KEMAMPUAN DAN KEMAUAN MEMBAYAR PASIEN TERHADAP PELAYANAN RAWAT INAP RSUD dr. RASIDIN PADANG Afni Rianti1, Kodrat Wibowo2, Ferry Hadiyanto2 1
2
RSUD dr. Rasidin Padang Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran Corresponding author:
[email protected]
Abstract. This research aims to get the unit cost, the ability to pay and willingness to pay patients for each care class inpatient at RSUD dr. Rasidin Padang. For the purpose of analyzing the unit cost, data were collected from the year of 2011, consisting of fixed costs, semi-variable costs and variable costs. To analyzed the cost was used double distribution method. While, the ability to pay was obtained from the total expenditure non-essential households for one month. Meanwhile, to calculate the willingness to pay conducted by distributing questionnaires to patients and their families who lived one house. The variables used are education, income, quality of service of doctors, availability of drugs and lenght of stay. The method used is the method of ordinary least squares (OLS). The results of processing the data obtained that in the VIP rooms with unit cost of Rp. 688.800,-, the ability to pay Rp. 876.000,-, and willingness to pay Rp.126.650,-. In the First Class rooms with unit cost of Rp. 121.746,-, the ability to pay Rp. 352.220,-, and willingness to pay Rp. 89.856,-. In the Second Class rooms with unit cost of Rp. 72.534,-, the ability to pay Rp. 265.740,-, and willingness to pay Rp. 66.661,-. In the Third Class rooms with unit cost of Rp.51.261,-, the ability to pay Rp. 209.220,-, and willingness to pay Rp. 22.947,-. The ability and willingness to pay patient’s is above the rate applicable of inpatient, where the VIP rooms tariff of Rp. 110.000,-, the First Class rooms Rp.78.000,-, the Second Class rooms Rp. 58.000,-, the Third Class rooms Rp.20.000,-. This means that there is the consumer surplus, so that rates could be raised. Regression results indicate that education, income, quality of service of doctors, availability of drugs and length of stay, significantly affect willingness to pay. This shows the importance for policy makers aiming to raise tariff of the inpatient rooms at RSUD dr. Rasidin Padang, to give priority attention to household incomes and the most important, increase the quality of care by providing excellent service. Keywords: ability to pay, tariff, unit cost and willingness to pay.
I.
Pendahuluan Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia dan
lingkungan yang saling mendukung dengan pendekatan paradigma sehat, sejak dalam kandungan sampai usia lanjut. Selain itu pembangunan di bidang kesehatan juga diarahkan untuk meningkatkan dan memelihara mutu lembaga pelayanan kesehatan melalui pemberdayaan sumber daya manusia secara berkelanjutan, dan sarana prasarana dalam bidang medis, termasuk ketersediaan obat yang dapat dijangkau oleh masyarakat (Kemenkes, 2003). Sumber daya manusia sebagai modal pembangunan, tetapi sumber daya manusia yang terlalu banyak serta tidak dilengkapi dengan kualitas yang baik hanya akan membebani pembangunan baik secara sosial maupun ekonomi. Di Indonesia, indeks pembangunan manusia masih jauh terbelakang dibandingkan sebagian besar negara lain di dunia. Hal ini terkait erat dengan rendahnya pembiayaan pelayanan kesehatan baik oleh pemerintah dan swasta maupun masyarakat (Thabrany, 2002). Alokasi biaya kesehatan hanya sebesar 2,5% dari seluruh anggaran pemerintah, padahal alokasi anggaran yang
1
ditentukan dalam Undang-Undang Kesehatan mewajibkan penganggaran dalam APBN minimal sebesar 5%, sesuai dengan penganggaran yang dianjurkan oleh WHO minimal 5% dari total Gross National Bruto, artinya pemerintah belum mampu mengakomodir kebutuhan akan layanan kesehatan masyarakat yang mensyaratkan adanya keterjangkauan akses dan mutu layanan kesehatan (UU RI No. 39, 2009). Misi rumah sakit pemerintah menuntut agar amanat rakyat dalam pelayanan rumah sakit dipenuhi, akan tetapi kemampuan pemerintah kurang. Terbatasnya dana kesehatan makin diperkuat oleh kenyataan bahwa biaya pelayanan kesehatan dan medis semakin mahal seiring dengan perkembangan pembangunan dan teknologi (Gani, 1996). Biaya produksi pelayanan kesehatan di rumah sakit yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, antara lain disebabkan oleh meningkatnya harga obat-obatan, penggunaan alat/teknologi yang semakin canggih dan meningkatnya permintaan masyarakat akan pelayanan kesehatan. Akibatnya, terjadi berbagai isu yang berkaitan dengan tarif rumah sakit pemerintah. Dimana tarif yang ada tidak memungkinkan rumah sakit pemerintah untuk berkembang, sementara kebutuhan untuk berkembang semakin tinggi karena persaingan antar rumah sakit semakin besar (Munawar, 2003). Sebagai rumah sakit milik Pemerintah Daerah Kota Padang, RSUD dr. Rasidin Padang diharapkan dapat memberikan pelayanan kesehatan bagi semua lapisan masyarakat dan merupakan rumah sakit rujukan bagi seluruh Puskesmas, Posyandu, Puskel, UKM, Klinik-Klinik yang berada di lingkungan Kota Padang dan keadaan ini sejalan dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang baik dan bermutu serta didukung oleh sarana dan prasarana yang lengkap dari RSUD sebagai Rumah Sakit Pemerintah Kota Padang pada saat ini (Profil kesehatan RSUD, 2008). RSUD dr. Rasidin Padang merupakan rumah sakit tipe C yang memiliki kapasitas 136 tempat tidur dimana mengutamakan pemberian pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat menengah ke bawah dengan pelayanan maksimal, disamping pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat menengah ke atas. Upaya ini dilakukan dengan pengaturan besaran tarif dimana tarif rumah sakit diperhitungkan atas dasar unit cost dan setiap jenis pelayanan dan kelas perawatan dengan memperhatikan kemampuan ekonomi masyarakat, rumah sakit setempat lainnya serta kebijaksanaan subsidi silang (Kemenkes, 1997). Penetapan tarif dalam pelayanan kesehatan sangat berperan dalam menentukan demand dari kelompok yang berpendapatan rendah dibandingkan dengan kelompok yang berpendapatan tinggi. Untuk
itu,
tarif
pelayanan
kesehatan perlu
ditetapkan
secara
rasional
dengan
mempertimbangkan biaya per unit dan harga yang layak diterima masyarakat pengguna jasa pelayanan kesehatan (Munawar, 2002), karena selama ini penetapan tarif yang dilakukan di RSUD dr. Rasidin Padang hanya melihat dengan membandingkan tarif rumah sakit pemerintah lainnya dengan tipe rumah sakit yang sama tanpa mempertimbangkan biaya operasional dan kemampuan serta kemauan membayar pasien masing-masing daerah itu berbeda, selain itu tarif yang ditetapkan dalam perda retribusi pelayanan kesehatan Nomor 11 tahun 2011 untuk akomodasi kelas III rawat inap masih
2
rendah sebesar Rp. 20.000,- per hari dibandingkan dengan tarif askes sebesar Rp. 60.000,- per hari rawat inap tingkat pertama. Dengan mengetahui biaya satuan, kemampuan dan kemauan membayar masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, maka rumah sakit dapat meningkatkan upaya pemerataan dengan mengatur besaran subsidi dan sasaran yang akan mendapatkan subsidi. Bila kelompok pengguna terdapat kelompok relatif mampu, rumah sakit dapat mencoba mengembangkan mekanisme subsidi silang. Peningkatan pendapatan dari kelompok pengguna yang mampu (kelas VIP) dapat dimanfaatkan untuk subsidi silang kelompok yang tidak mampu (kelas III), karena tarif kelas VIP dapat dinaikkan sebagai upaya dalam meningkatkan profit rumah sakit tanpa mengabaikan fungsi sosio ekonomi rumah sakit (Trisnantoro, 2009). Penetapan tarif dalam konteks rumah sakit pemerintah adalah sebagai alat untuk menghitung subsidi maupun anggaran yang harus disediakan oleh Pemerintah demi pelayanan yang terjangkau dan bermutu di rumah sakit dan sebagai pengemban misi sosial bagi rumah sakit yang diharapkan bisa berkesinambungan memberikan pelayanan secara gratis dan bermutu kepada pasien miskin (Suryandrizal, 2006). Namun fokus penelitian ini diarahkan secara khusus pada biaya satuan, kemampuan membayar dan kemauan membayar pasien masing-masing kelas perawatan pada Instalasi Rawat Inap RSUD dr. Rasidin Padang. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah (1) mengestimasi besaran kemauan membayar pasien rawat inap di kelas VIP, kelas I, kelas II dan kelas III; (2) mengestimasi seberapa besar kemampuan membayar pasien rawat inap di kelas VIP, kelas I, kelas II dan kelas III; (3) menghitung besaran biaya satuan pelayanan kesehatan rawat inap di kelas VIP, kelas I, kelas II dan kelas III.
