KARAKTERISTIK BAMBU LAPIS SEBAGAI BAHAN BAKU MEUBEL
ANGGIE HERDIANSYAH
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Bambu Lapis sebagai Bahan Baku Meubel adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2015 Anggie Herdiansyah NIM E24100071
ABSTRAK ANGGIE HERDIANSYAH. Karakteristik Bambu Lapis sebagai Bahan Baku Meubel. Dibimbing oleh JAJANG SURYANA. Bambu merupakan salah satu bahan baku alternatif untuk memenuhi kebutuhan industri dibidang kehutanan. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis karakteristik bambu lapis dan menguji kesesuaiannya sebagai bahan baku dalam pembuatan meubel. Bahan baku yang digunakan adalah bambu andong dan bambu betung. Perlakuan bambu lapis dibedakan berdasarkan bambu lapis tanpa buku, posisi buku pada face dan back, posisi buku pada core, serta posisi buku pada face, core dan back. Pembuatan bambu lapis menggunakan alat kempa dingin bertekanan 10 kg cm-2 selama 3 jam. Pengujian bambu lapis meliputi kerapatan, kadar air, stabilitas volume, MOE (Modulus of Elasticity) dan MOR (Modulus of Rupture), serta keteguhan geser rekat yang mengacu pada standar ASTM D 143. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya buku pada bambu lapis dapat meningkatkan sifat fisis, namun menurunkan sifat mekanis. Kata kunci: bambu andong (Gigantochloa pseudoarundinasea), bambu betung (Dendrocalamus asper (Schult.f.) Backer ex Heyne), bambu lapis.
ABSTRACT ANGGIE HERDIANSYAH. Characteristics cross laminated bamboo as Meubel Raw Material. Supervised by JAJANG SURYANA. Bamboo is one of the alternative raw materials for industry utilized to fulfil the demands on forestry sector. The purpose of this research is to analyze the characteristics of laminated bamboo and examine its suitability as a raw material in the manufacture of furniture. The raw materials used are andong bamboo and betung bamboo. The treatment of laminated bamboo here divided into four categories: laminated bamboo without node, node on face position and back, the position of the core node, as well as the position of the node on the face, core and back. The manufacture of laminated bamboo uses a 10 kg cm-2 for 3 hours as cold pressure. Laminated bamboo’s tested characteristics are density, water content, volume stability, MOE (Modulus of Elasticity) and MOR (Modulus of Rupture), and shearing strength referred to the ASTM D 143 standard. Results show that node’s presence on laminated bamboo can improve physical properties but reduce mechanical properties. Keywords: andong bamboo (Gigantochloa pseudoarundinasea), betung bamboo (Dendrocalamus asper (Schult.f.) Backer ex Heyne) cross laminated bamboo.
KARAKTERISTIK BAMBU LAPIS SEBAGAI BAHAN BAKU MEUBEL
ANGGIE HERDIANSYAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil Hutan
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Judul Skripsi : Karakteristik Bambu Lapis sebagai Bahan Baku Meubel Nama : Anggie Herdiansyah NIM : E24100071
Disetujui oleh
Dr Ir Jajang Suryana, MSc Pembimbing
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian serta menyusun karya ilmiah yang berjudul “Karakteristik Bambu Lapis sebagai Bahan Baku Meubel”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Ir Jajang Suryana, MSc selaku pembimbing yang telah banyak memberikan saran. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua, kakak dan adik, seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya, serta teman-teman Departemen Hasil Hutan angkatan 47 khususnya Agnes Samuel Lumbanraja, Ahmad Alkadri, Aji Kusumo Wibowo, Bagus Priambodo Dewanto, Gisella Indira Maharani, Helga Dara Dwin Kharisma, Mohammad Arif Rohmatullah, Muhammad Irfan Purwanto, Muhammad Nur Alifudin, Rifsi Irdiana Febrian, Rizqi Adha Juniardi, Siti Maryam Subandi, Yogie Zulni Pratama dan Yudha Aditya yang telah membantu dan memberikan semangat selama penelitian. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kita dan dapat menambah pengetahuan kita.
Bogor, April 2015 Anggie Herdiansyah
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR LAMPIRAN
v
PENDAHULUAN
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Waktu dan Tempat
2
Bahan
2
Alat
2
Prosedur Penelitian
2
Persiapan Bahan Baku
2
Pembuatan Bilah, Perendaman dan Pengeringan
3
Perekatan
3
Pengempaan
3
Pengkondisian
3
Pembuatan Contoh Uji
3
Pengujian Bambu Lapis
4
Kadar Air
4
Kerapatan
5
Stabilitas Volume
5
Pengembangan Volume
5
Penyusutan Volume
5
Modulus of Elasticity
5
Modulus of Rupture
6
Keteguhan Geser Rekat
6
Analisis Data
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
8
Kadar Air
8
Kerapatan
8
Stabilitas Volume
9
Pengembangan Volume
9
Penyusutan Volume
10
Modulus of Elasticity (MOE)
11
MOE Sejajar Permukaan Bambu Lapis
11
MOE Tegak Lurus Permukaan Bambu Lapis
12
Modulus of Rupture (MOR)
12
MOR Sejajar Permukaan Bambu Lapis
12
MOR Tegak Lurus Permukaan Bambu Lapis
13
Keteguhan Geser Rekat
14
Keteguhan Geser Sejajar Permukaan Bambu Lapis
14
Keteguhan Geser Tegak Lurus Permukaan Bambu Lapis
15
Penentuan Bambu Lapis Terbaik SIMPULAN DAN SARAN
16 17
Simpulan
17
Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
17
LAMPIRAN
19
DAFTAR TABEL 1 Data penentuan bambu lapis terbaik
16
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Skema pembuatan bambu lapis Skema pembuatan contoh uji pengujian sifat fisis dan sifat mekanis Skema contoh uji modulus of elasticity dan modulus of rupture Cara pengujian modulus of elasticity dan modulus of rupture Posisi buku di tengah Posisi buku di samping Contoh uji keteguhan geser rekat Nilai kadar air bambu lapis Nilai kerapatan bambu lapis Nilai pengembangan volume bambu lapis Nilai penyusutan volume bambu lapis Nilai MOE sejajar permukaan bambu lapis Nilai MOE tegak lurus permukaan bambu lapis Nilai MOR sejajar permukaan bambu lapis Nilai MOR tegak lurus permukaan bambu lapis Nilai keteguhan geser sejajar permukaan bambu lapis Nilai keteguhan geser tegak lurus permukaan bambu lapis
3 4 6 6 6 6 7 8 9 10 10 11 12 13 13 14 15
