HUBUNGAN TINGKAT SELF CARE DENGAN KEJADIAN KOMPLIKASI PADA PASIEN DM TIPE 2 DI RUANG RAWAT INAP RSUD Silvia Junianty1, Nursiswati1, Etika Emaliyawati1 1 Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjajaran, Bandung, Jawa Barat ABSTRAK
Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis bila disertai komplikasi diabetik. Self care terdiri atas pengontrolan gula darah, insulin/Obat Anti Diabetes, perencanaan makan, olahraga, dan penanganan hipoglikemik dalam pengelolaan DM menjadi tidak efektif akibat pemahaman yang bervariasi. Penelitian bertujuan mengetahui hubungan antara tingkat self care dengan kejadian komplikasi pada pasien DM tipe 2. Jenis penelitian deskriptif korelasi yang menggunakan teknik purposive sampling dengan sampel sejumlah 55 orang. Pengumpulan data menggunakan kuesioner self care inventory revised (SCI-R). Analisis univariat menggunakan skor T, sedangkan bivariat menggunakan korelasi chi square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien tingkat self care tinggi atau rendah dapat menyebabkan kejadian komplikasi yang ditunjukkan melalui hubungan yang rendah dan pasti. Peran perawat adalah sebagai advokat dan edukator dalam melindungi hak pasien dan memberikan informasi tentang pentingnya penerapan self care dalam kehidupan sehari – hari. Kata Kunci : Komplikasi akibat DM tipe 2, rawat ulang akibat DM, Self care ABSTRACT
Diabetes mellitus (DM) is a chronic disease when accompanied by diabetic complications. Self care consists of controlling blood sugar, insulin/Anti-Diabetes Drug, meal planning, exercise, and hypoglycemic treatment in the management of DM becomes ineffective due to the varied understanding. The study aims to determine the relationship between the level of self care with the incidence of complications in patients with type 2 diabetes. This type of descriptive correlation study using purposive sampling techniques to sample some 55 people. Data collection using questionnaires self care inventory revised (SCI-R). Univariate analyzes using T scores, while the bivariate correlation using chi square. The results showed that patient self care level is high or low incidence of complications can cause shown by the relationship of low and uncertain. The nurse's role is as an advocate and educator in protecting the rights of patients and provide information on the importance of the application of a daily self care - days. Keywords : Complications of DM type 2, DM type 2 Repeated Hospitalizations, Self care Silvia junianty, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung – Sumedang KM. 21 Jatinangor – Sumedang ) Email:
[email protected] 082125768701
1
PENDAHULUAN Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik gula darah melebihi nilai normal (Smeltzer, et al., 2008). Pengelolaan DM bertujuan untuk menjaga aktivitas insulin dan kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal, juga meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi vaskuler (Barnett, 2004). Pengelolaan DM yang tidak terkontrol dapat menyebabkan hiperglikemia berulang yang berdampak pada komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler. Hiperglikemia terjadi karena paparan glukosa tinggi beredar dalam darah sehingga terjadi gangguan sirkulasi jaringan pada organ perifer (Funnel, 2011). Aktifitas yang mendukung pengelolaan DM adalah self care. Self care menurut Orem (2001) merupakan tingkah laku yang dipelajari untuk mempertahankan dan meningkatkan status kesehatan dan kesejahteraannya. Dalam pelaksanaan pengelolaan yang tepat didukung oleh adekuatnya pengontrolan gula darah, insulin dan Obat Anti Diabetes (OAD), perencanaan makan, upaya melaksanakan olahraga/latihan fisik, serta penanganan segera terhadap hipoglikemik (La Greca, 2005). Self care inventory revised version (SCI-R) merupakan satu bentuk pengukuran yang digunakan untuk untuk mengetahui sejauh mana klien DM menerapkan rencana pengelolaan DM satu hingga dua bulan sebelumnya (La Greca, 2005).
