KANDUNGAN MINERAL, PROKSIMAT DAN PENANGANAN KERANG POKEA (Batissa violacea celebensis Marten 1897) DARI SUNGAI POHARA SULAWESI TENGGARA Yenni1, Tati Nurhayati1, Nurjanah1, Fitje Losung2 1Departemen
Teknologi Hasil Perairan FPIK IPB
2Universitas
Sam Ratulangi
Email:
[email protected]/
[email protected]
Abstrak Kerang pokea (Batissa violacea celebensis Marten 1897) telah dikonsumsi sehari-hari oleh masyarakat setempat. Kerang air tawar ini hanya ditemukan di Sungai Pohara Sulawesi Tenggara, sehingga di duga sebagai spesies endemik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penanganan dan pengolahan serta menentukan komposisi kimia (mineral Zn, Se, Ca, Mg, K, Fe, P, Pb, Cd, Hg dan proksimat) kerang pokea. Penentuan mineral dilakukan dengan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry) dan penentuan proksimat menggunakan metode AOAC 2005. Kerang pokea di Sulawesi Tenggara memiliki nilai ekonomis penting yang dijual dalam bentuk segar utuh, segar kupas dan sate. Kandungan mineral dan proksimat kerang pokea ini telah diteliti. Hasil analisis mineral untuk kerang pokea kering adalah: Zn 139,72 ppm; Se <0,002 ppm; Ca 1482,46 ppm; Mg 655,88 ppm; K 1774,96 ppm; Fe 4699,12 ppm; P 3386,42 ppm; Pb <0,01 ppm; Cd <0,001 ppm; dan Hg <0,0002 ppm. Hasil proksimat kerang pokea kering adalah: protein 50,48%; air 2,70%; abu 10,67%; karbohidrat 29,13%, lemak 6,86% dan serat 5,53%. Kerang pokea merupakan sumber protein dan mineral yang baik. Kandungan gizinya tinggi dan sebanding dengan jenis kerang-kerangan lainnya. Kata kunci: kerang pokea, mineral, proksimat PENDAHULUAN Ikan dan kerang-kerangan merupakan salah satu sumber protein hewani utama dan keberadaannya sangat penting karena memberikan jumlah protein yang baik dengan nilai biologi tinggi (Latham 1997). Protein kerang-kerangan dikategorikan sebagai complete protein, yaitu memiliki kadar asam amino esensial yang tinggi. Selain itu kerang-kerangan adalah makanan sumber vitamin larut lemak dan air serta sumber utama mineral yang dibutuhkan tubuh (Furkon 2004). Kerang-kerangan diperkirakan sudah dikonsumsi manusia sejak 3500 tahun yang lalu, terbukti dari timbunan cangkang di Teluk San Francisco, lebih dari 28.000 m3 sebagai peninggalan bangsa India di masa lalu. Sampai saat ini, konsumsi kerang terus meningkat, termasuk di Indonesia. Jenis kerang yang populer di Indonesia dan telah diteliti kandungan proksimat, mineral dan manfaatnya bagi kesehatan antara lain kerang darah (Anadara granosa) (Nurjanah et al. 1999; Nurjanah et al. 2005), kerang bulu (Anadara inflata) (Nurjanah et al. 1999), kerang hijau (Mytilus viridis) (Nurjanah et al. 1999; Suaniti 2007), kerang tahu (Meretri meretri) (Nurjanah et al. 1999), kerang pisau (Solen spp) (Nurjanah et al.
| Prosiding Pertemuan Ilmiah dan Seminar Nasional MPHPI 2011
103
2008), kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) (Nurjanah et al. 2010), kijing taiwan (Anodonta woodiana
Lea.)
(Salamah
et
al.
