H. M. Rakhmat; Kejahatan Kemanusiaan ……………
Kejahatan Kemanusiaan (Crimes Against Humanity) Sebagai Kejahatan Sempurna (The Perfect Crime) Dalam Dunia Internasional Oleh : H. Muhamad Rakhmat
Abstrak Pelanggaran HAM berat sebagaimana yang terjadi di Timtim, Aceh, Jakarta, dan berbagai daerah lainnya di indonesia, salah satunya adalah kejahatan terhadap kemanusiaan. Dalam sejarah perkembangan Hukum Internasional, kejahatan yang terjadi di Indonesia tersebut merupakan bagian kejahatan Internasional (International Crimes). Crimes Against humanity, atau kejahatan terhadap kemanusian yang diartikan sebagai segala bentuk kekejaman terhadap penduduk sipil (Non-Combatant) selama poeperangan berlangsung. Dikenal juga Crimes against peace atau kejahatan terhadap perdamaian, yang termasuk pula di dalamnya adalah tindakan tindakan persiapan ataupun pernyataan perang agresi, yang kedua dikenal juga war Crimes, atau kejahatan perang termasuk di dalamnya pelanggaran ketentuan atas kebiasaan perang. Dalam praktek hukum, Negara kita, karena tidak ingin dikucilkan oleh pergaulan internasional. Maka cukup tanggap negara ini terhadap perkembangan kejahatan internasional, terutama masalah kejahatan terhadap kemanusiaan. Melalui pembentukan pengadilan HAM negara ini sudah cukup untuk mengikuti perkembangan yang tengah terjadi. Dalam tulisan ini, penulis berusaha mencari kefektivitas dari UU No 26 tahun 2000, dan bagaimana peranan dunia internasional dalam melihat realitas yang sesungguhnya.
Kata Kunci: International Crimes: Crimes Against Humanity: The Perfect Crime
Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
H. M. Rakhmat; Kejahatan Kemanusiaan ……………
A.
Pendahuluan
Kejahatan kemanusian ini, mempunyai objek perebutan hak asasi yang paling dasar yaitu hak untuk hidup, serta hak untuk melangsungkan kehidupannya. Karena hak hak tersebut diberikan langsung oleh Tuhan kepada setiap manusia. Oleh karena itu, setiap upaya perampasan terhadap nyawa termasuk didalamnya tindak kekerasan lainnya, pada hakekatnya merupakan pelanggran HAM yang sangat berat, bila dilakukan dengan sewenang-wenang dan pembenaran yang sah menurut hukum dan perundang-undangan yang berlaku tanpa dasar. Maka, kalau terjadi hal yang seperti itu, itulah Crimes Against Humanity1. Sejak tahun 1990-an istilah Crimes Against Humanity ini telah dikenal dalam dunia internasional. Ia telah menjadi kata kunci (key world) untuk mengungkapkan kasus kekerasan yang terjadi di Yugoslavia-Rwanda. Maka dengan adanya kasus tersebut, Dewan Keamanan PBB telah membentuk Pengadilan Kriminal Internasional (International Criminal Tribunal) pada mei 1993 untuk kasus Yugoslavia, dan pada november 1994 untuk kasus Rwanda. Kedua pengadilan
ini
dibentuk
untuk
mengadili
orang-orang
yang
didakwakan telah melangar hukum kemanusian Internasional. Dari kasus yang terjadi di Rwanda-Yugoslavia, Crimes Against Humanity persfektif hukum kejahatan melawan kemanusian diartikan sebagai pembunuhan, kekejaman dan perlakuan yang tidak manusiawi terhadap warga sipil yang tidak bersenjata (Non-Combatant) atau yang tidak terlihat secara aktif dalam peperangan dan konflik bersenjata.
1
Barda Nawawi Arief. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. PT. Citra Aditya Bakti: Bandung, 2002. hlm 75-77. Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
188
H. M. Rakhmat; Kejahatan Kemanusiaan ……………
Kita lihat di negara kita (baca: Indonesia) pelanggaran HAM berat sebagaimana yang terjadi di Timtim, Aceh, Jakarta, dan berbagai daerah lainnya di indonesia, salah satunya adalah kejahatan terhadap kemanusiaan. Dalam sejarah perkembangan Hukum Internasional, kejahatan yang terjadi di Indonesia tersebut merupakan bagian kejahatan Internasional (International Crimes)2.
