APLIKASI MODEL “SEKOLAH BERKIBARR” DALAM UPAYA MENINGKATKAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI MTS NURUL HUDA PASIRGUNUNG SELATAN
KARYA ILMIAH AKHIR
Disusun Oleh : MIA FATMA EKASARI 0906504846
PROGRAM STUDI SPESIALI S KEPERAWATAN KOMUNITAS FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA 2012
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
APLIKASI MODEL “SEKOLAH BERKIBARR” DALAM UPAYA MENINGKATKAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI MTS NURUL HUDA PASIRGUNUNG SELATAN
KARYA ILMIAH AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners Spesialis Keperawatan Komunitas
MIA FATMA EKASARI 0906504846
PROGRAM STUDI SPESIALI S KEPERAWATAN KOMUNITAS FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA 2012
ii
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
iii
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
iv
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
v
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan perlindunganNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir yang berjudul Aplikasi Model “Sekolah BERKIBARR” dalam Upaya Meningkatkan Kesehatan Reproduksi Remaja Di MTs Nurul Huda Pasir Gunung Selatan. Karya Ilmiah Akhir ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Ners Spesialis Keperawatan Komunitas di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Pada kesempatan ini pula penulis mengucapkan terima kasih yang sebanyak banyaknya kepada yang terhormat : 1. Ibu Dewi Irawaty, MA., PhD selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. 2. Ibu Astuti Yuni Nursasi, S.Kp., MN, selaku Ketua Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia 3. Bapak Sigit Mulyono, SKp, MN selaku pembimbing I yang telah banyak memberikan ide, bimbingan, perhatian, motivasi, dan semangat pada penulis dalam proses penyusunan karya ilmiah akhir ini. 4. Ibu Ns. Henny Permatasari, M.Kep., Sp.Kom, selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, bantuan, pengertian, motivasi, perhatian, dan semangat selama proses penyusunan karya ilmiah akhir ini. 5. Direktur Poltekkes Kemenkes Jakarta III, Ibu Hj. Heryati,SKp,M.Kes beserta seluruh keluarga besar Poltekkes Kemenkes Jakarta III yang telah memberikan doa, dukungan, dan bantuannya selama penulis menempuh pendidikan. 6. Seluruh staf pengajar Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, khususnya bagian keilmuan keperawatan komunitas, yang telah banyak memberikan ilmunya, motivasi, bimbingan dan arahannya. 7. Orangtua, suami, anak-anakku (Dzia, Hisyam, Cinta) serta seluruh keluarga besar
atas segala doa, pengorbanan dan dukungannya, yang menjadikan
motivasi bagi penulis dalam penyusunan karya ilmiah akhir ini dan untuk segera menyelesaikan pendidikan.
vi
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
8. Almarhum ayahku tercinta dan bapak mertuaku yang semasa hidupnya selalu mengajarkan untuk bersyukur dengan nikmat yang diberikan Allah SWT. ”I Love U dad.... Aku bangga jadi anakmu...” 9. Teman-teman seperjuangan di pendidikan spesialis keperawatan komunitas angkatan tahun 2009 yang selalu memberikan semangat serta doanya untuk keberhasilanku dalam menyelesaikan pendidikan ini. Cerita indah (baik suka maupun duka)
yang terukir selama pendidikan bersama kalian tak akan
pernah terlupakan. 10. Semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penulisan karya ilmiah ini, yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.
Semoga penulisan ini memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu keperawatan, khususnya dalam perawatan kesehatan remaja. Penulis menyadari penulisan ini jauh dari sempurna., oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan penulisan ini.
Depok, Juni 2012 Penulis
vii
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN KOMUNITAS FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
Karya Ilmiah Akhir, Juni 2012 Mia Fatma Ekasari
Aplikasi Model Sekolah BERKIBARR dalam upaya meningkatkan kesehatan reproduksi remaja di MTs Nurul Huda Pasir Gunung Selatan
ABSTRAK Remaja berada pada masa transisi yang digambarkan pula sebagai masa pencarian identitas diri dan lingkungan terkait dengan perubahan secara fisik, emosi, dan sosial remaja, sehingga remaja dimasukkan ke dalam kelompok berisiko. Karya ilmiah akhir ini bertujuan meningkatkan kesehatan reproduksi remaja di MTs Nurul Huda Pasir Gunung Selatan Cimanggis Depok melalui aplikasi model “Sekolah BERKIBARR”. Karya ilmiah akhir ini telah diaplikasikan dalam manajemen pelayanan keperawatan komunitas, asuhan keperawatan komunitas, dan keluarga dengan mengintegrasikan teori dan model manajemen pelayanan kesehatan, comprehensive school health model, family center nursing model, dan transcultural nursing model. Partisipan adalah siswa MTs Nurul Huda Pasir Gunung Selatan. Hasil aplikasi ini menggambarkan aplikasi model sekolah BERKIBARR dapat meningkatkan sikap, pengetahuan dan perilaku siswa terhadap masalah kesehatan reproduksi serta menurunkan angka dari jumlah siswa yang mengalami masalah kesehatan reproduksi. Hasil karya ilmiah akhir ini diharapkan dapat menjadi dasar program promosi kesehatan reproduksi remaja berbasis sekolah.
Kata kunci: Model Sekolah BERKIBARR, Kesehatan Reproduksi Remaja Referensi (58: 1997 – 2011)
viii
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
UNIVERSITY OF INDONESIA PROGRAM OF NERS SPECIALIST OF COMMUNITY HEALTH NURSING POSTGRADUATED PROGRAM-NURSING FACULTY Paper, June 2012 Mia Fatma Ekasari
ABSTRACT
Adolescents are in a transition period which is described also as the search for identity and the environment associated with changes in physical, emotional and social, so the teen put into risk groups. This final scientific work aimed at improving adolescent reproductive health in MTs Nurul Huda Pasir Gunung Selatan, Cimanggis Depok through the application of the model "BERKIBARR School". This final scientific work has been applied in the management of community nursing services, community and family nursing process by integrating theory and models of health service management, comprehensive school health model, family nursing center model, and Transcultural nursing model. Participants were students MTs Nurul Huda Pasir Gunung Selatan. The results of this application describes that model BERKIBARR schools can improve attitudes, knowledge and behavior of students towards reproductive health issues and reduce the number of students who experienced reproductive health problems. The results of this final scientific work is expected to be the basis of the promotion program of school-based adolescent reproductive health. Key words: Model School BERKIBARR, Adolescent Reproductive Health References (58: 1997 to 2011)
ix
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL................................................................................................ HALAMAN PERNYATAAN ORSINALITAS…………………………………. HALAMAN PERSETUJUAN................................................................................. LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI........................................................... KATA PENGANTAR.............................................................................................. ABSTRAK................................................................................................................ DAFTAR ISI............................................................................................................ DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................
ii iii iv v vi vii x xii
BAB 1
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang............................................................................... 1.2 Tujuan Penulisan............................................................................ 1.2.1 Tujuan Umum ………........................................................ 1.2.2 Tujuan Khusus …………................................................... 1.3 Manfaat Penulisan.......................................................................... 1.3.1 Bagi Pelayanan Keperawatan Komunitas………………… 1.3.2 Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan………………...... 1.3.3 Bagi Pihak sekolah……………………………………….. 1.3.4 Bagi Keluarga……………………………………………. 1.3.5 Bagi Remaja……………………………………………....
1 1 13 13 13 14 14 14 14 15 15
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep remaja sebagai At Risk………………………………… 2.1.1 Pengertian populasi At Risk ……………………………….. 2.1.2 Remaja sebagai populasi At Risk………………………...... 2.2. Konsep Remaja……………………………………………….. 2.2.1Pengertian dan Batasan Remaja……….………………….. 2.2.2 Tumbuh Kembang Remaja dan permasalahannya………. 2.3 Strategi intervensi keperawatan komunitas pada remaja dengan masalah kesehatan reproduksi………………………………….. 2.3.1 Pendidikan Kesehatan……………………………………. 2.3.2 Pathnership……………………………………………….. 2.4 Peran Perawat Komunitas Pada kelompok At Risk Remaja …… 2.5 Model Intervensi keperawatan komunitas pada aggregate dengan dengan tumbuh kembang kesehatan reproduksi………………. 2.5.1 Comprehensive School Health Model…………………… 2.4.2 Teori Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas pada aggregate remaja…………………………………………. 2.4.3 Family Center Nursing Model…………………………… 2.4.4Model Transcultural Nursing dalam keperawatan Komunitas……………………………………………….. 2.4.5 Model Intervensi Sekolah BERKIBARR………………..
16 16 16 16 19 19 20
x
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
22 23 23 24 26 26 28 29 30 32
BAB 3
KERANGKA KERJA DAN PROFIL WILAYAH 3.1. Kerangka Kerja …. …………………………………………… 3.2 Profil MTs Nurul Huda Pasir Gunung Selatan………………..
33 33 36
BAB 4
PENGELOLAAN PELAYANAN KEPERAWATAN KOMUNITAS DI MTS NURUL HUDA PASIR GUNUNG SELATAN CIMANGGIS DEPOK 4.1 Analisi Situasi …………………………………………………. 4.1.1 Perencanaan……………………………………………. 4.1.2 Pengorganisasian………………………………………. 4.1.3 Pengarahan ……………………………………………. 4.1.4 Pengawasan……………………………………………. 4.2 Masalah, Alternatif Penyelesaian dan Evaluasi ……………. … 4.2.1 Masalah………………………………………………… 4.2.2 Prioritas masalah………………………………….......... 4.2.3 Perencanaan……………………………………………. 4.2.4 Implementasi dan Evaluasi…………………………….. 4.3 Asuhan Keluarga dengan Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja…………………………………………………………. 4.3.1 Analisis situasi……………………………………........ 4.3.2 Perencanaan…………………………………………… 4.3.3 Implementasi,Evaluasi dan rencana Tindak Lanjut…… 4.4 Asuhan Keperawatan Komunitas pada aggregate remaja di MTs Nurul Huda Pasir Gunung Selatan…………………………….. 4.4.1 Analisis situasi……………………………………........ 4.4.2 Perencanaan…………………………………………… 4.4.3 Implementasi,Evaluasi dan rencana Tindak Lanjut……
37
BAB 5
PEMBAHASAN 5.1 Analisis Pencapaian dan Kesenjangan ……………………… 5.1.1 Manajemen Pelayanan Kesehatan Komunitas………… 5.1.2 Asuhan Keperawatan………………………………… 5.2 Keterbatasan Penulisan ………………………………………. 5.2.1 Penyediaan Sarana Prasarana…………………………. 5.2.2 Alokasi waktu kegiatan……………………………….. 5.2.3 Budaya………………………………………………… 5.3 Implikasi Untuk Keperawatan ……………………………….. 5.3.1 Implikasi terhadap pelayanan keperawatan komunitas… 5.3.2 Implikasi terhadap perkembangan ilmu keperawatan…. 5.3.3 Implikasi terhadap pembuat kebijakan kesehatan……….
BAB 6
SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan ……………………………………………………… 6.2 Saran …………………………………………………………. 6.2.1 Bagi Dinas Kesehatan…………………………………….. 6.2.2 Bagi Sekolah………………………………………………. 6.2.3 Bagi Keluarga……………………………………………….
xi
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
37 37 38 38 38 39 39 40 40 42 44 45 49 51 55 56 60 62
66 66 66 72 86 86 86 87 87 88 88 88 89 91 91 92 92 92 92
6.2.4 6.2.5
Bagi Profesi Keperawatan Komunitas………………………. Bagi Riset Keperawatan……………………………………..
DAFTAR PUSTAKA
93 93
94
DAFAR LAMPIRAN
xii
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Penapisan Masalah Pengelolaan Manajemen Keperawatan
Lampiran 2
Penapisan Masalah Keperawatan Keluarga
Lampiran 3
Penapisan Masalah Keperawatan Komunitas
Lampiran 4
Kuesioner Perilaku Kesehatan Remaja
Lampiran 5
Kuesioner Karakteristik Keluarga
Lampiran 6
Pedoman Wawancara dengan kepala sekolah
Lampiran 7
Pedoman Wawancara dengan PJ UKS
Lampiran 8
Pedoman Wawancara dengan Guru
Lampiran 9
Kontrak Perkuliahan Semester 1
Lampiran 10 Kontrak Perkuliahan Semester 2
xiii
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN KOMUNITAS FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
Karya Ilmiah Akhir, Juni 2012 Mia Fatma Ekasari
Aplikasi Model Sekolah BERKIBARR dalam upaya meningkatkan kesehatan reproduksi remaja di MTs Nurul Huda Pasir Gunung Selatan
ABSTRAK Remaja berada pada masa transisi yang digambarkan pula sebagai masa pencarian identitas diri dan lingkungan terkait dengan perubahan secara fisik, emosi, dan sosial remaja, sehingga remaja dimasukkan ke dalam kelompok berisiko. Karya ilmiah akhir ini bertujuan meningkatkan kesehatan reproduksi remaja di MTs Nurul Huda Pasir Gunung Selatan Cimanggis Depok melalui aplikasi model “Sekolah BERKIBARR”. Karya ilmiah akhir ini telah diaplikasikan dalam manajemen pelayanan keperawatan komunitas, asuhan keperawatan komunitas, dan keluarga dengan mengintegrasikan teori dan model manajemen pelayanan kesehatan, comprehensive school health model, family center nursing model, dan transcultural nursing model. Partisipan adalah siswa MTs Nurul Huda Pasir Gunung Selatan. Hasil aplikasi ini menggambarkan aplikasi model sekolah BERKIBARR dapat meningkatkan sikap, pengetahuan dan perilaku siswa terhadap masalah kesehatan reproduksi serta menurunkan angka dari jumlah siswa yang mengalami masalah kesehatan reproduksi. Hasil karya ilmiah akhir ini diharapkan dapat menjadi dasar program promosi kesehatan reproduksi remaja berbasis sekolah.
Kata kunci: Model Sekolah BERKIBARR, Kesehatan Reproduksi Remaja Referensi (58: 1997 – 2011)
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
UNIVERSITY OF INDONESIA PROGRAM OF NERS SPECIALIST OF COMMUNITY HEALTH NURSING POSTGRADUATED PROGRAM-NURSING FACULTY Paper, June 2012 Mia Fatma Ekasari
ABSTRACT
Adolescents are in a transition period which is described also as the search for identity and the environment associated with changes in physical, emotional and social, so the teen put into risk groups. This final scientific work aimed at improving adolescent reproductive health in MTs Nurul Huda Pasir Gunung Selatan, Cimanggis Depok through the application of the model "BERKIBARR School". This final scientific work has been applied in the management of community nursing services, community and family nursing process by integrating theory and models of health service management, comprehensive school health model, family nursing center model, and Transcultural nursing model. Participants were students MTs Nurul Huda Pasir Gunung Selatan. The results of this application describes that model BERKIBARR schools can improve attitudes, knowledge and behavior of students towards reproductive health issues and reduce the number of students who experienced reproductive health problems. The results of this final scientific work is expected to be the basis of the promotion program of school-based adolescent reproductive health. Key words: Model School BERKIBARR, Adolescent Reproductive Health References (58: 1997 to 2011)
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
BAB 1 PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dijelaskan tentang latar belakang, tujuan dan manfaat Model “Sekolah BERKIBARR” sebagai inovasi dari intervensi keperawatan komunitas dalam masalah kesehatan reproduksi remaja (KRR) di Kelurahan Pasir Gunung Selatan Cimanggis Depok.
1.1 Latar Belakang Remaja (adolescence) adalah generasi penerus bangsa yang turut menentukan kualitas hidup bangsa di masa yang akan datang. Pada masa remaja, seorang individu mengalami peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya yang diikuti pula dengan berbagai perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, sehingga akan menimbulkan pula berbagai macam masalah (Hurlock, 1998). Kehidupan remaja digambarkan sebagai fase pencarian identitas diri dan lingkungan terkait dengan perubahan secara fisik, emosi, dan sosial remaja, sehingga remaja dimasukkan ke dalam kelompok berisiko (McMurray, 2003).
Remaja sangat beresiko untuk mengalami berbagai masalah kesehatan yang berhubungan dengan kesehatan reproduksinya. Pada masa pubertas, seorang individu mulai mengalami kematangan organ reproduksi yang memberikan konstribusi terhadap semakin menyatunya seksualitas ke dalam sikap dan perilaku gender remaja (Santrock, 2003).
Hal ini juga diungkapkan oleh
Hyde (1990) yang menjelaskan bahwa pada masa pubertas remaja secara fisiologis akan mengalami perubahan mekanisme hormon yang dapat mengaktifkan dorongan dan gairah seksual dan secara fisik mampu melakukan aktifitas reproduksi.
Saat ini, sekitar 1 milyar manusia atau hampir 1 diantara 6 manusia di bumi ini adalah remaja dan 85% diantaranya hidup di negara berkembang (UNFPA, 2000). WHO mencatat
1
jumlah penduduk remaja antara usia
Universitas Indonesia
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
2
10 dan 19 tahun adalah 1,2 miliar. Jumlah tersebut merupakan jumlah terbesar generasi muda dalam sejarah (WHO, 2009). Jumlah populasi remaja di Indonesiapun sangat besar tercatat pada tahun 2007 sekitar 64 juta jiwa atau 28,6% dari jumlah penduduk Indonesia adalah remaja (BKKBN, 2009). Data proyeksi penduduk Jawa Barat juga menunjukkan jumlah populasi remaja yang cukup besar yaitu 15.150.647 jiwa atau penduduk (LDUI, 1995).
24.9 % dari total
Gambaran jumlah populasi remaja yang cukup
besar tampak pula di kota Depok yang merupakan salahsatu kota di Propinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan kota Jakarta yaitu 253.777 jiwa atau 16.5% dari total populasi penduduk kota Depok (Profil Kota Depok, 2009).
Jumlah populasi remaja yang cukup besar akan mempengaruhi pula kondisi kesehatan masyarakat. Yayasan Pelita Ilmu
mendapatkan data tentang
perilaku hubungan seks pra nikah pada pelajar di kota Jakarta bahwa 42% dari 117 remaja 13-20 tahun pernah berhubungan seks dan lebih dari separuh diantaranya masih aktif berhubungan seks dalam 1-3 bulan terakhir (Conrad, 2000). Data gambaran perilaku seks pra nikah pelajar SMA di Manado mendapatkan persentase 20% pada remaja laki-laki melakukan seks pranikah dan 6% pada pada remaja perempuan (Utomo, dkk, 1998).
Gambaran masalah kesehatan reproduksi remaja lainnya adalah setiap tahunnya hampir 15 juta remaja yang berusia 15-24 tahun melahirkan, 4 juta melakukan aborsi dan hampir 100 juta remaja terinfeksi penyakit menular seksual (UNFA, 2000). Hasil survei yang dilakukan pada remaja didapatkan 7% remaja yang berusia 13-19 tahun di Jawa Barat dan 5% di Bali mengalami kehamilan pada remaja. DepKes (2005) mengungkapkan bahwa lima sampai sepuluh persen wanita dan delapan belas sampai tiga puluh delapan persen pria muda berusia 16-24 tahun telah melakukan hubungan seksual pranikah dengan pasangan yang seusia mereka 3-5 kali.
Universitas Indonesia
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
3
Berbagai permasalahan kesehatan reproduksi remaja timbul dikarenakan gairah seksual dan daya tarik seksual remaja mulai muncul, tetapi pengetahuan dan pengalaman remaja tentang masalah kesehatan reproduksi masih sangat terbatas (Shell, 2001). Remaja yang tidak memiliki pengetahuan yang lengkap dan kesadaran tentang beberapa aspek kesehatan reproduksi lebih beresiko untuk mengalami masalah kesehatan reproduksi (Panda & Seagal, 2009). Media, lingkungan, dan kelompok sebaya juga mempengaruhi pemahaman dan pengalaman remaja, sehingga jika informasi yang didapatkannya kurang benar dan cenderung salah berdampak tidak baik bagi perkembangan seksualitas dan kesehatan reproduksinya (Setyaningsih, 2006).
Gambaran tentang kurangnya pengetahuan remaja terhadap kesehatan reproduksi remaja terlihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Demografi Universitas Indonesia (LDUI) di empat provinsi Indonesia (Jatim, Jateng, Jabar dan Lampung) pada tahun 1999 yaitu hanya 24% remaja yang mengetahui tentang IMS; 55% remaja yang mengetahui tentang proses kehamilan; 53% remaja tidak mengetahui bahwa sekali saja berhubungan dapat mengakibatkan kehamilan. Tingkat pengetahuan remaja tentang pengetahuan Penyakit Menular Seksual (PMS) juga masih sangat rendah yaitu pemahaman remaja tentang raja singa 37%,
kencing nanah 12%,
herpes genitalis 3%, klamida/ kandidiasis 2%, jengger ayam 0.3%, kecuali mengenai HIV-AIDS yaitu sekitar 95%, (LDUI, 2005).
Berdasarkan hasil survey kesehatan reproduksi remaja Indonesia (SKRRI) tahun
2002-2003
gambaran
tingkat
pengetahuan
remaja
tentang
masalah kesehatan reproduksi juga masih rendah (BKKBN, 2008). Hal ini di dukung oleh data yang menggambarkan bahwa remaja perempuan dan remaja laki-laki yang mengetahui risiko kehamilan jika melakukan hubungan seksual sekali masing-masing baru mencapai 49,5% dan 45,5%. Remaja perempuan dan remaja laki-laki usia 14-19 tahun yang mengaku mempunyai teman pernah melakukan hubungan seksual pra nikah masingmasing mencapai 34,7% dan 30,9%. Data lain yang didapatkan dari hasil
Universitas Indonesia
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
4
survey ini adalah jumlah orang hidup dengan HIV dan AIDS sampai dengan bulan September 2008 mencapai 15.136 kasus, 54,3% dari angka tersebut adalah remaja, sedangkan jumlah penyalahguna Narkoba sebesar 1,5% dari penduduk Indonesia atau 3, 2 juta penduduk Indonesia didapati sebagai penyalahguna NAPZA, 78% diantaranya adalah remaja kelompok umur 20-29 tahun.
Aide Medicale Internationale (AMI, 2007)
mengungkapkan hasil survey
yang dilakukan di beberapa negara menyatakan bahwa beberapa penyebab dari kurangnya pengetahuan remaja tentang masalah kesehatan reproduksi adalah 1) kurangnya informasi tentang jenis layanan apa saja yang tersedia dan bagaimana memperolehnya; 2) tempat pelayanan yang tidak mudah dijangkau (jauh dari rumah); 3) biaya yang mahal; 4) pelayanan yang tidak ramah atau tidak bersahabat; 4) tenaga yang memberikan pelayanan bukan tenaga terampil; 5) pelayanan yang diberikan tidak memberikan jaminan kerahasiaan atau privacy serta tersedianya pelayanan kesehatan remaja yang memperhatikan
kebutuhan
remaja
sesuai
dengan
pertumbuhan
dan
perkembangannya; 6) kurangnya komunikasi antara orangtua dan anak serta pandangan keluarga yang masih menganggap tabu untuk membicarakan masalah kesehatan reproduksi pada remaja. Keadaan ini mengakibatkan remaja mencari alternatif sumber informasi lain seperti informasi dari teman sebaya ataupun media massa.
Hasil survey tersebut dikuatkan pula oleh hasil penelitian Syarifah & Waas (1997)
yang
mengungkapkan
bahwa
remaja
mengatakan
mereka
membutuhkan informasi tentang kesehatan reproduksi. Saat ini, informasi kesehatan tersebut lebih banyak didapatkan dari teman sebayanya. Remaja juga
mengatakan mereka lebih banyak mengungkapkan
permasalahan
kesehatan reproduksinya pada temannya. Orang tua juga menyadari bahwa mereka belum banyak memberikan informasi kesehatan reproduksi pada remajanya dengan berbagai alasan seperti malu, dianggap tidak sopan dan anak di anggap belum dewasa.
Universitas Indonesia
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
5
Upaya pencegahan terhadap perilaku berisiko terjadinya kehamilan remaja di SMP Ratu Jaya Kota Depok yang dilakukan oleh Mulyadi (2009) dengan cara pemberian informasi kesehatan kepada remaja melalui peer edukator dengan metode adolescent friendly dapat memberikan pengaruh yang positif dalam perubahan perilaku remaja. Hal yang sama juga terjadi pada proses pembelajaran remaja yang difasilitasi dalam kegiatan kelompok sebaya melalui model Remaja Untuk Remaja (RUR) yang dilakukan oleh Tantut (2011) pada remaja kelurahan Tugu Cimanggis Depok. Model RUR juga memberikan pengaruh yang positif dalam perubahan perilaku remaja. Hal ini dikarenakan
remaja lebih terbuka dan lebih merasakan nyaman
pada
kelompok sebayanya (Hitchcock, Schubert & Thomas, 1999).
Saat ini, pemerintah Indonesia telah melaksanakan beberapa program yang bertujuan
untuk
meningkatkan
kesehatan
reproduksi
remaja
seperti
pembentukan Pusat Informasi Konsultasi Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR) dan Program Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) (BKKBN, 2008; DepKes, 2008). Semua program ini menerapkan Adolescent Friendly Sexual and Reproductive Health Services (AFSRHS) sebagai dasar pelaksanaan kegiatannya. Adolescent-friendly adalah program WHO yang ditujukan dari, oleh, dan untuk remaja dengan tujuan untuk
menyediakan pelayanan
kesehatan reproduksi untuk remaja yang aman, efektif, dan terjangkau (UNPFA, 2009).
Pelaksanaan kegiatan PIK KRR memiliki dampak yang cukup baik terhadap peningkatan pengetahuan remaja terhadap kesehatan reproduksi. Hasil penelitian Aryani (2010) tentang efektifitas PIK-KRR terhadap peningkatan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja
di SMU
Swasta
Medan
mengungkapkan bahwa pengetahuan remaja sebelum mengikuti PIK-KRR sebagian sebagian kurang yaitu sebanyak 18 responden (60 %) dan pengetahuan remaja setelah mengikuti PIK-KRR sebagian besar baik yaitu sebanyak 29 responden (96,7 %). Afrina (2011) juga mengungkapkan siswa
Universitas Indonesia
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
6
yang menerima terhadap PIK-KRR dan mempunyai sikap positif terhadap kesehatan reproduksi akan meningkatkan pemanfaatan PIK-KRR sebanyak 1,4 kali dibandingkan siswa yang tidak menerima PIK-KRR, sehingga pemanfaatan
PIK-KRR
di
sekolah
mempunyai
hubungan
dengan
akseptabilitas, kebutuhan dan sikap terhadap kesehatan reproduksi.
Pelaksanaan kegiatan PKPR pada sekolah yang dilakukan pembinaan mampu meningkatkan pengetahuan siswa tentang kesehatan reproduksi (Noor, Mahyudin, 2007). Hasil penelitian Noor (2007) menunjukkan bahwa 54.1% siswa yang di bina PKPR memiliki tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi baik dan 89.2% siswa memiliki sikap
baik
terhadap seks
pranikah. Hasil penelitian Muflihati (2005) juga menggambarkan bahwa proses pelaksanaan penyuluhan dan konseling KRR yang dilakukan oleh guru di sekolah membuat siswa dapat menjaga perilaku seksualnya dengan tidak melakukan seks pranikah dalam pacaran, meskipun sebenamya para guru menekankan agar tidak berpacaran.
Praktik asuhan keperawatan pada aggregate remaja dengan setting sekolah memandang bahwa semua unsur atau komponen yang ada disekolah berpengaruh terhadap masalah kesehatan reproduksi remaja. Upaya promosi kesehatan
berbasis
sekolah
dilakukan
secara
menerapkan Comprehensive School Health Model &Lancaster, 2004). CSHM Pendidikan Kesehatan
komprehensif
dengan
(CSHM) (Stanhope
terdiri dari 8 (delapan) komponen yaitu
di Sekolah,
Pelayanan Kesehatan di Sekolah,
Kesehatan Lingkungan Sekolah sehat, Latihan Fisik/Olahraga,
Layanan
Makanan dan Gizi Sekolah, Bimbingan dan Konseling, Promosi Kesehatan bagi staff, dan Kemitraan Sekolah dengan Orangtua dan Masyarakat.
Keluarga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan remaja. Family Center Nursing Model (FCNM) merupakan model yang mengidentifikasi tugas perkembangan keluarga dengan anak remaja dalam pemenuhan kebutuhan reproduksi yang dapat dipengaruhi oleh struktur, fungsi
Universitas Indonesia
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
7
keluarga, stres dan koping serta tingkat kemandirian keluarga. Allender & Spradley (2001) mengungkapkan bahwa penerapan asuhan keperawatan keluarga
dengan
pendekatan
family-centered
nursing
salah
satunya
menggunakan Friedman Model. Pada tahap pengkajian, Friedman Model melihat keluarga sebagai subsistem dari masyarakat. Proses keperawatan keluarga
meliputi:
pengkajian,
diagnosa
keperawatan,
intervensi,
implementasi, dan evaluasi. Pada hasil penelitian Gusmiarni (2000) didapatkan data bahwa
variabel yang mempunyai hubungan bermakna
dengan perilaku seksual remaja adalah komunikasi dalam keluarga dan sikap terhadap hubungan seksual pranikah.
Nilai dan budaya keluarga sangat mempengaruhi keluarga untuk dapat memenuhi tugas perkembangan keluarga dengan anak remaja (Friedman, Bowden, & Jones, 2003). Oleh sebab itu diperlukan suatu model
yang
memandang kesehatan reproduksi remaja dalam konteks budaya masyarakat. Transcultural Nursing Model dapat digunakan sebagai model pendekatan kepada keluarga, sehingga penanganan masalah kesehatan reproduksi remaja akan lebih dapat diterima oleh nilai dan budaya masyarakat setempat (Leininger, 2002). Variabel yang digunakan dalam praktik ini adalah suku, nilai, kepercayaan, pandangan hidup, dan budaya yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi remaja.
Perawat perlu melakukan pendekatan yang menyeluruh dalam mengatasi berbagai permasalahan remaja berdasarkan fenomena yang ada (Allender & Spardley, 2001). Pendekatan yang dapat dilakukan oleh perawat komunitas dalam mengidentifikasi kebutuhan dan permasalahan kesehatan reproduksi pada kelompok remaja adalah dengan mengintegrasikan ketiga model di atas yaitu CSHM, FCNM dan Transcultural Nursing Model dengan model manajemen pelayanan kesehatan komunitas. Penerapan model pelayanan kesehatan komunitas dilakukan dengan menerapkan proses manajemen yang terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),
pengarahan
(directing)
dan
pengawasan
(controlling)
Universitas Indonesia
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
8
(Gillies, 2000; Swansburg, 1999; Marquis & Huston, 2006) yang berkaitan dengan Program Kesehatan Peduli Remaja (PKPR).
Menurut Anderson (2004) strategi yang digunakan dalam implementasi di komunitas adalah pendidikan kesehatan, proses kelompok, kemitraan dan pemberdayaan. Pada pelaksanaan program model Sekolah BERKIBARR strategi implementasi yang telah dilakukan adalah pendidikan kesehatan dan kemitraan. Pendidikan kesehatan yang dilaksanakan dalam bentuk penyuluhan kesehatan kepada remaja dan juga orangtua. Materi penyuluhan kesehatan yang diberikan antara lain tentang
tumbuh kembang remaja, kesehatan
reproduksi remaja, IMS, komunikasi efektif antara orangtua dan remaja serta keterampilan dalam bersikap asertif (Allender & Spardley, 2001).
Partnership atau kemitraan merupakan bentuk kerjasama aktif antara perawat komunitas, masyarakat, maupun lintas sektor dan program. Bentuk kegiatan dari kemitraan berupa kolaborasi, negosiasi dan sharing antara dua pihak yang saling menguntungkan (Sthanhope & Lancaster, 2004; Hitchock, Schuber & Thomas, 1999). Kemitraan dilakukan sebagai upaya untuk memperoleh dukungan dari berbagi pihak dalam menjalankan program Sekolah BERKIBARR.
Kemitraan yang sudah dilakukan antara lain
kemitraan dengan pihak
Puskesmas Kelurahan Pasir Gunung Selatan dalam bentuk
pemberian
dukungan berupa bantuan obat-obatan P3K, kartu KMS, pelaksanaan program pembinaan konselor sebaya dan pelaksanaan sistem rujukan; kemitraan dengan pihak Badan Narkotika Kelurahan Pasir Gunung Selatan dalam bentuk pemberian informasi tentang narkotika, HIV AIDS dan masalah kesehatan remaja secara rutin minimal 3 bulan sekali serta pemberian buku-buku dan video; serta kemitraan dengan BEM FIK UI dalam bentuk pemberian informasi dan pelaksanaan konsultasi melalui media jejaring sosial facebook.
