KANDUNGAN MINERAL DAN VITAMIN B12 KERANG SIMPING (Amusium pleuronectes) SEGAR DAN REBUS
ZAIKANUR
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kandungan Mineral dan Vitamin B 12 Kerang Simping (Amusium pleuronectes) Segar dan Rebus adalah benar karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juli 2013 Zaikanur C34090056
ABSTRAK ZAIKANUR. C34090056. Kandungan mineral dan vitamin B 12 kerang simping (Amusium pleuronectes) Segar dan Rebus. Dibimbing oleh NURJANAH dan AGOES MARDIONO JACOEB. Komposisi kimia, mineral, dan vitamin B 12 diteliti pada daging kerang simping segar dan rebus. Komposisi kimia diketahui dengan analisis proksimat, kadar mineral ditentukan dengan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer), dan vitamin B 12 ditentukan dengan HPLC (High Performance Liquid Chromatografi). Komposisi kimia dan mineral daging kerang simping segar mengalami penurunan setelah perebusan. Air rebusan yang diteliti mengandung beberapa mineral. Kandungan mineral makro tertinggi pada daging kerang ssimping adalah kalium sebesar 21.075 ppm dan yang terkecil adalah magnesium sebesar 3.600 ppm, sedangkan mineral mikro terbesar adalah besi sebesar 966 ppm. Kandungan vitamin B 12 daging kerang simping segar lebih kecil dari 0,23 ppm. Kata kunci : Kerang simping, mineral, proksimat, rebus, segar, vitamin B 12
ABSTRACT ZAIKANUR. C34090056. Minerals and Vitamin B 12 contents of Fresh and Boiled Asian moon scallop (Amusium pleuronectes). Supervised by NURJANAH and AGOES MARDIONO JACOEB Chemical composition, mineral and vitamin B 12 contents were investigated in fresh and boiled asian moon scallop (A. pleuronectes) meat. Chemical composition were determined by proximat analysis, mineral content were determined by AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer), and vitamin B 12 was determined by HPLC (High Performance Liquid Chromatografi). Chemical composition and mineral of fresh asian moon scallop meat decreased after boiling process. The boiling precised water is proved which have mineral. The higher macro mineral content in the meat of asian moon scallop is kalium at 21,075 ppm and the smallest is magnesium at 3,600 ppm, while the largest micro mineral are iron at 966 ppm. Vitamin B 12 content of fresh asian moon scallop meat is less than 0.23 ppm. Keywords: A. pleuronectes, Boiled, Fresh, Mineral, Proximate, Vitamin B 12
KANDUNGAN MINERAL DAN VITAMIN B12 KERANG SIMPING (Amusium pleuronectes) SEGAR DAN REBUS
ZAIKANUR
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Nama Nrp Program Studi
: Kandungan Mineral dan Vitamin B 12 Kerang Simping (Amusium pleuronectes) Segar dan Rebus : Zaikanur : C34090056 : Teknologi Hasil Perairan
Disetujui oleh
Dr. Ir. Nurjanah, M.S. Pembimbing I
Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl.-Biol. Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Ruddy Suwandi MS.,Mphil Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan
Tanggal lulus :
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi hasil penelitian ini berjudul Perubahan Kandungan Mineral dan Vitamin B 12 Kerang Simping (Amusium pleuronectes) Segar dan Rebus. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama penyusunan skripsi ini, terutama kepada: 1 Dr. Ir. Nurjanah, MS dan Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl.-Biol selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dalam penyusunan skripsi 2 Dr. Sugeng Heri Suseno S.Pi, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini 3 Dr.Ir.Ruddy Suwandi, MS, M.Phil selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan. 4 Bapak Moch Zaenudin sebagai ayah luar biasa yang senantiasa membantu dalam segala aspek penelitian ini hingga pembuatan skripsi, serta doa yang sangat berlimpah untuk kesuksesan penulis. 5 Ibu Salkah sebagai ibunda tercinta yang selalu memberikan dukungan, kasih sayang, dan doa tanpa batas serta keluarga besar bekasi yang juga memberikan dukungan kepada penulis. 6 Kakak tersayang Mohammad Saldin Wibowo yang selalu memberi perhatian dan semangat 7 Keluarga besar di Tegal, khususnya bulik Nur Janah yang membantu menopang biaya penelitian dan nenek tercinta (Sholihatun) yang selalu mencurahkan doa dan kasih sayang. 8 Teman-teman seperjuangan (untuk Affan, Rohmad, Acil, Amel, Detty, Christy, Etha, Ovin, dan Ana) selama penelitian. 9 Teman-teman THP 46 dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dan dukungan moril dalam penyusunan laporan skripsi ini Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangannya. Kritik dan saran yang membangun dalam rangka menghasilkan hasil yang terbaik sangat diharapkan. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukannya. Bogor, Juli 2013
Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................................ vi DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ vi PENDAHULUAN ................................................................................................. 1 Latar Belakang ................................................................................................... 1 Perumusan masalah ............................................................................................ 1 Tujuan penelitian ................................................................................................ 2 Manfaat penelitian .............................................................................................. 2 Ruang lingkup penelitian ................................................................................... 2 METODE ............................................................................................................... 2 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................................. 2 Bahan dan Alat ................................................................................................... 2 Prosedur Penelitian ............................................................................................. 3 HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................. 5 Karakteristik Bahan Baku ................................................................................. 5 Rendemen Kerang Simping................................................................................ 7 Komposisi Kimia Kerang Simping .................................................................... 8 Komposisi Mineral .......................................................................................... 10 Vitamin B 12 ..................................................................................................... 15 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 15 Kesimpulan ...................................................................................................... 15 Saran ................................................................................................................ 16 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 16 LAMPIRAN ......................................................................................................... 19 RIWAYAT HIDUP .............................................................................................. 21
DAFTAR TABEL Morfometrik kerang simping ................................................................................. 6 Persentase rendemen kerang simping .................................................................... 7 Penyusutan rendemen ............................................................................................ 8 Hasil analisis proksimat ......................................................................................... 8 Kandungan mineral makro dan mikro ................................................................. 11
DAFTAR GAMBAR Amusium pleuronectes ........................................................................................... 5
DAFTAR LAMPIRAN Diagram alir ......................................................................................................... 19 Preparasi Kerang Simping ................................................................................... 20
1
PENDAHULUAN Perairan Indonesia memiliki potensi pemanfaatan sumberdaya yang besar. Salah satu sumberdaya potensial yaitu hewan pelecypoda laut. Pelecypoda laut merupakan salah satu komoditi perikanan yang cukup komersil. Hewan pelecypoda dapat dimanfaatkan baik cangkang, daging, maupun jeroannya. Kerang termasuk hewan pelecypoda yang mempunyai potensi besar dan nilai ekonomis yang tinggi, namun belum banyak dimanfaatkan secara optimal. Kerang dapat juga berkontribusi untuk pemenuhan gizi masyarakat. Liem dan Sriyanto (2011) menyatakan bahwa kerang mengandung beberapa zat gizi penting sebagai sumber protein hewani, sumber lemak yang aman, sumber vitamin larut lemak dan air, serta sumber zat gizi mineral (besi, seng, selenium, tembaga, kalsium, kalium, fosfor, magnesium, natrium dan lain-lain). Salah satu jenis pelecypoda yang potensi pemanfaatannya belum optimal adalah kerang simping (Amusium pleuronectes). Kerang simping memiliki potensi sebagai bahan pangan untuk pangan fungsional maupun suplemen. Kerang simping merupakan nama lokal dari Amusium pleuronectes di Indonesia dan memiliki nama internasional yaitu Asian Moon Scallop. Kerang simping dapat ditemukan di perairan laut dangkal. Di Indonesia kerang Simping tersebar secara luas antara lain di Kenjeran (Jawa Timur), Pasuruan (Jawa Timur), Demak (Jawa Tengah), Kupang (NTT) dan Tangerang (Banten) (Alamiah 2007). Produksi kerang simping di Indonesia yang tercatat pada tahun 2011 yaitu 877 ton (KKP 2011). Pemanfaatan optimal kerang simping hanya di beberapa daerah tertentu saja yang keberadaannya berlimpah, sementara di daerah lain hanya sebagai hasil tangkapan samping. Informasi mengenai kandungan gizi kerang simping masih sangat terbatas di Indonesia. Informasi yang diperlukan dari kerang simping yaitu kandungan gizinya terutama mineral dan vitamin B 12 pada kerang simping segar dan setelah melalui proses pemasakan dengan perebusan. Proses perebusan merupakan pengolahan kerang yang umum dilakukan oleh masyarakat. Oleh karena itu, selayaknya dilakukan kajian tentang kandungan gizi, mineral dan vitamin B 12 kerang simping segar dan setelah pemasakan yaitu perebusan.
