FENOMENA KELUARGA BEDA AGAMA DI KELURAHAN KALIPANCUR KECAMATAN NGALIYAN KOTA SEMARANG
SKRIPSI Disusun Guna Memenuhi Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Strata (S1) Dalam Ilmu Hukum Perdata Islam
Disusun oleh: Rosyidah Widyaningrum NIM. 042111103
FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2011
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp : 4 (empat) eks
Semarang, 6 Mei 2011
Hal
Kepada Yth.
: Naskah Skripsi a.n Sdri. Rosyidah Widyaningrum
Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, bersama ini kami kirim naskah skripsi saudara: Nama
: Rosyidah Widyaningrum
NIM
: 042111103
Jurusan : Al Ahwal Asy Syakhsiyah Judul
: Fenomena Keluarga Beda Agama Di Kelurahan Kalipancur Kecamatan Ngaliyan
Dengan ini kami mohon kiranya skripsi saudara tersebut dapat segera dimunaqosahkan. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. H. Muhibbin M.Ag NIP.19600312 198703 1 007
Dra. Hj. Nur Huda M.Ag NIP.19690830 199403 2 003
ii
KEMENTRIAN AGAMA RI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO FAKULTAS SYARI’AH SEMARANG d/a Prof DR HAMKA KM.02 Telp./fax.(024)7601291 Semarang 50185 Email : fsyari’
[email protected]
PENGESAHAN Skripsi Saudara : Rosyidah Widyaningrum NIM
: 042111103
Jurusan
: Al Ahwal Al Syakhsiyah
Judul
: FENOMENA
KELUARGA
BEDA
AGAMA
DI
KELURAHAN KALIPANCUR KECAMATAN NGALIYAN KOTA SEMARANG Telah dimunaqosahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus pada tanggal: 1 Juni 2011 Dan dapat diterima sebagai syarat guna memperoleh gelar sarjana strata I tahun akademik 2010-2011.
Ketua Sidang
Sekretaris Sidang
Dr. H. Ali Imron M. Ag NIP.19730730 200312 1 003
Dra. Hj. Nur Huda, M. Ag
Penguji I
Penguji II
Muhammad Shoim S. Ag, M. H NIP.19711101 200604 1 003
Nur Hidayati Setyani, S. H, M. H NIP.19670320 199303 2 001
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. H. Muhibbin, M. Ag
Dra. Hj. Nur Huda, M. Ag
NIP.19600312 198703 1 007
NIP.19690830 199403 2 003
NIP.19690830 199403 2 003
iii
PERNYATAAN
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang sudah pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain. Demikian juga, tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Semarang, 6 Mei 2011 Deklarator,
Rosyidah Widyaningrum NIM. 042111103
iv
MOTTO
“ Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (QS. At-Tahrim: 6)*
*
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al Qur’an, Al Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama, 2009, hlm: 560
v
ABSTRAK Betapa indah sekali, apabila sebuah rumah tangga yang dibina dalam keadaan harmonis. Rumah tangga yang kiranya menjadi dambaan setiap insan. Terbinanya hubungan rumah tangga yang baik, terjalin hubungan yang rukun antar suami dan istri, saling mencintai, mengharagai, bahkan saling mendukung dan menjembatani perbedaan. Namun jika keluarga rukun dan bahagia tersebut merupakan keluarga yang beda agama antara suami dan istri, apakah tetap menjadi keindahan? Bagaimana negara dan agama memandang keluarga tersebut?. Ini yang menjadi latar belakang penulisan skripsi ini, karena banyaknya keluarga beda agama yang hidup dengan harmonis di kelurahan Kalipancur kecamatan Ngaliyan kota Semarang. Permasalahan yang diambil adalah bagaimana fenomena keluarga beda agama yang terjadi di kelurahan Kalipancur kecamatan Ngaliyan kota Semarang dan bagaimana status hukum pernikahan keluarga tersebut? Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research), dalam hal ini adalah mengenai keluarga beda agama. Sehingga penelitian ini juga bisa disebut penelitian kasus atau studi kasus (case study) dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Adapun lokasi yang menjadi obyek penelitian dalam skripsi ini adalah kelurahan kalipancur kota semarang. Untuk sumber datanya diperoleh dari informan khusus yaitu anggota keluarga beda agama itu sendiri sebagai sumber data primer, sedangkan data sekundernya adalah para tetangga yang dekat dengan keluarga beda agama tersebut. Untuk teknik pengumpulan datanya menggunakan interview atau wawancara dan observasi. Selanjutnya data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan system deskriptif analisis. Dari hasil penelitian dan analisa dapat disimpulkan bahwa jumlah keluarga beda agama ada 23 keluarga namun penulis hanya mengambil 11 keluarga yang datanya dianggap telah mewakili keseluruhan keluarga beda agama yang ada. Masing-masing keluarga salah satu pasangannya beragama Islam baik dari pihak istri ataupun suami. Dari hasil penelitian keseluruhan keluarga beda agama sebagian besar tidak begitu memahami tentang hukum pernikahan beda agama, mereka menjalani biduk rumah tangga atas dasar cinta. Beberapa keluarga menikah dalam akad Islam dengan alasan yang beragam diantaranya selain karena orang tua yang mengharuskan menikah dalam tata cara Islam beberapa keluarga mengaku karena negara tidak mengizinkan menikah jika tidak satu agama. Namun akibatnya setelah menikah mereka kembali ke agama yang dulu, ini dikarenakan pasangan kurang dapat membimbing agar tidak kembali ke agama yang dulu. Alasan yang diberikan beragam mulai dari menjunjung tinggi hak beragama, kurangnya pengetahuan tentang Islam dan karena faktor ekonomi. Mereka tetap hidup rukun dalam keluarga yang beda agama bukan hanya dari pasangan suami istri saja tapi ada juga yang membagi agama untuk anak-anak mereka. Kurangnya pendidikan agama yang mereka ketahui menjadikan mereka tetap merasa pernikahan mereka sah baik menurut agama maupun hukum. Namun ada pula yang memahami namun tetap tidak dapat keluar dari keluarga tersebut dikarenakan tidak mau lepas dari anak atau karena tidak ada jaminan ekonomi setelahnya.
vi
PERSEMBAHAN
Karya tulis ini saya dedikasikan kepada orang-orang yang secara langsung maupun tidak langsung telah memberi makna pada setiap jengkal langkahku dalm berproses menjadi manusia yang selalu terus ingin belajar. Kupersembahkan bagi mereka yang slalu setia berada di ruang waktu kehidupanku khususnya buat: 1.
Mamah dan abah (ibu Tunjiyatus Sholihah dan bapak Nasihin) yang selalu sabar dan memberikan semangat setiap waktu, serta tak pernah lelah mendoakanku sehingga diberi kemudahan di setiap jalanku.
2.
Kak Nenny dan adikku Aam yang menjadikanku termotifasi untuk terus maju.
3.
Mbak Novi dan kedua buah hatinya (Diva dan Davin) yang selalu memberi semangat dengan celotehan ringan tapi mengena.
4.
Sahabat-sahabatku yang telah terlebih dahulu sukses (Chalida, Ika, Mahmudah, Ovie, Hana, Endy)
5.
Mas ndut (Wawan Darmawan) yang selalu sabar.
6.
Keluarga besar Cyrant dan Kebumen yang selalu memberi semangat dari jauh.
Rosyidah Widyaningrum
vii
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah yang maha pengasih dan penyayang, bahwa atas taufiq dan hidayah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi yang berjudul: “FENOMENA KELUARGA BEDA AGAMA DI KELURAHAN
KALIPANCUR
KECAMATAN
NGALIYAN
KOTA
SEMARANG” ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis tentunya tidak terlepas dari bimbingan dan saran-saran dari berbagai pihak, sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada: 1. Bapak Dr Imam Yahya, M. Ag. Selaku dekan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang 2. Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Hukum Perdata Islam 3. Prof. Dr. H. Muhibbin, M. Ag dan Dra. Nur Huda, M. Ag, selaku dosen pembimbing, yang selalu menyempatkan waktunya disela-sela kesibukannya yang super padat hanya sekedar memberikan bimbingan dan arahannya. 4. Para dosen di lingkungan Fakultas syari’ah IAIN Walisongo, yang telah membekali berbagai pengetahuan sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini. 5. Untuk semua pihak (maaf tidak dapat menyebutkan satu persatu) yang secara langsung ataupun tidak langsung telah membantu dalam kelancaran pengerjaan skripsi ini. Pada akhirnya penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini belum mencapai kesempurnaan dalam arti yang sebenarnya, namun penulis tetap berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri khususnya dan para pembaca pada umumnya. Penulis Rosyidah Widyaningrum NIM. 042111103 viii
DAFTAR ISI
JUDUL --------------------------------------------------------------------------------
i
NOTA PEMBIMBING -------------------------------------------------------------
ii
NOTA PENGESAHAN ------------------------------------------------------------
iii
PERNYATAAN ----------------------------------------------------------------------
iv
MOTTO -------------------------------------------------------------------------------
v
ABSTRAKSI--------------------------------------------------------------------------
vi
PERSEMBAHAN --------------------------------------------------------------------
vii
KATA PENGANTAR ---------------------------------------------------------------
viii
DAFTAR ISI --------------------------------------------------------------------------
ix
DAFTAR TABEL -------------------------------------------------------------------
xi
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah --------------------------------------------
1
B. Perumusan Masalah -------------------------------------------------
5
C. Tujuan Penelitian ----------------------------------------------------
6
D. Telaah Pustaka -------------------------------------------------------
6
E. Metode Penelitian ---------------------------------------------------
7
F. Sistematika Penulisan -----------------------------------------------
11
BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PERNIKAHAN DAN PERNIKAHAN BEDA AGAMA A. Pernikahan -----------------------------------------------------------
12
1. Pengertian Pernikahan-------------------------------------------
12
2. Dasar Hukum Pernikahan---------------------------------------
16
3. Syarat Rukun Dan Hikmah Pernikahan -----------------------
21
B. Pernikahan Beda Agama -------------------------------------------
30
1. Pengertian Pernikahan Beda Agama --------------------------
30
2. Pernikahan Beda Agama Menurut Undang-Undang No 1 Th. 197430 ------------------------------------------------
31
3. Pernikahan Beda Agama Menurut Ulama --------------------
33
ix
4. Pernikahan Beda Agama Menurut Agama-agama Di Indonesia -----------------------------------------------------
39
BAB III : GAMBARAN UMUM TENTANG MASYARAKAT KELURAHAN KALIPANCUR KECAMATAN NGALIYAN A. Gambaran Umum Masyarakat Kelurahan Kalipancur Kecamatan Ngaliyan ------------------------------------------------
45
B. Fenomena Keluarga Beda Agama Yang Ada Di Kelurahan Kalipancur Kecamatan Ngaliyan ----------------------------------
53
C. Faktor yang menjadikan mereka tetap berada dalam keluarga beda agama yang harmonis -----------------------------------------
64
BAB IV : ANALISIS A. Analisis Pernikahan Keluarga Beda Agama Di Kelurahan Kalipancur Kecamatan Ngaliyan ----------------------------------
67
B. Analisis Status Hukum Pernikahan Keluarga Beda Agama Di Kelurahan Kalipancur Kecamatan Ngaliyan -----------------
81
BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ----------------------------------------------------------
87
B. Saran-saran -----------------------------------------------------------
90
C. Penutup ---------------------------------------------------------------
90
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN-LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1 : Data Tempat Ibadah “MASJID” Kelurahan Kalipancur Kecamatan Ngaliyan -----------------------------------------------
46
2. Tabel : Data tempat ibadah gereja Kelurahan Kalipancur Kecamatan Ngaliyan -------------------------------------------------------------
47
3. Tabel : Laporan Monoggrafi Kelurahan Kalipancur Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang Provinsi jawa Tengah Keadaan bulan Desember 2010 -----------------------------------------------------
xi
48
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Manusia
diciptakan
saling
berpasang-pasangan
supaya
saling
mengasihi, hal ini diterangkan dalam firman Allah:
ْوَﻣِﻦْ آَﯾَﺎﺗِﮫِ أَنْ ﺧَﻠَﻖَ ﻟَﻜُﻢْ ﻣِﻦْ أَﻧْﻔُﺴِﻜُﻢْ أَزْوَاﺟًﺎ ﻟِﺘَﺴْﻜُﻨُﻮا إِﻟَﯿْﮭَﺎ وَﺟَﻌَﻞَ ﺑَﯿْﻨَﻜُﻢ َﻣَﻮَدﱠةً وَرَﺣْﻤَﺔً إِنﱠ ﻓِﻲ ذَﻟِﻚَ ﻟَﺂَﯾَﺎتٍ ﻟِﻘَﻮْمٍ ﯾَﺘَﻔَﻜﱠﺮُون Artinya: Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Ia menjadikan istri bagimu dari jenismu sendiri, supaya kamu dapat tinggal bersama dan saling berkasih sayang dan saling mencintai. Sesungguhnya yang demikian itu menjadi dasar bagi kaum yang mau berfikir (Q.S Ar Rum: 21)1
Manusia adalah makhluk yang berbeda di banding mahluk Allah yang lain karena manusia memiliki akal dan nafsu. Allah memberikan anugerah berupa rasa sayang yang jika dibumbui dengan nafsu akan sangat berbahaya, maka dari itu akal menjadi benteng agar manusia tidak terjerumus dalam kehinaan. Islam menjaga manusia dari hal-hal yang menuju kehinaan salah satunya dengan pernikahan. Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita untuk hidup sebagai satu keluarga dalam rumah tangga yang penuh dengan kasih sayang.2
1
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al Qur’an, Al Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama, 2009, hlm: 406 2 Dr. Maftuhah Yusuf, Keluarga Sakinah Ditinjau Dari Segi Iman dan Ibadah, Jakarta: BKKBN, 1982, hal 31
1
2
Dalam aturan syari’at Islam suatu perkawinan dikatakan sah sehingga seorang wanita menjadi halal bagi seorang pria jika melakukan prosesi pernikahan dengan terlebih dahulu memenuhi syarat dan rukun yang telah ditentukan. Syarat dan rukun nikah yang harus ada pada proses pernikahan adalah: mempelai laki-laki, mempelai perempuan, wali, 2 saksi, ucapan ijab qabul dan mahar.3 Jika salah satu rukun tersebut tidak ada maka perkawinan dianggap tidak sah. Diterangkan pula dalam pasal 14 KHI bahwa melaksanakan perkawinan harus ada calon suami dan isteri, wali nikah, dua orang saksi serta sighat akad nikah. Bagi pandangan sekuler perkawinan hanya legitimasi sosial bagi bergaulnya seorang laki-laki dengan seorang atau beberapa perempuan. Padahal keluarga tidak bisa hanya diartikan sebatas pemenuhan kebutuhan jasmaniah saja karena keluarga juga memiliki fungsi ekonomi, sosial dan psikologi. Dimana keluarga berfungsi untuk memperkuat solidaritas, sosial penanaman budaya, kerjasama ekonomi dan pengisian kebutuhan psikologis. Manusia diciptakan dengan memiliki rasa ghirah (kecemburuan) untuk menjaga kehormatan dan kemuliaannya. Pernikahan akan menjaga pandangan yang penuh syahwat terhadap apa yang tidak dihalalkan untuknya.4 Sebagaimana sabda nabi SAW:
ﻓَﺎِﻧﱠﮫُ اَﻏَﺾﱡ, ْ ﻣَﻦِ اﺳْﺘَﻄَﺎعَ ﻣِﻨْﻜُﻢُ اﻟْﺒَﺎءَةَ ﻓَﺎﻟْﯿَﺘَﺰَوﱠج، ِﯾَﺎﻣَﻌْﺸَﺮَ اﻟﺸﱠﺒَﺎب ِﻟِﻠْﺒَﺼَﺮِوَاَﺣْﺼَﻦُ ﻟِﻠْﻔَﺮْج 3
Drs. Sudarsono SH, Sepuluh Aspek Agama Islam, Jakarta: PT Rineka Cipta, cet 1, 1994,
hal: 234 4
Syeikh Ali Ahmad Jurjawi, Falsafah dan Hikmah Hukum Islam, Semarang: CV Asy syifa’, 1992. Hal: 257
3
Artinya: Wahai para pemuda, barang siapa diantara kamu sekalian telah mampu maka hendaknya dia menikah, karena ia (pernikahan) itu akan menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan.5 Pengertian keluarga terletak pada adanya rasa saling berharap antar para anggota dalam struktur keluarga tersebut. Keanggotaan terjadi lantaran ikatan darah secara natural, pernikahan atau keduanya.6 Banyak pengertian keluarga yang dikemukakan oleh para ahli. Dalam suatu blog milik viecute mengambil pengertian keluarga menurut para ahli diantaranya Effendy, Friedman dan Maglaya mendefinisikan keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau yang hidup satu rumah tangga berinteraksi satu sama lain dan di dalam peranannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan kemudian ia juga mengambil pengertian menurut Depkes RI bahwa keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat dimana kepala keluarga dan beberapa orang berkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan.7 Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan bagian terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kumpulan dua orang atau lebih yang tergabung
karena
adanya
hubungan
darah
atau
pernikahan
untuk
mempertahankan kebudayaan Terbentuknya keluarga mempunyai suatu tujuan. Masih dalam blog yang sama mengambil pendapat Friedman bahwa tujuan
5
utama keluarga
Hasan, A, Tarjamah Bulughul Mar’am, Bangil: CV Pustaka Tamaam, 1991, hal: 505 Dr Hammudah Abd Al Ati, The Family Structure in Islam (Keluarga Muslim), Surabaya: PT Bina Ilmu: 1984, hal: 29 7 http://cwelggw.blogspot.com/2009/06/konsep-keluarga-tinjauan-teori-keluarga.html 6
4
perantara yaitu menanggung semua harapan-harapan dan kewajibankewajiban masyarakat serta membentuk dan mengubahnya sampai taraf tertentu sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan kepentingan setiap anggota individu dalam keluarga. Sementara William dan Leaman menjelaskan bahwa keluarga mengadakan penerimaan baru bagi masyarakat dan menyiapkan anak-anak untuk menerima peran-peran dalam masyarakat.8 Agama dalam suatu keluarga merupakan hal yang sangat urgen, karena tidak
jarang dalam satu keluarga, agama menjadi landasan berpijak atau
menjadi barometer dalam bertindak dalam kehidupan sehari-hari. Tidak jarang pula orang tua menanamkan asas-asas agama sejak dini pada anak agar anak dapat bertindak sesuai dengan aturan agama. Perbedaan prinsip atau cara pandang dalam suatu permasalahan pasti akan menjadi penghambat proses komunikasi dan komunikasi pun tidak bisa berjalan dengan lancar. Dalam suatu keluarga pastinya butuh adanya saling keterbukaan dalam berbagai hal. Akan tetapi jika dalam segi agama saja berbeda, maka tidak semua hal bisa dipecahkan bersama. Menurut penelitian yang dilakukan oleh penulis, penulis menemukan 23 keluarga beda agama di kelurahan Kalipancur kecamatan Ngaliyan., namun yang diwawancarai
hanya 11 keluarga yang diambil secara acak sesuai
kebutuhan penulis.. Idealnya sebuah pernikahan adalah kedua mempelai seagama pada saat pernikahan berlangsung hingga akhir. Akhir disini bukan hanya diartikan akhir acara pernikahan tapi akhir disini dimaksudkan akhir
8
http://cwelggw.blogspot.com/2009/06/konsep-keluarga-tinjauan-teori-keluarga.html
5
perjalanan rumah tangga mereka. Dugaan sementara jika mereka menikah dengan agama masing masing maka perlu diteliti lebih jauh tentang pihak mana yang beragama Islam, maka akan dapat diketahui tentang sah atau tidaknya pernikahan mereka, kemudian jika salah satu dari mereka ternyata berpindah agama setelah pernikahan dilangsungkan juga menjadi pertanyaan apakah pernikahan mereka masih berlaku atau tidak. Dalam KHI pasal 116 huruf H diterangkan perceraian dapat terjadi karena alasan: peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga. Dari sini muncul keinginan untuk meneliti fenomena keluarga beda agama di kelurahan Kalipancur kecamatan Ngaliyan, tentang bagaimana mereka melakukan proses pernikahan, apakah sudah berbeda agama sejak awal atau setelah terjadi pernikahan, bagaimana mereka dapat menjaga keharmonisan rumah tangga dengan keyakinan yang berbeda, tentang bagaimana mereka mengatur agama untuk anak-anak mereka, tentang apakah mereka juga pernah berselisih paham dengan pasangan dan bagaimana mereka dapat menyelesaikan masalah tersebut.