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Anova kadar air bambu lapis Duncan kadar air bambu lapis Anova kerapatan bambu lapis Duncan kerapatan bambu lapis Anova pengembangan volume bambu lapis Anova penyusutan volume bambu lapis Anova MOE sejajar permukaan bambu lapis Duncan MOE sejajar permukaan bambu lapis Anova MOE tegak lurus permukaan bambu lapis Duncan MOE tegak lurus permukaan bambu lapis Anova MOR sejajar permukaan bambu lapis Duncan MOR sejajar permukaan bambu lapis Anova MOR tegak lurus permukaan bambu lapis Duncan MOR tegak lurus permukaan bambu lapis Anova keteguhan geser rekat sejajar permukaan bambu lapis Duncan keteguhan geser rekat sejajar permukaan bambu lapis Anova keteguhan geser rekat tegak lurus permukaan bambu lapis Duncan keteguhan gerser rekat tegak lurus permukaan bambu lapis
19 19 19 20 20 20 21 21 21 22 22 22 23 23 23 24 24 24
PENDAHULUAN Latar Belakang Kondisi dan luas hutan yang semakin menurun menyebabkan ketersediaan kayu di hutan alam semakin berkurang, namun kebutuhan masyarakat akan kayu cenderung bertambah sehingga menyebabkan kelangkaan komoditi kayu. Oleh karena itu dibutuhkan bahan baku alternatif yang dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat. Salah satu bahan yang dapat menjadi substitusi kayu adalah bambu. Bambu ditinjau dari potensinya pada tahun 2000 diperkirakan luas tanaman bambu di Indonesia sebesar 2 104 000 ha yang terdiri dari 690 000 ha luas tanaman bambu di dalam kawasan hutan dan 1 414 000 ha luas tanaman bambu di luar kawasan hutan (FAO dan INBAR (2005)). Indonesia memiliki 160 jenis bambu dan 38 jenis di antaranya merupakan jenis introduksi dan 122 jenis merupakan tanaman asli Indonesia (Widjaja (2012)). Menurut Dephut dan BPS (2004), tanaman bambu lebih banyak ditanam di Jawa, yaitu mencapai 29,14 juta rumpun atau sekitar 76,83% dari total populasi bambu di Indonesia, sedangkan sisanya sekitar 8,79 juta rumpun (23,17%) berada luar Jawa. Tanaman bambu di pulau Jawa terkonsentrasi di tiga propinsi, yaitu Jawa Barat (28,09%), Jawa Tengah (21,59%), dan Jawa Timur (19,38%), sementara di Luar Jawa, tanaman bambu terdapat di propinsi Sulawesi Selatan (3,69%), dan lainnya (27.25%). Karena penyebaran dan ketersediannya yang besar, pertumbuhan yang cepat, penanganan yang mudah, maka dalam penggunaan bambu telah digunakan secara luas guna kebutuhan hidup sehari-hari terutama pada masyarakat lokal sebagai sumber daya yang lestari. Menurut Dransfield dan Widjaja (1995), bambu merupakan sumberdaya hutan bukan kayu dalam keluarga Graminae, suku Bambusease dan sub famili Bambusideae yang terdiri dari batang, akar rhizoma yang kompleks dan mempunyai sistem percabangan dan tangkai daun yang menyelubungi batang. Novrianti (2005) mengemukakan bahwa bambu sangat potensial sebagai bahan substitusi kayu karena rumpunan bambu dapat terus berproduksi selama pemanenannya terkendali dan terencana. Bambu memiliki beberapa keunggulan dibandingkan kayu yaitu memiliki rasio penyusutan yang kecil, dapat dilengkungkan atau memiliki elastisitas dan nilai dekoratif yang tinggi. Hal ini yang menjadikan bambu banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia dan juga digunakan sebagai bahan baku substitusi kayu untuk mengatasi kelangkaan pasokan bahan baku kayu Industri. Dalam upaya menggali potensi bambu serta memenuhi kebutuhan masyarakat, maka diperlukan langkah nyata untuk menghasilkan produk bambu yang nantinya dapat memberikan manfaat dan nilai lebih bagi masyarakat. Oleh karena itu diperlukan penelitian mengenai studi pembuatan bambu lapis sebagai bahan baku dalam pembuatan meubel.
2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk menganalisis karakteristik bambu lapis dan menguji kesesuaiannya sebagai bahan baku dalam pembuatan meubel. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada masyarakat mengenai penggunaan bambu laminasi sebagai bahan baku pembuatan meubel.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2014 sampai dengan Januari 2015 yang bertempat di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Biokomposit, serta Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bambu andong (Gigantochloa pseudoarundinasea) dan bambu betung (Dendrocalamus asper (Schult.f.) Backer ex Heyne) berumur ±3 tahun dari Cibeureum Dramaga, Bogor, serta perekat Water Based polymer Isoyanate (WBPI). Alat Alat yang digunakan antara lain oven, cutter, sarung tangan, desikator, timbangan elektrik, alat kempa dingin, caliper, water bath, baskom dan alat uji Universal Testing Machine (UTM) merk Instron. Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku Bambu dipotong menjadi buluh bambu ukuran (100 x 2 x 1) cm untuk bagian core dan (100 x 2 x 0.5) cm untuk bagian face dan back. Bambu lapis dibuat sebanyak 6 panel dengan ukuran akhirnya (100 x 2 x 2) cm pada dimensi panjang, lebar dan tebal. Adapun tahapan pengerjaannya disajikan pada Gambar 1:
3 Persiapan bahan baku
Perendaman ± 14 hari
Pengeringan ± 14 hari
Perekatan potongan bambu
Pelaburan perekat isocyanate 200 g m-2
Penyusunan lembaran bambu
Cold press (P=10 kg cm-2, t= 3 jam)
Pengkondisian ± 14 hari
Pembuatan contoh uji
Gambar 1 Skema pembuatan bambu lapis
Pembuatan Bilah, Perendaman dan Pengeringan Buluh bambu dipotong berukuran 100 cm kemudian dibelah menjadi bilah bambu berukuran 2 cm yang kemudian dikelompokkan menjadi 3 bagian yaitu face, core dan back, selanjutnya tiap bilah diserut menjadi penampang berbentuk persegi empat dan diamplas agar permukaannya halus. Bilah-bilah bambu tersebut direndam selama ± 14 hari untuk melarutkan pati yang terkandung di dalam bambu, kemudian bambu tersebut dikeringkan secara alami selama ± 14 hari atau sampai mencapai kadar air kering udara yaitu sekitar ± 12-15%. Proses pengeringan ini dilakukan untuk memperoleh stabilitas dimensi yang lebih baik dan juga untuk mempermudah proses perekatan. Perekatan Pelaburan perekat menggunakan metode double spread dengan berat labur 200 g m-2. Perekat yang akan dilaburkan disiapkan dengan menghitung kebutuhan perekat tiap lamina, berdasarkan luas permukaan bidang rekat dengan menggunakan rumus: Kebutuhan perekat = Luas bidang rekat x Berat labur Pengempaan Pengempaan dilakukan menggunakan kempa dingin (cold press) dengan tekanan sebesar 10 kg cm-2 yang membutuhkan waktu sekitar ± 3 jam. Pengkondisian Bambu lapis yang telah dikempa, dikondisikan selama ± 14 hari dengan kelembaban berkisar 60-70% dan suhu ruangan (25-32 ºC). Bambu lapis ditumpuk menggunakan ganjal setiap lapisan bambu lapis tingkat demi tingkat. Pembuatan Contoh Uji Bambu lapis dipotong sesuai dengan ukuran standar untuk diuji sifat fisis dan mekanisnya, skema pembuatan contoh uji dapat dilihat pada Gambar 2.
