KEKONSISTENAN PENDUGA FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN LINEAR
Oleh:
LIA NURLIANA
PROGRAM STUDI MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005
‘’ Karya ilmiah ini ku persembahkan untuk : Mamah, Aa, Kakak-kakak ku tersayang dan semua orang yang kusayangi ‘’
RINGKASAN LIA NURLIANA. Kekonsistenan Fungsi Intensitas Proses Poisson Periodik dengan Tren Linear. Dibimbing oleh I WAYAN MANGKU dan RETNO BUDIARTI. Banyak fenomena nyata dalam kehidupan sehari-hari yang dapat dijelaskan dengan suatu proses stokastik. Sehingga proses stokastik mempunyai peranan cukup penting dalam memodelkan fenomena di berbagai bidang kehidupan kita sehari-hari. Salah satu bentuk khusus dari proses stokastik adalah proses Poisson periodik dengan suatu tren. Sebagai contoh, banyaknya kendaraan yang melewati suatu ruas jalan raya dapat dimodelkan dengan suatu proses Poisson periodik dengan periode satu hari. Namun, kalau misalkan banyaknya kendaraan yang melewati ruas jalan tersebut mempunyai kecenderungan meningkat secara linear terhadap waktu, maka model yang lebih cocok adalah proses Poisson periodik dengan tren linear. Dengan demikian model fungsi intensitas untuk kasus ini terdiri atas komponen periodik dan komponen tren linear. Pada tulisan ini dibahas pendugaan fungsi intensitas dari proses Poisson periodik dengan tren linear yang diamati pada interval [ 0, n ) . Diasumsikan bahwa periode dari komponen periodik diketahui, tetapi kemiringan dari tren linear dan komponen periodik dari fungsi intensitasnya tidak diketahui. Pada kajian ini dipelajari perumusan penduga dari kemiringan tren linear dan penduga dari komponen periodik fungsi intensitas yang bersangkutan. Disamping itu juga dikaji: kekonsistenan lemah dan kuat serta sebaran normal asimtotik dari penduga kemiringan tren linear, dan kekonvergenan dalam peluang dan kekonvergenan dalam rataan ke-2 dari penduga komponan periodik dari fungsi intensitas proses Poisson yang dikaji.
KEKONSISTENAN PENDUGA FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN LINEAR
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Oleh:
LIA NURLIANA
PROGRAM STUDI MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005
Judul : Kekonsistenan Penduga Fungsi Intensitas Proses Poisson Periodik dengan Tren Linear. Nama : Lia Nurliana NRP : G54102005
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. I. Wayan Mangku, Msc NIP. 131 633 020
Ir. Retno Budiarti, MS NIP. 131 842 409
Mengetahui,
Dekan FMIPA
Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS NIP. 131 473 999
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cianjur 7 September 1983 sebagai anak ketujuh dari tujuh bersaudara, anak dari pasangan Maman Abdurahman dan Niah Mariah. Tahun 2002 penulis lulus dari SMUN I Cianjur dan pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa Departemen Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Tahun 2003-2004 menjabat sebagai Ketua Keputrian Gugus Mahasiswa Matematika Departemen Matematika Institut Pertanian Bogor. Penulis juga pernah menjadi Asisten Dosen untuk matakuliah Kalkulus 1, Kalkulus 2, dan Persamaan Diferensial Biasa.
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena hanya dengan izin dan rahmat – Nya lah penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Kekonsistenan Penduga Fungsi Intensitas Proses Poisson Periodik dengan Tren Linear ”. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Dr. Ir. I. Wayan Mangku, Msc. sebagai pembimbing I atas kesabaran, koreksi, dan bimbingannya selama ini. 2. Ibu Ir. Retno Budiarti, MS. sebagai pembimbing II atas kesabaran, koreksi, dan bimbingannya. 3. Bapak Drs. Siswandi, MS. sebagai moderator seminar dan dosen penguji. 4. Mamah dan Aa untuk doa dan dukungannya, serta kesabaran dan kasih sayangnya selama ini. 5. Kakak-kakak ku tersayang (Teh Ai, Teh Elis, Teh Ois, Kang Yayan, Teh Nunung, dan Teh Yuyun), terima kasih atas dukungan, doa dan kasih sayangnya selama ini. “Alhamdulillah adik kalian yang bungsu ini bisa lulus juga”. 6. Keponakan-keponakan dan cucu ku yang lucu-lucu, terima kasih atas doanya selama ini pada Bi Iya. 7. Kak Imron Amirullah untuk kasih sayang, kesabaran, dan doanya selama ini. “Alhamdulillsh Ade bisa menyelesaikan skripsi ini dengan lancar dan cepat, terima kasih juga telah menemani saat sidang”. 8. Kakak-kakak ipar, Bibi, Ua, Amang, dan saudara-saudara ku terima kasih atas doa dan dukungannya. 9. Andri, Aden, dan Erra yang telah bersedia menjadi pembahas dalam seminar. 10. Teman sebimbingan Nur dan Lutfi untuk persahabatan, doa, dan bantuannya.”Lutfi, tetap semangat. Kamu pasti bisa”. 11. Azhari, Erra, Lutfi, Moza, Nur (terima kasih sudah menemani saat sidang dan membantu jadi seksi konsumsi), Neli dan Elis untuk persahabatan, doa, serta bantuannya. 12. Sahabat-sahabat ku: Miranti, Innike atas doa, kasih sayang, dukungan, dan dorongannya selama ini. 13. Warga Balsem: Nyimas, Mbak Tanti, Mbak Ari, Dewi Titi, Ainy, Ela, Wicha, Zakiah, Yolanda, Sarry, Ani, Teh Lili, Teh Atin, Harni, Tati, Renti, Achi, Enny, Desy, Mbak Umi, Mbak Iib, Mbak Tutut atas doa dan dukungannya selama ini. 14. Warga Griya Amani di Baranangsiang. 15. Riswan dan teman-teman di kosan Kc Math terima kasih atas pinjaman komputernya.”Yana, tetap semangat dalam mengerjakan skripsi”. 16. Teman–teman math 39, ”Kalian telah membuat suatu kenangan yang indah bagi Iya”. 17. Seluruh pegawai Departemen Matematika ( Bu Ade, Mas Bono, Mas Yono, Bu Susi, Mas Deni ... ) dan FMIPA . 18. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak yang mempunyai ketertarikan yang sama pada materi ini. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan.
Bogor, Oktober 2005 LIA NURLIANA
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................................................vi PENDAHULUAN Latar Belakang ............................................................................................................................ 1 Tujuan . .......................................................................................................................................1 LANDASAN TEORI Kejadian dan Peluang . ................................................................................................................1 Peubah Acak dan Fungsi Sebaran . .............................................................................................2 Kekonvergenan ...........................................................................................................................2 Momen dan Nilai Harapan ...........................................................................................................3 Penduga Tak-bias dan Penduga Konsisten...................................................................................4 Beberapa Definisi dan Lema Teknis ............................................................................................4 Proses Stokastik dan Proses Poisson ............................................................................................6 HASIL DAN PEMBAHASAN Perumusan Penduga .....................................................................................................................7 Kekonvergenan dari Penduga Kemiringan Tren Linear...............................................................8 Kekonsistenan dari Penduga Komponen Periodik .....................................................................11 SIMPULAN ...............................................................................................................................15 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................16 LAMPIRAN...............................................................................................................................17
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Bukti Lema 2 ……………………………………... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. .. . . . . . . 17 Bukti Lema 3 …………………………….... . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .17 Bukti Lema 4 Ketaksamaan Markov………………………………………………………………18 Bukti Lema 5 Ketaksamaan Chebyshev………………………………………………………...…18 Bukti Lema 6 Ketaksamaan Cauchy-Schwarz…………………………………………………….19 Bukti Lema 11 …………………………………………………………………………………….20
PENDAHULUAN Latar Belakang Tulisan ini mengkaji kekonsistenan penduga kernel dari fungsi intensitas pada proses Poisson periodik dengan tren linear. Ini merupakan rekonstruksi dari paper: Helmers dan Mangku (2005). Banyak fenomena nyata dalam kehidupan sehari-hari yang dapat dijelaskan dengan suatu proses stokastik. Proses stokastik mempunyai peranan cukup penting dalam berbagai bidang pada kehidupan kita sehari-hari. Sebagai contoh dalam bidang transportasi: banyaknya kendaraan yang melewati suatu ruas jalan raya pada suatu selang waktu tertentu hanya bisa diamati sekali. Beberapa kendala tersebut memaksa kita untuk mengkaji pemodelan stokastik tentang fungsi intensitas dari sebuah proses Poisson dengan hanya menggunakan sebuah realisasi dari proses tersebut. λ diasumsikan Fungsi intensitas terintegralkan lokal, yaitu nilai integral dari fungsi tersebut pada sebarang interval dengan panjang terhingga adalah bernilai terhingga. Ini berakibat bahwa nilai harapan dari banyaknya data pengamatan pada sebarang interval dengan panjang terhingga adalah bernilai terhingga. Untuk menyusun suatu penduga yang konsisten, diperlukan data yang banyaknya menuju tak hingga. Agar data pengamatan di berbagai bagian selang waktu yang berbeda bisa digunakan untuk menduga fungsi intensitas pada suatu titik s, maka diperlukan asumsi bahwa fungsi intensitas tersebut adalah periodik (siklik). Pada kajian
ini , kita anggap periode dari fungsi intensitas λ diketahui, yaitu τ . Salah satu bentuk khusus dari proses stokastik adalah proses Poisson periodik dengan suatu tren linear. Sebagai contoh, banyaknya kendaraan yang melewati suatu ruas jalan raya dapat dimodelkan dengan suatu proses Poisson periodik dengan periode satu hari. Namun, kalau misalnya banyaknya kendaraan yang melewati suatu ruas jalan tersebut mempunyai kecenderungan meningkat secara linear terhadap waktu, maka model yang lebih cocok adalah proses Poisson periodik dengan tren linear. Dengan demikian model fungsi intensitas untuk kasus ini dapat diformulasikan sebagai berikut λ (s ) = λ c (s ) + as dengan λ c (s ) adalah suatu fungsi periodik, dan as adalah komponen tren linear dengan a menyatakan kemiringan dari tren tersebut. Sehingga permasalahan di atas dapat dimodelkan dengan suatu proses Poisson periodik dengan tren linear. Tujuan Tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk: (i) Mempelajari penyusunan penduga kernel pada proses Poisson periodik dengan tren linear. (ii) Mempelajari pembuktian kekonsistenan dan beberapa jenis kekonvergenan dari penduga a dan penduga kernel bagi λ c (s ) .
