Perspektif Vol. 10 No. 2 /Des 2011. Hlm 92 - 104 ISSN: 1412-8004
PROSPEK SERAT ALAM UNTUK BAHAN BAKU KERTAS UANG SUDJINDRO
Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat Indonesian Tobacco and Fiber Crops Research Institute Jl. Raya Karangploso, Kotak Pos 199 Malang 65152 E-mail:
[email protected] Diterima : 5 Oktober 2011; Disetujui : 1 Desember 2011
ABSTRAK Beberapa jenis tanaman serat alam yang terdiri atas tanaman serat buah (kapas), batang (kenaf, rosella, yute, rami, linum), dan daun (abaka, agave) sudah lama dibudidayakan di Indonesia, bahkan sudah ada yang statusnya mantap sebagai bahan baku industri skala nasional maupun internasional, seperti kapas, kenaf, abaka, dan rami. Tanaman serat alam tersebut sangat potensial untuk digunakan sebagai bahan baku pulp dan kertas, serta bahan baku industri lainnya. Tiap tahun Indonesia mengimpor kertas uang sebanyak 1,7 reem senilai ± US $ 50 juta atau setara dengan ± Rp. 475 Milyar. Bahan dasar kertas uang yang berkualitas adalah dari serat kapas (linters) yang dicampur dengan serat alam lainnya seperti abaca, rami, kenaf, dan linum pada komposisi tertentu. Serat alam yang ada di dalam negeri memiliki potensi yang besar untuk dimanfaatkan sebagai alternatif pemenuhan kebutuhan bahan kertas uang dalam negeri. Hal ini sudah dilakukan penelitian bahan kertas uang oleh Balai Besar Pulp dan Kertas. Bank Indonesia bekerjasama dengan LIPI, Balittas, ITS, dan Kementerian Perindustrian dan Perdagangan (Kemperindag), dengan pertimbangan bahwa bahan genetik tanaman sudah ada, sumberdaya lahan sangat memenuhi syarat, dan sumberdaya manusia sangat mendukung untuk melakukan usaha pertanaman serat alam. Apabila usaha pengembangan tanaman serat alam di dalam negeri dapat diberdayakan secara maksimal maka Indonesia akan dapat meningkatkan kesejahteraan petani melalui pembangunan agribisnis komoditas serat alam, yang pada gilirannya akan mengurangi impor kertas uang sehingga akan menghemat devisa negara. Pemberdayaan sumberdaya lahan, seperti lahan bonorowo (lahan banjir) dan lahan masam di luar Jawa, dengan menanam varietasvarietas unggul merupakan langkah positif untuk meningkatkan kesejahteraan petani di lahan marjinal tersebut.
ABSTRACT Prospect of Natural Fiber as Source of Currency Paper Several types of plants producing natural fiber, such as fruit fiber (cotton), stems (kenaf, roselle, yute, flax, linum), and leaf (abaca, agave) have long been cultivated in Indonesia. They have even a solid status as raw material for industry nationally and internationally, such as cotton, kenaf, abaca, and flax. Plants of these natural fibers are potential for use as raw material for pulp and paper, and other industrial raw materials. Each year, Indonesia imports about 1.7 reem of currency paper worth of ± US$ 50 million or equivalent to ± Rp475 billion. High quality raw materials for currency paper are from cotton fibers (linters) mixed with other natural fibers, such as abaca, ramie, kenaf, and linum in a particular composition. Local natural fibers have great potential to be utilized as an alternative to meeting the needs of the domestic currency paper material. Balai Besar Pulp dan Kertas has carried out many research on the currency paper materials. Bank of Indonesia in collaboration with LIPI, Balittas, ITS, and the Ministry of Industry and Trade (Kemperindag) has considered that the genetic material of plants, land and human resources are already highly supportive to conduct the business of natural fibers plantation. If the business can maximally be empowered domestic sources, it may be able to improve farmers’ welfare through agribusiness of natural fiber commodities. This business in turn may reduce the imports of currency paper and save foreign exchange, as well. Empowerment of flooded and acidic lands outside Java, by planting high yielding varieties, is a positive effort to improve farmers’ welfare on these marginal lands. Keywords : Raw material, currency paper, natural fibers, pulp and paper, farmers’ prosperity.
Kata kunci : Bahan baku, kertas uang, serat alam, pulp dan kertas, kesejahteraan petani.
92
Volume 10 Nomor 2, Des 2011 : 92 - 104
PENDAHULUAN Serat buah, batang, dan daun merupakan komoditas serat alam yang sangat prospektif di masa mendatang karena komoditas tersebut memiliki keunggulan untuk bahan baku berbagai industri, dan kontribusinya dalam penyelamatan lingkungan. Tanaman yang menghasilkan serat buah adalah kapas, kapuk, dan kelapa. Tanaman serat batang antara lain : kenaf, rosela, yute, rami, urena, linum, hemp, dan okra; sedangkan tanaman penghasil serat daun antara lain : abaka, agave (sisal), nenas, sansivera, dan lain lain. Serat buah, batang, dan daun merupakan komoditas serat alam yang sebelumnya kurang memperoleh perhatian, baik oleh pemerintah, petani, maupun pengusaha. Namun pada saat ini dan di masa yang akan datang, komoditas serat alam merupakan komoditas yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai bahan baku berbagai industri. Sebagai informasi kegunaan masing-masing komoditas adalah sebagai berikut: a) Komoditas serat buah: kapas untuk tekstil dan pulp, kapuk untuk tekstil, kasur, jok mobil dll., sabut kelapa untuk industri karpet, keset, campuran untuk industri karet; b) Komoditas serat batang : kenaf, rosela, yute, rami, linum, urena untuk bahan baku pulp dan kertas, fibreboard, tekstil, karpet, kerajinan, dll.; c) Komoditas serat daun : abaka, agave(sisal), nanas, dll untuk tekstil, pulp dan kertas, geotekstil, karpet, dll. (Sudjindro, 2004) Serat alam merupakan bahan baku yang ramah lingkungan, karena mudah terdegradasi dan tanaman serat alam memiliki kemampuan menyerap CO2 cukup besar terutama pada tanaman kenaf. Saat ini serat alam banyak digunakan sebagai bahan baku untuk produk komposit seperti fiberboard untuk interior mobil, dan setiap serat alam memiliki ciri dan kegunaan yang spesifik, misalnya serat abaka, rami, dan kenaf dapat digunakan untuk kertas mata uang. Pada akhir-akhir ini komoditas serat alam banyak mendapat perhatian dari beberapa kalangan industri, terutama dari industri otomotif, elektronik, pulp, dan kertas. Menurut Liu (1999), tanaman kenaf sudah diteliti oleh USDA Amerika Serikat tahun 1940, dan tahun 1960 USDA sudah menemukan bahwa kenaf dapat dibuat kertas.
