KARAKTERISTIK KETAHANAN BAKTERI ASAM LAKTAT INDIGENOUS KEFIR SEBAGAI KANDIDAT BAKTERI PROBIOTIK PADA KONDISI SALURAN PENCERNAAN in vitro
SKRIPSI AIP WIYANA
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN Aip Wiyana. D14062017. 2011. Karakteristik Ketahanan Bakteri Asam Laktat Indigenous Kefir sebagai Kandidat Bakteri Probiotik pada Kondisi Saluran Pencernaan in vitro. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Komang Gede Wiryawan Makanan yang mengandung probiotik tergolong kedalam pangan fungsional karena berpotensi meningkatkan fungsi fisiologis usus dengan memodifikasi mikroflora usus. Bakteri probiotik merupakan mikroorganisme hidup yang bila diberikan dalam jumlah yang cukup akan memberikan manfaat kesehatan bagi penggunanya. Probiotik dapat diseleksi dari Bakteri Asam Laktat (BAL) yang terkandung dalam biji kefir. BAL indigenous kefir dapat digolongkan kedalam bakteri probiotik, bila mempunyai karakterisitk diantaranya mampu bertahan dalam kondisi saluran pencernaan sehingga mampu menggantikan fungsi antibiotik untuk melawan bakteri patogen. Bifidobacterium longum dan Lactobacillus acidophilus sering ditambahkan ke produk kefir sebagai mixes culture, sehingga khasiat kefir menjadi jauh lebih bermanfaat. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan karakteristik ketahanan BAL indigenous kefir dan asal produk olahan susu sapi Bifidobacterium longum Y-01 dan Lactobacillus acidophilus Y-01 pada kondisi saluran pencernaan, meliputi resistensi atau ketahanan terhadap kondisi pH yang berbeda (pH 2; 2,5; 3,2 dan 7,2), garam empedu dan antibiotik yang berbeda (amoksisilin dan klorampenikol) serta mengetahui kemampuan antagonistik BAL terhadap bakteri patogen (Staphylococcus aureus ATCC 25923, Escherichia coli ATCC 25922 dan Salmonella Typhimurium ATCC 14028). Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Bagian Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada bulan Maret – September 2010. Penelitian dilakukan melalui beberapa tahap: (a) pertama yakni persiapan starter yang terdiri atas pemeriksaan kemurniaan BAL dan patogen; (b) tahap kedua adalah tahap penelitian utama meliputi pengujian BAL indigenous kefir dan asal olahan susu sapi pada kondisi pH yang berbeda, garam empedu, antibiotik yang berbeda, serta aktivitas antagonistik terhadap bakteri patogen. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji t untuk menentukan ketahanan bakteri terhadap kondisi pH yang berbeda, garam empedu, dan antibiotik berbeda serta Rancangan Acak Lengkap (RAL) untuk menentukan aktivitas antagonistik terhadap bakteri patogen. Hasil pengujian menunjukkan bahwa bakteri asam laktat indigenous kefir maupun produk olahan susu sapi B.longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 dapat bertahan hidup dalam kondisi saluran pencernaan secara in vitro yaitu media dengan (a) pH yang berbeda, (b) garam empedu dan (c) antibiotik yang berbeda. Berdasarkan pengujian tersebut, BAL indigenous kefir, B.longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 tidak mengalami penurunan jumlah populasi dan ketiganya lebih tahan terhadap antibiotik kloramphenikol daripada antibiotik amoksisilin. Hasil uji antagonistik terhadap bakteri patogen menunjukkan bahwa BAL kefir, B. longum Y01 dan L. acidophilus Y-01 memiliki penghambatan yang beragam terhadap tiga
bakteri patogen indikator. Spesies BAL yang berbeda mempengaruhi nilai diameter penghambatan pada bakteri patogen S. aureus, E. coli dan S. Typhimurium. Nilai diameter zona hambat terhadap S. aureus ATCC, E. coli dan S. Typhimurium ATCC 14028 berturut-turut adalah 13,77 mm; 14,71 mm dan 13,24 mm dihasilkan oleh B. longum Y-01, 12,53 mm; 15,15 dan 15,35 mm dihasilkan oleh L. acidophilus Y-01 dan 8,46 mm; 9,10 dan 7,72 mm dihasilakan oleh BAL kefir. Hasil pengujian in vitro pada kondisi saluran pencernaan manusia dan uji antagonistik mendapatkan bahwa BAL indigenous kefir, B.longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 yang diisolasi dari olahan susu sapi, ketiganya berpotensi dikembangkan sebagai bakteri probiotik. Kata-kata kunci: kefir, bakteri asam laktat, probiotik, saluran pencernaan
ii
ABSTRACT Resistance of Lactic Acid Bacteria Indigenous Kefir on In Vitro Gastrointestinal Conditions as Probiotic Candidates Wiyana. A, R. R. A. Maheswari, K. G. Wiryawan Functional food containing probiotic bacteria is potential for modification intestine microflora. The objective of this research was to assess the resistance characteristics of kefir indigenous Lactic Acid Bacteria (LAB) (LABs from kefir, Bifidobacterium longum Y-01 and Lactobacillus acidophilus Y-01) as probiotic bacteria through its ability to grow in gastrointestinal conditions such as pH conditions (pH 2, 2.5, 3.2 and 7.2), the presence of bile salts in the small intestine, its resistance to antibiotics (amoxycillin and chloramphenicol) and its microbial activity to inhibit the pathogenic bacteria growth (Staphylococcus aureus ATCC 25923, Escherichia coli ATCC 25922 and Salmonella Typhimurium ATCC 14028). The results of Gram staining and catalase assay showed that the three kefir indigenous LABs were not contaminated with other microorganisms. Three kefir indigenous LABs had good resistance in gastro intestinal conditions, as the population of all kefir indigenous LABs observed did not decrease when they were exposed to gastrointestinal condition. Kefir indigenous LABs were more resistant to chloramphenicol antibiotics than amoxycillin antibiotics. The antagonistic test of kefir indigenous LABs to pathogen bacteria showed that the three kefir indigenous LABs had a variety inhibition. The statistical analysis showed that different types of LABs had a significant influenced on the inhibition zone of S. aureus, E. coli and S. Typhimurium. Therefore, the three tested kefir indigenous LABs had potential characteristics as probiotic bacteria. Keywords: kefir, lactic acid bacteria, probiotic, gastrointestinal condition
KARAKTERISTIK KETAHANAN BAKTERI ASAM LAKTAT INDIGENOUS KEFIR SEBAGAI KANDIDAT BAKTERI PROBIOTIK PADA KONDISI SALURAN PENCERNAAN in vitro
AIP WIYANA D14062017
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul
: Karakteristik Ketahanan Bakteri Asam Laktat Indigenous Kefir sebagai Kandidat Bakteri Probiotik pada Kondisi Saluran Pencernaan in vitro
Nama
: Aip Wiyana
NIM
: D14062017
Menyetujui:
Pembimbing Utama,
(Dr. Ir. Rarah R.A. Maheswari, DEA) NIP. 19620504198703 2 002
Pembimbing Anggota,
(Prof. Dr. Ir. Komang G. Wiryawan) NIP: 19610914198703 1 002
Mengetahui: Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan IPB
(Prof.Dr.Ir.Cece Sumantri, M.Agr.Sc.) NIP. 19591212198603 1 004
Tanggal ujian: 22 Desember 2010
Tanggal lulus: 14 Januari 2011
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Indramayu pada tanggal 02 Juli 1988. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Nana Sunarya dan Ibu Eti Rohaeti, S.Pd. Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN Manangga (1994-2000), kemudian melanjutkan pendidikan di SMPN 2 Haurgeulis (2000-2003), pendidikan lanjutan tingkat atas dilanjutkan di SMAN 1 Cimalaka-Sumedang (20032006). Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) (2006), setelah menyelesaikan pendidikan di Tingkat Persiapan Bersama IPB, penulis diterima sebagai mahasiswa mayor jurusan Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dengan minor Manajemen Fungsional. Selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di beberapa organisasi diantaranya Himpunan Mahasiswa Ilmu Produksi dan Teknologi peternakan sebagai ketua divisi Kewirausahaan (2007-2008) dan ketua divisi Peduli Pangan Peternakan (2008-2009), EMULSI (Majalah Peduli Pangan dan Gizi) (20072009) dan Himpunan Mahasiswa Peduli Pangan Indonesia (HMPPI) (2008-2009). Penulis juga bergabung di Himpunan Wadah Pelajar dan Mahasiswa Asal Lingga Sumedang (WAPEMALA ) (2006-2010). Penulis pernah magang kerja di Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang (2007) dan Rumah Potong Hewan Kota Bogor (2008). Penulis juga Pernah menjadi Asisten Praktikum pada mata kuliah Dasar Teknologi Hasil Ternak (2009 dan 2010) Ilmu dan Teknologi Pengolahan Susu (2009). Pelatihan yang pernah diikuti oleh penulis diantaranya pelatihan Hazard Analytic Critical Control Poin (HACCP) (2010) dan pelatihan Kewirausahaan Building Entrepreneur Student Program (BEST) (2010). Penulis pernah mendapat penghargaan sebagai juara 1 Lomba Business Plan Kewirausahaan In Action Fakultas Peternakan IPB tahun 2009 dan Juara Harapan 1 National Food Innovation Competition HIMATEPA IPB (2009). Penulis merupakan salah satu penerima beasiswa Supersemar pada tahun 2009 dan beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) pada tahun 2010.
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim, Alhamdulillah. Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya yang telah diberikan sehingga penulis memperoleh kemudahan dalam menyusun dan menyelesaikan skripsi ini. Tugas akhir dalam bentuk skripsi yang berjudul “Karakteristik Ketahanan Bakteri Asam Laktat Indigenous Kefir sebagai Kandidat Bakteri Probiotik pada Kondisi Saluran Pencernaan secara In Vitro” merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh meningkatnya pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan sehingga menimbulkan implikasi yang luas dalam memilih bahan makanan. Bahan makanan yang mengandung probiotik dipercaya mampu menjaga kesehatan secara preventif melelui perbaikan keseimbangan mikroflora usus. Probiotik dapat diseleksi pada Bakteri Asam Laktat (BAL) yang terkandung dalam kefir. Kultur indigenous tunggal BAL Bifidobacterium longum dan Lactobacillus acidophilus sering ditambahkan ke produk kefir, sehingga khasiat kefir menjadi jauh lebih bermanfaat. Agar mampu menyeimbangkan mikroflora usus, BAL yang terkandung dalam kefir harus mampu melewati beberapa rintangan dalam saluran pencernaan serta mampu menekan perkembangan bakteri patogen. Oleh karena itu, pembuktian terhadap potensi kultur BAL indigenous kefir sebagai probiotik dilakukan agar mendukung ketersediaan produk pangan yang dapat menguntungkan bagi kesehatan manusia. Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna. Penulis mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca sebagai sumber informasi dan referensi dalam pengembangan penyediaan produk probiotik. Penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada pihak yang telah turut membantu proses penyusunan skripsi ini. Semoga Allah SWT senantiasa membalasnya. Amin.
Bogor, Desember 2010
Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ....................................................................................
i
ABSTRACT ......................................................................................
iii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................
iv
LEMBAR PENGESAHAN ...............................................................
v
RIWAYAT HIDUP ...........................................................................
vii
KATA PENGANTAR .......................................................................
viii
DAFTAR ISI .....................................................................................
ix
DAFTAR TABEL .............................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR .........................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................
xv
PENDAHULUAN .............................................................................
1
Latar Belakang .......................................................................... Tujuan .......................................................................................
1 2
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................
3
Bakteri Asam Laktat ................................................................. Kefir .......................................................................................... Probiotik ..................................................................................... Karakteristik Probiotik ................................................................ Ketahanan terhadap Asam Lambung ................................ Ketahanan terhadap Garam Empedu ................................. Ketahanan terhadap Antibiotik ........................................ Aktivitas Antimikroba terhadap Bakteri Patogen ............. Bakteri Probiotik ......................................................................... Bifidobacterium longum .................................................... Lactobacillus acidophilus .................................................. Bakteri Patogen ......................................................................... Staphylococcus aureus ...................................................... Escherichia coli ................................................................. Salmonella enteritidis serotipe Typhimurium (S.
3 4 6 7 7 8 10 11 12 12 13 14 14 14
Typhimurium) .....................................................................
15
METODE ...........................................................................................
16
Lokasi dan Waktu ..................................................................... Materi ........................................................................................ Bahan ................................................................................. Alat .................................................................................... Prosedur ..................................................................................... Pemeriksaan Kultur Bakteri Asam Laktat dan Patogen ....
16 16 16 16 17 17
Penentuan Standar Populasi Bakteri Asam Laktat ............. Metode Hitungan Cawan ............................................ Metode Turbidimetrik ................................................. Penelitian Utama ....................................................................... Persiapan Sel-sel Kultur Bakteri Asam Laktat ................... Uji Ketahanan terhadap pH yang Berbeda ......................... Uji Ketahanan terhadap Garam Empedu ............................ Uji Ketahanan terhadap antibiotik ...................................... Uji Sifat Antimikroba terhadap Bakteri Patogen .............. Persiapan Filtrat Bebas Sel (FBS) dan FBS Terkonsentrasi ............................................................. Persiapan Bakteri Indikator ......................................... Konfrontasi Filtrat Bebas Sel dengan Bakteri Indikator ..................................................................... Diagram Alir Penelitian ............................................................... Rancangan Percobaan .................................................................. Uji t ..................................................................................... Rancangan Acak Lengkap (RAL) .....................................
17 18 18 19 19 19 20 20 21
HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................
26
Pemeriksaan Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen ............ Penelitian Utama ........................................................................ Karakteristik Pertumbuhan Kultur Starter BAL Indigenous Kefir pada pH Berbeda ....................................................... Karakteristik Pertumbuhan Kultur Starter BAL Indigenous Kefir terhadap Garam Empedu ........................................... Karakteristik Pertumbuhan Kultur Starter BAL Indigenous Kefir terhadap Antibiotik ................................................... Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Kefir terhadap Bakteri Patogen ..................................................................
26 30
KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................
50
21 21 21 23 24 24 24
..
Kesimpulan ................................................................................. Saran ...........................................................................................
30 36 39 43
50 50
UCAPAN TERIMA KASIH................................................................
51
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................
52
LAMPIRAN ........................................................................................
56
x
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Biji Kefir dan Mikroflora yang Terkandung dalam Biji Kefir ......
4
2. Mekanisme Skematik Sirkulasi Hepatik Asam Empedu ................
8
3. Skema Pengukuran Zona Hambat...................................................
22
4. Diagram Alir Proses Penelitian.......................................................
23
5. Morfologi Bakteri Asam Laktat Kefir ............................................
28
6. Morfologi (a) B. longum Y-01 dan (b) L.acidophilus Y-01 ...........
29
7. Morfologi (a) S. aureus ATCC 25923 (b) E. coli ATCC 25922 dan (c) S. Typhimurium ATCC 14028 ...........................................
29
8. Histogram Pertumbuhan Populasi Kultur BAL pada pH 2; pH 2,5; pH 3,2 dan pH 7,2 ....................................................................
34
9. Histogram Pertumbuhan Populasi Kultur BAL pada Konsentrasi Garam Empedu 0,3% dan Kontrol ..................................................
38
10. Kurva Pertumbuhan Kultur BAL pada Kontrol; Antibiotik Amoksisilin dan Antibiotik Kloramfenikol ....................................
42
11. Total Zona Hambat (a) BAL Kefir, (b) B. longum Y-01 dan (c) L. acidophilus Y-01 terhadap S. aureus ATCC 25923 .......................
44
12. Total Zona Hambat (a) BAL Kefir, (b) B. longum Y-01 dan (c) L. acidophilus Y-01 terhadap E. coli ATCC 25922 ............................
45
13. Total Zona Hambat (a) BAL Kefir, (b) B. longum Y-01 dan (c) L.acidophilus Y-01 terhadap S. Typhimurium ATCC ....................
47
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Mikroflora yang Terkandung dalam Biji Kefir ................................
5
2. Populasi Kelompok Bakteri Utama pada Usus Manusia .................
9
3. Persamaan Linier BAL Indigenous Kefir dan Produk Olahan Susu Sapi ..................................................................................................
19
4. Karakteristik BAL Indigenous Kefir dan Bakteri Patogen ..............
26
5. Jumlah Populasi BAL pada pH yang Berbeda .................................
35
6. Jumlah Populasi BAL pada Garam Empedu ...................................
37
7. Jumlah Populasi BAL pada Antibiotik ............................................
40
8. Aktivitas Antagonistik BAL terhadap S. aureus ATCC 25923 .......
44
9. Aktivitas Antagonistik BAL terhadap E. coli ATCC 25922 ...........
45
10. Aktivitas Antagonistik BAL terhadap S. Typhimurium ATCC 14028 ...............................................................................................
46
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Nilai Rataan optical density (OD) pada Pengujian Garam empedu ..
57
2.
Nilai Rataan optical density (OD) pada Pengujian Antibiotik ..........
58
3.
Nilai Rataan optical density (OD) pada Pengujian pH yang Berbeda… ..........................................................................................
59
4.
Hasil Uji-t Jumlah Populasi BAL Indigenous Kefir dalam pH 2,5 ...
59
5.
Hasil Uji-t Jumlah Populasi BAL Indigenous Kefir dalam pH 2,5 ...
60
6.
Hasil Uji-t Jumlah Populasi BAL Indigenous Kefir dalam pH 3,2 ...
60
7.
Hasil Uji-t Jumlah Populasi BAL Indigenous Kefir dalam pH 7,2 ...
61
8.
Hasil Uji-t Jumlah Populasi BAL Indigenous Kefir pada Kontrol Garam Empedu ..................................................................................
61
Hasil Uji-t Jumlah Populasi BAL Indigenous Kefir pada Garam Empedu ..............................................................................................
62
10. Hasil Uji-t Jumlah Populasi BAL Indigenous Kefir Kontrol Antibiotik ...........................................................................................
62
11. Hasil Uji-t Jumlah Populasi BAL Indigenous Kefir pada Antibiotik Amoksisilin ........................................................................................
63
12. Hasil Uji-t Jumlah Populasi BAL Indigenous Kefir pada Antibiotik Kloramphenikol .................................................................................
63
13. Persentase BAL yang Hidup pada Kondisi pH yang Berbeda...........
64
14. Persentase BAL yang Hidup pada Media tanpa atau dengan Garam Empedu …. ........................................................................................
64
15. Persentase BAL yang Hidup pada Media tanpa atau dengan Antibiotik ………. .............................................................................
64
16. Hasil Analisis Ragam Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Kefir terhadap S. aureus ATCC 25923 ..............................................
64
17. Hasil Uji perbandingan Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Kefir terhadap S. aureus ATCC 25923 ..............................................
65
18. Hasil Analisis Ragam Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Kefir terhadap E. coli ATCC 25923 ..................................................
65
19. Hasil Uji perbandingan Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Kefir terhadap E. coli ATCC 25923 ..................................................
65
20. Hasil Analisis Ragam Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Kefir terhadap S. Typhimurium ATCC 14028 ..................................
66
21. Hasil Uji perbandingan Aktivitas Antagonistik BAL Indigenou Kefir terhadap S. Typhimurium ATCC 14028 ..................................
66
22. Komposisi Buffer Pepton Water (BPW)-OXOID.. ...........................
66
9.
