ii
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT., segala pengetahuan, atas berkat, rahmat, dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan dan menyusun karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini berjudul Lembaga Keuangan Syaraiah, Teori dan Penelitian Empiris. Karya ilmiah ini dikembangkan sebagai bagian dalam rangka memenuhi salah satu tugas penulis sebagai dosen pada Program Studi Ilmu Manajemen dan Program Studi Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Muslim Indonesia Makassar. Dalam penyusunan karya ilmiah ini, penulis telah banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik berupa bantuan materi maupun bantuan dukungan moril. Untuk itu dalam kata pengantar ini, penulis menyampaikan banyak terima kasih. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan demi kesempurnaan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua, terutama bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi pada jenjang Strata satu di Indonesia. Amin Makassar, Februari 2013 Penulis
Hamzah Hafied
iii
DAFTAR ISI Halaman Judul
…………………………………………………….
i
Kata Pengantar
……………………………………………………
ii
Daftar Isi
……………………………………………………
iii
Daftar Tabel
……………………………………………………
vi
Daftar Gambar
……………………………………………………
vii
BAB I
PENGERTIAN BANK SYARIAH
………………………………..
1
BAB II
SEJARAH BANK SYARIAH
………………………………..
3
............................................
3
........................................
5
A. Berdirinya Bank Syariah Di Dunia B. Berdirinya Bank Syariah di Indonesia BAB III SISTEM PERBANKAN SYARIAH
............................................ ……………………………
A. Dasar Hukum Bank Syariah
B. Dewan Pengawas, Dewan Komisaris dan Direksi Bank Syariah BAB IV
16 17
KONSEP DASAR BANK SYARIAH
…………………………...
19
A. Konsep Dasar Bank Syariah
…………………………..
19
B. Perbedaan Praktik Bank Syariah dan Konvensional
BAB V
16
..................
20
C. Prinsip Dasar Perbankan Syariah
……………………………
22
OPERASIONAL BANK SYARIAH
……………………………….
25
A. Penghimpunan Dana
..............................................................
25
B. Penyaluran Dana
………………………………………..
26
BAB VI PRODUK-PRODUK BANK SYARIAH
…………………………..
30
A. Al-wadi’ah (Simpanan)
………………………………….
30
B. Pembiayaan dengan bagi basil
…………………………………
32
C. Bai'al Murabahah
……………………………………………..
33
D. Bai'as-salam
……………………………………………..
34
E. Bai'Al istishna'
……………………………………………..
34
F. Al-Ijarah (Leasing)
…………………………………………….
35
G. Al-Wakalah (Amanat)
…………………………………………
35
H. Al-Kafalah (Garansi)
…………………………………………
35
I. Al-Hawalah
…………………………………………
36
J. Ar-Rahn
………………………………………….
36
…………………………………….
49
BAB VII ASURANSI SYARIAH
iv
A. Pengertian Asuransi Syariah
……………………………………
49
B. Konsep Asuransi Syariah
……………………………………
49
C. Mengenal Unit Usaha Syariah
……………………………………
51
D. Pengertian Sukuk Ritel Syariah
……………………………………
52
……………………………………….
54
BAB VIII GADAI SYARIAH A. Pengertian Rahn (gadai)
……………………………………….
54
B. Sifat Rahn (gadai)
……………………………………….
55
C. Landasan Rahn (gadai)
……………………………………….
55
D. Rukun dan Unsur-unsurnya
………………………………………..
55
E. Syarat rahn (Gadai)
………………………………………..
55
F. Hukum Rahn (Gadai)
………………………………………….
56
………………………………………..
58
…………………………………………
59
INVESTASI SYARIAH
……………………………………..
64
A. Pengertian Reksadana Syariah
………………………………………
64
……………………………………………..
64
…………………..
65
PASAR MODAL SYARIAH
……………………………………..
68
A. Prinsip Pasar Modal Syariah
……………………………………..
68
G. Dampak Gadai H. Tujuan dan Hikmah BAB IX
B. Investasi Syariah
C. Prinsip-prinsip Ekonomi Islam dalam Investasi BAB X
B. Gambaran Pasar Modal Syariah di Indonesia
.............................
71
C. Perkembangan Pasar Modal Syariah di Indonesia
…………………..
73
BAB XI PERILAKU KONSUMEN DALAM KEPUTUSAN PEMBELIAN A. Pengertian Perilaku Konsumen
................................................
74 74
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Keputusan Pembelian
75
C. Proses Keputusan Pembelian
79
...................................................
BAB XII ANALISIS PERILAKU NASABAH DALAM MEMILIH …………………………..
84
……………………………………………………….
84
B. Kerangka Konseptual ……………………………………………….
87
C. Rancangan Penelitian
91
BANK SYARIAH DI KOTA MAKASSAR A. Pendahuluan
D. Desain Penelitian
………………………………………………
……………………………………………………
91
E. Metode Pengumpulan Data, Sumber Data dan Peubah Penelitian
92
F. Metode Analisis
94
…………………………......................................
v
G. Definisi Operasional H. Hasil Penelitian
110
……………………………………………………….
116
………………………………………………………….
122
………………………………………………………………
123
J. Simpulan
DAFTAR PUSTAKA
106
…………………………………………………..
I. Pembahasan K. Saran
………………………………………………..
…………………………………………………………….
125
vi
DAFTAR TABEL Nomor
Teks
Halaman
1. Perbedaan antara Bank Syariah dan Bank Konvensional 2. Perbedaan antara Bunga dan Bagi Hasil 3. Produk-Produk Penghimpunan Dana
.....................
21
…………………………….
21
................................................
36
4. Produk-Produk Penyaluran Dana dan Jasa Perbankan 5. Rincian Cakupan Faktor dan Peubah Penelitian
...........................
37
…………………….
94
6. Hubungan Jumlah Butir Dengan Reliabilitas Instrumen Penelitian
..........
96
7. Hasil Koefisien Regresi Logistik………………………………………….
111
8. Pengelompokan Nasabah ……………………………………………….
113
9. Hasil Koefisien Regresi berganda…………………………………………
115
vii
DAFTAR GAMBAR Nomor 1. Musyarakah 2. Mudharabah
Teks
Halaman
………………………………………………………….
28
………………………………………………………..
29
……………………………
79
………………………………………………….
90
3. Tahap-Tahap Proses Keputusan Pembelian 4. Kerangka Konseptual
1
BAB I PENGERTIAN BANK SYARIAH Kata bank dari kata banque dalam bahasa Prancis, dan dari bonco dalam bahasa Italia, yang berarti peti/lemari atau bangku. Kata peti atau lemari yang berfungsi sebagai tempat penyimpan benda-benda berharga, seperti peti emas, peti berlian, peti uang dan sebagainya. Dalam Al-Qur‟an istilah bank tidak disebutkan secara eksplisit, tetapi jika yang dimaksud adalah sesuatu yang memiliki unsur-unsur seperti struktur, manajemen, fungsi, hak, dan kewajiban maka semua itu disebutkan secara jelas, seperti zakat, shadaqah, ghadimah (rampasan perang), bai (jual beli), dayn (utang dagang), maal (harta) dan sebagainya yang memiliki fungsi dalam kegiatan ekonomi. Ditinjau dari segi imbalan atau jasa atas penggunaan dana, baik simpanan maupun pinjaman, (Susilo, dkk, 2000) bank dapat dibedakan menjadi: a. Bank Konvensional, yaitu bank yang dalam aktivitasnya, baik penghimpunan dana maupun penyaluran dana, memberikan dan mengenakan imbalan berupa bunga atau sejumlah imbalan dalam persentase tertentu dari dana bank untuk suatu periode tertentu. b. Bank Syariah, yaitu bank yang dalam aktivitasnya, bank penghimpunan dana dalam rangka penyaluran dana memberikan atau mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah yaitu jual beli dan bagi hasil. Pengertian bank syariah menurut Heri Sudarsono (2003; 18) adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan prinsip-perinsip syariah. Prinsip utama operasional bank yang berdasarkan syariah (Susilo dkk, 2000) adalah hukum Islam yang bersumber dari Al-Qur‟an dan Sunnah Rasulullah SAW. Larangan terutama berkaitan dengan kegiatan bank yang dapat diklasifikasikan sebagai riba. Perbedaan utama antara kegiatan bank syariah dengan kegiatan bank konvensional pada dasarnya terletak pada sistem pemberian imbalan atau jasa dari dana. Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, bank yang berdasarkan prinsip syariah tidak menggunakan sistem bunga dalam menggunakan imbalan atas dana yang digunakan atau dititipkan oleh
2
suatu pihak. Penentuan imbalan terhadap dana yang dipinjamkan maupun dana yang disimpan di bank didasarkan pada prinsip bagi hasil sesuai dengan hukum Islam. Perlu diakui bahwa ada sebagian masyarakat yang berpendapat bahwa sistem bunga yang diterapkan oleh bank konvensional, yaitu imbalan penggunaan dana dalam jumlah persentase tertentu untuk jangka waktu tertentu, merupakan pelanggaran terhadap prinsip syariah. Dalam hukum Islam bunga adalah riba dan haram hukumnya. Ditinjau dari sisi pelayanan terhadap masyarakat dan pemasaran merupakan usaha untuk melayani dan mendayagunakan segmen pasar perbankan yang tidak setuju atau tidak menyukai sistem bunga. Bank syariah telah lama berkembang di luar negeri, seperti antara lain di negaranegara Saudi Arabia, Kuwait, Sudan, Yordania, Iran, Turki, Bangladesh, Malaysia, dan Swiss. Al Barakah merupakan salah satu bank syariah yang telah berkembang lama dan mempunyai kegiatan di beberapa negara. Di Indonesia keberadaan bank syariah dirintis sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan. Undangundang tersebut menggunakan istilah “bank bagi hasil” untuk menyebut bank yang berdasarkan prinsip syariah.
3
BAB II SEJARAH BANK SYARIAH A. Berdirinya Bank Syariah Di Dunia Gagasan mengenai bank yang menggunakan sistem bagi hasil telah muncul sejak lama, ditandai dengan banyaknya pemikir-pemikir muslim tentang keberadaan bank syariah, misalnya Anwar Qureshi (1946), Naiem Siddiqi (1948) dan Mahmud Ahmad (1952). Kemudian uraian yang lebih terperinci tentang gagasan itu ditulis oleh Mawdudi pada tahun 1961. Demikian pula dengan tulisan-tulisan Muhammad Hamidullah yang ditulis tahun 1944 – 1962 yang dapat dikategorikan sebagai gagasan pendahulu mengenai perbankan Islam. Sejarah perkembangan bank syariah moderen tercatat di Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940, yaitu upaya pengelolaan dana jemaah haji secara non konvensional. Rintisan bank syariah lainnya adalah dengan berdirinya Mit Ghamr Lokal Saving Bank pada tahun 1963 di Mesir oleh Dr. Ahmad El Najar permodalannya dibantu oleh Raja Faizal dari Arab Saudi. Bank pedesaan beroperasi tanpa bunga dan sejalan dengan prinsipprinsip syariah ini sangat populer dan pada mulanya tumbuh dengan baik. Empat tahun kemudian Mit Ghamr dapat membuka sembilan cabang dengan nasabah sekitar 1 juta orang. Namun pada tahun 1967, karena persoalan politik, bank ini ditutup. Pada tahun pertengahan 1967 bank ini diambil alih oleh National Bank of Egypt dan Central Bank of Egypt, sehingga beroperasi atas dasar bunga. Pada tahun 1972 sistem bank tanpa riba diperkenalkan lagi dengan berdirinya Nasser Social Bank di Mesir, berdirinya bank ini bersifat sosial dari pada komersial. Secara kolektif gagasan berdirinya bank syariah di tingkat internasional, muncul dalam konferensi negara-negara Islam sedunia, di Kuala Lumpur, Malaysia pada tanggal 21-27 april 1969, yang diikuti oleh 19 negara peserta. Konferensi tersebut memutuskan beberapa hal, yaitu : 1. Tiap keuntungan haruslah tunduk kepada hukum untung dan rugi, jika tidak ia termasuk riba dan riba itu sedikit atau banyak hukumnya haram. 2. Diusulkan supaya dibentuk suatu bank syariah yang bersih dari sistem riba dalam waktu yang secepat mungkin.
4
3. Sementara menunggu berdirinya bank syariah, bank-bank yang menerapkan bunga diperbolehkan beroperasi. Namun jika benar-benar dalam keadaan darurat. Pembentukan bank syariah semula memang banyak diragukan, sebab : 1. Banyak yang beranggapan bahwa sistem perbankan bebas (interest free) adalah suatu yang tak mungkin. 2. Adanya pernyataan tentang bagaimana bank akan membiayai operasinya. Tetapi di lain pihak, bank Islam adalah suatu altenatif sistem ekonomi Islam. Untuk lebih mempermudah berkembangnya bank syariah di negara-negara muslin perlu ada usaha bersama di antara negara muslim. Maka pada bulan Desembar 1970, di saat Sidang Menteri Luar Negeri negara-negara Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Karachi, Pakistan. Mesir mengajukan sebuah proposal untuk mendirikan bank syariah. Proposal yang disebut studi tentang Pendirian Bank Internasional untuk perdagangan dan pembangunan (International Islamic Bank for Trade and Development) dan proposal pendirian Federasi Bank Islam (Federation of Islamic Bank) dikaji para ahli dari delapan belas negara islam. Pada Sidang Menteri Luar Negeri OKI di Benghazi, Libya, Maret 1973. Usulan tersebut kembali diagendakan. Sidang kemudian memutuskan agar OKI mempunyai bidang yang khusus mengenai masalah ekonomi dan keuangan. Bulan Juli1973, komite ahli yang mewakili negara-negara islam penghasil minyak bertemu di Jeddah, 1974, menyetujui rancangan pendirian Bank Pembangunan Islam atau Islamic Development Bank (IDB) dengan modal awal 2 miliar dinar atau ekuivalen 2 miliar SDR (special drawing right). Berdirinya IDB memotivasi negara-negara Islam untuk mendirikan lembaga keungan syariah. Pada akhir periode 1970-an dan awal dekade 1980-an, lembaga keuangan syariah bermunculan di Mesir, Sudan, negara-negara Teluk, Pakistan, Iran, Malaysia, serta Turki. Sealin ada negara-negara non muslim yang mendirikan bank Islam seperi Inggris, Denmark, Bahamas (Benon), Swiss, dan Luxemburg. Secara garis besar, lembaga-lembaga keuangan syariah tersebut dimasukkan dalam dua kategori. Pertama, bank islam komersial (Islamic Comersia Bank) dan kedua, lembaga investasi dalam bentuk International Holding companies. Pesatnya perkembangan bank syariah menimbulkan ketertarikan bank konvensional untuk menawarkan produk-produk bank syariah. Hal tersebut tercermin dari tindakan beberapa bank konvensional yang membuka sistem tertentu di dalam masing-masing bank
5
dalam menawarkan produk bank syariah, misalnya “Islamic Windows” Malaysia, “The Islamic Transaction” di cabang Bank Mesir, dan “The Ialamic Service” di cabng-cabang bank perdagangan Arab Saudi. Sementara itu Citybank mendirikan Citi Islamc Invesment Bank pada tahun 1996 di Bahrin yang merupakan wholly-owned subsidiary, dari City Chase Manhattan telah mengembangkan produk Chase Manhattan Leasing Liquidity Program (CLM) untuk memenuhi kebutuhan investasi overnite dan short term lain yang halal. Produk-produk invesment Banking yang Islami juga ditawarkan oleh fund manager konvensional seperti The Wellington Management Compeni (Amerika Serikat), Oasis International Equity Fund dari Flemings Bank (Inggris) State Street Invesment Management Company (Amerika Serikat), Kleinwort Benson Bank (Inggris), Hongkong Sanghai Banking Coorporation (HSBC-London) dan ANZ Bank (Melbourne). Dari sisi pengguna jasa perbankan syariah tercatat beberapa perusahaan multinasional seperti KFC, Xerox, General Motor, IBM, General Electric dan Chrysler. B. Berdirinya Bank Syariah di Indonesia Gagasan untuk mendirikan bank syariah di Indonesia sebenarnya sudah muncul sejak pertengahan tahun 1970-an. Ini dibicarakan pada seminar nasional hubungan Indonesia-Timur Tengah pada 1974 pada tahun 1976 dalam seminar internasional yang diselenggarakan oleh Lembaga Studi Ilmu-Ilmu kemasyarakatan (LSIK) dan Yayasan Bhineka Tunggal Ika. Namun beberapa alasan yang menghambat terealisasinya ide ini : 1. Operasi bank syariah yang menerapkan prinsip bagi hasil belum teratur dan karena itu tidak sejalan dengan UU Pokok Perbankan yang berlaku, yakni UU No.14/1967. 2. Konsep bank syariah dari segi politis berkonotasi ideologis, merupakan bagian dari atau berkaitan dengan konsep negara islam, dan karena itu tidak dikehendaki pemerintah. 3. Masih dipertanyakan, siapa yang bersedia menaruh modal dalam ventura semacam itu, sementara pendirian bank baru dari Timur Tengah masih dicegah, antara lain pembatasan bank asing yang ingin membuka kantornya di Indonesia. Akhirnya gagasan mengenai bank syariah itu muncul lagi sejak tahun 1988, di saat pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober (pakto) yang berisi liberisasi industri perbankan. Para ulama pada waktu itu berusaha untuk mendirikan bank bebas bunga, tapi tidak ada satupun perangkat hukum yang dapat dirujuk kecuali bahwa perbankan dapat saja menetapkan bunga 0%. Setelah adanya rekomendasi dari lokakarya ulama tentang
6
bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor tanggal 19-22 Agustus 1990. Hasil lokakarya tersebut dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional (Munas) IV Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, 22-25 Agustus 1990. berdasarkan amanat Munas IV MUI dibentuk kelompok kerja untuk mendirikan bank syariah di Indonesia. Bank Muamalat Indonesia lahir sebagai hasil kerja tim perbankan MUI tersebut di atas, akte pendirian PT. Bank Muamalat Indonesia ditandatangani pada tanggal 1 November 1991. Pada saat akte pendirian ini terkumpul komitmen pembelian saham sebanyak Rp. 84 miliar. Pada tanggal 3 November 1991, dalam acara silaturahmi Presiden di Istana Bogor, dapat dipenuhi dengan total komitmen modal disetor awal sebesar Rp.106.126.382.000,-. Dana tersebut berasal dari Presiden dan Wakil Presiden, sepuluh menteri kabinet pembangunan V, juga Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila, yayasan Dakab, Supersemar, Dharmais, Purna Bhakti pertiwi, PT. PAL, dan PT. Pindad. Selanjutnya Yayasan Dana Dakwah Pembangunan ditetapkan sebagai yayasan penopang bank syariah. Dengan terkumpulnya modal awal tersebut, pada tnggal 1 Mei 1992, Bank Muamalat Indonesia (BMI) mulai beroperasi. Kemudian diikuti dengan kemunculan Undang-Undang (UU) No. 7 tahun 1992 tentang perbankan, dimana perbankan bagi hasil diakomodasi. Dalam UU tersebut pada pasal 13 ayat (c) menyatakan bahwa salah satu usaha Bank Perkreditan Rakyat (BPR) menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah. Menanggapi pasal tersebut, pemerintah pada tanggal 30 Oktober 1992 dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 72 tahun 1992 tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil dan diundangkan pada tanggal 30 Oktober 1992 dalam lembaran negara Repulik Indonesia No. 119 tahun 1992. Hal itu secara tegas ditemukan dalam ketentuan pasal 6 PP No. 72 Tahun 1992 yang berbunyi : 1. Bank umum atau bank perkreditan rakyat yang kegiatan usahanya semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil, tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil. 2. Bank umum atau bank perkreditan rakyat yang kegiatan usahanya tidak berdasarkan prinsip bagi hasil, tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha yang berdasarkan prinsip bagi hasil.
7
Dalam menjalankan perannya bank syariah berlandaskan UU perbankan No.7 tahun 1992 dan PP No.72 tahun 1992 tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil yang kemudian dijabarkan dalam S.E.BI No.25/4/BPPP TANGGAL 29 Februari 1993, yang pada pokoknya menetapkan hak-hak yang antara lain: 1. Bahwa bank berdasarkan bagi hasil adalah bank umum dan bank perkreditan rakyat yang dilakukan usaha semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil. 2. Prinsip bagi hasil yang dimaksud adalah prinsip bagi hasil yang berdasarkan syariah. 3. Bank berdasarkan prinsip bagi hasil wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah. 4. Bank umum atau bank perkreditan rakyat yang kegiatan usahanya semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil, tidak diperkenankan melakukan usaha yang tidak prinsip bagi hasil. Sebaliknya
tidak berdasarkan kepada prinsip bagi hasil tidak
diperkenankan melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip bagi hasil. Pendirian Bank Muamalat ini diikuti oleh bank-bank perkreditan rakyat syariah (PRS), namun demikian ada dua jenis tersebut belum sanggup menjangkau masyarakat Islam lapisan bawah. Oleh karena itu, maka dibangunlah lembaga-lembaga simpan pinjam Baitul Maal Wattamwi (BMT). Setelah dua tahun beroperasi, Bank Muamalat mensponsori berdirinya asuransi Islam, Syarikat Takaful Indonesia (STI) dan menjadi salah satu pemegang sahamnya. Tiga tahun kemudian, yaitu1997, Bank Muamalat mensponsori lokakarya ulama tentang reksadana syariah yang kemudian diikuti dengan beroperasinya Reksadana Syariah oleh PT.Reksadana. Perkembangan lembaga-lembaga keuangan syariah tergolong cepat dan salah satu alasannya adalah karena adanya keyakinan yang kuat dikalangan masyarakat muslim bahwa perbankan konvensional itu mengandung unsur riba yang dilarang oleh agama Islam. Rekomendasi hasil lokakarya ulama tentang bunga bank dan perbankan itu ditujukan kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) kepada pemerintah dan seluruh umat Islam. Kepada MUI diamanatkan untuk mengambil prakarsa dalam bentuk komisi perbankan bebas bunga, pembentuk Badan Pelaksana Harian Pengembangan Sumber Daya, perintis Baitul Maal nasional, dan kerjasama dengan perguruan tinggi dan lembaga penelitian dalam rangka menentukan arah kebijakan pengembangan sumber daya umat. Pada tahun 1998 muncul UU No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan terdapat beberapa perubahan yang memberikan peluang yang lebih besar bagi pengembangan perbankan syariah. Dari UU tersebut kita bisa
8
menangkap bahwa sistem perbankan syariah dikembangkan dengan tujuan antara lain sebagai berikut : 1. Memenuhi kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak menerima konsep bunga. Dengan ditetapkan sistem perbankan syariah yang berdampingan dengan sistem perbankan konvensional, mobilitas dana masyarakat dapat dilakukan secara lebih luas terutama dari segmen yang selama ini belum dapat tersentuh oleh sistem perbankan konvensional yang menerapkan sistem bunga. 2. Membuka peluang pembiayaan bagi pengembangan usaha berdasarkan prinsip kemitraan. Dalam prinsip ini, konsep yang diterapkan adalah hubungan investor yang harmonis (mutual investor relationship). Sementara dalam bank konvensional adalah hubungan debitur dengan kreditur (debitor to creditor relationship). 3. Memenuhi kebutuhan akan produk dan jasa perbankan yang memiliki beberapa keunggulan komparatif berupa peniadaan pembebanan bunga yang berkesinambungan (perpectual interest effec), membatasi kegiatan spekulasi yang tidak produktif (unproductive speculation) pembiayaan ditujukan kepada usaha-usaha yang lebih memperhatikan unsur modal. Dengan UU No. 10 Tahun 1998 telah ditetapkan landasan hukum yang kuat serta menjamin adanya kepastian hukum bagi para pelaku ekonomi serta masyarakat luas untuk kelembagaan dan kegiatan usaha bank syariah. Ketetapan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Pengaturan aspek kelembagaan dan kegiatan usaha dan bank syariah sebagaimana yang termaktub dalam pasal 1ayat 3 UU No. 10 Tahun 1998. pasal tersebut menjelaskan bahwa bank umum dapat memilih untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan sistem konvensional atau berdasarkan prinsip syariah atau melakukan kegiatan tersebut. Dalam hal bank umum melakukan kegiatan usaha berdasarkan syariah maka kegiatan tersebut dilakukan dengan membuka satuan kerja dan kantor cabang khusus yaitu unit usaha syariah dan kantor-kantor cabang syariah. Sedangkan BPR harus memilih salah satu kegiatan sebagai BPR konvensional atau syariah. Bank umum konvensional yang akan membuka kantor cabang syariah wajib melaksanakan : a. Pembentukan Unit Usaha Syariah (USS) b. Memiliki dewan Pengurus Syariah yang ditempatkan oleh Dewan Syariah Nasional c. Menyediakan modal kerja yang disisihkan oleh bank dalam suatu rekening terdiri atas nama UUS yang dapat digunakan untuk membayar biaya kantor dan lain-lain berkaitan dengan kegiatan operasional maupun non operasional KCS
9
2. Ketentuan kliring intrumen moneter dan pasar uang antar bank. Di dalam penjelasan UU No. 23 Tahun1999 tentang Bank Indonesia telah diamanatkan bahwa untuk mengantisipasi perkembangan berdasarkan prinsip syariah, maka tugas dan fungsi BI perlu mengakomodasi prinsip-prinsip syariah. Hal ini dapat dilihat dalam pasal 10 (2) yang menentukan bahwa dalam pelaksanaan tugas BI di bidang pengendalian moneter dapat dilakukan berdasarkan prinsip syariah. Selain itu dalam pasal 11 ditentukan bahwa dalam fungsinya sebagai the Leader of Last Resort BI dapat memberikan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah untuk jangka waktu paling lama 90 hari kepada bank syariah untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek bank bersangkutan. Berkaitan dengan hal tersebut, BI telah menyusun ketentuan yang berkaitan dengan operasionalisasi bank syariah, yaitu ketentuan : a. Ketentuan Giro Wajib Minimum bagi bank konvensional yang membuka KCS b. Ketentuan Kliring c. Ketentuan pasar uang antar bank berdasarkan prinsip syariah (PUAS) d. Ketentuan wadiah BI Untuk mendukung kelancaran lalu lintas pembayaran antar bank serta pelaksanaan PUAS, transaksi pembayaran dilakukan melalui mekanisme kliring dengan membebankan rekening giro pada BI. Bila dalam pelaksanaan kliring saldo bank menjadi kurang dari GWM, maka bank atau kantor cabangnya dikenakan sanksi kewajiban membayar. Apabila saldo manjadi negatif maka bank yang bersangkutan termasuk cabangnya akan dikenakan sanksi penghentian peserta kliring ditambah dengan sanksi kewajiban membayar. Dalam kegiatam operasional, bank dapat mengalami kelebihan atau kekurangan likuidasi. Bila terjadi kelebihan, maka bank melakukan penempatan kelebihan likuidasi sehingga bank memperoleh keuntungan. Sedangkan bila mengalami kekurangan likuidasi, maka bank memerlukan sarana untuk menutupi kekurangan likuidasi dalam rangka kegiatan pembiayaan sehingga kegiatan operasional bank dapat berjalan dengan baik. Bagi bank syariah yang mengalami kekurangan dana dapat menerbitkan Sertifikat Investasi Muradabah Antar Bank (IMAB) yang merupakan sarana penanaman dana bagi bank syariah maupun bank konvensional. Untuk menjaga stabilitas moneter, BI menyerap kelebihan likuiditas bank-bank syariah melalui penerbitan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) yang didasarkan atas prinsip titipan (wadiah). Dari sisi bank syariah, piranti tersebut merupakan sasaran/penempatan kelebihan likuiditas sementara sebelum dana yang dikelola dapat disalurkan untuk pembiayaan.
10
Perkembangan Bank Syariah di Indonesia dewasa ini berjalan dengan sangat pesat. Walaupun demikian, jumlah bank, jumlah kantor bank dan jumlah total aset Bank Syariah masih sangat kecil apabila dibandingkan dengan bank konvensional. Banyak faktor yang akan mempengaruhi percepatan perkembangan perbankan syariah di masa yang akan datang. Salah satu faktor yang sangat penting adalah faktor hukum. Arah perkembangan perbankan syariah di masa yang akan datang masih akan sangat signifikan dipengaruhi oleh perkembangan infrastruktur hokum perbankan syariah di Indonesia. Kita telah membuktikan bahwa perkembangan perbankan syariah yang pesat baru terjadi setelah diberlakukannya UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dengan berlakunya UU No. 10 Tahun 1998 tersebut telah memberikan dasar hukum yang lebih kokoh dan peluang yang lebih besar dalam pengembangan bank Syariah di Indonesia. Undang - Undang tersebut diharapkan dapat mendorong pengembangan jaringan kantor bank Syariah yang dapat lebih menjangkau masyarakat yang membutuhkan di seluruh Indonesia. Apabila dipahami bahwa Hukum Perbankan adalah segala sesuatu yang terkait dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur kegiatan perbankan, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa Hukum Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang terkait dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur kegiatan perbankan syariah. Yang menarik dari mempelajari Hukum Perbankan Syariah adalah pada saat yang bersamaan terdapat interaksi yang sangat intensif dan kreatif dengan agama (Islam). Di dalam pengertian umum dari perbankan syariah (di beberapa negara disebut dengan istilah Islamic Bank) adalah bahwa kegiatan perbankan syariah atau Bank Islam ini mencoba menerapkan hukum agama Islam (syariah/shari‟a) ke dalam sektor perbankan atau bahkan kegiatan komersial modern lainnya. Apabila dilihat dari aspek ini tidak mengherankan bahwa sebagian (besar) penulis menekankan definisi Bank Syariah atau Bank Islam dilihat dari penerapan hukum Islam terhadap kegiatan bank. Karnaen Perwataatmadja dan Muhammad Syafi‟i Antonio mendefinisikan Bank Islam sebagai berikut: “Bank Islam adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsipprinsip syariah Islam, yakni bank yang dalam beroperasinya mengikuti ketentuanketentuan syariah Islam khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat secara Islam.” (KarnaenPerwataatmadja dan Muhammad Syafi‟i Antonio, 1992:1-2)
11
Warkum Sumitro mendefinisikan Bank Islam sebagai berikut: “Bank Islam berarti bank yang tata cara beroperasinya didasarkan pada tata cara bermuamallah secara Islam, yakni dengan mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Quran dan Al-Hadits.” (Warkum Sumitro,1996:5-6) Cholil Uman mendifinisikan Bank Islam sebagai berikut: “Bank Islam adalah sebuah lembaga keuangan yang menjalankan operasinya menurut hukum Islam”. (Cholil Uman, 1994:5-6) Bahkan seorang penulis menyatakan bahwa fakta yang paling mencolok dari pertumbuhan perbankan syariah dan keuangan syariah adalah bahwa hal tersebut telah menunjukkan dimasukkannya hukum agama dalam wilayah kehidupan komersial pada saat dimana sekularisme mengatur hampir seluruh dunia. Bahkan pada saat dipatuhinya hukum komersial yang diambil dari dunia barat secara umum dan bermanfaat, keuangan syariah menantang hukum-hukum ini dalam dua hal utama: pertama, menantang anggapan bahwa adatistiadat kegiatan komersial modern lebih efisien atau superior; dan kedua, menantang pemisahan sekular kegiatannya, komersial dari pertimbangan agama dan kesalehan (piety). Hal yang sama terjadi pada ekonomi Islami yang telah menimbulkan masalah yang sama untuk ilmu ekonomi modern. Untuk orang Islam pertanyaan mengenai apakah hukum harus sekular atau agamis menunjukkan dikotomi yang salah. Untuk mereka yang percaya, hukum Islam bukan semata-mata masalah kewajiban keimanan (conscience), yang kalau dipatuhi mendapatkan pahala di akhirat, hukum juga merupakan petunjuk terbaik untuk kesejahteraan manusia di dunia ini. Untuk yang percaya, Tuhan mengatur kesejahteraan mereka di dunia dan akhirat. Oleh karena hokum diterapkan kepada manusia dan alam oleh Tuhan, kepatuhan terhadapnya akan membawa keberhasilan dan kesuksesan sosial dan individual. Kaum muslim sering menyimpulkan bahwa kelemahan sosial, ekonomi, dan moral yang mereka hadapi saat ini merupakan konsekuensi dari ketidaktaatan terhadap hukum Tuhan dan lebih memilih menerapkan hukum barat. Perbankan dan keuangan syariah merupakan wilayah dimana hokum Islam kontemporer mengalami perkembangan yang sangat cepat dan subur. Beberapa kemajuan yang sangat impresif telah banyak dicapai, dan langkahnya tampaknya menjadi semakin meningkat. Keberhasilan yang telah diperoleh antara lain: 1. Training para kader akademisi yang memiliki jiwa praktis; 2. Institusi-institusi baru dan metoda untuk pengembangan hukum;
12
3. Saluran baru untuk kerjasama internasional dalam penelitian dan opini hukum Islam; 4. Keakraban dan hormat terhadap hukum Islam dalam masyarakat non-muslim. Berbeda dengan hukum nasional, hukum Islam pada hakekatnya meliputi etika dan hukum, dunia dan akhirat, serta masjid (agama) dan negara. Hukum Islam tidak membedakan aturan yang dipaksakan oleh kesadaran individual dengan aturan yang dipaksakan oleh pengadilan atau negara. Oleh karena para akademisi/ahli memiliki kemampuan untuk mengetahui hukum secara langsung dari wahyu (revelation), orang biasa diharapkan meminta pendapat (fatwa) dari ahli yang qualified untuk hal-hal yang meragukan; jika mereka mengikutinya dengan jujur, maka mereka tidak dapat dipersalahkan walaupun fatwa tersebut tidak benar. Penerapan hukum Islam dalam kegiatan perbankan/keuangan atau kegiatan ekonomi lainnya yang modern bukanlah pekerjaan yang sederhana. Dalam konteks seperti di atas, studi mengenai hokum perbankan syariah atau hokum keuangan syariah menjadi suatu studi yang menarik dan menantang untuk dunia hukum di Indonesia dimana hukum positif (hukum yang berlaku) di negara Indonesia berbeda dengan yang berlaku dengan hukum agama (Islam). Indonesia bukan negara Islam dan oleh karenanya pemberlakuan hukum Islam tidak dapat diberlakukan secara otomatis dalam kehidupan sosial-kemasyarakatan kita. Pemberlakuan hukum agama (Islam) harus melalui proses yang disebut sebagai proses “positivisasi” hukum Islam. Dalam hal ini, hokum syariah diterima oleh negara dalam peraturan perundang-undangan positif yang berlaku secara nasional. Oleh karena itu, bank syariah yang didirikan di negara yang system hukumnya dipinjam atau berasal dari hukum barat, seperti Indonesia, harus mengikuti tidak saja hukum syariah, tapi juga semua hukum nasional yang secara langsung atau tidak langsung mengatur bank syariah. Aspek hukum perbankan syariah, khususnya di Indonesia merupakan bidang yang baru di bidang ilmu hukum dan masih memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan ilmu hukum ini di masa mendatang. Interaksi yang intense antara hukum nasional dan hukum Islam telah menjadikan bidang ilmu ini sangat menantang dari aspek hukum maupun dari aspek politik. Perkembangan dari peraturan perundang-undangan dan regulasi di bidang perbankan dan keuangan syariah belum diikuti secara memadai oleh studi ilmu hukum. Interaksi antara hukum nasional dan hukum Islam tersebut telah menjadikan bidang ilmu hukum ini menarik untuk didalami. Setelah sekian lama adanya
13
dominasi hokum barat sebagai sumber-sumber hokum nasional, kini kita ditantang untuk melihat hukum Islam sebagai salah satu sumber hukum utama dalam menciptakan salah satu hukum yang sangat penting yaitu hokum perbankan dan keuangan syariah. Keberhasilan pengembangan ilmu hukum perbankan/keuangan syariah ini akan dapat menentukan keberhasilan pengembangan ilmuilmu hukum lainnya yang bersumberkan dari agama (Islam). Dengan diberlakukannya Undang- Undang No. 10 Tahun 1998 tantang perubahan atas UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, maka legalitas hukum baik dari aspek kelembagaan dan kegiatan usaha bank syariah telah diakomodir dengan jelas dan menjadi landasan yuridis yang kuat bagi perbankan dan para pihak yang berkepentingan. Demikian pula dengan berlakunya Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia telah memberikan landasan hukum yang kuat kepada Bank Indonesia untuk melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap perbankan Syariah. Pada dasarnya pengaturan hokum kegiatan usaha bank syariah diupayakan untuk diberlakukan secara “equal treatment regulations” atau prinsip kesetaraan hukum. Namun demikian kadangkala terdapat pengaturan yang bersifat khusus terhadap kegiatan usaha bank syariah yang disesuaikan dengan karakter usaha bank Syariah yang memiliki perbedaan yang sangat mendasar dibandingkan bank konvensional. Karakter kegiatan usaha bank Syariah yang berbeda dengan bank konvensional sudah berlaku standar dan diterima secara universal diterapkan pada berbagai negara yang mengadopsi system perbankan syariah. Standarisasi yang dilakukan seperti dalam penerapan akuntansi dan audit bank syariah yang diperlakukan secara khusus sebagaimana ditentukan dalam standar internasional untuk akuntansi dan audit lembaga keuangan syariah yang diterbitkan oleh AAOIFI Bahrain. Dalam kegiatan usaha bank syariah peranan DPS juga sangat penting dalam rangka menjaga kegiatan usaha bank syariah agar senantiasa berjalan sesuai dengan nilai-nilai syariah, DPS harus independen dan terdiri dari para pakar Syariah Muamalah yang juga memiliki pengetahuan dasar bidang perbankan. Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari DPS wajib mengikuti fatwa DSN. DSN merupakan badan independen yang mempunyai kewenangan mengeluarkan fatwa syariah terhadap produk dan jasa lembaga keuangan syariah di Indonesia. Saat ini terdapat dua issues yang akan sangat berpengaruh kepada perkembangan hukum perbankan syariah dan perkembangan perbankan syariah itu sendiri ke depan yang
14
pertama adalah nasib RUU Perbankan Syariah yang saat ini masih sedang dalam tahap pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan masuknya sengketa ekonomi syariah ke dalam kompetensi Peradilan Agama. Apabila kelak RUU Perbankan syariah disahkan menjadi Undang-undang diperkirakan bahwa perkembangan perbankan syariah akan menjadi lebih pesat lagi. Hal tersebut disebabkan RUU Perbankan Syariah telah memungkinkan ruang gerak yang lebih besar kepada kegiatan perbankan syariah yang tidak ”dibatasi” oleh pengertian dan batasan-batasan kegiatan perbankan konvensional yang cenderung lebih restriktif apabila dibandingkan dengan kegiatan perbankan syariah, khususnya di wilayah investasi dan perdagangan. Dengan demikian bank syariah maupun nasabah bank akan memiliki keyakinan yang lebih tinggi di dalam melakukan kegiatan bisnis perbankan syariah. RUU Perbankan Syariah juga diharapkan dapat menjawab berbagai persoalan yang terkait dengan kewenangan dan koordinasi antar lembagalembaga yang berwenang terhadap pengaturan dan pengawasan perbankan syariah. Kejelasan kewenangan ini sangat diperlukan agar dapat menciptakan situasi yang kondusif bagi perkembangan perbankan syariah, dan dapat mendorong menciptakan suatu struktur kelembagaan dan hokum yang sesuai dengan kondisi ekonomi, politik dan hukum nasional. RUU ini diharapkan juga dapat memberikan pedoman dan arah yang jelas dalam hal penyelesaian sengketa di dalam maupun di luar pengadilan. Dalam hal kompetensi peradilan, perkembangan yang menarik adalah dilakukannya perubahan atas Undang-undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006. Perubahan yang dimaksud adalah tambahan dan perluasan kewenangan pengadilan agama yang meliputi juga bidang zakat, infaq dan ekonomi syariah. Sengketa ekonomi syariah yang dimaksud tidak saja meliputi bank syariah melainkan juga bidang ekonomi syariah lainnya seperti asuransi syariah, reksa dana syariah, obligasi syariah, dan sekuritas syariah. Walaupun banyak kalangan menyambut baik amandemen Undang-undang Tentang Peradilan agama yang meliputi sengketa ekonomi syariah, nampaknya hal tersebut masih memerlukan proses perbaikan sarana dan prasar Pengadilan Agama. Disamping itu, dikhawatirkan bahwa dengan dimasukannya sengketa perbankan syariah menjadi kompetensi Peradilan Agama diperkirakan secara psikologis dan politis akan menghambat perkembangan perbankan syariah dalam waktu mendatang. Dengan mempertimbangkan bahwa lebih dari 98% kegiatan perbankan di Indonesia masih merupakan kegiatan perbankan konvensional,
15
maka pemberlakuan UU Peradilan Agama terhadap sengketa perbankan syariah ini dikesankan menjadi kegiatan ekslusif keagamaan (Islam). Walaupun dimungkinkan konsep penundukan diri secara sukarela bagi non Islam kepada hukum Islam, secara psikologis dan politis akan menyulitkan mengingat dalam system hukum nasional dengan kedudukan warga negara yang sama konsep penundukan hukum akan mengesankan orang non muslim dalam posisi inferior. Dalam tahaptahap perkembangan awal perbankan syariah dewasa ini akan lebih baik nampaknya untuk memberikan kompetensi sengketa perbankan syariah dan ekonomi syariah lainnya dalam kompetensi peradilan umum (niaga). Dengan cara ini kegiatan perbankan (ekonomi) syariah akan dikesankan menjadi kegiatan inklusif alternative perekonomian bagi orangorang beragama Islam maupun non Islam di Indonesia. Dengan demikian konsep Islam sebagai rahmatan lil alamin akan lebih dirasakan dalam tataran praktek bisnis dan perekonomian nasional. Di masa mendatang harus lebih dilakukan kajian yang mendalam dan komprehensif mengenai arah pendekatan pengembangan perbankan syariah (ekonomi syariah), agar antara pengembangan praktikpraktik kegiatan ekonomi syariah akan lebih sejalan dan saling mendukung dengan pengembangan infrastruktur hukum perbankan syariah (ekonomi syariah). Hukum harus sedemikian rupa mendorong perkembangan perbankan syariah, dan bukan sebaliknya mendiscourage perkembangan kegiatan perbankan syariah.
