KEHARMONISAN KELUARGA BEDA AGAMA (STUDI TIGA KELUARGA DI PERUMAHAN MANGGISAN INDAH KELURAHAN MUDAL KECAMATAN MOJOTENGAH KABUPATEN WONOSOBO)
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh: Muchamad Alif Haban NIM : 21111018
JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2016
ii
MOTTO
Hanya dengan dekat kepada Tuhan-nya, seseorang akan menjadi pribadi yang lebih baik – Penulis
Mereka tertawa melihat aku berbeda, aku tertawa melihat mereka yang sama – Kurt Cobain
ِة ْان ِع ْه ِى فَه َُىفِى َسثِي ِْم لل ِ ََي ْن َخ َر َج فِى طَه “Barang siapa keluar untuk mencari Ilmu maka dia berada di jalan Allah “ (HR. Turmudzi)
iii
iv
v
ABSTRAK Haban, Muchamad Alif. 2015. Keharmonisan Keluarga Beda Agama (Studi Tiga Keluarga Di Perumahan Mangisan Indah Kelurahan Mudal Kecamatan Mojotengah Kabupaten Wonosobo). Fakultas Syari’ah. Jurusan Ahwal AlSyakhshiyyah. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing : Ilyya Muhsin, M.Si. Kata Kunci: Keluarga, Keluarga Beda Agama, Harmonis Perkawinan beda agama semakin ramai di kalangan masyarakat Indonesia kini. Kompilasi Hukum Islam dan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, yang dianggap sesuai dengan fikih tidak mampu membendung berlangsungnya perkawinan beda agama. Masalah yang tetap aktual dan selalu menjadi perbincangan di kalangan ulama dan cendekiawan, karena dianggap banyak menimbulkan dampak negatif baik anatara suami, istri, dan anak-anaknya sehingga menimbulkan ketidakharmonisan dalam keluarga. Namun berbeda dengan tiga keluarga di Perumahan Manggisan Indah Kelurahan Mudal Kecamatan Mojotengah Kabupaten Wonosobo. Tiga keluarga tersebut mampu bertahan dalam balutan rumah tangga beda agama hingga puluhan tahun. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini memiliki fokus sebagai berikut, 1) Bagaimana keluarga beda agama menjalankan aktivitas keagamaan? 2) Bagaimana cara memberikan pendidikan terhadap anak? 3) Bagaimana relasi keluarga beda agama dengan masyarakat? dan 4) Bagaimana keharmonisan keluarga beda agama? Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) yang bersifat deskriptif-analitis. Data-data dalam penelitian ini diperoleh dengan cara observasi dan wawancara secara in-depth (mendalam) serta menelusuri dokumen-dokumen yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. Data-data yang diperoleh kemudian penyusun analisa dengan peneliti menggunakan metode descriptive analisis. Kemudian dengan kerangka berpikir deduktif dan induktif yaitu peneliti menganalisa fakta-fakta yang terjadi di lapangan terkait permasalahan keharmonisan dalam keluarga beda agama. Hasil dari penelitian ini, berdasarkan perspektif teori keharmonisan keluarga mereka mampu mempertahankan keutuhan rumah tangga dengan menghidupkan suasana toleransi yang tinggi dalam keluarga, saling menghormati, saling menasehati, memberikan kebebasan beragama, saling menyayangi, perkawinan didasarkan atas dasar cinta, mampu memberikan pendidikan terhadap anak dengan matang, memberikan suasana nyaman, tentram, bahagia, penuh kasih sayang dan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka mengajarkan bahwa Tuhan itu Esa, hanya saja antara agama yang satu dengan yang lainnya berbeda dalam mendekatkan diri kepada-Nya. Dalam perspektif hukum Islam, permaslahan perkawinan beda agama bertentangan dengan fikih dan prinsip-prinsip Maqasid as-Syari'ah, keluarga beda agama tidak akan bisa menjadi keluarga yang sakinah. Keluarga ini hanya mampu menggapai mawadah dan rahmah (saling mengasihi dan salaing menyayangi).
vi
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbil‟alamin, Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala nikmatNya dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program S-1 Fakultas Syari’ah Jurusan Ahwal al-Syahkhshiyyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Penulisan skripsi ini tidak akan selesai apabila tanpa ada bantuan dari berbagai pihak yang telah berkenan meluangkan tenaga, fikiran dan waktunya guna memberikan bimbingan dan petunjuk yang berharga demi terselesaikannya pembuatan skripsi ini. Sehingga pada kesempatan ini penulis ingin mengahturkan terimakasih kepada: 1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., Selaku Rektor IAIN Saltiga, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini. 2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga yang telah memberikan izin kepada penulis untuk menyusun skripsi ini. 3. Bapak Syukron Makmun, M.Si., selaku Ketua Jurusan Ahwal alSyakhshiyyah (AS) IAIN Salatiga yang telah memberikan izin kepada penulis untuk menyusun skripsi ini. 4. Bapak Ilyya Muhsin, M.Si., selaku dosen pembimbing yang senantiasa memberikan pengarahan dan bimbingannya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
vii
5. Kedua Orangtua (Anwarudin & Siti Maisaroh) yang senantiasa membanting tulang untuk mengais rizki demi membantu mewujudkan cita-cita penulis menuntut ilmu dan senantiasa memberikan do’a dan restu kepada penulis sehingga penulis bisa melangkah sampai sejauh ini. 6. Keluarga Bapak Muhsinun, Bapak Mustair, dan Bapak Hanafi yang telah bersedia dan meluangkan waktunya memberikan informasi yang penulis butuhkan. 7. Kakak, Adik dan para sahabatku yang telah memberikan dorongan, motivasi dan do’anya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 8. Semu pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga atas bantuan semua pihak yang telah berkontribusi dalam skripsi ini sebagaimana disebutkan di atas mendapat limpahan berkah dan imbalan yang setimpal dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan Skripsi ini, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kasempurnaan tulisan ini serta bertambahnya pengetahuan dan wawasan penulis. Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini nantinya dapat bermanfaat khususnya bsgi civitas akademika IAIN Salatiga dan semua pihak yang membutuhkannya.
viii
ix
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN ..............................................................................
ii
MOTT0............................................................................................................... iii NOTA PEMBIMBING ..................................................................................... iv PERNYATAAN KEASLIAN ...........................................................................
v
ABSTRAK ......................................................................................................... vi KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii DAFTAR ISI ......................................................................................................
x
DAFTAR TABEL.............................................................................................. xiii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiv BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang.............................................................................
1
B. Rumusan Masalah .......................................................................
5
C. Tujuan Penelitian .........................................................................
6
D. Manfaat Penelitian .......................................................................
6
E. Penegasan Istilah .........................................................................
7
F. Tinjauan Pustaka .........................................................................
9
G. Metode Penelitian ........................................................................ 12 BAB II
PERKAWINAN BEDA AGAMA DAN KEHARMONISAN KELUARGA A. Pengertian Perkawinan ................................................................ 20 B. Tujuan Perkawinan ...................................................................... 23 C. Pengertian dan Pandangan Hukum Islam Tentang Perkawinan Beda Agama ................................................................................ 26 D. Pandangan Hukum Positif Indonesia Tentang Perkawinan Beda Agama ................................................................................ 31
x
E. Pengertian Keluarga .................................................................... 32 F. Fungsi Keluarga........................................................................... 33 G. Pengertian Keharmonisan Keluarga ............................................ 35 H. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keharmonisan Keluarga ..... 37 I. Indikator Keluarga Harmonis ...................................................... 39 J. Keluarga Sakinah Mawadah Wa Rahmah Dalam Islam ............. 45 BAB III KELUARGA BEDA AGAMA DALAM MEMPERTAHANKAN KEUTUHAN RUMAH TANGGA A. Gambaran Umum Perumahan Manggisan Indah ........................ 47 B. Profil Keluarga Beda Agama....................................................... 53 1. Hanafi dan Atiek Suparti, Ber-KTP Khatolik tetapi tetap Islam ............................................................................ 53 2. Muhsinun dan Eko Styaningtyas, Menikah Di Pengadilan Negeri ................................................................ 55 3. Mustanir dan Tri Sulistyaningsih, Menikah Dengan Dua Prosesi Keagamaan ....................................................... 59 C. Keluarga Beda Agama dalam Menjalankan Aktivitas Keagamaan .................................................................................. 62 1. Hanafi dan Atiek Sri Suparti, Mengutamakan Kelangsungan Hidup Adapun Agama Merupakan Urusan Pribadi Dengan Tuhan ............................................. 62 2. Muhsinun dan Eko Setyaningtyas, Mengenakan Kerudung Saat Hari Raya Idul Fitri Meskipun Katholik ..... 64 3. Mustanir dan Tri Sulastyaningsih, Ikut Berpuasa Ramadhan Meskipun Khatolik ............................................ 65 D. Keluarga Beda Agama Dalam Memberikan Pendidikan Terhadap Anak ............................................................................ 67
xi
1. Hanafi dan Atiek Sri Suparti, Biar Sekolah yang Mengajarkan ......................................................................... 67 2. Muhsinun dan eko Styaningtyas, Mengikuti Agama Ibunya ................................................................................... 68 3. Mustanir dan Tri Sulastyaningsih, Tuhan Itu Satu Hanya Saja Cara Beribadah Kepada-Nya Berbeda .............. 70 E. Keluarga Beda Agama Dalam Bersosialisasi Dengan Masyarakat .................................................................................. 71 1. Hanafi dan Atiek Sri Suparti, bermasyarakat Dengan Baik dan Menjadi Keluarga yang Terbuka ........................... 71 2. Muhsinun dan Eko Setyaningtyas, Dipercaya Sebagai Ketua RW dan Memimpin Yasinan ..................................... 72 3. Mustanir dan Tri Sulastyaningsih, Lurah yang Mudah Bergaul ................................................................................. 73 BAB IV KEHARMONISAN KELUARGA BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF TEORI KEHARMONISAN KELUARGA DAN ISLAM A. Keharmonisan Keluarga Beda Agama Dalam Perspektif Teori Keharmonisan Keluarga .................................................... 74 B. Keharmonisan Keluarga Beda Agama Dalam Perspektif Islam ............................................................................................ 77 BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................................. 82 B. Saran ............................................................................................ 83
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Data Penduduk Perumahan Manggisan Indah Mengenai Jumlah Penduduk, Agama, dan Pendidikan.................................................. 49 Tabel 1.2 Daftar Keluarga Beda Agama Di Perumahan Manggisan Indah Kelurahan Mudal Kecamatan Mojotengah kabupaten Wonosobo ... 31
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1
Kartu Keluarga Hanafi .............................................................. 53
Gambar 1.2
Kartu Keluarga Muhsinun ......................................................... 55
Gambar 1.3
Rumah Bapak Muhsinun ........................................................... 58
Gambar 1.4
Kartu Keluarga Achmad Mustanir ............................................ 59
Gambar 1.5
Foto Bapak Mustanir beserta Kepala Kelurahan SeKabupaten Wonosobo dan Bupati Wonosobo beserta Istri ...... 60
Gambar 1.6
Rumah Bapak Mustanir............................................................. 62
xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan sunnah Rasul dan bagian dari ajaran agama. Islam telah mengatur dan menetapkan segala hal yang berkaitan dengan perkawinan secara spesifik. Aturan dan ketetapan tersebut harus dipatuhi oleh semua umat muslim, agar perkawinan yang dilakukan menjadi sah secara agama dan mendapatkan rahmat dan ridha Allah SWT. Perkawinan beda agama adalah perkawinan antara laki-laki muslim dengan perempuan non muslim atau sebaliknya. Masalah ini tetap aktual dan selalu menjadi perbincangan di kalangan ulama dan cendekiawan, karena banyak menimbulkan dampak negatif baik anatara suami, istri, dan anakanaknya
sehingga
menimbulkan
ketidakharmonisan
dalam
keluarga.
Perbedaan faham, keyakinan dan agama akan menimbulkan banyak sekali konflik dalam keluarga salah satunya dalam hal mengasuh dan mendidik anak. Jika agama ayah dan ibu berbeda, akan terjadi banyak benturan seperti pelaksanaan ibadah, pengaturan menu makanan, tradisi keagamaan, muamalah dan masih banyak lagi. Oleh karena, seharusnya perkawinan beda agama harus dihindari. Disamping cinta, kasih sayang, dan ketulusan hati serta akhlak yang mulia, laki-laki dan perempuan harus sepaham dan seakidah agar kehidupan keluarga akan tentram dan bahagia. Perkawinan antara perempuan muslimah dengan laki-laki non muslim, baik musyrik maupun ahli kitab, Islam telah melarangnya dengan tegas.
1
Begitu pula perkawinan antara laki-laki muslim dengan perempuan non muslim. Pelarangan terhadap perkawinan beda agama tersebut telah Allah jelaskan dalam surah al-Baqarah ayat 221 :
Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya hamba sahaya mukmin lebih baik dari wanita merdeka musyrik walau menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan wanita mukmin dengan laki-laki yang musyrik. Hamba sahaya yang mukmin lebih baik daripada laki-laki musyrik walaupun menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah menyeru ke surga dan maghfirah atas izin-Nya. Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. (Q.S. al-Baqarah : 221) Kalimat ”Dan janganlah kamu menikahi wanita musyrik sehingga mereka beriman”, sudah secara tegas melarang untuk menikah dengan wanita musyrik secara mutlak tanpa terkecuali. Selanjutnya, ayat tersebut juga menjelaskan bahwa wanita non muslim tidak baik untuk dinikahi walaupun wanita tersebut menarik hati, baik penampilan, kedudukan dan kekayaannya (Saifudin, 2005 : 14). Dalam hal ini Rasuluallah menegaskannya dalam sebuah hadits yang artinya, ”wanita dinikah karena empat faktor; karena harta, karena keturunan, karena kecantikan dan karena agamanya. Hendaklah memilih karena agama, sehingga kamu akan memperoleh kemenangan”. (Shahih Bukhari, II:219, Shahih Muslim, I:623) 2
Menurut hadits di atas, dapat disimpulkan bahwa menikah yang hanya dilatarbelakangi karena agama lah yang akan memperoleh kebahagiaan. Kemudian, kalimat ”Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah menyeru ke surga” dalam Q.S. al-Baqarah ayat 211, menjelaskan bahwa orang musyrik akan selalu mengajak kepada perbuatan yang bisa menjerumuskan kekufuran dan neraka. Akan tetapi, kemudian turun surah al-Maidah ayat 5 :
Ada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan (sembelihan) Ahli Kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi mereka. Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara orangorang yang diberi kitab sebelum kamu, apabila kamu membayar mas kawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan bukan untuk menjadikan perempuan piaraan. Barang siapa yang kafir setelah beriman maka sungguh, sia-sia amalan mereka dan di hari kiamat dia termasuk orang-orang yang rugi. (Q.S. al-Maidah : 05) Ayat ini memberikan dispensasi berupa hak dan kewenangan kepada laklaki muslim untuk dapat menikahi wanita ahli kitab (Yahudi dan Nasrani). Berkenaan dengan ayat ini banyak pendapat muncul di kalangan para ulama. Namun pendapat yang paling populer dan banyak digunakan oleh ulama adalah pendapat Imam Syafi’i dan Imam Ahmad. Menurut mereka, laki-laki muslim boleh menikahi wanita ahli kitab dengan syarat ibu dan ayah
3
perempuan itu juga harus orang Yahudi dan Nasrani, apabila ayah dan ibunya bukan dari ahli kitab, maka haram hukumnya menikahi wanita tersebut (Huzaimah, 2005 : 156). Di Indonesia sendiri, fatwa Majlis Ulama Indonesia (MUI) telah mengharamkan perkawinan antara laki-laki muslim dengan wanita non muslim atau ahli kitab, sebagai haram saddi li adz-dzari‟ah.