Perumusan Masalah Terbatasnya informasi mengenai kandungan gizi kerang simping menjadi salah satu penyebab pemanfaatan kerang simping belum optimal oleh masyarakat Indonesia. Informasi kandungan gizi biasanya digunakan sebagai pertimbangan dalam mengolah suatu bahan pangan, sehingga produk yang dihasilkan memiliki nilai tambah dari segi kesehatan. Beberapa penelitian tentang kerang simping yang sudah dilakukan di Indonesia yaitu distribusi kerang simping, biomassa populasi kerang simping, potensi reproduksi dan kepadatan kerang simping. Penelitian mengenai kerang simping di luar negeri yaitu analisis logam berat pada kerang simping di perairan pantai Thailand. Analisis kandungan mineral dan vitamin B 12 pada kerang simping belum pernah dilakukan, sehingga penelitian ini menjadi penting dilakukan untuk mengetahui potensi kandungan mineral dan vitamin B 12 yang terdapat dalam kerang simping.
2
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menentukan rendemen, komposisi kimia (kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat), kadar mineral dan vitamin B 12 yang terkandung dalam daging kerang simping (Amusium pleuronectes) segar dan setelah perebusan.
Manfaat Penelitian Informasi kandungan gizi ini diharapkan dapat bermanfaat untuk meningkatkan konsumsi daging kerang simping, mengetahui potensi pengembangan yang tepat dalam pemanfaatannya, dan memberikan referensi sumber mineral, vitamin B 12 untuk memenuhi kebutuhan nutrisi masyarakat, baik dikonsumsi secara langsung dalam makanan, maupun dalam bentuk suplemen.
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian adalah pengambilan dan preparasi contoh, perebusan, analisis komposisi kimia, mineral, dan vitamin B 12 daging kerang simping segar dan rebus.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga April 2013. Penelitian bertempat di Laboratorium Karakteristik dan Penanganan Hasil Perairan untuk preparasi sampel, uji proksimat dilakukan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisis mineral dilakukan di Laboratorium Pengujian Nutrisi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Pengujian, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Analisis vitamin B 12 dilakukan di Laboratorium pangan M-BRIO, Pulo Armin, Bogor.
Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging kerang simping yang diperoleh dari Eretan Kulon, Indramayu. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis proksimat adalah akuades, tablet selenium, H 2 SO 4 , NaOH, HCl, asam borat (H 3 BO 3 ), kertas saring, dan pelarut lemak heksana. Bahan yang digunakan untuk analisis mineral adalah kapas, kertas saring Whatman, 10 mL HNO 3 pekat, 0,8 mL H 2 SO 4 pekat, HClO 4 , air bebas ion, dan
3
HCl. Analisis vitamin menggunakan bahan-bahan yaitu standar vitamin B 12 , Larutan metanol grade HPLC, dan Aquabides. Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi termometer, dandang, kompor, pisau, timbangan digital, dan aluminium foil; analisis proksimat menggunakan alat timbangan analitik, cawan porselen, gegep, oven, desikator (analisis kadar air); tabung reaksi, gelas erlenmeyer, tabung kjeldahl, tabung soxhlet, pemanas (analisis kadar lemak); tabung kjeldahl, destilator, buret (analisis kadar protein); tanur dan desikator (analisis kadar abu). Pengujian mineral dilakukan menggunakan alat AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer) merk Shimadzu tipe AA 7000, spektrofotometer UV-200-RS, hot plate, erlenmeyer, labu takar 100 mL, dan glass wool. Analisis vitamin B 12 menggunakan metode Kuantitatif ROCHE, menggunakan neraca analitik, labu takar 25 mL, gelas ukur 100 mL, transonik, sudip, pipet tetes, keras saring whatman, labu semprot, injektor 20 µL, penyaring milipore 0,45 µm, dan HPLC Pump-K 1001.
