KEBIJAKAN PENGATURAN PAJAK PENGHASILAN DAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TERHADAP TRANSAKSI E-COMMERCE
Oleh MELISA RAHMAINI LUBIS NPM 1342011114
Jurnal Ilmiah
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM
pada Jurusan Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016
KEBIJAKAN PENGATURAN PAJAK PENGHASILAN DAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TERHADAP TRANSAKSI E-COMMERCE
Melisa Rahmaini Lubis, Nurmayani, Marlia Eka Putri. Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung Jalan Soemantri Brojonegoro Nomor 1 Bandar Lampung 35145 Email:
[email protected].
ABSTRAK Salah satu potensi di bidang perpajakan adalah pajak atas transaksi e-commerce, sehingga Direktorat Jenderal Pajak memberlakukan surat edaran sebagai kebijakan untuk mengoptimalkan penerimaan negara atas pajak pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai terhadap transaksi e-commerce. Permasalahan dalam penelitian: (1) Bagaimanakah kebijakan pengaturan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai terhadap Transaksi E-Commerce? (2) Apakah faktor penghambat pemungutan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai terhadap Transaksi E-Commerce? Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan hukum normatif dan empiris. Jenis data terdiri dari data sekunder dan data primer yang dikumpulkan dengan wawancara dan dokumentasi Analisis data menggunakan analisis kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Pengaturan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai terhadap Transaksi E-Commerce sebagai kebijakan perpajakan diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE62/PJ/2013 tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan Atas Transaksi E-Commerce dan dan Surat Edaran SE-06/PJ/2015 tentang Pemotongan dan atau Pemungutan Pajak Penghasilan atas Transaksi E-Commerce dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, terdiri dari pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai atas transaksi E-Commerce, yang meliputi pajak atas proses bisnis jasa penyediaan tempat dan/atau waktu, pajak atas proses bisnis penjualan barang dan/atau jasa, pajak atas proses bisnis penyetoran hasil penjualan kepada online marketplace merchant oleh penyelenggara online marketplace dan pajak atas online retail. (2) Faktor-faktor penghambat pemungutan adalah rendahnya kesadaran pelaku usaha online selaku wajib pajak, belum optimalnya database pelaku usaha online, lemahnya penegakan hukum terhadap wajib pajak serta pelaku usaha online yang belum memiliki NPWP. Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Ditjen Pajak perlu meningkatkan sosialisasi kepada pelaku usaha online tentang pentingnya membayar pajak atas transaksi E-Commerce (2) Ditjen Pajak perlu meningkatkan upaya pendataan terhadap pelaku usaha online sehingga potensi pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai dari transaksi E-Commerce akan dapat dioptimalkan. Kata Kunci; Kebijakan Pengaturan, Transaksi E-Commerce
REGULATORY POLICIES INCOME TAX AND VALUE ADDED TAX ON E-COMMERCE TRANSACTIONS
ABSTRACT
One of the potential in the field of taxation is a tax on e-commerce transactions, so that the Directorate General of Taxation circular imposing a policy to optimize state income tax on the income tax and value added tax on e-commerce transactions. The research problem: (1) How the policy setting Income Tax and Value Added Tax on Transactions ECommerce? (2) What are the factors inhibiting the collection of Income Tax and Value Added Tax on Transactions E-Commerce? The approach used is a matter of law normative and empirical approach. This type of data consists of secondary data and primary data collected through interviews and documentation analysis of data using qualitative analysis. The results showed: (1) The setting of Income Tax and Value Added Tax on Transactions E-Commerce as taxation policy is set in the Circular of the Director General of Tax No. SE-62 / PJ / 2013 on the Affirmation of Conditions of Taxation On Transactions E-Commerce and and Mail Circular SE-06 / PJ / 2015 about cuts and or Withholding Income Tax on Transactions E-Commerce by referring to Law No. 36 Year 2008 on Income Tax and Government Regulation No. 1 Year 2012 on Value Added Tax on Goods and Services and Sales Tax on luxury goods, consisting of income tax and value added tax on transactions E-Commerce, which includes taxes on business process services providing a space and / or time, tax on business process of selling goods and / or services, the tax on business process of depositing the proceeds to the online marketplace by the organizers merchant online marketplace and taxes on online retail. (2) inhibiting factor is the low awareness collection of online businesses as the taxpayer, not optimal database online businesses, weak enforcement of laws against the taxpayer as well as online businesses that do not have a TIN. Suggestions in this study are: (1) The Directorate General of Taxation needs to improve dissemination to businesses online about the importance of paying taxes on the transaction E-Commerce (2) The Directorate General of Taxes need to increase efforts to the survey of businesses online so that potential income tax and value added tax on transactions E-Commerce will be optimized. Keywords; Policy Settings, E-Commerce Transactions