Kemudian
diperkuat dengan Kompilasi Hukum Islam pasal 40 poin c, ”Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang perempuan yang tidak beragama Islam”. Islam mengajarkan bahwa eksistensi tujuan dari perkawinan salah satunya adalah menciptakan keluarga yang kekal dan bahagia. Hal tersebut tertuang dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 1 “Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sedangkan perkawinan beda agama, akan memunculkan berbagai persoalan kelak dalam relasinya dalam keluarga itu sendiri maupun dengan masyarakat sekitar. Seperti bagaimana budaya dalam merayakan hari raya, bagaimana
dalam
bersosialisasi
dengan
masyarakat
yang
tentunya
kebanyakan akan menggunjing keluarga pelaku nikah beda agama. Selain itu, akan muncul persoalan bagaimana dalam mendidik anak-anak dalam keluarga tersebut, serta keadaan psikologi anak dan kekuatan keyakinan agama dalam
4
setiap anak akan berbeda satu dengan yang lainnya. Dengan banyaknya masalah yang akan timbul dari penikahan beda agama, maka akan sulit bagi sebuah keluarga menjadi sebuah keluarga yang harmonis dan bahagia. Di Kabupaten Wonosobo sebagai objek penelitian ini, tepatnya di Perumahan Manggisan Indah Kelurahan Mudal Kecamatan Mojotengah masih banyak keluarga yang melangsungkan perkawinan beda agama. Anehnya, banyak dari keluarga tersebut yang mampu bertahan hingga puluhan tahun. Keluarga tersebut mempunyai pendidikan yang tinggi (masyarakat berpendidikan) dan ekonominya pun tergolong menengah ke atas. Bahkan ada pula yang merupakan mantan Kepala Kelurahan. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis ingin melakukan penelitian terhadap keharmonisan dan keseharian serta keadaan keluarga nikah beda agama di Kelurahan Mudal Kecamatan Mojotengah Kabupaten Wonosobo. Adapun judul penelitian ini adalah: “Keharmonisan Keluarga Beda Agama (Studi Tiga Keluarga Di Perumahan Manggisan Indah Kelurahan Mudal Kecamatan Mojotengah Kabupaten Wonosobo)” B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini meliputi : 1. Bagaimana keluarga beda agama menjalankan aktivitas keagamaan? 2. Bagaimana keluarga beda agama memberikan pendidikan terhadap anak? 3. Bagaimana keluarga beda agama bersosialisasi dengan masyarakat? 4. Bagaimana keharmonisan keluarga beda agama?
5
C. Tujuan Penelitian Agar tidak menyimpang dari masalah-masalah yang diutarakan tersebut, maka perlu dirumuskan tujuan dalam penelitian ini. Adapun tujuan tersebut yaitu : 1. Mengetahui pola aktivitas keagamaan dalam keluarga beda agama. 2. Mengetahui sistim pendidikan atau pengajaran terhadap anak dalam keluarga beda agama. 3. Mengetahui pola hubungan keluarga beda agama dengan lingkungan keluarga besar maupun lingkungan masyarakat. 4. Mengatahui keharmonisan keluarga beda agama. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat teoritis a. Menambah wawasan ilmu pengetahuan di bidang perkawinan, khususnya perkawinan beda agama. b. Sebagai bahan referensi peneliti selanjutnya dalam kajian tentang perkawinan, khususnya mengenai perkawinan beda agama. c. Memberikan tambahan pengetahuan terhadap umat Islam secara luas tentang perkawinan dan keluarga sakinah atau harmonis dan bahagia. 2. Manfaat praktis a. Dinas Catatan Sipil (Discapil) dan Kantor Urusan Agama (KUA) Memberikan tambahan pengetahuan terhadap Discapil dan KUA terkait (bidang perkawinan khususnya), sehingga dapat
6
mencegah dan memberikan informasi kepada masyarakat yang akan melangsungkan perkawinan beda agama tentang keadaan dan kehidupan dalam keluarga yang telah menikah beda agama. b. Masyarakat Umum dan Pembaca Memberikan tambahan wawasan pengetahuan serta informasi kepada masyarakat tentang keadaan keluarga nikah beda agama. E. Penegasan Istilah Agar tidak terjadi kerancuan dan kesalahan penafiriran istilah serta kejelasan pengertian oleh pembaca dalam skripsi ini, maka penulis akan memberikan penjelasan tentang beberapa istilah berikut ini : 1. Perkawinan Secara bahasa (etimologi) nikah adalah “al wath‟u wa ad dhammu” yang artinya bersenggama atau bercampur. Sedangkan makna ushuli fiqh ada beberapa pendapat; pertama, mengartikan bahwa hakikat nikah adalah watha‟ (bersetubuh); kedua, mengartikan nikah sebagai akad; dan ketiga, mengartikan bahwa hakikat nikah adalah musytarak atau gabungan dari akad dan bersenggama (Tim Keluarga Sakinah Kantor Departemen Agama Kabupaten Wonosobo, 2003 : 11-12) Dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 menjelaskan perkawinan sebagai “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
7
2. Perkawinan Beda Agama Perkawinan antara laki-laki muslim dengan perempuan bukan muslimah dan sebaliknya. (Huzaimah, 2005 : 155) 3. Keluarga Ir. M. Munandar Soelaeman dalam bukunya yang berjudul ”Ilmu Sosial Dasar Teori dan Konsep Ilmu Sosial” (1992 : 55) mengartikan Keluarga sebagai suatu kesatuan social terkecil yang dimiliki manusia sebagai makhluk social, yang ditandai adanya kerja sama ekonomi. 4. Harmonis dan Sakinah Mawadah Warahmah Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata harmonis mempunyai arti; keselarasan, dan atau keserasian dalam rumah tangga. Sedangkan menurut Basri dalam bukunya yang berjudul “Merawat Cinta Kasih”, keluarga yang harmonis dan berkualitas yaitu keluarga yang rukun bahagia, tertib, disiplin, saling menghargai, penuh pemaaf, tolong menolong dalam kebajikan, memiliki etos kerja yang baik, bertetangga dengan saling menghormati, taat mengerjakan ibadah, berbakti pada yang lebih tua, mencintai ilmu pengetahuan, dan memanfaatkan waktu luang dengan hal yang positif dan mampu memenuhi dasar keluarga. (Basri, 1996 : 111) Sakinah
menurut bahasa berarti kedamaian, ketenteraman,
ketenangan, dan kebahagiaan. Keluarga sakinah adalah keluarga yang ddibina berdasarkan perkawinan yang sah, mampu memenuhi hajat hidup spiritual dan material secara layak dan seimbang, diliputi suasana kasih
8
sayang
(mawadah
wa
rahmah)
antara
anggota
lingkungannya dengan selaras, serasi serta mampu
keluarga
dan
mengamalkan,
menghayati dan memperdalam nilai-nilai keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia.(Tim Keluarga Sakinah Kantor Departemen Agama Kabupaten Wonosobo, 2003 : 11) F. Tinjauan Pustaka Telah banyak penelitian atau artikel yang membahas tentang perkawinan beda agama di Indonesia. Namun, penelitian ini bukanlah penelitian yang sama dengan penelitian sebelumnya ataupun sebuah duplikasi/jiplakan. Untuk mendukung penelaahan yang komprehensif penyususn menelusuri hasil penelitian yang memiliki relevansi dengan topik yang akan dikaji berupa skripsi dan karya ilmiah, diantaranya: Pertama, skripsi dari mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Arif Rofi’uddin (2009), yang berjudul Tinjauan Hukum Islam Terhadap Keharmonisan Pasangan Beda Agama (Studi Kasus Di Desa Tirto Kecamatan Mlati Kabupaten Sleman). Skripsinya
menggunakan
metode field research dan mengambil data dengan wawancara dan studi pustaka menggunakan metode normative fiqiyyah. Kesimpulan yang dapat diambil dari sekripsinya adalah adanya disharmonis dalam keluarga beda agama. Faktor yang mempengaruhi terjadinya nikah beda agama di Desa Tirtoadi adalah pemahaman agama yang kurang, hamil di luar nikah dan rendahnya tingkat pendidikan masyarakat. Selain itu, memang masyarakat sekitar adalah masyarakat yang beragam/heterogen dan plural, sehingga
9
semakin banyak kemungkinan terjadi perkawinan beda agama. Masalah yang ditimbulkan dari keluarga tersebut sangat beragam, seperti adanya gap (jarak) dengan masyarakat sekitar, rutinitas keagamaan (beribadah) menurun, pendidikan agama yang bermasalah bagi anak-anak, dan kebanyakan anak dari keluarga tersebut mengikuti agama ibunya. Kedua, skripsi dari M. Syukron Mansyur (2009) yang juga mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berjudul Suami Beda Agama Dan Pengaruhnya Terhadap Relasi Dalam Keluarga Tinjauan Hukum Islam. Penelitian tersebut dilakukan terhadap dua keluarga di Desa Malangjiwan Kecamatan Kebonarum, Kabupaten Klaten. Penelitian ini menekankan pada fungsi dan tugas seorang suami menurut pandangan hukum Islam. Kesimpulan yang dapat diambil dari sekripsinya adalah, bahwa kedua keluarga tersebut dilakukan dan disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan dikarenakan salah satu pihak menundukkan diri pada salah satu hokum psangannya, dengan kata lain salah satu pasangan berpindah agama. Dengan menggunakan pedekatan yuridis-normati dan pendekatan social, dapat diketahui bahwa suami dalam keluarga tersebut memberikan kebebasan kepada istri dan anakanya dalam memeluk agama. Dengan menggunakan teori maslahah, menyangkut fenomena tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pemenuhan hak dan kewajiban suami istri sebagian besar sudah dapat terpenuhi. Ketiga, skripsi mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga Azza Faiq Hamam yang berjudul Fasilitas Perkawinan Beda Agama
10
Oleh Lembaga Sosial (Studi Kasus Terhadap Percik Salatiga). Skripsi ini menjelaskan tentang fasilitasi dari lembaga Percik terhadap pasangan yang akan melangsungkan perkawinan beda agama. Lembaga percik akan mendampingi pasangan tersebut terkait dengan tokoh agama dan lembaga pemerintah. Kesimpulan yang dapat dihasilkan dari skripsi tersebut adalah bahwa terdapat dua pandangan yang berbeda, pandangan yang pertama adalah mendukung adanya lembaga Percik untuk memfasilitasi perkawinan tersebut dengan alasan Hak Asasi Manusia. Kemudian pandangan yang kedua melarang dan diasumsikan bahwa Percik adalah pintu darurat yang berusaha memberikan ruang/gerak untuk mempermudah melakukan perkawinan beda agama yang esensinya sudah jelas dilarang dalam agama maupun peraturan di Indonesia. Selain itu, perkawinan beda agama juga menjadikan keluarga tersebut
mempunyai
banyak
pengaruh
negatife/masalah
yang
akan
ditimbulkan. Sedangkan dalam penelitian/skripsi yang dilakukan oleh penulis, dengan menggunakan metode dercriptive analisis penulis akan menitikberatkan pada keadaan keharmonisan keluarga nikah beda agama terhadap tiga keluarga di Perumahan Manggisan Indah Kelurahan Mudal Kecamatan Mojotengah Kabupaten Wonosobo. Masyarakat yang notabenya merupakan mayoritas pemeluk agama Islam namun terdapat juga keluarga perkawinan beda agama. Penulis juga meneliti bagaimana sebuah keluarga beda agama menjalankan aktivitas keagamaan, memberikan pendidikan terhadap anak-anak, dan
11
bersosialisasi dengan masyarakat. Selain itu, penulis juga meneliti keadaan keharmonisan keluarga beda agama. G. Metode Penelitian Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan metode penelitian sebagai berikut: 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Adapun yang dimaksud dengan penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara menyeluruh, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2007: 6). Menurut Milles dan Michael sebagaimana dikutip oleh Maslikhah (2013: 319) dalam bukunya yang berjudul “Melejitkan Kemahiran Menulis Karya Ilmiah bagi Mahasiswa”, penelitian kualitatif akan mendapatkan data kualitatif yang sangat menarik, memiliki sumber dari dekripsi yang luas dan berlandaskan kokoh, serta memuat penjelasan tentang proses-proses yang terjadi dalam lingkup setempat. Penelitian ini dapat memahami alur peristiwa secara kronologis, menilai sebab akibat dalam lingkup pikiran orang-orang setempat, dan memperoleh penjelasan yang banyak dan bermanfaat, serta dapat memperoleh penemuan-penemuan yang tidak diduga sebelumnya untuk membentuk kerangka teoritis baru. Tujuan dari penelitian ini adalah mengungkap fakta, keadaan, fenomena, variable dan
12
keadaan yang terjadi saat penelitian berjalan dan menyuguhkan data apa adanya. Jenis penelitian ini adalah field Research atau penelitian lapangan, yaitu penelitian yang dilakukan secara intensif, terperinci dan mendalam terhadap lembaga atau gejala tertentu mengenai suatu permasalahan yang terjadi, yang datanya diambil dari orang yang diteliti.(Suharsimi, 1993 : 115) 2. Kehadiran Peneliti Dalam rangka mendapatkan data-data yang diperlukan, peneliti akan melaksanakan observasi dan wawancara langsung pada subjek penelitian maupun pihak lain yang memberikan informasi yang peneliti butuhkan. Sehingga peneliti akan turut aktif dalam kegiatan penelitian ini guna mencari data-data yang dibutuhkan. 3. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian di
tiga keluarga beda agama dan lingkungan
sekitar Perumahan Manggisan Indah Kelurahan Mudal, Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo. 4. Sumber data Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan dua sumber data yakni mencakup sumber data primer dan sumber data sekunder. a. Sumber data primer meliputi data-data yang penulis dapatkan dari hasil field reseacrh baik di lokasi penelitian yakni tiga keluarga beda agama (Keluarga Bapak Hanafi, Keluarga Bapak Muhsinun dan Keluarga
13
Bapak Mustanir) dan masyarakat Perumahan Manggisan Indah Keluarahan Mudal Kecamatan Mojotengah Kabupaten Wonosobo. b. Sumber data sekunder diperoleh dari buku-buku pustaka yang memuat tentang perkawinan baik secara Islam maupun hukum positif yang berlaku di Indonesia. 5. Teknik Pengumpulan data Penelitian ini dalam mengumpulkan data menggunakan teknik wawancara
mendalam
(in-depth)
secara
terbuka,
observasi,
dan
Dokumentasi. Menurut Maslikhah dalam bukunya “Melejitkan Kemahiran Menulis Karya Ilmiah bagi Mahasiswa”, yang mengutip pengertian wawancara dari Mulyana (2004: 180) wawancara adalah bentuk komunikasi antar dua orang, melibatkan seseoranng yang ingin memperoleh informasi dari seorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu. Wawancara akan penulis lakukan terhadap tiga keluarga beda agama, tetangganya dan masyarakat sekitar. Observasi adalah teknik pengumpulan data di mana peneliti mengadakan pengamatan secara langsung terhadap gejala-gejala subjek yang sedang diteliti. Baik pengamatan itu dilakukan di dalam situasi yang sebenarnya maupun dilakukan dalam situasi yang khusus diadakan (Surachmad, 1972: 155). Dalam observasi, penulis akan berkunjung ke rumah tiga keluarga beda agama untuk mengamati keadaan lingkungan
14
keluarga beda agama. Menelaah lebih inheren keadaan dan pola-pola dalam keluarga beda agama. Dokumentasi dalam artian ini adalah setiap bahan tertulis, dokumendokumen ataupun foto saat pelaksanaan penelitian sebagai bukti autentik dalam membantu penyusunan laporan penelitian. Penggunaan dokumen ini dirasa sangat penting dibutuhkan, karena dalam penelitian ini penggunaan dokumen sebagai sumber sekaligus sebagai bukti pendukung dalam penelitian. Adapun dokumen yang digunakan di dalam penelitian ini adalah Kartu Keluarga pelaku nikah beda agama, data penduduk dari kantor Kelurahan Mudal, foto rumah dan sebagainya. 6. Analisa Data Setelah semua data diperoleh, maka penulis akan menganalisa untuk mengetahui perbedaan dan persamaan antara teori dengan fenomena dalam masyarakat sehingga diharapkan penulis mampu mendapatkan penemuanpenemuan
baru.
Dalam
melakukan penganalisisan
data,
peneliti
menggunakan metode descriptive analisis, metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu object, kondisi, sistem pemikiran atau kelas peristiwa pada masa sekarang. Menurut Whitey (1960), metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. (Moh. Nazir, 1988 : 63) 7. Pengecekan Keabsahan Data Penulis tidak serta merta menerima data dari satu sumber data saja, melainkan dengan mengkonfirmasikan data yang diperoleh kepada sumber
15
data yang lain guna mendapatkan data yang lebih variatif sehingga lebih dapat dipercaya. Oleh karenanya, penulis mengacu pada empat criteria yang digunakan oleh Meolong sebagaimana yang dikutip oleh Maslikhah (2013: 323-324) yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability),
ketergantungan
(dependability),
dan
kepastian
(confirmablity). Uji derajat kepercayaan (credibility) dilakukan dengan cara melakukan pembuktian apakah yang diamati oleh peneliti benar-benar sesuai dengan apa yang sesungguhnya terjadi secara wajar dilapangan. Untuk melakukan derajat kepercayaan ini dilakukan observasi secara terus menerus. Keteralihan (transferability) membuat uraian laporan atas data yang ditemukan secara khusus dengan jelas ditulis sehingga dapat dipahami oleh pembaca. Ketergantungan (dependability) dilakukan untuk mengurangi kesalahan-kesalahan dalam mengumpulkan, menginterpretasi temuan dan laporan hasil penelitian cara menentukan dependent auditor (konsultan
peneliti).
