PETA PROVINSI SULAWESI TENGGARA
806 Kepariwisataan Sulawesi Tenggara
29
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
A. UMUM 1. Dasar Hukum Provinsi Sulawesi Tenggara terbentuk berdasarkan Undang-undang No. 13 Tahun 1964, tertanggal 23 September 1964 dengan Ibukota Kendari. 2. Lambang Provinsi
melambangkan
Lambang ini terletak di dalam suatu bentuk perisai lima, yang menunjukkan bahwa masyarakat Sulawesi Tenggara dalam segala segi peri hidup dan kehidupan, tetap berada di dalam Falsafah Negara Republik Indonesia Pancasila. Pada bagian sebelah utara terdapat tulisan berwarna merah “Sulawesi Tenggara” yang menunjukkan : inilah lambang dari Sulawesi Tenggara, lambang mana adalah menjiwai setiap warga Sulawesi Tenggara di waktu apa dan di tempat manapun ia berada. Warna merah berani mempertahankan yang hak.
Warna ada empat macam warna sesuai dengan pembagian perisai menunjukkan bahwa pada waktu dibentuknya Provinsi Sulawesi Tenggara meliputi empat daerah. •
•
•
•
Hijau, adalah pelambang kesuburan, dan warna ini menunjukkan Kabupaten Kendari. Bahwa di Kabupaten Kendari baik untuk masa kini maupun masa-masa yang akan datang, cukup banyak tersedia tanah-tanah pertanian yang dapat ditanami dengan segala macam bahan-bahan makanan dan bahan-bahan kebutuhan pokok lainnya. Selanjutnya warna hijau ini menunjukkan warna hutan. Kabupten Kendari cukup banyak hutannya yang menghasilkan berbagai macam kayu-kayuan yang membutuhkan pengolahan, baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun keluar negeri. Warna hijau melambangkan do’a harapan dan kepercayaan. Coklat, adalah menunjukkan tanah berwarna coklat yang mengandung nikel dan terdapat di Kabupaten Kolaka. Sebagaimana diketahui bahwa nikel adalah merupakan kebutuhan dunia, dimana nikel yang terdapat di Kabupaten kolaka mempunyai daerah yang cukup luas serta kadar yang tinggi. Dengan nikel ini, Sulawesi Tenggara sudah dikenal dengan dunia luar. Kuning, adalah menunjukkan warna kayu jati yang terdapat di Kabupaten Muna. Kayu jati termasuk salah satu jenis kayu yang disenangi di dalam dan di luar negeri. Melalui kayu jati dari pulau Muna Sulawesi Tenggara di kenal oleh daerah-daerah lain di Indonesia maupun oleh dunia luar. Warna kuning melambangkan kejayaan masa silam, sekarang dan masa mendatang, keluhuran yang bijaksana dan cendikia. Hitam, adalah menunjukkan warna aspal yang terdapat cukup banyak di Kabupaten Buton. Aspal Buton ini sudah dikenal sejak dahulu dan telah memberikan andilnya pada pembangunan tanah air kita khususnya di bidang prasarana jalan. Warna hitam melambangkan kemantapan, keteguhan dan kekekalan.
Keempat macam warna ini selain melambangkan jumlah kabupaten yang ada di Sulawesi Tenggara dewasa ini, juga sekaligus menunjukkan potensi yang ada didaerah ini cukup banyak, yang memberikan jaminan untuk masa depan daerah ini guna tercapainya kemakmuran dan keadilan yang diidam-idamkan. 807 Kepariwisataan Sulawesi Tenggara
Makna dan pengertian yang dikandung “padi dan kapas” secara nasional telah dikenal sebagai lambang untuk kemakmuran dan keadilan. Butir padi yang terdiri dari 17 butir, melambangkan tanggal 17, buah kapas yang terdiri dari 8 buah, melambangkan bulan 8 Agustus, tiap buah kapas dengan kelompok hijau 4 dan biji putih 5 melambangkan tahun 45. Hal ini mengingatkan Hari Proklamasi Negara RI 17 Agustus 1945. Mata rantai yang disambung menjadi satu yang berjumlah 27 mata rantai merupakan perlambang persatuan dan kesatuan dari keempat kabupaten di Sulawesi Tenggara, yang dalam gerak langkah perjuangannya telah mempunyai kesatuan derap dan nada, yakni pembangunan di segala bidang; hal ini mengingatkan hari kelahiranProvinsi Sulawesi Tenggara pada tanggal 27 April 1964. Kepala Anuang, mempunyai dua macam pengertian : 1. Bahwa anuang adalah suatu binatang yang mempunyai ciri khas yaitu : ulet, gesit dan militan. 2. Bahwa Anuang itu hanya terdapat di Sulawesi Tenggara pada khususnya dan Sulawesi pada umumnya. Jadi perlambang sebagai ciri spesifik untuk Sulawesi Tenggara. Warna putih, yang menjadi dasar dari kepala Anuang menunjukkan kesucian dan kebersihan, itikad baik secara tulus ikhlas bagi warga Sulawesi Tenggara dalam melaksanakan pengabdiannya untuk kemajuan daerah dan perkembangan daerah Sualwesi Tenggara pada khususnya dan Negara Republik Indonesia pada umumnya warna putih melambangkan kesucian dan bersih tanpa pamrih. Warna Biru Laut, mempunyai tiga macam pengertian : •
• •
Yang menjadi dasar dari pada Daerah Sulawesi Tenggara ini menunjukkan makna sebagian dari alam geografisnya terdiri dari gugusan pulau yang dipisahkan oleh lautlaut yang penuh dengan kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Bahwa masyarakat Sulawesi Tenggara memiliki jiwa pelaut yang ulung. Warna biru laut melambngkan sifat kesetiaan, keluhuran dan kejujuran dalam pengabdiannya.
