KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN PADA SISWA TUNAGRAHITA RINGAN KELAS DASAR 1 SEKOLAH LUAR BIASA SEKAR TERATAI 1 SRANDAKAN BANTUL
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendididkan
Oleh : Karin Martha Mikasari NIM. 08103244003
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA AGUSTUS 2015
i
ii
iii
iv
MOTTO
Man Jadda Wa Jadda Barang siapa bersungguh-sungguh akan mendapatkannya.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri” (Terjemahan QS Ar Ra’ad: 11)
Buka jendela dunia dengan membaca (penulis)
v
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan skripsi ini untuk: 1. Ayah Ibuku tercinta, Bapak Sartono dan Ibu Tatun Rinawati 2. Almamaterku 3. Nusa, Bangsa dan Agama
vi
KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN PADA SISWA TUNAGRAHITA RINGAN KELAS DASAR 1 SEKOLAH LUAR BIASA SEKAR TERATAI I SRANDAKAN BANTUL
Oleh Karin Martha Mikasari NIM : 08103244003 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan membaca permulaan siswa tunagrahita ringan kelas dasar I di SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul. Metode penelitian yang digunakan penelitian deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan tes kemampuan membaca permulaan, observasi kemampuan membaca permulaan, wawancara dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan membaca permulaan siswa tunagrahita ringan kelas dasar 1 Sekolah Luar Biasa Sekar Teratai 1 Srandakan Bantul belum optimal. Hal ini terbukti dalam hasil penelitian berdasarkan tes kemampuan membaca permulaan, observasi dan wawancara. Hasil penelitian tersebut dapat ditunjukkan dalam kemampuan membaca permulaan siswa tunagrahita ringan yang terbagi dalam 3 aspek yakni aspek membaca huruf alfhabet, membaca suku kata dan membaca kata. Kemampuan siswa PJ dalam aspek membaca huruf alfabet dalam kategori sangat baik. Hal ini diperjelas dengan kemampuan subyek yang dapat membaca 26 huruf alfabet besar dan kecil (Aa, Bb, Cc, Dd, Ee, Ff, Gg, Hh, Ii, Jj, Kk, Ll, Mm, Nn, Oo, Pp, Qq, Rr, Ss, Tt, Uu, Vv, Ww, Xx, Yy, Zz). Namun, dalam membaca beberap huruf kecil terentu masih ada yang terbalik seperti membaca huruf /b/ dibaca /d/ dan /c/ dibaca/e/. Kemampuan siswa dalam aspek membaca suku kata masih belum optimal. Hal ini dapat dilihat pada saat siswa membaca suku kata siswa masih pada tahap membaca satu suku kata. Kemampuan membaca ditunjukkan pada saat siswa membaca kata bola, siswa membaca dengan cara membaca satu per satu huruf /b/-/o/-/l/-/a/, kemudian siswa membaca huruf /b/-/o/ dibaca /bo/ dan huruf /l/-/a/ dibaca /la/. Pada aspek membaca kata siswa PJ masih membutuhkan bantuan orang lain, sehingga dalam membaca kata sederhana siswa belum optimal. Dalam hal ini dikarenakan siswa PJ masih sampai pada tahap membaca satu suku kata, dapat dilihat saat membaca kata bola siswa PJ belum mampu membaca kata bola dibaca /bola/ namun siswa PJ membaca kata bola yang dibaca /b/-/o/ jadi /bo/ dan /l/-/a/ jadi /la/. Kata kunci : kemampuan membaca permulaan, siswa tunagrahita ringan vii
KATA PENGANTAR
Syukur kepada Allah atas berkat, bimbingan, dan rahmatNya yang telah memberikan rahmat kemudahan dan kelancaran sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Tugas akhir yang berjudul “KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN PADA SISWA TUNAGRAHITA RINGAN KELAS D1 SEKOLAH LUAR BIASA SEKAR TERATAI I SRANDAKAN BANTUL” ini dapat terselesaikan dengan baik. Adapun penyusunan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta. Keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terimakasih kepada: 1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menempuh pendidikan. 2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta atas ijin, bantuan dan fasilitas yang telah diberikan selama penulis menempuh studi. 3. Ketua Jurusan Pendidikan Luar Biasa Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan motivasi dalam menyelesaikan skripsi. 4. Ibu Dr. Ishartiwi selaku dosen pembimbing I penulisan skripsi, yang selalu sabar dalam memberikan masukan dan arahan selama proses pembuatan skripsi hingga terselesainya penulisan skripsi ini. 5. Ibu N. Praptiningrum, M. Pd selaku dosen pembimbing II penulisan skripsi, yang selalu sabar dalam memberikan masukan dan arahan selama proses pembuatan skripsi hingga terselesainya penulisan skripsi ini. 6. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Pendidikan Luar Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan yang dengan hati dan ketulusan telah bersedia membimbing dan membagikan ilmunya kepada penulis. 7. Ibu Apriyani, S. Pd selaku Kepala Sekolah SLB Sekar Teratai I Srandakan Bnatul yang telah memberika ijin selama penelitian dilaksanakan. viii
8. Siswa kelas dasar I SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul yang telah bersedia menjadi subyek dalam penelitian ini. 9. Keluarga besar PAUD TERPADU Putraputri Godean yang telah mendukung dan memberi semangat dalam penyelesaian skripsi ini. 10. Ayah, Ibu, Adik dan Keluarga besar yang selalu memberi dorongan dan semangat sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. 11. Teman-teman PLB angkatan 2008 terimakasih atas persahabatan dan pengalaman hidup bersama selama ini. 12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang sifatnya membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pendidikan khususnya Pendidikan Luar Biasa.
ix
DAFTAR ISI Hal HALAMAN JUDUL
…………………………………………………………..
i
HALAMAN PERSETUJUAN
………………………………………………..
ii
HALAMAN PERNYATAAN
………………………………………………..
iii
HALAMAN PENGESAHAN
………………………………………………..
iv
………………………………………………………...
v
HALAMAN MOTTO
HALAMAN PERSEMBAHAN ABSTRAK
……………………………………………...
vi
……………………………………………………………………
vii
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI
………………………………………………………...
…………………………………………………………..............
viii x
DAFTAR TABEL ………………………………………………………….......
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………….
xiv
BAB I
PENDAHULUAN ………………………………………
1
………………………………………….
5
.………………………………………….......
6
D. Rumusan Masalah
.…………………………………………...
6
E. Tujuan Penelitian
.………………………………………….....
7
F. Manfaat Penelitian
……...………………………………..........
7
G. Definisi Oprasional
…………………………………………..
7
A. Tinjauan tentang Tunagrahita Ringan …………………............
9
…………………........
9
…………………...
11
…………………..........
13
………………………...
13
………………
15
A. Latar Belakang Masalah B. Identifikasi Masalah C. Folus Penelitian
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1. Pengertian Anak Tunagrahita Ringan 2. Karakteristik Anak Tunagrahita Ringan B. Tinjauan tentang Membaca Permulaan 1. Pengertian Membaca Permulaan
2. Tujuan Kemampuan Membaca Permulaan
3. Tahapan Perkembangan Kemampuan Membaca x
Hal …...........................
18
.............................................
21
Permulaaan Anak Tunagrahita Ringan 4. Metode Membaca Permulaan
5. Faktor yang mempengaruhi Kemampuan Membaca Permulaan Anak Tunagrahita Ringan C.
…….......................
24
Kajian tentang Membaca Permulaan bagi Siswa Tunagrahita Ringan Kelas D1 di SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul ………………………………………………
26
1. Pengertian Membaca Permulaan ……………………………..
26
2. Materi Pembelajaran Membaca Permulaan pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia …………………………………..
27
3. Kemampuan Membaca Permulaan pada Siswa Tunagrahita
BAB III
Ringan kelas D1 ………………………………………………
28
D. Kerangka Pikir …….……………………………………………..
29
F. Pertanyaan Penelitian ……………………………………………
30
METODE PENELITIAN ………………………………………....
31
……………………………………….........
31
………………………………………...........
32
……………………………………
33
1. Observasi
……………………………………………......
33
2. Wawancara
………………………………………………...
34
3. Dokumentasi
……………………………………………
35
E. Instrumen Penelitian
…………………………………………..
36
………………………………………
36
…………………………………….
36
3. Tes Kemampuan Membaca ………………………………...
37
Analisis Data ……………………………………………………
38
A. Pendekatan Penelitian B. Tempat Penelitian C. Subyek Penelitian
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Pedoman Observasi 2. Pedoman Wawancara
E.
xi
Hal BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN …………………………………..
40
B. Deskripsi Subyek Penelitian …………………………………..
41
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
C. Deskripsi Data Proses Pembelajaran Membaca Permulaan di kelas dasar 1 SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul .................
42
…………..
45
D. Deskripsi Data Kemampuan Membaca Permulaan
1. Deskripsi Data Kemampuan Membaca Huruf Alfabet Siswa Tunagrahita tipe Ringan Kelas Dasar 1 di SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul .................................................................
45
2. Deskripsi Data Kemampuan Membaca Suku Kata Siswa Tunagrahita tipe Ringan Kelas Dasar 1 di SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul ................................................................. 3. Deskripsi
Data
Kemampuan
Membaca
Kata
46
Siswa
Tunagrahita tipe Ringan Kelas Dasar 1 di SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul ................................................................. E.
Analisi
Data
Kemampuan
Membaca
Permulaan
46
Siswa
Tunagrahita Ringan kelas dasar 1 SLB Sekar Teratai I
F. BAB V
Srandakan Bantul .........................................................................
47
………………………………...
55
……………………………………………………
62
……………………………………………………..........
63
………………………………………………………...
65
…………………………………………………………………..
67
Pembahasan Hasil Penelitian
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Hal Tabel 1.
Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk kelas dasar 1 SDLB Khusus C ........................................................................
28
Tabel 2.
Kisi-kisi Lembar Observasi .......................................................
36
Tabel 3.
Kisi-kisi Tes Kemampuan Membaca Permulaan ......................
38
Tabel 4.
Hasil Observasi Kemampuan Membaca Permulaan pada Siswa Tunagrahita Ringan Kelas Dasar 1 Sekolah Luar Biasa Sekar Teratai ISrandakan …………………………………......
49
Hasil Tahapan Kemampuan Membaca Permulaan pada Siswa Tunagrahita Ringan Kelas Dasar 1 Sekolah Luar Biasa Sekar Teratai I Srandakan ………………………………….....
51
Hasil Observasi Kemampuan Membaca Kata pada Siswa Tunagrahita Ringan Kelas Dasar 1 Sekolah Luar Biasa Sekar Teratai I Srandakan .........................................................
53
Hasil Tes Kemampuan Membaca Permulaan pada Siswa Tunagrahita Ringan Kelas Dasar 1 Sekolah Luar Biasa Sekar Teratai I Srandakan .........................................................
55
Tabel 5.
Tabel 6.
Tabel 7.
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Hal Lampiran 1.
Lembar Observasi Kemampuan Membaca Permulaan Siswa Tunagrahita tipe Ringan ...............................................
68
Lampiran 2.
Catatan Lapangan I .................................................................
69
Lampiran 3.
Catatan Lapangan II ...............................................................
71
Lampiran 4.
Lembar Wwancara pada Guru ................................................
73
Lampiran 5.
Lembar Wawancara pada Orangtua Siswa .............................
74
Lampiran 6.
Hasil Lembar Wawancara pada Guru .....................................
75
Lampiran 7.
Hasil Lembar Wawancara pada Orangtua Siswa ...................
76
Lampiran 8.
Hasil Lembar Tes Kemampuan Siswa Tunagrahita tipe Ringan Kelas Dasar 1 SLB Sekar Teraratai Srandakan Bantul .....................................................................................
77
Gambar Kegiatan Penelitian ...................................................
79
Lampiran 10. Profil Sekolah Luar Biasa Sekar Teratai 1 Srandakan ...........
83
Lampiran 11. Surat Penelitian .......................................................................
87
Lampiran 9.
xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak tunagrahita (Mohammad Effendi, 2006: 90) yaitu anak yang di identifikasi memiliki tingkat kecerdasan di bawah rata-rata, sehingga memerlukan layanan khusus dalam kebutuhan pendidikannya. Anak tunagrahita ini dapat dibagi dalam 3 klasifikasi, salah satunya adalah anak tunagrahita tipe ringan. Tetapi saat ini, istilah tersebut telah diganti oleh American Association on Intellectual Developmental Disorder (AAIDD) dengan istilah intellectual disability (disabilitas intelektual atau hambatan intelektual) atau intellectual developmental disorder (gangguan perkembangan intelektual). Menurut AAIDD, disabilitas intelektual atau tunagrahita adalah suatu disabilitas yang diderita sejak periode perkembangan yang ditandai dengan ketidakmampuan fungsi intelektual dan ketidakmampuan fungsi adaptif baik pada domain konseptual, sosial maupun praktis (American Psychiatric Association, 2013: 33). Anak yang tergolong tunagrahita tipe ringan, anak-anak tersebut belum tentu mampu mengikuti pada program sekolah biasa/umum tanpa adanya guru pendamping khusus untuk memberikan bimbingan pada saat belajar, namun masih dapat dimungkinkan untuk memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pendidikan tertentu walaupun hasilnya kurang maksimal. Untuk itu, dibutuhkan sekolah khusus bagi anak-anak yang tergolong anak tunagrahita. 1
Salah satunya pendidikan khusus tersebut adalah Sekolah Luar Biasa (SLB) untuk anak-anak yang menyandang tunagrahita baik tunagrahita mampu latih maupun mampu didik (ringan). Di Daerah Bantul salah satu sekolah yang secara khusus menangani anak-anak tunagrahita adalah SLB Sekar Teratai 1 Srandakan. Hal ini lebih diperjelas dalam pendapat yang dikemukakan oleh Maria J. Wantah (2007: 11) bahwa : Kemampuan anak tunagrahita tipe ringan yang dikembangkan dari segi keterampilan diharapkan mampu melatih kemadirian agar tidak tergantung pada orang lain serta menjadi bekal hidup anak nantinya. Sedangkan, kemampuan yang dikembangkan dari segi akademik bagi anak tunagrahita tipe ringan dapat diberikan berupa kemampuan untuk membaca, menulis serta berhitung sederhana. Salah satu mata pelajaran yang diajarkan di SLB Sekar Teratai 1 Srandakan adalah mata pelajaran bahasa Indonesia. Wardani (2008: 6.21) menyatakan bahwa “anak tunagrahita tipe ringan masih dapat diberikan pembelajaran membaca, menulis, dan berhitung sederhana”. Berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran bahasa Indonesia untuk SDLB, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia. Ruang lingkup mata pelajaran bahasa Indonesia mencakup komponen berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi empat aspek, yaitu: mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis (BSNP, 2006: 66). Oleh karena itu mata pelajaran Bahasa Indonesia diberikan bagi anak tunagrahita tipe ringan, termasuk didalamnya yaitu pembelajaran membaca. 2
Aspek membaca mencakup membaca permulaan dan membaca lanjut (Amin, 1995: 206). Membaca permulaan merupakan komponen dari komunikasi tulisan. Dalam komunikasi tulisan, lambang-lambang bunyi bahasa atau huruf alpabet menjadi lambang-lambang bunyi bahasa diubah menjadi lambang-lambang tulisan atau huruf alphabet. Pembelajaran membaca yang diberikan bagi anak tunagrahita tipe ringan, seperti halnya pada anak yang normal tidak hanya untuk membekali anak pada saat belajar membaca di sekolah, namun dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Farida Rahim (2007: 1) menyatakan bahwa “kemampuan membaca sangat penting bagi setiap kehidupan, hampir setiap aspek kehidupan melibatkan kegiatan membaca”. Menurut Desni Humaira (2012 : 97), untuk belajar membaca, anak tunagrahita tipe ringan harus menguasai/dapat bicara dan dapat memahami bahasa lain
yang
sederhana,
didalam
percakapan
terjadilah
proses
mendengarkan, melihat dan gerak-gerakan. Selain itu anak juga harus memahami gambaran-gambaran atau lukisan-lukisan serta mengerti dan memahami permulaan
mengenai membaca
lambang, yang
simbol,
diutamakan
dan ialah
sebagainya. belajar
Melatih
melihat
dan
mendengarkan dengan baik, hanya dengan membaca coretan-coretan yang akhirnya akan menuju ke suatu bentuk yang sebenarnya. Keterbatasan kecerdasan anak tunagrahita tipe ringan membuat siswa kurang mampu memusatkan perhatian, mengikuti petunjuk, dan kurang mampu untuk menghindari diri dari bahaya. Siswa cepat lupa, cenderung 3
pemalu, kurang kreatif dan inisiatif, perbendaharaan katanya terbatas, dan memerlukan waktu belajar yang relatif lama sehingga siswa sulit mengikuti dan memahami keterampilan membaca permulaan. Berdasarkan hasil observasi terhadap pembelajaran membaca dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada bulan Juni 2015 di SLB Sekar Teratai Srandakan di kelas dasar I, ditemukan permasalahan yakni kemampuan membaca permulaan subyek yang berinisisal PJ dengan usia 8 tahun. Pada saat pembelajaran membaca permulaan, siswa malas-malasan sehingga materi pembelajaran yang diterima siswa kurang maksimal. Hal ini dapat dilihat pada saat belajar membaca, terkadang siswa ditengah pembelajaran menginginkan belajar yang lain seperti belajar matematika, menggambar dan lain sebagainya. Siswa memiliki kemampuan yang rendah dalam hal fokus pada saat pembelajaran, terkadang perhatian siswa masih terganggu dengan aktivitas di luar kelas. Siswa sering keluar masuk kelas saat pembelajaran membaca, sehingga siswa terlambat dalam menerima materi pembelajaran membaca permulaan. Mengingat pentingnya kemampuan membaca bagi siswa tunagrahita, maka penerapan metode pembelajaran disesuaikan dengan kondisi angka kecerdasan yang dimiliki siswa berkebutuhan khusus tersebut. Metode pembelajaran membaca permulaan yang sesuai, dapat mempermudah siswa tunagrahita dalam membaca permulaan, salah satu metode yang sesuai adalah penggunaan media pembelajaran yang menarik, mudah dikuasai dan efektif membantu
siswa
menguasai
kemampuan 4
yang
diperlukan.