II. Kajian Literatur Teori Permintaan terhadap Pelayanan Kesehatan Dalam pemikiran rasional, semua orang ingin menjadi sehat. Kesehatan merupakan modal untuk bekerja dan hidup mengembangkan keturunan, sehingga timbul keinginan yang bersumber dari kebutuhan hidup manusia. Demand untuk menjadi sehat tidak sama antar manusia. Seseorang yang kebutuhan hidupnya sangat tergantung pada kesehatannya tentu akan mempunyai demand yang lebih tinggi akan status kesehatannya (Trisnantoro, 2009). Pendekatan ekonomi menekankan bahwa kesehatan merupakan suatu modal untuk bekerja. Pelayanan kesehatan merupakan suatu input dalam menghasilkan hari-hari sehat. Dengan berbasis pada konsep produksi, pelayanan kesehatan merupakan salah satu input yang digunakan untuk proses produksi yang menghasilkan kesehatan. Demand terhadap pelayanan kesehatan tergantung terhadap demand akan kesehatan. Grossman (1972), menggunakan teori modal manusia (human capital) untuk menggambarkan demand untuk kesehatan dan demand untuk pelayanan kesehatan. Dalam teori ini disebutkan bahwa seseorang melakukan investasi untuk bekerja dan menghasilkan uang melalui pendidikan, pelatihan
3
dan kesehatan. Menurut Fuchs (1998), Zubkoff (1981), faktor-faktor dibawah ini, mempengaruhi permintaan pelayanan kesehatan antara lain kebutuhan berbasis fisiologis, penilaian pribadi akan status kesehatan, variabel-variabel ekonomi, penghasilan masyarakat, asuransi kesehatan dan jaminan kesehatan, variabel demografis dan umur, jenis kelamin, pendidikan, faktor-faktor lain. Teori Utilitas dan Pilihan Dalam ilmu ekonomi, teori pilihan (theory of choice) selalu dimulai dengan menjelaskan preferensi seseorang. Preferensi tersebut meliputi pilihan mulai dari yang bersifat sederhana sampai dengan yang bersifat kompleks yang semuanya berusaha menjelaskan bagaimana orang dapat menikmati segala yang dilakukannya. Preferensi sendiri memiliki dua sifat dasar yaitu preferensi yang lengkap (complete preference) dan transitivitas dari preferensi. Complete preference mengasumsikan bahwa para individu mampu menyatakan apa yang diinginkannya dari antara dua pilihan. Sedangkan transitivitas preferensi adalah sebuah logika dimana jika A lebih diinginkan dari B, dan B lebih diinginkan dari C maka A harus lebih diinginkan dari C (Nicholson, 2002). Para ekonom menjelaskan model preferensi menggunakan konsep utilitas/nilai manfaat (utility) yang diartikan sebagai kepuasan atau kesenangan yang diterima seseorang akibat aktivitas ekonomi yang dilakukannya. Banyak analisis ekonomi menggunakan asumsi ceteris paribus yaitu mengasumsikan bahwa semua faktor diluar yang difokuskan adalah konstan, hanya yang sedang dipelajari saja yang berubah. Selain itu ekonom juga kebanyakan berpendapat bahwa setiap orang tahu pikiran mereka sendiri dan akan membuat pilihan yang konsisten dengan preferensi mereka. Pengertian Rumah Sakit Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit menyebutkan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Kemenkes, 2009). Klasifikasi Rumah Sakit Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
N omor
340/MENKES/PER/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit menyatakan bahwa Klasifikasi Rumah Sakit adalah pengelompokan kelas rumah sakit berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan. Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, rumah sakit umum diklasifikasikan menjadi Rumah sakit umum kelas A, Rumah sakit umum kelas B, Rumah sakit umum kelas C dan Rumah sakit umum kelas D. Pelayanan Kesehatan Rawat Inap Pelayanan rawat inap adalah pelayanan terhadap pasien masuk rumah sakit yang menempati tempat tidur perawatan untuk keperluan observasi, diagnosa, terapi, rehabilitasi medik dan atau pelayanan medik lainnya (Kemenkes, 1997). Rawat inap (Soerapto, 1985) adalah kegiatan penderita
4
yang berkunjung ke rumah sakit untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang berlangsung selama lebih kurang 24 jam. Kemampuan Membayar Ability To Pay (ATP) adalah kemampuan seseorang untuk membayar jasa pelayanan yang diterimanya berdasarkan penghasilan yang dianggap ideal. Dua batasan ATP yang dapat digunakan sebagai berikut (a) ATP 1 adalah besarnya kemampuan membayar yang setara dengan 5 % dari pengeluaran pangan non esensial dan non makanan. Batasan ini didasarkan bahwa pengeluaran untuk non makanan dapat diarahkan untuk keperluan lain, termasuk untuk kesehatan (b) ATP 2 adalah besarnya kemampuan membayar yang setara dengan jumlah pengeluaran untuk konsumsi alkohol, tembakau, sirih, pesta/upacara. Batasan ini didasarkan kepada pengeluaran yang sebenarnya dapat digunakan secara lebih efesien dan efektif untuk kesehatan. Misalnya dengan mengurangi pengeluaran alkohol/tembakau/sirih untuk kesehatan (Adisasmita, 2008). Kemauan Membayar Willingness to pay (WTP), yaitu besarnya dana yang mau dibayarkan keluarga untuk kesehatan. Data pengeluaran rumah tangga untuk kesehatan didalam data susenas dapat digunakan sebagai proksi terhadap WTP. Faktor–faktor yang mempengaruhi WTP, yaitu pendapatan, pengetahuan mengenai tarif dan persepsi serta penilaian tentang pelayanan yang diterima pasien (Gafni, 1991). Konsep Biaya Biaya adalah semua pengorbanan yang dikeluarkan (dipakai) untuk meghasilkan suatu produk atau output, atau untuk mengkonsumsi suatu produk atau output. Dengan demikian biaya bisa berbentuk uang, barang, waktu atau kesempatan (yang dikorbankan). Kesempatan yang dikorbankan disebut juga opportunity cost (Samuelson, 2004). Berdasarkan jenisnya maka biaya dapat dikelompokkan sebagai berikut (a) Biaya tetap, biaya variabel dan biaya total; (b) Biaya investasi & Biaya operasional pemeliharaan; (c) Biaya Satuan (Unit Cost/UC); (d) Biaya langsung dan tidak langsung; (e) Komponen Biaya Rumah Sakit (Pindyck, 2007). Penetapan Tarif Rumah Sakit Departemen Kesehatan mengartikan tarif sebagai nilai suatu jasa pelayanan rumah sakit dengan sejumlah uang dimana berdasarkan nilai tersebut, rumah sakit bersedia memberikan jasa kepada pasien. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan tarif rumah sakit menurut Gani (1997) adalah sebagai berikut: biaya satuan; jenis pelayanan dan tingkat pemanfaatan; subsidi silang; tingkat kemampuan masyarakat; tarif pelayanan pesaing yang setara.
