KAJIAN TINGKAT KERUSAKAN DAN MASA SIMPAN ALPUKAT PADA RANTAI PASOK PASAR WISATA BOGOR
SKRIPSI
A. TRI SETIAWAN MASHUDI F14080136
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
STUDY OF MECHANICAL DAMAGE AND SHELF LIFE OF AVOCADO IN BOGOR TRAVEL MARKET SUPPLY CHAIN A. Tri Setiawan Mashudi and Emmy Darmawati Departement of Mechanical And Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia. Phone 62 251 8632327, e-mail :
[email protected]
ABSTRACT As one of the horticultural commodities, avocados have a high enough level of damage in the process of distribution to the hands of consumers. This study aimed to map the avocado supply chain in the market which are located in Bogor tourist areas, then analyze the mechanical damage and shelf life, analyze the cost structure of production and the break even point, analyze the added value in each of the entities in the supply chain. Data analysis methods used were descriptive and quantitative analysis. The focus of the avocado supply chain entities in this study consisted of traders, wholesalers and retailers. There were four patterns of avocado supply chain flow. Retailers in Sari Barokah got avocados from two channels, that were traders and farmers. Retailers with large-scale in Pasar Bogor got avocados from wholesalers, while others got avocados directly from farmer. Mechanical damage occurred in the retailers was about 63.93%. Observations indicated the shelf life of rotten avocado at 9th day reached 51.07%, while the other was severely degraded avocado followed by a decline in selling prices. Amount of traders average total cost who supply to Sari Barokah and Pasar Bogor were respectively Rp 3,639.21 / kg and Rp 1,682.18 / kg. Average total cost at the wholesaler level was Rp 3,385.45 / kg. Average total cost of retailers in Sari Barokah and Pasar Bogor respectively Rp 5.965 / kg and Rp 4,924.73 / kg. Sales in each entity has exceeded the breakeven point. Traders who supply to the Sari Barokah and Pasar Bogor each earn added value ratio of 21.29% and 46.09% with the rate of profit respectively 18.76% and 41.58%. Ratio of added value that wholesaler earned were 41.59% and 41.16% rate of profit. The average of retailers added value in Sari Barokah and Pasar Bogor were respectively 33.26% and 44.21% with 31.17% and 43.45% average rate of profit.
Keywords:mechanical damage, avocado, supply chain,added-value, break even point
A. TRI SETIAWAN MASHUDI. F14080136. KAJIAN TINGKAT KERUSAKAN DAN MASA SIMPAN ALPUKAT PADA RANTAI PASOK PASAR WISATA BOGOR. Di bawah bimbingan Emmy Darmawati. 2012
RINGKASAN Alpukat merupakan salah satu komoditas yang memiliki prospek yang sangat baik untuk dikembangkan. Sebagai salah satu komoditas hortikultura, alpukat memiliki tingkat kerusakan yang cukup tinggi dalam proses distribusinya hingga ke tangan konsumen. Buah alpukat melewati beberapa proses dimulai dari pemanenan, pengangkutan, penyortiran, pengemasan, penyimpanan, pendistribusian dan pemasaran untuk sampai ke konsumen akhir. Oleh karena itu diperlukan kajian mengenai masing-masing proses yang ada dengan tujuan mempertahankan kualitas alpukat sampai ke tangan konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pemetaan rantai pasok buah alpukat khususnya pasar yang berlokasi di daerah wisata Bogor, kemudian menganalisis kerusakan mekanis dan masa simpan, menganalisis struktur biaya produksi dan titik impas serta menganalisis nilai tambah yang dihasilkan pada masing-masing entitas di rantai pasok. Penelitian dilakukan di lokasi wisata Bogor antara lain pasar sekitar Kebun Raya Bogor dan pasar/pusat oleh –oleh khas Bogor di daerah Puncak. Waktu penelitian dilakukan mulai bulan Februari hingga Juni 2012. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data-data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara dengan daftar pertanyaan yang telah dibuat sebelumnya. Seluruh pedagang pengecer yang menjual alpukat didata berdasarkan jumlah kapasitas usahanya, kemudian dari kapasitas usaha tersebut dibagi dalam beberapa kelompok. Sampel dipilih secara purposive dari tiap kelompok dengan pertimbangan kemudahan memperoleh informasi dari pedagang pengecer tersebut. Penelusuran rantai pasok berikutnya ditentukan dengan teknik snowball sampling dimana entitas lainnya ditentukan berdasarkan keterangan dari pihak pedagang pengecer yang berasal dari lokasi penelitian di lokasi wisata tersebut. Metode analisis data yang yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis data berupa tingkat kerusakan mekanis, masa simpan, biaya pokok, dan nilai tambah di tiap entitas. Entitas dalam rantai pasok alpukat yang menjadi fokus dalam penelitian terdiri dari pedagang pengumpul besar, pedagang grosir dan pedagang pengecer. Aktivitas pertama dalam rantai pasok dimulai dari pedagang pengumpul besar. Pedagang pengumpul besar memperoleh alpukat dari beberapa pedagang pengumpul kecil atau beberapa petani. Pengiriman alpukat dilakukan setelah melewati tahap sortasi, grading dan pengemasan. Pedagang grosir membeli alpukat dari pedagang pengumpul besar yang ada di sentra-sentra produksi alpukat, kemudian menjualnya ke pedagang pengecer. Pada tingkat pengecer, penyimpanan dilakukan secara sederhana dan tidak jauh berbeda satu sama lainnya. Terdapat empat pola aliran rantai pasok. Pola aliran rantai pasok 1 terdiri dari petani, pedagang pengumpul kecil, pedagang pengumpul besar, pedagang grosir, dan pedagang pengecer. Pola aliran rantai pasok 2 terdiri petani, pedagang pengumpul kecil, pedagang pengumpul besar, dan pedagang pengecer. Pola aliran rantai pasok 3 terdiri dari petani, pedagang pengumpul besar, dan pedagang pengecer. Pola aliran rantai pasok 4 terdiri dari petani, dan pedagang pengecer. Kerusakan mekanis yang terjadi pada rantai pasok alpukat adalah lecet, memar, retak hancur, cutting, puncture, dan splitting. Pada pedagang pengecer terjadi kerusakan mekanis rata-rata sebesar
63.93%. Hasil pengamatan masa simpan menunjukkan pada hari ke 9 alpukat yang busuk/tidak dapat terjual mencapai 51.07%, sementara alpukat lainnya mengalami penurunan mutu diikuti dengan penurunan harga jual. Besarnya biaya pokok di pedagang pengumpul besar yang memasok ke Sari Barokah dan Pasar Bogor masing-masing Rp 3,639.21/kg dan Rp 1,682.18/kg. Biaya pokok pada tingkat pedagang grosir sebesar Rp 3,385.45/kg. Rata-rata biaya pokok pada pedagang pengecer di Sari Barokah dan Pasar Bogor masing-masing Rp 5,965/kg dan Rp 4,924.73/kg. Besarnya biaya pokok sangat dipengaruhi oleh masing-masing rata-rata harga pembelian alpukat. Penjualan pada tiap entitas telah melampaui titik impasnya masing-masing. Hal ini menunjukkan seluruh entitas telah memperoleh keuntungan dalam pemasaran alpukat. Semakin besar selisih antara penjualan dan titik impas maka keuntungan yang diperoleh juga makin besar. Pedagang pengumpul besar yang memasok ke Sari Barokah dan Pasar Bogor masing-masing memperoleh rasio nilai tambah 21.29 persen dan 46.09 persen dengan tingkat keuntungan masingmasing 18.76 persen dan 41.58 persen. Rasio nilai tambah yang didapatkan pedagang grosir 41.59 persen dengan tingkat keuntungan 41.16 persen. Pedagang pengecer di Sari Barokah dan Pasar Bogor masing-masing memperoleh rata-rata rasio nilai tambah 33.26 persen dan 44.21 persen dengan ratarata tingkat keuntungan masing-masing 31.17 persen dan 43.45 persen. Tidak terdapat perbedaan yang begitu besar pada rasio nilai tambah dan tingkat keuntungan pada masing-masing entitas. Hal ini menunjukkan pelaksanaan pemasaran entitas rantai pasok di Sari Barokah dan Pasar Bogor telah melakukan kerjasama yang saling menguntungkan. .
KAJIAN TINGKAT KERUSAKAN DAN MASA SIMPAN ALPUKAT PADA RANTAI PASOK PASAR WISATA BOGOR
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh A. TRI SETIAWAN MASHUDI F14080136
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul Skripsi : Kajian Tingkat Kerusakan dan Masa Simpan Alpukat pada Rantai Pasok Pasar Wisata Bogor. Nama : A. Tri Setiawan Mashudi NIM : F14080136
Menyetujui, Dosen Pembimbing Akademik
(Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si.) NIP. 19610505 198601 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Teknik Mesin dan Bosistem
(Dr. Ir. Desrial, M.Eng) NIP. 19661201 199103 1 004
Tanggal Lulus :
SURAT PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul “KAJIAN TINGKAT KERUSAKAN DAN MASA SIMPAN ALPUKAT PADA RANTAI PASOK PASAR WISATA BOGOR” adalah hasil karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2012 Yang Membuat Pernyataan
A. Tri Setiawan Mashudi F14080136
© Hak cipta milik A. Tri Setiawan Mashudi, tahun 2012 Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
BIODATA PENULIS Penulis dilahirkan di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan pada tanggal 07 September 1990 dari pasangan T.A. Mashudi dan Hj. Syamsuduha. Penulis adalah anak terakhir dari tiga bersaudara. Pada tahun 1994 penulis masuk Taman Kanak-kanak Kemala Bhayangkari Polewali dan lulus pada tahun 1996. Tahun 2002 penulis lulus di Sekolah Dasar Negeri Kompleks Ikip Makassar. Tahun 2002 penulis melanjutkan sekolah ke SMP Negeri 6 Makassar dan lulus tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 3 Makassar dan lulus pada tahun 2008. Tahun 2008 penulis diterima di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN. Penulis pernah mengikuti program PKM dan didanai dari Dikti pada tahun 2011. Penulis melaksanakan Praktek Lapang di Perum BULOG Subdivre Makassar. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana, penulis menyusun skripsi yang berjudul Kajian Tingkat Kerusakan dan Masa Simpan Alpukat pada Rantai Pasok Pasar Wisata Bogor.
KATA PENGANTAR Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT, karena hanya dengan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “Kajian Tingkat Kerusakan dan Masa Simpan Alpukat pada Rantai Pasok Pasar Wisata Bogor”. Tulisan ini adalah salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis telah mendapatkan banyak bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada : 1. Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si selaku dosen pembimbing akademik atas petunjuk, saran, dan bimbingannya selama penulis menjadi mahasiswa S1 serta dalam penelitian. 2. Dr. Ir. Lilik Pujantoro, M.Agr dan Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan koreksi dan saran terhadap skripsi penulis. 3. Kedua orangtua serta kakak-kakak tercinta yang telah memberikan semangat, dorongan dan doa yang tulus bagi penulis selama menempuh kuliah dan menyelesaikan penelitian. 4. Teman seperjuangan Gita Pujasari yang telah memberi dukungan, semangat dan telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini. 5. Teman satu bimbingan (Ican, Jefri, Ramli dan Reni) atas bantuan dan kebersamaannya. 6. Seluruh mahasiswa TEP 45 (The Marvelous of Agricultural Engineering Talents) yang tentunya secara langsung maupun tidak langsung telah turut membantu dalam penyusunan skripsi ini. 7. Seluruh dosen Departemen Teknik Mesin dan Biosistem atas ilmu dan pengalaman yang diberikan kepada penulis. 8. Seluruh staf Departemen Teknik Mesin dan Biosistem atas kebaikan dan bantuannya kepada penulis. 9. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama penulis menyelesaikan kuliah dan penulisan skripsi yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis terbuka terhadap segala kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Agustus 2012 Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ i DAFTAR ISI .......................................................................................................................................... ii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................................ iv DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................................................... v I.
PENDAHULUAN ........................................................................................................................ 1 A. LATAR BELAKANG .............................................................................................................. 1 B. TUJUAN ................................................................................................................................... 2
II.
TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................................... 3 A. TANAMAN ALPUKAT ........................................................................................................... 3 B. SUPPLAY CHAIN MANAGEMENT (SCM) ............................................................................. 5 C. KERUSAKAN MEKANIS ....................................................................................................... 7 D. BIAYA PRODUKSI DAN TITIK IMPAS ............................................................................... 8 E. NILAI TAMBAH ..................................................................................................................... 9
III. METODOLOGI ......................................................................................................................... 10 A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN ................................................................................ 10 B. JENIS DAN SUMBER DATA ............................................................................................... 10 C. METODE PENELITIAN ........................................................................................................ 10 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................................................... 16 A. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN .... 16 B. IDENTIFIKASI ANGGOTA RANTAI PASOK .................................................................... 21 C. POLA ALIRAN RANTAI PASOK ........................................................................................ 23 D. KERUSAKAN MEKANIS ..................................................................................................... 28 E. MASA SIMPAN ..................................................................................................................... 35 F. BIAYA PRODUKSI DAN TITIK IMPAS ............................................................................. 37 G. NILAI TAMBAH ................................................................................................................... 41 V. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................................................... 44 A. KESIMPULAN ....................................................................................................................... 44 B. SARAN ................................................................................................................................... 44 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................................... 46 LAMPIRAN ......................................................................................................................................... 49
ii
DAFTAR TABEL Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. Tabel 9. Tabel 10. Tabel 11. Tabel 12. Tabel 13. Tabel 14. Tabel 15. Tabel 16. Tabel 17. Tabel 18. Tabel 19. Tabel 20. Tabel 21. Tabel 22. Tabel 23. Tabel 24. Tabel 25. Tabel 26. Tabel 27. Tabel 28. Tabel 29. Tabel 30.
Kandungan gizi tiap 100 gram buah alpukat segar................................................................ 3 Tipe bunga beberapa varietas alpukat ................................................................................... 4 Komponen biaya tiap entitas rantai pasok alpukat .............................................................. 13 Prosedur perhitungan nilai tambah metode Hayami ............................................................ 15 Jumlah penduduk Kotamadya Bogor tahun 2005 – 2009.................................................... 16 Data tenaga kerja menurut lapangan usaha utama dan jenis kelamin Kabupaten Bogor..... 17 Varietas alpukat yang dijajakan di Pasar Bogor dan Sari Barokah ..................................... 19 Pengelompokkan umur responden ...................................................................................... 20 Tingkat pendidikan responden ............................................................................................ 20 Mata pencarian lain responden di pasar sekitar lokasi wisata Bogor .................................. 20 Aktivitas entitas rantai pasok alpukat di pasar sekitar lokasi wisata Bogor ........................ 22 Kapasitas pembelian dan harga di responden pedagang grosir ........................................... 24 Kapasitas pembelian dan harga di responden pedagang pengumpul besar ......................... 26 Kapasitas pembelian dan harga di responden pedagang pengecer ...................................... 28 Tipe kerusakan mekanis saat pengamatan ........................................................................... 29 Tingkat kerusakan mekanis dan susut di pengecer berdasarkan pemasok .......................... 31 Tingkat kerusakan mekanis dan susut di pengecer berdasarkan jenis kemasan .................. 32 Tingkat kerusakan mekanis dan susut di pengecer berdasarkan jenis alat angkut............... 32 Kapasitas dan susut di responden pedagang pengumpul besar dan pedagang grosir ......... 33 Kapasitas dan susut responden pedagang pengecer ............................................................ 34 Jumlah alpukat yang busuk selama masa jual di pedagang pengecer .................................. 36 Komponen biaya tetap responden pedagang pengumpul dan pedagang grosir ................... 38 Komponen biaya tidak tetap responden pedagang pengumpul dan pedagang grosir .......... 38 Biaya pokok dan titik impas responden pedagang pengumpul dan pedagang grosir .......... 39 Komponen biaya pedagang pengecer .................................................................................. 39 Titik impas pedagang pengecer ........................................................................................... 40 Perhitungan nilai tambah pedagang pengumpul besar ........................................................ 41 Perhitungan nilai tambah pedagang grosir .......................................................................... 42 Hasil analisis nilai tambah responden pedagang pengecer Sari Barokah ............................ 43 Hasil analisis nilai tambah responden pedagang pengecer Pasar Bogor ............................. 43
iii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Struktur rantai pasok........................................................................................................... 5 Gambar 2. Struktur rantai pasok pertanian ........................................................................................... 6 Gambar 3. Diagram tahapan penelitian rantai pasok alpukat di pasar sekitar lokasi wisata Bogor ... 11 Gambar 4. (a) Lapak kaki lima di Pasar Bogor, (b) kios buah/oleh-oleh di Sari Barokah ................. 18 Gambar 5. (a) Hijau Bundar (b) Hijau Lonjong (c) Hijau Panjang .................................................... 18 Gambar 6. Pola aliran rantai pasok di pasar sekitar lokasi wisata ...................................................... 23 Gambar 7. Susunan buah dalam kemasan serta penyusunan tumpukan dalam alat angkut................ 30 Gambar 8. Beberapa cara dalam mencegah kerusakan mekanis ........................................................ 31 Gambar 9. Aliran pemasaran alpukat responden pengumpul besar di Sari Barokah.......................... 33 Gambar 10. Persentase kerusakan buah selama penyimpanan ............................................................. 36 Gambar 11. Perubahan alpukat dengan masa simpan hari ke 5 ........................................................... 37
iv
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Produksi buah alpukat menurut provinsi (ton) tahun 2010 ............................................ 49 Lampiran 2. Produksi buah-buahan menurut jenis di Jawa Barat (kwintal) tahun 2009 .................... 50 Lampiran 3. Daftar Pertanyaan yang digunakan dalam Penelitian..................................................... 51 Lampiran 4. Kegiatan pascapanen pedagang pengumpul besar. ........................................................ 57 Lampiran 5. Tingkat kerusakan mekanis di pedagang pengecer ........................................................ 59 Lampiran 6. Contoh perhitungan biaya pokok dan titik impas responden pedagang pengumpul ...... 60 Lampiran 7. Contoh perhitungan biaya pokok dan titik impas responden pedagang grosir............... 63 Lampiran 8. Contoh perhitungan biaya pokok dan titik impas responden pedagang pengecer.......... 64 Lampiran 9. Contoh perhitungan nilai tambah responden pedagang pengumpul besar ..................... 66 Lampiran 10. Contoh perhitungan nilai tambah responden pedagang grosir ....................................... 67
v
I.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Permintaan akan produk buah-buahan di Indonesia cenderung meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk, semakin membaiknya pendapatan masyarakat dan semakin tingginya kesadaran masyarakat akan nilai gizi buah-buahan. Peningkatan permintaan ini menjadi faktor penting dalam peningkatan produksi buah-buahan. Salah satu komoditas yang memiliki prospek yang sangat baik untuk dikembangkan adalah alpukat. Berdasarkan data dari Deptan jumlah produksi alpukat dari tahun 2005 sebesar 227,577 ton sampai tahun 2009 cenderung meningkat menjadi 257,642 ton walaupun di tahun 2007 sempat mengalami penurunan. Selain tanaman alpukat ini dapat berbuah sepanjang tahun tanpa mengenal musim, nilai ekonomis buah alpukat juga cukup tinggi karena merupakan komoditas perdagangan di pasar dalam dan luar negeri. Hal ini dapat ditujukkan dari peningkatan ekspor alpukat berdasarkan data dari BPS pada tahun 2009 sebesar 120 ton meningkat di tahun 2011. Salah satu sentra produksi alpukat di Indonesia terdapat di provinsi Jawa Barat dengan tingkat produksi nasional terbesar pada tahun 2010 sebesar 27.24%. Produksi buah alpukat menurut provinsi pada tahun 2010 dapat dilihat di Lampiran 1. Kemudian berdasarkan data BPS, Kabupaten dan Kota Bogor menghasilkan alpukat sebesar 1,254.8 ton atau sebesar 1.53% dari produksi total Jawa Barat pada tahun 2009. Produksi buah-buahan menurut jenis di Jawa Barat dapat dilihat di Lampiran 2. Walaupun alpukat dapat ditemukan di berbagai daerah Indonesia, tetapi alpukat menjadi suatu komoditas yang khas di Bogor karena dapat ditemukan di pasar-pasar sekitar lokasi wisata Bogor. Hal yang menjadi masalah adalah tingkat kerusakan yang cukup tinggi dalam proses distribusi alpukat dari produsen sampai siap dikonsumsi. Untuk sampai ke konsumen akhir, buah alpukat melewati beberapa proses dimulai dari pemanenan, pengangkutan, penyortiran, pengemasan, penyimpanan, pendistribusian dan pemasaran. Kerusakan pada buah alpukat dapat saja berasal mulai dari pemanenan atau dimulai pada proses-prses setelahnya. Serangkain proses tersebut dapat berasal dari berbagai aktivitas pelaku/entitas yang saling berkaitan dengan tujuan akhir buah alpukat dapat sampai ke konsumen akhir. Memahami kegiatan yang dilakukan tiap entitas mulai dari kegiatan panen hingga tempat penjualan akhir alpukat akan bermanfaat dalam melakukan perbaikan pascapanen guna mempertahankan mutu alpukat setelah pemanenan sampai di jajakan terutama di pasar yang ada di sekitar lokasi wisata. Rangkaian kegiatan tersebut dapat dirangkum dalam suatu sistem rantai pasok. Entitas dalam rantai pasok komoditas pertanian dapat meliputi supplier (petani/kelompok tani/tengkulak), manufacturer (pengolah komoditas produk pertanian yang memberikan nilai tambah), distributor (pedagang besar), retailer (pengecer) atau beberapa entitas lainnya. Berdasarkan rantai pasok yang ada saat ini, diperlukan kajian mengenai proses-proses yang ada dengan tujuan mempertahankan kualitas alpukat untuk sampai ke konsumen dan pemberian nilai tambah pada tiap entitas. Tingkat kerusakan khususnya di pengecer perlu diamati karena merupakan akumulasi dari kerusakan dari berbagai entitas sebelumnya. Selanjutnya dengan mengamati alpukat yang telah mengalami kerusakan mekanis dapat dilihat dampak terhadap masa simpan alpukat untuk dibandingkan dengan masa jualnya.
1
B. TUJUAN Penelitian ini bertujuan : 1. Melakukan pemetaan rantai pasok buah alpukat khususnya pasar yang berlokasi di daerah wisata Bogor. 2. Menganalisis tingkat kerusakan mekanis dan masa simpan alpukat di tingkat pedagang pengecer. 3. Menganalisis struktur biaya produksi dan titik impas penjualan di tiap entitas rantai pasok. 4. Menganalisis nilai tambah yang dihasilkan tiap entitas di rantai pasok.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA A. TANAMAN ALPUKAT Tanaman alpukat (Persea Americana Mill) merupakan tanaman buah dengan bentuk pohon berkayu yang tumbuh menahun (perennial). Ketinggian tanaman antara 3m-10m, batang berlekuklekuk dan bercabang banyak, serta berdaun rimbun. Tanaman alpukat berasal dari Meksiko bagian selatan dan Amerika Tengah, kemudian menyebar ke berbagai negara yang beriklim tropik. Persea berasal dari bahasa Yunani, artinya suatu pohon yang manis buahnya. Di Indonesia nama alpukat mempunyai beberapa nama daerah, seperti alpuket atau alpukat (Jawa Barat), alpokat (Jawa Tengah dan Jawa Timur) dan apokat atau jambu wolanda (sebutan di lain-lain daerah). Buah alpukat mengandung 78% asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh bersifat mudah dicerna dan berguna untuk menjalankan fungsi organ tubuh secara baik. Mengkonsumsi buah alpukat dapat menurunkan kolesterol dan bersifat aman sekalipun dimakan dalam jumlah banyak. Kandungan gizi tiap 100 gram alpukat segar dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan gizi tiap 100 gram buah alpukat segar No.
Kandungan Gizi
Jumlah
1
Kalori
85.00 kal.
2
Protein
0.90 g
3
Lemak
6.50 g
4
Karbohidrat
7.70 g
5
Kalsium (Ca)
10.00 mg
6
Fosfor (P)
20.00 mg
7
Zat besi (Fe)
0.90 mg
8
Vitamin A
180.00 S.I.
9
Vitamin B1
0.05 mg
10
Vitamin C
13.00 mg
11
Air
84.30 mg
12
Bagian dapat dimakan (Bdd)
61.00 %
Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (1981) diacu dalam Rukmana (1997)
Struktur bunga tanaman alpukat berkelamin dua (hermaphrodite) dan persariaannya dibantu oleh lebah madu karena bunganya mempunyai nectar dan staminod yang berfungsi sebagai alat pemikat serangga. Sifat penting pembungaan alpukat adalah mekarnya bunga terjadi dua kali dalam dua hari berturut-turut. Setiap bunga dapat berfungsi sebagai bunga “betina” pada hari pertama bunga itu membuka (mekar), dan berfungsi sebagai bunga “jantan” pada hari kedua bunga tersebut mekar. Perilaku mekar bunga dua kali ini disebut synchronous dichogamy. Berdasarkan sifat pembungaannya, ragam varietas alpukat dibedakan atas dua tipe. 1. Tipe A Tipe A ditandai dengan bunga mekar pertama kalinya pada pagi hari, yakni lebih dulu masak alat kelamin betina. Mekar kedua kalinya terjadi keesokan harinya atau hari kedua pada sore hari, tetapi hanya alat kelamin jantan saja yang masak atau siap menyerbuki. Tanaman alpukat tipe A mempunyai ciri khas pagi hari bertindak sebagai bunga betina, sedangkan sore hari berfungsi sebagai bunga jantan.