23. Komposisi deMan Rogose Sharpe Agar (MRSA)-OXOID ...............
66
24. Komposisi Phosphate Buffered Saline (PBS)-OXOID .....................
67
25. Komposisi de Man Rogosa Sharpe (MRSB)-OXOID .......................
67
26. Komposisi Mueller Hinton Agar (MHA) ..........................................
67
xvi
PENDAHULUAN Latar Belakang Kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan saat ini semakin meningkat, sehingga menimbulkan implikasi yang luas dalam memilih bahan makanan untuk kelangsungan hidup. Hal tersebut mendorong berkembangnya risetriset mengenai makanan dan minuman yang mempunyai efek menyehatkan, termasuk pangan fungsional yang berasal dari ternak. Bioproduk atau makanan yang mengandung probiotik tergolong kedalam pangan fungsional karena selain mengenyangkan, berpotensi pula meningkatkan fungsi fisiologis usus dengan memodifikasi mikroflora usus. Makanan yang mengandung probiotik selain mempunyai nilai nutrisi yang baik, dianggap pula memberi manfaat kesehatan dan terapeutik serta bisa dijadikan sebagai pengganti antibiotik untuk menekan pertumbuhan bakteri patogen. Mikroflora usus merupakan bagian yang terpenting bagi manusia untuk mengoptimalkan kesehatan. Kondisi kesehatan yang baik dipengaruhi oleh “mikroba baik” yang berguna bagi kesehatan yang kebanyakan dikelompokkan sebagai Bakteri Asam Laktat (BAL). Karakteristik yang dipertimbangkan untuk menentukan syarat utama isolat BAL sebagai bakteri probiotik diantaranya bersifat nonpatogenik, harus mampu bertahan hidup dan bersaing serta tidak hanya sekedar tumbuh dalam saluran pencernaan (Wahyudi dan Samsundari, 2008). Bakteri tersebut harus mampu melewati beberapa rintangan seperti keasaman lambung yang tinggi, keberadaan antibiotik dan sekresi garam empedu dalam usus halus. Selain itu BAL juga mampu menghasilkan senyawa antimikroba untuk menekan pertumbuhan bakteri patogen (Salminen et al., 2004; Winarno et al., 2003). Bakteri asam laktat umumnya dapat tumbuh dalam susu segar, susu fermentasi dan produk olahan berbahan baku susu, salah satunya adalah kefir. Keistimewaan kefir dibandingkan susu fermentasi lainnya adalah penggunaan biji kefir dalam cara pembuatannya. Jenis BAL yang terkandung pada biji kefir cukup beragam, namun semuanya hidup bersama dan saling mempengaruhi. Selain biji kefir dalam industri pengolahan susu, Bifidobacterium longum dan Lactobacillus acidophilus sering ditambahkan ke produk kefir dan produk tersebut dinamakan
biokefir. Dengan adanya penambahan bakteri tersebut produk kefir akan jauh lebih bermanfaat. Bifidobacterium
longum
Y-01
dan
Lactobacillus
acidophilus
Y-01
merupakan kultur yang telah diisolasi dari produk olahan susu sapi dan telah dikembangkan untuk pembuatan biokefir secara terkontrol dengan penambahan biji kefir. Pembuktian terhadap potensi kultur tersebut sebagai probiotik perlu dilakukan untuk mendukung ketersediaan produk pangan fungsional yang menguntungkan bagi kesehatan manusia. Tujuan Mempelajari karakterisasi potensi BAL pada kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus
Y-01
terseleksi
sebagai
kandidat
bakteri
probiotik
melalui
resistensi/ketahanan terhadap kondisi saluran pencernaan manusia, khususnya pada kondisi pH yang berbeda (pH 2; 2,5; 3,2 dan 7,2), garam empedu dan antibiotik serta mengetahui kemampuan BAL dalam memproduksi antimikroba dan kemampuan daya hambatnya terhadap bakteri patogen (Staphylococcus aureus ATCC 25923, Escherichia coli ATCC 25922 dan Salmonella Typhimurium ATCC 14028).
2
TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat Bakteri Asam Laktat (BAL) didefinisikan sebagai suatu kelompok bakteri Gram positif yang disatukan oleh berbagai morfologi. Karakteristik BAL secara umum tidak berspora, katalase negatif, berbentuk bulat atau batang, memerlukan nutrisi yang kompleks seperti asam-asam amino, vitamin (B1, B6, B12 dan biotin), purine dan pyrimidin. Kelompok bakteri ini mampu memproduksi asam laktat sebagai produk akhir metabolik utama selama fermentasi karbohidrat. Berdasarkan jenis fermentasinya BAL dibagi menjadi dua kelompok yaitu homofermentatif dan heterofermentatif. Produk akhir dari proses metabolisme homofermentatif sebagian besar berupa asam laktat sedangkan produk akhir dari proses metabolisme heterofermentatif adalah asam laktat, etanol, asam asetat dan CO 2 (Surono, 2004). Adanya BAL homofermentatif digunakan dalam pengawetan makanan karena produksi asam laktat dalam jumlah besar serta mampu menghambat bakteri penyebab kebusukan makanan dan bakteri patogen lainnya. Golongan BAL heterofermentatif lebih ditujukan kepada pembentukan flavor dan komponen aroma, seperti asetildehid dan diasetil (Fardiaz, 1992). Menurut Mitsuoka (1990), BAL dapat dibagi atas 4 grup, berdasarkan kemampuan hidupnya di dalam saluran pencernaan manusia, yaitu : a) Grup yang berhasil hidup di dalam lumen usus dan merupakan organisme yang paling banyak ditemukan dalam spesimen usus manusia, contohnya galur-galur dari Bifidobacterium (B. bifidus, B. breve, B. longum, B. adolecentris, B. infantis). b) Grup yang berhasil hidup di dalam lumen usus dan sering ditemukan dalam spesimen usus manusia, contohnya Lactobacillus (L. acidophillus, L. salivarus, L. fermentum). c) Grup yang berhasil hidup di dalam lumen usus dan kadang-kadang ditemukan dalam spesimen usus manusia, contohnya Lactobacillus (L. casei, L. brevis, L. plantarum, L.buchneri). d) Grup yang sering digunakan dalam pembuatan produk susu dan tidak dapat dijumpai dalam spesimen usus manusia, contohnya lactobacillus (L. bulgaricus) dan Streptococcus (S. thermophilus dan S. cremoris).
Mitsuoka (1990) menyatakan bahwa BAL yang paling sering dijumpai pada usus dalam keadaan hidup serta dapat digunakan sebagai kultur starter produk fermentasi adalah Lactobacillus dan Bifidobacterium. Adanya BAL yang berasal dari genus Lactococcus dan Streptococcus hanya dapat digunakan sebagai starter produk fermentasi dan tidak dijumpai pada usus. Oleh karena itu, BAL yang umum digunakan dalam produk probiotik adalah Lactobacillus dan Bifidobacterium. Golongan BAL tersebut di antaranya adalah L. acidophilus, L. casei, L. johnsonii, L. reuteri, L. rhamnosus, L. gasseri, L. bulgaricus, B. longum, B. lactis,dan B. bifidum (Surono, 2004). Kefir Kefir merupakan salah satu produk susu fermentasi yang dihasilkan dari susu sapi, domba atau kambing yang difermentasi dengan cara menambahkan butir kefir/ biji kefir (kefir grain). Kefir mempunyai rasa asam beralkohol dengan kekentalan seperti krim dan sedikit berbuih. Selain itu, kefir mempunyai sensasi rasa berbusa (foam) dan beruap (fizzy) seperti bir. Rasa asam yang timbul dalam kefir disebabkan oleh aktivitas bakteri yang menghasilkan asam laktat, sedangkan alkohol, rasa berbusa dan beruap dihasilkan oleh khamir yang memfermentasi laktosa menjadi alkohol dan CO2. Kefir mengandung 0,5 - 1% alkohol dan 0,9 - 1,1% asam laktat (Rahman et al., 1992). Komposisi kefir menurut Codex (2003) terdiri atas: protein susu minimal 2,7% b/b, lemak susu kurang dari 10% b/b, Total Asam Tertitrasi (TAT) 0,7%, etanol minimal 0,5% v/b, jumlah mikroorganisme kultur starter minimal 107, dan khamir minimal 104 cfu/g.
Gambar 1. Biji Kefir dan Mikroflora yang Terkandung dalam Biji Kefir (Anfiteatro, 2009)
Biji kefir memiliki warna putih kekuningan berbentuk seperti butir-butir nasi, ukurannya tidak seragam, tidak larut dalam air dan bersifat seperti gelatin (Rahman 4
et al., 1992). Biji kefir mengandung 24 persen polisakarida yang bersifat lengket. Biji kefir ini merupakan simbiosis antara bakteri asam laktat dan khamir dengan permukaan dilapisi kapang dalam perbandingan yang seimbang. Karakteristik sensori yang dimiliki kefir menurut Tamime (2006) adalah: (a) warnanya putih atau kekuningan; (b) aroma seimbang dan aroma yeasty; (c) rasanya asam, tetapi menyenangkan dan menyegarkan; dan (d) teksturnya lebih tebal, tetapi tidak lengket dan mempunyai konsistensi yang elastis. Tamime dan Marshall (1994) menjelaskan bahwa jenis mikroorganisme yang terdapat dalam biji kefir tergantung pada sumber dan negara asal, serta teknik pembuatan kultur yang digunakan untuk mengidentifikasi spesies yang beragam tersebut. Bakteri asam laktat yang termasuk penyusun mikroflora kefir adalah Lactobacillus sp. dan Streptococcus sp. yang bersifat homofermentatif (Fardiaz, 1992). Contoh mikroflora yang terkandung dalam biji kefir terdapat pada Tabel 1. Table 1. Mikroflora yang Terkandung dalam Biji Kefir
L. galactose
Streptococcus sp/ Lactococci sp S. cremeris
Saccharomyces cerevisiae
L. brevis
S. faecalis
Sacc. florentinus
L. casei subsp. casei
S. lactis
Sacc. pretoriensis
L. paracasei subsp. paracasei L. casei subsp. ramos
Leuconostoc mesenteroides Pediococcus damnosus
Candida valida
Lactobacillus sp
Yeasts
C. lambica
L. casei subsp. tolerant
Kloeckera apiculata
L. coraciiform subsp. torquens L. fructose
Hansenula yalbensis
L. hilarities L. homophobia L. plantarum L. pseudo plantarum L. admonishes Sumber : Anfiteatro (2009)
5
Probiotik Probiotik atau dikenal dengan mikroorganisme “baik” adalah preparat yang terdiri atas mikroba hidup yang dimasukkan ke dalam tubuh manusia atau hewan secara oral. Mikroba hidup itu diharapkan mampu memberikan pengaruh positif terhadap kesehatan manusia atau hewan dengan cara memperbaiki sifat-sifat yang dimiliki mikroba alami yang tinggal di dalam tubuh manusia atau hewan tersebut. Syarat - syarat probiotik yang baik adalah probiotik harus mempunyai kemampuan untuk bertahan hidup ketika melalui saluran pencernaan dan bermanfaat bagi kesehatan (Ardiansyah, 2007). Keseimbangan
yang
baik
dalam
ekosistem
mikroflora
usus
bisa
menguntungkan kesehatan tubuh dan dapat dipengaruhi oleh konsumsi probiotik setiap hari (Lisal, 2005). Keuntungan dalam mengkonsumsi bakteri probiotik menurut Wahyudi dan Samsundari (2008) antara lain : 1. Meningkatkan pertumbuhan inang. Peningkatan pertumbuhan terjadi sebagai hasil dari penurunan infeksi subklinis akibat tertekannya pertumbuhan mikroorganisme penyebab penyakit. Mekanisme yang terjadi mirip dengan mekanisme kerja dari penggunaan antibiotik sebagai growth-promotor. 2. Memperbaiki penggunaan nutrisi makanan. Hal ini dapat terjadi melalui peningkatan efisiensi proses pencernaan atau peningkatan kecernaan senyawa-senyawa yang awalnya tidak tercerna. 3. Meningkatkan kesehatan. Resistensi inang terjadi terhadap penyakit infeksi baik secara langsung melalui mekanisme antagonis maupun melalui status kekebalan. Manusia menjadi kebal secara alami terhadap berbagai penyakit infeksi. Ada beberapa manfaat probiotik dalam peningkatan kesehatan. Pertama, adalah
mencegah
terjadinya
kanker
yaitu
dengan
menghilangkan
bahan
prokarsinogen (bahan penyebab kanker) dari tubuh dan mengaktifkan sistem kekebalan tubuh. Kedua, dapat menghasilkan bahan aktif antitumor. Ketiga, memproduksi berbagai vitamin yaitu thiamin (B1), riboflavin (B2), piridoksin (B6), asam float, sianokobalamin (B12) yang mudah diserap ke dalam tubuh. Keempat, berperan dalam penurunan kadar kolesterol. Kelima, kemampuannya memproduksi asam laktat dan asam asetat di usus dapat menekan pertumbuhan bakteri E. coli dan 6
Clostridium perfringens penyebab radang usus dan menekan bakteri patogen lainnya (Ardiansyah, 2007). Karakteristik Probiotik Syarat utama agar probiotik mampu memberikan efek positif bagi kesehatan inang adalah probiotik tersebut harus berada dalam keadaan hidup dan dikonsumsi dalam jumlah yang cukup. Kriteria yang perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan produk probiotik dengan pengaruh positif optimal bagi inangnya, di antaranya adalah : (a) memiliki kemampuan untuk bertahan selama proses pengolahan dan selama waktu penyimpanan, (b) memiliki karakteristik sensorial yang baik, (c) memiliki kemampuan menempel dan mengkolonisasi usus, (d) memiliki sifat antagonistik terhadap mikroba patogen enterik, (e) terbukti memiliki pengaruh menguntungkan bagi kesehatan inang, (f) produk probiotik diharapkan memiliki jumlah sel hidup besar (10 7 -10 9 cfu/ml) dan (g) total konsumsi produk probiotik sekitar 300-400 Gram per minggu (Surono, 2004). Salminen et al. (2004) menambahkan bahwa suatu bakteri dapat dikatakan sebagai bakteri probiotik apabila memenuhi beberapa kriteria yakni bersifat nonpatogenik, masih aktif dalam kondisi asam lambung dan konsentrasi garam empedu yang tinggi dalam usus halus, mampu tumbuh dan melakukan metabolisme dengan cepat dan tepat dalam jumlah yang banyak dalam usus serta memiliki sifat antimikroba terhadap bakteri merugikan. Kriteria yang lain adalah dapat mengkolonisasi beberapa bagian dari saluran usus untuk sementara dan dapat memproduksi asam-asam organik secara efisien dan mudah diproduksi. Ketahanan terhadap Asam Lambung Ketahanan terhadap asam lambung merupakan syarat penting suatu BAL untuk dapat menjadi probiotik. Setiap organisme mempunyai kisaran nilai pH pertumbuhan, yaitu kondisi lingkungan pH yang masih memungkinkan pertumbuhan terjadi dan masing-masing bakteri biasanya mempunyai pH optimum. Kebanyakan mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran pH 6,0-8,0 dan nilai pH di luar kisaran kurang dari 2,0 dan lebih dari 10,0 biasanya bersifat merusak (Buckle et al., 2007). Waktu yang diperlukan BAL mulai saat bakteri masuk sampai keluar dari lambung sekitar 90 menit (Mitsuoka, 1990). Lambung setiap hari memproduksi lebih 7
kurang dari 2-3 liter getah lambung. Getah lambung merupakan cairan jernih berwarna kuning pucat yang mengandung HCl 0,2 - 0,5% dengan pH sekitar 2 bila lambung dalam kondisi kosong (Chou dan Weimer, 1999). Bakteri Asam Laktat (BAL) merupakan mikroorganisme fermentatif yang dapat hidup pada kisaran pH yang luas. Setiap galur BAL memiliki ketahanan yang berbeda terhadap asam atau pH rendah, seperti contoh adalah Lactobacillus dan Bifidobacteria yang lebih toleran terhadap pH rendah daripada laktokoki dan streptokoki (Zavaglia et al., 1998; Chou dan Weimer, 1999). Ketahanan terhadap Garam Empedu Ketahanan BAL terhadap garam empedu juga merupakan salah satu syarat penting untuk probiotik. Asam empedu disintesis dalam hati dari kolesterol, menghasilkan senyawa asam empedu primer. Asam empedu ini berkonjugasi dengan glisin atau taurin dan disekresikan ke dalam kantung empedu sebagai asam empedu terkonjugasi. Asam empedu di dalam kantung empedu dilepaskan ke lumen duodenum dalam bentuk misel dengan asam lemak dan gliserol yang dihasilkan oleh pencernaan lipase pankreatik. Sebanyak 5.500 sampai 35.500 mg asam empedu terkonjugasi disekresikan ke dalam usus kecil manusia setiap harinya (Corzo dan Gilliland, 1999). Asam empedu terkonjugasi diserap dari usus kecil (sekitar 97%) dan dikembalikan ke dalam hati melalui sirkulasi hepatik. Sebagian kecil dari asam empedu (250-400 mg) yang tidak terserap hilang dari tubuh manusia sebagai asam empedu bebas di feses. Mekanisme proses terjadinya penyerapan asam empedu dalam usus kecil dan kolon, dikenal dengan sirkulasi hepatik (Gambar 2).
Gambar 2. Mekanisme Skematik Sirkulasi Hepatik Asam Empedu (Nakazawa dan Hosono, 1992)
8
Menurut Zavaglia et al. (1998), semua mikroba yang berhasil hidup setelah ditumbuhkan dalam MRSA yang ditambah 0,3% oxgal, dinyatakan bersifat tahan terhadap garam empedu. Konsentrasi garam empedu sebesar 0,3% merupakan konsentrasi kritikal dan merupakan nilai yang cukup tinggi untuk menyeleksi isolat yang resisten terhadap garam empedu. Laktobasili yang paling bersifat resisten terhadap garam empedu terdapat pada bagian atas usus halus. Hal tersebut dilaporkan oleh Tappenden et al. (2007) bahwa BAL ditemukan dalam usus halus yang terdapat dalam jumlah yang lebih rendah di duodenum dibanding jejunum, ileum dan kolon. Hal ini dikarenakan konsentrasi garam empedu pada bagian duodenum paling tinggi, disebabkan lokasinya paling dekat bila garam empedu masuk ke dalam saluran usus. Populasi kelompok bakteri utama pada usus manusia disajikan pada Tabel 2. Table 2. Populasi Kelompok Bakteri Utama pada Usus Manusia Saluran Pencernaan Duodenum
Jumlah Bakteri cfu/g* 103–104
Kelompok Bakteri Bacteroides Lactobacillus Streptococcus
Jejunum
10 –10 5
7
Bacteroides Lactobacillus Streptococcus
Ileum
107–108
Bacteroides Clostridium Enterobacteriae Enterococcus Lactobacillus
Colon
10 –10 10
11
Bacteroides Bacillus Bifidobacterium Clostridium Enterococcus Eubacterium Streptococcus
Keterangan : * cfu/g = coloni forming unit/ gram Sumber : Tappenden et al. (2007)
9
Ketahanan terhadap Antibiotik Salah satu syarat BAL yang bermanfaat sebagai probiotik adalah memiliki ketahanan terhadap antibiotik. Antibiotik adalah suatu jenis senyawa antibakteri, baik alami maupun sintetik yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses
biokimia
di
dalam
organisme.
Setiap
antibiotik
sangat
beragam
keefektifannya dalam melawan jenis bakteri, baik bakteri Gram positif atau Gram negatif maupun yang memiliki spektrum luas (Black, 2004). Antibiotik bekerja sesuai dengan peptisida dengan menekan atau memutus suatu mata rantai metabolisme, hanya saja targetnya adalah bakteri. Jenis antibiotik yang dilihat dari target atau sasaran kerjanya di antaranya yakni: 1). Kloramfenikol Kloramfenikol merupakan sutu antibiotik dengan spektrum luas. Kloramfenikol digunakan untuk peyembuhan penyakit tifus (demam tifoid) dan paratifoid, infeksi berat karena Salmonella sp, H. influenza (terutama meningitis), rickettzia,
limfogranuloma,
psitakosis,
gastroenteristis,
bruselosis,
disentri.