Prospek Serat Alam Untuk Bahan Baku Kertas Uang (SUDJINDRO)
Akhirnya pada tahun 1987 USDA dan Kenaf International telah sukses membangun pabrik kertas spesial untuk koran. Haroen dan Posma (2009) telah meneliti serat kenaf menjadi Fluff pulp yang bermutu tinggi, dan seluruh sifat-sifat yang diuji memenuhi persyaratan diaper (popok) komersial. Aneka produk kertas meliputi : kertas koran, kertas tulis dan cetak, kertas kantong semen, kertas bergaris, papan kertas, kertas sigaret, kertas pembungkus, kertas tissue, kertas berharga (kertas mata uang atau currency paper), dokumen, kertas pengaman atau security paper dll. Indonesia tiap tahun mengeluarkan devisa untuk impor kertas mata uang sebanyak 1,7 juta reem atau setara dengan USD 50 juta (Bank Indonesia, 2004).
SUMBER BAHAN BAKU A. Tanaman serat alam Kapas (Gambar 1) sudah lama dibudidayakan di Indonesia oleh perusahaan swasta dan BUMN. Perkembangan tanaman kapas di Indonesia selalu mengalami pasang surut. Luas areal tahun 1978/79 sampai dengan 1997/98 berkisar antara 17.119–38.125 ha, dan mencapai puncaknya pada tahun 1985/1986 dengan luas areal hampir 50.000 ha. Namun sejak itu arealnya berangsur-angsur menyusut, dan saat ini berkisar antara 7.000 – 10.000 ha. Areal pengembangan kapas terbesar di Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Jawa Tengah, NTB, dan NTT (Rachman, 2007). Selain untuk bahan baku tekstil, serat kapas juga untuk bahan pulp dan kertas (ITS Surabaya, 2002). Tanaman kapas menghendaki daerah yang terbuka, artinya tidak boleh ternaungi, menghendaki curah hujan antara 500–1500 mm/th, dengan batas yang tegas antara musim kemarau dan musim hujan. Umur tanaman kapas berkisar antara 120–220 hari tergantung varietasnya. Tipe tanah yang sangat sesuai adalah tanah lempung berpasir, dengan ketinggian antara 10–500 m dml. (Kerkhoven dan Mutsaers, 2003). Tanaman kapas secara teknis dapat dikembangkan di Kawasan Indonesia Timur yang beriklim kering, tetapi harus didukung dengan fasilitas pengairan. Penggunaan varietas unggul seperti Kanesia 8,
93
Gambar 1. Tanaman kapas (G. hirsutum)
Gambar 2. Tanaman abaka (M. textilis)
Kanesia 10, Kanesia 14, dan Kanesia 15 akan menghasilkan 1–2,5 ton kapas berbiji per ha. Petani akan memperoleh keuntungan bila dapat menghasilkan minimal 1,0 ton kapas berbiji/ha. Selain sebagai bahan baku tekstil, serat kapas juga digunakan sebagai bahan baku kertas uang. Uang kertas di Korea Selatan dibuat dari 100 % serat kapas, sedangkan mata uang Filipina menggunakan campuran kapas dan serat abaka (Bank Indonesia, 2004) Abaka (Musa textilis Nee) (Gambar 2) sebenarnya mudah dibudidayakan terutama pada lahan yang memiliki ketinggian di atas 600 m dml, dengan kelembapan udara rata-rata di atas 76 % dan tidak panas serta curah hujan lebih dari 2.500 mm/th. Varietas yang sangat terkenal sejak zaman penjajahan sampai sekarang adalah Tangongon, Bangulanon, dan Maguindanao. Tanaman abaka banyak ditemukan secara luas di kepulauan Sangihe dan Talaud yang memiliki potensi genetik dan hasil serat tinggi, akan tetapi belum ada yang mengelola dan belum ada pasar, sehingga terkesan menjadi tanaman liar. Pada umumnya varietas Tangongon yang ada di daerah tersebut memiliki pertumbuhan baik (Sudjindro et al., 2007b). Saat ini pertanaman abaka di Indonesia ada di kebun PT. Bayulor (Banyuwangi), Mamuju (Sulawesi Barat), Sangihe dan Talaud (Sulawesi Utara), Cikalong (Jawa Barat), Malingping (Banten), dan Bulungan (Kalimantan Timur). Serat abaka (M. textilis) selain untuk tekstil sesuai dengan namanya, juga dapat digunakan untuk berbagai bahan baku industri antara lain :
pulp dan kertas, komposit (fiberboard), karpet, tali kapal, dll. Hasil penelitian Haroen (1999) menunjukkan bahwa serat abaka grade S2 (warna putih bersih, benang seratnya sangat baik dan halus), dan Y2 (warna serat kusam sampai agak kotor, benang seratnya pendek dan tidak teratur) dapat dibuat pulp untuk kertas dengan kualitas di atas mutu pulp abaka komersial. Tanaman rami (Boehmeria nivea GAUD) (Gambar 3) sudah lama dikembangkan di Indonesia namun hasilnya belum menggembirakan. Sejak tahun limapuluhan, pemerintah pernah berusaha mengembangkan tanaman rami di Jawa Barat dan Sumatera Utara, namun kurang berhasil. Pada tahun 2004 pemerintah kembali mengembangkan rami di beberapa daerah antara lain Jawa Tengah, Jawa Barat, Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu, Jambi, dan Sumatera Utara. Hasil survai perkembangan rami di beberapa daerah Jawa Tengah, Jawa Barat, Lampung, Bengkulu, Jambi, dan Toba Samosir menunjukkan bahwa perkembangan rami yang dibiayai pemerintah melalui Departemen Koperasi Usaha Kecil dan Menengah pada tahun 2004-2005 tidak berhasil (Sudjindro et al., 2007a). Haroen dan Sugesty (1997) telah melakukan penelitian pembuatan pulp dengan bahan baku rami. Perbandingan serpih dengan larutan adalah 1 : 4 pada suhu 160oC selama 3,5 jam dengan alkali aktif dan antrakinon masingmasing 12 dan 0,1 % memberikan hasil yang optimal. Rendemen pulp rami yang dihasilkan sebesar 69,76 dengan bilangan kappa 12,43.