3
2. Tipe B Tipe B ditandai dengan bunga mekar pertama kalinya pada sore hari, yakni putik lebih dulu masak. Mekar kedua kalinya terjadi keesokan harinya atau hari kedua pagi hari, tepung sari masak dan benang sari sudah tidak reseptif lagi. Tanaman alpukat tipe B mempunyai ciri khas pagi hari bertindak sebagai bunga jantan, sedangkan sore hari berfungsi sebagai bunga betina. Pembuahan alpukat cenderung berhasil melalui penyerbukan silang antara varietas tipe A dan tipe B. Untuk meningkatkan pembuahan dan produksi buah alpukat, dianjurkan menanam dua tipe alpukat yang saling berdekatan letaknya. Pembungaan alpukat yang paling optimum adalah pada suhu rata-rata harian di atas 20o C. Pada suhu rendah antara 9o C – 14o C (dataran tinggi) bunga-bunga alpukat menjurus mekar hanya satu kali (single cyclus) dengan putik dan tepung sari masak bersamaan (homogamy). Hal ini berarti di dataran tinggi tanaman alpukat dapat berbuah lebih produktif daripada di dataran rendah. Di dataran tinggi satu pohon alpukat berkemampuan berbuah lebat. Tanaman alpukat mempunyai perakaran yang dalam dan menyebar ke semua arah, tetapi peka terhadap air tanah yang mudah menggenang (becek). Air tanah yang menggenang dua hari berturutturut memudahkan serangan penyakit busuk akar oleh cendawan Phytophtora sp. Sifat genetik tanaman alpukat termasuk “diploid”, yakni 2n=12. Pembungaan dan pembuahan dapat berlangsung terus menerus sepanjang tahun. Oleh karena itu, setiap waktu dapat ditemukan buah alpukat di pasarpasar. Varietas-varietas alpukat yang terkenal di Indonesia anatra lain, adalah hijau panjang (ijo panjang), hijau bundar (ijo bundar), mentega, merah bundar dan batok. Umumnya dibudidayakan varietas ijo panjang, ijo bundar, merah panjang dan merah bundar. Varietas alpukat berdasarkan tipe bunga dapat dilihat pada Tabel 2.
No.
Tabel 2. Tipe bunga beberapa varietas alpukat Tipe Bunga Varietas
1
Tipe A
Ijo Panjang Ijo Bundar Merah Panjang Merah Bundar Waldin Hass
Butler Benik Dickinson Puebla Taft
2
Tipe B
Fuerte Collinson Itzamma Winslowson
Lyon Nabal Ganter Queen
Sumber : Kalie (1996) diacu dalam Rukmana (1997)
Tanaman alpukat dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi yang berketinggian 2000 m di atas permukaan laut (dpl). Meskipun demikian, pertumbuhan dan produksi optimal dihasilkan di daerah dataran rendah 200 m dpl, hingga dataran tinggi 1000 m dpl. Faktor iklim yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman alpukat, antara laian adalah suhu, curah hujan, dan kelembaban udara. Tanaman ini membutuhkan suhu udara hangat antara 15o C – 30o C, curah hujan tahunan 1500 – 3000 mm, dan kelembaban udara (RH) antara 50% - 80%. Tipe iklim yang cocok untuk tanaman alpukat adalah tipe iklim basah sampai agak kering. Tanaman alpukat toleran terhadap sinar matahari atau naungan. Tanaman alpukat dapat ditanam di lahan pekarangan yang umumnya teduh (ternaungi).
4
Keadaan tanah yang penting diperhatikan adalah tanahnya subur, gembur, banyak mengandung bahan organik, aerasi dan drainasenya baik, dengan reaksi tanah (pH) 5,5 – 6,5. Tanah yang bereaksi masam (pH di bawah 5,5) harus dilakukan pengapuran tanah terlebih dahulu. Lahan yang bertopografi miring antara 9% - 15% masih layak ditanami alpukat (Rukmana 1997).
B. SUPPLAY CHAIN MANAGEMENT (SCM) Konsep rantai pasok telah lama diaplikasikan dalam suatu industri manufaktur yang kemudian berkembang pada produk pertanian. Menurut Marimin (2010) konsep rantai pasok (supplay chain) merupakan konsep baru dalam menerapkan sistem logistik yang terintegrasi. Manajemen rantai pasok (supply chain management) produk pertanian mewakili manajemen keseluruhan proses produksi secara keseluruhan dari kegiatan pengolahan, distribusi, pemasaran hingga produk yang diinginkan sampai ke tangan konsumen. Manajemen rantai pasok produk pertanian berbeda dengan manajemen rantai pasok produk manufaktur karena : 1) produk pertanian bersifat mudah rusak, 2) proses penanaman, pertumbuhan dan pemanenan tergantung pada iklim dan musim, 3) hasil panen memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi, 4) produk pertanian bersifat kamba sehingga sulit untuk ditangani (Brown 1994 diacu dalam Marimin 2010 ). SCM bertujuan untuk membuat seluruh sistem menjadi efisien dan efektif, minimalisasi biaya dari tranportasi, dan distribusi sampai inventori bahan baku, bahan dalam proses serta barang jadi (Marimin 2010). Terdapat beberapa basis indikator yang bisa dipakai untuk menilai keberhasilan SCM yaitu : 1) Indikator Waktu Jaminan terhadap waktu tersedianya bahan yang dibutuhkan, waktu selesainya proses pengubahan dan waktu yang dibutuhkan untuk proses distribusi akan sangat berpengaruh terhadap kealancaran aktivitas setiap entitas dan sangat berpengaruh terhadap kepuasan konsumen. 2) Indikator Lokasi Kepastian distribusi produk akhir ke lokasi konsumen yang membutuhkan. 3) Indikator kuantitas dan kualitas produk Adanya kesamaan kuantitas dan kualitas yang diinginkan konsumen. Tidak adanya kesinambungan antara kuantitas dan kualitas terhadap yang dinginkan konsumen sering terdapat dalam produk-produk pertanian karena sifat produk yang perishable (mudah rusak). 4) Indikator Biaya Kondisi yang ideal untuk SCM adalah biaya yang minimal sepanjng rantai pasok dengan tetap memaksimalkan kepuasaan konsumen (Widodo 2010) Salah satu hal terpenting dalam manajemen rantai pasok adalah saling berbagai informasi, oleh karena itu dalam aliran material, aliran kas, dan aliran informasi merupakan keseluruhan elemen dalam rantai pasok yang perlu diintegrasikan (Chen et all. 2000 diacu dalam Anata dan Ellitan 2008). Menurut Anatan dan Ellitan (2008), prinsip manajemen rantai pasok pada dasarnya merupakan sinkronisasi dan kordinasi aktivitas-aktivitas yang terkait dengan aliran material/produk, baik yang ada dalam suatu organisasi maupun antar organisasi seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Supplier
Manu faktur
Distributi on Center
Whole saler
Retailer
End Customer Aliran produk Aliran biaya Aliran informasi
Gambar 1. Struktur rantai pasok
5
Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2002) diacu dalam Marimin (2010), hubungan organisasi dalam rantai pasok adalah sebagai berikut : 1) Rantai 1 adalah Supplier. Supplier ratai pasok pertanian terdiri dari produsen dan tengkulak. Produsen adalah para petani baik secara individu atau yang sudah bergabung dalam kelompok-kelompok tani. Tengkulak adalah pedagang komoditas pertanian yang mengumpulkan produk-produk pertanian dari sebagian para petani untuk dijual lagi dengan harga yang tinggi. Produsen bisa menjadi supplier untuk tengkulak atau supplier langsung untuk manufaktur. 2) Rantai 1-2 adalah Supplier-manufacturer. Manufaktur yang melakukan pekerjaan membuat, mempabrikasi, meng-assembling, merakit, mengonversikan, ataupun menyelesaikan barang. Pada rantai pasok pertanian, manufaktur adalah pengolah komoditas produk pertanian yang memberikan nilai tambah untuk komoditas tersebut. 3) Rantai 1-2-3 adalah Supplier-manufacturer-distributor. Walapun tersedia banyak cara untuk menyalurkan barang kepada pelanggan. Cara yang umum dilakukan adalah melalui distributor dan biasanya ditempuh dengan supplay chain. Barang yang berasal dari gudang pabrik disalurkan ke gudang distributor atau pedagang besar dalam jumlah besar kemudian barang tersebut dislaurkan kepada pengecer dalam jumlah yang lebih kecil. Pada umumnya, manufaktur sudah memiliki bagian distribusi di dalam perusahaannya sendiri, tapi ada juga manufaktur yang menggunakan jasa distributor di luar perusahaannya. 4) Rantai 1-2-3-4 adalah Supplair-manufaktur-distributor-retail. Pedagang besar biasanya mempunyai fasilitas gudang sendiri atau dapat juga menyewa dari pihak lain. Gudang ini digunakan untuk menimbun barang sebelum disalurkan lagi ke pihak pengecer. Pada rantai ini dilakukan penghematan dalam bentuk inventori dan biaya gudang. Penghematan tersebut dilakukan dengan cara mendesain kembali pola-pola pegriman barang, baik dari gudang manufaktur ataupun ke toko pengecer. Dalam rantai pasok pertanian, pedagang besar sebagai distributor memasok produk pertaniannya kepada pengecer di pasar tradisional ataupun pasar swalayan. 5) Rantai 1-2-3-4-5 adalah Supplier-manufaktur-distributor-retail-pelanggang. Pengecer menawarkan barangnya kepada pelanggan atau pembeli. Mata rantai pasok akan berhenti ketika barang tersbut tiba pada pemakai langsung. Struktur rantai pasok produk pertanian memilki keunikan karena tidak selalu mengikuti urutan rantai di atas. Petani dapat langsung menjual hasil pertaniannya langsung ke pasar selaku retail, sehingga telah memutus rantai pelaku tengkulak, manufaktur dan distributor. Manufaktur juga tidak harus memasok produk lewat distributornya ke retail, tapi bisa langsung ke pelanggan (Marimin 2010). Struktur rantai pasok pertanian ditunjukkan pada Gambar 2. Suplier Manufaktur Distributor Retail
Pelanggan
Gambar 2. Struktur rantai pasok pertanian
6
C. KERUSAKAN MEKANIS Penggunaan peralatan mekanis pada berbagai kegiatan pertanian berpotensi menimbulkan kerusakan pada bahan yang diproses. Sebagai akibatnya, kualitas produk menjadi menurun dan dalam banyak kasus terjadinya kerusakan mekanis diikuti dengan pembusukan yang berlangsung cepat sehingga pada akhirnya bahan menjadi rusak total. Untuk penyimpanan dalam waktu lama, adanya bahan yang membusuk dapat merusak bahan lainnya. Jadi dapat dipahami bahwa menurunnya tingkat kerusakan mekanis mempunyai arti ekonomi yang penting (Suastawa 2008). Sebab-sebab dan bentuk-bentuk kerusakan mekanis antara lain proses yang melibatkan benturan (impact) misal goresan yang sangat halus. Pemetikan buah-buahan secara mekanis menyebabkan terjadinya benturan antar buah atau gesekan dengan cabang pohon. Benturan dapat mengakibatkan deformasi pada jaringan di bawah kulit buah. Jika deformasi melebihi biological yield point maka jaringan akan mengalami reaksi pencoklatan (browning) dan dalam waktu yang singkat menuju pembusukan. Kemudian kerusakan terutama terjadi pada saat menaikkan dan menurunkan ke alat tranportasi. Kerusakan timbul akibat perlukaan, benturan dan goresan (Suastawa 2008). Terdapat bentuk-bentuk utama kerusakan mekanis, yaitu : 1) Lecet (Abrasion). Kulit mengalami kerusakan atau sebagian terlepas dari jaringan di bawahnya (lecet). Abrasi terkadang sangat sulit diamati secara langsung pada saat setelah panen, namun baru akan nampak 1 atau 2 minggu setelah dipanen. 2) Memar (Bruising). Pada kasus ini kerusakan jaringan tanaman terjadi akibat gaya eksternal yang mengakibatkan perubahan secara fisik dan perubahan warna serta rasa. Bruising tidak berarti rupture (robek) pada kulit lebih identik dengan memar. 3) Retak (Cracking). Kategori ini terbatas pada retakan pada kulit atau jaringan akibat benturan atau tekanan tanpa mengakibatkan produk hancur (split). 4) Cutting. Didefinisikan sebagai penetrasi benda tajam ke dalam produk tanpa mengakibatkan crushing yang nyata. 5) Puncture. Jenis perlukaan yang disebabkan oleh benda yang runcing seperti ujung batang atau ranting yang patah atau benda runcing lainnya yang dapat menembus permukaan (tusukan kecil). 6) Retak hancur (Shatter cracking). Merupakan retakan yang banyak dan terpusat di titik benturan. 7) Retak di kulit (Skin cracking). Retakan terbatas pada bagian luar kulit. 8) Pecahan (Splitting). Terjadi pada waktu produk dibagi menjadi beberapa bagian (pemisahan). 9) Sobekan (Tearing). Lazimnya terjadi di ujung buah saat pemetikan, contoh pada saat kita mencabut buah dari tangkainya. 10) Retakan hebat (Swell cracking). Retakan terjadi akibat meningkatnya tekanan osmotik internal. 11) Distorsi (Distortion). Merupakan perubahan bentuk yang diakibatkan oleh adanya pembebanan terhadap produk (Suastawa 2008). FAO (1989) menyatakan bahwa kadar air yang tinggi dan tekstur yang lembut pada buah, sayuran dan umbi-umbian berakibat rentannya terhadap kerusakan mekanis. Hal tersebut dapat terjadi dari tahap produksi hingga pemasaran ke tingkat retail karena : 1) Pemanenan yang buruk. 2) Penggunaan wadah yang tidak sesuai, seperti terdapatnya pecahan kayu, wadah yang memeliki tepi yang tajam dan pemakuan tidak sesuai sempurna. 3) Overpacking atau underpacking saat pemanenan dan pemasaran.
7
4) Penanganan yang tidak hati-hati, seperti menjatuhkan, melempar, menginjak produk atau kemasan selama proses grading, transportasi atau pemasaran. Kerusakan yang terjadi dapat menyebabkan : 1) Splitting pada buah atau umbi karena terjatuh. 2) Memar dalam buah, tidak terlihat di permukaan (disebabkan oleh goresan yang mempengaruhi kulit dan lapisan luar sel). 3) Rusaknya sayuran daun atau produk lain yang serupa. Kerusakan karena pemotongan atau terkelupasnya kulit luar produk mengakibatkan: 1) Masukya bakteri pada titik kerusakan sehingga menyebabkan kebusukan. 2) Meningkatkan kehilangan air dari area yang mengalami kerusakan. 3) Menyebabkan peningkatan laju respirasi dan produksi panas. Luka memar yang tidak terlihat di permukaan mengakibatkan: 1) Peningkatan laju respirasi dan produksi panas. 2) Perubahan warna internal karena adanya jaringan yang rusak. 3) Rasa yang tidak enak karena reaksi abnormal fisiologi pada bagian yang rusak (FAO 1989).
D. BIAYA PRODUKSI DAN TITIK IMPAS D.1. Biaya Produksi Tujuan suatu usaha adalah untuk mendapatkan keuntungan. Keuntungan diperoleh dari selisih antara biaya yang dikeluarkan dan pendapatan yang diterima. Untuk dapat meperkirakan biaya produksi maka dilakukan suatu analisis biaya dari proses produksi sehingga akan didapat biaya produksi persatuan output produk. Semakian rendah biaya produksinya maka semakin tinggi keuntungan yang akan diperoleh (Pramudya dan Dewi 1992). Biaya produksi berdasarkan volume kegiatan terbagi atas biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Menurut Pramudya dan Dewi (1992) biaya tetap adalah jenis-jenis biaya yang selama satu periode kerja tetap jumlahnya. Biaya ini tidak tergantung pada jumlah produk yang dihasilkan. Untuk pengertian biaya tidak tetap, Tinaprilla (1992) mendefinisikan sebagai biaya yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan jumlah produksi dimana perubahannya dapat bersifat proporsional, progresif atau degresif. Penjumlahan kedua biaya produksi dapat dinyatakan kedalam biaya total. Biaya ini merupakan biaya keseluruhan yang diperlukan untuk menjalankan suatu usaha yang dinyatakan dalam Rp/unit waktu. Jika biaya total dibagi dengan kapasitas (unit produk per satuan waktu) maka akan diperoleh biaya pokok. Biaya pokok merupakan biaya yang diperlukan suatu usaha untuk menghasilkan satu unit produk.
D.2. Titik Impas Titik impas adalah suatu titik dimana terjadi kesetimbangan antara dua alternatif yang berbeda. Diluar titik tersebut, kondisi alternatif tersebut berbeda sehingga akan mempengaruhi pengambilan keputusan. Suatu pengambilan keputusan yang tepat akan memberikan keuntungan, dan sebaliknya akan menimbulkan kerugian. Analisis titik impas dapat digunakan dalam berbagai hal, salah-satunya adalah penentuan volume produksi (Pramudya dan Dewi 1992). Suatu perusahaan dikatakan mencapai titik impas, apabila dari suatu analisis perhitungan laba dan rugi dalam suatu periode kerja kegiatan tertentu, perusahaan itu tidak memperoleh untung, tapi juga tidak menderita rugi (impas). Atau dapat juga dikatakan bahwa perusahaan tersebut menghasilkan tingkat produksi tertentu dimana jumlah penerimaannya sama dengan seluruh biaya yang telah dikeluarkan (Pramudya dan Dewi 1992).
8
E. NILAI TAMBAH Konsep nilai tambah adalah suatu perubahan nilai yang terjadi karena adanya perlakuan terhadap suatu input pada suatu proses produksi. Arus peningkatan nilai tambah komoditas pertanian terjadi di setiap mata rantai pasok dari hulu ke hilir yang berawal dari petani dan berakhir pada konsumen. Nilai tambah pada setiap anggota rantai pasok berbeda-beda tergantung dari input dan perlakuan oleh setiap anggota rantai pasok tersebut (Sudiyono 2002 diacu dalam Marimin 2010). Input yang menyebabkan terjadinya nilai tambah dari suatu komoditas dapat dilihat dari adanya perubahan-perubahan pada komoditas tersebut, yaitu perubahan bentuk, tempat dan waktu (Helda 2004). Metode yang umum diguakan dalam analisis nilai tambah adalah metode M. Dawam Rahardjo dan Metode Hayami. Menurut Sukandar (2008) perhitungan Metode M. Dawam Rahardjo didasarkan pada selisih nilai produk bruto dan total pengeluaran. Total pengeluaran meliputi gaji/upah, bahan baku, bahan bakar dan bahan lainnya. Untuk Metode Hayami perhitungan didasarkan pada satu satuan bahan baku utama. Teori nilai tambah dari perhitungan metode M. Dawam Rahardjo sama dengan teori keuntungan dalam perhitungan metode Hayami. Sehingga dapat dikatakan bahwa nilai tambah yang dihasilkan dari perhitungan metode M. Dawam Rahardjo merupakan keuntungan bagi perusahaan dalam perhitungan metode Hayami. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa analisis nilai tambah metode Hayami memiliki keunggulan, dimana metode tersebut merupakan penyempurnaan dari perhitungan nilai tambah metode M. Dawam Rahardjo. Kelebihan dari analisis nilai tambah metode Hayami menurut Sudiyono (2002) diacu dalam Marimin (2010) : 1) Dapat diketahui besarnya nilai tambah. 2) Dapat diketahui besarnya balas jasa terhadap pemilik faktor produksi. 3) Dapat diterapkan di luar subsistem pengolahan, misalnya kegiatan pemasaran. Menurut Sudiyono (2002) diacu dalam Marimin (2010) dalam metode Hayami ada dua cara untuk menghitung nilai tambah, yaitu nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tambah ada dua yaitu faktor teknis dan faktor pasar. Faktor teknis yang berpengaruh adalah kapasitas produksi, jumlah bahan baku yang digunakan dan tenaga kerja, sedangkan faktor pasar yang berpengaruh adalah harga output, upah tenaga kerja, harga bahan baku dan nilai input lain. Besarnya nilai tambah karena proses pengolahan didapat dari pengurangan biaya bahan baku dan input lainnya terhadap nilai produk yang dihasilkan, tidak termasuk tenaga kerja. Langkah-langkah yang dilakukan adalah : 1) Membuat arus komoditas yang menunjukkan bentuk-bentuk komoditas, lokasi, lamanya penyimpanan, dan berbagai perlakuan yang diberikan. 2) Mengidentifikasi setiap transaksi yang terjadi menurut perhitungan parsial. 3) Memilih dasar perhitungan, yaitu satuan input bahan baku bukan satuan output (Sudiyono 2002 diacu dalam Marimin 2010). Konsep pendukung dalam analisis nilai tambah menurut Hayami untuk subsistem pengolahan adalah sebagai berikut : 1) Faktor konversi, merupakan jumlah output yang dihasilkan satu satuan input. 2) Koefisien tenaga kerja langsung, menunjukkan jumlah tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk mengolah satu satuan input. 3) Nilai output, menunjukkan nilai ouput yang dihasilkan dari satu satuan input (Sudiyono 2002 diacu dalam Marimin 2010).
9
III. METODOLOGI A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian lapang dilakukan di lokasi wisata Bogor antara lain pasar di sekitar Kebun Raya Bogor dan pasar/pusat oleh-oleh khas Bogor di daerah Puncak. Pasar yang menjadi tempat penelitian di sekitar Kebun Raya Bogor adalah Pasar Bogor dan untuk pusat oleh-oleh khas Bogor adalah Sari Barokah yang terletak di Cibogo. Pemilihan sampel lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan lokasi-lokasi pasar tersebut terletak di sekitar lokasi wisata yang padat pengunjung yang artinya memiliki peluang pemasaran alpukat lebih besar. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari-Juni 2012.
B. JENIS DAN SUMBER DATA Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer bersumber dari masing-masing entitas/pelaku aktivitas dalam rantai pasok buah alpukat di lokasi wisata Bogor. Data primer yang dibutuhkan dalam penelitian berupa data kualitatif dan kauntitatif mengenai struktur rantai pasok, mekanisme rantai pasok, tingkat kerusakan, masa jual, harga pembelian dan penjualan, jumlah pasokan, biaya pemasokan serta data-data pengukuran yang diperlukan untuk tujuan penelitian. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian bersumber dari Dinas Pertanian, Badan Pusat Statistik, Internet serta berbagai literatur yang berkaitan dengan tema penelitian.
C. METODE PENELITIAN Penelitian diawali dengan tahap eksplorasi awal rantai pasok alpukat sehingga teridentifikasi entitas-entitas dalam rantai pasok. Selanjutnya dilakukan tahap pengumpulan dan analisis data. Gambar 3 menunjukkan tahap-tahap penelitian rantai pasok alpukat di pasar sekitar lokasi wisata Bogor.
