KECERDASAN EMOSIONAL ENTREPRENEUR
Mengedepankan kecerdasan emosi kita dalam bisnis itu adaIah hal yang mutlak. Anda mulai panas? Anda pikir Anda sudah mempunyai apa yang diperlukan untuk menjadi seorang wiraswastawan? Anda sudah baca semua kisah sukses tentang orang lain dan itu membuat anda ”kepanasan”? Benar, pembaca, kalau itu terjadi, tiba saatnya untuk menjadi boss bagi diri Anda sendiri. Tapi, apakah Anda sudah siap meninggalkan pekerjaan yang bagus dan nyaman dengan gaji bulanan, kantor modern, sekretaris yang efisien, dan perasaan aman yang datang pada saat anda bekerja untuk sebuah organisasi yang mapan? Seorang
teman
yang
telah
bertahun-tahun
bekerja
pada
perusahaan penerbangan nasional terbesar, dengan ribuan staf, gaji jutaan, fasilitas lengkap, tiba-tiba saja memutuskan keluar dan berwirausaha. Kata-kata yang pertama diterimanya adalah, ”Apakah kamu gila?”, ….”Kamu menghancurkan sebuah karir yang menjanjikan”…..dan caci maki lainnya. Belum lagi perasaan anak-istri, orangtua dan saudara lainnya yang tidak bisa berucap... Diperlukan keberanian besar untuk menulis surat pengunduran diri. Masih yakinkah Anda mempunyai segala sesuatu yang akan mengantarkan Anda menjadi seorang wiraswastawan sukses? Lalu apa yang akan Anda kerjakan? Peraturan pertama kewirausahaan, latihlah diri Anda untuk melihat kekosongan atau celah di pasar, lalu mengisinya. Lihatlah sekeliling Anda. Lihatlah orang di jalanan, mereka yang duduk di belakang mesin jahit, pelayanan apa yang
1
akan dia
berikan? Lihatlah wanita perempuan penjual sate ayam di dekat penginapan murah itu, mengapa ia pilih lokasi itu? Bagaimana dengan hotel baru di jalan utama itu, mengapa bisa begitu sukses? Bagaimana dengan orang yang bekerja di bagian komputer itu bisa sangat sukses dalam bisnis program perangkat lunaknya sendiri? Ada satu jawaban singkat untuk semua pertanyaan ini: bisnis ini eksis karena ada yang membutuhkan mereka. Tidak peduli apakah Anda berusaha dengan paha ayam, rumah makan bagus atau website. Atau, apakah anda berbicara tentang putaran harian Rp100.000 atau Rp.100.000.000. Dari mulai Tanah Abang – Jakarta Pusat, Glodok – Jakarta Pusat, bahkan daerah Sawangan, Depok Privinsi jawa Barat, prinsipnya sama: Keberhasilan dalam bisnis Bekerja dengan prinsip Menemukan sebuah kekosongan Dan mengisinya! Ketika dunia laki-laki digemparkan dengan ditemukannya pil biru Viagra yang sebenarnya adalah obat pemacu jantung, tapi kemudian jadi pemacu organ kejantanan pria, beberapa tahun lalu serentak seluruh dunia mempublikasikannya (ingat, Viagra tidak pernah beriklan di media manapun). Hasilnya, Viagra menjadi product of the year
dan menghasilkan miliaran dollar bagi
penemunya. Kasus Viagra di dunia, rupanya memberikan inspirasi bagi Simon Jonathan. Setelah sebelumnya sukses melahirkan Extra Joss, yang menghasilkan ratusan miliar, kemudian muncullah Irex yang kurang lebih sama fungsinya dengan Viagra. Dengan tag line ”Kado Ulang Tahun Mama”, dan dikemas dengan iklan yang diperankan oleh laki-laki kurus kering dan loyo, tiba-tiba menjadi perkasa setelah meminum Irex, hasilnya, produk ini meledak di pasaran. Ya, mereka jeli melihat peluang, kekosongan dan mengisinya.
