PERNYATAAN PERS
Kantor Bank Dunia, Jakarta Gedung Bursa Efek Jakarta Tower 2, Lantai 12 Jl. Jenderal Sudirman Kav 52-53, Jakarta 12190, Indonesia. Phone: (62-21) 5299-3000
PERTEMUAN INTERIM CONSULTATIVE GROUP ON INDONESIA JAKARTA, 23-24 APRIL 2001 Jakarta, 24 April 2001 -- Pertemuan interim Consultative Group on Indonesia (CGI) dirampungkan hari ini setelah pembahasan selama dua hari tentang perkembangan agenda reformasi yang didiskusikan dalam Pertemuan Kesepuluh CGI di Tokyo bulan Oktober yang lalu. Masalah-masalah penting yang didiskusikan mencakup reformasi makro-ekonomi dan struktural didalam program reformasi yang didukung IMF, bagaimana mempercepat proses reformasi hukum dan yudikatif, serta kemajuan dalam implementasi program desentralisasi yang telah berjalan. Dalam komentarnya pada pertemuan tersebut sebagai Ketua CGI, Mark Baird, Direktur Bank Dunia untuk Indonesia, mengatakan “diskusi selama dua hari ini bersemangat serta tukar pendapat antara pemerintah dan kalangan donor dilakukan secara terus terang, namun dalam suasana yang positif dan konstruktif, serta dengan pengakuan yang penuh diantara kalangan donor akan sulitnya konteks politik saat ini yang harus dihadapi oleh tim ekonomi Indonesia, disamping berbagai tantangan lain yang dihadapi Indonesia.” Pertemuan ini pada dasarnya dilaksanakan untuk meninjau kemajuan sejak pertemuan penuh CGI yang lalu, “kalangan donor meminta pemerintah untuk melanjutkan agenda reformasinya dan berjanji memberikan dukungan terhadap hal ini”, ujar Baird. Kalangan donor menyambut baik partisipasi perwakilan kalangan ornop dan pemerintah daerah sebagai peninjau pada pertemuan tersebut. Pada acara makan siang bagi pimpinan delegasi sebelum pertemuan CGI pada hari Senin, 23 April, kalangan donor juga dijelaskan oleh Menteri Koordinator Politik, Sosial dan Keamanan, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono tentang situasi politik dan keamanan terakhir di Indonesia. Bapak Yudhoyono mengatakan bahwa CGI merupakan “bagian dari solusi” bagi masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh negara, dan untuk itu penting untuk dipahami bahwa sekarang merupakan “masa kritis” dalam sejarah Indonesia. Mengenai tantangan yang dihadapi pemerintah, termasuk ancaman bagi persatuan dan kesatuan nasional, masalah politik dan sosial, serta keamanan dan ketertiban hukum, Bapak Yudhoyono menjelaskan bahwa setelah dilakukan evaluasi dan tinjauan terhadap kebijakan dan strategi sebelumnya, pemerintah akan bergerak dalam enam bidang: politik, ekonomi, masalah sosial, hukum dan ketertiban, keamanan dan informasi. Beliau menjelaskan kalangan donor tentang kebijakan yang akan diambil perihal “konflik vertikal” di Aceh dan Irian Jaya, serta beberapa konflik masyarakat di Maluku dan Maluku Utara, Sampit dan ditempat lain, serta masalah yang berkaitan dengan pengungsi di Timor Barat, termasuk rencana pendaftaran bagi pengungsi yang ingin kembali ke Timor Timur pada tanggal 21 Mei 2001. Menyangkut masalah terakhir yang berkaitan dengan “konflik intensitas tinggi” di kalangan elit politik, beliau
