dengan akses kepada pelayanan publik, akuntabilitas kebijakan, dan keadilan hukum yang menghasilkan kelompok-kelompok rentan (vulnerable groups) terhadap kekerasan kolektif baik sebagai pelaku maupun sebagai korban. Dalam situasi tersebut, tata kelola kepemerintahan dapat memicu kerentanan menjadi konflik kekerasan atau sebaliknya dapat mengubah kerentanan menjadi resiliensi bagi kepentingan publik melalui partisipasi, transparansi dan akuntabilitas kebijakan. Tata kelola yang peka konflik memadukan kearifan demokrasi, menjunjung tinggi keadilan sosial dan ekonomi serta mencegah rusaknya kohesi sosial. ...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 19
.................................
1.3 Implikasi IKKDTI Hasil IKKDTI 2016 membawa sejumlah implikasi bagi perdebatan publik, perdebatan ilmiah dan perdebatan kebijakan penanganan konflik kekerasan. Pertama, Implikasi bagi diskusi publik berupa penawaran wawasan mengenai kekerasan kolektif kontemporer di Indonesia yang dikondisikan oleh faktor eksternal dan faktor internal yang mempengaruhi perilaku atau tindak kekerasan. Kekerasan kolektif tidak semata-mata disebabkan oleh lemahnya kesadaran hukum atau menguatnya politik identitas tetapi terkondisikan oleh kuatnya tekanan eksternal seperti keterbatasan akses kepada kebijakan yang akuntabel, pelayanan publik dasar yang merata dan keadilan hukum. Tekanan eksternal tersebut tidak mampu dikelola aktor atau kelompok kepentingan karena lemahnya kapabilitas dan kapasitas mengelola dan mengatasi krisis. Pesan pentingnya adalah semakin publik kita dibekali informasi yang memadai mengenai kekerasan kolektif maka semakin komprehensif wacana publik dan konstruktif mengawal pembuatan dan implementasi kebijakan penanganan konflik di daerah tertinggal. Kedua, implikasi bagi perdebatan ilmiah berupa penegasan kembali kontekstualisasi pendekatan-pendekatan konflik pada interaksi dan dinamika pembangunan, demokrasi dan penegakan hukum-keamanan di tingkat lokal khususnya kabupaten. Teoriteori normatif seperti Rasional Choice dan ‘Greed & Grievances’ perlu diuji kembali kesahihannya karena mengutamakan kapasitas individu-kolektif sambil mengabaikan kerentanan struktural. Teoriteori tersebut masih berkutat mencari korelasi antara pembangunan ekonomi dan kekerasan tanpa memperhitungkan dinamika demokratisasi dan pelembagaan tata kelola kebijakan. Ketiga, implikasi kebijakan berupa pengarusutamaan kerangka kebijakan pencegahan dan penanganan konflik dan intervensi program yang mengadres kerentanan struktural dan kelompok rentan di 122 kabupaten daerah tertinggal di Indonesia. Dengan ...............................................................................................................................................................
20 ................................. Pendahuluan
prinsip utama pencegahan lebih baik daripada penanganan, hasil indeks ini berujung pada kesimpulan penting mengenai pentingnya penguatan kapasitas kelembagaan Pemda, penguatan mekanisme dan basis otoritas tata kelola yang peka konflik di tingkat kabupaten, dan penguatan kapasitas masyarakat untuk pencegahan konflik dan promosi perdamaian. Di atas semuanya, IKKDTI 2016 merupakan terobosan yang menanti untuk terus disempurnakan khususnya dalam pengembangan formulasi indikator. Sebagaimana akan diuraikan pada Bab 2 (Bagian Limitasi), penyempurnaan metodologi diperlukan untuk memastikan relevansi dan signifikansi indikator, aksesibilitas data, penambahan jumlah kabupaten sampel, konsistensi penggunaan umur data serta pengembangan metode pengoleksian data dengan memaksimalkan pendekatan kualitatif demi terjaminnya obyektivitas dan validitas data serta terbangunnya kemitraan penyusunan indeks bersama stakeholder kunci khususnya di daerahtertinggal. 1.4 Tujuan dan Relevansi IKKDTI Penyusunan IKKDTI memiliki tujuan dan relevansi sebagai berikut: Tujuan. Indeks Ketahanan Konflik di Daerah Tertinggal Indonesia memiliki tujuan sebagai berikut. Indeks Ketahanan Konflik di Daerah Tertinggal Indonesia (IKKDTI) secara umum dimaksudkan untuk memetakan dan memberi informasi lengkap mengenai tingkat ketahanan dan kerawanan daerah tertinggal terhadap konflik kekerasan kolektif. Sasaran informasi indeks adalah Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten Daerah Tertinggal, masyarakat sipil dan pusat-pusat penelitian dan lembaga-lembaga advokasi. Dengan menggunakan 122 kabupaten daerah tertinggal yang tersebar di 24 propinsi, IKKDTI secara khusus dimaksudkan untuk memberi informasi awal tingkat ketahanan dan kerawanan konflik kekerasan yang berguna bagi Kementerian Desa, Pembangunan ...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 21
.................................
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi sebagai input perumusan dan implementasi program kelola konflik dan pencegahan kekerasan kolektif di daerah tertinggal. Menimbang besarnya tantangan penguatan kapasitas kelembagaan yang berkaitan langsung dengan kerentanan struktural di daerah tertinggal, tujuan IKKDTI bagi pelembagaan tata kelola dan perumusan kebijakan khusus adalah memperlihatkan keniscayaan koordinasi dan kemitraan baik antar lembaga pemerintahan, dalam hal ini Kementerian DesaPDT dan Transmigrasi dengan BAPPENAS, dan Kementerian-Departemen lain, maupun antara Kemendes PDTT dan Pemerintah Daerah, termasuk antara Kemendes PDTT dan masyarakat sipil di tingkat lokal. Koordinasi dan kemitraan dalam perencanaan program di kalangan pemerintah untuk mengurangi tingkat kerawanan konflik kekerasan menjadi preseden tersendiri atau best practice yang dapat direplikasi di daerah tertinggal. Relevansi. IKKDTI memiliki empat relevansi berdimensi strategis bagi Kemendes PDTT dan advokasi kebijakan pembangunan peka konflik dalam pemerintahan baru Jokowi-Jusuf Kalla (2014-2019). Pertama, relevansi IKKDTI di arena negara yakni pengarusutamaan kerangka kebijakan pencegahan dan pengurangan tingkat kerawanan konflik daerah tertinggal melalui Kemendes PDTT sebagai simpul dan lokomotif kemitraan dan koordinasi. Selain itu, peran sentral ini dapat dimaksimalkan dengan memanfaatkan payung hukum Undang-Undang Penanganan Konflik Sosial Nomor 7 Tahun 2012 dan Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2015 tentang daerah tertinggal khususnya untuk urusan pencegahan konflik kekerasan melalui kerangka kebijakan pembangunan daerah tertinggal, penguatan kapasitas masyarakat sipil, kelompok rentan dan komunitas budaya. Kedua, relevansi IKKDTI sebagai basis empiris bagi komunitas pegiat perdamaian dalam memantapkan agenda program pencegahan konflik kekerasan dan aktivitas pengarusutamaan kerangka kebijakan peka konflik khususnya melalui Musrenbang ...............................................................................................................................................................
22 ................................. Pendahuluan
Peka Perdamaian dan Conflict Prevention Framework (CPF). Indeks ini diharapkan memberi input tentang kondisi terkini ketahanan dan kerawanan konflik di daerah tertinggal. Ketiga, relevansi IKKDTI terhadap orientasi kebijakan lembaga internasional. Kerangka konseptual IKKDTI dan analisis terhadap hasil indeks sebagian besar mengacu pada konsep Tata Kelola untuk Perdamaian (Governance for Peace)6, dan konsep Kerentanan Struktural terkait ketidakmerataan akses pelayanan publik, Sumberdaya Ekonomi, keadilan hukum, dan representasi politik yang mempengaruhi kerentanan individu dan kelompok terhadap konflik kekerasan.7 Keempat, relevansi strategis terkini dari IKKDTI pada tingkat nasional berupa momentum pemerintahan baru JokowiJusuf Kalla yang mengusung agenda percepatan reformasi birokrasi, keterpaduan pelayanan publik yang efektif, konektivitas pembangunan antar daerah, dan pemerataan ekonomi.
Lihat UNDP, Governance for Peace, 2012. New York: Bureau for Crisis Prevention and RecoveryBureau for Development Policy 7 Lihat UNDP, Human Development Report. 2014. Sustaining Human Progress:Reducing Vulnerabilities and Building Resilience. New York: UNDP Publication. 6
...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 23
.................................
BAB II
METODOLOGI Metodologi dalam penyusunan IKKDTI mencakup (1) isu-isu konflik yang menjadi perhatian indeks, (2) wilayah indeks, (3) sumber data indeks, (4) Metode analisis dan (5) limitasi atau keterbatasan indeks. Dalam penyusunan indeks ini isu-isu konflik dirumuskan berdasarkan kondisi aktual dan terkini dari interaksi antara praktik demokratisasi, praktik desentralisasi dan praktik pembangunan di tingkat lokal khususnya daerah tertinggal. Interkasi antara tiga konteks tersebut melahirkan 4 jenis konflik (konflik kebijakan yang terkait pelayanan publik, konflik terkait kelola sumber daya alam, konflik identitas dan konflik politik ). 2.1 Isu Konflik: Pembangunan, Demokrasi dan Keamanan Konteks ketahanan dan kerentanan terhadap konflik kekerasan di Indonesia kontemporer sebagain besar bersumber dari ...............................................................................................................................................................
24 ................................. Metodologi
ketidakpaduan antara praktik-praktik pembangunan, demokrasi dan kea-manan. Sejak tumbangnya rejim Orde Baru, Indonesia telah melakukan demo-kratisasi dan desentralisasi pembangunan sebagai kelola konflik politik dan penataan hubungan antara pemerintah dan masyarakat. Namun demikian penerapan kebijakan tersebut berada dalam konteks dan struktur ekonomi politik yang beragam di tiap daerah. Implikasinya, liberalisasi politik dan desentralisasi pembangunan itu tidak bisa semata-mata dibaca secara otomatis sebagai pelembagaan politik dan demokrasi. Alih-alih menjadi pelembagaan politik, proses-proses tersebut justru menjadi arena baru bagi para aktor untuk mengkonsolidasikan kepentingan politiknya.8Akibatnya, proses-proses tersebut dalam banyak kasus justru melahirkan dan menguatkan artikulasi politik berbasis identitas dan sektarian, elitisme dan krisis representasi, praktik korupsi, dan eksploitasi sumber daya alam yang destruktif. Desentralisasi dan Elite Capture. Perubahan lanskap politik lokal berlangsung dalam konteks pembangunan ekonomi yang dijalankan berbasis pada patronase dan klientelisme9. Dua model kelola urusan publik ini dibentuk sejak masa kolonial dan terstruktur dengan sangat kuat selama Orde Baru. Perubahan-perubahan politik yang diintroduksi pasca otoritarianisme Suharto sama sekali tidak mengubah fondasi ekonomi politiknya yang bersumber pada patronase dan klientalisme. Justru melalui kebijakan demokratisasi politik dan desentralisasi pembangunan, prak-tik-praktik tersebut menjadi sangat menguat. Contoh paradigmatik yang paling jelas adalah konflik kekerasan terkait pilkada, pemekaran kabupaten dan akses sumber daya alam. Praktik-praktik klientalismemenjadi Kesimpulan sebagian besar hasil kajian terhadap hubungan liberalisasi politik, desentralisasi, dan pembangunan di Indonesia bisa dibaca dalam Vedi Hadiz. 2010. Localising Power in Post-Authoritarian Indonesia: A Southest Asia Perspective. Stanford: Stanford University press, hal 40-62. 9 Lihat Gerry van Klinken, Patronage Democracy in Provincial Indonesia, dalam Olle Tornquist dkk (ed), 2009, Rethinking Popular Representation. New York: Palgrave Macmillan, hal 141-157. Mengenai patronase sebagai warisan kepemerintahan kolonial dan pemerintahan Orde Baru lihat Nordholt, Decentralization in Indonesia: Less State, More Democracy?, dalam J Harris dkk (ed), 2004, Politicizing Democracy: The New Local Politics of Democracy. New York: Palgrave, hal 29-50. 8
...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 25
.................................
instrumen paling dominan untuk mengakses sumber daya ekonomi dan politik. Itulah mengapa perebutan akses politik dan sumber daya alam menjadi ajang pertarungan para patron dan klien, dan pertarungannya menjadi zero-sum, kalah-menang. Oleh karenanya sejumlah studi berkesimpulan bahwa korupsi (money politics) dan kekerasan menjadi bersifat fungsional dalam proses-proses tersebut. Kekerasan telah menjadi cara bagaimana komunitas bisa mengakses sumber daya politik dan ekonomi, sekaligus menjadi cara untuk mengekspresikan kekecewaan dan protes10. Pola hubungan antara praktik demokrasi dan pembangunan yang tidak padu ini sangat berkontribusi dalam melanggengkan kerentanan suatu wilayah atas konflik. Selain itu, pola-pola ini juga membuat konflik kekerasan pada era desentralisasi ini menjadi semakin terfragmentasi, dengan skala yang relatif kecil namun intensitasnya sangat tinggi dan tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Ilustrasi data yang disediakan SNPK Bank Dunia dan Indeks Intensitas Kekerasan 2014 dan IKKDTI 2014, misalnya, dengan sangat jelas menunjukkan kecenderungan konflik kekerasan yang kian meningkat ini.11Konflik antar-komunitas, sebagai contoh, tentu tidak terjadi begitu saja. Desentralisasi dalam konteks praktik pembangunan yang klientalistik menjadikan pihak mana yang dapat dan tidak dapat mengakses sumber daya ekonomi dan politik semakin jelas. Melalui narasi seperti “putra daerah”, “transmigranlokal”, “warga lama-warga baru” praktik-praktik eksklusi masyarakat dan kekerasan simbolik berlangsung. Pecahnya konflik kekerasan antar-komunitas seperti fenomena gunung es dan memerlukan deteksi dini yang sistematis. Lihat Studi klasik tentang kaitan antara desentralisasi, demokrasi dan kekarasan lihat Gerry van Klinken. 2007. Communal Violence and Democratization in Indonesia: Small Town Wars. London: Routledge. Patut juga disimak studi terkait demokratisasi dan kekerasan di wilayah pasca konflik komunal lihat Patrick Barron and M Najib Asca. 2012. After the Communal War: Understanding and Addressing Post-Conflict Violence in Eastern Indonesia. Yokyakarta: CSPS Books. 11 Indeks Intensitas Kekerasan 2014 membagi tipe konflik kekerasan berdasarkan data kekerasan terkini, antara lain kekerasan terkait sumber daya, pemilihan dan jabatan, tata kelola pemerintahan, identitas, separatisme, main hakim sendiri, kekerasan aparat dalam bertugas, dan kriminalitas. 10
...............................................................................................................................................................
26 ................................. Metodologi
Konflik antara masyarakat dengan apa-rat pemerintah, khususnya polisi, juga memili akar persoalan yang jauh lebih kompleks daripada sekedar isu profesionalitas polisi dalam menangani konflik kekerasan. Seringkali konflik kekerasan terkait kebijakan pem-bangunan terjadi karena memang kebijakan tersebut perumusannya tidak sensitif terhadap potensi konflik kekerasan dan tidak partisipatif. Survey Kohesi Sosial yang dilakukan PSKP-UNDP (2011) di daerah-daerah paska-konflik menunjukkan perencanaan pembangunan yang sangat teknokratis dan tidak partisipatif. Bahkan, seringkali instrumen keamanan seperti lembaga kepolisian pun tidak terlibat dalam perumusan kebijakan. Mereka dianggap sebagai pihak yang harus “menanggung” akibat apabila suatu kebijakan ternyata menciptakan konflik kekerasan di masyarakat. Hal ini tentu akan semakin buruk jika ternyata kapasitas dan kredibilitas lembaga keamanan juga bermasalah. Singkat kata, konflik kekerasan dalam pelbagai bentuknya tidaklah terjadi dalam konteks yang berdiri sendiri, melainkan sebagai resultan dari hubungan tak padu dari dinamika tiga praktik besar dalam lanskap politik Indonesia kontemporer: demokrasi, pembangunan dan keamanan. Dengan mengacu pada kajian-kajian PSKP-UNDP sebelumnya (2011, 2012), kajian PSKP Kemendes PDTT (2014 dan 2015) seperti IKKDTI 2014 dan Kajian Identifikasi dan Pemetaan Kebutuhan Daerah Paska-Konflik, dan studi-studi terkini mengenai konflik dan kekerasan di Indonesia, dapatlah dirumuskan isu-isu konflik ke dalam 4 tipologi isu yakni: (1) Konflik Kebijakan/Pelayanan Publik, (2) Konflik Sumber Daya Alam, (3) Konflik Identitas, (4) Konflik Politik. Keempat jenis konflik ini tidak berdiri sendiri tetapi saling beririsan. Begitu pula halnya, satu daerah tertinggal mengalami lebih dari satu jenis konflik dengan tingkat komplikasi dan eskalasi yang berbeda pula. Berikut diuraikan keempat isu konflik tersebut: a. Konflik Kebijakan dan Pelayanan Publik Konflik ini berkaitan langsung dengan kondisi faktual di daerah ...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 27
.................................
tertinggal, yakni ketimpangan akses (deprivasi) yang melahirkan persepsi di kalangan kelompok masyarakat tentang adanya diskriminasi (ketidakadilan). Deprivasi mencakup masalah rentang kendali pelayanan rutin, penyediaan pelayanan, dan kapasitas respon. Kapasitas kelem-bagaan ini tidak terlepas dari ketersediaan infrastruktur, regulasi, jaringan atau koordinasi program serta implementasi, dan kapasitas sumber daya birokrasi daerah. Efektifitas, efisiensi, keberlanjutan dan dampak pelayanan publik bergantung secara signifikan pada terpenuhinya unsur-unsur tersebut dan secara langsung mempengaruhi level deprivasi dan dan tingkat persepsi masyarakat terhadap kinerja pelayanan publik.12Selain pelayanan publik dasar, belakangan timbul gejolak sosial di daerah tertinggal terkait skema bantuan sosial, baik skema bantuan pasca kon-flik, bencana, maupun bantuan-bantuan lain BLT, raskin, bantuan perumahan, air bersih dan pupuk. Selain keraguan publik akan urgensi dan manfaat bantuan tersebut, isu konflik mengemuka mulai dari validitas pendataan, distribusi, dan akuntabilitas penyeleng-garaan yang sarat korupsi. b. Konflik Sumber Daya Alam Konflik SDA dialami sebagian besar daerah tertinggal sekaligus isu konflik yang sangat dominan. Konflik ini dikunci oleh masalah utama yaitu kelangkaan (scarcity) dan dampak eksploitasi bagi komunitas dan lingkungan hidup (externality). Meningkatnya kebutuhan akan kesejahteraan akibat dari laju pertum-buhan penduduk tidak sejalan dengan ketersediaan sumber daya alam. Dalam situasi ini, buruknya tata kelola SDA menyebabkan konflik kepentingan antar pihak menjadi konflik kekerasan. Konflik tersebut melibatkan tiga aktor utama yang berselisih satu sama lain bergantung pada masalah spesifik dalam hal tata kelola: masyarakat Buruknya kinerja pelayanan publik dasar bisa dilihat dalam hasil survey 24 Provinsi yang dilakukan oleh UGM bersama University of Oslo, lihat hasil survey dalam Demokrasi di Indonesia: Antara Patronase dan Populisme, 2013. 12
...............................................................................................................................................................
28 ................................. Metodologi
versus perusahaan, masyarakat versus masya-rakat, masyarakat versus pemerintah, dan terdapat juga kasus perselisihan antara pemerintah dan perusahaan.13 Selain itu, kinerja buruk penegakan hukum dan keamanan mempengaruhi eskalasi kekerasan.14 c. Konflik Identitas Konflik ini berkaitan dengan kebutuhan akan pengakuan (recognition) dan kedaulatan atas properti budaya (agama, etnis, dan adat) sekaligus menegaskan kontrol atas wilayah, tanah dan perilaku.15Kendati demikian, dalam banyak kasus di daerah tertinggal, konflik identitas tidak terlepas dari masalah sosial-ekonomi yang merupakan dampak migrasi (pribumi-pendatang) dan masalah akses politik lokal dan sumber daya alam. Contoh paling umumnya adalah pemekaran kabupaten. Pemekaran kerap dipicu oleh kelompok etnis tertentu yang berkeinginan untuk memiliki daerah administratif sendiri, memudahkan mereka mengakses sumber daya negara (DAU, PAD, dll) dan sumber daya alam.Konflik identitas bermotifkan akses sumber daya alam paling banyak terjadi di Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Aceh dan Sulawesi Tengah. d. Konflik Politik Konflik politik di tingkat lokal merupakan tema sentral dalam kajian sosiologi dan antropologi, khsususnya muncul dalam praktek pemekaran dan pilihan kepala daerah (pilgub, pilbup, dan Kajian klasik mengenai kegagalan tata kelola sumber daya alam lihat Elizabeth Fuller Collins.2007. Indonesia Betrayed: How Development Fails. Honolulu: University of Hawaii Press. Tipologi ini juga mengacu pada kajian terkini tata kelola SDA yang diselenggarakan PSKP UGM di Provinsi Aceh, lihat Laporan Penelitian Tata Kelola SDA di Aceh: Kasus Medco, 2014. 14 Negara sebagai aktor konflik SDA dan sumber daya ekonomi umumnya memperlihatkan buruknya kinerja pejabat daerah, kepolisian dan kejaksaan. Ekonomi informal-ilegal di mana negara terlibat dapat dilihat dalam kajian Edward Aspinall dan Gerry van Klinken (ed). 2011. The State and Illegality in Indonesia. Leiden: KITLV Press. 15 Salah satu topik aktual adalah Revitalisasi “Adat” yang gencar diarusutamakan pasca Reformasi. Berbagai studi sosiologi dan antropologi menemukan potensi konflik kekerasan, baik bersifat horisontal dan vertikal, di balik wacana dan praktik revitalisasi ini. Lihat James Davidson and David Henley (ed). 2007. The Revival of Tradition in Indonesian Politics: The Deployment of Adat from Colonialism to Indigenism. London: Routledge 13
...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 29
.................................
pilkades).16Patronase yang kokoh dan mobilisasi massa memperlihatkan wajah sektarian politik lokal di daerah tertinggal. Logik politik ‘kalah-menang’ membuat pemekaran dan pilkada sebagai ajang peragaan fisik, teror dan kalkulasi ‘hidup-mati’ kelompok kepentingan pasca ritual demokrasi diselenggarakan. Dalam skala dan komplikasi faktor yang berbeda, konflik politik di daerah pasca konflik yang tertinggal dapat menyulut konflik skala komunal jika tidak segera ditangani. Maluku, Maluku Utara, dan Aceh, misalnya, menyembunyikan kerentanan konflik yang akut, ibarat api dalam sekam. Demikian halnya dengan konflik terkait batas wilayah administrasi (propinsi, kabupaten, desa) yang terjadi di banyak wilayah daerah tertinggal terutama terkait pemekaran. 2.2. Wilayah Indeks Presiden Republik Indonesia melalui Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2015 telah menetapkan 122 daerah kategori tertinggal untuk periode 2015 – 2019 yang tersebar di 24 kabupaten. IKKDTI 2014 menempatkan 143 daerah kabupa-ten sebagai populasi daerah rawan konflik lalu mengambil 50 daerah kabupaten sebagai sampel secara proporsional. Adapun persebaran ke-50 kabupaten tersebut adalah 3 kabupaten berada dalam prioritas I, 19 kabupaten berada dalam prioritas II, dan 28 kabupaten berada dalam prioritas III. Sementara dalam IKKDTI 2016, keseluruhan 122 kabupaten daerah tertinggal dijadikan wilayah penyusunan indeks. Keputusan ini dilakukan melalui proses diskusi tim pakar dan diskusi bersama para stakeholder utama dalam penyusunan indeks. Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2015 menetapkan Daerah Tertinggal Tahun 2015-2019 sebagaimana tercantum dalam lampirannya sebagai berikut :
Kajian klasik yang dirujuk dalam membuat tipologi ini adalah laporan-laporan penelitian lapangan sejumlah penstudi yang memperlihatkan konflik kekerasan dari berbagai tipologi yang berakar pada proses politik tingkat lokal; lihat Henk Schulte Nordholt dan Gerry van Klinken (ed). Politik Lokal di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor-KITLV-Jakarta 16
...............................................................................................................................................................
30 ................................. Metodologi
1. Provinsi Aceh : Aceh Singkil. 2. Provinsi Sumatera Utara : Nias; Nias Selatan; Nias Utara; Nias Barat. 3. Provinsi Sumatera Barat : Kepulauan Mentawai; Solok Selatan; Pasaman Barat. 4. Provinsi Sumatera Selatan: Musi Rawas; Musi Rawas Utara. 5. Provinsi Bengkulu: Seluma. 6. Provinsi Lampung: Lampung Barat; Pesisir Barat. 7. Provinsi Jawa Timur: Bondowoso; Situbondo; Bangkalan; Sampang. 8. Provinsi Banten: Pandeglang; Lebak. 9. Provinsi NTB: Lombok Barat; Lombok Tengah; Lombok Timur; Sumbawa; Dompu; Bima; Sumbawa Barat; Lombok Utara. 10. Provinsi NTT: Sumba Barat; Sumba Timur; Kupang; Timor Tengah Selatan; Timor Tengah Utara; Belu; Alor; Lembata; Ende; Manggarai; Rote Ndao; Manggarai Barat; Sumba Tengah; Sumba Barat Daya; Nagekeo; Manggarai Timur; Sabu Raijua; Malaka. 11. Provinsi Kalimantan Barat: Sambas; Bengkayang; Landak; Ketapang; Sintang; Kapuas Hulu; Melawi; Kayong Utara. 12. Provinsi Kalimantan Tengah: Seruyan. 13. Provinsi Kalimantan Selatan: Hulu Sungai Utara. 14. Provinsi Kalimantan Timur: Mahakam Ulu. 15. Provinsi Sulawesi Tengah: Banggai Kepulauan; Donggala; ToliToli; Buol; Parigi Moutong; Tojo Una-Una; Sigi; Banggai Laut; Morowali Utara. 16. Provinsi Sulawesi Selatan: Janeponto. 17. Provinsi Sulawesi Tenggara: Konawe; Bombana; Konawe Kepulauan. 18. Provinsi Gorontalo: Boalemo; Pohuwato; Gorontalo Utara. 19. Provinsi Sulawesi Barat: Polewali Mandar; Mamuju Tengah. 20. Provinsi Maluku: Maluku Tenggara Barat; Maluku Tengah; Buru; Kepulauan Aru; Seram Bagian Barat; Seram Bagian Timur; Maluku Barat Daya; Buru Selatan. ...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 31
.................................
21. Provinsi Maluku Utara: Halmahera Barat; Kepulauan Sula; Halmahera Selatan; Halmahera Timur; Pulau Morotai; Pulau Taliabu. 22. Provinsi Papua Barat: Teluk Wondama; Teluk Bintuni; Sorong Selatan; Sorong; Raja Ampat; Tambrauw; Maybrat. 23. Provinsi Papua: Merauke; Jayawijaya; Nabire; Kepulauan Yapen; Biak Numfor; Paniai; Puncak Jaya; Boven Digoel; Mappi; Asmat; Yahukimo; Pegunungan Bintang; Tolikara; Sarmi; Keerom; Waropen; Supiori; Memberamo Raya; Nduga; Lanny Jaya; Memberamo Tengah; Yalimo; Puncak; Dogiyai; Intan Jaya; dan Deiyai. 24. Provinsi Kalimantan Utara : Nunukan
Gambar 2.1. | Cakupan Wilayah IKKDTI 2016
...............................................................................................................................................................
32 ................................. Metodologi
Tabel2.1. | Cakupan Wilayah IKKDTI 2016 No 1
2
3
Kawasan Sumatera
Jawa
Nusa Tenggara
Provinsi
Jumlah Daerah Tertinggal
Aceh Sumatera Utara
1 4
Sumatera Barat
3
Bengkulu Sumatera Selatan
1 2
Lampung
2
Banten
2
Jawa Timur
4
NTB
8
NTT
18
Nama Kabupaten Aceh Singkil Nias Barat Nias Utara Nias Selatan Nias Kepulauan Mentawai Solok Selatan Pasaman Barat Seluma Musi Rawas Musi Rawas Utara Lampung Barat Pesisir Barat Pandeglang Lebak Bangkalan Sampang Bondowoso Situbondo Bima Sumbawa Sumbawa Barat Dompu Lombok Utara Lombok Barat Lombok Timur Lombok Tengah Manggarai Barat Manggarai Manggarai Timur Nagekeo Ende Lembata
Jumlah Daerah Tertinggal Dalam Kawasan 13
6
26
...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 33
.................................
No
4
Kawasan
Papua dan Papua Barat
Provinsi
Papua
Jumlah Daerah Tertinggal
26
Nama Kabupaten Alor Belu Malaka TTS TTU Kupang Sabu Raijua Rote Ndao Sumba Timur Sumba Tengah Sumba Barat Sumba Barat Daya Merauke Jayawijaya Nabire Kepulauan Yapen Biak Numfor Paniai Puncak Jaya Boven Digoel Mappi Asmat Yahukimo Pegunungan Bintang Tolikara Sarmi Keerom Warepon Supiori Mamberamo Raya Nduga Lanny Jaya Memberamo Tengah Yalimo Puncak
Jumlah Daerah Tertinggal Dalam Kawasan
33
...............................................................................................................................................................
34 ................................. Metodologi
No
5
6
Kawasan
Maluku Dan Maluku Utara
Sulawesi
Provinsi
Jumlah Daerah Tertinggal
Papua Barat
7
Maluku
8
Maluku Utara
6
Sulawei Tengah
9
Nama Kabupaten
Jumlah Daerah Tertinggal Dalam Kawasan
Dogiyai Intan Jaya Deiyai Teluk Wondama Teluk Bintuni Sorong Selatan Sorong Raja Ampat Tambrauw Maybrat Maluku Tenggara 14 Barat Maluku Tengah Buru Kepulauan Aru Seram Bagian Barat Seram Bagian Timur Maluku Barat Daya Buru Selatan Halmahera Barat Kepulauan Sula Halmahera Selatan Halmahera Timur Pulau Morotai Pulau Taliabu Banggai 18 Kepulauan Donggala Toli-Toli Buol Parigi Moutong Tojo Una-Una Sigi Banggai Laut
...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 35
.................................
No
7
Kawasan
Kalimantan
Provinsi
Jumlah Daerah Tertinggal
1
Morowali Utara Konawe Bombana Konawe Kepulauan Polewali Mandar Mamuju Tengah Jeneponto Boalemo Pohuwato Gorontalo Utara Sambas Bengkayang Landak Ketapang Sintang Kapuas Hulu Melawi Kayong Utara Seruyan
1
Hulu Sungai Utara
1
Mahakam Ulu
1
Nunukan
Sulawesi Tenggara
3
Sulawesi Barat
2
Sulawesi Selatan Gorontalo
1 3
Kalimantan Barat 8
Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Kalimantan Utara
Nama Kabupaten
Jumlah Daerah Tertinggal Dalam Kawasan
12
Sumber: Hasil Analisis Tim Penyusun
2.3. Sumber dan Jenis Data Indeks Sumber dan jenis data IKKDTI 2016 berdasarkan pada data sekunder, dengan menggunakan kajian dokumen-dokumen resmi lembaga pemerintah baik versi cetak atau online, berita surat kabar dan sumber lainnya yang relevan. Sebagian besar sumber data mengacu pada sumber data IKKDTI 2014. Secara detail sumber dan jenis data indeks disajikan sebagai berikut: ...............................................................................................................................................................
36 ................................. Metodologi
A. Sumber Data Indeks 1. Pemerintah Kabupaten Pemerintah kabupaten merupakan salah satu sumber utama data penyusunan indeks. Data dari peme-rintah kabupaten diakses melalui website pemkab.Data-data yang diperoleh melalui website pemda antara lain visi-misi pemkab, profil anggota DPRD, produk hukum kabupaten, data pembangunan kabupaten, agenda-agenda pemkab dan berita-berita terkait kegiatan pemkab. Namun, datadata tersebut tidak seragam untuk semua kabu-paten karena memang ada perbedaan mengenai standar informasi dalam masingmasing website pemda. Daftar pemerintah kabupaten dan website yang menjadi sumber data indeks dapat dilihat di lampiran Sumber Data. 2. Pemerintah Provinsi Sumber pemerintah provinsi da-lam beberapa hal membantu pencarian data terutama bila informasi tentang kabupaten tertentu tidak tersedia di website pemkab.Data dari pemerintah provinsi diakses melalui website pemprov. Data-data yang diperoleh antara lain agenda pemerintah provinsi yang terkait dengan pemkab, berita terkait kegiatan bersama pem-prov dan pemkab dan beberapa data pembangunan (kesehatan, pendidikan, ekonomi, dll). Daftar pemerintah provinsi dan website yang menjadi sumber data indeks dapat dilihat di lampiran Sumber Data. 3. Badan Pusat Statistik Kabupaten BPS kabupaten merupakan salah satu sumber utama data indeks.Data BPS kabupaten diakses melalui websitenya. Datadata yang diperoleh melalui website BPS kabupaten antara lain data kesehatan (kematian bayi), data pendidikan (APM di tingkat dasar), data ekonomi (PAD, pertumbuhan ekonomi, PDRB), data ketenagakerjaan (tingkat pengangguran) dan profil anggota DPRD. ...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 37
.................................