Kepastian
(confirmability)
dilakukan
untuk
mengetahui apakah data yang diperoleh memenuhi obyektifitas atau tidak. Untuk melakukan uji confirmability ini dilakukan dengan cara melakukan konfirmasi apakah pandangan, pendapat dan penemuan seseorang juga telah disepekati oleh orang lain secara obyektif. Oleh karena itu, data yang sudah
dikumpulkan
dikonfirmasikan
dengan
para
ahli
yang
membidanginya.
16
8. Tahap-tahap Penelitian a. Tahap Pra-Lapangan Dalam tahap pra-lapangan ini ada lima hal yang harus dilengkapi oleh peneliti, yaitu: 1) Menentukan settingdan subyek penelitian 2) Menyusun rancangan penelitian 3) mengurus perizinan penelitian 4) Menyiapkan perlengkapan penelitian b. Tahap Pekerjaan Lapangan Uraian tentang tahap pekerjaan lapangan dibagi atas tiga bagian, yaitu: 1) Memahami latar penelitian 2) Adaptasi peneliti dilapangan 3) Berperan serta sambil mengumpulkan data c. Tahap Pasca Lapangan Pada tahap pasca lapangan ini, peneliti membaginya menjadi tiga tahap, yaitu: 1) Pengolahan data penelitian 2) Menganalisis data penelitian 3) Menyimpulkan hasil penelitian 4) Menulis laporan
17
9. Sistematika Penulisan Agar penulisan skripsi ini dapat dipahami dengan mudah dan jelas, maka perlu adanya sistematika penulisan. Sistematika tersebut adalah sebagai berikut : Bab pertama merupakan pendahuluan. Pendahuluan meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian yang terdiri dari jenis dan pendekatan, lokasi penelitian, pengumpulan data, langkah-langkah penelitian, analisis data, sistematika penulisan dan sebagainya
yang merupakan teknis penulis dalam melaksanakan
penelitian. Bab kedua adalah kajian pustaka, yang menguraikan tentang telaah pandangan hukum Islam (al-Qur’an, hadist, dan pandangan ulama) mengenai perkawinan beda agama dan keluarga, serta telaah hukum Islam dan teori umum mengenai keluarga sakinah (harmonis). Bab ketiga merupakan hasil penelitian yang menjelaskan tentang gambaran umum Perumahan Manggisan Indah (meliputi letak geografis, gambaran keberagaman dalam masyarakat), kondisi dan pola-pola (aktivitas keagamaan, metode pendidikan terhadap anak dan hubungan sosial kemasyarakatan) tiga keluarga beda agama. Bab keempat menjelaskan tentang analisis atau reduksi dari hasil data primer dan data sekunder yang diperoleh. yakni antara studi pustaka tentang keharmonisan dengan kedaan dalam keluarga nikah beda agama.
18
Bab terakhir adalah penutup. Penutup meliputi kesimpulan isi skripsi mengenai hasil penelitian tentang perkawinan beda agama, kemudian saran penyusun akan adanya fenomena nikah beda agama di Indonesia.
19
BAB II PERKAWINAN BEDA AGAMA DAN KEHARMONISAN KELUARGA DALAM TEORI
A. Pengertian Perkawinan Perkawinan merupakan perintah Allah Swt, Firman Allah dalam Q.S. An-Nisa’ ayat 3 :
Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi”(QS. An-Nisa’: 3) Kemudian, Nabi juga bersabda tentang perintah menikah :
يا يعشر انشثاب ين استطاع ينكى انثاءج: وقال رسىل هللا صهى هللا عهيه وسهى وين نى يستطع فعهيه تانصىو فإنه نه وجاء، فأنه أغض نهثصر وأحصن نهفرج،فهيتزوج Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud, Rasulullah pernah menyeru kepada para pemuda, : “Wahai para pemuda, barangsiapa diantara kalian yang sudah mampu al-ba‟ah (memberi nafkah) hendaklah menikah; demikian karena lebih menjaga pandangan, dan menjaga kemaluan. Tetapi orang yang belum mampu menikah, hendaknya ia berpuasa, karena mampu menahan (syahwat) alwija”.(HR. Bukhari Muslim). Kata nikah atau ziwaj adalah bahasa Arab berarti “kawin”. Nikah atau perkawinan ini menurut syeikh Abdurrahman al Jazairiy dalam kitabnya Al Fiqh Ala Al Mazahib Al Arba‟ah, memiliki tiga pengertian yaitu, makna lughowi, ushuli dan fiqhi.(Tim Keluarga Sakinah Kantor Departemen Agama Kabupaten Wonosobo, 2003 : 11)
20
Secara lughowi (etimologi) nikah (kawin) berarti “al wath‟u wa ad dhammu” yang bararti bersenggama atau bercampur.
Sedangkan makna
ushuli memiliki beberapa perbedaan pendapat yaitu : 1. Hakikat nikah adalah watha‟ (bersetubuh). 2. Hakekat nikah itu adalah akad. Sedangkan arti majaz atau kiasannya adalah bersenggama. 3. Hakekat nikah adalah musytarak atau gabungan dari pengertian akad dan bersenggama. Sedangkan secara fiqhi (ilmu fiqih) bahwa perkawinan adalah akad nikah yang ditetapkan oleh syara‟ bahwa seorang suami dapat memanfaatkan dan bersenang-senang dengan kehormatan (kemaluan) seorang istri dan seluruh tubuhnya.(Tim Keluarga Sakinah Kantor Departemen Agama Kabupaten Wonosobo, 2003 : 12) Pengertian perkawinan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tertuang dalam Pasal 1; “Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Menurut mazhab Maliki, perkawinan adalah; “Akad yang dilakukan untuk mendapatkan kenikmatan dari wanita”. Menurut mazhab Syafi’i perkawinan adalah; “Akad yang menjamin diperbolehkannya persetubuhan”. Sedangkan menurut mazhab Hambali bahwa perkawinan adalah; “Akad yang
21
didalamnya terdapat lafadz perkawinan secara jelas, agar diperbolehkan bercampur.(Hasan, 2003 : 12) Dari semua pengertian oleh beberapa mazhab tersebut, terdapat dua inti dari perkawinan yakni; akad dan kehalalan untuk bercampur. Sehingga perkawinan pada dasarnya menjadikan dua orang (laki-laki dan perempuan) menjadi seorang suami istri yang sah dan terhindar dari perzinaan. Dalam Islam, ada beberapa rukun dan syarat perkawinan agar perkawinan tersebut sah sehingga laki-laki dan perempuan tersebut halal untuk melangsungkan hubungan intim (bercampur/bersetubuh), seperti yang ditulis oleh M. Ali Hasan dalam bukunya yang berjudul Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam (2003 : 55) yakni : 1.
Rukun Nikah a. Calon Mempelai pria. b. Calon mempelai wanita. c. Wali nikah. d. Saksi nikah. e. Ijab dan qabul
2.
Syarat Perkawinan : a. Syarat calon mempelai pria; laki-laki, beragama Islam, baligh, berakal, jelas orangnya, dapat memberikan persetujuan, dan tidak terdapat halangan perkawinan seperti tidak dalam keadaan ihram atau umrah.
22
b. Syarat calon mempelai wanita; perempuan, beragama Islam (ada yang berpendapat bahwa perempuan ahli kitab diperbolehkan), jelas orangnya, dapat dimintai persetujuannya, dan tidak terdapat halangan perkawinan (wanita yang haram dinikahi seperti karena masih mahram, dan saudara persusuan) c. Syarat wali nikah; laki-laki, dewasa, dan mempunyai hak perwalian. d. Syarat saksi nikah; minimal dua orang laki-laki, hadir dalam ijab dan qabul, dapat memahami maksud akad, beragama Islam, dan dewasa. e. Syarat ijab qabul; ada ijab (pernyataan) mengawinkan dari pihak wali nikah, ada qabul (pernyataan) menerima dari pihak calon suami. f. Memakai kata-kata “nikah”, “tazwij” atau terjemahannya seperti “kawin”, antara ijab dan qabul bersambungan tidak boleh putus, orang yang terikat dalam ijab tidak sedang dalam keadaan haji dan umrah, dan majliss ijab dan qabul itu harus dihadiri paling kurang empat orang yaitu calon mempelai pria atau wakilnya, wali dari calon mempelai wanita atau wakilnya, dan dua orang saksi. B. Tujuan Perkawinan Tedapat banyak sekali Tujuan dari perkawinan, diantaranya adalah; memberikan keturunan, merupakan sebuah ibadah, menyempurnakan separuh agama, dan menjaga kemaluan. Dalam Undang-undang Perkawinan, tujuan perkawinan tertuang dalam Pasal 1 “…dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yanng Maha Esa”.
23
Adapun tujuan perkawinan menurut agam Islam, yang dikemukakan oleh beberapa pendapat diantaranya : 1. Achmad Ichsan, S.H; Tujuan perkawinan sebagai perintah Allah untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat dengan mendirikan rumah tangga yang damai dan teratur. 2. M. H. Abdullah Siddik; faedah perkawinan ialah memelihara kerukunan kehidupan rumah tangga dan keturunan, karena kalau tidak dengan perkawinan tentulah rumah tangga dan turunan tidak berketentuan dan tidak adanya stabilitas kehidupan keluarga. Seterusnya perkawinan juga dipandang sebagai kemaslahatan masyrakat, karena kalau tidak ada perkawinan, manusia akan menurunkan sifat kebinatangannya yang akibatnya menimbulkan perselisihan, permusuhan antar sesama manusia, dalam Islam semuanya itu demi kemashlahatn masyarakat.(Eoh, 2001 : 41-42) Tim Keluarga Sakinah Departemen Agama Kabupaten Wonosobo dalam buku yang dirterbitkan oleh mereka dengan judul “Membangun Keluarga Sakinah, Qaryah, Thayyibah, Pemberdayaan Zakat”, ada beberapa tujuan dari perkawinan yaitu : 1. Memperoleh ketenangan hidup Laki-laki dibekali rasa senang terhdap wanita dan demikian pula wanita merasa senang terhadap laki-laki dalam menempuh hidup di dunia ini, tidak dibiarkan hidup sekehendak nafsunya, akan tetapi diberi aturan hidup dengan tenang dan damai diliputi rasa kasih sayang yang dapat
24
menghibur dikala susah dan pemulih gairah dikala lelah. Dijelaskan Allah SWT dalam firman-Nya :
Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepada-Nya dan dijadikan oleh-Nya diantara rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Q.S. Ar Ruum : 21). Mustofa al Maroghi dalam tafsir-nya, mengartikan litaskunuu ilaihaa dengan “menjadikannya saling menyayangi agar hidup satu rumah sesuai dengan ketentuan yang berlaku”. Dengan demikian, fungsi perkawinan
adalah
tempat
untuk
menummbuhkan
ketentraman,
kebahagiaan, dan cinta kasih. 2. Menjaga kehormatan diri dan pandangan mata Menjaga kehormatan diri dan pandangan mata merupakan dua hal yang diperintahkan Allah kepada manusia yang beriman. Firman Allah SWT :
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman; “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya”…”. (Q.S. An Nur : 30) Perkawinan adalah salah satu sarana pemeliharaan kesucian diri yang diperintahkan Allah. Perkawinan menjaga diri dari godaan setan, 25
menjaga dari perbuatan yang hanya didasari oleh syahwat, dan menjaga pandangan mata serta kemaluan. 3. Mendapatkan keturunan Tujuan utama dari perkawinan adalah memperoleh keturunan (anak), terutama keturunan. Firman Allah SWT :
Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu anak-anak dan cucu-cucu. (Q.S. An Nahl : 72) Dari penjelasan di atas, diketahui bahwa tujuan dari perkawinan adalah membentuk ketentraman dan kesejahteraan dalam sebuah hubungan keluarga. Sehingga keluarga dapat bertahan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. C. Pengertian dan Pandangan Hukum Islam Tentang
Perkawinan
Beda Agama Era global ini, infomasi dan budaya mudah sekali masuk dan bercampur. Hal ini berpengaruh pula terhadap pemikiran umat muslim. Mereka mencari alasan-alasan untuk bisa memberikan kebebasan bergaul, seolah menTuhankan Hak Asasi Manusia (HAM) dan mengesampingkan hukum agama (Islam).
Pengaruh
itu
membuat
seorang
muslim/muslimah
berani
melangsungkan perkawinan dengan laki-laki/perempuan non muslim.
26
Perkawinan beda agama, yaitu perkawinan antara laki-laki muslim dengan perempuan bukan muslimah dan sebaliknya. Islam secara tegas telah melarang perkawinan baik anatara perempuan muslimah dengan laki-lai non muslim, atau laki-laki muslim dengan perempuan non musslim atau ahli kitab.(Huzaimah, 2005 : 155) Pelarangan ini didasarkan pada ayat al Qur’an surah al Baqarah ayat 221 :
Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya hamba sahaya mukmin lebih baik dari wanita merdeka musyrik walau menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan wanita mukmin dengan laki-laki yang musyrik. Hamba sahaya yang mukmin lebih baik daripada laki-laki musyrik walaupun menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah menyeru ke surga dan maghfirah atas izin-Nya. Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. (Q.S. al Baqarah : 221) Dan surah al Mumtahanah ayat 10 :
27
Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, Maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka;maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman Maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. dan berikanlah kepada (suami suami) mereka, mahar yang telah mereka bayar. dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkanNya di antara kamu. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Q.S. al Mumtahanah : 10) Dalam surat al-Baqarah ayat 211 pelarangan perkawinan beda agama secara tergas tertulis dalam kalimat “laatankihuu almushrikaati hatta yukminna”. Secara tersurat larangan ini bersifat mutlak tanpa terkecuali. Artinya seluruh wanita musyrik haram dinikahi, walaupun dia adalah ahli kitab. (Saifudin, 2005 : 15) Akan tetapi kemudian turun surat al-Maidah ayat 5, dalam ayat tersebut terdapat dispensasi bahwa laki-laki diperbolehkan menikahi seorang ahli kitab (yahudi dan Nasrani). Hal ini memunculkan beberapa pendapat di kalangan ulama. Pendapat yang pertama, pendapat dari Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin hambal. Menurut mereka asalkan perempuan itu beragama Yahudi atau Nasrani, maka mereka boleh dinikahi. Kemudian pendapat Said Muhammad Rasyid Ridha, beliau membedakan secara mutlak kepada laki-
28
laki muslim untuk menikahi perempuan ahli kitab karena asal perkawinan itu, adalah ibadah (halal/boleh) dan kita hanya dilarang kawin pada perempuanperempuan yang haram untuk dinikahi.(Huzaimah, 2005 : 156) Pendapat kedua, adalah pendapat yang membolehkan dengan syarat, yaitu pendapat Imam Syafi’I dan Imam Ahmad. Menurut mereka laki-laki muslim boleh menikahi perempuan Yahudi/Nasrani dengan syarat ibu bapak perempuan itu harus orang Yahudi dan nasrani juga. Jika ayah dan ibu mereka adalah penyembah berhala bukan ahli kitab (Taurat/Injil), maka tidak boleh menikahi perempuan itu.(Huzaimah, 2005 : 156) Pendapat ketiga, haram secara mutlak menikahi wanita ahli kitab. Hal ini sebagaimana pendapat Ibnu Abbas, dalam memahami kedua ayat tersebut (alBaqarah : 221 dan al-Maidah : 5), Ibnu Abbas mengatakan,: “Rasulullah Saw telah melarang menikahi seluruh wanita kecuali yang beriman dan berhijrah, dan mengharamkan wanita dari agama manapun kecuali Islam, sebagaimana firman Allah,: “Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah amalannya”. (Qs. al Maidah: 5) Lebih jelas lagi, alasan tidak bolehnya bagi seorang muslim menikahi wanita ahli kitab dijelaskan oleh Imam Fakhruddin al-Razi dalam tafsirnya Mafatih al-Ghaib al-Tafsir al-Kabir, yang menganggap bahwa ahli kitab termasuk orang musyrik. Menurutnya, sebab kebanyakan ulama berpendapat bahwa lafazh musyrik dalam ayat tersebut mencakup juga orang kafir dari golongan ahli kitab. Ada banyak dalil yang menunjukkan hal tersebut :
29
1.
Dalam surat at Taubah ayat 30-31 menjelaskan bahwa orang yang mengatakan Uzair anak Allah dan Isa al-Masih anak Allah berarti ia musyrik.
2.
Surat an Nisa ayat 48 menjelaskan Allah mnegampuni segala dosa kecuali syirik, seandainya dosa orang yahudi dan nasrani bukan merupakan dosa syirik pastinya Allah akan mengampuni, tetapi seperti diketahui bahwa dosa mereka merupakan dosa syirik yang tidak diampuni.