menjelaskan bahwa masih mungkin untuk mencari solusi politik. “Aparat keamanan” akan berusaha untuk menegakkan dan memulihkan ketertiban hukum secara tegas dan non-diskriminatif. Kalangan donor menyambut baik jaminan Menkopolsoskam bahwa konflik internal akan ditangani dengan cara yang dapat memastikan penyelesaian tanpa kekerasan secara jangka panjang. Kalangan donor membahas kondisi terakhir dari ekonomi Indonesia dan status diskusi antara Pemerintah dan IMF. Delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Perekonomian, Dr. Rizal Ramli menjelaskan kepada para anggota CGI tentang kemajuan sejak pertemuan CGI terakhir. “Kami telah berupaya keras untuk mencapai kemajuan dalam enam bulan terakhir ini dan kemajuan tersebut kami dapatkan dengan upaya yang keras dan patut diterima”, menurutnya. “Kami tahu bahwa hasilnya akan menghasilkan masyarakat yang lebih baik dan memperbaiki kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia,” beliau menambahkan. Melihat kedepan, Bapak Ramli meneruskan, “kami tidak bisa mengabaikan berbagai tantangan dalam bulan-bulan ke depan. Namun seperti yang telah kami lakukan sebelumnya, kami harus mengatasi berbagai tantangan tersebut dan kami mengharapkan kepada anda, mitra pembangunan kami, untuk terus memberikan dukungan dan pengertian seiring dengan upaya kami dalam bulan-bulan kedepan.” Bapak Prijadi Praptosuhardjo, Menteri Keuangan, melaporkan perkembangan diskusi dengan IMF, dengan mencatat bahwa anggaran 2001 memburuk karena depresiasi nilai tukar kurs dan peningkatan suku bunga yang tidak diantisipasi. Beliau melaporkan bahwa Pemerintah telah mencapai kesepakatan dengan IMF mengenai skala masalah anggaran tersebut dan “arah daripada solusi yang dipilih”. Berbagai upaya telah diambil dalam paket penyesuaian fiskal yang mencakup perluasan basis pajak, semakin menurunkan subsidi BBM, menggunakan dana desentralisasi secara efisien, efisiensi pengeluaran pembangunan, dan menerapkan rencana penghematan dalam kerangka desentralisasi fiskal. Pemerintah juga telah bermaksud untuk mencapai target pemasukan dari privatisasi dan penjualan aset IBRA. Beliau mengharapkan kalangan donor untuk memenuhi kebutuhan anggaran akan dana luar negeri setelah Pemerintah mengambil langkah-langkah untuk menanggapi masalah anggaran. Perwakilan IMF, Bapak Anoop Singh, menjelaskan bahwa masalah fiskal merupakan hal penting yang dibahas dalam misi IMF dengan pihak yang berwenang disini. “Misi ini telah mencapai kesepakatan dalam beberapa bidang dimana langkahlangkah fiskal akan diambil,” menurutnya. Namun mengingat skala masalah ini, “berbagai inisiatif yang berani dibutuhkan dan hal ini membutuhkan waktu untuk secara penuh diformulasikan,” beliau menambahkan. Pemerintah dan IMF setuju dengan suatu program kerja di bidang ini pada minggu-minggu ke depan guna menghasilkan program kerja yang terperinci. Kalangan donor turut berbesar hati melihat diskusi antara pemerintah dan IMF telah mencapai kemajuan, serta meminta Pemerintah dan IMF untuk menyelesaikan kesepakatan tersebut. Kalangan donor mengutarakan kekhawatirannya melihat memburuknya kondisi fiskal, namun menyambut baik upaya pemerintah untuk mengupayakan perbaikan sejak awal dan memastikan bahwa defisit fiskal tidak semakin memburuk melampaui target yang telah disepakati sebelumnya oleh Parlemen.