2008),
kerang
mas
ngur
(Atactodea
striata)
(Waranmaselembun 2007; Mutaqin 2009), dan lokan (Batissa violacea) (Eka 2005). Jenis kerang lain yang telah dikonsumsi oleh masyarakat adalah kerang pokea (Batissa violacea celebensis Marten 1897). Kerang ini diduga endemik karena hanya ditemukan di Sungai Pohara Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara sekitar 25 km ke arah muara pada kedalaman 1-9 meter (Bahtiar 2005). Kerang pokea merupakan moluska air tawar dari Famili Corbiculidae yang memiliki cangkang berwarna coklat tua hingga ungu kehitam-hitaman, bentuknya sedikit pipih dan membulat. Kerang pokea telah menjadi komoditas penting bagi masyarakat di sekitar Sungai Pohara, produknya dijual dalam bentuk segar utuh, segar kupas dan sate sehingga berpotensi menjadi salah satu produk unggulan daerah. Secara empiris, kerang pokea juga dipercaya mampu mengobati berbagai penyakit seperti penyakit kuning, malaria, demam, asma dan menurunkan tekanan darah. Namun informasi mengenai kandungan gizi kerang pokea belum tersedia. Sehingga penelitian mengenai penanganan, kandungan proksimat dan mineral dari kerang pokea perlu dilakukan. Hal ini untuk memberikan informasi mengenai kandungan gizi dan memastikan bahwa kerang pokea memenuhi persyaratan sebagai makanan yang sehat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi kimia, cara penanganan, pengolahan dan distribusi kerang pokea yang diambil dari Sungai Pohara Sulawesi Tenggara. METODE Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerang pokea kering yang diambil dari Sungai Pohara, tepatnya di Desa Besu Kecamatan Bondoala Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara. Bahan-bahan kimia untuk menentukan kandungan mineral dan proksimat. Alat yang digunakan adalah stoples tempat contoh dan alat untuk analisis yaitu seperangkat peralatan analisis mineral dengan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry) dan proksimat. Metode Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu survei lapangan dan pengambilan contoh pada bulan Maret 2011 serta analisis komposisi kimia (mineral dan proksimat). Untuk mengetahui distribusi, penanganan, pengolahan kerang pokea diadakan survei ke habitat (perairan Sungai Pohara) maupun pasar. Informasi diperoleh melalui wawancara dengan nelayan, penjual dan konsumen.
| Prosiding Pertemuan Ilmiah dan Seminar Nasional MPHPI 2011
104
Analisis laboratorium dilakukan dengan metode: mineral dengan AAS Model Varian AA-30 (SNI 01-2891-1992) dan proksimat (AOAC 2005). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang diperoleh meliputi: penanganan dan pengolahan kerang serta analisis mineral dan proksimat. Penanganan dan Pengolahan Kerang Pokea Penanganan kerang pokea (Batissa violacea celebensis Martens 1897) dari Sungai Pohara yang dilakukan oleh nelayan adalah mengumpulkan kerang dengan cara menangkap atau memanen dengan alat yang disebut tangge (alat berupa keranjang besi yang diberi pegangan bambu panjang sekitar 10 meter) secara acak lalu dikumpulkan di atas perahu. Pengalaman masyarakat, kerang pokea paling banyak ditemukan di bagian tengah sungai yang kedalamannya sekitar 9 meter. Sebagian masyarakat yang berprofesi sebagai penambang pasir juga memanen kerang pokea menggunakan waskom atau keranjang yang terbuat dari rotan dengan cara menyelam. Pengambilan kerang pokea dilakukan pada saat air surut bersamaan dengan penambangan pasir, kerang pokea yang tertangkap kemudian dipisahkan di atas perahu. Kerang pokea telah menjadi komoditas penting bagi masyarakat setempat karena bernilai ekonomis yang dijual dalam bentuk segar utuh, segar kupas dan sate. Penanganan dan pengolahan kerang pokea dapat dilihat pada Gambar 1. Kerang Pokea Hidup
Nelayan
Rumah Makan
Pengumpul
Pembuat Sate
Rebus/Sate
Utuh/Kupas
Konsumen
Konsumen
Konsumen
Konsumen
Gambar 1 Diagram alir penanganan dan pengolahan kerang pokea.