16
BAB III SISTEM PERBANKAN SYARIAH A. Dasar Hukum Bank Syariah Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun1992 tentang perbankan pasal 1 ayat 3 menetapkan bahwa salah satu bentuk usaha adalah menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan izin berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Poko-pokok ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain : a. Kegiatan usaha dan produk-produk Bank berdasarkan Prinsip Syariah. b. Pembentukan dan tugas Dewan Pengawas Syariah. c. Persyaratan bagi pembukaan Kantor Cabang yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah. Pasal ini merupakan revisi terhadap masalah yang sama pada UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan pasal 6 huruf m yang menetapkan bahwa salah satu bentuk usaha bank umum adalah menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah. Perubahan tersebut pada dasarnya menyangkut tiga hal yaitu : a. Istilah „prinsip bagi hasil‟ diganti dengan „prinsip syariah‟, meskipun esensinya tidak berbeda. b. Ketentuan rinci semula ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah kemudian diganti dengan „ketentuan Bank Indonesia‟. c. UU lama hanya menyebutkan bagi hasil dalam hal penyediaan dana saja, sedangkan UU yang baru menyebutkan prinsip bagi hasil dalam hal penyediaan dana dan juga dalam kegiatan lain. Kegiatan lain bisa diterjemahkan dalam banyak hal yang mencakup penghimpunan dan penggunaan dana. Secara umum dengan diundangkannya UU no. 10 Tahun 1998 tersebut, posisi bank bagi hasil ataupun bank atas dasar Prinsip Syariah secara tegas diakui oleh UndangUndang. Bank Umum yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional dapat juga melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah melalui:
17
a. Pendirian Kantor Cabang atau kantor di bawah kantor cabang baru. b. Pengubahan Kantor Cabang atau kantor di bawah kantor cabang
yang melakukan
kegiatan usaha secara konvensional menjadi kantor yang melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah. Dalam rangka persiapan perubahan kantor bank tersebut, kantor cabang atau kantor di bawah kantor cabang yang sebelumnya melakukan kegiatan usaha secara konvensional dapat terlebih dahulu membentuk unit tersendiri yang melaksanakan kegiatan berdasarkan prinsip syariah di dalam kantor bank tersebut. Bank Umum yang sejak awal kegiatannya berdasarkan prinsip syariah tidak diperbolehkan melakukan kegiatan usaha secara konvensional. Bank Perkreditan Rakyat yang melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah tidak diperkenankan melaksanakan kegiatan secara konvensional. Demikian juga Bank Perkreditan Rakyat yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional tidak diperkenankan melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah. B. Dewan Pengawas, Dewan Komisaris dan Direksi Bank Syariah Berdasarkan UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 dan Surat Keputusan Direktur BI No. 32/34.KEP/DIR 12 Mei 1999 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Syariah, kepengurusan Bank Syariah terdiri dari Dewan Komisaris dan Direksi, di samping itu bank wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah yang berkedudukan di kantor pusat bank. Dewan pengawas Syariah yang bersifat independen, yang dibentuk oleh Dewan Syariah Nasional. Persyaratan Dewan Pengawas Syariah diatur oleh Dewan Syariah Nasional. Dewan Pengawas Syariah berfungsi mengawasi kegiatan usaha bank agar sesuai dengan prinsip syariah. Dalam melaksanakan fungsinya. Dewan Pengawas Syariah wajib mengikuti fatwa Dewan Syariah Nasional. Anggota Dewan Komisaris dan Direksi wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Tidak termasuk dalam daftar orang tercela dibidang perbankan sesuai dengan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. b. Memiliki kemampuan dalam menjalankan tugasnya. c. Menurut penilaian Bank Indonesia yang bersangkutan memiliki integritas yang baik. Integritas yang baik diartikan sebagai : 2. Memiliki akhlak dan moral yang baik. 3. Mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.
18
3. Memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan operasional bank yang sehat. 4. Dinilai layak dan wajar untuk menjadi anggota Dewan Komisaris dan Direksi Bank. Bank yang sebagian sahamnya dimiliki oleh pihak asing dapat menempatkan warga negara asing sebagai anggota Dewan Komisaris dan Direksi. Di antara anggota Dewan Komisaris dan Direksi Bank, sekurang-kurangnya terdapat satu orang anggota Dewan Komisaris dan satu orang anggota direksi berwarga negara Indonesia. Jumlah anggota Dewan Komisaris sekurang-kurangnya dua orang Anggota Dewan Komisaris memiliki pengetahuan dan/atau pengalaman di bidang perbankan. Anggota Dewan Komisaris hanya dapat merangkap jabatan : a. Sebagai anggota Dewan Komisaris sebanyak-banyaknya pada satu bank lain atau Bank Perkreditan Rakyat, atau b. Sebagai anggota Dewan Komisaris, Direksi atau Pejabat Eksekutif yang memerlukan tanggung jawab penuh sebanyak-banyaknya pada dua perusahaan lain bukan Bank Perkreditan Rakyat. Pejabat Eksekutif adalah pejabat yang mempunyai pengaruh terhadap kebijakan perusahaan yang bertanggung jawab langsung kepada Direksi. Mayoritas anggota Dewan Komisaris dilarang memiliki berjumlah tiga orang.
19
BAB IV KONSEP DASAR BANK SYARIAH A. Konsep Dasar Bank Syariah Islam memandang bahwa bumi dengan segala isinya merupakan amanah Allah kepada khalifah dan dipergunakan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan bersama. Dalam Al-Qur‟an dijelaskan bahwa tugas khalifah untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan dalam kehidupan (al-An‟am:165). Allah memberikan nikmat kepada manusia yaitu manhaj al-hayat dan wasilah al-hayat. Konsep ini merupakan prinsip umat manusia untuk mengelola alam ini dengan ketentuan dan aturan yang digariskan oleh Allah SWT. Aturan-aturan tersebut merupakan jaminan keselamatan manusia dalam hidupnya, baik keselamatan agama, keselamatan diri (jiwa dan raga), keselamatan akal, keselamatan harta, maupun keselamatan nasab keturunan sebagai al-haajat adh-dharuriyah. Dalam tatanan kehidupan manusia dibutuhkan konsistensi untuk melahirkan suatu tatanan kehidupan yang baik atau disebut sebagai hayatan thayyibah (an-Nahl: 97). Pandangan di atas mendorong umat islam untuk memformulasikan tatanan kehidupan sesuai dengan ajaran agama tentang pengelolaan harta dan kegiatan ekonomi. Pandangan tersebut dikatakan bahwa pemilik mutlak terhadap segala sesuatu di muka bumi termasuk harta benda adalah milik allah SWT. Karena kepemilikan manusia bersifat relatif terbatas untuk melaksanakan amanah mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuan bahwa :
“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka, orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya mendapatkan pahala yang besar “(al-Hadiid: 7)
20
Kemudian status harta yang dimiliki manusia sebagai amanah (trust), perhiasan hidup yang dinikmati dengan baik dan tidak berlebihan, ujian keimanan, dan bakal ibadah. Kepemilikan harta dapat dilakukan dengan melalui a‟mal (usaha) atau ma‟isyah (mata pencaharian) yang halal sesuai dengan ketentuan Allah SWT.
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik………(al-Baqarah: 267). Demikian pula dalam hadits, Rasulullah SAW. bersabda: Mencari rezeki yang halal adalah wajib setelah kewajiban yang lain (HR. Thabrani). Ketentuan untuk mencari harta melalui usaha dijelaskan juga bahwa manusia harus melalui cara yang benar dan dilarang menempuh usaha yang haram seperti : kegiatan riba, perjudian, jual beli yang diharamkan, mencuri, merampok, curang dalam timbangan, melalui cara-cara yang batil dan merugikan, serta suap-menyuap. Dengan prinsip tersebut, munculnya bank syariah sangat dipengaruhi oleh tuntutan umat Islam yang menganggap bahwa bank konvensional tidak sesuai dengan ajaran agama islam. Praktik bank konvensional menerapkan konsep bunga merupakan prinsip tidak diterima oleh orang Islam karena bunga sama dengan riba. Di samping itu juga, bank konvensional juga tidak memenuhi aspek keadilan dimana bank konvensional memberi peluang terjadinya kesenjangan pendapatan dan kekayaan dalam masyarakat. Berlawanan dengan semangat serta komitmen Islam terhadap persaudaraan dan keadilan sosialekonomi. B. Perbedaan Praktik Bank Syariah dan Konvensional Perbedaan bank konvensional dan bank syariah cukup mendasar yaitu : aspek illegal, dan aspek usaha yang dibiayai sesuai dengan konsep dasar pengelolaan harta dalam ajaran Islam. Aspek illegal di bank syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad dilakukan berdasarkan hukum Islam. Sedangkan aspek usaha (bisnis) yang dibiayai, dalam bank syariah tidak memungkinkan membiayai usaha yang terkandung di dalamnya hal-hal diharamkan. Hal-hal tersebut harus dipastikan; obyek pembiayaan halal atau haram, proyek yang menimbulkan kemudharatan
21
untuk masyarakat, proyek berkaitan dengan perbuatan asusila, pembiayaan berkaitan dengan perjudian, dan sebagainya. Dalam praktik bank syariah dan konvensional menunjukkan perbedaan yang sangat jelas seperti dalam bunga dan bagi hasil sebagaimana disajikan dalam tabel berikut : Tabel 1. Perbedaan antara Bank Syariah dan Bank Konvensional Bank Syariah Bank Konvensional 1 Investasi yang halal 1 Investasi halal dan haram 2 Prinsip bagi hasil, jual beli, atau sewa
2
Memakai perangkat bunga
3 Profit dan falah oriented
3
Profit Oriented
4 Hubungan kemitraan
4
Hubungan debitur-kreditur
5 Penghimpunan dan pengeluaran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah
5
Tidak dapat dewan sejenis
Sumber: Antonio 2001
1
2 3
4
5
Tabel 2. Perbedaan antara Bunga dan Bagi Hasil Bunga Bagi Hasil Penentuan bunga dibuat pada waktu 1 Penentuan besarnya rasio bagi hasil akad dengan asumsi harus selalu untung dibuat saat akad dengan pedoman pada kemungkinan untung & rugi Besarnya presentase berdasarkan modal 2 Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan yang dipinjamkan jumlah untung yang diperoleh Pembayaran bunga tetap seperti yang 3 Bagi hasil tergantung pada dijanjikan tanpa pertimbangan apakah keuntungan atau kerugian proyek proyek yang dijalankan oleh pihak yang dijalankan nasabah untung atau rugi Jumlah pembayaran bunga tidak 4 Jumlah pembagian laba meningkat meningkat walaupun jumlah keuntungan sesuai peningkatan jumlah berlipat pendapatan Eksistensi bunga diragukan 5 Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil
Sumber: Antonio (2001)
22
Dalam ajaran islam juga dijelaskan bahwa praktik bunga adalah haram, dimana bunga dianggap sebagai riba, karena riba merupakan penambahan yang diambil tanpa adanya suatu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah, dan yang dimaksud transaksi pengganti yaitu transaksi bisnis atau komersial yang melegitimasi adanya penambahan tersebut secara adil, seperti : transaksi jual-beli, gadai, sewa, atau bagi hasil. C. Prinsip Dasar Perbankan Syariah Prinsip-prinsip dasar sistem ekonomi Islam akan menjadi dasar beroperasinya bank syariah yaitu yang paling menonjol adalah tidak mengenal konsep bunga uang dan yang tidak kalah pentingnya adalah untuk tujuan komersial. Islam tidak mengenal peminjaman uang tetapi melalui kemitraan/ kerjasama (mudarabah dan musyarakah) dengan prinsip bagi hasil, sedang peminjaman uang hanya dimungkinkan untuk tujuan sosial tanpa adanya imbalan apapun. (Antonio, 2001). Menurut Antonio (2001), di dalam menjalankan operasinya fungsi bank syariah terdiri dari: 1. Sebagai penerima amanah untuk melakukan investasi atas dana-dana yang dipercayakan oleh pemegang, rekening investasi / deposan atas dasar prinsip bagi hasil sesuai dengan kebijakan investasi bank. 2. Sebagai pengelola investasi atas dana yang dimiliki oleh pemilik dana / sahibul mall sesuai dengan arahan investasi yang dikehendaki oleh pemilik dana (dalam hal ini bank bertindak sebagai manajer investasi). 3. Sebagai penyedia jasa lalulintas pembayaran dan jasa-jasa lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. 4. Sebagai pengelola fungsi sosial seperti pengelola dana zakat dan penerimaan serta penyaluran dana kebajikan. Dari fungsi tersebut, menurut Antonio (2001) prinsip bank syariah terdiri dari: 1. Prinsip Wadi‟ah adalah titipan dimana pihak pertama menitipkan dan atau benda kepada pihak kedua selaku penerima titipan dengan konsekwensi titipan tersebut sewaktu-waktu dapat diambil kembali, dimana penitip dapat dikenakan biaya penitipan. Berdasarkan kewenangan yang diberikan, maka Wadi‟ah menjadi Wadi‟ah Yad adh Dhamanah yang berarti penerima titipan berhak mempergunakan dana/barang titipan untuk didayagunakan tanpa ada kewajiban penerima titipan untuk memberikan
23
imbalan kepada penitip dengan tetap pada kesepakatan dapat diambil pada saat diperlukan, sedangkan Wadi‟ah Yad al Amanah tidak memberikan kewenangan kepada penerima titipan untuk mendayagunakan dana/barang yang dititipkan. 2. Prinsip Mudharabah yaitu perjanjian antara dua pihak dimana pihak pertama sebagai pemilik dana (sahibul maal) dan pihak kedua sebagai pengelola dana (mudahrib) untuk mengelola suatu kegiatan ekonomi dengan menyepakati nisbah bagi hasil atas keuntungan yang akan diperoleh sedangkan kerugian yang timbul adalah resiko pemilik dana sepanjang tidak terdapat bukti bahwa mudharib melakukan kecurangan atau tindakan yang tidak amanah (misconduct). Berdasarkan kewenangan yang diberikan kepada mudharib, maka mudharabah mutlaqah dimana mudharib diberikan kewenangan sepenuhnya untuk menentukan pilihan investasi yang dikehendaki, sedangkan jenis lain adalah mudharabah muqayyaddah dimana arahan investasi ditentukan
oleh
pemilik
dana,
sedangkan
mudharib
bertindak
sebagai
pelaksana/pengelola. 3. Prinsip Musyarakah yaitu perjanjian antara pihak-pihak untuk menyertakan modal dalam suatu kegiatan ekonomi dengan pembagian keuntungan atau kerugian sesuai nisbah yang disepakati. Musyarakah dapat bersifat tetap atau bersifat temporer dengan penurunan secara periodik atau sekaligus diakhir masa proyek. 4. Prinsip Jual Beli (Al Buyu‟), terdiri dari: a. Murabahah yaitu akad jual beli antara dua belah pihak dimana pembeli dan penjual menyepakati harga jual yang terdiri dari harga beli ditambah ongkos pembelian dan keuntungan bagi penjual. Murabahah dapat dilakukan secara tunai bisa juga secara bayar tangguh atau bayar dengan angsuran. b. Salam yaitu pembelian barang dengan pembayaran dimuka dan barang diserahkan kemudian. c. Ishtisna‟ yaitu pembelian barang melalui pesanan dan diperlukan proses untuk pembuatannya sesuai dengan pesanan pembeli dan pembayaran dilakukan dimuka sekaligus atau secara bertahap. 5. Jasa-jasa terdiri dari: a. Ijarah yaitu kegiatan penyewaan suatu barang dengan imbalan pendapatan sewa, bila terdapat kesepakatan pengalihan pemilikan pada akhir masa sewa disebut Ijarah muntahiya bi tamlik (sama dengan operation lease).
24
b. Wakalah yaitu pihak pertama memberi kuasa kepada pihak kedua (sebagai wakil) untuk urusan tertentu dimana pihak kedua mendapat imbalan berupa fee atau komisi. c. Kafalah yaitu pihak pertama bersedia menjadi penanggung atas kegiatan yang dilakukan oleh pihak kedua sepanjang sesuai dengan yang perjanjian, dimana pihak pertama menerima imbalan berupa fee atau komisi (garansi). d. Sharf yaitu pertukaran/jual beli mata uang yang berbeda dengan penyerahan segera/spot berdasarkan kesepakatan harga sesuai dengan harga pasar pada saat pertukaran. 6. Prinsip Kebajikan yaitu penerimaan dan penyaluran dana kebajikan dalam bentuk infaq shadaqah dan lainnya serta penyaluran alqurdul hasan yaitu penyaluran dana dalam bentuk pinjaman untuk tujuan menolong golongan miskin dengan penggunaan produktif tanpa diminta imbalan kecuali pengembalian pokok hutang.
25
BAB V OPERASIONAL BANK SYARIAH A. Penghimpunan Dana Sebagaimana pada bank konvensional, penghimpunan dana pada bank syariah dapat berbentuk giro, tabungan, dan deposito, sedangkan BPRS hanya dapat melayani tabungan dan deposito. Namun demikian mekanisme operasional penghimpunan dana ini harus disesuaikan dengan prinsip syariah. Menurut Antonio (2001) prinsip operasional bank syariah yang telah diterapkan secara luas dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip Wadi‟ah dan Mudharabah. 1. Prinsip Wadi‟ah Dalam kegiatan penghimpunan dana masyarakat di bank syariah prinsip Wadi‟ah dapat diterapkan pada rekening giro dan tabungan. Dengan demikian terdapat 2 (dua) jenis penghimpunan dana berdasarkan prinsip Wadi‟ah yaitu Giro Wadi‟ah dan Tabungan Wadi‟ah. Prinsip Wadi‟ah yang berlaku baik untuk rekening giro maupun tabungan: a. Prinsip Wadi‟ah yang diterapkan adalah wadi‟ah yad dhamanah, yang dapat memanfaatkan dan menyalurkan dana yang disimpan serta menjamin bahwa dana tersebut dapat ditarik setiap saat oleh pemilik dana. Namun demikian tidak boleh mengalami saldo negatif (overdraft). b. Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau ditanggung bank, sedangkan pemilik dana tidak memperoleh imbalan atau menanggung kerugian. Manfaat yang diperoleh pemilik dana adalah jaminan keamanan terhadap simpanannya serta fasilitas-fasilitas giro dan tabungan lainnya. Bank dapat memberikan bonus kepada pemilik dana namun tidak boleh menjanjikan sebelumnya. c. Bank harus membuat akad pembukaan rekening yang isinya mencakup izin penyaluran dana yang disimpan dan persyaratan lain yang disepakati selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah. 2. Prinsip Mudharabah Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak pemilik dana, prinsip mudharabah terbagi dua yaitu mudharabah mutlaqah dan mudharabah muqayyadah dapat diterapkan untuk pembukaan rekening tabungan.
26
a. Mudharabah Mutlaqah Dalam kegiatan penghimpunan dana pada bank syariah prinsip mudharabah mutlaqah dapat diterapkan untuk pembukaan rekening tabungan dan deposito sehingga terdapat dua jenis penghimpunan dana berdasarkan prinsip ini yaitu: Tabungan Mudharab dan Deposito Mudharabah. Prinsip mudharabah berikut ini berlaku baik untuk tabungan maupun deposito. (1) Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tatacara pemberian keuntungan dan/atau perhitungan pembagian keuntungan serta resiko yang dapat timbul dari penyimpanan dana. (2) Untuk tabungan mudharabah, bank dapat memberikan buku tabungan sebagai bukti penyimpanan, serta kartu ATM dan/atau alat penarikan lainnya kepada penabung. Untuk deposito mudharabah, bank wajib memberikan sertifikat atau tanda penyimpanan (bilyet) deposito kepada deposan. (3) Tabungan mudharabah dapat diambil setiap saat oleh penabung sesuai dengan perjanjian yang disepakati, namun tidak boleh mengalami saldo negatif (overdraft). Deposito mudharabah hanya dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu yang disepakati. Deposito yang diperpanjang setelah jatuh tempo akan diperlakukan sama seperti deposito baru, tetapi bila pada akad sudah dicantumkan perpanjangan otomatis, maka tidak perlu dibuat akad baru. (4) Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan tabungan dan deposito tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. b. Mudharabah Muqayyadah Jenis ini merupakan simpanan khusus (restricted investment) dimana pemilik dana menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus diikuti oleh bank. Ciri jenis simpanan ini adalah sebagai berikut: (1) Pemilik dana menetapkan syarat penyaluran dana. Untuk itu wajib membuat akad yang mengatur persyaratan penyaluran dana simpanan khusus, (2) Sebagai tanda bukti simpanan bank menerbitkan bukti simpanan khusus. Bank wajib memisahkan dana dari rekening simpanan khusus dengan dana dari rekening lainnya. Dana simpanan khusus harus disalurkan secara langsung kepada pihak yang diamanatkan oleh pemilik dana. B. Penyaluran Dana Dalam penyaluran dana bank syariah harus berpedoman kepada prinsip kehatihatian. Sehubungan dengan hal itu bank diwajibkan untuk meneliti secara seksama calon
27
nasabah penerima dan berdasarkan azas pembiayaan yang sehat. Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan penyaluran dana perbankan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Menurut Antonio (2001), dalam menyalurkan dana kepada nasabah, secara garis besar terdapat 4 (empat) kelompok prinsip operasional syariah, yaitu prinsip jual beli (bai‟), sewa beli (ijarah wa iqtina), bagi hasil (syirkah), dan pembiayaan lainnya. 1. Prinsip Jual Beli (Bai‟) Prinsip jual beli meliputi Murabahah, Salam, dan Istishna‟. a. Murabahah Prinsip murabahah umumnya diterapkan dalam pembiayaan pengadaan barang investasi. Skim murabahah sangat berguna bagi seorang yang membutuhkan barang secara mendesak tetapi kekurangan dana. Ia kemudian menerima pada bank agar membiayai pembelian barang tersebut dan bersedia menebusnya pada saat barang diterima. b. Salam Salam adalah pembelian barang untuk penghantaran (delivery) yang ditangguhkan dengan pembayaran dimuka. Salam dalam perbankan biasanya diaplikasikan pada pembiayaan berjangka pendek untuk produksi agribisnis atau industri sejenis lainnya. Apabila hasil produksi yang diterima cacat atau tidak sesuai dengan akad, maka produsen harus bertanggung jawab dengan cara antara lain mengembalikan dana yang telah diterimanya atau mengganti dengan barang yang sesuai pesanan. Mengingat bank tidak menjadikan barang yang dibeliatau dipesan sebagai persediaan (inventory). c. Istishna‟ Prinsip istishna‟ menyerupai salam, namun istishna‟ pembayarannya dapat dilakukan dimuka, dicicil atau dibelakang. Skim istishna‟ dalam bank syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur, industri kecil-menengah dan konstruksi. 2. Prinsip Sewa Beli (Ijarah Wa Iqtina/Ijarah Muntahiyyah Bittamlik) Ijarah Wa Iqtina (Ijarah Muntahiyyah Bittamlik) adalah akad sewa menyewa suatu barang antara bank dengan nasabah dimana nasabah diberi kesempatan untuk membeli obyek sewa pada akhir akad atau dalam dunia usaha dikenal dengan financial lease. Harga dan sewa beli ditetapkan bersama diawal perjanjian.
28
3. Prinsip Bagi Hasil (Syrkah) Prinsip bagi hasil meliputi musyarakah, mudharabah, mutlaqah, dan mudharabah muqayyadah. a. Musyarakah Musyarakah dalam perbankan diaplikasikan untuk pembiayaan proyek dimana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Semua modal dicampur untuk dijadikan modal proyek musyarakah dan dikelola bersama. Secara umum, aplikasi perbankan dari musyarakah dapat dilihat dalam gambar. 2. b. Mudharabah Mutlaqah Dalam prinsip ini jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal harus berupa uang tunai dan apabila modal diserahkan secara bertahap, harus jelas tahapannya dan disepakati bersama. Hasil dari pengelolaan modal pembiayaan mudharabah diperhitungkan dengan cara: 1) perhitungan dari pendapatan proyek (revenue sharing), 2) perhitungan dari keuntungan proyek (profit sharing). Gambar 1. Musyarakah PERJANJIAN BAGI HASIL
Modal
Nasabah (Mudharib)
Bank (Shahibul Mal) PROYEK/USAHA
PEMBAGIAN KEUNTUNGAN/KERUGIAN
Bagi Hasil Keuntungan Sesuai Porsi Kontribusi Modal Sumber : Antonio (2001)
29
c. Mudharabah Muqayyadah Cirinya pada dasarnya sama dengan persyaratan pada mudharabah mutlaqah. Perbedaannya adalah penyediaan modal hanya untuk kegiatan tertentu dan dengan syarat yang sepenuhnya ditetapkan oleh bank. Secara umum, aplikasi perbankan mudharabah dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 2. Mudharabah PERJANJIAN BAGI HASIL
Nasabah (Mudharib) Keterampilan
Bank (Shahibul Mal)
Modal 100 %
PROYEK/USAHA
PEMBAGIAN KEUNTUNGAN MODAL Nisbah X
Nisbah Y Sumber : Antonio (2001)
Pengambilan Modal Pokok
30
BAB VI PRODUK-PRODUK BANK SYARIAH A. Al-wadi’ah (Simpanan) Al-Wadi‟ah atau dikenal dengan nama titipan atau simpanan, merupakan titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik perorangan maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikain kapan saja bila si penitip menghendaki. 1. Penerima simpanan disebut yad al-amanah yang artinya tangan amanah. Si penyimpan tidak bertanggung jawab atas segala kehilangan dan kerusakan yang terjadi pada titipan selama hal itu bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan yang bersangkutan dalam memelihara barang titipan. 2. Penggunaan uang titipan harus terlebih dulu meminta izin kepada si pemilik uang dan dengan catatan si pengguna uang menjamin akan mengembalikan uang tersebut secara utuh. Dengan demikian prinsip yad al-amanah (tangan amanah) menjadi yad adh-dhamanah (tangan penanggung). 3. Konsekuensi dari diterapkannya prinsip yad adh-dhamanah pihak bank akan menerima seluruh keuntungan dari penggunaan uang, namun sebaliknya bila mengalami kerugian juga harus ditanggung oleh bank. 4. Sebagai imbalan kepada pemilik dana disamping jaminan keamanan uangnya juga akan memperoleh fasilitas lainnya seperti insentif atau bonus untuk giro wadiah. Artinya bank tidak dilarang untuk memberikan jasa atas pemakaian uangnya berupa insentif atau bonus, dengan catatan tanpa perjanjian terlebih dulu baik nominal maupun persentase dan ini murni merupakan kebijakan bank sebagai pengguna uang. Pemberian jasa berupa insentif atau bonus biasanya digunakan istilah nisbah atau bagi hasil antara bank dengan nasabah. Bonus biasanya diberikan kepada nasabah yang memiliki dana rata-rata minimal yang telah ditetapkan. 5. Dalam praktiknya nisbah antara bank (shahibul maal) dengan deposan (mudharib) biasanya bonus untuk giro wadiah sebesar 30%, nisbah 40%:60% untuk simpanan tabungan dan nisbah 45%:55% untuk simpanan deposito.
31
Contoh rekening giro Wadiah : Tn. Baris memiliki rekening giro wadiah di Bank Muamalat Sungailiat dengan saldo rata-rata pada bulan Mei 2002 adalah Rp 1.000.000,-. Bonus yang diberikan Bank Muamalat Sungailiat kepada nasabah adalah 30% dengan saldo rata-rata minimal Rp 500.000,-. Diasumsikan total dana giro wadiah di Bank Muamalat Sungailiat adalah Rp 500.000.000,-. Pendapatan Bank Muamalat Sungailiat dari penggunaan giro wadiah adalah Rp 20.000.000,-. Pertanyaan : Berapa bonus yang diterima oleh Tn. Baris pada akhir bulan Mei 2002. Jawab : Rp 1.000.000,Bonus yang diterima =
=
x Rp 20.000.000,- x 30 % Tn. Baris Rp 500.000.000,- (sebelum dipotong pajak) Rp 12.000,-
Contoh Perhitungan Keuntungan Tabungan Mudharabah :
Tn. Derani memiliki tabungan di Bank Syariah Pangkal Pinang. Pada bulan juni 2002 Saldo rata-rata tabungan Tn. Derani adalah sebesar Rp 10.000.000,-. Perbandingan bagi hasil (nisbah) antara Bank Syariah Pangkal Pinang dengan deposan adalah 40%:60%. Saldo rata-rata tabungan per-bulan di seluruh Bank Syariah Pangkal Pinang adalah Rp 10.000.000.000,-. Kemudian pendapatan Bank Syariah Pangkal Pinang yang dibagihasilkan adalah Rp 40.000.000,-.