yang dimaksud
kejahatan internasional dalam hal ini adalah: Suatu bentuk tindak pidana yang dianggap dapat merugikan bagi seluruh rakyat internasional, di mana setiap lembaga peradilan yang ada di tiap-tiap negara bahkan termasuk di dalamnya peradilan internasional, dimana setiap lembaga peradilan yang ada di tiap-tiap negara bahka termasuk di dalamnya peradilan internasional, mempunyai yuridiksi atau kewenangan untuk memeriksa dan mengadili para pelakunya3 2
3
Lihat dalam: “The International Convention on the Suppression and Punishment of The Crime of Apartheid” yang telah diratifikasi oleh Majelis Umum PBB tanggal 30-November 1973 dan berlaku efektif pada tanggal 18 juli 1976. Pasal 1 konvensi tersebut menyatakan: “ A crime against humanity and that ‘inhuman acts’ resulting from the policies and practice of apaartheid aand similar polices aand practices of racial segregation and diskrimination, are violating the principles of internaational law”: Suatu kejahatan terhadap kemanusiaan dan tindakantindakan yang tidak manusiawi sebagai akibat dari politik dan praktik apartheid dan politik serta praktik yang samna dari pengasingan rasial dan diskriminasi rasial adalah bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum internasional. Romli Atmasasmita. Pengantar Hukum Pidana Internasional. Refika Aditama: Bandung, 2003. hlm 40-45. jauh sebelum Romli Atmasmita, seorang pakar hukum Indonesia ini mengemukakan kejahatan internasional. Cherif Bassiouni. Telah memberikan pengertian kejahatan internasional. Menurutnya International Crimes adalah: “ International crimes is any conduct which is designated as crime in a multilateral convention will a significaant nuber of state parties to it, provided the instrument contuints of the penal characteristics: Bahwa kejahatan internasional adalah: suatu tindakan yang ditetapkan dalam konvensi-konvensi multilateral dan diikuti oleh sejumlah tertentu negara-negara peserta, sekalipun di dalamnya terkandung salah satu dari kesepuluh karakteristik tindak pidana. Lihat dalam Cherif Bassiouni. International Criminal Law. Vol 1: Crimes, Transnaatyional Publishers: New York, 1986. Hlm:: 2-3. Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
189
H. M. Rakhmat; Kejahatan Kemanusiaan ……………
Perlu kita bedakan terlebih dahulu, antara kejahatan yang berdimensi internasional, kejahatan transnasional, serta kejahatan internasional. Pertama yang dimaksudkan dengan tindak pidana yang berdimensi internasional adalah4; Tindak pidana yang sebenarnya terjadi di dalam wilyah suatu negara dan demikian juga akibat yang ditimbulka juga masdih terbatas di dalam wilayah negara yang bersangkutan, akan tetapi melibatkan negara lain. Misalnya karena si pelakunya melarikan diri ke negara lain, atau si pelakunya (walaupun tidak melarikan diri ke negara lain) adalah warga negara dari negara lain, sehingga dalam kasus-kasus tertentu negara yang bersangkutan juga menjadi terkait Yang kedua ada semacam tindak pidana transnasional. Tindak pidana ini pertama kali diperkenalkan oleh I Wayan Parthiana5. Ia mendefinisikan kejahatan transnasional ini sebagai kejahatan: Adalah tindak pidana yang terjadi di wilayah suatu negara akan tetapi akibat yang ditimbulkan terjadi di negara lain, ataupun tindak pidana yang pelakunya terpencar pada wilayah dua negara atau lebih dan melakukan satu atau lebih tindak pidana dan baik pelaku maupun tindak pidananya itu sendiri saling berhubungan. Yang menimbulkan akibat pada satu atau lebih negara, dalam hal ini terlihat kepentingan dari dua negara atau lebih6.
4
Istilah ‘Tindak pidana yang berdimensi internasional” ini di indonesia pertama kali dikemukakan oleh Nugroho Widnumurti. Dalam simposium tentang Kodifikasi Bab-Bab Tentang Hukum Pidana yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Internasional Departemen Kehakiman RI di Jakarta pada tanggal 8 september 1988 5 I Wayan Parthiana. Kejahatan Transnasional dalam Hubungannya Dengan Pidana Nasional Indonesia. Dalam PRO JUSTITIA Nomor 5 Maret 1979 lihat pula dalam bukunya Beberapa Masalah Hukum Internasional daan Hukum Nasional Indonesia. Binacipta: Bandung, 1987. 6 I Wayan Parthiana. Efektivitas Dari Kaidah-Kaidah Hukum Pidana Internasional Dan Nasional Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Internasional. Dalam PRO JUSTITIA Nomor 3 Juli 1997. hlm: 3-44. Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
