Robi'in:Teknik Pengujian daya hasil jagung bersari Buletin Pertanian Vol. 14, No. 2, 2009: bebas 45-49 di lokasi Prima Tani Kabupaten Probolinggo
45
TEKNIK PENGUJIAN DAYA HASIL JAGUNG BERSARI BEBAS (KOMPOSIT) DI LOKASI PRIMA TANI KABUPATEN PROBOLINGGO, JAWA TIMUR Robi’in Teknisi Litkayasa Pelaksana pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur Jalan Raya Karangploso km 4, Kotak Pos 188, Malang 65101, Telp. (0341) 494052, 485056, Faks. (0341) 471255 E-mail:
[email protected]
K
ebutuhan jagung dari tahun ke tahun terus meningkat, terutama untuk memenuhi kebutuhan industri pakan ternak. Penggunaan jagung sudah bergeser dari bahan pangan pokok menjadi bahan baku industri pangan dan pakan. Meningkatnya kebutuhan jagung akan berimbas pada meningkatnya permintaan pasar yang berdampak pada terbukanya peluang usaha dan peningkatan produksi pada tingkat usaha tani. Peningkatan produksi jagung dapat ditempuh melalui dua cara, yakni dengan pola budi daya secara intensif dan perluasan areal tanam. Pola budi daya secara intensif dipilih sebagai salah satu cara untuk meningkatkan produksi jagung di tingkat petani, dan teknologinya telah dirangkum dalam petunjuk teknis pengelolaan tanaman terpadu (PTT) jagung di lokasi Prima Tani Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Lokasi Prima Tani Kabupaten Probolinggo berada di Desa Klampok, Kecamatan Tongas, yang terdiri atas lima dusun, yakni Dusun Krajan Lor, Krajan Kidul, Dawuhan, Kedung Batang, dan Gunggungan. Desa Klampok memiliki agroekosistem lahan kering dataran rendah iklim kering (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur 2007). Sumber daya lahan pertanian yang ada dapat dibedakan atas lahan sawah setengah teknis (93 ha), sawah tadah hujan (159 ha), tegal (348 ha), dan pekarangan (65,73 ha) (Sudaryono et al. 2006; Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur 2007). Lahan pertanian yang cukup luas merupakan daya dukung bagi keberhasilan kegiatan Prima Tani di daerah tersebut.
hijau (tumpang gilir) - bera. Pada lahan sawah setengah teknis, jagung ditanam pada musim kemarau (MK) I dan MK II dengan pola tanam padi - jagung - jagung. Pada lahan sawah tadah hujan tidak ada petani yang menanam jagung karena keterbatasan air pada MK I setelah tanam padi musim hujan. Pada lahan tegalan di Dusun Gunggungan dan Kedung Batang, hanya sedikit petani yang menanam jagung varietas unggul jenis hibrida maupun bersari bebas (komposit). Sebagian besar petani menanam jagung lokal putih atau kuning dan turunan hibrida (recycled). Dibanding jagung lokal, menanam jagung hibrida membutuhkan pemeliharaan yang lebih intensif dan biaya yang lebih tinggi. Keengganan petani menanam jagung hibrida disebabkan oleh mahalnya harga benih (Rp30.000-Rp60.000/kg) dan biaya lainnya yang cukup tinggi, yakni antara Rp800.000-Rp960.000/ha, karena jenis dan dosis pupuk meningkat 100-200% serta upah tenaga kerja tanam dan pemeliharaan (membumbun dan menyiang) bertambah 200%. Pada lahan sawah setengah teknis dan lahan tegal wilayah Dusun Krajan Lor, Krajan Kidul, dan Dawuhan, hampir semua petani menanam jagung hibrida, sebagian kecil turunan hibrida, dan tidak ada yang menanam jagung lokal.