3. Pemerintahan Secara administratif Provinsi Sulawesi Tenggara terdiri dari 10 Pemerintahan Kabupaten dan 2 Pemerintahan Kota. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam daftar berikkut ini : No Kabupaten/Kota Ibu kota 1 Kabupaten Bombana Rumbia 2 Kabupaten Buton Bau-Bau 3 Kabupaten Buton Utara Buranga 4 Kabupaten Kolaka Kolaka 5 Kabupaten Kolaka Utara Lasusua 6 Kabupaten Konawe Unaaha 7 Kabupaten Konawe Selatan Andolo 8 Kabupaten Konawe Utara Wanggudu 9 Kabupaten Muna Raha 10 Kabupaten Wakatobi Wangi-Wangi 808 Kepariwisataan Sulawesi Tenggara
11 Kota Bau-Bau 12 Kota Kendari
-
4. Letak Geografis dan Batas Wilayah Secara geogafis Sulawesi Tenggara terletak di bagian Selatan khatulistiwa diantara 3° - 6° Lintang Selatan dan 120° 45’ - 124° 60’ Bujur Timur,dengan batas wilayah sebagai berikut : * Sebelah Utara berbatasan dengan Prov. Sulawesi Selatan dan Prov. Sulawesi Tengah * Sebelah Selatan berbatasan dengan Prov. NTT di Laut Flores * Sebelah Timur berbatasan dengan Prov. Maluku di Laut Banda * Sebelah Barat berbatasan dengan Prov. Sulawesi Selatan Di Teluk Bone (sumber : http://santospalanti.wordpress.com/2008/08/08/peta-sulawesi/) 5. Komposisi Penganut Agama • Islam = 96,2% • Kristen = 2,3% • Hindu = 1,12% • Budha = 0,38% 6. Bahasa dan suku Bangsa Bahasa : • Bahasa Tolaki • Bahasa Pongana • Bahasa Walio (buton) • Bahasa Cia cia • Bahasa Suai, dan • Bahasa sehari hari : bahasa Indonesia Suku Bangsa : • Suku Buton • Suku Muna • Suku Bugis • Suku Kalisoso 7. Budaya a. Lagu Daerah b. Tarian Tradisional Dinggu c. Senjata Tradisional tradisional-indonesia.html) d. Rumah Tradisional e. Alat Musik tradisional f. Makanan khas daerah
: Indo Lugo, Ma Tencong : Tari Umoara, Tari Wosindahako, Tari Mulolo, Tari : keris (sumber : http://syadiashare.com/senjata: Rumah Laikas/Malige/Istana Sultan Buton : Gamelan : Sasate nangka
8. Bandara dan Pelabuhan Laut Bandara = Wolter Monginsidi Pelabuhan Laut = pelabuhan Kendari 9. Universitas = Universitas Halu Oleo 10. Industri dan Pertambangan = kelontong, minyak kelapa, nikel, aspal dan kapas.
809 Kepariwisataan Sulawesi Tenggara
B. OBYEK WISATA 1. Obyek Wisata Alam a. Taman Nasional Wakatobi Taman Nasional Wakatobi memiliki luas area sekitar 1.39 juta ha. Taman tersebut terdiri dari empat pulau besar, yaitu: Wangi-wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko yang berada di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Pada tahun 1994, beberapa orang yang tergabung dalam tim IPB melakukan survei di Wakatobi. Dari hasil survei yang Sumber Gambar : mereka lakukan tersebut terungkap, http://thecelebesadventure.files.wordpress.com bahwa di Wakatobi terdapat beranekaragam kekayaan alam bawah laut, seperti: terumbu karang dan aneka binatang laut. Karena memiliki kekayaan alam bawah laut, kawasan tersebut menyajikan panorama bawah laut yang begitu menawan dan sangat bagus sebagai tempat kegiatan menyelam. Setelah mempelajari dengan seksama hasil temuan tim IPB, Menteri Kehutanan pada tahun 1996 mengeluarkan surat keputusan No.393/Kpts-V/1996 yang menetapkan Wakatobi sebagai taman nasional. Taman Nasional Wakatobi begitu istimewa untuk dikunjungi. Di taman ini terdapat panorama keindahan alam bawah laut. Gugusan terumbu karang dapat dijumpai sekitar 112 jenis dari 13 famili yang terletak pada 25 titik di sepanjang 600 km garis pantai. Adapun jenis karang tersebut adalah: Acropora formosa, A. hyacinthus, Psammocora profundasafla, Pavona cactus, Leptoseris yabei, Fungia molucensis, Lobophyllia robusta, Merulina ampliata, Platygyra versifora, Euphyllia glabrescens, Tubastraea frondes, Stylophora pistillata, Sarcophyton throchelliophorum, dan Sinularia spp. Di beberapa tempat di sepanjang karang, terdapat beberapa gua bawah laut yang menambah pesona Taman Nasional Wakatobi. Di samping keindahan yang disajikan oleh beraneka ragam terumbu karang, taman tersebut juga memiliki 93 spesies ikan yang berwarna warni. Adapun jenis ikan tersebut di antaranya adalah: argus bintik (Cephalopholus argus), takhasang (Naso unicornis), pogo-pogo (Balistoides viridescens), napoleon (Cheilinus undulatus), ikan merah (Lutjanus biguttatus), baronang (Siganus guttatus), Amphiprion melanopus, Chaetodon specullum, Chelmon rostratus, Heniochus acuminatus, Lutjanus monostigma, Caesio caerularea. Selain itu, dapat juga dijumpai raja udang erasia (Alcedo atthis) dan tiga jenis penyu yang sering bertelur di Taman Nasional Wakatobi, seperti: penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu tempayan (Caretta), dan penyu lekang (Lepidochelys olivacea). Berbagai jenis burung laut melengkapi keindahan Taman Nasional Wakatobi, seperti: angsa-batu coklat (Sula leucogaster plotus) dan cerek melayu (Charadrius peronii). Beraneka jenis burung tersebut dapat dilihat dari dekat ketika berkumpul di pulau 810 Kepariwisataan Sulawesi Tenggara
maupun tatkala terbang meliuk-liuk mengikuti nyanyian irama alam, dan sesekali menukik ke laut untuk berburu ikan. Bagi para wisatawan yang menyukai keindahan alam bawah laut dapat melakukan beberapa kegiatan di Taman Nasional Wakatobi, seperti: menyelam, snorkeling dan berenang untuk melihat gugusan terumbu karang yang indah dan warna warni ikan yang sedang menari. Taman Nasional Wakatobi terletak di Kabupten Wakatob. b. Pulau Liwutongkidi Pulau Liwutongkidi merupakan salah satu pulau yang terdapat di Kabupaten Buton. Pulau seluas sekitar 1.000 km persegi ini memilliki iklim tropis dengan curah hujan rata-rata 1.000 mm per tahun. Pulau Liwutongkidi oleh pemerintah daerah Kabupaten Buton dimasukkan sebagai salah satu kawasan pengembangan terpadu BASILIKA (Batauga, Siompu, Liwutongkidi, dan Kadatua). Tujuannya adalah untuk mengembangkan objek wisata bahari (bawah laut) di kabupaten yang kaya dengan aneka wisata baharinya itu. Diharapkan dengan adanya kawasan BASILIKA, gairah para wistawan untuk berkunjung ke Kabupaten Buton meningkat. Sumber Gambar : http://melayuonline.com
Walaupun pulau ini tidak begitu besar bila dibandingkan dengan pulau-pulau lain yang ada di Kepulaun Buton, pulau ini mampu memberikan nuansa yang unik melalui keindahan pantai dan pesona bawah lautnya. Garis pantai di sepanjang pulau ini dipenuhi hamparan pasir putih yang menakjubkan dan nuansanya menjadi lebih indah ketika berpadu dengan deburan ombak laut yang menyisir pasir tersebut.
