TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat Sifat yang terpenting dari bakteri asam laktat adalah memiliki kemampuan untuk memfermentasi gula menjadi asam laktat. Berdasarkan tipe fermentasi, bakteri asam laktat terbagi menjadi homofermentatif dan heterofermentatif. Kelompok homofermentatif menghasilkan asam laktat sebagai produk utama dari fermentasi gula, sedangkan kelompok heterofermentatif menghasilkan asam laktat dan senyawa lain yaitu CO2, etanol, asetaldehid, diasetil. Bakteri yang termasuk ke dalam bakteri asam laktat adalah famili Lactobacillaceae, yaitu Lactobacillus, dan famili Streptococcoceae, Streptococcus,
terutama
Pediococcus
Leuconostoc, dan
Streptococcus
beberapa
spesies
dan
Pediococcus.
Lactobacillus
homofermentatif, sedangkan Leuconostoc dan spesies Lactobacillus
bersifat yang lain
bersifat heterofermentatif (Fardiaz, 1992). Bakteri asam laktat termasuk mikroorganisme yang aman jika ditambahkan dalam pangan karena bersifat tidak toksik dan tidak menghasilkan toksin. Bakteri ini secara luas didistribusikan pada susu, daging segar, sayuran dan produk-produk hasil olahan. Bakteri asam laktat juga disebut sebagai biopreservatif karena dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan mampu membawa dampak positif bagi kesehatan manusia (Smid dan Gorris, 2007). Bakteriosin banyak diteliti karena berpotensi sebagai pengawet makanan alami dan dapat diaplikasikan di bidang farmasi. Beberapa jenis bakteriosin mempunyai spektrum yang luas dan mempunyai aktivitas menghambat terhadap pertumbuhan beberapa patogen makanan seperti Listeria monocytogenes dan S. aureus. Bakteri asam laktat didefinisikan sebagai bakteri pembentuk asam laktat dalam metabolisme karbohidrat dan terdiri atas berbagai macam kelompok bakteri Gram positif (Frazier dan Westhoff, 1998). Satu atribut penting dari bakteri asam laktat adalah memiliki kemampuan memproduksi komponen antimikrob, berupa bakteriosin yang potensial menjadi biopreservatif menggantikan pengawet kimiawi pada bahan makanan untuk memperpanjang umur simpan produk. Kemampuan bakteriosin sebagai biopreservatif dicapai dengan efek penghambatan terhadap mikroorganisme patogen yang berbahaya (Savadogo et al., 2006).
3
L. plantarum L. plantarum merupakan salah satu jenis BAL (Bakteri Asam Laktat) homofermentatif dengan temperatur optimal lebih rendah dari 37 oC (Frazier dan Westhoff, 1998). L. plantarum berbentuk batang dan tidak bergerak (non motil). Bakteri ini memiliki sifat katalase negatif, aerob atau fakultatif anaerob, cepat mencerna protein, tidak mereduksi nitrat, toleran terhadap asam dan mampu memproduksi asam laktat. L. plantarum dalam media agar, membentuk koloni berukuran 2 – 3 mm, berwarna putih opaque, conveks dan dikenal sebagai bakteri pembentuk asam laktat (Kuswanto dan Sudarmadji, 1988). L. plantarum mampu merombak senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana dengan hasil akhir yaitu asam laktat. Menurut Buckle et al. (2007) asam laktat dapat menghasilkan pH yang rendah pada substrat sehingga menimbulkan suasana asam. Pertumbuhan L. plantarum dapat menghambat kontaminasi mikrooganisme patogen dan penghasil racun karena memiliki kemampuan untuk menghasilkan asam laktat dan menurunkan pH substrat. Selain itu bakteri asam laktat dapat menghasilkan hidrogen peroksida yang dapat berfungsi sebagai antibakteri. L. plantarum juga mempunyai kemampuan menghasilkan bakteriosin yang berfungsi sebagai zat antibiotik (Jenie dan Rini, 1995). L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 merupakan isolat indigenus yang diisolasi dari daging sapi lokal Indonesia (Arief et al., 2008). Senyawa antimikrob tersebut dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen E. coli, Salmonella enteritidis ser. Typhimurium, S. aureus.
