Proses Produksi Lateks Karet Alam Berprotein Rendah untuk Bahan Baku Siklisasi Karet Alam dalam Fasa Lateks
PROSES PRODUKSI LATEKS KARET ALAM BERPROTEIN RENDAH UNTUK BAHAN BAKU SIKLISASI KARET ALAM DALAM FASA LATEKS Ary Achyar Alfa, Endang Gumbira Sa’id, TunTeja Irawadi, Illah Sailah, Zaenal Alim Mas’ud, Suharto Honggokusumo Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor Fakultas Teknologi Pertanian - Institut Pertanian Bogor Fakultas Teknologi Pertanian - Institut Pertanian Bogor Fakultas Teknologi Pertanian - Institut Pertanian Bogor Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam – Institut Pertanian Bogor Gabungan Pengusaha Karet Indonesia Jl. Raya Darmaga, Kampus IPB Darmaga Bogor 16680
[email protected]
Abstrak Siklisasi karet alam adalah proses perubahan struktur molekul polisopren karet alam dari struktur molekul lurus menjadi struktur siklik, yang dapat dilakukan pada karet padat, larutan karet dan fasa lateks. Lateks karet alam berprotein rendah (lateks DPNR) digunakan sebagai bahan baku siklisasi karet alam dalam fasa lateks (siklisasi lateks), karena protein diprediksi menghambat kinerja proses siklisasi. Kombinasi enzim papain dan surfaktan digunakan sebagai penghidrolisis protein lateks. Penelitian dilakukan dengan cara memvariasikan dosis papain dan menentukan jenis dan dosis surfaktan, yang ditambahkanpada lateks alam dari berbagai tingkat keenceran. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa papain dengan dosis sebesar 0,06 bsk (bobot perseratus bobot karet), yang ditambahkan pada lateks kebun KKK 10% yang telah distabilkan dengan kombinasi 1 bsk surfaktan Emal – 1 bsk surfaktan Emulgen, mampu menghasilkan lateks DPNR yang stabil dan dengan kadar nitrogen < 0,08%. Proses produksi lateks DPNR dilakukan dengan menggunakan peralatan produksi lateks pekat biasa, karena prinsip proses produksi kedua jenis lateks tersebut hampir sama. Perbedaan diantara kedua proses produksi tersebut adalah tidak digunakannya amoniak sebagai pengawet lateks dan diperlukan waktu tambahan selama 20 – 24 jam untuk menghidrolisis protein dalam lateks, pada proses produksi lateks DPNR. Pemanfaatannya sebagai bahan baku siklisasi lateks mampu menghasilkan karet alam siklis (KA siklik) dengan karakter yang lebih baik dari KA siklik dari lateks pekat biasa. Pada penggunaan lateks DPNR, katalis asam sulfat yang digunakan lebih rendah, dan menghasilan KA siklik yang larut dalam pelarut hidrokarbon. Kata Kunci: Siklisasi Karet Alam, Hidrolisis Protein, Papain, Surfaktan, Lateks DPNR, KA Siklik
Pendahuluan Karet alam tersiklis (KA siklo) merupakan produk modifikasi karet alam yang dihasilkan melalui suatu proses yang disebut siklisasi. Menurut Naunton (1961), proses tersebut yang dilakukan dengan cara memanaskan karet alam yang telah dicampur katalis asam, menyebabkan berubahnya struktur molekul karet alam dari struktur semula berupa rantai lurus menjadi rantai siklis. Proses siklisasi akan merubah karet alam menjadi bahan baru yang sifatnya berbeda, karena produknya berupa resin sintetik atau bahan termoplastik, yang kaku tetapi agak rapuh, memiliki daya rekat kuat yang mampu merekatkan karet pada logam, mudah bercampur dengan karet, dan masih dapat divulkanisasi. Dengan sifatnya tersebut KA siklo
berpeluang mensubstitusi sejumlah resin dan karet sintetis impor, yang selama ini digunakan dalam industri barang jadi karet (BJK) dan industri perekat / pelapis. Teknologi siklisasi karet alam pada fasa lateks dinilai lebih ekonomis dan paling tepat untuk diterapkan di negara penghasil lateks seperti Indonesia. Teknologi tersebut tidak memerlukan pengolahan karet padat dan tidak membutuhkan pelarut berharga mahal seperti pada teknologi siklisasi karet alam padat, dan menghindari resiko rusaknya gilingan karet karena digunakan pada proses pencampuran karet padat dengan katalis asam seperti pada teknologi siklisasi karet padat. Jenis mutu lateks pekat yang digunakan sebagai bahan baku siklisasi lateks diduga dapat
Jurnal Inovisi™ Vol. 6, No. 2, Oktober 2007
101
Proses Produksi Lateks Karet Alam Berprotein Rendah untuk Bahan Baku Siklisasi Karet Alam dalam Fasa Lateks