4
Gambar 2 Skema pembuatan contoh uji pengujian sifat fisis dan mekanis Keterangan : A : Contoh uji kadar air dan kerapatan (10 cm x 5 cm) B : Contoh uji kembang susut (10 cm x 5 cm) C : Contoh uji keteguhan geser sejajar permukaan (5 cm x 4 cm) D : Contoh uji keteguhan geser tegak lurus permukaan (5 cm x 4 cm) E : Contoh uji MOE dan MOR sejajar permukaan (2.5 cm x 41 cm) F : Contoh uji MOE dan MOR tegak lurus permukaan (2.5 cm x 41 cm) I : Contoh uji tanpa buku II : Contoh uji posisi buku di face dan back III : Contoh uji posisi buku di core IV : Contoh uji posisi buku di face, back dan core X : Posisi buku di tengah Y : Posisi buku di samping Pengujian Bambu Lapis Pengujian yang dilakukan adalah pengujian sifat fisis (kerapatan, kadar air, pengembangan dan penyusutan volume), serta pengujian sifat mekanis (MOE, MOR dan keteguhan geser rekat) yang mengacu pada ASTM D143 (2008) tentang Standard Methods of Testing Small Clear Speciemens of Timber. Nilai pengujian sifat fisis mengacu pada SNI 01-5008.2-2000, sedangkan untuk pengujian sifat mekanis mengacu pada SNI 01-5008.7-1999. Kadar Air (%) Contoh uji dalam keadaan kering udara ditimbang beratnya (BKU) dan dikeringkan dalam oven pada suhu (103 ± 2)ºC selama 24 jam atau sampai mencapai berat konstan dan ditimbang sehingga diperoleh berat kering tanur (BKT). Nilai kadar air dihitung dengan rumus: BKU - BKT Kadar air (%) = x 100 BKT Keterangan : BKU = Berat sebelum dikeringkan dalam oven (g) BKT = Berat setelah dikeringkan dalam oven (g)
5 Kerapatan (ρ) Kerapatan dihitung dengan cara membagi berat kering udara (BKU) dan volume kering udara (VKU). Volume contoh uji diukur dengan mengalikan panjang, lebar dan tebalnya yang diukur dengan menggunakan caliper, sedangkan beratnya didapat dengan menggunakan timbangan digital. Nilai kerapatan dihitung dengan rumus: BKU ρ= VKU Keterangan : ρ = Kerapatan (g cm-3) BKU = Berat dalam kondisi kering udara (g) VKU = Volume dalam kondisi kering udara (cm3) Stabilitas Volume Pengembangan volume Contoh uji diukur tebal, lebar, dan panjang dengan menggunakan kaliper sehingga diperoleh dimensi awal dalam kondisi kering udara. Contoh uji direndam dalam air pada suhu 25°C selama 24 jam kemudian diukur dimensinya kembali sehingga diperoleh volume akhir. Nilai pengembangan volume dihitung dengan rumus: VB - VA x 100 Pengembangan Volume (%) = VA Keterangan : VA = Volume awal (cm) VB = Volume akhir (cm) Penyusutan volume Contoh uji yang telah direndam kemudian dioven pada suhu (60 ± 3)oC selama 24 jam kemudian diukur dimensinya kembali sehingga diperoleh volume akhir. Nilai penyusutan volume dihitung dengan rumus: VA - VB Susut Volume (%) = x 100 VA Keterangan : VA = Volume awal (cm) VB = Volume akhir (cm) Modulus of Elasticity (MOE) Pengujian MOE bambu lapis dilakukan dengan cara one point loading bending test. Nilai MOE dihitung dengan rumus: PL3 MOE = 4Ybh 3 Keterangan : MOE : Modulus of elasticity (kg cm-2)
6 ∆P L ∆Y b h
: Besar perubahan beban sebelum batas proporsi (kg) : Jarak sangga (cm) : Besar perubahan defleksi akibat perubahan beban (cm) : Lebar contoh uji (cm) : Tebal contoh uji (cm)
Modulus of Rupture (MOR) Pengujian MOR bambu lapis dilakukan bersama-sama dengan pengujian MOE dengan memakai contoh uji yang sama. Nilai MOR dihitung dengan rumus: 3PL MOR = 2bh 2 Keterangan : MOR : Modulus of rupture (kg cm-2) P : Beban maksimum (kgf) L : Jarak sangga (cm) b : Lebar contoh uji (cm) : Tebal contoh uji (cm) h Contoh Uji
Tegak lurus permukaan Sejajar permukaan
Gambar 3 Skema contoh uji Modulus of Elasticity dan Modulus of Rupture
Gambar 4 Cara pengujian Modulus of Elasticity dan Modulus of Rupture Gambar 5 Posisi buku di tengah
Gambar 6 Posisi buku di samping
Keteguhan Geser Rekat Pengujian keteguhan geser rekat dilakukan dengan cara memberikan pembebanan yang diletakkan pada arah vertikal (Gambar 7). Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji mengalami kerusakan.
7
Gambar 7 Contoh uji keteguhan geser rekat Nilai keteguhan rekat dihitung dengan rumus : Keteguhan Rekat (kg cm-2) = Keterangan: P : Panjang contoh uji (cm) L : Lebar contoh uji (cm) B : Beban (kg) Analisis Data Pengolahan data menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 (dua) faktor perlakuan dengan menggunakan aplikasi SPSS 16.0. Faktor perlakuan pertama adalah jenis bambu dan faktor perlakuan kedua adalah posisi buku. Tiap perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 3 (tiga) kali. Jika perlakuan memberikan pengaruh nyata, dilakukan uji beda rata-rata menggunakan uji Duncan untuk mengetahui perbedaan setiap tahap percobaan. Model matematisnya adalah sebagai berikut: Yijk = µ + αi + βi + (αβ)ij + εijk Keterangan: Yijk : Nilai pengamatan ke-1 yang disebabkan oleh taraf ke-i faktor α dan taraf ke-j faktor β µ : Nilai rata-rata sebenarnya α : Jenis bambu (faktor 1) β : Buku (faktor 2) i : 1,2 (α) j : 1,2 (β) k : Ulangan 1, ulangan 2, dan ulangan 3 αi : Pengaruh faktor jenis bambu pada taraf ke-i βj : Pengaruh faktor buku pada taraf ke-j (αβ)ij : Pengaruh interaksi pada faktor α pada taraf ke=i dengan faktor β pada taraf ke-j εijk : Kesalahan percobaan
8
HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air Kadar air bambu lapis berdasarkan pengujian berkisar antara 13.3-15.7%, sedangkan SNI 01-5008.2-2000 mensyaratkan nilai kadar air maksimum untuk kayu lapis yaitu 14%. Berdasarkan data penelitian yang didapatkan nilai kadar air yang memenuhi standar hanya pada perlakuan bambu lapis tanpa buku, sedangkan perlakuan buku lainnya tidak memenuhi standar SNI 01-5008.2-2000. b b a
a
b
b
b
b
Gambar 8 Nilai kadar air bambu lapis Hasil analisa sidik ragam (α=0.05) pada nilai kadar air menunjukkan bahwa buku memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai kadar air bambu lapis. Hasil uji lanjut Duncan pada nilai kadar air menunjukkan bahwa bambu lapis tanpa buku memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar air bambu lapis lainnya, sedangkan posisi buku pada lapisan face dan back, lapisan core, serta lapisan face, core dan back memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar air bambu lapis. Gambar 8 menjelaskan bahwa semakin banyak buku yang berada pada bambu lapis dapat meningkatkan nilai kadar air bambu lapis, karena buku memiliki jumlah serat yang lebih banyak dibandingkan ruas. Menurut Liese (1985) buku bambu memiliki jumlah serat dan lignin yang lebih banyak, sehingga hal tersebut menyebabkan nilai kadar air pada bambu lapis yang memiliki buku lebih tinggi dibandingkan tanpa buku. Selain itu kadar air bilah juga turut menentukan kadar air produk. Bowyer et al. (2003) menyatakan bahwa banyaknya air yang tetap tinggal di dalam dinding sel suatu produk akhir tergantung pada tingkat pengeringan selama pembuatan dan lingkungan tempat produk tersebut ditempatkan di kemudian hari. Hal ini dipertegas kembali oleh Fadli (2006) bahwa kadar air bambu lapis dipengaruhi oleh kadar air bilah bambu yang direkat, jenis perekat yang digunakan dan air yang dihasilkan dari proses perekatan, di samping juga proses pengeringan selama pembuatan bambu lapis. Kerapatan Hasil pengujian kerapatan menunjukkan bahwa nilai kerapatan bambu lapis berkisar antara 0.61-0.64 g cm-3. Standar SNI (2000) tidak mensyaratkan nilai kerapatan dalam kriteria standar kayu lapis penggunaan umum sehingga belum ada batasan yang jelas mengenai nilai kerapatan yang dapat menghasilkan kayu
