KERENTANAN NYAMUK AN O P H E LE S S UNDAI CU,S TERTIADAP INSEKTISIDA C YPERME RTHRI N DI KABUPATEN CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT Lukman Hakiml, Asep Jajang Kusnandarl Kesehatan R.l. 'Loka Litban gP2B2Ciamis, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian
ABSTRACT At the veclor populutions are high and malaria lransmission is ongoing, il is necessary to control the vector thot can show quick re,sults with insecticide spraying. To determine the level of malaria vector mosquito susceptibility to insecticides, it has been carried out the lest of susceptibility the Anopheles sundaicus.mosquitoes against insecticides cypermethrin in the district of Ciamis Mosquito susceptibility testing were conducted using WHO susceptibility tusr kil with four repeiitions performed simultaneously, while the insecticides used is the impragnated paper with o dose of 0.05%. The mosquitoes were captured from breeding sites at Babaknn village of Pangandaran district Ciamis, then maintained at inseharium of Lokn Litbang P282 Ciamis untill adult stages, further tested the level of susceptibility. The test was ,erulted, the death rate of mosquitoes test after correction with Abbottt formula is 88.73% which shows the mctsquitoes had been tolerant to insecticides cypermenthrin. In order to ffictively kill the malaria vector, the dosage should be increased from the recommended dose (0.20 gram/m2) up to 0.211 gram/m2. The 7oh increase in dose is intended that the number of mosquitoes An. sundaicus of dead could rectch 95'/o or more.lt was concluded, mosquito Anopheles sundaicus in Ciqmis regency of West Java, was tolerant to insecticides Cypermenthrin. Keywords: .susceptibility of malaria vector, cypermethrin insecticide, Anopheles sundaicus, WHO susceptibility test, toleranl
Sukabumi yang pemah mengalami KLB
PENDAHULUAN
tahun 2003 dan 2004t.
Seluruh wilayah pantai selatan Jawa Barat, merupakan daerah endemis malaria yang sering mengalami kejadian
luar biasa (KLB), bahkan di
beberapa
bagian wilayahnya, disertai
dengan
kematian. Wilayah yang paling tinggi tingkat endemisitasnya adalah Kabupaten
Ciamis ytrrg pernah mengalami KLB tahun 1999 dan 2000, serta Kabupaten
Malaria merupakan re-emerging disease atau penyakit yang dapat muncul
kembali sesuai dengar
perubahan
fenomena alam2, biasanya dalam periode
lima atau sepuluh
tahunan3, misalnya
mengikuti perubahan tingkungan yang berkaitan dengan perkembangan nyamuk
Anopheles spp. serta
mobilisasi
41
Jurnal Vektor Penyakit, Vol.V No.2, 2011 :41 - 49 penduduka. Karena itu, meskipun sekarang
masyarakat. Metoda
ini angka kesakitan malaia di Jawa Barat sedang dalam trend menurun bahkan di
program jangka panjang yang efektif dilakukan pada daerah endemis malaria
beberapa wilayah telah menghilang, tapi di
dengan karakteristik tempat perindukan
masa yang akan datang sangat berpeluang
yang sudah diketahui. Tapi kenyataannya.
untuk meningkat kembali bahkan menjadi
sulit mengidentihkasi tempat perindukan
KLB, karena
secara keseluruhan
tersedianya fbktor risiko
ini
merupakan
di suatu daerah karena
penularan. Faktor yang paling dominan
biasanya beragam dan tersebar dibeberapa
adalah keberadaan vektor (penular) yaitu
tempat dan sering pindah-pindah. Karena
nyamuk Anopheles spp. yang berhubungan
itu pada saat populasi veklor malaria
erat dengan perubahan ekosistem dan iklim, serta parasit sebagai sumber
sedang
penularan.
Di
Ciamis, terdapat nyamuk
tinggi dan penularan sedang
berlangsung, perlu disertai dengan metoda
pemberantasan
yang mempunyai
efek
An. sundaicus dengan kepadatan
langsung dalam penurunan populasi vektor
menggigit per jam per orang atau man
sehingga bisa dengan segera menurunkan
hour density (MHD) rata-rata 0,63-5, di Garut ditemukan An. sundaicus dengan
penularan malaria, yaitu pemberantasan dengan menggunakan inseklisida.