B. Perumusan Masalah Setelah memaparkan sedikit latar belakang penulisan skripsi ini kemudian muncul masalah-masalah yang sekiranya penting untuk di bahas dan diteliti di antaranya: 1. Bagaimana fenomena keluarga beda agama di kelurahan Kalipancur kecamatan Ngaliyan?
6
2. Bagaimana status hukum pernikahan dari keluarga beda agama di kelurahan Kalipancur kecamatan Ngaliyan? C. Tujuan Penelitian Yang menjadi tujuan adanya penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui fenomena keluarga beda agama di kelurahan Kalipancur
kecamatan
Ngaliyan
agar
nantinya
orang
dapat
mempertimbangkan baik dan buruknya jika ingin menjalin hubungan beda agama dalam hal ini pernikahan. 2. Untuk mengetahui status hukum pernikahan dari keluarga beda agama di kelurahan Kalipancur kecamatan Ngaliyan.
D. Telaah Pustaka Dalam telaah pustaka ini, penulis akan mendeskripsikan beberapa penelitian yang ada relevansinya dengan judul skripsi ini. Berdasarkan hasil penelitian di perpustakaan IAIN Walisongo ditemukan dua skripsi yang membahas tentang beda agama diantaranya: 1. M. Furqon Hafidi, Mahasiswa Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang dengan skripsinya yang berjudul “Pembagian Waris Pada Keluarga Beda Agama di kelurahan Kalipancur kecamatan Ngaliyan”. Skripsi ini sama dalam hal obyek tapi pembahasan didalamnya berbeda karena dalam skripsi ini membahas secara terperinci mengenai hukum waris yang dilakukan warga setempat pada keluarga mereka yang berbeda agama dikaitkan dengan hukum Islam yang mengharamkan memberikan
7
waris pada keluarga yang berbeda agama. Di dalamnya juga membahas faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembagian waris tersebut. 2. Analisis pendapat Nur Cholis Majid tentang hukum waris mewarisi antara muslim dan non muslim yang disusun oleh A’isyatul Khalimah, yang mengungkap pendapat Nur Cholis Majid dkk bahwa dibolehkan waris mewarisi antara orang yang berbeda agama. Kemudian ditemukan skripsi yang hampir sama di perpustakaan UIN Sunan Kalijaga, diantara nya: 1. Dani Irawan, Mahasiswa Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan skrpsinya yang berjudul “Kawin Beda Agama (Analisis Konsep Sadd Azzari’ah Pada Pasal 40 C dan 44 KHI)”. Skripsi ini menjelaskan tentang munculnya pasal 40 huruf C dan 44 KHI tentang larangan kawin beda agama dan analisis konsep Sadd Azzari’ah terhadap itu, kemudian membahas pengaruhnya terhadap masalah perkawinan. 2. Jauli Muflih, Mahasiswa Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dengan skripsinya yang berjudul “Perkawinan Beda Agama dalam Perspektif Hukum Islam (Perbandingan Pendapat TM. Hasybi Ash Shiddiqi dan Yusuf Qaradawi)”. Skripsi ini menjelaskan tentang argumen keduanya dan menjabarkan antara persamaan dan perbedaan juga faktor yang melatarbelakanginya, dan melihat mana pendapat yang paling rajih. E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kasus yaitu penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam
8
terhadap organisasi, lembaga atau gejala tertentu.9 Dalam hal ini adalah mengenai pernikahan beda agama dan fenomen keluarga dengan pasangan beda agama. Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologis yuridis dengan mengambil lokasi penelitian di Kelurahan Kalipancur Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang dengan pertimbangan karena di daerah tersebut banyak penulis temukan pasangan keluarga beda agama dan karena penulis tinggal di daerah itu. 2. Sumber Data a. Penentuan Sumber Data Masalah sampel penelitian tidak didasarkan pada jumlah populasi, melainkan pada keterwakilan konsep dalam beragam bentuknya. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara penyampelan teoritik. Penyampelan teoritik adalah pengambilan sampel berdasarkan konsep-konsep yang terbukti berhubungan secara teoritik dengan teori yang sedang disusun. Tujuannya adalah mengambil sampel peristiwa/fenomena yang menunjukkan kategori, sifat, dan ukuran yang secara langsung menjawab masalah penelitian. Sumber data yang dimaksud dalam penelitian adalah subjek dari mana data diperoleh.10 Dilihat dari cara memperolehnya, informasi dalam penelitian sekurang-kurangnya berasal dari 2 sumber yaitu: 1) Sumber primer, yaitu data yang diperoleh dari keluarga-keluarga dengan pasangan beda agama di Kelurahan Kalipancur Kecamatan 9
Prof, Dr. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan, Jakarta: PT. Rieneka Cipta, 2002, hal: 120 10 Ibid, hlm: 152
9
Ngaliyan.
Karena sumber
ini merupakan
sumber
yang
representatif sehingga peneliti mendapatkan informasi yang memang di butuhkan secara langsung. 2) Sumber sekundernya yaitu berasal dari informasi-informasi yang terkait dengan hal yang diteliti.11 Sebagai sumber sekundernya diantaranya yaitu: a) Nasrul Umam dan Ufi Ulfiah dalam bukunya ”Ada Apa Dengan Nikah Beda Agama?”. b) Mohammad Munib dan Achmad Nur Cholish dalam bukunya yang berjudul Kado Cinta Bagi Pasangan Beda Agama. c) Dokumen-dokumen yang ada di Kelurahan Kalipancur Kecamatan Ngaliyan berkaitan dengan gambaran masyarakat dan daerah yang diteliti. 3. Teknik Pengumpulan Data Data yang di kumpulkan dalam penelitian ini adalah dari penggalian data melalui: Pertama, wawancara yaitu komunikasi langsung antara peneliti dengan responden.12 Dalam hal ini peneliti mewawancarai pasangan beda agama di Kelurahan Kalipancur Kecamatan Ngaliyan. Dari hasil observasi penulis menemukan 23 keluarga dengan pasangan beda agama. Dari 23 pasangan beda agama tersebut diambil sampel 11 keluarga, pengambilan sampel berdasarkan kebutuhan penelitian.
11 12
Riyanto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta: Gramedia, 2004, hlm: 57 Alimudin Tuwu, Pengantar Metodologi Penelitian, Jakarta: UI Press, 1995, hlm: 72
10
Kedua, dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, buku, surat kabar, majalah, prasasti atau notulen rapat.13 Di sini peneliti menggunakan bukti catatan yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti beberapa buku dan pengakuan dari beberapa narasumber yang dianggap mengerti tentang masalah ini. 4. Analisis Data Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif, yaitu suatu teknik
yang
menggambarkan
persoalan
yang
terjadi
dan
menginterpretasikannya. Metode analisis ini bercirikan14: a. Pemusatan
dari
pada
persoalan
yang
actual
dan
berusaha
memecahkannya. b. Data yang terkumpul mula-mula disusun dan dijelaskan kemudian serta di analisis. Dalam penelitian ini setelah data terkumpul selanjutnya dilakukan pengolahan data dan analisis data melalui langkah-langkah: a. Menelaah data yang diperoleh dari informan dan literatur terkait. b. Mengklasifikasi data dan menyusunnya. c. Setelah
data
menganalisis
tersusun
kemudian
menggunakan
langkah
selanjutnya
adalah
pendekatan
deskriptif
yaitu
menggambarkan hasil yang telah diperoleh. d. Selanjutnya menarik kesimpulan berdasarkan hasil analisis. 13 14
Ibid, hlm. 206. Winarno Surahmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, Bandung: Arsito, 1994, hlm: 140.
11
F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang masingmasing menunjukkan titik berat yang berbeda namun dalam satu kesatuan yang saling mendukung dan melengkapi. Diantaranya: Bab pertama berisi pendahuluan yaitu tentang gambaran umum yang memuat latarbelakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, telaah pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan Bab kedua berisi tinjauan umum tentang pernikahan dan pernikahan beda agama yang meliputi: pengertian pernikahan, dasar hukum pernikahan, syarat rukun dan hikmah pernikahan, penjelasan tentang pernikahan beda agama, pernikahan beda agama menurut para ulama, pernikahan beda agama menurut undang-undang no 1 tahun 1974, dan pernikahan beda agama menurut agama-agama di Indonesia. Bab ketiga berisi gambaran umum tentang masyarakat kelurahan Kalipancur kecamatan Ngaliyan yang meliputi gambaran umum masyarakat kelurahan Kalipancur kecamatan Ngaliyan dan gambaran keluarga beda agama yang ada di kelurahan Kalipancur kecamatan Ngaliyan. Bab keempat analisis fenomena keluarga beda agama di kelurahan Kalipancur kecamatan Ngaliyan, yang meliputi proses pernikahan, alasan mereka menikah, dan status hukum pernikahan keluarga beda agama yang harmonis di kelurahan Kalipancur kecamatan Ngaliyan. Bab kelima berisi penutup yang meliputi: kesimpulan, saran-saran, penutup.
12
BAB II TIJAUAN UMUM TENTANG PERNIKAHAN DAN PERNIKAHAN BEDA AGAMA
A. PERNIKAHAN 1) Pengertian Pernikahan Makna
nikah
secara
bahasa
adalah
penggabungan
atau
percampuran antara pria dan wanita. Sedangkan secara istilah syari’at, nikah adalah akad antara pihak pria dengan wali wanita, sehingga hubungan badan antara kedua pasangan pria dan wanita menjadi halal.15 Dalam kitab suci Al-Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang membicarakan tentang persoalan pernikahan. Ada sekitar 103 ayat, baik dengan kosa kata “nikah” yang berarti “berhimpun” maupun kata “zawj” yang berarti “berpasangan”. Kata nikah di dalam berbagai bentuknya disebut selama 23 kali, sementara zawj ditemukan sebanyak 81 kali. Nasrul Umam dan Ufi Ulfiyah mengambil pendapat Musdah Mulia yang mengatakan bahwa dari kajian semua ayat-ayat yang membahas pernikahan, dapat disinyalkan beberapa prinsip utama atau dasar semestinya menjadi landasan dalam pernikahan, yaitu prinsip monogamy, prinsip mawaddah wa rahmah (cinta dan kasih sayang) prinsip saling melengkapi, melindungi, prinsip mu’asyaroh bil ma’ruf (pergaulan yang
15
Hal:205
Dr. Hasbi Indra, MA, dkk, Potret Wanita Sholehah, Pena Madani, Jakarta, 2005.
13
sopan dan santun) juga prinsip kebebasan dalam memilih jodoh sepanjang tidak melanggar ketentuan syari’at.16 a. Nikah Menurut Hukum Islam Pernikahan atau perkawinan adalah akad yang sangat kuat (mitsaqan gholidzan) yang dilakukan secara sadar oleh seorang lakilaki dan seorang perempuan untuk membuat keluarga yang pelaksanaannya didasarkan pada kerelaan dan kesepakatan kedua belah pihak.17 Menurut syaikh Humaidi bin Abdul Aziz dalam bukunya menjelaskan definisi pernikahan secara terminology menurut Imam Abu Hanifah yaitu “akad yang dikukuhkan untuk memperoleh kenikmatan dari seorang wanita, yang dilakukan secara sengaja” sedang menurut madzhab maliki bahwa pernikahan adalah akad yang dilakukan untuk mendapatkan kenikmatan dari wanita tanpa ada kewajiban untuk menyebutkan nilainya sebelum diadakan pernikahan. Menurut madzhab Syafi’i pernikahan adalah akad yang menjamin diperbolehkannya persetubuhan atau percampuran atau perkawinan. Sedang menurut madzhab hambali pernikahan adalah akad yang harus diperhitungkan dan didalamnya terdapat lafal pernikahan atau perkawinan secara jelas.18
16
Nasrul Umam Syafi’I dan Ufi Ulfiah” Ada Apa Dengan Nikah Beda Agama”, Depok: Qoltum Media, , 2004. Hal: 23. 17 Moch Monib dan Ahmad Nur Kholis ”Kado Nikah Bagi Pasangan Nikah Beda Agama”, Jakarta: PT Gramedia, 2008, hlm: 37. 18 Syaikh Humaidi bin Abdul Aziz Al Humaidi “Kawin Campur Dalam Syari’at Islam” Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 1992, hal: 14-15.
14
Banyak sarjana Islam mencoba memberikan rumusan tentang arti perkawinan yang dikutip oleh Asmin dalam bukunya19 diantaranya: Prof. Dr. H. Mohammad yunus menyatakan perkawinan adalah akad calon isteri dan suami untuk memenuhi hajat jenisnya menurut yang diatur oleh syari’at. Sayuti Thalib, SH menyatakan bahwa pengertian pernikahan yaitu ikatan suci membentuk keluarga antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. M Idris Ramulyo, SH mengatakan perkawinan menurut hukum Islam adalah perjanjian suci yang kuat dan kokoh untuk hidup bersama secara sah antara laki-laki dengan perempuan membentuk keluarga yang kekal, santun menyantuni, kasih-mengasihi, aman, tenteram, bahagia dan kekal. Pernikahan merupakan fitrah suci manusia seperti ditegaskan dalam firman-Nya:
Artinya: Maha suci Allah yang telah menciptakan semua pasangan baik dari apa yang tumbuh di bumi, dan dari jenis mereka (manusia)maupun dari (mahluk-makhluk) yang tidak mereka ketahui. (QS. Yasin :36)20 19
Asmin SH “Status Perkawinan Antar Agama Ditinjau Dari Undang-Undang Perkawinan no1/1974”, Jakarta: PT Dian Rakyat, 1986, hal: 27 20 Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al Qur’an, Al Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama, 2009, hal: 442
15
Pernikahan juga merupakan ketetapan Ilahi atas segala makhluk. Seperti ditegaskan dalam firman Allah:
Artinya: Segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu menyadari (kebesaran) Allah. (QS. Adz Dzariyat: 49)21 b. Nikah menurut Undang-Undang Menurut pasal I UU No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, yang dimaksud perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
ketuhanan Yang Maha Esa.22 Perkawinan disyari’atkan supaya manusia mempunyai keturunan dan keluarga yang sah menuju kehidupan bahagia di dunia dan akhirat, di bawah naungan cinta, kasih dan ridlo Ilahi.23 Selanjutnya, dalam Pasal 2 Undang Undang-Undang tersebut disebutkan bahwa perkawinan dianggap sah, apabila dilakukan menurut hukum masing masing-masing agama dan kepercayaan para pihak. Setelah perkawinan dilakukan, perkawinan tersebut pun harus dicatatkan, dalam hal ini pencatatan di Kantor Urusan Agama (KUA) dan Catatan Sipil. 21
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al Qur’an, Al Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama, 2009, hal: 522 22 Bahan Penyuluhan Hukum Agama, Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, Jakarta: Proyek Penyuluhan Hukum Agama, 1991, hal: 96 23 Titik Tri Wulan Tutik dan Triyanto “Poligami Perspektif Perikatan Pernikahan”, Telaan Kontekstual Menurut Hukum Islam dan UU Perkawinan No 1 th 1974, hal: 40.
16
UU Perkawinan memandang perkawinan tidak hanya dilihat dari aspek formal semata-mata, melainkan juga dari aspek kaca mata agama.
Aspek
perkawinan,
agama
sedangkan
menetapkan aspek
tentang
formalnya
keabsahan
suatu
menyangkut
aspek
administratif, yaitu pencatatan perkawinan. Menurut UU Perkawinan, kedua aspek ini harus terpenuhi keduanya. Bila perkawinan hanya dilangsungkan menurut ketentuan Undang-undang negara, tanpa memperhatikan unsur agama, perkawinan dianggap tidak sah. Sebaliknya, apabila perkawinan dilakukan hanya memperhatikan unsur hukum agama saja, tanpa memperhatikan atau mengabaikan Undangundang (hukum negara), maka perkawinan dianggap tidak sah menurut undang-undang.24 2) Dasar Hukum Pernikahan Pernikahan merupakan sunnatullah dan ketentuan Allah terhadap segala mahluk. Dalam hukum Islam berulang-ulang hakikat pernikahan ini ditegaskan oleh Al-Qur’an antara lain dengan firman-Nya:
أَزْوَاﺟًﺎْوَﺧَﻠَﻘْﻨَﺎﻛُﻢ Artinya: “Segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan (supaya kalian mau menjadi kebebasan Allah SWT” (Q.S An Naba’:8)25
24
http://bh4kt1.multiply.com/journal/item/18bh4kt1multiply.com_journal_item_18_v3f13
v5b.pdf 25
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al Qur’an, Al Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama, 2009, hlm:582
17
Pernikahan merupakan suatu cara yang dipilih Allah sebagai jalan untuk beranak, berkembang biak dan melestarikan kehidupannya setelah masing-masing pasangan siap melakukan peranannya yang positif dalam mewujudkan tujuan pernikahan. Allah berfirman;
ﺭِﺟﺎﻤﻬﻣِﻨﺚﱠﺑﻭﺎﻬﺟﻭﺯﺎﻬﻣِﻨﻠﹶﻖﺧﻭٍﺓﺍﺣِﺪﻭٍﻔﹾﺲﻧﻣِﻦﻠﹶﻘﹶﻜﹸﻢﺧﺍﻟﱠﺬِﻱﻜﹸﻢﺑﺭﻘﹸﻮﺍﺍﺗﺎﺱﺍﻟﻨﺎﻬﺎﺃﹶﻳﻳ ًﺎﺀﻧِﺴﻭﺍﻛﹶﺜِﲑﺍﻟﹰﺎ Artinya: “wahai manusia! Bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam) dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)nya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak....” (An Nisa’:1)26 Al Qur’an tidak menentukan secara rinci tentang siapa yang dikawini, tapi hal tersebut diserahkan kepada selera masing-masing.
ِﺎﺀ ﺍﻟﻨِّﺴ ﻣِﻦ ﻟﹶﻜﹸﻢﺎ ﻃﹶﺎﺏﻮﺍ ﻣﻜِﺤﻓﹶﺎﻧ Artinya: Maka kawinilah siapa yang kamu senangi dari wanita – wanita (QS An nisa:3).27 Allah juga memberikan syarat siapa-siapa perempuan yang boleh dan yang tidak boleh dinikahi. Allah berfirman dalam Q.S Al Baqarah: 221
ﻜﹸﺘﺒﺠﺃﹶﻋﻟﹶﻮﻭٍﺮِﻛﹶﺔﺸﻣﻣِﻦﺮﻴﺧﺔﹲﻣِﻨﺆﻣﺔﹲﻟﹶﺄﹶﻣﻭﻣِﻦﺆﻳﻰﺘﺣِﺮِﻛﹶﺎﺕﺸﺍﻟﹾﻤﻮﺍﻜِﺤﻨﺗﻟﹶﺎﻭ ﺠﺃﹶﻋﻟﹶﻮﻭٍﺮِﻙﺸﻣﻣِﻦﺮﻴﺧﻣِﻦﺆﻣﺪﺒﻟﹶﻌﻭﻮﺍﻣِﻨﺆﻳﻰﺘﺣﺮِﻛِﲔﺸﺍﻟﹾﻤﻮﺍﻜِﺤﻨﺗﻟﹶﺎﻭﻡ 26
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al Qur’an, Al Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama, 2009, hlm: 151 27 Ibid.
