TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Tanaman Pertumbuhan adalah peristiwa perubahan biologis yang terjadi pada makhluk hidup, berupa perubahan ukuran yang bersifat ireversibel. Ireversibel artinya tidak berubah kembali ke asal karena adanya tambahan substansi, dan perubahan bentuk yang terjadi saat proses pertumbuhan berlangsung pada makhluk hidup. Faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan adalah genetik, nutrisi, hormon dan lingkungan (Semangun, 1996). Pertumbuhan pada tumbuhan dibedakan menjadi pertumbuhan primer dan sekunder. Pertumbuhan primer merupakan pertumbuhan yang disebabkan oleh kegiatan titik tumbuh primer, yaitu di ujung akar atau ujung batang. Titik tumbuh primer sudah berlangsung sejak tumbuhan masih embrio. Daerah terjadinya pertumbuhan ini merupakan daerah meristem apikal yang merupakan jaringan muda yang terbentuk oleh sel-sel initial yang berada pada ujung-ujung dari alat-alat tumbuhan dimana dengan adanya meristem ini, tumbuhan dapat bertambah tinggi dan panjang. Pertumbuhan ini menyebabkan akar dan batang bertambah panjang. Pertumbuhan sekunder merupakan pertumbuhan yang disebabkan jaringan kambium. Jaringan kambium hanya terdapat pada dikotil dan tumbuhan Gymnospermae. Jadi pertumbuhan sekunder hanya terjadi pada tumbuhan dikotil dan Gymnospermae. Pertumbuhan ini mengakibatkan batang bertambah besar (Triharso, 1994). Pertumbuhan dan produktivitas leguminosa dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah tingkat kesuburan tanah, kondisi iklim dan ketersediaan air.
Universitas Sumatera Utara
Pengaruh ketersediaan air terhadap tanaman pertumbuhan sangat besar. Ketersediaan air dalam tanah mempengaruhi transportasi unsur hara tanah oleh akar tanaman. Jika ketersediaan air dalam tanah menurun maka akan terjadi cekaman kekeringan (Wulandari, 2011).
Fungsi Leguminosa Leguminosa
merupakan
tanaman
yang
mempunyai
kemampuan
untuk
menghasilkan bahan organik tinggi dan dapat membantu meningkatkan kesuburan tanah. Mengikat nitrogen dari udara oleh leguminosa dapat membantu meningkatkan ketersediaan hara terutama nitrogen bagi tanaman disampingnya. Leguminosa dapat ditanam sebagai tanaman penutup lahan yang mempunyai fungsi untuk konservasi tanah air. Pencampuran leguminosa dan tanaman pangan mempunyai potensi untuk menghasilkan bahan kering yang lebih tinggi. Selain itu, pertanaman campuran dengan tanaman dapat menekan gulma dan meningkatkan kesuburan tanah (Mansyur et al., 2005). Pertanaman ganda (Multiple cropping), yaitu intensifikasi pertanaman dalam dimensi waktu dan ruang. Bentuknya adalah penanaman dua jenis tanaman atau lebih pada lahan yang sama dalam kurun waktu yang sama. Menurut bentuknya, pertanaman ganda ini dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu : pertanaman tumpangsari (Intercropping) dan pertanaman berurutan (Sequential cropping). Pada hampir semua sistem budidaya ganda yang dikembangkan oleh petani lahan sempit, tingkat produktivitas yang dapat dipanen per satuan luas lebih tinggi dari pada budidaya tanam tunggal dengan tingkat pengelolaan yang sama. Keuntungan panen
Universitas Sumatera Utara
bisa berkisar antara 20 % sampai 60 %. Perbedaan ini sebagai akibat berbagai faktor, seperti tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi, penurunan kerugian yang disebabkan oleh gulma, serangga dan penyakit serta pemanfaatan yang lebih efisien terhadap sumber daya air, sinar matahari dan unsur hara yang ada (Francis, 1986). Tanaman leguminosa berguna bagi usahatani karena dengan kandungan proteinnya yang tinggi dapat memperbaiki kesuburan tanah maupun produksi ternak. Sebagian besar protein leguminosa terdapat dalam daunnya. Bila leguminosa dimakan ternak, sebagian proteinnya dirubah menjadi daging, susu, atau tenaga. Walaupun demikian, banyak yang lolos dan dikembalikan ke tanah melalui air kencing dan kotorannya. Jika leguminosa tidak dipotong atau digembalai (seperti pada tanaman penutup tanah), nitrogen dalam daunnya akan dikembalikan ke tanah, bila daunnya gugur dan membusuk. Sejumlah kecil N juga dikembalikan ke tanah melalui dekomposisi akar dan bintil-bintilnya (Ibrahim, 2005).