Pertanyaan : Berapa keuntungan Tn. Derani pada bulan yang bersangkutan. Jawab : Rp 10.000.000,Keuntungan = Tn. Derani =
x Rp 40.000.000,- x 60 % Rp 10.000.000.000,- (sebelum dipotong pajak) Rp 24.000,-
32
Contoh Perhitungan Keuntungan Deposito Mudharabah : Tn. Rahman Hakim memiliki deposito sebesar Rp 100.000.000, untuk jangka waktu 1 bulan di Bank Syariah Belinyu. Bagi hasil (nisbah) antara Bank Syariah Belinyu dengan nasabah adalah 45%:55%. Saldo rata-rata deposito per bulan di Bank Syariah Belinyu adalah Rp 10.000.000.000,-. Kemudian pendapatan yang dibagihasilkan di Bank Syariah Belinyu adalah Rp 500.000.000, -. Pertanyaan : Berapa keuntungan Tn. Rahman Hakim dari nisbah yang ditetapkan. Jawab: Rp 100.000.000,Keuntungan
= Rp 10.000.000.000,=
x Rp 500.000.000,- x 55% nasabah (sebelum dipotong pajak)
Rp 2.750.000,-
B. Pembiayaan dengan bagi basil 1.
Al-musyarakah Al-musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk melakukan usaha tertentu. Masing-masing pihak memberikan dana atau amal dengan kesepakatan bahwa keuntungan atau resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. AI-musyarakah dalam praktik perbankan diaplikasikan dalam hal pembiayaan proyek. Dalam hal ini nasabah yang dibiayai dengan bank sama-sama menyediakan dana untuk melaksanakan proyek tersebut. Keuntungan dari proyek dibagi sesuai dengan kesepakatan untuk bank setelah terlebih dulu mengembalikan dana yang dipakai nasabah. Al-musyarakah dapat pula dilakukan untuk kegiatan investasi seperti pada lembaga keuangan modal ventura.
2.
AI-mudharabah Pengertian AI-mudharabah adalah akad kerja sama antara dua pihak, di mana pihak pertama menyediakan seluruh modal dan pihak lain menjadi pengelola.
33
Keuntungan dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Apabila rugi maka akan ditanggung pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat dari kelalaian si pengelola. Apabila kerugian diakibatkan kelalaian pengelola, maka si pengelolalah yang bertanggung jawab. a.
mudharabah muthlaqah merupakan kerja sama antara pihak pertama dan pihak lain yang cakupannya lebih luas. Maksudnya tidak dibatasi oleh waktu, spesifikasi usaha dan daerah bisnis.
b.
mudharabah muqayyadah merupakan kebalikan dari mudharabah muthlaqah di mana pihak lain dibatasi oleh waktu spesifikasi usaha dan daerah bisnis.
Dalam dunia perbankan Al-mudharabah biasanya diaplikasikan pada produk pembiayaan atau pendanaan seperti, pembiayaan modal kerja. Dana untuk kegiatan mudharabah diambil dari simpanan tabungan berjangka seperti tabungan haji atau tabungan kurban. Dana juga dapat dilakukan dari deposito biasa dan deposito spesial yang dititipkan nasabah untuk usaha tertentu. 3.
Al-muzara'ah Pengertian AI-muzara'ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap. Pemilik lahan menyediakan lahan kepada penggarap untuk ditanami produk pertanian dengan imbalan bagian tertentu dari hasil panen. Dalam dunia perbankan kasus ini diaplikasikan untuk pembiayaan bidang plantation atas dasar bagi hasil panen.
4.
Al-musaqah Pengertian AI-musaqah merupakan bagian dari al-muza'arah yaitu penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan dengan menggunakan dana dan peralatan mereka sendiri. Imbalan tetap diperoleh dari persentase hasil panen pertanian. Jadi tetap dalam konteks adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap.
C.
Bai'al Murabahah
Pengertian Bai'al-Murabahah merupakan kegiatan jual beli pada harga pokok dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam hal ini penjual harus terlebih dulu memberitahukan harga pokok yang ia beli ditambah keuntungan yang diinginkannya. Sebagai contoh harga pokok barang "X" Rp 100.000,-. Keuntungan yang diharapkan adalah sebesar Rp 5.000,-, sehingga harga jualnya Rp 105.000,-. Kegiatan Bai'alMurabahah ini baru dilakukan setelah ada kesepakatan dengan pembeli, baru kemudian dilakukan pemesanan. Dalam dunia perbankan kegiatan Bai'al-Murabahah pada
34
pembiayaan produk barang-barang investasi baik dalam negeri maupun luar negeri seperti Letter of credit atau lebih dikenal dengan nama L/C. Sebagai contoh Ny. Pariani memerlukan sebuah mobil senilai Rp 30.000.000,-. Jika Bank Syariah Tanjung Pandan yang membiayai pembelian mobil tersebut maka Bank Syariah Tanjung Pandan mengharapkan suatu keuntungan sebesar Rp 6. 000.000,- selama 3 tahun, maka harga yang ditetapkan kepada Ny. Pariani adalah Rp 36.000.000, Kemudian jika nasabah setuju maka nasabah dapat mencicil dengan angsuran Rp 1.000.000,-. per bulan (diperoleh dari Rp 36.000.000,- : 36 bulan) kepada Bank Syariah Tanjung Pandan. D. Bai'as-salam Bai'as-salam artinya pembelian barang yang diserahkan kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka. Prinsip yang harus dianut adalah harus diketahui terlebih dulu jenis, kualitas dan jumlah barang dan hukum awal pembayaran harus dalam bentuk uang. Sebagai contoh seorang petani lada yang bernama Tn. Ivan Pratama hendak menanam lada dan membutuhkan dana sebesar Rp 200.000.000, untuk satu hektar. Bank Syariah Toboali menyetujui dan melakukan akad di mana Bank Syariah Toboali akan membeli hasil lada tersebut sebanyak 10 ton dengan harga Rp 200.000.000,-. Pada saat jatuh tempo petani harus menyerahkan lada sebanyak 10 ton. Kemudian Bank Syariah Toboali dapat menjual lada tersebut dengan harga yang relatif lebih tinggi misalnya Rp 25.000,- per. kilo. Dengan demikian penghasilan bank adalah 10 ton x Rp 25.000, = Rp 250.000.000,-. Dari hasil tersebut Bank Syariah Toboali akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 50.000.000,-. setelah dikurangi modal yang diberikan oleh Bank Syariah Toboali yaitu Rp 250.000.000, dikurangi Rp 200.000.000,-. E. Bai'Al istishna' Bai' Al istishna' merupakan bentuk khusus dari akad Bai'assalam, oleh karena itu ketentuan dalam Bai` Al istishna' mengikuti ketentuan dan aturan Bai'as-salam. Pengertian Bai' Al istishna' adalah kontrak penjualan antara pembeli dengan produsen (pembuat barang). Kedua belah pihak harus saling menyetujui atau sepakat lebih dulu tentang harga dan sistem pembayaran. Kesepakatan harga dapat dilakukan tawar-menawar dan sistem pembayaran dapat dilakukan di muka atau secara angsuran per bulan atau di belakang. CV. Sungai Layang yang bergerak dalam bidang pembuatan dan penjualan sepatu memperoleh order untuk membuat sepatu anak sekolah SMU senilai Rp 60.000.000,- dan mengajukan permodalan kepada Bank Syariah Koba. Harga perpasang sepatu yang diajukan adalah Rp 85.000,- dan pembayarannya diangsur selama tiga bulan. Harga perpasang sepatu dipasaran sekitar Rp 90.000,-. Dalam hal ini Bank Syariah Koba tidak tahu berapa biaya pokok produksi. CV. Sungai Layang hanya memberikan keuntungan Rp
35
5000,- persepasang sepatu atau keuntungan keseluruhan adalah Rp 3.529.412,- yang diperoleh dari hitungan: Rp 60.000.000,x Rp 5.000,- = Rp 3.529.412,Rp 85.000,Bank Syariah Koba dapat menawar harga yang diajukan oleh CV. Sungai Layang dengan harga yang lebih murah, sehingga dapat dijual kepada masyarakat dengan harga murah pula. Katakanlah misalnya Bank Syariah Koba menawar harga Rp 86.000,- per pasang, sehingga masih untung Rp 4.000,- per pasang dan keuntungan keseluruhan adalah : Rp 60.000.000,x Rp 4.000,- = Rp 2.790.697,Rp 86.000,F. Al-Ijarah (Leasing) Pengertian Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Dalam praktiknya kegiatan ini dilakukan oleh perusahaan leasing, baik untuk kegiatan operating lease maupun financial lease.
G. Al-Wakalah (Amanat) Wakalah atau wakilah artinya penyerahan atau pendelegasian atau pemberian mandat dari satu pihak kepada pihak lain. Mandat ini harus dilakukan sesuai dengan yang telah disepakati oleh si pemberi mandat.
H. Al-Kafalah (Garansi) Al-Kafalah merupakan jaminan yang diberikan penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dapat pula diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab dari satu pihak kepada pihak lain. Dalam dunia perbankan dapat dilakukan dalam hal pembiayaan dengan jaminan seseorang.
36
I. Al-Hawalah Al-Hawalah merupakan pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Atau dengan kata lain pemindahan beban utang dari satu pihak kepada lain pihak. Dalam dunia keuangan atau perbankan dikenal dengan kegiatan anjak piutang atau factoring. J. Ar-Rahn Ar-Rahn merupakan kegiatan menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Kegiatan seperti ini dilakukan seperti jaminan utang atau gadai. Secara ringkas bank syariah dapat menawarkan produk atau jasa, hal ini dapat dilihat pada tabel 3 dan tabel 4. Tabel 3. Produk-Produk Penghimpunan Dana
No
Produk/Jasa
Prinsip Syariah
1
Giro
Wadi‟ah Yad Dhamanah
2
Tabungan
Wadi‟ah Yad Dhamanah dan Mudharabah
3
Deposito
Mudharabah
4
Simpanan Khusus
Mudharabah Muqayyadah
Sumber : Antonio 2001
37
Tabel 4. Produk-Produk Penyaluran Dana dan Jasa Perbankan No 1 2
Produk / Jasa Dana Tabungan Penyertaan
Prinsip Syariah Qardh Musyarakah
3
Sewa Beli
4
Pembiayaan Modal Kerja
5 6 7 8
Pembiayaan Proyek Pembiayaan Sektor Pertanian Pembiayaan Untuk Akuisisi Aset Pembiayaan Ekspor
Ijarah Muntahiya Bittamlik (Ijarah WaIqtina’) Mudharabah, Musyarakah, dan Murabahah Mudharabah atau Musyarakah Bai As Salam Ijarah Muntahiya Bittamlik Mudharabah, Musyarakah atau Murabahah Hiwalah Wakalah Kafalah Wakalah atau Hiwalah Qardhul Hasan Mudharabah Qardh, Bai’ Al dayn Wadi’ah Amanah Sharf Rahn
9 Piutang 10 Letter of credit (L/C) 11 Garansi Bank 12 Inkasso, Transfer 13 Pinjaman Sosial 14 Surat Berharga 15 Safe Deposit Box 16 Jual Beli Valas 17 Gadai Sumber: Antonio, 2001
38
Contoh Akad Pembiayaan Al Musyarakah
AKAD PEMBIAYAAN al-MUSYARAKAH No. ............. BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM Allah berfirman dalam hadis qudsi: Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berfirman, `Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak mengkhianati lainnya.`” (HR Abu Dawud no. 2936, dalam kitab al-Buyu, dan Hakim) “Hai orang-orang yang beriman, sempurnakanlah segala janji…….” (Surat Al-Maaidah 5 : 1) “………dan sesungguhnya kebanyakan orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka menganiaya sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman, beramal shaleh………” (Surat Shaad 38 :24)
AKAD MUSYARAKAH Akad musyarakah ini dibuat pada hari ini, Senin tanggal lima belas juni tahun dua ribu sembilan bertempat di Ciputat ditandatangani pada hari ini, hari senin tanggal 15, bulan 06, tahun 2009 Pukul 10.00 Wib oleh dan antara pihak-pihak : 1. PT BANK SYARIAH MAJU TERUS, beralamat di Jl. Kemerdekaan Raya No.24, Cinere, Kecamatan Limo, Depok 240507 yang dalam hal ini diwakili oleh saudari Riri Rahmawati selaku manajer, selanjutnya disebut “BANK”. 2. Heri Prasetyo, beralamat di Jl. kemuning blok.7 no. 3, komplek Graha Permai, Kampung Sawah, Ciputat dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Bolu Photograph selanjutnya disebut “NASABAH”. Para pihak terlebih dahulu menerangkan hal – hal sebagai berikut: - Bahwa, NASABAH dalam rangka mengembangkan kegiatan usahanya telah mengajukan permohonan kepada BANK untuk memperoleh fasilitas Pembiayaan al–Musyarakah yang pendapatan / keuntungannya akan dibagi secara bagi hasil (syirkah) yang seimbang
39
(proporsional) antara BANK dan NASABAH sesuai dengan besarnya Pembiayaan dari BANK dan Modal dari NASABAH. - Bahwa untuk maksud tersebut, BANK sepakat dan berjanji, serta dengan ini mengikatkan diri untuk memberikan Pembiayaan dengan syarat–syarat dan ketentuan yang termaktub dalam Akadini. Selanjutnya kedua belah pihak setuju menuangkan kesepakatan ini dalam Akad Pembiayaan Musyarakah (selanjutnya disebut “Akad”) dengan syarat – syarat dan ketentuan sebagai berikut: Pasal 1 DEFINISI 1. Musyarakah : Akad kerja sama usaha patungan antara dua pihak atau lebih pemilik modal (syarik/shahibul maal) untuk membiayai suatu jenis usaha (masyru) yang halal dan produktif. Syari‟ah adalah : Hukum Islam yang bersumber dari al-Qur‟an dan ar-Ra‟yu yang mengatur segala hal yang mencakup bidang „ibadah mahdhah dan „ibadah muamalah. Nisbah adalah : Bagian dari hasil pendapatan/ keuntungan yang menjadi hak NASABAH dan BANK yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara NASABAH dan BANK. Bagi Hasil adalah : Pembagian atas pendapatan/keuntungan antara NASABAH dan BANK yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara NASABAH dengan BANK. 2. Hari Kerja Bank, adalah Hari Senin sampai dengan Jum‟at (tidak termasuk hari libur nasional) yang merupakan hari kerja dan Bank Indonesia menyelenggarakan kliring. 3. Pendapatan adalah : Seluruh penerimaan yang diperoleh dari hasil usaha yang dijalankan NASABAH dengan menggunakan modal secara patungan dari yang disediakan oleh BANK dan NASABAH sesuai dengan Akad ini. 4. Pembukuan Pembiayaan adalah : Pembukuan atas nama NASABAH pada BANK yang khusus mencatat seluruh transaksi NASABAH sehubungan dengan Pembiayaan, yang merupakan bukti sah atas segala kewajiban pembayaran, sepanjang tidak dapat dibuktikan sebaliknya. Keuntungan adalah : Pendapatan sebagaimana dimaksud dalam butir 8 Pasal 1 Akad ini dikurangi dengan biaya-biaya sebelum dipotong pajak. 5. Dokumen Jaminan adalah: Segala macam dan bentuk surat bukti tentang kepemilikan atau hak-hak lainnya atas barang yang dijadikan jaminan dan akta pengikatannya guna
40
menjamin terlaksananya kewajiban NASABAH terhadap BANK berdasarkan Akad ini. Jangka Waktu Akad adalah: Masa berlakunya Akad ini sesuai dengan yang ditentukan dalam Pasal 3 Akad ini. 6. Cedera Janji adalah: Peristiwa atau peristiwa-peristiwa sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 12 Akad ini yang menyebabkan BANK dapat menghentikan seluruh atau sebagian Pembiayaan, serta menagih dengan seketika dan sekaligus jumlah kewajiban NASABAH kepada BANK sebelum Jangka Waktu Akad ini.
Pasal 2 PEMBIAYAAN DAN PENGGUNAAN BANK Berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk menyediakan fasilitas Pembiayaan sebagai modal/ penyertaan sampai sejumlah Rp. 50.000.000,00(lima puluh juta rupiah ), yang merupakan 50 % dari total kebutuhan modal usaha, sedangkan porsi NASABAH adalah sebesar Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) yang merupakan 50 % dari modal usaha, penggunaan atas fasilitas pembiayaan dari BANK dilakukan secara bertahap ataupun sekaligus sesuai dengan kebutuhan dan permintaan NASABAH, yang akan digunakan oleh NASABAH untuk membiayai usaha
Pasal 3 JANGKA WAKTU Pembiayaan yang dimaksud dalam Akad ini berlangsung untuk jangka waktu tiga ( 3 ) bulan terhitung sejak tanggal Akad ini ditandatangani, serta berakhir pada tanggal lima belas bulan sembilan tahun dua ribu sembilan (15-Juni-2009)
Pasal 4 PENARIKAN PEMBIAYAAN Dengan tetap memperhatikan dan menaati ketentuan–ketentuan tentang pembatasan penyediaan dana yang ditetapkan oleh yang berwenang, BANK berjanji dengan ini mengikatkan diri untuk mengizinkan NASABAH menarik Pembiayaan, setelah NASABAH memenuhi seluruh prasyarat sebagai berikut:
41
-
Menyerahkan kepada BANK Permohonan Realisasi Pembiayaan sesuai dengan tujuan penggunaannya, selambat–lambatnya 5 (lima) hari kerja BANK dari saat pencairan harus dilaksanakan.
-
Menyerahkan kepada BANK seluruh dokumen NASABAH, termasuk dan tidak terbatas pada dokumen–dokumen jaminan yang berkaitan dengan Akad ini.Bukti– bukti tentang kepemilikan atau hak lain atas barang jaminan, serta akta–akta pengikatan jaminannya.
-
Terhadap setiap penarikan sebagian atau seluruh Pembiayaan, NASABAH berkewajiban membuat dan menandatangani Surat Tanda Bukti Penerimaan Uangnya, dan menyerahkannya kepada BANK.
Sebagai bukti telah diserahkannya setiap surat, dokumen, bukti kepemilikan atas jaminan, dan/atau akta dimaksud oleh BANK, BANK berkewajiban untuk menerbitkan dan menyerahkan Tanda Bukti Penerimaannya kepada NASABAH.
Pasal 5 KESEPAKATAN NISBAH BAGI HASIL (SYIRKAH) -
NASABAH dan BANK sepakat, dan dengan ini mengikatkan diri satu terhadap yang lain, bahwa Nisbah dari masing-masing pihak adalah: 50 % ( lima puluh persen ) dari pendapatan/keuntungan*) untuk NASABAH dan 50% ( lima puluh persen ) dari pendapatan/keuntungan untuk *) untuk BANK.
-
NASABAH dan BANK juga sepakat, dan dengan ini saling mengikatkan diri satu terhadap yang lain, bahwa pelaksanaan Bagi Hasil (Syirkah) akan dilakukan pada tiaptiap bulan. Selama waktu pinjaman
-
BANK berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk menanggung kerugian yang timbul dalam pelaksanaan Akad ini, kecuali apabila kerugian tersebut terjadi karena ketidakjujuran, kelalaian, dan/atau pelanggaran yang dilakukan NASABAH terhadap ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pasal 9, Pasal 10 dan/atau Pasal 12 Akad ini.
-
BANK baru akan menerima dan mengakui terjadinya kerugian tersebut, apabila BANK telah menerima dan menilai kembali segala perhitungan yang dibuat dan disampaikan oleh NASABAH kepada BANK, dan BANK telah menyerahkan hasil penilaiannya tersebut secara tertulis kepada NASABAH.
42
-
NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri, untuk menyerahkan perhitungan usaha yang dibiayai dengan fasilitas Pembiayaan berdasarkan Akad ini, secara periodik pada tiap-tiap bulan, selambat-lambatnya pada hari kelima bulan berikutnya.
-
BANK berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk melakukan penilaian kembali atas perhitungan usaha yang diajukan oleh NASABAH, selambat-lambatnya pada hari ke sepuluh sesudah BANK menerima perhitungan usaha tersebut dari NASABAH disertai dengan data yang lengkap.
-
Apabila sampai hari ke sepuluh BANK tidak menyerahkan kembali hasil penilaian tersebut kepada NASABAH, maka BANK dianggap secara sah telah menerima dan mengakui perhitungan yang dibuat oleh NASABAH.
-
NASABAH dan BANK berjanji dan dengan ini saling mengikatkan diri satu terhadap yang lain, bahwa BANK hanya akan menanggung segala kerugian secara proporsional, maksimum sebesar pembiayaan yang diberikan kepada NASABAH tersebut pada Pasal 2.
Pasal 6 PEMBAYARAN KEMBALI -
NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk mengembalikan kepada BANK, seluruh jumlah pembiayaan pokok dan bagian pendapatan/keuntungan yang menjadi hak BANK sampai lunas sesuai dengan Nisbah Bagi Hasil sebagaimana ditetapkan pada pasal 5 menurut jadwal pembayaran sebagaimana ditetapkan dalam lampiran, yang merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan dari Akad ini.
-
Setiap pembayaran kembali oleh NASABAH kepada BANK atas Pembiayaan yang difasilitasi BANK dilakukan di Kantor BANK atau di tempat lain yang ditunjuk BANK, atau dilakukan melalui rekening yang dibuka oleh dan atas nama NASABAH di BANK.
-
Dalam hal pembayaran dilakukan melaui rekening NASABAH di BANK, maka dengan ini NASABAH memberi kuasa yang tidak dapat berakhir karena sebab–sebab yang ditentukan dalam pasal 1813 Kitab Undang–Undang Hukum Perdata kepada BANK untuk mendebet rekening NASABAH guna membayar/melunasi kewajiban NASABAH kepada BANK.
-
Apabila NASABAH membayar kembali atau melunasi Pembiayaan yang difasilitasi oleh BANK lebih awal dari waktu yang diperjanjikan, maka tidak berarti pembayaran
43
tersebut akan menghapus atau mengurangi bagian dari pendapatan/keuntungan yang menjadi hak BANK sebagaimana telah ditetapkan dalam Akad ini.
Pasal 7 BIAYA, POTONGAN DAN PAJAK -
NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk menanggung segala biaya yang diperlukan berkenaan dengan pelaksanaan Akad ini, termasuk jasa Notaris dan jasa lainnya, sepanjang hal itu diberitahukan BANK kepada NASABAH sebelum ditandatanganinya Akad ini, dan NASABAH menyatakan persetujuannya.
-
Setiap pembayaran kembali/pelunasan NASABAH sehubungan dengan Akad ini dan Akad lainnya yang mengikat NASABAH dan BANK, dilakukan oleh NASABAH kepada BANK tanpa potongan, pungutan, pajak dan/atau biaya–biaya lainnya, kecuali jika potongan tersebut diharuskan berdasarkan peraturan perundang–undangan yang berlaku.
-
NASABAH berjanji dengan ini mengikatkan diri, bahwa terhadap setiap potongan yang diharuskan oleh peraturan perundang–undangan yang berlaku, akan dilakukan pembayaran oleh NASABAH melaui BANK.
Pasal 8 JAMINAN Untuk menjamin tertibnya pembayaran kembali/pelunasan Pembiayaan tepat pada waktu dan jumlah yang telah disepakati kedua belah pihak berdasar Akad ini, maka NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk menyerahkan jaminan dan membuat pengikatan jaminan kepada BANK sesuai dengan peraturan perundang–undangan yang berlaku, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Akad ini. Jenis barang jaminan yang diserahkan adalah berupa : - 3 buah kamera DSLR Canon 50 D - Satu set lampu studio Visatec - 2 set background hitam dan putih - 3 buah flash 580 ex for Canon
Pasal 9 KEWAJIBAN NASABAH
44
Sehubungan dengan fasilitas Pembiayaan oleh BANK kepada NASABAH berdasarkan Akad ini, NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk: -
mengembalikan
seluruh
jumlah
pokok
Pembiayaan
berikut
bagian
dari
pendapatan/keuntungan BANK sesuai dengan Nisbah pada saat jatuh tempo sebagaimana ditetapkan pada Berita Acara yang dilekatkan pada dan karenanya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Akad ini. -
memberitahukan secara tertulis kepada BANK dalam hal terjadinya perubahan yang menyangkut NASABAH maupun usahanya.
-
melakukan pembayaran atas semua tagihan dari pihak ketiga melalui rekening NASABAH di BANK.
-
membebaskan seluruh harta kekayaan milik NASABAH dari beban penjaminan terhadap pihak lain, kecuali penjaminan bagi kepentingan BANK berdasarkan Akad ini.
-
mengelola dan menyelenggarakan pembukuan atas Pembiayaan secara jujur dan benar dengan itikat baik dalam pembukuan tersendiri.
-
menyerahkan kepada BANK perhitungan usahanya yang difasilitasi Pembiayaannya berdasarkan yang ditetapkan dalam Pasal 5 Akad ini.
-
menyerahkan kepada BANK setiap dokumen, bahan–bahan dan/atau keterangan– keterangan yang diminta BANK kepada NASABAH.
-
menjalankan usahanya menurut ketentuan–ketentuan, atau setidak–tidaknya, tidak menyimpang atau bertentangan dengan prinsip–prinsip Syari‟ah.
Pasal 10 PERNYATAAN DAN PENGAKUAN NASABAH -
NASABAH dengan ini menyatakan pengakuan dengan sebenar–benarnya serta menjamin kepada BANK, sebagaimana BANK menerima pernyataan dan pengakuan NASABAH, bahwa:
-
NASABAH adalah Perseorangan/Badan Usaha yang tunduk pada hukum Negara Republik Indonesia;
-
pada saat ditandatanganinya Akad ini, NASABAH tidak sedang mengalihkan, menjaminkan dan/atau memberi kuasa kepada orang lain untuk mengalihkan dan/atau menjaminkan atas sebagian atau seluruh dari hartanya, termasuk dan tidak terbatas
45
pada piutang dan/atau claim asuransi, tidak dalam keadaan berselisih, bersengketa, gugat–menggugat di muka atau di luar lembaga peradilan atau arbitrase, berutang pada pihak lain, diselidik atau dituntut oleh pihak yang berwajib, baik pada saat ini atau pun dalam masa penundaan, yang dapat mempengaruhi aset, keadaan keuangan, dan/atau mengganggu jalannya usaha NASABAH; -
NASABAH memiliki semua perizinan yang berlaku untuk menjalankan usahanya;
-
orang–orang yang bertindak untuk dan atas nama serta mewakili dan/atau yang diberi kuasa oleh NASABAH adalah sah dan berwenang, serta tidak dalam tekanan atau paksaan dari pihak manapun;
-
NASABAH mengizinkan BANK pada saat ini dan untuk selanjutnya selama berlangsungnya Akad, untuk memasuki tempat usaha dan tempat–tempat lain yang berkaitan dengan usaha NASABAH, mengadakan pemeriksaan terhadap pembukuan, catatan–catatan, transaksi, dan/atau kegiatan lainnya yang berkaitan dengan usaha berdasarkan Akad ini, baik langsung maupun tidak langsung.
Pasal 11 CEDERA JANJI Menyimpang dari ketentuan dalam pasal 3 Akad ini, BANK berhak untuk menuntut/menagih pembayaran dari NASABAH dan/atau siapa pun juga yang memperoleh hak darinya, atas sebagian atau seluruh jumlah kewajiban NASABAH kepada BANK berdasarkan Akad ini, untuk dibayar dengan seketika dan sekaligus, tanpa diperlukan adanya surat pemberitahuan, surat teguran, atau surat lainnya, apabila terjadi salah satu hal atau peristiwa tersebut dibawah ini: -
NASABAH tidak melaksanakan pembayaran atas kewajibannya kepada BANK sesuai dengan saat yang ditetapkan dalam Pasal 3 dan Pasal 5 Akad ini;
-
dokumen, surat–surat bukti kepemilikan atau hak lainnya atas barang– barang yang dijadikan jaminan, dan/atau pernyataan pengakuan sebagaimana tersebut pada Pasal 10 Akad ini ternyata palsu atau tidak benar isinya, dan/atau NASABAH melakukan perbuatan yang melanggar atau bertentangan dengan salah satu hal yang ditentukan dalam Pasal 9 dan/atau Pasal 12 Akad ini;
-
Sebagian atau seluruh harta kekayaan NASABAH disita oleh pengadilan atau pihak yang berwajib;
46
-
NASABAH berkelakuan sebagai pemboros, pemabuk, ditaruh dibawah pengampuan, dalam keadaan insolvensi, dinyatakan pailit, atau dilikuidasi. Pasal 12 PELANGGARAN
NASABAH dianggap telah melanggar syarat–syarat Akad ini bila terbukti NASABAH melakukan salah satu dari perbuatan–perbuatan atau lebih sebagai berikut: -
menggunakan Pembiayaan yang diberikan BANK di luar tujuan atau rencana kerja yang telah mendapat persetujuan tertulis dari BANK;
-
melakukan pengalihan usaha dengan cara apa pun, termasuk dan tidak terbatas pada melakukan penggabungan, konsolidasi, dan/atau akuisisi dengan pihak lain;
-
menjalankan usahanya tidak sesuai dengan ketentuan teknis yang diharuskan BANK;
-
melakukan pendaftaran untuk memohon dinyatakan pailit oleh Pengadilan;
-
lalai tidak memenuhi kewajibannya terhadap pihak lain;
-
menolak atau menghalang–halangi BANK dalam melakukan pengawasan dan/atau pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Pasal 13.
Pasal 13 PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN BANK atau Kuasanya berhak untuk melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas pembukuan dan jalannya pengelolaan usaha yang difasilitasi Pembiayaan oleh BANK berdasarkan Akad ini, serta hal–hal lain yang berkaitan langsung atau tidak langsung dengannya, termasuk dan tidak terbatas pada pembuat photo copynya.
Pasal 14 ASURANSI NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk menutup asuransi berdasar Syari‟ah atas bebannya terhadap seluruh barang yang menjadi jaminan bagi Pembiayaan berdasar Akad ini, pada perusahaan asuransi yang ditunjuk oleh BANK, dengan menunjuk dan menetapkan BANK sebagai pihak yang berhak menerima pembayaran claim asuransi tersebut (banker‟s clause). Pasal 15 PENYELESAIAN PERSELISIHAN
47
-
Apabila terjadi perbedaan pendapat dalam memahami atau menafsirkan bagian-bagian dari isi, atau terjadi perselisihan dalam melaksanakan Perjanjian ini, maka NASABAH dan BANK akan berusaha untuk menyelesaikannya secara musyawarah untuk mufakat.
-
Apabila usaha menyelesaikan perbedaan pendapat atau perselisihan melalui musyawarah untuk mufakat tidak menghasilkan keputusan yang disepakati oleh kedua belah pihak, maka dengan ini NASABAH dan BANK sepakat untuk menunjuk dan menetapkan serta memberi kuasa kepada BADAN ARBITRASE SYARI‟AH NASIONAL (BASYARNAS) untuk memberikan putusannya, menurut tata cara dan prosedur berarbitrase yang ditetapkan oleh dan berlaku di badan tersebut.
-
Putusan BADAN ARBITRASE SYARI‟AH NASIONAL (BASYARNAS) bersifat final dan mengikat. Pasal 16 LAIN – LAIN
-
Segala sesuatu yang tidak ada kaitannya dengan kontrak ini maka dari kedua belah pihak tidak boleh mempersoalkan hal tersebut menjadi masalah akad kontrak.
-
Segala sesuatu yang belum diatur dalam dalam perjanjian ini dan dipandang perlu oleh kedua belah pihak serta perubahan-perubahannya, maka akan diatur dalam perjanjian tambahan yang merupakan bagian yang mengikat dan tidak terpisahkan dari perjanjian ini
17 PEMBERITAHUAN Setiap pemberitahuan dan komunikasi sehubungan dengan Akad ini dianggap telah disampaikan secara baik dan sah, apabila dikirim dengan surat tercatat atau disampaikan secara pribadi dengan tanda terima ke alamat di bawah ini: N A S A B A H : Fadil Hamzah A l a m a t : jl Recing Center Perumahan UMI Blok H. No.13 Makassar B A N K : PT BANK SYARIAH MAJU TERUS PANTANG MNDUR A l a m a t : Jl. AP. Pettarani No 100 Makassar
Pasal 18
48
PENUTUP -
Apabila ada hal–hal yang belum atau belum cukup diatur dalam Akad ini, maka NASABAH dan BANK akan mengaturnya bersama secara musyawarah untuk mufakat untuk suatu Addendum.
-
Tiap Addendum dari Akad ini, merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam Akad ini.
-
Surat Akad ini dibuat dan ditandatangani oleh NASABAH dan BANK di atas kertas yang bermaterai cukup dalam rangkap 2 (dua) yang masing-masing berlaku sebagai aslinya.
PT. BANK SYARIAH MAJU TERUS
NASABAH
Materai
Riri Rahmawati
Fadil Hamzah
Menyetujui,
Ridwan Darmansyah, SH, MA Saksi – saksi
Hakim
Jannati Firdaus
49
BAB VII ASURANSI SYARIAH A. Pengertian Asuransi Syariah Asuransi Syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang, melalui investasi dalam bentuk aset dan / atau Tabarru‟ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah” Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Asuransi Syariah adalah sebuah sistem di mana para peserta mendonasikan sebagian atau seluruh kontribusi / premi yang mereka bayar yang digunakan untuk membayar klaim atas musibah yang dialami oleh peserta yang lain. B. Konsep Asuransi Syariah Dalam Asuransi Syariah ada istilah Tabarru‟ yang merupakan sumbangan (dalam definisi Islam = Hibah - Dana Kebajikan). Ada beberapa perbedaan istilah antara Asuransi Syariah dengan asuransi konvensional. Pada Asuransi Syariah peserta asuransi melakukan risk sharing (berbagi risiko) dengan peserta yang lainnya. Sementara pada asuransi konvensional, para peserta melakukan risk transfer (transfer risiko) kepada perusahaan asuransi. Maka, jika nasabah Asuransi Syariah mengajukan klaim, dana klaim berasal dari rekening tabarru‟ (kebajikan) seluruh peserta. Berbeda dengan klaim asuransi konvensional yang berasal dari perusahaan asuransinya. Ada beberapa perbedaan istilah antara Asuransi Syariah dengan asuransi konvensional. 1. Mengubah kontrak di mana peserta adalah pihak yang menanggung risiko bersama, bukan perusahaan. 2. Pengelola atau operator (perusahaan asuransi) bukanlah pemilik dana melainkan hanya mengelola saja. 3. pengelola tidak boleh menggunakan dana-dana tersebut jika tidak ada kuasa dari peserta. Asas Asuransi Syariah : 1. Merupakan jaminan bersama. 2. Penyertaan dalam sebuah skema yang disetujui bersama.
50
3. Membantu satu sama lain dengan menggunakan rekening yang telah ditentukan (rekening tabarru‟) untuk membayar kerugian yang akan timbul. Prinsip Asuransi Syariah : 1. Merupakan tanggung jawab bersama. 2. Saling membantu dan bekerja sama. 3. Perlindungan bersama Ditinjau dari beberapa sudut, maka asuransi mempunyai tujuan dan teknik pemecahan yang bermacam-macam, antara lain: a. Dari segi Ekonomi, maka : Tujuannya : mengurangi ketidak pastian dari hasil usaha yang dilakukan oleh seseorang atau perusahaan dalam rangka memenuhi kebutuhan atau mencapai tujuan. Tekniknya : dengan cara mengalihkan risiko pada pihak lain dan pihak lain mengkombinasikan sejumlah risiko yang cukup besar, sehingga dapat diperkirakan dengan lebih tepat besarnya kemungkinan terjadinya kerugian.
b. Dari segi Hukum, maka : Tujuannya : memindahkan risiko yang dihadapi oleh suatu obyek atau suatu kegiatan bisnis kepada pihak lain. Tekniknya : melalui pembayaran premi oleh tertanggung kepada penanggung dalam kontrak ganti rugi (polis asuransi), maka risiko beralih kepada penanggung.
c. Dari segi Tata Niaga, maka : Tujuannya : membagi risiko yang dihadapi kepada semua peserta program asuransi. Tekniknya : memindahkan risiko dari individu / perusahaan ke lembaga keuangan yang bergerak dalam pengelolaan risiko (perusahaan asuransi), yang akan membagi risiko kepada seluruh peserta asuransi yang ditanganinya.
d. Dari segi Kemasyarakatan, maka : Tujuannya : menanggung kerugian secara bersama-sama antar semua peserta
51
program asuransi. Tekniknya : semua anggota kelompok (kelompok anggota) program asuransi memberikan kontribusinya (berupa premi )untuk menyantuni kerugian yang diderita oleh seorang / beberapa orang anggotanya.
e. Dari segi Matematis, maka : Tujuannya : meramalkan besarnya kemungkinan terjadinya risiko dan hasil ramalan itu dipakai dasar untuk membagi risiko kepada semua peserta (sekelompok peserta) program asuransi. Tekniknya : menghitung besarnya kemungkinan berdasarkan teori kemungkinan ("Probability Theory"), yang dilakukan oleh aktuaris maupun oleh underwriter. C. Mengenal Unit Usaha Syariah Unit link syariah adalah perlindungan asuransi syariah melalui usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset. Unit link yang merupakan gabungan asuransi sekaligus investasi ini memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah. Dalam unit link syariah, sisi asuransinya menggunakan prinsip risiko bersama. Sementara akad yang digunakan adalah akad perwakilan (wakalah bil ujrah) atau bagi hasil (mudharabah) untuk premi asuransinya. Dalam investasinya, unit link syariah hanya boleh ditempatkan di produk keuangan yang sesuai dengan syariah, seperti tabungan di bank syariah, deposito di bank syariah, obligasi syariah (sukuk), dan saham syariah yang terdapat pada Daftar Efek Syariah (DES). Selain itu, unit link syariah juga tetap memperhitungkan zakat harta dalam pengelolaannya. Dengan menjadi nasabah produk unit link, seseorang bisa mendapatkan manfaat ganda yaitu perlindungan asuransi dan investasi. Produk asuransi yang ditawarkan bisa berbentuk asuransi kesehatan atau asuransi jiwa. Tetapi, biasanya dipasarkan dalam kemasan yang lebih menarik bagi masyarakat, seperti misalnya tabungan masa depan atau asuransi pendidikan.