Kloramfenikol dapat merusak sistem pembentukan darah seperti anemia aplastik anemia (dapat berlanjut menjadi leukemia). Senyawa ini termasuk
antibiotik yang paling stabil larut dalam air pada pH 6 menunjukkan kecenderungan terurai yang paling rendah. Antibiotik ini diabsorsi dalam saluran pencernaan secara cepat dan sempurna dengan bantuan hati dan ginjal (Scuhnack et al., 1990). 2). Amoksisilin Amoksisilin adalah antibiotik yang termasuk ke dalam golongan penisilin,
dengan
aktivitasnya
membunuh
bakteri
secara
langsung.
Amoksisilin sangat efektif untuk beberapa bakteri seperti H. influenza, N. gonorrhoea, E. coli, Pneumococci, Strptococci, dan beberapa strain dari Staphylococci. Amoksisilin dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme Gram positif dan Gram negatif. Amoksisilin stabil dalam kondisi asam serta memiliki keuntungan tambahan dengan tidak berikatan dengan makanan seperti pada kebanyakan antibiotik lainnya. Hal ini karena Amoksisilin ini disekresikan secara cepat ke dalam bentuk urin (Schunack et al, 1990).
10
Amoksisilin biasa digunakan dalam pengobatan infeksi yang diduga disebabkan karena bakteri (Kline, 2009). Aktivitas Antimikroba terhadap Bakteri Patogen Syarat lain agar BAL layak digolongkan dengan bakteri probiotik yakni harus mampu menghasilkan senyawa antimikroba. Senyawa antimikroba merupakan suatu kemampuan antagonistik suatu senyawa kimia untuk menghambat pertumbuhan mikroba yang tidak diinginkan. Komponen antimikroba yang dimiliki BAL dapat menghambat bakteri patogen. Cotter dan Hill (2003) menyatakan bahwa asam laktat mampu menghambat pertumbuhan berbagai tipe bakteri pembusuk dan patogen termasuk
spesies
Gram
negatif
dalam
famili
Enterobacteriaceae
dan
Pseudomonadaceae. Lactobacillus dapat menghasilkan antibakteri, karena filtrat Lactobacillus mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen Staphylococcus aureus dan Escherichia coli (Hardiningsih et al., 2006). Mekanisme penghambatan pertumbuhan mikroba oleh senyawa anti mikroba diantaranya : (1) perusakan dinding sel sehingga mengakibatkan lisis atau menghambat pertumbuhan dinding sel pada sel yang sedang tumbuh, (2) mengubah permeabilitas membran sitoplasma yang menyebabkan kebocoran nutrien di dalam sel, (3) denatuarasi protein sel, (4) perusakan sistem metabolisme dalam sel dengan cara menghambat kerja enzim intraseluler. Umumnya bakteri Gram negatif mempunyai ketahanan yang lebih baik terhadap senyawa antimikroba dibanding bakteri Gram positif. Struktur dinding sel bakteri Gram negatif lebih kompleks dari pada bakteri Gram positif, sehingga senyawa antimikroba akan lebih mudah masuk ke dalam sel bakteri Gram positif (Pelezar and Chan, 2007). Kemampuan suatu zat antimikroba dalam menghambat pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain konsentrasi zat pengawet, waktu penyimpanan, suhu lingkungan, sifat-sifat mikroba (jenis, konsentrasi, umur dan keadaan mikroba), sifat-sifat fisik dan kimia makanan, termasuk kadar air, pH, jenis dan jumlah senyawa di dalamnya (Fardiaz,1992). Metabolit-metabolit bakteri asam laktat yang berfungsi sebagai senyawa antimikroba antara lain asam organik (asam laktat dan asam asetat), bakteriosin, hidrogen peroksida, diasetil, CO 2 dan semua metabolit yeng mempunyai aktivitas antimikroba (Salminen et al., 2004).
11
Asam organik merupakan substansi alami dari berbagai jenis makanan. Aksi antimikroba dari asam organik berdasarkan pada kemampuannya untuk menurunkan pH dalam pangan yang berfase air (Samelis dan Sofos, 2003). Bakteriosin merupakan senyawa protein aktif dan kompleks yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat yang mempunyai aktivitas antimikroba misalnya melawan patogen pencemar makanan penyebab food borne disease dan organisme berspora lainnya (Ray, 2004). Hidrogen peroksida merupakan salah satu agen pengoksidasi yang kuat dan dapat dijadikan sebagai zat antimikroba melawan bakteri, fungi dan bahkan virus (Ray, 2004). Bakteri Probiotik Bifidobacterium longum Bifidobacterium longum memiliki bentuk batang dan termasuk ke dalam golongan bakteri Gram positif, anaerob strict, tidak berspora, katalase negatif, pertumbuhan optimal pada suhu 36-37oC, memiliki pH optimum 6,5-7. Bakteri B. longum bersifat homofermentatif dengan rasio asam asetat dan asam laktat yang dihasilkan 1,5 : 1 (Nakazawa dan Hasono, 1992). Bifidobacterium hidup pada lapisan lumen kolon dan lebih spesifik lagi membentuk koloni dalam jumlah banyak, mensekresi asam laktat, asam asetat dan senyawa antimikroba. Bifidobacterium dominan pada dinding usus sehingga mencegah dinding usus dari kolonisasi bakteri yang tidak diinginkan (E. coli) atau 7 khamir (candida) (Tamime dan Robinson, 1999). Bifidobacterium sangat efektif untuk melawan bakteri yang merugikan atau patogen yang masuk dari luar maupun bakteri yang merugikan dalam saluran pencernaan seperti Shigella dysenteria, Salmonella typhosa, Staphylococcus aureus, E. coli, dan bakteri lainnya. Bakteri ini memproduksi zat-zat yang bersifat asam lemak rantai pendek terutama asam asetat dan laktat, dan bisa juga menghasilkan zat bersifat antibiotik (Winarno et al., 2003). Bakteri B. longum diberikan untuk mengurangi frekuensi gangguan pencernaan, diare dan rasa sakit kepala karena pengobatan antibiotik dan dapat meningkatkan nilai gizi makanan, selain itu, bakteri tersebut juga mempunyai aktivitas antitumor pada kolon (Wahyudi dan Samsundari, 2008).
12
Lactobacillus acidophilus Lactobacillus acidophilus merupakan bakteri dari famili Lactobacillaceae yang termasuk dalam golongan Gram positif, berbentuk batang, bersifat mesofilik dan tidak dapat membentuk spora. Bakteri L. acidophilus bersifat homofermentatif dengan asam laktat sebagai produk utama fermentasi karbohidrat (Rahman et al., 1992). Saat ini telah diketahui bahwa keberadaan bakteri ini tidak bersifat patogen dan aman bagi kesehatan sehingga sering digunakan dalam industri pengawetan makanan, minuman dan berpotensi sebagai produk probiotik. Sifat yang menguntungkan dari bakteri Lactobacillus dalam bentuk probiotik adalah dapat digunakan untuk mendukung peningkatan kesehatan. Bakteri tersebut berperan sebagai flora normal dalam sistem pencernaan yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan asam dan basa sehingga pH dalam kolon konstan (Hardianingsih et al., 2006). Karakteristik L. acidophilus adalah : (1) tidak tumbuh pada suhu 15oC dan tidak memfermentasi ribosa; (2) pertumbuhan optimum pada suhu 35-38oC dan pH optimum 5,5-6,0; (3) pada susu sapi memproduksi 0,30%-1,90% DL asam laktat (Nakazawa dan Hosono, 1992). Bakteri L. acidophilus merupakan salah satu spesies penyusun mikroflora alami usus yang mampu melewati hambatan di dalam saluran pencernaan. Spesies ini resisten terhadap enzim dalam saliva, asam lambung dan asam empedu sehingga mampu mencapai usus dalam keadaan hidup. Bakteri L. acidophilus banyak ditemukan pada bagian akhir usus halus dan bagian awal usus besar. Bakteri ini mampu memproduksi berbagai zat metabolit, seperti : asam organik, hidrogen peroksida dan berbagai bakteriosin yang dapat menghambat perkembangan bakteri patogen (Kanbe, 1992). Bakteri L. acidophilus dapat digolongkan dalam probiotik potensial untuk digunakan pada ayam yang ditujukan untuk pengendalian salmonellosis, colibacillosis dan clostridial necrotic enteritis (Natalia dan Priadi, 2006). Bakteri tersebut membantu mengendalikan infeksi dan peradangan usus, dengan fungsi tersebut maka mengurangi potensi diare, serta mampu menghalangi terbentuknya kanker dan membantu mengendalikan kadar kolesterol darah (Wahyudi dan Samsundari, 2008). Bakteri Patogen Bakteri yang dapat mengkontaminasi makanan terbagi menjadi dua jenis yaitu bakteri yang menyebabkan makanan menjadi rusak atau disebut bakteri perusak 13
dan bakteri yang menyebabkan keracunan atau penyakit pada manusia atau disebut bakteri patogen. Food borne disease terjadi pada manusia melalui dua cara, yaitu : 1) intoksikasi, yakni makanan mengandung toksin yang dihasilkan bakteri yang tumbuh di dalam makanan tersebut, dan 2) infeksi, yakni penyakit yang disebabkan oleh masuknya bakteri ke dalam tubuh melalui makanan yang telah terkontaminasi dan adanya reaksi dari tubuh terhadap keberadaan suatu metabolit yang dihasilkan oleh bakteri yang bersifat patogen dan digunakan sebagai acuan untuk mengetahui besarnya tingkat aktivitas antimikroba (Suriawiria, 2005). Beberapa mikroba yang diketahui sebagai bakteri pembusuk dan patogen pada produk fermentasi adalah dari famili Enterobacteriaceae, meliputi famili Enterobacter, Erwina, Citobacter, Klebsiella, Proteus, Salmonella, Serattia, Shigella dan Yersinia (Fardiaz, 1992). Staphlococcus aureus Staphlococcus aureus merupakan bakteri Gram positif, berbentuk kokus yang terdapat dalam bentuk tunggal, berpasangan tetrad atau kelompok, seperti buah anggur berdiameter berkisar 0,5-1,5 µm, anaerob fakultatif, tidak bergerak, tidak berspora dan biasanya termasuk katalase positif (Holt et al., 1994). Bakteri ini sering berada pada pori-pori dan permukaan kulit, kelenjar keringat dan saluran usus serta dapat menyebabkan intoksikasi dan infeksi bisul (Fardiaz, 1992). Suhu optimum pertumbuhan S. aureus adalah 35-57 oC, dengan kisaran suhu minimum adalah 6,7 oC dan suhu maksimum 45,5 oC. Bakteri ini dapat tumbuh pada kisaran pH 4,0-9,8 dengan pH optimum sekitar 7,0-7,8. Pertumbuhan pada pH mendekati 9,8 hanya mungkin apabila substratnya mempunyai komponen yang baik untuk pertumbuhannya (Buckle et al., 2007). Escherichia coli Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif, tidak mempunyai kapsul, umumnya mempunyai fimbriae, bersifat motil atau nonmotil dengan flagella, berukuran lebar 1-1,5 µm dan panjang 2-6 µm, bersifat anaerob fakultatif, tunggal atau berpasangan, mempunyai suhu optimal pertumbauhan 37 oC, tetapi dapat tumbuh pada rentang suhu 15-45oC dan nilai aw optimum untuk pertumbuhannya adalah 0,96. (Willshaw et al., 2000). Eschericia coli merupakan bakteri alami penghuni usus besar manusia. E. coli berpotensi sebagai penyebab diare dan infeksi saluran pencernaan yang akut. 14
Bayi yang baru dilahirkan di ususnya terdapat E. colli dan jumlahnya akan semakin meningkat sesuai dengan peningkatan umur. E. coli dengan jumlah 105 – 108 cfu/g feses dapat menyebabkan diare dan kanker (Mitsuoka, 1990). Salmonella enteritidis serotipe Typhimurium (S. Typhimurium) Salmonella Typhimurium merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang, tidak berspora dan bersifat fakultatif anerobik. S. Typhimurium tumbuh optimum pada suhu 37oC, dengan suhu terendah 20oC dan suhu tertinggi 60oC (Buckle et al., 2007). Nilai pH untuk pertumbuhan S. Tyhimurium berkisar antara 4,0 – 9,0 dan nilai pH optimum 6,5 – 7,5, pada pH dibawah 4 dan di atas 9 bakteri ini akan mati perlahan-lahan. Viabilitas Salmonella akan menurun selama penyimpanan beku (Pelczar dan Chan, 2007). Bakteri dari genus S. Typhimurium menyebabkan demam tipus yang akan terjadi setelah 7-14 hari terinfeksi dan umumnya penderita penyakit merasakan sakit kepala, kehilangan nafsu makan, lemah dan demam yang terus menerus. Penyakit yang disebabkan oleh S. Typhimurium dapat mengakibatkan tingkat kematian sekitar 10%. Makanan yang pada umumnya terkontaminasi oleh S. Typhimurium adalah telur dan hasil olahannya, daging ayam, daging sapi serta susu, sehingga untuk mencegah perkembangbiakannya bahan pangan tersebut tidak boleh terlalu lama disimpan di suhu kamar (Buckle et al., 2007).
15
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Bagian Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung pada bulan Maret September 2010. Materi Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa kultur starter Bakteri Asam Laktat (BAL) yang berasal dari Kefir dan bakteri hasil isolasi dari produk olahan susu sapi yaitu B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 yang merupakan bakteri koleksi Laboratorium Mikrobiologi Bagian Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan IPB. Bakteri patogen yang digunakan adalah S. aureus ATCC 25923, E. coli ATCC 25922, dan S. Typhimurium ATCC 14028. Bahan-bahan lain yang dipergunakan adalah media tumbuh bakteri dan bahan kimia diantaranya meliputi susu skim, deMan’s Rogosa Sharpe Agar (MRSA), deMan’s Rogosa Sharpe Broth (MRSB), Buffer Pepton Water (BPW), Phosphate Buffered Saline (PBS), Eosin Methilen Blue Agar (EMBA), Salmonella Shigella Agar (SSA), Mueller Hinton Agar (MHA), HCl, NaOH, NaCl, bile salt, antibiotik (amoksisilin dan kloramfenikol), alkohol 70%, kristal violet, iodin, safranin, minyak imersi, aquadestilata, alumunium foil dan kapas. Alat Peralatan yang digunakan meliputi ruang steril, tabung reaksi, cawan petri, pipet, botol Scott, labu Erlenmeyer, inkubator, autoclave, spektrofotometer, penangas air, mikroskop, pH meter, timbangan digital, pemanas Bunsen, jangka sorong, lemari es, jarum Öse, sentrifuse, oven, gelas ukur, vortex, panci, cork borer, jangka sorong, kompor , sendok pengaduk dan flux laminaire (ruang steril).
Prosedur Pemeriksaan Kultur Bakteri Asam Laktat dan Patogen (Pelczar dan Chan, 2007) Kultur BAL kefir, B. longum Y-01, L. acidophilus Y-01 dan bakteri patogen S. aureus ATCC 25923, E. coli ATCC 25922 dan S. typhimurium ATCC 14028 diperiksa karakteristik morfologinya. Pengujian morfologi dilakukan dengan pewarnaan Gram diikuti dengan pengujian katalse. Pewarnaan Gram dilakukan dengan cara pengolesan preparat bakteri pada gelas objek, dilanjutkan dengan fiksasi di atas api. Setelah itu kristal violet diteteskan di atas preparat, didiamkan selama ±1 menit, kemudian dibilas dengan akuadestilata. Preparat dikeringudarakan kemudian ditetesi dengan larutan lugol iodin selama ±1 menit
dan
dibilas
kembali
dengan
akuadestilata.
Preparat
kemudian
dikeringudarakan, selanjutnya ditetesi dengan alkohol 95% sebagai bahan pemucat selama ±5 detik, dibilas kembali dengan akuadestilata dan dikeringudarakan. Pewarnaan terakhir menggunakan safranin selama ±30 detik dan dibilas kembali dengan akuadestilata, lalu preparat dikeringudarakan. Bakteri yang telah diwarnai diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 100 dengan bantuan minyak imersi. Uji katalase menggunakan bahan kimia H2O2. Satu Öse preparat bakteri dioleskan pada gelas objek, kemudian ditetesi
dengan satu tetes H 2O2.
Jika
dihasilkan gelembung gas O2, maka bakteri yang diuji termasuk kelompok bakteri katalase positif (+), sebaliknya bila bakteri yang diuji tidak menghasilkan gelembung gas maka bakteri tersebut termasuk kelompok bakteri katalase negatif (-). Penentuan Standar Populasi Bakteri Asam Laktat (Waluyo, 2008) Tahap ini bertujuan untuk menentukan jumlah populasi BAL selama diberikan perlakuan (ketahanan dalam lingkungan pH yang berbeda, keberadaan garam empedu dan adanya antibiotik) yang dihitung dengan pendekatan dua metode yaitu metode pour plate (hitungan cawan) dan metode turbidimetrik dengan spektrofotometer. Metode pour plate digunakan untuk penentuan populasi BAL sebelum dan sesudah perlakuan, sedangkan metode turbidimetri digunakan untuk penentuan perubahan populasi BAL selama perlakuan.
17
Metode Hitungan Cawan (Bakteriological Analytical Manual, 2001). Tahap ini diawali dengan pengenceran yang dilakukan dengan mengambil 1 ml sampel yang sudah homogen menggunakan pipet steril, lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml laruran pengencer yaitu BPW, sehingga terbentuk pengenceran 10-1. Pengenceran terus dilakukan sampai pada pengenceran 10 -9. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan pipet steril pada pengenceran 10 -6, 10-7, 10-8 dan 10-9 sebanyak 1 ml dan dipindahkan ke dalam cawan Petri steril secara duplo. Media MRSA ditambahkan ke dalam cawan Petri dengan metode tuang (pour plate) sebanyak 12-15 ml. Campuran tersebut dihomogenkan dengan cara cawan Petri digerakkan dengan arah membentuk angka
delapan. Cawan Petri diinkubasikan
setelah agar mengeras, dengan posisi terbalik pada suhu 37 C selama 24–48 jam. Koloni mikroba yang terbentuk dihitung berdasarkan Standard Plate Count (SPC) dengan rumus sebagai berikut :
N Cawan Populasi (cfu/ml) = [n1 + (0,1 x n2)] x d
Keterangan : N = Jumlah koloni yang berbeda dalam kisaran hitung (25-250 koloni) n1 = Jumlah cawan pertama yang koloninya dapat dihitung n2 = Jumlah cawan kedua yang koloninya dapat dihitung d = Tingkat pengenceran pertama yang dihitung Metode Turbidimetrik (Waluyo, 2008). Tahap ini diawali dengan penentuan korelasi antara nilai optical density (OD) dengan populasi bakteri hasil pemupukan dengan metode pour plate. Semakin tinggi nilai OD maka jumlah populasi bakteri yang dipupukkan juga semakin banyak, sehingga membentuk persamaan linier y = a + bx (y jumlah populasi BAL, x nilai OD bakteri dan a dan b konstanta persamaan). Persamaan linier yang didapat (Tabel 3) digunakan dalam penentuan populasi BAL kefir, B. Longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 pada pengujian ketahanan terhadap pH yang berbeda, garam empedu, dan antibiotik yang berbeda. Nilai R2 merupakan nilai detrminan dari persamaan linier yang didapat, nilai R2 yang 18
mendekati nilai 1 maka persamaan linier akan semakin akurat dengan populasi yang dipupukkan. Tabel 3. Persamaan Linier BAL Indigenous Kefir dan Produk Olahan Susu Sapi No.