Mengembalikan kepercayaan investor dinilai sebagai prioritas utama, dan ini membutuhkan pengelolaan proaktif dari reformasi hukum dan ekonomi, termasuk memastikan kepastian hukum. Masalah ini menimbulkan kekhawatiran, dalam beberapa kasus dengan investor asing yang banyak disorot dan dengan menurunnya ketertiban hukum di beberapa daerah. Dari sisi mereka, kalangan donor telah mengutarakan bahwa mereka akan mendukung upaya reformasi yang kuat dengan melanjutkan pemberian asistensi keuangan dan teknis guna membantu negara ini melalui masa yang sulit. Dalam konteks ini, mereka meminta Pemerintah untuk tidak meningkatkan pembiayaan eksternal komersil dengan menerbitkan obligasi yang dijaminkan (securitized bonds), mereka menyatakan bahwa hal ini dapat menurunkan fleksibilitas dalam mengelola hutang luar negeri di masa depan dan menyambut baik jaminan Pemerintah bahwa berbagai upaya untuk memperluas pendanaan luar negeri tidak berkompromi dengan kewajiban hukum dan kewajiban lain Pemerintah dalam perjanjian pinjaman yang telah ada. Tentang kemiskinan, kepala lembaga Pemerintah terbaru, Badan Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan, Dr. H.S. Dillon, menggariskan kemajuan sejak Oktober dalam mengembangan pendekatan baru dalam pengurangan kemiskinan. Badan baru ini, yang melapor ke Wakil Presiden, dirancang untuk menjadi katalisator guna mengutamakan upaya pengurangan kemiskinan dalam program dan kebijakan di tingkat nasional dan daerah. Suatu strategi bottom up sedang dipersiapkan melalui mekanisme konsultatif dan partisipatif. Badan baru ini akan bekerja secara dekat dengan berbagai lembaga penting yang bertanggungjawab untuk menyampaikan pelayanan umum bagi kalangan miskin, seperti di bidang kesehatan, serta dalam rangka merancang program yang dibiayai anggaran dengan pengaruh bagi kelompok miskin, termasuk formula promiskin untuk hibah (DAU) bagi daerah. Kalangan donor mendukung didirikannya Badan Koordinasi ini. Mereka mengutarakan kekhawatirannya tentang pengaruh beberapa konflik bagi kalangan miskin dan menekankan perlu dimasukannya penyelesaian konflik dan dukungan terhadap para pengungsi ke dalam strategi pengurangan kemiskinan. Pengaruh buruk akibat tidak diperhatikannya degradasi lingkungan terhadap penduduk pedesaan yang rentan terhadap kemiskinan juga ditekankan. Mereka mengakui adanya hubungan yang hakiki antara jender dan kemiskinan, dan mereka mendukung rencana Pemerintah untuk menerapkan pendekatan menyeluruh yang memerhatikan sensitifitas jender. Dalam konteks ini, mereka menyambut baik Keputusan Presiden No.9/2000 tentang pengutamaan jender. Kalangan donor juga mendukung penambahan investasi di sektor sosial, khususnya untuk memenuhi kebutuhan anak-anak usia dini, serta menekankan pentingnya kualitas intervensi di sektor sosial. Perihal pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM), Menteri Koperasi dan Usaha Kecil, Bapak Zarkasih Nur menjelaskan program tiga butirnya yang mencakup reformasi administratif dan iklim usaha, peningkatan pelayanan keuangan termasuk melalui institusi kredit mikro, serta dukungan untuk pelayanan pengembangan usaha. Beliau meminta kalangan pendukung pembangunan internasional untuk memantu dalam upaya pengembangan kapasitas, pendanaan kredit dan ekuiti, teknologi informasi, serta pembangunan iklim yang kondusif untuk pengembangan UKM. Kalangan donor menggariskan semakin pentingnya UKM dalam proses pemulihan dan menekankan pentingnya kerangka dasar dimana program-program dukungan ini akan sesuai. Masalahmasalah yang didiskusikan termasuk pentingnya melakukan pengulasan kritis terhadap