9 lapis dengan kualitas yang baik. Hasil penelitian kerapatan tersebut dapat dilihat pada Gambar 9. b
b
b
b
b
b
a a
Gambar 9 Nilai kerapatan bambu lapis Hasil analisa sidik ragam (α=0.05) pada nilai kerapatan menunjukkan bahwa buku memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai kerapatan bambu lapis. Hasil uji lanjut Duncan pada nilai kerapatan menunjukkan bahwa bambu lapis tanpa buku memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kerapatan bambu lapis lainnya, sedangkan posisi buku pada lapisan face dan back, lapisan core, serta lapisan face, core dan back memberikan pengaruh yang sama terhadap kerapatan bambu lapis. Gambar 9 menjelaskan bahwa semakin banyak buku yang berada pada bambu lapis dapat meningkatkan nilai kerapatan bambu lapis, karena buku memiliki jumlah serat yang lebih banyak dibandingkan ruas. Liese (1985) menyatakan bahwa buku bambu memiliki jumlah serat dan lignin yang lebih banyak, serta kandungan parenkim yang lebih rendah. Hal ini menyebabkan bambu lapis yang berbuku memiliki nilai kerapatan yang lebih tinggi. Bowyer et al. (2003) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kerapatan, yaitu kondisi tempat tumbuh kayu, lokasi dalam pohon, letak dalam kisaran spesies dan sumber-sumber genetik. Stabilitas Volume Stabilitas volume adalah kemampuan bertahan suatu contoh uji terhadap adanya perubahan kondisi lingkungan seperti suhu dan kelembaban. Stabilitas volume terdiri dari pengembangan volume dan penyusutan volume. Brown (1952) menyatakan bahwa kembang susut merupakan perubahan dimensi yang ditujukan oleh perubahan volume kayu yang terjadi karena perubahan kandungan air di bawah titik jenuh serat. Pengembangan Volume Pengembangan volume bambu lapis berdasarkan pengujian berkisar antara 3.7–5.51%. Nilai pengembangan volume bambu lapis yang tertinggi terdapat pada bambu andong dengan buku pada bagian face, core dan back, sedangkan nilai pengembangan volume yang terendah pada bambu betung tanpa buku.
10 a a
a
a
a
a
a
a
Gambar 10 Nilai pengembangan volume bambu lapis Hasil analisa sidik ragam (α=0.05) pada nilai pengembangan volume tidak dipengaruhi oleh perbedaan jenis bambu, perlakuan buku dan interaksi kedua antar faktor tersebut. Dapat diartikan bahwa buku pada bambu tidak terlalu mempengaruhi terhadap nilai pengembangan volume secara signifikan, namun hasil pengujian menunjukkan bahwa semakin banyaknya buku pada bambu lapis dapat meningkatkan nilai pengembangan volume bambu lapis. Hal ini diduga karena bagian buku pada bambu memiliki jumlah serat yang lebih banyak dibandingkan bagian ruasnya (Liese 1992). Dimana serat itu sendiri adalah salah satu faktor yang mempengaruhi pengembangan dan penyusutan (Skaar 1972). Penyusutan Volume Penyusutan volume bambu lapis berdasarkan pengujian berkisar antara 2.24-2.94%. Nilai penyusutan volume bambu lapis yang tertinggi terdapat pada bambu andong dengan buku pada bagian face, core dan back, sedangkan nilai penyusutan volume terendah terdapat pada bambu betung tanpa buku. a a
a
a
a
a
a
a
Gambar 11 Nilai penyusutan volume bambu lapis Hasil analisa sidik ragam (α=0.05) pada nilai penyusutan volume tidak dipengaruhi oleh perbedaan jenis bambu, perlakuan buku dan interaksi kedua antar faktor tersebut. Dapat diartikan bahwa buku pada bambu tidak terlalu mempengaruhi terhadap nilai penyusutan volume secara signifikan, namun hasil pengujian menunjukkan bahwa semakin banyaknya buku pada bambu lapis dapat meningkatkan nilai penyusutan volume bambu lapis. Hal ini diduga karena bagian buku pada bambu memiliki jumlah serat yang lebih banyak dibandingkan bagian ruasnya (Liese 1992). Dimana serat itu sendiri adalah salah satu faktor yang mempengaruhi pengembangan dan penyusutan (Skaar 1972). Marra (1992) menyatakan bahwa keuntungan menggunakan perekat isosianat dibandingkan dengan perekat lainnya yaitu memiliki stabilitas dimensi yang dihasilkan lebih stabil. Menurut Nuryatin (2000) penyusutan pada bambu
11 berbeda jika dibandingkan penyusutan kayu karena penyusutan pada bambu dimulai pada saat pengeringan atau di atas titik jenuh serat. Hal ini diduga karena adanya perbedaan struktur anatomi antara kayu dan bambu. Pada bambu strukturnya didominasi oleh parenkim sebagai jaringan dasar yang dindingnya cukup tipis sehingga pada saat pengeringan (masih di atas titik jenuh serat), air bebas yang keluar dari rongga sel parenkim mengakibatkan tahanan dalam lumen akan menjadi berkurang sehingga dinding sel parenkim yang tipis akan mengempis (collapse) dan proses penyusutan akan dimulai sebelum dinding sel menyusut. Dengan demikian pada tanaman bambu, besarnya penyusutan akan lebih besar dibandingkan kayu. Modulus of Elasticity (MOE) MOE Sejajar Permukaan Bambu Lapis Hasil nilai pengujian MOE pada arah sejajar permukaan berkisar antara 8.64 x 10³ - 32.92 x 10³ kg cm-2. MOE pada arah sejajar permukaan bambu lapis yang tertinggi terdapat pada bambu andong tanpa buku, sedangkan nilai terendah terdapat pada bambu andong dengan posisi buku bagian face, core dan back berada di tengah. Standar SNI 01-5008.7-1999 mensyaratkan nilai MOE kayu lapis arah sejajar serat sebesar 80 x 10³ kg cm-2. Berdasarkan standar tersebut, nilai hasil pengujian MOE sejajar permukaan bambu lapis tidak memenuhi standar SNI. a a
b b
b b
b
b b
b
b b
b
b
Gambar 12 Nilai MOE sejajar permukaan bambu lapis Berdasarkan gambar 12 terlihat bahwa semakin banyak buku yang berada pada bambu lapis dapat menurunkan nilai MOE sejajar permukaan bambu lapis. Hasil analisa sidik ragam (α=0.05) pada nilai MOE sejajar permukaan bambu lapis menunjukkan bahwa buku memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai MOE sejajar permukaan bambu lapis. Hasil uji lanjut Duncan pada nilai MOE sejajar permukaan bambu lapis menunjukkan bahwa bambu lapis tanpa buku memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap MOE sejajar permukaan bambu lapis lainnya, sedangkan posisi buku pada lapisan face dan back, lapisan core, serta lapisan face, core dan back yang berada di tengah maupun di samping memberikan pengaruh yang sama terhadap MOE sejajar permukaan bambu lapis. Buku dapat memperlemah nilai MOE yang ditunjukkan oleh contoh uji buku pada bagian face, core dan back yang memiliki nilai yang cenderung lebih rendah dibandingkan contoh uji lainnya. Menurut Liese (1992), bahwa bagian buku pada bambu memiliki jumlah serat yang lebih banyak dibandingkan bagian ruasnya, namun serat yang dimiliki itu lebih pendek. Serat yang lebih pendek pada bagian buku diduga sebagai penyebab rendahnya nilai keteguhan lentur.