Bakteri
Persamaaan Linier
R2
1.
Bakteri Asam Laktat Kefir
y = 7,1955 + 0,7034x
0,9246
2.
B. longum Y-01
y = 6,6840 + 1,093x
0,9579
3.
L. acidophilus Y-01
y = 7,2057 + 1,812x
0,9768
Penelitian Utama Persiapan Sel-sel Kultur Bakteri Asam Laktat Sel-sel kultur BAL kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 yang berumur 24 jam masing-masing dalam MRSB dipanen melalui sentrifugasi pada kecepatan 3500 rpm selama 15 menit dalam suhu 4 0C. Bagian presipitat atau endapan dipisahkan dari bagian supernatannya. Presipitat selanjutnya distandarisasi dengan populasi awal ±107 cfu/ml ke dalam larutan PBS. Uji Ketahanan terhadap pH yang Berbeda (Chou dan Weimer, 1999) Presipitat sel-sel kultur BAL kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 yang sudah distandarisasi dengan populasi awal ±107 cfu/ml dimasukkan ke dalam larutan PBS yang telah dikondisikan pada pH 2,0 dengan bantuan HCl dan NaOH. Kultur bakteri dalam PBS diinkubasi pada suhu 37
0
C selama 180 menit.
Penghitungan populasi awal sebelum (t 0) dan sesudah diinkubasi selama 180 menit (t180) dihitung dengan metode hitungan cawan. Perubahan populasi BAL selama perlakuan dalam pH yang berbeda diamati setiap 30 menit, melalui pengukuran nilai absorbansi ( 620 nm) dengan menggunakan spektrofotometer. Nilai OD (x) yang diperoleh dikonversikan dalam persamaan y a bx (Tabel 3) yang ada untuk memperoleh penyetaraan populasi BAL. Uji ketahanan kultur BAL kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 terhadap pH yang berbeda ditentukan berdasarkan jumlah kematian bakteri, yaitu bila kultur starter BAL mampu mempertahankan populasinya hingga 50% dinyatakan sebagai probiotik.
19
Penelitian ini mengamati kemampuan bertahan atau tumbuh BAL pada saluran pencernaan. Kondisi keasaman lambung mempunyai kisaran pH antara 2-3,5 sehingga nilai pH yang diamati adalah 2; 2,5; 3,2. Kondisi pH pada usus adalah netral sehingga pengamatan dilakukan pada pH 7,2. Uji Ketahanan terhadap Garam Empedu (Lin et al., 2006) Uji ketahanan terhadap garam empedu dilakukan terhadap isolat bakteri BAL kefir, B. longum Y-01 atau L. acidophilus Y-01 yang dapat tumbuh pada pH 2,0. Pengujian disesuaikan dengan kadar garam empedu pada saluran pencernaan yaitu dengan menggunakan bile salt sebanyak 0,3% oxgall b/v dalam media PBS dengan pH 7,2. PBS yang telah ditambahkan garam empedu dengan konsentrasi 0,3% pada pH 7,2, kemudian disterilisasi pada suhu 121 oC selama 15 menit. Presipitat sel-sel kultur BAL kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 yang sudah distandarisasi dengan populasi awal ±10 7 cfu/ml diinokulasikan pada media PBS yang telah ditambahkan garam empedu 0,3% steril. Kultur diinkubasi pada suhu 37 0C selama 24 jam. Penghitungan populasi awal sebelum (t0) dan sesudah diinkubasi selama 24 jam (t 24j) dihitung dengan metode hitungan cawan. Perubahan populasi BAL selama perlakuan dengan penambahan garam empedu 0,3% oxgal diamati setiap 1 jam selama 24 jam, melalui pengukuran nilai absorbansi ( 620 nm) dengan menggunakan spektrofotometer. Nilai OD (x) yang diperoleh dikonversikan dalam persamaan y a bx (Tabel 3) untuk memperoleh penyetaraan populasi BAL. Uji ketahanan kultur BAL kefir, B. longum Y-01 atau L. acidophilus Y-01 terhadap garam empedu ditentukan berdasarkan jumlah kematian bakteri, yaitu bila kultur starter BAL mampu mempertahankan populasinya hingga 50% dinyatakan sebagai probiotik. Uji Ketahanan terhadap Antibiotik (Modifikasi Liasi et al., 2009) Uji ketahanan terhadap antibiotik dilakukan terhadap isolat BAL dapat bertahan tumbuh pada pH 2,0 dan adanya garam empedu 0,3%. Bakteri selanjutnya diuji berdasarkan sensitifitasnya terhadap antibiotik. Presipitat distandarisasi dengan populasi awal ±107 cfu/ml, lalu diinokulasikan ke dalam media MRSB yang telah ditambahkan antibiotik (amoksisilin atau kloramphenikol) sebanyak 30 μg/ml.
20
Pengukuran populasi awal dihitung dengan metode pemupukan sebelum diinkubasi (t0). Kultur diinkubasi pada suhu 37 0C selama 24 jam. Penghitungan populasi awal sebelum (t 0) dan sesudah diinkubasi selama 24 jam (t24j) dihitung dengan metode hitungan cawan. Perubahan populasi BAL selama perlakuan dalam pH yang berbeda diamati setiap 1 jam, melalui pengukuran nilai absorbansi ( 620 nm) dengan menggunakan spektrofotometer. Nilai OD (x) yang diperoleh dikonversikan dalam persamaan y a bx (Tabel 3) untuk memperoleh penyetaraan populasi BAL. Uji ketahanan kultur BAL kefir, B. longum Y-01 atau L. acidophilus Y-01 terhadap pH yang berbeda ditentukan berdasarkan jumlah kematian bakteri, yaitu bila kultur starter BAL mampu mempertahankan populasinya hingga 50% dinyatakan sebagai probiotik. Uji Sifat Antimikroba terhadap Bakteri Patogen (Modifikasi Maheswari, 2008) Persiapan Filtrat Bebas Sel (FBS) dan FBS Terkonsentrasi. Kultur bakteri yang sudah disegarkan (populasi 107 CFU/ml) diinokulasikan dalam MRSB ( 5% v/v), lalu diinkubasi pada 37 oC selama 18 jam. Filtrat bebas sel (FBS) diperoleh dengan penyaringan steril menggunakan filter 0,22 m (Millipore). FBS dikonsentrasikan dengan cara menambahkan ke dalam FBS metanol (MeOH) dengan rasio 1:1, kemudian dievaporasi dalam rotary evaporator pada suhu 40-45 0C selama ± 60 menit atau hingga mencapai 1/5 volume awal, dengan tujuan untuk meningkatkan aktivitas antimikroba dari BAL.
FBS terkonsentrasi segera disimpan dalam
refrigerator (4 oC) sebelum digunakan. Persiapan Bakteri Indikator. Bakteri uji (BAL dan bakteri patogen) yang digunakan adalah bakteri yang berumur 24 jam. Bakteri patogen dengan populasi awal minimal 108 cfu/ml (standar Mc Farland no.2) dalam media NB terlebih dahulu diencerkan dalam media NaCl fisiologis hingga populasi mencapai 10 5 cfu/ml. Konfrontasi Filtrat Bebas Sel dengan Bakteri Indikator. Pengujian aktivitas antimikroba kultur BAL kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 terhadap bakteri patogen dilakukan dengan metode difusi agar sumur. Sebanyak masingmasing 1 ml kultur bakteri patogen yang telah diencerkan dengan populasi 10 5 cfu/ml dipipet ke dalam cawan petri, lalu ditambahkan media Muller Hinton Agar dengan suhu 50oC sebanyak 20 ml/cawan, lalu dihomogenkan dengan cara digerakkan 21
membentuk angka delapan. Media MHA berisi bakteri indikator dibiarkan memadat, kemudian dibuat sumur difusi berdiameter 7 mm dengan alat pelubang atau cork borer, lalu bagian bawah sumur dilapisi dengan media Bacteriological Agar untuk menghindari filtrat merembes di dasar sumur. Sebanyak 50l FBS terkonsentrasi dipipet ke dalam sumur, lalu cawan beserta isi diletakkan dalam refrigerator untuk memberi kesempatan FBS berdifusi ke dalam agar. Cawan selanjutnya diinkubasi pada 37 oC selama 24 jam. Diameter penghambatan berupa zona bening di sekeliling sumur diukur dengan jangka sorong pada empat tempat yang berbeda, lalu hasil pengukuran dirata-ratakan. Percobaan dilakukan dengan 2 kali ulangan. Diameter rata-rata (mm) = (A-7) + (B-7) + (C-7) + (D-7) 4
Area bakteri patogen c
a b
Zona hambat/bening
d Lubang sumur (d=7 mm) Gambar 3. Skema Pengukuran Zona Hambat
22
Diagram Alir Penelitian Stok Kultur Bakteri Pemeriksaan Kultur Bakteri BAL (BAL Kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01)
Bakteri Patogen Indikator (S. Typhimurium ATCC 14028, E. coli ATCC 25922, dan S. aureus ATCC 25923)
Standarisasi Populasi Kultur Starter (107 cfu/ml)
Standarisasi Populasi Bakteri Patogen Indikator (standar Mc Farland no.2 yaitu 108 cfu/ml)
Pengujian Ketahanan pH (2; 2,5; 3,2 dan 7,2)
Pengujian Ketahanan Garam empedu (0,3% oxgall)
Pengujian Ketahanan Antibiotik (Amoksisilin dan Kloramfenikol)
Persiapan FBS dan FBS Terkonsentrasi 5x
Konfrontasi (difusi agar sumur) Tidak Tahan
Tahan
Menghasilkan zona penghambatan
Bakteri Probiotik
Tidak Menghasilkan zona penghambatan
Bukan Bakteri Probiotik
Gambar 4. Diagram Alir Proses Penelitian
23
Rancangan Percobaan Uji t. Data ketahanan BAL kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 terhadap perlakuan pH yang berbeda (2; 2,5; 3,2 dan 7,2), keberadaan garam empedu 0,3% dan antibiotik yang berbeda (amoksisilin dan kloramfenikol) dianalisis dengan uji t. Data populasi BAL kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 dianalisis dengan membandingkan populasi masing-masing BAL sebelum diberi perlakuan (t 0) dan setelah diberi perlakuan (tx). Analisis data dipergunakan untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati dengan masing-masing perlakuan terdiri atas tiga ulangan. Rumus yang digunakan dalam Uji t adalah sebagai berikut :
Keterangan : μi
= rata-rata perlakuan ke-i
μj
= rata-rata perlakuan ke-j
s
= simpangan baku
n
= jumlah data
Rancangan Acak Lengkap (RAL) Rancangan
Acak
Lengkap
digunakan
untuk
menganalisis
aktivitas
antimikroba BAL terhadap bakteri patogen yang berbeda (S. aureus ATCC 25923, E. coli ATCC 25922 dan S. typhimurium ATCC 14028) dan untuk menganalisis persentase bakteri yang hidup pada kondisi pH yang berbeda, garam empedu dan antibiotik berbeda. Persamaaan model rancangannya menurut Gaspersz (1994). Yij = μ + δi + εij Keterangan : Yij = Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j μ = Rataan Umum δi = Pengaruh perlakuan ke-i εij = Pengaruh galat percobaan pada perlakuan ke-i ulangan ke-j i
= BAL uji yang berbeda 24
j
= Ulangan 1, 2, dan 3 Data hasil kedua rancangan selanjutnya dianalisis dengan Analysis of
variance (ANOVA). Apabila pada analisis ragam didapatkan hasil yang berbeda nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan uji Tukey (Gaspersz, 1994).
25
HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Bakteri Asam dan Bakteri Patogen Pemeriksaan terhadap kultur bakteri meliputi Bakteri Asam Laktat (BAL) dan bakteri patogen dilakukan diawal penelitian untuk memastikan bahwa kultur bakteri koleksi yang digunakan tidak terkontaminasi oleh kapang, khamir atau bakteri lain. Pemeriksaan secara sederhana yang umum dilakukan yaitu mengamati morfologi bakteri secara mikroskopik meliputi bentuk dan susunannya dengan bantuan pewarnaan Gram serta pengujian sifat katalase. Hasil pemeriksaan terhadap BAL kefir, B. longum Y-01, L. acidophilus Y-01 serta bakteri patogen S. aureus ATCC 25923, E. coli ATCC 25922 dan S. Typhimurium ATCC 14028 secara mikroskopik dengan bantuan pewarnan Gram mendapatkan bahwa semua kultur bakteri mempunyai koloni yang homogen, tidak terdapat kontaminasi dan menunjukkan kesesuaian karakteristik morfologi dari masing-masing kultur bakteri. Pengujian sifat katalase juga menunjukkan kesesuaian. Karakteristik morfologi dan sifat katalase kultur bakteri asam laktat asal kefir dan bakteri patogen indikator dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Karakteristik BAL Indigenous Kefir dan Bakteri Patogen Pewarnaan Morfologi Bentuk dan Sifat Gram Susunan Katalase --------------------------------------Bakteri Asam Laktat--------------------------------Jenis Bakteri
Bakteri asam laktat kefir
Positif
Bulat dan batang
Negatif
B. longum Y-01
Positif
Batang pendek berantai
Negatif
L. acidophilus Y-01
Positif
Batang berantai panjang
Negatif
------------------------------------------Bakteri Patogen-------------------------------------S. aureus ATCC 25923
Positif
Bulat bergerombol
Positif
E. coli ATCC 25922
Negatif
Batang pendek
Positif
S. Typhimurium ATCC 14028
Negatif
Batang pendek
Positif
Metode pewarnaan Gram sangat membantu dalam menentukan kelompok bakteri berdasarkan susunan dinding selnya. Komposisi kimia dinding sel bakteri sangat bervariasi sehingga terdapat perbedaan kemampuan mengabsorpsi bahanbahan pewarna yang diberikan di antara spesies, galur dan bahkan diantara tipe sel
pada organisme yang sama (Yuniarti et al., 2003). Bakteri berdasarkan reaksi terhadap pewarna selama proses pewarnaan Gram dibedakan menjadi kelompok bakteri Gram positif dan Gram negatif. BAL asal kefir, B. longum Y-01, L. acidophilus Y-01 dan S. aureus ATCC 25923 tergolong ke dalam kelompok bakteri Gram positif karena mampu mempertahankan warna ungu kristal violet setelah diberikan pewarna tandingan safranin, sebaliknya E. coli ATCC 25922 dan S. Typhimurium ATCC 14028 tidak mampu mempertahankan warna ungu kristal violet setelah diberikan pewarna tandingan safranin, sehingga
dikelompokkan ke dalam bakteri Gram negatif.
Pengelompokan bakteri ke dalam Gram positif dan Gram negatif menunjukkan bahwa keduanya mempunyai susunan dinding sel yang berbeda. Bakteri Gram positif dapat mempertahankan warna ungu kristal violet karena memiliki dinding sel yang lebih tebal dari pada bakteri Gram negatif sehingga membuat zat pewarna kristal violet tidak dapat keluar dari sel. Menurut Fardiaz (1992), dinding sel bakteri Gram positif 90% terdiri atas lapisan peptidoglikan dengan ketebalan 18 sampai 80 nm dan 10% lapisan tipis yakni asam teikoat sehingga mampu menyerap warna ungu lugol dan tetap mempertahankan warna tersebut ketika dicuci dengan alkohol. Kandungan utama dinding sel bakteri Gram negatif yaitu lipopolisakarida tidak dapat mempertahankan warna ungu kristal violet sehingga berwarna merah setelah diberi zat pewarna tandingannya yaitu safranin. Kelompok bakteri Gram positif dapat mempertahankan warna ungu disebabkan ketika ditetesi oleh alkohol 95%, dinding sel mengalami dehidrasi, poripori menciut, daya rembes dinding sel dan membran menurun sehingga membuat zat pewarna kristal violet tidak dapat keluar dari sel. Pemberian pewarna tandingan berupa safranin yang berwarna merah tidak akan berpengaruh karena tidak masuk ke dalam dinding sel. Bakteri Gram negatif tidak dapat mempertahankan zat pewarna kristal violet disebabkan ketika ditetesi dengan alkohol 95% lipid dari dinding sel terekstraksi, pori-pori mengembang sehingga membuat zat pewarna kristal violet keluar dari sel dan membuat sel menjadi tidak berwarna. Sel bakteri yang tidak berwarna tersebut apabila ditetesi dengan safranin, maka sel tersebut akan menyerap zat pewarna safranin sehingga akan tampak berwarna merah ketika dilihat di bawah mikroskop (Pelczar dan Chan, 2007). 27
Morfologi kultur starter bakteri BAL kefir menunjukkan hasil yang berbedabeda yaitu didapatkan sel-sel bakteri dengan bentuk bulat (kokus) dan basil (Gambar 5). BAL dari kefir minimal tersusun atas dua spesies BAL yakni Lactobacillus sp. yang ditunjukkan oleh sel-sel bakteri berbentuk basil panjang dalam susunan rantai pendek, serta Streptococcus sp. yang ditunjukkan oleh sel-sel bakteri berbentuk kokus atau bulat dengan susunan rantai pendek dan panjang. Chen et al. (2008) juga mendapatkan hasil yang sama yaitu berupa dua genus BAL pada saat melakukan isolasi bakteri asal biji kefir yakni Streptococcus sp. dan Lactobacillus sp. Fardiaz (1992) menjelaskan bahwa morfologi Streptococcus berbentuk bulat yang tersusun secara berpasangan, atau membentuk rantai pendek dan panjang, yaitu tergantung dari spesies dan kondisi pertumbuhannya. Genus Lactobacillus menurut Holt et al., (1994) berbentuk sel batang panjang tapi kadang-kadang hampir bulat, biasanya mempunyai susunan rantai yang pendek. a
b
Keterangan: a = Lactobacillus sp.; b = Streptococcus sp. Gambar 5. Morfologi Bakteri Asam Laktat Kefir
Pengamatan terhadap morfologi kultur B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y01 didapatkan bahwa B.longum Y-01 berbentuk batang pendek dengan susunan rantai pendek dan L. acidophilus Y-01 berbentuk batang dengan susunan rantai panjang (Gambar 6). Holt et al (1994) menyatakan bahwa bentuk bakteri Bifidobacterium adalah batang bentuk pasangan tersusun dalam bentuk V, kadangkadang bentuk rantai, bentuk pada sel paralel, kadang-kadang menunjukkan bentuk bulat besar (gembung). Wahyudi dan Samsundari (2008) menyatakan bahwa L. acidophilus merupakan bakteri yang berbentuk batang dengan susunan tunggal maupun berantai pendek.
