KAJIAN SELEKSI DAN EVALUASI PEMASOK PADA RANTAI PASOKAN KERTAS
SKRIPSI
NAILUL ABROR F34051950
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
STUDY ON SUPPLIER SELECTION AND EVALUATION IN PAPER SUPPLY CHAIN Marimin and Nailul Abror Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia. Phone 62 852 8153 7987, email
[email protected]
ABSTRACT Selecting right suppliers is the first strategic decision that determines the success in implementation of supply chain management. More competitive environment, selective acquisition of raw materials, and its complexity and dynamics have encouraged the actors of paper supply chain to pay more attention in all their activities and functions, including supplier selection and evaluation, to run effectively and efficiently. The objectives of this research are to analyze the configuration of paper supply chain, and to develop a model for supplier selection and evaluation in the paper supply chain with Analytical Hierarchy Process (AHP) approach. The configuration of paper supply chain is analyzed through its four elements of structures, business processes, resources, and management. To give more detailed description, a case study in PT Kertas Leces (PTKL), a second oldest integrated paper mill in Indonesia, was held. In this case, PTKL plays as an intermediary manufacturer that produces paper in parent rolls, and then delivers them to her costumers (mostly consisting of other manufacturers, as converters, and distributors). Proposed AHP model consists of five levels of hierarchy, i.e. goal, criteria, subcriteria, rating scales, and alternatives. Through the AHP, nineteen subcriteria grouped into four criteria were identified. Development steps of this model include identification of relevant factors and their weights, assessment of suppliers’ performances, and identification of managerial criteria for monitoring suppliers. The use of proposed AHP model indicates that it can be applied to improve the decision-making in supplier selection with a set of systematic and comprehensive analysis. Keywords: paper supply chain, supplier selection, AHP
NAILUL ABROR. F34051950. Kajian Seleksi dan Evaluasi Pemasok pada Rantai Pasokan Kertas. Dibawah bimbingan Marimin. 2011
RINGKASAN Selama dekade terakhir ini terjadi perubahan besar pada industri pulp dan kertas. Tiga aspek utama yang mengisi perubahan tersebut yaitu permintaan, selektivitas perolehan bahan baku, dan persaingan industri. Dalam kondisi demikian, para pelaku industri pulp dan kertas dituntut untuk lebih memperhatikan segala aktivitas dan fungsinya agar dapat benar-benar berjalan dengan efektif dan efisien. Integrasi semua pihak dalam rantai pasokan kertas menjadi kunci pencapaian hal tersebut. Keberhasilan implementasi manajemen rantai pasokan sangat ditentukan pertama kali oleh keputusan strategis seleksi pemasok. Aktivitas seleksi pemasok memainkan peran vital dalam organisasi karena secara signifikan dapat mengurangi harga barang dan meningkatkan daya saing harga perusahaan. Disamping aspek biaya, tuntutan kualitas dan waktu pengiriman dalam persaingan pasar yang semakin mengglobal menambah kompleksitas keputusan seleksi pemasok ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji konfigurasi rantai pasokan kertas dan mengembangkan model seleksi dan evaluasi pemasok dengan pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP). Rantai pasokan kertas dikaji dengan mendeskripsikan partisipan, proses, produk, sumberdaya, dan manejemennya, serta hubungan antara hal tersebut dengan atribut-atribut terkait. Analisis konfigurasi rantai kertas pada penelitian ini mengambil studi kasus di PT Kertas Leces (PTKL), Probolinggo. Fokus kajian selanjutnya diarahkan pada masalah seleksi dan evaluasi pemasok pada rantai pasokan kertas. Struktur hierarkis dalam seleksi dan evaluasi pemasok dikembangkan menggunakan AHP. Pendekatan yang diterapkan mengintegrasikan suatu skala tingkat kinerja untuk memberikan nilai pada masing-masing alternatif bagi setiap subkriteria terkait. Secara umum aliran pasokan kertas pada PTKL mengikuti dua struktur rantai pasokan. Pada struktur pertama, PTKL memasok produk kertasnya kepada perusahaan atau pabrik kertas lain yang mengkonversinya menjadi bentuk yang lebih kecil (converting). Struktur kedua, PTKL memasok sebagian produknya kepada distributor dan pengecer. Dalam struktur rantai pasok demikian, PTKL lebih bertindak sebagai intermediary manufacturer, karena jenis produknya yang masih termasuk barang antara (yaitu berupa kertas bentuk roll dan lembaran besar). Target pasarnya adalah konsumen lembaga, yaitu perusahaan kertas lain, konverter, dan distributor. Dari sisi proses bisnis, dalam siklus pesanan konsumen dan siklus semua proses yang terjadi pada rantai pasokan kertas PTKL berprinsip tarik (pull process), dimana semua aktivitas yang dijalankan merupakan bentuk respon dari pesanan konsumen. Sedangkan dalam siklus pengadaan semua prosesnya dijalankan dengan prinsip dorong (push process), sebagai antisipasi terhadap tuntutan produksi. Struktur model AHP yang diajukan terdiri dari lima level hierarki, yaitu tujuan, kriteria, subkriteria, tingkat kinerja, dan alternatif. Tujuan pemodelan AHP ini adalah untuk memilih pemasok pada industri kertas yang paling menguntungkan, dan meningkatkan daya saing perusahaan. Sebanyak 19 subkriteria yang terbagi dalam empat dimensi kriteria (kualitas, pengiriman, biaya, dan pelayanan dan manajemen organisasi) teridentifikasi untuk pengembangan model AHP ini. Hasil penilaian pakar menunjukkan urutan prioritas relatif untuk masing-masing kriteria yaitu biaya (0.466), kualitas (0.272), pengiriman (0.169), dan pelayanan dan manajemen organisasi (0.092). Evaluasi pemasok dengan model AHP yang dikembangkan dalam suatu kasus menempatkan pemasok A sebagai pemasok terbaik dengan nilai 0.3664, diikuti oleh pemasok C (0.3285) dan pemasok B (0.3057). Analisis sensitivitas gradien kriteria pengiriman terhadap kinerja alternatif pemasok menggambarkan empat daerah klasifikasi peringkat pemasok: (a) pada 0.000 – 0.323, pemasok A (PA) > pemasok C (PC) > pemasok B (PB), (b) 0.323 – 0.366, PC > PA > PB, (c) 0.366 – 0.398, PC > PB > PA (d) 0.398 – 1.000, PB > PC > PA. Analisis faktor kesuksesan kritis menunjukkan bahwa pada kasus seleksi pemasok kertas bekas, reduksi biaya, harga produk, standar dan jaminan kualitas, reliabilitas produk, cara pembayaran dan ketepatan waktu adalah faktor-faktor terpenting yang perlu mendapat perhatian lebih. Dengan mengidentifikasi faktor lemah pada pemasok utama dan dilengkapi dengan faktor kesuksesan kritis tersebut, kinerja pemasok dapat dimonitor dengan baik. Dengan demikian, kerjasama yang terjalin diharapkan dapat berjalan dengan lebih baik dan lebih saling menguntungkan.
Dengan menggunakan pendekatan AHP ini, kriteria untuk pemilihan pemasok dapat didefinisikan dengan jelas. Masalah yang dihadapi pun mampu disusun secara sistematis. Model AHP ini memungkinkan para pembuat keputusan untuk memperhitungkan kekuatan dan kelemahan setiap pemasok dengan membandingkannya terkait kriteria yang ditekankan. Hasil yang diperoleh dari model AHP ini juga dapat diarahkan untuk meningkatkan kualitas manajemen dengan pemasok melalui serangkaian analisis lanjutan, mulai analisis sensitivitas, faktor kritis, hingga kriteria manajerial.
NAILUL ABROR. F34051950. Study on Supplier Selection and Evaluation in Paper Supply Chain. Supervised by Marimin. 2011
SUMMARY Over the last decade a major change has stricken pulp and paper industry. Increasing demand, more selective raw materials acquisition, and more competitive environment of the industry are three leading dimension that fill the change. In such condition, all actors involved in pulp and paper industry are required to pay more attention in their functions and activities to run effectively and efficiently. Supply chain management (SCM) is an approach through which such this objective can be achieved. In SCM perspective, inter-parties integration becomes a necessity to deal with any conflicting objective between different functions. In line with this, a good relationship with suppliers could ultimately improve competitiveness of the entire supply chain. Selecting right suppliers is the first strategic decision that determines the success in implementation of SCM. It plays a key role in any organization because it significantly reduces the unit price and improves corporate competitiveness. Furthermore, emphasis on quality and delivery, beside of cost consideration, in today’s globally competitive market adds the complexity of supplier selection decision. This research aims to analyze the configuration of paper supply chain and to develop a model for supplier selection and evaluation in the paper supply chain with Analytical Hierarchy Process (AHP) approach. Paper supply chain is analyzed by illustrating its participants, processes, products, resources, and management, and their relationships with the corresponding attributes. To give more detailed description, a case study in PT Kertas Leces (PTKL), a second oldest integrated paper mill in Indonesia, was held. In the next research focus of supplier selection and evaluation, a hierarchical structure for its decision-making is developed with AHP. The proposed AHP model integrates scheme of rating scales to assess suppliers’ performances in each corresponding criteria. PTKL plays as an intermediary manufacturer that produces paper in parent rolls, and then delivers them to her organizational costumers. Paper supply chain of PTKL generally has two patterns of flow. First, PTKL supplies her products to other paper manufacturers that convert them to the smaller sizes. Second, PTKL supplies some to distributors. From the business process perspective, all processes in customer order cycle and manufacturing cycle are executed in response to a customer order (pull processes), whereas all processes in procurement cycle are performed in anticipation of production demand (push processes). The proposed AHP model consists of five levels of hierarchy, i.e. goal, criteria, subcriteria, rating scales, and alternatives. The goal of the AHP model is to select the best supplier for critical items in paper industry, especially recovered paper, over all the factors considered. Through the AHP, nineteen subcriteria grouped into four criteria (quality, cost, delivery, service and management of organization) were identified. The result from experts’ judgments shown that the relative priority for each criterion was cost (0.466), quality (0.272), delivery (0.169), service and management of organization (0.092) respectively. A specific case of supplier evaluation with the proposed AHP model ranked supplier A as the best one with 0.3664 point of priority, followed by supplier C (0.3285), and supplier B (0.3057). A sensitivity analysis of delivery gradient to suppliers’ performances resulted in four area of supplier ranking classification, i.e. (a) 0.000 – 0.323, supplier A (PA) > supplier C (PC) > supplier B (PB), (b) 0.323 – 0.366, PC > PA > PB, (c) 0.366 – 0.398, PC > PB > PA (d) 0.398 – 1.000, PB > PC > PA. Critical success factor analysis shown that in the case of recovered paper supplier selection cost reduction, unit price, quality standards and assurance, product reliability, term of payment, and on-time delivery are the most significant factors that need to concern more. Through identifying the week factors of primary supplier and the critical success factors (managerial criteria), suppliers’ performances can be monitored and well managed. Furthermore, relationship between manufacturer and supppliers should be better established and bear more mutual benefit. Through the AHP approach, criteria and subcriteria in supplier selection and evaluation could be defined clearly. The encountered problem could be described sistematically. The proposed AHP model allows decision makers to take into account the strengths and weeknesses of each supplier and compare them over the factors considered. The result from the AHP model can be used as an input for supplier management improvement with a set of advanced analysis, such as sensitivity analysis, critical success factor, and managerial criteria.
KAJIAN SELEKSI DAN EVALUASI PEMASOK PADA RANTAI PASOKAN KERTAS
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh NAILUL ABROR F34051950
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul Skripsi Nama NIM
: Kajian Seleksi dan Evaluasi Pemasok pada Rantai Pasokan Kertas : Nailul Abror : F34051950
Menyetujui, Pembimbing,
Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc. NIP 19610905 198609 001
Mengetahui, Ketua Departemen,
Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti NIP 19621009 198903 2 001
Tanggal lulus:
Agustus 2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Kajian Seleksi dan Evaluasi Pemasok pada Rantai Pasokan Kertas adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, 12 Agustus 2011 Yang membuat pernyataan,
Nailul Abror F34051950
BIODATA PENULIS Nailul Abror. Lahir di Probolinggo, 27 September 1987 dari ayah Bakir dan ibu Hafifah, sebagai putra kedua dari empat bersaudara. Penulis menamatkan SLTA pada 2005 dari MA Nurul Jadid, Probolinggo, dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah dari Kementerian Agama dengan Program Beasiswa Santri Berprestasi. Penulis memilih Mayor Teknologi Industri Pertanian, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi. Periode 2006-2007 penulis menjadi anggota Badan Khusus, Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri, Fakultas Teknologi Pertanian. Periode selanjutnya, 2007-2008, menjadi staff Departemen Human Resouce Development pada organisasi yang sama. Penulis melaksanakan Praktik Lapangan pada tahun 2008 di PT Kertas Leces, Proolinggo, Jawa Timur dengan judul laporan “Kajian Manajemen Rantai Pasokan Kertas Tulis Cetak”. Pada tahun 2011, penulis dipercaya sebagai Manajer Kota Bogor dalam Pesantren Kilat Sukses Masuk Perguruan Tinggi Negeri yang diselenggarakan oleh MataAir Foundation. Pada tahun yang sama, bersama rekan kelompok penulis menjadi salah satu peserta pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional di Universitas Hasanuddin, Makassar, dalam katagori lomba Program Kreativitas Mahasiswa Gagasan Tertulis.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan berkah, rahmat, dan ridho-Nya hingga penulis mampu menyelesaikan penelitian sekaligus skripsi dengan judul Kajian Seleksi dan Evaluasi Pemasok pada Rantai Pasokan Kertas. Dengan terselesaikannya penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. 2.
3. 4. 5. 6. 7. 8.
Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc. sebagai dosen pembimbing atas arahan, nasehat, serta bimbingannya yang tidak pernah putus. Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Said, MA.Dev., Dr. Ir. Han Roliadi, M.Sc., dan Dr. Ir. Muhammad Yani, M.Eng. atas kesedian dan waktu yang diluangkan sebagai responden ahli dalam penelitian ini. Keluarga besar PT Kertas Leces yang telah memberikan izin, data, dan informasi yang mendukung kelancaran penelitian. Segenap dosen dan staff Departemen Teknologi Industri Pertanian yang dengan ketulusan mengajari saya lebih banyak hal. Aba dan Ummi yang senantiasa mendoakan dan mengingatkan; Cak Miftah, Dek Waid, dan Dek Basyir atas dorongan morilnya. Teman-teman TIN, CSS, terlebih KMNU, dan lainnya yang membantu, menyemangati, menjadi partner selama penulis melakukan studi di Fakultas Teknologi Pertanian. Anggota kelompok bimbingan supply chain atas sharing pengetahuan berharganya. Faizaty atas ketangguhan, kesabaran, kecerdasan, dan inspirasinya.
Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan konstribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang rantai pasokan kertas.
Bogor, 12 Agustus 2011
Nailul Abror
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................................................... iii DAFTAR TABEL .............................................................................................................................. vi DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................................................... viii I. PENDAHULUAN ........................................................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ..................................................................................................................... 1 1.2 Tujuan .................................................................................................................................. 3 1.3 Manfaat ................................................................................................................................ 3 II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................... 4 2.1 Rantai Pasokan Kertas ......................................................................................................... 4 2.1.1 Pengertian Rantai Pasokan ........................................................................................ 4 2.1.2 Karakteristik Rantai Pasokan Kertas ......................................................................... 6 2.1.3 Manajemen Hubungan dengan Pemasok .................................................................. 7 2.2 Seleksi dan Evaluasi Pemasok ............................................................................................. 8 2.2.1 Karakteristik Masalah Seleksi Pemasok ................................................................... 8 2.2.2 Kriteria dalam Seleksi Pemasok ............................................................................... 9 2.2.3 Metode Pengambilan Keputusan pada Seleksi Pemasok .......................................... 12 III. METODE PENELITIAN ............................................................................................................. 14 3.1 Kerangka Pemikiran ............................................................................................................. 14 3.2 Tata Laksana Penelitian ....................................................................................................... 16 3.3 Rancangan Penelitian dan Definisi Operasional .................................................................. 16 3.3.1 Seleksi Item/Bahan Kritis ......................................................................................... 16 3.3.2 Identifikasi Kriteria Seleksi Pemasok ....................................................................... 18 3.3.3 Pemilihan Pakar ........................................................................................................ 19 3.4 Metode Analisis Data ........................................................................................................... 19 3.4.1 Kerangka Kerja Pengembangan Rantai Pasokan Van der Vorst ............................... 19 3.4.2 Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Pemodelan Seleksi Pemasok ............... 20 IV. KONFIGURASI RANTAI PASOKAN KERTAS ....................................................................... 25 4.1 Struktur Jaringan Rantai Pasokan ........................................................................................ 25 4.1.1 Anggota Rantai Pasokan ........................................................................................... 27 4.1.2 Entitas Rantai Pasokan .............................................................................................. 29 4.1.2.1 Produk ......................................................................................................... 29 4.1.2.2 Pasar ............................................................................................................ 30 4.1.2.3 Persaingan dan Keunggulan Kompetitif ..................................................... 31 4.2 Proses Bisnis Rantai Pasokan Kertas ................................................................................... 32 4.2.1 Tinjauan Siklus ......................................................................................................... 33 4.2.2 Tinjauan Dorong/Tarik ............................................................................................. 34 4.3 Manajemen Rantai Pasokan Kertas ...................................................................................... 35 4.3.1 Perencanaan Permintaan dan Pasokan ...................................................................... 35 4.3.2 Perencanaan dan Pengelolaan Persediaan ................................................................. 37 4.3.3 Keputusan Pengadaan ............................................................................................... 38
iv
4.4 Sumberdaya Rantai Pasokan ................................................................................................ 4.4.1 Sumberdaya Fisik ..................................................................................................... 4.4.2 Sumberdaya Teknologi ............................................................................................. 4.4.3 Sumberdaya Permodalan .......................................................................................... 4.4.4 Sumberdaya Manusia ................................................................................................ V. MODEL SELEKSI DAN EVALUASI PEMASOK DENGAN AHP .......................................... 5.1 Penilaian Pemasok pada PT Kertas Leces ........................................................................... 5.2 Model AHP untuk Seleksi dan Evaluasi Pemasok ............................................................... 5.2.1 Struktur Keputusan Hierarkis ................................................................................... 5.2.2 Hasil Pengumpulan dan Pengolahan Data ................................................................ 5.2.3 Aplikasi AHP pada Masalah Seleksi Pemasok Spesifik ........................................... 5.2.4 Analisis Sensitivitas terhadap Tingkat Kepentingan Kriteria ................................... 5.3 Implikasi Manajerial ............................................................................................................ 5.3.1 Faktor Kesuksesan Kritis dalam Seleksi Pemasok .................................................... 5.3.2 Monitoring Kinerja Pemasok .................................................................................... VI. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................................................... 6.1 Kesimpulan .......................................................................................................................... 6.2 Saran .................................................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................ LAMPIRAN .......................................................................................................................................
42 42 44 45 45 46 46 47 47 49 52 53 54 54 55 57 57 57 59 62
v
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. Tabel 9. Tabel 10. Tabel 11. Tabel 12. Tabel 13. Tabel 14. Tabel 15. Tabel 16. Tabel 17. Tabel 18. Tabel 19. Tabel 20. Tabel 21. Tabel 22. Tabel 23. Tabel 24.
Perbandingan antara rantai pasokan yang efisien dengan yang reponsif ........................... Kriteria dalam seleksi pemasok dan tingkat kepentingannya (Dickson, 1966) ................. Ringkasan literatur terkait kriteria seleksi pemasok dan kasus industrinya ...................... Item/bahan kritis untuk produksi kertas ............................................................................ Kriteria dan subkriteria pada tahap pra-eliminasi oleh responden ahli ............................. Dua kelompok komponen manajemen yang terlingkup dalam rantai pasokan ................. Skala nilai perbandingan berpasangan .............................................................................. Nilai random index pada beberapa tingkat alternatif ......................................................... Matriks perbandingan berpasangan untuk skala lima-poin tingkat kinerja ....................... Produksi dan konsumsi kertas di indonesia (dalam juta ton) ............................................ Variasi jenis kertas produksi PT Kertas Leces .................................................................. Konsumsi kertas per kapita di beberapa negara (dalam kg/kapita/tahun) ......................... Daftar pelanggan PT Kertas Leces .................................................................................... Pangsa pasar beberapa perusahaan berdasarkan kapasitas terpasang tahun 2006 ............. Data penjualan kertas PTKL dibandingkan dengan target RKAP tahun 2007 .................. Kapasitas, bahan baku, dan produk pada lima mesin kertas PT Kertas Leces .................. Kriteria dan cara penilaian pemasok PT Kertas Leces ...................................................... Hasil penilaian responden ahli tentang tingkat relevansi kriteria yang dipertimbangkan dalam seleksi pemasok pada industri kertas ....................................................................... Matriks perbandingan berpasangan pada seleksi dan evaluasi pemasok ........................... Bobot prioritas lokal dan global untuk setiap subkriteria .................................................. Urutan peringkat kepentingan subkriteria ......................................................................... Aplikasi model AHP pada simulasi kasus seleksi pemasok kertas bekas .......................... Identifikasi faktor lemah pada pemasok utama ................................................................. Manajerial kriteria untuk monitoring kinerja pemasok .....................................................
5 10 11 17 18 20 22 23 24 29 29 30 31 32 36 43 46 48 50 51 51 52 56 56
vi
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Proses-proses makro rantai pasokan ............................................................................... Gambar 2. Rantai pasokan pulp dan kertas ...................................................................................... Gambar 3. Proses-proses kunci terkait fungsi pengadaan ................................................................ Gambar 4. Kerangka pemikiran konseptual penelitian ..................................................................... Gambar 5. Kerangka kerja pengembangan rantai/jaringan pasokan ................................................ Gambar 6. Model AHP untuk seleksi dan evaluasi pemasok material produksi kertas .................... Gambar 7. Pola general rantai pasokan kertas .................................................................................. Gambar 8. Konsumsi golongan serat untuk produksi kertas Indonesia ............................................ Gambar 9. Pola rantai pasokan kertas PT Kertas Leces ................................................................... Gambar 10. Siklus proses rantai pasokan PT Kertas Leces ................................................................ Gambar 11. Proses dorong/tarik pada rantai pasokan PT Kertas Leces ............................................. Gambar 12. Prosedur pengadaan barang/jasa PT Kertas Leces ......................................................... Gambar 13. Struktur hierarki keputusan dalam seleksi dan evaluasi pemasok pada industri kertas .. Gambar 14. Analisis sensitivitas kinerja pemasok pada setiap kriteria (kondisi awal) ...................... Gambar 15. Analisis sensitivitas kinerja pemasok setelah perubahan tingkat kepentingan pengiriman ...................................................................................................................... Gambar 16. Klasifikasi peringkat pemasok berdasarkan selang tingkat sensitivitas gradien pengiriman ...................................................................................................................... Gambar 17. Digram Pareto untuk identifikasi faktor kesuksesan kritis .............................................