Universitas Indonesia
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
9
Gambaran masalah kesehatan reproduksi remaja yang terjadi di MTs Nurul Huda Pasir Gunung Selatan Cimanggis Depok adalah masih kurangnya tingkat pengetahuan dan sikap siswa MTs Nurul Huda Pasir Gunung Selatan dalam masalah kesehatan reproduksi remaja. Gambaran tersebut terlihat dari hasil yaitu dari 61 siswa 49.4% siswa memiliki pengetahuan kurang baik tentang masalah kesehatan reproduksi remaja dan 40% siswa memiliki sikap kurang baik terhadap masalah kesehatan reproduksi remaja.
Pengetahuan yang kurang tentang kesehatan reproduksi remaja siswa MTs Nurul Huda menyebabkan 44% siswa mengalami keputihan, 36% siswa mengalami gatal-gatal disekitar alat kelamin, 6.8% sakit saat buang air kecil (BAK), 15.9% mengalami nyeri pada saat menstruasi dan 24% mengalami menstruasi tidak teratur (Ekasari, 2011). Gambaran perilaku pacaran yang biasa dilakukan oleh siswa MTs Nurul Huda akibat kurangnya pengetahuan yaitu 75.3% siswa pernah memiliki pacar, 1.2% siswa mengatakan pertama kali pacaran pada usia 8 tahun, 25.9% siswa mengatakan pertamakali pacaran pada usia 12 tahun. Perilaku pacaran siswa 64% siswa dengan ngobrolngobrol berdua, 34.1% siswa dengan nonton berdua, 58.8% siswa dengan jalan-jalan berdua, 60% siswa dengan berpegangan tangan, 23.5% siswa dengan berpelukan, 22.4% siswa dengan mencium/dicium pipi, 9.4% siswa dengan mencium/dicium daerah leher, 3.5% siswa dengan meraba daerah sensitif (Ekasari, 2011).
Sumber informasi kesehatan reproduksi remaja bagi siswa di MTs Nurul Huda Pasir Gunung Selatan berdasarkan angket yang disebarkan kepada 85 siswa yaitu 31% bersumber dari media on line, 33% bersumber dari video porno dan 35% bersumber dari bacaan porno, sedangkan asal sumber informasi tersebut 17.6% siswa mendapatkan video porno dengan cara meminjam dari teman dan 23.5% siswa mendapatkan bacaan porno dari teman. Akibat dari sumber informasi yang tidak tepat tersebut, informasi yang didapatkanpun seringkali salah sehingga memungkinkan remaja untuk berperilaku menyimpang seperti
Universitas Indonesia
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
10
melakukan seks pranikah, merokok, minum-minuman keras, penyalahgunaan obat serta tawuran ( Nies & Mc Ewen, 2001).
Hal ini sesuai pula dengan hasil penelitian Damarini (2001) yang mendapatkan data bahwa ada hubungan bermakna antara media cetak dan media elektronik dengan perilaku seksual remaja di komunitas.
Murniati
(2004) juga menjelaskan ada hubungan antara pajanan media komunikai massa dengan pengetahuan remaja tentang HIV/AIDS, sedangkan informasi dari guru sekolah, informasi dari orang tua/anggota keluarga lain, informasi dari teman/kelompok sebaya, informasi dari tetangga serta informasi dari narasumber bukan merupakan perancu bagi hubungan tersebut.
MTs Nurul Huda adalah satu-satunya sekolah setingkat SMP di wilayah Pasir Gunung Selatan. MTs Nurul Huda tidak memiliki UKS, tetapi telah memiliki guru konselor serta peer educator yang telah dilatih oleh dinas kesehatan. Kegiatan PKPR di sekolah tersebut tidak berjalan
dengan baik. Hal ini
dikarenakan pihak sekolah tidak memiliki kebijakan yang dapat mendukung berjalannya kegiatan PKPR dan guru konselor yang telah mendapatkan pelatihanpun tidak memiliki program konseling bagi siswa.
Pemberian
informasi kesehatan bagi siswa sekolah di MTs Nurul Huda diberikan pada saat pelaksanaan program orientasi siswa baru yang dilakukan setiap awal tahun ajaran.
MTs Nurul Huda sebagai sekolah yang memiliki kurikulum pembelajaran agama yang lebih besar daripada pembelajaran umum. MTs Nurul Huda berada di lingkungan masyarakat Betawi yang memiliki nilai-nilai bahwa berbicara tentang seks dan kesehatan reproduksi adalah hal yang tabu. Hal ini menyebabkan informasi yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi hanya disampaikan secara terbatas oleh
guru melalui pembelajaran fiqh,
biologi dan pendidikan jasmani.
Universitas Indonesia
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
11
Pada dasarnya orangtua memiliki keterlibatan langsung dalam mendidik anak berdasarkan tumbuh kembang agar mereka mampu melaksanakan praktik hidup sehat baik di dalam maupun di luar rumah (Lindsay et.al, 2006). Hal ini tidak dilakukan oleh orangtua siswa MTs Nurul Huda. Orangtua menganggap masalah seks dan kesehatan reproduksi sangat tabu untuk dibicarakan kepada anak remaja mereka. Orangtua juga yakin bahwa di sekolah anak-anak sudah diajarkan oleh gurunya mengenai seks dan kesehatan reproduksi.
Orangtua siswa MTs Nurul Huda juga mengatakan mereka tidak memiliki pola komunikasi yang baik dengan anak remaja mereka. Berdasarkan hasil pengumpulan data dari angket yang disebarkan kepada 61 orangtua siswa MTs Nurul Huda didapatkan data bahwa 68.2 % tidak memiliki waktu khusus untuk berkomunikasi dengan orangtua, 22.8% memutuskan permasalah di dalam keluarga tanpa dimusyawarahkan, 10.5% remaja mengatakan waktu berkumpul mereka dengan orangtua lebih sering pada saat malam hari, 24.6% orangtua mengatakan tidak terlalu sering komunikasi dengan anak remaja mereka, hanya sebatas pembicaraan umum saja, 17.3% remaja mengatakan kalau mereka memiliki masalah mereka lebih sering menyendiri, 24.6% orangtua mengatakan anak remaja mereka tidak pernah bercerita kalau ada masalah dan 24.6% orangtua mengatakan kalau memberikan saran terkadang anak remaja mereka sulit menerima, remaja hanya berespon diam atau menjawab iya dan pergi ke kamarnya atau ke luar rumah (Ekasari, 2011).
Menurut kepala sekolah dan guru pembina PKPR, masalah kesehatan reproduksi remaja pada siswa MTs Nurul Huda semakin besar karena 98.2% orangtua siswa MTS Nurul Huda berpendidikan rendah dan 96.7% kondisi ekonomi yang kurang. Orangtua siswa banyak yang tidak tamat sekolah dan tidak memiliki pekerjaan tetap. Hal ini juga didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Makarao (1996) bahwa ada hubungan antara
jenis
kelamin, jumlah anggota dalam keluarga, pendidikan ayah dan ibu, pekerjaan ayah dan ibu, kelompok sebaya, organisasi dan komunikasi dengan
Universitas Indonesia
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
12
pengetahuan remaja tentang reproduksi dan dengan sikap remaja tentang kesehatan reproduksi.
Permasalah yang timbul akibat situasi dan kondisi yang ada di MTs Nurul Huda pasir Gunung Selatan adalah 1) Belum tersusunnya rencana kegiatan jangka panjang dan jangka pendek pelaksanaan program pelayanan kesehatan peduli remaja di MTs Nurul Huda; 2) Belum optimalnya peran guru konselor dan konselor sebaya dalam melaksanakan konseling dan pemberian informasi tentang KRR kepada siswa MTs Nurul Huda a; 3) Pola asuh tidak efektif pada keluarga Bp.M khususnya pada An. W; 4) Resiko terjadinya perilaku seksual remaja yang tidak sehat pada keluarga Bp.M khususnya An.W ; 5) Resiko terjadinya peningkatan jumlah siswa yang mengalami masalah kesehatan reproduksi remaja; keputihan, gatal-gatal sekitar alat kelamin, nyeri menstruasi pada siswa MTs Nurul Huda dan 6) Perilaku seksual yang tidak sehat pada siswa MTs Nurul Huda.
Allender & Spardley (2001) mengungkapkan bahwa untuk menghindari perilaku
beresiko
dan
sukses
dalam
mencapai
pertumbuhan
dan
perkembangan remaja, maka dibutuhkan perhatian, bimbingan, pengawasan maupun perencanaan pelayanan yang baik terkait dengan masalah kesehatan reproduksi remaja. Salahsatunya dengan mengintegrasikan beberapa teori ke dalam suatu model penanganan masalah kesehatan reproduksi remaja berbasis sekolah dalam suatu
model yang dinamakan model Sekolah
BERKIBARR (BERperan dalam Konsultasi dan Informasi BAgi Remaja tentang Reproduksi).
Model “Sekolah BERKIBARR” mengintegrasikan program PIK KRR ke dalam program PKPR dengan menggunakan Comprehensive School Health Model (CSHM) sebagai bentuk intervensi. CSHM menjadi pondasi untuk kesehatan siswa di sekolah karena dapat memfasilitasi hubungan kerjasama siswa, orangtua dan masyarakat dalam upaya promosi kesehatan siswa di sekolah. CSHM terbukti efektif untuk menangani masalah kesehatan siswa
Universitas Indonesia
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
13
(Green & Kreuter, 2005). Hal ini didukung pula dari hasil penelitian Gomes & Horta (2010)
yang dilakukan di sembilan sekolah di Brazil, tepatnya di
wilayah Belo Horizonte Barat bahwa pelaksanaan program promosi kesehatan berbasis sekolah dengan menggunakan CSHM dapat meningkatkan kualitas kesehatan remaja.
Bentuk intervensi yang dilakukan oleh perawat komunitas adalah pelaksanaan Model “Sekolah BERKIBARR” yang masalah
kesehatan
reproduksi
dimulai dengan
remaja
di
sekolah,
mengidentifikasi mengoptimalkan
pelaksanaan kegiatan UKS di sekolah; memberikan informasi kesehatan reproduksi remaja, melaksanakan pelatihan, melakukan konseling, coaching dan guidance; memberikan keterampilan hidup pada remaja terutama kemampuan dalam bersikap aserif, membuat layanan konseling dan informasi KRR; menjalin kemitraan; serta melaksanakan sistem rujukan.
Pelaksanaan model Sekolah BERKIBARR di MTs Nurul Huda memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan masalah kesehatan reprodukasi siswa. Hal ini terlihat dari adanya peningkatan pengetahuan, sikap, dan perilaku siswa terhadap masalah kesehatan reproduksi remaja serta terjadinya penurunan jumlah siswa yang mengalami masalah kesehatan repoduksi.
1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan umum Meningkatkan kesehatan reproduksi remaja di MTs Nurul Huda Pasir Gunung Selatan Cimanggis Depok melalui
aplikasi model “Sekolah
BERKIBARR”
1.2.2 Tujuan Khusus Setelah diterapkan model sekolah BERKIBARR diharapkan : 1.2.2.1 Kegiatan layanan konseling dan pemberian informasi KRR di MTs Nurul Huda Kelurahan Pasir Gunung Selatan berjalan efektif
Universitas Indonesia
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
14
1.2.2.2 Terjadinya peningkatan nilai rata-rata pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa MTs Nurul Huda terkait KRR sebelum dan sesudah diaplikasikannya model Sekolah BERKIBARR 1.2.2.3 Terjadinya peningkatan kemandirian keluarga terhadap masalah KRR setelah diaplikasikannya model Sekolah BERKIBARR 1.2.2.4 Pola komunikasi orangtua dan remaja menjadi efektif setelah diaplikasikannya model Sekolah BERKIBARR 1.2.2.5 Peningkatan kemampuan siswa MTs Nurul Huda dalam bersikap asertif setelah diaplikasikannya model Sekolah BERKIBARR 1.2.2.6 Penurunan jumlah siswa MTs Nurul Huda yang mengalami masalah KRR setelah diaplikasikannya model Sekolah BERKIBARR
1.3. Manfaat 1.3.1 Bagi Pelayanan Keperawatan Komunitas Dapat digunakan sebagai landasan dalam pengembangan
program
pembinaan dan pendidikan kesehatan reproduksi pada kelompok remaja yang efektif, ramah dan mudah diakses oleh remaja dengan model
Sekolah
BERKIBARR
1.3.2 Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan Diharapkan dapat memperkaya ilmu keperawatan khususnya keperawatan komunitas dalam mengembangkan model pelayanan keperawatan bagi remaja dengan masalah kesehatan reproduksi pada setting sekolah.
1.3.3 Bagi Pihak Sekolah Diharapkan dapat memberikan motivasi dan dasar penyusunan kebijakan sekolah serta pelaksanaan program UKS terutama yang berkaitan dengan masalah kesehatan reproduksi remaja
Universitas Indonesia
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
15
1.3.4 Bagi Keluarga Diharapkan dapat menjalin komunikasi yang baik dengan remaja dan dapat mampu memfasilitasi secara mandiri kebutuhan remaja yang berkaitan dengan masalah kesehatan reproduksi
1.3.5 Bagi Remaja Diharapkan dapat meningkatan kesehatan reproduksi secara optimal dan memperluas pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja yang dimilikinya.
Universitas Indonesia
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini penulis memaparkan beberapa konsep yaitu konsep at risk, konsep remaja, strategi intervensi , peran dan fungsi perawat serta model konseptual yang mendasari praktik keperawatan komunitas pada aggregate remaja.
2.1 Konsep Remaja Sebagai At Risk 2.1.1
Pengertian Populasi At Risk
At risk dalam istilah Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai
risiko
(Echols & Shadily, 1992). Risiko atau “risk” memiliki pengertian awal probability of a particular adverse effect yang berarti prediksi kemungkinan buruk (kondisi kesehatan seseorang). Menurut Botorfft (1995), At risk memiliki pengertian yaitu seseorang yang beresiko terpaparnya
penyakit,
bahaya,
ketakutan, ketidaknyamanan, ataupun penyiksaan.
Kelompok
atau
masyarakat
yang
beresiko
bahaya, bencana, ketakutan dan ketidaknyamanan
terpaparnya dinamakan
penyakit, population
at risk (Hayes, 1992). Menurut Clemen-Stone, et.al (2002) populasi at risk adalah sekumpulan individu atau kelompok yang memiliki ciri-ciri atau karakteristik
tertentu
untuk
mengalami
penyakit,
cedera, atau masalah
kesehatan lainnya dibandingkan dengan kelompok yang lainnya. Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa populations at risk atau populasi risiko adalah peluang munculnya suatu kejadian penyakit pada suatu kelompok dalam periode waktu tertentu.
2.1.2
Remaja sebagai Populasi At Risk
Faktor-faktor yang berisiko menimbulkan masalah kesehatan terdiri dari beberapa kategori antara lain biologic risk, social risk, economic risk, lifestyle risk dan life event risk ( Stanhope & Lancaster, 2004).
16
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
17
2.1.2.1 Biologic risk
merupakan faktor
genetik
atau
ciri
fisik
yang
berkontribusi terjadinya risiko (Stanhope &Lancaster, 2004). Transisi biologis remaja sering dikatakan sebagai masa pubertas yang merupakan tanda bahwa masa remaja telah dimulai. Menurut Santrock (2003) pubertas atau puberty adalah perubahan cepat pada kematangan fisik yang meliputi perubahan tubuh dan hormonal yang terutama terjadi selama masa remaja awal.
Perubahan biologis pada remaja juga ditandai dengan adanya perubahan hormonal dalam tubuh remaja. Perubahan hormon tersebut menyebabkan mulai tumbuhnya dorongan seksual remaja terhadap lawan jenis. Wong (2000) mengemukakan tentang hubungan dan percintaan pada masa remaja. Selama masa remaja, hubungan dengan lawan jenis merupakan hal baru yang penting. Pada saat inilah kebanyakan remaja mulai melakukan percobaan aktivitas seksual. Insidensi aktivitas seksual remaja tinggi dan meningkat sesuai dengan pertambahan usia mereka.
Beberapa data menggambarkan bahwa banyak remaja yang telah melakukan aktifitas seksual. Data tersebut antara lain 42% dari 117 remaja pelaja di Jakarta yang berusia 13-20 tahun pernah berhubungan seks dan lebih dari separuh diantaranya
masih aktif
berhubungan
seks
dalam
1-3
bulan
terakhir
(Conrad,2000). Data gambaran perilaku seks pra nikah pelajar SMA di Manado mendapatkan persentase 20% pada remaja laki-laki melakukan seks pranikah dan 6% pada pada remaja perempuan (Utomo , dkk, 1998).
2.1.2.2 Social risk merupakan faktor kehidupan yang tidak teratur, tingkat kriminal yang tinggi, lingkungan yang terkontaminasi oleh polusi udara, kebisingan, zat kimia yang berkontribusi untuk terjadinya masalah (Stanhope & Lancaster, 2004). Pada periode remaja awal, remaja dihadapkan pada krisis identitas kelompok yang dilanjutkan dengan mengembangkan identitas dirinya. Remaja pada tahap awal harus mampu memecahkan masalah tentang hubungan dengan teman sebaya sebelum mampu menjawab pertanyaan tentang siapa diri mereka dalam kaitannya dengan keluarga dan masyarakat.
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
18
2.1.2.3 Economic risk adalah tidak seimbangnya antara kebutuhan dengan penghasilan, krisis ekonomi yang berkepanjangan sehingga berpengaruh terhadap kebutuhan perumahan, pakaian, makanan, pendidikan, dan kesehatan (Sthanhope & Lancaster, 2004). Sarwono (2010) mengungkapkan masa remaja adalah masa dimana terjadinya peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri. Masa remaja merupakan masa transisi dari ketergantungan sosial ekonomi di keluarga dan masyarakat untuk mencapai kemandirian (WHO, 1975; Population Repport, 1995; dalam Situmorang, 2003). Remaja akan berusaha untuk mulai melepaskan ketergantungannya dari orangtua. Remaja berusaha untuk lebih mandiri sehingga mereka dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa (Soetjiningsih, 2004). Pada kondisi seperti ini, sering pula terjadi konflik pada hubungan antara orangtua dan remaja yang menyebabkan timbulnya kenakalan-kenakalan remaja.
2.1.2.4 Life-style
risk merupakan kebiasaan atau gaya hidup yang dapat
berdampak terjadinya risiko, termasuk keyakinan terhadap kesehatan, kebiasaan sehat, persepsi sehat, pengaturan pola tidur, rencana aktifitas keluarga, norma tentang perilaku yang berisiko (Sthanhope & Lancaster, 2004). Wong (2009) menjelaskan bahwa pada masa remaja adanya perasaan atau tekanan untuk memiliki suatu kelompok menjadi semakin kuat. Remaja menganggap bahwa memiliki kelompok adalah hal yang sangat penting. Remaja berpendapat bahwa menjadi bagian dari suatu kelompok dapat menunjukkan identitas diri mereka dan juga memberikan mereka status.
2.1.2.5 Life-event risk adalah kejadian dalam kehidupan yang dapat berisiko terjadinya masalah kesehatan, seperti; pindah tempat tinggal, adanya anggota keluarga baru, adanya anggota keluarga yang meninggalkan rumah dapat berpengaruh pada pola komunikasi (Sthanhope & Lancaster, 2004). Remaja merupakan salah satu kelompok penduduk yang mudah terpengaruh oleh arus informasi baik yang negatif maupun yang positif dan remaja cenderung akan terus berusaha mencoba sesuatu hal yang baru dan aktivitas yang menantang. Semakin terbukanya arus informasi berdampak pula pada perilaku remaja.
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
19
Informasi negatif yang diterima oleh remaja seperti melakukan hubungan seksual pra nikah, minum-minuman keras, menggunakan obat terlarang (Narkoba) dapat mendorong remaja berperilaku negatif yang mempengaruhi kesehatannya (Lembaga Demografi-FEUI, 2002). Perilaku remaja yang berisiko tersebut juga akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kesehatan reproduksi remaja seperti melakukan seks pra nikah, kehamilan yang tidak diinginkan, dan infeksi saluran kemih dan reproduksi atau HIV (Mepham, 2001).
2.2 Konsep Remaja 2.2.1
Pengertian dan Batasan Remaja
Menurut klasifikasi World Health Organization (WHO), batasan usia
remaja
adalah usia antara 10 sampai 19 tahun, sementara United Nations Children’s Fund (UNICEF) mengatakan bahwa orang muda adalah antara umur 15 dan 24 tahun (istilah “orang muda” merujuk kepada penggabungan kelompok umur 10-24 tahun) (AMI, 2007). Batasan usia remaja menurut UU No. 22 tahun 2003 tentang perlindungan anak adalah 10 sampai dengan 18 tahun. Batasan remaja menurut Kozier et. al (2004) membagi masa remaja menjadi tiga periode yaitu masa remaja awal (10-14 tahun), masa remaja pertengahan (14-17 tahun) dan masa remaja akhir (17-19 tahun).
Santrock (2003) mengemukakan masa remaja terbagi menjadi dua, yaitu masa remaja awal (early adolescence) dan masa remaja akhir (late adolescence). Masa remaja awal (early adolescence) diperkirakan sama dengan masa sekolah menengah pertama.
Masa remaja akhir (late adolescence) terjadi setelah
seseorang berusia di atas 15 tahun.
Masa remaja yang merupakan masa
perkembangan transisi seorang individu antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosial emosional yang diikuti pula dengan timbulnya berbagai masalah akibat perubahan-perubahan tersebut (Hurlock, 1998).
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
20
2.2.2
Tumbuh Kembang Remaja dan permasalahannya
Pada masa remaja terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang ditandai dengan adanya berbagai perubahan baik secara biologis, emosi, kognitif, maupun sosial (APA, 2002).
2.2.2.1 Perubahan Biologis Perubahan biologis pada remaja meliputi pertumbuhan Tinggi Badan (TB) dan Berat Badan (BB) yang sangat cepat serta adanya perlambatan pertumbuhan linear yang tiba-tiba khususnya pada remaja putri. Pertumbuhan fisik remaja perempuan diawali pada usia 10-14 tahun dan berakhir pada usia 17-19 tahun. Remaja lakilaki mengalami permulaan pertumbuhan fisik dimulai pada usia 12-14 tahun dan berakhir pada umur 20 tahun (Hofmann & Greydanus, 1997; dalam APA, 2002).
Pertumbuhan fisik remaja ditandai dengan kemunculan tanda-tanda pubertas. Pubertas pada remaja perempuan ditandai dengan pertumbuhan ovarium, uterus, dan buah dada yang dialami pada usia 10 tahun atau lebih awal dan menstruasi yang biasanya terjadi pada umur 12 atau 13 tahun. Pubertas remaja laki-laki ditandai dengan pembesaran testis pada umur 11 atau 12 dan ejakulasi atau mimpi basah terjadi pada umur 12-14 tahun. Pubertas sekunder remaja laki-laki ditandai dengan pertumbuhan bulu badan dan perubahan suara (Allender & Spardley, 2001).
Menurut Wong (2008), kematangan organ seks pada remaja putri ditandai dengan adanya perubahan payudara, pertumbuhan rambut pubis, penampakan rambut aksila, dan menstruasi yang biasanya dimulai pada 2 tahun setelah munculnya tanda pertama pubertas. Kematangan organ seks pada remaja putra ditandai dengan adanya pembesaran testis, tumbuh rambut pubis, rambut aksila, kumis, bulu pada wajah dan bagian tubuh lainnya. Rambut pada wajah biasanya muncul kira-kira 2 tahun setelah penampakan rambut pubis.
Perubahan biologis pada remaja juga ditandai dengan adanya perubahan hormonal dalam tubuh remaja. Perubahan hormon tersebut menyebabkan mulai tumbuhnya
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
21
dorongan seksual remaja terhadap lawan jenis. Wong (2000) mengemukakan tentang hubungan dan percintaan pada masa remaja. Selama masa remaja, hubungan dengan lawan jenis merupakan hal baru yang penting. Jenis dan tingkat keseriusan hubungan sangat bervariasi. Tahap awal hubungan biasanya tidak memiliki komitmen.
2.2.2.2 Perubahan emosional Masa remaja merupakan masa pencarian identitas diri, sehingga pada masa ini remaja seringkali mengalami perubahan emosional. Remaja akan belajar untuk merespon terhadap stress dan perubahan emosi berkaitan dengan status emosionalnya (Santrock, 2005). Status emosional remaja juga masih terombangambing antara perilaku yang sudah matang dengan perilaku seperti anak-anak. Status emosional remaja yang mudah berubah mengakibatkan remaja dikatakan sebagai orang yang tidak stabil, tidak konsisten dan sulit diterka (Wong, 2008).
Remaja membutuhkan model harga diri yang positif untuk mengajarkan tentang identitas diri dan membantu remaja membentuk koping yang positif dalam kehidupan (APA, 2002). Selain status emosional remaja yang masih labil, perubahan emosional yang dialami remaja lainnya adalah pencarian identitas diri yang berhubungan dengan kepercayaan diri dan harga diri remaja.
2.2.2.3 Perubahan Kognitif Remaja tidak hanya dibatasi pada hal-hal yang konkret dan aktual saja. Remaja sudah dapat membayangkan suatu rangkaian peristiwa yang mungkin terjadi, dan akibatnya. Remaja mulai berfikir secara konkrit, meskipun lebih banyak berfikir secara abstrak. Remaja mulai dapat menganalisis situasi secara logis terhadap masalah dan akibat serta mulai menarik kesimpulan terhadap situasi dengan menggunakan simbol, seperti perumpamaan dan gambaran (Piaget, 1950; dalam Stuart, 2009).
Perkembangan kognitif di antara remaja berbeda. Perkembangan kognitif remaja yang dikatakan baik, jika remaja memiliki kemampuan unuk mencari alasan yang
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
22
efektif, pemecahan masalah, berfikir abstrak dan refleksi diri, dan merencanakan masa depan (APA, 2002). Tingkat cara berfikir remaja yang paling tinggi pada remaja adalah saat remaja sudah mampu memikirkan masa depan, mengevaluasi alternatif pilihan, dan tujuan pribadi (Keating, 1990; dalam Stuart, 2009).
2.2.2.4 Perubahan Sosial Masa remaja adalah masa dengan kemampuan sosialisasi yang kuat. Perkembangan sosial berhubungan dengan kelompok, keluarga, sekolah, pekerjaan, dan komunitas. Perkembangan sosial berdasarkan hasil riset tergantung dari budaya dan etnik masing-masing daerah dan negara (APA, 2002). Proses kematangan interpersonal atau perkembangan sosial remaja perlu didukung dengan adanya penerimaan oleh teman sebaya, beberapa teman dekat, dan jaminan rasa cinta dari keluarga (Wong, 2008).
Perkembangan sosial remaja ditandai dengan adanya keinginan remaja untuk dianggap dewasa dan bebas dari orang tua. Remaja mulai mengurangi kontak dengan keluarga dan menganggap kelompoknya adalah bagian terpenting dalam kehidupan remaja (O’Koon, 1997; dalam APA, 2002). Selama masa remaja, hubungan antara orang tua-anak sering menimbulkan ketegangan karena remaja sudah menginginkan lepas kendali dari orang tua, dan dari sini konflik dapat muncul (Wong, 2008).
2.3
Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas Pada Remaja dengan
Masalah Kesehatan Reproduksi Anderson (2004) mengungkapkan ada empat strategi intervensi dalam keperawatan komunitas yaitu pendidikan kesehatan, proses kelompok, kemitraan dan pemberdayaan. Pada aplikasi model Sekolah BERKIBARR di MTs Nurul Huda, penulis hanya menggunakan dua strategi
intervensi keperawatan
komunitas pendidikan kesehatan dan kemitraan.
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
23
2.3.1
Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan merupakan strategi intervensi yang dilakukan melalui penyebaran informasi. Tujuan dilakukannya pendidikan kesehatan adalah 1) meningkatkan motivasi masyarakat untuk berperilaku sehat; 2) untuk meningkatkan kesejahteraan; 3) mengurangi ketidakmampuan; serta 4) sebagai upaya untuk mengaktualisasikan potensi kesehatan dari individu, keluarga, komunitas dan masyarakatt (Sthanhope & Lancaster, 2004).
Pada aplikasi model Sekolah BERKIBARR, strategi pendidikan kesehatan dilakukan melalui pendidikan kesehatan pada remaja dan orangtua. Materi yang diberikan dalam pelaksanaan penyuluhan kesehatan antara lain tumbuh kembang remaja, kesehatan reproduksi remaja, IMS, komunikasi efektif antara orang tua dan remaja serta tentang keterampilan hidup bagi remaja dalam meningkatkan kemampuan bersikap asertif (Allender & Spardley, 2001).
2.3.2
Partnership
Departemen Kesehatan (2003) mendefinisikan kemitraan sebagai hubungan kerja sama antara dua pihak atau lebih, berdasarkan kesetaraan, keterbukaan dan saling menguntungkan (memberikan manfaat) untuk mencapai tujuan bersama berdasarkan atas kesepakatan, prinsip dan peran masing masing. Strategi intervensi kemitraan merupakan suatu bentuk kerjasama antara perawat komunitas, masyarakat, serta lintas sektor dan program yang dilakukan secara aktif. Bentuk kegiatan dari kemitraan adalah kolaborasi, negosiasi dan sharing dilakukan untuk saling menguntungkan (Sthanhope & Lancaster, 2004; Hitchock, Schuber & Thomas, 1999).
Partnership adalah intrervensi keperawatan komunitas dalam bentuk kerjasama dengan pihak terkait untuk membina, mengawasi, dan mencegah permasalahan komunitas (Ervin, 2002). Pihak yang telah menjalin kemitraan dengn MTs Nurul Huda dalam aplikasi model sekolah BERKIBARR adalah Puskesmas Pasir Gunung Selatan, Badan Narkotika Kelurahan (BNK) serta Badan Ekseskutif Mahasiswa FIK UI.
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
24
2.4 Peran Perawat Komunitas pada kelompok At Risk Remaja Permasalahan yang dihadapi oleh kelompok At Risk remaja baik masalah bio, psiko, sosial dan spiritual membutuhkan tindakan nyata perawat dalam berbagai bentuk untuk mengatasi permasalahan tersebut. Beberapa peran perawat yang dapat dilakukan yaitu perawat dapat berperan sebagai: case finder, health educator, counselor, direct care provider, population health advocate, community assessor and developer, case manager, advocate, health program planner, participant in developing health policies (Stanhope& Lancaster, 2004).
Perawat berperan sebagai case finder
antara lain menemukan kasus-kasus
masalah kesehatan reproduksi melalui pelaksanaan kegiatan screening
dan
melakukan rujukan ke pelayanan kesehatan jika diperlukan. Perawat melakukan perannya sebagai health educator saat perawat melakukan pendidikan kesehatan tentang masalah kesehatan reproduksi remaja kepada remaja, keluarga ataupun masyarakat. Peran perawat dalam memberikan informasi dapat sebagai sumber support bagi remaja, keluarga ataupun masyarakat
yang mengalami masalah
kesehatan reproduksi remaja.
Peran sebagai counselor dilakukan perawat ketika memberikan konseling kepada remaja dan keluarga yang mengutarakan permasalahan terkait masalah kesehatan reproduksi remaja yang dihadapinya. Konseling, yang dilakukan kepada remaja dan keluarga bertujuan untuk membantu remaja dan keluarga agar mampu memutuskan masalah kesehatan reproduksi yang dihadapinya. Pada saat konseling, perawat juga membantu memberikan beberapa pilihan tindakan yang dapat diambil untuk mengatasi masalahnya.
Peran direct care provider oleh perawat dilakukan dengan memberikan langsung tindakan keperawatan. Hal tersebut dilakukan oleh perawat jika saat berinteraksi dengan remaja ataupun saat perawat melakukan kunjungan keluarga, perawat menemukan masalah kesehatan khusus yang harus ditangani segera saat itu. Peran sebagai population health advocate atau advokat kesehatan bagi populasi adalah peran perawat dalam memberikan advokasi kepada keluarga/kelompok antara lain
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
25
terkait masalah-masalah kesehatan reproduksi remaja yang mengakibatkan disparitas dalam mendapatkan pelayanan kesehatan seperti masalah Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD).
Peran sebagai community assessor and developer adalah peran dimana perawat harus dapat mengkaji kebutuhan komunitas dan mengambangkan program di komunitas. Program yang disusun dapat meliputi program terkait pencegahan primer, sekunder, maupun tersier.
Peran sebagai case manager dilakukan perawat ketika menangani kasus kesehatan yang timbul sebagai efek masalah kesehatan reproduksi remaja. Masalah kesehatan dapat termasuk masalah kesehatan fisik maupun psikologis. Peran ini dilaksanakan perawat dengan mengatur sedemikian rupa sehingga semua permasalahan terkait pemenuhan kebutuhan fisik maupun psikologis remaja dan keluarga dengan masalah kesehatan reproduksi remaja terpenuhi.
