MENJADI MANUSIA OTENTIK Penulis : Reza A.A. Wattimena G. Edwi Nugrohadi A. Untung Subagya
Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun, secara elektronis maupun mekanis, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan teknik perekaman lainnya, tanpa izin tertulis dari penerbit.
Ruko Jambusari No. 7A Yogyakarta 55283 Telp. : 0274-889836; 0274-889398 Fax. : 0274-889057 E-mail :
[email protected]
Wattimena, Reza A.A.; Nugrohadi, G. Edwi; Subagya, A. Untung MENJADI MANUSIA OTENTIK/Reza A.A. Wattimena; G. Edwi Nugrohadi; A. Untung Subagya - Edisi Pertama – Yogyakarta; Graha Ilmu, 2013 viii + 140 hlm, 1 Jil.: 26 cm. ISBN:
978-979-756-921-1
1.Filsafat
I. Judul
KATA PENGANTAR
O
tentisitas sejatinya menjadi dambaan setiap orang. Tidak ada satu manusiapun yang menolak cita-cita untuk menjadi otentik. Kendati demikian, gagasan otentisitas itu sendiri tidak serta merta digandrungi oleh setiap orang. Di sinilah kontradiktifnya. Ada banyak hal yang melatarbelakanginya. Dengan dasar itulah para penulis buku ini mencoba untuk mengkonstruksi gagasan otentisitas dalam konteks pembelajaran, utamanya adalah pembelajaran dalam dunia pendidikan tinggi. Dengan selesainya buku ini, kami menghaturkan puji dan syukur kepada Tuhan, karena semuanya ini terjadi berkat kelimpahan rahmatNya. Kami menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, kami mengharapkan masukan agar di masa yang akan datang atau dalam penerbitan-penerbitan berikutnya, kami dapat menyajikan hal yang lebih baik daripada apa yang sudah dijalankan ini. Kritik, saran, dan masukan dapat Anda kirimkan ke
[email protected]. Dalam kesempatan ini, para penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kemunculan buku ini. Kami yakin bahwa sulit untuk menyebutkan peran masingmasing pihak tersebut satu per satu. Tuhan pasti membalas segala kebaikan Anda semua sesuai de ngan kemurahanNya. Akhir kata, kami mengucapkan selamat menikmati buku ini. Semoga dengan membaca buku ini, gagasan otentisitas manusia singgah dalam kesadaran Anda, dengan harapan bahwa gagasan tersebut akan ditransformasikan dalam sikap dan perilaku sehari-hari. Melalui hal itulah, salah satunya, kehidupan yang lebih humanis akan berkembang.
Salam Hormat, Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI PROLOG: MENJADI MANUSIA OTENTIK BAB 1 MANUSIA DAN MOTIVASI HIDUP Tiga Kerangka Teori Pemadatan Kerangka Teori Pertanyaan-pertanyaan Reflektif
v vii 1 7 8 10 13
BAB 2
MANUSIA DAN KESADARAN Behaviorisme dan Kritik terhadap Dualisme Kritik terhadap Behaviorisme Menuju Teori tentang Kesadaran Pemadatan Teori Lebih Jauh Pertanyaan-pertanyaan Reflektif
15 16 17 18 21 22
BAB 3
MANUSIA DALAM KETEGANGAN DETERMINISME DAN KEBEBASAN Kebebasan Relatif Tuhan dan Kebebasan Manusia Kebebasan dan Hukum Sebab Akibat Pertanyaan-pertanyaan Reflektif
25 27 29 30 32
BAB 4 BAB 5
MANUSIA DAN KEBENARAN Kebenaran dan Obyektivitas Kebenaran dan Kebahagiaan Pertanyaan-pertanyaan Reflektif MANUSIA DAN HASRAT Hasrat dan Filsafat Pertanyaan-pertanyaan Reflektif
35 38 40 47 49 51 54
viii
Menjadi Manusia Otentik
BAB 6 BAB 7
MANUSIA DAN KEJAHATAN MENEROPONG SIS GELAP JIWA MANUSIA Symbolism of Evil Noda Jiwa Dosa Rasa Bersalah Pertanyaan-pertanyaan Reflektif
55 65 67 68 70 72 75
BAB 8
MANUSIA DAN TUBUH (SEBUAH PENDEKATAN FENOMENOLOGIS) Tubuh dan Dunia: Refleksi Lebih Jauh Pemadatan Teori Lebih Jauh Pertanyaan-pertanyaan Reflektif Filsafat dan Kerja
77 81 83 84 87
BAB 9
MANUSIA DAN KERJA Kerja dan Organisasi Dimensi Fisiologis Kerja Dimensi Psikologis Kerja Dimensi Sosial Kerja Dimensi Ekonomis Kerja Dimensi Kekuasaan Kerja Pertanyaan-pertanyaan Reflektif
87 88 90 91 93 94 95 95
BAB 10
MANUSIA DAN MASYARAKAT Latar Belakang dan Ciri Khas Pemikiran Bordieu Konsep Habitus: Upaya Teoritis untuk Menjembatani Dikotomi Antara Pelaku dan Struktur Tanggapan Kritis Atas Pemikiran Bourdieu Pertanyaan-pertanyaan Reflektif
97 100 102 108 110
BAB 11 MANUSIA DAN KEMATIAN Filsafat dan Psikologi Kematian Pertanyaan-pertanyaan Reflektif
113 118 123
EPILOG: MENJADI MANUSIA OTENTIK Otentisitas yang Elusif Otentisitas dan Eksistensialisme Filsafat dan Otentisitas Etika Otentisitas? DAFTAR PUSTAKA
125 125 126 129 132 137 -oo0oo-
PROLOG: MENJADI MANUSIA OTENTIK
O
