BAB II KECERDASAN EMOSIONAL, PERILAKU DELINKUEN DAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
2.1 Kecerdasan Emosional 2.1.1 Pengertian Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosi semula diperkenalkan oleh Peter Salovy dari Universitas Harvad dan John Mayer dari Universitas Hampshire. Istilah itu kemudian dipopulerkan oleh Daniel Goleman dalam karya monumentalnya “Emotional Intelligence” (Mujib dan Mudzakir, 2001: 320). Menurut Alfred Binet intelligensi terdiri dari tiga komponen yaitu: a) Kemampuan untuk mengarahkan fikiran atau mengarahkan tindakan, b) Kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila tindakan tersebut telah dilaksanakan, c) Kemampuan untuk mengkritik diri sendiri (Azwar, 1992: 5). Menurut Goleman bahwa kata “emosi” adalah berasal dari kata “movere” kata kerja bahasa Latin yang berati menggerakkan, tergerak, ditambah awalan “e”, untuk memberi arti bergerak menjauh, mengeratkan bahwa kecenderungan untuk bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi (Goleman, 2001: 7). Hal tersebut sebagai akibat
15
16 dari suatu stimulan yang menyebabkan munculnya suatu keinginan untuk bertindak. Daniel Goleman juga merumuskan bahwa emosi merujuk pada psikologis dan serangkaian kecerdasan untuk bertindak. Emosi dapat dikelompokkan sebagai suatu rasa marah, kesedihan, rasa takut, kenikmatan, cinta, terkejut, jengkel dan malu (Goleman, 1999: 412). Para pakar psikologi telah mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai berikut: Menurut Salovery dan Mayor dalam stain dan Book (2002:30) menjelaskan bahwa “Kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk mengenali perasaan, marah, dan membangkitkan perasaan untuk membantu
pikiran,
memahami
perasaan
dan
maknanya,
dan
mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan intelektual”. Menurut Goleman (1995:35) kecerdasan emosional berarti: Abilities such as being able to motivare one self and delay gratification, to regulate one’s mood and keep distrees from swaming the ability to think to empathize and to hope”. Artinya, kecerdasan emosional adalah kemampuan seperti kemampuan memotivasi diri dan bertahan dalam menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak berlebih-lebihan, mengatur suasana hati dan menjaga agar setiap berfikir jernih, berempati dan optimis.
17 Menurut Cooper, yang dikutip oleh Agustian, kecerdasan emosi adalah kemampuan merasakan, memahami dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi koneksi dan pengaruh manusiawi. Hati mengaktifkan nilai-nilai yang paling dalam, mengubah dari sesuatu yang dipikir menjadi sesuatu yang dirasakan dan dijalani. Hati adalah sumber keberanian, semangat, integritas dan komitmen, hati adalah sumber energi tenaga dan perasaan yang menuntut kita belajar menciptakan, bekerjasama, memimpin dan menolong. Bukan orang-orang yang serba praktis dan optimis. Kreatif bukan hasil final IQ semata, namun juga dibentuk oleh kecerdasan emosional yang tinggi (Agustian, 2001: 44). Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang untuk memproses informasi yang berhubungan dengan emosional perasaan diri dan orang lain sehingga mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan yang menunjukkan perkembangan emosi dan intelektual seseorang.
2.1.2 Unsur-unsur Kecerdasan Emosi Kecerdasan emosi merujuk kepada suatu kemampuan untuk memahami perasaan diri masing-masing dan perasaan orang lain, kemampuan untuk memotivasi dirinya sendiri dan menata dengan baik
18 emosi-emosi yang muncul dalam dirinya dan dalam berhubungan dengan orang lain (Goleman, 2000: 512). Kecerdasan emosi menuntut seseorang untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan pada diri sendir dan orang lain untuk menanggapinya dengan tepat, menerapkan dengan efektif informasi dan energi emosi dalam kehidupan sehari-hari (Basic Education Projec, 2000: 6). Kecerdasan emosional memiliki lima unsur di antaranya: (Goleman, 2000:513). a. Kesadaran diri (kemampuan mengenali emosi diri) Kesadaran diri adalah keadaan ketika seseorang dapat menyadari emosi yang sedang menghinggapi pikiran akibat permasalahan-permasalahan yang dihadapi untuk selanjutnya dalam menguasainya, Steven dan Haward mendefinisikan kesadaran diri adalah kondisi tempat dibangunnya hampir semua unsur kecerdasan emosi, langkah awal yang penting untuk menjelajahi dan memahami diri dan untuk berubah (Haward, 2003: 75). Menurut Goleman, (1999: 83). Ada tiga kecakapan utama kesadaran diri yaitu: 1) Kesadaran emosi, mengenali emosi sendiri dan pengaruhnya orang dengan kecakapan ini untuk: a) Tahu emosi mana yang sedang mereka rasakan dan mengapa.
19 b) Menyadari keterkaitan antara perasaan mereka dengan yang mereka pikirkan, perbuatan dan katakan c) Mengetahui bagaimana perasaan mereka mempengaruhi kinerja d) Mempunyai kesadaran yang menjadi pedoman untuk nilainilai dan sasaran-sasaran mereka. 2) Pengukuran diri yang aktual, mengetahui sumber daya batiniah, kemampuan dan keterbatasan diri orang dengan kecakapan ini untuk: a) Sadar
tentang
kekuatan-kekuatan
dan
kelemahan-
kelemahannya b) Menyempatkan
diri
untuk
merenung,
belajar
dari
pengalaman c) Terbuka terhadap umpan balik yang tulus, bersedia menerima perspektif baru, mau terus berusaha dan mengembangkan diri sendiri d) Mampu menunjukkan rasa humor dan bersedia memandang diri sendiri dengan perspektif yang luas. 3) Kepercayaan diri, kesadaran yang kuat tentang harga dan kemampuan diri sendiri, orang dengan kecakapan ini untuk: a) Berani tampil dengan keyakinan diri, berani menyatakan “keberadaannya”.
20 b) Berani menyuarakan pandangan yang tidak popular dan bersedia berkorban demi kebenaran. c) Tegas mampu membuat keputusan yang baik kendati dalam keadaan tidak pasti dan tertekan. b. Pengendalian diri atau pengaturan diri Pengendalian emosi oleh diri sendiri tidak hanya berarti meredam rasa tertekan atau menahan gejolak emosi. Ini juga bisa berarti dengan sengaja menghayati suatu emosi termasuk emosi yang tidak menyenangkan. Pandangan tentang kendali diri emosi tidak berarti harus menyangkal atau menekan perasaan yang sejati. Suasana hati yang buruk misalnya. Bukannya tidak mempunyai manfaat, marah dapat menjadi sumber motivasi yang sangat kuat, khususnya bila berpangkal dari keharusan membela ketidakadilan. Terdapat lima kecakapan emosi yang berhubungan dengan pengaturan diri yaitu: 1) Pengendalian diri, orang dengan kecakapan ini untuk: a) Mengelola dengan baik perasaan-perasaan impulsive dan emosi-emosi yang menekan mereka b) Tetap teguh, tetap positif dan tidak goyah bahkan dalam situasi yang paling berat c) Berpikir dengan jernih dan tetap terfokus kendati dalam tekanan.
21 2) Sifat dapat dipercaya, orang dengan kecakapan ini untuk: a) Bertindak menurut etika dan tidak pernah mempermalukan orang b) Membangun kepercayaan lewat keandalan diri dan otentisitas c) Mengakui kesalahan sendiri dan berani menegur perbuatan tidak etis orang lain. d) Berpegang pada prinsip secara teguh bahkan baik akibatnya adalah menjadi tidak disukai. 3) Sifat bersungguh-sungguh a) Memenuhi komitmen dan mematuhi janji b) Bertanggung jawab sendiri untuk memperjuangkan tujuan mereka c) Terorganisasi dan cermat dalam bekerja. 4) Inovasi, orang dengan kecakapan ini untuk: a) Selalu mencari gagasan baru dari berbagai sumber b) Mendahulukan solusi-solusi yang orisinil dalam pemecahan masalah c) Menciptakan gagasan-gagasan baru d) Berani mengubah wawasan dan mengambil resiko akibat pemikiran baru mereka.