mempengaruhi kinerja siklisasi lateks eks. Lateks karet alam mengandung sejumlah bahan non karet, terutama protein yang bersama fosfolipid berfungsi sebagai penstabil larutan koloidal lateks, padahal menurut Gelling (1991) protein dalam karet alam dapat menghambat usaha memodifikasi karet alam. Protein akan memacu peningkatan kandungan jel (Subramaniam, 1993; Fukushima, et al., 1998), padahal siklisasi partikel karet yang telah membentuk jel tidak optimal, karena partikel karetnya memadat sehingga partikel karet di bagian dalam jel sukar dicapai oleh katalis asam. Oleh karena itu dalam penelitian ini digunakan lateks DPNR sebagai bahan baku siklisasi dan diamati kinerja siklisasinya. Lateks karet alam atau lateks kebun segar yang baru disadap berwarna putih seperti susu atau kekuning-kuningan, tergantung pada jenis klonnya, mengandung sekitar 1% - 3% (b/b) protein, yang mana sekitar 20% dari jumlah itu terserap pada partikel karet, dalam jumlah yang sama terdapat pada fraksi dasar dan sisanya terdapat pada bagian serum (Webster dan Baulkwill, 1989). Bersamasama dengan fosfolipid, protein yang terserap pada partikel karet merupakan lapisan pelindung dari partikel karet, yang menentukan kestabilan koloidal lateks tersebut. Secara umum protein dalam karet alam dapat dikurangi dengan menghidrolisanya secara kimiawi atau enzimatik (Chin & Smith, 1974; Yapa & Yapa, 1984; Tanaka,1998). Sebelum munculnya isu kasus alergen terhadap barang jadi lateks, yang banyak dikembangkan adalah DPNR padat. Setelah munculnya isu alergenik tersebut, usaha memperoleh lateks DPNR mulai berkembang. Pada penelitiannya yang terdahulu, Alfa et al. (2003) menggunakan papain kasar (crude papain), hasil pengeringan getah buah pepaya sebagai enzim proteolitik sebagai enzim penghidrolisis protein dalam pembuatan DPNR. Kombinasi papain dengan 0,5 bsk (bobot perseratus bobot karet) surfaktan Terik, mampu menghasilkan DPNR dengan kadar nitrogen dibawah 0,8%. Pada penelitian ini, metode tersebut akan dikembangkan agar mampu menghasilkan DPNR berbentuk lateks, yang sesuai sebagai bahan baku siklisasi lateks dalam proses produksi karet alam siklis (KA siklis), menggunakan asam sulfat pekat sebagai katalis seperti yang digunakan pada teknologi proses siklisasi menurut Darmisih (1961).
Bahan dan Metode Penelitian ini diawali dengan penelitian skala laboratorium yang pelaksanaannya dibagi atas beberapa tahap, diawali dengan tahap penetapan 102
surfaktan penstabil lateks. Pada tahap selanjutnya dilakukan pengamatan proses produksi lateks DPNR dari lateks alam dengan menggunakan enzim papain sebagai penghidrolisis protein, dan tahap uji coba siklisasi lateks DPNR berkadar nitrogen < 0,08%. Pada tahap akhir dilakukan kajian terhadap kelayakan teknis proses produksi lateks DPNR. Kegiatan penelitian skala laboratorium ini dilakukan pada Unit Laboratorium Penelitian Balai Penelitian Teknologi Karet (BPTK) Bogor. Kegiatan penggumpalan lateks untuk memperoleh sampel karet mentah untuk analisis dan pengujian, pencampuran lateks dan karet mentah dengan bahan kimia serta uji coba siklisasi di Unit Pabrik Percobaan, dan kegiatan analisis dan pengujiannya di Unit Laboratorium Analisis dan Pengujian Karet (LAP). Uji coba produksi lateks DPNR skala 0,5 – 1,0 ton dilakukan di pabrik lateks pekat Cikumpay PT Perkebunan Nusantara VIII, Purwakarta.
Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah lateks kebun poliklonal yang diperoleh dari Kebun Percobaan Ciomas Bogor dan Kebun Cikumpay Purwakarta. Bahan utama lain adalah papain kasar yang diperoleh dari PT. Gistex Papain, surfaktan produksi KAO, serta asam sulfat teknis untuk uji coba siklisasi,. Bahan kimia lain yang digunakan adalah paket bahan kimia untuk pengujian kadar nitrogen dengan metode Kjeldhal dan bahan kimia untuk karakterisasi lateks DPNR dengan instrumen. Peralatan utama yang digunakan terdiri dari peralatan pengolahan lateks pekat, sedangkan peralatan lain berupa peralatan bantu proses seperti gilingan krep, reaktor siklisasi berupa gelas kimia, peralatan laboratorium pendukung dan peralatan pengujian. Peralatan pengujian yang digunakan terdiri dari peralatan analisis nitrogen sesuai metode Kjeldhal dan peralatan analisis lateks pekat. Selain itu juga digunakan viskometer Mooney untuk penentuan viskositas Mooney karet mentah hasil penggumpalan lateks, dan spektrofotometer infra merah (Fourier Transform Infra Red, FTIR) Biorad untuk pengukuran spektra infra merahnya.
