KEBERADAAI{ DAN PERAI{ CONSULTATIVE GROUP FOR II\TDOI\TESIA
(cGI)
KAJIAN DAN REKOMENDASI KEBIIAKAN
DOKUMENTASI
&
ARSIP
BAPPENAS Acc. No.
?<1f.6./.,.:'..%
Checked
:
ctass
: .,/&,La.e...!....'
I<EMEI\TERI A N PEREN CANAAN PEMBANGUNAN NASION A L BADAN PERENCAI\IAAN PEMBANGUNAN NASIONAL 2403
TIM PENYUSUN Penanggung Jawab
:
Prasetijono Widjojo Malang Joedo (Deputi Bidang Pendanaan Pembangunan)
Tim Perumus:
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Ceppie K. Sumadilaga (Direktur Pendanaan Luar Negeri Bilateral ) Kurniawan Ariadi (Staf Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral ) Muhammad Cholifihani (Staf Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral Ria Widati (Staf Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral ) Lusiana Murty (Staf Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral ) R.M. Dewo B. Joko P (Staf Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral ) Susi Hutapea (Staf Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral ) Mahendra Bayuadji (Staf Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral )
Kelompok 0iskusi
)
:
1. Syahrial Loetan (Direktur Pendanaan Luar Negeri Multilateral ) 2. Agus Rahardjo (Direktur Sistem dan Prosedur Pendanaan) 3. Wismana Adi Suryabrata (Direktur Keuangan Negara dan Analisis Moneter) 4. Bambang Prijambodo (Direktur Perencanaan Makro) 5. Bambang Widianto (Direktur Ketenagakerjaan dan Analisis Ekonomi) 6. Benedictus Benny Setiawan (Direktur Pemantauan dan Evaluasi Pendanaan) 7. Slamet Seno Adji (Direktur Analisis dan Formulasi Pendanaan ) B. Lukita Dinarsyah Tuwo (Direktur Neraca Pembayaran dan Kerja sama Ekonomi Internasional) 9. Tuti Riyati ( Staf Direktorat Pendanaan Luar Negeri Multilateral) 14. Suharmen (Staf Direktorat Keuangan Negara dan Analisis Moneter) 11. Ratna Sri Mawarti {Staf Direktorat Neraca Pembayaran dan Kerja Sama Ekonomi Internasional) 12. lchsan Zulkarnaen (Staf Direktorat Perencanaan Makro) 13. Priyanto Rohmatullah (Staf Dlrektorat Pemantauan dan Evaluasi Pendanaan) Tim Pendukung;
1. 2.
Abdullah Syafi'i Ahmad Fitriyadi
KATA PENGANTAR Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia melalui Ketetapan MPR No. lV/
MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999
-
2004 mengamanatkan
untuk mengurangi ketergantungan dana dari luar negeri. Amanat ini ditegaskan kembali pada
Iahun2002 melalui Ketetapan MPR No. lllMPRl2O}2. Selama bertahun-tahun pembangunan yang kita laksanakan tidak dapat dilepaskan
dari dukungan yang besar dari utang dan bantuan luar negeri dalam segala bentuk dan persyaratannya. Begitu besarnya dukungan itu sampai-sampai kita seolah tidak mampu membangun tanpa suntikan dana luar negeri.
Pendanaan luar negeri yang digunakan bagi pembangunan
dl Indonesia
selama
lebih 30 tahun terakhir sebagian besar bersumber dari negara-negara dan lembaga-lembaga
internasionalimultilateral pemberi pinjaman/hibah yang tergabung dalam lnter Governmental Group on lndonesia (lGGl) yang kemudian karena alasan politik pada tahun 1992 berganti menjadi Consultative Group for lndonesia (CGl). Hampir seluruh pemberi pinjaman/hibah luar negeri baik bilateral maupun multilateraltergabung dalam CGl. Dengan demikian bagian
terbesar pendanaan luar negeri Pemerintah Indonesia bersumber dari CGl. Sehingga dapat dikatakan bahwa ketergantungan Pemerintah Indonesia pada pendanaan luar negeri adalah ketergantungan pada CGl.
Sejak pembentukannya pada tahun 1992 hingga tahun 2003, total pledge yang diberikan CGI mencapai USD 58,82 miliar. Bila dilihat perkembangan jumlah pledge dari tahun
ke tahun, secara keseluruhan pledge CGI menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Baru pada empat tahun terakhir ini sedikit menunjukkan kecenderungan penurunan. Selama lebih 11 tahun keberadaannya, CGI telah berperan dalam menopang proses dan pembiayaan pembangunan Indonesia melalui berbagai bantuan dan utang yang diberikan.
Dalam perkembangannya, terlebih sejak krisis multidimensi yang menimpa lndonesia akhir dasawarsa 1990-an terdapat pergeseran dan perubahan dalam forum tersebut mencakup mekanisme kerja, agenda dan isu yang dibahas dalam pertemuan, dan jumlah, skema beserta persyaratan pinjaman/hibah yang diberikan. Disamping itu terdapat pula berbagai perubahan kebijakan dari anggotanya.
vii
Pertanyaannya kemudian, apakah CGI telah berjalan sesuai dengan misinya? Apakah
desain dan pola kerja forum tersebut masih relevan dengan perkembangan Indonesia saat
ini? Dan apakah pembangunan yang direncanakan di Indonesia masih memerlukan forum ini?
Sebagai lembaga yang berfungsi antara lain melakukan kajian kebijakan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dalam hal ini Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral beserta unit kerja-unit kerja lain di bawah Deputi Bidang Pendanaan Pembangunan dan Deputi Bidang Ekonomi pada tahun 2003 telah melakukan kajian mengenai
keberadaan dan peran Consultative Group for Indonesia. Kajian tersebut dilakukan melalui studi pustaka dan serangkaian diskusi serta wawancara yang melibatkan kalangan birokrat yang selama ini terlibat dalam CGl, akademisi, civit society maupun pihak kreditor/donor. Kajian inijuga memberikan butir-butirrekomendasikebijakan dantelah dipresentasikan
dan didiskusikan pada suatu seminar di Bappenas pada tanggal 17 November 2003. Kami berharapkajian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran yang berarti bagi
negara dan masyarakat pada umumnya serta terutama bagi Pemerintah Republik Indonesia dalam pengambilan kebijakan yang terkait dengan pendanaan luar negeri.
Jakarta, Desember 2003
Tim Penyusun
vl11
DAFTAR ISI Kata Pengantar
vii
Daftar lsi
ix
Daftar Tabel
xi
Daftar Box dan Gambar
xtl
Daftar Lampiran
xiii
BAB
I
PENDAHULUAN
1
1.
Latar Belakang
3
2.
Tujuan Kajian
7
Metodologi Kajian
7
Kerangka Penulisan
8
3. 4. BAB II
GAMBARAN UMUM
1. 2. 3. BAB III
15
Prinsip-Prinsip Pokok Aid Coordination
17
Kepemimpinan dalam Aid Coordination
22
Menuju Country-led Aid Coordination
23
DARI IGGI KE CGI
1. 2. BAB IV
AID COORDINATION
29
Pembentukan lGGl
31
Pembubaran lGGldan Pembentukan CGI
35
PLEDGE DAN KONTRIBUSI CGI
39
1. 2. 3.
Pledge
Pledge lGGl/CGl sebagai "lndikator Keberhasilan"
46
4.
Kecenderungan Kontribusil Pledge Peserta CGI
46
Perkembangan dan Peran Pledge CGI
lccl/CGl
dan APBN
41
43
ix
BABV
MEKANISME KERJA. AGENDA DAN KELOMPOK KERJA CGI
1. 2. 3. 4. 5.
6. BAB VI
Pola Pertemuan CGI
53
Agenda Pertemuan CGI
A4
Kelompok Kerja (Working Group) CG
60
Agenda Pertemuan dan P/edge CGI
62
Kinerja, Efektivitas dan lsu Kesetaraan Kelompok Kerja ....................
63
A. Kelompok Kerja Reformasi Hukum
65
B. Kelompok Kerja Kehutanan
66
C. Kelompok Kerja Desentralisasi
69
Kerangka Kerja Sama Bilateral di luar CGl.
69
KEBERLANJUTAN FISKAL DAN TANTANGAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
73
1. 2.
75
KeberlaniutanFiskal Utang Pemerinta h, Pembiayaan Pembangunan dan
KontribusiCGl BAB
VII
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
51
79 89
99 103
DAFTAR TABET TABEL
Hal.
Tabel 1.1. Perbandingan Penerimaan Dalam Negeri dan Pinjaman/Hibah Luar Negeri Dalam APBN (kumulatif)Repelita I s.d Repelita Vl (datam persen) Tabel 1.2. Perbandingan Sumber Pendanaan Pembangunan dalam APBN (kumulatif) Repelita I s.d Repelita Vl (dalam persen)
3
Tabel 1.3. Pembiayaan Anggaran dalam APBN Tahun 1999/2000
4
-2004
Tabel 11.1. Karakteristik Negara danAid Coordination
24
Tabef 11.2. Karakteristik Bantuan Pembangunan dan Aid Coordination Environment
25
Tabel 1V.1. Sasaran Pertumbuhan EkonomiTahunan Repelita I s.d 2004 Tabel |V.2. Perkembangan Pledge lGGl/CGl
41
42
Tabel 1V.3. Proporsi Pledge lGGl/CGl Berdasarkan Kreditor/Donor (dalam persen) ...... Tabel 1V.4. Kecenderungan Besaran Kontribusi Peserta CGI
42
TabelV.1. Pertemuan CGI sejak Juli 1992 sampai dengan November 2002
54
TabelV.2. Agenda dan lsu Pertemuan-Pertemuan CGI TabelV.3. Strategi dan Sektor Prioritas Kerja Sama Pembangunan/ Keuangan Beberapa Kreditor/Donor dengan Pemerintah Indonesia
56
47
TabelVl.l. Profil Pembayarcn dan Penjadwalan Utang Luar Negeri pemerintah
BO
TabelVl.2.Proyeksi Pembayaran Bunga dan Pokok Utang Pemerintah sebagai persentase dari PDB 2003 - 2009
80
TabelVl.3.Proporsi Posisi Utang Luar Negeri Pemerintah
82
Tabel V|.4. Perkembangan Penyerapan Utang Luar Negeri pemerintah
83
Tabel V|.5. Ringkasan Perkembangan Ekonomi Makro
B6
XI
DAFTAR BOX DAN GAMBAR Hal.
BOX Box
1.1.
Skema dan Sumber Pendanaan Luar Negeri
5
Box
1.2.
Pandangan Publik mengenai Peran CGI
9
Box
1.3.
Jajak Pendapat Kompas : "Simalakama Pinjaman Asing"
Box
11.1.
Derajat Intensitas Aid
Box
11.2.
Prakondisi Koordinasi Bank Dunia dalam Aid Coordination ........................... 23
Box
11.3.
Pengalaman Negara
Box
lll.1.
Peserta Pertemuan Consultative Group for lndonesia sampai dengan ................... 38 Pertemuan ke - 12 bulan Januari 2003
Box
1V.1.
Terms and Conditions Pinjaman
Box
V|.1.
Utang Luar Negeri:Tinjauan Teoretis atas Kesenjangan Tabungan dan Investasi ................
Box
V|.2.
Coordination Lain
18
.................... 27
CGI
...................... 50
78
Efektivitas Pinjaman Luar Negeri
-
1
............
87
Efektivitas Pinjaman Luar Negeri
-2
............
88
GAMBAR
Gambar Perkembangan Proporsi Utang Luar Negeri Pemerintah V1.1. sebagai Persentase dari PDB
xii
11
Hal.
.............. 82
DAFTAR TAMPIRAN
LAMPIRAN Lampiran l.A.
Hal. Surat Menko Ekuin dan Pengawasan Pembangunan kepada Perdana Menteri Belanda
105
Lampiran l.B.
Surat Menteri Keuangan kepada Presiden Bank Dunia
108
Lampiran l.C.
Keterangan untuk Pers: Indonesia Menolak Bantuan Belanda
Lampiran ll.A.
lkhtisar Perkembang an Pledge IGG l/CG Tahun 1967
1
09
I
-2003
112
Lampiran ll.B.
Perkembangan Pledge lGGl/CGl Tahun 1967
Lampiran ll.C.
Perbandingan Perkembangan Pledge lGGl/CGl
114
Lampiran ll.D.
Perbandingan Persentase Pledge lGGl/CGl
115
Lampiran lll.A.
Pengeluaran Pembangunan Berdasarkan Sumber Pembiayaan REPELITA | - REPELITA
Lampiran lll.B.
-
2003
Vl
113
116
Ringkasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 1999/2000 s/d Tahun Anggaran
Berjalan
117
x1t1
BAB I
PENDAHULUAN
Badan Perencanaan Pembaneunan Nasional
I
EKeberadaan I
da. Peran cGI
BAB I
PENDAHUTUAN 1..
Latar Belakang Pendanaan yang bersumber dari luar negeri memegang peranan yang penting dalam
pembangunan di Indonesia terutama sejak Pemerintahan Orde Baru. Meskipun pendanaan
yang bersumber dari luar negeri tersebut selama bertahun-tahun diberi label sebagai pelengkap pendanaan pembangunan, setidaknya selama tiga puluh tahun, selama Repelita
I sampai dengan Repelita Vl, jumlah pendanaan yang berasal dari luar negeri tidak dapat dikatakan menurun besarannya (lihat Tabel 1.1 dan 1.2). Kecenderungan ini mengarah pada situasi dimana Indonesia menjadi bergantung pada pendanaan luar negeri. Tabel
1.1.
Perbandingan Penerimaan Dalam Negeri dan Pinjaman/Hibah Luar Negeri Dalam APBN (kumulatif) Repelita I s.d Repelita Vl (dalam persen)
Repelita
Pensrimaan Dalam Negeri
Pinjaman/Bantuan Luar Negeri Total Program Proyek
| (1969170 *,197317A',i
82,2
13,4
4,4
17,8
|
{1s74t75- 1978179)
89,7
1,1
9,2
10,3
- 19S3/S4) rv (1984/85 - 1988/S9) v (19S9/90 - 1993/94) vr (1994195 - 199S/99)
87,8
0,3
11,9
12,2
79,4
4'2
16,4
20,6
82,0
1,6
16,4
18,0
83,7
4.2
12,1
16,3
lr
{1979180
Tabel
l.2.
Perbandingan Sumber Pendanaan Pembangunan Dalam APBN (kumulatif) Repelita I s.d Repelita Vl (dalam persen)
Repelita
Tabungan Pemerintah
Plnjaman/Bantuan Luar l{egeri Progr,am Proyek Total
* 1s73t741
51,3
36,7
rt (19?4175 - 1S78179)
78,3
2,3
- 1983/84) rv {1984185 - 198S/8e) v (1g8sreo - 1s93/94)
74,9
0.2
5t0,2
10,2
57,2
3,7
1S,4 24,s 3e,6 39,1
vr {1ss4/95- 199819e)
57,7
10,9
31,4
| (1969170
m (1979/80
48,7
12,4
21,7 25,1
49,8 42,8 42,3
Keterangan : Tabel{abel tersebut di atas disusun sesuai dengan klasifikasi (struktur penyusunan) APBN yang berlaku pada waktu itu (T account model). Sumber: diolah dari Nota Keuangan dan APBN TA 1999/2000 dan TA 2001
I
Pendahuluat
E I
Badan Perencanaan Pembansunan Nasional
Tabel 1.3. Pembiayaan Anggaran dalam APBN Tahun 1999/2000
-
2004 (dalam
PombiNyaan Anggaran
P6mb I o y aan Luar Negerl
obrrsasr(reto)
":i#fff,
P.narlfr* t'f;:Hff::il
Tahun
PinJaman o/5
(PA) Jumldh
%
(PA)
1999/m00 2000 2001
2002 2003
20041
Proyoh
clcll|n hutang
Jumrah
%
(PLt{}
PinJaman Lvar $6ger i
Anglgaran
Jumtah
triliun rupiah)
(PA)
(PLN) Jumtah
Jumrah
Pihiamin %
(PLN)
il1lt
,ffi":
,il 33 33 'i:i 'll 1ii ll:l ii3 ;ir; *,; ,it ,i,i l,: ii.i i:'i i:.: iit; 1,3
ii;f" *,,, "H"n
l2o,2l (7,S) (r5,9) {13,0) (1?,6) (44,4',
294 10,2 10,3 16,3
2,e {10,2)
94,1 63,2 25,3 40,? 8,3 's6,4
31,2 16,1
40,$ 40,5 35,1 24,4
Keterangan: % (PA) = persentase terhadap pembiayaan anggaran; %(PLN) = persentase terhadap penarikan pinjaman luar negeri *) Pembiayaan Dalam Negeri TA 2004 terdiri atas Perbankan Dalam Negeri, Privatisasi dan Penjualan Aset Program
Restrukturisasi Perbankan Sumber: - Diolah dari Nota Keuangan dan RAPBN Tahun Anggaran 2003 - Tahun 2002 merupakan angka realisasi - Tahun 2003 merupakan angka APBN Perubahan - Tahun 2004 merupakan angka APBN
Dilihat dari persyaratannya, pendanaan luar negeri yang diterima Pemerintah Indonesia selama ini berupa hibah, pinjaman lunak, fasilitas kredit ekspor, pinjaman campuran
(pinjaman bersyarat lunak dan fasilitas kredit ekspor), dan pinjaman komersial. Sedangkan menurut bentuk dan peruntukannya dapat dikelompokkan menjadi hibah/pinjaman program
dan hibah/pinjaman proyek. Berbagai jenis/skema pendanaan tersebut diadakan untuk menutup defisit pembiayaan pembangunan dan pembiayaan rutin.
Secara umum, pendanaan luar negeri berasal dari sumber-sumber: (i) bilateral (pemerintah negara lain) berupa hibah, pinjaman lunak dan pinjaman campuran (ii) lembaga/ organisasi multilateral/internasional berupa hibah dan pinjaman, dan (iii) perbankan/lembaga keuangan internasional berupa fasilitas kredit ekspor dan pinjaman komersial.
Hampir seluruh pemberi pinjaman/hibah luar negeri (kreditor/donor) baik bilateral
maupun multilateral tergabung dalam konsorsium/forum yang dinamakan Consultative Group for Indonesia (CGl). Dengan demikian bagian terbesar pendanaan luar negeri Pemerintah Indonesia bersumber dari CGl. Sehingga dapat dikatakan bahwa ketergantungan
Pemerintah lndonesi? pada pendanaan luar negeri adalah ketergantungan pada CGl.
EKeberadaan
dan Peran CGI
Sox.1.1. Skema dan $umber Pendanaan l-uar Negeri
Skema Pendanaan Luar Negeri Hibah Dana/uang Barang Tenaga ahli Pinjaman r Pinjaman (sangat) lunak dan pinjaman campuran r Fasilitas kredit ekspor r Piiaman komersial
r r r
Sumber Pendanaan Luar Negeri Bilateral (Pemerintah Negara Lain)
r r
CGtdan Non-CGl Hibah, pinjaman (sangat) lunak
dan pinjaman campuran Lembaga/organisasi multilateral/ internasional a Umumnya dalam kerangka CGI r Hibah, dan pinjaman Perbankan/lembaga keuangan internasional o Non-CGl r Fasilitas kredit ekspor, dan pinjaman komersial
Ketetapan MPR Rl No. |V/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara
2004 mengamanatkan agar pinjaman luar negeri harus secara bertahap dikurangi sebagaimana tertuang pada Bab lV Arah Kebijakan butir B (angka 7, 9, (GBHN) Tahun 1999 dan 23) yaitu
-
:
"7. Mengembangkan kebijakan fiskat dengan memperhatikan prinsip transparansi, disiplin,
keadilan, efsiensr, efektivitas, untuk menambah penerimaan negara dan mengurangt ketergantungan dana dari luar negeri;
g. Mengoptimatkan penggunaan pinjaman luar negeri pemerintah untuk kegiatan ekonomi produktif yang dilaksanakan secara transparan, efektif dan efisien. Mekanisme dan prosedur peminjaman luar negeri harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dan diatur dengan undang-undang;
23. Menyehatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dengan mengurangi defisit anggaran metatui peningkatan disiplin anggaran, pengurangan subsidi dan piniaman luar negeri secara bertahap, peningkatan penerimaan pajak progresif yang adil dan iuiur, serta penghematan pengeluaran.
"
Amanat ini sesunguhnya telah digariskan pula dalam GBHN yang ditetapkan MPR pada tahun 1973,1978,1983, 1988, 1993, 1998, dan 1999. Kesemuanya menyebutkan bahwa
bantuan luar negeri hanyalah merupakan pelengkap pendanaan pembangunan. Besaran dan
Pendahul"".
b I
Badan Perencanaan Pembaneunan Nasional
peranan bantuan luar negeri harus semakin dikurangi dan diperkecil. Bahkan sebelum itu, Ketetapan MPRS No. XXlll/MPRS/1966 tentang Pembaharuan Kebijaksanaan Landasan Ekonomi Keuangan dan Pembangunan telah menyatakan bahwa kredit luar negeri dan modal asing dapat dimanfaatkan dalam penanggulangan kemerosotan ekonomi serta pembangunan
ekonomi namun harus ada teladan untuk membebaskan diri dari ketergantungan dari luar negeri. Sementara itu sejak adanya krisis ekonomitahun 1997 ketergantungan pada sumber pendanaan luar negeri menjadi bertambah, bukan hanya pada CGI tetapijuga pada lembaga
International Monetary Fund (lMF). Ketergantungan ini bukan saja dalam hal pendanaan melainkan juga pada aspek kebijakan. Pada sisi lain Majelis Permusyawaratan Rakyat melalui Ketetapan MPR No. ll/MPR/
2002 tentang Rekomendasi Kebijakan untuk Mempercepat Pemulihan Ekonomi Nasional merekomendasikan untuk mengadakan evaluasi kebijakan agar tidak semakin terjebak dalam
ketergatungan kepada negara donor seperti tersebut pada Bab
lll Rekomendasi Kebijakan
butir 4.c. yaitu:
"Melakukan evaluasi kebijakan untuk meningkatkan posisl tawar dalam kerja sama dengan tembaga-lembaga keuangan internasional, dan negara-negara pemberi kredit agar tidak semakin terjebak dalam ketergatungan kepada negara donor, serta membuat strategi
yang komprehensif dalam pengelolaan utang luar negeri, termasuk melakukan negosiasi utang perjanjian utang dalam bentuk restrukturisasi, penjadwalan ulang, dan konversi, serta bentuk lain;'
Disamping itu MPR melalui ketetapan MPR No. Vl/MPR/2002 merekomendasikan kepada Presiden dan pemerintah untuk tidak memperpanjang perjanjian kerja sama dengan IMF yang berakhir pada akhir tahun 2003 dan untuk mempersiapkan sebaik-baiknya rencana
mengakhiri (exit plan) agar tidak menimbulkan kegoncangan moneter.
Consultative Group
for lndonesia merupakan konsorsium negara-negara
dan
lembaga-lembaga kreditor dan donor untuk Indonesia (ard coordination) yang dibentuk pada
tahun 1992 sebagai pengganti konsorsium yang sama yaitu lnter-Governmental Group on lndonesia (lGGl). Selama lebih sepuluh tahun keberadaannya, CGI telah berperan dalam menopang
proses dan pembiayaan pembangunan Indonesia melalui berbagai bantuan dan utang yang diberikan. Dalam perkembangannya terlebih sejak krisis multidimensi yang menimpa
I
q
Keberadaan dan Peran CGI
lndonesia akhir dasawarsa 1990 an terdapat pergeseran dan perubahan dalam forum tersebut
jumlah' mencakup mekanisme kerja, agenda dan isu yang dibahas dalam pertemuan, dan pula skema beserta persyaratan pinjaman dan hibah yang diberikan. Disamping itu terdapat berbagai perubahan kebijakan dari anggota-anggotanya' Setelah berjalan 11 tahun, apakah forum ini telah berjalan sesuai dengan misinya? Apakah desain dan pola kerja forum ini masih relevan dengan perkembangan Indonesia saat ini? selanjutnya, apakah pembangunan yang direncanakan di Indonesia masih memerlukan forum ini?
2.
Tujuan Kaiian
Melalui kajian ini diharapkan dapat dikeluarkan suatu rekomendasi kebijakan jelas berkaitan dengan keberadaan CGl. Dengan demikian dapat diberikan gambaran yang dari apakah CGI masih diperlukan atau tidak terutama dalam kerangka upaya melepaskan diri ketergantungan terhadap sumber pembiayaan (utang) luar negeri (exit policy)' Apabila CGI
tindak tidak diperlukan lagi, apakah perlu ada forum atau instrumen pengganti, atau kebijakan yang perlu diambil. Demikian pula, apabila CGI masih diperlukan, apakah peran lanjut apa
dan bentuknya tetap dipertahankan seperti sekarang ataukah perlu diadakan penyesuaian.
3.
Metodologi Kaiian
Kajian ini akan menggunakan data primer maupun sekunder. Data primer didapat melalui diskusi-diskusi dan workshop, wawancara dengan nara sumber baik dari kalangan pemerintah, negara donor/kreditor, maupun civit society serta melalui pengumpulan data lapangan. Data sekunder diperoleh melalui studi literatur dan kepustakaan. Kajian ini akan menggunakan analisis kualitatif yang didukung data-data kuantitatif yang mutakhir. Untuk itu akan dilakukan kegiatan-kegiatan antara lain sebagai berikut:
(1)
Studi literatur dalam rangka mencari informasi sebagai dasar teoritis dalam menyusun kajian mengenai aid consortiumi
(2)
Diskusi (round tabte discussion) dengan kalangan pemerintah dan mantan pejabat yang
terlibat dalam CGI;
(3) (4)
Diskusi informal dengan donor/kreditor anggota CGI;
Seminar dengan mengundang para pakar, akademisi dan kalangan civilsociefy untuk mendiskusikan keberadaan dan peran CGI;
(5)
Pengumpulan data laPangan.
I
pendahulua
"7
Badan Perencanaan Pembansunan Nasional
4.
Kerangka Penulisan Penulisan kajian inidisusun dengan kerangka sebagai berikut.
Bab
I
Pendahuluan
Bab ini akan memaparkan latar belakang, tujuan dan metodologi kajian. Pada bab ini juga dipaparkan amanat rakyat melalui lembaga permusyawaratan/perwakilan
untuk mengurangi ketergantungan dari pendanaan luar negeri dan peranan pendanaan luar negeri dalam pembiayaan pembangunan/APBN.
Bab
ll
Gambaran umum aid coordination Beberapa konsep mengenai aid coordination dan pengalaman beberapa negara yang mempunyai forum seperti lGGl/CGl akan diuraikan secara singkat dalam bab ini.
Bab
lll
Dari lGGl ke CGI
Bab ini akan menguraikan latar belakang pembetukan dan pembubaran lGGl, pembentukan CGI serta keanggotaan CGl.
Bab
lV
Pledge dan kontribusiCGl Pada bab ini dipaparkan mengenai kontribusianggota lCCl/CGl untuk pembiayaan pembangunan di Indonesia dalam bentuk pledge berikut dasar perhitungannya.
Bab
V
Mekanisme kerja, agenda dan kelompok kerja CGI
Bab ini memaparkan mekanisme kerja, agenda persidangan dan kelompokkelompok kerja bentukan CGl. Dipaparkan pula kinerja kelompok kerja tersebut. Bab ini sebagian akan menyarikan hasil round table discussion yang mendiskusikan
"kelembagaan" CGl. Disamping itu pada bagian ini juga dibahas kerangka kerja sama pembangunan dan keuangan bilateral. Bab
Vl
Keberlanjutan fiskal dan tantangan pembiayaan pembangunan
Bab ini akan membahas masalah kepentingan kebelanjutan fiskal serta tantangan pembiayaan pembangunan. Bab
Vll
Kesimpulan dan rekomendasi kebijakan
Pada bab ini disampaikan simpulan bahasan pada bab-bab sebelumnya dan rekomendasi kebijakan.
f
Keberadaan dan Peran CGI
Box 1.2. Pandangan Publik mengenai Peran CGI
Pandangan publik mengenai peran CGI dimasa mendatang sangat beragam. Pada sisi kepentingan akan keberlanjutan fiskal dan dalam hubungannya dengan rencana keluar dari program IMF mayoritas pengamat dan akademisi berpendapat CGI masih diperlukan.
Perkembangan akhir-akhir ini kemungkinan besar sulit untuk menyelesaikan konsolidasi fiskal pada jadwal yang sudah ditentukan. Meningkatnya pengeluaran negara di satu sisi dan adanya tekanan penurunan penerimaan di sisi lainnya membuat APBN menghadapitekanan yang semakin berat. Keberadaan Paris Ctub dan London Club hanya dapat dilanjutkan sampai akhir tahun 2003. Oleh karena itu, mulaitahun 2004 perekonomian harus membaik, pemulihan ekonomi tetap on frack supaya tidak memerlukan Paris Ctub dan London C/ub serta dapat keluar dari program lMF. Dengan demikian usaha untuk menjaga agar pemulihan ekonomi tidak terganggu baik dari aspek ekonomi maupun aspek nonekonomi menjadi sangat penting pada saat ini. Selain itu, dukungan dari semua pihak baik dari dalam maupun luar negeri, khususnya dari IMF dan CGl, menjadi sangat penting. Peran CGI pada perekonomian lndonesia sangat penting dalam dekade ini. Khususnya pada tahun 2003 dan tahuntahun mendatang (pasca program IMF di Indonesia) peranan CGI akan menjadisangat penting lagi karena sumber pendanaan luar negeri yang dapat dipakai oleh pemerintah dengan biaya yang rendah tidak banyak. Padahal, meningkatkan penerimaan domestik juga sulit untuk ditingkatkan dengan pesat dalam jangka pendek inil Peran CGI berbeda dengan program dukungan lMF. Mengakhiri program dukungan IMF harus menjadi kebijakan Pemerintah sebab ini berarti pemerintah berhasil memulihkan ekonomi. Dalarrr hal CGl, peran yang semakin mengecil berarti keberhasilan pemerintah memobilisasi dana dalam negeri. Akan tetapi selama CGI dapat dipertahankan, walaupun dengan peran yang kecil seperti sekarang ini maka CGI tidak perlu dibubarkan. CGI harus dilihat sebagai suatu perangkat yang kita punya untuk memobilisasidana dari luar negeri untuk kepentingan kita. CGt haius berfungsi sebagai salah satu penyangga dan sebagai sesuatu yang sudah terinstitusionalisasi bisa lebih mudah dimobilisasi bila dibutuhkan.
Sebagai sebuah konsorsium, CGI berguna untuk masing-masing pihak donor dalam menghadapi konstituennya didalam negeri, yaitu para pembayar pajak2
Forum CGI masih diperlukan untuk melakukan penjadwalan kembali secara bilateral. Sebagai contoh, Yugoslavia pernah menghadapi persoalan dengan Paris Club, meski saat itu Yugoslavia sudah terikat Program lMF. Akan tetapi, negara-negara Paris Club merasa kurang bisa mendukung jika lembaga itu membantu Yugoslavia dalam penjadwalan utang melalui Paris C/ub. Oleh karena itu, akhirnya ditemukan mekanisme alternatif dengan membentuk kelompok Friends of Yugoslavia yang akhirnya melakukan penjadwalan ulang utang-utang Pemerintah Yugoslavia sama persis dengan terms-nya Paris Club, namun tanpa melewati Paris Ctub3.
1 2 3
Adiningsih, Sri, "Peran CGI Diambang Likuidasi Program lMF", Kompas,22 Januari 2003 Soesastro, Hadi, "Masalah Sebenarnya Bukan Mengakhiri CGl" , Kompas, 27 Januari 2003 Harinowo, C., "Paris Club Pasca lMF", Kompas, 28 Januari 2003
I
Pendahulr.r
E
Badan Perencanaan Pembansunan Nasional
Berbeda dengan pendapat di atas, sebagian kalangan berpendapat Indonesia harus berhenti berutang dari CGl. Hal ini karena Program Pembangunan Nasional (Propenas) sudah mengamanatkan agar mulai 2004, APBN tidak defisit lagi. Tekad ini sudah tertuang dalam Undang-Undang No. 25 tahun 2000 tentang Propenas 2000-2004 yang disepakati antara pemerintah dan parlemen. Sebagai alternatif sumber pembiayaan,
antara lain harus diupayakan untuk secara serius memerangi segala bentuk kebocoran baik pada sisi pendapatan maupun pada sisi belanja negara.a
Pada sisi "kelembagaan" CGl, pendapat yang mengemuka pada intinya menghendaki adanya penyesuaian desain dan pola kerja forum tersebut. Forum CGI harus dirubah bentuknya. Analisis dan proyeksi ekonomi IMF dan Bank Dunia menjadi dasar pemberian bantuan dan utang. Sementara pihak lndonesia sekadar melaporkan pekerjaan rumah ekonomi apa saja yang sudah selesai dan apa saja yang belum. Meskipun di kalangan donor ada banyak retorika tentang perlunya ownership dan participation dalam kerja sama pembangunan, pada kenyataannya, hal ini masih sebatas omongan.