Silvia junianty, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung – Sumedang KM. 21 Jatinangor – Sumedang ) Email:
[email protected] 082125768701
2
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan melalui wawancara kepada delapan orang pasien (lima perempuan dan tiga laki-laki) di Ruang Rawat Inap, diperoleh hasil bahwa dua dari delapan pasien pernah mengalami perawatan ulang akibat komplikasi DM dengan ulkus kaki diabetik. Dua dari delapan pasien pernah mengalami perawatan ulang akibat DM tanpa komplikasi, dua dari delapan pasien mengalami perawatan ulang akibat komplikasi pada ginjal. Tiga dari delapan pasien mengatakan tidak kontrol kembali ke fasilitas pelayanan kesehatan saat pemeriksaan gula darah terakhir dalam batas normal. Klien mengatakan kontrol hanya diperlukan saat terdapat gejala penyerta. Klien menganggap berjalan di sekitar rumah merupakan aktivitas pengganti olahraga. Meskipun telah mengetahui tentang makanan apa yang harus dikonsumsi, klien mengalami kesulitan untuk mentaati diet diabetes. Terdapat variasi persepsi dalam penentuan banyaknya jumlah makanan yang boleh dikonsumsi. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut : “Adakah hubungan tingkat self care dengan kejadian komplikasi pada pasien DM tipe 2 di Ruang Rawat Inap RSUD Sumedang?”. Penelitian ini bertujuan mengetahui bagaimana hubungan tingkat self care dengan kejadian komplikasi pada pasien DM tipe 2 di Ruang Rawat Inap RSUD
Silvia junianty, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung – Sumedang KM. 21 Jatinangor – Sumedang ) Email:
[email protected] 082125768701
3
METODE PENELITIAN Rancangan penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi dimana variabel independen adalah self care dengan subvariabel pengontrolan gula darah, insulin/OAD, perencanaan makan, olahraga, penanganan hipoglikemik (La Greca, 2005). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian komplikasi pada pasien DM yang mengalami rawat inap ulang. Hipotesis nol (Ho:ρ= 0) Tidak adanya hubungan tingkat self care dengan kejadian komplikasi pada pasien DM tipe 2. Hipotesis alternatif (Ha:ρ= 0) Ada hubungan tingkat self care dengan kejadian komplikasi pada pasien DM tipe 2. Populasi dalam penelitian ini adalah klien DM tipe 2 yang dirawat di Ruang Rawat Inap sebanyak 121 orang pada Oktober-Desember 2011. Teknik sampling yang digunakan adalah non-probability sampling dengan menggunakan purposive sampling yaitu dengan pengambilan sampel yang didasarkan pada kriteria tertentu. Dalam menentukan jumlah sampel, peneliti menggunakan rumus slovin dengan tingkat kemaknaan (level of significance) 90% maka jumlah sampel yang didapatkan adalah 55 orang. Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah pasien DM type 2 yang dirawat di Ruang Rawat Inap RSUD Sumedang, pasien DM yang pernah mendapat perawatan di rumah sakit >1 kali karena DM atau dengan komplikasi mikrovaskluer dan makrovaskuler, pasien DM yang berusia ≤60 tahun, Pasien DM yang telah didiagnosa DM lebih dari ≥5 tahun.
Silvia junianty, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung – Sumedang KM. 21 Jatinangor – Sumedang ) Email:
[email protected] 082125768701
4
Instrumen dalam penelitian ini adalah Self care Inventory Revised (SCI-R) yang mengukur pelaksanaan self care selama 1–2 bulan sebelumnya. Terdapat 15 item pertanyaan yang diukur dengan menggunakan rentang 1-5 dalam skala likert. Untuk mengetahui kejadian komplikasi dilakukan studi dokumentasi yang terdapat dalam medical record klien DM tipe 2 di Ruang Rawat Inap. Hasil uji instrumen menunjukan nilai terendah 0,444 dan tertinggi 0,688 dimana semua item pertanyaan valid dan koefisien realibilitas internal bernilai 0,872 menggunakan rumus Alpha Cronbach. Analisa univariat variabel self care terlebih dahulu merubah data ordinal menjadi interval. Variabel self care dikategorikan menjadi tinggi dan rendah menggunakan perhitungan skor T (Azwar, 2003). Variabel kejadian komplikasi dikategorikan menjadi komplikasi dan tidak dengan komplikasi. Analisa bivariat digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel self care dengan kejadian komplikasi, maka digunakan perhitungan menggunakan chi square. Dalam memberikan interpretasi tingkat keeratan korelasi, maka digunakan kriteria Gulford (dalam Jalaluddin Rakhmat, 1993).