5 6 8 15 20 21 25 25 26 33 34 40 49 53 53 54 55
vii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Pangsa pasar beberapa perusahaan kertas dan kertas leces berdasarkan jenis produk kertas ............................................................................................................................ 58 Lampiran 2. Struktur organisasi PT Kertas Leces (tingkat direktur sampai superintendent) ........... 59 Lampiran 3. Data impor kertas bekas dan proyeksi konsumsi bahan baku serat untuk produksi kertas di Indonesia .................................................................................................................. 60 Lampiran 4. Hasil pemodelan AHP untuk seleksi dan evaluasi pemasok dengan Expert Choice .... 61
viii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama dekade terakhir ini terjadi perubahan besar pada industri pulp dan kertas. Tiga aspek utama yang mengisi perubahan tersebut yaitu permintaan, selektivitas perolehan bahan baku, dan persaingan industri. Untuk di Indonesia, permintaan terhadap komoditi kertas pada periode 2004-2007 meningkat dari 5.47 juta ton menjadi 6 juta ton atau naik rata-rata 3.13% per tahun. Walaupun sudah mengalami peningkatan, konsumsi kertas perkapita di Indonesia masih sekitar 26 kg perkapita pertahun, jauh di bawah Malaysia (110.8 kg/kapita/tahun), terlebih dibandingankan Jepang (245.5 kg/kapita/tahun), Amerika Serikat (288 kg/kapita/tahun), dan Finlandia (368.6 kg/kapita/tahun) (Departemen Perindustrian 2009). Tren permintaan kertas dalam negeri yang diproyeksi terus meningkat ini kemudian menarik banyak investor untuk masuk dalam industri pulp dan kertas. Selama periode 2004-2008, kapasitas pulp domestik meningkat rata-rata 0.6% per tahun, yaitu dari 5.2 juta ton menjadi 6.4 juta ton per tahun. Pada 2009, kapasitas terpasangnya bahkan meningkat lagi menjadi 6.9 juta ton per tahun seiring dengan beroperasinya pabrik baru. Pada periode yang sama, kapasitas produksi kertas juga mengalami peningkatan dari 10 juta ton menjadi 10.9 juta ton per tahun. Indonesia juga memiliki potensi lahan yang masih cukup luas untuk dikembangkan menjadi hutan tanaman industri (HTI) sebagai sumber bahan baku yang berkelanjutan. Departemen Kehutanan (2008) menyebutkan luas areal hutan di Indonesia diperkirakan 133,369,684 ha, terdiri atas hutan lindung 31,604,032 ha, kawasan pelestarian alam 20,142,049 ha, hutan produksi 36,649,918 ha, hutan produksi terbatas 22,502,724 ha, dan hutan produksi yang dapa dikonversi 22,795,961 ha (Departemen Perindustrian 2009). Modal hutan alam yang luas dan perkembangan HTI selama ini menjadikan posisi Indonesia sebagai pemasok pulp dan serpih kayu semakin penting, terutama bagi negara-negara Asia. Walaupun demikian, perjalanan industri pulp dan kertas – juga industri kehutanan pada umumnya – dalam negeri tidaklah berjalan mulus, sehubungan dengan isu pemanasan global, lingkungan hidup, dan penebangan liar yang menjadi perhatian dunia. Sampai September 2004, masih lebih dari 90% bahan baku kayu untuk industri pulp di Indonesia berasal dari hutan alam. Hal ini mendorong upaya pembenahan sumber pasokan bahan baku kayu agar lebih menjamin keberlanjutan produksi dan penerimaan hasilnya di pasar dunia. Industri pulp dan kertas memiliki beberapa karakteristik yang membuatnya unik. Pertama, volume dan kualitas pasokan pada industri tersebut bersifat stokastik dan sulit diprediksi. Kedua, lingkup perencanaannya memiliki rentang mulai dari yang sangat pendek (detik) hingga yang sangat panjang (dekade). Ketiga, terdapat banyak sekali produk turunan (ratusan) dibandingkan dengan asal bahan bakunya (hanya beberapa spesies pohon). Keempat, tradisinya menggunakan perencanaan manual dalam sistem berbasis dorong (push-based), dan masih memiliki banyak masalah praktis ketika diubah menjadi sistem berbasis tarik (pull-based). Kelima, hubungan dengan pelanggan biasanya didasarkan pada sistem spot and contract. Keenam, sifatnya yang padat modal dengan margin yang kecil. Industri pulp dan kertas bersandar pada rantai pasokan yang begitu panjang dan terintegrasi, bermula dari kayu yang dipanen dari hutan dan berakhir sebagai bermacam produk dalam kehidupan sehari-hari. Tahapan-tahapan aktivitas pada rantai pasokan pulp dan kertas ini juga melibatkan berbagai perusahaan dan organisasi (Carlsson et al. 2006). Pada kondisi persaingan yang semakin ketat dan pengadaan bahan baku yang semakin selektif, serta kompleksitas dan dinamika rantai pasokannya, para pelaku industri pulp dan kertas dituntut
1
untuk lebih memperhatikan segala aktivitas dan fungsinya agar dapat benar-benar berjalan dengan efektif dan efisien. Manajemen rantai pasokan (supply chain management – SCM) merupakan suatu pendekatan untuk secara efisien mengintegrasikan pemasok, perusahaan manufaktur, gudang besar, dan pengecer sedemikian rupa sehingga suatu produk dapat diproduksi dan didistribusikan dalam kuantitas yang tepat, pada lokasi yang tepat, dan dalam waktu yang tepat agar biaya-biaya keseluruhan sistem dapat diminimumkan dengan tetap menjaga tingkat pelayanan yang memuaskan (Simchi et al. 2000 dalam Hou dan Huang 2002). Koordinasi yang erat antar-organisasi dalam rantai pasokan dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut (Lee dan Billington 1992). PT Kertas Leces (PTKL) adalah salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam industri pulp dan kertas dengan memproduksi berbagai jenis kertas. PTKL adalah pabrik kertas tertua kedua di Indonesia (setelah Pabrik Kertas Padalarang) yang beroperasi sejak 1940. Dengan pengalaman lebih dari setengah abad dalam industri kertas dan kemampuannya dalam mengahasilkan berbagai jenis kertas, rantai pasokan kertas yang melibatkan PTKL menjadi menarik untuk dipelajari. Keberhasilan implementasi manajemen rantai pasokan ditentukan pertama kali oleh keputusan strategis pemilihan pemasok (Hou dan Huang 2002). Koordinasi dengan pemasok bukan hal mudah karena pemasok merupakan organisasi eksternal sehingga dibutuhkan sistem kerjasama dan pertukaran informasi yang terintegrasi. Pengembangan pemasok adalah salah satu cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan daya saing dari keseluruhan rantai pasokan (Lee et al. 2001). Aktivitas seleksi pemasok memainkan peran kunci dalam organisasi karena secara signifikan dapat mengurangi harga barang dan meningkatkan daya saing harga perusahaan. Disamping itu, tuntutan aspek kualitas dan waktu pengiriman, selain biaya, dalam persaingan pasar yang semakin mengglobal saat ini menambah kompleksitas keputusan seleksi pemasok ini (Ting dan Cho 2008). Penelitian ini mengkaji rantai pasokan industri kertas dengan menggunakan pendekatan kerangka kerja Van der Vorst (2006) untuk mendapatkan gambaran tentang rantai pasokan, partisipan, proses, produk, sumberdaya, dan manejemennya, serta hubungan antara hal tersebut dengan atributatribut terkait. Van der Vorst (2006) mengadaptasi kerangka kerja dari Lambert dan Cooper (2000) untuk menggambarkan rantai pasokan dengan membaginya ke dalam empat elemen, yaitu struktur jaringan, proses bisnis rantai, manajemen rantai dan jaringan, dan sumberdaya rantai. Analisis konfigurasi rantai kertas pada penelitian ini mengambil studi kasus di PT Kertas Leces, Probolinggo. Selanjutnya, fokus kajian diarahkan pada masalah seleksi dan evaluasi pemasok pada rantai pasokan kertas. Struktur hierarkis dalam seleksi dan evaluasi pemasok dikembangkan menggunakan Proses Hierarki Analitik (Analytical Hierarchy Process – AHP). Hal ini berguna untuk mengidentifikasi kandidat pemasok terbaik dengan mempertimbangkan kriteria kuantitatif dan kualitatif. Proses tersebut diharapkan dapat berimplikasi pada manajemen hubungan dengan pemasok sehingga dapat berjalan dengan lebih efektif dan efisien.
1.1.1 Batasan Masalah 1. 2.
3.
Pembatasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut. Rantai pasokan kertas yang dikaji dalam penelitian ini berdasarkan studi kasus pada PT Kertas Leces (Persero), Probolinggo. Partisipan ahli yang dijadikan responden dalam penentuan kriteria dan prioritasnya untuk proses seleksi dan evaluasi pemasok berasal dari kalangan akademisi perguruan tinggi dan peneliti dari lembaga riset. Model seleksi pemasok yang diajukan menggunakan salah satu bahan/item (dari sekian bahan/item kritis) sebagai konteks kasus aplikasi.
2
1.1.2 Rumusan Masalah Dengan demikian, masalah yang bisa dirumuskan dalam penelitian ini adalah bagaimana konfigurasi rantai pasokan kertas (dengan mengambil studi kasus di PTKL), dan bagaimana model seleksi dan evaluasi pemasok untuk industri kertas yang dihasilkan dari pendekatan AHP.
1.2 Tujuan 1. 2.
Berdasarkan paparan di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. Mengkaji konfigurasi rantai pasokan kertas. Mengembangkan model seleksi dan evaluasi pemasok dengan pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP).
1.3 Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap pihak-pihak sebagai berikut. 1. Manfaat bagi PTKL Memberikan masukan berupa informasi terkait rantai pasokan kertas spesifiknya, sehingga dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan strategis perbaikan kinerja perusahaan, demikian pula terkait medel seleksi dan evaluasi pemasok yang dikembangkan. 2. Manfaat bagi dunia pendidikan Menambah dan memperluas wawasan bagi kalangan akademisi tentang rantai pasokan kertas dan seleksi dan evaluasi pemasok di dalamnya.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rantai Pasokan Kertas 2.1.1 Pengertian Rantai Pasokan Rantai Pasokan (supply chain) terdiri dari semua pihakyang terlibat, baik langsung maupun tidak langsung, dalam upaya pemenuhan permintaan konsumen. Rantai pasokan tidak saja mencakup perusahaan manufaktur dengan pemasok, namun juga transportir, gudang, pengecer, bahkan konsumen itu sendiri. Dalam setiap organisasi, perusahaan manufaktur misalnya, rantai pasokan meliputi semua fungsi yang dilakukan dalam menerima dan memenuhi permintaan konsumen (Chopra dan Meindl 2001). Rantai pasokan merupakan sekumpulan aktivitas (fisik dan pembuatan keputusan) yang dihubungkan oleh aliran material dan informasi serta terkait aliran uang dan hak milik yang melewati batas-batas organisasi (Van der Vorst 2006). Tujuan setiap rantai pasokan seharusnya adalah untuk memaksimumkan keseluruhan nilai yang dihasilkan. Nilai tersebut sangat berkaitan erat dengan profitabilitas rantai pasokan (supply chain profitability or surplus), yaitu selisih antara pendapatan yang diperoleh dari konsumen dengan keseluruhan biaya yang terjadi sepanjang rantai pasokan. Semakin tinggi profitabilitas rantai pasokan, semakin sukses rantai pasokan tersebut (Chopra dan Meindl 2001). Dalam rantai pasokan apa pun, hanya ada satu sumber pendapatan: konsumen. Dari konsumenlah rantai pasokan memperoleh aliran uang positif yang kemudian “dipertukarkan” diantara tingkat-tingkat (organisasi) rantai pasokan tersebut. Setiap tingkat mengambil bagian tertentu atas aktivitas yang dilakukannya dalam rangka pemenuhan permintaan konsumen tadi. Semua aliran informasi, produk, dan keuangan membuahkan biaya dalam rantai pasokan. Dengan demikian, manajemen yang sesuai bagi aliran-aliran tersebut adalah kunci kesuksesan rantai pasokan. Manajemen rantai pasokan (supply chain management – SCM) yang efektif mencakup manajemen aset rantai pasokan serta aliran produk, informasi, dan keuangan untuk memaksimumkan profitabilitas rantai pasokan total (Chopra dan Meindl 2001). Bagaimanapun, saat ini nilai yang hendak dan mampu dibayarkan oleh konsumen (customer’s willingness to pay) atas suatu produk tidak saja bergantung pada biaya-biaya finansial yang terkait dengan aktivitas pemenuhannya. Konsep nilai telah berkembang menjadi lebih terkait dengan apa yang sering disebut dengan „Tiga P‟ (‘Tripple P‟): People (manusia), Planet (bumi), dan Profit (keuntungan). Kinerja sosial dan lingkungan menjadi aspek yang juga dipertimbangkan dalam pembentukan „nilai‟ oleh konsumen, disamping kinerja finansial (Van der Vorst 2006). Dalam definisi SCM, proses bisnis menunjuk pada rangkaian aktivitas terstruktur dan terukur yang dirancang untuk memproduksi output tertentu bagi konsumen atau pasar tertentu (Davenport 1993 dalam Van der Vorst 2006). Chopra dan Meindl (2001) mengklasifikasikan proses-proses rantai pasokan suatu perusahaan kedalam tiga proses makro berikut, sebagaimana juga ditunjukkan pada Gambar 1. a. Customer Relationship Management (CRM), yaitu semua proses yang berfokus pada interaksi antara perusahaan dengan konsumennya. b. Internal Supply Chain Management (ISCM), yaitu semua proses yang terjadi dalam internal perusahaan. c. Supplier Relationship Management (SRM), yaitu semua proses yang berfokus pada interaksi antara perusahaan dengan pemasoknya.
4
Pemasok
Perusahaan SRM
Konsumen
ISCM
CRM
Memasok (source)
Perencanaan strategis
Pasar
Negosiasi
Perencanaan permintaan
Harga
Pembelian
Perencanaan Pasokan
Jual
Kolaborasi desain
Pemenuhan (fulfillment)
Pusat panggilan
Kolaborasi pasokan
Pelayanan lapangan
Manajemen pesanan
Gambar 1. Proses-proses makro rantai pasokan (Chopra dan Meindl 2001) Sebuah perusahaan, relatif dibandingkan dengan para pesaingnya, seharusnya menetapkan serangkaian kebutuhan konsumen untuk berusaha dipenuhi dengan produk atau jasa yang dihasilkan. Ini disebut sebagai strategi kompetitif perusahaan. Strategi kompetitif ditetapkan berdasarkan pada bagaimana konsumen memprioritaskan antara harga, waktu pengiriman, variasi, dan kualitas dari produk yang diinginkannya. Strategi kompetitif ini membutuhkan pelaksanaan peran dan strategi yang baik dari semua fungsi rantai nilai (value chain) perusahaan; pengembangan produk baru, pemasaran dan penjualan, operasi, distribusi, serta palayanan. Agar mencapai kesesuaian antarstrategi tersebut, perusahaan perlu mengerti tentang konsumennya dan ketidakpastian rantai pasokannya, serta mengerti tentang kemampuan rantai pasokan yang dijalankan. Sehubungan dengan hal di atas, Tabel 1 berikut memaparkan perbedaan strategi fungsional antara dua jenis rantai pasokan: efisien dan responsif (Chopra dan Meindl 2001). Tabel 1. Perbandingan antara rantai pasokan yang efisien dengan yang reponsif Rantai Pasokan Efisien
Rantai Pasokan Responsif
Tujuan utama
Memasok permintaan pada tingkat biaya terendah
Merespon permintaan dengan cepat
Strategi desain produk
Memaksimalkan kinerja pada tingkat biaya produk minimum
Menciptakan „modularitas‟ agar memungkinkan penundaan diferensiasi produk
Strategi harga
Marjin lebih rendah karena harga adalah pertimbangan utama bagi konsumen
Marjin lebih tinggi
Strategi proses manufaktur
Biaya lebih rendah melalui tingkat utilisasi tinggi
Mempertahankan fleksibilitas kapasitas untuk menyangga ketidakpastian permintaan/pasokan
Strategi persediaan
Meminimalkan persediaan untuk menurunkan harga
Mempertahankan persediaan penyangga terkait dengan ketidakpastian permintaan/pasokan
Strategi waktu tunggu
Diturunkan, namun pada tingkat yang tidak mempengaruhi biaya
Sangat diiturunkan, walaupun biayanya signifikan
Strategi pemasok
Memilih berdasarkan harga dan kualitas
Berdasarkan kecepatan, fleksibilitas, reliabilitas, dan kualitas
Sumber: Chopra dan Meindl (2001)
5
2.1.2 Karakteristik Rantai Pasokan Kertas Industri pulp dan kertas dapat dilihat sebagai jaringan dari unit-unit produksi yang secara bertahap mengubah dan memperhalus kayu menjadi produk konsumsi yang begitu luas (Gambar 2). Proses tersebut sangat jarang dijalankan oleh satu perusahaan tunggal. Jaringan produksi berhubungan dengan jaringan pengadaan yang bermula di hutan. Jaringan ini dapat terdiri dari berbagai lokasi (lahan kayu atau tempat penyimpanan lainnya) dimana kayu-kayu log hanya disimpan dan diangkut sementara di tempat tersebut sebelum ke unit produksi. Jaringan produksi juga terhubung dengan jaringan distribusi yang berakhir pada para pengecer, serta bersama-sama konsumen akhir membentuk jaringan penjualan (Carlsson et al. 2006). Industri pulp dan kertas memiliki beberapa karakteristik yang membuatnya unik. a. Volume dan kualitas pasokan pada industri ini bersifat stokastik dan sulit diprediksi. b. Lingkup perencanaannya memiliki rentang mulai dari yang sangat pendek (detik) hingga yang sangat panjang (dekade). c. Terdapat banyak sekali produk turunan (ratusan) dibandingkan dengan asal bahan bakunya (hanya beberapa spesies pohon). d. Tradisinya menggunakan perencanaan manual dalam sistem berbasis dorong (push-based), dan masih memiliki banyak masalah praktis ketika diubah menjadi sistem berbasis tarik (pullbased). e. Hubungan dengan pelanggan biasanya didasarkan pada sistem spot and contract. f. Sifatnya yang padat modal dengan margin yang kecil. Industri pulp dan kertas bersandar pada rantai pasokan yang begitu panjang dan terintegrasi, bermula dari kayu yang dipanen dari hutan dan berakhir sebagai bermacam produk dalam kehidupan seharihari.
Gambar 2. Rantai pasokan pulp dan kertas (Martel et al. 2005)
6
Dalam rantai pasokan kertas, model pendukung pembuatan keputusan dapat bermacam-macam tergantung pada strategi yang diterapkan perusahaan terkait dengan titik penetrasi pesanan (order penetration point) antara jaringan produksi-distribusi, strategi hubungan dengan konsumen, dan penerapan kolaborasi antarperusahaan (Carlsson et al. 2006). 1. Titik penetrasi pesanan (TPP) ditentukan sebagaimana persediaan produk setengah jadi (misalkan pulp, roll induk) menjadi pemisah antara pendekatan perencanaan dorong (push) dengan pendekatan perencanaan tarik (pull). Dengan kata lain, produk setengah jadi pada TPP diproduksi berdasarkan hasil penyesuaian perkiraan permintaan dengan kapasitas produksi, sedangkan proses produksi-distribusi selanjutnya direncanakan seketika (just-in-time), diawali dengan datangnya pesanan. Pada industri kertas, dalam prakteknya, TPP dapat ditetapkan pada tiga lokasi berbeda: sebelum mesin kertas (make-to-order), setelah mesin winder (convert-to-order), dan pada gudang penyimpanan (deliver-to-order). Penempatan TPP ini dibatasi oleh waktu respon yang dapat diterima konsumen. 2. Pendekatan jalinan hubungan konsumen juga sangat menentukan model pendukung keputusan dalam perencanaan rantai pasokan. Hubungan yang utamanya didasarkan pada pesanan (orderbased relation) adalah yang paling banyak digunakan di industri. Selain itu, akhir-akhir ini berkembang pula pendekatan Vendor Managed Inventory (VMI) dan Collaborative Planning, Forecasting, and Replenishment (CPFR). 3. Isu kolaborasi antar-perusahaan mendapat perhatian yang terus meningkat baik dari kalangan akademisi maupun dunia industri. Beberapa perusahaan, misalkan, bekerjasama untuk mengurangi biaya logistik dan pengadaan, atau berkolaborasi dalam perencanaan transportasi. Tujuannya adalah untuk memberikan solusi kolaboratif yang lebih baik bagi semua partisipan dengan mempertimbangkan kendala masing-masing yang dihadapi.
2.1.3 Manajemen Hubungan dengan Pemasok Dalam rantai pasokan, koordinasi antara perusahaan manufaktur dengan para pemasok biasanya merupakan hubungan yang sulit sekaligus penting dalam jaringan distribusi. Oleh karena pemasok adalah bagian eksternal perusahaan manufaktur, koordinasi menjadi tidak mudah, kecuali kerjasama dan pertukaran informasi antara keduanya sudah terintegrasi. Kegagalan koordinasi dapat menyebabkan keterlambatan yang berlebih, dan pada akhirnya berdampak pada buruknya pelayanan konsumen. Akibatnya, persediaan barang yang didatangkan dari pemasok atau produk jadi pada perusahaan manufaktur dan distributor menjadi terakumulasi. Pada akhirnya, total biaya dari keseluruhan pasokan akan meningkat (Lee et al. 2001). Kebanyakan perusahaan manufaktur yang sukses telah mengembangkan stategi pengelolaan pasokan (sourcing) dengan para pemasoknya untuk menghasilkan peluang keuntungan bersama. Aliansi strategis formal dengan kesamaan tujuan, investasi, obligasi, dan kesalingpercayaan dibangun bersama-sama (Gulen 2007). Dalam perspektif SCM, manajemen hubungan dengan pemasok perlu dijalankan secara terintegrasi dengan dua proses makro rantai pasokan lainnya: manajemen rantai pasokan internal dan manajemen hubungan dengan konsumen. Dimensi keputusan dalam bingkai hubungan dengan pemasok ini berkaitan erat dengan fungsi pengadaan yang dijalankan oleh perusahaan. Pengadaan menunjuk pada seluruh rangkaian proses bisnis yang diperlukan untuk memperoleh barang (material) atau jasa. Proses pengadaan meliputi seleksi pemasok, desain kontrak, kolaborasi desain produk, pengadaan barang atau jasa, dan evaluasi kinerja pemasok, sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 3 (Chopra dan Meindl 2001).
7
Penilaian dan assessment pemasok
Seleksi pemasok dan negosiasi kontrak
Kolaborasi desain
Pembelian
Perencanaan dan analisis pengadaan
Gambar 3. Proses-proses kunci terkait fungsi pengadaan (Chopra dan Meindl 2001)
2.2 Seleksi dan Evaluasi Pemasok Selama lebih dari satu dekade terakhir ini, kebutuhan untuk memperoleh daya saing global pada sisi pasokan meningkat pesat (Ting dan Cho 2008). Manajemen rantai pasokan yang efektif dalam kondisi persaingan saat ini mendorong terjalinnya hubungan strategis yang dekat dalam jangka panjang dengan lebih sedikit rekanan (Koprulu dan Albayrakoglu 2007; Narasimhan et al. 2004). Dalam tuntutan kondisi yang demikian, proses seleksi pemasok sangatlah penting bagi kesuksesan organisasi perusahaan manufaktur apa pun (Tahriri et al. 2008). Pemilihan pemasok yang kompeten merupakan keputusan strategis pertama yang menentukan kesuksesan implementasi manajemen rantai pasokan. Seleksi pemasok sangat disadari sebagai salah satu tanggung jawab terpenting dalam fungsi manajemen pengadaan. Pemasok yang terkelola dengan baik dalam suatu rantai pasokan akan memberikan efek jangka panjang terhadap daya saing keseluruhan rantai pasokan itu sendiri dan dampak yang mendalam pada kepuasan pelanggan. Pearson dan Ellram (1995) menyebutkan beberapa alasan mengapa seleksi dan evaluasi pemasok menjadi hal yang begitu penting, terutama sehubungan dengan dampak yang diberikan oleh manajemen rantai pasokan, sebagai berikut (Hou dan Huang 2002). 1. Tren reduksi basis pasokan dan hubungan jangka panjang dengan pemasok. Adopsi praktek just-in-time yang semakin meningkat dalam industri manufaktur telah meningkatkan perhatian terhadap reduksi basis pasokan, sehingga proses seleksi dan evaluasi pemasok menjadi lebih penting. Reduksi basis pasokan ini melibatkan komitmen jangka panjang dengan pemasok, yang pada gilirannya mendorong adanya sharing sumberdaya karena interaksi yang lebih kuat antara pembeli dan pemasok. Pada umumnya, evaluasi pemasok dapat dijadikan alat untuk mengurangi variabilitas bagi konsumen dengan mengurangi variabilitas pemasok dari sisi pengiriman, kualitas, fleksibilitas dan sebagainya. 2. Strategi pelibatan pemasok dalam proses desain produk. Praktek ini dianggap sebagai salah satu kontributor yang signifikan dalam mengurangi biaya dan meningkatkan kualitas pada siklus produksi. 3. Perkembangan sistem informasi electronic data interchangeable (EDI) yang memfasilitasi koordinasi dan interaksi yang lebih dekat antara pembeli dan pemasok.
2.2.1 Karakteristik Masalah Seleksi Pemasok Benyoucef et al. (2003) mengkaji secara komprehensif mengenai karakteristik masalah seleksi pemasok, sebagai berikut. 1. Keputusan strategis Memilih pemasok yang paling tepat telah lama dinilai sebagai salah satu fungsi paling penting yang dimiliki bagian (departemen) pengadaan. Kesulitan dan kepentingan keputusan ini diperkuat oleh kecenderungan bisnis akhir-akhir ini: persentase nilai komponen (barang) yang dibeli oleh perusahaan manufaktur dari total pendapatannya yang semakin meningkat, ekspansi pengadaan (dari pemasok) luar negeri, tingkat perkembangan teknologi yang semakin tinggi, disertai dengan siklus hidup produk yang menurun. Dengan demikian, keputusan terkait dengan masalah seleksi pemasok menentukan viabilitas jangka panjang perusahaan.
8
2.
3.
4.
5.
Keputusan tersebut pada mulanya akan mempengaruhi koordinasi berbagai pelayanan perusahaan, dan pada tahap selanjutnya akan berdampak pada posisi daya saingnya di pasar industri. Oleh karena itu, keputusan dalam memilih pemasok haruslah disejalankan dengan strategi perusahaan untuk mencapai tujuannya. Multi-aktor Keputusan seleksi pemasok membutuhkan keterlibatan berbagai layanan dalam perusahaan, bahkan keputusan ini akan tercermin dalam kegiatan layanan perusahaan, seperti peroduksi, transportasi, penyimpanan, pembelian, dan sebagainya. Disamping itu, sebagian besar kriteria keputusan yang dipertimbangkan bersifat subjektif. Multi-kriteria Keputusan seleksi pemasok biasanya membutuhkan pertimbangan beberapa kriteria. Sering kali pula kriteria-kriteria tersebut bersifat kontradiktif (misalnya aspek kualitas produk dengan harganya). Dengan demikian, pemilihan pemasok didasarkan pada nilai kompromi antarkriteria tersebut yang lebih baik. Kriteria subjektif Pada prakteknya, sejumlah kriteria keputusan yang signifikan bersifat subjektif. Kriteria semacam ini tidak dapat direpresentasikan dengan cara kuantitatif, misalnya kriteria “kemauan bisnis” pemasok. Selain kriteria subjektif, dipertimbangkan pula kriteria objektif, yaitu kriteria yang dapat diukur dengan dimensi kuantitatif yang konkrit (harga, misalnya). Masalahnya, penentuan dimensi kuantitatif tersebut tidaklah selalu mudah. Kualitas, misalnya, tidak dapat diukur secara langsung. Penilaian kriteria ini perlu didekati dengan memperhitungkan biaya penolakan produk, biaya layanan purnajual, dan sebagainya. Karakteristik lain Salah satu hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa pemilihan pemasok biasanya perusahaan dihadapkan dengan lebih dari satu pemasok, yang disebut dengan pilihan atau situasi muli-pemasok. Selain itu, dibandingankan dengan kriteria, parameter masalah atau perilaku pemasok dapat bersifat stokastik atau pun deterministik. Berbagai batasan mengenai pemasok atau pembeli juga seringkali ditemui dalam pengambilan keputusan ini, semisal kapasitas terbatas pemasok, kuantitas order minimum atau maksimum, kualitas, waktu pengiriman, dan lain-lain.
2.2.2 Kriteria dalam Seleksi Pemasok Seleksi pemasok merupakan keputusan yang sulit karena berbagai macam kriteria harus dipertimbangkan dalam proses pembuatan keputusannya. Analisis mengenai kriteria untuk memilih dan mengukur kinerja pemasok telah menjadi fokus perhatian banyak ilmuan dan praktisi pengadaan sejak 1960-an. Dickson (1966) pertama kali melakukan studi ekstensif mengidentifikasi, menentukan, dan menganalisis kriteria apa yang digunakan dalam memilih suatu perusahaan sebagai pemasok. Sebanyak lebih dari 23 kriteria dipertimbangkan dalam studinya, dimana respondennya diminta untuk memberikan nilai kepentingan bagi setiap kriteria dengan skala lima-poin (0 – 4), yaitu extreme, considerable, average, slight, dan no importance (Tabel 2). Berdasarkan jawaban respondennya (170 dari 273 agen dan manajer pengadaan), kualitas adalah kriteria yang dinilai paling penting, kemudian diikuti oleh pengiriman dan sejarah kinerja. Selanjutnya, Weber et al. (1991) menyajikan klasifikasi semua artikel yang dipublikasikan sejak 1966 berdasarkan perhatian kriterianya. Berdasarkan 74 paper, kriteria harga, pengiriman, kualitas, kapasitas produksi dan lokasi merupakan kriteria yang paling banyak disebut dalam literatur.