rang yang otentik adalah orang yang bahagia. Mereka adalah orang bebas. Otentisitas adalah hal terindah yang bisa ditawarkan oleh kehidupan kepada kita. Oleh karena itu setiap orang perlu menjadikan otentisitas sebagai tujuan hidupnya.1 Ungkapan ini tampaknya tidak berlebihan. Banyak orang menjadikan kebahagiaan sebagai tujuan hidupnya, dan kebahagiaan yang sejati hanya dapat diperoleh, jika orang mau menjadi dirinya sendiri yang otentik, yang asli, yang tidak dilumuri kemunafikan. Banyak buku, majalah, talk show di televisi, termasuk Oprah, menjadikan otentisitas sebagai tema utama mereka. Beberapa buku best seller juga mengupas tema ini secara populer. Ide normatif dari otentisitas adalah supaya orang bisa menjadi dirinya sendiri secara sungguhsungguh. Dalam arti ini terutama di era ketidakpastian politik, ekonomi, dan sosial seperti sekarang, otentisitas merupakan tujuan tertinggi yang bisa diraih manusia. Akan tetapi sampai sekarang, banyak buku-buku self-help masih mengajarkan orang untuk tidak menjadi dirinya sendiri. Buku-buku itu mengajarkan supaya orang menjadi lebih dari dirinya sendiri, menjadi lebih baik, dan menjadi seperti tokoh-tokoh tertentu yang sudah sukses, baik di bidang ekonomi maupun kemanusiaan. Inilah yang disebut David Riesman sebagai “individu yang terarah pada individu yang lain” (other-directed individual).2 Buku-buku semacam ini berdiri di atas pengandaian bahwa ada orang yang belum berkembang secara maksimal. Oleh karena itu orang-orang semacam itu perlu dibantu supaya mereka menyadari bakat-bakat yang mereka miliki, dan mengembangkannya secara maksimal. Setiap orang diajak untuk meraih sesuatu yang belum mereka miliki, terutama dengan mengembangkan diri semaksimal mungkin. Menurut Guignon pandangan semacam itu justru membuat orang tidak menjadi otentik. Orang menjadi palsu karena ia ingin menjadi apa yang bukan dirinya sendiri. “Ideal kontemporer tentang otentisitas”, demikian tulisnya, “mengarahkan anda untuk menyadari dan men-
2
Menjadi Manusia Otentik jadi apa yang sudah merupakan diri anda sendiri, yang unik, karakter-karakter definitif yang sudah ada di dalam diri anda.”3 Fritz Perls seorang terapis eksistensial berpendapat bahwa, orang yang tidak bisa menjadi otentik dapat dikategorikan sebagai orang yang neurosis. ���� Neurosis sendiri adalah suatu kondisi, di mana orang berusaha melarikan diri dari dirinya sendiri. Orang yang neurosis telah mengorbankan diri mereka sendiri justru untuk mengembangkan dirinya. Akibatnya hidup mereka terasa hampa, kering, dan tidak bermakna. Bisa juga dibilang mereka sudah mati, walaupun tubuhnya masih hidup. Buku-buku self help yang banyak beredar sekarang ini tampaknya sesuai dengan analisis Perls tersebut. Orang diajarkan untuk menjadi kaya melalui cara-cara tertentu, yang sebenarnya tidak sesuai dengan diri mereka. Akibatnya banyak orang mengorbankan dirinya sendiri justru untuk mengembangkan dirinya. Jika diri sendiri sudah dikorbankan, maka perasaan hampa makna adalah konsekuensi logisnya.4 Jelaslah bahwa berani untuk menjadi diri sendiri adalah sumber kebahagiaan. Berani untuk menjadi diri sendiri, apapun itu, adalah obat anti neurosis. Oleh karena itu pandangan ini layak menjadi tujuan hidup setiap orang. Walaupun begitu pandangan ini juga sangat sulit diwujudkan dalam realitas. Masyarakat dan dunia sosial keseluruhan mempunyai aturan dan tuntutan, yang seringkali menghalangi orang untuk menjadi dirinya sendiri. “Segala sesuatu di dalam eksistensi sosial”, demikian Guignon, “menarik kita menjauh dari upaya untuk menjadi diri kita sendiri, untuk alasan sederhana bahwa masyarakat bekerja secara maksimal dengan membuat orang terkurung di dalam mekanisme kehidupan sehari-hari.”5 Dunia sosial akan berjalan lancar, jika orang memandang diri mereka sendiri sesuai dengan peran sosialnya, serta menjalankan tugas-tugasnya di dalam fungsi sosial tanpa ragu-ragu. Dunia sosial dan peran sosial yang dipaksakan mendorong orang untuk menjadi tidak otentik. Spiritualitas yang kokoh dan cara pandang yang jernih terhadap realitas merupakan kunci untuk tetap otentik di dalam dunia sosial. Asumsi dasar dari semua teori tentang otentisitas adalah, bahwa di dalam diri setiap orang terdapat jati diri yang sejati, yang membedakan orang tersebut dari orang-orang lainnya. Jati diri sejati ini mengandung perasaanperasaan, kebutuhan-kebutuhan, hasrat-hasrat, kemampuan-kemampuan, dan kreativitas yang membuat orang tertentu unik, jika dibandingkan dengan orang lainnya. Menurut Guignon konsep otentisitas memiliki dua aspek pemahaman. Yang pertama adalah pemahaman bahwa untuk menjadi otentik orang perlu menemukan jati diri sejati yang ada di dalam diri melalui proses refleksi. Jika orang mampu mencapai pemahaman penuh tentang dirinya sendiri, barulah ia