P. aeruginos dan B. cereus. Senyawa
antimikrob yang diproduksi Lactobacillus sp. 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 mengandung bakteriosin. Bakteriosin Bakteriosin adalah antibakteri protein kelompok heterogen yang berbeda dalam spektrum aktivitas, pola kerja, berat molekul, asal genetik, dan sifat biokimia (Omar et al., 2006). Bakteriosin umumnya dihasilkan oleh Bakteri Asam Laktat (BAL), yang memproduksi asam laktat sebagai produk utama metabolisme. Asam laktat memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan mikroba dalam makanan, sehingga meningkatkan keamanan dan daya simpan pangan (Usmiyati et al., 2009).
4
Bakteriosin merupakan substansi protein, umumnya mempunyai berat molekul kecil serta memiliki aktivitas sebagai bakterisidal dan bakteriostatik. Pengujian bakteriosin dapat menggunakan metode difusi sumur, dengan indikator terdapat zona hambat di sekitar sumur. Diameter zona hambat yang terbentuk dapat berupa diameter zona bening di sekeliling sumur yang menunjukkan sifat bakterisidal (membunuh bakteri) maupun diameter zona semu yang merupakan sifat bakteriostatik (menghambat pertumbuhan mikroba). Bakteriosin merupakan protein atau peptida pada bakteri yang menunjukkan aksi bakterisidal ataupun bakteriostatik terhadap spesies yang umumnya berkerabat dekat namun terdapat pula beberapa jenis bakteriosin dapat menunjukkan spektrum yang lebih luas (Jimenez-diaz, 1993). Sifat antagonistik bakteriosin telah banyak dimanfaatkan dalam bidang biopreservatif pangan, karena memiliki kemampuan menghambat bakteri Gram positif atau Gram negatif. Banyak bakteriosin dapat secara bakterisidal melawan spesies-spesies dan strain yang berkerabat dekat dengan bakteriosin tersebut, namun beberapa bakteriosin dapat secara efektif melawan banyak bakteri dari spesies dan genus yang berbeda (Ray dan Bhunia, 2008). Saat ini bakteriosin sudah mulai diterapkan sebagai salah satu biopreservatif karena bersifat alami dan tidak menyebabkan efek negatif pada konsumen. Molekul protein bakteriosin mengalami degradasi oleh enzim proteolitik dalam pencernaan manusia sehingga tidak membahayakan. Bakteriosin telah digunakan di negara maju sebagai biopreservatif pada bahan pangan karena memiliki kemampuan menghambat bakteri perusak dan patogen, serta tidak meninggalkan residu yang menimbulkan efek negatif pada manusia (Usmiyati et al., 2009). Bakteri Patogen Bakteri patogen merupakan mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit. Bakteri tertentu dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Beberapa jenis penyakit tersebut dapat dipindahkan melalui pangan, diantara penyakit yang disebabkan kerusakan pangan yaitu keracunan makanan, kolera dan tifus (Gaman dan Sherrington, 1992). Bakteri yang tumbuh di dalam bahan pangan terbagi menjadi dua yaitu bakteri pembusuk yang dapat menyebabkan kerusakan makanan dan bakteri patogen penyebab penyakit pada manusia. Jumlah bakteri pembusuk umumnya lebih dominan dibandingkan dengan bakteri patogen. Beberapa mikroba 5