22 5) Adaptasi a) Terampil menangani beragamnya kebutuhan, bergesernya prioritas dan pesatnya perubahan b) Siap mengubah tanggapan dan taktik untuk menyesuaikan diri dengan keadaan. c) Luwes dalam memandang situasi. Pengendalian diri ini terkait dengan kemampuan kita untuk tahan menghadapi cobaan, kemampuan untuk tetap tenang dan berkonsentrasi, tahan menghadapi kejadian yang gawat dan tetap tegar menghadapi konflik. Istilah pengendalian diri sama juga dengan sabar, jika sabar telah tumbuh dalam diri seseorang muslim, maka ia dapat dijadikan sebagai sarana untuk mencapai keridhaan Allah. Firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 153:
ﺼﻠﹶﺎ ِﺓ ﺍﻟﺒ ِﺮ ﻭ ﺼ ﻮﺍ ﺑِﺎﻟﺘﻌِﻴﻨﺳ ﻮﺍ ﺍﻣﻨ ﻦ ﺃ ﺎ ﺍﱠﻟﺬِﻳﻳﻬﺎﹶﺃﻳ (153 :ﻦ )ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ ﺎِﺑﺮِﻳﻊ ﺍﻟﺼ ﻣ ﷲ َ ِﺇ ﱠﻥ ﺍ Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS. al-Baqarah: 153) (Depag RI, 38) c. Motivasi Motivasi diri adalah dorongan hati untuk bangkit. Ia merupakan inti secercah harapan dalam diri seseorang yang membawa orang itu mempunyai cita-cita yang mendorongnya
23 untuk meraih yang lebih tinggi. Motivasi merupakan kepercayaan bahwa
sesuatu
dapat
dilakukan
bahkan
ketika
masalah
menghadangnya. Kemampuan seseorang memotivasi diri dapat ditelusuri halhal sebagai berikut: a) Cara mengendalikan dorongan hati, b) Derajat kecemasan yang berpengaruh terhadap kerja seseorang, c) Kekuatan berfikir positif, d) Optimisme dan, e) Kesadaran flou (mengikuti aliran), yaitu keadaan ketika perhatian seseorang sepenuhnya tercurahkan ke dalam apa yang sedang terjadi; pekerjaannya hanya berfokus pada satu objek. Dengan kemampuan memotivasi diri yang dimilikinya, maka seseorang akan cenderung memiliki pandangan yang positif dalam menilai segala sesuatu yang terjadi dalam dirinya (Mu’tadirin, 2002: 3) Terdapat empat kecakapan emosi yang berhubungan dengan motivasi, yaitu: 1) Dorongan untuk berprestasi. Orang dengan kecakapan ini untuk: a) Berorientasi kepada hasil, dengan semangat juang tinggi untuk meraih tujuan dan memenuhi standard. b) Menetapkan
sasaran
yang
menantang
dan
berani
mengambil ketidakpastian dan mencari cara yang lebih baik.
24 c) Mencari informasi sbeanyak-banyaknya guna mengurangi ketidakpastian dan mencari cara yang lebih baik. d) Terus belajar untuk meningkatkan kinerja mereka. 2) Komitmen. Orang dengan kecakapan ini untuk: a) Siap berkorban demi pemenuhan sasaran organisasi yang lebih penting. b) Merasakan dorongan semangat dalam misi yang lebih besar c) Menggunakan
nilai
kelompok
dalam
pengambilan
keputusan dan penjabaran pilihan-pilihan d) Aktif mencari peluang guna memenuhi misi kelompok. 3) Inisiatif. Orang dengan kecakapan ini untuk: a) Siap b) Siap memanfaatkan peluang c) Mengejar sasaran lebih daripada yang dipersyaratkan atau diharapkan dari mereka. d) Berani melanggar batas-batas yang tidak prinsip bila perlu agar tugas dapat dilaksanakan. e) Mengajak orang lain melakukan sesuatu yang tidak lazim dan bernuansa petualangan. 4) Optimisme. Orang dengan kecakapan ini untuk: a) Tekun dalam mengajar sasaran kendati banyak halangan dan kegagalan b) Bekerja dengan harapan untuk sukses bukannya takut gagal
25 c) Memandang kegagalan atau kemunduran sebagai situasi yang dapat dikendalikan ketimbang sebagai kekurangan pribadi. d. Empati: Empati menurut Steven dan Haward adalah “menyelaraskan diri (peka)” terhadap apa, bagaimana, dan latar belakang perasaan dan pikiran orang lain sebagaimana orang tersebut merasakan dan memikirkannya (Stein, 2003: 139). Goleman menyatakan bahwa selain memahami perasaan dan masalah orang lain, seseorang yang empatik akan mampu pula untuk berpikir dengan sudut pandang orang lain (Goleman, 1999: 428). Kemampuan empati sangat bergantung pada kemampuan seseorang
dalam
merasakan
perasaan
sendiri
demi
mengidentifikasi perasaan tersebut. Apabila seseorang tidak dapat merasakan perasaan tertentu, maka akan sulit bagi orang itu untuk memahami perasaan orang lain. Untuk itu semakin tinggi kemampuan memahami emosi diri, maka akan lebih mudah untuk menjelajahi dan memasuki emosi orang lain (Ahmadi, 1998: 110). Ada 5 kecakapan utama empati, yaitu: 1) Memahami orang lain. Orang dengan kecakapan ini untuk: a) Memperhatikan
isyarat-isyarat
mendengarkannya dengan baik.
emosi
dan
26 b) Menunjukkan
kepekaan
dan
pemahaman
terhadap
perspektif orang lain. c) Membantu berdasarkan pemahaman terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain. 2) Mengembangkan orang lain. Orang dengan kecakapan ini untuk: a) Mengakui dan menghargai kekuatan, keberhasilan, dan perkembangan orang lain. b) Menawarkan
umpan
balik
yang
bermanfaat
dan
mengidentifikasi kebutuhan orang lain untuk berkembang. c) Menjadi montir, memberikan pelatihan pada waktu yang tepat, dan penugasan-penugasan yang menantang serta memaksakan dikerahkannya ketrampilan seseorang. 3) Orientasi pelajaran. Orang dengan kecakapan ini untuk: a) Memahami
kebutuhan-kebutuhan
anggota
dan
menyesuaikan semua itu dengan pelayanan yang tersedia. b) Mencari berbagai cara untuk meningkatkan kepuasan dan kesetiaan anggota. c) Dengan senang hati menawarkan bantuan yang sesuai. d) Menghayati
perspektif
anggota,
penasehat yang dapat dipercaya.
bertindak
sebagai
27 4) Mendayagunakan keragaman a) Hormat dan mau bergaul dengan orang-orang dari bermacam-macam latar belakang. b) Memahami beragamnya pandang dan peka terhadap perbedaan antar kelompok. c) Memandang keragaman sebagai peluang, menciptakan lingkungan yang memungkinkan semua orang sama-sama maju kendati berbeda-beda. d) Berani menentang sikap membeda-bedakan dan intoleransi. 5) Kesadaran Politik a) Membaca dengan cermat hubungan kekuasaan yang paling tinggi b) Mengenal dengan baik semua jaringan sosial yang penting c) Membaca dengan cermat realitas organisasi maupun realitas e. Ketrampilan sosial (membina hubungan dengan orang lain) Seni dalam membina hubungan dengan orang lain merupakan ketrampilan sosial yang mendukung keberhasilan dalam pergaulan dengan orang lain. Tanpa memiliki ketrampilan sosial, mengalami kesulitan dalam pergaulan sosial. Orang yang tidak memiliki ketrampilan semacam inilah yang menyebabkan seseorang seringkali dianggap angkuh, mengganggu atau tidak berperasaan (Mu’tadirin, 2002: 3).