Dengan
menggunakan metode pembelajaran yang sesuai, maka siswa akan memperoleh layanan pendidikan yang sesuai dengan karakteristiknya sebagai siswa tunagrahita tipe ringan. Oleh karena itu, guru dalam menyampaikan materi menggunakan metode pembelajaran sehingga akan tercipta kegiatan belajar mangajar yang ramah,
menyenangkan dan dapat memaksimalkan
kemampuan membaca siswa tunagrahita tipe ringan. Berdasarkan masalah yang ada dilapangan dan pemikiran-pemikiran di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang “Kemampuan membaca permulaan pada siswa tunagrahita ringan kelas D1 SLB Sekar Teratai 1 Srandakan Bantul”. Oleh karena itu peneliti tertarik mengkaji kemampuan membaca permulaan yakni kemampuan siswa dalam membaca huruf alphabet, kemampuan siswa dalam membaca suku kata, dan kemampuan siswa dalam membaca kata dan evaluasi pembelajaran membaca permulaan di SLB Sekar Teratai 1 Srandakan Bantul.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka permasalahan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut : 1. Siswa tunagrahita tipe ringan kelas dasar 1 di SLB Sekar Teratai Srandakan Bantul memiliki sikap malas pada saat pembelajaran membaca permulaan. 2. Pada
saat
pembelajaran
membaca
permulaan
berlangsung,
siswa
tunagrahita tipe ringan kelas dasar 1 di SLB Sekar Teratai I Srandakan tibatiba menginginkan untuk belajar mata pelajaran lain yakni matematika, 5
menggambar dan lain sebagainya, sehingga materi pembelajaran yang diterima siswa belum maksimal. 3. Kemampuan siswa menerima materi pembelajaran membaca kurang maksimal, karena siswa sering terganggu dengan aktivitas di luar kelas. 4. Belum teridentifikasi kemampuan membaca permulaan khususnya pada aspek membaca huruf alfabet, membaca suku kata dan membaca kata siswa tunagrahita ringan kelas dasar 1 di SLB Sekar Teratai Srandakan Bantul
C. Fokus Penelitian Berdasarkan dengan identifikasi masalah yang telah dipaparkan di atas maka penelitian ini hanya membatasi satu masalah, yaitu yang sesuai dengan identifikasi masalah nomor 4, yakni Belum teridentifikasi kemampuan membaca permulaan khususnya pada aspek membaca huruf alfabet, membaca suku kata dan membaca kata siswa tunagrahita tipe ringan kelas dasar 1 di SLB Sekar Teratai Srandakan Bantul
D. Rumusan Masalah Rumusan permasalahan dari penelitian ini adalah “Bagaimanakah kemampuan membaca permulaan dengan aspek kemampuan membaca huruf alphabet, membaca suku kata, dan membaca kata siswa tunagrahita tipe ringan di kelas Dasar I SLB Sekar Teratai 1 Srandakan Bantul?”
6
E. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan kemampuan membaca permulaan dengan aspek kemampuan membaca huruf alphabet, membaca suku kata, dan membaca kata siswa tunagrahita tipe ringan dalam pembelajaran di kelas Dasar I SLB Sekar Teratai 1 Srandakan Bantul.
F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis bagi guru dan siswa a. Bagi siswa, hasil penelitian ini dapat membantu dalam mengkaji kemampuan membaca permulaan pada Anak Tunagrahita tipe Ringan b. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran kemampuan membaca anak tunagrahita tipe ringan, sehingga dapat menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan anak 2. Manfaat teoritis hasil penelitian ini sebagai salah satu informasi awal yang digunakan sebagai pertimbangan untuk pengembangan keilmuan PLB, terutama yang berhubungan dengan pembelajaran Membaca Permulaan pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia pada siswa tunagrahita tipe ringan.
G. Definisi Operasional 1. Anak Tunagrahita Ringan Anak tunagrahita tipe ringan adalah anak yang memiliki perkembangan kemampuan kognitif dan adaptif lebih rendah dengan anak 7
normal seusianya. Siswa tersebut masih mampu diberikan pendidikan dengan layanan secara khusus, termasuk di dalamya pendidikan dalam pembelajaran membaca, menulis dan berhitung. Siswa tunagrahita tipe ringan dalam penelitian ini adalah siswa tunagrahita ringan yang berjumlah 1 siswa di kelas Dasar I di SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul.
2. Kemampuan Membaca Permulaan Kemampuan
membaca
permulaan
adalah
kemampuan
mencocokkan huruf atau lambang-lambang bahasa tulisan ke dalam bentuk kata-kata lisan secara lancar. Dalam penelitian ini kemampuan membaca permulaan diukur dari kemampuan siswa membaca huruf alfabet, kemampuan siswa membaca suku kata, dan kemampuan siswa membaca kata sederhana dengan lafal dan intonasi yang tepat
8
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Anak Tunagrahita Ringan 1. Pengertian Anak Tunagrahita tipe Ringan Anak tunagrahita merupakan kondisi dimana perkembangan usia tidak sesuai dengan perkembangan mental, hal ini karena perkembangan mental lebih rendah daripada perkembangan usia. Dalam kategori terbaru oleh AAIDD, tunagrahita tipe ringan tergolong dalam disabilitas intelektual dengan level keparahan menengah (mild level of severity). Penggolongan tersebut berdasarkan fungsi adaptif anak bukan skor IQ karena fungsi adaptif inilah yang menentukan tingkat dukungan seperti apa yang dibutuhkan dari anak tunagrahita (dalam American Psychiatric Associaton, 2013: 33). Di bawah ini ada beberapa pendapat tentang anak tunagrahita : Moh. Effendi (2006: 9) mengemukakan bahwa anak tunagrahita yaitu anak yang diidentifikasi memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendah atau di bawah rata-rata, sehingga untuk mengerjakan tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan secara khusus, termasuk kebutuhan program pendidikan dan bimbingan. AAMD atau American Association on Mental Deficiency (dalam Mumpuniarti 2007: 9) menyebut tunagrahita ringan dengan istilah mild mentally retarded dengan pengertian, “Mental retardation refers to significantly subaverage general intellectually functioning existing concurrently with deficits in adaptive behavior, and manifested during the developmental period.” Artinya, retardasi mental merupakan keadaan 9
fungsi intelektual umum di bawah rata-rata normal, dan terjadi bersamaan dengan kekurangan pada perilaku adaptif, kondisi ini ditampilkan selama periode perkembangan”. W. Wantah (2007: 10) mengemukakan bahwa “berdasarkan data menunjukkan kira-kira 85% dari anak reterdasi mental tergolong mental ringan, memiliki IQ antara 50-75, dapat mempelajari keterampilan, dan akademik sampai kelas enam Sekolah Dasar”. Menurut Amin (dalam Wantah, 2007: 10) “anak tunagrahita ringan memiliki kemampuan berbicara, tetapi perbendaharaan kata-katanya sangat kurang”. Kurangnya perbendaharaan kata mengakibatkan anak tunagrahita tipe ringan kesulitan untuk berpikir abstrak, tetapi dapat mengikuti pendidikan dengan baik di SDLB, maupun di SLB-C. Anak masih dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana serta dapat memperoleh penghasilan untuk dirinya sendiri dengan bimbingan dan pendidikan yang baik. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan tentang anak tunagrahita tipe ringan, maka dapat ditegaskan bahwa anak tunagrahita ringan adalah anak tunagrahita yang memiliki kemampuan adaptif yang paling baik dengan IQ berkisar antara 50-75. Tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya menyebabkan kesulitan berpikir abstrak dan keterbatasan di bidang kognitif sehingga dalam tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan secara spesifik, termasuk dalam program pendidikan membutuhkan bimbingan khusus. Pada penelitian ini yaitu adanya pembelajaran membaca permulaan yang sesuai dengan 10
kebutuhan anak tunagrahita yakni memperkenalkan kosakata sederhana dalam pembelajaran bahasa Indonesia sehingga bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. 2. Karakteristik Anak Tunagrahita Ringan a. Tingkat Intelektual atau Kecerdasan Kemampuan intelegensi anak tunagrahita, pada umumnya di ukur berdasarkan tes Stanford Binet dan Skala Weschler (WISC). Di bawah ini tabel rincian klasifikasi anak tunagrahita, Blake (Sutjihati Somantri, 2007: 108) : Tabel 2.1. Klasifikasi Anak Tunagrahita berdasar Derajat Keterbelakangannya (Sumber: Blake, 1976) IQ Klasifikasi Stanford Binet Skala Weschler Ringan
68-52
69-55
Sedang
51-36
54-40
Berat
35-20
39-25
Sangat Berat
<19
<24
Berdasarkan tabel klasifikasi anak tunagrahita tersebut, maka dapat dilihat kisaran IQ yang dimiliki oleh anak tunagrahita tipe ringan yaitu 68-52 skala binet dan 69-55 skala weschler. Kemampuan yang dimiliki anak tunagrahita pun dipengaruhi oleh IQ yang dimiliki. Moh. Effendi (2006: 90), berpendapat bahwa : Anak tunagrahita mampu didik (anak tunagrahita tipe ringan) adalah anak yang tidak mampu mengikuti program sekolah biasa, tetapi masih memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pendidikan, antara lain : (1) membaca, 11
menulis, mengeja dan berhitung, (2) menyesuaikan diri pada orang lain, dan (3) keterampilan sederhana untuk kepentingan kerja dikemudian hari. b. Kemandirian dan Sosial WHO
(1996
:
2)
memberikan
deskripsi
mengenai
perkembangan sosial anak tunagrahita ringan, sebagaiberikut : “..... The main difficulties are usually seen in academic school work, and many have particular problems in reading and writing. However, mildly retarded people can be greatly helped by education designed to develop their skills and compensate for their handicaps. Most of those in the higher ranges of mental retardation are potentially capable of work demanding practical rather than academic abilities, including unskilled or semiskilled manual labour. In a sociocultural context requiring little academic achievement, some degree of mild retardation may not itself represent a problem. Pendapat di atas diartikan bahwa Kesulitan utama biasanya terlihat pada tugas sekolah akademik, dan banyak memiliki masalah dalam membaca dan menulis. Namun, anak tunagrahita tipe ringan dapat sangat terbantu dengan pendidikan yang dirancang untuk mengembangkan
keterampilan
mereka
dan
mengkompensasi
keterbelakangan mereka. Kebanyakan dari mereka yang berada pada rentang keterbelakangan mental yang lebih tinggi, berpontensi untuk mampu bekerja yang menuntut lebih banyak kemampuan kerja dibandingkan kemampuan akademis, termasuk tenaga kerja manual yang tidak terampil atau semi-terampil. Pada konteks sosial budaya yang membutuhkan prestasi akademik kecil, anak tunagrahita tipe ringan mungkin bisa mengatasi masalah sendiri (mandiri).
12
c. Kepribadian Anak
yang
merasa
retarded
tidak
percaya
terhadap
kemampuannya, tidak mampu mengontrol dan mengarahkan dirinya sehingga lebih banyak bergantung pada pihak luar (external locus of control). Mereka tidak mampu untuk mengarahkan diri sehingga segala sesuatu yang terjadi pada dirinya bergantung pengarahan dari luar (Suparno dkk, 2007: 4.13). Berdasarkan beberapa uraian yang telah dikemukakan tentang karakteristik anak tunagrahita tipe ringan, maka dapat ditegaskan bahwa karakteristik anak tungrahita tipe ringan adalah anak memiliki fisik tidak jauh berbeda dengan anak normal, namun kemampuan intelektual yang dimiliki di bawah rata-rata anak normal pada umumnya. Anak tunagrahita tipe ringan pun kurang mampu beradaptasi dengan lingkungan secara baik, terkadang anak masih membutuhkan orang lain karena anak belum mampu melakukan sesutu secara mandiri dalam hal tertentu. Selain itu, anak tunagrahita tipe ringan memiliki kepribadian yang bersifat tidak stabil.