Silvia junianty, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung – Sumedang KM. 21 Jatinangor – Sumedang ) Email:
[email protected] 082125768701
5
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tingkat Self care Pasien DM Tipe 2 Tabel 1. Distribusi Frekuensi Tingkat Self care No
Kategori
f
%
1
Self care Tinggi
29
52,73
2
Self care Rendah
26
47,37
Total
55
100,00
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat self care tinggi 29
orang (52,73%).
Penerapan pelaksanaan self care
menjadi hal yang penting sebab domain yang terdapat didalamnya sesuai dengan pilar-pilar DM yang harus dipatuhi oleh klien. Perawat berperan dalam meningkatkan
pemahaman
pasien
mengenai
pentingnya
mempertahankan
pengelolaan DM di rumah melalui self care. Tingkat self care yang berbeda dapat terjadi. Orem (2001) menyebutkan bahwa yang menjadikan self care adalah pengetahuan seseorang. Kebiasaan dalam melakukan self care pasien usia dewasa dipengaruhi pengetahuan secara spesifik dalam penerapannya. Dalam pelaksanaan self care di rumah terdapat beberapa domain yang menjadi subvariabel pada self care. Domain yang menjadi subvariabel pada self care antara lain (1) pengontrolan gula darah; (2) insulin dan OAD; (3) perencanaan makan; (3) olahraga; serta (4)
Silvia junianty, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung – Sumedang KM. 21 Jatinangor – Sumedang ) Email:
[email protected] 082125768701
6
penanganan terhadap hipoglikemik. Kelima hal tersebut merupakan upaya yang dapat dilakukan klien DM dalam meningkatkan self care. Pengontrolan gula darah menjadi domain yang penting dalam pengelolaan DM untuk mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai, melakukan penyesuaian dosis obat bila belum tercapai sasaran terapi. Insulin dan OAD menjadi terapi farmakologis yang dapat mendukung kisaran gula darah dalam batas normal bila melalui terapi non farmakologis belum tercapai. Terapi nonfarmakologis yang yang sangat direkomendasikan bagi penyandang DM antara lain perencanaan makan. Kesulitan dalam mentaati diet mungkin menjadi salah salah satu penyulit dalam domain perencanaan makan yang menyebabkan hasil yang tidak jauh berbeda pada domain ini. Klien sering mengalami kesulitan dalam menerapkan diet meskipun telah mengetahui makanan apa saja yang boleh dimakan. Selain itu perbedaan dalam penentuan banyaknya makanan yang boleh dikonsumsi juga bukan didasarkan pada anjuran, melainkan pada keinginan. Olahraga sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar penting dalam pengelolaan DM yang sering diabaikan. Prinsip olahraga pada pasien DM, sama dengan prinsip latihan jasmani secara umum.
Silvia junianty, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung – Sumedang KM. 21 Jatinangor – Sumedang ) Email:
[email protected] 082125768701
7
Kejadian Komplikasi Pasien DM Tipe 2 Tabel 2. Distribusi Frekuensi Komplikasi Pada Pasien DM Tipe 2
No
Kategori
f
%
1 2
Komplikasi Tidak Komplikasi Total
41 14 55
74,55 25,55 100,00
Dari tabel diatas dapat diketahui sebagian besar responden mengalami komplikasi akibat DM tipe 2, 41 orang (74,55%). Komplikasi dianggap sebagai suatu penyulit penyakit lain dan dapat mendukung diperlukannya hospitalisasi, terutama pada pasien DM tipe 2. Jiang and Associate (2003) mengatakan sebagian besar pasien DM yang mengalami perawatan ulang di Rumah Sakit 90% berasal dari komplikasi kardiovaskular, 23% komplikasi penyakit ginjal, dan 40% komplikasi pada ekstremitas bagian bawah akibat DM. Komplikasi yang terjadi pada pasien DM tipe 2 dapat meningkatkan keparahan, dan menyebabkan semakin lama waktu yang diperlukan untuk sembuh. Sebagian besar pasien DM tipe 2 yang telah memasuki proses menua dalam kehidupan akan mengalami
perubahan baik anatomis,
fisiologis, dan biokimiawi menuju suatu titik kehidupan maksimal sebagai seorang manusia. Komplikasi yang muncul dalam penelitian ini antara lain: hipoglikemia, komplikasi serebrovaskuler, nefropati diabetik, ulkus diabetik, komplikasi Silvia junianty, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung – Sumedang KM. 21 Jatinangor – Sumedang ) Email:
[email protected] 082125768701
8
kardiovaskular, neuropati, retinopati dan HNNK yang diurutkan berdasarkan frekuensi tertinggi. Hipoglikemia dapat muncul saat kita tidak menyadarinya. Tanda hipoglikemia mulai timbul bila glukosa darah <50 mg/dl, meskipun reaksi hipoglikemia bisa didapatkan pada kadar glukosa darah yang lebih tinggi. Penyebab hipoglikemia adalah obat-obatan hipoglikemik oral golongan sulfonilurea, khususnya glibenklamid. Hipoglikemia sering pula terjadi pada pengobatan dengan insulin, tetapi biasanya ringan. Kejadian ini sering timbul karena pasien belum mengetahui pengaruh beberapa perubahan pada tubuhnya (Sudoyo, dkk., 2007).