LANDASAN TEORI Kejadian dan Peluang Definisi 1 (Ruang Contoh dan Kejadian) Suatu percobaan yang dapat diulang dalam kondisi yang sama, yang hasilnya tidak bisa diprediksi secara tepat tapi kita bisa mengetahui semua kemungkinan hasil yang muncul disebut percobaan acak. Himpunan semua hasil yang mungkin dari percobaan acak disebut ruang contoh dan dinotasikan dengan Ω . Suatu kejadian A adalah himpunan bagian dari ruang contoh. [Ross, 1996] Definisi 2 ( σ − field )
Suatu himpunan F yang anggotanya terdiri atas himpunan bagian dari Ω disebut dengan σ − field jika memenuhi kondisi (i) φ ∈ F. ∞
(ii) Jika A1 , A2 ,... ∈ F maka
U A ∈ F; i
i =1
(iii) Jika A ∈ F maka A c ∈ F. [Grimmett dan Stirzaker,1992]
σ - field terkecil yang mengandung semua selang berbentuk (− ∞, r ] , r ∈ R , disebut medan Borel, dan dinotasikan B (F ); dan anggota dari medan Borel disebut himpunan Borel.
1
Definisi 3 (Ukuran Peluang) Ukuran peluang Ρ pada (Ω, F ) adalah fungsi Ρ : F → [0,1] yang memenuhi: (i) (ii)
Ρ (φ ) = 0 , Ρ (Ω ) = 1.
Jika A1 , A2 , ... adalah himpunan disjoint yang merupakan anggota dari F , yaitu
Ai ∩ A j =φ , untuk setiap i, j dengan i ≠ j ,
⎛ ∞ ⎞ ∞ maka Ρ⎜ Ai ⎟ = Ρ( Ai ) . ⎜ ⎟ ⎝ i =1 ⎠ i =1 [Grimmett dan Stirzaker,1992]
∑
U
Tripel (Ω,F, Ρ ) disebut dengan ruang peluang.
Definisi 4 (Kejadian Saling Bebas) Kejadian A dan B dikatakan saling bebas jika
Ρ ( A ∩ B ) = Ρ ( A)Ρ(B ).
Secara umum, himpunan kejadian {Ai ; i ∈ I } dikatakan saling bebas jika ⎞ ⎛ Ρ⎜ Ai ⎟ = Ρ( Ai ) . ⎟ ⎜ ⎝ i∈J ⎠ i∈J untuk setiap himpunan bagian J dari I. [Grimmett dan Stirzaker,1992]
I
∏
Definisi 7 (Peubah Acak Diskret) Peubah acak X dikatakan diskret jika semua {x1 , x 2 ,...} merupakan himpunan nilai himpunan tercacah. [Grimmett dan Stirzaker,1992]
Untuk peubah acak diskret X fungsi kerapatan peluang didefinisikan pada definisi berikut. Definisi 8 (Fungsi Kerapatan Peluang) Fungsi kerapatan peluang dari peubah acak diskret X adalah fungsi p X : R → [0,1] , dengan p X (x ) = Ρ( X = x ). [Grimmett dan Stirzaker,1992] Kekonvergenan Definisi 9 (Kekonvergenan Barisan Bilangan Nyata) Barisan {a n } disebut mempunyai limit L dan kita tuliskan lim a n = L atau a n → L jika n → ∞ n →∞
apabila untuk setiap ε > 0 terdapat sebuah bilangan M sedemikian rupa sehingga jika n > M maka a n − L < ε . Jika
Peubah Acak dan Fungsi Sebaran Definisi 5 (Peubah Acak) Peubah acak X adalah fungsi X : Ω → R dengan {ω ∈ Ω : X (ω ) ≤ x} ∈ F untuk setiap x ∈ R. [Grimmett dan Stirzaker,1992] Peubah acak dinotasikan dengan huruf kapital seperti X , Y dan Z . Sedangkan nilai peubah acak dinotasikan dengan huruf kecil seperti x, y dan z . Setiap peubah acak memiliki fungsi sebaran, sebagaimana didefinisikan berikut ini.
Definisi 6 (Fungsi Sebaran) Fungsi sebaran dari suatu peubah acak X adalah FX : R → [0,1] , yang didefinisikan oleh F X ( x ) = Ρ ( X ≤ x ). [Grimmett dan Stirzaker,1992]
lim a n = L ada, kita katakan barisan
n →∞
tersebut konvergen. Jika tidak, kita katakan barisan tersebut divergen. [Stewart, 1999] Lema 1 (Deret– p) ∞
Deret
1
∑n n =1
p
konvergen jika p ≤1.
(disebut
juga
deret–p)
p > 1 , dan divergen jika
Bukti: Lihat Stewart (1999). Definisi 10 (Konvergen dalam Peluang) Misalkan X 1 , X 2 ,... X adalah peubah acak
dalam ruang peluang (Ω,F, Ρ ). Kita katakan X n konvergen dalam peluang ke X jika lim Ρ ( X n − X < ε ) = 1 n →∞
atau
lim Ρ ( X n − X ≥ ε ) = 0
n →∞
2
untuk
ε >0,
setiap
dan
ditulis
X n ⎯⎯→ X untuk n → ∞ . P
[Serfling, 1980] Definisi 11 (Konvergen dalam rataan ke –r) Misalkan X 1 , X 2 ,... X adalah peubah acak
dalam ruang peluang (Ω,F, Ρ ). Kita katakan X n konvergen dalam rataan ke-r ke peubah ⎯→ X , acak X , dengan r ≥ 1 , ditulis X n ⎯ untuk n → ∞ , jika r
Ε Xn
r
<∞
untuk semua n dan
(
Ε Xn − X
r
untuk n → ∞ , untuk semua titik x dimana fungsi sebaran FX (x ) adalah kontinu. [Grimmett dan Stirzaker,1992] Momen dan Nilai Harapan Definisi 15 (Momen) Jika X adalah peubah acak diskret, maka momen ke-m dari X didefinisikan sebagai ΕXm = xim p X (xi ),
[ ] ∑ i
dimana xi diperoleh dari fungsi kerapatan
)→ 0
untuk n → ∞ . [Grimmett dan Stirzaker,1992] Definisi 12 (Konvergen Hampir Pasti) Misalkan X 1 , X 2 ,... X adalah peubah acak
peluang p(xi ) = p X (xi ) , untuk i = 1,2,... jika jumlahnya konvergen. Jika jumlahnya divergen, maka momen ke-m dari peubah acak X dikatakan tidak ada. [Taylor dan Karlin, 1984]
dalam ruang peluang (Ω,F, Ρ ). Suatu barisan peubah acak X 1 , X 2 ,... dikatakan konvergen hampir pasti ke peubah acak X,
Momen pertama dari peubah acak X , yaitu jika m = 1 disebut sebagai nilai harapan dari X dan dinotasikan dengan Ε[X ] atau µ .
n → ∞ , jika
Definisi 16 (Momen Pusat) Momen pusat ke-m dari peubah acak X didefinisikan sebagai momen ke-m dari peubah acak ( X − Ε[X ]). [Taylor dan Karlin, 1984]
a .s X , untuk ditulis X n ⎯⎯→ untuk setiap ε > 0 ,
Ρ⎛⎜ lim X n − X < ε ⎞⎟ = 1 . ⎝ n →∞ ⎠ Dengan kata lain, konvergen hampir pasti adalah konvergen dengan peluang satu. [Grimmett dan Stirzaker,1992]
Definisi 13 (Konvergen Lengkap) Misalkan X 1 , X 2 ,... X adalah peubah acak
dalam ruang peluang (Ω,F, P). Suatu barisan peubah acak X 1 , X 2 ,... dikatakan konvergen lengkap ke peubah acak X , jika untuk setiap ε > 0 berlaku ∞
∑ Ρ( X
n
− X > ε)< ∞ .
n =1
[Grimmett dan Stirzaker,1992] Definisi 14 (Konvergen dalam Sebaran) Misalkan X 1 , X 2 ,... X adalah peubah acak
dalam ruang peluang (Ω,F, P). Suatu barisan peubah acak X 1 , X 2 ,... dikatakan konvergen dalam sebaran ke peubah acak X , ditulis d X n ⎯⎯→ X , jika
Ρ( X n ≤ x ) → Ρ( X ≤ x )
Momen pusat pertama adalah nol. Ragam dari peubah acak X adalah momen pusat kedua dari peubah acak tersebut dan dinotasikan sebagai Var ( X ) atau
σ 2 X . Jadi
[
]
Var ( X ) = Ε ( X − Ε[X ])2 .
Lema 2 Jika X adalah peubah acak diskret dengan ragam yang berhingga, maka untuk sebarang konstanta c dan d , berlaku Var (cX + d ) = c 2Var ( X ) . [Casela dan Berger, 1990] Bukti: Lihat Lampiran 1. Definisi 17 (Covarian) Misalkan X dan Y adalah peubah acak diskret, dan misalkan pula µ X dan µ Y masing- masing menyatakan nilai harapan dari X dan Y . Covarian dari X dan Y didefinisikan sebagai Cov ( X , Y ) = Ε(( X − µ X )(Y − µ Y )).
3
P g (θ ) , untuk n → ∞ , ⎯⎯→ penduga konsisten bagi g (θ ) .
[Casela dan Berger, 1990] Lema 3 Misalkan X dan Y adalah peubah acak diskret, dan misalkan pula c dan d adalah dua buah konstanta sebarang, maka Var (cX + dY ) = c 2Var ( X ) + d 2Var (Y ) + 2cdCov( X , Y ) . Jika X dan Y adalah peubah acak saling bebas, maka Var (cX + dY ) = c 2Var ( X ) + d 2Var (Y ).