Peran sebagai health program planner dilakukan perawat dengan berperan serta dalam menentukan program yang akan diterapkan untuk mengatasi berbagai permasalahan kesehatan reproduksi pada kelompok remaja. Peran sebagai participant in developing health policies dilakukan perawat ketika perawat harus menetapkan kebijakan terkait kesehatan di level pimpinan. Perawat dapat berpartisipasi dalam menyumbangkan pikiran dan idenya dalam membuat kebijakan terkait penanganan remaja berisiko, atau remaja dengan permasalahan tertentu.
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
26
2.5 Model Intervensi Keperawatan Komunitas Pada Aggregate Remaja dengan Tumbuh Kembang Kesehatan Reproduksi 2.5.1
Comprehensive School Health Model (CSHM)
Pendidikan Kesehatan Sekolah
komprehe Peran Serta ortu&masy mayarakat
PromKes bagi staff
Latihan Fisik/olah raga
Aggregate Remaja di sekolah
Lingkungan Sekolah Sehat
Pelayanan Kesehatan
Layan an Gizi Bimbingan Konseling
Gambar 1. Comprehensive School Health Model (Stanhope &Lancaster, 2004)
Praktik asuhan keperawatan pada aggregate remaja dengan setting sekolah memandang bahwa semua unsur atau komponen yang ada disekolah memiliki pengaruh terhadap
masalah kesehatan reproduksi remaja. Upaya promosi
kesehatan berbasis sekolah dilakukan secara komprehensif dengan menerapkan Comprehensive School Health Model
(CSHM) yang terdiri dari 8 (delapan)
komponen yaitu Pendidikan Kesehatan di Sekolah, Pelayanan Kesehatan di Sekolah, Kesehatan Lingkungan Sekolah sehat, Latihan Fisik/Olahraga, Layanan Makanan dan Gizi Sekolah, Bimbingan dan Konseling, Promosi Kesehatan bagi staff, dan Kemitraan Sekolah dengan Orangtua dan Masyarakat.
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
27
Pendidikan kesehatan
terhadap upaya pencegahan penyakit dan peningkatan
kesehatan remaja tentang masalah kesehatan reproduksi bertujuan agar setiap siswa MTs Nurul Huda memiliki
keterampilan dan pengetahuan yang dapat
digunakan dalam membuat keputusan dan praktik kesehatan yang tepat terkait dengan masalah kesehatan reproduksinya..
Kegiatan pendidikan jasmani menjadi salahsatu mata ajar di dalam kurikulum pembelajaran MTs Nurul Huda dengan jumlah jam pelajaran yaitu 2 jam/minggu. Hal ini dirasakan kurang berdampak dalam meningkatkan stamina dan kebugaran siswa. Pelayanan kesehatan terhadap pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan tentang masalah kesehatan reproduksi remaja di MTs Nurul Huda belum berjalan karena sekolah belum memiliki sarana prasarana dan tenaga terlatih untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan di sekolah.
Nutrisi memainkan peranan penting dalam kemampuan siswa untuk belajar. Para siswa membutuhkan dukungan dari nutrisi yang komprehensif, tetpi sekolah belum memiliki program layanan gizi. Program konseling di sekolah dilakukan sebagai media siswa untuk berkonsultasi berbagai macam permasalahan kesehatan remaja khususnya masalah kesehatan reproduksi remaja. Konseling dilakukan di ruang konseling dan diberikan oleh guru konselor dan konselor sebaya yang telah dilatih.
Program promosi kesehatan bagi semua masyarakat sekolah (guru, staf TU, penjaga sekolah) belum berjalan. Seorang siswa siap untuk belajar dan menjadi sehat ketika semua orang, keluarga mereka, sekolah dan masyarakat bekerja sama untuk mendukung pertumbuhan mereka. CSHM mendorong kemitraan antara sekolah, keluarga, dan masyarakat yang bertujuan untuk mengkoordinasikan dan mengaktifkan semua kesehatan dan pendidikan sumber daya yang mungkin.
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
28
2.5.2
Teori manajemen pelayanan keperawatan komunitas pada aggregate
remaja Menurut Gillies (2000; Swansburg, 1999; Marquis & Huston, 2006) fungsi manajemen
terdiri
pengorganisasian
dari
empat
(organizing),
tahap
pengarahan
yaitu
perencanaan
(directing)
dan
(planning), pengawasan
(controlling). Fungsi utama dari seluruh aktifitas manajemen adalah perencanaan. Pada perencanaan dilakukan beberapa aktifitas seperti analisis, pengkajian suatu sistem, penyusunan tujuan jangka panjang (strategi) dan jangka pendek (operasional) serta memprioritaskan kegiatan dan menentukan kegiatan alternatif (Gillies, 2000; Swansburg, 1999). Empat elemen perencanaan strategis dalam proses manajemen pelayanan yaitu 1) adanya pernyataan misi organisasi yang jelas; 2) identifikasi agensi di luar organisasi atau steakholders dan menentukan tujuan serta aktivitas dari organisasi; 3) menyusun tujuan strategis secara umum dan khusus dalam perencanaan 3-5 tahun; serta 4) pengembagan strategis untuk pencapaian tujuan (Berry, 1994; dalam Marquis & Huston, 2000).
Fungsi pengorganisasian dilakukan melalui pembagian aktivitas-aktivitas kerja, penentuan tanggung jawab dan wewenang, dan pembuatan hubungan kerja dalam mencapai tujuan bersama. Penyusunan struktur organisasi komunikasi di dalam suatu organisasi menjadi lebih efektif
digunakan agar (Gillies, 2000;
Swansburg, 1999; Marquis & Huston, 2006). Pengorganisasian dapat dilihat dari struktur kerja suatu organisasi (Marquis & Huston, 2000). Adapun karakteristik dari pembagian struktur kerja dalam suatu organisasi adalah sebagai berikut 1) adanya pembagian ketenagaan yang jelas, dengan menempatkan seseorang kedalam suatu unit yang sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya; 2) Jalur birokrasi dari atas dan ke bawah dan jenjang karir atau jabatan jelas terlihat ; 3) adanya uraian tugas dan fungsi masing-masing dari setiap bagian yang ada dalam suatu organisasi; 4) adanya prosedur atau aturan dalam bekerja.
Fungsi pengarahan lebih menekankan pada kemampuan seorang manajer dalam mengarahkan dan menggerakkan semua sumber daya untuk mencapai tujuan yang telah disepakati yang meliputi proses pendelegasian, pengawasan, koordinasi dan
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
29
pengendalian implementasi rencana organisasi (Gillies, 2000; Swansburg, 1999; Marquis & Huston, 2006). Pengarahan dapat dilakukan pula dengan memberikan motivasi melalui komunikasi yang baik dalam suatu organisasi, sehingga pengarahan dalam pendelegasian tugas akan berjalan baik dan
mencegah
terjadinya konflik dalam suatu organisasi (Marquis & Huston, 2000)
Fungsi pengawasan dilakukan sebagai suatu proses untuk mengevaluasi sejauhmana implementasi rencana kegiatan yang telah dilakukan, pemberian masukan atau feedback, pembuatan standar,
melakukan penilaian dengan
membandingkan kinerja terhadap standar yang dibuat dan memperbaiki kekurangan. Tujuan dari fungsi pengawasan adalah mengefektifkan tugas staf dan mengefesienkan penggunaan sumber daya. Pengawasan dilakukan melalui kegiatan kontrol organisasi dengan menentukan kriteria standar evaluasi, menginformasikan setiap penyusunan standar kerja organisasi; dan melakukan kegiatan monitor dan evaluasi dari setiap pencapaian standar yang ditentukan (Marquis & Huston, 2000).
2.5.3 Family Centered Nursing Model Family centered nursing model (FCNM) menjadikan praktik keluarga sebagai pusat keperawatan yang memandang keluarga sebagai unit dasar untuk perawatan individu dari anggota keluarga dan dari unit yang lebih luas (Friedman, Jones & Bowden, 2003). Keluarga merupakan suatu unit dasar dari sebuah komunitas dan masyarakat, yang menggambarkan adanya perbedaan budaya, rasial, etnik, dan sosioekonomi. Penerapan FCNM
juga mempertimbangkan faktor sosial,
ekonomi, politik dan budaya saat perawat melakukan pengkajian dan perencanaan, implementasi, dan evaluasi perawatan pada anak dan keluarga (Hitchcock, Schubert, Thomas, 1999).
FCNM mengkaji bagaimana pola dan proses komunikasi, struktur struktur peran, struktur nilai,
fungsi keluarga
serta
kekuatan,
strategi koping dan
kemampuan keluarga beradaptasi terhadap perkembangan remaja dan masalah kesehatan reproduksi remaja. Pada hasil penelitian Gusmiarni (2000) didapatkan
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
30
data bahwa
variabel yang mempunyai hubungan bermakna dengan perilaku
seksual remaja adalah komunikasi dalam keluarga dan sikap terhadap hubungan seksual pranikah. Tujuan dari komunikasi antara keluarga dan remaja adalah untuk memfasilitasi ramaja dalam meningkatkan pemahamannya tentang reproduksi, seksual, ekonomi dan pendidikan dalam keluarga (Friedman, Bowden, & Jones, 2003). Oleh sebab itu diperlukan dukungan dari keluarga agar remaja dalam menentukan pilihan dan lebih bertanggung jawab dalam mengatasi masalah kesehatannya.
Hasil penelitian menunjukkan remaja perempuan yang tidak dipersiapkan terhadap perubahan fisik dan emosional selama pubertas akan mengalami permasalahan dengan menstruasi (Koff & Rierdan, 1995; Stubbs, Rierdan, & Koff, 1989; dalam APA, 2002). Remaja perempuan perlu mempersiapkan diri selama pubertas melalui dukungan dari ibunya. Ibu memberikan dukungan emosional, perhatian, dan empati selama menstruasi dan mengajarkan personal hygiene, memberikan informasi seputar permasalahan pubertas, dan berempati tentang pengalaman menstruasi pertama selama remaja (Koff & Rierdan, 1995; dalam APA, 2002).
Remaja perempuan juga mengungkapkan bahwa seorang ayah tidak banyak berperan terhadap perubahan fisik yang dialami oleh remaja perempuan, dan ibu tidak pernah berdiskusi dengan ayah dengan melibatkan anaknya tentang apa yang dialami remaja (Koff & Rierdan, 1995; dalam APA, 2002). Hasil penelitian menunjukkan remaja laki-laki yang tidak dipersiapkan selama masa pubertas mengalami perasaan cemas dan terkejut tentang pengeluaran sperma selama ejakulasi pada saat mimpi basah atau masturbasi atau onani (Stein & Reiser, 1994; dalam APA, 2002).
2.5.4
Model Transcultural Nursing Dalam Keperawatan Komunitas
Transcultural nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
31
budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002). Leininger (2002) mengartikan paradigma keperawatan transcultural sebagai cara pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya terhadap empat konsep sentral keperawatan yaitu: manusia, sehat, lingkungan dan keperawatan (Andrew & Boyle, 1995).
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memadirikan individu sesuai dengan budaya klien. Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan lintas budaya dapat dilakukan melalui tiga cara yaitu, perlindungan/mempertahankan budaya, mengakomodasi/negoasiasi budaya dan mengubah/mengganti budaya klien (Leininger, 2002).
Menurut Leininger, (2002) mempertahankan budaya dapat dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan dengan kesehatan. Budaya Betawi yang lebih sering memanfaatkan tanaman obat keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan nya dapat
terus
dipertahankan.
Contoh
budaya
tersebut
adalah
kebiasaan
menggunakan rebusan air daun sirih yang digunakan untuk cebok dalam mengatasi keputihan ataupun kebiasaan minum air kunyit jika lagi menstruasi.
Negosiasi budaya dilakukan perawat untuk membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatannya. Budaya Betawi yang mengutamakan pendidikan agama di dalam mendidik anak ternyata tidak tercermin di dalam kehidupan sehari-hari seperti dalam menjaga kebersihan diri, kesopanan dalam pergaulan, disiplin dalam keluarga dan anak tidak dikenalkan dengan tugas-tugas dalam menjaga kebersihan rumah (Sudiharto, 2007). Perawat dapat menegosiasikan budaya tersebut dengan mengenalkan
masalah
kebersihan
diri,
pergaulan,
disiplin,
mengkaitkan masalah tersebut terhadap pandangan/nilai-nilai agama.
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
dll dengan
32
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut (Leininger, 2002).
2.5.5
Model Intervensi “Sekolah BERKIBARR” (Sekolah yang BERperan
dalam Konsultasi Informasi BAgi Remaja tentang Reproduksi). Model Sekolah BERKIBARR merupakan model intervensi dalam mengatasi masalah
kesehatan
reproduksi
remaja
berbasis
sekolah.
Model
ini
mengintegrasikan ke empat model atau program yaitu Adolescent Friendly, PIK KRR, PKPR dan CSHM dan menyempurnakan model atau program – program pelayanan kesehatan remaja yang telah dikembangkan sebelumnya. Model Sekolah BERKIBARR merupakan model yang ditujukan untuk memberikan layanan kesehatan reproduksi remaja berbasis sekolah dengan memberikan pelayanan yang ramah, nyaman, menjunjung tinggi privacy, mudah diakses, murah dan sesuai dengan kebutuhan remaja.
Adolescent Frienly
Sekolah BERKIBARR PKPR PIK KRR
Keterangan: 1. Adolescent Friendly mrp konsep pelayanan kesehatan remaja yang ramah, mudah di akses, menjaga privacy remaja 2. PKPR mrp program kesehatan remaja yang terintegrasi dlm. TRIAS UKS dikembangkan di sekolah-sekolah lanjutan 3. PIK KRR dgn jangkauan layanan termasuk remaja di luar wilayah sekolah dan kegiatan yg lebih variatif dan inovatif 4. Sekolah BERKIBARR yang mengintegrasikan adolescent friendly dlm pelayanan kesehatan remaja di sekolah melalui kegiatan TRIAS UKS dgn jangkauan layanan termasuk remaja di luar wilayah sekolah dan kegiatan yg lebih variatif dan inovatif dengan melibatkan delapan komponen yang saling berinteraksi dalam promosi kesehatan sekolah
Gambar 2. Model Sekolah BERKIBARR
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
35
BAB 3 KERANGKA KERJA DAN PROFIL WILAYAH
Bab ini akan menjelaskan tentang framework atau kerangka konsep manajemen pelayanan dan asuhan keperawatan komunitas dengan menggunakan integrasi teori manajemen, comprehensive school health model, family centered nursing, dan transcultural nursing dalam mencegah dan mengatasi masalah kesehatan reproduksi pada aggregate remaja. Selanjutnya akan dibahas juga tentang profil MTs Nurul Huda Pasir Gunung Selatan yang menjadi tempat pelaksanaan program model Sekolah BERKIBARR di komunitas.
3.1 Kerangka Kerja Salahsatu program kreatif dan inovasi yang dikembangkan untuk meningkatkan kesehatan reproduksi pada aggregate remaja dengan setting sekolah adalah penerapan model Sekolah BERKIBARR. Optimalisasi penerapan model Sekolah BERKIBARR di komunitas membutuhkan dukungan dari Dinas Kesehatan, Puskesmas, pihak sekolah, komunitas, keluarga serta lembaga-lembaga lainnya baik lembaga pemerintah maupun non-pemerintah yang bergerak dalam bidang kesehatan khususnya kesehatan reproduksi remaja. Keberhasilan program dipengaruhi pelaksanaan manajemen pelayanan kesehatan remaja yang meliputi perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, dan pengontrolan (Gillies, 2000;
Swansburg, 1999; Marquis & Huston, 2006).
Keluarga dapat memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan kesehatan reproduksi remaja melalui pengembangan dan pelaksanaan struktur dan fungsi keluarga secara optimal (Friedman, Bowden, & Jones, 2003). Pelaksanaan struktur dan fungsi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan tumbuh kembang kesehatan reproduksi remaja dapat difasilitasi melalui pengembangan model family center nursing. Pembicaraan mengenai kesehatan reproduksi remaja di keluarga dan masyarakat Indonesia umumnya masih dianggap sesuatu yang sangat taboo. Hal ini dikarenakan budaya dan nilai keluarga yang kurang sensitif 33
Universitas Indonesia
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
34
terhadap kebutuhan kesehatan reproduksi remaja. Keluarga dan masyarakat Indonesia mengganggap apabila membicarakan kesehatan reproduksi remaja secara dini akan mempercepat perilaku seksual pada remaja (Situmorang, 2002). Hal ini dapat dijembatani melalui pengembangan transcultural nursing model di keluarga dan komunitas dalam mengintervensi budaya yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi.
Permasalahan kesehatan reproduksi remaja di sekolah dapat diatasi melalui pemberian layanan konsultasi dan pemberian informasi yang ramah, nyaman, mudah
diakses, menjaga privacy, dan juga menarik. Model sekolah
BERKIBARR dapat diwujudkan dengan memenuhi komponen CSHM
dan
memperluas layanan tidak hanya di dalam gedung, tetapi juga di luar gedung sekolah serta menjalin kemitraan dengan berbagai lembaga pemerintah ataupun non pemerintah yang bergerak dalam upaya-upaya peningkatan kesehatan reproduksi remaja. Model sekolah BERKIBARR juga mengembangkan berbagai kegiatan yang kreatif dan inovatif agar layanan yang diberikan lebih menarik dan mendorong remaja untuk datang ke layanan konseling dan pemberian informasi kesehatan reproduksi remaja.
Kerangka kerja pelayanan kesehatan dan asuhan keperawatan pada aggregate remaja dengan kesehatan reproduksi di MTs Nurul Huda Pasir Gunung Selatan menggunakan pendekatan integrasi manajemen pelayanan kesehatan komunitas, CSHM, family center nursing model, dan transcultural nursing model. Praktik keperawatan komunitas dalam meningkatkan kesehatan reproduksi pada aggregate remaja dengan setting sekolah dapat dilihat dalam diagram berikut ini:
Universitas Indonesia Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
35
KERANGKA KERJA DALAM MENGATASI MASALAH KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA BERBASIS SEKOLAH MELALUI “SEKOLAH BERKIBARR”
INPUT
PROSES
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
OUTPUT
36
3.2 Profil MTs Nurul Huda Pasir Gunung Selatan Cimanggis Depok MTs Nurul Huda Pasir Gunung Selatan
merupakan satu-satunya sekolah
setingkat SMP yang berada di wilayah Kelurahan Pasir Gunung Selatan yang beralamat di Jl. Pesantren No.02 Rumbut RT06/09 Pasir Gunung Selatan Cimanggis Depok Jawa Barat. MTs Nurul Huda berdiri sejak tahun 1972 dengan status swasta dan telah terakreditasi pada tahun 2007. MTs Nurul Huda menyelenggarakan program pendidikan lanjutan pertama yang bernaung dibawah pembinaan Departemen Agama.
MTs Nurul Huda terletak di komplek Yayasan Pendidikan Nurul Huda di tengah perkampungan yang cukup padat, Depan komplek Yayasan Nurul Huda ada beberapa warung yang biasa digunakan siswa untuk nongkrong ataupun pacaran saat istirahat sekolah ataupun pulang sekolah. Lingkungan sekolah tampak kurang terawat. Lantai sekolah terlihat agak kotor, jendela berdebu dan tidak pernah dibuka, ruangan agak pengap dan tercium bau yang kurang sedap, tata letak ruangan kantor tampak tidak teratur, banyak buku-buku dan peralatan belajar mengajar lainnya yang diletakkan sembarangan, penuh debu dan kotor, toilet sekolah kotor dan bau. Pada dinding di lingkungan sekolah dan majalah dinding tidak tampak poster yang berisikan infromasikan kesehatan.
Siswa MTs Nurul Huda berjumlah 97 orang yang terdiri dari 62 siswa laki-laki dan 35 siswa perempuan. Para siswa secara umum tampak kotor dan tidak rapih. Masalah kesehatan reproduksi yang dialami oleh siswa/i MTs Nurul Huda antara lain keputihan, nyeri saat menstruasi, gatal-gatal sekitar alat kelamin serta kesulitan dan nyeri saat BAK. Jumlah guru tetap hanya empat orang , termasuk kepala sekolah, sehingga sangat sulit bagi guru untuk menyelesaikan berbagai permasalahan siswa dengan baik
Universitas Indonesia Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
BAB 4 PENGELOLAAN PELAYANAN KEPERAWATAN KOMUNITAS DI MTS NURUL HUDA PASIR GUNUNG SELATAN CIMANGGIS DEPOK
4.1 Analisis Situasi Analisis situasi program kesehatan reproduksi remaja dengan setting sekolah, akan menggunakan pendekatan manajemen organisasi menurut Gillies (2000; Swansburg, 1999; Marquis & Huston, 2006) yang terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan (directing) dan pengawasan (controlling). Analisis situasi berdasarkan fungsi manajemen sebagai berikut:
4.1.1
Perencanaan
Puskesmas kelurahan Pasir Gunung Selatan sebagai pelayanan kesehatan yang paling dekat dengan masyarakat sampai saat ini tidak memiliki perencanaan dan anggaran khusus untuk melaksanakan program pelayanan kesehatan bagi anak dan remaja. Visi misi serta program kegiatan Puskesmas yang tertuang di dalam profil Puskesmas Kelurahan Pasir Gunung Selatan, juga belum memperlihatkan adanya program kesehatan remaja. Petugas Puskesmas yang ditunjuk untuk melaksanakan PKPR menjelaskan bahwa pelaksanaan program yang dilakukan selama ini hanya berdasarkan program yang dirancang oleh dinas kesehatan . Puskesmas kelurahan belum memiliki rencana kegiatan UKS sendiri, melainkan hanya sebagai pelaksana program dinas kesehatan. Puskesmas kelurahan Pasir Gunung Selatan juga tidak memiliki data jumlah remaja, data tingkat pendidikan remaja, data masalah kesehatan remaja, serta tentang upaya kesehatan remaja yang sudah dilaksanakan yang dapat digunakan sebagai bahan kajian
untuk
menyusun program kegiatan kesehatan remaja.
Sekolah belum memiliki rencana strategis, rencana jangka panjang dan jangka pendek program layanan konseling di sekolah tersebut. MTs Nurul Huda juga belum memiliki visi misi yang berkaitan dengan kesehatan remaja. Tidak ada
37
Universitas Indonesia
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
38
data-data mengenai kesehatan siswa MTs Nurul Huda dan kegiatan alternative yang dilakukan untuk meningkatkan kesehatan siswa dan menyelenggarakan layanan konseling
4.1.2
Pengorganisasian
Pada Puskesmas Kelurahan Pasir Gunung Selatan pemegang program pelayanan kesehatan remaja memiliki beban ganda dalam tugas. Tidak ada surat tugas dan uraian tugas yang jelas untuk menjalankan program, pembagian tugas dan peran tidak jelas dan garis komandopun tidak jelas, sehingga programpun tidak dilaksanakan dengan baik. Guru dan siswa yang telah dibentuk dan dilatih menjadi konselor belum melaksanakan kegiatan secara optimal karena tidak adanya struktur organisasi yang jelas dalam kelompok konselor. Surat tugas, uraian tugas dan tanggung jawab juga belum ada. Alur komunikasi dalam organisasi PKPR sekolah ataupun antara puskesmas dan sekolah yang berkaitan dengan pelaksanaan dan evaluasi kegiatan PKPR juga belum jelas. Koordinasi antara dinas kesehatan, puskesmas, kelurahan dan sekolah sebagai pelaksanaan program juga belum dilakukan .
4.1.3
Pengarahan
Fungsi pengarahan pelaksanaan program PKPR belum berjalan dengan baik, terlihat dari tidak adanya reward, tidak adanya ruangan untuk melaksanakan layanan konseling remaja di Puskesmas, serta tata alur pelaksanaan layanan konseling remaja juga tidak tampak di Puskesmas. Sekolah tidak memiliki sarana prasarana yang menunjang seperti ruangan konseling, media informasi, tenaga terlatih dan pembinaan dari Puskesmas. Tidak adanya program dan waktu layanan konseling di sekolah. Konselor sebaya juga tidak dapat menjalankan perannya dengan baik
karena media informasi dan bahan referensi tentang kesehatan
remaja masih terbatas. Sistem rujukan ke pelayanan kesehatan belum ada..
4.1.4
Pengawasan
Dinas kesehatan dan puskesmas melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi hanya menilai dari keberlangsungan kegiatan PKPR terhadap sekolah yang sudah Universitas Indonesia
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
39
mengikuti pelatihan, tetapi belum menilai kinerja PKPR yang terbentuk. Belum adanya standar yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk menilai keberhasilan pelaksanaan program PKPR di sekolah.
Sistem monitoring belum berjalan
dengan baik akibat dari pencatatan dan pelaporan tidak berjalan.
4.2 Masalah, Alternatif Penyelesaian, dan Evaluasi 4.2.1
Masalah
Dari uraian data tentang pelaksanaan empat fungsi manajemen program kesehatan peduli remaja di MTs Nurul Huda wilayah kerja Puskesmas Pasir Gunung Selatan Kota Depok, dapat digambarkan diagram fish bone sebagai berikut :
Universitas Indonesia
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
40
4.2.2
Prioritas Masalah
Hasil analisis fish bone tentang manajemen pelayanan kesehatan remaja dengan masalah kesehatan reproduksi lebih dilakukan penapisan masalah untuk menentukan prioritas masalah (Ervin, 2002). Berdasarkan hasil penapisan tersebut, maka masalah manajemen yang teridentifikasi adalah: a. Belum tersusunnya perencanaan kegiatan jangka panjang dan jangka pendek pelaksanaan program pelayanan kesehatan peduli remaja di MTs Nurul Huda b. Belum optimalnya peran guru konselor dan konselor sebaya dalam melaksanakan konseling dan pemberian informasi tentang KRR kepada siswa MTs Nurul Huda c.
Belum berjalannya supervisi dalam pelaksanaan PKPR di MTs Nurul Huda
d. Belum optimalnya pelaksanaan supervisi dan monitoring dlm pelaksanaan program PKPR
Sesuai dengan urutan prioritas masalah, maka hanya ada dua masalah manajemen yang merupakan masalah prioritas yang akan dibahas mulai dari tahap perencanaan sampai dengan tahap evaluasi. Adapun prioritas masalah terdapat pada lampiran 1.
4.2.3
Perencanaan
Masalah Manajemen 1: Belum tersusunnya perencanaan kegiatan jangka panjang dan jangka pendek pelaksanaan program pelayanan kesehatan peduli remaja di MTs Nurul Huda a. Tujuan Umum Setelah dilakukan pengelolaan pelayanan keperawatan komunitas melalui kegiatan UKS/PKPR sekolah selama 8 bulan diharapkan Kegiatan UKS/PKPR di MTs Nurul Huda Kelurahan Pasir Gunung Selatan berjalan efektif b. Tujuan Khusus : 1) Tersusunnya rencana kegiatan jangka panjang dan jangka pendek UKS/ PKPR di MTs Nurul Huda; 2) Tersosialisasikannya pelaksanaan program PKPR ke seluruh siswa, guru, staf dan orangtua; 3) Terjalinnya komitmen dari orangtua dan masyarakat untuk bersama-sama mendukung pelaksanaan kegiatan UKS/PKPR di MTs Nurul Huda Universitas Indonesia
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
41
c.
Rencana Kegiatan
1) Fasilitasi pihak sekolah untuk mendapatkan informasi yang tepat mengenai penyusunan rencana kegiatan UKS/PKPR 2) Bantu dan berikan masukan serta saran kepada kepala sekolah dan guru dalam membuat rencana kegiatan UKS/PKPR; 3) Lakukan advocacy dengan mensosialisasikan manfaat dan pentingnya pelaksanaan kegiatan UKS/PKPR kepada pihak yayasan, guru dan orangtua pada rapat sekolah guna memperoleh dukungan dalam pelaksanaan kegiatan UKS/PKPR; 4) Buat kesepakatan kerjasama antara yayasan, guru dan orangtua
dalam memberikan dukungan terhadap pelaksanaan kegiatan
UKS/PKPR di MTs Nurul Huda
d. Pembenaran Perencanaan (planning) merupakan fungsi yang utama dari seluruh aktivitas fungsi-fungsi manajemen. Perencanaan merupakan landasan dasar dari fungsi manajemen secara keseluruhan. Perencanaan akan memberikan pola pandang secara menyeluruh terhadap semua kegiatan yang akan dilaksanakan, khususnya upaya-upaya yang terkait peningkatan kualitas pelayanan kesehatan reproduksi remaja, siapa yang akan melakukan dan kapan akan dilakukan. Fungsi perencanaan yang tidak berjalan akan mengakibatkan tidak jelasnya kegiatan yang akan dilaksanakan oleh staf dalam mencapai tujuan organisasi (Muninjaya, 2004).
Masalah Manajemen 2: Belum optimalnya peran guru konselor dan konselor sebaya dalam melaksanakan konseling dan pemberian informasi tentang KRR kepada siswa MTs Nurul Huda
a. Tujuan Umum Setelah dilakukan pengelolaan pelayanan keperawatan komunitas selama 8 bulan diharapkan peran guru dan konselor sebaya dalam melakukan layanan konseling dan pemberian informasi kepada remaja terkait masalah kesehatan reproduksi remaja di MTs Nurul Huda dapat berjalan optimal
Universitas Indonesia
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
42
b. Tujuan Khusus Setelah dilakukan pengelolaan pelayanan keperawatan komunitas selama 8 bulan melalui kegiatan PKPR di sekolah MTs Nurul Huda diharapkan : 1) Terdapatnya Surat Tugas dan uraian tugas dan tanggung yang jelas bagi guru konselor dan konselor sebaya; 2) Terdapatnya struktur organisasi yang jelas dan pembagian tugas yang tepat ; 3) Terdapatnya alur komunikasi yang jelas dari atas ke bawah sehingga pelaksanaan tugas dapat lebih optimal.
c. Rencana Kegiatan 1) Lakukan advocacy kepada kepala sekolah untuk dapat menerbitkan surat tugas guru konselor dan konselor sebaya dengan uraian tugas dan tanggung jawabnya; 2) Lakukan pertemuan dengan yayasan, pihak sekolah dan komite sekolah untuk menyusun struktur organisasi sekolah BERKIBARR dengan alur komunikasi dan pembagian tugas yang tepat ; 3) Lakukan sosialisasi struktur organisasi, tim konselor sebaya dan guru konselor kepada seluruh civitas sekolah
d. Pembenaran Pengorganisasian (Organizing) adalah suatu langkah untuk
menetapkan,
menggolongkan, dan mengatur berbagai macam kegiatan, menetapkan tugas-tugas pokok dan wewenang serta sistem pendelegasian wewenang oleh pimpinan kepada staf dalam rangka mencapai tujuan organisasi (struktur organisasi). Fungsi pengorganisasian meliputi pembagian aktivitas-aktivitas kerja, penentuan tanggung jawab dan wewenang, dan pembuatan hubungan kerja untuk memungkinkan organisasi menyadari tujuan bersama. Struktur organisasi berkaitan dengan keefektifan dalam komunikasi (Gillies, 2000; Swansburg, 1999;
4.2.4 Implementasi dan Evaluasi 1. Masalah Manajemen 1: Belum tersusunnya perencanaan kegiatan jangka panjang dan jangka pendek pelaksanaan program pelayanan kesehatan peduli remaja di MTs Nurul Huda
Universitas Indonesia
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
43
a. Pelaksanaan: 1) Melaksanakan kegiatan workshop penyusunan perencanaan kegiatan UKS/PKPR
tingkat kecamatan tanggal 24 Nopember di SMPN 8
Depok ; 2) Melaksanakan rapat sekolah tentang penyusunan program UKS/PKPR dan sosialisasi pelaksanaan program Sekolah BERKIBARR kepada seluruh guru, komite sekolah dan orangtua siswa MTs Nurul Huda; 3) Melaksanakan sosialisasi perencanaan program Sekolah BERKIBARR kepada guru, siswa dan orangtua siswa
b. Evaluasi: 1) Telah tersusunnya draft rencana kegiatan program UKS/PKPR MTs Nurul Huda untuk tahun 2012 yang meliputi tiga kegiatan pokok yaitu pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan dan lingkungan sehat;
2) Telah
tersosialisasikannya pelaksanaan program Sekolah BERKIBARR kepada seluruh guru, komite dan orangtua siswa pada tanggal 27 Desember 2011 dihadiri oleh 43 orang siswa dan 9 orang guru; 3) Telah disepakati oleh guru dan orangtua untuk mendukung kegiatan yang direncanakan dalam program sekolah BERKIBARR seperti pelaksanaan senam pagi seminggu sekali setiap hari Sabtu pukul 07.00 s.d 08.00 WIB, mengijinkan anak-anaknya yang terpilih menjadi konselor sebaya untuk mengikuti pelatihan dan pulang sekolah lebih sore dari pada biasanya.
c. Rencana Tindak Lanjut: 1) Mendorong kepala sekolah untuk dapat memfasilitasi UKS/PKPR
tim
pelaksana
sesuai
dengan
UKS/PKPR perencanaan
untuk yang
melaksanakan telah
kegiatan
disusun/disepakati;
2) Mendorong kepala sekolah untuk melaksanakan rapat atau pertemuan rutin minimal 3 bulan sekali dengan pihak Puskesmas, guru konselor serta pembina/pelaksana UKS/PKPR untuk mengevaluasi pelaksanaan program Sekolah BERKIBARR; 3) Mendorong pihak Puskesmas untuk dapat melakukan pembinaan secara terus menerus kepada pihak sekolah agar dapat melaksanaan program sesuai perencanaan yang telah disusun.