28
a
b
Gambar 6. Morfologi (a) B. longum Y-01 dan (b) L.acidophilus Y-01 Pengamatan terhadap morfologi kultur bakteri patogen menunjukkan bahwa bentuk dan susunan dari S. aureus ATCC 25923, E. coli ATCC 25922 dan S. Typhimurium ATCC 14028 adalah berbeda satu sama lainya (Gambar 7). S. aureus ATCC 25923 mempunyai bentuk bulat bergerombol seperti buah anggur, E. coli ATCC 25922 berbentuk basil pendek, sedangkan S. Typhimurium ATCC 14028 berbentuk basil. Jay (2000) menjelaskan bahwa Salmonella berbentuk batang pendek, S. aureus berbentuk bulat tidak beraturan, tunggal atau berpasangan membentuk tetrad atau anggur dan E. coli berbentuk batang pendek. a
b
c
Gambar 7. Morfologi (a) S. aureus ATCC 25923 (b) E. coli ATCC 25922 dan (c) S. Typhimurium ATCC 14028 Uji katalase dilakukan untuk mengetahui keberadaan enzim katalase pada bakteri yang diamati. Preparat kultur starter BAL kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 ketika ditetesi H2O2 3% tidak menghasilkan gelembung gas oksigen (O2), hal ini berarti bahwa kultur starter tersebut tidak memiliki enzim katalase yang dapat mengkatalis H2O2 menjadi H2O dan O2. Ketiga kultur starter tersebut termasuk dalam kelompok katalase negatif. Bakteri patogen S. aureus ATCC 25923, E. coli ATCC 25922, dan S. Typhimurium ATCC 14028 termasuk ke 29
dalam kelompok katalase positif atau menghasilkan enzim katalase, karena pada saat ditetesi dengan H2O2 3%, bakteri tersebut menghasilkan gelembung gas oksigen (O2). Gas oksigen (O2) dalam lingkungan bakteri anaerobik akan menyebabkan racun karena oksigen akan bereaksi dengan flavoprotein yang menghasilkan senyawa H2O2 dan O2. Bakteri yang tergolong anaerobik tidak mempunyai enzim katalase ataupun enzim peroksidase yang mampu menginaktifkan atau memecah H2O2 H2O + O2. Keberadaan oksigen dalam lingkungan bakteri anaerobik fakultatif tidak mempengaruhi hidup bakteri tersebut. Bakteri anaerobik fakultatif meskipun tidak mempunyai enzim katalase, tetapi bakteri ini mempunyai enzim peroksidase sehingga H2O2 yang terbentuk akan diuraikan menjadi H2O dan O2. Oleh sebab itu, bakteri anaerobik fakultatif tidak terpengaruh oleh ada tidaknya oksigen (Fardiaz, 1992). Penelitian Utama Karakteristik Pertumbuhan Kultur Starter BAL Indigenous Kefir pada pH Berbeda Aktivitas mikroba dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan salah satunya adalah pH, yaitu merupakan suatu satuan ukur yang menguraikan derajat tingkat kadar keasaman atau kebasaan dari ion hidrogen dari suatu larutan (Volk dan Wheeler, 1993). Beberapa kriteria penting karakter fisiologi untuk seleksi kelayakan BAL sebagai bakteri probiotik antara lain adalah kemampuan pertumbuhan dan resistensi bakteri pada pH rendah yang menggambarkan kondisi lingkungan lambung (Hardiningsih et al., 2006). Kondisi saluran pencernaan erat kaitanya dengan pH yang berbeda. Salah satu faktor yang paling menonjol dalam penentuan pH saluran pencernaan adalah keasaman lambung. Kondisi keasaman lambung berfungsi sebagai pintu gerbang pertama untuk melakukan seleksi mikroba sebelum masuk ke usus. Pengujian ketahanan BAL indigenous kefir pada pH berbeda dilakukan pada pH medium 2; 2,5; 3,2 dan 7,2 selama 180 menit. Penentuan nilai pH yang berbeda ditentukan berdasarkan kondisi saluran pencernaan pada lambung yang selalu berubah (2; 2,5; 3,2) dan usus kecil (7,2). Penentuan waktu pengujian selama 180 menit berdasarkan waktu yang diperlukan oleh makanan mulai masuk sampai berada 30
dalam usus halus (Mitsuoka, 1990). Kemampuan BAL kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 tumbuh atau bertahan pada taraf pH yang berbeda selama 180 menit dapat dilihat Tabel 5, sedangkan perubahan populasi selama perlakuan dapat dilihat pada Gambar 8. Tabel 5. Jumlah Populasi BAL pada pH yang Berbeda Populasi BAL (Log cfu/ml) No. Lama inkubasi 1.
P0 menit P180 menit (P180 - P0)
2.
P0 menit P180 menit (P180 - P0)
3.
P0 menit P180 menit (P180 - P0)
4.
P0 menit P180 menit (P180 - P0)
BAL Kefir
B. longum Y-01
L. acidophilus Y-01
--------------------------------pH 2,0--------------------------------7,21 ± 0,07 7,15 ± 0,29 7,06 ± 0,12 7,30 ± 0,13 7,31 ± 0,33 7,15 ± 0,13 0,09 ± 0,10 0,17 ± 0,04 0,09 ± 0,07 --------------------------------pH 2,5--------------------------------7,32 ± 0,08 7,36a ± 0,08 7,25 ± 0,02 b 7,37 ± 0,02 7,62 ± 0,06 7,54 ± 0,12 0,04 ± 0,08 0,26 ± 0,10 0,29 ± 0,14 --------------------------------pH 3,2--------------------------------7,35 ± 0,02 7,50 ± 0,33 7,12a ± 0,03 7,47 ± 0,12 7,92 ± 0,29 7,43b ± 0,08 0,12 ± 0,10 0,42 ± 0,29 0,31 ± 0,10 --------------------------------pH 7,2--------------------------------7,45a ± 0,01 7,01a ± 0,17 7,45a ± 0,08 7,68b ± 0,05 7,45b ± 0,15 7,81b ± 0,14 0,23 ± 0,05 0,44 ± 0,24 0,36 ± 0,13
Keterangan : Superskrip huruf kecil yang berbeda pada kolom dan kondisi pH yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Jumlah populasi BAL yang diperoleh sebelum inkubasi (P0) pada kondisi pH 2,0 dan setelah inkubasi selama 180 menit (P180) menunjukkan bahwa BAL kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 mampu bertahan pada kondisi lingkungan lambung yang kosong walaupun pada waktu yang cukup lama dibandingkan normalnya. Hardiningsih et al. (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa apabila individu dalam keadaan berpuasa, kondisi lambung dapat mencapai pH 2 dan banyak mikroorganisme termasuk Lactobacillus hanya dapat bertahan hidup selama 30 detik sampai beberapa menit. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa pada kondisi pH 2, BAL asal kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 adalah resisten dan mampu mempertahankan hidupnya tanpa mengalami penurunan populasi. Menurut Sujaya et al. (2008), definisi bakteri probiotik merupakan bakteri yang mampu bertahan dalam saluran pencernaan, sehingga berdasarkan hasil 31
pengujian terhadap kemampuan bertahan hidup pada kondisi pH 2, BAL asal kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 dapat dikatakan berpotensi lebih lanjut untuk dikembangkan sebagai bakteri probiotik. Serupa dengan kondisi pada pH 2, BAL asal kefir juga mampu mempertahankan jumlah populasi ketika ditumbuhkan dalam media dengan pH 2,5. Surono (2004) menyatakan, bahwa kondisi pada pH 2,5 merupakan kondisi pH ketika enzim pepsin disekresikan dalam lambung untuk menghidrolisis protein. Populasi BAL asal kefir dan L. acidophilus Y-01 mampu bertahan pada kisaran 7,0 log cfu/ml selama inkubasi pada kondisi pH 2,5 (P>0,05), sedangkan B. longum Y01 selain mampu bertahan juga dapat tumbuh dan populasinya nyata meningkat sebesar 0,26 log cfu/ml (P<0,05) selama pengujian 180 menit. Zavaglia et al. (1998) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa uji ketahanan isolat klinis Bifidobacteria pada pH rendah menghasilkan 11 dari 25 isolat klinis Bifidobacteria berhasil hidup dalam kondisi pH rendah. Kondisi pada pH 3,2 merupakan kondisi ketika asam lambung akan disekresikan ke dalam lambung manusia yang didalamnya terdapat makanan (Mitsouka, 1990). Kondisi pH 3,2 mampu mempertahankan populasi BAL kefir dan B. longum Y-01 > 7,0 log cfu/ml (P>0,05) setelah inkubasi selama 180 menit, sedangkan pada L. acidophilus Y-01 menunjukkan kemampuan bertahan dan mampu bermultiplikasi yang ditunjukkan oleh peningkatkan jumlah populasi sebanyak 0,31 log cfu/ml (P<0,05). Hasil pengujian pada kondisi pH 2,5 dan 3,2 menunjukkan adanya perbedaan kemampuan tumbuh antara BAL. B. longum Y-01 mampu bertahan dan tumbuh pada kondisi pH 2,5 sedangkan L. acidophilus Y-01 mampu bertahan dan tumbuh pada kondisi pH 3,2. Perbedaan tersebut disebabkan karakter fisiologis dari masingmasing bakteri yang berbeda-beda. Perbedaan ketahanan membran sel bakteri terhadap kerusakan akibat terjadinya penurunan pH ekstraseluler menyebabkan keragaman ketahanan sel. Hardiningsih et al. (2006) memaparkan bahwa strain bakteri yang diisolasi dari indigenous mikroflora dari satu spesies tidak sama dengan spesies lain, meskipun Lactobacillus dan Bifidobacterium sama-sama diisolasi dari host yang sama, tetapi bakteri-bakteri tersebut mempunyai variasi biotypes yang berbeda. Salah satu perbedaan tersebut adalah pada lapisan polisakarida yang 32
terdapat dalam sel bakteri yang mampu mempertahankan pH sitoplasma lebih alkali dari pada pH ekstraseluler. Jumlah populasi kultur BAL dalam media pH 7,2 setelah inkubasi selama 180 menit menunjukkan peningkatan populasi sebesar 0,2-0,4 log cfu/ml. Hasil pengujian statistik menunjukkan BAL kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 mampu bertahan dan tumbuh pada kondisi pH 7,2. BAL kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 memiliki ketahanan terhadap pH 7,2. Bakteri tersebut mampu mempertahankan hidupnya pada kondisi pH 7,2, karena merupakan lingkungan netral yang sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme. Buckle et al. (2007) menyatakan bahwa mikroorganisme dapat tumbuh lebih banyak pada kisaran pH 6,08,0. Kondisi pH 7,2 merupakan kondisi pH pada usus. Mitsuoka (1990) menyatakan bahwa galur dari Bifidobacterium dan Lactobacillus sering ditemukan dalam spesimen usus manusia dalam jumlah yang banyak. Kondisi pH 7,2 pada pengujian in vitro merupakan pH media PBS tanpa penambahan apapun. Media yang dipergunakan bersifat bufferd (penyangga) sehingga kondisinya tidak terpengaruh oleh adanya bakteri yang menghasilkan produk metabolisme berupa asam maupun basa. Kondisi pada pH 7,2 bisa dijadikan acuan atau kontrol untuk membandingkan pertumbuhan populasi bakteri dengan pH lainnya. Perubahan populasi selama 180 menit pada kondisi pH yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 8. Hasil pada Gambar 8 menunjukkan bahwa semua kultur BAL indigenous kefir yang diamati tahan terhadap kondisi pH yang berbeda. Gambar tersebut memperlihatkan bahwa BAL kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 mengalami pergerakan populasi yang relatif setabil setelah pengujian selama 180 menit. Nilai populasi didapatkan dari hasil pengukuran nilai OD yang dimasukkan ke persamaan linier masing-masing bakteri. Grafik pertumbuhan BAL kefir pada pH 2; 2,5; 3,2; 7,2 saat menit ke-30 sampai menit ke-180 menunjukkan pergerakan populasi
yang linier/relatif stabil karena nilai populasi masih berkisar antara 10 7 cfu/ml. Hasil yang sama diperlihatkan pada grafik pertumbuhan bakteri B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 dalam kondisi pH 2; 2,5; 3,2; 7,2, saat menit ke-30 sampai menit ke-180 menunjukkan peningkatan populasi dengan nilai log populasi sedikit lebih tingggi bila dibandingkan dengan menit ke-0, sehingga menunjukan bakteri resisten dan mampu mempertahankan hidupnya. 33
Gambar 8.
Histogram Pertumbuhan Populasi Kultur BAL pada pH 2( 2,5( ); pH 3,2( ) dan pH 7,2( )
); pH
Bakteri asam laktat indigenous kefir memiliki ketahanan tumbuh pada kondisi pH yang berbeda. Hasil tersebut juga ditunjang dengan nilai peningkatan 34
persentase BAL melebihi 100 %. Peningkatan nilai persentase pada tiap BAL tidak berbeda nyata pada kondisi pH yang sama (Lampiran 13). Toleransi BAL yang cukup tinggi terhadap asam disebabkan karena
bakteri tersebut
mampu
mempertahankan pH intraseluler yang lebih tinggi dibandingkan pH ekstraseluler. Bakteri yang tidak tahan terhadap asam akan menjaga pH intraseluler mendekati netral, sedangkan bakteri yang lebih tahan terhadap asam secara dinamis akan mengubah pH intraseluler seiring dengan penurunan pH ekstraseluler, sehingga tidak terjadi gradien proton yang besar. Toleransi terhadap pH yang berbeda khususnya pada pH rendah pada BAL tergantung pada pH H+ dan komposisi membran sitoplasma yang dipengaruhi oleh jenis bakteri, media pertumbuhan dan kondisi inkubasi (Oh et al., 2000). Membran sitoplasma berada langsung di bawah dinding sel. Oleh sebab itu, dinding sel sangat berperan dalam mempengaruhi ketahanan bakteri terhadap pH rendah. Dinding sel BAL tergolong kedalam Gram positif sehingga lapisan peptidoglikan banyak terkandung di dalam membran. Peptidoglikan merupakan polimer besar yang disusun oleh N-asetilglukosamin (AGA), asam N-asetilmuramat (AAM) dan satu peptida yang terdiri dari empat asam amino yang saling berikatan dengan lapisan lainnya, sehingga membentuk suatu ikatan silang yang kuat menutupi seluruh sel. Salah satu penyusun asam amino dari peptidoglikan adalah asam teikoat. Asam teikoat diketahui mempunyai muatan negatif sehingga dapat membatasi substansi yang akan masuk ke dalam sel. Sel yang sedikit mengandung peptidoglikan dapat mempengaruhi adsorbsi permeabilitas dan porositas dinding sel sehingga menyebabkan pembentukan sel tidak sempurna karena tidak mengandung banyak peptidoglikan dan dinding selnya hanya meliputi membran sel. Keadaan ini menyebabkan sel bakteri mudah mengalami lisis khusnya bakteri Gram negatif yang kandungan peptidoglikannya lebih sedikit dibandingkan dengan bakteri Gram positif, sehingga pada akhirnya akan mengakibatkan kematian sel (Pelczar dan Chan, 2007). Selain itu, komposisi asam lemak dan protein penyusun membran yang beragam diantara spesies bakteri, diduga mempengaruhi keragaman ketahanan bakteri pada pH rendah (Susanti et al., 2007).
35
Karakteristik Pertumbuhan Kultur Starter BAL Indigenous Kefir terhadap Garam Empedu Untuk dapat bertahan dan tumbuh pada saluran pencernaan, BAL selanjutnya akan memasuki bagian atas saluran usus dimana empedu disekresikan ke dalam usus. Cairan empedu merupakan campuran dari asam empedu, kolesterol dan asam lemak fospolipid. Asam empedu mengandung padatan seperti garam empedu. Garam empedu merupakan larutan iso-osmotik ekstraseluler yang mengandung kation Na + dan anion anorganik seperti Cl- sehingga kondisi usus cenderung basa. Selain itu, garam empedu mengandung senyawa racun lainnya serta mengandung sejumlah lipid seperti fosfolipid dan kolesterol (Surono, 2004). Garam-garam empedu digunakan oleh usus kecil untuk mengemulsi dan menyerap lemak, fosfolipid, kolesterol, dan lipoprotein. Ketahanan terhadap garam empedu dianggap salah satu syarat agar bakteri agar mampu tumbuh dan beraktivitas dalam usus kecil karena dinding sel bakteri terdiri dari lemak sehingga berpeluang akan terjadinya lisis (Mourad dan Eddine, 2006). Garam empedu bersifat sebagai senyawa aktif pada permukaan sel sehingga dapat menembus dan bereaksi dengan sisi membran sitoplasma yang bersifat lipofilik dan menyebabkan perubahan dan kerusakan struktur membran (Hill, 1995). Oleh karena itu, dalam menentukan potensi BAL Indigenous kefir sebagai probiotik dilakukan pengujian BAL kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 untuk melawan efek dari garam empedu. Konsentrasi empedu dalam sistem pencernaan manusia bervariasi dan sulit diduga (Surono, 2004). Konsentrasi garam empedu yang ditambahkan dalam penelitian ini sebanyak 0,3 % b/v dari media yang dipergunakan. Penambahan oxgal 0,3% menurut Zavaglia et al. (1998) merupakan konsentrasi kritikal yang cukup tinggi untuk menyeleksi isolat yang resisten terhadap garam empedu. Kemampuan BAL kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 tumbuh atau bertahan pada
konsentrasi garam empedu 0,3% dapat dilihat Tabel 6, sedangkan perubahan populasi selama perlakuan dapat dilihat pada Gambar 9. Hasil pengujian menunjukkan BAL kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 mampu tumbuh pada kondisi lingkungan tanpa adanya garam empedu (kontrol). Peningkatan populasi BAL dari galur yang berbeda didapatkan nyata pada kontrol setelah inkubasi selama 180 menit yaitu sebesar 0,2 -0,4 log. Pertumbuhan 36
pada kontrol tidak menunjukkan pesat, hal tersebut disebabkan
pengaruh
penggunaan media PBS untuk mempertahankan pH 7,2. Nutrisi yang terkandung dalam media PBS (Lampiran 24) cukup rendah sehingga tidak mendukung pertumbuhan bakteri secara maksimal. Buckle et al. (2007) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba adalah ketersediaan nutrisi, pH, suhu, oksigen, adanya zat penghambat dan adanya persaingan dengan mikroba lainnya. Tabel 6. Jumlah Populasi BAL pada Garam Empedu Populasi BAL (Log cfu/ml) B. longum L. acidophilus BAL Kefir Y-01 Y-01 -----------------tanpa Garam Empedu (Kontrol)------------
No .
Lama inkubasi
1.
P0 jam
7,45a ± 0,01
7,01a ± 0,17
7,45a ± 0,08
P24 jam
7,68b ± 0,05
7,45b ± 0,15
7,81b ± 0,14
(P24 - P0)
0,23 ± 0,05
0,44 ± 0,24
0,36 ± 0,13
----------------------dengan Garam empedu-----------------2.
P0 jam
6,99 ± 0,18
8,41a ± 0,03
7,54a ± 0,10
P24 jam
7.12 ± 0,18
8,51b ± 0,01
7,78b ± 0,07
(P24 - P0)
0,13 ± 0,33
0,10 ± 0,03
0,24 ± 0,14
Keterangan : Superskrip huruf kecil yang berbeda pada kolom dan perlakuaan yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Pengujian dengan konsentrasi garam empedu 0,3% oxgal
menunjukkan
hanya BAL kefir yang mampu bertahan sedangkan L. acidophilus Y-01 dan B. longum Y-01 mampu bertahan dengan diikuti pertumbuh sebanyak 0,24 log cfu/ml dan 0,10 log cfu/ml. Lactobacillus dan Bifidobacteria secara umum lebih resisten terhadap asam empedu dibandingkan dengan genus Streptococcus dan genus lainnya (Sanders, 2000). Hal tersebut yang mengindikasikan BAL kefir tidak mampu tumbuh pada konsentrasi garam empedu 3% karena terkandung genus Streptococcus. sp. Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan BAL dengan galur yang berbeda selama ditumbuhkan dalam media tanpa atau dengan penambahan garam empedu 3%, (Gambar 9) menunjukkan adanya perbedaan perkembangan populasi. Hasil menunjukkan pertumbuhan yang fluktuatif untuk BAL kefir karena nilai populasi masih berkisar antara 107 cfu/ml hingga akhir pengamatan. Pertumbuhan B. longum 37
Y-01 dan L. acidophilus Y-01 mengalami pertumbuhan yang statis dan terlihat relatif stabil hingga 8 jam pengamatan, lalu didapatkan sedikit peningkatan diakhir pengamatan pada jam ke-24.
