TUGAS TEKNOLOGI KAYU BAMBU DAN SERAT “PENGOLAHAN ECENG GONDOK SEBAGAI BAHAN BAKU KERTAS SENI”
Disusun Oleh: Winanto
: Winanto
NIM
: 0911033042
Dosen
: Ika Atsari Dewi, STP, MP
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Eceng Gondok (Eichornia crassipes) termasuk dalam kelompok gulma perairan. Tanaman ini memiliki kecepatan berkembang biak vegetatif yang sangat tinggi, terutama di daerah tropis dan subtropis. Selain itu, eceng gondok juga mempunyai kemampuan yang sangat besar untuk menyesuaikan ditimbulkan sudah cukup mencemaskan. Namun ironisnya, hingga sekarang belum ditemukan cara yang optimal untuk memberantasnya. Eceng gondok yang berkembang di Rawapening, salah satu obyek wisata di Ambarawa Jawa Tengah saat ini telah mencapai jumlah yang sangat diri terhadap perubahan keadaan lingkungan. Satu batang eceng gondok dalam waktu 52 hari mampu menghasilkan tanaman baru seluas 1 m2. Bisa dibayangkan, selama 106 tahun berada di bumi Indonesia eceng gondok telah menyebar ke seluruh perairan yang ada dan memenuhi setiap jengkalnya, baik waduk, rawa, danau, maupun sungai. Berbagai gangguan yang banyak. Dari permukaan air Rawapening yang berkisar 7200 hektar, ± 6000 hektar diantaranya tertutup eceng gondok. Tertutupnya permukaan perairan menyebabkan berkurangnya jenis binatang air dan pendapatan petani serta pengunjung wisata daerah tersebut. Meskipun cukup merepotkan, keberadaan eceng gondok bisa juga bermanfaat secara komersial. Tak seorang pun dapat menduga sebelumnya, bahwa usaha pemerintah yang habis-habisan untuk membasmi eceng gondok yang belum mencapai hasil yang optimal justru membuahkan penemuan baru yang dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan tambahan penghasilan dari penggunaan eceng gondok. Batang eceng gondok dapat dijadikan sebagai bahan baku produk kerajinan anyaman yang dapat dikomersialkan. Hanya dengan berbekal ketrampilan yang mudah dipelajari, didukung dengan kemauan, kreatifitas dan seni, maka eceng gondok dapat diolah menjadi kerajinan tas, sepatu, sandal, keranjang, tempat tissue bahkan dapat dibuat mebel seperti kursi, meja dan sofa. Eceng gondok di Rawapening tersedia dalam jumlah yang sangat besar, namun belum banyak pengrajin atau pengusaha kerajinan yang memanfaatkannya. Saat ini baru 3 orang pengrajin sekaligus pengusaha kerajinan eceng gondok yang memanfaatkannya. Ketiga pengrajin tersebut memiliki spesialisasi produksi yang berbeda, yang pertama sepatu dan sandal, kedua kerajinan tas, nampan, tempat kue, tempat tissue serta
keranjang, yang ketiga khusus meja dan kursi. Kerajinan eceng gondok ini merupakan kerajinan yang unik, karena selama ini eceng gondok dianggap sebagai sampah dan hama diperairan, namun ternyata dapat berubah menjadi komoditi usaha yang menjanjikan jika dolah menjadi berbagai jenis kerajinan yang menarik, berseni dan berdaya jual tinggi.
1.2 Rumusan Masalah 1. Kandungan zat apa yang terdapat pada eceng gondok sehingga dapat dibuat kertas seni? 2. Teknologi seperti apa yang dilakukan dalam pembuatan kertas seni menggunakan eceng gondok? 3. Selain dimanfaatkan sebagai kertas seni, enceng gondok dapat dimanfaatkan untuk kerajinan apa?