52
Seperti halnya asuransi biasa, nasabah asuransi unit link membayar premi setiap jangka waktu tertentu, seperti bulanan, kuartalan, semester, dan tahunan. Perbedaannya, nasabah unit link membayar premi dalam dua porsi yaitu porsi premi perlindungan dan porsi investasi. Premi perlindungan berfungsi sama dengan premi pada asuransi biasa. Sedangkan porsi investasi akan disetorkan oleh perusahaan asuransi kepada manajer investasi untuk dikelola. Pada produk-produk tertentu, jika nantinya return dari investasi bisa menutupi biaya premi, maka nasabah memiliki pilihan untuk tidak membayar premi. Kepemilikan dana pada unit link syariah pun merupakan hak peserta. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Pembagian keuntungan pada unit link syariah dibagi antara perusahaan dengan peserta sesuai prinsip bagi hasil dengan proporsi yang telah ditentukan jika terdapat untung dalam pengelolaannya. Bila terjadi musibah, maka akan mendapat uang pertanggungan plus nilai investasi. Peserta pun dapat menambahkan jenis perlindungan lainnya, seperti santunan kecelakaan, sakit kritis, atau biaya rumah sakit. Dalam unit link premi yang dibayarkan akan dialokasikan untuk membeli unit-unit investasi. Peserta pun bebas menentukan jenis dana investasi yang diinginkannya. Setidaknya terdapat empat pilihan, yaitu Cash fund (investasi sebagian besar pada instrumen pasar uang syariah); Fixed Income (investasi sebagian besar dalam instrumen obligasi syariah); Balance Fund (investasi sebagian besar pada saham dan obligasi syariah); dan equity fund (investasi sebagian besar dalam sahamsaham yang sesuai dengan prinsip syariah) D. Pengertian Sukuk Ritel Syariah Sukuk berasal dari bahasa Arab yaitu sak (tunggal) dan sukuk (jamak) yang memiliki arti mirip dengan sertifikat atau note. Dalam pemahaman praktisnya, sukuk merupakan bukti (claim) kepemilikan. Sementara itu, menurut fatwa Majelis Ulama Indonesia No 32/DSN-MUI/IX/2002 sukuk adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah. Sukuk mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo. Sedangkan menurut Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) berpendapat lain mengenai arti sukuk. Menurut organisasi tersebut,
53
sukuk adalah sebagai sertifikat dari suatu nilai yang direpresentasikan setelah penutupan pendaftaran, bukti terima nilai sertifikat, dan menggunakannya sesuai rencana. Sama halnya dengan bagian dan kepemilikan atas aset yang jelas, barang, atau jasa, atau modal dari suatu proyek tertentu atau modal dari suatu aktivitas inventasi tertentu. Sukuk ritel negara merupakan sukuk yang dikeluarkan oleh pemerintah dan ditujukan bagi individu warga negara Indonesia. Meski sukuk memiliki pengertian yang sama dengan obligasi konvensional, tetapi sukuk memiliki perbedaan mendasar. Jika obligasi konvensional tidak mengharuskan adanya aset yang menjamin (underlying asset), sukuk harus memiliki underlying asset yang jelas sebagai penjamin. Instrumen ini pun dijamin oleh pemerintah dan bebas risiko gagal bayar atau tidak dibayar pemerintah. Sukuk ritel mulai ditawarkan pada 30 Januari hingga 20 Februari 2009 dengan harga Rp 1 juta per unit. Individu dapat membeli sukuk ritel tersebut minimal Rp 5 juta melalui 13 agen penjualan yang ditunjuk oleh pemerintah. Di antaranya adalah Bank Syariah Mandiri, Bank Mandiri, BNI Sekuritas, CIMB-GK Securities Indonesia, Citibank, HSBC, Reliance Sekuritas, Trimegah Securities, Andalan Artha Advisindo Sekuritas, Anugerah Securindo Indah, Bahana Sekuritas, Danareksa Sekuritas, dan Bank Internasional Indonesia.
54
BAB VIII GADAI SYARIAH
A. Pengertian Rahn (gadai) Secara etimologi rahn berarti (tetap dan lama) yakni tetap atau berarti (pengekangan dan keharusan), sedangkan menurut terminologi syara‟ rahn berarti : Artinya : “Penahanan terhadap suatu barang dengan hak sehingga dapat dijadikan sebagai pembayaran dari barang tersebut”.
Rahn dalam bahasa Arab memiliki pengertian tetap dan kontinyu.
Dikatakan dalam bahasa Arab: (
) apabila tidak mengalir dan kata (
)
bermakna nikmat yang tidak putus. Ada yang menyatakan kata Rahn bermakna tertahan dengan dasar firman Allah : “Tiap-tiap diri bertanggung jawab (tertahan) atas apa yang telah diperbuatnya” (QS. 74:38) kata Rahienah bermakna tertahan. Pengertian kedua ini hampir sama dengan yang pertama karena yang tertahan itu tetap ditempatnya. Ibnu Faaris menyatakan: Huruf Raa, Haa‟ dan Nun adalah asal kata yang menunjukkan tetapnya sesuatu yang diambil dengan hak atau tidak. Dari kata ini adalah kata Al Rahn yaitu sesuatu yang digadaikan. Adapun definisi Rahn dalam istilah Syari‟at, dijelaskan para ulama dengan ungkapan : menjadikan harta benda sebagai jaminan hutang untuk dilunasi dengan jaminan tersebut ketika tidak mampu melunasinya, Atau harta benda yang dijadikan jaminan hutang untuk dilunasi (hutang tersebut) dari nilai barang jaminan tersebut apabila tidak mampu melunasinya dari orang yang berhutang. memberikan harta sebagai jaminan hutang agar digunakan sebagai pelunasan hutang dengan harta atau nilai harta tersebut bila pihak berhutang tidak mampu melunasinya. Sedangkan Syeikh Al Basaam mendefinisikan, Al Rahn sebagai jaminan hutang dengan barang yang memungkinkan pelunasan hutang dengan barang tersebut atau dari nilai barang tersebut apabila orang yang berhutang tidak mampu melunasinya. Ulama fiqh berbeda pendapat dalam mendefinidikan rahn (gadai) : a. Menurut ulama Syafi‟iyah : “Menjadikan suatu benda sebagai jaminan utang yang dapat dijadikan pembayar ketika berhalangan dalam membayar utang”. b. Menurut ulama Hanabilah : “Harta yang dijadikan jaminan utang sebagai pembayar harga (nilai) utang ketika yang berutang berhalangan (tak mampu) membayar utangnya kepada pemberi pinjaman”.
55
B. Sifat Rahn (gadai) Secara umum rahn (gadai) dikategorikan sebagai akad yang bersifat derma sebab apa yang diberikan penggadai (rahin) kepada penerima gadai (murtahin) tidak ditukar dengan sesuatu. Yang diberikan murtahin kepada rahin adalah utang, bukan penukar atas barang yang digadaikan. Rahn juga termasuk akad ainiyah, yaitu dikatakan sempurna sesudah menyerahkan benda yang dijadikan akad, seperti hibah, pinjam-meminjam, titipan dan qirad. Semua termasuk akad tabarru (derma) yang dikatakan sempurna setelah memegang (al-qabdu), sesuai kaidah (tidak sempurna tabarru, kecuali setelah pemegangan). C. Landasan Rahn (gadai) Rahn (gadai) disyariatkan berdasarkan Al-Qur‟an dan Sunah : a. Al-Qur‟an “Apabila kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai), sedangkan kamu tidak memperoleh seorang penulis, hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang”. (QS. Al-Baqarah : 283) b. As-Sunah “Dari Siti Aisyah r.a. bahwa Rasulullah SAW, pernah membeli makanan dengan menggadaikan baju besi”. (HR. Bukhari dan Muslim) D. Rukun dan Unsur-unsurnya Menurut ulama Hanafiyah rukun rahn (gadai) adalah ijab dan qabul dari rahin dan murtahin, sebagaimana pada akad yang lain. Akan tetapi akad dalam rahn (gadai) tidak akan sempurna sebelum adanya penyerahan barang. Adapun menurut ulama selain Hanafiyah, rukun rahn (gadai) adalah shighat, aqid (orang yang akad), marhun, dan marhun bih. Rahn memiliki empat unsur : rahin, murtahin, marhun dan marhun bih. E. Syarat rahn (Gadai) Disyaratkan dalam Al Rahn sebagai berikut : 1. syarat yang berhubungan dengan transaktor (orang yang bertransaksi) yaitu Orang yang menggadaikan barangnya adalah orang yang memiliki kompetensi beraktivitas, yaitu baligh, berakal dan rusyd (kemampuan mengatur). 2. Syarat yang berhubungan dengan Al Marhun (barang gadai) ada tiga :
56
a. Barang gadai itu berupa barang berharga yang dapat menutupi hutangnya baik barang atau nilainya ketika tidak mampu melunasinya. b. Barang gadai tersebut adalah milik orang yang manggadaikannya atau yang dizinkan baginya untuk menjadikannya sebagai jaminan gadai. c. Barang gadai tersebut harus diketahui ukuran, jenis dan sifatnya, karena Al rahn adalah transaksi atau harta sehingga disyaratkan hal ini. 3. Syarat berhubungan dengan Al Marhun bihi (hutang) adalah hutang yang wajib atau yang akhirnya menjadi wajib. Mengenai penerimaan barang yang digadaikan, pada garis besarnya disepakati sebagai syarat gadai, berdasarkan firman Allah : “Sedang kamu tidak mendapat seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh orang berpiutang)”. (QS. Al-Baqarah : 283) Bagi fuqaha yang menganggap penguasaan sebagai syarat sahnya gadai, akan berpendapat bahwa selama balum terjadi penguasaan akad gadai itu tidak mengikat orang yang menggadaikan. Sebaliknya, bagi fuqaha yang menganggapnya sebagai syarat kelengkapan akan berpendapat bahwa dengan adanya kelengkapan akad gadai itu sudah mengikat dan orang yang menggadaikan dipaksa untuk menyerahkan barang. Kecuali jika penerima gadai menangguhkan permintaan penyerahan barang, sehingga orang yang menggadaikan mengalami kebangkrutan, sakit atau meninggal. F. Hukum Rahn (Gadai) Sistem hutang piutang dengan gadai ini diperbolehkan dan disyariatkan dengan dasar Al Qur‟an, Sunnah dan ijma‟ kaum muslimin. Dalil Al Qur‟an adalah firman Allah: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu‟amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang". Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Rabbnya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. 2:283). Dalam ayat ini walaupun ada pernyataan „dalam perjalanan‟ namun tetap menunjukkan keumumannya, baik dalam perjalanan atau dalam keadaan mukim, karena kata „dalam perjalanan‟ dalam ayat hanya menunjukkan keadaan yang biasa membutuhkan sistem ini.
57
Hal inipun dipertegas dengan amalan Rasululloh yang melakukan pergadaian sebagaimana dikisahkan umul mukminin A‟isyah dalam pernyataan beliau:
Sesungguhnya Nabi SAW membeli dari seorang yahudi bahan makanan dengan cara hutang dan menggadaikan baju besinya. (HR Al Bukhori no 2513 dan Muslim no. 1603). Demikian juga para ulama bersepakat menyatakan pensyariatan Al Rahn ini dalam keadaan safar (perjalanan) dan masih berselisih kebolehannya dalam keadaan tidak safar. Imam Al Qurthubi menyatakan: Tidak ada seorangpun yang melarang Al Rahn pada keadaan tidak safat kecuali Mujaahid, Al Dhohak dan Daud (Al Dzohiri). Demikian juga Ibnu Hazm. Ibnu Qudamah menyatakan: Diperbolehkan Al rahn dalam keadaan tidak safar (menetap) sebagaimana diperbolehkan dalam keadaan safar (bepergian). Ibnul Mundzir menyatakan: Kami tidak mengetahui seorangpun yang menyelisihi hal ini kecuali Mujahid, ia menyatakan: Al Rahn tidak ada kecuali dalam keadaan safar, karena Allah berfirman: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu‟amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang)”. Namun benar dalam hal ini adalah pendapat mayoritas ulama dengan adanya perbuatan Rasululloh SAW diatas dan sabda beliau: “Al Rahn (Gadai) ditunggangi dengan sebab nafkahnya, apabila digadaikan dan susu hewan menyusui diminum dengan sebab nafkah apabila digadaikan dan wajib bagi menungganginya dan meminumnya nafkah. (HR Al Bukhori no. 2512). Pendapat ini dirojihkan Ibnu Qudamah, Al Hafidz Ibnu Hajar dan Muhammad Al Amien Al Singqithi. Setelah jelas pensyariatan Al Rahn dalam keadaan safar (perjalanan), apakah hukumnya wajib dalam safar dan mukim atau tidak wajib pada keseluruhannya atau wajib dalam keadaan safar saja? Para ulama berselisih dalam dua pendapat : Tidak wajib baik dalam perjalanan atau mukim. Inilah pendapat Madzhab imam empat (Hanafiyah, Malikiyah, Syafi‟iyah dan Hambaliyah. Berkata Ibnu Qudamah: Al Rahn tidak wajib, kami tidak mengetahui orang yang menyelisihinya, karena ia adalah jaminan atas hutang sehingga tidak wajib seperti Dhimaan (jaminan pertanggung jawaban). Dalil pendapat ini adalah dalil-dalil ang menunjukkan pensyariatan Al rahn dalam keadaan mukim diatas yang tidak menunjukkan adanya perintah sehingga menunjukkan tidak wajibnya. Demikian juga karena Al rahn adalah jaminan hutang sehingga tidak wajib seperti Al Dhimaan (Jaminan
58
oertanggungjawaban) dan Al Kitabah (penulisan perjanjian hutang) dan juga karena ini ada ketika sulit melakukan penulisan perjanjian hutang. Bila Al Kitaabah tidak wajib maka demikian juga penggantinya. Wajib dalam keadaan safar. Inilah pendapat Ibnu Hazm dan yang menyepakatinya. Pendapat ini berdalil dengan firman Allah: ﻀ
ﻻ ﻓ
ﺠ
ﺴ
ﻜ
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu‟amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang)”. Mereka menyatakan bahawa kalimat (maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang)) adalah berita bermakna perintah. Juga dengan sabda Rasululloh SAW :
ﻓ
ﻓ
“Semua syarat yang tidak ada dikitabullah maka ia bathil walaupun seratus syarat”. (HR Al Bukhori). Mereka menyatakan: Pensyaratan Al Rahn dalam keadaan safar ada dalam Al Qur‟an dan diperintahkan, sehingga wajib mengamalkannya dan tidak ada pensyaratannya dalam keadaan mukim sehingga ia tertolak. G. Dampak Gadai Jika akad rahn telah sempurna, yakni rahin menyerahkan barang kepada murtahin , maka terjadilah beberapa dampak yaitu : a. Adanya utang untuk rahn b. Hak untuk menguasai barang Menurut ulama Hanafiyah, keberlangsungan akad pada rahn bergantung pada barang yang dipegang murtahin, sedangkan menurut ulama Syafi‟iyah penguasaan barang semata-mata sebagai penolong untuk membayar utang rahn. c. Menjaga barang gadaian d. Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa murtahin harus menjaga barang sebagaimana menjaga barang miliknya, jika rusak atas kelalaian murtahin, ia harus bertanggungjawab untuk memperbaiki atau menggantinya. e. Pembiayaan atas barang Ulama Hanafiyah sepakat bahwa rahin berkewajiban membiayai atau mengurus rahin, menurut ulama Hanabilah, Syafi‟iyah, dan Malikiyah berpendapat bahwa rahin bertanggungjawab atas pembiayaan barang.
59
f. Pemanfaatan Rahn Jumhur ulama selain Syafi‟iyah melarang rahin untuk memanfaatkan barang, ulama Syafi‟iyah membolehkannya sejauh tidak memadaratkan murtahin. Fuqaha lain berpendapat, apabila barng gadai itu berupa hewan, maka penerima gadai boleh mengambil air susu dan menungganginya dalam kadar yang seimbang dengan makanan dan biaya yang diberikan kepadanya. H. Tujuan dan Hikmah Setiap orang berbeda-beda keadaannya, ada yang kaya dan ada yang miskin, padahal harta sangat dicintai setiap jiwa. Lalu terkadang seorang disatu waktu sangat butuh kepada uang untuk menutupi kebutuhan-kebutuhannya yang mendesak dan tidak mendapatkan orang yang bersedekah kepadanya atau yang meminjamkan uang kapadanya, juga tidak ada penjamin yang menjaminnya. Hingga ia mendatangi orang lain membeli barang yang dibutuhkannya dengan hutang yang disepakati kedua belah pihak atau meminjam darinya dengan ketentuan memberikan jaminan gadai yang disimpan pada pihak pemberi hutang hingga ia melunasi hutangnya. Oleh karena itu Allah mensyariatkan Al Rahn (gadai) untuk kemaslahatan orang yang menggadaikan (Raahin), pemberi hutangan (Murtahin) dan masyarakat. Untuk Rahin ia mendapatkan keuntungan dapat menutupi kebutuhannya. Ini tentunya bisa menyelamatkannya dari krisis dan menghilangkan kegundahan dihatinya serta kadang ia bisa berdagang dengan modal tersebut lalu menjadi sebab ia menjadi kaya. Sedangkan Murtahin (pihak pemberi hutang) akan menjadi tenang dan merasa aman atas haknya dan mendapatkan keuntungan syar‟i dan bila ia berniat baik maka mendapatkan pahala dari Allah. Adapun kemaslahatan yang kembali kepada masyarakat adalah memperluas interaksi perdagangan dan saling memberikan kecintaan dan kasih sayang diantara manusia, karena ini termasuk tolong menolong dalam kebaikan dan takwa. Disana ada manfaat menjadi solusi dalam krisis, memperkecil permusuhan dan melapangkan penguasa.
60
Contoh Akad Qardh Dalam Rangka Rahn
Akad Qardh Dalam Rangka Rahn Akad ini dibuat dan ditandatangani pada tanggal sebagaimana tercantum pada Surat Bukti Gadai Emas, oleh dan antara: I. PT.Bank Syariah Mandiri sebagaimana tersebut di Surat Bukti Gadai Emas ini yang dalam hal ini diwakili oleh Kepala Cabang/Officer Gadainnya. Dan oleh karena bertindak untuk dan atas nama serta kepentingan PT.Bank Syariah Mandiri selaku “Penerima Gadai”. Untuk selanjutnya disebut BANK. II. Pemberi gadai adalah orang yang nama dan alamatnya tercantum dalam Surat Bukti Gadai Emas ini. Untuk selanjutnya disebut NASABAH. Sebelumnya para pihak menerangkan bahwa BANK memberikan fasilitas pembiayaan Qardh dalam rangka Rahn kepada NASABAH dan oleh karena itu BANK berhak menagih sejumlah yang tercantum dalam Surat Bukti Gadai Emas. Untuk maksud tersebut, para pihak membuat dan menandatangani akad ini dengan ketentuan sebagai berikut: 1.
Guna menjamin pelunasan atas pembiayaan yang diberikan BANK, maka NASABAH dengan ini mengingatkan diri untuk menyerahkan barangkan jaminan dengan prinsip Ar-Rahn (Gadai) kepada BANK seperti tertera dalam SUrat Bukti Gadai Emas ini.
2.
NASABAH dengan ini menyatakan dan menjamin bahwa apa yang dijaminkan kepada BANK adalah benar hak miliknya NASABAH, belum dijual/dialihkan dan atau memberi kuasa kepada pihak lain dalam bentuk apapun juga, tidak dalam sengketa/perkara, bebas dari sitaan, tidak sedang digadaikan/dibebani/dijaminkan atau dipertanggungkan dengan ikatan apapun kepada pihak manapun atau tidak berasal dari barang yang diperoleh secara tidak sah atau melawan hukum.
3.
NASABAH dengan ini menyatakan dan menjamin bahwa apa yang dijaminkan kepada BANK adalah benar asli, apabila dikemudian hari ternyata apa yang dijaminkan kepada BANK ternyata tidak asli/palsu, maka NASABAH wajib menanggung segala resiko dan mengganti seluruh kerugian yang timbul karenanya.
4.
NASABAH wajib melunasi melunasi kembali jumlah seluruh hutangnya kepada BANK dalam jangka waktu maksimal 4 (empat) bulan terhitung sejak tanggal Surat Bukti Gadai Emas ini ditandatangani dan akan berakhir pada tanggal yang tertera
61
dalam Surat Bukti Gadai Emas ini dengan cara membayar sekaligus pada saat pembiayaan jatuh tempo. 5.
Dalam hal jatuh tempo pembayaran kembali pembiayaan bertepatan dengan bukan pada har kerja BANK, maka NASABAH melakukan pembayaran pada satu hari kerja sebelum BANK tidak beroperasi.
6.
Dalam hal pembayaran dilakukan melalui rekening NASABAH di BANK, Maka dengan ini NASABAH member kuasa kepada BANK untuk tiap-tiap waktu mendebet sejumlah uang yang terhutang oleh NASABAH kepada BANK dari rekening NASABAH baik sebagian atau keseluruhannya. Kuasa ini tidak dapat ditarik kembali dan/atau berakhir karena sebab-sebab apapun yang ditentukan dalam UndangUndang.
7.
Pengambilan barang jaminan dilakukan oleh NASABAH atau kuasa NASABAH bersamaan dengan pelunasan pembiayaan. Apabila NASABAH tidak mengambil barang jaminan bersamaan dengan pelunasan pembiayaan, maka NASABAH dikenakan biaya penyimpanan sesuai tarif pro rata harian save deposit box.
8.
Apabila NASABAH tidak melaksanakan pembayaran seketika dan sekaligus pada saat jatuh tempo, maka NASABAH dengan ini member kuasa kepada BANK, kuasa mana tidak dapat ditarik kembali dan tidak berakhir karena sebab apapun yang ditentukan dalam Undang-undang, termasuk tetapi tidak terbatas pada ketentuan yang tertuang dalam Pasal 1813 Kitab Undang-Undang Hukum Perdana, sehingga: a. BANK berhak menjual/menyuruh menjual /memindahkan/menyerahkan barang jaminan tersebut yang prosesnya mulai dilakukan sejak tanggal jual seperti yang tertera pada Surat Bukti Gadai Emas ini, baik di hadapan umum maupun di bawah tangan serta dengan cara lain dengan harga yang pantas menurut BANK, dan uang hasil
penjualan
barang
jaminan
tersebut
digunakan
BANK
untuk
membayar/melunasi utang NASABAH kepada BANK setelah dikurangi biayabiaya yang timbul atas penjualan barang jaminan. b. Jika penjualan barang jaminan tidak mencukupi untuk membayar hutang NASABAH kepada BANK, maka BANK berjanji akan mengkredit kelebihan penjualan kerekening NASABAH. c. Dalam hal NASABAH tidak memiliki rekening BANK, maka NASABAH diberikan waktu selama 1 (satu) tahun untuk mengambil kelebihan penjualan,
62
terhitung sejak tanggal penjualan barang tersebut akan diserahkan kepada Lambaga Amil Zakat Nasional (LAZNAS) BSM Ummat. 9.
NASABAH mengakui dan menerima semua ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat yang berlaku umum mengenai hutang piutang dan penyerahan jaminan sebagaimana yang tertera dalam Akad ini, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan ketentuan lain.
10. Dengan ini NASABAH membebaskan dan melindungi BANK dari segala tuntutan dan/atau gugatan dari pihak ketiga dan/atau ahli waris sehubungan dengan jaminan yang tersebut pada Surat Bukti Gadai Emas ini. 11. Jika terjadi selisih nilai yang disebabkan nilai barang jaminan tidak dapat menutupi nilai pembiayaan pada saat perpanjangan, maka NASABAH wajib untuk membayar selisih nilai tersebut atau menambah barang jaminan, sehingga nilai barang jaminan dapat menutupi nilai pembiayaan yang diberikan oleh Bank. 12. Apabila terjadi perbedaan pendapat dalam memahami atau menafsirkan bagianbagian dari isi, atau terjadi perselisihan dalam melaksanakan Akad ini, maka para pihak akan berusaha untuk menyelesaikannya secara musyawarah untuk mufakat. 13. Apabila usaha menyelesaikan perbedaan pendapat atau perselisihan melalui musyawarah untuk mufakat tidak menghasilkan keputusan yang disepakati oleh para pihak, maka dengan ini para pihak sepakat untuk memilih domisili hukum tetap dan tidak berubah di Kantor Panitera Pengadilan.
Akad Ijarah Akad ini dibuat dan ditandatangani pada tanggal sebagaimana tercantum pada Surat Bukti Gadai Emas. Oleh dan antara: I.
PT Bank Syariah Mandiri sebagaimana tersebut Surat Bukti Gadai Emas ini yang dalam hal ini diwakili oleh Kepala Cabang/Officer Gadainya. Dan oleh karenanya bertindak untuk dan atas nama serta kepentingan PT Bank Syariah Mandiri selaku “Pemberi Sewa” untuk selanjutnya disebut BANK.
II. Penyewa adalah orang yang nama dan alamatnya tercantum dalam Surat Bukti Gadai Emas ini. Untuk selanjutnya disebut NASABAH. Sebelumnya para pihak menerangkan hal-hal sebagai berikut: 1. Bahwa NASABAH sebelumnya telah mengadakan perjanjian dengan BANK sebagaimana tercantum pada Akad Qardh dalam rangka Rahn yang juga
63
tercantumdalam Surat Bukti Gadai Emas ini, dimana NASABAH bertindak sebagai Pemberi Gadai dan BANK bertindak sebagai Penerima Gadai, dan oleh karenanya Akad Qardh dalam rangka Rahn tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan Akad ini. 2. Bahwa atas barang jaminan berdasarkan Akad di atas. NASABAH setuju dikenakan Biaya Administrasi dan Biaya Sewa/Biaya Pemeliharaan. 3. Untuk maksud tersebut, para pihak membuat dan menandatangani akad ini dengan ketentuan sebagai berikut: a. Para pihak sepakat dengan Biaya Sewa/Biaya Pemeliharaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. dihitung per 15 hari terhitung sejak tanggal Surat Bukti Gadai Emas dengan maksimal jangka waktu 4 (empat) bulan. b. Biaya Administrasi dibayar diawal periode gadai dan Biaya Sewa/Biaya Pemeliharaan wajib bayar sekaligus oleh NASABAH kepada BANK pada saat pelunasan. c. BANK bertanggung jawab atas resiko kerusakan atau kehilangan barang jaminan milik NASABAH karena tindak pidana pencurian dan berkewajiban untuk mengganti kerugian yang timbul sebesar maksimal 100% (seratus persen) dari nilai taksiran barang jaminan setelah diperhitungkan besarnya pembiayaan dan Biaya Sewa/Biaya Pemeliharaan sebagaimana tersebut dalam Surat Bukti Gadai Emas BSM.
64
BAB IX INVESTASI SYARIAH A. Pengertian Reksadana Syariah Reksadana merupakan suatu instrumen keuangan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal secara kolektif. Dana yang terkumpul ini, selanjutnya dikelola dan diinvestasikan oleh seorang manajer investasi (fund manager) melalui saham, obligasi, valuta asing atau deposito. Sedangkan reksadana syariah, mengandung pengertian sebagai reksadana yang pengelolaan dan kebijakan investasinya mengacu pada syariat Islam. Reksadana syariah, misalnya tidak diinvestasikan pada saham-saham atau obligasi dari perusahaan yang pengelolaan atau produknya bertentangan dengan syariat Islam. Seperti pabrik makanan/minuman yang mengandung alkohol, daging babi, rokok dan tembakau, jasa keuangan konvensional, pertahanan dan persenjataan serta bisnis hiburan yang berbau maksiat. Salah satu indikator utama untuk menilai kinerja reksadana adalah Nilai Aset Bersih (NAB/Net Asset Value). Indikator ini merupakan hasil perhitungan dari nilai investasi dan kas dipegang (yang tak terinvestasikan), dikurangi dengan biaya-biaya serta utang dari kegiatan operasional. B. Investasi Syariah Tentu saja, bagi penduduk negara kita yang mayoritas beragama Islam, halal versus haram selalu menjadi hal yang sangat sensitif dalam setiap sisi kehidupan bermasyarakat. Tak terkecuali dalam kehidupan berinvestasi, munculnya bank-bank dan lembaga keuangan dengan prinsip Islam memperlihatkan kepedulian dari investor muslim untuk menjalankan syariah Islam dalam berinvestasi. Bagaimana dengan reksadana? Nah, bagi investor yang berniat bereksadana sebagai jembatan
berinvestasi
dan
menginginkan
perolehan
keuntungan
yang
bisa
dipertanggungjawabkan secara Islami, bisa melirik pada reksadana yang sering disebut dengan Reksadana Syariah atau istilah kerennya disebut Islamic Investment Fund. Pada dasarnya, reksadana syariah sama dengan reksadana konvensional, yang bertujuan mengumpulkan dana dari masyarakat, yang selanjutnya dikelola oleh manajer investasi untuk kemudian diinvestasikan pada instrumen-instrumen di pasar modal dan pasar uang. Instrumen itu seperti halnya saham, obligasi, deposito, sertifikat deposito,
65
valuta asing dan surat utang jangka pendek (commercial paper). Reksadana Syariah ini termasuk dalam kategori reksadana terbuka (kontrak investasi kolektif). Apakah yang membedakan reksadana syariah dan reksadana konvensional? Reksadana syariah memiliki kebijakan investasi yang berbasis pada prinsip-prinsip Islam. Instrumen investasi yang dipilih dalam portofolionya haruslah yang dikategorikan halal. Dikatakan halal, jika pihak yang menerbitkan instrumen investasi tersebut tidak melakukan usaha yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam, tidak melakukan riba atau membungakan uang. Jadi, saham, obligasi dan sekuritas lainnya yang dikeluarkan perusahaan yang usahanya berhubungan dengan produksi atau penjualan minuman keras, rokok dan tembakau, produk mengandung babi, bisnis hiburan berbau masksiat, bisnis senjata, perjudian, pornografi, dan sebagainya tidak akan dimasukkan ke dalam portofolio reksadana. Intisarinya, hanyalah sekuritas yang dikategorikan halal yang bisa masuk dalam portofolio reksadana syariah ini. Di samping itu, segi pengelolaan dana reksadana ini juga berdasarkan Islam, yang tidak mengizinkan penggunaan strategi investasi yang menjurus ke arah spekulasi. C. Prinsip-prinsip Ekonomi Islam dalam Investasi Prinsip-prinsip Islam dalam muamalah yang harus diperhatikan oleh pelaku investasi syariah (pihak terkait) adalah: 1.
Tidak mencari rizki pada hal yang haram, baik dari segi zatnya maupun cara mendapatkannya, serta tidak menggunakannya untuk hal-hal yang haram.
2.
Tidak mendzalimi dan tidak didzalimi.
3.
Keadilan pendistribusian kemakmuran.
4.
Transaksi dilakukan atas dasar ridha sama ridha.
5.
Tidak ada unsur riba, maysir (perjudian/spekulasi), dan gharar (ketidakjelasan/samarsamar). Berdasarkan keterangan di atas, maka kegiatan di pasar modal mengacu pada
hukum syariat yang berlaku. Perputaran modal pada kegiatan pasar modal syariah tidak boleh disalurkan kepada jenis industri yang melaksanakan kegiatan-kegiatan yang diharamkan. Pembelian saham pabrik minuman keras, pembangunan penginapan untuk prostitusi dan lainnya yang bertentangan dengan syariah berarti diharamkan. Semua transaksi yang terjadi di bursa efek harus atas dasar suka sama suka, tidak ada unsur pemaksaan, tidak ada pihak yang didzalimi atau mendzalimi. Seperti goreng-
66
menggoreng saham. Tidak ada unsur riba, tidak bersifat spekulatif atau judi dan semua transaksi harus transparan, diharamkan adanya insider trading. Istilah mudharabah merupakan istilah yang paling banyak digunakan oleh bankbank syariah. Prinsip ini juga dikenal sebagai qiradh atau muqaradah. Mudharabah adalah perjanjian atas suatu jenis perkongsian, dimana pihak perama (shahibul maal) menyediakan dana dan pihak kedua (mudharib) bertanggungjawab atas pengelolaan usaha. Orang-orang Madinah meyebut kontrak jenis ini dengan sebutan muqaradah, dimana perkataan ini diambil dari perkataan qard yang berarti menyerahkan. Dalam hal ini pemilik modal akan menyerahkan modalnya kepada pengusaha. Keuntungan hasil usaha dibagikan sesuai dengan nisbah bagi hasil untung/rugi yang telah disepakati bersama sejak awal. Kalau rugi, maka pemilik modal akan kehilangan sebagian imbalan dari hasil kerja keras dan manajerial skil selama proyek berlangsung. Mudharabah adalah suatu kerjasama kemitraan yang terdapat pada zaman jahiliah yang diakui oleh Islam. Di antara orang yang melakukan kegiatan mudharabah ialah Nabi Muhammad SAW sebelum beliau menjadi Rasul. Beliau bermudharabah dengan calon istrinya Khadijah dalam melakukan perniagaan antara Negeri Makkah dengan Negeri Syam. Dalam transaksi mudharabah harus memenuhi rukun mudharabah meliputi, yaitu: 1. Shahibul maal (pemilik dana/nasabah). 2. Mudharib (pengelola dana/pengusaha/bank), amal (usaha/pekerjaan). 3. Ijab dan Qabul. Dilihat dari kuasa yang diberikan kepada pengusaha, mudharabah terbagi menjadi 2 jenis, yaitu sebagai berikut: 1. Mudharabah Muthlaqah (investasi tidak terikat) yaitu pihak pengusaha diberi kuasa penuh untuk menjalankan proyek tanpa larangan/gangguan apapun urusan dalam proyek tersebut, dan tidak terikat dengan waktu, tempat, jenis, perusahaan, pelanggan. Investasi tidak terikat ini pada usaha perbankan syariah diaplikasikan pada tabungan dan deposito. 2. Mudharabah Muqayyadah (investasi terikat) yaitu pemilik dana (shahibul maal) membatasi/memberi syarat kepada mudharib dalam pengelolaan dana seperti, hanya untuk melakukan mudharabah bidang tertentu, cara, waktu, dan tempat tertentu saja. Bank dilarang mencampurkan rekening investasi terikat dengan dana bank atau dana rekening lainnya pada saat investasi.