Tanah Ultisol Tanah ultisol sering diidentikkan dengan tanah yang tidak subur, tetapi sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian (potensial), asalkan dilakukan pengelolaan yang memperhatikan kendala yang ada pada tanah ultisol sehingga dapat menjadi yang siap dimanfaatkan untuk budidaya tanaman
apabila iklimnya
mendukung. Tanah ultisol memiliki tingkat kemasaman sekitar 5,5 (Walhi, 2008). Tanah ultisol memiliki kemasaman kurang dari 5,5 sesuai dengan sifat kimia, komponen kimia tanah yang berperan terbesar dalam menentukan sifat dan ciri tanah
Universitas Sumatera Utara
umumnya pada kesuburan tanah. Nilai pH yang mendekati minimun dapat ditemui sampai pada kedalaman beberapa cm dari batuan yang utuh (belum melapuk). Tanahtanah ini kurang lapuk atau pada daerah-daerah yang kaya akan basa dari air tanah pH meningkat dan di bagian lebih bawah solum
(Noli et al., 1999).
Upaya meningkatkan produktivitas ultisol, dapat dilakukan melalui pemberian kapur, pemupukan, penambahan bahan organik, penanaman tanah adaptif, penerapan tekhnik budidaya tanaman lorong (atau tumpang sari), terasering, drainase dan pengolahan tanah yang seminim mungkin. Pengapuran yang dimaksudkan untuk mempengaruhi sifat fisik tanah, sifat kimia dan kegiatan jasad renik tanah. Pengapuran pada ultisol di daerah beriklim humid basah seperti di Indonesia tidak perlu mencapai pH tanah 6,5 (netral), tetapi sampai pada pH 5,5 sudah dianggap baik sebab yang terpenting adalah bagaimana meniadakan pengaruh racun dari aluminium dan penyediaan hara kalsium bagi pertumbuhan tanaman (Hakim et al., 1986). Tanaman yang mampu tumbuh pada tempat dengan kondisi tanah yang tidak menguntungkan (ultisol) yaitu jenis tanaman yang akarnya bersimbiosis dengan jamur mikoriza, karena mikoriza mampu membantu tanaman dalam mengambil unsur hara (Noli et al., 1999). Salah satu lahan yang sudah diidentifikasi sebagai tanah ultisol adalah area lahan di Desa Kuala Bekala Kel. Simalingkar B Kec. Pancur Batu Deli Serdang. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu mengenai pertumbuhan tanaman kedelai dengan perbandingan penggunaan pupuk organik dan anorganik
(Purba, 2009).