Prosedur penelitian Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan meliputi pengambilan sampel kerang simping di Indramayu, preparasi sampel, perhitungan morfometrik, perhitungan rendemen (daging, jeroan, cangkang), perebusan kerang simping (A. pleuronectes) dan perhitungan penyusutan rendemen. Analisis yang dilakukan yaitu analisis proksimat kerang simping (kadar air, protein, lemak, abu, dan karbohidrat), analisis kadar mineral, dan analisis kadar vitamin B 12 (kobalamin). Pengambilan dan preparasi kerang simping Penelitian ini diawali dengan pengambilan sampel berupa kerang simping (A. pleuronectes) dari Eretan Kulon, Indramayu. Sampel kerang simping yang sudah diperoleh dibawa ke laboratorium menggunakan coolbox dengan diberi es agar terjaga kesegarannya selama proses transportasi. Setelah sampel tiba di laboratorium, sampel kerang dibersihkan atau dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan benda asing yang menempel. Selanjutnya dilakukan perhitungan morfometrik yang meliputi ukuran panjang, lebar, dan tinggi, serta perhitungan rendemen dengan mengukur berat rata-rata dari setiap jenis sampel secara acak, meliputi berat total, berat cangkang, daging, dan jeroan, kemudian dihitung rendemennya dengan rumus: Rendemen (%) = (Bobot contoh (g)/ Bobot total (g) x 100% ) Preparasi kerang simping dilakukan dengan memisahkan daging dari bagian lainnya untuk kemudian dianalisis kimia yaitu analisis proksimat, mineral, dan vitamin B 12 . Proses Perebusan Kerang simping direbus selama 15 menit pada suhu 100ºC dengan menggunakan dandang. Sebelumnya air dididihkan terlebih dahulu hingga suhunya mencapai 100ºC, lalu kerang simping dimasukkan selama 15 menit
4
(direbus). Kemudian kerang simping diangkat, ditiriskan dan ditimbang, lalu kerang yang sudah direbus diuji proksimat, mineral, dan vitamin B 12 . Air rebusan yang dihasilkan juga diuji kandungan mineralnya. Analisis proksimat (SNI 01-2891-1992) Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk menghitung komposisi kimia suatu bahan. Analisis proksimat yang dilakukan terhadap daging kerang simping segar dan setelah direbus meliputi uji kadar air, kadar abu dengan metode termogravimetri, kadar lemak menggunakan metode sokhlet, kadar protein menggunakan metode kjeldahl dan perhitungan kadar karbohidrat dengan cara by difference. Analisis Mineral a. Pengujian Ca, K, Na, Mg, Fe, Zn, Cu, Se Prinsip penetapan mineral yaitu mendekstruksi dan melarutkan mineral yang ada dalam sampel ke dalam pelarut, berupa asam encer kemudian ditentukan jenis dan kuantitas mineral dalam sampel tersebut. Sampel yang akan diuji dilakukan dengan metode pelarutan ke dalam asam encer. Sebanyak 10 gram sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambah 5mL HNO 3 3N. Campuran didiamkan selama satu jam pada suhu ruang di ruang asam, kemudian dipanaskan dengan hot plate selama 4-6 jam dengan suhu 80ºC. Pemanasan dihentikan, sampel ditutup dan dibiarkan selama semalam, kemudian ditambah H 2 SO 4 sebanyak 0,8 mL dan dipanaskan kembali selama satu jam, kemudian ditambah 2-3 tetes larutan campuran HCl dan HNO 3 dengan perbandingan 2:1. Pemanasan dilanjutkan hingga campuran berubah warna dari cokelat ke kuning muda. Setelah campuran berwarna kuning muda, pemanasan diteruskan selama 10-15 menit, kemudian didinginkan dan ditambah 2 mL air bebas ion dan 0,6 mL HCl (p). Setelah campuran dingin, dipanaskan kembali hingga sampel larut. Jika terdapat endapan dalam larutan, disaring dengan glass wool. Larutan sampel kemudian diencerkan menjadi 100 mL dalam labu takar. Sejumlah larutan stok standar dari masing-masing mineral diencerkan menggunakan air bebas ion sampai konsentrasinya berada dalam kisaran kerja logam yang diinginkan dan ditambahkan 0,05 mL Cl 3 La.7H 2 O dan 5 mL air bebas ion. Kemudian larutan diinjeksikan ke dalam Atomic Absorbtion Spektrophotometer (AAS). Larutan standar, blanko dan contoh dialirkan ke dalam Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) merk Shimadzu tipe AA 7000 flame emission. Kemudian diukur absorbansinya atau tinggi puncak dari standar blanko dan contoh pada panjang gelombang dan parameter yang sesuai untuk masing-masing mineral dengan spektrofotometer. Merk lampu katoda yang digunakan dalam analisis mineral adalah Hammamatsu. b. Pengujian fosfor Sebanyak 10 g ammonium molibdat 10% ditambah dengan 60 mL air bebas ion. Selanjutnya ditambahkan 28 mL H 2 SO 4 dan dilarutkan dengan akuades hingga 100 mL (larutan A). Tahap selanjutnya adalah membuat larutan B, sebanyak 10 mL larutan A ditambah dengan 60 mL air bebas ion dan 5 g FeSO 4 .7H 2 O, kemudian dilarutkan dengan air bebas ion hingga 100 mL. Sampel
5
hasil pengabuan basah dimasukkan ke dalam tabung kuvet kemudian ditambah dengan 2 mL larutan B. Intensitas warna diukur dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm. Analisis Vitamin B 12 Analisis vitamin B 12 diawali dengan pembuatan eluen. Persiapan eluen yaitu sebanyak 1 g hexane sulfonic acid, ditambah 350 mL metanol dan 10 mL asam asetat glasial. Lalu dihimpitkan dengan aquabides dalam labu takar 1 liter, dan dikocok hingga homogen. Larutan disaring menggunakan penyaring milipore 0,45 µm, lalu degas selama ± 15 menit menggunakan transonik untuk memperkecil ukuran partikel, dan larutan fase gerak siap dipakai untuk HPLC. Persiapan larutan standar (vitamin B 12 100 µg/mL) yaitu sebanyak 0,01 g standar cobalamin ke dalam labu takar 100 mL, kemudian dihimpitkan dengan aquabides, dan kocok sampai homogen. Larutan standar diambil menggunakan siring, lalu pasang siring dengan disk filter 0,45 µm. Larutan filtrat pun siap diinjeksikan pada HPLC. Langkah berikutnya persiapan larutan contoh yaitu sampel dicacah dan ditumbuk hingga halus, sebanyak 1,5 g sampel dimasukkan ke dalam labu takar 50 mL. Sampel kemudian dilarutkan dengan aquabides dalam labu takar 50 mL, lalu disentrifuse selama 10 menit. Kemudian sampel disaring menggunakan kertas saring whatman. Larutan contoh siap diinjeksikan pada High Performance Liquid Chromatografi (HPLC) Pump-K 1001 merek Knauer Wellchrom, dengan kondisi sebagai berikut : Kolom : Eurospher C18 Kecepatan aliran : 1,0 mL/menit Program : Isokratik Detektor : UV visible Panjang gelombang : 265 nm Volume injektor : 20 µL
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Bahan Baku Kerang simping yang diteliti memiliki morfologi yaitu cangkangnya bundar, pipih, dan tipis. Kedua cangkang halus dan tidak sama baik warna maupun bentuknya. Sebuah cangkang berwarna cokelat dan lebih cembung dari cangkang yang satu lagi yang berwarna putih. Daerah dekat engsel cangkang terdapat bagian yang melebar, membentuk sayap. Morfologi kerang simping dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Amusium pleuronectes
6