Mulai
a
Identifikasi anggota rantai pasok
Analisis Pola aliran rantai pasok
Pembuatan daftar pertanyaan untuk pedagang
Analisis Tingkat Kerusakan Mekanis
Wawancara dengan pedagang
Analisis Biaya Produksi dan Titik Impas
tidak
Data Lengkap
Analisis Nilai Tambah
Selesai
ya a
Gambar 3. Diagram tahapan penelitian rantai pasok alpukat di pasar sekitar lokasi wisata Bogor
10
1. Metode Pengumpulan Data Data-data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan cara wawancara. Sistem pengelolaan rantai pasok alpukat di pasar sekitar lokasi wisata Bogor diteliti lebih lanjut dengan cara mewawancarai berbagai entitas rantai pasok. Wawancara yang dilakukan berdasarkan daftar pertanyaan dengan maksud dapat mengontrol dan mengatur pertanyaan ataupun jawabannya. Metode pengumpulan data untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan adalah melalui penelusuran rantai pasok yang dimulai dari pedagang pengecer yang ada di sekitar lokasi wisata Bogor. Daftar pertanyaan yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Lampiran 3. Seluruh pedagang pengecer yang menjual alpukat didata berdasarkan jumlah kapasitas usahanya, kemudian dari kapasitas usaha tersebut dibagi dalam beberapa kelompok. Sampel dipilih secara purposive dari tiap kelompok dengan pertimbangan kemudahan memperoleh informasi dari pedagang pengecer tersebut. Penelusuran rantai pasok berikutnya ditentukan dengan teknik snowball sampling dimana entitas lainnya ditentukan berdasarkan keterangan dari pihak pedagang pengecer yang berasal dari lokasi penelitian di lokasi wisata tersebut. Identifikasi pada entitas berikutnya di pedagang pengumpul besar dan pedagang grosir dilakukan dengan cara wawancara dengan perwakilan masing-masing entitas. Pedagang pengumpul besar yaitu pihak pemasok yang membeli alpukat untuk mengumpulnya dan membawanya ke pedagang grosir atau pedangan pengecer. Pedagang grosir yang dimaksud di sini yaitu pedagang alpukat baik grosir/bandar maupun eceran yang memperoleh alpukat langsung dari wilayah produsen alpukat. Untuk pedagang pengumpul besar peneliti mewawancarai dua orang pedagang pengumpul yang keduanya berasal dari Bandung. Identifikasi di pedagang grosir diperoleh dari hasil wawancara dengan soerang pedagang di Pasar Induk Cibitung. Kedua pedagang pengumpul besar dan seorang pedagang grosir ini dapat ditemui di tempat dan mau untuk diwawancarai. Identifikasi pada entitas berikutnya sulit dilakukan karena jauhnya tempat dan kurangnya informasi dari entitas sebelumnya sehingga batasan penelitian hanya di pedagang pengecer kecamatan, pedagang pengumpul dan pedagang grosir.
2. Metode Analisis Data a. Analisis Deskriptif Analisis pengelolaan rantai pasok dilakukan dengan analisis deskriptif. Analisis deskriptif merupakan suatu metode analisis yang digunakan dengan tujuan memperoleh gambaran secara mendalam dan obyektif mengenai obyek penelitian. Tujuan penggunaan analisis ini adalah untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan, dan memeriksa sebab-sebab dari gejala tertentu (Ritonga 2005 diacu dalam Hani 2007). Data primer dan sekunder yang diperoleh dianalisis secara deskriptif tabulasi dan statistik sederhana untuk menggambarkan keadaan pasar dan aliran rantai pasok alpukat.
b. Analisis Tingkat Kerusakan Mekanis Pengamatan dilakukan secara visual berdasarkan adanya bentuk-bentuk kerusakan mekanis pada buah. Setiap buah yang mengalami kerusakan baik besar maupun kecil dikategorikan sebagai buah yang mengalami kerusakan mekanis. Hasil pengamatan ini digunakan untuk identifikasi penyebab kerusakan alpukat dalam rantai pasok berdasarkan besarnya tingkat kerusakan mekanisnya.
11
Persamaan yang digunakan untuk menghitung kerusakan mekanis yang terjadi adalah sebagai berikut: ۸ܚ܉ (1) ۹= ܕ × % ܉܊܂ Dimana : Km = Kerusakan mekanis (%) Jar = Jumlah alpukat rusak (bobot) Tba = Total contoh buah alpukat (bobot) Pengambilan contoh buah alpukat berdasarkan Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (2000) ialah setiap kemasan diambil contohnya sebanyak 3 kg dari bagian atas, tengah dan bawah. Contoh tersebut dicampur merata tanpa menimbulkan kerusakan, kemudian dibagi 4 dan dua bagian diambil secara diagonal. Cara ini dilakukan beberapa kali sampai contoh mencapai 3 kg untuk dianalisa. a) Jumlah kemasan dalam partai: 1 sampai 100, minimum jumlah contoh yang diambil 5. b) Jumlah kemasan dalam partai: 101 sampai 300, minimum jumlah contoh yang diambil 7. c) Jumlah kemasan dalam partai: 301 sampai 500, minimum jumlah contoh yang diambil 9. d) Jumlah kemasan dalam partai: 501 sampai 1000, minimum jumlah contoh yang diambil 10. e) Jumlah kemasan dalam partai: lebih dari 1000, minimum jumlah contoh yang diambil 15. Pada saat di lapangan pengambilan contoh berdasarkan metode di atas sulit dilakukan karena terkendala kurangnya informasi mengenai waktu datangnya alpukat. Hal ini menyebabkan alpukat yang baru bisa diamati sehari sampai tiga hari setelah alpukat sudah tidak di kemasan. Bahkan jika pengamatan dilakukan pada hari yang sama alpukat sudah dikeluarkan dari kemasan beberapa jam sebelumnya. Metode di atas juga sulit dilakukan untuk alpukat yang masih di kemasan, karena biasanya pada saat datang alpukat langsung dikeluarkan dari kemasan untuk disortir. Sementara untuk melakukan metode tersebut dibutuhkan waktu yang lama mulai dari tahap pencampuran sampai pengambilan dua bagian secara diagonal yang dilakukan berulang-ulang untuk mendapatkan contoh alpukat yang mencapai 3 kg tiap kemasannya. Pengambilan contoh pada saat di lapangan dilakukan dengan beberapa cara yang prosesnya disesuaikan dengan metode di atas. Metode pengambilan contoh yang dilakukan ialah : 1) Untuk alpukat yang bisa diamati di kemasan pada saat datang, jumlah kemasan yang diamati sesuai dengan persyaratan metode di atas. Pada saat pengambilan contoh di tiap kemasan diambil 3 kg bagian atas, tengah dan bawah. Untuk tahap pencampuran sampai pengambilan contoh sebanyak 3 kg tidak dilakukan, tetapi contoh yang diambil lebih banyak yaitu 9 kg dari 3 kg bagian atas, tengah dan bawah. 2) Untuk alpukat yang sudah tidak dalam kemasan atau telah disortir dan dipajang, pengambilan contoh dilakukan secara acak di tempat pajangan. Jumlah contoh yang diambil disesuaikan dengan metode di atas. Dalam satu kemasan rata-rata jumlah alpukat sebesar 60 kg, jika pengambilan sampai lima kemasan maka jumlah alpukat sebesar 300 kg. Alpukat sebanyak 300 kg tersebut diambil 15 kg sebagai contoh yang dimana tiap kemasan diambil 3 kg. Jadi contoh yang diambil dari 300 kg alpukat sebesar 5% yaitu 15 kg. Jadi untuk pengambilan contoh alpukat yang ada di pajangan diambil 5% dari jumlah alpukat dari partai yang sama. Jika 5% dari partai lebih kecil dari 3 kg maka minimal contoh yang diambil sebanyak 3 kg. Jika jumlah satu partai lebih besar dari 300 kg maka minimal contoh yang diambil sebanyak 15 kg. Minimal contoh 3 kg dan 15 kg disesuaikan dengan metode dari Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
12
Masa Simpan Masa simpan yang dimaksud dalam pengamatan ini adalah lamanya penyimpanan buah alpukat di tingkat pengecer sampai alpukat tidak dapat dijual lagi atau busuk total. Pengamatan ini bertujuan untuk melihat dampak dari kerusakan mekanis yang dihasilkan terhadap lamanya masa simpan buah alpukat di pedagang pengecer. Contoh buah alpukat yang diamati adalah buah alpukat yang telah diamati tingkat kerusakannya, buah diambil sebanyak lima buah dalam satu partai secara acak. Kelima buah ini sengaja dibeli tetapi tetap disimpan di pajangan dengan tujuan melihat perubahan yang terjadi dari hari ke hari sesuai kondisi yang ada di lapangan. Pada tiap pengamatan keterangan berupa kondisi buah dan perubahan harga berdasarkan informasi dari pedagang pengecer, jika menurut pedagang pengecer buah sudah tidak dapat dijual maka pengamatan tidak dilakukan lagi. Masa simpan yang diperoleh berdasarkan lamanya penyimpanan buah yang telah mengalami kerusakan mekanis akan dibandingkan dengan kapsaitas penjualan pedagang pengecer. Lamanya masa jual di pengecer sampai barang habis terjual diperoleh dari hasil wawancara.
c. Analisis Biaya Produksi dan Titik Impas Analisis biaya produksi dilakukan dengan mengelompokkan biaya kedalam biaya tetap dan biaya tidak tetap. Pengelompokan biaya di tingkat pedagang pengecer, pedagang grosir dan pengumpul terdapat dalam Tabel 3. Tabel 3. Komponen biaya tiap entitas rantai pasok alpukat Komponen Biaya Biaya Tetap
Biaya Tidak Tetap
Entitas Pedagang Pengecer
Pedagang Grosir
Pengumpul
Penyusutan (lapak,
Penyusutan (gudang,
timbangan dll)
Penyusutan (timbangan)
Bunga modal
Bunga modal
Bunga modal
Sewa Kios/Gudang
Sewa Tempat
-
Retribusi pasar
Retribusi pasar
Retribusi pasar
(kebersihan, keamanan dll)
(kebersihan, keamanan dll)
(pemasukan barang)
Biaya tera ulang
Biaya tera ulang
-
Timbangan
timbangan
Beban listrik
Beban listrik
Beban listrik
Pembelian alpukat
Pembelian alpukat
Pembelian alpukat
Upah tenaga kerja
Upah tenaga kerja
Upah tenaga kerja
Pengemasan
-
Pengemasan
Biaya pengiriman
-
Retribusi (tol dan
barang dan bongkar muat
kendaraan, timbangan dll)
Penimbangan kenadaraan), bahan bakar dan pelumas, perbaikan dan pemeliharaan kendaraan
13
Metode yang digunakan dalam perhitungan biaya penyusutan adalah metode garis lurus yang tidak memperhitungkan bunga modal, perhitungan bunga modal dilakukan secara terpisah. Persamaaan penyusutan yang tidak memperhitungkan bunga modal adalah : ۲=
۾−܁ ۺ
(2)
Dimana : D = Biaya penyusutan (Rp/tahun) P = Harga awal (Rp) S = Harga akhir (Rp) L = Perkiraan umur ekonomis (tahun) Perhitungan bunga modal menggunakan persamaan bunga modal sederhana. Penggunaan bunga modal sederhana dimaksudkan sebagai biaya tertitnggi yang dihasilkan jika dibandingkan dengan perhitungan bunga modal majemuk. Tingkat bunga yang digunakan dalam perhitungan merupakan tingkat bunga deposito karena modal usaha bukan berasal dari modal pinjaman. Besarnya tingkat bunga yang digunakan diacu dari Bank Mayora sebesar 6.75% (Pusat Informasi Pasar Uang) yang merupakan tingkat bunga deposito tertinggi. Persamaan bunga modal sederhana adalah : ۷=ܑ ×۾ Dimana : I = Total bunga modal (Rp/tahun) i = Total tingkat bunga modal (%/tahun) P = Harga awal (Rp)
(3)
Semua unsur-unsur biaya tetap dijumlahkan menjadi biaya tetap, dan semua unsur-unsur biaya tidak tetap dijumlahkan menjadi biaya tidak tetap. Untuk menjumlahkan biaya tetap dan tidak tetap satuan biaya perlu disamakan, dalam perhitungan ini biaya diubah semua ke Rp/tahun. Setelah seluruh biaya telah dijumlahkan analisis berikutnya adalah menggunakan biaya pokok. Persamaan biaya pokok adalah : ۰= ۾
۰ ۹
(4)
Dimana : BP = Biaya Pokok (Rp/kg) B = Biaya Total (Rp/tahun) K = Kapasitas usaha (Kg/tahun) Analisis titik impas yang digunakan bertujuan untuk mengetahui apakah tingkat penjualan tiap entitas dalam rantai pasok telah mengalami keuntungan. Periode yang digunakan dalam perhitungan titik impas adalah satu tahun penjualan. Harga penjualan yang digunakan menjadi harga penjualan rata-rata dalam setahun. Persamaan titik impas yang digunakan adalah : ۰۳= ۾
۰܂ ۶ − ۰܂܂
(5)
Dimana : BEP = Break Even Point atau Produksi pada titik impas (kg/tahun) BT = Biaya tetap (Rp/tahun) H = Harga penjualan alpukat (Rp/kg) BTT = Biaya tidak tetap (Rp/kg)
14
d. Analisis Nilai Tambah Analisis nilai tambah yang digunakan pada kajian rantai pasok adalah metode Hayami. Analisis ini digunakan berdasarkan keunggulan metode Hayami untuk mengetahui besarnya pendapatan yang diperoleh oleh setiap anggota rantai pasok, yang terdiri atas tenaga kerja, modal, dan manajemen yang diusahakannya. Nilai Tambah = f { K, B, T, U, H, h, L } dimana : K = Kapasitas produksi B = Bahan baku yang digunakan T = Tenaga kerja yang digunakan U = Upah tenaga kerja H = Harga output h = Harga bahan baku L = Nilai input lain (nilai dan semua korbanan yang terjadi selama proses perlakuan untuk menambah nilai) Tabel 4. Prosedur perhitungan nilai tambah metode Hayami No.
Variabel
Nilai
Output, Input dan Harga 1
Output (Kg)
(1)
2
Bahan Baku (Kg)
(2)
3
Tenaga Kerja Langsung (HOK)
(3)
4
Faktor Konversi
(4) = (1) / (2)
5
Koefisien Tenaga Kerja Langsung (HOK/Kg)
(5) = (3) / (2)
6
Harga Output (Rp/Kg)
(6)
7
Upah Tenaga Kerja Langsung (Rp/HOK)
(7)
Penerimaan dan Keutungan 8
Harga Bahan Baku (Rp/Kg)
(8)
9
Harga Input lain (RP/Kg)
(9)
10
Nilai Output (Rp/Kg)
(10) = (4) × (6)
11
a. Nilai Tambah (Rp/Kg)
(11a) = (10) – (8) – (9)
b. Rasio nilai tambah (%)
(11b) = (11a) / (10) × 100
12
a. Pendapatan Tenaga Kerja Langsung (Rp/Kg)
(12a) = (5) × (7)
b. Pangsa Tenaga Kerja Langsung (%)
(12b) = (12a) / (11a) × 100
a. Keuntungan (Rp/Kg)
(13a) = (11a) – (12a)
b. Tingkat Keuntungan (%)
(13b) = (13a) / (10) × 100
13
Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi 14
Marjin (Rp/Kg)
(14) = (10) – (8)
a. Pendapatan Tenaga Kerja Langsung (%)
(14a) = (12a) / (14) × 100
b. Sumbangan Input lain (%)
(14b) = (9) / (14) × 100
c. Keuntungan Perusahaan (%)
(14c) = (13a) / (14) × 100
15
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di dua pasar yaitu Pasar Bogor yang terletak di Kota Bogor dan pasar/pusat oleh-oleh Sari Barokah yang terletak di sekitar kawasan Puncak Kabupaten Bogor. Kota Bogor terletak di antara 106 derajat 43’30”BT – 106 derajat 51’00”BT dan 30’30”LS – 6 derajat 41’00”LS serta mempunyai ketinggian rata-rata minimal 190 meter, maksimal 350 meter dengan jarak dari ibukota kurang lebih 60 kilometer. Pada tahun 2009 curah hujan rata-rata Kota Bogor sebesar 239 mm dengan rata-rata 10 hari hujan per bulan. Luas wilayah Kota Bogor 118.50 km2 dengan batasbatas wilayah sebagai berikut : 1. Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor 2. Timur : berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor 3. Utara : berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Bojong Gede dan Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor 4. Barat : berbatasan dengan Kecamatan Kemang dan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Kota Bogor Kota Bogor terdiri dari enam kecamatan yaitu Kecamatan Bogor Tengah, Kecamatan Bogor Barat, Kecamatan Bogor Utara, Kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Bogor Selatan dan Kecamatan Tanah Sareal. Kedudukan topografis Kota bogor di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor serta lokasinya yang dekat dengan ibukota negara merupakan potensi yang strategis untuk perkembangan dan pertumbuhan kegiatan ekonomi. Kedudukan Bogor di antara jalur tujuan Puncak / Cianjur juga merupakan potensi strategis bagi pertumbuhan ekonomi. Pasar Bogor terletak di Kecamatan Bogor Tengah yang merupakan kecamatan terpadat, yaitu 13,828 jiwa/km2. Pasar Bogor terletak berdekatan dengan Kebun Raya Bogor dan Istana Bogor sehingga daerah sekitar pasar sangat ramai karena merupakan tujuan wisata. Pertumbuhan penduduk Kota Bogor dari tahun ke tahun terus meningkat. Dari data BPS pada tahun 2009 jumlah penduduk Bogor mencapai 946,204 orang. Tabel 5 menunjukkan pertumbuhan jumlah penduduk Kota Bogor selama tahun 2005 – 2009. Tabel 5. Jumlah penduduk Kotamadya Bogor tahun 2005 – 2009 Jenis Kelamin
2005
2006
2007
2008
2009
Laki-laki
431,862
444,508
457,717
476,476
481,559
Perempuan
423,223
434,630
447,415
465,728
464,645
Total
855,085
879,138
905,132
942,204
946,204
Sumber : Badan Pusat Statistik (2010)
Jika ditinjau dari pendapatan regional struktur ekonomi Kota Bogor didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 29,54% dan sektor industri pengolahan sebesar 28,25%. Kedua sektor ini sangat dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan daya beli masyarakat. Pada tahun 2009 jumlah perusahaan perdagangan nasioanal di Kota Bogor mencapai 9,460 dan didominasi oleh perdagangan kecil sebesar 7,874 buah. Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang berbatasan langsung dengan Ibu Kota RI dan secara geografis terletak pada posisi 6 derajat 19’ – 6 derajat 47’ LS dan 106 derajat 1’ – 107
16
derajat 103’ BT. Curah hujan tahunan antara 2,500 mm sampai lebih dari 5,000 mm/tahun, kecuali di wilayah bagian utara yang berbatasan dengan DKI Jakarta, Tangerang dan Bekasi curah hujannya kurang dari 2,500 mm/tahun. Dari data BPS pada tahun 2006 luas wilayah Kabupaten Bogor adalah 2,301.95 km2 dengan batas-batas wilyahnya : 1) Di Utara : Kota Depok 2) Di Barat : Kabupaten Lebak. 3) Di Barat Daya : Kabupaten Tangerang. 4) Di Timur : Kabupaten Purwakarta. 5) Di Timur Laut : Kabupaten Bekasi. 6) Di Selatan : Kabupaten Sukabumi. 7) Di Tenggara : Kabupaten Cianjur. Kabupaten Bogor terdiri dari 40 kecamatan, salah satunya adalah Kecamatan Megamendung yang berada di kawasan Puncak Bogor. Kawasan Puncak merupakan salah satu tujuan wisata di Kabupaten Bogor. Banyak terdapat pusat oleh-oleh khas Bogor di kawsan Puncak ini, salah satunya adalah Sari Barokha yang terletak di Kecamatan Megamendung. Berdasarkan hasil sensus daerah tahun 2006 jumlah penduduk Kabupaten Bogor tercatat 4,215,436 jiwa. Jumlah tersebut merupakan jumlah terbesar di antara jumlah penduduk kabupaten/kota di Jawa Barat (Departemen Perindustrian 2007). Dilihat dari sebaran tenaga kerja, penduduk Kabupaten Bogor didominasi oleh sektor pertanian dan perdagangan. Data Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha Utama Kabupaten Bogor dapat di lihat pada Tabel 6. Tabel 6. Data tenaga kerja menurut lapangan usaha utama dan jenis kelamin Kabupaten Bogor tahun 2006 No
Usaha Utama
1
Pertanian
2
Pertambangan & Galian
3
Industri
4
Listrik gas & Air Minum
5
Konstruksi
6 7 8
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
205,009
53,622
258,631
17,934
817
18,751
192,437
91,394
283,831
1,634
817
2,451
64,398
1,624
66,022
Perdagangan
238,826
117,478
356,304
Komunikasi
120,606
2,451
123,057
Keuangan
16,335
10,611
26,946
9
Jasa-jasa
152,464
96,281
248,745
10
Lainnya
3,263
1,629
4,892
1,012,906
376,724
1,389,630
Jumlah Sumber : Departemen Perindustrian 2007
2. Gambaran Umum Usaha Penjualan Alpukat Kota dan Kabupaten Bogor dikenal sebagai salah satu tempat tujuan wisata, yang artinya kedua daerah ini sangat strategis untuk pertumbuhan kegiatan ekonomi. Dilihat dari pendapatan ekonomi dan sebaran tanaga kerja kedua daerah sangat didominasi oleh dua sektor yaitu perdagangan dan pertanian. Banyaknya tempat wisata menjadi salah satu peluang untuk melakukan kegiatan jual-beli yang salah satunya komoditas pertanian, seperti kedua pasar yang menjadi tempat penelitian yaitu Pasar Bogor dan Sari Barokah. Tempat penelitian di Pasar Bogor adalah pedagang buah di lapak-lapak kaki lima yang berada di sekitar Kebun Raya. Untuk di Sari Barokah tempat penelitian adalah pedagang buah/oleh-oleh khas
17
Bogor yang berada di sekitar jalur Puncak. Tempat usaha di Sari Barokah merupakan kios-kios yang dikelolah oleh pihak swasta dan disewakan per tahun. Gambar 4 menunjukan tempat usaha buah di Pasar Bogor dan Sari Barokah.
(a) (b) Gambar 4. (a) Lapak kaki lima di Pasar Bogor, (b) kios buah/oleh-oleh di Sari Barokah Gambar di atas jelas memperlihatkan penataan pasar di Pasar Bogor yang masih sangat sederhana. Lapak-lapak di Pasar Bogor sebagian besar didirikan sendiri oleh pedagang pengecer. Pendirian lapak terlihat tidak tertata rapi dan keadaan sekitar yang kurang bersih. Hal-hal seperti ini perlu mendapat perhatian, karena dari penjelasan sebelumnya diketahui perdagangan yang berbasis pertanian mempunyai potensi besar dalam menyerap tenaga kerja. Sebagai contoh untuk pemasaran alpukat sampai ke pasar terdiri dari berbagai pelaku/entitas yang masing-masing menciptakan peluang tenaga kerja. Penataan pasar yang tepat dan dilakukan secara terus menerus dapat meningkatkan pengembangan perdagangan hasil pertanian melalui peningkatan penjualan. Peningkatan penjualan dimulai dari pasar dimana meningkatnya konsumen dipengaruhi oleh kondisi pasar yang lebih kondusif. Peningkatan penjualan ini akan diikuti entitas-entitas yang lainya dalam suatu aliran pemasaran alpukat. Pedagang pengecer di Pasar Bogor dikenakan biaya berupa pemeliharaan kebersihan, ketertiban dan keamanan dan penarikan retribusi per hari jika pedagang berjualan. Sementara untuk Sari Barokah selain dikenakan biaya sewa pertahun terdapat juga biaya-biaya lain berupa retribusi dari Pemda, DLLAJ, kebersihan dan keamanan, serta komisi untuk supir-supir bus. Pedagang pengecer yang diamati di Pasar Bogor umumnya pedagang buah dan biasanya hanya menjual satu komoditas yaitu alpukat. Pedagang buah di Sari Barokah lebih bervariasi dalam dagangan buahnya, terdapat juga pedagang oleh-oleh khas Bogor yang sekaligus berjualan buah seperti alpukat, pisang dan manggis. Terdapat tiga jenis varietas alpukat yang dijajakan di Pasar Bogor dan Sari Barokah, yaitu Ijo Bundar, Fuerte/Ijo Lonjong dan Ijo Panjang. Varietas yang dijajakan di Pasar Bogor dan Sari Barokah dapat dilihat di Gambar 5. Untuk karakteristik ketiga jenis alpukat ini terdapat pada Tabel 7.
