KATA PENGANTAR
ﺑﺴﻢ اﷲ اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﺮﺣﻴﻢ Alhamdulillâh, segala puji syukur hanya penulis panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan nikmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad Saw. beserta keluarga, para sahabatnya dan kita semua sebagai umatnya hingga akhir zaman. Âmîn... Merupakan suatu kebahagiaan tersendiri dan keberhasilan yang luar biasa bagi penulis karena telah menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “PERAN SYEKH MUHAMMAD MUHADJIRIN AMSAR ADDARY DALAM PENGEMBANGAN KAJIAN HADIS MELALUI KARYA-KARYANYA” sebagai bagian dari persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan dan memperoleh gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I) pada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Jurusan Tafsir Hadis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Selanjutnya, penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan tidak semata-mata jerih payah penulis sendiri. Akan tetapi skripsi ini dapat selesai karena bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu sebagai rasa hormat yang dalam, penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. M. Amin Nurdin, M.A. selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. 2. Bapak Drs. Bustamin, M.B.A selaku Ketua Jurusan Tafsir Hadis. 3. Bapak Edwin Syarif, M.Ag, Sekretaris Jurusan Tafsir Hadis.
i
4. Bapak Dr. Ahmad Luthfi Fathullah, M.A. sebagai pembimbing skripsi yang telah banyak memberi masukan, mengoreksi, membantu dan membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini. 5. Dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat beserta seluruh civitas akademika, yang telah memberikan sumbangsih wawasan keilmuan dan bimbingan selama penulis berada dalam masa perkuliahan. 6. Seluruh staf perpustakaan UIN dan perpustakaan Ushuluddin dan Filsafat atas tersedianya buku-buku yang dapat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Rasa terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua orang tua ; ibunda Hj. Romelah dan ayahanda R.H. Cholili yang telah merawat, membesarkan, mendidik dan membiayayi penulis sehingga dapat menempuh jenjang pendidikan S I. Terutama kepada ibunda yang menjanjikan hadiah Umroh ke tanah Harom kepada penulis apabila telah menyelesaikan studi ini. Semoga ini semua menjadi amal jariyah yang selalu mengalir pahalanya. Juga kepada adik-adik penulis, Iha Sholiha dan Khofifah, sepupu-sepupu penulis, Kamila, Adiba, Rijal, Putri, Arsya, dll. 8. Penulis perlu mengucapkan terimakasih khusus kepada beberapa orang dosen yang baik hati, yaitu kepada yth. Ibu Lilik Umi Kultsum, M.A atas kebaikannya memberikan nilai susulan dan Ibu Dr. Romelah Abu Bakar, M.A. Ph. D. atas kebaikannya mengeluarkan nilai ujian akhir semester kepada penulis. Kepada Bapak Drs. Harun Rasyid, M.A sebagai penasehat
ii
akademik yang telah banyak memberi masukan ketika srikpsi ini masih dalam bentuk proposal. 9. Terimakasih yang mendalam penulis sampaikan kepada Bapak Drs. Bustamin, M.B.A. Karena atas beliaulah penulis “jatuh hati” pada kajian hadis dan ilmu hadis. 10. Kepada pamanda Ust. Drs. R.H. Harmain Mughni dan Ust. R. Sufyan Hariri, S.S. yang telah membimbing dan membantu penulis dalam menterjemahkan beberapa bagian dari kitab Kyai Muhadjirin. 11. Teman-teman jurusan Tafsir Hadis angkatan 2003 TH/A, TH/B dan terutama TH/C yang selalu memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini khususnya Erwan, Nurjaman, Purwantoro, Nunung, Arif, Farhan, Imron, Hadi, Saeful, Layfa, Aminah, Ana, Agustin, Mikoyah, Yayah. Teman-teman kos-an, Bos Rudin, Zaeni, Robi, Jambrong, Nurman. Teman berdiskusi Afif, Abah Alawi, Mawardi, Ihya ‘Ulumuddin. Tempat penulis bertanya Hendri “Kiwil” Defriyanto dan teman-teman yang lain yang tak bisa disebutkan satu persatu. Terimakasih banyak kawan, sukses selalu buat kalian. 12. Kepada kawan-kawan semasa SMA (SMUN 6 Bekasi ‘03) yang selalu memberi motivasi kepada penulis, Iqbal, Mega, Widya, Mela, Qq, Njang, Balenk, dan inspirasi dalam hidupku Magda Hairani. Persahabatan kita begitu indah. 13. Kepada guru kami yang mulia Fadhilah al-Syaikh Abuya K.H. Abdurrahman Nawi dan Umi Hj. Su’dah serta keluarga besar Ponpes Al-
iii
Awwabin Depok. Khususnya kepada Ust. Drs. H. Fathurrahman Jombang dan Umi Imrithi atas dorongan, bimbingnan dan nasehat-nasehatnya. 14. Dan terimakasih khusus penulis sampaikan kepada keluarga besar alm. Syekh Muhammad Muhadjirin dan Umi Hj. Hanah serta keluarga besar Pondok Pesantren Annida Al-Islami Bekasi. Khususnya kepada Ust. K.H. M. A’iz Muhadjirin atas buku-buku karangan Kyai Muhadjirin dan waktu yang beliau luangkan demi terselesaikannya skripsi ini. Juga kepada staf perpustakaan Annida Al-Islami, Ust. Yahya dan Ust. Sutopo yang telah membantu penulis mengakses buku-buku karya Kyai Muhadjirin. Jazakumullah Khairan Katsiron. Akhir kata, penulis berharap kritik dan saran yang membangun terhadap karya tulis yang jauh dari sempurna ini. Semoga karya tulis yang sederhana ini dapat menjadi amal ibadah dimata Allah Swt, bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca dan menjadi saksi dimata Allah Swt. bahwa penulis mengagumi, menghormati dan mencintai alm. Syekh Muhammad Muhadjirin Amsar Addary. Wassalam…
Bekasi, 22 Juli 2008
Tubagus Zainuddin
iv
PEDOMAN TRANSLITERASI Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin: Huruf arab ا ب ت ث ج ح خ د ذ ر ز س ش ص ض ط ظ ع غ ف ق ك ل م ن و ﻩ ء ي
Huruf latin b t ts j h kh d dz r z s sy s d t z ‘ gh f q k l m n w h y
Keterangan Tidak dilambangkan Be Te Te dan es Je H dengan garis bawah Ka dan ha De De dan zat er zet es Es dan ye Es dengan garis bawah De dengan garis bawah Te dengan garis bawah Zet dengan garis bawah Koma terbalik di atas hadap kanan Ge dan ha Ef Ki Ka El Em En We Ha Apostrof ye
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa arab di lambangkan dengan dengan harkat dan huruf, yaitu: Tanda vokal arab ﺋﺎ ﺋﻲ ﺋﻮ
Tada vokal latin â î û
Keterangan A dengan topi di atas I dengan topi di atas U dengan topi di aas
v
Kata sandang yang dalam aksara arab dilambangkan dengan huruf اڵyaitu dialihaksarakan menjadi huruf (l), baik diikuti huruf syamsiyah maupun huruf qamariyyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan ad-dîwân. Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan arab dilambangkan dengan sebuah tanda ( ّ ) dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsyiyah.
vi
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
..................................................................................i PEDOMAN
TRANSLITERASI
................................................................vi DAFTAR
ISI
..............................................................................................vii BAB I
PENDAHULUAN…………………………………………….I
A. Latar Belakang Masalah ............................................................1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................4 C. Tujuan Penelitian ......................................................................4 D. MetodologiPenelitian .......................................................... ....4 E.
Sistematika Penulisan...............................................................5
BAB II MENGENAL SYEKH MUHAMMAD MUHADJIRIN AMSAR
ADDARY………………………………….…………..7
A.
Nama dan Keturunan…………………………….……………7
B.
Pendidikannya………………..………………………../……..7
C.
Guru dan Murid-muridnya…………………………………....8
D.
Berumah Tangga…………………………..…………………17
E.
Aktivitas Dakwah dan Organisasi……………………..…......17
F.
Mendirikan Pesantren………………………………………..18
vii
G.
Karya-Karyanya………………………………..……………20
BAB III PANDANGAN SYEKH MUHAMMAD MUHAJIRIN TENTANG HADIS A. Pengertian Hadis dan Ilmu Hadis………………………………….23 B. Urgensi Mempelajarinya……………………………………..……24 C. Posisi Hadis Sebagai Sandaran Hukum……………...……………26
BAB IV PERAN, KARYA DAN KONTRIBUSI SYEKH MUHAMMAD MUHADJIRIN
DALAM
KAJIAN
HADIS
MELALUI
KARYA-
KARYANYA………………………………………….………………..28 A. Al-Istidzkar………………………………………..…………….29 B. Al-Qaul al-Hatsits fi Mustalah al-Hadits…………….………….30 C. Ta’liqot ‘ala Matan Baiqûni……………………………………..33 D. Mishbah al-Zhalam Syarah Bulugh al-Marom min Adillatil Ahkam……………………………………………37 E. Analisis…………………………………………………………41
BAB
V PENUTUP.........................................................................51 A. Kesimpulan ..................................................................51 B. Saran-Saran ..................................................................52
LAMPIRAN.........................................................................................53
viii
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................55
ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hadis merupakan salah satu pilar utama dalam Islam. Kedudukannya nomor dua setelah al-Quran sebagai sumber hukum Islam. Hadis juga merupakan penuntun kehidupan umat agar tidak tersesat dan salah jalan dan melalui hadis memungkinkan umat Islam untuk dapat meniru kehidupan Nabi Saw. sedekat mungkin. Di sinilah, pentingnya peran hadis dalam kehidupan umat manusia. Karena fungsinya tersebut, seyogyanya hadis dapat mudah difahami untuk segera diamalkan. Namun pada kenyataannya masih banyak umat yang kesulitan memahami kandungan hadis. Karena untuk memahami suatu hadis perlu dilihat dari berbagai sisi, diantaranya asbabul wurud, kontekstualnya, segi psikologis, maslahah mursalah, balaghah dll. Oleh karena itu, para ulama ahli hadis menulis berbagai kitab hadis yang menjelaskan maksud dan kandungan suatu hadis. Kitab ini dikenal dengan sebutan kitab Syarh Hadîs. Contoh yang paling popoler adalah Fath u\al Bâri’ Syarh Sahih Bukhâri karya al-Hafidz Ibn. Hajar al-Asqalani, Sahîh Muslim bi Syarhi an-Nawawi, ‘Aunil Ma’bud Syarh Abi Daud dll. Disamping kitab-kitab mu’tabar tersebut, juga terdapat karya-karya ilmu hadis/musthalah al-hadits diantaranya adalah Muqadimah Ibnu Shalah, Taysir Mustalah al-Hadis karya Dr. Mahmud at-Thahan dll. Dari sekian banyak karya dalam bidang hadis dan ilmu hadis, sebagian besar (atau bahkan seluruhnya) ditulis oleh ulama-ulama Timur Tengah. Jarang sekali
x
ditemukan karya ulama-ulama Nusantara (Indonesia) dalam bidang hadis kecuali beberapa orang yaitu, Syekh Nawawi Banten, Tanqihul Qaul lil Hasis Syarah Lubâb al-Hadîts li al-Imam Suyuthi, Syekh Muhammad Mahfudz at-Tirmasi lewat karyanya Manhaj Dzawin Nadhor syarah Manzumatul Ilmil Atsar. Entah karena terbatasnya informasi yang masuk sehingga sulit melacak karya-karya ulama Indonesia dalam bidang hadis, atau karena memang para ulama Indonesia terdahulu jarang yang menulis karya tentang hadis. Artinya meraka lebih terfokus pada kajian Islam yang lain, misalnya tafsir, fiqih, tauhid, tasawuf, dll. Namun demikian, ternyata ada juga beberapa ulama Indonesia yang ahli dalam bidang hadis dan menelurkan karya dalam bidang hadis selain dua orang diatas, diantaranya Syekh Yasin al-Fadani1 melalui karyanya ‘Arba’una Haditsan dan Hadits Musalsal, Syekh Yusuf al-Maqossari2, Hadratusy Syekh K.H. Hasyim Asy’ari, Habib Abdulqadir Balfaqih Malang3, dan Syekh K.H. Muhammad Muhadjirin
Amsar
ad-Daary
(selanjutnya
ditulis
K.H
Muhadjirin/Kyai
Muhadjirin). Nama yang disebutkan terakhir merupakan ulama ahli hadis yang cukup produktif menelurkan karya dalam bidang hadis dan ilmu-ilmu keislaman lainnya. Diantara beberapa karyanya dalam bidang hadis adalah Al-Qaul al-Hatsîts fî Musthalah al-Hadîts, Al-Istidzkâr, Ta’liqot ‘ala Matan Baiquni dan Misbah alZalam Syarah Bulugh al-Marom min Adillat al-Ahkam. Karyanya ini, sampai saat ini masih dikaji oleh santri-santrinya di Pondok Pesantren Annida al-Islami 1
Keterangan ini penulis dapat dari K.H. Saifuddin Amsir. Beliau salah satu staf pengajar pada fakultas Ushuluddin dan Filsafat. 2 Tudjimah, et ai, Syekh Yusuf Makasar : Riwayat Hidup, Karya dan Ajarannya, Jakarta, Departemen P & K, 1987 h. 31 3 http//www.redaksi_alkisah.com
xi
Bekasi yang beliau dirikan pada tanggal 13 April 1963. Selain itu, kitab Misbahuzholam Syarah Bulughul Marom min Adillatil Ahkam sampai saat ini masih dikaji pada sebuah pengajian di daerah Pondok Kopi setiap Selasa pagi oleh murid kesayangannya yaitu K.H. Muhafudz Asirun, pimpinan Pondok Pesantren Al-Itqon Cengkareng. Penulis beranggapan, penting bagi kita (khususnya mahasiswa Tafsir-Hadis) untuk mengetahui perkembangan kajian hadis dinegri sendiri dan memetakan perkembangannya setahap demi setahap untuk mengetahui seberapa besar perkembangan kajian hadis di Indonesia. Hal ini dilakukan dengan maksud agar kita punya data yang memadai tentang ulama-ulama ahli hadis nusantara yang menelurkan karya dalam bidang hadis dan menginventarisir karya-karya ulama tersebut sebagai acuan ilmiah, khususnya dalam ilmu hadis. Hal ini berangkat dari kenyataan sulit mencari informasi atau buku-buku yang menjelaskan tentang perkembangan hadis di Indonesia dan jumlahnya masih sedikit dibandingkan kajian tafsir di Indonesia. Berdasarkan asumsi di atas, penulis merasa penting untuk melakukan kajian ini untuk mengungkap dan memaparklan bahwa ada (dan mungkin masih banyak) ulama-ulama Indonesia yang ahli dan menghasilkan karya dalam bidang hadis. Dalam hal ini yang penulis bahas adalah K.H Muhadjirin dengan karya-karyanya dalam bidang hadis. Penulis memilih kajian ini karena, 1) K.H. Muhadjirin merupakan sosok ulama hali hadis namun belum banyak yang mengenal pribadi beliau maupun karya-karyanya 2) Karya-karyanya ini sampai sekarang masih dikaji para santrinya dilingkukngan pondok pesantren khususnya dan murid-
xii
muridnya dilingkungan masing-masing 3) Karya-karyanya ini dapat dijadikan referensi dalam mempelajari hadis dan musthalah al-hadits namun masih diedarkan terbatas pada Ma’had Annida. 4) Sebagai orang yang tinggal di Bekasi, penulis ingin mengabdikan diri kepada alm. K.H. Muhadjirin melalui skripsi ini. B. Batasan dan Perumusan Masalah Dalam skripsi ini, penulis membatasi kajian pada karya-karya K.H. Muhadjirin tentang hadis dan ilmu hadis. Untuk dapat fokus pada pembahasan kajian ini, penulis merumuskan pertanyaan untuk menjawab permasalahan tersebut, yaitu : •
Bagaimana peran dan kontribusi K.H. Muhadjirin dalam kajian hadis?