28 Ketrampilan sosial yang makna intinya adalah seni menangani emosi orang lain, merupakan dasar bagi beberapa kecakapan, yaitu antara lain: 1) Pengaruh. Orang dengan kecakapan ini untuk: a) Terampil dalam persuasi b) Menyesuaikan persentasi untuk menarik hati pendengar. c) Menggunakan strategi yang kuat seperti memberi pengaruh tidak langsung untuk membangun consensus dan dukungan. 2) Komunikasi: a) Efektif dalam memberi dan menerima menyertakan isyarat emosi dalam pesan-pesan mereka. b) Menghadapi masalah sulit tanpa ditunda. c) Mendengarkan dengan baik, berusaha saling memahami dan bersedia berbagi informasi secara utuh. d) Menggalakkan komunikasi terbuka dan tetap bersedia menerikan kabar buruk sebagaimana kabar baik. 3) Manajemen konflik. Orang dengan kecakapan ini untuk: a) Menangani orang-orang sulit dan situasi tegang dengan diplomasi dan taktik b) Mengindentifikasi hal-hal yang berpotensi menjadi menjadi konflik, menyelesaikan perbedaan pendapat secara terbuka dan membantu mendinginkan situasi. c) Menganjurkan debat dan diskusi secara terbuka.
29 d) Mengantar ke solusi menang-menang (tidak ada yang mengalah) 4) Kepemimpinan a) Mengartikulasi dan membangkitkan semangat untuk meraih visi serta misi bersama. b) Melangkah di depan untuk memimpin bila diperlukan tidak peduli sedang di mana. c) Memandu kinerja orang lain namun tetap memberikan memimpin lewat teladan. 5) Katalisator perubahan. Orang dengan kecakapan ini untuk: a) Menyadari
perlunya
perubahan
dan
dihilangkannya
hambatan. b) Menentang
status
quo
untuk
menyatakan
perlunya
perubahan. c) Menjadi pelopor perubahan dan mengajak orang lain ke dalam perjuangan ini. d) Membuat model perubahan seperti yang diharapkan oleh orang lain. Berdasarkan unsur-unsur dan tolak ukur EQ di atas, sebagaimana dikemukakan para ahli, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa remaja yang mempunyai kecerdasan emosi tinggi adalah mencoba yang mempunyai kemampuan untuk mengetahui apa yang dirasakan pada suatu saat, mampu mengatur diri sendiri sehingga berdampak positif kepada pelaksanaan tugas
30 (dapat
dipercaya,
jujur
dan
bertanggung
jawab),
mampu
memotivasi diri sendiri sehingga mampu bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi, mampu merasakan apa yang dirasakan orang lain (empati), serta mampu menangani emosi dengan baik ketika
berhubungan
dengan
orang
lain
atau
mempunyai
kemampuan berkomunikasi dengan baik. Pendek kata bahwa remaja yang mempunyai kecerdasan emosi tinggi adalah mereka yang berakhlakul karimah, bertingkah laku yang baik, berbudi pekerti yang luhur dalam kehidupan sehari-hari.
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional a. Faktor Keluarga Kecerdasan emosional atau emotional quotial, bukan didasarkan pada kepintaran seorang anak, melainkan pada karakteristik pribadi atau “karakter” Penelitian-penelitian sekarang menemukan bahwa ketrampilan sosial dan emosional ini lebih penting bagi keberhasilan hidup ketimbang kemampuan intelektual (Shapiro, 1997: 4). Barangkali perbedaan yang paling penting antara IQ dan EQ adalah EQ tidak begitu dipengaruhi oleh faktor keturunan, sehingga membuka kesempatan bagi orang tua dan para pendidik untuk melanjutkan apa yang sudah disediakan oleh alam agar anak
31 mempunyai peluang lebih besar untuk keberhasilan (Shapiro, 1997: 10). Dalam rumah tangga keluarga merupakan lingkungan pendidik yang pertama dan utama bagi seorang anak sehingga anak akan mampu mencapai tingkat kematangan. Kematangan di sini adalah bisa dikatakan sebagai seorang individu di mana ia seperti menguasai lingkungannya secara aktif. Ginott berpendapat bahwa salah satu tanggung jawab orang tua yang paling penting adalah mendengarkan anak-anaknya, bukan saja mendengarkan kata-kata mereka, melainkan juga perasaanperasaan dibalik kata-kata mereka itu. Ia juga menganjurkan bahwa komunikasi mengenai emosi dapat berfungsi sebagai sebuah sarana bagi orang tua untuk mengajarkan nilai-nilai kepada anak-anak mereka. Komunikasi antara orang tua dengan anak harus senantiasa menjaga harga diri kedua belah pihak, orang tua merasa berusaha berempati dengan anak-anak mereka, artinya merasakan apa yang dirasakan oleh anak-anak mereka (Gottman, 1999: 21). b. Faktor lingkungan sekolah Lingkungan sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematis melakukan program bimbingan, pengajaran, dan latihan dalam rangka membantu siswa agar mampu mengembangkan potensinya, baik yang menyangkut aspek moral spiritual, intelektual, emosional, maupun sosial.
32 Mengenai kepribadian
peranan
anak,
Hurlock,
sekolah
dalam
mengemukakan
mengembangkan bahwa
sekolah
merupakan faktor penentuan bagi perkembangan kepribadian anak (siswa) baik dalam cara berpikir, bersikap maupun cara berperilaku. Sekolah berperan sebagai substitusi keluarga dan guru sebagai substitusi orang tua. Kesempatan
pertama
untuk
membentuk
unsur-unsur
kecerdasan emosional terletak pada tahun-tahun awal, meskipun kemampuan terus terbentuk sepanjang masa sekolah. Kemampuan emosional yang diperoleh anak dalam kehidupannya di kemudian hari bergantung pada kemampuan paling awal itu. Perkembangan emosi sejalan dengan perkembangan usia seseorang. Semakin dewasa, emosi yang dimiliki akan semakin matang. Namun, kedewasaan emosi juga bisa berkembang sebagai hasil interaksi dengan lingkungan baik disengaja oleh pihak lain atau tidak (Goleman, 1999 : 273). Lingkungan sekolah adalah sebuah wadah untuk belajar bersama, belajar merupakan salah satu faktor yang penting dalam perkembangan emosi. Hal ini dikarenakan belajar adalah faktor yang dapat dikendalikan sekaligus sebagai tindakan preventif. Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional anak adalah keluarga atau orang tua dan sekolah, keluarga sebagai pendidik pertama dan
33 utama bagi anak. Sedangkan sekolah merupakan pendidikan lanjutan dari apa yang telah anak peroleh dari keluarga. Keduanya berpengaruh
terhadap
emosi
anak,
dan
keluargalah
yang
sesungguhnya mempunyai pengaruh yang lebih kuat dibandingkan di sekolah, karena di dalam keluarga kepribadian anak dapat dibentuk sesuai dengan didikan orang tua dalam kehidupan.
2.1.4 Usaha-usaha
untuk
Membina
dan
Mengembangkan
Kecerdasan Emosional Cara mengembangkan kecerdasan emosi banyak diusulkan para praktisi dan penulis di antaranya adalah pendapat Claude Steiner dan John Gottman. Menurut Claude Steiner dan John Gottman ada 3 langkah utama dalam mengembangkan kecerdasan emosional (EQ) yaitu membuka hati, menjelajahi emosi, dan bertanggung jawab. a. Membuka hati Membuka hati, ini adalah langkah pertama karena hati adalah simbol pusat emosi. Hati yang merasa damai saat berbahagia, dalam kasih sayang, cinta atau kegembiraan. Hati merasa sedih, marah atau patah hati. Tahap-tahap untuk membuka hati adalah latihan memberikan stoke kepada teman, meminta stoke, menerima atau menolak stoke dan memberikan stoke sendiri.