18
ِﺎﺗِﻪﺁَﻳﻦﻴﺒﻳﻭِﺑِﺈِﺫﹾﻧِﻪِﺓﻔِﺮﻐﺍﻟﹾﻤﻭِﺔﻨﺍﻟﹾﺠﺇِﻟﹶﻰﻮﻋﺪﻳﺍﻟﻠﱠﻪﻭِﺎﺭﺍﻟﻨﺇِﻟﹶﻰﻮﻥﹶﻋﺪﻳﺃﹸﻭﻟﹶﺌِﻚﻜﹸﻢﺑ ﻭﻥﹶﺬﹶﻛﱠﺮﺘﻳﻢﻠﱠﻬﻟﹶﻌِﺎﺱﻟِﻠﻨ Artinya: “Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran” (Q.S Al Baqarah: 221)28 Juga tentang kebolehan menikahi ahlul kitab sebagaimana firman Allah Q.S Al Maidah : 5
ﺣِ ﱞﻞﻜﹸﻢﺎﻣﻃﹶﻌ ﻭ ﺣِﻞﱞ ﻟﹶﻜﹸﻢﺎﺏﻮﺍ ﺍﻟﹾﻜِﺘ ﺃﹸﻭﺗ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦﺎﻡﻃﹶﻌ ﻭﺎﺕﺒ ﺍﻟﻄﱠﻴ ﺃﹸﺣِﻞﱠ ﻟﹶﻜﹸﻢﻡﻮﺍﻟﹾﻴ ﻣِﻦﺎﺏﻮﺍ ﺍﻟﹾﻜِﺘ ﺃﹸﻭﺗ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻣِﻦﺎﺕﻨﺼﺤﺍﻟﹾﻤﺎﺕِ ﻭﻣِﻨﺆ ﺍﻟﹾﻤ ﻣِﻦﺎﺕﻨﺼﺤﺍﻟﹾﻤ ﻭﻢﻟﹶﻬ ﻦﻣﺍﻥٍ ﻭﺪﺨِﺬِﻱ ﺃﹶﺧﺘﻟﹶﺎ ﻣ ﻭﺎﻓِﺤِﲔﺴ ﻣﺮ ﻏﹶﻴﺼِﻨِﲔﺤ ﻣﻦﻫﻮﺭ ﺃﹸﺟﻦﻮﻫﻤﺘﻴ ﺇِﺫﹶﺍ ﺁَﺗﻠِﻜﹸﻢﻗﹶﺒ ﺎﺳِﺮِﻳﻦ ﺍﻟﹾﺨﺓِ ﻣِﻦ ﻓِﻲ ﺍﻟﹾﺂَﺧِﺮﻮﻫ ﻭﻠﹸﻪﻤﺒِﻂﹶ ﻋ ﺣﺎﻥِ ﻓﹶﻘﹶﺪ ﺑِﺎﻟﹾﺈِﳝﻜﹾﻔﹸﺮﻳ Artinya: Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar maskawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka
28
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Terjemahannya, Departemen Agama, 2009, hlm: 35
Al
Qur’an,
Al
Qur’an
dan
19
hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat termasuk orangorang merugi.(Q. S Al Maidah: 5)29 Islam juga melarang menikahi orang kafir dan larangan untuk tetap berpegang pada tali pernikahan dengan orang kafir, dasarnya adalah:
ﻠﹶﻢ ﺃﹶﻋ ﺍﻟﻠﱠﻪﻦﻮﻫﺤِﻨﺘﺍﺕٍ ﻓﹶﺎﻣﺎﺟِﺮﻬ ﻣﺎﺕﻣِﻨﺆ ﺍﻟﹾﻤﺎﺀَﻛﹸﻢﻮﺍ ﺇِﺫﹶﺍ ﺟﻨ ﺁَﻣﺎ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦﻳﻬﺎ ﺃﹶﻳ ﻟﹶﺎ ﻭﻢ ﺣِﻞﱞ ﻟﹶﻬﻦ ﺇِﻟﹶﻰ ﺍﻟﹾﻜﹸﻔﱠﺎﺭِ ﻟﹶﺎ ﻫﻦﻮﻫﺟِﻌﺮﺎﺕٍ ﻓﹶﻠﹶﺎ ﺗﻣِﻨﺆ ﻣﻦﻮﻫﻤﺘﻠِﻤ ﻓﹶﺈِﻥﹾ ﻋﺎﻧِﻬِﻦﺑِﺈِﳝ ﺇِﺫﹶﺍﻦﻮﻫﻜِﺤﻨ ﺃﹶﻥﹾ ﺗﻜﹸﻢﻠﹶﻴ ﻋﺎﺡﻨﻟﹶﺎ ﺟﻔﹶﻘﹸﻮﺍ ﻭﺎ ﺃﹶﻧ ﻣﻢﻮﻫﺁَﺗ ﻭﻦﺤِﻠﱡﻮﻥﹶ ﻟﹶﻬ ﻳﻢﻫ ﺎﺄﹶﻟﹸﻮﺍ ﻣﺴﻟﹾﻴ ﻭﻢﻔﹶﻘﹾﺘﺎ ﺃﹶﻧﺄﹶﻟﹸﻮﺍ ﻣﺍﺳﺍﻓِﺮِ ﻭﻢِ ﺍﻟﹾﻜﹶﻮﺴِﻜﹸﻮﺍ ﺑِﻌِﺼﻤﻟﹶﺎ ﺗ ﻭﻦﻫﻮﺭ ﺃﹸﺟﻦﻮﻫﻤﺘﻴﺁَﺗ ﻜِﻴﻢ ﺣﻠِﻴﻢ ﻋﺍﻟﻠﱠﻪ ﻭﻜﹸﻢﻨﻴ ﺑﻜﹸﻢﺤ ﺍﻟﻠﱠﻪِ ﻳﻜﹾﻢ ﺣﻔﹶﻘﹸﻮﺍ ﺫﹶﻟِﻜﹸﻢﺃﹶﻧ Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, Maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka;maka jika kamu Telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman Maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orangorang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. dan berikanlah kepada (suami suami) mereka, mahar yang Telah mereka bayar. dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang Telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang Telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkanNya di antara kamu. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.(QS. AlMumtahanah: 10).30 Diterangkan dalam hadits Jabir bahwa Nabi bersabda:
ﺎﺎﺋﹶﻨﻥﹶ ﻧِﺴﻮﺟﻭﺰﺘﻻﹶ ﻳﺎﺏِ ﻭﻞِ ﺍﻟﹾﻜِﺘﺎﺀَ ﺃﹶﻫ ﻧِﺴﺝﻭﺰﺘﻧ Artinya: “Kita boleh menikah dengan wanita ahli kitab, tetapi mereka tidak boleh nikah dengan wanita kita”.31 29
Ibid, hlm: 106 Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al Qur’an, Al Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama, 2009, hlm: 549 31 Hal ini pernah ditanyakan oleh seorang Nashroni kepada salah seorang ulama muslim: “Kenapa kalian membolehkan pria muslim menikah dengan wanita kami, tetapi melarang kami 30
20
Dalam ijma’, menurut Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi yang mengambil ijma’ para sahabat32 diantaranya: Ibnul Jazzi mengatakan: “Laki-laki non Muslim haram menikahi wanita muslimah secara mutlak. Ketentuan ini disepakati seluruh ahli hukum Islam”. Ibnul Mundzir berkata: “Seluruh ahli hukum Islam sepakat tentang haramnya pernikahan wanita muslimah dengan laki-laki beragama Yahudi atau Nasrani atau lainnya”. Ibnu Abdil Barr berkata: “Ulama telah ijma’ bahwa muslimah tidak halal menjadi istri orang kafir”. Menurut kaidah fiqh disebutkan:
ﻢﺮِﻳﺤﺎﻉِ ﺍﻟﺘﻀﻞﹸ ﻓِﻲ ﺍﻷَﺑﺍﻷَﺻ Artinya: Pada dasarnya hukumnya haram.
dalam
masalah
farji
(kemaluan)
itu
Apabila dalam masalah farji wanita terdapat dua hukum (perbedaan pendapat), antara halal dan haram, maka yang dimenangkan adalah hukum yang mengharamkan. 33 Karena kita hidup di negara Indonesia yang juga memiliki aturan bagi warga negaranya begitu pula dalam hal pernikahan yang diatur oleh negara diantaranya dalam undang undang no 1 tahun 1974 tentang pernikahan, undang-undang no. 7 tahun 1989 tentang peradilan agama, peraturan pemerintah no 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan UU no 1 tahun 1974, Buku I KUH Perdata, Instruksi Presiden Np. 1/1991 tentang Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. menikahi wanita kalian?!”. Alim tersebut menjawab: “Karena kami beriman dengan Nabi kalian, tetapi kalian tidak beriman dengan Nabi kami (Nabi Muhammad)!!”. (Lihat Syarh Ushul Min Ilmi Ushul, Ibnu Utsaimin hlm. 527-528) 32 http://abiubaidah.com/nikah-beda-agama.html/2009 33 Ibid
21
3) Syarat, Rukun dan Hikmah Pernikahan a. Syarat Pernikahan Syarat Pernikahan menurut Prof. Dr. Ainur Rofiq dalam bukunya hukum Islam di Indonesia adalah sebagai berikut34 1) Calon mempelai laki-laki syaratnya adalah beragama Islam, lakilaki, jelas orangnya, dapat memberikan persetujuan, tidak terdapat halangan perkawinan 2) Calon mempelai perempuan syarat-syaratnya adalah beragama, perempuan, jelas orangnya, dapat dimintai persetujuannya, tidak terdapat halangan pernikahan 3) Syarat wali nikah adalah laki-laki, dewasa, mempunyai hak perwalian dan tidak terdapat halangan perwaliannya. 4) Saksi nikah syaratnya adalah minimal dua orang laki-laki, hadir dalam ijab qabul, orang yang dapat mengerti maksud akad, beragama Islam, orang yang telah dewasa 5) Ijab Qobul syaratnya adalah adanya pernyataan mengawinkan dari wali, adanya pernyataan penerimaan dari calon mempelai pria, memakai kata-kata nikah atau tazwij atau terjemahan dari kata nikah atau tazwij, antara ijab dan qabul bersambungan, antara ijab dan qabul jelas maksudnya, orang yang berkait dengan ijab dan qabul tidak sedang dalam ihram haji atau umroh, majelis ijab dan qabul itu harus dihadiri minimal empat orang yaitu: calon 34
Rofiq, Ahmad, Drs, MA, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: 1998, PT. Raja Grafindo Persada. hal: 50
22
mempelai pria atau wakilnya, wali dari mempelai wanita atau wakilnya dan dua orang saksi. Sedangkan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia di sebutkan syarat-syarat pernikahan diantaranya: Menurut pasal 2 UU No. 1/1974 bahwa perkawinan adalah sah jika dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya. Setiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini sejalan dengan KHI, dalam pasal 4 KHI bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut Hukum Islam. Dan dalam pasal 5 KHI bahwa setiap perkawinan harus dicatat agar terjamin ketertiban perkawinan. Kemudian dalam pasal 6 KHI bahwa perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan pegawai pencatatan nikah tidak mempunyai kekuatan hukum. Pasal 6 UU Perkawinan menetapkan beberapa persyaratan untuk melakukan perkawinan, yaitu Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai. Bila calon mempelai belum mencapai umur 21 tahun, maka ia harus mendapat izin kedua orangtua atau salah satunya bila salah satu orangtua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya. Apabila keduanya telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas selama mereka masih hidup dan
23
dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya. Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut di atas atau salah seorang atau lebih diantara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka Pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal orang yang akan melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat memberikan izin melakukan perkawinan. Ketentuan di atas tidak bertentangan atau tidak diatur lain oleh hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya yang bersangkutan. Sedangkan syarat perkawinan menurut KUH Perdata adalah syarat material absolut yaitu asas monogami, persetujuan kedua calon mempelai, usia pria 18 tahun dan wanita 15 tahun, bagi wanita yang pernah kawin harus 300 hari setelah perkawinan yang terdahulu dibubarkan. Sedang syarat material relatif, yaitu larangan untuk kawin dengan orang yang sangat dekat di dalam kekeluargaan sedarah atau karena perkawinan, larangan untuk kawin dengan orang yang pernah melakukan zina, larangan memperbaharui perkawinan setelah adanya perceraian jika belum lewat waktu 1 tahun. Berdasarkan UU no. 1/1974 pasal 66, maka semua peraturan yang mengatur tentang perkawinan sejauh telah diatur dalam UU no. 1/1974, dinyatakan tidak berlaku lagi.
24
b. Rukun Pernikahan Disebutkan dalam bukunya Hasbi Indra yang mengambil dari matan Fathul Al Qorib bahwa rukun nikah ada tiga,35 yaitu: 1) Akad , Ijab Qobul adalah ikrar dari calon istri melalui walinya dan calon suami untuk hidup bersama seiya sekata, selangkah seirama, seiring sejalan, guna mewujudkan keluarga sakinah, dengan melaksanakan kewajiban masing-masing. 2) Wali adalah orang yang dianggap memenuhi syarat untuk menjadi wakil dari calon mempelai perempuan.36 Dalam hukum Islam, wali nikah harus memenuhi kriteria dasar dan memikat. Kriteria tersebut terdiri dari: baligh, berakal sehat, merdeka, laki-laki, Islam, dan tidak dalam ihrom/umroh. Wali nikah ada tiga jenis yaitu: wali mujbir, wali nasab dan wali hakim.37 3) Saksi adalah orang yang hadir dan menyaksikan akad nikah atau ijab qobul. Diperlukan kehadiran saksi untuk menghindari implikasi negatif dalam kehidupan bermasyarakat.38 Saksi dalam pernikahan harus terdiri dari dua orang, dua orang saksi tersebut tidak dapat ditunjuk begitu saja akan tetapi harus memenuhi syaratsyarat, yaitu: baligh, berakal, merdeka, laki-laki, adil, mendengar
35
Dr. Hasbi Indra, MA, dkk, op.cit, hlm. 89. Nasrul Umam Syafi’I, op.cit hlm. 32. 37 Sudarsono, Sepuluh Aspek Agama Islam, Jakarta: PT Rineka Cipta, cet 1, 1994, op-cit, hlm.235-236. 38 Moch Munib, op.cit hlm.163. 36
25
dan melihat, mengerti maksud ijab qobul, kuat ingatan, tidak sedang menjadi wali dan beragama Islam.39 c. Halangan pernikahan Dalam hukum Islam halangan pernikahan dibagi menjadi dua yaitu halangan yang bersifat sementara dan halangan yang bersifat abadi. Halangan yang bersifat selamanya diantaranya karena pertalian nasab, karena hubungan sepersusuan, dan karena hubungan musaharah atau pertalian kerabat semenda. Dasar hukumnya terdapat dalam firman Allah surat An Nisa ayat 23 yang berbunyi:
ﺎﺕﻨﺑ ﻭﻜﹸﻢﺎﻻﺗﺧ ﻭﻜﹸﻢّﺎﺗﻤﻋ ﻭﻜﹸﻢﺍﺗﻮﺃﹶﺧ ﻭﻜﹸﻢﺎﺗﻨﺑ ﻭﻜﹸﻢﺎﺗّﻬ ﺃﹸﻣﻜﹸﻢﻠﹶﻴ ﻋﺖﺮِّﻣﺣ ِﺔﺎﻋّﺿ ﺍﻟﺮ ﻣِﻦﻜﹸﻢﺍﺗﻮﺃﹶﺧ ﻭﻜﹸﻢﻨﻌﺿ ﺍﻟﻼﺗِﻲ ﺃﹶﺭﻜﹸﻢﺎﺗّﻬﺃﹸﻣﺖِ ﻭ ﺍﻷﺧﺎﺕﻨﺑﺍﻷﺥِ ﻭ ﺍﻟﻼﺗِﻲﺎﺋِﻜﹸﻢ ﻧِﺴ ﻣِﻦﻮﺭِﻛﹸﻢﺠ ﺍﻟﻼﺗِﻲ ﻓِﻲ ﺣﻜﹸﻢﺎﺋِﺒﺑﺭ ﻭﺎﺋِﻜﹸﻢ ﻧِﺴﺎﺕّﻬﺃﹸﻣﻭ ﺎﺋِﻜﹸﻢﻨﻼﺋِﻞﹸ ﺃﹶﺑﺣ ﻭﻜﹸﻢﻠﹶﻴ ﻋﺎﺡﻨّ ﻓﹶﻼ ﺟ ﺑِﻬِﻦﻢﻠﹾﺘﺧﻮﺍ ﺩﻜﹸﻮﻧ ﺗّ ﻓﹶﺈِﻥﹾ ﻟﹶﻢ ﺑِﻬِﻦﻢﻠﹾﺘﺧﺩ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﺇِﻥﹶّ ﺍﻟﻠﹶّﻪﻠﹶﻒ ﺳﺎ ﻗﹶﺪﻦِ ﺇِﻻ ﻣﻴﺘ ﺍﻷﺧﻦﻴﻮﺍ ﺑﻌﻤﺠﺃﹶﻥﹾ ﺗ ﻭﻼﺑِﻜﹸﻢ ﺃﹶﺻ ﻣِﻦﺍﻟﹶّﺬِﻳﻦ ﺎﺣِﻴﻤﺍ ﺭﻏﹶﻔﹸﻮﺭ Artinya : Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anakanakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anakanak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang 39
Sudarsono, op.cit. hlm.238-239.
26
telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, (Q.S. An-Nissa’ :23).40
Juga diatur dalam pasal 39 KHI bahwa larangan perkawinan yang bersifat selamanya adalah disebabkan oleh hubungan darah, hubungan semenda, dan hubungan susuan. Sedangkan wanita yang haram dikawini untuk sementara waktu (tahrim muwaqqat). Maksudnya adalah larangan untuk melangsungkan perkawinan dengan seorang wanita dalam suatu waktu tertentu karena adanya sebab yang mengharamkan. Apabila sebab tersebut kemudian hilang maka perkawinan boleh dilaksanakan. Wanita yang termasuk dalam golongan ini adalah Pasal 40 KHI , Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dan seorang wanita karena keadaan tertentu a) Karena wanita yang bersangkutan masih terikat satu perkawinan dengan pria lain. b) Seorang wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan pria lain. c) Seorang wanita yang tidak beragama Islam. Pasal 41 KHI (1) 1) Seorang pria dilarang memadu istrinya dengan seorang wanita yang mempunyai hubungan pertalian nasab atau sususan dengan istrinya: a) Saudara kandung, seayah seibu serta keturunannya. b) Wanita dengan bibinya atau kemenakannya.
40
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al Qur’an, Al Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama, 2009, hlm: 79
27
2) Larangan tersebut pada ayat (1) tetap berlaku meskipun istri-istnnya telah ditalak raj`i tetapi masih dalam masa iddah. Pasal 42 KHI Seorang pria dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang wanita apabila pria tersebut sedang mempunyai 4 (empat) istri yang keempat-empatnya masih terikat tali perkawinan atau masih dalam iddah talak raj`i ataupun salah seorang diantara mereka masih terikat tali perkawinan sedang yang lainnya dalam masa talak raj`i. Pasal 43 KHI a) Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria : 1) Dengan seorang istrinya yang ditalak tiga kali. 2) Dengan seorang wanita bekas istrinya yang dili`an. b) Larangan tersebut pada ayat (1) huruf a gugur, kalau bekas istrinya telah kawin dengan pria lain, kemudian perkawinan tersebut putus ba`da dukhul dan telah habis masa iddahnya : Selanjutnya Pasal 44 KHI di Indonesia menyatakan bahwa seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang lakilaki yang tidak beragama Islam. Sementara, untuk larangan kawin, diterangkan dalam UU Perkawinan no 1 tahun 1974 (Pasal 8) yang prinsipnya hanya melarang terjadinya perkawinan yang keduanya memiliki hubungan tertentu, baik hubungan sedarah, semenda, susuan atau hubungan-hubungan yang dilarang oleh agamanya atau peraturan lain.
28
d. Hikmah Pernikahan Menikah, selain ibadah dan sunnah yang utama, juga mendatangkan maslahat lain, dan hikmah tak terhingga. Pernikahan dapat memanjangkan usia dan menjadikan orang awet muda, serta membawa pada kehidupan yang teratur. Sungguh, seorang istri yang terbiasa dengan segala keletihan, baik karena persoalan anak-anak, perannya sebagai ibu ataupun beban hidup lain justru akan memanjangkan
usianya
daripada
mereka
yang
meninggalkan
pernikahan. Pernikahan mampu mengembalikan semangat muda, juga mendewasakan seseorang sehingga mampu berpikir panjang. Karena biasanya
pasangan
menikah
lebih
banyak
mengutamakan
pertimbangan akal dan etika dalam mengambil keputusan. Menikah mengangkat derajat tabiat (insting) biologis, sehingga insting tersebut tersalurkan dengan cara yang benar dan sehat. Hingga Allah memerintahkan bagi mereka yang belum menikah untuk berpuasa.