Sumber Gambar : http://melayuonline.com
Di samping itu, kekayaan alam bawah laut yang ada di pulau ini juga menarik untuk dikunjungi. Keanekaragaman terumbu karang dan biota bawah laut berpadu secara teratur dalam simponi keindahan panorama alam bawah laut. Pulau Liwutongkidi terletak di Kecamatan Katadua dan Siompu, Kabupaten Buton c. Taman Hutan Raya Murhum Taman Hutan Raya Murhum berada di kawasan pegunungan Nipa-Nipa, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara. Taman tersebut merupakan salah satu dari 16 kawasan konservasi alam yang terdapat di Sulawesi Tenggara. Luas taman hutan raya ini sekitar 8.146 ha dan berada pada ketinggian 25-500 m dari permukaan laut (dpl). Sementara itu, topografinya landai, berbukit, hingga bergunung dengan kondisi lereng dengan kemiringan 15 sampai 40 %. Sedangkan jenis tanah yang terdapat di sekitar hutan berupa Podzolik yang berwarna merah kuning. 811 Kepariwisataan Sulawesi Tenggara
Pada tanggal 12 Juni 1995, Menteri Kehutanan menetapkan kawasan Pegunungan Nipa-Nipa sebagai Taman Hutan Raya Murhum melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan Nomor 289/Kpts-11/95. Sebelum keputusan Menteri Kehutanan keluar, pada tahun 1993 Gubernur Sulawesi Tenggara telah menetapkan terlebih dahulu kawasan Pegunungan Nipa-Nipa sebagai Taman Hutan Raya Murhum melalui SK Nomor 808 Tahun 1993 tanggal 6 Desember. Sedangkan untuk nama taman yang sebelumnya bernama Nipa-Nipa diganti dengan Murhum yang diambil dari nama Sultan Buton pertama. Sebelum ditetapkan sebagai taman hutan raya, dahulunya Pegunungan Nipa-Nipa terdiri dari beberapa kelompok hutan yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat setempat. Di antara kelompok hutan tersebut adalah hutan suaka alam dan hutan wisata dengan luas sekitar 972 ha; hutan produksi terbatas dengan luas sekitar 4.209 ha; dan hutan produksi tetap dengan luas sekitar 2.965 ha. Sumber Gambar : http://img17.imageshack.us
Taman Hutan Raya Murhum memiliki beraneka keunikan, mulai dari jenis flora dan fauna, hingga keindahan alamnya. Aneka jenis flora yang terdapat di dalam taman, di antaranya tumbuh-tumbuhan kecil, seperti aneka jenis semak, perdu, dan aneka pohon mulai dari batang yang berdiameter di bawah 10 cm sampai yang lebih besar. Jenis pohon tersebut, seperti kayu besi (metrosideros petiolata), eha (castanopsis buruana), bolo-bolo (adenandra celebica), bolo-bolo putih (thea lanceolata), kayu puta (baringtonia racemosa), parinari sp., pandan tikar (pandanus aurantiacus), parinari sp, dan berbagai jenis palem (nengelfa sp., pinanga caesia, dan ucuala sp.). Di samping pohon-pohon tersebut, tumbuh juga beraneka jenis rotan (daemonorops sp.), seperti rotan batang (calamus zolfingeri), dan rotan lambing (calamus ornatus var. celebicus). Di samping aneka flora, Taman Hutan Raya Murhum memiliki aneka satwa (fauna), di antaranya adalah anoa, rusa, kuskus, musang sulawesi, rangkong, kesturi sulawesi, elang laut (haliastus leucogaster), dan beraneka jenis kupu-kupu. Di dalam hutan, terdapat air terjun yang bisa digunakan untuk tempat mandi dan tidak jauh dari air terjun tersebut terdapat sebuah situs sejarah peninggalan Jepang berupa benteng pertahanan (bunker) yang di atasnya dilengkapi senjata meriam. Perpaduan aneka flora, fauna, dan panorama alam nan eksotis ditambah keberadaan situs sejarah tersebut membuat Taman Hutan Raya Murhum menjadi daya tarik yang sayang untuk dilewatkan. Taman Hutan Raya Murhum terletak di Kecamatan Kendari, Kecamatan Mandonga, Kota Kendari, dan Kecamatan Soropia di Kabupaten Kendari.
812 Kepariwisataan Sulawesi Tenggara
d. Air Terjun Moramo Air Terjun Moramo merupakan anugerah alam yang begitu menakjubkan bagi masyarakat Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Air Terjun Moramo memiliki tujuh tingkatan yang merupakan tempat air mengalir dengan bebas. Menurut cerita yang berkembang di dalam masyarakat, tempat tersebut dipercaya sebagai tempat mandinya para bidadari yang turun dari kayangan.