12 MOE Tegak Lurus Permukaan Bambu Lapis MOE tegak lurus permukaan bambu lapis berdasarkan pengujian berkisar antara 6.46 x 10³ - 15.13 x 10³ kg cm-2. Standar SNI 01-5008.7-1999 mensyaratkan nilai MOE kayu lapis arah tegak lurus serat sebesar 10 x 10³ kg cm-2, sehingga hanya perlakuan bambu lapis tanpa buku yang memenuhi standar SNI. Nilai MOE tegak lurus permukaan bambu lapis yang tertinggi terdapat pada bambu betung tanpa buku, sedangkan nilai terendah terdapat pada bambu betung dengan posisi buku bagian face, core dan back berada di tengah. a
a b b
b
b
b b
b b
b
b
b
b
Gambar 13 Nilai MOE tegak lurus permukaan bambu lapis Berdasarkan gambar 13 terlihat bahwa semakin banyak buku yang berada pada bambu lapis dapat menurunkan nilai MOE tegak lurus permukaan bambu lapis. Hasil analisa sidik ragam (α=0.05) pada nilai MOE tegak lurus permukaan bambu lapis menunjukkan bahwa buku memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai MOE tegak lurus permukaan bambu lapis. Hasil uji lanjut Duncan pada nilai MOE tegak lurus permukaan bambu lapis menunjukkan bahwa bambu lapis tanpa buku memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap MOE tegak lurus permukaan bambu lapis lainnya, sedangkan posisi buku pada lapisan face dan back, lapisan core, serta lapisan face, core dan back yang berada di tengah maupun di samping memberikan pengaruh yang sama terhadap MOE tegak lurus permukaan bambu lapis. Buku dapat memperlemah nilai MOE dapat terlihat pada contoh uji buku pada bagian face, core dan back yang memiliki nilai yang cenderung lebih rendah dibandingkan contoh uji lainnya. Menurut Yap (1967), kekuatan pada bagian bambu terbagi atas dua bagian yaitu bagian buku (node) dan ruas (internode). Pada bagian buku diisi oleh diafragma yaitu bagian yang membatasi rongga bambu tepatnya bagian yang menyusun bagian buku. Menurut Liese (1985), contoh uji berbuku memperlihatkan nilai kekuatan lentur, tekan dan geser yang lebih rendah walaupun memiliki nilai kerapatan yang lebih tinggi. Modulus of Rupture (MOR) MOR Sejajar Permukaan Bambu Lapis MOR sejajar permukaan bambu lapis berdasarkan pengujian berkisar antara 146.00-252.33 kg cm-2. Standar SNI 01-5008.7-1999 mensyaratkan nilai MOR sejajar serat minimum sebesar 320 kg cm-2. Nilai MOR sejajar permukaan bambu lapis yang dihasilkan tidak memenuhi standar SNI. MOR pada arah sejajar permukaan bambu lapis yang tertinggi terdapat pada bambu andong tanpa buku, sedangkan nilai terendah terdapat pada bambu andong dengan posisi buku bagian face, core dan back berada di tengah.
13 a
a
b
b
b
b
b
b
b
b
b
b
b
b
Gambar 14 Nilai MOR sejajar permukaan bambu lapis Berdasarkan gambar 14 terlihat bahwa semakin banyak buku yang berada pada bambu lapis dapat menurunkan nilai MOR sejajar permukaan bambu lapis. Hasil analisa sidik ragam (α=0.05) pada nilai MOR sejajar permukaan bambu lapis menunjukkan bahwa buku memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai MOR sejajar permukaan bambu lapis. Hasil uji lanjut Duncan pada nilai MOR sejajar permukaan bambu lapis menunjukkan bahwa bambu lapis tanpa buku memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap MOR bambu lapis sejajar permukaan bambu lapis lainnya, sedangkan posisi buku pada lapisan face dan back, lapisan core, serta lapisan face, core dan back yang berada di tengah maupun di samping memberikan pengaruh yang sama terhadap MOR sejajar permukaan bambu lapis. Berdasarkan data yang diperoleh adanya buku dapat memperlemah nilai MOR yang ditunjukkan oleh contoh uji buku pada bagian face, core dan back yang memiliki nilai yang cenderung lebih rendah dibandingkan contoh uji lainnya. Hal ini diduga karena buku pada bambu menurunkan nilai MOR. Menurut Liese (1992), bahwa bagian buku pada bambu memiliki jumlah serat yang lebih banyak dibandingkan bagian ruasnya, namun serat yang dimiliki itu lebih pendek. Serat yang lebih pendek pada bagian buku diduga sebagai penyebab rendahnya nilai MOR. MOR Tegak Lurus Permukaan Bambu Lapis MOR pada arah tegak lurus permukaan bambu lapis berdasarkan pengujian berkisar antara 124.06-224.24 kg cm-2. MOR pada arah tegak lurus permukaan bambu lapis yang tertinggi terdapat pada bambu betung tanpa buku, sedangkan nilai terendah terdapat pada bambu betung dengan posisi buku bagian face, core dan back berada di samping. SNI 01-5008.7-1999 mensyaratkan nilai MOR kayu lapis pada arah tegak lurus serat yaitu 10 kg cm-2. Berdasarkan hal tersebut, nilai MOR tegak lurus serat pada penelitian ini telah memenuhi syarat. a
a
b b
b b
b
b
b
b
b
b
b
Gambar 15 Nilai MOR tegak lurus permukaan bambu lapis
b
14 Berdasarkan gambar 15 terlihat bahwa semakin banyak buku yang berada pada bambu lapis dapat menurunkan nilai MOR tegak lurus permukaan bambu lapis. Hasil analisa sidik ragam (α=0.05) pada nilai MOR tegak lurus permukaan bambu lapis menunjukkan bahwa buku memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai MOR tegak lurus permukaan bambu lapis. Hasil uji lanjut Duncan pada nilai MOR tegak lurus permukaan bambu lapis menunjukkan bahwa bambu lapis tanpa buku memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap MOR tegak lurus permukaan bambu lapis lainnya, sedangkan posisi buku pada lapisan face dan back, lapisan core, serta lapisan face, core dan back yang berada di tengah maupun di samping memberikan pengaruh yang sama terhadap MOR tegak lurus permukaan bambu lapis. Berdasarkan data yang diperoleh adanya buku dapat memperlemah nilai MOR yang ditunjukkan oleh contoh uji buku pada bagian face, core dan back yang memiliki nilai yang cenderung lebih rendah dibandingkan contoh uji lainnya. Hal ini diduga karena buku pada bambu menurunkan nilai MOR. Menurut Liese (1992), bahwa bagian buku pada bambu memiliki jumlah serat yang lebih banyak dibandingkan bagian ruasnya, namun serat yang dimiliki itu lebih pendek. Serat yang lebih pendek pada bagian buku diduga sebagai penyebab rendahnya nilai MOR. Janssen (1980) dalam Kurniawan (2002) menyatakan bahwa kondisi bambu, kadar air, bentuk dan ukuran contoh uji, berbuku atau tidaknya, posisi dalam batang dan lama pembebanan sangat mempengaruhi sifat fisis dan mekanis bambu. Hindrawan (2005) menyatakan bahwa nilai MOR yang semakin tinggi maka bahan tersebut dapat menahan beban yang lebih berat atau beban maksimum. Keteguhan Geser Rekat Keteguhan Geser Sejajar Permukaan Bambu Lapis Nilai keteguhan geser rekat pada pengujian sejajar permukaan berkisar 5.9528.67 kg cm-2. Nilai keteguhan geser rekat bambu lapis tertinggi terdapat pada bambu andong tanpa buku, sedangkan nilai terendah terdapat pada bambu betung dengan posisi buku pada bagian face, core dan back. Jika dibandingkan dengan SNI 01-5008.7-1999 yang mensyaratkan batas minimal nilai keteguhan rekat sebesar 7 kg cm-2, nilai keteguhan rekat bambu lapis yang tidak memenuhi syarat perlakuan dengan posisi buku pada bagian face, core dan back, selainnya sudah memenuhi syarat. a