I. Pendahuluan Pajak memegang peranan yang sangat penting sebagai salah satu sumber pendapatan negara, dan dapat digunakan sebagai alat untuk mengatur kegiatan ekonomi dan pajak berfungsi sebagai alat atau instrumen yang digunakan untuk memasukan dana secara optimal ke dalam kas negara . dalam hal ini fungsi pajak lebih diarahkan sebagai instrumen penarik dana dari masyarakat untuk dimasukan ke dalam kas negara. Dana yang berasal dari pajak dipergunakan bagi penyelenggaraan dan aktivitas pemerintahan.1 Menurut Pasal 1 angka 1 UndangUndang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pengertian pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang tertuang oleh orang peribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
pemenuhan kewajiban wajib pajak, salah satunya pajak penghasilan.2 Pajak penghasilan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan adalah pajak yang dipotong atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. Eksistensi pajak tersebut berhadapan dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi yang semakin berkembang pesat. Dewasa ini seiring dengan perkembangan zaman dan desakan kebutuhan hidup masyarakat semakin tinggi timbullah pemikiran masyarakat untuk berbisnis dan berusaha agar memiliki penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka di era modern saat ini bisnispun dapat dilakukan melalui media online atau sebut dengan istilah transaksi ECommerce.
Pajak secara kewilayahan terbagi dalam dua kategori yaitu pajak pusat dengan landasan hukumnya berbentuk undangundang, dan pajak daerah dengan landasan hukumnya adalah peraturan daerah. Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia adalah self assesment system, yaitu sistem yang memberikan kepercayaan dan tanggung jawab yang lebih besar untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Pemerintah dalam hal ini aparat perpajakan berkewajiban melaksanakan pembinaan, penelitian, dan pengawasan terhadap pelaksanaan
Transaksi E-Commerce merupakan transaksi bisnis yang dilakukan secara elektronik sehingga transaksi antara pembeli dan pedagang dapat melakukan transaksi jual beli apapun, kapanpun, dan dimanapun. Fleksibilitas seperti ini menjadikan perdagangan E-Commerce digemari oleh masyarakat modern penggunan internet. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah menyebabkan transformasi model dan strategi bisnis yang perlu ditegaskan aspek perpajakannya. Pada prinsipnya, transaksi perdagangan barang dan/atau jasa melalui sistem elektronik, yang selanjutnya disebut E-Commerce sama dengan transaksi perdagangan barang
1
2
Ali Chidir, Hukum Pajak Elementer, PT Eresco, Bandung, 2007, hlm.17.
Safri Nurmantu, Pengantar Perpajakan, Granit, Jakarta, 2005, hlm.108
dan/atau jasa lainnya, tetapi berbeda dalam hal cara atau alat yang digunakan. Teknologi internet mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perekonomian dunia, makin banyak kegiatan perekonomian dilakukan menggunakan media internet salah satunya di bidang perdagangan atau bisa disebut dengan Electronic Commerce (perniagaan elektronik). Sebagai bagian dari Electronic Business (bisnis yang dilakukan dengan menggunakan electronic transmission) dapat di definisikan secara umum sebagai segala bentuk transaksi perdagangan atau perniagaan barang atau jasa (trade of goods and service) dengan menggunakan media elektronik. Perniagaan tersebut merupakan bagian dari kegiatan bisnis dan mengingat bisnis online semakin berkembang pesat maka hal ini dimanfaatkan para pebisnis yang memanfaatkan teknologi sebagai pemilik online shop.3 Berbeda dengan transaksi pada umumnya, yang memperdagangkan barang dagang mereka di suatu tempat yang biasa menjadi tempat terjadi transaksi pada umumnya, seperti pasar tradisional, pasar modern, pasar swalayan, dan toko-toko pada umumnya yang dapat dilihat dan tidak bersifat untouchable, E-Commerce diperdagangkan pada suatu website atau sebuah akun sosial yang sedang booming di kalangan masyarakat. Pengenaan Pajak Penghasilan terhadap pebisnis online yakni pajak yang dibebankan kepada pemilik online shop belum efektif secara keseluruhan, bahkan pemilik online shop ada yang tidak membayar pajak mereka, salah satu jawaban yang logis dari permasalahan tersebut adalah 3