Fungi Mikoriza Arbuskula
Universitas Sumatera Utara
Mikoriza adalah fungi yang mampu meningkatkan simbiosis antara fungi tanah dengan akar tanaman yang memiliki banyak manfaat, diantaranya adalah membantu meningkatkan
status hara tanaman, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap
kekeringan, penyakit dan kondisi tidak menguntungkan lainnya. Terdapat dua macam mikoriza, yaitu ektomikoriza dan endomikoriza. Pada ektomikoriza, jamurnya menyelubungi masing-masing cabang akar dalam selubung atau mantel hifa. Hifahifa itu hanya menembus antarsel korteks akar. Pada endomikoriza, jamurnya tidak membentuk suatu selubung luar tetapi hidup di dalam sel-sel akar (intraseluler) dan membentuk hubungan langsung antar sel akar dan tanah sekitarnya (Rao, 1994). Musfal (2010) menyatakan bahwa manfaat FMA dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu: untuk tanaman, ekosistem dan bagi manusia. Bagi tanaman, FMA sangat berguna untuk meningkatkan serapan hara, khususnya unsur fosfat (P). Hal ini terjadi karena jaringan hifa eksternal FMA mampu memperluas bidang serapan. FMA menghasilkan enzim fosfatase yang dapat melepaskan unsur P yang terikat unsur Al dan Fe pada lahan masam, serta Ca pada lahan berkapur sehingga hara tersedia bagi tanaman. FMA juga berperan dalam memperbaiki sifat fisik tanah, yaitu membuat tanah menjadi gembur Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) memiliki karakteristik perakaran inang yang terkena infeksi tidak membesar dan cendawan membentuk struktur hifa yang tipis. Hifa FMA merupakan hifa yang tidak bersekat yang tumbuh diantara sel-sel korteks akar dan bercabang-cabang di dalamnya. Fakuara (1998), menyatakan bahwa ciri utama FMA adalah adanya vesikel dan arbuskulus di dalam korteks akar. Hifa inter dan intraseluler juga ada di dalam korteks dan infeksi di sisi akar secara langsung
Universitas Sumatera Utara
berhubungan dengan miselium bagian luar yang menyebar bercabang-cabang di dalam tanah. Menurut Setiadi (1989), mikoriza memberikan manfaat bagi tanaman diantaranya adalah: 1) meningkatkan serapan unsur hara, 2) meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan, 3) kerusakan jaringan korteks akibat kekeringan pada perakaran bermikoriza tidak bersifat permanen, 4) memperluas penyebaran hifa dalam tanah sehingga dapat mengambil air relatif lebih banyak, serta 5) memproduksi hormon dan zat pengatur tumbuh seperti auxin, sitokinin, giberelin dan vitamin bagi inangnya. Wicaksono dan Ricky (2010), dalam penelitiannya dengan level mikoriza 0g, 5g dan 10 g menyatakan bahwa penggunaan mikoriza level 10g memberikan hasil terbaik pada tanaman kentang (Solanum tuberosum L.), yang ditandai dengan tingkat kandungan protein tertinggi dan karbohidrat 22,48%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan cendawan mikoriza terhadap daya serap nutrient tanah dengan menggunakan indikator jumlah daun, tinggi tanaman, berat umbi, jumlah umbi yang terinfeksi akar serta pengaruh terhadap kandungan protein, karbohidrat, lemak dan serat.
Hubungan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan Tanaman Fungi mikoriza arbuskula merupakan tipe mikoriza yang paling banyak mendapat perhatian, karena diketahui dapat bersimbiosis dengan sekitar 80% spesies tanaman (Brundrett et al., 1996). Cendawan ini diperkirakan dimasa mendatang dapat dijadikan sebagai salah alternatif teknologi untuk membantu pertumbuhan, meningkatkan produktivitas dan kualitas tanaman terutama yang ditanam pada lahan-
Universitas Sumatera Utara