9
Tabel 2. Kriteria dalam seleksi pemasok dan tingkat kepentingannya No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Faktor Kualitas Pengiriman Rekam jejak kinerja Kebijakan klaim dan garansi Fasilitas dan kapasitas produksi Harga Kemampuan teknis Kondisi finansial Prosedur komplain Sistem komunikasi Reputasi dan posisi dalam industri Keinginan menjalin bisnis Manajemen dan organisasi Kontrol operasi Layanan perbaikan Sikap Kesan Kemampuan kemas Rekam jejak hubungan tenaga kerja Lokasi geografis Jumlah bisnis sebelumnya Dukungan pelatihan Perjanjian kerjasama
Rataan 3.508 3.417 2.998 2.849 2.775 2.758 2.545 2.514 2.488 2.426 2.412 2.256 2.216 2.211 2.187 2.120 2.054 2.009 2.003 1.872 1.597 1.537 0.610
Kepentingan Relatif Mutlak penting
Penting
Cukup penting
Kurang penting
Sumber: Dickson (1966) dalam Cheraghi (2002)
Cheraghi (2002) kemudian melakukan kajian mengenai faktor kesuksesan kritis (critical success factors) bagi seleksi pemasok yang dimulai dari studi Dickson dan melakukan review terhadap lebih dari 110 paper penelitian. Hasil studinya menunjukkan perubahan signifikan tingkat kepentingan relatif pada bermacam kriteria pada penelitian yang dilaporkan selama 1966-1990 dengan 1990-2001. Dibandingkan dengan peringkat yang disajikan oleh Weber et al. (1991), hasil studi Cheraghi menunjukkan bahwa kualitas, pengiriman, harga, layanan perbaikan (urutan ke-10 dari studi Weber), dan kemampuan teknis menempati peringkat teratas sebagai kriteria yang paling banyak disebutkan dalam literatur. Dari studi Cheraghi ini juga teridentifikasi beberapa kriteria “baru” dalam seleksi pemasok, seperti reliabilitas, fleksibilitas, konsistensi, dan hubungan jangka panjang. Saat ini, dari sudut pandang manajerial, banyak sekumpulan kriteria seleksi pemasok perlu diidentifikasi dari berbagai industri (Cheng et al. 2009). Terkait hal tersebut, banyak peneliti mengkaji dan membahas tentang kriteria yang dipertimbangkan dalam seleksi pemasok di berbagai industri (antara lain Lee et al. 2001; Tam dan Tummala 2001; Tahriri et al. 2008; Cheng et al. 2009; Koprulu dan Albayrakoglu 2007; Ting dan Cho 2008; Chakraborty et al. 2005). Penulis meringkaskan kriteria (dan subkriteria) seleksi pemasok dari beberapa literatur pada Tabel 3.
10
Tabel 3. Ringkasan literatur terkait kriteria seleksi pemasok dan kasus industrinya Literatur
Lee et al. 2001
Kriteria (Subkriteria) Seleksi Pemasok
Kasus Industri
Kualitas (tingkat ketertolakan pada kontrol kualitas barang masuk, tingkat ketertolakan dari konsumen, kehilangan waktu dalam lini produksi, perbaikan karena masalah kualitas), Biaya (reduksi biaya, struktur penetapan harga), Pengiriman (ketepatan waktu, ketepatan jumlah), Pelayanan (status finansial, tingkat kerjasama dan pertukaran informasi, kemampuan teknologi dan R&D, fasilitas dan kapasitas produksi)
Pendingin ruangan, komponen PCB
Tahriri et al. 2008
Kepercayaan (antar-perusahaan, interpersonal), Kualitas (produk, manajemen), Biaya (langsung, tidak langsung), Pengiriman (ketepatan waktu, ketepatan jumlah), Manajemen dan Organisasi (daya respon, disiplin, lingkungan, kemampuan teknis, fasilitas dan kapasitas, kinerja lampau), Finansial (dari proses manufaktur, dari produk)
Manufaktur baja
Cheng et al. 2009
Kualitas (sistem audit kualitas internal, standar kualitas, kinerja kualitas proses), Waktu Pengiriman (waktu tunggu, ketepatan waktu, pengiriman mendesak setelah perubahan pesanan), Kinerja Masa Lalu (rekam jejak kualitas), Reputasi (kompensasi menyalahi kontrak), Pelayanan (kemampuan identifikasi masalah, kemampuan menyelesaikan masalah), Harga (kepuasan terhadap biaya pembelian), Kapabilitas Proses (kontrol proses, stabilitas proses dan tingkat insiden abnormal, kemampuan proses R&D)
Semikonduktor, wafer
Koprulu dan Albayrakoglu 2007
Biaya (biaya awal, daya saing landed cost, biaya tetap), Kualitas (sampel, passing rate, pengembalian barang, pengujian integritas produk), Pengiriman (waktu tunggu, waktu sampling turn, tingkat pengiriman tepat waktu, timelines of costing), Fleksibilitas (perubahan volume pesanan, perubahan komposisi pesanan barang, kecepatan respon, minat ke negera lain), Inovasi (tim desain sendiri, kecepatan dan kualitas sampling, kepekaan terhadap tren pasar), Kepercayaan (pelayanan konsumen, stabilitas finansial, kapasitas produksi mandiri, kepercayadirian, responsibilitas sosial)
Tekstil, pakaian
Ting dan Cho 2008
Biaya Pembelian (harga produk, biaya transportasi, biaya pemesanan), Kualitas Produk (rasio cacat dan rusak, rasio ketertolakan produk, sistem kualitas), Reliabilitas Pengiriman (delay waktu pengiriman, kekurangan kuantitas pengiriman), Pelayanan Konsumen (respon terhadap perubahan, waktu tunggu pesanan, respon terhadap pertanyaan), Kerjasama dan Kemitraan (desain produksi bersama, kontrak pasokan), Status Financial (aset dan kepemilikan, pendapatan, arus kas)
Produk teknologi tinggi, komponen mother-board
Chakraborty et al. 2005
Biaya, Kualitas, Ketepatan Jadwal, Adaptabilitas Sistem, Kerjasama General
Light engineering, die-casting
Pada penelitian ini, digunakan empat kriteria utama, mengadaptasi dari Lee et al. (2001), yaitu kualitas, biaya, pengiriman, serta pelayanan dan manajemen organisasi. Untuk subkriteria turunannya ditentukan melalui penilaian oleh pakar (responden ahli) dengan skala 1 sampai 3 (yaitu tidak penting, penting, dan sangat penting) terhadap 25 subkriteria.
11
2.2.3 Metode Pengambilan Keputusan pada Seleksi Pemasok Metode seleksi pemasok yaitu model atau pendekatan yang digunakan untuk melakukan proses pemilihan pemasok. Metode yang dipilih sangatlah penting bagi keseluruhan proses seleksi dan dapat berdampak signifikasn pada hasil seleksi pemasok yang dilakukan. Beberapa metode yang telah dikembangkan dan diklasifikasikan oleh begitu banyak peneliti selama bertahun-tahun. Metodemetode tertentu merupakan pilihan yang telah populer selama ini, sedangkan beberapa lainnya muncul baru-baru ini. Biasanya ketika sebuah perusahaan memutuskan untuk mengembangkan atau memilih suatu metode seleksi pemasok, hasilnya berupa kombinasi dari beberapa metode dengan keunggulan yang berbeda-beda, disesuaikan dengan kebutuhan spesifik perusahaan (Tahriri et al. 2007). Oleh karena itu, perlu untuk mengeksplorasi metode-metode seleksi yang berbeda dan membahas aplikasinya yang berbeda pula. 1. Model Pembobotan Metode ini menilai pemasok dengan memperingkatkan kinerjanya dalam banyak kriteria dan menghitungnya sebagai satu kesatuan skor. Metode yang dikategorikan kedalam weighting model diantaranya categorical method, dan weighted-point method. Dengan pendekatan categorical model, kinerja pemasok diklasifikasikan dalam kategori-kategori yang berbeda, seperti biaya, kualitas, ketepatan waktu pengiriman, dan sebagainya. Selanjutnya pembeli (dari bagian pengadaan, produksi, penjualan, dan kualitas) memberikan pendapatnya mengenai kinerja pemasok terkait kriteria-kriteria tersebut: memuaskan, tidak memuaskan, atau netral. Kelemahan dari metode ini terutama bahwa semua kriteria dinilai sama penting, sehingga jarang memberikan masukan bagi pengembangan kinerja pemasok (Kachainchai dan Weerawat 2009). Categorical model merupakan metode yang sederhana, juga tercepat, termudah, dan termurah untuk diimplementasikan. Namun metode ini biasanya melibatkan subjektivitas yang tinggi dan karenanya menjadi kurang tepat (Petroni 2000). Metode weighted-point mempertimbangkan kriteria-kriteria dengan bobot tertentu yang sudah ditetapkan oleh pembeli. Setiap bobot kriteria tersebut kemudian dikalikan dengan skor kinerja pemasok yang dinilai oleh pembeli. Akhirnya, nilai kinerja untuk semua kriteria tadi ditotal untuk mendapatkan nilai akhir bagi tiap-tiap pemasok (Tahriri et al. 2007). Metode weightedpoint selama ini merupakan teknik yang paling umum digunakan. Operasi matematis dalam metode ini sederhana namun efisien dalam pembuatan keputusan yang optimal. Akan tetapi, metode ini memiliki beberapa keterbatasan, salah satunya yaitu tidaklah mudah bagi metode ini untuk dengan efektif mempertimbangkan kriteria evaluasi yang bersifat kualitatif (Kachainchai dan Weerawat 2009). 2. Model biaya total Pendekatan ini mencoba untuk menghitung semua biaya terkait dengan seleksi pemasok dalam satuan keuangan. Model ini meliputi cost ratio method dan total cost of ownership (TCO) method. Metode yang pertama didasarkan pada analisis biaya yang mempertimbangkan rasio biaya dari kualitas produk, pengiriman, pelayanan, dan harga. Metode ini menghitung biaya tiap-tiap kriteria sebagai persentase dari total pembelian. Rating yang lebih tinggi diberikan pada pemasok dengan rasio biaya terhadap nilainya yang lebih rendah (Kachainchai dan Weerawat 2009). Metode cost ratio sangat fleksibel. Ia merupakan metode kompleks yang membutuhkan sistem penghitungan biaya yang tepat (Tahriri et al. 2007). TCO adalah suatu metodologi dan filosofi yang melihat lebih jauh harga dari sebuah pembelian dengan memperhitungkan biaya-biaya lainnya terkait pembelian (Kachainchai dan Weerawat 2009). Model TCO cukup presisi, namun mahal untuk diimplementasikan karena
12
3.
4.
kompleksitasnya dan membutuhkan lebih banyak waktu, serta mensyaratkan kemampuan identifikasi elemen-elemen lebih penting lainnya (Tahriri et al. 2007). Model pemrograman matematis Model ini seringkali hanya mempertimbangkan kriteria kuantitatif. Pendekatan ini mencakup Artificial Neural Network (ANN), Data Envelopment Analysis (DEA) Principle Component Analysis (PCA) (Kachainchai dan Weerawat 2009; Tahriri et al. 2007). Sistem metode ANN mencakup dua fungsi, yaitu 1) fungsi untuk mengukur dan mengevaluasi kinerja pembelian dan menyimpannya dalam suatu basis data sebagai sumber penyedia data bagi neural network, dan 2) fungsi yang menggunakan neural network untuk memilih pemasok (Kachainchai dan Weerawat 2009). Model ANN dapat menghemat biaya dan waktu. Hanya saja, model ini mempunyai kelemahan pada kebutuhannya pada perangkat lunak khusus dan seorang personil ahli pada subjek ini (Tahriri et al. 2007). DEA adalah suatu metode pemrograman matematis untuk menilai efisiensi komparatif dari unit-unit pembuat keputusan (decision-making units – DMU), dimana keberadaan input dan output yang banyak menyulitkan proses perbandingan tersebut. DEA merupakan metode nonparametrik yang memungkinkan pengukuran efisiensi tanpa harus menentukan bentuk fungsi produksinya atau bobot untuk input dan output yang berbeda (Kachainchai dan Weerawat, 2009). Metode PCA memiliki dua keuntungan, yaitu kemudahan dan kemampuannya menangani bermacam atribut yang bertentangan (Tahriri et al. 2007). Lee et al. (2001) mengklasifikasikan model mathematical programming kedalam goal programming (GP) atau multiobjective programming (MOP) dan linear programming (LP) atau mixed integer programming (MIP). Sebelum membuat model pemrograman matematis, koefisien fungsi tujuan harus terlebih dahulu ditentukan. Kelemahan GP dan MOP terletak pada kebutuhannya terhadap tingkat tujuan yang dikehendaki dan tidak dapat mengakomodasi kriteria subjektif. Sedangkan pada formulasi masalah LP/MIP, eskpresi tujuan banyak yang dinyatakan sebagai batasan (constraint) karena formulasi model ini hanya memungkinkan satu fungsi tujuan. Analytical Hierarchy Process (AHP) AHP merupakan salah satu metode yang dalam prakteknya paling sering digunakan. Metode ini pertama kali dikembangkan oleh Thomas Saaty pada 1971. Ini adalah suatu metode ideal untuk merangking alternatif ketika terdapat banyak kriteria dan subkriteria pada proses pengambilan keputusan. Pendekatan ini dapat menggabungkan kriteria kuantitaif dan kualitatif. Keunggulan pendekatan ini terletak pada kemampuannya dalam menyusun masalah yang kompleks, multi-aktor, multi-atribut, dan multi-periode secara hierarkis. AHP sering dipertimbangkan sebagai suatu metode seleksi pemasok karena pendekatan ini memungkinkan pembuat keputusan meranking pemasok berdasarkan kepentingan relatif kriteria dan kesesuaiannya dengan pemasok (Tahriri et al. 2007). Proses dalam model AHP dimulai dengan menentukan tingkat kepentingan relatif kriteria dalam pencapaian tujuan. Fokus berikutnya kemudian berlanjut pada mengukur tingkat pencapaian setiap alternatif terhadap kriteria yang ada. Pada akhirnya, hasil dari dua analisis tersebut disintesis untuk menghitung tingkat kepentingan relatif setiap alternatif terhadap pencapaian tujuan awal.
Pada penelitian ini, pendekatan AHP dipilih untuk memodelkan seleksi pemasok pada industri kertas. Alasan utamanya yaitu karena kelebihan pendekatan model ini yang mampu mengakomodasi faktor-faktor kualitatif yang sangat penting, terutama dalam kebijakan hubungan dengan pemasok.
13
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Tren peningkatan yang ditunjukkan oleh permintaan kertas di dalam negeri selama dua dekade terakhir mengindikasikan bahwa produk berbasis selulosa ini memiliki potensi pasar yang sangat baik. Pengelolaan rantai pasokan dalam industri pulp dan kertas yang mencakup segala aktivitas yang terjadi dari hulu sampai hilir mempunyai peranan yang sangat penting dalam paradigma integratif. Terlebih industri ini melibatkan tahapan-tahapan aktivitas yang sangat panjang dan dilakukan oleh biasanya lebih dari satu perusahaan atau organisasi. Rantai pasokan kertas menjadi menarik untuk dikaji tidak saja sehubungan dengan tren konsumsinya yang terus meningkat, tetapi juga kompleksitas isu yang turut mempengaruhinya, seperti perhatian dunia akan konservasi hutan dan pemanasan global, serta perubahan peta sumber pasokan pulp dunia. Pada penelitian ini rantai pasokan kertas dianalis dengan mengikuti kerangka kerja Van der Vorst (2006). Dengan pendekatan ini, rantai pasokan dibedakan dalam empat elemen dasar yang saling terkait: struktur, proses bisnis, manajemen, dan sumberdaya rantai pasokan. Dari perspektif sebuah perusahaan, proses-proses dalam rantai pasokannya, menurut Chopra dan Meindl (2001), dapat dikelompokkan kedalam tiga wilayah utama: customer relationship management (CRM), internal supply chain management (ISCM), dan supplier relationship management (SRM). Kesuksesan rantai pasokan sangat dipengaruhi oleh integrasi ketiga proses makro yang berjalan baik. Dengan berfokus pada ketiga proses makro ini, performa rantai pasokan yang melibatkan perusahaan dapat dideskripsikan. Fokus kajian penelitian ini selanjutnya diarahkan pada salah satu aspek terpenting dalam proses makro SRM, yaitu seleksi pemasok. Kerangka kerja untuk fokus kedua ini diadopsi dari Lee et al. (2001), Tam dan Tummala (2001), dan Tahriri et al. (2008). Model AHP diterapkan sebagai basis pendekatan untuk mengembangkan metode seleksi pemasok yang sistematis dan logis bagi suatu perusahaan kertas. Model AHP digunakan untuk mengkalkulasi bobot kriteria – baik yang kuantitatif maupun yang kualitatif – dalam pemilihan pemasok, dan memperingkatkan kinerja pemasok yang dievaluasi. Diagram kerangka pemikiran konseptual penelitian ini disajikan pada Gambar 4. Dengan mengadopsi kerangka kerja yang dikembangkan Lee et al. (2001), informasi yang diperoleh dari proses seleksi pemasok digunakan sebagai masukan bagi proses manajemen pemasok. Terdapat tiga bagian logis dari subkerangka peningkatan rantai pasokan kertas melalui aspek SRMnya, yaitu sistem strategi pengadaan, sistem seleksi pemasok, dan sistem manajemen pemasok. Strategi pengadaan yang meliputi empat kriteria (biaya, pengiriman, kualitas, dan pelayanan) berfungsi untuk memilih item-item kritis dari sekian banyak item pembelian dalam suatu perusahaan kertas, untuk penilaian awal alter na tif pemasok yang dievaluasi, dan untuk me n g id e ntifikasi krit e ria seleksi pemasok. Pada penelitian ini, item-item kritis dipilih berdasarkan studi literatur yang dikonfirmasikan kepada pakar. Identifikasi kriteria-kriteria yang digunakan dalam seleksi pemasok item kritis tersebut juga didasarkan pada studi literatur dan konsultasi pakar. Dari 25 subkriteria awal yang teridentifikasi (lihat Subbab 3.3 Rancangan Penelitian dan Definisi Operasional), responden ahli diminta untuk memberikan penilaian tentang tingkat kepentingan kriteria-kriteria tersebut menggunakan skala tigapoin. Teknik yang digunakan Tam dan Tummala (2001) diterapkan dalam rangka mengurangi kriteria yang terlalu banyak dan kurang relevan, sehingga memudahkan proses pemberian nilai perbandingan berpasangan oleh pakar.
14
Rantai Pasokan Struktur Rantai Pasokan -------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Proses Bisnis
Manajemen Rantai
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sumberdaya Rantai Pasokan ISCM CRM
SRM
Sistem Strategi Pengadaan Strategi Pengadaan Pengiriman
Biaya
Kualitas
Pelayanan
Seleksi item kritis Identifikasi pemasok yang akan dianalisis/dievaluasi Identifikasi kriteria seleksi pemasok
Sistem Seleksi Pemasok Kalkulasi bobot kriteria
Penghitungan semua skor bagi pemasok-pemasok alternatif
Pemilihan pemasok utama
Sistem Manajemen Pemasok
Bobot Kriteria
Identifikasi kriteria kunci
Identifikasi kriteria yang lemah pada pemasok utama Skor rating & keseluruhan skor pemasok
Identifikasi kriteria manajerial
Monitoring kriteria manajerial
Gambar 4. Kerangka pemikiran konseptual penelitian (diadaptasi dari kerangka kerja Van der Vorst 2006 untuk pengembangan rantai pasokan dan Lee et al. 2001 untuk pemodelan AHP) Sistem seleksi pemasok berfungsi untuk mengkalkulasi bobot setiap kriteria (terpilih) dan menyusun peringkat alternatif pemasok berdasarkan kinerja terhadap kriteria tersebut, serta memilih pemasok utama sesuai basis item kritisnya dengan menggunakan model AHP. Selanjutnya pada sistem manajemen pemasok, kriteria manajerial diidentifikasi melalui informasi yang diperoleh dari proses seleksi pemasok, dan menjadikannya bahan monitoring utama bagi pengembangan kinerja pemasok.
15
3.2 Tata Laksana Penelitian 1.
2.
3. 4. 5.
6.
7.
Pelaksanaan penelitian ini melalui tahapan-tahapan sebagai berikut. Identifikasi masalah Langkah awal ini sangat diperlukan untuk menentukan dan memperjelas masalah yang akan dibahas sehingga penyelesaiannya dapat lebih terarah dan tepat. Studi pustaka Studi pustaka yang sesuai dengan topik penelitian ini yaitu mengenai konsep rantai pasokan dan kerangka pengembangannya, serta mengenai evaluasi pemasok dan penerapan metode AHP pada masalah tersebut. Perumusan masalah Penentuan lingkup permasalahan yang sudah diidentifikasi. Penetapan tujuan penelitian Penentuan tujuan penelitian untuk dijadikan acuan hasil akhir penelitian ini. Pengumpulan data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data kuantitatif dan kualitatif, baik yang berupa data primer maupun sekunder. Pengamatan langsung dan wawancara dilakukan untuk mengumpulkan data primer dari pihak PTKL, terutama dari unit pengadaan, penjualan, pemasaran, logistik, dan produksi. Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui studi literatur yang bersumber dari laporan yang dikeluarkan oleh PTKL, jurnal, buku-buku yang relevan, internet, serta sumber-sumber lainnya. Data utama untuk pengembangan model seleksi dan evaluasi pemasok diperoleh dari kuesioner yang diisi oleh responden ahli. Kuesioner dirancang untuk menentukan kriteria (dan subkriteria) yang relevan untuk dipertimbangkan dalam penilaian pemasok pada industri kertas, dan dilanjutkan dengan kuesioner untuk menentukan tingkat kepentingan masingmasing kriteria (dan subkriteria) yang telah terpilih. Pengolahan data Data yang telah berhasil dikumpulkan kemudian dianalisis sesuai dengan metode yang dipilih, yaitu dengan kerangka kerja Van der Vorst untuk pendefinisian konfigurasi rantai pasokan, dan AHP untuk pengembangan model seleksi dan evaluasi pemasok. Penarikan kesimpulan Kesimpulan diperoleh dari hasil analisis mengenai konfigurasi rantai pasokan kertas dan penerapan AHP pada model seleksi dan evaluasi pemasok, sesuai tujuan dari penelitian ini, sehingga dapat dijadikan pertimbangan bagi perbaikan kinerja perusahaan dan rantai pasokan kertas pada umumnya.
3.3 Rancangan Penelitian dan Definisi Operasional 3.3.1 Seleksi Item/Bahan Kritis Sebuah perusahaan manufaktur rela mengerahkan waktu dan daya yang dimiliki olehnya untuk mengelola item/bahan kritis yang mempunyai tingkat kepentingan tinggi relatif terhadap produk akhirnya (Krause et al. 1998; Lee et al. 2001). Oleh karena itu, sangatlah penting untuk menentukan item/bahan apa yang harus dibeli dan dari pemasok yang mana. Dalam penelitian ini, penulis membagi bahan kritis pada industri kertas ke dalam empat kelompok besar: bahan baku serat, pigmen penyalut dan pengisi, bahan kimia pendukung, serta bahan kimia dasar dan pemucatan (Tabel 4). Dasar pertimbangan dalam penentuan bahan kritis tersebut yaitu faktor resiko (tinggi), volume pembelian (besar), dan kebutuhan sumber pasokan impor.
16
Tabel 4. Item/bahan kritis untuk produksi kertas Bahan 1. Pulp a. Virgin - Pulp serat pendek - Pulp serat panjang - Pulp mekanis b. Daur ulang (kertas bekas) 2. Bahan Penyalut dan Pengisi 3. Bahan Kimia Pendukung a. Pati b. Komponen-Al c. Bahan kimia khusus - Bahan kimia fungsional
-
Polimer binders Sizing Wet stength resins Coating additives Synthetic dry strength resins Colorants Optical brighteners Chelating agents Lain-lain Bahan kimia proses
Retention/drainage aids Defoamers/deaerators Fixatives Cleaners Flocculants/ coagulants Biosides Lain-lain 4. Bahan kimia dasar dan pemucatan*
Volume (%) 89.00 46.00 40.63 30.47 28.91 54.00 8.00 3.00 53.33 10.00 36.67 89.09 62.92 13.48 7.87 6.74 2.25 1.69 1.12 0.56 3.37 10.91 29.09 18.18 12.73 13.64 10.91 9.09 6.36 1.00
*sebagai bahan penolong yang direcovery kembali Dikumpulkan dan diolah dari berbagai sumber: Carlsson et al. (2006), Papermaking Chemistry and Technology (Februari 2011), Data Consult Inc. (1996)
Dalam pandangan global, saat ini kertas tersusun atas hampir 99 persen dari material alam. Komposisi serat dari virgin pulp di Indonesia mencapai sekitar 41 persen (dari total konsumsi bahan baku), sedangkan dari kertas bekas telah mencapai hingga 48 persen. Sebanyak 8 sampai 10 persen lainnya, kertas disusun oleh material non-serat yang berfungsi sebagai bahan pengisi dan penyalut. Sisanya sekitar 3 persen adalah bahan kimia tambahan, dimana 1.6 persennya merupakan produk berbasis pati. Selain itu, terdapat tambahan 1 persen bahan yang disebut sebagai bahan kimia dasar dan pemucatan (Papermaking Chemistry and Technology 2011). Untuk setiap bahan/item, tingkat kepentingan relatif dari masing-masing faktor yang dipertimbangkan sangat mungkin berbeda, bergantung pada karakteristik bahan/item tersebut. Selain itu, tingkat kepentingan relatif itu juga dipengaruhi oleh nilai/biaya item tersebut dan seberapa kritis
17
kebutuhan terdahapnya. Oleh karena itu, pada kondisi ideal, identifikasi tingkat kepentingan relatif per masing-masing item kritis dan strategis perlu dilakukan. Namun demikian, dalam penelitian ini, hanya satu item saja yang dipilih untuk dijadikan kasus dalam seleksi dan evaluasi pemasok.
3.3.2 Identifikasi Kriteria Seleksi Pemasok Metodologi survei diterapkan untuk mengumpulkan data dan meyusun daftar kriteria seleksi pemasok item/bahan kritis pada perusahaan kertas. Sebelum melaksanakan survey, penulis mengumpulkan data kriteria dan teknik seleksi pemasok pada PT Kertas Leces. Kriteria yang dipakai pada PTKL yaitu kriteria teknis, ekonomi, pengiriman, cara pembayaran, dan garansi. Disamping itu, penulis mengkombinasikan kriteria tersebut dengan kriteria (dan subkriteria) yang digunakan dalam literatur-literatur mengenai seleksi pemasok (Lee et al. 2001; Tam dan Tummala 2001; Tahriri et al. 2008; Cheng et al. 2009; Koprulu dan Albayrakoglu 2007; Ting dan Cho 2008; Chakraborty 2005; Cheraghi 2002; Cheng dan Tang 2009). Sebanyak 25 subkriteria yang terbagi dalam empat dimensi kriteria utama dipilih sebagai dasar awal untuk identifikasi kriteria yang relevan dan penting dipertimbangkan terkait sasaran penelitian ini. Pada Tabel 5 disajikan 25 kriteria (subkriteria) tersebut. Tabel 5. Kriteria dan subkriteria pada tahap pra-eliminasi oleh responden ahli Kriteria Kualitas
Pengiriman
Pelayanan dan Manajemen Organisasi
Biaya
Subkriteria Kesesuaian Teknis Reliabilitas Produk Standar dan Jaminan Kualitas Rasio Ketertolakan Produk Rasio Kecacatan Produk Kecepatan Pengiriman Ketepatan Waktu Ketepatan Jumlah Fleksibilitas Daya Respon Layanan Purnajual Prosedur Komplain dan Responsibilitas Tingkat Kemudahan Komunikasi Status Finansial Kepercayaan Hubungan Jangka Panjang Sistem Informasi Tanggungjawab Lingkungan Kemampuan Teknis Fasilitas dan Kapasitas Kebijakan Garansi dan Klaim Harga Produk Reduksi Biaya Struktur Penentuan Harga Cara Pembayaran
18
Salah satu fokus penelitian ini adalah analisis kriteria evaluasi untuk seleksi pemasok material produksi pada perusahaan kertas. Untuk mengeliminasi kriteria (subkriteria) yang kurang relevan atau kurang penting bagi kajian seleksi pemasok ini maka dibutuhkan pertimbangan para ahli. Responden ahli yang dipilih adalah para profesional dalam bidang kajian ini, khususnya dari kalangan akademisi perguruan tinggi dan lembaga riset. Setiap responden ahli diminta untuk memberikan penilaian terhadap setiap kriteria di atas dengan skala tiga-poin, yaitu “tidak penting”, “penting”, dan “sangat penting” (mengikuti metode Tam dan Tummala 2001). Dengan menerapkan nilai pembatas (cutoff value) tertentu terseleksilah kriteria (subkriteria) yang paling relevan untuk kajian penelitian ini berdasarkan pendapat para ahli. Selanjutnya, kriteria (subkriteria) yang sudah tersaring diolah dengan metode analisis AHP untuk mendapatkan bobot kepentingan relatif setiap kriteria, sehingga dapat diterapkan dalam proses seleksi pemasok.