http://pajak-bisnis-online-51. Diakses Rabu 4 Mei 2016
karena banyak orang di negeri ini belum mengetahui ilmu tentang perpajakan, bahkan tidak sedikit yang tidak tahu sama sekali atau buta tentang ilmu perpajakan. Bila kita telusuri lebih lanjut ternyata hal ini juga merugikan pendapatan negara yang bermuara dari sistem perpajakan di Indonesia yang belum dapat menjaring potensi pajak yang ada khususnya jenis usaha online shop, karena begitu banyak karakter online shop terdapat pada beberapa akun sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, Google, Kaskus, dan 4 Blacberry Messenger. Pengaturan secara khusus mengenai perpajakan atas transaksi E-Commerce ini terdapat dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-62/PJ/2013 tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan Atas Transaksi E-Commerce. Dalam aturan ini disebutkan ada empat model ECommerce yang dikenakan pajak pertambahan nilai (PPn) 10%, yaitu marketplace, classified ads, daily deals, dan peritel online. Perkembangan berikutnya, Ditjen Pajak mengeluarkan SE-06/PJ/2015 tentang Pemotongan dan atau Pemungutan Pajak Penghasilan atas Transaksi E-Commerce. 5 Pengenaan PPh terhadap pebisnis online yakni pajak yang dibebankan kepada pemilik online shop belum efektif secara keseluruhan, bahkan pemilik online shop ada yang tidak membayar pajak mereka, salah satu jawaban yang logis dari permasalahan tersebut adalah karena banyak orang di negeri ini belum mengetahui ilmu tentang perpajakan, bahkan tidak sedikit yang tidak tahu 4
Ibid http://ekbis.sindonews.com/read/989943/150/atu ran-pajak-bisnis-online-ditargetkan-rampungtahun-ini-1429149243/Diakses Rabu 15 Juni 2016 5
sama sekali atau buta tentang ilmu perpajakan. Sangat disayangkan bahwa potensi pajak ini belum terjamah secara khusus oleh sistem perpajakan di Indonesia karena lemahnya pengawasan dan hukum perpajakan di Indonesia, perlu diakui juga bahwa sangat sulit menjaring potensi ini karena beberapa faktor seperti tempat penjualan yang tidak jelas dan nyata, oleh karena itu sangat sulit mendeteksi keberadaan potensi pajak ini. Selain itu, ada permasalahan lain yang tidak kalah sulitnya untuk dideteksi yaitu soal penerimaan pemilik online shop.6 Lampiran Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE- 62/PJ/2013 tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan Atas Transaksi E-Commerce ini memperinci dua jenis pajak yang dapat dibebankan kepada pelaku transaksi E-Commerce, yaitu pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai. Objek pajak penghasilan yang dimaksud adalah Penghasilan dari jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media lain untuk penyampaian informasi merupakan objek Pajak Penghasilan (PPh) yang wajib dilakukan pemotongan PPh. Termasuk dalam pengertian media lain untuk penyampaian informasi adalah situs internet yang digunakan untuk mengoperasikan toko, memajang content (kalimat, grafik, video penjelasan, informasi, dan lain lain) barang dan/atau jasa, dan/atau melakukan penjualan. Imbalan sehubungan jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam situs internet untuk penyampaian informasi dalam contoh proses bisnis Online 6
http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makr o/15/04/14/nmse19-jangan-semua-bisnisemonlineem-dikenakan-pajak.Diakses Diakses Rabu 4 Mei 2016.
Marketplace ini dapat berupa Monthly Fixed Fee, Rent Fee, Registration Fee, Fixed Fee, atau Subscription Fee. Objek Pajak Pertambahan Nilai adalah Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media lain untuk penyampaian informasi merupakan Jasa Kena Pajak (JKP). Termasuk dalam pengertian media lain untuk penyampaian informasi adalah situs internet yang digunakan untuk mengoperasikan toko, memajang content (kalimat, grafik, video penjelasan, informasi, dan lain lain) barang dan/atau jasa, dan/atau melakukan penjualan. Imbalan sehubungan jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam situs internet untuk penyampaian informasi dalam contoh proses bisnis Online Marketplace ini dapat berupa Monthly Fixed Fee, Rent Fee, Registration Fee, Fixed Fee, atau Subscription Fee. Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dikenai PPN. Permasalahan penelitian: 1. Bagaimanakah kebijakan pengaturan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai terhadap Transaksi E-Commerce? 2. Apakah faktor penghambat pemungutan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai terhadap Transaksi E-Commerce? II. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif dan empiris. Prosedur pengumpulan dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan. Prosedur pengolahan data dilakukan melalui tahap pemeriksaan data, klasifikasi data, penyusunan data dan seleksi data. Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif.