Gambar 9. Histogram Pertumbuhan Populasi Kultur BAL pada Konsentrasi Garam Empedu 0,3% ( ) dan Kontrol ( ) Hasil penilai persentase BAL yang hidup pada media tanpa atau dengan garam empedu menunjukkan melebihi 100 %. Nilai persentase yang hidup dari tiap BAL tidak berbeda nyata pada masing kondisi (Lampiran 14). Toleransi terhadap garam empedu tersebut diduga disebabkan oleh peranan polisakarida sebagai salah satu komponen penyusun dinding sel bakteri Gram positif. Selain itu, keragaman struktur asam lemak membran sitoplasma pada tiap bakteri menyebabkan perbedaan permeabilitas dan karakteristiknya, sehingga hal tersebut mungkin yang dapat
38
mempengaruhi perbedaan ketahanan BAL kefir dengan L. acidophilus Y-01 dan B. longum Y-01 terhadap garam empedu. Bakteri yang tidak tahan garam empedu disebabkan adanya perubahan struktur membran sel dan sifat permeabilitas sel yang terjadi akibat enzim lipolitik yang disekresikan pankreas bereaksi dengan asam lemak pada membran sitoplasma. Bakteri yang tahan terhadap garam empedu tidak mengalami permeabilitas seluler dan tidak mengalami kebocoran materi intraseluler akibat dari terkikisnya lipid oleh garam empedu sehingga bakteri mampu bertahan dan mengalami peningkatan populasi (Susanti et al., 2007). Selain itu komposisi dinding sel yang lainya pada bakteri akan mempengaruhi kemampuan ketahanan terhadap garam empedu. Bakteri Gram
positif
memeiliki
lapisan
peptidoglikan,
sehinga
lapisan
tersebut
mempengaruhi ketahanan bakteri terhadap garam empedu. Sedangkan bakteri Gram negatif yang memiliki dinding sel tipis dan memiliki lipid atau lemak dalam presentase lebih tinggi dari pada bakteri Gram positif. Kondisi tersebut akan mengakibatkan bakteri
Gram
negatif
lebih mudah mengalami
lisis
dan
mengakibatkan kematian apabila terkena garam empedu. Bakteri Gram positif memiliki dinding sel lebih tebal dapat mempertahankan hidupnya dan tidak mengalami lisis apabila terkena garam empedu. Hal tersebut juga dibuktikan pada saat proses pewarnaan, perlakuan dengan etanol (alkohol) terhadap bakteri Gram negatif menyebabkan terekstrasinya lipid sehingga memperbesar daya rembes atau permeabilitas sel Gram negatif (Pelczar dan Chan, 2007). Hasil tersebut menunjukkan kultur BAL indigenous kefir berpotensi lebih lanjut untuk dikembangkan sebagai bakteri probiotik. Karakteristik Pertumbuhan Kultur Starter BAL Indigenous Kefir terhadap Antibiotik Ketahanan terhadap antibiotik merupakan kriteria yang sangat penting untuk memilih BAL sebagai probiotik (Noriega et al., 2005). Antibiotik merupakan suatu zat yang mampu membunuh atau melemahkan suatu makhluk hidup, yaitu mikroorganisme (jasad renik) seperti bakteri, parasit, atau jamur. Fungsi antibiotik adalah membunuh bakteri-bakteri jahat yang ada di dalam tubuh. Namun, bukan hanya bakteri jahat bahkan bakteri yang dibutuhkan tubuh dapat terbunuh oleh antibiotik. Akibatnya, keseimbangan bakteri di dalam tubuh pun terganggu. Oleh 39
karena itu, untuk dapat bertahan dan tumbuh pada saluran pencernaan, BAL indigenous kefir sebagai kandidat probiotik harus mampu melawan efek senyawa kimia dari antibiotik. Jenis antibiotik yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah antibotik amoksisilin dan kloramfenikol. Amoksisilin dan kloramfenikol merupakan antibotik yang sering digunakan oleh masyarakat. Antibiotik amoksisilin dipergunakan untuk mengatasi bakteri penyebab diare seperti Escherichia coli (O‟May et al., 2005) sedangkan antibiotik kloramfenikol dipergunakan untuk mengatasi penyakit tifus yakni untuk menghambat pertumbuhan Salmonella (Volk dan Wheeler, 1993). Kedua antibiotik tersebut memiliki spektrum yang luas terhadap bakteri, baik Gram positif maupun Gram negatif akan tetapi kloramfenikol lebih berbahaya dari amoksisilin, karena dapat masuk dalam ribosom sehingga residu dalam tubuh lebih berbahaya (Scuhnack et al., 1990). Kemampuan BAL kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 tumbuh atau bertahan pada antibiotik dapat dilihat Tabel 7, sedangkan perubahan populasi selama perlakuan dapat dilihat pada Gambar 10. Tabel 7. Jumlah Populasi BAL pada Antibiotik No. Lama inkubasi
1.
P0 jam P24jam (P24 - P0)
2.
P0 jam P24 jam (P24 - P0)
3.
P0 jam P24 jam (P24 - P0)
Populasi BAL (Log cfu/ml) B. longum L. acidophilus BAL Kefir Y-01 Y-01 --------------------Tanpa Perlakuan (Kontrol)------------------7,61A ±0,01 7,79A ±0,04 7,83A ±0,03 8,32B ±0,01 9,89B ±0,02 9,31B ±0,04 0,71 ±0,02 2,10 ±0,04 1,48±0,04 ------------------------------Amoksisilin-------------------------7,60 ± 0,17 7,65 ± 0,13 7,82 ± 0,79 7,61 ± 0,05 7,82 ± 0,10 8,20 ± 0,37 0,01 ± 0,12 0,17 ± 0,21 0,38 ± 0,75 ----------------------------Kloramfenikol------------------------7,56a ± 0,03 7,92A ± 0,03 7,73a ± 0,05 7,68b ± 0,01 8,12B ± 0,03 8,23b ± 0,11 0,12 ± 0,03 0,20 ± 0,05 0,50 ± 0,14
Keterangan : Superskrip huruf kapital yang berbeda pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) Superskrip huruf kecil yang berbeda pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Jumlah populasi kultur BAL dengan galur berbeda dalam media tanpa diberi perlakuan penambahan antibiotik (20 μg/ml) menunjukkan peningkatan populasi 40
yang sangat nyata (0,7-2,1 log). Keberadaan antibiotik amoksisilin mampu menekan laju pertumbuhan BAL dari galur yang berbeda dengan menghasilkan populasi BAL kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 yang hanya mampu bertahan tanpa mengalami penurunan ataupun peningkatan populasi secara nyata. Berbeda halnya yang dijumpai pada populasi kultur BAL dalam media yang mengandung antibiotik kloramfenikol, setelah inkubasi selama 24 jam didapatkan populasi yang mengalami peningkatan secara nyata sebesar 0,1-0,5 log. Keberadaan kloramfenikol dalam media tumbuh BAL menghasilkan pengaruh daya tahan bakteri yang berbeda, dan didapatkan B. longum Y-01 mempunyai karakteristik yang paling resisten. Kultur BAL kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 yang ditumbuhkan dalam media dengan penambahan antibiotik amoksisilin maupun kloramfenikol menunjukkan kemampuannya untuk mampu mempertahankan hidupnya dengan derajat resistensi yang berbeda. Hal tersebut dikarenakan mekanisme antibiotik amoksisilin secara efektif meracuni sel bakteri dengan cara menghambat sintesis dinding sel. Dinding sel bakteri yang terhambat adalah komponen peptidoglikan, yang merupakan komponen dinding sel yang penting dalam menstabilkan sel bakteri (Scuhnack et al., 1990). Selain itu, antibiotik amoksisilin bersifat bakterisidal, sehingga menyebabkan kultur BAL dari ketiga galur yang berbeda tersebut tidak mengalami peningkatan populasi secara nyata. Fenomena yang berbeda dijumpai pada media yang ditambahkan kloramfenikol, yaitu menunjukkan resistensi yang lebih baik dari ketiga galur BAL yang diuji karena selain bertahan, bakteri juga mampu bermultiplikasi ditunjukkan oleh peningkatan populasi setelah 24 jam inkubasi. Hal tersebut dikarenakan kloramfenikol bekerja secara bakteriostatik dengan daya kerjanya hanya menghambat pertumbuhan bakteri dan tidak mematikan bakteri (Scuhnack et al., 1990). Cara kerja penghambatan sel bakteri oleh kloramfenikol yakni dengan cara menghambat sintesis protein dengan jalan mengikat ribosom (Black, 2004). Perubahan populasi BAL selama inkubasi tanpa atau dengan adanya antibiotic dapat dilihat pada Gambar 10. Pengamatan terhadap kurva pertumbuhan BAL kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 menunjukkan terdapat perbedaan respon dari jenis antibiotik yang digunakan dan galur BAL terhadap perubahan populasinya selama 24 jam inkubasi. Pertumbuhan BAL dengan galur yang berbeda dalam media tanpa antibiotik 41
mempunyai fase adaptasi antara 3-5 jam, karena media tumbuhnya adalah PBS yang komposisinya adalah NaCl, KCl, sodium klorida, potassium, disodium hidrogen phosphate
dan
potassium
dihidrogen.
Keterbatasan
nutrisi
dalam
media
menyebabkan waktu adaptasi yang lebih panjang dari kondisi normal (1-2 jam) bila BAL ditumbuhkan dalam media MRSB (Maheswari, 2008).
Fase adaptasi
menunjukkan tidak ada pertumbuhan populasi karena sel mengalami perubahan komposisi kimiawi dan siap membelah diri.
C B
A
(b) B. longum Y-01 C B A
(c) L. acidophilus Y-01 A
C
B
Keterangan :
A = fase adaptasi; B = fase logaritmik; C = fase stasioner
Gambar 10.
Kurva Pertumbuhan Kultur BAL pada Kontrol ( ); Antibiotik Amoksisilin ( ) dan Antibiotik Kloramfenikol ( )
Fase selanjutnya yang ditunjukkan oleh BAL adalah fase logaritmik, yang merupakan fase dimana bakteri melakukan pembelahan secara biner dengan jumlah kelipatan (eksponensial). Pada fase ini, terjadi lonjakan peningkatan jumlah biomassa 42
sel, sehingga bisa diketahui besaran terjadinya pertumbuhan secara optimal dan tingkatan produktifitas biomassa sel. Fase logaritmik dari masing-masing untuk BAL kefir terjadi pada jam ke 6-16 jam, B. longum Y-01 pada jam ke 4-11 dan L. acidophilus Y-01 pada jam ke 5-13. Kecepatan pertumbuhan bakteri disebabkan oleh
perbedaan
dalam
sifat-sifat
sel
suatu
organisme
dan
mekanisme
pertumbuhannya. Pada umumnya semakin kompleks suatu organisme, semakin lama dibutuhkan oleh sel untuk membelah. Waktu generasi untuk BAL kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 dalam media PBS tanpa antibiotik masing-masing adalah 0,08 menit ; 0,17 menit; 0,34 menit. Pertumbuhan BAL dengan galur yang berbeda dalam media dengan penambahan antibiotik baik amoksisilin maupun kloramfenikol menunjukkan relatif stabil pada jumlah populasi awalnya, serta menunjukkan perpanjangan fase adaptasi yang sangat nyata. BAL kefir mengalami fase adaptasi hingga 24 jam, B. longum Y-01 hingga jam ke 19 dan L. acidophilus Y-01 hingga jam ke 15. Peningkatan populasi kultur BAL terhadap ketahanannya pada antibiotik kloramfenikol dan amoksisilin menunjukkan nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Persentase BAL yang hidup pada media tanpa atau dengan antibiotik (Lampiran 15) menunjukkan perbedaan yang sangat nyata antara tiap BAL pada media dengan antibiotik kloramfenikol.
Hal tersebut dikarenakan daya hambat
kloramfenikol pada aktivitas bakteri secara spesifik mengganggu biosintesis protein yaitu penempelan klorampenikol dalam ribosom akan menutup penggandengan peptida (Scuhnack et al., 1990), sedangkan pada amoksisilin akan menghambat kestabilan sel bakteri dikarenakan rusaknya dinding sel (Black, 2004). Walaupun diamati adanya penekanan pertumbuhan pada ketiga galur BAL oleh antibiotik yang ditambahkan dalam media tumbuhnya, namun tampak bahwa ketiga galur BAL mampu bertahan dan tumbuh secara lambat dalam media yang mengandung antibiotik amoksisilin dan kloramfenikol, sehingga memenuhi salah satu persyaratan sebagai bakteri probiotik. Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Kefir terhadap Bakteri Patogen Salah satu kriteria yang diinginkan dari BAL yang digunakan sebagai kultur probiotik
adalah
mampu
menggantikan
kerja
antibiotik
sehingga
dapat
mempertahankan keseimbangan mikrofora dalam usus dengan menghambat atau 43
menurunkan pertumbuhan bakteri patogen. Rashid et al. (2007) menyatakan bahwa BAL sebagai bakteri probiotik harus mampu menurunkan jumlah bakteri patogen dalam usus manusia karena BAL memiliki komponen antimikroba. Bakteri patogen yang digunakan yakni S. aureus ATCC 25923, E. coli ATCC 25922 dan S. Typhimurium ATCC 14028.
Bakteri patogen tersebut dipilih karena sering
ditemukan dalam saluran pencernaan atau lingkungan terkontaminasi. Bakteri patogen tersebut mewakili kelompok bakteri tertentu yaitu S. aureus ATCC 25923 mewakili kelompok bakteri Gram positif dan bakteri E. coli ATCC 25922 serta S. Typhimurium ATCC 14028 mewakili kelompok bakteri Gram negatif. Aktivitas antagonistik BAL terhadap S. aureus ATCC 25923 dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Aktivitas Antagonistik BAL terhadap S. aureus ATCC 25923 No.
Kultur Bakteri
Diameter Zona Hambat (mm)
1.
BAL Kefir
8,46 B ± 0,19
2.
B. longum Y-01
13,77A ± 0,50
3.
L. acidophilus Y-01
12,53 A ± 0,18
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)
Hasil konfrontasi menunjukkan bahwa BAL kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 menghasilkan zona penghambatan terhadap bakteri S. aureus ATCC 25923. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa galur BAL memiliki aktivitas antagonistik terhadap bakteri S. aureus ATCC 25923 dengan derajat penghambatan yang berbeda (P<0,01). Diameter zona penghambatan yang dihasilkan BAL kefir nyata lebih rendah dari B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01, sedangkan antara kedua BAL isolat produk olahan susu menghasilkan diameter zona hambat yang tidak berbeda. Besarnya zona hambat yang dihasilkan ketiga galur BAL terhadap S. aureus ATCC 25923 dapat dilihat pada Gambar 11. d 20,77 mm
d 15,46 mm
a
d 19,53 7 mm
b
c
Keterangan : Besarnya diameter belum dikurangi diameter lubang 7 mm
44
Gambar 11. Total Zona Hambat (a) BAL Kefir, (b) B. longum Y-01 dan (c) L. acidophilus Y-01 terhadap S. aureus ATCC 25923 Aktivitas antagonistik ketiga galur BAL terhadap S. aureus ATCC ditunjukkan oleh diameter zona hambat yang dihasilkan yaitu berturut-turut dari yang paling besar adalah B. longum Y-01 (13,77 mm), L. acidophilus Y-01 (12,53 mm) dan BAL kefir (8,46 mm). Lisal (2005) menyebutkan bahwa Bifidobakteri mampu menghambat pertumbuhan dan kolonisasi berbagai patogen potensial dengan menghasilkan asam laktat sebagai produk akhir metabolisme yang menurunkan pH medium. Yang (2000) memaparkan bahwa mekanisme penghambatan BAL terhadap bakteri uji S. aureus dikarenakan suasana pH eksternal yang rendah pada supernatan BAL sehingga menyebabkan pengasaman pada sitoplasma sel. Asam yang tidak terdisosiasi menjadi lipofilik sehingga dapat berdifusi secara pasif melewati membran sel dan akhirnya mampu menghambat pertumbuhan S. aureus. E. coli merupakan bakteri alami penghuni usus besar manusia. E. coli berpotensi sebagai penyebab diare dan infeksi saluran pencernaan yang akut. Aktivitas antagonistik BAL terhadap E. coli ATCC 25922 ditampilkan pada Tabel 9. Tabel 9. Aktivitas Antagonistik BAL terhadap E. coli ATCC 25922 No.
Kultur Bakteri
Diameter Zona Hambat (mm)
1.
BAL Kefir
9,10B ± 0,04
2.
B. longum Y-01
14,71A ± 0,44
3.
L. acidophilus Y-01
15,15A ± 0,31
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)
BAL kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 menunjukkan kemampuanya dalam menghambat bakteri E. coli ATCC 25922 (Tabel 9). Jenis BAL yang berbeda memiliki aktivitas antagonistik terhadap bakteri E. coli ATCC 25922 dengan derajat penghambatan yang tidak sama (P<0,01). Besarnya zona hambat pada ketiga jenis BAL indigenous kefir terhadap E. coli ATCC 25922 dapat dilihat pada Gambar 12.
45
d 16,10 mm
d 21,71 mm
a
d 22,15 mm
b
c
Keterangan : Besarnya diameter belum dikurangi diameter lubang 7 mm
Gambar 12. Total Zona Hambat (a) BAL Kefir, (b) B. longum Y-01 dan (c) L. acidophilus Y-01 terhadap E. coli ATCC 25922 Aktifitas antagonistik ketiga jenis BAL terhadap E. coli ATCC 25922 berturut-turut dari yang paling besar adalah L. acidophilus Y-01 memiliki diameter zona hambat sebesar 15,15 mm, B. longum Y-01 memiliki diameter zona hambat sebesar 14,71 mm dan BAL kefir memiliki zona penghambatan paling kecil yakni sekitar 9,10 mm. Hasil pengujian menunjukkan L. acidophilus Y-01
memiliki
diameter zona hambat paling tinggi dan tidak berbeda dengan B. longum Y-01. Drago et al. (1997), menyebutkan bahwa beberapa galur isolat klinis Lactobacillus mampu menghambat bakteri E. coli. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa kemampuan penghambatan BAL tersebut disebabkan oleh produksi senyawa antimikroba berupa asam laktat dan metabolit lainya seperti bakteriosin, hidrogen peroksida dan asam lemak rantai pendek. Aktivitas antagonistik BAL terhadap S. Typhimurium ATCC 14028 dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Aktivitas Antagonistik BAL terhadap S. Typhimurium ATCC 14028 No.
Kultur Bakteri
Diameter Zona Hambat (mm)
1.
BAL Kefir
7,72 A ± 0,28
2.
B. longum Y-01
13,24 B ± 0,04
3.