ab a ab
bc
bc
c
c
Gambar 16 Nilai keteguhan geser sejajar permukaan Berdasarkan gambar 16 terlihat bahwa semakin banyak buku yang berada pada bambu lapis dapat menurunkan nilai keteguhan geser sejajar permukaan
15 bambu lapis. Hasil analisa sidik ragam (α=0.05) pada nilai keteguhan geser sejajar permukaan bambu lapis menunjukkan bahwa buku memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai keteguhan geser sejajar permukaan bambu lapis. Hasil uji lanjut Duncan pada nilai keteguhan geser sejajar permukaan menunjukkan bahwa bambu lapis tanpa buku memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap keteguhan geser sejajar permukaan bambu lapis lainnya. Bambu lapis dengan posisi buku pada bagian face dan back memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai keteguhan geser sejajar permukaan bambu lapis, namun memberikan pengaruh yang sama terhadap nilai keteguhan geser sejajar permukaan bambu lapis pada contoh uji tanpa buku. Bambu lapis dengan posisi buku pada lapisan face, back dan core memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai keteguhan geser sejajar permukaan bambu lapis, namun memberikan pengaruh yang sama terhadap nilai keteguhan geser sejajar permukaan bambu lapis pada contoh uji dengan buku berada di bagian core. Nilai keteguhan rekat pada bambu lapis yang rendah pada posisi buku di bagian face, core dan back diduga karena proses penyerutan bilah bambu secara manual menggunakan golok membuat permukaan bambu menjadi tidak merata sehingga menghasilkan proses perekatan yang tidak maksimal. Frick (2004) menyatakan bahwa kemampuan bambu untuk menahan gaya geser pada bagian ruas memiliki kekuatan sebesar 50% lebih tinggi dari pada batang bambu yang memiliki buku. Keteguhan Geser Tegak Lurus Permukaan Bambu Lapis Nilai keteguhan rekat pada pengujian tegak lurus permukaan berkisar 1.65 – 9.26 kg cm-2. Nilai keteguhan rekat bambu lapis tertinggi terdapat pada bambu andong tanpa buku, sedangkan nilai keteguhan geser rekat terendah pada bambu andong dengan posisi buku pada bagian face, core dan back. Berdasarkan SNI 015008.7-1999 nilai keteguhan rekat kayu lapis disyaratkan minimum 7 kg cm-2, maka hanya bambu lapis tanpa buku saja yang memenuhi syarat. a
a ab ab
bc
bc c
c
Gambar 17 Nilai keteguhan geser tegak lurus permukaan Berdasarkan gambar 17 terlihat bahwa semakin banyak buku yang berada pada bambu lapis dapat menurunkan nilai keteguhan geser tegak lurus permukaan bambu lapis. Hasil analisa sidik ragam (α=0.05) pada nilai keteguhan geser tegak lurus permukaan bambu lapis menunjukkan bahwa buku memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai keteguhan geser tegak lurus permukaan bambu lapis. Hasil uji lanjut Duncan pada nilai keteguhan geser tegak lurus permukaan bambu lapis menunjukkan bahwa bambu lapis tanpa buku memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap keteguhan geser tegak lurus permukaan bambu lapis lainnya. Bambu lapis dengan posisi buku pada bagian face dan back memberikan
16 pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai keteguhan geser tegak lurus permukaan bambu lapis, namun memberikan pengaruh yang sama terhadap nilai keteguhan geser tegak lurus permukaan bambu lapis pada contoh uji tanpa buku. Bambu lapis dengan posisi buku pada lapisan face, back dan core memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai keteguhan geser tegak lurus permukaan bambu lapis, namun memberikan pengaruh yang sama terhadap nilai keteguhan geser tegak lurus permukaan bambu lapis pada contoh uji dengan buku berada di bagian core. Nilai keteguhan rekat pada bambu lapis yang rendah pada posisi buku di bagian face, core dan back diduga karena proses penyerutan bilah bambu secara manual menggunakan golok membuat permukaan bambu menjadi tidak merata sehingga menghasilkan proses perekatan yang tidak maksimal. Frick (2004) menyatakan bahwa kemampuan bambu untuk menahan gaya geser pada bagian ruas memiliki kekuatan sebesar 50% lebih tinggi dari pada batang bambu yang memiliki buku. Penentuan Bambu Lapis Terbaik Penentuan bambu lapis terbaik ditinjau dari kesesuaian nilai hasil pengujian terhadap standar SNI 01-5008.2-2000 untuk sifat fisis dan SNI 01-5008.7-1999 untuk sifat mekanis, serta hasil scoring terhadap hasil pengujian, sehingga didapat bahwa bambu andong dengan buku posisi face, core dan back berada dibagian samping layak digunakan sebagai bahan baku pembuatan meubel. Tabel 1 Data penentuan bambu lapis terbaik Jenis Perlakuan Posisi bambu buku buku A B Tanpa buku 4 1 Tengah 2 2 Face dan back Samping 2 2 Andong Tengah 3 3 Core Samping 3 3 Tengah 1 4 Face, core dan back Samping 1 4 Tanpa buku 4 1 Tengah 2 2 Face dan back Samping 2 2 Betung Tengah 3 3 Core Samping 3 3 Tengah 1 4 Face, core dan back Samping 1 4
C 4 3 3 2 2 1 1 3 4 4 2 2 1 1
Pengujian D E F G H I 3 7 7 7 7 4 4 4 6 4 3 3 4 6 5 2 1 3 2 3 4 6 6 2 2 5 3 3 5 2 1 1 2 1 2 1 1 2 1 5 4 1 3 7 7 7 7 4 4 4 5 4 6 3 4 5 6 3 5 3 2 3 3 5 3 2 2 6 4 2 4 2 1 2 1 6 2 1 1 1 3 1 1 1
J 4 3 3 2 2 1 1 4 3 3 2 2 1 1
Total
Keterangan : A = Kadar air (1-4), B = Kerapatan (1-4), C = Pengembangan volume (1-4), D = Penyusutan volume (1-4), E = MOE sejajar permukaan bambu lapis (1-7), F = MOE tegak lurus permukaan bambu lapis (1-7), G = MOR sejajar permukaan bambu lapis (1-7), H = MOR tegak lurus permukaan bambu lapis (1-7), I = Keteguhan geser rekat sejajar permukaan bambu lapis (1-4), J = Keteguhan geser rekat tegak lurus permukaan bambu lapis (1-4)
48 34 35 33 30 15 22 47 37 37 28 30 20 15
17
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Karakteristik bambu lapis pada perlakuan posisi buku bagian face, core dan back memiliki sifat fisis yang cenderung lebih baik dibandingkan perlakuan tanpa buku, sedangkan untuk pengujian sifat mekanis dengan posisi buku pada bagian tersebut memberikan nilai yang cenderung lebih buruk dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, bambu tanpa buku memiliki nilai yang terbaik, namun dalam penerapan untuk pembuatan meubel akan sulit menghindari adanya buku pada bambu, sehingga bambu lapis terbaik apabila diaplikasikan dalam proses pembuatan meubel adalah bambu lapis andong dengan posisi buku berada dibagian samping pada setiap lapisannya. Saran Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai sambungan antar bambu lapis maupun bambu lapis dengan kayu jika digunakan untuk meubel.