MHD 0,07 dan An. aconitrzs dengan MHD
Penggunaan
jenis
insektisida
0,046; di Kabupaten Tasikmalaya terdapat
dalam jangka panjang
An. aconitzs dengan MHD 0,107 dan An.
bisa
sundlicus dengan MHD 0,27;
di
terhadap insektisida. Ini disebabkan karena
An.
nyamuk adalah serangga yang mudah
0,g38
menyesuaikan dengan kondisi lingkungan
Kabupaten Sukabumi, ditemukan sundaicus dengan rata-rata
MHD
An. aconitus dengan MHD 0,14 serta An. maculatus dengan MHD 0,03e; dan
di suatu u,ilayah,
mengakibatkan resisten nyamuk
termasuk insektisida yang
digunakan. Karena itu, nyamuk, termasuk
di Cianjur selama l0 tahun terakhir tidak ditemukan laporan
nyamuk Anopheles spp,
keberadaan nyamuk Anophelesl
meningkatkan kekebalan
sedangkan
Pemberantasan
.
vektor
malaria
yang paling disarankan adalah pengelolaan
lingkungan serta biological control (pengendalian secara hayati) karena tidak
berpengaruh terhadap kesinambungan
ekologi serta bisa dilanjutkan
oleh
biasa
mengembangkan
mampu
antibodi
insektisida yang dipakai
untuk
terhadap
di suatu wilayah
sehingga memungkinkan meningkatnya status resistensi terhadap insektisida yang
dipakail0. Resistensi nyamuk karena pemakaian insektisida dalam jangka waktu
lam4 pertama kali dilaporkan pada tahun
42
Kerentanan Nyamuk
1914
di
Amerika Latin Pada nYamuk
ln
(Lukman Hakim, Asep jajang S)
opheles
pemukiman ke tempat perindukan nyamuk
terhadap dichloro diphenyl trichloroethone
25 meter. Pada saat penangkapan, kadar garam di tempat
(DDT) setelah itu hampir di sernua benua
perkembang biakan nyamuk rata-rata 8,5
ditemukan laporan beberapa
spesies
ppm dan ditemukan tumbuhan air yang
jenis
terdiri dari lumut dan rumput air. Larva
spesies Quadraspidiotus
pernicious
nyamuk terhadap berbagai insektisidar
terdekat sekitar
nyamuk yalrg tertangkap
r.
selanjutnya
tingkat
dibawa ke insektarium Loka Litbang P2B2
resistensi nyamuk Anopheles spp di
Ciamis dan dipelihara sampai meniadi
wilayah Kabupaten Ciamis provinsi Jawa
dewasa.
Untuk mengetahui
Barat terhadap insektisida, telah dilakukan
Nyamuk yang telah dewasa diberi
uji resistensi nyamuk Anopheles sundaicus
makan larutan gula dan vitamin serta darah
terhadap insektisida Cypermethrin yang
marmot sampai berumur antata 3 sampai
biasa digunakan dalam
dengan 5 hari. Sebelum dipakai untuk uji,
pemberantasan
vektor malaria di wilayah tersebut.
nyamuk diidentifikasi spesiesnya,
yalag
uji
An-
dipakai untuk
sundaicus berjenis kelamin
BAHAI\ DAN METODE
Uji
adalah nyamuk
dilakukan di Desa Babakan
betina.
Nyamuk terpilih, selanjutnya dipindahkan
KabuPaten
ke dalam paper cup sebanyak 15 s.d. 20
Ciamis yang merupakan daerah endemis
ekor di setiap paper cup, kemudian diberi
malaria tinggi serta pernah dilakukan
makan larutan gula sampai kenyang.
Kecamatan Pangandaran
Inselctisida yang
diuji
vektor menggunakan Uji dilaksanakan pada
Cypermethrin dalan. bentuk impragneted
bulan Oktober sampai dengan November
paper dengan konsentrasi 0,05yo yang
2008.
dibuat olehWHO.