Karakteristik fisik kerang simping diamati dengan memisahkan cangkang, daging, dan jeroan. Tekstur dan warna merupakan parameter yang diamati. Cangkang kerang simping memiliki tektur keras, tipis, dan berwarna cokelat pada bagian atas, putih pada bagian bawah. Daging kerang simping memiliki spesifikasi daging berwarna putih cerah dan tekstur kenyal. Sedangkan jeroan berwarna cokelat, hitam, dan orange bercampur putih (gonad) serta bertekstur lunak. Bagian dari kerang simping yang diteliti kandungan gizinya yaitu daging segar dan rebus. Setelah proses perebusan, daging kerang simping memiliki karakteristik fisik daging berwarna putih kekuningan dan tekstur lebih kompak. Sampel lain yang juga digunakan adalah air sisa rebusan kerang simping. Air rebusan digunakan untuk uji kandungan mineral. Beberapa sampel yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2. Bahan baku kerang simping yang digunakan dalam penelitian memiliki mutu kesegaran sesuai dengan SNI 3230.2:2010 tentang persyaratan bahan baku scallop (A. pleuronectes) yaitu bahan baku bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan pembusukan, dan secara organolepik bahan baku scallop hidup memiliki karakteristik bau yang segar spesifik jenis. Kerang simping yang diteliti perlu diketahui ukuran dan bobotnya karena mempengaruhi besarnya rendemen dan kuantitas zat yang terkandung didalamnya. Data hasil pengukuran morfometrik dan bobot kerang simping menggunakan 30 sampel yang diambil secara acak dan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Morfometrik kerang simping (Amusium pleuronectes)
Kerang bulu dan kerang salju digunakan sebagai pembanding hasil karena berasal dari habitat yang sama dengan kerang simping, keong macan sebagai pembanding dari kelas gastropoda, dan kijing sebagai pembanding karena mewakili bivalvia perairan tawar. Hasil pengukuran terhadap parameter panjang kerang simping memiliki nilai rata-rata 7,7 cm, lebih kecil dari kerang salju dan kijing yaitu 10,58 cm dan 8,23 cm, serta lebih besar dari kerang bulu dan keong macan yaitu 4,00 cm dan 4,16 cm. Lebar rata-rata kerang simping menunjukkan nilai yang tertinggi sebesar 7,5 cm. Ukuran panjang dan lebar kerang simping tidak jauh berbeda. Tinggi kerang simping menunjukkan nilai yang terkecil diantara pembanding lainnya, yaitu 1,4 cm. Tinggi yang kecil mengindikasikan bahwa kerang simping memiliki bentuk yang tipis. Bobot rata-rata kerang simping sebesar 30,5 gram, lebih besar dibandingkan bobot kerang bulu, keong macan, dan kijing yang hanya sebesar 18,93 gram, 16,6 gram, dan 18,70 gram. Bobot yang tinggi akan menghasilkan rendemen yang tinggi pula. Tiap spesies memiliki ukuran dan bobot yang berbeda-beda. Kerang simping, kerang salju, dan kerang bulu memiliki habitat yang sama, namun memiliki keragaman bentuk, ukuran, serta bobot. Perbedaan ukuran dan bobot kerang dipengaruhi oleh pertumbuhan. Menurut Rahayu et al. (2009), kecepatan
7
pertumbuhan kerang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur, lingkungan, pakan, iklim, fisiologis, dan genetik. Faktor-faktor ini bekerja secara simultan dalam mengontrol kecepatan tumbuh yang saling berinteraksi sehingga proses pertumbuhan dapat berjalan dengan baik. Pengaruh faktor lingkungan terhadap pertumbuhan dapat berupa trigger terhadap proses-proses metabolisme yang terdapat di dalam tubuh maupun penghematan pembelanjaan energi untuk proses metabolisme.
Rendemen Kerang Simping Rendemen kerang simping yang dihitung yaitu rendemen daging, jeroan, dan cangkang. Data persentase rendemen kerang simping dari 30 sampel disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Persentase rendemen kerang simping
Hasil pengukuran rendemen kerang simping menunjukkan bahwa rendemen terbesar terdapat pada bagian cangkang yaitu 41,15%. Hal ini karena bagian cangkang pada kerang simping menutupi tubuh kerang simping, sehingga disebut daging dalam cangkang. Rendemen cangkang kerang simping termasuk yang terkecil dibandingkan dengan beberapa moluska pada Tabel 2. Bagian tubuh moluska yang memiliki rendemen tertinggi adalah cangkang, sehingga pemanfaatan cangkang moluska menjadi sangat penting agar tidak hanya menjadi limbah perikanan. Nadjib (2008) menyatakan cangkang kerang mengandung kalsium karbonat, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai filler dan pengeras pada pembuatan lem kaca. Hidayanti (2013) menyatakan bahwa cangkang kerang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan membran desalinasi karena mengandung silika. Pemanfaatan lainnya yaitu penelitian Permana (2006) yang menggunakan tepung cangkang kerang hijau dalam pembuatan kerupuk. Pemanfaatan lain dari cangkang kerang yaitu dapat dijadikan sebagai hiasan dan barang seni. Nilai rendemen daging kerang simping berdasarkan hasil pengukuran yaitu 35,89%. Rendemen daging kerang simping memiliki nilai rendemen daging paling tinggi dibandingkan dengan kerang bulu, kerang salju, keong ipong-ipong, dan kijing yang berturut-turut sebesar 15,32, 15,48, 28,35, dan 20,71. Rendemen daging yang tinggi mengindikasikan bahwa kerang simping sangat potensial sebagai bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi masyarakat. Rendemen jeroan kerang simping sebesar 23,04%, tergolong cukup tinggi jika dibandingkan kerang bulu dan keong ipong-ipong yang hanya sebesar 5,28% dan 9,67%. Rendemen jeroan tertinggi yaitu kijing sebesar 27,36%. Nurjanah et al. (2010) menyatakan bahwa kijing merupakan hewan yang bersifat filter feeder sehingga
8
banyak partikel makanan ataupun partikel lain yang mengendap di dalam tubuh kijing, terutama di saluran pencernaan dan bagian jeroan yang lainnya. Rendemen hasil perikanan berbeda-beda tergantung dari ukuran, berat dan jenisnya. Kerang simping setelah perebusan mengalami perubahan jumlah rendemen. Rendemen kerang simping setelah proses perebusan adalah 68,18%. Persentase penyusutan rendemen kerang simping dan beberapa produk perikanan akibat pengolahan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Persentase penyusutan rendemen
Persentase penyusutan rendemen kerang simping akibat perebusan sebesar 31,82%. Proses perebusan mengakibatkan penyusutan rendemen yang cukup tinggi seperti pada udang ronggeng dan remis yaitu 32,90% dan 46,40%. Penyusutan rendemen kerang simping terjadi karena proses perebusan menyebabkan kandungan air bebas yang terdapat pada daging, jeroan dan cangkang keluar sehingga terjadi pengurangan berat setelah perebusan. Thamrin dan Prayitno (2008) menyatakan perebusan mengakibatkan pengkerutan lapisan permukaan daging. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa persentase penyusutan rendemen akibat pengukusan pada remis kukus dan kijing kukus sebesar 29,73% dan 37,80%. Mulyaningtyas (2011) menyatakan bahwa metode pengolahan baik pengukusan maupun perebusan menyebabkan terjadi pengurangan kadar air pada daging, serta komponen gizi lainnya yakni protein, lemak, mineral dan vitamin, sehingga terjadi penurunan nilai rendemen. Perbedaan persentase penyusutan rendemen produk diatas disebabkan oleh jenis pengolahan, waktu dan suhu yang digunakan, dan karakteristik biota.