III. Pembahasan A. Kebijakan Pengaturan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai Terhadap Transaksi E-Commerce Kebijakan pengaturan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai Terhadap Transaksi E-Commerce terdapat dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-62/PJ/2013 tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan Atas Transaksi E-Commerce. Dalam aturan ini disebutkan ada empat model ECommerce yang dikenakan pajak pertambahan nilai (PPn) 10%, yaitu marketplace, classified ads, daily deals, dan peritel online. Lampiran Surat Edaran ini memperinci dua jenis pajak yang dapat dibebankan kepada pelaku transaksi E-Commerce, yaitu pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai. Pengaturan penghasilan Commerce
Pemungutan Pajak Atas Transaksi E-
Pengaturan pemungutan pajak penghasilan atas transaksi E-Commerce dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-62/PJ/2013 tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan Atas Transaksi E-Commerce adalah sebagai berikut: 1. Proses Bisnis Jasa Penyediaan Tempat dan/atau Waktu Objek pajaknya adalah penghasilan dari jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media lain untuk penyampaian informasi merupakan objek Pajak Penghasilan (PPh) yang wajib dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, Pasal 23, atau Pasal 26. Termasuk dalam pengertian media lain untuk penyampaian informasi adalah situs internet yang digunakan
untuk mengoperasikan toko, memajang content (kalimat, grafik, video penjelasan, informasi, dan lain lain) barang dan/atau jasa, dan/atau melakukan penjualan. Imbalan sehubungan jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam situs internet untuk penyampaian informasi dalam contoh proses bisnis Online Marketplace ini dapat berupa Monthly Fixed Fee, Rent Fee, Registration Fee, Fixed Fee, atau Subscription Fee. Subjek pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh penghasilan dari jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media lain untuk penyampaian informasi. Dengan dasar hukum yaitu Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 17, Pasal 21, Pasal 23, dan Pasal 26 Undang-Undang PPh.
Tarif untuk Penyelenggara Online Marketplace sebagai penyedia jasa yang penghasilannya tidak dikenai pajak yang bersifat final, tarif PPh Pasal 17 diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak yang dihitung dari penghasilan bruto dari penjualan yang dikurangi dengan biayabiaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan serta untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Pengaturan ini kurang memenuhi prinsip keadilan sebagai salah satu prinsip pengenaan pajak, sebab penghasilan bruto tidak menunjukkan keuntungan bersih dari hasil usaha. Salah satu prinsip pemungutan pajak adalah prinsip keadilan. Seperti halnya produk hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya. Contohnya adalah dengan mengatur hak dan kewajiban para
wajib pajak, pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak dan sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan berat ringannya pelanggaran.7 Ketentuan Pemotongan PPh adalah apabila Online Marketplace Merchant sebagai pengguna jasa adalah Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan yang ditunjuk sebagai pemotong PPh, maka pengguna jasa tersebut wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 23, Pasal 21, atau Pasal 26 sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tarif PPh Pasal 23 atas penghasilan dari jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media lain untuk penyampaian informasi adalah sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Dalam hal penyedia jasa dimaksud tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% (seratus persen), yaitu menjadi sebesar 4% (empat persen) dari jumlah bruto tidak termasuk PPN. Tarif PPh Pasal 26 atas penghasilan dari jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media lain untuk penyampaian informasi adalah sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto tidak termasuk PPN, atau berdasarkan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berlaku. 2. Proses Bisnis Penjualan Barang dan/atau Jasa Objek pajaknya adalah penghasilan dari penjualan barang dan/atau penyediaan jasa merupakan objek PPh. Apabila penghasilan dari penjualan barang 7
Joseph R. Kaho. Op.Cit. hlm 46
dan/atau penyediaan jasa merupakan objek pemotongan/pemungutan PPh, maka wajib untuk dilakukan pemotongan/pemungutan PPh. Subjek pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh penghasilan dari penjualan barang dan/atau penyediaan jasa. Penjual barang atau penyedia jasa dalam contoh proses bisnis Online Marketplace ini adalah Online Marketplace Merchant. Dasar hukumnya adalah Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 17, Pasal 21, Pasal 22,