Nyamuk Uji dan Insektisida
Uji kerentanan nyamuk
pemberantasan Cypermethrin.
Nyamuk uji adalah An. sundaicus
insektisida
yang ditangkap dalam stadium larva instar
uji
II
dan
III
dengan cara pencidukan dari
tempat perindukan potensial
di
areal
adalah
terhadaP
dilakukan
dengan
menggunakan LVHO susceplibility test kit yang berbentuk tabung dengan
4 (empat)
yang dilakukan
pertambakan desa Babakan Kecamatan
pengulangan
Pangandaran Kabupaten Ciamis Jawa
serempak.
Barat. Lokasi penangkapan merupakan
entomologi Loka Litbang P2B2 Ciamis.
Uji
dilakukan
di
secara
laboratorium
daerah pemukiman padat penduduk, jarak
43
Jurnal Vektor Penyakit, Vol.V No.2,
Pada setiap disiapkan
20ll :41 - 49
pengulangan,
2 pasang who susceptibitity
kit, yaitu untuk
dengan handuk basah. Nyamuk yang mati
test
selama pengamatan, diamati dan dicatat
perlakuan dan kontrol.
yaitu pada jam pertama, jam kedua, jam ke
Untuk perlakuan, dimasukan impregnated
enarn,
paper yang berisi
puluh empat.
insektisida
C)ypermethrin, sedangkan untuk kontrol.
dimasukan kertas yang
tidak
ada
jam ke dua belas dan jam ke dua Selama nyamuk dikontakkan dan
suhu dan
pengamatan,
kelembaban
insektisidanya. Semua kertas, baik yang
ruangan diatur sesuai dengan kebutuhan
memakai insektisida maupun kontrol, dipasang dalam bentuk meiingkar
ideal untuk hidup nyamuk yaitu pada suhu +26oC dan kelembaban +g\oh.
dalam dinding tabung, sebagai penguat
Untuk mengetahui kesalahan pelaksanaan uji
diberi cincin.
mengakibatkan adanya kematian nyamuk
sehingga menufupi seluruh permukaan
Ke dalam masing-masing tabung
uji,
dimasukkan nyamuk An. sundaicus
uji bukan karena pengaruh
tingkat yang
insektisida,
maka persentase kematian
nyamuk
betina dalam kondisi perut kenyang air
dikoreksi menggunakan rumus Abbots.
gula, masing-masing sebanyak 15 s.d. 20
Bila kematian kontrol < 5oh, data kematian
ekor per tabung dan dibiarkan kontak
adalah benar;
dengan kertas selama 40 menit. Nyamuk
20%o, maka kematian
yang lvtock down atau jatuh
dikoreksi dengan rumus Abbots; bila
selama
bila kematian kontrol 5nyamuk
uji
harus
dikontakkan, diamati dan dicatat yaitu
kematian kontrol lebih dari
pada menit ke 10, menit ke 20, menit ke 30
efikasi harus diulang.
dan menit ke 40.
Rumus Abbots yang digunakan adalah
Setelah selesai
maka
uji
:
dikontakkan,
nyamuk dikeluarkan dari tabung selanjutnya dimasukan
20%io,
ke dalam
uji
dan
tabung
pemeliharaan untuk diamati selama 24
A_B '== "= x100%o Al: 100-R Dimana Al : % kematian nyamuk setelah dikoreksi, A % nyamuk uji (pada perlakuan dan kontrol positif) dan B - oh
jam, sebagai makanannya nyamuk diberi larutan gula yang disimpan pada kapas.
kematian nyamuk pada kontrol negatiflo.
Tabung pemeliharaan yang berisi nyamuk
Tingkat resistensi nyamuk
yang sudah diuji, dimasukkan ke dalam
berdasarkan rata-rata kematian nyamuk
kurungan nyamuk dan disimpan di
dari 4 kali pengulangan. Ada tiga kriteria
insektarium. Untuk menjaga kelembaban
kerentanan yaitu
dihitung
:
tabung, maka kurungan nyamuk ditutup
44
Kerentanan Nyamuk
. Rentan, bila
ln
opheles
artinya
rata-rata kematian
- 100%; artinYa nyamuk yang diuji masih bisa
.
insektisida masih bisa
digunakan tapi harus ada peningkatan
nyamuk sebesar 95
diberantas dengan insektisida dalam
(Lukman Hakim, Asep jajang S)
dosis.