(a) (b) (c) Gambar 5. (a) Hijau Bundar (b) Hijau Lonjong (c) Hijau Panjang
18
Tabel 7. Varietas alpukat yang dijajakan di Pasar Bogor dan Sari Barokah Karakteristik Bentuk Leher Ujung buah Pangkal buah Warna kulit Tebal kulit (mm) Daging buah : -Warna -Diameter -Panjang Biji : Bentuk -Ukuran (cm) -Hasil/tahun
Hijau Panjang (mentega) Pear Panjang Tumpul Runcing Hijau bintik kuning 1.5
Jenis Alpukat Hijau Bulat (mentega/susu) Bulat Tidak ada Bulat Tumpul Hijau licin berbintik kuning 1.0
Hijau Lonjong (fuerte) Bulat lonjong Pendek Tumpul Runcing Hijau agak kasar berbintik kuning 1.5
Kuning 6.5 11.5
Kuning hijau 7.5 9.0
Kuning 7.5 11.0
Jorong 5.5 x 4 16.1 kg/pohon
Jorong 5.5 x 4 22.0 kg/pohon
Lonjong 5.0 x 4 45.1 kg/pohon
Sumber : Baga (1997) diacu dalam Kusniati (2011)
Hampir semua pedagang yang melakukan usaha penjualan alpukat bermula dari mengikuti orangtua atau keluarga berdagang buah sejak kecil. Terdapat juga responden di Sari Barokah yang merupakan pedagang oleh-oleh khas Bogor yang menambahkan dagangan alpukat agar lebih bervariasinya dagangannya dan dapat memancing pembeli. Terdapat bermacam-macam kesulitan yang dihadapi pedagang dalam memasarkan alpukat di antaranya adalah proses tawar menawar harga pembelian alpukat dengan konsumen, persaingan penentuan harga jual, kualitas alpukat yang kurang bagus sehingga cepat busuk dan matangnya tidak sempurna serta tergantung musim. Biasanya pada saat panen raya alpukat sangat melimpah, kondisi ini terjadi pada saat musim hujan. Hal ini menyebabkan banyak alpukat yang tidak terjual karena cenderung permintaan buah alpukat menurun pada saat terjadi musim hujan. Tidak terdapat suatu perkumpulan usaha dagang baik di Pasar Bogor maupun Sari Barokah. Kegiatan-kegiatan berkumpul antara pedagang di Sari Barokah sering dilakukan, tetapi dalam rangka kegiatan di luar masalah perdagangan. Tenaga kerja yang digunakan dalam usaha penjualan alpukat berkisar dari satu sampai tiga orang yang merupakan keluarga dekat atau masyarakat sekitar. Dari berbagai penjelasan pedagang, usaha penjualan alpukat kedepannya masih bisa berkembang karena permintaan konsumen yang masih banyak, ketertarikan para wisatawan terhadap buah dan makin banyanya usaha catering dan warung makan yang membutuhkan alpukat.
3. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini berjumlah 13 orang yang terdiri dari sepuluh pedagang pengecer, dua pedagang pengumpul serta satu pedagang grosir. Kesepuluh pedagang pengecer berasal dari dua pasar sekitar lokasi wisata yaitu lima orang di Pasar Bogor dan lima orang di Sari Barokah di Cibogo. Untuk pedagang pengumpul masing-masing berlokasi di Bandung kemudian untuk pedagang grosir berlokasi di Pasar Induk Cibitung. Sebagian besar dari responden tersebut berusia 31 – 40 tahun. Pengelompokan responden berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 8. Data dalam tabel menunjukkan bahwa dari 13 responden sebanyak 7 orang (53.85%) berusia di antara 31 – 40 tahun. Untuk responden yang berusia di antara 20 – 30 tahun dua di antaranya bukan pemilik usaha, keduanya merupakan keluarga dekat dari pemilik usaha. Selain dari dua orang
19
tersebut seluruh responden merupakan pemilik usaha. Kemudian di antara responden terdapat satu orang yang merupakan pedagang pengumpul yang berjenis kelamin wanita. Tabel 8. Pengelompokkan umur responden Jumlah
No.
Kelompok Umur
1
20 – 30
5
38.46
2
31 – 40
7
53.85
3
41 – 50
1
7.69
13
100.00
Total
Persentase
Orang
Sumber : (Data Diolah)
Tingkat pendidikan responden bervariasi, akan tetapi sebagian besar merupakan lulusan SD. Pengolompokan responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Tingkat pendidikan responden No.
Tingkat Pendidikan
Jumlah Persentase
Orang
1
Tamat SD
8
61.54
2
Tamat SMP
3
23.08
3
Tamat SMA/SMK
2
15.38
13
100.00
Total Sumber : (Data Diolah)
Para responden yang merupkan pedagang tidak pernah mendapatkan jenis pendidikan lain selain pendidikan formalnya. Mereka memperoleh keahlian berusaha alpukat dari pengalaman mereka selama beraktivitas di bidang usaha ini, serta dari pengalaman usaha bersama orangtua atau saudara mereka. Disamping bermata pencarian selain pedagang alpukat, sebagian dari responden memiliki mata pencarian lain. Hal ini ditunjukkan oleh Tabel 10. Tabel 10. Mata pencarian lain responden di pasar sekitar lokasi wisata Bogor No.
Jenis Mata Pencarian
Jumlah Persentase
Orang
1
Tidak Ada
4
30.77
2
Wiraswasta
1
7.69
3
Berkebun
2
15.38
4
Berdagang selain alpukat
6
46.15
13
100.00
Total Sumber : (Data Diolah)
Data di atas menunjukkan bahwa dari 13 responden sebagian besar (6 orang atau 46.15%) berdagang selain alpukat. Komoditas lain yang diusahakan berupa buah-buahan dan sayuran seperti pisang, jambu, manggis, talas dll. Khusus di pasar wisata di puncak juga menjual macam-macam oleh-oleh berupa jajanan ringan. Untuk responden yang berkebun keduanya merupakan pedagang pengumpul, komoditas yang diusahakan berupa padi dan bawang. Kemudian responden yang berwiraswasta merupakan pedagang grosir. Responden yang tidak memiliki mata pencarian lain adalah pedagang pengecer yang berasal dari Pasar Bogor. Hampir semua pedagang melakukan usaha
20
dari modal sendiri. Hanya terdapat dua responden pedagang pengecer yang pernah melakukan pinjaman ke koperasi/bank dalam rangka memperluas kapasitas usaha mereka.
B. IDENTIFIKASI ANGGOTA RANTAI PASOK 1. Entitas Rantai Pasok Entitas dalam rantai pasok yang menjadi fokus penelitian adalah entitas dalam rantai pasok yang benar-benar menjalankan aktivitas operasional dan manajerial. Entitas rantai pasok yang dimaksud adalah entitas rantai pasok yang terlibat langsung dalam saluran pemasaran alpukat. Entitas yang tidak terlibat langsung tetapi menyediakan sumber daya seperti jasa transportasi, pedagang kemasan, penyedia bahan bakar merupakan entitas sekunder. Entitas primer yang menjadi fokus penelitian dalam rantai pasok alpukat di pasar sekitar lokasi wisata Bogor yaitu pedagang pengumpul besar, pedagang grosir dan pedagang pengecer. 1. Pedagang pengumpul besar Pedagang pengumpul besar merupakan pihak pemasok yang melakukan pembelian alpukat untuk mengumpulkannya dan membawanya ke pedagang grosir atau pedagang pengecer. Untuk mendapatkan alpukat sesuai jumlah yang dibutuhkan pedagang pengumpul besar perlu membeli alpukat dari beberapa pengumpul lagi (pedagang pengumpul kecil) atau dari beberapa petani. 2. Pedagang grosir Pedagang grosir yaitu pedagang alpukat baik grosir/bandar maupun eceran yang memperoleh alpukat langsung dari wilayah produsen alpukat. Pedagang grosir medapatkan alpukat dari beberapa pengumpul di berbagai pulau yang merupakan sentra produksi alpukat. Responden pedagang grosir melakukan batasan kapasitas pembelian yang dilakukan sebanyak 1 truk fuso/hari atau rata-rata 5 ton/hari. 3. Pedagang pengecer Pedagang pengecer adalah pihak yang melakukan pembelian alpukat dari petani, pedagang pengumpul atau dari pedagang grosir dan menjualnya ke konsumen. 4. Konsumen Konsumen rantai pasok alpukat di pasar sekitar lokasi wisata Bogor antara lain yaitu wisatawan, rumah makan/catering, hotel, supermarket serta penduduk secara umum untuk konsumsi harian.
2. Aktivitas Entitas Rantai Pasok Aktivitas pertama dalam rantai pasok dimulai dari pedagang pengumpul besar yang memperoleh alpukat dari beberapa pedagang pengumpul kecil atau beberapa petani. Sortasi dan grading dilakukan oleh pedagang pengumpul besar setelah alpukat sampai di gudang. Kegiatan sortasi dilakukan dengan memisahkan alpukat yang tidak layak untuk dijual, sementara grading dilakukan dengan mengelompokkan alpukat berdasarkan ukuran dan beratnya. Pengemasan dilakukan bersamaan dengan kegiatan sortasi dan grading, setiap alpukat yang telah disortir langsung dimasukkan ke karung untuk dikemas. Bagian atas karung dijahit dengan tali membentuk jaring dengan tujuan alpukat tidak terjatuh pada saat kegiatan pendistribusian. Pemuatan alpukat dilakukan setelah mencapai jumlah alpukat yang dibutuhkan, sehingga kadang-kadang dilakukan penyimpanan dalam semalam untuk menuggu jumlah pasokan yang sesuai. Rata-rata pengiriman yang dilakukan sebanyak 2 ton yang disesuaikan kapasitas alat angkut untuk mengurangi biaya angkut per kg alpukat Pengumpulan alpukat yang dilakukan sekitar pukul 8 pagi dan selesai sekitar pukul 3-4 sore. Pengiriman dilakukan sekitar pukul 4 sore dan sampai di Bogor sekitar jam 9 malam. Pada saat
21
kondisi barang sedikit, kadang pengiriman dilakukan siang hari dan sampai di Bogor sore hari. Kegiatan pascapanen di pedagang pengumpul besar dapat dilihat dalam Lampiran 4. Pedagang grosir membeli alpukat dari pedagang pengumpul besar yang ada di sentra-sentra produksi alpukat dan dijual ke pedagang pengecer. Alpukat diangkut oleh pedagang pengumpul besar dan telah dikemas dengan peti kayu, sehingga pedagang grosir tidak melakukan pengemasan lagi. Pengadaan alpukat hampir dilakukan setiap hari dengan tujuan agar kontinuitas stoknya terjaga. Penyimpanan dilakukan jika jumlah yang dibutuhkan belum sesuai pasokan pengiriman ataupun tidak terjualnya barang pada hari itu. Penyortiran dan grading tidak dilakukan jika alpukat dapat terjual dihari yang sama pada saat alpukat diterima. Hal ini dikarenakan penyortiran dan grading telah dilakukan oleh pedagang pengumpul besar. Penyortiran dan grading akan dilakukan pada alpukat yang telah disimpan dan mengalami kerusakan. Pengiriman menggunakan jasa angkutan yang biayanya ditanggung pedagang pengecer. Penerimaan barang dimulai pada saat pagi hari sekitar pukul 5 pagi, kemudian pengiriman dilakukan sekitar pukul 7 pagi. Alpukat akan sampai sekitar pukul 10 pagi untuk tujuan pengiriman ke Bogor. Tabel 11 memperlihatkan aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh entitas rantai pasok. Tabel 11. Aktivitas entitas rantai pasok alpukat di pasar sekitar lokasi wisata Bogor Entitas Rantai Pasok Aktivitas
Pengumpul besar
Pedagang Grosir
Pengecer
Penjualan
Pembelian
Pertukaran
Fisik Pengangkutan
Penyimpanan
/
Pengemasan
-
Sortasi
Grading
Pengolahan
-
-
-
Fasilitas
Keterangan : () dilakukan (-) tidak dilakukan (/-) dilakukan oleh sebagian anggota
Pada pedagang pengecer terdapat perbedaan pada saat pembelian dari pedagang pengumpul besar atau pedagang grosir. Jika melalui pedagang pengumpul maka biaya pengangkutan ditanggung pengumpul, sementara jika dari pedagang grosir harga beli belum termasuk dengan biaya pengiriman alpukat ke pedagang pengecer. Penyimpanan alpukat dilakukan di kios-kios atau lapak dari pedagang pengecer. Jika penyimpan di tempat jajakan sudah penuh, alpukat diletakkan di lantai-lantai kios dengan alas kardus atau disimpan begitu saja di lantai kios. Untuk di Pasar Bogor yang berupa lapak, penyimpanan diletakkan di kontainer atau keranjang bambu dan diletakkan di sekitar lapak. Terdapat satu responden di Pasar Bogor yang melakukan penyimpanan di gudang sewaan, penyimpanan tersebut dilakukan karena besarnya kapasitas pembelian yang dilakukan.
22
C. POLA ALIRAN RANTAI PASOK Berdasarkan penelitian, pola aliran rantai pasok yang terdapat di pasar sekitar lokasi wisata Bogor dapat dilihat pada Gambar 6. Petani
3
1, 2 Pengumpul kecil
4
1, 2
Pengumpul besar
1 2, 3 Pedagang Grosir
Analisis Kuantitatif*
Pedagang Pengecer
Konsumen *
Entitas dalam border adalah batasan penelitian, sehingga analisis kuantitatif hanya dilakukan di tingkat pengumpul besar, pedagang grosir dan pedagang pengecer
Gambar 6. Pola aliran rantai pasok di pasar sekitar lokasi wisata Pedagang pengecer memperoleh alpukat tidak hanya dari satu aliran rantai pasok, melainkan dari berbagai pola aliran. Walaupun terdiri dari berbagai pola aliran tapi seluruh pedagang pengecer responden memperoleh pasokan alpukat melalui pedagang pengumpul besar. Seperti terlihat pada Gambar 5, terdapat 4 pola aliran rantai pasok. Penjelesan secara terperinci sebagai berikut : 1. Pola Aliran Rantai Pasok 1 Petani Pedagang Pengumpul kecil Pedagang Pengumpul besar Pedagang Grosir Pedagang Pengecer Konsumen Pola aliran rantai pasok satu merupakan pola aliran pedagang pengecer yang memasok alpukat dari pedagang grosir. Pola aliran rantai pasok ini terdiri dari lima entitas pemasok yaitu petani, pedagang pengumpul kecil, pedagang pengumpul besar, pedagang grosir dan pedagang pengecer. Banyaknya entitas yang terdapat dalam pola aliran ini menjadikan sebagai pola aliran rantai pasok yang terpanjang di antara empat pola aliran rantai pasok yang ada. Pedagang pengecer responden yang menggunakan pola aliran ini yaitu tiga orang di Pasar Bogor. Ketiga pedagang pengecer di Pasar Bogor ini memliki skala usaha yang besar dengan kapasitas pembelian alpukat di atas 30 ton/tahun yang diperoleh dari berbagai pola aliran rantai pasok. Pedagang pengecer responden memperoleh alpukat dari beberapa pedagang grosir di dua pasar Induk yaitu Pasar Induk Kramat Jati dan Pasar Induk Cibitung. Pedagang pengecer tidak secara rutin memasok alpukat dari pedagang grosir. Jumlah alpukat yang dipasok disesuakan dengan situasi pasar saat itu. Pedagang grosir yang menjadi responden adalah seorang pedagang yang berasal dari Pasar Induk Cibitung. Biaya pengiriman dari pedagang grosir ke pedagang pengecer ditanggung oleh pedagang pengecer dengan menggunakan jasa angkutan. Terdapat dua sistem pembayaran yang diberlakukan pedagang grosir ke pedagang pengecer yaitu pembayaran dilakukan setelah barang habis terjual dan sistem cash. Jika pedagang pengecer membayar dengan sistem cash pada saat barang datang maka diberikan potongan harga sebesar Rp. 500/kg.
23
Pedagang grosir membeli alpukat dari berbagai pedagang pengumpul besar yang berada di sentra-sentra produksi alpukat. Pedagang kecamatan yang mengirim ke responden pedagang grosir berasal dari Probolinggo, Lampung dan Bali. Pedagang pengumpul besar mengirim alpukat yang sudah disortir, grading, dan dikemas dengan peti kayu. Biaya pengiriman dari daerah sentra produksi alpukat ditanggung oleh pedagang pengumpul besar. Pengiriman dilakukan dalam jumlah yang besar dengan menggunakan truk fuso dengan rata-rata muatan 5-7 ton Grading yang dilakukan responden pedagang grosir berdasarkan berat alpukatnya. Semakin berat alpukat tersebut maka semakin mahal harga jualya. Rata-rata dalam satu partai barang untuk Grade A sebanyak 70%, Grade B 25% dan Grade C 5% dari total. Grade A memiliki berat sekitar 1kg untuk 2 sampai 3 buah, Grade B sekitar 1 kg untuk 4 sampai 5 buah dan Grade C sekitar 1 kg untuk 6 sampai 7 buah. Jenis pembelian yang dilakukan responden pedagang grosir berdasarkan kesepekatan dengan pedagang pengumpul besar, tapi pada umumnya pembelian dengan sistem all grade/satu harga. Kapasitas pembelian dan harga di responden pedagang grosir dapat dilihat di Tabel 12.
Bulan
Tabel 12. Kapasitas pembelian dan harga di responden pedagang grosir Asal Kapasitas Harga Beli Harga Jual Keterangan Satuan Pasokan Pembelian (Rp/kg) (Rp/kg)
1-3 4-5
6-7
8
Probolinggo
Lampung
Bali
9-10
5,000
Kg/hari
1,000
Kg/minggu
3,000
5,000
1,500
Kg/2 hari
Kg/3 hari
Kg/minggu
2,500
6,000
3,000
10,000
Probolinggo 11-12
3,000
Kg/minggu
6,000
5,000
Grade A
4,000
Grade B
2,000
Grade C
10,000
Grade A
8,500
Grade B
5,000
Grade C
5,000
Grade A
4,000
Grade B
2,000
Grade C
12,000
Grade A
11,000
Grade B
9,000
Grade C
10,000
Grade A
8,500
Grade B
5,000
Grade C
Musim panen raya alpukat Probolinggo berada di bulan 1-3. Responden pedagang grosir mampu melakukan pembelian setiap hari rata-rata 5 ton. Besarnya kapasitas pembelian responden pedagang grosir diikuti dengan kapasitas penjulan yang besar juga. Responden pedagang grosir tidak hanya mengirim ke pasar-pasar di Bogor, tetapi juga mengirim ke pasar kota lainnya seperti Tangerang, Bekasi, Cikarang dan Tanjung Priuk. Alpukat yang berasal dari Probolinggo memiliki harga pembelian yang lebih murah karena terjadi pada saat panen raya. Pada saat alpukat dari Probolinggo mulai berkurang pedagang grosir memperoleh dari Lampung dan Bali. Bulan 9-10 alpukat dari Probolinggo mulai berbuah lagi tetapi belum sebanyak pada saat panen raya sehingga harga pembelian masih tinggi. Harga pembelian mulai berangsur turun pada bulan 11-12 karena sudah mulai memasuki masa panen raya. Fluktuasi harga dipengaruhi oleh banyaknya buah di pasaran, semakin berlimpah jumlah alpukat di pasaran semakin murah harga pembelian.
24
2. Pola Aliran Rantai Pasok 2 Petani Pedagang Pengumpul kecil Konsumen
Pedagang Pengumpul besar
Pedagang Pengecer
3. Pola Aliran Rantai Pasok 3 Petani Pedagang Pengumpul besar Pedagang Pengecer Konsumen Pola aliran rantai pasok dua dan tiga merupakan pola aliran pedagang pengecer yang memasok alpukat dari pedagang pengumpul besar. Seluruh responden pedagang pengecer memasok alpukat dari pedagang pengumpul besar. Masing-masing pedagang pengecer umumnya telah memiliki pemasok tetap yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Pedagang pengumpul besar yang memasok ke Pasar Bogor berasal dari Bandung, Garut dan Cianjur, sementara di Sari Barokah berasal dari Bandung dan Garut. Pedagang pengecer umumnya memasok alpukat secara rutin dari pedagang pengumpul besar tiap minggunya. Pedagang pengumpul besar yang menjadi responden yaitu satu orang dari Pasar Bogor dan satu orang dari Sari Barokah. Kedua pedagang pengumpul besar ini masing-masing berasal dari Kabupaten Bandung. Pedagang pengumpul besar di Sari Barokah berasal dari Kecamatan Pangalengan dan mengumpulkan alpukat di sekitar Kecamatan Ciwidey, Kecamatan Arjasari, Kecamatan Banjaran, Desa Cihawuk serta dari sekitar kecamatannya sendiri. Selain memuat alpukat, pedagang pengumpul besar ini juga memuat ubi Cilembu dalam satu partai pengiriman untuk dikirim ke Sari Barokah. Pengiriman alpukat hanya ditujukan ke empat pedagang pengecer di Sari Barokah dimana dua orang merupakan responden pedagang pengecer peneliti. Pembayaran pembelian alpukat pedagang pengecer dilakukan pada hari minggu setelah pengiriman rutin pada hari rabu. Pedagang pengumpul besar kembali ke Bogor untuk mengambil uang penjualan sekaligus membicarakan kualitas barang pada pengiriman terakhir dan jumlah barang yang akan dikirim pada pengiriman berikutnya. Pedagang pengumpul besar di Pasar Bogor berasal dari Kecamatan Kertasari dan mengumpulkan alpukatnya di sekitar Kampung Cirawa, Kecamatan Pacet, Kecamatan Arjasari, Kecamatan Banjaran, Kampung Sayuran, Desa Pasanggrahan dan sekitar kecamatannya sendiri. Pengiriman barang hanya berupa alpukat dan tujuan pasokan alpukat berada di Bogor dan Cipanas. Untuk di Bogor pedagang pengumpul besar ini mengirim ke satu orang pedagang pengecer di Pasar Anyar dan satu orang di Pasar Bogor yang merupakan responden pedagang pengecer. Selain ke pedagang pengecer, alpukat juga dikirim ke Supplier di Cipanas sebesar 70% dari total alpukat yang dikumpulkan. Sistem pembayaran di Pasar Bogor dilakukan secara cash setelah barang selesai di sortir pedagang pengecer. Peresediaan alpukat didasarkan dari pemesanan pedagang pengecer yang dilakukan tiga hari sebelum pengiriman selanjutnya. Kedua responden pedagang pengumpul besar masing-masing memiliki kendaraan untuk melakukan pengiriman ke pedagang pengecer. Biaya pengiriman alpukat ke pedagang pengecer ditanggung pedagang pengumpul besar. Pengiriman alpukat menggunakan kendaraan mobil pick up dengan kapasitas sekitar 2 ton atau truk colt diesel dengan kapasitas sekitar 4 ton. Perbedaan pada pola aliran rantai pasok dua dan tiga adalah pedagang pengumpul besar memperoleh barang melalui pedagang pengumpul kecil atau langsung melalui petani. Setiap alpukat yang dikirim pedagang pengumpul besar tidak dibedakan berdasarkan dari pedagang pengumpul kecil atau petani. Alpukat yang dikirim merupakan alpukat yang telah terkumpul dari pedagang pengumpul kecil dan petani. Kedua pedagang pengumpul besar memperoleh alpukat lebih banyak dari pedagang pengumpul kecil dibanding langsung dari petani. Pedagang pengumpul besar mengumpulkan alpukat dari pedagang pengumpul kecil dengan langsung mendatanginya. Pedagang pengumpul kecil sudah melakukan pengemasan dengan karung tetapi rata-rata pedagang pengumpul kecil belum melakukan penyortiran untuk alpukat yang akan
25
dijualnya. Pedagang pengumpul besar memanen langsung dari pohon-pohon alpukat petani. Alpukat yang dikumpulkan dari pedagang pengumpul kecil dan petani kemudian dibawa ke gudang penyimpanan untuk selanjutnya disortir dan dikemas dengan karung baru jika karung dari pedagang pengumpul kecil sudah sobek. Sistem pembayaran di pedagang pengumpul kecil dilakukan secara cash dan di petani umumnya pembelian per pohon. Kapasitas pembelian dan harga di responden pedagang pengumpul besar dapat dilihat di Tabel 13. Tabel 13. Kapasitas pembelian dan harga di responden pedagang pengumpul besar Pengumpul Bulan Asal Kapasitas Satuan Harga Beli Harga Jual Keterangan besar Pasokan Pembelian (Rp/kg) (Rp/kg) 1-6 Pengumpul 2,000 Kg/minggu Grade A 2,500 4,500 kecil Sari Petani 200 Kg/minggu 1,500 3,500 Grade B Barokah 7-12 Pengumpul 1,000 Kg/minggu 5,500 7,500 Grade A kecil 6,500 Grade B 1-6 Pengumpul 6,000 Kg/minggu 1,500 kecil 3,000 Pasar Petani 4,000 Kg/minggu 1,000 Bogor 7-12 Pengumpul 700 Kg/bulan 3,500 kecil 4,500 Petani 300 Kg/bulan 1,000 Pedagang pengumpul besar yang mengirim ke Sari Barokah melakukan grading berdasarkan ukuran buah. Grade A memiliki berat sekitar 1kg untuk 2 sampai 4 buah dan grade B dengan berat sekitar 1kg untuk 5 sampai 6 buah. Rata-rata dalam satu partai barang untuk Grade A sebanyak 75% dan Grade B 25% dari total. Pedagang pengumpul besar yang mengirim ke Pasar Bogor melakukan grading berdasarkan tingkat kematangan buah. Buah yang dikirim ke pedagang pengecer adalah buah yang mulai matang dan untuk ke supplier adalah buah yang masih mengkal. Harga beli dari petani ditentukan pedagang pengumpul besar berdasarkan kedekatan lokasi penanaman yang dimiliki petani dengan lokasi pedagang pengumpul. Harga beli dari pedagang pengumpul kecil didasarkan pada hasil kesepakatan kedua bela pihak. 4. Pola aliran rantai pasok 4 Petani Pedagang Pengecer Konsumen Pola aliran rantai pasok empat merupakan pola aliran pedagang pengecer yang mendapat pasokan alpukat secara langsung dari petani. Pola aliran ini hanya terdiri dari dua entitas pemasok alpukat yaitu petani dan pedagang pengecer. Petani pada pola aliran rantai pasok ini adalah petani dengan skala usaha kecil. Petani atau pemilik pohon tidak membudidayakan tanaman alpukat secara khusus melainkan hanya sebagai tanaman pekarangan. Pedagang pengecer perlu mengumpulkan alpukat dari beberapa pemilik pohon untuk memenuhi kebutuhan penjualan. Terdapat lima orang responden pedagang pengecer yang menggunakan pola aliran rantai pasok ini, tiga orang pedagang pengecer di Sari Barokah dan dua orang pedagang pengecer di Pasar Bogor. Responden pedagang pengecer di Sari Barokah memperoleh alpukat dari petani yang berasal di Desa Cimande, Desa Ciapus, Desa Cipayung dan Desa Gadog, sementara responden pedagang pengecer di Pasar Bogor memperoleh alpukat dari petani yang berasal di Desa Tajurhalang, Desa Ciapus dan Kampung Ciheuleut.
