II. TINJAUAN PUSTAKA
A. BAKTERI ASAM LAKTAT Bakteri asam laktat (BAL) merupakan bakteri yang memproduksi asam laktat dari fermentasi kabohidrat, termasuk genus bakteri Gram positif, tidak membentuk spora, sel berbentuk batang atau bulat. Pada umumnya BAL bersifat katalase negatif, mempunyai komposisi basa kurang dari 50% mol G+C dan membutuhkan karbohidrat yang difermentasi untuk pertumbuhannya (Axelsson 2004). BAL
dikelompokkan
menjadi
dua,
yaitu
homofermentatif
dan
heterofermentatif. Produk akhir dari proses homofermentatif glukosa sebagian besar berupa asam laktat, sedangkan heterofermentatif menghasilkan asam laktat, etanol, asam asetat dan CO2. Klasifikasi BAL menurut generanya, yaitu Aerococcus, Leuconostoc,
Carnebacterium, Oenococcus,
Enterococcus,
Pediococcus,
Lactobacillus,
Streptococcus,
Lactococcus,
Tetragenococcus,
Vagococcus, dan Weisella. Bifidobacterium juga dikelompokkan sebagai BAL karena mampu memfermentasi gula menjadi produk-produk yang menguntungkan bagi kesehatan (Axelsson 2004). Berdasarkan kemampuan BAL tinggal dalam usus, Mitsuoka (1990) mengelompokkan BAL sebagai berikut: (1) kelompok yang dapat mencapai usus dalam keadaan hidup dan paling sering ditemukan dalam kotoran manusia, contohnya Bifidobacterium (B. bifidum, B. breve, B. longum, B. infantis, B. adolescentis); (2) kelompok yang dapat mencapai usus dalam keadaan hidup dan cukup sering ditemukan dalam kotoran manusia, contohnya Lactobacillus (L. acidophilus dan L. reuteri); (3) kelompok yang dapat mencapai usus dalam keadaan hidup dan terkadang ditemukan dalam kotoran manusia, contohnya Lactobacillus (L. casei dan L. brevis); (4) Kelompok yang dapat dipakai oleh industri susu dan tidak ditemukan dalam kotoran manusia, contohnya L. bulgaricus, Streptococcus thermophilus dan Streptococcus cremoris. Bifidobacterium, Lactobacillus dan Eubacteria memiliki aktivitas yang menguntungkan bagi inang, karena bakteri tersebut menghasilkan asam laktat sehingga mampu menekan pertumbuhan bakteri patogen, mensintesa vitamin atau
6
protein, membantu penyerapan dan merangsang fungsi kekebalan tubuh. Sifat tersebut bertolak belakang dengan kelompok bakteri yang merugikan, seperti Clostridium perfringens, Proteus spp dan Veilonella spp yang menghasilkan senyawa karsinogen, toksin, NH3, H2S, amin, dan fenol. Bahan-bahan tersebut dapat menyebabkan penyakit seperti diare, konstipasi, kerusakan hati, penurunan kekebalan tubuh, kanker dan hipertensi (Yuguchi et al. 1992). Menurut Ouwehand dan Vesterlund (2004), BAL memproduksi asam-asam organik dan antimikroba yang penting. Antimikroba yang dihasilkan dapat berupa hidrogen peroxida, karbondioksida dan diasetil. Beberapa strain BAL dapat menghasilkan antimikroba reuterin dan asam pyroglutamat. Ada juga BAL yang menghasilkan bakteriosin. BAL yang dapat bertahan dalam saluran pencernaan dan memberikan kontribusi terhadap kesehatan. BAL ini disebut sebagai probiotik. Probiotik adalah mikroorganisme hidup yang menguntungkan bagi inangnya sehingga dapat menjaga keseimbangan dalam usus (Tannock 1999 dan Roberfroid 2000), meningkatkan kesehatan (Agget 1999 diacu dalam Tuohy et al. 2003). Probiotik mempunyai
efek
immunoregulatory,
antikarsinogen,
antiinflamasi,
dapat
memproduksi antimikroba dan memberikan efek langsung terhadap mucosa usus halus. Secara komersial probiotik yang tersedia berupa BAL yang tidak membentuk spora, yaitu Lactobacillus, Bifidobacterium dan Enterococci. Akan tetapi Enterococci tidak digunakan sebagai probiotik karena bakteri ini dikenal berpotensi sebagai patogen. Organisme probiotik hendaknya berasal dari mikroba asli yang terdapat dalam pencernaan. Probiotik juga mampu menurunkan tingkat berbagai enzim fekal yang berasosiasi dengan aktivasi metabolit dari karsinogen dan mutagen (Weese 2002). 1. Lactobacillus Genus Lactobacillus merupakan grup penting dari bakteri asam laktat, karena kemampuannya memproduksi asam laktat. Lactobacillus
berbentuk
batang dengan ukuran 0.5-1.2 x 1-10 µm, bersifat gram positif dan tidak membentuk spora, fakultatif anaerob, G+C% 32-53%, tumbuh optimum pada kisaran suhu 30-40oC, tetapi dapat tumbuh pada kisaran 5-35oC. Lactobacillus tumbuh optimum pada pH 5.5 – 5.8 namun secara umum dapat tumbuh pada
7
pH < 5 (Axelsson 2004). Lactobacillus mampu menghasilkan asam laktat yang cukup besar dapat mencapai > 50% (Batt 1999). Lactobacillus banyak terdapat dalam produk makanan fermentasi seperti produk-produk susu fermentasi (yoghurt, keju, yakult), produk fermentasi daging (sosis fermentasi), produk fermentasi roti (souerdough bread), serta produk fermentasi sayuran (pikel dan sauerkraut).