Universitas Indonesia
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
44
2) Masalah Manajemen 2: Belum optimalnya peran guru konselor dan konselor sebaya dalam melaksanakan konseling dan pemberian informasi tentang KRR kepada siswa MTs Nurul Huda
a. Pelaksanaan: 1) Melaukukan advocacy kepada kepala sekolah untuk menerbitkan surta tugas dan uraian tugas yang jelas bagi guru konselor dan konselor sebaya yang ditunjuk; 2) Melaksanakan rapat sekolah ntuk menyusun struktur organisasi sekolah BERKIBARR dan alur komunikasi yang jelas; 3) Mensosialisasikan kepada orangtua melalui kegiatan pertemuan orangtua dan guru serta kepada seluruh siswa saat di kelas tentang struktur organisasi sekolah BERKIBAR dan adanya guru konselor dan konselor sebaya beserta peran dan fungsinya.
b. Evaluasi : 1) Terdapatnya SK Guru Konselor dan konselor sebaya beserta uraian tugasnya; 2) Tersusunnya struktur organisasi sekolah BERKIBARR; 3) Tersosialisasikannya struktur organisasi dan keberadaan guru konselor dan konselor sebaya kepada seluruh civitas sekolah. c. Rencana Tindak Lanjut: 1) Mendorong kepala sekolah untuk dapat memberikan motivasi dan reward kepada guru konselor dan konselor sebaya yang menjalankan tugasnnya dengan baik, 2) Mendorong pihak Puskesmas untuk menyelenggarakan pelatihan secara berkala minimla 6 bulan sekali bagi guru konselor dan konselor sebaya dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan kemampuan, 3) mendorong pihak Puskesmas untuk melakukan supervisi minimal 1 bulan sekali, guna memberikan arahan kepada guru konselor dan konselor sebaya dalam melaksanakan tugasnya melakukan konseling dan pemberian informasi KRR 4.3 Asuhan Keluarga dengan masalah kesehatan reproduksi remaja Selama melakukan praktik residensi, penulis melakukan pembinaan terhadap 10 keluarga siswa MTs Nurul Huda yang memiliki masalah kesehatan terkait
Universitas Indonesia
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
45
dengan masalah kesehatan reproduksi remaja. Pada bagian ini, penulis akan melaporkan satu keluarga berdasarkan analisis situasi. 4.3.1
Analisis Situasi
Keluarga Bp. M (50 tahun), beralamat Kp Rumbut RT 06/01 Pasir Gunung Selatan, bekerja sebagai pedagang soto dengan pendidikan terakhir SD tidak tamat. Keluarga Bp. M berada pada tahap perkembangan keluarga dewasa dan memiliki tipe keluarga extended family. Bp. M memiliki 1 orang istri yaitu Ibu T (48 tahun) dan 6 orang anak . Istri, anak, menantu dan cucu Bp. M semuanya tinggal bersama di rumah Bp. M.
Bp. M dan Ibu T sama-sama berasal dari suku Betawi dan seperti keluarga Betawi yang lainnya mereka tidak mendorong anak-anak mereka untuk mencapai tingkat
pendidikan yang tinggi, sehingga motivasi belajar anak-anaknyapun
tampak kurang. Bp. M mengatakan bahwa kalau orang Betawi yang penting adalah hidup kumpul, makan terpenuhi sudah cukup, sementara pendidikan yang utama adalah pendidikan agama yang di dapat dari guru ngaji. Itulah alasannya mengapa semua anak Bp. M yang sudah menikah tinggal bersama di rumah Bp. M.
Keluarga Bp. M tidak memiliki kebiasaan untuk makan bersama dan kebiasaan sarapan pagi. Keluarga Bp. M hanya sarapan dengan 1 cangkir kopi atau 1 cangkir teh. An. W mengatakan ia malas untuk makan karena takut badannya gemuk. An. W mengatakan ia hanya makan 1 kali dalam sehari, akibatnya An. W sering mengeluh sakit pada ulu hati, perih dan mual. An. W mengatakan ia juga sering pingsan kalau sedang mengikuti upacara di sekolah, karena pusing dan cape kalau upacara.
Walaupun budaya Betawi mencerminkan keterbukaan dan kebebasan dalam mengungkapkan pendapat atau keinginannya, tetapi hal ini tidak terlihat di dalam keluarga Bp. M. Anak-anak tidak dapat berbicara bebas mengemukakan pendapat atau keinginannya kepada orangtuanya. Anak-anak sangat segan kalau bicara langsung kepada Bp. M. Anak-anak selalu mengikuti apa yang diperintahkan Universitas Indonesia
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
46
orangtuanya tanpa berani membantah sedikitpun, walau mereka juga sering merasakan tidak nyaman, misalnya dalam mengungkapkan keinginan memilih sekolah, berteman, dsb. Jika anak-anaknya melakukan kesalahan, Bapak M lebih sering memarahi dengan suara keras yang membuat anak-anak takut.
Bapak M, Ibu T dan An. S (kakak laki-laki An. W) selalu mengontrol An W yang merupakan anak remajanya dengan mencari dan menghubungi mereka apabila mereka jam 18.00 belum ada di rumah dan jika jam 21.00 belum juga pulang ke rumah setelah mengikuti pengajian di musholla. Ibu T mengatakan yang paling marah jika An. W tidak pulang tepat waktu adalah Bp. S, sampaisampai An.W dan Bp. S sering bertengkar hebat dan tak jarang juga menangis serta tidak bertegur sapa sampai berhari-hari.
An. W mengatakan ia tidak pernah cerita secara terbuka kepada kedua orangtuanya. Jika menemukan masalah dan sifatnya pribadi misalnya ia merasa kesepian, ia mulai suka dengan lawan jenis, semuanya tidak pernah ia ceritakan kepada siapapun kecuali kepada teman-teman sekolahnya. An. W juga mengatakan bahwa ia telah lama memiliki pacar dan sering ngobrol berdua dengan pacarnya di saat pulang sekolah. An. W mengatakan ia juga pernah dicium dan diraba-raba tubuhnya oleh pacarnya saat sedang pacaran. An. W mengatakan bahwa pacarnya adalah adik kelasnya dan dia sangat nyaman jika ngobrol dengan pacarnya tersebut.
An. W mengatakan ia bisa bercerita apa saja kepada pacarnya dan pacarnya sangat perhatian, sedangkan kepada orangtua dan kakak-kakaknya hal tersebut tidak pernah ia dapatkan. An. W mengatakan tidak pernah berdiskusi dengan orangtua yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi remaja, tentang pacaran, pubertas, terjadinya kehamilan dan akibatnya hubungan seks pra nikah. Informasi tentang kesehatan reproduksi, seperti menstruasi didapatkan dari mata ajar biologi di sekolahnya dan dari hasil berdiskusi dengan teman-temannya.
Universitas Indonesia
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
47
Bp. M jarang berkomunikasi dengan anak-anaknya karena sejak pagi sudah sibuk menyiapkan dagangan setelah itu berdagang keliling kampung dan sampai rumah sore hari, sehingga kalau ada di rumahpun lebih banyak digunakan untuk istirahat tidur. Ibu T mengatakan, walaupun setiap malam mereka duduk menonton TV bersama, tetapi diantara mereka tidak saling bercerita ataupun bercanda, hanya sekali-sekali mereka saling mengomentari acara Televisi yang sedang ditontonnya.
Bp. M dan Ibu T mengatakan mereka tidak pernah mendapatkan informasi tentang pertumbuhan dan perkembangan remaja, kesehatan reproduksi remaja, termasuk tentang berkomunikasi pada remaja. Bp. M dan ibu T mengatakan yang mereka tahu bahwa remaja itu kalau anak perempuan sudah datang bulan dan laki-laki sudah mimpi basah, tetapi mereka tidak pernah diskusikan hal tersebut kepada anak remaja mereka karena di kalangan masyarakat Betawi membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan seks adalah tabu. Bp. M da Ibu T juga yakin bahwa masalah kesehatan reproduksi remaja pasti sudah didapat oleh anak mereka dari guru di sekolah.
Bp. M, Bp. Md dan Bp. S memiliki kebiasaan minum kopi dan merokok setiap hari. Bp. M, Bp.Md dan Bp.S mengatakan mereka pernah mendengar bahaya akibat merokok dan minum kopi dari Televisi, Poster, majalah dan iklan. Bp. M mengatakan walaupun mereka sudah tahu bahaya merokok, tetapi untuk memberhentikannya sangat sulit dan mereka malah menjadi pusing dan tidak bisa bekerja dengan baik. Ketiganya mengatakan tidak pernah mengeluh batuk-batuk, sesak nafas ataupun pusing-pusing. Bp. M dan Bp. S mengatakan kalau tidak merokok sering merasakan pusing, begitu juga dengan Bp. Md. Ketiganya juga mengatakan bahwa kebiasaan minum kopi dilakukan sebagai upaya untuk menetralkan racun dari rokok. Informasi tersebut mereka dapatkan dari temanteman sesama perokok. Mereka meyakini hal tersebut karena sampai saat ini walaupun mereka memiliki kebiasaan merokok, mereka belum pernah sakit paruparu.
Universitas Indonesia
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
48
Paparan di atas menggambarkan beberapa masalah yang dialami oleh keluarga Bp. M.
Proses terjadinya masalah akan digambarkan dalam bentuk web of
caution (WOC) sebagai berikut:
Produktifitas rendah
Resiko intoleransi aktifitas
Resiko Pola nafas tidak efektif
`
Prestasi belajar terganggu/menurun
Resiko terjadinya masalah perkembangan reproduksi remaja
Gangguan rasa nyaman; nyeri
Perkembangan remaja tidak terpenuhi
Pola makan tidak tepat/ teratur
Resiko terjadinya penyakit akibat kebiasaan merokok
Gaya Hidup kurang sehat
Resiko terjadinya perilaku seksual remaja yang tidak aman
Koping tidak adekuat
Suport keluarga tidak efektif Pola asuh keluarga tidak efektif
KIE tentang kesehatan reproduksi remaja tidak optimal
Tingkat pendidikan keluarga rendah
Selanjutnya penulis melakukan prioritas masalah berdasarkan konsep yang dikemukakan oleh Bailon Maglaya (1974). Berdasarkan skoring yang telah ditetapkan maka prioritas diagnosa keperawatan yang dirumuskan pada keluarga Bp. M adalah: (hasil skoring penapisan masalah keluarga, lihat lampiran 2) 1. Pola asuh tidak efektif pada keluarga Bp.M khususnya pada An. W 2. Resiko terjadinya perilaku seksual remaja yang tidak sehat pada keluarga Bp.M khususnya An.W 3) Gangguan rasa nyaman nyeri pada keluarga Bp.M khususnya An. W 4) Resiko terjadinya penyakit akibat perilaku merokok pada keluarga Bp. M khususnya Bp. M, Bp. Md dan Bp.S
Universitas Indonesia
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
49
4.3.2
Perencanaan
Pada bagian ini, penulis hanya akan memaparkan perencanaan untuk masalah 1 dan 2. Adapun perencanaan untuk masalah 1 dan 2 adalah sebagai berikut: Masalah 1: Pola asuh tidak efektif pada keluarga Bp.M khususnya pada An. W a. Tujuan Umum: Setelah dilakukan asuhan keperawatan
8 X
pertemuan
diharapkan pola asuh dalam keluarga Bp. M menjadi efektif
b. Tujuan Khusus: Setelah dilakukan asuhan keperawatan, kemampuan keluarga meningkat dalam: 1) Menyebutkan pengertian perkembangan remaja dengan bahasa yang sederhana; 2) Menjelaskan dua ciri-ciri remaja; 3) Menyebutkan tugas keluarga terhadap perkembangan remaja; 4) Menjelaskan akibat yang terjadi
bila
keluarga
tidak
mencegah
masalah
anak
remaja;
5). Menjelaskan cara mencegah masalah anak remaja sesuai nilai-nilai budaya Betawi; 6) Mendemonstrasikan cara merawat anak remaja di rumah; 7) Menyebutkan lingkungan yang kondusif untuk
mendidik anak remaja;
8) Memanfaatkan lingkungan yang kondusif di rumah untuk mencegah anak remaja menjadi nakal; 9) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial yang ada untuk mencegah masalah anak remaja dengan menyebutkan fasilitas pelayanan kesehatan dan sosial yang tersedia; 10) Menentukan nilai-nilai budaya yang dapat terus dipertahankan dan yang harus disesuaikan dengan kondisi saat ini dalam menerapkan pola asuh yang efektif pada remaja; 11) Mendemonstrasikan cara berkomunikasi yang efektif antara orangtua dan remaja
c. Rencana Intervensi: 1) Lakukan diskusi dan berikan informasi tentang pengertian tentang perkembangan remaja, ciri-ciri remaja, tugas keluarga terhadap perkembangan remaja, akibat jika tugas perkembangan remaja tidak terpenuhi, cara merawat remaja di rumah, lingkungan yang kondusif untuk mendidik remaja di rumah, manfaat
lingkungan rumah yang kondusif,
pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial untuk merawat anak remaja; 2) Diskusikan bersama keluarga nilai-nilai budaya yang dapat terus dipertahankan dan yang harus disesuaikan dengan kondisi saat ini dalam Universitas Indonesia
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
50
menerapkan pola asuh yang efektif pada remaja; 3) Konseling peran orangtua dalam memenuhi tugas perkembangan remaja; 4) Latihan tentang komunikasi efektif orangtua dan remaja
d. Pembenaran : Hasil penelitian Resnick, Bearman, & Blum et al. (1997; dalam APA, 2002) menggambarkan bahwa keluarga yang menjaga keutuhan dan kedekatan diantara mereka dapat mencegah terjadinya berbagai penyimpangan perilaku remaja seperti
merokok, penggunaan alkohol dan obat-obatan,
pencegahan inisiasi perilaku seksual dan hubungan seksual dini remaja, dan pencegahan perilaku bunuh diri remaja.
Masalah 2 : Resiko terjadinya perilaku seksual remaja yang tidak sehat pada keluarga Bp. M terutama An. W a. Tujuan Umum: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 10 kali pertemuan remaja memiliki perilaku seksual yang sehat
b. Tujuan Khusus: Setelah dilakukan asuhan keperawatan, kemampuan keluarga meningkat dalam: 1) Menjelaskan : pengertian, aspek kesehatan reproduksi, pubertas, perkembangan seks primer dan sekunder, akibat sistem reproduksi jika tidak dirawat dengan baik, cara meningkatkan potensi remaja yang dapat dikembangkan; 2) Mengambil tindakan apabila akibat pubertas tidak terfasilitasi dan mengambil keputusan dalam memenuhi pubertas remaja; 3) Mendemonstrasikan cara pemenuhan kebutuhan nutrisi, kebersihan diri, mengajarkan pengendalian diri dalam dorongan seksual; 4) Menyebutkan peranan sebaya dalam masa pubertas dan mendemonstrasikan cara penolakan ajakan yang asertif; dan 5) Menyebutkan dan menggunakan pelayanan fasilitas kesehatan.
c.
Rencana Intervensi : 1) Lakukan diskusi dan berikan informasi tentang perubahan fisik,
psikologis, dan sosial remaja, pubertas remaja, nutrisi
remaja, hieginitas remaja, serta akibat hubungan seksual remaja dalam perkembangan pubertas; 2) Coaching kepada An. W dalam meningkatkan Universitas Indonesia
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
51
tanggungjawabnya sebagai remaja; 3) Guidance An. W dan Ibu T dalam merawat kesehatan reproduksi remaja; 4) Modifikasi perilaku dalam pengendalian seksual remaja di lingkungan; 5) Konseling peranan teman sebaya dalam kesehatan reproduksi remaja; 6) Latihan asertif untuk menolak seks bebas di lingkungan kehidupan remaja; dan 7) KIE dan guidance tentang penggunaan klinik konsultasi remaja di puskesmas dan bimbingan konseling di sekolah.
d. Pembenaran: Menurut Koff & Rierdan (1995; dalam APA, 2002) remaja perempuan perlu mempersiapkan diri selama pubertas yang didapatkan melalui dukungan dari ibunya yang berupa dukungan emosional, perhatian, dan empati selama menstruasi dan mengajarkan personal hygiene, memberikan informasi seputar permasalahan pubertas, dan berempati tentang pengalaman menstruasi pertama selama remaja. Hasil penelitian menunjukkan remaja perempuan yang tidak dipersiapkan terhadap perubahan fisik dan emosional selama pubertas akan mengalami permasalahan dengan menstruasi.
4.3.3
Implementasi, Evaluasi, dan rencana Tindak Lanjut
Masalah 1: Pola asuh tidak efektif pada keluarga Bp.M khususnya pada An. W a. Pelaksanaan : 1) Mendiskusikan dan memberikan informasi kepada keluarga dengan menggunakan lembar baik dan leaflet tentang pengertian tentang perkembangan
remaja,
ciri-ciri
remaja,
tugas
keluarga
terhadap
perkembangan remaja, akibat jika tugas keluarga terhadap perkembangan remaja tidak terpenuhi, cara merawat remaja di rumah seperti selalu menyiapkan suasana dengan komunikasi terbuka, lingkungan yang kondusif untuk mendidik remaja di rumah, manfaat lingkungan rumah yang kondusif, pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial untuk merawat anak remaja; 2) Mendiskusikan dengan keluarga nilai-nilai budaya Betawi yang dapat dipertahankan dan yang harus disesuaikan dengan kondisi saat ini dalam pola asuh yang efektif kepada remaja; 3) Melakukan konseling peran orangtua dalam memenuhi tugas perkembangan remaja; 4) Melatih keluarga untuk dapat melakukan komunikasi efektif antara orangtua dan remaja; Universitas Indonesia
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
52
b. Evaluasi : Keluarga mampu mengenal tugas perkembangan remaja, mengambil keputusan untuk melakukan pencegahan masalah pada anak remaja, dan merawat An. W yang saat ini menjalani masa remaja. Kemampuan keluarga merawat anak remaja tampak dari perilaku Bp. M, Ibu T dan kakak-kakak dari An. W serta An. W yang saling menyapa dan bercerita ketika kumpul dimalam hari saat nonton TV bersama, berkata-kata ataupun bertanya tidak dengan nada bicara yang tinggi dan dengan menggunakan kata-kata yang sopan serta saling menghargai. An. W juga sudah mau duduk dan bercerita di samping Ibu T dan Bp. M dengan wajah tersenyum dan tidak ada rasa takut. Ibu T mengatakan ia selalu mengingatkan Bp. M dan An. S untuk tidak berbicara kasar, penuh curiga dan tidak menunjukkan sikap bermusuhan kepada An. W , jika An. W terlambat pulang ke rumah.
c. Rencana Tindak Lanjut: 1) Motivasi terus keluarga Bp. M untuk mempertahankan pola asuh remaja yang efektif dalam memenuhi tugas perkembangan remaja dan mencegah terjadinya masalah perkembangan reproduksi pada remaja yaitu dengan menyiapkan waktu untuk berbicara pada anak remaja dalam keluarga minimal 2 jam sehari untuk membicarakan aktivitas sehari-hari anak di rumah, sekolah, dan lingkungan serta tidak berbicara kasar, penuh curiga dan sikap permusuhan. 2) Motivasi pihak Puskesmas untuk melakukan kunjungan rumah yang tidak direncanakan pada keluarga Bp. M untuk melihat sikap keluarga dalam menerapkan pola asuh yang efektif .
Masalah 2 : Resiko terjadinya perilaku seksual remaja yang tidak sehat pada keluarga Bp. M terutama An. W a. Pelaksanaan : 1) Melakukan diskusi dan memberikan informasi kepada keluarga Bp.M tentang perubahan fisik, psikologis, dan sosial remaja, pubertas remaja, nutrisi remaja, hygienitas remaja, serta akibat hubungan seksual remaja dalam perkembangan pubertas dengan menggunakan leaflet dan lembar balik; 2) Melakukan coaching dan guidance dalam perawatan Universitas Indonesia
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
53
pemenuhan
kebutuhan
reproduksi;
3)
Memodifikasi
perilaku
dalam
pengendalian seksual remaja di lingkungan; 4) Melakukan konseling tentang kesehatan reproduksi remaja;
5) Memberikan keterampilan untuk dapat
bersikap asertif dalam menolak seks bebas di lingkungan kehidupan remaja
b. Evaluasi
: Keluarga sudah mengenal masalah dan mampu memutuskan
untuk merawat kesehatan reproduksi remaja. Keluarga sudah mampu mendemonstrasikan cara pemenuhan kebutuhan nutrisi dan kebersihan diri remaja seperti
merawat remaja selama menstruasi, dan mengajarkan
pengendalian diri dalam dorongan seksual. Keluarga sudah mampu untuk mendemonstrasikan cara menolak
ajakan untuk melakukan perilaku seks
yang tidak sehat seperti berciuman, memegang bagian tubuh yang sensitif, dll secara asertif.
c. Rencana Tindak Lanjut: 1) Motivasi keluarga untuk dapat memberikan penanaman nilai agama dan keluarga pada remaja dalam setiap kesempatan berdiskusi dengan remaja, seperti pada saat nonton bersama di malam hari minimal 1 jam setiap harinya. Penyampaian nilai-nilai tersebut harus disampaikan
dengan
ramah
dan
disesuaikan
dengan
pendekatan
perkembangan remaja 2) Motivasi pihak Puskesmas untuk dapat melakukan pendidikan kesehatan terkait KRR secara rutin/berkala di masyarakat lewat pertemuan-pertemuan masyarakat seperti arisan, pengajian, dll
Penilaian terhadap kemandirian 10 keluarga yang diberikan asuhan keperawatan dilakukan dengan melihat pencapaian keluarga dalam pelaksanaan lima tugas kesehatan keluarga dalam perkembangan remaja. Kemandirian keluarga untuk kemajuan
perkembangan
keluarga
dalam
pencapaian
kesehatan keluarga tersebut dapat dilihat pada tabel tingkat
lima
tugas
kemandirian
keluarga berikut ini:
Universitas Indonesia
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
54
Kelu arga
Jumlah Masalah yang ditemukan
Jumlah Masalah yang Teratasi
Tingkat Kemandirian Klg sebelum diintervensi
Tingkat Kemandirian Klg setelah diintervensi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
4 4 5 4 5 4 4 5 5 4
4 3 4 4 4 4 4 3 4 4
I II II I II I I I I I
IV III III IV IV IV IV III III IV
Dari tabel di atas tampak bahwa sebelum dilakukan asuhan, seluruh keluarga tidak ada yang memiliki tingkat kemandirian IV, tetapi ada 3 keluarga (30%) yang memiliki tingkat kemadirian II dan 7 keluarga (70%) memiliki tingkat kemandirian I. dilakukan asuhan.
Peningkatan kemandirian keluarga tampak terjadi setelah Pada tabel
terlihat setelah dilakukan intervensi jumlah
keluarga yang memiliki tingkat kemandirian III menjadi sebanyak 4 keluarga (40%) dan jumlah keluarga yang memiliki tingkat kemandirian IV sebanyak 6 keluarga (60%).
Asuhan keperawatan keluarga untuk setiap keluarga binaan dilakukan selama kurang lebih 3 bulan dengan kunjungan rata-rata tiap keluarga 12 - 15 kali. Lamanya waktu kunjungan adalah 45-60 menit setiap kali kunjungan. Setiap kali kunjungan dilakukan implementasi untuk mengatasi satu atau dua tujuan intruksional khusus masalah keluarga. Tindakan keperawatan setiap kali kunjungan ditekankan dalam upaya kemandirian keluarga dalam pelaksanaan lima tugas kesehatan keluarga.
Terapi modalitas keperawatan yang utama dilakukan pada 10 keluarga dengan masalah kesehatan reproduksi remaja adalah melakukan konseling kepada remaja dan orang tua, terapi modifikasi perilaku dalam mendisiplinkan remaja, Universitas Indonesia
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
55
pengembangan ketrampilan hidup dengan pengembangan tanggung jawab dan peningkatan kepercayaan diri remaja, mengajarkan tehnik komunikasi yang efektif antara orangtua dengan remaja,
mengajarkan cara perawatan alat
reproduksi, cara mengatasi nyeri menstruasi serta pemenuhan kebutuhan nutrisi remaja.
4.4 Asuhan Keperawatan Komunitas pada Aggregate Remaja di MTs Nurul Huda Pasir Gunung Selatan Asuhan keperawatan komunitas dilaksanakan sebagai salah satu bentuk aplikasi dari Model Sekolah BERKIBARR
dalam upaya meningkatkan kesehatan
reproduksi remaja di MTs Nurul Huda Pasir Gunung Selatan. Kegiatan asuhan keperawatan komunitas dilakukan selama 8 bulan, dari bulan September 2011 sampai dengan bulan Mei 2012.
Pelaksanaan asuhan diawali dengan pengumpulan data yang dilakukan melalui metode winshield survey, wawancara, pemeriksaan fisik, survey dengan menggunakan angket dan studi literature berdasarkan catatan pendokumentasian yang ada di sekolah. Wawancara dilakukan dengan menggunakan format wawancara yang telah disusun oleh penulis. Wawancara dilakukan kepada kepala sekolah, pihak yayasan, guru, Kepala Puskesmas, PJ PKPR Puskesmas, orangtua wali siswa serta beberapa siswa.
Survey dilakukan dengan menggunakan angket/kuesioner yang
disusun oleh
Depkes. Angket/kuesioner yang digunakan adalah angket/kuesioner yang ada dalam buku pedoman dan pembentukan pelayanan kesehatan peduli remaja di kabupaten/kota
yang diterbitkan oleh DepKes tahun 2008, sehingga
angket/kuesioner tersebut tidak dilakukan lagi ujicoba kuesioner oleh penulis. Survey dilakukan kepada seluruh siswa MTs Nurul Huda. Hal ini dikarenakan jumlah sampel < 100. Menurut arikunto (2002) dalam suatu penelitian, jika sampel berjumlah < 100, maka sebaiknya diambil semua, sehingga penelitian tersebut dapat dikatakan sebagai penelitian populasi.
Universitas Indonesia
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
56
4.4.1 Analisis Situasi Winshield survey yang dilakukan oleh penulis memperlihatkan hasil bahwa banyak
siswa MTs Nurul Huda yang tidak langsung pulang sekolah ketika
pembelajaran sekolah selesai. Para siswa tampak duduk berkumpul sambil ngobrol dengan teman-temannya dan adapula yang berpacaran di warung – warung depan komplek Yayasan Nurul Huda. Kepala sekolah, guru dan orangtua tidak tampak menegur siswa-siswa tersebut dan membiarkan siswa untuk berada di lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah dan toilet juga tampak kotor, banyak sampah berserakan dan juga debu. Lantai toilet, bak air dan klosetnya tampak kotor, bau, dan seperti tidak terawat.
Berdasarkan hasil wawancara kepada kepala sekolah didapatkan data bahwa belum ada kegiatan yang dilakukan dalam rangka meningkatkan kesehatan remaja terutama yang berhubungan dengan masalah kesehatan reproduksi remaja. Informasi yang diberikan kepada siswa tentang masalah kesehatan reproduksi diberikan melalui mata ajar biologi dan olahraga. Kegiatan yang berhubungan dengan masalah kesehatan baru berupa penyuluhan kesehatan seperti NAPZA ataupun HIV/AIDS yang dilaksankan pada saat masa orientasi siswa baru, pemeriksaan kesehatan siswa baru diawal tahun ajaran serta pemberian tablet Fe pada siswa yang telah mengalami menstruasi.
Kepala sekolah juga mengatakan kegiatan UKS/PKPR tidak berjalan karena sekolah tidak memiliki program dan juga tidak memiliki ruangan khusus untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Penanganan bagi siswa sakit di sekolah dilakukan di ruang guru, jika tidak bisa ditangani siswa tersebut dibawa ke Puskesmas atau dipersilahkan untuk istirahat di rumah. Kegiatan konseling di MTs Nurul Huda tidak berjalan lagi karena tidak adanya pembinaan dan supervisi yang dilakukan baik oleh petugas puskesmas maupun dari dinas kesehatan.
Petugas UKS/PKPR Puskesmas Pasir Gunung Selatan mengatakan tidak ada program dan dana khusus untuk pelaksanaan kegiatan program UKS/PKPR di Puskemas. Kegiatan kebersihan sekolah di serahkan sepenuhnya kepada guru dan Universitas Indonesia
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
57
siswa sekolah. Kerja bakti sekolah biasanya dilakukan setiap mau dilaksanakan ujian sekolah. Hasil pengkajian tentang komunikasi remaja dan orangtua pada siswa MTs Nurul Huda ditemukan data 68.2 % tidak memiliki waktu khusus untuk berkomunikasi dengan orangtua, 22.8% memutuskan permasalah di dalam keluarga tanpa dimusyawarahkan, dan 22.7% tidak pernah berdiskusi tentang masalah kesehatan reproduksi, 10.5% remaja mengatakan waktu berkumpul mereka dengan orangtua lebih sering pada saat malam hari. 24.6% orangtua mengatakan tidak terlalu sering komunikasi dengan anak remaja mereka, hanya sebatas pembicaraan umum saja. 17.3% remaja mengatakan kalau mereka memiliki masalah mereka lebih sering menyendiri. 24.6% orangtua mengatakan anak remaja mereka tidak pernah bercerita kalau ada masalah. 24.6% orangtua mengatakan kalau memberikan saran terkadang anak remaja mereka sulit menerima, remaja hanya berespon diam atau menjawab iya dan pergi ke kamarnya atau ke luar rumah.
Data yang menggambarkan perilaku pacaran remaja yang diakibatkan dari komunikasi orangtua dan remaja yang tidak efektif terlihat dari data 75.3% siswa pernah memiliki pacar, 1.2% siswa mengatakan pertamakali pacaran pada usia 8 tahun , 25.9% siswa mengatakan pertamakali pacaran pada usia 12 tahun, 64% siswa mengatakan mereka lebih nyaman menceritakan masalahnya dengan pacarnya Kondisi ini dapat menyebabkan remaja tidak dapat melewati masa remajanya dengan baik.
Data yang didapatkan dari hasil angket mengungkapkan bahwa dari 61 siswa 49.4% siswa memiliki pengetahuan kurang baik tentang masalah kesehatan reproduksi remaja dan 40% siswa memiliki sikap kurang baik terhadap masalah kesehatan reproduksi remaja. Hal ini disebabkan karena siswa tidak diberikan informasi yang tepat tentang masalah kesehatan reproduksi baik oleh guru maupun orang tua. Keyakinan dan nilai-nilai budaya Betawi yang menganggap berbicara tentang seks merupakan hal yang tabu membuat informasi tersebut semakin terbatas, sehingga mendorong siswa untuk mencari informasi tersebut sendiri. Perilaku mencari informasi seksual siswa dapat terlihat dari hasil angket Universitas Indonesia
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
58
yaitu 31% bersumber dari media on line, 33% bersumber dari video porno dan 35% bersumber dari bacaan porno, sedangkan asal sumberinformasi tersebut 17.6% siswa mendapatkan video porno dengan cara meminjam dari teman dan 23.5% siswa mendapatkan bacaan porno dari teman. Pengaruh informasi global (paparan media audio-visual) yang semakin mudah diakses memancing anak dan remaja untuk mengadaptasi kebiasaan-kebiaasaan tidak sehat seperti merokok, minum minuman berakohol, penyalahgunaan obat, perkelahian antar-remaja atau tawuran (Iskandar, 1997). Pada akhirnya, secara kumulatif kebiasaan-kebiasaan tersebut akan mempercepat usia awal seksual aktif serta mengantarkan mereka pada kebiasaan berperilaku seksual yang berisiko tinggi, karena kebanyakan remaja tidak memiliki pengetahuan yang akurat mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas serta tidak memiliki akses terhadap informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi.