.
Resisten,
bila
rata-rata kematian
dosis anjuran.
nyamuk sebesar <80o/o, artinya sudah
Perlu verif,rkasi/toleran, bila rata-rata
tidak bisa digunakan dan harus diganti
kematian nyamuk sebesar
dengan jenis insektisida yang lain.
80-95Yo,
HASIL Jumlah Nyamuk Uji dan Jumlah Nyamuk Knock down Jumlah nyamuk yang diuji selama
4 pengulangan; pada perlakuan
sebanyak
ke sepuluh sebanyak 3 ekor (4,05oh rata-rata A,75 ekor
per
ata,u
pengulangan),
5
74 ekor (rata-rata 18,5 ekor), sedangkan
menit ke dua puluh sebanYak
pada kontroi sebanyak 75 ekor (rata-tata
(6,76oh atau rata-ratz- 1,25 ekor), menit ke
18,75 ekor).
tiga puluh sebanyak 7 ekor
ekor
(9,46%o atau
Efek l*tock down (KD)
dihitung
rata-rata 1,75 ekor); dan menit ke empat
berdasarkan pengamatan nyamuk
uji yang
puluh sebanyak 9 ekor (12,160 atau rata-
nyamuk kontak dengan insektisida. Pada
rata 2,25 ekor). Pada kontrol, tidak ditemukan nyamuk yang lcnock down
perlakuan, j"rrrlah nyamuk yang KD menit
(Tabel.l).
jatuh per l0 menit selama 40
menit
45
.- .: , :.r._: ?envakit, Vol.V No.2, 20ll :41 - 49
Tabel
1.
Jurnlah nyamuk Anopheles sundaicus lcnock down setelah kontak 40 menit dengan insektisida Cypermethrin 0,05yo
Pengu-
Kelompok
Jumlah
langan
Nyamuk
uji
il m
ry Jml
Rata2
Nyamuk Knock Down Per WaktuTtgamatan 10
mnt
20
mnt
30
mnt
40 mnt
Perlakuan
t9
5,26
Kontrol
l8
0,00
Perlakuan
l8
27.79
Kontrol
l8
0,00
Perlakuan
t9
5,26
Kontrol
20
0,00
Perlakuan
18
11,11
Kontrol
t9
0,00
Perlakuan
74
12,16
Kontrol
75
0,00
Perlakuan
18,5
Kontrol
18,75
0,75
1,25
1,75
')
)\
12,76
0
0,00
Kematian Nyamuk
Dari empat kali
III,
dari
jumlah nyamuk An. sundaicus yang mati
89,47Yo menjadi 88,92%o;
pada
setelah dikontakkan dengan insektisida
pengulangan
Cypermethrin 0,05yo dan dipelihara 24 jam sebanyak 67 ekor (89,33Yo) atau rata-
kematian kontrol 0).