C. Tujuan Penelitian Pertama, secara umum tujuan penelitian ini adalah menjawab permasalahanpermasalahan di atas dan mengungkap dan mengetahui salah satu ulama ahli hadis Indonesia. Kedua, penelitian ini untuk memenuhi tugas akhir pada almamater penulis untuk meraih gelar sarjana, S 1. D. Metodologi Penelitian Skripsi ini ditulis dengan menggunakan tiga aspek metodologi penelitian, yaitu : 1) Metode pengumpulan data. Kajian skripsi ini dilakukan melalui dua metode penelitian. Pertama, penelitian kepustakaan. Penulis merujuk kepada sumber-sumber kepustakaan terutama buku-buku karya K.H Muhadjirin, jurnal ilmiah, artikel-artikel, dll. Kedua, penelitian lapangan. Penulis merasa perlu mewawancarai keturunan K.H Muhadjirin untuk
xiii
mendapatkan informasi yang memadai dan akurat tentang kehidupan beliau. 2) Metode pembahasan. Dalam penbahasan masalah, penulis menggunakan beberapa metode, yaitu: a) Metode Deskriptif Yaitu suatu pembahasan yang memaparkan data apa adanya, mencakup penggambaran secara terinci dan akurat terhadap berbagai dimensi yang terklait dengan semua aspek penelitian tanpa melakukan analisis.4 b) Metode Analisis Yaitu suatu pembahasan yang bertujuan untuk membuat gambaran terhadap data-data yang telh tersusun dan terkumpul dengan cara mebuat tafsiran terhadap data-data tersebut.5 3) Metode penulisan. Secara teknis, skripsi ini merujuk kepada buku, “Pedoman Penulisan Sripsi, Tesis, dan Disertasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007”. E. Sistematika Penulisan Skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab. Untuk menghindari tumpang tindihnya pembahasan, skripsi ini disajikan melalui sistematika bab per bab yang saling berkaitan.
hal. 25
4
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, 2004)
5
Masri Singarimbun dan Sofyan Efendi, Metode Penelitian Survai, (Jakarta:LP3S, 1989)
hal. 63
xiv
Bab I, merupakan pendahuluan yang menjelaskan latar belakang masalah, batasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II, mengenal K.H Muhadjirin, mulai dari riwayat hidup, pendidikan, guru-gurunya, murid-muridnya, berumah tangga, aktivitas dakwah, pengalaman organisasi, mendirikan pesantren, dan karya-karyanya. Bab III, membahas pandangan K.H Muhadjirin tentang hadis diantaranya dengan melihat pengertian beliau tentang hadis dan ilmu hadis, urgensi mempelajarinya dan pendangan beliau terhadap hadis sebagai sandaran hukum. Bab IV, merupakan kajian utama yang memaparkan dan menganalisis peran dan kontribusi K.H. Muhadjirin dalam bidang hadis dan ilmu hadis melalui karyakaryanya. Bab V, merupakan bab terakhir yang berisi penutup, kesimpulan dari semua skripsi, saran-saran dalam penulisan skripsi ini dan juga daftar pustaka yang pernah penulis baca.
xv
BAB II MENGENAL SYEKH MUHAMMAD MUHADJIRIN AMSAR ADDARY
H. Nama dan Keturunan Kyai Muhadjirin dilahirkan di Kampung Baru pada tanggal 10 November 1924. Beliau lahir dari pasangan H. Amsar dan Hj. Zuhriyah. Kyai Muhadjirin wafat pada tanggal 31 Januari 2003 di Bekasi dan dimakamkan di kompleks Yayasan Annida al-Islami.6 Pada hari-hari menjelang akhir hayatnya, Kyai Muhadjirin terserang flu berat sehingga pihak keluarga memutuskan untuk membawanya ke RS Mitra Keluarga Bekasi dan dirawat diruang ICU selama 17 hari. Pihak dokter rumah sakit menyatakan bahwa Kyai Muhadjirin menderita komplikasi gula darah, diabetes, jantung dll. Padahal menurut pihak keluarga Kyai Muhadjirin tidak memiliki riwayat penyakit tersebut diatas. Karena tidak ada perubahan, pihak keluarga memutuskan membawa pulang Kyai Muhajirin. Pada hari Jum’at pukul 16.30 WIB, Kyai Muhadjirin dibawa pulang kerumah dan meninggal dunia pada pukul 19.10 WIB pada hari itu juga dalam usia 79 tahun kemudian dimakamkan esok harinya ba’da shalat Dzuhur. I. Pendidikannya Pendidikan Kyai Muhadjirin dimulai pada masa kecilnya di daerah Jakarta dan sekitarnya7. Kyai Muhadjirin tidak mengenyam pendidikan formal, beliau hanya mengaji dari satu mu’allim ke mu’allim yang lain yang membuka pengajian 6
Makamnya terletak di kompleks sekolah, bukan di kompleks pesantren. Karena letak keduanya terpisah sekitar satu kilometer. 7 Buku Kenangan Alumni Annida al-Islami Angkatan 2002, hal. 5
xvi
pada waktu itu. Sejak kecil, orang tuanya telah menanamkan prinsip akan pentingnya pendidikan. Oleh karena itu, orangtua Kyai Muhadjirin meminta kepada kerabatnya untuk dapat mengajarkan beliau. Di mulai dengan belajar mengenal huruf Arab (hijaiyah) sampai dengan membaca al-Quran. Setelah beberapa waktu, Kyai Muhadjirin kecil dikirim oleh orangtuanya untuk belajar kepada para mu’allim untuk mempelajari dasar-dasar ilmu agama dan ilmu alat. Di antara pesantren yang pernah disinggahinya antara lain pesantren di Mester (Jati Negara) tahun 1939-1946, pesantren di Jawa Barat tahun 1942, pesantren di Jakarta Kota antara tahun 1942-1945 dan pengajian bulanan di Buntet Cirebon dari tahun 1942-1945. Setelah semua dilalui, pada tahun 1947 Kyai Muhadjirin meneruskan pendidikannya ke tanah Haramain, yaitu Mekah dan Madinah. J. Guru dan Murid-muridnya Perjalanan menuntut ilmu Kyai Muhadjirin terbagi dalam dua fase besar; pertama, yang dijalani di kota kelahirannya dan fase kedua, adalah ditanah haramain. Dari nkedua fase tersebut, beliau menuntu ilmu kepada beberapa orang guru/mu’allim. Guru-gurunya semasa ia belajar di Jakarta dan sekitarnya adalah8 : 1. Guru Asmat. Beliau mempelajari ilmu shorof, nahwu, fiqih, ushul fiqih, albayan, mantiq, ilmu kalam dan tasawuf. Selama 6 tahun Kyai Muhadjirin belajar kepada Guru Asmat. 2. H. Mukhoyar. Ilmu yang dipelajari adalah al-Qur’an serta Ilmu Tajwidnya. 3. H. Ahmad. Ilmu yang dipelajari adalah ilmu nahwu, ‘arud, fiqih dan hadis. Selama 4 tahun Kyai Muhadjirin belajar kepada H. Ahmad. 8
Sejarah Singkat Perjalanan Hidup Syekh Muhammad Muhadjirin Amsar Addary, hal.
12
xvii
4. Kyai Haji Hasbiallah, pendiri yayasan al-Wathoniyah Klender Jakarta Timur. Bersama beliau Kyai Muhadjirin belajar selama 3 tahun. Ilmu yang dipelajari meliputi nahwu, balaghah, mantiq, tasawuf, akhlak dan tafsir. 5. H. Anwar. Ilmu yang dipelajari adalah nahwu dan fiqih. 6. Kyai Ahmad Mursyidi. Kepada beliau Kyai Muhadjirin mempelajari ilmu mantiq dan balaghah. 7. H. Hasan Murtaha. Kepada beliau Kyai Muhadjirin mempelajari ilmu nahwu, balaghah, musthalah hadis, ushul fiqih dan adabul bahats wal munazhoroh. 8. Syekh Muhammad Thahir. Bersama beliau Kyai Muhadjirin belajar selama sembilan tahun. Ilmu yang dipelajari adalah nahwu, fiqih, tafsir, mantiq, balaghah, tasawuf, hadis, adabul bahats wal munazhoroh dan ilmu falak. 9. Ahmad bin Muhammad, murid Syekh Manshur al-Falaky. Kepadanya Kyai Muhadjirin mempelajari gerhana bulan dan matahari. 10. Kyai Sholeh Ma’mun Banten. Kepadanya Kyai Muhadjirin mempelajari tata cara membaca al-Qur’an yang benar. 11. Syekh Abdul Majid. Kepada beliau Kyai Muhadjirin mempelajari beberapa cabang ilmu yaitu, faroid, fiqih, tafsir, hadis, mustholah hadis, dan tasawuf. 12. Sayyid Ali bin Abdurahman al-Habsyi. Merupakan guru terakhir sebelum ia berangkat ke tahan haram. Yang dipelajari (kebanyakan) adalah adabul bahats wal munazhoroh.
xviii
Itulah sekilas perjalanan masa belajar dan guru-gurunya Kyai Muhadjirin di Jakarta. Kemudian pada tahun 1947, beliau bernagkat ke tanah haram. Pada tanggal 4 Dzulqo’dah 1366 H/Agustus 1947 Kyai Muhadjirin berangkat menggunakan kapal laut menyebrangi Samudera Hindia menuju Jeddah. Tiba di Jeddah pada akhir bulan Dzulqo’dah dan menetap di sana. Ketika di Jeddah, Kyai Muhadjirin menyempatkan diri untuk berziarah ke makam Umu Hawa. Selanjutnya, Kyai Muhajdirin berangkat ke Mekah untuk melaksanakan ibadah umroh dan tiba di sana pada tengah malam di bulan Dzul Hijjah tahun 1366 H/September 1947. Kemudian Kyai Muhadjirin menetap di kota Mekah dan Madinah dengan tujuan menimba ilmu agama dan umum. Beliau tinggal dirumah Syekh Abdul Ghani Jamal. Kemudian pada pertengahan tahun beliau pindah ke asrama Jailani yang berada di sisi dalam kampung Muda’i. Pada saat tinggal disini dimulailah aktifitas menuntut ilmu beliau. Diantara para Syekh yang beliau datangi adalah9 : 1. Syekh Muhammad Ahyad, yang menggantikan Syekh Mukhtar Atthorid al-Jawi di Masjidil Haram. Kitab yang dipelajari adalah : Fath al-Wahab, Al-Iqna fi Hilli al-Fadzi Abi Suja’, Al-Muhalla ‘ala al-Qolyubi, Riyad alSalihîn, Minhaj al-‘Abidin sebuah kitab tasawuf, ‘Umdah al-Abror kitab mantiq dan Fath al-Qodir fi Nusuk al-Ajir. 2. Syekh Hasan Muhammad al-Masyath. Kitab yang dipelajari adalah bagian akhir kitab Sahîh Muslim dan bagian awal kitab Sahih Bukhâri.
9
Sejarah Singkat Perjalanan Hidup Syekh Muhammad Muhadjirin Amsar Addary, hal. 6
xix
3. Syekh Zaini Bawean. Kyai Muhadjirin belajar dikediamannya dengan membaca kitab Ihya ‘Ulumiddin. 4. Syekh Muhammad Ali bin Husein al-Maliki, seorang guru besar di wilayah Hijaz pada masa itu yang bermazhab Maliki. Beliau mempelajari kitab Tuhfah yang dilaksanakan di kediamannya. 5. Syekh Mukhtar Ampetan. Dirumahnya Kyai Muhadjirin mempelajari kitab Sahih Bukhâri dan al-Itqan fi ‘Ulumi al-Quran. 6. Syekh Mumammad al-‘Arabi Attubbani al-Sutoyfi al-Jazairi. Bersamanya Kyai Muhadjirin belajar dalam waktu yang berbeda-beda, yaitu setelah subuh mempelajari kitab al-Asymuni. Setelah tamat dilanjutkan dengan membaca kitab Mughni Labib dan Tafsir Ibnu Katsir. Waktu yang kedua setelah shalat asar dengan membaca kitab Sahih Bukhari hingga tamat, kemudian dilanjutkan dengan membaca kitab Sunan Ibnu Majah. Waktu yang ketiga setelah salat magrib dengan membaca kitab al-Targhîb wa alTarhib, setelah tamat dilanjutkan dengan membaca kitab Riyadhu alSaliîin. 7. Syekh Said ‘Alawi Abbas al-Maliki, yang tinggal di daerah Bab as-Salam. Bersamanya beliau mempelajari kitab Mughni Labib, Jauhar al-Maknun, Al-Hikam li Ibni Athoilah al-Sakandari dan Al-Aqdu al-Ma’lam fi Aqsami al-Wahyi al-Mu’adham, sebuah kitab karangan Syaikh Said ‘Alawi sendiri.
xx
8. Syekh Ibrahim Fathoni, kepadanya beliau mempelajari Tafsir Al-Jalalain yang dilaksanakan di Masjidil Harom pada malam hari di bulan Ramadhan. 9. Syekh
Muhammad
Amin
al-Kutbi.
Kepadanya
Kyai
Muhajirin
mempelajari kitab Sahîh Bukhâri, Manhaj Dzawi Nazhor fi ‘Alfiat Ilmil Atsar, Jam’ul Jawami’ dan kitab-kitab Fiqih Hanafi yang dilaksanakan di Masjidil Harom. 10. Syekh Isma’il Fathoni. Dirumahnya Kyai Muhadjirin menghadiri pembacaan kitab Hasyiah Ibn ‘Aqil ‘ala Alfiah. Demikianlah sebagian perjalanan belajar dan guru-gurunya Kyai Muhadjirin di Mekah yang telah dilalui selama dua tahun. Setelah dua tahun berada di Mekah Kyai Muhadjirin berfikir apakah akan melanjutkan belajarnya atau pulang ketanah air. Akhirnya ia memutuskan untuk menetap disana dan meneruskan masa belajarnya. Lalu pada bulan Muharam tahun 1369 H/Juli 1950, Kyai Muhadjirin masuk ke lembaga pendidikan Darul ‘Ulum Addiniyah10 yang pada waktu itu dipimpin oleh Syekh Ahmad Manshuri sebagai Mudir dan Syekh Muhammad Yasin al-Fadani sebagai wakilnya. Dua orang Syekh inilah yang paling berperan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan Kyai Muhadjirin. Kitab-kitab yang digunakan dan dipelajari di Darul ‘Ulum Addiniyah adalah : 1) Ilmu Nahwu meliputi : Ibn ‘Aqil ‘ala Alfiah dan Mukhtashor Ma’ani ‘ala al-Tlkhis.
10
Sejarah Singkat Perjalanan Hidup Syekh Muhammad Muhadjirin Amsar Addary, hal.8
xxi
2) Ilmu Hadis terdiri dari kitab-kitab : Muwatha’ Malik dan Sunan Abi Daud. 3) Ilmu Fiqih menggunakan kitab Al-Muhalla ‘ala al-Qolyubi. 4) Ilmu Ushul menggunakan kitab Jam’ul Jawami’. 5) Ilmu Tafsir menggunakan kitab Tafsîr Ibnu Katsir. Selain itu juga banyak dipelajari tentang Insya, Tarikh, Adabul ‘Aroby dan metode pengajaran secara modern. Dalam lembaga pendidikan ini juga dipelajari At-Tathbiq Baina al-Mazahib al-Mudawamah, yaitu suatu pelajaran yang mempelajari persesuaian diantara beberapa mazhab. Selain belajar di Darul ‘Ulum Addiniyah, Kyai Muhadjirin juga belajar ilmu faroid diluar jam sekolah kepada seorang temannya yaitu Abdul Hamid Amin Banjar11. Demikian pula sebaliknya, Abdul Hamid belajar kepadanya tentang ilmu falak terutama tentang Ijtima’ dan gerhana. Akhirnya Kyai Muhadjirin berhasil menyelesaikan pendidikannya di Darul ‘Ulum Addiniyah pada akhir bulan Dzul Qa’dah tahun 1370 H/ 28 Agustus 1951 dan lulus dengan predikat Jayyid, teratas diantara teman-temannya. Setelah itu, pada bulan muharrom tahun 1371 H, beliau diminta mengajar disana. Meskipun beliau telah menjadi pengajar, namun beliau tetap bermulazamah kepada Syekh Yasin dengan membaca berbagai kitab hadis, diantaranya Muwatha’ Imam Malik, Sunan Abi Daud, Sunan Tirmidzi, Sunan AnNasa’i, Sunan Ibnu Majah, Sahih Bukhari dan Sahih Muslim dan semuanya berhasil beliau tamatkan. Dalam mempelajari kitab Muwatha’ dan Sunan Abi Daud, metode yang dipergunakan adalah secara tahqiq dan tatbiq dengan
11
Sejarah Singkat Perjalanan Hidup Syekh Muhammad Muhadjirin Amsar Addary, hal. 9
xxii
memperhatikan kaidah-kaidah ushul fiqih dan ushul hadis dan kaidah fiqih atas mazhab yang berlaku. Kyai Muhadjirin merupakan salah satu murid kesayangan Syekh Yasin. Syekh Yasin pernah berkunjung ke Pesantren Annida dan meresmikan salah satu asrama santri putri. Selain itu, beliau juga mempelajari beberapa kitab lain, diantaranya AlMaqulat al-Asyr, Fanni al-Wadha dan ‘Ulum al-Isnad. Setelah mempelajari kitab-kitab tersebut, beliau diberi ijazah oleh Syaikh Yasin yaitu Maslak al-Ajla fi Asanidi as-Syaikh Muhammad Ali dan Miftah al-Wajdani min Asanidi as-Syaikh Umar Hamdan. Diantara guru-guru lain yang beliau datangi adalah : 1. Syekh Muhammad Abdul Baqi, kitab yang dipelajari Al-Manahili alSilsilah fi al-Haditsi al-Musalsalah. 2. Fadhilah As-Sayid Muhammad Musthofa al-Singithi. Kitab yang dipelajari diantaranya Al-Mudawamah al-Qubra (Fiqih Maliki), Al-Mughni li Abi Qudamah (fiqih Hanafi) dan Durru al-Mukhtar li Ibni Abidin (fiqih alAhnaf). Kyai Muhadjirin berhasil memperoleh Ijazah Al-Musalsal bil Awaliyah al-Haqiqiyah. Itulah guru-gurunya ketika beliau belajar di Mekah. Disamping itu, Kyai Muhadjirin juga belajar kepada para Syekh di kota Madinah. Diantara ulamaulama Madinah yang beliau datangi adalah Syekh Muhammah Amin al-Singithi dan Syekh Abdurahman al-Afriqy. Selama di Madinah, Kyai Muhadjirin hampir setiap saat mengunjungi perpustakaan yang bernama Maktabah Syaikhul Islam ‘Arif Hakat.