[Casela dan Berger, 1990] Bukti: Lihat Lampiran 2. Penduga Tak- bias dan Penduga Konsisten Definisi 18 (Statistik) Statistik merupakan suatu fungsi dari satu atau lebih peubah acak yang tidak tergantung pada parameter (yang tidak diketahui). [Hogg dan Craig, 1995] Definisi 19 (Penduga) Misalkan X 1 , X 2 ,... X n adalah contoh acak. Suatu statistik U = U ( X 1 , X 2 ,..., X n ) = U ( X ) yang digunakan untuk menduga fungsi parameter g (θ ) , dikatakan sebagai penduga bagi g (θ ) . Nilai amatan U ( X 1 , X 2 ,..., X 2 ) dari U dengan nilai amatan X 1 = x1 , X 2 = x 2 ,..., X n = x n , disebut sebagai dugaan bagi g (θ ) . [Hogg dan Craig, 1995] Definisi 20 (Penduga Tak-bias) U ( X ) disebut penduga tak bias bagi g (θ ) , bila Ε[U ( X )] = g (θ ) . Bila Ε[U ( X )] − g (θ ) = b(θ ) , maka b(θ ) disebut bias dari penduga. Bila lim Ε[U ( X )] = g (θ ) maka U ( X ) disebut n→∞
sebagai penduga tak bias asimtotik. [Hogg dan Craig, 1995]
Definisi 21 (Penduga Konsisten) (i) Suatu statistik U ( X 1 , X 2 ,..., X n ) yang konvergen dalam peluang ke parameter g (θ ) , yaitu U ( X 1 , X 2 ,..., X n )
disebut
a .s Jika U ( X 1 , X 2 ,..., X n ) ⎯⎯→ g (θ ) untuk n → ∞ , maka U ( X 1 , X 2 , ..., X n ) disebut penduga konsisten kuat bagi g (θ ) .
(ii)
(iii)
r Jika U ( X 1 , X 2 ,..., X n ) ⎯ ⎯→ g (θ ) untuk n → ∞ , maka U ( X 1 , X 2 , ..., X n ) disebut penduga konsisten dalam rataan ke-r bagi g (θ ) .
Definisi 22 (Mean Squared Error) Mean squared error (MSE ) dari penduga W untuk parameter θ adalah fungsi dari θ yang
didefinisikan oleh Εθ (W − θ )2 . Dengan kata
lain MSE adalah nilai harapan kuadrat dari selisih antara penduga W dan parameter θ . Dari sini diperoleh Ε θ (W − θ )2 = Var (W ) + (Ε θ (W − θ ))2
( ( )) .
= Var (W ) + Bias θˆn
2
[Cassela dan Berger, 1990]
Beberapa Definisi dan Lema Teknis Definisi 23 ( O(1) dan o(1) ) (i) Suatu barisan bilangan nyata {a n } disebut terbatas dan ditulis a n = O(1) , untuk n → ∞ , jika ada bilangan terhingga A dan B sehingga B < a n < A , untuk semua bilangan asli n . (ii) Suatu barisan {bn } yang konvergen
ke 0 , untuk n → ∞ , kadangkala ditulis bn = o(1) , untuk n → ∞ . [Purcell dan Varberg, 1998] Definisi 24 (Momen Kedua Terbatas) Peubah acak X disebut mempunyai momen kedua terbatas jika Ε X 2 terbatas. [Helms, 1996]
( )
Definisi 25 (Fungsi Indikator) Fungsi indikator dari himpunan A , sering ditulis Ι A (x ) , didefinisikan sebagai fungsi
4
⎧1, x ∈ A Ι A (x ) = ⎨ ⎩0, x ∉ A . [Cassela dan Berger, 1996] Lema 4 (Ketaksamaan Markov) Jika X adalah peubah acak dengan Ε( X ) terbatas dan t > 0 , maka Ε X . Ρ( X ≥ t ) ≤ t [Helms, 1996] Bukti: Lihat Lampiran 3.
[ ]
Lema 5 (Ketaksamaan Chebyshev) Jika X adalah peubah acak dengan nilai harapan µ dan ragam terbatas σ 2 , maka Ρ( X − µ ≥ δ ) ≤
untuk setiap δ ≥ 0 .
σ2 δ2
identik dengan nilai harapan finite µ dan ragam tak nol σ 2 < ∞ . Jika ( X + X 2 + ... + X n ) Ζn = 1 − nµ maka Zn σ n konvergen ke sebaran normal baku, dan d ⎯→ Normal (0,1) untuk n → ∞ , ditulis Ζ n ⎯ atau
lim Ρ(Ζ n ≤ x ) =
n →∞
∞
∑ n =0
Bukti: Lihat Lampiran 4.
dy .
−∞
f (n ) (a ) ( x − a )n n!
'' f ' (a ) (x − a ) + f (a ) (x − a )2 + ... . 1! 2! [Stewart, 1999]
= f (a ) +
dan akan “bernilai sama dengan” jika dan hanya jika Ρ( X = 0 ) = 1 atau Ρ(Y = aX ) = 1 untuk suatu konstanta a. [Helms, 1996] Bukti: Lihat Lampiran 5.
− y2 / 2
Lema 9 (Teorema Deret Taylor) Suatu fungsi disebut deret Taylor dari fungsi f di a (atau di sekitar a atau yang berpusat di a), jika memenuhi persamaan
[Helms, 1996]
(Ε[XY ])2 ≤ Ε[X ]2 Ε[Y ]2
2π
∫e
Bukti: Lihat Ghahramani (2000).
f (x ) =
Lema 6 (Ketaksamaan Cauchy-Schwarz) Jika X dan Y adalah peubah acak dengan momen kedua terbatas, maka
x
1
Lema 10 (Teorema Fubini)
∫ f dµ < ∞ maka (dy )µ (dx ) = ∫ fdµ
Jika f ≥ 0 atau
∫ ∫ f (x, y )µ
2
XY
=
∫∫
1
XxY
f (x, y )µ1 (dx )µ 2 (dy )
.
Y X
Lema 7 (Lema Borel-Cantelli) (i) Misalkan {An } adalah
sebarang
∞
kejadian. Jika
∑ Ρ{A } < ∞ maka P n
n =1
(ii)
( An terjadi sebanyak tak hingga kali)=0. Misalkan {An } adalah sebarang kejadian yang saling bebas. Jika ∞
∑
Bukti: Lihat Durret (1996). Definisi 26 (Terintegralkan Lokal) Fungsi intensitas λ disebut terintegralkan lokal, jika untuk sebarang himpunan Borel terbatas B kita peroleh µ (B )= λ (s )ds < ∞ .
∫
B
Ρ{An } = ∞ maka P ( An terjadi
[Dudley, 1989]
n =1
sebanyak tak hingga kali )=1. Bukti: Lihat Durret (1996).
Definisi 27 (Titik Lebesgue) Suatu titik s disebut titik Lebesgue dari suatu fungsi λ jika 1 h →0 2 h lim
Lema 8 (Teorema Limit Pusat) Misalkan X 1 , X 2 ,... adalah suatu barisan peubah acak yang bebas dan sebarannya
s+h
∫ λ (u ) − λ (s ) du = 0.
s −h
[Wheeden dan Zygmund, 1977] Proses Stokastik dan Proses Poisson
5
Definisi 28 (Proses Stokastik) Proses stokastik {N (t ), t ∈ T } adalah suatu himpunan dari peubah acak yang memetakan suatu ruang contoh Ω ke ruang state S . [Ross,1996] Jadi, untuk setiap t pada himpunan indeks T , N (t ) adalah suatu peubah acak. Indeks t sering diinterpretasikan sebagai waktu (meskipun dalam berbagai penerapannya t tidak selalu menyatakan waktu), dan N (t ) kita sebut sebagai state dari proses pada waktu t . Ruang state S mungkin berupa: (i) S = Z (himpunan bilangan bulat), atau himpunan bagiannya. (ii) S = R (himpunan bilangan nyata), atau himpunan bagiannya. Suatu proses stokastik N disebut proses stokastik dengan waktu diskret jika himpunan adalah himpunan tercacah, indeks T sedangkan N kita sebut proses stokastik dengan waktu kontinu jika T adalah suatu interval. Definisi 29 (Proses Pencacahan) Suatu proses stokastik {N (t ), t ≥ 0} disebut proses pencacahan jika N (t ) menyatakan banyaknya kejadian yang telah terjadi sampai waktu t . [Ross, 1996] Kadangkala proses pencacahan {N (t ), t ≥ 0} ditulis N ([0, t ]) , yang menyatakan banyaknya kejadian yang terjadi pada selang waktu [0, t ] . Proses pencacahan N (t ) harus memenuhi syarat- syarat sebagai berikut: N (t ) ≥ 0 untuk semua t ∈ [0, ∞ ) . (i) (ii) Nilai N (t ) adalah bilangan bulat. (iii) Jika s < t maka N (s ) ≤ N (t ) , s, t ∈ [0, ∞ ) . (iv) Untuk s < t maka N (t ) − N (s ) , sama dengan banyaknya kejadian yang terjadi pada selang (s, t ] . Suatu proses pencacahan disebut memiliki inkremen bebas jika banyaknya kejadian yang terjadi pada sebarang dua selang waktu yang tidak tumpang tindih (tidak overlap) adalah bebas. Sedangkan suatu proses pencacahan disebut memiliki inkremen statsioner jika sebaran (distribusi) dari banyaknya kejadian yang terjadi pada
sebarang selang waktu, hanya tergantung dari panjang selang tersebut. Salah satu proses pencacahan yang penting adalah proses Poisson, yang juga merupakan proses stokastik dengan waktu kontinu. Definisi 30 (Proses Poisson) Suatu proses pencacahan {N (t ), t ≥ 0} disebut proses Poisson dengan laju λ , λ > 0 , jika dipenuhi tiga syarat berikut: (i) N (0 ) = 0. (ii) Proses tersebut memiliki inkremen bebas. (iii) Banyaknya kejadian pada sebarang interval waktu dengan panjang t , memiliki sebaran (distribusi) Poisson dengan nilai harapan λt . Jadi, untuk semua t , s > 0 e − λt (λt )k , k = 0,1,.... k! Dari syarat (iii) bisa diketahui bahwa proses Poisson memiliki inkremen yang statsioner. Dari syarat ini juga diperoleh bahwa Ε(N (t )) = λt . Proses Poisson dengan laju λ yang merupakan kostanta untuk semua waktu t disebut proses Poisson homogen. Jika laju λ bukan konstanta, tetapi merupakan fungsi dari waktu, λ (t ) , maka disebut proses Poisson tak-homogen. Untuk kasus ini, λ (t ) disebut fungsi intensitas dari proses Poisson tersebut. Fungsi intensitas λ (t ) harus memenuhi syarat λ (t ) ≥ 0 untuk t ≥ 0 . Ρ(N (s + t ) − N (s ) = k ) =
Lema 11 Misalkan X dan Y adalah peubah acak saling bebas dan memiliki sebaran Poisson dengan parameter berturut-turut u dan v . Maka X + Y memiliki sebaran Poisson dengan parameter u + v . [Taylor dan Karlin, 1984] Bukti: Lihat Lampiran 6. Definisi 31 (Fungsi Periodik) Suatu fungsi λ disebut periodik jika λ (s + kτ ) = λ (s ) untuk semua s ∈ R dan k ∈ Z. Konstanta terkecil τ yang memenuhi persamaan di atas disebut periode dari fungsi λ tersebut. [Browder, 1996] Definisi 32 (Proses Poisson Periodik)
6
Proses Poisson periodik adalah proses Poisson dimana fungsi intensitas λ adalah siklik (periodik).