rangkaian program dalam mendukung UKM dengan pandangan bahwa rencana yang tidak berhasil sebaiknya tidak diteruskan, memperbaiki iklim yang kondusif bagi usaha kecil, meningkatkan kinerja sistem pendukung yang ada sekarang bagi UKM, dan mendukung dukungan sektor swasta dalam pelayanan dan keuangan. Tantangan utama adalah untuk mendorong pemerintah daerah untuk berperan lebih dalam pengembangan UKM, menghindari kebijakan yang akan menghambat perkembangannya, serta memberikan prioritas tinggi terhadap implementasi strategi yang dikoordinasikan secara nasional. Dalam hal governance, Menteri Kimpraswil Erna Witoelar menjelaskan perkembangan pembaharuan tata pemerintahan (governance) di bidang reformasi pegawai negeri sipil, reformasi hukum dan yudikatif, serta upaya pemberantasan korupsi. Beliau menjelaskan bahwa strategi yang ada hingga sekarang cukup responsif dan pragmatis, “berlayar disaat bersamaan membangun perahunya”. Beliau mengatakan di masa datang hal ini perlu lebih sistematis lagi, dengan memberikan contoh proses “revolusi diam-diam” yang telah terjadi dengan baik di Kejaksaan Agung. Pemerintah harus rampung melaksanakan audit tata pemerintahan di seluruh instansi nasional selambat-lambatnya tahun 2004, serta mendorong instansi-instansi di daerah untuk melakukan hal yang sama. Jaksa Agung Marzuki Darusman menjelaskan upaya bersama antara Kejaksaan Agung dan Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia dalam beberapa kasus penuntutan para pengusaha dan pejabat publik yang high profile serta untuk memberhentikan para hakim yang korup. Beliau melihat ini sebagai suatu kemenangan moril melawan mereka yang “merasa kebal hukum”. Beberapa kasus high profile membuktikan perlunya koordinasi yang lebih baik dalam bidang penegakan hukum. Diskusi ini memfokuskan pada pentingnya reformasi hukum dan yudikatif guna mengembalikan kepercayaan investor, guna menghalangi korupsi, serta untuk mengembalikan kepercayaan publik dalam proses reformasi. Kalangan donor menghargai upaya yang sedang berjalan dan mengakui bahwa memang ini merupakan proses jangka panjang. Namun, berita-berita “tajuk utama” seringkali mempengaruhi kredibilitas jangka pendek, serta mengaburkan upaya jangka panjangnya. Kalangan donor melihat perlunya strategi yang dijabarkan secara jelas untuk pembaharuan tata pemerintahan pada umumnya dan reformasi hukum pada khususnya, serta jangka waktu, termasuk keberhasilannya hingga saat ini. Hasil kerja Komisi Hukum Nasional telah menjadi dasar seluruh upaya ini. Pemerintah dan kalangan donor telah sepakat bahwa kurang jelasnya peran cabang eksekutif dan legislatif dalam tata pemerintahan merupakan masalah yang penting serta para elit politik dan bisnis juga harus turut bertanggungjawab atas proses reformasi. Perlunya upaya untuk memperbaharui konstitusi berdasarkan proses yang partisipatif dimana kalangan masyarakat disosialisasikan mengenai implikasi dari berbagai pilihan konstitusi dinilai dapat memperkaya hasil daripada proses ini. Kalangan donor dijelaskan alasan telatnya pencairan dana Governance Fund dari Kemitraan untuk Pembaharuan Tata Pemerintahan. Suatu formula yang mengimbangi pertanggungjawaban pemerintah dengan independensi Kemitraan ini telah disepakati dan pencairan diharapkan dapat dilakukan dalam waktu dekat. Para peserta menghargai peran yang dimainkan oleh Ravi Rajan, Resident Coordinator, UN System dan Koordinator UNDP, dalam menghidupkan kemitraan ini dan memberikan peran kepemimpinan yang dimainkan oleh UNDP.