Namun, tidak semua data di atas tersedia dalam website BPS kabupaten karena antara satu kabupaten dengan kabupaten lain ada perbedaan penyajian dan belum ada keseragaman informasi. Dalam proses pencarian data, ditemukan adanya website BPS kabupaten yang tidak menyajikan data-data di atas. Daftar BPS kabupaten dan websitenya yang menjadi sumber data indeks dapat dilihat di lampiran Sumber Data. 4. Badan Pusat Statistik Provinsi Dalam hal data yang diperlukan untuk penyusunan indeks tidak ditemukan di BPS Kabupaten, maka tim melakukan penelusuran melalui website BPS provinsi. Daftar BPS provinsi dan websitenya yang menjadi sumber data indeks dapat dilihat di lampiran Sumber Data. 5. Kementrian dan Lembaga Negara Pencarian data yang tidak tersedia dalam empat sumber data di atas kemudian dilakukan dengan melakukan penelusuran website ke-menterian dan lembaga negara yang memiliki kaitan dengan suatu urusan tertentu. Data-data yang dapat ditemukan melalui website kementerian dan lembaga negara antara lain data tingkat partisipasi sekolah dasar, data kesehatan, data perekonomian, data partisipasi pemilu legislatif, data produk hukum, data korupsi, data ketenagakerjaan, data jumlah forum lintas komunitas, data keberadaan forum penanggulangan dini dan sebagainya. Daftar kementerian dan lembaga negara yang menjadi sumber data indeks dapat dilihat di lampiran Sumber Data. 6. Dinas dan Lembaga Daerah Dinas dan beberapa lembaga daerah juga berkontribusi sebagai sumber data indeks. Selain sebagai sumber data utama, data di beberapa dinas dan lembaga daerah juga digunakan sebagai pembanding dan pendukung dari data dari sumber lain. Misalnya, ...............................................................................................................................................................
38 ................................. Metodologi
apabila tim menemukan keraguan terhadap data dari sumber BPS atau media maka tim menggunakan data dari dinas atau lembaga daerah lain sebagi pembanding atau pengkonfirmasi. Namun, perlu dicatat bahwa dinas dan lembaga daerah ini tidak berasal dari semua kabupaten. Tim hanya menggunakan sumber data dinas dan lembaga daerah bilamana ada kesulitan men-cari data dalam sumber-sumber utama lainnya. Daftar dinas dan lembaga daerah yang menjadi sumber data indeks dapat dilihat di lampiran Sumber Data. 7. Info Korupsi Indonesia Data korupsi dalam indeks ditemukan juga dalam website http:// www.infokorupsi.com.Namun, ada juga limitasi tertentu dalam data info korupsi seperti umur data dan jangkauan data. Meski kemudian menjadi sumber data bagi kasus korupsi, website info korupsi tidak menjadi sumber utama karena data korupsi justru lebih banyak ditemukan dari KPK, ICW, Kejak-saan, Kepolisian maupun media surat kabar nasional dan lokal. 8. Surat Kabar Pencarian data dari surat kabar di-lakukan dengan menelusuri web-site surat kabar bersangkutan (ko-ran online). Sumber surat kabar dikelompokkan menjadi surat kabar nasional dan surat kabar lokal. Pencarian data melalui surat kabar terutama dilakukan untuk mencari kasus-kasus konflik kekerasan bagi kabupaten yang datanya tidak tersedia dalam SNPK, seperti Sumatera Barat, Jawa Barat dan Jawa Timur. Selain itu, surat kabar dipakai untuk mencari data tentang kasus korupsi di daerah, agenda dan kegiatan pemda dan lain-lain. Daftar website surat kabar nasional dan lokal yang menjadi sumber data indeks dapat dilihat di lampiran Sumber Data. 9. Website Lain Website lain yang dimaksud adalah sumber data internet yang ...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 39
.................................
tidak termasuk ke dalam 9 sumber data yang telah disebutkan di atas. Pencarian data melalui website-website tersebut dilakukan karena data-data yang dibutuhkan terkait kabupaten tertentu tersedia di sana. Data-data seperti praktek budaya lokal cegah konflik dapat ditemukan dalam website-website tersebut. Ada juga website yang khusus menyediakan data profil anggota DPRD . Daftar website lain yang menjadi sumber data indeks dapat dilihat di lampiran Sumber Data. 10. Jenis Data Indeks Jenis data dalam penyusunan IKKDTI diklasifikasikan sebagai data publikasi, laporan, dan berita. Mengenai ketiga jenis data ini, penjelasannya adalah sebagai berikut: 11. Publikasi Jenis data publikasi adalah infor-masi dari sumber data yang diterbitkan dan dicetak menjadi buku oleh badan atau lembaga tertentu. Jenis data publikasi dikelompokkanmenurut badan/ lembaga yang menerbitkannya. Jenis data publikasi yang paling banyak dipakai adalah Kabupaten dalam Angka 2014-2016 (BPS Kabupaten), Statis-tik Kabupaten 2014-2016 (BPS Ka-bupaten), Provinsi dalam Angka 2014-2016 (BPS Provinsi), Statistik Provinsi 2014-2016 (BPS Provinsi), Annual Report 2014 – 2016 (KPK) dan APK/APM PAUD – PT Tahun 2014/2015 (Pusat Data dan Statistik Pendidikan Kementerian Pendidik-an dan Kebudayaan). Ada juga pub-likasi lain seperti buku yang digu-nakan sebagai sumber data namun dipilih secara ketat dengan mem-pertimbangkan umur data dan relevansinya dengan informasi yang dibutuhkan dalam indeks. 12. Laporan Jenis data laporan adalah informasi dari sumber data yang berupa laporan kinerja lembaga atau badan. Jenis data laporan ini jumlahnya cukup banyak dan dipakai untuk mengisi cukup banyak ...............................................................................................................................................................
40 ................................. Metodologi
indikator. Laporan biasa dipakai untuk me-ngisi data yang tidak tersedia da-lam data publikasi. Jenis data laporan yang banyak dipakai adalah LGF Anggaran 2014-2016 (Kementerian Keuangan), Profil Kesehatan per Provinsi Tahun 2012–2016 (Kementerian Kesehatan), LAKIP Pro-vinsi (Pemerintah Provinsi), LAKIP Kabupaten (Pemerintah Kabupaten), Laporan Hasil Pemilu Legis-latif 2014 Per Provinsi (KPU), Ana-lisis Kesenjangan Sosial 2014-2016 (Bappenas), Pembangunan Daerah Dalam Angka 2014-2016 (Bappenas) dan Laporan Data Pembangunan Daerah Provinsi dan Kabupaten (Simreg Bappenas). 13. Berita Jenis data berita adalah informasi dari sumber data surat kabar (nasional dan lokal) serta informasi yang termuat dalam laman website yang tidak termasuk dalam kategori jenis data publikasi dan laporan. Semua informasi dari website surat kabar termasuk ke dalam berita. Demikian juga informasi da-lam website pemkab dan pemprov yang berisi agenda dan kegiatan pemda bisa digolongkan ke dalam jenis data berita. 2.4. Metode Analisis IKKDTI 2016 dihitung dengan menggunakan pendekatan kuantitatif secara menyeluruh berdasarkan data yang diperoleh di lapangan. Konsep yang digunakan adalah “data driven”, yakni bahwa hasil indeks sangat ditentukan oleh data yang ada dilapangan. Formulasi IKKDTI melibatkan perhi-tungan bobot untuk masingmasing indikator, variabel dan aspek, yang dihitung secara hirarki. Bobot dihitung dengan kerangka CFA (Confirmatory Factor Analysis), yang biasa digunakan untuk menganalisis unidimensionality dari suatu variabel konstruk pada analisis SEM (Structural Equation Modeling). Beberapa justifikasi penggunaan CFA dalam analisis formulasi IKKDTI adalah sebagai berikut: ...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 41
.................................
• Data yang dikumpulkan di lapangan adalah data indikator, sedangkan variabel dan aspek tidak dapat diukur secara langsung melainkan hanya bisa diukur dari indikator-indikator yang membentuknya. Sehingga, dalam konteks CFA variabel dan aspek merupakan variabel latent (tidak terukur) dan indikator merupakan variabel manifest (terukur) • Data yang sudah terkumpul terbagi menjadi beberapa jenis menurut skala datanya. Beberapa indikator mempunyai skala data biner (tipe jawaban ya dan tidak), sementara sebagian besar mempunyai skala data rasio (frekuensi, jumlah, persentase, dll). Dalam CFA telah banyak dikembangkan metode estimasi bobot model, yang memungkinkan men-dapatkan hasil bobot untuk skala data yang tidak berdistribusi normal seperti Generalized Least Square, Scale free least square, Asymptotically distribution free serta pendekatan Bayesian. Untuk data biner (termasuk data kategori), telah dikembangkan perhitungan “polychoric correlation” dan “asymptotic covariance ma-trices” dalam CFA yang dalam aplikasinya telah dikembangkan pada perangkat lunak LISREL. • Data yang digunakan untuk menghi-tung indeks adalah data sampel dari populasi daerah tertinggal di Indonesia. Bobot CFA merupakan bobot dari suatu model linier antara variabel laten dengan variabel manifest (terukur) yang tentunya menghasilkan suatu error prediksi. Sehingga, hasil bobot yang dihitung dari sampel sangat memungkinkan untuk bisa digunakan memprediksi nilai capaian indeks pada daerah lain yang tidak masuk dalam sampel. CFA berbeda dengan metode AHP (Analytical Hierarchical Process) yang telah banyak digunakan dalam perhitungan bobot indeks. AHP digunakan untuk tipe data berupa ranking (yang biasanya merupakan hasil penilaian pakar tentang suatu aspek tertentu), sedangkan IKKDTI dihitung dengan memanfaatkan output ...............................................................................................................................................................
42 ................................. Metodologi
data yang ada di lapangan untuk masing-masing daerah. Namun, secara konsep statistik, kedua metode analisis tersebut mempunyai kesamaan yaitu menghitung kontribusi berdasarkan nilai eigen vector (loading factor). Perhitungan bobot dalam AHP didasarkan pada nilai eigen vector untuk masing-masing variabel/aspek yang di-ukur melalui ranking yang didapatkan. Perhitungan bobot untuk CFA dijelaskan pada sub-bab tersendiri. Output yang dihasilkan dari proses CFA berupa suatu model linear antara vari-abel laten terhadap variabel manifest, yang dihubungkan oleh suatu nilai yang disebut dengan regression weight. Un-tuk bobot IKKDTI, digunakan nilai standardized regression weights yang mewakili jumlah perubahan pada variabel dependen (latent) yang diakibatkan oleh perubahan satu unit (standar devisasi) pada variabel prediktor (variabel terukur). Artinya, dalam konteksunidimensionality untuk mengukur sebuah konstruk, nilai standardized regression weight menunjukkan kontribusi dari masing masing variabel manifest dalam mengukur variabel laten. Indikator yang digunakan dalam meng-hitung IKKDTI ini merupakan hasil explorasi tim ahli (melalui kajian literatur, FGD, diskusi internal) sehingga validitasnya tidak perlu diuji lagi secara statistik. Oleh karenanya CFA hanya akan digunakan sebagai alat untuk mengestimasi bobot masing-masing indikator, tanpa dilakukan pengujian signifikansi statistik. Pendekatan ini sangat berbeda dengan analisis faktor seperti biasanya (Exploratory Factor Analysis), dimana proses analisis dimulai dengan mengumpulkan indikator-indikator tanpa ada acuan aspek yang mendasari untuk kemudian di lakukan reduksi dimensi sehingga menghasil-kan faktor baru dengan dimensi yang lebih kecil. Faktor inilah yang kemudian dijadikan aspek. Berikut ini adalah justifikasi teoretik tentang analisis faktor dengan berbagai skala variabel manifes sebagaimana digunakan dalam IKKDTI ini: ...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 43
.................................
a. Analisis Faktor untuk variable manifest berskala metrik (kontinyu) Misalkan terdapat variable manifest (indikator) berskala metrik yang akan diekspresikan sebagai kombinasi linier dari variabel latent, dimana . Analisis ini dilakukan melalui matrik kovarian atau korelasi dari sebanyak variabel manifest . Misal adalah r variabel metric, maka model linear faktor dapat dituliskan sebagai
Atau dalam bentuk matrik dapat dituliskan sebagai
Dimana
.
Anggap bahwa variabel latent mengikuti distribusi normal standard yang independent . Melalui asumsi independen bersyarat, maka respon terhadap r variabel manifest diberikan variabel latent z adalah independen, distribusi bersyarat dari w diberikan z mengikuti distribusi normal dimana adalah matrik koefisien (loading factor) berukuran , dan adalah matrik diagonal dari varians yang berukuran r x r. Parameter dari model di atas didasarkan pada maximum likelihood dari distribusi marjinal variabel manifest. Detail penjelasan mengenai ini dapat dilihat pada Lawley and Maxwell (1971) dan Bartho-lomew (1987). Maksimum likelihood dilakukan dengan algoritma EM yang diperkenalkan oleh Rubin and Thayer (1982). Algoritma EM memperlakukan variabel latent z sebagai data missing dan secara iterative memaksimumkan livelihood dengan menggangap z teramati. Metode lain yang bisa digunakan adalah Unweighted Least ...............................................................................................................................................................
44 ................................. Metodologi
Square (ULS) dan Generalized Least Square (GLS). Kedua metode ini mencoba menaksir model dengan memilih penaksir sedemikian hingga matriks korelasi yang diamati dan teoritis menjadi sedekat mungkin. b. Analisis Faktor untuk Variabel Manifest Berskala Biner Terdapat dua pendekatan yang bisa digunakan untuk menaksir model dengan indikator berskala biner. Salah satunya merupakan perluasan dari metode yang diaplikasikan pada variabel manifest berskala metrik (disebut dengan underlying variable), sedangkan satunya disebut dengan Response Function. Metode pertama menganggap bahwa variabel manifest berskala biner dihasilkan dari variabel kontinyu yang didichotomouskan. Metode kedua mendefinisikan response function yang memberikan probabilitas positif response untuk indvidu dengan posisi latent z. Bartholomew (1987) menunjuk-kan bahwa kedua pendekatan tersebut ekuivalen untuk indicator berskala biner namun tidak untuk indicator berskala polytomous. Dalam bab ini akan dibahas hanya mengenai metode pertama, yang relavan dengan analisis yang dilakukan untuk dalam metodologi perhitungan indeks. Pendekatan ini membawa analisis vari-abel biner ke dalam kerangka analisis faktor untuk variabel manifest berskala metric, dengan menagasumsikan bahwa masing-masing variabel biner dibangkit-kan dari variable kontinyu yang mendasari dengan skema berikut:
Dimana
disebut dengan parameter threshold dan
Oleh sebab itu, jika kita menggunakan asumsi yang sama dengan sebelumnya untuk distribusi z dan e maka model linear faktor dapat ditaksir pada matrik kovarian atau korelasi dari variabel v. Terdapat ...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 45
.................................
metode maksimum likelihood yang bisa digunakan untuk mengestimasi koefisien korelasi dari 2 x 2 data hasil korelasi silang, yang disebut dengan koefisien korelasi tetrachoric. Asumsi normalitas untuk variabel res-pon yang mendasari bisa jadi tidak sela-manya sesuai selamanya dan dengan semua variabel. Semua asumsi ini hanya diperlukan agar analisa dari variabel bersespon biner konsisten dengan ana-lisis faktor untuk variabel kontinyu. Christofferson (1975) menaksir model linear faktor pada serangkaian variabel biner dengan mengestimasi parameter yang meminimkan jarak antara observed dan expected dari orde pertama dan kedua proporsi marjinal dengan mengasusmsikan bahwa variabel v* mengikuti distribusi multivariate normal. c. Analisis Faktor untuk Variabel Manifest berskala Campuran Metode ini dikembangkan oleh Bartho-lomew (1987) untuk menaksir model variabel latent. Konsepnya adalah sama dengan underlying variable approach yang diaplikasikan untuk kauss dengan variabel manifest berskala campuran. Muthén (1984) mengajukan 3 stage metode estimasi sebagai pengembangan dari teori yang dikembangkan oleh Muthén dan Christoffersson (1981) untuk variabel manifest kategorik. Pada tahap pertama, first order statistic seperti threshold, mean, dan varian diestimasi dengan maksimum likeli-hood. Pada tahap kedua, second order statistics seperti korelasi tetrachoric, polychoric (Olsson, 1979) diestimasi dengan menggunakan conditional maxi-mum likelihood dengan diberikan hasil pada tahap pertama. Pada tahap ketiga, parameter dari structural part pada model diestimasi menggunakan metode limited -information GLS. Estimasi pada 2 tahap pertama didasarkan pada me-maksimumkan univariat dan bivariat log likelihood function untuk respon variabel latent (underlying variable). Hal ini menjadi alasan mengapa parameter yang diestimasi menggunakan maksi-mum likelihood disebut dengan limited information ML estimate. ...............................................................................................................................................................
46 ................................. Metodologi
Dengan metode ini, diperoleh estimator yang konsisten dari asumsi matrik kovarian dari estimator pada dua tahap pertama. Partisi dari estimate ML mungkin mempengaruhi goodness of fit dari propoerti statistic dari penaksir yang diturunkan pada tahap ketiga. Namun Muthén (1984) menunjukkan bahwa estimate ini selalu secara asimptotik berdistribusi normal dan efisien. Lee, Poon, Benther (1992) mengajukan prosedur dua tahap untuk mengestimasi Model Persamaan Struktural dengan indikator polythomous. Pada tahap 1, mereka mengestimasi threshold, polychoric, Polyserial kovarians dengan full maksimum likelihood. Pada tahap 2, parameter structural part dari model diestimasi menggunakan GLS. Pendekatan LISREL (Jöreskog dan Sör-bom, 1993) didasarkan pada korelasi polychoric dan polyserial (diestimasi menggunakan PRELIS) dan Weighted Least Square (WLS) untuk mengestimasi parameter structural. Jöreskog (1990) menyatakan bahwa pada LISREL, telah dikembangkan koefisien korelasi polyserial yang dapat diperoleh dari summary statistic bivariat yang berisi frekuensi pada masing masing sel, mean dan varians dari variabel kontinyu dalam masing-maisng kategori pada indicator kategorik. Salah satu prosedur estimasi yang digunakan di LISREL adalah WLS. GLS mensyaratkan normalitas pada variabel respon, sementara WLS adalah distribution free secara asimptotis. WLS lebih cocok digunakan untuk kasus variabel manifest campur-an walaupun secara komputasi lebih lambat. Arminger dan Küsters (1988) memberi-kan general framework tentang estimasi Structural Equation Modeling (SEM) dengan variabel teramati pada level penghitungan untuk semua tipe dan variabel latent metric. Formulasi ini memungkinkan variabel metric dan dummy (0/1) dimasukkan dalam model. Variabel variabel ini diperlakukan secara terpisah dalam estimasinya karena fungsi loglikelihood dimaksimumkan untuk masing-masing variabel. Model ini sama dengan LISREL model (Confirmatory Factor Analysis). ...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 47
.................................
2.5. Formulasi Indeks IKKDTI dibangun dengan menghitung bobot dan capaian untuk masing-masing indikator, variabel maupun aspek. Terdapat 3 struktur hirarki dalam perhitungan IKKDTI ini yaitu indikator, variabel dan aspek. Tahapan formulasi IKKDTI adalah sebagai berikut: Indikator menuju Variabel Tahapan pertama yang dilakukan dalam perhitungan Indeks untuk Indikator adalah menghitung capaian masing-masing kab/ kota untuk indikator yang ada. Nilai capaian ini dihitung dengan melakukan tranformasi data capaian awal, sehingga data capaian mempunyai skala yang sama yaitu dalam selang interval 0 sampai 1. Tranformasi dilakukan dengan cara yang berbeda tergantung dari indikator yang diukur, yang mempertimbangkan nilai terburuk, nilai ideal, serta capaian awal. Proses transformasi adalah sebagai berikut:
Untuk indikator yang tidak mempunyai benchmark nilai terburuk atau nilai idealnya, maka nilainya dihitung dengan melihat distribusi dari capaian semua kab/kota, sehingga nilai terburuk/ideal bisa dihitung dengan
Setelah didapatkan capaian untuk masing-masing indikator, selanjutnya dilakukan CFA untuk menghitung bobot dari indikator ke variabel. Sebagai ilustrasi, berikut disajikan struktur path dari CFA:
...............................................................................................................................................................
48 ................................. Metodologi
Gambar 2.2. |Struktur CFA untuk perhitungan bobot Gambar 2. 1. di atas menunjukkan struk-tur CFA, dimana Indikator yang tidak terukur (variabel latent = KK1) diwakili oleh gambar berbentuk “oval”, sedang-kan indikator (KK11, KK12, KK13) meru-pakan -indikator yang terukur, diwakili oleh gambar berbentuk “kotak”. Dalam proses estimasi nilai bobot, akan di-dapatkan “measurement error (e1,e2,e3)” yang diwakili oleh tanda “bulat”. Nilai yang terdapat pada garis panah yang menghubungkan variabel latent (variabel) dengan indikator adalah nilai koefisien regresi yang tidak terstandarisasi (unstandardized estimate) hasil CFA, namun dalam perhitungan indeks digunakan nilai standardized estimate sebagai bobot. Setelah didapatkan bobot dan capaian masing-masing indikator, dilakukan perkalian antara bobot dengan capaian sehingga didapatkan capaian untuk variabel sebagai berikut:
Selanjutnya, nilai KK1 yang didapatkan dari hasil diatas merupakan nilai capaian variabel KK1 (kualitas layanan publik) yang akan dianalisis pada tahapan selanjutnya. ...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 49
.................................
Pada tahapan ini, estimasi bobot dilaku-kan dengan GLS (Generalized Least Square) untuk indikator yang berskala rasio denga bantuan paket AMOS, se-dangkan indikator berskala biner (kategorik) dilakukan dengan Diagonal-ly Weighted Least Square yang didalam-nya melibatkan perhitungan korelasi Polychoric, dengan bantuan paket LISREL, begitu juga dengan variabel manifest berskala campuran. Variabel menuju Aspek Tahapan yang dilakukan untuk meng-hitung bobot variabel terhadap aspek adalah sama seperti tahapan sebelumnya. Namun, dalam tahapan ini tidak lagi dihitung nilai terburuk dan nilai ideal bagi masing-masing indikator karena data yang ada sudah merupakan data standard dengan range antara 0 sampai 1, yang didapatkan dari tahapan sebelumnya. Pada tahapan ini, variabel menjadi sesuatu yang terukur sedangkan Aspek menjadi latent. Estimasi bobot pada semua variablel dilakukan secara simultan, dengan mempertimbangkan pula struktur korelasi antar indikator. Struktur path diagram CFA ditunjukkan sebagai berikut:
...............................................................................................................................................................
50 ................................. Metodologi
Gambar 2.3. |. Stuktur CFA simultan dengan korelasi antar-vaiabel laten Dari struktur pada Gambar 2. 2. di atas, terlihat bahwa ada tiga aspek yang ingin diukur menggunakan indikator masing-masing. Interpretasi dari diagram di atas sama dengan path CFA sebelumnya, yang berbeda adalah strukur korelasi yang digambarkan dengan tanda panah ganda. Angka pada panah ini menujuk-kan nilai korelasi antar latent variable (aspek). Setelah didapatkan bobot masing-masing, maka indeks capaian untuk aspek dihitung dengan cara mengalikan capaian variabel dengan bobot sebagai berikut (ilustrasi):
...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 51
.................................
Aspek Menuju IKKDTI Tahapan terakhir dalam perhitungan IKKDTI adalah perhitungan bobot aspek dalam membangun IKKDTI. Bobot dihi-tung melalui CFA yang menghasilkan regresi antara aspek dan IKKDTI sebagai berikut:
Gambar 2.3. |. Stuktur CFA simultan dengan korelasi antar-vaiabel laten Dari struktur di atas, akan dapat diketahui aspek mana yang paling dominan dalam membentuk IKKDTI. Hasil akhir dari tahapan ini adalah indeks untuk masing-masing kab/kota yang didapatkan dengan perhitungan sebagai berikut:
Kategorisasi IKKDTI Tujuan akhir dari perhitungan IKKDTI adalah mendapatkan gambaran profil ketahanan (dan dibaca secara terbalik sebagai kerentanan) masing-masing kabupaten terhadap konflik. Nilai Indeks yang didapatkan sebelumnya perlu ditransformasi menjadi suatu kategori yang mewakili tingkatan kelompok ketahanan, yaitu sangat rendah, rendah, sedang, dan tinggi. ...............................................................................................................................................................
52 ................................. Metodologi
Proses penentuan kategori dilakukan dengan melihat distribusi atau sebaran indeks. Jika sebaran indeks mengikuti distribusi normal, maka akan dambil ukuran berikut sebagai threshold yaitu : Tabel 2.2 Penentuan kategori berdasarkan interval konfidensi Indeks
Nilai Indeks
Ketahanan
Kerawanan
< (Mean – 1.96* standard deviasi)
sangat rendah
sangat rendah
sangat tinggi
standard
rendah
rendah
tinggi
Indeks < (Mean + 1.96* standard deviasi)
sedang
sedang
sedang
>(Mean + 1.96* standard deviasi)
tinggi
tinggi
rendah
(Mean – 1.96* deviasi) < Indeks
Sumber: Hasil Analisis Tim Penyusun
Angka 1.96 diperolah dari nilai table 2.1 pada distribusi normal standard dengan tingkat kesalahan 5%. Namun demikian, sangat memungkinkan jika sebaran indeks tidak berdistribusi secara normal. Dalam situasi ini, penentuan kategori kerawanan akan didasarkan pada nilai kuantil, yaitu kuantil pertama (Q1) dan kuantil ketiga (Q3). Artinya, 25% capaian indeks terendah dikategorikan sebagai ketahanan sangat rendah tinggi, 25% berikutnya (antara Q1 hingga median) sebagai ketahanan rendah, selanjutnya 25% (antara median hingga Q3) sebagai ketahanan sedang sedangkan 25% capaian indeks tertinggi dikategorikan sebagai ketahanan tinggi. Tabel 2.3 Penentuan kategori berdasarkan kuantil Indeks
Nilai Indeks
Ketahanan
Kerawanan
sangat rendah
sangat rendah
sangat tinggi
Q1 < indeks < median
rendah
rendah
tinggi
median
sedang
sedang
sedang
tinggi
tinggi
rendah
< Q1
>Q3
Sumber: Hasil Analisis Tim Penyusun ...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 53
.................................
2.6. Limitasi Penyusunan IKKDTI 2016 ini masih jauh dari sempurna. Sama seperti penyusunan IKKDTI 2014, harus diakui sejak awal bahwa IKKDTI 2016 ini memiliki sejumlah keterbatasan baik secara substantif maupun teknis. Mengidentifikasi limitasi ini menjadi penting, setidaknya, untuk dua tujuan. Pertama, membuat kerangka batasan (framework of bound-aries) untuk memahami dalam batasbatas mana IKKDTI disusun. Kedua, dan yang terpenting, sebagai pijakan untuk perbaikan dan penyempurnaan IKKDTI di masamasa mendatang. Beberapa limitasi yang dimaksud adalah sebagai berikut: IKKDTI disusun berdasarkan panduan konseptual untuk memahami kondisi kerentanan konflik di Indonesia kontemporer melalui keterkaitan (interlink) antara aspek tata kelola, kapasitas kelembagaan, dan ketahan-an masyarakat. Variabel dan indikator dalam IKKDTI ini disusun sedemikian rupa untuk menggambarkan inter-link tersebut dan memberi gambaran kondisi kerentanan sekaligus potensi perdamaian suatu daerah. Namun demikian, dalam pengerjaannya IKKDTI sangat mengandalkan data lapangan (data driven), yang hanya didasarkan pada data-data media dan dokumendokumen resmi pemerin-tah. Keterbatasan waktu dan sumber daya membuat penyusunan IKKDTI ini hanya mengandalkan data sekunder, tanpa ada wawancara mendalam, observasi, atau diskusi kelompok di setiap lokasi sampel. Implikasinya, IKKDTI cukup mampu memberi gambaran indikatif mengenai kerentanan dan potensi perdamaian suatu daerah sampel, namun kurang memiliki daya penjelas untuk isu-isu yang lebih detail dan kualitatif sifatnya. Keterbatasan sumberdaya dan keter-sediaan data juga memaksa penyusun untuk tetap menggunakan formulasi variabel dan indikator IKKDTI 2014 dalam penyusunan IKKDTI 2016. Sebelumnya, rencana awal IKKDTI terbangun atas 15 variabel dan 62 indikator. Setelah mengalami penyederhanaan, versi akhir IKKDTI (versi 2014) mencakup 11 variabel dan 28 indikator. Tentu ...............................................................................................................................................................
54 ................................. Metodologi
saja penyederhanaan ini berimplikasi pada kedalaman indeks ini, karena beberapa indikator terpaksa harus ditanggalkan karena kesulitan data lapangan. Pembuatan indeks semacam ini selalu saja merupakan resultan paling optimal dari negosiasi panjang untuk mempertahankan kerangka konseptual pada satu sisi dan ketersediaan data lapangan pada sisi yang lainnya. Tantangan terberat dalam penyusunan IKKDTI ini adalah fase pengumpulan dan input data. Karena IKKDTI ini banyak mengandalkan data internet, baik laman resmi lembaga atau data media koran lokal, seringkali distribusi data tidak merata baik secara geografis maupun cakupan tahun data. Misalnya, kualitas laman resmi BPS di setiap kabupaten berbeda fasilitas dan kontennya. Di masa mendatang kerjasama dan kemitraan antar-lembaga untuk proses penginputan menjadi sangat penting dikembangan demi efisiensi pengumpulan data IKKDTI.
...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 55
.................................
BAB III
KONSEP DASAR IKKDTI
IKKDTI 2016, sama halnya dengan IIKDTI 2014, dibangun melalui sejumlah konsep dasar antara lain Konflik, Konflik Kekerasan, Kerentanan dan Ketahanan Konflik. Konsep-konsep dasar tersebut menjadi basis perumusan Aspek, Variabel dan Indikator yang dikontekskan dengan kondisi terkini daerah tertinggal. Kontekstualisasi konsep tersebut mengacu pada hasil-hasil kajian terkini mengenai fenomena konflik nirkekerasan dan konflik yang disertai kekerasan. 3.1. Konflik, Kekerasan dan Rawan Konflik Bagian ini akan menguraikan dan meng-klarifikasi tiga konsep dasar yang menjadi fondasi penyusunan IKKDTI. Klarifikasi konsep konflik, kekerasan, keta-hanan dan kerentanan konflik ini sangat ...............................................................................................................................................................
56 ................................. Konsep Dasar IKKDTI
penting mengingat seringkali terdapat kerancuan pemahaman atas tiga konsep dasar berikut ini baik di kalangan akademisi maupun pengambil kebijakan. Apa itu Konflik? Harus diakui belum ada keseragaman makna yang muncul dari penggunaan terminologi ini. Berbeda dari pengunaan lazim dalam kajian akademik internasional, kata konflik dalam diskusi publik dan diskusi sehari-hari di Indonesia mengandung makna pertikaian fisik, pertengkaran, atau singkatnya sudah menyertakan kekerasan baik yang bersifat fisik maupun simbolik-kultural. Konotasi kekerasan dalam terminologi ini tak lepas dari dampak depolitisasi Orde Baru terhadap perbe-daan kepentingan ekonomi dan perbedaan identitas budaya. Dalam skala global, penyempitan makna konflik sematamata kekerasan merupakan dampak ikutan dari hegemoni ekonomipolitik neoliberal yang menjadikan pasar dan hukum semata sebagai kom-pas perubahan. Hal ini tentu bertolak belakang dengan makna konflik dalam cara pandang demokrasi dalam mana konflik merupakan wujud dari interaksi antara kepentingan, kekuatan dan nilai yang menjadi fundasi dinamika dan perubahan sosial, ekonomi dan politik. Dalam khasanah demokrasi, yang menjadi pokok soal adalah bagaimana mengelola konflik agar bersifat produktif demi kebaikan bersama. Sistem demokrasi termasuk tata kelola kebijakan publik yang efektif diselenggarakan sebagai respon terhadap konflik demi menghadirkan keadilan ekonomi-sosial, kesetaraan politik, dan penghargaan atas keragaman identitas. Sejalan dengan arus demokratisasi saat ini, konsep konflik dalam IKKDTI tidak mengandung konotasi kekerasan me-lainkan sebuah konsep deskriptif mengenai benturan kepentingan, kekuatan dan nilai. Idealnya, regulasi, kebijakan dan praktek demokrasi prosedural, misalnya, merupakan respon sistemik dan terlembaga terhadap keragaman kepentingan publik. Dalam pengertian ini, pilkada ...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 57
.................................
misalnya adalah proses dan mekanisme kelola konflik politik demi menghasilkan pemimpin daerah yang representatif dan memiliki basis legiti-masi yang kokoh dalam mengorientasi-kan program pembangunan daerah. Apa itu Konflik Kekerasan? Kendati jarang digunakan dalam diskusi publik dan media massa, terminologi konflik kekerasan (violent conflict) dirasa lebih memadai untuk mendeskripsikan hubungan antara konflik dan kekerasan yang termanisfestasi dalam insiden atau kasus kekerasan. Indikator utama adalah sikap dan perilaku yang berlangsung dalam konflik yang melibatkan dua atau lebih pihak. Tidak ada kekerasan tanpa belitan konflik, baik yang bersifat struktural maupun kultural. Tugas peneliti konflik atau pen-studi kekerasan tidak saja mencari tahu dan memetakan aktor kekerasan tapi juga medeteksi apa saja konteks dan isu konfliknya. Apa itu Kerawanan Konflik? Bertolak dari kesepahaman dua konsep di atas, kerawanan konflik mendeskripsikan kerentanan peristiwa atau proses konflik terhadap timbulnya perilaku kekerasan. Kerentanan (fragility) selalu merupakan dampak, resiko atau akibat langsung maupun tak langsung dari kelola konflik yang tidak efektif. Tak ada pihak yang menghendaki kekerasan sebagai solusi mutlak. Kekerasan lebih merupakan konsekuensi dari tidak tersedianya proses penyelesaian dan resolusi yang dirasa adil dan dapat pula dilakukan sebagai pilihan taktis atau strategis untuk mencapai tujuan. Arti penting konsep kerawanan diperlukan untuk mendeteksi atau prediksi eskalasi konflik dan berguna untuk merumuskan peringatan dini serta intervensi pencegahan konflik kekerasan. Laporan World Bank, Conflict, Security and Development (WDR, 2011), misalnya, menteorisasi kekerasan sebagai akibat dari adanya tekanan internal dan tekanan eksternal yang melilit sektor keamanan, ekonomi dan ...............................................................................................................................................................