Lactobacillus berkontribusi untuk
pengawetan, ketersediaan nutrisi dan flavor pada produk fermentasi tersebut. Galur murni Lactobacillus sp yang diisolasi dari produk probiotik komersial mampu menghambat Listeria monocytogenes, E. coli, S. Typhimurium dan S. enteritidis (Chateau et al. 1993). Genus Lactobacillus terdiri dari 70 spesies lebih dan dikelompokkan menjadi 3 grup (Tabel 1), kebanyakan homofermentatif, namun ada juga yang heterofermentatif. Tabel 1 Karakteristik tiga grup genus Lactobacillus Karakteristik Fermentasi Pentosa CO2 dari glukosa CO2 dari glukonat Aldolase Fosfoketolase
Spesies
Grup I: Obligat homofermentatif
Grup II: Fakultatif heterofermentatif
Grup III: Obligat heterofermentatif
-
+
+
+ Lb. acidophilus Lb. delbrueckii Lb. helveticus Lb. salivarius
+a + +b Lb. casei Lb. curvatus Lb. plantarum Lb. sake
+ +a + Lb. brevis Lb. buchneri Lb. fermentum Lb. Reuteri
Keterangan : pada saat fermentasi b : induksi oleh pentosa Sumber: Sharpe (1981); Kandler dan Weiss (1986) diacu dalam Axelsson (2004). a
a. Lactobacillus casei Rhamnosus Lactobacillus casei terdiri dari strain yang heterogen secara fenotif dan genetik yang mengkoloni berbagai ekosistem pangan. L. casei ditambahkan untuk meningkatkan kualitas dari makanan dan meningkatkan kesehatan manusia maupun hewan. Lactobacillus casei merupakan bakteri gram positif, tidak motil, tidak membentuk spora, katalase negatif, berbentuk batang dari 0.7-1.1 x 2.0- 4.0
8
µm, cenderung membentuk rantai, bersifat mikroaerofilik, dapat tumbuh pada kisaran suhu 15oC, tidak tumbuh pada suhu 45 oC dengan suhu optimum 30oC, pH optimum untuk pertumbuhan 6.8 namun masih dapat tumbuh pada pH 3.5 (Batt 1999). Lactobacillus casei Rhamnosus termasuk dalam genus bakteri asam laktat yang bersifat termobakterium, karena dapat tumbuh pada suhu 45oC, toleran terhadap pemanasan 72oC selama 40 menit (Batt 1999). Bakteri ini bersifat homofermentatif, Gram positif, katalase negatif dan tidak membentuk spora. L. casei Rhamnosus mampu memfermentasi gula-gula seperti glukosa, galaktosa, laktosa, manosa, selobiosa, trehalosa dan rhamnosa, kadang-kadang juga mampu memfermentasi sukrosa dan maltosa. Menurut Narayanan et al. (2004), Lactobacillus rhamnosus bersifat fakultatif anaerob, dalam suasana anaerob dapat menghasilkan L(+) asam laktat dan etanol. Lactobacillus rhamnosus MTCC 1408 menghasilkan asam laktat murni dalam media yang mengandung ekstrak glucosayeast. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa Lactobacillus rhamnosus GG mampu menempel pada mucosa, meskipun sifat penempelannya sementara (Alander et al. 1999), pemberian Lactobacillus rhamnosus GG pada tikus dapat mengeluarkan aflatoksin B1 (AFB1) lebih banyak melalui feses (Gratz et al. 2006), dapat memperpendek lama diare dan frekuensi buang air besar lebih jarang pada anak-anak diare yang diberi antibiotik, menstimulir pembentukan antibodi, memodifikasi produksi cytokinin yang merupakan protein penting dalam respon imun (Young 2008). Menurut Gill dan Rutherfurd (2000), menunjukkan bahwa Lactobacillus
rhamnosus
HN001
(diisolasi
dari
produk
susu)
mampu
meningkatkan imunitas tikus dengan meningkatkan aktivitas pagocytic darah dan sel peritoneal. b. Lactobacillus casei Shirota Lactobacillus casei Shirota ditemukan pertama kali oleh Dr. Shirota pada tahun 1935, seorang ahli mikrobiologi dari Jepang. Jenis bakteri ini mempunyai morfologi berbentuk batang, berada dalam koloni tunggal maupun berantai, memiliki panjang 1.5-5.0 µ m dan lebar 0.6-0.7 µ m, Gram positif, katalase negatif, tidak membentuk spora maupun kapsul, tidak memiliki flagela, fakultatif anaerob. L. casei Shirota dapat hidup dengan baik pada suhu optimum 15-41oC
9
dan pH 3.5 atau lebih (Meutia 2003). L. casei Shirota bersifat homofermentatif, yaitu memecah glukosa menjadi asam laktat 90%, sejumlah kecil asam sitrat, malat, asetat, suksinat, asetaldehid, diasetil dan asetoin yang berperan dalam pembentukan flavor (Selamat 1992). Pemberian L. casei Shirota setiap hari pada bayi kelinci dapat meningkatkan respon imun terhadap sel Escherichia coli penghasil Shiga-toxin (STEC) dan menurunkan konsentrasi Shiga-toxin dalam pencernaan, sehingga dapat mengurangi terjadinya diare. c. Lactobacillus Fl Lactobacillus Fl merupakan isolat klinis BAL yang diisolasi dari feses bayi oleh Evanikastri (2003). Bakteri ini berbentuk batang pendek, dan bersifat Gram positif, katalase negatif, tidak memproduksi NH3 dan CO2 dari glukosa. Jenis bakteri ini tergolong BAL homofermentatif, karena hanya memproduksi asam laktat, tanpa karbondioksida dari glukosa. Lactobacillus Fl dapat tumbuh pada suhu 37oC dan 45oC. Hasil uji gula-gula yang dilakukan menunjukkan bahwa bakteri ini positif pada gula-gula maltosa, arabinosa, rhamnosa, xylosa dan sorbitol. Bakteri ini diduga merupakan spesies Lactobacillus acidophilus. Lactobacillus Fl bersifat hidrofobik, mempunyai aktivitas yang tinggi dalam menghambat Escherichia coli O157:H7, Staphylococcus aureus dan Salmonella typhimurium. Bakteri ini tahan terhadap asam (pH 3.0) dan garam empedu (Evanikastri 2003). d. Lactobacillus G3 Lactobacillus G3 tidak memproduksi CO2 dari glukosa, sehingga tergolong sebagai BAL homofermentatif. Bakteri ini dapat tumbuh pada suhu 37oC dan 45oC. Hasil uji gula-gula yang dilakukan menunjukkan bahwa bakteri ini positif pada gula-gula maltosa, rafinosa, galaktosa, mellibiosa, rhamnosa, xylosa dan sorbitol. Lactobacillus G3 diduga merupakan spesies L. acidophilus, tahan terhadap asam, tahan terhadap bile, secara in vitro memiliki sifat penempelan yang baik, memiliki kemampuan antimikroba yang baik, yaitu terhadap Staphylococcus aureus dan Salmonella typhimurium (Evanikastri 2003). Hasil penelitian Meutia (2003), menunjukkan bahwa isolat Lactobacillus G3 memiliki kemampuan penempelan yang baik, tahan terhadap asam, tahan terhadap garam
10