3. Proses Bisnis Penyetoran Hasil Penjualan Kepada Online Marketplace Merchant Oleh Penyelenggara Online Marketplace Objek pajaknya adalah penghasilan dari jasa perantara pembayaran merupakan objek PPh yang wajib dilakukan pemotongan PPh Pasal 23, Pasal 21, atau Pasal 26. Imbalan sehubungan jasa perantara pembayaran dalam contoh proses bisnis Online Marketplace ini dapat berupa Per Sale Fee dan/atau tagihan lainnya. Subjek Pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh penghasilan dari jasa perantara pembayaran. Penyedia jasa perantara pembayaran dalam contoh proses bisnis Online Marketplace ini adalah penyelenggara Online Marketplace. Dasar hukumnya adalah Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 17, Pasal 21, Pasal 23, dan Pasal 26 UndangUndang PPh. Tarif untuk pihak Penyelenggara Online Marketplace sebagai penyedia jasa yang penghasilannya tidak dikenai pajak yang bersifat final, tarif PPh Pasal 17 diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak yang dihitung dari penghasilan bruto dari penjualan yang dikurangi dengan biayabiaya untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan serta untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Pemotongan PPh dilakukan dengan ketentuan apabila Online Marketplace Merchant sebagai pengguna jasa adalah Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan yang ditunjuk sebagai pemotong PPh, maka pengguna jasa tersebut wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 23, Pasal 21, atau Pasal 26 sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tarif PPh Pasal 23 atas penghasilan dari jasa perantara pembayaran adalah sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto tidak termasuk PPN. Dalam hal penyedia jasa dimaksud tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% (seratus persen), yaitu menjadi sebesar 4% (empat persen) dari jumlah bruto tidak termasuk PPN. 4. Online Retail Online retail adalah kegiatan menjual barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh penyelenggara online retail kepada pembeli di situs online retail. Objek pajaknya adalah penghasilan dari penjualan barang dan/atau penyediaan jasa merupakan objek PPh. Apabila penghasilan dari penjualan barang dan/atau penyediaan jasa merupakan objek pemotongan/pemungutan PPh, maka wajib untuk dilakukan pemotongan/pemungutan PPh. Subjek Pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh penghasilan dari penjualan barang dan/atau penyediaan jasa. penjual barang atau penyedia jasa dalam contoh proses bisnis Online Retail adalah Penyelenggara Online Retail. Dasar hukumnya adalah sama dengan dasar hukum bisnis penyetoran hasil penjualan kepada online marketplace merchant oleh penyelenggara online marketplace tersebut di atas.
Tarif untuk pihak Penyelenggara Online Retail (sekaligus Merchant) sebagai penjual barang atau penyedia jasa yang penghasilannya tidak dikenai pajak yang bersifat final, tarif PPh Pasal 17 diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak yang dihitung dari : (1). Penghasilan bruto dari penjualan yang dikurangi dengan biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan serta untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak; atau (2) Penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 Undang-Undang PPh dan untuk Wajib Pajak orang pribadi dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Pengaturan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Atas Transaksi ECommerce Pengaturan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas transaksi ECommerce adalah sebagai berikut: 1. Proses Bisnis Jasa Penyediaan Tempat dan/atau Waktu Objek Pajaknya adalah jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media lain untuk penyampaian informasi merupakan Jasa Kena Pajak (JKP). Termasuk dalam pengertian media lain untuk penyampaian informasi adalah situs internet yang digunakan untuk mengoperasikan toko, memajang content (kalimat, grafik, video penjelasan, informasi, dan lain lain) barang dan/atau jasa, dan/atau melakukan penjualan. Imbalan sehubungan jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam situs internet untuk penyampaian informasi dalam contoh proses bisnis Online Marketplace ini dapat berupa Monthly Fixed Fee, Rent Fee, Registration Fee,
Fixed Fee, atau Subscription Fee. Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dikenai PPN. Dasar hukumnya adalah sama dengan dasar hukum bisnis penyetoran hasil penjualan kepada online marketplace merchant oleh penyelenggara online marketplace tersebut di atas. 2. Proses Bisnis Penjualan Barang dan/atau Jasa Objek Pajaknya adalah Penyerahan yang dilakukan oleh Online Marketplace Merchant kepada Pembeli Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP), yang dapat berupa: (1) penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean; dan/atau (2) ekspor BKP Berwujud, ekspor BKP Tidak Berwujud, dan/atau ekspor JKP. DPP adalah Harga jual, penggantian, dan/atau nilai ekspor, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh Online Marketplace Merchant karena penyerahan BKP dan/atau JKP (contohnya harga barang dan/atau jasa, biaya pengiriman, asuransi, dan lain-lain). Dasar hukumnya adalah sama dengan dasar hukum bisnis penyetoran hasil penjualan kepada online marketplace merchant oleh penyelenggara online marketplace tersebut di atas. Ditambah sebagai berikut:
Saat PPN terutangnya adalah saat pembayaran diterima oleh Penyelenggara Online Marketplace atas pembelian BKP dan/atau JKP. Saat Pembuatan sama dengan saat PPN terutang dan Faktur Pajaknya Dibuat oleh Online Marketplace Merchant kepada Pembeli.