58 ................................. Konsep Dasar IKKDTI
keadilan, terutama di negara-negara pasca-konflik. Begitu kuatnya tekanan tersebut tidak sanggup direspon secara efektif oleh negara. Hal ini diperburuk oleh kapasitas respon kelembagaan yang terbatas dan negara tidak mendapat kepercayaan publik. Berbeda dari WB yang menitikberatkan krisis kapasitas respon negara, asesmen lapangan yang dilakukan UNDP (Governance for Peace, 2012) di berbagai negara pasca konflik dan mengalami demokratisasi, kerentanan konflik dipahami sebagi risiko belum terlembaganya mekanisme kontrak sosial. Selain masih lemahnya kapasitas negara, disebutkan juga rendahnya daya tahan komunitas dan praktek politik yang tidak inklusif sebagai sebab-sebab utama kerentanan konflik. Tidak adanya koneksi antara ketiga variabel tersebut berpotensi menjerumuskan kembali masyarakat dan negara ke dalam lingkaran setan kekerasan. Kata kunci utamanya adalah belum terlembaganya model dan mekanisme tata kelola yang dapat mempertemukan negara dan masyarakat. Dalam alam demokrasi, praktek pembangunan, keamanan dan demokrasi berjalan dalam jalur masing-masing. Keterkaitan konteks dan isu diabaikan dengan capaian-capaian parsial yang tak menyumbang bagi pembangunan perdamaian (peacebuilding) dan penataan negara (statebuilding). Dalam penyusunan IKKDTI ini, konseptualisasi rawan konflik UNDP tersebut dianggap lebih memadai untuk memahami, mendeteksi dan mengukur tingkat dan dinamika kerentanan konflik terhadap kekerasan. Secara umum, infrastruktur perdamaian sudah tersedia antara lain mekanisme dan aturan demokrasi prosedural, mekanisme koordinasi pusat daerah, deretan regulasi/peraturan kelola SDA dan SDE, koordinasi lintas sektoral, mekanisme bersama perumusan kebijakan pembangunan seperti Musrenbang, pembagian kerja lembaga penegak hukum dan peradilan serta pemisahan tupoksi dan basis kelembagaan militer dan polisi. Dengan menggunakan konsep segitiga rumusan UNDP, dapat dielaborasi gap atau kesenjangan antara variabel yang mengakibatkan tidak tersambungnya antara harapan publik dan kenyataan di lapangan. ...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 59
.................................
Secara makro, belum ada kerangka yang memadukan demokrasi dan pembangunan dengan akibat kerakusan kuasa (greed) yang membiak dalam lembaga-lembaga negara memicu letupan ketakpuasan (grievance) di berbagai lapisan akar rumput. Sementara konsep ketahanan dapat dipahami dalam tiga perspektif berikut: ketahanan sebagai kemampuan untuk mempertahankan situasi perdamaian positif; ketahanan sebagai kemampuan untuk mengatur proses mentransformasi situasi perdamaian negatif menjadi perdamaian positif; dan, ketahanan sebagai transformasi (Geneva Peacebuilding Platform 2012, paper presented by Ken Menkhaus). Jika kerentanan dibaca sebagai resiko munculnya konflik maka ketahanan dapat dibaca sebagai kemampuan atau kapasitas yang dapat mencegah munculnya konflik kekerasan dan mempromosikan perdamaian. Dalam IKKDTI, ketahanan dilihat sebagai interkoneksi antara tata kelola, kapasitas kelembagaan dan ketahanan masyarakat yang berkontribusi terhadap pencegahan konflik dan promosi perdamaian. 3.2. Ketahanan dan Kerentanan Konflik di Daerah Tertinggal Perlu dicatat bahwa tantangan konsep-tual mengemuka ketika kerawanan dan ketahanan konflik dikontekskan pada sejumlah persoalan mendasar yang dialami daerah-daerah tertinggal di Indo-nesia. Bagaimana memahami hubung-an antara ketertinggalan daerah dan kerawanan serta ketahanan konflik? Mengacu pada hasil kajian IKKDTI 2014 yang mengambil sampel 50 kabupaten dari 143 daerah rawan konflik, diperolah gambaran sebagai berikut : daerah tertinggal dengan kategori kerawanan konflik tinggi berjumlah 12 kabupaten (24%), daerah tertinggal dengan kerawanan konflik sedang berjumlah 26 kabupaten (52%) dan daerah tertinggal dengan kerawanan konflik rendah ber-jumlah 12 kabupaten (24%). Potret sebaran daerah rawan konflik dengan 3 kategori tersebut memperlihatkan kategori pertama paling banyak dihuni oleh kabupaten-kabupaten di Indonesia Timur seperti di Papua dan ...............................................................................................................................................................
60 ................................. Konsep Dasar IKKDTI
NTT (masing-masing 3 kabupaten) dan diikuti oleh NTB, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Lampung, NAD dan Banten (masingmasing 1 kabupaten). Selain itu, Kemendes PDTT mencatat dari 143 daerah tertinggal, 10 kabupaten masuk dalam prioritas I (6.99%), 53 kabupaten masuk prioritas II (37.06%) dan 80 kabupaten masuk prioritas III (55.94%). Data tersebut menjadi basis empiris untuk mempertajam ataupun menguji korelasi antara ketertinggalan dari tilikan 6 indikator Kemendes PDTT dan tingkat kerawanan konflik sebagaimana diukur melalui variabel dan indikator IKKDTI. Hubungan antara ketertinggalan dan rawan konflik tentu tidak otomatis bersifat sebab-akibat. Keterbatasan akses dan rendahnya respon kelembagaan misalnya tidak dapat digeneralisasi sebagai faktor utama kerawanan konflik. Demikian juga halnya sejumlah studi antropologi ekonomi dan politik menunjukkan bahwa daerah tertinggal dengan HDI rendah tak serentak menjadi wilayah konflik kekerasan yang akut. Justru seringkali terjadi adalah masyarakat daerah tertinggal memiliki dan menghasilkan mekanisme kolektiflokal untuk mengatasi kemiskinan kronis dan mencegah konflik kekerasan. Pesan pentingnya adalah bahwa kapasitas negara dan kapasitas masyarakat saling mengisi satu sama lain. Fakta semacam ini merupakan catatan kritis agar konseptualisasi kerawanan konflik dalam IKKDTI tidak terjebak dalam logik berpikir statist, develop-mentalist dan modernist. Tiga perspektif dominan ini seringkali mengaburkan fakta lapangan bahwa masyarakat atau komunitas lokal memiliki keagenan dan agenda aksi bersama. Karena itu pula, 6 indikator Kemendes PDTT dalam penyusunan indeks ini lebih dipahami sebagai deskripsi makro untuk menjadi pijakan awal medeteksi korelasi antara kemiskinan dan kerawanan konflik. Ketiga aspek berserta variabel dan indikator harus mencakup informasiinformasi penting yang dapat menggambarkan kondisi kapasitas negara, komunitas dan interaksi di antara keduanya.
...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 61
.................................
3.3 Aspek, Variabel dan Indikator Tujuan utama IKKDTI adalah memberikan gambaran empiris mengenai tingkat ketahanan dan kerawanan konflik di Indonesia. Karena itu, menjadi sangat penting untuk sebisa mungkin menghasilkan indeks yang obyektif (seusai dengan kondisi aktual), ekplanatif (berdaya penjelas), dan legitimate (disepakati para pihak terkait). Tingkat obyektivitas yang tinggi berguna terutama untuk intervensi program pemerintah dan masyarakat sipil; tingkat eksplanasi yang terbuka ber-guna untuk dijadikan bahan penelitian dan debat kebijakan; sementara tingkat legitimasi berguna untuk membangun kepercayaan terhadap hasil indeks dan intervensi program. Bertolak dari pembahasan konseptual terdahulu, rumusan aspek, variabel dan indikator dalam IKKDTImerupakan penajaman dan penyederhanaan kon-sepsi ketahanan dan kerentanan konflik yang bersifat praktis dan operasional. Proses perumusan tersebut dikawal oleh tiga prinsip utama. Pertama, relevansi dalam arti dimensi/aspek dan variabel dapat memotret kondisi aktual ketahanan dan kerentanan konflik. Kedua, signifikansi dalam arti aspek dan variabel memiliki kapasitas penjelas yang memadai terhadap kondisi aktual ketahanan dan kerentanan konflik. Dan ketiga, ketersediaan data dalam arti indikator-indikator yang diturunkan dari variabel dan aspek sebisa mungkin memiliki sumber data baik data primer maupun data sekunder. 3.4. Tiga Aspek IKKDTI Dalam merumuskan aspek atau dimensi ketahanan dan kerentanan konflik IKKDTI, konsep-konsep utama perlu dikontekskan sesuai kondisi terkini di 183 daerah tertinggal dan di Indonesia pada umumnya. Mengacu pada berbagai hasil penelitian terkini, evaluasi program dan advokasi, khususnya yang dilakukan oleh PSKP bekerjasama dengan UNDP, World Bank, dan lembaga internasional lainnya, diperoleh tiga aspek fundamental ...............................................................................................................................................................
62 ................................. Konsep Dasar IKKDTI
untuk memotret kerentanan konflik dan ketahanan atau kapasitas perdamaian yakni (1) Tata Kelola, (2) Kapasitas Kelembagaan dan (3) Daya Tahan Masyarakat, sebagaimana diilustrasikan dalam segitiga ke-tahanan-kerentanan konflik berikut.
Gambar 3.1. |Tiga Aspek Ketahanan-Kerentanan Konflik Adapun ketiga aspek ini menjadi dasar untuk (1) pemahaman makro mengenai tingkat dan dinamika ketahanan sekaligus kerentanan konflik dan (2) perumusan variabel dan indikator dalam proses penyusunan IKKDTI. Terkait pendasaran pertama, peng-gunaan tiga aspek ini adalah untuk memahami secara mudah saling pengaruh antar isu dan aktor konflik di daerah tertinggal. Hal ini pun dikondisikan oleh tiga konteks aktual: proses demokratisasi, akselerasi pembangunan, dan dina-mika keamanan. Karena itu, pemahaman holistik terhadap ketahanan dan kerentanan konflik harus dipandu oleh kepekaan akan tiga konteks tersebut yang secara aktual mempengaruhi relasi baik antara masyarakat dan pemerintah maupun antar kelompok masyarakat. Terkait pendasaran kedua, dengan digunakannya 3 aspek ini dapat dengan mudah dirumuskan variabel dan indikator. Ketiganya ...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 63
.................................
merupakan tiga pilar utama dalam dalam kerangka kelola konflik dan promosi perdamaian baik pada tingkat global, regional maupun nasional. Kesepakatan mengenai ketiga aspek ini akan mempercepat perumusan variabel dan indikator yang tentu lebih mudah dilakukan tim ahli IKKDTI mengingat adanya ketersediaan data penelitian, dokumen dan data media. Tata Kelola Peka Konflik Tata Kelola (governance) berarti perencanaan, perumusan dan implementasi program, kebijakan atau regulasi yang melibatkan semua pemangku kepentingan, baik antar instansi pemerintah maupun antara pemerintah dan masyarakat.17 Dalam cara pandang Demo-cratic Governance, tata kelola yang peka konflik memberi perhatian pada proses, koordinasi, dan kerja sama yang secara langsung maupun tak langung mengelola konflik kepentingan. Kelola konflik kepentingan yang efektif harus mencerminkan prinsip-prinsip dasar demokrasi seperti partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas. Selain tercapainya tujuan, tata kelola tersebut tidak saja memperkuat otoritas dan kewibaan negara tetapi terpenting lagi membentuk kapasitas kewarganegaraan yang aktif dan bertanggung jawab. Dengan kata lain, norma, institusi tata kelola dan mekanismenya harus bersifat otoritatif sekaligus inklusif. Tata kelola sebagai aspek ketahanan dan kerentanan konflik memiliki dasar konseptual dan faktual. Secara konseptual, teorisasi mengenai hubungan tata kelola dan perdamaian telah dijadikan bahan perdebatan kebijakan publik, manajemen dan resolusi konflik baik di tingkat global, regional maupun nasional.18 Konteks yang Dalam perdebatan kebijakan mengenai tata kelola terdapat dua pendekatan, pertama pendekatan good governance dan kedua democratic governance.Konsep tata kelola dalam IKKDTI ini merujuk pada pendekatan kedua.Acuan utamanya adalah John Gerring dan Strom Thacker. 2008. A Centripetal Theory of Democratic Governance. New York: Cambridge University Press. 18 Selain mengacu pada teori democratic governance, konsep Tata kelola dalam IKKDTI mengacu pada konsep tata kelola yang peka konflik atau tata kelola untuk perdamaian sebagaimana merujuk pada United Nations Development Program. 2012. Governance for Peace: Securing the Social Contract. New York: Bureau for Crisis Prevention and Recovery-Bureau for Development Policy 17
...............................................................................................................................................................
64 ................................. Konsep Dasar IKKDTI
melatarbelakangi adalah pentingnya partisipasi dan koordinasi dalam pembuatan kebijakan publik demi menghasilkan produk kebijak-an dan regulasi yang efektif mengatasi masalah sosial, politik dan ekonomi. Tata kelola juga dipandang mementing-kan proses dalam mana kedudukan dan peran stakeholder yang setara dapat berkontribusi maksimal untuk menghasilkan kebijakan yang adil dan berdampak luas serta mempengaruhi implementasi dan monitoring. Asumsi dasarnya adalah tata kelola yang efektif berkorelasi secara positif dengan promosi perdamaian melalui kebijakan publik. Di Indonesia, konsep dan praktek tata kelola sebagai manajemen konflik dido-rong oleh dinamika demokrasi dan percepatan pembangunan. Dua dinamika ini menuntut partisipasi warga-negara, menguatnya advokasi masyarakat sipil, meningkatnya jumlah kelompok kepentingan, dan ragam lembaga negara yang menangani masalah yang sama. Bersamaan dengan itu, ketegangan sosial dan konflik kekerasan muncul ke permukaan dan menuntut diselesaikan secara tuntas. Partisipasi, transparansi dan akuntabilitas menjadi tiga prinsip operasional agar akar masalah konflik tersebut dapat dibahas dan solusi diterima semua pihak. Dari konsep dan praktek tata kelola yang sensitif konflik bisa disimpulkan tujuan utama (1) masyarakat merasa memiliki masalah dan solusi bersama, (2) lembaga-lembaga negara bekerja dalam kerangka kerja bersama mengatasi masalah, (3) kepercayaan publik terhadap negara meningkat. Secara faktual, penempatan tata kelola sebagai aspek penting ketahanan dan kerentanan konflik bisa dicermati dari 4 jenis konflik utama yang diuraikan sebelumnya. Hasil survey Kohesi Sosial di 5 Propinsi dan 12 daerah tertinggal (2012) serta kajian IKKDTI 2014, misalnya, ketegangan sosial dan insiden konflik kekerasan disebabkan oleh absennya atau tidak efektifnya mekanisme tata kelola konflik kepentingan. Akar konflik kekerasan antara lain ketidakpuasan publik dengan elitisme pem-buatan kebijakan, program-program pembangunan justru menjadi sarang konflik kepentingan lokal, dan juga korupsi dan kolusi yang menjadi prak-tek normal dalam kelola ...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 65
.................................
sumber daya anggaran, SDA dan SDM. Demikian pula hasil review terhadap pelaksanaan prog-ram PTD (UNDP-BAPPENAS) di 3 propinsi pasca-konflik komunal menunjukkan bahwa Musrenbang sebagai praktek rutin kelola kebijakan publik belum sensitif perdamaian dan bias gender. Intervensi PTD berhasil menjadikan Musrenbang sebagai test case untuk promosi perdamaian dan meminimalisir ketegangan sosial pasca-konflik.Sementara hasil Kajian Identifikasi dan Analisis Kebutuhan Daerah Paska-Konflik (Kemendes PDTT-PSKP UGM, 2015), menegaskan bahwa tata kelola menjadi basis utama pembentukan ketahanan konflik daerah, terutama bagi daerah-daerah paska-konflik. Tata kelola menjadi upaya logis memaksimalkan kapasitas ketahanan konflik sekaligus memperkuat ketahanan konflik dalam segi kapasitas kelembagaan dan ketahanan masyarakat. Kapasitas Kelembagaan Kapasitas Kelembagaan (institutional capacity) mencakup kemampuan dan keahlian personel, pembidangan kerja, mekanisme kerja, kepemimpinan dan kapasitas respon institusi pemerintah terhadap kebutuhan dan aspirasi warga negara. Termasuk juga kapasitas anggaran, staffing, rekruitmen, dan dukungan regulasi. Kualitas pelayanan publik dasar (pendidikan, kesehatan dan keamanan) mempengaruhi otoritas dan legitimasi pemerintah. Ketersediaan dan kualitas infrastruktur merupakan potret kapasitas kelembagaan. Dimensi ini secara langsung maupun tak langsung memperlihatkan sejauh mana kapasitas kelembagaan mempengaruhi ketahanan dan kerentanan terhadap konflik kekerasan. Secara faktual, 122 daerah tertinggal di-dera masalah kronis buruknya kapasitas kelembagaan pemerintah dalam menyediakan pelayanan publik dasar dan pembangunan ekonomi. Terlepas dari adanya terobosan kelembagaan untuk menghubungkan pusat dan daerah, rendahnya kinerja pelayanan birokrasi daerah dipengaruhi dinamika politik lokal. Kolusi, korupsi dan nepotisme menjadi ...............................................................................................................................................................
66 ................................. Konsep Dasar IKKDTI
praktek rutin dan dianggap normal agar pembangunan daerah bisa berlangsung. Sebagaimana ditunjukkan oleh sejumlah penelitian, daerah tertinggal terkena sindrom ‘self-serving government’, pemerintahan yang hanya melayani dirinya sendiri. Tidak heran jika tingkat kepercayaan publik sangat rendah dan seringkali bermuara pada ketegangan sosial dan konflik kekerasan antara pemerintah dan masyarakat. Kendati demikian, sebagaimana nantinya terkait dengan aspek Daya Tahan Masyarakat, pelayanan birokrasi yang tidak efektif setali tiga uang dengan rendahnya tingkat kepadatan asosiasional dalam masyarakat. Tidak banyak tersedia basis dan kanal representasi kelompok kepentingan yang menghubungkan masyarakat dan negara. Partai politik semata-mata kendaraan politik elit massa dan anggota DPRD dililit hutang politik yang harus ditebus dengan konspirasi menjarah dana proyek SKPD. Fakta ini telah menjadi rahasia umum masyarakat daerah tertinggal. Ketika dampak pembangunan merugikan masyarakat, kekerasan kerap digunakan untuk menegaskan kemarahan terhadap pemerintah. Merujuk pada perdebatan dan panduan global yang diarusutamakan oleh World Bank, peran negara, dalam hal ini melalui kapasitas kelembagaannya, sangat krusial dalam sejumlah bidang untuk pembangunan manusia, ekonomi, politik dan koordinasi19. Sebagaimana tercermin dalam aspek Kapasitas Lembaga IKKDTI, kapasitas kelembagaan diperiksa melalui (1) pelayanan publik dasar, (2) sistem hukum dan pene-gakan hukum tanpa diskriminasi, (3) koordinasi pusat-daerah untuk mengatasi fenomena elite-capture, (4) dukung-an politik masyarakat terhadap program pemerintah dan (5) penguatan kapasitas sistem politik untuk partisipasi warganegara dan kualitas kepemimpinan daerah baik legislatif maupun eksekutif, serta keterlibatan kaum perempuan dalam politik.
Lihat World Bank. 2011. World Development Report 2011. Conflict, Security and Development. Washington DC: WB Publication. Lihat juga, World Bank. 1997. World Development Report. The State in a Changing World. Washington DC: WB Publication. 19
...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 67
.................................
Daya Tahan Masyarakat Daya Tahan Masyarakat (community resilience) merupakan konsep populer dalam studi demokrasi, studi ekonomi, studi konflik dan perdamaian khususnya pembangunan perdamaian. Jauh lebih luas pengertiannya dari konsep modal sosial (social capital), daya tahan masyarakat merupakan resultan dari hubungan antara negara, pasar dan komunitas yang pada gilirannya mem-pengaruhi kapasitas dan aktivitas masyarakat mengelola kerentanan so-sial terhadap krisis, kekerasan dan bencana. Mengacu pada kerangka kebijakan Pembangunan Manusia20, daya tahan maupun kerentanan masyarakat terhadap kekerasan perlu di-letakkan dalam konteks ketahanan dan kerentanan struktural dalam arti seberapa jauh pembangunan secara efektif mendorong sikap saling percaya, kebersamaan dan terbentuknya kepadatan asosiasional yang melampaui sekat-sekat etnis, agama dan wilayah. Dalam rincian konkritnya, daya tahan masyarakat mencakup kondisi dan ka-pasitas sosial-ekonomi, praktek kolektif, sikap dan perilaku individu atau kelom-pok yang secara langsung dan tak langsung mempengaruhi kapasitas perdamaian dan kerentanan masyarakat terhadap konflik kekerasan. Sebagai sebuah unit sosial yang khusus, masya-rakat atau komunitas ditandai keberagaman budaya, kepentingan, dan afiliasi kolektif. Interaksi antar individu dan interaksi antar kelompok dipengaruhi latar belakang budaya, ekonomi dan politik. Aspek-aspek tersebut memberi gambaran apakah masyarakat berada dalam situasi krisis sosial, perdamaian negatif (negative peace) atau perdamai-an positif (positive peace).21
Lihat United Nations Development Program. 2014. Human Development Report, Sustaining Human Progress: Reducing Vulnerabilities and Building Resilience. New York: UNDP publication. 21 Negative peace dan positive peace merupakan dua konsep standar mengenai kondisi perdamaian. Negative peace menggambarkan kondisi tak ada kekerasan atau perang tetapi masih menyimpan ketegangan sosial, baik horintal maupun vertikal, karena konflik belum dikelola secara efektif. Sementara positive peace menggambarkan kondisi stabilitas keamanan, politik dan ekonomi yang kondusif di mana konflik dikelola dengan efektif dan institusi negara maupun non-negara memainkan peran produktif bagi penguatan perdamaian. 20
...............................................................................................................................................................
68 ................................. Konsep Dasar IKKDTI
Ketahanan ataupun kerentanan masya-rakat terhadap konflik kekerasan dan krisis sosial lainnya tidak otomatis datang dari kapasitas budaya dan perilaku sosial. Agar terhindar dari bias kulturalist yang gemar memberi stigma negatif pada masyarakat daerah tertinggal, rumusan aspek ini memahami ketahanan dan kerentanan masyarakat sebagai konsekuensi dari efektif atau tidak efektifnya tata kelola dan kapasitas kelembagaan. Rendahnya tingkat pen-dapatan, pendidikan, dan kesehatan masyarakat tidak terlepas dari keterse-diaan dan akses pelayanan publik dan pasar ekonomi lokal.22 Begitu pula maraknya ormas dan asosiasi etnik dan keagamaan yang menjadi aktor konflik kekerasan tak dapat dipisahkan dari cara kerja dan hasil pembangunan daerah.23 Etnisasi politik lokal dan kekerasan yang terjadi berkaitan dengan proses politik pilkadal dan pemilu. Juga konflik kekerasan yang melibatkan masyarakat, korporasi dan polisi harus dipandang sebagai masalah yang terkait tata kelola sumber daya ekonomi dan kapasitas pemerintahan. Demikian halnya dengan konflik keke-rasan antar komunitas, antar pelajar/mahasiswa atau antar suku, mengajak kita mencermati dua hal. Pertama, hubungan sosial antara komunitas dan ketersediaan mekanisme atau praktek sosial yang memungkinkan interaksi antar para pihak. Kedua, advokasi pemerintah dan masyarakat sipil terhadap kapasitas lokal untuk promosi perdamaian dan pencegahan konflik kekerasan. Tiap-tiap konflik kekerasan antar kelompok tentu memiliki konteks dan isu konflik yang harus diperhatikan. Perhatian terhadap konteks dan isu itulah yang pada gilirannya membawa kita pada hubungan antara daya tahan masyarakat dan dua aspek IRDKTI lainnya yakni tata kelola peka konflik dan kapasitas kelembagaan. Studi antropologi mutakhir menunjukkan bahwa ketersediaan, kapasitas dan efektivitas ‘modal sosial’ (social capital) di berbagai wilayah di Indonesia tidak terlepas dari peran negara memperkuat kapasitas modal sosial tersebut melalui program-program pembangunan yang yang bersifat langsung maupun tak langsung. Lihat Milan Titus and Paul Burgers (ed). 2008. Rural Livelihood, Resource and Coping with Crisis indonesia: A comparative Study. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies . 23 Lihat Laporan Tahunan Center for Religious and Cross-Cultural Studies (CRCS-UGM). 2013. Laporan Tahunan Kehidupan Beragama di Indonesia 2012. 22
...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 69
.................................
3.4 Variabel dan Indikator IKKDTI Variabel dan indikator IKKDTI diturun-kan dari 3 Aspek: tata kelola peka konflik, kapasitas kelembagaan dan daya tahan masyarakat. Terdapat 11 variabel dan 29 indikator. Penetapan variabel dan indikator ini dilakukan melalui pertimbangan berikut. Pertama, relevansi dan kesesuaian dengan as-pek masing-masing. Kedua, memiliki daya penjelas terhadap aspek dalam kaitan dengan daya penjelas tiap-tiap variabel dan indikator terhadap keta-hanan dan kerentanan terhadap konflik kekerasan. Ketiga, dipertajam melalui diskusi dan perdebatan konstruk-tif bersama stakeholder pencegahan konflik dan promosi perdamaian. Ke-empat, ketersediaan data indeks sangat mempengaruhi penetapan variabel dan indikator final. Dua pertimbangan pertama dilakukan melalui dua kegiatan yakni pertama review kajian konflik dan perdamaian terkini di Indonesia dan kedua evaluasi terhadap kegiatan penelitian dan advokasi yang dilakukan PSKP UGM di berbagai daerah tertinggal. Pertimbangan ketiga dilakukan melalui rangkaian FGD untuk menghasilkan kesepahaman dan kepemilikan bersama terhadap hasil IKKDTI. Sementara pertimbangan ketersedian data pada akhirnya menjadi faktor penentu dalam penetapan variabel dan indikator mengingat jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Terlepas dari keterbatasan yang ditim-bulkan oleh ketersediaan data, variabel dan indikator IKKDTI dapat dipertanggungjawabkan dari sisi substansi. Ketiga aspek dalam indeks ini memuat variabelvariabel yang mencerminkan hal-hal penting yang harus termuat dalam tata kelola, kapasitas kelembagaan dan daya tahan masyarakat.
...............................................................................................................................................................
70 ................................. Konsep Dasar IKKDTI
Tabel 3.1. | Aspek, Variabel, dan Indikator IKKDTI 2016 ASPEK TATA KELOLA
KAPASITAS KELEMBAGAAN
VARIABEL I. Mekanisme Pencegahan Iklusif
INDIKATOR 1.
Ada tidaknya program cegah konflik dan promosi perdamaian dalam RPJMD
2.
Ada tidaknya kerangka early warning system/CPF
3.
Ada tidaknya Perda terkait pencegahan konflik dan promosi perdamaian
II. Proses Kelola cegah konflik nirkerasan
4.
Ada tidaknya pertemuan Forkominda terkait isu konflik
III. Institusi dalam pencegahan konflik
5.
Keberadaan FKPM di daerah
6.
Ada tidaknya lembaga khusus resolusi konflik dan cegah konflik dalam strutur Pemda
7.
Angka Partisipasi Murni (APM) di tingkat sekolah dasar
8.
Angka Kematian Bayi
9.
Frekuensi kasus korupsi pejabat daerah yang masuk ke pengadilan
IV. Kualitas Pelayanan publik dasar
V. Kebijakan pemerintah daerah yang peka konflik
10. Frekuensi kejadian atau kasus konflik kekerasan yang dilakukan masyarakat merespon kebijakan pemerintah daerah 11. Frekuensi kejadian/kasus kekerasan yang dilakukan Satpol PP dalam mengamankan kebijakan/perda
VI. Kinerja lembaga penegak hukum dan Keamaan
12. Jumlah kasus konflik kekerasan antar-masyarakat merespon keputusan pengadilan 13. Frekuensi kasus korupsi lembaga penegak hukum daerah yang masuk ke pengadilan 14. Frekuensi penggunaan kekerasan oleh kepolisian dalam menangani demonstrasi masyarakat
...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 71
.................................
ASPEK
VARIABEL
INDIKATOR 15. Ada tidaknya kasus konflik kekerasan yang melibatkan personel TNI dan polisi
VII. Representasi 16. Tingkat partisipasi masyarakat politik masyarakat dalam pemilu legislative 17. Rasio anggota DPRD perempuan di daerah 18. Frekuensi kasus atau konflik kekerasan masyarakat dipicu keputusan penyelenggara pemilu legislatif dan pilkadal 19. Rasio PAD terhadap pendapatan daerah dalam APBD VIII.
KETAHANAN MASYARAKAT
Kapasitas ekonomi daerah
IX. Dinamika masyarakat sipil
20. Tingkat pertumbuhan ekonomi daerah 21. Tingkat PDRB daerah 22. Frekuensi konflik kekerasan antar-ORMAS 23. Frekuensi konflik kekerasan antar masyarakat 24. Jumlah forum lintas komunitas 25. Frekuensi konflik kekerasan antar-kelompok masyarakat di daerah terkait akses sumberdaya
X.
Livelihood
26. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di daerah 27. Ada tidaknya protes kelompok masyarakat terhadap pelaksanaan program pemerintahterkait pemberdayaan ekonomi
XI. Pendidikan dan 28. Frekuensi perkelahian/tawuran Budaya untuk antar- pelajar/mahasiswa di cegah konflik daerah dan promosi 29. Ada tidaknya praktik budaya lokal perdamaian untuk pencegahan konflik dan promosi perdamaian
Sumber: Hasil Analisis Tim Penyusun
...............................................................................................................................................................
72 ................................. Konsep Dasar IKKDTI
Pertama, Aspek Tata Kelola yang Peka Konflik memuat 3 variabel utama yakni mekanisme pencegahan inklusif, proses kelola dan cegah konflik, dan institusi pencegahan konflik. Variabel mekanis-me pencegahan inklusif memuat indikator yang mencari tahu visi-misi dan program strategis dalam RPJMD Pemda yang secara tersurat atau tersirat mempengaruhi pencegahan konflik dan promosi perdamaian. Variabel proses kelola dan cegah konflik berisikan satu indikator terkait forum komunikasi pimpinan daerah. Sementara itu variabel institusi cegah konflik direpresentasikan oleh indikator kemitraan polisi dan masyarakat dan keberadaan badan khusus cegah konflik dan resolusi konflik dalam struktur pemerintah daerah. Kedua, Aspek Kapasitas Kelembagaan memuat 5 variabel utama yakni (1) akses layanan publik dasar, (2) kebijakan pemerintah peka konflik, (3) kinerja lembaga hukum dan keamanan daerah, (4) representasi politik masyarakat, dan (5) kapasitas ekonomi daerah. Variabel 1, 2 dan 5 berkaitan dengan pembangunan ekonomi, variabel 3 menyangkut keadilan hukum dan variabel 4 berkaitan dengan legitimasi politik kepemimpinan daerah dan perwakilan politik kelompok kepentingan termasuk representasi perempuan. Ketiga, Aspek Daya Tahan Masyarakat memuat 3 variabel utama yakni (1) dinamika masyarakat sipil, (2) liveli-hood, dan (3) pendidikan dan budaya untuk cegah konflik dan promosi perdamaian. Variabel dinamika masyarakat sipil memuat indikator berkaitan dengan kekerasan antar kelompok sipil dan keberadaan forum lintas komunitas (lintas etnis, agama dan wilayah). Variabel livelihood berkaitan dengan aktivitas ekonomi lokal yang memperkuat kohesi sosial termasuk persoalan terkait program-program pemberdayaan ekonomi lokal baik yang diseleng-garakan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Sementara itu varia-bel pendidikan dan budaya mengambil indikator tawuran atau perkelahian antar pelajar dan keberadaan praktek budaya yang berdampak pada pencegahan konflik dan promosi perdamaian baik secara langsung maupun tak langsung. ...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 73
.................................
BAB IV
IKKDTI 2016: HASIL DAN ANALISIS
Bab ini menyajikan deskripsi hasil Indeks Ketahanan Konflik Daerah Ter-tinggal Indonesia (IKKDTI) 2016. Caku-pan Indeks ini meliputi 122 daerah kabupaten yang dikategorikan sebagai daerah tertinggal dalam periode data 2014-2016. Angka-angka dalam capaian indeks ini memberi gambaran indikatif dua hal secara bersamaan: tingkat keta-hanan dan kerentanan suatu daerah terhadap konflik kekerasan. Melalui capaian-capaian seluruh variabel dan aspek, indeks ini juga memberi gam-baran secara lebih detail mengenai sumber kerentanan dan potensi per-damaian suatu daerah yang sangat penting baik sebagai peringatan dini maupun rumusan intervensi.
...............................................................................................................................................................
74 ................................. IKKDTI 2016: Hasil dan Analisis
4.1. Gambaran Hasil IKKDTI 2016 dibangun dari pemahaman makro mengenai tingkat dan dinamika kerawanan konflik dan kapasitas perdamaian di Indonesia pasca-Orde Baru, khususnya di kabupaten-kabupaten yang dikategorikan sebagai daerah ter-tinggal. Terdapat tiga konteks aktual di mana kerawanan konflik di Indonesia bersumber: proses demokratisasi, akse-lerasi pembangunan, dan dinamika keamanan. Perumusan Aspek, Variabel dan Indikator dalam IKKDTI ditujukan untuk melihat hubungan tiga konteks tersebut yang mempengaruhi dinamika relasi baik antara masyarakat dan pemerintah ataupun antar-kelompok masyarakat. Rumusan tersebut sebisa mungkin ditujukan untuk memperlihatkan secara langsung isu politik, sumber daya, identitas dan kebijakan publik yang mengkarakterisasi konflik di Indo-nesia kontemporer. Dengan dipandu oleh konseptualisasi kerentanan (vulne-rability), data-data indikator dalam setiap variabel dalam IKKDTI ini ditujukan untuk melihat secara seimbang antara sumber ketahanan dan kerentanan daerah tertinggal atas konflik kekerasan. IKKDTI dihasilkan melalui agregat dari capaian tiga aspek yang membentuknya, yakni: (1) Tata Kelola, (2) Kapasitas Ke-lembagaan, dan (3) Ketahanan Masya-rakat. Secara umum, nilai IKKDTI suatu daerah sangat dipengaruhi oleh besarnya capaian dalam aspek Tata Kelola (0.780734), diikuti oleh capaian Ketahanan Masyarakat (0.156998), dan capai-an Kapasitas Kelembagaan (0.062267). Ketiga aspek ini secara bersama-sama menentukan besarnya capaian IKKDTI suatu daerah, di mana Tata Kelola menjadi elemen paling berpengaruh. Dengan memperhitungkan tiga aspek tersebut, IKKDTI 2016 mengklasifikasikan 122 kabupaten daerah tertinggal ke dalam empat kategori ketahanan konflik yakni tinggi, sedang, rendah dan sangatrendah. Dalam IKKDTI 2016 ini, terdapat 25 kabupaten yang memiliki angka indeks paling kecil, yang berarti memiliki tingkat ketahanan konflik sangat rendah. Sementara itu, daerah yang ...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 75
.................................
dikategorikan memiliki tingkat ketahanan konflik rendah ada 22 kabupa-ten. Berikutnya ada 44 kabupaten masuk dalam kategori ketahanan konflik sedang dan terakhir, terdapat 31 kabupaten dengan kategori ketahanan konflik tinggi. Dibaca dengan cara berlawanan, dapat dikatakan bahwa semakin kecil nilai indeks suatu kabupaten maka semakin tinggi tingkat kerentanan kon-fliknya.