Sumber Gambar : http://www.kidnesia.com
Secara geografis, Air Terjun Moramo terletak di kawasan Hutan Suaka Alam Tanjung Peropa yang juga merupakan objek wisata sekaligus sebagai area hutan lindung di Sulawesi Tenggara. Sehingga, udara di sekitar air terjun terasa sejuk serta menghadirkan suasana tentram bagi para
wisatawan. Di kawasan air terjun ini, terdapat potensi kekayaan batu alam berupa marmer. Diperkirakan, kandungan marmer tersebut secara keseluruhan berkisar 860 milyar meter kubik. Dan, marmer di kawasan ini merupakan salah satu sumber cadangan marmer terbesar di dunia. Air Terjun Moramo merupakan air terjun bertingkat (cascade) yang indah dengan ketinggian sekitar 100 meter. Dari ketinggian tersebut, air mengalir melewati tujuh tingkatan utama. Di samping 7 tingkatan utama tersebut, terdapat juga 60 tingkatan kecil yang sekaligus berfungsi sebagai tempat penampungan air (semacam kolam air). Dari sekian banyak kolam tersebut, hanya satu yang dapat dimanfaatkan untuk berenang, yaitu kolam yang terletak di tingkat kedua dari 7 tingkatan utama air terjun tersebut. Di kawasan tersebut merupakan habitat yang ideal bagi beraneka burung, kupukupu yang berwarna-warni, dan berbagai satwa lainnya. Keindahan panorama alam, air terjun, kicauan burung yang bersahutan dan berpadu dengan tarian kupu-kupu beraneka warna-warni, menjadi daya tarik kawasan Air Terjun Moramo. Daya pikat yang tidak kalah menariknya dari air terjun ini adalah pesona bebatuan yang membentuk tingkatan. Bebatuan yang membentuk tingkatan tersebut tidak licin meski dialiri air secara terus menerus, sehingga para wisatawan yang berkunjung ke lokasi tersebut dapat mendaki sampai ke puncak. Di samping itu, bebatuan tersebut juga memberi pesona yang menakjubkan ketika tersentuh oleh sinar mentari. Bebatuan tersebut akan memancarkan kilauan warnawarni yang didominasi oleh warna hijau yang begitu indah. Warna-warni tersebut juga terlihat seperti menari-nari ketika dibuai lembut oleh riak gelombang air ketika sinar mentari menyentuh bebatuan yang berada di dasar kolam tempat berhentinya air.
813 Kepariwisataan Sulawesi Tenggara
Air Terjun Moramo terletak di Kawasan Suaka Alam Tanjung Peropa atau tepatnya di Desa Sumber Sari, Kecamatan Moramo, Kabupaten Konawe Selatan. e. Hutan Lambusango
Sumber Gambar : http://3.bp.blogspot.com
Hutan Lambusango merupakan salah satu hutan lindung yang terdapat di Sulawesi Tenggara dengan luas 65.000 ha. Hutan ini secara geografis terletak pada 05°13‘ - 05°24‘ Lintang Selatan (LS) dan 122°47‘ - 122°56‘ Bujur Timur (BT) dengan ketinggian antara 5 m sampai 300 m dari permukaan laut (dpl). Hutan ini memiliki topografi alam datar hingga berbukit dengan curah hujan yang turun per tahun rata-rata berkisar 1.980 mm, suhu udara berkisar di antara 20°C hingga 34°C serta kelembapan sekitar
80%. Pada tahun 1982, melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Pertanian Nomor 639/Kpts/9/Um/1982 tertanggal 1 September 1982, kawasan Hutan Lambusango ditetapkan sebagai hutan lindung. Keputusan tersebut mengatur kawasan hutan ini untuk dikelola sebagai Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, seperti konservasi alam dan penelitian hutan. Melalui surat keputusan itu juga, kawasan Hutan Lambusango dibagi ke dalam 3 wilayah, yaitu Suaka Margasatwa dengan luas area sekitar 28.510 ha; Cagar Alam Kakenauwe dengan luas sekitar 810 ha; dan Kawasan Hutan Lindung dan Produksi yang terletak di sekitar kawasan konservasi hutan dengan luas area sekitar 35.000 ha. Semenjak tahun 1984, oleh pemerintah setempat kawasan Hutan Lambusango dipercayakan pengelolaannya pada Resort KSDA (Konservasi Sumber Daya Alam) Lambusango yang ditugaskan untuk menjaga kelestarian hutan serta melakukan upaya konservasi pada area yang dipergunakan untuk hutan produksi. Hutan Lambusango terletak di Kecamatan Kapontori, Lasalimu, dan Pasarwajo, Kabupaten Buton. f.
Taman nasiional Rawa Aopa Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai terletak di antara 4022‘—4039‘ LS dan 12104‘ BT dengan luas wilayah sekitar 105.194 ha. Secara administratif, taman nasional ini masuk ke dalam wilayah di beberapa kabupaten dan satu kota, antara lain di Kota Kendari, seluas 46.764 ha (Kecamatan Lambuya dan Tinanggea), di Kabupaten Kolaka seluas 12.825 ha (Kecamatan Ladoni dan Tirawuta), Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com
dan di Kabupaten Buton seluas 46.605 ha (Kecamatan Rumbia).
Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai ditetapkan sebagai taman nasional kelompok hutan berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 756/Kpts-11/90 pada tanggal 17 Desember 1990. Sebelum ditetapkan sebagai taman nasional, Rawa Aopa 814 Kepariwisataan Sulawesi Tenggara
Watumohai terdiri dari beberapa kelompok hutan, di antaranya Taman Buru Gunung Watumohai seluas 50.000 ha (SK Menteri Pertanian No. 648/Kpts/Um/10/1976 tanggal 15 Oktober 1976), dan Suaka Margasatwa Rawa Aopa seluas 55.560 ha (SK Menteri Kehutanan No. 138/Kpts-11/1985 tanggal 11 Juni 1985). Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai terdiri dari tipe ekosistem hutan hujan pegunungan rendah, hutan bakau, hutan pantai, savana dan hutan rawa air tawar. Letak Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai terbagi ke dalam 2 wilayah kabupaten dan 1 kota, yaitu Kota Kendari, Kabupaten Buton. g. Linang (goa) Kobori Liang Kobori adalah nama lain dari Gua Kobori, peninggalan nenek moyang masyarakat suku Muna. Nama liang kobori berasal dari bahasa Muna yang berarti “Gua tulis”. Penamaan ini cukup tepat karena di sepanjang dinding di dalam gua, terdapat aneka lukisan yang berjejer rapi. Diperkirakan, lukisan yang terdapat di dalam gua ini sudah berumur ratusan tahun. Perkiraan tersebut, didukung oleh temuan seorang peneliti dari Jerman yang pernah melakukan penelitian di lokasi Liang Kobori. Peneliti tersebut mengungkapkan, lukisan yang terpahat indah itu berasal dari zaman prasejarah atau sekitar 4.000 tahun silam. Sumber Gambar : http://www.radarbuton.com
Liang Kobori memiliki lebar 30 meter, tinggi antara 2 sampai 5 meter, dan kedalaman di bawah tanah sekitar 50 meter. Liang Kobori tersusun dari bebatuan stalaktit dan stalagmit yang berwarna kehitam-hitaman. Liang Kobori terletak di Desa Mabolu, Kecamatan Lohia, Kabupaten Muna. h. Pantai Nambo Pantai Nambo berada di Sulawesi Tenggara, tepatnya 12 km sebelah selatan Kota Kendari. Pantai ini menjadi salah satu obyek wisata favorit di Provinsi Sulawesi Tenggara yang banyak dikunjungi oleh para pelancong terutama pada hari-hari libur. Melihat animo yang tinggi dari para wisatawan untuk bertamasya ke Pantai Nambo, maka Pemerintah Kota Kendari Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com melakukan beberapa pembenahan pada pantai tersebut. Pembenahan mulai dilakukan dengan membangun beberapa fasilitas penunjang, seperti area parkir, gazebo, dan kamar mandi guna memberikan kenyamanan bagi para pengunjung. Ke depan, pantai ini diproyeksikan menjadi salah satu wisata andalan di kota tersebut. Pantai Nambo memiliki panorama pasir putih nan halus di sepanjang bibir pantai. Dengan kondisi yang cukup landai, para turis dapat bertamasya sembari bermain 815 Kepariwisataan Sulawesi Tenggara
pasir, berlari, berkejaran sembari menyongsong datangnya air laut yang menghempas ke bibir pantai. Barisan pohon nyiur yang berdiri rapi di sepanjang bibir pantai melengkapi keindahan panorama pantai ini. pohon-pohon ini juga bisa menjadi tempat berlindung bagi para wisatawan di kala terik mentari menerpa pantai. Untuk mengobati rasa dahaga, para pelancong dapat membeli kelapa muda yang dijajakan oleh para pedagang di tempat ini. Bagi para wisatawan yang ingin menikmati suasana pantai yang lebih tenang, alangkah baiknya datang pada sore hari menjelang matahari tenggelam. Selain menikmati wisata alamnya, para wisatawan juga dapat menyaksikan langsung aktivitas nelayan suku Bajo yang bermukim tidak begitu jauh dari pantai tersebut. Para pelancong dapat menyaksikan aktivitas mereka, seperti mencari ikan, berlayar, dan lain-lain. Pantai Nambo terletak di Kelurahan Nambo, Kecamatan Abeli, Kota Kendari. i.
Danau Napabale Danau Napabale merupakan danau air asin yang terletak di kaki bukit Desa Lohia, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Danau ini bersebelahan dengan laut yang dihubungkan oleh terowongan alam sepanjang 30 meter dengan lebar 9 meter. Melalui terowongan tersebut, Danau Napabale memperoleh suplai air dari laut. Jumlah debit air danau ini sangat Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com tergantung dengan pasang surutnya air laut. Jika air laut pasang, maka permukaan danau ikut naik dan terowongan penghubung akan tertutup oleh air. Tetapi, jika air laut surut, maka air danau ikut berkurang. Terowongan itu juga sering digunakan oleh para nelayan sebagai jalur ketika akan berangkat atau pulang dari melaut. Konon, pada abad kelima belas, menurut cerita yang berkembang pada masyarakat setempat, pernah ditemukan seorang gadis cantik yang terdampar di dalam terowongan tanpa diketahui asal usulnya. Penemuan tersebut, oleh masyarakat dilaporkan kepada raja Kerajaan Muna. Kecantikan dan keelokan paras gadis tersebut membuat raja terpesona dan jatuh hati. Oleh sang raja, gadis yang baru ditemukan itu kemudian didaulat sebagai permaisuri. Mengunjungi Danau Napabale, para wisatawan dapat menikmati dua pesona wisata alam sekaligus, yaitu danau dan pantai. Keindahan danau bisa dinikmati sembari belayar di atas sampan atau dengan menyelam sembari menyaksikan pemandangan bawah air yang menakjubkan (snorkeling). Sekiranya tidak bisa mengayuh sampan sendirian, wisatawan dapat minta bantuan pada nelayan agar mengantar dengan samapan hingga ke tengah danau, di mana terdapat sebuah pulau karang yang menghijau ditumbuhi pepohonan. Jika sudah puas dengan suasana danau, para wisatawan dapat menyeberang melewati terowongan menuju tepi pantai. Di pantai tersebut para wisatawan dapat bersantai, bermain ombak, atau berjemur di tepi pantai. Akan tetapi,
816 Kepariwisataan Sulawesi Tenggara
penyeberangan melalui terowongan akan sulit dilakukan jika air laut sedang pasang. Sebab, pada saat itu terowongan yang menjadi penghubung antara laut dan danau tertutup air. Sekiranya tertarik dengan wisata pendidikan, para wisatawan dapat meneliti aneka bebatuan pada terowongan yang telah berumur ratusan tahun. Pada beberapa bagian di dalam terowongan tersebut terdapat aneka jenis stalaktik. Selain itu, para wisatawan dapat pula menyaksikan aneka lukisan karang yang terbentuk indah karena proses bentukan alam. Danau Napabale terletak di Desa Lohia, Kecamatan Lohia, Kabupaten Muna.