3.3.3 Pemilihan Pakar Pakar yang dilibatkan dalam penelitian ini terbatas dari kalangan akademisi (dosen) dan lembaga riset (peneliti). Para pakar tersebut adalah sebagai berikut. 1. Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Said, MA.Dev., Dosen/Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor 2. Dr. Ir. Han Roliadi, MS, M.Sc., Staff Peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. 3. Dr. Ir. Muhammad Yani, M.Eng., Dosen pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pemilihan pakar sengaja dibatasi dari kalangan akademisi dan peneliti untuk memberikan perspektif dari sisi yang berbeda, dibandingkan dengan perspektif pelaku usaha, dalam memandang kasus seleksi dan evaluasi pemasok.
3.4 Metode Analisis Data 3.4.1 Kerangka Kerja Pengembangan Rantai Pasokan Van der Vorst Konfigurasi rantai pasokan kertas tulis dan cetak dianalisis secara deskriptif dengan mengikuti kerangka kerja pengembangan rantai pasokan yang diadaptasi oleh Van der Vorst (2006) dari Lambert dan Cooper (2000). Dengan pendekatan ini terdapat empat elemen yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan dan menganalisis rantai pasokan (Gambar 5), yaitu sebagai berikut. a. Struktur rantai (jaringan), menetapkan batasan lingkup rantai pasokan dan menggambarkan para anggota atau aktor utamanya, peran resmi dan/atau tidak resmi yang dilakukan, serta semua konfigurasi beserta kesepakatan-kesepakatan institusional yang membentuk rantai (atau jaringan) tersebut. b. Proses bisnis rantai, yaitu serangkaian aktivitas bisnis terstruktur dan terukur yang didesain untuk menghasilkan output khusus (berupa produk fisik, jasa, dan informasi) bagi konsumen atau pasar tertentu. c. Manajemen jaringan dan rantai, menjelaskan koordinasi dan struktur manajemen dalam rantai pasokan yang memfasilitasi eksekusi proses-proses dalam rantai pasokan oleh para anggota, menggunakan sumberdaya yang tersedia, untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Komponen manajemen dapat dibedakan menjadi dua, yaitu komponen fisik-teknis dan komponen manajerial dan behavioral (Tabel 6). d. Sumberdaya rantai, digunakan untuk menghasilkan produk dan mengirimkannya ke tangan konsumen. Sumberdaya yang dimaksud dapat berupa manusia, mesin atau alat, dan teknologi informasi dan komunikasi (informasi, sistem informasi, dan infrastruktur informasi).
19
Siapa saja anggota rantai pasokan dan apa peranannya? Bagaimana konfigurasi kerjasama atau kesepakatan di dalamnya?
Tujuan Rantai
Struktur Jaringan
Proses Bisnis Rantai
Manajemen Rantai
Struktur manajemen apa yang digunakan dalam setiap hubungan proses? Apa kesepakatan kontraktual yang dibuat? Struktur organisasi?
Siapa yang menjalankan setiap proses tertentu dalam jaringan rantai pasokan ? Pada level apa integrasi proses terjadi?
Struktur Jaringan
Kinerja Rantai
Sumber daya apa (TIK, manusia, teknologi) yang digunakan dalam setiap proses dalam rantai pasokan oleh masing-masing anggota?
Gambar 5. Kerangka kerja pengembangan rantai/jaringan pasokan (diadaptasi dari Lambert dan Cooper 2000 dalam Van der Vorst 2006) Tabel 6. Dua kelompok komponen manajemen yang terlingkup dalam rantai pasokan Komponen Fisik dan Teknis
Komponen Manajerial dan Behavioral
Metode perencanaan dan kontrol (misalnya kontrol dorong atau tarik)
Metode manajemen (yaitu filosofi korporasi dan teknik manajemen)
Aliran kerja/struktur aktivitas (menunjukkan bagaimana perusahaan menjalankan tugas dan aktivitasnya)
Budaya dan sikap perusahaan Struktur resiko dan penghargaan Struktur kekuatan dan kepemimpinan
Struktur organisasi (menunjukkan siapa yang menjalankan tugas dan aktivitas) Struktur fasilitas aliran komunikasi dan informasi (seperti transparansi informasi) Struktur fasilitas aliran produk (seperti lokasi persediaan, tempat pemisahan) Sumber: Lambert dan Cooper (2000) dalam Van der Vorst (2006)
3.4.2 Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Pemodelan Seleksi Pemasok Pada umumnya, seleksi pemasok adalah masalah keputusan yang mempertimbangkan banyak kriteria (multicriteria decision problem), baik yang kuantitatif maupun yang kualitatif. Dalam kasus semacam ini, trade-off antara satu kriteria dengan kriteria yang lain membutuhkan analisis yang tepat. Disamping itu, suatu kriteria dapat memiliki tingkat kepentingan yang bervariasi tergantung pada siatuasi pembeliannya.
20
Beberapa pendekatan dan metodologi telah dikembangkan sehubungan dengan masalah seleksi dan evaluasi pemasok. Pada penelitian ini digunakan pendekatan Analytic Hierarchy Process (AHP) untuk masalah seleksi dan evaluasi pemasok pada industri kertas. Dengan mengadaptasi kerangka kerja metodologi yang dikembangkan oleh Tam dan Tummala (2001) dan Lee et al. (2001), suatu skala tingkat kinerja diterapkan untuk memberikan nilai pada masing-masing alternatif bagi setiap subkriteria terkait. Proses pemodelan AHP untuk seleksi dan evaluasi pemasok meliputi empat tahapan sebagai berikut (Tam dan Tummala 2001). 1. Menyusun permasalahan seleksi pemasok Tahapan ini mencakup formulasi struktur model AHP yang sesuai bagi permasalahan yang ingin diselesaikan, terdiri dari tujuan, kriteria, subkriteria, skala kinerja, dan alternatif. Tujuan dari masalah yang diangkat disini adalah memilih pemasok untuk industri kertas yang dapat memenuhi persyaratan pelanggan, menguntungkan perusahaan, dan meningkatkan daya saing perusahaan. Tujuan ini ditempatkan pada level pertama hierarki, seperti ditunjukkan oleh Gambar 6. Level 1 Tujuan
Level 2 Kriteria Level 3 Subkriteria
Seleksi Pemasok Material Produksi Kertas
Kualitas
Biaya
Pelayanan
Subkriteria 1
Subkriteria 1
Subkriteria 1
Subkriteria 1
Subkriteria 2
Subkriteria 2
Subkriteria 2
Subkriteria 2
Subkriteria …
Subkriteria …
Subkriteria …
Subkriteria …
Subkriteria w
Subkriteria x
Subkriteria y
Subkriteria z
Level 4 Sangat Baik Tingkat Kinerja
Level 5 Alternatif
Pengiriman
Pemasok 1
Baik
Cukup
Pemasok 2
Kurang
Buruk
Pemasok 3
Gambar 6. Model AHP untuk seleksi dan evaluasi pemasok material produksi kertas Dalam rangka mencapai tujuan di atas, beberapa kriteria dan subkriteria dipertimbangkan untuk kemudian ditempatkan pada level kedua dan level ketiga dalam struktur hierarki AHP. Empat dimensi kriteria utama ditetapkan mengikuti kerangka kerja Lee et al. (2001), yaitu kualitas, biaya, pengiriman, dan pelayanan. Sedangkan subkriteria turunannya dipilih dari 25 subkriteria umum teridentifikasi pada tahap penentuan subkriteria yang relevan untuk diterapkan pada industri kertas (Subbab 3.3 Rancangan Penelitian dan Definisi Operasional). Setiap kriteria dan subkriteria pada kedua level tersebut dinilai melalui
21
perbandingan berpasangan dengan mengekspresikan tingkat kepentingannya pada skala 1 sampai 9. Bobot prioritas global dari setiap subkriteria selanjutnya dapat ditentukan dengan mengalikan bobot lokalnya dengan bobot kriteria induk di atasnya. Level hierarki yang keempat berisi skala tingkat kinerja. Level ini berbeda dengan bentuk pendekatan AHP pada umumnya, dimana skala tingkat kinerja akan diterapkan pada setiap subkriteria terkait dengan alternatif yang dinilai, selain juga melakukan perbandingan berpasangan terhadapnya. Teknik ini diadopsi oleh Tam dan Tummala (2001) dari studi Liberatore (1987, 1989). Lima-poin skala tingkat kinerja yang digunakan yaitu Sangat Baik (A), Baik (B), Cukup (C), Kurang (D), dan Buruk (E). Bobot prioritas dari kelima skala tingkat kinerja ini dapat ditentukan melalui perbandingan berpasangan, seperti akan dijelaskan pada Bagian 3. Alasan utama dalam mengadopsi teknik ini adalah agar proses penilaian dapat dijalankan sesederhana mungkin. Level hierarki yang paling bawah terdiri dari alternatif-alternatif, yaitu pemasokpemasok pada industri kertas, yang akan dievaluasi dalam rangka memilih pemasok terbaik. Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 6, tiga alternatif pemasok bahan/item prodeuksi kertas spesifik digunakan sebagai contoh implementasi model yang dikembangkan dalam penelitian ini. 2.
Pengumpulan dan pengolahan data Setelah menyusun struktur AHP, tahapan selanjutnya yaitu pengumpulan dan pengolahan data, meliputi penentuan tim evaluator (responden ahli, sebagaimana dijelaskan sebelumnya), dan penilaian tingkat kepentingan kriteria dan subkriteria dengan perbandingan berpasangan. Skala 1 sampai 9 yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada 1983 diterapkan pada semua elemen pada setiap level hierarki. Setiap anggota tim akan memberikan penilaiannya yang kemudian akan diterjemahkan kedalam matriks perbandingan berpasangan. Disamping itu, pendekatan rataan geometrik juga digunakan untuk menggabungkan penilaian perbandingan berpasangan dari responden-responden ahli agar diperoleh konsensusnya. Kuesioner yang berisi semua kriteria dan subkriteria dari kedua level struktur AHP dirancang untuk mengumpulkan pendapat para responden ahli dalam penilaian perbandingan berpasangan. Hasil dari kuesioner tersebut kemudian digunakan untuk membuat matriks perbandingan berpasangan agar dapat ditentukan bobot normalisasinya. Perbandingan berpasangan dibuat sedemikian sehingga atribut pada bagian baris i (i = 1,2,3,4,…,n) dinilai tingkat kepentingannya relatif terhadap setiap atribut yang direpresentasikan pada n kolom. Penilaian tersebut diekspresikan sebagai angka integer 1 sampai 9 sebagaimana ditunjukkan Tabel 7. Tabel 7. Skala nilai perbandingan berpasangan Nilai 1 3 5 7 9 2, 4, 6, 8 Kebalikan dari nilai di atas
Keterangan Kriteria/alternatif A sama penting dengan kriteria/alternatif B A sedikit lebih penting dari B A jelas lebih penting dari B A sangat jelas lebih penting dari B A mutlak lebih penting dari B Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan Untuk merepresentasikan nilai perbandingan B dengan A
22
Dengan mengasumsikan C1, C2, C3, …, Cn sebagai sekumpulan elemen dan aij merepresentasikan pendapat atau judgment terhadap pasangan elemen Ci dan Cj, suatu matriks nxn berikut kemudian digunakan untuk menghitung/mengolah data pendapat tersebut.
𝐴 = 𝑎𝑖𝑗
𝑤1 𝑤1 𝑤2 𝑤1 . = 𝑤𝑖 𝑤𝑗 = . . 𝑤𝑛 𝑤1
𝑤1 𝑤2 𝑤2 𝑤2 . . .
… 𝑤1 𝑤𝑛 … 𝑤2 𝑤𝑛
𝑤𝑛 𝑤2
… 𝑤𝑛 𝑤𝑛
. . .
. . .
1 1 𝑎12 . = . . 1 𝑎1𝑛
… 𝑎1𝑛 … 𝑎2𝑛
𝑎12 1 . . . 1 𝑎2𝑛
. . .
. . . … 1
Jika ci dinilai sama penting dengan cj, maka aij = 1 Jika ci dinilai lebih penting daripada cj, maka aij > 1 Jika ci dinilai kurang penting daripada cj, maka aij < 1 aij = 1/aji, dimana i, j = 1, 2, 3, …, n), aij ≠ 0 Pada matriks A di atas, penentuan bobot numerik w1, w2, w3, …, wn untuk setiap n elemen c1, c2, c3, …, cn yang merepresentasikan penilaian dari responden ahli adalah hal yang perlu dilakukan selanjutnya. Jika A merupakan matriks yang konsisten, hubungan antara bobot wij dengan nilai aij yaitu wi/wj = aij (untuk i, j = 1, 2, 3, …, n). 3.
Penentuan bobot normalisasi Setiap matriks perbandingan berpasangan yang telah diperoleh pada tahapan sebelumnya kemudian diterjemahkan ke dalam representasi nilai eigen (λ) terbesarnya sehingga dapat diketahui bobot prioritas normalisasi untuk masing-masing kriteria (dan subkriteria). Dalam penentuan bobot prioritas normalisasi ini digunakan bantuan software Expert Choice. Nilai consistency ratio (CR) untuk masing-masing matriks perbandingan berpasangan juga dihitung untuk mengetahui konsistensi penilaian yang diberikan oleh reseponden. 𝐶𝑅 =
𝐶𝐼 𝜆𝑚𝑎𝑥 − 𝑛 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎 𝐶𝐼 = 𝑅𝐼 𝑛−1
Random Index (RI) merupakan nilai indeks random yang dikeluarkan oleh Oarkridge Laboratory, seperti ditunjukkan pada Tabel 8. Tabel 8. Nilai random index pada beberapa tingkat alternatif n
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
RI
0.00
0.00
0.58
0.90
1.12
1.24
1.32
1.41
1.45
1.49
1.51
1.48
1.56
Keterangan: Penilaian dianggap konsisten apabila CR < 0.1
Sebagaimana dijelaskan pada Bagian 1, pendekatan AHP pada penelitian ini mengadopsi lima-poin skala tingkat kinerja, dimana nilai matriks perbandingan berpasangannya ditentukan seperti pada Tabel 9. Perbedaan kepentingan relatif antara dua nilai skala yang berdekatan diasumsikan konstan sebesar dua kalinya. Matriks tersebut kemudian dihitung nilai eigen maksimumnya, sehingga diperoleh bobot prioritas untuk masing-masing skala Sangat Baik (A), Baik (B), Cukup (C), Kurang (D), dan Buruk (E) berturut-turut samadengan 0.513, 0.261, 0.129, 0.063, dan 0.034.
23
Tabel 9. Matriks perbandingan berpasangan untuk skala limapoin tingkat kinerja E A B C D
4.
A
1
3
5
7
9
B
1/3
1
3
5
7
C
1/5
1/3
1
3
5
D
1/7
1/5
1/3
1
3
E
1/9
1/7
1/5
1/3
1
Sintesis solusi Setelah menghitung bobot prioritas normalisasi untuk setiap matriks penilaian perbandingan berpasangan pada struktur AHP, tahapan selanjutnya yaitu sintesis solusi dari permasalahan seleksi pemasok terkait. Bobot prioritas lokal normalisasi kriteria dan subkriteria yang diperoleh dari tahap ketiga selanjutnya digabungkan menurut level hierarki urutannya agar diperoleh bobot prioritas komposit global dari semua subkriteria pada level ketiga struktur AHP. Subkriteria-subkriteria tersebut kemudian disusun secara berurutan berdasarkan bobot prioritas globalnya dari yang paling tinggi. Setiap alternatif pemasok kemudian dievaluasi performanya terkait dengan setiap subkriteria dengan memberikan nilai skala A, B, C, D, dan E, dimana masing-masing sudah ditetapkan nilainya. Nilai skala tingkat kinerja pemasok tersebut kemudian dikalikan dengan bobot prioritas global yang sudah diperoleh sehingga dapat ditemukan kandidat pemasok terbaik yang memiliki nilai tertinggi dari hasil perkalian skala tingkat kinerja dengan bobot prioritas globalnya.
Hasil solusi yang diperoleh dengan pendekatan AHP di atas menjadi masukan untuk menentukan langkah pengembangan manajemen hubungan dengan pemasok. Salah satunya dengan melakukan analisis sensitivitas sehingga dapat diketahui respon utilitas keseluruhan dari semua alternatif terhadap perubahan tingkat kepentingan relatif setiap keriteria. Dari pendekatan AHP ini pula dapat teridentifikasi kriteria kunci dalam penilaian pemasok pada industri kertas, dan dapat dijadikan informasi tambahan dalam menggambarkan karakteristik rantai pasokannya. Kriteria kritis yang menjadi kelemahan kandidat pemasok juga dapat diketahui untuk kemudian menjadi bahan monitoring dan evaluasi perusahaan manufaktur dalam mengembangkan kinerja pemasoknya.
24
BAB IV KONFIGURASI RANTAI PASOKAN KERTAS 4.1 Struktur Jaringan Pasokan Kertas Suatu rantai pasokan terbentuk lewat interaksi semua pihak yang terlibat,baik langsung maupun tidak langsung, dalam upaya pemenuhan permintaan konsumen. Rantai pasokan meliputi tidak saja produsen (manufacturer) dan pemasok, namun juga transportir, pedagang besar (wholesalers), toko ritel, bahkan termasuk juga konsumen (Chopra dan Meindl 2001). Secara umum, dalam jaringan pasokan kertas, sebagian besar perusahaan (produsen) kertas di Indonesia mendapatkan pulp dari perusahaan penghasil (pemasok) pulp. Sebagian lainnya mampu memproduksi pulp sendiri. Yang terakhir ini diistilahkan dengan integrated pulp and paper mill atau pabrik pulp dan kertas terintegrasi. Produk kertas selanjutnya didistribusikan di dalam negeri melalui distributor, pedagang besar, ritel, sebelum akhirnya sampai di tangan konsumen akhir. Untuk produk yang dipasarkan ke luar negeri, jalur distribusi kertas biasanya melalui eksportir lokal yang akan berhubungan langsung dengan importir dari negara lain. Pola general rantai pasokan kertas ini diilustrasikan pada Gambar 7. Penghasil Serpih Kayu Hutan
Penghasil Pulp
Distributor/ Pedagang Besar
Penghasil Kertas
Eksportir Lokal
Ritel
Konsumen Akhir
Importir Luar
Gambar 7. Pola general rantai pasokan kertas (diadaptasi dari Data Consult Inc. 1996, Martel et al. 2005, dan Carlsson et al. 2006) Produksi kertas terkonsentrasi terutama di pulau Jawa dengan persentase kapasitas terpasang sebesar 85 persen dari total produksi nasional. Sedangkan perusahaan pulp sebagian besar pabriknya terdapat di Sumatra dengan persentase kapasitas mencapai 86 persen (APKI 2007 dalam Putra 2009). Indonesia memiliki potensi lahan/hutan yang cukup luas untuk pengembangan hutan tanaman industri (HTI) sebagai sumber bahan baku yang berkelanjutan. Pada tahun 2012 saja proyeksi pasokan bahan baku kayu yang dari HTI sebesar 34.6 juta m3. Bahkan pada 2025 alokasi proyeksinya mencapai 60.8 juta m3 (Departemen Perindustrian, 2009). Walaupun dengan dukungan sumberdaya hutan tanaman yang signifikan dalam produksi kertas, kertas bekas ternyata menyumbang lebih dari setengah kebutuhan serat yang digunakan pada industri kertas (Gambar 8). kertas bekas tersebut terutama banyak digunakan pada pabrik kertas kemasan dan koran (Recovered Paper Market 2010) Imported recovered paper 22% Virgin wood pulp 45% Domestic recovered paper 32%
Non-wood pulp 1%
Gambar 8. Konsumsi golongan serat untuk produksi kertas Indonesia (Recovered Paper Market 2010)
25
Pada kasus PT Kertas Leces (PTKL), pola rantai pasokan yang terjadi sedikit berbeda. Peran yang diambil oleh PTKL adalah sebagai produsen antara (intermediary producer) yang menghasilkan produk-produk kertas setengah jadi. Hasil produk tersebut dibeli oleh para konsumen lembaganya yang, saat ini, lebih banyak merupakan perusahaan konversi kertas (converters). Selain perusahaan konversi kertas, konsumen PTKL adalah distributor kertas gulungan besar. Dari sisi pasokan bahan baku, sebenarnya PTKL mampu memproduksi pulp sendiri (integrated), dengan ampas tebu sebagai input utamanya. Ampas tebu biasanya diperoleh dari pabrikpabrik gula di sekitar PTKL. Namun, saat penelitian ini dilaksanakan, PTKL menggunakan pulp virgin sebagai bahan baku kertasnya. Hal ini dikarenakan pabrik-pabrik gula lebih memilih menjadikan ampas tebu sebagai bahan bakar daripada menjualnya kepada PTKL. Selain dari ampas tebu dan pulp virgin, bahan baku serat PTKL sebagian juga berasal dari kertas bekas. Porsinya mencapai sekitar 10 sampai 15 persen pada produksi kertas PTKL. Ilustrasi pola rantai pasokan kertas PTKL adalah seperti ditunjukkan oleh Gambar 9. Pabrik Gula
Pemasok Kertas Bekas
Pemasok Pulp
PTKL
Distributor/ Pedagang Besar
Ritel
Konsumen Akhir/ Pasar
Perusahaan Konversi Kertas
Gambar 9. Pola rantai pasokan kertas PT Kertas Leces Ampas tebu termasuk dalam golongan serat non-kayu. Bambu dan jerami adalah contoh komoditas lain yang juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku serat non-kayu untuk produksi kertas. Kelangkaan pasokan ampas tebu mengakibatkan pabrik pulp PTKL tidak bekerja. Kondisi demikian sebenarnya mempunyai sisi yang kurang baik karena salah satu aset tetap pabrik menganggur. Bahkan, sekalipun tidak difungsikan, perawatan mesin tetap dijalankan sehingga menimbulkan biaya tersendiri. Untuk itulah kemudian, saat ini PTKL berupaya mengelola ladang tebu sendiri dengan menjadikan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI sebagai pihak yang diajak kerjasama. Harapannya di masa akan datang pasokan ampas tebu untuk produksi kertas PTKL dapat terjaga dan pabrik (mesin) pulp dapat kembali difungsikan. Dari Gambar 9, terdapat dua klasifikasi struktur rantai pasokan spesifik yang terjadi. Hal ini bergantung pada jenis pasar yang dituju dan kegunaan akhir kertas. Ketiga struktur rantai pasokan tersebut adalah sebagai berikut. a. Pemasok bahan baku – PTKL – Perusahaan konversi kertas (Konverter) – Distributor – Ritel – Konsumen akhir b. Pemasok bahan baku – PTKL – Distributor – Konsumen Pengguna Struktur rantai pasokan pertama lebih cenderung terjadi pada jenis kertas tulis cetak dan tisu. Konverter akan mengolah lanjut produk kertas gulungan besar dari PTKL hingga menjadi ukuranukuran yang lebih kecil (misalnya dalam ukuran A4, kwarto, F4 untuk kertas tulis cetak; gulungan atau lembaran kecil untuk tisu). Biasanya konverter juga sekaligus memberikan merek bagi produk yang sudah diolahnya tersebut. Selanjutnya, dari konverter produk yang sudah diberi merek dan dikemas biasanya akan dipasarkan melalui agen-agen kertasnya di tingkat distributor sebelum akhirnya dijual di toko-toko ritel hingga sampai di tangan konsumen akhir.
26
Struktur rantai pasokan kedua lebih sering terjadi pada jenis kertas industri (bahan pengemas dan pembungkus) dan kertas koran. Distributor yang telah membeli kertas dari PTKL akan memasarkannya kepada jaringan konsumen lembaga yang dimilikinya. Dalam kasus kertas medium liner misalnya, sasaran penjualannya adalah industri kemasan kotak karton gelombang, atau industri olahan lain yang membuat kemasan kartonnya sendiri. Contoh lain, pada kasus kertas koran, konsumennya adalah perusahaan-perusahaan yang bergerak dibidang percetakan dan penerbitan. Jadi, kertas yang sampai di tangan konsumen akhir melalui jalur ini bukanlah produk kertas semata, melainkan hadir dengan “rupa” yang berbeda; kemasan pada berbagai produk, koran, buku bacaan, dan sebagainya.
4.1.1 Anggota Rantai Pasokan Rantai pasokan kertas PTKL, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 9, melibatkan beberapa pihak dengan peran dan aktivitasnya masing-masing. Berikut ini rincian untuk masing-masing anggota rantai pasokan tersebut. a. Pemasok PTKL menjalin hubungan dengan banyak pemasok dalam rangka memenuhi permintaan pelanggannya. Pemasok PTKL dapat dibedakan setidaknya dalam empat golongan, yaitu pemasok bahan baku serat, pemasok bahan kimia, pemasok bahan embalase dan penunjang lain, dan pemasok barang-barang teknik. Pemasok bahan baku serat terbagi lagi dalam tiga kelompok, yaitu pabrik-pabrik gula (pemasok ampas tebu), perusahaan penghasil pulp, dan pengepul kertas bekas. Contoh bahan kimia yang dipasok untuk PTKL antara lain pati, bahan pengisi, retention agent, anti-slime agent, dan lain-lain. Selanjutnya, yang dimaksud dengan bahan embalase dan penunjang lain yaitu bahan-bahan untuk keperluan pengemasan produk (seperti paper core, shrinkage film, kertas kraft) dan bahan-bahan semacam oli, solar untuk mendukung kelancaran proses produksi. Golongan yang terakhir, barang teknik, mencakup peralatan dan perlengkapan mesin, motor, listrik, transportasi, dan sebagainya. PTKL menganut strategi banyak pemasok dalam sistem pengadaannya. Para pemasok ini sebelumnya sudah harus mengajukan diri untuk masuk dalam daftar rekanan mampu (DRM) PTKL. Beberapa persyaratan terlebih dahulu harus dipenuhi oleh calon pemasok, antara lain meliputi akta notaris, SIUP (Surat Izin Usaha dan Perusahaan), NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), dan data profil bisnis dan neraca perdagangan. Setelah masuk dalam DRM, barulah sebuah perusahaan berhak mendapatkan penawaran saat PTKL akan melakukan pembelian barang. Hubungan yang terjalin antara PTKL dengan para pemasok umumnya bersifat beli putus. Kontrak dengan perusahaan pemasok tertentu untuk suatu jangka waktu sangat jarang dilakukan, dan hanya terjadi pada kasus-kasus khusus. b.
