Kebenaran Manusia Sebagai Kerja : Selayang Pandang Kemanusiaan Menurut Marxisme Klasik Sandy Hardian. S.H.
“Manusia pertama kali harus makan, minum, mempunyai tempat tinggal, dan pakaian sebelum berpolitik, ilmu pengetahuan, seni, agama, dan sebagainya.” -
I.
F. Engels dalam Pidato di Pemakaman Karl Marx, 17 Maret 1883 –
Pendahuluan
Pandangan Marxisme klasik seperti yang dijadikan judul pada tinjauan ini adalah pandangan klasik yang mengemuka setelah dipergunakan oleh V.I. Lenin dalam The Three Sources and Three Component Parts of Marxism , yang termuat dalam V.I. Lenin Selected Works : Volume I yang diterbitkan oleh Foreign Languages Publishing House ( sebuah lembaga propaganda penerbitan tulisan berbahasa asing, utamanya berbahasa Inggris yang dimiliki oleh Uni Sovyet ) di Moscow. Ketiga komponen sumber itu adalah : -
-
Filsafat Jerman, yang terdiri dari idealisme Hegel, dan kritik materialisme Feurbach terhadap Hegel, yang diramu oleh Marx untuk merumuskan konsepsinya tentang materialisme yang berciri dialektis yang menyejarah. Ekonomi – Politik Inggris ( Adam Smith, dan David Ricardo ), dimana Marx mengambil gagasan tentang teori nilai lebih, yang diganti menjadi teori nilai kerja. Sosialisme Perancis ( Seringkali juga disebut sebagai sosialisme utopis ), yang menghasilkan imaji tugas kenabian seorang Marx, yaitu politik perjuangan kelas.
Tradisi menerapkan ketiga komponen ini sempat disebutkan oleh Martin Suryajaya dalam Makalah Mengupas Marxisme Sesi I : Menalar Marx sebagai sumber pembacaan yang tidak kreatif. Martin Suryajaya berpendapat, semustinya juga dibahas Materialisme Aristoteles, Naturalisme Epicurus ( digunakan dalam disertasi doktoral Marx ), juga Materialisme Inggris sebagai pembanding bacaan lainnya. Akan tetapi, mengingat akan keterbatasan waktu, maka ada baiknya sumber klasik ini diterima dalam rangka menalar teori kerja Marx. Pembahasan dalam tinjauan ini diawali dengan membedah inti konsep filsafat Marx melalui pisau analisis Lenin, lalu mengungkap kesimpulan Marx tentang kerja, lalu membahas penyimpangan kerja menurut Marx, diakhiri dengan kesimpulan Marxisme klasik tentang kebenaran kerja.
II.
Ontologi Marx
Ontologi Marx seringkali disebut sebagai Materialisme Historis. Secara singkat Marx menyatakan bahwa basis menentukan suprastruktur. Basis menurut Marx, berdasarkan pandangan materialismenya adalah realitas material mempengaruhi realitas mental, yang berarti basis berupa kegiatan ekonomi ( menurut Marx adalah perbatasan dari realitas material menuju mental ) menentukan superstruktur berupa kebudayaan, agama, dan politik. Pandangan ini memang terkesan determinis, materialisme semacam ini kerap kali disebut sebagai materialisme kuno yang terlalu reduksionis, karena seolah – olah segala sesuatu akan selesai dengan memperbaiki basis-nya. Althusser dalam Contradiction and Overdetermination ( 1997 ) mengatakan bahwa adakalanya terdapat overdeterminasi dari basis menuju superstruktur, akan tetapi karena batasan pembahasan ini adalah telaah Marxisme klasik ala Lenin, maka ontologi tereduksi ini dipegang sebagai kebenaran. III. Epistemologi Marx Dalam Das Kapital jilid III halaman 956, dinyatakan bahwa , “ Seluruh ilmu pengetahuan akan mubazir, apabila bentuk penampakan sesuatu identik dengan esensinya. “. Singkatnya, jika totalitas kenyataan telah tercakup dalam penampakan empirik, maka ilmu tidak lagi diperlukan. Maka setiap pengalaman kita sebagai manusia merupakan realitas utama tentang dunia. Berarti dapat ditarik kesimpulan bahwasanya, sains haruslah memiliki sikap kemanusiaan, sebagaimana kenyataan objektif haruslah berguna bagi kenyataan subjektif.
IV.