empedu (bile), memiliki sifat anti mikroba yang baik terhadap bakteri Gram positif maupun Gram negatif. Pada pengujian secara in vivo, pemberian Lactobacillus G3 sebanyak 108 CFU/gram per hari ternyata mempengaruhi jumlah E. coli, namun dapat meningkatkan jumlah BAL pada feses tikus setelah 10 hari pemberian ransum, meskipun peningkatan jumlah BAL tidak terlalu signifikan. 2. Bifidobacterium Bifidobacterium adalah salah satu BAL alami usus yang memiliki efek probiotik, diisolasi pertama kali dari feses bayi yang mengkonsumsi air susu ibu (ASI). Bakteri ini berbentuk basil (batang), tidak bergerak, tidak berspora, merupakan bakteri Gram positif, katalase negatif. Bifidobacterium merupakan bakteri anaerobik, hidup pada suhu optimum 37oC – 41oC (minimum 25-28 oC dan maksimum 43-45 oC). Memiliki pH optimum untuk pertumbuhan awal 6.5-7.0, tidak ada pertumbuhan pada pH 4.5-5.0 atau 8.0-8.5, sakarolitik dengan menghasilkan asam asetat dan asam laktat dengan perbandingan 3:2, dan tidak menghasilkan CO2 (Dallas 1999). Bifidobacterium phosphoketolase
dapat
dengan
memetabolisme menggunakan
heksosa enzim
melalui
jalur
frutose-6-phosphate
phosphoketolase (F6PPK). Pengujian Bifidobacterium
didasarkan pada
kemampuannya memetabolisme heksosa sebab bakteri gram positif dalam usus halus lainnya tidak mampu memetabolisme heksosa. Secara in vitro dan in vivo Bifidobacterium
dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen, seperti:
Clostridium perfringens, Salmonella, Shigella, B. cereus, Staphylococcus aureus, Campylobacter jejuni dan yeast patogen Candida albicans (Dallas 1999). Bifidobacterium
dipercaya
dapat
mensintesa
vitamin-vitamin
yang
digunakan oleh tubuh, termasuk thiamin, asam folat, asam nicotin, pyridoxin dan vitamin B12. Tikus yang mengkonsumsi L. acidophilus atau B. bifidum menunjukkan jumlah phagocytosis terhadap E. coli meningkat, dapat melindungi perlawanan rotavirus yang menyebabkan penyakit diare (Ramberg 2002). Dari hasil penelitian Bruno et al. (2002), pertumbuhan lima strain Bifidobacterium (B. infantis Bb-1, B. longum Bb-2, Bb-3, B. pseudolongum Bb-4 dan B. animalis
11
Bb-5) dalam susu skim dipengaruhi oleh adanya prebiotik. Penambahan prebiotik (kecuali dengan penambahan hi-maize) menyebabkan waktu generasi kelima strain tersebut menurun, tetapi dapat meningkatkan viabilitas Bifidobacterium. B. bifidum merupakan flora alami usus manusia dan ditemukan juga dalam vagina manusia. Bakteri ini merupakan penghuni utama usus besar manusia bersama-sama dengan spesies Bifidobacterium lainnya. Karakteristik B. bifidum adalah
katalase
negatif,
dapat
tumbuh
pada
suhu
43-45oC,
bersifat
heterofermentatif dimana rasio asam asetat dan asam laktat yang dihasilkannya adalah 1.5 : 1 (Nakazawa dan Hosono 1992). Ada beberapa efek menguntungkan dari B. bifidum antara lain dapat melindungi usus dari bakteri atau khamir patogen, menghasilkan asam asetat dan asam laktat sehingga dapat mencegah bakteri berbahaya, meningkatkan metabolisme protein dan pertambahan berat badan bayi, mencegah pertumbuhan bakteri yang mampu mengubah senyawa nitrat dalam usus yang berasal dari makanan atau minuman menjadi senyawa nitrit yang bersifat prokarsinogen, menghasilkan vitamin B, serta membantu fungsi hati dalam proses pencernaan makanan. Bifidin, suatu antibiotik yang dihasilkan oleh B. bifidum, sangat efektif melawan Shigella dysentriae, Salmonella typhosa, Staphylococcus aureus, E. coli dan bakteri lainnya (Tomomatsu 1994). B. longum merupakan bakteri yang tidak membentuk spora, berukuran 2-8 µ m, bersifat katalase negatif, dengan suhu optimum untuk pertumbuhan yaitu 36-38oC dan akan mati pada suhu 60oC. B. longum berbentuk batang, tidak tumbuh pada suhu < 20oC, tidak memiliki resistensi terhadap suhu > 46oC dan pH optimal untuk awal pertumbuhan adalah 6.5-7.0 (Ballongue 2004). Gambar 1 Bifidobacterium longum secara mikroskopik.
Gambar 1 Bifidobacterium longum (Anonim 2006)
12
B. PREBIOTIK 1. Pengertian, Definisi dan Persyaratan Prebiotik Prebiotik merupakan bahan pangan yang tidak dapat dicerna, memiliki efek menguntungkan terhadap inang dengan menstimulir pertumbuhan secara selektif terhadap aktivitas satu atau lebih dalam jumlah terbatas bakteri di dalam usus (Lactobacilli dan Bifidobacteria), sehingga meningkatkan kesehatan inang (Gibson 2004; Manning et al. 2004; Manning dan Gibson 2004). Menurut FAO (2007), prebiotik adalah komponen pangan yang tidak hidup (not viable) yang memberikan keuntungan kesehatan inang berasosiasi dengan memodulasi mikrobiota. Manning et al. (2004), menyatakan bahwa bahan makanan dikategorikan sebagai prebiotik, apabila: (1) tidak dapat dihidrolisa atau diserap oleh saluran pencernaan bagian atas, (2) secara selektif menstimulir pertumbuhan bakteri potensial yang menguntungkan, (3) dapat menekan pertumbuhan patogen dan virulen, sehingga dapat meningkatkan kesehatan inang. Menurut FAO (2007), kualifikasi prebiotik apabila: (1) merupakan komponen pangan yang tidak berbentuk organisme atau obat-obatan, dapat dikarakterisasi secara kimia, merupakan komponen food grade, (2) memberikan keuntungan kesehatan, terukur, tidak diserap untuk masuk ke aliran darah atau komponen yang bertindak sendirian, (3) dapat memodulasi, adanya komponen secara tunggal atau sudah diformulasikan dapat mengubah komposisi atau aktifitas mikrobiota target inang, mekanisme tersebut meliputi fermentasi, penghentian reseptor atau lainnya. Menurut Weese (2002); Manning dan Gibson (2004), dietary fibre (serat makanan) dapat dikelompokkan sebagai prebiotik, apabila: substrat tidak dapat diserap atau dihidrolisa di dalam usus halus, secara selektif substrat dapat difermentasi oleh bakteri yang menguntungkan seperti Bifidobacterium, fermentasi substrat memberikan efek sistemik yang menguntungkan bagi inangnya. Bahan prebiotik diklasifikasikan sebagai GRAS atau generally recognized as safe (Weese 2002, Gibson 2004 dan FAO 2007).
Beberapa bahan
yang berpotensi sebagai prebiotik yaitu rafinosa, FOS, oligosakarida kedelai, galaktooligosakarida, galaktosil laktosa, laktusukrosa, isomalto-oligosakarida, gluko-oligosakarida, xylo-oligosakarida (Manning dan Gibson 2004).