34 b. Menjelajahi dataran emosi Sekali membuka hati berarti seseorang menjadi lebih bijak menanggapi perasaan orang lain di sekitarnya. Tahapan penjelajah emosi adalah pernyataan atau tindakan menanggapi percikan intuisi dan validasi percikan intuisi. c. Mengambil tanggung jawab Untuk memperbaiki dan mengubah kerusakan hubungan, seseorang harus mengambil tanggung jawab dan tidak cukup dengan membuka hati, memahami dataran emosional orang di sekitarnya, dan ketika suatu peta masalah terjadi antara seseorang dengan orang lain adalah sulit untuk melakukan perbaikan tanpa tindakan lebih jauh. Setiap orang harus mengerti permasalahan, mengakui kesalahan yang terjadi, membuat perbaikan dan memutuskan bagaimana mengubah sesuatunya, dan perubahan memang harus dilakukan. Langkah-langkah untuk menjadi tanggung jawab adalah mengakui kesalahan bagaimana dapat menerima atau menolak pengakuan, meminta maaf dan menerima/hendak minta maaf (Nggermanto, 2001: 100 - 102). Selain langkah tersebut di atas John Gottman dalam nggermanto, (2001: 102). Cara menerapkan dan mengembangkan EQ. Langkah-langkah yang diambil antara lain:
35 a. Mendengarkan Dengan Empati Sebuah situasi merupakan suatu kesempatan untuk menjalin keakraban dan membantu pemecahan masalah, langkah yang paling penting dalam proses pelatihan emosi: mendengarkan dengan empati. Para pendengar dengan empati menggunakan mata mereka untuk mengamati petunjuk fisik emosi-emosi anak mereka, menggunakan imajinasi untuk melihat situasi tersebut dari titik pandang anak itu, menggunakan kata-kata untuk merumuskan kembali, dengan cara menenangkan dan tidak mengecam, menggunakan hati untuk merasakan apa yang sedang dirasakan oleh anak mereka. Sikap orang tua yang perhatian akan membuat anak
bahwa
orang
tua
menganggap
serius
keprihatinan-
keprihatinannya dan bersedia meluangkan waktu untuk masalah tersebut (Nggermanto, 2002: 104). b. Mengungkapkan Nama Emosi Salah satu langkah yang gampang dan sangat penting dalam pelatihan emosi adalah menolong anak memberi nama emosi, sewaktu emosi itu mereka alami. Semakin tepat seorang dapat mengungkapkan perasaanperasaan mereka lewat kata-kata, semakin baik. Jadi usahakanlah agar dapat membantu mereka, mencamkannya betul-betul di otak. Apabila ia sedang marah.
36 c. Membantu Menemukan Solusi Proses pemecahan masalah ini memiliki lima tahap: 1) Menentukan batas-batas 2) Menentukan sasaran 3) Memiliki pemecahan yang mungkin 4) Mengevaluasi pemecahan yang disarankan berdasarkan nilainilai keluarga 5) Menolong anak dalam memilih satu pemecahan. Seseorang dapat membantu anak-anak melalui langkahlangkah tadi. Remaja dengan pengalamannya, ia mulai mendahului dan mulai memecahkan sendiri masalah-masalah yang sulit. d. Jadilah Teladan Menurut kacamata quantum teaching, keteladanan adalah tindakan paling ampuh dan efektif yang dapat dilakukan oleh seorang pelatih emosi. Keteladanan dapat mempengaruhi perilaku dan tindakan tanpa banyak kata-kata. Bahkan menurut Covey, kata-kata hanya memberi dampak sekitar 20% kepada anak. Sedangkan keteladanan memegang peran lebih efektif. Orang tua yang berkomitmen menjadi teladan kecerdasan emosi akan memancarkan radiasi emosi positif kepada lingkungan dan memudahkan bagi anak-anak untuk meningkatkan kecerdasan emosi (Nggermanto, 2002: 105).
37 2.2 Perilaku Delinkuen Remaja 2.2.1 Pengertian Delinkuen Remaja Sebelum penulis menguraikan pengertian delinkuen remaja, maka akan diuraikan terlebih dahulu tentang pengertian remaja. Zakiah Darajat memberi pengertian remaja adalah masa peralihan yang ditempuh oleh seseorang dari kanak-kanak menuju dewasa atau dapat dikatakan bahwa masa remaja adalah perpanjangan masa kanak-kanak sebelum mencapai masa dewasa (Darajat, 1993: 69). Sedangkan menurut Andi Mappiare, remaja adalah mereka yang berada dalam usia 12 tahun sampai 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai 22 tahun bagi pria (Mappiare, 1982: 27). Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa masa remaja adalah masa perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa di mana pada masa ini banyak perubahan-perubahan yang terjadi baik fisik maupun psikis yang berumur sekitar 13 sampai 21 tahun yang belum menikah untuk remaja Indonesia. Setelah mengetahui pengertian remaja, maka penulis akan menguraikan pengertian delinkuensi remaja. Delinkuensi berasal dari kata Latin deliquere yang berarti “terabaikan atau mengabaikan”, yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, asosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau, penteror, durjana, dursila, dan lainlain. Menurut beberapa ahli, definisi delinkuensi remaja adalah:
38 Menurut Kartini Kartono juvenile delinkuensi adalah perilaku jahat atau dursila, atau kejahatan atau anak-anak muda, merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang (Kartono, 2005: 6-7). M. Gold dan J. Petronio sebagaimana dikutip oleh Sarlito Wirawan Sarwono mendefinisikan kenakalan remaja adalah tindakan oleh seseorang yang belum dewasa yang sengaja melanggar hukum dan yang diketahui oleh anak itu sendiri bahwa jika perbuatannya itu sempat diketahui oleh petugas hukum ia bisa dikenai hukuman” (Sarwono, 2002: 203). Juvenile delinkuensi menurut Bimo Walgito adalah tiap perbuatan bila perbuatan itu dilakukan oleh orang dewasa, maka perbuatan itu merupakan kejahatan. Jadi, perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh anak, khususnya anak remaja (Walgito, 1975: 2). Dengan mengkaji rumusan-rumusan di atas, maka pada intinya secara sederhana delinkuensi remaja dapat diterjemahkan sebagai kenakalan remaja. Kenakalan remaja yang dimaksud di sini, seperti yang dikatakan oleh Sarlito Wirawan Sarwono, yaitu perilaku yang menyimpang atau melanggar hukum (Sarwono, 1994: 200).
39 2.2.2 Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Terjadinya Delinkuensi Remaja Perbedaan antara delinkuensi dan non delinkuen tidak terletak pada inteligensi atau kesehatannya atau kemampuan sosialnya, melainkan terletak pada adanya infantilisme (sifat seperti anak bayi), ketergantungan, tak mampu menerima realitas, frustasi, tak dapat menguasai dorongan-dorongan nafsunya dan mempunyai sikap bermusuhan
terhadap
dunia
sekitarnya.