| Prosiding Pertemuan Ilmiah dan Seminar Nasional MPHPI 2011
105
Pengolahan kerang pokea yang dilakukan oleh masyarakat sebelum dikonsumsi adalah direbus dengan menambahkan sedikit garam untuk memperkuat rasa. Sebelum diolah menjadi makanan, kerang pokea direndam dalam air selama satu malam untuk menghilangkan pasir. Hal ini didasarkan pada pengalaman empiris masyarakat di sekitar Sungai Pohara yang sering mengkonsumsi kerang pokea. Pengambilan daging kerang pokea dari cangkangnya yaitu, cukup direbus hingga cangkangnya terbuka dan siap dikonsumsi. Untuk memperoleh daging kerang pokea yang masih mentah, masyarakat masih menggunakan cara tradisional yaitu memberikan sedikit air pada permukaan kerang. Mulut cangkang kerang akan sedikit terbuka, kemudian ujung pisau dimasukkan ke dalam cangkang dan diberi tekanan sedikit hingga terbuka. Hasil Analisis Mineral Ukuran panjang cangkang kerang pokea (Batissa violacea celebensis Martens 1897) yang diperdagangkan oleh masyarakat berkisar antara 2,2-6,81cm dan lebar sekitar 2,618,22 cm dengan bobot berkisar antara 3,60-113,14 g. Rendemen rata-rata kerang pokea yang dikonsumsi yaitu 21,63%. Hasil analisis kandungan mineral pada kerang pokea kering terdiri dari beberapa makro mineral (Ca, K, Mg); mikro mineral (Zn, Mn, Fe, Se) dan logam berat berbahaya (Pb, Cd, Hg) dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Hasil analisis kandungan mineral kerang pokea (Batissa violacea celebensis Martens 1897) Parameter Mineral makro: Kalium (K) Kalsium (Ca) Magnesium (Mg) Mineral mikro: Besi (Fe) Fosfor (P) Seng (Zn) Selenium (Se) Logam berat berbahaya: Timbal (Pb) Kadmium (Cd) Merkuri (Hg)
Nilai (ppm) 1.774,96 1.482,46 655,88 4.699,12 3.386,42 139,72 <0,002 <0,01 <0,001 <0,0002
Tabel 1 memperlihatkan bahwa kandungan mineral makro kerang pokea kering di dominasi oleh mineral kalium yaitu 1.774,96 ppm. Mineral kalium berfungsi dalam menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan keseimbangan asam basa. Kalsium, fosfor dan magnesium adalah penyusun tulang dan gigi. Sedangkan kandungan mineral mikro di dominasi oleh mineral besi yaitu 4.699,12 ppm. Zat besi dalam tubuh berperan penting dalam berbagai reaksi biokimia, antara lain dalam memproduksi sel darah merah. Zat besi berperan sebagai | Prosiding Pertemuan Ilmiah dan Seminar Nasional MPHPI 2011
106
pembawa oksigen, bukan saja oksigen pernapasan menuju jaringan, tetapi juga dalam jaringan atau dalam sel (Brock & Mainou 1986; King 2006). Zat juga berperan sebagai bagian dari beberapa enzim hemoprotein yaitu enzim yang memegang peran penting dalam proses oksidasi-reduksi dalam sel (Dhur et al. 1989). Kandungan mineral seng pada kerang pokea yaitu 139,72 ppm. Mineral seng adalah trace element yang esensial bagi semua makhluk hidup, komponen penting pada struktur dan fungsi membran sel, sebagai antioksidan, dan melindungi tubuh dari serangan lipid peroksidase merupakan komponen lebih dari 200 enzim metallo serta senyawa metabolik lainnya, seng menjamin stabilitas molekul biologis seperti DNA serta struktur biologis seperti membran dan ribosom (Eisler 1993; Vallee dan Falchuk 1993) serta berperan dalam menstabilkan struktur protein, seperti insulin, alkohol dehidrogenase hati, alkalin fosfat, dan superoksida dismutase (Brown et al. 2002). Kandungan selenium pada kerang pokea adalah <0,002 ppm. Selenium merupakan