3. Proses Bisnis Penyetoran Hasil Penjualan Kepada Online Marketplace Merchant Oleh Penyelenggara Online Marketplace
Objek pajaknya adalah Jasa perantara pembayaran, yang diserahkan oleh Penyelenggara Online Marketplace kepada Online Marketplace Merchant, merupakan Jasa Kena Pajak (JKP). Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dikenai PPN. DPP meliputi penggantian, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh Online Marketplace Merchant karena penyerahan JKP berupa jasa perantara pembayaran (contohnya per Sale Fee, biaya service provider settlement, fee penggunaan kartu kredit/kartu debit/internet banking, dan lain-lain), tidak termasuk PPN, dipungut dan potongan harga dicantumkan dalam Faktur Pajak. Dasar hukumnya sama dengan dasar hukum proses bisnis jasa penyediaan tempat dan/atau waktu, dengan ketentuan saat PPN terutang untuk penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean, yaitu pada saat harga atas penyerahan JKP diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP), sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten; atau saat kontrak atau perjanjian ditandatangani, dalam hal saat sebagaimana dimaksud tidak diketahui. Faktur Pajaknya Dibuat oleh Penyelenggara Online Marketplace kepada Online Marketplace Merchant.
4. Online Retail Objek Pajaknya adalah penyerahan yang dilakukan oleh Penyelenggara Online Retail kepada Pembeli BKP dan/atau JKP, yang dapat berupa: (1) penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean; (2) ekspor BKP Berwujud, ekspor BKP Tidak Berwujud, dan/atau ekspor JKP. DPP mencakup harga jual, penggantian,dan/atau nilai ekspor, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh Penyelenggara Online Retail karena penyerahan BKP dan/atau JKP (contohnya harga barang dan/atau jasa, biaya pengiriman, asuransi, dan lainlain), tidak termasuk PPN yang dipungut dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. Dasar hukumnya sama dengan dasar hukum proses bisnis jasa penyediaan tempat dan/atau waktu, dengan ketentuan saat PPN terutangnya adalah pada saat penyerahan BKP dan/atau JKP untuk transaksi cash on delivery; atau saat pembayaran diterima oleh Penyelenggara Online Retail atas pembelian BKP dan/atau JKP untuk transaksi non-cash on delivery. Faktur Pajaknya adalah Dibuat oleh Penyelenggara Online Retail kepada Pembeli.
B. Faktor Penghambat Pemungutan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai Terhadap Transaksi E-Commerce 1. Belum Terdatanya Pelaku Usaha Online Menurut Awig Burhani, belum terdatanya pelaku usaha online menjadi faktor penghambat pemungutan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai Terhadap Transaksi E-Commerce,
sehingga pemungutan pajak dari sektor ini menjadi tidak optimal. Padahal database sangat menentukan untuk menguji kebenaran pembayaran pajak dengan sistem self-assessment.8 Pengenaan pajak pelaku usaha online belum efektif secara keseluruhan, bahkan pemilik online shop ada yang tidak membayar pajak mereka. Hal ini sangat disayangkan mengingat potensi pajak sangat besar dan belum terjamah secara khusus oleh sistem perpajakan karena lemahnya upaya menjaring potensi ini. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor seperti tempat penjualan yang tidak jelas dan nyata, oleh karena itu sangat sulit mendeteksi keberadaan potensi pajak ini. Selain itu, ada permasalahan lain yang tidak kalah sulitnya untuk dideteksi yaitu soal penerimaan pemilik online shop. Pemutahiran data Wajib Pajak dilakukan secara kontinu dan berkala baik secara komputerisasi (SIP) maupun secara manual (pengadministrasian berkas). Untuk mengatasi kegagalan sistem dari menu SIP (Sistem Komputerisasi Perpajakan), seksi PDI (Pengolahan Data dan Informasi) dapat diminta untuk melakukan koordinasi dengan Pusat PDIP (Pengolahan Data dan Informasi Perpajakan) sehingga tidak mengganggu kinerja seksi Penagihan di masa yang akan datang. Peningkatan sarana dan prasarana berupa penambahan komputer dan petugas pajak serta adanya pembagian wilayah kerja sesuai dengan wilayah kerja KPP bagi seorang Jurusita Pajak sehingga mempermudah dalam penyampaian surat paksa maupun surat perintah melaksanakan penyitaan sampai pelelangan. Penyediaan akses internet juga dapat mempermudah petugas pajak 8
Hasil wawancara dengan Awig Burhani. Kepala Seksi Pengawas Kanwil Dirjen Pajak Bengkulu Lampung. Rabu 19 Oktober 2016
