BAB III KONSEP PERANCANGAN
3.1 Tujuan Komunikasi Film dokumenter memiliki perjalanan yang cukup panjang, mulai berfungsi sebagai pengamat pertumbuhan hewan hingga sebagai sarana propoganda, akan tetapi kekuatan dokumenter yang menyajikan suatu realitas nyata dalam sebuah film tidak di ragukan lagi. Dokumenter dianggap sebagai karya audio visual yang jujur dan tanpa adanya aktor pengganti yang memerankan sebuah peran yang kemudian telah di setting sedemikian rupa hingga mirip dengan kisah nyatanya. Hal ini pun kemudian di amini oleh salah satu tokoh dokumenter asal Rusia yaitu Dizag Vertov, pada tahun 1922 vertov memperkenalkan sebuah julukan baru untuk karya dokumenter yang disebutnya sebagai Kino-Pradava yang dalam bahasa Inggris sama dengan Film Truth (Film kebenaran). Kino – Pradava ini kemudian di kembangkan oleh para dokumentaris asal Prancis dipertengahan tahun 1950 dengan penyempurnaan teori yang di sebut sebagai Cinema Verite(Film Kebenaran). Cinema Verite dianggap mampu mengetengahkan realitas visual secara sederhana dan apa adanya, yang diyakini dapat mempertahankan atau menjaga spontanitas aksi dan karakter lokasi otentik sesuai realita. Dengan begitu film dokumenter di nilai sebagai film kebenaran yang jujur menyajikan sebuah realita. Kejujuran ini yang membuat peneliti tertarik untuk menggunakan metode menjawab hipotesis awal dengan menggunakan
38
http://digilib.mercubuana.ac.id/
39
film dokumenter, karena kejujurannya dalam mengungkap fakta dan hasilnya tidak hanya berbentuk laporan tulisan hasil pengamatan tetapi juga ada bukti visual yang dapat di tunjukkan sebagai hasil dari pengamatan. Sehingga peneliti bisa mendapatkan kepercayaan penonton dan pesan – pesan serta hasil yang peneliti sampaikan dalam film ini dapat diterima dengan baik oleh penonton. 3.2 Strategi Komunikas Karya aplikatif dengam menggunakan pendekatan visual Cinema Verite memudahkan untuk mendapatkan kepercayaan dari penonton pada film ini. Dan
pendekatan
digunakan
adalah
observasi
yang
hampir
tidak
menggunakan narator, menampilkan dialog antar subjek – subjek agar dapat menampilkan realitas secara langsung di hadapan penonton. Kedua pendekatan ini secara audio dan visual diharapkan dapat membangkitkan keinginan penonton untuk menyaksikan film ini hingga selesai dan juga meningkatkan pengetahuan penonton tentang informasi – informasi yang disampaikan dalam film ini. 3.3 Analisis Spesifikasi Program 3.3.1
Deskripsi Program Film dokumenter Pentas Koplo menggunakan pendekatan
naratif ini bertema cultural studies, menceritakan perjalanan dangdut koplo sebagai salah satu musik dalam genre dangdut yang di sebut – sebut sebagai antitesis dari musik dangdut itu sendiri, dangdut koplo yang tumbuh dari akar rumput di pranata sosial masyarakat marjinal
http://digilib.mercubuana.ac.id/
40
kini tumbuh seolah memperlihatkan identitas baru nya, yang kemudian apakah hal ini dimaknai sama oleh para penggiat dangdut koplo atau hanya sebatas sarana hiburan tanpa ada maksud tertentu. Dengan begitu dalam film dokumenter ini akan menjawab keberadaan mereka dalam nuansa marjinal dan identitas. a. Format Program
: Film, Non- Fiksi, Dokumenter
b. Format Media
: AVI dan DVD
c. Judul Program
:Pentas Koplo
d. Durasi Program
: 24 menit
e. Target Penonton
: -
3.3.2
Usia: Dewasa dan Orang Tua Jenis Kelamin:Laki – laki dan Perempuan Status Ekonomi:(B) Menengan Keatas
Konsep Eksekusi Karya Eksekusi dokumenter Pentas Koplo ini dilakukan dalam tiga
tahapan yaitu pra produksi, produksi, dan pasca produksi. Pra produksi adalah tahapan awal untuk merumuskan konsep dan strategi dalam proses filming di tahap kedua. Pra produksi ini meliputi beberapa tahap: Riset (mengelolah gagasan, menentukan fenomena, menentukan dimensi – dimensi penceritaan, menyusun premis, menghimpun film refrensi), menyusun proposal, menyusun sinopsis, hunting lokasi, menyusun treatment script , menentukan alat produksi dan budget. Produksi adalah tahapan filming setelah proses persiapan di tahapan pra produksi, tahapan ini juga di sebut tahap filming.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