Hubungan Tingkat Self care dengan Kejadian Komplikasi Tabel 3. Distribusi Kategori Tingkat Self care Pada Pasien DM Tipe 2 Tingkat Self care Tinggi Rendah Total
Kejadian Komplikasi
TOTAL
Non 3 11 13
N 29 26 55
% 10,3 42,3 23,6
Kom % 26 89,7 15 57,7 42 76,4
% 100 100 100
Significan
0,016
Contingency koefisien
0,344
Self care merupakan regimen harian yang dilakukan penderita DM untuk mengelola DM (La Greca, 2004). Dalam pelaksanaannya self care merupakan bentuk pelayanan keperawatan yang dapat dilakukan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar dengan tujuan mempertahankan kehidupan, kesehatan, dan kesejahteraan sesuai dengan keadaan sehat dan sakit, mau dan mampu dapat menerapkan self care Silvia junianty, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung – Sumedang KM. 21 Jatinangor – Sumedang ) Email:
[email protected] 082125768701
9
dengan baik (Orem, 2001). Beberapa penelitian epidemiologis dalam skala besar dan jangka lama oleh the United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) telah membuktikan bahwa dengan memperbaiki hiperglikemia maka peluang terjadinya komplikasi kronik DM dapat diminimalisir. Pada pasien yang telah menderita >5 tahun, berbagai mekanisme tubuh akan menyesuaikan diri untuk tetap memenuhi kebutuhan glukosa terutama di hati, otot dan otak. Hal ini menyebabkan hilangnya kemampuan untuk mensintesis protein sebagai target untuk berikatan dengan reseptor. Sehingga hilangnya jaringan dan kelainan fungsi sel yang terjadi dapat memicu komplikasi (PERKENI, 2011). Maxwel, et al. (2009) menyatakan pasien yang menderita DM lebih dari 5 tahun akan menyadari pentingnya menerapkan self care setelah gejala penyerta muncul, sehingga tak jarang pasien akan mulai melakukan pengelolaan yang dianjurkan saat tanda komplikasi mulai terlihat. Hal ini berarti semakin lama menderita DM maka semakin mungkin pasien mengalami komplikasi akibat DM sebab meskipun klien tahu, tidak dapat menjamin klien mampu dan mau menerapkan self care dengan baik.