B. Tinjauan tentang Membaca Permulaan 1. Pengertian Membaca Permulaan Membaca permulaan di Sekolah Dasar merupakan salah satu aspek yang sangat penting dan mendasar karena menjadi landasan untuk membekali pengetahuan pada jenjang selanjutnya. Membaca merupakan proses aktif yang bertujuan dan memerlukan strategi. Sejumlah ahli 13
memberikan definisi yang berbeda-beda. Hadgson (dalam Tarigan, 2008: 7) mengemukakan bahwa membaca ialah suatu proses yang dilakukan serta digunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang disampaikan penulis melalui media bahasa tulis. Selanjutnya Anderson (Tarigan, 2008: 7) berpendapat bahwa membaca adalah suatu proses kegiatan mencocokkan huruf atau melafalkan lambang-lambang bahasa tulis. Segi linguistic menjelaskan bahwa membaca adalah suatu proses penyandian kembali dan pembacaan sandi (a recording and decoding process). Menurut Ahmad dan Darmiyati (2001: 56) membaca merupakan kemampuan berbahasa tulis. Pendapat senada juga diungkapkan oleh Farida (2008: 2), bahwa membaca adalah suatu proses menerjemahkan simbol tulis (huruf) ke dalam kata-kata lisan. Ada tiga istilah yang sering digunakan dalam proses membaca, yaitu recoding, decoding, meaning. Recoding merujuk pada kata-kata dan kalimat, kemudian mengasosiasikannya dengan bunyi-bunyi sesuai dengan tulisan yang digunakan, sedang proses decoding (penyandian) merujuk pada proses penerjemahan rangkaian grafis ke dalam kata-kata. Hal ini berlangsung pada kelas awal (I, II, III). Sementara proses meaning adalah keterampilan memahami makna yang lebih ditekankan pada kelas tinggi di sekolah dasar. Berdasarkan beberapa uraian yang telah dikemukakan tentang kemampuan membaca permulaan, maka dapat ditegaskan bahwa membaca permulaan adalah kemampuan salah satu kegiatan berbahasa yang mengubah bahasa tulisan menjadi bersuara dengan melisankan suatu tulisan 14
melalui media kata-kata dengan tujuan ingin mengetahui isinya. Membaca permulaan dalam penelitian ini menitik beratkan pada pengenalan hurufhuruf atau simbol-simbol bahasa tulis dan terampil dalam mengubah huruf tersebut menjadi suara. 2. Tujuan Kemampuan Membaca Permulaan Membaca permulaan erat kaitanya dengan menulis permulaan, sebelum mengajarkan menulis guru terlebih dahulu mengenalkan bunyi suatu tulisan atau huruf yang terdapat pada kata-kata dalam kalimat. Kemampuan
ini
diajarkan
di
kelas-kelas
rendah
yang
bertujuan
menanamkan kemampuan bahasa tulis (huruf) menjadi bahasa suara (bunyi). Berikut ini adalah beberapa pendapat tentang tujuan pembelajaran membaca permulaan. Menurut Soejono (1983: 19), tujuan membaca permulaan secara singkat dipaparkan sebagai berikut : a. Mengenalkan pada para siswa huruf-huruf abjad, sebagai tanda suara atau tanda bunyi. b. Melatih keterampilan siswa untuk mengubah huruf-huruf dalam kata menjadi suara. Kata adalah lambang pengertian. c. Pengetahuan huruf-huruf dalam abjad dan keterampilan menyuarakannya wajib dalam waktu singkat dapat dipraktekkan dalam membaca lanjut. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Tarigan (2008: 12) bahwa dalam usaha menguasai kemampuan membaca permulaan adalah bersifat teknis yang secara garis besar dipaparkan sebagai berikut :
15
a. Pengenalan bentuk huruf b. Pengenalan unsur-unsur linguistik (fonem/grafem, kata, frase, pola klausa, kalimat, dan lain-lain) c. Pengenalan hubungan/korespondensi pola ejaan dan bunyi (kemampuan menyuarakan bahan tertulis atau “to bark at print”) d. Kecepatan membaca ke taraf lambat Selanjutnya Munawir (2005: 140-141), berpendapat bahwa tujuan membaca permulaan dalam membaca teknis adalah proses decoding atau mengubah simbol-simbol tertulis berupa huruf atau kata menjadi system bunyi. Secara lebih operasional membaca teknis atau pengenalan kata menuntut kemampuan sebagai berikut : a. Mengenal huruf kecil dan huruf besar b. Mengucapakan bunyi (bukan nama) huruf, terdiri atas; 1) konsonan tunggal (b, d, h, k…) 2) vokal (a, i, e, o) 3) konsonan ganda (kr, gr, tr…) 4) diftong (ai, au, oi); c. Mengabungkan bunyi membentuk kata (s a y a, i b u); d. Variasi bunyi (/u/ pada kata “pukul”, /o/ pada “toko” dan “pohon”) e. Menerka kata menggunakan konteks; f. Menggunakan analisis struktural untuk identifikasi kata (kata ulang, kata majemuk, imbuhan).
16
Berdasarkan beberapa tujuan membaca permulaan yang telah dikemukakan di atas, dapat dijelaskan bahwa membaca permulaan bagi anak tunagrahita adalah: 1) mengenalkan pada siswa tunagarahita huruf-huruf kecil, sebagai tanda suara atau bunyi; 2) memberi pengetahuan dan keterampilan kepada siswa untuk menguasai teknik-teknik membaca yaitu melafalkan huruf menggabungkan bunyi membentuk suku kata menjadi kata dengan lafal tepat. Membaca permulaan perlu diberikan pada anak tunagrahita ringan agar siswa memiliki kemampuan untuk memahami dan menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar sebagai dasar untuk membaca lanjut. Hal ini mendukung anak tunagrahita ringan dalam melakukan aktivitas sehari-hari, misalnya membaca petunjuk jalan, nama toko, membaca label makanan, membaca label obat-obatan, sejumlah keamanan sosial dan lain sebagainya. Proses belajar membaca permulaan pada siswa tunagrahita tipe ringan berbeda dengan proses belajar membaca permulaan anak pada umumnya. Hal ini dikarenakan siswa tunagrahita tipe ringan memiliki keterlambatan perkembangan segi kognitif. Keterbatasan daya pikir yang dialami siswa tunagrahita tipe ringan menyebabakan mereka kesulitan mengenal huruf, membedakan huruf, ketepatan menyuarakan tulisan, lafal dan kejelasan suara, merangkai huruf menjadi suku kata lalu menjadi kata.
17
3. Tahapan Perkembangan Kemampuan Membaca Permulaan Anak Tunagrahita Ringan Kemampuan serta kematangan anak tunagrahita dalam membaca dipengaruhi oleh faktor-faktor persepsi dan memori. Persepsi dan memori merupakan proses mental yang berpusat di otak dan dimiliki oleh setiap individu, dengan adanya fungsi intlektual ini anak tunagrahita yang terbatas, mempengaruhi pada kemampuan mental lainya, di antaranya kemampuan presepsi dan memorinya. Menurut Amin (1995: 197) satuan pendidikan luar biasa untuk tunagrahita ringan memiliki tugas perkembangan sesuai dengan usia kronologisnya sebagai berikut: a. Anak yang berumur antara 4-6 tahun: umur kecerdasanya antara 2,5 – 4 tahun. Pada tingkat ini mengembangkan kemampuan fisik, mental dan sosial anak. b. Anak yang berumur antara 7-12 tahun; umur kecerdasanya antara 5-9 tahun. Pada tingkat awal anak tunagrahita sudah merasa cukup siap untuk mengikuti program fisik, sosial, dan akademik tapi belum cukup matang untuk elemen-elemen yang diperlukan untuk membaca. Maka anak belajar dengan melakukan permainan-permainan dan aktivitasaktivitas singkat. c. Anak yang berumur antara 13-15 tahun, umur kecerdasanya berkisar antara 9-11 tahun. Pada tingkat ini anak tunagrahita ringan meneruskan mempelajari tool subject, yakni: membaca, menulis, dan berhitung. 18
d. Anak yang berumur antara 16-18 tahun. Umur kecerdasannya berkisar antara 10-12 tahun. Pada tingkat ini anak tunagrahita mempelajari untuk menambahkan tingkatan efisiean tool subject: yakni: membaca, menulis, dan berhitung, yang pelaksanaanya digunakan dalam kehidupan seharihari. Berdasarkan uraian tersebut di atas maka kematangan tunagrahita dalam belajar membaca berkisar pada usia antara 13-15 tahun, umur kecerdasannya berkisar 9-11 tahun. Walaupun demikian perlu diingat bahwa selain terlambat perkembangan mental juga terbatas dalam kemampuan kecerdasannya. Selain itu kematangan ini banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Subjek pada penilitian ini usia anak berumur 8 tahun: usia kecerdasannya berada antara 5-9 tahun yang berada pada SDLB kelas I. Maka sesuai dengan kemampuan usia kecerdasannya siswa belum matang dalam keterampilan membaca sehingga diperlukan penyampain materi pembelajaran membaca permulaan dengan metode pembelajaran sesuai kemampuan anak. Menurut Munawir (2005: 144) keterampilan membaca berkembang melalui beberapa tahap, yaitu: 1) Tahap Pertumbuhan Kesiapan Membaca Tahap ini merupakan kompetensi yang harus dikuasai anak untuk dapat mulai belajar membaca. Kompetensi itu misalnya dapat membedakan bentuk,warna,ukuran arah dan sebagainya.
19
2) Tahap Awal Belajar Membaca Pengajaran membaca pada tahap awal belajar membaca meliputi dua tahap yaitu membaca global, membaca unsur, dan membaca tanpa memikirkan unsur-unsurnya. Pada tahap membaca global, guru memperkenalkan kata-kata sederhana sebanyak-banyaknya (kosakata pandang) untuk diamati. Membaca unsur menyangkut membedakan kata-kata dan mencari asosiasi antara huruf dan bunyi. 3) Tahap Perkembangan Keterampilan Membaca Tahap ini merupakan kelanjutan dari tahap membaca global dan membaca unsur dan juga disebut membaca tanpa memikirkan unsureunsur. Pada tahap ini, anak mampu membaca kosakata sederhana secara otomatis sehingga tidak perlu lagi memperhatikan unsur-unsur setiap kata. 4) Tahap Penyempurnaan Keterampilan Membaca Pada tahap ini kegiatan membaca tidak lagi ditekankan pada teknik membaca, tetapi sudah pada makna bacaan. Kegiatan membaca lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan membaca pemahaman tingkat lanjut, keterampilan belajar dan kecepatan membaca. Berdasarkan tahap-tahapan membaca di atas maka dalam penelitian ini pada tahap awal belajar membaca yakni memperkenalkan kosa kata sederhana pada siswa tunagrahita ringan. Membaca permulaan sebagai tahap awal untuk mengenal, memahami, mengerti huruf menjadi kata dengan bantuan yang menarik perhatian siswa. 20
4. Metode Membaca Permulaan Metode pembelajaran bahasa merupakan langkah-langkah kerja pembelajaran bahasa yang harus dikuasai oleh guru; mencakup pemilihan, penentuan, dan penyusunan secara sistematis bahan yang diajarkan. Metode pembelajaran ditetapkan berdasarkan tujuan dan materi pembelajaran serta karakteristik siswa sehingga dapat membantu siswa memahami materi pembelajaran dan mencapai tujuan pembelajaran (Endang Supartini, 2001: 62). Akhadiah
(Darmiyati
Zuchdi
dan
Budiasih,
2001:
61-66),
mengemukakan bahwa dalam pembelajaran membaca permulaan, ada beberapa metode yang dapat digunakan antara lain : a. Metode Abjad dan Metode Bunyi Langkah-langkah pengajarannya pada metode abjad dan metode bunyi memiliki kesamaan. Perbedaanya terletak pada pengucapan atau cara mengeja huruf. pada metode abjad, huruf diucapkan sebagai abjad sedangkan metode bunyi huruf diucapkan sesuai dengan bunyinya. Langkah-langkahnya antara lain: 1) Mengenalkan/membaca beberapa huruf misal: m, n, a. 2) Merangkai huruf-huruf menjadi suku kata, misal: b-u bu d-i di 3) Merangkai suku kata menjadi kata, misal : budi budi
21
4) Merangkai kata menjadi kalimat-kalimat, misal: ini budi ini budi b. Metode Kupas Rangkai Suku Kata dan Metode Kata Lembaga Kedua metode ini dalam penerapannya menggunakan cara mengurai dan merangkaikan. 1) Metode kupas rangkai Suku kata Langkah-langkah sebagai berikut: (1) Menguraikan kata menjadi suku kata, misal: mata ma-ta (2) Merangkai suku kata menjadi kata-kata, misal: ma-ta mata 2) Metode Kata Lembaga Penerapannya menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: (1) Mengenalkan kata, misal: bola (2) Menguraikan kata menjadi suku kata, misal: bo – la (3) Menguraikan suku kata menjadi huruf, misal: b – o – l – a (4) Merangkai kembali huruf-huruf menjadi suku kata, misal: bo-la (5) Merangkai kembali suku kata menjadi kata, misal: bola c. Metode Global Dalam penerapannya menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: (1) Membaca kalimat secara utuh di bawah sebuah gambar, misal: ini bola (2) Setelah hafal membaca dengan gambar, dilanjutkkan membaca tanpa gambar. (3) Menguraikan kalimat menjadi kata-kata, misal: ini bola 22
(4) Mengurai kata-kata menjadi suku kata-suku kata, misal: i-ni bo-la (5) Menguraikan suku kata-suku kata menjadi huruf-huruf, misal: i-n-i bo-l-a d. Metode SAS (Struktural Analitik Sintetik) Menurut Momo (Darmiyati Zuchdi dan Budiasih, 2001: 63-66) langkahlangkahnya sebagai berikut: (1) Guru bercerita atau bertanya jawab dengan siswa disertai dengan gambar, misal: gambar ruang kelas. (2) Membaca gambar-gambar, misal: meja, buku, guru, papan tulis. (3) Membaca kalimat-kalimat dibawah gambar-gambar, misal: ini buku, ini kursi. (4) Setelah hafal membaca dengan gambar dilanjutkan membaca tanpa gambar. (5) Menganalisis dan mensintesiskan satu kalimat menjadi kata-kata, suku kata dan huruf, kemudian menjadi suku kata, kata-kata dan kalimat. Misalnya:
i
ini bola ini bola i ni bo la n i b o l a i ni bo la ini bola ini bola
Di dalam pelaksanaan kegitan belajar mengajar guru harus mampu menggunakan metode-metode yang sesuai dan dilaksanakan secara bervariasi. Hal ini dimaksudkan untuk menarik perhatian belajar siswa dan 23
agar siswa tidak merasa jenuh atau bosan dengan materi pelajaran yang diberikan. Cara yang dapat ditempuh adalah dengan variasi penggunaan metode pembelajaran.
5. Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Membaca Anak Tunagrahita tipe Ringan Kemampuan membaca permulaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang perlu diperhatikan agar siswa mencapai prestasi belajar yang optimal. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Menurut Lamb dan Arnold (dalam Rahim 2008: 16-19) faktor yang mempengaruhi membaca permulaan adalah sebagai berikut: a. Faktor Fisiologis Faktor
fisiologis
mencakup
kesehatan
fisik,
pertimbangan
neurologis, dan jenis kelamin. Kelelahan juga merupakan kondisi yang tidak menguntungkan bagi anak belajar, khususnya belajar membaca. b. Faktor Intelektual Secara umum intelegensi anak tidak sepenuhnya mempengaruhi berhasil tidaknya anak dalam membaca permulaan. Faktor metode mengajar guru, prosedur, dan kemampuan guru juga turut mempengaruhi kemampuan membaca permulaan anak.