Bank Dunia semestinya memulai proses yang mengarah kepada Indonesia-led CGl, yakni sebuah forum CGI yang diketuai atau dipimpin oleh Indonesia. Seperti yang dianjurkan oleh laporan Bank Dunia sendiri. Mekanisme Consultative Group harus mulai
dipimpin oleh negara penerima. Proses yang ada sekarang ini jelas-jelas menutup peluang dan kesempatan bagi delegasi Indonesia untuk menjalankan diplomasi ekonomi yang maksimal dan ofensif. Sayangnya, tim ekonomi Indonesia sendiri cenderung berdiplomasi secara defensif. Sudah waktunya Pemerintah lndonesia menjalankan diplomasi ekonomiyang kreatif dan smart (pintar), pemulihan ekonomitidak bisa hanya diserahkan kepada nasihat IMF dan Bank Dunia. Strategi ekonomi yang inward-looking, sudah mendesak untuk menjadi bagian terpenting dari upaya keluar dari krisis.c
a 5
Baswir,Revrisond, "Di Bawah Himpitan Hutang", Tempo,23 Januari 2003
lnfid, Evatuasi
INFID atas sidang CG/, Jakarta 12 November, 2001
I
Illl E
Keberadaan dan Peran CGI
Box f ,3. Jajak PendapatKompas "simalakama Pinjaman Asing"
Di mata masvarakat, utang luar negeri bagaikan buah simalakama. Di satu sisi, mereka memandanL bahwa kebijakan penambahan utang luar negeritidaklah memberi
jaminan bahwa perekonomian akan lebih baik. Namyl di sisi lain, jika utang itu dihentikan' mereka juga khawatir bahwa perekonomian malah bisa semakin terpuruk. Demikian kesimpulan yang terangkum dari hasil jajak pendapat Kompas kali ini mengenai persoalan utang luar negeri.
Ditenoahberba'qaiaksiunjukrasamenentangkenaikanhargabahanbakar
minvak (BBil), tarif lisirik, dan telepon, serta menentang Pemerintahan MegawatiHamzah'Haz; ikut disuarakan pula penentangan terhadap campur tangan bukan saja Dana Moneter lnternasional (lMF), tetapijuga Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia, r"itu Conrrttative Group on'lndonesla (CGl). Persoalan utang luar negeri ini bukan sekadar urusan menjatuhkan satu pilihan atas dua alternatif pilihan: meneruskan atau menolak. Banyak konsekuensi dan halyang melatarbelakangi hal itu. Hal utama vanq serinq kali menjadi alasan dari pinjaman itu sendiri adalah untuk menutupi defisit Angglran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2003. Setidaknya, memerlukan pinjaman 2,65 miliar dollar AS dari kelompok negarasaat ini pemerintah 'kreditor bagi Indonesia yang tergabung dalam CGl. Permintaan pinjaman itu neqara ."idiri nilainya suOan turun dari permintaan lndonesia tahun lalu sebesar 3,2 miliar oot'tt ll;""nva permintaan pinjaman ini bukantah prestasi pemerintah menurunkan tingkat defisit anggaran negara. Karena, jika kita tengok pemanfaatan dana da.ri utang luar neqeri tersebut, tahun lalu saja sekitar 30 persen dari dana pln1aman terseoul tidak teiserap. Pihak Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sendiri
mengakui saiah satu penyebab tidak terserapnya dana tersebut adalah karena pencairan pinjaman ini memiliki sejumlah kendala saat proyek dilaksanakan' Masyarakat curiga, dana pinjaman tersebut tidak digunakan semestinya. Dalam
jajak pendapat ini, hanya 11 persen responden yang yakin bahwa penggunaan.utang luar neqeri tersebut sudah benar. Lebih dari tiga perempat baglan responden slsanya berangiapan bahwa dana tersebut macet atau tidak digunakan sesuai dengan alokasi
- "" t"o,i iauh lagi, malah 89 persen responden menduga penggunaan utang luar
anggarannya.
neqeritersebutbelum bersih daripenyelewengan aparatsendiri. Sudah menjadianggapan umir bahwa kucuran dana untuk proyek-proyek yang dilaksanakan oleh pemerintah tidak akan pernah bersih dari kebocoran di sana sini. Kasus-kasus penggelapan dan jajaran oenvalahqunaan kucuran dana tidak hanya ditakukan oleh aparat-aparat pada ini bahkan persidangan belakangan yang di marak r"n"ng"-n ke bawah. Kasus-kasus dilakukan oleh para pejabat jajaran tinggi. lni tentu saja memperbesar rasa taK percaya
masyarakat terhadap operasionalisasi penggunaan pinjaman luar negeri yang dilakukan oleh aparat pemerintah, Kesanosian masvarakat akan manfaat bantuan utang luar negeri tersebut tidak hanva disebibkan kiprah aparat pemerintah yang kurang dipercaya. Kemampuan negara ini di masa depan untuk dapat melunasi utangnya ternyata juga menjadi pokok
Pendahulua"
lirt
Badan Perencanaan Pembaneunan Nasional
kekhawatiran pada masyarakat. Setidaknya lebih dari tiga perempat responden jajak pendapat merasa khawatir jika beban utang ini akhirnya tidak sanggup dilunasi. Tidak hanya itu, 84 persen responden juga merasa khawatir jika pada akhirnya bangsa Indonesia tidak bisa membebaskan diri dari ketergantungannya pada bantuan asing. Kekhawatiran ini tampaknya bukan tanpa alasan. Saat ini saja masyarakat sudah bisa mencium adanya pengaruh asing pada keputusan-keputusan yang diambil pemerintah. Tak sedikit pula yang menuduh adanya pihak-pihak asing yarlg malah sudah mendikte pemerintah kita. Namun, disisi lain masyarakat juga khawatir jika Indonesia berhentiminta bantuan utang luar negeri, hal itu akan menimbulkan konsekuensi yang bisa merugikan Indonesia. $etidaknya 54 persen responden merasa khawatir bahwa tanpa pinjaman asing maka perekonomian Indonesia justru akan memburuk. Karena ini berartipemerintah bergantung sepenuhnya pada pemasukan negara lain dengan menaikkan sektor pajak - antararakyat. yang ujung-ujungnya akan makin membebani
-
Konsekuensi yang turut dikhawatirkan separuh responden tersebut dengan dihentikannya bantuan asing adalah alasan bahwa seiring dengah perginya bantuan luar negeri, maka para investor asing bisa jadijuga akan hengkang dari Indonesia. Selain itu kerja sama dengan lembaga-lembaga internasional- yang banyak bergerak di berbagai juga akan terganggu. Separuh responden ini tampaknya khawatir bidang di Indonesia akan citra Indonesia di mata internasional akan menjadi buruk jika menolak bantuan asing sementara memang bantuan tersebut benar-benar dibutuhkan. Di antara kekhawatiran yang terangkum, setidaknya separuh responden yang lain tetap merasa optimistis bahwa tanpa bantuan utang tersebut bangsa ini masih tetap bisa mengatasi persoalannya sendiri. Tak heran jika kemudian mereka bersikap menolak bantuan luar negeri. Pro-kontra seputar bantuan asing yang sarat dengan muatan emosi nasionalisme pasca pemerintahan Presiden Soekarno. Kebijakan ekonomi Indonesia banting setir dari ekonomietatisme ke ekonomipasar, dariekonomitertutup ke ekonomiterbuka, dari"go to hell with your aid" jadi mempersilakan modal asing masuk.
ini sebetulnya bukan isu baru. Polemik ini sebetulnya sudah terjadi sejak
Namun, di masa sekarang, konteksnya tidak hanya pada persoalan emosi nasionalisme. Karena di antara mereka yang berpendapat bahwa bantuan asing itu tidak perlu, hampir separuh di antaranya beralasan bahwa potensi sumber daya alam yang ada di dalam negeri inisebetulnya belum dimanfaatkan secara maksimal. Mengenai potensi sumber daya ini, mayoritas responden sepakat bahwa potensi sumber daya alam Indonesia sebetulnya memadai untuk memperbaiki dan meningkatkan perekonomian lndonesia. Persoalannya justru pada pemanfaatannya itu yang belum maksimal. Tidak kurang dari 87 persen responden menilai upaya pemerintah belum maksimal dalam pemanfaatan sumber daya alam itu.
Karenanya, pemanfaatan sumber daya secara maksimal di samping pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) menjadi dua jalan keluar yang diajukan oleh mayoritas responden sebagai alternatif seandainya Indonesia menghentikan bantuan asing.
I
lfiKeberadaan I
dan Peran CGI
Apa yang jadi sorotan masyarakat memang akhirnya tidak bergeser dari menyoroti
kineria pemeriniah. ltulah yang saat ini tampaknya lebih menjadi latar belakang aksi turun te ialan menolak baniuai asing. Sebanyak 72 persen responden menilai, di satu pihak bantuan itu tidak memberi jaminan bagi keberhasilan perbaikan ekonomi, dan ;i i;i. pif,"f. f.in"rl" pemerintah memanfaatka-n bantuan pinjaman asing tersebut juga disangsikan.
Kompas,27 Januari2A0S
Pendahulua"
IE
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
I
lfKeberadaan I
dan Peran CGI
II GAMBAKANUMUM BAB
AIT} COORI}J&IATTO
T
Badan Perencanaan Pembaneunan Nasional
4
Keberadaan dan Peran CGI
II GAMBARANUMUM AID COORDINATIONl BAB
1. Prinsip-Prinsip Pokok
Aid Coordination
Coordination pada dasarnya merupakan proses perencanaan bantuan international sehingga bantuan tersebut mampu mendukung strategi, prioritas, dan tujuan
Aid
nasional (negara penerima); menghindari duplikasi dan tumpang tindih serta meminimalkan beban bantuan kepada Penerima
.
Aid coordination group pertama kali didirikan tahun 1958 dibawah kepemimpinan Bank Dunia.2 Peranan Bank Dunia dan forum aid coordination pada tahun-tahun berikutnya menjadi penting karena terjadi kemunduran kondisi perekonomian internasional, langkanya program bantuan sumber bantuan luar negeri, lembaga bantuan yang makin beragam dengan mereka yang makin komPlek Pula.
permasalahan tersebut
di atas membuat mereka yang terlibat di dalam
proses
pembangunan perlu membangun pendekatan-pendekatan yang lebih terkoordinasi dan saling melengkapi bagi pengaturan dan penggunaan bantuan dengan maksud:
(1)
Menstimulasidan memberikan dukungan kebijakan dan penyesuaian kelembagaan untuk meningkatkan pengelolaan ekonomi secara keseluruhan pada negara berkembang.
(2)
Membiayai investasiyang tepat. Meningkatnya jumlah dan jenis lembagayang menyediakan yang masing-masing memiliki prioritas, persyaratan dan prosedur bantuan luar negeri
-
koordinasi bantuan menjadi hal yang sangat penting baik - telah membuat bagi donor maupun penerimanya. Negara-negara berkembang perlu mengakomodasi prosedur dari berbagai lembaga-lembaga pembangunan sementara pada saat yang
sendiri
sama negara.negara tersebut mencari cara yang terbaik untuk mempergunakan bantuan yang mereka terima agar dapat memberikan manfaat yang sebesdr-besarnya sesuai dengan prioritas pembangunan dan kemampuan keuangan dan.manajerial mereka.
, ,
Kecuati yang diberi catatan kaki atau keterangan lain, bagian ini dikutip diri World Bank, World Bank )pera$onal Directive, Washington DC, March'1989 Kelompok A id Coordinationyang dipimpin Bank Dunia, pertama kali didirikan untuk India pada tahun 1958. Selanjutnya padatahun 1g60, Bank Duniamembentukkelompokyang sama untukPakistan. (Jay, Keith dan Constantine Michalopoulus, Ruttan' lnteraction between Donors and Recipr'ents dalam Krueger, Anne O, Constantine Michalopoulus, dan Vernon W. 103) Aid and Devetopment,lheJohn Hopkins University Press, Baltimore, 1989, hal.
Gambaran \Jmum Aid Coordination H
Badan Perencanaan Pembansunan Nasional
Box II.1. Derajat Intensitas Aid Caordinstian
Koordinasi bantuan antar negara/lembaga internasional dapat pula diklasifikasikan menurut derajat intensitas atau komitmennya.3
(1)
Konsultasi (Consultation)
Secara umum memfokuskan pada pertukaran informasi antara negara penerima dengan donor atau dalam komunitas donor. Biasanya tidak ada komitmen atau keputusan formalyang diambil pada tingkatan ini.
(2)
Kerja sama (Cooperation)
Forum ini lebih strategis dimana kebijakan, prioritas dan prinsip-prinsip didiskusikan dengan tingkat perhatian yang lebih inggi untuk mencapai harmonisasi. Hal ini membutuhkan tingkat kesepakatan dan kepercayaan yang,lebih tinggi yang barangkali tidak bisa dipenuhi oleh semua donor yang tergabung.
(3)
Kolaborasi (Cotlaboration)
Forum ini ditujukan untuk membahas isu-isu prosedur dan praktis, dimana terdapat upaya yang sungguh-sungguh untuk menjamin kegiatan berjalan dengan lancar terlepas dari mana sumber pendanaannya. Dengan pengertian yang sama seperti tersebut di atas, Bank Dunia membagi derajat aid coordination menjadi 3 yaitu:4 (1'1 lnformation sharing and consultation (21 Strategic coordi nation (3) O pe ratio n al Coord i n ati o n
Tanggung jawab atas koordinasi pada dasarnya berada pada negara penerima. Meskipun demikian donor tetap membantu pemerintah negara penerima dalam mengelola proses koordinasi bantuan agar berjalan efektif. Dukungan donor diperlukan karena masih terbatasnya kapasitas administrasi negara penerima. Developmenf Assisfance Committee
-
arganization for Economic Cooperation and
Developmenf (OECD) telah menyusun serangkaian prinsip bagi suatu Forum, antara lain
(1)
Aid
Coordination
:
Kerja sama pembangunan seharusnya ditempatkan pada tataran atau area yang lebih luas dari pada sekedar urusan proyek (project level)."Projectitis" mesti dikurangi. Kerja
sama harus dikonsentrasikan pada program pembangunan nasional yang disusun dan dikelola oleh lembaga-lembaga negara penerima.
(2) Aid Coordination
3 a
I[|
yang efektif menghendaki adanya pengelolaan sumber-sumber daya
Disch, Arne, Ald Coordination and Aid Effectiveness, ECON Centre for Economic Analysis Ihe Drive to Partnership: Aid Coordination and the World Bank, Washington D.C, World Bank, 1999
World Bank,
Keberadaan dan Peran CGI
domestik dan eksternal yang terpadu. Hal ini bukan sekedar urusan pengelolaan anggaran rutin dan pembangunan pemerintah semata-mata melainkan juga melibatkan pengelolaan yang memadukan sumber daya yang dimiliki sektor swasta dan masyarakat. (3)
Semua sumber daya pembangunan harus benar-benar dikelola dengan baik sehingga memungkinkan terciptanya lingkungan yang mantap melalui sedikit regulasi tentang interaksi antara negara dan pasar (a /ess regulatory interaction
of
state and market).
Dialog antara pemerintah dan mitra dari luar (external partners) yang. baik dalam hal good and sound governance menjadi suatu kerangka prasyarat bagi aid coordination. (4)
Donor harus menawarkan program bantuan kepada negara p€?rerima untuk pengembangan kapasitas lembaga-lembaga nasional/pemerintah dalam rangka mengefektifkan pengelolaan bantuan. Dalam kerangka prinsip-prinsip tersebut, aid coordination group mencari cara untuk:
(1)
Memungkinkan adanya masukan-masukan yang komprehensif, yang dihasilkan sebagai kerja sama antara negara penerima dan donor, terhadap isu-isu pembangunan di negara penerima dan dana yang dibutuhkan;
(2)
Meningkatkan perhatian dan kesadaran donor secara umum pada tujuan pemerintah negara penerima, strategi, kerangka kebijakan dan secara spesifik pada pendekatan sektor dan program-programnya;
(3)
Memberikan peluang kepada donor untuk menyampaikan pertimbangan-pertimbangan
kepada negara penerima dalam kaitannya dengan aliran modal, program mereka untuk membantu negara penerima dan isu - isu mengenai investasi, kebijakan dan kelembagaan; (4)
Memungkinkan negara penerima dan donor untuk mencapai kesepakatan umum mengenai investasi perbaikan kebijakan dan kelembagaan untuk dilaksanakan negara penerima, dan pada besarannya beserta persyaratan keuangan yang ditawarkan oleh donor;
(5)
Memperkuat keyakinan pemerintah negara penerima untuk mengimplementasikan langkah-langkah kebijakan yang diperlukan dengan dukungan internasional;
(6)
Menyederhanakan dan meningkatkan koordinasi antar donor.
Aid coordination dapal dikatakan merupakan mekanisme kunci untuk mengintegrasikan bantuan donor dengan kebijakan pemerintah yang tepat dan program-programnya.
Gambaran Umum
Aid Coordination
E
Badan Perencanaan Pembansunan Nasional
Sebagai tindak lanjut dikeluarkannya prinsip-prinsip dalam aid coordination yang dikeluarkan OECD, Bank Dunia telah menetapkan sejumlah langkah untuk meningkatkan efektivitas bantuan dalam kerangka aid coordination yailu'.
(1)
Mengorganisasi pertemuan aid coordination group untuk memfasilitasi dialog yang
substansial dan terbuka mengenai isu-isu kebijakan pokok dan program-program penyesuaian, menjamin pertumbuhan (ekonomi) dan neraca pembayaran yang berkembang, melakukan review investasi secara cermat dalam kerangka prioritas
sektoral; dan untuk mendiskusikan impli(asi bantuan terhadap kondisi keuangan, prospek perdagangan dan debf service.
(2)
Memobilisasi kelompok-kelompok
lokal
dimana memungkinkan
- dan donor-
donor bilateral untuk berpartisipasi pada pertemuan konsultasi sebelum pertemuan kelompok aid coordination. Partisipasi yang dari berbagai pihak akan membantu untuk menghasilkan kesepakatan yang genuine mengenai kebijakan-kebijakan dan programprogram pembangunan negara penerima.
(3)
Mencatat kesimpulan pada pertemuan aid coordination, secara rinci dan dalam format rencana tindak.
(4)
Menjamin tindak lanjut yang efektif melalui pertemuan sektoral ataupun pertemuanpertemuan lainnya yang diadakan di negara penerima. Aid coordination group umumnya memfokuskan pada tiga area yakni:
(1)
Kerangka ekonomi umum (General Economic Framework) Kerangka ekonomiyang terpadu dan menyeluruh merupakan halyang sangat mendasar
untuk menilai prospek pembangunan, kebutuhan dana dan creditworfhrness. Kerangka kerja harus mencakup kebijakan pemerintah untuk meningkatkan efisiensi pada sektor publik dan investasi swasta dan seluruh sumber yang digunakan, demikian juga mobilisasi
sumber daya domestik. Kerangka kerja juga harus memperhatikan keberlanjutan neraca
pembayaran. Faktor-faktor ini akan berimplikasi pada kebutuhan akan sumber-sumber eksternal dan efisiensi penggunaannya, serta kemampuan mendatang untuk membayar utang.
(2)
lsu-isu sektoral (Sectoral /ssues) Bantuan regular dan yang berkelanjutan diperlukan untuk meningkatkan penyiapan,
implementasi dan pemantauan program serta koordinasi bantuan. Pertemuan aid coordination memberikan peluang kepada donor untuk tukar informasi dengan negara
(donor) lain dan dengan negara penerima mengenai kebijakan mereka dan proyekproyek pada sektor-sektor tertentu.
I
JfL
Keberadaan dan Peran CGI
(3)
Projectissues Ketersediaan informasiyang tepat mengenai proyek-proyek prioritas merupakan halyang
sangat penting dalam penentuan proyek-proyek yang akan didanai donor. Pada tataran ini, negara penerima bertangung jawab untuk mengkoordinasi antar donor meskipun satu
atau beberapa donor dapat juga bertindak sebagai koordinator bila memang mempunyai keahlian dan pengalaman khususnya untuk proyek-proyek yang berskala besar.
Melalui kelompok aid coordination, baik negara penerima maupun donor dapat memperoleh beberapa manfaat diantaranya:
(1)
Fasilitasi pertukaran informasi mengenai kebijakan dan program bantuan luar negeri baik antara donor dengan negera penerima maupun antar donor;
(2)
Melalui aid coordination para donor dapat membangun dialog yang lebih baik dengan negara penerima mengenai kebijakan pembangunan dan isu-isu yang terkait dengan pinjaman/bantuan luar negeri
(3) Aid coordination
;
memberikan jalan bagi pembentukan mekanisme koordinasi sampai
pada taraf proyek;
(4) Bagi negara
penerima,
aid coordination akan
mempermudah upayanya untuk
meningkatkan kuantitas maupun kualitas pinjaman/luar negeri;
(5)
Melalui kelompok aid coordination, negara penerima dapat menggalang dukungan dari
para donor. Selanjutnya hal tersebut dapat mengarah pada dukungan publik dalam negeri terutama untuk kebijakan-kebijakan yang tidak popular.s
Meskipun demikian, tetap terdapat kendala, kritik, dan kontroversi baik terhadap a/d coordination maupun dalam pencapaian efektivitas bantuan luar negeri.
Beberapa negara berkembang menilai aid coordinafion sebagai sesuatu yang mengancam kepentingan nasionalmereka. Disisilain, mereka juga terkadang memanfaatkan kurang rapinya koordinasi antar donor untuk meningkatkan jumlah bantuan dan menjadikannya
sebagai peluang untuk menggunakan bantuan sesuai dengan kepentingann dan preferensi mereka sendiri. Pihak donor tidak dapat menghindar dari penilaian campur tangan terhadap kebijakan
negara penerima, terlebih bila forum koordinasi bergerak pada tataran kebijakan dialog kebijakan. Selain itu terdapat keengganan di pihak donor untuk secara terbuka bertukar informasi mengenai kebijakan dan program-program mereka lebih disebabkan kepentingan komersial/bisnis mereka.6
5
Disch, Arne, ibrd, hal. 105
Gambaran LJmum Aid coordination
@
Badan Perencanaan Pembansunan Nasional
2.
Kepemimpinan dalam Aid Coordination, Aid coordination group dapat dibentuk untuk kepentingan satu negara ataupun dapat
dibentuk untuk kepentingan satu kawasan. Aid coordination group yang dibentuk untuk satu
negara dapat berupa konsorsium, kelompok konsultasi, sector-level group, atau UNDPsponsored Round Table. Dalam praktiknya tidak ada perbedaan yang jelas antara bentuk/ model konsorsium dan kelompok konsultasi.
Kelompok-kelompok konsultasi yang dikoordinasi Bank Dunia (seperti CGI), konsorsium donor untuk Indonesia (lGGl) yang diketuai Belanda merupakan contoh ald coordination groupyang dibentuk untuk satu negara. Sedangkan contoh Regional Coordination
Groups (RCG) antara lain Caribbean Group for Economic Cooperation in Development the Coordinatin.g Group for Central America, Club du Sahel, and Soufhern Africa Development Coord i n ation Conferen ce.
Selain Bank Dunia, lembaga internasional lain yang juga berperan sebagai koordinator/ketua forum aid coordination adalah UNDP, organisasi dan bank-bank regional,
dan lMF.
r
Bank Dunia saat ini mengorganisasi/mengetuai 60 consultative group. Untuk beberapa negara Eropa Timul Bank Dunia mengkoordinasi consultative group bersama dengan
Uni Eropa. Setidaknya dalam satu tahun Bank Dunia menyelenggarakan 25 kali pertemuan co
nsu ltative g ro u p.
Kolombia, Korea, Malaysia, Marokko, Thailand dan Tunisia telah memutuskan untuk mengakhiri mekanisme consultative group yang sebelumnya diorganisasi Bank Dunia dan secara mandiri mengelola berbagai pinjaman publik maupun swasta yang mereka
terima. Sementara Argentina, Botswana, Brazil, Cile, dan Cina menolak mekanisme consultative group.
r
UNDP mengkoordinasi forum aid coordination dalam mekanisme round fable. UNDP mulai mengadakan round table pada tahun 1973. Selama dasawarsa 1990-an UNDP telah mengadakan round fable untuk 27 negara.
r
IMF sesuai mandat yang diberikan juga terlibat dalam setiap consultative group bahkan pada tahun 1965 mengetuai consultative group yang pertama untuk Ghana.
o
Beberapa bank multilateral regionaljuga memimpin consultative group. lnter-American Development Bank mengetuai consultative group untuk Ekuador dan beberapa negara
6 7
Disch, Arne rbld, hal. 106
World Bank, Ihe Drive to Partnership: Aid Coordination and the World Bank, Washington D.C, World Bank, 1999
I
J'D, H
Keberadaan dan Peran CGI I
Amerika Tengah. Asian Development Bank mengetuai consultative group untuk Papua New Guinea. Uni Eropa juga mengetuai consultative group bersama-sama dengan Bank Dunia untuk beberapa negara Eropa Timur. Negara donor bilateraljuga dapat mengetuai consu/tative group atau secfora I coordination
group seperti Belanda yang mengetuai lnter-Governmental Group for lndonesia. Negara-negara penerima bantuan juga dapat mengkoordinasikan forum ard coordination untuk mereka sendiri seperti yang dilakukan Guyana dan Honduras. Box
11.2.
Prakondisi Koordinasi Bank Dunia dalam,Aid Coordination
permintaan anggotanya Bank Dunia akan mempertimbangkan -mengadakan
untuk konsultas'1-O"ng"n donordonor besar. Bank Dunia akan me-reyiew prospek peningkatan kuantitas dan kualitas bantuan dengan memperhatikan kapasitas staf dan biaya.
mendirikan aid coordination group setelah
Secara umum terdapat 4 (empat) hal yang menjadi prakondisi yang harus dipenuhisebelum Bank Dunia memutuskan kesediaannya memimpin aid coordination group:
(1) (2) (3) (4)
3.
Negara yang mengajukan permohonan merupakan negara yang telah menerima atau berpotensi menerima bantuan secara substansial dari sejumlah donor dan terdapat fakta akan perlunya koordinasi Bank Dunia telah mempunyai program operasional di negara yang bersangkutan; Terdapat potensi proyek atau program yang cukup memadai sebagai wahana untuk menyalurkan bantuan luar negeri ; Tidak terdapat koordinasi bantuan dalam Round Tabteyangdisponsori UNDP.
Menuju Country-led Aid Caordinatiorf
Bank Dunia mengidentifikasikan 2 elemen kunci yang berpengaruh terhadap pembangunan suatu negara yaitu kinerja kebijakan (policy performance) dan kualitas kelembagaan (institutional quality). Dua variabel lain yang terkait adalah komitmen negara
(country commitmenf) yaitu ownership of sound development priorities and policies dan kapasitas kelembagaan untuk mengelola dan mengkoordinasi bantuan (aid coordination). Kedua variabel terakhir ini terkait dengan pengaturan koordinasi dan upaya mengefektifkan bantuan.
E
ibid
Gambaran (Jmum
Aid Coordin",,."
E
Badan Perencanaan Pembaneunan Nasional
Kapasitas kelembagaan yang tinggi dan komitmen negara yang kuat akan mengarah
pada country-driven arrangemenfs yang sekaligus memberikan peluang bagi negara penerima bantuan untuk mengefektifkan bantuan untuk pembangunan. Sebaliknya dengan kapasitas kelembagaan yang rendah dan komitmen negara yang lemah, negara tersebut
akan mengarah pada donor-driven aid coordinafion. Tipologi hubungan antara keempat variabel tersebut dapat digambarkan pada tabel berikut ini. Tabel
11.1.
Karakteristik Negara dan Aid Coordination
KomitmEn negara
Kapasitas kelembagaan
Kuat
Lemah
Tinggi
country-driven
joint-sponshorship
.Rendah
country -driven (dengan penguatan kelembagaan)
donor-driven
Sumber: The Drive to Partnership: Aid Coordination and the Wold Bank, 1999 hal.6
Bagaimana suatu negara dapat menuju country-driven aid coordination,berdasarkan
tipologi tersebut di atas, bergantung pada derajat kapasitas kelembagaan dan komitmen
negara. Artinya negara tersebut harus meningkatkan kapasitas kelembagaan dan memperkuat komitmennya. Namun demikian, jumlah dan karakterisktik atau orientasi para negara/lembaga kreditor/donor juga sangat mempengaruhi mudah atau sulitnya suatu negara menuju country-driven aid coordination.
Suatu aid coordination dengan jumlah negara/lembaga yang relatif banyak dan pemberian utang atau bantuannya tidak dengan motif pembangunan akan mempersulit negara tersebut menuju country-driven aid coordination. Sebaliknya bila jumlah negara
atau lembaga sedikit dan mereka mempunyai orientasi pembangunan dalam pemberian bantuannya, hal ini akan mempermudah negara yang bersangkutan mewujudkan countrydriven aid coordination. Tabel berikut ini memberikan gambaran mengenai pengaruh jumlah
dan orientasi negara/lembaga kreditor terhadap upaya mewujudkan country-driven aid coordination.
WKeberadaan
dan Peran CGI
Tabel
1f
.2. Karakteristik Bantuan Pembangunan dan Aid Coordination Environment
Jumlah negara dan lembaga
peserta Sedikit
Banyak
Orientasi pembangunan para kreditorldonor
Kuat
Lemah
Mendukung ke arah
Relatif sulit menuju
country-driven
country-driven
Challenging
Sangat sulit menuju
country-driven
Sumber: The Drive to Partnership: Aid Coardination and the World Bank, 1999 hal. hal.6
Beberapa tahun terakhir banyak donor baik bilateral maupun multilateral menunjukkan
keinginan dan komitmennya untuk melakukan suatu "transfer kepemimpinan" dalam ard
coordination Mereka berusaha mendorong agar negara penerima bantuan dapat berubah posisi dan tanggung jawabnya dari penerima bantuan (recipients of aid) menjadi pengelola bantuan (managers of aid). Bank Dunia berusaha menyusun kriteria sebagai ukuran kapan transfer kepemimpinan
dapat dilaksanakan. Salah satu kriteria yang dipakai adalah besaran skema bantuan Bank Dunia yang diterima yaitu pinjaman IBRD, campuran antara IBRD dan lDA, dan lDA. Kriteria lain yang dipakai adalah rating Country Policy And lnstitutionalAssessment (CPIA). Selain kedua kriteria tersebut, kriteria yang lain yang digunakan adalah rasio bantuan
pembangunan resmi (ODA) terhadap pendapatan nasional bruto (ODA to GNP ratio). Atas dasar kriteria ini, negara-negra penerima bantuan dapat dikelompokkan menjadi 3 sebagai berikut:
(1)
Kelompok 1 yaitu negara-negara dengan jumlah ODA yang diterima mencapai 0,1
-
4,9
persen GNP.
Pada kelompok ini kepemimpinan aid coordination sudah seharusnya berada pada negara penerima, dan proses transfer kepemimpinan dapat dilakukan dalam waktu 2 tahun.
(2)
Kelompok 2 yaitu negara-negara dengan jumlah ODA yang diterima mencapai 5
-
9,9
persen GNP.
Pada kelompok ini persiapan ke arah transfer kepemimpinan membutuhkan waktu setidaknya 5 tahun.
(3)
Kelompok 3 yaitu negara-negara dengan jumlah ODA yang diterima mencapai lebih dari 10 oersen GNP.
Gambaran fJmum Aid coordination
F
Badan Perencanaan Pembaneunan Nasional
Negara-negara yang termasuk dalam kelompok ini dapat dikatakan mempunyai sindroma ketergantungan pada bantuan luar negeri.
Berdasarkan data Bank Dunia, ODA yang diterima Indonesia pada kurun waktl 1993
-
1997 adalah 0,8% dari GNP.e Sementara berdasarkan data Development Assisfance
Committee OECD, rasio ODA yang diterima Indonesia terhadap GNP pada tahun 1998 adalah
1,47o/o dan pada
tahun 2000 rasionya adalah
' ibi4 hal. 33 '0 Dikutip dari data tampilan web-sites OECD, www.oecd.org
@Keberadaan
dan Peran CGI
1,23o/o.10
Box II.3. P"r,gulu*"n Negara Lain Selain lndonesia, banyak negara yang juga mempunyai aid coordination group bagi dirinya, diantaranya India, Kamboja, Tanzania, dan Filipina.
INDIA
India, sejak merdeka telah menarik dana luar negeri untuk investasi pembangunan dalam negerinya. Meskipun pihak pemerintah telah berusaha untuk mendanainya sendiri, jumlah bantuan luar negeri terus meningkat.
Sejak bulan Agustus 1958, Bank Dunia mengkoordinasi bantuan untuk negara lndia dalam wadah Konsorsium India, yang terdiri dari Bank Dunia dan 13 Negara, yaitu: Austria, Belgia, Inggris, Kanada, Denmark, Jerman (saat itu Jerman Barat), Prancis, ltali, Jepang, Belanda, Norwegia, Swedia, dan Amerika Serikat. Konsorsium dibentuk untuk koordinasi bantuan kepada India dan menetapkan prioritas-prioritas utama bantuan luar negeri serta menyelaraskan permintaan bantuan luar negeri sesuai rencana-rencana pembangunan. Bantuan untuk India tidak hanya berasal dari konsorsium yang dipimpin oleh Bank Dunia.
Diantara negara-negara yang tidak tergabung dalam Konsorsium Bank Dunia, Uni Soviet merupakan kontributor paling utama, menyediakan lebih dari 16 % total bantuan yang diterima India antara tahun 1947 hingga tahun 1988.
KAMBOJA
-
Bank Dunia, UNDfl IMF dan ADB telah bekerja sama secara erat pada tahun 1992 1993 untuk mendukung persiapan oloritas Kamboja dalam Pertemuan Tingkat Menteri
Negara Donor yang diadakan pada tahun 1992. Pertemuan ini merupakan amanat Persetujuan Perdamaian Paris dan merupakan kelanjutan petemuan yang diadakan oleh ICORC (lnternational Conference of the Reconstruction of Cambodia) Donors Group yang dipimpin oleh Pemerintah Jepang dan Prancis.