pengulangan,
rata 17,75 ekor per pengulangan. Karena rala-rata kematian nyamuk kontrol 5,l3yo,
maka kematian nyamuk
perlakuan
dikoreksi dengan rumus Abbot
dan
82,460/o; pada pengulangan
ry tidak dikoreksi karena
Pada nyamuk uji dengan perlakuan, kematian nyamuk pada pengamatan I jam dan 2 jam adalah l0 ekor atau rata-rata 2,5 ekor per pengulangan; pada pengamatan
6
jam
menjadi 88,73yo (pada pengulangan I, dari
kematiannya adalah 30 ekor atau rata-rata
90,00%0 menjadi 88,82o/o; pa'Ja pengulangan II, dari 83,33yo dan menjadi
7,5 ekor per
pengulangan;
pada
pengamatan 12 jam kematiannva adalah 58
Nyamuklz opheles (Lukman llakim, Asep jajang'S)
Ke,rentanan
pengulangan; dan pada pengamatan 24 jam
24.jam masing-masing sebanyak 2 ekor atau rata-tata 0,5 ekor Per
kematiannya adalah 67 ekor atan rata-rata
pengulangan dengan keseluruhan
16,7 ekor per pengulangan
atau rata-rata
ekor atau tata-tata 14,5 ekor
Kematian pada nyamuk
dan
Per
kontrol,
4
ekor
1 ekor per pengulangan
(Tabel'2)'
baru diternukan pada pengamatan 6 jam Tabel2. insektisida Jurnlah nyamuk Anopheles sundaius yang mati setelah kontak 40 menit dengan
cypermethrin 0,05oh dan dipelihar a 24 Jumlah
Pengu- Kelompok
Nyamuk Mati Per Waktu Pengamatan
Nyamuk
langan
jart
uji
l
jam
2
jan
6
jam
jam
Perlakuan
t4
l8
0l III
Perlakuan
Perlakuan
t7
15
18337
12
18
Perlakuan
Jml
l0
75
88,82
82,46
5,00 88,92
89,47
l0
30
s8
17
94,44
0
0,00
67
89,33
94,44
..
88,75
5,19
Kontrol Perlakuan
Abbot
5,00
0
Kontrol TV
Awal
t2
l9
Kematian
18 90,00 2 10,53 83,33 t5
o,
l9 II
jum
17
3
Perlakuan
oZ
t2
)\
18,7s
0
19,25
14,5
16,'15
99,31
indektisida
Cypermethrin pada nyamuk An. sundai.cus
88,73
5,13
0,5
12,160/o; sedangkan pada
PEMBAHASAN
Efek l*tock down
7S
kontrol tidak
ditemukan nyamuk yang lcnock down. Hal
ini
menunjukkan bahwa nYamuk An.
diuji masih terpengaruh
dengan perlakua& mulai pada sepuluh
sundaicus yang
menit pertama p€maparan; sedangkan pada
oleh efek insektisida Cypermethrin.
Tingkat kematian namuk
An.
nyamuk kontrol tidak ada yang
lcnock
down. Selama pemaparan 40
menit,
sundaicus yang diberi perlakuan setelah
adalah
dipapar dengan insektisida Cypermethrin
nyamuk
uji
yang lcnock down
47
Jurnal Vektor Penyakit, Vol.V No.2,
20ll :41 - 49
selama 40 menit dan dipelihan selama 24
Dari hasil uji ini, maka insektisida
jam, rata-ratanya pada 4 kali pengulangan
Cypermerhrin masih bisa digunakan dalam
setelah dikoreksi dengan mmus Abbot
pemberantasan veklor malaria
adalah 89,31o/o; sedangkan pada kontrol
Kabupaten Cianris, tapi dosisnya harus
r
ata- r atany a adalah 5,1
3
oh.
ditingkatkan
Bila dibandingkan dengan standar
di wilayah
dari dosis anjuran yang
digunakan selama ini yaitu (0,2A grant/m2)
tingkat resistensi yang digunakan, maka
menjadi (95% z 88,73oh) x 0,20 *ant/m2
nyamuk An. sundaicus yang berasalah dari
A,214 gnmlm2 atau dinaikkan
wilayah Kabupaten Ciamis dikategorikan
dinaikkan (0,214 gramlm2
toleran terhadap terhadap insektisida Cypermethrin, artilya insektisida Cypermethrin masih bisa membunuh
: 0.20 gram/m2
nyamuk An. sundaicus tapi
nyamuk
An.
di lain pihak
ini
100%
atau
0,20 grarn/m2)
:7%.