Kebanyakan
delinkuen
mempunyai perkembangan emosi yang tidak matang (immature). Kadang-kadang emosinya tidak stabil dan amat peka terhadap ketegangan emosional, misalnya sering menjadi agresif, bermusuhan, curiga,
cemburu,
suka
bertengkar
serta
menimpakan
kekurangmampuannya sendiri kepada kesalahan orang lain (ada kecenderungan proyeksi). Seseorang yang melakukan perbuatan delinkuen/nakal tentu tidak terjadi dengan sendirinya/bersifat spontan. Akan tetapi perbuatan delinkuen yang dilakukan oleh seseorang pasti ada penyebabnya atau ada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut Murdaningsih ada 3 faktor yang melatarbelakangi terjadinya delinkuensi remaja: a. Lingkungan keluarga 1) Status ekonomi orang tua rendah, keluarga besar, rumah kotor. 2) Memiliki kebiasaan yang kurang baik
40 3) Tidak mampu mengembangkan ketenangan emosional 4) Anak yang tidak mendapatkan kasih sayang orang tua 5) Anak asuh 6) Tidak ada persekutusan antara anggota keluarga 7) Orang tua kurang memberi pengawasan pada anaknya 8) Broken home (karena kematian, perceraian, hukuman, dan lainlainnya) b. Lingkungan sekolah 1) Sekolah
yang
berusaha
memandaikan
anak-anak
yang
sebenarnya kurang mampu 2) Guru bersikap reject (menolak) 3) Sekolah atau guru yang mendisiplinkan anak dengan cara yang kaku, tanpa menghiraukan perasaan anak 4) Suasana sekolah buruk. Hal ini menimbulkan anak suka membolos, segan/malas belajar, melawan peraturan sekolah atau melawan guru, anak meninggalkan sekolah (drop out) dan lain-lainnya. c. Lingkungan masyarakat 1) Tak menghiraukan kepentingan anak dan tidak melindunginya 2) Tidak memberi kesempatan pada anak untuk melaksanakan kehidupan sosial, dan tidak mampu menyalurkan emosi anak
41 3) Adanya contoh tingkah laku dan tempat-tempat tercela serta melawan norma (misal: pelacuran, perjudian, kriminalitas, hasut-menghasut dan lain-lainnya) (Kartono, 1985 : 106). Apabila ketiga unsur di atas ini mempengaruhi seorang anak ‘lemah’ pada waktu yang sama, maka mudahlah anak menjadi seorang delinkuen. Hal ini juga bisa ditunjang oleh adanya surat kabar, majalah, radio, bioskop, TV yang seolah-olah memuji kejahatan, sehingga anak mencontoh kepahlawanan para penjahat dan kelihaiannya yang unik (Kartono, 1985: 106). Di samping faktor-faktor di atas, faktor-faktor lainnya yang menentukan kepribadian dan watak remaja dapat dikelompokkan menjadi empat bagian yaitu: a. Faktor organobiologik Perkembangan mental intelektual (taraf kecerdasan) dan mental emosional (taraf kesehatan jiwa) banyak ditentukan sejauhmana perkembangan susunan syaraf pusat (otak) dan kondisi fisik organ tubuh lainnya. Perkembangan anak secara fisik sehat memerlukan gizi makanan yang baik dan bermutu. Sedangkan perkembangan organ otak sudah dimulai sejak bayi dalam kandungan hingga bayi berusia 4 – 5 tahun (usia balita). Sebab pada saat inilah struktur otak, baik dalam jumlah sel-sel otak maupun ukuran besarnya sel-sel itu sudah terbentuk sempurna dengan catatan bahan baku utama (gizi protein) mencukupi dan
42 tidak
ada
gangguan
penyakit
yang
dapat
mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan otak itu (Hawari, 1999: 159). b. Faktor Psiko-Edukatif Tumbuh
kembang
anak
secara
kejiwaan
(mental
intelektual) dan mental emosional, yaitu IQ dan EQ amat dipengaruhi oleh sikap, cara kepribadian orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Dalam tumbuh kembang anak itu terjadi proses imitasi dan identifikasi anak terhadap kedua orang tua. Oleh karena itu, sudah sepatutnya orang tua mengetahui beberapa aspek pengetahuan dasar yang penting sehubungan dengan pribadi anak (Hawari, 1999: 159). Kecedasan emosi merupakan serangkaian kemampuan dan kecakapan yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil mengatasi tuntutan dan tekanan dari lingkungan (Stain dan Book, 2002 : 30). Menurut
Goleman
kerugian
akibat
dari
rendahnya
kecerdasan emosional adalah: mudah cemas, mengacau dan terjebak dalam kesulitan kendati kemampuan intelektual mereka tinggi, mereka sering mengalami kesulitan tinggi seperti kegagalan akademis, kecanduan alkohol dan tindak kejahatan. Penyakit lainnya adalah: Depresi, frustasi, tindak kekerasan. Jadi sebenarnya kecerdasan
emosional
akan
mengantarkan
pergaulan
yang
humanis, dalam mencapai hidup yang bermakna (Muntoliah, 2003 : 92).
43 Faktor psiko-edukatif ini prosesnya akan mengalami gangguan apabila dalam suatu keluarga akan mengalami apa yang dinamakan dengan disfungsi keluarga. Suatu keluarga dikatakan mengalami disfungsi manakala keluarga itu terjadi gangguan dalam keutuhannya, peran orang tua, hubungan interpersonal antara anggota keluarga, dan hal-hal yang terkait (Hawari, 1999: 161). Anak yang dibesarkan dalam keluarga yang mengalami disfungsi ini mempunyai resiko lebih besar untuk terganggu kepribadiannya daripada anak yang dibesarkan dalam keluarga yang harmonis dan utuh (keluarga sakinah). Unsur utama dalam psiko-edukatif ini adalah kasih sayang yang memiliki peran penting dalam diri anak dalam keluarga. Hal ini sebagaimana dapat disimak dalam Firman Allah SWT. surat asy-Syura ayat 23 sebagai berikut:
.... ﻰﺮﺑ ﺩ ﹶﺓ ﻓِﻲ ﺍﹾﻟ ﹸﻘ ﻮ ﻤ ﺍ ِﺇ ﱠﻻ ﺍﹾﻟﺟﺮ ﻴ ِﻪ ﹶﺃ ﻋ ﹶﻠ ﻢ ﺳﹶﺄﻟﹸﻜﹸ ﹶﻻ ﹶﺃ... (2 :)ﺍﻟﺸﻮﺭﻯ … Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan …. (QS. asy-Syura: 23) (Soenarjo, dkk., 1989: 787) c. Faktor Sosial Budaya Faktor sosial budaya sangat penting perannya dalam proses pembentukan kepribadian anak di kemudian hari. Perubahan sosial yang serba cepat adalah sebagai konsekuensi globalisasi, modernisasi, industrialisasi, dan ilmu pengetahuan (IPTEK) yang
44 telah mengakibatkan perubahan-perubahan pada nilai-nilai moral, etik, kaidah agama dalam pendidikan anak dan pergaulan. Perubahan-perubahan nilai sosial budaya ini terjadi karena pergeseran pola hidup dari yang semula bercorak sosial religius kepada pola individual materialis dan sekuler (Hawari, 1999: 206). Kenyataan di atas, menunjukkan keterkaitan seseorang, baik fungsi dan peranannya di masyarakat yang selalu mempunyai nilai-nilai, prinsip-prinsip, moral, cara-cara hidup yang dihayati oleh semua anggota masyarakat itu. Jika nilai-nilai itu bersifat universal, seperti menghormati orang tua, maka setiap manusia menghormati orang tuanya, pengalaman umum inilah yang menjadi bagian dari seseorang yang sama dengan banyak orang lain di sekitarnya. Artinya semua orang yang ada dalam masyarakat, sedikit banyak mempengaruhi pribadi seorang anak. Mau tidak mau seseorang harus mengikuti aturan dan norma yang ada dalam masyarakat sekitarnya yang memiliki kondisi sosial budaya yang berbeda dengan masyarakat lainnya. d. Agama Bagaimanapun perubahan-perubahan sosial budaya terjadi maka
agama
hendaklah
tetap
diutamakan,
sebab
darinya
terkandung nilai-nilai moral etik, dan pedoman hidup sehat yang universal serta abadi sifatnya.
45 Erich From menilai bahwa kepribadian terdiri dari watak dan karakter. Watak termasuk unsur yang tetap (tidak berubah), sedangkan karakter terbentuk dari asimilasi dan sosialisasi. Asimilasi menyangkut hubungan manusia dengan lingkungan bendawi, sedangkan sosialisasi menyangkut hubungan dengan antar manusia. Dari kedua unsur inilah karakter terbentuk (Jalaluddin, 1998: 167). Dari faktor-faktor tersebut di atas, maka remaja dalam kehidupan sehari-harinya hidup dalam tiga kutub keluarga, sekolah dan masyarakat. Kondisi masing-masing kutub dan interaksi antara ketiga kutub itu akan menghasilkan dampak positif misalnya sekolah baik dan tidak menunjukkan perilaku anti sosial. Sedangkan dampak negatif misalnya, prestasi sekolah merosot dan menunjukkan perilaku menyimpang anti sosial. Untuk mengetahui lebih jauh bagaimana keterkaitan dari ketiga kutub tersebut, maka dapat dilihat dalam gambar di bawah ini: Keluarga
Remaja
Masyarakat
Sekolah
46 Perilaku menyimpang Bila terjadi perilaku menyimpang di kalangan remaja, maka yang sering terjadi adalah masing-masing kutub saling salah menyalahkan,
misalnya
orang
tua
di
rumah
(keluarga)
menyalahkan pihak sekolah (guru) atau menyalahkan masyarakat. Bila diteliti lebih lanjut, maka kesalahan yang terjadi adalah pada ketiga kutub tersebut, sebab masing-masing kutub tidak berdiri sendiri, namun memiliki keterkaitan yang erat dan saling melengkapi (Hawari, 1999: 236). Jadi, faktor-faktor yang mempengaruhi kenakalan remaja maupun penyimpangan adalah meliputi faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi faktor yang ada pada anak itu sendiri, seperti biologis, psikis, emosi dan lain-lain. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berada di luar sekolah, meliputi faktor keluarga, sekolah dan masyarakat.