Perusahaan Manufaktur Pada rantai pasokan kertas, predikat perusahaan manufaktur diposisikan pada pabrikpabrik penghasil kertas. Secara spesifik, dalam kasus ini, perusahaan manufaktur tersebut adalah PTKL. Pusat kegiatan dan aktivitas rantai pasok dipandang melalui perspektif PTKL sebagai inti penggerak. PTKL memproduksi berbagai jenis dan variasi kertas berdasarkan pesanan pelanggannya. Pesanan dapat datang melalui telepon, faks, email, atau surat. Setelah dilakukan negosiasi dan konfirmasi kepada calon pembeli mengenai harga, gramatur, ukuran, kuantitas, kualitas, pembayaran, dan waktu pengiriman produk, dan telah ditetapkan dalam purchasing order (PO), PTKL akan melakukan produksi kertas sesuai pesanan tersebut.
27
Aktivitas produksi PTKL bersifat make-to-order. Artinya, produksi baru dimulai ketika ada pesanan dari pelanggan. Produksi dilakukan dengan mengolah bahan-bahan baku yang sudah distok dalam gudang. Stocking atau penyimpanan bahan-bahan baku dalam jumlah tertentu selalu diterapkan oleh PTKL sebagai salah satu strategi persediaannya. Hal ini dilakukan untuk menjaga daya respon PTKL dalam hal pemenuhan pesanan dari pelangganya. Setelah produk dihasilkan kemudian dilakukan pengemasan dan selanjutnya pengiriman produk ke konsumen. Untuk pengiriman, PTKL memanfaatkan jasa transportir karena ketiadaan armada angkutan yang dimiliki sendiri oleh PTKL. Sistem pembayaran yang ditetapkan oleh PTKL untuk saat ini biasanya pembeli membayarkan setidaknya 50 persen dari harga di awal kesepakatan (sebelum proses produksi dimulai), dan 50 persen sisisanya setelah produk pesanan diterima oleh pelanggan. c.
Konverter (Perusahaan Konversi Kertas) Konverter juga merupakan pihak yang dilibatkan sebagai anggota rantai pasokan kertas PTKL. Konverter disini bukan saja perusahaan yang hanya mengkonversi kertas ukuran besar menjadi kertas ukuran kecil yang dapat dikonsumsi langsung oleh konsumen akhir, akan tetapi termasuk juga perusahaan kertas lain yang dengan alasan tertentu melakukan outsourcing produksi kertas kepada PTKL. Banyak perusahaan kertas yang juga memiliki pabrik konverting di dalamnya. Perusahaan semacam ini biasanya menciptakan merek tertentu dan produknya dikenal di konsumen tingkat akhir. Saat penelitian dilakukan, sekitar 80 persen produk kertas PTKL dibeli oleh pelanggan jenis konverter, yaitu PT Tjiwi Kimia. Perusahaan tersebut – sekalipun mampu memproduksi kertas dengan mesin (pabrik) sendiri – membeli produk kertas PTKL, terutama kertas HVS gramatur rendah.
d.
Distributor atau Pedagang Besar Distributor atau pedagang besar memainkan peran yang signifikan dalam rantai pasokan kertas. Jika perusahaan manufaktur memproduksi kertas dengan make-to-order, maka distributor atau pedagang besar cenderung menerapkan make-to-stock. Artinya, produk kertas yang ada di distributor atau pedagang besar sengaja disiapkan untuk mengantisipasi ragam pesanan dari para pelanggannya. Dengan demikian, pembacaan kecenderungan permintaan pasar harus mampu dilakukan pada tingkatan ini. Distributor umumnya adalah agen-agen kertas yang mengumpulkan berbagai varian produk kertas (baik dari satu atau lebih jenis kertas) dari beberapa perusahaan kertas. Di tingkat ini, produk yang ditawarkan oleh distributor dapat berupa masih dalam ukuran besar atau sudah dalam ukuran-ukuran kecil, bergantung dari target konsumennya.
e.
Ritel dan Konsumen Produk-produk kertas dalam bentuk gulungan atau lembaran kecil yang sudah siap langsung dikonsumsi selanjutnya dipasarkan melalui toko-toko ritel, supermarket, atau pun tempat-tempat penjualan lain. Dari ritel inilah konsumen akhir melakukan transaksi pembelian untuk produk-produk kertas (tulis cetak, tisu, bungkus, dan lain-lain) yang dibutuhkan. Untuk menarik konsumen, ritel terkadang melakukan aktivitas pemasangan display produk atau pun menerapkan potongan harga untuk tingkat pembelian tertentu.
28
4.1.2 Entitas Rantai Pasokan 4.1.2.1 Produk Secara umum, kertas dapat dibagi dalam lima jenis berdasarkan kegunaan akhirnya, yaitu kertas tulis cetak, kertas koran, kertas bahan pengemas (kertas kantong semen, kertas corrugating medium dan kraft liner, kertas bungkus, board), kertas tisu, dan kertas khusus (Departemen Perindustrian 2009). Pada 2008 diperkirakan sebanyak 9.5 juta ton kertas diproduksi di Indonesia (Tabel 10), dengan tingkat konsumsi pada sekitar 6 juta ton. Tabel 10. Produksi dan konsumsi kertas di indonesia (dalam juta ton) Jenis Kertas Kertas koran Kertas tulis cetak Kertas tisu Kertas pengemas Lainnya Total
Produksi 0.6 4.5 0.3 4.0 0.2
Konsumsi 0.4 1.7 0.2 3.7 0.0
9.5
6.0
Sumber: Recovered Paper Market (2010)
Berdasarkan sasaran pasarnya, kertas dapat dibedakan menjadi produk antara dan produk hilir. Contoh kertas sebagai produk antara yaitu Medium Liner dan Kraft Liner. Kedua jenis kertas ini merupakan bahan baku untuk industri kemasan kotak karton gelombang. Selain itu, kertas yang masuk golongan produk antara adalah jenis tisu dan tulis cetak dalam bentuk roll (gulungan) besar. Selanjutnya, kertas sebagai produk hilir antara lain kertas tulis cetak ukuran A4, letter, folio, buku tulis, tisu rumah tangga, dan sebagainya (Departemen Perindustrian 2009). Tabel 11. Variasi jenis kertas produksi PT Kertas Leces Kelompok Produk Kertas industri
Kertas tulis cetak
Kertas tisu
Ragam Corrugating medium Briefcard ND Briefcard SW Briefcard MG Drawing paper Woodfree offset printing Copying paper Duplicating paper Newsprint MG tissue Toilet tissue Facial tissue Napkin tissue Towel tissue
Gramatur (gsm) 70, 120, 125 120, 160, 180 120, 150, 150 150 70, 120 45, 50, 55, 56, 58, 60, 70, 80 70, 80 69 48.8 14, 16, 17, 18, 20, 30 15, 17, 21 13.5, 14.5 17, 18, 22 25, 45
PTKL merupakan perusahaan yang mampu menghasilkan berbagai jenis kertas. Produk kertas PTKL mencakup hampir semua jenis kertas, yaitu kertas industri, kertas tulis cetak, kertas tisu, dan kertas koran. Untuk setiap jenis kertas, PTKL dengan lima mesin kertas yang dimiliki dapat memproduksi dalam berbagai gramatur (Tabel 11). Pada umumnya, produk kertas yang dihasilkan
29
oleh PTKL masih dalam bentuk gulungan dan lembaran besar. Kertas dalam ukuran besar inilah yang, baik secara langsung ataupun tidak, menjadi pasokan bagi industri-industri hilir kertas yang membutuhkan untuk diproses lebih lanjut sehingga dapat dimanfaatkan oleh konsumen tingkat akhir. Produksi kertas di PTKL disesuaikan dengan permintaan pelanggan. Dengan kapasitas produksi yang hanya 640 ton per hari, PTKL akan cenderung memproduksi pesanan ragam kertas spesifik yang belum banyak diproduksi oleh pabrik-pabrik kertas lain. Misalnya untuk jenis kertas tulis cetak, hampir semua produksinya diarahkan untuk memenuhi permintaan untuk gramatur rendah, antara 45 sampai dengan 56 gsm. Produk jenis ini bahkan sebagian besar dipasok untuk PT Tjiwi Kimia. Dengan langkah seperti ini, PTKL mampu bertahan di tengah persaingan pabrik-pabrik kertas lainnya yang lebih efisien. Sebagai bentuk perhatian yang serius terhadap mutu produk, PTKL menerapkan sistem manajemen mutu dan berhasil memperoleh sertifikasi ISO 9001:2000 dari SISC. Selain itu, aspek lingkungan juga mendapat porsi perhatian yang besar dari perusahaan. Hal ini terbukti dengan manajemen lingkungan yang baik dan telah menperoleh sertifikasi ISO 14001. 4.1.2.2 Pasar Permintaan kertas di Indonesia secara jumlah cukup besar. Dari 5.47 juta ton pada 2004, permintaan terhadap kertas meningkat menjadi 6.0 juta ton atau naik rata-rata 3.13 persen per tahun. Namun, jika dilihat dari pemakaian kertas per kapita (Tabel 12), Indonesia masih relatif rendah (26 kg/kapita/tahun), jauh tertinggal dari negara tetangga Malaysia (110.8 kg/kapita/tahun), terlebih dari Jepang, Amerika Serikat, dan Finlandia. Hal ini mengindikasikan bahwa pasar untuk komoditas kertas di Indonesia masih sangat berpeluang untuk terus berkembang. Tabel 12. Konsumsi kertas per kapita di beberapa negara (dalam kg/kapita/tahun) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Negara Finlandia Amerika Serikat Jepang Kanada Italia Taiwan Inggris Singapura Prancis
Konsumsi 368.6 288.0 145.5 206.0 204.6 204.0 199.5 197.7 182.9
No. 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Negara Malaysia China Thailand Brazil Indonesia Mesir Filipina India Afganistan
Konsumsi 110.8 54.8 62.1 42.2 26.0 20.0 17.4 7.7 0.2
Sumber: Departemen Perindustrian (2009) Disamping itu, lebih dari sepertiga produk kertas yang diproduksi di Indonesia diserap oleh pasar ekspor. Menurut Departemen Perindustrian (2009), pada periode 2004-2008 ekspor kertas meningkat dari 2.58 juta ton menjadi 4.76 juta ton. Penyerapan terbesar yaitu pada jenis kertas tulis cetak, dimana 60 persen dari produksi dalam negeri adalah untuk diekspor (Tabel 10) Dalam kasus PTKL, jangkauan pasarnya meliputi dalam dan luar negeri. Pelanggan dalam negeri menyerap sekitar 90 persen dari total produksi PTKL, dan hanya 10 persen saja yang diekspor. Daftar pelanggan PTKL (tahun 2009) disajikan secara lengkap pada Tabel 13. Konsumen langsung dari kertas produksi PTKL adalah konsumen lembaga (perusahaan kertas lain, konverter, distributor). Hal ini dikarenakan produk yang dihasilkan masih berupa produk antara dalam bentuk gulungan dan lembaran ukuran besar.
30
Tabel 13. Daftar pelanggan PT Kertas Leces No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Pelanggan Dalam Negeri PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia PT Gaya Sastra Indah PD Abadi Jaya PT Bintang Niaga I. PT Sinar Lancar K. PT Idebaru Inti PT Rakhmat Abadi PT Mandira Prima P. PT Graha Kerindo U. PT Nusa S. Utama PT Purabarutama PT Lebercon PT Solo Murni PT Universal Jaya K. PT Surindo Teguh G. PT Kimberly PT Megah Sembada PT Artha Teguh P. CV Putra Tunggal PT Grafitecindo Megah U. PT Duta Paper PT Printec Perkasa PT Grafitecindo Ciptaprima Koperasi Karyawan
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pelanggan Luar Negeri Advance Agro Tips I Lokomotif Eka Sakti Kian Hwa Agency ATA AGA Thong Guan Seaman Paper Three System Fidel
Sumber: Dokumen Laporan PTKL (2009)
4.1.2.3 Persaingan dan Keunggulan Kompetitif Pada 2007, terdapat 81 perusahaan kertas, dimana 10 perusahaan merupakan perusaahaan terintegrasi (pabrik menghasilkan pulp dan kertas), dengan kapasitas terpasang mencapai 11 juta ton per tahun (APKI 2007 dalam Putra 2009). Tahun 2010, jumlah tersebut meningkat menjadi 85 perusahaan dengan kapasitas 13 juta ton/tahun. Dengan kapasitas demikian, Indonesia menempati peringkat sebelas dunia untuk industri kertas dan peringkat sembilan dunia untuk industri pulp (Balai Besar Pulp dan Kertas 2010). Industri pulp dan kertas memiliki struktur pasar oligopoli ketat, dimana empat perusahaan terbesar mempunyai pangsa pasar lebih dari 60 persen. Struktur pasar industri pulp dan kertas yang bersifat oligopoli ketat mengimplikasikan bahwa terdapat beberapa perusahaan yang mendominasi pasar. Dominasi beberapa perusahaan ini menyebabkan perusahaan lain tidak bisa menentukan harga kecuali dengan mengikuti tingkat harga yang ditetapkan oleh perusahaan dominan tersebut. Pada 2006, pangsa pasar terbesar berdasarkan kapasitas terpasang dalam industri pulp dan kertas adalah PT Indah Kita Pulp & Paper. Perusahaan ini menyerap pangsa pasar sebesar 30.71 persen untuk pulp dan 20.56 persen untuk kertas, kemudian diikuti oleh Pindo Deli Pulp & Paper dengan 13.94 persen, dan PT Tjiwi Kimia 10.79 persen di urutan ketiga (APKI 2007 dalam Putra 2009). Pangsa pasar beberapa perusahaan disajikan pada Tabel 14.
31
Tabel 14. Pangsa pasar beberapa perusahaan berdasarkan kapasitas terpasang tahun 2006 Nama Perusahaan Indah Kiat Pindo Deli Tjiwi Kimia Fajar Surya Wisesa Riau Andalan Kiani Kertas Tanjungenim Lestari Surabaya Agung
Pangsa Pulp (%) 30.71 31.02 8.14 6.97 -
Pangsa Kertas (%) 20.56 13.94 10.79 6.66 4.64
Sumber: APKI (2007) dalam Putra (2009)
Dalam persaingan yang ketat dan terbuka, sebuah perusahaan – relatif dibandingkan dengan para pesaingnya – perlu menetapkan serangkaian kebutuhan konsumen yang dibidik untuk dipenuhi dengan produk atau jasa hasil produksinya. Ini disebut sebagai strategi kompetitif perusahaan. Strategi kompetitif ditetapkan berdasarkan pada bagaimana konsumen memprioritaskan antara harga, waktu pengiriman, variasi, dan kualitas dari produk yang diinginkannya. Strategi kompetitif ini membutuhkan pelaksanaan peran dan strategi yang baik dari semua fungsi rantai nilai (value chain) perusahaan; pengembangan produk baru, pemasaran dan penjualan, operasi, distribusi, serta palayanan (Chopra dan Meindl 2001). Sehubungan dengan hal di atas, PTKL bertujuan untuk memproduksi pulp dan berbagai jenis kertas yang bermutu dengan harga yang kompetitif baik di pasar domestik maupun pasar internasional. Dari pernyataan tujuan ini ada tiga aspek yang menjadi titik tekan dalam penetapan strategi kompetitif perusahaan, yaitu variasi, mutu/kualitas, dan harga produk. Adanya lima mesin kertas yang mampu menghasilkan berbagai jenis kertas (misalnya tulis cetak, industri, dan tisu) adalah bukti dari keinginan perusahaan untuk menghasilkan variasi produk yang tinggi. Pada sisi lain, kepercayaan pabrik kertas lain (seperti Tjiwi Kimia), pemerintah, dan konsumen luar negeri menjadi bukti lain bahwa PTKL menyediakan produk kertas berkualitas tinggi. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh pengalaman PTKL sendiri yang sudah bergerak dalam industri kertas sekian lama, serta didukung dengan sertifikasi ISO 9001 yang telah berhasil diperoleh. Pada sisi lain, dalam hal harga PTKL nampaknya belum bisa cukup kompetitif karena kapasitas produksi yang tidak besar (640 ton/hari) serta dibutuhkannya setup mesin berkali-kali sebagai konsekuensi dari variasi produk. Pada kondisi demikian, PTKL tidak bisa mencapai skala ekonomis sebesar pabrik-pabrik kertas lain dengan kapasitas yang lebih besar dan perubahan setup mesin yang rendah. Namun demikian, aspek biaya ini selalu menjadi perhatian perusahaan agar bisa seefisien mungkin (sehingga tingkat harga bisa kompetitif) dan, dengan demikian, mendapat lebih banyak pelanggan. Adapun pangsa pasar PTKL per produk kertas berdasarkan kapasitas produksi dapat dilihat pada Lampiran 1.
4.2 Proses Bisnis Rantai Pasokan Kertas Rantai pasokan merupakan rangkaian proses serta aliran yang terjadi didalam dan diantara tingkat-tingkat berbeda yang bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan konsumen akan suatu produk. Proses-proses dalam rantai pasokan tersebut , menurut Chopra dan Meindl (2001), dapat ditinjau dari dua sudut pandang, yaitu:
32
1. Tinjauan siklus (cycle view): proses-proses dalam rantai pasokan dibagi ke dalam serangkaian siklus, dimana setiap siklus terjadi ketika dua tingkat (pihak) rantai pasokan bertemu. 2. Tinjauan dorong/tarik (push/pull view): proses-proses dalam rantai pasokan dibagi kedalam dua katagori bergantung pada apakah proses tersebut dilaksanakan sebagai respon terhadap atau sebagai antisipasi dari pesanan konsumen. Proses tarik diawali karena adanya pesanan konsumen, sedangkan proses dorong dilaksanakan sebagai antisipasi pesanan konsumen.
4.2.1 Tinjauan Siklus Dalam rantai pasokan PTKL, secara sederhana, terdapat tiga tingkat yang dilibatkan, sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 10. Penulis membatasi tinjauan siklus dalam rantai pasokan kertas PTKL pada tiga tingkatan saja, yaitu konsumen, perusahaan manufaktur, dan pemasok. Konsumen yang dimaksud dalam konteks ini bukanlah konsumen akhir, melainkan konsumen lembaga dari PTKL, baik konverter maupun distributor.. Hal ini dikarenakan keterbatasan pencarian informasi dan investigasi lapangan yang dilakukan oleh penulis tentang proses yang terjadi pada tingkatan yang lebih atas. Konsumen SiklusPesanan Konsumen & Siklus Pabrikasi Perusahaan Manufaktur (PTKL) Siklus Pengadaan Pemasok Gambar 10. Siklus proses rantai pasokan PT Kertas Leces Siklus Pesanan Konsumen dan Siklus Pabrikasi Kedua siklus ini berlangsung hampir bersamaan. Kedua siklus tersebut terjadi ketika PTKL bertemu dengan rekanan pelanggan organisasionalnya. Semua proses mulai dari tahap pemasaran produk oleh perusahaan, pemesanan oleh pelanggan, sampai akhirnya kebutuhan tersebut dipenuhi dan diterima tercakup dalam siklus ini. Dalam rantai pasokan kertas PTKL, proses-proses yang terjadi dalam siklus pesanan konsumen dan siklus pabrikasi, meliputi:
PTKL memasarkan produknya
Pembeli menentukan kertas yang akan dibeli
PTKL menerima pesanan kertas dari pembeli dan menjadwalkan produksinya
PTKL memasok pesanan tersebut dengan menjalankan proses produksi dan mengirim hasil produksi kepada pembeli
Pembeli menerima pesanan yang telah dipenuhi oleh PTKL Tahapan-tahapan kegiatan ini terus berulang sebagai sebuah siklus. Dalam menjalankan fungsi pemenuhan kebutuhan atau pesanan konsumennya, PTKL melakukan penjawalan jangka pendek untuk pesanan kertas yang masuk. Proses produksi yang dilakukan oleh PTKL bukan dalam rangka menyediakan stok produk yang cukup dan siap untuk langsung dikirim ketika pesanan datang dari para pelanggannya. Siklus Pengadaan Siklus pengadaan berlangsung ketika terjadi interaksi antara produsen dengan pemasok. Kegiatan dalam siklus ini meliputi semua proses yang dilakukan untuk memastikan ketersediaan bahan baku sehingga proses produksi bisa berjalan dengan lancar sesuai dengan jadwal yang telah
33
ditetapkan. Untuk menjamin hal tersebut, produsen (PTKL) memesan bahan-bahan kebutuhan produksinya kepada para pemasok untuk menjaga tingkat keamanan (kecukupan) persediaan di gudang penyimpanan atau logistik. Siklus pengadaan dalam rantai pasokan kertas PTKL terdiri atas tahapan-tahapan subproses sebagai berikut.
Pembeli (PTKL) memesan bahan kebutuhan produksi berdasarkan perhitungan perkiraan yang sudah dilakukan (ditandai dengan pengiriman purchasing order)
Pemasok menerima pesanan tersebut dan merencanakan pemenuhannya.
Pemasok melakukan produksi dan pengiriman barang yang dipesan
Pembeli menerima barang yang dipesan dan melakukan pembayaran Pada siklus pengadaan ini, PTKL berfokus pada ketersediaan barang dan berusaha untuk mencapai skala ekonomis dalam pemesanan barang kebutuhannya. PTKL melakukan pengelolaan barang-barang logistik sehingga dimungkinkan untuk memperkirakan kebutuhannya dan memperhitungkan tingkat pesan ekonomis. Dalam upaya mendapatkan pasokan bahan kebutuhan produksi yang baik, PTKL menjalin kerjasama dengan banyak pemasok agar preferensi dari segi kualitas maupun harga bisa tersedia.
4.2.2 Tinjauan Dorong/Tarik Selanjutnya, tinjauan dorong/tarik pada proses-proses rantai pasokan PTKL ditunjukkan oleh Gambar 11. Perbedaan proses dorong dengan proses tarik adalah pada keputusan kapan eksekusi proses tersebut dilakukan; apakah sifatnya reaktif atau spekulatif terhadap pesanan yang masuk. Chopra dan Meindle (2001) menyebutkan bahwa proses dorong (push) berlangsung pada kondisi yang tidak pasti karena permintaan konsumen belum diketahui, sedangkan proses tarik beroperasi pada lingkungan atau kondisi dimana permintaan konsumen sudah diketahui. Konsumen Siklus Pesanan Konsumen dan Pabrikasi
PROSES TARIK Kedatangan Pesanan Konsumen
Siklus Pengadaan
PROSES DORONG
Siklus pesanan konsumen dan siklus pabrikasi Perusahaan Manufaktur (PTKL) Siklus pengadaan Pemasok
Gambar 11. Proses dorong/tarik pada rantai pasokan PT Kertas Leces Pada Gambar 11, dari tiga siklus proses yang terjadi, dua diantaranya (siklus pesanan konsumen dan siklus pabrikasi) bersifat tarik, yaitu dieksekusi setelah order dari konsumen datang, dan satu proses lainnya (proses pengadaan) dilaksanakan sebagai antisipasi dari pesanan yang akan masuk (proses dorong). PTKL mengeksekusi semua proses pada siklus pesanan konsumen setelah pelanggan datang dan melakukan pesanan. Oleh karena itu, semua bagian proses dari siklus ini merupakan proses tarik. Demikian pula yang terjadi pada siklus pabrikasi (manufacturing cycle), PTKL baru menjalankan proses produksi setelah ada pesanan yang masuk. Operasi produksi setiap kalinya tergantung pada pesanan dari konsumen tersebut. Namun sebaliknya, permintaan pasokan dipenuhi dari bahan-bahan persediaan pemasok yang dipersiapkan untuk mengantisipasi kedatangan pesanan. Oleh karena itu, semua proses dalam siklus pengadaan tergolong proses dorong.
34
4.3 Manajemen Rantai Pasokan Kertas Strategi manajemen rantai pasokan PTKL dan kesesuaiannya dengan strategi kompetitif akan dibahas lebih jauh pada subbab-subbab selanjutnya. Strategi rantai pasokan dalam pembahasan ini difokuskan pada pengelolaan permintaan dan pasokan untuk strategi operasi, pengelolaan persediaan untuk strategi logistik, dan outsorcing untuk strategi pemasok.