24
c. Faktor Lingkungan Faktor lingkungan juga mempengaruhi kemajuan membaca siswa. Faktor lingkungan itu mencakup: (1) latar belakang dan pengalaman siswa di rumah, (2) sosial ekonomi keluarga siswa. d. Faktor Psikologis Faktor psikologis lain yang juga mempengaruhi kemajuan kemampuan membaca anak adalah faktor psikologis. Faktor ini mencakup: (1) motivasi, (2) minat, dan (3) kematangan sosial, emosi, dan penyesuain diri. Hal senada dikemukakan Mecer seperti yang dikutip Mulyono (2003: 201) yakni terdapat delapan faktor yang mempengaruhi keberhasilan membaca, yaitu; (1) kemampuan mental, (2) kemampuan visual, (3) kemampuan mendengarkan, (4) kemampuan wicara dan bahasa, (5) keterampilan berpikir dan memperhatikan, (6) perkembangan motorik, (7) kematangan sosial dan emosional, (8) motivasi dan minat. Berdasarkan beberapa uraian yang telah dikemukakan, maka dapat ditegaskan bahwa faktor yang mempengaruhi keberhasilan membaca, yakni faktor internal maupun eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa misalnya; keadaan fungsi jasmani, keadaan fungsi mental, kematangan berpikir, motivasi maupun minat. Sedangkan faktor ekternal adalah faktor yang mempengaruhi dari luar diri siswa misalnya: latar belakang keluarga, Faktor metode mengajar guru, prosedur, dan kemampuan guru juga turut mempengaruhi kemampuan membaca permulaan siswa. 25
Kemampuan membaca permulaan siswa tunagrahita lebih cenderung dipengaruhi oleh faktor internal yakni dari dalam diri siswa dikarenakan fungsi intelektual siswa tunagrahita ringan yang berada di bawah rata-rata, sehingga siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari materi yang bersifat abstrak dan gampang lupa dengan materi pelajaran yang baru diajarkan. Mengatasi kesulitan tersebut di atas maka dibutuhkan lebih banyak waktu untuk melatih kemampuan membaca permulaan siswa secara berulang-ulang, karena karakteristik belajar siswa tunagrahita ringan cenderung pasif, siswa hanya meniru bila disuruh menirukan oleh guru. Disamping itu juga peran seorang guru sangat mempengaruhi ketika menyampaikan materi melihat karakteristik siswa tersebut maka diperlukan metode dan media yang sesuai dengan karakteristik dan kemampuan siswa, sehingga menimbulkan motivasi pada siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran secara optimal.
C. Kajian tentang Membaca Permulaan bagi Siswa Tunagrahita Ringan kelas D1 Di SLB Sekar Teratai 1 Srandakan 1. Pengertian Membaca Permulaan Tony Buzan (dalam Hernowo 2003:19) mengemukakan bahwa membaca merupakan kegiatan mengenal simbol-simbol yang berbentuk abjad dalam buku. Lebih lanjut dikatakan Spodek dan Saracho (Ahmad dan Darmiyati 2001: 31) bahwa membaca merupakan proses yang dilakukan untuk memperoleh makna dengan cara mengidentifikasi bunyi dalam kata 26
dan menghubungkannya dengan makna. Kemampuan membaca bagi anak tunagrahita ringan sangat dibutuhkan siswa untuk kehidupan sehari-hari. Hal ini dibutuhkan anak tunagrahita ringan utnuk memperluas pengetahuan umum dalam bersosialisasi dengan masyarakat yaitu membaca petunjuk jalan, label makanan, sejumlah keamanan bermasyarakat dan lain sebagainya. 2. Materi Pembelajaran membaca Permulaan pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Keberhasilan kemampuan membaca secara keseluruhan sangat tergantung pada keberhasilan guru merencanakan materi pembelajaran. Materi pembelajaran adalah pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus diajar oleh guru dan dipelajari siswa sebagai sarana untuk mencapai indikator-indikator yang telah ditetapkan dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar, kemudian dievaluasikan dengan menggunakan perangkat penilaian yang disusun berdasarkan pencapaian hasil belajar, Mimin Haryati (2008: 10). Materi yang diajarkan di kelas dasar I SDLB C berdasarkan BSNP tahun 2006 di SLB Sekar Teratai Srandakan disajikan pada tabel 1 sebagai berikut: Tabel 1. Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk kelas dasar I SDLB Khusus C (Sumber: BSNP, 2006: 105) Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Membaca 5. Membaca suku kata, kata dan kalimat sederhana
27
5.1 Membaca suku kata dan kata 5.2 Membaca kata sederhana dengan lafal dan intonasi yang tepat
3.Kemampuan Membaca Permulaan pada siswa tunagrahita ringan kelas D1 Pendidikan di SLB C bertujuan untuk memberi keterampilan membaca sebagai dasar bagi siswa tungarahita untuk dapat membaca secara fungsional dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran program tersebut dirancang dari tahap permulaan dan tahap lanjut. Tahap lanjut diorientasikan langsung untuk kegunaan pada kehidupan sehari-hari. Dengan melihat tujuan tersebut, dalam proses pembelajaran guru menggunakan alat bantu untuk membantu atau mendorong semangat siswa untuk aktif dalam mengikuti proses pembelajaran membaca permulaan. Siswa sulit berpikir abstrak, kurang mampu memusatkan perhatian, mengikuti petunjuk, dan kurang mampu untuk menghindari diri dari bahaya. Siswa cepat lupa, cenderung pemalu, kurang kreatif dan inisiatif, perbendaharaan katanya terbatas, dan memerlukan waktu belajar yang relatif lama. Berkenaan dengan keterbatasan-keterbatasan tersebut, tentu membawa konsekuensi pada kesulitan siswa dalam mengikuti pelajaranpelajaran akademik, yang antara lain mengalami kesulitan dalam memahami keterampilan membaca permulaan (Rahim: 2008:19). Tony
Buzan
(Hernowo
2003:19)
mengemukakan
bahwa
kemampuan membaca merupakan kegiatan mengenal simbol-simbol yang berbentuk abjad dalam buku. Lebih lanjut dikatakan Spodek dan Saracho (Ahmad dan Darmiyati 2001: 31) bahwa kemampuan membaca merupakan kemampuan yang dimiliki untuk memperoleh makna dengan cara mengidentifikasi bunyi dalam kata dan menghubungkannya dengan makna. 28
Maka itu, perlu adanya pembelajaran membaca permulaan dalam memperoleh kemampuan membaca permulaan tersebut.
D. Kerangka Pikir Anak tunagrahita tipe ringan memiliki kemampuan untuk mempelajarai pembelajaran yang bersifat akademis seperti mambaca huruf, suku kata dan kata. Kemampuan membaca menjadi kompetensi sangat penting bagi anak tunagrahita agar dapat bertahan hidup karena mampu mengenal sejumlah tulisan yang akan menjadi petunjuk umum dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk itu, para pendidik harus mampu mengembangkan sumber daya yang dapat membantu anak dalam menguasai kemampuan membaca permulaan. Membaca permulaan adalah proses mengubah simbol-simbol tertulis berupa huruf atau kata menjadi bunyi. Indikator sebuah membaca permulaan terlihat dari kemampuan untuk melafalkan dengan intonasi yang sesuai serta diucapkan dengan lancar. Untuk itu, diperlukan sarana pembelajaran yang sesuai agar siswa dapat belajar dengan senang, gembira sehingga dapat membebaskan
dari
berbagai
kendala
psikologis
yang
menghambat
pembelajaran membaca, misalnya rasa takut, malas, dan bosan sehingga dapat meraih berbagai aspek kemampuan membaca permulaan tersebut. Pelaksanaan pembelajaran membaca permulaan pada anak tunagrahita tipe ringan diperlukan persiapan yang terencana sebagaimana pelaksanaan pembelajaran pada umumnya. Oleh karena itu, perlu perhatian yang mendetail tentang komponen utama dalam pembelajaran membaca 29
permulaan, yaitu: 1) Kemampuan anak membaca huruf alphabet; 2) Kemampuan anak membaca suku kata; dan 3) Kemampuan anak membaca kata. Kemampuan membaca permulaan diperlukan anak tunagrahita ringan khususnya kelas dasar 1, untuk melatih kemandirian anak dalam hal akademik pada jenjang pendidikan selanjutnya. Hal ini dikarenakan agar anak tidak selalu tergantung kepada guru dalam kegiatan pembelajaran pada jenjang kelas berikutnya.
E. Pertanyaan Penelitian Dengan kerangka pemikiran di atas maka secara operasional, beberapa pertanyaan penelitian dapat diuraikan demikian: 1. Bagaimanakah kemampuan siswa dalam membaca huruf alphabet di SLB Sekar Teratai 1 Srandakan kelas Dasar 1? 2. Bagaimanakah kemampuan siswa dalam membaca suku kata di SLB Sekar Teratai 1 Srandakan kelas Dasar 1? 3. Bagaimanakah kemampuan siswa dalam membaca kata di SLB Sekar Teratai 1 Srandakan kelas Dasar 1?
30
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Penelitian deskriptif (Zuriah, 2007: 47) adalah penelitian yang diarahkan untuk memberikan gambaran atas gejala, fakta, atau kejadian secara sitematis dan akurat dari sifat populasi atau daerah tertentu tanpa mengubah kondisi natural subyek penelitian. Menurut Bungin (2007: 68), format penelitian deskriptif kualitatif bertujuan menggambarkan dan meringkaskan berbagai kondisi, situasi atau berbagai fenomena yang menjadi obyek penelitian dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, atau tanda tertentu. Pendekatan deskriptif digunakan karena penelitian ini bertujuan menggambarkan atau mendeskripsikan Kemampuan Membaca Permulaan Bagi Siswa Tunagrahita tipe Ringan Kelas Dasar I SLB Sekar Teratai 1 Srandakan Bantul. Kemampuan membaca permulaan oleh anak tunagrahita tipe ringan menjadi unit yang digambarkan, dianalisis dan dipahami melalui penelitian ini.
B. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SLB Sekar Teratai 1 Srandakan Bantul khususnya pada kelas dasar I. Alasan pemilihan SLB Sekar Teratai 1 Srandakan
Bantul sebagai tempat penelitian yaitu karena sekolah ini 31
menyelenggarakan pendidikan formal bagi anak tunagrahita ringan khususnya pelajaran bahasa Indonesia salah satunya aspek membaca, dalam hal ini keterampilan membaca permulaan seperti yang terdapat dalam ruang lingkup mata pelajaran bahasa Indonesia (BSNP, 2006:66). Selain karena sekolah menyelenggarakan pendidikan formal khususnya membaca, alasan lain peneliti memilih sekolah SLB Sekar Teratai I Srandakan yakni karena sekolah tersebut belum pernah mengkaji atau pun menggambarkan secara khusus tentang kemampuan membaca permulaan khususnya pada siswa tunagrahita kelas Dasar 1.
C. Subjek Penelitian Subyek penelitian menurut Suharsimi Arikunto (2002:112) adalah subyek yang ingin dituju untuk diteliti oleh peneliti, atau dengan kata lain merupakan subyek yang menjadi pusat perhatian peneliti. Subyek dalam penelitian ini adalah anak Tunagrahita tipe Ringan kelas Dasar 1 di SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul yang terdiri dari 1 siswa dengan kondisi subyek penelitian seagai berikut: 1. Siswa tunagrahita ringan yang masih mengikuti mata pelajaran Bahasa Indonesia khususnya pembelajaran membaca permulaan. 2. Siswa tunagrahita ringan tersebut adalah kelas dasar I SLB Sekar Teratai 1 Srandakan Bantul dan selalu hadir dalam pelaksanaan pembelajaran. 3. Kemampuan membaca permulaan siswa belum optimal, atau masih di bawah kriteria minimum yang telah ditentukan. 32
4. Siswa tersebut tidak memiliki cacat ganda
D. Teknik Pengumpulan Data 1. Observasi Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini digunakan observasi dan wawancara. Observasi adalah aktivitas pencatatan fenomena yang dilakukan secara sistematis. Pengamatan dapat dilakukan secara terlibat (partisipatif) ataupun non partisipatif. Pengamatan partisipatif merupakan jenis pengamatan yang melibatkan peneliti dalam kegiatan orang yang menjadi sasaran penelitian, tanpa mengakibatkan perubahan pada kegiatan atau aktivitas yang bersangkutan dan tentu saja dalam hal ini peneliti tidak menutupi dirinya selaku peneliti (Idrus, 2009 : 101). Teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi langsung, yakni peneliti mengamati kegiatan subjek secara langsung tanpa melibatkan diri dalam kegiatan pembelajaran. Observasi langsung dilakukan pada saat pelaksanaan pembelajaran membaca permulaan dengan berpegang pada pedoman observasi yang telah disusun sebelumnya. Peneliti
melakukan
pencatatan
secara
sistematis
dengan
menggunakan lembar catatan baik yang bersifat naratif (kualitatif) maupun kuantitatif berupa catatan kesesuaian antara rencana dan pelaksanaan pembelajaran. Teknik observasi ini bermaksud mendapatkan sebanyak mungkin data lapangan agar tercapai tujuan penelitian deskriptif kualitatif 33
yang berusaha mengetahui, mencatat dan menggambarkan kemampuan membaca permulaan. Observasi yang digunakan oleh peneliti adalah observasi partisipasif. Observasi partisipatif adalah pengamatan yang dilakukan oleh guru atau pengamat lainnya di mana pengamat turut serta dalam kegiatan yang sedang dilakukan olah subyek observasi. Peneliti mengadakan observasi partisipasif dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan membaca permulaan pada saat pembelajaran membaca secara langsung. Selama penelitian kegiatan observasi dilakukan terhadap siswa tunagrahita kelas dasar 1 di SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul. Observasi dilakukan untuk mengumpulkan data tentang kemampuan siswa dalam mengenal huruf alphabet dan kemampuan membaca suku kata pada siswa. 2. Wawancara Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data untuk mendapatkan informasi yang digali dari sumber data langsung melalui percakapan atau tanya jawab (Satori dan Komariah, 2009 : 130). Penelitian ini menggunakan bantuan panduan wawancara (interview guide) yang telah disusun yakni mengenai sejumlah informasi yang berkaitan dengan kemampuan membaca permulaan dalam pelaksanaan pembelajaran. Wawancara dilakukan oleh peneliti secara langsung untuk memperoleh data tentang kemampuan membaca permulaan yang dilaksanakan. Wawancara dapat dilakukan saat pembelajaran membaca permulaan dan setelah pembelajaran berlangsung dengan orang terdekat 34
siswa yang mengerti tentang kemampuan siswa dalam membaca permulaan yakni guru kelas dasar 1 serta orang tua siswa saat menjemput sekolah. Wawancara ini dilakukan untuk memperoleh data tentang kemampuan membaca permulaan pada siswa tunagrahita tipe ringan kelas dasar 1 di SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul, terutama pada aspek kemampuan membaca huruf alphabet, membaca suku kata dan aspek kemampuan membaca kata. 3. Dokumentasi Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data dan informasi melalui laporan dan dokumen sesuai dengan permasalahan penelitian (Nasution, 2008: 5658). Teknik dokumentasi digunakan untuk memperoleh informasiinformasi yang bersifat dokumen, dari dokumen-dokumen yang ada seperti buku laporan pendidikan, arsip guru, daftar hasil belajar siswa dan foto-foto selama proses pembelajaran berlangsung. Penelitian ini menggunakan teknik dokumentasi untuk memperoleh informasi mengenai kegiatan pembelajaran membaca permulaan pada siswa dan data siswa yang digunakan untuk mendukung hasil selama penelitian berlangsung. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan hasil belajar siswa dan foto-foto selama proses pembelajaran membaca permulaan berlangsung untuk mendukung data penelitian.