HASIL DAN PEMBAHASAN Perumusan Penduga Misalkan N adalah proses Poisson non homogen pada interval [0, ∞ ) dengan fungsi intensitas λ yang tidak diketahui. Fungsi ini diasumsikan terintegralkan lokal dan terdiri atas 2 komponen, yaitu sebuah komponen periodik atau komponen siklik dengan periode (diketahui) τ > 0 dan sebuah tren linear yang tidak diketahui pula. Dengan kata lain, untuk sebarang titik s ∈ [0, ∞ ) , kita dapat menuliskan fungsi intensitas λ sebagai berikut: λ (s ) = λc (s ) + as (1) dengan λc (s ) adalah fungsi periodik dengan periode τ dan a adalah kemiringan dari tren linear. Dalam bahasan ini kita tidak mengasumsikan suatu bentuk parametrik dari λ c kecuali bahwa λc adalah periodik yaitu persamaan λc (s + kτ ) = λc (s ) (2) berlaku untuk ∀s ∈ [0, ∞ ) dan k ∈ Z dengan Z adalah himpunan bilangan bulat. Karena λ c periodik dengan periode τ , maka untuk menduga λ c untuk s ∈ [0, ∞ ) cukup diduga nilai λc pada s ∈ [0,τ ) . Misalkan untuk suatu ω ∈ Ω , terdapat sebuah realisasi N (ω ) dari proses Poisson N yang terdefinisi dalam ruang peluang (Ω, F, P) dengan bentuk fungsi intensitas di persamaan (1). Tujuan kita dalam pembahasan ini adalah mempelajari penyusunan penduga konsisten bagi λ c pada s ∈ [0,τ ] , dengan menggunakan sebuah realisasi N (ω ) dari proses Poisson yang diamati pada interval [0, n] . Kita mengasumsikan bahwa s adalah titik Lebesgue dari λ , yang secara otomatis berarti bahwa s adalah titik Lebesgue dari λc . Pada kajian ini kita asumsikan bahwa periode τ diketahui, tetapi slope a dan fungsi λc pada [0,τ ) keduanya tidak diketahui. Dalam kondisi ini, kita boleh
mendefinisikan penduga a dan penduga bagi λc di titik s yang diberikan. Penduga bagi a diberikan oleh: 2 N ([0, n]) . (3) aˆ n = n2 Sedangkan untuk penduga bagi λc (s ) pada titik s ∈ [0,τ ) diberikan oleh:
λˆc ,n (s ) =
1 ln n
∞
1 N ([s + kτ − hn , s + kτ + hn ] 2h n
∑k k =1
∩ [0, n])
n ⎞ ⎛ − aˆ n ⎜ s + (4) ⎟ ln n ⎠ ⎝ dimana h n adalah barisan bilangan real positif yang konvergen menuju 0, hn ↓ 0 (5) untuk n → ∞ . Sekarang akan diuraikan ide tentang pembentukan penduga bagi a . Untuk menjelaskan hal ini akan kita gunakan Lema berikut.
Lema 12 Jika fungsi intensitas λc adalah periodik (dengan periode τ ) dan terintegralkan lokal, n
maka
1 λ c (s )ds → θ n
∫
untuk
n→∞,
0
dengan θ =
1
τ
τ
∫ λ (s )ds . c
0
[Damiri, 2003] Bukti: Lihat Damiri (2003).
Pertama, perhatikan bahwa n
ΕN ([0, n]) = λ (s )ds
∫ 0 n
=
∫ (λ (s ) + as )ds c
0 n
n
= λc (s )ds + asds .
∫ 0
∫ 0
7
Perhatikan suku pertama dari ruas kanan persamaan di atas. Berdasarkan Lema 12, maka n
∫
λc (s )ds ≈ θn.
0
∫ 0
mengganti ΕN ([0, n]) dengan stokastiknya N ([0, n]) maka a diperoleh N ([0, n]) ≈ θ n + n 2 . Kedua ruas 2 2 dibagi dengan n , sehingga N ([0, n]) θ a 2 N ([0, n]) 2 ≈ + ⇔ − θ ≈ a. 2 n 2 n n n2 2 θ → 0 . Akhirnya Jika n → ∞ , maka n diperoleh bahwa: 2 N ([0, n]) . aˆ n = n2 Sekarang, akan diuraikan ide tentang pembentukan dari penduga kernel λˆ (s ) Dengan padanan
∞
Ln =
∑k
−1
Ι(s + kτ ∈ [0, n]) yang memegang
L n ~ ln n untuk
∞
∑ k =1
− as − a =
1 ln n
1 1 k 2h n
s + kτ + hn
∫ λ (x)Ι(x + s + kτ ∈ [0, n])dx
s + kτ − hn
n ln n
ΕN (Bhn (s + kτ ) ∩ [0, n]) 2 hn k =1 ∞
∑
n ⎞ ⎛ − a⎜ s + ⎟. ln n ⎠ ⎝
(8)
Perilaku ΕN (Bhn (s + kτ ) ∩ [0, n])
≈N (Bhn (s + kτ ) ∩ [0, n]) yang merupakan
padanan stokastiknya, sehingga persamaan (8) dapat ditulis: ≈
1 ln n
∞
∑ k =1
N (Bhn (s + kτ ) ∩ [0, n]) 2 hn
n ⎞ ⎛ − a⎜ s + ⎟, ln n ⎠ ⎝
c, n
dari λc (s ) . Perlu diingat bahwa hanya ada sebuah realisasi dari proses Poisson N yang tersedia, kita harus menggabungkan informasi tentang nilai dari λc (s ) yang belum diketahui dari tempat yang berbeda pada interval [0, n] . Dari (1) dan (2) yang kita punya, untuk sebarang titik s dan k ∈ Z, maka λc (s ) = λc (s + kτ ) . (6) Misalkan Bhn (x ) = [x − h, x + h] dan
n
n → ∞ (Ln setara asimtotik dengan ln n ) . Maka persamaan (7) dapat dituliskan sebagai berikut: 1 ≈ ln n
a asds = n 2 . 2
∑ Ι(s + kτ ∈ [0, n]) ≈ τ k =1
dan
Suku kedua dari ruas kanan persamaan tadi n
∞
Perlu diingat bahwa
(9)
yang dapat dilihat sebagai penduga dari λc (s ) , dengan periode τ dan kemiringan a dari tren linear diasumsikan diketahui. Jika a tidak diketahui, kita ganti a dengan aˆ n di persamaan (9) sehingga diperoleh penduga dari λc (s ) yang diberikan di persamaan (4).
Kekonvergenan dari
aˆ n
k =1
peranan penting dalam menuntun kita ke rangkaian pendekatan. Berdasarkan (6), kita dapat menuliskan
λc (s ) = =
1 Ln
1 Ln
∞
∞
∑ k (λ (s + kτ ))Ι(s + kτ ∈ [0, n]) 1
c
k =1
∑ k (λ (s + kτ ) − a(s + kτ )) 1
k =1
Ι(s + kτ ∈ [0, n])
1 = Ln
∞
∑ k =1
− as −
τ
1 (λ (s + kτ ))Ι(s + kτ ∈ [0, n]) k
aτ Ln
untuk
k =1
n → ∞ , dimana
θ = τ −1 λ c (s )ds .
∫ 0
∞
∑ Ι(s + kτ ∈ [0, n]) .
Lema 13 Misalkan fungsi intensitas λ diberikan di (1) dan terintegralkan lokal. Maka: 2θ ⎛ 1 ⎞ (10) Ε(aˆ n ) = a + + O⎜ 2 ⎟ n ⎝n ⎠ dan 2a ⎛ 1 ⎞ (11) Var (aˆ n ) = 2 + O⎜ 3 ⎟ n ⎝n ⎠
(7)
Akibatnya, aˆ n adalah penduga konsisten dari a , dan Mean-squared error (MSE)nya adalah:
8
MSE (aˆ n ) =
Bukti: Berdasarkan (3), sebagai berikut:
Ε(aˆ n ) = =
= =
2a + 4θ 2 n
Ε(aˆ n )
ΕN ([0, n]) =
2 n2
2
2 n2
⎛ 1 + O⎜ 3 ⎝n
dapat
⎞ ⎟ . (12) ⎠
dihitung
∫ λ (s )ds 0
∫ (λ (s ) + as )ds c
n2
0
∫
n2 2 n2
∫
2θ ⎛ 1 ⎞ + Ο⎜ 2 ⎟ n ⎝n ⎠ untuk n → ∞ . Ragam dari aˆ n diperoleh dengan cara yang serupa: 4 Var (aˆ n ) = 4 Var (N ([0, n])) n 4 = 4 ΕN ([0, n]) n 4 ⎛a ⎞ = 4 ⎜ n 2 + O(n )⎟ 2 n ⎝ ⎠ ⎛ 1 ⎞ + O⎜ 3 ⎟ , n ⎝n ⎠ untuk n → ∞ . 2a 2
MSE (aˆ n ) = Var (aˆ n ) + (Bias (aˆ n ))
2
(Bias(aˆ n ))2 = (Ε(aˆ n ) − a )2 ⎛ ⎞ 2θ ⎛ 1 ⎞ = ⎜⎜ a + + O⎜ 2 ⎟ − a ⎟⎟ n ⎝n ⎠ ⎝ ⎠ ⎛ 2θ ⎛ 1 = ⎜⎜ + O⎜ 2 ⎝n ⎝ n 4θ
⎞⎞ ⎟ ⎟⎟ ⎠⎠
2
2
⎛ 1 ⎞ (13) + O⎜ 3 ⎟ , n ⎝n ⎠ untuk n → ∞ . Sehingga berdasarkan (11) dan (13), maka =
Bukti: Berdasarkan ketaksamaan segitiga, kita peroleh aˆ n − a ≤ aˆ n − Εaˆ n + Εaˆ n − a . (16) n →∞
=a+
=
untuk n → ∞ . Berdasarkan Definisi 10, untuk membuktikan teorema ini adalah setara dengan menunjukan bahwa, untuk setiap ε > 0 , berlaku Ρ( aˆ n − a > ε ) → 0 . (15)
Berdasarkan Lema 13, kita peroleh lim Εaˆ n − a = 0
n ⎡n ⎤ ⎢ λc (s )ds + asds ⎥ ⎢0 ⎥ 0 ⎣ ⎦ a ⎡ ⎤ 2 ⎢θn + 2 n + O(1)⎥ ⎣ ⎦
2
(14)
n
n
2
P aˆ n ⎯⎯→ a
2
(17)
sehingga untuk ∀ε > 0 , ada N agar ε (18) Εaˆ n − a < 2 untuk ∀n ≥ N. Berdasarkan persamaan (17), kita peroleh ε⎞ ⎛ Ρ( aˆ n − a > ε ) ≤ Ρ⎜ aˆ n − Εaˆ n > ⎟ . 2⎠ ⎝ Jadi untuk membuktikan (14) cukup ditunjukan ε⎞ ⎛ lim Ρ⎜ aˆ n − Εaˆ n > ⎟ = 0 . n →∞ ⎝ 2⎠ Dengan ketaksamaan Chebyshev, kita peroleh ε ⎞ 4 Var (aˆ n ) ⎛ . Ρ⎜ aˆ n − Εaˆ n > ⎟ ≤ 2⎠ ε2 ⎝ Jadi kita tinggal membuktikan bahwa 4 Var (aˆ n ) lim →0. (19) n →∞ ε2 Berdasarkan Lema 13, Var (aˆ n ) akan konvergen ke nol jika n → ∞ , sehingga persamaan (19) terbukti. Jadi Teorema 1 terbukti. Teorema 2 (Kekonvergenan Lengkap) Penduga aˆ n adalah konvergen lengkap ke a , yaitu c aˆn ⎯ ⎯→ a,
untuk n → ∞ .
