Fitriyanto dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):299-306, April 2013
KAJIAN VISKOSITAS DAN BERAT JENIS SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWA (PE) PADA AWAL, PUNCAK DAN AKHIR LAKTASI (STUDY OF VISCOSITY AND DENSITY OF MILK PERANAKAN ETAWA (PE) AT THE BEGINNING, PEAK AND END OF LACTATION PERIODS) Fitriyanto, Triana Yuni Astuti, Sri Utami Fakultas Peternakan, Universitas Jendral Soedirman Purwokerto
[email protected] ABSTRAK Kajian viskositas dan berat jenis susu kambing peranakan etawa (PE) pada awal, puncak dan akhir laktasi. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 5 Mei sampai 25 September 2012, di Kelompok Peternakan Kambing Perah Mendani di Kecamatan Dukuhturi Kabupaten Tegal, Experimental Farm Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Peternakan Bapak Mukhlis di Kelurahan Bobosan Purwokerto, Koperasi PESAT dan Laboratorium Ilmu Teknologi Pangan (ITP) Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman. Penelitian bertujuan untuk mengkaji viskositas dan berat jenis susu kambing PE pada awal, puncak dan akhir laktasi. Manfaat penelitian sebagai informasi peneliti susu kambing PE pada awal, puncak dan akhir laktasi ditinjau dari viskositas dan berat jenis (BJ). Penelitian menggunakan metode survei dengan melakukan pengujian terhadap susu kambing segar (awal, puncak dan akhir laktasi) yang diamati. Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 3 perlakuan adalah waktu pengambilan sampel (awal, puncak dan akhir laktasi) susu dengan ulangan 9 ekor ternak kambing PE. Hasil analisis statistika kualitas susu kambing selama satu masa laktasi ditinjau dari viskositas dan berat jenis tidak berpengaruh secara nyata (P > 0,05). Nilai viskositas L1 (2,022), L2 (1,761) dan L3 (1,933). dan berat jenis yaitu L1 (1,02909), L2 (1,02898) dan L3 (1,02835). Dilihat dari nilai rataan viskositas dan berat jenis masing-masing ternyata sudah sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) tahun 1998. Disarankan sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahuai kualitas susu kambing pada awal, puncak dan akhir laktasi. Kata kunci : Viskositas, Berat Jenis, Susu Kambing Segar, dan Kambing Laktasi. ABSTRACT Study of viscosity and density of milk peranakan etawa (PE) at the beginning, peak and end of lactation periods. The research was held from May 5 to 25 September 2012, at Mendani Dairy Goat farm Dukuhturi Mendani Tegal, Experimental Farm Faculty of Animal Science University Jenderal Soedirman, Mukhlis, farm in Bobosan, PESAT Cooperative and Laboratory of on Food Science Technology (ITP), Faculty Agricultural Jenderal Soedirman University. Research aimed to examine the viscosity and density of goat milk in the beginning, peak and end lactation period. The data could be used as further research as an information about goat milk at the beginning, peak and end of lactation period in terms of viscosity and specific gravity (BJ). The research using survey method with goat milk in the beginning, peak and end lactation period. The research design used a completely randomized design with 3 treatments. The treatment was period of lactation (beginning, peak and end) each treatment was 9 replicates (9 goats). The results of statistical analysis of quality goat milk during lactation period in terms of viscosity and specific gravity showed now significant effect (P> 0.05). Viscosity of L1 (2.022), L2 (1.761) and L3 (1.933). Density of L1 (1.02909), L2 (1.02898) and L3 (1.02835). The average value of viscosity and density of goat milk were met with the Indonesian National Standard (SNI) 1998. It is suggested that further