dalam melaksanakan tugasnya. Pengadministrasian yang lebih tertib dengan cara penertiban berkas-berkas yang ada di seksi Penagihan maupun seksi-seksi terkait lainnya seperti penyampaian dokumen yang lebih teratur, penambahan ruangan untuk menyimpan dokumen apabila ruangan yang ada sudah tidak dapat menampung dokumen yang ada dan pengoptimalan Sistem Informasi Perpajakan (SIP). 2. Rendahnya Kesadaran Pelaku Usaha Online Selaku Wajib Pajak Menurut Dita Putra Pamungkas, rendahnya kesadaran pelaku usaha online selaku wajib pajak menjadi penghambat pemungutan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai Terhadap Transaksi E-Commerce. Dalam pemungutan pajak dituntut kesadaran wajib pajak untuk memenuhi kewajiban kenegaraan. Kurangnya atau tidak adanya kesadaran wajib pajak sebagai wajib pajak untuk membayar pajak ke negara mengakibatkan timbulnya perlawanan atau terhadap pajak yang merupakan kendala dalam pemungutan pajak sehingga mengakibatkan berkurangnya penerimaan kas negara.9 Upaya yang dapat ditempuh untuk mengatasi kendala-kendala di atas ada beberapa langkah yang harus dilakukan agar Wajib Pajak membayar pajaknya, yaitu sebagai berikut dengan peningkatan sumber daya manusia aparatur. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme aparatur Perpajakan dan meningkatkan pengetahuan tentang pendapatan pusat maupun daerah untuk meningkatkan pendapatan daerah. Selain itu sangat penting dilaksanakan 9
Hasil wawancara dengan Dita Putra Pamungkas. Pelaksana Subbagian Umum dan Kepatuhan Internal Kanwil Dirjen Pajak Bengkulu Lampung. Rabu 19 Oktober 2016
penyuluhan terhadap pelaku usaha online dalam bentuk sosialisasi pendapatan pusat dan daerah serta untuk memberikan penjelasan atau pemahaman kepada masyarakat tentang arti pentingnya pendapatan pusat dan daerah bagi Negara dan masyarakat. 3. Pelaku Usaha Online Selaku Wajib Pajak belum Memiliki NPWP Pelaku usaha online selaku wajib pajak yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) menjadi penghambat pemungutan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai Terhadap Transaksi E-Commerce. NPWP adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan. Fungsi NPWP bagi wajib pajak adalah sebagai sarana dalam administrasi perpajakan, sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya, dicantumkan dalam setiap dokumen perpajakan dan dapat menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasi perpajakan. Setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, sehingga dapat merugikan pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar. A.Berdasarkan PER-31 tahun 2009 tentang Pedoman Teknis dan Tata Cara Pemotongan, Penyetoran PPh Pasal 21 Pasal 20;
1. Bagi penerima penghasilan yang PPh pasal 21 yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 dengan tarif lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang memiliki NPWP 2. Jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar 120% (seratus dua puluh persen) dari jumlah PPh Pasal 21 yang seharusnya dipotong dalam hal yang bersangkutan memiliki NPWP 3. Pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku untuk pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat tidak final 4)Dalam hal pegawai tetap atau penerima pensiun berkala sebagai penerima penghaslan yang telah dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif yang lebih tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan paling lama sebelum pemotongan PPh Pasal 21 untuk masa pajak Desember, PPh Pasal 21 yang telah dipotong atas selisih pengenaan tarif sebesar 20% (dua puluh persen) lebih tinggi tersebut diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 terhutang untuk bulan-bulan selanjutnya setelah memiliki NPWP. IV. Penutup Kesimpulan 1. Pengaturan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai terhadap Transaksi E-Commerce sebagai kebijakan perpajakan diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-62/PJ/2013 tentang
Penegasan Ketentuan Perpajakan Atas Transaksi E-Commerce dan SE06/PJ/2015 tentang Pemotongan dan atau Pemungutan Pajak Penghasilan atas Transaksi E-Commerce, dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, terdiri dari pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai atas transaksi ECommerce, yang meliputi pajak atas proses bisnis jasa penyediaan tempat dan/atau waktu, pajak atas proses bisnis penjualan barang dan/atau jasa, pajak atas proses bisnis penyetoran hasil penjualan kepada online marketplace merchant oleh penyelenggara online marketplace dan pajak atas online retail. 2. Faktor-faktor penghambat pemungutan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai Terhadap Transaksi E-Commerce, adalah rendahnya kesadaran pelaku usaha online selaku wajib pajak, belum optimalnya database pelaku usaha online dan lemahnya penegakan hukum terhadap wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya membayar pajak atas transaksi ECommerce dan pelaku usaha online yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagai sarana dalam administrasi perpajakan dan identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan. Saran 1. Ditjen Pajak perlu meningkatkan sosialisasi kepada pelaku usaha online tentang pentingnya membayar
pajak atas transaksi E-Commerce, dengan cara lebih giat dalam penyuluhan, kegiatan seminar, maupun penataran baik menggunakan media massa dan media elektronik. 2. Ditjen Pajak perlu meningkatkan upaya pendataan terhadap pelaku usaha online sehingga potensi pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai dari transaksi E-Commerce akan dapat dioptimalkan dan dialokasikan untuk kepentingan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat.