190
H. M. Rakhmat; Kejahatan Kemanusiaan ……………
Terakhir dikenal tindak pidana internasional. Secara umum tindak pidana ini diartikan sebagai tindak pidana yang sangat luas tanpa mengenal batas-batas wilayah negara, tegasnya akibat-akibatnya, baik langsung maupun tidak langsung dirasakan sangat membahayakan oleh seluruh aatau sebagian besar umat manusia di dunia ini. Tindak pidana ini bisa dilakukan dalam suatu wilayah negara, dan masalahnya berkaitan dengan nilai-nilia kemanusiaan yang universal. Tentu saja masalah ini tidak bisa dipandang sebagai masalah lokal atau nasional, tindak pidana semacam ini misalnya terorisme, genocida, apartheid, kejahatan perang, dan sejenisnya. Berdasarkan hukum internasional, selain Crimes Against humanity, atau kejahatan terhadap kemanusian yang diartikan sebagai segala bentuk kekejaman terhadap penduduk sipil (Non-Combatant) selama peperangan berlangsung. Dikenal juga Crimes against peace atau kejahatan terhadap perdamaian, yang termasuk pula di dalamnya adalah tindakan tindakan persiapan ataupun pernyatan perang agresi, yang kedua dikenal juga war Crimes, atau kejahatan perang termasuk di dalamnya pelanggaran ketentuan atas kebiasaan perang7 Negara kita, karena tidak ingin dikucilkan oleh pergaulan internasional. Maka cukup tanggap negara ini terhadap perkembangan kejahatan
internasional,
terutama
masalah
kejahatan
terhadap
kemanusiaan.Melalui pembentukan pengadilan HAM negara ini sudah cukup untuk mengikuti perkembangan yang tengah terjadi. Kejahatan kemanusian yang disebut diatas, misalnya: terorisme, genocida, apartheid, kejahatan perang (War Crime), dan sejenisnya. 7
Periksa: Syahmin A. K. Hukum Internasional Publik: Dalam Kerangka Studi Analitis (1). Binacipta; Bandung 1992 Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
191
H. M. Rakhmat; Kejahatan Kemanusiaan ……………
Merupakan suatu kejahatan sepurna dan sesempurna kejahatan (The Perfect Crimes) atau kejahatan paling sempurna. Maka dari itulah indonesia, tidak mau terselipi Perfecet crimes ini. Dibuatlah Pengadilan HAM. Salah satu usaha negara kita untuk menghindari perfecet
crimes,
indonesia
meratifikasi
berbagai
instrumen
internasional tentang HAM, seperti ratifikasi Indonesia terhadap keempat konvensi Jenewa 1949 dengan UU No 59 Taahun 1958, konvensi tersebut sebagai mana diatur dalam pasal 49 Konvensi Jenewa I, Pasaal 50 Konvensi Jenewa II, Pasaal 129 Konvensi Jenewa III, dan Pasal 146 konvensi Jenewa IV Tahun 1949 adalah: 1.
2. 3. 4.
Menetapkan Undang-undang yang diperlukan untuk memberikan sanksi pidana efektif terhadap orang-orang yang melakukan atau memerintah salah satu pelanggaran HAM Mencari orang-orang yang disangka melakukan pelanggaran HAM yang berat mengadili para pelaku pelanggaran HAM yang berat tersebut tanpa memandang kebangsaan Apabila dikehendaki dan sesuai dengan Undang-undang nasionalnya, untuk mengekstradisikan orang-ornag yang melakukan dan memerintahkan melakukan pelanggaran HAM
Dari uraian di atas sampailah penulis kepada akar permasalahan, pertama: Apakah formulasi kebijakan legislatif indonesia dalam menghadapi kejahatan kemanusiaan melalui Undang-undang No 26 Tahun 2000, sudah cukup efektif? Kedua. Bagaimana Crimes Against Humanity, dapat menjadi kejahatan sempurna atau The Perfecet Crime?
Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
192
H. M. Rakhmat; Kejahatan Kemanusiaan ……………
B.
Pembahasan
1.efektivitas Undang-undang No 26 Tahun 2000, Dari sudut pandang perkembangan hukum yang berlaku, baik dari sudut hukum internasional maupun hukum nasional, pembentukan Undang-undang pengadilan HAM tersebut sebagai pengadilan khusus bagi pelaku kejahatan terhadap kemanusian di Indonesia merupakan suatu yang mutlak. Untuk merealisasikan terwujudnya pengadilan HAM terebut, maka perlu diatur dalam suatu undang-undang. Upaya pemerintahan Indonesia untuk membuat UU No. 26 Tahun 2000, tidak lain merupakan suatu bentuk penerapan politik kebijakan perundangundangan atau yang juga dikenal sebagai kebijakan legislatif8 Dalam konsep ilmu hukum, hal tersebut masuk dalam wilayah hukum positif atau dalam lapangan normatif. Maka UU No 26 Tahun 2000 telah diartikan sebagai norma-norma baku yang terumus secara eksplisit