xxiii
Setelah kurang lebih sembilan tahun bermukim di Haromain, datanglah surat dari ibunda beliau yang memintanya untuk segera pulang ke tanah air. Ada kebimbangan dalam diri Kyai Muhadjirin ketika itu, karena salah seorang gurunya tidak mengizinkan beliau untuk kembali ke tanah air. Kemudian beliau meminta petunjuk kepada Allah Swt. dan mendapat isyarat untuk secepatnya memenuhi permintaaan ibunya untuk pulang ketanah air. Akhirnya pada tanggal 19 Shafar 1375 H/ Kamis 6 Agustus 1955 beliau tiba ditanah air dan masih dapat menjumpai kedua orangtuanya. Setelah kembali ketanah air, Kyai Muhadjirin mulai mengembangkan ilmunya dengan cara berdakwah. Disamping itu, setelah menikah beliau diberi amanat untuk mengasuh pesantren yang dinamakan pesantren Bahagia yang didirikan oleh mertuanya. Melalui media pesantren inilah aktivitas keilmuannya berjalan dan berkembang. Pesantren tersebut telah berdiri sejak tahun 1920an dan merupakan pesantren tertua yang ada dikota Bekasi. Pesantren ini didirikan oleh metuanya yaitu Kyai K.H. Abdurahman Shodri. Namun setelah K.H. Abdurahman Shadri wafat, mulai terjadi ketidaksesuaian dengan pengurus lainnya yang berlangsung cukup lama sehingga beliau memutuskan untuk melepaskan jabatannya dan mengundurkan diri dari kepengurusan Pesantren Bahagia. Selanjutnya Kyai Muhadjirin mendirikan pondok pesantren sendiri yang beliau namakan Annida Al-Islami. Karena terkenal dengan ke’alimannya dalam ilmu-ilmu keislaman, banyak para santri dari berbagai daerah yang datang untuk mengaji kepada beliau. Sudah ribuan murid-murinya yang belajar kepada beliau
xxiv
dan kini telah mengembangkan majlis ta’lim dilingkungannya masing-masing. Diantara murid-muridnya yang menonjol adalah : 1. K.H. Ahmad Sirajuddin Abdul Ghani, M.A. Setelah nyantri kepada Kyai Muhadjirin beliau meneruskan pendidikan Sarjana S 1 nya di Madinah dan S 2 nya di Ummul Quro’. Saat ini beliau menjabat sebagai salah satu pimpinan Pondok Pesantren Al-Hidayah Basmol, Kembangan, Jakarta Barat. Beliau juga aktif di MUI Jakarta sebagai anggota komisi fatwa. 2. K.H. Alawi Zein. Setelah nyantri kepada Kyai Muhadjirin beliau meneruskan pendidikannya kepesantren Syekh Said Muhammad Alwi alMaliki, Mekah. Beliau merupakan salah satu pimpinan Pondok Pesantren Al-Hidayah Basmol, Kembangan, Jakarta Barat. 3. K.H. Khairuddin. Beliau berdomisili di daerah Rawa Lele. 4. K.H. Maulana Kamal Yusuf. Beliau adalah alumni Gontor yang kemudian mengikuti pengajian Kyai Muhadjirin setiap selasa dan kamis pagi. 5. K.H. Mahfuzd Asirun. Beliau menamatkan pendidikan Mts dan MA nya di Pondok Pesantren Annida. Beliau merupakan seorang santri yang cemerlang. Ketika menjadi santri beliau dipercaya sebagai ketua harian pondok pesantren yang mengurusi urusan keseharian santri (istilahnya lurah pondok). Beliau merupakan santri kesayangan Kyai Muhadjirin. Kyai Mahfuzd Asirun adalah juru ketik ketika menulis ulang (dengan mesin tik arab) kitab Misbah Az-Zhalam. Saat ini aktivitas beliau sebagai pimpinan Pondok Pesantren Al-Itqon yang terletak di Cengkareng Jakarta Barat.
xxv
Demikianlah beberapa orang murid Kyai Muhadjirin12 yang telah mengembangkan dakwahnya di daerahnya masing-masing. Disamping itu masih banyak murid-murid Kyai Muhadjirin yang tersebar diberbagai daerah. K. Berumah Tangga Kyai Muhadjirin kembali ke Indonesia pada tahun 1955 setelah selama 9 tahun bermukim di Mekah, Arab Saudi. Sekembalinya dari Mekah, beliau melakukan perjalanan keberbagai penjuru tanah Jawa dan Sumatera untuk menemui para ulama yang terdapat di daerah tersebut. Perjalanan tersebut berlangsung selama dua tahun. Setelah selesai dari pengembaraannya, pada tahun 1957 Kyai Muhadjirin menikah dengan Hj. Hannah, putri K.H. Abdurahman Shodri13.. Beliau adalah putra dari Mu’allim Shadri salah seorang ulama yang pernah menjadi anggota konstituante. Dari pernikahannya ini, Kyai Muhadjirin dikaruniai delapan orang anak (4 putra dan 4 putri). Mereka secara berturut-turut adalah, Hj. Faiqoh Muhadjirin, H. Muhammad Ihsan Muhadjirin, H. Ahmad Zufar (alm. meninggal pada tgl 07 September 2003), Hj. Badi’ah Muhadjirin, Hj. Rufaida Muhadjirin, H. Dhiyaul Maqdisi Muhadjirin dan H. Muhammad Aiz Muhadjirin. L. Aktivitas Dakwah dan Organisasi Dakwah yang digeluti Kyai Muhadjirin adalah mengajar dan menulis14 Namun aktivitas dakwah utamanya adalah mengajar, baik di lembaga formal
12
Keteranagn ini berdasarkan wawancara penulis dengan K.H. Aiz Muhadjirin, putra ke delapan Kyai Muhadjirin. Hasil wawancara dapat dilihat pada lampiran. 13 Keteranagn ini berdasarkan wawancara penulis dengan K.H. Aiz Muhadjirin, putra ke delapan Kyai Muhadjirin. Hasil wawancara dapat dilihat pada lampiran. 14 Keteranagn ini berdasarkan wawancara penulis dengan K.H. Aiz Muhadjirin, putra ke delapan Kyai Muhadjirin. Hasil wawancara dapat dilihat pada lampiran.
xxvi
seperti madrasah, maupun di berbagai majlis ta’lim. Beliau mengajar diberbagai tempat, diantaranya Bekasi, Cikarang, Tambun, Pondok Ungu, Cengkareng dll. Kecintaan beliau dalam mengajar sangat besar, sehingga dalam kondisi sakit pun beliau tetap mengajar. Bahkan dalam posisi berbaring pun beliau masih mengajar para santrinya. Aktivitas keseharian beliau adalah mengajar di madrasah dan dipesantren. Dimulai setelah shalat subuh sampai pukul 06.00 WIB mengajar santri putra tingkat marhalah ula. Pukul 07.30 WIB s/d 11.00 WIB mengajar di madrasah tingkat Tsanawiyah, Aliyah (ketika masih muda/kuat) dan Marhalah (ketika sudah tua). Pukul 14.00 WIB mengajar santri perempuan. Ba’da shalat maghrib mengajar santri putra tingkat Marhalah dan guru. Ba’da shalat Isya mengajar kaum bapak. Selain itu, beliau pernah terlibat dalam organisasi ulama seperti Majlis Ulama Indonesia Kota Bekasi walaupun tidak secara aktif. Demikianlah aktivitas dakwah dan organisasi Kyai Muhadjirin yang beliau lakukan sampai menjelang akhir hayatnya. M. Mendirikan Pesantren Setelah kembali dari Mekah al-Mukaramah dan setelah menikah, Kyai Muhadjirin mengabdikan dirinya pada sebuah perguruan menengah Islam di Bekasi yang bernama Pesantren Bahagia Perguruan ini dipimpin oleh K.H. Abdurahman Shadri yang merupakan mertuanya. Pengabdiannya pada perguruan ini terus berlanjut sampai beliau diangkat menjadi kepala sekolah. Setelah K.H. Abdurahman Shadri wafat, mulai terjadi ketidaksesuaian dengan pengurus lainnya yang berlangsung cukup lama sehingga beliau
xxvii
memutuskan untuk melepaskan jabatannya dan mengundurkan diri dari kepengurusan Pesantren Bahagia. Setelah itu, mulailah Kyai Muhadjirin merealisasikan cita-citanya untuk mendirikan lembaga pendidikan15.. Akhirnya beliau berhasil membangun sebuah lembaga pendidikan yang ia namakan Annida al-Islami. Nama ini terilhami dari doa beliau yang berbunyi, “Rabbana Innana Sami’na Munadian Yunâdi lil Îmân”. Pada awal pembentukannya, belum tersedia tempat untuk belajar. Untuk sementara perguruan menggunakan lokal milik Bpk. R. H. Ahmad Rus di Jalan Alun-Alun Barat (sekarang Jalan Veteran) Bekasi. Pembukaannya dimulai pada hari Rabu tgl 03 April 1963 dengan susunan kepengurusan : Ketua I. K.H. Abdul Hamid, Ketua II. K.H. M. Muhadjirin, Sekretaris. R.H.Ahmad Rus dan Bendahara M. Ibrahim. Kemudian pada tanggal 06 Agustus tahun 1963, Kyai Muhadjirin membeli sebidang tanah di Kampung Mede sebagai awal dimulainya pembangunan Annida al Islami. Selanjutnya pada tahun 1984 didirikanlah pondok pesantren diatas tanah wakaf Nyak Manduh dan atas permintaan para alumni untuk dapat meneruskan belajar di Annida, maka Kyai Muhadjirin menutuskan untuk mendirikan Majma’ Marhalatul ‘Ulya. Pada tahun 1992, dibentuklah sebuah yayasan berbentuk badan hukum yang dapat mengayomi seluruh kegiatan Yayasan yang bernama Al-Hanin. Seiring berjalannya waktu, terus terjadi perkembangan pada Perguruan Islam Annida. Pada tahun 2002, perguruan Islam Annida mendapatkan bantuan lab bahsa dari pemerintah. Pada bulan Mei 2002, Annida dipercaya sebagai pengurus
15
Buku Kenangan Alumni Annida al-Islami Angkatan 2002, hal. 12
xxviii
Poskentren (Pos Kesehatan Pesantren), yang kemudian dialih lokasikan ke Jl. K.H. Mas Mansyur no 19. dan pada bulan Maret tahun 2003, Dewan Akreditasi Madrasah (DAM) menyatakan puas terhadap Ma’had Annida dan menetapkannya sebagai sekolah percontohan (DAM) se-Jawa Barat. N. Karya-Karyanya Karya tulis Kyai Muhadjirin yang telah dicetak kurang lebih berjumlah 34 buah kitab yang terdiri dari berbagai cabang keilmuan16. Di antaranya adalah: Dalam bidang bahasa: 1. Fan al-Mutâla’ah al-Ûla 2. Fan al-Mutâla’ah al-Tsâni 3. Fan al-Mutâla’ah al-Tsâlitsah 4. Mahfûzât 5. Qawâ’id al-Nahwiyyah al-Ûla 6. Qawâ’id al-Nahwiyyah al-Tsâni Bidang balaghah antara lain: 1. Al-Bayan 2. Mukhtarat al-Balaghat Bidang ilmu Tauhid antara lain: 1. Mulakhkhash al-Ta’liqat ‘ala Matn al-Jauharah 2. Syarh al-Ta’liqat ‘ala Matn al-Jauharah Bidang Ushul Fiqh antara lain: 1. Taisîr al-Wushul fî ‘Ilmi al-Ushul 16
Sejarah Singkat Perjalanan Hidup Syekh Muhammad Muhadjirin Amsar Addary, hal.
21
xxix
2. Idah al-Mawrûd 3. Istikhraj al-Furu’ ‘Ilmi al-Ushul 4. Khilafiyat 5. Falsafah al-Tasyri’ 6. Ma’rifat al-Thuruq al-Ijtihad 7. Takhrîj al-Furu’ ‘Ala al-Ushul Bidang Usul al-Hadits antara lain: 1. Al-Qaul al-Hatsîts 2. Ta’liqat ‘Ala Matn al-Baiquni 3. Al-Istidzkâr Bidang Fiqh Hadits Misbâh al-Zalâm Syrah Bulûgh al-Marâm min Adillatil Ahkâm Bidang Mantiq antara lain: 1. Al-Madârik fi al-Mantiq 2. Al-Nahj al-Mathlub ila Manthiq al-Marghub Bidang Faraidh yaitu: Al-Qaul al-Qaid fî ‘Ilmi al-Faraid Bidang al-Tarikh (sejarah) antara lain: 1. Mirat al-Muslimîn 2. Al-Muntakhib min Tarîkh Daulah Bani Umayyah 3. Tarikh al-Adab al-‘Arabi 4. Tarikh Muhammad Rasulullah wa al-Khulafa al-Rasyidîn Bidang Qawa’id al-Fiqh yakni: Qawâ’id al-Khams al-Bahiyyah
xxx
Bidang ushul al-Tafsir antara lain: 1. Al-Tanwir fi Ushul al-Tafsir 2. Thatbiq al-Ayat bi al-Hadits Bidang Adab al-Bahts yaitu: Al-Siqayah al-Mariyyah fî al-Bahts wa al-Munazarah Bidang al-Wad’ antara lain: Al-Qar’u al-Sam’ fi al-Wadh’i Bidang Tasawuf yakni: Al-Ta’arruf fi al-Tashawwuf Seluruh karyanya ini sampai saat ini masih dipergunakan sebagai buku daras pada Yayasan Annida dari tingkat Tsanawiyah, ‘Aliyah sampai Marhalah al‘Ulya. Seluruh karyanya ini juga dicetak dan disebarluaskan oleh yayasan tersebut. Diantara karya-karyanya yang paling monumental adalah Misbâh alZalâm Syrah Bulûgh al-Marâm min Adillatil Ahkâm, merupakan kitab syarah hadis atas Bulûgh al-Marâm yang terdiri dari delapan jilid dan kurang lebih 2240 halaman. Penulis berpendapat, dan dikuatkan oleh salah seorang keturunan beliau, kitab ini merupakan puncak kematangan intelektual Kyai Muhadjirin. Karena kitab ini ditulis untuk mengasah dan mengelaborasi ilmu-ilmu keislaman yang beliau kuasai dan didalamnya terdapat berbagai macam pembahasan hukum yang beliau perbandingkan dari berbagai madzhab. Tidak terbatas pada madzhab empat saja, tetapi juga meliputi madzhab yang lain, misalnya madzhab tabi’in, azhohiri dan lain-lain. Selain itu ada sebuah kitab yang cukup monumental yaitu Idah alMawrud. Merupakan kitab ushul fiqh, terdiri dari dua jilid kurang lebih 600 halaman.
xxxi
BAB III PANDANGAN SYEKH MUHAMMAD MUHAJIRIN TENTANG HADIS Dalam bab ini, penulis tidak bermaksud memaparkan pemikiran mendasar/orisinil dari Kyai Muhadjirin tentang hadis. Akan tetapi bab ini hanya sebagai pengantar dan gambaran untuk melihat dan memahami karya-karya yang ditulis Kyai Muhadjirin. Dalam pembacaan penulis terhadap karya-karyanya17, penulis tidak menemukan hal-hal baru/pemikiran baru dari Kyai Muhadjirin tentang hadis dan ilmu hadis. Akan tetapi, sebagai seorang ulama ahli hadis Kyai Muhadjirin memiliki pandangan tersendiri tentang hadis dalam artian beliau tidak menerima hadis apa adanya sebagai sandaran hukum setelah al-Qur’an. Namun beliau teliti lebih dahulu, membandingkan dengan hadis lain dan pendapatpendapat ulama lain kemudian beliau mengambil kesimpulan hukumnya dari penalaran beliau tersebut. Dengan demikian, Kyai Muhadjirin memposisikan hadis dengan begitu penting dan hati-hati dengan memperhatikan kualitas hadis tersebut baik dari segi sanad maupun matan. Tidak berbeda dengan ulama lain, Kyai Muhadjirin membagi penjelasan hadis dengan dua bagian, yaitu hadis dan ilmu hadis. D. Pengertian Hadis dan Ilmu Hadis Kyai Muhadjirin mengutip penjelasan dari ulama terdahulu dalam mendefinisikan perngertian hadis18. Menurut Kyai Muhadjirin hadis adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw. baik perbuatan, ucapan 17
Karya-karya yang penulis baca adalah : Misbâh al-Zalâm Syrah Bulûgh al-Marâm min Adillatil Ahkâm juz 1 , Al-Qaul al-Hatsîts fii Mustalah al-Hadits, Ta’liqat ‘Ala Matn alBaiquni dan Al-Istidzkâr. Pendapat penulis ini, terbuka untuk dikoreksi. 18 Lihat M. Ajjaj al-Khatib, Usul al-Hadits : Pokok-Pokok Ilmu Hadis, terjemahan oleh H.M. Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq. Hal. 7
xxxii
atau taqrir beliau19. Sedangkan ilmu hadis20 adalah ilmu mustalah al-hadis dan ilmu usul al-hadis, terbagi dua bagian diroyah dan riwayah. Pengertiannya adalah :
ﻓﺎﻟﺪراﻳﺔ ﻋﻠﻢ ﺑﻘﻮاﻧﻴﻦ ﺗﻌﺮﻳﻒ ﺑﻬﺎ أﺣﻮال اﻟﺴﻨﺪ واﻟﻤﺘﻦ وآﻴﻔﺒﺔ: دراﻳﺔ اﻟﺘﺤﻤﻞ واﻷ دا ء وﺻﻔﺎت اﻟﺮﺟﺎل ﻋﻠﻢ اﺷﺘﻤﻞ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ أﺿﻴﻒ اﻟﻰ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻗﻮﻻ: رواﻳﺔ أو ﻓﻌﻼ أو ﺗﻘﺮﻳﺮا ﻋﻠﻰ رواﻳﺔ ذﻟﻚ ﻓﻲ ﻧﻘﻠﻪ وﺿﺒﺘﻪ وﺗﺤﺮﻳﺮ اﻟﻔﺎﻇﻪ 1) Dirayah, yaitu ilmu yang digunakan untuk mengetahui keadaan-kaadaan sanad dan matan dan tata cara mengambil hadis dan menyampaikannya dan periwayat-periwayatnya. 2) Riwayat, yaitu ilmu yang mengkaji segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Saw baik ucapan, perbuatan atau taqrirnya dari segi periwayatan, penukilan dan pengucapan lafadz hadisnya. Tidak jauh berbeda dengan para muhaditsin, dalam pandangan Kyai Muhadjirin hadis dan ilmu hadis merupakan ilmu yang harus mendapatkan perhatian lebih agar umat Islam tidak hanya menjadi muqallid, tetapi benar-benar mengetahui dalil-dalil dalam beribadah dan bermu’amalah. Oleh karena itu semestinya umat Islam mempelajari hadis dengan mengkaji berbagai pandangan ulama untuk memperoleh pengetahuan yang luas dan berpikiran terbuka terhadap perbedaan yang ada. Disamping itu juga perlu mempelajari ilmu hadis sebagai dasar dalam menyikapi kualitas hadis. E. Urgensi Mempelajarinya Kyai Muhadjirin berpendapat bahwa mempelajari hadis sangatlah penting21 terutama hadis-hadis yang berkaitan dengan hukum yang masih tercerai berai dalam pengelompokan fiqih terutama madzhab yang empat. Dengan cara 19
Definisi diatas adalah definisi sunnah, karena sunnah adalah sama dengan hadis. Lihat Al-Qaul al-Hatsîts fii Mustalah al-Hadits, hal. 5 20 Syekh Muhammad Muhadjirin, Al-Qaul al-Hatsîts fii Mustalah al-Hadits, hal. 3 21 Keterangan ini penulis dapat dari K.H. M. A’iz Muhadjirin melalui wawancara tertulis.