94
Volume 10 Nomor 2, Des 2011 : 92 - 104
Gambar 3. Tanaman rami (B. nivea)
Gambar 4. Tanaman sisal (A. sisalana) Agave (Agave sisalana Perrine) (Gambar 4) berasal dari daerah Mexico dan sekarang banyak
Prospek Serat Alam Untuk Bahan Baku Kertas Uang (SUDJINDRO)
berkembang di Brazilia dan Tanzania. Produsen serat sisal terbesar di dunia adalah Brazil, China, Kenya, dan Tanzania. Sisal adalah tanaman tropis yang hidupnya sangat menghendaki sinar matahari penuh dan kelembapan relatif sedang. Curah hujan yang dikehendaki sekitar 1000–1800 mm/th, dengan suhu minimum 16oC dan maksimum antara 27–32o C. Sisal dapat tumbuh baik pada berbagai tingkat kesuburan tanah, akan tetapi yang paling baik adalah pada tanah lempung berpasir dengan kisaran pH 5,5–7,5, dan sangat cocok bila tanahnya memiliki kandungan unsur Calsium (Ca) tinggi. Sisal dapat ditanam pada kisaran kesuburan tanah yang bervariasi. Sisal dapat tumbuh baik pada ketinggian sampai dengan 600 m dml. Sisal mulai dapat dipanen pada umur sekitar 2 (dua) tahun setelah tanam dan panjang daun yang dapat dipanen minimal 60 cm. Umur produktif sisal dapat mencapai 5– 12 tahun tergantung pada kondisi lingkungan tumbuhnya. Sisal tidak tahan terhadap genangan air (Dahal et al., 2003). Di Jawa pada zaman penjajahan sisal berkembang di daerah Madura, Kediri, Jember, dan Blitar. Produktivitas serat dapat mencapai 2,0–2,8 t/ha. Serat sisal mengandung 54–66% α-selulose, 12-17% hemiselulose, 7–14% lignin, 1% pektin dan 1–7% abu. Serat sisal dapat dibuat pulp dengan mutu tinggi karena memiliki kekuatan tarik, porositas, bulk, daya serap, dan daya lipat yang tinggi, sehingga sangat baik digunakan untuk pembuatan kertas spesial (specialty papers), dan juga untuk meningkatkan mutu pulp lainnya. Penggunaan soda dingin dalam pembuatan pulp secara kimiawi dapat menghasilkan sebanyak 50–55% pulp (Dahal et al., 2003). Komoditas linum atau flax (Linum usitatissimum L.), urena (Urena lobata L.), dan okra (Abelmoschus esculentus L.) (Gambar 5a,b,c) belum dibudidayakan oleh petani maupun pengusaha. Untuk pertumbuhan, tanaman linum memerlukan ketinggian tempat di atas 800 m dml., karena berasal dari daerah dingin. Linum merupakan tanaman semusim berumur 90-120 hari dan dikembangkan dengan menggunakan benih. Serat linum lebih dikenal sebagai bahan baku kain linen dan juga dapat digunakan sebagai bahan baku pulp dan kertas sekuritas. Setiap bendel serat linum terdiri atas 10-40 sel-sel
95
(b)
(a)
Gambar 5. (a) Tanaman flax (L. usitatissimum), (b) Tanaman urena (U. lobata), (c) Tanaman okra (A .esculentus)
serat. Tiap sel serat mempunyai panjang berkisar antara 10–40 mm dengan diameter antara 10–30 µm. Susunan kimiawi serat linum terdiri atas 64,1% selulose, 16,6% hemiselulose, 2% lignin, dan 1,8% pektin. Serat linum memiliki daya serap air lebih tinggi dari serat kapas, rayon, dan wool, tetapi lebih rendah dari serat rami (Lisson, 2003). Urena berasal dari daerah tropis yang dapat ditanam sampai dengan ketinggian 500 m dml. Kandungan serat urena sekitar 5,0–5,5% dari batang basah. Serat urena termasuk halus, fleksibel, dan lurus dengan warna putih krem atau kuning pucat. Sel serat urena memiliki panjang antara 1,4–1,8 mm dan diameter antara 12–19 µm. Komposisi kimiawinya terdiri atas 6387% selulose dan 7–12% lignin. Serat urena dapat dibuat pulp kraft dan menghasilkan pulp dengan rendemen antara 43-47% (Escobin dan Widodo, 2003). Tanaman kenaf (Hibiscus cannabinus L.), rosela (Hibiscus sabdariffa L.), dan yute (Corchorus capsularis L.) (Gambar 6a,b,c), di Indonesia sudah dikembangkan sejak tahun 1979/1980 yang terkenal dengan program ISKARA (Intensifikasi Serat Karung Rakyat). Pada waktu itu serat kenaf, rosela, dan yute hanya digunakan untuk bahan baku industri karung goni. Arah pengembangan kenaf selanjutnya adalah pada lahan marjinal dimana tidak akan menggeser keberadaan tanaman pangan utama seperti padi dan jagung. Disamping itu juga untuk memberdayakan lahan marjinal dan meningkatkan pendapat petani di daerah marjinal (Sudjindro, 2008).