lahan marginal yang kurang subur (Delvian, 2006).Secara alami terdapat asosiasi mikoriza antara fungi dan tanaman dalam bentuk simbiosis mutualisme. Manfaat fungsional yang diperoleh FMA dapat dilihat dari adanya pembentukan struktur arbuskula dan vesikula di dalam sel-sel akar serta produksi spora yang tinggi. Perkembangan FMA dan produksi spora membutuhkan energy yang diperoleh melalui penyerapan karbon organik dari tanaman inang (Smith dan Read, 1997). Sementara itu, tanaman inang dapat memanfaatkan fungsi simbiosis berupa hara mineral dan air yang penyerapannya dabantu oleh FMA sehingga pertumbuhan dan hasil tanaman meningkat. Adanya simbiosis dengan FMA telah banyak diketahui mampu memperbaiki hara tanaman inang melalui penyerapan hara dan air yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman. Inokulasi FMA pada cabai dapat meningkatkan serapan P (Haryantini dan Santoso, 2001) dan meningkatkan adaptasi terhadap kekeringan. Fungi mikoriza arbuskula yang menginfeksi sistem perakaran tanaman inang akan memproduksi jalinan hifa eksternal yang dapat tumbuh secara ekspansif dan menembus lapisan subsoil sehingga kapasitas akar dalam penyerapan hara dan air menigkat. Sutedjo (2002), mengatakan bahwa fungsi P bagi tanaman adalah mempercepat pertumbuhan akar semai, mempercepat serta memperkuat pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa pada umumnya. Tanaman yang bermikoriza biasanya tumbuh lebih baik dari pada tanaman yang tidak bermikoriza. Mikoriza memiliki peranan bagi pertumbuhan dan produksi tanaman, peranan mikoriza bagi tanaman adalah sebagai berikut: a) mikoriza meningkatkan penyerapan unsur hara, b) mikoriza melindungi tanaman inang dari
Universitas Sumatera Utara
pengaruh yang merusak yang disebabkan oleh stress kekeringan, c) mikoriza dapat beradaptasi dengan cepat pada tanah yang terkontaminasi, d) mikoriza dapat melindungi tanaman dari pathogen akar, e) mikoriza dapat memperbaiki produktivitas tanah dan tanah memantapkan struktur tanah (Rungkat, 2009). Hijauan Makanan Ternak Arachis glabrata Ada beberapa spesies Arachis perenial yang dikenal saat ini di Indonesia, di antaranya Arachis glabrata (syn. A. prostrata), A. pintoi, A. repens, dan A. hybrid. Tanaman ini berasal dari Amerika Selatan, tepatnya Brasil, Argentina dan Paraguay, namun kini telah menyebar ke berbagai tempat di dunia, seperti Amerika Serikat, Australia, India, dan Asia Tenggara. Di Indonesia, Arachis kini mulai banyak ditanam, bukan saja sebagai tanaman pakan, tetapi juga sebagai tanaman penutup tanah di perkebunan lada dan sebagai tanaman hias, walaupun penyebarannya masih terbatas (Safuian dan Boer, 2000). Pada umumnya Arachis (baik A. glabrata maupun A. pintoi) dikenal sebagai tanaman pakan yang bermutu tinggi. Selain sebagai sumber protein kasar untuk sapi, kambing, dan domba, Arachis juga baik untuk kelinci dan ayam. Sebagai hijauan pakan, A. glabrata dapat ditanam sebagai pastura dengan penggembalaan berat, terutama pada tanah yang kurang subur dan tanah masam. A. pintoi baik untuk penggembalaan ringan karena kurang tahan renggutan. Bila ditanam sebagai penutup tanah di perkebunan, Arachis dapat meningkatkan kesuburan tanah dan menghemat pemberian pupuk nitrogen karena mampu mengikat N dari udara. Sebagai tanaman hias, Arachis dikenal sebagai pintonia. Selain karena kecantikan bunganya yang
Universitas Sumatera Utara
berwarna kuning (yang mekar serentak pada pagi hari), pertanaman Arachis mampu membentuk hamparan yang tebal dan padat sehingga menekan pertumbuhan gulma. Tanaman ini juga kurang begitu memerlukan pemeliharaan (penyiangan). Sebagai tanaman hias, Arachis biasanya ditanam di pinggir-pinggir jalan atau di halaman rumah di sekitar pohon-pohon hias
(Sirait, et all., 2008).
Hasil penelitian Balai Penelitian Ternak menunjukkan, bila ditanam di CiawiBogor, A. glabrata mampu menghasilkan 3,5-4,3 ton bahan kering/ha, sementara di Sukabumi hanya 2,4-3,8 ton bahan kering/ha. Di Ciawi, hasil A. pintoi sekitar 3,2- 5,7 t/ha. Hasil ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan di Kolumbia dan Brasil tetapi lebih tinggi daripada di Malaysia (1,7-5,3 t/ha/ tahun). A. hybrid hasilnya lebih tinggi, mencapai 6,1 t/ha/tahun di Ciawi. Produksi dan kualitas berbagai hiajauan Arachis dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Produksi dan Kualitas Berbagai Hijauan Arachis. Spesies Hasil BK Kandungan PK (%) (ton/ha/thn) 4.5-16.0 A. Glabrata 12.0-20.0 5.0-12.0 16.0-21.2 3.5-4.30 7.8-15.90 2.3-3.80 10.5-11.0 5.0-20.0 A. Pintoi 15.0-20.0 3.2-5.70 15.0-19.0 1.7-5.30 9.2-12.8 16.2-18.7 6.1 A. Hybrid 13.4
Lokasi Penanaman Florida Australia Ciawi Bogor Sukabumi Kolumbia Ciawi Bogor Malaysia Brasil Ciawi Bogor
Sumber: Balai Penelitia Ternak Ciawi, (2007).