26
Pengambilan alpukat dari petani tidak dilakukan secara rutin, pengambilan alpukat dilakukan jika kondisi barang sudah mulai sedikit serta pengiriman dari pedagang pengumpul besar sedang menurun. Selain itu pengambilan alpukat juga dilakukan jika petani/pemilik pohon menawarkan hasil panen dari pohonnya ke pedagang pengecer. Umumnya petani menjual alpukatnya ke pedagang pengecer tanpa perlu menanggung biaya-biaya dalam pemanenan serta biaya dalam pendistribusian hasilnya ke pasar. Terdapat dua sistem pembayaran yaitu pedagang pengecer membayar secara cash setelah memanen dan menimbang alpukat langsung di lahan atau pedagang pengecer membayar secara cash dengan sistem pembelian per pohon. Harga rata-rata pembelian pedagang pengecer di Sari Barokah sebesar Rp. 4,500/kg dan untuk di Pasar Bogor sebesar Rp. 3,500/kg. Kapasitas pembelian tiap pengambilan di Pasar Bogor rata-rata sebanyak satu karung dan di Sari Barokah sebanyak dua karung, dengan jumlah alpukat sekitar 60-70kg/karung. Kapasitas dan Harga Jual di Pedagang Pengecer Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa pedagang pengecer dalam memperoleh alpukat tidak tebatas dalam satu pola aliran rantai pasok. Dalam satu pola aliran rantai pasok pun pedagang pengecer bisa memiliki beberapa pedagang grosir, pedagang pengumpul besar atau petani. Pedagang pengecer juga membeli alpukat dari pedagang pengecer lain dalam satu pasar atau pasar yang berbeda jika barang dari tiga pemasok tidak ada. Terdapat pertimbangan masing-masing dalam memasok alpukat dari tiap pola aliran rantai pasok yang ada untuk memenuhi kebutuhan penjualannya. Bervariasinya pola aliran rantai pasok, pemasok yang berbeda serta modal yang berbeda menjadikan kapasitas pembelian serta harga beli dan jual di pedagang pengecer juga berbedabeda. Kapasitas dan harga di pedagang pengecer adalah kapasitas dan harga rata-rata pada dua kondisi. Informasi kapasitas dan harga diperoleh melalui wawancara. Berdasarkan keterangan dari pedagang pengecer pada tahun-tahun sebelumnya kondisi barang ramai di bulan Januari sampai April. Banyaknya barang yang masuk ke pasar menyebabkan harga jual lebih rendah jika dibandingkan pada saat kondisi barang sepi di bulan Mei sampai Desember. Kondisi barang kembali berangsur ramai dimulai pada akhir-akhir tahun. Pada saat penelitian kondisi barang mulai berkurang diakhir Maret. Kapasitas pembelian dan harga di responden pedagang pengecer dapat dilihat di Tabel 14. Pengelompokkan pedagang pengecer dilakukan berdasarkan kapasitas pembelian pada saat kondisi ramai (bulan 1-4), yaitu kapasitas kecil (<=300 kg), kapasitas sedang (>300-900 kg) dan kapasitas besar (>=900 kg). Berdasarkan pola aliran rantai pasok yang digunakan pedagang pengecer di Sari Barokah tidak terdapat perbedaan di antara ketiga skala kapasitas pembelian. Penggunaan pola aliran rantai pasok 2,3 dan 4 digunakan oleh pedagang skala kecil , sedang ataupun besar. Penggunaan pola aliran rantai pasok 4 atau memasok alpukat dari petani dilakukan bila pengecer merasa jumlah pasokan yang berasal dari pengumpul besar belum mencukupi jumlah alpukat yang diinginkan. Pada pemasaran alpukat di Pasar Bogor terdapat perbedaan pola aliran antar kelompok skala pembelian. Pedagang pengecer dengan modal yang lebih besar akan membeli dari pihak pedagang grosir untuk mencukupi persediaan alpukatnya, sementara pedagang pengecer dengan modal yang lebih kecil akan memasok alpukat dari petani. Pengecer dengan modal lebih kecil tidak memilih memasok dari pedagang grosir, karena pertimbangan biaya pengiriman yang harus ditanggungnya. Penggunaan pola aliran rantai pasok 1 atau memasok alpukat dari pedagang grosir tidak dilakukan pengecer skala besar di Sari Barokah. Hal ini dikarenakan pedagang pengecer lebih mudah memperoleh alpukat dari petani yang kebanyakan berasal di sekitar lokasi pejualan.
27
Tabel 14. Kapasitas pembelian dan harga di responden pedagang pengecer Kapasitas Harga Beli Harga Jual Pola Aliran Nama Bulan (Kg/minggu) (Rp/kg) (Rp/kg) Rantai Pasok Pedagang Pengecer Sari Barokah Dede 1-4 300 5 - 12 Pak Asep
144
4,000
7,500
6,000
10,000
1-4
300
5,000
7,500
5 - 12
204
5,500
8,000
1-4
338
3,000
9,000
5 - 12
203
6,000
12,000
1-4
332
5,000
10,000
5 - 12
250
7,000
13,000
1,000
5,000
7,500
569
7,000
10,000
Pedagang Pengecer Pasar Bogor Pak Udin 1-4 600
3,500
7,500
Firman Pak Odin Pak Sayap
1-4 5 - 12
Pak Jufri Pak Iwan Pak Ibad
5 - 12
116
5,000
9,500
1-4
650
3,000
8,500
5 - 12
300
6,000
9,500
1-4
930
3,500
7,000
5 - 12
500
5,000
8,000
1,000
4,000
8,000
702
6,500
12,000
1-4
2,000
4,000
8,000
5 - 12
1,621
6,500
12,000
1-4 5 - 12
Iwan
2,3,4 2,3 2,3 2,3,4 2,3,4
2,3,4 2,3,4 1,2,3 1,2,3 1,2,3
Sumber : Data Diolah
D. KERUSAKAN MEKANIS 1. Jenis dan Penyebab Kerusakan Mekanis Kerusakan pascapanen pada rantai pasok alpukat dapat terjadi saat pemanenan, pengemasan, pendistribusian sampai penyimpanan. Penanganan buah alpukat masih dilakukan seadanya oleh entitas rantai pasok, sehingga penanganan yang kurang hati-hati mengakibatkan kerusakan buah yang tinggi .Kerusakan yang terjadi dapat berupa kerusakan mekanis, fisiologis, kimiawi dan mikrobiologis. Kerusakan mekanis dalam rangkaian kegiatan di rantai pasok perlu diperhatikan, karena apabila dibiarkan terjadi merupakan awal bagi kerusakan-kerusakan lain seperti kimiawi dan mikrobiologi. Beberapa tipe kerusakan mekanis yang terjadi saat pengamatan dapat di lihat di Tabel 15. Kerusakan mekanis yang terjadi dimulai pada saat pemanenan. Pemetikan buah yang kurang hati-hati dapat mengakibatkan terjatuhnya buah dari pohon dan menyebabkan kerusakan mekanis. Walaupun pada saat buah terjatuh dan tidak menunjukkan adanya bentuk keretakan atau splitting pada buah tetapi dalam jangka waktu beberapa hari akan terdapat memar pada penampakan buah. Adanya memar pada buah akan membuat barang dagangan menjadi tidak menarik. Pemanenan yang dilakukan masih sederhana, dimana pemetik langsung memanjat pohon dengan membawa alat seperti galah yang dilengkapi dengan karung sebagai wadah buah yang telah dipanen. Kerusakan seperti lecet, cutting
28
ataupun puncture sering terjadi diakibatkan buah yang terkena ranting atau ujung alat pada saat pemetikan dilakukan. Memar yang sering terjadi di pangkal buah juga disebabkan pada saat pemanenan tidak dipetik bersamaan dengan tangkai buahnya. Hal ini menyebabkan luka dan mengakibatkan memar di ujung buah. Terjadinya getaran pada saat pendistribusian barang mengakibatkan dampak benturan antara kemasan dengan bagian bawah atau dinding pada bak kendaraan, benturan antar buah dalam kemasan serta benturan antara buah dengan dinding kemasan seperti pada peti kayu. Pada kemasan karung dampak benturan antara kemasan dengan dinding bak kendaraan berpengaruh langsung terhadap buah karena tipisnya lapisan kemasan. Hal-hal tersebut menyebabkan kerusakan mekanis seperti memar dan lecet. Kerusakan mekanis seperti retak dan splitting diakibatkan tekanan pada tumpukan yang berlebih dalam kemasan. Cutting juga dapat terjadi pada saat buah dalam kemasan karung berada di dekat ujung-ujung bak kendaraan ataupun buah yang terletak pada ujung-ujung kayu pada kemasan peti kayu. Tabel 15. Tipe kerusakan mekanis saat pengamatan Jenis Kerusakan Gambar Mekanis
Lecet (Abrasion)
Memar (Bruising)
Retak hancur (Shatter cracking)
Cutting
29
Tabel 15. Tipe kerusakan mekanis saat pengamatan (lanjutan) Jenis Kerusakan Gambar Mekanis
Puncture
Splitting
Kerusakan mekanis juga dapat terjadi akibat penyusunan buah dalam kemasan yang terlalu penuh (60-80 kg) sehingga menyulitkan pada saat kegiatan handling. Pada saat bongkar muatan penanganan secara hati-hati sulit dilakukan karena beratnya kemasan. Penyusunan buah dengan kemasan karung dalam alat angkut bisa mengakibatkan kemasan yang berada paling bawah akan mengalami tekanan yang besar dari banyanya tumpukan pada alat angkut. Susunan buah dalam kemasan serta penyusunan tumpukan dalam alat angkut dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Susunan buah dalam kemasan serta penyusunan tumpukan dalam alat angkut Terdapat beberapa cara yang dilakukan sebagian entitas dalam rantai pasok untuk mencegah terjadinya kerusakan mekanis, di antaranya adalah menggunakan alas karpet pada bak kendaraan dengan tujuan memperkecil benturan yang terjadi antara kemasan yang menggunakan karung dengan alas bak kendaraan. Menambahkan pelapis dalam kemasan peti kayu seperti koran untuk mengurangi potensi kerusakan mekanis seperti lecet atau cutting. Beberapa cara dalam mencegah kerusakan mekanis dapat dilihat pada Gambar 8.
30
(a) Penggunaan alas karpet pada bak kendaraan (b) Penggunaan lapisan koran pada kemasan Gambar 8. Beberapa cara dalam mencegah kerusakan mekanis
2. Tingkat Kerusakan Mekanis Pengukuran tingkat kerusakan dilakukan secara manual dengan uji visual pada penampakan luar buah alpukat dan melihat jumlah buah yang rusak pada tiap contoh dalam satu pengiriman barang. Pada saat pengamatan, besar maupun kecil kerusakan pada buah dikategorikan sebagai buah yang mengalami kerusakan mekanis. Tingkat kerusakan mekanis yang diamati merupakan tingkat kerusakan mekanis yang terjadi di pedagang pengecer melalui pedagang pengumpul besar, pedagang grosir atau langsung dari petani. Susut yang terjadi merupakan jumlah buah yang rusak total pada saat pendistribusian dan tidak dapat terjual lagi di pedagang pengecer. Tingkat kerusakan mekanis di pedagang pengecer terdapat di Lampiran 4. Dari data pengamatan yang dilakukan dari 32 pengiriman barang, rata-rata tingkat kerusakan mekanis yang terjadi sebesar 63.93%. Pada saat pengamatan terdapat 11 pengiriman barang dari petani, 20 pengiriman barang dari pedagang pengumpul besar dan 1 pengiriman barang dari pedagang grosir. Tingkat kerusakan mekanis terbesar yaitu 90% yang berasal dari pedagang pengumpul besar, sementara tingkat kerusakan mekanis terkecil yaitu 18.18% yang berasal dari petani. Susut yang terjadi dari 32 pengiriman barang rata-rata sebesar 2.12% . Susut terbanyak sebesar 17.5% (7kg dari 40kg) yang diikuti dengan kerusakan mekanis yang besar juga, yaitu sebesar 80%. Tingkat kerusakan mekanis dan susut berdasarkan pemasok dapat dilihat pada Tabel 16. Ratarata tingkat kerusakan pada tiap pemasok hampir sama tetapi rata-rata susut yang terjadi berbeda-beda besarnya. Hal ini disebabkan karena pengamatan tingkat kerusakan mekanis tidak dibedakan dari besar kecilnya kerusakan pada buah. Besarnya tingkat keparahan dari kerusakan mekanis dapat terlihat dari besarnya susut yang terjadi pada saat pendistribusian dari ketiga asal pemasok. Tabel 16. Tingkat kerusakan mekanis dan susut di pengecer berdasarkan pemasok Tingkat Kerusakan (%)
Susut Jumlah (%)
Jumlah Pengamatan
Rataan
Petani
11
65.67
86.00
18.18
2.83
17.5
0
Pengumpul
20
63.51
90.00
42.73
1.83
10
0
1
54.11
54.11
54.11
0
0
0
Pemasok
Grosir Keterangan :
Maks
Min
Rataan
Maks
Min
Tingkat kerusakan maksimum di petani dan pengumpul disebabkan banyaknya terdapat luka lecet kecil seperti terlihat di Tabel 15.
Besarnya rata-rata tingkat kersuakan mekanis yang berasal dari petani bisa disebabkan karena kurang hati-hatinya pada saat pemanenan. Pada saat pengambilan alpukat di petani/pemilik pohon, pedagang pengecer tidak melakukan penyortiran terlebih dahulu. Alpukat yang dipanen kebanyakan masih belum cukup tua untuk dipanen, sehingga banyak alpukat yang mengalami gagal masak dan
31
menjadi rusak. Pedagang pengecer tetap membeli alpukat tersebut karena kondisi alpukat di pasaran sedang sedikit. Pantastico (1986) menyatakan tingkat kemasakan pada saat pemanenan merupakan hal yang sangat penting untuk penyimpanan yang memuaskan bagi alpukat. Pemetikan buah yang terlalu muda harus dihindari, karena buah muda cenderung mempunyai aroma dan tekstur yang kurang baik pada saat pemasakan. Pengiriman barang yang berasal dari pedagang grosir belum bisa dibandingkan karena pengamatan hanya dilakukan sekali. Pada saat pengamatan, barang dari pedagang grosir dikemas dengan peti kayu dan diberi koran dalam kemasan dengan tujuan mengurangi potensi kerusakan mekanis. Tingkat kerusakan mekanis dan susut berdasarkan jenis kemasan dapat dilihat pada Tabel 17. Rata-rata tingkat kerusakan untuk kemasan peti kayu lebih kecil dibandingkan dengan kemasan karung. Kemudian susut yang terjadi pada kemasan peti kayu dari dua pengiriman barang yang diamati tidak ada. Kemasan peti kayu lebih kuat menahan benturan antara alas/dinding bak kendaran, benturan antara kemasan dan tekanan akibat tumpukan berlebih. Tabel 17. Tingkat kerusakan mekanis dan susut di pengecer berdasarkan jenis kemasan Kemasan
Jumlah Pengamatan
Karung Peti Kayu Keterangan :
Tingkat Kerusakan (%) Rataan
Maks
Min
Susut Jumlah (%) Rataan
Maks
Min
30
64.24
90.00
18.18
2.26
17.5
0
2
59.83
65.56
54.11
0
0
0
Tingkat kerusakan maksimum dalam kemasan karung disebabkan banyaknya terdapat luka lecet kecil seperti terlihat di Tabel 15.
Tingkat kerusakan mekanis dan susut berdasarkan alat angkut dapat dilihat pada Tabel 18. Pengiriman barang dengan menggunakan alat angkut berupa motor merupakan alpukat yang berasal dari petani/pemilik pohon. Seperti pada penjelasan sebelumnya besarnya tingkat kerusakan dan susut yang terjadi diakibatkan dari penanganan dari pedagang pegecer yang melakukan pengambilan ke petani. Tingkat kerusakan mekanis dan susut yang terjadi untuk alat angkut truk (colt diesel) lebih besar dibandingkan dengan alat angkut pick up. Besarnya tingkat kerusakan dan susut disebabkan banyaknya muatan yang dibawa alat angkut truk, sehingga tekanan pada tumpukan lebih besar dibandingkan pada alat angkut pick up. Penyusunan tumpukan dalam alat angkut harus dilakukan secara hati-hati untuk menghindari rusaknya barang akibat kerusakan mekanis pada saat pendistribusian. Tabel 18. Tingkat kerusakan mekanis dan susut di pengecer berdasarkan jenis alat angkut Alat Angkut
Kapasitas Muatan (Kg) 140
Jumlah Pengamatan 11
65.67
86.00
18.18
2.83
17.50
0
Pick Up
2000
12
61.69
90.00
45.71
0.85
1.92
0
Truk
4000
9
64.90
86.67
42.73
2.94
10.00
0
Motor
Keterangan :
Tingkat Kerusakan (%) Rataan Maks Min
Susut Jumlah (%) Rataan Maks Min
Tingkat kerusakan maksimum alat angkut motor dan pick up disebabkan banyaknya terdapat luka lecet kecil seperti terlihat di Tabel 15.
3. Susut Susut yang terjadi dapat disebabkan beberapa faktor, salah satunya karena adanya kerusakan mekanis pada alpukat. Berdasarkan hasil wawancara, pedagang pengumpul besar yang mengirim ke Sari Barokah menjelaskan bahwa pengumpulan alpukat yang dilakukan rata-rata sejumlah 2 ton/minggu. Dari jumlah alpukat yang dikumpulkan terdapat susut 200 kg pada saat dilakukan
32
penyortiran di gudang. Kemudian susut berikutnya terjadi pada saat pengiriman alpukat dengan ratarata 20 kg tiap pedagang pengecer. Pengiriman alpukat dilakukan ke empat pedagang pengecer di Sari Barokah, jadi alpukat yang dapat terjual sebesar 1,720 kg dari 2 ton alpukat yang dikumpulkan. Aliran pemasaran alpukat responden pengumpul besar di Sari Barokah terdapat di Gambar 9. 2000 kg
Pengumpul kecil responden
1800 kg
200 kg
Responeden Pengumpul besar (Bu Nunung)
1800 kg
1720 kg
80 kg
Susut Pengambilan
Pengecer Responden
Susut Pengiriman
Gambar 9. Aliran pemasaran alpukat responden pengumpul besar di Sari Barokah Besarnya susut tersebut merupakan rata-rata susut yang biasa terjadi pada saat penerimaan dan pengiriman alpukat. Besarmya susut yang terjadi di lapangan sangat bervariasi, susut yang terjadi bisa jauh lebih besar atau bahkan tidak terdapat susut sama sekali. Diasumsikan dalam tiap pengiriman alpukat terdapat susut yang terjadi di tiap responden. Berdasarkan hasil wawancara kedua pedagang pengumpul besar dan seorang pedagang grosir, rata-rata susut yang terjadi pada saat pengambilan dan pengiriman barang dijadikan persentase sebagai acuan usaha pemasaran alpukat dalam setahun. Kapasitas dan persentase susut di responden pedagang pengumpul besar dan pedagang grosir dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Kapasitas dan persentase susut di responden pedagang pengumpul besar dan pedagang grosir Kapasitas Susut Kapasitas Susut Kapasitas No. Entitas Pembelian Pengambilan Pengiriman Pengiriman Penjualan (kg/tahun) (%) (kg/tahun) (%) (kg/tahun) 1 Bu Nunung 76,800 10 69,120 4 66,048 (Pengumpul Sari Barokah) 2
Pak Ntus
246,000
6
231,240
0.5
230,010
634,000
3
614,980
1
608,640
(Pengumpul Pasar Bogor) 3
Pak Edi (Grosiran)
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi besarnya susut seperti penanganan masing-masing entitas, kondisi lingkungan serta kondisi alpukat itu sendiri. Pendistribusian alpukat pada saat kondisi hujan bisa sangat merugikan karena kemungkinan susut yang terjadi sangat besar. Kondisi alpukat seperti tingkat kematangan atau tingkat kerusakan sangat berpengaruh pada saat kegiatan penyimpanan dan pendistribusian. Besarnya susut yang terjadi di pedagang pengumpul besar dikarenakan umumnya alpukat yang diperoleh dari pedagang pengumpul kecil belum disortir. Selain susut pada saat pendistribusian terdapat juga susut pada saat penyimpanan. Susut penyimpanan kadang terjadi di pedagang grosir. Pedagang grosir berusaha memenuhi kapasitas gudang untuk menjaga pasokannya, sehingga kadang dilakukan penyimpanan dalam jumlah besar karena barang belum habis terjual. Susut penyimpanan yang terjadi dikarenakan lama penyimpanan dari banyaknya alpukat yang tersimpan. Tabel 19 menunjukkan persentase susut yang terjadi pada pengumpul di Pasar Bogor lebih kecil dibanding pengumpul di Sari Barokah. Penggunaan alas karpet pada saat pendistribusian yang dilakukan pengumpul di Pasar Bogor dapat mencegah kerusakan mekanis yang lebih besar. Alas karpet dapat berfungsi sebagai bantalan dalam menahan tekanan dari tumpukan dan memperkecil
33
benturan yang terjadi antara kemasan yang menggunakan karung dengan alas bak kendaraan. Pedagang grosir yang melakukan pendistribusian dengan kemasan peti kayu menunjukkan susut yang terjadi lebih kecil dibanding susut di kedua pedagang pengumpul besar yang menggunakan kemasan karung. Kemasan peti kayu lebih kuat menahan benturan antara alas/dinding bak kendaraan, benturan antara kemasan dan tekanan akibat tumpukan berlebih. Responden pedagang pengumpul besar menanggung sendiri resiko susut pada saat pengambilan dan pengiriman alpukat. Jika susut dari pedagang pengumpul kecil sangat banyak maka pedagang pengumpul besar akan meminta pengambilan alpukat berikutnya harus lebih baik pada saat pengambilan terakhir. Pedagang pengecer akan melakukan pemotongan biaya pembelian jika susut yang terdapat dianggap besar dalam satu partai pengiriman. Biasanya pedagang pengecer tidak akan melakukan pemotongan biaya pembelian jika susutnya hanya sekitar 10 kg. Responden pedagang grosir hanya menanggung resiko susut pada saat pengiriman alpukat. Jika terdapat susut dari pedagang pengumpul besar akan dilakukan pemotongan biaya pembelian alpukat. Untuk resiko susut pada saat pengiriman terkadang dibagi dua dengan pengecer, pembagian resiko susut tergantung dari kebijakan pedagang pengecer. Susut yang terjadi di responden pedagang pengecer adalah susut pada saat penerimaaan dan susut pada saat penyimpanan barang. Berdasarkan keterangan di atas resiko susut penerimaan bisa ditanggung pengumpul/grosir, ditanggung pengecer atau resikonya dibagi dua. Dalam perhitungan biaya pokok dan nilai tambah diasumsikan resiko susut hanya ditanggung oleh pedagang pengecer. Hal ini dilakukan sebagai pendekatan dalam perhitungan pada saat kondisi susut penyimpanan sewaktu-waktu menjadi lebih besar. Kapasitas dan susut responden pedagang pengecer terdapat di Tabel 20. Tabel 20. Kapasitas dan susut responden pedagang pengecer Pengecer
Bulan
Kapasitas Susut (%) (kg/minggu) Pedagang Pengecer di Sari Barokah Dede 1-4 300 10.0 5 - 12
144
4.2
1-4
300
11.7
5 - 12
204
13.2
1-4
338
11.2
5 - 12
203
6.4
Pak Odin
1-4
332
2.1
Pak Sayap
1-4
Pak Asep Firman
5 - 12 5 - 12
250
6.0
1,000
2.5
569
3.0
Pembelian (kg/tahun)
Penjualan (kg/tahun)
9,408
8,736
11,328
9,904
11,904
10,880
13,312
12,720
34,208
33,264
34
Tabel 21. (lanjutan) Pengecer
Bulan
Kapasitas Susut (%) (kg/minggu) Pedagang Pengecer di Sari Barokah Pak Udin 1-4 600 4.2 5 - 12
116
4.5
1-4
650
4.5
5 - 12
300
5.0
Pak Iwan
1-4
930
4.7
Pak Ibad
1-4
Pak Jufri
5 - 12
500
10
1,000
7.4
702
7.4
1-4
2,000
6.0
5 - 12
1,621
0.4
5 - 12 Iwan
Pembelian (kg/tahun)
Penjualan (kg/tahun)
13,312
12,464
20,000
19,056
30,880
29,952
38,464
35,849
83,872
81,728
Informasi nilai susut diperoleh dari wawancara masing-masing responden pedagang pengecer. Penangangan dalam penyimpanan untuk setiap pedagang pengecer dilakukan secara sederhana. Kegiatan penyimpanan yang dilakukan hampir sama untuk responden dalam satu pasar. Faktor yang membedakan susut di tiap pedagang pengecer adalah kapasitas pembelian. Semakin besar kapasitas pembeliannya semakin banyak jumlah alpukat yang disimpan. Besarnya susut dipengaruhi dari banyaknya penyimpanan alpukat, akan tetapi penyimpanan dalam jumlah banyak yang diimbangi dengan masa jual yang cepat dapat mengurangi potensi susut. Jadi selain kapasitas pembelian, masa jual dari masing-masing pedagang juga mempengaruhi besarnya susut pada saat penyimpanan.