2
Lalu mengapa bukan Anda yang melakukan ini? Jika Anda yang pertama menawarkan kepada publik sesuatu yang dibutuhkan publik dan tidak didapatkan dari orang lain, atau jika Anda berhasil mengantisipasi sebuah kebutuhan di masa depan, Anda memiliki sebuah kesempatan bagus untuk menjadi kaya. Sampai saat adanya kompetisi, Anda akan memiliki semua pasar itu sendirian. Sejarah
memberikan
banyak
contoh
wiraswastawan
yang
menjadi sukses dengan memenuhi atau mengantisipasi kebutuhan akan produk baru. Isaac Merit Singer memproduksi mesin jahit yang cocok untuk bekerja di ruang terbatas, bahkan di dalam kamar sekalipun. Henry Ford memakai metode jalur perakitan untuk memproduksi mobil yang bisa
dibeli orang biasa. George
Eastman melihat kebutuhan akan kamera kecil yang bisa dibawabawa.
Ray Krock dari Mc Donald melihat potensi usaha waralaba
makanan cepat saji. Darimana datangnya gagasan-gagasan seperti itu? Ada tiga macam sumber gagasan. Pertama,
pekerjaan
Anda.
Pekerjaan
yang
sudah
Anda
kerjakan bisa menjadi sebuah potensi sumber gagasan, Karena disitulah naluri bisnis Anda sudah dikembangkan. Kedua, hobi atau minat Anda di luar pekerjaan, karena itu adalah sebuah wilayah lain dimana Anda memiliki suatu perasaan alamiah. Sumber ketiga, adalah apa yang sering disebut orang sebagai ”observasi pejalan kaki”, atau mengenali sebuah peluang melalui suatu perjumpaan biasa, atau suatu insiden dalam kehidupan sehari-hari Anda. Kalau Anda yang pertama, maka Anda tidak harus brilian. Nanti Anda akan memiliki waktu untuk mengembangkan dan memperbaiki segala sesuatu yang pemah Anda lakukan. Tapi ketika yang lain mulai berkompetisi dengan Anda, maka Anda harus menjadi yang terbaik.
3
Bekerja Keras Nasib seorang wiraswastawan tidak mudah. Anda harus bekerja keras. Namun, karena Anda bekerja disebagian besar waktu Anda, pasti ada harga yang harus dibayar. Korban pertama adalah kehidupan sosial Anda. Waktu untuk berkencan, untuk keluarga, bahkan untuk bersenang-sengang tidak akan anda miliki pada masa-masa awal menjalankan bisnis anda.. Bisa-bisa ini menjadi sebuah kehidupan yang sunyi. Dalam keadaan seperti ini Anda sangat beruntung apabila memiliki kekasih atau seorang istri yang setia menemani dalam suka maupun duka. Karena menjadi seorang wirausahawan juga adalah masalah daya tahan. Seperti mendung di musim hujan. Setelah hujan pun turun, langit akan menjadi cerah kembali. Ada kompensasi. Semakin keras Anda bekerja, maka Anda akan semakin beruntung. Kami punya rekan, namanya Apiko Joko Mulyono. Dia, ”cuma” reporter di tabloid keluarga muslim, Fikri namanya. Sebagai employee — kalau mengikuti teori kuadran Robert
T.
Kiyosaki
interpersonalnya”,
–
berkat
dorongan
kami,
dan
”keahlian
berkomunikasi, ia kami desak menjadi jurnalis
”semi-bisnis” dalam arti, memfungsikan ketrampilan jurnalistik dan lobbynya untuk menulis soft advertorial. Meski awalnya agak ogahogahan, ia memula peran-peran semacam copywriter, penulis artikel soft advertorial di tabloidnya (maksudnya: rubrik bernuansa promotif, dengan dua macam kompensasi: penjualan langsung dalam jumlah minimal tertentu, atau semi-iklan). Bung Apiko, meskipun masih sayang profesi jurnalistiknya, mulai menjalankan tugas barunya. Hasilnya? Luar biasa untuk reporter yang sepanjang empat tahunan bekerja, murni sebagai jurnalis. Apiko berhasil mencapai targetnya. Ia memang bekerja keras, dan agak mengorbankan waktunya untuk keluarga. Bukan itu saja. Ia ”tebal muka” dicibiri
4
sebagai ”jurnalis matre” (materialis, Pen.), karena artikelnya kian selektif
pada
isu-isu
yang
”bergizi”
alias
bisa
menghasilkan
”penjualan langsung” ataupun ”semi advertorial”. Akibat lanjutnya, bisa ditebak. Dari ”main-main” jadi serius. Bossnya, pemimpin perusahaan tabloid Fikri, malah menargetkan jumlah tertentu perminggunya harus ia capai. target itu, tercapai, bahkan beberapa kali
terlampaui.