4.3.1 Perencanaan Permintaan dan Pasokan Perkiraan permintaan dilakukan setiap tahun dengan mempertimbangkan kecenderungan pada periode sebelumnya dan disesuaikan dengan evaluasi perkembangan pasar dan harga serta kesiapan internal. Hasilnya kemudian ditetapkan sebagai target penjualan perusahan yang disajikan dalam RKAP (Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan). Persiapan penyusunan target tersebut dimulai sejak pertengahan tahun sebelum akhirnya ditetapkan pada awal tahun berikutnya. RKAP juga sebenarnya mencakup perencanaan suplai (pasokan) perusahaan secara keseluruhan terhadap target penjualan yang sudah ditetapkan tersebut, seperti perkiraan kebutuhan bahan baku, tenaga kerja, jam kerja efektif, dan sebagainya. Dalam implementasinya, rencana-rencana tersebut sangat mungkin terkoreksi sebab kondisikondisi riil yang terjadi di lapangan. Sifat produksi yang dimulai sebagai respon terhadap permintaan konsumen menjadi salah satu faktor yang tidak bisa secara tepat diprediksi setiap saat. Selain itu, performa mesin-mesin produksi bisa saja terkendala sehingga mengganggu pencapaian target penjualan. Perkiraan permintaan (demand forecast) menjadi dasar bagi semua perencanaan dalam rantai pasokan. Semua proses push pada rantai pasokan dilakukan sebagai antisipasi permintaan konsumen, sedangkan proses pull dilaksanakan sebagai respon terhadap permintaan konsumen. Untuk proses dorong (push), seorang manajer harus merencanakan tingkat aktivitas, menjadikannya produksi, transportasi, atau aktivitas terencana lainnya. Sedangkan untuk proses tarik (pull), seorang manajer harus merencanakan tingkat kemampuan kapasitas dan persediaan namun bukan dalam jumlah aktual yang akan dilaksanakan. Untuk kedua contoh tersebut, langkah yang pertama kali harus diambil adalah memperkirakan permintaan konsumen (Chopra and Meindl, 2001). Menurut Chopra dan Meindl (2001), permintaan harus dibedakan dengan penjualan. Permintaan yang sebenarnya diperoleh dengan memperhitungkan pula permintaan yang tidak dapat dipernuhi akibat stockout, perilaku pesaing, penetapan harga dan promosi. Kegagalan dalam memperhitungkan faktor-faktor ini hanya akan menghasilkan forecast yang tidak representatif akan realitas yg terjadi. Sebagai sebuah perusahaan yang sudah cukup lama berpengalaman dalam industri kertas, PTKL saat ini memiliki pelanggan yang mayoritas bersifat tetap. Keadaan ini seharusnya memudahkan PTKL dalam melakukan perencanaan dan pengelolaan permintaan dari para rekanan pelanggannya karena salah satu ketidakpastian bisa diminimalkan. Aktivitas promosi dan pemberian potongan harga, dengan demikian, tidak banyak lagi dilakukan. Dalam pengelolaan data historis, jumlah pesanan kertas pada PTKL ternyata tidak bisa secara cepat diperoleh untuk setiap periode bulan tertentu. Padahal, dari data pesanan yang masuk (baik yang dapat dipenuhi atau tidak), jumlah permintaan bisa lebih didekati. Akses yang cepat untuk mengkuantifikasi jumlah pesanan pada setiap periode akan membantu proses forecasting lebih tepat dan cermat. Dari data target penjualan dan realisasinya selama tahun 2007, dapat diperhatikan bahwa sebenarnya penetapan angka-angka dalam RKAP tidak fluktuatif (Tabel 15). Target penjualan dicanangkan pada rata-rata 12397 ton per bulannya (dengan realisasi 85%). Angka ini mendekati
35
tingkat kapasitas normal perusahaan sebesar 13 ribu ton per bulan. Penetapan seperti ini tentu saja karena sangat dipengaruhi oleh konsumen PTKL yang mayoritas bersifat pelanggan tetap. Tabel 15. Data penjualan kertas PTKL dibandingkan dengan target RKAP tahun 2007 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Rataan
Penjualan (Ton) 10939 11399 10909 6047 8185 10216 11539 10249 11703 10219 12914 12308 10552
RKAP (Ton) 12397 11779 12571 12291 12533 12350 12538 12533 12344 12487 12309 12629 12397
Untuk menjaga kualitas produk dan kepercayaan pelanggan, PTKL membuat kuesioner kepuasaan yang diisi oleh para pelanggannya. Tindakan ini memang diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi tentang perbaikan yang dapat diusahakan secara terus menerus oleh perusahaan. Dengan tingkat kualitas produk yang tinggi seharusnya PTKL terus berusaha untuk menambah rekanan pelanggannya. Misi mengembangkan kapasitas dan pasar untuk waktu yang akan datang ini memerlukan analisis penduhuluan tentang pangsa pasar, permintaan pasar potensial, dan perilaku pesaing. Dengan demikian, PTKL dapat melakukan repositioning dalam industri kertas agar dapat lebih berkelanjntan. Reaktivasi promosi dan melihat kembali pengaruh „permainan‟ harga terhadap permintaan pasar dapat menjadi salah satu usaha yang bisa dilakukan untuk memulai analisis pasar dan permintaan konsumen. Proses-proses dalam siklus pabrikasi (manufacturing cycle) termasuk dalam proses tarik. Artinya, adanya permintaan atau pesanan dari konsumen dibutuhkan untuk menginisiasi proses produksi. Dengan demikian, strategi operasi yang diterapkan adalah make-to-order. Perencanaan permintaan dan pasokan memang dilakukan oleh perusahaan dengan menerjemahkannya dalam RKAP, namun dalam keputusan operasinya produksi dilaksanakan atas dasar pesanan pelanggan. Perusahaan setidaknya melakukan tiga tingkat perencanaan: RKAP (tahunan), rakor (bulanan), dan jadwal produksi (mingguan/harian). Dalam RKAP, rencana dan kebutuhan produksi dihitung berdasarkan perkiraan permintaan awal (target penjualan). Rencana ini dalam perjalanannya direview setiap bulan untuk disesuaikan dengan perkembangan penjualan, produksi, kebutuhan bahan baku, dan keuangan. Selanjutnya jadwal produksi untuk periode waktu tertentu disusun atas permintaan atau pesanan konsumen yang sudah masuk. Proses-proses pabrikasi yang bersifat tarik ini sepintas agak kontradiktif dengan informasi bahwa mayoritas pelanggan PTKL bersifat tetap. Akan tetapi, jika disesuaikan dengan aspek strategi kompetitif yang diambil, keputusan mendasarkan produksi pada order konsumen adalah tepat. Variasi produk, seperti yang telah dibahas sebelumnya, menjadi salah satu fokus perhatian perusahaan dalam memenuhi permintaan konsumennya. Variasi produk, dalam konteks industri kertas, bisa berarti
36
keberagaman dalam jenis kertas, gramatur, ukuran, dan sebagainya. Jadi, walaupun jumlah aggregat permintaan kertas dapat diperkirakan dengan baik, ketidakpastian dalam ragam kertas yang akan dipesan menjadi salah satu kendala mengapa proses pabrikasi tarik yang diterapkan.
4.3.2 Perencanaan dan Pengelolaan Persediaan Bagi banyak perusahaan barang-barang persediaan (inventory) adalah aset diam (current asset) yang paling besar. Masalah persediaan dapat benar-benar menyebabkan kegagalan bisnis. Bila sebuah perusahaan tidak benar-benar memperhatikan aliran keluar barang yang dimiliki, akibat yang buruk akan menimpanya. Kehabisan sediaan (stockout), pada titik yang ekstrim, dapat menyebabkan sebuah perusahaan berhenti berproduksi. Sebaliknya, jika perusahaan tersebut mempunyai persediaan yang berlebih, maka pertambahan biaya penyimpanan (carrying cost) bisa sebanding dengan selisih antara keuntungan dengan kerugian. Oleh karena itu, manajemen persedian yang baik akan memberikan sumbangsih besar pada keuntungan yang diperoleh perusahaan (Levin, Kirkpatrick, dan Rubin, 1982). Peranan penting persediaan dalam rantai pasokan adalah meningkatkan jumlah permintaan yang bisa dipenuhi dengan memiliki produk yang siap dan tersedia ketika konsumen menginginkannya. Selain itu, persediaan juga berperan dalam mengurangi biaya dengan mengembangkan skala ekonomis yang mungkin dapat dicapai selama produksi dan distribusi. Persediaan dalam rantai pasokan tersebut dapat berupa bahan baku, bahan antara, dan barang jadi (Chopra dan Meindl, 2001). Menurut Chopra dan Meindl (2001), persediaan memainkan peran yang penting dalam kemampuan suatu rantai pasokan dengan mendukung strategi kompetitif perusahaan. Jika strategi kompetitif perusahaan mensyaratkan tingkat daya respon yang tinggi, maka hal ini dapat dicapai dengan menempatkan persediaan dalam jumlah besar sedekat mungkin dengan konsumen. Begitu pun sebaliknya, sebuah perusahaan dapat memanfaatkan persediaan untuk menjadi lebih efisien dengan menguranginya dalam penyimpanan yang terpusat. Pertaruhan inilah (daya respon dan efisiensi) yang harus dicermati dalam pengendalian persediaan. Dalam sub pembahasan ini, persediaan yang dimaksud lebih menunjuk pada persediaan bahan baku, bukan pada persediaan produk jadi. Hal ini dikarenakan penyimpanan untuk produk jadi tidak dimaksudkan untuk mengantisipasi permintaan konsumen, akan tetapi hanya untuk menyediakan tempat sementara bagi produk-produk tersebut sebelum disalurkan kepada pemesan. Sedangkan penyediaan bahan-bahan baku dimaksudkan untuk menyiapkan kebutuhan produksi kertas bila sewaktu-waktu akan dimulai. Oleh karena itu, trade-off antara kemampuan menjaga keberlangsungan produksi (daya respon) dan usaha meminimumkan sediaan untuk mencapai efisiensi akan terjadi dalam pengelolaan persediaan bahan baku ini. Terdapat dua keputusan dasar terkait dengan persediaan, yaitu: 1. berapa banyak barang yang akan dipesan ketika persediaan barang tersebut perlu ditambah kembali, dan 2. kapan harus menambah kembali persediaan barang tersebut. Dalam pengelolaan persediaan oleh PTKL, pengawasan ketersediaan barang selalu dilakukan dengan mengontrol jumlah barang masuk dan keluar, waktu tunggu selama proses pengadaan. Setiap kontrol barang dalam gudang ini selalu disinkronisasikan dengan informasi sediaan pengaman, maksimum sediaan, tingkat pesan ulang, dan kuantitas pesan ekonomis dari barang tersebut. Dengan demikian dapat dievaluasi dan diketahui kemungkinan perubahan waktu tunggu dan implikasinya terhadap tingkat pesan ulang (reorder level) serta jumlah/kuantitas pesan ekonomis.
37
4.3.3 Keputusan Pengadaan (Sourcing) Istilah pembelian (purchasing atau procurement) menunjuk pada suatu proses dimana perusahaan mendapatkan bahan baku, komponen, produk, jasa, atau sumberdaya lainnya dari pemasok untuk menjalankan kegiatan operasinya. Sedangkan pengadaan (sourcing) adalah seluruh rangkaian proses bisnis yang diperlukan untuk membeli barang atau jasa. Untuk banyak fungsi dalam rantai pasokan, keputusan paling penting adalah apakah akan menyerahkan fungsi tersebut kepada pihak lain atau menjalankannya sendiri. Outsourcing menyebabkan pelaksanaan fungsi dalam rantai pasokan dilakukan oleh pihak ketiga (Chopra dan Meindl 2001). Dalam rantai pasokan kertas PTKL, fungsi pengadaan bahan baku dan alat transportasi pengiriman barang diserahkan kepada pihak lain. Perusahaan (PTKL) menggunakan istilah rekanan pemasok dan rekanan transportir untuk menyebut pihak-pihak ketiga yang bekerjasama dengannya tersebut. PTKL memiliki banyak rekanan (baik pemasok maupun transportir) yang dapat dipilih untuk menjalankan fungsi pengadaan tertentu. Dalam proses pengadaan, PTKL menerapkan tendering kepada para rekanan calon pemasoknya. Outsourcing merupakan suatu isu penting yang dihadapi oleh perusahaan dengan berbagai macam kecenderungan dalam menyikapinya. Menurut Chopra dan Meindl (2001), keputusan outsourcing dalam aktivitas rantai pasokan sangat terkait dengan dua hal berikut. 1. Apakah pihak ketiga akan meningkatkan surplus rantai pasokan dibandingkan dengan menjalankan aktivitas tersebut sendiri? 2. Sampai sejauh apa risiko yang ditimbulkan oleh outsourcing?
4.3.3.1 Outsourcing Pemilihan strategi outsource dalam pengadaan bahan baku oleh PTKL sangat didukung oleh ketiadaan HTI (Hutan Tanaman Industri) yang dikelola sendiri ataupun sumber bagasse (ampas tebu) yang dimiliki sendiri sebagai sumber bahan baku. Beberapa keuntungan yang bisa diperoleh oleh PTKL dengan outsourcing ini antara lain karena faktor-faktor berikut ini. a. Aggregasi kapasitas. Rekanan pemasok dan transportir dapat meningkatkan surplus rantai pasokan kertas PTKL dengan aggregasi permintaan dari berbagai perusahaan sehingga bisa mencapai skala ekonomis tertentu yang tidak akan didapatkan jika saja suatu perusahaan melakukannya sendiri. b. Aggregasi persediaan. Dengan menggabungkan persediaan dari berbagai konsumennya, pihak ketiga (pemasok) dapat meningkatkan surplus rantai pasokan. Dengan aggregasi ini mereka dapat menurunkan ketidakpastian secara signifikan dan meningkatkan skala ekonomis dalam pengadaan dan transportasi. c. Aggregasi transportasi dengan perantara transportasi. Para transportir dapat mencapai skala ekonomis yang lebih tinggi karena mereka menangani banyak permintaan jasa pengiriman dari berbagai perusahaan. d. Harga lebih rendah dan kualitas lebih tinggi. Pihak ketiga (pemasok dan transportir) memiliki spesialisasi dan pengalaman dalam melaksanakan fungsinya. Hal ini sangat memungkinkan mereka meminimumkan biaya operasinya dan, dengan demikian, menawarkan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan jika perusahaan menjalankannya sendiri. Kualitas yang lebih baik, misalnya, bisa diharapkan dari industri pulp yang sudah sustainable dalam waktu lama. Transportir yang berpengalaman juga dapat menentukan jalur yang paling ekonomis dan minim resiko dalam pengantaran produk.
38
Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan surplus dengan keterlibatan pihak ketiga yaitu skala, ketidakpastian (uncertainty), dan spesifisitas aset. Skala PTKL yang tidak besar dan kemampuan pemasok yang jauh lebih besar sangat memungkinkan peningkatan surplus dalam rantai pasokan. Dengan skala lebih besar yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan pulp, skala ekonomis yang lebih besar dapat dicapai. Demikian juga dengan angkutan transportasi. Faktor kedua yaitu ketidakpastian kebutuhan perusahaan. Jika kebutuhan yang relatif lebih bisa diprediksi, peningkatan surplus rantai pasokan akan lebih terbatas. PTKL memiliki banyak pelanggan tetap, permintaan dengan demikian dapat diasumsikan lebih stabil. Hubungan yang positif antara permintaan dengan kebutuhan bahan baku berarti pula ketidakpastian yang seharusnya relatif rendah. Oleh karena itu, dari segi satu faktor ini, keputusan outsource tidak tepat. Akan tetapi, sebagaimana disebutkan sebelumnya, skala produksi yang tidak besar dan ketiadaan kepemilikan HTI menjadi faktor yang sangat dominan mengapa strategi outsource ini dipilih. Faktor terakhir adalah spesifisitas aset. Aset pihak ketiga yang terlampau spesifik menyebabkan pada fleksibilitas yang rendah, dan karenanya peningkatan surplus dari aggregasi berbagai konsumen tidak bisa dicapai. Hubungan PTKL dengan banyak rekanan secara tidak langsung meningkatkan fleksibilitas pemasok karena reabilitasnya dalam pengadaan tertentu bisa dipilih sebelum ditentukan. Transportir PTKL juga mempunyai berbagai jenis armada angkutan sehingga dalam setiap seleksi bisa ditentukan siapa transportir yang cocok. Dengan demikian, secara umum dari ketiga faktor di atas, outsourcing merupakan strategi yang tepat diterapkan oleh PTKL. Selain poin-poin kelebihan di atas, keputusan outsourcing juga menimbulkan beberapa resiko. Dalam konteks ini resiko-resiko yang dapat timbul antara lain sebagai berikut. a. Kerusakan proses. Kehilangan kontrol terhadap pihak ketiga yang diajak berkerjasama bisa menjadi masalah dalam keputusan outsource ini. Untuk menanggulangi resiko ini, dalam Chopra dan Meindl (2004), perusahaan harus melakukan kontrol yang baik terhadap proses tersebut, kemudian melakukan analisis biaya-manfaat, dan pada akhirnya melaksanakan outsourcing. PTKL sudah cukup baik dalam memelihara proses pengadaan barang dan pengantaran produk agar tidak „rusak‟. b. Meremehkan biaya koordinasi. Penyerahan fungsi tertentu kepada pihak lain mensyaratkan koordinasi yang baik agar proses di dalamnya berjalan lancar. Biaya-biaya koordinasi ini sering kali tidak diperhitungkan dengan cermat oleh perusahaan. Oleh karena itu, kontrol yang efektif dan efisien harus diusahakan oleh perusahaan yang menerapkan outsorcing. c. Reduksi kontak dengan konsumen. Pengalihan fungsi pengantaran produk kepada transportir dapat menyebabkan masalah kehilangan kontak konsumen. Pelibatan perantara berarti memasukkan pihak baru dalam koordinasi. Konsumen dengan demikian –dalam penerimaan produk – hanya berhubungan langsung dengan pihak ketiga, dan pihak inilah yang selanjutnya menyampai-kan aliran balik kepada perusahaan.
4.3.3.2 Proses Outsourcing Jika keputusan outsource dijalankan, maka proses-proses pengadaan akan meliputi seleksi pemasok, desain kontrak pemasok, kolaborasi desain produk, pengadaan bahan atau jasa, dan evaluasi kinerja pemasok (Chopra and Meindl, 2001). Proses pengadaan yang dijalankan oleh PTKL dalam prosedur pengadaan barang atau jasa dapat dilihat pada Gambar 12. Penilaian Pemasok Dalam sistem pengadaan barang dan jasa, PTKL memiliki banyak calon pemasok yang sudah masuk dalam daftar rekanan mampu (DRM). Setiap pemasok – untuk jenis pasokan yang sama –
39
memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai pemasok pemenang. Penilaian awal dilakukan oleh pihak PTKL terhadap para calon pemasok yang antara lain meliputi aspek teknis (kesesuaian spesifikasi dan kualitas), kemampuan pemasok, kinerja selama ini, aspek ekonomis (harga dan sistem pembayaran), dan waktu tunggu. Penilaian ini untuk mereduksi jumlah calon pemasok yang banyak dalam DRM menjadi hanya beberapa yang akan diajukan penawaran kepadanya. Secara berkala, setiap semester pihak PTKL selalu melakukan evaluasi terhadap para pemasoknya atas kinerja mereka. Inilah yang dijadikan informasi dasar pada tahap penilaian awal pemasok. Permintaan pesanan Perkiraan harga
A Pengadaan barang oleh pemasok
Permintaan penawaran harga kepada pemasok
Barang datang
Harga dari pemasok
Inspeksi barang
Negosiasi
OK?
Komplain
Pemilihan Pemasok dan kesepakatan
Pembayaran
Penanganan komplain oleh pemasok
Pengiriman PO
Evaluasi dan Analisis
A Gambar 12. Prosedur pengadaan barang/jasa PT Kertas Leces Pemilihan Pemasok dan Negosiasi Setelah dilakukan penilaian awal dan didapatkan beberapa calon pemasok saja, negosiasi dilakukan terhadap mereka untuk menentukan pemasok pemenang. Sebelum melakukan negosiasi, pihak PTKL memperkirakan harga kebutuhan pasokannya untuk dijadikan sebagai permintaan penawaran kepada calon pemasok. Negosiasi selanjutnya dilakukan apabila calon pemasok sudah menginformasikan harga penawarannya. Dari hasil negosiasi ini kemudian dipilih dan ditentukan pemasok pemenang. Kolaborasi Desain Kolaborasi juga biasa dilakukan oleh PTKL dengan pemasoknya untuk mendesain barang yang cukup spesifik. Pada pembangunan unit pabrik baru, misalnya, pihak PTKL perlu secara intensif mengkomunikasikan keinginan desainnya dengn kontraktor yang dipilih sehingga hasil yang lebih memuaskan dan sesuai harapan dapat dicapai. Kolaborasi desain juga sering dilakukan, misalnya, pada pengangkutan dan pengiriman produk kepada pelanggan agar penyusunan produk dalam alat angkut tidak mengalami kerusakan dan maksimal pengisiannya. Pengadaan Pengadaan merupakan proses dimana pemasok mengirim produknya sebagai respon pada pesanan dari pelanggan. Menurut Chopra dan Meindl (2001), tujuan dari proses pengadaan ini adalah
40
membuat pesanan tersebut dilakukan dan dipenuhi tepat waktu pada tingkat biaya yang serendah mungkin. Proses ini dimulai dengan pembuatan pesanan oleh pembeli dan diakhiri dengan penerimaan barang dan pembayaran oleh pembeli tersebut. Dalam aktivitas pengadaannya, PTKL mengirimkan purchasing order (PO) atau surat order pembelian (SOP) kepada pemasok yang sudah dipilih dan dicapai kesepakatan pembelian dengannya. Pada surat pembelian ini antara lain dicantumkan informasi tentang tanggal pemesanan, barang yang dipesan, tanggal pengiriman, dan harga untuk barang yang dipesan. Perkembangan pemenuhan pesanan ini akan terus dipantau oleh pihak PTKL, terutama tentang waktu pengiriman barang. Hal ini memang sangat perlu diperhatikan karena akan sangat berpengaruh terhadap kelancaran produksi perusahaan. Oleh karena itu, kemungkinan-kemungkinan tentang perubahan lead time (waktu tunggu), dan pengaruhnya terhadap persediaan dapat terus diawasi. Performa pemasok pun dievaluasi sepanjang proses pengadaan dan dengan demikian dapat digunakan sebagai pertimbangan dan penilaian kembali jika perusahaan akan melakukan pembelian kembali. Saat barang yang dipesan sudah dikirim dan sampai di pabrik, proses inspeksi dilakukan untuk memastikan kesesuaian barang dengan spesifikasi yang sudah disebutkan dalam pesanan. Barangbarang yang sudah dinyatakan diterima selanjutnya disimpan dalam gudang logistik. Penerimaan barang ini kemudian ditindaklanjuti dengan pembayaran oleh bagian keuangan perusahaan. Perencanaan dan Analisis Pengadaan Pihak PTKL selalu melakukan evaluasi periodik terhadap kinerja para rekanan pemasok atau pun transportirnya. Evaluasi tersebut antara lain mengukur kinerja pemasok dari segi responsivitas, waktu tunggu, ketepatan waktu pengiriman, kualitas, dan kesesuaian pemenuhan. Informasi ini dibutuhkan untuk mempermudah keputusan outsourcing, terutama terkait dengan tahap penilaian dan pemilihan atau seleksi pemasok. Melalui hasil evaluasi tersebut, pihak perusahaan mendapatkan gambaran awal tentang bagaimana proses pengadaan akan berlangsung. Para pemasok yang mendapatkan skor baik dapat dijadikan calon yang lebih diunggulkan untuk mendapatkan tender pemenuhan pasokan barang perusahaan. Pihak PTKL menindaklanjuti hal ini dengan mendisposisi atau menunjuk satu atau beberapa pemasok saja untuk memasok kebutuhan perusahaan, dan jika masih dimungkinkan menjalankan mekanisme reorder (pesan ulang). Reorder adalah istilah yang dipakai oleh PTKL untuk menyebut pemesanan jenis barang yang sama pada tingkat harga yang sama pula dengan pemesanan yang dilakukan sebelumnya. Selain analisis yang berkaitan dengan kinerja pemasok, PTKL juga melakukan analisis terhadap semua pengeluaran yang berhubungan dengan proses pengadaan atau pembelian pada semua kategori dan berbagai pemasok. Dari analisis ini perusahaan dapat menentukan kuantitas pesanan ekonomis (economic order quantity – EOQ), volume diskon, dan proyeksinya untuk volume pembelian berikutnya. Prinsip dasar sourcing yang baik adalah kerjasama antara pembeli dengan pemasok yang dapat menarik lebih banyak peluang menghemat biaya daripada dua pihak yang bekerja sendiri-sendiri. Kerjasama yang solid ini nampaknya hanya dapat dihasilkan ketika dua pihak tersebut mempunyai hubungan jangka panjang dan tingkat kesalingpercayaan yang baik. Hubungan jangka panjang akan mendorong pemasok untuk mengeluarkan usaha lebih besar pada permasalahan yang dihadapi oleh pembeli tertentu. Hubungan jangka panjang ini juga dapat meningkatkan komunikasi dan koordinasi antara kedua belah pihak. Kemampuan seperti ini sangatlah penting dalam proses pengadaan barangbarang langsung (direct materials). Oleh karena itu, hubungan jangka panjang ini seharusnya dibangun dengan para pemasok barang-barang startegis dan kritis (Chopra dan Meindl (2001).
41
Selama ini PTKL menerapkan strategi banyak pemasok dalam mengelola rantai pasokannya. Langkah ini diambil oleh perusahaan antara lain agar mendapatkan harga sekompetitif mungkin dan kualitas barang sebaik mungkin. Dua hal ini memang sangat dimungkinkan untuk dicapai dengan menerapkan strategi banyak pemasok karena terdapat banyak alternatif yang bisa diperbandingkan. dengan demikian, sifat dari hubungan dengan pemasok seperti ini hanya jangka pendek. Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, pemilihan pemasok pemenang oleh PTKL biasanya didasarkan pada hasil negosiasi dengan capaian terbaik dari berbagai calon pemasok (dalam berbagai aspek). Hal ini dapat menimbulkan resiko underestimasi biaya koordinasi jika tidak benar-benar diperhatikan. Biaya overhead mungkin sekali membengkak akibat banyaknya komunikasi yang harus dijalin dengan calon pemasok atau pemasok terpilih. Upaya untuk membangun hubungan jangka panjang dengan para pemasok kunci bisa menjadi suatu strategi yang lebih menguntungkan bagi perusahaan dari pada strategi yang dijalankan saat ini. Beberapa alasan yang mendukung hal ini adalah sebagai berikut. a. Ketidakpastian permintaan yang relatif kecil. Sebagai perusahaan yang sudah lama sustainable dalam industri kertas, PTKL memiliki para pelanggan yang cukup setia. Hal ini berarti ketidakpastian dalam permintaan dapat diminimasi. Bila ketidakpastian permintaan relatiif kecil dan kebutuhan bahan memiliki korelasi positif dengan permintaan tersebut, maka pesanan kepada para pemasok juga hampir dapat diperhitungkan dengan pasti. Dengan demikian, pemasok dapat mengurangi ketidakpastian permintaannya pula dari pembelinya (PTKL). b. Kemudahan dalam mengelola persediaan. PTKL dituntut untuk selalu memiliki persediaan bahan baku dan bahan penolong yang cukup pada tempat dan waktu yang tepat. Permintaan dari pelanggan akan jenis kertas tertentu harus secara cepat direspon oleh perusahaan dengan menjalankan produksi. Hubungan jangka panjang dengan pemasok membuat perencanaan persediaan lebih tepat karena pengadaannya lebih terjamin. Waktu tunggu dan biaya overhead karena banyaknya komunikasi dan negosiasi yang sebelumnya harus dijalin dengan banyak pemasok bisa dikurangi secara signifikan. Waktu pengiriman juga dapat diperkirakan dengan lebih tepat.
4.4 Sumberdaya Rantai Pasokan Kertas 4.4.1 Sumberdaya Fisik Perkembangan industri pulp dan kertas yang masih menggantungkan sumber bahan bakunya dari serat kayu mengimplikasikan kebutuhan lahan/hutan yang luas. Hal ini diperkuat dengan adanya potensi pasar domestik kertas yang proyeksi masih akan terus berkembang dan pergeseran pasokan utama pulp dan kertas dunia. Data tahun 2008 dari Departemen Kehutanan menyebutkan bahwa luas areal hutan di Indonesia diperkirakan 133,369,684 ha, terdiri atas hutan lindung 31.6 juta ha, kawasan pelestarian alam 20.1 juta ha, hutan produksi 36.6 juta ha, hutan produksi terbatas 22.5 juta ha, dan hutan produksi yang dapat dikonversi 22.8 juta ha. Proyeksi pasokan kayu untuk industri pulp dan kertas dari hutan tanaman industri (HTI) pada 2012 adalah 34.6 juta m3. Jumlah ini berencana terus ditingkatkan hingga mencapai 44.2 juta m3 pada 2014 dan 65.1 juta m3 pada 2020 (Departemen Perindustrian 2009). Hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengembangan HTI adalah aspek pengelolaan yang harus memperhatikan kaidah kelestarian sehingga pemanfaatannya berkelanjutan. Dengan kata lain, perlu benar-benar diterapkan sustainable forest management (SFM) pada sistem HTI. Selain itu, masalah alokasi areal HTI, perizinan, dan aturan-aturan pengelolaannya perlu diatur sedemikian rupa sehingga investasi pada sektor industri pulp dan kertas ini berjalan sesuai arah pengembangan yang diharapkan.