E. MASA SIMPAN Masa simpan yang dimaksud adalah lamanya masa simpan buah alpukat yang telah mengalami kerusakan mekanis di pedagang pengecer sampai mengalami busuk total atau tidak bisa dijual lagi. Kerusakan mekanis yang belum terlihat pada saat pendistribusian akan terlihat beberapa hari setelah dijajakan, tergantung dari tingkat keparahan yang dialami. Selain itu kondisi lingkungan dan penanganan pada saat penyimpanan juga mempegaruhi mutu alpukat dalam masa penjualan di pedagang pengecer. Pengamatan dilakukan terhadap 12 pengiriman barang di kedua pasar tempat penelitian. Setiap pengiriman barang diamati lima buah alpukat yang mengalami kerusakan mekanis dan diambil secara acak. Jumlah dari 12 pengriman barang seharusnya terdiri dari 60 alpukat, sementara yang bisa diamati sampai mengalami kerusakan total hanya terdapat 47 alpukat. Hal ini dikarenakan pada saat penyimpanan di tempat pajangan terdapat beberapa buah yang tidak sengaja terjual atau hilang. Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh tingkat kerusakan mekanis yang terjadi terhadap masa simpan alpukat. Jumlah alpukat yang busuk selama masa jual di pedagang pengecer dapat dilihat di Tabel 21.
35
Tabel 22. Jumlah alpukat yang busuk selama masa jual di pedagang pengecer Masa Simpan
Jumlah Contoh Alpukat
Persentase (%)
H-4
1
2.13
H-5
3
6.38
H-6
2
4.26
H-7
8
17.02
H-8
9
19.15
H-9
1
2.13
H-10
7
14.89
H-11
8
17.02
H-12
4
8.51
H-13
4
8.51
Total
47
100
Catatan : Kondisi alpukat mengalami kerusakan mekanis di awal penjualan
Kerusakan Buah Kumulatif (%)
Masa simpan alpukat tercepat yang mengalami kerusakan mekanis sampai alpukat tidak dapat terjual terdapat pada hari ke 4 dan masa simpan terlama terdapat pada hari ke 13. Persentase terbanyak dari jumlah contoh alpukat yang tidak dapat terjual lagi terdapat pada hari ke 8. Bervariasinya masa simpan ini tergantung dari mutu awal alpukat pada saat penyimpanan. Mutu awal alpukat ini dipengaruhi dari besarnya tingkat keparahan yang dialami dari kerusakan mekanis. Persentase dari tiap masa simpan alpukat dikumulatifkan sebagai pendekatan dalam melihat besarnya kerusakan buah yang terjadi dalam selang waktu penyimpanan pada suatu partai barang yang mengalami kerusakan mekanis. Persentase kerusakan buah selama penyimpanan ditunjukkan pada Gambar 10. 100 90 80 70 60
51.07%
50 40 30 20 10 0 4
5
6
7
8 9 Hari ke-
10
11
12
13
Gambar 10. Persentase kerusakan buah selama penyimpanan Berdasarkan dari wawancara, pedagang pengecer mampu menjual habis alpukat pada hari ke 7 sampai hari ke 14. Bila dibandingkan dengan masa simpan alpukat yang telah mengalami kerusakan mekanis, pedagang pengecer akan mengalami kerugian berupa susut kuantitatif akibat buah yang rusak total dan tidak bisa terjual sama sekali. Kerugian berupa susut kualitatif juga dialami karena adanya penurunan harga jual alpukat yang mengalami penurunan mutu. Kerusakan mekanis yang terjadi di awal penjualan berakibat pada tingkat kerusakan buah yang semakin besar seiring lamanya
36
masa jual. Gambar 9 menunjukkan pada hari ke 9 alpukat yang busuk/tidak dapat terjual mencapai 51.07%, sementara alpukat lainnya mengalami penurunan mutu diikuti dengan penurunan harga jual. Penanganan pascapanen pada rantai pasok alpukat harus dilakukan dengan baik agar dapat menekan jumlah alpukat yang mengalami kerusakan mekanis. Dengan menekan jumlah alpukat yang mengalami kerusakan mekanis, dampak kerusakan total yang dialami alpukat pada masa penyimpanan juga dapat berkurang. Apabila penanganan dilakukan dengan lebih baik lagi diharapkan masa simpan alpukat dapat diperpanjang demikian juga masa jual alpukat. Contoh perubahan alpukat dengan masa simpan hari ke 5 dapat dilihat pada Gambar 11.
H-5 H-1 Sebagian buah melunak dan Di sekitar pangkal dan bagian bawah mengalami perubahan warna buah terdapat luka lecet dan memar Gambar 11. Perubahan alpukat dengan masa simpan hari ke 5
F. BIAYA PRODUKSI DAN TITIK IMPAS Biaya produksi pada rantai pasok alpukat merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan tiap entitas untuk pemasaran alpukat. Biaya yang dikeluarkan untuk pemasaran alpukat dimulai dari pembelian alpukat, pengolahan pascapanen sampai pada saat pemasaran/penjualan alpukat. Komponen biaya dikelompokkan ke dalam biaya tetap dan biaya tidak tetap. Dari komponen biaya dan kapasitas tiap entitas diperoleh besarnya biaya pokok yang dikeluarkan untuk memasarkan tiap kg alpukat. Perhitungan titik impas untuk melihat tingkat penjualan tiap entitas dalam rantai pasok telah mengalami keuntungan. Keuntungan dari tiap entitas akan diperoleh jika jumlah penjualan telah melewati titik impasnya. Titik impas yang dimaksud merupakan volume penjualan dalam satuan kg/tahun.
1. Biaya Produksi dan Titik Impas Pedagang Pengumpul dan Pedagang Grosir Komponen biaya tetap responden pedagang pengumpul dan pedagang grosir dapat dilihat pada Tabel 22. Penyusutan dan bunga modal pada responden berbeda-beda tergantung dari investasi yang dimiliki. Untuk pedagang grosir nilai penyusutan dan bunga modal yang dimiliki sangat kecil karena hanya terdiri dari dua buah timbangan mekanis. Sementara untuk dua pedagang pengumpul penyusutan dan bunga modal terdiri dari gudang, garasi serta kendaraan untuk kegiatan pendistribusian alpukat. Contoh perhitungan biaya pokok dan titik impas responden pedagang pengumpul dan pedagang grosir terdapat pada Lampiran 5 dan Lampiran 6. Pengumpul yang mengirim ke Sari Barokah dikenai retribusi pasar, selain memasarkan alpukat pengumpul ini juga meamasarkan ubi Cilembu. Komponen biaya tetap dikalikan dengan persentase dari modal usaha alpukat untuk mendapatkan biaya tetap dalam pemasaran alpukat. Tidak ada beban listrik yang dikeluarkan karena rata-rata kegiatan pascapanen yang dilakukan hanya sampai sore hari dan langsung mendistribusikannya pada sore itu juga. Untuk pengumpul yang mengirim ke Pasar
37
Bogor tidak dikenai retribusi pasar, terdapat beban listrik karena kegiatan pascapanen yang dilakukan sampai malam hari. Pedagang grosir responden memiliki komponen biaya tetap yang paling besar karena memiliki komponen berupa biaya penyewaan tempat usaha di Pasar Induk. Kemudian terdapat biaya tera ulang dari timbangan mekanis yang dimilikinya. Tabel 23. Komponen biaya tetap responden pedagang pengumpul dan pedagang grosir No. Jenis Biaya Tetap Bu Nunung Pak Ntus Pak Edi (Rp/tahun) (Pengumpul) (Pengumpul) (Grosir) 1 Penyusutan 4,558,571.43 8,453,678.57 198,000.00 2 Bunga Modal 2,889,000.00 5,805,540.00 148,500.00 3 Retribusi Pasar 2,400,000.00 1,848,000.00 4 Beban Listrik 330,000.00 240,000.00 5 Tera Ulang Timbangan 300,000.00 6 Sewa Tempat 30,000,000.00 9,847,571.43 × 0.4* Total Biaya Tetap 32,734,500.00 3,939,028.57 14,589,218.57 *
Dikalikan 40% yang merupakan modal usaha untuk alpukat
Komponen biaya tidak tetap respoden pedagang pengumpul dan pedagang grosir dapat dilihat pada Tabel 23. Retribusi pengiriman pada pedagang pengumpul terdiri dari biaya tol dan penimbangan kendaraan. Biaya tenaga kerja di pedagang pengumpul berupa tenaga kerja bongkar muat, sortir dan supir. Tenaga kerja di pedagang grosir hanya melakukan penimbangan dan penyortiran. Pada pedagang grosir tidak terdapat biaya retribusi dan bahan bakar karena biaya pendistribusian ditanggung oleh pembeli. Pedagang pengumpul yang mengirim ke Pasar Bogor menyediakan biaya pemeliharaan kendaraan tiap kali pengiriman. Biaya ini sengaja disediakan sebagai persiapan untuk perbaikan mobil ataupun pergantian ban mobil. Biaya pembelian alpukat merupakan biaya rata-rata dari pembelian alpukat dalam satu tahun. Tabel 24. Komponen biaya tidak tetap responden pedagang pengumpul dan pedagang grosir No. Jenis Biaya Tidak Tetap Bu Nunung Pak Ntus Pak Edi (Rp/kg) (Pengumpul) (Pengumpul) (Grosir) 1
Retribusi Pengiriman
2 3 4
Pemeliharaan Kendaraan
5
Kemasan
6
15.00
5.83
Tenaga Kerja
343.75
128.05
Bahan Bakar dan Oli
134.17
71.57
-
62.19
-
15.75
19.86
-
3,375
1,335.37
3,083.60
1,622.87
3,106.69
Pembelian alpukat
a
Total Biaya Tidak Tetap
-
23.09
((15.00+343.75+134.1 7)×0.4b)+15.75+3,375 3,587.92
a
-
Harga pembelian rata-rata dalam satu tahun Dikalikan 40% karena pendistribusian alpukat bersamaan dengan ubi Cilembu
b
Besarnya biaya pokok dan titik impas pada responden pedagang pengumpul dan pedagang grosir dapat dilihat pada Tabel 24. Untuk memperoleh biya pokok, satuan biaya tetap perlu diubah satuannya agar sama dengan satuan biaya tidak tetap yaitu dalam Rp/kg. Biaya tetap pertahun dibagi dengan masing-masing kapasitas pembelian responden dalam periode setahun. Kontribusi biaya tidak
38
tetap terhadap biaya pokok sangat besar dibandingkan dengan biaya tetap. Besarnya biaya tidak tetap ini sangat dipengaruhi dari rata-rata biaya pembelian alpukat dalam setahun. Jadi biaya pokok yang dikeluarkan dalam pemasaran sangat dipengaruhi dari kapasitas pembelian dan biaya pembelian alpukat. Semakin tinggi kapasitas pembelian alpukat biaya pokok yang dikeluarkan makin menjadi kecil. Sebaliknya semakin tinggi biaya pembelian alpukat biaya pokok yang dikeluarkan makin menjadi besar juga.
No. 1 2 3
Tabel 25. Biaya pokok dan titik impas responden pedagang pengumpul dan pedagang grosir Nama Kapasitas BT BTT BP Harga Jual BEP Penjualan (kg/tahun) (Rp/kg) (Rp/kg) (Rp/kg) (Rp/kg) (kg/tahun) (kg/tahun) Bu Nunung 76,800 51.29 3,587.92 3,639.21 5,187.50 2,463 66,048 Pak Ntus 246,000 59.31 1,622.87 1,682.18 3,036.59 10,320 230,010 Pak Edi 634,000 51.63 3,106.69 3,385.45 5,726.81 13,177 608,640
Penjualan pada tiap responden telah melampaui titik impasnya masing-masing. Hal ini menunjukkan responden pedagang pengumpul besar dan pedagang grosir telah memperoleh keuntungan dalam pemasaran alpukat. Semakin besar selisih antara penjualan dan titik impas maka keuntungan dari responden pedagang pengumpul dan pedagang grosir juga makin besar. Harga jual merupakan harga jual rata-rata dalam satu tahun. Kemudian besarnya penjualan merupakan besarnya kapasitas pembelian dikurangin susut yang terjadi.
2. Biaya Produksi dan Titik Impas Pedagang Pengecer Komponen biaya di setiap responden pedagang pengecer dapat dilihat pada Tabel 25. Pada dasarnya komponen biaya untuk pedagang dalam satu pasar hampir sama. Namun yang membedakannya dalam perhitungan biaya pokok yaitu kapasitas pembelian dan harga beli masingmasing pedagang. Contoh perhitungan biaya pokok dan titik impas responden pedagang pengecer terdapat dalam Lampiran 8. Tabel 26. Komponen biaya pedagang pengecer No.
Nama
Kapasitas Biaya Tetap (kg/tahun) (Rp/tahun) Pedagang Pengecer Sari Barokah 1 Dede 9,408 2,882,995.00
Biaya Tidak Tetap (Rp/kg)
Harga Beli (Rp/kg)
Biaya Pokok (Rp/kg)
5,172.75
4,843.42
5,472.82
2
Pak Asep
11,328
6,000,435.33
5,469.94
5,300.45
5,999.64
3
Firman
11,904
6,233,609.33
4,861.56
4,637.10
5,385.22
4
Pak Odin
13,312
1,847,202.92
6,425.91
6,329.91
6,564.67
5
Pak Sayap
34,208
4,889,923.33
6,264.10
6,113.50
6,407.04
16,032
4,370,833.18
5,638.85
5,444.88
5,965.88
Pedagang Pengecer Pasar Bogor 6 Pak Udin 13,312 2,836,183.33
3,989.89
3,966.48
4,202.95
7
Pak Jufri
20,000
1,808,904.17
4,703.82
4,440.00
4,794.27
8
Pak Iwan
30,880
2,737,850.00
4,301.45
4,277.20
4,390.11
9
Pak Ibad
38,464
2,737,850.00
5,483.36
5,460.07
5,409.00
10
Iwan
83,872
4,619,833.33
5,772.22
5,546.17
5,827.30
37,306
2,948,124.17
4,850.15
4,737.98
4,924.73
Rata-rata
Rata-rata Sumber : Data Diolah
39
Jika dilihat dari rata-rata kapasitas pembelian dari pedagang responden kedua pasar, untuk pedagang di Pasar Bogor memiliki rata-rata pembelian yang lebih besar. Seluruh pedagang pengecer di Sari Barokah tidak hanya melakukan usaha penjualan alpukat. Sementara dari kelima responden pedagang pengecer di Pasar Bogor, empat di antaranya merupakan pedagang pengecer yang hanya melakuka usaha penjulan alpukat. Hal ini menyebabkan kapasitas pembelian alpukat di Sari Barokah terbatas, karena modal usaha juga dipakai untuk pembelian komoditas lain. Rata-rata biaya tetap untuk pedagang pengecer di Sari Barokah lebih besar dari pedagang pengecer di Pasar Bogor. Besarnya biaya tetap ini dipengaruhi dari banyaknya biaya retribusi yang dieluarkan dalam usaha penjualan. Retribusi di Sari Barokah terdiri dari Pemda, kebersihan, DLLJ dan retribusi untuk tiap bus pariwisata yang datang. Retribusi di Pasar Bogor hanya terdiri dari kebersihan, ketertiban dan retribusi untuk lapak penjualan. Selain retribusi yang lebih besar, di Sari Barokah pedagang pengecer juga membayar biaya penyewaan kios tiap tahunnya. Besarnya biaya tidak tetap sangat dipengaruhi harga rata-rata pembelian tiap responden pedagang pengecer. Rata-rata biaya pembelian di Pasar Bogor lebih kecil dibandingkan di Sari Barokah. Lebih kecilnya rata-rata pembelian dan lebih besarnya rata-rata kapasitas pembelian di Pasar Bogor akan sangat berpengaruh terhadap penurunan biaya pokok. Rata-rata biaya pokok responden pedagang pengecer di Sari Barokah lebih besar dibandingkan di Pasar Bogor karena rata-rata kapasitas pembelian yang lebih kecil serta lebih besarnya rata-rata pembelian alpukat. Besarnya titik impas masing-masing responden pedagang pengecer terdapat di Tabel 26. Penjualan tiap pedagang pengecer telah melampaui titik impas, hal ini menunjukkan masing-masing pedagang pengecer telah memperoleh keuntungan dalam penjualan alpukat. Rata-rata harga jual pada tiap pasar tidak jauh berbeda. Pedagang pengecer sulit melakukan peningkatan harga karena ketatnya persaingan penentuan harga penjualan untuk menarik konsumen. Besarnya rata-rata biaya tidak tetap dan rata-rata harga jual yang tidak jauh berbeda dari Pasar Bogor membuat lebih besarnya rata-rata titik impas yang harus dilewati pedagang di Sari Barokah. Jika dilihat dari selisih titik impas dan penjualan masing-masing pedagang pengecer maka keuntungan penjualan lebih besar diperoleh di Pasar Bogor. Keuntungan yang diperoleh pedagang Pasar Bogor mungkin hanya berasal dari penjualan alpukat, sementara keuntungan yang diperoleh pedagang di Sari Barokah tidak hanya berasal dari penjualan alpukat. Tabel 27. Titik impas pedagang pengecer No.
Nama
Harga Jual (Rp/kg) Pedagang Pengecer Sari Barokah 1 Dede 8,800 2 Pak Asep 7,900 3 Firman 10,600 4 Pak Odin 11,800 5 Pak Sayap 8,800 Rata-rata 9,600 Pedagang Pengecer Pasar Bogor 6 Pak Udin 8,000 7 Pak Jufri 9,700 8 Pak Iwan 7,600 9 Pak Ibad 10,400 10 Iwan 10,600 Rata-rata 9,260
Titik Impas (kg/tahun)
Penjualan (kg/tahun)
787 2,510 1,202 347 1,963
8,736 9,904 10,880 12,720 33,264
1,362
15,100.80
711 363 849 566 972
12,464 19,056 29,952 35,849 81,728
693
35,809.80
40
G. NILAI TAMBAH Konsep nilai tambah adalah suatu peningkatan nilai yang terjadi karena adanya input yang diperlakukan pada suatu komoditas. Input ini yang menyebabkan terjadinya nilai tambah dari suatu komoditas. Nilai tambah yang dimaksud adalah pertambahan suatu nilai komoditas karena komoditas tersebut telah mengalami proses pengolahan, pengangkutan dan penyimpan dalam suatu proses produksi. Kegiatan yang dilakukan dalam pemasaran alpukat dapat menciptakan nilai tambah pada masing-masing entitas. Untuk melihat besarnya nilai tambah yang diciptakan maka dilakukan anlisis nilai tambah metode Hayami yang difokuskan di pedagang pengumpul besar, pedagang grosir dan pedagang pengecer. Contoh perhitungan nilai tambah pedagang pengumpul besar, pedagang grosir dan pedagang pengecer terdapat di Lampiran 9, Lampiran 10 dan Lampiran 11.
1. Nilai Tambah Pedagang Pengumpul besar Pedagang pengumpul besar melakukan proses sortasi, grading, pengemasan dan pendistribusian pada alpukat yang diterimanya dari pedagang pengumpul kecil. Pedagang pengumpul besar tidak melakukan pengolahan lebih lanjut, sehingga nilai tambah yang dihasilkan juga tidak terlalu tinggi. Harga input pedagang pengumpul besar adalah harga yang dibayarkan kepada pedagang pengumpul kecil, sedangkan harga output adalah harga yang diterima dari pedagang pengecer. Tabel 27 menunjukkan bahwa rasio nilai tambah yang didapatkan oleh responden pedagang pengumpul besar cukup besar yaitu 21.29 persen dan 46.09 persen, sedangkan tingkat keuntungan juga cukup besar yaitu 18.76 persen dan 41.58 persen. Tabel 28. Perhitungan nilai tambah pedagang pengumpul besar No. Variabel Output, Input dan Harga 1 Output (kg/tahun) 2 Bahan Baku (kg/tahun) 3 Tenaga Kerja Langsung (HOK/tahun) 4 Faktor Konversi 5 Koefisien Tenaga Kerja Langsung (HOK/kg) 6 Harga Output (Rp/kg) 7 Upah Tenaga Kerja Langsung (Rp/HOK) Penerimaan dan Keutungan 8 Harga Bahan (Rp/kg) 9 Harga Input lain (RP/kg) 10 Nilai Output (Rp/kg) 11 a. Nilai Tambah (Rp/kg) b. Rasio Nilai Tambah (%) 12 a. Pendapatan Tenaga Kerja Langsung (Rp/kg) b. Pangsa Tenaga Kerja Langsung (%) 13 a. Keuntungan (Rp/kg) b. Tingkat Keuntungan (%) Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi 14 Marjin (Rp/kg) a. Pendapatan Tenaga Kerja Langsung (%) b. Sumbangan Input lain (%) c. Keuntungan Perusahaan (%)
Bu Nunung
Pak Ntus
66,048.00 76,800.00 240.00 0.860 0.003125 5,187.50 36,000.00
230,010.00 246,000.00 1,112.00 0.935 0.004564 3,036.59 28,053.44
3,375.00 136.66 4,461.25 949.59 21.29 112.50 11.85 837.09 18.76
1,335.37 195.17 2,839.21 1,308.68 46.09 128.05 9.78 1,180.63 41.58
1,086.25 10.36 12.58 77.06
1,503.84 8.51 12.98 78.51
41
2. Nilai Tambah Pedagang Grosir Pedagang grosir melakukan proses penyortiran, grading, penjualan dan kadang melakukan penyimpanan. Berdasarkan Tabel 28, menunjukkan bahwa persentase nilai tambah pada pedagang grosir yaitu 41.59 persen dan persentase keuntungan sebesar 41.16 persen. Karena kegiatan yang dilakukan tidak jauh berbeda serta tidak adanya pengolahan lebih lanjut maka persentase nilai tambah dan tingkat keuntungan hampir sama besar dengan responden pedagang pengumpul besar di Sari Barokah. Dengan tingkat keuntungan yang hampir sama, pedagang grosir memiliki nilai marjin yang lebih besar. Nilai tambah dan keuntungan yang dimiliki pedagang grosir akan lebih besar dibanding pedagang pengumpul besar pada rasio nilai tambah dan tingkat keuntungan yang hampir sama. Tabel 29. Perhitungan nilai tambah pedagang grosir No.