67
Pada transaksi ini bank dilarang untuk menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan tanpa penjamin atau jaminan. Bank diharuskan melakukan investasi sendiri tidak melalui pihak ketiga. Jadi, dalam investasi terikat ini pada prinsipnya kedudukan bank sebagai agen saja, dan atas kegiatannya tersebut bank menerima imbalan berupa fee. Pada pola investasi terikat dapat dilakukan dengan cara channelling dan executing, yakni: 1. Channelling, apabila semua risiko ditanggung oleh pemilik dana dan bank sebagai agen tidak menanggung risiko apapun. 2. Executing, apabila bank sebagai agen juga menanggung risiko dan hal ini banyak yang menganggap bahwa investasi terikat executing ini sudah tidak sesuai lagi dengan prinsip mudharabah, namun dalam akuntansi perbankan syariah diakomodir karena dalam praktiknya pola ini dijalankan oleh bank syariah.
68
BAB X PASAR MODAL SYARIAH A. Prinsip Pasar Modal Syariah Pasar modal merupakan salah satu tonggak penting dalam perekonomian dunia saat ini. Banyak industri dan perusahaan yang menggunakan institusi pasar modal sebagai media untuk menyerap investasi dan media untuk memperkuat posisi keuangannya. Pasar modal merupakan salah satu tonggak penting dalam perekonomian dunia saat ini. Banyak industri dan perusahaan yang menggunakan institusi pasar modal sebagai media untuk menyerap investasi dan media untuk memperkuat posisi keuangannya. Secara faktual, pasar modal telah menjadi financial nerve-centre (saraf finansial dunia, Red) dunia ekonomi modern. Bahkan, perekonomian modern tidak akan mungkin eksis tanpa adanya pasar modal yang terorganisir dengan baik. Setiap hari terjadi transaksi triliunan rupiah melalui institusi ini. Sebagaimana institusi modern, pasar modal tidak terlepas dari berbagai kelemahan dan kesalahan. Salah satunya adalah tindakan spekulasi. Pada umumnya proses-proses transaksi bisnis yang terjadi dikendalikan oleh para spekulan. Mereka selalu memperhatikan perubahan pasar, membuat berbagai analisis dan perhitungan, serta mengambil tindakan spekulasi di dalam pembelian maupun penjualan saham. Aktivitas inilah yang membuat pasar tetap aktif. Tetapi, aktivitas ini tidak selamanya menguntungkan, terutama ketika menimbulkan depresi yang luar biasa. Hakikat aktivitas spekulasi dapat dirinci sbb. Pertama, spekulasi sesungguhnya bukan merupakan investasi, meskipun di antara keduanya ada kemiripan. Perbedaan yang sangat mendasar di antara keduanya terletak pada 'spirit' yang menjiwainya, bukan pada bentuknya. Para spekulan membeli sekuritas untuk mendapatkan keuntungan dengan menjualnya kembali di masa mendatang. Sedangkan para investor membeli sekuritas dengan tujuan untuk berpartisipasi secara langsung dalam bisnis. Kedua, spekulasi telah meningkatkan unearned income bagi sekelompok orang dalam masyarakat, tanpa mereka memberikan kontribusi apapun, baik yang bersifat positif maupun produktif. Bahkan, mereka telah mengambil keuntungan di atas biaya masyarakat, yang bagaimanapun juga sangat sulit untuk bisa dibenarkan secara ekonomi, sosial, maupun moral. Ketiga, adalah spekulasi merupakan sumber penyebab terjadinya krisis keuangan. Fakta menunjukkan bahwa aktivitas para spekulan inilah yang menimbulkan krisis di Wall Street tahun 1929 yang mengakibatkan depresi yang luar biasa bagi perekonomian dunia di tahun 1930-an.
69
Begitu pula dengan devaluasi poundsterling tahun 1967, maupun krisis mata uang franc di tahun 1969. Ini hanyalah sebagian contoh saja. Bahkan hingga saat ini, otoritas moneter maupun para ahli keuangan selalu disibukkan untuk mengambil langkah-langkah guna mengantisipasi tindakan dan dampak yang mungkin ditimbulkan oleh para spekulan. Dan, keempat, spekulasi adalah outcome dari sikap mental 'ingin cepat kaya'. Jika seseorang telah terjebak pada sikap mental ini, maka ia akan berusaha dengan menghalalkan segala macam cara tanpa mempedulikan rambu-rambu agama dan etika. Karena itu, ajaran Islam secara tegas melarang tindakan spekulasi ini, karena secara diametral bertentangan dengan nilai-nilai illahiyah dan insaniyyah. Prinsip dasar Ada beberapa prinsip dasar untuk membangun sistem pasar modal yang sesuai dengan ajaran Islam. Sedangkan untuk implementasinya, memang dibutuhkan proses diskursus yang panjang. Prinsip tersebut, antara lain, tidak diperkenankannya penjualan dan pembelian secara langsung. Saat ini, jika seseorang ataupun sebuah perusahaan ingin menjual atau membeli saham, dia akan menggunakan jasa broker atau pialang. Kemudian broker tersebut akan menghubungi jobbers dan menyampaikan maksud untuk bertransaksi, baik dalam pembelian maupun penjualan saham. Kemudian para jobber ini menawarkan 2 rate harga, yaitu rate harga yang akan dibelinya yang biasanya lebih rendah dan rate harga yang akan dijualnya yang biasanya lebih tinggi. Selanjutnya para jobber berkewajiban untuk membeli saham tersebut. Transaksi model ini memberikan 2 implikasi. Yang pertama, para jobber akan melakukan pembelian saham meskipun mereka belum tentu membutuhkannya. Mereka membeli saham dengan harapan akan dapat menjualnya kembali kepada pihak yang memerlukan. Hal ini akan membuka pintu spekulasi. Para spekulan mengetahui bahwa mereka dapat membeli saham yang menguntungkan dari pasar karena para jobber ini mampu menyediakan ready stock. Begitu pula bila saham tersebut ternyata kurang menguntungkan, mereka secara cepat dapat pula melepasnya. Implikasi selanjutnya adalah perubahan harga hanya ditentukan oleh kekuatan pasar, dimana tidak ada perubahan yang berarti dari nilai intrinsik saham. Dalam ajaran Islam, aturan pasar modal harus dibuat sedemikian rupa untuk menjadikan tindakan spekulasi sebagai sebuah bisnis yang tidak menarik. Untuk itu, prosedur pembelian/penjualan saham secara langsung tidak diperkenankan. Prosedurnya, setiap perusahaan yang memiliki kuota saham tertentu memberikan otoritas kepada agen di lantai bursa, untuk membuat deal atas sahamnya. Tugas agen ini adalah mempertemukan perusahaan tersebut dengan calon
70
investor, dan bukan membeli atau menjualnya secara langsung. Saham-saham tersebut dijual ataupun dibeli jika memang tersedia. Jika banyak pihak yang menginginkan saham tertentu, maka mereka terlebih dahulu harus terdaftar sebagai applicant, dan saham tersebut kemudian dijual/dibeli dengan prinsip first-come-first-served (siapa datang dulu dia dilayani, Red). Determinasi harga Saat ini, harga saham ditentukan oleh kekuatan supply dan demand. Sedangkan dalam aturan Islam, penentuan harga saham berbeda dengan penentuan harga seperti yang terjadi pada saat ini. Jika kita melihat balance sheet dari joint stock company, maka terlihat bahwa aset sama dengan modal saham ditambah dengan kewajiban. Aset tersebut merupakan representasi dari modal, dimana kewajiban diasumsikan sama dengan nol. Sehingga, sertifikat sahamnya memiliki nilai tertentu, dimana nilainya akan sama dengan nilai asetnya. Setiap harga saham yang di atas atau di bawah nilai asetnya, tidak menunjukkan kondisi sesungguhnya. Tetapi kekuatan pasar mampu membuat harga saham tersebut berada di atas/di bawah nilai asetnya. Dalam pandangan Islam, untuk mencegah terjadinya distorsi ini, harga saham harus sesuai dengan nilai intrinsiknya. Adapun formula perhitungannya adalah: harga saham sama dengan modal saham + keuntungan - kerugian + akumulasi keuntungan - akumulasi kerugian, yang kesemuanya dibagi dengan jumlah saham (Muhammad Akram, Issues in Islamic Economics). Formula ini akan memberikan nilai sebenarnya dari sertifikat saham, dan akan lebih menggambarkan kondisi yang sesungguhnya. Tidak ada seorang pun yang diperbolehkan untuk membeli atau menjual pada berbagai level harga kecuali berdasarkan regulasi harga yang telah ditetapkan. Pertanyaan, apakah dengan kebijakan seperti ini, para spekulan tidak akan tertarik dengan aktivitas spekulasinya? Ada dua alasan yang menjelaskan hal ini. Harga tidak akan berubah dengan cepat. Harga dideklarasikan sejak tanggal balance sheet dan berlaku hingga tanggal balance sheet berikutnya. Selain itu, membeli ataupun menjual saham bukanlah pekerjaan mudah, dan banyak menimbulkan ketidakpastian. Para spekulan tidak akan gegabah di dalam membeli saham sebelum tanggal balance sheet. Hal ini akan mereduksi aktivitas spekulasi. Prinsip dasar lainnya adalah penelitian account books secara cermat. Praktek standar manajemen bisnis dan akunting harus diterapkan pada semua perusahaan yang telah memiliki kuota saham tertentu. Kemudian, perlu ada proses audit dan investigasi secara mendadak untuk meneliti kebenaran dari balance sheet suatu perusahaan. Selain itu, tiap perusahaan harus diminta untuk mengumumkan posisi
71
keuangannya setiap tiga bulan sekali, sehingga publik akan tahu berapa sesungguhnya nilai intrinsik dari sahamnya minimal 4 kali dalam setahun. Tentu saja tanggal penutupan suatu perusahaan akan berbeda dengan perusahaan lainnya, sehingga tanggal pengumuman posisi keuangannya pun akan berbeda-beda. Dengan demikian, hampir setiap minggu sepanjang tahun, akan ada penutupan dan pengumuman posisi keuangan, dan hal ini akan tetap membuat pasar aktif sepanjang tahun. Prinsip dasar ini juga melarang perusahaan untuk menjual saham mereka sendiri. Perusahaan selanjutnya dilarang untuk menjual sahamnya sendiri di pasar tanpa ada izin dari pencatat/pendaftar Join Stock Company. Selain itu, ada larangan pemberian kredit untuk tujuan spekulasi. Pemberian pinjaman dana untuk tujuan spekulasi di pasar modal sangat dilarang dalam Islam. Forward transaction Salah satu bagian besar dari spekulasi bisnis adalah adanya forward transaction, dimana dua pihak yang bertransaksi bersepakat untuk melakukan pengiriman pada tanggal tertentu di masa mendatang. Biasanya antara satu hingga dua belas bulan setelah tanggal transaksi. Di London Stock Exchange, forward transaction ini telah dilarang dalam skala yang lebih luas. Selain itu, juga tidak dibolehkan adanya short selling. Ini adalah menjual saham sebelum seseorang memilikinya, dengan harapan dapat membelinya kembali dengan harga yang lebih rendah. Contango juga tidak diperbolehkan. Ada dua alasan mengapa contango tidak akan terjadi dalam pasar modal syariah. Pertama, harga tidak akan berubah cepat karena harga ditentukan oleh nilai intrinsik dari saham. Kemudian yang kedua, dana untuk contango yang bersumber dari riba tidak akan tersedia karena Islam melarang riba atau sejenisnya. Begitu juga transaksi option, baik single option maupun double option keduanya tidak diperbolehkan dalam Islam, sebagaimana ditegaskan Mishkat dalam Kitab al-Bai. Adanya pengawasan terhadap keseluruhan aktivitas pasar modal. Untuk menjamin efektivitas pelaksanaan pasar modal syariah, sekaligus untuk mencegah terjadinya penyimpangan dari nilai-nilai Islam, maka diperlukan adanya lembaga yang memiliki otoritas penuh, yang beranggotakan tidak hanya ahli keuangan saja, tetapi juga pakar hukum/syariah Islam. B. Gambaran Pasar Modal Syariah di Indonesia Sejak secara resmi Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) meluncurkan prinsip pasar modal syariah pada tanggal 14 dan 15 Maret 2003 dengan ditandatanganinya nota kesepahaman antara Bapepam dengan Dewan Syariah Nasional- Majelis Ulama Indonesia
72
(DSN-MUI), maka dalam perjalanannya perkembangan dan pertumbuhan transaksi efek syariah di pasar modal Indonesia terus meningkat. Harus dipahami bahwa ditengah maraknya pertumbuhan kegiatan ekonomi syariah secara umum di Indonesia, perkembangan kegiatan investasi syariah di pasar modal Indonesia masih dianggap belum mengalami kemajuan yang cukup signifikan, meskipun kegiatan investasi syariah tersebut telah dimulai dan diperkenalkan sejak pertengahan tahun 1997 melalui instrumen reksa dana syariah serta sejumlah fatwa DSN-MUI berkaitan dengan kegiatan investasi syariah di pasar modal Indonesia. Dilihat dari kenyataannya, walaupun sebagian besar penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam namun perkembangan pasar modal yang berbasis syariah dapat dikatakan sangat tertinggal jauh terutama jika dibandingkan dengan Malaysia yang sudah bisa dikatakan telah menjadi pusat investasi berbasis syariah di dunia, karena telah menerapkan beberapa instrumen keuangan syariah untuk industri pasar modalnya. Kenyataan lain yang dihadapi oleh pasar modal syariah kita hingga saat ini adalah minimnya jumlah pemodal yang melakukan investasi, terutama jika dibandingkan dengan jumlah pemodal yang ada pada sektor perbankan. Dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia misalnya, Indonesia terlihat begitu tertinggal jauh dalam mengembangkan kegiatan investasi syariah di pasar modal. Malaysia pertama kali mengembangkan kegiatan pasar modal syariah sejak awal tahun 1990 dan saat ini terus mengalami kemajuan yang cukup pesat. Sebagai contoh, data menunjukkan hingga akhir tahun 2004 total Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksa Dana Syariah mencapai 7,7% (tujuh koma tujuh perseratus) dari total NAB industri Reksa Dana di Malaysia, sedangkan Indonesia baru mencapai 0,51% (nol koma lima puluh satu per seratus) dari total NAB industri reksa dana. Untuk obligasi syariah, di Malaysia hingga akhir tahun 2004 mencapai kenaikan 31,69% dari total nilai obligasi yang tercatat di pasar modal Malaysia, sementara di Indonesia hingga akhir Desember 2004 baru mencapai Rp. 1.424 Triliun atau 1,72% dari total nilai emisi obligasi di Indonesia pada tahun yang sama yaitu sebesar Rp. 83.005,345 Triliun. Pada sisi lain, harus diakui bahwa masih terdapat beberapa permasalahan mendasar yang menjadi kendala berkembangnya pasar modal yang berprinsip syariah di Indonesia. Kendala-kendala dimaksud diantaranya adalah selain masih belum meratanya pemahaman dan atau pengetahuan masyarakat Indonesia tentang investasi di pasar modal yang berbasis syariah, juga belum ditunjangnya dengan peraturan yang memadai tentang
73
investasi syariah di pasar modal Indonesia serta adanya anggapan bahwa untuk melakukan investasi di pasar modal syariah dibutuhkan biaya yang relatif lebih mahal apabila dibandingkan dengan investasi pada sektor keuangan lainnya. C. Perkembangan Pasar Modal Syariah di Indonesia Perkembangan pasar modal syariah di Indonesia secara umum ditandai oleh berbagai indikator diantaranya adalah semakin maraknya para pelaku pasar modal syariah yang mengeluarkan efek-efek syariah selain saham-saham dalam Jakarta Islamic Index (JII). Dalam perjalanannya perkembangan pasar modal syariah di Indonesia telah mengalami
kemajuan,
sebagai
gambaran
bahwa
setidaknya
terdapat
beberapa
perkembangan dan kemajuan pasar modal syariah yang patut dicatat hingga tahun 2004, diantaranya adalah telah diterbitkan 6 (enam) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang berkaitan dengan industri pasar modal. Adapun ke enam fatwa dimaksud adalah : 1. No.05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Saham 2. No.20/DSN-MUI/IX/2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah 3. No.32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah; 4. No.33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah; 5. No.40/DSN-MUI/IX/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip syariah di Bidang Pasar Modal; 6. No.41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah. Fatwa-fatwa tersebut di atas mengatur prinsip-prinsip syariah di bidang pasar modal yang meliputi bahwa suatu efek dipandang telah memenuhi prinsip-prinsip syariah apabila telah memperoleh pernyataan kesesuaian syariah secara tertulis dari DSN-MUI. Adapun tahapan-tahapan yang harus dilalui untuk memperoleh sertifikat/ predikat syariah dari DSN-MUI yaitu bahwa calon emiten terlebih dahulu harus mempresentasikan terutama struktur bagi hasilnya dengan nasabah/ investor, struktur transaksinya, bentuk perjanjiannya seperti perjanjian perwali amanatan dll.
74
BAB XI PERILAKU KONSUMEN DALAM KEPUTUSAN PEMBELIAN A. Pengertian Perilaku Konsumen The American Marketing Association dalam Nugroho J. Setiadi (2003) mendefinisikan perilaku konsumen adalah merupakan interaksi dinamis antara afeksi dan kognisi, perilaku, dan lingkungannya dimana manusia melakukan kegiatan pertukaran dalam hidup mereka. Dari definisi ini terdapat tiga ide penting, yaitu: (1) perilaku konsumen adalah dinamis, (2) melibatkan interaksi antara afeksi dan kognisi, perilaku dan kejadian disekitar; (3) melibatkan pertukaran. Perilaku konsumen adalah dinamis itu berarti bahwa perilaku seseorang konsumen, grup konsumen, ataupun masyarakat luas selalu berubah dan bergerak sepanjang waktu. (Nugroho J. Setiadi, 2003). Hal ini memiliki implikasi terhadap studi perilaku konsumen, demikian pula pada pengembangan strategi pemasaran. Dalam studi perilaku konsumen, salah satu implikasinya adalah generalisasi perilaku konsumen biasanya terbatas untuk jangka waktu tertentu, produk, dan individu atau grup tertentu. Menurut Assauri (1993),
perilaku konsumen adalah untuk mengetahui proses
motivasi yang mendasari dan mengarahkan konsumen dalam melaksanakan yang didasarkan pada pandangan ekonomi, psikologi, sosiologi, antropologi, yang secara berturut menyatakan bahwa keputusan seseorang untuk melaksanakan pembelian merupakan: (1) hasil perhitungan rasional yang sadar, sehingga mereka akan memilih produk yang dapat memberikan kegunaan yang paling besar sesuai dengan selera dan biaya secara relatif; (2) akan selalu didorong oleh kebutuhan dasarnya yang terbentuk dari pengaruh lingkungan dimana ia tinggal atau bermukim; dan (3) sebagian dibentuk oleh kelompok sosial tempat dimana ia jadi anggotanya, termasuk dalam kelompok adalah budaya dan kelas sosial. Lebih lanjut Assauri (1993) menyatakan bahwa perilaku konsumen atau pembeli akan mencerminkan tanggapannya terhadap rangsangan (stimuli), baik rangsangan pemasaran yang terdiri dari produk, harga, penyaluran, dan promosi serta rangsangan lainnya yang timbul dari lingkungan si pembeli, terdiri dari ekonomi, teknologi, politik, dan budaya. Menurut Kotler (2000), perilaku konsumen atau pembeli dipengaruhi oleh cirinya, karena ciri pembeli mempunyai pengaruh utama terhadap bagaimana si pembeli bereaksi
75
terhadap rangsangan dan ciri ini bersifat budaya, (bangsa atau suku bangsa, kepercayaan atau agama, ras dan daerah geografis), faktor sosial terdiri dari kelompok acuan, keluarga, dan status sosial atau kelas, faktor pribadi yaitu usia pembeli dan tahap siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, serta keperibadian dan konsep peribadi si pembeli, dan faktor psikologis yakni motivasi atau kebutuhan, persepsi, pengetahuan, serta kepercayaan dan pendirian. Menurut Laudon dan Bitta (1993) mengemukakan bahwa perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan dalam mendapatkan, menggunakan barang atau jasa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen merupakan suatu tindakantindakan yang diambil oleh individu secara langsung melalui suatu proses pengambilan keputusan untuk mendapatkan dan mempergunakan barang atau jasa. David Loudon dan Albert J. Della Bitta dalam Mangkunegara (2002), menelah hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perilaku konsumen, yaitu: 2. Stimulus Variable, merupakan peubah eksternal yang mempengaruhi individu dalam melakukan suatu proses pembelian. 3. Response Variable, merupakan hasil aktivitas individu sebagai reaksi dari peubah stimulus dan sangat tergantung pada factor individu dan kekuatan rangsangan (misalnya penilaian dan perubahan sikap terhadap suatu produk). 4. Intervening Variable, merupakan peubah individu termasuk motif-motif pembelian, sikap dan persepsi terhadap suatu produk. B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Keputusan Pembelian Pengambilan keputusan merupakan sebuah proses intelektual yang bersifat dasar bagi perilaku manusia. Pengambilan keputusan konsumen (consumer decision making) adalah proses pengintegrasian yang mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif dan memilih salah satu diantaranya. Proses keputusan konsumen untuk membeli suatu produk dipengaruhi oleh banyak faktor seperti yang dijelaskan dalam teori perilaku konsumen oleh Engel, Blackwell, dan Miniard (1995). Proses keputusan pembelian tersebut ditentukan oleh tiga hal pokok, yaitu input informasi, proses informasi, dan faktor-faktor yang menentukan proses keputusan. Input informasi dan proses informasi merupakan pengaruh rangsangan pemasaran yang dilakukan oleh para pemasar dengan tujuan agar konsumen memperoleh pengertian
76
yang baik dan benar mengenal produk-produk yang dipasarkannya. Bagaimana rangsangan pemasaran tersebut dapat mempengaruhi proses keputusan konsumen tergantung dari proses informasi yang terjadi dan persepsi yang ada dalam diri konsumen tentang produk tersebut. Pada dasarnya, tahapan atau proses yang dilakukan oleh suatu rangsangan pemasaran adalah tahapan yang bertujuan untuk memperkuat perhatian, pengertian, penerimaan dan ingatan konsumen terhadap produk tertentu. Selanjutnya konsumen diharapkan dapat menjadikan produk tersebut sebagai salah satu alternatif yang baik untuk memenuhi kebutuhannya. Menurut Henry Assael (1995), ada beberapa faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam membeli suatu produk. Hasil keputusan tersebut akan memberikan respon atau evaluasi tentang produk. Respon ini berfungsi sebagai umpan balik bagi konsumen, sedangkan bagi perusahaan berfungsi sebagai perbaikan serta pengembangan strategi pemasaran produk dimasa mendatang. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam membeli suatu produk adalah sebagai berikut: 1)
Faktor Bauran Pemasaran Stimulus pemasaran merupakan strategi bauran pemasaran (marketing mix strategic), yaitu suatu kombinasi kegiatan inti dari pemasaran dan produksi yang difokuskan untuk mencapai tujuan perusahaan yang menguntungkan (profitable). Peubah-peubah bauran pemasaran yang mempengaruhi keputusan konsumen dikenal dengan 4P yang terdiri dari product, price, promotion, dan place ditambah 3P yang terdiri dari people, physical environment, dan process. Unsur-unsur bauran pemasaran tersebut merupakan peubah-peubah yang dapat dikendalikan (controllable) oleh perusahaan dan dalam pengembangan strategi pemasaran dengan mengkombinasikan peubahpeubah tersebut ke dalam suatu rencana strategis menyeluruh kemudian digunakan untuk mempengaruhi konsumen dan segmen pasar. Kombinasi peubah tersebut bersifat fleksibel disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang terjadi di pasar yang juga dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal dan karakteristik konsumen (Kotler, Ang, Leong dan Tan, 1996).
2)
Faktor Lingkungan Lingkungan tempat konsumen berada akan mempengaruhi perilaku konsumen dalam membuat keputusan pembelian baik secara langsung ataupun tidak langsung sehingga
77
pihak pemasar harus selalu menelaah kondisi ini. Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi faktor lingkungan, yaitu: a)
Budaya, dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu (1) Makro budaya, yang mengacu pada seperangkat nilai dan simbol dari masyarakat secara menyeluruh, (2) Mikro budaya, yang disebut juga sub-budaya, mengacu pada seperangkat nilai dan simbol dari kelompok masyarakat secara terbatas seperti kelompok agama atau etnis (Mangkunegara, 2002).
b)
Kelompok sosial: merupakan satu kelompok besar yang terdiri dari sejumlah orang yang memiliki kedudukan yang kurang lebih sederajat dalam suatu masyarakat (Loudon dan Bitta, 1993). Kotler (2000), menunjukkan beberapa ciri dari kelas sosial yaitu (1) orang-orang yang berada dalam satu kelas sosial cenderung berperilaku sama, (2) posisi seseorang dipandang sesuai kelas sosialnya, (3) kelas sosial seseorang dinyatakan oleh sejumlah peubah seperti; tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan orientasi terhadap nilai, (4) seseorang mampu berpindah dari satu kelas sosial kepada kelas sosial lain dalam masa hidupnya. Kelas sosial ini dapat menunjukkan perbedaan pilihan terhadap produk atau jasa.
c)
Kelompok referensi: merupakan suatu kelompok yang memberi pengaruh baik secara langsung ataupun tidak langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang (Kotler, Ang, Leong dan Tan, 1996). Menurut (Engel, Blackweel dan Miniard, 1995), ada tiga cara bagaimana kelompok referensi mempengaruhi keputusan pembelian seseorang, yaitu (1) pengaruh normatif yaitu tekanan untuk menyesuaikan diri dengan norma kelompok dalam berpikir dan berperilaku, (2) pengaruh nilai ekspresif yang mencerminkan keinginan atau asosiasi psikologis serta kesediaan untuk menerima nilai dari orang lain tanpa tekanan, dan (3) pengaruh informasi dimana kepercayaan dan perilaku orang lain diterima sebagai bukti tentang realita.
d)
Keluarga: merupakan kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang berhubungan melalui darah, perkawinan atau adopsi dan tinggal bersama (Engel, Blackweel dan Miniard, 1995). Peranan keluarga sangat pentng dalam pasar konsumen, dimana setiap anggota keluarga memiliki selera dan keinginan yang berbeda atas suatu produk, namun setiap anggota keluarga bisa mempengaruhi anggota yang lain dalam keputusan pembeliannya.
78
3)
Faktor Individu Konsumen Menurut Bettman, James, Luce dan Payne (1998), faktor individu konsumen secara psikologis dikondisikan oleh ciri dirinya sendiri yang merupakan faktor-faktor dasar di dalam perilaku konsumen. Ada beberapa hal yang mempengaruhi faktor individu, yaitu: a)
Demografi: tingkat pendapatan, usia, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan dan sebagainya. Jika faktor ini mengalami perubahan, maka kebutuhan dan sikap konsumen juga cenderung berubah (Kotler, 2000).
b)
Gaya hidup: Bentuk kehidupan yang ditunjukkan melalui aktivitas, minat dan gagasan seseorang yang mana menggambarkan interaksi lengkap seseorang dengan lingkungannya (Kotler, 2000).
c)
Motivasi: merupakan dorongan kebutuhan dan keinginan individu untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu untuk mencapai tujuan (Swastha dan Handoko, 2001).
d)
Persepsi: merupakan proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran secara keseluruhan (Kotler, 2000). Dengan kata lain, persepsi merupakan kegiatan individu dalam memilih, mengolah serta menafsirkan informasiinformasi yang diterimanya serta memberikan respon terhadap informasi tersebut.
e)
Pembelajaran: merupakan perubahan-perubahan perilaku seseorang yang berasal dari pengalaman (Kotler, Ang, Leong dan Tan, 1996). Proses pembelajaran ini terjadi karena adanya interaksi antara individu dan lingkungannya yang bersifat tetap namun fleksibel.
f)
Kepribadian: merupakan ciri psikologis yang berbeda dari seseorang, menyebabkan terjadinya tanggapan yang relatif konsisten dan bersifat tetap dari informasi-informasi lingkungannya (Kotler, 2000).
g)
Sikap: terbentuk dari informasi-informasi yang diperoleh individu berdasarkan pengalaman masa lalu ataupun melalui hubungan interaksi dengan orang lain sehingga individu-individu itu dapat berperilaku secara konsisten terhadap obyek
79
produk sejenis. Namun individu terkadang merubah sikap untuk melakukan menyesuaian terhadap obyek lainnya (Swastha dan Handoko, 2001). Berdasarkan beberapa faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam membeli suatu produk, para pelaku bisnis harus bertindak lebih jauh dari pada sekedar mengetahui berbagai pengaruh yang akan mempengaruhi konsumen dan mengembangkan pemahaman bagaimana konsumen melakukan keputusan pembelian. C. Proses Keputusan Pembelian Proses keputusan pembelian sebagai suatu rangkaian dari lima tahap: pengenalan kebutuhan, pencarian alternatif, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan perasaan pasca pembelian. (Peter et.al., 1982). Rangkaian dari lima
tahap
dalam
proses
pembelian tersebut dapat dilihat pada gambar 3. Gambar 3. Tahap-Tahap Proses Keputusan Pembelian
PENGENALAN KEBUTUHAN
PENCARIAN INFORMASI/ALTERNATIF
EVALUASI ALTERNATIF
KEPUTUSAN PEMBELIAN
PERASAAN PASCA PEMBELIAN
Sumber : Peter et. al. (1994)
Menurut Asri (1991) proses adopsi juga merupakan suatu proses yang serupa dengan proses pengambilan keputusan oleh konsumen. Proses adopsi melalui 6 (enam) tahap, yaitu: mengetahui (awareness), tertarik (interest), evaluasi (evaluation), percobaan (trial), keputusan (decision), dan ketetapan (confirmation).
80
1. Pengenalan dan Merasakan Kebutuhan Proses pembelian suatu produk oleh konsumen dimulai ketika suatu kebutuhan mulai dirasakan dan dikenali. Adanya kebutuhan tersebut disebabkan karena konsumen merasakan adanya ketidaksesuaian antara keadaan aktual dengan keadaan yang diinginkannya. Ketika ketidaksesuaian ini melebihi tingkat atau ambang tertentu, kebutuhan pun dikenali. Namun seandainya ketidaksesuaian itu berada dibawah tingkat ambang, maka pengenalan kebutuhan pun tidak terjadi (Engel, Blackwell, dan Miniard, 1995). Timbulnya kebutuhan dapat dipicu oleh rangsangan internal yaitu kebutuhan dasar seseorang seperti rasa lapar, haus, dan lain-lainnya yang akan timbul suatu saat pada suatu tingkat tertentu dan menjadi sebuah dorongan yang memotivasi orang itu untuk segera memuaskan orang tersebut. Selain itu kebutuhan juga dapat berasal dari rangsangan eksternal. Segera setelah konsumen tergerak oleh suatu stimulus, maka kemungkinan ia akan berusaha untuk mencari lebih banyak informasi (Peter et.al., 1982). 2. Pencarian Informasi/Alternatif Pencarian informasi/alternatif dapat didefinisikan sebagai aktivitas yang termotivasi dari pengetahuan yang tersimpan didalam ingatan atau perolehan informasi dari lingkungan (Engel, Blackwelll dan Miniard, 1995). Pencarian ini dapat bersifat internal dan eksternal. Pencarian internal adalah pencarian informasi/alternatif dengan jalan melihat kembali pengetahuan yang relevan dengan kebutuhan yang tersimpan didalam ingatan jangka panjang. Jika informasi yang didapat dari pencarian internal ini telah memadai untuk dapat memberikan arah tindakan yang memuaskan, maka pencarian eksternal tidak diperlukan. Sebaliknya jika informasi yang dibutuhkan belum memadai dan bahkan tidak tersedia sama sekali, maka perlu diadakan pencarian eksternal. Seberapa besar pencarian yang dilakukan oleh seorang tergantung pada kekuatan dorongannya, jumlah informasi yang dimiliki, kemudahan dalam memperoleh informasi tambahan dan kepuasan yang ia peroleh dari pencarian tersebut. Pada tahap ini, perhatian utama pemasar dititikberatkan pada sumber informasi utama yang akan dicari oleh konsumen.
81
Menurut Peter et.al. (1984) sumber-sumber informasi konsumen terdiri dari lima kelompok, yaitu: sumber internal (pengalaman sebelumnya), sumber kelompok (keluarga, teman, tetangga), sumber pemasaran (iklan, wiraniaga, dealer, kemasan), sumber publik (surat kabar, televisi, majalah), dan sumber eksperensial (mencoba produk ketika berbelanja). Informasi yang dikumpulkan tersebut, kemudian diproses oleh konsumen. Proses ini melalui 4 (empat) langkah dimana individu (1) expose to information, (2) become attentative to information, (3) understands the information, dan (4) retains the information. Tahap pencarian/pengumpulan informasi oleh konsumen dipengaruhi oleh situasi pencarian, ciri-ciri produk, lingkungan eceran dan konsumen itu sendiri. Tekanan waktu merupakan merupakan salah satu sumber pengaruh situasi. Situasi pembelian yang mendesak menuntut sedikit waktu untuk melakukan pencarian ekstensif dan teliti. Pencarian ekstensif akan dilakukan apabila konsumen merasakan adanya perbedaan ciriciri produk diantara merek-merek yang ada. Lingkungan eceran mempengaruhi proses pencarian seorang konsumen, karena jarak antara pesaing eceran dapat menentukan banyaknya toko yang menjadi tempat belanja konsumen selama pengambilan keputusan. Pengetahuan, keterlibatan, kepercayaan, sikap serta ciri demografi merupakan ciri konsumen yang mempengaruhi pencarian informasi. (Engel, Blackwell, dan Miniard, 1995). 3. Evaluasi Alternatif Engel, Blackwell dan Miniard (1995) mendefinisikan evaluasi alternatif sebagai proses, dimana suatu alternatif pilihan dievaluasi dan dipilih untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Pada tahap evaluasi konsumen harus: 1) menentukan kriteria evaluasi yang akan digunakan untuk menilai alternatif,
2) memutuskan alternatif mana yang
dipertimbangkan, 3) menilai kinerja dari alternatif yang akan dipertimbangkan, 4) memilih dan menerapkan kaidah keputusan untuk membuat pilihan akhir. Untuk memilih alternatif, konsumen akan menggunakan beberapa kriteria yang berbeda, misalnya harga, nama merek, negara asal produk dan sebagainya. Kriteria ini biasanya akan bervariasi sesuai dengan kepentingan relatif konsumen. Dengan kriteriakriteria tersebut konsumen menentukan beberapa alternatif yang salah satunya akan dipilih. Penentuan kriteria evaluasi tertentu yang akan digunakan oleh konsumen selama pengambilan keputusan akan tergantung pada beberapa faktor, diantaranya pengaruh
82
situasi, kesamaan alternatif-alternatif pilihan, motivasi, keterlibatan dan pengetahuan (Engel, Blackwell, dan Miniard, 1995). Setelah menentukan kriteria evaluasi yang akan digunakan untuk menilai alternatif, maka konsumen memutuskan alternatif yang akan dipertimbangkan. Tahap ini terdiri dari menentukan alternatif-alternatif pilihan, menilai alternatif-alternatif pilhan dan kemudian menyeleksi kaidah keputusan (Engel, Blackwell, dan Miniard, 1995). Penentuan alternatif terkadang tergantung pada kemampuan konsumen untuk mengingat informasi-informasi yang bertahan dalam ingatannya. Jika dengan pengetahuan yang dimilikinya dirasakan belum mencukupi untuk menilai alternatif-alternatif tersebut, maka pencarian internal diperlukan untuk membentuk suatu penilaian. Prosedur yang harus dilakukan untuk membuat pilihan akhir tersebut kaidah keputusan Engel, Blackwell, dan Miniard (1995) menyatakan bahwa kaidah keputusan menggambarkan strategi yang digunakan untuk mengadakan seleksi alternatif-alternatif pilihan. Kaidah keputusan dapat bervariasi dari prosedur yang sederhana yang memerlukan sedikit waktu dan usaha sampai prosedur yang rumit yang memerlukan banyak waktu dan usaha pemrosesan dari pihak konsumen. 4. Keputusan Pembelian dan Pasca Pembelian Menurut Assauri (1987), dalam proses keputusan pembelian, kegiatan konsumen yang bersifat mental maupun fisik, dapat dibagi kedalam beberapa tahap. Pada tahap pertama konsumen akan merasakan adanya suatu kebutuhan yang bersifat umum atau spesifik. Tahap kedua adalah kegiatan yang dilakukan oleh konsumen sebelum dilaksanakannya pembelian, antara lain melakukan penelitian tentang sumber penawaran yang memungkinkan dapat dipenuhinya atau dipuaskannya kebutuhan tersebut. Tahap akhir menyangkut proses pengambilan keputusan pembelian, yaitu menentukan apa yang akan atau tidak akan dibeli berdasarkan hasil yang diperoleh dari kegiatan sebelum proses pembelian dijalankan. Engel, Blackwell, Miniard (1995) mengungkapkan bahwa pembelian merupakan fungsi dari kedua determinan, yaitu niat dan mempengaruhi lingkungan dan/atau perbedaan individu. Niat pembelian konsumen biasanya dapat digolongkan menjadi dua kategori, yaitu: (1) produk dan merek serta (2) kelas produk. Niat pembelian yang mencakup produk dan merek umumnya disebut sebagai pembelian yang terencana, dimana pembelian yang terjadi merupakan hasil dari keterlibatan tinggi dan pemecahan masalah yang diperluas.