Consultative Group untuk Kamboja terbentuk pada bulan Juti 1997. Pada bulan tersebut untuk pertama kalinya diadakan pertemuan Cambodia Consultative Group. UNDP memainkan peran yang utama untuk membantu Pemerintah Kamboja mempersiapkan pertemuan pendahuluan. UNDP, Bank Dunia dan ADB telah menyepakati perlakuan khusus pada proses pembentukan Consultative Group for Cambodia. TANZANIA
Tanzania, sejak tahun 1998 telah menjalin kerja sama dengan Bank Dunia untuk pendanaan pembangunanya dalam bentuk Tanzania Consultative Group (TCG) yang dipimpin oleh Bank Dunia. Pada pertemuan ke 3, Pemerintah Tanzania menjadi tuan rumah pertemuan (TCG) pada bulan November 2001. Pertemuan ini secara resmi dibuka oleh Presiden Tanzania dan dihadiri oleh 30 delegasi pemerintah negara anggota dan organisasi internasional, beberapa perwakilan
dari organisaasi nonpemerintah dan dari swasta. Pertemuan dipimpin oleh James W. Adams, Country Director for Tanzania di Bank Dunia. Anggota yang hadir adalah : Amerika Serikat, Austria, Belanda, Belgia, Cina, Denmark, Finlandia, Inggris, lrlandia, ltalia, Jepang, Jerman, Kanada, Kuwait, Prancis, Norwegia, Rusia, Swedia, Swiss, African Development Bank, Arab Bank for Economic Development in Africa,
Gambaran LJmum Aid Coordination
6
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
EuropeanCommission, European lnvestmentBank, lnternational Monetary Fund,OPEC, UNDq FAo, uNcrAD, uNESCO, UNFPA, uNlcEF, wHo, wro, EAC dan Bank Dunia. Juga hadirdari organisasi nonpemerintah dan perwakilan masyarakat sipitsebagai pengamat.
:Tlj:: FILIPINA The Phitippines Consu/tafi ve Group merupakan organisasi resmi antara negara dan lembaga kreditor/donor dengan Pemerintah Philippina. The Philippines Consultative Group (PCG) dipimpin oleh Bank Dunia. Departemen (Menteri) Keuangan Filipina bertindak sebagai co-chair.
Secara formal pertemuan PCG diadakan sekali dalam setahun dilengkapi dengan beberapa kali pertemuan informal. Sampai dengan tahun 1999 telah diadakan22kali pertemuan, terakhir kali pertemuan diadakan pada bulan Maret 1999 di Tokyo. Pada pertemuan tersebut telah disepakati pledge sejumlah USD 4,5 miliar untuk mendukung reformasi sruktural dalam menghadapi krisis ekonomi regional, memulihkan pertumbuhan ekonomi dan memperoleh manfaat yang luas bagi kegiatan ekonomi. Pemerintah Filipina mempergunakan pertemuan PCG tersebut untuk mempresentasikan rencana pembangunannya kepada para kreditor/donor. Pada saat yang sama, kreditor/donor mempergunakan forum itu untuk menyatakan posisi mereka terhadap strategi pembangunan Pemerintah Filipina ke depan. Untuk menindaklanjuti diskusi selama pertemuan PCG dan mempersiapkan pertemuan berikutnya, working group sektoral melakukan pembicaraan lebih lanjut dengan kreditor/donor. Working group sektoral merupakan representasi dari komunitas kreditor/donor dan Pemerintah Fifipina. Working group juga mengadakan berbagai pertemuan informal untuk melaksanakan tugasnya. Sejak 1996, working group diperluas anggotanya dengan mengikutkan representasi dari komunitas non-govemment organization. Beberapa working group dapal dikatakan sangat aktif seperti working group untuk pengentasan kemiskinan yang dipimpin Bank Dunia dan sebagai co-chair adalah UNDP (dari pihak donor) dan Departemen Keuangan (dari pihak
Pemerintah). Pada pertemuan PCG tahun 1999, Bank Dunia memberikan rekomendasi pembentukan working group governance yang didukung oleh banyak donor.
Di luar payung resmi PCG, Bank Dunia mengadakan beberapa pertemuan informal working group dan beberapa kelompok diskusi antar donor sesuai dengan topik working group yaitu reformasi agraria, keuangan daerah, micro-finance, kesehatan dan reformasi hukum. Negara dan organisasi/lembaga internasional/multilateral yang berpartisipasi dalam PCG adalah Amerika Serikat, Australia, Austria, Belanda, Belgia, Denmark, Finlandia, Indonesia, Inggris, ltalia, Jerman, Jepang Kanada, Korea, Kuwait, Malaysia, Norwegia, prancis, Saudi spanvor, swedia, swiss, ADB, Bank Duni, Uni Eropa, rFC,
ffi3l*T'il=%Xll,',lb|:"n"o"ra,
@Keberadaan
dan Peran CGI
BAB
III
DARI IGGI KE CGI
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
I-
GllI
Keberadaan dan Peran CGI
III DARI IGGI KE CGI BAB
1".
Pembentukan IGGI' Perekonomian Indonesia pada tahun 1966 ditandai dua karakterisktik utama. Pertama
adalah krisis ekonomi dan keuangan yaitu tingkat inflasi yang sangat tinggi (sampai 650 persen), defisit neraca pembayaran, kewajiban dan tunggakan utang luar negeri yang sangat besar. Kedua, sistem ekonomi itu sendiri yang dikembangkan pada akhir tahun 1950-an dan
awal 1960-an yang tidak kondusif bagi bagi pembangunan ekonomi, antara lain buruknya organisasi dan kinerja birokrasi pemerintahan, sistem perpajakan, sistem perbankan, dan infrastruktu r ekonomi.
Pemerintah Orde Lama meninggalkan utang luar negeri pemerintah sebesar USD 2.211,8 juta (per 30 Juni 1966). Sebesar USD 1.106,7 juta diantaranya berasal dari negaranegara Eropa Timur. Pinjaman yang jatuh tempo sampaidengan akhirtahun 1967 sebesar USD 605 juta (Repelita l). Sebagai bentuk pelaksanaan Tap MPRS No. XXlll/MPRS/1966, Kabinet
Ampera, Kabinet Ampera yang Disempurnakan serta Kabinet Pembangunan I berupaya mengadakan penjadwalan kembali utang luar negeri. Akan tetapi terdapat kecenderungan dari para kreditor untuk memilih forum multilateral sebagai sarana perundingan penjadwalan kembali pembayaran utang.
Atas prakarsa Pemerintah Jepang, pertemuan pertama para kreditor Indonesia diadakan di Tokyo tanggal 19
-
20 September 1966. Pertemuan tersebut hanya dihadiri para
kreditor di luar blok sosialis karena upaya yang dilakukan baik oleh Pemerintah Jepang maupun
Pemerintah Indonesia untuk menghadirkan mereka tidak berhasil. Walaupun demikian, para kreditor blok sosialis tetap bersedia untuk mendiskusikan penjadwalan kembali utang luar negeri Pemerintah Indonesia. Pada pertemuan tersebut delegasi Indonesia, dipimpin oleh Ketua Bappenas, Widjojo Nitisastro, menyampaikan rencana kebijakan ekonomi dukungan pendanaan luar negeri bagi perbaikan neraca pembayaran termasuk diantaranya penjadwalan kembali utang luar negeri.
'
Disarikan dari, Notosusanto dkk., Seftrah Nasional lndonesia V/, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1976; Posthumus, G.A, Ihe Inter Governmental Group on lndonesia, Rotterdam University Press, 1971; Sekretariat Negara Republik Indonesia, 30 Tahun Indonesia Merdeka 1960- 1975, Jakarta, 1995.
I
Dari rGGr ke cGr
Eil
Badan Perencanaan Pembaneunan Nasional
Hal ini didukung oleh IMF yang menyatakan bahwa Indonesia tidak hanya memerlukan penjadwalan kembali kewajiban pembayaran utang luar negeri, namun juga memerlukan suntikan dana segar.
Pendapat yang mengemuka dan diterima pada pertemuan Tokyo adalah bahwa
pembahasan mengenai penjadwalan kembali utang luar negeri didahulukan sebelum pembahasan mengenai bantuan luar negeri. Pembahasan serta keputusan mengenai kedua hal tersebut perlu menunggu kebijakan konkret yang disusun Pemerintah Indonesia. Konsekuensinya, pembicaraan mengenai penjadwalan kembali utang luar negeri dilakukan
terpisah dengan pembicaraan mengenai pemberian pinjaman dan bantuan luar negeri. Pemisahan ini merupakan kelaziman dalam praktik internasional karena pemberian bantuan luar negeri merupakan upaya jangka panjang sedangkan penjadwalan kembali utang luar negeri lebih bersifat ad-hoc.
Pada tanggal
3 Oktober 1966 Presidium Kabinet Ampera
mengeluarkan paket
kebijakan ekonomi. Tujuan utama kebijakan ekonomi tersebut adalah untuk memperbaiki
perikehidupan rakyat terutama
di bidang sandang-pangan. Kebijakan tersebut meliputi
berbagai program dan sasaran yaitu (i) pengendalian inflasi, (ii) pemenuhan kebutuhan pangan dan sandang, (iii)rehabilitasi prasarana ekonomi, (iv) peningkatan kegiatan ekspor.
Sesuai dengan kebijakan di atas, langkah-langkah yang diambil dan dilaksanakan pemerintah meliputi antara lain:
(1)
Penyesuaian pengeluaran negara dengan pendapatan negara sehingga terdapat keseimbangan antara pengeluaran dan penerimaan (balanced budget);
(2)
Penundaan pembayaran utang-utang luar negeri dan di lain pihak berusaha memperoleh pinjaman baru;
(3)
Mengendorkan pengaturan (deregulasi) dan penguasaan pemerintah atas kegiatan perdagangan terutama masalah harga, tarif dan subsidi;
(4)
Memperbaiki kembali (rehabilitasi) parasarana sesuai dengan kebutuhan dan Kemampuan;
(5)
Penyederhanaan dan penertiban aparatur negara. Pertemuan penjadwalan kembali utang luar negeri Pemerintah Indonesia dilanjutkan
di Paris bulan Desember 1966, 18 Oktober 1967, 17 Oktober 1968, 24 April 1970 dan
11
Desember 1970. Negara-negara yang terlibat dalam Pertemuan Paris tersebut adalah Amerika Serikat, Australia, Belanda, Inggris, ltalia, Jepang, Jerman, Selandia Baru dan Swiss.
I
fEl
N.eDeraoaan oan I
reran \-ur
Pada tahun 1965
-
1966, situasi keuangan internasional tidak begitu menjanjikan
bagi aliran dana bantuan luar negeri. Aliran dana resmi (official capitatftow)ke negara-negara berkembang mengalami stagnasi. Dalam situasi seperti ini, sangat tidak menguntungkan bagi
Indonesia untuk melakukan pembicaraan dan upaya bilateral dalam rangka mendapatkan pinjaman dan hibah luar negeridalam waktu singkat. Oleh karenanya, pembentukan koordinasi bantuan internasional merupakan alternatif yang harus dipilih.
Umumnya yang bertindak sebagai koordinator dalam kelompok kreditor dan donor
adalah Bank Dunia. Akan tetapi Bank Dunia sampai dengan tahun 1965 telah terbebani pekerjaan semacam itu dan pada waktu itu terdapat ketidakpuasan dari beberapa negara kreditor/donor atas kinerja forum koordinasi yang dipimpin Bank Dunia. Oleh karenanya, Bank Dunia mengajukan dua syarat sebelum mengambil posisi sebagai koordinator konsorsrum.
Persyaratan pertama yang diajukan Bank Dunia adalah negara yang bersangkutan (yang diberi bantuan) adalah negara yang telah menerima pinjaman dan bantuan dari Bank
Dunia. Persyaratan kedua, Bank Dunia berada dalam posisi dapat memberikan pinlaman kepada negara yang bersangkutan. Persyaratan pertama tidak dapat dipenuhi Indonesia karena Indonesia sampai tahun tersebut bukan negara penerima pinjaman Bank Dunia. Persyaratan kedua tidak dapat dipenuhi
karena lndonesia tidak memenuhi syarat (eligible) untuk menerima pinjaman Bank Dunia. Indonesia hanya layak menerima pinjaman skema lnternationat Devetopment Association (lDA). Namun (sayangnya) Bank Dunia pada saat itu tidak lagi mempunyai alokasi dana lDA. Asian Development Bank(ADB) merupakan calon alternatif untuk menjadi koordinator,
tetapiADB tidak dapat mengambil alih posisitersebut. Hal inidisebabkan karena lembaga ini baru memulai melakukan program pembiayaan pembangun an (devetopment financrng), dan saat itu sedang melakukan pembenahan organisasi. Dalam keadaan seperti itu, Pemerintah Belanda mengambil prakarsa untuk menjadi
tuan rumah dan selanjutnya menjadi koordinator kreditor dan donor untuk Indonesia. pada bulan Desember 1966 di Paris, serangkaian dengan pertemuan penjadwalan kembali utangutang luar negeri Pemerintah Indonesia, Pemerintah Belanda melalui Menteri Kerja Sama Pembangunan mengundang sejumlah negara untuk membahas kinerja ekonomidan keuangan Indonesia dan untuk bertukar pandangan mengenai kemungkinan pemberian bantuan kepada Indonesia dalam rangka mendukung program stabilisasi dan rehabilitasi.
Dari IGGI ke CGI
JTl
Badan Perencanaan Pembaneunan Nasional
Selanjutnya pada tanggal 23 mengundang 14 negara dan
- 24 Februari
1967, Pemerintah Belanda kembali
5 organisasi internasional untuk mengadakan pertemuan
di
Amsterdam. Mereka adalah Amerika Serikat, Australia, Belgia, Indonesia, Inggris, ltalia, Jepang, Jerman (Barat), Prancis, Bank Dunia (IBRD), lMF, UNDP, OECD, dan ADB sebagai
peserta, serta Austria, Kanada, Norwegia, Selandia Baru dan Swiss sebagai peninjau. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Menteri Utama Bidang Ekonomi dan Keuangan, Sri Sultan Hamengkubuwono
lX. Pertemuan Amsterdam ini merupakan pertemuan pertama lnter-
Governmental Group on I ndonesia (lGGl).
Pada pembukaan pertemuan tersebut, ketua pertemuan, B.J. Udink, Menteri Kerja
sama Pembangunan Belanda menyatakan bahwa pertemuan atau forum tersebut agar tidak dipandang seperti halnya kelompok konsorsium atau kelompok konsultasi (dengan sifat atau struktur kelembagaan yang baku), namun hendaknya dipandang lebih pragmatis dengan mengedepankan peranan nyata untuk membantu Indonesia. Oleh karena itu masalah kelembagaan sama sekali tidak dibahas dalam pertemuan Amsterdam. Pada pertemuan lGGl yang pertama, anggota forum mendengarkan penjelasan dari
delegasi Indonesia mengenai program stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi dan kebutuhan pendanaan luar negeri. Pihak Indonesia menyampaikan kebutuhan pendanan untuk menutup financing gap sekitar USD 200 juta. Pihak IMF juga menyampaikan pandangannya mengenai
program stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi Pemerintah lndonesia dan merekomendasikan
pemberian dukungan pendanan seperti yang diusulkan Pemerintah Indonesia. Sidang pertama tersebut belum membahas komitmen pinjaman dan hibah dari masing-masing peserta. Diputuskan pula bahwa lGGlakan mengadakan pertemuan kembalidiScheveningen Belanda pada bulan Juni 1967.
-
21 Juni 1967, lGGl kembali bertemu. Kecuali Norwegia, semua peserta pertemuan Amsterdam menghadiri pertemuan di Scheveningen ini. Pertemuan ini Pada tanggal 19
berakhir dengan pemberian komitmen dukungan keuangan (pledge) sebesar USD 166,7 juta.
Darijumlah tersebut, USD 22,6 juta diantaranya berupa bantuan pangan dan sisanya berupa bonus ekspor (b.e). Sebagian komitmen tersebut merupakan komitmen baru, dan sebagian lagi merupakan dlsbursement komitmen tahun sebelumnya.
Pertemuan lGGl berikutnya diadakan tanggal 20
22-24 April
1968 di Amsterdam dan tanggal 21
-23
-
22 November 1967 dan tanggal
Oktober 1968 di Scheveningen yang
membahas kebutuhan Indonesia tahun 1968 serta perkiraan kondisi perekonomian dan keuangan Indonesia tahun 1969.
I
NeDeraoaan oarr Feran
EI i
Lur
Tahun-tahun berikutnya lGGl mengadakan sidangnya di Amsterdam atau di kota
lain di Belanda di bawah kepemimpinan Pemerintah Belanda yang diwakili oleh Menteri Kerja Sama Pembangunan Belanda. Dari tahun 1967 sampai dengan tahun 1974, lGGl mengadakan pertemuan dua kali setahun. Perternuan pertama diadakan antara bulan Maret
-
April dan pertemuan kedua diadakan antara bulan September - Desember. Pertemuan pertama membahas mengenai program/rencana perekonomian Pemerintah Indonesia dan pandangan lMF. Dan pada pertemuan kedua merupakan forum penyampaian komitmen
dukungan pendanaan (pledge). Sejak tahun 1975, sejalan dengan membaiknya perekonomian Indonesia, lGGl mengadakan pertemuan sekali setahun antara bulan
2.
April-
Mei.
Pembubaran IGGI dan Pembentukan CGI Sebelum pelaksanaan pertemuan lGGl, Menteri Kerja Sama Pembangunan Belanda
mengadakan kunjungan ke Indonesia untuk mengadakan tukar pikiran dengan kalangan pemerintah dan juga dengan civil society, disamping melakukan kunjungan lapangan untuk
memantau pelaksanaan pinjaman/ hibah lGGl. Dalam perkembangannya, Pemerintah Indonesia menilai kunjungan Menteri Kerja Sama Pembangunan dimanfaatkan sebagaisarana
atau tempat "mengadu" kalangan civil society, terutama yang secara politik berseberangan dengan pemerintah. Terlebih sejak Menteri Kerja Sama Pembangunan Belanda dijabat oleh J.P. Pronk, sering diangkat isu dan dilontarkan pernyataan mengenai hal-hal di luar masalah kebijakan ekonomi (moneter, fiskal dan anggaran), dan di luar masalah pelaksanaan proyek-
proyek pinjaman/hibah lGGl sesuai dengan ide awal pembentukan lGGl seperti isu-isu hak asasi manusia, perburuhan, dan partisipasi politik/demokrasi. Dengan posisinya sebagai ketua
lGGl, sudah barang tentu pernyataannya itu akan mempengaruhi pandangan umum peserta dan kesepakatan pertemuan lGGl. Hal ini menyebabkan Pemerintah lndonesia (pemerintahan
Orde Baru) berada dalam posisi yang tidak menguntungkan di hadapan peserta lGGl pada khususnya dan di mata internasional pada umumnya.2
Dengan kondisi seperti itu, Pemerintah Indonesia melalui Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan, Industri dan Pengawasan Pembangunan, Radius Prawiro, mengirim surat kepada Perdana Menteri Belanda R.F.M. Lubbers tanggal 24 Maret 1992 yang isinya meminta kepada Pemerintah Belanda untuk:
2
Beberapa indikasi pengaitan pemberian bantuan dengan masalah politik antara lain Pemerintah Belanda pernah secara
mendadak akan menghentikan bantuan untuk program keluarga berencana dengan dalih adanya informasi terdapat unsur paksaaan dalam program ini, mempermasalahkan eksekusi terhadap para narapidana G30S/PKl.
Dari IGGI ke CGI
E
Badan Perencanaan Pembansunan Nasional
(1)
Menghentik an (terminate) pencairan (disbursemen/) semua bantuan pembangun
an yang
sedang dilaksanakan baik dalam bentuk pinjaman maupun hibah dari Belanda kepada lndonesia dengan segera;
(2) (3)
Tidak lagi menyiapkan bantuan baru untuk Indonesia;
Tidak perlu menyelenggarakan sidang lGGl. Dalam surattersebut (lihat Lampiran 1.a)antara lain disampaikan bahwa lGGl telah
membantu keperluan Indonesia akan pembiayaan pembangunan. Pemerintah Indonesia sangat menghargai bantuan dari semua peserta lGGl, khususnya peranan Pemerintah Belanda dalam menyelenggarakan dan mengetuai sidang lGGl selama 24 (dua puluh empat) tahun. Akan tetapi hubungan antara Indonesia dan Belanda menjadi merosot dengan
tajam sebagai akibat penggunaan dana bantuan pembangunan yang secara semena-mena dijadikan sebagai alat intimidasi. Karena hasrat yang berlebihan untuk menggunakan dana bantuan pembangunan sebagai alat intimidasi tersebut tampak berlanjut, maka satu-satunya
pilihan yang masih tersedia untuk menghindarkan semakin merosotnya hubungan antara kedua bangsa adalah menghentikan sepenuhnya semua bantuan pembangunan dari Belanda kepada Indonesia.3
Keputusan Pemerintah Indonesia tersebut berarti pembubaran lnter-Governmental Group on lndonesia. Selanjutnya Pemerintah Indonesia melaluisurat Menteri Keuangan, J.B.
Sumarlin, tanggal 24 Maret 1992 kepada Presiden Bank Dunia meminta lembaga tersebut untuk membentuk Consulative Group on lndonesra (CGl). Melalui surat itu pula Pemerintah Indonesia meminta Bank Dunia sebagai koordinator CGl, (lihat Lampiran l.b). Menanggapi permintaan tersebut, Bank Dunia melalui suratBoard of Directorstanggal 8 April 1992 kepada Menteri Keuangan Indonesia, menyatakan bahwa pada prinsipnya Bank
Dunia dapat menerima permohonan Pemerintah Indonesia.
I
Kerja sama pembangunan dengan Pemerintah Belanda mulai dicairkan pada tahun 1995. Pada waktu itu Pemerintah lndonesia (Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas) mengeluarkan pedoman bahwa bantuan (subsidi) Pemerintah Belanda kepada para pengusaha Belanda untuk berpartisipasi dalam proyek-proyek pembangunan di Indonesia (umumnya melalui skema fasilitas kredit ekspor dengan proses tender internasional) dapat diterima dalam pengertian bahwa bantuan tersebut diberikan kepada pengusaha Belanda dan bukan kepada Pemerintah Indonesia. Kerja sama antara lembaga-lembaga sosial kedua negara dapat kembali dilaksanakan. Bantuan Pemerintah Belanda kepada lembaga-lembaga sosial (seperti hibah untuk rumah sakit dan sekolah kejuruan swasta) dapat diperkenankan demikian pula pertukaran mahasiswa atau guru besar antar universitas dapat dilaksanakan, Selanjutnya Pemerintah Belanda mulai hadir sebagai peninjau pada pertemuan ke - 7 CGI di Paris bulan Juli 1998 kemudian menjadi peserta penuh dan memberikan pledge pada pertemuan CGI ke - 10 bulan Oktober 2000 di Jakarta.
I{lI
---
Keberadaan dan Peran CGI
Kebijakan untuk membubarkan lGGl dengan latar belakang sepertitersebutsetidaknya
dapat diartikan sebagai pelaksanaan amanat GBHN (Tap MPR No.
ll/
MPR/1988) yaitu
pinjaman luar negeri sebagai unsur pelengkap dana pembiayaan dapat diterima sepanjang tidak ada ikatan politik, syarat-syaratnya tidak memberatkan, dan dalam batas kemampuan untuk membayar kembali.
Pertemuan pertama CGI diadakan di Paris, Prancis tanggal 16
-
17 Juli 1992. Pada
pertemuan tersebut hadir 19 negara yaitu Amerika Serikat, Australia, Austria, Belgia, Denmark,
Finlandia, Inggris, ltalia, Jepang, Jerman, Kanada, Korea Selatan, Norwegia, Prancis, Selandia Baru, Spanyol, Swiss, Swedia, serta Indonesia. Hadir juga 13 lembaga keuangan
dan pembangunan multilateral/internasional yaitu lMF, Bank Dunia, ADB, UNDP, OECD, Masyarakat Eropa, UNICEF, IFAD, lFC, lslamic Development Bank, Kuwait (KFAED), Saudi Fund, dan Nordic lnvestment Bank.Pertemuan pertama ini dipimpin oleh Wakil Presiden Bank
Dunia untuk Kawasan Asia Timur dan Pasifik dan delegasi Indonesia dipimpin oleh Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan dan lndustri, dan Pengawasan Pembangunan. Pertemuan pertama GGI tersebut menghasilkan komitmen atau pledge sebesar USD 4.948,7 juta.
Dari IGGI ke
CG
tfu I
Budun Pe."n.unu"n P"rb"nnun"n Nurion"l
Box lll.1, Peserta Pertemuan Consultative Group for lndonesia sampai dengan Pertemuan ke
-
I2
bulan Januari 2003
Multilateral
Bilateral
1.
Amerika Serikat
2. Australia 3. Austria 4. Belanda 5. Belgia 6. Denmark 7. Finlandia B.
lnggris
9.
Indonesia
t. 2.
3.
Bank Dunia (lnternational Bank for Reconstruction and Development/lnternational Development Association)
iA$
Lembaga-lembaga dalam naungan PBB:
a. Food and Agricultural Organization (FAO) b. International Labor Organization (lLO) c. UNAIDS ; ur,* **,"ns Devetopment Program (UNDP) e. United Nations Educational, $cientific and Cultural Organization (UNESCO)
10. ltalia
f. United Nations Population Fund (UNFPA) g. United Nations Children Fund (UNICEF) lndustria I Development o rsanization h.
11. Jepang 12. Jerman 13. Kanada
i,j,tij$""ns
14. Korea Selatan
i. j.
15. Norwegia 16. Portugal 17. Prancis 18. Selandia Baru 19. Spanyol
20. Swedia 21. Swiss
t"*Oangunan Asia (Asian Development Bank -
4. 5. 6. 7. B. 9.
World Food Program (WFP) World Health Organization (WHO)
European Union European Investment Bank (ElB)
lnternational FinanceCorporation International Monetary Fund (lMF)
lslamic Development Bank (lDB) Kuwait Fund for Arab Economic Development (KFAED)
10. Nordic Investment Bank (NlB)
t,
for Economic Cooperation and Development
ilffi6"ion
12. $audi Fund for Development
I
r\eDeraoaan odn
El I
rcrd. LUr
BAB IV
PLEDGE DAN KONTRIBUSI CGI
Badan Perencanaan Pembaneunan Nasional
ana
-J
Keberadaan dan Peran CGI
BAB IV
PLEDGE DAN KONTRIBUSI CGI 1.
Perkembangan dan Peran Pledge CGI lde dasar atau tujuan pragmatik pembentukan konsorsium lGGl dan CGI adalah
untuk menutup kekurangan anggaran yang dibutuhkan (menutup financing gap) Pemerintah Indonesia dalam melaksanakan program-program pembangunan khususnya untuk mencapai
pertumbuhan ekonomi yang telah ditargetkan. Karenanya misi yang paling penting dalam setiap pertemuan CGI adalah seberapa besar komitmen dukungan pendana an (pledge)yang diberikan para peserta CGI kepada Pemerintah Indonesia.
Sasaran pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan pemerintah sejak Repelita
I
mengandung konsekuensi kebutuhan dana pembangunan yang cukup besar yang tidak dapat
sepenuhnya dipenuhi dari sumber-sumber domestik. Karena itu dukungan pendanaan dari CGI menjadi sangat vital dan krusial. Tabel
1V.1.
Sasaran Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Repelita I s.d 2004
Repelita
Sasaran Pertumbuhan Ekonomi Tahunan
r (1969/70
-
1s73t74)
5,0%
u (1g74t75
-
1s78t7g)
7,50
- 1983/84) rv (1984/85 - 1988/89) v {1989t90 - 1e93/s4) vr (19e4/95 - 1998/99) Propenas (2000 - 2OO4) ilr (1979/80
Sumber: Repelita
|
-
Vl, dan Propenas 2000
6,5% 5,Oo/o
5,jvo 6,2% (kemudian direvisi menjadi Z1%) Antara 4,5-5,5Vo hingga
-
6-7%
2004
Sejak tahun 1967 pledge lGGl/CGl cenderung meningkat dari tahun ke tahun dan hanya sedikit mengalami fluktuasi penurunan antara tahun 1996
-
1997 dan tahun 2000
-
2001. ToIal pledge lGGl/ CGI dari pertemuan pertama lGGl bulan Juni 1967 sampai dengan pertemuan CGI ke -12tanggal21 -22 Januari 2003 adalah USD 111.078,38 juta.
Pledge dan Kontribusi CG rE
Badan Perencanaan Pembaneunan Nasional
Sedangkan total pladge CGI sejak pertemuan pertama tahun 1992 sampai tahun 2003 adalah USD 58.824,89 juta. Tabel |V.2. Perkembangan Pledge lGGl/CGl
Pledge lGGltCGl Tahun/Repelita
MultilatEral
Bilateral Juta
U$D
Yo
522,87 98,5 | (1969170 * 1973t741 2.87A,10 81,8 il (1974175- 1978179) 3.062,36 46,8 lr (1979/80 * 1983/84) 3.961,58 38,2 tv (1g84/s5 - 1988/89) 5.798,17 3s,7 v(1989190- 1993194) 10.041,s0 42,5 vf (1994/95 * 1998/99) 12.245,33 42,2 8.824,30 38,6 1999 - 2003 'f
967/68 - 1908/69
f
47.326,61
Jumlah
Sumber: Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral
-
42,6
Total
U$D 8,18
1,5
531,05
636,53
18,2
3.506,63
3.481,66 53,2 6.419,85 61 ,B 8.804,09 60.3 13.585,90 57,5
6.544,A2
Juta
(Juta USD)
Yt
10.381,43 14.602,26 23.627,8A
16.769,76 14.045,80
57,8
29.015,09
61,4
22.87AjA
63.751,77
57,4
111.078,38
Bappenas
Diantara para kreditor dan donor anggota lGGl/CGl, Bank Dunia, Bank Pembangunan
Asia (ADB) dan Jepang merupakan tiga kreditor/donor terbesar. Sejak Repelita ll kontribusi pledge ketiganya mencapai dua per tiga dari keseluruhan pledge lGGl/CGl. Tabel 1V.3. Proporsi Pledge lGGl/CGl Berdasarkan KreditorlDonor (dalam persen)
Tahun/Repelita 1967/68 - 1968/69 | (1s6gt7o
- 1s7sl74)
n (1974t75
-
1978179\
- 1983/84) rv (1984/85 - 1988/89) ilr (1979/80
v
(1989/90
*
vr (1994/95
-
ADB
Jepang
Multilateral Lainnya
Bilateral Lainnya
1,5
0,0
32,0
0,0
66,4
14,7
3,2
24,?
0,3
57,6
42,5
10,6
13,5
0,1
33,3
43,6
15,3
14,1
3,0
24,0
39,7
17,8
21,3
2,8
18,4
32,7
21,7
29,0
3,1
13,5
27,9
23,8
31,3
5,6
11,3
30,7
26,8
26,2
3,9
12,3
Bank Dunia
19e3/94) 1998/99)
1999 - 2003
Sumber: Drrektorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral
I
@Keberadaan
dan Peran
cGl
-
Bappenas
Tabel dan gambar mengenai perkembangan pledge CGI selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran ll. Kucuran pledge lGGl/CGl memang dapat mengatasidefisit anggaran pembangunan
seperti tampak pada Tabel 1.2 dan Lampiran lll. Akan tetapi bila dicermatiterdapat beberapa korelasi yang tidak selalu positif antara kenaikan dan besaran pledge dengan besaran defisit anggaran pembangunan. Selama Repelita lljumlah keseluruhan pledge mengalami kenaikan hampir dua kali lipat dibandingkan jumlah keseluruhan pledge pada Repelita L Namun demikian
porsi pinjaman dan bantuan luar negeri dalarn anggaran pembangunan justru mengalami penurunan lebih dari 50% dibandingkan porsi yang sama selama Repelita l. Kenaikan porsi pinjaman/bantuan luar negeri selama Repelita lV yang hampir dua kali lipat dibandingkan Repelita lll hanya diikutidengan kenaikan pledge sebesar40,6%. Porsi pinjaman dan bantuan
luar negeri selama Repelita V dan Vl adalah 42,8o/o dan 42,3o/o atau menurun dari 49,8o/o selama Repelita lV. Sebaliknya pledge lGGl dan CGI selama Repelita V dan Vl adalah USD 23.627,80juta dan USD 29.015,09 juta meningkat dari USD 14.602,26 juta selama Repelita tv.
2.
Pledge IGGVCGI dan APBN Ada dua acuan yang digunakan sebagai dasar pemberian pledge lGGl/CGl, yaitu
komitmen dan perkiraan pencairan dana (disbursement).
Ptedge atas dasar komitmen menunjukkan bahwa pledge tersebut berdasarkan jumlah seluruh alokasi dana untuk proyek-proyek baru dan proyek-proyek perpanjangan yang merupakan komitmen kreditor/donor (committed projects). Dengan demikian realisasi pencairan alokasi dana komitmen tersebut bergantung pada pelaksanaan committed proiects.
Oleh karenanya pledge ini bisa saja mulai dicairkan satu tahun, dua tahun atau bahkan tiga tahun setelah pledge tersebut dinyatakan. Sering terjadi pula suatu negara mengulang kembali pledge atas dasar komitmen
yang dinyatakan pada pertemuan CGI tahun berikutnya karena komitmen yang diberikan tahun sebelumnya belum dicairkan. Pledge atas dasar disbursemenf menunjukkan bahwa pledge tersebut merupakan perkiraan seluruh dana yang dapat dicairkan pada satu tahun mendatang baik untuk proyekproyek yang sedang berjalan maupun proyek-proyek baru sepanjang dananya dapat dicairkan pada satu tahun anggaran ke depan.