13
2. Mekanisme Kerja dan Manfaat Prebiotik Senyawa prebiotik yang tidak dapat dicerna oleh usus halus akan mencapai usus besar, selanjutnya akan didegradasi atau difermentasi oleh bakteri usus dan dapat menstimulir pertumbuhan BAL. Fermentasi oligosakarida oleh bakteri usus akan menghasilkan energi metabolisme dan asam lemah rantai pendek (terutama asam asetat dan asam laktat), sehingga komposisi mikroflora usus berubah. Selain asam, bakteri usus juga akan menghasilkan zat yang bersifat antimikroba. Hampir semua zat yang diproduksi oleh bakteri bersifat asam merupakan hasil fermentasi karbohidrat oligosakarida (Tomomatsu 1994). Adanya produksi asam tersebut akan menurunkan pH usus sehingga persentase bakteri yang menguntungkan seperti Bifidobacterium dan Lactobacillus meningkat, sedangkan persentase bakteri pembusuk seperti E. coli dan Streptococcus faecalis yang merugikan akan menurun. Menurut Tomomatsu (1994), pertumbuhan bakteri patogen seperti Salmonella dan E. coli akan terhambat dengan adanya asam dan zat-zat antibakteri. Dengan demikian oligosakarida merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri Bifidobacterium dan Lactobacillus yang menguntungkan di dalam kolon (usus besar), sehingga dapat digolongkan sebagai prebiotik. Karbohidrat yang tidak dapat dicerna dan diklaim memiliki efek fungsional terhadap kesehatan karena karbohidrat tersebut dapat: menunda pengosongan lambung, memodulasi waktu transit pada sistem pencernaan, meningkatkan toleransi terhadap glukosa, mereduksi penyerapan lemak dan kolesterol, meningkatkan volume dan kemampuan membawa air dari usus dan memodulasi fermentasi mikroba dengan meningkatkan produksi asam lemak rantai pendek (Short Chain Fatty Acid atau SCFA), menurunkan pH dan produksi amonia. Kombinasi dan efek fungsional tersebut menghasilkan peningkatan kesehatan inang dengan menurunnya gangguan pada usus (konstipasi dan diare), penyakit kardiovaskuler dan kanker usus (Zietner dan Gibson 1998). Ukuran partikel serat pangan dan tingkat kelarutan berpengaruh terhadap kemampuan serat pangan untuk difermentasi oleh bakteri. Produk utama fermentasi polisakarida dalam usus oleh bakteri, tidak hanya meningkatkan volume feses tetapi juga menaikkan aktivitas metabolisme bakteri sakarolitik. Pektin, hemiselulosa, guar gum dan inulin adalah serat pangan yang dapat larut
14
dalam air sehingga membentuk gel di dalam saluran pencernaan. Hal ini membantu proses fermentasi oleh mikroflora usus karena meningkatkan luas permukaan yang tersedia untuk hidrolisa enzim (Manning dan Gibson 2004). Menurut Manning dan Gibson (2004), konsumsi prebiotik mempunyai beberapa manfaat, yaitu dapat: menghambat pertumbuhan bakteri patogen, meningkatkan penyerapan kalsium, mencegah kanker usus, memberikan pengaruh terhadap sistem imun (immunological effect) dan dapat menurunkan kolesterol. Menghambat Pertumbuhan Patogen. Prebiotik merupakan substrat bagi bakteri yang menguntungkan dalam usus. Sebagai contoh tersedianya inulin dan FOS
dapat
meningkatkan
jumlah
Bifidobacterium
dalam
pencernaan.
Terbentuknya asam laktat oleh BAL memiliki beberapa keuntungan. Produk akhir metabolisme BAL akan menurunkan pH usus dimana bakteri patogen tidak mampu berkompetisi (memiliki sifat penghambatan). Bifidobacterium mampu menghasilkan antimikroba yang berpengaruh terhadap berbagai bakteri patogen Gram-positif dan Gram-negatif yang ada dalam usus (Manning dan Gibson 2004). Prebiotik dapat meningkatkan ketahanan terhadap patogen dengan meningkatnya Bifidobacterium dan Lactobacilli di dalam usus (Gibson 2004). Beberapa spesies Lactobacilli dan Bifidobacterium dapat menghasilkan antibiotik alami yang memiliki aktivitas spektrum yang luas (Gibson dan Wang 1993; Manning dan Gibson 2004). Beberapa spesies Bifidobacterium menghasilkan
antimikroba
alami
yang
bervariasi
dalam
dapat
menghambat
pertumbuhan bakteri patogen gram positif dan gram negatif dalam usus. Hasil pengujian in vivo menunjukkan bahwa FOS dan inulin mampu melindungi masuknya patogen enterik dan sistemik maupun tumor inducer, termasuk E.coli O157:H7 dan campylobacter (Manning dan Gibson 2004; Manning et al. 2004). Meningkatkan peningkatan
Penyerapan
penyerapan
kalsium
Kalsium. terjadi
Pengaruh melalui
prebiotik
terhadap
mekanisme
berikut:
(a) fermentasi prebiotik seperti inulin menghasikan produk SCFA, sehingga menurunkan pH koloni lumenal. Akibatnya meningkatkan kelarutan kalsium di dalam usus (b) Fermentasi phytate oleh bakteri juga dapat melepaskan kalsium. Phytate sebagai salah satu komponen tanaman yang dikonsumsi, juga dapat membentuk komplek dengan kation divalen yang tidak larut dan stabil seperti
15
kalsium (c) SCFA masuk ke kolon dalam bentuk proton kemudian berdissosiasi di lingkungan intraselluler. Proton yang dilepaskan dalam lumen berubah menjadi ion kalsium. Berdasarkan pengujian in vivo dengan hewan percobaan seperti tikus, menunjukkan bahwa prebiotik dapat meningkatkan penyerapan kalsium dalam usus dan mengurangi kehilangan kalsium pada tulang (Manning dan Gibson 2004). Konsumsi inulin sebesar 40g/hari selama 28 hari dapat meningkatkan penyerapan kalsium bagi manusia secara nyata (Coudray et al. 1997 diacu dalam Manning dan Gibson 2004), 15g inulin, FOS atau GOS per hari selama 21 hari meningkatkan penyerapan kalsium dan besi (Heuvel et al. 1998 diacu dalam Manning dan Gibson 2004), 15 g FOS/hari selama 9 hari dapat meningkatkan penyerapan kalsium hingga 10.8% (Heuvel et al. 1999 diacu dalam Manning dan Gibson 2004). Melindungi Terhadap Kanker Kolon. Prebiotik dipostulatkan mampu melindungi kolon dari serangan kanker kolon. Beberapa prebiotik (inulin, FOS, GOS dan resisant starch dapat menstimulir Eubacteria (tetapi bukan Clostridia yang toksik) yang menghasilkan metabolit berupa butirat. Adanya prebiotik dapat mendukung pertumbuhan BAL. BAL dipercaya mampu menghambat beberapa bakteri yang menghasilkan enzim karsinogenik. Dengan demikian prebiotik dapat meningkatkan pembentukan