35
E. Instrumen Penelitian Teknik-teknik pengumpulan data di atas, maka instrumen dalam penelitian ini adalah antara lain: 1. Pedoman Observasi Ernawulan
Syaodih
dan
Mubiar
Agustin
(2011:5.4)
mengemukakan bahwa pedoman observasi merupakan suatu format pernyataan yang dijadikan pegangan oleh peneliti selama proses pengamatan berlangsung. Pedoman observasi digunakan untuk memberikan panduan peneliti dalam melakukan pengamatan pada kemampuan membaca permulaan, serta proses evaluasi hasil belajar. Dalam penelitian deskriptif ini, pedoman observasi untuk mendapatkan data yang lebih menyeluruh tentang berbagai aspek yang mau diteliti dari kemampuam membaca permulaan, maka peneliti memakai pedoman observasi naratif untuk mendapatkan data-data kualitatif seputar kemampuan membaca permulaan. Berikut ini adalah kisi-kisi panduan observasi: Tabel 2.Kisi-kisi lembar observasi Aspek Pengamatan Kemampuan membaca huruf alfabet Kemampuan membaca suku kata Kemampuan membaca kata
Deskripsi Gambaran kondisi kemampuan membaca huruf alphabet pada anak tunagrahita ringan Gambaran kondisi kemampuan membaca suku kata pada anak tunagrahita ringan Gambaran kondisi kemampuan membaca kata pada anak tunagrahita ringan
2. Pedoman wawancara Pedoman
wawancara
berfungsi
memberikan
tuntunan
dalam
mengkomunikasikan secara langsung pertanyaan-pertanyaan terhadap 36
responden yang akan diwawancarai (Toha Anggoro, 2011: 5.17). Pedoman wawancara dalam penelitian ini digunakan untuk memberikan panduan peneliti dalam melakukan interview dengan guru terkait dengan kemampuan membaca permulaan, serta proses evaluasi hasil belajar.
3. Tes Kemampuan membaca a. Pengertian Tes Tes merupakan cara yang digunakan untuk mengukur kemampuan membaca permulaan siswa Tunagrahita tipe ringan dengan materi membaca kata sederhana. Tahap penutup untuk evaluasi hasil belajar siswa dilakukan dengan tes kemampuan membaca permulaan. Tes dalam penelitian ini dilakukan langsung oleh penliti. Tes tersebut dimaksudkan digunakan untuk mengukur dan mendapatkan gambaran tentang kemampuan membaca permulaan. b. Langkah Penyusunan Tes Penelitian ini, instrumen yang berupa tes diukur isinya terhadap kurikulum bagi siswa tunagrahita ringan. Dalam mengukur dan mendapatkan gambaran tentang membaca permulaan, maka peneliti menggunakan teknik non tes berupa daftar cocok check list. Langkahlangkah penyusunan lembar tes kemampuan membaca permulaan adalah sebagai berikut: 1) Standar Kompetensi 5. Membaca suku kata, kata dan kalimat sederhana 37
2) Kompetensi Dasar 5.1 Membaca suku kata dan kata 5.2 Membaca kata sederhana dengan lafal dan intonasi yang tepat 3) Indikator 5.1.1. Anak mampu mengucapkan huruf alphabet 5.1.2. Mampu mengucapkan huruf hidup atau vocal 5.1.3. Mampu mengucapkan huruf konsonan 5.1.4. Mampu membaca suku kata dan kata dengan lafal yang tepat 4) Menentukan Butir Soal Jumlah butir terdiri dari 6 butir soal membaca 5) Menyusun kisi-kisi Adapun kisi-kisi instrumen tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 3. Kisi-kisi Tes Kemampuan Membaca Permulaan Standar Kompetensi Membaca suku kata, kata sederhana
Kompetensi Dasar
Indikator
Membaca suku kata dan kata
1. Menyebutkan huruf Alfabet 2. Membaca huruf konsonan 3. Membaca huruf vokal 3. Membaca suku kata
Membaca kata sederhana dengan lafal dan intonasi yang tepat Jumlah Butir
1. Membaca kata sederhana
No Butir 1, 2, 3, 4, 5
6
6
F. Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Pelaksanaan analisa data dalam penelitian, penulis menggunakan analisis non statistik dengan data kualitatif. Data yang bersifat kualitatif yaitu yang 38
digambarkan dengan kata-kata atau kalimat menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan. Hal ini sejalan dengan pendapat Bogdan dan Taylor (1975) dalam Moleong (2002: 3) yang menyatakan ”metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa katakata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dengan kata lain, penelitian ini disebut penelitian kualitatif karena merupakan penelitian yang tidak mengadakan perhitungan. Analisa data mulai dilakukan sejak pengumpulan data dilakukan dan dikelompokkan kemudian diambil kesimpulan. Pengambilan kesimpulan dimulai dari penanaman konsep dasar pembelajaran Bahasa Indonesia tentang membaca permulaan khususnya kemampuan membaca huruf alphabet, kemampuan membaca suku kata dan kemampuan membaca kata. Selama proses penelitian dilihat kemampuan siswa dalam menyebutkan huruf alphabet, membedakan huruf alphabet agar tidak terbalik saat membaca huruf, membaca suku kata dan kemampuan membaca kata. Siswa dikatakan berhasil apabila siswa mampu membaca kata secara tepat dan benar sesuai lafal dan intonasi.
39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN BAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SLB Sekar Teratai 1 Srandakan Bantul yang beralamatkan di Dusun Pedak, Trimurti, Srandakan, Bantul. SLB Sekar Teratai 1 Srandakan menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar untuk anak berkebutuhan khusus, khususnya Anak Tunagrahita Ringan. Pelaksanaan pendidikan bagi Anak Tunagrahita Ringan, SLB Sekar Teratai 1 Srandakan memiliki Visi yaitu “Mencetak Anak Berkebutuhan Khusus yang berakarakter, Mandiri dan Terampil”. Sementara Misinya yaitu: “1) Melaksanakan pendidikan akhlak mulia; 2) Memberikan aplikasi keterampilan dasar akademik kepada Anak Berkebutuhan Khusus; 3) Memberikan keterampilan bina diri dalam kehidupan sehari-hari bagi Anak Berkebutuhan Khusus; 4) Mempersiapkan keterampilan Anak Berkebutuhan Khusus dalam kehidupan sosial bermasyarakat; 5) Memberikan keterampilan dasar-dasar hidup mandiri”. Jenjang Pendidikan di SLB Sekar Teratai 1 Srandakan yaitu SDLB. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di sekolah ini di dukung dengan 5 (lima) ruangan kelas dan ruangan lain yang dipergunakan sebagai ruang dapur, kantor TU, ruang guru, ruang kepala sekolah, dan aula. SLB Sekar Teratai 1 Srandakan Bantul dilengkapi pula dengan fasilitas-fasilitas penunjang pembelajaran yaitu ruang keterampilan, ruang terapi dan aula. Adapun sarana penunjang lainnya seperti peralatan olahraga, peralatan terapi, peralatan keterampilan, lapangan olahraga dan mushola. 40
B. Deskripsi Subyek Penelitian Deskripsi subyek penelitian ini menggambarkan keadaan subyek yang diteliti yaitu satu siswa. Siswa tersebut duduk di kelas dasar 1 SLB Sekar Teratai 1 Srandakan Bantul. Subyek dalam penelitian ini ditulis dengan inisial PJ. Subyek tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Identitas Subyek Nama
: PJ (inisial)
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 8 tahun
2. Karakteristik Subyek Subjek secara keseluruhan terlihat normal seperti anak normal pada umumnya. Semua anggota badannya lengkap dan tampak seperti anak normal pada umumnya. Subjek terlihat lebih cenderung manja dan memiliki kebiasaan usil terhadap temannya. Ketika pembelajaran di dalam kelas subjek sering meminta perhatian dengan berpura-pura capek, memukulmukul meja, bersiul-siul dan berbisik-bisik dengan teman di sebelahnya. Selain itu, ketika subjek marah maka akan keluar dari dalam kelas dan akan masuk ke dalam kelas lainnya. Dalam pembelajaran membaca subjek kurang aktif. Konsentrasi subjek sering terpecah saat melihat atau mendengar sesuatu yang menarik perhatiannya, sehingga tidak fokus pada proses pembelajaran membaca dan cepat bosan.
41
C. Deskripsi Data Proses Pembelajaran Membaca Permulaan di Kelas Dasar 1 Sekolah Luar Biasa Sekar Teratai I Srandakan Bantul Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa kemampuan membaca permulaan siswa tunagrahita ringan dipengaruhi oleh keberhasilan metode pembelajaran yang digunakan oleh guru kelas. Berbagai macam metode pembelajaran membaca permulaan dapat digunakan oleh guru. Akhadiah (Darmiyati Zuchdi dan Budiasih, 2001: 61-66) mengemukakan bahwa pembelajaran membaca permulaan dapat menggunakan berbagai macam metode, yakni metode abjad dan metode bunyi, metode kupas rangkai suku kata dan metode kata lembaga, metode global serta metode SAS (Struktural Analitik Sintetik). Pembelajaran membaca permulaan anak tunagahita ringan kelas dasar 1 di SLB Sekar Teratai I Srandakan menggunakan metode abjad dan metode bunyi serta metode global. Hal ini diperjelas berdasarkan hasil penelitian, pada saat pembelajaran membaca permulaan siswa tunagrahita ringan diperkenalkan
terlebih
dahulu
huruf
alfabet
yakni
a,b,c,d,e,f,g,h,i,j,k,l,m,n,o,p,q,r,s,t,u,v,w,x,y,z. Setelah anak dikenalkan huruf alfabet, guru meminta anak membaca huruf alfabet yang sudah dituliskan di papan tulis secara acak. Guru menunjuk huruf alfabet tersebut kemudian siswa membaca huruf tersebut dengan menyebutkan bunyi huruf alfabet yang ditunjuk oleh guru. Penggunaan metode ini juga diterapkan oleh guru pada saat pembelajaran membaca kata. Hal ini terlihat pada saat pembelajaran
42
membaca kata, siswa diminta membaca rangkaian huruf yang sudah dituliskan seperti kata b-o-l-a, b-a-j-u, s-a-t-u, b-u-a-h, s-a-p-u. Selain menggunakan metode bunyi dan metode abjad, guru dalam memberikan materi membaca permulaan menggunakan metode global, yakni membaca huruf alfabet serta membaca kata dengan bantuan gambar. Penggunaan metode global ini guru menggunakan media CD Interaktif, pada saat belajar membaca huruf alfabet siswa belajar membaca gambar baru menyebutkan alfabet yang terdapat dalam kata gambar tersebut. Misal terdapat gambar apel yang disampingnya terdapat tulisan “apel”, siswa diminta menyebutkan gambar tersebut, baru guru memperkenalkan bahwa gambar tersebut terdapat kata “apel” dengan menyebutkan satu per satu huruf dalam kata “apel”. Selain mengenalkan huruf dengan kata yang terdapat dalam gambar, guru juga mengenalkan dengan cara membaca huruf awal dalam kata, misal pada saat belajar membaca huruf a, b, dan c guru memperlihatkan gambar Anggur, Buku, Cicak. Guru meminta siswa membaca gambar tersebut, kemudian siswa diminta menjelaskan bahwa gambar Anggur dengan tulisan “Anggur” mempunyai huruf awal alfabet A, kemudian siswa diminta menirukan huruf tersebut berbunyi A. Pada Gambar Buku dengan tulisan “Buku” terdaat huruf awalan B, serta gambar Cicak dengan tulisan “Cicak” mempunyai huruf awalan C. Penggunaan metode pembelajaran membaca permulaan di kelas dasar 1 SLB Sekar Teratai 1 Srandakan Bantul ini bervariasi, guru terkadang menggunakan metode abjad dan metde bunyi, namun juga menggunakan 43
metode global. Hal ini dikarenakan, pemilihan metode tersebut disesuaikan dengan perilaku siswa di awal masuk sekolah. Jika siswa tunagrahita ringan mudah dibimbing, guru menggunakan metode abjad dan metode bunyi. Namun, jika siswa tunagrahita ringan sudah mulai bosen dan susah di arahkan untuk mengikuti pembelajaran guru menggunakan metode global. Penggunaan metode yang tidak tetap membuat kemampuan membaca permulaan siswa tunagrahita ringan di kelas asar 1 SLB Sekar Teratai 1 Srandakan Bantul kurang berkembang optimal. Hal ini dapat diperjelas berdasarkan hasil penelitian kemampuan membaca permulaan anak tunagrahita ringan, yakni siswa baru memiliki kemampuan sampai pada tahap membaca satu suku kata. Kemampuan siswa dalam membaca huruf alfabet, sangat baik karena siswa sudah mampu membaca 26 huruf alfabet walaupun masih terkadang ada beberaa huruf alfabet yang dibaca terbalik misal huruf /b/ dibaca /d/, huruf /c/ dibaca /e/ dan sebagainya. Pada saat siswa diminta membaca kata, misal membaca kata buku. Siswa membaca kata buku dengan cara membaca satu per satu huruf dalam kata tersebut, seperti /b/-/u/-/k/-/u/ kemudian siswa membaca dengan menggabungkan bunyi dua huruf /b/-/u/ dibaca /bu/ dan /k/-/u/ dibaca /ku/. Namun, pada saat diminta membaca kata membentuk bunyi kata siswa masih membutuhkan bantuan guru.
44
D. Deskripsi Data Kemampuan Membaca Permulaan 1. Deskripsi
Data
Kemampuan
Membaca
Huruf
Alfabet
siswa
tunagrahita tipe ringan kelas dasar 1 di SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul Berdasarkan hasil pengamatan
melalui observasi, wawancara,
dokumentasi dan tes dapat diketahui tentang penguasaan abjad siswa tunagrahita ringan kelas dasar 1, siswa memiliki penguasaan dalam membaca abjad cukup baik. Hal ini dapat diperjelas dengan kemampuan siswa PJ dalam menyebutkan huruf alphabet, siswa PJ mampu menyebutkan huruf alphabet dengan ukuran besar dan kecil, yakni 26 huruf alphabet. Namun ada beberapa huruf alphabet yang dibacanya dengan terbalik, yakni membaca huruf b dibaca /d/, huruf c dibaca /e/, huruf l dibaca /i/. Siswa PJ juga mengalami kesulitan dalam mengucapkan huruf /r/ tetapi siswa tersebut mengetahui konsep huruf /r/. Pada saat membaca huruf menjadi bunyi kata sering meminta bantuan guru, dan membaca dengan tidak tepat, jika anak berkomunikasi sering tidak jelas dalam pengucapan. Siswa PJ bila sedang berbicara, kata yang disampaikan kurang dapat dipahami sehingga harus diulang-ulang untuk dapat menangkap apa yang diucapkannya. Dalam membaca huruf siswa PJ masih cenderung tertarik membaca dengan dengan bantuan gambar.