Pledee dan Kontribusi CGI
E
Badan Perencanaan Pembanqunan Nasional
Disamping itu terdapat peserta yang memberikan pledgeyang pencairannya dikaitkan
dengan persyaratan tertentu. Sebagai contoh pada pertemuan CGI bulan November 2001 Bank Dunia memberikan pledge sebesar USD 1.000 juta. Dari jumlah tersebut USD 450
juta di antaranya berupa pinjaman proyek (project loan) yang dapat digunakan sepanjang lndonesia memenuhi persyaratan high case scenario yang ditetapkan Bank Dunia. Pada pertemuan CGI tahun 1999 telah mulaiada perubahan dasar pemberian pledge.
Beberapa negara telah menggunakan perkiraan disbursemenl sebagai dasar pemberian pledge menggantikan dasar komitmen. Pada pertemuan CGI bulan November 2001 mulai ditegaskan bahwa dasar pemberian pledge adalah perkiraan disbursemenf proyek-proyex yang sedang berjalan dan proyek-proyek yang dapat dicairkan dana pinjaman/hibahnya pada setahun ke depan. Walaupun demikian masih terdapat peserta yang memberikan ptedge atas dasar komitmen yaitu Austria, Belgia, dan ltalia. Demikian pula yang terjadi pada pertemuan
CGI bulan Januari2003. Pledge yang diberikan peserta CGI secara umum terdiri atas pinjaman dan hibah. Dalam beberapa pertemuan lGGl/CGl pinjaman dan hibah tersebut diberikan dalam bentuk bantuan pangan (food aid program), Pledge yang diberikan donor bilateral merupakan bagian
dari bantuan pembangunan resmi (official developmenl assrsfance/ODA) pemerintah yang bersangkutan. Dengan demikian, pinjaman yang diberikan persyaratannya tergolong lunak atau sangat lunak. Sebagaicontoh persyaratan pinjaman Pemerintah Jepang dalam kerangka
CGI adalah: waktu pengembalian pinjaman (repayment) 30 tahun (tidak termasuk tenggang waktu), tenggang waktu (grace period) 10 tahun dan bunga pinjaman antara O]S% sampai dengan 1,8% per tahun. Meskipun pledge yang diberikan merupakan bagian dari ODA, tidak semua ptedge
tersebut masuk ke kas Pemerintah Indonesia. Artinya dalam pledge CGI tersebut terdapat
alokasi bantuan untuk organisasi atau lembaga nonpemerintah (NGO) yang diberikan langsung oleh donor kepada NGO. Sebagai contoh dari USD 5.44,5 juta pledge CGI bulan Oktober 2000, USD BB,6 juta diantaranya merupakan hibah untuk organisasi nonpemerintah. Demikian pula terdapat hibah yang dikelola langsung oleh pihak donor misalnya pledge yang
diberikan dalam bentuk hibah bea siswa.l
1
Masalah yang sering dihadapi adalah tidak semua donor dapat secara terbuka atau kesulitan untuk menyampaikan data
yang lengkap mengenai pledge yang diberikan untuk organisasi nonpemerintah, baik mengenai organisasi penerima maupun peruntukannya. Inilah yang menjadi salah satu kendala bagi pemerintah yang selalu dituntut untuk secara transparan menyampaikan kepada Parlemen dan publik mengenai pengelolaan dana p/edge CGl.
@Keberadaan
dan Peran CGI
Konsekuensi dari itu semua adalah bahwa pledge CGI tidak serta merta atau tidak
sepenuhnya berkorelasi dengan APBN berjalan. Ini berarti, sebagai contoh, bahwa rencana pinjaman proyek luar negeri pada APBN Tahun Anggaran 2003 sejumlah Rp 29,3 triliun bukan
hanya dari ptedge CGI bulan Januari tahun 2003 melainkan juga dari pledge CGI tahuntahun sebelumnya. Demikian pula sebaliknya pledge CGI tidak seluruhnya menyumbang atau berperan dalam menutup defisit APBN tahun berjalan bahkan APBN tahun anggaran berikutnya.'z
Hal lain yang perlu dicatat adalah bahwa tidak semua semua peserta memberikan ptedge. Halinisangatterkaitdengan kebijakan pemerintah masing-masing dan strategiKerja sama antara Pemerintah Indonesia dengan masing-masing peserta CGl. Secara umum, terdapattiga alasan mengapa beberapa peserta CGltidak memberikan
pledge. Pertama, karena kapasitas keuangan negaral lembaga tersebut sehingga tidak dapat memberikan pinjaman/hibah kepada Indonesia. Kedua, karena tidak ada lagi proyek-proyek yang dibiayai. Proyek-proyek kerja sama yang berjalan telah selesai dan belum ada proyek-
proyek baru yang disepakati untuk dibiayai. Ketiga, karena kebijakan pemerintah negara yang bersangkutan yang tidak memperkenankan pemberian komitmen/p/edge sebelum ada kesepakatan konkrit dengan negara penerima bantuan seperti Norwegia (dengan perkecualian
tahun 1998 dan 2003)dan Prancis (sejak tahun 1997). Negara/lembaga yang karena alasan-alasan tersebut tidak memberikan p/edge tetap
mempunyai hak yang sama dengan negara/lembaga lain yang memberikan p/edge untuk menyampaikan pendapat dan penilaiannya dalam pertemuan CGl.
Meskipun terdapat ketentuan yang tidak memperbolehkan pemberian pledge, Pemerintah Prancis dan Pemerintah Norwegia tetap memberikan komitmen untuk memberikan
hibah dan pinjaman kepada Pemerintah Indonesia secara ad hoc (berdasarkan kebutuhan
dan usulan Pemerintah Indonesia). Pinjaman dan hibah tersebut diberikan dalam kerangka kerja sama keuangan dan pembangunan antar kedua pemerintah.
Beberapa negara, seperti Belanda, selain memberikan pledge juga memberikan pinjaman di luar kerangka CGl.
2
Selain faktor tersebut, seperti disinggung pada Bab l, sumber pendanaan luar negeri pemerintah bukan hanya berasal dari pinjaman dan hibah CGI melainkan juga darifasilitas kredit ekspor, pinjaman dan hibah di luar kerangka CG..
Pledge dan Kontribusi CGI
!$|
Badan Perencanaan Pembansunan Nasional
3.
Pledge
IGG{CGI sebagai "Indikator Keberhasilan,'
Target pertumbuhan ekonomiyang tinggi berimplikasi pada misi Pemerintah Indonesia
untuk mendapatkan komitmen sebanyak mungkin dari peserta CGI sesuaidengan kebutuhan
untuk menutup defisit anggaran. Karenanya indikator yang sering dipakai untuk mengukur keberhasilan delegasi Indonesia (Pemerintah Indonesia) adalah mendapatkan komitmen atau pledge dari lGGl/CGl yang jumlahnya cenderung meningkat daritahun ke tahun sesual
besaran defisit anggaran. Pada beberapa pertemuan CGl, pledge yang diberikan justru melebihi target yang diharapkan Pemerintah Indonesia. Pledge yang diberikan oleh lGGl/CGl sebagian besar berupa pinjaman (sekitar BSY, - 90%)dan sisanya berupa hibah (10% - 15o/o). Dalam realisasinya, sebagian pinjaman tersebut dicampur dengan fasilitas kredit ekspor yang persyaratannya lebih mahal, dan tidak seluruhnya pinjaman tersebut dapat dicairkan dalam tahun anggaran berjalan atau tahun anggaran berikutnya. Demikian pula pledge atau komitmen yang disampaikan pada pertemuan lGGl/CGl tidak langsung mengikat secara hukum sebagai ikatan utang piutang. Meskipun demikian, kedua belah pihak (Pemerintah Indonesia dan kreditor yang memberikan komitmen) terikat komitmen dan berupaya untuk merealisasikan pinjaman tersebut.
Pledge lGGl/CGl dapat dijadikan salah satu indikator pertambahan utang luar negeri Pemerintah Indonesia. Semakin besar pledge lGGl/CGl semakin besar pula pertambahan utang luar negeri pemerintah. Pada satu sisi Pemerintah Indonesia dianggap berhasil bila dapat memperoleh tambahan pledge lGGl/CGl yang berarti menambah utang baru. Hal
ini dianggap sebagai suatu prestasi, bahkan dijadikan ukuran tingkat kepercayaan dunia internasional terhadap Pemerintah lndonesia dan program pembangunannya. Tapi pada sisi lain ada hal yang seolah diabaikan, yaitu amanat GBHN untuk secara bertahap mengurangi pinjaman luar negeri dan ketergantungan pada sumber pendanaan luar negeri.
4.
Kecenderungan KontribusdPledgePeserta CGI Pada sidang pertamanya tahun 1992, CGI memberikan pledge sejumlah USD
4.948,70 juta. Dari 3'1 peserta yang hadir, hanya 9 peserta yang memberikan ptedge lebih dari atau sama dengan 1% jumlah total pledge (USD 49,5) dan hanya 5 peserta yang memberikan
pledge di atas atau sama dengan 2% jumlah total ptedge (USD 99 juta). Selama Repelita Vl (tahun 1994195 - 1998/99), jumlah total pledge CGI adalah USD 29.015,09 juta. Dari
31 peserta/anggota CGl, hanya 10 anggota yang total pledge-nya mencapai 1% dari total pledge CGI selama Repelita Vl (USD 290,1 juta) dan hanya 5 anggota yang total ptedge-
-lilKeberadaan I
dan Peran CGI
nya mencapai 2% dari tolal pledge Repelita Vl (USD 580,3 juta). Sementara itu pada sidang
ke-12 CGI bulan Januari 2003, total ptedge CGI yang diberikan adalah USD 3.120,5 juta. Pada pertemuan tersebut terdapat 9 peserta yang memberikan ptedge di atas 1% jumlah total pledge (USD 31 ,2iuta) dan 8 peserta yang memberikan ptedgediatas 2% jumtahtotat ptedge
(USD 62,4 juta). Tabel berikut ini menunjukkan banyaknya peserta dan besaran kontribusi yang mereka berikan daritahun 1992 sampaidengan 2003. Tabel 1V.4. Kecenderungan Besaran Kontribusi peserta CGI
No Tahun Total pertemuan pledge ccl {USD juta) 1992
4.948.70
Peserta yang memberikan pledge lebih dariatau sama dengan 1o/o dari total pledge Amerika Serikat, Australia, Jepang, Jerman, Prancis, Bank Dunia, ADB, UNDP,
Peserta yang memberikan pledge lebih dariatau sama dengan 2% dari total pledge Jepang, Jerman, Prancis, Bank Dunia, ADB (5 peserta)
NIB (9 peserta) 1993
5.110,60
Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Jerman, Prancis, Spanyol, Bank Dunia, ADB, UNDq NIB (10 peserta)
Jepang, Jerman, Prancis, Bank Dunia, ADB (5 peserta)
1994
5.202.68
Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Jerman, Prancis, Bank Dunia, ADB, ElB, IDB (9 peserta)
Inggris, Jepang, Jerman, Prancis, Bank Dunia, ADB, (6 peserta)
1995
5.358.78
Amerika Serikat, lnggris, Jepang, Jerman, Prancis, Bank Dunia, ADB, IDB (8 peserta)
lnggris, Jepang, Jerman, Prancis, Bank Dunia,
ADB (6 peserta)
1996
5.260,33
Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Prancis, Spanyol, Bank Dunia, ADB, IDB (8 peserta)
Jepang, Jerman, Bank Dunia, ADB (4 peserta)
1997
5.299,30
Amerika Serikat, Australia, Jepang, Jerman, Korea,
Jepang, Bank Dunia, ADB (3 peserta)
Spanyol, Bank Dunia, ADB, EIB, IDB (10 peserta)
Pledge dan Kontribusi CGI
Wl
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Peserta yang No Tahun Total pertemuan pledge memberikan pledge lebih CGI (USD juta) dari atau sama dengan 1% dari total pledge
Peserta yang memberikan ptedge lebih dari atau sama dengan 27o dari total ptedge
7
1998
7.894,00
Amerika Serikat, Jepang, Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Bank Dunia, ADB, Jerman, Bank Dunia, ADB, IDB UNDP, IDB (6 peserta) (7 peserta)
g
1999
5.861,30
Amerika serikat, Australia, Amerika serikat, Jepang, Jepang, Bank Dunia, ADB, Bank Dunia' ADB (4 peserta)
UNDP, EIB
(7 Peserta)
9
2000
(Feb.) 4.731,00 Amerika Serikat, Australia,
Amerika Serikat, Jepang, Jepang, Jerman, Spanyol, Jerman, Bank Dunia, Bank Dunia, ADB, UNDP ADB, UNDP (6 peserta) (8 peserta)
10 2000 (Okg
5.444,5A Amerika
3iil,11;
Serikat,
Australia,
Amerika Serikat, Jepang,
i3l?T;iiJ,1T;, FIX##a'
ADB' UNDP
UNDP (9 Peserta)
11
2oO1
3.71tr.,7A Amerika serikat, Belanda, Amerika serikat, Jepang,
12
2003
3.120,50 Amerika
Jepang, Jerman, Spanyol, Jerman, Bank Dunia, Bank Dunia, ADB, UNDP ADB, UNDP (6 peserta) (8 peserta)
Serikat, Australia, Amerika Serikat, Belanda, Jepang, Jerman, Australia, Belanda, Jepang, Jerman, Bank Bank Dunia, ADB, Dunia, ADB, EIB EIB (8 peserta) (9 peserta)
UNDR
Total
Serlkat, Australia, Amerika Serikat, Jepang, Inggris, Jepang, Jerman, Jerman, Bank Dunia, Prancis, Bank Dunia, ADB, ADB
58.824,89 Amerika
1992 -
2003
UNDq EIB, IDB
(5 peserta)
(11 peserta) Sumber: Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral
-
Bappenas
Apabila jumlah 1o/o dari total pledge dianggap sebagai batas signifikan kontribusi peserta dan jumlah 2o/o daritotal pledge dianggap sebagai batas sangat signifikan, dariTabel
lV.4 di atas terlihat bahwa rata-rata hanya 8 sampai 9 yang memberikan kontribusi pledge signifikan pada setiap pertemuan, dan rata-rata hanya 5 peserta yang memberikan kontribusi pledge sangat signifikan.
AElKeberadaan
dan Peran CGI
Diluar Jepang, Bank Dunia dan ADB, peserta yang memberikan kontribusi sangat signifikan adalah Amerika Serikat dan Jerman. Sedangkan Australia, Inggris, Prancis, UNDP,
ElB, dan IDB merupakan peserta-peserta yang memberikan kontribusi signifikan. Hal
ini
dilihat dari persentase total pledge yang mereka berikan dibandingkan dengan total pledge CGI tahun 1992 sampai dengan 2003.
Pada Tabel lV.4 di atas juga nampak bahwa Inggris dan Prancis sejak tahun 1997
tidak lagi menjadi peserta yang memberikan kontribusi signifikan. Hal ini disebabkan oleh perubahan kebijakan (strategi dan prioritas) bantuan luar negeri Pemerintah Inggris kepada lndonesia yang berpengaruh terhadap jumlah bantuan yang diberikan. Meskipun demikian,
pledge yang diberikan Pemerintah Inggris sejak tahun 1997 seluruhnya berupa hibah. Sedangkan Prancis pada tahun 1997 mengeluarkan kebijakan yang berdampak tidak dapat diberikannya pledge berupa komitmen dana baru pada forum seperti CGl. Kemunculan Spanyol dan Korea sebagai kontributor signifikan pada tahun 1996 dan 1997 lebih disebabkan
pledge yang dinyatakan tersebut merupakan pengulangan komitmen dana baru yang belum dapat terserap sampai dengan pelaksanaan pertemuan CGI tahun berikutnya.
Meskipun Australia, Belanda dan UNDP tidak selalu tercatat sebagai peserta dengan kontribusisignifikan, pledge mereka sesungguhnya sangat penting karena seluruhnya
diberikan dalam bentuk hibah (kecuali Australia pada tahun 1992). Demikian halnya Kanada yang memberikan pledge pada kisaran USD '15 - 20 juta.
I
r reose oan xonr'lDusl L u ,G9,
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Box
1V.1,
Terms and Condifions Pinjaman CGI
Selain GBHN dan Program Pembangunan Nasional yang memberikan acuan normatif dan makro dalam pengadaan utang luar negeri pemerintah, acuan teknis menyangkut persyaratan pinjaman (terms and conditions) yang digunakan sampai saat ini adalah Instruksi Presiden No. 8 tahun 1984 tentang Penggunaan Kredit Ekspor Luar Negeri. Dalam Inpres tersebut disebutkan kriteria terms and conditions suatu pinjaman digolongkan pinjaman lunak yaitu jangka waktu pengembalian termasuk tenggang waktu (repaymenf termasuk grace period) 25 tahun atau lebih; tenggang waktu (grace period) 7 tahun atau lebih, dan bunga pinjaman 3,5% per tahun atau kurang. Pinjaman yang persyaratannya lebih mahal digolongkan kredit ekspor luar negeri dan proses pengadaan barang/jasanya dilakukan dengan tender internasional.
Pinjaman bilateral yang diberikan dalam kerangka CGI adalah bagian dari ODA pemerintah peserta CGl. Dengan demikian terms and conditions-nya tergolong lunak atau bahkan sangat lunak, yaitu repayment (termasuk grace period)25-40 tahun, grace periodT - 10 tahun, dan bunga pinjaman 0,75% - 3,5% ditambah biaya komitmen rata-rata 0,25o/o dan untuk beberapa kreditor ditambah biaya manajemen rata-rata 0,25o/o flaf. Untuk beberapa proyek yang sifatnya semi komersial seperti pembangunan pembangkit listrik di daerah pedalaman atau kapal penumpang, pinjaman lunak/sangat lunak tersebut dicampur dengan fasilitas kredit ekspor. Namun demikian terms and conditions pinjaman campuran tersebut dapatdigolongkan pinjaman lunak (concessional) menurut kriteria OECD karena mengandung grant elemenf 35% atau lebih, atau bahkan mendekati grant elemenf yang menurut lnpres No. 8/1984 sekitar 42%. Sementara itu terms and conditions pinjaman multilateral IBRD: repayment (termasuk grace period) 25 tahun, grace period 5 tahun, dan bunga pinjaman Libor + margin ditambah biaya komitmen 0,75% - 0,85% dan biaya manajemen (front end fee) 1%. Sedangkan pinjaman ADB (skema Ordinary Capital Resource): repayment (termasuk grace period) 25 tahun, grace period 5 tahun, dan bunga pinjaman Libor + margin ditambah biaya komitmen O,75o/o dan biaya manajemen (front end tee) 0,Soh.
Karena sifatnya yang concessional, pinjaman bilateral adalah tied credit. lni berarti pinjaman tersebut hanya berlaku (eligible) untuk pengadaan barang/jasa produk yang berasal dari negara pemberi pinjaman. Pengadaan barang/jasa proyek-proyek dilakukan melalui tender terbatas diantara perusahan-perusahaan negara pemberi pinjaman. Bahkan dalam kasus tertentu, praktis menjadi penunjukan langsung yang disebabkan karena di negara yang bersangkutan hanya ada satu pemasok atau pemerintah yang bersangkutan telah menunjuk pemasok tertentu. Dengan demikian pilihan teknologi, kualitas barang, tingkat kompetensi, kecakapan tenaga ahli/jasa konsultansi, serta harga menjadi sangat terbatas. Namun demikian, untuk beberapa kreditor bilateral dan untuk beberapa proyek, proses pengadaannya dapat dilakukan melalui tender internasional ataupun tender internasional terbatas (misalnya antar perusahaan negara-negara anggota Uni Eropa). Berbeda dengan proses pengadaan pinjaman bilateral, proses pengadaan pinjaman multilateraldilaksanakan melalui tender internasional. Dengan demikian pilihan barang/jasa dan harga relatif lebih leluasa dan kompetitif.
Proses pengadaan proyek pinjaman bilateral maupun multilateral keduanya harus mengikuti ketentuan pengadaan barang/jasa kreditor. Ini berarti penyusunan dokumen lelang dan penetapan hasilnya memerlukan persetujuan pihak kreditor. Dalam banyak kasus, proses persetujuan tersebut menjadi berbelit-belit dan memakan waktu cukup lama sehingga menghambat implementasi dan berpengaruh negatif terhadap pencapaian sasaran proyek.
d
Keberadaan dan Peran CGI
BAB V
MEKANISME KEKIA, ACE}.IDA T}AN KELOMPOK KERIA CGI
Badan Perencanaan Pembansunan Nasional
{Keberadaan
dan Peran CGI
BAB V
MEKANISME KERIA, AGENDA DAN KELOMPOK KERIA CGI 1.
Pola Pertemuan CGI Seperti diungkapkan pada Bab lll, lnter-Governmental Group on lndonesia (lGGl)
menyelenggarakan pertemuan dua kali setahun (sampaitahun 1974). Pertemuan diadakan di
Amsterdam atau kota lain di Belanda dan dipimpin oleh Menteri Kerja Sama Pembangunan Belanda. Pertemuan pertama diadakan antara bulan Februari sampai dengan April untuk membahas kinerja ekonomi Indonesia dan program-program pembangunan yang disusun Pemerintah Indonesia, terutama masalah pendanaannya. Di samping itu juga mendengarkan pendapat dari IMF mengenai hal yang sama. Pertemuan kedua diadakan pada semester kedua antara bulan September sampai dengan Desember (umumnya). Pada pertemuan kedua inilah
negara-negara dan lembaga-lembaga kreditor/donor menyampaikan pledge masing-masing. Sejak tahun 1975 pertemuan lGGl diadakan sekali setahun sekitar bulan April atau Mei. Berbeda dengan lGGl, pertemuan CGlpertamatanggal 16-17 Juli 1992 berlangsung
di Paris. Pertemuan kedua dan berikutnya juga diadakan di Paris pada bulan Juni atau Juli. Pada tahun 1997, atas permintaan Pemerintah Jepang, pertemuan CGI ke-6 diadakan di Tokyo pada tanggal 16
-
17 Juli 1997. Pertemuan CGI dipimpin oleh Wakil Presiden Bank
Dunia untuk kawasan Asia Timur dan Pasifik.
Delegasi Indonesia pada setiap pertemuan CGI dipimpin oleh Menteri Koordinator
yang membidangi perekonomian dengan anggota Menteri/Kepala Bappenas, Gubernur Bank Indonesia, Menteri Keuangan, pejabat senior dari instansi-instansi tersebut dan dari Departemen Luar Negeri. Dalam perkembangannya, anggota kabinet yang lainnya juga turut serta sesuai dengan agenda pertemuan. Peserta CGI bilateral umumnya dipimpin oleh Duta Besaratau pejabat senior kedutaan
besar mereka di Jakarta, atau pejabat senior (setingkat eselon l) pada kementerian yang bertanggung jawab atas kerja sama pembangunan. Sedangkan peserta multilaleral dipimpin
oleh pejabat yang menangani desk lndonesia pada lembaga/organisasi yang bersangkutan. Sejak tahun 2000, terdapat perubahan yang cukup signifikan pada pertemuan CGl.
Para anggota CGI tidak lagi bertemu satu kali, melainkan dua kali dalam satu tahun, yaitu
Mekanisme Kerja, Agenda, dan Kelompok Kerja CGI E I
Badan Perencanaan Pembansunan Nasional
pada forum mid-term review/interim meeting dan pertemuan tahuna n. Mid-term review/ interim digunakan untuk membahas progress kesepakatan pada pertemuan CGI sebelumnya dan membahas perkembangan terakhir kinerja perekonomian Indonesia. Sedangkan paoa pertemuan tahunan, selain membahas agenda yang sama, para peserta CGI menyampaikan jumlah pledge yang akan diberikan. Perubahan lainnya adalah sejak pertemuan CGI bulan Februari 2000 di Jararta,
organisasi nonpemerintah turut diundang dan mereka diberikan kesempatan untuk menyampaikan pandangan-pandangan mereka pada forum tersebut.
Sampaidengan akhir bulan Juni200.3, CGltelah mengadakan sebelas kali pertemuan (sidang)tahunan dan empat kali mid-term review/interim meeting. Tabel V.1. Pertemuan CGI sejak Juli 1gg2 sampai dengan November 2002
No Waktu Tempat Jenis pertemuan 1 16 - 17 Juli 1992 Paris pertemuan/Sidang I CGI paris pertemuan/Sidang ll CGI 2 29- 30 Juni 1993 3 7 -8 Juli 1994 Paris Pertemuan/Sidang llt CGI 4 18 - 19 Juli 1995 Paris pertemuan/Sidang lV CGI 5 18 - 20 Juni 1996 Paris pertemuan/Sidang V CGI 6 16 - 17 Juli 1997 Tokyo pertemuan/Sidang Vt CGI 7 29 - 30 Juli 1998 Paris pertemuan/Sidang Vlt CGI 8 27 - 28 Juli 1999 Paris pertemuaniSidang Vilt CGI 9 1- 2 Februari 2000 Jakarta pertemuan/Sidang lX CGI 10 17 - lSOktober 2000 Tokyo pertemuan/Sidang X CGI 11 23-24 April2001 Jakarta tnterim Meeting 12 7 - 8 November 2001 Jakarta pertemuan/Sidang Xl CGI 13 12 Juni 2002 Jakarta Mid-term Review 14 28 - 29 Oktober 2002 Yogyakarta Pertemuan/Sidang Xll CGI namun batal ditaksanakan bllilX5ffil-a 15 16 17
2002 21 -zzJanuari 2003 2 Juni 2003 1 November
Jakarta Bali Jakarta
Informal lnterim Meeting pertemuan/Sidang Xll Mid year review meeting
Sumber: Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral - Bappenas
lF4||Keberadaan dan Peran CGI
peredakan bom di Kuta, Bari, 12
2.
Agenda Pertemuan CGI Sebagaimana lGGl, CGI dibentuk dan diharapkan menjadi forum yang benar-benar
dapat membantu pembangunan dan program-program ekonomi Pemerintah Indonesia (khususnya masalah defisit anggaran) dan tidak berkembang menjadi forum/alat untuk mencapai tujuan{ujuan politik.
Sesuai dengan maksudnya, agenda utama setiap pertemuan CGI adalah review kinerja perekonomian Indonesia, pembahasan kebijakan fiskal dan moneter serta kebutuhan pendanaan luar negeri untuk menutup defisit anggaran. Selain isu-isu pokok tersebut, kebijakan ekonomi yang lain juga mendapat perhatian seperti masalah pengelolaan urang, kebijakan investasi, deregulasidan debirokratisasi, prioritas pembangunan serta penggunaan pinjaman.
lsu-isu di luar bidang ekonomi juga tidak jarang mendapat perhatian dari pada peserta, contohnya peristiwa Santa Cruz di Dili yang mendapat sorotan pada pertemuan CGI tahun 1993. Seiring dengan perkembangan isu-isu baru dalam bidang ekonomi dan politik di dunia
internasional dan di lndonesia, isu-isu yang dibahas pada pertemuan CGI juga mengalami perluasan ke arah isu-isu "nonekonomi", di luar isu-isu kebijakan fiskal, monbter, dan defisit anggaran yang berlangsung sejak tahun 1996. Pada pertemuan CGI bulan Juni 1996, selain
membahas mengenai pembangunan dan kebijakan ekonomi serta utang luar negeri, juga membahas prioritas pembangunan terutama sektor sosial, pengembangan sumber oaya manusia, transparansi dan persaingan usaha, meningkatkan efisiensi dan efektivitas peran sektor swasta dalam pembangunan, dan masalah hak asasi manusia. lsu yang mengemuka dalam pertemuan-pertemuan CGI dapat dilihat pada Tabel V.2 berikut:
Mekanisme Kerja, Agenda, dan Kelompok Kerja CGI
E
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
TabelV.2. Agenda dan lsu Pertemuan'Pertemuan CGI
Agenda dan lsu Yang Dibahas
Pertemuan CGI Pertemuan Juli 1992
l,
Agenda: Kebijakan dan kinerja makro ekonomi, kebijakan fiskal dan moneter, kebutuhan dana untuk menunjang pembangunan tahun anggaran berikutnya.
Pertemuan ll, Juni 1g93
Agenda: Kebijakan dan kinerja makro ekonomi, kebijakan fiskal dan moneter, kebutuhan dana untuk menunjang pembangunan tahun anggaran berikutnya.
lsu-isu lain: Pengelolaan utang luar negeri terutama fasilitas kredit ekspor dan utang
-
Pertemuan Juli 1994
lll,
swasta;
Deregulasi di sektor perbankan, industri , perdagangan dan investasi; Transparansi dan persaingan usaha untuk meningkatkan peran sektor swasta dalam Pembangunan; Hak asasi manusia dan Timor Timur.
Agenda: Kebijakan dan kinerja makro ekonomi, kebijakan fiskal dan moneter, kebutuhan dana untuk menunjang pembangunan tahun anggaran berikutnya.
lsu-isu lain: Pengelolaan utang luar negeri terutama fasilitas kredit ekspor dan utang
-
Pertemuan Juli 1gg5 -
lV,
swasta;
Kreditbermasalah/macet; Dana off-budget,
Pengelolaan lingkungan hiduP; Hak asasi manusia; Good governancei Pencabutan SIUPP beberapa media cetak; Perburuhan.
Agenda: Kebijakan dan kinerja makro ekonomi, kebijakan fiskal dan moneter, kebutuhan dana untuk menunjang pembangunan tahun anggaran berikutnya lsu-isu lain: - Pengelolaan utang luar negeri terutama fasilitas kredit ekspor dan utang swasta; - Paket deregulasi 23 Mei 1995 dan gelala over heafing ekonomi; - Peran swasta dalam penyediaan prasarana; - Pengelolaan dana off budget; - Perburuhan; - Hak asasi manusia; - Pembangunan bidang hukum dan good governance'
I
Keberadaan dan Peran CGI
f,fi| I
CGI Agenda dan lsu yang Dibahas Agenda: Pertemuan V, Kebijakan dan kinerja makro ekonomi, kebijakan fiskal dan moneter, Juni 1996 Pertemuan
kebutuhan dana untuk menunjang pembangunan tahun anggaran berikutnya lsu-isu lain: buran Januari dan Juni 1ee6
: 5;?3i::: i"Jffli'' : i: Hi"::ffir"'tffi 3;tf fl :: il3:x""H:"' Pengurangan kemiskinan;
daYa aram dan rinskungan;
t i:f#l;H?"' Kebijakan mobil nasional.
Pertemuan Juli 1g97
Vl,
Agenda:
-
-
Kebijakan dan kinerja makro ekonomi, kebijakan fiskal dan moneter, kebutuhan dana untuk menunjang pembangunan tahun anggaran berikutnya
Pengembangan sumber daya manusia khususnya pendidikan lsu-isu lain: Deregulasi dan privatisasi BUMN; - Konsolidasi sektor perbankan; Pembangunan Kawasan Timur Indonesia;
Modernisasi kelembagaan termasuk sistem administrasi, hukum dan hubungan industrial; Pembangunan bidang hukum; Timor Timur (dialog Rl - Portugal); Peningkatan partisipasi masyarakat.
Pertemuan Juli 19gg
Vll,
Agenda;
-
Kebijakan dan kinerja makro ekonomi, kebijakan fiskal dan moneter, kebutuhan dana untuk menunjang pembangunan tahun anggaran berikutnya
Jaring Pengaman Sosial;
:"[t]#":ffii
busi bantuan dana dari masyarakat internasionar Good governance, pemberantasan KKN dan reformasi hukum;
;
Demokratisasi dan peningkatan partisipasi masyarakat, LSM dan civil society dalam kehidupan politik dan ekonomi; Perlindungan yang lebih baik terhadap etnis minoritas,
Mekanisme Kerja, Agenda, dan Kelompok Kerja CG ,@
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Pertemuan
CGI
PertemuanVlll, Juli
1999
Agenda dan lsu Yang Dibahae
Agenda: Pemba.nSYl".n. jangka menengah dan jangka panjang (dalam kerangka
-
mengatasi trisis ekonomi) Good governancedan pemberantasan korupsi.
lsu-isu lain:
-
Kehutanan;
Timor Timur;
: 3:HJfl5lkerembagaan; -
Pertemuan
lX,
;;ffi;;ffi
Perlindungan Penduduk miskin.
Agenda:
-'-prioiit"t-prioritas pembansunan dan kondisi perekonomian;
-
Pertemuan X, ---: oktober 2000
Good governance; Kehutanan;
Pengelolaan utang Pemerintah'
Agenda:
--Prioritas-prioritaspembangunan;
-
Manajemen keuangan negara dan utang (pemerintah); Reformasi Perbankan; Desentralisasi; Good goovernance, reformasi hukum dan peradilan;
Kemiskinan; Kehutanan;
Pengembangan usaha kecil dan menengah; Timor-Timur dan insiden Atambua (Resolusi DK lgl"LS"lan^pengungsi PBB No. 1319).
lnterim Meeting,
Agenda:
April2001
-
-
"p"ix"tO"ngan ekonomi (termasuk
APBN);
Pengentasan kemiskinan; Pengembangan usaha kecil dan menengah; Good governancei Desentralisasi; -rl-nut"nun;
- I{io*^ Efektivitas penggunaan bantuan. Pertemuan
Xl,
Agenda:
November2001 -
-
q
Keberlanjufalnsr{lnscalsu.stainabitity); Reformasi hukum dan Peradilan; Kebijakan Pengelolaan hutan; Desentralisasi; Pendidikan dasar; Pengurangan kemiskinan; Efektivitas penggunaan bantuan.