Perilaku
siswa dalam pacaran
adalash 34.1% siswa mengatakan memiliki
perilaku pacaran dengan nonton berdua, 58.8% siswa mengatakan memiliki perilaku pacaran dengan jalan-jalan berdua, 60% siswa mengatakan memiliki perilaku pacaran dengan berpegangan tangan, 23.5% siswa mengatakan memiliki perilaku pacaran dengan berpelukan, 22.4% siswa mengatakan memiliki perilaku pacaran dengan mencium/dicium pipi, 9.4% siswa mengatakan memiliki perilaku pacaran dengan mencium/dicium daerah leher, dan 3.5% siswa mengatakan memiliki perilaku pacaran dengan meraba daerah sensitif.
Masalah-masalah kesehatan reproduksi yang dialami oleh siswa MTs Nurul Huda antara lain 44% siswa mengalami keputihan dan 36% siswa mengalami gatalgatal disekitar alat kelamin, sakit saat buang air kecil (BAK) 6.8% dan mengalami nyeri pada saat menstruasi 15.9% dan 24% mengalami menstruasi tidak teratur. Siswa mengatakan belum pernah mendapatkan informasi dan pelayanan kesehatan untuk mengatasi masalahnya tersebut.
Universitas Indonesia
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
59
Penurunan prestasi belajar
Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja: KTD, HIV/AIDS, IMS, Kekerasan Seksual Perilaku seksual remaja yang tidak sehat
Perawatan kesehatan remaja tidak adekuat
Koping remaja tidak efektif
Perilaku Pencarian pelayanan kespro remaja tidak efektif
Informasi tentang kesehatan reproduksi remaja tidak adekuat
Tugas Perkembangan remaja tidak terpenuhi
Program Konsultasi dan Pemberian Informasi masalah kesehatan reproduksi remaja belum berjalan
Pola Komunikasi orangtua dan remaja tidak efektif
Berdasarkan web of causation yang ada, maka dapat di susun diagnosa keperawatan komunitas berdasarkan prioritas (Stanhope & Lancaster, 2004) seperti berikut ini: 1. Resiko terjadinya peningkatan jumlah siswa yang mengalami masalah kesehatan reproduksi remaja; keputihan, gatal-gatal sekitar alat kelamin, nyeri menstruasi pada siswa MTs Nurul Huda 2. Perilaku seksual yang tidak sehat pada siswa MTs Nurul Huda 3. Pola Komunikasi orangtua dan remaja tidak efektif pada siswa MTs Nurul Huda 4. Perilaku pencarian pelayanan kesehatan reproduksi remaja siswa MTs Nurul Huda tidak efektif
Universitas Indonesia
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
60
4.4.2 Perencanaan Pada bagian ini, penulis hanya akan memaparkan perencanaan untuk masalah 1 dan 2. Adapun perencanaan untuk masalah 1 dan 2 adalah sebagai berikut: Masalah 1 : Resiko terjadinya peningkatan jumlah siswa yang mengalami masalah kesehatan reproduksi remaja; keputihan, gatal-gatal sekitar alat kelamin, nyeri menstruasi pada siswa MTs Nurul Huda a. Tujuan Umum : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 8 bulan, tidak terjadi peningkatan jumlah siswa MTs Nurul Huda yang mengalami masalah kesehatan reproduksi
b. Tujuan Khusus: 1)Meningkatkan pengetahuan siswa tentang
masalah-
masalah kesehatan reproduksi remaja; 2) Meningkatkan ketrampilan cara perawatan sistem reproduksi remaja kepada siswa; 3) Menurunnya jumlah siswa yang mengalami masalah kesehatan reproduksi remaja
c. Rencana Intervensi : 1) Berikan informasi kepada siswa tentang masalahmasalah kesehatan reproduksi remaja; 2) Berikan ketrampilan cara perawatan sistem reproduksi remaja kepada siswa; 3) Berikan konseling kepada siswa yang mengalami masalah kesehatan reproduksi remaja; 4) Lakukan koordinasi dengan kepala sekolah, bagian kesiswaan dan bagian kurikulum untuk melaksanakan kegiatan yang dapat meningkatkan kesehatan remaja seperti pelaksanaan kegiatan senam pagi secara rutin minimal 1 minggu sekali, kerja bakti di sekolah 1 kali dalam sebulan serta menyediakan sarana prasaran air dan toilet bersih di sekolah
d. Pembenaran : Menurut Dietrich, (2006) remaja merupakan populasi berisiko di dalam komunitas karena berada pada masa transisi. Oleh sebab itu diperlukan deteksi dini terhadap perubahan tanda-tanda seks primer dan sekunder baik secara fisik, psikologis, dan sosial untuk mencegah terjadinya permasalahan
kesehatan
reproduksi
remaja.
Permasalahan
kesehatan
reproduksi dapat dicegah melalui pengenalan secara dini perkembangan seksualitas remaja. Universitas Indonesia
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
61
Masalah 2 : Perilaku seksual yang tidak sehat pada siswa MTs Nurul Huda a. Tujuan Umum : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 8 bulan, siswa MTs Nurul Huda memiliki perilaku seksual yang sehat b. Tujuan Khusus: 1) Terbentuknya kesepakatan bersama siswa untuk melaksanakan kegiatan PKPR di sekolah dan membentuk suatu kelompok konselor sebaya; 2) Terbentuknya kelompok konselor sebaya di sekolah melalui proses kelompok dengan kegiatan utama konseling dan pemberian informasi
tentang
masalah
kesehatan
reproduksi;
3)
Meningkatnya
pengetahuan siswa tentang tumbuh kembang remaja, kesehatan reproduksi, free sex, kenakalan remaja, narkotika, infeksi menular seksual, kontrasepsi, HIV AIDS pada remaja melalui komunikasi informasi dan edukasi; 4) Tersebarnya leaflet mengenai tumbuh kembang remaja, kesehatan reproduksi, free sex, kenakalan remaja, narkotika, infeksi menular seksual, kontrasepsi,
HIV AIDS pada siswa MTs Nurul Huda; 5) Terpasangnya
poster mengenai tumbuh kembang remaja, kesehatan reproduksi, free sex, kenakalan remaja, narkotika, infeksi menular seksual, kontrasepsi, HIV AIDS remaja di lingkungan sekolah MTs Nurul Huda; 6) Meningkatnya tingkat kepercayaan diri remaja, tanggung jawab dan kemampuan dalam menolak ajakan secara asertif siswa MTs Nurul Huda dalam mengembangkan diri seoptimal mungkin; 7) Menurunnya jumlah siswa yang memiliki perilaku pacaran dan seksual yang tidak sehat; 8) Menurunnya jumlah siswa yang memiliki kebiasaan melihat media porno
a. Rencana Tindakan: 1) Lakukan pembentukan kelompok konselor sebaya dan buat kesepakatan Sekolah BERKIBARR ; 2) Berikan pendidikan kesehatan tentang tumbuh kembang remaja, kesehatan reproduksi, free sex, kenakalan remaja, narkotika, infeksi menular seksual, kontrasepsi, HIV AIDS pada remaja melalui komunikasi informasi dan edukasi; 3) Sebarkan informasi kesehatan remaja mengenai tumbuh kembang remaja, kesehatan reproduksi, free sex, kenakalan remaja, narkotika, infeksi menular seksual, kontrasepsi, HIV AIDS pada siswa MTs Nurul Huda melalui kegiatan penyebaran leaflet Universitas Indonesia
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
62
dan pemasangan meningkatkan
poster; 4) Berikan remaja keterampilan hidup untuk
kepercayaan diri remaja, tanggung jawab dan kemampuan
dalam menolak ajakan secara asertif siswa MTs Nurul Huda dalam mengembangkan diri seoptimal mungkin; 5) Lakukan
kerjasama dengan
tokoh agama dan tokoh masyarakat di Pasir Gunung Selatan untuk dapat menyampaikan tentang perilaku seksual remaja yang sehat
dari sudut
pandang agama dan nilai-nilai budaya masyarakat betawi serta pentingnya peran orangtua dalam memberikan informasi mengenai kesehatan reproduksi remaja untuk menciptakan perilaku seksual remaja yang sehat pada kegiatankegiatan pengajian ataupun pertemuan masyarakat seperti arisan.
c. Pembenaran : Remaja dalam mengidentifikasi perkembangan seksualitasnya lebih mengutamakan pada kelompok sebayanya (Sthanhope & Lancaster, 2004). Kelompok sebaya (peer groups) sangat efektif meningkatkan pengetahuan dan pencegahan perilaku seksual yang berisiko pada remaja di daerah rural Tanzania. Peer groups sebagai peer educator dalam mendeteksi dini perilaku remaja yang berisiko terkaitan dengan perkembangan kesehatan reproduksi remaja (Plummer et al., 2006). 4.4.3.
Implementasi, Evaluasi dan Rencana Tindak Lanjut
Masalah 1 : Resiko terjadinya peningkatan jumlah siswa yang mengalami masalah kesehatan reproduksi remaja; keputihan, gatal-gatal sekitar alat kelamin, nyeri menstruasi pada siswa MTs Nurul Huda a. Pelaksanaan : 1) Memberikan informasi kepada siswa tentang masalahmasalah kesehatan reproduksi remaja dengan menggunakan slide, leaflet dan game; 2) Melatih ketrampilan cara perawatan sistem reproduksi remaja kepada siswa seperti cara cebok yang benar; memilih pakaian dalam yang tepat, serta cara mengatasi nyeri menstruasi; 3) Melakukan konseling kepada siswa yang mengalami masalah kesehatan reproduksi remaja; 4) Melakukan koordinasi dengan kepala sekolah, bagian kesiswaan dan bagian kurikulum untuk melaksanakan kegiatan yang dapat meningkatkan kesehatan remaja seperti pelaksanaan kegiatan senam pagi secara rutin minimal 1 minggu Universitas Indonesia
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
63
sekali, kerja bakti di sekolah 1 kali dalam sebulan serta menyediakan sarana prasaran air dan toilet bersih di sekolah
b. Evaluasi : 1) rata-rata nilai pengetahuan siswa MTS Nurul Huda mengenai kesehatan reproduksi remaja sebelum dilaksanakan program sekolah BERKIBARR
adalah 70,06 dan setelah dilaksanakan program sekolah
BERKIBARR didapat rata-rata nilai adalah 78,66, terjadi peningkatan nilai mean perbedaan antara pengukuran sebelum dan sesudah sebesar
8.57;
2) rata-rata nilai sikap siswa MTS Nurul Huda mengenai kesehatan reproduksi remaja sebelum dilaksanakan program sekolah BERKIBARR
adalah 19.87
dan setelah dilaksanakan program sekolah BERKIBARR didapat rata-rata nilai adalah 21.84, terjadi peningkatan nilai mean sebelum dan sesudah adalah 1.967 ; dan 3) Prosentase jumlah kasus yang dialami siswa MTs Nurul Huda terkait masalah Kesehatan Reproduksi
sebelum dilaksanakan program
sekolah BERKIBARR adalah 49% dan setelah dilaksanakan program sekolah BERKIBARR adalah 21%, terjadi penurunan perbedaan antara pengukuran sebelum dan sesudah sebesar 27,9% .
c. Rencana Tindak Lanjut: 1) Memberikan saran kepada kepala sekolah untuk terus meningkatkan pelaksanaan pelayanan konseling, mempertahankankan pelaksanaan kegiatan senam pagi dan kerja bakti yang sudah dijadikan sebagai program rutin sekolah; 2) Meminta Kepala sekolah, guru konselor dan konselor
sebaya
untuk
lebih
mensosialisasikan
program
Sekolah
BERKIBARR kepada seluruh siswa dan warga sekolah lainnya sehingga angka cakupan layanan konseling setiap tahunnya semakin meningkat dan jumlah siswa yang mengalami masalah kesehatan reproduksi semakin menurun; 3) Meminta dukungan yayasan untuk dapat menyediakan sarana air bersih yang dilengkapi sabun cuci tangan dan wastafel, toilet yang bersih serta tempat sampah tertutup di setiap ruangan; 4) Meminta Pihak Puskesmas untuk melakukan pemeriksaan kesehatan siswa dan screening terhadap masalah KRR minimal 3 bulan sekali
Universitas Indonesia
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
64
Masalah 2 : Perilaku seksual yang tidak sehat pada siswa MTs Nurul Huda b. Pelaksanaan: 1) Membentuk dan melatih kelompok konselor sebaya; 2) Memberikan pendidikan kesehatan tentang
tumbuh kembang remaja,
kesehatan reproduksi, free sex, kenakalan remaja, narkotika, infeksi menular seksual, kontrasepsi, HIV AIDS pada remaja melalui komunikasi informasi dan edukasi; 3) Menyebarkan informasi kesehatan remaja mengenai tumbuh kembang remaja, kesehatan reproduksi, free sex, kenakalan remaja, narkotika, infeksi menular seksual, kontrasepsi, HIV AIDS pada siswa MTs Nurul Huda melalui kegiatan penyebaran leaflet dan pemasangan poster; 4) Memberikan siswa keterampilan hidup
remaja untuk meningkatkan
kepercayaan diri
remaja, tanggung jawab dan kemampuan dalam menolak ajakan secara asertif siswa MTs Nurul Huda dalam mengembangkan diri seoptimal mungkin; 5) Melakukan kerjasama dengan tokoh agama dan tokoh masyarakat di Pasir Gunung Selatan untuk dapat menyampaikan tentang perilaku seksual remaja yang sehat
dari sudut pandang agama dan nilai-nilai budaya masyarakat
betawi serta pentingnya peran orangtua dalam memberikan informasi mengenai kesehatan reproduksi remaja untuk menciptakan perilaku seksual remaja yang sehat pada kegiatan-kegiatan pengajian ataupun pertemuan masyarakat seperti arisan.
c. Evaluasi : 1) Telah dibentuk kelompok konselor sebaya siswa MTs Nurul Huda sebanyak 15 orang dari siswa kelas VII dan VIII; 2) Telah disebarkan leaflet kepada seluruh siswa dan guru tentang kesehatan reproduksi remaja; 3) Telah dipasang leaflet yang berisikan informasi kesehatan di majalah dinding sekolah; 4) Telah dipasang poster kesehatan reproduksi remaja di dinding setiap kelas sebanyak 3 poster, di depan ruang layanan konseling, di depan ruang UKS/PKPR, di perpustakaan, di ruang guru dan ruang kepala sekolah; 4 rata-rata nilai gambaran perilaku pacaran yang tidak sehat siswa MTS Nurul Huda sebelum dilaksanakan program sekolah BERKIBARR adalah 3.62 dan setelah dilaksanakan program sekolah BERKIBARR didapat rata-rata nilai adalah 2.32 , terjadi penurunan nilai mean perbedaan antara pengukuran sebelum dan sesudah adalah 1.300 Universitas Indonesia
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
65
d.
Rencana Tindak Lanjut: 1) Meminta kepala sekolah untuk dapat memberikan reward kepada konselor sebaya dan guru konselor yang telah melaksanakan tugasnya sebagai konselor; 2) Meminta kepala sekolah untuk membuat tata tertib/peraturan sekolah yang mendukung promosi kesehatan seperti peraturan penggunaan toilet, sangsi bagi yang membuang sampah sembarangan, sangsi bagi siswa yang tidak melakukan piket kelas, dsb; 3) Meminta kepala sekolah untuk membuat kegiatan lomba – lomba yang mendukung potensi siswa dan meningkatkan kesehatan siswa seperti lomba kebersihan kelas, lomba kreatifitas majalah dinding, dsb; 4) Meminta kepada tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk membuat jadual pertemuan minimal 1 bulan sekali yang digunakan sebagai kegiatan promosi kesehatan dalam upaya mencegah terjadinya perilaku seksual remaja yang tidak sehat
Universitas Indonesia
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
BAB 5 PEMBAHASAN
Pada bab ini, penulis akan membahas tentang kesenjangan dari hasil pelaksanaan praktik
dengan teori, konsep, maupun penelitian terkait yang meliputi analisis
kesenjangan dan pencapaian dalam pelaksanaan manajemen pelayanan dan asuhan keperawatan keluarga, asuhan keperawatan komunitas pada aggregate remaja dengan masalah kesehatan reproduksi remaja..
5.1 Analisis Pencapaian dan Kesenjangan 5.1.1 Manajemen Pelayanan Kesehatan Komunitas Aplikasi model Sekolah BERKIBARR diawali dengan pembentukan struktur organisasi serta uraian tugas dan tanggung jawab yang harus dilakukan oleh setiap orang yang terlibat di dalam organisasi UKS/PKPR. Struktur organisasi juga memberikan gambaran bagaimana alur komunikasi di dalam organisasi UKS/PKPR, sehingga setiap orang dapat melaksanakan tugasnya secara optimal. Menurut Gillies (2000) dalam suatu organisasi diperlukan suatu pengaturan siapa melakukan apa, sehingga tidak terjadi overlapping beban kerja dan tujuan organisasi dapat segera tercapai. Overlapping beban kerja tidak bisa dihindari pada pengelolaan manajemen UKS/PKPR di MTs Nurul Huda, karena jumlah guru tetap di sekolah tersebut hanya empat orang , termasuk kepala sekolah. Kebijakan yang dikeluarkan oleh kepala sekolah untuk mengatasi hal ini adalah adanya pengaturan jadual pelaksanaan konseling oleh guru konselor, satu orang guru konselor memiliki jadual untuk memberikan layanan konseling satu kali/minggu.
Setelah sturuktur organisasi dan uraian tugas tersusun, selanjutnya disusun pula rencana kegiatan jangka panjang dan jangka pendek program
UKS/PKPR.
Perencanaan (planning) merupakan fungsi yang utama dari seluruh aktivitas fungsifungsi manajemen. Perencanaan merupakan landasan dasar dari fungsi manajemen
66 Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
67
secara keseluruhan. Perencanaan akan memberikan pola pandang secara menyeluruh terhadap semua kegiatan yang akan dilaksanakan, khususnya upaya-upaya yang terkait peningkatan kualitas pelayanan kesehatan reproduksi remaja, siapa yang akan melakukan dan kapan akan dilakukan (Muninjaya, 2004).
Pada penyusunan perencanaan kegiatan UKS/PKPR, pihak sekolah memiliki hambatan dalam mengalokasikan anggaran untuk pelaksanaan program. Rencana Anggaran dan Biaya (RAB) pelaksanaan program pembelajaran di MTs dan BOP dari pemerintah belum dialokasikan untuk program kesehatan siswa. Hambatan ini diatasi dengan pengumpulan dana sehat yang berasal dari restribusi pendaftaran pemeriksaan kesehatan siswa MTs di Puskesmas pasir Gunung Selatan. Kesepakatan yang dibuat dalam naskah kerjasama antara pihak sekolah dan PKM Pasir Gunung Selatan menyebutkan bahwa setiap siswa yang memeriksakan kesehatannya di PKM dikenakan biaya restribusi pendaftaran sebesar Rp 2000,-. Uang tersebut akan dikumpulkan oleh pihak PKM dan selanjutnya setiap 3 bulan, uang yang terkumpul tersebut diserahkan ke sekolah untuk digunakan sebagai dana sehat.
Pembentukan struktur organisasi UKS/PKPR dan penetapan kebijakan tentang pengaturan jadual konseling bagi guru konselor yang telah ditunjuk, serta adanya kebijakan tentang dana sehat ternyata belum dapat mengoptimalkan pelaksanaan program UKS/PKPR yang ada di sekolah. Pengurus organisasi UKS/PKPR yang aktif hanya 1 orang yang juga merupakan guru konselor, sedangkan pengurus yang lain hanya sesekali tampak mengikuti kegiatan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk memotivasi dan menggerakkan pengurus UKS/PKPR agar melaksanakan peran dan fungsinya masing-masing. Upaya tersebut antara lain pelaksanaan pemberian informasi mengenai pentingnya pelaksanaan program UKS/PKPR, workshop mengenai penyusunan rencana kerja program UKS/PKPR, sosialisasi dan rapat pembentukan serta penyusunan perencanaan program UKS/PKPR, pelatihan keterampilan konseling, pelatihan pencatatan dan pelaporan kegiatan UKS/PKPR, demonstrasi dan pendampingan kegiatan diskusi kasus, pengadaan buku-buku dan
Universitas Indonesia Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
68
modul
mengenai
UKS/PKPR/PIK-KRR/Kespro,
serta
melibatkan
pengurus
UKS/PKPR dalam setiap kegiatan promosi kesehatan yang dilaksanakan di MTs Nurul Huda. Muninjaya (2004) pelatihan dan pendidikan merupakan kegiatan pengembangan
organisasi
yang
dilakukan
untuk
mendukung
optimalisasi
pelaksanaan organisasi.
Menurut beberapa pengurus UKS/PKPR, penyebab kurangnya motivasi pengurus UKS/PKPR yang telah dibentuk untuk melaksanakan peran dan fungsinya dalam kegiatan UKS/PKPR adalah kurangnya dukungan dari kepala sekolah dan yayasan. Kepala sekolah dan pengurus yayasan tidak mau mengeluarkan dana sedikitpun untuk kegiatan UKS/PKPR, sarana prasarana untuk mendukung kegiatan UKS/PKPR masih kurang memadai, setiap ide dari pengurus untuk mendukung pelaksanaan program tidak ditanggapi dengan baik, serta tidak adanya reward bagi guru yang melaksanakan tugas rangkap.
Dari gambaran tersebut tampak bahwa pengelolaan manajemen pelayanan kesehatan di komunitas dapat berjalan dengan baik, kalau semua fungsi manajemen dapat dilaksanakan dengan baik. Pengurus organisasi yang telah dibentuk, tidak akan dapat melaksanakan peran dan fungsinya dengan baik, jika fungsi pengarahan tidak dilaksanakan dengan baik. Fungsi pengarahan lebih menekankan pada kemampuan manajer dalam mengarahkan dan menggerakkan semua sumber daya untuk mencapai tujuan yang telah disepakati (Gillies, 2000; Swansburg, 1999; Marquis & Huston, 2006).
Pengarahan yang diberikan dapat berupa motivasi melalui komunikasi yang baik dalam suatu organisasi sebagai suatu umpan balik dari implementasi kegiatan organisasi. Peter dan Waterman (1998; dalam Marquis & Huston, 2000) menggambarkan beberapa pendekatan dalam pemberikan umpan balik yang berupa penguatan ataupun penghargaan yang efektif dalam organisasi, yaitu: (1) penguatan positif dapat diberikan untuk kinerja yang relevan dengan perencanaan; (2) penguatan
Universitas Indonesia Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
69
positif dapat diberikan sesegera mungkin setiap kinerja positif dimunculkan; (3) adanya sistem penghargaan yang dapat dicapai oleh setiap anggota organisasi; dan (4) penghargaan dapat diberikan secara tidak terduga ataupun secara terus menerus. Pengarahan yang baik melalui komunikasi dan motivasi dapat mengarahkan pada delegasi tugas yang baik sehingga akan mencegah konflik dalam suatu organisasi (Marquis & Huston, 2000).
Salah satu upaya pengarahan sebagai fungsi manajemen dalam program pembinaan remaja antara lain adalah kegiatan supervisi yang bertujuan mengevaluasi kegiatan PKPR. Fungsi pengarahan merupakan fungsi yang mengarahkan semua kegiatan yang telah dituangkan dalam fungsi pengorganisasian untuk mencapai tujuan organisasi yang telah dirumuskan pada fungsi perencanaan. Fungsi pengarahan lebih menekankan tentang bagaimana manajer mengarahkan dan menggerakkan semua sumber daya untuk mencapai tujuan yang telah disepakati (Gillies, 2000; Swansburg, 1999; Marquis & Huston, 2006).
Kegiatan supervisi dalam pelaksanaan program UKS/PKPR tidak berjalan optimal. Hal ini dikarenakan jumlah tenaga dan waktu yang dimiliki oleh tim pembina UKS di Kabupaten/Kota,
Kecamatan
serta
pengembangan pelaksanaan kegiatan
Puskesmas
sangat
terbatas.
Akibatnya
UKS/PKPR menjadi belum optimal pula.
Upaya yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini adalah melibatkan pihak dinas
kesehatan
dan
Puskesmas
dalam
lokakarya
mini
kesehatan
dan
mengkoordinasikan semua kegiatan yang dilakukan yang terkait dengan program UKS/PKPR di MTs Nurul Huda kepada pihak Puskesmas. Koordinasi yang dilakukan dengan pihak Puskesmas menghasilkan beberapa dukungan yang positif untuk pelaksanaan program UKS/PKPR di MTs Nurul Huda. Dukungan tersebut antara lain keterlibatan petugas Puskesmas sebagai pemberi materi dalam pelatihan konselor sebaya dan pelatihan P3K, pemberian sertifikat untuk konselor sebaya dan guru konselor yang telah dilatih, pemberian obat-obatan P3K, pemberian KMS siswa, serta pelaksanaan sistem rujukan bagi siswa yang sakit.
Universitas Indonesia Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
70
Dari gambaran pengelolaan manajemen pelayanan kesehatan di komunitas yang terkait dengan UKS/PKPR di MTs Nurul Huda dapat disimpulkan bahwa untuk menjalankan TRIAS UKS dengan maksimal diperlukan kerjasama yang baik antara pihak yayasan, kepala sekolah, guru, orangtua dan siswa. Kerjasama dapat terjalin salahsatunya dengan meningkatkan kemampuan berkomunikasi yang efektif. Gillies (2000; Swansburg, 1999; Marquis & Huston, 2006) komunikasi yang efektif akan mengurangi
kesalahpahaman
dalam
suatu
organisasi.
Pengorganisasian
penyelenggaran program pembinaan remaja dilakukan bersama-sama oleh sekolah, penanggung jawab dari Puskesmas, dan pembina dari Dinkes Kota Depok. Peran dan fungsi dari semua pihak yang terlibat ditetapkan supaya proses kegiatan berjalan dengan lancar.
Pelaksanaan kerjasama dengan berbaik pihak perlu dilakukan agar program UKS/PKPR semakin berkembang. Kerjasama atau partnership adalah intervensi keperawatan komunitas dalam bentuk kerjasama dengan pihak terkait sebagai upaya untuk membina, mengawasi, dan mencegah permasalahan komunitas (Ervin, 2002). Instansi/lembaga yang telah menandatangani kesepakatan kerjasama dengan pihak sekolah untuk mengembangkan program UKS/PKPR adalah Puskesmas Pasir Gunung Selatan, Badan Narkotika Kelurahan (BNK), dan Badan Eksekutif Mahasiswa FIK UI, sedangkan kerjasama dengan pihak PKBI DKI Jakarta masih dalam proses.
Proses pembuatan kesepakatan kerjasama bukanlah suatu hal yang mudah, perlu proposal yang jelas, kemampuan advokasi dan negosiasi yang baik, kemampuan berkomunikasi, serta kemampuan dalam memahami visi misi dan program-program yang dikembangkan oleh instansi/lembaga yang akan kita ajak untuk bekerjasama. Sthanhope & Lancaster (2004; Hitchock, Schuber & Thomas, 1999) mengungkapkan kerjasama atau istilah lainnya partnership atau kemitraan adalah suatu bentuk kerjasama aktif antara perawat komunitas, masyarakat, maupun lintas sektor dan
Universitas Indonesia Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
71
program. Bentuk kegiatannya adalah kolaborasi, negosiasi dan sharing dilakukan untuk saling menguntungkan.
Puskesmas, BNK, BEM FIK UI serta PKBI merupakan instansi atau lembaga yang peduli terhadap kesehatan masyarakat terutama kesehatan remaja. Kesepakatan kerjasama yang telah disepakati dengan pihak Puskesmas adalah pelaksanaan supervisi, penyuluhan kesehatan dan pemeriksaan kesehatan minimal 3 bulan sekali, peyelenggaraan pelatihan kader kesehatan sekolah dan konselor sebaya minimal 1 tahun sekali, pemberian dukungan obat-obatan P3K, pelaksanaan sistem rujukan serta pengumpulan dana restribusi siswa ke Puskesmas yang akan dikelola sebagai dana sehat sekolah. Kerjasama dengan BNK yang telah disepakati adalah penyuluhan tentang narkoba dan HIV-AIDS minimal 3 bulan sekali, pemberian buku-buku serta video terkait NAPZA dan HIV AIDS untuk pihak sekolah, pelayanan konseling bagi siswa dan orangtua yang memiliki resiko NAPZA dan resiko HIV AIDS, serta pelaksanaan sistem rujukan jika ada siswa yang terkena NAPZA atau HIV AIDS. Kesepakatan kerjasama dengan BEM FIK UI adalah kerjasama dalam pelayanan konseling dan pemberian informasi kesehatan tentang KRR melalui media jejaring sosial facebook dan diskusi kasus setiap bulannya di tanggal 15.
Kerjasama dengan PKBI DKI masih dalam proses karena ada restruktur organisasi di dalam PKBI DKI. Awalnya kerjasama dijajaki dengan BKKBN pusat, tetapi tidak berhasil. BKKBN pusat hanya mempersilahkan untuk menggunakan semua media informasi yang ada di website nya dengan mengunduhnya terlebih dahulu. PKBI Depok dan promkes Dinkes depok tidak dapat memberikan dukungan media informasi karena keterbatasan dalam jumlah media yang ada. Kerjasama yang telah disepakati ini diharapkan dapat mendukung pelaksanaan UKS/PKPR sehingga rencana kerja yang telah disusun dapat dilaksanakan dengan lebih optimal.
Universitas Indonesia Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
72
5.1.2 Asuhan Keperawatan 5.1.2.1. Asuhan Keperawatan Keluarga Pada pelaksanaan proses asuhan keperawatan keluarga, penulis menggunakan FCNM dan Transcultural Nursing. Variabel yang paling berperan adalah struktur dan fungsi keluarga. Pada variable struktur keluarga, penulis mengkaji tentang nilai-nilai dan norma keluarga, peran, komunikasi, dan kekuatan keluarga yang mempengaruhi remaja dalam menjalani masa pubertas. Menurut Green & Kreuter (2000; Friedman, Bowden, & Jones, 2003) variable fungsi keluarga seperti fungsi afektif, sosialisasi, ekonomi, reproduksi, dan perawatan kesehatan juga berpengaruh terhadap perilaku remaja.
Sprinthall & Collins (1995) mengungkapkan bahwa hubungan yang terjalin di antara anggota keluarga memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan remaja. Pencegahan terjadinya penyimpangan perilaku pada remaja dapat dilakukan dengan mengoptimalkan pelaksanaan fungsi afektif antara sesama anggota keluarga. Fungsi afektif merupakan fungsi untuk memberikan kasih sayang dan dukungan emosional di antara anggota keluarga (Allender & Spardley, 2001).
Pelaksanaan proses asuhan keperawatan keluarga pada aggregate remaja khusunya siswa MTs Nurul Huda dengan masalah kesehatan difokuskan pada keluhan/ permasalahan yang dialami atau kebutuhan remaja tentang kesehatan reproduksi remaja seperti kemampuan remaja merawat sistem reproduksinya, kemampuan remaja bersikap asertif untuk menolak seks bebas, peranan kelompok sebaya, penurunan tingkat stres yang dialami, dan mekanisme koping remaja dalam perkembangannya.
Pengkajian juga dilakukan untuk mengetahui sejauhmana keluarga mampu melaksanakan tugas perkembangan remaja dan kemampuan keluarga merawat remaja dengan masalah kesehatan reproduksi. Duvall (1985, dalam Friedman, Bowden, & Jones,
2003)
bahwa
tugas
perkembangan
keluarga
pada
remaja
adalah:
Universitas Indonesia Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
73
1) Memberikan kebebasan yang bertanggung jawab pada remaja; 2) komunikasi terbuka antar orang tua dengan remaja; 3) Mempertahankan hubungan harmonis dengan remaja dengan berperan sebagai sahabat remaja. Pengkajian keperawatan yang dilakukan meliputi pengkajian atau penjajakan I untuk mengkaji data-data kesehatan keluarga dan penjajakan II untuk mengkaji sejauhmana pelaksanaan lima tugas kesehatan keluarga dalam memenuhi kesehatan reproduksi remaja. Selain untuk mengidentifikasi lebih jauh tentang struktur keluarga dan fungsi keluarga, FCNM digunakan pula perawat oleh perawat untuk mengidentifikasi pola komunikasi serta koping keluarga dalam mengatasi. Hasil penelitian Gusmiarni (2000) variabel yang mempunyai hubungan bermakna dengan perilaku seksual remaja adalah komunikasi dalam keluarga dan sikap terhadap hubungan seksual pranikah. Pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga juga dilakukan melalui pendekatan Transcultural Nursing. Transcultural Nursing digunakan oleh perawat agar perawat dapat melakukan asuhan keperawatan keluarga sesuai dengan budaya keluarga masing-masing.