Metodologi Penelitian Tahap penetapan surfaktan penstabil lateks diawali dengan pengumpulan informasi mengenai jenis surfaktan yang akan diamati kemampuannya. Berdasarkan lembaran spesifikasi surfaktan produksi Kao Corporation, pada penelitian ini diamati kemampuan dua jenis surfaktan yang mempunyai karakter berbeda, yaitu surfaktan
Jurnal Inovisi™ Vol. 6, No. 2, Oktober 2007
Proses Produksi Lateks Karet Alam Berprotein Rendah untuk Bahan Baku Siklisasi Karet Alam dalam Fasa Lateks
anionik Emal dan surfaktan nonionik Emulgen. Surfaktan anionik adalah jenis surfaktan yang selama ini banyak digunakan dalam berbagai aplikasi lateks, sedangkan surfaktan nonionik adalah jenis surfaktan yang hanya digunakan sebagai penstabil lateks dalam lingkungan ekstrim. Masing-masing surfaktan Emal dan Emulgen digunakan terpisah atau berupa gabungannya. Pemakaiannya divariasikan antara 1,50 bsk (bagian berat perseratus berat karet) hingga 2,00 bsk, yaitu dosis yang biasa digunakan dalam aplikasi lateks dengan beda 0,25 bsk, secara terpisah atau gabungannya. Kestabilan lateks yang telah ditambah surfaktan diamati pada setiap tahapan proses, yaitu selama tahapan proses deproteinisasi lateks dan tahapan proses siklisasi lateks dengan katalis asam sulfat. Lateks dikatakan stabil apabila tidak menggumpal atau mengental setelah ditambah 0,1 bsk papain, dibiarkan 24 jam, dipekatkan dengan alat sentrifus lateks dan disimpan selama 2 minggu. Agar dapat digunakan sebagai bahan baku karet alam siklis, surfaktan yang digunakan harus mampu mempertahankan kestabilan lateks apabila ditambah asam sulfat pekat sebanyak satu kali berat lateks dan apabila dipanaskan pada suhu 105 0C selama 3 jam. Pada penelitian ini, deproteinisasi lateks dilakukan secara enzimatis, menggunakan enzim papain sebagai senyawa penghidrolisis protein. Jenis mutu lateks DPNR diperlukan sebagai salah satu bahan baku utama dalam tahap siklisasi lateks. Lateks DPNR yang diperlukan adalah lateks yang berkadar nitrogen < 0,08%. Aktifitas proteolitik papain menurun pada suasana pH tinggi, yaitu suasana pH lateks yang menggunakan pengawet amonia, sehingga amonia tidak dapat digunakan. Kemampuan enzim papain menghidrolisis protein lateks alam, diamati dengan cara menambahkan variasi dosis papain, yaitu sebesar 0,05 bsk – 0,20 bsk pada lateks kebun yang tidak mengandung amonia. Gumpalan karet yang diperoleh setelah didiamkan selama 24 jam, dikeringkan dan kemudian ditentukan kadar nitrogennya. Pada lateks DPNR yang telah dikarakterisasi dan memenuhi persyaratan kadar nitrogen < 0,08%, dilakukan uji coba siklisasi dengan katalis asam sulfat pekat sebanyak satu kali berat lateks. Selanjutnya diamati pengaruh penggunaaan lateks DPNR sebagai bahan baku siklisasi lateks terhadap dosis asam sulfat yang digunakan, serta terhadap suhu lama proses siklisasi. Tahap kajian kelayakan teknis proses produksi lateks DPNR dilakukan dengan mempertimbangkan kemudahan proses.
Hasil dan Pembahasan Penetapan Sistim Surfaktan Penstabil Lateks Jenis surfaktan (produksi Kao Corporation) yang diamati kemampuannya sebagai penstabil lateks dalam penelitian ini, adalah surfaktan anionik Emal dan surfaktan nonionik Emulgen. Emal termasuk jenis surfaktan dengan komponen utama natrium lauril sulfat, yaitu senyawa yang berfungsi sebagai pembasah dan pengemulsi. Emal stabil dalam suasana asam, basa dan air sadah, sehingga diprediksi sesuai untuk diaplikasikan pada lateks kebun yang umumnya mengandung sejumlah ion Ca dan Mg, sebagai penstabil lateks dalam proses deproteinisasi lateks. Dalam proses siklisasi lateks dengan katalis asam sulfat pekat, Emal diprediksi tidak dapat digunakan karena asam sulfat akan bereaksi dengan Emal yang merupakan surfaktan anionik yang memiliki gugus muatan negatif. Sebagai akibatnya, fungsi Emal sebagai surfaktan penstabil lateks hilang, sehingga lateks menggumpal. Untuk proses yang berlangsung dalam suasana ekstrim seperti proses siklisasi tersebut, Emulgen lebih sesuai digunakan sebagai surfaktan penstabil lateks. Emulgen termasuk jenis surfaktan nonionik dengan bahan aktif polioksi-etilen lauril eter. Karena tidak bermuatan, Emulgen tidak akan bereaksi dengan asam sulfat sehingga fungsinya sebagai penstabil lateks tidak hillang. Hasil pengamatan pengaruh surfaktan pada kestabilan lateks berturutturut disajikan pada Tabel 4 dan Tabel 5. Dari hasil penelitian ditetapkan bahwa kombinasi 1 bsk Emal – 1 bsk Emulgen digunakan sebagai penstabil lateks DPNR yang digunakan sebagai bahan baku siklisasi, sedangkan 2 bsk Emulgen ditetapkan sebagai surfaktan penstabil lateks pada proses siklisasi.
Efektifitas Papain dalam Penurunan Kadar Nitrogen Lateks Kebun Lateks DPNR yang diperlukan sebagai bahan baku siklisasi lateks, adalah yang kadar nitrogennya < 0,08%. Dengan kadar nitrogen tersebut diasumsikan viskositas partikel karetnya mantap atau nilai ASHT-nya maksimum 8 satuan. Nilai ASHT menunjukan tingkat kemantapan viskositas karet alam, dimana karet dengan nilai maksimum ASHT 8 satuan, menunjukkan karet cukup stabil terhadap reaksi pengerasan. Siklisasi lateks DPNR yang molekulnya tidak mengalami reaksi ikatan silang tersebut, diharapkan mampu menghasilkan produk yang lebih bobot molekulnya relatif lebih rendah, sehingga relatif lebih mudah larut dalam pelarut hidrokarbon.