5
Kemauan Membayar Demand
Pelayanan Kesehatan
-
Kemampuan Membayar
Biaya total Biaya tetap Biaya semi variabel Biaya variabel
Biaya Satuan
Tarif Rasional RSUD Gambar 1. Kerangka Pemikiran
III. Metode Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan informasi biaya satuan pelayanan rawat inap dan gambaran tentang kemampuan dan kemauan membayar pasien. Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Inap RSUD dr. Rasidin Padang. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah semua transaksi keuangan yang terjadi pada bulan Januari-Desember 2011 dan pasien rawat inap selama bulan Juli 2012 yang bukan peserta Askes dan bukan pengguna program JPS. Kemauan Membayar Untuk menghitung kemauan membayar pasien, maka model yang digunakan adalah WTPi
= α + β1Pendidikani + β2Pendidikani + β3Dokter+ β4 Ket_Obat+ β5 LOSi + ei
dimana:
6
WTP
= kemampuan membayar
Pendidikan
= tahun pendidikan reponden
Pendapatan
= total pendapatan keluarga
Dokter
= mutu pelayanan dokter
Ket_obat
= ketersediaan obat
LOS
= lama hari rawatan
e
= eror term
Kemampuan Membayar Kemampuan membayar pasien dihitung berdasarkan dari total pengeluaran rumah tangga untuk keperluan non esensial. Pengeluaran non esensial tersebut terdiri dari (a) Pengeluaran untuk keperluan pesta dan upacara (perkawinan, aqiqah, khitanan, ulang tahun, perayaan hari raya, dan sejenisnya); (b) Pengeluaran untuk rokok, alkohol dan jajan; (c) Pengeluaran untuk hiburan, rekreasi dan lainnya. Analisis Biaya Untuk pengolahan data sekunder dalam menghitung biaya satuan dilakukan dengan spreadsheet program microsoft excel. Semua biaya yang akan dianalisis diklasifikasikan menjadi biaya tetap, biaya semi variabel dan biaya variabel. Untuk menghitung nilai tahunan biaya tetap adalah: =
(
)
dimana: AFC
= biaya tetap tahunan
IIC
= nilai awal/harga beli barang
i
= laju inflasi
t
= masa pakai
L
= perkiraan umur ekonomis barang
Biaya asli yang terdapat di setiap unit penunjang didistribusikan ke setiap unit produktif, sehingga biaya yang terdapat di unit produkstif adalah biaya asli unit produktif itu sendiri ditambah dengan biaya pindahan dari unit penunjang. Perhitungan distribusi biaya asli menggunakan metode distribusi ganda. Metode ini melakukan alokasi biaya dalam dua tahapan. Distribusi tahap I, distribusi biaya asli dari pusat biaya penunjang kepada pusat biaya penunjang lainnya dan ke pusat biaya produksi. Distribusi ini menggunakan rumus sebagai berikut:
Distribusi tahap II, mendistribusikan biaya asli hasil distribusi tahap I dari pusat biaya penunjang ke seluruh pusat biaya produksi. ℎ
ℎ
Sedangkan biaya satuan produk pelayanan masing-masing kelas perawatan diperoleh dengan menggunakan rumus: =
dimana:
UC
= biaya satuan
TC
= biaya total
Q
= output
Uji Instrumen Pengumpulan Data Tujuan tes pada umumnya untuk mencari pengalaman pengelolaan dan untuk menguji kualitas instrumen itu sendiri. Tes yang dilakukan berupa validitas tes dan reliabilitas tes.
7
Pengujian Statistik Dalam penggunaan model regresi linier dan pengolahan data dengan ordinary least square, perlu dilakukan pengujian terhadap model. Pengujian statistik dilakukan untuk menguji hipotesis dan menguji asumsi ketepatan model. Pengujian ini berupa koefisien determinasi (R2); Uji t-statistik; Uji F-statistik. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Heteroskedastis Uji heteroskedastis (Gujarati,2003) adalah salah satu uji penyimpangan asumsi model klasik. Satu dari asumsi penting model regresi linier klasik adalah bahwa varians tiap unsur disturbance ui, tergantung pada nilai yang dipilih dari variabel yang menjelaskan. 2. Uji Multikolinearitas Uji ini menunjukkan gejala adanya hubungan linier atau hubungan yang pasti diantara eksplanatory variabel (variabel gejala) dalam model regresi. Gejala ditunjukkan oleh beberapa faktor, namun yang paling mendukung penjelasan adanya multikolinier dalam model yaitu apabila nilai R2 dari hasil regresi sangat tinggi namun sebagian besar eksplanatori variabel tidak menjelaskan hubungan yang signifikan terhadap variabel yang dijelaskan, melalui perbandingan antara nilai t-stat dan F-stat dengan t-tabel dan F-tabel. 3. Uji Autokorelasi Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu, seperti dalam deretan waktu atau ruang seperti dalam data cross sectional. Adanya autokorelasi diuji dengan Durbin Watson test atau menggunakan run test, jika hasil dari uji sebelumnya memberikan hasil yang tidak jelas.