Komposisi Kimia Kerang Simping (A. pleuronectes) Hasil analisis proksimat daging kerang simping disajikan dalam Tabel 4 dan contoh perhitungan analisis proksimat daging kerang simping dapat dilihat pada Lampiran 6. Tabel 4. Hasil analisis proksimat daging kerang simping
9
Data analisis proksimat pada Tabel 4 menunjukkan bahwa daging kerang simping segar memiliki nilai kadar air, abu, lemak dan protein lebih tinggi dibandingkan daging kerang simping rebus. Penentuan berat basis kering dimaksudkan untuk mengetahui besar perubahan sesungguhnya yang terjadi pada daging kerang simping segar dan setelah perebusan dengan mengabaikan kadar airnya. Kadar Air Kandungan air kerang simping cukup tinggi mengakibatkan kerang simping rentan terhadap serangan mikroba. Kadar air daging kerang simping segar sebesar 81,21% lebih tinggi dibandingkan kadar air daging kerang simping setelah perebusan yaitu 74,46%. Jacoeb et al. (2008) menyatakan bahwa perebusan pada suhu 100ºC mengakibatkan protein akan terkoagulasi dan air dari dalam daging akan keluar, hal ini yang menyebabkan kadar air kerang simping berkurang setelah perebusan. Hasil analisis kadar air sesuai dengan penelitian Nurjanah et al. (2005), Salamah et al.(2011), dan Jacoeb et al.(2008) menyatakan bahwa perebusan menyebabkan berkurangnya kadar air pada kerang darah, remis, dan udang ronggeng. Kadar air hasil perikanan tergolong tinggi, sehingga hasil perikanan bersifat highly perishable food atau mudah busuk dan rentan terhadap serangan mikroba. Kadar Abu Kadar abu daging kerang simping segar sebesar 5,27% menjadi 4,27% setelah perebusan. Nilai kadar abu kerang simping berkurang setelah mengalami proses perebusan. Hasil ini didukung oleh penelitian Nurjanah et al. (2005), Salamah et al. (2012), dan Jacoeb et al. (2008) yaitu pada kerang darah, remis, dan udang ronggeng terjadi penurunan kadar abu setelah perebusan. Penurunan yang terjadi disebabkan oleh terlarutnya sejumlah mineral ke dalam air perebusan selama proses perebusan berlangsung. Mulyaningtyas (2011) menyatakan bahwa pengolahan menyebabkan penurunan kadar abu dengan persentase pengukusan sebesar 28,99 % dan perebusan sebesar 28,64 %. Perbedaan tersebut tergantung oleh beberapa faktor menurut Mardiana (2011) yaitu cara pengolahan, suhu pengolahan dan luas permukaan produk. Kadar abu tiap organisme berbeda karena masing-masing organisme memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam meregulasi dan mengabsorbsi mineral berdasarkan cara makan suatu organisme, sehingga hal ini akan memberikan pengaruh pada nilai kadar abu dalam masingmasing bahan akan berbeda. Menurut DA-PhilRice (2001) dalam Purwaningsih (2012), kadar abu dapat dipengaruhi oleh habitat dan lingkungan. Setiap lingkungan perairan dapat menyediakan asupan mineral yang berbeda-beda bagi organisme akuatik yang hidup di dalamnya. Kadar Lemak Hasil analisis kadar lemak daging kerang simping segar yaitu 1,06%, menjadi 1,01% setelah perebusan. Nilai kadar lemak yang berkurang setelah perebusan disebabkan oleh pengolahan suhu tinggi yang dapat merusak asam lemak essensial omega 3 dan omega 6. Menurut Jacoeb et al.(2008), pengaruh pemanasan selama proses perebusan akan memecah komponen-komponen lemak menjadi produk volatil seperti aldehid, keton, alkohol, asam, dan hidrokarbon
10
yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan flavor. Produk volatil ini akan larut ke dalam air perebusan sehingga menurunkan jumlah kadar lemak yang ada di dalam daging. Hasil penelitian Salamah et al. (2012) menunjukkan penurunan kadar lemak akibat perebusan pada remis segar sebesar 4,99% menjadi 2,83% dan penelitian Jacoeb et al.(2008) pada udang ronggeng segar sebesar 6,57% menjadi 3,20% setelah perebusan. Hasil penelitian kadar lemak pada daging kerang simping memiliki kadar lemak yang lebih kecil dibandingkan literatur yang digunakan. Menurut Purwaningsih (2012), perbedaan kadar lemak tiap spesies dapat dipengaruhi oleh tingkat kematangan gonad dan umur suatu spesies, spesies yang sudah matang gonad akan mengalami peningkatan kadar lemak dalam tubuhnya. Kadar Protein Hasil pengujian menunjukkan penurunan kadar protein daging kerang simping segar sebesar 74,35% menjadi 74,23% setelah perebusan. Hasil ini didukung oleh penelitian Nurjanah et al. (2011) bahwa perebusan menyebabkan penurunan kadar protein pada kerang darah segar sebesar 76,00% menjadi 67,20%, Salamah et al. (2012) pada remis segar sebesar 67,34% menjadi 42,27% setelah perebusan, dan penelitian Jacoeb et al. (2008) pada udang ronggeng segar sebesar 87,90% menjadi 86,33% setelah perebusan. Penurunan disebabkan perebusan kerang simping menggunakan suhu tinggi sekitar 100ºC. Kebanyakan protein pangan terdenaturasi jika dipanaskan pada suhu yang moderat (60-90ºC) selama satu jam atau kurang sehingga dapat menurunkan kandungan protein (Winarno 2008). Aisyah (2011) menyatakan waktu dan suhu pengolahan berpengaruh terhadap hilangnya sebagian kecil protein bersama-sama dengan air yang keluar dari daging ikan. Kadar Karbohidrat Analisis kadar karbohidrat daging kerang simping dihitung secara by different. Penurunan kadar abu, lemak dan protein daging kerang simping rebus akan berpengaruh pada kadar karbohidrat, yaitu menyebabkan peningkatan kadar karbohidrat. Kadar karbohidrat daging kerang simping segar dan rebus berturutturut yaitu 19,27% (bk) dan 20,47% (bk). Karbohidrat dalam seafood tidak mengandung serat, kebanyakan dalam bentuk glikogen dan dalam jumlah sedikit berupa glukosa, fruktosa, sukrosa, serta dalam beberapa jenis monosakarida dan disakarida (Okuzumi dan Fujii 2000).
Komposisi Mineral Mineral yang diteliti pada penelitian ini yaitu mineral makro dan mikro. Daging kerang simping segar hasil penelitian memiliki kandungan mineral kalium yang tertinggi, diduga ion kalium dalam sel mampu menggantikan fungsi dari natrium, sehingga memiliki kandungan kalium yang relatif lebih besar dibandingkan dengan natrium (Bredbenner et al. 2009). Kandungan mineral daging kerang simping segar dan setelah perebusan, serta air rebusan disajikan dalam Tabel 5. Data mineral daging kerang simping disajikan dalam basis kering, sedangkan data mineral pada air rebusan disajikan dalam basis basah.