Jurnal Inovisi™ Vol. 6, No. 2, Oktober 2007
103
Proses Produksi Lateks Karet Alam Berprotein Rendah untuk Bahan Baku Siklisasi Karet Alam dalam Fasa Lateks
Tabel 1 Pengaruh surfaktan pada kestabilan lateks kebun KKK 34% selama tahap deproteinisasi dan pemekatan Surfaktan, bska Lateks setelah Lateks perlakuan pada proses deproteinisasi dan setelah pemekatan Emal Emulgen Menggumpal 0,00 0,00 Stabil 0,00 1,50 Mengental parsial dalam alat 0,00 1,75 Mengental parsial dalam alat Stabil 0,00 2,00 Stabilb Stabil 1,50 0,00 Stabil Mengental parsial dalam alat 1,75 0,00 Mengental parsial dalam alat Stabil 2,00 0,00 Mengental parsial dalam alat Stabil 0,75 0,75 Menggumpal dalam alat Stabil 1,00 1,00 Stabil Stabil Sumber: Hasil Pengolahan Data
Catatan :
a
bsk = bagian bobot perseratus bobot karet menggumpal dalam 7 – 10 hari
b
Tabel 2 Pengaruh penambahan Emulgen pada kestabilan lateks DPNR selama proses siklisasi Surfaktan, bsk Emal
Emulgen
1,0 1,0 1,0
1,0 1,0 1,0
Lateks setelah proses persiapan
Penambahan Emulgen sebelum siklisasi, bsk
Lateks selama siklisasi
Stabil Stabil Stabil
0,0 1,5 2,0
Menggumpal Menggumpal Stabil
Sumber: Hasil Pengolahan Data
104
Nitrogen = 0,5048 – 4,050 Papain + 19,40 Papain2 – 27,60 Papain3 . . . . . . (1) 0,6
Kadar nitrogen, %
Hasil pengamatan kadar nitrogen lateks kebun yang tidak mengandung amoniak dan diperlakukan dengan berbagai dosis papain disajikan pada Gambar 1. Terlihat bahwa dari berkurangnya kadar nitrogen, penambahan papain pada lateks kebun cukup mampu menghidrolisis protein lateks. Juga terlihat bahwa semakin besar dosis papain yang ditambahkan, kadar nitrogen lateks semakin rendah. Hasil analisis tersebut sesuai dengan Harrow dan Mazur (1971), yang menyatakan bahwa kecepatan hidrolisis enzim meningkat pada konsentrasi enzim yang lebih besar dan waktu proses yang lebih lama. Efektifitas papain dalam menghidrolisis protein lateks karet alam didukung oleh hasil analisis dengan pendekatan statistik. Analisis keragaman memperlihatkan bahwa papain berpengaruh nyata dalam menurunkan kadar nitrogen lateks yang diperlakukan dengan papain. Analisis regresi, menghasilkan model matematika ordo ketiga. Hasil uji model menunjukkan bahwa model matematika tersebut mempunyai nilai koefisien determinan (R2) yang cukup tinggi yaitu 98,6%. Adapun persamaan matematika orde ketiga tersebut (1) adalah sebagai berikut.
0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0,0 0,00
0,05
0,07
0,10
Sumber: Hasil Pengolahan Data
0,20
Dosis papain, bsk
Gambar 1 Pengaruh dosis papain terhadap kadar nitrogen lateks kebun tanpa penstabil Pada Gambar 1 terlihat bahwa kadar nitrogen lateks yang dihasilkan masih tinggi, jauh diatas 0,08%, yaitu ambang batas kadar nitrogen lateks DPNR yang ditetapkan pada penelitian ini. Kondisi demikian menunjukkan bahwa papain tidak mampu menghasilkan lateks yang dikategorikan sebagai lateks DPNR. Hidrolisis protein oleh papain tidak berlangsung sempurna karena lateks telah
Jurnal Inovisi™ Vol. 6, No. 2, Oktober 2007
Proses Produksi Lateks Karet Alam Berprotein Rendah untuk Bahan Baku Siklisasi Karet Alam dalam Fasa Lateks
jika lateks semakin encer, ruang diantara molekul karet lebih longgar sehingga papain relatif lebih leluasa mencapai protein untuk menghidrolisisnya. Oleh karena itu selain parameter dosis papain, tingkat keenceran atau KKK lateks juga diprediksi berpengaruh pada penurunan kadar nitrogen lateks. Karena amoniak tidak dapat digunakan, sebagai penggantinya digunakan surfaktan, yang jenis dan dosisnya disesuaikan tahap sebelumnya, yaitu kombinasi 1 bsk Emal – 1 bsk Emulgen. Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2, selain menstabilkan sistim koloid lateks, surfaktan juga dapat meningkatkan efektifitas papain menghidrolisis protein yang menyelubungi molekul karet.
menggumpal dalam beberapa jam, karena lateks kebun yang diperlakukan dengan papain tersebut tidak ditambah bahan penstabil. Terjadinya penggumpalan lateks disebabkan mulai terhidrolisisnya protein yang seharusnya berfungsi sebagai penstabil koloid lateks, sehingga efek penstabilannya hilang. Menurut Kirk dan Othmer (1953) agar hidrolisis protein sempurna diperlukan waktu hidrolisis selama 16 - 24 jam.
Pengaruh keenceran lateks pada deproteinisasi lateks oleh papain
proses
Pada lateks yang mulai menggumpal, molekul karet saling mendekat sehingga ruang diantara molekul karet semakin rapat. Sebaliknya
Surfactant
Protein-Surfactant Micelle
Lipid-Surfactant Micelle
Lipid-Protein Membrane
Sumber: Schloman, 1997
Gambar 2 Mekanisme pelepasan protein dari selubung pelindung karet dalam lateks karena penambahan surfaktan
Log (Kadar nitrogen, %)
Pengaruh tujuh taraf variasi dosis papain yang ditambahkan pada tiga variasi KKK lateks yang distabilkan dengan surfaktan, terhadap kadar nitrogen lateks perlakuan disajikan pada Gambar 3. Ketujuh taraf variasi dosis papain tersebut adalah 0,0
0,00 bsk, 0,02 bsk, 0,04 bsk, 0,05 bsk, 0,06 bsk, 0,07 bsk dan 0,10 bsk; sedangkan ketiga taraf KKK lateks adalah sebesar KKK awal lateks kebun yang besarnya 32%, setengah KKK awal atau 16% dan KKK 10.