2. Obyek Wisata Sejarah a. Benteng Keraton Buton Benteng Keraton Buton merupakan salah satu objek wisata bersejarah di Kota Baubau Sulawesi Tenggara. Benteng peninggalan Kesultanan Buton tersebut dibangun pada abad ke-16 oleh Sultan Buton III bernama La Sangaji yang bergelar Sultan Kaimuddin (1591-1596). Pada awalnya, benteng tersebut hanya dibangun dalam bentuk tumpukan batu yang disusun Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com mengelilingi komplek istana dengan tujuan untuk mambuat pagar pembatas antara komplek istana dengan perkampungan masyarakat sekaligus sebagai benteng pertahanan. Pada masa pemerintahan Sultan Buton IV yang bernama La Elangi atau Sultan Dayanu Ikhsanuddin, benteng berupa tumpukan batu tersebut dijadikan bangunan permanen. Pada masa kejayaan pemerintahan Kesultanan Buton, keberadan Benteng Keraton Buton memberi pengaruh besar terhadap eksistensi Kerajaan. Dalam kurun waktu lebih dari empat abad, Kesultanan Buton bisa bertahan dan terhindar dari ancaman musuh. Benteng Keraton Buton mendapat penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) dan Guiness Book Record yang dikeluarkan bulan september 2006 sebagai benteng terluas di dunia dengan luas sekitar 23,375 hektar. Di samping itu, benteng tersebut memiliki panjang (keliling) sekitar 2.740 meter, tinggi bangunan antara 2 sampai 3 meter, ketebalan antara 1,5 sampai 2 meter. Di sepanjang benteng terdapat 12 pintu (lawa) masuk dan keluar yang berfungsi menghubungkan komplek istana dengan perkampungan masyarakat. Adapun nananama pintu tersebut adalah Lawana Rakia, Lawana Lanto, Lawana Labunta, Lawana Kampebuni, Lawana Waborobo, Lawana Dete, Lawana Kalau, Lawana Bajo/Bariya, Lawana Burukene/Tanailandu, Lawana Melai/Baau, Lawana Lantongau, dan Lawana Gundu-gundu. Di setiap pintu benteng dapat dijumpai puluhan meriam yang masih terawat secara baik. Meriam-meriam tersebut terletak berjejeran di sisi kiri dan kanan pada masing817 Kepariwisataan Sulawesi Tenggara
masing pintu. Pada masa perang melawan penjajah, meriam tersebut dipergunakan oleh tentara kerajaan untuk menghalau musuh. Di samping itu, keistimewaan Benteng Keraton Buton juga bisa dilihat pada ketahanan bangunannya. Sampai saat ini benteng tersebut masih berdiri dengan kokoh walau zaman telah silih berganti menghampirinya. Hal tersebut tidak bisa lepas dari struktur bangunan, bahan yang berkualitas dan perekat yang terbuat dari campuran putih telur, kapur dan agar-agar. Benteng Keraton Buton terdapat di Kelurahan Melai, Kecamatan Betoambari, Kota Bau-bau. b. Masjid Buton Masjid Buton pertama kali didirikan pada tahun 1538 M. Tidak lama berselang, masjid ini terbakar akibat perang saudara yang terjadi di Kesultanan Buton dalam perebutan kekuasaan. Pembangunan masjid tersebut baru dimulai lagi pada tahun 1712 M dengan lokasi yang tidak begitu jauh dari tempat semula. Sejarah pembangunan kembali Masjid Buton menjadi tonggak perdamaian dalam perang saudara di Kesultanan Buton. Kisahnya berawal dari pengalaman gaib salah seorang ulama yang tinggal di dalam Benteng Keraton Wolio yang bernama Syarif Muhammad. Ia mendengar suara azan dari sebuah tempat yang ada di sekitar keraton, maka kemudian ia mencari suara gaib tersebut. Setelah menelusuri sekian lama, ia menemukan suara azan itu berasal dari sebuah lubang yang terdapat di bukit di samping keraton. Berhubung hari itu adalah hari Jum‘at, Syarif Muhammad mengajak masyarakat untuk melaksanakan shalat berjamaah di tempat tersebut. Ia memanfaatkan momen tersebut dengan mengajak semua pihak yang sedang bertikai untuk berdamai. Kemudian Sultan Sakiudin Darul Alam, sebagai Sultan Buton, berinisiatif untuk membangun kembali masjid yang sudah terbakar di lokasi sumber suara azan ditemukan. Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com
Pada tahun 1930, di masa Sultan Hamidi (sultan ke-37), masjid ini untuk kali pertama direnovasi. Struktur asli bangunan tetap dipertahankan dan hanya mengganti sebagian rangka kayu, karena sudah lapuk dimakan usia. Sedangkan atap yang semula menggunakan atap rumbia diganti dengan seng. c. Istana Malige Dalam sejarah Kesultanan Buton, tercatat ada sekitar 38 istana yang umumnya dibuat dalam bentuk rumah panggung bersusun tiga. Pembangunan tiap istana tidak terlepas dari tradisi yang berkembang dalam Kesultanan Buton, di mana istana yang akan ditempati oleh sultan yang hendak naik tahta dibangun sendiri oleh sultan tersebut dengan dibantu oleh sanak keluarganya. Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com
818 Kepariwisataan Sulawesi Tenggara
Sehingga, sampai berakhirnya dinasti Kesultanan Buton, tercatat sudah berdiri istana sebanyak itu. Sampai saat ini, sebagian dari istana-istana yang terletak di dalam Benteng Keraton Buton tersebut masih dapat dijumpai. Sementara, sebagian yang lain sudah ada yang rubuh karena dimakan usia. Untuk menjaga warisan sejarah tersebut, Pemerintah Kota Bau-Bau menetapkan kompleks istana Buton sebagai warisan sejarah dan beberapa di antaranya dijadikan sebagai museum untuk menyimpan koleksi benda-benda bersejarah peninggalan Kesultanan Buton. Salah satu istana yang terkenal adalah Istana Malige. Dahulu kala, istana tersebut dihuni oleh Sultan Buton ke-37 yang bernama La Ode Hamidi. Keunikan Istana Malige terletak pada struktur bangunan dan tata ruangannya. Istana tersebut terdiri dari 4 lantai yang dahulunya digunakan oleh Sultan La Ode Hamidi sebagai pusat pemerintahan dan tempat tinggal keluarganya. Lantai pertama yang terdiri dari 7 petak/ruangan dipergunakan untuk tempat menerima tamu, tempat sidang petinggi kesultanan, kamar tidur tamu, kamar anak sultan yang sudah berkeluarga, ruang makan tamu, dan lain-lain. Lantai kedua dibagi menjadi 14 buah kamar, 7 kamar di sisi sebelah kanan dan 7 kamar di sisi sebelah kiri. Kamar-kamar tersebut dipergunakan untuk berbagai kepentingan, seperti kamar tidur keluarga, kantor sultan, dan gudang. Lantai ketiga dipergunakan sebagai tempat istirahat dan bersantai keluarga. Sedangkan lantai terakhir atau lantai keempat dipergunakan untuk mengeringkan pakaian keluarga kerajaan. Setelah ditetapkan sebagai warisan sejarah, Istana Malige oleh pemerintah setempat dipergunakan sebagai museum guna menyimpan benda-benda bersejarah peninggalan Kesultanan Buton, seperti meriam kuno dan benda-benda peninggalan sultan Buton lainnya. Istana Malige terdapat di Kelurahan Batuulo, Kota Bau-Bau.