Apa
yang
ia
kerjakan,
semua
orang
di
perusahaannya tahu. Meski pun berisiko dilecehkan, Apiko tahan banting.
The
show
must
go
on.
Apa
yang
dikerjakannya,
menginspirasi unit bisnis lainnya di bawah payung holding yang sama. ”Syukur, istri saya sangat pengertian. Untuk kerja keras itu, saya bisa menabung dengan nilai yang lumayan dibanding rekan selevel saya. Saya bisa membeli sepeda motor secara tunai, dalam tahun kedua saya bekerja. Itu sesuatu yang tidak saya bayangkan sama sekali, bahwa saya mampu membelinya.” Itulah Apiko, yang karena masih sayang pada profesi jurnalistiknya, mengaku baru menggunakan belum separuh dari potensi enterprenership yang ada dalam dirinya. ”Seseorang yang bekerja 16 jam sehari akan sampai ke tempat yang ingin dicapainya dua kali lebih cepat daripada orang yang bekerja 8 jam sehari.” David Ogilvy Ketekunan Jaques Cousteau, penyelidik, penemu dan ahli lingkungan dalam sebuah
wawancara
dengan
Eugene
Grisham
penulis
buku
Achievement Factors dalam sebuah wawancara di atas sebuah jet carteran menuju Atlanta, mengungkapkan pendapat menarik. Kami kutip untuk Anda.
5
”Bagaimana Anda bisa mengerjakan semua itu?” Cousteau terdiam beberapa saat, lalu menjawab. ”Saya keras kepala – kalau saya punya suatu maksud di kepala saya…saya membuat daftar hal-hal untuk main-main: Amazon, Haiti, kapal Angina. Saya mencoba, dan saya tidak punya uangnya. Saya mencoba lagi, dan saya tidak dapat uangnya, dan setelah sepuluh tahun saya mendapatkannya.” Dengan bijaksana, dengan penuh tekat dan ketekunan, selalu mengejar apa yang ia inginkan, kadang cepat, kadang-kadang pelan, ia telah mengalami kemenangan-kemenangan. Pada tahun 1943, tabung oxygen (Aqualung) yang ia kembangkan dengan Emile Gagnan, memberi kesempatan petualangan di bawah air, membuka dunia di bawah air untuk berjuta-juta penyelam scuba. Lalu ia kembangkan keterampilan sebagai seorang ahli fotografi di bawah air, dan pada tahun 1956, ia menangkan Oscar untuk The Silent World. Sembilan tahun kemudian ia sekali lagi memenangkan oscar untuk World Without Sun. Saat ini usianya 80-an. Dan kakek Cousteau masih bekerja, masih memeriksa hal-hal yang ia catat dalam daftarnya, menyusun daftar, lalu mengeksekusi satu persatu daftar targetnya.
Fokus Logika ”focusing”, meminjam fenomena matahari. Mahakarya Tuhan ini, sumber energi yang amat kuat, yang setiap jamnya menyinari bumi dengan jutaan kilowatt energi. Siapa pun, bisa ”mandi matahari” berjam-jam dengan risiko yang ringan. Bagaimana dengan laser? Seberkas sinarnya, adalah energi lemah. Ia hanya membutuhkan beberapa kilowatt energi tetapi bisa difokuskan menjadi sebuah pancaran cahaya yang koheren. Dari
6
seberkas cahaya laser, temuan ilmuwan bisa menggunakannya untuk dari memotong baja sampai mematikan sel kanker. Beralih
pada
perbincangan
sebuah
usaha.