Menurut Surmaini et al. (2007), Desa Klampok memiliki curah hujan bulanan 0-258 mm, curah hujan tahunan ratarata 1.241 mm, jumlah hari hujan dalam sebulan 0-14 hari, dan jumlah hari hujan dalam setahun 65 hari. Desa Klampok tergolong ke dalam zona agroklimat 04 menurut Oldeman dan tipe hujan E menurut Schmidt dan Ferguson, dengan puncak periode basah pada bulan Februari dan puncak periode kering pada bulan Agustus-September.
Swastika et al. (2004) melaporkan bahwa varietas jagung yang ditanam petani di Jawa Timur di antaranya adalah jenis lokal, bersari bebas (komposit), dan hibrida (hibrida murni dan turunan). Pada musim hujan, sebagian besar petani di lahan kering menanam varietas lokal (47%), diikuti oleh hibrida (29%), turunan hibrida (22%), dan varietas bersari bebas (2%). Di lahan sawah tadah hujan, banyak petani menanam varietas lokal (40%), turunan hibrida (40%), dan hibrida (20%). Berdasarkan data tersebut, terdapat peluang yang cukup besar untuk meningkatkan produksi jagung di tingkat usaha tani, khususnya di lokasi Prima Tani, dengan cara memperbaiki penggunaan varietas unggul bersari bebas maupun hibrida.
Budi daya jagung di lahan lokasi Prima Tani dibedakan atas musim dan tipe lahan. Pada lahan tegal, jagung ditanam pada musim hujan (MH) dengan pola tanam jagung - kacang
Mengacu pada kondisi tersebut maka dilakukan demplot jagung sebagai percontohan dan sekaligus pengkajian uji daya hasil. Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengetahui
46
Robi'in: Pengujian daya hasil jagung bersari bebas di lokasi Prima Tani Kabupaten Probolinggo
keragaan dan daya hasil lima varietas unggul jagung bersari bebas di lokasi Prima Tani Desa Klampok, Kabupaten Probolinggo. BAHAN DAN METODE Percobaan dilaksanakan di lokasi Prima Tani Dusun Krajan Kidul (unit 1) dan Krajan Lor (unit 2), Desa Klampok, Kecamatan Tongas, Kabupaten Probolinggo pada MK I bulan Mei-Agustus 2007. Varietas yang diuji adalah Srikandi Kuning, Srikandi Putih, Sukmaraga, Lamuru, dan Bisma, serta Bisi2 sebagai pembanding. Bahan yang digunakan adalah pupuk urea, ZA, SP36, dan KCl serta pestisida (karbofuran 3% dan klorpirifos 200g/l). Alat yang diperlukan antara lain adalah tugal, sabit, meteran, timbangan, dan alat bantu lain. Rancangan yang digunakan adalah acak seri sesuai panjang lajur petakan (Gambar 1). Jagung ditanam di lahan sawah dengan dua petani kooperator tiap unit, dengan luas masing-masing unit ± 0,30 ha. Kebutuhan benih tiap varietas adalah 1 kg/petak dengan luas petak ± 500 m2, jarak tanam 60 cm x 20 cm, ditanam 1 biji/ lubang. Pemeliharaan tanaman dilakukan secara optimal, meliputi pemupukan, pengairan, penyiangan, dan pengendalian hama/penyakit. Jenis dan takaran pupuk yang digunakan di setiap lokasi adalah urea 75 kg (300 kg/ha), ZA 25 kg (100 kg/ha), SP36 12,5 kg (50 kg/ha), dan KCl 12,5 kg (50 kg/ ha). Pupuk ZA, SP36, dan KCl diberikan seluruhnya pada saat tanam sebagai pupuk dasar. Pupuk urea diberikan dua kali, yaitu setengah takaran pada umur 1 bulan dan sisanya pada umur 40 hari setelah tanam (HST).