3.
Surat al Maidah ayat 73 menjelaskan bahwa Trinitas merupakan kesyirikan dan kufur akbar.
4.
Bahwa Rasulullah Saw ketika mengutus utusan untuk berdakwah kepada orang-orang musyrik menyuruh agar mereka masuk ke dalam agama Islam, atau membayar fidyah. Dan orang yang membayar fidyah dan tidak masuk Islam maka ia disebut musyrik.
5.
Sebagaimana pendapat Abu Bakar al-Ashammu, setiap orang yang menolak risalah rasulullah Saw maka ia adalah orang musyrik. (Abu alFida’, 1999 : 48) Rasuluallah pun mendorong umatnya agar menikahi laki-laki atau
perempuan yang seagama (Islam), Rasuluallah Saw bersabda; ”Wanita dinikah karena empat faktor; karena harta, karena keturunan, karena kecantikan dan karena agamanya. Hendaklah memilih karena agama, sehingga kamu akan memperoleh kemenangan”. (Shahih Bukhari, II:219, Shahih Muslim, I:623)
30
Menurut hadits tersebut, ada empat faktor yang mendorong seorang pria memilih wanita, yakni karena kecantikannya, kekayaannya, keturunannya, dan agamanya. Namun dalam hadits tersebut juga di uangkapkan bahwa hanya yang dilatarbelakangi agama akan memperoleh kebahagiaan.(Saifudin, 2005 : 17) Dengan demikian, wanita yang baik menurut hadits tersebut adalah wanita yang baik agamanya (shalehah). Dan juga ketika ingin mencapai bahagia (sakinah) maka harus seiman, karena hanya menikah dengan yang segama lah yang hanya akan mendapat kebahagiaan. Hal ini sejalan dengan potongan ayat dalam surah al-Baqarah ayat 211 ”sungguh hamba sahaya mukmin adalah lebih baik dibanding dengan wanita merdeka musyrik, walau sangat menarik hatimu”. D. Pandangan Hukum Positif Indonesia Tentang Perkawinan Beda Agama Dalam pandangan hukum positif Indonesia, Majlis Ulama Indonesia (MUI) mengharamkan perkawinan antara laki-laki muslim dengan wanita non muslim atau ahli kitab, sebagai haram saddi li adz-dzari‟ah.
Kemudian
diperkuat dengan Kompilasi Hukum Islam pasal 40 poin c, ”Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang perempuan yang tidak beragama Islam”. Hal ini sejalan dengan apa yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 1 “Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”,
31
dan Pasal 2 ayat (1) yang menjelaskan bahwa “Perkawinan yang sah
adalah perkawinan yang dilaksanakan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya”. Namun kemudian dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan pasal 23 huruf (a) yang mengatakan “bahwa perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan adalah perkawinan yang dilakukan antar umat yang berbeda agama”. Sehingga seseorang berbeda agama dapat melangsungkan pernikahan atas dasar ijin dari pengadilan negeri. E. Pengertian Keluarga Keluarga merupakan suatu unit, terdiri dari bebrapa orang yang masingmasing mempunyai kedudukan dan peranan tertentu. Keluarga itu dibina oleh sepasang manusia yang telah sepakat untuk mengarungi hidup bersama dengan
tulus dan setia, didasari keyakinan dan dikukuhkan melalui
perkawinan, dipaterai dengan kasih sayang, ditunjukkan untuk saling melengkapi dan meningkatkan diri dalam menuju ridha Allah.(Soelaeman, 1994 : 152) Menurut sayekti, keluarga adalah suatu ikatan persekutuan hidup atas dasar perkawinann antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian atau tanpa anak-anak, baik anaknya sendiri atau adopsi, dan tinggal dalam sebuah rumah tangga.(Ulfatmi, 2011 : 19)
32
Dalam bahasa arab, keluarga disebut al-usratu yang berasal dari kata alusru yang mempunyai arti secara bahasa ”ikatan”. Namun dalam Islam, kata keluarga tidak menggunakan kata al-usru melainkan al-ahl. kata al-ahl dalam bahasa arab mempunyai arti kata ”damai” dan ”sentosa”. Karena dalam Islam keluaarga tidak hanyalah sebuah ikatan, melainkan adalah sumber ketenangan diri, dan ketentraman.(Abdul Ghani, 2004 : 24-28) F. Fungsi Keluarga Keluarga, sebagai lingkungan pertama dalam kehidupan, mempunyai banyak fungsi bagi terbentuknya sebuah masyarakat. Sayekti (1994) membagi fungsi keluarga kedalam delapan bagian, yakni : 1. Fungsi Religius Orang tua merupakan orang yang pertama kali membimbing anak dalam mengenal Tuhan, mengetahui tentang akidah, dan mengajarkan akhlak. 2. Fungsi Biologis Kebutuhan seks merupakan salah satu kebutuhan biologis manusia. Dorongan seksual ini apabila tidak tersalurkan sebagaimana mestinya, maka akan terjadi penyimpangan-penyimpangan seksual seperti onani, masturbasi, sodom, dan lain-lain. Bahkan, jika kebutuhan ini tidak terpenuhi bisa menimbulkan tindak kriminal seperti pemerkosaan, dan perzinaan. 3. Fungsi Edukasi
33
Keluarga merupakan lembaga pendidikan pertama bagi anak. Keluargalah yang akan membentuk kepribadian seorang anak, sikap dan kebiasaan sehari-hari dalam keluarga merupakan mata pelajaran. 4. Fungsi Sosialisasi Keluarga merupakan pintu awal penghubung seorang anak dengan lingkungan sosial dan norma-norma sosial. Terlaksananya fungsi ini, diharapkan sebagai pintu bagi anak mempersiapkan dirinya menjadi anggota masyarakat. 5. Fungsi Afeksi dan Perasaan Salah satu kebutuhan yang fundamental dalam diri manusia dalah rasa kasih sayang. Kepribadian seseorang akan terbentuk dari rasa apa yang orang lain berikan. Rasa kasih sayang yang terjaga dalam keluarga merupakan kunci utama terjalinnya keluarga yang bertahan lama. 6. Fungsi Ekonomis Dalam sebuah keluarga terdapat aktivitas pencarian nafkah, pemanfaatannya, pembelanjaannya, dan perencanaannya. Suami sebagai pihak yang mencari nafkah, kemudia isstri bertugas mengelolanya sebaik mungkin. Posisi anak adalah yang memanfaatkannya. 7. Fungsi Rekreasi Banyak sisi kehidupan yang dijalani manusia, ada maslah, ada beban dan sebagainya. Keluarga merupakan fungsi rekreasi bagi setiap anggota keluarga. Diharapkan keluarga mampu memeberikan suasanan yang santai, dan terbebas dari rasa tertekan.
34
8. Fungsi Proteksi atau Fungsi Lindungan Fungsi perlindungan disini adalah, keluarga sebagai tempat yang memberikan rasa aman, nyaman, tenang dan damai. Kemudian selain fungsi keluarga tersebut diatas, keluarga merupakan masyarakat kecil. Pada saat yang sama, keluarga juga merupakan unsur pertama masyarakat besar. Tidak akan ada masyrakat besar, jika tidak ada keluarga. Dengan kata lain, gamabaran umum kehidupan masyarakat besar dibentuk pertama kali dalam keluarga. Maka tingkat persatuan antar anggota keluaarga, sangat berpengaruh pada tingkat persatuan masyarakat.(Abdul Ghani, 2004 : 75-76) G. Pengertian Keharmonisan Keluarga Keharmonisan keluarga merupakan dambaan setiap pasangan suami-istri baik dalam keluarga nikah beda agama ataupun bukan karena dalam keharmonisan itu terbentuk hubungan yang hangat antar anggota keluarga dan juga merupakan tempat yang menyenangkan serta positif untuk hidup. Ada banyak
pengertian tentang keharmonisan keluarga, dibawah ini akan
dipaparkan menurut beberapa tokoh. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata keharmonisan berasal dari kata harmonis yang berarti serasi, selaras. Titik berat dari keharmonisan adalah keadaan selaras atau serasi. Keharmonisan bertujuan untuk mencapai keselarasan dan keserasian dalam kehidupan. Keluarga perlu menjaga kedua hal tersebut untuk mencapai keharmonisan.(Tim Penyusun Kamus besar Bahasa Indonesia, 1989)
35
Kemudian, Basri mengatakan dalam bukunya yang berjudul “Merawat Cinta Kasih”, keluarga yang harmonis dan berkualitas yaitu keluarga yang rukun bahagia, tertib, disiplin, saling menghargai, penuh pemaaf, tolong menolong dalam kebajikan, memiliki etos kerja yang baik, bertetangga dengan saling menghormati, taat mengerjakan ibadah, berbakti pada yang lebih tua, mencintai ilmu pengetahuan, dan memanfaatkan waktu luang dengan hal yang positif dan mampu memenuhi dasar keluarga. (Basri, 1996 : 111) Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Qaimi; Bahwa keluarga harmonis merupakan keluarga yang penuh dengan ketenangan, ketentraman, kasih sayang, keturunan dan kelangsungan generasi masyarakat, belas-kasih dan pengorbanan, saling melengkapi, dan menyempurnakan, serta saling membantu dan bekerja sama.(Qaimi, 2002 :14) Menurut Sarlito bahwa keluarga harmonis hanya akan tercipta kalau kebahagiaan salah satu anggota berkaitan dengan kebahagiaan anggotaanggota keluarga lainnya. Secara psikologi dapat berarti dua hal: 1. Terciptanya keinginan-keinginan, cita-cita dan harapan-harapan dari semuaanggota keluarga. 2. Sesedikit mungkin terjadi konflik dalam pribadi masing-masing maupun antar pribadi.(Sarlito, 1982 : 2) Kemudian dalam Islam menganjarkan agar suami memerankan tokoh utama dan istri memerankan peran lawan yaitu menyeimbangkan karakter suami. Allah berfirman dalam Q.S Ar-Rum: 21 yang artinya :
36
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tandabagi kaum yang berfikir”. Dari beberapa definisi tentang keharmonisan keluarga yang dikemukakan para tokoh di atas, maka dapat disimpulkan keharmonisan keluarga adalah keadaan keluarga di mana para anggotanya merasa bahagia, saling mencintai dan saling menghormati serta dapat mengaktualisasikan diri sehingga perkembangan anggota keluarga berkembang secara normal. H. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keharmonisan Keluarga Keluarga harmonis atau keluarga bahagia adalah apabila dalam kehidupannya telah memperlihatkan faktor-faktor berikut: 1. Faktor kesejahteraan jiwa. Yaitu rendahnya frekwensi pertengkaran dan percekcokan di rumah, saling mengasihi, saling membutuhkan, saling tolong-menolong antar sesama keluarga, kepuasan dalam pekerjaan dan pelajaran masing-masing dan sebagainya yang merupakan indikatorindikator dari adanya jiwa yang bahagia, sejahtera dan sehat. 2. Faktor kesejahteraan fisik. Seringnya anggota keluarga yang sakit, banyak pengeluaran untuk kedokter, untuk obat-obatan, dan rumah sakit tentu akan mengurangi dan menghambat tercapainya kesejahteraan keluarga. 3. Faktor perimbangan antara pengeluaran dan pendapatan keluarga. Kemampuan
keluarga
dalam
merencanakan
hidupnya
dapat
37
menyeimbangkan pemasukan dan pengeluaran dalam keluarga.(Sarlito, 1982 : 79) Kunci utama keharmonisan sebenarnya terletak pada kesepahaman hidup suami dan istri. Karena kecilnya kesepahaman dan usaha untuk saling memahami ini akan membuat keluarga menjadi rapuh. Makin banyak perbedaan antara kedua belah pihak maka makin besar tuntutan pengorbanan dari kedua belah pihak. Jika salah satunya tidak mau berkorban maka pihak satunya harus mau berkorban. Jika pengorbanan tersebut telah melampaui batas atau kerelaannya maka keluarga tersebut terancam. Maka pahamilah keadaan pasangan, baik kelebihan maupun kekurangannya yang kecil hinga yang tebesar untuk mengerti sebagai landasan dalam menjalani kehidupan berkeluarga. Rencana kehidupan yang dilakukan kedua belah pihak merupakan faktor yang sangat berpengaruh karena dengan perencanaan ini keluarga bisa mengantisiapsi hal yang akan datang dan terjadi saling membantu untuk misi keluarga.(Sarlito, 1982 : 79-82) Membina rumah tangga akan berhasil tergantung dari penyesuaian antara kedua belah pihak dan bagaimana mengatasi kesulitan-kesulitan, maka kedua belah pihak harusmemperhatikan beberapa hal berikut : 1. Menghadapi kenyataan. Suami istri perlu menghadapi kenyataan hidup dari semua yang terungkap dan tersingkap sebagai suatu tim, dan menanggulanginya dengan bijaksana untuk menyelesaikan masalah. 2. Penyesuaian timbal balik perlu usaha terus menerus dengan saling memperhatikan, saling mengungkapkan cinta kasih dengan tulus,
38
menunjukkan pengertian, penghargaan, dan saling memberi dukungan semangat. Kesemuanya berperan penting dalam memupuk hubungan yang baik, termasuk dalam hubungan yang paling intim dalam hubungan suami istri adalah seks. 3. Latar belakang suasana yang baik. Untuk menciptakan suasana yang baik, dilatar belakangi oleh pikiran-pikiran, perbuatan dan tindakan yang penuh kasih sayang. Maka macam-macam perasaan jengkel, kecewa, tidak adil yang bisa menimbulkan prasangka curiga yang mewarnai suasana hubungan suami istri dijauhi.(Gunarsa, 1991 : 202-203) Berdasarkan pendapat beberapa tokoh di atas yang menyebutkan tentang faktor-faktor keharmonisan keluarga, maka penulis dapat menyimpulakan bahwa faktor keharmonisan keluarga adalah adanya saling menghargai diantara anggota keluarga, saling menyayangi, terjaganya kesehatan rohani dan jasmani serta perekonomian yang matang. I.
Indikator Keluarga Harmonis Suatu keluarga dapat dikatakan harmonis jika indikator-indikator yang melatarbelakangi keharmonisan keluarga sudah terpenuhi atau tercapai. Indikator atau kunci dalam pembentukan keluarga adalah: 1. Rasa cinta dan kasih sayang. Tanpa keduanya rumah tangga takkan berjalan harmonis. Karena keduanya adalah power untuk menjalankan kehidupan rumah tangga. 2. Adaptasi dalam segala jenis interaksi masing-masing, baik perbedaan ide, tujuan, kesukaan, kemauan, dan semua hal yang melatar belakangi
39
masalah. Hal itu harus didasarkan pada satu tujuan yaitu keharmonisan rumah tangga. 3. Pemenuhan nafkah lahir batin dalam keluarga. Dengan nafkah maka harapan keluarga dan anak dapat terealisasi sehingga tercipta kesinambungan dalam rumah tangga.(Dlori, 2005 : 16-23) Menurut Basri untuk meraih keharmonisan keluarga perlu memiliki sifat-sifat ideal dan menerapkannya dalam rumah tangga, sifat tersebut adalah: 1. Persyaratan fisik biologis yang sehat-bugar. Hal ini penting karena: untuk menjalankan tugasnya keduanya memerlukan tubuh atau anggota badan yang sehat. 2. Psikis rohaniah yang utuh. Kondisi psikis rohaniah yang utuh sangat diperlukan dalam menunjang kemampuan seseorang dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam rumah tangga dengan mental yang sehat akan mampu mengendalikan emosi yang kadang tergoncang karena berbagai macam alasan dan situasi. Taraf kepribadian dan rohani yang utuh dan teguh sangat diperlukan, karena dalam perjalanan hidup banyak godaan dan cobaan silih berganti, baik dalam moral kesusilaan, keadilan, kejujuran,tanggung jawab sosial dan keagamaan. 3. Kondisi sosial dan ekonomi yang cukup memadai untuk memenuhi hidup rumah tangga. Hal ini dapat berupa semangat dan etos kerja yang baik dalam
memenuhi
nafkah,
kreatifitas
dan
semangat
untuk
40
mengusahakannya, sehingga keluarga akan terpenuhi kebutuhannya. (Basri, 2002 : 32-37) Zakia Daradjat dalam bukunya yang berjudul “Ketenangan dan Kebahagiaan Keluarga” menjelaskan beberapa persyaratan dalam mencapai keluarga yang harmonis, adapun syarat tersebut adalah : 1. Saling mengerti antara suami istri, yaitu : a. Mengerti latar belakang pribadinya; yaitu mengetahui secara mendalam sebab akibat kepribadian(baik sifat dan tingkah lakunya) pasangan. b. Mengerti diri sendiri; memahami diri sendiri, masa lalu kita, kelebihan dan kekurangan kita, dan tidak menilai orang berdasarkan diri kita sendiri. 2. Saling menerima. Trimalah apa adanya pribadinya, tugas, jabatan dan sebagainya jika perlu diubah janganlah paksakan, namun doronglah dia agar terdorong merubahnya sendiri. Karena itu : a.