11
12
Kalsium (Ca) Hasil analisis kandungan kalsium menunjukkan penurunan kadar kalsium daging kerang simping segar 6.195 ppm menjadi 5.917 ppm setelah perebusan dengan persentase penurunan 4,49%. Hal ini didukung oleh penelitian Salamah et al. (2012) bahwa proses perebusan dapat menyebabkan penurunan kadar kalsium secara signifikan pada remis segar sebesar 21.838,1 ppm menjadi 14.423,4 ppm dan Septiani (2011) pada keong ipong-ipong terjadi penurunan kadar kalsium sebesar 23.177,1 ppm menjadi 7.910,8 ppm. Penurunan kadar kalsium disebabkan pemasakan suhu tinggi yang menyebabkan molekul air keluar dan mineral ikut terlarut bersama dengan air. Mineral yang hilang kemungkinan terdapat pada air rebusan. Air rebusan sisa perebusan kerang simping yang dianalisis memiliki kadar kalsium sebesar 274 ppm, oleh karena itu untuk pemanfaatan kalsium pada kerang simping secara optimal sebaiknya air rebusan digunakan sebagai kaldu. Hasil kandungan kalsium yang berbeda ditunjukkan oleh hasil penelitian Nurjanah et al. (2005) pada kerang darah yang mengalami kenaikan setelah perebusan yaitu 2.725 ppm menjadi 3.849 ppm. Unsur kalsium pada kerang darah diduga terikat kuat dalam jaringan daging. Kalsium berperan penting dalam pembentukan tulang dan gigi yang kuat, melawan kanker usus, menurunkan resiko batu ginjal, dan menurunkan resiko obesitas. Kebutuhan kalsium bagi tubuh orang dewasa yaitu 1.000-1.200 miligram per hari (Blake 2011). Kalium (K) Kandungan mineral makro terbesar pada daging kerang simping segar dan rebus yaitu mineral kalium sebesar 11.969 ppm dan 11.565 ppm. Hasil analisis kandungan kalium pada daging kerang simping segar mengalami penurunan setelah perebusan dengan persentase penurunan yang cukup besar yaitu 44,71%. Penurunan kandungan mineral disebabkan pemasakan dengan merendam dalam air panas atau perebusan dapat melarutkan mineral, sehingga kandungan kalium pada daging kerang simping setelah perebusan mengalami penurunan. Penelitian Salamah et al. (2012) menunjukkan bahwa proses perebusan menyebabkan terjadinya penurunan kadar kalium pada remis segar sebesar 4.650,1 ppm menjadi sebesar 1.832,7 ppm, dan Septiani (2011) pada keong ipong-ipong terjadi penurunan kadar kalium sebesar 7.376,0 ppm menjadi 5.161,1 ppm setelah perebusan. Kadar kalium pada kerang simping tergolong tinggi dibandingkan pada remis dan keong ipong-ipong. Perbedaan kadar kalium dipengaruhi oleh habitat, spesies dan suhu. Air rebusan yang dianalisis memiliki kandungan kalium yang cukup besar yaitu 807 ppm, hal ini disebabkan kalium bersifat sangat mudah larut dalam air dan teroksidasi, sehingga pada air rebusan mengandung kalium. Magnesium (Mg) Hasil analisis kandungan magnesium pada daging kerang simping segar mengalami penurunan setelah perebusan yaitu 3.600 ppm menjadi 2.589 ppm. Persentase penurunan magnesium setelah perebusan yaitu 28,08%. Pambudi (2011) menyatakan bahwa pemasakan suhu tinggi dapat menurunkan dan merusak zat gizi yang terkandung dalam bahan pangan, sehingga menyebabkan molekul air keluar dan mineral ikut terlarut bersama dengan air. Salamah et al. (2012) menyatakan bahwa perebusan menyebabkan terjadinya penurunan magnesium pada remis segar sebesar 2.514,9 ppm menjadi sebesar 1.188,1 ppm, dan
13
Septiani (2011) pada keong ipong-ipong terjadi penurunan kadar magnesium sebesar 5.427,4 ppm menjadi 4.483,5 ppm setelah perebusan. Kandungan magnesium pada kerang simping lebih besar dari remis dan lebih kecil dari keong ipong-ipong. Kadar magnesium pada kerang simping tergolong tinggi, karena produk perikanan umumnya mengandung magnesium sebesar 200-500 ppm (Okuzumi dan fujii 2000). Hasil analisis kandungan magnesium pada air rebusan yaitu 99 ppm. Perebusan menggunakan kerang simping utuh dengan cangkang, daging, dan jeroan, sehingga diduga mineral yang terdapat dalam air rebusan berasal dari magnesium dalam cangkang, daging dan jeroan kerang simping yang larut ke dalam air rebusan. Nadjib (2008) menyatakan bahwa kandungan terbesar kulit kerang berupa kalsium karbonat, magnesium karbonat, kalsium fosfat, dan sebagian kecil materi anorganik lain. Penyimpanan magnesium yaitu dalam jaringan daging dan penyerapan magnesium melalui jeroan (Bredbenner et al. 2009). Natrium (Na) Hasil analisis kandungan natrium menunjukkan penurunan kadar natrium daging kerang simping segar 11.969 ppm menjadi 11.565 ppm setelah perebusan, dengan persentase penurunan sebesar 3,38%. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Salamah et al. (2012) yang menyatakan bahwa perebusan menyebabkan terjadinya penurunan kadar natrium pada daging remis segar sebesar 5.212,0 menjadi 2.726,4 setelah perebusan. Menurut Adam (2011) diacu dalam Aisyah (2012), Natrium dapat melebur pada suhu 97,5ºC, sehingga kehilangan natrium selama pemasakan tidak dapat dihindari. Air rebusan yang dianalisis memiliki kadar natrium sebesar 822 ppm. Natrium bersifat sangat mudah larut dalam air dan teroksidasi, ditambah perebusan dapat melarutkan banyak natrium ke dalam air karena bahan pangan langsung bersentuhan dengan air. Fosfor (P) Kandungan fosfor daging kerang simping segar mengalami penurunan setelah perebusan yaitu 8.526 ppm menjadi 5.617 ppm. Persentase kehilangan kadar fosfor setelah perebusan yaitu 34,12%. Penurunan kadar fosfor diduga karena selama perebusan daging kerang simping bersentuhan langsung dengan air sehingga menyebabkan berkurangnya kadar fosfor dalam daging. Salamah et al. (2012) menyatakan bahwa proses perebusan menyebabkan terjadinya penurunan kadar fosfor pada remis segar sebesar 10.984,4 ppm menjadi sebesar 5.663,1 ppm, dan Septiani (2011) pada keong ipong-ipong terjadi penurunan kadar fosfor sebesar 12.731,0 ppm menjadi 6.086,4 ppm setelah perebusan. Air rebusan yang dianalisis memiliki nilai kandungan fosfor sebesar 201 ppm. Perebusan diduga menyebabkan larutnya fosfor dalam daging ke dalam air. Purwaningsih et al. (2011) menyatakan bahwa selama perebusan sebagian mineral akan terbawa bersama uap air yang keluar dari daging selama proses perebusan karena pecahnya partikel-partikel mineral yang terikat pada air akibat pemanasan. Besi (Fe) Hasil analisis kandungan mineral besi menunjukkan penurunan kadar besi daging kerang simping segar 966 ppm menjadi 21 ppm setelah perebusan. Persentase penurunan kadar besi pada daging kerang simping akibat perebusan
14