IV. Hasil dan Pembahasan Kemauan Membayar Dalam penelitian ini digunakan empat persamaan yang memiliki variabel independen yang sama untuk masing-masing persamaan, tetapi dengan empat variabel dependen yang berbeda. Variabel dependennya untuk model pertama sampai ke empat adalah willingness to pay terhadap ruang rawatan kelas VIP, kelas I, kelas II dan kelas III. Berikut ini adalah hasil regresi dengan metode ordinary least square, sebagaimana tabel berikut:
8
Tabel 1. Hasil Regresi Metode OLS Variabel Independen Konstanta Pendidikan Pendapatan Dokter Ketersediaan Obat LOS R-Squared
Keterangan :
WTP_VIP 2.129984 (4.349728)*** 0.228249 (2.258438)** 0.391255 (3.549620)*** 0.23493 (2.210991)** -0.215242 (-2.028855)** -0.260998 (-2.897200)*** 0.483383
Variabel Dependen WTP_I WTP_II 1.874243 1.92612 (3.888603)*** (4.007986)*** 0.254292 0.216624 (2.556313)*** (2.184052)** 0.401671 0.434266 (3.702321)*** (4.014528)*** 0.221282 0.232804 (2.115805)** (2.232523)** -0.197567 -0.204761 (-1.892002)* (-1.966663)** -0.251251 -0.264501 (-2.833542)*** (-2.991750)*** 0.503351 0.508306
WTP_III 1.874936 (3.712226)*** 0.175213 (1.680840)* 0.424685 (3.735522)*** 0.275343 (2.512373)** -0.189989 (-1.736267)* -0.270364 (-2.909718)*** 0.462085
Angka dalam kurung adalah t-statistik ***
Signifikan pada level 1 %
**
Signifikan pada level 5 %
*
Signifikan pada level 10 %
Sumber: Hasil pengolahan data primer
Dari tabel tersebut di atas diketahui bahwa untuk semua persamaan, variabel pendapatan dan lama hari rawatan signifikan pada tingkat kepercayaan 99%, variabel mutu pelayanan dokter signifikan pada tingkat kepercayaan 95 % sedangkan variabel pendidikan dan ketersediaan obat bervariasi untuk masing-masing persamaan. Kemampuan Membayar Kemampuan membayar pasien dihitung berdasarkan dari total pengeluaran rumah tangga untuk pengeluaran non esensial selama 1 bulan. Kemampuan membayar responden kelas VIP sebesar Rp. 876.000,-, kelas I sebesar Rp. 352.220,-, di kelas II sebesar Rp. 265.740,- sedangkan di kelas III mempunyai kemampuan membayar sebesar Rp. 209.220,-. Biaya Tetap Yang termasuk biaya tetap dalam penelitian ini adalah biaya awal pengadaan sarana gedung, kendaraan, dan peralatan non medis. Biaya tetap terbesar berada pada pusat biaya instalasi farmasi sebesar Rp. 169.140.872,-, diikuti kantor sebesar Rp. 122.141.524,-, kelas III sebesar Rp. 106.342.732,-, Laundry sebesar Rp. 89.352.014,-, gizi sebesar Rp. 82.733.579,-, kelas II sebesar Rp. 48.620.112,-, kelas I sebesar Rp. 30.435.795 dan kelas VIP sebesar Rp. 7.891.551,-. Biaya Semi Variabel Yang termasuk biaya semi variabel dalam penelitian ini adalah biaya pemeliharaan gedung, pemeliharaan kendaraan, pemeliharaan peralatan non medis, biaya tambahan penghasilan medis umum
9
dan biaya pakaian dinas. Biaya semi variabel tertinggi terdapat pada pusat biaya kantor sebesar Rp.181.872.522,-, kelas III sebesar Rp. 76.444.805,-, farmasi sebesar Rp. 36.464.865,-, kelas II sebesar Rp. 34.093.075,-, gizi sebesar Rp. 30.197.382,-, kelas I sebesar Rp. 25.707.021, laundry sebesar Rp. 11.409.582,- dan kelas VIP sebesar Rp. 7.647.675,-. Biaya Variabel Yang termasuk biaya variabel dalam penelitian ini adalah biaya barang cetak, biaya alat tulis kantor, biaya makan minum pegawai, biaya makan minum pasien, biaya listrik, biaya air, biaya telepon, biaya internet, biaya perjalanan dinas, biaya service kebersihan, biaya perlengkapan pasien, biaya bahan pembersih, dan biaya bahan habis pakai medis. Biaya variabel tertinggi terdapat pada pusat biaya kantor sebesar Rp. 420.643.877,-, kelas III sebesar Rp. 418.447.337,-, kelas II sebesar Rp.104.936.402,-, farmasi sebesar Rp. 94.714.497,-, gizi sebesar Rp. 87.339.039,-, kelas I sebesar Rp.77.546.442,-, laundry sebesar Rp. 41.580.587,-, dan kelas VIP sebesar Rp. 22.579.908,-. Biaya Total Biaya total dalam penelitian ini terdiri dari TC1, TC2 dan TC3 yaitu total biaya yang diperoleh setelah pendistribusian tahap II dengan metode double distribution. Biaya total pada masing-masing kelas perawatan diuraikan pada tabel 2 berikut. Tabel 2. Biaya Total RSUD dr. Rasidin Padang Tahun 2011
