Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan anugerah-Nya sehingga penyusunan buku Tinjauan Ekonomi Regional (TER) triwulan IV-2008 dapat diterbitkan. Penyusunan buku TER dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan Bank Indonesia dalam mempertajam informasi tentang perekonomian nasional dalam perspektif regional sehingga dapat mendukung formulasi kebijakan moneter Bank Indonesia. Selain itu, juga ditujukan sebagai bahan informasi ataupun masukan bagi stakeholder terkait. Pada triwulan IV-2008, perekonomian daerah diwarnai oleh mulai melambatnya pertumbuhan ekonomi yang disebabkan oleh dampak krisis keuangan global. Ditengah-tengah perlambatan ekonomi daerah, pembiayaan kredit di daerah masih relatif memadai meskipun dibayang-bayangi oleh meningkatnya kredit macet. Di sisi lain, inflasi mulai menunjukkan kecenderungan melambat di hampir sebagian daerah. Prospek ekonomi daerah pada tahun 2009 diperkirakan masih akan diwarnai oleh kondisi yang sama dengan triwulan IV-2008. Pertumbuhan ekonomi daerah diperkirakan akan melambat sejalan dengan krisis keuangan dan ekonomi global yang masih akan berlanjut. Di sisi lain tekanan inflasi di daerah diperkirakan relatif lebih rendah. Menghadapi potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi tersebut, maka dukungan dan partisipasi dari Pemerintah Daerah atas kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dan Pemerintah Pusat perlu dioptimalkan. Pada akhirnya, kami berharap semoga buku ini bermanfaat dan dapat memberikan masukan bagi berbagai pihak yang membutuhkan. Selanjutnya, untuk perbaikan dan penyempurnaan buku ini, maka kami sangat mengharapkan saran dan kritik untuk melengkapi TER triwulan IV-2008. Jakarta, 21 Januari 2009 DIREKTORAT RISET EKONOMI DAN KEBIJAKAN MONETER
Hendar Kepala Biro
Triwulan IV-2008
DAFTAR ISI I. KONDISI PEREKONOMIAN REGIONAL
.....................................................
2
A. Gambaran Umum
..........................................................................................
2
B. Wilayah Sumatera
..........................................................................................
4
C. Wilayah Jakarta-Banten D. Wilayah Jabalnustra
.................................................................................
9
.......................................................................................
13
E. Wilayah Kali-Sulampua
................................................................................. 17
II. PROSPEK ................................................................................................................ 20 III. ISU STRATEGIS
.................................................................................................... 23
A. Pengendalian Inflasi Daerah ........................................................................... B. Variasi Pertumbuhan Ekonomi Antar Daerah
23
............................................ 24
IV. KEBIJAKAN YANG DITEMPUH........................................................................... 25 Topikal Isu : Dampak Perubahan harga Komoditas Terhadap Perekonomian Daerah Selama 2008 .................................................................................. 27
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi : Biro Kebijaka n Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia Ged. Sjafruddin Prawiranegara lt. 18 Kompleks Bank Indonesia Jl MH Thamrin No. 2 Jakarta Ph. 021-381-8199, 381-8161, 8868 Fax. 021-386-4929,345-2489 Email :
[email protected]
Tinjauan Ekonomi Regional
1
Triwulan IV-2008 I. KONDISI PEREKONOMIAN REGIONAL A. Gambaran Umum Kinerja perekonomian daerah pada triwulan IV 2008 diperkirakan mengalami pertumbuhan yang melambat. Perlambatan pertumbuhan terjadi di sebagian besar provinsi, termasuk provinsi-provinsi yang memiliki kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, seperti Jawa Barat, Sumatera Utara, Riau, dan Kalimantan Timur. Hal ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi nasional secara keseluruhan tumbuh melambat. Pada triwulan laporan, variasi pertumbuhan PDRB melebar, yaitu dari kisaran -2,2 s.d 8,0% pada tahun 2007 menjadi -8,4 s.d 8,3% pada tahun 2008 . Melebarnya kisaran pertumbuhan ekonomi daerah ini antara lain disebabkan oleh variasi kepekaan daerah terhadap dampak dari krisis keuangan global yang berbeda. Walaupun secara umum dampak krisis sudah mulai dirasakan, namun masih terdapat provinsi yang memiliki pertumbuhan yang tinggi, seperti Sulawesi Tengah dan Kepulauan Riau. Di sisi permintaan, krisis keuangan global yang berlangsung sejak semester II2008 secara perlahan-lahan telah memperlambat kinerja ekspor dan konsumsi di daerah sehingga mempengaruhi perlambatan pertumbuhan ekonomi. Disisi ekspor, daerah-daerah yang perekonomiannya bertumpu pada ekspor mengalami imbas yang relatif signifikan akibat menurunnya permintaan dunia yang diikuti dengan melambatnya harga. Perlambatan pertumbuhan ekspor terutama terjadi di daerah Sumatera, Kalimantan, Papua, dan sebagian Jawa. Sementara itu, menurunnya permintaan luar negeri yang diikuti dengan melambatnya harga komoditas internasional telah menyebabkan pendapatan masyarakat mengalami penurunan, sebagaimana yang terjadi di Sumatera, Kalimantan dan Jawa. Kondisi ini semakin diperburuk lagi dengan melambatnya dukungan pembiayaan konsumsi di dae rah, khususnya untuk kredit konsumsi. Secara keseluruhan, pada triwulan laporan perlambatan ekonomi di sisi permintaan terjadi baik pada komponen permintaan domestik maupun ekspor. Di sisi sektoral, beberapa sektor unggulan di daerah mengalami perlambatan ekspor dan konsumsi sebagaimana tercermin pada perlambatan pertumbuhan sektor pertanian, sektor industri pengolahan, dan sektor perdagangan. Di sektor pertanian, perlambatan pertumbuhan disebabkan mulainya musim tanam pada subsektor
tanaman
bahan
Tinjauan Ekonomi Regional
makanan
(tabama) pada triwulan IV-2008
dan 2
Triwulan IV-2008 berkurangnya insentif harga di luar negeri untuk subsektor perkebunan. Di sektor industri manufaktur, sebagian industri telah melakukan pengurangan kapasitas utilisasi sebagai respon dari melambatnya permintaan luar negeri dan domestik. Untuk beberapa industri manufaktur, perlambatan juga disebabkan oleh kelangkaan bahan baku. Di sektor perdagangan, melambatnya konsumsi menjadi pemicu turunnya arus perdagangan barang di daerah. Di sisi pembiayaan, melambatnya pertumbuhan ekonomi telah mempengaruhi pembiayaan ekonomi daerah terutama yang bersumber dari kredit perbankan. Kredit di daerah mengalami pertumbuhan yang melambat. Sementara itu, realisasi pengeluaran APBD Provinsi/Kabupaten/Kota terus meningkat sebagaimana pola masa lalu dimana pada setiap triwulan keempat pengeluaran APBD meningkat pesat. Akan tetapi, terdapat beberapa daerah yang daya serap anggarannya masih relatif rendah. Di sisi harga-harga, tekanan laju inflasi pada triwulan IV-2008 di seluruh daerah melemah, bahkan di beberapa daerah secara bulanan (m-t-m) mengalami deflasi. Melemahnya tekanan inflasi terutama terjadi di wilayah Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Secara umum, sumber tekanan inflasi di daerah , walaupun relatif rendah, terutama masih berasal dari inflasi kelompok bahan makanan dan kelompok perumahan. Inflasi di kelompok bahan makanan disebabkan oleh terganggunya pasokan sayur-sayuran, seperti cabai, tomat, kentang, kol akibat gangguan musim. Secara keseluruhan, inflasi dalam triwulan laporan relatif rendah yang dipengaruhi oleh turunnya harga komoditas internasional, penurunan harga BBM bersubsidi, melemahnya konsumsi, dan diikuti dengan pasokan barang yang masih lancar. Dengan memperhatikan bahwa kecukupan pasokan dan kelancaran distribusi masih menjadi faktor yang mempengaruhi inflasi di daerah, maka upaya koordinasi dalam penanganan inflasi oleh pihak-pihak terkait di daerah sangat penting untuk dilakukan secara terus menerus. Pada
tahun
2009 ,
perekonomian
daerah
diperkirakan
lebih
pesimistis
dibandingkan dengan tahun 2008, namun diimbangi dengan optimisme inflasi yang lebih rendah. Perlambatan pertumbuhan ekonomi diperkirakan terjadi merata di seluruh daerah mengingat sumber perlambatan terjadi pada seluruh komponen ekonomi. Melambatnya pertumbuhan ekonomi terkait dengan beberapa hal, diantaranya : (1) Melemahnya permintaan dunia terhadap produk ekspor; (2) Tinjauan Ekonomi Regional
3
Triwulan IV-2008 Menurunnya produksi sektor-sektor berbasis ekspor dan sektor yang memiliki import content tinggi; (3) Menurunnya harga relatif komoditas dunia. Perlambatan ekonomi terjadi juga disebabkan adanya keterkaitan hubungan ekonomi antar daerah. Berlanjutnya
perlambatan
ekonomi
akan
mempengaruhi
perkembangan
ketenagakerjaan, dimana pemutusan hubungan kerja atau pekerja yang dirumahkan 1 diperkirakan men ingkat. Namun demikian, perlambatan ekonomi akan sedikit tertahan seiring kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang diikuti optimisme menurunnya laju inflasi, meningkatnya produksi tanaman bahan makanan, dan pelaksanaan Pemilu 2009. Di sisi inflasi, terdapat keyakinan bahwa tekanan terhadap harga -harga akan menurun. Faktor yang menyebabkan perlambatan tekanan inflasi ke depan adalah: (1) Turunnya harga komoditas dan harga minyak dunia yang berdampak pada turunnya harga barang tradeables, penyesuaian beberapa administered price dan penurunan biaya produksi; (2) Kecukupan stok bahan kebutuhan pokok terutama beras; (3) Tekanan dari demand berkurang, karena konsumsi akan melemah seiring dengan turunnya daya beli. Ditengah perkembangan perekonomian daerah yang kurang kondusif terdapat beber apa tantangan yang dihadapi ekonomi daerah. Tantangan pertama adalah masih tingginya laju inflasi di sebagian daerah ditengah-tengah kecenderungan menurunnya laju inflasi secara nasional. Tantangan kedua adalah masih terdapatnya daerah yang mengalami fluktuasi pertumbuhan ekonomi relatif tinggi ditengahtengah terjadinya konvergensi pertumbuhan ekonomi antar daerah. B. Wilayah Sumatera Perekonomian wilayah Sumatera pada triwulan IV-2008 mengalami pertumbuhan yang melambat dari pertumbuhan sebesar 5,1% pada triwulan III-2008 menjadi 3,9% (yoy ). Sumber perlambatan pertumbuhan terutama berasal dari perlambatan pertumbuhan ekonomi di sebagian provinsi, yaitu Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Lampung, dan Bengkulu. Bahkan, provinsi Nanggroe Aceh Darussalam masih mengalami kontraksi pertumbuhan. S ementara itu, provinsi yang mengalami kenaikan pertumbuhan ekonomi adalah Sumatera Barat. (Tabel 1).