Unit 1
Unit 2
Pengambilan Sampel dan Prosedur Pengamatan Peubah yang diamati meliputi tinggi tanaman, tinggi letak tongkol, waktu muncul bunga jantan 50%, panjang tongkol, diameter tongkol, dan hasil pipilan kering. Sampel tanaman untuk pengamatan tinggi tanaman dan tinggi letak tongkol diambil secara diagonal sebanyak 10 tanam/petak/varietas. Pengamatan dilakukan pada umur 65-70 HST pada saat tanaman telah berbunga jantan dan betina. Tinggi tanaman diukur dari pangkal bawah tanaman (permukaan tanah) hingga ujung bunga jantan. Tinggi letak tongkol diukur dari permukaan tanah sampai buku tempat kedudukan tongkol. Waktu munculnya bunga jantan 50% diamati secara visual setelah tanaman mengeluarkan bunga jantan 50%/petak/ varietas. Pengamatan terhadap hasil jagung dilakukan pada umur 100 HST dengan cara mengambil ubinan ukuran 3 m x 5 m masing-masing 2 kali/petak/varietas. Pengamatan panjang dan diameter tongkol dilakukan dengan cara mengambil contoh 10 tongkol dari hasil ubinan, lalu diukur sebelum dikeringkan. Hasil pipilan kering ubinan diukur dengan menimbang jagung setelah dipipil dan dikeringkan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pada awal kegiatan Prima Tani, varietas jagung yang ditanam petani pada MH 2007 di lahan tegalan, terutama di Dusun Gunggungan dan Kedung Batang, adalah jenis lokal (putih dan kuning) dan turunan hibrida (F3 dan seterusnya). Sumber benih berasal dari hasil panen petani. Penerapan
Srikandi Kuning
Srikandi Putih
Bisma
Lamuru
Sukmaraga
Bisi2
Petak 1
Petak 2
Petak 3
Petak 4
Petak 5
Petak 6
Bisi2
Lamuru
Srikandi Putih
Srikandi Kuning
Bisma
Sukmaraga
Petak 1
Petak 2
Petak 3
Petak 4
Petak 5
Petak 6
Gambar 1. Tata letak percobaan uji daya hasil enam varietas jagung pada masing-masing unit, Desa Klampok, Probolinggo, MK I 2007
47
Robi'in: Pengujian daya hasil jagung bersari bebas di lokasi Prima Tani Kabupaten Probolinggo
teknologi seadanya. Jagung ditanam dengan jarak tanam rapat, lebih dari 2 biji/lubang sehingga hasilnya rendah, yakni 0,96-2,64 t/ha (Tabel 1).
Tabel 2. Tinggi tanaman rata-rata dan tinggi letak tongkol lima varietas jagung komposit dan satu varietas hibrida, Desa Klampok, Probolinggo, MK I 2007
Sifat usaha tani masih berada pada tahap prakomersial. Jenis usaha tani pada dasarnya ditentukan oleh tujuan usaha tani, yang dapat dikelompokkan menjadi lima tingkatan, yakni: (1) subsisten penuh, (2) subsisten fakultatif, (3) prakomersial, (4) semikomersial, dan (5) komersial (Sumarno dan Suwasik 1995 dalam Sarasutha 2002).
Varietas
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa secara umum, keragaan pertanaman jagung bersari bebas dilihat dari tinggi tanaman dan letak tongkol untuk semua varietas yang ditanam kurang seragam dibandingkan dengan jenis hibrida.