dalam
bentuk perundang-undangan Nasional,
dengan
berkekuatan apa yang dikatakan oleh Austin sebagai “The Commaand of the Sovereign”9 hal tersebut di lihat sebagai ssuatu kesatuan proses dalam kerangka upaya penetapan suatu ketentuan pidana dalam suatu perundang-undangan,
8
9
maka
tahap
kebijakan
legislatif tersebut
Joko Setiyono. Kebijakan Legislatif Indonesia: Tentang Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Sebagai Salah Satu Bentuk Pelanggaran HAM Berat. Dalam: Muladi (Ed). Hak Asasi Manusia: Hakikat, Konsep dan Implikasinya dalam Perspektif Hukum Dan Masyarakat. Refika Aditama: Bandung, 2005. hlm: 1122123. Selanjutnya dikatakan oleh austin sebagai “the notion of law as a command of the sovereigen. Anything that is not a commands is not law. Only generaal command counts as law. And only commands emanating from the sovereign are positive law. Lihat Dalam Raymond Wacks. Jurisprudence. London:Blackstone Press, 1995. P:47. Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
193
H. M. Rakhmat; Kejahatan Kemanusiaan ……………
merupakan suatu tahap yang paling strategis10 sebab pada tahap ini nantinya akan digariskan kebijakan sistem pidana dan pemidanaan yang sekaligus merupakan landasan bagi tahap-tahap, yaitu tahap pemidanaan dan tahap pelaksanaan pidana. Di indonesia istilah kejahatan kemanusian, merupakan suatu istilah yang relatif baru. Dalam khasanah hukum Indonesia, sehingga belum banyak dikenal sebagian kalangan masyarakat termasuk kalangan akademisi. Secara yuridis-normatif, kejahatan kemanusiaan di Indonesia baru dikenal sejak diundangkannya UU No 26 Tahun 2000. berdasarkan UU tersebut, salah satu kewenangan yang dimiliki oleh
pengadilan
HAM
adalah
mengadili
kejahatan
terhadap
kemanusiaan sebagai salah satu bentuk pelanggaran HAM yang berat. Berdasarkan pasal 7 UU No. 26 Tahun 2000, kejahatan terhadap kemanusian dalam UU ini sesuai dengan “Rome Statute of International Criminal Court”. Oleh karena itu, berbagai logika dan spirit hukum serta perundang-undangan yang menjiwai dan terkait atas dasar statuta Roma haruslah dipahami dengan sebaik mungkin11 hal ini menjadi dasar pembentukan internasional criminal Court (ICC) sebagai peradilan internasional permanen yang berwenang mengadili salah satu kejahatan internasional berupa kejahatan kemanusiaan. Dalam praaktek hukum yang tengah terjadi, ternyata Indonesia termasuk di antara ke 60 Negara yang telah meratifikasi statuta Roma tersebut. Meskipun demikian, tidaklah berarti bahwa tidak ada
10
Muladi & Barda Nawawi Arief. Teori-teori Dan Kebijakan Hukum Pidana. Alumni: Bandung, 1998. hlm:173. 11 Muladi. Prinsip-Prinsip Pengadilan Pidana bagi Pelanggaar HAAM Berat Di Era Demokrasi. Makalah Seminar Tentang Peradilan HAM diselenggarakan FHUNISULA Semarang, tanggal 12 april 2000. Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
194
H. M. Rakhmat; Kejahatan Kemanusiaan ……………
kemungkinan pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh warga negara indonesia asli diadili oleh International Criminal Court walaupun pelanggaran HAM berat tersebut lolos dari jangkauan pengadilan HAM ad hoc hal ini dapat terjadi seandainya Dewan Keamanan PBB berhasil mengeluarkan resolusi yang menetapkan yuridiski internasional Criminal Court12 Sebagaimana yang diketahui dalam Pasal 9 UU No 26 Tahun 2000, yang dimaksud dengan kejahatan terhadap kemanusiaan adalah: Salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditunjukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa: 1. Pembunuhan 2. Pemusnahan 3. Perbudakan 4. Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa 5. Perampasan kemerdekan atau kebebasan pisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional 6. penyiksaan 7. perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksan kehamilan, pemandulan (Sterilisasi) secara paksa atau bentuk bentuk kekerasan seksual lain yang setara 8. Penganiyaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persaman paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional 9. penghilangan orang secara paksa 10. kejahatan apartheid.