...............................................................................................................................................................
76 ................................. IKKDTI 2016: Hasil dan Analisis
...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 77
.................................
...............................................................................................................................................................
78 ................................. IKKDTI 2016: Hasil dan Analisis
Tabel 4.1. | Capaian IKKDTI 2016 No
Kabupaten
IRKDTI
Kategori Ketahanan
No
Kabupaten
IKKDTI
Kategori Ketahanan
1
Morowali Utara
0.198952
Sangat rendah
62
Banggai Kepulauan
0.671139
sedang
2
Maluku Barat Daya
0.294641
Sangat rendah
63
Mamuju Tengah
0.671348
sedang
3
Lanny Jaya
0.298333
Sangat rendah
64
Bombana
0.671542
sedang
4
Seram Bagian Timur
0.302194
Sangat rendah
65
Buol
0.672442
sedang
5
Mamberamo Tengah
0.303161
Sangat rendah
66
Banggai Laut
0.673284
sedang
6
Intan Jaya
0.304307
Sangat rendah
67
Manggarai Timur
0.67352
sedang
7
Dogiyai
0.311098
Sangat rendah
68
Biak Numfor
0.674928
sedang
8
Nduga
0.321559
Sangat rendah
69
Kepulauan Sula
0.678675
sedang
9
Nias Barat
0.324625
Sangat rendah
70
Musi Rawas Utara
0.678833
sedang
10
Malaka
0.325112
Sangat rendah
71
Musi Rawas
0.67953
sedang
11
Yalimo
0.418377
Sangat rendah
72
Mahakam Ulu
0.679611
sedang
12
Sambas
0.41928
Sangat rendah
73
Boalemo
0.679739
sedang
13
Sumba Timur
0.429114
Sangat rendah
74
Ketapang
0.679778
sedang
14
Sabu Raijua
0.432587
Sangat rendah
75
Kepulauan Mentawai
0.680199
sedang
15
Gorontalo Utara
0.436207
Sangat rendah
76
Sorong
0.681546
sedang
16
Konawe Kepulauan
0.437704
Sangat rendah
77
Jeneponto
0.681726
sedang
17
Sumba Barat
0.438149
Sangat rendah
78
Donggala
0.682095
sedang
18
Teluk Wondama
0.445082
Sangat rendah
79
Timor Tengah Utara
0.683904
sedang
19
Rote Ndao
0.446493
Sangat rendah
80
Nabire
0.686732
sedang
...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 79
.................................
No
Kabupaten
20
Nias Selatan
21
Kupang
22
IRKDTI
Kategori Ketahanan
No
Kabupaten
IKKDTI
Kategori Ketahanan
0.446915
Sangat rendah
81
Kapuas Hulu
0.687134
sedang
0.4507
Sangat rendah
82
Manggarai
0.688955
sedang
Nagekeo
0.454783
Sangat rendah
83
Kepulauan Yapen
0.690962
sedang
23
Sumba Barat Daya
0.455632
Sangat rendah
84
Halmahera Timur
0.69223
sedang
24
Sumba Tengah
0.456358
Sangat rendah
85
Maybrat
0.693683
sedang
25
Belu
0.45741
Sangat rendah
86
Maluku Tenggara Barat
0.697312
sedang
26
Jayawijaya
0.527516
Rendah
87
Lembata
0.701777
sedang
27
Pulau Morotai
0.53015
Rendah
88
Bengkayang
0.707313
sedang
28
Tolikara
0.535686
Rendah
89
Nias Utara
0.711581
sedang
29
Supiori
0.547981
Rendah
90
Tambrauw
0.716764
sedang
30
Pegunungan Bintang
0.547982
Rendah
91
Alor
0.724795
sedang
31
Puncak
0.551842
Rendah
92
Pandeglang
0.788878
tinggi
32
Deiyai
0.551855
Rendah
93
Landak
0.794967
tinggi
33
Mamberamo Raya
0.554776
Rendah
94
Puncak Jaya
0.828673
tinggi
34
Yahukimo
0.556681
Rendah
95
Sumbawa
0.846092
tinggi
35
Pulau Taliabu
0.556895
Rendah
96
Sorong Selatan
0.852236
tinggi
36
Paniai
0.557104
Rendah
97
Sampang
0.861482
tinggi
37
Halmahera Selatan
0.557375
Rendah
98
Situbondo
0.880448
tinggi
38
Teluk Bintuni
0.557865
Rendah
99
Polewali Mandar
0.891674
tinggi
39
Boven Digoel
0.558435
Rendah
100
Lebak
0.908302
tinggi
40
Asmat
0.559341
Rendah
101
Lombok Tengah
0.912316
tinggi
41
Nias
0.562637
Rendah
102
Bima
0.913532
tinggi
42
Raja Ampat
0.564482
Rendah
103
Lombok Barat
0.914653
tinggi
43
Mappi
0.564716
Rendah
104
Bondowoso
0.916519
tinggi
...............................................................................................................................................................
80 ................................. IKKDTI 2016: Hasil dan Analisis
No
Kabupaten
IRKDTI
Kategori Ketahanan
No
Kabupaten
IKKDTI
Kategori Ketahanan
44
Waropen
0.564869
Rendah
105
Lombok Timur
0.917304
tinggi
45
Halmahera Barat
0.565226
Rendah
106
Nunukan
0.922414
tinggi
46
Kepulauan Aru
0.569592
Rendah
107
Pohuwato
0.924907
tinggi
47
Buru Selatan
0.56987
Rendah
108
Lombok Utara
0.927272
tinggi
48
Maluku Tengah
0.625976
Sedang
109
Melawi
0.927562
tinggi
49
Seluma
0.632399
Sedang
110
Hulu Sungai Utara
0.932816
tinggi
50
Dompu
0.637543
sedang
111
Pasaman Barat
0.933753
tinggi
51
Lampung Barat
0.652449
sedang
112
Sintang
0.936097
tinggi
52
Buru
0.653965
sedang
113
Manggarai Barat
0.940779
tinggi
53
Bangkalan
0.659727
sedang
114
Seruyan
0.94103
tinggi
54
Merauke
0.661447
sedang
115
Aceh Singkil
0.94111
tinggi
55
Keerom
0.661557
sedang
116
Sumbawa Barat
0.945471
tinggi
56
Seram Bagian Barat
0.662246
sedang
117
Timor Tengah Selatan
0.946603
tinggi
57
Kayong Utara
0.663569
sedang
118
Toli-Toli
0.951089
tinggi
58
Pesisir Barat
0.665499
sedang
119
Sigi
0.95303
tinggi
59
Sarmi
0.668076
sedang
120
Solok Selatan
0.953313
tinggi
60
Tojo Una-Una
0.669496
sedang
121
Ende
0.953993
tinggi
61
Konawe
0.669878
sedang
122
Parigi Moutong
0.961035
tinggi
Sumber: Hasil Analisis Tim Penyusun Keterangan: Angka Indeks merupakan indikasi untuk tahun 2016, dan bersifat dinamis tergantung dari kondisi perkembangan indikator dan variabel IKKDTI di masing-masing daerah tertinggal, guna dijadikan referensi yang sifatnya indikatif dan bukan menunjukkan kondisi absolut ketahanan konflik di daerah tertinggal.
Dilihat secara lebih saksama, sebagaimana tampak dalam grafik 4.1, bentuk grafik capaian IKKDTI tampak cenderung mengikuti ...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 81
.................................
bentuk grafik capaian aspek Tata Kelola. Hal tersebut dapat dibaca sebagai signifikannya pengaruh capaian aspek TK terhadap capaian IKKDTI. Sementara range capaian aspek Kapasitas Kelembagaan relatif kecil karena hanya berkisar pada separuh sumbu vertikal. Pengaruh capaian KK terhadap capaian indeks tidak tampak signifikan, yang berarti berapa pun capaian aspek KK, capaian IKKDTI tidak tampak terpengaruh oleh capaian tersebut. Capaian IKKDTI lebih dipengaruhi oleh capaian aspek TK, yang dalam beberapa kasus juga dipengaruhi (meski tidak signifikan juga) oleh aspek KM. Aspek KM dalam beberapa kasus mam-pu memperkuat capaian aspek TK sehingga mampu membuat capaian IKKDT lebih tinggi. Namun, dalam beberapa kasus lain, dapat ditemui juga daerah-daerah di mana capaian aspek KM tinggi tetapi mempuyai capaian IKKDTI yang rendah. Secara lebih ringkas, dapat dikatakan bahwa daerah yang mempunyai capaian TK tinggi dapat dipastikan memiliki capaian IKKDTI tinggi. Begitu juga sebaliknya. Ini dapat dibaca juga sebagai berikut, problem ketahanan konflik di daerah tertinggal cenderung disebabkan oleh persoalan pada tata kelola cegah konflik dan promosi perdamaian. Hal itu dapat dipastikan melalui capaian-capaian IKKDTI kabupaten yang menduduki dua posisi terendah, yakni Morowali Utara dan Maluku Barat Daya. Keduanya juga merupakan kabupaten dengan capaian terendah dalam aspek TK. Dua puluh lima kabupaten dengan capaian IKKDTI sangat rendah juga merupakan wilayah-wilayah dengan capaian aspek TK sangat rendah. Lain halnya dengan capaian Aspek Kapasitas Kelembagaan. Meski tidak berkontribusi signifikan terhadap capaian IKKDTI, capaian aspek ini untuk 122 kabupaten tergolong rendah dan sangat rendah. Dari 122 kabupaten, 91 kabupaten (74,60%) mempunyai capaian KK sangat rendah dan 24 kabupaten (19,70%) mempunyai capaian KK rendah. Tujuh kabupaten (5,70%) mempunyai capaian KK tepat di batas antara kategori sangat rendah dan rendah. Ini menggambarkan bahwa ketahanan konflik dari sisi kapasitas kelembagaan di semua kabupaten daerah tertinggal masih ...............................................................................................................................................................
82 ................................. IKKDTI 2016: Hasil dan Analisis
lemah. Lemah-nya kapasitas ekonomi daerah, kualitas pelayanan publik, kebi-jakan pemerintah daerah peka konflik, kinerja lembaga penegak hukum dan representasi politik merupakan variabelvariabel yang relatf sama-sama mempengaruhi lemahnya kapasitas kelembagaan. Lima kabupaten dengan capaian terendah dalam aspek KK adalah Lebak, Maybrat, Pulau Morotai, Tambrauw dan Pandeg-lang. Lebak dan Pandeglang mempunyai capaian rendah karena rendahnya capaian dalam variabel kinerja lembaga penegak hukum dan kebijakan pemda peka konflik. Sementara, Maybrat, Pulau Morotai dan Tambrauw mempunyai capain rendah karena lemahnya kapa-sitas ekonomi daerah serta kombinasi lemahnya keempat variabel lainnya. Capaian 122 kabupaten dalam aspek Ketahanan Masyarakat relatif lebih baik dari capaian dua aspek lainnya. Dari 122 kabupaten tersebut, hanya 7 kabupaten (5,74%) yang memiliki capaian sangat rendah dan rendah. Sepuluh kabupaten (8,20%) mempunyai capaian sedang sementara sisanya, 105 kabupaten (86,06%), mempunyai capaian yang tinggi. Hal ini menggambarkan bahwa tingkat ketahanan konflik dari aspek ketahanan masyarakat di 122 kabupaten daerah tertinggal sudah cukup tinggi, yang ditandai dengan kuatnya kapasitas ketahanan dalam variabel pendidikan dan budaya cegah konflik, dinamika masyarakat dan livelihood. Kontribusi ketiga variabel relatif saling memperkuat satu sama lain. Adapun lima dari tujuh kabupaten dengan capaian sangat rendah dan rendah ditandai dengan lemahnya ketiga variabel tersebut. Sumbawa, Sampang, Situbondo, Maluku Tengah dan Polewali Mandar adalah kabupaten-kabupaten dengan capaiancapaian rendah dalam variabel pendidikan budaya cegah konflik dan dinamika masyarakat, yang ditandai dengan tingginya jumlah konflik antar-masyarakat, konflik terkait sumber daya serta kasus tawuran pelajar/mahasiswa. Capaian rendah pada dua variabel tersebut bersama dengan capai-an yang relatif rendah pada variabel livelihood, yang ditandai dengan capai-an indikator ada tidaknya ...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 83
.................................
protes terhadap program pemberdayaan, berkontribusi terhadap capaian rendah dalam aspek KM. Proses tata kelola sangat mempengaruhi ketahanan konflik di daerah tertinggal. Kapasitas kelembagaan yang relatif rendah jika dimbangi dengan kuatnya tata kelola dapat meningkatkan secara signifikan ketahanan konflik. Sama halnya, ketahanan masyarakat yang tinggi jika tidak diimbangi dengan proses tata kelola yang baik tidak akan membantu signifikan terhadap meningkatnya ketahanan konflik. Ini juga menjelaskan bahwa, ketahanan konflik tidak bisa secara parsial ditentukan oleh tingginya jumlah konflik kekerasan yang menjadi indikator-indikator dalam variabel kapasitas kelembagaan dan keta-hanan masyarakat. Jumlah konflik tinggi mungkin akan membuat suatu daerah rentan konflik dari sisi ketahanan masyarakat atau mungkin kapasitas kelembagaan, tetapi tidak serta merta berarti ketahanan konflik menjadi rendah. Ini disebabkan karena adanya tata kelola cegah konflik yang baik dapat mengatasi kelemahan pada kapasitas kelembagaan dan ketahanan masyarakat. Lebih lengkap, capaian IKKDTI 2016 dan masingmasing aspek diilus-trasikan dalam grafik 4.1 berikut ini: Grafik 4.1. | Capaian IKKDTI dan Tiga Aspek Pembentuknya 1.2
1
0.8
0.6 IKKDTI 2016 TK
0.4
KK KM
0.2
Aceh Singkil Alor Asmat Banggai Kepulauan Banggai Laut Bangkalan Belu Bengkayang Biak Numfor Bima Boalemo Bombana Bondowoso Boven Digoel Buol Buru Buru Selatan Deiyai Dogiyai Dompu Donggala Ende Gorontalo Utara Halmahera Barat Halmahera Selatan Halmahera Timur Hulu Sungai Utara Intan Jaya Jayawijaya Jeneponto Kapuas Hulu Kayong Utara Keerom Kepulauan Aru Kepulauan Mentawai Kepulauan Sula Kepulauan Yapen Ketapang Konawe Konawe Kepulauan Kupang
0
...............................................................................................................................................................
Lampung Barat Landak Lanny Jaya Lebak Lembata Lombok Barat Lombok Tengah Lombok Timur Lombok Utara Mahakam Ulu Malaka Maluku Barat Daya Maluku Tengah Maluku Tenggara Barat Mamberamo Raya Mamberamo Tengah Mamuju Tengah Manggarai Manggarai Barat Manggarai Timur Mappi Maybrat Melawi Merauke Morowali Utara Musi Rawas Musi Rawas Utara Nabire Nagekeo Nduga Nias Nias Barat Nias Selatan Nias Utara Nunukan Pandeglang Paniai Parigi Moutong Pasaman Barat Pegunungan Bintang Pesisir Barat Lampung Barat Landak Lanny Jaya Lebak Lembata Lombok Barat Lombok Tengah Lombok Timur Lombok Utara Mahakam Ulu Malaka Maluku Barat Daya Maluku Tengah Maluku Tenggara Barat Mamberamo Raya Mamberamo Tengah Mamuju Tengah Manggarai Manggarai Barat Manggarai Timur Mappi Maybrat Melawi Merauke Morowali Utara Musi Rawas Musi Rawas Utara Nabire Nagekeo Nduga Nias Nias Barat Nias Selatan Nias Utara Nunukan Pandeglang Paniai Parigi Moutong Pasaman Barat Pegunungan Bintang Pesisir Barat
84 ................................. IKKDTI 2016: Hasil dan Analisis
1.2
1
0.8
0.6
0.4 IKKDTI 2016
TK
KK
0.2 KM
0
1.2
1
0.8
0.6
0.4 IKKDTI 2016
TK
KK
0.2 KM
0
...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 85
.................................
4.2. Capaian Aspek Tata Kelola Tata Kelola dipahami sebagai perencanaan, perumusan, dan implementasi program, kebijakan atau regulasi yang melibatkan semua pemangku kepentingan. Fokus utamanya adalah pada proses, koordinasi dan kerjasama secara langsung atau tidak untuk mengelola konflik kepentingan. Asumsi dasarnya adalah bahwa tata kelola yang efektif berkorelasi positif dengan promosi perdamaian melalui kebijakan publik. Capaian Aspek Tata Kelola ini memberi gambaran mengenai tersedianya dan bekerjanya mekanisme inklusif pengelolaan konflik dan promosi perdamaian di 122 kabupaten wilayah IKKDTI 2016. Capaian aspek Tata Kelola (TK) dihitung dari capaian 3 variabel, yakni: Mekanis-me Pencegahan Konflik Inklusif (TK1), Proses Cegah Konflik Nir-kekerasan (TK2), dan Institusi dalam Pencegahan Konflik (TK3). Capaian aspek ini ditentukan oleh variabel TK1 (0.639296) disu-sul oleh variabel TK2 (0.307918). Tetapi, karena keterbatasan data, perumusan indikator dalam aspek Tata Kelola ini hanya bisa difokuskan pada indikator dengan skala data yang bersifat biner (ada-atau-tidak). Kelemahan utama penghitungan aspek ini adalah bahwa ia hanya bisa menggambarkan ketersediaan mekanisme cegah konflik dan promosi perdamaian di daerah, namun tidak bisa mendapatkan gambaran kualitatif termasuk dinamikanya. Tentu saja ketersediaan suatu mekanisme cegah konflik di daerah tidak secara otomatis berarti ia berjalan dengan baik. Tabel 4.2. | Parameter untuk Aspek Tata Kelola Variabel TK 1
Indikator
Skala
Ada tidaknya program cegah konflik (TK11)
Biner (dummy)
0.2075472
Bobot
Ada tidaknya early warning system/ EWS (TK12)
Biner (dummy)
0.2641509
Ada tidaknya perda pencegahan Binner (dummy) 0.5283019 konflik dan promosi perdamaian (TK12) ...............................................................................................................................................................
86 ................................. IKKDTI 2016: Hasil dan Analisis Variabel
Indikator
Skala
Bobot
TK 2
Ada tidaknya Forkominda (TK21)
pertemuan Binner (dummy) 1
TK 3
Ada tidaknya FKPM di daerah (TK31)
Nominal (dummy)
0.5769231
Ada tidaknya lembaga khusus untuk cegah konflik dalam struktur Pemda (TK32) Sumber: Hasil Analisis Tim Penyusun
Nominal (dummy)
0.4230769
Estimasi bobot dalam tabel di atas dilakukan dengan menghitung korelasi polychronic yang dihasilkan melalui CFA. Dalam variabel TK1 indikator yang berpengaruh adalah ada tidaknya perda penanganan konflik dan promosi perdamaian (TK13), namun kontribusinya tidak sangat dominan karena bobotnya juga tidak sangat besar selisihnya dengan indikator TK11 dan TK12. Dengan kata lain, kontribusi TK11 dan TK12 juga mampu mempengaruhi capaian variabel TK1. Variabel TK2 sangat dipengaruhi ada tidaknya agenda Forkopimda terkait cegah konflik, karena merupakan satusatunya indikator dalam variabel tersebut. Jadi, ada tidaknya agenda Forko-pimda terkait cegah konflik signifikan bagi capaian aspek TK, karena variabelnya juga berkontribusi signifikan. Variabel TK3 juga dipengaruhi oleh dua indikator (TK31 dan TK32) yang mempunyai bobot relatif sama. Namun, pengarus variabel ini bagi capaian aspek tidak signifikan. Sebagaimana terlihat dalam grafik 4.1, capaian aspek Tata Kelola di 122 kabupaten sampel terkonsentrasi dalam 3 kelompok yakni ketahanan sangat rendah (45 kabupeten; 36,90%), ketahanan sedang (44 kabupaten; 36,10%) dan ketahanan tinggi (31 kabupaten; 25,50%). Hanya dua kabupaten (1,50%) yang masuk kategori ketahanan sedang. Kabupaten-kabupaten yang dikategorikan memiliki capaian indeks ketahanan konflik tinggi pada umumnya memiliki capaian aspek Tata Kelola yang tinggi pula. Sedangkan kabupaten yang memiliki capaian IKKDTI rendah, tercermin dalam ...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 87
.................................
rendahnya capaian aspek Tata Kelola. Lima kabupaten dengan capaian tata kelola terendah (ketahanan sangat rendah) adalah Morowali Utara, Maluku Barat Daya, Dogiyai, Lanny Jaya dan Intan Jaya. Rendahnya capaian Aspek Tata Kelola lima kabupaten ini karena mereka tidak memenuhi beberapa indikator yang cukup menentukan capaian indeksnya. Indikator-indikator tersebut mewakili dua variabel signifikan yakni Mekanisme Pencegahan Inklusif (TK1) dan Proses Kelola Cegah Konflik nir-Kekerasan (TK2). Variabel TK1 sangat signifikan dipengaruhi oleh indikator ada tidaknya perda cegah konflik (TK13), sementara indikator ada tidaknya program early warning sistem (TK12) dan ada tidaknya program cegah konflik dalam RPJMD (TK11), meski masing-masing tidak signifikan terhadap variabel TK1, akan sangat signifikan mempengaruhi nilai variabel TK1 jika keduanya absen (daerah tidak memiliki keduanya sekaligus). Variabel TK2 sangat ditentukan oleh indikator ada tidaknya forkopimda terkait cegah konflik dan promosi perdamaian (TK21) karena merupakan satu-satunya indikator dalam variabel tersebut. Sementara variabel institusi dalam pencegahan konflik (TK3) tidak signifikan terhadap aspek TK. Kelima kabupaten dengan capaian terendah dalam aspek TK umumnya tidak mempunyai indikator-indikator signifikan di atas. Misalnya, Morowali Utara sangat rendah capaian aspek TK-nya karena tidak adanya perda cegah konflik (TK13), pun tidak mempunyai program cegah konflik dalam RPJMD (TK11) dan tidak adanya early warning system (TK12). Morowali Utara juga tidak mempunyai agenda Forko-pimda terkait cegah konflik dan promosi perdamaian (TK21). Kabupaten Maluku Barat Daya memiliki capaian aspek TK rendah karena tidak adanya perda cegah konflik (TK13), tidak adanya EWS (TK12) serta tidak ada agenda Forkopimda terkait cegah konflik (TK21). Dogiyai, Lanny Jaya dan Intan Jaya juga memiliki capaian rendah dalam aspek TK karena tidak mempunyai perda cegah konflik (TK13), EWS (TK12) dan absennya agenda For-kopimda terkait cegah konflik (TK21). Meski ketiga kabupaten di Papua terse-but memiliki indikator ...............................................................................................................................................................
88 ................................. IKKDTI 2016: Hasil dan Analisis
FKPM (TK31) dan lembaga khusus cegah konflik (TK32), kedua indikator tersebut tidak banyak mempengaruhi capaian ketiganya dalam aspek TK. 4.3. Capaian Aspek Kapasitas Kelembagaan Kapasitas Kelembagaan dipahami seba-gai kemampuan dan keahlian personel, mekanisme kerja, dan kapasitas respon institusi pemerintah terhadap kebutuh-an warga negaranya. Dimensi aspek ini meliputi kapasitas anggaran, staffing, rekrutmen, dan dukungan regulasi, ketersediaan dan kualitas infrastruktur, dan kualitas pelayanan publik dasar (pendidikan, kesehatan dan keamanan). Capaian aspek Kapasitas Kelembagaan ini ditujukan untuk memperlihatkan sejauh mana kapasitas kelembagaan mempengaruhi konflik dan kapasitas perdamaian di 122 kabupaten wilayah IKKDTI. Capaian aspek Kapasitas Kelembagaan diperoleh dari capaian lima variabel, yakni: Kualitas Pelayanan Publlik (KK1), Kebijakan Pemerintah Peka Konflik (KK2), Kinerja Lembaga Penegak Hukum dan Keamanan (KK3), Representasi Politik Masyarakat (KK4), dan Kapasitas Ekonomi Daerah (KK5). Kontribusi variabel-variabel dalam aspek KK relatif sama, kecuali variabel KK5 yang mempunyai bobot tertinggi. Empat variabel yang lain mempunyai bobot relatif seimbang terhadap capaian aspek. Tidak ditemukan adanya variabel yang sangat signifikan, karena capaian aspek dipengaruhi oleh kombinasi setiap variabel.
...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 89
.................................
Tabel 4.3. | Parameter untuk Aspek Kapasitas Kelembagaan Variabel KK1
KK2
KK3
KK4
KK5
Indikator
Skala
Bobot
Angka partisipasi di tingkat sekolah dasar Rasio (KK1)
0.4620253
Angka kematian bayi (KK12)
0.2594937
Rasio
Frekuensi kasus korupsi pejabat daerah Rasio yang masuk ke pengadilan (KK13)
0.278481
Frekuensi konflik kekerasan masyarakat merespon kebijakan pemerintah (KK21)
Rasio
0.5283019
Frekuensi konflik kekerasan yang Rasio dilakukan satpol PP untuk mengamankan Perda (KK22)
0.4716981
Frekuensi konflik kekerasan antarmasyarakat merespon keputusan pengadilan (KK31)
Rasio
0.3287671
Frekuensi kasus korupsi lembaga penegak hukum daerah yang masuk ke pengadilan (KK32)
Rasio
0.0958904
Frekuensi penggunaan kekerasan oleh Rasio kepolisian dalam menangani demonstrasi (KK33)
0.5616438
Ada tidaknya kasus konflik kekerasan yang melibatkan personel TNI dan Polri (KK34)
0.0136986
Nominal (dummy)
Tingkat partisipasi masyarakat dalam Rasio Pemilu Legislatif (KK41)
0.7045455
Rasio anggota DPRD Perempuan di daerah (KK42)
Rasio
0.1931818
Frekuensi konflik kekerasan masyarakat Rasio dipicu oleh keputusan KPU (KK43)
0.1022727
Rasio PAD terhadap pendapatan daerah Rasio (KK51)
0.4895105
Tingkat pertumbuhan ekonomi daerah Rasio (KK52)
0.0699301
Tingkat PDRB daerah (KK53)
0.4405594
Rasio
Sumber: Hasil Analisis Tim Penyusun
Sebagaimana dibahas dalam bagian Metodologi, dalam hal ketika di dalam satu variabel terdapat skala data campuran (mixed scale), yakni antara data berskala rasio dan biner, penentuan bobot...............................................................................................................................................................
90 ................................. IKKDTI 2016: Hasil dan Analisis
nya dilakukan melalui program LISREL dengan terlebih dahulu melakukan set-ting skala data biner untuk membuat estimasi parameter. Melalui penghitungan dalam IKKDTI ini lima daerah yang memiliki capaian aspek Kapasitas Kelembagaan tertinggi dan terendah adalah sebagai berikut: Tabel 4.4. | Parameter untuk Aspek Kapasitas Kelembagaan Capaian Tertinggi
Capaian Terendah
Kabupaten
Indeks
Kabupaten
Indeks
Musi Rawas
0.595517
Lebak
0.338619
Lombok Barat
0.595299
Maybrat
0.348472
Bondowoso
0.571661
Pulau Morotai
0.377349
Nias Selatan
0.571283
Tambrauw
0.393486
Ketapang
0.570202
Pandeglang
0.402613
Sumber: Hasil Analisis Tim Penyusun
Variabel Kapasitas Ekonomi Daerah (KK5) merupakan variabel dengan bobot tertinggi dalam aspek KK (bobot : 0.329398). Variabel ini sangat dipeng-aruhi oleh dua indikator, yakni rasio PAD (KK51) dan tingkat PDRB (KK53). Indikator tingkat pertumbuhan daerah (KK52) tidak berpengaruh signifikan terhadap capaian variabel KK5. Kabu-paten Maybrat, Pulau Morotai dan Tambrauw sebagai tiga dari lima kabupaten dengan capaian terendah dalam aspek KK sangat dipengaruhi oleh rendahnya capaian dalam variabel KK5 ini. Semen-tara Kabupaten Lebak dan Pandeglang mempunyai capaian rendah dalam aspek KK meski kapasitas ekonomi daerah relatif tidak rendah. Hal ini karena kombinasi capaian dalam empat variabel lain (KK1, KK2, KK3, KK4) relatif rendah sehingga berkontribusi terhadap capaian aspek. Kedua kabupaten ini mempunyai capaian rendah dalam variabel kebijakan pemda peka konflik (KK2) dan variabel kinerja lembaga penegak hukum (KK3). Variabel kualitas pelayanan publik (KK1) dipengaruhi oleh kombinasi antara indikator-indikatornya karena tidak ada indikator ...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 91
.................................
yang sangat dominan. Kontribusi masing-masing indikator, yakni angka partisipasi murni tingkat dasar (KK11), Angka Kematian Bayi (KK12) dan frekuensi korupsi pejabat (KK13), secara bersamaan, mempengaruhi capaian variabel. Catatan penting untuk variabel ini adalah mengenai indikator AKB (KK12). Karena pertimbangan keterbatasan ketersediaan data, maka untuk penghitungan IKKDTI 2016, indikator AKB menggunakan proxy tingkat lahir mati. Meski demikian, masih ada juga beberapa wilayah yang datanya tidak tersedia. Tingkat lahir mati mempunyai nilai yang relatif lebih rendah dari AKB. Dari proses koleksi data, ditemukan bahwa capaian rendah untuk indikator APM dan AKB paling banyak tersebar pada kabupaten-kabupaten di wilayah Indonesia Timur, seperti di Sulawesi, NTT, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat ditambah daerah yang mempunyai keterbatasan infrastruktur seperti Nias, Nias Barat, Lebak, Nunukan, Bondowoso dan Mahakam Ulu. Sementara indikator kasus korupsi relatif merata di semua kabupaten daerah tertinggal, dengan jumlah terbanyak di Maluku Tengah (10 kasus), Lebak, Nunukan, Lombok Timur, Sumbawa Barat, Maluku Tenggara Barat dan Sarmi (6 kasus). Variabel kebijakan pemda peka konflik (KK2) dipengaruhi oleh dua indikator yang bobotnya relatif sama, yakni indikator konflik kekerasan merespon kebijakan pemda (KK21) dan kasus kekerasan Pol PP dalam mengamankan kebijakan pemda (KK22). Selain memberi gambaran kualitas kapasitas kelembagaan daerah, indikator ini secara konseptual sangat terkait dengan aspek tata kelola yakni seberapa partisipatif suatu kebijakan pemerintah itu diru-muskan. Asumsinya, masyarakat melakukan protes terhadap kebijakan pemerintah karena aspirasinya tidak diakomodasi dalam formulasi dn implementasi kebijakan. Kabupaten-kabupaten dengan akumulasi jumlah kekerasan merespon kebijakan dan kekerasan Pol PP tertinggi adalah Lebak, Pandeglang, Sumbawa, Maybrat, Pulau Morotai, Bima, Lombok Timur dan Sampang (antara 3 – 5 kasus). Variabel Kinerja Lembaga Penegak Hukum dan Keamanan ...............................................................................................................................................................
92 ................................. IKKDTI 2016: Hasil dan Analisis
(KK3) signifikan dipengaruhi oleh indikator kasus konflik kekerasan merespon keputusan pengadilan (KK31) dan indikator kasus kekerasan polisi dalam menangani demo (KK33). Indikator KK31 menggambarkan tingkat imparsialitas lembaga pengadilan dan efektivitas penegakan hukum. Untuk memperoleh pemahaman lebih mendalam, tentu dibutuhkan kajian kualitatif yang lebih mendalam. Indikator ini hanya mendiagnosis per-mukaan persoalan tanpa bisa memberikan penjelasan mendalam menge-nai konstelasi aktor, kepentingan dan motif para pelaku. Kasus yang paling banyak terjadi adalah konflik terkait penguasaan tanah, baik antara masyarakat maupun dengan perusahaan, antar-masyarakat, maupun masyarakat dengan pemerintah. Sementara indikator KK 33 mencerminkan tendensi pendekatan yang digunakan kepolisian dalam penanganan demonstrasi. Secara umum, capaian IKKDTI kabupa-ten dengan prosentase agregat frekuensi konflik kekerasan yang terjadi tidak berhubungan linear secara signifikan, kecuali mempengaruhi capaian dalam aspek KK dan KM. Jadi, tidak bisa dikatakan semakin banyak konflik otomatis daerah tidak memiliki kapasitas perdamaian. Terdapat faktor-faktor lain, sebagaimana dirumuskan dalam aspek, variabel dan indikator IKKDTI, yang perlu dipertimbangkan untuk menilai tingkat kerentanan daerah atas konflik kekerasan dan sekaligus potensi perdamaiannya. Berikut tabel gambaran capaian IKKDTI, aspek KK beberapa kabupaten yang mempunyai agregat tinggi konflik kekerasan.
...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 93
.................................