3. Wisata Budaya a. Upacara Pasuo Tradisi Upacara Posuo yang berkembang di Sulawesi Tenggara (Buton) sudah berlangsung sejak zaman Kesultanan Buton. Upacara Posuo diadakan sebagai sarana untuk peralihan status seorang gadis dari remaja (labuabua) menjadi dewasa (kalambe), serta untuk mempersiapkan mentalnya. Upacara tersebut dilaksanakan selama delapan hari delapan malam dalam ruangan khusus yang oleh mayarakat setempat disebut dengan suo. Selama dikurung di suo, para peserta dijauhkan dari pengaruh dunia luar, baik dari keluarga maupun lingkungan sekitarnya. Para peserta hanya boleh berhubungan dengan bhisa (pemimpin Upacara Posuo) yang telah ditunjuk oleh pemangku adat setempat. Para bhisa akan membimbing dan memberi petuah berupa pesan moral, spiritual, dan pengetahun membina keluarga yang baik kepada para peserta. Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com
819 Kepariwisataan Sulawesi Tenggara
Dalam perkembangan masyarakat Buton, ada 3 jenis Posuo yang mereka kenal dan sampai saat ini upacara tersebut masih berkembang. Pertama, Posuo Wolio, merupakan tradisi Posuo awal yang berkembang dalam masyarakat Buton. Kedua, Posuo Johoro yang berasal dari Johor-Melayu (Malaysia) dan ketiga, Posuo Arabu yang berkembang setelah Islam masuk ke Buton. Posuo Arabu merupakan hasil modifikasi nilai-nilai Posuo Wolio dengan nilai-nilai ajaran agama Islam. Posuo ini diadaptasi oleh Syekh Haji Abdul Ghaniyyu, seorang ulama besar Buton yang hidup pada pertengahan abad XIX yang menjabat sebagai Kenipulu di Kesultanan Buton di bawah kepemimpinan Sultan Buton XXIX Muhammad Aydrus Qaimuddin. Tradisi Posuo Arabu inilah yang masih sering dilaksanakan oleh masyarakat Buton. b. Tari Lulo Tari Lulo adalah tarian masyarakat Tolaki di Sulawesi Tenggara. Pada awalnya, tari ini diadakan dalam rangka pesta perkawinan, syukuran panen, dan acara-acara khusus lainnya. Tujuannya adalah sebagai sarana untuk mempererat tali silaturahmi dan tidak jarang juga dimanfaatkan sebagai ajang untuk mencari jodoh. Namun pada perkembangannya, tarian ini juga diadakan ketika ada pejabat atau tamu penting yang datang berkunjung ke Provinsi Sulawesi Tenggara. Dalam tarian ini, dihadirkan penari-penari cantik yang mendampingi sekaligus membimbing para pejabat atau tamu penting untuk ikut serta menari. Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com
Dahulu kala, ketika Tari Lulo menjadi sarana untuk mencari jodoh, terdapat tata atur yang sangat ketat. Ketika akan masuk ke dalam arena tarian misalnya, para penari harus masuk dari depan dan tidak diperbolehkan masuk dari belakang. Selain itu, ketika akan mengajak calon pasangan untuk menari, terutama pasangan pria yang mencari pasangan wanita, hendaknya mencari wanita yang sedang berpasangan dengan wanita. Jadi, seorang pria tidak diperbolehkan mengajak seorang wanita yang sudah berpasangan dengan pria lain. Hal ini untuk mengantisipasi agar tidak terjadi kesalahpahaman ketika tarian berlangsung. Ada juga aturan lain yang cukup menarik untuk diketahui, seperti ketika terjadi penolakan dari calon pasangan. Apabila seorang pria yang mencari pasangan ditolak oleh si wanita, maka pria tersebut dikenai denda adat, yaitu seekor kerbau ditambah dua lembar sarung (toloa). Akan tetapi, denda ini tidak berlaku sebaliknya kepada pihak wanita. Seiring perjalanan waktu, tata atur yang berlaku dalam tarian ini sudah mulai ditinggalkan.
820 Kepariwisataan Sulawesi Tenggara
c. Aduan Kuda Aduan Kuda merupakan salah satu olahraga tradisional yang terkenal di Sulawesi Tenggara, tepatnya di Kabupaten Muna dan telah menjadi tontonan yang menarik bagi masyarakat luas. Di kalangan masyarakat Muna, atraksi ini populer dengan sebutan pogeraha adara, yang berarti ‘adu kekuatan kuda‘. Atraksi aduan kuda memiliki nilai filosofi yang berkaitan dengan keutamaan hak dan harga diri dalam melaksanakan Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com tanggung jawab. Masyarakat suku Muna akan berupaya sekuat tenaga dalam menjaga hak dan harga dirinya, walaupun nyawa taruhannya. Sampai sekarang, filosofi tersebut tetap menjadi pegangan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat suku Muna. Atraksi adu kuda ini merupakan warisan dari kerajaan Muna di era kejayaannya. Pada awalnya, aduan kuda ditampilkan pada saat raja-raja di Kerajaan Muna kedatangan tamu penting dari luar daerah, seperti dari pulau Jawa atau dari daerah lain. Untuk menghibur para tamu tersebut, maka diadakanlah atraksi aduan kuda yang kemudian menjadi tradisi turun-temurun. Setelah kerajaan runtuh, tradisi aduan kuda tetap berkembang, bahkan saat ini menjadi salah satu tradisi unggulan masyarakat suku Muna. Setiap tahun setidaknya tiga kali diadakan atraksi aduan kuda, yaitu pada peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia dan dua hari raya (Idulfitri dan Iduladha). Biasanya, aduan tersebut selalu ramai ditonton oleh masyarakat. Pada perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, penontonnya bisa mencapai ribuan yang datang dari berbagai daerah.