Srikandi Kuning Lamuru Sukmaraga Srikandi Putih Bisma Bisi2
Varietas
Waktu Muncul Bunga Jantan 50% Berdasarkan hasil pengamatan secara visual, waktu mulai keluar bunga jantan pada varietas komposit dalam masingmasing unit berbeda 1-2 hari (Tabel 3). Dibandingkan dengan Bisi2, waktu keluar bunga jantan tersebut lebih cepat hingga
Tabel 1. Hasil ubinan jagung lokal yang ditanam petani di lokasi Prima Tani Dusun Gunggungan dan Kedung Batang, Desa Klampok, Probolinggo, MH 2007 Nama petani Sakur 3 Sambawi3 Matsari 3 Sukat 4 Sundari4
Jumlah tanaman 1 44 41 65 57 48
Bobot basah (kg) Tongkol berkelobot
Tongkol kupas
3,65 2,20 2,75 3,60 3,35
2,70 1,45 2,10 2,90 2,88
Bobot Hasil pipilan kering2 (t/ha) (kg) 1,48 0,60 0,96 1,65 1,60
Ukuran ubinan 2,50 m x 2,50 m Kadar air 14% (± 1%) 3 Jenis jagung lokal putih dan kuning 4 Jenis jagung turunan hibrida (lebih dari tiga kali daur siklus) 1 2
2,37 0,96 1,54 2,64 2,56
Tinggi letak tongkol (cm)
Unit 1
Unit 2
Unit 1
Unit 2
273,50 273,20 278 275,50 279,30 278,50
243 242 241,50 222 242,50 247
119,30 119,80 124,80 119,70 124,90 132,60
95 103 100 82,50 97,20 111,50
Tabel 3. Umur mulai keluar bunga jantan dan waktu muncul bunga 50% lima varietas jagung komposit dan satu varietas hibrida, Desa Klampok, Probolinggo, MK I 2007
Tinggi Tanaman dan Tinggi Letak Tongkol Tabel 2 menunjukkan bahwa tinggi tanaman rata-rata varietas jagung dalam unit 1 maupun unit 2 relatif sama. Namun, tinggi tanaman antara unit 1 dan unit 2 untuk varietas yang sama berbeda. Tanaman pada unit 1 lebih tinggi dibanding pada unit 2. Hal yang sama terjadi pada tinggi letak tongkol. Hal tersebut disebabkan oleh kondisi lingkungan yang berbeda, yakni pada unit 1 terdapat naungan pohon yang merata, sedangkan pada unit 2 tidak ada naungan sehingga lahan relatif terbuka.
Tinggi tanaman rata-rata (cm)
Lamuru Bisma Sukmaraga Srikandi Kuning Srikandi Putih Bisi2
Umur mulai berbunga (HST)
Umur waktu berbunga 50% (HST)
Unit 1
Unit 2
Unit 1
Unit 2
49 50 50 51 51 58
47 47 48 49 49 57
52 53 53 55 55 59
49 50 52 54 54 58
HST= hari setelah tanam
9 hari. Jika unit 1 dan unit 2 dibandingkan, semua varietas jagung komposit pada unit 2 lebih cepat keluar bunga jantan 2-3 hari dibanding pada unit 1, dan untuk varietas hibrida Bisi2 lebih cepat 1 hari. Umur waktu berbunga 50% pada unit 2 lebih cepat 1-3 hari dibanding pada unit 1 untuk semua varietas yang dicoba. Namun dalam unit 1 dan 2 pada varietas komposit yang sama, selisihnya 1-4 hari, dan bila dibandingkan dengan Bisi2 berbeda 4-7 hari untuk unit 1 dan 4-9 hari untuk unit 2. Karakter lain yang diperlihatkan masing-masing varietas pada awal pembungaan adalah persentase keserempakan mengeluarkan malai bunga jantan yang berbeda. Varietas Lamuru memiliki persentase malai bunga jantan lebih banyak dan serempak dibanding varietas lain pada unit 1 maupun unit 2 (Tabel 4). Perbedaan dan atau kesamaan umur mulai berbunga, umur waktu berbunga 50%, dan keserempakan berbunga pada masing-masing varietas dalam satu unit diduga dipengaruhi oleh sifat genetik dan lingkungan. Namun, yang terjadi di antara unit untuk varietas yang sama disebabkan oleh faktor lingkungan yang berbeda. Varietas Lamuru yang lebih cepat
48
Robi'in: Pengujian daya hasil jagung bersari bebas di lokasi Prima Tani Kabupaten Probolinggo
Tabel 4. Keserempakan mulai berbunga lima varietas jagung komposit dan satu varietas hibrida, Desa Klampok, Probolinggo, MK I 2007
Tabel 5. Panjang tongkol dan diameter tongkol rata-rata lima varietas jagung bersari bebas dan satu varietas hibrida, Desa Klampok, Probolinggo, MK I 2007
Keserempakan mulai berbunga (%)
Varietas Lamuru Sukmaraga Bisma Srikandi Kuning Srikandi Putih Bisi2
Unit 1
Unit 2
15 5 1 1 1 5
15 5 10 2 2 5
Panjang tongkol rata-rata (cm)
Varietas Srikandi Kuning Lamuru Sukmaraga Srikandi Putih Bisma Bisi2
Diameter tongkol rata-rata (cm)
Unit 1
Unit 2
Unit 1
Unit 2
16,48 15,85 16,95 15,78 16,64 *
16,40 16,61 16,57 16,18 16,68 17,28
4,67 4,66 4,82 4,75 4,64 *
4,44 4,60 4,68 4,64 4,53 4,17
*Tidak tercatat/hilang
berbunga 50% kemungkinan disebabkan oleh umur panen yang lebih genjah (± 95 hari).