45
2. Deskripsi Data Kemampuan Membaca Suku Kata siswa tunagrahita tipe ringan kelas dasar 1 di SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul Berdasarkan hasil pengamatan
melalui observasi, wawancara,
dokumentasi dan tes dapat diketahui bahwa kemampuan membaca suku kata anak sampai pada tahapan membaca satu suku kata. Dalam hal ini diperjelas pada saat pengamatan proses membaca suku kata, siswa membaca kata baju, kemudian anak membaca dengan ba dibaca /b/-/a/ lalu /ba/ dan ju dibaca /j/-/u/ lalu /ju/. Anak belum mampu menggabungkan beberapa huruf menjadi kata atau membaca tahap dua suku kata, karena setelah membaca satu suku kata yakni /ba/ dan /ju/, siswa bertanya kepada guru “terus jadi apa pak?”, kemudian guru memberikan pancingan agar siswa mengerti bahwa tahap membaca dua suku kata misal kata baju dibaca /ba/ - /ju/ menjadi kata /baju/. 3. Deskripsi Data Kemampuan Membaca Kata siswa tunagrahita tipe ringan kelas dasar 1 di SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul Berdasarkan hasil pengamatan
melalui observasi, wawancara,
dokumentasi dan tes dapat diketahui tentang kemampuan membaca kata siswa tunagrahita ringan kelas dasar 1, diketahui bahwa pada saat membaca kata siswa membaca satu per satu huruf dalam suku kata. Kemampuan menggabungkan huruf menjadi system bunyi suku kata masih terbatas, pada saat diminta membaca suku kata siswa hanya membaca hurufnya, kemudian bertanya kepada guru suku kata tersebut dibaca seperti apa. Misal kata baju, siswa membaca /b/-/a/-/j/-/u/, jadi apa 46
pak? Siswa diberikan pancingan untuk menggabungkan huruf tersebut, agar siswa mengerti bahwa kata baju dibaca /baju/.
E. Analisis Data Kemampuan Membaca Permulaan Siswa Tunagrahita Ringan kelas D1 SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul Analisis data deskriptif pada penelitian ini adalah analisis data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kelas dasar 1 di SLB Sekar TERATAI I Srandakan Bantul, observasi kemampuan siswa PJ, dokumentasi dan tes pada siswa PJ. Selain itu, peneliti juga melakukan wawancara dengan orang tua siswa PJ sebagai informan pendukung. Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti dapat menganalisis tentang kemampuan membaca permulaan siswa tunagrahita ringan yang meliputi: 1) Kemampuan Mengenal dan Menghafal Huruf Alfabet Pembelajaran
membaca
permulaan
merupakan
komponen
komunikasi tulisan, lambang-lambang bunyi huruf alphabet diubah diubah menjadi bunyi kata. Kemampuan membaca permulaan bagi anak tunagrahita tipe ringan adalah kemampuan menggabungkan simbol-simbol huruf menjadi bunyi kata. Tujuan dari pembelajaran membaca permulaan yakni,
mengenalkan
siswa
huruf
alphabet
serta
melatih
siswa
menggabungkan bunyi huruf menjadi bunyi kata. Hasil penelitian diperoh data bahwa guru kelas dasar I SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul, mengungkapkan pendapatnya tentang kemampuan yang dimiliki siswa PJ, sebagai berikut: 47
Secara umum, siswa PJ memiliki kemampuan dalam mengenal dan menghafal huruf alphabet cukup baik. Hal ini ditunjukkan pada saat saya meminta anak untuk membaca huruf alphabet yang sudah saya tulis di papan tulis maupun buku tulis, siswa mampu menyebutkan huruf tersebut sesuai dengan bunyi hurufnya. Namun ada beberapa huruf yang masih terbalik dalam pengucapannya, yakni b terkadang di baca /d/, serta c dibaca /e/. (Hasil wawancara, 28 juni 2015) Hal tersebut diperkuat dengan adanya pernyataan dari informan yakni orang tua siswa PJ yang mengungkapkan pendapatnya tentang kemampuan yang dimiliki siswa PJ, sebagai berikut: Anak saya sudah mampu mengenal huruf alphabet, hal ini ditunjukkan anak saya pada saat saya minta membaca beberapa tulisan yang terlihat di rumah, yakni tulisan kalender, bungkus makanan, serta tulisan di dalam peralatan rumah tangga. Pada saat diminta menunjukkan serta menyebutkan huruf yang terdapat di tulisan tersebut, anak saya mampu menyebutkan huruf tersebut, namun ada beberapa huruf yang tidak dikenalnya serta terkadang salah mengucapkannya.(Hasil Wawancara, 28 Juni 2015) Pernyataan kedua informan tersebut memperjelas bahwa siswa PJ sudah mampu mengenal dan menghafal huruf alphabet. Namun masih ada beberapa huruf alphabet yang dibacanya terbalik. Namun, kemampuan tersebut mampu menjadi bekal siswa PJ dalam membaca permulaan tingakat selanjutnya yakni membaca tahap kata. Kemampuan siswa dalam membaca permulaan pada siswa Kelas D I SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul juga didukung hasil observasi yang dilakukan seperti pada tabel 5 di bawah ini:
48
Tabel 4. Hasil Observasi Kemampuan Membaca Huruf Alfabet pada Siswa Tunagrahita Ringan kelas D1 SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul NO 1.
2.
3.
ASPEK PENGAMATAN DESKRIPSI Siswa menyebutkan huruf Siswa PJ mampu membaca huruf konsonan sesuai huruf yang konsonan yang sudah dituliskan serta dituliskan guru ditunjukkan oleh guru, namun ada beberapa huruf yang dibacanya terbalik. Siswa menyebutkan huruf vokal Siswa PJ mampu membaca huruf vokal sesuai huruf yang dituliskan guru yang sudah dituliskan serta ditunjukkan oleh guru Siswa menyebutkan huruf alfabet Siswa PJ mampu membaca alphabet sesuai huruf yang dituliskan guru yang tersisa dari huruf konsonan serta vocal yang sudah disebutkan sebelumnya, namun masih ada beberapa huruf yang dibaca siswa PJ dengan terbalik.
Sumber: Hasil Observasi Hasil observasi tersebut memperjelas bahwa siswa PJ memiliki kemampuan menyebutkan huruf alfabet meliputi huruf konsonan serta huruf vokal cukup baik. Namun, ada beberapa huruf konsonan yang dibaca siswa PJ secara terbalik. Hal ini tidak mengurangi siswa untuk melanjutkan tahapan membaca permulaan yakni membaca kata. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara memperlihatkan bahwa siswa memiliki kemampuan yang cukup baik dalam membaca huruf alphabet dengan cara menyebutkan huruf alphabet yang tertulis. Kemampuan siswa tersebut tersebut, akan berdampak baik pada kemampuan siswa membaca permulaan tahap awal. 2) Kemampuan Membaca Suku Kata Membaca permulaan perlu diberikan pada anak tunagrahita ringan agar siswa memiliki kemampuan menyuarakan tulisan sebagai pendukung bekal hidup untuk aktivitas sehari-hari, yakni membaca petunjuk, jalan 49
dan sebagainya. Pelaksanaan membaca permulaan pada tunagrahita tipe ringan dimulai dari mengenalkan huruf alphabet pada siswa, kemudian tahap selanjutnya pembelajaran membaca permulaan siswa dikenalkan dalam hal mengubah sistem bunyi lambang-lambang huruf menjadi bunyi kata. Pada tahapan membaca suku kata tersebut, siswa mampu menyebutkan lambang-lambang bunyi huruf dengan benar. Hasil penelitian diperoh data bahwa guru kelas dasar I SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul, mengungkapkan pendapatnya tentang kemampuan membaca suku kata yang dimiliki siswa PJ, sebagai berikut: Tahapan kemampuan siswa PJ dalam membaca kata sampai pada membaca satu suku kata. Siswa mampu mengubah huruf menjadi bunyi satu suku kata yang terdiri dari 2 huruf dengan sedikit bantuan serta pancingan dari saya. Namun, siswa PJ selalu bertanya setelah siswa selesai membaca satu per satu huruf tersebut, kemudian siswa bertanya “jadi gimana pak?”.(Hasil wawancara, 29 Juni 2015) Kemampuan dalam membaca suku kata pada siswa Kelas dasar 1 SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul juga didukung hasil observasi yang dilakukan seperti pada tabel 5 di bawah ini:
50
Tabel 5. Observasi Tahapan Kemampuan Membaca Suku Kata pada Siswa Tunagrahita Ringan kelas D1 SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul NO 1.
2.
ASPEK PENGAMATAN Siswa membaca satu suku kata sesuai yang dituliskan guru
DESKRIPSI Siswa PJ mampu menyebutkan satu per satu huruf dalam suku kata yang tersedia, namun dalam mengubah lambang-lambang huruf tersebut menjadi bunyi kata masih membutuhkan bantuan dari guru. Siswa membaca dua suku Siswa PJ masih memiliki kemampuan dalam kata sesuai yang dituliskan membaca satu suku kata, pada saat membaca satu guru suku kata siswa PJ menyebutkan satu per satu huruf dalam suku kata yang tersedia, namun dalam mengubah lambang-lambang huruf tersebut menjadi bunyi kata masih membutuhkan bantuan dari guru. Sehingga dalam membaca dua suku kata siswa PJ masih sangat memerlukan bantuan dari guru. Pada saat membaca dua suku kata siswa PJ masih seperti emmbca satu suku kata, yajni membca satu satu pe satu huruf dalam kata kemudian menggabungkan menjadi per satu suku kata.
Sumber: Hasil Observasi
Berdasarkan memperlihatkan
hasil
bahwa
observasi
tahapan
dan
kemampuan
wawancara siswa
dalam
membaca permulaan sampai pada tahap membaca satu suku kata. Dalam membaca satu suku kata siswa masih memerlukan sedikit bantuan guru pada saat mengubah lambang-lambang bunyi huruf menjadi bunyi kata yang terdiri dari 2 huruf. 3) Kemampuan membaca kata Kemampuan tahap awal membaca permulaan yakni mengenal alphabet, kemudian masuk pada tahapan membaca kata. Kemampuan membaca kata sangat diperlukan siswa tunagrahita ringan untuk memasuki tahapan membaca lanjut pada kelas berikutnya. Maka, kemampuan 51
membaca permulaan siswa tunagrahita pada kelas awal perlu dioptimalkan sebagai bekal membaca di kelas berikutnya. Hasil penelitian diperoleh data bahwa guru kelas dasar I SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul, mengungkapkan pendapatnya tentang kemampuan membaca permulaan pada aspek membaca kata yang dimiliki siswa PJ, sebagai berikut: Secara umum, siswa PJ belum mampu membaca kata sederhana. Dengan kata lain, siswa PJ belum memiliki kemampuan yang baik dalam menggabungkan lambang-lambang bunyi huruf menajdi bunyi kata sederhana. Hal ini dikarenakan siswa PJ baru sampai pada tahap membaca satu suku kata. (Hasil wawancara, 29 Juni 2015) Hal tersebut diperkuat dengan adanya pernyataan dari informan yakni orang tua siswa PJ yang mengungkapkan pendapatnya tentang kemampuan membaca suku katayang dimiliki siswa PJ, sebagai berikut: Anak saya belum bisa membaca kata. Kalau disuruh membaca, PJ selalu membaca hurufnya saja, belum mampu membaca kata, baru pada tahap huruf saja. Jadi saat saya minta membaca kata, PJ yang membaca hurufnya, saya yang mengungkapkan huruf tersebut berbunyi apa.(Hasil wawancara, 29 Juni 2015) Pernyataan kedua informan tersebut memperjelas bahwa siswa PJ belum mampu membaca kata secara baik. Pada saat diminta membaca kata siswa PJ hanya membaca huruf yang terdapat dalam kata tersebut, kemudian guru serta orang tua membantu untuk menyebutkan kata tersebut berbunyi seperti apa. Kemampuan siswa dalam membaca kata pada siswa Kelas Dasar I SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul juga didukung hasil observasi yang dilakukan seperti pada tabel 6 di bawah ini: 52
Tabel 6. Observasi Kemampuan Membaca Kata pada Siswa Tunagrahita Ringan kelas D1 SLB Sekar Terati I Srandakan Bantul NO 1.
ASPEK PENGAMATAN DESKRIPSI Siswa membaca kata sesuai Siswa PJ masih memiliki kemampuan dalam yang dituliskan guru membaca satu suku kata, pada saat membaca satu suku kata siswa PJ menyebutkan satu per satu huruf dalam suku kata yang tersedia, namun dalam mengubah lambang-lambang huruf tersebut menjadi bunyi kata masih membutuhkan bantuan dari guru. Sehingga dalam membaca kata sederhana siswa PJ masih sangat memerlukan bantuan dari guru.
Sumber: Hasil Observasi Berdasarkan
hasil
observasi
dan
wawancara
memperlihatkan bahwa kemampuan siswa dalam membaca kata masih memerlukan bantuan orang lain atau pun guru. Siswa PJ belum mampu mengubah simbol-simbol bunyi huruf menjadi kata, siswa masih membaca hurunya saja pada saat membaca kata yang sudah tersedia. Hal ini dikarenakan siswa PJ masih dalam tahapan membaca satu suku kata pada pembelajaran membaca permulaan. Hasil penelitian mengenai kemampuan membaca permulaan pada siswa tunagrahita ringan kelas dasar 1 SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul diperkuat juga dengan hasil tes kemampuan membaca permulaan yang sudah dilakukan peneliti seperti pada tabel 7, sebagai berikut
53
Tabel 7. Hasil Tes Kemampuan Membaca Permulaan Siswa Tunagrahita Ringan Kelas D1 SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul Materi Bacaan
Indikator Penilain Pelafalan
1
Skor 2
Keterangan 3
4 √
3 √
8
3
0
Siswa Pj dalam pelafalan dan intonasi memiliki skor 4, sedangkan kelancaran dengan skor 3, rata-rata nilai sebesar 91.66 (sangat baik) 11/12 = 91.66 Siswa Pj dalam pelafalan memiliki skor 3, sedangkan intonasi dan kelancaran dengan skor 2, rata-rata nilai sebesar 58.33 (cukup baik) 7/12 = 58.33
0
Siswa Pj dalam pelafalan, intonasi dan kelancaran memiliki skor 2, rata-rata nilai sebesar 50 (cukup baik) 6/12 = 50
0
Siswa Pj dalam pelafalan, intonasi dan kelancaran memiliki skor 1, rata-rata nilai sebesar 25 (rendah) 3/12 = 25
√
Intonasi Huruf Alfabet √
Kelancaran
0
0
Pelafalan Satu Suku Kata
Intonasi
√
Kelancaran
√
0 Dua Suku Kata
Pelafalan
√
Intonasi
√
Kelancaran
√ 6
0 Kata Sederhana
4
Pelafalan
√
Intonasi
√
Kelancaran
√ 3
0
0
0
Sumber: Hasil Tes, Diolah Berdasarkan hasil tes kemampuan membaca permulaan pada siswa tunagrahita ringan kelas D1 SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul, memperlihatkan bahwa kemampuan tahap awal siswa dalam membaca permulaan yakni, kemampuan membaca huruf alphabet. Hal ini karena 54
kemampuan tersebut mendapatkan skor tertinggi dan masuk dalam kriteria Tuntas sesuai KKM sekolah. Selanjutnya, tahapan kemampuan yang dimiliki siswa PJ sampai pada tahap membaca suku kata dikarenakan mendapatkan skor cukup baik. Namun, kemampuan siswa PJ masih di bawah KKM yang ditentukan sekolah. Dalam kemampuan siswa PJ membaca kata mendapatkan skor paling rendah(dibawah nilai KKM), dikarenakan siswa PJ belum mampu mengubah bunyi lambang-lambang huruf menjadi bunyi kata. Pada saat pembelajaran membaca kata sederhana siswa hanya membaca huruf yang terdapat pada kata tersebut, sehingga siswa masih memerlukan bantuan guru dalam merangkai huruf tersebut menjadi bunyi kata.