12
Krisna Harahap. HAM dan Upaya Penegakanya di Indonesia. PT. Grafitri Budi Utami. Bandung, tt. Hlm:118. Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
195
H. M. Rakhmat; Kejahatan Kemanusiaan ……………
Tindakan pemerintah Indonesia dalam mengadopsi ketentuan Hukum Internasional (Statuta Roma-1998) ke dalam ketentuan hukum nasional melalui kebijakan legislatifnya (UU No 26 Tahun 2000) perlu mempertimbangkan berbagai aspek untuk mengantisipasi adanya pertentantangan dari kedua hukum yang berbeda tersebut. Dalam hal ini berlaku ketentuan “Monisme dengan primat hukum internasional”. Dalam hal ini berlaku, hukum nasional itu bersumber pada hukum internasional yang menurut pandangannya merupakan suatu perangkat ketentuan hukum
yang hieralkis lebih tinggi. Menurut paham ini,
hukum nasional tunduk pada hukum internasional dan pada hakikatnya berkekuatan mengikat berdasarkan suatu pendelegasian wewenang dari hukum internasional13 secara logika pandangan ini menurut Mochtar Kusumaatmadja14 bagi orang yang ingin melihat hukum internasional itu sebagai suatu sistem atau kesatuan perangkat hukum yang mengatur seluruh kehidupan manusia, maka suatu konstruksi yang menjadikan suatu kesatuan yang lebih besar memang lebih dapat diterima Namun yang menjadi permasalahannya, karena indonesia ini kental sekali dengan azas legalitas. Apakah UU No 26 tahun 2006 ini dapat diberlakukan juga terhadap kejahatan kemanusiaan yang terjadi sebelum UU ini dikeluarkan? Menurut Krisna Harahap15 bertentangan dengan ketentuan yang mendasar itu dalam hukum pidana, sebaliknya UU No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi manusia. Menggunakan asas retro aktif (berlaku surut) terutama ketika
13
Telah lebih lanjut dalam Hans Kelsen. Teori Umum Tentang Hukum dan Negara. Nuansa Media: Bandung, 2006. hlm:511-512. 14 Mochtar Kusumaatmadja. Pengantar Hukum Internasional. Putra Bardin: Bandung, 1999. hlm 44. 15 Krisna Harahap. HAM dan Upaya Penegakanya di Indonesia. Op cit:103. Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
196
H. M. Rakhmat; Kejahatan Kemanusiaan ……………
mengadili pelanggaran HAM berat timur-timur. Kemungkinaan tersebut tertuang dalam Pasal 43 (1) UU No 26 Tahun 2000 yang menyatakan bahwa ‘pelanggaran HAM yang berat yang terjadi sebelum diundangkannya UU ini, diperiksa dan putus oleh pengadilan HAM-ad hoc’ Dengan demikian, peradilan ad hoc tersebut di atas yang berkaitan dengan kejahatan terhadap kemanusiaan, setidaknya telah memberikan terobosan bagi perkembangan hukum pidana nasional. Terobosan baru yang dimaksudkan adalah, dikesampingkanya asas legalitas (the principle of legality) dan asas undang-undang tidak berlaku surut (the non retroactivity of the law) serta dikesampingkan pula asas alasan perintah atasan (the superior of sself defence) yang terjadi dalam suatu peperangan. Maka dengan demikian, asas dalam hukum pidana nasional, dapat dibatasi keberlakuanya oleh hukum pidana internasional16 Akan tetapi sulit mengukur ke-efektivitasaan-nya dari UU ini. Kita lihat dari beberapa tersangka kasus timur-timur kini (2001) sudah dan sedang disidangkan oleh Pengadilan HAM ad hoc. Ternyata hukuman yang tengah dijatuhkan tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat internasional. Jelas, jika diukur dari segi keefektifannya. Maka UU ini belum cukup efektif. Kita lihat unsur yang tertuang dalam Crimes Against Humanity sebagai salah satu “International Crimes” harus memenuhi tiga unsur utama:
16
Joko Setiyono. Kebijakan Legislatif Indonesia: Tentang Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Sebagai Salah Satu Bentuk Pelanggaran HAM Berat. Op cit: 130. Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
197
H. M. Rakhmat; Kejahatan Kemanusiaan ……………
1. Unsur Internasional, yang berupa: Ancaman secara langsung maupun tidak langsung atas perdamaian dan keamanan dunia. Serta menggoyahkan perasan kemanusiaan 2. Unsur Transnasional. Yang berupa, tindakan memiliki dampak terhadap lebih daru suatu negara, tindakan yang melibatkan atau memberikan dampak terhadap warga negara dari satu negara, sarana dan prasarana serta metoda yang yang dipergunakan melampui batas-batas teritorial suatu negara 3. Unsur Necessity. Yang berupa cooperation of state necessary to enforce. Atau kebutuhan akan kerjasama antara negara untuk melakukan penangulangan. Dari unsur-unsur terebut, seharusnya Pengadilan HAM ad hoc bersifat adil terhadap komunitas masyarakat internasional. Belum lagi kita lihat kasus