1
Pekerja dirumahkan masih memiliki status pekerja dan menerima gaji penuh/sebagian
Tinjauan Ekonomi Regional
4
Triwulan IV-2008 Tabel 1 Pertumbuhan PDRB di Sumatera
2007 I Sumatera NAD Sumut Sumbar Riau Kepri Jambi Sumsel Babel Lampung Bengkulu
II
2008 III IV*
Tot*
3.4
4.8
4.8
5.1
3.9
4.6
(2.2)
(5.2)
(7.9)
(8.7)
(5.2)
(6.0)
6.9
5.2
5.5
7.7
7.0
6.4
6.3
6.6
6.2
6.4
6.6
6.4
3.4
3.5
7.0
6.8
4.9
5.5
7.0
8.6
8.6
6.5
3.2
6.7
6.9
5.1
7.2
8.6
7.0
7.0
5.8
8.2
5.0
5.2
2.3
5.1
4.8
7.6
6.3
7.8
2.7
6.0
6.0
4.8
4.2
6.6
5.0
5.2
6.4
6.9
4.2
3.4
3.5
4.5
sumber : BPS daerah (diolah) Ket : * estimasi BI
Di sisi permintaan, sumber perlambatan pertumbuhan PDRB wilayah Sumatera berasal dari ekspor dan konsumsi rumah tangga. Kecenderungan perlambatan ekspor Sumatera terutama terjadi pada komoditas yang berbasis primer, seperti minyak kelapa sawit, karet, migas, dan hasil pertambangan lainnya. Sementara k onsumsi yang melambat di hampir semua provinsi di Sumatera terjadi seiring dengan menurunnya pendapatan di sektor perkebunan dan pertambangan. Faktor utama yang menyebabkan terjadinya perlambatan ekspor dan pendapatan adalah menurunnya pertumbuhan ekonomi dunia yang diikuti turunnya harga komoditas internasional akibat krisis keuangan global. Perlambatan ekonomi dunia telah mengakibatkan turunnya permintaan ekspor dari Indonesia yang diikuti dengan rendahnya harga beberapa komoditas internasional. Turunnya harga komoditas telah menyebabkan pendapatan yang diterima oleh petani di Sumatera, khususnya pada sektor perkebunan menurun. Perlambatan ekspor dan pendapatan petani di Sumatera tercermin dari indikator kinerja ekspor (Grafik 1) dan nilai tukar petani (Grafik 3). Pada sisi investasi, perlambatan pertumbuhan investasi diindikasikan oleh melambat nya investasi bangunan dan nonbangunan , sebagaimana tercermin dari menurunnya impor barang modal dan konsumsi semen di Sumatera (Grafik 4).
Tinjauan Ekonomi Regional
5
Triwulan IV-2008 3,500
ribu ton
Ekspor Komoditas Utama di Sumatera
ribu ton
%,yoy
1,900
300
1,700 3,000
sumber : BI
200
1,300
2,500
1,100 2,000
150
900
1,500 1,000
700
100
500
50
300
500 0 1
2
3
0
100
sumber : BI
-100 4
5
6
7
8
9 10 11 12 1
2
3
4
2007
5
6
7
8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 011 2006
9 10 11
2007
Animal & Vegetable Oils & Fats
Manufactured Goods gManufactured Goods (rhs) gTotal (rhs)
Grafik 1
Grafik 2
Komoditi Ekspor Terbesar di Sumatera
Komoditi Impor Terbesar di Sumatera
Indeks NTP
-50
2008
Chemical Total gChemical (rhs)
2008
Crude Materials, Inedible
115
250
1,500
NTP pada Provinsi di Sumatera
300
Pertumb % yoy
30 Kons semen_RHS
250
110
Imp Modal
25
200
20
150
15
100
10
95
50
5
90
0
0
105 100
85
Sumut
Sumsel
Sumbar
Bengkulu
Riau
Jambi
Lampung
(50)
(5) sumber : BI, CEICDATA
sumber : BPS
(100)
(10) 1
80 Jun
Jul
Agt
Sept
Okt
Grafik 3 Nilai Tukar Petani di Sumatera
Nov
2
3
4
5
6
7
8
9 10 1 1 12 1
2007
2
3
4
5
6
7
8
9 1 0 11
2008
Grafik 4 Impor Barang Modal dan Konsumsi Semen Sumatera
Di sisi sektoral, perlambatan pertumbuhan terjadi pada hampir seluruh sektor, kecuali sektor pengangkutan/komunikasi. Perlambatan pertumbuhan pada sektor perdagangan/hotel/restoran , sektor industri pengolahan , dan sektor keuangan terutama dipicu oleh faktor krisis keuangan global yang turut berimbas ke Sumatera. Krisis keuangan global telah menyebabkan perekonomian dunia melambat dan munculnya krisis kepercayaan di sektor keuangan, sehingga demand dan harga menurun serta di sisi lain kehati-hatian perbankan dalam menyalurkan kredit meningkat. Melambatnya ekspor komoditas hasil perkebunan dan hasil industri pengolahan dari Sumatera serta turunnya harga komoditas telah memicu perlambatan pertumbuhan di sektor industri pengolahan, subsektor perkebunan, dan sektor perdagangan/hotel/restoran . Khusus di sektor pertambangan, perlambatan terjadi karena sumur-sumur minyak dan gas yang sudah tua, khususnya di NAD (Grafik 5) dan Riau (Tabel 2). Searah dengan perlambatan kinerja sektor-sektor utama ekonomi, sektor keuangan juga mulai tumbuh melambat. Hal ini disebabkan kehatihatian perbankan dan lembaga pembiayaan dalam menyalurkan kredit meningkat. Tinjauan Ekonomi Regional
6
Triwulan IV-2008 S ementara itu, di sektor pertanian, perlambatan kinerja di subsektor perkebunan akibat dari rendahnya produksi kelapa sawit dan karet dapat sedikit ditahan oleh peningkatan produksi pada subsektor tanaman bahan makanan, khususnya produksi padi. indeks bulanan 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
2008
Grafik 5
Produksi Karet
Produksi Kelapa Sawit
Produksi Kelapa
Produksi Pinang
Grafik 6
Produksi Migas di NAD
Indeks Produksi Perkebunan di Jambi Tabel 2 Lifting Minyak di Riau
N o .Kabupaten/Kota 1 2 3 4 5 6 7
Bengkalis Indragiri Hulu Kampar Rokan Hulu Rokan Hilir Siak Pelalawan Riau
Lifting (Barrel) Des 07 - Feb 08 Mar 08 - Mei 08 Jun 08 - Agust 08Des 07 - Agust 08 17,636,279 18,457,009 16,899,812 52,993,098 180,095 167,832 171,092 502,466 3,732,727 3,869,347 3,659,705 11,260,404 176,934 153,123 135,046 465,103 6,514,405 6,573,957 6,175,537 19,263,899 7,794,754 7,897,328 7,570,640 23,294,928 148,284 132,562 168,564 431,208 36,183,478 37,251,158 34,780,396 108,211,106
sumber : KBI Pekanbaru
Kegiatan dan kinerja perbankan di Sumatera pada tahun 2008 cenderung ekspansif, walaupun menunjukkan perlambatan di triwulan keempat. Kegiatan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) tumbuh sebesar 15,2%, dengan total DPK akhir tahun mencapai Rp234,1 triliun (per November 2008) (Grafik 7). Di sisi kredit, pertumbuhan kredit yang disalurkan terus meningkat pesat (31,8 %), dengan total kredit mencapai Rp167,6 triliun (Grafik 8). Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit pada triwulan laporan sebagian besar disalurkan dalam bentuk kredit modal kerja. Berdasarkan kinerjanya, walaupun perekonomian Sumatera telah terimbas pengaruh krisis keuangan global, namun kondisi tersebut belum sepenuhnya berdampak negatif terhadap risiko kredit di Sumatera. Hal tersebut tercermin dari masih rendahnya Non Performing Loan (NPL) yang mencapai 2,73%. Namun demikian, beberapa provinsi mulai menghadapi peningkatan risiko kredit (NPL), khususnya kredit konsumsi, seperti di Sumatera Barat dan Sumatera Selatan. Tinjauan Ekonomi Regional
7
Triwulan IV-2008 triliun Rp
% yoy yoy
240
35.0
190
230
30.0
170
25.0
150
200
20.0
130
190
15.0
% yoy
triliun Rp
40.0
35.0
220 210
180
10.0
170
Sumatera_volume Pertumbuhan RHS
160
30.0
25.0 110 20.0
90
5.0
Sumatera_volume 70
150 4
5
6
7
8
9
10 11 12 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11
50
10.0 1
2007
15.0
Pertumbuhan _RHS
-
2008
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 1
2007
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11
2008
Grafik 7
Grafik 8
Perkembangan DPK di Sumatera
Perkembangan Kredit di Sumatera
Disisi keuangan pemerintah, sampai dengan semester I-2008 perkembangan realisasi APBD Provinsi se-Sumatera masih belum optimal. Realisasi pendapatan daerah baru mencapai Rp10, 5 trilun atau 48% dari anggarannya. Realisasi tertinggi dicapai oleh pendapatan asli daerah, yaitu mencapai 58,6%. Realisasi pengeluaran relatif rendah yaitu mencapai Rp6,3 triliun atau 24,5% dari anggaranngya. Realisasi pengeluaran terendah terjadi pada belanja modal yang mencapai 16,2% (Tabel 3). Tabel 3 APBD 2008 dan Realisasi smt I-2008 Provinsi se-Sumatera Pendapatan Daerah PAD Pendapatan Transfer Bagi hasil pajak/Bagi hasil bukan pajak Transfer dari pemerintah pusat-lainnya Transfer pemerintah provinsi Lain-lain Pendapatan Yang Sah Belanja Daerah Belanja Operasi Belanja Modal Belanja tidak terduga Belanja transfer
Anggaran 21,785,440,624,865 7,543,426,381,865 14,180,651,957,000 14,180,651,957,000 61,362,286,000 25,806,510,253,902 12,801,653,174,673 10,469,651,551,760 66,488,160,962 2,468,717,366,507
Realisasi Sem. I 10,465,262,405,872 4,421,924,484,470 5,984,074,072,977 5,984,074,072,977 59,263,848,424 6,325,503,801,657 4,061,375,751,007 1,696,381,924,833 17,423,745,000 550,322,380,817
Persentase 48.04% 58.62% 42.20% 42.20% 96.58% 24.51% 31.73% 16.20% 26.21% 22.29%
sumber : Pemda se-Sumatera belum memasukkan data Bengkulu
Sementara itu, perkembangan inflasi di wilayah Sumatera selama triwulan IV-2008 masih berada pada level yang relatif tinggi walaupun terdapat kecenderungan menurun (Grafik 9). Masih tingginya inflasi di Sumatera tercermin dari inflasi di 9 (sembilan ) kota dari 16 kota di Sumatera yang mengalami inflasi di atas angka inflasi nasional. Dari 9 kota tersebut terdapat kota-kota dengan bobot inflasi yang besar, seperti Padang dan Bandar Lampung (Grafik 10). Meningkatnya jumlah kota yang Tinjauan Ekonomi Regional
8
Triwulan IV-2008 disurvei pergerakan harganya2 juga menjadi salah satu sumber penyebab masih tingginya inflasi di Sumatera. Sementara itu sejak Oktober 2008, tekanan inflasi di Sumatera mulai cenderung menurun. Sumber tekanan inflasi di wilayah Sumatera berasal dari inflasi pada kelompok bahan makanan dan kelompok perumahan, khususnya untuk komoditas beras, minyak goreng, dan BBM. Adapun faktor yang mempengaruhi masih tingginya inflasi di Sumatera antara lain adalah tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap pasokan dari wilayah lain dan buruknya jalur transportasi sehingga menghambat distribusi melalui transportasi laut maupun darat. Penurunan tekanan inflasi pada triwulan IV -2008 lebih disebabkan oleh faktor meningkatnya stok beberapa komoditas pangan, penurunan harga beberapa komoditas bersubsidi, turunnya harga komoditas internasional, dan melambatnya konsumsi.