41
Pasca produksi adalah tahapan terakhir untuk menyusun gambar – gambar yang telah di ambil pada tahapan selanjutnya. Tahapan pasca ini meliput: review hasil filming, menyusun naskah, editing offline, editing suara, dan editing online (finishing). 3.3.3
Alasan Pemilihan Karya Pasca reformasi bergulir masyarakat Indonesia merasa bahwa diri
mereka bebeas, dan mereka yakin bahwa akan dapat energi serta harapan baru di era reformasi ini. Tidak hanya persoalan politik dan ekonomi yang di protes dan dirombak habis, ternyata di sebelah timur pulau jawa tepatnya di kota Pasuruan lahir musik yang dianggap dapat membuat penikmatnya melayang, bahagia, penuh energi dan harapan yang di sebut dangdut koplo. Dangdut koplo mulai hadir sebagai idola baru di masyarakat, kepopulerannya menjalar hingga daerah Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jakarta. Perjalanan dangdut koplo hingga saat ini tidak luput dari adanya peranan – peranan masyarakat yang membawa ideologi mereka dalam pengembangan musik koplo ini, kemudian ideologi itu di olah dalam wacana – wacana yang dikembangkan untuk mendongkrak popularitas koplo dengan berbagai macam latar belakang ideologi yang diusung. Karena kesamaan atas pembentukan wacana ini dangdut koplo dan jajaran pentasnya semakin populer dan diminati masyarakat.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
42
3.3.4
Gambaran Isi Pesan dan Media Promosi Diantara wacana pro dan kontra yang bergulir, pentas tetap lah
pentas yang harus berjalan memaparkan kegembiraan. Dipanggung yang lain mereka yang kontra juga menunjukkan pementasannya, pentasan wacana yang terus di gulirkan mengenai dangdut koplo dan segala momok moralitasnya. Dengan konflik dan kesenjangan yang ada dangdut koplo akan terus di pentaskan diatas panggung dan juga di pentaskan dalam wacana mereka, sampai batas waktu yang belum di tentukan.Film dokumenter Film Pentas Koplo ini memiliki kandungan isi pesan yang menampilkan berbagai macam wacana, dimaksudkan bawhwa penonton dapat menilai pesan – pesan moral yang disampaikan dalam film ini dalam memandang suatu hal yang sudah diwacana buruk sebelumnya, belum tentu hal itu di pandang sebagai hal yang buruk tetapi dalam fenomena ini sisi positifnya dapat penonton ambil bahwa tidak selamanya yang diwacanakan buruk akan terlihat buruk, dan tidak selamanya yang diwacanakan baik tidak terlihat baik, ini kembali lagi terhadap penilaian penonton, ingin menggunakan kacamata siapa dan seperti apa. 3.4 Time Table dan Anggaran 3.4.1 No / Bulan
Time Table
Juni Juli Sept
Okt Nov
Des
Pra Produksi Riset
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Jan
Feb
Mar
43
Menyusun proposal Menyusun sinopsis Hunting Lokasi Treatment script Persiapan Alat Produksi Filming Pasca Produksi Review hasil gambar Menyusun naskah Editing offline Mixing Finishing
3.4.2
Anggaran Anggaran Pra Produksi
No
Item
Rincian
1
dandgut koplo
2
Telfon, print, dan fotocopy
2 orang
Belaya Rp
Jumlah
50.000,00
Rp 100.000,00
Rp 200.000,00
Rp 400.000,00
Rp 300.000,00
Rp 600.000,00
3
Dokumentasi
Kamera Canon 600D (lensa standart), lampu LED, & Tape Recorder
4
Logistik
konsumsi untuk tim riset
Rp 100.000,00
Rp 200.000,00
Bensin Jakarta - Pasuruan Jakarta
Rp1.236.200,00
Rp1.236.200,00
5
Akomodasi & Transportasi tim riset
http://digilib.mercubuana.ac.id/
44
Hotel
Rp 375.000,00
Total
Rp 750.000,00
Rp
3.286.200,00
Anggaran Produksi No Item 1 Kamera
Rincian Canon 5D Canon 60D Fix f8/50 Wide 16/35 Wide 24/70 Tripod Monopod
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Biaya 450.000,00 400.000,00 75.000,00 200.000,00 200.000,00 75.000,00
Jumlah Rp2.250.000,00 Rp2.000.000,00 Rp 375.000,00 Rp1.000.000,00 Rp1.000.000,00 Rp Rp 375.000,00
2
Lensa
3
Tripod
4
Tape Recorder
Sony
Rp
50.000,00
Rp 250.000,00
5
Lampu
LED Extream 32 GB
Rp 100.000,00