1.3 Tujuan Tujuan pembuatan kerajinan kertas seni dari eceng gondok ini adalah: 1. Menyediakan bahan belajar tentang cara membuat kerajinan eceng gondok. 2. Memberikan informasi tentang usaha produksi kerajinan eceng gondok. 3. Memperkenalkan kepada masyarakat tentang kerajinan eceng gondok.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Eceng Gondok Enceng gondok merupakan gulma yang tumbuh di wilayah perairan yang hidup terapung pada air yang dalam atau mengembangkan perakaran di dalam lumpur pada air yang dangkal. Gulma air tersebut juga banyak terdapat di waduk-waduk (Artati, 2006). Enceng gondok berkembang biak dengan sangat cepat, baik secara vegetatif maupun generatif. Perkembangbiakan dengan cara vegetatif dapat melipat ganda dalam waktu 7-10 hari. Enceng gondok merupakan tanaman asli Brazil yang didatangkan ke indonesia tahun 1894 untuk melengkapi koleksi tanaman di Kebun Raya Bogor. Tanaman ini telah menyebar ke seluruh perairan yang ada, baik waduk, rawa, maupun sungai di perairan Jawa, sumatera, Kalimantan dan daerah lainnya (Suprapti, 2008). Hasil penelitian Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Sumatera Utara di Danau Toba (2003) melaporkan bahwa satu batang eceng gondok dalam waktu 52 hari mampu berkembang seluas 1 m2, atau dalam waktu 1 tahun mampu menutup area seluas 7 m2 (Pasaribu, 2007). Pemanfaatan enceng gondok sebagai bahan baku pembuatan papan partikel merupakan salah satu alternatif manfaat yang memberikan nilai tambah eceng gondok bagi masyarakat. Dengan bertambahnya cara pemanfaatan eceng gondok maka populasinya diharapkan dapat dikontrol, sehingga permasalahan yang timbul sebagaimana yang dipaparkan sebelumnya dapat diatasi (Santoso, 2005).
2.2 Proses Pembuatan Kertas Tahapan utama dan proses sederhana dalam pembuatan pulp dan kertas adalah sebagai berikut (Manarisip, 2001): a. Pembuatan Bubur Kertas Pembuatan bubur kertas yaitu pulp direndam dalam air, dihaluskan hingga menjadi bubur. Dalam tangki pencampur , pulp dicampur dengan air menjadi slurry. Slurry kemudian dibersihkan lebih lanjut dan dikirimkan ke mesin kertas. Bubur kertas sambil diaduk ditambahkan bahan penolong yaitu kanji, rosin dan aluminium sulfat (kanji untuk daya rekat kertas sedangkan rosin dan aluminium sulfat untuk daya serap air supaya tidak blobor).
b. Pembentukan lembaran Bubur kertas hasil pencampuran dibuat lembaran menggunakan cetakan dari kasa 200 mesh dengan ukuran panjang dan lebar sesuai dengan ukuran yang diinginkan. Tiriskan bubur kertas di atas kasa menggunakan bahan penyerap. Apabila akan diterakan motif/corak tertentu pada permukaan lembaran, lakukan penirisan sebagian air kira-kira 1 cm di atas kasa, kemudian atur motif sesuai keinginan, dan tiriskan air yang tersisa. c. Pengepresan Lembar kertas yang diangkat dari kasa masih banyak mengandung air dan harus dikeluarkan. Untuk mengurangi kandungan air tersebut dilakukan pengepresan dengan alat pres manual sampai air tidak menetes lagi dari lembaran, kira-kira sampai kadar air 40 %. d. Pengeringan Untuk mendapatkan kertas yang kering, tahap terakhir dilakukan pengeringan dengan cara dijemur atau dianginkan.
2.3 Manfaat Dan Kerugian Yang Ditimbulkan Eceng Gondok Kemampuan perkembangbiakannya yang tinggi dan penyesuaian dirinya yang baik pada berbagai iklim membuat tanaman ini telah tersebar luas di dunia terutama di negara-negara tropis dan subtropis. Penanggulangan tanaman ini sangat sukar sehingga terus menerus menimbulkan problema-problema yang berhubungan dengan navigasi, control banjir, agrikultur, irigasi dan drainase, nilai dari tanah, konservasi satwa liar, perikanan, suplai sumber air, kesehatan lingkungan dan lainnya sehingga pantaslah apabila tanaman ini digelari sebagai “Gulma (tanaman pengganggu) terburuk di dunia” dan “Gulma dengan biaya pengelolaan jutaan dollar”. Kondisi merugikan yang timbul sebagai dampak pertumbuhan eceng gondok yang tidak terkendali di antaranya adalah (Taufikurahman, 2008): 1. Meningkatnya evepontranspirasi 2. Menurunnya jumlah cahaya yang masuk ke dalam perairan sehingga menyebabkan menurunnya tingkat ke larutan oksigen dalam air ( DO : Dissolved Oxygens). 3. Mengganggu lalu lintas (transportasi) air, khususnya bagi masyarakat yang kehidupannya masih tergantung dari sungai seperti di pedalaman Kalimantan dan beberapa daerah lainnya. 4. Meningkatnya habitat bagi faktor penyakit pada manusia.