sangat besar yaitu 97,83%. Nurjanah et al. (2005) menyatakan bahwa proses perebusan menyebabkan menurunnya kadar besi secara drastis pada daging kerang darah segar sebesar 93,63 ppm menjadi 52,38 ppm setelah perebusan. Penurunan kadar besi disebabkan besi yang terdapat pada jaringan mudah terlepas dari struktur kompleks dengan protein dan larut dalam air, sehingga untuk mengoptimumkan pemanfaatan zat besi dari makanan hasil laut sebaiknya air rebusannya juga dimanfaatkan sebagai kaldu. Air rebusan yang dianalisis pada penelitian ini memiliki nilai kandungan besi sebesar 0,43 ppm. Proses pemasakan dengan perendaman dalam air diduga menyebabkan larutnya besi ke dalam air. Seng (Zn) Hasil analisis kadar seng dalam daging kerang simping segar mengalami penurunan yaitu 87 ppm menjadi 69 ppm setelah perebusan. Persentase penurunan kadar seng pada daging kerang simping akibat perebusan yaitu 20,69%. Penelitian Nurjanah et al. (2005) menunjukkan bahwa proses perebusan menyebabkan berkurangnya kadar seng dalam daging kerang darah segar sebesar 54,27 ppm menjadi 37,86 ppm setelah perebusan, dan penelitian Septiani (2011) mengenai penurunan kadar seng pada keong ipong-ipong sebesar 93,7 ppm menjadi 52,9 ppm setelah perebusan, serta penelitian Salamah et al. (2012) yang menunjukkan kadar seng yang tinggi sebesar 355 ppm mengalami penurunan setelah perebusan menjadi 190,5 ppm. Nurjanah et al. (2005) menyatakan bahwa penurunan kadar seng pada daging rebus disebabkan oleh terdegradasinya komponen metallothionine yang mengakibatkan mineral seng akan terlarut pada air rebusan. Air rebusan hasil penelitian ini yaitu mengandung seng sebesar 1,49 ppm, sehingga untuk pemanfaatan yang optimal sebaiknya air rebusan juga digunakan sebagai kaldu. Tembaga (Cu) Hasil analisis menunjukkan penurunan kadar tembaga dalam daging kerang simping segar yaitu 1,12 ppm menjadi 0,63 ppm setelah perebusan, dengan persentase penurunan tembaga setelah perebusan sebesar 43,75%. Penelitian Nurjanah et al. (2005) menunjukkan bahwa proses perebusan menyebabkan penurunan kadar tembaga pada kerang darah segar sebesar 12,37 ppm menjadi 10,23 ppm setelah perebusan. Pengurangan kadar mineral dalam bahan pangan selama proses perebusan disebabkan oleh mineral dalam bahan pangan larut dalam air, sehingga air rebusan dapat mengandung banyak mineral seperti air rebusan hasil penelitian ini yaitu mengandung tembaga sebesar 0,06 ppm. Kadar tembaga daging kerang simping lebih kecil dibanding kerang darah. Perbedaan kandungan mineral tembaga dapat disebabkan oleh keberagaman biota, lingkungan, dan ukuran tubuh. Selenium (Se) Analisis kadar selenium pada daging kerang simping segar, rebus, dan air rebusan menunjukkan hasil negatif atau tidak terdeteksi. Hasil ini sama dengan penelitian Nurjanah et al. (2005) yaitu pada kerang darah tidak terkandung selenium. Hal ini mengindikasikan bahwa kerang simping bukan termasuk sumber pangan yang kaya akan selenium. Menurut Nurjanah et al. (2005), biasanya pada bahan pangan yang mengandung kalsium cukup tinggi berhubungan terbalik
15
dengan kadar selenium. Kecukupan gizi selenium dapat dipenuhi dengan cara mengkonsumsi makanan lain yang kaya akan selenium misalnya pada produk perikanan lain seperti yang dilaporkan pada penelitian Nurjanah et al. (2012) kepala sotong dan badan sotong sebesar 0,06 ppm dan 0,02 ppm.
Vitamin B 12 Hasil analisis vitamin B 12 pada daging kerang simping segar yaitu tidak terdeteksi oleh alat HPLC dengan nilai limit deteksi sebesar 0,23 ppm. Vitamin B 12 yang terkandung dalam daging kerang simping diduga lebih kecil dari nilai limit deteksi alat yang digunakan untuk analisis vitamin B 12 . Hasil penelitian Yulianti (2011) mengenai kandungan vitamin B 12 pada beberapa kerang menunjukkan hasil lebih kecil dari 0,23 ppm yaitu kerang salju 5,04 µg/100g dan keong macan 16,58 µg/100g. Hal ini mengindikasikan kemungkinan kadar vitamin B 12 pada kerang simping tidak jauh berbeda dari hasil penelitian Yulianti (2011) karena sampel yang digunakan pada penelitian Yulianti (2011) berasal dari famili yang sama dengan kerang simping dan memiliki habitat yang hampir mirip yaitu hidup sebagai filter feeder di daerah substrat pasir berlumpur di perairan dangkal. Sifat makan hewan filter feeder menyebabkan kobalt yang terdapat banyak dalam sedimen laut ikut masuk dalam saluran pencernaan biota dan diubah menjadi vitamin B 12 dengan bantuan bakteri dalam usus yang kemudian disimpan dalam hati. Mikroorganisme yang dapat mengubah kobalt menjadi vitamin B 12 yaitu Aerobacter aeogenes, jamur Actynomycetes, Streptomyces, alga biru hijau, dan bakteri tanah (Trufanov 1959). Vitamin B 12 (kobalamin) merupakan salah satu vitamin yang banyak terdapat pada hasil perairan laut. Vitamin B 12 secara alami diperoleh dari hasil sintesis bakteri. Sumber utama vitamin B 12 adalah makanan hewani yang memperolehnya dari hasil sintesis bakteri di dalam usus, disusul oleh susu, telur, dan daging (McDowell 2000). Watanabe (2007) menyatakan bahwa sintesis mikroorganisme di laut diketahui merupakan sumber utama vitamin B 12 , dimana konsentrasinya kadang-kadang dapat melebihi 10 µg/100g. Mikroorganisme yang mensintesis vitamin B 12 dapat juga mensintesis beberapa corinoid dengan basis yang berbeda dalam ligan yang lebih rendah. Ketika corinoid diisolasi dan dikarakterisasi pada beberapa kerang, masing-masing corinoid diiidentifikasi sebagai vitamin B 12 .
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Komposisi kimia (kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak) daging kerang simping segar mengalami penurunan setelah perebusan. Kandungan mineral makro tertinggi pada daging kerang simping segar adalah kalium sebesar 21075 ppm, sedangkan mineral mikro tertinggi adalah besi sebesar 966 ppm. Persentase penurunan mineral tertinggi yaitu mineral besi sebesar 97,83%. Kandungan vitamin B 12 daging kerang simping lebih kecil dari 0,23 ppm.
16
Perebusan dapat menurunkan komposisi kimia, kandungan mineral makro yang meliputi kadar kalium, magnesium, kalsium, natrium dan fosfor, serta mineral mikro seperti kadar besi, seng, dan tembaga. Saran Berdasarkan penelitian ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai komposisi mineral daging kerang simping dengan perlakuan pengolahan pangan selain perebusan, analisis kelarutan mineral, bioavailabilitas mineral baik secara in vitro maupun in vivo, analisis vitamin B 12 menggunakan alat HPLC dengan nilai limit deteksi lebih kecil dari 0,23 ppm atau LC-MS, serta dilakukan penelitian mengenai analisis kandungan logam berat berupa Hg, Pb, Cd, dan As pada daging kerang simping.