yang diamati sebagai bakteri pembusuk dan patogen pada produk fermentasi adalah dari famili Enterobactericeae (Fardiaz, 1992). Terdapat dua cara bakteri dapat menularkan penyakit pada manusia yaitu 1) intoksikasi, yaitu makanan mengandung toksin yang dihasilkan bakteri yang tumbuh di dalam makanan tersebut, dan 2) infeksi, yaitu penyakit yang disebabkan bakteri masuk ke dalam tubuh melalui makanan yang telah terkontaminasi dan ada reaksi dari tubuh terhadap keberadaan atau metabolit-metabolit yang dihasilkan bakteri selama tumbuh di dalam tubuh (Frazier dan Westhoff, 1998). Bakteri secara umum dibedakan menjadi dua bagian berdasarkan sifat pewarnaan Gram yaitu Gram positif dan Gram negatif. Bakteri Gram positif adalah bakteri yang memberi respon berwarna biru keunguan jika dilakukan uji pewarnaan Gram, sedangkan Gram negatif memberikan respon warna merah jika dilakukan uji pewarnaan Gram (Tortora et al., 2006). E. coli Bakteri ini merupakan bakteri Gram negatif. E. coli secara normal terdapat di dalam alat-alat pencernaan manusia dan hewan. Bakteri ini memiliki ciri-ciri umum yaitu bergerak, berbentuk batang, bersifat fakultatif anaerob dan termasuk golongan Enterobacteriaceae. Suatu serotipe tertentu bersifat enterophatogenic dan dikenal sebagai penyebab diare pada bayi. Organisme ini berada di dapur dan tempat-tempat persiapan bahan pangan melalui bahan baku kemudian masuk ke makanan yang telah dimasak melalui tangan. Masa inkubasi bakteri ini yaitu selama 1 – 3 hari dan gejalagejala yang muncul menyerupai gejala-gejala keracunan bahan pangan yang tercemar Salmonella atau disentri (Buckle et al, 2007). E. coli merupakan salah satu spesies jenis Escherichia dan disebut koliform fekal karena ditemukan di saluran usus hewan dan manusia, sehingga sering terdapat di dalam feses. Bakteri ini sering digunakan sebagai indikator kontaminasi kotoran (Fardiaz, 1992). E. coli dapat tumbuh optimum pada pH 7 – 7,5 dengan pH minimum 4 dan pH maksimum 8,5. Bakteri ini sensitif terhadap panas dan pada makanan yang mengalami pemanasan. Suhu optimum untuk pertumbuhan bakteri Escherichia coli adalah 37 °C pada kisaran suhu 10 – 40 °C (Frazier dan Westhoff, 1998).
6
Salmonella enteritidis ser. Typhimurium Salmonella merupakan bakteri Gram negatif. Salmonella memiliki ciri-ciri yaitu berbentuk batang, bergerak dan mempunyai tipe metabolisme yang bersifat fakultatif anaerob. Salmonella termasuk kelompok bakteri Enterobacteriaceae. Salmonella telah dibedakan secara serologis dan diberi nama khusus. Salmonella typhimurium, Salmonella agona, dan Salmonella panama hanya sebagian kecil dari berbagai
jenis
mikroorganisme
penyebab
keracunan
bahan
pangan
tipe
gastroenteritis yang sudah lama dikenal. Salmonella penyebab gastroenteritis ditandai oleh gejala-gejala yang umumnya nampak 12 – 13 jam setelah makan bahan pangan yang tercemar. Gejala-gejala tersebut adalah berak-berak (diarrhea), sakit kepala, muntah-muntah, dan demam dan dapat berakhir selama 1-7 hari. Tingkat kematian kurang dari 1%, tetapi jumlah ini dapat meningkat pada anak-anak, orang tua, atau orang yang lemah. Tempat terdapatnya jenis mikroorganisme ini adalah pada alat-alat pencernaan hewan dan burung, baik yang telah diternakkan ataupun yang masih liar. Keracunan pangan karena Salmonella terutama berhubungan dengan daging sapi dan ayam yang baru dimasak, namun dapat beracun karena sesuatu hal yaitu pemasakan serta pengolahan yang kurang sempurna sebelum dikonsumsi (Buckle et al., 2007). Salmonella sp. tumbuh pada tingkat keasaman antara 4,5 – 5,4 dengan pH optimumnya sekitar 7. Nilai pH minimum bervariasi tergantung pada suhu inkubasi, komposisi media, aw dan jumlah sel. Pada pH kurang dari 4,0 dan lebih dari 9,0 Salmonella akan mati secara perlahan (Adam dan Moss, 2007). S. aureus S. aureus merupakan bakteri Gram positif. S. aureus memiliki ciri-ciri yaitu berbentuk bola berkelompok seperti buah anggur, bakteri ini tidak bergerak, fakultatif anaerob dan banyak tumbuh pada produk-produk yang mengandung NaCl sampai 16%. Produk-produk bahan pangan yang telah dimasak atau diasinkan, dengan