5. Menurunkan nilai estetika lingkungan perairan. Eceng gondok dapat juga dimanfaatkan untuk memperbaiki kualitas air yang tercemar, khususnya terhadap limbah domestik dan industri sebab eceng gondok memiliki kemampuan menyerap zat pencemar yang lebih baik dibandingkan jenis tumbuhan lainnya. Eceng gondok merupakan sumber lignoselulosa yang dapat dikonversi menjadi produk yang lebih berguna.
BAB III PEMBAHASAN
Panjang ataupun pendeknya serat sangat mempengaruhi kekuatan kertas dan pembentukan formasi serat pada kertas. Dimensi yang sesuai dalam lembaran kertas akan memberikan formasi serat yang baik, yaitu ditandai dengan bila diterawang, maka pada formasi kertas kelihatan tidak berawan. Sehingga akan memberikan pengaruh yang sangat baik te rhadap kekuatan retak (bursthing strength), sesuai dengan karakter sifatsifat fisik kertas. Dari percobaan-percobaan yang telah dilaksanakan dapat diketahui, bahwa serat eceng gondok mempunyai pembentukan formasi serat yang baik, yaitu ditandai dengan tidak terjadinya penyusutan dimensi kertas di atas cetakan, yaitu tetap melekat pada cetakan setelah kering.
3.1 Rendemen Kertas Untuk basis 1,5 kg eceng gondok kering yang diambil dari rawa Martubung, dilakukan pemasakan dengan menggunakan larutan NaOH 2,5%. Setelah dilakukan pengeringan diperoleh pulp kering eceng gondok sebesar 337,5 gram atau 0,3375kg. Rendemen pemasakan pulp eceng gondok diperoleh 22,5%. Dengan perlakuan yang sama eceng gondok yang berasal dari Danau Toba rendemennya sebesar 22,0 % dan eceng gondok yang berasal dari rawa Simalingkar diperoleh rendemen 21,5 %. Perbedaan besar rendemen dari 3 lokasi yang berbeda diakibatkan oleh kesalahan dan kekurang hatihatian saat melakukan penghalu san yang tidak merata
dan penyaringan serta
pencetakan dan dipengaruhi ba nyaknya kandungan logam. Rendemen ini tergolong rendah kalau dibandingkan pulp yang berasal dari kayu yang bisa mencapai 80 – 90 %.
3.2 Ketebalan Kertas Sampel yang diukur adalah ukuran luas 10 x 10 cm dan dipilih kertas yang terbaik. Pengukuran dilakukan sebanyak 4 kali untuk memperoleh hasil yang lebih akurat. Pengukuran dilakukan pada jarak 10 mm dari tepi kertas dengan tempat yang berbeda.
3.3 Teknologi Pengolahan Eceng Gondok Sebagai Kertas Seni Teknologi pengolahan eceng gondok sebagai bahan baku kertas seni sangat sederhana. Untuk meningkatkan mutu kertas yang diproduksi, kertas eceng gondok
dicampur dengan pulp kertas bekas. Prosedur pembuatan kertas daur ulang campuran eceng gondok dan kertas bekas ditunjukkan pada Gambar 1.
1. Penyediaan Bahan Baku Bahan baku eceng gondok diambil dari pinggiran Danau Toba. Bagian tumbuhan ini yang diambil adalah bagian batangnya saja, dengan asumsi di bagian batang inilah terdapat paling tinggi seratnya.
Bagian pangkal dan daun sebenarnya dapat juga
digunakan, akan tetapi dapat menimbulkan sedikit kesulitan dalam proses penggilingannya. Bagian daun relatif lebih susah digiling/diblender. Bagian batang eceng gondok ini kemudian dirajang dan dikeringkan sampai mencapai kering udara. Proses ini di maksudkan agar pada saat pemasakan, NaOH dapat diserap dengan baik oleh eceng gondok.