L. acidophilus Y-01
15,35 C ± 0,28
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)
BAL kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 menghasilkan substrat antimikroba yang bersifat antagonistik ditunjukkan oleh zona penghambatan terhadap bakteri S. Typhimurium ATCC 14028. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pada ketiga galur BAL memiliki aktivitas antagonistik terhadap bakteri S. Typhimurium ATCC 14028 dengan derajat penghambatan yang berbeda (P<0,01). 46
Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa diameter zona hambat yang dihasilkan BAL kefir lebih rendah dari B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 (P<0,01). Diameter zona hambat yang dihasilkan oleh B. longum Y-01 lebih rendah dari L. acidophilus Y-01 yang menghasilkan diameter zona hambat tertinggi yaitu sebesar 15,35 mm . Diameter zona hambat yang dihasilkan ketiga galur BAL terhadap S. Typhimurium ATCC 14028 dapat dilihat pada Gambar 13. d 14,72 mm
d 22,35 mm
d 20,24 mm
a
b
c
Keterangan : besarnya diameter lubang 7 mm
Gambar 13. Total Zona Hambat (a) BAL Kefir, (b) B. longum Y-01 dan (c) L.acidophilus Y-01 terhadap S. Typhimurium ATCC 14028 Aktifitas antagonistik ketiga jenis BAL terhadap S. Typhimurium ATCC 14028 berturut-turut dari yang paling besar adalah L. acidophilus Y-01
yang
memiliki diameter zona hambat sebesar 15,35 mm, B. longum Y-01 dengan diameter zona hambat sebesar 13,35 mm. BAL kefir memiliki zona hambat paling kecil yakni sekitar 7,72 mm. Hasil pengujian menunjukkan L. acidophilus Y-01
memiliki
diameter zona hambat paling tinggi. Hal tersebut sesuai dengan Millette et al. (2007) yang meneliti mengenai pengendalian pertumbuhan beberapa bakteri patogen termasuk Salmonella dengan menggunakan susu fermentasi salah satunya adalah L. acidophilus dan menghasilkan penghambatan terbesar terhadap pertumbuhan Salmonella mencapai 84,7% setelah 12 jam inkubasi. Salminen et al. (2004) juga menyatakan hasil yang sama bahwa Lactobacillus acidophilus bersifat antagonistik terhadap pertumbuhan S. typhimurium, sehingga bakteri tersebut sangat efektif dalam saluran pencernaan. Hasil pengujian menunjukkan BAL kefir memiliki diameter zona hambat paling rendah. Hal tersebut dikarenakan kefir memiliki keragaman bakteri yakni terdapat dua galur bakteri yakni Lactobacillus sp. dan Streptococus sp.. Surono (2004) menyatakan interaksi antara strain BAL sendiri sangat mungkin terjadi. Suatu strain akan menghambat strain yang lain karena pembentukan senyawa metabolit 47
seperti asam organik atau senyawa antimikroba yang lain atau terjadinya kompetisi dalam memfermentasi karbohidrat atau nutrisi lainnya. Adanya dua galur bakteri dalam kefir akan mempengaruhi sifat antagonistik terhadap bakteri patogen. Evanikastri (2003) dalam penelitiannya menyebutkan isolat klinis yang berbentuk kokus mempunyai kemampuan penghambatan yang paling rendah sehingga bisa jadi galur Streptococus sp. pada BAL kefir mempengaruhi besarnya zona hambat terhadap bakteri patogen. Hasil uji antagonistik BAL indigenous kefir terhadap bakteri patogen menunjukkan bahwa BAL kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 memiliki penghambatan yang beragam terhadap tiga bakteri patogen. Perbedaan besarnya penghambatan yang didapat disebabkan BAL tersebut menghasilkan asam organik, hidrogen peroksida dan senyawa protein yang dikenal dengan sebutan bakteriosin (Salminen et al., 2004). Selama proses fermentasi BAL dapat menghasilkan asamasam organik yang merupakan senyawa antimikroba yang dapat melawan flora kompetitornya termasuk bakteri pembusuk dan patogen dalam bahan pangan. Asam organik seperti asam laktat dan asam asetat merupakan hasil metabolise BAL (Alakomi et al., 2000). Sifat antimikroba dari asam organik merupakan akibat dari hasil penurunan nilai pH (Ray, 2004). Nilai pH pada supernatan BAL indigenous kefir yakni 4,418; B. longum Y-01 adalah 4,058 dan L. acidophilus Y-01 sebesar 4, 277. Akumulasi senyawa antimikroba ini dipengaruhi oleh bentuk tak terdisosiasi yaitu rendahnya nilai pH. Bentuk tak terdisosiasi suatu komponen antimikroba akan mengakibatkan proton lebih cepat masuk ke dalam sel. Jika pH diturunkan (asam) maka proton yang masuk ke dalam sitoplasma sel akan semakin banyak, sehingga semakin banyak energi yang diperlukan untuk mengeluarkan proton. Pengeluaran proton ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pengasaman dan denaturasi komponen-komponen sel, sehingga apabila bakteri tidak cukup energi maka akan mengakibatkan kematian. Besarnya perbedaan nilai pH pada masing-masing BAL sejalan dengan perbedaan aktivitas antagonistik bakteri tersebut yang ditunjukkan oleh zona hambat bening yang dihasilkan. Bakteri Gram negatif memiliki dinding sel lebih tipis, sehingga akumulasi senyawa antimikroba akan mudah masuk ke dalam membran sel. Aktivitas antagonistik antimikroba BAL menyebabkan adanya perubahan dinding sel pada 48
bakteri patogen sehingga mengakibatkan lisis atau penghambatan sintesis komponennya. Adanya suatu zat antimikroba yang dihasilkan BAL mengakibatkan perubahan permeabilitas membran sitoplasma pada bakteri uji sehingga terjadi kebocoran zat nutrisi dalam sel dengan cara menghambat kerja enzim intraseluler. Terhambatnya kerja enzim intraseluler akan menyebabkan denaturasi protein sel serta perusakan sistem metabolisme dalam sel (Pelczar dan Chan, 2007), sehingga yang berakibat pada kematian pada bakteri patogen.
49
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan BAL asal kefir dan asal produk olahan susu sapi B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 didapatkan mempunyai ketahanan pada kondisi saluran pencernaan manusia secara in vitro yaitu media dengan pH yang berbeda (pH 2; 2,5; 3,2 dan 7,2), toleransi pada garam empedu dan antibiotik (amoksisilin dan kloramphenikol). Kultur BAL indigenous kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus
Y-01 juga
memiliki aktifitas antagonistik terhadap bakteri pathogen indikator (S. aureus ATCC 25923, E. coli ATCC 25922 dan S. Typhimurium ATCC 14028). Hasil pengujian in vitro pada kondisi saluran pencernaan dan uji antagonistik mendapatkan bahwa BAL indigenous kefir, B.longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 yang diisolasi dari olahan susu sapi, ketiganya berpotensi dikembangkan sebagai bakteri probiotik. Saran Identifikasi lebih lanjut terhadap BAL Streptococcus sp. dan Lactobacillus sp. pada BAL kefir perlu dilanjutkan. Pengujian karakterisitik BAL kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 secara in vivo perlu dilakukan sehingga dapat diketahui lebih jauh potensi dan manfaat BAL kandidat probiotik tersebut, diantaranya kemampuan dalam penempelan di usus halus. Aplikasi pemanfaatan BAL indigenous kefir, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 untuk menghasilkan kefir probiotik serta karakterisitik pertumbuhannya selama pengolahan dan penyimpanan perlu juga dievaluasi.
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur Alhamdulillah, penulis sampaikan kehadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan nikmat-Nya yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dan studi ini. Salawat dan salam semoga selalu tercurahkan pada Nabi Muhammad saw beserta keluarga dan para sahabatnya. Penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada Dr. Ir. Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA selaku pembimbing utama dan Prof. Dr. Ir. Komang G. Wiryawan selaku pembimbing anggota atas bimbingan, nasihat dan ilmu yang diberikan kepada Penulis. Penguji sidang Ir. B. Neni Polii, SU dan Dr. Ir. Erika B. Lakoni, M.Si atas bantuan, saran dan nasehat pada saat sidang. Pembimbing akademik Ir. Hotnida C. H. Siregar, M.Si atas bimbingan dan arahan selama menjalankan perkuliahan. Penulis mempersembahkan skripsi ini untuk orangtua, Ibunda Eti Rohaeti, S.Pd dan Bapak Nana Sunarya beserta keluarga besar yang selalu memberikan bantuan berupa doa, motivasi dan kasih sayang hingga terselesaikannya skripsi ini. Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada rekan-rekan satu tim penelitian Dewi Sunaryo, Yoshefhin Maharani Rosari, Nur Amanah dan Dewi Sumarni. Teknisi dan tenaga penunjang Bagian Teknologi Hasil Ternak Devi. M, S.Pt, Joni. S, S.Pt, Eka. R, S.Pt, Sukmawijaya Amd, Dedi Permadi Amd dan Ebi atas bantuan selama penulis melaksanakan penelitian. Teman seperjuangan di laboratorium pengolahan susu yakni Bestarina Rahma, Ridha Mulyani, Isna Zakiah dan Sofi Mulya Anggraeni, M. Daniel, S.Si dan kakak kelas IPTP terdahulu terimakasih atas kerjasama dan bantuan. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Puput Yanita Senja, Fiqi Hilmawan, Angelina Vanda, Windi Alzahra dan Desma atas persahabatan dan bantuan dalam penyusunan skripsi. Teman-teman wisma Jamparing atas suka dan duka serta keceriaan yang diberikan. Teman-teman IPTP 43 yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas kebersamaan yang telah diberikan semoga silaturrahmi kita akan terus terjaga selamanya. Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada civitas akademika Fakultas Peternakan dan kepada semua pihak yang telah membantu. Semua kebaikan yang telah diberikan hanya Allah SWT yang pantas membalasnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kemajuan dunia pendidikan dan peternakan. Amin. Bogor, Desember 2010 Penulis
DAFTAR PUSTAKA Alakomi, H. L., E. Skytta, M. Saarela, T. M. Sandholm, K. L. Kala & I. M. Helander. 2000. Lactid acid permeabilitas Gram-negative bacteria by disrupting the outer membrane. Appl. Environ. Microbiol. 66(5): 2001-2005. Anfiteatro, D. N. 2009. Kefir a probiotik gem cultured with a probiotik jawel. http://users.sa.chariot.net.au/~dna/kefirpage.html. [30 Januari 2010]. Ardiansyah. 2007. Prebiotik dan probiotik, pangan fungsional. http://ardiansyah.multiply.com/journal/item/22. [27 Januari 2010]. Bacteriological Analytical Manual. 2001. Aerobic http://cfsan.Fdagov/abam/bam.Html. [31 Januari 2010]
Plate
Count.
Black, G. J. 2004. Microbiology: Principles and Exploration. 6 th Ed. John Wiley and Sons, Inc., Virginia. Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet & M. Wootton. 2007. Ilmu Pangan. Terjemahan: H. Purnomo & Adiono. Universitas Indonesia, Jakarta. Chen, H. C., S. Y. Wang & M. J. Chen. 2008. Microbiological study of lactic acid bacteria in kefir grains by culture-dependent and culture-independent methods. J. Elsevier Food Microbiol. 25: 492–501. Chou, L. S. & B. Weimer. 1999. Isolation and characterization of acid and bile tolerant isolates from strains of Lactobacillus acidophilus. J. Dairy Sci. 62: 23-31. Codex Standard. 2003. Codex Stan 243-2003. Codex Standard for Fermented Milk. Cotter, P. D. & C. Hill. 2003. Surviving the acid test: responses of Gram positive bacteria to low pH. Microbiol. Mol. Biol. Rev. 67 (3): 429-453. Corzo, G. & S. E. Gilliland. 1999. Measurement of bile salt hydrolase activity from Lactobacillus acidophilus based on dissapearance of conjugated bile salts. J. Dairy Sci. 82 : 466-471. Drago, L. M., R. Gismondo, A. Lombardi, C. de Haen & L. Gozzini. 1997. Inhibition of in vitro growth of enteropathogens by new Lactobacillus isolates of human intestinal origin. FEMS Microbiol. Lett. 153: 455-463. Evanikastri. 2003. Isolasi dan karakterisasi bakteri asam laktat dari sampel klinis yang berpotensi sebagai probiotik. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertaninan Bogor, Bogor. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Gaspersz, V. 1994. Metode Perancangan Percobaan. CV. Armico, Bandung.
Hardiningsih, R., N. R. Napitupulu & T. Yulinery. 2006. Isolasi dan uji resistensi beberapa isolat Lactobacillus pada pH rendah. Biodiversitas, Pusat Penelitian Biologi, LIPI, Bogor. Hill, M. J. 1995. Role of Gut Bacteria in Human Toxicology and Pharmacology. Taylor, New York. Holt, J. G., N. R. Krieg, P. H. A. Sneath, J. T. Staley & S. T. Williams. 1994. Bergey‟s Manual of Determinative Bacteriology. 9 th Ed. Williams and Wilkins, Baltimore, USA. Jay, M. J. 2000. Moderen Food Microbiology. 6th Ed. Apsen Publishers, Inc., Maryland. Kanbe, M. 1992. Use of intestinal lactid acid bacteria and health. In: Function of Fermented milk; Challebges for Health Science. Y. Nakazawa and A. Hasono (Eds.). Elsevier Applied Science Publisher Ltd., London and New York. Kline, G. S. 2009. Amoxil (Amoxicilin). Research Triangle Park, New York City. Lisal, J. S. 2005. Konsep probiotik dan prebiotik untuk modulasi mikrobiota usus besar. J. Med. Nus. 26(4): 259-262. Liasi, S. A., T. I. Azmi, M. D. Hassan, M. Shuhaimi, M. Rosfarizan & A. B. Ariff. 2009. Antimicrobial activity and isolates of lactic acid bacteria from fermented fish product Budu. Malay. J. Microbiol. 5(1): 33-37. Lin, W. H., C. F. Hwang, L. W. Chen & H. Y. Tsen. 2006. Viable counts, characteristic evaluation for commercial lactic acid bacteria products. J. Food Microbiol. 23: 74-81. Maheswari, R. R. A. 2008. Karakteristik susu sapi dan susu kambing yang difermentasi dengan kultur starter indigenous dan diperkaya dengan probiotik dan prebiotik (sinbiotik) sebagai pangan fungsional. Laporan Pelaksanaan Kegiatan Hibah Komperensi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Millette. M,. F. M. Luquet & M. Lacroix. 2007. In vitro growth control of selected pathogens by Lactobacillus acidophilus and Lactobacillus casei fermented milk. Lett. Appl. Microbiol. 44(3): 314-319. Mitsuoka, T. 1990. A Profile of Intestinal Bacteria. Yakult Honsa Co. Ltd., Japan. Mourad, K. & K. N. Eddine. 2006. In vitro preselection criteria for probiotic Lactobacillus plantarum strains of fermented olives origin. J. Probio. Prebio. 1(1): 27-32. Nakazawa, Y. & A. Hosono. 1992. Functions of Fermented Milk Challengs for The Health Science. Elsevier Science Publisher Ltd, Univesity Press, Cambrigde.
53
Natalia, L. & A. Priadi. 2006. Sifat lactobacilli yang diisolasi dari usus ayam sebagai probiotik. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Balai Penelitian Veteriner, Bogor. Noriega, L., G. Clara . G. N. Reyes & A. Margolles. 2005. Acquisition of bile salt resistance promotes antibiotic susceptibility changes in Bifidobacterium. J. Food Protect. 68( 9): 1916–1919. Oh, S., S. H. Kim & R. W. Worobo. 2000. Characterization and purification of a bacteriocin produced by a potential probiotic culture, Lactobacillus acidophilus 30SC. J. Dairy Sci. 83: 2747-2752. O‟May, G. A., N. Reynolds, A. R. Smith, A. Kennedy & T. Macfarlane. 2005. Effect of pH and antibiotics on microbial overgrowth in the stomachs and duodena of patients undergoing percutaneous endoscopic gastrostomy feeding. J. Clin. Microbiol. 43(7): 3059–3065. Pelczar, M. J. & E. C. S. Chan. 2007. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Rahman, A., S. Fardiaz, W. P. Rahayu, Suliantari & C. C. Nurwitri. 1992. Teknologi Fermentasi Susu. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rashid, H., K. Togo, M. Ueda & T. Miyamoto. 2007. Probiotic characteristics of lactic acid bacteria isolated from traditional fermented milk „dahi‟ in Bangladesh. J. Nutr. 6(6): 647-652. Ray, B. 2004. Fundamental Food Microbiology. 3rd Ed. CRC Press, New York. Sanders, M. E. 2000. Consideration for use of probiotic bacteria to modulate human health. J. Nutr. 130: 384–390. Samelis, J. & N. Sofos. 2003. Organic acids. In: Roller, S. (Ed.). Natural Antimicrobial for the Minimal Processing of Foods. Woodhead Publishing, Ltd., London. Salminen, S., A. V. Wright & A. Ouwehand. 2004. Lactic Acid Bacteria: Microbiology and Funtional Aspects. 3th Ed. Revised and Expanded. Marcel Dekker, Inc., New York. Scuhnack, W. K. Mayer & M. Haake. 1990. Senyawa Obat. Gadjah Mada University Press., Yogyakarta. Sujaya, I. N., N. M. U. Dwipayanti., N. L. P. Suariani., N. P. Widarini., K. A. Nocianitri & N. W. Nursini. 2008. Potensi Lactobacillus spp. isolat susu kuda sumbawa sebagai probiotik. J. Vet. 9(1): 33-40. Suriawiria, U. 2005. Mikrobiologi Dasar. Papas Sinar Sinanti, Jakarta. 54
Surono, I. S. 2004. Probiotik Susu Fermentasi dan Kesehatan. PT. Tri Cipta Karya, Jakarta. Susanti, I., R. W. Kusumaningtyas & F. Illaningtyas. 2007. Uji sifat Probiotik bakteri asam laktat sebagai kandidat bahan pangan fungsional. J. Teknol. Ind. Pangan. 18(2): 89-95. Tamime, A. Y. 2006. Fermented Milks. 1st Ed. Blackwell Publishing, Oxford. Tamime, A. Y & V. M. E. Marshall. 1994. Microbiology and Technology of Fermented Milks. In: Law, B. A. (Ed.). Microbiology and Biochemistry of Cheese and Fermented Milk. Blackle Academic and Professional, London. Tamime. A. Y. & R. K. Robinson. 1999. Yoghurt: Science and Technology. 2nd Ed(s). Woodhead Publishing, Ltd Cambridge, England. Tappenden, K. A., S. Andrew & B. S. Deutsch. 2007. The physiological relevance of the intestinal microbiota - contributions to human health. J. Am. Coll. Nutr. 26(6): 679–683. Volk, W. A & M. F. Wheeler. 1993. Mikrobiogi Dasar Edisi kelima. PT. Gelora Aksara Pratama, Erlangga. Waluyo, L. 2008. Teknik dan Metode Dasar dalam Mikrobiologi. Universitas Muhammadiyah Malang, Malang. Wahyudi, A & S. Samsundari. 2008. Bugar dengan Susu Fermentasi. Universitas Muhamadiah Malang, Malang. Willshaw, G. A., C. Thomas & R. S. Henry. 2000. Escherichia coli. In: Lund B. M, Baird-Parker T. C., Gould G. W. (Eds.). The Microbial Safety and Quality of Food Maryland : Aspen. 1136-1177. Winarno, F. G., W. W. Ahnan & W. Widjajanto. 2003. Flora Usus dan Yoghurt. M – Biro Press, Bogor. Yang, Z. 2000. Antimicrobial compounds and extracellular polysaccharides produced by lactid acid bacteria: structures and properties. Dissertation. Faculty of Agriculture and Forestry Universitas of Helsinki, Helsinki. Yuniarti. E., D. N. Susilowati & R. Saraswati. 2003. Koleksi, karakterisasi dan preservasi mikroba remediasi. J. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman. Zavaglia, A. G., G. Kociubinski, P. Perez & G. De Antoni. 1998. Isolation and characterization of Bifidobacterium strains for probiotic formulation. J. Food Protect. 61(7): 865-873.