2
MSE (aˆ n ) =
2a + 4θ 2 n
2
⎛ 1 ⎞ + Ο⎜ 3 ⎟ , ⎝n ⎠
untuk n → ∞ . Teorema 1 (Kekonsistenan) Penduga aˆ n adalah penduga konsisten bagi a yaitu
Bukti: Berdasarkan Definisi 13, untuk membuktikan teorema ini cukup dibuktikan ∞
∑ Ρ( aˆ
n
)
− a > ε < ∞.
n =1
Berdasarkan ketaksaman segitiga, kita peroleh aˆ n − a ≤ aˆ n − Εaˆ n + Εaˆ n − a .
9
Dengan cara yang sama dengan pembuktian Teorema 1, akhirnya kita peroleh ε ⎞ 4 Var (aˆ n ) ⎛ . Ρ⎜ aˆ n − Εaˆ n > ⎟ ≤ 2⎠ ε2 ⎝ Kemudian
4 Var (aˆ n )
ε Sehingga diperoleh ∞ 4 Var (aˆ n ) 4 = 2 2 ε ε n =1 2
∑
=
∞
4 ⎛ 2a ⎛ 1 ⎜ + O⎜ 3 2 ⎜ 2 ε ⎝n ⎝n
⎛ 2a
∑ ⎜⎜⎝ n n =1
2
⎞⎞ ⎟ ⎟⎟ . ⎠⎠
⎛ 1 ⎞⎞ + O⎜ 3 ⎟ ⎟⎟ < ∞ . ⎝ n ⎠⎠
Jadi Teorema 2 terbukti. Akibat 1 (Kekonsistenan Kuat) Penduga aˆ n adalah penduga konsisten kuat bagi a , yaitu a.s aˆn ⎯⎯→ a,
untuk n → ∞ . Bukti: Berdasarkan Definisi 12, untuk membuktikan akibat ini akan dibuktikan untuk ε > 0 , maka Ρ⎛⎜ lim aˆ n − a < ε ⎞⎟ = 1 ⎝ n →∞ ⎠
atau Ρ⎛⎜ lim aˆ n − a ≥ ε ⎞⎟ = 0 . ⎝ n →∞ ⎠ ∞
∑ Ρ( aˆ
Dari Teorema 2 diketahui
n
−a >ε
)
n =1
< ∞ . Dengan bagian (i) Lema Borel - Cantelli ∞
(Lema 7), diperoleh jika
∑ Ρ( aˆ
n
−a >ε
)
n =1
< ∞ maka kejadian {aˆ n − a > ε } hanya akan
terjadi sebanyak terhingga, yang berimplikasi bahwa Ρ⎛⎜ lim aˆ n − a ≥ ε ⎞⎟ = 0 . ⎝ n →∞ ⎠ Maka Akibat 1 terbukti.
Sebaran Normal Asimtotik dari aˆ n
Teorema 3 (Kekonvergenan dalam Sebaran) n(aˆ n − a ) adalah konvergen dalam sebaran ke Normal (2θ , 2a ) untuk n → ∞ . (20)
Ruas kiri persamaan (20) adalah sebagai berikut: n(aˆ n − a ) = n(aˆ n − Εaˆ n ) + n(Εaˆ n − a ) . Untuk membuktikan Teorema 3, cukup dibuktikan d n(aˆ n − Εaˆ n ) ⎯⎯→ Ν (0,2a ) …(a) dan n(Εaˆ n − a ) → 2θ …(b) Untuk membuktikan bagian (a), perhatikan bahwa ruas kiri bagian (a) adalah sebagai berikut: ⎛ 2 N ([0, n]) 2ΕN ([0, n]) ⎞ n(aˆ n − Εaˆ n ) = n⎜ − ⎟ n2 n2 ⎝ ⎠ 2 = (N ([0, n]) − ΕN ([0, n])) n ⎛ N ([0, n]) − ΕN ([0, n]) ⎞ 2 ⎟. VarN ([0, n])⎜ = ⎜ ⎟ n ( [ ] ) VarN n 0 , ⎝ ⎠ Berdasarkan Teorema Limit Pusat, maka diperoleh ⎛ N ([0, n]) − ΕN ([0, n]) ⎞ d ⎜ ⎟ ⎯⎯→ Ν (0,1) ⎜ ⎟ VarN ([0, n]) ⎝ ⎠
(21)
jika n → ∞ . Maka untuk membuktikan (a), tinggal dibuktikan 2 VarN ([0, n]) → 2a . (22) n Karena N ([0, n]) adalah peubah acak Poisson, maka ruas kiri persamaan (22) dapat dituliskan sebagai berikut: 2 2 VarN ([0, n]) = ΕN ([0, n]) n n 2 a = θn + n 2 + O(1) n 2 =
a 2 4 ⎛ ⎞ ⎜θn + n + O (1)⎟ 2 n2 ⎝ ⎠
⎛1⎞ ⎛1⎞ = 2a + O⎜ ⎟ . Perhatikan bahwa O⎜ ⎟ n ⎝ ⎠ ⎝n⎠ konvergen ke nol untuk n → ∞ , sehingga ⎛1⎞ O⎜ ⎟ = o(1) . Misalkan x = 2a + o(1) , f (x ) ⎝n⎠ = x . Berdasarkan Teorema Deret Taylor, maka f ' (2a ) (x − 2a )1 + f " (2a ) f (x ) = f (2a ) + 1! 2!
(x − 2a )2 + ...
Bukti:
10
1
= 2a +
2 2a
(o(1))1 −
1 4.2 (2a )3
(o(1))2 + ...
= 2a + O (1)(o(1)) + o(1) = 2a + o(1) . Sehingga bagian (a) terbukti. Untuk membuktikan bagian (b) gunakan Lema 13, sehingga ruas kiri dari (b) dapat dituliskan sebagai berikut: ⎛ 2θ ⎛ 1 ⎞⎞ n(Εaˆ n − a ) = n⎜⎜ + O⎜ 2 ⎟ ⎟⎟ ⎝ n ⎠⎠ ⎝ n ⎛1⎞ = 2θ + O⎜ ⎟ . ⎝n⎠ Dengan kata lain n(Εaˆ n − a ) → 2θ n →∞. Jadi Teorema 3 terbukti.
jika
c
n → ∞ , asalkan
s
adalah titik Lebesgue dari λc . Dengan kata lain, λˆc ,n (s ) adalah penduga tak bias secara asimtotik bagi λc (s ) .