Keberadaan dan Peran CGI
Agenda dan lsu Yang Dlbahas GGI Agenda; Mid-term - Keberlanjutan fiskal (fsca/ s.usfarnability)i Reyiew. Juni --"' - Reformasi hukum dan peradilan, dan pemberantasan korupsi '^':^:": 2002 - Kebijakan pengelolaan hutan; - Pengembangan usaha kecil dan menengah
Pertemuan
.
:3ffi1"1*x'** -
Pengurangan kemiskinan; Efektivitas penggunaan bantuan.
Agenda: lnformat - Dampak peristiwa Balidan upaya untuk mengatasinya; tnterim Metinq. susfalnability); :-""' :"-' -:1- - Keberlanjutan fiskal (/iscal November 2002 - Reformasi hukum dan peradilan, dan pemberantasan korupsi - Kebijakan pengelolaan hutan; - Pengembangan usaha kecil dan menengah - Desentralisasi; - Pendidikan dasar; - Pengurangankemiskinan; - Efektivitas penggunaan bantuan. Pertemuan Xll Agenda: 21 - zzJanuarr : [;'#?:i.xl.ffi li"ffi:3'3:ffi:?5i,.?Jlffi'xffi:'l#iili*iluil;,, oun 2003 masalah Aceh setelah persetujuan penghentian permusuhan; - Governancei - Strategi pengurangan kemiskinan; - Efektivitas penggunaan bantuan. Agenda Mid Term - Peningkatan.iklim investasi:gore rnance,reformasi hukum dan perundangan, Review.2 Juni dan pengembangan prasarana; ^:- _*"' 2003 - Peran kelompok kerja CGl. '-'
:
lsu-isu lain: - Masalah politik dan keamaman secara umum. Sumber: Laporan-laporan Deleoasi Indonesia dan dokumentasi pertemuan-pertemuan CGl.
Dalam setiap pertemuan, setiap peserta mempunyai hak dan kesempatan yang sama
untuk mengutarakan pendapat, menyampaikan penilaian dan bahkan melontarkan kritiknya
terhadap kinerja dan kebijakan Pemerintah Indonesia atas isu-isu yang dibahas tanpa memandang besarnya kapasitas ekonomi dan keuangan serta kontribusi yang diberikan kepada Indonesia.
Sejauh ini tidak ada pedoman atau ketentuan bagi para peserta mengenai apa yang
tidak boleh disampaikan oleh para wakil peserta/anggota CGI pada sidang-sidang CGl. Semuanya didasarkan atau diserahkan pada pemahaman mereka masing-masing mengenai kesantunan diplomasi. Dengan demikian tidak jarang suatu negara yang kontribusinya kurang
dari USD 5 juta atau yang tidak memberikan pledge menyampaikan berbagai komentar Mekanisme Kerja, Agenda, dan Kelompok Kerja CGI b
Badan Perencanaan Pembaneunan Nasional
mengenai masalah hak asasi, penanganan pengungsi, konflik sosial, dan reformasi hukum.
Sejauh ini pimpinan sidang tidak pernah mengingatkan atau menginterupsi pembicaraan peserta yang telah melebar dari isu pokok pertemuan. Dengan melebarnya isu yang dibahas dalam forum CGl, membawa konsekuensi
makin bertambahnya energi yang dikeluarkan Pemerintah Indonesia untuk memberikan tanggapan atas berbagai penilaian dan pertanyaan yang dilontarkan peserta-peserta CGl. Delegasi Indonesia harus mempersiapkan lebih banyak materi berkaitan dengan isuisu tersebut. Konsekuensi lainnya adalah semakin banyak lembaga yang terlibat dalam pertemuan CGI yang berakibat juga semakin membengkaknya jumlah delegasi Indonesia. Apabila pada era lGGl dan periode awal CGl, delegasi Indonesia hanya terdiri atas wakil-wakil
dari Kementerian Koordinator yang membidangi perekonomian, Bappenas, Bank Indonesia, Departemen Keuangan dan Departemen Luar Negeri, semenjak tahun 1998 lebih banyak lagi anggota kabinet yang terlibat yaitu yang terkait dengan portofolio hukum dan peradilan, kehutanan, pengembangan usaha kecildan menengah, kesejahteraan rakyat dan kemiskinan, desentralisasi, dan pendidikan serta kesehatan.
3.
Kelompok Kerja (Warking Groupl CGI Disamping kedua konsekuensiteknis di atas, meluasnya agenda yang menjadi concern
CGljuga mengarah pada perubahan tata kerja forum ini. Sebagai kelanjutan pertemuan bulan Oktober 2000, CGI telah membentuk 9 (sembilan) kelompok kerja (working group) sesuai dengan isu yang dibahas pada pertemuan tersebut. Kesembilan kelompok kerja tersebut adalah:
(1)
Desentralisasi Sebagai koordinator (leading agency) di pihak Indonesia adalah Departemen Dalam Negeri sedangkan dari pihak kreditor/donor adalah Jerman.
(2)
Pengurangan kemiskinan Sebagai koordinator (leading agency) di pihak Indonesia adalah Kementerian Koordinator
Kesejahteraan Rakyat sedangkan dari pihak kreditor/donor adalah Inggris dan Bank Pembangunan Asia.
(3)
Pendidikan Sebagai koordinator (leading agency) di pihak Indonesia adalah Departemen Pendidikan Nasional sedangkan dari pihak kreditor/donor adalah Bank Dunia dan ADB.
(4)
Kesehatan Sebagai koordinator (leading agency) di pihak Indonesia adalah Departemen Kesehatan
II
fj|M
Keberadaan dan Peran CGI
sedangkan dari pihak kreditor/donor adalah UNICEF dan WHO.
(5) Kehutanan Sebagai koordinator (leading agency) di pihak Indonesia adalah Departemen Kehutanan sedangkan dari pihak kreditor/donor adalah Uni Eropa.
(6)
Reformasi hukum dan governance Sebagai koordinator (leading agency)di pihak Indonesia adalah Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan, dan Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia sedangkan
dari pihak kreditor/donor adalah Belanda untuk reformasi hukum dan UNDP untuk governance.
(7)
Pengembangan usaha kecildan menengah Sebagai koordinator (leading agency) di pihak Indonesia adalah Kementerian Koperasi,
Usaha Kecil dan Menengah, sedangkan dari pihak kreditor/donor adalah Bank Pembangunan Asia, dan Jepang.
(8)
Keberlanjutan fiskal (fiscal sustainability) Sebagai koordinator (leading agency) di pihak Indonesia adalah Kementerian Koordinator Perekonomian, dan Departemen Keuangan, sedangkan dari pihak kreditor/donor adalah IMF.
(9)
Efektivitas penggunaan bantuan (foreign aid effectiveness) Sebagai koordinator (leading agency) di pihak Indonesia adalah Bappenas, sedangkan dari pihak kreditor/donor adalah Bank Dunia dan UNDP. Sebagai catatan kelompok kerja fiscal sustainability hanya berjalan sampai dengan
tahun 2OO1l2OO2. Working group tersebut pada dasarnya dibentuk sebagai forum tukar pikiran untuk
menindaklanjutipembahasan dan kesepakatan dalam pertemuan CGl. Dalam kelompok kerja tersebut disusun agenda (action programs) yang perlu dilakukan pihak Indonesia. Working group dijadwalkan mengadakan review meeting secara berkala. Dalam pertemuan ini pihak Indonesia diminta menyampaikan pelaksanaan agenda yang telah disepakati (semacam progress report alas action program). Walaupun demikian, agenda-agenda yang dibahas dalam kelompok kerja tidak selalu
"identik " dengan nama (nomenklatur) kelompok kerja. Sebagai contoh, working group aid effectiveness. Agenda yang dibahas pada kelompok kerja ini bukan masalah-masalah yang
terkait dengan, misalnya, keterlambatan pelaksanaan proyek, masalah administrasi dan keuangan proyek, rendahnya penyerapan (disbursement) atau besarnya backlog, namun
Mekanisme Kerja, Agenda, dan Kelompok Kerja CGI
E
Badan Perencanaan Pembansunan Nasional
yang menjadi agenda adalah masalah pengadaan barang dan jasa, (peraturan) pelaksanaan
APBN, penerusan pinjaman kepada daerah sebagai bagian kebijakan desentralisasi dan otonomidaerah. Pada pertemuan CGl, hasil-hasil kerja working group tersebut dilaporkan kepada sidang oleh masing-masing koordinator (pihak kreditor/donor) disertai dengan pandangan
dan saran-saran mereka tentang kebijakan yang diambil Pemerintah Indonesia. Pada pertemuan CGI itu pula Pemerintah lndonesia memaparkan kepada sidang mengenai kebijakan-kebijakan yang telah diambil pada masing-masing isu dan memberikan tanggapan atas pertanyaan dan saran dari peserta pertemuan CGi.
Meskipun dibentuk sebagai forum tukar pikiran, sulit dihindari apabila pihak kreditor
pada kelompok ini berusaha mengintroduksi pemikiran dan kepentingan mereka untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah yang belum tentu sejalan dengan program dan rencana pembangunan Pemerintah Indonesia.
4.
Agenda Pertemuan dan Pledge CGtr Pada masa awal terbentuknya CGI pemerintah cukup menyampaikan paparan dan
memberikan tanggapan seputar masalah kebijakan makro ekonomi dan anggaran, dan hanya sedikit menyinggung isu di luar topik tersebut. Namun saat ini tugas tersebut menjadi
bertambah dengan masalah hukum kemiskinan, governance, desentralisasi, dan kehutanan yang dapat dikatakan berlangsung sepanjang tahun. Persoalan yang muncul adalah bagaimana korelasi antara isu-isu yang dibahas dalam
pertemuan CGI (beserta keberadaan dan hasil kerja working group tersebut) dengan pledge (bantuan dan pinjaman)yang diberikan para donor dan kreditor.
Sebagaimana dipaparkan pada Bab lV, pledge yang diberikan peserta CGI adalah atas dasar disbursemenf proyek-proyek yang sedang berjalan atau akan berjalan. Dengan
kata lain pledge CGI digunakan untuk pembiayaan proyek-proyek yang sedang berjalan atau yang akan berjalan yang telah dirancang beberapa tahun sebelumnya, sehingga cukup rasional apabila proyek-proyek yang dibiayai pledge CGI tidak seluruhnya terkait dengan isu
yang dibahas dalam pertemuan CGI atau isu yang dibahas tidak selalu berkorelasi dengan pledge yang disampaikan. Sebagai gambaran pada pertemuan CGI tanggal 7
-
B November 2001 di Jakarta,
pledge atau komitmen yang dialokasikan untuk isu-isu yang dibahas, secara garis besar
@Keberadaan
dan Peran CGI
adalah sebagai berikut:
(1)
Hibah bantuan teknik dari Jerman untuk
Desentralisasi
proyek
pengembangan desentralisasi dan hibah dari Jepang,
ADB dan Amerika Serikat untuk pembiayaan beberapa proyek pendukung program desentralisasi.
(2)
Pengurangankemiskinan
Hibah bantuan teknik dari beberapa negara dan organisasi
(termasuk kesehatan dan
multilateral dan pinjaman dari ADB, Bank Dunia, Jerman
pendidikan)
dalam rangka pengembangan pendidikan (dasar) dan kesehatan.
(3)
Governance dan reformasi
Hibah dari UNDP (dana trust fund khususnya dari Belanda)
hukum
dalam bentuk bantuan teknik, hibah dari Jerman, Amerika Serikat, Australia dan Kanada untuk pembiayaan beberapa proyek kerja sama teknik
(4)
Hibah dari Uni Eropa dan hibah bantuan teknik dari
Kehutanan
Inggris, Jerman dan Selandia Baru
(5) (6)
FiscalSustainability
Bank Dunia dan ADB
Pengembangan UKM
Pinjaman program dari ADB (USD 400 juta), Jepang, dan hibah bantuan teknik dari Jerman
(7)
Hibah bantuan teknik dari UNDPi UNSFIR
Aid effectiveness
Kreditor dan donor lain juga memberikan pinjaman dan bantuan untuk bidangbidang tersebut namun tidak terkait langsung dengan tema-tema yang dibahas dalam isu-isu tersebut.
5. Kinerja, Efektivitas
dan Isu Kesetaraan Kelompok Kerja'
Adanya keterbatasan waktu dalam sidang CGI membuat keberadaan kelompok kerja sangat membantu, sehingga diskusi yang menjadi isu pokok pembahasan sidang CGI lebih terfokus dan kemajuannya terukur serta pembahasanya lebih terperinci. Secara umum
agenda-agenda yang telah disusun di beberapa kelompok kerja telah berjalan baik demikian pula kemajuan pelaksanaan action plan-nya, seperti kelompok kerja pengurangan kemiskinan,
kelompok kerja desentralisasi dan, kelompok kerja aid effectiveness. Namun ada beberapa kelompok kerja tidak memperoleh kemajuan dalam pelaksanaan action plan-nya, meskipun
1
Uraian pada bagian ini disarikan dari makalah-makalah yang disampaikan pada Round labie Keberadaan dan Peran CGI seri ll : Tinjauan Aspek Kelembagaan dan Program Pembangunan, tanggal 6 Agustus 2003.
Mekanisme Kerja, Agenda, dan Kelompok Kerja CGt
@
Badan Perencanaan Pembaneunan Nasional
pembahasan ditingkat internal kelompok kerja sangat intensif. Hal ini disebabkan karena
rumitnya persoalan yang dihadapi kelompok kerja tersebut seperti pada kelompok kerja kehutanan dan kelompok kerja reformasi hukum yang sejauh ini belum mencapai kemajuan yang diinginkan.
Kelompok kerja memang dapat meningkatkan koordinasi antar lembaga
di
Indonesia dengan pihak kreditor/donor dalam mempercepat pencapaian sasaran program pembangunan. Hasil yang dicapai dalam kelompok kerja merupakan kesepakatan bersama
antar lembaga pemerintah dengan pihak donor/kreditor (serta organisasi nonpemerintah pada beberapa kelompok kerja tertentu). Namun kebijakan yang diambil tetap merupakan keputusan Pemerintah Indonesia sendiri. Sebagaimana disinggung dalam sub bab 3 diatas, isu yang munculdalam pelaksanaan
kerja kelompok-kelompok tersebut adalah kesetaraan antara Pemerintah Indonesia dengan pihak kreditor/donor. Selama ini pihak kreditor/donorlah yang lebih banyak mengatur kelompok
kerja sehingga terkesan donor driven. Setidaknya ada dua hal yang menyebabkan "tidak adanya kesetaraan" dalam kelompok kerja yaitu:
(1) (2)
Kelompok kerja juga dipimpin oleh lembag alnegara kreditor/donor.
Kurang siapnya pihak Pemerintah Indonesia. Kekurangsiapan ini dapat berbentuk lemahnya koordinasi antara instansi terutama pada kelompok kerja lintas sektor (cross
cutting), tidak adanya konsistensi keterlibatan pejabat dalam kelompok kerja dalam arti perwakilan yang ditugaskan instansi-instansi terkait selalu berganti-ganti sehingga informasi yang disampaikan kepada pimpinan tidak dapat komprehensif, dan kurang atau rendahnya prakarsa pihak Indonesia dalam bahasan agenda-agenda kelompok kerja.
Sebagai akibatnya, pelaksanaan kerja kelompok-kelompok kerja lebih banyak diatur oleh pihak kreditor/donor. Selanjutnya agenda-agenda yang disusun ataupun isu yang dibahas lebih banyak memprioritaskan kepentingan pihak kreditor/donor.
Meskipun banyak kontribusi pinjaman dan hibah yang diberikan anggota CGl, kontribusi tersebut tidak selalu mengacu pada action plan dan program pembangunan yang tercakup dalam kelompok kerja yang bersangkutan karena orientasi kontribusi tersebut pada
sektor riil yang lain (misalnya prasarana).
Besarnya harapan lembaga-lembaga pemerintah dan kreditor/donor untuk menyelesaikan agenda di tingkat kelompok kerja sebelum dibawa ke forum sidang tahunan CGI cenderung meningkatkan permintaan untuk membentuk kelompok kerja baru. Sebagai
l
Ji(tKeberadaan
dan Peran CGI
kelanjutan pertemuan CGI bulan Januari 2003, telah dijajagi pembentukan 2 kelompok kerja
baru yaitu working group on security sector dan working group on investment climate (yang akan meleburkan kelompok kerja pengembangan usaha kecil dan menengah). Pada bagian ini akan dipaparkan kinerja kelompok kerja dengan mengambil kasus
tiga kelompok kerja yaitu kelompok kerja reformasi hukum, kelompok kerja kehutanan dan kelompok kerja desentralisasi.
A.
Kelompok Kcrja Iteformasi Hukum' lsu-isu di bidang hukum pada beberapa pertemuan dalam forum CGl, tidak banyak
berbeda yaitu meliputi isu hak asasi manusia (HAM), good governance, pemberantasan KKN,
dan reformasi peradilan. Hal tersebut dikarenakan penyelesaian berbagai permasalahan di bidang hukum (dalam arti luas) tidak dapat dilakukan dalam jangka waktu yang singkat. Cukup
banyakfaktoryang mempengaruhidalam rangka menyelesaikan berbagaipersoalan dibidang hukum, baik dari sisi substansi yaitu peraturan perundang-undangan, kelembagaan (sumber
daya manusia, dukungan sarana prasarana, sarana pengawasan) dan budaya hukum baik dari sisi masyarakat maupun penyelenggara negara. Dalam perkembangannya, isu-isu lain dalam rangka pertemuan CGljuga memerlukan
pemecahan permasalahan melalui substansi dan penegakan hukum yang sangat sulit untuk
meramu berbagai permasalahan yang sifatnya lintas sektoral tersebut ke dalam suatu kebijakan dan rencana tindak yang yang terintegrasi dan terpadu. Kesulitan yang dialami antara lain intensitas pertemuan yang sangat kurang dan motivasi yang tidak terlalu besar dari instansi/lembaga. Salah satu contoh adalah perwakilan yang dikirim dalam pertemuanpertemuan persiapan CGI selalu berganti-ganti sehingga informasi yang diperoleh sifatnya menjadi parsial.
Dalam pelaksanaannya selama ini bidang hukum merupakan bidang yang tidak banyak didanai oleh bantuan/pinjaman luar negeri. Kerja sama internasional lebih banyak
bersifat bilateral (antara lembaga/instansi hukum Pemerintah Indonesia dan lembaga/ instansi/lembaga negara lain) dan tidak melalui Bappenas sebagai instansi koordinasi. Namun
seringkali negara-negara donor pada akhirnya meminta pendapat atau hasil evaluasi kepada Bappenas mengenai pelaksanaan kegiatan kerja sama bilateralyang dilakukan tersebut. Setelah melaluiserangkaian pembicaraan, terjadi perubahan mekanisme penyaluran
bantuan/pinjaman luar negeri, dimana negara donor sebelum bertemu dengan instansi
2
Disarikan dari makalah Diani Sadiawati
Mekanisme Kerja, Agenda, dan Kelompok Kerja CGI b
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
pelaksana melakukan serangkaian pembicaraan pendahuluan dengan Bappenas untuk mendapatkan arahan kebijakan nasional yang lebih komprehensif berdasarkan agenda pembangunan nasional.
Terkait dengan forum CGl, bagi instansi/lembaga pemerintah di bidang hukum, masalah hukum merupakan hal yang baru dilaksanakan beberapa tahun ini, walaupun sejak tahun 1997 permasalahan tersebut telah diangkat dalam forum CGl. Mekanisme tersebut tidak dipahami sepenuhnya oleh instansi/lembaga di bidang hukum, kecuali pengajuan usulan melalui Buku Biru (BIue Book).
Ketidakjelasan koordinator dari Pemerintah Indonesia, khusus di bidang reformasi
hukum (good governance) juga menyebabkan penanganan persiapan dalam forum CGI tidak terkoordinasi. Hal tersebut ditambah dengan dimasukkannya isu kehutanan (dari
sisi penegakan hukum) bersama-sama isu reformasi hukum, yang sebenarnya sangat memerlukan koordinasi yang intensif antara instansi penegak hukum dan Departemen Kehutanan untuk menyatukan langkah-langkah yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum di bidang kehutanan (illegal logging, misalnya). Koordinasi antara working group Pemerintah Indonesia dengan working group donor
dalam mendiskusikan isu dan rencana tindak selama ini tidak efektif karena working group donor menginginkan adanya rencana tindak konkrit dengan outcomes yang terukur. Di sisi lain, instansi/lembaga terkait tidak melihat manfaat secara langsung adanya forum tersebut. Dalam arti tidak dilihat tindak lanjut secara konkrit tindak lanjut dari pertemuan CGl. Oleh karena itu terkesan bahwa CGI hanya berupa forum untuk menyampaikan laporan mengenai apa yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia terlepas apakah laporan tersebut sesuai
dengan apa yang diharapkan oleh negara donor. Di samping terdapat pandangan adanya
"tekanan dan mengatur" dari negara donor yang mengintervensi pelaksanaan programprogram Pemerintah Indonesia.
B.
Kelompok Kerja Kehutanan, Pembangunan sektor kehutanan pada tahun-tahun terakhir ini mengalami tantangan
yang cukup besar sebagai konsekuensi dari meningkatnya tekanan terhadap keberadaan hutan, menurunnya produktifitas hutan sebagai akibat kesalahan pengelolaan hutan pada era sebelumnya. Kondisi ini diperparah dengan keterpurukan akibat krisis ekonomidan eKses negatif dari proses desentralisasi.
I
Disarikan dari makalah Boen M.Purnama
dKeberadaan
dan Peran CGI
Berkenaan dengan kondisi sumber daya hutan tersebut, Pemerintah Indonesia berupaya untuk mencegah percepatan kerusakan sumber daya hutan. Namun karena kompleksnya permasalahan yang muncul pada beberapa tahun terakhir ini, dibutuhkan dukungan dan peran aktif semua pihak termasuk pula lembaga-lembaga donor yang ada. Pada bulan Januari 2000 melaluiforum konsultasi CGI telah diidentifikasi sejumlah isu penting
dalam upaya meningkatkan pembangunan kehutanan. Pemerintah Indonesia dan CGI telah sepakat terhadap 12 komitmen dalam pembangunan kehutanan. Sedangkan Departemen Kehutanan sendiri selama periode 2002 sampai dengan 2004 Ielah mengidentifikasi lima
isu prioritas yang secepatnya perlu ditangani yakni : (1). iilegal logging, (2). pengendalian kebakaran hutan, (3). restrukturisasi kehutanan (4). pembangunan hutan tanaman dan rehabilitasi hutan serta (5). desentralisasi sektor kehutanan- Kelima program prioritas tersebut
dipayungi melalui sosra/ forestry sebagai kerangka peningkatan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan untuk mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Sektor Kehutanan merupakan salah satu isu yang mendapat perhatian sebagai
tindak lanjut dari 12 komitmen yang disepakati. Koordinator kelompok kerja kehutanan di pihak Indonesia adalah Departemen Kehutanan sedangkan dari pihak kreditor/donor adalah Uni Eropa. Departemen Kehutanan sebagai leading agent telah menyusun agenda, membentuk tim kerja termasuk sekretariatan, dan melakukan pembahasan dan kesepakatan
secara berkala, serta penyampaian pelaksanaan agenda yang telah disepakati. Sebagai tindak lanjut pembentukan kelompok kerja telah dilakukan hal-hal sebagai berikut
-
:
Pembentukan komite antar departemen bidang kehutanan, yang dikukuhkan melalui Keputusan Presiden No. 80 tahun 2000.
-
Pembentukan tim tindak lanjut Rencana Aksi lnter Departemental Committee on Forestry
(IDCF), yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kehutanan No. 59/Kpts-ll/2000 tanggal 19 Desember 2000.
-
Penunjukkan penanggungjawab dan pelaksana tindak lanjut Rencana Aksi lnter DepartementalCommite on Forestry (IDCF), yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kehutanan No.227lKpts-Vll/2001 tanggal 20 Juli 2001, yang selanjutnya direvisi melalui
Keputusan Menteri Kehutanan No. 955/Kpts-Vll/2002 tanggal 25 Maret 2002 tentang revisi penunjukan tindak lanjut Rencana Aksi lnter Departemental Commite on Forestry
(IDCF) untuk isu tenurial.
-
Pembentukan Tim Sekretariat Pelaksana Rencana Aksi lnter Departemental Commite
Mekanisme Kerja, Agenda, dan Kelompok Kerja CGI
@
Badan Perencanaan Pembaneunan Nasional
on Forestry (IDCF), yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kehutanan No. 1S/Kpts/
Vll-Ren/2002 tanggal 22Mei 2002 serta Keputusan Menteri Kehutanan No. 34/Kpts/VllRen/2003 tanggal 7 Juli 2003. Penanganan komitmen pemerintah di bidang kehutanan secara garis besar telah menunjukkan hasil yang cukup memuaskan, terutama dalam menanganani permasalahan kehutanan serta koordinasi dengan pihak-pihak terkait, baik pihak donor maupun antar lembaga pemerintah. Di samping itu penanganan isu-isu di bidang pemberantasan illegal
logging, penanggulangan kebakaran hutan, restrukturisasi industri kehutanan, rehabilitasi dan keterkaitannya dengan kapasitas industri kehutanan, desentralisasi kehutanan, forest resoureces assesmenf (FRA), moratorium perubahan hutan, national forest prograrn sama
juga udah menunjukkan kemajuan yang cukup signifikan serta telah berjalan sesuai dengan harapan. Sedangkan penanganan terhadap isu-isu tenurial, timber revaluation dan forest management system, belum menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan dan berjalan relatif lamban. Hal ini dikarenakan oleh kompleksitas permasalahan yang ada baik substantif maupun keterkaitan dengan pihak-pihak larn serta rentang waktu pelaksanaan kegiatan yang memerlukan waktu panjang.
Selain itu penanganan masing-masing isu dinilai cukup berhasil dalam mendorong munculnya kebijakan-kebijakan yang cukup penting dalam pembangunan sektor kehutanan.
Sebagai contoh, telah terbit Instruksi Presiden terhadap pemberantasan illegal logging di Taman Nasional Gunung Leuser dan Tanjung Puting, Keputusan Bersama Menteri Kehutanan
dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan mengenai larangan ekspor log, pembentukan Brigade Kebakaran Hutan (Manggala Agni) di beberapa daerah rawan kebakaran hutan, peningkatan kordinasi dengan Deperindag, BPPN dan Kementerian Koordinator Perekonomian
dalam merestrukturisasi industri kehutanan serta kebijakan-kebijakan penting lainnya. Lembaga-lembaga donor telah menujukkan peran yang cukup berarti dalam upaya menjembatanidan memfasilitasikomunikasiyang cukup efektif dalam mengidentifikasiisu-isu yang berkembang yang berkaitan dengan isu-isu internasional, pendanaan serta koordinasi dengan lembaga terkait lainnya, misalnya: (1)Pemberantasan Penebangan Liar;telah adanya memorandun kesepakatan antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah lnggris mengenai pemberantasan illegallogging dan perdagangan internasional kayu dan hasil kayu.
Hal serupa telah dilaksanakan dengan Pemerintah Malaysia, Cina, Uni Eropa, India dan Filipina. (2) Penanggulangan Kebakaran Hutan;telah adanya kesepakatan antara Pemerintah
lndonesia dengan EU dalam mengatasi kebakaran hutan, serta bantuan peralatan dari
4
Keberadaan dan Peran CGI
Pemerintah Jepang (JICA) pada beberapa kawasan konservasi serta bantuan Pemerintah Jepang melalui JAFTA dalam kegiatan penanaman pada lahan bekas kebakaran hutan. (3) Restrukturiasasi Industri Kehutanan, dukungan pendanaan oleh lembaga-lembaga donor dalam evaluasi kinerja beberapa industri yang sedang berada dibawah pengawasan BPPN. Evaluasi dilakukan oleh Lembaga Penilai Independen (LPl) yang dibentuk berdasarkan SK
Menteri Kehutanan.
C.
Kelompok Kerja Desentralisasio Keberadaan working group desentralisasitelah berjalan sesuai dengan maksud dan
tujuan pembentukannya serta telah dapat secara efektif meningkatkan koordinasi antar pihak
donor dengan lembaga pemerintah dan antara Departemen Dalam Negeri dengan Daerah yang sampai saat ini masih dibutuhkan. Pihak donor hanya sebatas memberi saran terhadap rencana kebijakan pemerintah. Kontribusi CGI dalam mendukung action plan working group desentralisasi lebih banyak diarahkan pada technical assisfance sedangkan bantuan proyek yang diterima saat ini adalah capacity building.
6.
Kerangka Kerja Sama Bilateral diluar CGI Sebagaimana disinggung pada Bab lV, terdapat beberapa negara peserta CGI yang
tidak memberikan pledge. Namun demikian mereka tetap memberikan hibah dan pinjaman kepada Indonesia dalam kerangka kerja sama pembangunan bilateral.
Dalam kerangka kerja sama pembangunan bilateral antara Pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara lain dan dengan lembaga internasional/ multilateral, telah disusun strategi kerja sama pembangunan. Strategi ini disusun berdasarkan kondisi sosial, ekonomi
dan politik, dan kebutuhan/kepentingan Indonesia, dan berdasarkan keahlian (expertise) pemerintah/lembaga yang bersangkutan, pengalaman kerja sama dan kepentingan politik ekonomi dengan Indonesia. Disamping strategi, juga terdapat mekanisme atau pola kerja sama bilateral. Mekanisme ini merupakan prosedur tetap yang umumnya mencakup kurun waktu satu sampai lima tahun.
4
Disarikan dari makalah.Made Suwandi
Mekanisme Kerja, Agenda, dan Kelompok Kerja CGI b I
Badan Perencanaan Pembaneunan Nasional
TabelV.3.
Strategi dan Sektor Prioritas Kerja Sama PembangunanlKeuangan Beberapa Krediior/ Donor dengan Pemerintah Indonesia
Kreditor/ Donor Bank Dunia
Strategi/Sektor Prioritas Sasaran utama adalah pengurangan kemiskinan dan kerentanan sosial dalam lingkungan yang lebih terbuka dan terdesentralisasi.
Bidang prioritas: program-program yang mendukung pemulihan ekonomi yang berkelanjutan dan menodorong pertumbuhan berbasis luas; pengembangan kelembagaan nasional dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bertanggung gugat; program-program untuk meningkatkan penyediaan pelayanan publik yang lebih layak untuk penduduk miskin.
ADB
Sasaran utama adalah pengurangan kemiskinan dan kesenjangan antar daerah. Bidang prioritas: pengembangan kelembagaan dan governancei pemulihan ekonomi
yang berkelanjutan dan berorientasi pada penciptaan lapangan kerja dan berpihak pada penduduk miskin; penyeimbangan pembangunan daerah; pembangunan sosial dan sumber daya manusia; pengarusutamaan pengendalian lingkungan dalam rangka pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan.
UNDP
Program-program yang sejalan dengan Millenium Development Goals yaitu pengurangan kemiskinan dan kelaparan; pendidikan dasar; pemberdayaan perempuan dan kesetaraan laki-laki dan perempuan; pengurangan kematian bayi; pengurangan kematian ibu melahirkan; penanggulangan penyakit menular khususnya HIV/AIDS; pelestarian dan pengendalian lingkungan; pembangunan kemitraan global untuk pembangunan (bantuan luar negeri, perdagangan dan penghapusan utang).
Amerika Serikat
Pengembangan demokrasi; desentralisasi dan peningkatan kapasitas daerah; program-program yang mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan; penguatan pengelolaan sektor energi; peningkatan pengelolaan sumber daya alam; kesehatan utamanya kesehatan perempuan dan anak; upaya-upaya untuk mengurangi
dampak konflik sosial dan krisis ekonomi.
Australia
Good governance (pengelolaan sektor keuangan, desentralisasi, reformasi hukum, pemberdayaan civil society, pengembangan sumber daya manusia); pemenuhan kebutuhan dasar kelompok masyarakat rentan (jasa pelayanan dasar mencakup kesehatan, air bersih, dan pendidikan dasar, kegiatan untuk membantu daerah yang terkena bencana alam dan konflik sosial politik).
Inggris
Good governance; kehutanan; penguranan kemiskinan.
Jepang
Keseimbangan pembangunan sosial dan regional; pengembangan sumber daya manusia yang mencakup perbaikan pendidikan dasar dan menegah, pengembangan pendidikan profesionaldan pelatihan kejuruan;pengendaliandan konservasilingkungan; dukungan terhadap penyesuaian struktur industri terutama yang mendukung ekspor nonmigas; pembangunan prasarana ekonomi (energi, irigasi, pengairan, transportasi dan telekomunikasi).
Jerman
Kesehatan dasar dan keluarga berencana; program-program untuk mendukung reformasi ekonomi dan pemantapan ekonomi pasar; transportasi laut dan perkeretaapian ; desentralisasi.
Kanada
Good governance,' pengembangan usaha kecil dan menengah; pengelolaan sumber daya alam yang merata dan berkelanjutan.