55
LAMPIRAN
Lampiran 1. Nilai Rataan optical density (OD) pada Pengujian Garam empedu BAL Kefir
B. longum Y-01
L. acidophilus Y-01
Waktu Pengamatan (Jam)
Kontrol
Garam empedu
Kontrol
Garam empedu
Kontrol
Garam empedu
1 2
0,034 0,037
0,038 0,036
0,243 0,245
0,138 0,141
0,0805 0,0855
0,0217 0,0250
3 4 5 6 7
0,038 0,041 0,042 0,040 0,040
0,036 0,037 0,038 0,038 0,039
0,257 0,230 0,220 0,223 0,224
0,139 0,139 0,136 0,138 0,139
0,1215 0,1270 0,1280 0,1190 0,1165
0,0617 0,0620 0,0617 0,0625 0,0642
8 9 10 11 12
0,039 0,039 0,040 0,040 0,039
0,038 0,038 0,038 0,037 0,039
0,228 0,234 0,249 0,263 0,285
0,133 0,131 0,125 0,131 0,131
0,1170 0,1145 0,1105 0,1125 0,1120
0,0790 0,0658 0,0555 0,0540 0,0538
13 14 15 16 17
0,041 0,041 0,041 0,040 0,043
0,039 0,040 0,040 0,040 0,041
0,289 0,297 0,309 0,315 0,305
0,131 0,131 0,129 0,129 0,131
0,1140 0,1190 0,1155 0,1130 0,1140
0,0525 0,0532 0,0533 0,0522 0,0510
18 19 20 21
0,045 0,045 0,042 0,042
0,041 0,042 0,040 0,040
0,332 0,315 0,326 0,321
0,132 0,134 0,132 0,132
0,1145 0,1090 0,1155 0,1180
0,0502 0,0500 0,0497 0,0475
22
0,041
0,040
0,352
0,126
0,1170
0,0467
23 24
0,044
0,042
0,350
0,127
0,1240
0,0448
0,044
0,043
0,343
0,130
0,1335
0,0445
57
Lampiran 2. Nilai Rataan optical density (OD) pada Pengujian Antibiotik Waktu Pengamatan (Jam) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
BAL Kefir Kontrol 0,173 0,201 0,226 0,254 0,279 0,324 0,389 0,474 0,543 0,697 0,771 0,907 1,060 1,174 1,228 1,334 1,416 1,476 1,533 1,544 1,584 1,665 1,669 1,717
B. longum Y-01
Amoksisilin Kloramfenikol 0,244 0,224 0,282 0,234 0,256 0,237 0,239 0,236 0,223 0,247 0,220 0,224 0,270 0,238 0,233 0,223 0,245 0,222 0,221 0,213 0,257 0,244 0,243 0,244
0,191 0,196 0,227 0,206 0,257 0,207 0,212 0,220 0,213 0,216 0,205 0,250 0,252 0,233 0,232 0,228 0,228 0,220 0,229 0,222 0,217 0,240 0,260 0,251
Kontrol 0,328 0,366 0,431 0,499 0,665 0,812 0,976 1,153 1,309 1,445 1,580 1,658 1,733 1,795 1,848 1,908 1,949 1,994 2,025 2,026 2,064 2,082 2,097 2,120
L. acidophilus Y-01
Amoksisilin Kloramfenikol 0,358 0,356 0,374 0,392 0,398 0,409 0,405 0,397 0,432 0,421 0,408 0,397 0,387 0,395 0,410 0,404 0,400 0,418 0,406 0,427 0,415 0,413 0,418 0,427
0,379 0,374 0,385 0,417 0,409 0,414 0,437 0,400 0,459 0,470 0,482 0,451 0,428 0,467 0,442 0,475 0,480 0,479 0,497 0,516 0,527 0,520 0,533 0,551
Kontrol 0,1815 0,1740 0,2030 0,2348 0,2880 0,4352 0,5252 0,7368 0,9548 1,1473 1,3427 1,4668 1,6408 1,7075 1,7722 1,8238 1,8887 1,9460 1,9702 2,0085 2,0152 2,0468 2,0645 2,1032
Amoksisilin Kloramfenikol 0,1963 0,2045 0,2217 0,2053 0,2020 0,2105 0,2225 0,2182 0,1880 0,1883 0,2098 0,2043 0,2197 0,2228 0,2047 0,2015 0,1958 0,1995 0,1842 0,1947 0,1857 0,1780 0,1883 0,2112
0,2188 0,2108 0,2235 0,1963 0,1998 0,2138 0,2383 0,2348 0,2145 0,2118 0,2335 0,2545 0,2610 0,2493 0,2650 0,2485 0,2880 0,2728 0,2790 0,2865 0,3078 0,3018 0,3225 0,3243
58
Lampiran 3. Nilai Rataan optical density (OD) pada Pengujian pH yang Berbeda Waktu BAL Kefir B. longum Y-01 L. acidophilus Y-01 Pengamatan (menit) pH2 pH2,5 pH3,2 pH7,2 pH2 pH2,5 pH3,2 pH7,2 pH2 pH2,5 pH3,2 pH7,2 0 0,047 0,048 0,057 0,054 0,220 0,212 0,212 0,209 0,075 0,038 0,075 0,072 30 0,049 0,056 0,062 0,093 0,228 0,211 0,216 0,216 0,138 0,078 0,129 0,084 60 0,052 0,055 0,065 0,094 0,229 0,214 0,223 0,212 0,119 0,075 0,105 0,092 90 0,056 0,055 0,067 0,099 0,229 0,218 0,223 0,214 0,110 0,057 0,088 0,097 120 0,060 0,057 0,076 0,101 0,229 0,217 0,221 0,215 0,113 0,063 0,098 0,103 150 0,059 0,055 0,066 0,104 0,230 0,217 0,226 0,224 0,119 0,101 0,119 0,105 180 0,051 0,052 0,070 0,108 0,228 0,231 0,243 0,242 0,127 0,109 0,157 0,112 Lampiran 4. Hasil Uji-t Jumlah Populasi BAL Indigenous Kefir dalam pH 2 No 1.
2.
3.
Bakteri BAL Kefir
B. longum Y-01
L. acidophilus Y-01
Perlakuan
N
Nilai tengah
Standar deviasi
Menit ke-0
3
7,209
0,067
Menit ke-180
3
7,302
0,130
Menit ke-0
3
7,145
0,291
Menit ke-180
3
7,313
0,333
Menit ke-0
3
7,059
0,118
Menit ke-180
3
7,149
0,133
Selang
Nilai
Nilai
kepercayaan 95%
T
P
-0,456 : 0,269
-1,11
0,384
-0,979 : 0,645
-0,66
0,558
-0,416 : 0,236
-0,88
0,444
59
Lampiran 5. Hasil Uji-t Jumlah Populasi BAL Indigenous Kefir dalam pH 2,5 No 1.
2.
3.
Bakteri BAL Kefir
B. longum Y-01
L. acidophilus Y-01
Perlakuan
N
Nilai tengah
Standar deviasi
Menit ke-0
3
7,324
0,083
Menit ke-180
3
7,366
0,023
Menit ke-0
3
7,364
0,085
Menit ke-180
3
7,621
0,058
Menit ke-0
3
7,249
0,020
Menit ke-180
3
7,539
0,122
Selang
Nilai
Nilai
kepercayaan 95%
T
P
-0,84
0,491
-0,446 : -0,069
-4,34
0,023
-0,597 : 0,018
-4,05
0,056
Selang
Nilai
Nilai
kepercayaan 95%
T
P
-0,434 : 0,185
-1,73
0,226
-1,218 : 0,379
-1,67
0,193
-0,522 : -0,099
-6,32
0,024
-0,256 : 0,172
Lampiran 6. Hasil Uji-t Jumlah Populasi BAL Indigenous Kefir dalam pH 3,2 No 1.
2.
3.
Bakteri BAL Kefir
B. longum Y-01
L. acidophilus Y-01
Perlakuan
N
Nilai tengah
Standar deviasi
Menit ke-0
3
7,3450
0,021
Menit ke-180
3
7,469
0,123
Menit ke-0
3
7,503
0,328
Menit ke-180
3
7,923
0,285
Menit ke-0
3
7,119
0,0275
Menit ke-180
3
7,429
0,0805
60
Lampiran 7. Hasil Uji-t Jumlah Populasi BAL Indigenous Kefir dalam pH 7,2 No 1.
2.
3.
Bakteri BAL Kefir
B. longum Y-01
L. acidophilus Y-01
Perlakuan
N
Nilai tengah
Standar deviasi
Menit ke-0
3
7,447
0,010
Menit ke-180
3
7,677
0,048
Menit ke-0
3
7,011
0,169
Menit ke-180
3
7,449
0,146
Menit ke-0
3
7,449
0,083
Menit ke-180
3
7,809
0,145
Selang
Nilai
Nilai
kepercayaan 95%
T
P
-0,352 : -0,108
-8,11
0,015
-0,848 : -0,028
-3,40
0,043
-0,667 -0,053
-3,73
0,034
Selang
Nilai
Nilai
kepercayaan 95%
T
P
-0,352 : -0,108
-8,11
0,015
-0,848 : -0,028
-3,40
0,043
-0,667 -0,053
-3,73
0,034
Lampiran 8. Hasil Uji-t Jumlah Populasi BAL Indigenous Kefir pada Kontrol Garam Empedu No 1.
2.
3.
Bakteri BAL Kefir
B. longum Y-01
L. acidophilus Y-01
Perlakuan
N
Nilai tengah
Standar deviasi
Menit ke-0
3
7,447
0,010
Menit ke-180
3
7,677
0,048
Menit ke-0
3
7,011
0,169
Menit ke-180
3
7,449
0,146
Menit ke-0
3
7,449
0,083
Menit ke-180
3
7,809
0,145
61
Lampiran 9. Hasil Uji-t Jumlah Populasi BAL Indigenous Kefir pada Garam Empedu No 1.
2.
3.
Bakteri BAL Kefir
B. longum Y-01
L. acidophilus Y-01
Perlakuan
N
Nilai tengah
Standar deviasi
Menit ke-0
3
7,2090
0,0671
Menit ke-180
3
7,302
0,130
Menit ke-0
3
7,145
0,291
Menit ke-180
3
7,313
0,333
Menit ke-0
3
7,059
0,118
Menit ke-180
3
7,149
0,133
Selang
Nilai
Nilai
kepercayaan 95%
T
P
-0,456 : 0,269
-1,11
0,384
-0,979 : 0,645
-0,66
0,558
-0,416 : 0,236
-0,88
0,444
Selang
Nilai
Nilai
kepercayaan 95%
T
P
-0,736 : -0,681
-81,05
0,000
-76,19
0,000
-50,52
0,000
Lampiran 10. Hasil Uji-t Jumlah Populasi BAL Indigenous Kefir pada Kontrol Antibiotik No 1.
2.
3.
Bakteri BAL Kefir
B. longum Y-01
L. acidophilus Y-01
Perlakuan
N
Nilai tengah
Standar deviasi
Menit ke-0
3
7,613
0,009
Menit ke-180
3
8,322
0,012
Menit ke-0
3
7,789
0,042
Menit ke-180
3
9,889
0,022
Menit ke-0
3
7,830
0,026
Menit ke-180
3
9,308
0,044
-2,187 : -2,012 -1,571 : 1,385
62
Lampiran 11. Hasil Uji-t Jumlah Populasi BAL Indigenous Kefir pada Antibiotik Amoksisilin No 1.
2.
3.
Bakteri BAL Kefir
B. longum Y-01
L. acidophilus Y-01
Perlakuan
N
Nilai tengah
Standar deviasi
Menit ke-0
3
7,607
0,168
Menit ke-180
3
7,613
0,050
Menit ke-0
3
7,651
0,130
Menit ke-180
3
7,819
0,096
Menit ke-0
3
7,819
0,788
Menit ke-180
3
8,198
0,372
Selang
Nilai
Nilai
kepercayaan 95%
T
P
-0,441 : 0,429
-0,06
0,958
-0,465 : 0,129
-1,80
0,169
-2,545 : 1,787
-0,75
0,530
Selang
Nilai
Nilai
kepercayaan 95%
T
P
-0,206: -0,032
-5,87
0,028
-0,273 : -0,12
-8,65
0,003
-0,798 : -0,198
-7,15
0,019
Lampiran 12. Hasil Uji-t Jumlah Populasi BAL Indigenous Kefir pada Antibiotik Kloramphenikol No 1.
2.
3.
Bakteri BAL Kefir
B. longum Y-01
L. acidophilus Y-01
Perlakuan
N
Nilai tengah
Standar deviasi
Menit ke-0
3
7,562
0,033
Menit ke-180
3
7,681
0,011
Menit ke-0
3
7,920
0,027
Menit ke-180
3
8,119
0,029
Menit ke-0
3
7,732
0,054
Menit ke-180
3
8,231
0,108
63
Lampiran 13. Persentase BAL yang Hidup pada Kondisi pH yang Berbeda Persentase BAL yang Hidup (%) *) BAL Kefir B. longum Y-01 L. acidophilus Y-01 pH 2 102,33 ± 1,43 101,29 ±1 ,43 101,27 ± 0,99 pH 2,5 100,58 ± 1,11 103,51 ± 1,34 104,00 ± 1,89 pH 3,2 101,69 ± 1.39 105,67 ± 4.00 104,36 ± 1,39 pH 7,2 103,09 ± 0.62 106,29 ± 3.57 104,83 ± 1,76 *) Keterangan : Persentase BAL yang hidup pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang Perlakuan
tidak nyata (P>0,05)
Lampiran 14. Persentase BAL yang Hidup pada Media tanpa atau dengan Garam Empedu Persentase BAL yang Hidup (%) *) BAL Kefir B. longum Y-01 L. acidophilus Y-01 Kontrol 103,09 ± 0,62 106,29 ± 3,57 104,83 ± 1,76 Garam empedu 102,01 ± 4,92 101,19 ± 0,31 103,20 ± 1,94 Keterangan : *) Persentase BAL yang hidup pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang Perlakuan
tidak nyata (P>0,05)
Lampiran 15. Persentase BAL yang Hidup pada Media tanpa atau dengan Antibiotik Perlakuan
Persentase BAL yang Hidup (%) BAL Kefir B. longum Y-01 L. acidophilus Y-01 109,31C ± 0,26 126,96A ± 0,63 118,88B ± 0,50 100,10 ± 1,59 102,23 ± 2,76 105,48 ± 10,29 101,57B ± 0,44 102,53B ± 0,66 106,45A ± 1,82
Kontrol Amoksisilin Krolampheniol Keterangan : Superskrip huruf besar yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)
Lampiran 16. Hasil Analisis Ragam Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Kefir terhadap S. aureus ATCC 25923 Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Jenis Bakteri
2
0,308
0,154
Galat
3
0,003
0,001
Total
5
0,311
F
P
143,10
0,001
64
Lampiran 17. Hasil Uji perbandingan Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Kefir terhadap S. aureus ATCC 25923 Taraf Perlakuan
Rataan
Grup Homogen
BAL Kefir
8,46
B
B. longum Y-01
13,77
A
L. acidophilus Y-01
12,53
A
Lampiran 18. Hasil Analisis Ragam Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Kefir terhadap E.coli ATCC 14028 Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Jenis Bakteri
2
0,621
0,311
Galat
3
0,002
0,001
Total
5
0,623
F
P
595,90
0,000
Lampiran 19. Hasil Uji perbandingan Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Kefir terhadap E.coli ATCC 14028 Taraf Perlakuan
Rataan
Grup Homogen
BAL Kefir
9,10
B
B. longum Y-01
14,71
A
L. acidophilus Y-01
15,15
A
Lampiran 20. Hasil Analisis Ragam Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Kefir terhadap S. Typhimurium ATCC 14028 Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
keragaman
Bebas
Kuadrat
Tengah
Jenis Bakteri
2
0,456
0,228
Galat
3
0,003
0,001
Total
5
0,458
F
P
231
0,000
65
Lampiran 21. Hasil Uji Perbandingan Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Kefir terhadap S. Typhimurium ATCC 14028 Taraf Perlakuan
Rataan
Grup Homogen
BAL Kefir
7,72
C
B. longum Y-01
13,24
B
L. acidophilus Y-01
15,35
A
Lampiran22. Komposisi Buffer Pepton Water (BPW)-OXOID Komposisi Media
gram/ml 10 5 1,5 3,5
Pepton NaCl Potasium hydrogen phosphate Disodium fosfat pH 7,2±0,2 Cara Pembuatan Media Sebanyak 62 gram BPW dicampurkan dalam 1000 ml aquades dan diaduk sampai tercampur rata, kemudian didistribusikan ke dalam botol, lalu disterilkan pada suhu 121oC selama 15 menit. Media BPW langsung digunakan atau dapat disimpan dalam refrigerator (4-7o) bila tidak segera digunakan.
Lampiran 23. Komposisi deMan Rogose Sharpe Agar (MRSA)-OXOID Komposisi Media gram/ml Peptone 10,0 Lab-Lemco powder 8,0 Yeast extract 4,0 Glucose 20,0 Sorbitan mono-oleate 1 Dipotasium hydrogen phosphate 2,0 Triamonium citrate 2,0 Sodium acetate 5,0 Magnesium sulphate 7 H2O 0,2 Manganase (II) sulphate H2O 0,05 Agar 10 pH 6,2 ± 0,2 Cara Pembuatan Media Sebanyak 62 gram MRSA dicampurkan dalam 1000 ml air destilasi bersuhu o 60 C dan diaduk sampai tercampur rata, kemudian didistribusikan ke dalam botol dan direbus. Media disterilkan pada suhu 121oC selama 15 menit. Media MRSA disimpan dalam refrigerator (4-7oC) bila tidak segera digunakan, dan dipanaskan kembali dalam waterbath (±70oC) apabila digunakan.
66
Lampiran 24. Komposisi Phosphate Buffered Saline (PBS)-OXOID Komposisi Media gram/ml Sodium chloride 8 Potassium chloride 0 Di sodium hydrogen phosphate 1 Potassium dihydrogen phosphate 0 pH 7,3 ± 0,2 pada 25C Cara Pembuatan Media Sebanyak 1 tablet PBS dicampur ke dalam 100 ml akuadestilata, diaduk sampai larut, kemudian larutan PBS dikondisikan pada pH yang diinginkan, lalu didistribusikan ke dalam labu Erlenmeyer dan disterilkan dalam autoklaf pada suhu 115 C selama 10 menit. Media PBS dapat langsung digunakan atau dapat disimpan dalam refrigerator (47 C) bila tidak segera digunakan. Lampiran 25. Komposisi de Man Rogosa Sharpe (MRSB)-OXOID Komposisi Media
gram/ml 10,0 8,0 4,0 20,0 1 2,0 5,0 2,0 0,2 0,05
Peptone Lab-lemco‟Powder Yeast extract Glucosa Sorbitan mono-oleate Di-potassium hydrogen phosphate Sodium acetate 3 H20 Triammonium citrate Magnesium sulphate 7 H20 0,2 Manganese sulphate 4 H20 0,05 pH 6,2 ± 0,2 pada 25C Cara Pembuatan Media Sebanyak 52 gram MRSB dicampur ke dalam 1000 ml akuadestilata, diaduk sampai tercampur rata, kemudian didistribusikan ke dalam botol Scoot, lalu disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 C selama 15 menit. Media MRSB dapat langsung digunakan atau dapat disimpan dalam refrigerator (4-7 C) bila tidak segera digunakan. Lampiran 26. Komposisi Mueller Hinton Agar (MHA) Komposisi Media gram/ml Beef dehydrated infusion from 300 Casein hydrolysate 17 Starch 1 Agar 17 pH 6,2 ± 0,2 pada 25C Cara Pembuatan Media Sebanyak 38 gram MHA dicampur ke dalam 1000 ml akuadestilata, diaduk sampai tercampur rata, kemudian dipanaskan hingga mendidih. Media didistribusikan ke dalam botol Scoot dan disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 C selama 15 menit. Media MHA dapat langsung digunakan atau bila tidak segera
67
digunakan dapat disimpan dalam refrigerator (4-7 C) dan bila ingin digunakan dipanaskan kembali dalam waterbath (± 70 C).
68