14
4
% yoy
18
MtM, right axis 3
YoY
Nasional
16 14
10
2
8
12 10
1 6 0
4
8 6 4
Grafik 9
Pkl Pinang
Dumai
Bdr Lampung
Bengkulu
Sibolga
Padang
Jambi
Lhokseumawe
2008
Pdg Sidempuan
2007
Tj Pinang
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Medan
2 Palembang
(2)
Banda Aceh
0
Pmtg Siantar
(1)
Batam
2
Pekanbaru
12
20
Grafik 10
Inflasi Sumatera : Bulanan & Tahunan
Inflasi Kota di Sumatera
C. Wilayah Jakarta Perekonomian wilayah Jakarta pada triwulan IV-2008 mengalami pertumbuhan yang sama dengan pertumbuhan triwulan III-2008 sebesar 6,1% (yoy). Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi bersumber dari masih relatif kuatnya konsumsi dan
investasi (Tabel 4).
Konsumsi diperkirakan tumbuh 6,7%, meningkat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (6,4%). Faktor yang mempengaruhi peningkatan pertumbuhan konsumsi adalah daya beli masyarakat yang masih relatif kuat dan ekspektasi masyarakat yang masih optimis. Disisi pemerintah, belanja konsumsi pemerintah meningkat sehingga turut berkontribusi terhadap peningkatan pertumbuhan
konsumsi. Sementara itu, investasi tumbuh 9,1% meningkat
dibandingkan triwulan III -2008 (8,9%). Faktor yang mempengaruhi peningkatan 2
BPS sejak Juni 2008 telah mengeluarkan Survei Biaya Hidup 2007 dengan memperluas cakupan kota menjadi 66 kota.
Tinjauan Ekonomi Regional
9
Triwulan IV-2008 investasi antara lain adalah meningkatnya belanja modal Pemerintah d aerah maupun pusat dan masih cukup maraknya investasi infrastruktur. Sementara itu, ekspor juga meningkat walaupun dibayang-bayangi oleh melambatnya permintaan dunia (Grafik 11). Peningkatan ekspor ini diduga berasal dari sisa kontrak ekspor yang terjadi di tahun 2008. Tabel 4 Pertumbuhan PDRB Sisi Permintaan di Jakarta (%, yoy) Q1-2008
Q2-2008
Q3-2008*
Q4-2008*
Kontribusi Q4-2008
2008p
Kontribusi Pertumbuhan
Konsumsi
7.8
6.1
6.4
6.7
3.7
6.7
3.9
Investasi
8.3
8.6
8.9
9.1
3.1
8.7
3.0
DKI
Ekspor
6.4
0.8
-0.6
4.5
0.4
2.7
0.2
Impor
17.3
12.5
7.7
14.5
-1.0
12.8
-0.9
6.3
6.1
6.1
6.1
6.1
6.2
6.2
PDRB * angka sementara
100
600
80
500
60
400
40
300
20
200
0
3,000
180 Sumber : BI
2,500
130
2,000 80 1,500 30
%,yoy
120
700
%,yoy
800
ribu ton
ribu ton
Sumber : estimasi Bank Indonesia
1,000
100
sumber : BI
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 01112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101 1 2006
2007
2008
Chemical Total
Manufactured Goods gChemical (rhs)
gManufactured Goods (rhs)
gTotal (rhs)
Grafik 11 Komoditi Ekspor Terbesar di Jakarta
-20
500
-40
0
-20
-70 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101 112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011 2006
2007
Food and Live Animals Manufactured Goods gCrude Materials, Inedible (rhs) gTotal (rhs)
2008 Crude Materials, Inedible Total gFood and Live Animals (rhs) gManufactured Goods (rhs)
Grafik 12 Komoditi Impor Terbesar di Jakarta
Peningkatan pertumbuhan di sisi sektoral terjadi pada sektor bangunan dan sektor listrik (Tabel 5). S ektor bangunan pada triwulan IV-2008 tumbuh meningkat (8,2%) dibandingkan dengan triwulan III -2008 (7,8%). Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan di sektor bangunan antara lain adalah masih tingginya permintaan produk properti swasta dan penyerapan belanja modal APBD dan APBN yang tinggi pada akhir tahun. Kegiatan pembangunan gedung perkantoran, apartemen, properti komersial maupun hunian di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya yang sudah dimulai pada triwulan sebelumnya sampai dengan saat ini masih berlanjut. Sektor listrik tercatat tumbuh meningkat sebesar 6,3% (y-o-y) dibandingkan triwulan sebelumnya (5,2%). Relatif lancarnya pasokan batubara ke PLTGU Muara Karang dan PLTGU Tanjung Priok diperkirakan mempengaruhi pertumbuhan sektor ini. Tinjauan Ekonomi Regional
10
Triwulan IV-2008 S ementara dari penyediaan air bersih meningkat seiring keberhasilan perusahaan air daerah menekan jumlah kebocoran dan memperluas cakupan pelayanan. Tabel 5 Pertumbuhan PDRB Sisi Penawaran di Jakarta (%, yoy) DKI
Q1-2008
Q2-2008*
Q3-2008*
Pertanian
1.4
-0.3
0.7
Pertambangan
1.5
0.9
1.4
Industri
4.1
4.0
4.1
Listrik
6.8
7.0
5.2
Bangunan
7.5
7.6
7.8
Kontribusi Q4-2008
2008*
Kontribusi Pertumbuhan
1.4
0.0
0.8
0.0
1.5
0.0
1.3
0.0
3.9
0.7
4.0
0.6
6.3
0.0
6.3
0.1
8.2
0.8
7.8
0.9
Q4-2008*
Perdagangan
6.8
6.2
6.2
6.0
1.3
6.3
1.3
Pengangkutan
15.2
14.9
15.0
14.8
1.4
15.0
1.3
Keuangan
4.1
4.1
4.1
3.8
1.1
4.0
1.2
Jasa-jasa
6.4
6.0
5.9
5.8
0.7
6.0
0.8
PDRB
6.3
6.1
6.1
6.1
6.1
6.2
6.2
* angka sangat sementara
Sumber : estimasi Bank Indonesia
Kegiatan dan kinerja perbankan di Jakarta pada tahun 2008 masih cenderung ekspansif, walaupun tumbuh melambat menjelang akhir tahun. Kegiatan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) tumbuh sebesar 20,5%, dengan total DPK akhir tahun mencapai Rp840,9 triliun (per November 2008) (Grafik 13). Di sisi kredit, pertumbuhan kredit yang disalurkan terus meningkat pesat dengan tingkat pertumbuhan mencapai 42,5% (Grafik 14). Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit pada triwulan laporan sebagian besar disalurkan dalam bentuk kredit modal kerja. S ementara itu, kinerja kredit tercatat masih cukup baik. Walaupun perekonomian Jakarta telah terimbas pengaruh krisis keuangan global, namun kondisi tersebut belum sepenuhnya berdampak negatif terhadap risiko kredit di Jakarta sebagaimana tercermin pada masih rendahnya Non Performing Loan (NPL) sebesar 3,82%. triliun Rp
% yoy yoy
950
25.0
850
750
% yoy
triliun Rp
45.0
650
40.0
550
35.0
450
30.0
350
25.0
20.0
750 650
15.0
550 10.0
450 350
5.0
Jakarta_volume Pertumbuhan RHS
250
250
20.0 Jakarta_volume
150
150
Pertumbuhan _RHS
15.0
4
5
6
7
8
9
10 11 12 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11
50
10.0 1
2007
2008
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 1
2
2007
3
4
5
6
7
8
9 10 11
2008
Grafik 13
Grafik 14
Perkembangan DPK di Jakarta
Perkembangan Kredit di Jakarta
Tinjauan Ekonomi Regional
11
Triwulan IV-2008 Disisi keuangan Pemerintah Daerah, perkembangan realisasi APBD DKI Jakarta tahun 2008 diperkirakan tidak akan optimal. Realisasi pendapatan sebagaimana pola historisnya mencapai 90,0% - 95,0% dari yang dianggarkan sebesar Rp 18.791 miliar (Tabel 6). Realisasi yang tinggi terutama berasal dari Pendapatan Asli Daerah. S ementara itu realisasi pos belanja daerah diperkirakan akan lebih rendah dibandingkan pola historisnya, yaitu berkisar antara 86,0% - 90,0% dari total anggaran sebesar 20.523 miliar. Realisasi pengeluaran yang rendah ini antar a lain disebabkan oleh berlarutnya pengesahan APBD dan juga penyesuaian APBD-P yang harus mengakomodir keluarnya Surat Edaran Sekretaris Daerah April 2008 sebagai respon terhadap terjadinya pemotongan anggaran pos-pos tertentu oleh DPRD. Faktor penyebab lain diperkirakan lebih terkait dengan permasalahan teknis pengeluaran anggaran. Apabila dibandingkan dengan triwulan III-2008, tingkat realisasi APBD telah meningkat pesat, dimana pada triwulan III-2008 realisasi pendapatan dan belanja masing-masing baru mencapai 53,4% dan 42,2%. Tabel 6 APBD 2008 dan Realisasinya Provinsi DKI Jakarta
Sementara itu, perkembangan inflasi di wilayah Jakarta menunjukkan tekanan inflasi yang mulai melemah pada triwulan IV -2008 (Grafik 15). Sumber terjadinya inflasi di Jakarta di triwulan laporan berasal dari inflasi kelompok bahan makanan, dan perumahan. Faktor yang mempengaruhi masih terjadinya inflasi di Jakarta antara lain adalah gangguan pasokan p ada beberapa komoditas sayuran (cabe, tomat, kentang, kol dll) akibat musim dan masih relatif cukup kuatnya ekspektasi terhadap inflasi. Perkembangan inflasi agak tertahan, antara lain karena ketersediaan pasokan Tinjauan Ekonomi Regional