Variabel
Nilai
Output, Input dan Harga 1
Output (kg/tahun)
608,640.00
2
Bahan (kg/tahun)
634,000.00
3
Tenaga Kerja Langsung (HOK/tahun)
4
Faktor Konversi
5
Koefisien Tenaga Kerja Langsung (HOK/kg)
0.000896
6
Harga Output (Rp/kg)
5,591.09
7
Upah Tenaga Kerja Langsung (Rp/HOK)
568.00 0.96
25,774.65
Penerimaan dan Keutungan 8
Harga Bahan Baku (Rp/kg)
9
Harga Input lain (RP/kg)
3,083.60 51.40
10
Nilai Output (Rp/kg)
5,367.44
11
a. Nilai Tambah (Rp/kg)
2,232.45
12
b. Rasio Nilai Tambah (%)
41.59
a. Pendapatan Tenaga Kerja Langsung (Rp/kg)
23.09
b. Pangsa Tenaga Kerja Langsung (%) 13
a. Keuntungan (Rp/kg) b. Tingkat Keuntungan (%)
1.03 2,209.36 41.16
Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi 14
Marjin (Rp/kg)
2,283.85
a. Pendapatan Tenaga Kerja Langsung (%)
1.01
b. Sumbangan Input lain (%)
2.25
c. Keuntungan Perusahaan (%)
96.74
3. Nilai Tambah Pedagang Pengecer Dari hasil analisis nilai tambah pada Tabel 29 dan Tabel 30, menunjukkan rata-rata rasio nilai tambah pedagang pengecer di Sari Barokah sebesar 33.26 persen dan tingkat keuntungan 31.17 persen. Kemudian untuk pedagang pengecer di Pasar Bogor memiliki rata-rata nilai tambah sebesar 44.21 persen dan tingkat keuntungan 43.45 persen. Besarnya rasio nilai tambah dan tingkat keuntungan pedagang pengumpul besar yang mengirim ke Sari Barokah tidak berbeda jauh dengan pedagang pengecer di pasar tersebut. Begitu juga dengan pedagang pengumpul besar dan pedagang grosir memiliki rasio nilai tambah dan tingkat keuntungan yang hampir sama. Hal ini menunjukkan
42
pelaksanaan pemasaran alpukat di Sari Barokah dan Pasar Bogor telah melakukan kerjasama yang saling menguntungkan. Rasio nilai tambah dan tingkat keuntungan di antara entitas tidak jauh berbeda, yang membedakan adalah besarnya nilai tambah dan tingkat keuntungan. Pedagang pengecer memiliki nilai tambah dan tingkat keuntungan yang paling besar dalam rantai pasok. Besarnya margin di pedagang dikarenakan besarnya resiko penjualan yang ditanggung pedagang pengecer. Tabel 30. Hasil analisis nilai tambah responden pedagang pengecer Sari Barokah No. 1
Variabel Faktor Konversi
Dede 0.93
Pak Asep 0.87
Firman 0.91
Pak Odin 0.96
Pak Sayap 0.97
Rata-rata 0.928
2
Koefisien Tenaga Kerja(HOK/kg)
0.06
0.05
0.10
0.09
0.05
0.07
3 4
Nilai Output (Rp/kg)
8,137.76
6,872.72
9,664.70
11,233.84
8,513.87
8884.58
Nilai Tambah (Rp/kg)
2,973.60
1,024.59
4,483.34
4,742.92
2,233.88
3091.67
5
Rasio Nilai Tambah (%)
36.54
14.91
46.39
42.22
26.24
33.26
6
Pendapatan Tenaga Kerja (Rp/kg)
306.12
169.49
201.61
72.12
126.29
175.13
7
Pangsa Tenaga Kerja (%)
10.29
16.54
4.50
1.52
5.65
7.70
8
Keuntungan (Rp/kg)
9
Tingkat Keuntungan (%)
2,667.48
855.10
4,281.73
4,670.81
2,107.59
2,916.54
32.78
12.44
44.30
41.58
24.75
31.17
10.
Margin (Rp/kg)
3,294.34
1,572.27
5,027.61
4,903.94
2,400
3,439.63
9.29
10.78
4.01
1.47
5.26
6.16
Pendapatan Tenaga Kerja (%) Sumbangan Inpu lain (%) Keuntungan Perusahaan (%)
9.74
34.83
10.83
3.28
6.94
13.12
80.97
54.39
85.16
95.25
87.70
80.69
Tabel 31. Hasil analisis nilai tambah responden pedagang pengecer Pasar Bogor No. 1
Variabel Faktor Konversi
Pak Udin 0.94
Pak Jufri 0.95
Pak Iwan 0.97
Pak Ibad 0.93
2
Koefisien Tenaga Kerja(HOK/kg)
-
0.03
-
3 4
Nilai Output (Rp/kg)
7,474.31
9,238.80
Nilai Tambah (Rp/kg)
3,274.51
4,686.17
5
Rasio Nilai Tambah (%)
43.81
6
Pendapatan Tenaga Kerja (Rp/kg)
7
Pangsa Tenaga Kerja (%)
8
Keuntungan (Rp/kg)
9
Tingkat Keuntungan (%)
10.
Margin (Rp/kg) Pendapatan Tenaga Kerja (%) Sumbangan Inpu lain (%) Keuntungan Perusahaan (%)
Iwan 0.97
Rata-rata 0.952
-
0.01
0.008
7,300.52
9,617.30
10,258.68
8,777.92
2,911.76
4,063.85
4,552.37
3,897.73
50.72
39.88
42.26
44.38
44.21
-
240.00
-
-
120.18
72.04
-
5.12
-
-
2.64
1.55
3,274.51
4,446.17
2,911.76
4,063.85
4,432.19
3,825.70
43.81
48.12
39.88
42.26
43.20
43.45
3,507.82
4,798.80
3,023.32
4,157.24
4,712.51
4,039.94
-
5.00
-
-
2.55
1.51
6.65
2.35
3.69
2.25
3.40
3.67
93.35
92.65
96.31
97.75
94.05
94.82
43
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Terdapat empat pola aliran rantai pasok alpukat di pasar sekitar lokasi wisata Bogor, yaitu : a. Pola Aliran Rantai Pasok 1 : Petani Pedagang Pengumpul kecil Pedagang Pengumpul besar Pedagang Grosir Pedagang Pengecer Konsumen b. Pola Aliran Rantai Pasok 2 : Petani Pedagang Pengumpul kecil Pedagang Pengumpul besar Pedagang Pengecer Konsumen c. Pola Aliran Rantai Pasok 3 : Petani Pedagang Pengumpul besar Pedagang Pengecer Konsumen d. Pola Aliran Rantai Pasok 4 : Petani Pedagang Pengecer Konsumen Pedagang pengecer skala kecil, sedang ataupun besar di Sari Barokah menggunakan pola aliran rantai pasok 4 bila jumlah pasokan yang berasal dari pengumpul besar belum mencukupi. Pedagang pengecer di Pasar Bogor dengan modal yang lebih besar akan menggunakan pola aliran rantai 1 untuk menambah pasokan alpukatnya, sementara pedagang pengecer dengan modal yang lebih kecil akan menggunakan pola aliran rantai pasok 4. 2. Jenis kerusakan mekanis yang terjadi pada saat pengamatan berupa lecet, memar, retak, cutting, puncture dan splitting. Tingkat kerusakan mekanis di pedagang pengecer rata-rata sebesar 63.93%. Pada masa simpan hari ke 9 alpukat yang busuk/tidak dapat terjual mencapai 51.07%, sementara alpukat lainnya mengalami penurunan mutu diikuti dengan penurunan harga jual. 3. Kontribusi biaya tidak tetap sangat besar pada biaya pokok dan sangat dipengaruhi oleh harga pembelian rata-rata alpukat. Penjualan pada tiap entitas telah melampaui titik impasnya masingmasing. Hal ini menunjukkan seluruh entitas telah memperoleh keuntungan dalam pemasaran alpukat. Semakin besar selisih antara penjualan dan titik impas maka keuntungan yang diperoleh juga makin besar. 4. Pedagang pengumpul besar yang memasok ke Sari Barokah dan Pasar Bogor masing-masing memperoleh rasio nilai tambah 21.29 persen dan 46.09 persen dengan tingkat keuntungan masingmasing 18.76 persen dan 41.58 persen. Rasio nilai tambah yang didapatkan pedagang grosir 41.59 persen dengan tingkat keuntungan 41.16 persen. Pedagang pengecer di Sari Barokah dan Pasar Bogor masing-masing memperoleh rata-rata rasio nilai tambah 33.26 persen dan 44.21 persen dengan rata-rata tingkat keuntungan masing-masing 31.17 persen dan 43.45 persen. Tidak terdapat perbedaan yang begitu besar pada rasio nilai tambah dan tingkat keuntungan pada masing-masing entitas.
B. SARAN 1. Setiap entitas rantai pasok alpukat perlu melakukan penanganan pascapanen yang lebih baik, seperti pemanenan dan kegiatan bongkar muat yang lebih hati-hati serta pengemasan yang lebih sesuai pada saat pendistribusian. 2. Setiap entitas perlu melakukan pencatatan keuangan yang lebih spesifik dan terstruktur untuk mengetahui biaya yang dikeluarkan.
44
3. Perlu dilakukan pendistribusian margin melalui peningkatan imbalan tenaga kerja. Peningkatan imbalan tenaga kerja dapat dilakukan dengan melakukan inovasi pemasaran yag lebih melibatkan tenaga kerja. 4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan teknologi yang sesuai dengan kemampuan masing-masing entitas untuk perbaikan pascapanen, seperti pelapisan lilin pada alpukat ataupun penggunaan kemasan karton berventilasi.
45
DAFTAR PUSTAKA Anatan L, Ellitan L. 2008. Supplay Chain Management Teori dan Aplikasi. Bandung : Alfabeta. Badan Pusat Statistika. Data Ekspor Menurut Komoditi. http://www.bps.go.id/exim-frame.php. [26 Januari 2012] Badan Pusat Statistika. Produksi Buah-Buahan Menurut Provinsi. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=55¬ab=2. [26 Januari 2012] Badan Pusat Statistika. 2007. Jawa Barat Dalam Angka. http://www.jabarprov.go.id/root/dalamangka/dda2007.pdf. [26 Januari 2012] Badan Pusat Statistik. 2010. Kota Bogor dalam Angka. http://bogorkota.bps.go.id/Publikasi/KBDA/Kota%20Bogor%20Dalam%20Angka%202010.pd f. [ 23 Juli 2012] Baga KM. 1997. Alpukat, Budidaya dan Pengembangannya. Penerbit Kansius, Yogyakarta Brown JE. 1994. Agroindustrial Invesment and Operations. World Bank Publications. USA Chen F, Drezner Z, Ryan JK, Simchi-Levi D. 2000. Quantifying the bullwhip effect in a simple supply chain : the impact of forecasting, lead time and information. Management Science, 46 (3), 436-443. Departemen Perindustrian. 2007. Kajian Pengembangan Kompetensi Inti Daerah. http://aurino.com/wordpress/wp-content/uploads/2008/04/laporan-akhir-ikm-bogor.pdf. [23 Juli 2012] Departemen Pertanian. Basis Data Statistik Pertanian. http://aplikasi.deptan.go.id/bdsp/newdata.asp. [26 Januari 2012] Direktorat Gizi Depkes RI. 1981. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta: Bhratara Karya Aksara. [FAO] Food Agricultural Organization. 1989. Prevention of post-harvest food losses: Fruits, vegetables and root crops. http://www.fao.org/docrep/T0073E/T0073E00.htm. [3 Agustus 2012] Hani. 2007. Analisis Rantai Pasok Buah Kelapa (Studi Kasus Rantai Pasok Buah Kelapa Tua di Kotamadya Bogor) [skripsi]. Bogor : Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Helda. 2004. Analisis Nilai Tambah Pengolahan Ikan Teri di Pulau Pasaran, Provinsi Lampung [skripsi]. Bogor : Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Indrajit RE, Djokopranoto R. 2002. Konsep Manajemen Supplay Chain Cara Baru Memandang Mata Rantai Penyediaan Barang. Jakarta: Grasindo Kalie MB. Juni 1996. Kiat bertanam alpukat agar berbuah lebat. Trubus 319 Th XXVI Kusniati D. 2011. Kajian Pengaruh Tipe Ventilasi dan Suhu Penyimpanan terhadap Perubahan Mutu Buah Alpukat (Persean Americana, Mill) dan Sebaran Suhu dalam Kemasan [skripsi]. Bogor : Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Marimin, Maghfiroh N. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam Manajemen Rantai Pasok. Bogor: IPB Press [MENEGRISTEK]. Prihatman K (ed). 2000. Alpukat/Avocad. http://www.warintek.ristek.go.id/pertanian/alpukat.pdf. [12 Februari 2012] Pantastico ERB. 1986. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan, dan Pemanfaatan Buah-Buahan dan Sayur-Syuran Tropika dan Sub tropika. Gajah Mada Press. Yogyakarta.
46
Pramudya B, Dewi N. 1992. Diktat Kuliah : Ekonomi Teknik. Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Pusat Informasi Pasar Uang. Suku Bunga Deposito. http://pusatdata.kontan.co.id/v2/bungadeposito. [26 Juli 2012] Rukmana R. 1997. Alpukat. Yogyakarta : Kanisius. Ritonga OS. 2005. Analisis Pemasaran Komoditas Kentang dengan Pendekatan Konsep Supplay Chain Management di Kota Semarang Propinsi Jawa Tengah [skripsi]. Bogor : Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Suastawa IN. 2008. Diktat Kuliah : Sifat Fisik dan Mekanik Bahan Pertanian. Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Sudiyono A. 2002. Pemasaran Pertanian. Yogyakarta: UMM Press. Sukandar NWH. 2000. Analisis Nilai Tambah dan Prospek Pengembangan Industri Pengolahan Ubi Kayu (Perbandingan Metode M. Dawam Rahardjo dan Hayami) [skripsi]. Bogor : Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Tinaprilla N. 1992. Analisis Tititk Impas, Nilai Tambah dan Pemasaran Jamur Tiram (Studi Kasus pada CV Tunas Sari Kotamadya Bogor) [skripsi]. Bogor : Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Widodo KH, Pramudya K, Abdullah A. 2010. Supplay Chain Management Agroindustri yang Berkelanjutan. Bandung: Lubuk Agung.
47
48
Lampiran 1. Produksi buah alpukat menurut provinsi (ton) tahun 2010 Provinsi Aceh
Alpukat 5,095
Sumatera Utara
7,644
Sumatera Barat
29,457
Riau
535
Jambi
2,379
Sumatera Selatan
3,382
Bengkulu
2,219
Lampung
9,864
Bangka Belitung
328
Kepulauan Riau
80
DKI Jakarta
44
Jawa Barat
61,096
Jawa Tengah
15,562
DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali
3,697 44,540 760 1,626
Nusa Tenggara Barat
679
Nusa TenggaraTimur
16,048
Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur
224 52 6 555
Sulawesi Utara
4,865
Sulawesi Tengah
2,533
Sulawesi Selatan
7,701
Sulawesi Tenggara Gorontalo
392 54
Sulawesi Barat
732
Maluku
170
Maluku Utara
391
Papua Barat
786
Papua
782
Indonesia
224,278
Sumber : Badan Pusat Statistika
49
Lampiran 2. Produksi buah-buahan menurut jenis di Jawa Barat (kwintal) tahun 2009
Sumber : Badan Pusat Statistika Provinsi Jawa Barat
50
Lampiran 3. Daftar Pertanyaan yang digunakan dalam Penelitian Daftar Pertanyaan Untuk Pedagang Pengumpul/Pedagang Grosir Pemasok dari kota : Tanggal : Nama : Jabatan Responden : Alamat : Kelamin/Umur : Tempat lahir : Pendidikan : Sejak kapan usaha saudara ini dimulai ? Apakah saudara memiliki jenis pekerjaan atau usaha lain ? Apakah disini ada perkumpulan usaha sejenis ? Apa alasan saudara melakukan usaha ini a. Keuntungan yang baik [ ] Ya [ ] Tidak b. Pemasarannya Terjamin [ ] Ya [ ] Tidak c. Keturunan/Tradisi [ ] Ya [ ] Tidak d. Perawatannya Mudah [ ] Ya [ ] Tidak e. Cuacanya cocok [ ] Ya [ ] Tidak f. Telah menguasai teknik budidaya [ ] Ya [ ] Tidak g. Lainnya, Apakah saudara pernah menerima bantuan kredit/modal ? [ ] Pernah [ ] Tidak Pernah Jika Pernah, sebutkan : a. Dari Siapa : b. Jenis Kredit/Bantuan yang didapat : c. Jumlah bantuan yang didapat : d. Tingkat bunga : e. Jankga waktu pengembalian : f. Besar angsuran kredit per bulannya : Apakah bantuan/kredit tersebut membuat penjualan saudara semakin meningkat ? [ ] Ya [ ] Tidak Jika Tidak, mengapa ? Adakah perjanjian/ketentuan dengan pemberi bantuan mengenai cara/aturan penjualan ? [ ] Ya [ ] Tidak Jika Ya, sebutjan ? Kapasitas usaha (kg rata-rata/bulan) ?
51
Lampiran 3. (lanjutan) Mendapat alpukat dari : 1. Petani alpukat Memasok dari )* : satu petani / beberapa petani Dari Petani 1 2
3
4
3
4
Nama Alamat No. Telp Jumlah Alpukat (kg) Jenis/Mutu Harga Beli Sistem Bayar Biaya Transport Penyusutan/Loss 1. Kuantitatif 2. Kualitatif Penyebab Susut Ambil Hari : Pukul : 2. Pengumpul Alpukat Memasok dari )* : satu pengumpul/beberapa pengumpul Dari Pengumpul 1 2 Nama Alamat No. Telp Jumlah Alpukat (kg) Jenis/Mutu Harga Beli Sistem Bayar Biaya Transport Penyusutan/Loss 1. Kuantitatif 2. Kualitatif Penyebab Susut Ambil Hari : Pukul :
52
Lampiran 3. (lanjutan) Tujuan Pasokan : Pasar tujuan pasokan di Bogor Memasok secara (mingguan, harian, tidak tetap sesuai permintaan) Jumlah pasokan (kg) Jenis/Mutu Harga jual Sistem Bayar Penyusutan/Loss 1. Kuantitatif 2. Kualitatif Penyebab Susut Jika dipesan, waktu sejak pesan sd pesanan sampai ke pedagang (jam) ? Biaya yang dikeluarkan untuk (selain biaya membeli alpukat) 1. Memuat alpukat : Rp. …………..per……. 2. Biaya angkut sekali memasok - Sewa truk : - Bahan bakar : - Sewa sopir : - Retribusi : - Lainnya : Tenggang waktu : Mulai memuat pukul……….sd pukul…………. Memulai perjalanan ke Bogor pukul……….., sampai di Bogor pukul ………….. Membongkar muatan pukul…………., selesai pukul………….. Perhitungan Biaya Pokok : a. Penyusutan (harga dan umur pemakaian) : Gudang : Kendaraan : Timbangan : Kontainer : Ember : Terpal : Pisau : Lap Kain : Lain-lain : b. Sewa Gudang : f. Pengemasan : c. Tenaga Kerja : g. Biaya Lainnya : d. Retribusi (Uraikan) : e. Listrik dan Air :
53
Lampiran 3. (lanjutan) Apakah saudara menjual jenis komoditas lainnya ? Berapa lama waktu yang dibutuhkan sampai produk terjual habis ? Apakah saudara mengalami kesulitan memasarkan hasil ? Apakah usaha alpukat ini masih bisa berkembang kedepannya ? Sebelum penjualan, apakah saudara melakukan kegiatan sortir dan grading kembali ? [ ] Ya [ ] Tidak Jika Ya berdasarkan apa : Bagaiman saudara memperoleh informasi tentang harga jual alpukat ? Bagaimana saudara menentukan harga jual ? Apakah saudara menaggung sendiri resiko dari kegiatan penjualan? Apakah saudara memberikan batuan/kredit kepada petani alpukat? Jika Ya, berapa lama dan kapan jangka waktu pengembaliannya Daftar Pertanyaan Untuk Pedagang Pengecer 1. Deskripsi Pasar Retail Nama : Alamat : 2. Identitas Responden / Usaha Nama : Jabatan responden : Alamat : No. Telpon: Kelamin/Umur : Tempat lahir : Pendidikan : Sejak kapan usaha saudara ini dimulai : Apakah saudara memiliki jenis pekerjaan atau usaha lain : Apakah disini ada perkumpulan usaha sejenis ? 3. Profil Pola Pembiayaan Usaha Apa alasan saudara melakukan usaha ini a. Keuntungan yang baik [ ] Ya [ ] Tidak b. Pemasarannya Terjamin [ ] Ya [ ] Tidak c. Keturunan/Tradisi [ ] Ya [ ] Tidak d. Perawatannya Mudah [ ] Ya [ ] Tidak e. Cuacanya cocok [ ] Ya [ ] Tidak f. Telah menguasai teknik budidaya [ ] Ya [ ] Tidak g. Lainnya, Apakah saudara pernah menerima bantuan kredit/modal ? [ ] Pernah [ ] Tidak Pernah Jika Pernah, sebutkan : a. Dari Siapa b. Jenis Kredit/Bantuan yang didapat c. Jumlah bantuan yang didapat d. Tingkat bunga e. Jankga waktu pengembalian f. Besar angsuran kredit per bulannya
Tanggal :
54
Lampiran 3. (lanjutan) Apakah bantuan/kredit tersebut membuat penjualan saudara semakin meningkat ? [ ] Ya [ ] Tidak Jika Tidak, mengapa ? Adakah perjanjian/ketentuan dengan pemberi bantuan mengenai cara/aturan penjualan ? [ ] Ya [ ] Tidak Jika Ya, sebutjan ? 4. Aspek Pemasaran Kapasitas usaha (kg rata-rata/bulan) ? Dengan siapakah saudara melakukan kegiatan pembelian alpukat? Uraian Petani Pengumpul Pedagang besar Grosir Alamat/Lokasi
Keterangan
Jenis/Mutu Alpukat Jumlah (kg) Harga beli (Rp/Kg) Sistem Pembayaran Biaya Transport (Rp/kg) Biaya Bongkar Muat (Rp/kg) Penyusutan/Loss 1. Susut Kuantitatif (%) 2. Susut kualitatif (%) Penyebab susut/loss Sistem Pemesanan [ ] dipesan [ ] ditawari [ ] rutin Jika dipesan, waktu sejak pesan sd pesanan diterima (jam) ? Apakah ada pelanggang rutin ? (pengecer/restoran/catering) Uraian
Keterangan
Alamat/Lokasi Jenis/Mutu Alpukat Jumlah (kg) Masa Jual (hari) Harga jual (Rp/Kg) Sistem Pembayaran Biaya Transport (Rp/kg) Biaya Bongkar (Rp/kg) Penyusutan/Loss
Muat
1. Susut Kuantitatif (%) 2. Susut kualitatif (%) Penyebab susut/loss
55
Lampiran 3. (lanjutan) Biaya Pemasaran yang harus saudara tanggung terdiri dari : a. Penyusutan (harga dan umur pemakaian) : Lapak : Terpal : Pisau : Timbangan : Lap Kain : Lain-lain : b. Sewa Kios/Lapak : c. Sewa Gudang : d. Tenaga Kerja : e. Retribusi : f. Listrik : g. Pengemasan : h. Biaya Lainnya : Apakah saudara menjual jenis komoditas lainnya ? Berapa lama waktu yang dibutuhkan sampai produk terjual habis ? Apakah saudara mengalami kesulitan memasarkan hasil ? Apakah usaha alpukat ini masih bisa berkembang kedepannya ? Sebelum penjualan, apakah saudara melakukan penyortiran kembali ? [ ] Ya [ ] Tidak Jika Ya berdasarkan apa ? Bagaiman saudara memperoleh informasi tentang harga jual alpukat ? Bagaimana saudara menentukan harga jual ? Apakah saudara menaggung sendiri resiko dari kegiatan penjualan? Apakah saudara memberikan batuan/kredit kepada petani alpukat? Jika Ya, berapa lama dan kapan jangka waktu pengembaliannya
56
Lampiran 4. Kegiatan pascapanen pedagang pengumpul besar.