96
(c)
Saat ini tinggal kenaf yang berkembang di Indonesia dan pemanfaatannya untuk bahan baku industri (fibreboard untuk interior mobil). Tanaman kenaf memiliki daya adaptasi luas sehingga dapat dikembangkan pada berbagai lahan/tanah seperti lahan banjir (Sudjindro et al., 2001b), lahan gambut (Sudjindro et al., 1999; 2001a), lahan tadah hujan/lahan kering (SetyoBudi et al., 1998), dan tanah podsolik merah kuning (Marjani et al., 2009). Umur tanaman kenaf berkisar 70–150 hari tergantung macam varietas dan kondisi lingkungan tumbuhnya. Produktivitas kenaf dapat mencapai 2,0–4,0 ton serat kering/ha tergantung varietas dan lingkungan tumbuhnya. Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat (Balittas) di Malang telah memiliki beberapa varietas unggul yang kurang terpengaruh oleh fotoperiodisitas, seperti KR 9, KR 11, KR 12, KR 14, dan KR 15 (Sudjindro dan Marjani, 2009). Sel serat kenaf memiliki panjang antara 1,5–12 mm dan lebar antara 7–41 µm. Rata-rata tebal dinding sel antara 4–9 µm dan lebar lumen antara 7–13 µm. Serat kenaf mengandung 44–62% α-selulose, 14–20% hemiselulose, 4–5% pektin, 6– 9% lignin, dan 0–3 % abu. Secara umum serat kenaf dapat dibuat pulp dan kertas, lebih kuat daripada pulp kayu lunak lainnya, sedangkan pulp dari seluruh batang kenaf mempunyai kekuatan berada di antara pulp kayu lunak dan pulp kayu keras (Shamsuddin dan van der Vossen, 2003).
Volume 10 Nomor 2, Des 2011 : 92 - 104
Gambar 6. (a) kenaf (H. cannabinus), (b) rosela (H. sabdariffa), (c) jute (C. capsularis) Serat rosela memiliki panjang antara 1,2– 6,3 mm dan lebar antara 10–44 µm. Lebar lumen antara 3–15 µm dan tebal dinding sel antara 4–15 µm. Serat rosela mengandung 32 % α-selulose, 10–15% lignin, dan 1% abu. Serat rosela juga dapat digunakan sebagai bahan baku pulp, namun demikian penelitian pulp dari rosela lebih sedikit dari penelitian pulp dari kenaf (Shamsuddin dan van der Vossen, 2003). Serat yute mengandung 45–64% α-selulose, 12-26% hemiselulose, 11-26% lignin, 0,2% pektin, dan 1–8% abu. Individu sel serat memiliki panjang antara 0,5–6,5 mm dan diameter antara 9 –33 µm. Panjang serat akan berkurang mulai dari pucuk sampai pangkal batang, sebaliknya diameter akan bertambah. Biomass yute dapat diproses menjadi pulp untuk industri kertas (Khandakar dan van den Vossen, 2003). Pengembangan komoditas serat buah, batang, dan daun yang sudah ada saat ini umumnya kurang menggembirakan. Hal ini disebabkan karena adanya beberapa kendala yaitu : 1. Penggunaan bahan tanaman (varietas) tidak murni dengan kualitas benih yang rendah, bahkan banyak yang tidak melalui sertifikasi benih (Sudjindro, 2009). 2. Pemilihan lahan yang kurang memperhatikan persyaratan agroklimatologi, topografi, dan sarana transportasi (Sudjindro et al., 2005). 3. Keterbatasan pasar.
Prospek Serat Alam Untuk Bahan Baku Kertas Uang (SUDJINDRO)
4. 5.
Harga kurang bersaing dengan komoditas pangan. Kurang sosialisasi yang obyektif, umumnya pengusaha cenderung memberikan gambaran yang hanya menguntungkan sepihak saja.
B. Dukungan Hasil Penelitian Penelitian peluang pemanfaatan serat alam di dalam negeri untuk bahan baku pulp, kertas, dan kertas uang sudah dilakukan oleh lembaga penelitian dan perguruan tinggi di Indoneia, maupun di luar negeri, sebagai berikut: 1. Tahun 1988, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Selulosa (BBPPIS) Bandung telah meneliti beberapa tanaman serat seperti kenaf, rosela, jute, bambu, kayu meranti, pinus, dan ampas tebu untuk diolah menjadi pulp. Ternyata serat kenaf dan batang kenaf menghasilkan pulp yang bagus dibandingkan dengan serat yang lainnya (BBPPIS, 1988). 2. Hasil penelitian Pratiwi et al. (2002) menunjukkan bahwa, kondisi optimum untuk pemasakan batang kenaf menjadi pulp adalah proses soda antrakinon dengan alkali aktif 18%, antrakinon 0,1%, dan waktu pemasakan 2+1,5 jam pada temperatur maksimum 160oC. Dan pulp kenaf varietas KR 11 dapat memenuhi semua persyaratan NUKP menurut SNI. Varietas kenaf KR 11
97
3.
4.
5.
6.
7.
adalah milik Balittas (Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat) Malang. Teknologi Chemical Mechanical Pulp untuk tanaman kenaf memberikan hasil prosesing yang sangat menggembirakan yaitu : rendah investasinya, problematiknya lebih sedikit, derajat fleksibilitas dalam proses pulp lebih luas. Disamping itu pulp kenaf yang dihasilkan memiliki: tensile strength kuat, indeks sobek rendah, dan tahan lama (Xu, 2003). Hasil penelitian di beberapa negara maju dan negara berkembang menunjukkan bahwa serat alam memiliki potensi dan prospek yang sangat bagus untuk pembangunan industri yang menghasilkan berbagai produk diversifikasi, seperti: pulp dan kertas, tekstil, spetrum luas untuk biokomposit, dan untuk menghentikan kerusakan hutan (Kozlowski et al., 2003). Bahan baku serat alam dari dalam negeri seperti kapas, abaka, rami, dan kenaf dapat digunakan untuk pulp dan kertas uang (ITS, 2002). Serat abaka dan rami dapat dimanfaatkan untuk bahan baku pembuatan pulp dan kertas dengan kualitas yang memenuhi standar (Haroen dan Sugesty, 1997). Tanaman kenaf sebagai bahan baku pulp dan kertas telah diteliti di Australia dengan membandingkan pulp dari pinus dan acasia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pulp dari kenaf setara dan atau bahkan lebih baik dari pinus (Camerun et al., 1990; Gartside, 1990; Stafford, 1990). Tabel 1 menunjukkan rekapitulasi hasil penelitian pembuatan pulp kenaf dibandingkan dengan bahan baku lainnya .