No. 1 2 3 4
Kelas Perawatan Kelas VIP Kelas I Kelas II Kelas III
TC1 TC = FC + SVC + VC 63,609,855 216,272,483 310,892,616 957,424,222
TC2 TC = SVC + VC 49,994,876 160,238,485 220,129,660 718,519,841
TC3 TC = VC 36,506,375 118,093,694 162,838,678 578,893,219
Sumber: Hasil Pengolahan Data Sekunder
Biaya Satuan Biaya satuam dalam penelitian ini terdiri dari UC1, UC2 dan UC3 yang diperoleh dengan cara biaya total dibagi output di masing-masing kelas perawatan. Hasil perhitungan biaya satuan masingmasing kelas perawatan diuraikan pada tabel 3. Tabel 3. Biaya Satuan RSUD dr. Rasidin Padang Tahun 2011
No. 1 2 3 4
Kelas Perawatan Kelas VIP Kelas I Kelas II Kelas III
UC1 UC = TC/Q 1,200,186 222,961 138,482 84,780
Sumber: Hasil Pengolahan Data Sekunder
10
UC2 UC = TC/Q 943,300 165,194 98,053 63,625
UC3 UC = TC/Q 688,800 121,746 72,534 51,261
Implikasi Kebijakan Penetapan Tarif Kebijakan
penetapan
tarif
dilakukan
berdasarkan
informasi
bia ya
satuan
dengan
mempertimbangkan ATP dan WTP pengguna fasilitas pelayanan rawat inap. Hasil penelitian menunjukkan sebagai berikut: Tabel. 4. Perhitungan Kebijakan Tarif RSUD dr. Rasidin Padang Tahun 2011 No. Kelas Perawatan 1 2 3 4
Kelas VIP Kelas I Kelas II Kelas III
Tarif yang Berlaku
Biaya Satuan (Rp)
ATP (Rp.)
110,000 78,000 58,000 20,000
688,800 121,746 72,534 51,261
876,000 352,000 265,740 209,220
WTP Normatif Tarif (Rp.) berdasarkan ATP 126,650 89,856 66,661 22,947
148,475 83,862 60,395 36,072
% 34.98 7.52 4.13 80.36
Sumber: Hasil Pengolahan Data Sekunder
Kemampuan dan kemauan membayar pasien untuk tarif masing-masing kelas perawatan berada di atas tarif yang berlaku, berarti responden memiliki consumer surplus dimana tarif dapat dinaikkan berdasarkan kemampuan membayarnya. Selisih antara tarif dan kemauan membayar yang paling besar adalah kemauan membayar pada ruang rawat inap kelas I sebesar 15,20 %, kelas VIP sebesar 15,14 %, kelas II sebesar 14,93 % dan kelas III sebesar 14,74 %. Berdasarkan hasil penelitian, pada umumnya responden setuju apabila ada kenaikan tarif karena merasa bahwa tarif kelas perawatan yang berlaku di RSUD dr. Rasidin Padang masih sangat rendah jika dibandingkan dengan rumah sakit pemerintah lainnya, apalagi jika dibandingkan dengan rumah sakit swasta. Padahal pelayanan yang diberikan sama dengan visite dokter spesialis untuk masing-masing kelas perawatan. Visite yang dilakukan oleh dokter spesialis ini memberikan asumsi bahwa rumah sakit benar-benar memberikan tanggapan yang serius dalam memberikan pelayanan kesehatan. Dalam menetapkan tarif, lebih diarahkan pada kemampuan membayar karena kemampuan membayar didasarkan pada pendapatan, dimana jika pendapatan meningkat maka kemampuan membayar tentu juga meningkat. Berdasarkan penelitian, kemampuan membayar dalam satu bulan untuk kelas VIP sebesar Rp. 876.000,-, kelas I sebesar Rp. 352.000,-, kelas II sebesar Rp. 265.740,dan kelas III sebesar Rp. 209.220,-. Kemampuan membayar yang diambil berdasarkan pengeluaran non esensial karena pengeluaran seperti rokok, minuman alkohol, rekreasi, hiburan dan perayaan lebih besar dari pengeluaran kesehatan. Penerimaan RSUD dr. Rasidin Padang pada tahun 2011 untuk empat kelas perawatan rawat inap yaitu kelas VIP, kelas I, Kelas II dan kelas III, adalah sebagai berikut: Tabel 5. Selisih Tarif yang berlaku dengan ATP No. Kelas Perawatan 1 2 3 4
Kelas VIP Kelas I Kelas II Kelas III
Tarif yang Berlaku
ATP (Rp.)