komponen pokok dari glutathione peroksidase yang meningkatkan dekomposisi hydrogen peroksidase dan lipoperoksidase dalam tubuh. Selenium juga dapat mengurangi keracunan dari logam berat kadmium, arsenik, dan merkuri (Okuzumi dan Fujii 2000). Selenium bersama dengan vitamin C, vitamin E, ß karoten dan karotenoid merupakan antioksidan. Logam berat dapat diklasifikasi ke dalam empat kelompok besar yaitu esensial atau mikronutrien (Cu, Zn, Co, Cr, Mn dan Fe) (Reeves & Baker 2000) dan beracun bila lebih dari persyaratan (Monni et al. 2000); non esensial (Ba, Al, Li dan Zr); kurang beracun (Sn dan Al) serta sangat beracun (Hg, Pb dan Cd) (Mukesh et al. 2008). Hasil analisa logam berat yang terdeteksi dalam jaringan tubuh kerang pokea adalah Pb <0,01 ppm; Cd <0,001 ppm dan Hg <0,0002 ppm. Hasil ini masih berada di bawah ambang batas menurut BPOM RI 2009 dan SNI 7387:2009 yang membatasi Pb maksimum dalam pangan sebesar 1,5 ppm atau mg/kg, Cd = 1,0 ppm atau mg/kg dan Hg = 1,0 ppm atau mg/kg. Dengan demikian kerang pokea yang diambil dari Sungai Pohara dapat dinyatakan aman dari cemaran logam berat. Hasil Analisis Proksimat Hasil analisis proksimat daging kerang pokea kering terdiri dari protein 50,48%; lemak 6,86%; abu 10,67%; karbohidrat 29,13%; serat 5,53% dan air 2,70% (Tabel 2). Berdasarkan berat keringnya, kandungan protein kerang pokea termasuk protein tinggi (lebih dari 50%), lemak sedang (di atas 5%) serta tinggi karbohidrat (lebih dari 20%) sehingga baik untuk dikonsumsi khususnya bagi penderita penyakit hati (Primadhani 2006). Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena selain berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Budiyanto 2002). Komposisi kimia kerang pokea dibandingkan dengan sumber
| Prosiding Pertemuan Ilmiah dan Seminar Nasional MPHPI 2011
107
nutrisi lain berdasarkan berat keringnya (Tabel 2) menunjukkan kadar protein tinggi sehingga dapat digunakan sebagai salah satu sumber protein hewani. Selain itu kandungan gizi kerang pokea juga setara dengan beberapa jenis moluska maupun echinodermata yang telah dikonsumsi dan secara empiris dipercaya sebagai aprodisiaka serta mampu mengobati berbagai penyakit (Ibrahim 2001; Waranmaselembun 2007; Nurjanah et al. 2008; Nurjanah 2009). Tabel 2 Komposisi kimia kerang pokea yang telah dikeringkan dibandingkan dengan sumber nutrisi lain
Parameter
Protein Lemak Abu Karbohidrat Serat Air Sumber :
Kerang pokea (B. violacea celebensis Marten 1897) 50,48 6,86 10,67 29,13 5,53 2,70
Kerang mas ngur (Atactodea striata)a
Kerang pisau (Solen spp)b
Kerang darah (Anadara granosa)c
Kerang hijau (Mytilus viridis)c
Teripang pasir (H. nobilis)c
Lintah laut (Discodoris sp.)d
56,08 5,95 7,88 21 1,25 7,84
55,34 1,82 14,87 27,98 0
79,92 6,78 5,64 1,34 6,32
42,17 5,06 17,09 8,45 35,68
46,56 4,86 45,41 1,29 1,88
49,60 4,58 11,74 18,83 15,25
Waranmaselembun (2007) Nurjanah et al. (2008) c Witjaksono (2005) d Nurjanah (2009) a
b