Dalam hal desentralisasi, Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Bapak Surjadi Soedirdja, menekankan bahwa tujuan dasar desentralisasi adalah politis: yaitu untuk mempererat kesatuan Republik Indonesia. Setelah program ini berjalan selama enam bulan, aturan dasarnya secara umum telah ditetapkan. Reorganisasi pemerintahan daerah telah dilaksanakan, dan sekitar 1.6 juta pegawai negeri sipil telah dipindahkan, selain Dana Alokasi Umum (DAU) telah dipindahkan secara lancar ke daerah guna pembiayaan fungsi mereka. Pemerintah mengakui bahwa masih banyak masalah yang perlu diselesaikan –termasuk undang-undang tentang otonomi khusus bagi Aceh dan Irian Jaya, serta beliau juga mengabarkan bahwa Pemerintah akan mulai merancang ulang formula DAU bagi tahun fiskal berikutnya guna memperbaiki pendistribusiannya. Bapak Surjadi juga memaparkan rancangan kerangka kerja untuk pengembangan kapasitas untuk desentralisasi, yang disambut baik oleh kalangan donor. Kalangan donor menyampaikan apresiasinya atas kemajuan signifikan yang telah dicapai Pemerintah dalam desentralisasi sejak pertemuan di Tokyo. Kalangan donor meminta kepada Pemerintah untuk menyelesaikan kerangka aturannya, secara khusus peraturan yang menyangkut dekonsentrasi dan pengawasan. Hal ini guna mencegah menjamurnya peraturan dan pajak daerah merugikan yang telah dikhawatirkan oleh beberapa donor, serta guna mengurangi ketidakpastian bagi investor –secara khusus di bidang pertambangan– dan akan menjaga standar, norma serta prioritas nasional dalam menerapkan peraturan tersebut. Kalangan donor juga turut khawatir dengan terbatasnya ekuitid dari pendistribusian DAU. Kalangan donor menekankan bahwa iklim fidusier di tingkat daerah harus diperkuat, serta perlunya pemerintah pusat harus mengembangkan standar akuntansi dan auditing yang sama dengan konsultasi bersama pemerintah daerah. Kalangan donor mendorong Pemerintah untuk semakin memperkuat koordinasi antar instansi dan antara departemen, dengan mencatat bahwa seiring dengan terbentuknya tim inti, namun juga diperlukan dukungan guna melaksanakan tugasnya dengan baik. Pengawasan dan evaluasi terhadap pemerintah daerah, serta berbagi pengalaman praktek terbaik diantara pemerintah daerah dianggap sebagai faktor penting demi suksesnya desentralisasi. Kalangan donor menyebutkan pentingnya pengembangan yang baik dari paket otonomi khusus untuk Aceh dan Irian Jaya melalui dialog yang berkelanjutan dengan masyarakat di propinsi ini. Terakhir, kalangan donor mengatakan bahwa Ketetapan MPR No.IV telah mengamanahkan dilakukan revisi terhadap undang-undang desentralisasi. Mereka meminta kepada Pemerintah untuk menghindari revisi yang tergesa-gesa, serta untuk bersepakat dengan Parlemen dalam menentukan proses yang baik untuk merevisi undang-undang tersebut agar memberikan kesempatan konsultasi yang menyeluruh dengan segenap stakeholder. Di bidang kehutanan, Menteri Kehutanan Marzuki Usman memulai dengan mengutarakan pendiriannya bahwa “Tanpa hutan berarti tanpa masa depan”. Beliau mengakui bahwa perkemangan dalam menanggapi masalah kehutanan sejak pertemuan CGI terakhir belum mencapai sasaran yang digariskan Pemerintah. Namun beliau menyatakan optimismenya bahwa proses yang telah digalang bersama mitra stakeholder nasional dan internasional akan menghasilkan tindakan yang berkelanjutan dan abadi sesuai sasaran Indonesia. Menteri Kehutanan menjelaskan beberapa tindakan yang baru diambil sebagai contoh dari adanya upaya yang lebih guna mencapai pengelolaan hutan yang berkelanjutan: suatu Instruksi Presiden bagi semua instansi untuk menghentikan peneangan liar; penuntutan pengelola peneangan liar; memasukkan ramin ke dalam