42
Disamping bahan baku kayu dari HTI, penggunaan kertas bekas untuk produksi kertas mempunyai proporsi yang juga signifikan. Dengan permintaan kertas dalam negeri yang agaknya masih akan terus bertumbuh, pasokan kertas bekas domestik diperkirakan juga meningkat. Saat ini, tidak sampai 60% dari 5 juta ton kertas bekas yang digunakan pabrik kertas Indonesia dipenuhi dari pasokan dalam negeri. Tingkat pendaurulangan kertas pun masih stabil hanya dibawah 50% selama lima tahun terakhir. Dengan perkiraan produksi kertas mencapai 13.7 juta ton pada 2020, maka diharapkan pula terjadi kenaikan proporsi terhadap kertas bekas domestik menjadi 8.2 juta ton (pada tingkat pendaurulangan kertas mencapai 61% (Recovered Paper Market, 2010). Sehubungan dengan persoalan kertas bekas, belum ada target pendaurulangan dari pemerintah. Selain itu, infrastruktur untuk pengumpulan sampah kertas yang masih kurang dan wilayah geografis Indonesia yang berupa kepulauan menjadi hambatan tersendiri. Namun demikian, daur ulang serat domestik umumnya masih lebih murah dibandingkan dengan yang impor. Pertimbangan komersial inilah yang diharapkan mampu mendorong tingkat pendaurulangan kertas dalam negeri lebih tinggi lagi di masa mendatang. Dalam rangka mencapai hal tersebut, salah satu upaya yang seharusnya dilakukan adalah memfasilitasi pembentukan kelembagaan klaster-klaster pengumpul kertas bekas, mulai dari pemulung, pengepul kecil hingga pengepul besar. Dari segi infrastruktur, secara umum kondisinya di Indonesia masih buruk, terlebih di luar pulau Jawa. Padahal pulau-pulau seperti Sumatera, Kalimantan, dan Papua diarahkan untuk pengembangan industri pulp ke depan. Kurang memadainya fasilitas publik (jalan, listrik, pelabuhan) seringkali mendorong pelaku industri di luar pulau jawa membangun kebutuhan infrastrukturnya sendiri, sehingga investasi yang dibutuhkan bertambah besar. Perhatian dan peran lebih dari pemerintah diperlukan untuk memperbaiki kendala infrastruktur semacam ini. Tabel 16. Kapasitas, bahan baku, dan produk pada lima mesin kertas PT Kertas Leces Mesin Kertas (Kapasitas)
Bahan Baku
Produk Kertas
Kardus bekas (OCC) I (30 ton/hari)
Sludge dari ETP Afval campur
Medium liner
Broke Mesin Kertas I Kardus bekas (OCC) II (70 ton/hari)
SWL Afval putih Broke Mesin Kertas II
III (200 ton/hari) IV (40 ton/hari)
Kertas tulis Kertas gambar Medium Liner
Pulp serat panjang Pulp serat pendek
Kertas tulis cetak
Broke Mesin Kertas III Pulp serat panjang Pulp serat pendek
Berbagai jenis kertas tisu
Broke Mesin Kertas IV Pulp serat panjang
V (300 ton/hari)
Pulp serat pendek
Kertas tulis cetak
Deinked pulp
Kertas koran
Broke Mesin Kertas IV Keterangan: OCC = Old Corrugated Carton SWL = Sorted White Ledger
Afval = kertas sisa Broke = kertas yang rusak selama proses produksi
43
Pada kasus PTKL, pasokan bahan baku tidak diperoleh dari pengusahaan HTI. Kebutuhan seratnya dipenuhi dengan menjalin jaringan pasokan baik dari produsen pulp, pabrik gula, pengepul kertas bekas lokal, maupun ekportir kertas bekas dari luar negeri. Kondisi ini memang sesuai dengan kapasitas PTKL yang tidak besar, hanya 640 ton/hari atau sekitar 170 ribu ton/tahun. Dalam menjalankan aktivitas produksi, PTKL dilengkapi dengan fasilitas sebagai berikut. Pabrik pulp kimia
: 2 unit
Pabrik deinking
: 1 unit
Pabrik chemical recovery
: 2 unit
Mesin kertas
: 5 unit
Pembangkit listrik tenaga uap
: 1 unit
Instalasi pengolah air limbah (IPAL) : 1 unit Pabrik chlor alkali : 1 unit Pada Tabel 16 diterangkan kapasitas per unit mesin kertas, jenis bahan baku, dan jenis produk kertas yang biasa dihasilkan.
4.4.2 Sumberdaya Teknologi Departemen Perindustrian (2009) mengungkapkan bahwa pada aspek teknologi yang digunakan oleh pabrik-pabrik kertas (termasuk pulp) di Indonesia, deviasinya sangat besar; sebagian besar industri pulp dan kertas nasional adalah pabrik tua yang menggunakan teknologi lama dengan kapasitas kecil, sebagian kecil lainnya merupakan pabrik-pabrik baru dengan kapasitas sangat besar dan menggunakan teknologi modern setara dengan teknologi di negara maju. Selain itu, teknologi masih sangat bergantung pada luar negeri, terutama dalam rekayasa permesinan, teknologi proses, dan pengembangan produk baru. Dalam menghadapi era ekolabeling, saat ini PTKL mengarahkan bisnisnya pada hal-hal sebagai berikut. a. Penggunaan bahan baku diarahkan pada sumber serat yang berasal jenis nonkayu (trutama ampas tebu) dan kertas bekas. b. Dari sisi teknologi proses, produksi pulp dengan proses soda, penyempurnaan dengan penambahan oksigen delignifikasi, didukung chemical recovery plant, dan sistem alkali sizing pada mesin kertas. c. Dalam rangka pengendalian limbah, semua air buangan diolah di Unit Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) dan sebagian digunakan kembali, dan gas buangan recovery boiler dilalukan pada penangkap debu (electrostatic presipitator). d. Penjaminan stabilitas mutu produk. Sebagai pabrik yang sudah dari 1940 beroperasi, mesin-mesin PTKL banyak yang sudah tua. Walaupun telah mengalami pengembangan berkali-kali sejak mula dibangun, PTKL berupaya terus untuk mengikuti perkembangan teknologi di dunia industri pulp dan kertas. Oleh karena itu, kecermatan dalam transisi teknologi lama ke teknologi yang lebih baru menjadi hal yang niscaya. Dalam rangka mendukung peningkatan riset dan pengembangan serta penerapan teknologi di bidang industri pulp dan kertas, diperlukan integrasi yang baik antara industri, badan penelitian dan pengembangan (Balai Besar Pulp dan Kertas, BPPT, LIPI), dan perguruan tinggi. Aspek yang perlu ditingkatkan tersebut terutama terkait dengan efisiensi proses produksi, peningkatan mutu produk, diversifikasi produk, pemanfaatan bahan baku alternatif potensial, penanganan masalah lingkungan, pengembangan standar, dan semacamnya. Selain itu, diperlukan pula upaya penggiatan industri rancang bangun dan rekayasa permesinan nasional di bidang industri pulp dan kertas, dengan harapan secepatnya industri pulp dan kertas nasional tidak lagi bergantung pada luar negeri.
44
4.4.3 Sumberdaya Permodalan Industri pulp dan kertas termasuk indsutri yang membutuhkan investasi sangat besar (capital intensive), terlebih dengan pengembangan HTI. Biaya investasinya diperkirakan sebesar USD 1200 per ton kapasitas terpasang (Departemen Perindustrian 2009). Berdasarkan data dari APKI tahun 2007, sebanyak 69 perusahaan berstatus modal dalam negeri, 12 purusahaan dari modal luar negeri, dan 3 perusahaan milik negara. Pada produksi kertas, perusahaan berstatus modal dalam negeri menguasai 68 persen dari total kapasitas terpasang nasional, dan 29 persen yang dimiliki perusahaan berstatus modal luar negeri. Untuk pulp, 47 persen dari investasi dalam negeri, dan 49 persen dari investasi luar negeri (Putra 2009). PTKL termasuk salah satu perusahaan kertas yang dimiliki negara (Badan Usaha Milik Negara – BUMN), selain PT Kertas Padalarang dan PT Kertas Kraft Aceh. Modalnya berbentuk saham, dimana struktur permodalannya dikuasai oleh negara. Walau begitu, sebagai BUMN yang berbentuk Perusahaan Perseroan (Persero), tujuannya tetaplah mengejar keuntungan.
4.4.4 Sumberdaya Manusia Industri pulp dan kertas di Indonesia telah mulai dikembangkan sejak 1923. Pengalaman panjang di sektor industri ini tentu sudah dimiliki. Dengan kenyataan ini, sebenarnya putra-putri Indonesia telah mampu menjalankan industri pulp dan kertas dengan baik. Saat ini juga sudah ada Akademi Teknologi Pulp dan Kertas (ATPK) dan berbagai sekolah serta perguruan tinggi bidang teknik teknologi lainnya yang dapat menyuplai kebutuhan sumberdaya manusia untuk industri pulp dan kertas. PTKL sendiri sudah beroperasi sejak 1940. Di tengah persaingan dalam industri kertas yang semakin ketat, PTKL dengan sumberdaya yang dimiliki berupaya tetap bertahan. Dari sisi sumberdaya manusia, seluruh tenaga kerjanya berstatus pegawai negeri. Sebagai sebuah perusahaan negara, PTKL juga menjaga perannya dalam proses edukasi dengan memfasilitasi pembelajaran dan praktik lapang dari berbagai lembaga pendidikan. Pengalaman yang sudah sekian lama ini tidak jarang mendatangkan tenaga dari perusahaan kertas lain untuk belajar dari PTKL. Manajemen PTKL dipimpin oleh dewan komisaris dan dewan direksi. Struktur organisasinya mulai dari yang teratas adalah presiden direktur (direktur utama), direktur (terdiri atas direktur produksi dan pengembangan, direktur pemasaran, direktur keuangan, administrasi dan umum), manajer, superintendent, supervisor, hingga kelompok kerja. Diagram struktur organisasi perusahaan dari tingkat direktur sampai superintenden dapat dilihat pada Lampiran 2.
45
BAB V MODEL SELEKSI DAN EVALUASI PEMASOK DENGAN AHP 5.1 Penilaian Pemasok pada PT Kertas Leces Dalam sistem pengadaan barang dan jasa, PT Kertas Leces (PTKL) memiliki banyak calon pemasok yang sudah masuk dalam daftar rekanan mampu (DRM). Setiap pemasok – untuk pasokan sejenis – memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai pemasok pemenang. Penilaian dilakukan oleh pihak PTKL terhadap para calon pemasok, dimana mempertimbangkan aspek teknis (kesesuaian spesifikasi dan kualitas), kemampuan pemasok, kinerja selama ini, aspek ekonomis (harga dan sistem pembayaran), dan waktu tunggu. Penilaian ini untuk mereduksi jumlah calon pemasok yang banyak dalam DRM menjadi hanya beberapa yang akan diajukan penawaran kepadanya. Secara berkala, setiap semester pihak PTKL selalu melakukan evaluasi terhadap para pemasoknya atas kinerja mereka. Inilah yang dijadikan informasi dasar pada tahap penilaian pemasok. Teknik penilaian pemasok yang diterapkan oleh PTKL merupakan weighted-point, dimana untuk masing-masing kriteria penilaian sudah ditetapkan bobotnya tersendiri. Bobot tersebut sudah ditetapkan oleh perusahaan dan dianggap sudah sesuai dengan kondisi perusahaan. Tabel 17 menjelaskan kriteria yang dipertimbangkan dalam seleksi pemasok pada PTKL berikut dengan bobot dan keterangan pemberian nilainya. Aspek ekonomi adalah kriteria yang dianggap paling penting dengan bobot 50%, diikuti oleh aspek teknis 30%, cara pembayaran 10%, dan pengiriman serta garansi masing-masing 5%. Dalam memberikan nilai kinerja pemasok, skala 0 sampai dengan 100 diterapkan. Tabel 17. Kriteria dan cara penilaian pemasok PT Kertas Leces Kriteria Penilaian Teknis Ekonomi Cara Pembayaran
Pengiriman Garansi
Bobot 30% 50% 10%
5% 5%
Keterangan Rentang nilai 0 – 100 Penawaran dengan harga terendah: nilai 100 Paling menguntungkan: nilai 100, contoh: - Konsinyasi: 100 - L/C at sight: 40 - Barter: 90 - T/T advance cover bank - Kredit: 90 garansi: 40 - T/T after received goods: 80 - DP 10% - L/C usance: 70 - DP n%: -1/3(n-100)+30 - T/T shipping document: 40 - T/T advance: 0 Tercepat: nilai 100 Terbaik: nilai 100
Setelah dilakukan penilaian dan didapatkan beberapa calon pemasok saja, negosiasi dilakukan terhadap mereka untuk kemudian langsung ditentukan pemasok pemenang. Sebelum melakukan negosiasi, pihak PTKL memperkirakan harga kebutuhan pasokannya untuk dijadikan sebagai permintaan penawaran kepada calon pemasok. Negosiasi selanjutnya dilakukan apabila calon pemasok sudah menginformasikan harga penawarannya. Dari hasil negosiasi ini kemudian dipilih dan ditentukan pemasok pemenang. Pada subbab-subbab berikut akan dipaparkan tentang model alternatif yang dapat digunakan dalam proses seleksi dan evaluasi pemasok pada indutri kertas. Bagian ini diawali dengan struktur keputusan hierarkis untuk seleksi pemasok, hingga contoh aplikasi penerapannya pada kasus spesifik serta penjelasan implikasi manajerialnya.
46
5.2 Model AHP untuk Seleksi dan Evaluasi Pemasok Prinsip dasar pengadaan yang baik adalah bahwa kerjasama antara pembeli dengan pemasok dapat menarik lebih banyak peluang menghemat biaya daripada dua pihak yang bekerja sendirisendiri. Kerjasama yang solid ini kiranya hanya dapat dihasilkan ketika dua pihak tersebut mempunyai hubungan jangka panjang dan tingkat kesalingpercayaan yang baik. Hubungan jangka panjang akan mendorong pemasok untuk mengeluarkan usaha lebih besar pada permasalahan yang dihadapi oleh pembeli tertentu. Hubungan jangka panjang ini juga dapat meningkatkan komunikasi dan koordinasi antara kedua belah pihak. Kemampuan seperti ini sangatlah penting dalam proses pengadaan barangbarang langsung (direct materials). Oleh karena itu, hubungan jangka panjang ini seharusnya dibangun dengan para pemasok barang-barang startegis dan kritis (Chopra dan Meindl 2001). Penelitian ini berupaya mengajukan sebuah model seleksi dan evaluasi pemasok dalam industri kertas yang dibangun dengan pendekatan AHP. Bagian ini dimulai dengan hasil identifikasi kriteria yang relevan dan penting dipertimbangkan dalam seleksi dan evaluasi pemasok, kemudian dilanjutkan dengan ulasan mengenai model pengambilan keputusannya serta contoh aplikasinya pada kasus seleksi pemasok tertentu. Pada tahap akhir, implikasi dari semua hal tersebut dibahas agar diperoleh informasi yang bermanfaat bagi peningkatan proses seleksi dan evaluasi pemasok.
5.2.1 Struktur Keputusan Hierarkis Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan model AHP untuk seleksi dan evaluasi pemasok pada industri kertas. Metodologi yang diterapkan mengadaptasi Tam dan Tummala (2001) dan Lee et al. (2001), yaitu dengan mengintegrasikan suatu skala tingkat kinerja untuk memberikan nilai pada masing-masing alternatif bagi setiap subkriteria terkait. Sebelumnya, sebanyak 25 subkriteria yang terbagi dalam empat dimensi kriteria ditentukan sebagai dasar awal untuk mengidentifikasi faktor yang paling relevan dan penting terkait masalah dalam penelitian ini. Tabel 18 menunjukkan hasil pendapat responden ahli tentang penilaiannya terhadap tingkat relevansi setiap subkriteria dalam skala 1 sampai dengan 3 yang secara berurutan berarti “tidak penting”, “penting”, dan “sangat penting”. Dengan mengeliminasi faktor (subkriteria) pada peringkat 15% terbawah dan yang diberi nilai 1 oleh salah satu (atau lebih) responden, maka tersisalah 19 faktor yang selanjutnya digunakan dalam pengembangan model AHP untuk seleksi pemasok pada industri kertas. Kriteria yang tereliminasi (ditandai dengan warna kolom abu) yaitu rasio ketertolakan produk, rasio kecacatan produk, fleksibilitas, daya respon, kebijakan garansi dan klaim, dan struktur penentuan harga. Dengan demikian, struktur hierarki keputusan dalam seleksi dan evaluasi pemasok bahan/item kritis pada industri kertas secara lengkap dapat diilustrasikan sebagaimana pada Gambar 13. Struktur AHP ini dikembangkan untuk dapat memberikan model keputusan dalam masalah seleksi pemasok pada industri kertas, khususnya terhadap item/bahan yang dianggap kritis (sangat penting). Setiap item spesifik sangat mungkin memiliki nilai pertimbangan yang berbeda pada tingkat kepentingan antar-subkriterianya. Oleh karena itu, sebaiknya untuk masing-masing item/bahan kritis teridentifikasi (Tabel 4) dilakukan perhitungan bobot kriteria dan subkriterianya, sehingga selanjutnya dapat digunakan langsung dalam seleksi dan evaluasi pemasok. Dalam aplikasi model di atas, kertas bekas dipilih sebagai contoh item kritis untuk menjelaskan prosedur pengambilan keputusan dengan AHP dalam seleksi pemasok dan implikasi manajerialnya. Pemilihan kertas bekas dalam contoh penerapan model ini didasarkan pada tiga aspek pertimbangan: volume penggunaannya dalam industri kertas, resiko terkait produksi, dan kebutuhan akan pasokan impor. Berdasarkan data yang diacu dalam Recovered Paper Market (2010), kertas bekas mempunyai porsi 54 persen dari total bahan baku serat yang digunakan pada industri kertas, dan lebih dari 40
47
persennya masih diimpor. Lebih dari 60 persen impor kertas bekas dari Eropa, diikuti oleh Amerika (14%) dan Singapura (13%). Porsi pemakaian kertas bekas ini diproyeksi tetap akan signifikan seiring dengan makin tingginya kesadaran dunia terhadap lingkungan hidup (Lampiran 3). Kecenderungan ini juga didukung oleh harga yang relatif murah, serta teknologi yang terus berkembang. Tabel 18. Hasil penilaian responden ahli tentang tingkat relevansi kriteria yang dipertimbangkan dalam seleksi pemasok pada industri kertas Kriteria
Kualitas
Pengiriman
Pelayanan dan Manajemen Organisasi
Biaya
Subkriteria
R1
R2
R3
Rataan
Kesesuaian Teknis
2
2
2
2.00
Reliabilitas Produk
3
2
3
2.67
Standar dan Jaminan Kualitas
2
3
3
2.67
Rasio Ketertolakan Produk
1
2
2
1.67
Rasio Kecacatan Produk
1
2
3
2.00
Kecepatan Pengiriman
2
2
2
2.00
Ketepatan Waktu
3
3
3
3.00
Ketepatan Jumlah
3
2
3
2.67
Fleksibilitas
1
2
2
1.67
Daya Respon
1
2
3
2.00
Layanan Purnajual
2
3
2
2.33
Prosedur Komplain dan Responsibilitas
2
3
2
2.33
Tingkat Kemudahan Komunikasi
3
2
3
2.67
Status Finansial
3
2
2
2.33
Kepercayaan
2
2
3
2.33
Hubungan Jangka Panjang
2
3
3
2.67
Sistem Informasi
2
2
3
2.33
Tanggungjawab Lingkungan
3
2
3
2.67
Kemampuan Teknis
3
3
2
2.67
Fasilitas dan Kapasitas
3
2
2
2.33
Kebijakan Garansi dan Klaim
1
2
3
2.00
Harga Produk
2
3
3
2.67
Reduksi Biaya
2
3
3
2.67
Struktur Penentuan Harga
1
2
2
1.67
Cara Pembayaran
2
2
2
2.00
Keterangan R1: Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Said, MA.Dev R2: Dr. Ir. Han Roliadi, M.Sc R3: Dr. Ir. Muhammad Yani, M.Eng
Struktur AHP yang sudah didesain kemudian diaplikasikan untuk mengevaluasi bobot kriteria (dan subkriteria), serta untuk menganalisis tingkat kinerja pemasok. Informasi yang digunakan dalam kasus evaluasi pemasok disini didasarkan pada data simulasi dan data empiris. Data simulasi digunakan untuk menggambarkan tingkat kinerja pemasok, sedangkan data empiris – dari pertimbangan pakar – digunakan untuk menentukan bobot dari setiap kriteria (dan subkriteria).
48
Seleksi Pemasok Bahan/Item Kritis pada Industri Kertas
Level 1 Tujuan
Level 2 Kriteria
Level 3 Subkriteria
Kualitas
Pengiriman
Biaya
Pelayanan dan Manajemen Organisasi
Reliabilitas produk
Ketepatan waktu
Harga produk
Kemudahan komunikasi
Standar dan jaminan kualitas
Ketepatan jumlah
Reduksi biaya
Tanggung jawab lingk.
Kecepatan pengiriman
Cara pembayaran
Kemampuan teknis
Kesesuaian teknis
Hub. jangka panjang Status finansial Fasilitas dan kapasitas Sistem informasi Kepercayaan Layanan purnajual Prosedur komplain dan responsibilitas
Level 4 Tingkat Kinerja Sangat Baik
Level 5 Alternatif
Pemasok 1
Baik
Cukup
Pemasok 2
Kurang
Buruk
Pemasok 3
Gambar 13. Struktur hierarki keputusan dalam seleksi dan evaluasi pemasok pada industri kertas
5.2.2 Hasil Pengumpulan dan Pengolahan Data Pada tahap pengumpulan dan pengolahan data ini, tim evaluator ditentukan untuk kemudian diminta melakukan penilaian perbandingan berpasangan terhadap kriteria dan subkriteria yang digunakan dalam struktur AHP di atas. Dalam rangka mendapatkan nilai kepentingan relatif untuk setiap kriteria terkait dengan bahan kritis terpilih, yaitu kertas bekas, data nilai perbandingan berpasangan dari para pakar diolah dengan menggunakan program Expert Choice. Matriks penilaian perbandingan berpasangan diperoleh dari dua evaluator (pakar), yaitu Prof. Dr. E. Gumbira Said, MA.Dev dan Dr. Ir. Han Roliadi, MS, M.Sc. Tabel 19 menunjukkan hasil bobot prioritas untuk masing-masing kriteria dan subkriteria. Nilai yang ada dalam Tabel 19 merupakan nilai hasil konsensus yang diperoleh dengan menggunakan rataan geometris dari penilaian yang diberikan kedua pakar. Rasio konsistensi (CR) setiap kelompok perbandingan berpasangan juga ditunjukkan di bagian bawah masing-masing matriksnya. Sebanyak tiga matriks perbandingan berpasangan bernilai lebih dari 0.1. Ini menunjukkan bahwa evaluator kurang konsisten dalam memberikan penilaiannya. Setelah bobot prioritas lokal diperoleh seperti pada Tabel 19, kemudian bobot prioritas global bagi masing-masing subkriteria dapat pula ditentukan. Tabel 20 menunjukkan hasil perhitungan bobot prioritas global subkriteria yang diperoleh dari mengalikan bobot lokalnya dengan bobot lokal elemen hierarki di atasnya. Selanjutnya, subkriteria-subkriteria tersebut diurutkan dari yang memiliki
49
Tabel 19. Matriks perbandingan berpasangan pada seleksi dan evaluasi pemasok Tujuan Kualitas Pengiriman Biaya Pelayanan dan Manj. Org.
Kualitas 1
Pengiriman 3.00 1
Biaya 0.58 0.22 1
Pelayanan dan Manj. Org. 1.73 4.24 3.87 1
Prioritas 0.272 0.169 0.466 0.920 CR = 0.17
Kualitas Reabilitas Produk Standar dan Jaminan Kualitas Kesesuaian Teknis
Reabilitas Produk 1
Standar&Jaminan Kualitas 1 1
Kesesuaian Teknis 1.73 3.00 1
Prioritas 0.373 0.448 0.179 CR = 0.03
Pengiriman Ketepatan Waktu Ketepatan Jumlah Kecepatan Pengiriman
Ketepatan Waktu 1
Ketepatan Jumlah 1.00 1
Kecepatan Pengiriman 1.73 0.58 1
Prioritas 0.396 0.274 0.330 CR = 0.13
Harga Produk 1
Reduksi Biaya 1.00 1
Cara Pembayaran 2.24 3.87 1
Prioritas 0.389 0.467 0.145 CR = 0.03
Biaya Harga Produk Reduksi Biaya Cara Pembayaran
KOM Pelayanan dan Manj. Org. Kemudahan Komunikasi 1 Tanggung Jawab Lingkungan Kemampuan Teknis Hubungan Jangka Panjang Status Finansial Fasilitas dan Kapasitas Sistem Informasi Kepercayaan Layanan Purnajual Pros. Komplain dan Responsibilitas
LINK 2.24 1
KT 1.00 2.45 1
HUB 3.87 5.48 0.65 1
FIN 1.29 1.73 0.58 0.58 1
Fas.&Kap. 0.58 0.58 1.00 1.00 1.73 1
SI 0.38 3.87 0.58 0.58 1.73 1.41 1
KEP 1.73 1.00 1.00 1.00 1.29 1.00 3.87 1
PURN 1.73 1.73 1.73 1.00 2.24 3.46 3.87 0.58 1
PKR 0.77 3.00 2.23 1.73 1.00 1.29 1.00 0.58 1.73 1
Prioritas 0.120 0.169 0.080 0.067 0.112 0.117 0.127 0.067 0.062 0.079 CR = 0.11
50
Tabel 20. Bobot prioritas lokal dan global untuk setiap subkriteria
Kualitas
Bobot Lokal 0.272
Pengiriman
0.169
Ketepatan Waktu (F4) Ketepatan Jumlah (F5) Kecepatan Pengiriman (F6)
0.396 0.274 0.330
0.067 0.047 0.056
Biaya
0.466
Harga Produk (F7) Reduksi Biaya (F8) Cara Pembayaran (F9)
0.389 0.467 0.145
0.181 0.218 0.068
Kemudahan Komunikasi (F10) Tanggung Jawab Lingkungan (F11) Kemampuan Teknis (F12) Hubungan Jangka Panjang (F13) Status Finansial (F14) Fasilitas dan Kapasitas (F15) Sistem Informasi (F16) Kepercayaan (F17) Layanan Purnajual (F18) Prosedur Komplain dan Responsibilitas (F19)
0.120 0.169 0.080 0.067 0.112 0.117 0.127 0.067 0.062 0.079
0.011 0.016 0.007 0.006 0.010 0.011 0.012 0.006 0.006 0.007
Total
1.000
Kriteria
Pelayanan dan 0.092 Manajemen Organisasi
Reabilitas Produk (F1) Standar dan Jaminan Kualitas (F2) Kesesuaian Teknis (F3)
Bobot Lokal 0.373 0.448 0.179
Bobot Global 0.101 0.122 0.049
Subkriteria (Kode)
Tabel 21. Urutan peringkat kepentingan subkriteria Ranking 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Subkriteria Reduksi Biaya Harga Produk Standar dan Jaminan Kualitas Reabilitas Produk Cara Pembayaran Ketepatan Waktu Kecepatan Pengiriman Kesesuaian Teknis Ketepatan Jumlah Tanggung Jawab Lingkungan Sistem Informasi Kemudahan Komunikasi Fasilitas dan Kapasitas Status Finansial Kemampuan Teknis Prosedur Komplain dan Responsibilitas Hubungan Jangka Panjang Kepercayaan Layanan Purnajual Total
Bobot Global 0.218 0.181 0.122 0.101 0.068 0.067 0.056 0.049 0.047 0.016 0.012 0.011 0.011 0.010 0.007 0.007 0.006 0.006 0.006 1.000
51
bobot global terbesar hingga yang terkecil, seperti ditunjukkan pada Tabel 21. Dari tabel ini dapat dilihat bahwa biaya menjadi faktor pertimbangan utama, dimana reduksi biaya (0.218) dan diikuti harga produk (0.181) menduduki peringkat teratas. Anak kriteria (subkriteria) dari biaya, kualitas, dan pengiriman semuanya berada pada sepuluh peringkat teratas dengan bobot terbesar. Dari kriteria kualitas, standar dan jaminan kualitas (0.122) serta reliabilitas (0.101) merupakan faktor yang paling diperhatikan, sedangkan dari kriteria pengiriman, faktor tersebut yaitu ketepatan waktu (0.067) dan kecepatan pengiriman (0.056).