butirat dalam usus. Ada dua mekanisme perlindungan prebiotik terhadap perkembangan kanker usus, yaitu : (a) produksi metabolit yang bersifat protektif. Butirat merupakan produk akhir dari fermentasi yang diketahui dapat menstimulasi apoptosis dalam cell line kanker usus dan juga berperan sebagai bahan bakar untuk kesehatan colonisit. Butirat dalam usus diproduksi oleh Eubacteria. Penggunaan prebiotik dapat mendukung pertumbuhan Eubacteria yang tidak berbahaya (b) prebiotik akan menyebabkan metabolisme bakterial di dalam usus menghasilkan produk akhir yang tidak berbahaya (Manning dan Gibson 2004). Efek Terhadap Sistem Imun. Prebiotik dapat meningkatkan jumlah mikroflora dalam usus. Pemberian FOS, GOS dan laktulosa dapat mengubah komposisi mikroflora usus. Prebiotik juga dapat mendukung pertumbuhan BAL Pemberian GOS, inulin dapat meningkatkan jumlah Bifidobacteria dan Lactobacilli. BAL diketahui dapat menstimulir respon baik yang spesifik maupun
16
non-spesifik. Akibatnya meningkatkan aktivitas pagositas dan atau meningkatkan molekul immunological seperti IgA yang mempengaruhi Salmonellae dan rotavirus. Prebiotik juga menghasilkan produk akhir yang sama dengan BAL karena prebiotik dapat mendukung pertumbuhan BAL dan meningkatkan komposisi mikroflora. Pengujian secara in vivo pada hewan menunjukkan bahwa prebiotik dapat mempengaruhi fungsi imun (Manning dan Gibson 2004). Efek pada Lemak Darah. Industri makanan banyak mengembangkan pangan fungsional untuk memodulasi lemak darah seperti kolesterol dan trigliserida. Peningkatan kolesterol dalam darah berisiko menyebabkan penyakit jantung koroner. Beberapa bukti menunjukkan bahwa BAL mampu menurunkan konsentrasi level total dan LDL (low-density lipoprotein) kolesterol. Namun sampai saat ini mekanismenya belum jelas. Kemungkinan BAL secara langsung mampu mengasimilasi kolesterol. Prebiotik seperti FOS dapat menurunkan sintesa de novo trigliserida oleh hati. Menurut Delzenne dan Kok (1999) diacu dalam Manning dan Gibson (2004) menyatakan bahwa prebiotik seperti inulin dapat menghambat insulin-induced yang disintesa dari trigliserida.
3. Sumber-sumber Prebiotik Sumber prebiotik alami terdapat dalam air susu ibu (ASI) dalam bentuk oligosakarida yang terkandung colostrum, yaitu N-acetyl glucosamine (Ballongue 2004), yang dicerna dalam usus kurang dari 5% dan dapat mendukung pertumbuhan Bifidobacteria (Ballongue 2004 dan Surono 2004). Sumber prebiotik lain dapat diperoleh dari buah-buahan dan sayuran seperti bawang merah, bawang putih, pisang, asparagus, leek, chicory (mengandung inulin) dan Jerusalem articoke, oligosakarida kedelai. Selain terdapat dalam buah dan sayuran, prebiotik juga terdapat dalam umbi-umbian seperti rafinosa dalam ubi jalar (Palmer 1982, Adijuwana 2005, Krisnayudha 2007, Marlis 2008, belum dipublikasikan), oligofruktosa dan rafinosa dalam ubi garut dan ganyong (Krisnayudha 2007).
17
4. Jenis-jenis Senyawa Prebiotik Senyawa-senyawa yang termasuk dalam prebiotik adalah oligosakarida (seperti: rafinosa, stakiosa, GOS, FOS, inulin), beberapa disakarida dan alternatif sumber prebiotik lain (seperti: laktitol, sorbitol) dan serat makanan yang tidak diserap oleh usus halus. a. Oligosakarida Oligosakarida merupakan gula-gula yang terdiri dari 2 sampai 20 unit sakarida atau karbohidrat sederhana (Manning dan Gibson 2004). Menurut Oku (1994), oligosakarida terutama terdiri dari verbakosa, stakiosa dan rafinosa yang memiliki ikatan α-galakto-glukosa dan α-galakto-galaktosa. Oligosakarida yang tidak dicerna dan diserap dalam usus halus akan mencapai usus besar, selanjutnya akan didegradasi atau difermentasi oleh bakteri usus. Rafinosa. Oligosakarida dari kelompok rafinosa bersifat fungsional karena tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan manusia, yaitu α-galaktosidase, sehingga bermanfaat bagi kesehatan karena akan menghasilkan energi metabolisme yang lebih rendah dibandingkan sukrosa, tidak memberikan efek pada sekresi insulin dari pankreas, mencegah penyakit gigi dan dapat meningkatkan mikroflora usus (Oku 1994). Di dalam kolon, rafinosa dapat menstimulir pertumbuhan Bifidobacterium spp dan Bacteriodes spp. Menurut Benno et al. (1987) diacu dalam Salminen et al. (1998), menunjukkan bahwa pemberian rafinosa pada manusia sebesar 15 g/hari dapat menaikkan jumlah bifidobakteria feses secara signifikan dan menurunkan jumlah Clostridium spp dan Bacteriodaceae, terjadi penurunan pH fekal selama mengkonsumsi rafinosa. Rafinosa dapat diperoleh dari purifikasi beberapa tanaman Oligosakarida kedelai. Dalam oligosakarida kedelai terdapat rafinosa, stakiosa dan sukrosa yang dibentuk dari galaktosa yang berikatan dengan sukrosa. Oligosakarida kedelai dibuat dari kedelai atau whey kedelai melalui proses ekstraksi dan purifikasi. Oligosakarida bersifat stabil terhadap panas maupun asam, stabilitasnya lebih baik dibandingkan dengan sukrosa. Hayakawa et al. (1990) diacu dalam Salminen et al. (1998), membuktikan bahwa secara in vitro,
18
stakiosa dan rafinosa yang dimurnikan dari oligosakarida kedelai dapat difermentasi oleh Bifidobacterium spp. Konsumsi oligosakarida kedelai 10 g/hari dapat meningkatkan jumlah bifidobacteria dalam feses manusia secara signifikan, menurunkan bakteri usus halus yang berbahaya. Fruktooligosakarida (FOS). FOS merupakan oligosakarida yang tidak dapat dicerna. Konsumsi FOS sebesar 4-20 g/hari dapat meningkatkan pertumbuhan bifidobacteria, menurunkan jumlah bacteroides dan clostridia fekal, meningkatkan berat feses, mudah buang air besar, menurunkan pembentukan bahan-bahan putrefaktif (Hidaka et al. 1986; Gibson et al. 1995 diacu dalam Salminen et al. 1998). Galaktooligosakarida (GOS). Galaktooligosakarida yang terdapat dalam susu sapi, air susu ibu (ASI) dan yoghurt dapat menstimulir pertumbuhan bifidobacteria. Menurut Ito et al. (1990) diacu dalam Salminen et al. (1998), enzim β-D-galaktosidase dari Aspergillus oryzae dan Streptococcus thermophillus dapat memecah laktosa