Di samping itu, proses pengeringan ini
diperlukan untuk mengurangi volume dari eceng gondok yang sangat volumenous. Dari kegiatan penelitian yang dilakukan diketahui kadar air eceng gondok segar sebesar 1.676,56% atau mengandung air sebanyak 94,25%, dengan rendemen pulp dalam kondisi kering tanur sebesar 3,6%. Dari pemanenan seluas 1 m2 eceng gondok mempunyai bobot segar sebesar 28 kg yang sebagian besar (84%) berupa batang. Panjang batang/pelepah dapat mencapai 87 cm dengan diameter antara 1-3 cm. Dilihat dari angka tersebut diketahui rendemen yang dihasilkan sangat rendah. Kemungkinan karena hal inilah yang menyebabkan bahan baku ini kurang diminati dalam rangka produksi kertas dalam skala besar, walaupun potensi dan perkembangbiakan dari eceng gondok ini tergolong tinggi.
2. Proses Pulping Eceng Gondok Eceng gondok yang sudah dalam keadaan kering udara dimasak dalam tong pemasak dengan perbandingan 1 kg eceng gondok : 4 lt air : 10 gr NaOH. Pemberian NaOH
dimaksudkan
untuk
mempercepat
proses
pemisahan
serat.
Proses
pulping/pemasakan dilakukan pada suhu air mendidih selama 3 jam. Pada masa 3 jam ini berakhir, akan didapat eceng gondok dalam bentuk bubur yang menyatu dengan air. Untuk menghilangkan NaOH ini dilakukan pencucian sampai bersih, agar tidak meninggalkan bau dari larutan pemasaknya. Sisa larutan pemasak dapat digunakan kembali dalam proses pemasakan berikutnya. 3. Proses Penggilingan Kertas Bekas Proses penggilingan kertas bekas yang sudah direndam, dilakukan terpisah dengan proses penggilingan eceng gondok.
Pada saat penggilingan kertas bekas,
ditambahkan perekat PVAc kurang lebih 5% dari berat kertas. Proses penggilingan juga masih dilakukan pada pulp eceng gondok, mengingat pada proses pulping tidak dapat menghasilkan serat-serat lebih halus dan seragam. Dari segi teknis produksi, kertas kor an bekas lebih mudah digiling, akan tetapi lebih susah dalam pewarnaan. Waktu pencetakan lembaran lebih lama karena pengaruh serat-serat pendek dari kertas koran yang menyulitkan air keluar. Kertas bekas berwarna putih seperti HVS lebih susah digiling akan tetapi lebih mudah dalam pewarnaan dan proses pencetakan lembaran. 4. Pencetakan Lembaran Proses pencetakan lembaran dimulai dengan melakukan pengenceran pulp kertas bekas dan pulp eceng gondok. Persentase dari campuran pada intinya dapat dilakukan pada tingkat yang berbeda-beda tergantung hasil kertas yang kita inginkan. Untuk lebih menonjolkan se rat dari eceng gondok, dibuat persentase eceng gondoknya lebih besar. Pewarnaan dapat dilakukan sebelum proses pengenceran dan diupayakan dikondisikan beberapa jam agar warna yang diberikan dapat diserap dengan baik oleh pulp. Pengenceran adonan campuran pulp ini perlu dilakukan agar dapat diproduksi kertas yang tipis. Karena alat yang digunakan adalah manual, maka ketebalan kertas yang dihasilkan akan sangat variatif antar kertas maupun dalam satu lembaran kertas. Perlu keterampilan dan pengalaman agar pada proses pencetakan dapat menghasilkan ketebalan kertas yang relatif seragam. Sebagai gambaran produksi, dari hasil percobaan pengolahan 1 kg eceng gondok kering dapat menghasilkan 262 lembar kertas seni dengan ukuran 330 x 215 x 0,21 mm.
5. Pengeringan Kertas Dengan menggunakan screen , kertas dicetak dan dipres pada selembar kain yang ditempatkan pada bidang yang kaku.