Sumber; Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral dan Direktorat Pendanaan Luar Negeri Multilateral
rJlL
I
Keberadaan dan Peran CGI
-
Bappenas
Berdasarkan strategi dan mekanisme kerja tersebut, Pemerintah Indonesia dengan pemerintah atau lembaga kreditor/donor menyusun rencana dan program kerja sama untuk kurun waktu tertentu. Rencana ini meliputi antara lain proyek-proyek kerja sama, kebutuhan
pendanaan untuk pembiayaan proyek-proyek tersebut baik berupa pinjaman atau hibah, rencana penarikan pinjaman/hibah, jangka waktu kerja sama, instansi-instansi yang terlibat,
dan lain-lain (termasuk apakah dukungan pendanaan diberikan dalam bentuk pinjaman program atau pinjaman proyek). Selanjutnyla rencana dan program tersebut direalisasikan dalam kesepakatan dan ikatan pemberian hibah atau ikatan utang piutang. Kesepakatan dan ikatan tersebut merupakan komitmen yang mengikat kedua belah
pihak. Oleh pihak donor/kreditor, komitmen-komitmen tersebut secara makro dan formal disampaikan sebagai komitmen/p/edge pemerintah atau lembaga yang bersangkutan. Sehingga meskipun pada suatu saat tidak diadakan pertemuan CGI (seperti halnya yang terjadi pada tahun 2002) dan sepanjang kedua belah pihak berpegang pada komitmen dan ikatan yang diadakan secara bilateral, maka dukungan pendanaan berupa hibah dan pinjaman tetap dapat diterima Pemerintah Indonesia.
Dengan beberapa negara dan lembaga seperti Australia, Jepang, Jerman, Kanada,
Korea, Prancis, Bank Dunia, ADB, UNDP, Pemerintah Indonesia juga mempunyai forum konsultasitahunan dalam berbagai bentuk dan nama, misalnya: pertemuan konsultasitahunan,
negosiasi bilateral atau country portfolio performance review (CPPR). Pertemuan tersebut umumnya diselenggarakan selama satu atau dua hari. Beberapa kreditor/donor dengan Pemerintah Indonesia juga mempunyai forum konsultasi tersendiri yang diselenggarakan antara dua pertemuan tahunan. Pertemuan-pertemuan tersebut umumnya diadakan pada tingkat pejabat eselon satu dan dipimpin oleh Bappenas dengan melibatkan instansi-instansiterkait lainnya. Secara garis besar agenda yang dibahas dalam pertemuan-pertemuan tersebut adalah (i) masalah-masalah
makro berupa kebijakan Pemerintah Indonesia yang terkait dengan kerja sama bilateral atau
bersangkutan dengan kepentingan pihak kreditor/donor, dan (ii) masalah-masalah mikro menyangkut implementasi program/proyek kerja sama. Dalam pertemuan tersebut Pemerintah lndonesia dengan pihak donor/kreditor hanya membahas materi atau isu kebijakan makro yang terkait erat dengan strategi kerja sama kedua
belah pihak. lsu-isu yang tidak terkait tidak dibahas, walaupun isu-isu tersebut secara tidak langsung memiliki kaitan dengan kepentingan dan kerja sama mereka. Dengan demikian, negara/lembaga yang hanya memberikan hibah bantuan teknik ataupun pinjaman untuk I
Mekanisme Kerja, Agenda, dan Kelompok Kerja CGI W
Badan Perencanaan Pembaneunan Nasional
memasokbarang tidakakan mempertanyakan hal-hallain sepertikebijakan pengadaan barang/
jasa, pembebasan lahan suatu proyek ataupun kebijakan fiskal pemerintah/APBN. Negara/ lembaga yang tidak mempunyai prioritas di bidang governance. tidak akan mendiskusikan masalah reformasi hukum dan good governance di Indonesia. Demikian pula bila mereka tidak
mempunyai prioritas di bidang pendidikan dan pelatihan serta pengembangan usaha, juga
tidak akan mempertanyakan masalah kebijakan pendidikan, ketenagakerjaan dan masalah pengangguran. Oleh karena pertemuan tersebut berada pada tingkat pejabat birokrasi, isuisu kebijakan yang dibahas juga sifatnya teknik birokratik. Para kreditor/donor terutama mereka yang tidak mempunyai forum pertemuan bilateral,
mempergunakan pertemuan CGI sebagai sarana untuk mengetahui, mempertanyakan serta
menyampaikan pandangan-pandangan mereka mengenai kebijakan-kebijakan strategis Pemerintah Indonesia secara langsung dari/kepada para pengambil keputusan politik. Hal ini
penting bagi mereka, selain untuk kerja sama pembangunan, juga untuk hubungan bilateral yang lebih luas.
WKeberadaan
dan Peran CGI
BAB
VI
I{HBERLANtrUTAN FISKAT DAN TANTANGAN PHMBIAYAAhT PEh{BANGUNAN
Badan Perencanaan Pembanqunan Nasional
I
ElNeDeraoaan I
oan reran LUr
BAB VI
KEBERLANIUTAN FISKAT DAh{ TANTANGAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN 1.
KeberlanjutanFiskal Keberlanjutan fiskal (the sustainability of fiscal policy) secara sederhana dinyatakan
oleh Quanes dan Takur 1 sebagai
:
" While there is no generally accepted definition what is constitute
a sustainable
fiscal policy,
there is abroad agreement that fiscal policyis nof susfainable if the present and prospective fiscal stance resu/fs in persistent and rapid increase in the public debt to GDP ratio. Thus, a key indicator of sustainability is based on the size and growth rate of the debt to GDP ratio". Pernyataan tersebut dapat dirumuskan dengan
dd =
:
pd+t,r_g)*d_s2
dimana 6d
perubahan rasio stok pinjaman/PDB pada periode tertentu
Pd
primary deficit, yaitu defisit anggaran dengan mengeluarkan pembayaran bunga pinjaman
r
tingkat suku bunga riil
g
tingkat pertumbuhan ekonomi riil
d
rasio pajak/PDB pada periode sebelumnya
S
rasio sergrno rage
3
terhadap PDB pada periode tertentu.
Dalam masa prakrisis (sampai dengan tahun anggaran 1996/1997), kondisi fiskal masih dipandang berkelanjutan karena stok pinjaman relatif rendah (<25% PDB) dengan pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi (antara 7o/o - 8%) sedangkan tingkat suku bunga riil yang relatif rendah (dalam negeri sekitar 4% -
5o/o,
sedangkan luar negeri sekitar 1% -
2o/o)
dan defisit anggaran cenderung terkendali. Akan tetapi pada masa krisis, stok pinjaman pemerintah membengkak sebagai akibat lnternational Monetary Funds, Macroeconomic Accounting and Analysis
in Transition
Economies, Washingthon D.C,
1997
Jumlah stok pinjamanlPDB akan meningkat jika terjadi defisit primer (pengeluaran negara diluar pembayaran bunga pinjaman lebih besar dari pada pendapatan negara dan hibah); tingkat pertumbuhan ekonomi riil lebih rendah dari paoa tingkat suku bunga riil, Sementara itu, bagian pemerintah dari seignorage dapat digunakan sebagai sumber pembiayaan dan mengurangi kebutuhan pinjaman sehingga dapat menurunkan stok pinjaman/pDB. Merupakan penghasilan Bank Sentral dari penyediaan uang beredar.
Keberlanjutan Fiskal dan Tantangan Pembiayaan Pembangunan frl
Badan Perencanaan Pembansunan Nasional
dari merosotnya nilai Rupiah, dan penerbitan obligasi pemerintah didalam negeridalam rangka program restrukturisasi perbankan. Disamping stok pinjaman (size)yang besar, potensi rasio
pinjaman/PDB (growth rate of the debt -to-GDP ratio) juga meningkat karena pertumbuhan ekonomi yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan tingkat suku bunga riil.
1
Menghadapi keadaan tersebut, kebijakan fiskal diarahkan secara bertahap untuk menciptakan surplus primer5 yang makin meningkat, dengan demikian akan mengurangi
stok pinjaman/PDB. Hal ini dinyatakan dalam Propenas 2000 - 2004 yaitu: "Anggaran negara diperkirakan masih akan mengatami defisit cukup besar pada tahun-tahun awal dan kemudian secara bertahap menjadi surplus pada tahun 2004. Defisit anggaran negara yang
cukup besar dalam kurun waktu tersebut diarahkan untuk mendorong pemutihan ekonomi nasional melalui stimulus fiskal mengingat sektor swasfa masih dalam tahap rehabilitasi dan konsolidasi. Perubahan struktural dari defisit menjadi surplus tersebut mencerminkan upaya untuk menjaga ketahanan dan kesinambungan APBN (fiscal sustainability).
Sementara itu mengenai utang pemerintah, Propenas menekankan pentingnya menurunkan rasio stok utang pemerintah terhadap PDB: "Raslo stok utang pemerintah terhadap PDB yang mencakup utang luar negeri dan dalam negeri, diperkirakan terus menurun dari 101 persen dalam tahun 1999/2000 menjadi sekitar 46 persen dalam tahun
2004. lni menandakan bahwa pemerintah terus berupaya untuk lebih mandiri dalam mem biayai pe m bang
unan
nya.6
Disamping upaya menurunkan defisit anggaran (dan sekaligus menciptakan surplus
primer) Propenas juga menggariskan program pengelolaan utang pemerintah antara lain membenahi mekanisme dan prosedur peminjaman luar negeri, memanfaatkan pinjaman secara optimal sesuai prioritas pembangunan, dan mengembangkan pasar obligasi untuk fasilitas pembiayaan kembali sebagian obligasi tersebut bila jatuh tempo. Langkah-langkah tersebut diharapkan dapat meyakinkan pelaku ekonomi dan mengurangi faktor risiko yang akan menurunkan tingkat suku bunga riil dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Kondisi tersebut (r-9.0) juga akan menurunkan stok pinjaman pemerintah/PDB dan meningkatkan ketahanan fiskal. Pertumbuhan ekonomi yang cenderung rendah dan bahkan tercatat negatife pada tahun 1998, yaitu 13.2%. Sementara itu tingkat suku bunga riil dikhawatirkan justru akan meningkat sejalan dengan peningkatan faktor risiko di Indonesia akibat berbagai gejolak nonekonomi dan ekonomi.
Dengan langkah-langkah meningkatkan penerimaan, terutama penerimaan pajak dan mengendalikan pengeluaran termasuk menghasilkan secara bertahap untargeted subsidy.
Republik Indonesia, IJndang-lJndang Republik lndonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional 2000 - 2004
@Kebe.adaa'
dan Peran CGI
Keberlanjutan fiskal merupakan keadaan yang menunjukkan terwujudnya fiskal yang
sehat secara terus menerus yang diindikasikan dengan semakin berkurangnya posisi utang pemerintah, baik utang dalam negeri maupun luar negeri. Keberlanjutan fiskal bagi Indonesia sangat erat kaitannya dengan manajemen utang pemerintah (debt management). Manajemen
utang pemerintah merupakan upaya agar kebutuhan pembiayaan pemerintah dan kewajiban pembayarannya berada pada biaya yang seminimal mungkin dalam jangka panjang dan menengah, serta dengan tingkat risiko serendah mungkin. Struktur utang yang baik akan membantu pengurangan risiko atas tekanan suku bunga, nilai tukar dan lain sebagainya.
Darisisiteoriekonomi, untuk mencapai keberlanjutan fiskal adalah apabila rasio utang sektor publik tetap dan konsisten dengan seluruh permintaan (aggregate demand)
sisi domestik maupun asing
-
-
baik dari
untuk seluruh utang pemerintah. Untuk menghitung analisis
keberlanjutan fiskal adalah dengan membandingkan primary balance untuk sektor publik dan DSR yang stabil. Primary balance yang susfarnable dapat dicapai dengan meningkatkan capaian ekonomi makro. Keberlanjutan fiskal merupakan salah satu komponen utama pendukung stabilnya makro ekonomi Indonesia selain reformasi struktural dan kebijakan moneter yang berhatihati (prudenf). Ketiga hal tersebut akan berpengaruh mereduksi country risk dan mendorong
terjadinya capital inflow yang akan memberikan kontribusi pada penguatan Rupiah dan rendahnya suku bunga dalam negeri. Hal ini akan mendorong terjadinya investasi dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan juga akan menguatkan terjadinya konsolidasi fiskal.
Strategi mencapai keberlanjutan fiskal erat kaitannya dengan strategi menurunkan beban utang secara beraturan, yaitu dengan menurunkan rasio utang pemerintah terhadap PDB dan meningkatkan primary balance surplus.
(1)
DarisisiAPBN Memperbesar primary balance surplusmelalui berbagai upaya meningkatkan pendapatan
negara dan penghematan belanja negara, sehingga surplus tersebut dapat digunakan untuk mengurangi pokok utang pemerintah. Hal ini dapat dilakukan melalui konsolidasi
lebih fanjut anggaran negara di antaranya melalui integrasi dana-dana non-budgeter yang masih ada ke dalam anggaran negara; perluasan basis pendapatan, terutama dengan meningkatkan jumlah wajib pajak penghasilan (tax to GDP ratio); pengutamaan pengeluaran penting dan menghindari pengeluaran yang tidak perlu; dangood governance dan pengelolaan sektor publik yang efisien"
I
Keb,:rlanjutan Fiskal dan Tantangan Pembiayaan Pembanguna
"W
Badan Perencanaan Pembaneunan Nasional
(2)
Darisisi pengelolaan utang dalam negeri
a.
Membangun pasar obligasi domestik untuk memfasilitasi roll-over utang jatuh tempo, mengurangi jumlah obligasi rekap yang beredar dengan membeli kembali (buy back), menukar obligasi dengan aset melalui program assef fo bond swap.
b.
Menyeimbangkan struktur jatuh tempo obligasi melalui berbagai teknik standard pengelolaan utang.
c.
Mengembangkan pasar sekunder obligasi yang likuid dan yang memiliki basis investor yang kuat dan beragam.
d.
Memperkuat koordinasi dan kerja sama dengan otoritas moneter untuk bersamasama mengupayakan tingkat bunga SBI yang rendah sehingga mengurangi beban pembayaran obligasi.
(3)
Dari sisi pengelolaan utang luar negeri
a. b.
Melanjutkan kebijakan penarikan utang baru yang berhati-hati.
Meningkatkan kapasitas pengelolaan utang dan pemanfaatan utang produktif dan efisien dengan antara lain meningkatkan quality at entry secara ketat.
c.
Mengupayakan fasilitas penjadwalan utang dan debt swaps.
Box V|.1. Utang Luar Negeri: Tinjauan Teoretis atas Kesenjangan Tabungan dan Investasi
Pembahasan tentang utang luar negeri dalam bagian ini dijelaskan dengan kerangka teori Two Gap Modelyang menunjukkan bahwa defisit pembiayaan investasi swasta terjadi karena tabungan lebih kecil dari Investasi (l - S = resource gap), dan defisit perdagangan disebabkan karena Ekspor lebih kecil dari lmpornya (X-M = trade gap). Disamping itu, masih ada defisit dalam anggaran pemerintah karena penerimaan pemerintah dari pajak lebih kecil dari pengeluaran pemerintah (T-G = fiscal gap\. Hubungan antara deflsit investasi swasta ,defisit anggaran pemerintah, dan defisit perdagangan dapat dijelaskan sebagai berikut: Pendapatan nasional (Y) dari sisi pengeluaran merupakan penjumlahan dari Pengeluaran Konsumsi Swasta (C), Pengeluaran Investasi swasta (l), Pengeluaran Pemerintah (G) dan Ekspor bersih (X-M) atau: Y=C+|+
c
+X
_
M ............. (1)
Pendapatan nasional (Y) dari sisi alokasi penggunaan merupakan penjumlahan dari Konsumsi masyarakat (C), Tabungan (S) dan Pajak (T) atau: Y = C + S + T ......................... (2\ Dari persamaan (1) dan (2) akan menghasilkan persamaan identitas defisit, yaitu
bahwa defisit Perdagangan ()GM) sama dengan defisit Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah (T-G) ditambah defisit Tabungan dan lnvestasi Swasta (S-l) atau: (X-lvt1= (T-G) + (S-l) ............. (3) Untuk persamaan (3) bisa saja terjadi hubungan kausal dalam arti jika terjadi ketidakseimbangan internal yakni pada sektor pemerintah dan/atau sektor swasta, akan mengganggu keseimbangan eksternal yakni pada sektor perdagangan. I
WKeberadaan
dan Peran CGI
Dengan kerangka Two Gap Model di atas tersirat bahwa bila suatu negara berada dalam keadaan dimana neraca transaksi berjalannya (X-M) mengalami ketidakseimbangan maka dibutuh kan aliran modal masuk (ca pital i nflows). Capital inflotvtersebut dapat diarahkan ke sektor pemerintah (G) untuk mengatasi defisit (T-G) dalam bentuk pinjaman luar negeri. Capital inflow dalam bentuk pinjaman luar negeri akan menimbulkan masalah karena meningkatnya belanja pemerintah akan mendorong turunnya tabungan (S) dan naiknya impor (M). Karena itu pinjaman luar negeriperlu diinvestasikan secara produktif untuk kegiatan-kegiatan yang menghasilkan tingkat pengembaian devisa yang tinggi untuk menutup pembayaran bunga. Dalam konteks inilah Indonesia melakukan pinjaman luarnegeri. Sumberpendanaan dalam negeri seperti tabungan (saving) dan pajak (fax) belum dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan untuk pendanaan pembangunan. Pinjaman luar negeridigunakan untuk menutup selisih tabungan dalam negeri dengan investasi ( S - I ) dan menutup
kebutuhan devisa akibat selisih tabungan ekspor dan impor ( X - M ). Pinjaman tersebut memungkinkan pemerintah lndonesia untuk meningkatkan pengeluaran lebih tinggi dari yang dapat dilakukan dengan harapan tercapainya pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan kesejahteraan rakyat. Untuk mengurangidampak masuknya capitat inftow ke sektor pemerintah terhadap neraca pembayaran, Pemerintah Indonesia mengambil kebijakan untuk menggunakan pinjaman luar negeri hanya untuk pengeluaran pembangunan. Capital inflow juga dapat diarahkan untuk mengatasi defisit pada sektor swasta (Sl) dalam rangka menaikkan investasi. Berbeda dengan aliran modal ke sector G, aliran modal ke sektor I akan mendorong naikknya ekspor. Namun hal ini perlu didukung kebijakan reformasi struktural untuk meningkatkan investasi
2.
utang Pemerintah, Pemhiayaan Fembangunan dan Kontribusi cGtr Utang pemerintah pada saat ini, khususnya utang luar negeri, sudah berperan sebagai
faktor yang mengganggu APBN terutama setelah krisis ekonomi pada akhir tahun 1990an.
Pada tahun anggaran 1998/99, beban pembayaran cicilan pokok dan utang luar negerr pemerintah (debt service) jauh melebihi dana yang dialokasikan untuk pembangunan yaitu mencapai 129,71% dari pengeluaran pembangunan dan belanja daerah atau5,2o/o dari PDB. Sementara penarikan pinjaman proyek luar negeri Rp26,2 triliun atau 2,5o/o dari PDB. Pada tahun-tahun berikutnya beban tersebut secara bertahap berkurang. Hal ini lebih disebabkan adanya fasilitas pinjaman program dan penjadwalan utang yang diterima pemerintah.
Keberlanjutan Fiskal dan Tantangan pembiayaan pembanguna
"@
Badan Perencanaan Pembaneunan Nasional
TabelVl.l, Profil Pembayaran dan Penjadwalan Utang Luar Negeri Pemerintah
Pendapatan
Tahun POB Anssaran rnrr'iri*r
cicilan Pokok utang Luar **r*r, ,,",1tJjl'liir.* Pembayaran Bunga dan Negeri Luar Negeri)
Pembangunm
Pinjaman Program dan Penjadwalan Utang Luar Negeri
Negara Rupiah
f iifl {Rpttiliun)
rili,"
Daerah
rn,t'iriu'i
;p;xi
o/. ,.fjg,o
Nominar (Rp
,,,n.
tririun)
.,
Tfi,iil rok'-""-" hibah
ffi
,u,",.n
%
terhadaD
'-ff:-*
il,ffi
olo ..
X#f;
nla 56,11 17,68 10,75 nla 66,42 27,50 9,84 1995/1996 nla 71,34 27,90 9,00 1996/1997 nla 86,28 33,22 11,90 1997/1998 624.38 101,77 34,32 14,39 1998/1999 1049,70 156,41 42,04 26,18 1999/2000 1134,60 200,64 50,70 24,38 2000 937,45 205,33 41,92 16,97 2001 '1449,40 300,60 102,42 20,21 2002 1610,01 304,89 125,00 20,22 2003 1791.64 337,47 179,55 14,75 0,82 26,79 17,59 44,38 13,15 24,72 2,48 5,74 2004 1999,65 349,30 169,54 19,73 0,99 24,30 44,38 68,75 19,68 40,55 3,44 8,50 1994/1S95
yo
terhada
. fiJ ,#r, "'lig.' r'utsiliiliffii flil3ll hibah
17,04 30,37 96,38 0,00 0,00 6,14 12,15 18,29 27,54 66,51 0,00 6,62 13,87 20,49 28,72 73,44 0,00 6,61 16,29 22,90 26,54 68,93 2,30 10,82 18,67 29,49 28,98 85,93 4,72 0,00 2,49 24,48 30,05 54,53 34,86 129,71 5,19 24,93 2J5 20,50 20,20 40,70 20,29 80,28 3,59 25,20 1,81 18,80 7,62 26,42 12,87 63,02 2,82 0,80 1,39 28,90 15,88 44,78 14,90 43,72 3,09 6,42 1,26 28,32 13,05 41,37 13,57 33,10 2,57 9,35
1993/1994
^,.
.'o
15,94 59,30 2,37 12,56 49,70 2,22
0,39 2,14 3,07 1,70 2,43
1,91
0,09
6,27
0,44
7,48
0,58
3,20
0,32
5,01
0,43
Keterangan: PN = Pendapaian Negara , PP * Pengeluaran Pembangunan, BD = Belanja Daeah terdiri atas Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian. Tahun 2004 merupakan angka APBN
$umber:Dioiah dari data-data Nota PAltl keluaran Departemen Keuangan Tabel
V|.2.
Proyeksi Penrbayaran Bunga dan Pokok Utang Pemerintah sehagai persentase dari PDB 1003
-
2009
Utang Femerintah
2CI03
2804
2005
2006
Pokok utang dalam negeri
0,3
1,1
1,1
1,5
ncgeri Pokok utang luar negeri Bunga utang luar negeri
2,7
2,1
2,0
1,7
1,0
2,2
2,0
1,9
1,3
1,2
1,1
0,9
Bunga utang dalam
2ga7 2008
1,5 1,5 1,7 0,8
1,5 1,2 1,6 0,8
2009 1,2 1,0 1,5
0,7
Keterangan: Angka tahun 2003 merupakan angka APBN-P dan tahun 2004 merupakan angka APBN
Menjaga keberlanjutan fiskal akan menjadi kunci permasalahan utama pemerintah pada masa-masa mendatang. Meskipun terjadi penurunan utang terhadap rasio GDP dan reprofiling utang yang terus dijalankan, pemerintah masih harus menghadapi beban yang sangat besar pada permintaan keuangan.
d
Keberadaan dan Peran CGI
Dengan berakhirnya kontrak kerja sama dengan lMF, fasilitas penjadwalan kembali
melalui Paris CIub tidak akan lagi didapatkan pemerintah. Konsekuensinya, potensi penjadwalan utang sejumlah Rp 27 triliun sebagaimana pada tahun anggaran 2003 tidak akan didapatkan. Ditambah lagi meningkatnya beban pembayaran pokok pinjaman dalam negeri untuk surat utang negara yang jatuh tempo. Pada tahun 2004, di bidang fiskal masalah yang dihadapi adalah menurunkan lebih lanjut defisit APBN dan stok utang pemerintah untuk menciptakan keberlanjutan fiskal dalam
jangka menengah. Untuk menurunkan defisit ditempuh upaya peningkatan penerimaan negara dan pengendalian belanja negara. Permasalahan yang menonjol dalam pengelolaan
utang pemerintah, terutama utang dalam negeri, adalah besarnya utang yang jatuh tempo antara tahun 2004
-
2009. Agar tidak terlalu memberatkan kondisi keuangan negara, berbagai
langkah kebijakan ditempuh untuk refinancing, reprofiling, buyback, dan program pertukaran untuk memperpanjang rata-rata jatuh tempo portofolio utang pemerintah. Sementara itu upaya penjualan asset program restrukturisasi perbankan juga akan berakhir pada tahun 2004. Hal ini berarti kemampuan keuangan negara untuk membiayai defisit APBN akan semakin terbatas. Upaya melakukan privatisasi BUMN juga diperkirakan akan mengalami hambatan dengan berkembangnya berbagai permasalah dalam privatisasi BUMN.7
Kontribusi CGI merupakan pembiayaan eksternalyang dibutuhkan pemerintah untuk menutupi defisit yang terjadi di APBN setiap tahunnya. Bantuan dari anggota CGI dalam bentuk
pledge setiap tahunnya berbeda, sesuai dengan kebutuhan yang diajukan oleh Pemerintah lndonesia. Dalam banyak hal, jumlah keseluruhan ptedge tersebut akan melebihi proyeksi kebutuhan pembiayaan eksternal yang sudah disampaikan sebelumnya. Hal ini bertujuan untuk menciptakan ruang gerak yang lebih luas bagi pemerintah, jika dalam realisasi ApBN ternyata terdapat defisit yang lebih besar (yang memerlukan pembiayaan baik internal maupun
eksternal yang lebih besar pula). Jika ada indikasi bahwa jumlah seluruh ptedge tersebut lebih kecil dari pembiayaan eksternal yang dibutuhkan, maka diperlukan tobby yang lebih intensif untuk meyakinkan para negara/lembaga kreditor untuk menambahnya. Oleh karena itu, inisiatif untuk menentukan besarnya jumlah pembiayaan yang dibutuhkan tetap berada pada Pemerintah Indonesia.
7
Rencana Pembangunan Tahunan Tahun 2004
Keberlanjutan Fiskal dan Tantangan pembiayaan pembangur..
E
Badan Perencanaan .,)embanqunan Nasional
Kebutuhan pembiayaan eksternalyang diajukan pemerintah pada sidang CGl, selalu
dipenuhi oleh lenrbagalnegara anggota forum, misalnya kebutuhan pembiayaan eksternal sebesar USD 3
-
3,5 miliar untuk tahun anggaran 2002 direspon dengan pledge sebesar
USD 3,71 miliar. TabelVl.3. Proporsi Posisi Utang Luar Negeri Pemerintah
No.
Non'lGGl/CGl
lGGl/CGl
Tahun PDB (Ribu uti $)
(Ribu US
$)
%pDB %Totat (Ribu us $) % pDB
%
Totat
Total
(Ribu us $)
1 1993 157.938 602 36.994.073 23,4 68,7 16.856.943 10,7 31,3 53,851.016 2 1994 173.736.227 40,810.471 23,5 69,6 17.805.132 10,2 30,4 58.615.603 3 1995 196.929.853 42.388.600 21,5 71,1 17.199.638 8,7 28,9 59.588.238 4 1996 223.486.354 38.227.242 17,1 69,1 17,075.396 7,6 30,9 55,302.638 5 1997 134.275.269 34.662.795 25,8 64,4 19.202.084 14,3 35,6 53.864.879 6 1998 130.803 738 38.789.147 29,7 57,6 28.526.076 21,8 42,4 67.315.223 7 1999 159.802 817 45.248.053 28,3 59,8 30.472.192 19,1 40,2 75.720.245 8 2000 97.701522 44.099.113 45:t 58,9 30.791.611 3',1,5 41,1 74.890.724 9 2001 139.365 202 42.019.914 30,2 60,5 27.383.631 19,6 39,5 69,403.545 10 2002 178.592.524 44.564.887 25,0 61,1 28.428.815 15,9 38,9 72.993.702 11 20031 52.371756 45.661.789
87,2
60,7 29.517.245
56,4 39,3
75.179.034
To
34,1
??7 30,3 24,7 40,1 F1 q 47,4
49,8
40,9 143,5
'' Data utang dan PDB sampai dengan 30 Juni 2003 Sumber: Diolah dari d,t:a Bank Indonesia dan BPS, Jumlah PDB dalam US $ berdasarkan kurs Bank Indonesia pada tanggal 31 Desember tahun yanE bersangkutan dan 30 Juni 2003 (untuk tahun 2003)
Gambar V|.1. Perkembangan Proporsi Utang Luar Negeri Pemerintah Sebagai Persentase dari PDB 160 150
1& 130
120
lt0
s tr
100
90
o o L
00
o.
60
o
70
50 40
I,oT tt t0.11 30
..r
?3
,-,r,dO'
,a.22 ffi
r"17 lti"8'
'";8.il
0
t993
1996 1997 1998 1999 2000
1994
2001
Tahun
lGGl/CGl *l:i-- Non lGGl/CGl 't Data PDB dan utang r;ampai dengan 30 Juni 2003
I
EDf
Keberadaan dan Peran CGI I
-GTotal
Jarak antara penyampaian pledge dengan realisasinya sangat bervariasi tergantung dari peruntukan pledge tersebut diberikan. Pledge untuk bantuan proyek, diberikan lembaga/ negara donor setelah melihat kebutuhan proyek yang ingin dibangun oleh pemerintah dengan sumber pembiayaan dari luar. Prosesnya membutuhkan waktu yang lama karena jarak antara
pledging dan selesainya pengerjaan yang di pledge
-
proyek-yang berarti pencairan keseluruhan
pinjaman
bisa memakan waktu bulanan hingga tahunan. Pada akhirnya, sebagian
besar p/edge yang disetujui dalam suatu sidang CGI akan menjadi semacam "tumpukan" pledge dan undisbursed /oans. Tabel V|.4. Perkembangan Penyerapan Utang Luar Negeri Pemerintah
Tahun
Komitmen awal (ongrnal
PinJaman yang sudah terserap
conmitnentl
(disbursed)
IGGU Non.
ccr
Total
tccltccl
lGGl/ Non-lGGl/
cct
Pinjaman yang belum terserap (undisbursed)
lGGl/ Non-
Total
ccr
ccl 29.616.540
Total
rccltccr
12.290.418
11.7A.U4
24.033.292
569
4,260.500
17.407.069
14.003.052 5.147.444
19.150.496
11.547.786 7.285.135
18.832,921
31 Desember 1997
60.757673 43.577.514
104,335.187
47.624.611
31 Desember 1998
69.638.863 45,684.708
115.323.571
52.869.310 38.876.978
91.746.28S
13.146
31 Desember 1999
74.026.180 48,520.157 122.546.331
59.284.153 40.543.199
99.827.352
31 Desember 2000
71.986.743 52.013.818
124.000.561
59.180.076 42.206.065
101.386.141
31 Desember 2001
68.560.873 48.137J51
116.698.624
52694.898 40.982583
98.682.481
7.986.727 1.386.685
S.373,412
31 Maret 2002
68.737.417 47.556.324
116.293.741
58.372.724 41.520.092
99.892.816
8,566.201 1.240.243
9.806.444
30 Juni 2002
72.1'16.907 50.727.584 122.844.491
61.687.610 45,337J21
101025.331
8,894.232 738.323
9.632.555
30 September 2002
74.000.766 53.305.810
127,306.576
62.158.845 45.520.247
107.679.092
31 Maret 2003
75.272.273 52.01i.461
127.289,734
63.999.374 46.198.003
110.197.377
30 Juni 2003
61.118.354 66.091.739
127.210.093
64.670.473 47.030.693
111.701.166
77.241.151
10.190.261 4.331.308
I
738
895
3.079.588
(6.091.195) 17.327.447
14.521.569 11.81S.483
11.236.252
Keterangan: Pada data di atas terdapat ketidaksesuaian matematis antara komitmen awal dengan penyerapan dan sisa dana yang belum terserap. Hal ini disebabkan antara lain oleh (i) penghapusan sisa pinjaman yang belum digunakan dari pencatatan bila telah meiarnpaui batas waktu penarikan adanya currency polling system yang diterapkan oleh IBRD dan ADB. Dalam sistem ini penarikar,/ penyerapan merupakan nilai sesudah penyesuaian kurs yang ada dalam basket yang besarnya dapat kurang atau melampaui penarikan sebenarnya. Data utang tersebut di atas termasuk penjadwalan ulang (reschedu/ing) dalam rangka Paris Club l, ll, dan lll
Sumber: Direktorat Luar Negeri Bank Indonesia, Pinjaman Luar Negeri Pemerlntah, berbagai edisi,
Sementara itu dalam bantuan program, prosesnya serupa dengan bantuan proyek
dengan beberapa perbedaan tertentu, misalnya program Jaring Pengaman Sosial yang dibiayai oleh Bank Dunia. Hubungan yang paling langsung anlara pledging dan pemenuhan kebutuhan eksternal
terjadi pada bantuan yang disebut "fast disbursing loans". Pinjaman semacam ini umumnya diperoleh dalam bentuk uang tunai dan proses pengeluarannya pun relatif singkat. Misalnya,
I
Keberlanjutan Fiskal dan Tantangan Pembiayaan Pembangunan
]fl
Badan Perencanaan Pembaneunan Nasional
jika Bank Dunia atau Jepang (JBIC) sepakat untuk memberikan fasf disburslng /oans untuk membantu pemenuhan kebutuhan eksternal tahun anggaran 2000, pinjaman tersebut dapat dicairkan dengan persyaratan tertentu.
Dengan melihat gambaran tersebut (seperti terurai pada Bab lV), sidang CGI sebetulnya tidak terlalu terkait dengan pemenuhan kebutuhan pembiayaan eksternal untuk membiayai defisit APBN pada tahun anggaran berjalan atau tahun anggaran berikutnya.