Centrosema pubescens Spesies ini berasal dari Amerika Selatan dan dapat tumbuh dengan baik di daerah tropik dan sub-tropik. Nama lain dari Centrosema pubescens adalah Centro. Daun-
Universitas Sumatera Utara
daun Centro adalah trifoliate dan lebih runcing bila dibandingkan dengan daun pada legume Puero atau Calopo.Sifat tumbuh Centro adalah perennial, sangat agresif, batang-batangnya menjalar dan membentuk tanaman penutup tanah pada umur 4 – 6 bulan setelah penanaman biji.Centro berdaun lebat dan batangnya tidak berkayu meskipun tanaman telah berumur 18 bulan (Reksohadiprodjo, 1985). Leguminosa ini tahan pada keadaan kering dan bila pertanaman telah berhasil terjadi, maka akan tahan hidup di bawah naungan. Bila Centrosema ditanam dengan jarak tanam yang jarang dan tidak dinaungi, maka produksi biji akan sangat banyak dan daun Centrosema pun akan sulit dipotong. Persentase biji Centrosema sangat keras, sehingga harus direndam dalam air panas (sekitar 300C) sebelum ditanam. Centosema pubescens adalah leguminosa yang mengalami fertilisasi sendiri. Cara reproduksi ini membatasi terjadinya variasi genetik (Nurbaiti dan Maryani, 2007). Hasil bahan kering hijauan leguminosa (kg/ha) umur 7 minggu dapat dilihat pada Tabel 2. Table 2. Hasil bahan kering pada beberapa Jenis Leguminosa. Jenis leguminosa Stylosanthes Centrosema pubescens Calopogonium mucunoides Desmodium
Hasil bahan kering (kg/ha) 1.103 1.001 2.748 0.282
Sumber: Triharso (1992).
Pueraria javanica Genus Pueraria berasal dari Asia bagian Timur dan Kepulauan Pasifik. Legum ini bersifat membelit, merambat, dapat membentuk semak yang rimbun dengan
Universitas Sumatera Utara
perakaran yang berbentuk tuber yang kuat dengan pokok akar yang disebut mahkota (crown). Nama lain Pueraria javanica adalah Puero atau kacang ruji. Puero berbatang kuat dan berbulu, sedangkan varietas barunya mempunyai batang yang tidak berbulu (terdapat di Puerto Rico), mutant Puero ini lebih disukai ternak dibandingkan dengan Puero yang berbulu
(Reksohadiprodjo, 1985).
Puero mempunyai stolon yang dapat mengeluarkan akar dari tiap ruas batangnya yang bersinggungan dengan tanah. Perakarannya dalam dan bercabangcabang, sehingga puero dapat berfungsi sebagai pencegah erosi, tahan musim kemarau yang tak terlalu panjang. Puero tahan pula terhadap tanah masam dan tanah kekurangan kapur dan fosfor, tahan pemukaan air yang tinggi, dapat hidup di tanah yang liat maupun berpasir (Reksohadiprodjo, 1985). Jenis legum ini tergolong tanaman pioner dan mempunyai kemampuan yang tinggi untuk menekan pertumbuhan gulma, dapat dijadikan tanaman penutup tanah dan dapat digunakan sebagai pupuk hijau yang baik (Maulidesta, 2005). Pueraria javanica tahan terhadap tanah masam, tanah kekurangan kapur dan posfor. Pueraria javanica digunakan sebagai makanan ternak, sangat palatable untuk ternak ruminansia (Allen dan Allen, 1981), tanaman peenutup tanah, pencegah erosi dan pupuk hijau (Reksohadiprojo, 1985). Kandungan nutrisi Pueraria javanica terdiri dari protein kasar 20,5%; serat kasar 37,9% dan lemak kasar 2,0% (Gohl, 1981).
Universitas Sumatera Utara