Tabel 4.5. | Perbandingan jumlah konflik dengan capaian aspek TK, aspek KK, aspek KM dan capaian IKKDTI Kabupaten
Jumlah Konflik
Capaian TK
Capaian KK
Capaian KM
Capaian IKKDTI sedang
Seluma
12
sedang
sangat rendah
sedang
Jayawijaya
10
sangat rendah
sangat rendah
tinggi
rendah
Nabire
9
sedang
sangat rendah
tinggi
sedang
Paniai
6
sangat rendah
sangat rendah
tinggi
rendah
Sumbawa
28
tinggi
sangat rendah
sangat rendah
tinggi
Lombok Timur
12
tinggi
sangat rendah
sedang
tinggi
Dompu
13
sedang
rendah
rendah
sedang
Sampang
23
tinggi
sangat rendah
sangat rendah
tinggi
Bangkalan
17
sedang
sangat rendah
sedang
sedang
Lebak
14
tinggi
sangat rendah
sedang
tinggi
Pandeglang
15
tinggi
sangat rendah
rendah
tinggi
Situbondo
13
tinggi
rendah
sangat rendah
tinggi
Pulau Morotai Maluku Tengah Buru
9 17 11
sangat rendah sedang sedang
sangat rendah sangat rendah sangat rendah
tinggi rendah sedang
rendah sedang sedang
Sumber: Hasil Analisis Tim Penyusun Keterangan: Angka Indeks merupakan indikasi untuk tahun 2016, dan bersifat dinamis tergantung dari kondisi perkembangan indikator dan variabel IKKDTI di masing-masing daerah tertinggal, guna dijadikan referensi yang sifatnya indikatif dan bukan menunjukkan kondisi absolut ketahanan konflik di daerah tertinggal.
Dalam capaian aspek Kapasitas Kelembagaan, variabel Representasi Politik Masyarakat (KK4) ditujukan untuk memberi gambaran dua hal: pertama, tingkat keterwakilan kelompok masyarakat dalam struktur pemerintahan, khususnya di lembaga legislatif, kedua, kredibilitas penyelenggara pemilu yang berdampak pada kualitas representasi politik. Asumsinya adalah bahwa saluran politik yang terlembaga sangat efektif sebagai mekanisme pencegahan dan pengelolaan konflik. Indikator ini sangat terkait dengan Aspek Tata Kelola. Di antara tiga indikator yang dirumuskan, variabel ini sangat dipengaruhi oleh tingkat partisipasi dalam pemilu (KK41), kemudian diikuti oleh indikator rasio anggota DPRD perempuan di daerah (KK42) dan konflik kekerasan masya-rakat yang dipicu oleh keputusan penyelenggaraan pemilu (KK43). Bobot ...............................................................................................................................................................
94 ................................. IKKDTI 2016: Hasil dan Analisis
KK41 cukup jauh di atas KK42 dan KK43, sehingga kontribusinya terhadap capaian variabel paling signifikan. Sementara bobot KK42 dan KK43 relatif sama, namun tidak signifikan terhadap variabel. Indikator tingkat partisipasi masyarakat dalam Pemilu legislatif (KK41) relatif tinggi capaiannya karena nilai terendahnya adalah 66% di Belu, sementara tertinggi adalah di beberapa kabupaten di Papua yang menggunakan sistem noken, sehingga partiipasi pemilu mencapai 100%. Sementara itu rasio keterwakilan perempuan di DPRD di 122 kabupaten tertinggal sangat timpang. Ada dua kabupaten yang melebihi nilai ideal 30%, yakni Nias Selatan (37,14%) dan Raja Ampat (35%). Delapan belas kabupaten mempunyai rasio antara 20% - 30%. Sementara jumlah kabupaten dengan rasio anggota DPRD perempuan 10%-20% ada 40 kabupaten. Sisanya, 62 kabupaten, mempunyai rasio anggota DPRD perempuan kurang dari 10%. Jumlah kasus konflik terkait penye-lenggaraan pemilu relatif berkurang dibanding IKKDTI 2014. Jumlah tertinggi adalah di Manggarai Barat (3 kasus), diikuti oleh Solok Selatan, Mamberamo Raya, Nabire dan Melawi, masing-masing 2 kasus. Ada 16 kabupaten yang mengalami satu konflik terkait penyelenggaraan pemilu. Secara keseluruhan, pada periode 2014 – 2016 terdapat 27 kasus konflik terkait pemilu (konflik politik), jauh lebih sedikit dibandingkan konflik-konflik lainnya. 4.3 Capaian Aspek Ketahanan Masyarakat Ketahanan Masyarakat mencakup kondisi sosial ekonomi, praktek kolektif, sikap dan perilaku individu atau kelom-pok yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kerentanan masyarakat terhadap konflik kekerasan. Basis argumen aspek ini adalah bahwa interaksi antar-individu dan antar-kelompok dipengaruhi oleh latar belakang budaya, ekonomi dan politik. Indeks Aspek Ketahanan Masyarakat ditujukan untuk memberi gambaran indikatif apakah masyarakat berada dalam kondisi krisis sosial, perdamaian negatif (negative peace) atau perdamaian positif (positive peace). ...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 95
.................................
Indeks Aspek Ketahanan Masyarakat (KM) diperoleh melalui capaian 3 variabel, yakni: Dinamika Masyarakat (KM1), Livelihood (KM2), dan Pendidikan dan Budaya Cegah Konflik dan Pro-mosi Perdamaian (KM3). Kontribusi tiap variabel dalam mempengaruhi capaian Indek Ketahanan Masyarakat adalah sebagai berikut: Variabel Pendidikan dan Budaya Cegah Konflik dan Promosi Perdamaian (0.441194), Livelihood (0.161194), dan Dinamika Masyarakat (0.397612). Tampak bahwa variabel pendidikan dan sosialiasi pencegahan konflik dan promosi perdamaian dan variabel dinamika masyarakat mempunyai kontribusi yang relatif sama terhadap capaian aspek KM serta sedikit lebih tinggi kontribusinya dibanding variabel livelihood. Tabel 4.6. | Parameter untuk Aspek Ketahanan Masyarakat Variabel KM1
KM 2
KM3
Indikator
Skala
Bobot
Frekuensi konflik kekerasan antar-Ormas (KM11)
Rasio
0.008921
Frekuensi konflik kekerasan antar-masyarakat (KM12)
Rasio
0.660125
Jumlah forum lintas komunitas (KM13)
Rasio
0.000892
Frekuensi konflik antar-kelompok masyarakat dalam akses sumber daya (KM14)
Rasio
0.330062
Tingkat pengangguran di daerah (KM21)
Rasio
0.413793
Ada tidaknya protes masyarakat terhadap pelaksanaan program pemerintah terkait pemberdayaan ekonomi (KM22)
Binner (dummy)
0.586207
Frekuensi perkelahian/tawuran antar pelajar/mahasiswa (KM31)
Rasio
0.833333
Ada tidaknya praktik budaya lokal untuk pencegahan konflik dan promosi perdamaian (KM32)
Binner (dummy)
0.166667
Sumber: Hasil Analisis Tim Penyusun
Kontribusi Aspek Ketahanan Masyarakat dalam membentuk capaian IKKDTI suatu daerah memang tidak signifikan namun aspek ini sangat penting untuk mendapat gambaran ketangguhan masyarakat, kesolidan, dan kapasitasnya dalam menghadapi situasi krisis atau dalam konflik kekerasan. Melalui penghitungan IKKDTI 2016, lima kabupaten sampel yang memiliki capaian Indeks Aspek Ketahanan Masyarakat tertinggi dan terendah adalah: ...............................................................................................................................................................
96 ................................. IKKDTI 2016: Hasil dan Analisis
Tabel 4.7. | Capaian Aspek Ketahanan Masyarakat Tertinggi dan Terendah Capaian Tertinggi Kabupaten Indeks Aceh Singkil 0.999274 Toli-Toli 0.999108 Bondowoso 0.997201 Situbondo 0.996996 Seruyan 0.996781
Capaian Terendah Kabupaten Indeks Morowali Utara 0.044098 Maluku Barat Daya 0.160097 Dogiyai 0.16411 Lanny Jaya 0.169422 Intan Jaya 0.172824
Sumber: Hasil Analisis Tim Penyusun
Capaian 122 kabupaten dalam aspek Ketahanan Masyarakat relatif lebih baik dari capaian dua aspek lainnya. Dari 122 kabupaten tersebut, hanya 7 kabupaten (5,74%) yang memiliki capaian sangat rendah dan rendah. Sepuluh kabupaten (8,20%) mempunyai capaian sedang sementara sisanya, 105 kabupaten (86,06%), mempunyai capaian yang tinggi. Hal ini menggambarkan bahwa tingkat ketahanan konflik dari aspek ketahanan masyarakat di 122 kabupaten daerah tertinggal sudah cukup tinggi, yang ditandai dengan kuatnya kapasitas ketahanan dalam variabel pendidikan dan budaya cegah konflik, dinamika masyarakat dan livelihood. Kontribusi ketiga variabel relatif saling memper-kuat satu sama lain. Capaian dalam aspek ini menunjukkan bahwa variabel dinamika masyarakat (KM3) variabel pendidikan dan sosialisasi pencegahan konflik dan promosi perdamaian (KM1) berperan cukup signifikan bagi daya tahan masyarakat terhadap ketegangan sosial dan kekerasan antar kelompok namun tidak mengurangi pentingnya variabel livelihood (KM2) dalam memberi pengaruh terhadap capaian aspek KM. Hal ini disebabkan karena tidak ada gap yang sangat besar dalam bobot ketiga variabel terhadap aspek KM. Capaian variabel KM1 sangat dipengaruhi oleh capaian indikator konflik kekerasan antar-masyarakat (KM12) dan indikator konflik kekerasan terkait sumber daya (KM14). Capaian variabel KM3 sangat dipengaruhi oleh variabel kasus tawur-an pelajar/mahasiswa (KM31). Sementara capaian variabel KM2 secara merata dipengaruhi ...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 97
.................................
oleh capaian indikator tingkat pengangguran terbuka (KM21) dan indikator ada tidaknya protes terhadap program pemberdayaan masyarakat (KM22). Capaian aspek KM untuk 122 kabupaten daerah tertinggal adalah sebagai berikut : 3 kabupaten untuk capaian sangat rendah atau kategori ketahanan sangat rendah (2,46 %), 4 kabupaten mempu-nyai capaian rendah atau kategori keta-hanan rendah (3,29 %), 10 kabupaten mempunyai capaian sedang atau kategori ketahanan sedang (8,20 %) dan 105 kabupaten mempunyai capaian tinggi atau ketahanan tinggi (86,05 %). Tiga kabupaten dengan capaian paling rendah atau tergolong memiliki tingkat ketahanan sangat rendah dari aspek ketahanan masyarakat adalah Sumbawa (0.262825), Sampang (0.374976), Situbondo (0.432895). Sementara me-lengkapi lima urutan terendah adalah Maluku Tengah (0.51933) dan Polewali Mandar (0.554616) yang memiliki capaian rendah atau kategori ketahan-an konflik rendah. Sangat rendahnya capaian aspek KM Kabupaten Sumbawa signifikan dipengaruhi oleh rendahnya capaian pada variabel KM1 dan KM3. Rendahnya capaian variabel KM1 sangat dipengaruhi oleh rendahnya capaian pada indikator konflik antar-masyarakat (KM12) dan indikator konflik terkait sumber daya (KM14). Sumbawa adalah kabupaten dengan jumlah konflik kekerasan antar-masyarakat terbanyak dalam IKKDTI 2016. Sementara itu, capaian rendah pada variabel KM3 signifikan dipengaruhi oleh rendahnya capaian indikator kasus tawuran pelajar/mahasiswa (KM31). Kabupaten Sampang mempunyai capaian rendah dalam aspek KM karena kontribusi yang merata dari capaian variabel KM1, KM2 maupun KM3. Meski tidak serendah capaian KM1 dan KM3 pada Kabupaten Sumbawa, capaian KM1 dan KM3 di Kabupaten Sampang dan dikombinasikan dengan capaian rendah KM2 mem-buat capaian aspek KM menjadi sangat rendah. Capaian rendah pada variabel KM1 dipengaruhi oleh capaian rendah pada indikator konflik antar-masyarakat (KM12) dan indikator konflik terkait sumber daya (KM14). Capaian rendah ...............................................................................................................................................................
98 ................................. IKKDTI 2016: Hasil dan Analisis
pada variabel KM3 sangat signifikan dipengaruhi oleh rendahnya capaian indikator tawuran pelajar/mahasiswa (KM31). Sementara capaian rendah pada variabel KM2 dipengaruhi oleh capaian rendah indikator ada tidaknya protes terhadap program pemberdayaan (KM22). Kabupaten Situbondo memiliki capaian sedang untuk variabel KM1, namun rendah dalam capaian variabel KM2 dan KM3. Capaian rendah dua variabel tersebut mempengaruhi capaian pada aspek KM. Rendahnya capaian variabel KM3 dipengaruhi oleh rendahnya capaian indikator tawuran pelajar/mahasiswa (KM31), sementara rendahnya capaian variabel KM2 dipengaruhi oleh capaian rendah pada indikator ada tidaknya protes terkait program pemberdayaan (KM22). Capai-an yang relatif tidak tinggi pada variabel KM1 dipengaruhi oleh capaian yang relatif rendah pada indikator kekerasan antar-masyarakat (KM12). Kabupaten Maluku Tengah memiliki capaian rendah pada aspek KM karena rendahnya capaian variabel KM2 serta relatif rendahnya capaian variabel KM1. Rendahnya capaian KM2 dipengaruhi oleh capaian rendah pada indikator tingkat pengangguran terbuka (KM21) dan indikator ada tidaknya protes terkait program pemberdayaan (KM22). Sementara capaian relatif rendah pada variabel KM1 dipengaruhi oleh sangat rendahnya capaian pada indikator konflik kekerasan antar-masyarakat (KM12). Capaian pada variabel KM3 juga relatif sedang capaian sedang pada indikator tawuran pelajar/ mahasiswa (KM31). Capaian rendah pada aspek KM di Kabupaten Polewali Mandar dipengaruhi oleh rendahnya capaian pada variabel KM3 dan KM2. Rendahnya capaian pada variabel KM3 dipengaruhi oleh rendahnya capaian pada indikator tawuran pelajar/mahasiswa (KM31), sementara rendahnya capaian variabel KM2 dipengaruhi oleh rendahnya capaian pada indikator ada tidaknya protes terhadap program pemberdayaan (KM22). Meski capaian pada variabel KM1 cukup tinggi, capaian tersebut tidak cukup mengimbangi capaian rendah pada KM3 dan KM2. Variabel pendidikan dan budaya cegah konflik (KM3) dipengaruhi ...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 99
.................................
sangat signifikan oleh indikator frekuensi tawuran pelajar/mahasiswa (KM31). Tawuran pelajar/mahasiswa bukan fenomena yang jamak terjadi di daerah tertinggal. Mayoritas dari 122 kabupaten wilayah IKKDTI 2016 tidak mengalami kejadian tawuran pelajar/mahasiswa. Jumlah tawuran pelajar terbanyak ada di Sumbawa (4 kasus), Polewali Mandar (3 kasus), Situbondo (3 kasus), Pandeg-lang (2 kasus), Sampang (2 kasus) dan Bondowoso (2 kasus). Ditilik dari sebaran kasus tawuran pelajar, ada di Jawa 10 kasus, NTB 8 kasus, Sulawesi 3 kasus, Maluku 1 kasus, Papua 1 kasus, Lampung1 kasus, Bengkulu 1 kasus dan Aceh 1 kasus. Variabel Dinamika Masyarakat (KM1) sangat dipengaruhi oleh indikator kekerasan antar-masyarakat (KM12) dan konflik kekerasan terkait sumber daya (KM14). Kabupaten-kabupaten dengan jumlah kasus kekerasan antar-masyarakat terbanyak adalah Sumbawa dengan 17 kasus, diikuti Maluku Tengah (14 kasus), Sampang (10 kasus), Bang-kalan 8 kasus, Seluma 8 kasus dan Jayawijaya 8 kasus. Menurut sebarannya, kasus kekerasan antar-masyarakat dapat digambarkan sebagai berikut : Papua dan Papua Barat 67 kasus, Sula-wesi 13 kasus, Jawa 30 kasus, NTT 25 kasus, Sumatera 33 kasus, Kalimantan 24 kasus, NTB 51 kasus, Maluku dan Maluku Utara 31 kasus. Sementara kabupaten-kabupaten dengan jumlah konflik sumber daya terbanyak adalah Buru (4 kasus), Sumbawa (4 kasus), Landak (4 kasus), Sampang (3 kasus), Melawi (3 kasus), Manggarai Timur (3 kasus), Dompu (3 kasus), dan Lombok Utara (3 kasus). Sebaran kasus konflik sumber daya meliputi wilayah : Nusa Tenggara (24 kasus), Kalimantan (14 kasus), Sulawesi (14 kasus), Maluku dan Maluku Utara (11 kasus), Sumatera 10 kasus, Jawa 9 kasus serta Papua dan Papua Barat (7 kasus). Kasus paling banyak adalah antara masyarakat dengan perusahaan dan antar-sesama masyarakat. Variabel Livelihood (KM2), meski tidak signifikan terhadap capaian aspek KM, penting untuk menggambarkan tersedianya aktivitas penghidupan bagi masyarakat serta adanya mekanisme ...............................................................................................................................................................
100 ................................. IKKDTI 2016: Hasil dan Analisis
ekonomi bersama yang mampu mencegah konflik. Logika sederhananya adalah dengan adanya sumber penghidupan yang layak, kecenderungan untuk berkonflik berkurang. Capaian variabel KM2 banyak ditentukan oleh kombinasi capaian indikator tingkat pengangguran terbuka (KM21) dan indikator ada-tidaknya protes terhadap program pemberdayaan (KM22). Beberapa kabupaten dengan tingkat pengangguran cukup tinggi antara lain : Maluku Tengah (12,75%), Lebak (10,74%), Pandeglang (10,22%), Supiori (10,75%), Nabire (10,14%), Biak Numfor (10,8%), Konawe (10,7% ), Pulau Morotai (9,97%), Pulau Taliabu (9,72%), Lombok tengah (9,92%), dan Buru Selatan (9,14%). Rataan per kawasan untuk tingkat pengangguran paling tinggi adalah Maluku (6,94%) dan terendah adalah Sumatera (3,25%). Indikator ada tidaknya protes terhadap program pemberdayaan umumnya ada di setiap kabupaten wilayah IKKDTI 2016. Dalam penghitungan IKKDTI 2016, sepanjang tahun 20142016, tercatat terdapat 576 peristiwa konflik kekerasan di 122 kabupaten daerah tertinggal. Jika dilihat dari segi tipologi konflik kekerasannya, frekuensi konflik selama periode tersebut adalah konflik keke-rasan antar-masyarakat dan konflik identitas sebanyak 302 kasus (52,43%), konflik dan kekerasan aparat 95 kasus (16,49%), konflik sumber daya 89 kasus (15,45%), konflik kebijakan pemerintah 63 kasus (10,94%) dan konflik terkait penyelenggaran pemilu atau konflik politik sebanyak 27 kasus (4,69%). Dilihat dari sebaran konflik kekerasan, dapat diurutkan sebagai berikut : Nusa Tenggara 139 kasus (24,13%), Papua dan Papua Barat 122 kasus (21,18%), Jawa 86 kasus (14,93%), Maluku dan Maluku Utara 66 kasus (11,46%), Sulawesi 58 kasus (10,07%), Sumatera 57 kasus (9,90%) dan Kalimantan 48 kasus (8,33%).
...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 101
.................................
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1 Kesimpulan IKKDTI 2016 memberikan gambaran kondisi ketahanan dan kerentanan daerah tertinggal terhadap konflik kekerasan. Melalui empat kategori capaian indeks dapat diperoleh informasi mengenai capaian-capain positif dan persoalan-persoalan krusial yang berpengaruh terhadap tingkat ketahanan dan kerentanan. Persoalanpersoalan krusial di 122 kabupaten daerah tertinggal tercermin baik dalam capaian indeks masing-masing maupun dalam capaian Aspek. Terdeteksinya persoalan krusial merupakan pintu masuk menuju pemahaman terhadap kaitan antar tiga aspek, sekaligus sebagai pijakan awal bagi perdebatan kebijakan, penyusunan program, perumusan penelitian lapangan untuk kegiatan advokasi. ...............................................................................................................................................................
102 ................................. Kesimpulan dan Rekomendasi
Buku Indeks ini memuat sejumlah kesimpulan sekaligus rekomendasi yang bersifat umum dan strategis. Terdapat empat poin kesimpulan antara lain (1) Prioritas Kabupaten berdasarkan capaian indeks terendah (ketahanan terendah), (2) Prio-ritas Kabupaten berdasarkan capaian per aspek, (3) Penguatan kapasitas dan otoritas institusi negara untuk koordinasi dan kemitraan, dan (4) Perubahan Paradigma Kebijakan Pencegahan dan Kelola Konflik. 1. Prioritas Kabupaten dengan tingkat Ketahanan Terendah Terdapat 25 kabupaten yang mem-punyai kategori ketahanan konflik sangat rendah dalam IKKDTI 2016. Dua puluh lima kabupaten tersebut tersebar di: NTT ((10 kabupaten), Papua (7 kabupaten), Sulawesi (3 kabupaten), Maluku (2 kabupaten), Sumatera (2 kabupaten) dan Kalimantan (1 kabupaten). Prioritas ini dibuat dengan mempertimbangkan representasi wilayah serta tingkat kerawanan di tiap kawasan tersebut. Atas pertimbangan itu, maka ditetapkan 6 kabupaten prioritas, yakni Malaka (NTT), Lanny Jaya (Papua), Morowali Utara (Sulawesi), Maluku Barat Daya (Maluku), Nias Barat (Sumatera) dan Sambas (Kalimantan). 2. Prioritas Kabupaten berdasarkan 3 Aspek Aspek Tata Kelola. Sumba Timur (NTT), Mamberamo Tengah (Papua), Teluk Wondama (Papua Barat), Nias Selatan (Sumatera), Seram Bagian Timur (Maluku), Gorontalo Utara (Sulawesi), Pulau Taliabu (Maluku Utara). Aspek Kapasitas Kelembagaan.Kabu-paten Lebak (Jawa), Kabupaten Maybrat (Papua Barat), Kabupaten Pulau Morotai (Maluku Utara), Kabupaten Pandeglang (Jawa), Tojo Una-Una (Sulawesi), Mahakam Ulu (Kalimantan), Pesisir Barat (Su-matera). Aspek Daya Tahan Masyarakat. Sum-bawa (NTB), Sampang (Jawa), Maluku Tengah (Maluku), Polewali Mandar (Sulawesi), Dompu (NTB), Situbondo (Jawa). ...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 103
.................................
3. Penguatan kapasitas dan otoritas institusi negara untuk koordinasi dan kemitraan. Hasil IKKDTI 2016 menunjukkan kom-plikasi sumber-sumber ketahanan dan kerentanan yang tidak berdiri sendiri tapi saling mempengaruhi dalam mem-bentuk ketahanan dan kerentanan daerah tertinggal terhadap konflik kekerasan. Pesan penting dari hasil indeks ini adalah upaya mengatasi kerentanan dan mempromosikan perdamaian tidak akan efektif jika hanya dilakukan satu atau dua lembaga, ataupun dilakukan oleh banyak institusi negara dengan jurus dan resep masing-masing. Mengatasi kondisi kerentanan daerah tertinggal dibutuhkan koordinasi dan kemitraan aksi yang padu, dipandu suatu kerangka kebijakan strategis pencegahan konflik dan promosi perdamaian. Hal ini pun tidak hanya krusial bagi koordinasi dan kemitraan aksi antar institusi negara di tingkat pusat tapi juga koordinasi antar level pusat, provinsi dan kabupaten atau daerah tertinggal. Hal tersebut perlu ditunjang oleh basis autoritas yang kuat dan berkelanjutan baik dengan dasar hukum seperti Undang-Undang, Per-aturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah maupun legitimasi politik di parlemen. Dari segi ini, Kementerian Desa PDTT perlu mengambil peran aktif melaku-kan koordinasi dan kemitraan prog-ram untuk pencegahan konflik dan promosi perdamaian di daerah tertinggal. Intervensi program pada 3 aspek IKKDTI menuntut koordinasi dan kemitraan bersama kementerian, badan dan institusi negara yang terkait dengan isu atau persoalan krusial dalam hal tata kelola, kapasitas kelembagaan dan ketahanan masyarakat. Antara lain Bappenas, Kemenko Kesra, Kemenko Polhukam, Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara & Reformasi Birokrasi, Kementerian Sosial Kemendagri, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Kementerian Kesehatan dan kementerian lain yang terkait dan juga POLRI. Mengingat hasil indeks ini menunjukkan gambaran rendahnya kapasitas, daya jangkau dan ...............................................................................................................................................................
104 ................................. Kesimpulan dan Rekomendasi
kualitas kepemimpinan daerah, koordinasi dan kemitraan dengan pemerintah daerah menjadi penting tidak saja untuk mengeksekusi program dan mencari sinergi demi dampak dan keberlanjutan program tapi terpenting dalam rangka mendorong reorientasi kebijakan pembangunan Pemda agar lebih peka konflik dan memiliki rencana pem-bangunan yang strategis dan relevan dengan situasi kerentanan struktural di daerahnya masing-masing. Patut dicatat adalah bahwa melalui Kementerian Desa PDTT, skenario prog-ram pencegahan konflik dan promosi perdamaian dapat dimulai dari akar rumput, yakni komunitas di pedesaan. Program pencegahan konflik dan promosi perdamaian dapat saja menjadi lebih berakar dan berdampak langsung dan meluas tanpa harus menghilangkan koordinasi dan kemitraan dengan pemerintah tingkat kabupaten. Mengacu pada kerangka berpikir dan hasil IKKDTI, skenario ini dinilai efektif untuk merespon persoalanpersoalan dominan yang muncul dalam Aspek Tata Kelola dan Aspek Ketahanan Masyarakat. Selain hubungan negara dan warga negara menjadi lebih interaktif, tanggung jawab untuk pencegahan konflik kekerasan dan promosi perdamaian berlahan-lahan melekat dalam peran sosial warga komunitas di tingkat desa. 4. Perubahan Paradigma Kebijakan Pencegahan dan Kelola Konflik. Mengubah ‘paradigma keamanan’ yang diwariskan Orde Baru tidaklah mudah. Paradigma tersebut mengajarkan kekeliruan mendasar yang ditentang oleh demokrasi, yakni penyebab konflik dan kekerasan ada dalam kintal masyarakat dan negara sajalah yang bertanggung jawab dan berperan mencegah dan mengelola konflik. Hasil IKKDTI memperlihatkan sebaliknya bahwa pertama, kebijakan negara atau pemerintahan daerah yang tidak inklusif merupakan salah satu faktor utama di balik konflik kekerasan di daerah tertinggal. Ketidak-hadiran warga negara dalam proses pembuatan kebijakan merupakan jalan tol bagi warga negara menuju ketidak-puasan dan ketidakpercayaan terhadap kebijakan, program dan tujuan...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 105
.................................
tujuannya. Demikian pula performa buruk lembaga penegak hukum seperti kepo-lisian, kejaksaan dan kehakiman mem-buat keadilan menjadi barang langka akibat praktek mafia hukum yang berjejaring antar institusi tersebut. Kedua, konflik kekerasan bukanlah sebatas persoalan pidana dan urusan kebudaya-an, tetapi kejadian sosial ekstrim dalam kesumpekan yang dikondisikan olehdefisit tata kelola, buruknya kinerja pemerintahan dan lemahnya daya tahan masyarakat. Bertolak dari cara berpikir dan hasil IKKDTI, konflik kekerasan diletakkan kembali di dalam kerangka kebijakan pembangunan, demokrasi dan keamanan. Hal ini menjadi dasar rekomendasi mengenai pentingnya koordinasi dan kemitraan antar instansi dan antar level pemerintahan, sebagaimana tercermin dalam UU No 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. Pengarusutamaan wacana pencegahan konflik kekerasan harus dimulai dari membaca sumber-sumber kerentanan pada ne-gara atau institusi, masyarakat-komunitas dan pada mekanisme kelola kebijakan baik untuk isu keamanan, demokrasi dan pembangunan ekonomi di daerah tertinggal. Karena itu, komitmen untuk koordinasi dan kemitraan multi-pihak akan bermanfaat dan berdampak sepanjang dituntun paradigma baru yang lebih holistik memandang konflik, kon-flik kekerasan dan kerentanannya. 5.2. Rekomendasi Bagi Pengguna IKKDTI 2016 IKKDTI 2016 ini memberikan gambaran secara menyeluruh tentang ketahanan daerah terhadap konflik sebagai bahan penyusunan kebijakan pencegahan konflik oleh para pemangku kepentingan di berbagai tingkatan. Oleh karena itu, hasil IKKDTI 2016 ini dapat digunakan oleh para pemangku kepentingan diantaranya : Pemerintah Pusat: Hasil IKKDTI 2016 dapat dijadikan informasi dan rujukan bagi Kementerian/Lembaga di tingkat Pusat dalam rangka penyusunan kebijakan dan strategi penanganan konflik sosial ...............................................................................................................................................................
106 ................................. Kesimpulan dan Rekomendasi
di 122 abupaten Daerah Tertinggal di Indonesia, serta sekaligus dapat dijadikan acuan dalam rangka penetapan lokasi sasaran pelaksanaan program pembangunan penanganan konflik sosial oleh Kementerian/Lembaga Terkait; Pemerintah Daerah: Hasil IKKDTI 2016 ini dapat dijadikan informasi awal tingkat kerawanan dan sekaligus ketahanan daerah terhadap konflik social didaerah masing-masing. Hasil IKKDTI 2016 ini juga dapat digunakan oleh pemerintah daerah untuk mengembangkan program/kegiatan pencegahan konflik sosial berdasarkan nilai indeks pada aspek Tata Kelola, Koordinasi Kelembagaan dan Ketahanan Masyarakat. LSM, Pegiat Perdamaian dan Lembaga International. Hasil IKKDTI 2016 ini dapat dijadikan basis data empiris bagi organisasi/ lembaga non-pemerintah dalam rangka merumuskan strategi advokasi, prioritas dan focus pendampingan masyarakat serta pemantapan agenda-agenda program pencegahan konflik social di 122 Kabupaten Tertinggal. Akademisi. Hasil IKKDTI 2016 ini dapat dijadikan basis diskusi ilmiah untuk mengembangkan formula, variable, dan indikator serta model-model analisis baru yang sesuai dengan karakteristik sosial masyarakat Indonesia.
...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 107
.................................
DAFTAR PUSTAKA Pustaka Metode Indeks Arminger, G. dan Küsters, U. 1988. “Latent trait models with indicators of mixed measurement level”, dalam R. Langeheine and J. Rost (Eds.), Latent trait and latent class models. New York: Plenum press. Bartholomew, D. J. 1987. Latent Variable Models and Factor Analysis. London: Charles Griffin Si Co. Ltd. Christofferson, A. 1975. “Factor Analysis of Dichotomized Variables”, Psychometrika 40, 5-32. Jöreskog, K. G. 1990. “New Developments in LISREL: Analysis of Ordinal Variables Using Polychoric Correlations and Weighted Least Squares”, Quality and Quantity 24, 387-404. Jöreskog, K. G. dan Sörbom, D. 1993. LISREL 8 - User’s Reference Guide. Chicago: Scientific Software, Inc. ...............................................................................................................................................................
108 ................................. Daftar Pustaka
Lawley, D. N. and A. E. Maxwell. 1971. Factor Analysis as a Statistical Method. London: Butterworth. Lee, S.-Y., W.-Y. Poon, and P. Bentler. 1992. “Structural Equation Models with Continuous and Polytomous Variables”, Psychometrika 57,89-105. Muthén, B. 1984. “A General Structural Equation Model with Dichotomous, Ordered Categorical and Continuous Latent Variables Indicators”, Psychometrika 49, 115-132. Muthén, B and Christoffersson, A. 1981. “Simultaneous Factor Analysis of Dichotomous Variables in Several Groups”,Psychometrika 46, 407-419. Olsson, U. 1979. “Maximum likelihood Estimation of The Polychoric Correlation Coeficient”, Psychometrika 44, 443-460. Rubin, D. B. and Thayer, D. T. 1982. “EM algorithms for ML factor analysis”, Psychometrika 47, 69-76. Pustaka Kajian dan Dokumen Aspinnal, Edward dan Gerry van Klinken (ed). 2011. The State and Illegality in Indonesia. Leiden: KITLV Press Bankoff, Greg (ed). 2004. Mapping Vulnerabilities: Disasters, Development and the People. London: Earthscan Barron, Patrick and M Najib Asca. 2012. After the Communal War: Understanding and Addressing Post-Conflict Violence in Eastern Indonesia. Yogyakarta: CSPS Books Center for Religious and Cross-Cultural Studies (CRCS-UGM). 2013. Laporan Tahunan Kehidupan Beragama di Indonesia 2012 Choi, Nankyung. 2011. Local Politics in Indonesia: Pathways to Power. New York: Routledge Collins, Elizabeth Fuller. 2007.Indonesia Betrayed: How Development Fails. Honolulu: University of Hawaii Press Cox, Michaelene (ed). 2009. Social Capital and Peace-Building: Creating and Resolving Conflict with Trust and Social Networks. London: Routledge ...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 109
.................................
CSPS-CPRU (UNDP). 2012. Strengthening Social Cohesion for Sustainable Development, A Baseline Survey. Laporan Survey untuk 5 Provinces Davidson, James and David Henley (ed). 2007. The Revival of Tradition in Indonesian Politics: The Deployment of Adat from Colonialism to Indigenism. London: Routledge Djalong, Frans dan Muhadi Sugiono. 2011. “Crossing Borders: Indonesia Experience with Local Conflict Resolution”, dalam Morgan Brigg and Roland Bleiker (ed) Mediating Across Difference: Oceanic and Asian Approaches to Conflict Resolution.Honolulu: Hawaii University Press, hal 185-204. Erb, Maribeth and Priyambudi Sulistiyanto (ed). 2005. Regionalism in Post-Suharto Indonesia. New York: Routledge-Curzon Executive Report, Indonesia Governance Index 2012. Toward a Well-Informed Society and Responsive Government. Jakarta: The Partnership for Governance Reform Fine, Ben. 2010. Theories of Social Capital: Researcher Behaving Badly. London: Pluto Press Gerring, John dan Strom Thacker. 2008. A Centripetal Theory of Democratic Governance. New York: Cambridge University Press Gismar, Abdul Malik dkk. Executive Report Indonesia Governance Index 2012, “Toward a Well-Informed Society and Responsive Government’. The Partnership for Governance Reform, 2013 Global Peace Index. 2014. Measuring Peace and Assessing Country Risk. New York: Institute for Economics and Peace Hadiz, Vedi. 2010. Localising Power in Post-Authoritarian Indonesia: A Southest Asia Perspective. Stanford: Stanford University press Hiariej, Eric dkk. 2013. Demokrasi di Indonesia: Antara Patronase dan Populisme. Ringkasan Eksekutif, Power, Welfare and Democracy Project. Universitas Gadjah Mada bekerjasama dengan University of Oslo dan Norwegian Embassy ...............................................................................................................................................................