tanjung priok, kasus sampit, kasus marsinah dan masih banyak lagi kasus yang terselesaikan yang berkaitan dengan Crimes against humanity . Berbicara soal keefektifan dari hukum pidana nasional dalam mencegah dan memberantas tindak pidana internasional, Tidaklah semata-mata terletak pada pembentukan UU, dasar pemberlakuan, maupun pemaksaannya semata-mata, akan tetapi masih ada faktor yang lain yang sangat menentukan: pertama: faktor internal, yang bersifat mikro. Yaitu dibutuhkannya pembuat dan penegak hukum termasuk rakyat dari negara itu sendiri. Dalam era globalisasi ini, dibutuhkannya aparat penegak hukum yang berkualitas, profesional, bermoral, dan berintegrasi tinggi. Kedua, faktor Internal, yang sifatnya makro. Adalah faktor yang berupa konsistensi dan kesinambungan dalam sikap, tindakan dan Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
198
H. M. Rakhmat; Kejahatan Kemanusiaan ……………
keberanian negara tersebut dalam penegakan hukum tanpa pandang bulu
2.Crimes Against Humanity, menjadi The Perfect Crime Indonesia ini tidak hanya takut akan dikucilkan oleh dunia internasional, tetapi Indonesia juga takut terselipi the perfect crime, maka dibentuklah UU No 26 Tahun 2000. yang menjadi persoalan di sini adalah, kapan Crimes against Humanity ini berubah menjadi kejahatan sempurna?. Menurut Yasraf A Piliang17 Ketika kejahatan dilakukan oleh negara, maka kejahatan itu akan menjelma menjadi “perfect Crime”, disebabkan hukum dan sistem hukum menjadi bagian dari kejahatan itu sendiri. Hukum kini menjelma menjadi institusi semiotik, yang didalamnya beroperasi tanda-tanda palsu (pseudo sighn), tanda dusta (false sighn) dan tanda artifisial (artificial sign). Tanda-tanda (pengadilan, tersangka, barang bukti, saksi sebagai elemen semiotik) kini digunakan untuk mengaburkan realitas, memalsukan kebenaran dan keadilan. Realitas seperti inilah yang terdistorsi dan membawa kita kepada apa yang kita sebut sebagai puncak kekerasan, kekerasan yang paling halus, tetapi sekaligus kehalusan yang mengerikan, inilah sebuah kekerasan sempurna, dan itulah kejahatan sempurna. Ada banyak cara menuju kekerasan atau kejahatan sempurna: a. Ketika kejahatan (negara) atau pengadilan begitu kolosal dan masif, sehingga melampui kemampuan perangkat hukum untuk mengusutnya 17
Yasraf A Piliang Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies atas Matinya Makna,Jalasutra, Yogyakarta, 2003. hlm 172. Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
199
H. M. Rakhmat; Kejahatan Kemanusiaan ……………
b. Ketika kejahatan ditutupi oleh simulacra of crime yaitu ketika kejahatan begitu rapih direncanakan, diorganisir, dan dikontrol, sehingga ia melampui jangkauan perangkat hukum, seolah–olah tidak ada barang bukti, tidak ada pelaku, tidak ada korban. c. Ketika kejahatan kekerasan berlangsung dengan tingkat ketidakterlihatan (Invisibility) yang sangat tinggi Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kejahatan sempurna adalah: kejahatan yang dengan jitu membunuh realitas, yang menikam kebenaran, yang menusuk keadilan, kejahatan yang begitu rapih direncanakan, diorganisir, dan dikontrol
Benar apa yang
dikatakan oleh Arthur Brittan18, bahwa “baik diri maupun masyarakat dibentuk oleh unsur-unsur yang sama, yaitu disebut sebagai simbolsimbol. Contoh yang sangat jelas simbol linguistik. Dengan kata lain penulis hanya bisa mengetahui siapa sebenarnya penulis, karena orang lain mengatakan kepada penulis bahwa penulis adalah merupakan semacam objek sosial. Jauh sebelum itu Jeans Baudrillard19 telah menjelaskan bahwa kejahatan dan kriminalitas menjadi hyper ketika ia melampui berbagai realitas (Hukum, Moralitas, akal sehata, serta budaya). Salah saatu kejahatan sempurna adalah perang, kejahatan kemanusiaan, kejahatan terorisme. Karena macam kejahatan tersebut, berada dalam fenomena chaos, ada dalam situasi ketidak beraturan atau kekacaua yang tidak bisa diprediksi polanya20 walaupun harus kita akui bahwa Crimes Against humanity, War crimes Chaos dalam hal ini adalah disengaja 18
Arthur Brittan, Dimensi simbolis dari hukum Dan Kontrol Sosial, dalam Adam Podgorecki CJ Whelan, Pendekatan Sosiologis Terhadap hukum, Bina aksara, Jakarta, 1987, hlm 283. 19 Jeans Baudrillard.The Perfect crime. Verso: London, 1992, hlm 2. 20 James Gleick. Chaos: Making a new Science. Caardinal: london, 1987. hlm:5 Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
200
H. M. Rakhmat; Kejahatan Kemanusiaan ……………