DAFTAR PUSTAKA Arhamsyah.2011. Sifat Fisis Mekanis Bambu Lapis sebagai Bahan Baku Produk Interior. Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.3, No.1, Juni 2011 (15): 15 – 19. [ASTM] American Society for Testing Materials. 2008. Annual Book of ASTM Standards Volume 04.10, Wood. Serial D143 (2008): Standar Test Methods for Small Clear Specimen of Wood. USA (US). Bowyer JL, Shmulsky R, Haygreen JG. 2003. Forest Products and Wood Science. 4th ed. Iowa (50014) : Iowa State Pr, A Blackwell Publishing Company (US). Brown, H.P, S.J. Panshin and C.C. Forsaith. 1952. Text Book of Wood Technology, Volume II. New York (US): MC Graw Hill Book Company, Inc. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1999. Kayu Lapis dan Papan Blok Penggunaan Umum. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2000. Kayu Lapis Penggunaan Umum. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional. Dransfield, S dan E. A. Widjaja. 1995. Plant Resources of South Asia. (PROSEA) No 7 : Bamboos. Leiden. Backhuys Publishers. Fadli TM. 2006. Sifat Fisis dan Mekanis Bambu Lapis dari Bambu Andong (Gigantochloa verticillata (Wild.) Munro). Skripsi Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Frick, Heinz. 2004. Seri Konstruksi Arsitektur-Ilmu Konstruksi Bangunan Bambu, Edisi Pertama. Yogyakarta (ID). Kanisius.
18 Hindrawan P. 2005. Pengujian sifat mekanis panel struktrural dari kombinasi bambu tali (Gigantochloa apus Bl. ex. (Schult. F.) Kurz) dan kayu lapis. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Liese W. 1985. Anatomy of Bamboo. Proceeding Workshop Bamboo Research in Asia; 1980 May 28-30; Singapore. Ottawa (CA): International Development Research Center. Kurniawan, H. 2002. Sifat Mekanis Laminasi Lengkung Bambu Betung (Dendrocalamus asper (Schultes.f) Backer ex Heyne) Menggunakan Perekat Pvac. Skripsi jurusan Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor Marra AA. 1992. Technology of Wood Bonding : Principles in Practise. USA. Novrianti E. 2005. Bambu Tanaman Multi Manfaat Pelindung Pinggiran Sungai. Info Hasil Hutan Vol II. No.1. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan, Bogor (ID). Nuryatin N. 2000. Studi Analisa Sifat – Sifat Dasar Bambu pada Beberapa Tujuan Penggunaan [Tesis]. Bogor (ID). Program Pasca Sarjana IPB. Skaar C. 1972. Water in wood. Syracuce Wood Science Series. University Press NewYork (US). Tsoumis G. 1991. Science And Technology Of Wood Structure, Properties, Utilization. New York (US).Van Nostrand Reinhold. Widjaya EA. 2012. The utilization of bamboo: At present and for the future. in Gintings et al.. Editors. Proceedings of International Seminar Strategies and Challenges on Bamboo and Potential Non Timber Forest Products (NTFP) Management and Utilization. 23 – 24 November 2011 Bogor. Indonesia . Center for Forest Productivity Improvement Research and Development. Bogor: 79-85 Yap, F. 1997. Bambu Sebagai Bahan Bangunan. Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan, Bandung (ID).
19
LAMPIRAN Lampiran 1 Anova kadar air bambu lapis Type III Sum of Source Squares df
Mean Square
F
Sig.
a
Corrected Model 19.677 7 2.811 2.936 Intercept 5223.034 1 5223.034 5.455E3 Bambu 1.057 1 1.057 1.104 Buku 18.571 3 6.190 6.465 Bambu * Buku .050 3 .017 .017 Error 15.319 16 .957 Total 5258.031 24 Corrected Total 34.997 23 a. R Squared = .562 (Adjusted R Squared = .371)
.035 .000 .309 .004 .997
Lampiran 2 Duncan kadar air bambu lapis Subset Buku 1 3 2 4 Sig.
N
1
2
6 13.4272 6 14.7833 6 14.8983 6 15.8998 1.000 .078
Lampiran 3 Anova kerapatan bambu lapis Type III Sum Source of Squares df
Mean Square
F
Corrected Model .002a 7 .000 4.545 Intercept 9.401 1 9.401 1.315E5 Bambu .000 1 .000 3.637 Buku .002 3 .001 8.380 Bambu * Buku .000 3 7.238E-5 1.012 Error .001 16 7.150E-5 Total 9.405 24 Corrected Total .003 23 a. R Squared = .665 (Adjusted R Squared = .519)