ِﻠِﻪ ﻓﹶﻀ ﻣِﻦ ﺍﻟﻠﱠﻪﻢﻬﻨِﻴﻐﻰ ﻳﺘﺎ ﺣﻭﻥﹶ ﻧِﻜﹶﺎﺣﺠِﺪ ﻟﹶﺎ ﻳﻔِﻒِ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦﻌﺘﺴﻟﹾﻴﻭ Artinya:
41
“Dan orang-orang yang belum mampu menikah, maka hendaklah mereka menjaga kesucian diri sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya.” (An-Nuur: 33)41
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al Qur’an, Al Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama, 2009, hlm: 352
29
ﻣﻦ, ﻗﺎﻝ ﻟﻨﺎ ﺭﺳﻮ ﻝ ﺍﷲ ﺹ ﻡ ﻳﺎ ﻣﻌﺸﺮ ﺍﻟﺸﺒﺎﺏ: ﻋﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﷲ ﺑﻦ ﻣﺴﻌﻮﺩ ﻗﺎﻝ ﻭﻣﻦ ﱂ ﻳﺴﺘﻄﻊ, ﻓﺎﻧﻪ ﺍﻏﺾ ﻟﻠﺒﺼﺮ ﻭ ﺍﺣﺼﻦ ﻟﻠﻔﺮﺝ.ﺍﺳﺘﻄﺎﻉ ﻣﻨﻜﻢ ﺍﻟﺒﺎ ﺀﺓ ﻓﻠﻴﺘﺰﻭﺝ (ﻓﻌﻠﻴﻪ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﻡ ﻓﺎ ﻧﻪ ﻟﻪ ﻭﺟﺎﺀ )ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﻴﻪ Artinya: “Wahai para pemuda, barangsiapa diantara kalian memiliki kemampuan untuk menikah, maka menikahlah. Karena sesungguhnya hal itu dapat mencegah pandangan mata kalian dan menjaga kehormatan kalian. Sedang bagi siapa yang belum mampu, maka hendaknya ia berpuasa, dan puasa itu perisai baginya” (Riwayat Bukhari Muslim).42 Menikah juga menghindarkan dari perbuatan menyimpang, seperti seks bebas. Sayangnya, masih saja ada yang beranggapan pernikahan hanya akan membatasi kesenangan dan menjadi beban. Hidup bebas, free seks malah menjadi pilihan. Dampak dari pola hidup ini sangat banyak, misalnya penyakit kelamin yang menular, AIDS, serta penyimpangan seks. Hikmah lain dari pernikahan adalah membuka pintu-pintu rezeki. Karena memiliki tanggung jawab, seorang suami akan selalu termotivasi untuk bekerja memenuhi kebutuhan dan berusaha optimal untuk memperbaiki taraf ekonomi keluarganya. Usaha dan keikhlasan ini, InsyaAllah tak akan pernah disia-siakan Allah sebagaimana janjiNya untuk memberi rezeki pada hamba-Nya. Yang tak kalah penting, tujuan dari pernikahan adalah untuk memperbanyak keturunan.43
42 43
Hasan, A, tarjamah bulughul maram, Bangil: CV Pustaka tamam, 1991, hal: 505 http://www.thibbun-nabawiyah.com/page_info.php?id_brt=112&id_ktgbr=36(2009)
30
B. PERNIKAHAN BEDA AGAMA 1. Pengertian Pernikahan Beda Agama Di Indonesia hidup bermacam-macam agama diantaranya Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha, Konghucu dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dalam kehidupan masyarakat yang heterogen pemeluk dari agama-agama tersebut hidup rukun dengan penuh toleransi antara pemeluk agama satu dengan agama yang lain. Kondisi ini tidak menutup kemungkinan terjadi perkawinan antara orang-orang yang agamanya berbeda. Mengingat agama sebagai wahyu Tuhan mengandung kebenaran mutlak, yang diyakini paling benar oleh pemeluknya. Agama menjadi landasan dan pedoman baik dalam hubungan dengan Tuhan maupun hubungan antar sesama manusia, termasuk di dalamnya masalah perkawinan. Perkawinan antar agama yaitu suatu ikatan perkawinan yang dilakukan oleh orang-orang yang memeluk agama dan kepercayaannya berbeda satu dengan yang lainnya. Maksudnya adalah perkawinan antara dua orang yang berbeda agama dan masing-masing tetap mempertahankan agama yang dianutnya. Pada umumnya setiap agama melarang umatnya melangsungkan pernikahan dengan umat dari agama lain, jika terjadi demikian si pelaku akan mendapat sanksi baik dari kalangan seagama, keluarga maupun masyarakat.
31
2. Pernikahan Beda Agama Menurut Undang-Undang No1 Tahun 1974. Berdasarkan UU no. 1/1974 pasal 66, maka semua peraturan yang mengatur tentang perkawinan sejauh telah diatur dalam UU no. 1/1974, dinyatakan tidak berlaku lagi.44 Mengenai perkawinan beda agama yang dilakukan oleh pasangan calon suami isteri dapat dilihat dalam UU no.1/1974 pada pasal 2 ayat 1 bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaanya. Pada pasal 10 PP no.9/1975 dinyatakan bahwa perkawinan baru sah jika dilakukan dihadapan pegawai pencatat dan dihadiri oleh dua orang saksi. Dan tata cara perkawinan dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaanya. Dalam memahami perkawinan beda agama menurut undangundang perkawinan M. Muhibbudin memiliki tiga penafsiran yang berbeda45, yaitu: a.
Penafsiran yang berpendapat bahwa perkawinan beda agama merupakan suatu pelanggaran terhadap UU no.1/1974 pasal 2 ayat 1 jo pasal 8f.46
44
Untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan berdasarkan atas Undang-undang ini, maka dengan berlakunya Undang-undang ini ketentuanketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen (Huwelijks Ordonantie Christen Indonesiers S.1933 No. 74), Peraturan Perkawinan Campuran (Regeling op de gemengde Huwelijken S. 1898 No. 158), dan peraturan-peraturan lain yang mengatur tentang perkawinan sejauh telah diatur dalam Undangundang ini, dinyatakan tidak berlaku. Pasal 66, UU no.1 Tahun 1974 45 Menurut M. Muhibuddin, Pegawai Pada Pengadilan Agama Wonosari. http://www.pawonosari.net/asset/nikah_beda_agama.pdf 46 Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin. Pasal 8f, UU no.1 Tahun 1974
32
b.
Bahwa
perkawinan
antar
agama
adalah
sah
dan
dapat
dilangsungkan, karena telah tercakup dalam perkawinan campuran, dengan argumentasi pada pasal 57 tentang perkawinan campuran yang menitikberatkan pada dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, yang berarti pasal ini mengatur perkawinan antara dua orang yang berbeda kewarganegaraan juga mengatur dua orang yang berbeda agama.47 c. Bahwa perkawinan antar agama sama sekali tidak diatur dalam UU No. 1/1974, oleh karena itu berdasarkan pasal 66 UU No. 1/197448 maka persoalan perkawinan beda agama dapat merujuk pada peraturan perkawinan campuran, karena belum diatur dalam undang-undang perkawinan. Tatacara pernikahan beda agama menurut Guru Besar Hukum Perdata Universitas Indonesia Prof. Wahyono Darmabrata, menjabarkan ada empat cara yang populer ditempuh pasangan beda agama agar pernikahannya dapat dilangsungkan.49 Empat cara tersebut adalah. a) Meminta penetapan pengadilan. b) Perkawinan dilakukan menurut masing-masing agama. Perkawinan menurut masing-masing agama merupakan interpretasi lain dari pasal
47
Yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam Undang-undang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. Pasal 57, uu no 1 tahun 1974 48 Op.cit , UU no.1 Tahun 1974 pasal 66 49 http://umum.kompasiana.com/2009/06/03/4-cara-penyelundupan-hukum-pasanganbeda-agama/,http://hukumonline.com/klinik/detail/cl290, Indonesia.faithfreedom.org/.../empatcara-penyelundupan-hukum-bagi-pasangan-beda-agama-t21490/ - Amerika Serikat
33
2 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pagi menikah sesuai agama laki-laki, siangnya menikah sesuai dengan agama perempuan. c) Penundukan sementara pada salah satu hukum agama, Penundukan diri terhadap salah satu hukum agama mempelai lebih sering digunakan. d) Menikah di luar negeri. Solusi terakhir adalah menikah di luar negeri. Banyak artis yang lari ke luar negeri seperti Singapura dan Australia untuk melakukan perkawinan beda agama. Jika melakukan perkawinan di luar negeri, berarti tunduk pada hukum di luar negeri. Pasangan tersebut mendapat akte dari negara itu, kemudian akte di bawa pulang untuk dicatatkan saja. Artinya tidak memperoleh akte lagi dari negara. 3. Pernikahan Beda Agama Menurut Ulama a. Pernikahan orang yang beragama Islam dengan orang musyrik Islam melarang terjadinya ikatan perkawinan yang berakibat hancurnya keyakinan agama. Allah melarang perkawinan orang Islam dengan orang musyrik karena orang musyrik telah melakukan dosa besar yang tidak diampuni yakni syirik. Sebagaimana diterangkan dalam QS. An-Nisa :48
ﺮِﻙﺸ ﻳﻦﻣﺎﺀُ ﻭﺸ ﻳﻦ ﻟِﻤﻭﻥﹶ ﺫﹶﻟِﻚﺎ ﺩ ﻣﻔِﺮﻐﻳ ﺑِﻪِ ﻭﻙﺮﺸ ﺃﹶﻥﹾ ﻳﻔِﺮﻐ ﻟﹶﺎ ﻳﺇِﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﺎﻈِﻴﻤﺎ ﻋﻯ ﺇِﺛﹾﻤﺮﺑِﺎﻟﻠﱠﻪِ ﻓﹶﻘﹶﺪِ ﺍﻓﹾﺘ Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. barangsiapa yang
34
mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia Telah berbuat dosa yang besar, (Q.S. An-Nisa’ : 48).50 Dan masih dalam surat yang sama ayat 116 yang berbunyi:
ﺮِﻙﺸ ﻳﻦﻣﺎﺀُ ﻭﺸ ﻳﻦ ﻟِﻤﻭﻥﹶ ﺫﹶﻟِﻚﺎ ﺩ ﻣﻔِﺮﻐﻳ ﺑِﻪِ ﻭﻙﺮﺸ ﺃﹶﻥﹾ ﻳﻔِﺮﻐ ﻟﹶﺎ ﻳﺇِﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﺍﻌِﻴﺪﻠﹶﺎﻟﹰﺎ ﺑﻞﱠ ﺿ ﺿﺑِﺎﻟﻠﱠﻪِ ﻓﹶﻘﹶﺪ Artinya: Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah tersesat sejauh-jauhnya, (Q.S. An-Nisa’ : 116).51 Syirik mengajak ke neraka sedangkan Allah dengan aturannya mengajak kepada kedamaian dan kebahagiaan dan mendapat ampunan Ilahi. Diterangkan dalam surat Al Baqarah ayat 221 yang berbunyi:
ِﺎﺗِﻪ ﺁَﻳﻦﻴﺒﻳﺓِ ﺑِﺈِﺫﹾﻧِﻪِ ﻭﻔِﺮﻐﺍﻟﹾﻤﺔِ ﻭﻨﻮ ﺇِﻟﹶﻰ ﺍﻟﹾﺠﻋﺪ ﻳﺍﻟﻠﱠﻪﺎﺭِ ﻭﻮﻥﹶ ﺇِﻟﹶﻰ ﺍﻟﻨﻋﺪ ﻳﺃﹸﻭﻟﹶﺌِﻚ ﻭﻥﹶﺬﹶﻛﱠﺮﺘ ﻳﻢﻠﱠﻬﺎﺱِ ﻟﹶﻌﻟِﻠﻨ Artinya: Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran, (Q.S. AlBaqarah: 221).52 Larangan ini berlaku untuk seluruh orang Islam baik laki-laki maupun perempuan. b. Pernikahan orang yang beragama Islam dengan ahli kitab Ada beberapa pendapat mengenai pernikahan orang yang beragama Islam dengan ahli kitab namun pernikahan seorang 50
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al Qur’an, Al Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama, 2009, hlm: 79 51 Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al Qur’an, Al Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama, 2009, hlm: 91 52 Ibid, hlm: 35
35
muslimah dengan ahli kitab dilarang. Karena untuk menciptakan keselarasan dalam kehidupan keluarga maka sang suami dituntut memiliki kedudukan lebih tinggi daripada isterinya hal ini dianggap penting untuk menjaga kelangsungan pernikahan karena Islam menyerahkan kepemimpinan istri kepada suaminya. Sebagaimana firman Allah:
ﺍﻟﺮﺟﺎﻝ ﻗﻮﺍﻣﻮﻥ ﻋﻠﻲ ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ Artinya: “kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita” Hukum Islam melarang perkawinan wanita muslimah dengan lelaki non muslim baik musyrik maupun ahli kitab, di beberapa Negara ditentukan bahwa perkawinan demikian dapat dibatalkan. Menurut hukum Islam perkawinan tersebut akan batal demi hukum karena melanggar larangan perkawinan dan harus dipisahkan. DR. H Ichtiyanto mengambil pendapat Hazairin bahwa orang Islam tidak ada kemungkinan untuk kawin melanggar hukum agamanya, demikian juga bagi orang Kristen, Katolik, Hindu dan Budha seperti yang dijumpai di Indonesia.53 Wanita Islam yang mengambil pemimpin rumah tangganya (suaminya) orang kafir, termasuk orang munafik, siasia amalannya dan mendapat azab yang sangat pedih. Sebagaimana diterangkan dalam QS. Al- Ma’idah: 5
53
Ichtijanto, DR.H, Perkawinan Campuran dalam Negara Republik Indonesia, (Badan Litbang Agama Dan Diklat Keagamaan Departemen Agama RI: 2003), hal. 126
36
Artinya: Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (Tidak menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi, (Q.S. Al- Maidah :5).54 Dan juga diterangkan dalam surat An Nisa ayat 139
ﺓﹶ ﻓﹶﺈِﻥﱠ ﺍﻟﹾﻌِﺰﻢﻫﺪﻮﻥﹶ ﻋِﻨﻐﺘﺒ ﺃﹶﻳﻣِﻨِﲔﺆﻭﻥِ ﺍﻟﹾﻤ ﺩﺎﺀَ ﻣِﻦﻟِﻴ ﺃﹶﻭﺨِﺬﹸﻭﻥﹶ ﺍﻟﹾﻜﹶﺎﻓِﺮِﻳﻦﺘ ﻳﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﺎﻤِﻴﻌﺓﹶ ﻟِﻠﱠﻪِ ﺟﺍﻟﹾﻌِﺰ Artinya: (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orangorang mukmin. apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka Sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah, (Q.S. An-Nisa’ : 139).55
Larangan mengawinkan perempuan muslimah dengan pria non muslim (termasuk pria ahli kitab) diisyaratkan oleh al Qur’an. Isyarat ini dipahami dari redaksi surat Al Maidah: 5, yang hanya berbicara tentang bolehnya perkawinan muslim dengan wanita ahlul kitab dan sedikitpun tidak menyinggung sebaliknya. Sehingga seandainya pernikahan semacam itu dibolehkan pasti ayat tersebut akan menegaskannya. Jumhur ulama yang telah sepakat tentang diperbolehkannya pernikahan dengan wanita ahl kitab, saling berbeda pendapat mengenai apakah diperbolehkan secara mutlak atau diperbolehkan dengan disertai makruh. Dalam hal ini ada tiga pendapat yang kuat dari para imam madzhab menurut Syaikh Humaidi Bin Abdul Aziz.56
54
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al Qur’an, Al Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama, 2009, hlm: 106 55 Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al Qur’an, Al Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama, 2009, hlm: 100 56 Syaikh Humaidi bin Abdul Aziz, op.cit, hal. 27
37
a. Pernikahan laki-laki muslim dengan wanita ahlul kitab diperbolehkan yang disertai makruh. Ini pendapat madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali. b. Pernikahan laki-laki muslim dengan wanita ahlul kitab diperbolehkan secara mutlak tanpa disertai kemakruhan. Ini pendapat sebagian madzhab Maliki, Ibnul Qasim, Khalil, dan sekaligus pendapat Malik. c. Az- Zarkasyi dari madzhab Syafi’i, berkata: pernikahan semacam ini disunnahkan apabila wanita ahlul kitab yang akan dinikahi dapat diharapkan keIslamannya. Pendapat ini juga datang dari sebagian madzhab Syafi’i. Larangan perkawinan antar pemeluk agama yang berbeda itu dilatarbelakangi oleh harapan akan lahirnya sakinah dalam keluarga. Perkawinan baru langgeng dan tenteram jika terdapat kesesuaian pandangan hidup antara suami dan istri, karena jangankan perbedaan agama, perbedaan budaya atau bahkan perbedaan tingkat pendidikan antara suami istri pun tidak jarang mengakibatkan kegagalan perkawinan. Para ulama yang memperbolehkan perkawinan pria muslim dengan wanita ahlul kitab, juga berbeda pendapat tentang makna ahlul kitab dalam surat Al Maidah ayat 5, serta keberlakuan hukum tersebut hingga kini. Para ulama sepakat menyatakan bahwa ahlul kitab adalah orang Yahudi dan Nasrani. Namun para ulama berbeda pendapat tentang rincian serta cakupan istilah tersebut. Quraisy Sihab dalam bukunya wawasan al-
38
qur’an memaparkan pendapat Al Maududi tentang istilah ahlul kitab menurut para ulama sebagai berikut: Imam Syafi’i memahami istilah ahlul kitab sebagai orang-orang Yahudi dan Nasrani keturunan orang-orang Israel, tidak termasuk bangsa lain yang menganut agama Yahudi dan Nasrani. Imam Abu Hanifah dan mayoritas pakar-pakar hukum yang menyatakan bahwa siapapun yang mempercayai salah seorang nabi atau kitab yang pernah diturunkan Allah, maka ia termasuk ahlul kitab. Menurut sebagian kecil ulama salaf yang menyatakan bahwa setiap umat yang memiliki kitab yang dapat diduga sebagai kitab suci (samawi) maka mereka termasuk ahlul kitab. Pendapat terakhir ini menurut maududi diperluas lagi oleh para mujtahid kontemporer, sehingga mencakup pula pengikut agama Budha dan Hindu, dan dengan demikian pula wanitawanita mereka pun boleh dinikahi.57 Quraisy Syihab memahami seseorang yang memfatwakan tidak sah perkawinan pria muslim dengan Ahl al-kitab, tetapi bukan dengan alasan yang dikemukakan ibnu umar, yang mengatakan “saya tidak mengetahui kemusyrikan yang lebih besar dari keyakinan seseorang yang berkata bahwa tuhannya adalah Isa atau salah seorang dari hamba-hamba Allah.” Pendapat ini tidak sejalan dengan pendapat sekaligus praktik sahabat Nabi lainnya seperti Khalifah Usman, Ibnu Abbas, Thalhah, Jabir dan Khuzaifah. Akan tetapi alasan yang dikemukakan Quraisy Syihab antara
57
Quraisy Syihab, Wawasan Al Qur’an, Bandung: Mizan, 1998, Hal: 366-367
39
lain kemaslahatan agama dan keharmonisan hubungan rumah tangga yang tidak mudah dapat terjalin apabila pasangan suami istri tidak sepaham dalam ide, pandangan hidup atau agamanya. Mahmud Syaltut menulis dalam kumpulan fatwanya bahwa tujuan utama dibolehkannya perkawinan seorang Muslim dengan wanita ahl al-kitab, adalah agar dengan perkawinan tersebut terjadi semacam penghubung cinta dan kasih sayang. Sehingga terkikis dari benak istrinya rasa tidak simpati terhadap Islam dengan sikap baik sang suami muslim yang berbeda agama itu sehingga tercermin amaliah keindahan dan keutamaan agama Islam.58 Adapun jika sang suami muslim terbawa oleh sang istri, atau anaknya terbawa kepadanya sehingga mengalihkan mereka dari akidah Islam, maka ini bertentangan dengan tujuan dibolehkannya perkawinan, dan ketika itu perkawinan tersebut-disepakati-untuk dibubarkan.59 4. Pernikahan Beda Agama Menurut Agama-agama Di Indonesia a. Pandangan Agama Kristen Protestan Dalam Al-Kitab di jelaskan bahwa pernikahan adalah suatu “peraturan Allah” yang bersifat sacramental (kudus), yakni ia diciptakan dalam rangka seluruh maksud karya penciptaannya atas alam semesta.60 Perkawinan adalah persekutuan hidup meliputi keseluruhan hidup, yang menghendaki laki-laki dan perempuan menjadi satu. Satu dalam kasih tuhan, satu dalam mengasihi, satu
58
Quraisy Syihab, Wawasan Al-Qur’an, Mizan, Bandung, 2007 Hal, 366-367 Ibid 60 Moch Monib, op. cit.hlm.110 59
40
dalam kepatuhan, satu dalam menghayati kemanusiaan, dan satu dalam memikul beban pernikahan.61 Demi
kesejahteraan
perkawinan,
gereja
Kristen
menganjurkan kepada ummatnya mencari pasangan hidup yang seagama dengan mereka. Tetapi karena menyadari bahwa ummatnya hidup bersama-bersama dengan pemeluk agama lain, gereja tidak melarang umatnya menikah dengan orang-orang yang bukan beragama Kristen. Perkawinan campuran antara pemeluk agama yang berbeda dapat dilangsungkan di gereja menurut hukum gereja Kristen apabila yang bukan Kristen bersedia membuat pernyataan bahwa ia tidak berkeberatan perkawinannya di laksanakan di gereja.62 Akibat skisma diantara Negara, dalam gereja Kristen ada 3 macam perkawinan campuran yaitu: perkawinan campuran antar sesame agama Kristen yang lain gereja, perkawinan campuran antara orang Kristen dengan orang Katolik, perkawinan campuran antara orang Kristen dengan penganut agama lain. b. Pandangan Agama Kristen Katolik Secara umum Gereja Katolik memandang bahwa pernikahan antara seorang penganut Katolik dengan seorang non Katolik bukanlah bentuk per nikahan yang ideal, sebab pernikahan dianggap sebuah sakraman (sesuatu yang kudus/suci). Menurut hukum kanon gereja Katolik ada sejumlah halangan yang membuat tujuan pernikahan tidak 61 62
Ichtiyanto, op.cit. hlm.132 Ibid, hlm. 133
41
dapat diwujudkan seperti, adanya ikatan nikah (kanon 1085) adanya tekanan/paksaan baik secara fisik, psikis maupun sosial/komunal (kanon 1089 dan 1103), juga karena perbedaan gereja (kanon 1124) maupun agama (kanon 1086).63 Menurut Koningmann ada 12 larangan dan halangan untuk perkawinan yang dikelompokkan dalam empat kelompok yaitu: (1)tiga rintangan yang berasal dari perjanjian perkawinan,64 (2) tiga rintangan karena agama,65 (3) tiga halangan karena dosa berat,66 (4) tiga halangan karena hubungan persaudaraan.67 Untuk menyelamatkan iman kristiani & perkawinan, agama Katolik menempuh sikap sebagai berikut: (1) pada dasarnya perkawinan campuran antar agama adalah tidak menurut hokum dan tidak sah. (2) perkawinan campuran antar orang Katolik dan penganut agama lain adalah sah kalau mendapat dispensasi dari gereja.68 Dispensasi atau pengecualian dari uskup ini menurut Johanes Hariyanto, baru diberikan apabila ada harapan dapat terbinanya suatu keluarga yang baik dan utuh
setelah pernikahan. Juga untuk
kepentingan pemeriksaan guna memastikan tidak adanya halangan untuk menikah. 63
Moch Monib, Op.cit. hlm. 111 Yaitu Usia Belum Cukup (K.1083), Impotensi (K.1084), dan Telah Adanya Ikatan Perkawinan (K.1085) 65 Yaitu Agama yang Berbeda (K.108&1124), TahbIsan Suci (K.1078) Kaul Keperawanan (K.1088) 66 Yaitu Raptus (Penculikan Wanita. 1098) Crimen (Bermotif Pembunuhan 1090) & Publica Honostes (Hidup Bersama Atau Pengundikan yang Diketahui Umum, K.1093) 67 Yaitu Persaudaran Darah (K.1091), Ipar (K.1092) & Adopsi (K.1094) 68 Moch Monib, Op. cit 64
42
Menurut Kanon 1125 menetapkan bahwa dispensasi atau izin semacam ini dapat diberikan oleh ordinaries wilayah, jika terdapat alas an yang wajar dan masuk akal. Izin itu tidak akan diberikan manakala belum terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut: Pihak Katolik menyatakan bersedia menjauhkan bahaya meninggalkan iman serta memberikan janji dengan jujur bahwa ia akan berbuat segala sesuatu dengan sekuat tenaga agar semua anaknya di babtis dan di didik dalam gereja Katolik. 1) Mengenai janji-janji yang dibuat oleh pihak Katolik itu, pihak yang lain (non Katolik hendaknya diberitahu pada waktunya sedemikian rupa hingga) dari tahun ia sungguh sadar akan janji dan kewajiban Katolik. 2) Kedua pihak diberi penjelasan mengenai tujuan-tujuan serta sifatsifat hakiki pernikahan, yang tidak boleh dikecualikan oleh seorangpun dari keduanya. Yang paling penting soal pernikahan dalam Katolik adalah bahwa setiap pernikahan, baik sesama Katolik ataupun dengan non Katolik, hanya dianggap sah apabila dilakukan dihadapan uskup, pastor paroki atau imam. Jadi jika ada pernikahan antara penganut agama lain dan penganut Katolik dan tidak dilakukan menurut agama Katolik, maka pernikahan tersebut dianggap belum sah. 69
69
Moch Monib, op.cit . hal: 115-116
43
c. Pandangan Agama Hindu Dalam pandangan Hindu sebagaimana tercantum dalam kitab Manusmriti pernikahan bersifat religius karena ia adalah ibadah dan sebuah kewajiban. Pernikahan dikaitkan dengan kewajiban seseorang untuk mempunyai keturunan maupun untuk menebus dosa-dosa orang tua dengan menurunkan seseorang putra. Agama Hindu secara tegar memberikan ketentuan syarat-syarat perkawinan dan menentukan larangan perkawinan orang Hindu dengan pemeluk agama lain. Menurut agama Hindu, perkawinan hanya sah jika dilaksanakan upacara suci pernikahan oleh pedande, dan pedande hanya mau melaksanakan upacara pernikahan kalau kedua calon pengantin beragama Hindu. Perkawinan orang Hindu yang tidak memenuhi
syarat
dapat
dibatalkan.