Pola asuh tidak efektif pada keluarga Bp. M terutama pada An. W terjadi karena pendidikan orangtua yang rendah. Pendidikan yang rendah dan kemiskinan berkontribusi terhadap penempatan populasi remaja sebagai kelompok marginal dan berisiko di masyarakat (Mepham, 2001). Pada penelitian lain digambarkan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi orang tua–anak dengan perilaku seksual pranikah (Amrillah, dkk, 2004). Dukungan dalam bidang kesehatan akan mengarahkan remaja dalam perilaku hidup yang sehat sehingga akan terhindar dari perilaku berisiko terhadap remaja (McMurray, 2003).
Sudiharto (2007) mengemukakan bahwa budaya Betawi lebih mengutamakan pendidikan agama dalam mendidik anak-anaknya. Alamsyah, Suwardi, dkk (2004; Supriatna Endang, 2008) mengungkapkan hal yang sama mengenai pola pendidikan
Universitas Indonesia Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
74
anak yang dilakukan oleh masyarakat Betawi yang sangat mengutamakan pendidikan agama. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk menanamkan nilai-nilai moral yang baik terhadap anak-anak mereka. Pendidikan mengenai cara mandi besar bagi lakilaki yang mengalami mimpi basah dan wanita setelah menstruasi serta hal-hal apa yang dilarang dan diperbolehkan saat seorang wanita mengalami menstruasi diajarkan oleh ustad (guru ngaji). Tetapi, penjelasan mengenai perubahan-perubahan yang dialami oleh remaja setelah mengalami menstruasi atau mimpi basah terutama yang terkai dengan masalah kesehatan reproduksi tidak pernah disampaikan oleh ustad (guru ngaji) mereka. Menurut salah satu tokoh masyarakat dan tokoh agama di Pasir Gunung Selatan, membicarakan hal-hal yang terkait dengan masalah kesehatan reproduksi merupakan hal yang sangat taboo di lingkungan masyarakat Betawi.
Resiko terjadinya perilaku seksual yang tidak sehat pada An. W di keluarga Bp. M terjadi karena support keluarga yang tidak efektif. Keluarga yang menganggap membicarakan masalah reproduksi adalah hal yang taboo menyebabkan remaja mencari alternatif sumber informasi lain, seperti teman atau media massa (Iskandar, 1997). Remaja mendapatkan informasi mengenai kesehatan reproduksi dari sumber yang tidak bisa dipertanggungjawabkan karena tidak tersedianya informasi bagi remaja serta kurangnya komunikasi antara remaja dengan orang tua dalam keluarga.
Hasil penelitian Martiana (2007, dalam Ekasari, 2011) menunjukkan bahwa remaja yang menonton TV selama ≥ 3 jam secara regular sebanyak 64.8% , sedangkan responden yang menonton TV selama ≤ 2 jam tiap harinya adalah 35.2%. Analisa lebih lanjut dari hasil penelitian ini dapat dilihat adanya hubungan antara durasi menonton TV dengan sikap seksual remaja. Kemudahan akses informasi, memungkinkan remaja untuk berperilaku bebas dan menyimpang. Pengaruh informasi global (paparan media audio-visual) yang semakin mudah diakses menstimulasi remaja untuk mengadaptasi kebiasaan yang tidak sehat seperti merokok, minum minuman berakohol, penyalahgunaan obat, perkelahian antarremaja atau tawuran (Nies & McEwen, 2001; dalam Tantut, 2011). Kedua data hasil
Universitas Indonesia Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
75
penelitian di atas diperkuat pula dengan hasil penelitian Damarini (2001) yang menggambarkan adanya hubungan yang bermakna antara media cetak dan media elektronik dengan perilaku seksual remaja di komunitas.
Tantut (2011) mengungkapkan hasil penelitian Koff & Rierdan (1995; Stubbs, Rierdan, & Koff, 1989; dalam APA, 2002) menunjukkan remaja perempuan yang tidak dipersiapkan terhadap perubahan fisik dan emosional selama pubertas akan mengalami
permasalahan
dengan
menstruasi.
Remaja
perempuan
perlu
mempersiapkan diri selama pubertas melalui dukungan dari ibunya. Ibu memberikan dukungan emosional, perhatian, dan empati selama menstruasi dan mengajarkan personal hygiene, memberikan informasi seputar permasalahan pubertas, dan berempati tentang pengalaman menstruasi pertama selama remaja (Koff & Rierdan, 1995; dalam APA, 2002). Remaja laki-laki yang tidak dipersiapkan selama masa pubertas mengalami perasaan cemas dan terkejut tentang pengeluaran sperma selama ejakulasi pada saat mimpi basah atau masturbasi atau onani (Stein & Reiser, 1994; dalam APA, 2002).
Komunikasi yang efektif antara orangtua dan remaja pada keluarga Bp. M tidak terjalin dengan baik. Kondisi ini bertentangan dengan gambaran pola komunikasi keluarga yang ada pada budaya Betawi. Komunikasi orangtua dan anak remaja di lingkungan masyarakat Betawi digambarkan sangat terbuka bahkan tidak ada perbedaan tata bahasa di dalam komunikasi antara ayah-ibu dan komunikasi anatara anak-orangtua (Alamsyah, Suwardi, dkk, 2004). Komunikasi yang terjalin anatara orangtua dan remaja di dalam keluarga juga mempengaruhi remaja dalam memahami tentang reproduksi dan seksual (Friedman, Bowden, & Jones, 2003). Komunikasi antara keluarga dan remaja yang efektif dapat
memfasilitasi remaja untuk
mendapatkan informasi mengenai reproduksi, seksual, ekonomi dan pendidikan dalam keluarga dengan tepat. Permasalahan yang ada didalam keluarga juga akan lebih mudah diselesaikan apabila terjadi komunikasi yang jelas dan secara langsung.
Universitas Indonesia Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
76
Pola komunikasi yang efektif antara orangtua dan remaja di dalam keluarga tersebut akan
mempermudah
menyelesaikan konflik
dan pemecahan
masalah
dan
mempermudah remaja untuk berhubungan dengan lingkungan. Keterbukaan di dalam komunikasi akan memudahkan keluarga dalam mengajarkan berbagai keterampilan hidup seperti meningkatkan rasa percaya diri remaja, kedisiplinan serta menanamkan rasa tanggung jawab kepada remaja. Hal ini karena keluarga merupakan tempat pertama dalam perawatan anggota keluarganya, sehingga memiliki pengaruh yang cukup besar pula dalam membimbing remaja untuk menentukan pilihan dan bertanggung jawab dalam mengatasi masalah kesehatan (Friedman, Bowden, & Jones, 2003).
Komunikasi yang tidak efektif antara orangtua dan remaja di dalam keluarga menyebabkan remaja mencari informasi tentang reproduksi dan seksual pada teman sebayanya. Wong (2009) menjelaskan bahwa pada masa remaja adanya perasaan atau kedekatan kepada kelompok sebayanya menjadi semakin kuat, sehingga tingkat kepercayaan remaja terhadap kelompok sebayanyapun semakin tinggi.
Kelompok
sebaya bisa menjadi informasi yang tepat dan juga bisa menjadi ancaman bagi perkembangan remaja (Santrock, 2005).
Oleh sebab itu keluarga juga berperan
dalam memilih kelompok sebaya yang tepat bagi remaja.
Fokus intervensi keperawatan yang diberikan pada keluarga Bp. M adalah meningkatkan kemampuan keluarga Bp. M dalam memenuhi tugas perkembangan keluarga dengan anak remaja serta mengoptimalkan fungsi keluarga dalam membantu terpenuhinya tugas perkembangan individu dan keluarga dengan remaja. Bisa dikatakan pula, keluarga merupakan kelompok pendukung utama bagi remaja. Intervensi keperawatan keluarga diberikan melalui pendidikan kesehatan serta beberapa terapi modalitas dalam keluarga seperti coaching, konseling, latihan asertif, dan komunikasi efektif. Hal ini sesuai dengan pendapat Algreen. et al (2007) bahwa promosi kesehatan pada remaja dengan permasalahan kesehatan reproduksi dapat dilakukan melalui pemberian informasi tentang aspek biologis dari seks, proses
Universitas Indonesia Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
77
reproduksi, nilai budaya dan sosial, serta peduli pada sikap dan perasaan. Perawat komunitas memfokuskan diri pada identifikasi nilai, role model, pemecahan masalah pada anak remaja.
Coaching dilakukan untuk meningkatkan kemampuan keluarga dalam menerapkan pola asuh keluarga terhadap anak remaja. Materi coaching antara lain tentang meningkatkan kedisiplinan pada remaja terkait dengan manajemen waktu dalam aktivitas kesehariannya dan prestasi belajar remaja yang menurun. Gladding, (2002). Mengungkapkan coaching atau bimbingan merupakan proses belajar intensif melalui bimbingan perorangan, demonstrasi, dan praktik yang diikuti dengan pemberian umpan balik segera Kedisiplinan remaja berkaitan dengan waktu belajar dan pengenalan metode belajar yang efektif bagi remaja.
Pemberian konseling pada keluarga dilakukan untuk meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan dan memfasilitasi kebutuhan remaja dalam menjalani masa pubertas. Konseling dilakukan di keluarga berkaitan dengan masalah resiko terjadinya perilaku seksual yang tidak sehat pada An. W . Konseling dilakukan untuk memingkatkan kemampuan keluarga dalam memfasilitasi tumbuh kembang kesehatan reproduksi remaja. Murwani, Arita & Sholehah, Afifin (2007) mengungkapakn ada hubungan yang signifikan antara pelaksanaan konseling keluarga dengan pengelolaan peran keluarga dalam merawat anggota keluarga yang memiliki masalah kesehatan. Konseling merupakan proses saling belajar yang menyangkut dua individu dalam suasana edukatif. Pihak pertama adalah konseli atau klien yang meminta atau memerlukan bantuan dari pihak kedua yaitu konselor (Friedman, Bowden, & Jones, 2003).
Permasalahan yang muncul seputar remaja di keluarga akan digali dan dipecahkan melalui pemberian solusi yang baik melalui konseling keluarga. Konseling pada keluarga bertujuan untuk mengatasi masalah pergaulan remaja dan permasalahan yang ditimbulkannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Dietrich (2006; dalam Tantut,
Universitas Indonesia Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
78
2011) bahwa keluarga dapat memberikan konseling dan melakukan komunikasi yang efektif dengan remaja. Keluarga yang mengkomunikasikan tentang seksualitas dan menjaga hubungan dengan remaja menunjukkan perilaku yang bertanggung jawab dari remaja dalam mengalami periode pubertas.
Keluarga diajarkan pula mengenai kemampuan dalam berkomunikasi efektif antara orang tua dan remaja. Komunikasi sangatlah penting karena komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pikiran, perasaan melalui bahasa, pembicaraan, mendengar, gerak tubuh atau ungkapan emosi (Stuart, 2009). Komunikasi yang efektif akan dapat membuat remaja mau bicara pada saat mereka menghadapi masalah dan membuat remaja mau mendengar dan menghargai orang tua dan dewasa saat mereka berbicara sehingga akan dapat membantu remaja menyelesaikan masalahnya.
Upaya meningkatkan kemampuan remaja dalam mengendalikan perilaku seksual adalah melalui pemberian latihan bersikap asertif.
Perilaku asertif adalah
kemampuan individu untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain namun tetap menjaga hak-hak serta perasaan orang lain (Stuart, 2009). Perilaku asertif perlu diajarkan pada remaja supaya remaja berhati-hati dalam memilih teman sehingga tidak salah dalam pergaulan bebas. Kemampuan dalam berperilaku asertif diharapkan dapat mencegah remaja untuk bisa terhidar dari pengaruh perilaku negatif
kelompok teman sebayanya dan
tetap bisa diterima
sebagai anggota kelompok, dengan remaja memiliki sikap yang bijaksana dalam menghadapinya.
Faktor pendukung dalam melaksanakan intervensi keperawatan yaitu adanya penerimaan keluarga yang cukup baik, keluarga mau terbuka dan menerima masukan serta saran yang diberikan oleh perawat. Hambatan yang diterima oleh perawat adalah pertemuan dengan seluruh anggota keluarga tidak bisa dilakukan secara bersamaan, karena bapak dan dua anaknya yang sudah menikah setiap hari berdagang
Universitas Indonesia Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
79
soto keliling, sehingga kalau sudah sampai rumah Bp.M sudah lelah, sehingga tidak dimungkinkan untuk dapat berkomunikasi lebih lama. Cara untuk mengatasi hambatan tersebut perawat membuat kontrak yang jelas terlebih dahulu sebelum melakukan kunjungan rumah dan menepati waktu kunjungan sesuai dengan kontrak yang telah dibuat. Hambatan lain yang dialami oleh penulis adalah budaya Betawi yang menganggap bicara tentang kesehatan reproduksi merupakan hal yang berbau porno dan taboo. Penulis mengatasi hal ini dengan memberikan informasi kesehatan tentang masalah kesehatan reproduksi remaja dan akibatnya jika remaja tidak memiliki pengetahuan yang tepat tentang KRR.
Strategi lain yang digunakan penulis dalam asuhan keperawatan lintas budaya adalah dengan melakukan negosiasi budaya (Leineiger, 2002). Negosiasi budaya dilakukan penulis dengan meminta keluarga untuk bisa menilai kebaikan dan keburukan jika keluarga mempertahankan budaya Betawi yang menganggap taboo membicarakan KRR padahal kondisi saat ini media informasi tentang KRR sudah tersebar secara bebas dan luas. Penulis memberikan pandangan dan cara agar remaja tetap memahami KRR tanpa harus melanggar budaya Betawi yang menganggap hal tersebut adalah taboo. Cara tersebut adalah dengan menyediakan waktu minimal 1 jam sekali setiap harinya untuk berdiskusi dan saling bercerita antara orangtua dan remaja tentang masalah-masalah yang dihadapi remaja. Penulis juga mendorong keluarga untuk meminta ustad (guru ngaji) untuk mau memberikan materi yang terkait masalah-masalah remaja khususnya masalah kesehatan reproduksi remaja minimal 1 bulan sekali.
Dari beberapa intervensi yang telah dilakukan, tampak keluarga mengalami peningkatan tingkat kemandiriannya. Penilaian terhadap kemandirian 10 keluarga yang diberikan asuhan keperawatan dilakukan dengan melihat pencapaian keluarga dalam pelaksanaan lima tugas kesehatan keluarga dalam perkembangan remaja. Saat sebelum dilakukan asuhan, seluruh keluarga tidak ada yang memiliki tingkat kemandirian IV, tetapi ada 3 keluarga (30%) yang memiliki tingkat kemadirian II dan
Universitas Indonesia Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
80
7 keluarga (70%) memiliki tingkat kemandirian I. Peningkatan kemandirian keluarga tampak terjadi setelah dilakukan asuhan. Setelah dilakukan intervensi jumlah keluarga yang memiliki tingkat kemandirian III menjadi sebanyak 4 keluarga (40%) dan jumlah keluarga yang memiliki tingkat kemandirian IV sebanyak 6 keluarga (60%).
Asuhan keperawatan
keluarga untuk setiap keluarga binaan
dilakukan selama
kurang lebih 3 bulan dengan kunjungan rata-rata tiap keluarga 12 - 15 kali. Lamanya waktu kunjungan adalah 45-60 menit setiap kali kunjungan. Setiap kali kunjungan dilakukan implementasi untuk mengatasi satu atau dua tujuan intruksional khusus masalah keluarga. Tindakan keperawatan setiap kali kunjungan ditekankan dalam upaya kemandirian keluarga dalam pelaksanaan lima tugas kesehatan keluarga.
5.1.2.2 Asuhan Keperawatan Komunitas CSHM digunakan oleh perawat untuk mengidentifikasi 8 elemen CSHM yang berpengaruh mewujudkan sekolah sehat. Variabel yang digunakan dalam pengkajian Comprehensive School Health Model (CSHM) terdiri dari 8 (delapan) komponen yaitu
Pendidikan Kesehatan
di Sekolah,
Pelayanan Kesehatan di Sekolah,
Kesehatan Lingkungan Sekolah sehat, Latihan Fisik/Olahraga, Layanan Makanan dan Gizi Sekolah, Bimbingan dan Konseling, Promosi Kesehatan bagi staff, dan Kemitraan Sekolah dengan Orangtua dan Masyarakat. Variabel yang digunakan dalam pengkajian dari model transcultural nursing adalah suku dan nilai, kepercayaan, pandangan hidup, serta budaya remaja terkait dengan kesehatan reproduksi remaja.
Dua masalah prioritas dalam asuhan keperawatan yang ditemukan adalah 1) Resiko terjadinya peningkatan jumlah siswa yang mengalami masalah kesehatan reproduksi remaja; keputihan, gatal-gatal sekitar alat kelamin, nyeri menstruasi pada siswa MTs Nurul Huda; 2) Perilaku seksual yang tidak sehat pada siswa MTs Nurul Huda. Kedua masalah tersebut terjadi karena informasi kepada remaja tentang reproduksi
Universitas Indonesia Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
81
tidak adekuat. Oleh sebab itu diperlukan adanya kegiatan promosi kesehatan di sekolah bagi siswa tentang KRR. Arro et al. (2006) menyatakan promosi kesehatan seksual dan reproduksi pada remaja awal di Afrika selatan dan Tanzania berkorelasi positif dalam pencegahan orientasi seksual dini dan HIV/AIDS pada remaja.
Program promosi kesehatan berbasis sekolah sendiri telah diperkenalkan oleh WHO sejak tahun 2000 (DepKes, 2007). Kegiatan promosi kesehatan berbasis sekolah dikenalkan melalui pendidikan kesehatan intra dan ekstrakurikuler, penciptaan lingkungan yang aman dan sehat, penyediaan layanan kesehatan dan penyertaan keluarga dan masyarakat dalam upaya promosi kesehatan. Pemerintah Indonesia menerapkan promosi kesehatan berbasis sekolah melalui pelaksanaan kegiatan TRIAS UKS ditambah dengan lebih memberikan perhatian pada kerjasama antar sekolah, masyarakat, orangtua, menyertakan peserta didik sebagai peserta aktif dalam UKS (DepKes, 2007). Oleh sebab itu Model “Sekolah BERKIBARR” (Sekolah yang BERperan dalam Konsultasi dan Informasi BAgi Remaja tentang Reproduksi) sangatlah tepat digunakan untuk meningkatkan kesehatan reproduksi remaja berbasis sekolah.
Model
“Sekolah
BERKIBARR”
mengintegrasikan
program
PIK
KRR
ke dalam program PKPR dengan menggunakan Comprehensive School Health Model (CSHM) sebagai bentuk intervensi. CSHM menjadi pondasi untuk kesehatan siswa di sekolah karena dapat memfasilitasi hubungan
kerjasama siswa, orangtua dan
masyarakat dalam upaya promosi kesehatan siswa di sekolah. CSHM memiliki delapan komponen yaitu pendidikan kesehatan, pendidikan jasmani/fisik, pelayanan kesehatan, pelayanan gizi, pelayanan konseling, psikologis dan sosial, lingkungan sekolah sehat, promosi kesehatan untuk staf serta keterlibatan keluarga atau masyarakat (Stanhope &Lancaster, 2004).
CSHM terbukti efektif untuk menangani masalah kesehatan siswa (Green & Kreuter, 2005). Hal ini didukung pula dari hasil penelitian Gomes & Horta (2010) yang
Universitas Indonesia Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
82
dilakukan di sembilan sekolah di Brazil, tepatnya di wilayah Belo Horizonte Barat bahwa
pelaksanaan
program promosi
kesehatan
berbasis
sekolah
dengan
menggunakan CSHM dapat meningkatkan kualitas kesehatan remaja.
Pelaksanaan kegiatan PIK KRR memiliki dampak yang cukup baik terhadap peningkatan pengetahuan remaja terhadap kesehatan reproduksi. Hasil penelitian Aryani (2010) tentang efektifitas PIK-KRR terhadap peningkatan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja di SMU Swasta Medan mengungkapkan bahwa pengetahuan remaja sebelum mengikuti PIK-KRR sebagian sebagian kurang yaitu sebanyak 18 responden (60 %) dan pengetahuan remaja setelah mengikuti PIK-KRR sebagian besar baik yaitu sebanyak 29 responden (96,7 %). Afrina (2011) juga mengungkapkan siswa yang menerima terhadap PIK-KRR dan mempunyai sikap positif terhadap kesehatan reproduksi akan meningkatkan pemanfaatan PIK-KRR sebanyak 1,4 kali dibandingkan siswa yang tidak menerima PIK-KRR, sehingga pemanfaatan PIK-KRR di sekolah mempunyai hubungan dengan akseptabilitas, kebutuhan dan sikap terhadap kesehatan reproduksi.
Selain PIK-KRR, adapula Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) sebagai program konseling kesehatan remaja yang telah dikembangkan oleh pemerintah untuk meningkatkan kesehatan reproduksi remaja. PKPR merupakan pelayanan kesehatan reproduksi remaja yang mengakses semua golongan remaja, dapat diterima, sesuai, komprehensif, efektif dan efisien (DepKes, 2003). Sejak tahun 2002, pemerintah memberi keleluasaan kepada puskesmas untuk lebih kreatif dan inovatif dalam memberikan layanan konseling kepada remaja dengan mengembangkan dan memperluas pelaksanaan PKPR melalui pendekatan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), kegiatan Karang Taruna dan Anak Jalanan serta kegiatan-kegiatan remaja lainnya yang dianggap potensial (DepKes, 2005).
UKS adalah program yang telah dikembangkan oleh pemerintah sejak tahun 1970 an (DepKes, 2010). Program UKS merupakan program yang langsung berhubungan
Universitas Indonesia Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
83
dengan kesehatan anak sekolah mulai dari TK sampai dengan SMA. Jenis kegiatan PKPR yang di kembangkan melalui kegiatan UKS di sekolah-sekolah lanjutan terintegrasi ke dalam program TRIAS UKS (pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan) seperti program konseling sebaya dan pendidik sebaya, pengadaan ruang konseling, penyediaan guru UKS yang dapat memberikan konseling masalah kesehatan remaja, dan menciptakan lingkungan yang bebas pornografi serta pornoaksi (DepKes, 2007).
Pelaksanaan kegiatan PKPR pada sekolah yang dilakukan pembinaan mampu meningkatkan pengetahuan siswa tentang kesehatan reproduksi (Noor, Mahyudin, 2007). Hasil penelitian Noor (2007) menunjukkan bahwa 54.1% siswa yang di bina PKPR memiliki tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi baik dan 89.2% siswa memiliki sikap baik terhadap seks pranikah. Hasil penelitian Muflihati (2005) juga menggambarkan bahwa proses pelaksanaan penyuluhan dan konseling KRR yang dilakukan oleh guru di sekolah membuat siswa dapat menjaga perilaku seksualnya dengan tidak melakukan seks pranikah dalam pacaran, meskipun sebenamya para guru menekankan agar tidak berpacaran.
Program PIK KRR di sekolah yang dikembangkan oleh BKKBN dan program PKPR di dalam kegiatan UKS di sekolah yang dikembangkan oleh DepKes pada dasarnya adalah sama. Kedua program tersebut menyelenggarakan kegiatan konseling dan edukasi tentang kesehatan reproduksi di sekolah sebagai upaya untuk meningkatkan kesehatan reproduksi remaja (DepKes, 2010; BKKBN, 2008).
Perbedaan kedua
program tersebut terlihat dari sasaran dan bentuk layanan konseling serta edukasi.
Kegiatan PKPR terintegrasi dalam program TRIAS UKS memiliki sasaran peserta didik di sekolah beserta lingkungannya, layanan konseling dan edukasi dilakukan di ruang layanan konseling oleh konselor sebaya/pendidik sebaya yang telah dilatih. PIK KRR memiliki kegiatan konseling dan edukasi yang lebih kreatif dan inovatif tidak hanya di ruang layanan konseling, tetapi juga melalui surat, email, sms serta
Universitas Indonesia Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
84
telpon dengan sasaran yang lebih luas tidak hanya peserta didik di sekolah, tetapi juga remaja yang berada di wilayah yang berbeda dengan letak/domisili sekolah (DepKes, 2010; BKKBN, 2008). Hal ini tergambar pula pada hasil penelitian Trihaningsih (2001) mengenai pelaksanaan kegiatan konseling
PIK KRR
bahwa layanan
konseling pada PIK KRR dilakukan melalui beberapa cara antara lain konseling melalui surat pos sebanyak 14 orang di tahun 1999, dan 14 orang di tahun 2000, konseling melalui surat elektronik sebanyak 15 data di tahun 1999 dan 353 data di tahun 2000, serta konseling melalui telepon sebanyak 415 orang.
PIK KRR di wilayah Pasir Gunung Selatan sampai saat ini belum ada. Menurut penanggung jawab PKPR Puskesmas Pasir Gunung Selatan, konseling kesehatan reproduksi remaja telah ada di Puskesmas.
program layanan Jumlah petugas
Puskesmas yang telah dilatih untuk dapat menjadi konselor sebanyak 4 (empat) orang, tetapi layanan konseling tersebut tidak berjalan, sehingga pada pencatatan dan pelaporan masalah kesehatan reproduksi remaja tidak ada satu kasuspun yang tercatat. Hal ini dikarenakan program tersebut tidak tersosialisasikan kepada remaja di wilayah Pasir Gunung Selatan dan di Puskesmas juga belum ada ruang layanan konselingnya.
Program promosi kesehatan dalam sekolah BERKIBARR adalah pelaksanaan layanan konseling dan pemberian informasi kesehatan oleh guru konselor dan konselor sebaya. Aplikasi model
sekolah BERKIBARR
dimulai dengan
mengidentifikasi masalah kesehatan reproduksi remaja di sekolah, mengoptimalkan pelaksanaan kegiatan UKS di sekolah, menyusun pelaksanaan prosedur rujukan masalah kesehatan di sekolah bersama pihak Puskesmas dan sekolah, pelaksanaan workshop pembuatan rencana kegiatan UKS, pembentukan dan pelatihan guru konselor serta konselor
sebaya pada siswa MTs Nurul Huda tentang kesehatan
reproduksi remaja, pendidikan dan pelatihan tentang kesehatan reproduksi remaja dan keterampilan hidup pada siswa di sekolah, pelaksanaan pelatihan mengukur TB , BB, Suhu dan mendeteksi tanda-tanda anemia, pelaksanaan pelatihan keterampilan
Universitas Indonesia Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
85
memberikan penyuluhan, pelaksanaan pelatihan keterampilan P3K, pelaksanaan pelatihan penyelenggaraan diskusi kasus, pelaksanaan pelatihan pembutan proposal kerjasama, pembuatan media konsultasi dan edukasi lewat jejaring sosial facebook, pelatihan penggunaan media konsultasi dan edukasi lewat jejaring sosial facebook bagi guru konselor dan konselor sebaya, pelaksanaan kegiatan senam pagi bersama secara rutin setiap hari Sabtu pagi, pelaksanaan kerja bakti bersama secara rutin setiap bulan pada minggu ke 4, pendidikan keterampilan tentang komunikasi efektif antara orangtua dan remaja, pembuatan tanaman obat keluarga serta pembuatan kesepakatan kerjasama dengan BEM FIK UI, BNK, PKM dan PKBI DKI dalam mendukung pelaksanaan program Sekolah BERKIBARR.
Penggunaan media konsultasi dan edukasi lewat jejaring sosial facebook bagi guru konselor dan konselor sebaya didasarkan dari hasil penelitian tentang penggunaan internet sebagai media pendidikan kesehatan reproduksi ternyata sangat efektif dalam meningkatkan kesadaran remaja tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas di Shanghai, China (WHO, 2006; dalam Tantut, 2011). Internet sebagai media pendidikan kesehatan reproduksi remaja didasarkan pada pengembangan model Information-Motivation-Behavioural Skills (IMB) untuk perubahan perilaku remaja yang sehat (Barak & Fisher, 2003; dalam Tantut, 2011). . Pada aplikasi model sekolah BERKIBARR, teman sebaya tidak hanya menjalankan peran sebagai seorang educator, tetapi juga sebagai seorang konselor. Konselor sebaya dan guru konselor yang dilatih diharapkan dapat menjadi tempat curhat atau tempat berbagi yang nyaman bagi remaja. Peran konselor sebaya bagi seorang anak SMP secara teori memang cukup berat, selain harus memiliki pengetahuan yang cukup baik tentang KRR, seorang konselor juga harus mampu berkomunikasi yang baik terhadap temannya. Perawat mengatasi hal ini dengan cara melaksanakan pelatihan, pendampingan dalam melakukan konseling,
melaksanakan kegiatan
diskusi kasus secara rutin setiap 1 bulan sekali, serta menyediakan berbagai bahan bacaan terutama buku-buka yang berisikan masalah serta solusinya terkait KRR.
Universitas Indonesia Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
86
Setelah 8 bulan diterapkan
model Sekolah BERKIBARR di MTs Nurul Huda
didapatkan hasil sebagai berikut : 1) Rata-rata nilai pengetahuan siswa MTS Nurul Huda mengenai kesehatan reproduksi remaja sebelum dilaksanakan program sekolah BERKIBARR adalah 70,06 dan setelah dilaksanakan program sekolah BerkibaRR didapat rata-rata nilai adalah 78,66, terjadi peningkatan nilai mean perbedaan antara pengukuran sebelum dan sesudah sebesar 8.57; 2) Rata-rata nilai sikap siswa MTS Nurul Huda mengenai kesehatan reproduksi remaja sebelum dilaksanakan program sekolah BERKIBARR
adalah 19.87 dan setelah dilaksanakan program sekolah
BERKIBARR didapat rata-rata nilai adalah 21.84, terjadi peningkatan nilai mean sebelum dan sesudah adalah 1.967; 3) Rata-rata nilai gambaran perilaku pacaran yang tidak sehat siswa MTS Nurul Huda sebelum dilaksanakan program sekolah BERKIBARR adalah 3.62 dan setelah dilaksanakan program sekolah BERKIBARR didapat rata-rata nilai adalah 2.32 , terjadi penurunan nilai mean perbedaan antara pengukuran sebelum dan sesudah adalah 1.300 ; dan 4) Prosentase jumlah kasus yang dialami siswa MTs Nurul Huda terkait masalah Kesehatan Reproduksi sebelum dilaksanakan program sekolah BerkibaRR adalah 49% dan setelah dilaksanakan program sekolah BERKIBARR adalah 21%, terjadi penurunan perbedaan antara pengukuran sebelum dan sesudah sebesar 27,9% .
5.2
Keterbatasan
Aplikasi model sekolah BERKIBARR memiliki beberapa keterbatasan, yaitu : penyediaan sarana prasarana, alokasi waktu kegiatan, dan budaya.
5.2.1 Penyediaan Sarana Prasarana Penyediaan sarana prasarana yang mendukung pelaksanaan model sekolah BERKIBARR di MTs Nurul Huda dirasakan cukup sulit. Hal ini dikarena MTs Nurul Huda merupakan sekolah yang memiliki siswa mayoritas dai keluarga tidak mampu, sehingga sulit sekali jika orangtua diharapkan partisipasinya dalam kegiatan promosi kesehatan sekolah.
Ketua yayasan
Nurul Huda beserta pengurus yayasan dan kepala sekolah juga tidak mau
Universitas Indonesia Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
87
sama sekali mengeluarkan dana untuk kegiatan sekolah BERKIBARR. Mereka hanya mengatakan mendukung, tetapi partisipasinya sangat lambat. Kepala
sekolah
baru
menyatakan
bahwa
aplikasi
model
sekolah
BERKIBARR yang diterapkan di MTs Nurul Huda memberikan dampak positif setelah 1 bulan kegiatan praktik residensi akan berakhir.
5.2.2 Alokasi Waktu Kegiatan Pelaksanaan model sekolah BERKIBARR mengalami kendala mengenai pengaturani waktu kegiatan. Siswa hanya memiliki waktu luang untuk kegiatan adalah pada waktu istirahat sekolah pukul 09.00-09.30 WIB, dan waktu pulang sekolah pukul 12.30 WIB. Hal ini membuat kepala sekolah sering komplain kalau kegiatan di waktu istirahat selalu melewati waktu, masalah lainnya adalah kesulitan dalam mengatur jadual kegiatan yang akan melibatkan petugas Puskesmas. Masalah bisa diatasi dengan bantuan salahsatu pengurus UKS yang juga guru konselor yang memiliki tanggung jawab di bagian kurikulum sekolah untuk mengatur jadual kegiatan pembelajaran dengan kegiatan sekolah BERKIBARR.