Daftar Pustaka
Abidin, Irianto. 2004. Kebijakan Publik, Teori dan Praktek. Penerbit Andi.Yogyakarta. Agustino, Ferdinand. Pengantar Kebijakan Negara. Bina Cipta. Jakarta.2008. Brotodihardjo, R. Santoso. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Refika Aditama. Bandung.2009. Chidir, Ali. Hukum Pajak Elementer, PT Eresco, Bandung, 2007. Devano, Sony dan Siti Kurnia Rahayu. Perpajakan: Konsep, Teori, dan Isu. Kencana, Jakarta 2006. Direktorat Jenderal Pajak. Masalah Pajak di Indonesia. Jakarta. 2005. Dunn,
William. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gajah Mada Universty Press.
Gunadi, Ketentuan Pajak Penghasilan, Penerbit Salemba Empat, Jakarta, 2008 Hasibuan, Malayu S.P.. Organisasi dan Manajemen. Rajawali Press. 2009 Hariyoso, Soewarno. Dasar-Dasar Manajemen dan Administrasi, Penerbit Erlangga, Jakarta. 2007 Islamy, M.Irfan. 2003. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Bumi Aksara. Jakarta. Kaho, Joseph R. Keuangan di Era Otonomi Daerah. Rineka Cipta. Jakarta. 2007 Kunarjo, Hukum Perpajakan Indonesia. Rineka Cipta. Jakarta. 2008. Mardiasmo, Perpajakan, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2012. Muammar Himawan. Pokok-Pokok Organisasi Modern. Bina Ilmu. Jakarta. 2004 Nurmantu, Safri . Pengantar Perpajakan, Granit, Jakarta, 2005 Prajudi Admosudirjo. Teori Kewenangan. PT. Rineka Cipta Jakarta. 2001 R. Santoso Brotodihardjo. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Refika Aditama. Bandung.2003. Resmi, Siti. Perpajakan: Teori dan Kasus. Edisi Pertama. Salemba Empat, Jakarta 2003 Suharto, Edi. Analisis Kebijakan Publik, Alfabeta, Bandung, 2005.
Utomo, Priyo. Raja Bisnis Online. MediaKom. Yogyakarta. 2013. Wahab, Solichin Abdul. Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi Ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Bumi Aksara. Jakarta. 2005.
http://carapedia.com/memulai_usaha_onl ine_info3601.html Diakses 27 April 2016 http://pajak-bisnis-online-51. Rabu 4 Mei 2016
Diakses
Waluyo dan Wirawan B. Ilyas. Perpajakan Indonesia. Salemba Empat, Jakarta, 2008.
http://www.republika.co.id/berita/ekono mi/makro/15/04/14/nmse19jangan-semua-bisnis-emonlineemdikenakan-pajak.Diakses Diakses Rabu 4 Mei 2016.
Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen Keempat Pasal 23 A
http://www.wikipedia.org April 2016
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2010 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 25 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu Surat
Edaran Pajak Nomor SE62/PJ/2013 tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan atas Transaksi e-commerce
Surat
Edaran Pajak Nomor SE06/PJ/2015 tentang Pemotongan dan atau Pemungutan Pajak Penghasilan atas Transaksi ECommerce.
Diakses
27