Seiring dengan (upaya) menurunnya defisit APBN terhadap PDB, kebutuhan pembiayaan eksternal dari CGI menunjukkan kecenderungan menurun. Untuk tahun 2003, total pembiayaan dari CGI yang diminta adalah antara USD 2,4 - 2,8 miliar atau lebih kecil dari
tahun 2002. Dengan defisitsebesar 1,8% (APBN TA2003), total pendanaan anggaran yang dibutuhkan adalah sebesar USD 3,8 miliar, dimana USD 2,5 miliar didapat dari pendanaan dalam negeri termasuk di dalamnya program privatisasi dan penjualan asset di BPPN. Namun demikian, seperti terurai pada beberapa di atas APBN masih mendapatkan tekanan yang sangat besar terlebih dengan tidak ada lagi fasilitas rescheduling. Oleh karena
itu pembiayaan luar negeri dari CGI masih diperlukan mengingat masih adanya defisit yang harus dipenuhi untuk keberlanjutan pembangunan dan masih terbatasnya sumber pendanaan dalam negeri, seperti masih rendahnya tax ratio, kemungkinan tersendatnya buy back obligasi
dalam negeri serta kapasitas pasar domestik untuk menyerap obligasi negara. Dalam situasi anggaran terbatas seperti yang dihadapi saat ini, upaya menurunkan beban utang (rasio utang per PDB)juga perlu dilakukan melalui upaya mendorong pertumbuhan
PDB, sehingga pertumbuhan PDB lebih cepat dari peningkatan utang, yang salah satunya didorong oleh peningkatan kualitas pemanfaatan dana pinjaman luar negeri. Untuk tahun 2004, pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi mencapai 4
-
5 persen. Sementara darisegikeuangan negara, pemerintah akan meningkatkan penerimaan
negara, terutama dengan meningkatkan rasio penerimaan pajak/PDB menjadi 13,5o/o pada tahun 2004, dari sisi arus modal pemerintah, diperkirakan masih defisit sekitar Rp 24,9 triliun atau
1,2o/o
dari PDB. Sementara cadangan devisa diperkirakan menurun menjadi sekitar USD
30,9 miliar pada tahun 2004 dari USD 33,5 miliar pada tahun 20038.
8
Rencana Pembangunan Tahunan Tahun Anggaran 2004
f,fi
Keberadaan dan Peran CGI
Beberapa estimasifiskal tahun 2004 sampai dengan 2009 antara lain: (1)
APBN pada tahun 2005 pada posisi berimbang (defisit/surplus 0% dari PDB) selanjutnya pada tahun 2006 akan mengalami surplus 0,8% dan bergerak ke posisi surplus 2,3% pada tahun 2009.
(2)
Defisit tersebut akan ditutup dengan pembiayaan pokoke. Pada tahun anggaran 2003 (APBN-P) pembiayaan pokok belum dapat menutup defisit sehingga terjadi financing gap 0,8% dari PDB. Sementara itu pada tahun 2004 pembiayaan pokok menunjukkan angka negatif akibat pembayaran pokok pinjaman jauh melebihijumlah pinjaman proyek yang ditarik (lebih dari 2 kali lipat). Hal ini menyebabkan financing gap melonjak menjadi 1,8% dari PDB. Financing gap masih akan terjadi pada tahun 2005 yaitu sekrtar
1,2o/o
dari PDB. Meskipun pada tahun 2006 dan 2007 APBN sudah mengalami surplus sebesar
0,8% dan 1,4o/o, masih akan terjadi financing gap sebesar 0,7oh dan 0,2%. Pada tahun 2008 dan 2009 diperkirakan tidak terjadi lagi financing gap. (3)
Penarikan pinjaman proyek sebesar 1% dari PDB pada tahun 2004 diperkirakan akan terus menurun 0,8% pada tahun 2005 dan 0,6% pada tahun 2006
-
2008. Sementara
pada tahun 2009 diperkirakan 0,5%. Sedangkan pinjaman program masih akan diterima sampai tahun 2006 sebesar 0,2% dari PDB. (4)
Seperti terlihat pada Tabel Vl.2 dan V|.4, rasio pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri maupun rasio stok rasio utang luar negeri terhadap PDB cenderung menurun. Akan tetapi pendanaan luar negeri dapat saja diadakan untuk pembayaran utang pokok
luar negeri (amortisasi) yang belum dapat dipenuhi dari sumber penerimaan dalam negeri.
Pembiayaan pokok terdiri atas pembiayaan luar negeri (pinjaman proyek ditambah amortisasi) dan pembiayaan domestik (perbankan dan nonperbankan berupa privatisasi, penjualan asset penjualan obligasi dan buyback). Defisit/surplus dikurangi pembiayaan pokok akan menghasilkan financing gap. Sumber untuk menutup financing gap berasal dari pinjaman program, penjualan obligasi Dollar, dan pengunaan rekening
-dana investasi ataupun sisa anggaran lebih.
Keberlanjutan Fiskal dan Tantangan Pembiayaan Pembangunan
E
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Tabel V1.5. Ringkasan Perkembangan Ekonomi Makro
Realisasi
lndikator 2000 Perkhaan Indikator Pokok Laju lnllasi, lndeks Harga Konsumen
Perubahan Kurs Rupiah Riil {%)
I
6,8 69,9 4,9
Tahunan TerhadapTahun 1996197
Pertumbuhan Ekonomi (%) PDB per Kapita
11,0
88 6
3,3
8.200,9.000 B,200-9.200 8.200-9.200
(ibu Rp)
Penganggunn Teilula
2006
6,0.7,0
8.200.9.200
-15,5 -9,9 -5,3 -4,3 59,4 43,6 36,'1 30,2 3,7 3,5-4,0 4,0.5,0 4,5-5,5 1
Harga Konstan 1998
.0,7 29,3
5,0.6,0
1261 5.827
2)
5,8 6,1
Junlah (1uta orang) ol
adE angkatan kerla
l,leraca Pembayaran
Transaki Berjalan / PDB (%) Peilumbuhan Ekonomi Nonmrgas
{70)
Perlumbuhan lmpor Nonmigas (%) Cadangan Devisa {US $ Miliar)
Ksuangan Negara
10.241 9.375
756 677 810 944 051 1.'164 4.910 5,004 5.114 5.245 5,406 5.600
Nomlnal (US'$)
terh
9,4 8.425
Nilai Tukar Nominal
Proyeksi
2001 2002 2003 2004 2005 12,5 10,0 7,0"9,0 6,0-8,0 6,0.8,0
8,0 8,1
9,1 9,1
10,1 9,8
10,8 10,3
11,2 10,4
5,3 4,9 22,8 -11,0 29,1 I 29,4 28,0
4,2 1,0 .2,4 32,0
2,2 3,0 5,7 33,5
1,1 5,5 18 30,9
0,6 7,3 8,3 27,3
-1,6 11,8 93,6 42,8 50,8
-2,8 12,8 87,7 42,6 45,1
.1,7 13,1 81,2 38,0 43,2
-1,8 13,1 67,7 33,2 34,5
.1,1 13,6 59,0 28,8 30,1
0,0 13,8 51,6 24,8 269
4,9 2,0 1,6 6,5 16,7 20,4 1,1 26,5 25,9
3,3 4,8 4,4 9,0 7,1 11,4 .10,8 1,9 8,'t
3,7 5,5 4,7 12,8 -0,2 -2,4 13,8 .1,2 .8,3
4,0 3,7 3,2 7,9 5,8 3,5 18,2 3,2 8,4
4,5 4,3 4,3 4,3 7,8 7,0 11,4 4,5 9,7
5,0 4,1 43 4,4 13,5 14,2 10,5 7,7 12,3
1,9 6,0 7,0 5,3
1,0 4,1 5,0 3,8
1,7 4,0 4,2 4,0
1,9 4,5 5,0 4,3
2,0 5,3 5,8 4,8
2,1 6,6 7,2 5,1
17,4 3,9 13,5 17,4 19,7 04 19,3 .2,3
18,2 3,0 15,2 18,2 21,7 1,9 19,8 "3,5
15,0 3,3 11,7 15,0 17,1 2,8 14,3 -21
'15,1 4,0 11,1 1 17,3 3,7 13,6 42
18,1 4,5 13,7 18,1 19,3 4,5 14,8 -1,1
19,6 4,6 15,0 19,6 20,1 5,5 14,7 .0,6
.15
11,1
10,2
0,1
8,3
I
I
26,5
3)
SurpludDelisit APBN / PDB (%) Penerimaan Papk / PDB (%) Stok Utang Pemerintah / PDB (%)
UtangLuar N.ugei Utang Dalan Negeri
Peilumbuhan PDB Eisi Pengeluann (%) Pertumbuhan Ekonomi Konsunsi Masyamkat Pemerintah
lnt'estasi Masyaakat Pemsrinlah
Ekspor
mw Pertumbuhan PDB Eisi Produksi {7d Pe(anian lndustri Pengolahan lllo.nnrgas Laflnya
lnvestasi dan $umber Penbiayaan {%} (Rasio lerhadap PNB) Investasi Total (temasuk perubahan)
Peneintah Masyarakat
laDungan lolal
TabunganNaional Pemeintah
Mnyankal Tabungan Luar Negeri
15
0,8 14,0
44,9 21,5 23,5
5,5 3,9 3,9 3,4 17,0
18,6
9,8 11,8 12,4
2,2 7,4
8,0 5,4
23,4
4,6 18,7
23,4
23,5 6,1 17,4
.0,1
Keierangan: 1r Tanda Positif menunjukkan depresiasi dan tanda negatif menunjukkan apresiasi 2r Untuk tahun 2000 menggunakan angka SAKERNAS-BPS tanpa Propinsi Maluku. 3) Untuk talrun 2000 adalah angka realisasi 1 Aprii sampai dengan 31 Desembef 2000. Tahun 2001 dan Tahun 2002 adalah angka realisasi dari 1 Januari hingga 31 Desember Sumber:,Rencana Pembangunan Tahunan (REPFTA) Tahun 2004 II
Keberadaan dan Peran CGI
EIil I
Box V|.2. Efektivitas Pinjaman Luar Negeri . 1'0
Salah satu masalah terpenting dalam masalah pinjaman luar negeri adalah efektivitas penggunaan bantuan tersebut. Pinjaman luar negeri akan menimbulkan masalah jika dana tersebut tidak diinvestasikan secara produktif untuk kegiatankegiatan yang menghasilkan tingkat pengembalian devisa yang tinggi untuk menutupi pembayaran bunga. Krisis utang dunia yang terjadi pada dekade 1980-an menjadi bukti bahayanya pembiayaan pembangunan melalui utang luar negeri dimana banyak negara yang menunda kewajiban membayar utang.
Pengalaman Indonesia dan berbagai negara menunjukkan bahwa terbatasnya tabungan domestik dan adanya peluang untuk memanfaatkan sumber dana dari luar negeri menyebabkan pemerintah maupun swasta terlalu mengandalkan pinjaman luar negeri dalam rangka membiayai investasinya. Dalam jangka pendek, pemanfaatan pinjaman luar negeri tidak menimbulkan dampak inflasi, tetapi dalam jangka panjang akan menimbulkan masalah yang serius dalam suplai uang domestik. Investasi pemerintah pada umumnya dilakukan untuk membangun infrastruktur guna mendukung investasi swasta. Tetapijika investasi tersebut tidak menghasilkan tingkat pengembalian yang layak (sementara bunga harus tetap dibayar), maka akan memberikan tekanan untuk meningkatkan pasokan uang.
lndonesia saat ini mengalami situasi yang disebut Fr'sher Paradox dalam hubungannya dengan utang luar negerinya, yaitu situasi semakin banyak cicilan utang luar negeri dilakukan semakin besar akumulasi utang luar negerinya. Ini disebabkan cicilan plus bunga utang luar negeri secara substansial dibiayai oleh utang baru. Oleh karena nilai cicilan plus bunga utang luar negeri lebih besar dari nilai ulang baru maka terjadilah apa yang disebut net transfer sumber-sumber keuangan dari Indonesia ke pihak-pihak kreditor asing. Situasi Fisher Paradox dapat ditunjukkan misalnya dengan membandingkan nilai kumulatif pertambahan utang luar negeri sektor pemerintah (jangka menengah dan panjang).
Pinjaman luar negeri meningkatkan intervensi-intervensi negara-negara donor maupun penerima bantuan, yang merusak prinsip-prinsip ekonomi, dengan mengabaikan keunggulan-keunggulan komparatif di negara-negara penerima bantuan. Lebih lanjut pandangan Krauss ini sejalan dengan banyak pendapat umum bahwa bantuan luar negeritidak terlepas dari "skenario barat" untuk mempertahankan negara-negara terbelakang tetap dalam posisi sfafus-quo in dependency. Dengan demikian dapat diperoleh justifikasi tentang pendapat-pendapat yang menyatakan bahwa marginal-benefit dari utang luar negeri bisa lebih kecil dari marginal-cosf-nya, akibatnya sumbangan utang luar negeriterhadap GDP negatif.
r0
Swasono, 5.E., Pembangunan Tanpa lJtang: Utang Luar Negeri dan Ekonami Indonesla, Republika, 19g8
Keberlanjutan Fiskal dan Tantangan Pembiayaan Pembanguru"
E
Badan Perencanaan Pembanqunan Nasional
Box V|.2. Efektivitas Pinjaman Luar Negeri - 2'1
Efektivitas pemanfaatan dana pinjaman luar negeri dapat dilih atdari progress variant dan kemampuan penyerapan (disbursement) proyek. Progress variant merupakan selisih persentase penyerapan kumulatif pinjaman dengan pesentase waktu terpakai. Progress variant positif menunjukkan penyerapan dana lebih cepat daripada target waktu yang dijadwalkan. Progress variant negatif menunjukkan penyerapan dana lebih lambat dari pada target waktu yang dijadwalkan.
Pada akhir tahun anggaran 2000, dari 58 proyek Bank Dunia, I proyek tercatat memiliki progress varianf positif antara 1 sampai 40, dan, 43 proyek memiliki progress variant negatif antara 0 sampai -40. Sementara itu dari77 proyek ADB, 21 proyek memiliki progress variant positif antara 1 sampai 40, dan 42 proyek memiliki progress variant negatif 0 sampai -40. Untuk proyek-proyek Jepang (JBIC), dari 93 proyek, 32 proyek memiliki progress variant positif antara 1 sampai 40, dan 51 proyek memiliki progress variant negatif 0 sampai -40
Pada akhir tahun 2002 dari 43 proyek Bank Dunia 3 proyek tercatat memiliki progress variant positif antara 1 sampai 40, dan 36 proyek memiliki progress variant negatif antara 0 sampai -40. Sementara itu dari 62 proyek ADB, I proyek memiliki progress variant positif antara 1 sampai 40, dan 40 proyek memilikiprogress variant negatif 0 sampai -40. Untuk proyek-proyek Jepang (JBIC), dari 63 proyek, 30 proyek memiliki progress variant positif antara 1 sampai 40, dan 28 proyek memiliki progress variant negatif 0 samPai -40 Sementara itu pada tahun 2000, terdapat 356 proyek berpinjaman luar negeri yang sedang berjalan. Secara keseluruhan, penyerapan dana pinjaman proyek-proyek tersebut pada tahun anggaran 2000 ditargetkan USD 3.400,45 juta. Namun realisasinya hanya mencapai 57o/o. Pada tahun anggaran 2001 realisasi target penyerapan 324 proyek berpinjaman luar negeri mencapai 69,40/o dari target. Sedangkan pada tahun anggaran 2002, realisasi penyerapan 303 proyek berpinjaman luar negeri adalah USD 2.062,00 juta atau 69,3% dari target.
Beberapa hal yang menyebabkan tidak efektifnya pemanfaatan dana pinjaman adalah (i) masalah penyediaan lahan (ii) kurang matangnya feasibility study dan penyiapan proyek (iii) lambannya prosesadministrasipenganggaran proyek berpinjaman luar negeri (iv) kapasitas manajerial pelaksana proyek termasuk kurangnya pemahaman mereka terhadap berbagai aturan dan prosedur yang ditetapkan kreditor, antara lain
aturan pengadaan barang/jasa dan kemampuan bernegosiasi (v) masalah-masalah lain seperti koordinasi antar instansi terkait, keamanan, perubahan nilai tukar yang berpengaruh terhadap kemampuan penyediaan dana pendamping, besarnya nilai backtog dana.
rr
Disarikan dari berbagai edisi Laporan Kinerja Proyek Pinjaman Luar Negeriyang dikeluarkan Direktorat Pemantauan dan Evaluasi Pendanaan Baopenas
I
f#I
Keberadaan dan Peran CGI
BAB VII
KESIMPUTAN DAN REKOMENDASI
KEBIIAKAN
Badan Perencanaan Pembanqunan Nasional
][
Keberadaan dan Peran CGI
BAB
VII
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIIAKAN Selama lebih dari
'11
tahun keberadaannya, Consultative Group for lndonesia (CGI)
telah menunjukkan peranan yang signifikan dalam menopang proses pembangunan
di
Indonesia melalui berbagai bentuk/skema pinjaman dan hibah.
Sebagaimana pendahulunya (lGGl) dan forum yang semacam, CGI diadakan sebagai suatu forum koordinasi bantuan (aid coordination). Sebagai suatu ard coordination,
CGI dirancang sebagai (i) wadah konsultasi dan pertukaran informasi kebijakan antara donor/kreditor dengan Pemerintah Indonesia ataupun antar donor/kreditor; (ii) sarana untuk melakukan koordinasi, harmonisasidan sinergi berbagai pinjaman dan bantuan yang diberikan sehingga dapat meningkatkan kuantitas maupun kualitas pinjaman.
CGf merupakan salah satu dari sekitar 60 consultative group yang dipimpin Bank Dunia. Selain Bank Dunia, beberapa organisasi internasional, regional dan negara juga memimpin consultative group. Beberapa negara penerima bantuan juga memimpin konsorsium kreditor/donor untuk negaranya. Bank Dunia mengidentifikasikan dua variable yang terkait pengaturan koordinasi dan
upaya mengefektifkan bantuan yaitu komitmen negara (ownership of sound development
priorities and policies) dan kapasitas kelembagaan untuk mengelola dan mengkoordinasi bantuan (aid coordination). Kapasitas kelembagaan dan komitmen negara yang kuat akan
mengarah pada country-driven arrangemenfs yang sekaligus memberikan peluang bagi negara penerima bantuan untuk mengefektifkan bantuan untuk pembangunan.
Suatu aid coordination yang melibatkan negara atau lembaga dengan jumlah yang relatif banyak disertai pemberian bantuan (utang) tanpa motif pembangunan akan mempersulit negara tersebut menuju country-driven aid coordination Sebaliknya, bila melibatkan negara atau lembaga dengan jumlah yang relatif sedikit dan mereka mempunyai orientasi pembangunan dalam pemberian bantuannya, hal ini akan mempermudah negara yang bersangkutan mewujudkan country-driven aid coordination.
Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijut un ll!
Badan Perencanaan Pembaneunan Nasional
Pembentukan CGI sebagai pengganti lGGl dilatarbelakangi oleh pertimbangan politik.
Pemerintah Indonesia yang merasa bahwa Pemerintah Belanda sebagai ketua lGGl telah memanfaatkan lGGl sebagai alat intimidasi. Dengan dibubarkannya lGGl dan dibentuknya
CGl, Pemerintah Indonesia mengharapkan agar forum ini dapat memfokuskan pada upaya pemberian dukungan pendanaan bagi Indonesia dan tidak membahas hal-hal lain yang tidak berhubungan secara langsung dengan bantuan yang diberikan.
Sejak dibentuk pada tahun 1992 sampai dengan pertemuan tahunan bulan Januari 2003, CGI telah memberikan komitmen pendanaan (pledge) sejumlah USD 58.824,89 juta. Pledge yang diberikan CGI cenderung naik dari tahun ke tahun, dan mulai cenderung turun
sejak tahun 2000. Dari 31 negara/lembaga peserta CGl, Bank Dunia, ADB, dan Jepang merupakan 3 (tiga) kontributor terbesar. Total pledge ketiga kreditor/donor tersebut mencapai B0% lebih. Bila diamati lebih lanjut, rata-rata hanya B (delapan) sampai 9 (sembilan)peserta CGI yang memberikan kontribusi pledge 1oh atau lebih dari keseluruhan pledge yang diberikan
setiap pertemuan tahunan, dan rata-rata hanya 5 (lima) peserta yang memberikan kontribusi
pledge 2o/o atau lebih dari keseluruhan pledge yang diberikan setiap pertemuan tahunan. Secara keseluruhan, sejak tahun 1992 sampai dengan bulan Januari 2003, hanya 11 peserta yang total pledge-nya mencapai lohlotal pledge CGI 1992 -2003 dan hanya 5 (lima)peserta yang total pledge-nya mencapai 2oh total pledge CG | 1 992 - 2003.
Pledge yang diberikan oleh peserta CGI didasarkan perkiraan disbursement pada
satu tahun anggaran ke depan atau berdasarkan komitmen yang realisasi pencairannya bergantung pada kesiapan pelaksanaan proyek/kegiatan yang disepakati. Disamping itu, pledgeyangdiberikan sebagian dikelola langsung oleh donordan dialokasikan untuk organisasi nonpemerintah. Dengan demikian, pledge yang diberikan pada pertemuan CGI tidak dengan sendirinya terkait dengan defisit APBN tahun berjalan atau APBN tahun berikutnya.
Pemberian pledge oleh para kreditor/donor CGI dapat dipandang sebagai bentuk kepercayaan komunitas internasional terhadap kinerja dan program Pemerintah Indonesia. Pada sisi lain, pledge CGI tetap dapat dijadikan salah satu indikator pertambahan utang luar
negeri Pemerintah Indonesia. Semakin besar pledge yang diberikan dalam bentuk pinjaman (dengan dasar perkiraan disbursement), semakin besar pula pertambahan utang luar negeri
pemerintah. Pada masa-masa awal CGl, sukses tidaknya delegasi Indonesia diukur dari seberapa besar komitmen yang didapatkan dari para peserta CGl. Sementara pada saat yang sama terdapat amanat GBHN untuk secara bertahap mengurangi pinjaman luar neger,.
Sesuai dengan maksud penggantian lGGl dengan CGl, pada tahun-tahun pertama,
fiGr,I
,
-t-,I\eDeraoaan I
oan Peran CGI
isu-isu pertemuan CGI hanya terfokus pada masalah kebijakan ekonomi makro (fiskal dan moneter) dan kebijakan lain yang terkait secara langsung dengan bantuan yang diberikan
CGl. Sejak tahun 1997 isu-isu yang dibahas mulai melebar ke arah kebijakan sosial politik. Dengan semakin berkembangnya isu yang dibahas, pejabat-pejabat Indonesia yang terlibat dalam (pertemuan) CGljuga makin bertambah. Energi yang diperlukan untuk mempersiapkan
serta menanggapi berbagai isu yang dibahas dalam pertemuan CGljuga bertambah.
Pada tahun 2000 terdapat perubahan yang cukup mendasar pada pertemuan
CGl. Perubahan tersebut meliputi: (i) untuk pertama kalinya pertemuan CGI dilaksanakan di Indonesia; (ii) untuk pertama kalinya pertemuan CGI mengundang kehadiran organisasi nonpemerintah; (iii) dibentuknya kelompok-kelompok kerja (working groups).
Dalam praktiknya, ternyata isu-isu yang dibahas dalam pertemuan CGI maupun kelompok kerja tidak selalu berkorelasi dengan bantuan yang diberikan para kreditor/donor. Kelompok-kelompok kerja pada dasarnya dibentuk sebagai forum tukar pikiran untuk
menindaklanjuti pembahasan dan kesepakatan dalam pertemuan CGl. Sampai pertemuan bulan Januari 2003 telah terbentuk 9 (sembilan) kelompok kerja. Beberapa kelompok kerja telah berjalan baik sesuai dengan action plan yang telah disusun dan dapat meningkatkan koordinasi antar lembaga
di Indonesia dengan pihak kreditor/donor. Sebagian lagi
belum
menunjukkan kemajuan seperti yang direncanakan. Selama ini pihak kreditor/donor yang lebih banyak mengatur kelompok kerja sehingga terkesan donor driven Hal ini disebabkan karena kelompok kerja dipimpin oleh pihak kredltor/
donor dan juga kurang siapnya pihak pemerintah Indonesia. Akibatnya pelaksanaan kerja kelompok-kelompok kerja lebih banyak diatur oleh pihak kreditor/donor dan agenda yang dibahas lebih memprioritaskan kepentingan mereka.
Meskipun beberapa kreditor/donor utama telah mempunyai kerangka kerja sama bilateral dengan Pemerintah Indonesia (termasuk perangkat pertemuan bilateral tahunan), para kreditor/donor tersebut tetap memandang penting pertemuan CGI terutama berkaitan dengan fungsinya sebagaiforum dialog kebijakan (policy dialog).
Tahun 2003, Pemerintah Indonesia telah memutuskan untuk mengakhiri kontrak kerja sama dengan lMF. Salah satu konsekuensi berakhirnya kontrak kerja sama ini adalah tidak didapatkannya lagifasilitas penjadwalan utang. Hal ini menyebabkan tekanan yang berat pada APBN.
Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijutu.'
Jpl
Badan Perencanaan Pembaneunan Nasional
Pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2005 APBN diperkirakan masih mengalami
defisit. Selanjutnya pada tahun 2006 APBN diperkirakan berada pada posisi surplus terhadap PDB. Walaupun demikian dengan terbatasnya sumber pendanaan dalam negeri, pembiayaan luar negeri apalagi yang sifatnya konsesional dan pinjaman program dari CGI masih dioerlukan. Pada saat ini dan beberapa tahun ke depan, secara garis besarterdapat dua hal yang
dihadapi Pemerintah Indonesia. Pertama adalah amanat untuk mengurangi ketergantungan. Kedua, adalah fakta bahwa Pemerintah Indonesia masih menghadapi dan harus mengatasi berbagai tantangan yang memerlukan dukungan pendanaan, yang dalam beberapa tahun ke
depan belum sepenuhnya dapat diandalkan dari sumber-sumber domestik.
Dalam situasi seperti itu, dan terlebih bila dikaitkan dengan rencana pemutusan perjanjian kerja sama dengan IMF dan tidak adanya fasilitas Paris Club, pendanaan luar negeri(terutama pinjaman program dan dana ODA)menjadi penting bagi Indonesia. Pinjaman program dan dana ODA tersebut selama ini bersumber (diberikan oleh) kreditor dan donor yang tergabung dalam CGl. Dengan demikian keberadaan CGI sebagai sumber pendanaan luar negeri dan sarana untuk mengkoordinasi berbagai pinjaman dan hibah luar negeri masih dibutuhkan.
Berdasarkan hal-hal tersebut dan bahasan pada bab-bab sebelumnya, beberapa rekomendasi yang diajukan mengenai keberadaan dan peran CGI ke depan adalah sebagai
terurai berikut ini.
(1)
Menempatkan GGI dan memfokuskan fungsinya sebagaiforum aid coordination Dengan pertimbangan aspek keberlanjutan fiskal, keberadaan dan kontribusi para kreditor dan donor yang tergabung dalam CGI dalam jangka menengah masih penting mengingat Indonesia masih membutuhkan pendanaan luar negeri untuk mengatasi defisit dan financing gap.Keberadaan CGI diperlukan dalam kapasitas dan fungsinya sebagai
aid coordination forum yaitu untuk mempertajam sinergi dan meningkatkan koordinasi berbagai pinjaman dan bantuan kreditor/donor. Oleh karena itu agenda CGI perlu difokuskan atau diprioritaskan pada upaya membantu mengatasi defisit dan upaya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan kontribusi pendanaan luar negeri.
$r\eDeraoaan
oan reran
Lur
(21
Melakukan perubahan mekanisme kerja dan kepemimpinan CGI Dalam jangka menengah, selama keberadaan CGI masih dibutuhkan, perlu dilakukan upaya perubahan mekanisme kerja di CGI sehingga tidak donor-led dan mengarah pada
lndonesia-led atau paling tidak dipimpin secara bersama-sama atau dari donor-driven
aid coordinafion menuju country-driven aid coordination. Kondisi prasyarat menuju lndonesia-led adalah dengan adanya komitmen yang kuat dan kapasitas kelembagaan
yang kuat. Melihat banyaknya peserta CGI dan kuatnya orientasi pembangunan para kreditor/donor, upaya ke arah country-driven aid coordination merupakan tantangan yang tidak ringan (challenging). Berdasarkan kriteria yang disusun Bank Dunia (rasio
ODA terhadap PNB), transfer kepemimpinan ke arah lndonesia-led aid coordination dapat dilakukan dalam waktu selambat-lambatnya 2 tahun.
Dalam rangka menuju lndonesia-led aid coordination dan manager of aid, upaya yang pertama-tama perlu dilaksanakan adalah melakukan perubahan kepemimpinan pertemuan tahunan maupun midterm review/meetrng. Pemerintah/delegasi Indonesia perlu menempatkan diri sebagai ketua bersama yang turut mengatur jalannya pertemuan dan bukan sekedar mendampingi Bank Dunia.
(3)
Memfokuskan isu dan agenda pertemuan Pemerintah Indonesia perlu mengambil prakarsa yang lebih banyak dan aktif dalam menentukan agenda-agenda pertemuan. Sesuai semangat pembentukan CGl, isu-isu yang diagendakan dalam pertemuan perlu difokuskan pada isu-isu yang terkait langsung
dengan utang/bantuan para peserta cGl. sebagai pimpinan bersama pertemuan, Pemerintah (Ketua Delegasi) Indonesia dapat mengambil inisiatif untuk mengarahkan diskusi atau pernyataan-pernyataan yang melebar dari topik yang telah diagendakan. Perluasan agenda bisa saja dilakukan tetapidiarahkan untuk mendorong masuknya lebih banyak private capital inflow,jadi bukan hanya official capital inflow. (4)
"Mereorganisasi" dan meningkatkan peran dalam kelompok kerja serta menyusun prioritas agenda kerjanya Untuk mengefektifkan fungsi CGI sebagai aid coordination forum, pembentukanl keberadaan kelom pok kerja dapat d ilakukan/d ipertahan kan. Kelompok-kelompok kerja yang perlu diadakan adalah yang terkait langsung dengan kontribusi peserta CGI yaitu di sektor-sektor yang banyak mendapatkan pembiayaan dari utang/bantuan CGI antara lain kelompok kerja prasarana, kesehatan, dan pendidikan. Namun demikian, Pemerintah
Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijan"" E
Badan Perencanaan Pembansunan Nasional
lndonesia terlebih dahulu perlu mempunyai blue printyangjelas sehingga kelompok kerja
tersebut dapat berfungsi dan mencapai tujuan yang diharapkan yaitu terjadinya sinergi, harmonisasi, efisiensi dan efektivitas utang/bantuan.
Pemerintah Indonesia harus mengambil prakarsa dan kepemimpinan dalam kelompok
kerja. Untuk itu harus dilakukan pembenahan di pihak Indonesia antara lain dengan
keseriusan, konsistensi keterlibatan dan peningkatan kapasitas pejabat-pejabat pemerintah dalam kelompok kerja. Komunikasi dan koordinasi antar lembaga termasuk dengan organisasi nonpemerintah perlu terus ditingkatkan.
lsu-isu lain yang tidak berkaitan dengan langsung dengan utang/bantuan atau sektor-
sektor dimana kontribusi CGI relatif tidak besar tidak perlu dibahas/ dikelola dalam kelompok kerja. Apabila isu-isu lain tersebut berpengaruh terhadap pemanfaatan utang/ bantuan secara makro, hal tersebut dapat diakomodasi pada forum dialog kebijakan yang diadakan secara terpisah.
(5)
Mengadakan forum policy dialog diluar CGI Salah satu fungsi suatu aid coordination forum adalah fasilitasi pertukaran informasi dan dialog kebijakan. Dalam konteks inilah para negara/lembaga kreditor/donor sangat berkepentingan atas keberadaan CGl. Hal ini bukan saja karena relevan dengan utang
dan bantuan yang diberikannya, tetapi juga sangat penting artinya bagi hubungan (bilateral) mereka dengan Indonesia dalam konteks yang lebih luas (secara politik maupun ekonomi).
Untuk itu Pemerintah Indonesia perlu mengambil prakarsa mengadakan forum policy dialog yang dirancang sebagai sarana untuk menjelaskan kebijakan-kebijakan strategis dan program-program pembangunan yang direncanakan Pemerintah lndonesia dengan
tujuan untuk membangun saling pengertian dan membantu meningkatkan kepercayaan internasional. Melaluiforum ini komunitas internasionaldapat memperoleh informasi dan
klarifikasi secara langsung dari para pengambil keputusan politik terutama mengenai hal-hal yang bersifat lintas sektoral dan lintas lembaga.
Sebagai suatu forum dialog yang diorganisasi oleh Pemerintah Indonesia, forum ini akan terhindar dari suasana "monitoring" dan "reporting" seperti yang selama ini terjadi di forum CGl. Pemerintah Indonesia juga mempunyai "keleluasaan" dalam menentukan agenda dan isu yang diangkat.
Selain melibatkan peserta-peserta CGI yang signifikan kontribusinya, forum ini juga dapat melibatkan negara non-CGl yang memiliki posisi strategis terhadap Indonesia
l
-relKeberadaan
dan Peran CGI
baik secara politik maupun ekonomi, seperti negara-negara anggota ASEAN, RRC dan Rusia.