xxxiii
seperti itu akan diketahui mana hadis yang dijadikan pedoman oleh suatu madzhab mengapa tejadi perbedaan pemahaman diantara para imam tersebut. Penulis berpendapat bahwa Kyai Muhadjirin cenderung memahami hadis dalam kaitannya dengan perbedaan madzhab. Hal ini dapat dilihat pada karyanya Misbâh al-Zalâm Syrah Bulûgh al-Marâm min Adillatil Ahkâm, di dalamnya terdapat pembahasan dari berbagai madzhab fiqih. Misalnya hadis tentang kesucian air22
ﻰ اﷲ ّ ﻋﻦ ﻋﺒﺪ اﷲ ﺑﻦ ﻋﻤﺮ رﺿﻲ اﷲ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻋﻨﻪ ﻗﺎل ﻗﺎل رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠّﻢ إذا آﺎن اﻟﻤﺎء ﻗﻠﺘﻴﻦ ﻟﻢ ﻳﺤﻤﻞ اﻟﺨﺒﺚ وﻓﻲ ﻟﻔﻆ ﻟﻢ ﻳﻨﺠﺲ . أﺧﺮﺟﻪ اﻟﻌﺮﺑﻌﺔ وﺻﺤﺤﻪ اﺑﻦ ﺧﺰﻳﻤﺔ واﻟﺤﺎآﻢ وﺑﻦ ﺣﺒﺎن. و ﺑﻬﺬا اﻟﺤﺪﻳﺚ أﺧﺬ اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ و أﺣﻤﺪ أن اﻟﻤﺎء إذا ﺑﻠﻎ ﻗﻠﺘﻴﻦ ﻟﻢ... ش وﻣﻔﻬﻮﻣﻪ أﻧﻪ إذا ﻟﻢ ﻳﺒﻠﻎ اﻟﻤﺎء ﻗﻠﺘﻴﻦ ﺗﻨﺠﺲ ﺗﻐﻴﺮ أم ﻻ,ﻳﺘﻨﺠﺲ إﻻ إذا ﺗﻐﻴﺮ و ﻣﻘﺪار. وﻗﺎل اﻹ ﻣﺎم ﻣﺎﻟﻚ اﻟﻤﺎء ﻻ ﻳﻨﺠﺴﻪ ﺷﺊ إﻻ إذا ﺗﻐﻴﺮ ﻗﻞ أوآﺜﺮ. . اﻟﻘﻠﺘﻴﻦ ﺑﺎﻟﻮزن ﺧﻤﺴﻤﺎ ﺋﺔ رﻃﻞ ﺑﻐﺪادى ﺗﻘﺮﻳﺒﺎ ﻓﻲ اﻷﺻﺢ Dari Abdullah bin ‘Umar ra. dia berkata, Nabi Saw bersabda “ Apabila ada air dua kulah air itu tidak mengandung kotoran” dalam lafadz yang lain “tidak najis”. Dikeluarkan oleh imam yang empat dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Al-Hakim dan Ibnu Hibban Hadis diatas difahami beragam oleh para Imam. Menurut Imam Syafi’iy dan Imam Ahmad jika air telah sampai dua kulah tidak menjadi najis kecuali berubah keadaannya, pemahamannya dalah apabila air tidak sampai dua kulah ia menjadi najis baik berubah keadaannya atau tidak (tidak bisa untuk bersuci, pen). Menurut Imam Malik air tidak menjadi najis oleh sesuatu kecuali jika dia berubah keadaannya sedikit atau banyak. Dan batasan dua kulah itu sama dengan lima ratus liter Bagdad. Selain itu, Kyai Muhadjirin juga menyatakan pentingnya untuk mempelajari ilmu mustlah al-hadits. Dengan mempelajari ilmu ini, kita
22
Syekh Muhammad Muhadjirin, Mishbah al-Zhalam Syarah Bulugh al-Marom min Adillatil Ahkam, Ma’had Annida Al-Islami Bekasi ,juz 1 hal. 23-24
xxxiv
mengetahui status hadis, biografi para periwayatnya, sumber hadis, asbabul wurud dan bagaimana seharusnya kita memahami hadis tersebut (kontekstualitas hadis). F. Posisi Hadis Sebagai Sandaran Hukum Kyai Muhadjirin, sebagaimana umat Islam seluruhnya, memposisikan hadis sebagai sumber hukum kedua setelah al-Qur’an. Tingkatan derajat hadis yang telah disepakati para ulama hadis tetap menjadi pedoman bagi beliau. Sudah bukan rahasia umum bahwa hadis-hadis yang beredar dimasyarakat luas tidak seluruhnya shahih, ada yang dhaif bahkan maudhu/palsu. Terjadinya perbedaan pendapat
dikalangan
masyarakat
muslim juga
karena
mereka
berbeda
pandangan/pendekatan dalam memahami hadis. Hal ini menjadi penting untuk dicermati apalagi hadis-hadis yang berkaitan dengan hukum. Karena jika tidak disikapi secara arif akan membawa perpecahan diantara umat Islam sendiri. Kyai Muhadjirin tidak menyikapi hadis apa adanya atau menerima pendapat ulama/madzhab tertentu apa adanya. Namun beliau mengkaji dahulu secara mendalam pendapat-pendapat tersebut, apabila pendapat tersebut memiliki dasar yang kuat maka beliau menerima pendapat tersebut. Tetapi jika tidak, beliau mengoreksi dan mengomentari pendapat tersebut dan mencari dalil lain yang lebih kuat. Hal ini terlihat pada karya monumentalnya yaitu Misbâh al-Zalâm Syrah Bulûgh al-Marâm min Adillatil Ahkâm. Pada karyanya ini beliau memberikan komentar/pendapat-pendapatnya terhadap hadis yang kontradiksi/belum jelas pemahamannya. Ini dilakukan agar masyarakat mudah memahami kandungan hadis tersebut. Inilah salah satu tujuan beliau menulis beberapa karyanya dalam bidang hadis dan fiqih agar masyarakat tidak buta/serampangan dalam memahami
xxxv
hadis terutama hadis-hadis hukum karena konsekuensinya berat. Berbicara masalah hukum berarti berbicara masalah halal atau haram, boleh atau tidak yang semuanya berhubungan dengan pahala dan dosa dan mesti dipertanggung jawabkan dunia akhirat. Mengenai hadis dhaif, Kyai Muhadjirin berpendapat bahwa hadis da’if bisa dijadikan pegangan dalam beribadah yang berhubungan dengan fadha’ilul a’mal asalkan memenuhi tiga syarat23 1) Dha’ifnya tidak amat sangat 2) Berlaku dibawah ketentuan umum 3) Tidak meyakini ketika ia beramal terhadap ketetapan hadis tersebut, akan tetapi meyakini hadis tersebut sekedar berhati-hati. Demikianlah pemaparan sekilas mengenai pandangan Kyai Muhadjirin tentang hadis dan ilmu hadis.
23
Syekh Muhammad Muhadjirin, Al-Qaul al-Hatsîts fî Mustalah al-Hadits, hal. 15
xxxvi
BAB IV PERAN DAN KONTRIBUSI SYEKH MUHAMMAD MUHADJIRIN DALAM KAJIAN HADIS MELALUI KARYA-KARYANYA Sebagai seorang ulama yang konsern terhadap dunia pendidikan, Kyai Muhadjirin berkontribusi besar dalam pengembangan mutu pendidikan terutama pada pesantren yang beliau bina. Beliau fokus untuk mengembangkan keilmuan dan sumberdaya para santri dan guru-guru yang mengajar pada Ma’had tersebut. Untuk itulah beliau mengajarkan seluruh ilmunya, nahwu, balâghah, mantiq, fiqh dan usûl al- fiqh, falak, tafsîr, hadîs, ilmu hadîs, dll. Untuk kebutuhan tersebut Kyai Muhadjirin menulis sendiri diktat / buku ajarnya untuk seluruh cabang ilmu pengetahuan yang diajarkan dipesantren tersebut. Karyanya yang telah dicetak berjumlah 34 buah dan terdiri dari berbagai cabang ilmu keislaman. Di samping itu, masih terdapat beberapa karyanya yang masih dalam bentuk manuskrip. Bisa dikatakan, Kyai Muhadjirin adalah seorang ulama yang produktif, multi disipliner dan dikenal sebagai sosok ulama ahli hadis. Dalam kaitannya dengan hadis dan ilmu hadis, Kyai Muhadjirin menulis empat buah kitab hadis, tiga buah karyanya merupakan kitab ilmu hadis, yaitu: AlIstidzkâr, Al-Qaul al-Hatsîts fî Mustalah al-Hadîts dan Ta’liqot ‘ala Matan Baiquni. Satu lagi adalah syarah hadis yaitu Mishbahudh Dholam Syarah Bulughul Marom min Adillatil Ahkam. Ke empat karyanya ini ditulis dalam rentang waktu sejak 1957 sampai dengan 1973. Berikut ini akan dipaparkan karya-karya Kyai Muhadjirin tersebut.
xxxvii
A. Al-Istidzkar24 Al-Istidzkar adalah kitab musthalah al-hadits yang dikarang oleh Kyai Muhadjirin untuk menambah pelajaran disiplin ilmu hadis karena beliau telah mendirikan Pesantren Annida al-Islami yang tingkat pendidikannya lebih tinggi dibanding dengan santri yang ada di Pesantren Bahagia. Kitab ini terdiri dari 196 halaman. Kitab ini selesai ditulis dan dikoreksi pada tanggal 28 Muharam 1393 H/4 Maret 1973. Pertama kali diterbitkan oleh Ma’had Annida pada tahun 1978. Telah terjadi perbaikan redaksi oleh H. Muhyiddin dan mengalami cetak ulang sebanyak lima kali. Karya yang ada pada penulis adalah cetakan ke lima tahun 1424 H/2003 M. •
Metode penulisan :
Dimulai dengan bismilahirahmanirahim. Lalu menyebutkan judul yang akan dibahas, setelah itu ditulis baitnya. Setiap satu bait ditulis menjadi dua baris, setelah itu langsung dijelaskan maksudnya disertai dengan ayat-ayat al-Qur’an dan hadis-hadis yang berkaitan. Memaparkan jika ada perbedaan diantara para muhaditsin dalam memahami suatu definisi. Dalam kitab ini, Kyai Muhadjirin tidak merinci pembahasan secara bahasa dan istilah, tetapi dijelaskan langsung pengertiannya dengan mengutip pendapat para ulama ahli hadis. •
Contoh pembahasan, hal 18
(())اﻟﺤﺴﻦ (38 ) وهﻮ ﻓﻰ اﻟﺤﺠﺔ آﺎﻟﺼّﺤﺒﺢ 24
Syekh Muhammad Muhadjirin, Al-Istidzkar, Annida al-Islami, Bekasi, cet. ke lima. 1424 H/2003 M.
xxxviii
ودوﻧﻪ ان ﺻﻴﺮ ﻟﻠﺘﺮﺟﻴﺢ (39) ن هﺬا ﻗﺼﺮت رﺟﺎﻟﻪ ّﻷ ﻓﻰ اﻟﺤﻔﻆ دون ﻣﻨﻜﺮ ﻳﻨﺎﻟﻪ Hadis Hasan Hadis hasan dalam hujjah sama seperti hadis shahih Dan selainnya apabila dijadikan hujjah mesti ditarjih Karena perawi hadis ini lebih sedikit hafalannya Bukan tertolak untuk mendapatkannya
وﻗﺪ اﺧﺘﻠﻒ ﻓﻰ. ﻓﺎﻟﺤﺪﻳﺚ اﻟﺤﺴﻦ آﺎﻟﺤﺪﻳﺚ اﻟﺼﺤﻴﺢ ﻓﻰ ﺻﺤﺔ اﻻﺣﺘﺠﺎج ﻓﻘﺪ ﻗﺎل اﺑﻦ اﺻﻼح ﺑﻌﺪ اﻻﻣﻌﺎن ﻓﻰ. ﺗﻌﺮﻳﻒ اﻟﺤﺴﻦ اﺧﺘﻼﻓﺎآﺜﻴﺮا اﺣﺪهﻤﺎ: اﻃﺮاف آﻼ ﻣﻬﻢ ﻣﻼﺣﻈﺎ ﻣﻮاﻗﻊ اﺳﺘﻌﻤﺎﻟﻬﻢ أن اﻟﺤﺴﻦ ﻗﺴﻤﺎن ﺣﺴﻦ ﻟﻐﻴﺮﻩ وهﻮ ﻣﺎ ﻓﻰ اﺳﻨﺎدﻩ ﻣﺴﺘﻮر ﻟﻢ ﺗﺘﺨﻘﻖ وأهﻠﻴﺔ ﻏﻴﺮ اﻧّﻪ ﻟﻴﺲ ﻣﻐﻔﻼ وﻻ آﺜﻴﺮ اﻟﺨﻄﺄﻓﻴﻤﺎ ﻳﺮوﻳﻪ وﻻ ﻣﺘﻬﻤﺎﺑﺎﻟﻜﺬب ﻓﻴﻪ وﻻﻳﻨﺴﺐ إﻟﻰ ﺛﺎﻧﻴﻬﻤﺎ ﺣﺴﻦ ﻟﺬاﺗﻪ وهﻮ ﻣﺎ اﺳﺘﻬﺮ رواﺗﻪ. ﻣﻔﺴﻖ و اﻋﺘﻀﺪ ﺑﺘﺎﺑﻊ اوﺷﺎهﺪ . ﺻﺪﻗﺎ وأﻣﺎﻧﺔ وﻟﻢ ﻳﺼﻞ ﺣﻔﻈﺎ واﺗﻘﺎﻧﺎﻣﺮﺗﺒﻪ رﺟﺎل اﻟﺼﺤﻴﺢ Hadis hasan seperti hadis shahih dalam sahnya berhujjah. Terdapat banyak perbedaan dalam pengertian hadis hasan. Ibnu Shalah berkata setelah meneliti kesimpulan perkataan dan penggunaan hadis oleh para ulama, bahwa hadis hasan terbagi dua macam : 1) Hasan li ghairihi, yaitu hadis yang didalamnya terdapat perawi yang mastur (tertutup) yang tidak jelas. Tetapi bukanlah perawi yang pelupa dan sering melakukan kesalahan dalam riwayat-riwayatnya dan bukan perawi yang tertuduh berbuat dusta dalam hadis juga bukan orang yang tergolong fasik, dengan syarat mendapat pengukuhan dari perawi lain baik berstatus mutabi’ atau syahid. 2) Hasan li dzatihi, yaitu hadis yang perawinya terkenal orang yang jujur, terpercaya, namun kekuatan dan kesempurnaan hafalannya tidak sampai derajat perawi hadis shahih. B. Al-Qaul al-Hatsits fi Mustalah al-Hadits25 Latar belakang beliau dalam menulis kitab ini karena adanya dorongan untuk memberikan pengajaran yang mudah difahami oleh para santri di Pesantren Bahagia. Kitab ini selesai ditulis pada tanggal 21 Rajab 1379 H/20 Januari 1960
25
Syekh Muhammad Muhadjirin, Al-Qaul al-Hatsits fi Mustalah al-Hadits, Annida alIslami, Bekasi, cet. ke empat. 1409 H/1989 M
xxxix
M. Kitab ini pertama kali diterbitkan pada Pondok Pesantren Bahagia asuhan mertuanya. Kitab ini telah mengalami cetak ulang sebanyak empat kali. Karya yang ada pada penulis adalah cetakan ke empat tahun 1409 H/1989 M. Belum ada perbaikan redaksional. Kitab ini ditulis dengan tulisan tangan lalu difotokopi. Sampai cetakan keempat, kitab ini masih dalam bentuk tulisan tangan. Walaupun demikian, penyajiannya cukup bagus dan jelas. Dicetak dalam format ukuran sedang pinggirannya dibuat seperti bingkai kaligrafi dan tulisannya terdapat di dalam. Kitab ini terdiri dari 52 halaman. Diawali dengan kata pengantar (hal.1) dan diakhiri dengan daftar isi (hal. 52). Kitab ini merupakan kitab mustalah al-hadîts yang membahas 45 pembahasan26. Susunan pembahasan dalam kitab ini mengikuti susunan pada Matan Baiquni. •
Cara pembahasan :
Di mulai dengan ditulis judulnya lalu dipaparkan pengertiannya secara umum, terkadang juga dijelaskan pengertiannya dari segi bahasa dan istilah. Metodologinya tidak dispesifikasikan dengan menyebut, judul, bab, sub bab dan kesimpulan. Tetapi ditulis langsung apa adanya secara berurutan. Misalnya membahas hadis Syadz, maka langsung disebutkan definisinya lalu macammacamnya dan contohnya, dst. Untuk bagian-bagian tertentu,27 beliau membuat
26
Terdiri dari:‘Ilmu al-Hadîts, Al-Sunnah wa Mâ ilaiha, Asma al-Musytaghal lil Hadîts, Aqsâm al-Hadîts, Al-Sahîh, Darajat al-Hadîts, Al-Hasan, Inqisâm al-Hasan, Al-Da’îf, Al-Ihtijâj bi al-Da’îf, Al-Mâni’ûn min al-Ihtijâj bi al-Da’îf, Al-Marfû’, Ta’lîq al-Bukhârî, Al-Maqthû’, AsSanad, Al-Muttasil, Al-Musalsal, Al-‘Azîz, Al-Masyhûr, Al-Mutawâtir, Al-Mu’an’an, Al-Mubham, Al-‘Alî,Al-Nazil, Al-Mauqûf, Al-Mursal, Al-Hujjiah, al-Mursal, Al-Gharîb, Al-Munqathi’, AlMu’dal, Al-Mudallas, Hukm al-Tadlîs, Al-Syâdz, Al-Maqlûb, Al-Fard, Al-Mu’allal, Al-Mudtarib, Al-Mudarraj, Al-Madîj, Al-Mu’talif, Al-Munkar, Al-Matrûk, Al-Maudû’ 27 Bagian-bagian yang dianggap penting untuk dijelaskan lebih rinci.
