UNIVERSITAS INDONESIA
MAKALAH
Materi
: MANAJEMEN PAJAK ATAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)
Dosen
: DR. NING RAHAYU M.si
Hari dan Tgl : Sabtu , 23 April 2011
Disusun oleh: Dinda Pramuchtia
0906612125
Indah Kusuma Dewi 0906612150 Ni Putu Ayu Riana O 0906611936 Rio Febriyanto
0906612011
Kelas Administrasi Fiskal A 2009
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI FISKAL PROGRAM SARJANA EKSTENSI 2011
Perencanaan dan Manajemen Pajak adalah sesuatu yang dapat dilakukan oleh setiap perusahaan yang menginginkan adanya penghematan pajak. Karena tujuan dari manajemen pajak yang bersifat ekonomis, efektif, dan efisien. Dengan menyusun perencanaan dan manajemen pajak sejak dini perusahaan akan terhindar dari segala hal yang mengakibatkan peningkatan beban pembayaran pajak. Salah satunya adalah dengan melakukan manajemen pajak pada Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Dalam melakukan manajemen pajak yang harus diperhatikan ialah tidak melanggar peraturan yang berlaku, secara bisnis reasonable, dan didukung dengan bukti-bukti yang kuat.
Upaya-upaya efisiensi pada PPN 1.
Memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) atau non-PKP pada pengusaha kecil. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai, yang dimaksud sebagai Pengusaha kecil adalah pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). Dengan kata lain, sebagai pengusaha kecil dapat memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP atau tidak. Pemilihan sebagai PKP atau tidak, dapat dilihat melalui transaksi yang ia lakukan. Contoh: a. Apabila sebagai PKP, dalam membeli bahan baku merupakan objek PM dan pada saat menjual Barang Kena Pajak (BKP) merupakan objek PK. Sedangkan apabila sebagai Non PKP membeli bahan baku, bukan merupakan objek PM. Bagitupula dalam menjual BKP bukan merupakan objek PK. Transaksi
Sebagai PKP
Membeli bahan baku PM Menjual BKP
Universitas Indonesia
PK
Sebagai Non PKP Non PM Non PK
Page 2
b. Apabila suatu perusahaan non PKP membeli BKP dari PKP, hal tersebut merupakan objek PM yang dapat dikreditkan pada SPT PPh Badannya. Sedangkan pada saat menjual BKP tersebut kepada pengusaha yang juga non PKPbukan merupakan objek PK. c. Apabila dalam kondisi laba perusahaan besar sebaiknya non PKP. Karena PMnya dapat dikreditkan yang mengakibatkan PPh Badannya kecil. d. Apabila dalam kondisi laba perusahaan kecil sebaiknya menjadi PKP. e. perusahaan yang non PKP mempertahankan peredaran brutonya di bawah Rp. 600.000.000,-.
2.
Mendahulukan penerbitan performa invoice sebelum menerbitkan invoice. Porforma invoice merupakan faktur ringkasan atau perkiraan yang dikirim oleh penjual kepada pembeli (biasanya perusahaan jasa) sebelum pengiriman atau pengiriman barang. Mengenai catatan jenis dan jumlah barang, nilai, dan informasi penting lainnya seperti beban berat dan transportasi. Faktur proforma biasanya digunakan sebagai faktur awal dengan kutipan, atau untuk keperluan pabean dalam importasi. Mereka berbeda dari faktur normal tidak digunakan untuk permintaan atau permintaan untuk membayar. Dalam hal efisiensi PPN dalam penerbitan performa invoice diperhatikan terlebih dahulu kapan terhutang PPN. Dalam UU No.42 tahun 2009 dikatakan bahwa terhutangnya PPN saat pemanfaatan jasa kena pajak. Namun dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan maka saat terutang pajakialah saat pembayaran. Penerbitan performa invoice penting dilakukan karena sering terjadi invoice sudah keluar namun belum dilakukan pembayaran.
Universitas Indonesia
Page 3
3.
Melakukan pengelolaan faktur pajak dengan baik Agar pengelolaan faktur pajak dilakukan dengan baik maka diperlukan koordinasi bagian pajak dengan bagian-bagian lain yang terkait dengan penerbitan dan penerimaan faktur pajak. Pengelolaan faktur pajak dapat dilakukan dengan cara memastikan atau menjaga Faktur Pajak tidak cacat. Jika melakukan pembelian barang atau pemakaian jasa maka terdapat Pajak Masukan, sehingga menerima Faktur Pajak. Faktur Pajak yang diterima tersebut harus diteliti, apabila cacat maka faktur pajak masukan tersebut tidak dapat dikreditkan. Untuk mengatasi hal ini, dapat dilakukan dengan cara apabila menerima faktur pajak yang cacat, sesegera mungkin untuk dikembalikan agar dapat diganti dengan faktur pajak yang tidak cacat. Dalam hal melakukan penjualan barang atau pemberian jasa maka terdapat Pajak Keluaran, sehingga menerbitkan Faktur Paja. Faktur Pajak yang diterbitkan harus dihindari dari kecacatan karena apabila cacat maka dikenakan sanksi sebesar 2% dari DPP. Untuk mengatasi hal apabila menerbitkan faktur pajak yang cacat, sesegera mungkin untuk menerbitkan faktur pajak pengganti. Karenanya untuk menghindari hal tesebut harus dilakukan koordinasi dengan divisidivisi yang terkait dalam perusahaan, diantaranya adalah dengan divisi pembelian dan penjualan. Bentuk koordinasinya ialah dengan menginformasikan apa saja yang harus dimuat dalam faktur pajak, antara lain: a.
nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
b.
nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
c.
jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
Universitas Indonesia
Page 4
d.
Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
f.
kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g.
nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
Dalam hal pembeli BKP atau pengguna JKP diketahui FP yang telah diterima dari pihak lain ternyata cacat segera dikembalikan kepada pihak pemberi FP. Sedangkan dalam hal penjual BKP atau pemberi JKP ternyata telah menerbitkan FP cacat apabila belum dilaporkan segera melakukan penggantian FP.
4.
Mengajukan permohonan sentralisasi PPN dalam hal perusahaan memiliki banyak cabang. cabang
cabang
cabang
KP
cabang
cabang
Hal yang dapat dilakukan apabila sebuah perusahaan memiliki banyak cabang ialah : - Mengajukan sentralisasi PPN - Apabila sentralisasi PPN telah dilakukan, maka pastikan di cabang-cabang tidak melakukan transaksi penjualan yang menerbitkan invoice. Sehingga seolah-olah hanya sebagai gudang (conventional).
Universitas Indonesia
Page 5
5.
Penanganan pengajuan restitusi PPN dengan baik. Dalam pengajuan restitusi PPN, beberapa hal yang harus diperhatikan : 1. Penyerahan dokumen selambat lambatnya 1 bulan setelah pengajuan restitusi yakinkan semua dokumen terkait lengkap,selebihnya tidak diperhitungkan dan tidak dapat diajukan restitusi lagi 2. Pengecekan Faktur Pajak Pastikan kembali Faktur Pajak Masukan atau Faktur Pajak Keluaran tidak cacat (lakukan tax review) 3. Yakinkan bahwa lawan transaksi telah membayarkan PPN yang dipungut. Dalam hal ini diperlukan konfirmasi kepada pihak lawan transaksi dengan cara meminta fotocopy SSP dan SPM terkait transaksi yang diajukan restitusi. hal tersebut dimaksudkan agar tidak terjadi tanggung renteng. 4. Sebelum mengajukan restitusi PPN, lakukan tax review dan tax review idealnya dilakukan setiap bulan masa pajak yang bersangkutan.
6.
Mengupayakan agar PM dan PK terjadi pada masa yang sama. Contoh:
2 maret Beli bahan baku PM = 10% x 200 juta 20 juta
28 maret Jual BKP PK = 10% x 200 juta 20 juta
produksi Biasanya perusahaan industri, sehingga dapat langsung offset dan uang tidak keluar
Universitas Indonesia
Page 6
7.
Memanfaatkan fasilitas-fasilitas PPN. Pemanfaatan fasilitas PPN dikawasan berikat dan di luar kawasan berikat : Kawasan Berikat
Luar Kawasan Berikat
Beli Bahan Baku Impor Produksi Beli Bahan Baku Impor Produksi Ekspor Barang Jadi
Dalam
pembelian
Ekspor Barang Jadi
bahan
baku, Dalam pembelian bahan baku terdapat
mendapatkan fasilitas PPN tidak dipungut.
Pajak Masukan.
PM = tidak dipungut
Misal pembelian bahan baku sebesar 100,
PK = 0
maka terdapat PM 10.
Maka tidak ada cash flow dalam transaksi
PM = 10 PK = 0 Sehingga PM > PK Lebih bayar 10 Atas lebih bayar tersebut dapat dilakukan restitusi.
Dari segi non-pajak yang harus diperhitungkan: a. Akses: Akses jalan yang mudah ditempuh untuk sampai ke Batam/Cengkareng b. Buruh/Pekerja: Upah buruh yang lebih rendah Batam atau Cengkareng c. Perizinan Usaha: Perizinan yang akan dilakukan lebih mudah di Batam atau Cengkareng.