2.2.3 Bentuk-bentuk Perilaku Delinkuen Remaja Di bagian depan telah dijelaskan bahwa perilaku delinkuen adalah perilaku jahat, dursila, durjana, kriminal, sosiopatik, melanggar norma sosial dan hukum, dan ada konotasi “pengabaian”. Delinkuen merupakan produk konstitusi mental serta emosi yang sangat labil dan defektif. Sebagai akibat dari proses pengkondisian
47 lingkungan buruk terhadap pribadi anak, yang dilakukan oleh anak muda tanggung usia, puber dan adolesens. Bentuk kenakalan remaja dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu: (Arifin, 1994: 92-99). a. Kenakalan yang tergolong pelanggaran norma sosial dan normanorma lainnya yang tidak diatur dalam KUHP atau Undangundang lainnya. 1) Pergi tidak pamit atau tanpa ijin orang tua 2) Menentang orang tua atau wali 3) Tidak sopan terhadap orang tua, wali atau pengaruh, keluarga dan orang lain 4) Menjelekkan nama keluarga 5) Membohong 6) Suka keluyuran 7) Memiliki
atau
menggunakan
alat-alat
yang
dapat
membahayakan orang lain yang tidak diperuntukkan baginya 8) Berpakaian tidak senonoh 9) Menghias diri secara tidak wajar, dan menimbulkan celaan oleh masyarakat 10) Membolos sekolah 11) Menentang guru 12) Berlaku tidak senonoh di hadapan umum 13) Berkeliaran malam hari
48 14) Bergaul dengan orang-orang yang reputasinya jelek (germo, penjudi,. Pencuri, orang jahat atau immoral) 15) Berada di tempat yang tidak baik bagi perkembangan jiwa remaja/terlarang untuk remaja 16) Pesta-pesta musik semalam suntuk tanpa dikontrol, dan acara-acaranya tidak sesuai dengan kebiasaan sopan-santun 17) Membawa buku-buku (buku-buu cabul, sadis, dan lainnya) yang isinya dapat merusak jiwa remaja. 18) Memasuki tempat-tempat yang membahayakan keselamatan jiwanya 19) Menjadi pelacur atau melacurkan diri 20) Berkebiasaan berbicara kotor, tak senonoh, cabul di hadapan seseorang atau di hadapan umum 21) Hidup di tempat kemalasan atau kejahatan 22) Ramai-ramai naik bus dan dengan sengaja tidak membayar 23) Ramai-ramai menonton pertunjukan dan dengan sengaja tidak membayar 24) Meminum minuman keras 25) Merokok di tempat umum sebelum batas umur yang pantas b. Kenakalan berupa kejahatan dan pelanggaran yang diatur dalam KUHP atau Undang-undang lainnya. Kejahatan dapat dibagi atas beberapa kelas yaitu: 1) Kejahatan kelas 1 seperti:
49 a) Pembunuhan dengan rencana dan dengan sengaja b) Pembunuhan anak-anak/bayi c) Karena salahnya mengakibatkan kematian orang lain d) Penganiayaan berat dengan rencana e) Penganiayaan berat tanpa rencana f) Penganiayaan ringan g) Perampasan kemerdekaan orang dan sejenisnya h) Pemerasan dan pengancaman i) Pembakaran, peledakan, banjir dan sejenisnya yang membahayakan kepentingan umum dengan sengaja j) Menghancurkan, merusak barang 2) Kejahatan kelas 2 seperti: a) Pencurian dengan kekerasan (perampasan, penodongan, dan penjambretan) b) Pencurian berat (barang atau uang) di rumahnya sendiri atau keluarganya, pencurian ringan (di toko, warung, pasar, tempat-tempat penitipan barang, dan tempat-tempat lain) c) Penggelapan (penggelapan uang setoran perdagangan, hutang atau barang-barang yang dipinjam dari teman) 3) Kejahatan kelas 3 seperti: a) Penipuan dengan segala macam bentuk dan menivestasinya b) Merugikan pihak kreditor atau orang yang berhak c) Pemalsuan materai dan merek
50 d) Pemalsuan surat
4) Kejahatan kelas 4 seperti: Perjudian dengan segala macam bentuk dan manifestasinya serta penipuan dengan menggunakan cara-cara undian. 5) Kejahatan kelas 5 seperti: Kejahatan terhadaap kesusilaan dengan segala macam bentuk dan manifestasinya (merusak kesopanan di depan umum, perkosaan berramai-ramai, memutar film-film porno, sadisme, dan lain-lain) 6) Kejahatan kelas 6 seperti: Membuat, mengedarkan, menyediakan atau membuat bahan untuk membuat uang palsu, memasukkan, menyimpan, mencetak ulang mata uang asing yang sudah tidak laku di peredaran. 7) Kejahatan kelas 7 seperti: Kejahatan
mengenai
obat
bius
(memiliki,
menghisap,
memperdagangkan, memalsukan obat bius, menggunakan obat bius untuk melakukan kejahatan-kejahatan lainnya). Bentuk-bentuk perilaku delinkuen remaja tersebut di atas dapat disimpulkan sebagai gejala sosial yang sebagian dapat diamati serta diukur kuantitas dan kualitas kedurjanaannya, namun sebagian lagi tidak bisa diamati dan tetap tersembunyi, hanya bisa
51 dirasakan ekses-eksesnya. Sedang dalam kondisi dinamis, gejala kenakalan remaja tersebut merupakan gejala yang terus menerus berkembang,
berlangsung
secara
progresif
sejajar
dengan
perkembangan teknologi, industrialisasi dan urbanisasi.
2.2.4 Upaya-Upaya Penanggulangan Perilaku Delinkuen Remaja Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa penanggulangan
adalah
suatu
proses,
cara,
perbuatan
menanggulangi (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1994: 1005). Tindak delinkuen anak remaja itu banyak menimbulkan kerugian materiil dan kesengsaraan batin baik pada subyek pelaku sendiri maupun pada para korbannya, maka masyarakat dan pemerintah melakukan tindakan penanggulangan preventif dan penanggulangan secara kuratif. Tindakan preventif yang dilakukan antara lain berupa: a. Meningkatkan kesejahteraan keluarga b. Perbaikan lingkungan yaitu daerah slum, kampung-kampung miskin c. Mendirikan klinik bimbingan psikologis dan edukatif untuk memperbaiki tingkah laku dan membantu remaja dari kesulitan mereka d. Menyediakan tempat rekreasi yang sehat bagi remaja
52 e. Membentuk badan kesejahteraan anak-anak f. Mengadakan panti asuhan g. Mengadakan pengadilan anak h. Mengadakan rumah tahanan khusus untuk anak dan remaja. Tindakan hukuman bagi anak remaja delinkuen antara lain berupa menghukum mereka sesuai dengan perbuatannya, sehingga dianggap adil dan bisa menggugah fungsinya hati nurani sendiri untuk hidup susila dan mandiri. Selanjutnya tindakan kuratif bagi usaha penyembuhan anak delinkuen antara lain: a. Menghilangkan semua sebab musabab timbulnya kejahatan remaja baik yang berupa pribadi, familial, sosial, ekonomi dan kultural. b. Melakukan perubahan lingkungan dengan jalan mencarikan orang tua angkat. c. Memindahkan anak-anak nakal ke sekolah yang lebih baik. d. Memberikan latihan bagi para remaja untuk hidup teratur, tertib dan berdisiplin. e. Menggiatkan organisasi pemuda dengan program-program latihan
vokasional
untuk
mempersiapkan
anak
remaja
delinkuen itu bagi pasaran kerja dan hidup di tengah masyarakat.
53 f. Memperbanyak bimbingan latihan kerja dengan program kegiatan pembangunan (Kartono, 2005: 94). Kedua metode tersebut secara konsisten memiliki peran yang sangat penting dalam menanggulangi perilaku delinkuen remaja, sehingga anak yang delinkuen ini dapat kembali normal sebagaimana anak pada umumnya. Untuk menjamin ketertiban umum, khususnya di kalangan remaja perlu diusahakan kegiatan-kegiatan pencegahan yang bersifat khusus dan langsung sebagai berikut: (Arifin, 1994: 110112). a. Pengawasan 1) Dengan kerjasama antara polisi dengan pimpinan sekolah dan para guru, perlu diadakan penertiban terhadap para murid dengan sasaran sebagai berikut: a) Apakah cara berpakaian dan menghias diri murid-murid sekolah tertib atau tidak b) Apakah terdapat benda-benda terlarang yang dibawa atau dipunyai oleh muris-muris sekolah itu c) Apakah terdapat tanda-tanda permusuhan di antara kelompok murid-murid di sekolah itu. 2) Patroli dan penertiban tersebut di atas hendaknya dilakukan tidak pada jam-jam pelajaran.