299
Fitriyanto dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):299-306, April 2013
research should be done to know the quality of goat milk at the beginning, peak and end of lactation period. Keywords: Viscosity, Density, Fresh Goat's Milk, and Goat Lactation. PENDAHULUAN Kambing PE adalah salah satu penyedia protein hewani asal ternak berupa daging atau susu. Kambing PE merupakan persilangan antara kambing Etawah dan kambing kacang yang keberadaannya sudah adaptif dengan topografi di Indonesia (Tanius dan Setiawan, 2005). Kambing Etawah, dan keturunannya mempunyai ciri-ciri bentuk tubuh tinggi, bagian hidung keatas melengkung, telinga menggantung ke bawah, panjangnya 15 - 30 cm dan sedikit kaku, warna bulu bervariasi antara hitam dan coklat. Ciri lainnya kambing jantan mempunyai bulu tebal agak panjang dibawah leher dan pundak, sedangkan bulu kambing betina agak panjang terdapat di bagian bawah ekor ke arah garis kaki, bobot badan hidup kambing PE jantan sekitar 40 - 45 kg dan kambing PE betina sekitar 35 kg (Ensminger, 2002). Kambing PE merupakan jenis kambing perah yang unggul, karena mempunyai kemampuan memproduksi susu sebanyak 1,5 - 3 liter per hari. Selain itu kambing PE sangat adaptif dengan topografi Indonesia, tidak memerlukan lahan luas, dan pembudidayaannya relatif mudah sehingga dapat dijadikan bisnis sampingan keluarga (Setiawan, 2002). Susu kambing merupakan cairan putih berasal dari binatang ternak ruminansia berjenis kambing perah yang diproduksi oleh kelenjar susu dari hewan mamalia betina. Susu diproduksi oleh kambing betina setelah beranak atau disebut masa laktasi. Salah satu kelebihan susu kambing adalah kandungan gizinya relatif lebih lengkap dan seimbang. Sedangkan menurut Saleh (2004), susu yang baik adalah susu yang mengandung jumlah bakteri sedikit, tidak mengandung spora mikroba patogen, bersih yaitu tidak mengandung debu atau kotoran lainnya dan mempunyai cita rasa flavour yang baik. Komponen komponen yang penting dalam air susu adalah protein, lemak, vitamin, mineral, laktosa serta enzim-enzim dan beberapa mikroba (Lampert, 1980). Susu merupakan produk pangan yang menjadi sumber utama pemenuhan kebutuhan kalsium (Ca) tubuh (Syarifah, 2007). Komposisi air susu dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis ternak dan keturunannya (hereditas), bulan laktasi, umur ternak, peradangan pada ambing, pakan ternak, lingkungan dan prosedur pemerahan susu. Lebih kentalnya susu dibandingkan air adalah karena banyaknya bahan kering yang terdapat didalamnya, seperti lemak, protein, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Viskositas susu juga bisa dipengaruhi antara lain yaitu tercemar oleh kuman-kuman coli yang menyebabkan susu berlendir karena alat yang tidak bersih dan susu lebih encer kemungkinan adanya penambahan sejumlah air kedalam susu (Saleh, 2004). Viskositas dan berat jenis merupakan sifat fisik susu yang dipengaruhi oleh komposisi susu, nilai protein dan lemak susu. Viskositas susu akan meningkat diikuti meningkatnya berat jenis susu. Semakin kental susu maka semakin banyak jumlah padatan didalam susu yang akan meningkatkan berat jenis susu. Oleh karena itu, viskositas dan berat jenis selalu berbanding positif. Menurut Herdiansyah (2011), jika berat jenis susu rendah maka kekentalan susu tersebut sangat rendah, namun sebaliknya jika viskositas kandungan bahan kering tinggi atau berat jenis susu tinggi maka viskositas susu tersebut akan tinggi juga. 300