83
Niat pembelian yang hanya memperhatikan kelas produk yang dapat disebut juga pembelian terencana, jika pilihan merek diputuskan ditempat pembelian. Pengaruh lingkungan dan/ atau pembelian individu juga mempengaruhi proses keputusan pembelian seseorang. Kotler dan Armstrong (1997) mengatakan terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi niat pembelian dan keputusan pembelian. Faktor pertama adalah sikap orang lain. Seberapa jauh faktor ini mempengaruhi alternatif yang disukai seseorang tergantung pada intensitas dari pendirian negatif orang lain terhadap alternatif yang disukai konsumen dan motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain. Semakin kuat sikap negatif orang lain dan semakin dekat orang lain tersebut dengan konsumen, maka konsumen akan semakin menyesuaikan maksud pembeliannya. Faktor kedua yang dapat mempengaruhi niat pembelian dan keputusan pembelian adalah faktor situasi yang tidak diinginkan. Adanya faktor situasi yang tidak diantisipasi atau tidak diinginkan ini akan dapat mengubah rencana pembelian suatu produk yang akan dilakukan konsumen. Perilaku proses keputusan pembelian tidak berhenti begitu pembelian selesai dilaksanakan. Evaluasi lebih jauh dapat terjadi dalam bentuk perbandingan kinerja produk atau jasa berdasarkan harapan. Hasil dari evaluasi pasca pembelian ini adalah kepuasan atau ketidakpuasan. Kepuasan berfungsi mengukuhkan loyalitas pembeli, sedangkan ketidakpuasan dapat menyebabkan keluhan, komunikasi lisan yang negatif dan upaya untuk menuntut ganti rugi melalui sarana hukum. Memahami kebutuhan konsumen dan proses pembelian adalah dasar bagi suksesnya pemasaran. Dengan memahami bagaimana pembeli mengetahui adanya masalah, mencari informasi, mengevaluasi alternatif, mengambil keputusan pembelian dan prilaku pasca pembelian, pemasar dapat memperoleh banyak petunjuk bagaimana memenuhi kebutuhan pembeli. Dengan memahami berbagai peran serta dalam proses pembelian dan pengaruhpengaruh utama atas prilaku pembelian, pemasar juga dapat menyusun suatu program pemasaran yang efektif untuk mendukung penawaran yang menarik bagi pasar sasaran
84
BAB XII ANALISIS PERILAKU NASABAH DALAM MEMILIH BANK SYARIAH DI KOTA MAKASSAR
A. Pendahuluan Munculnya Bank Syariah didasarkan pada beberapa aspek yang prinsipil untuk memenuhi kebutuhan masyarakat muslim. Aspek yang menjadi dasar adalah untuk menghindari bunga (prohebit interest), menganggap bahwa Bank konvensional termasuk hukumnya haram karena masuk kategori riba yang dilarang agama, bukan saja pada agama Islam tetapi juga agama samawi lainnya (Antonio, 2001). Bank konvensional juga tidak memenuhi aspek keadilan karena penyerahan risiko usaha pada salah satu pihak. Perkembangan bank syariah diberbagai belahan dunia didorong oleh dua alasan utama (Karim Business Consulting, 2001:1), yaitu: 1. Adanya kehendak sebagian masyarakat untuk melaksanakan transaksi perbankan atau kegiatan ekonomi secara umum yang sejalan dengan nilai dan prinsip syariah, khususnya riba. Hal ini sebagaimana tersebut dalam Alquran:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan” (Ali-Imran 130)
2. Adanya keunggulan sistem operasional dan produk perbankan syariah yang mengutamakan pentingnya moralitas, keadilan, dan transparansi dalam kegiatan operasional perbankan. Kedua alasan tersebut berlaku di Indonesia, di samping beberapa alasan dalam pertimbangan lainnya seperti keinginan untuk meningkatkan mobilitas dana masyarakat yang belum terserap di sektor perbankan, meningkatkan ketahanan sistem perbankan nasional dan menyediakan sarana bagi investor internasional untuk melaksanakan kegiatan pembiayaan dan transaksi keuangan di Indonesia yang sesuai prinsip syariah.
85
Bank syariah berkembang sesuai dengan demand masyarakat Islam yang berpandangan bahwa bunga adalah riba yang dilarang dalam Islam. Konsep perbankan syariah yang berbeda dengan perbankan konvensional tidak hanya sesuai dengan ajaran Islam tetapi perbankan syariah menunjukkan kemampuannya tetap bertahan saat terjadi krisis di Indonesia tahun 1998. Sejak tahun 1991 bank syariah didirikan pertama kali dengan nama Bank Muamalat Indonesia (BMI). Sejarah perkembangan bank syariah di Indonesia Undang-undang No. 7 Tahun 1992 dengan Undang-undang tersebut prinsip profit sharing. Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang peluang pengembangan perbankan syariah, memberikan landasan yang kuat baik dari aspek kelembagaan maupun aspek operasional. Dalam UU tersebut, dinyatakan bahwa Bank Indonesia dapat menerapkan kebijakan moneter berdasarkan prinsip-prinsip syariah, sehingga Bank Indonesia dapat mempengaruhi likuiditas perekonomian melalui bank-bank syariah. Sejak dikeluarkannya perangkat UU Perbankan Syariah, telah terjadi perubahan dalam sistem perbankan di Indonesia, menjadi sistem perbankan berganda (dual banking system) yaitu dengan adanya dua sistem perbankan yang berjalan bersama-sama (Bank Konvensional dan Bank Syariah). Kebijakan pengembangan Bank Syariah di Indonesia terutama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan lapisan masyarakat yang meyakini bahwa sistem operasi perbankan konvensional tidak sesuai dengan ajaran agama Islam. Secara mendasar keberatan dari masyarakat
muslim
terhadap
sistem
perbankan
konvensional
dalam
kegiatan
operasionalnya terdapat usaha yang dinilai tidak sejalan dengan nilai-nilai syariah seperti kemungkinan penyaluran pembiayaan pada kegiatan yang bersifat spekulatif (maysir), perolehan keuntungan oleh pihak pemilik modal kepada peminjam secara tidak adil dan ketidak pastian dalam kontrak (jahala). Dalam kurun waktu tahun 1998 sampai dengan tahun 2009, perbankan syariah telah mengalami pertumbuhan yang cukup pesat dilihat dari sisi asset Rp 479 milyar menjadi Rp 40.584,849 milyar, dana pihak ketiga juga telah meningkat dari Rp 392 milyar menjadi Rp 35.582,329 milyar (Bank Indoneia, Februari 2010). Sistem perbankan syariah telah pula mengalami pertumbuhan dalam hal kelembagaan. Jumlah bank umum syariah telah meningkat dari hanya satu bank umum syariah dan 78 BPRS pada tahun 1998 menjadi 4 bank umum syariah 19 Unit Usaha Syariah (UUS) dan 122 BPRS pada Februari tahun 2010. Jumlah kantor cabang dari bank
86
umum syariah dan UUS dari 26 telah meningkat menjadi 203 kantor, juga 87 Kantor Cabang Pembantu dan 232 Kantor Kas dengan persebaran yang jauh lebih merata (Bank Indonesia, Februari, 2010). Secara global industri keuangan syariah dunia juga telah mencapai volume operasi yang cukup signifikan. Tercatat lebih dari 220 lembaga keuangan telah didirikan di lebih dari 30 negara dengan total asset sebesar US$ 240 milyar pada tahun 2009. Pencapaian volume usaha tersebut merupakan suatu peluang yang baik untuk dimanfaatkan melalui proses aliansi strategis dengan lembaga keuangan yang bertaraf internasional. Dalam prespektif pengembangan jangka panjang, Bank Syariah diharapkan mampu tumbuh dan berkembang secara profesional sehingga dapat bersaing dengan bank konvensional dalam pemberian kualitas pelayanan dan keuntungan finansial. Pada tahapan ini, perbankan syariah akan menjadi sistem perbankan alternatif bagi nasabah maupun calon nasabah. Secara teoritis banyak argumentasi yang mendukung tentang berbagai keunggulan sistem perbankan syariah, dan secara praktis hal ini telah dibuktikan bahwa Bank Syariah dapat bertahan dari dampak krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada waktu lalu. Kebijakan
pengembangan
Bank
Syariah
antara
lain
adalah
mendukung
pengembangan jaringan kantor perbankan syariah, khususnya pada wilayah-wilayah yang dinilai potensial. Dalam rangka mendukung program pengembangan jaringan perbankan syariah diperlukan data dan informasi yang lengkap perilaku nasabah terhadap produk dan jasa bank syariah. Prospek perkembangan bank syariah akan berbeda dari bank umum sebagai akibat dari banyaknya peran bank konvensional yang mungkin tidak dapat dipraktekkan dalam perbankan syariah. Fungsi pokok bank umum sebagai penyedia mekanisme dan alat pembayaran, menyediakan
menciptakan jasa-jasa
uang melalui
pengelolaan
penyaluran
dana,
kredit,
menyediakan
penghimpun
fasilitas
dana,
perdagangan
internasional, memberikan pelayanan untuk penyimpanan barang-barang berharga, menawarkan jasa keuangan lainnya seperti ATM, transfer dan sebagainya (Siamat, 1993). Bank syariah juga akan melakukan peran yang mirip dengan bank umum dengan sifat khas dengan segala aktivitasnya harus berlandaskan syariah Islam, seperti sistem bagi hasil lebih menguntungkan, tingkat pelayanan yang cepat dan efisien, melakukan promosi, lokasi bank mudah dijangkau, tempat parkir luas dan aman, dan sebagainya.
87
B. Kerangka Konseptual Potensi pengelolaan keuangan yang berbasis syariah di Kota Makassar cukup besar dengan memperhatikan jumlah lembaga keuangan yang menunjukkan perkembangan yang pesat dari tahun ke tahun. Sejak terbukanya peluang pengembangan bank syariah di Kota Makassar sampai dengan bulan Mei 2004 telah berdiri 5 buah cabang umum syariah dengan 9 kantor dan 6 BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syariah). Pertumbuhan lembaga keuangan syariah yang pesat ini didasari atas: (1) Potensi ekonomi menunjukkan pertumbuhan ekonomi daerah, pertumbuhan loan to deposit ratio perbankan, banyaknya UKM (Usaha Kecil Menengah) yang membutuhkan permodalan dan lain-lain. (2) Potensi demografi dan sosial (pertumbuhan penduduk, mayoritas penduduk menganut agama Islam, banyaknya sarana peribadatan, banyaknya tokoh agama). M. Umer Chaspra (1998) menyatakan bahwa perkembangan bank syariah sangat ditentukan oleh beberapa peubah perbankan seperti pertumbuhan simpanan, modal, tingkat keuntungan, dan ratio perbankan lainnya. Faktor lain yang juga memiliki kontribusi terhadap perkembangan bank syariah adalah faktor stabilitas, politik, infrastruktur perekonomian dan sosial, pertumbuhan perekonomian, aliran modal masuk, dan kualitas manajemen bank syariah. Blue print BI (2003) menggambarkan bahwa strategi pengembangan bank syariah diarahkan untuk meningkatkan kompetensi usaha yang sejajar dengan sistem perbankan konvensional, dan upaya yang dilakukan adalah peningkatan keahlian sumberdaya manusia, penyempurnaan ketentuan, program sosialisasi, dan meningkatkan fungsi dan peran ulama dalam pengembangan produk perbankan syariah. Gunawan (1999) menguraikan banyak faktor yang menentukan keberhasilan pengembangan bank syariah dan yang bersifat mendasar adalah segi eksternal, yakni perbankan syariah masih memerlukan jaringan kantor yang memadai sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang menyebar baik, di perkotaan maupun di pedesaan. Perluasan jaringan ini harus menjadi tugas pemerintah dan tugas promosi bank yang bersangkutan. Kegiatan sosialisasi yang dilakukan Bank Indonesia merupakan faktor pendorong yang cukup menentukan dalam upaya peningkatan pemahaman masyarakat mengenai kegiatan usaha bank syariah, namun demikian upaya ini tidak akan optimal tanpa dilandasi komitmen yang kuat termasuk dari birokrat dan mendorong perbankan syariah yang mengacu pada market demand, sehingga dapat terhindar dari rekayasa atau formalitas manajemen bank.
Sementara dari segi internal, perbankan syariah memerlukan
88
sumberdaya manusia yang memiliki dua sisi kemampuan yaitu keterampilan dalam pengelolaan operasional dan pengetahuan syariah yang dilengkapi dengan akhlak dan integritas yang tinggi. Di samping itu perbankan syariah juga memerlukan kemampuan dalam menyediakan produk dan jasa bank yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini akan berkaitan erat
dengan kemampuan dalam pengembangan produk yang
kompetitif dan melayani segmen nasabah potensial. Selanjutnya perbankan syariah memerlukan pengembangan teknologi bank termasuk teknologi sistem informasi yang tepat guna, sehingga menjadikan bank beroperasi lebih efisien serta mampu menyediakan data dan pelayanan jasa kepada masyarakat melalui produk-produk bank yang moderen seperti phone banking, smart card, financing investment product, ATM, dan lain-lain. Di samping itu faktor yang juga sangat menentukan keberhasilan bank syariah adalah pemerintah memiliki upaya yang sungguhsungguh dalam menerapkan program perbankan syariah. Penegakan hukum, dukungan dari pejabat pemerintah, bank sentral, dan para birokrat terhadap penerapan sistem perbankan syariah, pengaturan kelembagaan, dan piranti yang lengkap, dukungan perangkat hukum yang memadai juga sangat berperan. Faktor lainnya adalah lingkungan bisnis, geografis, sektor industri potensial serta heterogenitas budaya masyarakat di suatu daerah. Perbankan syariah memiliki comparative advantage atas perbankan konvensional, antara lain adalah menggunakan strategi jemput bola, khususnya pada BPRS dimana hubungan bank dengan nasabah merupakan hubungan kontrak atau akad antara pemilik dana (shahibul maal) dengan investor pengelola dana (mudharib) yang bekerja sama untuk melakukan usaha yang produktif dan berbagi keuntungan secara adil; adanya laranganlarangan kegiatan usaha tertentu oleh bank syariah yang bertujuan menciptakan kegiatan perekonomian yang produktif, adil dan menjunjung tinggi moral; kegiatan usaha bank syariah yang ditawarkan kepada para nasabah lebih variatif; penyajian laporan keuangan bank syariah akan erat terkait dengan konsep investasi dan norma-norma moral/sosial dalam kegiatan bank. Menurut Antonio (2001), sistem perbankan syariah memiliki keunggulan komparatif dibanding bank konvensional berupa penghapusan pembebanan bunga yang berkesinambungan, membatasi kegiatan spekulasi yang tidak produktif, dan pembiayaan yang ditujukan pada usaha-usaha yang memperhatikan unsur moral. Perilaku masyarakat terhadap perbankan syariah dapat didekati dengan teori perilaku konsumen. Menurut teori perilaku konsumen, perilaku konsumen atau pembeli
89
berkaitan dengan proses pemilihan produk yang akan dibeli, yang terdapat dalam proses pembelian. Jadi perilaku konsumen atau pembeli merupakan tindakan seseorang/individu yang langsung menyangkut pencapaian dan penggunaan produk (barang dan jasa) termasuk keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan tersebut. Beberapa teori perilaku konsumen untuk mengetahui proses motivasi yang mendasari dan mengarahkan nasabah dalam melaksanakan pembelian adalah teori yang didasarkan pada pandangan ekonomi, psikologi, sosiologi, dan antropologi. Di samping itu perilaku konsumen atau nasabah akan mencerminkan tanggapannya terhadap rangsangan, baik rangsangan pemasaran yang terdiri dari produk, harga, penyaluran, dan promosi serta rangsangan lainnya yang timbul dari lingkungan si pembeli, yang terdiri dari ekonomi, teknologi, politik, dan budaya. Perilaku nasabah dalam pengambilan keputusan dipengaruhi oleh ciri yang bersifat budaya, sosial, keluarga, peribadi, dan psikologis. Faktor budaya terdiri dari sub budaya (bangsa atau suku bangsa, kepercayaan atau agama, ras dan daerah geografis), faktor sosial terdiri dari kelompok acuan, keluarga dan status sosial, faktor pribadi yaitu usia pembeli, dan tahap siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup,
serta
kepribadian si pembeli, dan faktor psikologis yakni motivasi, persepsi, pengetahuan, serta kepercayaan dan pendirian (Kotler, 2000). Berdasarkan pandangan di atas,
terdapat tiga lingkungan yang sangat
mempengaruhi konsumen atau nasabah dalam memutuskan untuk memilih bank syariah, yaitu: 1) Lingkungan Internal (marketing mix); 2) Lingkungan Eksternal; 3) Ciri Individu Konsumen itu sendiri. a. Lingkungan internal, merupakan strategi bauran pemasaran (marketing mix strategic) terdiri dari : Product, Price, Promotion, Place (termasuk distribusi), ditambah dengan peubah lingkungan dalam perusahaan jasa yang membedakan cara penyampaian jasanya, yaitu: Personal, Physical environment, dan Process. b. Lingkungan eksternal, lingkungan keberadaan konsumen, meliputi: budaya (sub budaya: agama), kelas sosial, acuan (referensi), dan teknologi. c. Ciri individu konsumen, mencakup peubah : peubah motivasi, ciri, dan kejiwaan. Ketiga lingkungan tersebut juga mendasari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu antara lain yang dilakukan oleh Erol dan El-Bdour (1989), Gerrad dan Cunningham, (1997), Metawa dan Almosari (1998), dan Khoirunnisa (2002) namun penekanannya mengarah pada lingkungan internal dan eksternal.
90
Selanjutnya pada tahap terakhir proses pengambilan keputusan adalah pasca pembelian, yaitu proses pengambilan keputusan tetap memilih hanya bank syariah atau pindah memilih bank konvensional dan bank syariah. Begitu pula sebaliknya proses keputusan tetap memilih bank konvensional dan bank syariah atau pindah ke pilihan hanya bank syariah. Perilaku nasabah tentang bank syariah akan tergantung kepada konsep bank syariah dan ciri masyarakat yang akan diwawancarai (responden). Oleh karena itu , sebelum responden memberikan pendapat tentang bank syariah, terlebih dahulu konsep bank syariah perlu dipahami secara baik oleh responden. Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka konseptual penelitian ini dapat dilihat pada gambar 4. Lingkungan Internal (4P) Product, Price, Promotion, Place, (3P) Personal, Physical Environment, Process Hanya Memilih Bank Syariah
Lingkungan Ekternal Sub-budaya (Agama), Kelas sosial, Referensi, Pengaruh Keluarga, Teknologi
Proses Pengambilan Keputusan
Memilih Bank Syariah & Konvensional Ciri Individu Konsumen Motivasi/kebutuhan, Cirri Kejiwaan
Pasca Pembelian
91
C. Rancangan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif (deskriptif research), dan pendekatan eksplanatory (explanatory research). Pendekatan deskriptif digunakan dalam penelitian ini karena penelitian berusaha untuk menjelaskan melalui penjelasan yang menggunakan tabel, gambar, dan grafik mengenai data yang telah diolah, baik data sekunder maupun data primer. Sedangkan pendekatan eksplanatory digunakan untuk menjelaskan hubungan dan pengaruh lingkungan internal bank syariah, lingkungan eksternal bank syariah dan ciri individu masyarakat terhadap perilaku nasabah dalam pengambilan keputusan memilih bank syariah. Lingkungan internal meliputi: faktor produk, nilai tambah, promosi, lokasi, lingkungan fisik, proses, dan personal. Lingkungan Eksternal meliputi: faktor sub budaya (agama), kelas sosial, referensi, keluarga, dan teknologi. Ciri individu masyarakat meliputi: faktor motivasi/kebutuhan, ciri, dan kejiwaan. Penelitian ini menggunakan rancangan pengambilan data time series maupun data cross section. Di samping itu, penelitian ini didukung oleh teori-teori serta hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini serta metode analisis yang dapat digunakan untuk menjawab permasalahan dan menguji hipotesis.
D. Desain Sampling 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini sebesar 53.462 nasabah (Bank Indonesia, Februari 2005) meliputi seluruh nasabah baik mudharib maupun shahibul maal (dalam bentuk individu) bank syariah di Kota Makassar.
2. Teknik Sampling Oleh karena besarnya populasi, maka tidak memungkinkan bagi peneliti untuk menganalisis secara keseluruhan, mengingat terbatasnya waktu, tenaga, dan biaya yang tersedia, sehingga pemecahannya dilakukan dengan mengambil sampel dari populasi tersebut guna mempermudah dan menyederhanakan proses analisis dalam penelitian ini tanpa mengurangi kualitas penelitian. Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah metode Purporsive sampling. Metode Purporsive sampling digunakan untuk pengambilan sampel yang
92
ditentukan pada 11 bank syariah di Kota Makassar. Kemudian masing-masing bank syariah tersebut, sampel dipilih berdasarkan random sampling.
3. Ukuran Sampel Setelah mengetahui jumlah populasi, maka menurut Slovin dalam Hidayat (2004, 105) mengemukakan bahwa dalam menentukan ukuran sampel dari suatu populasi dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut: n = N / (1 + N.e2) dimana: n = Jumlah sampel N = Ukuran populasi e = Batas kesalahan Dengan menggunakan tingkat kesalahan 5 %, maka jumlah sampel yang digunakan paling kurang 397 sampel dan dicukupkan menjadi 420 sampel. Ukuran ini disesuaikan dengan alat yang digunakan dalam penelitian ini. Jumlah sampel (responden) paling sedikit empat atau lima kali peubah yang digunakan dalam penelitian (Malhotra, 1996: 622). Menurut Hair et al (1998), besarnya jumlah sampel adalah setiap peubah independen sebanding dengan 15 sampai 25 observasi. Sesuai hasil penelitian terhadap 420 responden pada 5 Bank umum syariah dan 6 BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syariah) di Kota Makassar yang terdiri dari: Bank Muamalat 77 responden, Bank Syariah Mandiri 68 responden, BNI Syariah 60 responden, BRI Syariah 60 responden Bank Danamon Syariah 40 responden, BPRS Indo Timur 20 responden, BPRS Niaga Madani 24 responden, BPRS Dana Moneter 20 responden, BPRS Sulawesi Jaya 20 responden, BPRS Gowata 15 responden, dan BPRS Tabungan Rakyat 16 responden. Jumlah sampel pada masing-masing bank syariah disesuaikan dengan jumlah populasi masing-masing bank syariah.
E. Metode Pengumpulan Data, Sumber Data dan Peubah Penelitian 1. Metode Pengumpulan Data Metode yang dipergunakan untuk mendapatkan data yang diperlukan adalah: Library Research
93
Yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara membaca, mempelajari serta mengumpulkan pendapat dari buku-buku dan tulisan-tulisan ilmiah yang berhubungan dengan pokok bahasan. Field Research Yaitu penelitian secara langsung terhadap obyek yang diteliti guna memperoleh data yang diperlukan, dilakukan dengan cara: 2. Sumber Data Seluruh informasi yang diperoleh dapat dibedakan berdasarkan sumbernya, yaitu: 1. Data Primer Yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya, diamati dan dicatat pertama kali. Data ini dapat diperoleh langsung dari bank Syariah dan nasabah yang diambil sebagai sampel penelitian. 2. Data sekunder Yaitu data yang bukan diusahakan sendiri pengumpulannya oleh penelitian atau data yang diperoleh dalam bentuk sudah jadi berupa publikasi misalnya dari BPS, Bank Indonesia, Bank-bank syariah, jurnal, koran, dan keterangan-keterangan atau publikasi lain. 3. Peubah Penelitian Faktor/peubah yang diambil adalah faktor/peubah dari konsep-konsep tentang berbagai peubah perilaku nasabah yang mempengaruhi keputusan nasabah dalam pemilihan bank syariah atau pemilihan bank syariah dan konvensional, meliputi: 1. Peubah dependent (Z), merupakan peubah yang mengukur pengambilan keputusan nasabah yang dikondisikan pada 2 (dua) preferensi, yaitu: a) keputusan berhubungan bank syariah saja; b) keputusan berhubungan bank syariah dan bank konvensional. 2. Faktor/peubah independent, merupakan peubah perilaku nasabah yang memiliki pengaruh terhadap keputusan nasabah. Dengan melakukan beberapa pengembangan, maka penelitian ini menggunakan 15 faktor yang jabarkan kedalam 45 sub peubah (X). Rincian cakupan ke-15 faktor dan 45 sub peubah adalah sebagai berikut:
94
Tabel 5. Rincian Cakupan Faktor dan Peubah Penelitian Faktor
Keterangan
Produk (F1)
Penerapan produk sistem bagi hasil (X1), Pembiayaan dengan bagi hasil (X2), Pembiayaan dengan bagi hasil lebih aman (X3), Beda bank konvensional dengan bank syariah pada bunga (X4)
Harga (F2)
Bagi hasil lebih menguntungkan (X5), keuntungan yang diperoleh merupakan motivasi (X6), Kecocokan dengan sistem bagi hasil (X7), Sistem bagi hasil lebih baik dari sistem bunga (X8)
Promosi (F3) Diatribusi (F4)
Publikasi media masa (X9), Kunjungan personil pegawai (X10) Lokasi mudah dijangkau (X11), Lokasi dekat pertokoan (X12), Lokasi dekat perumahan (X13)
Lingkungan Fisik (F5) Proses (F6)
Tempat parkir luas dan aman (X14), Gedung yang megah (X15)
Personal (F7)
Pegawai rapih (X19), Sikap ramah (X20), Pegawai terampil (X21), Profesional (X22)
Agama (F8)
Alasan ajaran Islam (X23), Pengaruh ajaran Islam (X24), Produk dengan istilah Islam (X25), Sistem bunga bertentangan dengan ajaran Islam (X26)
Kelas Sosial (F9)
Jenis pekerjaan atau usaha (X27), Tingkat pendidikan (X28), Pengaruh Pendapatan (X29)
Referensi (F10) Keluarga (F11)
Pengaruh teman/tetangga (X30), Pengaruh ulama / fatwa MUI (X31) Pengaruh keluarga (X32), Pendapatan anggota keluarga (X33), Pengalaman keluarga yang berpengaruh (X34)
Teknologi (F12) Motivasi/ Kebutuhan (F13)
Penggunaan ATM (X35) Kebutuhan secara materil (X36), Kebutuhan spiritual (X37), Kebutuhan memenuhi transaksi (X38)
Ciri (F14)
Mengetahui potensi bank syariah di masa datang (X39), Mengetahui operasional bank konvensional mengandung riba (X40)
Kejiwaan (F15)
Kinarja bank syariah dimasa akan datang (X41), Kemampuan dalam melaksanakan tanggung jawab (X42), Perkembangan bank syariah dimasa akan datang (X43), Peluang dimasa akan datang (X44), Pengalaman responden (X45)
Kemudahan transaksi (X16), Operasional bank syariah lebih baik (X17) Tanggap terhadap keluhan masyarakat (X18)
F. Metode Analisis Berdasarkan permasalahan, metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian Dalam penelitian ini, instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner. Setelah data terkumpul, harus diuji validitas dan reliabilitasnya terlebih dahulu. Validitas dan reliabilitas instrumen penelitian menjadi penting, karena proses pengumpulan data
95
penelitian seringkali menuntut pembiayaan, waktu, tenaga yang tidak sedikit, tidak akan berguna jika instrumen pengumpulan data penelitian tidak memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi.
Validitas Instrumen Penelitian Validitas instrumen penelitian, sebagaimana yang dikemukakan oleh Singarimbun (1989: 122) adalah validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang diukur. Validitas instrumen penelitian menurut Parasuraman (1991) dapat digolongkan dalam beberapa jenis, yakni: content validity (validitas isi), construct validity (validitas konstruk), predictitive validity (validitas prekdiksi). Alat pengukur penelitian ini menggunakan validitas konstruk. Konstruk adalah kerangka dari suatu konsep. Kuisioner penelitian terbentuk dari konsep tentang faktor-faktor perilaku nasabah. Sebuah konsep tersusun dari beberapa komponen atau peubah . Bila pada uji validitas instrumen penelitian ditemukan sebuah komponen yang tidak valid, dapat dikatakan bahwa komponen tersebut tidak konsisten mendukung sebuah konsep. Beberapa langkah pengujian validitas yang dikemukakan oleh Singarimbun (1989: 132-139), adalah:
Mendefinisikan secara operasional konsep yang akan diukur
Melakukan uji coba skala pengukur (skala Likert pada kuesioner) pada sejumlah responden. Disarankan agar jumlah responden untuk
uji coba adalah
25 responden diambil secara acak.
Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban.
Menghitung korelasi antara masing-masing pertanyaan dengan total dengan menggunakan rumus teknik korelasi product moment, adalah:
r =
N X
N ( XY ) ( X Y ) 2
( X ) 2
N Y
2
( Y ) 2
dimana: r = korelasi product moment X = skor pertanyaan tertentu Y = skor total N = jumlah responden untuk uji coba
96
Angka korelasi yang diperoleh harus dibandingkan dengan angka kritik
tabel.
Korelasi nilai r. Hasil uji validitas konstruk merupakan hasil uji atas hipotesis: Ho = Tidak terdapat korelasi antara sebuah pertanyaan dengan pertanyaan lain yang mendukung sebuah konsep. Hi = Terdapat korelasi antara sebuah pertanyaan dengan
pertanyaan lain yang
mendukung sebuah konsep Penolakan terhadap Ho dapat dilakukan dengan 2 cara: - Nilai korelasi product moment > angka kritis -
Probabilitas kesalahan menolak Ho (p) < taraf signifikansi ( = 0.05)
2. Reliabilitas Instrumen Penelitian Sebagaimana yang dikemukakan Singarimbun (1989:140) bahwa reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauhmana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau diandalkan. Bila suatu alat pengukur dipakai 2 kali untuk mengukur gejala yang sama dan hasil yang diperoleh relatif konsisten, maka alat pengukur tersebut reliable. Menurut Ebel dan Frisbie (1991) bahwa uji reliabilitas instrumen penelitian menghasilkan alpha yang telah dibakukan (standardized item alpha) dan nilai alpha ini harus lebih besar dari reliabilitas yang diijinkan. Tabel berikut menerangkan reliabilitas instrumen penelitian yang diijinkan dihubungkan dengan jumlah butir pertanyaan yang dimiliki sebuah kuesioner. Tabel 6. Hubungan Jumlah Butir Dengan Reliabilitas Instrumen Penelitian Jumlah Butir Reliabilitas 5 0.20 10 0.33 20 0.50 40 0.67 80 0.80 160 0.89 320 0.94 640 0.97 Sumber: Robert L Ebel, David A. Frisbie, 1991, Essential of Educational Measurement, Englewood cliffs, Prentice-Hall, Inc, hal 89.
97
Analisis Deskriptif Analisis deskriptif adalah metode-metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna (Walpole, 1995). Analisis deskriptif digunakan untuk memberikan informasi mengenai sekumpulan data dan mendapatkan gagasan untuk keperluan analisis selanjutnya, jika diperlukan analisis ini meliputi ukuran pemusatan, ukuran penyebaran, tabel, diagram, dan grafik. Akan tetapi jika dari hasil analisis ini sudah dapat diambil kesimpulan yang tepat, maka tidak perlu menganalisis dengan cara yang lebih rumit (Clark dan Schade, 1983).
Analisis Faktor Analisis Faktor digunakan untuk mereduksi 45 sub peubah kedalam 15 faktor yang mempengaruhi perilaku nasabah dalam memilih Bank Syariah. Dari hasil analisis faktor, ditentukan satu atau lebih sub peubah yang dianggap layak sebagai faktor dengan kriteria berdasarkan eigen value yang lebih besar atau sama dengan satu. Untuk mengetahui peranan masing-masing peubah ditentukan oleh besarnya factor loading dari masing-masing peubah, dimana peubah yang memiliki peranan utama akan memiliki factor loading terbesar. Menurut Malhotra (1993 : 620), analisis faktor adalah serangkaian prosedur yang digunakan untuk mengurangi dan meringkas data. Model analisis faktor adalah sebagai berikut : XI = Ai1F1 + Ai2F2 + Ai3F3 + ….. + AimFm + ViUi dimana : Xi = standarisasi peubah ke i Aij = standarisasi koefisien regresi berganda peubah i pada F Vi
= faktor umum =
standarisasi koefisien regresi
(unique) i. Ui
common factor j.