5.2.3 Budaya Diskusi ataupun pendidikan kesehatan reproduksi remaja yang dilaksanakan di sekolah maupun pada keluarga binaan nesia masih terbatas dikarenakan masih adanya budaya taboo dalam membicarakan kesehatan reproduksi pada remaja. Kondisi ini mengakibatkan banyak siswa yang masih malu dan raguragu dalam mengungkapkan masalah kesehatan reproduksi, oleh sebab itu telah dibuatkan beberapa alternatif media layanan konseling seperti sms, surat ataupun lewat facebook.
Universitas Indonesia Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
88
5.3 Implikasi Keperawatan Implikasi keperawatan dari aplikasi model Sekolah BERKIBARR untuk pelayanan keperawatan komunitas, perkembangan ilmu keperawatan, pembuat kebijakan kesehatan, dan riset keperawatan, adalah sebagai berikut:
5.3.1 Implikasi terhadap Pelayanan Keperawatan Komunitas Aplikasi model sekolah BERKIBARR memberikan dampak positif pada siswa MTs Nurul Huda terutama dalam meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku remaja, sehingga dapat digunakan sebagai program promosi kesehatan reproduksi remaja di komunitas. Kegiatan ini melibatkan partisipasi remaja secara aktif dalam kegiatan promosi kesehatan berbasis sekolah dan menggambarkan upaya promosi kesehatan dari, oleh dan untuk remaja.
Aplikasi model sekolah BERKIBARR menunjukkan bahwa siswa sangat antusias dengan kegiatan-kegiatan promosi kesehatan yang melibatkan mereka dalam pelaksanaan kegiatannya. Jenis kegiatan yang bervariatif juga sangat diperlukan agar siswa tidak bosan dan tetap semangat dalam pelaksanaan kegiatan promosi kesehatan yang dilakukan.
5.3.2 Implikasi terhadap Perkembangan Ilmu keperawatan Aplikasi
model
Sekolah
BERKIBARR
dikembangkan
berdasarkan
pendekatan integrasi model comprehensive school health model, family center nursing, dan transcultural nursing, serta manajemen pelayanan kesehatan. Beberapa variabel dalam model tersebut yang tampak paling mendukung atau dominan untuk terjadinya masalah KRR adalah pelaksanaan layanan konseling , pendidikan kesehatan, lingkungan yang sehat, pola komunikasi keluarga, fungsi keluarga serta budaya.
Kepala sekolah, guru-guru, karyawan dan seluruh siswa mulai menyadari bahwa upaya-upaya promosi kesehatan sangat dibutuhkan oleh siswa karena
Universitas Indonesia Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
89
mampu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa, guru dan orangtua terhadap masalah kesehatan reproduksi remaja;
meningkatkan
semangat belajar siswa; meningkatkan kemampuan untuk melakukan komunikasi yang efektif antara siswa dan orangtua serta antara siswa dan guru, serta mencegah perilaku seksual remaja yang tidak sehat.
Pendekatan transcultural nursing terkait dengan agama dan filosofi, budaya dan gaya hidup perlu diintegrasikan ke dalam tugas perkembangan keluarga, struktur dan fungsi keluarga. Identifikasi perlu dikaitkan kedalam struktur nilai dan norma keluarga serta fungsi reproduksi dan perawatan kesehatan keluarga. Penulis
lain dapat mengembangkan aplikasi model Sekolah
BERKIBARR ini pada sekolah umum dan memiliki siswa yang mayoritas berasal dari keluarga dengan tingkat ekonomi menengah ke atas dan orangtua yang memiliki latar belakang pendidikan cukup baik.
5.3.3 Implikasi terhadap Pembuat Kebijakan Kesehatan Permasalahan kesehatan reproduksi remaja perlu ditangani secara menyeluruh melalui kerja sama lintas program maupun sektoral secara baik. Beberapa institusi pemerintahan seperti Kementerian Kesehatan melalui Dinas Kesehatan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Dinas Pendidikan, Kementerian Agama melalui Departemen Agama dan BPPKB Kabupaten/Kota perlu menyusun suatu program kesehatan reproduksi remaja yang terpadu, agar program tersebut menjadi lebih komprehensif, lebih menarik dan juga lebih terkelola dengan baik karena adanya dukungan yang didapat dari banyak instansi. Aplikasi model sekolah BERKIBARR dapat dijadikan sebagai salahsatu pilihan yang dapat digunakan sebagai program pembinaan dan pendidikan kesehatan pada remaja terakit masalah kesehatan reproduksi remaja.
PKPR
dan PIK KRR yang telah dikembangkan sebelumnya dapat dipadukan menjadi
Universitas Indonesia Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
90
satu program pembinaan dan pendidikan KRR di sekolah dalam bentuk model sekolah BERKIBARR. Model sekolah BERKIBARR tidak hanya memiliki sasaran yang lebih luas tetapi juga kegiatan yang sangat bervariatif yang dapat meningkatkan motivasi siswa dalam meningkatkan kesehatan reproduksinya.
Universitas Indonesia Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan dijelaskan tentang simpulan dan saran dari uraian bab sebelumnya terhadap hasil dan pembahasan manajemen pelayanan keperawatan komunitas, asuhan keperawatan keluarga, dan asuhan keperawatan komunitas yang telah dibandingkan dengan konsep dan penelitian terkait.
6.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan uraian pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan aplikasi model Sekolah BERKIBARR dalam upaya meningkatkan kesehatan reproduksi remaja di MTs Nurul Huda adalah sebagai berikut: 6.1.1 Kegiatan layanan konseling dan pemberian informasi tentang KRR di MTs Nurul Huda telah berjalan dengan baik dan mendapatkan respon positif dari siswa MTs Nurul Huda, 6.1.2 Peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa terkait masalah KRR setelah diaplikasikannya model sekolah BERKIBARR 6.1.3 Peningkatan kemandirian keluarga dalam merawat remaja dengan KRR setelah diaplikasikannya model sekolah BERKIBARR 6.1.4 Peningkatan kemampuan keluarga dalam melakukan komunikasi secara efektif antara orangtua dan remaja setelah diaplikasikannya model sekolah BERKIBARR 6.1.5 Peningkatan kemampuan siswa untuk berperilaku asertif dalam menolak ajakan melakukan
seks
bebas
dan
perilaku
menyimpang
lainnya
setelah
diaplikasikannya model sekolah BERKIBARR 6.1.6 Penurunan prosentase jumlah siswa yang mengalami masalah kesehatan reproduksi remaja setelah diaplikasikannya model sekolah BERKIBARR
91 Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
Universitas Indonesia
92
6.2
Saran
6.2.1 Bagi Dinas Kesehatan Perlu
dilakukan
kerjasama
lebih
lanjut
dengan
BKKBN
dalam
mengoptimalisasi pelaksanaan layanan konseling dan pemberian informasi KRR bagi remaja. Dinas kesehatan perlu membuat pelatihan dan pemberian informasi kesehatan secara berkala dan berkesinambunagan tentang KRR bagi guru, siswa, Bina Keluarga Remaja (BKR) dan juga tokoh agama maupun masyarakat.
6.2.2 Bagi Sekolah Program promosi kesehatan hendaknya dimasukkan ke dalam rencana anggaran kegiatan sekolah, sehingga kegiatan-kegiatan promosi kesehatan dapat dilaksanakan dengan dukungan dana sekolah. Sekolah perlu memperluas jejaring kerjasama dengan berbagai pihak agar kegiatan promosi kesehatan di sekolah bisa terus dilaksanakan. Jadual kegiatan promosi kesehatan hendaknya dimasukkan ke dalam jadual pembelajaran, sehingga bisa dilakukan secara rutin dan berkesinambungan.
6.2.3 Bagi Keluarga Keluarga hendaknya menyediakan waktu berkumpul bersama dan berdiskusi dengan seluruh anggota keluarga khusunya remaja minimal 1 jam sehari untuk meningkatkan efektifitas pola komunikasi diatara anggota keluarga. Dukungan kepada remaja juga harus selalu diberikan terutama dalam memfasilitasi remaja untuk mengikuti berbagai aktifitas positif di luar jam sekolah seperti kegiatan olahraga, pramuka, dll
Universitas Indonesia
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
93
6.2.4 Bagi Profesi Keperawatan Komunitas Masalah KRR meruapakan masalah yang taboo dan sensitif dimasayarakat, sehingga perawat komunitas perlu melakukan pendekatan kepada tokoh agama dan masyarakat agar dapat memfasilitasi kegiatan promosi kesehatan KRR dimasyarakat.
Perlu dibentuk kelompok pendukung bagi remaja serta pelatihan-pelatihan yang dikembangkan untuk meningkatkan keterampilan masyarakat dalam meningkatkan kemampuan merawat remaja dengan masalah kesehatan reproduksi.
6.2.5 Bagi Riset Keperawatan Perlu dilakukan riset kualitatif untuk mengetahui pengalaman siswa/ guru konselor dalam melaksanakan kegiatan konseling dan pemerian informasi kesehatan dalam mengaplikasikan model sekolah BERKIBARR.
Dapat pula dilakukan riset kuantitatif untuk mengetahui perbedaan efektifitas pelaksanaan PKPR, PIK-KRR dan model sekolah BERKIBARR dalam meningkatkan kesehatan reproduksi remaja di sekolah.
Universitas Indonesia
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
Lampiran 1:
PRIORITAS MASALAH PENGELOLAAN PROGRAM PKPR DI MTS NURUL HUDA PASIR GUNUNG SELATAN CIMANGGIS DEPOK No
Masalah manajemen
1.
Belum efektifnya perencanaan kegiatan tahunan pelaksanaan program pelayanan kesehatan peduli remaja di MTs Nurul Huda Belum optimalnya peran guru konselor dan konselor sebaya dalam memberikan layanan konseling dan informasi kesehatan terkait masalah kesehatan reproduksi remaja pada siswa MTs Nurul Huda Belum optimalnya pelaksanaan sistem koordinasi dan informasi dlm pengelolaan program PKPR Belum optimalnya pelaksanaan supervisi dan monitoring dlm pelaksanaan program PKPR
2.
3.
4.
Prioritas Jumlah masalah dari 1-6: 1=kurang penting , 6=sangat penting
Tingkat pentingnya masalah untuk diselesaikan: 1=rendah 2=sedang 3=tinggi
Perubahan positif bagi masyarakat jika masalah diselesaikan: 0=tidak ada 1=rendah 2=sedang 3=tinggi
Peningkatan kualitas hidup jika diselesaikan: 0=tidak ada 1=rendah 2=sedang 3=tinggi
3
3
3
6
15
3
3
3
5
14
3
3
3
4
13
2
2
2
4
10
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
Lampiran 2:
PRIORITAS MASALAH ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA KELUARGA BAPAK M DGN MASALAH KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA 1. Pola asuh tidak efektif pada keluarga Bp.M khususnya pada An. W Kriteria
Perhitungan
Skor
Pembenaran
Sifat Masalah : Kurang sehat
3/3 X 1
1
Masalah adalah kurang sehat, saat ini An. W berada dalam fase remaja. Orang tua harus mampu memfasilitasi kebutuhan remaja tersebut, sehingga remaja dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya.
Kemungkinan masalah dapat diubah : sebagian
2/2 X 2
2
Ibu T dan Bapak M memiliki keinginan agar anaknya tdk megalami masalah kenakalan remaja, sehingga lebih mudah bagi perawat untuk memotivasi keduanya untuk merubah pola asuh yang selama ini dilakukan kepada An.W, hanya saja waktu berkomunikasi antar mereka dan An.W sangat sedikit dan tingkat pendidikan Bapak M dan Ibu T rendah.
Potensial masalah dapat dicegah :Rendah
1/3 X 1
1/3
Pola asuh yang diterapkan ke An.W sudah diterapkan oleh Bapak M dan Ibu T pada ketiga kakak An. W sebelumnya dan keluarga merasakan tidak ada masalah dengan pola asuh tersebut
Menonjolnya masalah : Ada masalah, tapi tidak perlu segera ditangani
1/2 X 1
1/2
Bapak M dan Ibu T mengatakan bahwa walau mereka tidak terlalu sering berkomunikasi, tetapi An.W tetap memiliki nilai yang baik dan selama ini tidak pernah melakukan kenakalan remaja
Total
3 5/6
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
2. Pola perilaku pemenuhan kebutuhan seksual remaja tidak efektif pada keluarga Bp.M khususnya An.W Kriteria Perhitungan Skor Pembenaran Sifat Masalah : Kurang sehat
3/3 X 1
1
Kemungkinan masalah dapat diubah : sebagian
1/2 X 2
1
Pengaruh budaya Betawi yang meganggap tabu dalam membicarakan masalah seks pada remaja menyulitkan perawat dan keluarga untuk lebih banyak mengeksplor tentang masalah kesehatan reproduksi remaja
Potensial masalah dapat dicegah : Tinggi
2/3 X 1
2/3
Ibu T dan Bapak M mudah bergaul, sehingga sangat besar juga kemampuannya untuk dapat berkomunikasi dengan anak-anaknya.
Menonjolnya masalah : Ada masalah dan perlu segera ditangani
2/2 X 1
1
Ibu T menyadari anak-anaknya tidak banyak bercerita kepada dirinya dan suaminya. Ibu T menginginkan agar anak-anaknya mau terbuka dengan dirinya.
Total
Saat ini An.W dalam fase remaja mengalami berbagai perubahan dan mulai mengalami dorongan seksual akibat aktifnya hormonjhormon seksual, sehingga membutuhkan perhatian dan penjelasan yang tepat tentang masalah-masalah yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi remaja. An. W sdh memiliki pacar dan sering berpacaran serta pernah berciuman dan juga pernah diraba bagian tubuhnya oleh pacarnya tersebut.
3 2/3
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
3. Gangguan rasa nyaman nyeri pada keluarga Bp.M khususnya An. W Kriteria
Perhitungan
Skor
Pembenaran
Sifat Masalah : Kurang/tidak sehat
3/3 X 1
1
Masalah merupakan suatu yang tidak sehat, karena An. W merasa perutnya sakit karena terlambat makan dan punya kebiasaan makan tidak teratur walaupun makanan sudah disiapkan.
Kemungkinan masalah dapat diubah : sebagian
1/2 X 2
1/2
Ibu T dan An. W sangat menyadari, jika An. W telat makan atau makan/jajan sembarangan setelah tidak berapa lama pasti penyakit gastritisnya kambuh. Tapi perilaku An. W tidak pernah berubah walau sudah dikasih tahu berkali-kali
Potensial masalah dapat dicegah : cukup
2/3 X 1
2/3
Ada kemauan dari An. W untuk segera sembuh. Perhatian Ibu T terhadap sakit yang dirasakan An.W juga cukup tinggi. Hanya saja untuk merubah perilaku perlu waktu yang agak lama.
Menonjolnya masalah : Masalah perlu segera ditangani
2/2 X 1
1
Ibu T mengatakan nyeri karena gastritis sangat mengganggu An. W dan ingin sekali disembuhkan.
Total
3 1/6
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
4. Resiko tjdnya penyakit akibat perilaku merokok khususnya Bp. M, An. Md dan An.S
pada keluarga Bp.
M
Kriteria
Perhitungan
Skor
Pembenaran
Sifat Masalah : Kurang/tidak sehat
3/3 X 1
1
Masalah merupakan suatu yang kurang/tidak sehat, karena Bapak M, An.Md dan An.S telah memiliki kebiasaan merokok dan minum kopi secara rutin setiap hari dalam waktu lama
Kemungkinan masalah dapat diubah : sebagian
1/2 X 2
1/2
Bapak M, An.Md dan An.S mengatakan mereka sudah pernah mendapatkan informasi ttg bahaya rokok dari televisi, iklan, poster, serta majalah, tetapi mereka tetap tidak merubah perilaku kebiasaan merokoknya tersebut.
Potensial masalah dapat dicegah : rendah
Menonjolnya masalah : Masalah tidak dirasakan Total
1/3 X 1
1/3
0/2 X 1
0
Bapak M, An.Md dan An.S sdh memiliki keyakinan bhw racun dari rokok dapat dinetralin dgn minum kopi. Dan mereka bertiga meyakini bahwa hal tersebut benar karena walau memiliki kebiasaan merokok, hingga sekarang mereka mengaku tidak pernah menderita sakit paru-paru Ibu T mengatakan nyeri karena gastritis sangat mengganggu An. W dan ingin sekali disembuhkan.
1 5/6
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
Dari skoring di atas diagnosa keperawatan pada keluarga Bp. M adalah sebagai berikut: 1. Pola asuh tidak efektif pada keluarga Bp.M khususnya pada An. W, dengan skor : 3 5/6 2. Pola perilaku pemenuhan kebutuhan seksual remaja tidak efektif pada keluarga Bp.M khususnya An.W, dengan skor: 3 2/3 3. Gangguan rasa nyaman nyeri pada keluarga Bp.M khususnya An. W, dengan skor : 3 1/6 4. Resiko tjdnya penyakit akibat perilaku merokok pada keluarga Bp. M khususnya Bp. M, An. Md dan An.S, dengan skor : 1 5/6
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
Lampiran 3: SKORING DIAGNOSA KEPERAWATAN KOMUNITAS
No
Diagnosa Keperawatan
Pembobotan
JML
A
B C
D
E
F G H
I
J
K
1
Resiko terjadinya peningkatan jumlah siswa yang mengalami gangguan kesehatan reproduksi remaja:keputihan, gatal-gatal sekitar alat kelamin, nyeri menstruasi pada siswa MTs Nurul Huda
5
5
4
5
4
4
4
4
3 4
4
46
2
Pola Komunikasi orangtua dan remaja tidak efektif pada siswa MTs Nurul Huda
5
5
4
4
4
4
4
2
3 3
3
41
3
Perilaku seksual yang tidak sehat pada siswa MTs Nurul Huda
5
5
5
4
4
5
4
3
3 3
4
45
4
Perilaku pencarian pelayanan kesehatan reproduksi remaja siswa MTs Nurul Huda tidak efektif
5
5
5
3
3
5
3
3
2 3
3
40
Keterangan Pembobotan: 1. 2. 3. 4. 5.
Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi
A: Risiko terjadi B: Risiko parah C: Potensial penkes D: Minat Masyarakat E: Kemungkinan diatasi
F: Sesuai program pemerintah G: Tempat H: Waktu I: Dana J : Fasilitas kesehatan K..Sumber Daya
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
Lampiran 4: No. Responden:
KUESIONER PERILAKU KESEHATAN REMAJA A. Karakteristik Responden (siswa) Lingkari jawaban yang saudara pilih 1.
2. 3.
4.
5.
6.
7.
Jenis kelamin : a. Laki – laki b. Perempuan Umur : ......................... Tahun Manakah dibawah ini yang termaksuk alat reproduksi wanita ? a. Penis ( Zakar ) b. Buah pelir c. Sauran kencing d. Vagina e. Tidak tahu Manakah dibawa ini yang termaksuk alat reproduksi laki – laki ? a. Labia mayora b. Labia minora c. Klitoris d. Penis e.Tidak tahu Menurut saudaa berapa umur ideal bagi perempuan untuk hamil ? a. Usia 15 – 20 tahun b. Usia 20 – 30 tahun c. Usia 30 – 45 tahun d. Terserah keinginan e. Tidak tahu Apakah yang menyebabkan terjadinya kehamilan ? a .Berciuman antara laki – laki dan perempuan b. Meraba daerah sensitif (sekitar alat kelamin) c. Melakukan hubungan seksual d. Melakukan masturbasi/onani e. Tidak tahu Menurut saudara apakah masturbasi/onani ? a. Melakukan hubungan seksual b. Merangsang alat kelamin sendiri sehingga mendatangkan kenikmatan c. Memegang alat kelamin d. Berkencan e. Tidak tahu
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
Pilihlah jawaban yang anda anggap benar, JAWABAN BISA LEBIH DARI SATU. 8. Perubahan fisik pada remaja perempuan saat memasuki masa puber ditandai dengan : a. Mengalami haid (menstruasi)yang pertamakali b. Buah dada dan pinggul membesar c. Tumbuh rambut disekitar alat kelamin d. Tumbuh rambu diketiak e. Tidak tahu 9. Perubahan fisik pada remaja laki – laki saat memasuki masa puber ditandai dengan : a. Mengalami mimpi basah b. Suara berubah menjadi besar c. Tumbuh rambut disekitar alat kelamin d. Tumbuh rambut di kakidan tangan e. Tidak tahu Berilah tanda check list ( √ ) pada satu kolom yang sesuai dengan pendapat saudara. No. Pertanyaan Benar Salah Tidak Tidak ada tahu Jawaban 10. Seorang wanita bisa hamil hanyan dengan satu kali berhubungan seksual 11. Penyakit menular seksual (seperti sifilis, gonore dll) adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual 12. Seorang perempuan dapat terhindar dari kehamilan apabila mencuci alat kehamilan setelah selesai melakukan hubungan seksual 13. HIV/AIDS dapat disebabkan salah satunya melalui hubungan seksual
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
B. Sikap Petunjuk : Berilah tanda cek list (√) pada salah satu kolom yang sesuai dengan pendapat saudara STS = Sangat Tidak Setuju , TS = Tidak Setuju S = Setuju , SS = Sangat Setuju KS = Kurang Setuju
Bagaimana sikap saudara terhadap pertanyaan dibawah ini ? No. 14. 15.
16. 17. 18.
19.
Pertanyaan Pendidikan seks sebaiknya diberikan di sekolah Menurut saudara pelayanan KB perlu disediakan untuk remaja yang belum menikah Hubungan seks hanya dilakukan dengan pasangan suami istri Selama berpacaran melakukan seks boleh saja Kehamilan pada remaja akibat hubungan seks sebelum menikah dapat dilakukan aborsi Perilaku seks bebas dapt menyebabkan kehamilan yang tidak diinginkan
STS
TS
KS
S
C. Media Informasi 20.
21.
22.
23.
Apakah saudara pernah membaca buku tentang seksual /porno ? a. Ya b. Tidak Kalau ya, sumber informasi porno apa saya yang suka saudara baca ? a. Majalah b. Tabloid c. Novel d. Stensilan e. Lain – lain, sebutkan...................................... Seberapa sering saudara suka membaca buku porno tersebut ? a. Setiap hari b. Dalam seminggu, berapa kali?.......................kali c. Dalam sebulan, berap kali?............................kali d. Kadang – kadang, sebutkan........................... Darimana saudara mendapatkannya ? a. Membeli b. Meminjam dari teman
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
SS
24.
25.
26.
27.
28.
c. Meminjam dari teman khusus d. Lain – lain, sebutkan...................................... Apakah saudara pernah menggunakan media komunikasi untuk mendapatkan informasi tentang seksual ? a. Ya b. Tidak Apakah saudara pernah menonton VCD/Film porno ? a. Ya b. Tidak Kalau “ Ya “ seberapa sering saudara suka menonton film tersebut ? a. Setiap hari b. Dalam seminggu, berapa kali?.........................kali c. Dalam sebulan, berapa kali?............................kali d. Kadang – kadang, sebutkan............................ Dimanakanh saudara suka menonton film tersebut ? a. Di rumah sendiri b. Di rumah teman c. Di tempat kost d. Di rumah saudara/famili e. Lain – lain, sebutkan.................................... Bagaimana saudara mendapatkan film terseubut ? a. Membeli b. Meminjam pada teman c. Meminjam pada teman khusus d. Lain – lain, sebutkan....................................
D. Perilaku seksual 30.
31.
Apakah saudara pernah punya pacar ? a. Ya b. Tidak Pada umur berapa saudara ketika pertama kali punya pacar ? Jawab.......................................Tahun
Berilah tanda (√) pada salah satu kolom yang sesuai dengan topik yang pernah saudara diskusikan. JAWABAN DAPAT LEBIH DARI SATU. No.
Pertanyaan
32.
Jika pernah punya pacar, apakah yang saudara lakukan selama berpacaran a. Ngobrol berdua b. Nonton berdua c. Jalan – jalan berdua keluar rumah d. Berpegangan tangan
Tidak Pernah
Pernah
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
Kadangkadang
Sering/ Rutin
e. f. g. h. i.
Berpelukan Berciuman pipi Berciuman bibir/mulut Mencium atau dicium leher Meraba/diraba daerah sensitif (sekitar alat kelamin, payudara, leher) j. Saling menempelkan alat kelamin k. Melakukan seks oral l. Melakukan seks anal m. Berhubungan seksual Lingkarilah jawaban yang saudara pilih !: JAWABAN DAPAT LEBIH DARI SATU PILIHAN. 33.
34.
35. 36.
37.
Apabila ada salah satu sebagian jawaban di atas tidak pernah dilakukan, atas alasan apa saudara tidak melakukan ? a. Takut berdosa b. Dilarang agama c. Dilarang orang tua d. Tidak berani e. Takut membuat prestasi belajar menurun f. Tidak sesuai dengan tradisi/budaya/adat di lingkungan masyarakat g. Tidak percaya diri Apakah anda pernah melakukan hubungan seksual ? a. Pernah, lanjutkan ke nomor 35 b. Tidak pernah, lanjutkan ke nomor 43 Pada umur berapa Anda melakukan hubungan seks pertama kali ? Jawab : ......................................tahun/kelas : ......................................... Jika pernah berhubungan seks, dengan siapa Anda melakukannya ? a. Pacar b. Teman c. Wanita Tuna Susila (WTS) d. Laki – laki iseng e. Lain – lain, sebutkan.............................. Atas alasan apa saudara melakukan hubungan seks tersebut ? a. Keduanya belah pihak sama – sama tenang b. Ingin coba – coba saja c. Keduanya merencanakan untuk menikah d. Keduanya saling mencintai e. Dipaksa dan dirayu f. Memerlukan uang untuk hidup/sekolah g. Ikutan teman h. Terangsang i. Lain – lain, sebutkan..............................
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
Siapa yang pertama kali mengajak hubungan seks ? a. Saudara sendiri b. Pasangan saudara c. Sama – sama mulai d. Lain – lain, sebutkan.................................. Dalam enam bulan terakhir berapakali saudara melakukan hubungan seks bersama pasangan/ pacar saudara ? a. 1 kali b. Beberapa kali, sebutkan.................. c. Sering d. Lain – lain, sebutkan....................... Setelah hubungan seks, apakah saudara/pasangan saudara mengalami kehamilan ? a. Ya b. Tidak, lanjutkan ke nomor 41 Jika saudara/pacar saudara hamil, apa yang saudara lakukan ? a. Melanjutkan kehamilannya dan menikah b. Menggugurkan kehamilan c. Lain – lain, sebutkan.................. Bila menggugurkan kandungan, kemana saudara meminta pertolongan ? a. Doktor b. Bidan c. Dukun d. Menggugurkan sendiri dengan minum ramuan e. Lain – lain, sebutkan Apakah saudara melakukan onani/mastrubasi ? a. Pernah b. Tidak pernah Jika pernah, seberapa sering saudara melakukannya ? a. Setiap hari, berapa kali............................. b. Setiap minggu, berapa kali........................ c. Setiap bulan, berapa kali......................... d. Lain – lain, sebutkan..............................
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
Lampiran 5:
LEMBAR KUESIONER KARAKTERISTIK KELUARGA Lingkari Jawaban yang saudara pilih & Jawaban boleh lebih dari satu: 1. Saat ini yang tinggal bersama di rumah adalah: 1. Ayah, ibu dan anak-anak 2. Ayah dan anak-anak 3. Ibu dan anak-anak 4. Ayah, Ibu, anak-anak dan Saudara/Famili 2. Setiap permasalahan yang ada di keluarga, selalu diputuskan dengan cara: 1. Didiskusikan/dibicarakan dengan seluruh anggota keluarga 2. Diputuskan langsung oleh bapak (selaku kepala keluarga) tanpa didiskusikan 3. Diputuskan langsung oleh ibu tanpa didiskusikan 4. Diputuskan masing-masing yang memiliki masalah tanpa didiskusikan dengan siapapun 3. Pengambil keputusan utama untuk setiap permasalahan di keluarga: 1. Ayah 2. Ibu 3. Nenek/kakek 4. Sendiri-sendiri 4. Waktu berkumpul keluarga setiap hari: 1. Pagi 2. Siang 3. Malam 4. Tidak ada waktu khusus 5. Apakah Bapak/Ibu pernah mendiskusikan dengan anak remaja bapak/ibu tentang masalah kesehatan reproduksi remaja? 1. Ya 2. Tidak, alasannya…… 6. Jika ya, topik kesehatan reproduksi remaja terhadap anak remajanya adalah… a. Masalah menstruasi/haidh b. Tentang mimpi basah c. Ciri-ciri memasuki masa remaja/puber d. Masturbasi/onani e. Hubungan seksual f. Kehamilan g. Alat kontrasepsi h. Aborsi i. Penyakit Menular Seksual j. HIV/AIDS
yang pernah didiskusikan orangtua 1. Ya 1. Ya 1. Ya 1. Ya 1. Ya 1. Ya 1. Ya 1. Ya 1. Ya 1. Ya
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
2. Tidak 2. Tidak 2. Tidak 2. Tidak 2. Tidak 2. Tidak 2. Tidak 2. Tidak 2. Tidak 2. Tidak
7. Makanan yang dilarang/di pantang oleh keluarga kepada remaja puterinya adalah: a. Telur , alasannya……………………………………………………………… b. Ikan alasannya……………………………………………………………….. c. Kacang-kacangan alasannya……………………………………………….. d. Timun alasannya………………………………………………………………. e. Nanas alasannya………………………………………………………………. f. Makanan lainnya (sebutkan nama dan alasannya): …………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… 8. Penyakit/masalah kesehatan reproduksi yang sering di derita oleh anak remaja di kelurga bapak/ibu: 1. Keputihan 2. Gatal-gatal sekitar alat kelamin 3. Menstruasi tidak teratur 4. Sakit saat buang air kecil 5. Masalah kesehatan lainnya (sebutkan)…………………………………… …………… …………………………….................................. 9. Cara perawatan /mengatasi masalah kesehatan reproduksi yang dilakukan oleh keluarga: 1. Cebok dengan menggunakan air daun sirih 2. Sering mengganti pembalut 3. Tidak menggunkan pakaian dalam yang ketat 4. Cara lainnya (sebutkan)………………………………………………………… ………………………………………………………………………………… 10. Cara ibu/bapak berkomunikasi dengan pihak sekolah: 1. Saat mengambil rapot 2. Saat Rapat sekolah 3. Setiap anak remaja memiliki masalah di sekolah 4. Tidak pernah sama sekali 11. Peraturan yang ditetapkan oleh keluarga bagi anak remaja adalah: 1. Aturan mengenai waktu belajar 2. Aturan mengenai waktu bermain dengan teman sebaya 3. Aturan mengenai kewajiban menjalankan ibadah 4. Lain-lain, yaitu…. 12. Masalah-masalah yang terjadi dalam keluarga yang berhubungan dengan remaja adalah… 1. Masalah remaja dengan orangtuanya, yaitu…. 2. Masalah remaja dengan saudara kandung, yaitu… 3. Lain-lain, yaitu…
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
13. Bentuk kasih sayang orangtua yang diberikan kepada anak adalah: 1. Memenuhi semua kebutuhan sekolah 2. Memberikan dukungan dan support jika anak memiliki masalah 3. Memperbolehkan pacaran 4. Memperbolehkan anak untuk melakukan apa saja tanpa dibatasi 5. Lain-lain, yaitu… 14. Kegiatan diluar jam sekolah yang diikuti oleh remaja adalah… 1. Les/ kursus sesuai dengan hobi 2. Main dengan teman sebaya spt dugem, nonton, nongkrong, main ke mall 3. Mengikuti kegiatan sosial masyarakat spt pengajian remaja, karang taruna, dll 4. Lain-lain, yaitu…
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
Lampiran 6:
PEDOMAN WAWANCARA DENGAN KEPALA SEKOLAH 1. Apakah ada fasilitas UKS di sekolah? 2. Darimana sumber dana kegiatan UKS dan adakah dana khusus yang dialokasikan oleh sekolah utk pelaksanaan kegiatan UKS? 3. Siapa penanggung jawab dan pelaksana kegiatan UKS? 4. Apa saja jenis pelayanan/kegiatan yang dilakukan di UKS? 5. Sarana/prasarana apa yang dimiliki oleh sekolah dalam mendukung kegiatan UKS? 6. Berapa rata-rata jumlah siswa yang tidak masuk sekolah karena alasan sakit setiap bulannya dalam 1 tahun terakhir? 7. Apa saja masalah kesehatan yang sering dialami oleh siswa di sekolah selama 1 tahun terakhir? 8. Apa saja prestasi yang pernah dicapai oleh UKS dalam 1 tahun terakhir? 9. Apa saja faktor hambatan dan faktor pendukung dalam pelaksanaan kegiatan UKS? 10. Bagaimana cara kepala sekolah memfasilitasi siswa dan orangtua siswa yang ingin melakukan konsultasi ataupun memecahkan masalahnya terutama yang berkaitan dengan sekolah? 11. Apa saja masalah kenakalan/penyimpangan perilaku yang dilakukan siswa di sekolah? 12. Bagaimana keterlibatan PKM dalam pembinaan UKS selama ini? 13. Apakah sekolah memiliki kerjasama dengan pelayanan kesehatan dalam mengatasi masalah kesehatan siswa di sekolah? 14. Apa bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pihak sekolah dengan pelayanan kesehatan dalam meningkatkan kesehatan siswa di sekolah? 15. Adakah kegiatan pendidikan kesehatan ttg kesehatan reproduksi remaja yang pernah dilakukan di sekolah? 16. Berapa jumlah guru yang pernah mengikuti pendidikan/pelatihan mengenai `kesehatan reproduksi remaja? 17. Bagaimana cara guru menyampaikan informasi tentang kesehatan reproduksi remaja bagi para siswa di sekolah? 15. Adakah program/kegiatan yang dilakukan di sekolah yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi remaja? 16. Apakah sekolah memiliki fasilitas toilet yang dibedakan antar siswa laki-laki dan perempuan? 17. Bagaimana kondisi toilet secara umum?