Terimalah dia apa adanya karena menerima apa adanya dapat menghilangkan ketegangan dalam keluarga.
b. Terimalah hobi dan kesenangannya asalkan tidak bertentangan dengan norma dan tidak merusak keluarga. c. Terimalah keluarganya. 3. Saling menghargai. Penghargaan sesungguhnya adalah sikap jiwa terhadap yang lain. Ia akan memantul dengan sendirinya pada semua aspek kehidupan, baik gerak wajah maupun prilaku. Perlu diketahui
41
bahwa setiap orang perlu dihargai. Maka menghargai keluarga adalah hal yang sangat penting dan harus ditunjukkan dengan penuh keikhlasan dan kesungguhan. Adapun cara menghargai dalam keluarga adalah: a. Menghargai
perkataan
dan
perasaannya.
Yaitu,
menghargai
seseorang yang berbicara dengan sikap yang pantas hingga ia selesai, menghadapi setiap komunikasi dengan penuh perhatian positif dan kewajaran, mendengarkan keluhan mereka. b. Menghargai bakat dan keinginan sepanjang tidak bertentangan dengan norma. c. Menghargai keluarganya. 4. Saling mempercayai. Rasa percaya antara suami istri harus dibina dan dilestarikan hingga hal terkecil terutama yang berhubungan dengan akhlaq, maupun segala kehidupan. Diperlukan diskusi tetap dan terbuka agar tidak ada lagi masalah yang disembunyikan. Untuk menjamin rasa saling percaya hendaknya memperhatikan : a. Percaya pada dirinya. Hal ini ditunjukkan secara wajar dalam sikap ucapan, dan tindakan. b. Percaya akan kemampuannya, baik dalam mengtur perekonomian keluarga, mengendalikan rumah tangga, mendidik anak, maupun dalam hubungannya dengan orang lain dan masyarakat. 5. Saling mencintai. Syarat ini merupakan tonggak utama dalam menjalankan kehidupan keluarga. Cinta bukanlah keajaiban yang
42
kebetulan datang dan hilang namun ia adalah “usaha untuk…”. Adapun syarat untuk mempertalikan dengan cinta adalah : a. Lemah lembut dalm bicara. b. Menunjukkan perhatian pada pasangan, terhadap pribadinya maupun keluarganya. c. Bijaksana dalam pergaulan. d.
Menjauhi sikap egois.
e. Tidak mudah tersinggung. f. Menentramkan batin sendiri. Karena takkan bisa menentramkan batin seseorang apabila batinnya sendiri tidak tentram, orang disekitarnya
pun
tidak
akan
nyaman.
Saling terbuka
dan
membicarakan hal dengan pasangan adalah kebutuhan yang dapat menentramkan masalah. Peran agama dan spiritual pun sangat menentukan. Dengannya kemuliyaan hati tercermin dalam tingkah laku yang lebih baikdan menarik. Oleh sebab itu oarng yang tentram batinnya akan menyenangkan dan menarik bagi orang lain. g. Tunjukkan rasa cinta. Hal ini dapat melalui tindakan, ucapan, terhadap pasangan.(Djarajat, 1975 : 35-37) Prof. Nick dan John De Frain dalam bukunya “Al-Qur‟an : Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa” membagi kriteria keluarga bahagia atau harmonis, kriteria tersbut adalah : 1. Menciptakan kehidupan agama atau spiritualitas dalam keluarga. Karena dalam agama terdapat nilai-nilai moral atau etika kehidupan. Landasan
43
utama agama dalam kehidupan terutama rumah tangga adalah kasih sayang. Penelitian mengatakan keluarga yang tidak religious, komitmen agamanya rendah, atau yang tidak mempunyai komitmen sama sekali berisiko empat kali tidak bahagia, dan berakhir dengan broken home, perceraian, tak ada kesetiaan, dan kecanduan NAZA. 2. Terdapat waktu bersama keluarga. Sesibuk apapun keluarga tersebut hendaknya para anggota keluarga harus menyediakan waktu untuk keluarga atau suasana kebersamaan dengan unsur-unsur keluarga sebagai usaha pemeliharaan hubungan. 3. Dalam interaksi segitiga, keluarga menciptakan hubungan yang baik antara anggotanya. Komunikasi yang baik dan dua arah, suasana demokratis dalam keluarga harus dijaga agar tidak terjadi kesenjangan diantara anggota keluarga. 4. Saling harga-menghargai dalam interaksi ayah, ibu, dan anak. Hal ini dilakukan melalui ucapan, tindakan, dan sikap yang tertanam dalam anggota keluarga. 5. Keluarga sebagai unit terkecil harus erat dan kuat, jangan longgar, dan jangan rapuh. Mereka bukan hanya dekat di mata namun juga harus dekat di hati. Hubungan silaturrahmi berdasarkan kasih sayang haruslah dibina dalam keluarga. 6. Jika mengalami krisis dan benturan-benturan, maka prioritas utamanya adalah keutuhan keluarga. (Nick dkk, 2004 : 805-808)
44
Berdasarkan teori di atas banyak ciri keluarga harmonis, ciri tersebut ada yang berasal dari dalam individu maupun dari lingkungan. Dari dalam individu misalnya kematangan emosi, menanamkan sikap saling percaya antara anggota keluarga, sedangkan dari lingkungan misalnya : menjaga hubungan dengan sesama anggota keluarga baik keluarga inti maupun keluarga jauh, serta menjaga hubungan dengan tetangga. Selain itu pemenuhan ekonomi juga sangat mempengaruhi keharmonisan keluarga. J.
Keluarga Sakinah Mawadah Wa Rahmah Dalam Islam Islam dalah agama yang rahmatan lil alamiin, oleh karenanya Islam memberikan pedoman hidup sangat lengkap kepada manusia, termasuk pedoman berumah tangga. Sehingga manusia bisa menjalankan kehidupan keluarga yang sakinah mawadah wa rahmah. Istilah keluarga sakinah diambil dari Firman Allah Swt dalam surah ar-Rum ayat 21 yang berbunyi :
dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentranm kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikit. (Q.S. ar Ruum : 21) Kata litaskunuu berasal dari asal kata sakana yang berarti tanah damai. Kata ini kemudian dijadikan sebagai nama kegiatan (isim masdar) sakiinatun. Atas dasar pengertian tersebut, keluarga sakinah adalah keluarga yang dibina berdasarkan perkawinan yang sah, mampu memenuhi hajat hidup spiritual dan material secara layak dan seimbang, diliputi suasana kasih sayang
45
(mawadah wa rahmah) antara anggota keluarga dan lingkungannya dengan selaras, serasi serta mampu mengamalkan, menghayati dan memperdalam nilai-nilai keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia. (Tim Keluarga Sakinah Kantor Departemen Agama Kabupaten Wonosobo, 2003 : 11) Kata taskunuu terambil dari kata sakana yaitu diam, tenang setelah sebelumnya goncang dan sibuk. Perkawinan melahirkan ketenangan batin. Kemudian, kata ilaihaa yang merangkai kata litaskunuu mengandung makna cenderung/menuju kepadanya, sehinga penggalan ayat diatas bermakna Allah menjadikan pasanngan suami-istri masing-masing merasakan ketenangan di samping pasangannya serta cenderung kepadanya. (Quraish Shihab, 2002 : 35) Disamping itu, ayat tersebut juga dengan jelas mengamanatkan kepada seluruh manusia, khususnya umat Islam, bahwa diciptakannya seorang istri bagi suami adalah agar suami bisa hidup tenteram bersama membina sebuah keluarga. Ketenteraman seorang suami dalam membina keluarga bersama istri dapat tercapai apabila di antara keduanya terdapat kerjasama timbal-balik yang serasi, selaras, dan seimbang.
46
BAB III KELUARGA BEDA AGAMA DALAM MEMPERTAHANKAN KEUTUHAN RUMAH TANGGA
A. Gambaran Umum Perumahan Manggisan Indah Sebelum penulis membahas mengenai bagaimana keluarga beda agama di Perumahan Manggisan Indah bisa mempertahankan rumah tangganya, alangkah baiknya penulis akan memaparkan gambaran umum mengenai Perumahan Manggisan Indah. Perumahan Manggisan Indah merupakan salah satu Perumahan atau bisa disebut Dusun di Kelurahan Mudal Kecamatan Mojotengah Kabupaten Wonosobo. Kelurahan Mudal mempunyai luas tanah 339.750 ha dan sebagian besar adalah lahan pertanian. Dengan demikian dapat dipastikan masyarakat Kelurahan Mudal adalah petani. Kelurahan Mudal mempunyai beberapa Dusun yakni; Dusun Limbangan, Pandansari, Binangun, Andongsili, Manggisan Asri, Manggisan Lama, Manggisan Baru, Manggisan Permai, dan Dusun Manggisan Indah. Perumahan Manggisan Indah terletak di daerah yang cukup lembab dan sejuk dilereng Gunung Sindoro Kabupaten Wonosobo dengan suhu rata-rata 210 C. Tepatnya ke arah utara dari Kabupaten Wonosobo kurang lebih jaraknya 4 km yang bisa ditempuh dengan catatan waktu 20 menit dari arah Kabupaten Wonosobo. Peruhaman ini terdiri dari 6 RT dari 1 RW. Mayoritas penduduk adalah pemeluk agama Islam dan sebagian yang lain beragama Katholik dan Kristen.
47
Hal ini bisa dilihat dari Tabel 1.1 tentang Data Penduduk Perumahan Manggisan Indah Mengenai Jumlah Penduduk, Agama dan Pendidikan Terakhir yang penulis buat berdasarkan Kartu Keluarga yang penulis peroleh dari Ketua RW setempat sebagai berikut ini :
48
Tabel 1.1 Data Penduduk Perumahan Manggisan Indah Mengenai Jumlah Penduduk, Agama dan Pendidikan Terakhir
No.
RT/RW
Jumlah
Agama
Jumlah
Keluarga Penduduk Islam Kristen
Katholi k
Pendidikan Terakhir
Hindu Budha Lainnya Sarjana SMA SMP
Tamat/Belum
Tidak/Belum
Tamat SD
Sekolah
1.
01/VI
35
128
121
-
7
-
-
-
28
41
14
24
21
2.
02/VI
31
102
98
-
4
-
-
-
31
36
6
15
14
3.
03/VI
29
110
102
1
7
-
-
-
23
36
7
26
18
4.
04/VI
33
122
111
-
11
-
-
-
27
46
9
22
18
5.
05/VI
26
94
85
1
8
-
-
-
20
41
9
21
3
6.
06/VI
29
115
95
8
12
-
-
-
13
38
17
20
27
JUMLAH
183
671
612
10
49
-
-
-
142
238
62
128
101
49
Dari tabel di atas dapat dilihat, dari jumlah penduduk 671 orang 612 diantaranya merupakan pemeluk agama Islam. Dengan rata-rata pendidikan cukup tinggi yakni SLTA/sederajat. Karena memang berupa perumahan, sehingga masyarakatnya cenderung diam atau dengan kata lain kurang sering berinteraksi dengan sesama tetangganya karena kesibukan masing-masing. Namun, masyarakat ini merupakan masyarakat yang lumayan aktif dan mempunyai berbagai kegiatan kemasyarakat baik yang bernuansa keagamaan ataupun nasional seperti yang disampaikan oleh Ketua RW VI Bapak Tiar. Berikut kegiatan tersebut diantaranya : 1. Pertemuan rutin setiap satu bulan sekali bapak-bapak di tiap RT masingmasing. 2. Pertemuan PKK setiap satu bulan sekali oleh ibu-ibu di tingkat RW. 3. Pertemuan rutin satu bulan sekali oleh Ketua RT. 4. Yasinan dan Tahlil setiap satu minggu sekali baik bapak-bapak, ibu-ibu dan juga remaja di tingkat RW. 5. Posyandu balita dan lansia setiap bulan sekali di tingkat RW. 6. Perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia satu tahun sekali di tingkat RW. 7. Bersih desa (kerja bakti). 8. Penyembelihan hewan qurban, dan lain-lain. Selain kegiatan diatas, di Perumahan Manggisan Indah juga terdapat satu Tempat Pendidikan Al-Qur’an (TPQ) dan sebuah perpustakaan yang terletak di balai dusun. Terdapat pula sebuah masjid dan empat mushola di masing-
50
masing RT. Tidak ada gereja di lingkungan perumahan ini, karena mayoritas masyarakatnya adalah muslim. Hampir semua masyarakat Perumahan manggisan Indah adalah pendatang, bukan asli warga Manggisan Indah atau wilayah Kabupaten Wonosobo. Perumahan ini menjadi tempat yang nyaman bagi mereka keluarga beda agama. Karena, sifat masyarakat perumahan yang cenderung cuek
dengan
tetangganya.
Selain
itu,
sebagian
besar
masyarakat
berpendidikan tinggi sehingga niai toleransi dan pluralisme dijunjung tinggi. Dari 183 keluarga, 8 diantaranya adalah keluarga beda agama. Keluarga tersebut akan penulis paparkan dalam Tabel 1.2 tentang Daftar Keluarga Beda Agama Di perumahan Manggisan Indah berikut ini : Tabel 1.2 Daftar Keluarga Beda Agama Di Perumahan Manggisan Indah No. 1.
2.
3.
Nama
Status Dalam Keluarga
Agama
Pendidikan terakhir
Achmad Mustanir
Kepala Keluarga
Islam
SLTA/sederajat
Tri Sulistyaningsih
Isti
Katholik
SLTA/sederajat
Y. Octavian Adhi Wibowo
Anak
Katholik
Diploma IV/Strata I
Yulianto Adi Prabowo
Anak
Katholik
Diploma III/S. Muda
Hanafi
Kepala Keluarga
Katholik
Diploma IV/Strata I
Atiek Srie Suparti
Istri
Islam
Diploma III/S. Muda
Handi Yaheskia
Anak
Katholik
Belum Tamat SD
Finka Devina Avista
Anak
Katholik
Tidak/Belum Sekolah
Andre Evantio
Anak
Katholik
Tidak/Belum Sekolah
Muhsinin
Kepala Keluarga
Islam
SLTA/sederajat
Eko Styaningtyas
Istri
Katholik
SLTA/sederajat
51
4.
5.
6.
Anggi Vidianingtyas
Anak
Islam
SLTA/sederajat
Veny Vidianingsih
Anak
Khatolik
SLTA/sederajat
Pipit Vidianingsari
Anak
Katholik
Tanto Kartono
Kepala Keluarga
Kristen
SLTA/sederajat
Juminten
Istri
Islam
SLTA/sederajat
Anggorotomo (alm)
Meninggal
Islam
Strata II
Lilik Supartinah
Kepala Keluarga
Katholik
Diploma IV/Strata I
Ricky Andriawan
Anak
Islam
Belum Tamat SD
Yustinus Octavian Adhi
Kepala Keluarga
Katholik
Diploma IV/Strata I
Ervina Christanti Novie
Istri
Kristen
Diploma IV/Strata I
Clara Violetta Larasati
Anak
Katholik
Belum Tamat SD
Asijo
Kepala Keluarga
Katholik
Diploma III/S. Muda
Kristyarini
Istri
Kristen
Diploma IV/Strata I
Cyrillus Tentra Astiarna
Anak
Katholik
Tidak/Belum Sekolah
Curniadi Soekresno
Kepala Keluarga
Kristen
SLTA/sederajat
Angela Merici Oktaviana
Istri
Katholik
SLTA/sederajat
Alexander Galang Pradana
Anak
Katholik
SD
Fresia Ghea Christanti
Anak
Katholik
Tidak/Belum Sekolah
Wibowo
7.
8.
Lusi H.
Dari kedelapan keluarga diatas, tiga diantaranya menjadi fokus penelitian penulis. Penulis hanya mengambil keluarga beda agama antara Islam dan Non Islam. Namun, dari kelima keluarga beda agama (Islam – Non Islam) hanya tiga keluarga yang bersedia untuk penulis mintai keterangan.