= faktor khusus bagi peubah i.
m = jumlah dari faktor-faktor yang umum
peubah i pada faktor khusus
98
Faktor-faktor yang khusus (unik) itu tidak berhubungan satu sama lain, juga tidak ada korelasinya dengan faktor-faktor umum. Faktor-faktor umumnya sendiri dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier dari peubah-peubah yang dapat diamati, yaitu Fi = Wi1X1 + Wi2X2 + Wi3X3 + …. + WikXk dimana Fi = estimasi faktor ke i. Wi = bobot atau koefisien nilai faktor K = jumlah peubah Tahapan dalam analisis faktor terdiri dari: 1. Formulasi permasalahan Beberapa kegiatan dalam formulasi permasalahan meliputi, identifikasi tujuan analisis faktor. Peubah-peubah yang akan dilakukan reduksi dalam analisis faktor harus didasarkan pada penelitian terdahulu. 2. Menyusun matriks korelasi Proses analisis faktor didasarkan pada korelasi antar peubah atau objek. Faktor yang dibentuk atau diestimasikan adalah peubah-peubah atau objek-objek berkorelasi signifikan. Namun demikian seringkali tidak mudah untuk mengidentifikasi signifikansi korelasi antar peubah. Oleh karena dimungkinkan peubah yang satu dengan yang lainnya saling berkorelasi tidak hanya dengan dua peubah, namun bisa lebih dari dua peubah atau objek. Metode statistik dapat digunakan untuk membantu menguji model faktor yang dibentuk berdasarkan korelasi antar peubah. Uji yang sering digunakan adalah KMO (Keiser-Meyer-Olkin) atau Bartlett‟s Test. Pengujian ini didasarkan pada matriks korelasi. Matriks korelasi dalam analisis faktor harus merupakan matriks identitas. Dalam matriks identitas, seluruh diagonal matriks adalah satu, sedangkan off-diagonal sama dengan nol. Nilai KMO yang rendah menunjukkan bahwa analisis faktor tidak dapat untuk digunakan. Secara empiris besarnya KMO minimal 0,5. Bila KMO dibawah 0,5, maka penelitian tersebut tidak semestinya menggunakan analisis faktor. KMO tersebut dapat dihitung dengan formulasi sebagai berikut:
KMO
r i j
2 ij
r a 2
j i
j i
2 ij
99
3. Metode Ekstraksi Dalam Analisis Faktor Dalam analisis faktor harus ditentukan metode yang akan digunakan. Dua metode dasar yang bisa digunakan dalam analisis faktor, yakni Principal Components Analysis dan Common Factor Analysis. Pada Principal Components Analysis digunakan untuk menentukan jumlah faktor minimal dengan varians maksimal, sehingga menghasilkan faktor yang disebut Principal Components. Sedangkan pada Common Factor Analysis faktor yang diestimasikan didasarkan pada Common Variance. Hasil bagi antara Eigen Values dengan jumlah faktor yang dibentuk menghasilkan variance. Beberapa metode yang bisa digunakan untuk ekstraksi faktor umum (Common Factor), antara lain adalah Principal Component. Dalam metode ini diagonal matriks korelasi diganti dengan Communality. Proses ini dilakukan berulang-ulang sampai besarnya angka komunaliti tidak mengalami perubahan. Komunaliti dapat dicari dengan formulasi sebagai berikut: Xi = b1F1 + b2F2 + …….. + bnFn + e m
Var Xi Var ijFj Varei j 1
F dan e tidak berkorelasi Selain menggunakan metode di atas bisa pula menggunakan metode lain. Metode tersebut antara lain Unweighted Least Square Procedur, Maximum Likelihood. 4. Menentukan Jumlah Faktor Pertanyaan yang muncul dalam analisis faktor adalah dari sejumlah peubah yang direduksi akan menjadi beberapa faktor. Beberapa prosedur yang bisa digunakan untuk menentukan jumlah faktor yang dibentuk adalah: a. A Priori Determination. Peneliti telah mengetahui atau mempunyai banyak pengetahuan tentang jumlah faktor yang dianalisis. Dengan demikian peneliti dalam melakukan ekstraksi sudah dapat menentukan beberapa faktor yang akan dibentuk dari hasil reduksi. b. Determination Based on Eigenvalues Pada pendekatan ini, hanya faktor yang mempunyai nilai eigen (Eigenvalues) yang lebih dari 1 (satu) yang dipakai, sedangkan faktor yang mempunyai nilai eigen kurang dari 1 tidak dimasukkan dalam model.
100
c. Determination Based on Scree plot Scree plot antara eigenvalues dengan jumlah faktor berguna dalam menentukan jumlah faktor dalam model. d. Percentase of variance Pada pendekatan ini jumlah faktor yang berekstraksi ditentukan berdasarkan persentase varians komulatif. Beberapa jumlah varians yang diinginkan tergantung dari permasalahan peneliti. Namun demikian terkadang digunakan patokan minimal 60 %. e. Split Half Reliability Pada pendekatan ini jumlah faktor yang dipakai dalam model tergantung dari korespondensi antar sampel. Jika nilainya tinggi, maka faktor tersebut diterima sebagai model. f. Significance test Hal ini dapat dilakukan pengujian signifikan faktor. Untuk dapat melakukan uji signifikan biasanya menggunakan sampel minimal 200 sampel (Widayat, 2004).
5. Rotasi Faktor Salah satu keluaran (output) yang penting dalam analisis faktor adalah matriks faktor (Factor matrix) atau sering disebut dengan Factor Pattern Matrix. Faktor matriks ini tidak lain adalah koefisien atau disebut factor loading, yang mencerminkan korelasi antara peubah dengan faktor yang dibentuk. Nilai loading factor yang tinggi menunjukkan peubah dengan faktor berkorelasi tinggi. Dalam analisis faktor sebelum dilakukan rotasi juga sudah membentuk faktor loading factor, namun terkadang masih sulit diinterpretasi karena ada satu atau beberapa peubah yang mempunyai korelasi tinggi dengan lebih dari satu faktor. Beberapa metode rotasi yang dapat digunakan, yakni: a. Orthogonal Pada metode rotasi setiap sumbu faktor saling berpotongan tegak lurus (orthogonal) dirotasi, dengan catatan sumbu faktor tetap tegak lurus. b. Varimax Pada metode rotasi ini variasi loading faktor disederhanakan untuk kolom yang sama. c. Quatimax
101
Prinsip penyederhanaan variasi faktor loading tiap peubah (variasi pada baris yang sama dalam factor matrix). Tiap sumbu faktor dengan cara tertentu (sudut tertentu) sehingga menghasilkan sejumlah faktor, yang mana setiap peubah mempunyai loading yang menyolok pada satu faktor tertentu. d. Oblique (condong) Metode ini menggunakan prinsip penyederhanaan variasi loading factor menurut baris dan kolom, namun tidak saling tegak lurus. e. Equamax Pada metode ini penyederhanaan loading factor didasarkan pada kolom dan baris. Hasil proses analisis faktor yang menunjukkan nilai eigen value sama dengan satu atau lebih dianalisis dalam Model Logit/Probit. Analisis Regresi Logit/Probit (Regresi Logistik) Analisis regresi Logit Probit digunakan untuk menguji hipotesis 1, 2, dan 3 yaitu sub peubah-peubah mana (lebih spesifik) yang mewakili 15 faktor mempunyai pengaruh signifikan terhadap perilaku nasabah dalam memilih bank syariah. Model logit/probit dinyatakan dalam suatu bentuk model probabilistik, dimana dependent variable adalah logaritma dari probabilitas suatu situasi atau atribut yang akan berlaku dengan syarat atau kondisi adanya peubah-peubah bebas tertentu (Gujarati 1995). Model ini didasarkan pada fungsi peluang logistik kumulatif, yang dapat diformulasikan: Pi E (Y 1| Xi ) =
1 1 exp ( 0 iXi )
Ekspresi -(0 + i) sering diganti dengan z, sehingga fungsi tersebut berubah menjadi:
Pi E (Y 1| Xi ) =
1 1 exp ( z)
Dalam model logit/probit, dependent variable atau Pi hanya memiliki dua bentuk: "Ya" dan "Tidak", atau "Sangat Setuju" dan "Sangat Tidak Setuju", dimana jawaban positif bernilai 1 sedangkan jawaban negatif bernilai 0. Karenanya, apabila nilai z adalah sangat
102
besar dan positif sehingga nilai exp (-z) menjadi sangat kecil namun tidak akan pernah sama dengan 0 (hanya mendekati nol). Dari hasil olahan analisis model logit/probit akan muncul odd ratio yang menentukan besaran pengaruh terhadap preferensinya. Sedangkan besaran nilai koefisien (B) menentukan fungsi dari nilai z yang jumlah minimal mendekati 0 dan maksimal mendekati 1, serta menentukan nilai Pi. Teknik statistik analisis faktor serta model logit dan probit diolah menggunakan komputer melalui program SPSS Ver 11.5 Analisis Regresi Berganda Untuk menguji hipotesis ke 4 tentang pengaruh Dana Pihak Ketiga dan Produk Domestik Regional Bruto terhadap potensi pertumbuhan perbankan syariah, digunakan metode analisis regresi berganda dengan formulasi, yakni sebagai berikut:
BSi = b0 + b1PDRBi + b2MPi + ei Dimana: BS
= Jumlah Bank Syariah
DPK
= Dana Pihak Ketiga
PDRB
= Produk Domestik Regional Bruto
b0
= Konstanta (intercept)
b1 dan b2 = Koefisien regresi e
= Faktor kesalahan (error term)
i
= 1,2, ….., n
Metode Pengujian Data dan Model Tujuan penggunaan model persamaan regresi berganda adalah untuk mengetahui hubungan (korelasi) antara masing-masing peubah independen dengan peubah dependen. Pengujian dilakukan pula untuk mengetahui pengaruh secara parsial ataupun secara simultan dari peubah independen terhadap peubah dependen. Semua pengujian ditetapkan pada tingkat kepercayaan (level of significance) 95 % atau alpha = 5 % atau kesediaan untuk menerima kesalahan sebesar 5 %. Pengujian-pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Goodness of Fit
103
Pengujian goodness of fit dilakukan untuk mengetahui apakah ada
hubungan
(korelasi) antara peubah independen dengan peubah dependen. Ukuran yang digunakan untuk goodness of fit dari model linear adalah R2 atau koefisien determinasi. R2 yang mempunyai nilai nol (0) tidak harus berarti tidak ada hubungan antara peubah-peubah, akan tetapi hanya menunjukkan tidak ada hubungan linear. Besarnya angka koefisien korelasi berkisar pada 0 (tidak ada korelasi sama sekali) atau tidak ada hubungan linear, dan 1 (korelasi sempurna). Tanda negatif (-) menunjukkan adanya arah yang berlawanan, sedangkan tanda positif (+) menunjukkan arah yang sama. Untuk mengetahui apakah angka koefisien benar-benar signifikan, atau dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara peubah-peubah, maka dilakukan uji hipotesis. H0 : Tidak ada hubungan antara peubah-peubah atau = 0 Ha : Ada hubungan antara peubah-peubah atau 0 Pengujian dilakukan dua sisi karena akan diketahui ada atau tidak ada hubungan (korelasi), dan bukan lebih besar atau lebih kecil. Apabila didasarkan pada nilai probabilitas (P), maka: H0 diterima, jika nilai probabilitas > 0,05 H0 ditolak, jika nilai probabilitas 0,05
2. Uji Regresi Berganda Uji regresi ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh parsial dan secara simultan dari peubah independen terhadap peubah dependen. Pengujian dilakukan dengan menggunakan uji t (student‟s test) dan uji F (Fisher test) dengan hipotesis: H0 : Koefisien regresi tidak signifikan Ha : Koefisien regresi signifikan a. Membandingkan statistik hitung dengan statistik tabel H0 diterima, jika statistik thitung < statistik ttabel H0 ditolak, jika statistik thitung > statistik ttabel b. Berdasarkan probabilitas H0 diterima, jika probabilitas > 0,05 H0 ditolak, jika probabilitas 0,05
104
Selanjutnya, untuk mengetahui seberapa besar pengaruh secara simultan dari peubah independen terhadap peubah dependen digunakan uji F, dianalisis dengan menggunakan ANOVA (Analysis of Variance). H0 diterima, jika statistik Fhitung < statistik Ftabel H0 ditolak, jika statistik Fhitung > statistik Ftabel
3. Uji Durbin-Watson (DW = d statistics) Pengujian Durbin-Waston dilakukan untuk mendeteksi adanya otokorelasi (autocorrelation)
diantara
peubah-peubah
independen
atau
peubah
penjelasan
(pelanggaran asumsi klasik). Pengujian dilakukan dengan melalui prosedur sebagai berikut: a. Hipotesis: H0 : Tidak ada otokorelasi Ha : Ada otokorelasi positif (+) dan otokorelasi negatif (-) b. Tidak ada otokorelasi positif untuk hipotesis nol apabila: d dL : H0 ditolak d dU: H0 diterima dL d dU : Tidak dapat disimpulkan c. Tidak ada otokorelasi negatif untuk hipotesis nol apabila: d 4 – dL : H0 ditolak d 4 – dU : H0 diterima 4 – dU d 4 – dL : Tidak dapat disimpulkan d. Tidak ada otokorelasi positif atau negatif (dua arah) untuk hipotesis nol apabila: d dL : H0 ditolak d < dU : H0 diterima dU d 4 – dU : Tidak dapat disimpulkan
4. Backward Elimination Penggunaan
backward
elimination
adalah
untuk
mengetahui
adanya
multikolinearitas diantara peubah-peubah independen (pelanggaran asumsi klasik). Pengujian dilakukan dengan cara mengeluarkan (removed) satu per satu peubah yang tidak layak masuk dalam regresi. Tahapan-tahapan mengeluarkan peubah yang tidak layak, akan
105
diikuti oleh perubahan Adjusted R Square (R2 yang disesuaikan). Semakin tinggi R2 yang disesuaikan, semakin baik bagi model regresi. Selain itu, apabila pada tahapan-tahapan mengeluarkan peubah yang tidak layak akan terjadi penurunan Standard Error of Estimate, maka model regresi akan menjadi lebih baik (peubah independen bertindak sebagai prediktor yang baik terhadap peubah dependen). Selain R2 yang disesuaikan dengan standard error of estimate, dalam pengujian backward elimination digunakan pula batas toleransi (tolerance) dan variance inflation factor (VIF). Semua peubah yang dimasukkan dalam model regresi harus mempunyai toleransi di atas 0,0001. Sedangkan nilai VIF yang lebih besar dari 5 menunjukkan indikasi adanya persoalan multikolinearitas antara peubah independen. Persoalan multikolinearitas dalam model regresi dapat juga dideteksi melalui eigenvalue dan condition index. Jika eigenvalue mendekati nol (0), maka ada indikasi terjadinya multikolinearitas. Jika condition index mempunyai angka melebihi 15, maka ada persoalan multikolinearitas dan jika lebih besar dari 30, maka persoalan multikolinearitas benarbenar serius. 5. Forward Elimination Pengujian adanya multikolinearitas dengan menggunakan forward elimination dilakukan dengan cara memasukkan peubah independen atau peubah penjelasan kedalam model persamaan regresi secara satu per satu (tidak sekaligus seperti pada pengujian backward elimination). Untuk regresi berganda digunakan Adjusted R2
(R2 yang
disesuaikan) sebagai koefisien determinasi. Apabila penambahan peubah independen menyebabkan R2 yang disesuaikan bertambah besar, maka semakin baik model regresi tersebut, karena peubah independen dapat menjelaskan peubah dependen menjadi lebih besar. Selanjutnya, penambahan peubah independen kedalam model regresi, akan menyebabkan terjadinya penurunan standard error of estimate sampai lebih kecil dari standar deviasi peubah dependen, maka model regresi akan lebih baik dalam bertindak sebagai predictor peubah dependen dari pada rata-rata peubah dependen itu sendiri. Prosedur pengujian forward elimination untuk menentukan adanya persoalan multikolinearitas, digunakan juga batas toleransi, Variance Inflation Factor (VIF), Eigenvalue, dan Condition Index seperti pada pengujian backward elimination. 6. Stepwise Method Metode pengujian ini paling sering dipakai dalam analisis regresi. Pengujianpengujian yang dilakukan hampir sama dengan forward elimination, perbedaannya terletak
106
pada cara memasukkan peubah dalam model. Pada Stepwise Method, peubah independen yang telah dimasukkan dalam model regresi dapat dikeluarkan lagi dalam model. Tahapan-tahapan pengujian dimulai dengan memasukkan peubah independen yang memiliki korelasi yang paling kuat dengan peubah dependen. Setiap kali memasukkan peubah independen yang lainnya dilakukan pengujian untuk tetap memasukkan peubah independen atau mengeluarkannya. Analisis pengujian ini, sama dengan analisis pada pengujian backward elimination maupun forward elimination.
G. Definisi Operasional Berikut ini akan diuraikan definisi operasional peubah-peubah penelitian, yakni sebagai berikut: 1. Perilaku nasabah adalah tindakan yang dilakukan oleh individu, kelompok atau organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan hanya memilih bank syariah atau memilih bank konvensional dan bank syariah. Indikator pengukuran: Jika keputusan hanya memilih bank syariah = 0 Jika keputusan memlih bank konvensional dan bank syariah = 1 2. Produk (F1) adalah sesuatu yang ditawarkan oleh bank syariah kepada calon nasabah berupa jasa dari bank syariah tersebut yang dijadikan pedoman dalam mempengaruhi pengambilan keputusan. Indikator untuk mengukur faktor produk diadaptasi dari penelitian Allan Hudaya (2001), yaitu peubah yang terkait adalah: a. Penerapan produk sistem bagi hasil (X1) b. Pembiayaan dengan bagi hasil (X2) c. Pembiayaan dengan bagi hasil lebih aman (X3) d. Perbedaan bank konvensional dengan bank syariah pada bunga (X4) 3. Harga (F2) adalah nilai tambah yang diperoleh berupa keuntungan atau kerugian bagi hasil antara bank syariah dengan nasabah yang dijadikan pedoman dalam mempengaruhi pengambilan keputusan. Indikator untuk mengukur faktor harga diadaptasi dari penelitian Allan Hudaya (2001), yaitu peubah yang terkait adalah: a. Bagi hasil lebih menguntungkan (X5) b. Keuntungan yang diperoleh merupakan motivasi (X6) c. Kecocokan dengan sistem bagi hasil (X7) e. Sistem bagi hasil lebih baik dari sistem bunga (X8)
107
4. Promosi (F3) adalah informasi mengenai keberadaan atau kinerja bank syariah kepada masyarakat yang berguna untuk mempengaruhi mengambil keputusan memilih bank syariah. Indikator untuk mengukur faktor promosi diadaptasi dari penelitian Hidayat (2001), yaitu peubah yang terkait adalah: a. Publikasi media massa (X9) b. Kunjungan personil pegawai (X10) 5. Distribusi (F4) adalah lokasi dimana bank syariah berada atau beroperasi. Lokasi mempengaruhi nasabah dalam mengambil keputusan memilih bank syariah. Indikator untuk mengukur faktor lakasi diadaptasi dari penelitian Mettawa dan Almosari (1998), yaitu peubah yang terkait adalah: a. Lokasi mudah dijangkau (X11) b. Lokasi dekat pertokoan (X12) c. Lokasi dekat perumahan (X13) 6. Lingkungan Fisik (F5) adalah lingkungan atau keadaan fisik bank syariah yang mempengaruhi kualitas pelayanan jasa. Indikator untuk mengukur faktor lingkungan fisik diadaptasi dari penelitian Hendratno (2005), yaitu peubah yang terkait adalah: a. Tempat parkir luas dan aman (X14) b. Gedung yang megah (X15) 7. Proses (F6) adalah kegiatan-kegiatan yang menunjukkan bagaimana kegiatan pelayanan diberikan kepada nasabah selama melakukan transaksi yang
turut
mempengaruhi pengambilan keputusan memilih bank syariah. Indikator untuk mengukur faktor proses diadaptasi dari penelitian Khoirunnisa (2002), yaitu peubah yang terkait adalah: a. Kemudahan transaksi (X16) b. Operasional bank syariah lebih baik dari bank konvensional (X17) c. Tanggap terhadap keluhan konsumen (X18) 8. Personal (F7) adalah orang atau personal dalam bank syariah yang langsung atau tidak langsung turut serta dalam proses kegiatan bank syariah yang mempengaruhi keputusan nasabah memilih bank syariah. Indikator untuk mengukur faktor personal diadaptasi dari penelitian Hendratno (2005), yaitu peubah yang terkait adalah: a. Pegawai rapih (X19) b. Sikap ramah (X20) c. Pegawai terampil (X21)
108
d. Profesional (X22) 9. Agama Islam (F8) adalah nilai-nilai Islam, norma Islam dan keimanan seseorang atau individu yang mempengaruhi nasabah mengambil keputusan memilih bank syariah. Indikator untuk mengukur faktor agama diadaptasi dari penelitian Khoirunnisa (2002), yaitu peubah yang terkait adalah: a. Alasan ajaran Islam (X23) b. Pengaruh ajaran Islam (X24) c. Produk dengan istilah Islam (X25) d. Sistem bunga bertentangan dengan ajaran Islam (X26) 10. Kelas Sosial (F9) adalah suatu kelompok yang terdiri dari sejumlah orang yang mempunyai posisi (kedudukan) yang kurang lebih sama (sederajat) dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi nasabah mengambil keputusan memilih bank syariah. Indikator untuk mengukur faktor kelas sosial diadaptasi dari penelitian kerjasama IPB Bogor dengan Bank Indonesia (2000), yaitu peubah yang terkait adalah: a. Jenis pekerjaan atau usaha (X27) b. Tingkat pendidikan terakhir (X28) c. Pendapatan (X29) 11. Referensi (F10) adalah kelompok-kelompok yang memberikan pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang dalam mengambil keputusan memilih bank syariah. Indikator untuk mengukur faktor referensi diadaptasi dari teori Kelompok referensi yang merupakan suatu kelompok yang memberi pengaruh baik secara langsung ataupun tidak langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang (Kotler, Ang, Leong dan Tan, 1996), yaitu peubah yang terkait adalah: a. Pengaruh teman/tetangga (X30) b. Pengaruh ulama / fatwa MUI (X31) 12. Keluarga (F11) adalah kelompok yang terdiri dari satu atau lebih yang berhubungan melalui darah, perkawinan, adopsi yang tinggal bersama, yang turut mempengaruhi nasabah dalam mengambil keputusan memilih bank syariah. Indikator untuk mengukur faktor keluarga diadaptasi dari penelitian Allan Hudaya (2001), peubah yang terkait adalah: a. Pengaruh keluarga (X32) b. Pendapatan anggota keluarga (X33) c. Pengalaman keluarga yang berpengaruh (X34)
109
13. Teknologi (F12) adalah fasilitas pelayanan dengan menggunakan teknologi ATM (X35) yang mempengaruhi nasabah mengambil keputusan memilih bank syariah. 14. Kebutuhan/motivasi (F13) adalah dorongan kebutuhan dan keinginan individu yang diarahkan pada tujuan untuk memperoleh kepuasan yang mempengaruhi nasabah mengambil keputusan memilih bank syariah. Indikator untuk mengukur faktor motivasi diadaptasi dari teori motivasi yang merupakan dorongan kebutuhan dan keinginan individu untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu untuk mencapai tujuan (Swastha dan Handoko, 2001), yaitu peubah yang terkait adalah: a. Kebutuhan secara material (X36) b. Kebutuhan secara spiritual (X37) c. Kebutuhan untuk memenuhi transaksi (X38) 15. Ciri (F14) adalah perubahan-perubahan perilaku yang terjadi sebagai akibat dari adanya pengetahuan individu yang mempengaruhi nasabah mengambil keputusan memilih bank syariah. Indikator untuk mengukur faktor motivasi diadaptasi dari teori persepsi yang merupakan proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran secara keseluruhan (Kotler, 2000), yaitu peubah yang terkait adalah: a. Mengetahui potensi bank syariah dimasa datang (X39) b. Operasional bank konvensional mengandung unsur riba (X40) 16.Kejiwaan (F15) adalah perubahan-perubahan perilaku yang terjadi sebagai akibat dari adanya pengalaman yang mempengaruhi nasabah mengambil keputusan memilih bank syariah. Indikator untuk mengukur faktor motivasi diadaptasi dari teori Pembelajaran: merupakan perubahan-perubahan perilaku seseorang yang berasal dari pengalaman (Kotler, Ang, Leong dan Tan, 1996), yaitu peubah yang terkait adalah: a. Kinerja bank syariah dimasa akan datang (X41) b
Kemampuan dalam melaksanakan tanggung jawab (X42)
c Perkembangan bank syariah dimasa akan datang (X43) d Peluang dimasa akan datang (X44) e Pengalaman responden (X45) Skala Pengukuran Dalam penelitian ini, peneliti membagikan kuesioner yang disusun dalam kalimatkalimat pertanyaan. Responden diminta memberikan tanggapannya dengan memilih salah
110
satu pilihan jawaban. Jawaban dari responden yang bersifat kualitatif dikuantitatifkan dan diukur dengan menggunakan skala Likert . dengan bobot sebagai berikut: Sangat berpengaruh = 7 Berpengaruh = 6 Cukup berpengaruh = 5 Netral = 4 Kurang berpengaruh = 3 Tidak berpengaruh = 2 Sangat tidak berpengaruh = 1 Skala Likert digunakan karena mempunyai beberapa pertimbangan sebagai berikut : 1. Mempunyai banyak kemudahan, seperti kemudahan dalam menyusun pertanyaan, memberi skor, serta skor yang lebih tinggi tarafnya mudah dibandingkan dengan skor yang lebih rendah. 2. Mempunyai reliabilitas tinggi dalam mengurutkan berdasarkan intensitas
sikap
tertentu. 3. Luwes dan lebih fleksibel.
G. Hasil Penelitian Pengujian Dengan Model Regresi Logistik Untuk menguji apakah 17 peubah independen, meliputi: produk melalui pembiayaan bagi hasil, nilai tambah melalui keuntungan sebagai motivasi, promosi melalui publikasi media massa, lokasi dekat pertokoan, lingkungan fisik berkenaan tempat parkir luas dan aman, proses operasional bank syariah lebih baik, personal berkenaan dengan pegawai terampil, agama melalui produk dengan istilah Islam dan pengaruh ajaran Islam, kelas sosial khususnya jenis pekerjaan atau usaha, refrerensi khususnya pengaruh ulama atau fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia), pengaruh keluarga khususnya pengalaman keluarga, teknologi khususnya tersedianya fasilitas ATM, motivasi/kebutuhan khususnya kebutuhan memenuhi transaksi, ciri yang berkenaan dengan mengetahui potensi bank syariah di masa akan datang, dan kejiwaan khususnya bank syariah berpeluang dalam perekonomian dan bank syariah memiliki tanggungjawab berpengaruh terhadap perilaku nasabah dalam memilih bank syariah digunakan metode analisis regresi logistik (regresi binary) dengan kategori 0 jika nasabah hanya memilih atau berhubungan dengan bank syariah dan kategori 1 jika nasabah memilih kedua-duanya (bank konvensional dan bank syariah).
111
Sesuai dengan hasil perhitungan analisis regresi logistik terhadap 420 responden, dapat dilihat pada tabel berikut: Peubah X2 X6 X9 X12 X14 X17 X21 X24 X25 X27 X30 X34 X35 X38 X39 X42 X44 Constant
Tabel 7. Hasil Koefisien Regresi Logistik B SE Wald df 0.163 0.119 0.160 0.100 -0.055 -0.071 0.114 0.247 0.148 0.082 -0.009 -0.110 -0.129 -0.154 0.309 0.055 -0.068 1.980
0.058 0.030 0.078 0.090 0.089 0.120 0.136 0.125 0.078 0.074 0.067 0.074 0.082 0.124 0.140 0.198 0.191 1.073
4.780 3.422 4.259 1.245 0.381 0.350 0.707 3.875 3.602 1.241 0.029 2.233 2.496 1.535 4.871 0.077 0.126 3.406
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Sig 0.035 * 0.063 ** 0.039 * 0.265 0.537 0.554 0.400 0.049 * 0.058 ** 0.265 0.890 0.135 0.114 0.215 0.027 * 0.781 0.723 0.065
Exp(B) 0.850 1.126 0.852 1.105 0.947 0.931 1.121 0.781 0.863 1.086 0.991 0.896 1.138 0.857 1.362 1.056 0.934 7.240
Keterangan : * Tingkat signifikan 5 % ** Tingkat signifikan 10 %
Dari nilai koefisien regresi logistik yang diperoleh, maka dapat dibuat persamaan regresi logistik sebgai berikut: 1 Prob.(Kategori 1) = P(Y=1/Xi) = ----------1 + e-Z dimana Z = 0,614
Dari Z yang diperoleh sebesar 0,614 dapat ditentukan besarnya probabilitas, yakni: 1 Prob. (1) = P(Y=1/Xi) = ---------------1 + e-(0,614) = 0,6488
Dengan demikian diperoleh probabilitas responden yang memilih bank konvensional dan bank syariah sebesar 64,88 persen, sedangkan probabilitas responden yang hanya memilih bank syariah sebesar 35,12 persen. Dimana
112
P(Y=1/X1) + P(Y=0/Xi) = 1
Dalam menafsir regresi dengan peubah dependen binary adalah dengan pendekatan probabilitas. Dan karena tidak ada probabilitas “negatif” atau “lebih dari satu”, maka jika:
Angka negatif, dianggap probabilitas nol
Angka positif lebih dari satu, dianggap probabilitas 1
Angka positif antara 0 sampai 1, probabilitas sesuai angka yang tertera.
Pengujian hipotesis (signifikansi) koefisien logistik dapat dilakukan dengan dua cara. 1. Menggunakan statistik Wald, yakni membandingkan antara Statistik Wald dengan Chi-Square tabel (df=1) = 3,84 pada tingkat kepercayaan 95 % dan Chi-Square tabel (df=1) = 2,70 pada tingkat kepercayaan 90 %. Apabila statistik Wald lebih besar dari Chi-Square tabel, maka peubah tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan. Sebaliknya jika statistik Wald lebih kecil dari Chi-Square tabel, maka peubah tersebut tidak berpengaruh signifikan. Berdasarkan tabel 5 menunjukkan bahwa ada 4 peubah yang mempunyai nilai statistik Wald lebih besar dari Chi-Square tabel = 3,84, yakni statistik Wald X2 = 4,780, statistik Wald X9 = 4,259, statistik Wald X24 = 3,875, dan statistik Wald X39 = 4,871 dan ada 2 peubah yang mempunyai nilai statistik Wald lebih besar dari Chi-Square tabel = 2,70, yakni statistik Wald X6 = 3,422 dan statistik Wald X25 = 3,602. Sedangkan statistik Wald X12, X14, X17, X21, X27, X30, X34, X35, X38, X42, dan X44 lebih kecil dari Chi-Square tabel. 2. Membandingkan tingkat signifikansi (Sig) untuk masing-masing peubah dengan Alpha (0,05) pada tingkat kepercayaan 95 % dan Alpha (0,10) pada tingkat kepercayaan 90 %. Apabila Sig lebih kecil dari Alpha, maka peubah tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan dan sebaliknya jika Sig lebih besar dari Alpha, maka peubah tersebut tidak berpengaruh signifikan. Berdasarkan tabel 38 menunjukkan Sig X2 = 0,035, Sig X12 = 0,039, sig X24 = 0,049 dan Sig X39 = 0,027 lebih kecil dari Alpha = 0,05. Sedangkan Sig X6 = 0,063 dan sig X25 = 0,058 lebih kecil dari Alpha = 0,10. Sebaliknya ada 11 peubah yang mempunyai sig lebih besar dari Alpha.
113
Ini menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95 persen, secara statistik peubah X2 (pembiayaan dengan bagi hasil), peubah X9 (publikasi media massa), peubah X24 (pengaruh ajaran Islam), dan peubah X39 (mengetahui potensi bank syariah dimasa akan datang) berpengaruh signifikan terhadap perilaku nasabah dalam pemilihan bank syariah. Pada tingkat kepercayaan 90 % secara statistik peubah X6 (keuntungan yang diperoleh merupakan motivasi) dan peubah X25 (produk dengan istilah Islam) berpengaruh signifikan terhadap perilaku nasabah dalam pemilihan bank syariah. Sebaliknya ada 12 peubah yang tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku nasabah dalam pemilihan bank syariah, yakni peubah X12 (lokasi dekat pertokoan), X14 (tempat parkir yang luas dan aman), X17 (operasional bank syariah lebih baik), X21 (pegawai terampil), X27 (jenis pekerjaan atau usaha), X30 (pengaruh teman atau tetangga), X34 (pengalaman keluarga), X35 (fasilitas ATM), X38 (kebutuhan untuk memenuhi transaksi), X42 (bank syariah memiliki tanggungjawab), dan X44 (pengalaman responden). Selanjutnya dari 420 nasabah dapat diklasifikasikan untuk hasil persentase pengelompokan nasabah yang dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 8 Pengelompokan Nasabah Prediksi Obsevasi Total 0 1 0 54 111 165 1 28 227 255
Persentase 32,7 89,0 66,9
Dari tabel 8 menunjukkan bahwa dari 420 nasabah bank syariah terdapat 255 nasabah yang memilih kategori 1 (berhubungan bank konvensional dan bank syariah) dan setelah diprediksi dengan analisis regresi logistik terdapat 28 nasabah yang masuk dalam pengelompokkan nasabah yang memilih kategori 0 (hanya berhubungan bank syariah) atau dengan kata lain 89,0 persen dari 255 nasabah dapat dikelompokkan secara tepat oleh model logistik. Sedangkan nasabah yang memilih kategori 0 (hanya berhubungan bank syariah) terdapat 165 nasabah dan setelah diprediksi terdapat 111 nasabah yang masuk dalam pengelompokan nasabah yang memilih kategori 1 (berhubungan bank konvensional dan bank syariah) atau 32,7 persen dari 165 nasabah dapat dikelompokkan secara tepat oleh model logistik.
114
Dari uraian pengujian hipotesis di atas, menunjukkan bahwa faktor-faktor lingkungan internal yang berpengaruh signifikan terhadap perilaku nasabah dalam memilih bank syariah adalah produk bank syariah melalui pembiayaan bagi hasil, nilai tambah atau keuntungan yang diperoleh merupakan motivasi, dan promosi melalui publikasi media massa. Sedangkan faktor-faktor lingkungan internal yang tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku nasabah dalam memilih bank syariah adalah lokasi dekat pertokoan, tempat parkir yang luas dan aman (lingkungan fisik), operasional bank syariah lebih baik dari bank konvensional (proses), dan keterampilan pegawai (personal). lingkungan eksternal yang berpengaruh signifikan terhadap perilaku nasabah dalam pemilihan bank syariah adalah pengaruh ajaran Islam dan produk dengan istilah Islam (faktor produk). Sedangkan faktor-faktor lingkungan eksternal yang tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku nasabah dalam pemilihan bank syariah adalah jenis pekerjaan atau usaha (faktor kelas sosial), pengaruh teman/tetangga (faktor referensi), pengalaman keluarga (faktor pengaruh keluarga), dan fasilitas ATM (faktor teknologi). Ciri individu nasabah yang berpengaruh signifikan terhadap perilaku nasabah dalam pemilihan bank syariah adalah mengetahui potensi bank syariah dimasa datang (faktor ciri/pengetahuan). Sedangkan faktor-faktor ciri individu yang tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku nasabah dalam pemilihan bank syariah adalah kebutuhan memenuhi transaksi (faktor motivasi/kebutuhan), bank syariah memiliki tanggung jawab, dan bank syariah berpeluang dalam kegiatan perekonomian dimasa datang (faktor kejiwaan). Pengujian Dengan Menggunakan Analisis Regresi Berganda. Untuk menguji hipotesis ke 4 tentang pengaruh Dana pihak ketiga (DPK) dan Produk domestik regional bruto terhadap potensi pengembangan perbankan syariah di Kota Makassar, digunakan metode analisis regresi linear berganda. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:
115
Tabel 9 Hasil Koefisien Regresi berganda Model Constant) DPK PDRB
Coefficient - 21.826 1.108E-05 .002
t
-2.508 3.305 ,196
Sig ,129 ,041 ,863
F 54.773
Sig ,018
Berdasarkan tabel 9 di atas, menunjukkan bahwa koefisien regresi dari dua peubah independen (Dana pihak ketiga dan Produk Domestik regional bruto) bertanda positif. Hal ini mencerminkan bahwa dengan meningkatnya dana pihak ketiga dan produk demestik regional bruto yang semakin bertambah akan berdampak positif terhadap potensi peningkatan perbankan syariah di Kota Makassar dengan asumsi faktor-faktor pendukung lainnya juga semakin mengalami peningkatan atau perbaikan, misalnya dukungan regulasi tentang perbankan syariah dari otoritas moneter (Bank Indonesia), dukungan pemerintah daerah, dukungan Majelis Ulama Indonesia dan lain-lain. Pada uji statistik F, menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95 % kedua peubah independen secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap potensi pertumbuhan perbankan syariah di Kota Makassar. Hal ini ditunjukkan oleh nilai sig 0,018 lebih kecil dari alpha 0,05. Pada uji statistik t, menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95 % dana pihak ketiga berpengaruh signifikan terhadap potensi pertumbuhan perbankan syariah. Hal ini ditunjukkan oleh nilai sig DPK 0,041 lebih kecil dari alpha 0,05. Sedangkan Produk domestik regional bruto sebagai indikator pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh signifikan terhadap potensi pertumbuhan perbankan syariah di Kota Makassar. Hal ini ditunjukkan oleh nilai sig people 0,863 lebih besar dari alpha 0,05. Ini mencerminkan bahwa sekalipun pennduduk mayoritas beragama Islam tidaklah otomatis potensi pengembangan perbankan syariah akan semakin berkembang, tetapi harus didorong oleh dana pihak ktiga dan peningkatan pendapatan perkapita masyarakat khususnya masyarakat Islam di Kota Makassar, karena dengan meningkatnya pendapatan masyarakat Islam, maka sebahagian dari pendapatan yang tidak dibelanjakan tentunya akan ditabung di bank syariah atau bank konvensional.