Rp 500.000,00
Rp 600.000,00
Rp 600.000,00
Bensin Jakarta - Pasuruan Jakarta
Rp1.236.200,00
Rp1.236.200,00
Bensin Jakarta Konsumsi Kru Hotel 5 Hari
Rp 200.000,00 Rp 150.000,00 Rp 375.000,00
Rp 200.000,00 Rp 750.000,00 Rp1.875.000,00
6
7
8
SD Card
Akomodasi & Transportasi
Lain - lain Total
Rp1.000.000,00 13.411.200,00
Rp
Anggaran Pasca Produksi N o 1
Alat editing
2
Studio
3 4 5 6 7
Narator Subtittle DVD Print & Fotokopi Poster
Item
Rincian
Biaya Rp
Jumlah -
Rp
-
Keperluan backsound
Rp
500.000,00
Rp
500.000,00
5 buah
Rp Rp Rp Rp Rp
300.000,00 200.000,00 20.000,00 500.000,00 10.000,00
Rp Rp Rp Rp Rp
300.000,00 200.000,00 100.000,00 500.000,00 20.000,00
2 Buah
http://digilib.mercubuana.ac.id/
45
8 9
Roll Benner Lain – lain
2 Buah Total
Rp
100.000,00 Rp
Rp Rp
200.000,00 200.000,00 2.020.000,00
Anggaran Keseluruhan No Tahap 1 Pra Produksi 2 Produksi 3 Pasca Produksi Total
Biaya Rp 3.286.200,00 Rp 13.411.200,00 Rp 2.020.000,00 Rp 18.717.400,00
3.5 Konsep Perancangan Dalam film dokumenter Pentas Koplo ini di buka dengan gambar – gambar identitas musik dangdut yang berada di daerah Jawa dan pinggiran Jakarta, memperlihatkan secara geografis dimana letak panggung – panggung yang akan di dirikan di setiap malamnya untuk acara yang mereka sebut sebagai pesta rakyat. Hal tersebut akan di sambungkan dengan kehadiran dangdut koplo sebagai suara kaum marjinal dimana masyarakat yang menghadiri pesta rakyat adalah masyarakat dari kelas menengah kebwah yang tidak memiliki pilihan hiburan lain selain dangdut koplo ini. Karena mayoritas masyarakat membutuhkan hiburan dangdut koplo dengan begitu banyaknya masa yang dapat di kumpulkan oleh dangdut koplo, dengan begitu muncul statement yang mengatakan bahwa dangdut koplo sebagai suara Indonesia. Indonesia memiliki potensi yang kemudian dilihat ada pada tubuh dangdut koplo. Acara yang memerlukan masa banyak melibatkan dangdut koplo sebagai penarik masyarakat untuk berkumpul, ini yang menjadi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
46
pemanfaatan bagi pedangdut untuk lebih luas mengaktualisasikan diridan juga ladang manfaat bagi yang punya hajat untuk memuluskan penanaman informasi nya sebagai pihak penguasa masa. Di sisi lain dangdut koplo yang hadir dari panggung ke panggung di kota – kota kecil memiliki tujuan yang sama untuk dapat menampilkan dirinya di panggung ibu kota. Ibu kota sebagai tolok ukur kesuksesan yang mereka idamkan. Dangdut koplo kini mulai masuk di televisi – televisi Indonesia dan kini mulai memiliki tempat di hati penonton. Akan tetapi sekejap dangdut koplo mulai hilang dari layar kaca, pertimbangan ratting dan share yang mengharuskan untuk mengganti hiburan dangdut koplo dengan hiburan lainnya yang memiliki untung menjanjikan yaitu mengacu pada ratting dan share yang tinggi. Pada akhirnya membawa mereka untuk kembali berjalan dari panggung satu kepanggung lainnya. Kembalinya pedangdut ke panggung – panggung hiburan masyarakat desa menjadi hiburan yang tak akan pernah cukup untuk mereka penikmat dangdut koplo yang sudah memiliki keterikatan dengan musik ini, penonton yang menikmatinya dengan nyaman, bergairah, dan bahagia seakan dapat menjadi pengobat dari segala kepenatan hidup yang mereka jalani sejak pagi, segala keluh kesah hilang malam itu, melayang seakan telah mengkonsumsi pil koplo yang setelah meminumnya mereka terasa melayang, dan bebas. Potensi seperti ini kemudian menjadikan dangdut koplo sebagai suara masyarakat yang haus akan hiburan karena sepanjang harinya penuh dengan tekanan krisis ekonomi yang tak kunjung usai. Dengan kesamaan latar
http://digilib.mercubuana.ac.id/
47
belakang ini mereka bersatu dalam satu pementasan hiburan pada malam itu sebagai pedangdut dan sebagai penikmat dangdut
yang menumpahkan
seluruh keluh kesah nya di pementasan itu. Inilah yang kemudian mengidentifikasikan dangdut koplo sebagai suara kaum marjinal yang merujuk pada cerminan masyarakat Indonesia.
http://digilib.mercubuana.ac.id/