52
B. Profil Keluarga Beda Agama 1. Hanafi dan Atiek Sri Suparti, Ber-KTP Khatolik tetapi tetap Islam
Gambar 1.1 Kartu Keluarga Hanafi Keluarga
beda agama ini merupakan pasangan antara agama
Katholik dan Islam. Bapak Hanafi (45 tahun) selaku kepala keluarga (suami) menganut agama Katholik sedangkan sang istri Ibu Atiek Srie Suparti (48 tahun) beragama Islam. Keluarga ini sudah bertahan hingga 8 (delapan) tahun dan di karuniai tiga anak. Keluarga ini merupakan keluarga yang mempunyai pendidikan tinggi. Bapak Hanafi merupakan sarjana Strata 1 (S1) Ekonomi Manajemen dari Universitas Duta Wacana Yogyakarta, sedangkan istrinya merupakan lulusan Diploma III (D III). Dari keduanya tidak mempunyai background (latar belakang) pendidikan keagamaan. Sehingga, bagi mereka agama adalah nomor 2, yang penting bagi mereka adalah kelangsungan hidup.
53
Keluarga ini melangsungkan perkawinan di gereja Katholik Wonosobo dan dicatatkan di Kantor Catatan Sipil. Mereka bisa mendapatkan ijin untuk menikah dengan cara sang istri merubah status agama dalam Kartu Tanda Penduduknya (KTP) yang tadinya Islam menjadi Katholik, namun tetap memeluk agama Islam. Hal itu mereka dapatkan atas arahan dari pihak catatan sipil agar merubah status agama dalam KTP guna memenuhi persyaratan administrasi. Bisa di lihat juga pada Gambar 1.1, terlihat bahwa status agama Ibu Atiek adalah Khatolik. Menurut
mereka,
tidak
ada
kendala
sama
sekali
dalam
melangsungkan perkawinan. Baik pihak orang tua maupun tetangga. Dari pihak keluarga besar suami ataupun istri merestui perkawinan mereka. Karena menurut pendapat dari orang tua sang suami, perkawinan adalah hak bagi setiap orang dan agama atau hubungan pribadi manusia dengan Tuhan. Pada dasarnya, pasangan ini mengetahui tentang adanya larangan perkawinan beda agama dan juga masalah yang akan ditimbulkan. Namun, atas komitmen mereka berdua yang sudah saling mencintai, mereka memantapkan diri untuk melangsungkan perkawinan. Pasangan ini sebelumnya mempelajari pengalaman-pengalaman dari teman mereka yang juga menikah beda agama. Sehingga sedari sebelum menikah, mereka sudah mengatur strategi dalam keluarga mereka, yakni dengan cara agar mengesampingkan agama masing-masing dan mengutamakan kelangsungan hidup keluarga.
54
Di dalam rumah, sma sekali tidak terlihat tempelan-tempelan simbol keagamaan di dinding. Hal ini guna menjaga hubungan baik dengan keluarga besar ketika berkunjung. Selain itu, bagi mereka simbol-simbol keagamaan bukanlah prioritas, tetapi yang terpenting agama ada di hati mereka. Secara ekonomi, keluarga ini keluarga yang tercukupi atau keluarga tingakat menengah ke atas. Hal ini bisa dilihat dari bangunan rumah bertingkat yang merupakan hak milik dan mempunyai dua sepeda motor. Mengenai warisan, Bapak Hanafi sudah sedikit mempunyai pandangan tentang pembagian warisan, yakni dengan membagi rata kepada semua anaknya. 2. Muhsinun dan Eko Staningtyas, Menikah Di Pengadilan Negeri
Gambar 1.2 Kartu Keluarga Muhsinun
55
Jika kita melihat pada Kartu Kelurga (KK) diatas, maka sangatlah berbeda dengan yang sebenarnya tentang agama mereka. Keluarga beda agama ini merupakan pasangan antara agama Islam dan Kristen. Bapak Muhsinun (56 tahun) selaku kepala keluarga memeluk agama Islam, sedangkan istrinya Ibu Eko Styaningtyas (54 tahun) beragama Kristen dan mereka dikaruniai tiga orang putri dan ketiganya memeluk agama Kristen mengikuti Ibunya. Meskipun kemudian anak yang pertama pindah agama Islam setelah menikah karena mendapatkan suami seorang muslim. Mereka terpaksa melabelkan agama Islam dalam KK guna kepentingan administrasi. Agama Islam yang dipakai dalam KK, karena Bapak Muhsinun sebagai kepala keluarga lebih mendominasi dalam hal seperti ini. Keluarga ini sudah bertahan selama 33 tahun dan tetap mempertahankan agama masing-masing. Bapak Muhsinun adalah seorang pensiun Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD). Sedangkan Ibu Eko lebih memilih di rumah menjadi ibu rumah tangga dan mengurus anak. Keduanya hanya mengenyam pendidikan hingga tingka SLTA. Mereka melangsungkan perkawinan di Pengadilan Negeri Purworejo dan dicatatkan di Dinas Kantor Catatan Sipil (Discapil). Sedangkan perkawinan secara agama tidak mereka langsungkan sama sekali baik secara Islam maupun Kristen. Hanya dengan membagikan bingkisan makanan kepada tetangga-tetangganya sebagai tanda selametan. Menurut
56
bapak Muhsinun, karena beliau adalah seorang TNI maka yang paling utama ijin dari atasan di kesatuan TNI. Setelah itu pihak Discapil hanya pelaksana tanpa harus mempersulit lagi dikarenakan perbedaan agama. Pada awalnya, pasangan ini tidak mendapatkan restu orang tua masing-masing terutama dari pihak oranng tua Ibu Eko. Hal tersebut dikarenakan Orang tua Ibu Eko adalah seorang Pendeta di gereja. Namun, setelah meyakinkan kepada orang tua bahwa mereka akan tetap saling menghormati dan menghargai agama masing-masing dan tidak akan pernah ada misi tersendiri dibalik perkawinan mereka. Kedua orang tua mereka pun membolehkan perkawinan ini. Keluarga besar kedua belah pihak juga hadir dan mendoakan perkawinan mereka di pengadilan negeri. Secara sadar, Bapak Muhsinun mengetahui bahwa perkawinan beda agama
dilarang
oleh
agama.
Tetapi
beliau
tetap
bertekad
melangsunngkan perkawinan dengan alasan cinta. Bagi beliau, urusan agama adalah urusan pribadinya. Menurutnya, Allah telah memilihkan jodoh bagi setiap manusia. Dan ternyata Tuhan memberikan beliau jodoh yang berlainan agama. Sehingga ketika nanti beliau mendapatkan dosa, itu adalah urusan pribadinya dan tanggungannya kelak di hadapan Tuhan. Menurut Bapak Muhsinun, kunci keberhasilan keluarga mereka adalah saling menghormati dan menghargai ketika salah satu dari mereka sedang menjalankan ibadah keagamaan. Pelajaran seperti ini Bapak Muhsinun dapatkan selama beliau berada dalam kesatuan TNI AD.
57
Menurutnya, sedari awal menikah belum pernah ada konflik yang disebabkan perbedaan agama. Hal ini terlihat dari fasilitas keagaam (alQur’an, sajadah dan Injil) yang terjejer di ruang kamar tidur mereka. Selain itu, tidak ada symbol keagamaan tertentu di dalam rumah mereka. Dari segi ekonomi, keluarga ini juga merupakan keluarga dengan golongan ekonomi menengah keatas. Dengan sebuah rumah bertingkat, satu sepeda motor, dan sebuah mobil. Keluarga ini juga belum memikirkan tentang warisan kelak bagi anak-anaknya dan kebetulan dari kesemua anaknya sudah bekerja dan bisa membeli rumah sendiri. Diaharapkan kelak anak-anaknya tahu bagaimana membagi warisan sendiri seadil-adilnya ketika mereka sudah meninggal.
Gambar 1.3 Rumah Bapak Muhsinun
58
3. Mustanir dan Tri Sulistyaningsih, Menikah Dengan Dua Prosesi Keagamaan
Gambar 1.4 Kartu Keluarga Achmad Mustanir Keluarga yang terakhir ini, adalah pasangan antara seorang Muslim dengan Katholik. Bapak Mustanir (57 tahun) seorang muslim dan istrinya Ibu Tri Sulistyaningsih (59 tahun) beragama Katholik. Bapak Mustanir adalah seorang pensiunan Lurah (Kepala Keluarahan Mudal selama satu periode dan Keluarahan Kalianget selama tiga periode) sedangkan istrinya seorang pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) kantor BKKBN. Keduanya hanya mengenyam pendidikan hingga tingkat SLTA. Keluarga ini sudah bertahan selama 34 tahun dan tetap mempertahankan keyakinan masing-masing dan dikaruniai dua orang putera dan keduanya telah tamat Sarjana Strata 1 (S1) dan bekerja.
59
Gambar 1.5
Foto Bapak Mustanir beserta Kepala Kelurahan SeKabupaten Wonosobo dan Bupati Wonosobo beserta Istri
Mereka melangsungkan perkawinan di tahun 1981. Pada waktu itu walaupun Undang-Undang Perkawinan 1974 sudah lahir, namun mereka masih mendapatkan kebebasan dan ijin dari Kantor Catatan Sipil untuk melangsungkan perkawinan beda agama. Perkawinan pun dilangsungkan dengan dua ritual keagamaan. Pertama dilangsungkan perkawinan secara Islam, kemudian dilanjutkan prosesi perkawinan secara Katholik. Dari
pihak
keluarga
besar,
keduanya
tidak
mendapatkan
permasalahan yang berarti. Kedua keluarga besar merestui perkawinan mereka. Secara sadar, Bapak Mustanir sebagai seorang Islam mengetahui adanya larangan melangsungkan perkawinan beda agama baik secara hukum Islam maupun hukum Negara. Tetapi beliau tetap melangsungkan perkawinan tersebut dengan alasan cinta. Selain karena alasan cinta,
60
beliau juga mengungkapkan hal yang sma dengan apa yang diungkapkan oleh Bapak Muhsinun. Yakni bahwa Allah telah menciptakan manusia secara berpasang-pasang seperti apa yang dijelaskan dalam al-Qur’an. Selain itu, Allah juga telah memilihkan jodoh bagi setiap makhluknya. Sehingga Bapak Mustanir beranggapan ketika beliau menapatkan jodoh seorang Katholik, maka akan beliau jalani. Beliau tidak pernah membayangkan akan adanya masalah-masalah yang akan timbul dalam keluarga beda agama setelah menikah. Beliau dan istrinya selalu berkomitmen untuk selalu saling menghargai dan jangan pernah mempermasalahkan perbedaan apapun dalam keluarga. Dan itulah kunci yang mereka pertahankan hingga mereka bisa bertahan selama 34 tahun dalam keperbedaan. Sama seperti keluarga sebelumnya, keadaan rumah tidak terlihat adanya symbol keagamaan tertentu. Keutuhan rumah tangga keluarga ini juga dipengaruhi oleh proses perkenalan mereka (pacaran) yang cukup lama sebelum menikah, sehingga keduanya sudah saling menganal satu sama lain. Secara ekonomi keluarga ini termasuk keluarga dengan tingkat ekonomi menengah ke atas. Dengan rumah milik sendiri beserta mobil pribadi dan satu sepeda motor. Seperti halnya keluarga Bapak Muhsinun, Keluarga Bapak Mustanir ini juga belum memikirkan mengenai pembagian warisan. Karena anak-anaknya sudah sukses dengan pekerjaannya dan bisa membeli rumah sendiri.
61
Gambar 1.6 Rumah Bapak Mustanir C. Keluarga Beda Agama dalam Menjalankan Aktivitas Keagamaan 1. Hanafi dan Atiek Sri Suparti, Mengutamakan Kelangsungan Hidup Adapun Agama Merupakan Urusan Pribadi Dengan Tuhan Bapak Hanafi dan istri menjalani rutinitas keagamaan secara terpisah. Tidak ada larangan dalam menjalankan setiap rutinitas keagamaan.
Hal
itu
sudah
mereka
sepakati
sebelum
mereka
melangsungkan perkawinan. Mereka menilai agama adalah urusan pribadi dengan Tuhannya. Dalam rumah keluarga ini, terdapat fasilitas ibadah seperti al-Quran dan Kitab Injil. Menurut Ibu Atiek Sri Suparti, sebagai orang Islam beliau rajin dalam menjalankan ibadah salat dan kegiatan keagamaan seperti jamaah yasinan di lingkungannya. begitupun Bapak hanafi yang beragama Katholik rajin pergi ke gereja di setiap malam minggu.
62
Keluarga ini mengutamakan kepentingan sosial kemasyarakatan dan saling toleransi dalam keluarga. Sebagai contoh, ketika hari raya Idul Fitri mereka ikut silaturrahmi dan bermaaf-maafan dengan tetangga. Atau ketika hari raya Natal, rumah dihias sedemikian rupa untuk merayakannya. Bapak Hanafi selaku kepala rumah tangga walaupun beragama Katholik tetap mengeluarkan zakat bagi keluarganya. Hal ini atas permohonan dari sang istri, terutama zakat bagi anak-anak mereka. Beliau juga ikut dalam kegiatan peyembelihan hewan qurban. Ketika Bulan Ramadhan tiba, Ibu Atiek Berpusa sendiri, ketiga anaknya masih kecil sehingga belum menjalankan puasa, namun tetap diberi pengetahuan tentang puasa. Untuk masalah lain seperti makanan sehari-hari, Bapak Hanafi menyerahkan sepenuhnya kepada istri yang memang notabenya mengurus dapur. Ketika itu menjadi tugas suami, akan dijalankan sesuai ajaran agama Katholik, atau sebaliknya. Menurut mereka, keduanya saling mengingatkan dan mendukung dalam setiap kegiatan keagamaan. Tidak ada yang saling menghalangi atau melarang. Bagi mereka, kunci keberhasilan keluarga mereka adalah toleransi yang tinggi dan jangan pernah mempermasalahkan agama. Biarkan agama menjadi urusan pribadi dan Tuhannya masing-masing.
63
2. Muhsinun dan Eko Setyaningtyas, Mengenakan Kerudung Saat Hari Raya Idul Fitri Meskipun Kristen Menurut keluarga ini, ketika sudah berbicara soal agama kuncinya adalah saling menghormati, menjaga toleransi, menasehati dan tidak menyinggung agama lain. Menurutnya kewajiban salat, puasa dan sebaginya selalu beliau jalankan dan mendapat dukungan dari sang istri. Begitupun sebaliknya, Bapak Muhsinun juga selalu mendukung apapun kegiatan yang istrinya lakukan. Bapak Muhsinun merasa mempunyai kewajiban sebagai seorang suami yang baik dan akan selalu menjaga dan melindungi istrinya. Seperti halnya ketika sang istri pergi ke gereja, beliau selalu mengantarkannya. Selain itu, Ketika ada kegiatan keagamaan Kristiani seperti Bible yang dilaksanakan setiap hari Rabu, beliau juga mengantarkannya. Toleransi ini dapat dilihat dalam kamar tidur Bapak Muhsinun yang terdapat peralatan ibadah salat seperti sajadah, al-Qur’an, pecis, dan sarung dan juga Injil. Ketika ada upacara keagamaan, mereka lakukan bersama. Seperti halnya Idul Fitri, Natal, dan sebagainya mereka menyesuaikan diri dan merayakan bersama. Bahkan Ibu Eko tanpa ragu mengenakan kerudung dan ikut bermaaf-maafan dengan keluarga besar bapak Muhsinun. Toleransi yang di tunjukkan dalam keluarga ini juga terlihat saat puasa ramadhan. Sang istri dan dua anaknya yang bukan seorang muslim (mengikuti agama ibunya) ikut serta menjalankan puasa sebulan penuh. Termasuk juga makanan sahur disiapkan oleh Ibu Eko. Dalam ajaran
64
agama katolik juga ada ritual puasa selama 40 hari, jadi bagi beliau sudah terbiasa untuk menjalankan puasa. Ibu Eko tidak pernah menyajikan makanan yang menurut Islam dilarang. Hal ini beliau lakukan untuk menjaga perasaan Bapak Muhsinun, selain itu juga karena beliau tidak suka makanan atau minuman yang berbahaya bagi tubuh seperti minuman keras dan daging babi. Berbeda dengan keluarga Bapak Hanafi, Bapak Muhsinun hanya mengeluarkan zakat bagi dirinya sendiri. Istri dan kedua anaknya yang memeluk agama Kristen tidak beliau keluarkan zakat fitrahnya. Namun, beliau pernah ikut serta berqurban ketika Hari Raya Idul Adha. 3. Mustanir dan Tri Sulastyaningsih, Ikut Berpuasa Ramadhan Meskipun Katholik Sebagai seorang muslim, Bapak Mustanir selalu menjalankan apa yang menjadi kewajibannya begitupun sebaliknya dengan istrinya. Toleransi dan rasa saling menghormati selalu mereka praktekkan dalam setiap kegiatan keagamaan. Seperti apa yang dilangsungkan oleh keluarga Bapak Muhsinun, dalam keluarga ini juga sama halnya mempraktekkan hal yang sama. Seperti, ketika Bapak Mustanir melangsungkan puasa, Ibu tri akan menemaninya berpuasa dan menghidangkan masakan bagi suaminya baik ketika sahur maupun berbuka puasa. Peralatan ibadah dari kedua keluarga tersebut juga terlihat komplit, seperti sajadah, pecis, al-Qur’an, Injil dan sebagainya.