110 ................................. Daftar Pustaka
Indeks Demokrasi Indonesia. 2010. Kebebasan yang Bertanggung Jawab dan Substansial, Sebuah Tantangan. Jakarta: Badan Pusat Statistik Indonesia Governance Index 2012. Tantangan Kelola Pemerintahan di 33 Provinsi di Indonesia. Jakarta: Australian Aid dan Kemitraaan Meier, Kenneth. 2006. Bureaucray in Democratic State: a Governance Perspective. Baltimore: John Hopkins University Press Mietzner, Marcus. 2006. The Politics of Military Reform in PostSuharto Indonesia: Elite Conflict, Nationalism, and Institutional Resistance.Policy Studies 23. Washington: East-West Center Washington Nordholt, Henk Schulte and Gerry van Klinken. 2007. Renegotiating Boundries: Local Politics in Post-Suharto Indonesia. Leiden: KITLV Press PTD-ITP. 2012. Panduan Pelembagaan Sistem Peringatan dan Tanggap Dini Konflik di Indonesia, CEWERS. PTD-Bappenas Sugiono, Muhadi dan Frans Djalong. 2008. “ Indonesian Paths to Peace: From Liberal Framework to Local Conflict Resolution, dalam Journal of Power, Conflict and Democracy (PCD),Vol I, 1 (October 2008, hal 166-184. The Habibie Center. 2014. Indeks Intensitas Kekerasan 2014. Program Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan Indonesia (SNPK) Titus, Milan and Paul Burgers (ed). 2008. Rural Livelihood, Resource and Coping with Crisis indonesia: A comparative Study. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies United Nations Development Program. 2012. Governance for Peace: Securing the Social Contract. New York: Bureau for Crisis Prevention and Recovery-Bureau for Development Policy United Nations Development Program. 2014. Human Development ...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 111
.................................
Report, Sustaining Human Progress: Reducing Vulnerabilities and Building Resilience. New York: UNDP publication United Nations Development Program. 2012. Governance and Capacity Building in Post-Crisis Aceh. Laporan Australian National University Enterprise Van Klinken, Gerry. 2007. Communal Violence and Democratization in Indonesia: Small Town Wars. London: Routledge Van Klinken, Gerry, 2009, Patronage Democracy in Provincial Indonesia, dalam Olle Tornquist dkk (ed), 2009, Rethinking Popular Representation. New York: Palgrave Macmillan, hal 141-157. Vltchek, Andre. 2012. Indonesia: Archipelago of Fear. London: Pluto Press World Bank. 2011. World Development Report 2011. Conflict, Security and Development. Washington DC: WB Publication World Bank. 1997. World Development Report. The State in a Changing World. Washington DC: WB Publication
...............................................................................................................................................................
112 ................................. Daftar Pustaka
Lampiran
...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 113
.................................
Lampiran 1. Hasil Penghitungan IKKDTI 2016 Capaian Indeks Aspek IKKDTI Data yang digunakan dalam perhitungan bobot pada tahapan ini adalaha data capaian untuk masing-masing indikator yang sudah dihitung dari indikator. Dalam hal ini, variabel merupakan “manifest variable” sedangkan aspek merupakan latent variabel. Aspek tata kelola (TK) diukur dari tiga variabel yaitu Mekanisme Pencegahan Inklusif (TK1), Proses Cegah Konflik Nir-Kekerasan (TK2) dan Institusi dalam pencegahan konflik (TK3). Aspek Kapasitas kelembagaan (KK) diukur oleh 5 variabel yaitu: Kualitas Pelayanan Publik (KK1), Kebijakan Pemerintah Daerah yang peka konflik (KK2), kinerja lembaga hukum dan keamanan (KK3), Representasi politik masyarakat (KK4), dan Kapasitas ekonomi daerah (KK5). Aspek Ketahanan Masyarakat (KM) diukur melalui variabel Dinamika Masyarakat Sipil (KM1), Livelihood (KM2) serta Pendidikan Budaya untuk cegah konflik dan promosi perdamaian (KM3). Berikut adalah bobot yang didapatkan untuk masing-masing variabel dalam mengukur aspek. Aspek Aspek Tata Kelola (TK)
Aspek (KK)
Kapasitas
Kelembagaan
Aspek Ketahanan Masyarakat (KM)
Variabel
Bobot
TK1
0.639296
TK2
0.307918
TK3
0.052786
KK1
0.194212
KK2
0.146992
KK3
0.169078
KK4
0.16032
KK5
0.329398
KM1
0.397612
KM2
0.161194
KM3
0.441194
Sumber: Hasil Analisis Tim Penyusun ...............................................................................................................................................................
114 ................................. Lampiran
Terlihat dari tabel di atas bahwa untuk aspek tata kelola sangat ditentukan variabel Mekanisme Pencegahan Inklusif (TK1). Sedangkan untuk aspek kapasitas kelembagaan, kontribusi terbesar adalah variabel Kapasitas Ekonomi Daerah (KK5). Variabel-variabel lain dalam aspek kapasitas kelembagaan mempunyai bobot yang relatif sama terhadap aspek tersebut. Pengaruh variabel pendidikan budaya untuk cegah konflik (KM3) dan dinamika masyarakat sipil (KM1) cukup signifikan terhadap aspek ketahanan masyarakat. Berikut adalah capaian untuk masing-masing daerah:
...............................................................................................................................................................
............................................................................................................................................................... 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
Grafik 1.
Aspek TK
Aceh Singkil Alor Asmat Banggai Kepulauan Banggai Laut Bangkalan Belu Bengkayang Biak Numfor Bima Boalemo Bombana Bondowoso Boven Digoel Buol Buru Buru Selatan Deiyai Dogiyai Dompu Donggala Ende Gorontalo Utara Halmahera Barat Halmahera Selatan Halmahera Timur Hulu Sungai Utara Intan Jaya Jayawijaya Jeneponto Kapuas Hulu Kayong Utara Keerom Kepulauan Aru Kepulauan Mentawai Kepulauan Sula Kepulauan Yapen Ketapang Konawe Konawe Kepulauan Kupang
Aspek TK
.................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 115
............................................................................................................................................................... 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
Grafik 2.
Aspek TK
Lampung Barat Landak Lanny Jaya Lebak Lembata Lombok Barat Lombok Tengah Lombok Timur Lombok Utara Mahakam Ulu Malaka Maluku Barat Daya Maluku Tengah Maluku Tenggara Barat Mamberamo Raya Mamberamo Tengah Mamuju Tengah Manggarai Manggarai Barat Manggarai Timur Mappi Maybrat Melawi Merauke Morowali Utara Musi Rawas Musi Rawas Utara Nabire Nagekeo Nduga Nias Nias Barat Nias Selatan Nias Utara Nunukan Pandeglang Paniai Parigi Moutong Pasaman Barat Pegunungan Bintang Pesisir Barat
Aspek TK
116 ................................. Lampiran
............................................................................................................................................................... 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
Grafik 3.
Aspek TK
Pohuwato Polewali Mandar Pulau Morotai Pulau Taliabu Puncak Puncak Jaya Raja Ampat Rote Ndao Sabu Raijua Sambas Sampang Sarmi Seluma Seram Bagian Barat Seram Bagian Timur Seruyan Sigi Sintang Situbondo Solok Selatan Sorong Sorong Selatan Sumba Barat Sumba Barat Daya Sumba Tengah Sumba Timur Sumbawa Sumbawa Barat Supiori Tambrauw Teluk Bintuni Teluk Wondama Timor Tengah Selatan Timor Tengah Utara Tojo Una-Una Tolikara Toli-Toli Waropen Yahukimo Yalimo
Aspek TK
.................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 117
............................................................................................................................................................... 0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
Grafik 4.
Aspek KK
Aceh Singkil Alor Asmat Banggai Kepulauan Banggai Laut Bangkalan Belu Bengkayang Biak Numfor Bima Boalemo Bombana Bondowoso Boven Digoel Buol Buru Buru Selatan Deiyai Dogiyai Dompu Donggala Ende Gorontalo Utara Halmahera Barat Halmahera Selatan Halmahera Timur Hulu Sungai Utara Intan Jaya Jayawijaya Jeneponto Kapuas Hulu Kayong Utara Keerom Kepulauan Aru Kepulauan Mentawai Kepulauan Sula Kepulauan Yapen Ketapang Konawe Konawe Kepulauan Kupang
Aspek KK
118 ................................. Lampiran
............................................................................................................................................................... 0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
Grafik 5.
Aspek KK
Lampung Barat Landak Lanny Jaya Lebak Lembata Lombok Barat Lombok Tengah Lombok Timur Lombok Utara Mahakam Ulu Malaka Maluku Barat Daya Maluku Tengah Maluku Tenggara Barat Mamberamo Raya Mamberamo Tengah Mamuju Tengah Manggarai Manggarai Barat Manggarai Timur Mappi Maybrat Melawi Merauke Morowali Utara Musi Rawas Musi Rawas Utara Nabire Nagekeo Nduga Nias Nias Barat Nias Selatan Nias Utara Nunukan Pandeglang Paniai Parigi Moutong Pasaman Barat Pegunungan Bintang Pesisir Barat
Aspek KK
.................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 119
............................................................................................................................................................... 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
Grafik 6.
Aspek KK
Pohuwato Polewali Mandar Pulau Morotai Pulau Taliabu Puncak Puncak Jaya Raja Ampat Rote Ndao Sabu Raijua Sambas Sampang Sarmi Seluma Seram Bagian Barat Seram Bagian Timur Seruyan Sigi Sintang Situbondo Solok Selatan Sorong Sorong Selatan Sumba Barat Sumba Barat Daya Sumba Tengah Sumba Timur Sumbawa Sumbawa Barat Supiori Tambrauw Teluk Bintuni Teluk Wondama Timor Tengah Selatan Timor Tengah Utara Tojo Una-Una Tolikara Toli-Toli Waropen Yahukimo Yalimo
Aspek KK
120 ................................. Lampiran
............................................................................................................................................................... 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
Grafik 7.
Aspek KM
Aceh Singkil Alor Asmat Banggai Kepulauan Banggai Laut Bangkalan Belu Bengkayang Biak Numfor Bima Boalemo Bombana Bondowoso Boven Digoel Buol Buru Buru Selatan Deiyai Dogiyai Dompu Donggala Ende Gorontalo Utara Halmahera Barat Halmahera Selatan Halmahera Timur Hulu Sungai Utara Intan Jaya Jayawijaya Jeneponto Kapuas Hulu Kayong Utara Keerom Kepulauan Aru Kepulauan Mentawai Kepulauan Sula Kepulauan Yapen Ketapang Konawe Konawe Kepulauan Kupang
Aspek KM
.................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 121
............................................................................................................................................................... 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
Grafik 8.
Aspek KM
Lampung Barat Landak Lanny Jaya Lebak Lembata Lombok Barat Lombok Tengah Lombok Timur Lombok Utara Mahakam Ulu Malaka Maluku Barat Daya Maluku Tengah Maluku Tenggara Barat Mamberamo Raya Mamberamo Tengah Mamuju Tengah Manggarai Manggarai Barat Manggarai Timur Mappi Maybrat Melawi Merauke Morowali Utara Musi Rawas Musi Rawas Utara Nabire Nagekeo Nduga Nias Nias Barat Nias Selatan Nias Utara Nunukan Pandeglang Paniai Parigi Moutong Pasaman Barat Pegunungan Bintang Pesisir Barat
Aspek KM
122 ................................. Lampiran
............................................................................................................................................................... 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
Grafik 9.
Aspek KM
Pohuwato Polewali Mandar Pulau Morotai Pulau Taliabu Puncak Puncak Jaya Raja Ampat Rote Ndao Sabu Raijua Sambas Sampang Sarmi Seluma Seram Bagian Barat Seram Bagian Timur Seruyan Sigi Sintang Situbondo Solok Selatan Sorong Sorong Selatan Sumba Barat Sumba Barat Daya Sumba Tengah Sumba Timur Sumbawa Sumbawa Barat Supiori Tambrauw Teluk Bintuni Teluk Wondama Timor Tengah Selatan Timor Tengah Utara Tojo Una-Una Tolikara Toli-Toli Waropen Yahukimo Yalimo
Aspek KM
.................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 123
Sangat Rendah Sangat Rendah Sangat Rendah
0.348472
0.377349
0.393486
0.402613
0.404007
0.404595
0.414472
0.418002
0.435484
Pulau Morotai
Tambrauw
Pandeglang
Seram Bagian Timur
Buru
Sarmi
Sampang
Sorong Selatan 0.422737
0.423758
Maybrat
Pesisir Barat
Tolikara
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
0.338619
Lebak
Kategori Ketahanan
Kapasitas Kelembagaan
Lebak
Lombok Tengah
Bima
Bondowoso
Seluma
Dompu
Pandeglang
Polewali Mandar
Maluku Tengah
Situbondo
Sampang
Sumbawa
Kabupaten
0.695987
0.695283
0.685536
0.652068
0.612613
0.595341
0.574596
0.554616
0.51933
0.432895
0.374976
0.262825
Ketahanan Masyarakat
KM
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Sanat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Kategori Ketahanan
Sumba Timur
Yalimo
Nduga
Malaka
Nias Barat
Seram Bagian Timur
Mamberamo Tengah
Intan Jaya
Lanny Jaya
Dogiyai
Maluku Barat Daya
Morowali Utara
Kabupaten
Tabel 1. Capaian Indeks Aspek dan Kategori Ketahanannya
Kabupaten
KK
0.315428
0.301555
0.181783
0.17973
0.178642
0.177471
0.175738
0.172824
0.169422
0.16411
0.160097
0.044098
Tata Kelola
TK
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Kategori Ketahanan
124 ................................. Lampiran
...............................................................................................................................................................
0.437672
0.440656
0.441326
0.4415
0.442097
0.442488
0.444883
0.445274
0.446877
0.450172
0.450437
0.451712
Intan Jaya
Mahakam Ulu
Aceh Singkil
Teluk Wondama
Mamberamo Raya
Lembata
Nagekeo
Timor Tengah Utara
Sigi
Kepulauan Aru
Sabu Raijua
Jayawijaya
KK
0.43751
Tojo Una-Una
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Pulau Morotai
Hulu Sungai Utara
Lombok Utara
Keerom
Seram Bagian Barat
Jayawijaya
Landak
Merauke
Buru
Lombok Timur
Lampung Barat
Bangkalan
Lombok Barat
KM
0.789203
0.788151
0.779401
0.775252
0.762751
0.760433
0.759136
0.755611
0.74546
0.73642
0.735514
0.731472
0.696881
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Teluk Wondama
Gorontalo Utara
Konawe Kepulauan
Sumba Barat Daya
Sumba Tengah
Nagekeo
Sumba Barat
Nias Selatan
Rote Ndao
Belu
Sabu Raijua
Kupang
Sambas
TK
0.354983
0.353476
0.352633
0.352554
0.3525
0.35205
0.351831
0.351787
0.34693
0.346784
0.345294
0.34038
0.327711
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Indeks Ketahanan Konflik 2016 125
.................................
...............................................................................................................................................................
0.453171
0.454409
0.45553
0.457115
0.458117
0.459117
0.459504
0.460249
0.460631
0.461164
0.461269
0.46206
Maluku Tengah
Konawe Kepulauan
Banggai Laut
Buol
Yahukimo
Biak Numfor
Yalimo
Deiyai
Bangkalan
Nabire
Raja Ampat
Paniai
KK
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Gorontalo Utara
Konawe
Pesisir Barat
Banggai Kepulauan
Pohuwato
Mamuju Tengah
Tolikara
Manggarai Timur
Melawi
Kayong Utara
Pasaman Barat
Nunukan
0.828352
0.825814
0.824972
0.823379
0.819109
0.815637
0.814447
0.812107
0.808852
0.798466
0.795787
0.789391
KM
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Raja Ampat
Waropen
Halmahera Barat
Teluk Bintuni
Tolikara
Pulau Taliabu
Boven Digoel
Jayawijaya
Mamberamo Raya
Mappi
Pegunungan Bintang
Asmat
0.489416
0.4889
0.488636
0.487822
0.487622
0.487325
0.486805
0.486724
0.486643
0.485845
0.484149
0.484065
TK
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
126 ................................. Lampiran
...............................................................................................................................................................
Sangat Rendah Sangat Rendah Sangat Rendah
0.464322
Maluku 0.464857 Tenggara Barat
0.464925
0.465386
0.466049
0.466769
0.467745
0.467783
0.468552
0.468681
0.468799
Timor Tengah Selatan
Seluma
Supiori
Mamberamo Tengah
Dogiyai
Keerom
Lanny Jaya
Mamuju Tengah
Puncak
Konawe
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
0.4629
Sangat Rendah
Waropen
KK
0.462164
Pulau Taliabu
Maybrat
Bengkayang
Ketapang
Konawe Kepulauan
Kepulauan Sula
Aceh Singkil
Seruyan
Kepulauan Aru
Tojo UnaUna
Sorong
Sumba Barat
Musi Rawas
Sambas
KM
0.857094
0.856841
0.856082
0.854122
0.851766
0.85009
0.848469
0.84641
0.846202
0.84465
0.84262
0.835418
0.82861
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
TK
Biak Numfor
Bombana
Sarmi
Kepulauan Aru
Buru Selatan
Paniai
Nias
Yahukimo
Deiyai
Puncak
Supiori
Halmahera Selatan
0.645659
0.643893
0.64181
0.523451
0.517094
0.492922
0.492786
0.492491
0.492349
0.491451
0.490832
0.49083
Pulau Morotai 0.490243
Sedang
Sedang
Sedang
Rendah
Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Indeks Ketahanan Konflik 2016 127
.................................
...............................................................................................................................................................
0.470284
0.470627
0.47181
0.472069
0.472133
0.472307
0.472499
0.472796
0.472965
0.473203
0.473471
0.474777
0.475287
Teluk Bintuni
Halmahera Barat
Kapuas Hulu
Buru Selatan
Morowali Utara
Sumbawa
Puncak Jaya
Manggarai Timur
Nduga
Sumba Tengah
Pegunungan Bintang
Banggai Kepulauan
Jeneponto
KK
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
0.871033
0.870788
0.870648
0.864935
0.864766
0.862809
0.860676
0.860269
0.859609
Jeneponto
Mamberamo Tengah
Lanny Jaya
0.87376
0.872217
0.872181
Buru Selatan 0.871107
Sumbawa Barat
Donggala
Nias Selatan
Supiori
Mahakam Ulu
Boalemo
Morowali Utara
Musi Rawas Utara
Sabu Raijua
KM
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
0.65162
0.651076
0.650395
0.649735
0.649544
0.648823
0.648084
Kepulauan Mentawai
Keerom
Timor Tengah Utara
Ketapang
Pesisir Barat
0.654434
0.654151
0.65414
0.653064
0.65271
Tojo Una-Una 0.652464
Kapuas Hulu
Halmahera Timur
Kayong Utara
Seluma
Lampung Barat
Buol
Banggai Laut
TK
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
128 ................................. Lampiran
...............................................................................................................................................................
0.475819
0.476893
0.477323
0.477714
0.477917
0.479431
0.480358
0.480568
0.480913
0.481241
0.482507
Manggarai Barat
Boven Digoel
Maluku Barat Daya
Lombok Utara
Kepulauan Sula
Lampung Barat
Melawi
Kepulauan Yapen
Nias Barat
Asmat
Lombok Timur
KK
0.475368
Seruyan
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
KM
0.884105
0.883986
0.882047
0.880009
0.875503
0.875297
Teluk Wondama
Timor Tengah Selatan
Maluku Barat Daya
Toli-Toli
Puncak
0.894555
0.891621
0.891257
0.890765
0.885144
Banggai Laut 0.884963
Deiyai
Kepulauan Mentawai
Seram Bagian Timur
Manggarai Barat
Bombana
Buol
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Mamuju Tengah
Musi Rawas Utara
Banggai Kepulauan
Seram Bagian Barat
Manggarai
Boalemo
Buru
Dompu
Merauke
Musi Rawas
Kepulauan Yapen
Konawe
TK
0.658506
0.657291
0.656186
0.656032
0.655925
0.655687
0.655455
0.655438
0.654904
0.654883
0.654662
0.654558
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Indeks Ketahanan Konflik 2016 129
.................................
...............................................................................................................................................................
0.4847
0.48479
0.485525
0.485655
0.486748
0.488626
0.488983
0.489425
0.490227
0.490865
0.491469
0.49502
Mappi
Gorontalo Utara
Donggala
Malaka
Seram Bagian Barat
Kayong Utara
Rote Ndao
Kepulauan Mentawai
Nias Utara
Ende
Musi Rawas Utara
Bima
KK
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Manggarai
Sintang
Timor Tengah Utara
Rote Ndao
Yahukimo
Paniai
Halmahera Selatan
Biak Numfor
Nabire
Intan Jaya
Sarmi
Pegunungan Bintang
0.928911
0.928301
0.926556
0.924757
0.914979
0.913967
0.909968
0.906071
0.905882
0.90526
0.899277
0.894967
KM
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
0.661204
0.661178
0.660654
0.659879
0.659827
0.659574
0.659001
Nias Utara
Lembata
Sorong
Manggarai Timur
0.680965
0.676082
0.661673
0.661661
Mahakam Ulu 0.661435
Maluku Tengah
Bangkalan
Nabire
Kepulauan Sula
Donggala
Jeneponto
Maluku Tenggara Barat
TK
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
130 ................................. Lampiran
...............................................................................................................................................................
0.496539
0.498082
0.499167
0.500625
0.501101
0.502724
0.503042
0.503661
0.503954
0.506065
0.511828
0.516485
0.517892
0.519478
Solok Selatan
Manggarai
Alor
Sumba Barat
Toli-Toli
Halmahera Selatan
Sumba Timur
Bengkayang
Bombana
Merauke
Nias
Landak
Hulu Sungai Utara
Sorong
KK
0.49542
Sumba Barat Daya
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Antara
Antara
Antara
Antara
Antara
Antara
Antara
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
KM
0.939023
0.938286
0.932395
0.930151
0.94698
0.943086
Kepulauan Yapen
Ende
Sumba Barat Daya
Nias Utara
Tambrauw
Halmahera Timur
0.954926
0.953943
0.952445
0.951622
0.951587
0.951548
Kapuas Hulu 0.949141
Boven Digoel
Solok Selatan
Teluk Bintuni 0.940914
Pulau Taliabu 0.940426
Sigi
Mamberamo Raya
Lembata
Nias
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
TK
0.977545
0.97649
0.970065
0.862775
0.859008
0.830006
0.824382
0.695326
0.693487
0.690216
0.688355
Lombok Timur
Melawi
Lombok Tengah
0.988355
0.9871
0.986087
Lombok Barat 0.983915
Nunukan
Pohuwato
Sintang
Pandeglang
Sorong Selatan
Puncak Jaya
Landak
Tambrauw
Bengkayang
Alor
Maybrat
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Indeks Ketahanan Konflik 2016 131
.................................
...............................................................................................................................................................
Rendah Rendah
Pasaman Barat 0.520494
0.522789
0.528027
0.52985
0.530509
0.531623
0.534567
0.53533
0.538841
0.544887
Polewali Mandar
Belu
Sintang
Kupang
Parigi Moutong
Lombok Tengah
Sambas
Sumbawa Barat
Pohuwato
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
0.519734
Boalemo
Rendah
0.519577
Dompu
KK
Yalimo
Dogiyai
Maluku Tenggara Barat
Belu
Raja Ampat
Nagekeo
Kupang
Sumba Tengah
Sumba Timur
Asmat
Puncak Jaya
Nduga
0.983008
0.980312
0.980023
0.979534
0.978714
0.969592
0.967656
0.966147
0.965136
0.964654
0.963306
0.9566
KM
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
0.992758
0.9918
0.990939
0.990082
0.98922
0.988873
Hulu Sungai Utara
Sampang
Pasaman Barat
Sumbawa
Sumbawa Barat
0.994999
0.994683
0.994456
0.993192
0.99287
Lombok Utara 0.992862
Bima
Solok Selatan
Ende
Manggarai Barat
Parigi Moutong
Polewali Mandar
TK
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
132 ................................. Lampiran
...............................................................................................................................................................
0.566563
0.570202
0.571283
0.571661
0.595299
0.595517
Nunukan
Ketapang
Nias Selatan
Bondowoso
Lombok Barat
Musi Rawas
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Sumber: Hasil Analisis Tim Penyusun
0.554405
Halmahera Timur
KK
0.547569
Situbondo
Parigi Moutong
Sorong Selatan
Mappi
Nias Barat
Alor
Malaka
Halmahera Barat
Waropen
KM
0.991181
0.988899
0.988672
0.988597
0.986238
0.984404
0.983617
0.983093
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Aceh Singkil
Toli-Toli
Bondowoso
Situbondo
Seruyan
Lebak
Sigi
Timor Tengah Selatan
TK
0.999274
0.999108
0.997201
0.996996
0.996781
0.996431
0.996215
0.996123
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Indeks Ketahanan Konflik 2016 133
.................................
...............................................................................................................................................................
............................................................................................................................................................... 0
0.2
0.9135320.916519 0.953993
IKKDTI 2016
0.932816
0.690962 0.687134 0.680199 0.672442 0.671139 0.661557 0.724795 0.707313 0.69223 0.681726 0.682095 0.679739 0.673284 0.674928 0.669878 0.653965 0.637543 0.679778 0.671542 0.6 0.663569 0.678675 0.659727 0.569592 0.565226 0.559341 0.558435 0.56987 0.527516 0.4507 0.557375 0.551855 0.45741 0.436207 0.4 0.437704 0.311098 0.304307
0.8
1 0.94111
1.2
Grafik 10. Capaian IKKDTI
Aceh Singkil Alor Asmat Banggai Kepulauan Banggai Laut Bangkalan Belu Bengkayang Biak Numfor Bima Boalemo Bombana Bondowoso Boven Digoel Buol Buru Buru Selatan Deiyai Dogiyai Dompu Donggala Ende Gorontalo Utara Halmahera Barat Halmahera Selatan Halmahera Timur Hulu Sungai Utara Intan Jaya Jayawijaya Jeneponto Kapuas Hulu Kayong Utara Keerom Kepulauan Aru Kepulauan Mentawai Kepulauan Sula Kepulauan Yapen Ketapang Konawe Konawe Kepulauan Kupang
IKKDTI 2016
134 ................................. Lampiran
............................................................................................................................................................... 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
0.298333
0.701777
0.794967
0.325112 0.294641 0.303161 0.198952
0.927562
IKKDTI 2016
0.940779
0.446915
0.324625 0.321559
0.454783
IKKDTI 2016
0.665499
0.5571040.547982
0.788878
0.961035 0.922414 0.933753
0.711581
0.693683 0.67953 0.688955 0.686732 0.679611 0.6973120.671348 0.67352 0.6614470.678833 0.625976 0.564716 0.562637 0.554776
0.927272 0.917304 0.914653 0.912316 0.908302
0.652449
Grafik 11.
Lampung Barat Landak Lanny Jaya Lebak Lembata Lombok Barat Lombok Tengah Lombok Timur Lombok Utara Mahakam Ulu Malaka Maluku Barat Daya Maluku Tengah Maluku Tenggara Barat Mamberamo Raya Mamberamo Tengah Mamuju Tengah Manggarai Manggarai Barat Manggarai Timur Mappi Maybrat Melawi Merauke Morowali Utara Musi Rawas Musi Rawas Utara Nabire Nagekeo Nduga Nias Nias Barat Nias Selatan Nias Utara Nunukan Pandeglang Paniai Parigi Moutong Pasaman Barat Pegunungan Bintang Pesisir Barat
.................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 135
............................................................................................................................................................... 0
0.2
0.4
0.6
0.8
0.302194 0.456358 0.455632 0.438149 0.429114
0.681546
0.445082 0.418377
0.564869 0.5356860.556681
0.951089
0.683904 0.669496
0.946603
0.557865 0.547981
0.716764
0.945471
0.846092
IKKDTI 2016
0.953313 0.95303 0.94103 0.936097 0.880448 0.852236
0.668076 0.662246 0.632399
0.861482
0.446493 0.432587 0.41928
0.5568950.564482
0.828673 0.891674
0.551842 0.53015
10.924907
1.2
Grafik 12
Pohuwato Polewali Mandar Pulau Morotai Pulau Taliabu Puncak Puncak Jaya Raja Ampat Rote Ndao Sabu Raijua Sambas Sampang Sarmi Seluma Seram Bagian Barat Seram Bagian Timur Seruyan Sigi Sintang Situbondo Solok Selatan Sorong Sorong Selatan Sumba Barat Sumba Barat Daya Sumba Tengah Sumba Timur Sumbawa Sumbawa Barat Supiori Tambrauw Teluk Bintuni Teluk Wondama Timor Tengah Selatan Timor Tengah Utara Tojo Una-Una Tolikara Toli-Toli Waropen Yahukimo Yalimo
IKKDTI 2016
136 ................................. Lampiran
0.321559 Sangat rendah 0.324625 Sangat rendah
8 Nduga
9 Nias Barat
0.429114 Sangat rendah 0.432587 Sangat rendah 0.436207 Sangat rendah
13 Sumba Timur
14 Sabu Raijua
15 Gorontalo Utara
0.41928 Sangat rendah
0.311098 Sangat rendah
7 Dogiyai
12 Sambas
0.304307 Sangat rendah
6 Intan Jaya
0.418377 Sangat rendah
0.303161 Sangat rendah
5 Mamberamo Tengah
0.325112 Sangat rendah
0.302194 Sangat rendah
4 Seram Bagian Timur
11 Yalimo
0.298333 Sangat rendah
3 Lanny Jaya
10 Malaka
0.294641 Sangat rendah
Kategori Ketahanan
2 Maluku Barat Daya
IKKDTI 0.198952 Sangat rendah
Kabupaten
1 Morowali Utara
No
No
76 Sorong
75 Kepulauan Mentawai
74 Ketapang
73 Boalemo
72 Mahakam Ulu
71 Musi Rawas
70 Musi Rawas Utara
69 Kepulauan Sula
68 Biak Numfor
67 Manggarai Timur
66 Banggai Laut
65 Buol
64 Bombana
63 Mamuju Tengah
62 Banggai Kepulauan
Kabupaten
Tabel 2.. Capaian IKKDTI 2016 Kategori Ketahanan
0.681546 sedang
0.680199 sedang
0.679778 sedang
0.679739 sedang
0.679611 sedang
0.67953 sedang
0.678833 sedang
0.678675 sedang
0.674928 sedang
0.67352 sedang
0.673284 sedang
0.672442 sedang
0.671542 sedang
0.671348 sedang
0.671139 sedang
IKKDTI
Indeks Ketahanan Konflik 2016 137
.................................
...............................................................................................................................................................
0.446493 Sangat rendah 0.446915 Sangat rendah
19 Rote Ndao
20 Nias Selatan
0.456358 Sangat rendah
24 Sumba Tengah
0.535686 Rendah 0.547981 Rendah 0.547982 Rendah 0.551842 Rendah 0.551855 Rendah
29 Supiori
30 Pegunungan Bintang
31 Puncak
32 Deiyai
0.53015 Rendah
0.527516 Rendah
28 Tolikara
27 Pulau Morotai
26 Jayawijaya
0.45741 Sangat rendah
0.455632 Sangat rendah
23 Sumba Barat Daya
25 Belu
0.454783 Sangat rendah
22 Nagekeo
0.4507 Sangat rendah
0.445082 Sangat rendah
18 Teluk Wondama
21 Kupang
0.438149 Sangat rendah
Kategori Ketahanan
17 Sumba Barat
IKKDTI 0.437704 Sangat rendah
Kabupaten
16 Konawe Kepulauan
No
No
93 Landak
92 Pandeglang
91 Alor
90 Tambrauw
89 Nias Utara
88 Bengkayang
87 Lembata
86 Maluku Tenggara Barat
85 Maybrat
84 Halmahera Timur
83 Kepulauan Yapen
82 Manggarai
81 Kapuas Hulu
80 Nabire
79 Timor Tengah Utara
78 Donggala
77 Jeneponto
Kabupaten
Kategori Ketahanan
0.794967 tinggi
0.788878 tinggi
0.724795 sedang
0.716764 sedang
0.711581 sedang
0.707313 sedang
0.701777 sedang
0.697312 sedang
0.693683 sedang
0.69223 sedang
0.690962 sedang
0.688955 sedang
0.687134 sedang
0.686732 sedang
0.683904 sedang
0.682095 sedang
0.681726 sedang
IKKDTI
138 ................................. Lampiran
...............................................................................................................................................................
0.559341 Rendah 0.562637 Rendah 0.564482 Rendah 0.564716 Rendah 0.564869 Rendah 0.565226 Rendah 0.569592 Rendah 0.56987 Rendah
40 Asmat
41 Nias
42 Raja Ampat
43 Mappi
44 Waropen
45 Halmahera Barat
46 Kepulauan Aru
47 Buru Selatan
0.637543 sedang
0.558435 Rendah
39 Boven Digoel
50 Dompu
0.557865 Rendah
38 Teluk Bintuni
0.632399 Sedang
0.557375 Rendah
37 Halmahera Selatan
49 Seluma
0.557104 Rendah
36 Paniai
0.625976 Sedang
0.556895 Rendah
48 Maluku Tengah
0.556681 Rendah
35 Pulau Taliabu
Kategori Ketahanan
34 Yahukimo
IKKDTI 0.554776 Rendah
Kabupaten
33 Mamberamo Raya
No
No
111 Pasaman Barat
110 Hulu Sungai Utara
109 Melawi
108 Lombok Utara
107 Pohuwato
106 Nunukan
105 Lombok Timur
104 Bondowoso
103 Lombok Barat
102 Bima
101 Lombok Tengah
100 Lebak
99 Polewali Mandar
98 Situbondo
97 Sampang
96 Sorong Selatan
95 Sumbawa
94 Puncak Jaya
Kabupaten
Kategori Ketahanan
0.933753 tinggi
0.932816 tinggi
0.927562 tinggi
0.927272 tinggi
0.924907 tinggi
0.922414 tinggi
0.917304 tinggi
0.916519 tinggi
0.914653 tinggi
0.913532 tinggi
0.912316 tinggi
0.908302 tinggi
0.891674 tinggi
0.880448 tinggi
0.861482 tinggi
0.852236 tinggi
0.846092 tinggi
0.828673 tinggi
IKKDTI
Indeks Ketahanan Konflik 2016 139
.................................
...............................................................................................................................................................