Bukti: Untuk membuktikan persamaan (23), akan ditunjukan bahwa (24) lim Ελˆc,n (s ) = λ c (s ) . n →∞
Berdasarkan Teorema Fubini, nilai harapan di ruas kiri (23) dapat dinyatakan sebagai berikut: ∞ 1 1 ΕN (Bhn (s + kτ ) ∩ [0, n]) ln n
∑k
n ⎞ ⎛ −⎜s + ⎟Ε(aˆ n ) . ln n ⎠ ⎝ Suku pertama dari (25) ∞
hn
∑ ∫ λ (x + s + kτ ) k =1
1 k
− hn
Ι(x + s + kτ ∈ [0, n])dx
hn
∑ ∫ (λ (x + s ) + a(x + s + kτ )) k =1
1 k
c
− hn
Ι(x + s + kτ ∈ [0, n])dx 1 = 2h n
⎛ 1 ⎝ ln n
hn
∫ (λc (x + s ))⎜⎜
− hn
∞
∑k
1
k =1
Ι(x + s + kτ ∈ [0, n]))dx a + 2hn ln n
∞
hn
∑ ∫ (x + s + kτ ) k =1
1 k
− hn
Ι(x + s + kτ ∈ [0, n])dx Suku pertama dari diuraikan sebagai berikut: ∞
(26)
1 2hn =
(26) dapat
∑ k Ι(x + s + kτ ∈ [0, n])dx 1
k =1
(27)
hn
∫ λ (x + s )dx c
− hn
1 2hn
hn
∫ ((λ (x + s ) − λ (s )) + λ (s ))dx c
c
c
− hn
⎡ hn 1 ⎢ (λc (x + s ) − λc (s ))dx = 2hn ⎢ ⎣ − hn hn ⎤ + λc (s )dx ⎥ . ⎥ − hn ⎦ Karena s adalah titik Lebesgue dari λc , maka
∫
∫
1 2 hn
1 2 hn
hn
∫ (λ (x + s ) − λ (s ))dx = o(1) . c
c
− hn hn
∫
λc (s )dx = λc (s )
− hn
1 2 hn
hn
∫ dx
− hn
1 = λ c (s ) [x]h−nhn 2h n
2hn
k =1
1 = 2hn ln n
∞
⎛ 1 ⎞ = 1 + Ο⎜ ⎟ ⎝ ln n ⎠ untuk n → ∞ , dan
Lema 14 (Ketakbiasan Asimtotik) Misalkan fungsi intensitas λ seperti (1) dan terintegralkan lokal. Jika asumsi (5) dipenuhi, maka (23) Ελˆ (s ) → λ (s ) c,n
1 2hn ln n
1 ln n
Kekonsistenan dari λˆc , n (s )
untuk
=
= λ c (s )
(25)
1 (2hn ) 2h n
= λc (s ) . (28) Dari (27) dan (28), kita peroleh suku pertama dari (26) : ⎛ ⎛ 1 ⎞⎞ ⎜⎜1 + O⎜ ⎟ ⎟⎟(λc (s ) + o(1)) ⎝ ln n ⎠ ⎠ ⎝ =λ c (s ) + ο (1)
(29)
11
untuk n → ∞ . Suku kedua dari (26), dapat diuraikan sebagai berikut: hn
∞
∑ ∫ (x + s + kτ )
a 2hn ln n
1 k k =1
− hn
Ι(x + s + kτ ∈ [0, n])dx a = 2 hn
∫ (x)⎢
− hn
⎛ ⎜ as +⎜ ⎜ 2 hn ⎝ ⎛ aτ ⎜ ⎜ 2h ⎝ n
⎡ 1 ⎣⎢ ln n
hn
∞
⎤
∑ k Ι(x + s + kτ )⎥⎦⎥ dx 1
k =1
⎞ ⎛ 1 ⎞⎞ ⎟⎛ dx ⎟⎜⎜1 + O⎜ ⎟⎟ + ln n ⎠ ⎟⎠ ⎟ ⎝ ⎝ − hn ⎠
∫
hn
∫
⎞ Ι (x + s + kτ ∈ [0, n ])⎟dx. (30) ⎟ k =1 ⎠ ∞
∑
Suku pertama ruas kanan persamaan (30) akan diperoleh sama dengan nol. Suku kedua ruas kanan persamaan (30) yaitu ⎛ 1 ⎞ as + O⎜ ⎟ . Perhatikan suku ketiga ruas ⎝ ln n ⎠ kanan persamaan (30). Karena nilai dari ∞
∑ Ι(x + s + kτ ∈ [0, n]) dapat ditulis menjadi k =1
n
τ
∞
−1 ≤
∑
Ι(x + s + kτ ∈ [0, n]) ≤
k =1
∞
⇔
n⎛
n
τ
+1 ⎛ 1 ⎞⎞
k =1
maka diperoleh aτ ⎛ n ⎛ 1 ⎞ ⎞ an + O⎜ ⎟ . Gabungan ⎜ + O(1)⎟ = ln n ⎝ τ ⎝ ln n ⎠ ⎠ ln n dari ketiga ruas persamaan (30), maka suku kedua persamaan (26) menjadi ∞
hn
∑ ∫ (x + s + kτ )Ι(x + s + kτ ∈ [0, n])dx k =1
1 k
2θ n ⎞ 2θ ⎛ 1 ⎞ ⎛ + O⎜ = a⎜ s + s+ ⎟ . (32) ⎟+ ln n ⎠ n ln n ⎝ n ln n ⎠ ⎝ Dengan mensubstitusi (31) dan (32) ke persamaan (25) akan diperoleh nilai harapan dari λˆ (s ) sebagai berikut: c,n
Ελˆ
c ,n
(s ) = λc (s ) + ο (1)
(33)
Lema 15 (Kekonvergenan Ragam) Misalkan fungsi intensitas λ seperti (1) dan terintegralkan lokal. Jika asumsi (5) dan hn ln n → ∞ (34) untuk n → ∞ dipenuhi maka Var λˆ (s ) → 0 (35)
(
)
s
adalah titik
Bukti : Kita ingat bahwa 1 ln n
∞
1 N (Bhn (s + kτ ) ∩ [0, n]) 2 hn
∑k k =1
n ⎞ ⎛ − aˆ n ⎜ s + ⎟ ln n ⎠ ⎝ Misalkan 1 ln n
∞
(36)
1 N (Bhn (s + kτ ) ∩ [0, n]) = Q1 , 2 hn
∑k k =1
n ⎞ ⎛ aˆ n ⎜ s + ⎟ = Q2 . ln n ⎠ ⎝ Sehingga Var λˆc,n (s ) = Var (Q1 ) + Var (Q2 )
(
)
(
)
+ 2Cov Q1 , Q 2 .
− hn
⎛ 1 ⎞ ⎛ 1 ⎞ an + O⎜ = as + O⎜ ⎟ ⎟+ ⎝ ln n ⎠ ⎝ ln n ⎠ ln n n ⎞ ⎛ ⎛ 1 ⎞ = a⎜ s + ⎟ + O⎜ ⎟ ln n ⎠ ⎝ ⎝ ln n ⎠ untuk n → ∞ . Sehingga suku pertama dari (25): n ⎞ ⎛ ⎛ 1 ⎞ =λ c (s ) + ο (1) + a⎜ s + ⎟ + O⎜ ⎟ (31) n ln ⎝ ⎠ ⎝ ln n ⎠ untuk n → ∞ . Dengan mensubstitusikan persamaan (10) ke suku kedua dari persamaan (25), maka kita peroleh
c,n
untuk n → ∞ , asalkan Lebesgue dari λc .
λˆc ,n (s ) =
∑ Ι(x + s + kτ ∈ [0, n]) = τ ⎜⎜⎝1 + O⎜⎝ n ⎟⎠ ⎟⎟⎠ ,
a 2 h n ln n
⎞⎞ ⎟ ⎟⎟ ⎠⎠
untuk n → ∞ . Sehingga persamaan (23) terbukti.
hn
⎞ ⎛⎜ 1 ⎟ ⎟ ⎜ ln n ⎠ − hn ⎝
n ⎞⎛ 2θ ⎛ 1 ⎛ + Ο⎜ 2 ⎜s + ⎟⎜⎜ a + ln n n ⎝ ⎠⎝ ⎝n
(37)
Untuk n yang besar, maka selang Bhn (s + kτ ) dan Bhn (s + jτ )
(38) untuk k ≠ j tidak saling tumpang tindih (tidak overlap). Sehingga (39) N (Bhn (s + kτ )) dan N (Bhn (s + jτ )) adalah bebas untuk k ≠ j . Kita hitung dulu suku pertama dari persamaan (37). ⎛ 1 ∞ 1 N (Bhn (s + kτ ) ∩ [0, n]) ⎞ ⎟ Var ⎜ ⎟ ⎜ ln n k 2 h n k =1 ⎠ ⎝
∑
⎛ 1 =⎜ ⎜ 4h 2 (ln n )2 ⎝ n
⎞∞ 1 ⎟ 2 ⎟ ⎠ k =1 k
∑
12
Var (N (Bhn (s + kτ ) ∩ [0, n])) . (40) Karena N adalah proses Poissson , maka Var (N ) = ΕN , dan untuk sebarang k , kita bisa tuliskan ΕN (Bhn (s + kτ ) ∩ [0, n]) hn
∫ λ (x + s + kτ )Ι(x + s + kτ ∈ [0, n])dx ,
=
− hn
sehingga persamaan (40) dapat ditulis sebagai berikut: ∞
∑k
1
4hn (ln n ) 2
2
1
k =1
2
∞
1
=
Var (N ([s + kτ − hn , s + kτ + hn ] ∩ [0, n ]))
4hn 2 (ln n )2
hn
∑ k ∫ λ (x + s + kτ ) 1
2
k =1
− hn
Ι(x + s + kτ ∈ [0, n])dx ∞
1
=
4hn 2 (ln n )2
+
∞
c
2
k =1
Ι(x + s + kτ ∈ [0, n])dx aτ
hn
∑ k ∫ (λ (x + s ) + a(x + s )) 1
4hn 2 (ln n )2
− hn
⎛ 1 ⎜ ⎜ ln n ⎝
hn
1 λ c (x + s )dx 2h n
∫
− hn
∑
1
k =1
hn
∫ (x + s )dx
a
4hn 2 ln n − h
n
⎞ ⎛ 1 ∞ 1 ⎟. ⎜ ( x s k τ [ 0 , n ] ) Ι + + ∈ 2 ⎟ ⎜ ln n k = k 1 ⎠ ⎝ Perhatikan bahwa
∑
∞
∑k k =1
1 2
(42)
Ι(x + s + kτ ∈ [0, n]) = O(1) merupakan
deret-p dengan p = 2 . Sehingga 1 ln n
∞
∑k k =1
1 2
=
⎛ 1 ⎞ Ι(x + s + kτ ∈ [0, n]) =O⎜ ⎟. ⎝ ln n ⎠
Dengan cara yang serupa dengan bukti Lema 14, substitusikan persamaan (29) ke suku pertama persamaan (42), sehingga dapat kita tulis sebagai berikut: 1 (λ c (s ) + o(1)) O⎛⎜ 1 ⎞⎟ 2hn ln n ⎝ ln n ⎠
2
∫
hn
aτ
⎛
∞
⎞
∑ k Ι(x + s + kτ ∈ [0, n])⎟⎟⎠dx 1
k =1
⎛ 1 ⎞⎞
∫ ⎜⎜⎝1 + O⎜⎝ ln n ⎟⎠ ⎟⎟⎠dx
2
4hn ln n − h
n
aτ ⎛ ⎛ 1 ⎞⎞ ⎜⎜1 + O⎜ = ⎟ ⎟⎟ 2hn ln n ⎝ ⎝ ln n ⎠ ⎠ =