F. Pembahasan Hasil Penelitian Berdasarkan data hasil penelitian yang telah dijelaskan diatas untuk mengetahui kemampuan membaca permulaan pada siswa tunagrahita ringan kelas dasar 1 di SLB Sekar Teratai 1 Sarndakan Bantul, diuraikan pembahasan lebih lanjut sebagai berikut : Kemampuan membaca permulaan yang baik bagi siswa tunagrahita ringan merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam pembelajaran, khususnya pembelajaran membaca permulaan. Kesalahan dalam meletakkan dasar membaca bagi siswa seperti dalam hal pelafalan dan intonasi saat membaca dapat mempengaruhi kemampuan membaca siswa di tingak selanjutnya. Hal tersebut menajdi semakin penting bagi siswa tunagrahita ringan yang termasuk siswa berkebutuhan khusus, karena 55
kemampuan membaca permulaan bagi siswa selain agar siswa dapat membaca tetapi dapat membantu siswa dalam mengenal berbagai petunjuk dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, segala upaya perlu dikembangkan dan dilaksanakan agar siswa mampu meraih kemampuan membaca permulaan secara optimal. Salah satu cara yang dapat membantu membaca permulaan bagi siswa adalah penerapan metode pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik siswa. Menurut Endang Supartini (2001: 62), metode pembelajaran ditetapkan berdasarkan tujuan dan materi pembelajaran serta karakteristik siswa sehingga dapat membantu dalam memahami materi pembelajaran dan mencapai tujuan pembelajaran. Penggunaan metode bagi anak tunagrahita ringan tersebut merupakan suatu pesan, alat dan teknik yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa dengan kata lain metode pembelajaran dipahami sebagai sumber yang ada diluar diri siswa dan memungkinkan atau mempermudah siswa belajar. Karena itu, dalam pembelajaran membaca permulaan pemilihan metode pembelajaran yang tepat dapat membantu siswa tunagrahita ringan untuk menguasai kemampuan yang diperlukan terutama kemampuan dalam hal membaca permulaan. Metode pembelajaran yang diterapkan di SLB Sekar Teratai 1 Srandakan dalam pembelajaran membaca permulaan siswa tunagrahita ringan adalah metode abjad dan bunyi serta metode global dengan metode tanya jawab. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa metode tanya jawab pada siswa tunagrahita ringan cocok digunakan. Kesesuaian metode pembelajaran 56
pada
siswa
dikarenakan
pembelajaran
membaca
komunikasi antar dua arah (guru dan siswa).
permulaan
terjadi
Hal tersebut seperti
dikemukakan oleh Adi (2000: 85) bahwa metode tanya jawab sebagai sebuah metode pembelajaran melalui interaksi dua arah yaitu “pengajar dan peserta didik, yang keduanya saling memberi dan menerima sehingga peserta didik ikut aktif dalam proses belajar mengajar”. Berdasarkan hasil penelitian bahawa dalam mengajar siswa tunagrahita guru menerapkan dua metode membaca permulaan yaitu metode abjad dan bunyi serta metode global. Siswa tunagrahita ringan terkadang menyenangi kegiatan pembelajaran ini, namun siswa lebih cepat bosan apabila guru menggunakan metode abjad dan bunyi. Hal ini ditunjukan siswa saat pembelajaran membaca permulaan, pada saat siswa sedang asik menjawab pertanyaan guru terkait membaca huruf alfabet, suku kata, dan kata siswa akan lebih tertarik dengan aktifitas diluar kelas, hal tersebut terjadi jika siswa sudah merasa bosan dengan kegiatan pembelajaran membaca permulaan. Penerapan metode diatas dalam pembelajaran membaca permulaan dengan metode abjad dan bunyi serta metode global ditemukan peneliti dalam penelitian yaitu terbukti kurang mampu membantu siswa dalam pembelajaran membaca permulaan. Hal ini dikarenakan penggunaan metode yang selalu berubah-ubah dalam jangka pendek, sehingga siswa merasa bingung untuk menerima materi membaca permulaan. Permasalahan tersebut
57
dapat berakibat pada kemampuan membaca permulaan siswa tunagrahita ringan yang tidak optimal. Bagi anak tunagrahita ringan, membaca permulaan diberikan kepada anak tunagrahita ringan sebagai tahap awal dalam membaca. Kemampuan membaca permulaan dapat ditandai dengan kemampuan siswa dalam membaca huruf alfabet, membaca suku kata dan membaca kata sederhana dengan intonasi dan lafal yang tepat. Hal ini dikarenakan agar kemampuan membaca anak tunagrahita ringan dapat dimaksimalkan dan digunakan untuk tingkat sekolah lanjut. Hal ini sesuai dengan pendapat Anderson (Nurbiana Dhieni, dkk 2008:5.5) mengungkapkan bahwa membaca permulaan adalah membaca yang diajarkan secara terpadu, yang menitik beratkan pada pengenalan huruf dan kata, menghubungkannya dengan bunyi. Dalam hal ini, berdasarkan hasil penelitian di SLB Sekar Teratai 1 Srandakan Bantul pembelajaran membaca permulaan bagi siswa tunagrahita ringan yaitu siswa belajar membaca huruf alfabet, membaca satu suku kata dan membaca kata. Kemampuan membaca permulaan di kelas dasar I SLB Sekar Teratai 1 Srandakan Bantul dipengaruhi juga oleh akses ruang kelas. Hal ini karena pembelajaran membaca selalu di lakukan di ruang kelas. Namun, ruang kelas dasar I ini akses pintu rusak sehingga tidak dapat ditutup secara rapat, sehingga siswa dari kelas lain bisa masuk dan melihat kegiatan pembelajaran membaca. Hal ini menyebabkan siswa kurang konsentrasi dalam pembelajaran membaca permulaan. Siswa juga cenderung keluar 58
masuk ruang kelas jika siswa tertarik sesuatu hal di luar kelas. Sehingga, siswa kurang maksimal dalam mendapatkan materi pembelajaran membaca permulaan. Kemampuan membaca permulaan siswa tunagrahita ringan kelas Dasar 1 SLB Sekar Teratai 1 Srandakan Bantul dapat digambarkan berdasarkan hasil penelitian bahwa kemampuan siswa dalam membaca huruf alfabet baik, walaupun dalam pengucapannya terkadang masih ada beberapa huruf yangn dibaca terbalik. Hal ini dapat diperjelas dengan kemampuan siswa PJ yang umumnya sudah mampu membca huruf kecil dan besar, yakni dari 26 huruf yang diteskan seperti huruf Aa, Bb, Cc, Dd, Ee, Ff, Gg, Hh, Ii, Jj, Kk, Ll, Mm, Nn, Oo, Pp, Qq, Rr, Ss, Tt, Uu, Vv, Ww, Xx, Yy, Zz. Pada saat siswa PJ diminta untuk membaca huruf kecil yang ditunjuk oleh guru dengan menyuarakan nama abjad, siswa mengalami kesulitan dalam membedakan huruf yang hampir mirip ukuranya seperti /b/ dibaca /d/ atau sebaliknya, /l/ dibaca /i/, tetapi ketika membaca huruf /i/ siswa tetap membaca huruf /i/ dan huruf /c/ dibaca /e/. Subyek PJ juga mengalami kesulitan dalam mengucapkan huruf /r/ tapi siswa tersebut mengetahui konsep huruf /r/. Kemampuan siswa PJ dalam membaca dapat dilihat dari hal pelafalan, intonasi, dan kelancaran pada saat membaca huruf alfabet, membaca suku kata dan membaca kata sederhana. Hasil observasi memperlihatkan bahwa subjek PJ, memiliki kemampuan awal membaca huruf alfabet dengan baik, namun dalam pelafalan huruf masih ada beberapa 59
huruf dibaca terbalik terutama dalam huruf kecil. Hal tersebut terdapat pada huruf /d/ dibaca /b/ atau sebaliknya /b/ dibaca /d/, /m/ dibaca /n/ dan /c/ dibaca /e/. Kemampuan siswa PJ membaca suku kata masih sampai pada tahap membaca satu suku kata. Kemampuan melafalkan suku kata siswa masih membaca huruf satu per satu dalam suku kata, kemudian siswa menggabungkan huruf menjadi bunyi satu suku kata. Seperti halnya pada saat diminta untuk membaca kata bola, siswa membaca huruf /b/-/o/-/l/-/a/, kemudian dibaca /b/-/o/ dibaca /bo/ dan /l/-/a/ dibaca /la/. Dalam menggabungkan bunyi huruf menjadi bunyi dua suku kata siswa PJ masih membutuhkan bantuan orang lain. Hasil
observasi
memperlihatkan
bahwa
siswa
PJ,
dalam
kemampuan intonasi membaca permulaan terkadang terdengar intonasi sengau, dan jeda yang agak lama dalam membaca huruf, suku kata dan kata. Hal yang sama juga terjadi dalam hal kelancaran membaca kata. Kemampuan membaca permulaan yang baik bagi siswa merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam kegiatan belajar-mengajar. Kesalahan dalam meletakkan dasar membaca bagi siswa seperti dalam hal pelafalan, intonasi, dan kelancaran dapat mempengaruhi kemampuan membaca siswa untuk selanjutnya. Hal tersebut menjadi semakin penting bagi siswa tunagrahita yang berkebutuhan khusus karena keterampilan membaca permulaan selain agar dapat membaca tetapi juga dapat membantu mereka dalam mengenal berbagai petunjuk dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, dalam konteks pendidikan luar biasa bagi anak tunagrahita, segala 60
upaya perlu dikembangkan dan dilaksanakan agar membantu para siswa meraih kemampuan membaca permulaan tersebut. Aktivitas
membaca
fungsional
begitu
penting
bagi
anak
tunagrahita karena berkaitan erat dengan kerangka pemikiran tentang tujuan mepengajaran membaca bagi anak-anak yang memiliki disabilitas oleh Kirk dan Monroe (dalam Myreddi & Narayan, 1998: 1-2) yakni; 1) membaca untuk perlindungan (read for protection) atau agar dapat bertahan hidup (survive) dengan mengetahui arti tulisan petunjuk, label atau simbol; 2) membaca untuk informasi dan petunjuk (information and instruction) agar anak dengan disabilitas dapat mengetahui hal-hal semacam lamaran kerja, iklan surat kabar, buku telepon dan sejenisnya; 3) membaca untuk kesenangan (pleasure) yakni agar anak dengan disabilitas dapat menikmati isi bacaan seperti dalam majalah, komik dan buku-buku cerita. Anak-anak dengan disabilitas bisa saja meraih ketiga tujuan tersebut, dua atau satu saja bergantung pada tingkat disabilitasnya.
61
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan deskripsi hasil penelitian dan pembahasan tentang kemampuan membaca permulaan pada siswa tunagrahita ringan kelas dasar 1 di SLB Sekar Teratai 1 Srandakan Bantul, yang telah diuraikan pada Bab IV maka dapat diambil kesimpulan bahwa siswa PJ memiliki kemampuan membaca permulaan yang cukup baik. Kemampuan membaca permulaan siswa PJ dilihat dalam kemampuan membaca huruf alfabet, membaca suku kata, dan membaca kata sederhana. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa Siswa PJ mampu membaca huruf alfabet dengan bentuk huruf besar dan kecil, yakni 26 huruf alfabet (Aa, Bb, Cc, Dd, Ee, Ff, Gg, Hh, Ii, Jj, Kk, Ll, Mm, Nn, Oo, Pp, Qq Rr, Ss, Tt, Uu, Vv, Ww, Xx, Yy, Zz). Namun ada beberapa huruf yang masih dibaca terbalik khususnya huruf kecil seperti membaca huruf /b/ dibaca /d/ dan huruf /c/ dibaca /e/. Pada saat siswa PJ diminta membaca kata, terlihat kemampuan siswa PJ baru sampai pada tahap membaca satu suku kata. Hal ini diperjelas saat membaca
kata
bola,
siswa
membaca
huruf
/b/-/o/-/l/-/a/,
kemudian
menggabungkan huuf tersebut dibaca /b/-/o/ dibaca /bo/ dan huruf /l/-/a/ dibaca /la/. Siswa Pj belum mampu membaca kata bola dengan gabungan dua suku kata yakni kata bola dibaca /bo/-/la/. Kemampuan siswa dalam membaca kata masih belum optimal, hal ini dikarenakan siswa PJ dalam kemampuannya masih sampai pada tahap membaca satu suku kata, sehingga dalam membaca 62
kata sederhana siswa PJ masih membutuhkan bantuan orang lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca permulaan siswa PJ dengan kategori membaca huruf, sangat baik karena siswa PJ mampu membaca huruf alfabet secara keseluruhan, kategori membaca suku kata cukup baik dan membaca dua suku kata serta membaca kata sederhana masih memerlukan bantuan dari orang lain atau pun guru saat pembelajaran di sekolah, sehingga disimpulkan bahwa kemampuan menggabungkan simbol-simbol huruf menjadi bunyi kata pada siswa PJ masih belum optimal.
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian, dapat disampaikan saran kepada berbagai pihak terkait yakni: 1.
Bagi Guru Sebaiknya guru selalu mengkaji kemampuan membaca yang dimiliki siswa secara tertulis, guna untuk mengetahui kemampuan siswa dalam membaca, sehingga akan mempermudah guru memilih dan menggunakan metode pembelajaran sesuai kemampuan yang dimiliki siswa dalam membaca permulaan.
2.
Bagi Siswa Pada saat proses belajar membaca permulaan sebaiknya siswa lebih memperhatikan, lebih serius, lebih sering bertanya apabila kurang jelas atau belum jelas, dan tidak mudah terganggu dengan aktivitas di luar kelas.
63
3.
Bagi Sekolah Sebaiknya sekolah mengupayakan berbagai cara untuk meningkatkan mutu pembelajaran membaca bagi siswa tunagrahita tipe ringan. Seperti halnya selalu memfasilitasi sarana dan prasarana yang dibutuhkan sehingga kegiatan pembelajaran membaca lebih maksimal.