Konvensi Perdagangan Internasional tentang Spesies Langka (Convention on International Trade in Endangered Species, CITES) sebagai spesies kayu dengan kuota nol untuk ekspor bagi Indonesia; serta baru hari ini dikeluarkan pernyataan dari Presiden Wahid yang menentang keras penebangan liar sebagai suatu kejahatan ekonomi, ekologi dan sosial yang harus dihentikan. Menteri Koordinator Rizal Ramli mengumumkan inisiatif dari Komite Antar Departemen Bidang Kehutanan (Interdepartmental Committee on Forestry, IDCF) yang diketuainya dan membutuhkan dukungan lebih dari donor. IDCF memfokuskan pada empat prioritas yang dianggap mendesak oleh Pemerintah, yaitu: penebangan liar, restrukturisasi hutang perusahaan pengolahan kayu, kebakaran hutan, serta inventarisasi hutan nasional. IDCF telah meminta diberlakukannya hukuman yang lebih berat bagi pelanggaran undang-undang kehutanan serta diperlukannya penerapan standar untuk memandu para Bupati dalam mengelola hutan seiring dengan desentralisasi. Kalangan donor menganggap berbagai tindakan ini sebagai bukti dari semakin kuatnya political will untuk mencapai pengelolaan hutan yang berkelanjutan, namun juga melihat belum adanya hasil yang nyata di hutan. Segenap donor yang mendukung proyek konservasi di taman nasional melaporkan bahwa kegagalan para penegak hukum setempat memberi kesempatan bagi penebangan liar. Beberapa donor melaporkan bahwa keputusan jumlah bantuan pembangunan yang akan disediakan bagi sektor kehutanan di Indonesia akan tergantung pada hasil yang nyata dalam beberapa bulan ke depan ini. Tentang penggunaan dan efektifitas bantuan, Menkeu Prijadi memfokuskan pada reformasi pengelolaan keuangan publik dan pajak pada kegiatan yang dibiayai bantuan, dan Bapak Djunaedi Hadisumarto, Ketua Bappenas memfokuskan pada efektifitas bantuan. Kalangan donor menjelaskan bahwa kurangnya dana imbangan turut menghambat implementasi proyek. Mereka sepakat bahwa dimungkinkan untuk meningkatkan bagian dari biaya keseluruhan yang mereka biayai. Namun perlu dilakukan pemeriksaan alasan tidak tersedianya dana imbangan pada saat dibutuhkan meskipun departemen yang bersangkutan telah menerima alokasi dana tersebut. Desentralisasi membawa berbagai ketidakpastian bagi pembiayaan bantuan dimana pemerintah pusat diminta untuk segera diatasi. Dalam hal ini, pemerintah telah meminta adanya efisiensi dan fleksibilitas dalam program dan pengunaan dari dana dalam transisi menuju sistem yang desentralistis. Kalangan donor menyambut baik pengumuman Menteri Keuangan untuk mengembalikan status pajak yang berlaku bagi pegawai asing, konsultan, pemasok dan kontraktor pelaksana proyek yang dibiayai dengan dana bantuan sebelum dilakukan perubahan ketentuan yang diumumkan pada tanggal 23 Juni 2000, serta meminta penyelesaian yang dini dalam masalah yang belum diatasi. Meskipun mereka menyambut baik upaya yang telah diambil dalam reformasi sistem pengadaan publik dan memperkuat manajemen keuangan, mereka mencatat perlu pemantauan dan program kerja dengan jangka waktu guna bergerak mencapai implementasi, serta guna memastikan standar fidusier nasional diterapkan bagi pemerintah daerah. Dalam konteks ini, mereka menyambut baik jaminan dari Pemerintah dalam komitmennya untuk membentuk Kantor Pengadaan Nasional (National Procurement Office) guna memformulasikan kebijakan dan prosedur pengadaan serta perbendaharaan serta audit yang sedemikian rupa sehingga dapat mengadakan perubahan mendasar yang berkaitan dengan cara pengelolaan keuangan publik di masa depan.
Pertemuan berikutnya: Telah disepakati bahwa pertemuan reguler CGI akan dilaksanakan pada bulan Oktober 2001. Pemerintah Indonesia telah menyampaikan tawarannya untuk berlaku sebagai tuan rumah bagi pertemuan tersebut di Indonesia.
----------* Catatan: Pernyataan pers ini merupakan terjemahan dari naskah asli dalam Bahasa Inggris. Dalam proses penerjemahan ada kemungkinan terjadi distorsi makna. Jika hal ini terjadi, mohon mengacu pada naskah asli dalam Bahasa Inggris.