Syarat melakukan manajemen PPN adalah : a. Tidak melanggar Peraturan yang berlaku baik Peraturan Pajak maupun Peraturan lain b. Secara bisnis reasonable, dapat diperhitungkan keuntungan dan kerugiannya c. Didukung oleh bukti – bukti yang kuat dan diakui oleh pihak lain
Universitas Indonesia
Page 7
Selain itu dalam melakukan manajemen PPN maka harus mengetahui : A. Kewajiban Pengusaha Kena Pajak B. Hal-hal yang harus diperhatikan terkait dengan saat pembuataan faktur pajak, dan tata cara pembuatan faktur pajak C. Hal-hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan objek dan subjek PPN dan atau PPnBM D. Berbagai sanksi/denda terkait dengan PPn dan/ atau PPn Bm E. Pemanfaatan berbagai fasilitas di bidang PPN dan/atau PPnBM
Penjelasan A. Kewajiban Pengusaha Kena Pajak : Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau yang dikenai pajak berdasarkan UU PPN 1984 dan perubahannya. Jika telah dikukuhkan sebgai pengusaha kena pajak maka harus melaporkan usahanya tersebut. maka dari itu harus pula diketahui tentang: * Kapan harus melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP? Yaitu WP yang sudah memenuhi ketentuan sebagai PKP, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP sebelum melakukan penyerahan BKP/JKP. * Kemana harus melapor? Ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan pengusaha, dan tempat kegiatan usaha di lakukan. * Apa resikonya jika tidak melakukan kewajiban tersebut? Direktorat Jendral Pajak (DJP) dapat mengukuhkan PKP secara jabatan apabila PKP tidak melaksanankan kewajiban pelaporan tersebut.
Universitas Indonesia
Page 8
B. Hal-hal yang harus diperhatikan terkait dengan saat pembuatan faktur pajak, dan tata cara pembuatan faktur pajak. Saat pembuatan faktur pajak : 1. Pada akhir bulan berikutnya setelah penyerahan BKP/JKP, kecuali pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya--- dibuat pada saat penerimaan pembayaran; atau 2. Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BBKP/JKP; atau 3. Pada saat penerimaan pembayaran termijn dalam hal penyerahan sebagian tahap pembayaran; atau 4. Pada saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada pemungut PPN
Syarat
Faktur Pajak
(FP) standar, karena merupakan sarana
untuk
mengkreditkan pajak masukan. Paling sedikit FP memuat: Nama, alamat, NPWP yang menyerahkan BKP/JKP Nama, alamat, NPWP yang menerima BKP/JKP Jenis barang/jasa, harga jual/ penggantian, dan potongan harga PPN yang dipungut PPnBM yang dipungut Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan FP Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangai FP
Universitas Indonesia
Page 9
Tax planning atas FP: 1. Perhatikan syarat sah-nya FP standar agar dapat dikreditkan 2. Terbitkan FP selama mungkin (dalam kurun waktu yang diperbolehkan) 3. Perketat term of payment untuk mencegah wp nalangin PPN pembeli
C. Hal-hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan objek PPN dan atau PPnBM 1. Identifikasi item mana yang : * Terutang PPN * Terutang tapi tidak dipungut PPN * Tidak dikenakan PPN * Dibebaskan dari PPN 2. Rekonsiliasi omzet PPN dengan peredaran usaha dalam SPT PPH Badan 3. Laporkan Faktur Pajak sesuai masanya
D. Mengetahui dengan jelas apa saja sanksi/ denda terkait dengan PPN dan atau PPnBM, sebagai berikut: 1. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP, tetapi tidak membuat FP, atau 2. Pengusaha yang telah dikukuhakan sebagai PKP, membuat FP, tetapi tidak tepat waktu. 3. Pengusaha kena pajak melaporkan FP tidak sesuai dengan penerbitan FP
Universitas Indonesia
Page 10
4. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP yang tidak mengisi FP secara lengkap, selain: Identitas pembeli atau identitas pembeli serta nama dan tandatangan dalam hal penyerahan dilakukan oleh PKP pedagang eceran. Terhadap hal-hal tersebut diatas akan dikenakan sanksi 2% x DPP 5. Pengusaha kena pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan (PM) Sanksi : 2% per bulan dari jumlah pajak yang ditagih kembali, dihitung dari tanggal peneribatan surat keputusan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sampai dengan tanggal penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP), bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.
E. Memanfaatkan berbagai fasilitas di bidang PPN dan/atau PPnBM Fasilitas ppn terhutang tidak dipungut Kawasan berikat KAPET EPTE Fasilitas PPN dibebaskan; Impor dan atau penyerahan BKP tertentu yang bersifat strategis (PP no. 7 tahun 2007)
Universitas Indonesia
Page 11
REFERENSI
1. Christine, SE.Ak.,M.Int.Tax.
Manajemen Pajak Atas Pajak Pertambahan Nilai
dan/atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. http://www.slideshare.net. Diunduh : tanggal 17 Mei 2011, 16.15 WIB. 2. John E Karayan , Charles S Swenson dan Joseph W Neff. Strategic Corporate Tax Planning, New Jersey: John willey & Sons Inc; 2002. 3. Kumar, Kaushal A ,Direct Tax Planning and Management Newdelhi: Atlantic ;5th edition, 2006.
Universitas Indonesia
Page 12