0.659727 sedang 0.661447 sedang 0.661557 sedang 0.662246 sedang 0.663569 sedang 0.665499 sedang 0.668076 sedang 0.669496 sedang 0.669878 sedang
53 Bangkalan
54 Merauke
55 Keerom
56 Seram Bagian Barat
57 Kayong Utara
58 Pesisir Barat
59 Sarmi
60 Tojo Una-Una
61 Konawe
Sumber: Hasil Analisis Tim Penyusun
0.653965 sedang
Kategori Ketahanan
0.652449 sedang
IKKDTI
52 Buru
Kabupaten
51 Lampung Barat
No
No
122 Parigi Moutong
121 Ende
120 Solok Selatan
119 Sigi
118 Toli-Toli
117 Timor Tengah Selatan
116 Sumbawa Barat
115 Aceh Singkil
114 Seruyan
113 Manggarai Barat
112 Sintang
Kabupaten
Kategori Ketahanan
0.961035 tinggi
0.953993 tinggi
0.953313 tinggi
0.95303 tinggi
0.951089 tinggi
0.946603 tinggi
0.945471 tinggi
0.94111 tinggi
0.94103 tinggi
0.940779 tinggi
0.936097 tinggi
IKKDTI
140 ................................. Lampiran
...............................................................................................................................................................
TATA KELOLA
ASPEK
Keberadaan FKPM di daerah Ada tidaknya lembaga khusus resolusi konflik dan cegah konflik dalam struktur Pemda
5. 6.
3. Institusi dalam pencegahan konflik
Ada tidaknya Perda terkait pencegahan konflik dan promosi perdamaian
3.
Ada tidaknya pertemuan Forkominda terkait isu konflik
Ada tidaknya kerangka early warning system/ CPF
2.
4.
Ada tidaknya program cegah konflik dan promosi perdamaian dalam RPJMD
1.
INDIKATOR
2. Proses Kelola cegah konflik nirkekerasan
1. Mekanisme Pencegahan Inklusif
VARIABEL
Tabel 3. Formulasi Aspek, Variabel, dan Indikator
Indeks Ketahanan Konflik 2016 141
.................................
...............................................................................................................................................................
KAPASITAS KELEMBAGAAN
ASPEK
8. Kapasitas ekonomi daerah
7. Representasi politik masyarakat
6. Kinerja lembaga penegak hukum dan Keamaan
5. Kebijakan pemerintah daerah yang peka konflik
4. Kualitas Pelayanan publik dasar
VARIABEL
............................................................................................................................................................... 21. Tingkat PDRB daerah
20. Tingkat pertumbuhan ekonomi daerah
19. Rasio PAD terhadap pendapatan daerah dalam APBD
18. Frekuensi kasus atau konflik kekerasan masyarakat dipicu keputusan penyelenggara pemilu legislatif dan pilkadal
17. Rasio anggota DPRD perempuan di daerah
16. Tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilu legislative
15. Ada tidaknya kasus konflik kekerasan yang melibatkan personel TNI dan polisi
14. Frekuensi penggunaan kekerasan oleh kepolisian dalam menangani demonstrasi masyarakat
13. Frekuensi kasus korupsi lembaga penegak hukum daerah yang masuk ke pengadilan
12. Jumlah kasus konflik kekerasan antar-masyarakat merespon keputusan pengadilan
11. Frekuensi kejadian/kasus kekerasan yang dilakukan Satpol PP dalam mengamankan kebijakan/perda
10. Frekuensi kejadian atau kasus konflik kekerasan yang dilakukan masyarakat merespon kebijakan pemerintah daerah
9. Frekuensi kasus korupsi pejabat daerah yang masuk ke pengadilan
8. Angka Kematian Bayi
7. Angka Partisipasi Murni di tingkat sekolah dasar
INDIKATOR
142 ................................. Lampiran
VARIABEL
11. Pendidikan dan Budaya untuk cegah konflik dan promosi perdaaian
10. Livelihood
9. Dinamika masyarakat sipil
Sumber: Hasil Analisis Tim Penyusun
KETAHANAN MASYARAKAT
ASPEK
Frekuensi perkelahian/tawuran antar- pelajar/ mahasiswa di daerah Ada tidaknya praktik budaya lokal untuk pencegahan konflik dan promosi perdamaian
28.
29.
Ada tidaknya protes kelompok masyarakat terhadap pelaksanaan program pemerintahterkait pemberdayaan ekonomi
Frekuensi konflik kekerasan antar-kelompok masyarakat di daerah terkait akses sumberdaya
25.
27.
Jumlah forum lintas komunitas
24.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di daerah
Frekuensi konflik kekerasan antar masyarakat
23.
26.
Frekuensi konflik kekerasan antar-ORMAS
22.
INDIKATOR
Indeks Ketahanan Konflik 2016 143
.................................
...............................................................................................................................................................
0.471698
0.471698
0.528302
0.471698
Bangkalan
Belu
Bengkayang
Biak Numfor
0.207547
0.471698
0.471698
0.735849
0.207547
0.207547
0.471698
Boven Digoel
Buol
Buru
Buru Selatan
Deiyai
Dogiyai
Dompu
1
0.471698
Bombana
Bondowoso
0.471698
Boalemo
1
0.471698
Banggai Laut
Bima
0.471698
Banggai Kepulauan
1
0.207547
Alor
Asmat
1
TK1
Aceh Singkil
KABUPATEN
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
1
TK2
0
0.423077
1
0.576923
1
0.576923
0.423077
0.576923
1
1
0.576923
1
1
0
0.576923
1
0.576923
0.423077
0
0.423077
TK3
0.655438
0.16411
0.492349
0.517094
0.655455
0.648823
0.486805
0.997201
0.643893
0.655687
0.992758
0.645659
0.693487
0.346784
0.661178
0.648084
0.656186
0.484065
0.690216
0.999274
TK
0.942322
0.636109
0.601122
0.626209
0.821235
0.895309
0.761857
0.812456
0.83833
0.847829
0.922892
0.726743
0.921532
0.908035
0.856253
0.841127
0.894178
0.597363
0.935246
0.901964
KK1
0.846258
1
1
1
0.611074
0.764816
1
1
1
1
0.692517
1
1
1
0.846258
1
1
1
1
0.764816
KK2
1
1
1
1
1
0.986301
1
0.986301
0.875845
0.923837
1
1
1
1
0.875845
0.937536
1
0.986301
0.239785
0.937536
KK3
0.734858
0.839015
0.806818
0.858317
0.777141
0.797387
0.626144
0.705689
0.680929
0.824711
0.710255
0.635726
0.707363
0.730583
0.744043
0.724949
0.71851
0.799461
0.730771
0.722356
KK4
0.328762
0.056177
0.045022
0.062871
0.127791
0.184142
0.183486
0.432471
0.238975
0.216901
0.398518
0.15692
0.225218
0.294921
0.535553
0.102604
0.132106
0.112331
0.200184
0.133632
KK5
0.519577
0.466769
0.460249
0.472069
0.404595
0.457115
0.476893
0.571661
0.503954
0.519734
0.49502
0.459117
0.503661
0.528027
0.460631
0.45553
0.474777
0.481241
0.499167
0.441326
KK
Tabel 4. Bobot Variabel dan Aspek IKKDTI
0.536229
0.957737
0.999288
0.999559
0.644944
0.957737
0.916095
0.916186
0.942339
0.935652
0.74998
0.858696
0.907175
0.999288
0.609388
0.999468
0.999288
0.916095
0.999198
0.957827
KM1
0.296251
0.982113
0.282777
0.201473
0.296715
0.330631
0.878044
0.373606
0.369889
0.307633
0.32854
0.765844
0.340852
0.874792
0.297644
0.287655
0.362223
0.987688
0.916605
0.836695
KM2
0.75789
1
1
1
1
1
1
0.515779
1
1
0.75789
1
1
1
1
1
0.833333
1
1
0.75789
KM3
0.595341
0.980312
0.884105
0.871107
0.74546
0.875297
0.94698
0.652068
0.875503
0.862809
0.685536
0.906071
0.856841
0.979534
0.731472
0.884963
0.823379
0.964654
0.986238
0.85009
KM
144 ................................. Lampiran
...............................................................................................................................................................
0.207547
0.471698
Halmahera Selatan
Halmahera Timur
0.207547
0.207547
0.471698
0.471698
0.471698
0.471698
0.264151
0.471698
0.471698
0.471698
0.471698
0.471698
Intan Jaya
Jayawijaya
Jeneponto
Kapuas Hulu
Kayong Utara
Keerom
Kepulauan Aru
Kepulauan Mentawai
Kepulauan Sula
Kepulauan Yapen
Ketapang
Konawe
1
0.207547
Halmahera Barat
Hulu Sungai Utara
0.471698
1
0.471698
TK1
Gorontalo Utara
Ende
Donggala
KABUPATEN
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
1
1
TK2 1
1
1
0.423077
0
0.576923
0
1
0
0.576923
1
1
1
1
0
0
0
0.423077
0.576923
TK3
0.654558
0.653064
0.654662
0.659879
0.654434
0.523451
0.654151
0.650395
0.65162
0.659574
0.486724
0.172824
0.994999
0.651076
0.49083
0.488636
0.353476
0.990939
0.659827
TK
0.84188
0.661684
0.724462
0.810885
0.920232
0.65283
0.645742
0.761306
0.88607
0.863613
0.75321
0.723489
0.851873
0.864281
0.821726
0.844889
0.787954
0.890679
0.811555
KK1
0.846258
1
1
1
1
1
1
1
0.846258
1
0.764816
1
1
1
1
1
1
1
0.846258
KK2
0.875845
1
0.986301
1
1
0.889544
1
1
0.889544
0.677274
0.937536
0.875845
1
1
0.986301
0.923837
0.986301
0.889544
0.875845
KK3
0.824665
0.716096
0.797307
0.6304
0.643364
0.650057
0.727527
0.704179
0.766798
0.758906
0.892655
0.806818
0.761417
0.713395
0.701555
0.801208
0.768869
0.679955
0.676592
KK4
0.194626
0.422977
0.118366
0.184523
0.213149
0.147423
0.10637
0.181123
0.224899
0.279647
0.114339
0.040209
0.242111
0.376333
0.232232
0.118352
0.145027
0.256409
0.31747
KK5
0.468799
0.570202
0.480568
0.477917
0.489425
0.450172
0.467745
0.488626
0.47181
0.475287
0.451712
0.437672
0.517892
0.554405
0.502724
0.470627
0.48479
0.490865
0.485525
KK
0.900337
0.916095
0.957647
0.900157
0.957647
0.900247
0.711866
0.95123
0.900247
0.957827
0.666698
0.999378
0.734042
0.916095
0.832993
0.999198
0.858786
0.916186
0.942159
KM1
0.165235
0.314137
0.824848
0.326681
0.384756
0.293231
0.31646
0.326217
0.930543
0.320874
0.998606
0.413793
0.341781
0.906384
0.85342
0.900344
0.283474
0.921019
0.341084
KM2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0.833333
1
1
0.75789
KM3
0.825814
0.856082
0.954926
0.851766
0.883986
0.84641
0.775252
0.798466
0.949141
0.87376
0.760433
0.90526
0.788151
0.951548
0.909968
0.983617
0.828352
0.953943
0.870788
KM
Indeks Ketahanan Konflik 2016 145
.................................
...............................................................................................................................................................
1
1
1
1
0.471698
0.207547
0.207547
0.471698
0.471698
0.207547
0.207547
Lombok Barat
Lombok Tengah
Lombok Timur
Lombok Utara
Mahakam Ulu
Malaka
Maluku Barat Daya
Maluku Tengah
Maluku Tenggara Barat
Mamberamo Raya
Mamberamo Tengah
0.207547
Lanny Jaya
1
0.735849
Landak
Lembata
0.471698
Lampung Barat
1
0.471698
Kupang
Lebak
0.471698
TK1
Konawe Kepulauan
KABUPATEN
0
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
0
0
TK2
1
0.423077
0.576923
1
0
0
1
0.576923
0.576923
0.576923
0.576923
0
0.576923
1
1
0.576923
0.576923
0.423077
TK3
0.175738
0.486643
0.659001
0.661204
0.160097
0.17973
0.661435
0.992862
0.988355
0.986087
0.983915
0.676082
0.996431
0.169422
0.824382
0.649544
0.34038
0.352633
TK
0.501027
0.589675
0.565119
0.695309
0.847165
0.851345
0.715836
0.748804
0.812691
0.893481
0.883533
0.918663
0.780403
0.67707
0.840922
0.940684
0.884652
0.863739
KK1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0.846258
0.692517
1
1
0.764816
0.222149
1
0.846258
KK2
0.986301
1
0.986301
0.875845
1
1
0.889544
0.801429
0.765389
0.779955
1
0.986301
0.235449
0.986301
1
0.889544
1
0.986301
KK3
0.871212
0.67177
0.694386
0.704059
0.772012
0.724143
0.770672
0.667756
0.678985
0.671361
0.70908
0.68007
0.720552
0.858333
0.816053
0.698283
0.739723
0.738828
KK4
0.03832
0.055644
0.120764
0.137275
0.113795
0.162388
0.05983
0.336257
0.432448
0.449516
0.502581
0.164773
0.457308
0.049852
0.279856
0.212778
0.290974
0.067413
KK5
0.466049
0.442097
0.464857
0.453171
0.477323
0.485655
0.440656
0.477714
0.482507
0.534567
0.595299
0.442488
0.338619
0.467783
0.516485
0.479431
0.530509
0.454409
KK
0.916276
0.874454
0.999198
0.41748
0.999288
0.999198
0.941798
0.702525
0.651119
0.833353
0.775593
0.858696
0.842847
0.916186
0.686496
0.874544
0.957737
0.900337
KM1
0.413793
0.926826
0.878044
0.117614
0.327146
0.905223
0.304613
0.365243
0.2254
0.183354
0.335741
0.929149
0.164305
0.413793
0.27906
0.331327
0.903596
0.340852
KM2
1
1
1
1
1
0.75789
1
1
1
1
1
0.75789
0.75789
1
0.75789
1
1
0.75789
KM3
0.872217
0.938286
0.980023
0.51933
0.891257
0.984404
0.864766
0.779401
0.73642
0.695283
0.696881
0.932395
0.695987
0.872181
0.759136
0.735514
0.967656
0.854122
KM
146 ................................. Lampiran
...............................................................................................................................................................
0.207547
0.528302
1
Mappi
Maybrat
Melawi
0.207547
0.207547
0.207547
0.471698
Nduga
Nias
Nias Barat
Nias Selatan
Pandeglang
0.792453
1
0.471698
Nagekeo
Nunukan
0.471698
Nabire
1
0.471698
Musi Rawas Utara
Nias Utara
0.471698
Musi Rawas
0
0.471698
Manggarai Timur
Morowali Utara
1
Manggarai Barat
0.471698
0.471698
Manggarai
Merauke
0.471698
TK1
Mamuju Tengah
KABUPATEN
1
1
0
0
0
1
0
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
TK2
0
0
0
1
1
1
0
0
0
0
1
0
1
0.576923
0.576923
0
0.423077
1
0.423077
0.423077
TK3
0.862775
0.977545
0.680965
0.351787
0.178642
0.492786
0.181783
0.35205
0.660654
0.657291
0.654883
0.044098
0.654904
0.9871
0.688355
0.485845
0.661661
0.990082
0.655925
0.658506
TK
0.898396
0.793095
0.848171
0.903823
0.806671
0.841576
0.712112
0.782961
0.744951
0.77282
0.87211
0.899723
0.755111
0.83962
0.855531
0.637128
0.812726
0.879309
0.916388
0.903665
KK1
1
1
1
1
1
0.37589
1
1
1
1
1
1
0.764816
1
1
1
0.846258
1
0.846258
0.457333
KK2 1
0.359604
1
1
0.889544
1
0.875845
1
1
0.875845
1
1
0.875845
0.875845
1
0.801429
1
0.986301
0.986301
0.889544
KK3
0.677236
0.704797
0.790723
0.96587
0.797726
0.708406
0.871212
0.68627
0.760795
0.79767
0.79767
0.791315
0.63702
0.737689
0.804886
0.815835
0.688198
0.602764
0.693687
0.780817
KK4
0.540332
0.417428
0.143864
0.361388
0.11218
0.313231
0.052283
0.161994
0.133928
0.144252
0.460125
0.220978
0.330482
0.208321
0.050712
0.114862
0.147877
0.198636
0.271635
0.082883
KK5
0.402613
0.566563
0.490227
0.571283
0.480913
0.511828
0.472965
0.444883
0.461164
0.491469
0.595517
0.472133
0.506065
0.480358
0.348472
0.4847
0.472796
0.475819
0.498082
0.468552
KK
0.801296
0.743564
0.916186
0.916095
0.999198
0.832993
0.916276
0.941888
0.858786
0.676732
0.842937
0.900247
0.708519
0.785447
0.916005
0.999198
0.785627
0.958097
0.858786
0.801476
KM1
0.176385
0.325985
0.906616
0.404501
0.93124
0.978629
0.93728
0.954702
0.76445
0.930543
0.366404
0.381736
0.202867
0.343407
0.320642
0.931705
0.363152
0.358971
0.907313
0.345962
KM2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0.515779
KM3
0.574596
0.789391
0.951622
0.870648
0.988597
0.930151
0.9566
0.969592
0.905882
0.860269
0.835418
0.860676
0.755611
0.808852
0.857094
0.988672
0.812107
0.880009
0.928911
0.815637
KM
Indeks Ketahanan Konflik 2016 147
.................................
...............................................................................................................................................................
KABUPATEN
TK1
0.207547
0.471698
0.471698
Raja Ampat
Rote Ndao
Sabu Raijua
0.471698
0.471698
0.471698
0.207547
Sarmi
Seluma
Seram Bagian Barat
Seram Bagian Timur
1
0.735849
Puncak Jaya
Sampang
0.207547
Puncak
0
0.207547
Pulau Taliabu
Sambas
0.207547
1
Pulau Morotai
1
Polewali Mandar
0.471698
Pesisir Barat
Pohuwato
0.207547
1
Pasaman Barat
Pegunungan Bintang
1
0.207547
Parigi Moutong
Paniai
0
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
TK2
TK3
0.576923
0.576923
0.576923
1
0.576923
1
0
0
1
0.423077
1
0.576923
0
0.423077
1
0.576923
1
0.423077
1
0.423077
TK
0.177471
0.656032
0.649735
0.64181
0.994683
0.327711
0.345294
0.34693
0.489416
0.830006
0.491451
0.487325
0.490243
0.988873
0.97649
0.65271
0.484149
0.994456
0.98922
0.492922
KK1
0.74875
0.88361
0.868682
0.586794
0.842294
0.915386
0.807129
0.797718
0.729824
0.741634
0.683523
0.79569
0.838764
0.887398
0.897574
0.744272
0.571638
0.918791
0.875696
0.570523 1
1
0.846258
1
1
1
0.611074
1
0.764816
1
1
1
1
1
0.538775
1
1
1
1
0.846258
KK2
KK3
0.765389
0.986301
0.801429
0.801429
0.359604
1
1
1
0.787731
1
1
1
0.875845
0.923837
1
0.801429
1
1
0.986301
0.986301
KK4
0.723032
0.770628
0.772309
0.699797
0.750701
0.616071
0.698106
0.733318
0.876281
0.887311
0.806818
0.791385
0.783919
0.758554
0.816467
0.698283
0.871212
0.647098
0.698528
0.832576
KK5
0.104091
0.150112
0.177939
0.060064
0.446346
0.365792
0.173094
0.168025
0.123267
0.043034
0.070619
0.058346
0.074042
0.297467
0.297274
0.088989
0.05382
0.374257
0.321439
0.045015
KK
0.404007
0.486748
0.464925
0.414472
0.418002
0.53533
0.450437
0.488983
0.461269
0.472499
0.468681
0.462164
0.377349
0.522789
0.544887
0.423758
0.473471
0.520494
0.531623
0.46206
KM1
0.999198
0.718283
0.552168
0.775593
0.411575
0.852279
0.957647
0.833083
0.999108
0.916095
0.957827
0.941708
0.801386
0.957917
0.802107
0.842847
0.999108
0.759744
0.999198
0.791442
KM2
0.270233
0.223077
0.364081
0.928685
0.355486
0.301129
0.23353
0.944945
0.870146
0.979326
0.391493
0.774207
0.182192
0.328772
0.36594
0.301826
0.350608
0.325752
0.947268
0.980719
1
1
1
1
1
1
1
1
0.75789
1
0.349113
1
1
1
1
1
1
1
1
0.273669
KM3
KM
0.882047
0.762751
0.612613
0.899277
0.374976
0.82861
0.859609
0.924757
0.978714
0.963306
0.885144
0.940426
0.789203
0.554616
0.819109
0.824972
0.894967
0.795787
0.991181
0.913967
148 ................................. Lampiran
...............................................................................................................................................................
1
0.471698
Timor Tengah Selatan
Timor Tengah Utara
0.207547
Teluk Bintuni
0
0.528302
Tambrauw
Teluk Wondama
0.207547
Supiori
1
0.471698
Sumba Timur
Sumbawa Barat
0.471698
Sumba Tengah
1
0.471698
Sumba Barat Daya
Sumbawa
0.471698
Sumba Barat
1
Solok Selatan
0.792453
1
Situbondo
0.471698
1
Sintang
Sorong Selatan
1
Sigi
Sorong
1
TK1
Seruyan
KABUPATEN
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
TK2
1
1
0
0
1
1
0.423077
0.423077
0.423077
1
0
0
0
0
1
1
0.423077
0.576923
0.576923
TK3
0.65414
0.996123
0.354983
0.487822
0.695326
0.490832
0.99287
0.993192
0.315428
0.3525
0.352554
0.351831
0.859008
0.661673
0.9918
0.996996
0.970065
0.996215
0.996781
TK
0.848168
0.816735
0.856408
0.788111
0.857184
0.474027
0.758928
0.78982
0.828821
0.891866
0.862287
0.917589
0.716694
0.798219
0.832186
0.891627
0.82338
0.898773
0.860191
KK1 1
0.764816
0.846258
0.846258
1
0.846258
1
1
0.457333
1
1
1
1
0.538775
1
1
0.846258
1
0.846258
KK2 1
0.986301
0.923837
0.986301
0.986301
0.801429
1
0.986301
1
0.986301
1
1
1
0.986301
0.986301
1
0.889544
1
0.875845
KK3
0.682862
0.674544
0.793358
0.725343
0.736052
0.771801
0.681127
0.672525
0.708462
0.677886
0.675589
0.722186
0.84296
0.695907
0.590747
0.762865
0.725153
0.700219
0.655043
KK4
0.171871
0.229465
0.07029
0.122173
0.047314
0.07766
0.35182
0.38915
0.229834
0.147099
0.215665
0.208786
0.1264
0.285843
0.260356
0.456805
0.296065
0.188643
0.164789
KK5
0.445274
0.464322
0.4415
0.470284
0.393486
0.465386
0.538841
0.472307
0.503042
0.473203
0.49542
0.500625
0.422737
0.519478
0.496539
0.547569
0.52985
0.446877
0.475368
KK
0.832993
0.760105
0.999108
0.916095
0.916005
0.999198
0.759744
0.109563
0.941888
0.941888
0.916186
0.858696
0.999108
0.900247
0.916095
0.650939
0.842937
0.900697
0.900247
KM1
0.956328
0.919393
0.348053
0.840412
0.906849
0.164073
0.792558
0.904061
0.927059
0.933331
0.911727
0.372212
0.933331
0.282313
0.853885
0.330863
0.942622
0.866661
0.306007
KM2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0.166667
1
1
1
1
1
1
1
0.273669
KM3
0.926556
0.891621
0.894555
0.940914
0.951587
0.864935
0.871033
0.262825
0.965136
0.966147
0.952445
0.84262
0.988899
0.84465
0.943086
0.432895
0.928301
0.939023
0.848469
KM
Indeks Ketahanan Konflik 2016 149
.................................
...............................................................................................................................................................
0.207547
0.471698
Yalimo
0
1
1
1
1
1
TK2 1
1
0.423077
0.423077
1
0.423077
TK3
Sumber: Hasil Analisis Tim Penyusun
0.207547
Toli-Toli
Yahukimo
Tolikara
Waropen
0.207547
1
TK1
0.471698
KABUPATEN
Tojo Una-Una
TK
0.301555
0.492491
0.4889
0.999108
0.487622
0.652464
KK1
0.652363
0.570288
0.851212
0.922658
0.673908
0.892559
1
1
1
1
1
0.846258
KK2
KK3
0.986301
0.889544
0.986301
0.986301
1
0.677274
KK4
0.804886
0.806818
0.799771
0.735652
0.794133
0.695894
KK5
0.050731
0.095244
0.06353
0.21071
0.044619
0.195631
KK
0.459504
0.458117
0.4629
0.501101
0.435484
0.43751
KM1
0.957737
0.791351
0.999198
0.999559
0.775503
0.884939
KM2
0.998839
0.987224
0.897092
0.323429
0.402643
0.329701
KM3
1
1
1
1
1
1
KM
0.983008
0.914979
0.983093
0.890765
0.814447
0.846202
150 ................................. Lampiran
...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 151
.................................
Lampiran 4. Jumlah Konflik Kekerasan dan Perbandingan Tipe Konflik Kekerasan yang Dominan per Kawasan
Tabel 5. Entry Datasheet IKKDTI 2016 Aspek Tata Kelola RPJMD
EWS
PERDA KONFLIK
FORKOPIMDA
FKPM
LEMBAGA CEGAH KONFLIK
Aceh Singkil
1
1
1
1
0
1
Nias Barat
1
0
0
0
0
0
Nias Utara
1
1
1
0
0
0
Nias Selatan
1
1
0
0
0
0
Nias
1
0
0
1
0
0
Kepulauan Mentawai
1
1
0
1
1
0
Solok Selatan
1
1
1
1
0
1
Pasaman Barat
1
1
1
1
0
1
Seluma
1
1
0
1
1
0
Musi Rawas
1
1
0
1
1
0
Musi Rawas Utara
1
1
0
1
1
0
Lampung Barat
1
1
0
1
1
0
Pesisir Barat
1
1
0
1
1
0
Pandeglang
0
1
1
1
1
1
Lebak
1
1
1
1
1
0
Situbondo
1
1
1
1
1
0
Bondowoso
1
1
1
1
1
0
KABUPATEN
...............................................................................................................................................................
152 ................................. Lampiran
RPJMD
EWS
PERDA KONFLIK
FORKOPIMDA
FKPM
LEMBAGA CEGAH KONFLIK
Bangkalan
1
1
0
1
1
0
Sampang
1
1
1
1
1
0
Sambas
0
0
0
1
1
1
Bengkayang
0
0
1
1
1
1
Landak
1
0
1
1
1
1
Ketapang
1
1
0
1
1
1
Sintang
1
1
1
1
1
0
Kapuas Hulu
1
1
0
1
1
0
Melawi
1
1
1
1
1
1
Kayong Utara
1
1
0
1
0
0
Seruyan
1
1
1
1
1
1
Hulu Sungai Utara
1
1
1
1
1
1
Mahakam Ulu
1
1
0
1
1
1
Nunukan
1
1
1
1
1
1
Manggarai Barat
1
1
1
1
0
0
Manggarai
1
1
0
1
0
0
Manggarai Timur
1
1
0
1
0
0
Nagekeo
1
1
0
0
0
0
Ende
1
1
1
1
1
0
Lembata
1
1
1
0
0
0
Alor
1
1
1
0
0
0
Belu
1
1
0
0
0
0
Malaka
1
0
0
0
0
0
Timor Tengah Selatan
1
1
1
1
0
0
KABUPATEN
...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 153
.................................
RPJMD
EWS
PERDA KONFLIK
FORKOPIMDA
FKPM
LEMBAGA CEGAH KONFLIK
Timor Tengah Utara
1
1
0
1
0
0
Kupang
1
1
0
0
1
0
Rote Ndao
1
1
0
0
0
0
Sabu Raijua
1
1
0
0
0
0
Sumba Timur
1
1
0
0
0
0
Sumba Tengah
1
1
0
0
0
0
Sumba Barat
1
1
0
0
0
0
Sumba Barat Daya
1
1
0
0
0
0
Bima
1
1
1
1
1
0
Sumbawa
1
1
1
1
1
1
Sumbawa Barat
1
1
1
1
0
1
Dompu
1
1
0
1
0
0
Lombok Utara
1
1
1
1
1
0
Lombok Barat
1
1
1
1
1
0
Lombok Timur
1
1
1
1
1
0
Lombok Tengah
1
1
1
1
1
0
Banggai Kepulauan
1
1
0
1
1
0
Banggai Laut
1
1
0
1
1
1
Boalemo
1
1
0
1
1
1
Bombana
1
1
0
1
1
1
Buol
1
1
0
1
1
0
Donggala
1
1
0
1
1
1
Gorontalo Utara
1
1
0
0
0
1
Jeneponto
1
1
0
1
1
1
KABUPATEN
...............................................................................................................................................................
154 ................................. Lampiran
RPJMD
EWS
PERDA KONFLIK
FORKOPIMDA
FKPM
LEMBAGA CEGAH KONFLIK
Konawe Kepulauan
1
1
0
0
0
1
Konawe
1
1
0
1
1
1
Mamuju Tengah
1
1
0
1
1
1
Morowali Utara
0
0
0
0
0
0
Parigi Moutong
1
1
1
1
1
1
Pohuwato
1
1
1
1
1
1
Polewali Mandar
1
1
1
1
0
1
Sigi
1
1
1
1
1
1
Tojo Una-Una
1
1
0
1
1
1
Toli-Toli
1
1
1
1
1
1
Maluku Tenggara Barat
1
1
0
1
1
0
Maluku Tengah
1
1
0
1
1
1
Buru
1
1
0
1
1
1
Kepulauan Aru
0
1
0
1
0
0
Seram Bagian Barat
1
1
0
1
1
0
Seram Bagian Timur
1
0
0
0
1
0
Maluku Barat Daya
1
0
0
0
0
0
Buru Selatan
1
0
1
0
1
0
Halmahera Barat
1
0
0
1
0
0
Halmahera Selatan
1
0
0
1
0
0
Halmahera Timur
1
1
0
1
0
0
Kepulauan Sula
1
1
0
1
0
0
Pulau Morotai
1
0
0
1
0
0
KABUPATEN
...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 155
.................................
RPJMD
EWS
PERDA KONFLIK
FORKOPIMDA
FKPM
LEMBAGA CEGAH KONFLIK
Pulau Taliabu
1
0
0
1
1
0
Teluk Wondama
0
0
0
1
1
1
Teluk Bintuni
1
0
0
1
1
1
Sorong
1
1
0
1
1
1
Sorong Selatan
0
1
1
1
1
1
Raja Ampat
1
0
0
1
1
1
Maybrat
0
0
1
1
0
1
Tambrauw
0
0
1
1
0
1
Merauke
1
1
0
1
0
1
Nabire
1
1
0
1
1
1
Paniai
1
0
0
1
0
1
Mappi
1
0
0
1
0
1
Asmat
1
0
0
1
0
1
Boven Digoel
1
0
0
1
0
1
Puncak Jaya
1
0
1
1
0
1
Biak Numfor
1
1
0
1
1
1
Kepulauan Yapen
1
1
0
1
0
1
Waropen
1
0
0
1
0
1
Jayawijaya
1
0
0
1
1
1
Yahukimo
1
0
0
1
0
1
Pegunungan Bintang
1
0
0
1
1
1
Tolikara
1
0
0
1
0
1
Sarmi
1
1
0
1
1
1
Keerom
1
1
0
1
1
1
Supiori
1
0
0
1
0
1
Mamberamo Raya
1
0
0
1
0
1
Nduga
1
0
0
0
1
1
KABUPATEN
...............................................................................................................................................................
156 ................................. Lampiran
RPJMD
EWS
PERDA KONFLIK
FORKOPIMDA
FKPM
LEMBAGA CEGAH KONFLIK
Lanny Jaya
1
0
0
0
1
1
Mamberamo Tengah
1
0
0
0
1
1
Yalimo
1
1
0
0
1
1
Puncak
1
0
0
1
1
1
Dogiyai
1
0
0
0
0
1
Intan Jaya
1
0
0
0
1
1
Deiyai
1
0
0
1
1
1
KABUPATEN
Sumber: Hasil Analisis Tim Penyusun
...............................................................................................................................................................
78.67
76.6
93.09
92.64
96.15
96.18
96.49
Nias Barat
Nias Utara
Nias Selatan
Nias
Kepulauan Mentawai
Solok Selatan
Pasaman Barat
92.67
71.18
95.72
74.32
97.52
Musi Rawas
Musi Rawas Utara
Lampung Barat
Pesisir Barat
Pandeglang
96.2
93.99
Aceh Singkil
Seluma
KK11
KABUPATEN
5.74
5.12
5.12
7.05
7.05
5.48
5.48
9.54
12.7
42.03
5.23
6.53
23.78
15.5
KK12
3
5
1
3
3
4
2
5
1
0
2
1
1
1
KK13
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
KK21
Tabel 7. Aspek Kapasitas Kelembagaan
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
KK 22
1
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
KK 31
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
KK32
4
0
1
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
KK33
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
KK 34
70.64
82.31
82.31
84.48
84.48
84.71
77.33
79.02
76.8
78.72
88.63
75.78
75.86
80.7
KK41
12
2.5
2.5
15.56
15.56
16.67
0
0
0
8
37.14
24
25
8
KK42
0
0
0
0
0
1
0
2
0
0
0
0
0
0
KK43
7.6
0.8
4.25
0.3
7.55
4.02
6.2
6.4
5.48
9.37
10.12
3.12
2.72
3.3
KK51
5.02
4.69
10.99
9.92
7.37
5.49
6.03
5.9
5.58
5.47
4.32
5.56
5.12
4.08
KK52
18,456.04
2,913.70
3,380.54
5,776.34
13,376.33
2,896.00
10,780.77
3,889.02
2,649.26
2,430.72
4,305.08
2,303.44
1,181.46
1,747.17
KK53
Indeks Ketahanan Konflik 2016 157
.................................
...............................................................................................................................................................