KKK 10 Lin KKK10
-0,2
KKK 16 Lin KKK16
KKK 32 Lin KKK32
-0,4 -0,6 -0,8 -1,0 -1,2 -1,4 0,00
0,02
0,04
0,06
0,08
0,10
0,12
Dosis papain, bsk Sumber: Hasil Pengolahan Data Gambar 3 Pengaruh dosis papain dan KKK lateks pada logaritmik kadar nitrogen lateks berpenstabil surfaktan Jurnal Inovisi™ Vol. 6, No. 2, Oktober 2007
105
Proses Produksi Lateks Karet Alam Berprotein Rendah untuk Bahan Baku Siklisasi Karet Alam dalam Fasa Lateks
Pada Gambar 3 terlihat bahwa papain mampu menghasilkan lateks DPNR dengan kadar nitrogen yang yang memenuhi persyaratan, yaitu < 0,08%. Pada KKK lateks yang sama, terlihat bahwa semakin besar dosis papain maka kadar nitrogen semakin kecil. Juga terlihat bahwa efektifitas deproteinisasi lateks juga dipengaruhi KKK atau tingkat keenceran lateks karena dengan menggunakan dosis papain yang sama, kadar nitrogen lateks semakin kecil dengan semakin kecilnya KKK lateks. Juga terlihat bahwa penambahan surfaktan pada lateks perlakuan semakin mengefektifkan hidrolisis protein lateks oleh papain. Dari kemiringan kurvanya, terlihat bahwa hidrolisis protein lateks oleh papain pada lateks yang lebih encer, yaitu lateks dengan KKK 10% lebih efektif. Lateks DPNR dengan kadar nitrogen terendah yaitu sebesar 0,065%, dihasilkan dari penggunaan papain sebesar 0,06 bsk yang ditambahkan pada lateks dengan KKK 10%. Dengan demikian kombinasi dosis papain sebesar 0,06 bsk dan KKK lateks berpenstabil 1 bsk Emal – 1 bsk Emulgen sebesar 10%, merupakan kombinasi terbaik untuk memproduksi lateks DPNR yang akan digunakan sebagai bahan baku siklisasi lateks. Deproteinisasi lateks dilakukan dengan cara membiarkan lateks perlakuan selama 24 jam pada suhu ruang, lalu dipekatkan dengan alat sentrifuse lateks.
Proses Produksi Lateks DPNR sebagai Bahan Baku Lateks untuk Siklisasi Lateks dengan Katalis Asam Sulfat Pemilihan lokasi sentra pengolahan lateks DPNR sangat kritis, karena mahalnya biaya angkut lateks kebun yang kamba, yang diperlukan sebagai bahan baku lateks DPNR. Lokasi yang tepat untuk sentra pengolahan lateks DPNR adalah di dalam areal kebun karet yang memiliki pabrik pengolahan lateks pekat, yang sudah memiliki berbagai sarana dan prasarana untuk pengolahan lateks. Lateks mudah menggumpal, sehingga penambahan surfaktan penstabil lateks harus dilakukan sesegera mungkin setelah lateks kebun terkumpul di lokasi kebun, agar tetap stabil selama perjalanan dari kebun ke lokasi pabrik. Agar penambahan surfaktan sesuai dengan dosis seharusnya, penambahan kekurangannya dilakukan setelah mengetahui KKK lateks yang sebenarnya. Secara teknis proses produksi lateks DPNR relatif sama dengan proses produksi lateks pekat biasa. Proses produksi lateks DPNR memerlukan waktu proses lebih lama, karena memerlukan proses deproteinisasi lateks, sebelum lateks dipekatkan dengan alat sentrifus (Gambar 4). Pada tahap deproteinisasi lateks, protein dihidrolisis oleh papain menjadi asam-asam amino yang pada pemekatan lateks, asam amino yang larut dalam air terbuang bersama serum (lateks skim).
Mangkok U Piringan
Keluaran Lateks Pekat
Lubang Piringan Keluaran Skim Bowl Sumber: Hasil Pengolahan Data Gambar 4 Skema alat sentrifuse lateks Secara visual lateks DPNR tidak berbeda dari lateks kebun maupun dari lateks pekat konvensional, karena sama-sama berwarna putih susu. Hasil lengkap analisis lateks DPNR beserta hasil analisis lateks kebun dan lateks pekatnya disajikan pada Tabel 3. Terlihat bahwa ciri utama dari lateks berprotein rendah, yaitu kadar nitrogen 106
karet mentahnya yang < 0,08% dipenuhi oleh lateks DPNR yang dihasilkan dalam penelitian ini. Juga terlihat bahwa selain pada kadar nitrogen, perbedaan antara lateks DPNR dengan lateks pekat biasa adalah pada nilai viskositas Mooney dan ASHT (uji pengerasan yang dipercepat).