Berdasarkan data pada Tabel 1 terlihat bahwa kulit kenaf yang diproses dengan soda antraqinon dan kraft menghasilkan mutu pulp yang lebih baik dibanding Pinus NZ dan Pinus Aus yang diproses secara kraft. Secara umum mutu hasil pulp kenaf, baik dari batang maupun
98
kulit seimbang dengan mutu pulp dari pinus maupun eukaliptus Secara teknis semua komoditas serat alam yang diuraikan di atas dapat dibudidayakan di Indonesia, bahkan beberapa komoditas telah berkembang lama di bumi Indonesia dan sudah dimanfaatkan untuk bahan baku berbagai industri. Ada beberapa kelebihan atau keunggulan tanaman serat alam dalam hal potensi untuk pemanfaatan atau pemberdayaan lahanlahan suboptimal (marjinal). Tanaman agave (sisal) adalah tanaman yang memiliki ketahanan terhadap cekaman kekurangan air, sehingga sesuai untuk dikembangkan pada lahan kering. Tanaman kenaf dan yute merupakan tanaman yang mampu beradaptasi pada lahan banjir. Bahkan tanaman kenaf mampu hidup dan berproduksi pada lahan masam seperti podsolik merah kuning dan gambut. Secara ekonomis komoditas serat alam mudah dibudidayakan dan tidak terlalu mahal biaya produksinya. Tanaman abaka dan rami merupakan tanaman tahunan yang hanya memerlukan modal pada awal pertanaman untuk pembelian bibit dan persiapan lahan. Umur abaka dan rami dapat mencapai puluhan tahun tergantung kondisi lahan dan pemeliharaannya. Tanaman kenaf, rosella, yute, urena, dan linum merupakan tanaman semusim yang berumur antara 3–5 bulan tergantung varietasnya. Tanaman agave (sisal) juga merupakan tanaman tahunan dan mampu berproduksi selama 5–10 tahun. Secara umum rata-rata hasil serat tanaman abaka, rami, kenaf, rosella, yute, urena, kapas, dan sisal berkisar 1,5 – 3,0 ton per hektar. Produktivitas serat masingmasing komoditas bervariasi tergantung macam varietas, kesesuaian lahan, kondisi lingkungan, dan pemeliharaannya. Biaya produksi per hektar berkisar antara Rp 3–10 juta/ha tergantung komoditasnya. Bila produktivitas dapat mencapai 1,5–3,0 t serat/ha maka usaha tani serat alam sudah menguntungkan. Harga serat alam saat ini berkisar Rp 4.000,- sampai Rp 20.000,per kg tergantung jenis serat dan situasi pasar.
Volume 10 Nomor 2, Des 2011 : 92 - 104
Tabel 1.
Mutu kertas yang berasal dari pulp kenaf dan beberapa kayu hutan
Bahan Pulp
Proses
Bulk m3/g)
Daya Kekuatan robek (N m/g) (mN m2/g)
Batang kenaf Batang kenaf Batang kenaf Kulit kenaf Kulit kenaf Kulit kenaf Kulit kenaf Kulit kenaf Kayu kenaf Kayu kenaf Kayu kenaf Kayu kenaf Pinus NZ Pinus Aus Pinus Aus Eukaliptus Eukaliptus mix Eukaliptus mix Pinus Pinus
Kraft Soda CTMP Soda A/Q Kraft NSSC Soda CMP Soda A/Q Kraft Soda CTMP Kraft Kraft Bisulfit Soda A/Q Sodat Kraft CMPft TMP
1,5 2,2 1,8 1,7 1,8 1,7-1,8 2,3 1,4 1,4 1,3 1,2 1,4 1,3 1,2 1,5 1,5 1,5 2,7 2,5
12,1 4,4 9,7 7,8 20 - 24 28,7 21- 25 12,0 5,9 5,0 5,0 4,0 9,1 10,4 4,9 9,1 6,1 8,2 6,1 6,6
68 57 48 100 110 81 96 68 70 76 70 65 106 108 85 86 55 69 36 37
Sumber : Gartside (1990)
POTENSI DAN PELUANG PEMANFAATAN SERAT ALAM Pada dekade terakhir, industri pulp dan kertas di Indonesia mengalami kemajuan yang sangat pesat. Indonesia merupakan produsen pulp peringkat ke-9, sedangkan sebagai produsen kertas Indonesia berada pada peringkat ke-13 di antara 30 negara penghasil pulp dan kertas terbesar (APKI, 2001). Pada umumnya industri kertas di Indonesia menggunakan bahan baku pulp produksi dalam negeri, selain itu juga menggunakan bahan baku pulp impor terutama untuk produksi kertas khusus (specialty paper). Salah satu penggunaan kertas khusus adalah sebagai kertas uang atau kertas sekuritas. Kertas sekuritas merupakan jenis kertas yang memiliki sifat-sifat yang sangat khusus, terutama kekuatan tarik, kekuatan lipat, sifat cetak dan lain-lain serta tidak mudah dipalsukan. Menurut Smook (2001), kertas sekuritas adalah kertas yang di dalamnya terdapat ciri-ciri pengaman (security features) untuk menghalangi pemalsuan (to detercounterfeiting), watermark berbagai bentuk, serat-serat yang bisa terpendar (fluorescent fibers),
Prospek Serat Alam Untuk Bahan Baku Kertas Uang (SUDJINDRO)
noda yang reaktif terhadap warna (color reactive stain), dan ciri-ciri yang bisa dideteksi dengan sinar ungu ultra (uv) atau dengan air. Sedangkan Zawawi et al. (2004), mengatakan bahwa kertas sekuritas dan kertas uang harus sangat sulit dipalsu, tetapi mudah dibuktikan (diverifikasi). Bahan baku kertas yang selama ini digunakan untuk kertas sekuritas adalah serat yang berasal dari serat kapas dengan campuran serat linen atau serat lain yang dapat meningkatkan mutu kertas. Kertas uang yang berkualitas sebenarnya bahan baku utamanya adalah kapas, namun bukan serat panjangnya, akan tetapi serat pendek yang menempel pada biji yang disebut linters. Biasanya bahan baku pembuatan pulp dan kertas uang adalah linters+serat abaka, atau linters+serat rami, atau linters+ serat kenaf. Berdasarkan hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa serat alam dalam negeri sangat potensial untuk dikembangkan sebagai bahan baku pulp kertas sekuritas (ITS, 2001). Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa serat alam yang ada di negeri kita memiliki peluang untuk dijadikan bahan baku untuk pembuatan pulp dan kertas uang. Beberapa tanaman serat alam sebagian besar sudah dibudidayakan di Indonesia seperti kapas, kenaf, rami, dan abaka. Empat jenis tanaman tersebut sudah digunakan di beberapa negara sebagai bahan baku pembuatan kertas uang, misalnya dollar USA (linters + abaka, linters + rami, linters + kenaf), peso Filipina (linters + abaka). Berdasarkan sifat fisika dan kimia serat alam terutama kapas, rami, abaka, dan kenaf semuanya memenuhi persyaratan untuk digunakan sebagai kertas uang atau kertas sekuritas. Sifat fisika dan kimia serat–serat tersebut seperti Tabel 2 dan 3. Tabel 2. Sifat Fisika beberapa serat alam Jenis serat Kapas Rami Kenaf Abaka Agave Linum Urena Rosela Yute
Panjang (mm) 20 - 30 120 – 150 3,3 – 20 4,0 – 8,0 0,3 – 15 10 – 40 1,4 – 1,8 1,9 – 3,1 2,0 – 2,5
Diameter (mm) 0,014 – 0,020 0,040 – 0,060 0,015 – 0,020 0,013 – 0,029 0,080 – 0,050 0,010 – 0,030 0,012 – 0,019 0,012 – 0,025 0,015 – 0,020
Sumber : ITS Surabaya (2002).