Kandungan karbohidrat kerang pokea masuk kategori tinggi yaitu lebih dari 20% sehingga baik dikonsumsi, khususnya bagi penderita penyakit hati. Hal ini sesuai dengan pengalaman empiris masyarakat setempat yang percaya bahwa mengkonsumsi kerang pokea dapat menyembuhkan penyakit kuning yang merupakan salah satu gejala klinis penyakit hati. Karbohidrat yang tinggi akan meningkatkan penyediaan glukosa untuk melindungi simpanan glikogen di hati dan membantu menyediakan energi, metabolisme lemak dan protein serta melindungi protein agar tidak digunakan sebagai penghasil energi sehingga protein tetap berfungsi sebagai zat pembangun. Karbohidrat yang dibutuhkan orang dewasa antara 300-400 g per hari. Kandungan lemak pada kerang pokea kering termasuk dalam kategori lemak sedang. Meski demikian kerang-kerangan dan udang-udangan adalah makanan sumber lemak yang aman, karena kolesterolnya cukup tinggi tapi kadar lemak total dan lemak jenuhnya rendah. Kadar asam lemak tak jenuh ganda omega-3 dalam makanan laut cukup tinggi. Asam lemak omega-3 dilaporkan dapat meningkatkan kadar HDL (kolesterol baik) serta menurunkan LDL (kolesterol jahat) dan trigliserida dalam darah (Furkon 2004). Kadar abu kerang pokea adalah 10,67% yang tidak jauh berbeda dengan jenis kerang lainnya. Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
| Prosiding Pertemuan Ilmiah dan Seminar Nasional MPHPI 2011
108
Kadar abu menunjukkan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan (Sudarmadji et al. 2007). Mineral memegang peranan penting dalam memelihara fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan (Almatsier 2006). KESIMPULAN Sebelum diolah menjadi makanan, kerang pokea direndam semalaman untuk menghilangkan pasirnya. Produk kerang pokea yang dijual adalah segar utuh, segar kupas dan sate. Kerang pokea merupakan sumber protein dan mineral yang baik. Kandungan gizinya tinggi dan sebanding dengan jenis kerang-kerangan lainnya serta aman dikonsumsi. DAFTAR PUSTAKA Almatsier Y. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Cetakan keenam. Jakarta: Gramedia. Association of Official Analytical Chemist [AOAC]. 2005. Official Methods of Analysis (18 Edn). Association of Official Analytical Chemist Inc. Mayland. USA. Badan Standardisasi Nasional [SNI]. 1992. SNI 01-2891-1992. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Badan Standar Nasional [SNI]. Nasional.
2009.
SNI 7387:2009. Jakarta: Badan Standardisasi
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia [BPOM RI]. 2009. Penetapan batas maksimum cemaran mikroba dan kimia dalam makanan. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Bahtiar. 2005. Kajian populasi pokea (Batissa violacea celebensis Martens, 1897) di Sungai Pohara Kendari Sulawesi Tenggara [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Brock JH, Mainou TF. 1986. Iron and immunity. Pro. Nutr. Soc. 45: 303. Brown KH, Peerson JM, Rivera J, Allen LH. 2002. Effect of supplemental zinc on the growth and serum zinc concentrations of prepubertal children: a meta-analysis of randomized controlled trials. Am. J. Clin. Nutr. 75: 1.062−1.071. Budiyanto AK. 2002. Dasar-dasar Ilmu Gizi. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang. Dhur A, Galan P, Hercberg S. 1989. Iron status, immune capacity, and resistance to infections. Comp. Biochem. Phys. A-Comp. Phys. 94: 11 Eka RS. 2005. Analisis populasi dan habitat: sebaran ukuran dan kematangan gonad kerang lokan (Batissa violacea, Lamarck 1818) di Muara Sungai Batang Anai Padang Sumatera Barat [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Eisler R. 1993. Zinc Hazards to Fish, Wildlife and Invertebrates: A Synoptic Review. US Department of The Interior. Furkon UA. 2004. Konsumsi Kerang dan Udang Membahayakan Kesehatan, Benarkah?. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0404/15/cakrawala/lainnya06.htm. Ibrahim M. 2001. Isolasi dan uji aktivitas biologi senyawa steroid dari lintah laut (Discodoris sp.) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. King MW. 2006. Clinical aspect of iron metabolism. J. Med. Biochem. 15(9): 1−4. | Prosiding Pertemuan Ilmiah dan Seminar Nasional MPHPI 2011