12
Triwulan IV-2008 di Jakarta di luar komoditas yang disebutkan di atas, penurunan harga premium, dan turunnya harga komoditas dunia. 12.00
3.00 Bulanan (mtm) - RHS Tahunan (yoy)
11.00
2.50
10.00
2.00
9.00 1.50 8.00 1.00 7.00 0.50
6.00
0.00
5.00 sumber : BPS
-0.50 Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
4.00
2007
2008
Grafik 15 Inflasi di Jakarta : Bulanan dan Tahunan
D. Wilayah Jabalnustra Ekonomi wilayah Jabalnustra pada triwulan IV -2008 diperkirakan mengalami pertumbuhan sebesar 5,3% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan ekonomi triwulan sebelumnya yang mencapai 6,0%. Perlambatan pertumbuhan ekonomi bersumber dari menurunnya perekonomian di Jawa Barat dan Jawa Timur yang merupakan dua kekuatan ekonomi penopang wilayah Jabalnustra. Namun, di sisi lain terdapat beberapa provinsi yang mengalami kenaikan pertumbuhan, yaitu provinsi Bali, Yogyakarta, Banten, dan Nusat Tenggara Timur (Tabel 7). Tabel 7 Pertumbuhan PDRB di Jabalnustra (% yoy)
Jabalnustra Jabar DIY Jateng Jatim Bali NTB NTT Banten
2007 III
I
II
IV
5.8
6.2
5.9
6.2
5.7
6.2
6.4
(4.0)
8.4
5.4
Tot
2008 III
I
II
6.0
6.1
4.9
6.0
IV* 5.3
Tot* 5.6
7.3
6.4
7.1
4.2
6.3
5.7
5.8
6.2
7.1
4.3
9.9
(1.3)
5.9
6.3
5.1
5.4
5.4
5.4
5.4
5.4
5.4
5.4
5.4
5.4
5.5
6.2
6.3
6.4
6.1
5.7
5.7
6.2
5.4
5.7
21.3
6.2
(0.1)
(1.2)
5.9
0.3
5.1
4.9
9.9
5.0
5.5
5.1
2.9
6.0
4.8
6.4
0.6
(0.2)
1.0
1.8
6.2
5.9
4.9
3.9
5.2
6.0
5.7
5.3
4.9
5.4
5.6
6.1
6.2
6.2
6.0
6.0
5.9
5.9
6.1
6.0
sumber : BPS daerah (diolah) Ket : * estimasi BI
Tinjauan Ekonomi Regional
13
Triwulan IV-2008 30.0
Pertumb (% yoy)
Penjualan Eceran di 3 Kota Besar (SPE)
NTP pada Provinsi di Jabalnustra
110 Indeks NTP
Nasional Jabar
108 20.0
DIY
106
Jateng Jatim
104
10.0
Bali
102
NTB
0.0
100
NTT
98
-10.0 sumber : BI
96
-20.0 Bandung
Semarang
94
Semarang
92
-30.0 3
4
5
6
7
8
9
10 11 12
1
2
2007
3
4
5
6
7
8
9
10
90 Jun
2008
Jul
Grafik 16
Agt
Sept
Okt
Nov
Grafik 17
Survei Penjualan Eceran di Jabalnustra
Indeks Nilai Tukar Petani di Jabalnustra
Di sisi permintaan, melambatnya pertumbuhan ekonomi di Jabalnustra berasal dari menurunnya konsumsi dan ekspor . Di sisi konsumsi, perlambatan terjadi pada konsumsi barang non makanan sebagaimana tercermin pada survei penjualan eceran (Grafik 16). Faktor yang menyebabkan perlambatan konsumsi adalah pendapatan masyarakat yang cenderung menurun yang antara lain tercermin dari rendahnya nilai tukar petani di beberapa provinsi (Grafik 17). Di sisi ekspor-impor, kinerja ekspor menunjukkan tren d yang menurun (Grafik 18) sebagai dampak terganggunya permintaan dunia dan permintaan domestik , sedangkan impor masih relatif stabil (Grafik 19). Di sisi perdagangan antar daerah, barang yang diek spor oleh Jabalnustra ke daer ah lain juga cenderung menurun seiring dengan melemahnya permintaan dari
80
1,600
60
1,400
40
1,200
20
1,000 0
800 600
-20
sumber : BI
2,500
125 100
2,000
75 50
1,500 25 0
1,000
%,yoy
100
1,800
ribu ton
2,000
%,yoy
ribu ton
daerah partner dagang (Grafik 20 dan 21).
-25
400
-40
200
-60
0
-80 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 2006
2007
Chemical Total gManufactured Goods (rhs)
2008 Manufactured Goods gChemical (rhs) gTotal (rhs)
Grafik 18 Komoditi Ekspor Terbesar di Jabalnustra
Tinjauan Ekonomi Regional
-50
500 sumber : BI
-75
0
-100 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011 2006 Food and Live Animals Total gFood and Live Animals (rhs)
2007
2008 Crude Materials, Inedible gCrude Materials, Inedible (rhs) gTotal (rhs)
Grafik 19 Komoditi Impor Terbesar di Jabalnustra
14
Triwulan IV-2008 800.00
barang (ribu ton) Tj Priuk
700.00
Pertumb (%yoy)
70
Tj Priuk_pertumb
60
barang (ribu ton)
Pertumb (%yoy)
1400.00
Tj Perak
Tj Perak_pertumb
1200.00
50 600.00 40 500.00
30
400.00
100 80
1000.00
60
800.00
40
600.00
20
20 10
300.00
0
200.00
0
400.00
-20
-10 100.00
120
-20
sumber : CEICDATA
0.00
-30
200.00 0.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011 2006
2007
-40
sumber : CEICDATA
-60 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 91011
2008
2006
2007
Grafik 20
2008
Grafik 21
Barang diangkut dari Pelabuhan Tj Priuk
Barang diangkut dari Pelabuhan Tj Perak
Di sisi sektoral, perlambatan pertumbuhan ekonomi di Jabalnustra pada triwulan IV-2008 terutama bersumber dari turunnya pertumbuhan di sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan. Pada sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, perlambatan pertumbuhan merupakan respons dari melambatnya permintaan domestik searah dengan dampak krisis ekonomi global yang semakin terasa. Sementara itu, pada sektor pertanian diperkirakan masih tumbuh lebih baik seiring dengan membaiknya produksi pertanian tanaman bahan makanan, khususnya padi, jagung, dan kedelai (Tabel 8). Tabel 8 Produksi Pertanian Tanaman Bahan Makanan (Tabama) 2006 Produksi (juta ton) Jawa 29.96 Luar Jawa 24.49 Total 54.45 Pertumbuhan (% yoy) Jawa Luar Jawa Total Sumber : BPS Ket : *) Angka Ramalan III-2008
Padi 2007
2008 *)
30.47 26.69 57.16
32.34 27.94 60.28
1.7 9.0 5.0
6.1 4.7 5.5
2006 6.69 4.92 11.61
Jagung 2007 2008 *) 7.34 5.94 13.29
8.44 7.42 15.86
9.8 20.8 14.5
14.9 24.8 19.4
2006 0.52 0.23 0.75
Kedelai 2007 2008 *) 0.42 0.17 0.59
0.50 0.26 0.76
-18.0 -26.9 -20.7
16.9 57.8 28.5
Kegiatan dan kinerja perbankan di wilayah Jabalnustra pada triwulan IV-2008 masih menunjukkan pertumbuhan yang melambat. Penghimpunan DPK mencapai Rp472,1 triliun (per November 2008), atau tumbuh sebesar 17,8%, yang didominasi oleh jenis simpanan deposito (Grafik 22). Di sisi kredit, nilai kredit yang telah disalurkan mencapai Rp350,6 triliun, atau tumbuh 32,1%, dimana sebagian besar kredit disalurkan dalam bentuk kredit modal kerja (Grafik 23). Sementara itu, kinerja perbankan masih relatif baik sebagaimana ditunjukkan oleh rasio LDR yang telah mencapai 74,3%. Namun demikian, risiko kredit di Jabalnustra diindikasikan mulai Tinjauan Ekonomi Regional
15
Triwulan IV-2008 meningkat sebagaimana tercermin dari rasio NPL yaitu dari 3,01% pada triwulan III2008 menjadi 3,06%. % yoy yoy
triliun Rp
19.0
400
450
17.0
350
400
15.0
300
350
13.0
250
300
11.0
250
9.0
500
% yoy
triliun Rp
35.0
30.0
Jabalnustra_volume Pertumbuhan RHS
200
25.0
200
20.0
150
7.0
Jabalnustra_volume 100
150
15.0
Pertumbuhan _RHS
5.0 4
5
6
7
8
9
10 11 12 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11
50
10.0 1
2007
2
3
4
5
6
2008
7
8
9 10 11 12 1
2
2007
Grafik 22
3
4
5
6
7
8
9 10 11
2008
Grafik 23
Perkembangan DPK di Jabalnustra
Perkembangan Kredit di Jabalnustra
Di sisi keuangan daerah, realisasi belanja APBD di beberapa provinsi di wilayah Jabalnustra pada triwulan IV-2008 relatif belum optimal. Di provinsi Jawa Barat, realisasi belanja langsung dan tidak langsung sampai dengan Oktober 2008 masingmasing baru mencapai 67,5% dan 68,9%. Rendahnya realisasi belanja di Jawa Barat disebabkan oleh penundaan proyek akibat kenaikan harga BBM yang berdampak pada perubahan rencana biaya proyek dan problem teknis terkait dengan masih minimnya sertifikasi bagi panitia pengadaan barang dan jasa. Di provinsi Jawa Tengah, realisasi belanja provinsi baru mencapai 57,7% dari APBD, dimana salah satu hambatan yang terjadi terkait dengan adanya restrukturisasi Struk tur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) di Pemda provinsi Jateng. Restrukturisasi tersebut telah menyebabkan terhambatnya proses pencairan dana APBD. Inflasi (% ytd)