menjadi galaktooligosakarida. Terjadi perubahan mikroflora usus secara nyata apabila mengkonsumsi galaktooligosakarida sebesar 10 g/hari. Galaktosil Laktosa (GL). GL merupakan trisakarida yang terdapat dalam ASI. GL yang dibuat secara komersial dan ditambahkan dalam infant formula mampu menstimulir pertumbuhan bifidobacteria pada pencernaan balita (Salminen et al. 1998). Palatinosa. Palatinosa digunakan sebagai bahan pemanis non karsinogen. Palatinosa dapat dicerna, namun daya cerna palatinosa kondensat belum diketahui dengan jelas. Khasimura et al. (1989) diacu dalam Salminen et al. (1998), pemberian palatinosa dapat meningkatkan jumlah bifidobacteria dalam feses. b. Disakarida dan alternatif sumber prebiotik lainnya Laktulosa, laktitol, xilitol, sorbitol dan mannitol merupakan bahan pengganti atau alternatif oligosakarida. Bahan-bahan tersebut dapat dicerna namun lambat dan dapat difermentasi oleh BAL dalam kolon. Laktolosa, laktitol dan xilitol berpengaruh sangat baik terhadap peningkatan mikroflora usus. Namun demikian
19
konsumsi laktulosa, laktitol, xilitol, dan mannitol yang tinggi dapat menurunkan toleransinya (Salminen dan Salminen 1989 diacu dalam Salminen et al. 1998). C. PENGUJIAN PRODUK PANGAN SEBAGAI PREBIOTIK Menurut FAO (2007), untuk menentukan suatu produk pangan dapat diklasifikasikan sebagai prebiotik ada empat langkah yang dilakukan, yaitu (1) karakterisasi komponen prebiotik, (2) karakterisasi fungsionalitas, (3) kualifikasi dan (4) keamanan. Gambar 2 menunjukkan diagram pengujian prebiotik. Karakterisasi komponen: sumber, asal-usul, kemurnian, komposisi kimia, struktur
Karakterisasi fungsional: pengujian secara in vitro atau pada hewan
Formulasi produk, pembawa (vehicle), jumlah dan konsentrasi
Double blind, randomized, controlled human trial (RCT) dengan ukuran sample hasil utama sesuai untuk menetapkan khasiat produk. Minimum proof (bukti minimum) korelasi antara sifat fisiologis dan modulasi mikrobiota pada tempat tertentu
Assesmen keamanan: pengujian secara in vitro dengan/atau tanpa hewan, dan/atau studi manusia (fase I) jika bukan GRAS atau yang setara
Studi RCT kedua yang bersifat independen untuk mengonfirmasi hasil
PREBIOTIK Gambar 2. Diagram pengujian prebiotik (FAO 2007). Karakterisasi Komponen Prebiotik. Komponen pangan dapat diklaim sebagai prebiotik apabila sudah diketahui asal-usulnya, tingkat kemurniannya, struktur dan komposisi kimia dapat dikarakterisasi, apabila sebagai pembawa (vehicle) maka konsentrasi dalam produk yang diberikan kepada inang dapat diketahui.
20
Karakterisasi
Fungsional.
Minimum
diperlukan
bukti-bukti
yang
menunjukkan adanya korelasi antara hasil fisiologis yang terukur dengan modulasi mikrobiota sebagai dampak samping (terutama pada gastrointestinal tract, atau dampak lain yang potensial seperti pengaruh senyawa prebiotik terhadap vagina dan kulit). Diperlukan adanya korelasi fungsi spesifik pada dampak spesifik dengan efek fisiologis dalam kurun waktu tertentu. Melalui pengujian secara in vitro atau pada hewan. Pada pengujian ini hendaknya variabel yang menjadi target dapat menunjukkan adanya perubahan yang nyata secara statistik dan secara biologis menunjukkan konsistensi target kelompok dengan klaim produk sebagai prebiotik. Klaim prebiotik hendaknya didasarkan pada studi-studi mengenai jenis produk akhir dan pengujian terhadap inang. Diperlukan kesesuaian ukuran secara random/acak terhadap kontrol pengujian (dibandingkan dengan placebo atau standar kontrol), akan lebih baik apabila antara perlakuan dengan kontrol bersifat independen. Hasil fisiologis prebiotik yang dimaksud adalah: satiety (pengukuran terhadap kandungan karbohidrat, lemak, total energi intake), mekanisme endokrin yang mengatur food intake dengan penggunaan energi dalam tubuh, efek-efek penyerapan nutrien (seperti kalsium, magnesium, trace elemen, protein), menurunnya atau berkurangnya kejadian infeksi, lemak darah dan parameter endokrin klasik, bowel movement dan regularity, tanda-tanda resiko kanker, perubahan innate dan immunitas yang semuanya membuktikan bahwa prebiotik yang diuji dapat memberikan keuntungan kesehatan. Kualifikasi. Pengaruh-pengaruh bifidogenik belum cukup tanpa ditunjukkan keuntungan-keuntungan yang berkaitan dengan kesehatan fisiologis. Hal tersebut perlu dikenali bahwa pada saat yang sama sering mengalami kesulitan untuk mengetahui hal-hal yang terjadi di dalam usus halus. Teknik pengambilan sampel yang tepat dapat diketahui adanya modulasi mikrobiota yang menggambarkan kesehatan inang. Analisis fekal akan lebih sesuai dengan keterbatasan teknik pengambilan sampel yang tepat. Keamanan. Untuk mengklaim bahwa produk tertentu sebagai prebiotik, maka diperlukan parameter yang aman sesuai dengan regulasi nasional yang berlaku. Beberapa hal yang direkomendasikan untuk mengetahui keamanan dari
21
prebiotik, yaitu: secara historis produk diketahui aman, GRAS atau ekivalen. Untuk komoditas yang demikian maka pengujian toksikologi terhadap hewan atau manusia tidak perlu dilakukan. Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui level konsumsi yang aman dan efek samping terhadap kesehatan. Produk harus tidak mengandung kontaminan dan benda asing. Berdasarkan ilmu pengetahuan, prebiotik bukan merupakan alternatif mikrobiota untuk memperpanjang efek detrimental yang lebih panjang terhadap inang. C. UBI GARUT (Maranta arundinaceae L) Ubi garut (arrowroot) merupakan salah satu jenis umbi-umbian, yang banyak ditemukan di Indonesia. Tanaman garut termasuk dalam famili Marantaceae, genus Maranta spesies Maranta arundinaceae L. Tanaman ini berasal dari Indian Barat (West Indian), mereka menyebut Tibur starch, merupakan family Ginger, genus Curcuma. Perbanyakan tanaman dengan umbi, kedalaman lubang tanam 6 inch, jarak tanam 15 inch dan lebar bedengan 30 inch. Ubi garut baru bisa dipanen setelah berumur 10-11 bulan, dengan hasil panen 4-6 ton/acre. Ubi garut mengandung 12% tepung kering dan 1.7% protein.