Anda
bisa
menciptakan efek yang sama: sebuah kemampuan kuat laksana laser untuk mendominasi sebuah pasar. Itulah yang kami maksud sebagai ”tindakan memfokuskan”. Ketika sebuah usaha menjadi tidak fokus, ia akan kehilangan kekuatannya. Usaha itu menjadi seperti matahari, menyebarkan energinya terlalu banyak produk, di pasar yang terlalu luas. Konsentrasi, kemampuan untuk memberikan perhatian penuh kepada
tugas
yang
dihadapi,
dan
dalam
jangka
panjang,
berkonsentrasi pada suatu karier, merupakan satu
segi dari
fokus. Tetapi bukan hanya itu. Segi lainnya, intensitas. Intensitas melibatkan kemampuan untuk menyalurkan sejumlah besar tenaga pada tugas yang dihadapi. Menjalankannya sebagai kebiasaan, akan meningkatkan karier Anda. Secara analog, fokus mempunyai pengaruh yang sama terhadap pekerjaan seseorang, bak lensa pembesar yang dipegang di atas sehelai kertas pada hari yang cerah. Memegang lensa dengan sudut yang tepat, membuat sinarsinar berkonsentrasi pada satu titik, sanggup membakar kertas itu. Prioritas, masuk dalam gagasan fokus. Jangan segan-segan mengubah dan menaruh yang paling penting sebagai nomor satu jika sesuatu yang tak terduga muncul. Bekerjalah atas dasar prioritas. Tahukah Anda, apa rahasia nomor satu sukses? Prioritas. Helen Gurley Brown Tentukanlah apa prioritas puncak dalam pekerjaan dengan berpikir secara cermat untuk apa perusahaan mempekerjakan Anda. Banyak orang membuat kesalahan dengan bekerja keras
7
untuk tiap tugas yang mereka hadapi, tanpa atau dengan sedikit sekali memperhitungkan pentingnya tugas-tugas itu. Pada akhir hari, mereka akan sangat kelelahan, sambil memuji diri sendiri karena semua pekerjaan sudah diselesaikan. Sayangnya, ada saja yang tanpa sadar sudah membelakangkan pekerjaan penting (important) dan mendesak (urgent). Penting saja, mungkin bisa saja bukan di uturan teratas, tapi urgent, sesuatu yang terkait dengan deadline, yang tak bisa tidak, ia didahulukan atau sesuatu yang buruk menghadangnya. Letakkanlah surat-surat, memo-memo dan peringatanperingatan tentang semua tugas lainnya yang menunggu dalam map-map dengan tanda prioritas A, B, dan C. Alan Lakein, Konsultan Manajemen Waktu Membahas soal fokus, bisa kita mengutip pendapat Eugene Grisham dalam Achievement Factor, buku best seller dunia itu. Ia bercerita tentang faktor-faktor sukses hasil wawancara bertahuntahun dengan tokoh-tokoh sukses dunia. Kesimpulan buku itu cuma satu: “Untuk sukses besar dalam suatu bidang, apapun bidangnya, dibutuhkan waktu setidaknya sepuluh tahun dengan tetap berfokus pada bidang tersebut.” Kami yakin benar dengan kesimpulan buku itu. Kami punya bukti, seorang yang cukup kami kenal, sejak lulus SMA, hidup dari berdagang dan tak pemah berpindah-pindah bidang usaha kecuali pada produk rumah tangga yang sangat digemari kaum ibu. Kenyataannya, tak sampai sepuluh tahun, ia sukses di bidang yang digelutinya. Itulah kekuatan fokus. Bak air yang menetesi sebuah batu, setetes demi setetes; hari berganti hari, tahun berganti tahun, pada saatnya, kita akan terkaget-kaget melihat kenyataan bahwa batu tersebut telah menjadi cekung hanya karena tetesan air.
8