⎞ Ι(x + s + kτ ∈ [0, n])⎟ + 2 ⎟ k ⎠
∞
⎛ 1 ⎜ ln n − h ⎜⎝ ln n n hn
aτ 4h n
hn
Suku pertama persamaan (41) dapat diuraikan menjadi 1 2hn ln n
⎛ ⎞ 1 ⎟. = O⎜ (44) ⎜ h (ln n )2 ⎟ ⎝ n ⎠ Dengan menggabungkan (43) dan (44), kita peroleh suku pertama dari persamaan (41) adalah ⎛ ⎞ 1 ⎟ (45) O⎜ ⎜ h (ln n )2 ⎟ ⎝ n ⎠ untuk n → ∞ . Suku kedua dari persamaan (41) dapat kita tulis sebagai berikut
− hn
∑ ∫ Ι(x + s + kτ ∈ [0, n])dx . (41) 1 k k =1
⎞ ⎛ 1 ⎟. (43) = O⎜ 2 ⎜ h (ln n ) ⎟ ⎠ ⎝ n Suku kedua persamaan (42) dapat kita tulis sebagai berikut: a (0 + 2hn ) O⎛⎜ 1 ⎞⎟ 2 ⎝ ln n ⎠ 4hn ln n
⎛ aτ 1 + O⎜ 2 ⎜ 2hn ln n ⎝ hn (ln n )
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
(46)
untuk n → ∞ . Dengan menggabungkan (45) dan (46), kita peroleh suku pertama dari persamaan (37) adalah ⎞ ⎛ aτ 1 ⎟ = + O⎜ (47) 2 ⎟ ⎜ 2hn ln n ( ) h n ln ⎠ ⎝ n untuk n → ∞ . Selanjutnya kita hitung suku kedua dari persamaan (37). 2
⎛ ⎛ n ⎞⎞ ⎛ n ⎞ Var ⎜⎜ aˆ n ⎜ s + ⎟ ⎟⎟ = ⎜ s + ⎟ Var (aˆ n ) . ln n ⎠ ⎠ ⎝ ln n ⎠ ⎝ ⎝ Dari persamaan (11), kita peroleh
n ⎞ ⎛ 2a ⎛ 1 ⎞⎞ ⎛ ⎜s + ⎟ ⎜⎜ 2 + O⎜ 3 ⎟ ⎟⎟ ln n ⎠ ⎝ n ⎝ ⎝ n ⎠⎠ ⎛ 1 ⎞ 2a ⎟⎟ = + O⎜⎜ 2 (ln n ) ⎝ n(ln n ) ⎠ 2
(48)
untuk n → ∞ . Dari persamaan (47), (48), dan ketaksamaan Cauchy- Schwarz, kita peroleh bahwa suku
13
ketiga dari persamaan (37) tidak pernah lebih dari ⎞ ⎛1⎞ ⎛ 2a 1 aτ ⎟O⎜ ⎟ 2 = O⎜ 2 ⎜ h ln n ⎟ ⎝ ln ⎠ 2hn ln n (ln n ) ⎠ ⎝ n ⎞ ⎛ 1 ⎟ = O⎜ 1 / 2 3/ 2 ⎟ ⎜h ( ) ln n ⎠ ⎝ n ⎛ 1 ⎞⎛⎜ hn 1 / 2 ⎞⎟ ⎟ = O⎜⎜ ⎟ 1/ 2 ⎝ hn ln n ⎠⎜⎝ (ln n ) ⎟⎠ ⎛ 1 ⎞ ⎟o(1) = O⎜⎜ ⎟ ⎝ hn ln n ⎠ ⎛ 1 ⎞ ⎟ = o⎜⎜ ⎟ ⎝ hn ln n ⎠ (49) untuk n → ∞ . Dengan menggabungkan persamaan (47), (48), dan (49), kita peroleh ⎛ 1 ⎞ aτ ⎟ Var λˆc,n (s ) = + o⎜⎜ (50) ⎟ 2h n ln n ⎝ hn ln n ⎠ untuk n → ∞ . Karena hn ln n → ∞ untuk n → ∞ , kita peroleh persamaan (35). Terbukti.
(
)
Teorema 4 (Kekonvergenan dalam Peluang) Misalkan fungsi intensitas λ seperti (1) dan terintegralkan lokal. Jika asumsi (5) dan (34) dipenuhi, maka P λˆ (s ) ⎯⎯→ λ (s ) (51) c ,n
)
(
(
(
)
)
ε
n →∞
Berdasarkan Lema 15, maka persamaan (56) terbukti. Teorema 5 (Kekonvergenan dalam rataan ke-2) Misalkan fungsi intensitas λ seperti (1) dan terintegralkan lokal. Jika asumsi (5) dan (34) dipenuhi, maka r =2 λˆ (s ) ⎯⎯ ⎯→ λ (s ) (57) c,n
c
n → ∞ , asalkan
s
adalah titik Lebesgue dari λ c . Dengan kata lain, λˆc,n (s ) untuk
adalah penduga konsisten dalam rataan kuadrat bagi λc .
c
n → ∞ , asalkan s adalah titik Lebesgue dari λc . Dengan kata lain, λˆc,n (s )
untuk
Bukti: Untuk membuktikan persamaan (51), berdasarkan definisi akan diperlihatkan bahwa untuk ∀ε > 0 , lim Ρ λˆ (s ) − λ (s ) > ε = 0 (52)
(
c ,n
)
c
Berdasarkan ketaksamaan segitiga, peroleh λˆc,n (s ) − λc (s ) ≤ λˆc,n (s ) − Ελˆc,n (s ) + Ελˆc, n (s ) − λ c (s )
Berdasarkan Lema 14, kita peroleh lim Ελˆ (s ) − λ (s ) = 0 n →∞
c,n
c
kita
(53) (54)
sehingga untuk ∀ε > 0 , ada N agar Ελˆc,n (s ) − λc (s ) <
ε
2
Bukti: Berdasarkan Definisi 11 untuk r = 2 , untuk membuktikan Teorema 5, akan ditunjukan 2 Ε λˆ (s ) < ∞ (58)
(
adalah penduga konsisten dari λc .
n →∞
untuk ∀n ≥ N. Berdasarkan (54), kita peroleh ε⎞ ⎛ Ρ λˆc , n (s ) − λc (s ) > ε ≤ Ρ⎜ λˆc ,n (s ) − Ελˆc , n (s ) > ⎟ . 2⎠ ⎝ Jadi untuk membuktikan (51) cukup ditunjukan ε⎞ ⎛ lim Ρ⎜ λˆc ,n (s ) − Ελˆc ,n (s ) > ⎟ = 0 . n →∞ ⎝ 2⎠ Dengan ketaksamaan Chebyshev, kita peroleh ε ⎞ 4Var λˆc,n (s ) ⎛ Ρ⎜ λˆc ,n (s ) − Ελˆc ,n (s ) > ⎟ ≤ . Jadi 2⎠ ε2 ⎝ kita tinggal membuktikan bahwa 4Var λˆc ,n (s ) lim →0. (56) 2
dan
)
c ,n
(
)
2 (59) Ε ⎡ λˆc ,n (s ) − λc (s ) ⎤ → 0 ⎥⎦ ⎢⎣ untuk n → ∞ . Bukti dari persamaan (58): Untuk membuktikan persamaan (58), kita ingat bahwa 2 2 Var λˆ (s ) = Ε λˆ (s ) − Ε λˆ (s )
(
) (
c ,n
) [(
c ,n
c ,n
)]
sehingga 2 2 Ε λˆc ,n (s ) = Var λˆc,n (s ) + Ε λˆc ,n (s ) . Maka
(
)
) [(
(
)]
berdasarkan Lema 14 dan Lema 15, kita peroleh 2 Ε λˆ (s ) = ο (1) + (λ (s ) + ο (1))2 .
(
c ,n
)
c
= (λc (s )) + ο (1) < ∞ . Bukti dari persamaan (59): Kita tahu bahwa 2
(55)
14
( Ε[(λˆ
)
2 Ε ⎡ λˆc ,n (s ) − λc (s ) ⎤ = ⎢⎣ ⎥⎦
(s ) − Ελˆc,n (s )) +(Ελˆc,n (s ) − λc (s ))]
2
c ,n
( ( [(
(ii)
)
2⎤
= Ε ⎡ λˆc ,n (s ) − Ελˆc ,n (s ) …(a) ⎢⎣ ⎥⎦ 2 + Ε ⎡ Ελˆc ,n (s ) − λc (s ) ⎤ …(b) ⎢⎣ ⎥⎦ + 2Ε λˆc ,n (s ) − Ελˆc,n (s ) Ελˆc,n (s ) − λc (s ) ..(c)
c, n
c, n
konvergen menuju nol, hal ini dapat ditunjukan berdasarkan ketakbiasan asimtotik pada Lema 14.
)
)]
)(
ini dapat ditunjukan berdasarkan kekonvergenan ragam pada Lema 15. Bagian (b) merupakan bias dari λˆ (s ) . Bias dari λˆ (s ) akan
Bagian (a) merupakan ragam dari λˆc,n (s ) . Ragam dari λˆc,n (s )
(i)
akan konvergen menuju nol, hal
(iii)
Berdasarkan ketaksamaan Cauchy-Schwarz, perhatikan bahwa 2Ε λˆ (s ) − Ελˆ (s ) Ελˆ (s ) − λ (s ) ≤ 2Ε λˆ (s ) − Ελˆ (s ) Ε Ελˆ
[(
c,n
c, n
)(
c,n
c
)]
(
c, n
c,n
)(
c,n
(s ) − λ c (s )) .
Kita hitung dulu Ε λˆ (s ) − Ελˆ
(
(s )) = Ε(λˆc,n s ) − Ε(λˆc,n s ) = 0 . Kemudian berdasarkan bagian (b), (Ελˆc,n (s ) − λc (s )) → 0 c ,n
c ,n
untuk n → ∞ .
Sehingga Teorema 5 terbukti.
SIMPULAN Tulisan ini mengkaji masalah pendugaan fungsi intensitas dari suatu proses Poisson non homogen N dengan fungsi intensitas berbentuk λ (s ) = λc (s ) + as dengan λc (s ) adalah fungsi periodik (siklik) dengan periode τ dan a adalah kemiringan dari tren linear. Pada kajian ini telah digunakan 2 N ([0, n]) aˆ n = n2 sebagai penduga bagi a dengan N ([0, n]) adalah proses Poisson non homogen yang diamati pada selang [0, n] , dan
λˆc , n (s ) =
1 ln n
∞
1 N ([s + kτ − hn , s + kτ + hn ] 2hn
λˆ c , n (s ) .