organisme-organisme
yang
telah
rusak
karena
pemanasan
atau
pertumbuhannya terhambat karena konsentrasi garam, sel-sel S. aureus dapat terus berkembang mencapai tingkat yang membahayakan. Gejala-gejala dari keracunan bahan pangan yang tercemar S. aureus adalah yang bersifat intoksikasi. Pertumbuhan organisme ini dalam bahan pangan menghasilkan racun enterotoksin yang apabila 7
termakan dapat menyebabkan serangan mendadak yaitu kekejangan pada perut dan muntah-muntah yang hebat (Buckle et al,. 2007). Kebanyakan galur S. aureus bersifat patogen dan memproduksi enterotoksin yang tahan panas, ketahanan panas bakteri ini melebihi sel vegetatifnya. Beberapa galur, terutama yang bersifat patogenik, memproduksi koagulase (menggumpalkan plasma), bersifat proteolitik, lipolitik dan betahomolitik. Spesies lain yaitu Staphylococcus epidermidis, biasanya tidak bersifat patogen dan merupakan flora normal yang terdapat pada kulit tangan dan hidung (Fardiaz, 1992). Suhu minimum pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah 6 – 7 °C, suhu maksimum 45,5 °C, sedangkan suhu optimum pertumbuhan adalah 35 – 37 °C. Nilai pH optimum adalah 7 – 7,5 dengan kisaran pH 4 – 9,8. Bakteri ini memproduksi pigmen kuning sampai orange (Fardiaz, 1992). P. aeruginosa Pseudomonas
merupakan
salah
satu
jenis
dalam
kelompok
Pseudomonadaceae yang sering menimbulkan kebusukan makanan. Bakteri ini bersifat motil dengan flagella polar. Sifat-sifat penting Pseudomonas yang mempengaruhi pertumbuhan pada makanan adalah (1) umumnya mendapatkan sumber karbon dari senyawa yang bukan karbohidrat, (2) dapat menggunakan senyawa-senyawa nitrogen sederhana, (3) kebanyakan spesies tumbuh baik pada suhu rendah (bersifat psikrofilik, mesofilik dengan suhu optimum relatif rendah), kecuali P. aeruginosa dan P. fluorescens yang dapat tumbuh pada suhu 37 °C, (4) memproduksi senyawa-senyawa yang bau busuk, (5) dapat mensintesa faktor-faktor pertumbuhan dan vitamin, (6) beberapa spesies bersifat proteolitik (memecah protein) dan lipolitik (memecah lemak) dan pektinolitik (memecah pektin), (7) pertumbuhan pada posisi aerobik berjalan dengan cepat, dan biasanya membentuk lender, (8) tidak tahan terhadap panas dan keadaan kering, oleh karena itu mudah dibunuh dengan proses pemanasan dan pengeringan (Fardiaz, 1992). B. cereus Spesies Bacillus ada yang mempunyai sifat proteolitik kuat, sedang atau tidak bersifat proteolitik. Salah satu spesies yang bersifat proteolitik yaitu B. cereus, yang memproduksi enzim proteolitik bersifat menyerupai rennin sehingga dapat 8
menggumpalkan susu. Beberapa spesies Bacillus juga bersifat lipolitik (memecah lipid), sedangkan yang lain tidak bersifat lipolitik (Fardiaz, 1992). Bakteri Bacillus merupakan Gram positif. B. cereus memiliki ciri-ciri berbentuk batang, bergerak, dapat membentuk spora, bersifat fakultatif anaerob dan tersebar secara luas dalam tanah dan air. Organisme ini sampai saat ini belum dapat dikatakan sebagai bakteri patogenik. Sejumlah keracunan akibat tercemarnya bahan pangan dengan bakteri ini banyak ditemukan pada daging saus berempah dan nasi goreng. Kemampuan Bacillus membentuk spora memungkinkan mikroorganisme ini tetap hidup pada operasi pengolahan dengan pemanasan. Gejala-gejala keracunan bahan pangan yang tercemar karena bakteri ini termasuk diare, sakit perut dan kadang muntah-muntah, tetapi belum jelas apakah ini merupakan suatu bentuk keracunan bahan pangan yang bersifat intoksikasi atau infeksi (Buckle et al., 2007).
9