99
Tabel 3. Sifat kimia serat kapas, rami, kenaf, dan abaka Sifat Kadar abu Kadar silikat Kadar sari Lignin Holoselulosa Alphasellulosa Hemisellulosa Sellulosa Pentosan Pektin Kelarutan dalam - 1% NaOH - Air panas
Kapas a),d)
1-2 88-96 3 - 6,4 91,8 trace
Rami b), d)
Kenaf c),d)
Abaka b), d)
2,0 – 4,0 7,87 2,51 1,0 65,85 69 – 91 5 – 13 76,2 12,29 2,0
0-3 1,13 6 – 19 85,37 44 – 62 14 – 20 65,7 22,58 4–6
1,0 – 2,0 0,03 7,30 5 – 18 78,18 55 – 64 18 – 23 70,20 16,45 1,00
35,85 7,55
16,61 2,12
21,87 7,10
Sumber : a) Kirk-Othmer (1980); b) Haroen dan Sugesty (1997); c) BBPPIS (1988).
Menurut APKI (2001) pabrik pulp dan kertas yang ada di Indonesia terdiri atas 3 BUMN, 66 swasta nasional, dan 12 swasta asing, dengan rincian sebagai berikut : a) Pabrik pulp ada 6 buah; b) Pabrik kertas ada 65 buah, dan c) Pabrik pulp dan kertas ada 10 buah. Adapun lokasinya terpencar di Jawa sebanyak 67 pabrik, di Sumatera sebanyak 12 pabrik, dan di Kalimantan sebanyak 2 pabrik. Indonesia mengimpor kertas uang sebanyak 1,7 juta reem senilai US $ 50 juta/th atau setara dengan ± Rp 475 milyar. Suatu nilai yang cukup besar untuk negara yang sedang mengalami krisis di berbagai bidang seperti sekarang ini. Sebenarnya semua bahan baku untuk membuat kertas uang sudah tersedia di dalam negeri dan juga sudah dibudidayakan oleh petani. Penelitian untuk membuat pulp dan kertas dari beberapa serat alam sudah banyak dilakukan di dalam negeri, terutama oleh Balai Besar Pulp dan Kertas (BBPK) di Bandung dan perguruan tinggi. Bahkan Bank Indonesia bekerja sama dengan LIPI, Badan Litbang Pertanian (Balittas), Kemperindag dan ITS Surabaya pada tahun 2002-2004 telah melakukan penelitian pembuatan kertas uang dengan menggunakan bahan serat alam dalam negeri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kertas uang dapat dibuat di dalam negeri menggunakan bahan serat alam dalam negeri. Namun sayang usaha ini tidak dilanjutkan karena tidak ada respon positif dari pemerintah (Bank Indonesia, 2004)
100
Di Amerika Serikat pembuatan kertas uang memerlukan bahan baku serat kapas dan serat lain yang bermutu tinggi, dengan kriteria : panjang serat > 2,20 mm, flexibility ratio 0,80, dan coefisien of rigidity 0,10. Persyaratan lain untuk bahan baku kertas uang adalah serat harus memiliki sifat-sifat fisik sebagai berikut (Pratomo, 2002): • Tensile strength (indeks tarik) bagus • Tearing strength (ketahanan sobek) tinggi • Folding endurance (ketahanan lipat) tinggi • Tahan lama (durable) • Tidak mudah luntur • Perlu zat kimia tertentu untuk menghindari pemalsuan Mata uang Filipina (Peso) menggunakan komposisi 80% linters kapas dan 20% serat abaka. Akhir-akhir ini Jepang juga sangat mencermati kenaf untuk dibuat kertas sekuritas dan juga untuk bahan baku berbagai industri bernilai tinggi seperti otomotif dan elektronik (ITS, 2002) Berdasarkan berbagai fakta yang telah diuraikan di atas, pada hakekatnya komoditas serat alam yang ada di dalam negeri ini memiliki potensi dan peluang yang luar biasa untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku berbagai industri. Sebagaimana anjuran yang dilontarkan oleh FAO untuk membangkitkan kembali pemanfaatan serat alam, yang dikenal dengan slogan International Year of Natural Fibre 2009 (IYNF 2009), bahwa pembangunan industri disarankan menggunakan bahan baku serat alam. Disamping harga lebih murah, juga mampu membantu menyelamatkan lingkungan dari polusi, karena serat alam mudah terdegradasi, dan juga mampu menyerap CO2 dalam jumlah besar (Aoi, 2000). Oleh karena itu sudah sewajarnya pemerintah memperhatikan keberadaan serat alam untuk diberdayakan lebih lanjut dalam rangka membangun industri pertanian berbasis serat alam demi kesejahteraan petani dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Hal ini layak dilakukan pemerintah dengan pertimbangan adanya beberapa faktor pendukung yaitu : a) Tersedianya sumber genetik yang terdiri atas varietas-varietas unggul dan plasma nutfah berbagai komoditas; b) Tersedianya lahan baik di Jawa maupun di luar Jawa, yang saat ini masih belum diberdayakan; c) Tersedianya
Volume 10 Nomor 2, Des 2011 : 92 - 104
sumberdaya manusia yang sangat besar untuk diberdayakan sebagai usaha memberikan lapangan kerja baru; d) Tersedianya paket teknologi hasil penelitian yang dapat diterapkan untuk pengembangan tanaman serat alam; dan e) Agroekologi yang sesuai untuk komoditas serat alam. Di sisi lain perlu disadari bahwa belum semua komoditas serat alam yang ada di dalam negeri ini dilakukan penelitian yang mendalam, baik budidaya maupun pasca panennya. Untuk itu masih terbuka peluang lebar untuk pengembangan IPTEK melalui penelitianpenelitian, baik yang sifatnya dasar maupun terapan. Dengan kemajuan teknologi yang sangat cepat, seperti munculnya teknologi nano pada berbagai bidang, membuka peluang dan cakrawala baru untuk para peneliti dan generasi penerus untuk menciptakan produk inovasi yang sangat berguna untuk kemajuan bangsa dan negara.