Silvia junianty, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung – Sumedang KM. 21 Jatinangor – Sumedang ) Email:
[email protected] 082125768701
11
KESIMPULAN Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa sebagian responden memiliki tingkat self care yang tinggi, ebagian besar responden mengalami komplikasi akibat DM tipe 2, dimana komplikasi hipoglikemia merupakan komplikasi dengan jumlah penderita terbanyak yang terjadi. Self care memiliki hubungan yang rendah dan pasti dengan kejadian komplikasi
SARAN 1. Bagi Rumah Sakit Diharapkan
Rumah
Sakit
dapat
memberikan
informasi
mengenai pelaksanaan self care di rumah, serta bekerjasama dengan keluarga untuk selalu mengingatkan klien dalam mengontrol kadar glukosa darah, pengaturan obat dan insulin, pengaturan makan, olahraga, dan pencegahan hipoglikemik. Untuk
meningkatkan self care pada pengaturan makan, ada baiknya
menempatkan ahli gizi terlibat langsung dalam memberikan pendidikan tambahan bagi keluarga klien mengenai pentingnya pengaturan pola makan. Diharapkan Rumah Sakit lebih memotivasi pentingnya kegiatan olahraga bagi penderita DM tipe 2, sehingga kegiatan olahraga bagi penderita DM yang disediakan di Rumah Sakit lebih dapat dirasakan manfaatnya. Rumah Sakit diharapkan mengharuskan klien dengan DM untuk selalu melakukan pemeriksaan kadar glukosa darah secara rutin ke Rumah Sakit setiap bulannya. 10 Silvia junianty, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung – Sumedang KM. 21 Jatinangor – Sumedang ) Email:
[email protected] 082125768701
2. Bagi Keluarga dan Klien Penelitian ini dapat menjadi informasi bagi keluarga dan klien dalam berperan serta dalam membantu pengelolaan DM yang dilakukan melalui pelaksanaan self care sebagai upaya meminimalisir resiko terjadinya komplikasi. 3. Bagi Praktek Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan menjadi acuan perawat agar meningkatkan perannya sebagai health educator dengan mengingatkan. kembali manfaat dari pelaksanaan self serta resiko dari pelaksanaan self care yang tidak baik yang dapat memungkinkan terjadinya komplikasi.
UCAPAN TRIMAKASIH 1.
Kepada papa, mama, ka fani dan ka tina atas dukungan dan semangat yang diberikan dalam penelitian.
2.
Bu Nursis dan bu Etika selaku pembimbing yang senantiasa memberikan kritik yang membangun selama penelitian.
3.
Ibu Sri selaku CI, pemberi masukan, dan pemberi bantuan selama pengumpulan data penelitian ini
4.
Mompo selaku pihak yang membantu membimbing dalam proses analisa data selama penelitian.
Silvia junianty, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung – Sumedang KM. 21 Jatinangor – Sumedang ) Email:
[email protected] 082125768701
12
DAFTAR PUSTAKA Alavi, et al. 2011. Factor analysis of self-treatment in diabetes mellitus: a cross sectional study. Ghot Ravndy Highway, Iran. 1471-2458/11:761. Azwar, S. 2011. Sikap Manusia, Teori Dan Pengukurannya Edisi Ke 2. Yogyakarta; Pustaka Pelajar. Banett, A. 2004. Treating to goal: challenges of current management, European Journal of Endocrinology 151 T3-T7, Birmingham, UK. ISSN 0804-4643. Funnel, MM; Anderson, RM. 2011. Standart of medical care in diabetes. Diabetes Care 22:123-127. Hirscha, IR and Brownlee, M. 2004. Should minimal blood glucose variability become the gold standard of glycemic control. United States. Diabetes Journal and Its Complications. 179-181. Jiang, HJ, et al. 2003. Mustiple hospitalizations for patients with diabetes. America. Diabetes Care. 26:1421-1426. La Greca, AM. 2004. Self care inventory revised Version (SCI-R). Maxwel, A, et al. 2009. Diabetes self care knowledge among type 2 diabetic outpatients in south-eastern Nigeria. Department of Clinical Pharmacy and Pharmacy Management, Faculty of Pharmaceutical Sciences, Nigeria.1;85. Notoatmodjo. 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta. Penerbit Rineka Cipta.
Silvia junianty, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung – Sumedang KM. 21 Jatinangor – Sumedang ) Email:
[email protected] 082125768701
13
Orem, Dorothea E. 2001. Nursing Concept of Practice. Sixth Edition. ST. Louis. Mosby A Harcout Health Science Company. Smeltzer, et al.. 2008. Brunner & Suddarth’s Textbook of Medical Surgical Nursing, 11th ed. Philadelpia. Lippincott Williams & Wilkins, a wotter kluwe business. Sudoyo, Aru W, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam - Jilid III Ed. IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Toobert., et al. 2000. The Summary of Diabetes Self-Care Activities Measure. Diabetes Care p.351-375. Weinger, Katie, et al. 2005. Measuring diabetes self-care a psycomat hric analysis of the self-care inventory revised with adults. Diabetes Care 6:1346-1352. Young, Bessie Ann. 2008. Diabetes Complications Severity Index and Risk of Mortality, Hospitalization, and Healthcare Utilization The American Journal of Managed Care: 14:15-24.
Silvia junianty, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung – Sumedang KM. 21 Jatinangor – Sumedang ) Email:
[email protected] 082125768701
13