DAFTAR PUSTAKA Aisyah E. 2012. Perubahan kandungan mineral dan vitamin A ikan cobia (Rachycentron canadum) akibat proses pengukusan. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Alamiah I. 2007. Pola dan alternatif strategi pemanfaatan kerang simping di Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang, Banten. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Blake J. 2011. Nutrition and You: Core Concepts For Good Health. Boston: benjamin cummings Bredbenner C, Moe G, Beshgetoor D, Berning J. 2009. Wardlaw's Perspectives in Nutrition. New York: McGraw-Hill Hidayanti W. 2013. Pemanfaatan cangkang kerang sebagai bahan baku pembuatan membran untuk desalinasi. [Terhubung berkala] http://digilib.its.ac.id/ITSpaper-33021130002068/23961 (29 Mei 2013) Jacoeb A M, Hamdani M, Nurjanah. 2008. Perubahan komposisi kimia dan vitamin daging udang ronggeng (Harpiosquilla raphidea) akibat perebusan. Buletin Teknologi Hasil Perikanan XI(2):1-13. [KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan, Ditjen Perikanan Tangkap (ID). 2011. Statistik Perikanan Tangkap Indonesia 2010. [internet]. [diunduh 17 Mei 2013]. Tersedia pada http//www.dkp.go.id. Liem A, Sriyanto. 2011. Analisis kandungan gizi dari daging kerang pasir (Anadara tuberculosa). Sains 11(2): 45 – 49 Mardiana. 2011. Karakteristik asam lemak dan kolesterol rajungan (Portunus pelagicus) akibat proses pengukusan. [skripsi]. Departemen Teknologi Hasil Perairan. Institut Pertanian Bogor McDowell L R. 2000. Vitamins In Animal And Human Nutrition. Lowa state university: Academic Press Mulyaningtyas J. 2011. Perubahan kandungan asam lemak dan kolesterol pada daging remis (Corbicula javanica) akibat proses pengolahan. [skripsi]. Departemen Teknologi Hasil Perairan. Institut Pertanian Bogor Nadjib M. 2008. Studi pemanfaatan kulit kerang sebagai bahan penyusun pada pembuatan lem kaca. Berk. Penel. Hayati: 13:153–156
17
Nurjanah, Jacoeb A M, Nugraha N, Sulastri S, Nurzakiah, Karmila S. 2012. Proximate, nutrient and mineral composition of cuttlefish (Sepia recurvirostra). Advance Journal of Food Science and Technology 4(4):220-224 Nurjanah, Manurung D, Nurhayati T, Abdullah A. 2009. Komposisi kimia, asam lemak dan kolesterol udang ronggeng (Harpiosquilla raphidea) akibat perebusan. Seminar Nasional Perikanan Indonesia 2009 Desember 3-4 Nurjanah, Ningsih P, Salamah E, Abdullah A. 2010. Karakteristik protein dan asam amino kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) dari Situ Gede,Bogor. Seminar Nasional Perikanan Indonesia 2010 Desember 02-03 Nurjanah, Zulhamsyah, Kustiariyah. 2005. Kandungan mineral dan proksimat kerang darah (Anadara granosa) yang diambil dari Kabupaten Boalemo, Gorontalo. Buletin Teknologi Hasil Perikanan. 8(2):15-24. Okuzumi M, Fujii T. 2000. Nutritional and Functional Properties of Squid and Cuttlefish.Tokyo: National Cooperative Association of Squid Processors. Pambudi N D. 2011. Pengaruh metode pengolahan terhadap kelarutan mineral keong mas (Pomacea canaliculata) dari perairan Situ Gede, Bogor. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Permana H. 2006. Optimalisasi pemanfaaatan cangkang kerang hijau dalam pembuatan kerupuk. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Purwaningsih S, Salamah E, Mirlina N. 2011. Pengaruh metode pengolahan terhadap kandungan mineral keong matah merah (Cerithidea obtusa). Prosiding Pertemuan Ilmiah dan Seminar Nasional MPHPI 2011. hlm 89-102 Purwaningsih S. 2012. Aktivitas antioksidan dan komposisi kimia keong matah merah (Cerithidea obtusa). Ilmu Kelautan 17 (1) 39-48 Rahayu S, Solihin D, Affandi R, Manalu W. 2009. Ekobiologi kerang mutiara air tawar (Anodonta woodiana, Lea). Jurnal Penelitian Perikanan dan Kelautan. VIII(9):27-57 Salamah E, Purwaningsih S, Kurnia R. 2012. Kandungan mineral remis (Corbicula javanica) akibat proses pengolahan. Jurnal Akuatika III (1): 74-83 Septiani S. 2011. Pengaruh metode pengolahan terhadap kandungan mineral keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo). [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. [SNI] Standar Nasional Indonesia. 1992. Cara uji makanan. SNI 01.2891.2010. Jakarta [SNI] Standar Nasional Indonesia. 2010. Persyaratan bahan baku scallop (Amusium pleuronectes) beku. SNI 3230.2:2010. Jakarta Tamrin dan Prayitno L. 2008. Pengaruh lama perebusan dan perendaman terhadap kadar air dan tingkat kelunakan kolang-kaling. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi (8): 44-49 Trufanov V. 1959. Vitamin B 12 (Cobalamin). [Terhubung berkala] Clinical Chemistry. hlm 335-348. [internet]. [diunduh 2013 Juni 7]. Tersedia pada http://www.clinchem.org /content /5/4/335.full.pdf+html Watanabe F. 2007. Vitamin b 12 sources and bioavailability. The Royal Society Of Medicine Journal. (232)1266-1274 [WPI] Warta Pasar Ikan. 2010. Manfaat kerang bagi kesehatan. WPI Edisi Maret 2010 No 79
18
Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Yulianti I. 2011. Karakteristik mineral dan vitamin b 12 kerang hasil tangkapan samping. [skripsi]. Departemen Teknologi Hasil Perairan. Institut Pertanian Bogor Yusefi V. 2011. Karakteristik asam lemak kerang bulu (Anadara antiquata). [skripsi]. Departemen Teknologi Hasil Perairan. Institut Pertanian Bogor
19
Lampiran 1. Diagram alir metode penelitian
Kerang simping (Amusium pleuronectes)
Perhitungan morfometrik (ukuran dan bobot); n=30
Preparasi sampel kerang simping (Amusium pleuronectes)
Pengukuran rendemen (Jeroan, daging, cangkang); n=30
Daging segar
Analisis proksimat Vitamin B12
Perebusan kerang simping
Daging rebus
Air rebusan
Analisis mineral Gambar 2. Diagram alir penelitian
Keterangan: : Input dan Output : Proses
20
Lampiran 2. Gambar preparasi kerang simping
Preparasi kerang simping segar
Preparasi kerang simping setelah perebusan selama 15 menit
Daging segar
Daging rebus
Air rebusan
21
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 5 Oktober 1992 sebagai anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Moch Zaenudin dan Salkah. Penulis memulai jenjang pendidikan formal di TK Masyitoh 1 Kota Tegal (tahun 19951997), selanjutnya penulis melanjutkan pendidikannya di MI Al-Hidayah, Kota Tegal (tahun 1997-2003), pendidikan menengah pertama di MTS N Serang (tahun 2003-2006), pendidikan menengah atas ditempuh penulis di SMA N 1 Cikarang Utara dan lulus pada tahun 2009. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan kuliah di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan yakni Badan Eksekutif Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama, divisi Fund Rising (periode 2009-2010). Penulis juga aktif di organisasi luar kampus, seperti organisasi daerah IMT (Ikatan Mahasiswa Tegal). Sebagai salah satu syarat meraih gelar sarjana, penulis melakukan penelitian yang berjudul Kandungan Mineral dan Vitamin B 12 Kerang Simping (Amusium pleuronectes) Segar dan Rebus di bawah bimbingan Dr. Ir. Nurjanah, MS dan Dr.Ir.Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl.-Biol.