54 3) Membentuk badan keamanan sekolah yang dilakukan oleh siswa- siswi sendiri dengan bimbingan dari polisi dan kepala sekolah. 4) Patroli tempat rekreasi oleh polisi untuk memeriksa dan mencegah kemungkinan adanya remaja yang memasuki tempat-tempat terlarang atau berbuat hal-hal yang tercela. 5) Pengawasan tempat-tempat hiburan oleh polisi atau pembantu keamanan yang ditugaskan oleh polisi untuk mencegah dan memeriksa remaja yang memasuki tempat hiburan tersebut padahal tidak diperuntukkan bagi golongan mereka. 6) Pengawasan tempat-tempat judi, rumah-rumah minum tempat pelacuran untuk memeriksa dan mencegah adanya remaja yang memasuki ruangan atau daerah yang terlarang untuknya. 7) Pengawasan penertiban, penyitaan dan pemberantasan bacaan-bacaan cabul, film-film cabul, gambar cabul, rekaman-rekaman cabul dengan maksud agar tidak terbaca, terlihat ataupun terdengar oleh remaja. 8) Pengawasan, penertiban, penyitaan dan pemberantasa obatobat bius dan obat-obat anti hamil yang beredar bukan ditangan yang berhak, dengan maksud agar tidak digunakan oleh remaja.
55 9) Pendaftaran
dan
pengawasan
kegiatan-kegiatan
perkumpulan, organisasi dan gerakan remaja.
b. Bimbingan dan Penyuluhan Bimbingan dan penyuluhan secara intensif terhadap orang tua dan para remaja agar orang tua dapat membimbing dan mendidik anak-anaknya secara sungguh-sungguh dan tepat agar para remaja tetap bertingkah laku yang wajar. c. Pendekatan-pendekatan khusus terhadap remaja yang sudah menunjukkan gejala-gejala kenakalan perlu dilakukan sedini mungkin Sedangkan tindakan represif terhadap remaja nakal perlu dilakukan pada saat-saat tertentu oleh instansi kepolisian RI bersama Badan Peradilan yang ada. Tindakan ini harus dijiwai dengan rasa kasih sayang yang bersifat mendidik terhadap mereka. Oleh karena perilaku nakal yang mereka perbuat adalah akibat/produk dari berbagai faktor intern dan ekstern remaja yang tidak
disadari
dapat
merugikan
pribadinya
sendiri
dan
masyarakatnya. Semua
usaha
penanggulangan
tersebut
hendaknya
didasarkan atas sikap dan pandangan bahwa remaja adalah hamba Allah yang masih dalam proses perkembangan/pertumbuhan
56 menuju kematangan pribadinya yang membutuhkan bimbingan dari orang dewasa yang bertanggung jawab. Oleh karenanya, sebagai hamba Allah perkembangan jiwa mereka dapat ditanamkan keimanan dan ketakwaan yang akan menjadi
sumber
rujukan
perilakunya.
Pemuda
al-Kahfi
sebagaimana yang dikisahkan dalam kitab suci al-Qur’an adalah pemuda-pemuda yang tangguh dalam menghadapi segala kesulitan dan tantangan sehingga selamat dari segala bentuk kerusakan. Ini perlu dijadikan contoh (ideal) di kalangan pemuda.
(13 :ﻯ )ﺍﻟﻜﻬﻒﻫﺪ ﻢ ﻧﻬﺩ ﻭ ِﺯ ﻢ ﺑ ِﻬﺮ ﺍ ِﺑﻨﻮﻣ ﻴﺔﹲ ﺍﺘ ﻢ ِﻓ ﻬ ﻧِﺍ Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang tangguh imannya dan Aku tambahkan kepadanya mereka petunjuk. (QS. alKahfi: 13) (Soenarjo, dkk., 1989 : 444).
Dengan
demikian
penanggulangan
delinkuen
remaja
dengan diartikan sebagai suatu tindakan atau cara untuk mengatasi anak-anak atau remaja yang disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian sosial agar kembali dalam kehidupan yang baik dan wajar sesuai dengan norma-norma sosial yang berlaku di masyarakat.
2.3 Bimbingan dan Konseling Islam 2.3.1 Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam Secara umum bimbingan dan konseling didefinisikan sebagai berikut:
57 a. Bimbingan dan konseling adalah proses yang bertujuan menolong seseorang yang mengidap kegoncangan emosi sosial yang tekun sampai pada tingkat kegoncangan psikologis atau kegoncangan akal, agar ia dapat menghindari diri daripadanya (Langgulung, 1986: 452) b. Bimbingan dan konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami suatu masalah (disebut klien), yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien (Priyatno dan Amti, 1999: 104). Jadi bimbingan dan konseling secara umum adalah suatu proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli pada individu yang sedang mengalami masalah, agar individu dapat mengatasi permsalahan yang dihadapinya. Sedangkan bimbingan dan konseling dari sudut pandang Islam adalah sebagai berikut: a. Bimbingan dan konseling Islam adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat (Faqih, 2001: 4) b. Bimbingan dan konseling Islam adalah suatu usaha membantu individu dalam menanggulangi penyimpangan perkembangan fitrah beragama yang dimilikinya, sehingga ia kembali menyadari peranannya sebagai khalifah di bumi dan berfungsi untuk
58 menyembah mengabdi kepada Allah SWT sehingga akhirnya tercipta kembali hubungan yang baik dengan Allah dengan manusia dan alam semesta (Hallen , 2002 : 22). c. Bimbingan dan konseling Islam adalah suatu aktivitas memberikan bimbingan, pelajaran dan pedoman kepada individu yang meminta bimbingan (klien) dalam hal bagaimana sehingga seorang klien dapat mengembangkan keimanannya
dan
potensi
akal
keyakinan
pikirannya,
sehingga
dapat
kepribadiannya, menanggulangi
problematika hidup dengan baik dan benar secara mandiri yang berpandangan pada al-Qur’an dan as-sunnah Rasulullah saw. (adzDzaki, 2002: 137). Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa bimbinga konseling Islam merupakan proses pemberian bantuan kepada individu baik yang mengalami permasalahan atau pun tidak dengan cara mengembangkan potensi fitrah yang dimilikinya, agar senantiasa selaas dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dengan cara yang mandiri individu mampu memecahkan permasalahan yang dihadapinya serta mencapai kebahagian di dunia dan akhirat.
2.3.2 Fungsi dan Tujuan Bimbingan dan Konseling Islam Fungsi bimbingan dan konseling Islam dikelompokkan menjadi empat, yang meliputi:
59 a. Fungsi preventif, yakni membantu individu menjaga atau mencegah timbulnya masalah bagi dirinya. b. Fungsi kuratif atau korektif, yakni membantu individu memecahkan masalah yang sedang dihadapi atau dialaminya. c. Fungsi preservatif, yakni membantu individu menjaga agar situasi dan kondisi yang semula tidak baik (mengandung masalah) yang telah menajdi baik (terpecahkan) itu kembali menjadi tidak baik (menimbulkan masalah kembali). d. Fungsi developmental atau pengembangan, yakni membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang telah baik agar tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga tidak memungkinkan menjadi sebab munculnya masalah baginya (Musnamar, 1992: 34). Prayitno dan Erman Amti (1999: 290) menyebutkan bahwa fungsi bimbingan dan konseling Islam meliputi empat hal yaitu fungsi pencegahan, pengentasan, penahanan dan pemeliharaan, pengembangan.