Tabel 6. Hasil pipilan kering per ubinan dan potensi hasil per hektar lima varietas jagung bersari bebas dan satu varietas hibrida, Desa Klampok, Probolinggo, MK I 2007
Panjang Tongkol dan Diameter Tongkol Tabel 5 menunjukkan bahwa panjang tongkol rata-rata untuk semua varietas bersari bebas pada unit 2 relatif sama. Namun pada unit 1, panjang tongkol varietas Lamuru (15,85 cm) dan Srikandi Putih (15,78 cm) lebih pendek dibanding varietas Sukmaraga (16,95 cm), Bisma (16,64 cm), dan Srikandi Kuning (16,48 cm). Semua varietas bersari bebas pada unit 2 memiliki panjang tongkol rata-rata yang lebih pendek dibandingkan dengan Bisi2 (17,28 cm) dengan nilai perbedaan terkecil 0,60 cm (Bisma 16,68 cm) dan terbesar 1,1 cm (Srikandi Putih 16,18 cm). Diameter tongkol pada semua varietas bersari bebas pada unit 1 dan 2 relatif sama, tetapi varietas Bisi2 memiliki diameter paling kecil, yakni 4,17 cm. Panjang dan diameter tongkol berkaitan erat dengan rendemen hasil suatu varietas. Jika panjang tongkol rata-rata suatu varietas lebih panjang dibanding varietas yang lain, varietas tersebut berpeluang memiliki hasil yang lebih tinggi dibanding varietas lain. Demikian pula jika diameter tongkol suatu varietas lebih besar dan diameter janggel lebih kecil dibanding varietas lain maka varietas tersebut memiliki rendemen hasil yang tinggi. Hasil Pipilan Kering Tabel 6 memperlihatkan hasil pipilan kering dan hasil ratarata pada masing-masing unit. Pada unit 1, hasil paling tinggi ditunjukkan oleh Srikandi Putih (8,30 kg/ubinan 15 m2 = 5,53 t/ha), diikuti varietas Sukmaraga (8,25 kg/ubinan 15 m2 = 5,50 t/ha), Srikandi Kuning (8,15 kg/ubinan 15 m 2 = 5.43 t/ha), Lamuru (7,15 kg/ubinan 15 m2 = 4,77 t/ha), dan Bisma (6,25 kg/ubinan 15 m 2 = 4,17 t/ha). Pada unit 2, hasil varietas Lamuru yakni rata-rata 8,60 kg/ubinan 15 m 2 yang setara
Varietas
Srikandi Kuning Lamuru Sukmaraga Srikandi Putih Bisma Bisi 2
Hasil pipilan kering rata-rata (kg/petak ubinan1 )
Hasil rata-rata (kg/ha)
Unit 1
Unit 2
Unit 1
Unit 2
8,15 7,15 8,25 8,30 6,25 *
7,25 8,60 7,80 7,25 7,55 11,70
5.433,3 4.766,7 5.500,0 5.533,3 4.166,7 *
4.833,3 5.733,3 5.200,0 4.833,3 5.033,3 7.800,0
Hasil rata-rata (t/ha) 5,13 5,25 5,35 5,18 4,60 7,80
Ukuran ubinan 3 m x 5 m (15 m2) *Tidak tercatat/hilang 1
dengan 5,73 t/ha lebih tinggi dibanding empat varietas yang lain, berturut-turut Sukmaraga 7,80 kg, Bisma 7,55 kg, Srikandi Kuning 7,25 kg, dan Srikandi Putih 7,25 kg/ubinan 15 m 2. Hasil rata-rata varietas Bisi2 (7,80 t/ha) lebih tinggi dibandingkan dengan semua varietas bersari bebas. Hasil rata-rata lima varietas jagung komposit yang dicoba pada unit 1 dan 2 berturut-turut adalah Sukmaraga 5,35 t, Lamuru 5,25 t, Srikandi Putih 5,18 t, Srikandi Kuning 5,13 t, dan Bisma 4,60 t/ha.