63.53
96.54
Mahakam Ulu
Nunukan
96.1
Sintang
93.64
49.08
Ketapang
Hulu Sungai Utara
96.36
Landak
95.65
96.34
Bengkayang
Seruyan
96.24
Sambas
63.04
93.09
Sampang
Kayong Utara
96.18
Bangkalan
95.95
96.67
Bondowoso
Melawi
96.67
Situbondo
96.14
94.69
Lebak
Kapuas Hulu
KK11
KABUPATEN
15.07
14.36
15.4
7.49
14.71
6.67
7.75
12.39
10.1
6.87
4.32
6.24
9.54
1.41
16.97
6.7
16.47
KK12
6
3
3
4
1
5
3
5
3
5
2
2
4
5
5
3
6
KK13
0
0
0
0
0
1
1
0
0
1
0
0
1
1
0
1
2
KK21
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
2
KK 22
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
1
KK 31
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
KK32
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
4
6
0
1
5
KK33
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
KK 34
67.24
76.59
78.32
67.49
78.12
93.78
85.18
83.19
74.94
88.25
75.83
66.83
94.85
91.09
79.55
79.54
74.96
KK41
20
20
16.67
12
8
6.67
10
5.71
13.33
14.29
11
6.67
2.22
0
6.67
15.56
14
KK42
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
KK43
4.07
0.43
6.12
2.89
4.36
4.99
3.2
4.33
5.19
5.31
4.27
4.4
7.06
4.49
6.23
7.7
14.11
KK51
9.65
4.79
5.99
5.37
5.65
4.73
4.67
5.36
2.29
5.9
4.02
5.42
4.39
11.11
10.87
5.52
12.71
KK52
15,821.63
1.775.79
3,246.59
3,915.88
2,517.74
3,313.36
7,071.51
9,295.55
15,979.89
6,715.39
5,565.54
13,219.42
13,977.68
21,709.17
13,074.07
13,347.04
1,867.20
KK53
158 ................................. Lampiran
...............................................................................................................................................................
Sumba Tengah
Sumba Timur
Sabu Raijua
Rote Ndao
95.82
96.19
72.58
96.16
95.83
95.38
Timor Tengah Utara
Kupang
95.2
83.63
95.9
95.85
96.15
95.52
74.44
85.63
Timor Tengah Selatan
Malaka
Belu
Alor
Lembata
Ende
Nagekeo
Manggarai Timur
95.35
95.87
Manggarai Barat
Manggarai
KK11
KABUPATEN
13.53
18.93
14.12
29.39
24.22
11.13
13.23
16.43
16.43
7.16
13.23
21.7
16.95
24.36
12.75
17.85
KK12
2
4
1
4
1
4
5
1
1
1
1
1
2
2
1
2
KK13
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
KK21
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
KK 22
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
KK 31
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
KK32
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
KK33
0
1
0
0
0
1
1
0
1
0
1
0
0
1
0
1
KK 34
81.7
76.9
80
78.6
80.03
76.31
72.36
66.33
66.33
83.11
82.01
78.95
82.89
80.12
78.34
82.51
KK41
0
10
5
12
11.43
6.67
15
24
25
6.67
0
3.33
0
3.33
11.43
3.33
KK42
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
3
KK43
4.42
5.24
5.18
4.39
7.05
4.02
4.78
4.16
8.42
5.51
4.62
6.19
4.43
3.45
7.48
5.49
KK51
4.24
4.99
5.19
4.8
5.01
4.57
4.38
5.47
5.74
4.91
5.19
5.18
4.67
5.04
5.15
3.72
KK52
752.59
4,117.06
875.38
1,893.35
4,845.57
2,741.17
4,941.73
1,780.30
2,787.73
1,994.02
1,263.38
4,140.97
1,509.11
2,134.62
3,024.86
2,190.42
KK53
Indeks Ketahanan Konflik 2016 159
.................................
...............................................................................................................................................................
97.15
88.25
Buol
Donggala
91.8
Lombok Tengah
96.27
97.36
Lombok Timur
Bombana
95.86
Lombok Barat
95.43
81.74
Lombok Utara
Boalemo
96.35
Dompu
78.13
84.25
Sumbawa Barat
Banggai Laut
79.74
Sumbawa
94.89
96.41
Bima
Banggai Kepulauan
80.61
93.88
KK11
Sumba Barat Daya
Sumba Barat
KABUPATEN
12.37
22.68
24.08
19.56
3.06
3.06
6.71
9.73
8.17
15.17
5.55
7.43
6.43
3.97
8.02
10.05
KK12
4
1
3
3
2
3
2
6
3
5
1
6
4
2
1
1
KK13
1
0
0
0
0
0
0
2
0
1
1
0
2
2
0
0
KK21
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
KK 22
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
KK 31
0
1
0
0
1
0
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
KK32
1
0
0
0
0
0
1
2
0
0
0
0
0
1
0
0
KK33
1
1
0
0
0
0
1
1
0
0
0
1
0
1
0
0
KK 34
75.42
81.57
74.82
84.26
83.81
83.81
75.29
78.2
76.75
79.01
83.69
82.16
78.91
76.14
78.76
77.02
KK41
6.67
24
8
20
5
4
6
4
15.56
6.67
6.67
0
2.22
11.11
2.86
12
KK42
0
1
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
KK43
5.58
3.33
5.34
5.01
1.76
2.36
8.38
7.26
11.53
9.83
8.55
6.96
7.76
9.33
6.33
6.19
KK51
6.24
6.19
7.35
7.31
7.92
7.07
6.28
4.79
5.48
4.56
6.13
-1.32
6.61
6.01
4
4.76
KK52
8,405.06
4,178.75
3,985.95
3,226.90
1,518.36
2,479.31
11,703.80
12,774.56
10,055.91
3,246.46
4,465.39
9,589.90
9,094.73
7,325.51
1,812.23
1,467.87
KK53
160 ................................. Lampiran
...............................................................................................................................................................
KK11
77.68
97.23
79.26
95.64
86.46
93.96
95.33
97.07
95.34
96.86
93.05
95.81
56.84
92.45
80.27
63.46
KABUPATEN
Gorontalo Utara
Jeneponto
Konawe Kepulauan
Konawe
Mamuju Tengah
Morowali Utara
Parigi Moutong
Pohuwato
Polewali Mandar
Sigi
Tojo Una-Una
Toli-Toli
Maluku Tenggara Barat
Maluku Tengah
Buru
Kepulauan Aru
19.06
13.12
8.77
30.12
11.35
17.21
12.82
14.29
21.79
9.99
16.21
11.41
13.66
13.66
8.8
20.32
KK12
5
2
10
6
1
1
2
2
1
3
1
0
4
0
4
2
KK13
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
1
0
0
0
KK21
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
KK 22
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
KK 31
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
KK32
1
1
1
0
0
1
1
0
0
0
1
0
1
0
1
0
KK33
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
KK 34
77.75
84.82
78.56
76.73
73.42
80.6
75.73
74.87
83.09
75.49
79.52
78.03
81.21
81.21
74.92
79.99
KK41
0
12
7.5
8
23.33
4
10
20
20
10
20
20
23.33
10
20
16
KK42
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
KK43
3.03
2.89
3.17
2.57
3.44
3.84
2.23
4.83
7.45
3.48
2.98
0.99
2.62
0.92
5.38
3.15
KK51
6.84
6.23
5.25
6.04
6.43
7
6.58
7.31
7.46
6.79
7.32
5.71
7.97
7.6
7.94
7.12
KK52
2,375.47
1,584.87
1,909.83
1,715.52
5,497.77
3,878.65
6,066.81
8,181.33
4,063.82
11,782.93
6,618.00
2,045.28
5,509.48
851.39
6,157.05
1,989.80
KK53
Indeks Ketahanan Konflik 2016 161
.................................
...............................................................................................................................................................
93.49
95.39
Halmahera Selatan
Halmahera Timur
97.01
76.95
73.86
95.31
74.89
Teluk Wondama
Teluk Bintuni
Sorong
Sorong Selatan
Raja Ampat
73
96.65
Halmahera Barat
Pulau Taliabu
61.28
Buru Selatan
90.95
88.78
Maluku Barat Daya
Pulau Morotai
62.89
Seram Bagian Timur
97.4
95.92
Seram Bagian Barat
Kepulauan Sula
KK11
KABUPATEN
none
none
none
none
none
18.64
15.63
18.64
13.94
25.35
14.22
57.6
25.88
10.48
0
KK12
3
3
0
1
2
1
3
5
3
3
4
1
1
2
4
KK13
0
3
0
0
1
0
3
0
0
0
0
0
0
1
0
KK21
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
KK 22
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
KK 31
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
KK32
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
2
0
KK33
1
1
1
1
1
0
1
0
0
1
1
1
0
1
1
KK 34
77.87
95.99
73.29
88.71
79.81
74.96
87.61
74.96
86.74
86.86
84.58
89.03
85.92
85.64
82.68
KK41
35
10
12
5
20
25
10
0
0
3.33
16
20
10
8
13.33
KK42
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
KK43
2.26
2.97
4.62
2.76
1.24
0.8
1.21
5.04
12.69
5.38
2.73
0.9
1.39
2.15
3.45
KK51
6.25
7.17
3.16
2.36
5.3
5.89
6.19
5.97
6.72
5.4
6.28
15.34
5.76
6.16
KK52
2,297.74
1,178.26
8,723.13
2,290.74
1,013.81
878.51
1,087.33
1,588.97
2,102.02
3,667.59
1,463.98
901.93
1,152.23
1,461.26
2,024.15
KK53
162 ................................. Lampiran
...............................................................................................................................................................
91.9
70.36
58.27
42.5
37.97
55.57
73.47
44.65
72.86
Tambrauw
Merauke
Nabire
Paniai
Mappi
Asmat
Boven Digoel
Puncak Jaya
Biak Numfor
51.27
Yahukimo
57.51
57.86
Tolikara
Sarmi
62.4
65.88
Jayawijaya
Pegunungan Bintang
82.19
Waropen
58
96.82
Maybrat
Kepulauan Yapen
KK11
KABUPATEN
24.39
none
86.02
52.63
13.64
5.99
19.29
17
0.89
39.04
66.67
17.53
47.1
12.79
19.99
none
none
KK12
6
2
0
2
2
2
1
4
0
0
0
1
1
1
2
1
2
KK13
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
2
KK21
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
KK 22
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
KK 31
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
KK32
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
KK33
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
1
1
1
0
0
KK 34
80.24
100
100
100
100
89.86
98.65
72.06
100
79.2
99.23
92.14
100
99.5
66.12
85.66
100
KK41
5
3.33
10
0
13.33
10
0
4
12.5
0
5
10
4
4
16
10
5
KK42
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
2
1
1
1
KK43
0.59
0.25
0.56
2.16
2.41
0.58
2.91
3.76
0.87
4.64
2.74
2.49
0.9
2.18
7.82
0.81
0.75
KK51
6.38
7.25
6.07
7.06
6.05
10.47
6.39
5.12
1.87
5.32
6.08
7.08
2.69
7.67
8.23
6.27
6.27
KK52
1.199,66
645,74
950,49
653,70
1.589,38
539,47
972,62
2.160,07
743,09
2.290,15
953,29
1.274,50
635,58
2.736,27
5.250,15
141.42
431.87
KK53
Indeks Ketahanan Konflik 2016 163
.................................
...............................................................................................................................................................
57.22
49.16
11.19
37.69
65.58
22.48
42.85
36.78
53.74
44.08
32.24
Keerom
Supiori
Mamberamo Raya
Nduga
Lanny Jaya
Mamberamo Tengah
Yalimo
Puncak
Dogiyai
Intan Jaya
Deiyai
20.75
6.13
34.25
0
120
39.33
47.13
0
0
65.38
28.19
KK12
1
0
2
1
1
1
1
0
0
4
3
KK13
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
KK21
Sumber: Hasil Analisis Tim Penyusun
KK11
KABUPATEN
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
KK 22
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
KK 31
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
KK32
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
KK33
0
1
1
0
1
1
1
0
0
0
0
KK 34
100
100
100
100
100
100
100
100
90.52
85.89
89.02
KK41
0
0
5
0
5
10
8
10
0
10
5
KK42
0
0
0
0
1
0
0
0
2
0
1
KK43
0.44
0.27
0.36
0.79
0.55
0.13
0.69
0.68
0.39
1.59
1.99
KK51
7.39
7.39
9.03
9.05
8.41
7.95
5.51
7.78
9.67
7.27
8.61
KK52
343,68
328,75
763,69
928,66
285,15
316,82
638,18
308,11
548,89
474,78
1.231,29
KK53
164 ................................. Lampiran
...............................................................................................................................................................
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Nias Barat
Nias Utara
Nias Selatan
Nias
Kepulauan Mentawai
Solok Selatan
Pasaman Barat
Seluma
Musi Rawas
Musi Rawas Utara
Lampung Barat
Pesisir Barat
Pandeglang
Lebak
KM11
Aceh Singkil
KABUPATEN
Tabel 8. Aspek Ketahanan Masyarakat KM12
1
2
1
3
5
1
8
3
2
1
4
2
2
0
1
KM13
1
1
1
1
2
2
3
1
1
1
1
1
2
1
3
KM14
2
2
2
0
2
2
2
2
0
0
0
0
0
0
0
10.74
10.22
4.82
3.55
2.99
2.04
2.14
3.79
6.29
1.25
0.92
0.4
4.02
2.96
7.03
KM21
KM22
1
1
1
1
0
1
1
1
0
1
0
1
0
0
0
KM31
1
2
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
KM32
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Indeks Ketahanan Konflik 2016 165
.................................
...............................................................................................................................................................
0 0 0 0 1 2 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0
Bondowoso
Bangkalan
Sampang
Sambas
Bengkayang
Landak
Ketapang
Sintang
Kapuas Hulu
Melawi
Kayong Utara
Seruyan
Hulu Sungai Utara
Mahakam Ulu
Nunukan
Manggarai Barat
KM11
Situbondo
KABUPATEN
8
2
7
1
6
0
5
1
1
1
1
1
2
2
2
2
10
KM12
KM13
6
2
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
2
1
2
1
KM14
0
0
1
1
1
0
3
1
2
0
4
0
1
3
1
0
1
2.36
3.78
4.7
3.1
4.64
3.77
3.03
2.99
2.47
4.29
5.8
3.14
4.85
2.51
5
1.73
3.57
KM21
KM22
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
KM31
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
2
3
KM32
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
166 ................................. Lampiran
...............................................................................................................................................................
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Nagekeo
Ende
Lembata
Alor
Belu
Malaka
Timor Tengah Selatan
Timor Tengah Utara
Kupang
Rote Ndao
Sabu Raijua
Sumba Timur
Sumba Tengah
Sumba Barat
Sumba Barat Daya
0 0
KM11
Manggarai Timur
Manggarai
KABUPATEN
KM12
2
2
0
0
1
4
1
4
3
0
0
0
2
2
0
1
2
KM13
2
1
2
2
1
2
2
1
5
1
2
1
1
2
2
3
2
KM14
0
1
1
1
0
0
0
0
2
0
0
0
1
0
1
3
1
3.8
1.79
2.87
3.14
7.76
2.37
4.15
1.88
3.47
4.08
5.39
3.59
3.05
3.4
1.95
2.18
3.99
KM21
KM22
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
KM31
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
KM32
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Indeks Ketahanan Konflik 2016 167
.................................
...............................................................................................................................................................
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
Sumbawa
Sumbawa Barat
Dompu
Lombok Utara
Lombok Barat
Lombok Timur
Lombok Tengah
Banggai Kepulauan
Banggai Laut
Boalemo
Bombana
Buol
Donggala
Gorontalo Utara
Jeneponto
Konawe Kepulauan
KM11
Bima
KABUPATEN 6
1
1
2
0
1
0
0
0
0
4
7
4
3
7
3
17
KM12
KM13
2
3
2
5
2
7
4
4
2
5
3
1
3
2
1
2
2
KM14
1
0
1
1
0
1
1
0
0
0
1
1
3
3
2
4
0
3.14
4
5.61
3.13
3.58
1.89
4.57
5.43
2.22
9.92
8.11
3.36
2.09
5.06
8.93
4.13
3.67
KM21
KM22
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
KM31
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
1
0
4
1
KM32
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
168 ................................. Lampiran
...............................................................................................................................................................
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Mamuju Tengah
Morowali Utara
Parigi Moutong
Pohuwato
Polewali Mandar
Sigi
Tojo Una-Una
Toli-Toli
Maluku Tenggara Barat
Maluku Tengah
Buru
Kepulauan Aru
Seram Bagian Barat
Seram Bagian Timur
KM11
Konawe
KABUPATEN
0
0
0
1
1
2
0
1
2
1
0
4
1
3
14
KM12
1
1
3
2
1
2
1
1
1
1
5
7
6
4
10
KM13
KM14
0
2
1
4
0
0
0
2
1
0
2
0
1
2
1
6.18
8.21
5.19
5.04
12.75
5.25
3.89
3.62
5.74
3.66
2.06
2.27
1.38
2.92
10.7
KM21
KM22
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
1
KM31
0
0
0
0
1
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
KM32
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Indeks Ketahanan Konflik 2016 169
.................................
...............................................................................................................................................................
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Buru Selatan
Halmahera Barat
Halmahera Selatan
Halmahera Timur
Kepulauan Sula
Pulau Morotai
Pulau Taliabu
Teluk Wondama
Teluk Bintuni
Sorong
Sorong Selatan
Raja Ampat
Maybrat
Tambrauw
Merauke
Nabire
KM11
Maluku Barat Daya
KABUPATEN
KM12
2
7
2
2
0
0
1
2
0
0
2
1
2
4
0
0
0
KM13
2
3
0
0
0
0
1
1
0
0
2
0
1
1
1
5
2
KM14
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
2
1
0
0
0
0
0
10.14
9.08
4.01
4.01
5.59
2.87
5.66
6.87
2.83
9.72
9.97
3.75
4.03
6.31
4.29
9.14
3.73
KM21
KM22
0
1
0
1
0
0
1
0
1
0
1
1
0
0
0
1
1
KM31
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
KM32
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
170 ................................. Lampiran
...............................................................................................................................................................
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
Mappi
Asmat
Boven Digoel
Puncak Jaya
Biak Numfor
Kepulauan Yapen
Waropen
Jayawijaya
Yahukimo
Pegunungan Bintang
Tolikara
Sarmi
Keerom
Supiori
Mamberamo Raya
Nduga
KM11
Paniai
KABUPATEN
KM12
2
3
0
4
4
4
0
5
8
0
1
2
2
2
2
0
5
KM13
3
0
1
2
1
0
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
KM14
0
0
0
2
1
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
2.7
3.15
10.75
4.19
3.07
0.48
2.72
0.55
0.06
4.43
7.54
10.08
0.89
5.25
0.53
2.94
0.83
KM21
KM22
0
0
1
1
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
KM31
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
KM32
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Indeks Ketahanan Konflik 2016 171
.................................
...............................................................................................................................................................
0 0 0 0 0 0
Mamberamo Tengah
Yalimo
Puncak
Dogiyai
Intan Jaya
Deiyai
Sumber: Hasil Analisis Tim Penyusun
0
KM11
Lanny Jaya
KABUPATEN
KM12
3 2
0
2
3
2
3
2
0
1
1
1
2
2
KM13
KM14
0
0
0
0
0
0
0 0
0
5.64
0
0.77
0.96
0.05
KM21
KM22
1
1
0
1
0
1
1
KM31
0
0
0
0
0
0
0
KM32
1
1
1
1
1
1
1
172 ................................. Lampiran
...............................................................................................................................................................
http://www.musirawaskab.go.id/ http://www.muratarakab.go.id/
MusiRawas MusiRawas Utara Seluma
http://sumut.bps.go.id/ frontend/index.php
http://aceh.bps.go.id/
http://sumsel.bps.go.id/
http://bengkulu.bps. go.id/
http://lampung.bps. go.id/
NAD
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
http://www.niasselatankab. go.id/ http://www.niasbaratkab.go.id/
Nias Selatan Nias Barat
http://www.lampungbaratkab. go.id/ http://www.pesisirbaratkab. go.id/
Lampung Barat Pesisir Barat
http://selumakab.go.id/
http://www.acehsingkilkab. go.id/
http://niaskab.go.id/
Nias
Aceh Singkil
https://niasutara.wordpress. com/
Nias Utara
http://www.solselkab.go.id
Solok Selatan
Sumatera Utara
http://pasamanbaratkab.go.id/
Pasaman Barat
Website Kabupaten http://www.mentawai-travel. com/
Kabupaten Kepulauan Mentawai
Sumatera
Website BPS Provinsi
http://sumbar.bps. go.id/
Provinsi
Sumatera Barat
Wilayah
https://lampungbaratkab.bps.go.id/
https://lampungbaratkab.bps.go.id/
https://selumakab.bps.go.id/
https://musirawaskab.bps.go.id/
https://musirawaskab.bps.go.id/
https://acehsingkilkab.bps.go.id/
https://niasbaratkab.bps.go.id/frontend/ index.php
https://niasselatankab.bps.go.id/ frontendv3.1/index.php
https://niaskab.bps.go.id/index.php
https://niasutarakab.bps.go.id/frontend/ index.php
https://solokselatankab.bps.go.id/
https://pasamanbaratkab.bps.go.id
https://mentawaikab.bps.go.id/
Website BPS Kabupaten
Tabel 9. Daftar Website BPS Propinsi, Website Pemerintah Kabupaten dan Website BPS Kabupaten
Lampiran 5. Sumber Data
Indeks Ketahanan Konflik 2016 173
.................................
...............................................................................................................................................................
Wilayah
Kalimantan
Jawa
http://kalbar.bps.go.id/
http://kalteng.bps. go.id/ http://kaltim.bps.go.id/ http://kaltara.bps.go.id/ http://kalsel.bps.go.id/
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Timur
Kalimantan Utara
Kalimantan Selatan
http://jatim.bps.go.id/
JawaTimur
Website BPS Provinsi http://banten.bps.go.id/
Provinsi
Banten
http://www.kayongutarakab. go.id/ http://www.ketapangkab.go.id/ http://www.landakkab.go.id/ depan http://melawikab.go.id/ http://sambas.go.id/
Kayong Utara Ketapang Landak Melawi Sambas
Hulu Sungai Utara
Nunukan
Mahakam Ulu
http://www.hulusungaiutarakab. go.id/
http://www.nunukankab.go.id/
http://www.mahakamulukab. go.id/
http://www.seruyankab.go.id/
http://www.kapuashulukab. go.id/depan
Kapuas Hulu
Seruyan
http://www.bengkayangkab. go.id/
http://sampangkab.go.id/
Sampang Bengkayang
http://www.bangkalankab.go.id/ v3/
Bangkalan
http://www.sintang.go.id/
http://bondowosokab.go.id/
Bondowoso
Sintang
http://www.situbondokab.go.id/ index1.php
Situbondo
http://www.pandeglangkab. go.id/
Pandeglang
Website Kabupaten http://lebakkab.go.id/
Kabupaten Lebak
Website BPS Kabupaten
https://hulusungaiutarakab.bps.go.id/ webbeta/frontend/
https://nunukankab.bps.go.id/
https://kubarkab.bps.go.id/
https://seruyankab.bps.go.id/
https://sambaskab.bps.go.id/
https://melawikab.bps.go.id/
https://landakkab.bps.go.id/
https://ketapangkab.bps.go.id/
https://kayongutarakab.bps.go.id/
https://kapuashulukab.bps.go.id/
https://bengkayangkab.bps.go.id
https://sintangkab.bps.go.id/
https://sampangkab.bps.go.id/
https://bangkalankab.bps.go.id/
https://bondowosokab.bps.go.id/
https://situbondokab.bps.go.id/
https://pandeglangkab.bps.go.id/
https://lebakkab.bps.go.id/
174 ................................. Lampiran
...............................................................................................................................................................
Wilayah
Nusa Tenggara
http://ntt.bps.go.id/
NTT
Website BPS Provinsi
http://ntb.bps.go.id/
Provinsi
NTB
http://www.sumbatimurkab. go.id/
Sumba Timur
https://sumbatimurkab.bps.go.id/
https://sumbatengahkab.bps.go.id/
https://sumbabaratdayakab.bps.go.id/
http://www.sumbatengahkab. go.id/
Sumba Tengah
https://alorkab.bps.go.id/ https://sumbabaratkab.bps.go.id/
http://alorkab.go.id/new/
Alor
https://lembatakab.bps.go.id/
https://endekab.bps.go.id/
http://www.sbdkab.go.id/
http://lembatakab.go.id/
Lembata
https://nagekeokab.bps.go.id/
https://manggaraitimurkab.bps.go.id/
https://manggaraikab.bps.go.id/
https://manggaraibaratkab.bps.go.id/
https://lomboktengahkab.bps.go.id/
https://lombokbaratkab.bps.go.id/
https://lomboktimurkab.bps.go.id/
https://lombokutarakab.bps.go.id/
https://bimakab.bps.go.id/
https://sumbawakab.bps.go.id/
https://sumbawabaratkab.bps.go.id/
Sumba Barat Daya
http://portal.endekab.go.id/
Ende
Website BPS Kabupaten https://dompukab.bps.go.id/
Sumba Barat
http://www.nagekeokab.go.id/
Nagekeo
http://lomboktengahkab.go.id/
Lombok Tengah
http://www.manggaraitimurkab. go.id/
http://lombokbaratkab.go.id/
Lombok Barat
http://www.manggarai.go.id/
http://www.lomboktimurkab. go.id/
Lombok Timur
ManggaraiTimur
http://lombokutarakab.go.id/v1/
Lombok Utara
Manggarai
http://bimakab.go.id/
Bima
http://manggaraibaratkab.go.id/ site/
http://sumbawakab.go.id/
Sumbawa
Manggarai Barat
http://sumbawabaratkab. go.id/v/
Sumbawa Barat
Website Kabupaten http://www.dompukab.go.id/
Kabupaten Dompu
Indeks Ketahanan Konflik 2016 175
.................................
...............................................................................................................................................................
Wilayah
Provinsi
Website BPS Provinsi
Website BPS Kabupaten
http://www.malakakab.go.id/ index.html
Malaka
https://saburaijuakab.bps.go.id/ https://rotendaokab.bps.go.id/
Sabu Raijua Rote Ndao
http://www.rotendaokab.go.id/
https://belukab.bps.go.id/
http://belukab.go.id/
Belu
https://malakakab.bps.go.id/
https://timortengahselatankab.bps.go.id/
https://timortengahutarakab.bps.go.id/
https://kupangkab.bps.go.id/
Timor Tengah Selatan
http://www.ttukab.go.id/
Timor Tengah Utara
Website Kabupaten http://www.kab-kupang.go.id/
Kabupaten Kupang
176 ................................. Lampiran
...............................................................................................................................................................
Wilayah
Sulawesi
http://sultra.bps.go.id/
http://sulteng.bps. go.id/frontend/
http://gorontalo.bps. go.id/
http://sulbar.bps.go.id/
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Tengah
Gorontalo
Sulawesi Barat
Website BPS Provinsi
http://sulsel.bps.go.id/
Provinsi
Sulawesi Selatan
Kabupaten
Website Kabupaten
https://konawekepulauan. wordpress.com/profil-daerah/
Konawe Kepulauan
Website BPS Kabupaten
https://tojounakab.bps.go.id/
http://www.sigikab.go.id/ http://www.parigimoutongkab. go.id/ http://www.morowaliutarakab. go.id/ http://donggala.go.id/ http://iklangratis.org/profil http://banggailautkab.go.id/
Sigi ParigiMoutong Morowali Utara Donggala Buol BanggaiLaut
Mamuju Tengah
http://www.mamujutengahkab. go.id/
https://mamujukab.bps.go.id/
https://polewalimandarkab.bps.go.id/
https://pohuwatokab.bps.go.id/
Pohuwato
www.polmankab.go.id/
https://boalemokab.bps.go.id/ http://www.pohuwatokab.go.id/
Boalemo PolewaliMandar
https://gorontaloutarakab.bps.go.id/ http://www.boalemokab.go.id/
Gorontalo Utara
https://banggailautkab.bps.go.id/ frontend/
https://buolkab.bps.go.id/
https://donggsalakab.bps.go.id/frontend/
https://morowalikab.bps.go.id/
https://parigimoutongkab.bps.go.id/
https://sigikab.bps.go.id/
https://tolitolikab.bps.go.id/ http://www.tojounaunakab. go.id/
TojoUna-Una
https://bangkepkab.bps.go.id/frontend/
https://konawekab.bps.go.id/
https://bombanakab.bps.go.id/
https://konawekab.bps.go.id/
https://jenepontokab.bps.go.id/
Toli-Toli
http://www.bangkepkab.go.id/
http://bombanakab.go.id/
Banggai Kepulauan
http://www.konawekab.go.id/
Bombana
http://jenepontokab.go.id/
Konawe
Jeneponto
Indeks Ketahanan Konflik 2016 177
.................................
...............................................................................................................................................................
Wilayah
Maluku Utara
Maluku dan
Provinsi
Maluku Utara
Maluku
Website BPS Provinsi
http://malut.bps.go.id/
http://maluku.bps. go.id/
Kabupaten
Website Kabupaten
Website BPS Kabupaten
http://malukubaratdayakab.com/ profil/ http://maltengkab.go.id/ http://kepulauanarukab.go.id/ http://www.burukab.go.id/
Maluku Barat Daya Maluku Tengah KepulauanAru Buru
https://halmaheraselatankab.bps.go.id/
http://haltimkab.go.id/ http://www.halbarkab.go.id/
Halmahera Timur Halmahera Barat
https://halbarkab.bps.go.id/
https://haltimkab.bps.go.id/
https://kepsulkab.bps.go.id/ http://www.halselkab.go.id/
Halmahera Selatan
https://morotaikab.bps.go.id/frontend/
Kepulauan Sula
https://kepsulkab.bps.go.id/
Morotai
https://burukab.bps.go.id/
https://keparukab.bps.go.id/
https://malukutengahkab.bps.go.id/
https://malukubaratdayakab.bps.go.id/
PulauTaliabu http://www.pulaumorotaikab. go.id/
http://burselkab.go.id/
Buru Selatan
https://burselkab.bps.go.id/
https://mtbkab.bps.go.id/
http://www.mtbkab.go.id/
Maluku Tenggara Barat
https://sbtkab.bps.go.id/ https://sbbkab.bps.go.id/
http://www. serambagiantimurkab.go.id/
SeramBagian Barat
Seram Bagian Timur
178 ............... Lampiran
...............................................................................................................................................................
Barat
Papua
Provinsi
Papua Barat
Wilayah
Papua dan Papua
Website BPS Provinsi
http://papua.bps.go.id/
http://papuabarat.bps. go.id/?cos=4&pilih=pb
Kabupaten
Website Kabupaten
Website BPS Kabupaten
https://supiorikab.bps.go.id/ http://bappeda.sarmikab.go.id/ http://www.pegbintangkab. go.id/
Supiori Sarmi Pegunungan Bintang http://keeromkab.go.id/ http://jayawijayakab.go.id/web/ http://waropenkab.go.id/ http://kepyapenkab.go.id/ http://www.asmatkab.go.id/ http://www.yalimokab.go.id/ http://puncakkab.go.id/ http://ndugakab.go.id/
Keerom Jayawijaya Waropen KepulauanYapen Asmat Yalimo Puncak Nduga
Mamberamo Raya
http://tolikarakab.go.id/full/
http://www.wondamakab.go.id/
TelukWondama Tolikara
http://www.sorongkab.go.id/
Sorong http://yahukimokab.go.id/
http://sorongselatankab.go.id/
Sorong Selatan
Yahukimo
https://rajaampatkab.bps.go.id/
https://ndugakab.bps.go.id/
https://puncakkab.bps.go.id/
https://yalimokab.bps.go.id/
https://asmatkab.bps.go.id/
https://kepulauanyapenkab.bps.go.id/
https://waropenkab.bps.go.id/
https://jayawijayakab.bps.go.id/
https://keeromkab.bps.go.id/
https://pegununganbintangkab.bps.go.id/
https://sarmikab.bps.go.id/
http://supiorikab.go.id/
https://tolikarakab.bps.go.id/
https://yahukimokab.bps.go.id/
https://telukwondamakab.bps.go.id/
https://sorongkab.bps.go.id/
https://sorongselatankab.bps.go.id/
https://maybratkab.bps.go.id/ http://www.rajaampatkab.go.id/ Pemkab-Raja-Ampat
https://telukbintunikab.bps.go.id/
https://tambrauwkab.bps.go.id/
Raja Ampat
http://www.telukbintunikab. go.id/
http://tambrauwkab.blogspot. co.id/
Maybrat
TelukBintuni
Tambrauw
Indeks Ketahanan Konflik 2016 179
.................................
...............................................................................................................................................................
Provinsi
Website BPS Provinsi
Sumber: Hasil Analisis Tim Penyusun
Wilayah
Kabupaten
Website Kabupaten
https://deiyaikab.bps.go.id/
http://biakkab.go.id/ https://www.puncakjayakab. go.id/ http://www.paniai.go.id/ http://mappikab.go.id/ https://bovendigoelkab.bps. go.id/ http://nabirekab.go.id/portal/ http://www.merauke.go.id/ portal/
Biak Numfor Puncak Jaya Paniai Mappi BovenDigoel Nabire Merauke
https://meraukekab.bps.go.id/
https://nabirekab.bps.go.id/
http://www.bovendigoelkab.go.id/
ttps://mappikab.bpHs.go.id/
https://paniaikab.bps.go.id/
https://puncakjayakab.bps.go.id/
https://biaknumforkab.bps.go.id/
https://dogiyaikab.bps.go.id/ https://deiyaikab.go.id/
Deiyai
https://intanjayakab.bps.go.id/
Dogiyai
https://lannyjayakab.bps.go.id/ http://intanjayakab.go.id/
Website BPS Kabupaten https://mamberamotengahkab.bps.go.id/
Intan Jaya
http://mamberamotengahkab. go.id/v2/
Lanny Jaya
Mamberamo Tengah
180 ................................. Lampiran
...............................................................................................................................................................
Indeks Ketahanan Konflik 2016 181
.................................
Daftar Website Kementerian dan Lembaga Negara NO
Kementerian/Lembaga
Website
1
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
http://kemkes.go.id
2
Kementerian Tenaga Kerja Republik Indonesia
http://naker.go.id
3
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
http://kemdikbud.go.id
4
Komisi Pemilihan Umum Pusat
http://kpu.go.id
5
Badan Pusat Statistik
http://bps.go.id
6
Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia
http://kemendagri.go.id
7
Kementerian Keuangan Republik Indonesia
http://kemenkeu.go.id
8
Bappenas
http://bappenas.go.id
9
Kejaksaan Agung Republik Indonesia
http://kejaksaan.go.id
10
Komisi Pemberantasan Korupsi
http://kpk.go.id
11
Kementerian Hukum dan HAM
http://kemenkumham.go.id
12
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan TRansmigrasi
http://kemendesa.go.id
...............................................................................................................................................................