65
Ketika ada hari besar keagamaan, Ibu Tri walaupun seorang non muslim akan senantiasa ikut merayakannya dan begitupun sebaliknya. Seperti ketika hari raya Idul Fitri, Ibu Tri ikut menemani sang suami bertemu dengan keluarga besar dan ikut bermaaf-maafan. Dalam soal zakat, berebeda dengan keluarga sebelumnya, Bapak Mustanir mengeluarkan zakat bagi dirinya dan juga seluruh keluarganya. Selain zakat, beliau juga pernah ikut berqurban seekor kambing. Menurut Bapak Mustanir, dalam sebuah keluarga beda agama yang terpenting adalah jangan pernah memperdebatkan persoalan agama. Sedangkan menurut keyakinan istrinya sebagai seorang Katholik, kuncinya dalam tetap mempertahankan keluarga beda agama adalah saling menghormati dan meyakini bahwa Tuhan pencipta alam hanya ada satu, hanya saja cara menyembah (cara meyakini) antara agama yang satu dengan agama yang lainnya berbeda. Selain itu, jangan pernah untuk saling menghalangi ketika salah satu akan melangsungkan ritual ibadahnya dan justru lebih baik saling membantu dan memberikan nasihat yang baik. Soal warisan kelak, keluarga ini sama halnya dengan keluarga sebelumnya. Tidka begitu memikirkan pembagian warisan karna anakanaknya sudah bekerja dan sudah mampu membeli rumah dan mobil sendiri.
66
D. Keluarga Beda Agama Dalam Memberikan Pendidikan Terhadap Anak 1. Hanafi dan Atiek Sri Suparti, Biar Sekolah yang Mengajarkan Keluarga ini sudah dikaruniai 3 orang anak. Anak yang pertama lakilaki dan berumur 8 tahun, anak yang kedua perempuan berumur 6 tahun, dan yang terakhir laki-laki berumur 4 tahun. Jika dilihat dalam Kartu Keluarga (KK) ketiga anak tersebut beragama Katholik. Namun, menurut Bapak Hanafi, agama dalam KK bukanlah agama yang sebenarnya. Karena mereka memberikan kebebasan kepada anaka-naka mereka untuk memilih agamanya sendiri kelak. Agama dalam KK hanyalah formalitas untuk kepentingan administrasi. Tidak ada perjanjian dalam hal agama apa yang akan diajarkan kepada anak-anak. Bagi mereka, biar lembaga pendidikan (sekolah) yang akan mengajarkannya. Lingkungan masyarakat yang akan mengenalkan agama pada anak-anak.. Namun ketika ada rutinitas keagamaan, anakanak akan diajak untuk melakukannya baik itu rutinitas keagamaan Katholik atau Islam. Hal tersebut dimaksudkan agar anak bisa belajar dan memahami agama-agama orangtuanya. Selain itu juga diharapkan anak dapat menikmati kehidupan dan belajar nilai-nilai utama sebuah agama. Berbeda dengan keterangan dari warga sekitarnya seperti yang diuangkapkan Bapak Sukaryo (38 tahun). Beliau melihat adanya kebingungan dari anaknya dalam hal agama apa yang mereka anut. Karena teman-teman sebayanya ketika bermain selalu mengajak untuk shalat ke Masjid, sedangkan Bapaknya juga mengajaknya untuk ke
67
gereja. Dan ketika di tanya oleh temannya, ketiga anaknya menjawab agamanya adalah agama Islam. Hal ini dikarenakan mayoritas temantemann sebayanya di Perumahan Manggisan Indah adalah pemeluk agama Islam. Tidak hanya agama Katolik dan Islam yang diajarkan mereka kepada anak-anak. Terkadang juga mereka mengajarkan agama Hindu dan Kristen. Dengan harapan anak-anak akan lebih mengenal nilai utama dari sebuah agama. 2. Muhsinun dan Eko Setyaningtyas, Mengikuti Agama Ibunya Pasangan ini dikaruniai 3 orang putri. Ketiga anaknya mengenyam pendidikan hingga Perguruan Tinggi dan masing-masing sudah bekerja. Ketiganya memeluk agama Kristen seperti ibunya. Namun satu diantaranya
memilih masuk
Islam
setelah
dewasa
dikarenakan
mendapatkan seorang suami yang beragama Islam. Dalam masalah pendidikan keagamaan, keluarga ini tidak ada perjanjian sebelumnya. Karena Bapak Muhsinun adalah seorang TNI, membuat beliau sering dinas di luar kota hingga berbulan bulan bahkan sampai 2 tahun tidak pulang. Hal ini membuat anak-anak lebih sering berkumpul dengan Ibu Eko, dan agamanya lah yang diajarkan kepada sang anak. Namun ketika Bapak Muhsinun di rumah, maka kegiatan keagamaan yang bernuansa Islam akan mereka jalankan. Ketiga anaknya sekarang telah hidup sendiri-sendiri. Anak pertama yang beragama Islam bekerja di rumah sakit dan tinggal bersama
68
suaminya. Anak yang kedua beragama Kristen dan bekerja di Bank BTN wialayah Jakarta. Sedangkan anak yang ketiga beragama Kristen dan bekerja di Hotel di wilayah Jakarta. Dari ketiga anakanya, alasan mereka dalam memilih agama hamper sama satu dengan yang lainnya yakni karena ajaran ibunya. Anak yang pertama Anggi Vidianingtyas, mengatakan bahwa ia awalnya memeluk agama Kristen karena agama itulah yang diajarkan ibu kepadanya. Hingga kemudian ia bertemu dengan suaminya yang kemudian mengajarkan agama Islam kepadanya. Dengan sedikit bekal pengetahuan agama Islam yang diajarkan oleh ayahnya, Anggi kemudian memilih berpindah agama dan menikah. Anak yang kedua Veny Vidianingsih, memilih agama Kristen atas kemauan sendiri karena agama itu yang diajarkan ibunya. Selain itu ia juga belajar tentang agama itu dari lembaga pendidikan dan orang lain. Anak yang ketiga Pipit Vidianingsari, memilih agama Kristen sesuai dengan apa yang dianut oleh ibunya dan juga diajarkan ibunya. Ketika Bapak Muhsinun ditanya apakah merasa berdosa/kecewa atau tidak ketika anaknya memeluk agama yang berlainan, beliau menjawab yang terpenting kewajibannya untuk mengajarkan agama Islam kepada anaknya sudah dilakukan semampunya, “la gimana mau fokus mengajarkan agama anak kalau saya dinas dan jarang pulang”, katanya. Ketika anaknya memilih agama lain, maka itu keputusan anak tersebut.
69
3. Mustanir dan Tri Sulastyaningsih, Tuhan Itu Satu Hanya Saja Cara Beribadah Kepada-Nya Berbeda Pasangan ini dikaruniai dua orang putera. Dari keduanya sudah berumah sendiri di Jakarta, dan keduanya mengikuti agama yang dianut ibunya (Katholik). Dari penjelasan Bapak Mustanir, beliau sudah memberikan pengajaran keagamaan tentang Islam. Tapi di sisi lain istrinya juga mengajarkan agama Katholik kepada kedua anaknya. Namun setelah dewasa, anak di beri kebebasan untuk memilih agama apa yang akan mereka peluk. Menurut Bapak Mustanir, kewajiban pendidikan agama terhadap anak memang sebuah kewajiban bagi orang tua, terutama bagi seorang ayah. Ketika anaknya memilih agam lain, yang terpenting bahwa beliau sudah menjalankan kewajibannya untuk mengajarkan agama Islam kepada anaknya. Tidak ada perjanjian sama sekali dalam keluarga ini dalam hal pengasuhan anak terutama pendidikan agama. Kedua agama mereka ajarkan secara bersamaan. Sewaktu anak-anak masih kecil, mereka di ajak ke masjid juga di ajak ke gereja. Ketika terdapat kebingungan dari anak, maka orang tua akan menjawabnya dengan keterangan bahwa Tuhan hanya ada satu, namun cara ibadah kepada Tuhan berbeda-beda di setiap agama. Selain itu, yang diajarkan kepada anak adalah yang terpenting berbuat baik terhadap sesama manusia. Ketika ditanya tentang alasan dalam memilih agama, hanya anak yang pertama yang bisa penulis mintai keterangan. Karena anak yang
70
kedua tidak bisa dihubungi karena sibuk. Alasan yang diberikan adalah bahwa ia yakin dengan apa yang ia pilih. Tapi baginya, seperti apa yang diajarkan oleh kedua orang tuanya. Yakni berbuat baik kepada sesame manusia tanpa memandang sebuah agama. Kedua putranya mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi. Anak yang pertama, merupakan lulusan Sarjana Strata 1 (S1) Universitas Diponegoro Semarang. Dan sekarang sudah berumah tangga dengan wanita yang juga beragama Katholik. Anak yang pertama ini sudah bekerja di Perusahaan Nestle di Jakarta dan menjabat sebagai Manager. Sedangkan anak yang keduanya, belum menikah namun sudah berumah sendiri di Jakarta. Lulusan Universitas Gajah Mada Yogyakarta dan bekerja di Perusahaan Samsung di Jakarta. E. Keluarga Beda Agama Dalam Bersosial Dengan Masyarakat 1. Hanafi dan Atiek Sri Suparti, Bermasyarakat Dengan Baik dan Menjadi Keluarga yang Terbuka Keluarga ini meruapakan keluarga yang aktif dalam kegiatan masyarakat dan juga mendapat sambutan baik di mata masyarakat sekitarnya. Bagi mereka yang penting bermasyarakat dengan baik sebagaimana mestinya keluarga normal, dan menjadi keluarga yang terbuka dan ramah dengan tetangganya. Bagi mereka apapun itu kegiatannya, jika merupakan kegiatan besama masyarakat maka sebagai masyarakat yang baik harus mengikutinya.
71
Ibu Atiek Srie Suparti dipercaya sebagai sekretaris ibu-ibu PKK di lingkungan RW. Masyarakat sekitarnya tidak pernah ada yang begitu memperdulikan keluarga nikah beda agama ini. Baik dari tokoh masyarakat seperti Ketua RT, Ketua RW ataupun tokoh agama. Keluarga ini juga cenderung cuek apabila ada tetangganya yang menggunjingkan keluarga mereka. 2. Muhsinun dan Eko Setyaningtyas, Dipercaya Sebagai Ketua RW dan Memimpin Yasinan Keluarga ini aktif dalam setiap kegiatan masyarakat. Hal ini membuat Bapak Muhsinun pernah ditunjuk sebagai Ketua RW selama 3 tahun. Baik kegiatan keagamaan maupun kegiatan sosial mereka ikuti seperti jamaah yasinan, arisan, dan PKK. Dan rumah mereka pun mendapat jatah sebagai tempat pelaksanaan yasinan. Bahkan Bapak Muhsinun dipercaya untuk memimpin pelaksanaan yasinan. Dalam masalah sosial masyarakat ini, Bapak Muhsinun lebih memonopoli. Demi menjaga agar tetangga tidak menggunjing keluarga mereka, maka hanya kegiatan keagamaan yang bernuansa Islam saja yang mereka laksanakan di rumah mereka. Menurut tetangganya Bapak Sukaryo (38 tahun), keluarga beda agama antara Bapak Muhsinun memang bisa dibilang harmonis. Bagi beliau, memang seharusnya perbedaan agama akan memunculkan banyak konflik. Seperti hal kecil saja masalah penyajian makanan, itu sudah berbeda dalam aturan di masing-masing agama. Namun ketika beliau
72
melihat keluarga Bapak Muhsinun, bisa dibilang keluarga tersebut harmonis, dan ramah terhadap tetangganya. Menurutnya, Bapak Muhsinun juga sering berjamaah di masjid dan memimpin jamaah yasinan. 3. Mustanir dan Tri Sulastyaningsih, Lurah yang Mudah Bergaul Sebagai seorang lurah yang sudah menjabat selama 5 tahun dalam 2 wilayah kelurahan, banyak masyarakat yang mengenal beliau. Beliau dikenal sebagai orang yang ramah dan bersahabat. Seperti halnya yang di uangkapkan oleh Bapak Widjang Koentjoro (53 tahun). Menurutnya Bapak Mustanir adalah orang yang mudah bergaul dengan masyarakat. Keluarga tersebut senantiasa harmonis, tidak pernah terdengar adanya konflik dalam keluarga dan juga semua anaknya menjadi orang yang sukses. Selain itu, keluarga Bapak Mustanir menurut beliau juga ramah dan baik, dan selama menjabat sebagai lurah di Kelurahan Kalianget Kecamatan Mojotengah Kabupaten Wonosobo beliau memberikan banyak kemajuan terutama di bidang akhlak dan pendidikan. Sebagai seorang pensiunan lurah, Bapak Mustanir senantiasa aktif dalam setiap kegiatan kemasyarakatan ataupun keagamaan seperti Yasinan, Kerja bakti dan sebagainya. Istrinya pun aktif dalam kegiatan keagamaan seperti Kerohanian/Sembahyangan yang diselenggarakan setiap satu minggu sekali.
73
BAB IV KEHARMONISAN KELUARGA BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF TEORI KEHARMONISAN KELUARGA DAN ISLAM A.
Keharmonisan Keluarga Beda Agama Dalam Perspektif Teori Keharmonisan Keluarga Berbeda dengan hasil penelitian dari Arif Rofi’uddin (2009) yang berjudul Tinjauan Hukum Islam Terhadap Keharmonisan Pasangan Beda Agama (Studi Kasus Di desa Tirto Kecamatan Mlati kabupaten Sleman), yang menyebutkan bahwa terdapat disharmonis dalam keluarga beda agama. Disharmonis tersebut seperti rutinitas keagamaan menjadi menurun, adanya gap dengan masyarakat sekitar dan keluarga besar, pendidikan agama bermasalah bagi anak-anak dan sebagainya. Hasil dari penelitian keluarga beda agama ini justru sebaliknya. Dalam perspektif teori keharmonisan keluarga seperti yang telah penulis sampaikan dalam bab sebelumnya, ketiga keluarga ini mampu mengaktualisasikan hal-hal yang bisa membuat keluarga menjadi harmonis. Seperti; saling menghargai diantara anggota keluarga, saling menyayangi, terjaganya kesehatan rohani dan jasmani serta perekonomian yang matang. Sehingga penulis beranggapan bahwa ketiga keluarga ini mampu dikategorikan sebagai keluarga yang harmonis. Dari ketiga kasus keluarga beda agama di atas, pada umumnya keluarga tersebut mampu menyesuaikan antara satu dengan yang lainnya. Sehingga keadaan di dalam rumah tangga terlihat harmonis. Keadaan harmonis tersebut didapatkan dengan adanya rasa saling toleransi dan
74
menghormati. Contoh realisasi toleransi dalam sebuah keluarga di tunjukkan dari ketiganya yakni ikut serta mendukung setiap kegiatan keagamaan seperti; mengantarkan ke gereja, ikut berpuasa di bulan ramadhan, ikut bermaaf-maafan pada hari raya Idul Fitri, memasak makanan yang halal, membolehkan adanya kegiatan yasinan untuk dilaksanakan di rumah, tidak memajang simbol-simbol
keagamaan di
dalam
rumah,
senantiasa
menasehati untuk selalu melaksanakan ibadah keagamaan dan sebagainya. Selain itu, dari ketiga keluarga tersebut senantiasa menjalin hubungan (relasi) dengan keluarga besar dengan baik. Dari pengalaman keluargakeluarga tersebut, terlihat bahwa menjalin hubungan baik dengan keluarga besar merupakan hal yang sangat penting guna mendirikan keluarga yang harmonis. Hal tersebut terlihat dari kesemua pasangan seperti ketika hari raya datang, ikut bersilaturrahmi pada keluarga besar. Bahkan, tanpa ragu istri Bapak Muhsinun memakai jilbab guna menghormati keluarga besar Bapak Muhsinun. Faktor pendidikan juga penting. Dengan latar belakang pendidikan yang tinggi, ketiga keluarga beda agama tersebut memiliki rasa toleransi keagamaan yang tinggi. Kesadaran untuk membangun keluarga bersama dan rasa saling mencintai membuat ketiga keluarga beda agama ini mampu mengarungi bahtera rumah tangga dengan baik. Dalam segi pendidikan terhadap anak, ketiga keluarga ini mampu memberikan pengetahuan dengan mengenalkan kedua agama dari kedua pihak. Selain agama ayah dan ibu, agama lain juga dikenalkan kepada anak
75
guna memberikan pengetahuan anak agar anak mampu mengenali sejatinya dari sebuah agama. Kemudian membiarkan anak memilih agama apa yang akan dianutnya ketika dewasa. Seperti yang dipraktekkan dalam keluarga Bapak Mustanir, yakni dengan mengenalkan bahwa Tuhan itu 1, hanya saja cara beribadah kepada Tuhan antara Islam dan non Islam yang berbeda. Ketiga keluarga nikah beda agama juga mampu bersosialisasi dengan masyarakat sekitar dengan baik. Hal ini bisa dilihat dari keluarga Bapak Muhsinun yang bisa dipercaya masyarakat untuk menjadi Ketua RW. Selain itu, keluarga Bapak Muhsinun juga dipercaya untuk menjadi Kepala Kelurahan. Dengan demikian berdasarkan beberapa teori umum yang telah penulis paparkan, penulis berpendapat bahwa keluarga beda agama di Perumahan Manggisan Indah Kelurahan Mudal Kecamatan Mojotengah Kabupaten Wonosobo mampu bertahan dalam balutan rumah tangga beda agama dengan : 1. Perkawinan didasarkan atas dasar cinta dan bermaksud untuk membangun keluarga bahagia, bukan karena ada tujuan tersendiri. 2. Toleransi atau saling menghargai dan respect. 3. Saling menyayangi satu sama lain. 4. Menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya masing-masing. 5. Mempunyai pendidikan yang cukup. 6. Mampu memberikan pendidikan terhadap anak secara baik dan matang. 7. Mampu bersosialisasi dengan masyarakat sekitar.