Pedande
tidak
mungkin
memberkati atau menyelenggarakan upacara perkawinan antara mereka yang berbeda agama. Azaz perkawinan harus disahkan menurut agama, yaitu dengan cara melakukan wiwahasan skara atau wiwahahoma, dikedepankan di dalam sistem perkawinan Hindu yang menyatakan bahwa suatu perkawinan yang tidak disahkan menurut agama dengan melakukan upacara suci, menyebabkan ia jatuh hina. Yaitu harus anaknya tidak diakui sah sebagai pewaris yang sederajat dengan orang tua. Atau dengan kata lain akibat dari perkawinan itu tidak diakui sah menurut hukum agama.
44
Apabila di antara calon pengantin dan dapat perbedaan agama, pendade tidak dapat memberkati kecuali pihak yang bukan Hindu tersebut telah disudhikan sebagai pemeluk agama Hindu dan menandatangani sudi vadani (surat pernyataan masuk agama Hindu).70 d. Pandangan Agama Budha Menurut Sanga Agung Indonesia, perkawinan beda agama yang melibatkan penganut agama Budha dan penganut non Budha diperbolehkan, asalkan pengesahannya dilakukan menurut tata cara agama Budha meski calon mempelai yang bukan Budha tidak diharuskan untuk masuk agama Budha dulu tapi dalam ritualnya kedua mempelai wajib mengucapkan “atas nama Sang Budha, Dharma, dan Sangka”.71
70 71
Ichtiyanto, Dr.H. Op.cit. hlm:135 Moch Monib, Op.cit . hlm: 117
45
BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG KELUARGA BEDA AGAMA DI KELURAHAN KALIPANCUR KECAMATAN NGALIYAN
A. Gambaran Umum Kehidupan Sosial Masyarakat Kelurahan Kalipancur Kecamatan Ngaliyan 1. Letak Dan Luas Wilayah Kelurahan Kalipancur kecamatan Ngaliyan terletak di kota Semarang propinsi jawa tengah. Dengan luas wilayah ± 125,67 Ha. batasbatas wilayah kelurahan Kalipancur kecamatan Ngaliyan adalah: Sebelah Utara
: Kelurahan Kembang Arum Kecamatan Semarang Barat
Sebelah Timur : Kelurahan Manyaran Kecamatan Semarang Barat Sebelah Selatan : Kelurahan Sukorejo Kecamatan Gunungpati Sebelah Selatan : Kelurahan Bambankerep Kecamatan Semarang Barat Letak geografis kelurahan Kalipancur kecamatan Ngaliyan adalah di ketinggian tanah ± 57 m dari permukaan laut dengan banyaknya curah hujan ± 2,413 mm/h dan suhu udara rata-rata ± 35 °C. Jarak dari pusat kota pemerintah kecamatan 4km dan jarak dari Ibu Kota Propinsi Dati I ± 125 km, sedangkan jarak dari Ibu Kota Negara adalah ± 425 km dari data topografi Kelurahan Kalipancur kecamatan Ngaliyan merupakan dataran tinggi.
46
2. Data Tempat Ibadah Masyarakat Kelurahan Kalipancur kecamatan Ngaliyan adalah masyarakat yang heterogen dengan penduduk yang memiliki agama yang berbeda beda. Masyarakat yang masih cukup taat dengan agama masingmasing
dengan
kepedulian
mereka
membangun
tempat
ibadah.
Masyarakat kelurahan Kalipancur kecamatan Ngaliyan memiliki majlis ta’lim 11kelompok dengan masing-masing memiliki 32 anggota dan majelis gereja 4 kelompok dengan jumlah anggota sebanyak 176 orang. Remaja setempat juga sangat aktif dengan adanya remaja gereja sebanyak 4 kelompok dan remaja masjid sebanyak 12 kelompok juga ada remaja hindu sebanyak 2 kelompok. Untuk mengetahui banyaknya tempat ibadah di kelurahan Kalipancur kecamatan Ngaliyan dapat dilihat pada table.1 dan table.2 Table. 1 Data Tempat Ibadah “MASJID” Kelurahan Kalipancur Kecamatan Ngaliyan No
1
Nama Masjid
Alamat Sekretariat
Nama Takmir Masjid
BAITUL
C. Pawon Slt V
C. Pawon Slt V
MUSTAQIM
RT 03 RW I
RT 03 RW I
Mayangsari
Mayangsari
RT 01 RW II
RT 01 RW II
Candi Penataran I
Candi Penataran I
Ir. H. Yidman
RW III
RW III
Sugianto
JAMI’
Candi Penataran XI
Candi Penataran XI
AL IKHLAS
RW IV
RW IV
2
AT TAQWA
3
AL HIDAYAH
4
Alamat Lengkap
Ir. H. Basir
Subur
H. Wagino
47
C. Tembaga Tgh
C. Tembaga Tgh RT
Drs.
RT 08 RW V
08 RW V
Sujarwanto, MT
Candi Mutiara
Candi Mutiara
Drs. HM.
Selatan IV RW VI
Selatan IV RW VI
Tauhid, M.Si
Taman Candi Mas
Taman Candi Mas
RW VII
RW VII
Candi Kencana Slt
Candi Kencana Slt
H. Edy Nur
RE VIII
RE VIII
Ismianto, SE
C. Permata Ry RT
C. Permata Ry RT 03
03 RW IX
RW IX
Candi Prambanan
Candi Prambanan IV
IV RW XI
RW XI
ISLAMIC
Abdulrahman Saleh
Abdulrahman Saleh
Drs. M. Tauhid,
CENTER
185 RW XI
185 RW XI
M.Si
AL FALAH
Mendut X / RW XI
Mendut X / RW XI
Munjami, S.Pd
5
ASH SIDIQ
6
AL MUHAJIRIN
7
AL FALAH
8
AL ITTIHAD
9
AL HIKMAH
10
AN NAHL
11 12
Drs. Sutamto
Jumari
Sutrisno
Sumber: Data Masjid Kel. Kalipancur Kec. Ngaliyan Table.2 Data tempat Ibadah “GEREJA” Kelurahan Kalipancur kecamatan Ngaliyan ALAMAT NAMA GEREJA NAMA MAJELIS SEKRETARIAT GKJ KARANGAYU PEPANTHAN Dra. Siswanti Ringintelu RT 09 RW I RINGINTELU Retnaningtyas Untung Suropati 19 GEREJA ISA ALMASIH Daniel Hartono RT 09 RW IV
Sumber: Data Gereja Kel. Kalipancur Kec. Ngalian Ada dua gereja yang letaknya dekat dengan kelurahan Kalipancur kecamatan Ngaliyan dan sering juga didatangi oleh warga kelurahan Kalipancur kecamatan Ngaliyan karena letaknya yang dekat tapi tidak masuk dalam wilayah kelurahan Kalipancur melainkan masuk kedalam kelurahan Bambangkerep kecamatan Ngaliyan yaitu Gereja Isa Almasih
48
Pasadena di Jl Gatot Subroto dan GKI Rumah Roti Hidup yang juga di Jl. Gatot Subroto. 3. Jumlah Penduduk Jumlah penduduk kelurahan Kalipancur kecamatan Ngaliyan sebanyak 16.960 jiwa, yang menyebar dalam 11 RW dan 105 RT. Untuk mengetahui banyaknya penduduk dirinci menurut jenis kelamin, mata pencaharian, pendidikan mutasi penduduk dan banyaknya pemeluk agama di kelurahan Kalipancur kecamatan Ngaliyan dapat dilihat pada data monografi berikut ini: Laporan Monografi Kelurahan Kalipancur kecamatan Ngaliyan Kota Semarang Propinsi Jawa Tengah Keadaan Bulan Desember Tahun 2010 Banyaknya Penduduk Dirinci Menurut Jenis Kelamin dan Umur Kelurahan Kalipancur kecamatan Ngaliyan72
72
Kel. Umur
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
1
2
3
4
0-4
988
823
1811
5-9
789
779
1568
10-14
789
751
1540
15-19
775
856
1631
20-24
775
831
1606
25-29
825
896
1721
30-34
835
908
1743
35-39
643
743
1386
40-44
574
493
1067
45-49
589
444
1033
50-54
412
332
744
55-59
198
267
465
Laporan Monografi Kelurahan Kalipancur Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang Propinsi Jawa Tengah Keadaan Bulan Desember Tahun 2010
49
60-64
150
198
348
65+
112
185
297
Jumlah
8454
8506
16960
Sumber:Data banyaknya penduduk menurut jenis kelamin dan umur Kel. Kalipancur Kec. Ngalian Mata Pencaharian Masyarakat (dari umur 10 tahun ke atas)73 Jenis Pekerjaan Petani sendiri Buruh tani
Jumlah Orang 762 712
Nelayan
-
Pengusaha
2718
Buruh industri
2079
Buruh bangunan
161
Pedagang
1018
Pengangkutan
1743
Pegawai negri (sipil + ABRI)
923
Pensiunan
2017
Lain-lain
Jumlah
13582
Sumber: Data Pencaharian Masyarakat (dari umur 10 Tahun keatas)
Penduduk Menurut Pendidikan (dari umur 5 tahun ke atas)74 Jenis Pekerjaan
Jumlah Orang
Perguruan Tinggi
2285
Tamat Akademi Tamat SLTA Tamat SLTP Tamat SD
2276 3279 2534 1173
Tidak Tamat SD Belum Tamat SD Tidak sekolah
2220 1403 -
Jumlah
15.167
Sumber : Data penduduk menurut pendidikan (dari umur 5 tahun ke atas) Kel. Kalipancur Kec. Ngaliyan
73 74
Ibid Ibid
50
Mutasi Pindah Datang Lahir
Mutasi Penduduk75 Laki-Laki Perempuan 14 22 16 11 11 13
Jumlah 36 27 24
Mati 2 2 Mati – 5 tahun Mati + 5 tahun 2 2 Sumber : Data mutasi penduduk Kel. Kalipancur Kec. Ngaliyan Banyaknya Pemeluk Agama76 Mutasi Islam
Banyaknya Pemeluk Agama 12.205
Kristen Katolik Kristen Protestan Budha
1.869 1.823 552
Hindu Lain-lain
529 -
Jumlah 16.978 Sumber: Data Banyaknya pemeluk agama Kel. Kalipancur Kec. Ngaliyan Banyaknya Kejadian Nikah
: 6 Orang
Talak/Cerai
: - Orang
Rujuk
: - Orang
Jumlah Akseptor KB
75 76
a. Pil
: 351 Orang
c. Kondom
: 291 Orang
b. Suntik
: 350 Orang
d. Lainnya
: 1005 Orang
Ibid Ibid
51
4. Kondisi Sosial Budaya dan Agama Kelurahan Kalipancur kecamatan Ngaliyan termasuk kelurahan yang terletak di sebelah barat kota Semarang, memiliki jarak tempuh yang relatif dekat dengan pusat pemerintahan. Pesatnya kemajuan teknologi yang ada pada saat ini memudahkan penyerapan informasi masuk kepada masyarakat kelurahan Kalipancur kecamatan Ngaliyan. Masyarakat kelurahan Kalipancur kecamatan Ngaliyan merupakan masyarakat yang terbentuk dari keluarga – keluarga pendatang, hanya sebagian kecil yang merupakan penduduk asli. Nilai budaya yang dipegang juga merupakan budaya yang mereka bawa dari daerah masing-masing, namun tata cara dan pola hubungan antar masyarakat tetap terjalin dengan baik. Keberhasilan dalam melestarikan nilai sosial budaya dikarenakan adanya usaha masyarakat setempat untuk tetap menjaga persatuan dan rasa persaudaraan melalui kegiatan-kegiatan yang ada dalam masyarakat yang dibedakan menurut kelompok umur dan tujuannya misalnya: a. Perkumpulan bapak-bapak tingkat RT yang membahas segala sesuatu yang berkaitan dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan dan kebutuhan masyarakat di tingkat RT, juga ada perkumpulan tingkat RW yang membahas masalah-masalah yang lebih menyeluruh yang membutuhkan gotong royong semua RT. b. Perkumpulan rutin ibu-ibu PKK baik arisan di tingkat RW maupun RT yang tujuannya tidak jauh beda dengan perkumpulan yang diadakan
52
oleh bapak-bapak, ada juga dasawisma merupakan arisan kelompok yang cenderung berorientasi pada factor ekonomi karena didalamnya ada tabungan simpan pinjam. Tujuan adanya perkumpulan seperti ini adalah selain untuk mempererat hubungan social antar masyarakat juga agar dapat membangun masyarakat dalam kondisi yang sebaik-baiknya sehingga tercipta masyarakat yang rukun, aman, tenteram dan damai. c. Selain perkumpulan bapak-bapak dan ibu-ibu, ada juga perkumpulan remaja baik karang taruna yang bersifat umum maupun remaja masjid dan remaja gereja yang bersifat khusus di bidang keagamaan. Tujuannya adalah melatih para generasi muda untuk bersosialisasi dan mengembangkan kreatifitas melalui kegiatan-kegiatan yang ada di perkumpulan tersebut, dalam bidang keagamaan dapat menambah pengetahuan dan keimanan. Kegiatan yang diadakan bermacammacam diantaranya: perayaan HUT RI, perayaan tahun baru dan kumpulan rutin. Sedangkan dalam bidang keagamaan mereka mengadakan acara-acara yang bertepatan dengan perayaan hari besar keagamaan, seperti Isro’ Mi’roj, Maulud Nabi, tahun baru Hijriyah, Nuzulul Qur’an bagi remaja masjid, sedang bagi remaja gereja mereka mengadakan do’a bersama, perayaan natal dan hari-hari besar agama mereka. Masyarakat kelurahan Kalipancur kecamatan Ngaliyan merupakan masyarakat
yang heterogen, meskipun demikian tidak kemudian
menjadikan masyarakat ini terpecah belah karena masyarakat jauh lebih
53
bisa menghormati satu sama lain,. Menjalani ritual agama masing-masing tanpa
mengganggu
agama
lain
dan
tetap
rukun
dalam
hidup
bermasyarakat. Dalam masyarakat ada juga kegiatan keagamaan yang dilakukan secara berkelompok antara lain: 1) Pengajian rutin yasin dan tahlil bapak-bapak baik di tingkat RT maupun RW 2) Pengajian rutin yasin tahlil ibu-ibu yang juga diadakan di tingkat RT dan RW, ada juga pembacaan manakib dan al barjanji 3) Berdo’a bersama bagi kaum Nasrani yang di adakan baik bagi bapakbapak maupun ibu-ibu 4) Pengajian rutin yang diadakan oleh remaja masjid, dan pengajian pada hari-hari besar Islam.