(iii)
(iv)
∩ [0, n])
n ⎞ ⎛ − aˆ n ⎜ s + ⎟ ln n ⎠ ⎝ sebagai penduga dari komponen periodik λ c (s ) dari fungsi intensitas proses Poisson yang dikaji. Selain itu dikaji kekonsistenan dari beberapa jenis kekonvergenan dari aˆ n dan
hasil
pengkajian
yang
dilakukan dapat disimpulkan bahwa: aˆ n adalah penduga tak bias (i) asimtotik bagi a dan Var (aˆ n ) konvergen ke nol, yang juga berimplikasi bahwa aˆ n adalah penduga konsisten bagi a . (ii) aˆ n adalah konvergen lengkap ke a untuk n → ∞ , yang juga berimplikasi aˆ n
∑k k =1
Dari
merupakan penduga konsisten kuat bagi a . n(aˆ n − a ) adalah konvergen dalam sebaran ke Normal (2θ , 2 a ) . λˆ c , n (s ) merupakan
penduga tak bias asimtotik bagi
λc (s ) . (v)
(vi)
Ragam
dari
λˆ c , n (s )
konvergen menuju nol, untuk n→∞. merupakan λˆ c , n (s ) penduga konsisten bagi λc (s ) .
15
(vii)
λˆ c , n (s )
kuadrat bagi λc (s ) .
merupakan
penduga konsisten dalam rataan
DAFTAR PUSTAKA Browder, A. 1996. Mathematical Analysis: An Introduction. Springer, New York. Casella, G. dan R.L. Berger. 1990. Statistical Inference. Ed. Ke-1. Wadsworth & Brooks/Cole, Pasific Grove, California. Damiri, S.D. 2003. Metode Untuk Menduga Fungsi Intensitas Global pada Proses Poisson Periodik. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Dudley, R. M. 1989. Real Analysis and Probability. Wadsworth & Brooks. California. Durret, R. 1996. Probability: Theory and Examples. Ed. ke-2. Duxbury Press. New York. Ghahramani, S. 2000. Fundamentals of Probability. Ed. ke-2. Prentice Hall. New Jersey. Grimmett, G. R. dan D. R. Stirzaker. 1992. Probability and Random Processes. Ed. ke-2. Clarendon Press. Oxford. Helmers, R. dan I. W. Mangku. 2005. Estimating the Intensity of a Cyclic Poisson Process in the Presence of Trend Linear. CWI. Amstersdam.
Helms, L. L. 1996. Introduction to Probability Theory: Whit Contemporary Application. W. H. Freeman & Company. New York. Hogg, R. V. dan A. T. Craig. 1995. Introduction to Mathematical Statistics. Ed. ke-5. Prentice Hall, Englewood Cliffs. New Jersey. Purcell, E. J. dan D. Varberg. 1998. Kalkulus dan Geometri Analisis. Jilid 2. Ed. ke-5. Penerbit Erlangga. Jakarta. Ross, S. M. 1996. Stochastic Processes. Ed. ke-2. John Wiley & Sons. New York. Serfling, R. J. 1980. Approximation Theorems of Mathematical Statistics. John Wiley & Sons. New York. Stewart, J. 1999. Kalkulus. Jilid 1. Ed. ke-4. Penerbit Erlangga. Jakarta. Taylor, H. M. dan S. Karlin. 1984. An Introduction to Stochastis Modelling. Acedemic Press Inc. Orlando, Florida. Wheeden, R. L. dan A. Zygmund. 1977. Measure and Integral: An Introduction to real Analysis. Marcel Dekker. New York.
16
L A M P I R AN
17
Lampiran 1 (Pembuktian Lema 2) Lema 2 Jika X peubah acak diskret dengan ragam yang berhingga, maka untuk sebarang konstanta c dan d , Var (cX + d ) = c 2Var ( X ) . Bukti: Dari definisi yang kita punya bahwa
Var (cX + d ) = Ε((cX + d ) − Ε(cX + d ))2 = Ε(cX − cΕX )2
(Ε(cX + d ) = c(ΕX + d ))
= c 2 Ε ( X − ΕX ) 2 = c 2Var ( X ) .
Jadi Lema 2 terbukti.
Lampiran 2 (Pembuktian Lema 3) Lema 3 Misalkan X dan Y adalah peubah acak diskret, dan misalkan pula c dan d adalah dua buah konstanta sebarang, maka Var (cX + dY ) = c 2Var ( X ) + d 2Var (Y ) + 2cdCov( X , Y ) . Jika X dan Y adalah peubah acak saling bebas, maka Var (cX + dY ) = c 2Var ( X ) + d 2Var (Y ) . Bukti: Nilai harapan dari cX + dY = Ε(cX + dY ) = cΕX + dΕY = cµ X + dµY . Sehingga
Var(cX + dY) = Ε((cX + dY) − (cµ X +dµY ))
2
= Ε(c( X − µ X ) + d (Y − µ Y ))2
(
)
= Ε c 2 ( X − µ X )2 + d 2 (Y − µY )2 + 2cd ( X − µ X )(Y − µY )
= c Var ( X ) + d Var (Y ) + 2 cdCov ( X , Y ) . 2
2
Jadi Lema 3 terbukti.
18
Lampiran 3 (Pembuktian Lema 4) Lema 4 (Ketaksamaan Markov) Jika X adalah peubah acak dengan Ε( X ) terbatas dan t > 0 , maka Ρ( X ≥ t ) ≤
[ ].
Ε X
t Bukti: Misalkan A = {[X ] ≥ t} , maka [X ] ≥ t Ι A , dengan Ι A adalah fungsi indikator dari
A , yaitu:
⎧⎪1, jika X ≥ t . ΙA = ⎨ ⎪⎩0, jika X < t Jika ditentukan nilai harapannya, maka diperoleh Ε[X ] ≥ Ε(tΙ A ) = t ΕΙ A = t Ρ( X ≥ t )
⇔ Ρ( X ≥ t ) ≤
ΕX t
.
Jadi Lema 4 terbukti.
Lampiran 4 (Pembuktian Lema 5) Lema 5 (Ketaksamaan Chebyshev) Jika X adalah peubah acak dengan nilai harapan µ dan ragam terbatas σ 2 . Maka Ρ( X − µ ≥ δ ) ≤
untuk setiap δ ≥ 0 . Bukti: Berdasarkan ketaksamaan markov,
(
σ2 δ2
Ρ( X − µ ≥ δ ) = Ρ ( X − µ )2 ≥ δ 2 ≤
=
[
Ε (X − µ )
2
δ
σ δ2
]
)
2
2
.
Jadi Lema 5 terbukti.
19
Lampiran 5 (Pembuktian Lema 6) Lema 6 (Ketaksamaan Cauchy-Schwarz) Jika X dan Y adalah peubah acak dengan momen kedua terbatas, maka
(Ε[XY ])2 ≤ Ε[X ]2 Ε[Y ]2 jika dan hanya jika Ρ( X
= 0) = 1 atau Ρ(Y = aX ) = 1 untuk dan akan “bernilai sama dengan” suatu konstanta a. Bukti: Pilihlah salah satu dari Ρ( X = 0) = 1 atau Ρ( X = 0) < 1 . Pada kasus pertama, persamaan akan terpenuhi karena kedua ruas mempunyai nilai nol, sehingga kita bisa mengasumsikan Ρ( X = 0) < 1 , yang berarti bahwa X mempunyai suatu nilai x 0 ≠ 0 dengan peluang positif, sehingga
[ ] ∑x
ΕX2 =
2 j
( )
f X x j > 0.
j
Definisikan fungsi kuadrat
[
] [ ]
[ ]
g (λ ) = Ε (Y − λX )2 = Ε Y 2 − 2λΕ[XY ]. + λ 2 Ε X 2
Fungsi kuadrat di atas akan bernilai minimum pada saat Ε[XY ] λ0 = ΕX2 sehingga
[ ]
[
] [
0 ≤ Ε (Y − λ0 X )2 ≤ Ε (Y − λX )2
untuk ∀λ yang real ganti
λ0
Ε[ XY ] . ΕX2
]
[ ] Ε[(Y − λ X ) ] = Ε[Y ] − 2λ Ε[XY ] + λ Ε[X ] (Ε[XY ]) + (Ε[XY ]) = Ε[Y ] − 2 Ε[X ] Ε[X ] dengan
2
2
2
0
0
2
0
2
2
2
2
[ ]
= ΕY 2 −
sehingga
[
2
(Ε[XY ])2 ,
] [ ]
[ ]
ΕX2
0 ≤ Ε (Y − λ0 X )2 = Ε Y 2 −
(Ε[XY ])2
[ ]
ΕX
2
[
]
≤ Ε (Y − λX )2 .
Di satu sisi, hal ini berimplikasi bahwa
(Ε[XY ])2 ≤ Ε[X ]2 Ε[Y ]2
dan di sisi lain jika sama akan
[
]
Ε (Y − λ0 X )2 = 0 .
Jika Y − λ0 X menempati nilai yang tidak nol dengan peluang yang positif, akan didapatkan
[
]
Ε (Y − λ0 X )2 > 0 .
Hal ini mengakibatkan kontradiksi, maka haruslah Ρ(Y − λ0 = 0 ) = 1. Jadi Lema 6 terbukti.
20
Lampiran 6 (Pembuktian Lema 11) Lema 11 Misalkan X dan Y adalah peubah acak saling bebas dan memiliki sebaran Poisson dengan parameter berturut-turut u dan v . Maka X + Y memiliki sebaran Poisson dengan parameter u+v. Bukti: Berdasarkan Hukum Penjumlahan Peluang, n
∑ Ρ{X = k , Y = n − k}
Ρ{X + Y = n} =
k =0
n
=
∑ Ρ{X = k}Ρ{Y = n − k} (peubah acak X dan Y saling bebas) k =0
⎧⎪ u k e −u ⎨ ⎩ k! k =0 ⎪ n
=
∑
=
e −(u + v ) n!
n
⎫⎪⎧⎪ v n − k e −v ⎫⎪ ⎬⎨ ⎬ ⎪⎭⎪⎩ (n − k )! ⎪⎭
∑ k!(n − k )! u n!
k
v n−k .
k =0
Perluasan binomial dari (u + v )n adalah
(u + v )n
n
=
∑ k!(n − k )! u n!
k
v n−k ,
k =0
sehingga diperoleh Ρ{X + Y = n} =
e −(u + v ) (u + v )n ,n = 0,1,... n!
merupakan bentuk dari sebaran Poisson. Jadi Lema 11 terbukti.
21