Proses pengeringan dilakukan dengan
memanfaatkan sinar matahari. Dalam keadaan matahari terik, selama 1 jam kertas sudah dalam kondisi kering. Apabila kondisi mendung, dapat juga dilakukan pengeringan dalam ruangan dengan jalan diangin-anginkan, walaupun kelihatannya kualitas kertas di bawah sinar matahari lebih bagus. Untuk skala yang lebih besar perlu dipikirkan untuk membuat alat pengering misalnya dengan membuat ruang pengering dari plat/kaca atau dengan mengkombinasikan dengan tungku pembakaran. 6. Kualitas Kertas Pemanfaatan kertas seni umumnya sebagai kertas seni, sehingga penilaian kualitas kertas didasarkan pada keindahan relatif dari kertas. Berbeda dengan penilaian kualitas kertas sebenarnya yang menilai kualitas dari kekuatan tarik, kekuatan sobek, gramatur, dan lain-lain. Kertas seni dengan campuran eceng gondok memiliki penampilan yang lebih indah karena menampilkan serat-serat yang muncul di permukaan kertas. Berbeda dengan kertas tanpa campuran eceng
3.4 Pemanfaatan Enceng Gondok Eceng gondok dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku kertas karena mengandung serat/selulosa (Joedodibroto, 1983 dalam Fahmi 2009). Pulp eceng gondok yang dihasilkan berwarna coklat namun dapat diputihkan dengan proses pemutihan (bleaching). Pulp juga dapat menyerap zat pewarna yang diberikan dengan cukup baik, sehingga berbagai variasi warna kertas dapat dihasilkan melalui proses ini bagian tumbuhan eceng gondok setelah dikeringkan ternyata bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan tas wanita yang cantik, kopor, sendal, keranjang (tempat pakaian bekas), tatakan gelas, tikar, nampan dan sebagainya. Malah belakangan ini banyak dimanfaatkan untuk mendukung industri mebel den furniture, sebagai pengganti rotan yang harganya semakin melangit. Hingga saat ini sudah banyak daerah yang mampu mengembangkan eceng gondok untuk pembuatan barang-barang kerajinan, mebel den furniture. Antara lain di Purbalingga, Dl Yogyakarta, sekitar Kota Solo, Cirebon, Lampung, Surabaya dan Bali. Bahkan sebagian barang-barang kerajinan eceng gondok dengan model dan kualitas tertentu, banyak diekspor ke Eropa dan Amerika Serikat yang semakin gandrung dengan barang-barang produksi dari bahan-bahan alami (back to nature).
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan Eceng gondok dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku kertas karena mengandung serat/selulosa. Panjang ataupun pendeknya serat sangat mempengaruhi kekuatan kertas dan pembentukan formasi serat pada kertas. Dimensi yang sesuai dalam lembaran kertas akan memberikan formasi serat yang baik, yaitu ditandai dengan bila diterawang, maka pada formasi kertas kelihatan tidak berawan. Sehingga akan memberikan pengaruh yang sangat baik te rhadap kekuatan retak (bursthing strength), sesuai dengan karakter sifat-sifat fisik kertas. Pemanfaatan lain yang dapat dilakukan pada pengolahan eceng gondok yaitu dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan tas wanita yang cantik, kopor, sendal, keranjang (tempat pakaian bekas), tatakan gelas, tikar, nampan dan sebagainya. Malah belakangan ini banyak dimanfaatkan untuk mendukung industri mebel den furniture, sebagai pengganti rotan yang harganya semakin melangit.
4.2 Saran Sebaiknya dalam pemanfaatan eceng gondok dilakukan secara maksimal. Karena hasil olahan berupa kertas seni atau lainnya dari eceng gondok dapat menghasilkan nilai tambah lebih bagi masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Artati,
E.K
dan
Fadilah.
2006.
Delignifikasi
Dengan
Proses
Organosolv.
http://www.sirine.uns.ac.id/penelitian.php. Diakses tanggal 2 Januari 2013
Manarisip, J.M. 2001. Pemasyarakatan Pembuatan Kertas Seni. Menado
Pasaribu, G. 2007. Pengolahan Eceng Gondok Sebagai Bahan Baku Kertas Seni. kalah Utama pada Ekspose Hasil-Hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang
Santoso, B. D, Saputra dan Prasetyo, R. 2005. Kajian Eceng Gondok sebagai Bahan Baku Industri dan Penyelamat Lingkungan Hidup di Perairan. Prosiding Seminar Nasional IV Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI). Samarinda
Suprapti, S. 2008. Adaptasi Morfologi Fisiologi dan Anatomi Enceng Gondok (Eichhornia crassipes (Mart Solm) di Berbagai Perairan Tercemar. Universitas Dipenogoro
Taufikurahman, A. 2008. Prospek Pemanfaatan Eceng Gondok dalam Industri Pulp dan Kertas. Berita Selulosa, 29 (1) : 3-7