B. Fenomena Keluarga Beda Agama di Kelurahan Kalipancur kecamatan Ngaliyan Masyarakat
di
kelurahan
Kalipancur
kecamatan
Ngaliyan
mayoritas beragama Islam akan tetapi tetap hidup rukun saling tenggang rasa dan menghormati dengan masyarakat yang non muslim. Menurut data dari kelurahan yang telah dijelaskan pada data monografi di depan bahwa penduduk yang beragama Islam ada 12.205 dari 16.978 penduduk yang ada. Setelah penulis meneliti dari 4436 keluarga terdapat 23 keluarga dengan pasangan yang berbeda agama. Meski demikian dalam kehidupan bermasyarakat mereka tetap berhubungan baik dengan warga sekitar,
54
begitu juga masyarakat sekitar yang tidak membedakan perlakuan dengan keluarga-keluarga lainnya. Setelah penulis meneliti lebih lanjut dapat diketahui bahwa salah satu pasangan dari pernikahan beda agama adalah seorang muslim, baik suaminya ataupun istrinya. Untuk mengetahui fenomena apa saja yang ada dalam keluarga beda agama, faktor apa yang menjadikan mereka berada dalam keluarga beda agama, dan juga faktor apa yang menumbuhkan keharmonisan pada keluarga mereka, di sini penulis hanya mewawancarai sebelas keluarga dari keseluruhan keluarga beda agama yang ada karena penulis mengambil sampel berdasarkan kebutuhan informasi yang akan diteliti. Berikut hasil dari wawancaranya: a. Keluarga Purwantoro Suami Katolik istri Islam memiliki tiga orang anak, mereka menikah pada tahun 1979 dan melangsungkan pernikahannya di gereja. Istri mengaku tetap beragama Islam pada saat menikah di gereja. Proses pernikahan menggunakan proses gereja namun tidak ada pembaptisan, jadi istri tetap beragama Islam saat menikah. Anaknya semula mengikuti agama ayahnya, tapi setelah anak pertama menikah dengan seorang muslim maka anak pertama ikut agama suaminya yaitu Islam. Penulis hanya mewawancarai istrinya karena suami terlalu sensitive dengan masalah seperti ini. Saat ditanya motifasi keluarga ini tetap langgeng ia menjawab bahwa saat awal menikah ia telah dibutakan oleh cinta, yang terpikir saat itu adalah bagaimana bisa
55
bersatu dan hidup berkeluarga dengan laki-laki yang saat ini menjadi suaminya. Meski hidup dalam keluarga yang berbeda ia tetap bertahan karena masih ada sisa-sisa cinta dan sayang untuk suaminya, meski kadang ada tekanan dari suaminya. Saat awal pernikahan istri tidak paham tentang bagaimana hukum pernikahan mereka menurut Islam, yang ia tahu bahwa pernikahannya sah katera telah dicatatkan. Saat ini sedikit banyak ia tahu bahwa ternyata agama melarang pernikahan beda agama, namun ia tetap bertahan karena kasihan dengan anakanaknya, ia bersyukur karena anak pertama telah masuk Islam karena mengikuti agama suaminya. sekarang ia masih harus memikirkan dua anaknya yang lain, ia tidak tega melepas anak-anaknya untuk ikut suaminya karena jika ia minta untuk berpisah maka anak-anak harus ikut dengan ayahnya. Ia berharap semoga semua anaknya mendapatkan suami yang muslim jadi bisa ikut agama suami masing-masing hingga anak-anaknya dapat terselamatkan, karena ia tak punya kewenangan mengajak anak-anaknya untuk mengikuti agamanya.77 b. Keluarga Roni Siregar Keluarga dengan suami Kristen dan istri muslim, mereka melangsungkan pernikahannya pada tahun 1972 di kantor catatan sipil. Pada saat menikah mereka mengaku tetap pada keyakinan masingmasing, namun mereka tidak memberitahukan proses apa yang mereka jalani saat pernikahan. Mereka memiliki empat orang anak yang sudah
77
Hasil Wawancara Dengan Keluarga Purwantoro Pada Tanggal 10 November 2009
56
tumbuh dewasa, semua anaknya mengikuti agama ayahnya. Pada saat menikah mereka menganut agama masing-masing, mereka mengaku meminta dispensasi pada KCS agar pernikahan mereka dapat dilangsungkan dan dicatat sebagai pernikahan yang sah menurut hukum negara. Mereka mengaku tidak begitu paham mengenai hukum pernikahan yang diatur dalam undang-undang, dan hanya sekedar tahu bahwa menikah beda agama menurut agama mereka masing-masing tidak diperbolehkan. Tapi sudah terlanjur tresno, kata mereka. Saat penulis menanyakan tentang sejauh mana mereka nyaman dengan keberagamaan dalam keluarga mereka menjawab bahwa mereka nyaman dan tidak terganggu dengan perbedaan diantara mereka. Istri mengatakan bahwa terkadang memang ada rasa kurang nyaman saat akan melakukan ibadah seperti sholat atau puasa yang jadi semakin berat dilakukan karena semua anggota keluarganya melakukan ibadah yang berbeda dengan dirinya. Akan tetapi yang penting suami memenuhi kebutuhan ekonominya dan tidak memaksanya mengikuti agama suami. Dulu ada juga rasa malu terhadap tetangga karena kondisi keluarganya itu, tapi karena tetangga memberi respon positif dan tidak membedakan perlakuan mereka terhadap si istri maka saat ini dia juga tidak malu untuk ikut dalam kegiatan keagamaan yang ada di masyarakat. “saya sudah tua, mau cari apa tho mba’ yang penting
57
sholat ma puasa lengkap, kebutuhan ada yang mencukupi, anak-anak senang, sudah cukup.”.78 c. Keluarga Muji Harsono. Suami (35) Katolik istri (31) Islam memiliki satu orang anak yang ikut agama istrinya, saat ini anaknya menempuh pendidikan di sekolahan yang berbasis keagamaan. Mereka telah menjalani biduk rumah tangga selama sembilan tahun, sebelumnya suami mengikuti agama istrinya tapi karena pada masa muda suami merupakan aktifis gereja maka setelah menikah dan mengikuti agama istrinya keluarga ini selalu mendapatkan terror dari para aktifis gereja, sehingga suaminya kembali ke agamanya yang dulu yaitu katolik. Istri tidak dapat memaksa karena terlalu risih dengan terror dari pihak gereja yang sangat mengganggu. Istri juga tidak mau berpisah karena masih sayang dengan suaminya, dia juga memikirkan mental anaknya yang masih kecil jika istri berpisah dengan suaminya. Setelah suami kembali beragama katolik kini pihak gereja tidak lagi menteror keluarganya, ia hanya memberi syarat pada suaminya bahwa suaminya tidak boleh memaksakan agamanya kepadanya maupun anak-anaknya kelak. Istrinya menjelaskan bahwa ia sangat sayang kepada suaminya begitupun sebaliknya begitu sayangnya suami kepadanya hingga ia
78
Hasil Wawancara dengan keluarga Roni pada tanggal 18 September 2009
58
maupun suaminya memutuskan untuk tetap menjalani rumah tangga mereka meski dengan adanya perbedaan diantara mereka.79 d. Keluarga Agus Happy P Keluarga dengan suami muslim dan istri Kristen, mereka melangsungkan pernikahannya pada tahun 1981 di Kantor Urusan Agama (KUA), dengan si istri mengikuti agama suaminya, namun setelah pernikahannya berlangsung beberapa bulan, si istri kembali ke agama Kristen (agama sebelum dia menikah), dan itu tidak menjadi halangan bagi mereka untuk terus menjalani bahtera rumah tangga. Alasan istri kembali ke agama Kristen karena tidak mampu mengikuti agama suami. “sholatnya susah, tidak kuat kalau puasa” kata istrinya. Setelah menikah istri tidak menjalankan ibadah seperti sholat dan puasa, tapi setelah kembali ke agama Kristen istri juga tidak pergi ke gereja karena sudah terlanjur malu. Suami mengetahui akan tetapi diam saja, menghormati keputusan istri. “saya Cuma bisa berdo’a, semoga istri saya diberi hidayah dan ditunjukkan ke jalan yang benar. Mereka memiliki satu anak yang beragama Islam. Saat penulis menanyakan tentang rahasia langgengnya pernikahan mereka, mereka menjawab, Selama saling menghormati dan menghargai tetap
79
Hasil Wawancara dengan masyarakat di sekitar rumah keluarga Muji, karena istri tidak mau mengakui kalau suaminya katolik. Entah karena malu atau ada alasan lain, yang pasti masyarakat sekitar mengetahui bahwa pak Muji sering pergi ke gereja untuk sembahyangan dan bu Muji sesekali waktu ikut pengajian di lingkungan sekitar. Wawancara ini dilakukan pada tanggal 3-7 Desember 2009
59
dijunjung tinggi maka keharmonisan keluarga mereka akan tetap aman dan terkendali.80 e. Keluarga Joko Warsilo Keluarga dengan suami Islam dan istri Kristen memiliki dua orang anak, anak pertama beragama Islam dan anak kedua beragama Kristen. Pasangan ini menikah pada tahun 1986 di Kantor Catatan Sipil (KCS) dengan tetap menganut agama masing-masing. Pernikahan mereka didasari rasa cinta, ini yang menjadikan mereka tetap melangsungkan
pernikahan
meskipun
berbeda
agama.
Suami
mengatakan bahwa ia pernah mendengar di dalam Islam menikah dengan wanita Kristen diperbolehkan. Tentang bagaimana mereka mengatur agama untuk anak mereka, mereka mengaku bahwa anakanak memilih agama mereka sendiri. Penulis mewawancarai anak-anak mereka untuk mengetahui lebih jelas tentang alasan mereka memilih agamanya. Alasan anak pertama memilih Islam adalah karena dia akan takut akan neraka, dan ternyata rata-rata teman-temannya beragama Islam. Sedangkan anak kedua memilih Kristen karena lebih mudah dalam beribadah.81 f. Keluarga Galih Prasetyo Suami (49th) Katolik dan istri Emi Widiarti (44) Islam menikah di KUA pada tahun 1991. pada saat menikah mengikuti agama istri karena permintaan keluarga istri. Setelah menikah suami 80 81
Hasil Wawancara Dengan Keluarga Happy Pada Tanggal 20 September 2009 Hasil Wawancara dengan Mbak Novi (selaku tetangga) pada tanggal 24 januari 2011
60
kembali menjalankan agama semula yaitu katolik, dia pindah agama hanya agar pernikahannya dapat dilangsungkan dan tercatat. Istri tidak keberatan atas kembalinya suami ke agama semula “yang penting kan beragama tho mbak…. Apa aja yo ga’ masalah kan hak asasi, saya juga tidak dapat memaksa.” Kata istrinya. Menurut penulis bahwa pasangan ini tidak paham hukum pernikahan beda agama dalam agama mereka masing-masing “yang penting kan sudah dicatat di KUA, yo berarti sah.” Kata istrinya saat ditanya tentang apakah sah pernikahan mereka sekarang. Tujuan pernikahan mereka membina keluarga yang bahagia dengan perbedaan yang mereka miliki. Memiliki satu orang anak yang beragama Islam. Motivasi keluarga ini dalam membina keluarga adalah saling menghormati dan menghargai.82 g. Keluarga Santoso Adiwono Suami Katolik dan istri Islam memiliki dua orang anak, anak pertama perempuan beragama Islam dan anak kedua beragama Katolik. Pasangan ini menikah di KUA pada tahun 1990 yang artinya mereka menikah dalam prosesi agama Islam. Suami berpindah agama setelah menikah (tidak diketahui berapa lama setelah menikah). Mereka memiliki perjanjian bahwa anak perempuan ikut agama ibu sedangkan anak laki-laki ikut agama bapak. Mereka mengaku
82
Hasil Wawancara dengan keluarga Galih Prasetya pada tanggal 25 November 2009
61
membutuhkan komunikasi yang sehat sehingga mereka dapat menjalani rumah tangga beda agama yang harmonis.83 h. Keluarga Yahya Setiabudi Suami katolik sedangkan istrinya Irma Azizi beragama Islam, menikah pada tahun 1991 saat ini telah memiliki dua orang anak yang kedua-duanya beragama Islam mengikuti agama ibunya. Pernikahan dilakukan di KUA, pada saat itu suami mengikuti agama istri karena istri berkeras hati hanya ingin menikah dalam agama Islam “takut ga sah mbak..” kata bu Yahya. Suami menurut karena memang cinta “udah terlanjur cinta mbak, kalo cari yang lain belum tentu sebaik ini” kata suami. Anak-anak beragama Islam karena ibunya lebih dominant dengan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga yang lebih sering berada di rumah bersama anak-anak, suami tidak protes karena menurut suami agama apa saja yang penting dijalankan dengan sungguh-sungguh. Itu juga yang menjadi pertimbangan suami kembali keagama semula yaitu katolik setelah menjalani pernikahan selama tujuh tahun, karena merasa tidak bisa sepenuh hati menjalankan agama Islam. Semula saat suami berpindah ke agama Katolik istri tidak setuju, terjadi pertengkaran yang akhirnya istri mengalah dan membiarkan suaminya kembali ke agamanya yang dulu. “saya tidak tahu banyak tentang hukum pernikahan, tapi saya pernah mendengar bahwa pernikahan beda agama itu tidak boleh. Tapi mau bagaimana lagi mbak…, sudah
83
Hasil Wawancara dengan Santoso Adiwono pada tanggal 20 Februari 2010
62
terlanjur, yang penting anak-anak saya didik dalam agama Islam.” Kata istrinya. Beliau juga khawatir kalau memutuskan untuk berpisah padahal beliau tidak bekerja kemudian anak-anak diminta suami maka beliau tidak bisa memantau agama anak-anaknya.84 i.
Keluarga A. Prasojo Suami Kristen (59th) istri Indah Yuati Islam (56th), telah menikah selama kurang lebih tiga puluh tahun. Dulu menikah menggunakan tata cara Islam di KUA dengan suami bersedia masuk Islam, tapi setelah menikah suami kembali ke agama Kristen karena merasa tidak bisa meyakini agama istrinya. Baik suami ataupun istri tidak mengetahui apakah
pernikahan beda agama menurut agama
mereka masing-masing boleh atau tidak boleh, tapi mereka meyakini bahwa Yang Kuasa akan mempertimbangkan niat baik mereka yakni untuk membina keluarga yang bahagia. Menurut mereka pernikahan yang mereka jalani adalah sah karena mereka dulu menikah dalam satu agama, meski kemudian kembali lagi ke agama semula. Menganut suatu agama adalah hak bahkan Negara tidak dapat ikut campur, dan itu juga yang diterapkan pada anak-anak mereka. Mereka memiliki dua orang anak yang keduanya memilih ikut agama ayahnya karena menurut mereka lebih simple dalam beribadah. Keluarga ini bisa
84
Hasil Wawancara dengan keluarga Yahya Setya Budi pada tanggal 25 November 2009
63
langgeng karena adanya rasa saling menghormati kepercayaan anggota keluarga. 85 j.
Keluarga Adi Susetyo Suami (43) Islam istri (40) Katolik sudah menjalani pernikahan selama dua puluh tahun memiliki dua orang anak yang keduanya beragama Islam. Mereka melangsungkan pernikahan di kantor catatan sipil. Pak Adi mengatakan bahwa istrinya adalah ahlul kitab jadi tidak dipermasalahkan lagi, tapi ia tetap berharap semoga suatu hari nanti istrinya mau mengikuti agamanya. Saat ditanya sejauh mana suami mengerti tentang pengertian ahlul kitab, suami mengaku ahlul kitab adalah orang yang beragama Kristen yang percaya pada kitab injil yaitu kitab yang dulu diturunkan kepada nabi Isa As. Sang istri tidak mau mengikuti agama suami karena ia lebih nyaman dengan agama yang dianutnya saat ini dan karena suami tidak terlalu menuntut masalah agama. “saya tidak mau memaksa, karena agama adalah hak dan jika dipaksa juga nantinya belum tentu istri saya akan melaksanakan ibadah-ibadah dalam agama Islam. “Kalau atas kesadaran sendiri bukankah nantinya akan melaksanakan kewajiban dan ibadah dengan lebih mantap?” kata pak Adi86
k. Keluarga Leo Agung Keluarga dengan suami Katolik dan istri muslim belum memiliki anak karena baru dua bulan menikah. Pernikahan dilakukan 85 86
Hasil Wawancara dengan keluarga A. Prasojo pada tanggal 25 November 2009 Hasil Wawancara Dengan Keluarga Adi Susetyo Pada Tanggal 25 November 2009
64
secara Islami di KUA karena keluarga pihak istri yang memaksa, sebelumnya tidak mendapat persetujuan dari keluarga istri maupun suami tapi karena sudah terlanjur ada anak dari pada keluarga besar menanggung malu, maka mereka dinikahkan. Tidak dapat diketahui secara pasti alasan kenapa suami mau ikut agama istri pada saat menikah dan bukan sebaliknya, akan tetapi istri mengaku kalau suaminya kembali ke agama semula setelah pernikahan mereka dianggap
sah
menurut
hukum.
Suami
tetap
berdoa
sesuai
keyakinannya, dan istri juga menjalani rutinitas ibadah seperti biasanya. Istri mengaku bahwa dulu orang tuanya juga beda agama hingga akhirnya ibunya mau mengikuti agama ayahnya sampai saat ini.87
C. Faktor yang menjadikan mereka tetap berada dalam keluarga beda agama yang harmonis Faktor yang menjadikan mereka tetap berada dalam keluarga beda agama yang harmonis, dalam hal ini dilihat dari dua segi yaitu: 1. Faktor yang menjadikan mereka berada dalam keluarga beda agama Faktor yang menjadikan seseorang berada dalam keluarga beda agama adalah sebagai berikut: a. Faktor pernikahan, seseorang berada dalam keluarga beda agama karena terjadinya pernikahan beda agama. Pernikahan beda agama ini
87
Hasil Wawancara Dengan Ayu Ika Pada Tanggal 12 januari 2011
65
terjadi karena banyak alasan diantaranya: rasa cinta, pemahaman agama yang kurang, karena hamil diluar nikah, karena adanya contoh yang dilakukan oleh keturunan sebelum mereka, karena adanya rasa kagum terhadap pasangan dan adanya daya tarik lahiriyah pada pasangan. b. Faktor keturunan, seseorang berada dalam keluarga beda agama karena dia adalah anak dari pasangan yang beda agama c. Faktor keinginan sendiri, seseorang yang berada dalam satu keluarga yang seagama mungkin untuk pindah agama selain yang dianutnya 2. Faktor keluarga beda agama dapat menjalani rumah tangga yang harmonis, Menjalani rumah tangga dalam keyakinan yang sama terkadang masih banyak permasalahan yang timbul, lebih rumit lagi jika rumah tangga dibangun dari dua keyakinan yang berbeda. Fenomena keluarga beda agama di kelurahan Kalipancur kecamatan Ngaliyan menunjukkan bahwa dalam keluarga yang memiliki keyakinan yang berbeda mereka tetap dapat menjalani rumah tangga yang harmonis. Dari penelitian penulis menemukan beberapa faktor yang menjadikan keluarga beda agama ini dapat hidup harmonis dalam menjalani kehidupan berumah tangga diantaranya: a. Rasa saling menyayangi antar anggota keluarga. b. Adanya komunikasi yang sehat, dalam mahligai rumah tangga tidak selalu mulus karena permasalahan pasti akan datang besar atau kecil,
66
akan tetapi jika semua masalah dapat dikomunikasikan dengan baik maka semua masalah akan dapat diselesaikan. c. Saling menghormati dan memberikan kebebasan dalam beribadah, beberapa keluarga mengaku ada rasa malu atau kurang nyaman dalam menjalani ibadah karena adanya perbedaan keyakinan antara dia dan pasangan. akan tetapi jika masing-masing anggota dapat menghormati dan menghargai atau bahkan mendukung pasangannya untuk beribadah maka keharmonisan hidup berumah tangga akan terwujud. d. Ekonomi yang cukup juga menjadi salah satu faktor keharmonisan rumah tangga beda agama ini, beberapa keluarga mengaku takut berpisah dengan alasan tidak ada jaminan kesejahteraan jika ia memutuskan untuk berpisah. e. Hadirnya anak adalah faktor yang menjadi dasar bagi sebagian keluarga beda agama tetap mempertahankan kebersamaan mereka, faktor ini masih menimbulkan pertanyaan apakah mereka termasuk dalam keluarga yang harmonis? Sejauh yang penulis lihat dari beberapa keluarga yang menjadikan anak sebagai faktor mereka mempertahankan rumah tangganya, mereka terlihat pasrah dengan kehidupan rumah tangga mereka. Ada perasaan kecewa karena dulu mereka memilih jalan ini akan tetapi nasi sudah menjadi bubur dan mereka hanya dapat berusaha untuk menjalani ibadah semaksimal mereka mampu.