KESIMPULAN DAN SARAN 1.
2.
3.
Serat alam yang ada di dalam negeri seperti kapas, abaka, kenaf, rami, rosela, yute, agave (sisal), dan urena memiliki prospek dan peluang yang baik untuk dijadikan bahan baku industri pulp dan kertas. Bahan baku kertas uang dalam negeri dapat dihasilkan dari tanaman yang sudah berkembang di dalam negeri, terutama kapas, abaka, rami, dan kenaf. Tanaman serat alam merupakan komoditas yang dapat digunakan untuk berbagai bahan baku industri (elektronik, otomotif, perumahan, pulp, kertas, kerajinan, dll.) dan dapat dikembangkan di Indonesia.
Saran 1. Perlu dukungan pengembangan tanaman kapas diikuti dengan pembangunan mesin untuk menghasilkan linters, karena linters merupakan bahan baku pembuatan kertas uang. 2. Perlu dukungan pembangunan kebun abaka, rami, dan kenaf melalui kerja sama dengan investor dalam negeri yang dikelola sebagai
Prospek Serat Alam Untuk Bahan Baku Kertas Uang (SUDJINDRO)
3.
perkebunan murni, atau secara kemitraan dengan melibatkan petani sebagai plasma. Untuk menjamin keberlanjutan ketersediaan bahan baku, maka sangat diperlukan bahan tanaman yang berkualitas. Untuk itu perlu adanya penelitian yang berkelanjutan untuk menghasilkan benih/bibit berkualitas tinggi dan varietas unggul melalui berbagai penelitian. DAFTAR PUSTAKA
Aoi, T. 2000. Phytoremediation by kenaf core and production of activated carbon from harvested core. Proceeding of International Symposium of Bio-Recycle. Comp o sti n g i n S a pp o ro . A va i l a bl e o n http://www.cvl.gunma- ct.ac.jp/~ao/ aoihtml.kena 6.html, [3 Maret 2011]. APKI. 2001. Berita Industri Pulp dan Kertas Indonesia. Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia No.167/BIPKI/III/2001, Jakarta. Bank Indonesia. 2004. Evaluasi Uji Coba Pembuatan Kertas dengan Bahan Baku Serat Abaca dan Linters di PT. Kertas Padalarang. Laporan Akhir TPPP-BI. Departemen Pengedaran Uang, Bank Indonesia. (Tidak Dipublikasikan). BBPPIS. 1988. Penelitian sifat fisik batang, kayu, dan serat kenaf (Hibiscus cannabinus L.) sebagai bahan baku pulp kertas. Prosiding Seminar Nasional Serat Karung III, Universitas Diponegoro, Semarang. Camerun, D.M., W. Rawlins, and S.J. Rance. 1990. Kenaf versus Forestry Plantation as Sources of Pulp. Proceeding No. 9 Workshop on Development of a Kenaf Industry in Australia. February 6 – 7. ASRRC Brisbane, Australia. pp. 52-60. Dahal, K.R., B.I. Utomo, and M. Brink. 2003. Agave sisalana Perrine. In M. Brink and R.P. Escobin (Eds.) : Plant Resources of South-East Asia, Fibre Plants. Backhuys Publishers, Leiden. No. 17. Escobin, R.P. and S.H. Widodo. 2003. Urena lobata L. In. M. Brink and R.P. Escobin (Eds.): Plant Resources of South-
101
East Asia. Fibre Plants. Backhuys Publishers, Leiden. No.17. Gartside, G. 1990. Paper-Making Properties of Kenaf. Proceeding No. 9 Workshop on Development of a Kenaf Industry in Australia. February 6–7. ASRRC Brisbane, Australia. pp. 32-36. Haroen, W.K. dan S. Sugesty. 1997. Pelestarian sumberdaya alam melalui pemanfaatan abaca dan ramie untuk pulp kertas. Proceeding of the International Workshop on Minimization of Pulp and Paper Waste. Jakarta. Haroen, W.K. 1999. Pembuatan Pulp Serat Abaca Dengan Proses Soda. IO ISSN 0005 9154. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Selulosa, Bandung. Berita Selulosa, 35 (1-2): 2 – 5. Haroen, W.K. and Posma R.P. 2009. Diapers From Fluff Kenaf. Jurnal Riset Industri, Desember 2009, 3(3): 151-155. ITS. 2001. Tanaman Serat Lokal Sebagai Bahan Baku Alternatif Pembuatan Kertas Uang. Laporan Penelitian Kerjasama Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS dengan Bank Indonesia. (Tidak Dipublikasikan). ITS. 2002. Jenis Tanaman Serat Dalam Negeri Yang Dapat Digunakan Sebagai Alternatif Pembuatan Kertas Sekuritas. Laporan Penelitian ITS, Surabaya. (Tidak Dipublikasikan). Khandakar, A.L. and H.A.M. van der Vossen. 2003. Corchorus L. In M. Brink and R.P. Escobin (Eds.): Plant Resources of SouthEast Asia, Fibre Plants. Backhuys Publishers, Leiden, No.17, Kerkhoven, G.J. and H.J.W. Mutsaers. 2003. Gossypium L. In M. Brink and R.P. Escobin (Eds.): Plant Resources of SouthEast Asia, Fibre Plants. Backhuys Publishers, Leiden, No.17, Kirk-Othmer. 1980. Encyclopedia of Chemical Technology. 2nd ed., John Wiley & Son. New York. Kozlowski, R., M. Rawluk, and J. Barriga. 2003. World Production of Bast Fibrous Plants and Their Diversified Uses. Proceeding of the International Kenaf Symposium, August 19-21, Beijing, China, P.1-23.