Output
110,000 78,000 58,000 20,000
148,475 83,862 60,395 36,072
53 970 2,245 11,293 Jumlah
Sumber: Hasil Pengolahan Data Sekunder
11
Penerimaan Tahun 2011 5,830,000 75,660,000 130,210,000 225,860,000 437,560,000
Penerimaan Yang Feasible
Selisih
7,869,175 2,039,175 81,346,140 5,686,140 135,586,775 5,376,775 407,361,096 181,501,096 632,163,186 194,603,186
Dengan kondisi sebagaimana tersebut di atas, apabila tarif untuk empat jenis pelayanan kelas perawatan ruang rawat inap tersebut dinaikkan maka penerimaan rumah sakit dapat bertambah menjadi sebesar Rp. 632.163.186,- bahkan lebih besar ditahun berikutnya karena jumlah output di kelas VIP dihitung satu tahun tidak seperti sekarang yang hanya empat bulan. Dengan kata lain berdasarkan hasil penelitian, apabila tarif disesuaikan dengan kemampuan membayar maka hasil penerimaan rumah sakit yang feasible dapat bertambah sebesar Rp. 194.603.186,-. Meskipun penambahannya sangat kecil tetapi anggaran ini dapat dialihkan untuk peningkatan sarana prasarana yang bermanfaat untuk meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit. Berdasarkan hasil regresi terlihat bahwa mutu pelayanan dokter dan ketersediaan obat merupakan dua faktor yang mempengaruhi kemauan membayar pasien untuk semua kelas perawatan ruang rawat inap. Hal tersebut sedikitnya menunjukkan bahwa kedua faktor tersebut bisa dijadikan skala prioritas dalam peningkatan pelayanan kepada pasien, seperti pemeriksaan pasien di ruang rawat inap tetap dilakukan oleh dokter spesialis meskipun untuk pasien yang ada di ruang rawat inap kelas III. Hal ini dilakukan sebagai bentuk penghargaan rumah sakit kepada pasien yang dirawat inap bahwa tidak ada perbedaan pasien mampu dan pasien kurang mampu di setiap kelas perawatan dari segi mutu pelayanan dokter. Sedangkan untuk ketersediaan obat, sebelum melakukan pengadaan obat maka pihak manajemen rumah sakit perlu mempertimbangkan dan berkoordinasi kepada komite medis rumah sakit tentang obat apa saja yang dibutuhkan oleh para dokter dalam menunjang pelayanan kesehatan, sehingga tidak terjadi lagi salah persepsi mengenai jenis, ukuran, indikasi yang terkandung dalam obat-obatan dan lain sebagainya. Dengan begitu, obat yang sudah tersedia bisa dipergunakan sebaik-baiknya tanpa harus menjadi barang persediaan tak terpakai di akhir tahun anggaran.
V. Kesimpulan Berdasarkan pengumpulan dan pengolahan data serta pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Hasil pengolahan data primer berdasarkan kuesioner yang disebarkan adalah: a. Dari karakteristik responden dihasilkan tingkat pendidikan responden rata-rata adalah Sekolah Menengah Atas (SMA). Penghasilan rata-rata antara Rp. 2.000.000,- sampai dengan Rp. 3.500.000,- dengan jenis pekerjaan rata-rata adalah wiraswasta. b. Dari karakteristik pelayanan kesehatan diketahui bahwa ketersediaan obat tersedia dengan harga obat yang relatif murah. Disamping itu, mutu pelayanan dari dokter dalam melakukan pemeriksaan pada setiap pasien yang dirawat inap setiap kelas perawatan baik. c. Besarnya kemampuan membayar pasien apabila dihitung berdasarkan total pengeluaran non esensial selama satu bulan adalah kelas VIP sebesar Rp.876.000,-, kelas I sebesar Rp. 352.220,-, kelas II sebesar Rp. 265.740,- dan kelas III sebesar Rp. 209.220,-. Kemampuan membayar berdasarkan pengeluaran non esensial lebih potensial mendapatkan consumer
12
surplus karena pada umumnya lebih banyak membeli kebutuhan seperti rokok, alkohol, untuk keperluan pesta, dibandingkan dengan mengalokasikan untuk kebutuhan kesehatan. d. Kemauan membayar rata-rata pasien di masing-masing kelas perawatan lebih besar dari tarif yang berlaku yaitu kelas VIP sebesar Rp. 126.650,-, kelas I sebesar Rp. 89.856,-, kelas II sebesar Rp. 66.661,- dan kelas III sebesar Rp. 22.947,-. 2. Hasil pengolahan data sekunder berdasarkan dari laporan keuangan tahun anggaran 2011 adalah besarnya biaya satuan per hari rawat masing-masing kelas perawatan pada instalasi rawat inap RSUD dr. Rasidin Padang tahun 2011 berdasarkan perhitungan distribusi ganda sebagai berikut: a. Berdasarkan rumus I (TC = FC + SVC + VC), biaya satuan kelas VIP sebesar RP. 1.200.186,-, kelas I sebesar Rp. 222.961,-, kelas II sebesar Rp.134.482,- dan kelas III sebesar Rp. 84.780,-. b. Berdasarkan rumus II (TC = SVC + VC), biaya satuan kelas VIP sebesar RP. 943.300,-, kelas I sebesar Rp. 165.194,-, kelas II sebesar Rp. 98.053,- dan kelas III sebesar Rp. 63.625,-. c. Berdasarkan rumus III (TC = VC), biaya satuan kelas VIP sebesar RP.688.800,-, kelas I sebesar Rp. 121.746,-, kelas II sebesar Rp. 72.534,- dan kelas III sebesar Rp. 51.261,-. Saran 1. Kemauan dan kemampuan membayar ternyata lebih tinggi dari tarif Perda yang berlaku di RSUD dr. Rasidin Padang sekarang. Oleh karena itu, pihak rumah sakit dapat menyesuaikan tarif pelayanan rawat inap berdasarkan kemampuan dan kemauan membayar pasien serta biaya satuan. Dengan tarif baru diharapkan rumah sakit dapat memperoleh cukup penerimaan dari kelas perawatan rawat inap sehingga rumah sakit dapat meningkatkan kualitas pelayanannya. 2. Perhitungan biaya satuan, kemampuan dan kemauan membayar pasien untuk penetapan tarif seyogyanya dilakukan secara reguler sesuai dengan fluktuasi inflasi biaya kesehatan.