Gambar 3 Tanaman garut atau Maranta arundinaceae L. (Anonim (2007).
Gambar 4 Ubi garut
22
Masyarakat mengenal ubi garut dengan istilah yang berbeda-beda, di Jawa ada yang menyebut angkrik, arus, erus, sedangkan di daerah Sunda dikenal dengan nama patat atau sagu (Widowati et al. 2002) Di Malaysia disebut ubi bemban, Batak: Sagu Ban-ban, Nias: Saku Ndrawa, Minang: Sagu larut, Bali: Krarus, Minahasa: Tawang, Gorontalo: Labia Walanta. Profil tanaman ubi garut dapat dilihat pada Gambar 3, sedangkan ubi garut dapat dilihat pada Gambar 4. Tanaman garut mempunyai dua jenis kultivar, yaitu kultivar creole dan kultivar pisang (banana). Ciri-ciri kultivar creole memiliki rhizome yang kurus memanjang, lebih menyebar dan menembus masuk ke dalam tanah, lebih berserat dengan kandungan pati yang lebih tinggi. Kultivar banana mempunyai rhizome yang lebih pendek dan gemuk dibandingkan dengan kultivar creole. Perbandingan antara komposisi kimia ubi garut kultivar banana dan creole dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Komposisi kimia ubi garut kultivar banana dan creole dalam 100 gram ubi Komposisi zat gizi Ubi garut untuk kultivar (gram) Banana (%) Creole (%) Karbohidrat : 19.4 21.7 0.6 1.3 • Pati 2.2 1,0 • Serat 0.1 0.1 Protein 1.3 1.4 Lemak 1.3 1.4 Abu 72.0 69.1 Air Sumber : Kay (1973). Tabel 3 Komposisi kimia pati ubi garut per 100 gram Jenis Gizi Kalori (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Ca (mg) P (mg) Fe (mg) Vit. A (SI) Vita. B-1 (mg) Vit. C (mg) Air (g)
Tepung Ubi Garut 355 0.7 0.2 85.2 8.0 22.0 1.5 0.0 0.09 0.0 14.0
Sumber: Depkes RI (1991).
23
Pati garut (Marantha arundinacea L) diketahui sangat potensial untuk bahan baku makanan dan minuman, farmasi atau obat-obatan, kimia, kosmetik, tekstil, kertas, dan karton. Selain campuran bedak, pati garut digunakan sebagai bahan campuran minuman, ransum, obat penyakit panas dalam, obat borok, bahan pengikat tablet, ekstender pada perekat sintetis, dan campuran bedak (Yun 2002). Pati garut juga dapat digunakan sebagai bahan
penambah nafsu makan
(stomachica), anti-radang (anti-inflammatory), dan sebagai penguat (tonik), obat diare, radang sendi, radang usus, penambah asam lambung, mengatasi keputihan, biang keringat, digigit serangga, jerawat atau flek hitam. Komposisi kimia pati garut dapat dilihat pada Tabel 3. Pati garut merupakan hasil olahan ubi garut melalui proses ekstraksi pati. Masyarakat menyebut pati garut dengan istilah tepung garut. Pembuatan pati garut dilakukan dengan cara: pembersihan ubi garut dari kulit ari maupun akar, pencucian, pengecilan ukuran (pemarutan), ekstraksi, pengendapan pati, pembuangan air rendaman, penjemuran pati, penghancuran dan pengayakan pati (Widowati et al. 2002). Pembuatan tepung ubi garut dilakukan dengan cara: pembersihan ubi garut dari sisik maupun akar, pencucian, pengecilan ukuran (pengirisan), pengeringan, penepungan dan pengayakan (Krisnayudha 2007). Hasil pengujian dengan kromatografi kertas yang dilakukan oleh Widayanti (2005), menunjukkan bahwa dalam ekstrak pati garut tidak terdapat rafinosa. Hasil pengujian secara in vitro terhadap ekstrak pati ubi garut menunjukkan bahwa bakteri L.casei Shirota dan Lactobacillus G3 tidak dapat menggunakan ekstrak pati ubi garut untuk pertumbuhannya. Berbeda dengan hasil penelitian Krisnayudha (2007), menunjukkan bahwa di dalam ekstrak tepung ubi garut terdapat glukosa, fruktosa, sukrosa, rafinosa dan FOS. Secara in vitro, ekstrak tepung ubi garut dapat mendukung pertumbuhan BAL uji, berturut-turut mulai yang tertinggi adalah L. casei Rhamnosus, Lactobacillus G3, Lactobacillus F1, L.casei Shirota, B. bifidum, Lactobacillus G1 dan B. longum. Proses pengolahan diduga dapat mengubah kandungan oligosakarida. Hasil penelitian yang dilakukan Krisnayudha (2007), menunjukkan bahwa pada ekstrak tepung ubi garut segar mengandung gula sangat sederhana dan gabungan dari rafinosa, FOS, sukrosa dan fruktosa. Pada tepung ubi garut yang disangrai
24
mengandung rafinosa dan FOS paling tinggi dibandingkan dengan hasil pengukusan dan pemanggangan. D. UBI JALAR (Ipomoea batatas L) Ubi jalar (Ipomoea batatas L) termasuk ke dalam divisi Spermatophyta, subdivisi
Angiospermae,
kelas
Dicothyledone,
ordo
Solanaceae,
famili
Convolvulaceae, genus Ipomeae dan spesies Ipomoea batatas. Pada umumnya ubi jalar dibagi dalam dua genus yaitu ubi jalar yang bermubi lunak karena banyak mengandung air dan ubi jalar yang bermubi keras karena banyak mengandung pati (Lingga et al. 1986). Menurut Palmer (1982), jenis oligosakarida yang terdapat pada ubi jalar adalah rafinosa. Pada ubi jalar yang sudah dimasak juga masih terdapat rafinosa dan tidak dapat dicerna. Adijuwana (2005) mengidentifikasi kandungan rafinosa dari tiga jenis varietas ubi jalar (ubi jalar putih varietas Jago dan Sukuh serta ubi jalar merah klon BB00105.10) dengan metode kromatografi kertas. Hasil identifikasi tersebut menunjukkan bahwa kadar rafinosa pada ubi jalar yang tidak dikukus berturutturut adalah 2.97% (varietas Sukuh), 2.27% (varietas Jago), 1.26% (ubi jalar merah). Sedangkan pada ubi jalar dengan pengukusan tidak diperoleh spot yang memiliki Rf sebanding dengan Rf standar rafinosa. Identifikasi lanjut ekstrak oligosakarida pada ubi jalar Sukuh yang memiliki kadar rafinosa tertinggi, menunjukkan bahwa selain rafinosa juga terdapat sukrosa, maltosa dan maltotriosa. Hasil penelitian Suryadjaya (2005), menunjukkan bahwa pemberian ekstrak ubi jalar pada tikus SD selama 10 hari dapat menekan jumlah E.coli dalam feses sebesar 2.35 log cfu/g namun meningkatkan jumlah BAL sebesar 0.28 log cfu/g. Hasil penelitian Marlis (2008, belum dipublikasikan), menunjukkan bahwa konsentrasi gula pada tepung ubi jalar varietas Sukuh terdiri dari fruktosa 0.17%, glukosa 0.25%, sukrosa 1.42%, maltosa 3.12%, maltotriosa 0.12% dan rafinosa 0.18%. Pada tepung ubi jalar yang dikukus terjadi kenaikan kandungan maltotriosa (0.14%) dan rafinosa (0.2%) tertinggi dibandingkan dengan tepung ubi jalar segar maupun hasil pengolahan melalui pemanggangan, drum dry maupun penyangraian.