xl
pembahasan tersendiri. Misalnya pada bahasan Aqsamul hadis, Kyai Muhadjirin membagi hadis menjadi tiga bagian, shahih, hasan dan da’if. Lalu setiap bagian ini dirinci oleh beliau. Misalnya hadis Sahih, disebutkan syarat-syaratnya secara berurutan setelah itu syarat-syarat tersebut dijelaskan satu persatu kemudian dipaparkan derajat-derajat shahih menurut para imam hadis, dst.28 •
Contoh pembahasan, hal 21
اﻟﻤﺴﻠﺴﻞ ﻓﺎﻟﻤﺴﻠﺴﻞ ﻓﻰ ﻟﻐﺔ اﺗﺼﻞ اﻟﺸﻴﺊ ﺑﺎﻟﺸﺊ وﻓﻰ إﺻﻄﻼح اﻟﻤﺤﺪﺛﻴﻦ ﻣﺎاﺗﻔﻘﺖ ﺻﻔﺎت اﻟﺮوات ﻗﻮﻻ اوﻓﻌﻼ اوﻗﻮﻻ وﻓﻌﻼ Hadis Musalsal Musalsal menurut bahasa artinya bersambungnya sesuatu dengan sesuatu. Menurut istilah muhaditsin hadis musalsal adalah hadis yang isnadnya bertemu dengan satu keadaan atau satu sifat berupa ucapan atau perbuatan. Terbagi tiga macam : 1) Musalsal karena perawi yang berupa ucapan. Contohnya hadis yang diriwayatkan oleh Mu’adz
ﻞ ّ ﻳﺎﻣﻌﺎذ أﻧﻲ أﺣﺒّﻚ ﻓﻘﻞ ﻓﻲ دﺑﺮآ: أن اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻗﺎل ﻟﻪ ﻓﻬﺬ اﻟﺤﺪﻳﺚ. اﻟﻠﻬ ّﻢ أﻋﻨّﻲ ﻋﻠﻰ ذآﺮك وﺷﻜﺮك وﺣﺴﻦ ﻋﺒﺎدﺗﻚ: ﺻﻼة اﺷﺘﻬﺮ ﻟﺪى اﻟﻤﺤﺪﺛﻴﻦ أﻧﻪ ﻣﺴﻠﺴﻞ ﺑﻘﻮل آﻞ راو أﻧﺎأﺣﺒّﻚ ﻓﻘﻞ دﺑﺮ آﻞ . ﺻﻼة اﻟﻰ ﺁﺧﺮﻩ Bahwasanya Nabi Saw bersabda : “Wahai Muadz sesungguhnya aku menyukaimu. Maka ucapkanlah setiap selesai shalat : Ya Allah, tolonglah aku untuk mengingat-Mu, berssyukur kepada-Mu dan menegabdi sebaik-baiknya kepada-Mu.” Menurut muhaditsin hadis ini musalsal karena setiap perawi mengatakan
أﻧﺎأﺣﺒّﻚ ﻓﻘﻞ دﺑﺮ آﻞ ﺻﻼة اﻟﻰ ﺁﺧﺮﻩ sampai akhir hadis. 2) Musalsal karena perawi yang berupa perbuatan. Contohnya hadis Abu Hurairah : 28
Syekh Muhammad Muhadjirin, Al-Qaul al-Hatsîts fii Mustalah al-Hadits,, hal. 6-11
xli
ﺷﺒّﻚ ﺑﻴﺪى اﺑﻮاﻟﻘﺎﺳﻢ ﺻﻠﻰ اﷲ: ﻋﻦ أﺑﻲ هﺮﻳﺮة رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻪ أﻧﻪ ﻗﺎل ﻓﻬﺬ اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻧﺴﻠﺴﻞ. ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ وﻗﺎل ﺧﻠﻖ اﷲ اﻻرض ﻳﻮم اﻟﺴﺒﺖ اﻻﻳﺔ ﺑﺘﺸﺒﻴﻚ آﻞ واﺣﺪ ﻣﻦ اﻟﺮوات Dari Abu Hurairah r.a. katanya, Abul Qosim memegang tanganku seraya berkata : “Allah menciptakan bumi pada hari sabtu…” Hadis ini musalsal karena diriwayatkan secara berantai dengan cara masing-masing perawi menggenggam tangan orang yang meriwayatkan hadis ini. 3) Musalsal dengan sifat-sifat perawi yang berupa ucapan dan perbuatan sekaligus. Contohnya hadis Annas bin Malik r.a, Nabi Saw bersabda
ﻗﺎل. ﻻ ﻳﺠﺪ ﺣﻼوة اﻹﻳﻤﺎن ﺣﺘّﻰ ﻳﺆﻣﻦ ﺑﺎﻟﻘﺪرﺧﻴﺮﻩ و ﺷﺮﻩ ﺣﻠﻮﻩ و ﻣﺮّﻩ وﻗﺎل ﺁﻣﻨﺖ ﺑﺎﻟﻘﺪرﺧﻴﺮﻩ و ﺷﺮﻩ ﺣﻠﻮﻩ. وﻗﺒﺾ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻟﺤﻴﺌﺔ وهﺬا اﻟﺤﺪﻳﺚ اﺗﻔﻘﺖ ﺻﻔﺎت اﻟﺮوات ﻗﻮﻻ ﻓﻲ ﻗﻮﻟﻪ ﺁﻣﻨﺖ. و ﻣﺮّﻩ وهﺬا اﻟﺤﺪﻳﺚ. ﺑﺎﻟﻘﺪرﺧﻴﺮﻩ و ﺷﺮﻩ ﺣﻠﻮﻩ و ﻣﺮّﻩ وﻓﻌﻼ ﻓﻲ ﻗﺒﺾ ﻟﺤﻴﺌﻪ . وﺻﻞ وﺗﺴﻠﺴﻞ اﻟﻴﻨﺎ ﻣﺴﻠﺴﻼ ﺑﻘﺒﺾ اﻟﻠﺤﻴﺌﻪ وﺑﻘﻮل ﺁﻣﻨﺖ أﻟﺦ “Seorang hamba tidak akan merasakan manisnya iman, sehingga ia beriman kepada qadar, baik dan buruknua, manis dan getirnya. Rasulullah seraya memegang jenggot kemudian bersabda lagi
ﺁﻣﻨﺖ ﺑﺎﻟﻘﺪرﺧﻴﺮﻩ و ﺷﺮﻩ ﺣﻠﻮﻩ و ﻣﺮّﻩ Aku beriman kepada qadar, baik dan buruknya, manis dan getirnya. Hadis ini dikatakan musalsal karena masing-masing perawi melakukan dan mengatakan apa yang dilakukan dan dikatakan oleh Nabi Saw. Menurut penulis, kitab ini sangat bermanfaat dalam mempelajari ilmu musthalah al-hadits. Karena materinya yang lengkap dan disajikan secara ringkas sehingga dapat mudah diingat dan difahami. Disamping itu, kitab ini memang ditujukan untuk para pelajar agar mudah memahami ilmu musthalah al-hadits. C. Ta’liqot ‘ala Matan Baiqûni29 Latar belakang beliau dalam menulis kitab ini sama dalam menulis kitab Al-Qaul al-Hatsîts fî Mustalah al-Hadîts yaitu untuk memberikan pengajaran 29
Syekh Muhammad Muhadjirin, Ta’liqot ‘ala Matan Baiqûn, Annida al-Islami, Bekasi, cet. Kelima. 1411 H/1991 M.
xlii
yang mudah difahami oleh para santri di Pesantren Bahagia. Materinya hampir sama dengan kitab Al-Qaul al-Hatsits. Namun kitab ini lebih luas dan rinci pembahasannya dari kitab Al-Qaul al-Hatsîts Kitab ini dinamakan Ta’liqot ‘ala Matan Baiqûni karena kitab ini merupakan ta’liq/komentar atas Matan Baiquni, sebuah nazam mustalah al-hadîts yang terdiri dari 34 bait. Kitab ini terdiri dari 58 halaman. Selesai ditulis pada akhir bulan Rabi’ul Tsani tahun 1377 H/ November 1957 M di Bekasi. Karya ini ditujukan kepada para santri di Pesantren Bahagia. Kitab ini pertama kali dicetak pada tahun 1975 dan telah mengalami lima kali cetak ulang. Karya yang ada pada penulis merupakan cetakan kelima tahun 1411 H/1991 M. Sampai dengan cetakan kelima, kitab ini masih berbentuk tulisan tangan yang diperbanyak. Formatnya dalam ukuran sedang, tulisannya terdapat didalam dan pada pinggirnya dibuatkan bingkai berupa garis lurus. Nomor halamannya terdapat di atas. Dimulai dengan kata pengantar dan diakhiri dengan daftar isi. •
Metode penulisan : Pembahasannya dimulai dengan menulis bait-bait Matan Baiquni, setelah
itu dijelaskan maksudnya. Baitnya tidak dinomori, sebagaimana bait pada Matan Baiquni yang tidak diberi nomor. Pembahasan bait dilakukan satu persatu dan berkelompok/beberapa bait pada pembahasan tetentu. Setiap akan menjelaskan bait diawali dengan tulisan Qola al-Musanif lalu dituliskan baitnya kemudian dijelaskan secara rinci kata perkata dengan menjelaskan pengertian secara bahasa dan istilah, mengutip pendapat para ulama hadis dan menjelaskan jika ada perbedaan pemahaman diantara mereka. Diantara ulama yang pendapatnya dikutip
xliii
adalah : Imam al-Khatabi, Imam at-Tirmidzi, Imam Ibn. Al-Jauzi, Imam AzZarqoni, Imam Asy-Syafi’iy, Syekh Khalili al-Maliki, Al-Hafidz As-Suyuthi, Ibn. Shalah, Imam Al-Hakim An-Naisaburi, Ibn. Al-‘Arobi, Ibn. Hibban, Syekh Muhammad Abdul Baqi, Syekh Hasan Muhammad al-Masyath, Imam Nawawi, Imam Al-Qosthalani dll. Kyai Muhadjirin menyertakan contoh hadis untuk menguatkan pengertian hadis dalam menjelaskan bait/pengertian hadis tertentu. Kyai Muhadjirin tidak hanya memberikan komentar terfokus pada Matan Baiquni, tetapi beliau juga menyertakan penjelasan tambahan pada beberapa pembahasan tertentu. Pada akhir setiap pembahasan, Kyai Muhadjirin menyimpulkan pendapatnya dari beberapa pendapat yang dikemukakan para muhaditsin. Ciri-cirinya adalah beliau selalu menggunakan kalimat fa khulasah/falhasil. Pada bait terakhir ta’liqot ini, beliau menjelaskan bahwa jumlah bait-bait pada matan baiquni berjumlah 34 bait dari awal sampai akhir dan jumlah hadis yang dibahas berjumlah 32 hadis. •
Contoh pembahasan, hal. 6
إﺳﻨﺎدﻩ وﻟﻢ ﻳﺸ ّﺬ أوﻳﻌﻞ- أوّﻟﻬﺎ اﻟﺼﺤﻴﺢ وهﻮ ﻣﺎﻟﺘّﺼﻞ ﻣﻌﺘﻤﺪ ﻓﻲ ﺿﺒﻄﻪ وﻧﻘﻠﻪ- ﻳﺮوﻳﻪ ﻋﺪل ﺿﺎﺑﻂ ﻋﻦ ﻣﺜﻠﻪ Yang pertama adalah hadis shahih yaitu hadis yang bersambung sanadnya dan tidak terdapat syadz atau ‘illat. Diriwayatkan oleh perawi yang ‘adil dhabith dan semisalnya yang dipegang ke-dhabith-an dan akalnya.
وهﻲ اﻹﺗﺼﺎل واﻟﻌﺪاﻟﺔ واﻟﻀﺒﻂ اﻟﺘﺎم.هﺬان اﻟﺒﻴﺘﺎن ﺷﺮط ﻟﺼﺤﺔ اﻟﺤﺪﻳﺚ .وﻋﺪم اﻟﺸﺬوذ ووﺟﻮد اﻟﻤﺘﺎﺑﻌﺔ أو ﺑﻌﺒﺎرة أﺧﺮى ووﺟﻮد اﻟﻌﺎﺿﺪ Dua bait ini adalah syarat bagi hadis shahih. Yaitu bersambung sanadnya, periwayatnya ‘adil, sempurna kedhabith-annya, tidak ada syadz, adanya pengikut atau dalam pengertian lain adanya dukungan dari jalur lain.
xliv
ﻓﺎﻹﺗﺼﺎل هﻮ أن ﻳﻜﻮن آﻼ ﻣﻦ رﺟﺎﻟﻪ ﺳﻤﻌﻪ ﻣﻦ ﺷﻴﺨﻪ ﻣﻦ أول ﺳﻨﺪﻩ إﻟﻰ . أﺧﺮﻩ ﺑﺤﻴﺚ ﻣﻨﺘﻬﻴﺎاﻟﻰ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ Yang dimaksud bersambung sanadnya yaitu setiap periwayatnya mendengar dari gurunya dari awal sanad sampai akhir sanadnya sampai berakhir kepada Nabi Saw.
واﺻﻄﻼﺣﺎ ﻣﻠﻜﺔ ﺗﻤﻨﻊ ﻣﻦ ارﺗﻜﺎب آﺒﻴﺮة او. واﻷداﻟﺔ ﻟﻐﺔ اﻹﺳﺘﻘﺎﻣﺔ واﻟﻌﺪاﻟﺔ هﻨﺎ. اﺻﺮار ﻋﻠﻰ ﺻﻐﻴﺮة ﺑﺤﻴﺚ ﺗﻐﻠﺐ ﺣﺴﻨﺎﺗﻪ ﻋﻠﻰ ﺳﻴﻌﺎﺗﻪ ﻋﺪل رواﻳﺔ وهﻮ اﻟﻤﺴﻠﻢ اﻟﺒﺎﻟﻎ اﻟﻤﻨﺤﻔﻆ ﻧﻔﺴﻪ ﻋﻠﻰ ارﺗﻜﺎب آﺒﻴﺮة أو . اﺻﺮار ﻋﻠﻰ ﺻﻐﻴﺮة ‘Adil menurut bahasa artinya istiqomah. Menurut istilah yaitu mencegah/menjauhi diri dari melakukan dosa besar atau terus menerus melakukan dosa kecil sehingga kebaikannya mengalahkan kejelekannya. Yang dimaksud ‘adil disini adalah periwayat yang adil, yaitu muslim, baligh, menjaga dirinya dari melakukan dosa besar atau terus menerus melakukan dosa kecil.
واﺻﻄﻼﺣﺎ ان ﻳﺜﺒﺖ ﻣﺎ ﺳﻤﻌﻪ ﺑﺤﻴﺚ ﺗﻤﻜﻦ ﻣﻦ. واﻟﻀﺒﻂ ﻟﻐﺔ اﻹﺗﻘﺎن واﻣﺎ ﺿﺒﻂ اﻟﻜﺘﺎب ﻓﻬﻮ أن. ﻓﻬﺬا ﺿﺒﻂ ﺳﻤﺎع. اﺳﺘﺤﻀﺎرﻩ ﻣﺘﻰ ﺷﺎء . ﻳﺼﻮﻧﻪ ﻟﺪﻳﻪ ﻣﻨﺬ ﻣﺎ ﺳﻤﻊ ﻓﻴﻪ وﺻﺤﺤﻪ إﻟﻰ أن ﻳﺮوﻳﻪ ﻋﻨﻪ Dhabith menurut bahasa artinya yakin. Menurut istilah yaitu ketetapan/keterjagaan apa yang dia dengar dengan sekiranya mampu menghadirkannya kapan saja ia mau. Ini adalah dhabit pendengaran. Sedangkan dhabith tulisan adalah memelihara apa yang ada disisinya semenjak apa yang ia dengar itu didalam tulisannya dan menshahihkan apa yang diriwayatkan darinya.
. وﻋﺪم اﻟﻌﻠﺔ هﻮأن ﻳﻜﻮن اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻏﻴﺮ ﻣﻌﻠﻞ ﺑﻌﻠﺔ ﻗﺎدﺣﺔ Tidak adanya ‘illat yaitu hadis tersebut bukan hadis yang mu’allal karena terdapat ‘illat.
. وﻋﺪم اﻟﺸﺬوذ هﻮ أن ﻳﻜﻮن اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻏﻴﺮ ﺷﺎذ ﻣﺨﺎﻟﻒ ﻟﻤﺎ ﻋﻠﻴﻪ اﻟﺜﻘﺎت Tidak adanya syadz bukan hadis yang syadz yang berbeda dengan apa yang diriwayatkan oleh periwayat yang tsiqoh.