4. Wisata Minat Khusus a. Pusat Kerajinan Perak Pusat kerajinan perak yang membuat beraneka jenis perhiasan di Kota Kendari ini oleh masyarakat setempat dikenal juga dengan sebutan “Kendari Werek”. Rata-rata aneka jenis perhiasan yang dibuat ialah aneka perhiasan yang biasa dipakai perempuan untuk menghadiri acara-acara adat masyarakat Sulawesi Tenggara. Kerajinan tersebut sudah berkembang semenjak Indonesia masih di bawah jajahan pemerintah kolonial. Para pengrajin perak generasi pertama yang mengembangkan usahanya di Kota Kendari, yang dipimpin oleh Jie A Woi, berasal dari Provinsi Kwang Tong, Cina. Jie A Woi mengembangkan usaha ini karena terinspirasi oleh seekor laba-laba yang sedang membuat sarangnya. Ia kemudian melakukan cara yang sama dalam menciptakan aneka jenis perhiasan perak. Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com
821 Kepariwisataan Sulawesi Tenggara
Dalam perkembangannya, terutama setelah Indonesia merdeka, kerajinan perak yang ada di kota tersebut tidak menunjukkan perkembangan yang berarti, bahkan berindikasi pada kelesuan usaha. Saat ini, kerajinan perak tersebut lebih banyak berkembang di lingkungan Dewan Kerajinan Kendari saja, yang tetap setia menjaga kelestarian kerajinan perak. Hal itu dilakukan untuk menj aga aset daerah Sulawesi Tenggara tersebut tetap lestari dan tidak hilang ditelan zaman. b. Kerajinan Gembol Kerajinan gembol oleh masyarakat Kendari juga dikenal sebagai kerajinan “tumor kayu”. Hal ini karena bahan dasar untuk kerajinan tersebut diambil dari akar kayu yang menyerupai benjolan tumor (penyakit) pada manusia. Bahan-bahan tersebut biasanya didapat dari beraneka pohon besar yang tumbuh di daerah Sulawesi Tenggara. Kerajinan gembol yang berkembang di Kota Kendari, pertama kali diperkenalkan oleh tentara Jepang ketika menguasai Provinsi Sulawesi Tenggara. Mereka melihat provinsi tersebut memiliki cadangan kayu yang banyak dengan jenis kayu yang bervariasi, seperti kayu jati, meranti, tolinti, cendana, Sumber Gambar : dan beropa. Hal tersebut menjadi inspirasi http://wisatamelayu.com bagi tentara Jepang untuk mengolahnya menjadi aneka bentuk kerajinan. Sampai saat ini, masyarakat Kota Kendari masih memproduksi kerajinan warisan Jepang tersebut, bahkan produksinya berkembang cukup pesat. Oleh karena keunikan kerajinan tersebut, apresiasi terhadap kerajinan gembol mengalir dari berbagai daerah. Para konsumen biasanya datang dari berbagai tempat, baik yang berasal dari masyarakat Sulawesi Tenggara sendiri maupun dari luar daerah. Bahkan, permintaan terhadap hasil kerajinan gembol ada juga yang datang langsung dari masyarakat mancanegara, seperti Jepang, Korea, negaranegara di Timur Tengah, dan beberapa negara di Benua Eropa. Sehingga, hasil karya para pengrajin gembol yang terdapat di Kota Kendari boleh dibilang sudah mampu menembus pasar global. c. Layang-layang Tradisional Kaghati
Sumber gambar : http://wisatamelayu.com
822 Kepariwisataan Sulawesi Tenggara
Layang-layang Kaghati adalah layanglayang tradisional masyarakat suku Muna yang sudah ada semenjak zaman purba. Hal ini dapat diketahui dari hasil temuan peneliti Jerman yang meneliti peninggalan prasejarah di situs Liang Kobori. Di dalam liang (gua) tersebut, terdapat lukisanlukisan yang menunjukkan aktivitas suku Muna purba yang sedang
menjalankan ritual menggunakan media layang-layang. Konon, masyarakat suku Muna purba menyembah api yang dipercaya sebagai manifestasi Tuhan dan mereka meyakini sumber utama api terletak pada matahari. Untuk mencapainya, dilakukanlah ritual menerbangkan layang-layang Kaghati selama tujuh hari. Tepat pada hari ketujuh, tali layang-layang diputus agar dapat terbang menuju langit tempat Tuhan mereka (matahari) berada. Layang-layang yang lepas tersebut, diyakini akan memberi perlindungan bagi masyarakat suku Muna dari siksa api neraka setelah mereka meninggal.
Setelah agama Islam masuk ke Muna, ritual tersebut sudah tidak dilaksanakan lagi, karena dianggap bertentangan dengan nilai-nilai agama. Namun, masyarakat setempat masih menerbangkan Kaghati sebagai media hiburan dan ada juga yang dipakai untuk menjaga sawah atau ladang mereka dari serangan hama burung dan babi hutan. Layang-layang tersebut dapat mengeluarkan bunyi, sehingga membuat burung dan babi menjadi takut. Dalam perkembangannya, layang-layang Kaghati kerap kali diikutkan pada perlombaan tingkat nasional maupun internasional. Pada tahun 1996 dan 1997, layang-layang Kaghati mendapat penghargaan dari kalangan pecinta layang-layang, baik di tingkat nasional maupun internasional, sebagai layang-layang yang paling alami yang masih ada. Meskipun cukup dikenal di antara pecinta layang-layang, namun sayangnya perlombaan khusus layang-layang Kaghati belum ada sampai sekarang.
823 Kepariwisataan Sulawesi Tenggara