VI. Ucapan Terimakasih Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayahNYA sehingga penulis bisa menyelesaikan jurnal ini, kepada ketua Program Magister Ekonomi Terapan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran beserta staff. Dosen pembimbing, para penguji dan dosen-dosen pengajar yang telah membantu penulis untuk membuka wawasan khususnya bidang ekonomi selama mengikuti perkuliahan di universitas ini. Pimpinan Pusbindiklatren Bappenas beserta staf, Direktur serta seluruh staf RSUD dr. Rasidin Padang, rekanrekan karyasiswa Bappenas TA 2011/2012. Ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua penulis, suami tercinta dan anakku yang telah memberikan dukungan, perhatian, pengertian serta hiburan sehingga penulis bisa menyelesaikan studi ini dengan lancar. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan baik materi maupun redaksi dalam penulisan tesis ini, sehingga masukan dan saran sangat diharapkan.
13
VII. Referensi Achmad Faiz HP. 2006. Studi Kemampuan-Kemauan Membayar Konsumen Jasa Angkutan Umum Bus Damri-Ekonomi di Kota Surabaya. Jurnal Aplikasi: Media Informasi dan Komunikasi Aplikasi Teknik Sipil Terkini, volume 1, Nomor 1, Agustus 2006. Agus Suryana. 2006. Aplikasi Simulasi Biaya Operasional Rumah Sakit Umum Daerah di Propinsi Lampung dengan Metode Double Distribution Dalam Upaya Membantu Menyiapkan Pola Tarif Pelayanan Rumah Sakit Swadana yang Terjangkau oleh Masyarakat. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2006 (SNATI 2006), Yogyakarta, 17 Juni 2006, ISSN: 19075022. Aizuddin AN, Hod R, Rizal AM, Yon R, Al Junid SM. 2011. Ability and Willingness to pay for Health Care and Contribute to National Healthcare Financing Scheme Among Farmers in Selangor. Journal of Community Health 2011: Volume 17, Number 1. Alimin Maidin, dan Munasser. 2002. Analysis of ATP and WTP of the Community who Participated in SSN and Non SSN Program at District of Jeneponto South Sulawesi, 2001. Presented at Asia Pasific Health Insurance Conference, Horison Hotel, Taman Impian Ancol, Jakarta, 22-26 of May, 2002. Amelia Hayati. 2008. Karakteristik Biaya Kesehatan Perempuan dan Pengaruh Peran Pemerintah Terhadap Biaya Kesehatan Keluarga (Studi Kasus: Kota Bandung). Tesis FE-Unpad. Bandung. Guritno Mangkoesoebroto. 1998. Ekonomi Publik. Edisi 3. BPFE, Yogyakarta. Hadi Yudariansyah, Supriharyono, Nasrullah. 2006. Analisis Keterjangkauan Daya Beli Masyarakat Terhadap Tarif Air Bersih (PDAM) Kota Malang (Studi Kasus Perumahan Sawojajar). Pilar volume 15, Nomor 2, September 2006: halaman 78-85. Johar Arifin & Heru Adi Prasetya. 2006. Manajemen Rumah Sakit Modern Berbasis Komputer. PT Elex Media Komputindo, Jakarta. Kemenkes RI. 2003. Kebijakan dan Strategi Desentralisasi Bidang Kesehatan. Jakarta. Kuntjoro Mudrajad. 2003. Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah dan Kebijakan. Edisi Ketiga. UPP AMP YKPN, Yogyakarta. Laksono Trisnantoro. 2006. Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi dalam Manajemen Rumah Sakit. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Munawar, Siradjuddin Beku, Alimin Maidin. 2003. Rasionalisasi Tarif Rawat Inap Rumah Sakit melalui Analisis Biaya Satuan, Kemampuan dan Kemauan Pasien Membayar (Studi Kasus di Rumah sakit Umum Kabupaten Majene). Jurnal Administrasi Kebijakan Kesehatan, Volume 01 Nomor 02, Mei 2003:84-92. Nicholson Walter. 2002. Microeconomic and Intermediate and Aplication. Edisi 8. Erlangga, Jakarta. Pindyck Robert S, Daniel L. 2007. Mikroeconomic. Edisi 6, Jilid 1. Indeks, Jakarta. Santerre, Rexford A dan Neun, Stephen P. 2000. Health Economics: Theories, Insights, and Industry Studies. Revised edition. The Dryden Press, Harcourt Brace College Publishers. USA.
14
Suharsimi Arikunto. 2005. Manajemen Penelitian. Edisi revisi. PT Asdi Mahasatya, Jakarta. Thabrany. 2002. Peran Publik dalam Pembiayaan Kesehatan. Majalah Kedokteran Indonesia, volume 52, nomor 1, hlm 1-6. YI.Wicaksono, Bambang Riyanto, Dianita Ratna Kusumastuti. 2006. Analisis Kemampuan Membayar Tarif Angkutan Kota (Studi Kasus Pengguna Jasa Angkutan Kota pada Empat Kecamatan di Kota Semarang). Pilar volume 15, Nomor 1, April 2006:halaman 31-35. Wiku Adisasmita. 2008. Rancangan Peraturan Daerah Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan. FKM UI: Jakarta.
15