14
Nasional
16.0
MoM
2 14.0
YoY 1
8
12.0 10.0
6
0 8.0
4 (1) 2
6.0
2008
Grafik 24 Inflasi di Jabalnustra : Bulanan dan Tahunan
Tinjauan Ekonomi Regional
Mataram Madiun Serang* Cirebon
Bogor Bima Maumere
2007
Sukabumi Depok Purwokerto Tasikmalaya Cilegon
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
4.0
Malang Jember Tangerang Probolinggo Kupang
(2)
Yogyakarta Bekasi Sumenep Bandung Semarang
sumber : BPS
0
Tegal Surabaya Denpasar Kediri
10
18.0
Surakarta
12
3
Grafik 25 Inflasi Kota di Jabalnustra
16
Triwulan IV-2008 Perkembangan inflasi di wilayah Jabalnustra pada triwulan IV-2008 menunjukkan kecenderungan yang menurun (Grafik 24). Menurunnya laju inflasi di Jabalnustra tercermin dari pergerakan inflasi bulanan (mtm) yang melambat. Di samping itu, inflasi kota-kota dengan bobot besar seperti Surabaya, Bandung, Semarang, Tangerang, dan Bekasi berada di bawah
angka inflasi nasional sehingga
menyebabkan inflasi Jabalnustra bergerak turun (Grafik 25). Menurut kelompoknya, sumber inflasi di Jabalnustra berasal dari inflasi pada kelompok bahan makanan dan makanan jadi. Faktor yang menyebabkan perlambatan inflasi di Jabalnustra adalah meningkatnya pasokan barang, penurunan harga premium dan melemahnya permintaan domestik. E. Wilayah Kali-Sulampua Pada
triwulan
IV-2008,
pertumbuhan
ekonomi
wilayah
Kali-Sulampua
diperkirakan akan mencapai 5,4% (yoy), turun dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi triwulan III-2008 yang mencapai 6,7%. Melambatnya pertumbuhan ekonomi di Kali-Sulampua bersumber dari menurunnya pertumbuhan ekonomi di sebagian besar provinsi di Kali-Sulampua, kecuali di provinsi Sulawesi Utara dan Kalimantan Timur (Tabel 9). Tabel 9 Pertumbuhan PDRB di Kali-Sulampua (% yoy)
2007 I Kali-Sulampua Sulsel Sulteng Sulut Gorontalo Sultra Maluku Malut Papua Irjabar Kalsel Kalbar Kalteng Kaltim
4.4
3.7
II 5.4
2008 III 6.7
IV* Tot* 5.4
5.2
6.3
10.6
7.7
6.6
5.8
7.6
8.0
7.8
9.3
8.4
7.9
8.4
6.5
7.0
7.1
7.9
8.0
7.5
7.5
7.4
6.1
9.0
7.9
7.6
8.0
7.8
6.1
8.0
-6.3
3.7
5.6
5.0
3.1
4.8
4.0
4.2
-
-0.9
0.2
1.4
0.5
0.3
4.3
-32.4
-15.4
19.8
10.0
-8.4
6.9
8.2
8.3
8.1
1.7
6.5
6.0
7.4
8.2
5.2
4.1
6.2
6.0
4.6
4.5
6.6
5.0
5.2
6.1
6.9
8.7
6.2
6.1
6.9
1.3
6.7
6.8
4.5
4.5
5.6
sumber : BPS daerah (diolah) Ket : * estimasi BI
Di sisi permintaan, perlambatan pertumbuhan bersumber dari menurunnya konsumsi dan ekspor . Konsumsi di Kali-Sulampua tumbuh melambat dari 9,0 % pada triwulan III-2008 menjadi 6,8% sedangkan ekspor dari 9,9% menjadi kontraksi Tinjauan Ekonomi Regional
17
Triwulan IV-2008 -5,2%. Melambatnya daya beli masyarakat dan menurunnya permintaan dunia menjadi faktor penyebab perlambatan konsumsi dan ekspor di Kali -Sulampua. Turunnya daya beli masyarakat Kali-Sulampua bersumber dari melemahnya pendapatan masyarakat khususnya masyarakat petani sebagaimana ditunjukkan oleh menurunnya nilai tukar petani. Sementara itu , perlambatan yang terjadi pada ekspor terutama berasal dari turunnya ekspor komoditas karet, kayu, dan kelapa sawit di Kalimantan dan hasil pertambangan di Papua. Perdagangan antar daerah juga mengalami perlambatan di Kali-Sulampua, dimana barang yang diangkut melalui dua pelabuhan besar di Makassar dan Balikpapan cenderung menurun (Grafik 28 dan 29). Melambatnya aktifitas di pelabuhan Makassar dan Balikpapan ini juga menjadi salah satu indikator perlambatan pada sektor perdagangan di KaliSulampua.
26,000
100
24,000
80
NTP pada Provinsi di Kali-Sulampua
Nasional
60 40
18,000 20
%,yoy
20,000
16,000 14,000
Indeks NTP
110
22,000 ribu ton
115
0
sumber : BI
Sulsel
105
Sulteng Sulut
100
Sultra Kalteng
95
Kaltim Kalsel
-20
12,000
Kalbar
90
10,000
-40 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101 112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101 11 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011 2006 Mineral fuels, Lubricants etc
2007
gMineral fuels, Lubricants etc (rhs)
85
2008 Total gTotal (rhs)
80 Jun
Grafik 26 Komoditi Ekspor Terbesar di Kali-Sulampua
Jul
Agt
Sept
Okt
Nov
Grafik 27 Nilai Tukar Petani di Kali-Sulampua
Di sisi sektoral, perlambatan pertumbuhan ekonomi bersumber dari turunnya pertumbuhan sektor -sektor utama di Kali-Sulampua, yaitu sektor pertanian, sektor pertambangan, dan sektor industri. Perlambatan pertumbuhan di sektor pertanian terutama terjadi pada subsektor perkebunan yang mengalami penurunan produksi akibat insentif harga yang rendah seiring dengan turunnya harga komoditas internasional. Sementara pada sektor pertambangan, perlambatan terjadi akibat lokasi penambangan di Papua yang memproduksi tembaga dan produk tambang lainnya relatif lebih rendah dari lokasi sebelumnya. Sektor industri yang melambat terjadi pada industri pengolahan kayu dan hasil perikanan terutama di wilayah Kalimantan akibat faktor keterbatasan bahan baku.
Tinjauan Ekonomi Regional
18
Triwulan IV-2008 barang (ribu ton)
Pertumb (%yoy)
350.00
Makasar
300.00
Makasar_pertumb
Pertumb (%yoy)
1800.00
60
1600.00
Balikpapan
1400.00
Balikpapan_pertumb
40
250.00
barang (ribu ton)
80
20 200.00 0
200
150
1200.00
100
1000.00 50 800.00
150.00 -20
600.00
100.00
0
-40 400.00
50.00
sumber : CEICDATA
-60
0.00
-80 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011 2006
2007
-50 200.00
sumber : CEICDATA
0.00
-100 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 91011
2008
2006
2007
Grafik 28
2008
Grafik 29
Barang diangkut dari Pelabuhan Makassar
Barang diangkut dari Pelabuhan Balikpapan
Kegiatan perbankan di wilayah Kali-Sulampua pada triwulan IV-2008 masih mengalami peningkatan. Penghimpunan DPK di triwulan laporan mencapai Rp157,6 triliun, (per November 2008) atau tumbuh 18,6% (Grafik 30). Sementara itu, nilai kredit yang telah disalurkan mencapai Rp105,5 triliun atau tumbuh 36,1%, dimana sebagian besar kredit disalurkan dalam bentuk kredit konsumsi (Grafik 31). S ementara itu, kualitas perbankan di wilayah ini menunjukkan indikasi adanya peningkatan risiko kredit sebagaimana tercermin dari peningkatan NPLs, dari 3,17% menjadi 3,53%.
170
% yoy yoy
triliun Rp
160
110
30.0
100
35.0
25.0
90
30.0
80
25.0
150 140
% yoy
triliun Rp
35.0
40.0
130 20.0 120 110
15.0
100
Kali-Sulampua_volume
90
70
20.0
10.0
Pertumbuhan RHS
Kali-Sulampua_volume
60
80
Pertumbuhan _RHS
15.0
5.0 4
5
6
7
8
9
10 11 12 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11
50
10.0 1
2007
2008
Grafik 30 Perkembangan DPK di Kali-Sulampua
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 1
2
2007
3
4
5
6
7
8
9 10 11
2008
Grafik 31 Perkembangan Kredit di Kali-Sulampua
Di sisi keuangan daerah, tingkat realisasi keuangan pemerintah daerah di wilayah Kali-Sulampua relatif bervariasi antara 50% sampai dengan 87,6%. Masih bervariasinya penyerapan anggaran daerah selama 2008 mencerminkan daya serap daerah yang berbeda-beda di Kali-Sulampua. Di sisi lain, terdapat kondisi yang menggembirakan dimana penyerapan belanja modal di provinsi Kalimantan Tengah (sekitar 82%) dan Kalimantan Barat (87,5%) relatif tinggi dibandingkan provinsi
Tinjauan Ekonomi Regional
19
Triwulan IV-2008 lainnya. Adapun p enyerapan belanja modal di kedua daerah tersebut ditujukan pada upaya memperkuat jalur transportasi darat di Kalimantan . Sementara itu, perkembangan inflasi di wilayah Kali-Sulampua pada triwulan IV2008 masih pada level yang relatif tinggi, walaupun terdapat kecenderungan menurun (Grafik 32). Masih relatif tingginya inflasi di Kali-Sulampua bersumber dari tingginya inflasi yang terjadi di sebagian besar kota, dimana terdapat 17 kota yang
mengalami
inflasi
di
atas
inflasi
nasional (Grafik
33).