64
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Waluyo. (2000). Perencanaan Pembelajaran. Yogyakarta : FIP Universitas Negeri Yogyakarta. Ahmad Rofi’uddin dan dharmiyati Zuchdi. (2001). Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia Di Kelas Tinggi. Surabaya: Universitas Negeri Malang American Psychiatric Association. (2003). Diagnostic and Statistica Manual of Mental Disorders. Fifth Editron. Arlington, VA: American Psychiatric Association Amin, Mohammad (1995). Ortopedagogik Anak Tunagrahita. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Depdikbud Burhan Bungin. (2007). Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Press Dharmiyati Zuchidi dan Budiasih. (2001). Pendidikan Bahasa dan sastra Indonesia Di Kelas Rendah. Yogyakarta: PAS Farida Rahim. (2008). Pengajaran membaca Di Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara Idrus, Muhammad. (2009). Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif. Jakarta: Erlangga Maria J. Wantah. (2007). Pengembangan Kemandirian Anak Tunagrahita Mampu Latih. Jakarta: Dikti Marzuki. (2005). Metodologi Riset Panduan Penelitian Bidang Bisnis Dan Sosial. Yogyakarta: Ekonisia Mohammad Efendi. (2006). Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara Moleong, Lexy. J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Mulyono Abdurrahman. (2003). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta Munawir Yusuf. (2005). Pembelajaran Bagi Anak Dengan Problema Belajar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasioanal 65
Nasution, S. (2008). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Tarsito Purwanto. (2006). Instrumen Penelitian Sosial Dan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Belajar Soejono. Ag. (1983). Metode Khusus Bahasa Indonesia. Bandung: Bina Karya Suharsmini Arikunto. (2003). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Asdi Mahasatya Suparno dan Mohammad Yunus. (2007). Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta: Universitas Terbuka Sutjihati Somantri. (2007). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT Refika Aditama Tarigan, H.G. (2008). Menulis sebagai suatu keterampilan berbahasa. Bandung: Angkasa Bandung Toha Anggoto. (2011). Metode Penelitian. Jakarta: Universitas Terbuka WHO The International Assification Of Functioning, Disabillity And Health (ICF). Geneva, Switzerland: WHO, 2014
66
67
Lampiran 1. Lembar Observasi Kemampuan Membaca Permulaan Siswa Tunagrahita Ringan Nama Siswa Pertemuan/Tanggal NO 1. 2. 3. 4. 5. 6.
: ………………………….. : …………………………..
ASPEK PENGAMATAN Siswa menyebutkan huruf konsonan sesuai huruf yang dituliskan guru Siswa menyebutkan huruf vokal sesuai huruf yang dituliskan guru Siswa menyebutkan huruf alfabet sesuai huruf yang dituliskan guru Siswa membaca satu suku kata sesuai yang dituliskan guru Siswa membaca dua suku kata sesuai yang dituliskan guru Siswa membaca kata sesuai yang dituliskan guru
68
Deskripsi
Lampiran 2. Catatan Lapangan I Pertemuan I Catatan Lapangan 1
Hari
: Jumat
Tanggal
: 3 Juli 2015
Tempat
: Ruang kelas DI
Kegiatan
: Pelaksanaan Pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya membaca permulaan
Siswa kelas D I dan guru memasuki ruang kelas pukul 07.30 - 09.45 Wib, pada jam pertama pembelajaran Bahasa Indonesia sebelum pembelajaran bahasa Indonesia dimulai terlebih dahulu guru menyuruh siswa istirhat sebentar siapa yang mau ke kamar mandi dipersilahkan,
kemudian guru bersama siswa
mengambil peralatan pembelajaran membaca berupa laptop dan CD Interaktif “Pintar Membaca”, setelah sarana pembelajaran siap dipergunakan maka guru bersama siswa menghidupakan serta memasukkan CD tersebut dalam pemutar CD. Setelah ruangan sudah siap, alat-alat media sudah siap, guru bersama siswa memulai pembelajaran dengan mengawali dengan salam pembuka dengan menyapa siswa dengan ucapan “selamat pagi semuanya” kemudian siswa menjawab “selamat pagi bu”. Kemudian dilanjutkan guru memasuki kegiatan awal dengan menulis hari dan tanggal di papan tulis. Namun terkadang siswa kurang memperhatikan guru karena ada seorang siswa lain masuk kelas tiba-tiba dan menggangu salah siswa yang sedang belajar. Akan tetapi guru tanggap dan menyuruh siswa tersebut agar masuk kelasnya nanti ibu Rere marah, kamu main ke kelas ini, kemudian siswa tersebut keluar dari kelas D I dan masuk kelasnya, kemudian guru melanjutkan pembelajaran. Selanjutnya guru memulai kegiatan inti dengan guru menjelaskan pada siswa tentang kegiatan yang akan dilakukan yakni kegiatan melafalkan huruf, dengan lafal, intonasi yang jelas dan tepat, dan lancar dengan bersuara. Siswa 69
diminta memilih materi dalam CD Interaktif dimulai dari huruf alphabet yang mencakup huruf konsonan dan vocal. Siswa berantusias dalam pembelajaran membaca permulaan dengan CD Interaktif “Pintar Membaca”. Kegiatan berakhir pada pukul 09.54 WIB dengan siswa berbaris, berdoa dengan bacaan hamdallah, dan ucapan salam (selamat siang). Setelah salam, siswa bersalaman dengan guru dan peneliti keluar kelas.
70
Lampiran 3. Catatan Lapangan II Pertemuan II Catatan Lapangan 1I
Hari
: Sabtu
Tanggal
: 4 Juli 2015
Tempat
: Ruang kelas DI
Kegiatan
: Pelaksanaan Pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya membaca permulaan
Siswa kelas DI dan guru memasuki ruang kelas pukul 08.00 WIB. Siswa membuka jendela ruang kelas bersama guru, setelah semua terbuka siswa bersama guru menyapu lantai kelas. Setelah lantai disapu, guru kemudian menata meja, kursi, dan mempersiapkan alat atau sarana membaca media CD Interaktif agar pelaksanaan proses pembelajaran bahasa Indonesia dapat terlaksana dengan baik. Setelah ruangan dirapikan guru, latihan membaca dengan menggunakan media CD Interaktif dimulai pada pukul 08.20 WIB. Siswa dipersilahkan untuk duduk, kemudian dipimpin guru untuk berdoa dengan membaca basmallah dan mengucapkan salam (selamat pagi). Guru berdiskusi tentang kegiatan dan media saat di kelas. Pukul 08.25 WIB guru memulai pembelajaran dengan menggunakan media CD Interaktif “Pintar Membaca”. Guru menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan adalah mengulang dan menambah materi pertemuan sebelumnya. Kegiatan yang dilakukan adalah guru pendamping meminta anak untuk belajar materi pembelajaran membaca suku kata, sementara guru memperhatikan siswa dalam belajar membaca suku kata, guru memberikan pengarahan jika siswa mengalami kesulitan. Guru bersama dengan siswa belajar membaca suku kata yang terdapat dalam sarana pembelajaran membaca yakni CD Interaktif “Pintar Membaca”. Pada saat pemebelajaran guru memperhatikan respon siswa dengan mendengarkan 71
pelafalan, intonasi dan kelancaran siswa saat membaca huruf, suku kata, dan kata. Selanjutnya guru memberi tugas perindividu untuk membaca suku kata yang sudah dituliskan di papan tulis. Kemudian siswa berlatih membaca dengan suku kata tersebut setelah siswa selesai belajar membaca suku kata. Situasi di kelas pada hari ini sangat nyaman tidak ada gangguan dari siswa kelas lain sehingga pembelajaranpun berlangsung baik dan siswa sangat antusian dan pembelajaran berakhir pada pukul 09.30 WIB. Diakhir penutup sebelum istirahat dimulai pukul 09.00 WIB. Pada waktu istirahat ini, siswa mencuci tangan dan makan biskuit yang dibawa siswa. Setelah makan biscuit, siswa bermain bebas di luar kelas. Guru berbincang-bincang dengan peneliti. Kegiatan ini berlangsung lama dan hampir satu jam karena menunggu waktu pulang. Akhirnya pada pukul 10.00 WIB siswa diminta untuk memberskan peralatan pembelajaran membaca kata yakni mengeluarkan CD tersebut dalam pemutar CD, mematikan Laptop, menghapus tulisan di papan tulis, merapikan peralatan milik siswa PJ yang tergelatak di meja dan menutup kaca jendela. Setelah itu siswa duduk di kursi dan berdoa dengan membaca hamdallah dan mengucapkan salam (selamat siang). Siswa membawa tas dan bersalaman dengan guru dan peneliti lalu keluar kelas.
72
Lampiran 4. Lembar Wawancara pada Guru Lembar Wawancara Guru
Nama Guru
:
Tanggal Wawancara : Aspek Pertanyaan Deskripsi Pengamatan Kemampuan - Bagimanakah kemampuan 1. Gambaran tentang kemampuan membaca siswa dalam mengenal huruf siswa dalam mengenal huruf permulaan alphabet? alphabet siswa PJ - Bagaimanakah kemampuan 2. Gambaran tentang kemampuan siswa dalam tahapan siswa dalam tahapan membaca membaca permulaan? permulaan - Bagaimanakah kemampuan siswa dalam membaca suku 3. Gambaran tentang kemampuan kata? siswa dalam membaca suku kata
73
Lampiran 5. Lembar Wawancara pada Orangtua Siswa Lembar Wawancara Orangtua
Nama Orangtua
:
Tanggal Wawancara : Aspek Pertanyaan Deskripsi Pengamatan Kemampuan 1. Bagimanakah kemampuan 1. Gambaran tentang kemampuan membaca siswa dalam mengenal huruf siswa dalam mengenal huruf permulaan alphabet? alphabet siswa PJ 2. Bagaimanakah kemampuan 2. Gambaran tentang kemampuan siswa dalam membaca suku siswa dalam membaca suku kata kata?
74
Lampiran 6. Hasil Lembar Wawancara pada Guru Lembar Wawancara Guru
Nama Guru
: Pak Budi
Tanggal Wawancara : 28-29 Juni 2015 Aspek Pertanyaan Deskripsi Pengamatan Kemampuan 1. Bagimanakah 1. Secara umum, siswa PJ memiliki kemampuan membaca kemampuan dalam mengenal dan menghafal huruf alphabet cukup baik. Hal ini ditunjukkan pada saat saya permulaan siswa dalam siswa PJ mengenal meminta anak untuk membaca huruf alphabet yang sudah saya tulis di papan tulis maupun buku huruf alphabet? tulis, siswa mampu menyebutkan huruf tersebut sesuai dengan bunyi hurufnya. Namun ada beberapa huruf yang masih terbalik dalam pengucapannya, yakni b terkadang di baca /d/, serta c dibaca /e/. 2. Bagaimanakah 2. Tahapan kemampuan siswa PJ dalam membaca kemampuan kata sampai pada membaca satu suku kata. Siswa siswa dalam mampu mengubah huruf menjadi bunyi satu suku tahapan kata yang terdiri dari 2 huruf dengan sedikit membaca bantuan serta pancingan dari saya. Namun, siswa permulaan? PJ selalu bertanya setelah siswa selesai membaca satu per satu huruf tersebut, kemudian siswa bertanya “jadi gimana pak?” 3. Bagaimanakah 3. Secara umum, siswa PJ belum mampu membaca suku kata sederhana. Dengan kata lain, siswa PJ kemampuan belum memiliki kemampuan yang baik dalam siswa dalam menggabungkan lambang-lambang bunyi huruf membaca suku kata menajdi bunyi kata sederhana. Hal ini dikarenakan siswa PJ baru sampai pada tahap membaca satu suku kata
75
Lampiran 7. Hasil Lembar Wawancara pada Orangtua Siswa Lembar Wawancara Orangtua
Nama Guru
: Pak Sugiyanto
Tanggal Wawancara : 28-29 Juni 2015 Aspek Pertanyaan Deskripsi Pengamatan Kemampuan 1. Bagimanakah kemampuan 1. Anak saya sudah mampu membaca siswa dalam mengenal huruf mengenal huruf alphabet, hal ini permulaan alphabet? ditunjukkan anak saya pada saat siswa PJ saya minta membaca beberapa tulisan yang terlihat di rumah, yakni tulisan kalender, bungkus makanan, serta tulisan di dalam peralatan rumah tangga. Pada saat diminta menunjukkan serta menyebutkan huruf yang terdapat di tulisan tersebut, anak saya mampu menyebutkan huruf tersebut, namun ada beberapa huruf yang tidak dikenalnya serta terkadang salah mengucapkannya. 2. Bagaimanakah kemampuan 2. Anak saya belum bisa membaca kata. Kalau disuruh membaca, PJ siswa dalam membaca suku selalu membaca hurufnya saja, kata? belum mampu membaca kata, baru pada tahap huruf saja. Jadi saat saya minta membca kata, PJ yang membaca hurufnya, saya yang mengungkapkan huruf tersebut berbunyi apa
76
Lampiran 8. Hasil Lembar Tes Kemampuan Siswa Tunagrahita Ringan Kelas Dasar 1 SLB Sekar Teratai I Srandakan Bantul
Skor 2
Keterangan
Materi Bacaan
Indikator Penilain
Huruf Alfabet
Pelafalan
4 √
Intonasi
√
1
0
Intonasi
√
Kelancaran
√
4
Pelafalan
√
Intonasi
√
Kelancaran
√ 0
Kata Sederhana
0
Pelafalan
0 Dua Suku Kata
3 √
8
3
0
Siswa Pj dalam pelafalan dan intonasi memiliki skor 4, sedangkan kelancaran dengan skor 3, rata-rata nilai sebesar 91.66 (Tuntas) 11/12 = 91.66 Siswa Pj dalam pelafalan memiliki skor 3, sedangkan intonasi dan kelancaran dengan skor 2, rata-rata nilai sebesar 58.33 (Belum Tuntas) 7/12 = 58.33
0
Siswa Pj dalam pelafalan, intonasi dan kelancaran memiliki skor 2, rata-rata nilai sebesar 50 (Belum Tuntas) 6/12 = 50
0
Siswa Pj dalam pelafalan, intonasi dan kelancaran memiliki skor 1, rata-rata nilai sebesar 25 (Belum Tuntas) 3/12 = 25
√
Kelancaran
Satu Suku Kata
3
Pelafalan
√
Intonasi
√
Kelancaran
√ 3
6
0
0
0
Keterangan Kriteria Skor: a) Skor 1 apabila siswa tidak mampu membaca dengan lafal, intonasi dan lancar meskipun dibantu oleh guru b) Skor 2 apabila siswa dapat membaca dengan lafal, intonasi danlancar dengan bantuan guru tetapi masih salah 77
c) Skor 3, apabila siswa dapat membaca dengan lafal, intonasi dan lancar dengan bantuan guru dan jawaban betul d) Skor 4, apabila siswa dapat membaca dengan lafal, intonasi dan lancar tanpa bantuan Nilai =
78
Lampiran 9. Gambar Kegiatan Penelitian
Foto 1. Sarana Pembelajaran Membaca Permulaan
Foto 2. Persiapan pembelajaran membaca permulaan
79
Foto 3. Pemberian Contoh Pembelajaran Membaca permulaan
Foto 4. Pelaksanaan Pembelajaran membaca permulaan
80
Foto 5. Siswa tunagrahita ringan belajar membaca permulaan
Foto 6. Siswa saat belajar membaca suku kata
81
Foto 7. Siswa membaca huruf Alfabet
Foto 8. Siswa membereskan sarana pembelajaran setelah selesai belajar membaca permulaan
82
83
84
85
86
87
88
89