. واﻟﻤﺘﺒﻌﺔ هﻮ أن ﻳﻜﻮن اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻳﺸﺎهﺪ وﻳﺘﺎﺑﻊ ﻣﻦ ﻃﺮﻳﻖ أﺧﺮى Mutabi’at yaitu hadis yang dikuatkan atau diikuti oleh hadis dari jalur yang lain. Demikianlah penjelasan mengenai Ta’liqot ‘ala Matan Baiquni. Karya Kyai Muhadjirin ini lebih simpel dibanding karya sejenis, diantaranya adalah Syarah al-Manzûmah al-Baiquniyah fii Musthalah al-Hadits karya Syekh Muhammad bin
xlv
Shalih al-‘Utsaimin terbitan Daar al-Tsurayya Linnasyir Mekah al-Mukarromah. Kitab ini merupakan Syarah Matan Baiquni yang terdiri dari 128 halaman. Pada kitab ini, Matan Baiquni ditulis seluruhnya di halaman depan disertai nomor dan riwayat singkat penulisnya. Setelah itu diberi kata pengantar singkat tentang musthalah al-hadits baru kemudian mensyarah Manzumah al-Baiquniyah-nya. Pembahasannya dimulai dengan menyebutkan bait-baitnya dan diberi nomor. Kemudian bait-bait tersebut dirinci dan dijelaskan kata perkata. Penjelasannya disertai gramatika bahasa, nahwu, ayat-ayat Al-Qur’an, hadis Nabi, mengutip pendapat ulama dll. Pembahasan dari segi nahwu mendapat porsi yang cukup besar. Setiap hadis yang dikutip ditakhrij dan dipaparkan berbagai riwayatnya (diletakan pada foot note). Berbeda dengan Kyai Muhadjirin yang pembahasannya lebih global/menyeluruh dan langsung kepada intinya. Bagi penulis, kedua karya ini merupakan karya yang unggul yang memiliki kelebihan masing-masing. Karya Kyai Muhadjirin lebih simpel karena ditujukan sebagai pelajaran dasar untuk memudahkan para santri dalam memahami ilmu hadis sementara karya Syekh Muhammad al-‘Utsaimin lebih luas dan panjang lebar dengan tujuan tersendiri. Namun demikian, kedua karya ini sangat bermanfaat dalam mempelajari mustalah al-hadîts. D. Mishbah al-Zhalam Syarah Bulugh al-Marom min Adillatil Ahkam Misbâh al-Zalâm merupakan syarah kitab Bulûgh al-Marâm min Adillatil Ahkâm. Motivasi dalam menulis kitab ini untuk meningkatkan kapasitas intelektual beliau dan kemampuan berfikirnya dalam memahami hadis-hadis dan mengkomparasikannya dari berbagai madzhab dengan bersandar kepada Syarh
xlvi
Kutub al-Tis’ah sebagai pedoman. Ini dapat dilihat-di antaranya-dari cara beliau mensyarah hadis dengan memaparkan pendapat-pendapat para ulama dari berbagai madzhab, lalu menarik kesimpulan darinya. Disamping itu, juga dorongan untuk memberikan pengetahuan yang lebih dalam dan luas bagi para santri Ma’had Annida khususnya, dan masyarakat lain pada umumnya. Kitab ini terdiri dari delapan jilid berukuran sedang. Jumlah halaman perjilidnya rata-tara 280 halaman. Penomoran hadisnya mengikuti pada kitab Bulughul Marom. Kitab ini selesai ditulis pada tahun 1972 M dan pertamakali diterbitkan pada tahun 1985 oleh Ma’had Annida sendiri. Kitab ini telah mengalami perbaikan redaksional yang dilakukan oleh K.H. Muhammad Zein, K.H. Mahfudz Asirun dan K.H. A. Syarifuddin. •
Cara Pembahasan
Pembahasan dimulai dengan menyebutkan kitab lalu bab kemudian disebutkan hadisnya disertai nomor kemudian baru memberikan syarahnya. Dalam men-syarh, Kyai Muhadjirin menuliskan redaksi hadisnya yang diawali
dengan huruf صyang artinya mushonif dan nomor hadisnya serta perawinya seperti yang terdapat dalam kitab bulughul marom. Setelah itu beliau mensyarahkan hadis tersebut diawali dengan huruf شyang artinya syarah. Lalu memulai mensyarah hadis dengan menulis kembali potongan hadis tersebut kemudian menjelaskan maknanya dengan menyebutkan asbabul wurudnya (jika
xlvii
terdapat asbabul wurudnya), kandungan hukumnya dengan memaparkan pendapat para ulama serta perbedaan pandangan di antara mereka.30 Contoh pembahasan, hal 21
•
آﺘﺎب اﻟﻄﻬﺎرة اﻟﻜﺘﺎب ﻣﺼﺪر آﺘﺐ آﺘﺎﺑﺎ وآﺘﺎﺑﺔ واﻟﻄﻬﺮة ﻓﻲ اﻻﺻﻞ اﻟﻨﻈﺎﻓﺔ .و ﻓﻲ اﻟﺸﺮع ﺗﻔﺎﺳﺒﺮ آﺜﻴﺮة ﻣﻨﻬﺎ زوال اﻟﻤﻨﻊ اﻟﻤﺮﺗﺐ ﻋﻠﻰ اﻟﺤﺪث او اﻟﺨﺒﺚ .و ﻣﻨﻬﺎ ﻓﻌﻞ ﻣﺎ ﺗﺴﺘﺒﺎح ﻳﻪ اﻟﺼﻼة ﻣﻦ ﻏﺴﻞ ووﺿﺆ وﺗﻴﻤﻢ و ازاﻟﺔ اﻟﻨﺠﺎﺳﺔ
ﺑﺎب اﻟﻤﻴﺎﻩ ش .ﻓﺎﻟﺒﺎب اﺳﻢ ﻟﺠﻤﻠﺔ ﻣﻦ اﻻﺣﻜﺎم ﻳﺘﻀﻤّﻦ ﻓﺼﻮﻻﻓﻰ اﻟﻐﺎﻟﺐ واﻟﻤﻴﺎﻩ ﺟﻤﻊ ﻣﺎء ﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ ص .ﻋﻦ أﺑﻲ هﺮﻳﺮة رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻪ ﻗﺎل :ﻗﺎل رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠ ّ ﻞ ﻣﻴﺘﺘﻪ .أﺧﺮ ﺟﻪ اﻻ رﺑﻌﻪ واﺑﻦ وﺳﻠّﻢ ﻓﻰ اﻟﺒﺤﺮ هﻮ اﻟﻄّﻬﻮرﻣﺎء ﻩ واﻟﺤ ّ أﺑﻲ ﺷﻴﺒﻪ واﻟﻠﻔﻆ ﻟﻪ وﺻﺤﺤﻪ واﺑﻦ ﺧﺰﻳﻤﻪ واﻟﺘّﺮﻣﺬى ورواﻩ ﻣﺎﻟﻚ واﻟﺸّﺎ ﻓﻌﻰ و اﺣﻤﺪ ش .ﻗﻮﻟﻪ هﻮ اﻟﻄﻬﻮر ﻣﺎءﻩ اﻟﺦ هﺬا اﻟﺤﺪﻳﺚ ﺑﻄﻮﻟﻪ ﺟﻮاب ﻋﻦ ﺳﺆال رﺟﻞ ﻣﻦ اﻟﺼﺤﺎﺑﺔ ﺑﻘﻮﻟﻪ ﻳﺎرﺳﻮل اﷲ اﻧﺎ ﻧﺮآﺐ اﻟﺒﺤﺮ وﻧﺤﻤﻞ ﻣﻌﻨﺎ اﻟﻘﻠﻴﻞ ﻣﻦ اﻟﻤﺎء ﻓﺎن ﺗﻮﺿﻌﻨﺎ ﺑﻪ ﻋﻄﺸﻨﺎ أﻓﻨﺘﻮﺿﺎء ﺑﻤﺎء اﻟﺒﺤﺮ ؟ ﻓﺄﺟﺐ رﺳﻮل ﻞ ﻣﻴﺘﺘﻪ ﻞ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠّﻢ ﺑﻘﻮﻟﻪ :هﻮ اﻟﻄّﻬﻮرﻣﺎء ﻩ واﻟﺤ ّ اﷲ ﺻ ّ وﻓﻴﻪ دﻟﻴﻞ ﻋﻠﻰ ان ﻣﺎء اﻟﺒﺤﺮ ﻃﻬﻮر ,وﻟﻌﻞ اﻟﺴّﺎﺋﻞ اﻧﻤﺎ ﺳﻌﻞ ذاﻟﻚ ﻟﻤﺎ راى ﻣﺎ ﻓﻰ اﻟﺒﺤﺮ ﻣﻦ أﻧﻮاع اﻟﻘﺬورات ﻓﺎﻟﺒﺤﺮ هﻮ اﻟﻤﺎء اﻟﻤﺠﺘﻤﻊ اﻟﻜﺜﻴﺮﻻ ﻳﻄﺮﻗﻪ ﺣﺪوث اﻟﺤﻮادﻳﺚ .وهﺬا اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻣﻦ اﺳﻠﻮب اﻟﺤﻜﻴﻢ ﻟﻤﺎ ﻓﻰ ﺟﻮاﺑﻪ ﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ زﻳﺎ دة ﻋﻦ ﻣﻘﺪار اﻟﺴﺆال ﻓﻬﻮ اﻧﻤﺎﺻﺪر ﻋﻦ ﻣﺎء ﺻﻠ ّ ﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻋﻨﻪ اﻟﺒﺤﺮ ﻓﺄ ﺟﺐ ﺻﻠ ّ ﺛﻢ ان اﻟﻌﻠﻤﺎء اﺧﺘﻠﻔﻮا ﻓﻰ ﻣﻴﺘﺔ ﺣﻴﻮان اﻟﺒﺤﺮ ﻓﻌﻨﺪ اﻟﺸﺎﻓﻌﻰ ﻳﺤﻞ ﺟﻤﻴﻊ ذﻟﻚ ﺣﺘﻰ ﺧﻨﺰﻳﺮﻩ وآﻠﺒﻪ وﺛﻌﺒﺎﻧﻪ .وهﺬا هﻮا اﻟﻤﺼﺤﺢ ﻋﻨﺪ اﻟﺸﺎﻓﻌﻴﺔ ﻣﺰآﺎة أوﻻ ﻓﺄﺧﺬهﺎ زآﺎﺗﻬﺎ ﻗﺎل ﺗﻌﺎﻟﻰ أﺣﻞ ﻟﻜﻢ ﺻﻴﺪ اﻟﺒﺤﺮ اﻻﻳﺔ .وﻋﻨﺪ اﻻﻣﺎم
30
Cara pembahasannya tidak seperti ini terus menerus. Metodologinya tidak runtut/seragam seperti pada kitab Ibânat al-ahkâm
xlviii
ﻗﺎﻟﻰ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺣﺮﻣﺖ ﻋﻠﻴﻜﻢ. أﺑﻲ ﺣﻨﻴﻔﺔ ﻻ ﺗﺤﻞ اﻋﺘﻤﺎداﻋﻠﻰ ﻋﻤﻮم اﻟﻤﻴﺘﺔ اﻟﻤﻴﺘﺔ اﻻﻳﺔ Kitab Tahârah Kitab adalah masdar dari kata kataba, kitâbân, kitâbatan Tahârah makna asalnya adalah kebersihan. Menurut syar’i banyak menafsirkan arti Tahârah, diantaranya adalah menghilangkan sesuatu menghalangi dari najis dan kotoran. Ada juga yang mengartikan pekerjaan dengannya memperbolehkan shalat seperti wudhu, mandi, tayamum menghilangkan najis.
yang yang yang dan
Bab Tentang Air Bab adalah nama kumpulan hukum-hukum yang terhimpun didalamnya fasalfasal sebagaimana diketahui secara umum. Dan al-Miyah adalah jama’ dari ma’in. Musanif. Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata bahwasanya Rasulullah Saw telah bersabda tentang laut, “Laut itu suci airnya dan halal bangkainya” (H.R. Imam empat dan Ibnu Abi Syaibah, lafadz hdis bagi Imam Ibnu Abi Syaibah, Ibnu Khuzaimah dan Tirmidzi. Hadis ini diriwayatkan juga oleh Imam Malik, Imam Syafi’I dan Imam Ahmad). Syarh. Ucapan Nabi Saw laut itu suci airnya sampai akhir hadis. Hadis ini merupakan jawaban atas pertanyaan panjang yang disampaikan oleh salah seorang sahabat dengan ucapannya, wahai Rasulallah bahwasanya kami berlayar dilaut dan kami membawa sedikit air. Jika kami berwudhu dengan air itu maka kami akan dahaga, apakah kami boleh berwudhu dengan air laut? Maka Nabi Saw menjawab dengan sabdanya, “Laut itu suci airnya dan halal bangkainya.” Hadis ini merupakan dalil bahwa air laut itu suci, si penanya bertanya demikian ketika dia melihat berbagai macam kotoran yang ada dilaut. Laut adalah air yang berkumpul yang banyak dan tidak dapat dirubah (keadaannya) oleh suatu kejadian. Ulama berbeda pendapat mengenai bangkai hewan laut, menurut Imam Syafi’iy dihalalkan seluruh bangkai hewan laut sampai babi laut, anjing laut dan kuda laut. Ini adalah pendapat yang shohih menurut madzhab Syafi’iy. Allah Swt berfirman dihalalkan bagi kamu hewan yang ada dilaut sampai akhir ayat. Menurut Imam Abu Hanifah tidak halal karena berpegang kepada bangkai secara umum. Allah Swt berfirman diharamkan atas kamu bangkai sampai akhir ayat. Selain itu dijelaskan jika ada perawi hadis yang tidak disebutkan namanya, seperti hadis dibawah ini. ( Misbâh al-Zalâm hal. 25)
وﻋﻦ رﺟﻞ ﺻﺤﺐ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻗﺎل ﻧﻬﻰ رﺳﻮل اﷲ. ص ﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ أن ﺗﻐﺘﺴﻞ اﻟﻤﺮأة ﺑﻔﻀﻞ اﻟﺮّﺟﻞ او اﻟّﺮﺟﻞ ﺑﻔﻀﻞ ّ ﺻﻠ . أﺧﺮﺟﻪ أﺑﻮ داود و اﻟﻨّﺴﺎﺋﻰ واﺳﻨﺪﻩ ﺻﺤﻴﺢ. اﻟﻤﺮأة وﻟﻴﻐﺘﺮﻓﺎ ﺟﻤﻴﻌﺎ xlix
. ﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ اﻟﺦ ّ ﻗﻮﻟﻪ رﺟﻞ ﺻﺤﺐ اﻟﻨّﺒﻲ ﺻﻠ. ش وﻗﻴﻞ اﻧﻪ ﻋﺒﺪ اﷲ ﺑﻦ,ﻓﺎﻟﺮﺟﻞ اﻟﺬى اﺑﻬﻢ ﻋﻠﻴﻪ ﻗﻴﻞ اﻧﻪ اﻟﺤﻜﻢ ﺑﻦ ﻋﻤﺮو ﻓﺎﻟﻤﺒﻬﻢ ان آﺎن ﻓﻰ اﻻﺳﻨﺎد ﻓﻤﻦ ﻗﺒﻴﻞ. وﻗﻴﻞ اﻧﻪ ﻋﺒﺪاﷲ ﺑﻦ ﻣﻐﻔﻞ,ﺳﺮﺟﺲ اﻟﻤﻀﻌﻒ وان آﺎن ﻓﻰ اﻟﻤﺘﻦ ﻓﻼ ﻳﻘﺪح ﻓﻴﻪ ﻷن اﻟﺼﺤﺎﺑﺔ آﻠﻪ ﺧﺒﺎر ﻋﺪول ﻻ ﻳﺤﺘﺎج اﻟﻰ ﺗﺠﺮﻳﺢ وﺗﻌﺪﻳﻞ Dari seorang sahabat Nabi Saw ia berkata : “Rasulullah Saw telah melarang orang perempuan mandi dengan sisa air laki-laki atau laki-laki dengan sisa air perempuan. Hendaklah laki-laki dan perempuan saling menciduk bersama-sama” (H.R. Abu Daud dan An-Nasa’i. sanad hadis ini shahih). Syarah. Perkataan seorang laki-laki sahabat Rasulullah Saw sampai akhir hadis. Seorang laki-laki yang tidak disebutkan namanya dikatakan dia adalah Alhakim bin Amru, ada yang mengatakan dia adalah Abdullah bin Sarjas, ada yang mengatakan dia adalah Abdullah bin Mughafal. Mubham jika terdapat didalam sanad dia digolongkan hadis dhaif. Jika terdapat didalam matan, tidak tercela. Karena para sahabat adalah pembawa berita yang adil yang tidak membutuhkan kepada penjelasan dan perbandingan. Dapat dikatakan Misbâh al-Zalâm Syarah Bulûgh al-Marâm min Adillatil Ahkâm adalah karya masterpeace-nya Kyai Muhadjirin yang memuat pendapatpendapat beliau dalam bidang
bahasa, ushul, fiqih, dan hadis. Menurut
keterangan dari salah satu keturunanya, kitab ini merupakan puncak kematangan intelektual Kyai Muhadjirin setelah beliau bergelut dalam ilmu pengetahuan selama kurang lebih 30 tahun sejak beliau menuntut ilmu sampai beliau menulis kitab ini. E. Analisis Setelah
melihat
karya-karya
Kyai
Muhadjirin
tersebut,
penulis