Berdasarkan
kelompoknya, inflasi di Kali-Sulampua disumbang oleh inflasi pada kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi, dan kelompok perumahan. Faktor utama yang menyebabkan inflasi tinggi adalah terkait dengan kecukupan pasokan , kelancaran distribusi, dan ketergantungan pada daerah lain.
16 14 MtM, right axis YoY
25.0
3
20.0
Nasional
2
10
15.0
8
1 10.0
6
0
4 (1)
2
5.0
Grafik 32 Inflasi di Kali-Sulampua : Bulanan dan Tahunan
Maumere
Manokwari
Palopo
Tarakan
Kendari
Parepare
Watampone
Samarinda
Palangkaraya
Jayapura
Singkawang
Balikpapan
Ambon
Banjarmasin
Ternate
Palu
Makassar
2008
Pontianak
2007
Manado
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
0.0 Sampit
(2)
Mamuju
sumber ; BPS
0
II.
% y-t-y
Gorontalo
12
4
Grafik 33 Inflasi Kota di Kali-Sulampua
PROSPEK
Prospek ekonomi daerah pada tahun 2009 akan ditandai dengan masih berlanjutnya perlambatan pertumbuhan ekonomi daerah, sedangkan di sisi inflasi diperkirakan terjadi perlambatan laju inflasi. Perlambatan pertumbuhan ekonomi daerah diperkirakan akan terjadi terutama di daerah -daerah yang ketergantungan ekspornya tinggi dan daya beli masyarakatnya secara cukup besar ditopang dari penerimaan komoditas ekspor, seperti di wilayah Sumatera dan Kalimantan dan daerah yang menjadi basis ekspor manufaktur, seperti Jawa Barat, Banten dan lainnya. Dengan mengingat saling ketergantungan antar daerah, maka perlambatan ekonomi di daerah -daerah tersebut juga akan memberikan dampak pada ekonomi daerah lain. Di sisi ekspor, berlanjutnya penurunan permintaan dunia dan harga komoditas ekspor akan cukup berdampak pada produk ekspor nonmigas, seperti CPO, karet, Tinjauan Ekonomi Regional
20
Triwulan IV-2008 kopi, coklat, produk TPT, elektronik, dan kendaraan bermotor dan konsumsi di daerah. Kondisi ini terindikasikan dari belum optimalnya kontrak-kontrak ekspor yang dilakukan eksportir untuk tahun 2009, termasuk pembatalan dan penundaan kontrak ekspor. Selanjutnya, di sisi konsumsi, menurunnya pendapatan petani dan eksportir akan berimbas pada melemahnya daya beli masyarakat, sebagaimana terjadi di wilayah Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Jakarta. Di sisi sektoral, melemahnya ekspor dan permintaan domestik akan direspons dengan penurunan produksi pada sektor perkebunan dan industri-industri yang berorientasi ekspor. S ektor-sektor lain, seperti sektor perdagangan, bangunan, keuangan, dan sektor jasajasa dipastkan juga akan terkena imbasnya. Namun, perlambatan pertumbuhan ekonomi daerah akan sedikit tertahan oleh beberapa faktor , antara lain upah minimum regional, pel aksanaan Pemilu 2009 dan peningkatan belanja modal pemerintah. Upah Minimum Provinsi tahun 2009 yang rata-rata naik di atas 10,0 % diperkirakan akan berkontribusi pada meningkatnya daya beli di daerah (T abel 10). Selanjutnya, memperhatikan pola historis dampak Pemilu terhadap peningkatan daya beli, maka pemilu 2009 diperkirakan akan cukup mendorong belanja konsumsi masyarakat. Di tahun 2009, pemerintah di sejumlah daerah, seperti Kalimantan Selatan, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, dan Jakarta telah berkomitmen meningkatkan belanja infrastruktur pada APBD 2009 guna menstimulus ekonomi daerah . Hal ini melengkapi komitmen pemerintah pusat yang akan meningkatkan belanja infrastrukturnya. Pada tahun 2009, Pemerintah Pusat juga berencana menaik kan nilai penjaminan Kredit Usaha Rakyat dan menggiatkan program -program pengembangan ekonomi lainnya sehingga diharapkan dapat membantu dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan dari krisis keuangan global terhadap ekonomi daerah.
Tinjauan Ekonomi Regional
21
Triwulan IV-2008 Tabel 10 Upah Minimum Provinsi 2009 NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 32 33
PROVINSI NAD Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Sumatera Selatan Bangka Belitung Bengkulu Lampung* Jawa Barat DKI Banten Jateng * DIY Jatim * Bali NTB NTT Kalbar Kalsel Kalteng Kaltim Maluku Malut Gorontalo Sulut Sultra Sulteng Sulsel Papua Irjabar RATA-RATA
2006 820,000 737,794 650,000 637,000 760,000 563,000 604,000 640,000 516,000 505,000 447,654 819,100 661,613 450,000 460,000 390,000 510,000 550,000 550,000 512,000 629,000 634,260 684,000 575,000 528,000 527,000 713,500 573,400 575,000 612,000 822,500 602,151
UMP (Rp) 2007 2008 850,000 1,000,000 761,000 822,205 725,000 800,000 710,000 800,000 805,000 833,000 658,000 724,000 662,000 743,000 720,000 813,000 644,838 690,000 555,000 617,000 516,840 568,193 900,560 972,605 746,500 837,000 500,000 547,000 500,000 586,000 448,500 500,000 605,000 682,650 655,000 730,000 600,000 650,000 560,000 645,000 745,000 825,000 665,973 765,868 766,500 889,645 635,000 700,000 660,000 700,000 560,000 600,000 750,000 845,000 640,000 700,000 615,000 670,000 673,200 740,520 987,000 1,105,500 1,105,500 671,837 756,490
2009 1,157,000 905,000 880,000 901,600 892,000 800,000 824,730 850,000 727,950 700,000 628,191 1,069,865 917,500 575,000 700,000 570,000 760,000 865,000 775,000 705,000 930,000 888,406 955,000 805,000 770,000 675,000 929,500 770,000 720,000 905,000 1,180,000 830,056
KHL 2009 1,400,000 855,124 896,920 1,022,669 1,022,000 918,121 1,134,564 1,237,000 742,499 731,680 1,314,059 917,638 793,694 820,484 706,698 956,339 860,000 909,000 803,914 947,000 910,670 1,209,870 1,280,599 889,000 863,731 823,638 915,000 1,154,080 1,325,843
Ket: usulan yg belum disahkan * rata-rata kenaikan sumber : Depnakertrans RI
Di sisi harga, inflasi daerah selama 2009 diperkirakan akan menurun . Terdapat beberapa faktor yang diperkirakan dapat menyebabkan turunnya tekanan inflasi daerah, antara lain : stok beras relatif mencukupi, harga komoditas dunia diperkirakan masih rendah sejalan dengan lemahnya permintaan, kebijakan meningkatkan harga administrasi relatif minim, dan konsumsi rumah tangga relatif tumbuh melambat. Stok bahan kebutuhan pokok beras diperkirakan mencukupi, dimana stok beras nasional mencapai 1,8 juta ton dan tersebar merata pada gudang Bulog se-Indonesi a. Stok tersebut mampu memenuhi kebutuhan sampai dengan Maret 2009 dan di musim panen pada semester pertama, stok dipastikan akan dapat ditingkatkan lagi. Sementara itu, berlanjutnya penurunan harga komoditas dan minyak dunia akan berimbas pada harga barang di dalam negeri. Di sisi lain, konsumsi rumah tangga di tahun 2009 diperkirakan tidak akan sekuat konsumsi tahun 2008 . Sementara itu, hal-hal yang harus diwaspadai antara lain adalah : kelancaran pasokan dan distribusi barang kebutuhan pokok, khususnya di daerahdaerah yang pasokannya tergantung pada daerah lain; gangguan musim yang dapat Tinjauan Ekonomi Regional
22