Prakarsa untuk mengadakan forum policy dialog tersebut dapat dilakukan oleh lembaga
Pemerintah Indonesia yang mempunyai fungsi dan kapasitas melakukan koordinasi pembangunan nasional, dan yang mempunyai network kuat dengan negara-negara/ lembaga-lembaga internasional. (6)
Memperkuat, mengintensifkan dan menjaga komitmen kerja sama bilateral Diluar kerangka CGl, Pemerintah Indonesia perlu mengintensifkan kerja sama bilateral dengan kreditor/donor multilateral dan bilateral yang memberikan kontribusi pledge signifikan (Bank Dunia, ADB, Jepang, Amerika Serikat, Australia, Belanda, Jerman, Kanada, lDB, UNDP). Hal ini sangat penting mengingat komitmen dan kesepakatan kerja sama bilateral dengan negara-negara/lembaga-lembaga itulah yang sebenarnya menentukan proses dan keputusan/hasil CGl. Sepanjang Pemerintah Indonesia dan mitra bilateral berpegang pada komitmen dan ikatan yang telah disepakati, dukungan pendanaan berupa hibah dan pinjaman tetap dapat diterima Pemerintah Indonesia. Oleh karena itu Pemerintah lndonesia perlu memanfaatkan seluruh instrumen/mekanisme
yang ada dalam kerja sama bilateral untuk menjamin adanya aliran dana, membahas isuisu penting dan memecahkan permasalahan-permasalahan yang ada. Dengan demikian
pihak kreditor/ donor tidak terlalu mengandalkan forum CGI yang dapat melemahkan bargaining position Pemerintah Indonesia.
(71
Meningkatkan pengelolaan pinjaman dan bantuan luar negeri Pemerintah Indonesia harus terus menerus melakukan perbaikan dalam pengelolaan dan pemanfaatan utang dan bantuan luar negeri (foreign debt and aid managemenf) baik dari aspek kebijakan maupun kelembagaan termasuk sumber daya manusianya. Aspirasi dan
concern berbagai kalangan civil society perlu juga dijadikan rujukan dalam pengelolaan utang dan bantuan luar negeri. Pengadaan utang baru harus disesuaikan kebutuhan, dan kapasitas penyerapan serta pengelolaannya. Perlu dilakukan upaya-upaya yang lebih kuat
untuk mengatasi masalah-masalah klasik sistemik seperti keterlambatan pelaksanaan dan rendahnya penyerapan yang akibatnya justru menambah biaya pinjaman. pada tataran yang lebih luas, perlu usaha yang lebih keras untuk menghapus penyalahgunaan dan kebocoran dana utang dan hibah luar negeri.
I
Kesimpuf an dan Rekomendasi Kebij
urunp/l I
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Upaya menyelesaikan berbagai permasalahan sistemik tersebut tidak dapat dilakukan secara sepihak atau dari sisi Pemerintah Indonesia saja, melainkan juga melibatkan para
kreditor/donoratau dengan kata lain upaya tersebut harus merupakan komitmen bersama. Hal ini karena permasalahan-permasalahan yang muncul juga dapat dipengaruhi oleh kebijakan, prosedur dan birokrasi pihak kreditor/donor.
4
Keberadaan dan Pera' CGI
DAFTAR PUSTAKA
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
I
q
Keberadaan dan Peran CGI
DAFTAR PUSTAKA l.
Notosusanto, Nugroho, Sartono Kartodirdjo, Marwati D. Pusponegoro, Se7'arah Nasional
lndonesia V/, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1976
2.
Posthumus, G.A, Press,
3.
Ihe lnter Governmental
Group on lndonesia, Rotterdam University
1971
BPS, Bappenas, UNDP, Laporan Pembangunan Manusia 2001: Menuju Konsensus Baru
Demokrasi dan Pembangunan Manusia di lndonesia, Jakarta,2001
4.
Republik Indonesia, Himpunan Ketetapan-Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik lndonesia 1960
5.
-
7988, Departemen Penerangan Rl, Jakarta, 1988
Republik Indonesia, Ketetapan-Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun /993, Percetakan Negara Republik Indonesia, Jakarta, 1993
6.
Republik Indonesia, Ketetapan-Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik lndonesia Tahun 1998, Percetakan Negara Republik Indonesia, Jakarta, 1998
7.
Republik Indonesia, Rentjana Pembangunan Lima Tahun 1969/70- 1973/74, Pertjetakan Negara Republik lndonesia, Jakarta, 1969
8.
Republik Indonesia, Rencana Pembangunan Lima Tahun Kedua 1974/75
-
1978/79,
*
1983/84,
-
1988/89,
-
1993/94,
-
1998/99,
Percetakan Negara Republik Indonesia, Jakarta, 1974
9.
Republik Indonesia, Rencana Pembangunan Lima Tahun Ketiga 1979/80 Percetakan Negara Republik Indonesia, Jakarta, 1979
10. Republik Indonesia,
Rencana Pembangunan Lima Tahun Keempat 1984/85
Percetakan Negara Republik Indonesia, Jakarta, 1984
11. Republik Indonesia, Rencana Pembangunan Lima
Tahun Kelima 1989/90
Percetakan Negara Republik Indonesia, Jakarta, 1989
12. Republik
Indonesia, Rencana Pembangunan Lima Tahun Kenam 1994/95
Percetakan Negara Republik Indonesia, Jakarta, 1989
13. Republik
Indonesia, Undang-Undang No.25Tahun 2000tentang Program Pembangunan
NasionalTahun 2000 - 2004,Percetakan Negara Republik Indonesia, Jakarta, 1989
14. Sekretariat Jenderal MPR Rl, Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik lndonesia: Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik lndonesia Tahun 1999, Jakarta, 1999
15. Sekretariat Jenderal MPR Rl, Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik lndonesia: Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik lndonesia Tahun 2002, Jakarta,2002
I
Daf
tar Pustaka
F
Badan Perencanaan Pembansunan Nasional
16. Sekretariat Negara Republik Indonesia, 30 tahun lndonesia Merdeka: 1960 -
1975,
Jakarta, 1995
17. Nota Keuangan dan APBN Tahun Anggaran 1999/2000 dan Tahun Anggaran 2001 18. Direktorat Luar Negeri Bank Indonesia, GovernmentExternal Debt, Tahun 1993 - 2003 19. Jejak Pendapat Kompas, Simalakama Pinjaman Asing, Harian Kompas, 27 Januari, 2003
20. Krueger, Anne O, Constantine Michalopoulus, dan Vernon W. Ruttan, Aid
and
Developmenf, the John Hopkins University Press, Baltimore, 1989
21. World Bank , World Bank Operational Directive, Washington DC, March 1989 22. Disch, Arne, Aid Coordination and Aid Effectiveness, ECON Centre for
Economic
Analysis
23. World
Bank, Ihe Drive to Partnership: Aid Coordination and the World Bank,Washington
D.C, World Bank, 1999
24.
lnternational Monetary Funds, Macroeconomic Accounting and Analysis
in
Transition
Economies,Washingthon D.C, 1 997
25. Republik lndonesia, Rencanan Pembangunan Tahunan Tahun Anggaran 2004 26. Swasono, 5.E., Pembangunan Tanpa Utang: Utang Luar Negeridan Ekonomilndonesia, Republika, 1998
27.
Direktorat Pemantauan dan Evaluasi Pendanaan Bappenas, Laporan Kinerja Proyek Pinjaman Luar Negeri
28. Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral Bappenas, Prosiding Round Dlscussion, 2003
29. www.oecd.org
qr\eDeraoaan
oan reran
\-.,r
Table
LAMPIRAN
Badan Perencanaan Pembansunan Nasional
I
IIIZI
Keberadaan dan Peran CGI
LAMPIRAN I.A.
COORDINANNG MINISTER FOH ECONOMY, FINANCE. INDUSTRY AND DEVELOPMENT SUPERVISION REPUBLIC OF INDONESIA
Jakarta, 24 March
L992
R.f.lt. Eubbers, Minister of the Kingdom of
.Ejs ExcellencF Drs. Prj.me
the Netherlands, Binnenhof 20, The Hague
fr"* I
f-+u'tu-*7r'
an wrj.tj-ng Your Excellency on beilalf of the of Indonesia recarding a matter of mutual concern.
Government
The Intergovernmentaf GrouD on Indonesia ( IGGI ) has served Indonesia's development financing needs. The Government
of Indonesia greatty appreciates the assistance from all participants, in pa.ricular the role of the Government of the Netheriands in convening and'cbairing ihe iGGI meetings ior the ]as: twenty-four years. liowever, rela-uions between Indonesia and the NetilerlanCs have recently deteriorated sharply as a consequence of'-he reckless use of oevelopment assistance as an insEru$ent of intiRidation. Such reckless use of developnent assistance as a tool of threatening Indonesia has resuLted in a rapid deterioration of rel-ations between our two nations.
0u: two nations certainly reaLize fully the trenendous endeavours exerted on both sides to build a relationship -based on nutual- respect and mutual benefit -- on the heap of ashes o: an exceedingly painful historical Past lesulting front centuries of j.nhuman colonial subjugation as well as frorn barbarous atrocities carried out by colonial forces during the war of independance only less than fifly years ago. Surely, of our two nations would like to see the flourishing social, political and culturaL rel,ations between our two countlies being torn into pieces. But as long as such an
none
economicl
exaqqerateo
.
Lampi.""
6
Badan Perencanaan Pembaneunan Nasional
exaggerated eagerness to resort to the use of development assistance as a tool of intinidation continues, relations betvreen our tvto nations will further erode more rapidly. The Government of Indonesia is certainly not prepared to be a party to Ietting relations between our two nations degenerate towards a complete breakdown. Nor has the covelnment of Indonesia any desire to watch the Government of the NetherIands be put repeatedly in an awkvtard predicanent as a consequence of not being able to .put an effective break on an exaggerated eagerness to continue utilizing development assistance as an instrument of threat to Indonesia.
Therefore, since this exaggerated eagerness to resort to the use of development assistance as an instrunent of intimJ_datj.on seems to contj-nue unabated, the only renaining option to prevent further erosion of relations between our two nations is to termj.nate completely a1t developnent assistance fron the Netherlands to Indonesia. Acco:dingly, this letter fonnally convey the wish of the of Indonesia to have the Governnent of the Netherlands terminate the disbursements of all on-going developrnent assistance in the form of loans as well as grants fron the Netherlands to Indonesia immediately, at the latest one nonth after the date of receiving this letter. Moreover, there is no further need to prepare new developrne:t assistance from the Netherlands to Indonesia. Consequently, there is aLso no need for the Government of the NetherLands to convene a neetinE of Government
Through this letter we also wish to reassure Your Excellency that Indonesia will continue to meet fully and tinely all 1ts financial obligations resulting from loans received from the Netherlands.
we are confident that under the present circumst.ances prevailing in the Netherlands, the conplete absence of develonment assistance fron the Netherlands to Indonesia -- and consequently the complete absence of the use of development assistance as an instrunent of threat in our relations -- will definitely Lead to irnproved rel-ations between our two nations and will prevent the covernment of the Netherlands from being put repeatedly in an awkward position. Finally
I
q
Keberadaan dan Peran CGI
Fina1ly, let us assure Your Exce]lency that lhe Govern-
ment of Indonesia will always remember with sincere appreclation the role of the Netherlands as convener and chairman as well as chairwonan of the ICGI and for its assistance to
Indonesia for the last twenty-four years. As for the fuLure, Iet us continue to exert our endeavours to build a sttong relationship between our two nations based on nutual respect and nulual benefit.
GA** 4,r4!-^.ua.ur-^.r^ f ,"f @ //
:4-,./,r (Jv
cc .
@?'
: H.Il . l'1r . H. van ien Bioek, ]:r.::is:ei cf !o:eig: Affai:s of :: .. Kl:.;lcn ci ::.e Neti:erlarCs, 3e::uidenhcuisweg 57, Ti':lti Iague
;i. :j . Drs . j. F. ?rcnk, i'1:llster f o:: Deve).opnent Coopeiation, ::::::si:y c1 Fcret;.r Af f ai:.s o: ::.,j Ki::JCan of :he Net.herland:,
ie::uiCenhoutsweg 67, Tni) Ilague
I
Lampiru"
@
Badan Perencanaan Pembaneunan Nasional
LAMPIRAN I.B"
MINISTER OF FINANCE OF THE REPUBLIC OF INOONESIA
No.t 5-324/r#/1992
Mr. Lewis T. Preston President
March
24
I L992
The Worl-d Bank
1818 H Street, N.W. ,'^-Li LUrr, u. warrrrrrv -aL^^ ^ r1. 20433 USA
Dear Mr. Preston:
I am writinq you on behalf of the Government of Indonesia regarding a consultative Group for Indonesia. The Intergoverrunental Group on Indonesia (IGGI) has served Indonesia in providing a forum for discussing Indonesia's greatly appreci-ates financing need.s. The Goverffnent of Indonesj-a the assistance from all participants j.n the IGGI, in particular the assistance and the ana)-ytical contribution of the World Bank. As Indonesla prepares to enter the second twenty-five years of its. development, we feel- that the time for change has come. lndonesia is the onlY major countrY for which meetings on aid coordination have been chaired by a donor country. We observe that other arrangements for aid coordination function under the chairmanship of the world Bank. At this point in its historY, the Government of Indonesia feels that Indonesia, too, would be vrell served by adopting the predominant international model- for aid coordination. In so doj-ng. Indonesia would secure the benefits -enjoyed by many of the Bankrs other members -- of a neutral, inrnrmarl m,rlt-i 1^tera} chair to oversee the coordination of assistance to Indonesia from all sources. Accordingly, this letter formally request you' as President of the world e-nk, to take the steps necessary to establish a consultative Group for Indonesia under the world Bank chairmanship and to convene a meeting sometime this year. we are informing all governments and international organizations providing assistance to Indonesia of this request. we are confident that our request will meet with your for favorabl_e consideration and we express our deepest gratitude your understanding and agreement. With kindest Personal regards.
Minister of Mr. N,C. ni r6-f^r
HoPe PqT
I
IIII:I EE-l
Keberadaan dan Peran CGI I
U--:---__ aTr-Finance
LAMPIRAN I.C. KEIMANGAN
WII.K
PERS
]NDON{ESIA MB{OI,AK BANTUA}I BE,AI{DA
Indonesia menolak bartuan Belanda dan ninta agar Belanda tidak lagi menjadi ketua IC'GI. Dernjl
Surat tersebut disampai-kan kepada Pernerintah Belanda pada Rabu pagi 25 l{aret 1992 o}eh Dubes RI di Den Haag Bintorc Tjokroanridjojo dan diurnrn kan di Jakarta pada hari Rabu malam hari.
surat tercebut pernerintah Indonesia ninta kepada psnerintah Eielanda untuk: (1) menghentikan pencairar (disburssnent) sgtua bantuan Eelanda kepada Indonesia baik yang berupa piniana! maupun hibah, (2) tiDalam
cal<
lagi. menyiapkan bantuar baru untuk Indonesia, (3) tidak lagi" menye -
lenggarakar si-darg
IffiI.
itu bahrva Indonesia akan tetap msnbayar ksrF pinjaman Belanda kepada Indonesia beserba bunganya secara penuh dan
Ditegaskan dalam surat
tiali
t;epat pada waktunya.
tersebut lriennrat hal"-hal sebagai berikut : _selarjutnya surat Pgnerintah Indonesia menghargai daJl akar tetap rnengingat dengan ra:;a terlna kasih peranan Belanda sebagai penyele.nggara dan ketua IGCI serAkar te 1;a bantuar Belanda selama duapuluh snpat tahun yarg akhir ini. l.api hubimgan antara kedua bangsa aJ
luar biasa unsejaral yang sangat sebagai akibat penindasar penjajahan di luar batas ksna-nusia-
Diingatkan
ba}l1la kedua bangsa
telah
menggala-ng usaha
:,uk rnsnbangun hubungan di-atas puing-pui-ng peninggalan r.renyal
iu selama berabad-abad maupun sebagai akibat kekejarnaa yang biadab yang dila-kukan oleh argkatan perang peniajah pada waktu perang ksnerdekaan ku :Erg dari llmaprluh tahun yang la1u. Tida.k ada yang in(ln melihat huburE uJr antara kedua batgsa yang sedang berksnbang bial< di bidang el
Akan
Belanda
alat intjmidasi terhadap Indonesia tetap berlalgsung maka hubungan antara kedua bangsa akan merosot dengan cepat.
sebagai
I
Lampiran
IIiq
Badan Perencanaan Pembaneunan Nasional
Pg@rintah Irdoresia tidak iJgin jj
tidak fgin neli-hat Percrintah Belarda berkali-kaLl ditenpat*an keadaan
yarg sulit karena tidak
yarg ti=1ebih '
kepada
mergerdalikan dengan efeltif lnsrat untuk msnakai bantuan sebagai al-at untuk mengancan Irdonesia. marllxr
OIeh karena hasrat:rarg berlebilFlebi]t unhk msnakal bantuan sebagai maka satu-satunya pilihan yang masjl. tersedia
alat intinuidasi teius berlanjut
untuk menghhdarkan ssna]<jl merosotnya huhrtgan antara kedua bangsa adal.ah merghenti*an sepenuhnya ssnua bantuan Belarrla kepada Indonesia. Dengan ti"dak adanya sama
sekali bantuan Belarda
kepa.da fndonesia
rTraka
juga tidak ada sana selali perggr:naan bantuan Belarda sebagai alat untuk mengancan lrdonesia. Akjbatnya huir:ngan antara kedua bangsa menjadi lebj.tt bajj< dan Psnerjntah Belarda
tidak
J.agl dj-tsnpatkan pada
posisi yang sulit.
Surat berakhir delgan ajakan mengerai bnri depan untuk ms$aj€.un hubungan yarg kuat antara kedua bangsa atas dasar salj-rg menghargai dan sahng me nguntungkan.
Untuk tahun l99L/92 negara-negara dan bad.an-badan ilternasional menyediakan bantuan untuk Indonesia sebesar gg$4.755,1 juta. Dari junlah itu juta junlah l,9g US$91,3 atau da.ri bantuan seluBelanda bantuan berjunlah ruhnya. Proyek-proyek atau kegiatan yang |dngga kj.ni dibantu Belanda sekarang sedarg ditelaah oletr pqnerjntah untuk ditetapkan kelanjutannya. Ada proyd<proyek yang akan dilanjutkan dengan dana bantuan dari sunber lajn, ada ya:rg
dilanjutJcan dengan darn Psnerj-ntah Irdonesia ditunda pe laksaraarirrya.
serdjli,
ada pula yang akan
ditolaknya bantuan Belarda oleh lrdonesia maka tidak berarti balsra bantuan dari negara-negara lain serta badan-badan internasional akan juga terhenti. Bantuan dari negara-negara lain ser-ta dari badan-badan hternasional akan tetap terlaksana sepe-nuhnya. Dergan
Oleh karena lrdonesia telah mjnta kepada Belada untuk tidak menyelenggarakan sidarg IGGT naka milai sel<ararg ttdak akan ada lagi sidang IC€I- Sehubrngan deigan itu Psnerjrrtah Indonesia telah renyarpailcan peurLl-ntaan kepada Bank Dunia untuk menyelenggarakan suatu
nesia dan negtara-negara
EIil
Keberadaan dan Peran CGI
lajn serta
forun unbi( konsultasi antara lrdo-
badan-badan
iaternasional yarg
menyediakan
bartuan bagi Indonesia. Bark Dulia telah menyelenggaral
bantual bagi Indonesia untuk selarjutnya akan dilalukan dalam kelorpok korLsrultatif untuk Indonesia yang diselenggarzlan dar dil<etuai Bank Dunia. Atas
nama
Psnerintah Indonesia Menteri Kanangan J.B. Sunarlirr
telah mengirim surat permi-ntaan kepada Presiden Bark Dunia untuk mff|bentuk kelcrnpok konsul,tasi bagi Indoneia (Consultative Group for Indo-nesia) yang djl<etuai Bank Dunia. Surat perni-ntaffi tersebut telah di* di i{a.shington, kepada Bark Duria
samFaikar rnelalui Kedutaan Besar RI pada
hari
Babu 25 Maret 1992.
25 \La:ret 7992,
Lampiran
E
Badan Perencanaan Pembaneunan Nasional
LAMPIRAN II.A. IKHTISAR PERKEMBANGAN PtECIGE IGG11 CGITAHUN 1967 SAMPAI DENGAN JANUARI 2OO3 llegara
dan Pra.
Repelita
I
Repelita
ll
Repelita
lll
(dalam Juta usD)
Repelita
lV
Repelita
V
Repelita Vl
Lembaga repelita 1969n0 $74f15 1979180 1984/85 1989/90 s.d s.d s.d s'd l'lo, Internasional 1967/69 s.d s.d 19nn4 1978n9 1983/84 1988/89 1993/94
1994/95
s.d
1999 s.d 2003
Total 1967 s.d 2003
1998199
1908/69
1 Amerika Serikat 2 Australia 3 Austria
4 5 6
I 8 9
Belanda Belgia
Denmark Frnlanora
lnooris ltalia
224,01
1.120,90
19,43
0,00
40,95
0,40 0,00 0,00 5,26 0,40
10 11
Jepang
170,00
Jerman
50,50
12
Kanada
13
Korea
'14
Norwegia
15
Prancis
16 Poftugal
17
Selandia Baru
18
Spanyol
19
Swedia
20
Swiss
BILATEML
21
IBRD
22
ADB
tl trtl 24 25
UNAgencies
2O
IFAD
2i
EIB
28 29 30 31
UNICEF
Saudi Fund
Kuwait Fund IDB NIB
ftIULTILATEML
112,41
0;78 0,00 0,00 11,14
801,40 637,76 581,00 552,10 579,30 1175,00 5.671,47 185,87 200,34 168,40 226,80 274,66 272,70 1.460,61
0,55 0,00 22,27 54,10 88,40 80,00 245,32 267,20 0,00 198,70 1.647,46 47,32 46,92 19,79 60,70 36,71 13,40 250,36 8,35 0,00 0,00 17,40 15,04 26,20 75,29 0,00 0,00 4,00 6,20 3J2 1,00 14,32 37,55 59,27 414,40 290,50 387,49 '135,80 1.425,93 4,58 35,97 186,66 66,70 11,52 ,00 339,08
0,00
255,07 299,46 378,21
207,87 25,12 8,30 0,00 95,66
6.25
27
211,42
882,08 1.467.30 3.104,90 6.850,00 9.095,75 6.004,00 28.422,48 317,85 199,56 216,41 511,00 856,96 431,50 2.755,20
100,65
162,46 228,45 170,27 144,20 109,79 70,90
848,45
0,00 0,00 116,95
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
0,00 6,52 0,00 0,00 9,60
27
341,32 783,41 420,59 717,90 379,57 30,00
0,00 17,96 0,00 0,00 0,00
0,00 0,00 0,00 0,00 3,14
60,00 145,00 174,51 208,00
0,00 0,00 0,00 ,50 45,24 91,60 50,84 16,10 17
0,90 71,92 587,51 17,50
216,52
47.326,61
818 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
514,07 2.780,00 4.525,00 5.800,00 7.730,00 8.100,00 7.034,00 111,82 695,25 1.584,00 2.600,00 5.119,00 6.900,00 6.130,00
8,18
636,53 3.481,66 6.419,85 8.804,09 13.585,90 16.769,76 14.045,80 63.751,77
Direktorat Pendanaan Luat Nege| Eilateral
10,64 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
'
Bappenas
I
trf|t:eoeraoaan
2.800,88
0,00 0,00 0,00 0,90 6,03 11,60 15,81 14,00
522,87 2.870,10 3.062,36 3.961,58 5.798,17 10.041,90 12.245,33 8.824,30
6,41 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
oan ieran
iui
36.491,25 23.140,07
52,00 83,29 59,90 0,00 40,00 252,24 142,50 206,60 308,00 304,90 489,70
1.451,70
42,50 67,20 78,00 58,90 23,90 270,50 73,85 47 ,00 1'11,00 114,07 18,00 363,92 0,00 0,00 0,00 244,89 168,20 413,09 0,00 0,00 0,00 45,00 6,40 51,40 0,00 0,00 0,00 87,00 0,00 87,00 0,00 0,00 70,00 735,00 76,00 881,00 0,00 0,00 110,00 180,00 59,60 349,60
531,05 3.506,63 6.544,02 10.381,43
TOTAL
987,50
0,00 0,00 0,00 ,90 155,86 90,90 274,66 0,00 0,00 0,00 1,00 10,00 10,70 21,70
',14.602,26 23.627,80 29.015,09 22.870,10 111.078,38
2003
2002 2001
2000 1999
1998 1997 1996 1995 1994 1993 1992
co
o
c) (\l
1991
F
1990
(o CD
1989
z.
1988
D I
1987
F (9
1986
(9 =
1S85
(J
I
1984
ut (9
1983
o ul
1982
J
o-
1981
z.
(,
1980
2.
1979
dl
1978
tu = :<
E
1977
o-
1976
lU
1975
1974 1973
tl|,t FI
1972
,.j
1971
z *. -a. -Fi
e F]
1970 '1969
1968 1967
oooooooooo ooooooo<)o c)oooooooo O)@f*@l.()t(f)NF (re||oq Sn enD e6pel6 qelurnp)
Lampir""
@
Badan Perencanaan Pembanqunan Nasional
(Ei
I
(Y)
O O N I
O) CD
o)
(E
=o
>ri
ci ci (Ei
.-l
Ji -i(Ui bl ol (Ul d1l
rri tri
i
o-
I
o
(I'i >ri
t
I
'6i (E
= 6
Jl
(ul
-l
(l)i
o(l)
6 3 (9
(Ui
E.
fi >l
It!
(t
= 6
c)
ul
l
Ori
o(l)
J
t
CL
z
(9
z.
(E1
ol
oi '?t I
co
u =l
;:
I1
o(I)
.g
(D
Y
tul
t
o-
u,
c(!
z
C
f
(.'
z o z.
ct,
c(U
.o
E o o-
m
v. UJ
l<
CL
c(U
;
=(l)
oo t
rj
€ (o
l-{
(t
z
I
Fr (0
o)
lv. Fl
oocoooooooo ooocoacooo ooooooo(too oor€F(0|r)$ct(\|
A. -l
I
(E
(re;;oq Sn e1n[} o6pold qetunf)
Fl I
ryKeberadaan
dan Peran CGI
dl
I
.g g
o3 x,
c$
In 1--1
it
l*'
cf)
(t
c! I I
o) c')
I
(!
c
.g
(u
J
I
E L
(|)
(!
.=
6 c)
(It
ir n
x.
$
(o
6 o u
c '6 J
,E
c
E
o
(u (o
.= q) o)
t ;
= 6 v"
g f
u ct5cT, o. o ? m
(E
=a)
o-
o
E
N (0
'ilsl
o,
ro o ro o !o o F-(o(l'lolo\t$(v)c)c{c{
o
ro o
(o7o)
uasre6
|ft
o
la, o
tf,
c)
,'--t
Li,nrpirn,r
!ffi
Badan Perencanaan Pembanqunan Nasional
LAMPIRAN III.A. SUMBER PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN REPELITA
I-
REPELITA VI
(dalam miliar rupiah)
SumberPembiayaan Tabungan
Tahun
Pemerintah
Anggaran
2
1
3=2:10
585,2
REPELITA I
32,5
1969/1970
28,4
45,1
31,2
197111972
68,9
38,8
163,2 275,5
1973t1974
REPELITA II 1974/1975 1975/1976 1976t1977 1977t1978 1978/1979
REPELITA III 1979/1980 1980/1981 1981/1982 1982t1983 1983/1984
REPELITA IV 1984/1985 1985/1986 1986/1987 1987/1988 1988/1989
REPELITAV 1989/'1990 1990/1991 1991/1992 1992/1993 1993/1994 REPELITA VI 1994/1995
Bantuan Yo Bantuan Program Proyek 4 5=4:10 6
51,3
197011971
1972t1973
Penerimaan Pembangunan (PP)
olo
523 65,8
78,3 79,1 1.005,0 69,1 79,5 1.261,4 1.431,8 85,0 1.574,3 78,2 23.895,2 74,9 2.734,0 77,9 4.383,8 79,6 5.219,4 77,0 5.406,5 72,9 6.151,5 70,8 25.996,0 50,2 6 525,4 78,6 8.933,0 75,9 40,0 3.668,6 44j 4.390,1 2.478,9 19,7 51,2 64.850,3 7.169,0 46,3 13.071,9 60,9 13.529,0 57,6 lE tEa ) 57,9 15.823,2 59,5 6.057,4 784,9
131.544,3 22.349,0
1995/1996
))
1996/1997
25.069,2
1997/1998
22.665,6
1998/1999
38.881,6
474
O
57,7
69,4 71,5 67,8 61,2 43,2
418,0
69,2 75,2 92,8 87,2 93,6
',t76,2
36,7
136,6
60,4
12,9
52,0
24?
52,3
15,8
30,6
34,3
22,4
49,3
2,3
37,6 3,8 20,5 1,4 22,7 1,4
1.498,0 169,5 429,9
302,5
42,9 2,5
210,7
52,5 2,6 203,5
0,6
64,4 1,8 64,1 1,2 45,0 0,7 15,1
0,2
385 4 7.799,9 710,7 1.056,5 1.513,6 1.990,9
0,2
) \)At
10,2
20.523,0
0,8 0,6
1.711,4
2.760,3
1.791,2
19,5
3.721,8
684,5
6,9
4.871,1
2.665,9
21,2
7.458,4
14,9 5.280,1
69,3 69,2
4.214,5
965,8
3,7
44.304,8
6,2
7.346,5
1.346,7 1.385,5
6,3
7.034,8
5,9
8.589,6
2,0
10.581,4
0,0
10.752,5
10,9 0,0
71.313,3
0,0
9.008,8
516,5
0,0
24.925,7
0,0 0,0 0,0 0,0
24.925,7
9.837,8
0,0
1
0,0
14.385,6
27,7
26.18'1,0
1.900,1
Yo
Jumlah
Dana
Pengeluaran
Pembangunan
Pembangunan
10 = 2+E
11
(PP)
7=6;10 8=4+6
9=3;10
12,0 554,6 48,7 '11,3 82,1 71,6 16,8 99,5 68,8 8,9 108,6 61,2 12,0 121,5 42,7 11,8 142,9 34,2 19,4 1.674,2 21,7 17,1 207,1 20,9 29,5 450,4 30,9 19,1 325,2 20,5 12,5 253,6 15,0 19,2 437,9 21,8 24,5 8.003,4 25,1 20,3 775,1 22,1 19,2 1120$ 20,4 22,3 1,558,6 23,0 26,9
29,1
2.006,0 2.543,1
1,080,4
114,6
109 3
144,6
137,9
177,5
163,9
284,7
263,0
418,4
406,3
7.731,6
7.479,2 985,2
992,0 1.455,4 1 qAAA
1.436,4
1.685,4
1.540,6
2.012,2
1.945 8
31.898,6
31.753,1
1.571,2
3.509,1
3.479,0
5.504,4
5.450,6
6.778,0
27j
7.412,5
6.826,'l 7.440,4
29,2
8.694,6
8.557,0
51.799,1
51.293,2
39,6 25,803,1 49,8 20,6 1.780,7 21,4 23,5 2.829,5 24,1 40,5 5.513,0 60,0 49,0 5.555,6 55,9 59,2 10.124,3 80,3 39,1 48.537,3 42,8 47,4 8.330,3 53,7 32,8 8.381,5 39,1 36,5 9.975,1 42,4 40,1 11.097,9 42,1 40,5 10,752,5 40,5 31,3 96.239,0 30,6 9.837,8 28,5 9.008,8 32,2 '11.900,1 3B,B 14.385,6 29,1 51,106,7
1.139,8
8.306,1
8.374,8
11.762,5
11.740,1
9.181,6
9.091,2
9.945,7
9.769,9
12.603,2
12.317,2
113.387,6 '15.499,3
112.053,6 14 lq? O
21.453,4
18.250,8
23.504,1 26.355,1
23 074,5 26.906,3
26.575,7
28.428,1
188.925,3
42,3
227.783,3
30,6
32.186,8
30.691,7
28,5
31.587,7
28.780,7
32,2
36.969,3
35.951,8
38,8
37.051,2
56,8
89.988,3
55j42,4
Keterangan: '1.
Angka-angka tersebut berdasarkan realisast Perhitungan Anggaran Negara
2. Tabel ini disusun sesuai dengan klasifikasi tstruktur penyusunan) APBN yang berlaku pada waktu itu (T account model)
lumber: Diolah dari Nota Keuangan dan APBN Tahun Anggaran 1999/2000 dan Tahun Anggaran 2001 I
ItI6f
Keberadaan dan Peran CCI I
.g
g
o5 E
Fesrt
.q. q --\{t Fo+oe,
F(s
.= E (u C' 1t
n UFS*,,$
*
i9*ig
e 9333$ q€€aa fi E3€,gE B
!, q. q. q[ -- !.
S
FSFHS
S 3 srs 3,P
$sEfrs$ *- E'FR 3
$
E;33;
s
+s s*
fr
=
Efr
14
3S*FS
3 33333 l
r 3333S 5 3333* 93F3.**. q, €q,\q.\.h
*3 2,4 4
z H FI A,
Q. q.qqqq
- -atcR
$E frH
Ft
#a *,> x<
Ei
zb
=oc
=< -ct 40 =z z<
6= Fl
5rra5g
q ts-qqaq
=3
Eg E EE gF
F-
gcgS$
o 5@€oo
i$538t
= g#$ 5 € € 'F
e i
e b
ee Fk
$$
€€
E $ E $E= F F F {E € { EEF {{E E
efr
a * * f,{€ s g g ecE i E F A FFE E g s s ssB
E E EEg
$ $F; +F eeg F e s' i' g r b ggg !b& $ ! ! 3 E ti8ti E * E :19 E € E €Ed
E F E
g E
s
-s
F F
B
E& E E E&9 EEd € "E E E E EEE 5 € E E EE€ ieF*g=$E* € 5
E
E
€o+d€6
F g5s'Fig
aFFFggg$5E€ss SEEiEHEES E-gEE
o. o-i-o_q,q
EE$E€E$$g Eggg
ESsEES
Feaasa
hsFgFSFF+-^-,_ 6=FEFEFGXoF-F
- rE *E
F,E
$SE siEi
gPEF$F$FaE;ss;F
Lampiran
M