67
BAB IV ANALISIS FENOMENA KELUARGA BEDA AGAMA DI KELURAHAN KALIPANCUR KECAMATAN NGALIYAN
B. Analisis Pernikahan Keluarga Beda Agama di Kelurahan Kalipancur kecamatan Ngaliyan Fenomenologi berasal dari bahasa Yunani dengan asal suku kata pahainomenon (gejala/fenomena). Adapun studi fenomenologi bertujuan untuk menggali kesadaran terdalam para subjek mengenai pengalaman beserta maknanya. Sedangkan pengertian fenomena dalam Studi Fenomenologi sendiri adalah pengalaman/peristiwa yang masuk ke dalam kesadaran subjek. Fokus Penelitian Fenomenologi ada dua yaitu textural description dan structural description. Textural description adalah apa yang dialami subjek penelitian tentang sebuah fenomena. Sedangkan structural description adalah bagaimana subjek mengalami dan memaknai pengalamannya. Pada bab II penulis telah menjelaskan hukum pernikahan beda agama menurut UU no 1 tahun 1974 tidak mengatur secara jelas, akan tetapi negara mengatur sah atau tidaknya suatu pernikahan berdasarkan pasal 2 ayat 1 bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masingmasing agamanya dan kepercayaanya. Dan juga dalam pasal 8 huruf f yang berbunyi: Perkawinan dilarang antara dua orang yang: f. mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang
68
kawin. Berdasarkan pasal tersebut maka negara menyerahkan sah atau tidaknya pernikahan beda agama menurut agama masing-masing pemeluk. Selanjutnya yang menjadi problematik dalam konteks ini adalah ketika terjadi perbedaan pandangan hukum tentang perkawinan itu dari masingmasing agama kedua calon mempelai. Sebagai contoh, Kompilasi Hukum Islam, yang dijadikan rujukan yuridis dalam penyelesaian perkara di lingkungan Peradilan Agama dan yang hanya berlaku bagi orang Islam, dalam pasal 40 menyatakan bahwa dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang perempuan karena keadaan tertentu: a. Karena perempuan yang bersangkutan masih terikat satu perkawinan dengan pria lain. b. Seorang perempuan yang masih berada dalam masa ‘iddah dengan pria lain. c. Seorang perempuan yang tidak beragama Islam. Pasal 44 juga menyatakan bahwa seorang perempuan Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam. Seperti juga yang dikatakan Prof. Dr. Muhammad Daud Ali (alm.), dalam bukunya yang berjudul ”Perkawinan Antar Pemeluk Agama Yang Berbeda”. Dia menguraikan pandangannya berdasarkan hukum Islam dan sejumlah peraturan hukum di Indonesia88, yang bisa disimpulkan, diantaranya: 1. Perkawinan antara orang-orang yang berbeda agama dengan berbagai cara pengungkapannya, sesungguhnya tidaklah sah menurut agama yang diakui 88
http://sonny-tobelo.blogspot.com/2009/02/fenomena-hukum-perkawinan-bedaagama.html. Pandangan Hukum dan Hukum Agama
69
keberadaannya dalam Negara Republik Indonesia. Dan, karena sahnya perkawinan didasarkan pada hukum agama, maka perkawinan yang tidak sah menurut hukum agama, tidak sah pula menurut Undang-undang Perkawinan Indonesia. 2. Perkawinan antara orang-orang yang berbeda agama adalah penyimpangan dari pola umum perkawinan yang benar menurut hukum agama dan Undang-undang Perkawinan yang berlaku di tanah air kita. Untuk penyimpangan ini, kendatipun merupakan kenyataan dalam masyarakat, tidak perlu dibuat peraturan tersendiri, tidak perlu dilindungi oleh negara. Memberi perlindungan hukum pada warga negara yang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Pancasila sebagai cita hukum bangsa dan kaidah fundamental negara serta hukum agama yang berlaku di Indonesia. Dalam agama Islam menurut para ulama pernikahan beda agama dilarang kecuali pernikahan seorang laki-laki muslim dengan perempuan ahlul kitab. Dasar pernikahan beda agama dalam Islam89 diatur dalam: 1) Al Qur’an, tentang kehalalan menikahi perempuan ahlul kitab dalam QS. Al- Ma’idah: 5, tentang larangan menikahi orang musyrik baik laki-laki maupun perempuan diterangkan dalam QS. Al Baqarah: 221, tentang larangan tetap berpegang pada tali pernikahan dengan orang kafir baik laki-laki maupun perempuan diterangkan dalam Q.S Al Mumtahanah: 10
89
Ibid,
70
2) Al Hadist 3) Ijma’ 4) Kaidah fiqh . Sebagaimana telah diutarakan pada bab III, bahwa di kelurahan Kalipancur kecamatan Ngaliyan meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam tapi ditemukan cukup banyak keluarga beda agama yang terdapat disana. Dari fenomena keluarga beda agama di kelurahan Kalipancur kecamatan Ngaliyan dapat dianalisis dari berbagai segi diantaranya proses pernikahannya, alasan mereka menikah dan alasan pindahnya salah satu pasangan jika tadinya mereka menikah dalam satu agama. 1. Dilihat dari Proses Pernikahan Mereka Penulis akan membahas pernikahan keluarga dengan proses agama masing-masing, dalam fenomena yang di teliti penulis dari empat keluarga yang menikah dengan agama masing-masing, dua pasangan dari pihak laki-laki beragama non muslim dan dari pihak perempuan beragama Islamsedang dua pasangan lain sebaliknya. Pernikahan dengan agama masing-masing bisa dilakukan dengan empat cara seperti pendapat Prof. Wahyono Darmabrata yang telah di uraikan dalam bab II, namun dalam hal ini proses pernikahan masing-masing tetap tidak berlaku sah jika yang beragama Islam adalah mempelai perempuan. Dalam agama Islam melarang pernikahan seorang perempuan yang beragama Islam dengan laki-laki non muslim yang telah diuraikan penulis pada bab II bahwa perempuan Islam yang mengambil pemimpin rumah tangganya (suaminya)
71
orang kafir, termasuk orang munafik, sia-sia amalannya dan mendapat azab yang sangat pedih. diterangkan dalam surat An Nisa ayat 139.
ﺓﹶﺓﹶ ﻓﹶﺈِﻥﱠ ﺍﻟﹾﻌِﺰ ﺍﻟﹾﻌِﺰﻢﻫﺪﻮﻥﹶ ﻋِﻨﻐﺘﺒ ﺃﹶﻳﻣِﻨِﲔﺆﻭﻥِ ﺍﻟﹾﻤ ﺩﺎﺀَ ﻣِﻦﻟِﻴ ﺃﹶﻭﺨِﺬﹸﻭﻥﹶ ﺍﻟﹾﻜﹶﺎﻓِﺮِﻳﻦﺘ ﻳﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﺎﻤِﻴﻌﻟِﻠﱠﻪِ ﺟ Artinya: (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka Sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah, (Q.S. An-Nisa’ : 139).90 Juga diterangkan dalam surat al Mumtahanah ayat :10
Artinya: Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka.(Q.S Al Mumtahanah: 10)91 Maka tidak sah pernikahan mereka karena Islam tidak mensahkan pernikahan mereka dan tidak sah pula menurut negara karena negara menyandarkan sah atau tidak suatu pernikahan dari cara pandang agama masing-masing pihak. Sedangkan dua pasangan lain yang juga menikah menggunakan agama masing-masing namun yang beragama Islam adalah dari pihak lakilaki, maka sah atau tidaknya pernikahan mereka dilihat dari apakah perempuan yang mereka nikahi termasuk dalam kategori ahlul kitab atau bukan. Bapak joko Warsilo mengaku tidak mengetahui tentang apa itu ahlul kitab, yang ia tahu pernikahannya sah menurut hukum juga menurut 90
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Terjemahannya, Departemen Agama, 2009, hlm: 100 91 Ibid, hal: 549
Al
Qur’an,
Al
Qur’an
dan
72
agamanya. Beliau tidak menjelaskan tentang proses pernikahan mereka, hanya mengaku bahwa mereka menikah dengan agama masing-masing dan dicatatkan di catatan sipil. Jika pernikahannya menggunakan akad Islam lalu Sedangkan bapak Adi Susetyo mengaku bahwa istrinya adalah seorang ahlul kitab. Beliau mengaku bahwa proses pernikahan mereka dengan akad Islam. Status pernikahan kedua keluarga ini masih diperdebatkan, jika ahlul kitab masih ada sampai saat ini seperti pendapat ulama kontemporer yang dijelaskan dalam bukunya Quraisy Syihab bahwa agama apapun yang memiliki kitab suci adalah ahlul kitab maka istri mereka termasuk didalamnya, ini juga jika mereka mengikuti pendapat Imam Abu Hanifah dan mayoritas pakar-pakar hukum yang menyatakan bahwa siapapun yang mempercayai salah seorang nabi atau kitab yang pernah diturunkan Allah, maka ia termasuk ahlul kitab. Sedangkan jika mereka mengikuti pendapat Imam Syafi’i yang memahami istilah ahlul kitab sebagai orang-orang yahudi dan nasrani keturunan orang-orang Israel, tidak termasuk bangsa lain yang menganut agama yahudi dan nasrani, maka pernikahan mereka tidak sah karena istri mereka bukan termasuk ahlul kitab. Sedangkan tujuh pasangan lain menikah dalam agama Islam, hukum pernikahan mereka sah karena telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan.
Sesuai dengan pasal 2 Undang-Undang perkawinan
disebutkan bahwa perkawinan dianggap sah, apabila dilakukan menurut hukum masing masing-masing agama dan kepercayaan para pihak. Setelah
73
perkawinan dilakukan, perkawinan tersebut pun harus dicatatkan, dalam hal ini pencatatan di Kantor Urusan Agama (KUA). Tidak terdapat larangan-larangan dalam pernikahan mereka. sebagaimana diterangkan dalam UU Perkawinan (Pasal 8) prinsipnya hanya melarang terjadinya perkawinan yang keduanya memiliki hubungan tertentu, baik hubungan sedarah, semenda, susuan atau hubungan hubungan-hubungan yang dilarang oleh agamanya atau peraturan lain. 2. Dilihat dari Alasan Mereka Menikah Dari hasil penelitian penulis bahwa sembilan pasangan mengaku bahwa mereka menikah karena alasan cinta. Islam adalah agama fitrah karena itulah Islam tidaklah membelenggu perasaan manusia. Islam tidaklah mengingkari perasaan cinta yang tumbuh pada diri seorang manusia. Akan tetapi Islam mengajarkan pada manusia supaya perasaan cinta itu dijaga , dirawat dan dilindungi dari segala kehinaan dan apa saja yang mengotorinya. Rasulullah shallallahu’alaihi wassalam bersabda:
ﻜﹶﺎﺡﻦِ ﻣِﺜﹾﻞﹶ ﺍﻟﻨﻴﺎﺑﺤﺘ ﻟِﻠﹾﻤﺮ ﻧﻟﹶﻢ Artinya: “Tidak ada yang bisa dilihat (lebih indah/lebih baik oleh) orangorang yang saling mencintai seperti halnya pernikahan”. Kehinaan dari timbulnya rasa cinta adalah adanya nafsu yang tak terbendung yang kemudian disalurkan melalui jalan yang salah seperti seks bebas, padahal jika disalurkan melalui jalan yang benar yakni menikah maka kehinaan tersebut dapat dihindarkan. Kehinaan lain adalah apabila cinta ini tidak diarahkan pada orang yang tepat, misalnya
74
mencintai orang yang akhlaknya jelek, atau mencintai orang yang berbeda agama atau bahkan tak beragama. Jika kemudian dapat mengajak pasangannya masuk Islam maka itu menjadi sarana dakwah, namun jika sebaliknya maka dosa besar yang didapatkan. Dalam QS Al Baqarah: 216 diterangkan:
ّ ﻟﹶﻜﹸﻢﺮ ﺷﻮﻫﺌﹰﺎ ﻭﻴّﻮﺍ ﺷﺤﺒ ِ ﻰ ﺃﹶﻥﹾ ﺗﺴﻋ ﻭ ﻟﹶﻜﹸﻢﺮﻴ ﺧﻮﻫﺌﹰﺎ ﻭﻴﻮﺍ ﺷﻫﻜﹾﺮﻰ ﺃﹶﻥﹾ ﺗﺴﻋﻭ ﻮﻥﹶﻠﹶﻤﻌ ﻻ ﺗﻢﺘﺃﹶﻧ ﻭﻠﹶﻢﻌ ﻳﺍﻟﻠﹶّﻪﻭ Artinya: boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal dia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal dia amat buruk bagimu. Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.( QS Al Baqarah: 216)92 Meskipun Islam tidak membelenggu perasaan manusia tapi seharusnyalah manusia yang dapat membentengi diri dari cinta yang membawa kepada kehinaan dan dosa. Dua keluarga lain mengaku punya alasan lain selain cinta, satu keluarga mengaku pernikahannya juga sarana dakwah karena istrinya termasuk ahlul kitab. Satu pasangan lainnya mengaku menikah karena telah mengandung, yang artinya ia melakukan perzinaan. Islam telah menetapkan hukuman yang tegas bagi pelaku zina dengan hukuman cambuk seratus kali bagi yang belum nikah dan hukuman rajam sampai mati bagi orang yang menikah. Di samping hukuman fisik tersebut, hukuman moral atau sosial juga diberikan bagi mereka yaitu berupa diumumkannya aibnya, diasingkan (taghrib), tidak boleh dinikahi 92
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Terjemahannya, Departemen Agama, 2009, hlm: 34
Al
Qur’an,
Al
Qur’an dan
75
dan ditolak persaksiannya. Hukuman ini sebenarnya lebih bersifat preventif (pencegahan) dan pelajaran berharga bagi orang lain. Hal ini mengingat dampak zina yang sangat berbahaya bagi kehidupan manusia, baik dalam konteks tatanan kehidupan individu, keluarga (nasab) maupun masyarakat.93 Dalam Al Qur’an diterangkan QS An Nur: 2 Artinya: "Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman." (Q.S. An-Nuur: 2).94 Sedangkan hukum pernikahan orang yang berzina diterangkan dalam QS An Nur: 3
Artinya: Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin, (Q.S. An-Nuur:3).95
93
http://www1.harian-aceh.com/fokus/1824-maraknya-zina-di-negeri-syariat.html Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al Qur’an, Al Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama, 2009, hlm: 350 95 Ibid 94
76
Seorang laki-laki yang berzina harus menikah dengan perempuan yang berzina begitupun sebaliknya seperti yang diterangkan dalam ayat diatas. Sedangkan bagi laki-laki muslim Allah hanya memperkenankan kawin dengan perempuan-perempuan mu'minah yang muhshanah atau ahli kitab yang muhshanah juga seperti yang telah diterangkan dalam Al Maidah ayat 5.
Artinya: (Dan dihalalkan mengawini) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu,(Q.S Al Maidah:5)96 Kaitannya dengan fenomena yang keluarganya dibina dari pernikahan karena hamil diluar nikah yang artinya bahwa ia telah berzina maka pernikahan mereka dapat dibenarkan jika mengambil dasar QS An Nur ayat 3 yang telah diterangkan sebelumnya, bahwa ia menikah dengan orang yang berzina dengannya yang kebetulan beragama non Islam. Dalam KHI juga diterangkan dalam pasal 53 yang berbunyi: Seorang perempuan hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya dan dapat dilangsungkan tanpa menunggu terlebih dahulu kelahiran anaknya. Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat perempuan tersebut hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah 96
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Terjemahannya, Departemen Agama, 2009, hlm: 106
Al
Qur’an,
Al
Qur’an dan
77
anak yang dikandung lahir. Ini juga dapat menjadi dasar pembenaran pernikahan pasangan beda agama dengan alasan hamil diluar nikah. 3. Dilihat dari Alasan Pindah Agamanya Salah Satu Pasangan Dari sebelas keluarga beda agama di kelurahan Kalipancur kecamatan Ngaliyan setelah dilihat dari proses pernikahannya maka empat keluarga bertahan dengan agama masing-masing dari proses pernikahan sampai saat ini, sedang tujuh keluarga yang lain berasal dari pernikahan seagama yang kemudian salah satu pasangan berpindah agama, yang ternyata mereka pindah ke agama sebelum mereka menikah. Alasan yang mereka kemukakan tentang mengapa mereka kemudian kembali pada agama sebelum menikah, adalah sebagai berikut: lima pasangan mengaku bahwa pindahnya ke agama semula karena memang telah disepakati oleh kedua pasangan, satu pasangan pindah agama karena merasa sulit dalam beribadah, satu pasangan pindah agama karena kegigihan dari pihak gereja yang dulu menaunginya dalam mengajak pasangan tersebut kembali ke agamanya dulu. Dalam Islam keluar
dari Islam
disebut
murtad.
Murtad
mengandung beberapa makna. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikatakan bahwa murtad adalah berbalik ke belakang, berbalik
kafir,
membuang iman, berganti menjadi ingkar.97 Tidak jauh berbeda dengan rumusan di atas, di dalam Ensiklopedi Islam dinyatakan bahwa murtad adalah keluar dari agama Islam dalam bentuk niat, perkataan dan
97
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1997. Hlm.675
78
perbuatan yang menyebabkan seseorang menjadi kafir atau tidak beragama sama sekali.98 Senada dengan definisi di atas, di dalam Ensiklopedi Hukum Islam dikatakan bahwa murtad adalah keluar dari iman dan kembali kepada kekafiran.99 Mengacu kepada definisi di atas secara terminologi dapat disimpulkan bahwa setiap keluar dari Islam adalah murtad, tanpa perlu meneliti apakah pihak yang murtad tersebut kembali ke agama asal atau semata-mata pindah agama. Untuk dapat dikualifikasi sebagai murtad, maka pelakunya harus memenuhi syarat-syarat berikut, yakni: a. Balig berakal. Ini syarat utama, sebab orang yang belum balig berakal belum cakap untuk melakukan perbuatan hukum sehingga segala perbuatannya belum menimbulkan efek hukum. b. dilakukan atas kemauan dan
kesadaran sendiri.
Apabila murtad
dilakukan dibawah ancaman yang membahayakan, maka tidak dikualifikasi sebagai murtad, sebagaimana firman-Nya dalam surat anNahl 106 yang artinya sebagai berikut:
ِﻣَﻦْ ﻛَﻔَﺮَ ﺑِﺎﻟﻠَّﮫِ ﻣِﻦْ ﺑَﻌْﺪِ إِﯾﻤَﺎﻧِﮫِ إِﻻ ﻣَﻦْ أُﻛْﺮِهَ وَﻗَﻠْﺒُﮫُ ﻣُﻄْﻤَﺌِﻦٌّ ﺑِﺎﻹﯾﻤَﺎن َوَﻟَﻜِﻦْ ﻣَﻦْ ﺷَﺮَح Artinya: Siapa yang kafir kepada Allah sesudah beriman (akan mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap dalam beriman (maka dia tidak berdosa) (Q.S. AnNahl:106).100
98
Van Hoeve, Ensiklopedi Islam, PT. Ichtiar Baru, 1994, jilid 3. Hlm. 304 99 Ibid, Hlm. 1233 100 Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al Qur’an, Al Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama, 2009, hlm: 280
79
Rasulullah SAW bersabda yang artinya:
“Siapa yang menukar
agamanya, maka bunuhlah ia.”