Triwulan IV-2008 mengganggu produksi bahan makanan, seperti sayur-sayuran; dan depresiasi nilai tukar rupiah. III. ISU STRATEGIS Berdasarkan hasil Kajian Ekonomi Regional, Bank Indonesia memandang masih terdapat tantangan yang harus dihadapi oleh seluruh wilayah . Terdapatnya tantangan tersebut terkait erat dengan karakteristik perekonomian di masing-masing daerah yang relatif bervariasi dan di sisi lain perekonomian di 2009 akan terpengaruh oleh krisis keuangan global yang diyakini berdampak pada kinerja perekonomian daerah. Tantangan utama yang dihadapi tersebut adalah : A. Pengendalian Inflasi Daerah Perkembangan inflasi daerah selama tahun 2008 menunjukkan level inflasi yang masih tinggi namun menjelang akhir tahun cenderung menurun. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan inflasi daerah masih relatif tinggi selama 2008, khususnya pada triwulan III, diantaranya adalah meningkatnya harga komoditas internasional dan kuatnya permintaan domestik sampai dengan pertengahan 2008 serta dampak berantai dari kenaikan harga BBM pada akhir Mei 2008. Di samping itu, gangguan pasokan yang masih berlanjut, terutama di luar wilayah Jabalnustra dan Jakarta menyebabkan inflasi di beberapa daerah masih relatif tinggi. Bahkan, semenjak Badan Pusat Statistik (BPS) memperluas cakupan kota yang dihitung pergerakan harganya (inflasi) dari 45 kota menjadi 66 kota telah pula memberikan kontribusi terhadap tingginya inflasi di daerah. Namun demikian, memasuki triwulan IV-2008 tekanan inflasi di daerah mulai menurun, sejalan dengan penurunan harga komoditas internasional, penurunan harga premium dan mulai melemahnya konsumsi masyarakat yang sudah mulai terkena dampak krisis ekonomi global. Namun demikian, ketergantungan pasokan pada daerah tertentu dan faktor alam serta cuaca di beberapa daerah menyebabkan penurunan inflasi daerah relatif belum optimal. Dalam rangka membantu pengendalian inflasi di daerah yang dapat membantu pencapaian target inflasi nasional, sem enjak pertengahan 2008 beberapa Kantor Bank Indonesia (KBI) yang tersebar di seluruh Indonesia telah mengembangkan upaya pengendalian inflasi daerah melalui pembentukan Tim atau Focus Group Discussion (FGD). Pembentukan Tim/FGD tersebut dilakukan dengan melibatkan secara aktif stakeholder pemangku kebijakan di daerah dan pelaku pasar untuk Tinjauan Ekonomi Regional
23
Triwulan IV-2008 berkoordinasi dan bekerja sama. Pentingnya upaya tersebut dilandasi oleh beberapa alasan, yaitu : (1). Inflasi daerah memegang peranan yang dominan mengingat 78% inflasi nasional dibentuk oleh inflasi daerah (di luar DKI jakarta); (2). Sumber tekanan inflasi di daerah dipengaruhi oleh karakteristik ekonomi daerah tersebut; (3). Ruang gerak untuk melakukan penurunan suku bunga keb ijakan moneter relatif terbatas; (4). S alah satu faktor dominan yang mempengaruhi inflasi daerah adalah gangguan pasokan yang terkait denga permasalahan kecukupan produksi dan kelancaran distribusi. Di sisi lain, kebijakan pemerintah daerah terkait tarif beberapa barang/jasa yang diatur di daerah turut pula mempengaruhi kenaikan harga di daerah tersebut. Dalam perkembangannya, koordinasi dan kerjasam a yang telah dilakukan melalui Tim/FGD pengendalian inflasi daerah telah menuai hasil awal berupa munculnya awareness dari stakeholders daerah terhadap pentingnya inflasi daerah yang rendah dan stabil. Untuk tahap selanjutnya, diperlukan upaya-upaya untuk mengefisienkan dan mengefektifkan kerja tim sehingga pengendalian inflasi di daerah dapat dioptimalkan. B. Variasi Pertumbuhan Ekonomi Antar Daerah Perkembangan ekonomi daerah selama 2008, khususnya pada triwulan I s.d III mengalami proses konvergensi pertumbuhan ekonomi antar wilayah. Variasi pertumbuhan ekonomi antar wilayah telah menyempit dari kisaran 4,4% - 6,4% pada tahun 2007 menjadi 5,0% - 6,1% pada tahun 2008. Konvergensi terjadi, antara lain disebabkan
oleh
tingginya
pertumbuhan
ekonomi
di
daerah -daerah
yang
perekonomiannya selama ini memiliki ketergantungan yang tinggi pada produk komoditas tradeables. Harga komoditas yang tinggi, yang terjadi sejak tahun 2007 sampai dengan pertengahan tahun 2008 menjadi wind fall profit bagi daerah -daerah tersebut. Pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah tersebut melonjak dan mendekati ataupun sebagian bahkan melampau pertumbuhan ekonomi di daera-daerah yang selama ini memang sudah tumbuh tinggi. Hal ini menyebabkan perbedaan pertumbuhan antar daerah menyempit. Namun demikian, masih terdapat provinsi yang mengalami pertumbuhan yang rendah dan fluktuatif, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Papua, Nusa Tenggara Barat (NTB), Bali, dan Riau . Pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah tersebut relatif fluktuatif yang disebabkan oleh tingkat ketergantungan daerah pada sektor-sektor tertentu. Provinsi NAD, Papua, NTB, dan Riau memiliki ketergantungan terhadap sektor pertambangan, sedangkan Bali memiliki ketergantungan pada sektor perdagangan/hotel/restoran.
Tinjauan Ekonomi Regional
24
Triwulan IV-2008 IV. KEBIJAKAN YANG DITEMPUH Perekonomian daerah ke depan masih akan menghadapi tantangan. Tantangan tersebut meningkat seiring dengan semakin terasanya dampak krisis keuangan global terhadap perekonomian daerah. Dampak tersebut tidak hanya akan menyebabkan perlambatan ekonomi daerah dan meningkatnya pemutusan hubungan kerja, melainkan pada sisi demografi juga akan menyebabkan, meningkatnya jumlah penduduk miskin dan ada indikasi melebarnya kesenjangan pendapatan antar daerah/penduduk. Untuk itu, dalam upaya mengurangi dampak krisis keuangan global tersebut, Bank Indonesia dan Pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan, diantaranya: ? Kebijakan untuk meningkatkan pasokan likuiditas di pasar uang dan menjaga kondisi pasar uang agar tetap kondusif ? Menjaga
kecukupan
likuiditas
pada industri
perbankan
dengan
tetap
mempertimbangkan efektivitas kebijakan moneter untuk mengendalikan inflasi ? Kebijakan terkait pelonggaran likuiditas valas BI, termasuk upaya untuk mendukung pembiayaannya melalui penyediaan fasilitas rediskonto wesel ekspor. ? Pemerintah menempuh beberapa kebijakan guna menjaga keyakinan para pelaku ekonomi terhadap sistem keuangan dan memperkuat sektor riil dalam bentuk pembuatan ketentuan yang memudahkan dunia usaha maupun dalam bentuk insentif fiskal. S ementara itu, Pemerintah Daerah di beberapa provinsi telah melakukan tindakan antisipasi mengatasi dampak krisis keuangan global yang pada intinya adalah dalam rangk a menjaga ketersediaan lapangan pekerjaan dan mempertahankan pendapatan. Tabel 11 Langkah-langkah yang Ditempuh Pemda
Tinjauan Ekonomi Regional
25
Triwulan IV-2008 Di sisi lain, dalam rangka mencapai sasaran inflasi, selain kebijakan moneter yang secara konsisten dilaksanakan, Bank Indonesia di daerah (KBI) menempuh beberapa langkah di daerah. Adapun tujuannya adalah membantu terciptanya inflasi di daerah yang rendah dan terkendali sehingga dapat mendukung pencapaian sasaran inflasi. Langkah tersebut terutama dilakukan melalui meningkatkan koordinasi antara KBI dengan instansi Pemerintah Daerah dalam rangka mengatasi kendala kelancaran pasokan dan distribusi barang/pangan. Dalam rangka mengurangi dampak negatif pengaruh fluktuasi harga komoditas di pasar dunia pada perkembangan perekonomian daerah, maka untuk ke depan perlu dilakukan upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh daerah, yaitu : -
Peningkatkan produktifitas perlu diintensifkan dibandingkan dengan upayaupaya penambahan lahan baru.
-
Peningkatkan diversivikasi produk di daerah dengan memperhatikan kebutuhan dan kapasitas pasar
-
Peningkatkan nilai tambah produksi, seperti produksi turunan CPO.
-
Perlunya kebijakan yang dapat menyangga dan menstabilkan harga, khususnya di tingkat petani yang antara lain dilakukan dalam bentuk upaya menjaga keseimbangan pasokan. Peran asosiasi disini perlu ditingkatkan.
Disisi harga-harga, upaya-upaya meningkatkan produksi dan pasokan, khususnya bahan makanan di daerah perlu ditingkatkan. Swasembada kebutuhan bahan pokok perlu menjadi prioritas daerah. S ementara itu, dengan mulai terbatasnya permintaan domestik seiring dengan melemahnya daya beli masyarakat, dalam jangka pendek peran fiskal untuk menstimulasi perekonomian dan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi menjadi sangat penting. Terlebih dengan potensi meningkatnya pengangguran akibat meningktanya ancaman PHK. Untuk itu, berbagai kendala dalam merealisasikan anggaran pemerintah perlu diminimalisasi dan jadwal realisasi dapat lebih terarah dengan tetap memperhatikan siklus perekonomian daerah setempat.