25
F. SWEET POTATO FLAKES (SPF) Sweet Potato Flakes (SPF) atau makanan sarapan dari ubi jalar merupakan salah satu jenis produk yang berasal ubi jalar. Produk tersebut merupakan produk turunan yang dibuat dari campuran tepung ubi jalar instant atau tergelatinisasi (ubi jalar kukus yang dikeringkan dan ditepungkan), tepung kedelai, tapioka sebagai bahan baku, gula, garam dan air. Proses produksi flaked cereal melibatkan proses pemanasan dengan suhu tinggi sehingga dihasilkan produk yang berwarna gelap. Karena menggunakan bahan baku tepung tergelatinisasi, maka proses pemasakan awal dihilangkan, sehingga proses pemasakan hanya dilakukan pada tahap pemanggangan. Secara garis besar proses pengolahan SPF adalah persiapan bahan baku,
formulasi,
pencampuran,
pencetakan
(pembentukan),
flaking,
pemanggangan, pelapisan (coating) dan pengemasan. Bahan baku SPF terdiri dari 55% tepung ubi jalar kukus, 25% tepung kedelai, 20% tapioka, gula pasir 10% (dari total tepung), air 30% (dari total tepung), garam 0,5% (dari total tepung). Untuk membuat SPF, pertama-tama dilakukan pencampuran kering tepung ubi jalar kukus, tepung kedelai, tapioka. Gula dan garam dilarutkan dalam air. Larutan gula dan garam dimasukkan dalam campuran tepung kemudian dicampur dengan menggunakan mixer sampai adonan homogen. Adonan dibuat pellet dengan menggunakan grinder. Pellet dipotong-potong dengan panjang
0.5-1 cm,
kemudian dipipihkan menggunakan drum drier sehingga terbentuk flake. Selanjutnya flake dipanggang dalam oven dengan menggunakan suhu pemanasan 3000F selama ± 11 menit kemudian SPF didinginkan (Koswara 2003 dan Syamsir et al. 2007). Hasil penelitian Koswara (2003), menunjukkan bahwa SPF yang dibuat memiliki keunggulan dibandingkan produk sarapan komersial lainnya yaitu mengandung β–karoten 30.76 ppm (tidak terdapat pada produk sarapan komersial) dan kadar serat mencapai 10.46% (pada produk sarapan komersial berkisar antara 1.4 – 3.8%). Penyajian SPF dengan cara mencampur SPF dengan susu atau bisa dikonsumsi langsung sebagai makanan camilan. Produk SPF yang diperoleh dari Seafast Center telah memiliki sertifikat penyuluhan (SP) dari Depkes RI dengan nomor Depkes. RI. SP. No. 503/10.03/2003 (Koswara 2003). Sebagaimana disebutkan di atas bahwa produk SPF mengandung tepung kedelai. Di dalam tepung kedelai terdapat oligosakarida kedelai yang berpotensi
26
sebagai prebiotik. Oligosakarida kedelai dapat bertindak sebagai prebiotik karena mengandung rafinosa, stakiosa dan sukrosa yang dibentuk dari galaktosa yang berikatan dengan sukrosa (Salminen et al. 1998). Menurut Smiricky (2001), jenis oligosakarida pada kedelai adalah rafinosa dan stakiosa. Stabilitas oligosakarida lebih baik dibandingkan dengan sukrosa, stabil terhadap panas maupun asam. Hayakawa et al. 1990 diacu dalam Salminen et al. (1998), secara in vitro, stakiosa dan rafinosa yang dimurnikan dari oligosakarida kedelai dapat difermentasi oleh Bifidobacterium
spp.
Konsumsi
oligosakarida
kedelai
10
g/hari
dapat
meningkatkan jumlah bifidobacteria dalam feses manusia secara signifikan dan menurunkan bakteri usus halus yang berbahaya. Menurut Anonim (2008), secara alami galakto-oligosakarida (GOS) ditemukan dalam kedelai dan dapat disintesa dari laktosa (gula susu). Oligosakarida dapat berubah setelah mengalami proses pengolahan. Menurut Jood et al. (1985), kadar sukrosa, rafinosa, stakiosa dan verbakosa yang terkandung dalam lima jenis leguminose yang diuji (Phaseolus vulgaris, Cicer areitinium, Phaseolus mungo, Cajanus cajan dan Vicia vaba) mengalami penurunan setelah dilakukan proses perendaman air maupun larutan sodium bikarbonat, pemasakan, pemasakan dengan otoklaf pada biji yang sudah direndam, germinasi maupun penggorengan biji yang sudah berkecambah. Hasil penelitian yang dilakukan Marlis (2008, belum dipublikasikan), memunjukkan bahwa pada tepung ubi jalar kukus terjadi kenaikan kandungan maltotriosa dan rafinosa tertinggi dibandingkan dengan tepung ubi jalar segar maupun hasil pengolahan
melalui
pemanggangan,
penyangraian
maupun
yang
diolah
menggunakan drum drier.
27