76
Namun penulis juga berpendapat bahwa pada dasarnya keluarga beda agama bukanlah keluarga yang ideal. Hal tersebut dikarenakan pada prinsipnya semua agama tidak mengijinkan perkawinan yang berbeda agama. Bukan hanya dari segi hukum agama itu sendiri, tapi juga mempertimbangkan tujuan perkawinan perkawinan itu sendiri, yang menyatukan dua insan yang berbeda untuk membina bahtera rumah tangga bersama. Dalam membina rumah tangga, akan terjalin hubungan untuk melahirkan keturunan, memelihara, membesarkan dan mendidik anak, serta terkandung pula hak dan kewajiban orang tua. Tentulah tuntutan hak dan kewajiban sebagai ortang tua dalam setiap agama berbeda. Hal ini menjadikan keluarga beda agama lebih berpotensi menimbulkan konflik dalam sebuah rumah tangga. Selain itu, kondisi psikologi dalam keluarga terutama anak akan terganggu. Hal yang seharusnya dilakukan secara bersama dalam sebuah keluarga dijalankan secara terpisah khususnya dalam bidang keagamaan. B.
Keharmonisan Keluarga Beda Agama Dalam Persepektif Islam Dalam pandangan Islam disebutkan, pertama dalam Surat al-Baqarah : 221 yang berisi pelarangan seorang laki-laki menikah dengan perempuan musyrik. Kedua, Surat al-Mumtahanan : 10 yang berisi ketidakbolehan (tidak halal) orang kafir dinikahi oleh orang Islam. Akan tetapi kemudian turun Surat al-Maidah : 5 yang menyebutkan pembolehan menikahi perempuan dari kalangan ahli kitab oleh laki-laki muslim. Perbedaan di kalangan para ulama yakni terdapat pada Surat al-Maidah tentang yang
77
dimaksud ahli kitab. Tentunya penulis berpendapat ada perbedaan antara ahli kitab dan musyrik. Musyrik adalah orang yang senantiasa memerangai orang Islam dan tidak mempunyai kitab (al-Qur’an,Injil, Taurat, Zabur), sedangkan ahli kitab penulis sepaham dengan pendapat dari Imam Syafii yakni orang Kristen dan Yahudi. Disebutkan dalam hadist bahwa dalam memilih pasangan ada empat hal yang harus dipertimbangkan; dari aspek kecantikan, keturunan, kekayaan, dan agma. Dan hanya aspek agama inilah yang mampu memberikan
kemenangan
(kebahagiaan)
dan
menjadi
pertimbangan/prioritas yang utama. Namun, penulis tidak menemukan dalil dalam Islam yang mengatakan bahwa keluarga beda agama tidak akan harmonis. Mengutip pengertian sakinah, keluarga sakinah adalah, keluarga yang dibina berdasarkan perkawinan yang sah, mampu memenuhi hajat hidup spiritual dan material secara layak dan seimbang, diliputi suasana kasih sayang (mawadah wa rahmah) antara anggota keluarga dan lingkungannya dengan selaras, serasi serta mampu
mengamalkan, menghayati dan
memperdalam nilai-nilai keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia. Ketiga keluarga tersebut bukanlah keluarga yang sakinah. Karena jika melihat pengertian sakinah tersebut adalah keluarga yang dibina atas dasar perkawinan yang sah. Ketiga keluarga tersebut hanya mampu dikatakan sebagai keluarga yang mawadah warahmah (saling mengasihi dan saling menyayangi). Hanya satu yang melangsungkan perkawinan berdasarkan
78
syari’at Islam, yakni keluarga Bapak Mustanir. Sedangkan keluarga Bapak Hanafi melangsungkan pernihakan dengan ritual secara Katholik, dan keluarga Bapak Muhsinun melangsungkan perkawinan di pengadilan tanpa melalui prosesi perkawinan berdasarkan agama apapun. Berikut akan penulis paparkan satu persatu keharmonisan keluarga beda agama di Perumahan Manggisan Indah Kelurahan Mudal Kecamatan Mojotengah Kabupaten Wonosobo berdasarkan perspektif Islam. Pertama, keluarga Bapak Hanafi melangsungkan perkawinan dengan prosesi agama Khatolik. Perkawinan keluarga ini belum sah dimata hukum Islam. Hukum mengenai perempuan beragama Islam menikah dengan lakilaki non-Islam adalah jelas-jelas dilarang (haram). Hal ini tertera dengan jelas Surat Al Baqarah ayat 221, “Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu”. Jadi, wanita musliman dilarang atau diharamkan menikah dengan non muslim, apapun alasannya. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Alquran di atas. Jika seorang muslimah memaksakan dirinya menikah dengan lakilaki non Islam, maka dianggap berzina. Kedua, keluarga Bapak Muhsinun yang melangsungkan perkawinan di pengadilan tanpa adanya prosesi perkawinan secara agama. Keluarga ini jelas-jelas keluarga yang dibina bukan atas dasar perniakahan yang sah. Jika kita melihat di UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan dalam Pasal 2 ”Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-
79
masing agamanya dikeluarkannya
dan
kepercayaannya
Undang-Undang
Nomor
itu”. 23
Walaupun Tahun
2006
kemudian tentang
Administrasi Kependudukan Pasal 23 huruf (a) yang menyatakan “bahwa perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan adalah perkawinan yang dilakukan antar umat yang berbeda agama”. Namun, Undang-undang tersebut dianggap berbenturan dengan Undang-undang nomor 1 tahun 1974 dan KHI. Selain itu, Undang-undang nomor 23 tahun 2006 dianggap rancu dan tidak jelas, karena Undang-undang tersebut notabene adalah Undangundang yang mengatur tentang Adinistrasi Kependudukan (Adminduk), tetapi kenapa harus membahas tentang masalah pernikahan. Keluarga ini juga dalam pandangan Islam tidak sah. Dan dianggap sebagai zina. Hanya saja keluarga ini disahkan oleh pengadilan. Atau bisa dikatakan perzinaan yang dilegalkan oleh negara. Ketiga, keluarga Bapak Mustanir yang melangsungkan perkawinan dengan dua prosesi keagamaan. Hanya keluarga ini yang bisa dikatakan sebagai keluarga yang dibina atas dasar perkawinan yang sah menurut Islam. Karena keluarga ini melangsungkan perkawinan dengan prosesi agama Islam. Selain itu pihak laki-laki (suami) beragama islam. Hal tersebut jika mengacu pada pemahaman/pendapat ualama tentang Q.S. al-Maidah ayat 5 yang membolehkan menikah dengan ahli kitab. Namun apakah ahli kitab sekarang masih bisa disebut sebagai ahli kitab pada saat Q.S. alMaidah ayat 5 tersebut diturunkan karena isi dari kitab Yahudi dan Nasrani sekarang ini sudah tidak murni? Sebenarnya Perbuatan memalsu isi kitab
80
suci, memutar-balik ayat dan bahkan menyelewengkannya sudah terjadi sejak sebelum nabi Muhammad dilahirkan. Bahkan salah satu hikmah diutusnya Nabi Muhammad SAW justru karena sudah dipalsukannya kitabkitab suci yang turun sebelumnya. Artinya, tidak benar jika Yahudi dan Nasrani di masa nabi tidak memalsukan kitab suci, sehingga wanita mereka halal dinikahi. Dan sebaliknya Yahudi dan Nasrani di zaman sekarang ini haram dinikahi karena sekarang mereka memalsukan kitab suci. Yang benar adalah Yahudi dan Nasrani sudah memalsu kitab suci dan merusak isinya sejak sebelum Al-Quran diturunkan, namun bersama dengan itu Al-Quran membolehkan laki-laki muslim menikahi wanita mereka. Sementara AlQuran dengan tegas mengkafirkan pemeluk agama Nasrani, lepas dari urusan keaslian Injil mereka, yaitu karena mereka telah menuhankan nabi Isa as atau telah mengatakan bahwa tuhan itu tiga. Hal ini terdapat dalam Q.S al-Maidah ayat 17 yang artinya : Sesungguhnya telah kafirlah orangorang yang berkata, ”Sesungguhnya Allah itu ialah Al-Masih putera Maryam”. Dan ayat tersebut selaras dengan Q.S. al-Mumtahanah ayat 10 yang melarang menikahi orang kafir. Jadi, walaupun keluarga Bapak Mustanir melangsungkan pernikahan dengan prosesi agama Islam, keluarga ini tetap tidak bisa dikatan sebagai keluarga sakinah, hanya bisa dikatakan sebagai keluarga mawadah warahmah.
81
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan pada bab-bab sebelumnya, sebagaimana rumusan masalah yang penulis ajukan di awal tulisan, penulis akan menyimpulkan bahwa keluarga beda agama di Perumahan Manggisan Indah Kelurahan Mudal Kecamatan Mojotengah kabupaten Wonosobo : 1. Menjalankan aktifitas keagamaan secara terpisah namun saling mendukung antara satu dengan yang lainnya, dengan memunculkan sikap toleransi dalam keluarga. 2. Memberikan pendidikan kedua agama terhadap anak untuk kemudian anak diberikan kebebasan memilih agama apa yang akan mereka anut. Tentang Tuhan, mmereka mengajarkan bahwa Tuhan itu Esa (satu), hanya saja antara agama yang satu dengan yang lainnya berbeda cara dalam mendekatkan diri kepada Tuhan. 3. Mampu bersosialisasi dengan masyarakat sekitar dengan selalu menjadi masyarakat yang terbuka, mudah bergaul, senantiasa aktif dalam kegiatan masyarakat dan mampu dipercaya. 4. Berdasarkan teori keharmonisan keluarga, tiga keluarga tersebut bisa bertahan dalam balutan rumah tangga beda agama menurut persepektif teori keharmonisan keluarga, yakni dengan adanya toleransi yang tinggi, saling menghormati, respect satu dengan yang lainnya, pendidikan yang
82
tinggi, ekonomi yang mapan, dan kesatuan paham untuk mewujudkan keluarga yang bahagia. Sedangkan menurut perspektif Islam, ketiga keluarga tidak bisa dikatakan sebagai keluarga sakinah namun hanya bisa dikatakan mawadah wa rahmah (Saling menyayangi dan mengasihi) karena ketiga keluarga tersebut perkawinannya tidak didasarkan pada apa yang telah disyari’atkan dalam Islam (perkawinan yang tidak sah secara Islam). B. Saran Dalam tulisan skripsi ini penulis menyarankan kepada semua pembaca : 1. Tulisan ini tidak begitu sempurna sebagai kajian perkawinan beda agama,
karenanya
bagi
yang
ingin
mendalami
atau
bahkan
melangsungkan perkawinan beda agama, penulis menyarankan untuk menggali sumber-sumber lain yang lebih qualifield. Karena tulisan ini hanya membahas tiga keluarga di Perumahan Manggisan Indah Kelurahan Mudal Kecamatan Mojotengah Kabupaten Wonosobo. 2. Pembaca diharapkan tidak hanya membaca fenomena dari segi keagamaan, melainkan juga tentang budaya, pluralitas, ilmu sosial dan sebagainya sehingga tidak memahami agama dari sudut yang sempit. 3. Perkawinan beda agama bukanlah perkawinan yang ideal dan seharusnya dihindari. Bagi setiap masyarakat yang akan melangsungkan perkawinan beda agama hendaknya dipersiapkan secara matang dan dipikirkan berulang-ulang. Karena pada dasarnya perbedaan keyakinan rentan akan konflik.
83
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Al-Kariim Abud, Abdul Ghani. 2004. Keluargaku Surgaku (Makna
Perkawinan,
Cinta, dan Kasih Sayang) Terjemahan Al-Usrah Al-Muslimah wa Al-Usrah Al-Mu‟ashirah Cetakan Ke-1, 1997. Jakarta : Penerbit Hikmah. Abu Al-Fida’ Ismail bin Umar bin Katsir al-Qursyi al-Damasyqi (700774H). 1999. Tafsir Al-Qur‟an Al-„Azhim, Dar Thayyibah Li Al-Nastr Wa Al-Tauzi’ Cet. 2. Arikunto,
Suharsimi.
1993.
Prosedur
Penelitian
Suatu
Pendekatan
Praktek. Jakarta : RinekaCipta. ASM, H.U. Saifudin. 2005. Membangun Keluarga Sakinah, Tanya Jawab Seputar Keluarga Dan Solusinya. Tanggerang : QultumMedia. Basri,
Hasan.2002.
Keluarga
Sakinah
Tinjauan
Psikologi
dan
Agama.Yogyakarta: PustakaPelajar. Basri, Hasan. 1996. Merawat Cinta Kasih. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Drajat, Zakiah. 1975. Ketenangan dan Kebahagiaan Keluarga. Jakarta: BulanBintang. Dlori,
Muhammad
M.
2005.Dicintai
Suami
(Istri)
Sampai
Mati.
Jogjakarta:Katahati. Eoh, O.S. 2001. Perkawinan Antar Agama dalam Teori dan Praktek. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Gunarsa, Singgih D & Yulia Singgih D. Gunarsa.1991.Psikologi Praktis AnakRemaja dan Keluarga. Jakarta: Gunung Mulia. Hasan, M.Ali. 2003. Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam. Jakarta : Peranada Media Group. Maslikhah. 2013. Melejitkan Kemandirian Menulis Karya Ilmiah Bagi Mahasiswa. Yogyakarta : Trustmedia. Nazir, Moh. 1988. Metode Penelitian. Jakarta Timur : Ghalia Indonesia. Prof Nick Stinnet dan John DeFrain dalam Hawari, Dadang. 2004. AlQur‟an:
Ilmu
Kedokteran
Jiwa
dan
Kesehatan
Konseling
Keluarga.
Jiwa.Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa. Pujo
Suwarno,
Sayekti.
1994.
Bimbingan
dan
Yogyakarta : Menara Mas Offset. Sahih Bukhori Sahih Muslim Sarlito Wirawan Sarwono.
1982.
Menuju
Keluarga Bahagia.
Jakarta:
Bathara Karya Aksara. Shihab, M Quraish. 2002. Tafsir Al-Mishbah. Jakarta : Lentera hati. Soelaeman. 1994. Pendidikan Dalam Keluarga. Bandung : Alfabet. Tahido Yanggo, Huzaimah. 2005. Masail Fiqqiyah, Kajian Hukum Islam Kontemporer. Bandung : Angkasa. Tim Keluarga Sakinah Kantor Departemen Agama Kabupaten Wonosobo. 2003.
Membangun
Keluarga
Pemberdayaan Zakat. Wonosobo.
Sakinah,
Qaryah,
Thayyibah,
Tim
Penyusun
Kamus.
1989.
Kamus
Besar
Bahasa
Indonesia.
Jakarta:Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Ulfatmi. 2011. Keluarga Sakinah Dalam Perspektif Islam (Studi Terhadap Pasangan
Yang
Berhasil
Mempertahankan
Keutuhan
Perkawinan di Kota Padang). Jakarta : Kementrian Agama Republik Indonesia. Qaimi Ali. 2002. Menggapai Langit Masa Depan Anak. Bogor: Cahaya.