102
Lisson, S.N. 2003. Linum usitatissimum L. In M. Brink and R.P. Escobin (Eds.): Plant Resources of South-East Asia, No.17, Fibre Plants. Backhuys Publishers, Leiden. Liu, A. 1999. Making Pulp and Paper from Kenaf – Overview. Proceedings of the First International Workshop on Pulp and Paper Making from Kenaf. Yuanjiang, China. Marjani, Sudjindro, dan R.D. Purwati. 2009. Daya hasil galur-galur kenaf di lahan podsolik merah kuning. Jurnal Penelitian Tanaman Industri, Juni 2009, Puslitbangbun, Bogor, 15(2):53-59. Pratiwi, W., S. Sugesty, dan A. Sudarmin. 2002. Beberapa Varietas Tanaman Kenaf Untuk Pulp Kertas. Prosiding Seminar Teknologi Selulosa, Bandung 24 Oktober 2002. ISBN: 979-95271-2-0. Pratomo, H. 2002. Tuntutan Industri Percetakan Terhadap Mutu Kertas. Makalah Seminar Kertas dan Tinta, Pusat Grafika Indonesia, Jakarta. (Tidak Dipublikasikan). Shamsuddin, A. and H.A.M. van der Vossen. 2003. Hibiscus cannabinus L. In M. Brink and R.P. Escobin (Eds.): Plant Resources of South-East Asia, No.17, Fibre Plants. Backhuys Publishers, Leiden. Setyo-Budi, U., Sudjindro, dan Marjani. 1998. Ketahanan galur-galur harapan kenaf terhadap kekeringan. Jurnal Penelitian Tanaman Industri, September. Puslitbangbun, Bogor, 4(3):85-89. Smook, G A. 2001. Handbook of Pulp and Paper Terminology. Angus Wilde Publication Inc. Vancouver. p.251 and 280. Stafford, B. 1990. Worlwide Fibre Supply in the Context of the Demand for Pulp and Paper over the Next Two Decades. Proceeding Workshop on Development of a Kenaf Industry in Australia. February 6–7. ASRRC Brisbane, Australia, 9 : 3-10. Sudjindro, Marjani, B. Heliyanto, dan R.D. Purwati. 1999. Uji daya hasil galur-galur kenaf (Hibiscus cannabinus L.). Prosiding Simposium V Peripi. 8-9 September 1998.
Volume 10 Nomor 2, Des 2011 : 92 - 104
Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang, hlm. 471-481 Sudjindro, Marjani, B. Heliyanto, dan D. Sunardi. 2001b. Galur harapan kenaf adaptif di lahan bonorowo kabupaten Lamongan. Jurnal Penelitian Tanaman Industri, Maret. Puslitbangbun, Bogor, 7(1):31-34. Sudjindro. 2004. Prospek Serat Alam (kapas, abaka, rami dan kenaf) Untuk Bahan Baku Kertas Uang. Laporan Bulan Februari 2004. Balittas, Malang. (Tidak Dipublikasikan). Sudjindro, A. Sastrosupadi, Mukani, B. Santosa, B.W. Winarto, dan T. Supriyadi. 2005. Keragaan dan strategi pengembangan rami di Indonesia. Prosiding Lokakarya Model Pengembangan Agribisnis Rami. Garut 24 November 2005. Puslitbangbun, Bogor, hlm. 1-13. Sudjindro, A. Sastrosupadi, Mukani, B. Santosa, Winarto, dan S. Tirtosuprobo. 2007a. Peluang dan tantangan pemanfaatan tanaman serat alam sebagai bahan baku tekstil di Indonesia. Prosiding Lokakarya Nasional Kapas dan Rami. Surabaya 15 Maret 2006. ISBN: 979-8451-42-2, hlm. 157-166.
Prospek Serat Alam Untuk Bahan Baku Kertas Uang (SUDJINDRO)
Sudjindro, D. Soetopo, R.D. Purwati, and E. Nurdjajati. 2007b. Survey on Natural Fiber of Indonesia. Final Report, Cooperation Between IToFCRI and PT. TMMIN. Indonesian Tobacco and Fiber Crops Research Institute, Malang. pp. 1920. (Unpublished) Sudjindro. 2008. Arah pengembangan kenaf di Indonesia menyongsong bangkitnya serat alam dunia 2009. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. April 2008. Puslitbangbun, Bogor, 14(1):20-22. Sudjindro. 2009. Permasalahan dalam implementasi sistem perbenihan. Buletin Tanaman Tembakau, Serat, dan Minyak Industri. Puslitbangbun, 1(2):92-100. Sudjindro dan Marjani. 2009. Pemuliaan Tanaman Kenaf (Hibiscus cannabinus L.). Monograf Kenaf. Balittas, hlm. 27- 41. Xu, E. C. 2003. Chemical Mechanical Pulps from Kenaf and Their Potentials for Paper Industry. Proceeding of the International Kenaf Symposium, August 19-21, Beijing, China, pp. 99-112. Zawawi, E.W., I. Maha, M., and El Meligy, Magda G. 2004. Preparation of specialized paper. TAPPI Journal, 3 (4):15-18.
103