Jurnal Inovisi™ Vol. 6, No. 2, Oktober 2007
Proses Produksi Lateks Karet Alam Berprotein Rendah untuk Bahan Baku Siklisasi Karet Alam dalam Fasa Lateks
Tabel 3 Karakterisasi lateks DPNR bahan baku untuk siklisasi Parameter Lateks kebun Lateks pekat Lateks DPNR Putih susu Putih susu Putih susu Warna lateks 60,1 60,0 34,0 KKK, % 61,4 61,4 KJP, % 1,3 1,4 KJP – KKK, % 0,024 0,031 Bilangan ALE 375 360 WKM, detik 0,07 0,28 0,51 Kadar nitrogen, % 76,4 87,8 71,2 Viskositas Mooney, unit 8,0 16,0 15,5 ASHT, satuan
Standar Min. 60 Min. 62 Maks. 2,0 Maks 0,1 650 -
Sumber: Hasil Pengolahan Data
Analisis spektrum infra spektrofotometer FTIR
merah
dengan
Lateks kebun, lateks pekat dan lateks DPNR, ketiganya merupakan karet alam, yang hanya berbeda kadar protein atau panjang rantai molekulnya. Oleh karena itu hasil analisis
spektroskopi infra merah karet dari ketiga lateks tersebut harus memperlihatkan adanya pita khas untuk karet alam (Gambar 5). Perbedaannya hanya pada pita 3500 cm-1 dan 1600 cm-1 (tanda panah) yang menunjukkan vibrasi ulur gugus amina (N-H) sekunder dari protein.
Karet dari lateks kebun
Karet dari lateks pekat
Karet dari lateks DPNR
Bilangan gelombang, cmSumber: Hasil Pengolahan Data
Gambar 5 Spektra infra merah karet mentah dari lateks kebun, dari lateks pekat dan dari lateks DPNR
Silisasi Lateks DPNR dengan Katalis Asam Sulfat Teknologi siklisasi lateks selama ini tidak berkembang karena masih menghadapi kendala dalam kinerja proses siklisasi, khususnya pada tahap pemisahan produk hasil siklisasi. Bobot asam sulfat yang digunakan pada teknologi siklisasi tersebut minimal sebesar satu kali bobot lateks pekat, agar kadar asam sulfat dalam serum lateks sebesar 67,5% – 70% dapat terpenuhi. Lateks pekat yang digunakan merupakan hasil pemekatan lateks kebun, yang diawetkan dengan 0,4% – 0,8%
amoniak, yang sebelum digunakan ditambah 1,75% – 2% surfaktan. Pada teknologi siklisasi tersebut, siklisasi dilakukan pada suhu 107 0C + 2 0C, minimal selama 2,5 jam (Darmisih, 1961). Pada penelitian ini siklisasi lateks dilakukan pada lateks DPNR, dengan menggunakan asam sulfat pekat spesifikasi teknis sebagai katalis. Uji coba siklisasi dilakukan pada lateks DPNR dengan kadar nitrogen sebesar 0,07% dan pada lateks pekat biasa berkadar nitrogen 0,28% sebagai pembanding. Kedua lateks tersebut diproduksi dengan menggunakan kombinasi 1 Emal
Jurnal Inovisi™ Vol. 6, No. 2, Oktober 2007
107
Proses Produksi Lateks Karet Alam Berprotein Rendah untuk Bahan Baku Siklisasi Karet Alam dalam Fasa Lateks
dan 1 bsk Emulgen sebagai bahan penstabil. Agar tidak menggumpal ketika ditambah asam sulfat pekat dalam proses siklisasi, kedua lateks tersebut masih memerlukan tambahan 2 bsk Emulgen. Asam sulfat yang digunakan adalah asam sulfat teknis kadar 98%, yang ditambahkan sebanyak jumlah tertentu yang menghasilkan kadar asam sulfat dalam serum sebesar 61%. Siklisasi dilakukan dengan cara memanaskan campuran lateks – asam sulfat pada suhu 97 0C + 2 0 C selama 2,5 jam. Pada tahap awal pencampuran asam sulfat pekat dengan lateks dilakukan dalam reaktor gelas, sambil didinginkan dalam bejana atau bak yang berisi air yang mengalir (Gambar 6). Campuran lateks – asam yang terbentuk berwarna ungu dan intensitas warnanya relatif semakin tua, dengan semakin besarnya dosis asam sulfat dan ketika disiklisasi dalam reaktor yang dilengkapi pengaduk mekanik.
Sumber: Hasil Pengolahan Data
Gambar 6 Percobaan siklisasi lateks skala laboratorium Perubahan warna lateks menjadi ungu tersebut diduga disebabkan berkurangnya ikatan rangkap pada molekul karet alam, karena molekul karet alam tersebut telah tersiklisasi, yang mana prosesnya diikuti dengan berkurangnya ikatan rangkapnya. Ikatan rangkap merupakan gugus kromofor yang berpengaruh pada panjang gelombang sinar tampak. Berkurangnya gugus
kromofor tersebut menyebabkan frekwensi gelombang cahaya bergeser ke arah panjang gelombang sinar ultra ungu, sehingga lateks yang molekul karetnya tersiklisasi terlihat berwarna ungu. Spektrum karet alam memiliki pita khas, salah satunya pita pada 830 cm-1 yang menunjukkan gugus C=C trialkil tersubstitusi (Goonetilleke et al., 1993). Proses siklisasi akan merubah struktur molekulnya dari semula berupa rantai terbuka menjadi struktur siklis, sehingga pita-pita serapan infra merahnya juga berubah. Tersiklisasinya molekul karet alam dapat diketahui dari berkurangnya intensitas pita 830 cm-1 tersebut dan munculnya pita 880 cm-1 yang khas KA siklo, dan tidak terdapat pada spektrum karet alam. Semakin besar derajat siklisasi maka pita khas 880 cm-1 tersebut semakin tajam, sedangkan pita khas karet alam pada 830 cm-1 semakin hilang. Pada spektrum karet alam yang tidak tersiklisasi sempurna, terlihat adanya kedua pita khas untuk karet alam dan produk siklisasinya tersebut, yaitu berturut-turut pita 880 cm-1 dan 830 cm-1, sedangkan pada spektrum karet alam yang tersiklisasi sempurna, pita khas karet alam pada 830 cm-1 sudah tidak terlihat. Pada Gambar 7 disajikan perbedaan spektrum karet alam dari lateks DPNR serta spektrum produk siklisasi tidak sempurna dan produk siklisasi sempurnanya. Hasil pengamatan kinerja proses dan karakter produk siklisasi lateks DPNR dan lateks pekat pembandingnya disajikan pada Tabel 4. Terlihat bahwa kinerja siklisasi lateks DPNR lebih baik dari kinerja siklisasi lateks pekat. Pada pengenceran, campuran lateks DPNR – asam sulfat segera memisah dengan serum jernih, sedangkan campuran lateks pekat – asam sulfat tidak sgera memisah dan serumnya keruh keputihan. Produk NR siklis yang dihasilkan kedua jenis lateks juga berbeda, yang mana NR siklis dari lateks DPNR berupa serbuk putih, sedangkan yang dari lateks pekat berupa krep kecoklatan.