Peningkatan
bertujuan agar jumlah nyamuk
An. sundaicus yarrg mati bisa mencapai 95Yo atau lebitr"
sundaicus sudah mampu
mengembangkan kekebalan sehingga
jumlah yang mati tidak sesuai
dengan
tujuan pemberantasan veklor yaitu
95%o
atau lebihl2. Kekebalan nyamuk An. suntlaicus di wilayah Kabupaten Ciamis
terhadap insektisida Cypermethrin kemungkinan karena pengaruh pengguruan insektisida Cypermethrin sebelumnya karena penggunaan inseklisida
dalam waktu lama akan mengakibatkan nyamuk mampu mengembangkan sistem
kekebalan terhadap Kekebalan
dosis
x
-
:
itu
insektisidal0.
mungkin juga
ini
dimungkinkan
karena dari beberapa
Nyamuk Anopheles yang ada
di wilayah
sundoicus
Kabupaten Ciamis
Jawa Barat, sudah toleran terhadap insektisida Cypermenthrin. Dengan demikian insektisida Cypermethrin masih
bisa digunakan dalam pemberantasan vektor malaria, tetapi agar efektif membunuh vektor malaria, dosisnya perlu
ditingkatkan dari dosis anjuran dengan tujuan agdr jumlah vektor yang mati bisa mencapai 95Yo atat lebitr
karena
pengaruh insektisida lain misalnya insektisida pertanian atau insektisida rumah tangga. Hal
KESIMPULAN
penelitian
UCAPAI\ TERIMA KASIH Dalam kesempatan
ini.
ucapkan terima kasih yang
kami
sebesar-
menunjukan adanya resistensi silang dari
besarnya kepada semua pihak yang telah
insektisida lainrr.
membantu penelitian ini, dari awal sampai
48
Kerentanan Nyamuk
ln
opheles
(Lukman Hakim, Asep jajang S)
selesai. Terutama kami sampaikan kepada
seluruh masyarakat desa
Kepala Dinas Kesehatan
Kecamatan Pangandaran
KabuPaten
Ciamis, Kepala Puskesmas Pangandaran
Babakan
KabuPaten
Ciamis.
Kabupaten Ciamis, serta Kepala Desa dan
DAFTAR PUSTAI'A
l. 2. 3. 4.
Daman U. Review Program P2 Malaria Propinsi Jawq Barat Tahun 2000-Tahun 2004. Bandung: Dinkes Propinsi jaw a B arat;200 5 . WHO. A Global Strategt for Malaria Control. Geneval993. Eylenbosch WJ, Noah ND, 1988. Surveillance in Health and Disease. London.: Oxford University Press; Suroso T. Review Program ICDC-
Garut. Inside.2006;Vol 1 No- 01:4969. 7. Superiyatna H, Sugiarfio. Kepadatan dan Bionomik NYamuk Veltor
Malaria di Desa MulYasari Kec. Salopa Kab. TasilonalaYa. Ciamis:
Laporan. Kegiatan
8.
St*penon Laporan Loka Litbang
ADB Tahun 1997-2002. Jakarta: Depkes RI; 2002.
5. Hakim L. Bionomik
NYamuk Anopheles sundaicus di Desa Pamotan Kec, Kalipucang Kab. Ciamis.
6.
Aspirator.2009;Vol 1 No l:ll-17. Sugianto, Roy NRES, Pujiastuti E, Ruliansyah A, Yuliasih Y. Pengembangan Sistem Informasi Malaria Melalui Remote Sensing Dan
Studi Entomologi Dalam Sistem Kewaspadaan Dini KLB Malaria di Kecamatan Cibalong Kabupaten
UPF-PVRP
htu;2042. Hakim L. Fauna Nyamuk AnoPheles spp. di Desa KertaiaYa Kecamatan 'Kabupaten Sukobumi':
9.
Ciamis.;2008. Seniawati N, Hakim
P2B2
L, Suratrnan M.
Flubuasi Kepadatan
Yamuk
Anopheles spp. Sebagai Bahan SKDKLB Maloria di Desa Lengkong Kec. Lengkang Kab. Sulrabumi Bandung: Dinkes Provinsi Jawa Barat;2008. 10. WHO, Depkes P.I. Pencegahan don Perunggulangan Peruyakit Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Depkes RI;2003. 11, Johnson PW. Chemical Resistance in Livestock. Camden N.S.W. Elizabeth Mc Arthur Agricultural lnstitute; 1998.
12. Depkes RI. Pedoman Uii Insehisida Pada Pemberantasan Vefuor Malaria. Jakarta;2005.
49