Fitriyanto dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):299-306, April 2013
Ternak yang sedang laktasi terutama minggu pertama masa laktasi aktivitas metabolisme kelenjar ambingnya meningkat. Untuk itu, diperlukan pasokan nutrien yang cukup tinggi dalam upaya memenuhi kebutuhan ternak untuk sintesis air susu (Collier, 1985). Padahal awal laktasi induk kambing sangat sensitif terhadap kekurangan protein dan energi sebagai akibat menurunya nafsu makan dan pakan yang kurang memenuhi kebutuhan ternak akan energi di luar kebutuhan hidup pokok ternak (Devendra dan Mc. Leroy, 1982). MATERI DAN METODE Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) (Steel dan Torrie, 1994), dengan 3 perlakuan yaitu waktu pengambilan sampel (L) dan sebagai ulangan kambing PE sebanyak 9 ekor. Adapun rincian perlakuan adalah; L1). Pengambilan susu awal laktasi minggu ke 1 (hari ke 7 dari setelah partus); L2). Pengambilan susu puncak laktasi minggu ke 3 (hari ke 21 dari setelah partus); L3). Pengambilan susu akhir laktasi minggu ke 11 (hari ke 77 dari setelah partus). Metode penelitian yang dilakukan metode survei. Penelitian menggunakan 27 sampel dengan masing-masing sampel berjumlah 500 ml sehingga jumlah total susu selama penelitian yang di pakai 13,5 liter (13.500 ml). Sampel susu diambil dari kelompok peternak kambing perah “Mendani” di Kecamatan Dukuhturi Kabupaten Tegal, Experimental Farm Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman dan Peternakan Bapak Mukhlis di Kelurahan Bobosan Purwokerto. Alat-alat yang digunakan yaitu backer glass 4 buah, botol 6 buah, alat pengaduk 2 buah, Viscometer Brookfielf untuk uji viskositas dan Lactoscan Milk Analizer MCC50 Serial Number 0403 untuk uji berat jenis. Metode penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah metode survey. Peubah yang diukur dan dicatat dalam penelitian inii adalah viskositas dan berat jenis (BJ). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil persilangan kambing kacang dan kambing Etawah dinamakan kambing Peranakan Etawah (PE). Kambing peranakan Etawah mempunyai ciri-ciri; telinga panjang menggantung, warna rambut hitam dengan putih, bobot badan jantan 40-45 kg sedangkan bobot badan betina 32 kg (Susilorini, 2006). Kambing PE merupakan jenis kambing perah yang unggul, karena mempunyai kemampuan memproduksi susu sebanyak 1,5-3 liter per hari. Selain itu kambing PE sangat adaptif dengan topografi Indonesia, tidak memerlukan lahan luas, dan pembudidayaannya relatif mudah sehingga dapat dijadikan bisnis sampingan keluarga (Setiawan, 2002). Produksi susu kambing umumnya akan meningkat pada minggu ke-2, selanjutnya mencapai puncak produksi pada minggu ke-3 dan berangsur-angsur menurun sampai akhir laktasi. Awal laktasi kambing perah terjadi pada minggu minggu ke-2 setelah partus, dan puncak produksi terjadi pada minggu ke-3, kemudian kambing mengalami masa kering atau periode kering setelah minggu ke-12 atau bulan ke-3. Susu yang dihasilkan saat awal laktasi, puncak laktasi dan akhir laktasi berbeda-beda dilihat dari kuantitasnya. Widyandari (2002) melaporkan, puncak produksi susu kambing PE dari pengamatannya terjadi antara minggu ke 2-5 masa laktasi dan akan menurun sampai laktasi berakhir. Susu yang dihasilkan setiap hari akan meningkat sejak induk beranak sampai puncak laktasi, kemudian produksi susu akan menurun secara berangsur-angsur hingga berakhirnya masa laktasi dan itu mempengaruhi komposisinya.