Tabel 4 Hasil karakterisasi NR siklis dari berbagai jenis lateks Jenis bahan baku lateks DPNR Pengenceran campuran lateks – asam Serum pengenceran lateks perlakuan Penampakan produk Ketidak-jenuhan produk Kelarutan dalam pelarut hidrokarbon
Fraksi produk segera memisah Fraksi produk tidak segera memisah Keruh keputihan Jernih Krep kecoklatan Serbuk putih 0,2590 0,1927 Mudah larut, dengan warna larutan Mudah larut, dengan warna kekuningan larutan kekuningan
Sumber: Hasil Pengolahan Data
108
LP
Jurnal Inovisi™ Vol. 6, No. 2, Oktober 2007
Proses Produksi Lateks Karet Alam Berprotein Rendah untuk Bahan Baku Siklisasi Karet Alam dalam Fasa Lateks
Perbedaan proses produksi lateks DPNR dengan proses produksi lateks pekat biasa adalah tidak digunakannya amonia sebagai penstabil lateks, diganti dengan surfaktan, dan diperlukannya tahap hidrolisis protein lateks yang dilakukan dengan cara menyimpan lateks perlakuan dalam tangki lateks yang sudah ada selama 20 – 24 jam, sebelum dipekatkan dengan alat sentrifus. Oleh karena itu proses produksi lateks DPNR memerlukan waktu proses yang sedikit lebih lama dari proses pengolahan lateks pekat konvensional. Proses produksi lateks DPNR untuk bahan baku siklisasi lateks diawali dengan perlakuan pada lateks kebun segar yang baru disadap di lokasi kebun. Mula-mula lateks kebun segar yang dianggap memiliki KKK sebesar 30%, ditampung dan disaring dari kotorannya. Penetapan dugaan KKK awal tersebut diperlukan untuk penambahan sistim surfaktan yang ditetapkan pada tahap sebelumnya, yaitu 1 bsk Emal – 1 bsk Emulgen, yang perlu segera ditambahkan untuk mencegah penggumpalan awal (prakoagulasi) selama perjalanan dari kebun ke lokasi laboratorium. Penambahan surfaktan seharusnya bergantung pada jumlah karet kering dalam lateks, sehingga diperlukan keterangan mengenai KKK lateks yang sebenarnya. Penambahan surfaktan di lokasi kebun hanya sebesar setengah dosis dari yang seharusnya ditambahkan pada lateks dengan anggapan KKK 30%, sedangkan kekurangan dari dosis surfaktan yang seharusnya dilakukan di lokasi pabrik, setelah KKK lateks ditentukan.
Hasil uji coba siklisasi tersebut memperlihatkan bahwa protein dalam lateks menghambat proses siklisasi, sehingga kinerja siklisasi lateks DPNR lebih baik dari pada kinerja siklisasi lateks pekat biasa yang kadar proteinnya masih tinggi. Dibandingkan dengan teknologi siklisasi terdahulu seperti yang dilakukan Darmisih (1961), seperti yang disajikan pada Tabel 5, siklisasi lateks DPNR memperlihatkan sejumlah keunggulan. Perbedaan utamanya adalah lebih sedikitnya jumlah asam sulfat pekat yang diperlukan untuk menghasilkan KA siklo, kinerja siklisasinya memperlihatkan gejala pemisahan produk jika lateks perlakuan diencerkan, serta derajat siklisasi produk sekitar 80% dan larut dalam pelarut hidrokarbon.