mengemukakan beberapa analisa, yaitu : 1) A-listidzkâr merupakan karya dibidang mustalah al-hadits yang berisi pembahasan cukup lengkap tentang mustalah al-hadits dan disajikan dengan pembahasan secara langsung tanpa merinci pembahasan segi
l
bahasa dan istilah. kitab ini adalah syarah (penjelasan) dari matan mustalah al-hadits karanagn gurunya, yaitu Syekh Hasan Muhammad alMasyat 2) Al-Qaul al-Hatsîts fi Mustalah al-Hadîts merupakan karya yang memuat pelajaran musthalah al-hadits yang disajikan secara ringkas. Meski ringkas, namun materi yang disajikan cukup lengkap. Materi dalam kitab ini tidak jauh berbeda (dapat dikatakan sama) dengan kitab Ta’liqot ‘ala Matan Baiqûni. Karena pembahasan dalam kitab ini memang mengikuti susunan dari kitab Matan Baiquni. Kitab ini (tampaknya) merupakan ringkasan atau paling tidak nukilan dari beberapa kitab mustalah al-hadits yang pernah dipelajari oleh Kyai Muhadjirin. 3) Ta’liqot ‘ala Matan Baiqûni merupakan komentar Kyai Muhajirin terhadap matan baiquni. Pada kitab ini Kyai Muhadjirin menambahakan beberapa bahasan tentang hadis, yaitu pandangan ulama tentang hadis dhaif, macam-macam kitab hadis, hukum tadlis, adab menuntut hadis dll. Menurut penulis, karya ini adalah yang pertama mengenai komentar atas matan baiquni yang ditulis oleh ulama Indonesia. Karya ini ditulis pada bulan Rabi’ul Tsani tahun 1377 H/ November 1957 M di Bekasi. Penulis juga mendapatkan sebuah karya serupa, Taqrirat 'ala Manzûmah alBaiquniyah yang dikeluarkan oleh Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, tetapi
tidak dicantumkan nama penyusunnya dan tahun penulisannya. Dalam kitab ini, Kyai Muhadjirin tidak hanya menjelaskan matan baiquni saja,
li
tetapi ada beberapa pembahasan yang beliau tambahkan. Diantaranya adalah31 :
أ( ﻧﻈﺮﻳﺔ اﻟﻌﻠﻤﺎء ﻓﻰ اﻟﺤﺪﻳﺚ اﻟﻀﻌﻴﻒ ﻓﺎاﻻآﺜﺮﻣﻦ اﻟﻌﻠﻤﺎء ﻳﺠﻴﺰون اﻟﻌﻤﻞ ﺑﺎﻟﺤﺪﻳﺚ اﻟﻀﻌﻴﻒ ﻓﻲ ﻻ ﻓﻲ اﻻﺣﻜﺎم...ﻓﻀﺎﺋﻞ اﻻﻋﻤﺎل اوﻓﻀﺎﺋﻞ اﻻﺷﺨﺎص ﺛﻢ إﻧﻪ ﻳﺸﺘﺮط ﻟﻠﻌﻤﻞ ﺑﺎﻟﺤﺪﻳﺚ اﻟﻀﻌﻴﻒ ﺛﻼﺛﺔ. واﻟﻌﻘﺎﺋﺪ ان ﻳﻜﻮن ﻏﻴﺮ ﺷﺪﻳﺪ اﻟﻀﻌﻴﻒ وان ﻳﻜﻮن ﻣﻨﺪرﺟﺎ: ﺷﺮوط ﺗﺤﺖ أﺻﻞ ﻋﺎم وإن ﻟﻢ ﻳﻌﺘﻘﺪ ﻋﻨﺪ اﻟﻌﻤﻞ ﺛﺒﻮﺗﻪ ﺑﻞ ﻳﻌﺘﻘﺪ ﻓﻲ ...ذاﻟﻚ اﻹﺣﺘﻴﺎط ﺛﻢ إﻧﻪ اﻟﻌﻠﻤﺎء ﻣﻦ ﻣﻨﻊ اﻟﻌﻤﻞ ﺑﺎﻟﺤﺪﻳﺚ اﻟﻀﻌﻴﻒ ﻓﻲ اﻟﻔﻀﺎﺋﻞ وﻗﺎل ﻻن.اوﻓﻲ اﻻﺣﻜﺎم آﺎﺑﻦ اﻟﻌﺎرﺑﻰ اﻟﻤﺎﻟﻜﻰ وﻣﻦ ﻧﺤﺎﻧﺤﻮﻩ ﻓﺎﺛﺒﺎﺗﻬﺎ ﺑﺎﻟﻀﻌﻴﻒ اﺧﺘﺮاع. اﻟﻔﻀﺎﺋﻞ اﻧﻤﺎ ﺗﺘﻠﻘﻰ ﻣﻦ اﻟﺸﺮع ...ﻋﺒﺎدة ﺿﻌﻴﻒ: وﻣﻦ اﻟﻤﻨﻘﻮل ﻋﻦ اﻹﻣﺎم أﺣﻤﺪ رﺿﻰ اﷲ ﻋﻨﻪ ﻗﺎل ﺑﻞ اﻟﻨﻮاوى ﺣﻜﻰ اﻻﺟﻤﺎع ﻷهﻞ. أﺣﺐ اﻟﻴﻨﺎ ﻣﻦ رأي اﻟﺮﺟﺎل ﻓﺎﻻﺟﻤﺎع هﻨﺎ ﻇﻨﻲ ﻟﻜﺜﺮة. اﻟﺤﺪﻳﺚ أﻧﻪ ﻳﺠﻮز اﻟﻌﻤﻞ ﺑﺎﻟﻀﻌﻴﻒ .اﻟﻤﺨﺎﻟﻔﻴﻦ ﻋﻠﻴﻪ Pandangan ulama tentang hadis dhaif.32 Kebanyakan dari ulama membolehkan beramal dengan hadis dha’if dalam fadha’ilul a’mal dan fadhail yang khusus. Tetapi tidak boleh dalam masalah hukum dan akidah. Disyaratkan beramal dengan hadis dha’if dengan tiga syarat : 1) Dha’ifnya tidak amat sangat. 2) Berlaku dibawah ketentuan umum. 3) Tidak meyakini ketika ia beramal terhadap ketetapan hadis tersebut, akan tetapi meyakini hadis tersebut sekedar berhati-hati. Kemudian sebagiandari ulama ada yang mencegah untuk beramal dengan hadis dha’if baik dalam fadha’il ataupun dalam hukum seperti Ibn. Al-‘Arobi al-Maliki 31
Penulis perlu memaparkan pembahasan diatas karena pembahasan ini tidak terdapat pada Al-Qaul al-Hatsîts fi Mustalah al-Hadît. Hal ini yang membedakan antara kitab ini dengan. Al-Qaul al-Hatsîts fi Mustalah al-Hadîts. Demikian pula dengan Syarah al-Manzûmah al-Baiquniyah fii Musthalah al-Hadits karya Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin terbitan Daar al-Tsurayya Linnasyir Mekah al-Mukarromah. Disamping itu, pembahasan ini memiliki muatan ilmiah yang berkaitan dengan mustalah al-hadits. 32
Syekh Muhammad Muhadjirin, Ta’liqot ‘ala Matan Baiquni, hal. 12
lii
yang menyatakan bahwa sesungguhnya fadha’il itu hanya dijumpai didalam hukum-hukum. Maka menetapkan fadha’il dengan hadis dha’if itu merusak ibadah. Dinukil dari Imam Ahmad ra bahwasanya dia berkata hadis dha’if lebih kami cintai dari perkataan seseorang. Imam An-Nawawi meriwayatkan bahwasanya ijma’ ahli hadis membolehkan beramal dengan hadis dha’if. Ijma’ disini merupakan persangkaan karena banyaknya perselisihan pendapat dalam hal ini. Jika Kyai Muhadjirin mengikuti pendapat ulama terdahulu tentang kebolehan penggunaan hadis dha'if, berbeda halnya dengan Syekh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin sebagaimana yang diutarakan dalam karyanya Syarah al-Manzûmah al-Baiquniyah fii Musthalah al-Hadits, (hal.46) yaitu :
إذا ﻓﻼ ﺗﺠﻮز رواﻳﺔ اﻟﺤﺪﻳﺚ اﻟﻀﻌﻴﻒ إﻻ ﺑﺸﺮط واﺣﺪ وهﻮ : ﻓﻤﺜﻼ إذا وري ﺣﺪﻳﺜﺎ ﺿﻌﻴﻔﺎ ﻗﺎل, أن ﻳﺒﻴﻦ ﺿﻌﻔﻪ ﻟﻠﻨﺎس روي ﻋﻦ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ هﺬا اﻟﺤﺪﻳﺚ وهﻮ . ﺿﻌﻴﻒ Tidak dibolehkan meriwayatkan hadis dha'if kecuali dengan satu syarat yaitu untuk menjelaskan kedha'ifannya kepada manusia. Misalnya jika ia meriwayatkan hadis dha'if ia mesti menyebutkan kedha'ifannya. Contohnya ia berkata, "diriwayatkan dari Nabi Saw. dan ini adalah hadis dha'if." Meskipun beliau memaparkan pandangan ulama tentang kebolehan menggunakan hadis dhaif beserta syarat-syarat pengamalannya yang senada dengan yang diungkapkan Kyai Muhadjirin di atas, namun beliau memiliki pendapat tersendiri, (hal.47) yaitu :
أن اﻟﺤﺪث اﻟﻀﻌﻴﻒ ﻻ ﺗﺠﻮز رواﻳﺘﻪ: وﻟﻜﻦ اﻟﺬي ﻳﻈﻬﺮ ﻟﻲ . إﻻ ﻣﺒﻴﻨﺎ ﺿﻌﻴﻔﻪ ﻣﻄﻠﻘﺎ,
liii
"Akan tetapi, yang jelas menurut pandangan ku adalah tidak boleh meriwayatkan hadis dha'if kecuali untuk menjelaskan kedha'ifannya secara mutlak." Ini salah satu perbedaan (ideologi :pen) yang penulis tangkap dalam kedua karya tersebut selain perbedaan metodologi yang penulis paparkan diatas.
ب( أﻧﻮاع آﺘﺐ اﻟﺤﺪﻳﺚ Pada pembahasan ini Kyai Muhadjirin mengungkapkan tentang Macam-Macam Kitab Hadis33 diantaranya adalah :
• اﻟﺠﻮاﻣﻊ وهﻮ ﻳﻮﺟﺪ ﻓﻴﻪ ﺟﻤﻴﻊ اﻗﺴﺎﻣﻪ ﻣﻦ اﻟﻌﻘﺎﻋﺪ واﻟﺮﻗﺎق واﻻﺣﻜﺎم . واﻟﺘﻔﺴﻴﺮ واﻟﻔﺘﻦ واﻟﺘﺎرﻳﺦ واﻟﻤﻨﺎﻗﺐ واﻟﻌﺪاب Al-Jawami, adalah kitab hadis yang didalamnya terdapat macammacam pembahasan mulai dari aqidah, roqoq, hukum-hukum, tafsir, fitnah, sejarah, biografi dan sastra.
• اﻟﺴﻨﻦ وهﻰ ﻣﻦ آﺘﺎب اﻟﻄﻬﺎرة اﻟﻰ آﺘﺎب اﻟﻮﺻﺎﻳﺎ آﺴﻨﻦ اﺑﻰ داود . وﻏﻴﺮﻩ Sunan, adalah kitab yang pembahasannya dimulai dari kitab thaharoh sampai kitab wasiat, seperti sunan Abi Daud dan lainnya.
• اﻟﻤﺴﺎﻧﻴﺪ وهﻮﻣﺎ ذآﺮ ﻓﻴﻪ اﻻﺣﺎدﻳﺚ ﻋﻠﻰ ﺗﺮﺗﻴﺐ اﻟﺼﺤﺎﺑﺔ وﻣﻦ آﺘﺐ اﻟﻤﺴﺎﻧﻴﺪ ﻣﺴﻨﺪ اﻟﺸﺎﻓﻌﻰ وﻣﺴﻨﺪ اﻟﻔﺮدوس وﻣﺴﻨﺪ أﺣﻤﺪ وﻣﺴﻨﺪ . أﺑﻰ ﺣﻨﻴﻔﺔ و ﻣﺴﻨﺪ ﻏﻴﺮهﻢ Masanid, adalah kitab yang didalamnya menyebutkan hadis-hadis berdasarkan urutan sahabat yang meriwayatkannya. Contoh kitab Masanid adalah Musnad Asy-Syafiiy, Musnad Al-Firdaus, Musnad Ahmad, Musnad Abi Hanifah dll.
اﻟﻤﻌﺎﺟﻢ . وهﻮﻣﺎ ﻳﺬآﺮ ﻓﻴﻪ اﻻﺣﺎدﻳﺚ ﻋﻠﻰ ﺗﺮﺗﻴﺐ اﻟﻤﺸﺎﻳﺦ 33
Syekh Muhammad Muhadjirin, Ta’liqot ‘ala Matan Baiquni, hal.17
liv
•
Ma’ajim, adalah kitab yang didalamnya disebutkan hadis-hadis berdasarkan urutan masyayikhnya.
• اﻻﺟﺰاء وهﻮ ﻣﺎ ﻳﺬآﺮ ﻓﻴﻪ رواﻳﺔ اﻟﺮﺟﺎل اﻟﻮاﺣﺪ ﺳﻮاء آﺎن ﻣﻦ اﻟﺼﺤﺎﺑﺔ اوﻣﻦ اﻟﺘﺎﺑﻌﻴﻦ او ﻣﻦ اﻟﻤﺸﺎﻳﺦ آﺠﺰء ﺣﺪﻳﺚ أﺑﻰ ﺑﻜﺮ .وآﺬ ﻣﺎ ﻳﺬآﺮ ﻓﻴﻪ رواﻳﺔ اﻟﻤﺴﻌﻠﺔ اﻟﺠﺰﺋﻴﺔ آﺠﺰء رﻓﻊ اﻟﻴﺪﻳﻦ Al-Ajza’, adalah kitab yang memuat didalamnya riwayat satu orang, sama saja baik riwayat dari sahabat atau tabi’in atau dari masyayikh.seperti juz hadis Abu Bakar dan hadis yang disebutkan didalamnya merupakan riwayat suatu masalah yang merupakan satu bagian seperti juz mengangkat dua tangan.
• اﻻر ﺑﻌﻴﻨﻴﺎت اﻟﻌﻠﻞ وهﻮ ان ﻳﺠﻤﻊ ﻓﻲ. وهﻮ ﻣﺎ ﻳﺠﻤﻊ ﻓﻴﻪ ارﺑﻌﻮن ﺣﺪﻳﺜﺎ . آﻞ ﺣﺪﻳﺚ ﻃﺮﻳﻘﻪ واﺧﺘﻼف رواﺗﻪ Al-A’rbainiyat, yaitu kitab hadis yang didalamnya terkumpul (memuat) empat puluh hadis
• اﻻﻃﺮاف وهﻮ ان ﻳﺬآﺮ ﻃﺮف اﻟﺤﺪﻳﺚ اﻟﺪال ﻋﻠﻰ ﺑﻘﻴﺘﻪ وﻳﺠﻤﻊ اﺳﺎﻧﻴﺪﻩ . ﻣﺴﺘﻮﻋﺒﺎ أو ﻣﻘﻴﺪا ﺑﻜﺘﺎب ﻣﺨﺼﻮﺻﺔ Al-Athrof, yaitu kitab yang menyebutkan ujung suatu hadis yang menunjukan sisa hadisnya dan dikumpulkan sanad-sanadnya untuk diambil dan dikuatkan dalam kitab khusus. Demikianlah berbagai macam kitab hadis yang dipaparkan oleh Kyai Muhadjirin dalam karyanya ini. Selanjutnya adalah pembahasan tentang berhujah dengan hadis mursal.
ت( اﻹﺣﺘﺠﺎج ﺑﺎﻟﻤﺮﺳﻞ اﺣﺘﺞ ﺑﺎﻟﻤﺮﺳﻞ اﻻﻣﺎم ﻣﺎﻟﻚ وأﺣﻤﺪ و أﺑﻮ ﺣﻨﻴﻔﺔ ﻓﻲ اﻻﺣﻜﺎم وﻗﺎﻟﻮ ان اﻟﻌﺪل ﻻ ﻳﺴﻘﻂ اﻟﻮاﺳﻄﺔ ﺑﻴﻨﻪ وﺑﻴﻦ اﻟﻨﺒﻰ. وﻏﻴﺮهﺎ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ اﻻ وهﻮ ﻋﻨﺪﻩ ﻋﺪل ﻓﻄﺎهﺮ أن اﻟﻤﺮﺳﻞ ورد اﻣﺎم اﻟﺸﺎﻓﻌﻰ وﺟﻤﻬﻮر اﻟﻤﺤﺪﺛﻴﻦ اﻻﺣﺘﺠﺎج. آﻠﻪ ﺻﺤﻴﺢ وﻗﺎﻟﻮا ﺑﻌﺪ م ﻳﺠﻮز اﻻﺣﺘﺠﺎج. ﺑﺎﻟﻤﺮﺳﻞ وﺣﻜﻤﻮا ﺑﻀﻌﻴﻔﻪ . ﺑﺎﻟﻤﺮﺳﻞ ﻟﻠﺠﻬﻞ ﻳﻜﻮن اﻟﺴﺎﻗﻂ lv
Berhujjah Dengan Hadis Mursal.34 Imam Malik, Imam Ahmad, dan Abu Hanifah berhujah dengan hadis mursal dalam beberapa masalah hukum dll. Mereka berkata perawi yang adil itu tidak terputus dengan sebab ada perantara diantaranya dan diantara Nabi Saw, sedangkan dia memiliki sifat keadilan. Maka jelaslah hadis mursal itu seluruhnya shahih. Imam Syafi’i dan jumhur muhaditsin menolak berhujah dengan hadis mursal dan mengukuminya dha’if. Mereka berkata tidak adanya kebolehan berhujah dengan hadis mursal karena ketidaktahuan terhadap keadaan perawi maka menjadi terputus.
ث( ﺣﻜﻢ اﻟﺘﺪﻟﻴﺲ ﻓﺎﻟﻈﺎهﺮ ﻋﻨﺪ اﻟﻌﻠﻤﺎء ان ﺣﻜﻢ اﻟﺘﺪﻟﻴﺲ ﻣﻜﺮوﻩ ﻷن ذاﻟﻚ ﻣﻦ ﺑﺎب اﻟﺘﻌﺮﻳﺾ ﻻ ﻣﻦ اﻟﻜﺬب Hukum Tadlis.35 Yang nyata hukum tadlis adalah makruh, karena tadlis masuk kedalam bab membantah bukan perkara berdusta.
ج( اداب اﻟﻤﺤﺪّث ﻓﺎ داب اﻟﻤﺤﺪث آﺜﻴﺮة ﻣﻨﻬﺎ ﻣﻨﻬﺎ اﻟﻨﻴﺔ أى إﺧﻼ ﺻﻬﺎ و أهﻤﻬﺎ وﻣﻨﻬﺎ ﺗﻄﻬﻴﺮ اﻟﻘﻠﺐ وﻣﻨﻬﺎ اﻟﺤﺮص ﻋﻠﻰ ﻧﺸﺮ اﻟﺤﺪﻳﺚ وﻣﻨﻬﺎ . اﻹﺣﺘﺠﺎج إﻟﻰ ﻣﺎ ﻋﻨﺪﻩ ﻣﻦ اﻷﺣﺎدﻳﺚ ﻓﻰ أي ﺷﺊ آﺎن وﻳﺴﻦ ﻟﻘﺮاة اﻟﺤﺪﻳﺚ اﻟﻨﺒﻮى اﻟﻐﺴﻞ واﻟﺘﻄﻬﻴﺮ واﻟﻄﻴﺐ واﻟﺴﻮاك واﻟﺠﻠﺲ ﺑﺎﻷداب واﻟﻮﻗﺎر ﻋﻠﻰ ﻣﻜﺎن ﻋﺎل اﻹﻓﺘﺘﺢ ﺑﺎﺑﺴﻤﻠﺔ واﻟﺤﻤﺪ ﻟﺔ واﻟﺼﻼة ﻋﻠﻰ اﻟﻨﺒﻰ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ . وﻳﻜﺮﻩ ﻟﻠﻤﺤﺪث اﻟﻘﻴﺎم. و اﻟﺪﻋﺎع و اﺳﺘﻘﺒﺎل اﻟﻘﺒﻠﺔ Tatakrama Muhaddits.36 Diantaranya adalah, niat yang ikhlas, semangat, mensucikan hati, membela hadis, berhujah kepada hadis pada suatu hal. Disunatkan ketika akan membaca hadis yaitu mandi, bersuci, memakai wewangian, bersiwak, duduk yang sopan, dibuka dengan membaca basmalah, pujian dan shalawat kepada Nabi Saw, menghadap kiblat. Dan dimakruhkan membaca hadis sambil berdiri.