Pengangkutan alpukat dari pedagang pengumpul kecil/petani ke gudang pedagang pengumpul besar
Alpukat diletakkan di atas terpal untuk memulai kegiatan penyortiran
Penyortiran dan Pengemasan
57
Lampiran 4. (lanjutan)
Alpukat yang telah dikemas disimpan dalam gudang penyimpanan sebelum dikirim
Alpukat yang tidak masuk timbangan dan alpukat yang rusak
58
Lampiran 5. Tingkat kerusakan mekanis di pedagang pengecer
Tanggal
23-Mar
27-Mar
28-Mar
29-Mar
30-Mar
Asal Alpukat
Alat Trasnportasi
Kemasan
Jumlah Barang yang diterima (kg)
Penyimpanan (hari ke-)
Jumlah Contoh Alpukat (kg)
Jumlah Kerusakan Mekanis (kg)
Tingkat Kerusakan (%)
Susut (%)
Petani Bogor
Motor
Karung
150
2
8.10
5.40
66.67
3.33
Pengumpul Bandung
Colt-Diesel
Karung
400
1
16.20
9.36
57.78
0
Pengumpul Bandung
Colt-Diesel
Karung
150
1
10.68
9.26
86.67
3.33
Pengumpul Bandung
Colt-Diesel
Karung
150
1
9.00
5.10
56.67
1.33
Petani Bogor
Motor
Karung
120
1
6.00
3.90
65.00
0
Pengumpul Cianjur
Pick Up
Karung
203
1
10.35
6.21
60.00
0.49
Pengumpul Bandung
Colt-Diesel
Karung
173
0
61.39
1.73
Kemasan 1 : 85
9.00
5.30
Kemasan 2 : 88
9.00
5.75
3.50
2.80
80.00
17.50
54.11
0
Kemasan 1 : 46
9.00
4.60
Kemasan 2 : 45
9.00
4.65
Kemasan 3 : 47
9.00
4.40
Kemasan 4 : 49
9.00
5.40
Kemasan 5 : 45
9.00
5.30
15.12
8.37
55.36
10.00
65.56
0
Petani Bogor
Motor
Karung
Grosir Cibitung
Pick Up
Peti Kayu
40
2
1322
0
Pengumpul Badung
Colt-Diesel
Karung
300
2
Petani Bogor
Motor
Peti Kayu
50
0 9.00
5.90
Pengumpul Bandung
Colt-Diesel
Karung
300
1
16.00
12.40
77.50
0.33
Petani Bogor
Motor
Karung
30
2
3.30
0.60
18.18
0
Petani Bogor
Motor
Karung
150
3
8.40
4.20
50.00
3.33
Kemasan 1 : 50
1-Apr
Pengumpul Garut
Pick Up
Karung
900
3
15.50
8.80
56.77
1.11
3-Apr
Petani Bogor
Motor
Karung
25
1
3.25
2.47
76.00
4.00
6-Apr
Pengumpul Bandung
Pick Up
Karung
900
2
20.00
10.80
54.00
0.22
Pengumpul Bandung
Pick Up
Karung
900
2
15.00
8.70
58.00
1.11
Pengumpul Bandung
Pick Up
Karung
85
2
6.00
3.60
60.00
1.18
Pengumpul Bandung
Pick Up
Karung
173
2
10.80
9.72
90.00
0.58
Pengumpul Bandung
Colt-Diesel
Karung
150
1
8.50
6.46
76.00
6.67
Pengumpul Garut
Pick Up
Karung
300
2
15.20
11.28
74.21
0.33
Petani Bogor
Motor
Karung
100
1
8.40
4.62
55.00
1.00
Petani Bogor
Motor
Karung
52
2
4.50
3.60
80.00
1.92
10-Apr
Petani Bogor
Motor
Karung
50
1
3.50
2.80
80.00
0
12-Apr
Pengumpul Bandung
Pick Up
Karung
1020
2
15.50
11.70
75.48
0.98
Pengumpul Bandung
Pick Up
Karung
520
0
15.00
7.80
52.00
1.92
Petani Bogor
Motor
Karung
72
1
5.50
4.73
86.00
0
Pengumpul Bandung
Pick Up
Karung
150
1
8.00
4.80
60.00
1.33
Pengumpul Bandung
Colt-Diesel
Karung
180
0
10.60
7.42
70.00
0
Pengumpul Bandung
Colt-Diesel
Karung
130
0
6.60
2.82
42.73
3.08
Pengumpul Bandung
Pick Up
Karung
210
1
11.90
5.44
45.71
0.95
8-Apr
59
Lampiran 6. Contoh perhitungan biaya pokok dan titik impas responden pedagang pengumpul Bu Nunung Perhitungan Biaya Tetap : Penyusutan Penyusutan Gudang dan garasi Mobil Timbangan Gantung Terpal Total Penyusutan
Harga Awal 12,000,000 30,000,000 700,000 100,000
Harga Akhir 2,400,000 6,000,000 -
Umur 10 7 10 1
Total 960,000.00 3,428,571.43 70,000.00 100,000.00 4,558,571.43
Keterangan
Kapasitas 110 kg Rp. 50,000/(3×3)m, Setahun 2x ganti Rp/tahun
Bunga Modal Total Investasi (Gudang dan Garasi, Mobil, Timbangan, Terpal) : Rp. 42,800,000 Tingkat Bunga Deposito : 6.75%/tahun Total Bunga Modal : Rp. 42,800,000 × 0.0675/tahun = Rp.2,889,000/tahun Retribusi Pasar : Rp. 200,000/bulan = Rp. 2,400,000/tahun Total Biaya Tetap Modal usaha untuk alpukat dari keseluruhan modal usaha : 40% : (4,558,571.43+2,889,000+2,400,000) × 0.4 = Rp. 3,939,028.57/tahun Perhitungan Biaya Tidak Tetap : Retribusi Retribusi Tol Penimbangan Mobil
Rp/minggu 14,000
Rp/tahun 672,000
10,000
480,000
Total Retribusi
Keterangan 48 minggu/tahun
1,152,000
Tenaga Kerja Tenaga Kerja Bongkar Muat
Rp/minggu 200,000
Rp/tahun 9,600,000
Supir
100,000
4,800,000
Sortir
150,000
7,200,000
Konsumsi
100,000
4,800,000
Total Tenaga Kerja
Keterangan
Untuk 3 orang
26,400,000
Bahan bakar dan Pelumas Baha bakar : Rp. 200,000/minggu : Rp 9,600,000/tahun Pelumas : Rp. 176,000/3 bulan : Rp 704,000/tahun Total : Rp. 10,304,000/tahun Pengemasan Karung : Rp 1,200/karung untuk 80 kg alpukat = Rp. 15/kg Tali : Rp. 20,000/bungkus untuk 100 karung = Rp. 2.5/kg Jumlah pengemasan : Jumlah alpukat terkirim × Pengemasan : 69,120 kg/tahun × Rp.17.5/kg = Rp. 1,209,600/tahun
60
Lampiran 6. (lanjutan) Pembelian Alpukat : Rp 3,375/kg (Harga pembelian rata-rata dalam satu tahun) Total Biaya Tidak Tetap :
൫ሺଵ,ଵହଶ,ାଶ,ସ,ାଵ,ଷସ,ሻ∗.ସ൯ୖ୮/୲ୟ୦୳୬ ,଼ /௧௨
+
ோ.ଵ,ଶଽ,/௧௨ ,଼ /௧௨
+ Rp. 3,375/kg = Rp. 3,587.92/kg
Biaya Pokok :
ୖ୮.ଷ,ଽଷଽ,ଶ଼.ହ/୲ୟ୦୳୬ ,଼ /௧௨
+ Rp. 3,587.92/kg = Rp. 3,639.21
Titik Impas Harga jual rata-rata : Rp. 5,187.50/kg :
ୖ୮.ଷ,ଽଷଽ,ଶ଼.ହ/୲ୟ୦୳୬ ୖ୮.ହ,ଵ଼.ହ/୩ି ୖ୮.ଷ,ହ଼.ଽଶ/୩
= 2,462.53 kg ≈ 2,463 kg
Pak Ntus Perhitungan Biaya Tetap : Penyusutan Penyusutan Gudang dan garasi Mobil Timbangan Gantung Kontainer Terpal Karpet alas Total Penyusutan
Harga Awal 45,000,000 40,000,000 450,000 273,000 100,000 185,000
Harga Akhir 9,000,000.00 8,000,000.00 -
Umur 10 7 10 3 1 4
Jumlah 3,600,000.00 4,571,428.57 45,000.00 91,000.00 100000.00 46,250.00 8,453,678.57
Keterangan
Kapasitas 110 kg 7 buah, Rp. 39,000/buah Rp. 50,000/(3×3)m, Setahun 2x ganti Rp/tahun
Bunga Modal Total Investasi: Rp. 86,008,000 Total Bunga Modal : Rp. 86,008,000 × 0.0675/tahun = Rp.5,805,540/tahun Beban Listrik : Rp. 27,500/bulan = Rp. 330,000/tahun Total Biaya Tetap : Rp. 8,453,678.57/tahun + Rp.5,805,540/tahun + Rp. 330,000/tahun = Rp. 14,589,218.57/tahun Perhitungan Biaya Tidak Tetap Retribusi Retribusi
Rp/pengiriman
Rp/tahun
Keterangan
Tol : Bogor (30 pengiriman)
9,000
270,000
Cipanas (72 pengiriman)
2,000
144,000
10,000
1,020,000
Penimbangan Mobil Total Retribusi
102 pengiriman/tahun
1,434,000
Tenaga Kerja Sortir dan Bongkar Muat Bulan 1–6
Upah 200,000
Jumlah Pengiriman 96
7 - 12
100,000
6
Total
Jumlah 19,200,000 600,000 19,800,000
Keterangan Untuk 4 orang Untuk 2 orang Rp/tahun
61
Lampiran 6. (lanjutan) Supir Tujuan Bogor
Upah 150,000
Jumlah Pengiriman 30
Cipanas
100,000
72
Total
Jumlah 4,500,000
Keterangan Untuk 4 orang
7,200,000
Untuk 2 orang
11,700,000
Rp/tahun
Total Biaya Tenaga Kerja : Rp. 19,800,000/tahun + Rp. 11,700,000/tahun = Rp. 31,500,000/tahun Bahan Bakar dan Pelumas Bahan Bakar Tujuan Bogor
Biaya Pengiriman 300,000
Jumlah Pengiriman 30
Jumlah 9,000,000
Cipanas
100,000
72
7,200,000 16,200,000
Total
Keterangan
Rp/tahun
Pelumas Bulan 1–6
Pemakaian 176,000/ bulan
7 - 12
176,000/ 3 bulan
Jumlah 1,056,000 352,000 1.408,000
Total
Keterangan
Rp/tahun
Total Biaya Bahan Bakar dan Pelumas : Rp. 16,200,000/tahun + Rp. 1,408,000/tahun = Rp. 17,608,000/tahun Perbaikan dan Pemeliharaan Kendaraan : Rp. 150,000/pengiriman × 102 pengiriman/tahun = Rp. 15,300,000/tahun Pengemasan Karung : Rp 1,500/karung untuk 80 kg alpukat = Rp. 18.75/kg Tali : Rp. 19,000/bungkus untuk 100 karung = Rp. 2.38/kg Jumlah pengemasan : Jumlah alpukat terkirim × Pengemasan : 231,240 kg/tahun × Rp.21.13/kg = Rp. 4,886,101.2/tahun Pembelian Alpukat : Rp 1,335.37/kg (Harga pembelian rata-rata dalam satu tahun) Total Biaya Tidak Tetap :
ሺଵ,ସଷସ,ାଷଵ,ହ,ାଵ,଼,ାଵହ,ଷ,ାସ,଼଼,ଵଵ.ଶሻ ୖ୮/୲ୟ୦୳୬ ଶସ, /௧௨
+ Rp. 1,335.37/kg = Rp. 1,622.88/kg
Biaya Pokok :
ୖ୮.ଵସ,ହ଼ଽ,ଶଵ଼.ହ/୲ୟ୦୳୬ ଶସ, /௧௨
+ Rp. 1,622.88/kg = Rp. 1,682.18/kg
Titik Impas Harga jual rata-rata : Rp. 3,036.59/kg :
ୖ୮.ଵସ,ହ଼ଽ,ଶଵ଼.ହ/୲ୟ୦୳୬ ୖ୮.ଷ,ଷ.ହଽ/୩ି ୖ୮.ଵ,ଶଶ.଼଼/୩
= 10,319.80 kg ≈ 10,320 kg
62
Lampiran 7. Contoh perhitungan biaya pokok dan titik impas responden pedagang grosir Perhitungan Biaya Tetap Penyusutan Penyusutan Timbangan mekanis Total Penyusutan
Harga Awal 2,200,000
Harga Akhir 220,000
Umur 10
Jumlah 198,000 198,000
Keterangan 2 buah, Rp. 1,100,000/buah Rp/tahun
Bunga Modal : Rp. 2,200,000 × 0.0675/tahun = Rp. 148,500/tahun Tera Ulang : Rp. 300,000/tahun (Untuk 2 timbangan) Sewa Tempat : Rp. 30,000,000/tahun Listrik : Rp. 20,000/bulan = Rp. 240,000/tahun Retribusi : Rp, 12,000/hari × 154 hari/tahun (Rata-rata hari kerja) = Rp. 1,848,000/tahun Total Biaya Tetap : Rp. 198,000/tahun + Rp. 148,500/tahun + Rp. 30,000,000/tahun + Rp. 240,000/tahun + Rp. 1,848,000/tahun = Rp. 32,734,500/tahun Perhitungan Biaya Tidak Tetap Tenaga Kerja Bulan
Upah/bulan/orang
Total
Keterangan
1-3
600,000
7,200,000
4 orang
4-5
30,000
120,000
2 orang
6-7
600,000
4,800,000
4 orang
8
600,000
2,400,000
4 orang
9-10
30,000
120,000
2 orang
11-12
30,000
120,000
2 orang
14,640,000
Rp/tahun
Total Tenaga Kerja
Pembelian Alpukat : Rp 3,083.60/kg (Harga pembelian rata-rata dalam satu tahun) Total Biaya Tidak Tetap :
ୖ୮.ଵସ,ସ,/୲ୟ୦୳୬ ଷସ, /௧௨
+ Rp. 3,083.60/kg = Rp. 3,106.69/kg
Biaya Pokok :
ୖ୮.ଷଶ,ଷସ,ହ/୲ୟ୦୳୬ ଷସ, /௧௨
+ Rp. 3,106.69/kg = Rp. 3,158.32/kg
Titik Impas Harga jual rata-rata : Rp. 5,591.09/kg :
ୖ୮.ଷଶ,ଷସ,ହ/୲ୟ୦୳୬ ୖ୮.ହ,ହଽଵ.ଽ/୩ି ୖ୮.ଷ,ଵ.ଽ/୩
= 13,176.02 kg ≈ 13,177 kg
63
Lampiran 8. Contoh perhitungan biaya pokok dan titik impas responden pedagang pengecer Pedagang Pengecer Sari Barokah (Pak Sayap) Perhitungan Biaya Tetap : Penyusutan Penyusutan Harga Awal Harga Akhir Umur Total Keterangan Pajangan Buah 1,500,000 5 300,000.00 Bahaan kayu Terpal 160,000 1 160,000.00 Pisau 60,000 3 20,000.00 Timbangan duduk 140,000 3 46,666.67 Lap Kain 80,000 1 80,000.00 Total Penyusutan 606,666.67 Rp/tahun Bunga Modal Total Investasi: Rp. 1,940,000 Tingkat Bunga Deposito : 6.75%/tahun Total Bunga Modal : Rp. 1,940,000 × 0.0675/tahun = Rp.130,950/tahun Sewa Kios : Rp. 19,200,000/tahun Retribusi Retribusi Kebersihan
Rp/minggu 6,000
Rp/tahun 288,000
Pemda
15,000
720,000
DLLJ
3,000
144,000
60,000
2,880,000
Komisi Bus Total Retribusi
Keterangan 48 minggu/tahun
4,032,000
Beban Listrik : Rp. 40,000/bulan = Rp. 480,000/tahun Total Biaya Tetap Modal usaha alpukat dari keseluruhan modal usaha : 20% : (606,666.67+130,950+19,200,000+4,032,000+480,000) × 0.2 = Rp. 4,889,923.33/tahun Perhitungan Biaya Tidak Tetap : Tenaga Kerja : Rp. 21,600,000 × 0.2 = Rp. 4,320,000 Pengemasan Plastik : Rp 25/kg Jumlah pengemasan : Jumlah alpukat terjual × Pengemasan : 33,264 kg/tahun × Rp.25/kg = Rp. 831,600/tahun Pembelian Alpukat : Rp 6113,50/kg (Harga pembelian rata-rata dalam satu tahun) Total Biaya Tidak Tetap :
ସ,ଷଶ,ା଼ଷଵ,ୖ୮/୲ୟ୦୳୬ ଷସ,ଶ଼ /௧௨
+ Rp. 6,113.50/kg = Rp. 6,264.10/kg
Biaya Pokok :
ୖ୮.ସ,଼଼ଽ,ଽଶଷ.ଷଷ/୲ୟ୦୳୬ ଷସ,ଶ଼ /௧௨
+ Rp. 6,264.10/kg = Rp. 6,407.04/kg
Titik Impas Harga jual rata-rata : Rp. 8,755.49/kg :
ୖ୮.ସ,଼଼ଽ,ଽଶଷ.ଷଷ/୲ୟ୦୳୬ ୖ୮.଼,ହହ.ସଽ/୩ି ୖ୮.,ଶସ.ଵ/୩
= 1,962.73 kg ≈ 1,963 kg
64
Lampiran 8. (lanjutan) Pedagang Pengecer Pasar Bogor (Pak Iwan) Perhitungan Biaya Tetap : Penyusutan Penyusutan Harga Awal Harga Akhir Umur Total Lapak 200,000 2 100,000 Terpal 120,000 1 120,000 Cutter 10,000 2 5,000 Timbangan Gantung 250,000 10 25,000 Lap Kain 40,000 1 40,000 Total Penyusutan 290,000 Bunga Modal Total Investasi : Rp. 620,000 Tingkat Bunga Deposito : 6.75%/tahun Total Bunga Modal : Rp. 620,000 × 0.0675/tahun = Rp.41,850/tahun Retribusi Pasar Retribusi Kebersihan
Rp/hari
Keterangan
Kapasitas Rp/tahun
1,000
Rp/tahun 336,000
Ketertiban
1,000
336,000
Tukang Sapu
1,000
336,000
Lapak
3,000
1,008,000
Total Retribusi
Keterangan 336 hari/tahun
2,016,000
Tera Ulang Timbangan : Rp. 30,000/tahun Beban Listrik : Rp. 30,000/bulan = Rp. 360,000/tahun Total Biaya Tetap : 290,000+41,850+2,016,000+30,000+360,000 = Rp. 2,737,850/tahun Perhitungan Biaya Tidak Tetap : Pengemasan Plastik : Rp 25/kg Jumlah pengemasan : Jumlah alpukat terjual × Pengemasan : 29,952 kg/tahun × Rp.25/kg = Rp. 748,800/tahun Pembelian Alpukat : Rp 7,526.71/kg (Harga pembelian rata-rata dalam satu tahun) Total Biaya Tidak Tetap :
ସ଼,଼ୖ୮/୲ୟ୦୳୬ ଷ,଼଼ /௧௨
+ Rp. 4,277.20/kg = Rp. 4,301.45/kg
Biaya Pokok :
ୖ୮.ଶ,ଷ,଼ହ/୲ୟ୦୳୬ ଷ,଼଼ /௧௨
+ Rp. 4,301.45/kg = Rp. 4,390.11
Titik Impas Harga jual rata-rata : Rp. 7,526.71/kg :
ୖ୮.ଶ,ଷ,଼ହ/୲ୟ୦୳୬ ୖ୮.,ହଶ.ଵ/୩ି ୖ୮.ସ,ଷଵ.ସହ/୩
= 848.88 kg ≈ 849 kg
65
Lampiran 9. Contoh perhitungan nilai tambah responden pedagang pengumpul besar Bu Nunung 1. Output yaitu jumlah alpukat yang dapat terjual dalam setahun = 66,048 kg 2. Input yaitu kapasitas pembelian dalam setahun = 76,800 kg 3. Tenaga Kerja Langsung = 48 hari × 7/7 = 48 × 5 orang = 240 HOK/tahun 4. Harga Output yaitu harga penjualan rata-rata yang dihitung dari total penerimaan dibagi kapasitas penjualan dalam setahun = Rp. 5,187/kg 5. Upah tenaga kerja langsung = Rp. 21,600,000/tahun × 0.4 (Modal Usaha Alpukat) / 240HOK/tahun = Rp. 36,000/HOK 6. Harga Bahan yaitu harga pembelian rata-rata yang dihitung dari total pengeluran dibagi kapasitas pembelian dalam setahun = Rp. 3,375/kg 7. Biaya Input Lain yaitu biaya yang dikeluarkan selain pembelian alpukat dan pembayaran tenaga kerja Komponen Biaya Jumlah (Rp/tahun) Penyusutan Investasi 4,558,571.43 Retribusi Pasar 2,400,000 Retribusi Pengiriman 1,152,000 Konsumsi 4,800,000 Oli 704,000 Bahan Bakar 9,600,000 Pengemasan 1,209,600 =( (Rp. 23,214,571.43/tahun × 0.4)+1,209,600) / 76,800kg/tahun = Rp.136.66/kg Pak Ntus 1. Output = 230,010 kg/tahun 2. Input = 246,000 kg/tahun 3. Tenaga Kerja Langsung : Bulan 1-6 = 96 hari × 16/7 × 5 orang = 1097.14 HOK Bulan 7-12 = 6 hari × 10/7 × 3 orang = 25.71 HOK Total = 1122.86 HOK/tahun 4. Harga Output = Rp. 3,036.59/kg 5. Upah tenaga kerja langsung = Rp. 31,500,000/tahun / 1122.86HOK/tahun = Rp. 28,053.44/HOK 6. Harga Bahan = Rp. 1,335.37/kg 7. Biaya Input Lain yaitu biaya yang dikeluarkan selain pembelian alpukat dan pembayaran tenaga kerja Komponen Biaya Jumlah (Rp/tahun) Penyusutan Investasi 8,453,678.57 Listrik 330,000.00 Retribusi Pengiriman 1,434,000.00 Oli 1,408,000.00 Bahan Bakar 16,200,000.00 Pemeliharaan kendaraan 15,300,000.00 Pengemasan 4,886,101.20 Total 48,011,779.77 = Rp. 48,011,779.77/tahun / 246,000kg/tahun = Rp.195.17/kg
66
Lampiran 10. Contoh perhitungan nilai tambah responden pedagang grosir 1. Output = 608,640 kg/tahun 2. Input = 634,000 kg/tahun 3. Tenaga Kerja Langsung : Bulan 1-3 = 96 hari × 7/7 × 4 orang = 360 HOK Bulan 4-5 = 6 hari × 7/7 × 2 orang = 16 HOK Bulan 6-7 = 6 hari × 7/7 × 4 orang = 120 HOK Bulan 8 = 6 hari × 7/7 × 4 orang = 40 HOK Bulan 9-10 = 6 hari × 7/7 × 2 orang = 16 HOK Bulan 11-12 = 6 hari × 7/7 × 2 orang = 16 HOK Total = 568 HOK/tahun 4. Harga Output = Rp. 5,591.09/kg 5. Upah tenaga kerja langsung = Rp. 14,640,000/tahun / 568HOK/tahun = Rp. 25,774.65/HOK 6. Harga Bahan = Rp. 3,083.60/kg 7. Biaya Input Lain yaitu biaya yang dikeluarkan selain pembelian alpukat dan pembayaran tenaga kerja Komponen Biaya Jumlah (Rp/tahun) Penyusutan Investasi 198,000 Tera Ulang Timbangan 300,000 Sewa Gudang 30,000,000 Listrik 240,000 Retribusi 1,848.000 Total 32,586,000 = Rp. 32,586,000/tahun / 634,000kg/tahun = Rp.51.40/kg
67
Lampiran 11. Contoh perhitungan nilai tambah responden pedagang pengecer Pedagang Pengecer Sari Barokah (Pak Sayap) 1. Output = 33,264 kg/tahun 2. Input = 34,208 kg/tahun 3. Tenaga Kerja Langsung : 336 hari × 12/7 × 3 orang = 1,728 HOK 4. Harga Output = Rp. 8,755.49/kg 5. Upah tenaga kerja langsung = Rp. 21,600,000/tahun×0.2(Modal Usaha Alpukat) / 1,728HOK/tahun = Rp. 2,500/HOK 6. Harga Bahan = Rp. 6,113.50/kg 7. Biaya Input Lain yaitu biaya yang dikeluarkan selain pembelian alpukat dan pembayaran tenaga kerja Komponen Biaya Jumlah (Rp/tahun) Penyusutan Investasi 606,666.67 Retribusi 4,032,000.00 Beban Listrik 480,000 Sewa Kios 19,200,000.00 Pengemasan 831,600.00 = ((Rp. 24,318,666.67/tahun × 0.2) + Rp. 831,600) / 34,208kg/tahun = Rp.166.49/kg Pedagang Pengecer Pasar Bogor (Pak Iwan) 1. Output = 29,952 kg/tahun 2. Input = 30,880 kg/tahun 3. Tenaga Kerja Langsung : 4. Harga Output = Rp. 7,526.71/kg 5. Upah tenaga kerja langsung = 6. Harga Bahan = Rp. 4,277.20/kg 7. Biaya Input Lain yaitu biaya yang dikeluarkan selain pembelian alpukat dan pembayaran tenaga kerja Komponen Biaya Jumlah (Rp/tahun) Penyusutan Investasi 290,000 Retribusi 2,016,000 Beban Listrik 360,000 Tera Ulang Timbangan 30,000 Pengemasan 748,800 Total 3,444,800 = Rp. 3,444,900/tahun / 30,880kg/tahun = Rp.111.55/kg
68