Kajian Kelayakan Teknis Produksi Lateks DPNR, Bahan Baku Siklisasi Lateks
Faktor kritis lain yang menentukan pemilihan lokasi agroindustri lateks DPNR meliputi perijinan, ketersediaan listrik, air dan ruang terbuka untuk pembangungan kolam penampungan limbah pengolahan lateks DPNR, beserta kolam untuk instalasi pengolahan limbah (IPAL). Oleh karena secara teknis proses produksi lateks DPNR relatif sama dengan proses produksi lateks pekat konvensional, maka lokasi yang paling tepat untuk sentra pengolahan lateks DPNR adalah di dalam areal kebun karet yang memiliki pabrik pengolahan lateks pekat, yang sudah memiliki berbagai sarana dan prasarana untuk pengolahan lateks. Tabel 5 Kondisi siklisasi lateks terbaik, kinerja siklisasi dan karakter produk siklisasi hasil penelitian dan teknologi BPPK Parameter Bahan baku lateks
Teknologi siklisasi penelitian
Teknologi siklisasi terdahulu
Lateks DPNR bebas amonia
Lateks pekat beramonia
2 bsk
1,75 – 2,00 bsk
Diaduk 30 menit, 200 rpm
Ditambahkan sambil diaduk dan didiamkan semalaman
Yang menghasilkan kadar asam sulfat dalam serum sebesar 60,5% – 61,5%
Minimal sebanyak satu kali bobot lateks
Sekaligus
Bertahap
Dosis surfaktan Penambahan surfaktan Dosis asam sulfat
Penambahan asam
0
95 C – 98 C
115 0C – 118 0C
Suhu siklisasi
2,5 jam
Minimal 2,5 jam
Lama siklisasi
Diencerkan dengan air panas
Dicampur lateks, lalu dituang ke air panas
Penghentian reaksi dan pemisahan produk
0
Krep masterbat siklo Serbuk lembut, putih
Produk siklisasi
Sekitar 50%
Sekitar 80%
Derajat siklisasi
Tidak larut dalam pelarut hidrokarbon
Larut dalam pelarut hidrokarbon
Kemampuan larut produk
Sumber: BPPK, 1954; Darmisih, 1961 Jurnal Inovisi™ Vol. 6, No. 2, Oktober 2007
109
Proses Produksi Lateks Karet Alam Berprotein Rendah untuk Bahan Baku Siklisasi Karet Alam dalam Fasa Lateks
9/1961. Balai Penyelidikan dan Pemakaian Karet Bogor.
Kesimpulan Enzim papain berfungsi dengan baik menghidrolisis protein dalam lateks alam. Kombinasi 0,06 bsk papain dengan kombinasi dengan 1 bsk surfaktan Emal / 1 bsk Emulgen sebagai penstabil lateks, paling efektif menghidrolisis protein lateks KKK 10%. Kombinasi tersebut mampu menurunkan kadar nitrogennya dari 0,49% menjadi 0,07%, atau pengurangan sebesar 85,71%. Berkurangnya protein lateks juga dapat diamati dari spektra infra merah lateks DPNR, dimana dari hilang atau berkurangnya puncak transmisi untuk amina (3500 cm-1), yang khas untuk protein. Secara visual, lateks DPNR tidak berbeda jauh dari lateks pekat biasa, namun viskositas Mooneynya jauh lebih rendah. Selain kadar nitrogen yang jauh lebih rendah, perbedaan lain antara lateks DPNR dengan lateks pekat biasa adalah pada bilangan ALE dan viskositas Mooney yang lebih rendah. Dari uji coba siklisasi dapat diketahui bahwa protein menghambat reaksi siklisasi, sehingga kinerja siklisasi lateks DPNR dengan kadar nitrogen 0,07% lebih baik dari siklisassi lateks pekat biasa. NR siklis yang dihasilkan lateks DPNR berupa serbuk putih dengan ketidak-jenuhan molekul sebesar 0,1927, sedangkan NR siklis dari lateks pekat berupa krep kecoklatan dengan ketakjenuhan sebesar 0,2590
Daftar Pustaka Alfa, A.A., I. Sailah dan C. Pandji. 2003. Produksi Karet Alam Berprotein Rendah Dari Lateks Menggunakan papain Sebagai Penghidrolisis Protein. Jurnal Iptek Material 3(1), p.24-32. BPPK. 1954. Pembuatan Karet Siklo (Cyclisde Rubber) dari Lateks Pekatan. Dokumen intern No. LT 37/54. Balai Penyelidikan dan Pemakaian Karet, Bogor. Chin, P.S. and J.F. Smith,. 1974. DPNR – Preparation and Properties. Rubb. in Engineering Conf. Kuala Lumpur, 1974. Darmisih. 1961. Menentukan Ketidak djenuhan dari Karet Siklo Untuk Mengira-ngirakan Susunan Karet Siklo. Laporan Intern No.
110
Fukushima, Y. S. Kawahara and Y. Tanaka 1998. Synthesis of Graft Copolymers from Highly Deproteinised Natural Rubber, J. nat. Rubb. Res. 1 (3), 154-166. Gelling, I.R. 1991. Epoxidised Natural Rubber, J. Nat Rubb. Res., 6, 184. Goonetilleke, P, S.M.C.E. Silva, L.P. Witharana and I. Denawaka. 1993. Preparation and characterization of soluble cyclised rubber fromNatural Rubber Latex. Proceed. International Rubber Conference. 429-439. dan Mazur. 1971. Texbook of W. B. Sownders, Co., Philadelphia, London.
Harrow,
B.
Biochemistry.
Kirk, R. E. dan D. F. Othmer. 1953. Encyclopedia of Chemical Technology. Vol II. The Interscience Publisher Inc., New York. Naunton, W.J.S. 1961 The Applied Science of Rubeer. Edward Arnold (Publisher) Ltd., London. 90-99. Schloman, W.W. 1997. A Water-Based Process for the Removal of Latex Allergens. Dept. of Chemistry, The University of Akron, Akron. Subramaniam, A.1993. Characterisation of natural rubber. Proc. Int. Rubb. Tech. Conf. 1993, Kuala Lumpur, 19-36. Tanaka, Yasuyuki. 1998. A New Approach to Produce Highly Deproteinized Natural Rubber. Kuliah Tamu Mengenai Karet Alam, Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor, Bogor. Webster, C. C dan W. J. Baulkwill. 1989. Rubber. John Wiley and Sons, Inc, New York. Yapa,
P.A.J dan S. Yapa. 1984. Recent Developments in The Manufacture of Deproteinized Natural Rubber. Proceed. Of
International Rubber Conference Srilanka. 2 (1). 145-160.
Jurnal Inovisi™ Vol. 6, No. 2, Oktober 2007
of