Tinjauan Ekonomi Regional
26
Triwulan IV-2008 Topikal Isu : Dampak Perubahan Harga Komoditas Terhadap Perekonomian Daerah Selama 2008 Berlanjutnya krisis keuangan global yang ber pusat di Amerika Serikat telah merambat ke berbagai sendi perekonomian negara-negara di dunia, tak terkecuali Indonesia. Struktur perekonomian Indonesia yang didominasi oleh sektor tradeables mulai tertekan dengan anjoknya harga komoditas di pasar dunia. Penurunan harga komoditas secara tajam akibat melemahnya permintaan dunia ini berdampak pada turunnya kinerja perekonomian Indonesia, terutama di daerah-daerah yang berbasis ekspor. Secara mikro, menurunnya permintaan pada beberapa industri yang tidak diikuti oleh penurunan biaya operasional mengancam penurunan kapasitas utilisasi yang kemudian berpoten si pada terjadinya pemutusan hubungan kerja. Hal ini berimplikasi pada turunnya daya beli dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Secara struktural, perekonomian di sebagian besar daerah ditopang oleh konsumsi masyarakat dan ekspor. Konsumsi menjadi penyumbang terbesar terhadap perekonomian daerah mengingat tingginya porsi konsumsi dalam pembentukan ekonomi daerah. Sementara, di hampir seluruh daerah juga memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap ekspor dalam perekonomiannya. Ketergantungan ekonomi yang tinggi pada kedua komponen PDRB ini menyebabkan kinerja perekonomian daerah akan sangat dipengaruhi oleh pergerakan keduanya. Disisi sektoral, sektor pertanian, industri, dan perdagangan menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi di sebagian besar daerah. Namun di wilayah Kali-Sulampua dan sebagian Sumatera juga memiliki ketergantungan yang besar terhadap sektor pertambangan dan sub sektor perkebunan. Sementara itu , sektor industri memiliki peranan yang besar dalam perekonomian wilayah Jawa. Struktur Perekonomian Daerah Berdasarkan Penawaran Sumatera
Jabalnusra
Jakarta B. Barat
B. Tengah
Kali-Sulampua
B. Utara
B. Tengah
B. Selatan
23.6
16.2
28.7
0.1
13.0
19.8
16.7
26.3
15.2
28.5
Pertambangan 6.2 Industri 20.7 L i s t r i k , G a s & A i r B e r s i h 0.6
29.5 21.4 0.5
15.3 15.8 0.4
0.3 16.9 0.7
2.4 43.7 2.2
1.1 30.1 0.8
2.1 26.5 1.8
8.8 6.4 0.9
27.4 24.8 0.4
15.4 9.3 0.7
Konstruksi PHR Pengangkutan Keuangan
6.4 17.7 8.3 5.3
3.2 10.0 5.1 2.6
6.2 15.2 5.2 5.0
10.1 21.7 9.2 29.6
3.2 21.2 4.4 3.1
6.1 21.2 5.6 4.2
3.2 30.8 5.8 5.1
5.4 22.7 9.0 5.9
4.6 12.4 6.3 3.5
7.1 13.4 8.0 5.2
Jasa-jasa
11.1
6.2
8.1
11.5
6.8
11.0
8.1
14.6
5.5
12.3
Pertanian
B. Timur
Balnusra
Kalimantan
Sulampua
Struktur Perekonomian Dari Sisi Permintaan Pangsa dlm Net-Ekspor Konsumsi
PMTB
Net Ekspor Ekspor
Sumatera
Impor
67.2
18.7
16.4
49.8
33.5
Bagian Utara
64.4
17.5
18.1
45.3
27.1
Bagian Tengah
68.8
21.3
15.7
60.8
45.0
Bagian Selatan
68.9
18.9
14.8
43.1
28.3
Jakarta
57.5
33.9
14.8
69.1
30.9
Jabalnusra
78.9
18.6
5.6
49.9
44.3
Bagian Barat
71.4
17.5
8.9
51.4
42.5
Bagian Tengah
76.7
18.8
5.7
49.5
43.9
Bagian Timur
77.8
18.0
2.7
50.9
48.2
Bali-Nusa Tenggara
73.4
20.2
4.1
37.2
33.0
Kali-Sulampua
53.6
19.8
26.3
70.2
43.8
Kalimantan
37.6
19.0
41.8
88.2
46.4
Sulampua
76.7
20.8
4.0
44.1
40.0
Tinjauan Ekonomi Regional
27
Triwulan IV-2008 Peran ekspor yang besar juga tercermin dalam matriks perdagangan daerah 3 dan tabel Interregional Input-Output4. Hampir seluruh daerah mengandalkan lebih dari 50% perdagangannya pada ekspor ke luar negeri. Ditinjau secara per wilayah, Sumatera dan KaliSulampua memiliki keeratan hubungan ekonomi dengan Jawa. Sumatera memiliki keeratan hubungan dagang yang cukup tinggi dengan wilayah Jakarta dan Jabalnustra, terutama Jawa Bagian Barat (perdagangan, bahan input untuk industri pupuk dan industri makanan) dan Jawa Bagian Timur (perdagangan, dan bahan input untuk industri makanan). Sementara, Kali-Sulampua menjadikan Jakarta (hasil tambang batu bara, input industri bahan dasar besi, dan industri pupuk) dan Jawa Bagian Timur (input industri bahan makanan) sebagai basis tujuan perdagangan antar daerah. Matriks Perdagangan antar Wilayah – Tahun 2000 Zona Ekonomi Sumbagut Sumbagteng Sumbagsel Jakarta Jabagbar Jabagteng Jabagtim Balnusra Kalimantan Sulampua IMPOR
Sumbagut 0 979,463 488,534 1,834,107 596,436 783,516 1,757,180 34,118 68,212 40,387 6,581,953
Sumbagteng 2,079,804 1,307,673 1,636,959 1,113,169 531,062 1,266,116 55,306 139,149 55,301 8,184,539
Sumbagsel 890,930 5,573,521 2,664,868 1,090,594 2,077,466 4,204,283 55,459 122,514 50,661 16,730,296
Jakarta 1,368,425 1,200,127 3,907,080 25,822,185 6,197,883 13,923,428 431,116 8,729,511 4,412,271 65,992,026
Jabagbar 947,772 862,038 3,822,831 36,385,969 20,861,049 17,399,217 836,100 3,011,772 371,685 84,498,433
Jabagteng 48,072 147,805 1,383,084 4,348,977 12,879,081 27,197,931 284,881 3,493,496 468,414 50,251,741
Jabagtim 1,143,594 942,167 2,377,522 3,951,635 6,328,050 16,682,363 2,426,792 6,156,194 5,601,638 45,609,955
Balnusra 40,558 23,901 11,737 521,001 139,052 12,388,309 2,709,596 762,208 783,156 17,379,518
Kalimantan 67,494 71,573 57,011 697,124 328,713 2,026,414 2,883,711 195,600 1,153,295 7,480,935
Sulampua 16,869 32,417 26,314 784,296 115,363 581,003 2,075,838 170,430 1,577,301 5,379,831
EKSPOR 4,222,333 11,154,812 16,474,410 52,827,934 57,288,891 56,055,349 74,534,543 5,269,631 29,674,924 14,344,764
Memasuki tahun 2008, peningkatan harga komoditas internasional mulai mempengaruhi perekonomian daerah secara signifikan terutama pada sektor yang tradeables. Kenaikan harga berbagai komoditas primer di pasar dunia telah memberikan berkah tersendiri pada meningkatnya perekonomian di berbagai wilayah di Indonesia, khususnya di daerah-daerah yang struktur ekonominya didominasi oleh hasil-hasil pertambangan (batu bara, timah, tembaga) dan perkebunan (kelapa sawit, karet, kopi, dan coklat) yang dapat dilihat pada Tabel Struktur Perekonomian Daerah Berdasarkan Sektoral pada Lampiran . Beberapa komoditas yang meningkat harganya dan memberikan sumbangan signifikan terhadap perekonomian daerah diantaranya adalah komoditas minyak kelapa sawit 5, karet alam 6, dan batubara7. Pertumbuhan ekonomi daerah yang pesat terutama terjadi di zona Sumatera Bagian Tengah dan zona Kalimantan serta Zona Sulawesi dengan rata-rata pertumbuhan triwulanan hingga triwulan III-2008 masing-masing 6,4%, 6,3%, dan 6,9% . Meningkatnya pertumbuhan di daerah tersebut bersumber dari pesatnya konsumsi yang disebabkan faktor naiknya pendapatan 8. Peningkatan harga komoditas internasional menjadi faktor utama 3 4 5
6
7 8
Matriks Perdangangan Daerah tahun 2000 Tabel IRIO Tahun 2000, sumber: Bappenas Harga CPOpada tahun 2007 naik hingga 75% dibandingkan dengan rata-rata harga tahun 2006, dan mencapai puncaknya pada Maret 2008 yaitu naik hingga 218% dari harga rata- rata tahun 2006. Kenaikan harga CPO ini mendorong terjadinya perluasan lahan kelapa sawit dari 4,2 juta ha menjadi 5,5 juta ha di Sumatera, dan menjadikan Sumatera sebagai wilayah pengekspor sawit terbesar di Indonesia (90,1%) pada tahun 2007. Produksi karet alam pada tahun 2007 mencapai 2,55 juta ton sehingga menjadikan Indonesia sebagai negara penghasil karet terbesar kedua setelah Thailand. Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor batu bara terbesar di dunia. Rata-rata pertumbuhan konsumsi Sumbagteng, Kalimantan, dan Sulawesi masing- masing sebesar 9,1%, 6,0%, dan 8,4%.
Tinjauan Ekonomi Regional
28
Triwulan IV-2008 terjadinya perbaikan pendapatan masyarakat di daerah tersebut. Kenaikan harga juga menjadi faktor pemicu peningkatan produksi dan ekspor di daerah. Peningkatan pertumbuhan ekonomi di Sumatera dan Kali-Sulampua telah mendorong terjadinya konvergensi pertumbuhan ekonomi antar daerah (Gambar 1 – 3 : Peta Deviasi gPDRB Tw I – III 2008) 9. Terdapat hubungan yang relatif simetris antara peningkatan harga komoditas primer dengan pertumbuhan PDRB di masing-masing daerah tersebut. Di sisi lain, meningkatnya pertumbuhan ekonomi di Sumatera dan Kali-Sulampua turut pula memberikan sumbangan positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa terutama pada sektor industri dan sektor perdagangan. Deviasi gPDRB dg gPDB – Tw I -0 8
Deviasi gPDRB dg Nasional
Deviasi gPDRB dg gPDB – Tw III-08
Deviasi gPDRB dg Nasional
lebih dari (1.5)
lebih dari (1.5)
(1.5) - (0.6) (0.5) - 0.5
(1.5) - (0.6) (0.5) - 0.5
gPDB Tw I -08: 6 ,0%
0.6 - 1.5 lebih dari 1.5
gPDB Tw I II-08: 6,1 %
0.6 - 1.5 lebih dari 1.5
Krisis keuangan global yang berimbas pada mulai melambatnya perekonomian daerah akan dapat menyebabkan terjadinya kembali divergensi pertumbuhan ekonomi antar daerah. Wilayah Sumatera dan Kali-Sulampua yang pada saat terjadinya kenaikan harga komoditas mampu mengejar pertumbuhan ekonomi daerah di Jawa akan menghadapi potensi risiko perlambatan ekonomi yang cukup besar. Sementara itu, ekonomi Jawa yang menopang perekonomian di kedua wilayah, melalui penyerapan input produksi industri manufaktur, secara perlahan-lahan mulai terimbas dari perlambatan ekonomi Sumatera dan Kali-Sulampua, meskipu tidak terlalu signifikan. Hal ini mengingat struktur ekonomi di Jawa masih bertumpu pada permintaan domestik dari wilayah Jawa itu sendiri. Namun demikian, dampak melemahnya permintaan dunia pada ekspor hasil industri pengolahan dan mulai terbatasnya permintaan domestik akibat tertekannya daya beli akan dapat melemahkan perekonomian Jawa. Deviasi gPDRB dg gPDB – Tw IV- 08
Deviasi gPDRB dg Nasional lebih dari (1.5) (1.5) - (0.6) (0.5) - 0.5 0.6 - 1.5
gPDB Tw IV-08: 5,7%
lebih dari 1.5
9
Zona Sumatera Utara (Sumbagut) dan Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) baru mengejar ketertinggalan pertumbuhan pada tw III- 2008 mengingat masih terdapat beberapa sektor utama di zona tersebut yang tumbuh rendah, mis. : sektor industri di Sumbagut dan pertambangan migas di Sumbagsel. Industri di Sumbagut melemah seiring hambatan pasokan listrik, sedangkan kondisi ladang minyak yang sudah tua menyebabkan produksi tambang migas Sumbagsel menurun.
Tinjauan Ekonomi Regional
29