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
Lampiran 7:
PEDOMAN WAWANCARA DENGAN PJ UKS 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Apakah ada fasilitas UKS di sekolah? Darimana sumber dana kegiatan UKS dan adakah dana khusus yang dialokasikan oleh sekolah utk pelaksanaan kegiatan UKS? Siapa penanggung jawab dan pelaksana kegiatan UKS? Apa saja jenis pelayanan/kegiatan yang dilakukan di UKS? Sarana/prasarana apa yang dimiliki oleh sekolah dalam mendukung kegiatan UKS? Berapa rata-rata jumlah siswa yang tidak masuk sekolah karena alasan sakit setiap bulannya dalam 1 tahun terakhir? Apa saja masalah kesehatan yang sering dialami oleh siswa di sekolah selama 1 tahun terakhir? Apa saja prestasi yang pernah dicapai oleh UKS dalam 1 tahun terakhir? Apa saja faktor hambatan dan faktor pendukung dalam pelaksanaan kegiatan UKS? Bagaimana keterlibatan PKM dalam pembinaan UKS selama ini? Apakah sekolah memiliki kerjasama dengan pelayanan kesehatan dalam mengatasi masalah kesehatan siswa di sekolah? Apa bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pihak sekolah dengan pelayanan kesehatan dalam meningkatkan kesehatan siswa di sekolah? Adakah kegiatan pendidikan kesehatan ttg kesehatan reproduksi remaja yang pernah dilakukan di sekolah? Adakah program/kegiatan yang dilakukan di sekolah yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi remaja?
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
Lampiran 8:
PEDOMAN WAWANCARA DENGAN GURU
1. Bagaimana cara guru
memfasilitasi siswa dan orangtua siswa yang ingin
melakukan konsultasi ataupun memecahkan masalahnya terutama yang berkaitan dengan sekolah? 2. Apa saja masalah kenakalan/penyimpangan perilaku yang dilakukan siswa di sekolah? 3.
Berapa jumlah guru yang pernah mengikuti pendidikan/pelatihan mengenai kesehatan reproduksi remaja?
4.
Bagaimana cara guru menyampaikan informasi tentang kesehatan reproduksi remaja bagi para siswa di sekolah?
5.
Adakah program/kegiatan yang dilakukan di sekolah yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi remaja?
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
Kontrak Pembelajaran Semester 2 Praktik Residensi Spesialis Keperawatan Komunitas Pada Aggregate Remaja Dengan Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja Di MTS Nurul Huda Kelurahan Pasir Gunung selatan Kecamatan Cimanggis Kota Depok A. Manajemen Pelayanan Kesehatan Komunitas No
Kompetensi
Target/sasaran
1
Penyusunan kontrak belajar residensi
Kegiatan
Membantu pencapaian tujuan pembelajaran residensi
Tujuan
Adanya bukti kontrak belajar sesuai pedoman pembelajaran residensi
Keluaran
4.1
Residen
2
Pembuatan kesepa katan kerjasama dengan berbagai pihak terutama dengan Puskesmas Pasir Gunung Selatan dlm penyelenggaraan kegiatan UKS/PKPR
Menciptakan komitmen bersama antara kepala sekolah, guru, komite sekolah dan petugas Puskesmas dalam melaksanakan program kerja PKPR Nurul Huda yang telah tersusun
Adanya naskah kerjasama antara sekolah MTS Nurul Huda dan Puskesmas Pasir Gunung Selatan dalam pelaksanaan kegiatan PKPR
4.4
Kepala Sekolah Kepala PKM Kelurahan PGS
3
Pengenalan program kegiatan PKPR MTs Nurul Huda kepada seluruh warga sekolah
Menginformasikan kepada seluruh warga sekolah tentang program kerja kegiatan PKPR MTs Nurul Huda dan membina komitment bersama warga sekolah MTs Nurul Huda ( Kepala Sekolah, Guru, Siswa) dalam pelaksanaan kegiatan PKPR di MTs Nurul Huda
80% siswa dari masing-masing kelas terinformasikan oleh guru wali kelasnya masing-msing tentang program kerja kegiatan PKPR MTs Nurul Huda Nama-nama susunan pengurus PKPR (tim Pembina&tim pelaksana) terpasang di majalah dinding sekolah Terpasangnya rencana
4.2 dan 4.3
Kepala Sekolah Guru Pembina PKPR Mahasiswa
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
Metode
Studi Literatur Konsultasi
Pendekatan persuasif
KIE PSM
Waktu
Sumber
Minggu Kedua Februari 2012 Minggu Ke 3 & 4 Februari 2012
Buku Pedoman (BPKM) Residensi
Maret 2012
Buku Panduan Program PKPR
Kepala sekolah Kepala Puskesmas Guru Pembina UKS
program kerja kegiatan PKPR MTs Nurul Huda di majalah dinding sekola 4
Pengadaan ruang layanan konseling bagi siswa MTs Nurul Huda dan Pembuatan hot line service sebagai layanan konseling bagi siswa
Menyediakan layanan konseling dan informasi kesehatan reproduksi remaja yang mudah diakses, terjangkau, menjaga privacy dan ramah bagi remaja
5
Monitor dan evaluasi pelayanan keperawatan komunitas pada aggregate remaja dengan kebutuhan kesehatan reproduksi
Menilai kemampuan konselor sebaya dalam melaksanakan konseling dan pemberian informasi kesehatan reproduksi remaja dan pemanfaatan kegiatan PKPR oleh warga sekolah khususnya siswa MTs Nurul Huda
Tersedianya ruangan layanan konseling yang dapat menjaga privacy siswa Tersedianya layanan hot line service sebagai layanan konseling siswa 70% pelaksanaan program pelayanan keperawatan komunitas sesuai dengan tujuan dengan terkontrol secara kontinu Teridentifikasinya angka kunjungan siswa ke layanan konseling, masalah dan cara penanganannya
4.3
4.2 dan 4.3
Kepala Sekolah Pembina PKPR Mahasiswa
Studi Literatur
FebruriMaret 2012
Buku pedoman PKPR
PJ PKPR Puskesmas Guru Pebina PKPR
Curah pendapat Self evaluation Lembar cek list
April 2012
Kepala PKM Kel. PGs PJ PKPR PKM PGS
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
B. Keperawatan Komunitas Kegiatan Penyusunan kontrak belajar residensi
Tujuan Membantu pencapaian tujuan pembelajaran residensi
Keluaran Adanya bukti kontrak belajar sesuai pedoman pembelajaran residensi
2
Pemberian informasi kesehatan kepada siswa, guru, dan orangtua tentang masalah-masa lah kesehatan reproduksi remaja serta ketrampilan cara perawatan sistem reproduksi remaja untuk mencegah terjadinya masalah kesehatan reproduksi remaja
Meningkatkan pengetahuan tentang masalah-masalah kesehatan reproduksi dan meningkatkan keterampilan psikomotor siswa, guru dan orangtua tentang cara perawatan dan pencegahan terjadinya masalah gangguan reproduksi
Adanya Laporan Pendahuluan Adanya media pembelajaran 80% peserta yg hadir mengalami peningkatan pengetahuan dari nilai mean rata-rata pre dan post test 80% peserta dapat melakukan keterampilan dlm perawatan sistem reproduksinya
1.4
Siswa Guru Orangtua
3
Pertemuan dengan kepala sekolah, guru, komite sekolah, yayasan, petugas puskesmas, dinkes dan LSM untuk memperoleh dukungan dalam menyediakan sarana dan prasarana layanan konseling masalah kesehatan reproduksi remaja bagi siswa MTs Nurul Huda
Mendapatkan dukungan dalam meyediakan layanan konseling masalah kesehatan reproduksi remaja bagi siswa MTs Nurul Huda
Terbentuknya komitmen bersama untuk menyiapkan layanan konseling bagi siswa Adanya dukungan sarana dan prasarana untuk menyediakan layanan konseling
1.4
Kepala sekolah Guru Komite sekolah Yayasan Petugas Puskesmas Dinkes LSM
No
1
Kompetensi
1.3
Target/sasaran Residen
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
Metode Studi Literatur Konsultasi
Waktu
Minggu Kedua Februari 2012
Sumber Buku Pedoman (BPKM) Residensi
Ceramah Diskusi Demonstrasi
Minggu Ke 3 Februari 2012
Supervisor Studi literatur
PSM
Minggu IV Februari 2012
Supervisor Studi literatur Buku Pedoman PKPR
4
Promosi kesehatan reproduksi remaja dengan menyebarkan leaflet dan pemasangan leaflet di majalah dinding sekolah serta pema sangan poster di lingkungan sekolah tentang masalah seputar kesehatan reproduksi remaja.
Tersebarnya informasi Tersebarnya leaflet kesehatan mengenai Terpasangnya leaflet di tumbuh kembang remaja, mading sekolah kesehatan reproduksi, free Terpasangnya poster di sex, kenakalan remaja, lingkungan sekolah narkotika, infeksi menular seksual, kontrasepsi, HIV AIDS pada siswa MTs Nurul Huda melalui leaflet dan poster yang disebar dan dipasang di lingkungan sekolah.
5
Pemberian informasi kepada orang tua tentang tugas perkembangan keluarga dengan anak remaja
Meningkatkan pengetahuan orangtua tentang tugas perkembangan keluarga dengan anak remaja
6
Pertemuan dengan orangtua, guru dan remaja untuk mendisku sikan dan menyusun kegiatan yang dapat memfasilitasi remaja dalam mengisi waktu luang di luar jam sekolah Pemberian keterampilan dalam mengembangkan rasa kepercayaan diri, tanggung jawab dan sikap dalam menolak dengan asertif melalui suatu proses kelompok
Mengidentifikasi dan menyusun kegiatan yang dapat memfasilitasi remaja dalam mengisi waktu luar di luar jam sekolah
7
Meningkatkan keterampilan siswa dalam mengembangkan rasa kepercayaan diri, tanggung jawab dan sikap dalam menolak dengan asertif
Tersedianya media pembelajaran 80% peserta mengalami peningkatan ...%dari nilai mean rata-rata pre dan post test Adanya rancangan kegiatan bagi remaja untuk mengisi waktu luang di luar jam sekolah
Peningkatan Keterampilan dalam mengembangkan rasa kepercayaan diri, tanggung jawab dan sikap dalam menolak dengan asertif
4.3
1.4 dan 4.3
Kepala Sekolah
Orangtua Mahasiswa
1.4
Orangtua Guru
1.4
Siswa
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
Koordinasi
Maret 2012 minggu ke 1&2
Studi Literatur
Maret 2012 minggu ke 1&2
Studi Literatur
Maret 2012 minggu ke 1&2
Wawancara
April 2012 Minggu 1 dan 2
Studi Literatur
Ceramah Diskusi
Diskusi
Ceramah Diskusi Demonstr asi
8
Evaluasi bersama aggregate hasil pelaksanaan program PKPR dalam penanganan masalah kesehatan reproduksi remaja
Menilai tingkat keberhasilan pemberian asuhan keperawatan komunitas pada aggregate remaja
Terjadi perubahan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan remaja sebelum dan sesudah pelaksanaan melalui angket tentang penegtahuan, sikap, dan ketrampilan remaja Adanya rencana tindak lanjut yang disepakati
1.6
Kepala sekolah Kepala Puskesmas
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
Curah pendapat Self evaluation Lembar cek list Wawancara
Minggu I s/d II Mei 2012
Supervisor Studi literatur
C. Keperawatan Keluarga N o
Kegiatan
1
Pengkajian pada 5 keluarga yang mempunyai remaja yang berisiko terhadap permasalahan kesehatan reproduksi Melakukan analisis data dan menetapkan masalah keperawatan keluarga yang beresiko mengalami masalah kesehatan reproduksi remaja
3
4
2
Tujuan
Keluaran
Kompetensi
Mengidentifikasi berbagai faktor yang ada dalam keluarga yang beresiko dengan menggunakan model Friedman
Adanya hasil pengkajian hasil konsultasi dan revisi keluarga dengan resiko sejumlah 5 keluarga.
1.1
Mengidentifikasi masalah keperawatan keluarga resiko
Adanya rumusan masalah keperawatan keluarga dengan berdasarkan penapisan masalah yang ada
1.2
Bersama keluarga merumuskan intervensi dalam upaya menangani masalah resiko masalah kesehatan reproduksi remaja
Menyusun rencana asuhan keperawatan keluarga dengan resiko bersama keluarga
Adanya bukti fisik berupa rencana asuhan keperawatan keluarga dengan ditandatangani residen, keluarga dan supervisor
Melakukan intervensi keperawatan keluarga berupa kognitif, afektif dan perilaku ; a. Konseling b. Coaching c. Game terapi d. Modifikasi perilaku e. Senam menstruasi f. Relaksasi progresif
Melaksanakan berbagai intervensi keperawatan yang telah disusun dan disepakati dengan keluarga selama 2x10 minggu setiap keluarga
90% intervensi yang telah disusun dilakukan bersama keluarga sesuai dengan hasil kesepakatan bersama
Target/sasaran
Metode
Waktu
Sumber
Keluarga dengan resiko masalah kesehatan reproduksi remaja Keluarga dengan risiko masalah kesehatan reproduksi remaja
Wawancara Pemeriksaan fisik Observasi
Minggu III s/d IV Februari 2012
Studi literatur Guru Pembina PKPR Keluarga Ketua RT/RW
Konsultasi Diskusi Kunjungan rumah
Minggu I Maret 2012
Studi literatur Supervisor Keluarga
1.3
Keluarga dengan risiko masalah kesehatan reproduksi remaja
Konsultasi Diskusi Kunjungan rumah 2 kali seminggu
Minggu II s/d III Maret 2012
Studi literatur Supervisor Keluarga
1.4
Keluarga dengan risiko masalah kesehatan reproduksi
Simulasi Demonstrasi Evaluasi Kunjungan rumah 2 kali seminggu.
Minggu IV Maret s/d Minggu ke 2 April 2012
Studi literatur Supervisor Keluarga
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
5
6
Penyerahan laporan keluarga binaan dalam konsep at risk berkaitan risiko permasalahan kesehatan reproduksi remaja Ujian ketrampilan di Keluarga dalam konsep at risk terkait kesehatan reproduksi
Mengevaluasi kegatan yang telah dilaksanakan
Adanya dokumen laporan keluarga at risk
Residen
Konsultasi Diskusi
Minggu II Mei 2012
Studi literatur Supervisor Keluarga
Mengevaluasi ketrampilan yang telah dikuasai oleh residen
Adanya kemampuan spesialistik peserta residensi
Residen
Pengkajian fisik Observasi Wawancara
Minggu I Mei 2012
Studi literatur Supervisor Keluarga
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
KONTRAK PEMBELAJARAN SEMESTER I RESIDENSI SPESIALIS KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA AGGREGATE REMAJA DENGAN MASALAH KESEHATAN REPRODUKSI DI KELURAHAN PASIR GUNUNG SELATAN KECAMATAN CIMANGGIS KOTA DEPOK 20 SEPTEMBER 2011 - JANUARI 2012
A. Manajemen Pelayanan Kesehatan Komunitas No
Kegiatan
Tujuan
Keluaran
Kompetensi
Target/ sasaran
Metode
Waktu
1
Penyusunan kontrak belajar residensi
Membantu pencapaian tujuan pembelajaran residensi
Adanya bukti kontrak belajar sesuai pedoman pembelajaran residensi
4.1
Residen
Studi Literatur Konsultasi
Minggu II September 2011
2
Penelahaan pelaksanaan pro gram perkesmas dan program kesehatan remaja di Puskesmas Pasir Gunung Selatan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengen dalian&pengawasan.
Residen Kepala PKM P.Jawab program
Studi Literatur Konsultasi
Minggu III-IV September 2011
Penelahaan kebijakan Perkesmas dan program pembinaan kesehatan remaja di Dinas Kesehatan Kota Depok yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengendalian & pengawasan.
Adanya laporan hasil analisis situasi terhadap pelaksanaan program perkesmas dan program kesehatan remaja di Puskesmas Pasir Gunung Selatan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengendalian &pengawasan. Adanya laporan hasil analisis situasi terhadap pelaksanaan program perkesmas dan program kesehatan remaja di Dinkes kota Depok yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengendalian & pengawasan.
1.1;4.2
3.
Mengetahui pelaksanaan program perkesmas dan program kesehatan remaja di Puskesmas Pasir Gunung Selatan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengendalian&pengawasan Mengetahui pelaksanaan program perkesmas dan program kesehatan remaja di Dinkes kota Depok yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengendalian & pengawasan
1.1;4.2
Residen P.Jawab program kesehatan remaja dinkes depok
Studi Literatur Interview
Minggu I OktoerMinggu II Oktober 2011
1
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
Sumber Buku Pedoman (BPKM) Residensi 1. Kepala PKM 2. P.jawab Program 3. Profil Puskesmas
1. RPJMD 2. SPM 3. P.Jawab program
4
Perencanaan program Sekolah BERKIBARR
4.1 Menyusun perencanaan program Sekolah BERKIBARR sebagai pelayanan keperawatan komunitas berbasis sekolah di Kelurahan Pasir Gunung Selatan dalam memenuhi kebutuhan perawatan kesehatan reproduksi remaja 4.2 Tersosialisasinya rencana program Sekolah BERKIBARR di MTs Nurul Huda
4.3 Terencana kebutuhan tenaga, sumber dana, alat dan tempat program Sekolah BERKIBARR di MTs Nurul Huda Kelurahan Pasir Gunung Selatan
Tersusunnya perencanaan program Sekolah BERKIBARR sebagai pelayanan keperawatan komunitas berbasis sekolah di Kelurahan Pasir Gunung Selatan dalam memenuhi kebutuhan perawatan kesehatan reproduksi remaja
1.1;4.2
Residensi
Studi Literatur Data sekunder
Minggu II Nopember 2011
Studi Literatur
Adanya informasi dan komunikasi tentang program Sekolah BERKIBARR di MTs Nurul Huda Kel. PGS
1.1;4.2
Musyawarah sekolah
Minggu II Nopember 2011
Studi Literatur
Teridentifikasi jumlah tenaga, sumber dana, alat dan tempat program Sekolah BERKIBARR di MTs Nurul Huda Kelurahan Pasir Gunung Selatan
1.1; 4.2
Kepsek Ka. PKM Ka. Kel PJ PKPR Guru Orangtua ( Komite sekolah) Kepsek Ka. PKM Ka. Kel PJ PKPR Guru Orangtua ( Komite sekolah)
Musyawarah sekolah
Minggu II Nopember 2011
Studi Literatur
Tersusunnya proposal untuk permohonan dukungan pengadaan buku-buku kesehatan majalah dinding , papan nama Sekolah
1.1; 4.4
2
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
5
Pengorganisasian Tim Sekolah BERKIBARR MTs Nurul Huda Kelurahan Pasir Gunung Selatan
Terbentuknya struktur organisasi Sekolah BERKIBARR di MTs Nurul Huda Kelurahan Pasir Gunung Selatan
6
Pengarahan pada program Sekolah BERKIBARR
6.1 Penyusunan kebijakan sekolah tentang pelaksanaan program Sekolah BERKI BARR yang terintegrasi di dalam proses PBM 6.2 Pembuatan modul pelatihan konseling, modul pelatihan peer educator sebaya, buku tehnik komunikasi orangtua kepada remaja, buku kerja konselor
BERKIBARR dan hot line service kpd instansi terkait maupun masyarakat sekitar Adanya struktur organisasi dan uraian tugas tim pembina dan tim pelak-sana Sekolah BERKIBARR di MTs Nurul Huda Kelurahan Pasir Gunung Selatan Diterbitkannya SK Tim Pembina, tim pelaksana, guru konselor , peer educator di MTs Nurul Huda Kelurahan Pasir Gunung Selatan Adanya materi, waktu dan metode yang disepakati dalam mengintegrasikan program Sekolah BERKIBARR ke dalam PBM
Adanya modul pelatihan konseling, modul pelatihan peer educator sebaya, buku tehnik komunikasi orangtua kepada remaja, buku kerja konselor
4.2;4.3; 4.6
4.2;4.3 4.6
4.2;4.3; 4.4;4.5; 4.6; 5.1
Kepsek Ka. PKM Ka. Kel PJ PKPR Guru Orangtua ( Komite sekolah) Siswa
Siswa Guru
Residensi
3
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
Musyawarah sekolah
Minggu II Nopember 2011
Studi Literatur
Rapat sekolah
Minggu IV Nopember 2011
Studi Literatur
Studi Literatur
Minggu III Nopember 2011
Studi Literatur
7
Monitor dan evaluasi pelaksanaan program Sekolah BERKIBARR
6.3Tersusunnya meka nisme pelaksanaan peer group sebaya
Adanya mekanisme pelaksanaan peer group sebaya
1.6;1.7 4.2;4.3; 4.4;4.5; 4.6; 5.1
Kepsek Guru Siswa
Sosialisasi
Minggu IV Nopember 2011
Studi Literatur
6.4 Tersusunnya meka nisme pelaksanaan konseling
Adanya mekanisme pelaksanaan konseling
Kepsek Guru Siswa
Sosialisasi
Minggu IV Nopember 2011
Studi Literatur
6.5 Tersusunnya meka nisme pelaksanaan sistem rujukan
Adanya mekanisme pelaksanaan sistem rujukaan
Kepsek Guru Siswa
Sosialisasi
Minggu IV Nopember 2011
Studi Literatur
6.6 Terlatihnya guru konselor
Adanya pelaksanaan konseling KRR oleh guru
Guru
Pelatihan
Minggu I Desember 2011
Studi literatur
6.7Terlatihnya peer educator sebaya
Adanya pelaksanaan peer group sebaya
Siswa
Pelatihan
Minggu II Desember 2011
Studi literatur
Terkendalinya program pelayanan keperawatan komunitas melalui kegiatan supervisi, bimbingan dan pengarahan.
Pelaksanaan program pelayanan keperawatan komunitas sesuai dengan tujuan dan terkontrol secara kontinu
1.6;1.7 4.2;4.3; 4.4;4.5; 4.6; 5.1 1.6;1.7 4.2;4.3; 4.4;4.5; 4.6; 5.1 1.4;1.6; 1.7;4.2; 4.3;4.4; 4.5;4.6; 5.1 1.4;1.6; 1.7;4.2; 4.3;4.4; 4.5;4.6; 5.1 4.1;4.2; 4.3;4.4; 4.5;4.6;
Form Evaluasi Lembar cek list
Minggu III s/d IV Desember 2011
Data sekunder
PJ Kes. Remaja PKM Tim Pembina dan tim pelaksana Sekolah Perkibar
4
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
Petugas puskesmas PJ Remaja melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan program Sekolah BERKIBARR
Tersusunnya laporan pelaksanaan program Sekolah BERKIBARR dengan kegiatan kegiatannya.
4.1;4.2; 4.3;4.4; 4.5;4.6;
PJ Kes. Remaja PKM Tim Pembina dan tim pelaksana Sekolah Perkibar
5
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
Form Evaluasi Lembar cek list
Minggu III s/d IV Desember 2011
Pencatatan dan pelaporan
B. Keperawatan Komunitas No 1
Kegiatan Penelahaan pelaksanaan program PKPR di sekolah dan masalah kesehatan reproduksi remaja
Tujuan
Keluaran
1.1 Menyusun format pengkajian berdasarkan konsep model yang akan dikembangkan
1.2 Melakukan pengumpulan data dengan menggunakan format pengkajian yang telah disusun 1.3Menyampaikan hasil pengumpulan data ttg pelaksanaan program PKPR di sekolah dan masalah kesehatan reproduksi remaja
2
Penyusunan program kegiatan Sekolah BERKIBARR bersama kepala sekolah, guru, komite sekolah, siswa dan petugas PKM
2.1 Menyusun rencana kegiatan program Sekolah BERKIBARR
Tersusunnya format pengkajian berdasarkan konsep model yang dikembangkan dalam mengidentifikasikan masalah KRR yang ada di sekolah Adanya hasil pengumpulan data mengenai masalah KRR di sekolah Adanya kesepakatan antara guru, orangtua, dan petugas kesehatan dari PKM untuk mengatasi masalah KRR yang ada di sekolah
Adanya rencana kegiatan program Sekolah BERKIBARR di MTs Nurul Huda Adanya jadual dan tempat pelaksanaan konseling KRR Adanya program peer educator sebaya yang terintegrasi dlm proses PBM di sekolah
Kompe tensi 1.1;4.1
Target/ sasaran Residensi
1.1;4.1
Kepsek PJ PKPR Siswa
1.1;4.2
Kepsek Ka. PKM Ka. Kel PJ PKPR Guru Orangtua ( Komite sekolah) Kepsek Ka. PKM PJ PKPR Guru Siswa
1.3;1.4
6
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
Metode
Waktu
Sumber
Studi literatur
Minggu III Oktober 201
Literatur
Wawancara Winshield Survey Angket Presentasi CTJ
Minggu III Oktober 2011
1. Data primer 2. Lingkungan Sekolah Data Sekunder
Winsheld survey Survey Interview Literatur review FGD
Minggu II Nopember 2011
Minggu II Nopember 2011
Sekolah Data primer dan data sekunder
3
Pelaksanaan program kerja hasil musyawarah sekolah tentang rencana kegiatan Sekolah BERKIBARR
2.2 Mensosialisasikan rencana kegiatan program Sekolah BERKIBARR
Pelaksanaan musyawarah sekolah ttg rencana kegiatan program Sekolah BERKIBARR minimal 1 kali pertemuan Pemasangan pamphlet tentang rencana kegiatan Sekolah BERKIBARR Penyebaran informasi tentang mekanisme pelaksanaan peer educator sebaya, konseling dan sistem rujukan melalui penyebaran leaflet, pembuatan mading atau banner
1.3;1.4
Kepsek Ka. PKM Ka. Kel PJ PKPR Guru Orangtua ( Komite sekolah) Siswa
3.1 Pembentukan tim konselor di sekolah
Terbentuknya tim konselor di sekolah 100% guru yang ditunjuk menjadi tim konselor mengikuti pelatihan konseling 80% guru yang mengikuti pelatihan konseling mengalami peningkatan pengetahuan berdasarkan nilai mean pre dan post test Teridentifikasinya siswa dengan masalah KRR….%
1.3;1.4
Guru Siswa
7
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
Musyawarah sekolah KIE
PSM KIE
Minggu II Nopember 2011
Sekolah Data primer dan data sekunder
Minggu I Desember 2011
Sekolah Data primer dan data sekunder
4
Evaluasi hasil pelaksanaan kegiatan asuhan keperawatan komunitas pada agregat remaja dengan setting sekolah
3.2 Pelaksanaan kegiatan peer group discussion sebaya tentang masalah KRR
100% peer educator mengikuti pelatihan 90% peer educator yang mengikuti pelatihan konseling mengalami peningkatan pengetahuan berdasarkan nilai mean pre dan post test Peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan remaja ttg KRR …% berdasarkan penilaian dengan menggunakan angket sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan sebaya ttg KRR.
1.3;1.4
Siswa
PSM KIE Peer group sebaya
Minggu II Desember 2011
Sekolah Data primer dan data sekunder
Penilaian tingkat keberhasilan pelaksanaan kegiatan asuhan keperawatan komunitas pada agregat remaja dengan setting sekolah
90% program kegiatan Sekolah BERKIBARR dapat dilaksanakan Cakupan remaja yang melakukan konseling meningkat…% untuk setiap bulannya Menurunnya remaja dengan masalah KRR
1.1;1.3;1.4
Kepsek Ka. PKM Guru Siswa
Curah pendapat Wawancara
Minggu I Januari 2012
Sekolah Data primer dan data sekunder
8
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
C. Keperawatan Keluarga No
Kegiatan
Tujuan
Keluaran
Kompe tensi
1
Pengkajian, merumuskan masalah, menyusun intervensi keperawatan pada 5 keluarga remaja dengan masalah KRR
Mengidentifikasi berbagai komponen dalam keluarga dengan menggunakan model pengkajian Family Centered Nursing Model Mengidentifikasi masalah keperawatan keluarga remaja
Adanya hasil pengkajian hasil konsultasi dan revisi keluarga dengan remaja
1.1
Adanya rumusan masalah keperawatan keluarga dengan masalah KRR berdasarkan penapisan masalah yang ada Adanya bukti fisik berupa rencana asuhan keperawatan keluarga dengan ditandatangani residen, keluarga dan supervisor Intervensi dilakukan bersama keluarga sesuai dengan yang disusun serta hasil kesepakatan bersama
Menyusun rencana asuhan keperawatan keluarga remaja dengan bersama keluarga 2
3.
Melakukan intervensi keperawatan keluarga berupa kognitif, afektif dan perilaku ; 1. Pendidikan kesehatan minimal 5 kali 2. Conseling minimal 5 kali 3. Modifikasi perilaku ; Latihan asertif minimal 3 kali 4. Latihan komunikasi efektif minimal 5 kali Ujian ketrampilan spesialistik pada keluarga dengan remaja
Melaksanakan berbagai intervensi keperawatan yang telah disusun dan disepakati dengan keluarga selama 2x10 minggu setiap keluarga
Mengevaluasi ketrampilan spesialistik yang telah dikuasai oleh residen
Adanya kemampuan spesialistik peserta residensi
Target/sas aran
Metode
Waktu
Keluarga dengan remaja
Wawancara Pemeriksaan fisik Observasi
Minggu III s/d IV Oktober 2011
Studi literatur Kader kesehatan Keluarga Ketua RT/RW
1.2
Keluarga dengan remaja
Minggu III s/d IV Oktober 2011
Studi literatur Supervisor Keluarga
1.3
Keluarga dengan remaja
Minggu I s/d II November 2011
Studi literatur Supervisor Keluarga
1.4 3.1 3.2 3.3
Keluarga dengan remaja
Konsultasi Diskusi Kunjungan rumah Konsultasi Diskusi Kunjungan rumah 2 kali seminggu Tatap muka langsung Simulasi Demonstrasi Evaluasi Kunjungan rumah 2 kali seminggu.
Minggu III Nopember s/d Minggu IV Desem ber 2011
Studi literatur Supervisor Keluarga
Observasi Wawancara Demonstrasi
Minggu III Nopember s/d Minggu IV Desem ber 2011
Studi literatur Supervisor Keluarga
Residen
9
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
Sumber
4
Refreat askep keluarga
Mensosialisasikan metode atau model terkini terkait dg asuhan keperawatan pada keluarga dengan remaja
Tersosialisasikannya model atau metode terkini terkait dg asuhan keperawatan pada keluarga dengan remaja
5
Penyerahan 2 laporan keluarga binaan berkaitan permasalahan kesehatan remaja
Mengevaluasi kegatan yang telah dilaksanakan
6
Penyerahan laporan akhir semester gasal
Mendokumentasikan hasil praktek residensi semester gasal
5.1 5.2 5.3
Peserta Residensi dan Aplikasi
Presentasi Seminar (bahasa indonesia)
Minggu IV November 2011
Studi Literatur
Adanya dokumen laporan keluarga remaja dengan
Residen
Konsultasi Diskusi
Minggu IV November 2011
Studi literatur Supervisor Keluarga
Tersusunnya laporan akhir praktek manajemen, comunitas, dan keluarga
Residen Supervisor
Studi literatur Konsultasi
Minggu I s/d II Januari 2012
Studi Literatur
Depok, 20 September 2011 Menyetujui, Supervisor utama
Residen
(Dra. Junaiti Sahar, SKp, M.App.Sc, PhD)
(Mia Fatma Ekasari)
10
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012
11
Aplikasi model..., Mia Fatma Ekasari, FIK UI, 2012