301
Fitriyanto dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):299-306, April 2013
Phalepi (2004) menyatakan bahwa produksi susu dipengaruhi mutu genetik, umur induk, ukuran dimensi ambing, bobot hidup, lama laktasi, tata laksana yang diberlakukan pada ternak (perkandangan, pakan, dan kesehatan), kondisi iklim setempat, daya adaptasi ternak, dan aktivitas pemerahan. Produksi susu dipengaruhi oleh jumlah sel sekretori di dalam jaringan ambing, aktivitas sel sekretori dalam melakukan sintesis susu dan ketersediaan substrat untuk disintesa menjadi susu. Sintesis susu dilakukan oleh sel–sel sekretori pada kelenjar susu dengan menggunakan nutrisi dari bahan pakan yang dikonsumsi (Manalu et al. 2000). Pakan yang diberikan oleh ketiga Kelompok Peternakan adalah sama hijauan dan konsentrat. Hijauan yang diberikan adalah rendeng, daun lamtoro dan petai cina yang telah dilayukan untuk mengurangi kandungan air embun yang dapat menimbulkan kembung pada kambing. Selain daun kacang-kacangan, peternak juga memberikan daun bakau, daun buah jambu, daun nangka, daun lamtoro, petai cina, limbah pertanian dan rumput lapang sebagai pengganti daun kacangkacangan. Kambing yang sedang laktasi membutuhkan pakan yang mengandung protein lebih tinggi, karena proses pembentukan susu membutuhkan suplai protein yang tinggi. Konsentrat yang diberikan adalah onggok,ampas tahu dan air kedelai, apabila air kedelai tidak tersedia dapat diganti dengan air garam, dan ditambahkan juga dengan cacahan ketela. Kebutuhan makanan bagi kambing selain sumber protein adalah sumber energi, vitamin dan mineral. Penambahan air garam dapat memenuhi kebutuhan mineral, meningkatkan produksi susu dan meningkatkan nafsu makan kambing. Menurut Sarwiyono, dkk (1990) bahwa pemberian konsentrat secara basah dapat mempercepat masuknya pakan kedalam omasum dan abomasum tetapi memperkecil peranan air liur ternak dalam membantu proses pencernaan pakan. Ketiga kelompok ternak ini menggunakan hijauan dan konsentrat yang sama untuk 9 ekor kambing PE dengan bobot badan antara 30-35 kg, setiap hari hijauan segar diberikan 4-5 kg/ekor dan konsentrat dengan bahan kering 0,7-1,2 kg/ekor, bergantung berat badan dan tingkat produksi susu. Sistem pemberian air minum ketiga peternakan adalah adlibitum ini sesuai dengan pernyataan Sodiq, (2008) yang menyatakan bahwa sebaiknya air disediakan dalam jumlah yang tidak terbatas atau adlibitum. Air mempunyai peranan penting dalam tubuh ternak yaitu berperan dalam transportasi zat-zat makanan ke seluruh bagian tubuh, membawa sisa-sisa metabolisme ke ginjal, serta dapat mempertahankan suhu tubuh (Tillman dkk., 1984). Sistem pemerahan yang dilakukan adalah tradisional yang dilakukan pekerja. Pemerahan dilakukan sekali sehari yaitu pada pukul 08.00 karena keterbatasan pekerja dan produksi susu. Susu yang sudah diperah kemudian dijual dan disimpan ke dalam freezer. Viskositas Viskositas susu dipengaruhi oleh berturut-turut mulai dari yang paling besar pengaruhnya adalah komposisi susu seperti protein dan lemak selanjutnya laktosa dan mineral. Menurut Schmidt et al. (1988), bahwa glukosa merupakan prekusor utama pembentukan laktosa susu. Meningkatnya laktosa susu, maka produksi susu juga meningkat karena laktosa berperan sebagai osmoregulator pada kelenjar ambing. Periode permulaan bulan laktasi produksi susu tinggi, tetapi pada masa akhir bulan laktasi produksi susu menurun. Berikut adalah Tabel 1 yang menunjukan rataan viskositas.