109
Latham MC. 1997. Human Nutrition in the Developing World. Food and Agriculture Organization (FAO) of the United Nations. pp. 508. Monni S, Salemaa M, Miller N. 2000. Environmental Pollution 109:221-229. Mukesh K, Raikwar, Kumar P, Singh M, Singh A. 2008. Review: Toxic effect of heavy metals in livestock health. Veterinary World 1(1): 28-30. Mutaqin AM. 2009. Pengujian toksisitas kerang mas ngur (Atactodea striata) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Nurjanah. 2009. Karakterisasi lintah laut (Discodoris sp.) dari perairan pantai Pulau Buton sebagai antioksidan dan antikolesterol [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Nurjanah, Hartanti, Nitibaskara RR. 1999. Analisa kandungan logam berat Hg, Cd, Pb, As dan Cu dalam tubuh kerang konsumsi. Buletin Teknologi Hasil Perikanan 6(1):5-8. Nurjanah, Kustiariyah, Rusyadi S. 2008. Karakteristik gizi dan potensi pengembangan kerang pisau (Solen spp) di Perairan Kabupaten Pamekasan Madura. Jurnal Perikanan dan Kelautan 13(1):41-51. Nurjanah, Purwatiningsih S, Salamah E, Abdullah A. 2010. Karakteristik protein dan asam amino kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) dari Situ Gede, Bogor. Prosiding Seminar Nasional Perikanan Indonesia 2010, Melindungi Nelayan dan Sumberdaya Ikan. Nurjanah, Zulhamsyah, Kustiyariyah. 2005. Kandungan mineral dan proksimat kerang darah (Anadara granosa) yang diambil dari Kabupaten Boalemo, Gorontalo. Buletin Teknologi Hasil Perikanan 7(2):15-24. Okuzumi M, Fujii T. 2000. Nutritional and functional properties of squid and cuttlefish. Japan: National Cooperative Association of Squid Processors. Primadhani. 2006. Konsumsi energi dan protein pada penderita penyakit hati rawat inap di Perjan RS DR. Cipto Mangunkusumo Jakarta [skripsi]. Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal 83. Reeves RD, Baker AJM. 2000. Metal Accumulation Plants. In: Phytoremediation of toxic metals: Using plant to clean up the environment. (Ed: I. Raskin and B.D. Ensely). John Wiley and Sons, Inc. Torento, Canada. pp:193-229. Salamah E, Ayuningrat E, Purwaningsih S. 2008. Penapisan awal komponen bioaktif dari kijing taiwan (Anodonta woodiana Lea.) sebagai senyawa antioksidan. Buletin Teknologi Hasil Perikanan 11 (2): 119-133. Suaniti NM. 2007. Pengaruh EDTA dalam penentuan kandungan timbal dan tembaga pada kerang hijau (Mytilus viridis). Ecotrophic 2(1):1-7. Sudarmadji S, Haryono B, Suhardi. 2007. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Cetakan ketiga. Yogyakarta: Liberty. Vallee BL, Falchuk KH. 1993. The biochemical basis of zinc physiology. Physiological Reviews 73(1):79-118. Waranmaselembun C. 2007. Komposisi kimia dan aktivitas inhibitor topoisomerase I dari kerang mas ngur (Atactodea striata) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Witjaksono HT. 2005. Komposisi kimia ekstrak dan minyak dari lintah laut (Discodoris boholensis) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
| Prosiding Pertemuan Ilmiah dan Seminar Nasional MPHPI 2011
110