KESIMPULAN DAN SARAN Tinggi tanaman dan tinggi letak tongkol lima varietas jagung bersari bebas kurang seragam dibanding jenis hibrida. Pada kondisi ternaungi, tinggi tanaman dan tinggi letak tongkol lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang berada di lahan terbuka. Hasil rata-rata lima varietas jagung komposit berturutturut adalah Sukmaraga 5,35 t, Lamuru 5,25 t, Srikandi Putih 5,18 t, Srikandi Kuning 5,13 t, dan Bisma 4,60 t/ha. Berdasar-
Robi'in: Pengujian daya hasil jagung bersari bebas di lokasi Prima Tani Kabupaten Probolinggo
kan hasil rata-rata dan mengacu pada deskripsi varietas, varietas jagung bersari bebas yang ditanam belum mampu berproduksi maksimal. Namun, hasilnya masih lebih tinggi dibanding hasil rata-rata jagung lokal yang biasa ditanam petani. Lima varietas jagung komposit, yaitu Sukmaraga, Lamuru, Srikandi Putih, Srikandi Kuning, dan Bisma lebih dianjurkan dan dinilai lebih sesuai bagi petani, khususnya di Dusun Gunggungan dan Kedung Batang, Probolinggo karena sebagian kecil hasil panen dapat digunakan sebagai benih. Cara ini sekaligus sebagai jawaban dari ketidakmampuan petani untuk membeli benih jagung hibrida.
DAFTAR PUSTAKA Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur. 2007. Rancang Bangun Laboratorium Agribisnis Desa Klampok, Kecamatan Tongas, Kabupaten Probolinggo. hlm. 318-344. Dalam Rancang
49
Bangun Prima Tani Jawa Timur. Terbitan Khusus Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur No. 1-2007. Sarasutha, I G.P. 2002. Kinerja usaha tani dan pemasaran jagung di sentra produksi. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 21(2): 39-47. Sudaryono, T., Suhardjo, T. Siniati, D. Setyorini, A. Krismawati, dan M. Monawi. 2006. Laporan Hasil Participatory Rural Appraisal (PRA) Prima Tani Kabupaten Probolinggo, Desa Klampok, Kecamatan Tongas. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur, Malang. hlm.12. Surmaini, E., G. Jayanto, G. Maulana, dan H. Sosiawan. 2007. Identifikasi dan evaluasi potensi lahan untuk mendukung Prima Tani di Desa Klampok, Kecamatan Tongas, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, Bogor. 27 hlm. Swastika, D.K.S., F. Kasim, K. Suhariyanto, W. Sudana, R. Hendayana, R.V. Gerpacio, and P.L. Pingali. 2004. Maize in Indonesia: Production systems, constraints, and research priorities. CIMMYT, Mexico. 40 pp.