302
Fitriyanto dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):299-306, April 2013
Tabel 1. Rataan Viskositas Susu Kambing Segar Awal, Puncak Akhir Laktasi. Rataan Perlakuan Viskositas Susu Standar Deviasi L1 2,022 0,097 L2 1,761 0,389 L3 1,933 0,132 Keterangan: L1 = Awal laktasi, L2 = Puncak laktasi, L3 = Akhir laktasi. Dari Tabel 1 di atas dapat dilihat bahwa perbedaan rataan yang tidak terlalu jauh berkisar antara 1,761 sampai 2,022 dengan hasil L1 (2,022), L2 (1,761) dan L3 (1,933). Hasil diatas berarti susu normal karena sesuai dengan pernyataan SNI (1998) viskositas susu berkisar 1,5–2,0 cP pada suhu kisaran 20°C. Berdasarkan hasil analisis variansi yang telah dilakukan hasilnya menunjukkan bahwa F hitung < F tabel 0,05, atau dapat disimpulkan bahwa nilai viskositas susu pada awal, puncak dan akhir laktasi tidak mengalami perbedaan. Hal ini karena diasumsikan bahwa pakan yang diberikan pada periode laktasi (awal laktasi, puncak laktasi dan akhir laktasi) belum memenuhi kebutuhan konsumsi pakan yang menyebabkan tingkat kuantitas susu tidak berbeda. Salah satu faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya produksi susu adalah dari segi pemberian pakan dan minum. Hijauan segar yang diberikan 4-5 kg/ekor dan konsentrat dengan bahan kering 0,7-1,2 kg/ekor, bobot badan kambing rata-rata 40-45 kg diperkirakan pakan yang diberikan belum memenuhi kebutuhan ternak karena harusnya pakan diberikan 10% dari bobot badan. Hal ini disebabkan keterbatasan persediaan pakan seperti pada musim kemarau untuk memperoleh hijauan berkualitas sangat susah dan harga konsentrat yang mahal membuat peternak mengurangi pemberian konsentrat untuk ternak. Padahal menurut Ensminger (2002) pakan yang diberikan untuk ternak kambing harus dapat memenuhi kebutuhannya untuk hidup pokok dan reproduksi. Hasil analisis variansi dapat dilihat pada Lampiran 1 menunjukkan tidak berbeda nyata karena kandungan viskositas susu kambing dipengaruhi oleh jumlah padatan yang ada di dalam susu yaitu yang terbesar adalah protein, lemak, laktosa karena kontraksi sel sekretori terhadap jumlah sel alveolus pembentuk susu yang dipengaruhi jumlah asupan pakan yang diserap oleh tubuh kambing. Viskositas susu tidak berbeda pada periode laktasi (awal, puncak dan akhir laktasi) karena partikel susu dalam susu normal maka kerapatanya normal, berarti kandungan padatanya normal karena hambatan yang ada di dalam susu tidak terlalu banyak sehingga perputaran alat viskometer semakin cepat yang menunjukan angka viskositas tidak berbeda. Hal ini sesuai yaitu kandungan bahan kering susu tergantung pada zat-zat makanan yang dikonsumsi oleh ternak yang kemudian digunakan sebagai prekursor pembentukan bahan kering atau padatan di dalam susu (Bath et al., 1985). Perubahan beberapa asam amino yang dapat merubah penampilan susu secara fisik dan kimia (Lien et al .1995) juga berpengaruh terhadap viskositas, karena sekitar 95% dari nitrogen pada susu berada dalam bentuk protein (Ng-Kwai-Hang 1998). Berat Jenis Berat jenis adalah massa di bagi volume, sedangkan berat spesifik adalah berat jenis zat dibandingkan dengan berat jenis air pada suhu yang sama. 303
Fitriyanto dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):299-306, April 2013
Tabel 2. Rataan Berat Jenis Susu Kambing Segar Awal, Puncak dan Akhir laktasi. Rataan Perlakuan Berat Jenis susu Standar Deviasi L1 1,02909 0,00174 L2 1,02898 0,00298 L3 1,02835 0,00187 Keterangan: L1 = Awal laktasi, L2 = Puncak laktasi, L3 = Akhir laktasi. Tabel 2 menunjukkan rataan berat jenis L1, L2 dan L3 menunjukkan nilai yang tidak begitu berbeda. Nilai rataan berat jenis pada masing-masing perlakuan yaitu L1 (1,02909), L2 (1,02898) dan L3 (1,02835). Hal ini menunjukkan susu kambing segar sampel normal, seperti yang dikutip dari nilai berat jenis air susu yang menjadi syarat mutu susu segar Standar Nasional Indonesia (1998) adalah 1,0260−1,0280 dan untuk daerah tropis perlu dikonversi ke suhu 27 0C. Hasil analisis variansi berat jenis kambing selama satu masa laktasi dengan menggunakan Anava (Lampiran 2) menunjukkan bahwa satu periode laksasi L1, L2 dan L3 tidak berbeda nyata (P > 0,05). Hal tersebut karena berat jenis susu kambing awal, puncak dan akhir laktasi relatif sama dan viskositas yang berbanding positif dengan berat jenis seperti yang diterangkan Abubakar (2000) bahwa semakin bahan kering meningkat maka berat jenis dan viskositas akan meningkat. Hasil penelitian tidak berbeda nyata karena faktor asupan pakan yang kurang memenuhi kebutuhan hidup pokok pada ternak kambing pada periode laktasi mengakibatkan berat jenis menjadi tidak berbeda. Hasil penelitian berat jenis dipengaruhi oleh bahan padatan atau bahan kering yang dihasilkan dari asupan pakan. Bahan kering terdiri dari butiran-butiran lemak (globula), laktosa, protein dan garam, kandungan tertinggi terdapat pada protein diikuti oleh lemak, laktosa dan mineral. Berat jenis susu pada penelitian hampir sama, penyebabnya menurut Julmiaty (2002) kenaikan berat jenis susu disebabkan karena adanya pelepasan CO2 dan N2 yang terdapat pada susu tersebut, karena sekitar 95% dari nitrogen pada susu berada dalam bentuk protein. Pendapat Muljana (1982) bahwa rendahnya kadar protein susu akibat tingginya produksi susu, hasil berat jenis menjelaskan bahwa produksi susu yang dihasilkan tidak berbeda pada awal, puncak dan akhir laktasi karena berat jenis tidak mengalami perbedaan yang nyata disebabkan kandungan protein yang sama. Menurut Sapru et al. (1997) yang menyatakan tidak ada pengaruh signifikan dari tahap laktasi terhadap kadar lemak. Berat jenis susu berbanding terbalik dengan kadar lemak susu dimana semakin tinggi kadar lemak susu semakin rendah berat jenis susu. Hal ini karena, Tillman et al. (1986) dan Sauvan dan Morand Fehr, (1979) menyatakan bahwa ketersediaan karbohidrat mudah terlarut pada hijauan adalah rendah. Karena itu, suplementasi konsentrat yang mengandung campuran bahan-bahan sumber energi, protein serta mineral (mikro dan makro) merupakan salah satu solusi untuk dapat meningkatkan produk fermentasi rumen yang pada giliran berikutnya dapat menyediakan nutrien yang cukup untuk pembentukan susu. Konsentrat dan hijauan dengan kandungan yang lengkap dan seimbang penghasil protein, lemak, karbohidrat dan mineral diharapkan bisa memenuhi kebutuhan produksi susu. Apabila bahan kering meningkat, nutrien yang tersedia untuk sintesis air susu juga akan meningkat. Selanjutnya, konsentrat berfungsi sebagai sumber karbohidrat mudah terlarut dan protein lolos degradasi, sehingga konsentrat dapat meningkatkan terbentuknya asam lemak atsiri (VFA) lebih banyak 304
Fitriyanto dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):299-306, April 2013
terutama asam propionat. Asam lemak tersebut merupakan sumber energi bagi mikroba rumen, sebagai bahan baku glikogen bagi induk. Hijauan sebagai bahan pembentuk lemak susu dan konsentrat pembentuk laktosa keduanya berbanding terbalik karena kandunganya yang berbeda, sedangkan protein dipengaruhi oleh genetik dibanding pakan dan lingkunan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan nilai viskositas dan berat jenis susu kambing PE pada awal, puncak dan akhir laktasi. UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih disampaikan kepada Kelompok Peternakan Kambing Perah Mendani di Kecamatan Dukuhturi Kabupaten Tegal, Experimental Farm Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Peternakan Bapak Mukhlis di Kelurahan Bobosan Purwokerto, Koperasi PESAT dan Laboratorium Ilmu Teknologi Pangan (ITP) Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman. DAFTAR PUSTAKA Abubakar, Triyanftini, R. Sunarlim, H. Setiyanto, dan Nurjannah. 2000. Pengaruh Suhu dan Waktu Pasteurisasi terhadap Mutu Susu Selama Penyimpanan. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. 6(1):45-50. Badan Standarisasi Nasional. 1998. SNI 01-3141-1998 seri segar. Bath, D.L. F.N. Dickinson, H.A. Tucker and R.D. Appleman. 1985. Dairy Cattle: Principles, Practices, Problems, Profits. Third Ed. Lea & Febiger, Philadelphia. Collier, R.J. 1985. Nutritional, Metabolik, and Enviromental Aspects Of Lactation In Lactation Edited by B.L.Larson. The IOWA State University Of Philipines at Los Banos College, Laguna. Devendra, C and G.B. Mc Leroy. 1982. Goat and Sheep Production In the Tropic. London and New York. Ensminger, M. E. 2002. Sheep and Goat (AnimalAgriculture Series) 6th Ed. Interstate Publishers, Inc., Danvile. Julmiaty. 2002. Perbandingan Kualitas Fisik Susu Pasteurisasi Konvensional Dan Mikroware Dengan Lama Penyimpanan Yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin. Makassar. Lampert, C.M. 1980. Modern Dairy Product. New York Publishing, Co. Inc. p. 234−255. Manalu W., W.Y Sumaryadi, Sudjatmogo and A,S. Satyaningtyas. 2000. Effect Of Superovulation Prior to Mating on Milk Production Performane During Lactation In Evves. Journal Dairy Sci.83:477-83. Muljana, W. 1982. Pemeliharaan dan Ternak Kegunaan Sapi Perah. Aneka Ilmu. Semarang. Ng-Kwai-Hang KF. 1998. Genetic polymorphism of milk proteins: Relationships with traits, milk composition and technological properties. J Anim Sci 78: 131 147. Phalepi, M. A. 2004. Performa Kambing Peranakan Etawah (Studi kasus di peternakan Pusat Pertanian dan Pedesaan Swadaya Citarasa). Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor 305
Fitriyanto dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):299-306, April 2013
Saleh, E. 2004. Dasar Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Program Studi Produksi Ternak, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Sapru, A., David M.B., J. Joseph Y., Linda R.K., Pascal A.O., and David K.B. 1997. Cheddar cheese : influence of milking frequency and stage of lactation on composition and yield. J. Dairy Sci.80:437-446. Sarwiyono, Surjowardojo. P, Susilorini.T.E. 1990. Manajemen Produksi Ternak Perah. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang. Sauvant, D. and P. Morand-Fehr. 1979. Adaptation of feeding levels of concentrate to the physiological state of goats. In Journal Rech Ovine Caprine I, Tovic – Speac. Ed. Paris, France. pp. 93. Schmitt, G.H., L.D. Van Vleck., and M.F. Hutjens.1988. Principle of Dairy Science. Second Edition. Prentice Hall. Engle Wood Cliffs. New Jersey. Setiawan, A.I. 2002. Beternak Kambing Perah Peternakan Ettawa. Penebar Swadaya. Jakarta. Sodiq, A., dan Z. Abidin. 2008. Meningkatkan Produksi Susu Kambing Peranakan Etawa. Cetakan pertama. Agromedia Pustaka. Steel, G. D. dan J. H. Torrie. 1994. Prinsip dan Prosedur Statistika. Sumantri, B. Penerjemah; Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari : Principles and Procedures of Statistics. Susilorini,T. 2006. Produk Olahan Susu. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta. Syarifah. 2007. “ Suke” Sisi lain kedelai. Bandung pikiran rakyat. Bandung. Tanius, A. dan T. Setiawan. 2005. Beternak Kambing Perah Peranakan Ettawa. Cetakkan II. Penebar Swadaya. Depok. Tillman, A.D, H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1984. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Tillman , A.D., H. Hartadi., S. Reksohadiprodjo., S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1986. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Fak Peternakan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Whitten, A. J., M. Mustafa and G. S. Henderson. 1987. The Ecology of Sulawesi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Widyandari, RR. P. 2002. Pengaruh perangsangan ambing dengan air hangat dan air dingin terhadap produksi susu sapi Peranakan Fries Holland. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
306