Pandangan Marx tentang Kerja
Manusia sebagai realitas di alam merupakan bagian dari dunia materi. Manusia yang merupakan kenyataan material mempunyai konsepsi, dan ide yang terdapat dalam otaknya. Kemanusiaan manusia berdasarkan ontologi Marxisme klasik berarti dalah menjadikan ide ( realitas mental ) menjadi ciptaan ( realitas material ). Itulah kerja menurut Marx, yaitu purna – nya ide dalam diri manusia menjadi objek nyata ( objektivasi ide ). Pekerjaan diandaikan oleh Marx adalah suatu kegiatan yang sangat membahagiakan, sangat khas manusia sebagai makhluk berpikir. Hasil kerja manusia tersebut, karena hakikat pemenuhan kebutuhan manusia yang luas ( agar dapat hidup ), maka seringkali dipertukarkan dengan hasil objektivasi ide manusia lain. Penghargaan akan kualitas hasil kerja ditentukan dengan seberapa besar keseriusan manusia dalam mencipta, serta penghargaan dari manusia lainnya, karena hakikat manusia sebagai makhluk sosial. Dunia dunia tetap cipta
kerja menurut pandangan Marx adalah dunia penuh kemanusiaan, dimana setiap orang dapat mencipta dengan leluasa, sambil pula hidup karena apresiasi hasil ciptanya yang diganti dengan hasil manusia lain yang digunakan sebagai kebutuhan manusia tersebut.
V.
Penyimpangan Kerja
Realitas dunia saat ini jauh dari gambaran Marx tentang kerja. Pengalaman penulis sebagai mahasiswa sebagai contohnya lebih menginginkan libur kuliah ketimbang hari masuk, suntuk rasanya saat harus mendapat tugas belajar demi memperoleh angka ujian, pun begitu dengan pekerjaan lainnya, seorang buruh pabrik misalnya lebih memilih menghabiskan liburnya dengan menghambur – hamburkan uang di sarana rekreasi ( artinya kembali menjadi kreatif ), ketimbang untuk mempersiapkan peralatan yang menyokong kerjanya pasca libur. Mengapa terjadi demikian ? Salahkah pendapat Marx di atas ? Yang terjadi adalah pekerja kini kehilangan makna kerja. Kerja bukan lagi kegiatan manusiawi dengan mengobjektivasi ide diri menjadi benda, melainkan mengobjektivasi ide orang untuk menjadi benda. Rasa terasing dari diri sebagai makhluk kreatif umum dijumpai jika kerja menjadi sedemikian rupa. Mengapa hal ini dapat terjadi ? Kapital merupakan jawabannya. Adanya pemanfaatan nilai lebih hasil kerja menyebabkan pemodal ( pemilik kapital ) yang dalam realitanya tidak bekerja, memiliki buruh yang bekerja demi mendapatkan sarana pemuas keinginan manusia akan benda, yaitu uang. Hasil kerja buruh tersebut justru nantinya akan dipertukarkan lagi dengan sarana pemuas keinginan ( uang ) yang lebih besar yang nantinya akan digunakan untuk kapital pemodal yang nantinya lagi akan digunakan untuk menghasilkan lebih banyak barang ( komoditas ), serta lebih banyak sarana untuk mendapatkan barang ( uang ), begitu seterusnya. Sampai pemodal semakin sedikit ( benar – benar merupakan raksasa uang ), menciptakan jutaan buruh yang bergantung kerja padanya yang akhirnya menciptakan jutaan komoditas yang harus dibeli oleh jutaan buruh lain, pun dengan mereka yang membeli komoditas hasil kerja buruh lainnya. Dengan proses komodifikasi kerja ini, manusia merasa tidak nyaman karena kemanusiaannya direnggut. Hasil kerja yang dilakukan sendiri pun tidak dapat dinikmati secara langsung, melainkan ditukar dengan sarana ( uang ) untuk mendapatkan hasil kerja manusia lain. Berikut dibawah ini merupakan contoh kasusnya : Si X merupakan Insinyur Mesin pabrik otomotif A, si Y merupakan Insinyur Perminyakan perusahaan B. Suatu hari Y yang sedang libur kerja, memiliki banyak uang hasil kerjanya selama ini untuk membeli Mobil rancangan Insinyur X keluaran pabrik A, hasilnya adalah uang untuk pemilik pabrik A, yang sejumlah kecilnya dibayarkan pada X, serta buruh lainnya, sementara segelintir dinikmati untuk pemilik pabrik A. Suatu ketika, X yang mempunyai sepeda motor pribadi ingin mengisi bensin di Pom perusahaan B, lalu mengeluarkan uang hasil gaji dari perusahaan A yang hasilnya diserahkan hanya sebagian kecil kepada Y sementara sebagian besar menjadi milik pemilik perusahaan B. Pemilik perusahaan A dan B bertambah banyak uang, yang akan digunakan untuk memperluas moda produksi, sementara X dan Y merasa senang karena kebutuhannya terpenuhi, dan terus bekerja meskipun tidak nyaman.