116
I. Pembahasan Berdasarkan pada rumusan masalah, hipotesis, dan hasil analisis data dengan metode analisis statistik deskriptif, analisis faktor regresi dan logistik (binary), maka hasil penelitian ini dapat diuraikan pada masing-masing sub bahasan berikut ini. 1. Pengaruh Lingkungan Internal Terhadap Perilaku Nasabah Seperti telah diuraikan pada sub bahasan sebelumnya, bahwa lingkungan internal bank syariah meliputi: 1) faktor produk yang menjelaskan tentang penerapan sistem bagi hasil, pembiayaan bagi hasil, pembiayaan bagi hasil lebih aman, dan perbedaan bagi hasil dengan bunga pada sistem bank konvensional. 2) faktor nilai tambah yang menjelaskan tentang bagi hasil lebih menguntungkan, keuntungan merupakan motivasi, kesesuaian dengan bagi hasil, dan sistem bagi hasil lebih baik dari sistem bunga. 3) faktor promosi yang menjelaskan tentang publikasi media massa dan kunjungan dan informasi pegawai bank syariah. 4) faktor lokasi yang menjelaskan tentang lokasi mudah dijangkau, lokasi dekat pertokoan, dan lokasi dekat perumahan. 5) faktor lingkungan fisik yang menjelaskan tentang tempat parkir luas dan aman serta gedung yang megah. 6) faktor proses yang menjelaskan tentang kemudahan transaksi, operasional bank syariah lebih baik, dan tanggap terhadap keluhan konsumen. 7) faktor personal yang menjelaskan tentang pegawai rapih, sikap ramah pegawai, pegawai terampil, dan pegawai profesional. Berdasarkan penelitian mengindikasikan bahwa pada umumnya responden (lebih dari 70 %) memilih bank syariah karena sangat dipengaruhi oleh faktor produk yang berkenaan dengan penerapan bagi hasil, pembiayaan bagi hasil, dan perbedaan dengan bunga. Sedangkan produk bagi hasil dipandang lebih aman relatif tidak berpengaruh terhadap perilaku nasabah dalam memilih bank syariah. Sesuai dengan penjelasan di atas, pada uji statistik dengan menggunakan metode analisis regresi logistik menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95 % faktor-faktor lingkungan internal yang sangat berpengaruh signifikan terhadap perilaku nasabah dalam memilih bank syariah adalah (1) faktor produk utamanya pembiayaan bagi hasil, seperti: pembiayaan modal kerja (mudharabah, musyarakah, dan murabahah), pembiayaan proyek (mudharabah atau musyarakah), pembiayaan sektor pertanian (ba‟I as salam), letter of credit (wakalah) dan lain-lain (2) faktor nilai tambah utamanya keuntungan sebagai motivasi, dan (3) faktor promosi utamanya promosi melalui publikasi media massa, seperti: publikasi media cetak dan publikasi media elektronik.
117
Faktor-faktor lingkungan internal yang tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku nasabah dalam memilih bank syariah adalah 1) faktor lokasi yang berkenaan dengan lokasi dekat pertokoan. Hal ini disebabkan oleh karena pada umumnya lokasi perbankan yang ada di Kota Makassar baik bank syariah maupun bank konvensional dilokasi pada tempat strategis yang mudah dijangkau dan dekat pertokoan, sehingga faktor lokasi bukan merupakan suatu keunggulan daya tarik untuk dijadikan pertimbangan utama memilih bank syariah ataupun memilih bank konvensional. 2) faktor lingkungan fisik berkenaan dengan tempat parkir yang luas dan aman. Hal ini disebabkan oleh karena pada umumnya bank syariah maupun bank konvensional memiliki tempat parkir yang luas dan aman, sehingga tidak menjadi pertimbangan utama bagi nasabah dalam memilih bank syariah. 3) faktor proses berkenaan dengan operasional bank syariah lebih baik. Hal ini disebabkan oleh karena operasional bank syariah lebih baik dibandingkan dengan bank konvensional tidak menjadi pertimbangan utama bagi nasabah dalam memilih bank syariah, karena yang utama bagi nasabah adalah produk bank sesuai dengan syariah Islam. 4) faktor personal berkenaan dengan keterampilan pegawai. Hal ini disebabkan oleh karena selama ini masih relatif kecil keluhan nasabah yang diakibatkan oleh ketidak terampilan pegawai dalam melaksanakan pelayanan kepada nasabah. 2. Pengaruh Lingkungan Eksternal Terhadap Perilaku Nasabah Beberapa faktor yang termasuk dalam lingkungan eksternal yang mempengaruhi perilaku nasabah dalam memilih bank syariah, yakni: 1) faktor agama meliputi: karena alasan ajaran Islam, pengaruh ajaran Islam, produk dengan istilah Islam, dan sistem bunga bertentangan dengan ajaran Islam. 2) faktor kelas sosial, meliputi: jenis pekerjaan atau usaha, tingkat pendidikan, dan pendapatan. 3) faktor referensi, meliputi: pengaruh teman atau tetangga dan pengaruh ulama atau fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). 4) faktor keluarga, meliputi: pengaruh keluarga, pendapatan anggota keluarga, dan pengalaman keluarga. 5) faktor teknologi dalam hal ini fasilitas pelayanan penggunaan ATM. Analisis regresi logistik (regresi binary),
menunjukkan bahwa pada tingkat
kepercayaan 95 % faktor agama sangat berpengaruh signifikan terhadap perilaku nasabah dalam memilih bank syariah utamanya pengaruh ajaran Islam dan produk dengan istilah Islam. Hal ini disebabkan karena Penduduk Kota Makassar sebagai ibu kota provinsi Sulawesi Selatan 91 % memeluk agama Islam yang tentunya sebahagian penduduk taat menjalan syariat Islam. Di samping itu produk bank syariah dengan istilah Islam perlu dipertahankan karena dengan istilah tersebut mampu menarik nasabah sebagai
118
pertimbangan dalam memilih bank syariah. Produk dengan istilah Islam, seperti wadi‟ah yadhammah (giro), mudharabah (deposito), mudharabah muqayyadah (simpanan khusus), musyarakah (pembiayaan), qard (dana tabungan), ijarah muntahiyah (sewa beli), wakalah (letter of credit), Faktor-faktor lingkungan eksternal yang tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku nasabah dalam memilih bank syariah adalah 1) faktor kelas sosial. Hal ini mencerminkan bahwa nasabah yang memilih bank syariah relatif tidak ditentukan oleh faktor kelas sosial baik dari segi jenis pekerjaan, tingkat pendidikan maupun tingkat pendapatan nasabah. 2) faktor refrerensi yang berkenaan dengan pengaruh fatwa Majelis Ulama Indonesia. Hal ini mencerminkan bahwa pada hakikatnya fatwa MUI yang barubaru ini (pertengahan tahun 2004) relatif tidak berpengaruh terhadap perilaku nasabah dalam memilih bank syariah, sebab sebagian ulama atau cendikiawan muslim memadang bahwa fatwa tersebut terlalu terburu-buru tanpa melihat perilaku masyarakat Islam pada umumnya dan perangkat lainnya yang masih kurang mendukung, misalnya kantor-kantor cabang bank syariah dan kantor pembantu bank syariah masih relatif terbatas baik yang ada di perkotaan maupun di daerah-daerah pedesaan. 3) faktor keluarga yang berkenaan dengan pengalaman keluarga yang mencerminkan bahwa pengaruh pengalaman keluarga sebagai referensi relatif kurang berpengaruh. Hal ini disebabkan oleh pada umumnya responden dalam melakukan hubungan dengan perbankan baik bank syariah maupun bank konvensional sepengetahuan keluarga, sehingga peubah ini bukan yang menjadi pertimbangan utama dalam memilih bank syariah. Sedangkan
pendapatan anggota
keluarga juga kurang berpengaruh dalam memilih bank syariah, hal ini mencerminkan bahwa tidak ada perbedaan perilaku nasabah baik yang memilih hanya bank syariah maupun nasabah yang memilih bank syariah dan bank konvensional berkenaan dengan tingkat pendapatan, sehingga peubah pendapatan keluarga, relatif kurang menjadi pertimbangan utama untuk memilih bank syariah. 4) faktor teknologi yang berkenaan dengan penggunaan ATM (Automatic Teller Machine) dimana fasilitas seperti ini hampir semua bank memiliki fasilitas teknologi ATM, sehingga penggunaan ATM pada bank syariah bukan yang menjadi pertimbangan utama bagi nasabah dalam memilih bank syariah. 3. Pengaruh Ciri Individu Terhadap Perilaku Nasabah Ciri individu terdiri dari: 1) faktor kebutuhan atau motivasi yang meliputi: kebutuhan secara material, kebutuhan spiritual, dan kebutuhan untuk memenuhi transaksi.
119
2) faktor ciri, meliputi: mengetahui potensi bank syariah yang akan datang dan mengetahui bank syariah mengandung riba. 3) faktor kejiwaan, meliputi: kinerja bank syariah dimasa akan datang, bank syariah memiliki tanggungjawab (trust), potensi pertumbuhan bank syariah dimasa akan datang, bank syariah berpeluang dalam kegiatan perekonomian, dan pengalaman responden. Analisis regresi logistik (regresi binary), menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 90 % secara statistik faktor ciri terutama mengetahui potensi bank syariah dimasa akan datang berpengaruh signifikan terhadap perilaku nasabah dalam memilih bank syariah. Ini disebabkan oleh adanya pengetahuan atau wawasan nasabah baik potensi bank syariah dimasa akan datang maupun pengetahuan tentang bank konvensional mengandung riba. Pengetahuan yang tinggi dan wawasan yang luas, karena responden pada umumnya berpendidikan tinggi. Komposisi responden menurut tingkat pendidikan formal menunjukkan bahwa responden yang berpendidikan S1 (sarjana strata satu) sejumlah 211 responden atau 50,2 persen, kemudian responden yang berpendidikan SMA (sekolah menengah atas) sejumlah 110 responden atau 26,2 persen, responden yang berpendidikan Diploma 49 responden atau 11,7 persen, dan responden yang berpendidikan S2 (starata dua) dan S3 (strata tiga) masing-masing 42 responden dan 7 responden atau 10 persen dan 1,7 persen. Sebaliknya faktor kebutuhan atau motivasi dan faktor kejiwaan tidak berpengaruh signifikan
terhadap
perilaku
nasabah
dalam
memilih
bank
syariah.
Hal
ini
mengindikasikan bahwa nasabah bank syariah didalam memilih bank syariah kurang mempertimbangkan persoalan kebutuhan material, kebutuhan spiritual, kebutuhan transaksi, dan faktor kejiwaan yang berkenaan dengan kinerja bank syariah, tanggungjawab bank, pertumbuhan bank syariah, pengalaman responden, dan peluang bank syariah didalam perekonomian Indonesia. 4. Prediksi Perilaku Nasabah Pada Pasca Pengambilan Keputusan Seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, bahwa proses keputusan pembelian sebagai suatu rangkaian dari lima tahap: pengenalan kebutuhan, pencarian alternatif, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan perasaan pasca pembelian (pasca pengambilan keputusan). Hasil penelitian ini menjelaskan prediksi perilaku nasabah pada pasca pengambilan keputusan, apakah nasabah masih tetap loyal pada keputusan hanya memilih bank syariah atau tetap loyal pada keputusan memilih bank syariah dan bank konvensional.
120
Penelitian menunjukkan bahwa dari 420 nasabah bank syariah terdapat 255 nasabah yang memilih kategori 1 (memilih bank konvensional dan bank syariah) dan setelah diprediksi dengan analisis regresi logistik terdapat 28 nasabah yang masuk dalam pengelompokkan nasabah yang memilih kategori 0 (hanya memilih bank syariah) atau dengan kata lain 89,0 persen dari 255 nasabah tetap loyal pada keputusan memilih kategori 1 (memilih bank konvensional dan bank syariah). Sedangkan nasabah yang memilih kategori 0 (hanya memilih bank syariah) terdapat 165 nasabah dan setelah diprediksi terdapat 111 nasabah yang masuk dalam pengelompokan nasabah yang memilih kategori 1 (memilih bank konvensional dan bank syariah) atau 32,7 persen dari 165 nasabah tetap loyal pada keputusan kategori 0 (hanya memilih bank syariah). Ini menunjukkan bahwa nasabah bank syariah di Kota Makassar pada umumnya menggunakan sistem perbankan berganda (dual banking sistem). Di samping itu probabilitas setiap nasabah cenderung memilih kategori 1 (memilih bank konvensional dan bank syariah) sebesar 64,88 % dan probabilitas kategori 0 (hanya memilih bank syariah) sebesar 35,12 %. Ini mengindikasikan bahwa pada umumnya nasabah bank syariah di Kota Makassar masih berinteraksi dengan bank konvensional. Selanjutnya penelitian ini menjelaskan persamaan dan perbedaan temuan penelitian dengan penelitian sebelumnya, yakni sebagai berikut: Hasil penelitian Metawa dan Almosari (1998) menemukan bahwa keputusan dalam memilih bank lebih didorong oleh; (1) faktor agama, dimana nasabah menekankan pada ketaatannya terhadap prinsip-prinsip islam, (2) faktor keuntungan, (3) faktor dorongan keluarga dan teman, dan (4) faktor lokasi bank. Dari faktor-faktor tersebut dihubungkan dengan ciri responden seperti umur, pendidikan, dan pendapatan secara signifikan ketaatan pada prinsip-prinsip islam mempengaruhi responden untuk memilih bank syariah. Erol dan El-Bdour (1989) menemukan bahwa faktor yang menentukan nasabah memilih bank Islam sebagai lembaga penyimpanan (tabungan dan sejenisnya) bukanlah motif agama, melainkan motif keuntungan. Kemudian peer group mempengaruhi dalam memilih bank islam dan kesadaran dari nasabah bank terhadap keuntungan yang diperoleh dengan melakukan investasi berdasarkan profit loss sharing serta peran pendistribusian pendapatan dari sistem perbankan islam. Naser et al. (1999) menemukan bahwa faktor mendorong nasabah memilih bank syariah adalah karena reputasi bank, alasan agama, bank syariah tidak hanya menawarkan
121
fasilitas yang sama dengan bank konvensional tapi juga menerapkan prinsip syariah, kemampuan bank menjaga kerahasiaan, dan alasan agama dan keuntungan. Penelitian prefensi masyarakat terhadap bank syariah dilakukan oleh Khoirunnisa (2002) menemukan bukti empiris bahwa; (1) faktor ekonomis, agamis, dan pihak luar dalam mendorong nasabah menabung di bank syariah, (2) ada perbedaan prefensi agamis dan pihak luar bagi nasabah di Bank Muamalat Indonesia dan BNI syariah dalam menabung dan, (4) ada hubungan antara faktor selera ekonomis dan faktor agamis dalam menabung di bank syariah. Sedangkan penelitian ini menunjukkan bahwa keputusan dalam memilih bank syariah dipengaruhi oleh: (1) Faktor ekonomi utamanya pada produk pembiayaan bagi hasil dan motivasi nilai tambah, (2) Faktor promosi media massa, (3) Faktor agama terutama pada ketaatan ajaran Islam dan produk dengan istilah Islam, dan (4) Faktor ciri individu terutama pada mengetahui potensi bank syariah dimasa datang. Hal ini berhubungan tingkat pendidikan responden yang pada umumnya sarjana. 5. Potensi Pengembangan Perbankan Syariah Potensi pengembangan perbankan syariah di Kota Makassar tentu tidak terlepas dari faktor-faktor yang dapat mempengaruhi untuk berkembang di masa akan datang, yakni faktor lingkungan internal perbankan, faktor lingkungan eksternal dan ciri individu masyarakat. Di samping itu potensi perkembangan bank syariah dipengaruhi pula oleh pertumbuhan ekonomi, perkembangan dana pihak ketiga. Sesuai dengan perhitungan regresi berganda pada tabel 40 menjelaskan bahwa ada dua peubah independen yang diamati dalam mempengaruhi potensi pertumbuhan perbankan syariah, yakni Produk Domestik Regional Bruto dan dana pihak ketiga di Kota Makassar. Kedua peubah independen yang diamati mempunyai koefisien regresi bertanda positif. Ini menunjukkan bahwa dengan meningkatnya produk domestik regional bruto dan jumlah penduduk yang beragama Islam akan meningkat pula potensi pengembangan perbankan syariah di Kota Makassar. Pada uji statistik F menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95 % kedua peubah independen (produk domestik regional bruto dan dana pihak ketiga) berpengaruh signifikan terhadap potensi pertumbuhan perbankan syariah di Kota Makassar. Pada uji statistik t, menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95 % dana pihak ketiga berpengaruh signifikan terhadap potensi pertumbuhan perbankan syariah. Sedangkan Produk domestik regional bruto tidak berpengaruh signifikan terhadap potensi
122
pertumbuhan perbankan syariah. Di samping faktor produk domestik regional bruto dan jumlah dana pihak ketiga, perlu pula didukung oleh faktor-faktor lainnya, seperti perbaikan regulasi dibidang pengembangan perbankan syariah, dukungan masyarakat, baik dari kalangan ulama, cendikiawan, pengusaha muslim dan lain-lain.
J. Simpulan Penelitian ini berusaha menguji pengaruh faktor-faktor lingkungan internal, lingkungan eksternal, dan ciri individu terhadap perilaku nasabah dalam memilih bank syariah dan mengetahui potensi pengembangan perbankan syariah dimasa akan datang dengan menggunakan sampel terhadap 420 responden nasabah bank syariah di Kota Makassar. Dengan menggunakan model Analisis Faktor, Analisis Regresi Logistik, dan Analisis Regresi Berganda, maka hasil penelitian dapat disimpulkan, yakni sebagai berikut: 1. Faktor lingkungan internal utamanya pada pembiayaan bagi hasil (produk), keuntungan sebagai motivasi (nilai tambah), dan publikasi media massa (promosi) berpengaruh signifikan terhadap perilaku nasabah dalam memilih bank syariah. Sedangkan lokasi dekat pertokoan (lokasi), tempat parkir yang luas dan aman (lingkungan fisik), operasional bank syariah lebih baik (proses), dan keterampilan pegawai (personal) tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku nasabah dalam memilih bank syariah. 2. Faktor lingkungan eksternal utamanya pengaruh ajaran Islam dan produk dengan istilah Islam (agama) berpengaruh signifikan terhadap perilaku nasabah dalam memilih bank syariah. Sedangkan jenis pekerjaan atau usaha (kelas sosial), pengaruh ulama atau fatwa MUI (referensi), pengalaman keluarga ( pengaruh keluarga), dan fasilitas ATM (teknologi) tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku nasabah dalam memilih bank syariah. 3. Faktor ciri individu konsumen utamanya pada mengetahui potensi bank syariah dimasa akan datang berpengaruh signifikan terhadap perilaku nasabah dalam memilih bank syariah. Sedangkan kebutuhan memenuhi transaksi, bank syariah berpeluang dalam perekonomian nasional, dan bank syariah memiliki tanggung jawab tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku nasabah dalam memilih bank syariah. 4. Dari 420 responden nasabah bank syariah terdapat 255 responden yang menggunakan dual banking (memilih bank konvensional dan bank syariah) dan diprediksi sebanyak
123
28 nasabah atau 11 % akan memilih hanya bank syariah. Begitu pula yang hanya memilih bank syariah terdapat 165 responden dari 420 responden nasabah dan diprediksi sebanyak 111 nasabah atau 67,3 % akan menggunakan atau memilih dual banking (memilih bank bank konvensional dan bank syariah). Dengan kata lain 89 % tetap loyal menggunakan dual banking
dan 32,7 % tetap loyal memilih atau
menggunakan hanya bank syariah. 5. Dana pihak ketiga dan Produk domestik regional bruto secara simultan berpengaruh signifikan terhadap potensi pertumbuhan perbankan syariah di Kota Makassar. 6. Probabilitas setiap nasabah cenderung memilih atau menggunakan dual banking (memilih bank konvensional dan bank syariah) sebesar 64,88 % dan probabilitas setiap nasabah hanya memilih bank syariah sebesar 35,12 %. Ini mengindikasikan bahwa nasabah bank syariah di Kota Makassar pada umumnya menggunakan bank konvensional.
K. Saran 1. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa produk pembiayaan bagi hasil berpengaruh signifikan terhadap perilaku nasabah bank syariah, maka seyogyanya pelaku perbankan syariah menentukan langkah-langkah strategis untuk lebih meningkatkan pengelolaan produk pembiayaan bagi hasil tidak hanya pada pembiayaan jangka pendek, tetapi sudah semestinya pada pembiayaan jangka panjang, misalnya pembiayaan pinjaman perumahan, pembiayaan pinjaman perkebunan, pembiayaan pinjaman pembelian mobil dan sebagainya. 2. Informasi mengenai bank syariah harus diberikan dengan lengkap dan baik kepada masyarakat (pasar sasaran), terutama yang berkenaan dengan sistem syariah, jenis produk/jasa, fasilitas, dan layanan penunjang. Kelemahan utama bank syariah selama ini adalah bahwa masyarakat belum memahami bank syariah, sehingga belum merasa perlu mencari informasi secara mandiri mengenai bank syariah, oleh karena itu: a. Bank Indonesia menjelaskan aspek legalitas (dual banking sistem) untuk menjamin masyarakat bahwa sistem ini ada. b. Bank syariah harus proaktif melakukan promosi melalui media massa maupun kunjungan ke tokoh-tokoh masyarakat. c. MUI menjelaskan mengenai sistem syariah sesuai fiqh muamalah.
124
3. Profesionalisme bank syariah dalam hal layanan kepada masyarakat, jenis produk/jasa yang ditawarkan dan fasilitas penunjang perlu ditingkatkan. Hal ini terkait dengan masyarakat bahwa mereka berhubungan dengan bank yang aman, nyaman, dan mudah dalam melakukan transaksi. Penerapan sistem syariah sebagai keunggulan bank syariah perlu ditonjolkan dan dilaksanakan secara benar, mengingat bahwa masih ada sebagian masyarakat yang memiliki kesan bahwa sistem bank syariah tidak berbeda dengan bank konvensional lainnya. 4. Pengembangan bank syariah perlu dengan jelas penetapkan segmen pasar sasaran, sehingga jenis produk/jasa yang ditawarkan dapat sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa masyarakat yang akses terhadap bank syariah adalah kelas menengah ke bawah seperti: pegawai negeri sipil, pegawai swasta, pedagang kecil. Potensi pasar ini janganlah dianggap kecil, karena perputaran dana pada kelompok masyarakat menengah ke bawah relatif besar. 5. Keterjangkauan bank syariah oleh masyarakat menjadi hal penting yang harus dipertimbangkan dalam menerapkan lokasi bank syariah, keterjangkauan tersebut meliputi kemudahan masyarakat dalam mengakses bank syariah, jaringan layanan yang luas dan dimungkinkannya menggunakan sistem jemput bola dalam melayani masyarakat dan peningkatan profesionalisme bank syariah menjadi syarat mutlak dalam pengembangan bank syariah dimasa akan datang. 6. Pengembangan bank umum syariah hendaknya tidak mematikan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (tidak menjadikan BPRS sebagai saingan), tetapi merangkul BPRS dengan cara bermitra dengan BPRS dalam penghimpunan dan penyaluran dana, menangkap potensi pasar, dan membuat net working sehingga dapat tercapai pada skala usaha yang lebih besar.
125
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1989. Al-Quran dan Terjemahannya, Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta, Penerbit CV. Thoha Putra Semarang. ______, 1999. Petunjuk Pelaksanaan Pembukaan Kantor Bank Syariah. Indonesia, Jakarta.
Bank
______, 2000. Keynote Speech. Deputi Gubernur Bank Indonesia pada Seminar Nasional: “Pengembangan Hukum Perbankan Syariah di Indonesia dalam Menyikapi Otonomi Daerah dan Perdagangan Bebas”. Bandung, 14 Oktober 2000 . ______, 2000. Laporan Penelitian “Bank Syariah Potensi”, Prefensi dan Perilaku Masyarakat di Wilayah Jawa Barat. Kerjasama Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia dengan Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor. ______, 2001. Laporan Penelitian “Bank Syariah Potensi”, Prefensi dan Perilaku Masyarakat di Wilayah Jawa Timur. Kerjasama Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia dengan Lembaga Penelitian Universitas Airlangga Surabaya. ______, 2002. Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia . Bank Indonesia, Jakarta. ______, 2003. Laporan Penelitian “Bank Syariah Potensi”, Prefensi dan Perilaku Masyarakat di Wilayah Sulawesi Selatan. Kerjasama Bank Indonesia Makassar dengan Lembaga Pengabdian Pada Masyarakat (LPM) Universitas Hasanuddin Makassar. ______, 2004. Undang-undang Perbankan & Undang-undang Lembaga Penjamin Simpanan, Penerbit Asa Mandiri, Jakarta ______, 2006. Statistik Perbankan Syariah. Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, Jakarta. Abdus Samad and Kabir Hassan, 1999, The Performance of Malaysian Islamic Bank, Islamic international journal of Financial Services, Vol.1 No.3, Oct –Dec.: 1 - 16 Adiwarman Karim, 2003, Perspektif Perbankan Syariah dan Kendalanya di Indonesia, Karim Business Consultant, Jakarta Ainley, Michael., 1997, "Under A Veil of Regulation", The Banker, Volume 147, Issue 860, October. Al-Omar, Fuad & M. Abdel Haq. 1996. Islamic Banking; Theory, Practice and Challenges. Oxford University Press, USA. Algifari. 1997, Analisis Regresi Teori, Kasus dan Solusi. BPFE, Yogyakarta.
126
Allan Hudaya, 2001, Preferensi Masyarakat Terhadap Bank Syariah Di Wilayah Malang, Thesis, Program Pascasarjana Universitas Brawijaya, Malang. Alma, H. Buchari. 1998, Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. Edisi kedua, CV. ALFABETA, Bandung. Antonio, M. Syafii, 1999. “ Bank Syariah Bagi Bankir & Praktisi Keuangan. Tazkia Institute, Jakarta. ___________, 1999. “ Bank Syariah : Wacana Ulama dan Cendekiawan. Tazkia Institute, Jakarta. ___________, 2001 “ Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktek”, Gema Insani. Penerbit Buku Andalan,. Jakarta Ar-Rasyid, H. 1993. Teknik Penarikan Sampel dan Penyusunan Skala. Program Pasca Sarjana Universitas Padjajaran, Bandung. Arifin, Zainul, 2002, Memahami Bank Syariah: Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek. Alvabet, Jakarta. Assael, Henry., 1989, Consumer Behavior and Marketing Action, Third Edition, Kent Publishing Company, Boston, Massachussets. ______________, 1992. Undang-undang Republik Indonesia No. 7 tahun 1992 tanggal 25 Maret 1992 tentang Perbankan. ______________. 2003. Statistika Keuangan Daerah. Ekonomi Moneter, Makassar.
Seksi Statistik dan Kajian
Basri, Ikwal Abidin, MA.2000. Perkembangan Umat Islam di Indonesia. Artikel. www. Tazkia. Com, Jakarta. Caragata, Waren, July 21, 2000. Shariah Lenders Make Headway in Indonesia. Article, Asiaweek. Chapra, M. Umer. 1999. Why Has Islam Prohibited Interest? (Rationale behind the Prohibition of interest) Pakistan. Charty Mc, Jeromy E. dan William D. Perreant, Jr. 1993.. Dasar - Dasar Pemasaran. Alih Bahasa : Gunawan Hutahuruk. Erlangga, Jakarta. Clark, C.T. dan L.L. Sckade. 1983. Statistical Analysis For Administrative Decisions. South Westerm Publishing Co. Ohio. Collier, David A. New Marketing Mix. Stresses Service. The Journal of Business Strategy, March / April 1991, P1-4
127
Dharmmesta, B.S & Handoko, T.H. (2000) Manajemen Pemasaran. Analisa Perilaku Konsumen, Edisi Pertama,BPFE, Yogyakarta Erol, Cengiz, dan Radi El-Bdour, 1989. “Attitudes, Behaviour and Partinage Factors of Bank Customers Toward Islamic Banks”, International Journal of Banking and Marketing. Vol. 7 No. 6: 31-37. Fahim Khan, 1999, Financial Modernization in 21st Century and Challenge for Islamic Bank, Vol.1, No.3: 38 - 43 Gafoor, A.I.M. Abdul, 2002. “Islamic Banking and Finance: Another Approach”, www. Islamic-finance. Net Gerrad, Philip, dan J. Borton Cunningham, 1997.”Islamic Banking: A Study is Singapore”, International Journal of banking and Marketing. Vol. 15 No. 6: 202-216 Hawkins, Del & Neal, Cathy & Quester, Pascale & Best, Roger. 1994 Consumer behaviour. Implications For Marketing Strategy, First Edition, Ann Nolan, Australia Haron, Sudin, dan Norafifah Ahmad, 2000. “The Effect of Conventional Interest Rates and Rate of Profit on Funds Deposited with Islamic Banking System in Malaysia”, International Journal of Islamic Financial Services, Vol. 1 No. 4 (January-March). Hendratno, D.S. 2005, Pengaruh Persepsi Kualitas Layanan dan Citra Merek terhadap Kepuasan dan Perilaku Nasabah Bank, Disertasi, Program Pasacasarjana, Universitas 17 Agustus, Surabaya. Hidayat, M. Samsul., 1997, Faktor-Faktor Yang Menjadi Pertimbangan Nasabah Menabung Pada Bank Pemerintah (Studi Kasus pada Bank BRI dan BNI '46 Cabang Jombang), Tesis, Program Pascasarjana Universitas Brawijaya, Malang. Hosmer, D.W. dan Lemesshow, 1989. Applied Logistic Regression. John Wiley & Sons. New York. Humayon A Dar and John R. Presley, 1999, Islamic Finance: A Western Perspective, Islamic international journal Financial Services, Vol. 1, No. 1 April – June: 3 – 11. Humayon A Dar and John R. Presley, 1999, Islamic Finance: Lock of Profit Loss Sharing in Islamic Banking: Manajemen and control Imbalances, Islamic international journal Financial Services, Vol. 2, No. 2 April – June: 3 – 11. Iqbal, Zamir., 1997, "Islamic Financial Systems", Finance and Development, Volume 34, Issue 2, June James F. Engel, Roger D. Blackwell dan Paul W. Miniard, 1995 “Perilaku Konsumen” Jilid 1 dan 2, Penerbit Binarupa Aksara. Jakarta.
128
Kotler, Philip., Swee Hoon Ang., Siew Meng Leong., and Chin Tiong Tan. 1996, Marketing Management: An Asian Perspective, Prentice Hall. Inc., Englewood Cliffs, New Jersey. Kotler, Philip. 1997. Manajemen Pemasaran, Analisis Perencanaan, Implementasi dan Kontrol. Edisi 9e Jilid 1, diterjemahkan oleh Hendra Teguh, SE.AK. dan Rusli, SE.AK. PT. Prenhallindo, Jakarta. Kotler, Philip. 1997. Manajemen Pemasaran, Analisis Perencanaan, Implementasi dan Kontrol. Edisi 9e Jilid 2, diterjemahkan oleh Hendra Teguh, SE.AK. dan Rusli, SE.AK. PT. Prenhallindo, Jakarta. Kotler, Philip & Gary Armstrong. 1997. Dasar-Dasar Pemasaran. Edisi 7e Jilid 1, diterjemahkan oleh Alexander Sindoro. PT. Prenhallindo, Jakarta. Kotler, Philip & Gary Armstrong. 1997. Dasar-Dasar Pemasaran. Edisi 7e Jilid 2, diterjemahkan oleh Alexander Sindoro. PT. Prenhallindo, Jakarta. Loudan, D.L & Della Bitta, A.J. 1993. Consumer behavior : Concepts and Applications. Mcgraw-Hill Book Company, USA. Mangkunegara, Anwar. P. 2002 Perilaku Konsumen. PT Rafika Aditama, Bandung. Mardalis. 1999 Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Edisi Kesatu, Cetakan Keempat, Bumi Aksara, Jakarta. . Metawa, Saas A., dan Mohammad Amossawi, 1998. “Banking Behaviour of Islamic bank Customers: Perspective and Implication”, International Journal of Banking and Marketing. Michael R. Solomon, 1996, Consumer Behavior, Prentice-Hall International Miller, Shirley and Debbie Easterling., 1991, "Banking Segmentation Strategy: A Lifestyle Approach", Journal of Professional Services Marketing, Volume 8, Issue 1 Mirakhor Abbas, 1995, Theory of an Islamic Financial System. Encyclopedia of Islamic Banking and Insurance. London Mohammed Abdul Awwal Sarker, 1999, Islamic Banking in Bangladesh: Performance, Problem & Prospects, Islamic international journal of Financial Services, vol.1 No.3, Oct – Dec: 17 – 37. Mohammed Abdul Awwal Sarker, 1999, Islamic Business Contracts: Agency Problems and the Theory of the Islamic Firms, Vol.1, No.2, July – Sept: 12 – 28. Moorthy, Sridhar, Brian T. Ratchford and Debabrata Talukdar., 1997, "Consumer Information Search Revisited: Theory and Empirical Analysis", Journal of Consumer Research, Volume 23, March.
129
Mushthafa Al-Maraghi, Ahmad, 1987, Tafsir Al-Maraghi, Semarang : CV. Tohaputra, Jilid. 3, Hal. 121-123 Parasuraman, A., Valarie A. Zeithaml and Leonard L. Berry., 1991, "A Conceptual Model of Service Quality and Its Implications for Future Research", Journal of Marketing, Fall. Peter, JP, Olson JC, 2000, Consumer Behavior, Perilaku Pemasaran dan Strategi Pemasaran, Jilid 1, Edisi ke 4, Penerbit Erlangga, Jakarta. Peter, J.P., J.H. Donnely, Jr, dan L.W. Tarpey, 1982, A Prefece to Marketing Management, Reviced Edition, Business Publication, Inc, Plano, Texas. Purwanto, Arief., 1999, Analisis Perilaku Penabung Bank Sebagai Landasan Strategi Pemasaran Tabungan Bank Di Kotamadya Malang, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Brawijaya, Malang Ramsland, Jr and Markham. 1998. Market Supported Adjustments using Multiple Regression Analysis .The Appraisal Journal, April Reidenbach, R. Eric and Ann P. Minton., 1991, "Customer Service Segments: Strategic Implications for the Commercial Banking Industry", Journal of Professional Services Marketing, Volume 6, Issue 2. Rhenald Kasali, 1999, Membidik Pasar Indonesia: Segmentasi, Targeting, Positioning, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Rusyid, Ibnu, 2007, Bidayatul Mujtahid, Jakarta : Pustaka Asmani, Jilid. 3, Hal. 197 Sinkula, James M. and Leanna Lawtor., 1988, "Bank Characteristics and Consumer Bank Choice: How Important Are Importance Measures?", Journal of Professional Services Marketing, Volume 3, Issue 3 & 4. Siregar Mulya, 2000, Makalah: “Kajian Pengembangan Indonesia. Jakarta.
Perbankan Syariah di
Siswanto, Edi., 1997, "Bank Islam, Suatu Keharusan", Jurnal Ulumul Qur'an, Volume XIX, Maret. Sjahdeini S Remy, 1999, Perbankan Islam: Kedudukan dan Peranannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, Grafiti, Indonesia. Syafei, Rachmat, 2006, Fiqh Muamalah, Bandung : Pustaka Setia, Cet. 3, Hal. 159 Syamhudi, Kholid, www.ustadzkholid.com, Tgl. 27-12-08, Pkl. 15 : 30 Timewell, Stephen., 1998, "A Market in the Making", The Banker, Volume 148, Issue 864, February.
130