ﻗﺎل رﺳﻮ ل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ )ﻣﻦ: ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﺒﺎس ﻗﺎل (ﺑﺪل دﯾﻨﮫ ﻓﺎ ﻗﺘﻠﻮه )رواه اﻟﺒﺨﺎري Artinya: Dari Ibnu Abbas ia berkata: Telah bersabda Rasul SAW; “Barang siapa menukar agamanya maka, bunuhlah dia” (diriwayatkan oleh Bukhari). Pertama, tentang alasan mereka pindah agama karena telah disepakati sejak awal, artinya dulunya salah satu pasangan beragama non Islam tapi karena satu atau lain hal maka ia masuk Islam agar pernikahan dapat dilangsungkan. Alasan dari pasangan keluarga-keluarga ini pindah agama adalah sebagai berikut: karena tidak merasa nyaman dengan agama Islam dan karena merasa telah yakin dengan agama yang dulu diikuti. Beberapa dari mereka mengaku saat dulu pindah ke agama Islam hanya agar pernikahan dapat dilangsungkan, mendapat restu dari orang tua dan mendapat pengesahan dari negara. Kedua, karena adanya faktor dari luar dari hasil penelitian penulis satu keluarga menjadi pasangan beda agama setelah adanya kegigihan dari pihak gereja dalam mengajak suami kembali ke agamanya yang dulu (Katolik), karena dulunya suaminya adalah aktivis di gereja. Setelah menikah dan masuk Islam pihak gereja sering datang untuk mengajak suami kembali ke agamanya yang dulu. Sebenarnya istri berkeras hati agar suaminya tetap memeluk Islam, tapi kemudian kalah oleh lelah. Ternyata suami diam-diam kembali ke agama yang dulu, istri mengetahui dari
80
laporan para tetangga yang satu gereja dengan suami. Jika sudah seperti ini, istri sudah tidak bisa memaksa lagi karena agama tetap hak asasi setiap manusia. Menurut penulis suaminya pindah ke agama Katolik karena belum mendapat hidayah sehingga saat pihak gereja mengajaknya kembali ke agama Katolik ia mengikutinya. Ketiga, karena ketidakmampuan pelaku dalam melaksanakan ajaran-ajaran Islam. Ini bisa dikarenakan pelaku memang tidak mau belajar atau tidak ada yang mengajari. Dari penelitian penulis saat mewawancarai keluarga yang pindah agama karena alasan ini, pelaku mengaku tidak mampu melaksanakan ibadah-ibadah dalam agama Islam, terlalu sulit katanya. Kebetulan istrinya juga tidak begitu paham tentang Islam jadi tidak bisa mengarahkan tentang bagaimana nikmatnya beribadah seperti sholat dan puasa. Kewajiban setiap muslim untuk mengajari para muallaf untuk dapat beribadah dengan baik dan merasa nyaman menjalani agama Islam. Namun keterbatasan istri tentang ilmu agama yang menjadikannya tidak mampu mengajari suami untuk memahami Islam lebih dalam. Dari semua alasan pindahnya salah satu pasangan ke agamanya semula menurut penulis dikarenakan mereka belum mendapatkan hidayah dari Allah, sehingga mereka dengan mudah kembali ke agama semula. Sedangkan pasangan mereka adalah penganut Islam yang masih awam jadi tidak dapat mempertahankan agar pasangan mereka tetap dalam agama Islam.
81
C. Analisis Status Hukum Keluarga Beda Agama di Kelurahan Kalipancur kecamatan Ngaliyan Dari sebelas keluarga beda agama yang diteliti ternyata hanya tiga keluarga yang suaminya Islam, sedang delapan keluarga lainnya yang beragama Islam adalah istrinya. Suami
Istri
Jumlah
Proses pernikahan
pasangan Islam
Kristen/Katolik
3
2 agama masing-masing, 1 secara Islam
Kristen/Katolik Islam
8
2 agama masing-masing, 6 secara Islam
Tiga keluarga yang suaminya Islam dua diantaranya melalui proses pernikahan dengan agama masing-masing dan di catatkan di KCS. Pada fenomena ini jika penulis mengambil dasar QS Al Maidah ayat 5 tentang kebolehan memakan sembelihan ahli kitab dan kebolehan menikahi perempuan-perempuan ahli kitab yang menjaga kehormatan, maka pernikahan keluarga beda agama yang suaminya beragama Islam masuk dalam kategori ini. Pernikahan mereka sah sampai saat ini, jika perempuan yang mereka nikahi memang seorang ahlul kitab. Dari pengertian ahlul kitab yang dipaparkan penulis pada bab II yang penulis mengambil dari bukunya Quraisy Shihab Status pernikahan kedua keluarga ini masih diperdebatkan, jika ahlul kitab masih ada sampai saat ini seperti pendapat ulama kontemporer bahwa agama apapun yang memiliki kitab suci adalah ahlul kitab maka istri mereka termasuk didalamnya, ini juga jika mereka mengikuti pendapat Imam Abu Hanifah dan mayoritas pakar-pakar hukum yang menyatakan bahwa siapapun
82
yang mempercayai salah seorang nabi atau kitab yang pernah diturunkan Allah, maka ia termasuk ahlul kitab. Sedangkan jika mereka mengikuti pendapat Imam Syafi’i yang memahami istilah ahlul kitab sebagai orangorang yahudi dan nasrani keturunan orang-orang Israel, tidak termasuk bangsa lain yang menganut agama yahudi dan nasrani, maka pernikahan mereka tidak sah karena istri mereka bukan termasuk ahlul kitab. Sedangkan satu keluarga yang lain menikah dalam agama Islam namun setelah pernikahan berjalan istri pindah agama. Dalam kondisi ini istri keluar dari Islam yang artinya istri murtad, jika murtadnya sebelum bercampur maka nikahnya batal. Dasarnya adalah QS Al Mumtahanah: 10.
ِﺍﻓِﺮﻢِ ﺍﻟﹾﻜﹶﻮﺴِﻜﹸﻮﺍ ﺑِﻌِﺼﻤﻻ ﺗﻭ Artinya: Dan janganlah kalian berpegang pada tali pernikahan dengan perempuan-perempuan kafir, (Q.S Al-Mumtahanah:10).101 Jika pihak perempuan murtad maka tidak ada hak baginya menerima mahar, karena pembatalan nikah bersumber darinya. Terdapat perbedaan pendapat dalam mazhab Imam Ahmad mengenai kasus jika salah seorang dari suami istri murtad setelah bercampur, salah satu pendapat menyatakan bahwa harus segera dilakukan pemisahan antara keduanya, ini adalah pendapat Abu Hanifah, Malik, Hasan, Umar Bin Abdul Aziz, Ats Tsauri, Zufar, Abu Tsaur, dan Ibnu Mundzir. Karena apa yang mengharuskan batalnya nikah sama saja baik terjadi sebelum maupun sesudah bercampur. Pendapat yang lain bergantung pada selesainya masa iddah, jika pihak yang murtad kembali 101
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al Qur’an, Al Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama, 2009, hlm: 549
83
memeluk Islam sebelum selesai masa iddah maka keduanya masih berada dalam nikah mereka. namun jika sampai masa iddah berakhir dan belum masuk Islam maka telah bercerai sejak terjadinya perbedaan agama. Pendapat ini dianut oleh imam Syafi’i. Kemudian hukum pernikahan 8 keluarga lain yang suaminya non Islam dan istrinya Islam, meskipun hukum pernikahan mereka sah menurut hukum karena mereka menikah seagama namun karena setelah perjalanan pernikahan suami keluar dari Islam atau murtad, maka hukum pernikahan mereka batal seperti batalnya penikahan seorang laki-laki muslim dengan perempuan yang murtad. Menurut Syaikh Humaidi bin Abdul Aziz102 mengemukakan pendapat para ulama yang berbeda diantaranya: Pertama: segolongan ahli Zhahir berpendapat bahwa bila istri masuk Islam pernikahannya menjadi gugur baik suaminya ahlul kitab ataupun bukan. Tidak ada jalan menyelamatkan pernikahan mereka kecuali mereka masuk Islam secara berbarengan. Dasar hukum yang digunakan adalah Q.S Al Mumtahanah ayat 10 dan hadis nabi yang artinya: “orang yang berhijrah adalah yang menjauhi apa yang dilarang baginya” (HR Al Bukhory). Setiap orang yang masuk Islam berarti telah menjauhi kekufuran yang dilarang Allah dialah yang disebut orang yang berhijrah. Kedua: madzhab Hanafi berpendapat bila sang istri masuk Islam dan suaminya tetap kafir maka bagi sang istri tetap diberlakukan hukum Islam. Ini 102
Syaikh Humaidi bin Abdul Aziz Al Humaidi “Kawin Campur Dalam Syari’at Islam” Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 1992, hal: 45
84
bila keduanya menetap di negara Islam. Apabila suami juga masuk Islam maka ia tetap menjadi istrinya. Namun bila suami tidak mau masuk Islam maka hakim harus memisahkan diantara keduanya. Jika selama waktu tunggu suami tidak mau masuk Islam juga maka perceraianlah yang berlaku. Dasar yang digunakan adalah ijma’ sahabat, diriwayatkan bahwa ada seorang lakilaki dari bani tsa’lab yang istrinya masuk Islam. Kemudian umar menawarkan kepada suaminya untuk masuk Islam namun ia menolak. Maka umar memisahkan diantara suami istri ini. Kejadian ini disaksikan oleh para sahabat yang lain yang berarti mereka sepakat dengan keputusan ini. Ketiga: Malik berkata bahwa bila sang istri masuk Islam, maka bagi sang suami harus diberlakukan hukum Islam apabila kemudian ia masuk Islam. Kalau tidak mau maka harus dilakukan perceraian. Sedangkan bila suami masuk Islam terlebih dahulu maka perceraian harus segera dilakukan. Dasar yang digunakan bila salah seorang baik suami atau istri masuk Islam sebelum keduanya bersenggama maka harus melandaskan kepada QS Al Baqarah ayat 221 “dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir” . karena sang perempuan tidak mengenal iddah maka pernikahan harus digugurkan secara langsung karena salah satu diantaranya masuk Islam. Sedangkan bila sang istri masuk Islam setelah mereka melakukan senggama, maka pendapat ini didasarkan pada riwayat Malik, dari ibnu syihab bahwa banyak diantara para istri pada zaman Rasulullah masuk Islam di tempat mereka (makkah). Mereka tidak hijrah, dan ketika mereka masuk Islam, suami-suami mereka tetap dalam
85
keadaan kafir. Diantaranya binti Al Walid bin Al Mughirah yang menjadi istri shofwan bin umayyah. Ia masuk Islam ketika fathu mekkah, sedang suaminya tidak mau masuk Islam dan melarikan diri. Rasulullah mengirim utusan kepadanya dan tidak memisahkan diantara keduanyameskipun shofwan masih kafir. Dan ketika shofwan kemudian masuk Islam istrinya tetap bersamanya. Keempat: madzhab Syafi’i dan Hanbali berpendapat bahwa pernikahan menjadi gugur bila salah seorang antara suami istri lebih dahulu masuk Islam dan keduanya belum pernah bersenggama. Apabila masuk Islamnya sesudah bersenggama , maka madzhab Syafi’i dan Hanbali berkata bahwa perceraian harus dilaksanakan dan juga berlaku masa iddah. Apabila yang lain masuk Islam selagi dalam masa iddah, maka pernikahan diantara keduanya masih berlaku. Tetapi apabila masa iddahnya sudah habis maka pernikahannya menjadi gugur. Madzhab Syafi’i dan Hanbali melandaskan pendapatnya pada: perbedaan agama menghalangi ditetapkannya pernikahan. Bila terjadi sebelum suami istri melakukan senggama maka keduanya harus segera dipisahkan. Karena pemilikan dalam ikatan pernikahan tidak kuat yang berarti hubungan antara keduanya terputus karena Islam. Kemudian jika yang masuk Islam adalah sang suami maka ia tidak perlu berpegang kepada tali perkawinan dengan perempuan kafir dengan dasar QS Al Baqarah ayat 221 Kelima: bila sang istri masuk Islam sebelum suami, maka pernikahan harus dibekukan. Sang istri bisa pisah dengan suaminya dan juga bisa berdiam
86
dengannya. Artinya menunggu dan menjaga diri. Selagi suami masuk Islam, maka ia tetap menjadi istrinya asalkan ia tidak menikah dengan laki-laki lain. Bila keadaan seperti itu berjalan hingga beberapa tahun dan tidak ada kepastian dari sang suami maka suami tidak berhak atas diri istrinya begitu pula sebaliknya. Dasarnya adalah diriwayatkan dari ibnu abbas ra bahwa Rasulullah SAW mengembalikan putrinya zainab kepada suaminya Abul Ash bin Ar Rabi’. Zainab lebih dulu masuk Islam daripada suaminya yang selang enam tahun sejak pernikahannya yang pertama. Sedang abul abbas tidak memperbaharui maskawinnya. Juga pada saat Rasulullah menaklukkan mekkah maka para istri orang-orang yang diberi kebebasan banyak yang menyatakan masuk Islam. Sedang banyak di antara para suami-suami mereka terlambat masuk Islam. Sedang Rasulullah tidak menyebutkan perbedaan antara yang sudah habis masa iddahnya ataupun yang belum.
87
DAFTAR PUSTAKA Adi, Riyanto, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta: Gramedia, 2004. Rofiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 1998. Al Ati, Hammudah Abd, The Family Structure in Islam (Keluarga Muslim), Surabaya: PT Bina Ilmu: 1984 Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan, Jakarta: PT. Rieneka Cipta, 2002. Asmin, “Status Perkawinan Antar Agama Ditinjau Dari Undang-Undang Perkawinan no1/1974” Bahan Penyuluhan Hukum Agama, Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, Jakarta: Proyek Penyuluhan Hukum Agama, 1991 -------------------, Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Proyek Penyuluhan Hukum Agama, 1991 Ensiklopedi Islam, PT. Ichtiar Baru, Van Hoeve, 1994, jilid 3. Hasan, Terjemah Bulughul Marom, Pustaka Taman, Bangil: 1991. Humaidi, Syaikh bin Abdul Aziz Al Humaidi “Kawin Campur Dalam Syari’at Islam” Pustaka Al Kautsar, Jakarta: 1992, Ichtijanto, Perkawinan Campuran dalam Negara Republik Indonesia, (Badan Litbang Agama Dan Diklat Keagamaan Departemen Agama RI: 2003 Indra, Hasbi, Potret Wanita Sholehah, Pena Madani, Jakarta,2005. Jurjawi, Syeikh Ali Ahmad, Falsafah dan Hikmah Hukum Islam, Semarang: CV Asy syifa’, 1992. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1997. Hlm.675 Laporan Monografi Kelurahan Kalipancur Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang Propinsi Jawa Tengah Keadaan Bulan April Tahun 2009 Monib, Moch dan Ahmad Nur Kholis ”Kado Nikah Bagi Pasangan Nikah Beda Agama”, PT Gramedia, Jakarta, 2008. Syihab, Quraisy, wawasan Al-Qur’an, Mizan, Bandung: 2007
88
Sudarsono, Sepuluh Aspek Agama Islam, Jakarta: PT Rineka Cipta, cet 1, 1994 Surahmad, Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah, Bandung: Arsito, 1994. Syafi’I, Nasrul Umam dan Ufi Ulfiah” Ada Apa Dengan Nikah Beda Agama”, Qoltum Media, Depok, 2004. Syihab, Quraisy, wawasan Al-Qur’an, Mizan, Bandung: 1998 Tuwu, Alimudin, Pengantar Metodologi Penelitian, Jakarta: UI Press, 1995. Wulan Tutik, Titik Tri dan Triyanto “Poligami Perspektif Perikatan Pernikahan”, Telaan Kontekstual Menurut Hukum Islam dan UU Perkawianan No 1 th 1974. Yusuf, Maftuhah, Keluarga Sakinah Ditinjau Dari Segi Iman dan Ibadah, Jakarta: BKKBN, 1982. http://abiubaidah.com/nikah-beda-agama.html/ http://bh4kt1.multiply.com/journal/item/18bh4kt1-multiplycom_journal_item_18_v3f13v5b. pdf http://nurse.rusari.com/?p=18 http://sonny-tobelo.blogspot.com/2009/02/fenomena-hukum-perkawinan-bedaagama.html. Pandangan Hukum dan Hukum Agama http://www.pa-wonosari.net/asset/nikah_beda_agama.pdf http://www.thibbun-nabawiyah.com/page_info.php?id_brt=112&id_ktgbr=36 http://www1.harian-aceh.com/fokus/1824-maraknya-zina-di-negeri-syariat.html
89
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Diri: Nama
: Rosyidah Widyaningrum
Tempat/tanggal lahir : Semarang, 21 Agustus 1986 Alamat
: Jl. Taman Candi Mas II, No.219 RT. 02 RW. VII Kel. Kalipancur Kec. Ngaliyan – Semarang
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Status
: Belum Menikah
B. Pendidikan Formal: 1. SDN 01 Krapyak Semarang
Tahun lulus 1998
2. MTs Modern Muhammadiyah Paciran – Lamongan Tahun lulus 2001 3. MA YKUI Maskumambang Dukun – Gresik
Tahun lulus 2004
4. Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang
Tahun lulus 2011
Demikian daftar riwayat hidup ini dibuat dengan sebenarnya dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.
Semarang, Penulis,
Rosyidah Widyaningrum
90
Data Keluarga Beda Agama Di Kelurahan Kalipancur Kecamatan Ngaliyan
No. 1.
RT/RW 03
07
Suami Heronimus Purwantoro (53)
Pekerjaan Agama Swasta Katolik
Istri
Agama
Cinta
Tahun pernika han 1979
-
Alasan pindah agama setelah menikah -
KCS/agama masingmasing KUA/Islam
Cinta
1972
-
-
-
2000
2005
Iman kurang kuat, shingga kembali ke agama dulu -
Alasan menikah
Tahun pindah agama
IRT Islam IRT Islam
PNS Islam
Endang Pratiwi (47)
PNS Kristen
Yoga Purnomo Dimas Saputra
Islam Kristen
KCS/agama masingmasing
Cinta
1986
-
Agus Happy P (54)
Swasta Islam
Nani Lana IRT Priani Kristen (53)
Pupy Handayani
Islam
KUA/Islam
Cinta
1981
05
Galih Prasetyo (49)
BUMN Katolik
Emi Widiarti (44)
IRT Islam
Mutia Verdiana
Islam
KUA/Islam
Cinta
1991
Beberapa bulan setelah menikah Setelah menikah
01
05
Santoso Adiwono (46)
Swasta Katolik
Praning sih (48)
IRT Islam
Anggi Liliani Yomas Adrian
Islam Katolik
KUA/Islam
Cinta
1990
8.
01
05
Yahya Setia Budi (50)
Swasta Katolik
Irma Azizi (47)
IRT Islam
Islam Islam
KUA/Islam
Cinta
9.
01
05
A. Prasojo (59)
Karyawan Kristen
Indah Yuati
IRT Islam
Maya Felia Putri Boby Garinda Putra Andre Ardian
Islam
KUA/Islam
Cinta
10.
01
06
Adi Susetyo (43)
Wiraswasta Islam
Ani Martini (41)
Swasta Katolik
Hilda Anjani Gerry Saputra
Islam Islam
KCS/Agama masingmasing
Suami 1991 mengaku kalau isterinya adalah ahlul kitab (dakwah)
-
11.
07
10
Leo Agung (25)
Swasta Katolik
Ayu Ika (24)
Swasta Islam
-
-
KUA/Islam
Karena hadir nya seorang anak
Setelah menikah
07
Roni Siregar (60)
Pensiunan Kristen
3.
03
07
Muji Harsono (48)
Swasta Katolik
4.
05
07
Joko Warsilo (49)
5.
01
07
6.
01
7.
Islam Katolik
Tempat dan proses pernikahan Gereja/aga ma masingmasing
Yetty Sutarti (54) Nanik Mujiharn i (44)
03
IRT Islam
Anak Lusia Palupi Catarina Budi Astuti Agnes Cahyani Dian Susanna S Yopi Siregar Adrian Hikam Naovaliano
2.
Kamirah (48)
Pekerjaan Agama
Katolik Katolik Katolik Islam
keterangan Anak pertama memeluk agama Islam setelah menikah dengan seorang muslim. Perjanjian anak-anak ikut agama bapak
Ibu Kamirah
Perjanjian anak ikut agama ibu
Ibu Harni dan ibu Yetty selaku tetangga Ibu Erni selaku tetangga
Perjanjian anak pertama ikut agama bapak anak kedua ikut agama ibu Merasa kesulitan Anak ikut agama dalam beribadah bapak atas pilihan anak Hanya untuk melegalkan pernikahan
Anak ikut agama ibu karena lebih sering bersama ibunya.
Setelah menikah
Hanya untuk melegalkan pernikahan
1991
Setelah menikah
Hanya untuk melegalkan pernikahan
Perjanjian anak lakilaki ikut agama ayah dan anak perempuan ikut agama ibu Suami tidak pernah ke gereja tapi mengakui bahwa ia beragama katolik
1978
Setelah menikah
Hanya untuk melegalkan pernikahan
2010
Hanya untuk melegalkan pernikahan
Sumber informasi
Ibu Yetty
Bapak dan ibu Happy
Ibu emy dan ibu kardun selaku tetangga Ibu santoso
Ibu yahya
Ibu prasojo
Baik istri maupun suami maupun istri masih aktif menjalankan ibadahnya masingmasing. Perintah orang tua tetap pada agama masing-masing
Bapak dan Ibu Adi
Ayu dan tetangga