dan dirancang melalui strategi-strategi tertentu. Maka dengan demikian, UU No 26 tahun 2006, tidak akan ditegakan seadil-adilnya. Sebab para legislator, dalam membentuk UU ini hanya sebagai tawaran dari rasa ‘Gengsi” dari dunia internasional Dalam penegakannya, UU No 26 Taahun 2000 ini. Keadilannya diputar balikan, yang lurus dibengkokan, dan akhirnya hukum menjadi kebuasan dan hasrat ingin menguasasi. Secara filosofis, eksistensi hukum pidana internasional dalam memberikan kontribusi kepada UU No 26 tahun 2000, hanya setengah hati. Hingga dikatakanya adanya “Pemotongan realitas”21 Baik di dunia nasional maupun di dunia internasional. Terorisme (misalnya)
sebagai
bentuk
kejahatan
kemanusiaan
telah
memperlihatkan kepada kita suatu situasi dan objek, yaitu sebagai suatu pemutar balikan hukum, realitas dan kebenaran. Kepentingan telah menguasai dunia. Seolah-olah dengan International Criminal Court (Pengadilan Pidana Internasional) dapat mewakili seluruh kepentingan hak setiap individu di muka bumi ini, yang tetindas hakhak-nya. Terorisme dalam pengertian hukum menjadi tidak berarti, sekalipun ditungkan dalam bentuk aturan normative, karena ia hanya akan merupakan permainan symbol, sebuha rekayasa. Di lain pihak kita lihat “Crimes against humanity”. Dalam kejahatan ini yang kerap terjadi di negara kita, hukum seolah-olah menjadi suatu yang sifatnya Abjek. Di mana seseorang bermain dalam permainan hukum. Dalam kondisi seperti ini. Hukum menjadi bersifat Negatif, ia tidak berlaku karena permainan dari dunia internasional. 21
John Lechte. Fifty keys Contemporary Thinkers. Routledge:London aand New york, 1994. Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
201
H. M. Rakhmat; Kejahatan Kemanusiaan ……………
Persolannya yang paling mendasar adalah sejauh manakah konvensi-konvesi hukum internasional (mis: Statuta Roma) cukup efektif
dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
internasional. Kalau di sini UU no 26 tahun 2000 tidak cukup efektif dalam mengadili pelaku kejahatan kemanusiaan, apakah negara kita akan begitu saja menyerahkan warga negaranya ke Mahkamah Internasional,
sementara
kita
sudah punya
aturannya? Inilah
merupakan suatu kendala bahwa hukum internasional juga, belum cukup efektif dalam memberantas apa yang disebut oleh saya di atas, dengan ‘the perfec crime”.
Kendala tersebut misalnya kedaulatan
negara (state sovereignity). Sebagai negara berdaulat, suatu negara tidak dapat dipaksakan untuk menyerahkan warga negaranya yang dituduh dalam melakukan tindak pidana internasional seperti kejahatan atau tindak pidana perang, tindak pidana perdamian, dan tindak pidana terhadap kemanusiaan Masalah selanjutnya yang
cukup mendalam adalah, dari
konvensi-konvensi internasional yang hanya menegaskan suatu peristiwa atau tindakan tertentu sebagai tindak pidana dan pengaturan selanjutnya diserahkan kepada negara-negara, yakni pengaturan dalam hukum
pidana
nasional.
Pada
hakekatnya,
setelah
indonesia
meratifikasi Statuta Roma, dan mengeluarkan UU No 20 tahun 2006, pada akhirnya masalah penegakannya terpulang ke Indonesia itu sendiri.
Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
202
H. M. Rakhmat; Kejahatan Kemanusiaan ……………
C.
Kesimpulan
Sebagai uraian akhir, penulis kemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Kaidah hukum pidana nasional dalam menanggulangi dan memberantas kejahatan kemanusiaan yang di tuangkan dalam UU No 26 tahun 2006. belumlah cukup efektif. Berbicara soal keefektifan dari hukum pidana nasional dalam mencegah dan memberantas tindak pidana internasional, Tidaklah sematamata terletak pada pembentukan UU, dasar pemberlakuan, maupun pemaksannya semata-mata, akan tetapi masih ada faktor yang lain yang sangat menentukan: pertama: faktor internal, yang bersifat mikro. Yaitu dibutuhkannya pembuat dan penegak hukum termasuk rakyat dari negara itu sendiri. Dalam era globalisasi ini, dibutuhkannya aparat penegak hukum
yang
berkualitas,
profesional,
bermoral,
dan
berintegrasi tinggi. Kedua, faktor Internal, yang sifatnya makro.
Adalah
faktor
yang
berupa
konsistensi
dan
kesinambungan dalam sikap, tindakan dan keberanian negara tersebut dalam penegakan hukum tanpa pandang bulu 2. Sebaliknya Kaidah hukum pidana internasional, yang tertuang dalam Statuta Roma-1998. hanya memaksakan pada hukum nasional, ia hanya merupakan suatu tawaran dari rasa “gengsi” suatu negara. Dan hal inilah yang saya sebut sebagai kejahatan
sempurna,
ia
berhasil
merencanakan
suatu
konspirasi kejahatan lewat negara.
Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
203
H. M. Rakhmat; Kejahatan Kemanusiaan ……………
Untuk saran penulis hanya berani memberikan saran, bagi para pembentuk UU pergunakanlah pendekatan nilai. Karena Dalam realitasnya atau dalam praktek penegakan hukum pidana ini sering kali menyimpangi keefektivitasannya itu sendiri. Misalnya dalam KUHAP seringnya terjadi pelanggaran terhadap prinsip efektivitas. Dikarenakan oleh hal itu dianggapnya sebagai kendala atau rintangan untuk mencapai tingkat efisiensi yang lebih tinggi dalam penangan perkara. Dorongan ini menjadi sangat besar, karena faktor hierarki dalam stuktur kepolisian yang menuntut kewajiban selalu menaati perintah atasan seperti perintah
mengenai
target
batas
waktu
dalam
mengungkapkan suatu kasus, yang sering dipandang lebih penting dibandingkan dengan ditemukannya alat bukti dan barang bukti yang diperlukan untuk membuat terang suatu kasus. Selain faktor terebut juga faktor yang mendorong tingkat efisiensi ini adalah faktor mass media yang semakin trasparan apalagi betalian dengan kasus-kasus besar yang menyita perhatian masyarakat
D.
Daftar Pustaka
Adam Podgorecki CJ Whelan. Pendekatan Sosiologis Terhadap hukum. Bina aksara, Jakarta, 1987. Arthur Brittan. Dimensi simbolis dari hukum Dan Kontrol Sosial. dalam Adam Podgorecki CJ Whelan, Pendekatan Sosiologis Terhadap hukum, Bina aksara, Jakarta, 1987. Barda Nawawi Arief. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. PT. Citra Aditya Bakti: Bandung, 2002.
Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
204
H. M. Rakhmat; Kejahatan Kemanusiaan ……………
Cherif Bassiouni. International Criminal Law. Vol 1: Crimes, Transnaatyional Publishers: New York, 1986. Hans Kelsen. Teori Umum Tentang Hukum dan Negara. Nuansa Media: Bandung, 2006. I Wayan Parthiana. Beberapa Masalah Hukum Internasional dan Hukum Nasional Indonesia. Binacipta: Bandung, 1987. ------------------------ Kejahatan Transnasional dalam Hubungannya Dengan Pidana Nasional Indonesia. Dalam PRO JUSTITIA Nomor 5 Maret 1979 --------------------------.Efektivitas Dari Kaidah-Kaidah Hukum Pidana Internasional Dan Nasional Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Internasional. Dalam PRO JUSTITIA Nomor 3 Juli 1997. James Gleick. Chaos: Making a new Science. Cardinal: London, 1987. Jeans Baudrillard.The Perfect crime. Verso: London, 1992. John Lechte. Fifty keys Contemporary Routledge:London and New york, 1994.
Thinkers.
Joko Setiyono. Kebijakan Legislatif Indonesia: Tentang Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Sebagai Salah Satu Bentuk Pelanggaran HAM Berat. Dalam: Muladi (Ed). Hak Asasi Manusia: Hakikat, Konsep dan Implikasinya dalam Perspektif Hukum Dan Masyarakat. Refika Aditama: Bandung, 2005. Krisna Harahap. HAM dan Upaya Penegakanya di Indonesia. PT. Grafitri Budi Utami. Bandung, tt. Mochtar Kusumaatmadja. Pengantar Internasional. Putra Bardin: Bandung, 1999. hlm 44.
Hukum
Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
205
H. M. Rakhmat; Kejahatan Kemanusiaan ……………
Muladi & Barda Nawawi Arief. Teori-teori Kebijakan Hukum Pidana. Alumni: Bandung, 1998.
Dan
-----------. Prinsip-Prinsip Pengadilan Pidana bagi Pelanggaar HAM Berat Di Era Demokrasi. Makalah Seminar Tentang Peradilan HAM diselenggarakan FH-UNISULA Semarang, tanggal 12 april 2000. ------------.(Ed). Hak Asasi Manusia: Hakikat, Konsep dan Implikasinya dalam Perspektif Hukum Dan Masyarakat. Refika Aditama: Bandung, 2005 Nugroho Widnumurti. Dalam simposium tentang Kodifikasi Bab-Bab Tentang Hukum Pidana yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Internasional Departemen Kehakiman RI di Jakarta pada tanggal 8 september 1988 Raymond Press, 1995.
Wacks.
Jurisprudence.
London:Blackstone
Romli Atmasasmita. Pengantar Hukum Internasional. Refika Aditama: Bandung, 2003.
Pidana
Syahmin A. K. Hukum Internasional Publik: Dalam Kerangka Studi Analitis (1). Binacipta; Bandung 1992 The International Convention on the Suppression and Punishment of The Crime of Apartheid” yang telah diratifikasi oleh Majelis Umum PBB tanggal 30-November 1973 Yasraf A Piliang Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies atas Matinya Makna,Jalasutra, Yogyakarta, 2003.
Al-Akhbar: Vol.3 No.1. Mei 2013
206