Berikut persamaan aliran sederhananya : Pada Pekerja
: C1
Pada Pemodal :
M1
M1 C1
C2 M2
Dimana pada pemodal M2 > M1, sedangkan pada pekerja C1 < C2. Dimana M : Uang, dan C : komoditas. Urutan menunjukan keberurutan waktu penerimaan. Disini tampak ketimpangan yang ada, dimana buruh saling bersaing satu sama lain untuk mendapatkan uang, untuk membeli komoditas yang nilainya pasti lebih kecil dari keseluruhan komoditas produksi dirinya ( yang digantikan gaji ). Sementara pemodal semakin bertambah kaya. Dengan demikian kerja bukan lagi memanusiakan, melainkan mengalienasi manusia terhadapa dirinya sendiri, juga terhadap orang lain. Jurang kemiskinan bertambah parah, yang menguasai modal sebagai moda produksi akan semakin kaya, sementara yang tidak menguasai akan dipermiskin, dan teralienasi ( amin ala lumpen). Kerja seperti ini jelas merupakan kesalahan yang menyejarah dalam kemanusiaan pasca feodal ( dimana Tuan atas nama Tuhan membenarkan penindasan ). Jadi apakah kebenaran bagi kemanusiaan menurut epistemologi Marxisme klasik ? VI.
Kesimpulan : Revolusi Sebagai Tugas Kenabian Menegakan Kebenaran
Seperti yang telah dibahas pada pasal III , kebenaran tidak akan menampakan diri hanya pada dirinya sendiri. Dengan demikian pengaminan sains dalam teori ekonomi tentang kewajaran kerja manusia saat ini sudah menyalahi epistemologi klasik Marxisme. Dapat dinyatakan bahwa ilmu ekonomi seperti itu bukanlah sains, dan dapat difalsifikasi sebagai pseudo – sains. Sains yang benar adalah sains yang memihak pada hakikat kenyataan, sementara hakikat kenyataan manusia adalah kerja, maka penyimpangan kerja harus disalahkan. Cukupkah dengan hanya mengamini bahwa hal tersebut salah ? Tentu tidak, karena jawaban sebagaimana ontologi Marx haruslah berupa jawaban yang material. Jadi jawaban haruslah memulihkan kembali materialisme kemanusiaan yang hilang akibat penyimpangan kerja dari sang pemodal. Jadi apa jawabannya ? Atau lebih tepat bagaimana cara menjawabnya ? Penulis yang mecoba menalar Marx sedari sekolah menengah punya kelakar tentang jawaban pertanyaan itu. Suatu ketika penulis membaca artikel pada komik filsfat yang penulis lupa judulnya yang menanyakan hal yang sama. Jawabannya adalah ada 47 cara untuk menuntaskan dunia yang sama sekali tidak manusiawi ini. Apakah itu ?
Sumber : http://media.brainz.org/uploads/2010/11/ak47.jpg Diakses pada 18/03/15 pukul 14.09 WIB
Yap, benar Avtomat Kalashnikova 47 ( AK – 47 ) adalah salah satu jawabannya hahaha… Sekedar kelakar, karena senapan serbu rancangan Kolonel Mikhail Kalashnikov ini banyak digunakan dalam pemberontakan Gerliyawan Marxis. Sebagai contoh kemenangan NVA dan Vietcong atas AS juga ‘dipercaya’ akibat jasa senapan buatan Rusia IZhMASh ini. Baik, kembali ke topik. Cara satu – satunya menurut Lenin adalah .hingga mereka membentuk kelas baru, yaitu kelas proletar. Sementara jurang kekayaan semakin lebar, semakin banyak pula buruh, semakin sedikit pemodal, yang akhirnya jika disulut ( dikatalisasi ) oleh diktator proletariat maka kaum buruh ini dapat menggulingkan tatanan moda produksi menjadi kepemilikan bersama, hingga menghasilkan dunia penuh kemanusiaan kembali, dimana kerja betul – betul mengobjektivasi kehendak tiap individu manusia, dengan apresiasi manusia lainnya. Satu dunia tanpa penindasan, satu bumi kemanusiaan hanya dapat dicapai lewat revolusi internasional, dimana seluruh pekerja di dunia bersatu menumbangkan rezim kapital. Inilah suatu tugas kenabian, suatu tugas dari sains dan filsafat kebenaran menurut Marxisme klasik.
Daftar Pustaka -
Althusser, Louis. 1997. Contradiction and Overdetermination dalam Louis Althusser. For Marx diterjemahkan oleh Ben Brewster. London : Verso.
-
Lenin, V.I. 1960. The Three Sources and Three Component Parts of Marxism dalam V.I. Lenin. Selected Works : Volume I. Moscow : Foreign Languages Publishing House. Marx, Karl. 1981. Capital Volume III diterjemahkan oleh David Fernbach. Middlesex : Penguin Books. Suryajaya, Martin. 2013. Menalar Marx dalam Makalah “ Mengupas Marxisme “. Bandung : Tanpa Penerbit.