2.3.3 Tujuan Bimbingan dan Konseling Islam Tujuan bimbingan dan konseling Islam sebagaimana dikemukakan oleh M. Hamdani Bakran adz-Dzaky (2002: 221) adalah sebagai berikut:
60 a. Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, kesehatan dan kebersihan jiwa dan mental jiwa menjadi tenang, jinak dan damai (muthmainah) bersikap lapang dada (randhiyah), dan mendapatkan
pencegahan
taufiq
hidayah
Tuhannya
(mardhiyah). b. Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan dan komponen tingkah laku yang dapat memberikan manfaat baik pada diri sendiri,
lingkungan
keluarga,
lingkungan
kerja
maupun
lingkungan sosial dan alam sekitarnya. c. Untuk menghasilkan kecerdasan rasa (emosi) pada individu sehingga
muncul
dan
berkembang
rasa
toleransi,
kesetiakawanan, tolong menolong, dan rasa kasih sayang. d. Untuk menghasikan kecerdasan spiritual pada diri individu sehingga muncul dan berkembang rasa keinginan untuk berbuat taat kepada Tuhannya, ketulusan mematuhi segala perintah-Nya serta ketabahan menerina ujian-Nya. Sebagaimana yang telah dipahami dalam pengertian bimbingan dan konseling bahwa bimbingan dan konseling itu merupakan kegiatan yang dilakukan secara sistematis, sengaja, terencana, terus menerus, dan terarah kepada suatu tujuan. Oleh karena itu kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan adanya pada saat klien mengalami masalah dan menghadapkannya kepada konselor/guru pembimbing saja, kegiatan
61 bimbingan
dan
konseling
harus
senantiasa
diikuti
secara
berkesinambungan.
2.4 Hubungan Kecerdasan Emosional, Perilaku Delinkuen dan Bimbingan dan Konseling Islam Masa remaja dikenal dengan masa starm dan stres, di mana terjadi pergolakan emosi yang diiringi dengan pertumbuhan psikis yang bervariasi. Pergolakan yang terjadi pada remaja tidak terlepas dari berbagai macam pengaruh, seperti lingkungan tempat tinggal, keluarga, sekolah, dan temanteman sebaya serta aktivitas-aktivitas yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari (Mu’tadirin, 2002: 45). Hurlock (1997: 225) mengungkapkan, bahwa pada salah satu tugas perkembangan penting yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok daripadanya dan kemudian mau memberntuk perilakunya agar sesuai dengan harapan, sosial tanpa terus dibimbing, diawasi, didorong dan diancam hukuman. Remaja diharapkan mengganti konsepkonsep moral yang berlaku, khusus di masa kanak-kanak dengan prinsip moral yang berlaku umum dan merumuskannya ke dalam kode moral yang akan berfungsi sebagai pedoman bagi perilakunya. Perkembangan moral di atas, merupakan salah satu komponen kecerdasan emosional bagi remaja. Menurut Salovy sebagaimana dikutip oleh Goleman mengatakan, bahwa kecerdasan emosional ini memiliki lima wilayah
62 utama, yaitu mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenal emosi orang lain dan membina hubungan (Goleman, 1999: 58). Mengenal emosi diri, istilah ini menurut Mayer disebut kesadaran diri yang berarti waspada, baik terhadap suasana hati maupun pikiran (Goleman, 1997: 64). Orang yang naluri kesadaran dirinya kuat, bisa mengetahui saat merasa kurang bersemangat, mudah kesal, sedih ataupun bergairah dan menyadari bagaimana perasaan tersebut bisa mengubah perilaku mereka, sehingga menyebabkan orang lain menjauhi mereka. Kemampuan seseorang untuk mengenal perasaannya dan cara dia menyikapinya, membuatnya mampu mengendalikan perilaku yang berpotensi membuat dirinya dijauhi orang lain (Stain dan Book, 2003: 30). Mengelola emosi, yaitu kemampuan untuk menghadapi badai emosional yang dibawa oleh sang nasib, dan bukannya menjadi budak nafsu. Maksudnya adalah keseimbangan emosi bukan menakankan emosi, setiap perasaan mempunyai nilai dan makna. Apabila emosi terlampau ditekan, terciptalah kebosanan dan jarak bila emosi tidak dikendalikan. Terlampau ekstrim dan terus menerus, emosi akan menjadi sumber penyakit, seperti depresi berat, cemas berlebihan, amarah yang meluap-luap dan gangguan emosional yang berlebihan (Goleman, 1999: 78). Kemampuan seseorang memotivasi diri dapat ditelusuri melalui halhal sebagai berikut: 1. Cara mengendalikan dorongan hati; 2. Derajat kecemasan yang berpengaruh terhadap unjuk kerja seseorang; 3. Kekuatan berfikir positif; 4. Optimis; 5. Keadaan flow (mengikuti aliran), yaitu keadaan
63 ketika perhatian seserang sepenuhnya tercurah ke dalam apa yang sedang terjadi. Empati keadaan efeksi seseorang untuk mengenal dan memahami pikiran, menyelami perasaan dan sikap orang lain, serta berfikir tentang sudut pandang orang lain, seolah-olah mengalami sendiri keadaan emosi yang dialami oleh orang lain. Menurut Aziz (1999), bahwa semakin baik taraf kecerdasan emosi anak, maka akan semakin rendah kecenderungan berperilaku delinkuen. Semakin tinggi kecerdasan emosi seseorang, maka semakin tinggi pula kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan. Dengan berpangkal pada uraian di atas dapat diasumsikan, bahwa dengan kecerdasan emosional, khususnya kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati, ketrampilan sosial, maka akan mengarahkan individu yang melakukannya memperoleh ketrampilan emosi tersebut, sehingga ia mempunyai pemikiran yang positif terhadap suatu peristiwa yang pada akhirnya akan membentuk perilaku yang non delinkuen, bahkan dapat menurunkan delinkuensinya. Permasalah delinkuen, berkaitan juga dengan tempat tinggal, yakni tempat tinggal sehari-hari, situasi tempat tinggal akan ikut mempengaruhi masa
pertumbuhan
dan
perkembangan
kepribadian
remaja,
baik
perkembangan psikis maupuun perkembangan sosial. Menurut Healy dan Bronner, bahwa kejahatan anak remaja itu tidak hanya terletak pada lingkungan keluarga dan tetangga saja, akan tetapi terutama sekali disebabkan
64 konteks kulturalnya. Maka kejahatan anak-anak jelas dipupuk oleh lingkungan sekitar yang buruk dan jahat ditambah dengan kondisi sekolah yang kurang menarik bagi anak-anak bahkan ada kalanya merugikan perkembangan pribadi anak. Kaitannya dengan Bimbingan dan Konseling Islam, berangkat dari konsep dasar manusia, bahwa pada dasarnya indiividu telah diangugerahi berbagai fitrah kemanusiaan yang semuanya itu harus dikembangkan agar individu mampu mencapai derajat keutuhan sesuai dengan penciptanya sebagai makhluk yang sempurna, mulia dan terbaik dibandingkan dengan makhluk lainnya. Bimbingan konseling Islam tidak hanya berorientasi pada upaya pencegahan masalah, akan tetapi lebih berorientasi pada pencapaian kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat (Faqih, 2001: 35). Oleh karena itu, bimbingan konseling Islam juga melakukan kegiatan yang berupa pencegahan (preventif), korektif, presentif dan pengembangan (developmental). Lebih lanjut Faqih menjelaskan, bahwa bimbingan konseling Islam membantu individu memahami, mengerti, mengetahui, mengenal, dan mengevaluasi dirinya sendiri. Untuk mencapai tujuan seperti disebutkan di muka dan sejalan dengan proses, fungsi-fungsi bimbingan dan konseling Islam tersebut, maka bimbingan dan konseling Islam melakukan kegiatan yang dalam garis besarnya dapat disebutkan yaitu membantu individu, mengetahu, mengenal dan memahami keadaan dirinya sesuai dengan hakikatnya, atau memahami
65 kembali keadaan dirinya, sebab dalam keadaan tertentu dapat terjadi, individu tidak mengenal atau tidak menyadari keadaan dirinya yang sebenarnya secara singkat dapat dikatakan bahwa bimbingan dan konseling islam mengingatkan kembali individu akan fitrahnya. Untuk lebih jelasnya hubungan teoritis antara kecerdasan emosional, perilaku delinkuen dan bimbingan dan konseling Islam dapat dilihat dalam bagan berikut ini: BKI
Remaja
Non
Fungsi-fungsi
Delinkuen
Delinkuen
Faktor-faktor kecerdasan emosional
2.5 Hipotesis Penelitian Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul. (Arikunto, 2003: 64). Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: “ada korelasi negatif antara kecerdasan emosional dengan perilaku delinkuensi remaja di Kec. Kangkung Kab. Kendal”. Artinya, semakin tinggi kecerdasan
emosional
delinkuennya.
seseorang,
maka
semakin
rendah
perilaku