Sig. .006 .000 .075 .001 .413
20 Lampiran 4 Duncan kerapatan bambu lapis Subset Buku 1 2 3 4 Sig.
N
1 6 6 6 6
2
.6122
1.000
.6265 .6288 .6360 .083
Lampiran 5 Anova pengembangan volume bambu lapis Type III Sum of Source Squares df Mean Square
F
Corrected Model 8.566a 7 1.224 .854 Intercept 497.024 1 497.024 346.797 Bambu .722 1 .722 .504 Buku 7.716 3 2.572 1.795 Bambu * Buku .127 3 .042 .030 Error 22.931 16 1.433 Total 528.521 24 Corrected Total 31.497 23 a. R Squared = .272 (Adjusted R Squared = -.047) Lampiran 6 Anova penyusutan volume bambu lapis Type III Sum of Source Squares df Mean Square Corrected Model 1.604a 7 Intercept 159.599 1 Bambu .000 1 Buku .872 3 Bambu * Buku .731 3 Error 12.207 16 Total 173.410 24 Corrected Total 13.811 23 a. R Squared = .116 (Adjusted R Squared = -.271)
F
.229 .300 159.599 209.182 .000 .000 .291 .381 .244 .320 .763
Sig. .561 .000 .488 .189 .993
Sig. .944 .000 .984 .768 .811
21 Lampiran 7 Anova MOE sejajar permukaan bambu lapis Type III Sum of Source Squares df Mean Square
F
Corrected Model 1.970E9a 13 1.515E8 2.348 Intercept 1.209E10 1 1.209E10 187.334 Bambu 1.310E8 1 1.310E8 2.030 Buku 1.573E9 6 2.622E8 4.063 Bambu * Buku 2.652E8 6 4.420E7 .685 Error 1.807E9 28 6.454E7 Total 1.587E10 42 Corrected Total 3.777E9 41 a. R Squared = .522 (Adjusted R Squared = .299)
Sig. .029 .000 .165 .005 .663
Lampiran 8 Duncan MOE sejajar permukaan bambu lapis Subset Buku 4 7 3 2 5 6 1 Sig.
N
1 6 6 6 6 6 6 6
2
1.1210E4 1.1887E4 1.3039E4 1.4300E4 1.8982E4 1.9294E4 3.0054E4 .135 1.000
Lampiran 9 Anova MOE tegak lurus permukaan bambu lapis Type III Sum of Source Squares df Mean Square a
F
Corrected Model 2.178E8 13 1.675E7 1.913 Intercept 3.408E9 1 3.408E9 389.150 Bambu 3143862.216 1 3143862.216 .359 Buku 1.826E8 6 3.043E7 3.475 Bambu * Buku 3.202E7 6 5336121.231 .609 Error 2.452E8 28 8757300.569 Total 3.871E9 42 Corrected Total 4.630E8 41 a. R Squared = .470 (Adjusted R Squared = .224)
Sig. .073 .000 .554 .011 .721
22 Lampiran 10 Duncan MOE tegak lurus permukaan bambu lapis Subset Buku
N
4 7 3 6 5 2 1 Sig.
1
2
6 7.1619E3 6 7.3367E3 6 7.9862E3 6 8.2598E3 6 8.7827E3 6 9.8415E3 6 1.3686E4 .178 1.000
Lampiran 11 Anova MOR sejajar permukaan bambu lapis Type III Sum of Source Squares df Mean Square
F
Corrected Model 37229.715a 13 2863.824 1.827 Intercept 1279147.344 1 1279147.344 815.882 Bambu 203.079 1 203.079 .130 Buku 33390.819 6 5565.136 3.550 Bambu * Buku 3635.817 6 605.970 .387 Error 43898.674 28 1567.810 Total 1360275.733 42 Corrected Total 81128.389 41 a. R Squared = .459 (Adjusted R Squared = .208) Lampiran 12 Duncan MOR sejajar permukaan bambu lapis Subset Buku 6 7 5 4 2 3 1 Sig.
N
1
2
6 1.5233E2 6 1.5919E2 6 1.6037E2 6 1.6281E2 6 1.6439E2 6 1.8213E2 6 2.4040E2 .262 1.000
Sig. .089 .000 .722 .010 .881
23 Lampiran 13 Anova MOR tegak lurus permukaan bambu lapis Type III Sum of Source Squares df Mean Square
F
Sig.
Corrected Model 39974.274a 13 3074.944 3.855 Intercept 1133374.623 1 1133374.623 1.421E3 Bambu 1096.698 1 1096.698 1.375 Buku 28374.254 6 4729.042 5.928 Bambu * Buku 10503.322 6 1750.554 2.194 Error 22337.046 28 797.752 Total 1195685.943 42 Corrected Total 62311.320 41 a. R Squared = .642 (Adjusted R Squared = .475)
.001 .000 .251 .000 .074
Lampiran 14 Duncan MOR tegak lurus permukaan bambu lapis Subset Buku 6 7 4 2 3 5 1 Sig.
N
1 6 6 6 6 6 6 6
2
1.4382E2 1.4395E2 1.4737E2 1.5832E2 1.6431E2 1.6819E2 2.2395E2 .199 1.000
Lampiran 15 Anova keteguhan geser rekat sejajar permukaan bambu lapis Type III Sum of Source Squares df Mean Square F Sig. Corrected 1569.945a 7 224.278 4.316 Model Intercept 6534.660 1 6534.660 125.740 Bambu 215.640 1 215.640 4.149 Buku 1301.252 3 433.751 8.346 Bambu * Buku 53.053 3 17.684 .340 Error 831.513 16 51.970 Total 8936.118 24 Corrected Total 2401.458 23 a. R Squared = .654 (Adjusted R Squared = .502)
.007 .000 .059 .001 .797
24 Lampiran 16 Duncan keteguhan geser rekat sejajar permukaan bambu lapis Subset Buku
N
4 3 2 1 Sig.
1
2
3
6 6.9950 6 12.5400 12.5400 6 20.0600 20.0600 6 26.4083 .201 .090 .147
Lampiran 17 Anova keteguhan geser rekat tegak lurus permukaan bambu lapis Type III Sum Source of Squares df Mean Square F Sig. Corrected 166.329a 7 23.761 Model Intercept 589.050 1 589.050 Bambu 2.208 1 2.208 Buku 162.775 3 54.258 Bambu * Buku 1.345 3 .448 Error 54.567 16 3.410 Total 809.946 24 Corrected Total 220.896 23 a. R Squared = .753 (Adjusted R Squared = .645)
6.967
.001
172.721 .648 15.910 .132
.000 .433 .000 .940
Lampiran 18 Duncan keteguhan geser rekat tegak lurus permukaan bambu lapis Subset Buku 4 3 2 1 Sig.
N
1 6 6 6 6
2.1767 3.7333
.164
2
3
3.7333 4.7250 .366
9.1817 1.000
25
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 11 Oktober 1992, anak kedua dari tiga bersaudara dari keluarga Bapak Ugan Sugandi dan Ibu Tati Suryati. Pendidikan TK ditempuh penulis di TK Alita Bogor pada tahun 1997 sampai tahun 1998. Penulis melanjutkan pendidikan SD pada tahun 1998 di SD Panaragan 1 Bogor dan lulus pada tahun 2004. Penulis melanjutkan pendidikan menengah pada tahun 2004 di SMP Negeri 14 Bogor dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2007 pula penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 2 Bogor dan menyelesaikannya pada tahun 2010. Pada tahun yang sama penulis diterima di Program Sarjana Program Studi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (HIMASILTAN) tahun 2011-2013. Penulis telah mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di KPH Sancang-Kamojang tahun 2012 dan Praktek Pengolahan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Kabupaten Sukabumi tahun 2013. Pada tahun 2013 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang selama satu bulan di PT. Estika Tropika Lestari, Tegal, Jawa Tengah. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana kehutanan, penulis melakukan kegiatan penelitian dengan judul Karakteristik Bambu Lapis sebagai Bahan Baku Meubel, di bawah bimbingan Bapak Dr Ir Jajang Suryana, MSc.