ح( اداب ﻃﺎﻟﺐ اﻟﺤﺪﻳﺚ
34
Syekh Muhammad Muhadjirin, Ta’liqot ‘ala Matan Baiquni, hal.26 Syekh Muhammad Muhadjirin, Ta’liqot ‘ala Matan Baiquni, hal.31 36 Syekh Muhammad Muhadjirin, Ta’liqot ‘ala Matan Baiquni, hal.56 35
lvi
وﻣﻨﻬﺎاﻟﺘﺨﻠﻖ، اي إﺧﻼص. ﻓﺄ داب ﻃﺎﻟﺐ اﻟﺤﺪﻳﺚ آﺜﻴﺮة ﺗﻌﻈﻴﻢ اﻟﺸﻴﺦ، اﻟﺮﺣﻠﺔ اﻟﻰ اﻻﻗﻄﺎر، ﺑﻤﻜﺎرم اﻻﺧﻼق ... اﻟﻌﻤﻞ ﺑﻤﺎ ﻳﺮوﻳﻪ إﻟﺦ، واﻟﻨﻈﺮﺑﻌﻴﻦ اﻹﺣﺘﺮام Tatakrama Menuntut Hadis. Adab/tatakrama menununtut hadis itu banyak, yaitu ikhlas, berakhlak dengan akhlak mulia, menghormati guru dan memandang dengan pandangan yang hormat, pergi keluar untuk menuntut ilmu, mengamalkan apa yang diriwayatkannya dll. Demikianlah beberapa pembahasan tambahan yang dimuat oleh Kyai Muhadjirin pada kitab ini. 4) Misbâh al-Zalâm Syrah Bulûgh al-Marâm min Adillatil Ahkâm merupakan karya agung Kyai Muhadjirin. Karya ini merupakan pergulatan pemikiran dan pendapat Kyai Muhadjirin terhadap hadis-hadis hukum. Karya ini tidak jauh berbeda dengan karya-karya serupa yang sudah ada. Diantaranya Ibanatul Ahkam yang berisi pembahasan fiqh dari berbagai madzhab. Dibandingkan Ibânat al-Ahkâm 37, secara metodologi kitab ini tidak jauh berbeda susunan penjelasan (syarah) hadisnya. Isinya-pun tidak jauh berbeda yang mayoritas berisi pembahasan fikih dari berbagai mazhab. Pada Ibânat al-Ahkâm, pembahasan setiap hadis telah dibakukan. Setiap pembahasan dan penjelasannya selalu diberi judul secara berurutan yang meliputi : makna ijmal:
اﻟﻤﻌﻨﻰ اﻟﻌﺠﻤﺎل penjelasan kalimat yang sulit/kata-kata kunci: اﻟﺘﺤﻠﻴﻞ اﻟﻠﻔﻈﻲ fiqih hadis: ﻓﻘﻪ اﻟﺤﺪﻳﺚ راوي اﻟﺤﺪﻳﺚ penjelasan perawi hadisnya: 37
Husein Sulaiman an-Nuri dan ‘Alawi Abbas al-Maliki, Ibânatul Ahkam Syarah Bulughul Marom, Dar al-Fikr, 1416 H/1996 M
lvii
Dalam Ibanatul Ahkam dijelaskan sekilas tentang Mustalah al-Hadîts mulai dari sejarah pentadwinan hadis, istilah mushonnif hadis (mutafaqun alaih, al-arba’ah, dll), pembagian hadis dll. Sementara pada Misbâh alZalâm tidak memuat hal-hal di atas. Akan tetapi Kyai Muhadjirin juga memuat penjelasan tentang istilah al-arba’ah, al-sittah, al-sab’ah beserta perbedan pendapatnya. Ada yang mengatakan bahwa yang keenam dalam Kutub al-Sittah adalah musand Imam Ahmad dan ada yang mengatakan yang keenam adalah al-Muattha’ Imam Malik. Dalam karyanya ini juga dipaparkan riwayat hidup beberapa imam hadis, diantaranya adalah Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim, Abu Daud, Imam Tirmidzi, Imam Nasa’iy, dan Ibnu Majjah. 5) Meskipun karya-karyanya merupakan syarah, komentar atau ringkasan terhadap karya-karya ulama terdahulu, bukan berarti Kyai Muhadjirin tidak melakukan kajin ilmiah terhadap hadis dan ilmu hadis. Hal itu dapat dilihat bahwa Kyai Muhadjirin tidak berpangku tangan hanya menjadi pembaca saja. Tetapi dengan keilmuan yang beliau miliki beliau menulis karya-karya tersebut dan tentu bersentuhan dengan subyektivitas serta kondisi lingkungan dan zamannya pada saat itu. Disamping itu, dalam setiap muqadimah pada karyanya, terbaca bahwa karya tersebut ditulis merupakan respon atas permintaan atau keadaan pada saat itu. Dengan demikian, Kyai Muhadjirin telah berperan besar dalam mengembangkan kajian hadis pada masanya melalui karya-karyanya.
lviii
Demikianlah analisis penulis tentang peran Syekh Muhammad Muhadjirin dalam pengembangan kajian hadis melalui karya-karyanya.
lix
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah melihat karya-karya Kyai Muhadjirin tentang hadis dan ilmu hadis, penulis berkesimpulan bahwa peran dan kontribusi beliau dalam kajian hadis dan ilmu hadis adalah karya-karya yang beliau hasilkan dalam bidang ini. Dan yang paling utama, karya-karya tersebut disusun untuk kepentingan belajar dan mengajar. Meski tidak spesifik sumbangsih apa yang paling mendasar dari Kyai Muhadjirin dalam disiplin kajian hadis, tetapi dengan menulis karya dalam bidang hadis Kyai Muhadjirin telah memberikan kontribusi yang besar dalam melestarikan, mewariskan dan mengembangkan kajian hadis untuk dipelajari dan dikaji generasi selanjutnya. Namun demikian, karya-karyanya tersebut masih dalam bentuk yang sederhana dan hanya tersimpan diperpustakaan Ma’had Annida. Karya-karya tersebut menunggu para mahasiswa/praktisi tafsir-hadis untuk diteliti dan ditulis ulang dan dicetak dalam format yang lebih sistematis dan elegan. Penulis (sebagai mahasiswa tafsir-hadis) akan merasa bangga dan terhormat jika karya tersebut berjejer rapi dengan karya-karya besar lainnya pada rak perpustakaan Ushuluddin dan Filsafat, khususnya pada “bengkel takhrij”. Sebuah karya hadis yang dihasilkan oleh ulama pribumi dan ditahqiq oleh mahasiswa tafsir-hadis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada akhirnya, mahasiswa tafsir-hadis tidak melulu merujuk pada karya-karya ulama timur tengah, tetapi kita pun memiliki ulama
lx
yang patut menjadi rujukan dan yang terpenting Kyai Muhadjirin telah memberikan inspirasi dan semangat dalam mengkaji dan melahirkan karya dalam bidang hadis. Penulis berkeyakinan, masih banyak karya-karya hadis yang dihasilkan oleh ulama-ulama nusantara yang tersebar diberbagai daerah. Sebagai generasi muda Indonesia inilah salah satu tugas besar sebagai mahasiswa tafsirhadis yaitu menginventarisir karya-karya ulama tersebut. B. Saran Setelah melihat, menganalisis dan menyimpulkan peran dan kontribusi Kyai Muhadjirin tentang hadis dan ilmu hadis, maka penulis memberikan saransaran sebagai berikut : 1. Dengan melihat keadaan karya-karya Kyai Muhadjirin masih dalam bentuk yang sederhana dan hanya tersimpan diperpustakaan Ma’had Annida, seyogyanya para mahasiswa/praktisi tafsir-hadis untuk meneliti dan menulis ulang karya tersebut dan dicetak dalam format yang lebih sistematis dan elegan. 2. Dengan menghadirkan karya-karya Kyai Muhadjirin dalam bentuk yang lebih layak, tentu akan menambah dan meramaikan kepustakaan hadis Indonesia. Juga tidak tertutup kemungkian suatu hari nanti karya terebut dibaca dan dipelajari para mahasiswa dan lainnya diluar negri sebagai salah satu warisan intelektual ulama Indonesia. Tentu
hal ini dapat
menjadi kebanggaan tersendiri. 3. Kyai Muhadjirin telah memberikan inspirasi dan semangat dalam mengkaji dan melahirkan karya dalam bidang hadis. Setidaknya hal ini
lxi
dapat mendorong para mahasiswa dan praktisi tafsir-hadis lainnya untuk melakukan hal serupa. 4. Kajian
dalam
skripsi
ini
masih
sangat
sederhana
dan
baru
memperkenalkan sosok Kyai Muhadjirin dan karya-karyanya. Untuk itu diperlukan kajian yang lebih spesifik dan mendalam terhadap karya-karya Kyai Muhadjirin khusunya dalam bidang hadis.
lxii
LAMPIRAN Berikut adalah kutipan wawancara penulis dengan salah satu putera beliau. Naskah asli wawancara tidak dapat ditampilkan disini karena berbentuk print out yang ditulis langsung oleh K.H. Muhammad Aiz Muhadjirin dengan kertas berlogo Ma’had Annida Al-Islami. Naskah aslinya terdapat pada lampiran skripsi penulis yang berupa naskah skripsi yang telah dijilid dengan hard cover. Penulis
: Bagaimana awal kisah Kyai Muhadjirin menempuh hidup
berumah tangga? K.H. A’iz
: Kyai Muhadjirin kembali ke Indonesia tahun 1955. setelah itu
beliau melakukan perjalanan keberbagai penjuru tanah Jawa dan Sumatera untuk menemu para Ulama yang terdapat didaerah tersebut. Petualangan tersebut dijalani selama dua tahun. Pada tahun 1957, Kyai Muhadjirin menikahi Hj. Hannah putrid K.H. Abdurrahman Shadri. Dari pernikahan tersebut Kyai Muhadjirin dikaruniai delapan orang anak (4 putra 4 putri). Penulis
: Bagaimana aktivitas dakwah Kyai Muhadjirin sehari-hari?
K.H. A’iz
: Dakwah yang digelutinya adalh mengajar dan menulis. Beliau
mengajar diberbagai tempat, misalnya Tambun, Cikarang, Pondok Ungu, Cengkareng dll. Aktivitas beliau mengajar di madrasah dan pesantren dimulai pada : •
Ba’da shalat subuh sampai sekitar pukul 06.00 WIB mengajar santri putra tingkat marhalah dan guru.
lxiii
•
Pukul 07.30. WIB s/d 11.00 WIB mengajar dimadrasah, baik tingkat Tsanawiyah dan ‘Aliyah (saat masih relative muda dan kuat maupun Majma al-Marhalah (saat sudah tua).
•
Pukul 14.00 WIB s/d 15.30. WIB mengajar santri perempuan.
•
Ba’da shalat magrib mengajar santri putra tingkat marhalah dan guru
•
Ba’da shalat Isya mengajar kaum bapak
Demikianlah aktivitas keseharian dakwah mengajar yang senantiasa beliau lakukan sampai menjelang akhir hidupnya. Penulis
: Apakah beliau pernah mengajar di intitusi pendidikan tertentu
misalnya menjadi dosen/rektor? K.H. A’iz
: Staf pengajar di Pesantren Bahagia, Muassis Ma’had Annida al-
Islamy dan Majma al-Marhalah al-‘Ulya Bekasi. Penulis
: Bagaimana pengalaman organisasi beliau?
K.H. A’iz
: Secara umum beliau pernah terlibat dalam organisasi ulama,
seperti Majlis Ulama Indonesia Kota Bekasi, walaupun tidak pernah secara aktif dan terus menerus bergelut dalam organisasi tersebut. Penulis
: Apakah beliau pernah memegang jabatan publik?
K.H. A’iz
: Beliau belum pernah menjabat sebagai pejabat publik.
Demikianlah hasil wawancara penulis dengan salah satu putra Kyai Muhadjirin. Beliau adalah K.H. Muhammad A’iz Muhadjirin. Anak ke delapan dari Kyai Muhadjirin. Dilahirkan pada tanggal 13 Agustus 1975. Pendidikannya dimulai di
lxiv
SDN Pasar I bekasi, kemudian melanjutkan studi Mts dan MA nya pada Ma’had Annida Al-Islamy. Setelah
lxv
DAFTAR PUSTAKA Al-Ajhuri, Allamah al-Muhaqiq as-Syekh ‘Athiyah, Hawasy ‘ala Syarhi Sayyidi Muhammad
az-Zarqoni
‘ala
Manzhumah
al-Baiquniyah,
Syirkah
Muthabi’ah Andunisiya, Cirebon, tt. Al-Baiquni, Toha bin Muhammad, Manzhumah al-Baiquniyah fi Mustalah alHadîts, Dar as-Salam, cet. 2, 1423 H/2005 M Ahmad, Z, Sekitar Kerajan Aceh Tahun 1520-1675, Medan, Manora,1972 Ambariy, Prof. Dr. Harun Mu’arif, Menemukan Peradaban Jejak Arkeologis dan Historis Islam Indonesia, Ciputat, Logos Wacana Ilmu, cet. 2, 2001 Arnold, Thomas W, Sejarah Dakwah Islam, terjemahan dari, “The Preaching of Islam”, oleh Drs. Nawawi Rambe, tt Azami, M.M, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, penerjemah, Prof. K.H. Ali Mustafa Ya’kub, Pustaka Firdaus, Pasar Minggu, cet. 2, 2000 Azra, Azyumardi, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulawan Nusantara Abad ke XVIII dan XVIII : Melacak Akar-Akar Pembaharuan Islam di Indonesia, Bandung, Mizan, 1998 Hamka, Sejarah Ulama di Nusantara, Medan, Pustaka Nasional, 1950 Hasymi, Prof. A, Sejarah Masuk dan Berkembangya Islam di Indonesia, PT. AlMa’arif, Medan, cet. 3,1993 Khatib Al-, M. Ajjaj, Ushul al-Hadits, Pokok-Pokok Ilmu Hadits, ditejemahkan oleh, Drs. H.M. Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq, S. Ag, Jakarta, Gaya Media Pratama, cet. 3, 2003 Madjid, Nurcholis, Tradisi Islam : Peran dan Fungsinya dalam Pembangunan di Indonesia, Paramadina, Jakarta, 1997 Al-Maliki, Syekh Muhammad Alwi bin Abbas, Qowaid al-Asasiyah fi ‘Ilmi Mustalah al-Hadîts, dikeluarkan oleh, Ma’had al-Awwabin al-Mutakammil, Tebet Barat, 2004 Muhadjirin, Syekh Muhammad, Al-Qoululhatsits fi Musthalahil Hadits, Ma’had Annida Al-Islami, Beksai, cet. 4, 1409 H/1989 M Al-Istidzkar, Ma’had Annida Al-Islami, Beksai, cet. 5 1424 H/2003 M
lxvi
Mishbah al-Zhalam Syarah Bulugh al-Marom min Adillatil Ahkam, Ma’had Annida Al-Islami, Beksai, cet. 3 1423 H/2002 M Ta’liqot ‘ala Matan Baiquni, Ma’had Annida Al-Islami, Beksai, cet. 5 1411H/1991M Munawir, Ahmad Warson, Al-Munawwir : Kamus Arab-Indonesia, Pustaka Progresif, Surabaya, cet. 25, 2002 Rahman, Drs. Fatchur, Ikhtisor Musthalahul Hadits, Bandung, PT. Al-Ma’arif, Rohimah, Siti, Kontribusi Hasbi ash-Shidieqy Dalam Menyebarkan Ilmu Hadis di Indonesia, Skripsi T-H, no. 354, 2004 al-Sahrazuri, Abu ‘Amr, Muqodimah Ibnu Shalah fii ‘Ulum al-Hadits, Dar alKutub al-Ilmiyah, Beirut, 2006 Singarimbun, Masri dan Sofyan Efendi, Metode Penelitian Survai, Jakarta, LP3S, 1989 Al-Suyuthi, Al-Hafidz Jalaluddin, Tadrib ar-Rawi fii Syarhi Taqrib an-Nawawi, tahqiq oleh, Muhammad Amin bin ‘Abdullah al-Syibrowi, Dar al-Hadis, AlQohiroh, 1423 H/2002 M At-Tirmasi, Syekh Muhammad Mahfudz,. Manhaj Dzawi al-Nazhar, Dar al-Fikr, 1421 H/2000 M At-Thahan, Mahmud, Taysir Mustalah al-Hadits, Dar al-Fikr, tt Tudjimah, dan Yessi Augustin, Beberapa Studi Tentang Sejarah Islam di Indonesia 1900-1950, terjemahan dari, “Studien Over de Geschiederis Van de Islam in Indonesia 1900-1950”, karya G.F. Pijper, UI Press, cet. 2, 1985 Tudjimah, et ai, Syekh Yusuf Makasar : Riwayat Hidup, Karya dan Ajarannya, Jakarta, Departemen P & K, 1987 Utsaimin al-, Syekh Muhammad bin Shaleh, Syarah al-Manzhumah alBaiquniyah, Dar at-Tsurayya li an-Nasyir, cet. 3, 2004 Zed, Mestika Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2004
lxvii
lxviii