5.2.3 Aplikasi AHP pada Masalah Seleksi Pemasok Spesifik Model AHP yang diajukan diatas selanjutnya diaplikasikan dalam sebuah contoh seleksi pemasok. Data dan hasil pengolahan untuk kasus tersebut secara lengkap tersaji pada Tabel 22. Pada aplikasi ini digambarkan tiga perusahaan yang menjadi calon pemasok. Proses seleksinya didasarkan pada pertimbangan faktor-faktor yang telah disusun dalam AHP, yaitu kualitas, biaya, pengiriman, dan pelayanan dan manajemen organisasi berikut dengan subkriteria turunannya. Tabel 22. Aplikasi model AHP pada simulasi kasus seleksi pemasok kertas bekas Kriteria Bobot Pemasok A Subkriteria Global Kinerja Skor x Bobot Kualitas Reabilitas Produk 0.101 B 0.261 0.0265 Standar dan Jaminan 0.122 A 0.513 0.0625 Kualitas Kesesuaian Teknis 0.049 B 0.261 0.0127 Pengiriman Ketepatan Waktu 0.067 C 0.129 0.0086 Ketepatan Jumlah 0.047 B 0.261 0.0123 Kecepatan 0.056 C 0.129 0.0072 Pengiriman Biaya Harga Produk 0.181 C 0.129 0.0234 Reduksi Biaya 0.218 B 0.261 0.0568 Cara Pembayaran 0.068 C 0.129 0.0087 Pelayanan dan Manajemen Organisasi Kemudahan 0.011 B 0.261 0.0029 Komunikasi Tanggung Jawab 0.016 A 0.513 0.0080 Lingkungan Kemampuan Teknis 0.007 A 0.513 0.0038 Hubungan Jangka 0.006 B 0.261 0.0016 Panjang Status Finansial 0.010 C 0.129 0.0013 Fasilitas dan 0.011 B 0.261 0.0028 Kapasitas Sistem Informasi 0.012 B 0.261 0.0030 Kepercayaan 0.006 B 0.261 0.0016 Layanan Purnajual 0.006 C 0.129 0.0007 Prosedur Komplain 0.007 B 0.261 0.0019 dan Responsibilitas Total Skor 0.2464 Normalisasi 0.3658
Kinerja
Pemasok B Skor x Bobot
Kinerja
Pemasok C Skor x Bobot
C
0.129
0.0131
B
0.261
0.0265
B
0.261
0.0318
B
0.261
0.0318
B
0.261
0.0127
B
0.261
0.0127
B B
0.261 0.261
0.0175 0.0123
C B
0.129 0.261
0.0086 0.0123
B
0.261
0.0146
B
0.261
0.0146
B C D
0.261 0.129 0.063
0.0473 0.0281 0.0043
C B C
0.129 0.261 0.129
0.0234 0.0568 0.0087
B
0.261
0.0029
A
0.513
0.0057
B
0.261
0.0041
B
0.261
0.0041
B
0.261
0.0019
B
0.261
0.0019
B
0.261
0.0008
A
0.513
0.0032
C
0.129
0.0013
B
0.261
0.0027
C
0.129
0.0014
B
0.261
0.0028
A B B
0.513 0.261 0.261
0.0060 0.0016 0.0015
B C C
0.261 0.129 0.129
0.0030 0.0008 0.0007
B
0.261
0.0019
C
0.129
0.0009
0.2059 0.3057
0.2212 0.3285
Pengolahan data secara manual dengan tabulasi Excel dalam rangka mendapatkan nilai kinerja setiap pemasok dilakukan untuk memberikan presentasi yang lebih jelas tentang alur pengerjaannya. Nilai prioritas global untuk setiap pemasok diperoleh dengan mengalikan bobot global setiap subkriteria dengan skor (bobot) tingkat kinerja, dan kemudian menambahkan keseluruhan nilai yang diperoleh tersebut. Nilai keseluruhan bagi masing-masing pemasok itu selanjutnya perlu dinormalisasikan
52
kembali sehingga diperoleh nilai akhirnya. Pada contoh kasus aplikasi ini, pemasok A memiliki nilai bobot akhir tertinggi, yaitu 0.3658. Pengerjaan dengan Expert Choice memberikan hasil yang sedikit berbeda dalam angka, namun urutan prioritas pemasok yang dipilih tetap sama, dimana diperoleh nilai kinerja untuk pemasok A, pemasok B, dan pemasok C berturut-turut yaitu 0.354, 0.307, dan 0.339 (Lampiran 4). Dengan demikian, selayaknya pemasok A terpilih sebagai pemasok terbaik yang memenuhi tujuan yang telah ditentukan.
5.2.4 Analisis Sensitivitas terhadap Tingkat Kepentingan Kriteria Analisis sensitivitas mengidentifikasi dampak perubahan prioritas kriteria terhadap nilai kinerja keseluruhan masing-masing pemasok. Setelah mendapatkan solusi awal mengenai evaluasi pemasok, analisis sensitivitas dapat dilakukan untuk mengetahui respons utilitas setiap alternatif pemasok terhadap perubahan tingkat kepentingan relatif kriteria. Analisis sensitivitas ini berguna apabila evaluator bermaksud melakukan penyesuaian (menambah atau mengurangi) tingkat kepentingan relatif dari suatu kriteria terhadap kriteria lainnya terkait kondisi yang sedang dihadapi. Serangkaian analisis sensitivitas ini dilakukan dengan bantuan program Expert Choice.
Gambar 14. Analisis sensitivitas kinerja pemasok pada setiap kriteria (kondisi awal)
Gambar 15. Analisis sensitivitas kinerja pemasok setelah perubahan tingkat kepentingan pengiriman
53
a b
c
d
Gambar 16. Klasifikasi peringkat pemasok berdasarkan selang tingkat sensitivitas gradien pengiriman Analisis sensitivitas kinerja (performance sensitivity analysis – PSA) pada Expert Choice merepresentasikan variasi peringkat pemasok terhadap perubahan setiap kriteria. Grafik tersebut menggambarkan perbandingan (rasio) persentase nilai setiap alternatif terhadap bobot kriterianya. Hasil analisis menujukkan bahwa dalam kriteria kualitas pemasok A berada pada peringkat teratas, diikuti oleh pemasok C kemudian pemasok B. Untuk kriteria pengiriman, pemasok B memiliki nilai tertinggi, diikuti oleh pemasok C kemudian pemasok A. Selanjutnya untuk kriteria biaya, pemasok A memiliki nilai kinerja paling tinggi, diikuti oleh pemasok C dan pemasok B, sedangkan untuk kriteria pelayanan dan manajemen organisasi, pemasok A berada pada tingkat tertinggi, diikuti pemasok C dan pemasok B (Gambar 14). Jika pada suatu keadaan tertentu, aspek pengiriman dianggap sangat vital dalam suatu kasus pengadaan, sehingga evaluator menaikkan tingkat kepentingan relatif untuk pengiriman menjadi 45%, maka urutan peringkat kinerja keseluruhan pemasok akan berubah pula, dimana pemasok B berada pada tingkat kinerja terbaik dengan 0.342, kemudian disusul oleh pemasok C (0.335) dan pemasok A (0.322) (Gambar 15). Dengan kata lain, masing-masing kriteria memiliki sensitivitas gradien tertentu, dimana perubahan tingkat kepentingan relatifnya pada tingkat interval tertentu dapat mempengaruhi peringkat nilai kinerja pemasok secara keseluruhan. Misalnya, berdasarkan tingkat kepentingan pengiriman, terdapat empat klasifikasi daerah “peringkat pemasok” sebagai berikut (Gambar 16). a. Pada 0.000 sampai dengan 0.323, pemasok A > pemasok C > pemasok B b. Pada 0.323 sampai dengan 0.366, pemasok C > pemasok A > pemasok B c. Pada 0.366 sampai dengan 0.398, pemasok C > pemasok B > pemasok A d. Pada 0.398 sampai dengan 1.000, pemasok B > pemasok C > pemasok A
5.3 Implikasi Manajerial 5.3.1 Faktor Kesuksesan Kritis dalam Seleksi Pemasok Faktor kesuksesan kritis dalam seleksi pemasok sangat mungkin berbeda antara barang yang satu dengan yang lain, antara suatu industri dengan industri yang lain. Hal tersebut dikarenakan tuntutan fokus dan tujuan yang juga berbeda-beda dalam pemenuhan kebutuhan konsumennya. Dickson (1966) dalam Cheraghi (2002) memberikan salah satu kesimpulan menarik lewat risetnya bahwa semakin kompleks suatu produk/jasa yang dibeli, maka cenderung semakin banyak faktor yang dipertimbangkan. Pada kasus semacam ini, menurutnya, harga kemudian menjadi faktor yang agaknya relatif kurang atau tidak penting.
54
1.0
100
0.8
80
0.6
60
0.4
40
0.2
20
Count
0.75
0.0
Subk riteria C ount Percent C um %
F8 F7 F2 F1 F9 F4 F6 F3 F5 F11 F16 F10 F15 Other 0.218 0.181 0.122 0.101 0.068 0.067 0.056 0.049 0.047 0.016 0.012 0.011 0.011 0.042 22 18 12 10 7 7 6 5 5 2 1 1 1 4 22 40 52 62 69 76 81 86 91 92 94 95 96 100
Percent
Faktor kesuksesan kritis ditentukan dengan memilih kriteria-kriteria yang bobotnya mencapai 75% dari total bobot pada diagram Pareto. Dengan demikian, faktor kesuksesan kritis untuk kertas bekas dalam pasokan industri kertas adalah reduksi biaya, harga produk, standar dan jaminan kualitas, reliabilitas produk, cara pembayaran, dan ketepatan waktu (Gambar 17). Implikasi dari hal ini yaitu bahwa meningkatkan kinerja pemasok pada enam aspek tersebut akan memberikan dampak yang lebih efektif dalam meningkatkan keseluruhan kinerja pemasok dibandingkan dengan kriteria lainnya. Selaras dengan kesimpulan Dickson (1996) di atas, hasil pembobotan yang memberikan nilai tinggi bagi faktor reduksi biaya dan harga produk ini juga mengindikasikan bahwa kertas bekas dapat dikatakan sebagai barang yang sederhana. Faktor biaya atau harga menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan dalam penentuan pemasoknya.
0
Faktor Kesuksesan Kritis
Gambar 17. Digram Pareto untuk identifikasi faktor kesuksesan kritis
5.3.2 Monitoring Kinerja Pemasok Hasil penilaian dalam rangka seleksi pemasok di atas menunjukkan posisi performa setiap calon pemasok. Secara detail, dapat diketahui kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh masingmasing organisasi pemasok. Informasi tersebut penting sebagai dasar proses evaluasi dan seleksi pemasok selanjutnya. Lebih jauh, upaya untuk membangun kerjasama lebih baik dan jangka panjang dimulai dari interpretasi dan pemanfaatan informasi ini. Sehubungan dengan hal tersebut, Lee et al. (2001) memperkenalkan apa yang disebut sebagai kriteria manajerial (managerial criteria) untuk membantu meningkatkan kinerja pemasok maupun kualitas pasokannya. Kriteria manajerial mencakup kriteria yang menjadi faktor kesuksesan kritis dalam proses seleksi pemasok suatu barang/jasa dan kriteria yang menjadi faktor kelemahan pada pemasok utama. Dalam kasus ini, sebagaimana diungkapkan pada bagian sebelumnya faktor kesuksesan kritis ditentukan dari batas 75% pada diagram pareto bobot setiap kriteria. Mereka adalah reduksi biaya, harga produk, standar dan jaminan kualitas, reliabilitas produk, cara pembayaran, dan ketepatan waktu. Disamping itu, kriteria yang menjadi faktor lemah dari pemasok utama (pemasok A) adalah harga produk, ketepatan waktu, kecepatan pengiriman, sitem informasi, kemudahan komunikasi, status finansial, hubungan jangka panjang, dan layanan purnajual. Tabel 23 menunjukkan
55
pembandingan (benchmarking) kinerja atarpemasok pada setiap kriteria untuk identifikasi faktor lemah pada pemasok A sebagai pemasok utama. Dengan demikian, manajerial kriteria dapat disajikan secara keseluruhan dalam Tabel 24. Tabel 23. Identifikasi faktor lemah pada pemasok utama Faktor
Bobot
F1 0.101 F2 0.122 F3 0.049 F4 0.067 F5 0.047 F6 0.056 F7 0.181 F8 0.218 F9 0.068 F10 0.011 F11 0.016 F12 0.007 F13 0.006 F14 0.010 F15 0.011 F16 0.012 F17 0.006 F18 0.006 F19 0.007 Total Nilai
Pemasok A (PA) 0.261 0.513 0.261 0.129 0.261 0.129 0.129 0.261 0.129 0.261 0.513 0.513 0.261 0.129 0.261 0.261 0.261 0.129 0.261 0.3664
Tingkat Kinerja Pemasok B (PB) 0.129 0.261 0.261 0.261 0.261 0.261 0.261 0.129 0.063 0.261 0.261 0.261 0.129 0.129 0.129 0.513 0.261 0.261 0.261 0.3047
Pemasok C (PC) 0.261 0.261 0.261 0.129 0.261 0.261 0.129 0.261 0.129 0.513 0.261 0.261 0.513 0.261 0.261 0.261 0.129 0.129 0.129 0.3289
Pemasok Ideal = maks (PA, PB, PC) 0.261 0.513 0.261 0.261 0.261 0.261 0.261 0.261 0.129 0.513 0.513 0.513 0.513 0.261 0.261 0.513 0.261 0.261 0.261
Faktor Lemah Lemah Lemah Lemah Lemah Lemah Lemah Lemah Lemah -
Tabel 24. Manajerial kriteria untuk monitoring kinerja pemasok No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kode F1 F2 F4 F6 F7 F8 F9 F10 F13 F14 F16 F18
Manajerial Kriteria
Bobot
Reabilitas Produk
0.101
Standar dan Jaminan Kualitas
0.122
Ketepatan Waktu
0.067
Kecepatan Pengiriman
0.056
Harga Produk
0.181
Reduksi Biaya
0.218
Cara Pembayaran
0.068
Kemudahan Komunikasi
0.011
Hubungan Jangka Panjang
0.006
Status Finansial
0.010
Sistem Informasi
0.012
Layanan Purnajual
0.006
Kriteria manajerial di atas dapat digunakan sebagai bahan monitoring kinerja pemasok. Perusahaan manufaktur (pembeli) dapat membantu pemasok utamanya dalam meningkatkan kinerja mereka dengan memberikan informasi masukan tentang kriteria manajerial teridentifikasi tersebut. Dengan demikian, pemasok akan lebih berfokus melakukan perbaikan yang terkait dengan manajerial kriteria. Ketika pemasok utama sudah mampu mencapai tingkat kinerja ideal, yaitu pada kolom maks (PA, PB, PC) dalam Tabel 23, maka secara bertahap hal tersebut juga akan meningkatkan kualitas
56
proses pengadaan perusahaan secara keseluruhan. Pada tahap lebih lanjut, hubungan dengan pemasok ini dapat diarahkan menuju hubungan jangka panjang yang lebih menguntungkan. Dengan menggunakan pendekatan AHP ini, kriteria untuk pemilihan pemasok dapat didefinisikan dengan jelas. Masalah yang dihadapi pun mampu disusun secara sistematis. Model AHP ini memungkinkan para pembuat keputusan untuk memperhitungkan kekuatan dan kelemahan setiap pemasok dengan membandingkannya terkait kriteria yang ditekankan. Hasil yang diperoleh dari model AHP ini juga dapat diarahkan untuk meningkatkan kualitas manajemen dengan pemasok melalui serangkaian analisis lanjutan, mulai analisis sensitivitas, faktor kritis, hingga kriteria manajerial.
57
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat dirumuskan berdasarkan hasil pembahasan kajian seleksi dan evaluasi pemasok pada rantai pasokan kertas adalah sebagai berikut. 1. Anggota rantai pasokan kertas pada PT Kertas Leces (PTKL) umumnya terdiri atas pemasok bahan baku serat (produsen pulp, pengumpul kertas bekas, pabrik gula), PTKL, konverter, distributor, ritel, dan konsumen (akhir atau pun lembaga). Konsumen langsung produk PTKL adalah konsumen lembaga, dimana kertas yang diproduksi masih sebagai produk antara (gulungan dan lembaran besar). PTKL lebih mengutamakan aspek mutu dan variasi produk dalam strategi kompetitifnya. 2. Proses-proses pada siklus pesanan konsumen dan siklus pabrikasi dieksekusi setelah order konsumen datang (proses tarik). Penjadwalan produksi dilakukan seketika berdasarkan pesanan yang masuk. Pada sisi lain, siklus pengadaan dilakukan sebagai bentuk antisipasi terhadap pesanan produksi (proses dorong). Walaupun memiliki pabrik pulp sendiri, PTKL masih menggantungkan pengadaan bahan bakunya kepada pihak lain. Outsourcing pengiriman produk ke konsumen pun dilakukan kepada transportir. 3. Perancangan model seleksi dan evaluasi pemasok pada rantai pasokan kertas menghasilkan kriteria dan subkriteria dengan bobot masing-masing sebagai berikut. a. Kualitas (0.272), dengan subkriteria reliabilitas produk (0.101), standar dan jaminan kualitas (0.122), dan kesesuaian teknis (0.049). b. Pengiriman (0.169), dengan subkriteria ketepatan waktu (0.067), ketepatan jumlah (0.047), kecepatan pengiriman (0.056). c. Biaya (0.466), dengan subkriteria harga produk (0.181), reduksi biaya (0.218), cara pembayaran (0.067). d. Pelayanan dan manajemen organisasi (0.092), dengan sub kriteria kemudahan komunikasi (0.011), tanggung jawab lingkungan (0.016), kemampuan teknis (0.007), hubungan jangka panjang (0.006), status finansial (0.010), fasilitas dan kapasitas (0.011), sistem informasi (0.012), kepercayaan (0.006), layanan purnajual (0.006), dan prosedur komplain dan responsibilitas (0.007). 4. Hasil analisis faktor kesuksesan kritis menunjukkan kemiripan komposisi kriteria yang dipertimbangkan dalam seleksi dan evaluasi pemasok bahan baku kertas dimana reduksi biaya, harga produk, standar dan jaminan kualitas, reliabilitas produk, cara pembayaran dan ketepatan waktu menjadi faktor-faktor dengan kepentingan relatif tertinggi. 5. Model seleksi dan evaluasi pemasok dengan AHP dalam rantai pasokan kertas dapat memberikan penilaian yang lebih sistematis dan komprehensif, serta mampu mendukung perbaikan proses dalam manajemen hubungan dengan pemasok.
6.2 Saran Saran-saran yang dapat diajukan berdasarkan hasil kajian seleksi dan evaluasi pemasok pada rantai pasokan kertas adalah sebagai berikut. 1. Pelibatan pakar dari kalangan praktisi (perusahaan) dan penerapan model dalam masalah empiris lapangan perlu dilakukan untuk menguatkan aplikabilitas model yang diajukan ini.
58
2. 3.
Untuk penelitian lanjutan dapat diarahkan pada identifikasi parameter-parameter untuk setiap subkriteria, terkait dengan tingkat kinerja pemasok. Integrasi model dalam sebuah sistem penunjang keputusan seleksi dan evaluasi pemasok akan sangat berguna untuk meningkatkan kemudahan proses.
59
DAFTAR PUSTAKA
Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia [APKI]. 2007. Direktori Pulp dan Kertas Indonesia. Jakarta: APKI. Balai Besar Pulp dan Kertas, [Online]. 2010. http://www.bbpk.go.id/main/index.php?option=com_ content&task=view&id=122&Itemid=55. [14 Juni 2011] Benyoucef L, Ding H, Xie X. 2003. Supplier selection problem: Selection criteria and methods. Laporan Riset, INRIA-LORRAINE, MACSI Project. Carlsson D, D‟Amours S, Martel A, Rönnqvist M. 2006. Supply chain management in the pulp and paper industry. Working Paper DT-2006-AM-3. Canada: Interuniversity Research Center on Enterprise Networks, Logistics, and Transportation (CIRRELT). Chakraborty PS, Majumder G, Sarkar B. 2005. Performance evaluation on existing vendors using analytic hierarchy process. Journal of Scientific and Industrial Research 64: 648-652. Cheng JH dan Tang CH. 2009. An application of fuzzy delphi and fuzzy AHP for multi-criteria evaluation on bicycle industry supply chain. WSEAS Transactions on Systems and Control 4: 21-34. Cheng JH, Lee CM, Tang CH. 2009. An application of fuzzy delphi and fuzzy AHP on evaluating wafer supplier in semiconductor industry. WSEAS Transactions on Indoemation Science and Applications 6: 756-767. Cheraghi SH, Dadashzadeh M, Subramanian M. 2002. Critical succes factors for supplier selection: An update. Journal of Applied Business Research 20 (2): 91-108. Chopra S. dan Meindl P. 2001. Supply Chain Management: Strategy, Planning, and Operation (3rd Edition). New Jersey: Pearson Prentice Hall. Data Consult. 1995. Indonesian Pulp and Paper Industry: Current Developments and Prospects. Jakarta: PT Data Consult Inc., Business Surveys and Reports. Davenport TH. 1993. Process Innovation: Reengineering Work Through Information Technology. Boston: Harvard Business School Press. Departemen Perindustrian. 2009. Roadmap Industri Kertas. Jakarta: Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia, Departemen Perindustrian. Dickson,W.G. 1966. An analysis of vendor selection systems and decisions. Journal of Purchasing 2: 5 -20. Gulen KG. 2007. Supplier selection and outsourcing strategies in supply chain management. Journal of Aeronautics and Space Technologies 3 (2): 1-6. Hou TH dan Huang CW. 2002. The impact of supply chain management on supplier selection and evaluation in taiwanese industries. Journal of Technology 17 (2): 281-292. Kachainchai V dan Weerawat W. 2009. Supplier evaluation and selection in thailand‟s hard disk drive industry. Laporan Riset, Industry/University Cooperative Research Center in HDD Advanced Manufacturing, King Mongkut‟s University of Technology Thonburi and National Electronics and Computer Technology Center, National Science and Technology Development Agency, Thailand.
60
Krause DR, Handfield RB, Scannell TV. 1998. An empirical investigation of supplier development: reactive and strategic processes. Journal of Operation Management 17: 39-58. Koprulu A. dan Albayrakoglu MM. 2007. Supply chain management in the textile industry: A supplier selection model with analitycal hierarchy process. ISAHP, Viña Del Mar, Chile, 3-6 Agustus. Lambert DM dan Cooper MC. 2000. Issues in supply chain management. Industrial Marketing Management 29 (1): 65-83. Lee EK, Ha S, Kim SK. 2001. Supplier selection and management system considering relationship in supply chain management. IEEE Transactions on Engineering Management 48 (3): 307-318 Lee HL dan Billington C. 1992. Managing supply chain inventory: pitfalls and opportunities. Sloan Management Rev., hal. 65-73. Spring. Liberatore MJ. 1987. An extension of the analytic hierarchy process for industrial R&D project selection and resource allocation. IEEE Transactions on Engineering Management 34 (1): 1218. Liberatore MJ. 1989. A decision support approach for R&D project selection. In: Golden BL, Wasil EA, Harker PT (ed). The Analytic Hierarchy Process Applications and Studies. New York: Springer, hal. 13-29. Martel A, M‟Barek W, D‟Amours S. 2005. International factors in the design of multinational supply chain: The case of Canadian pulp and paper companies, FORAC Working Paper DT-2005AM-3. Canada: Interuniversity Research Center on Enterprise Networks, Logistics, and Transportation (CIRRELT). Narasimhan R, Talluri S, Mendez D. 2001. Supplier evaluation and rationalization via data envelopment analysis: An empirical examination. The Journal of Supply Chain Management: A Global Review of Purchasing and Supply Copyright, Agustus 2001: National Association of Purchasing Management, Inc. : 28-37 Papermaking Chemistry and Technology, [Online]. http://www.chempatec-auhorn.com/additives/ index.html. [2 Februari 2011. Pearson JM dan Ellram LM. 1995. Supplier selection and evaluation in small versus large electronics firms. Journal of Small Business Management, hal. 53-65. Petroni A. 2000. Vendor selection using principal component analysis. The Journal of Supply Chain Management 1 (13): 63-69. Putra EJ. 2009. Analisis Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Pulp dan Kertas di Indonesia [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Recovered Paper Market: Indonesia, [Online]. 2010, Februari. http://www.wrap.org.uk/downloads/ Indonesia_Market_Snapshot_-_FINAL.a1c5e899.8522.pdf. [31 Juli 2011]. Simchi LD, Kaminsky P, Simchi-Levi E. 2000. Designing and Managing The Supply Chain: Concepts, Strategies, and Case Studies. New York: McGraw-Hill. Tahriri F, Osman MR, Ali A, Yusuff RM, Esfandiary A. 2008. AHP approach for supplier evaluation and selection in a steel manufacturing company. Journal of Industrial Engineering and Management 1 (2): 54-76. Tahriri F, Osman MR, Ali A, Yusuff RM. 2007. A review of supplier selection methods in manufacturing industries. Suranaree Journal of Science and Technology 15 (3): 201-208
61
Tam MCY dan Tummala VMR. 2001. An application of the ahp in vendor selection of a telecommonications system. The International Journal of Management Science (Omega) 29: 171-182. Ting SC dan Cho DI. 2008. An integrated approach for supplier selection and purchasing decisions. Suppy Chain Management: An International Journal 13 (2): 116-127. Van der Vorst JGAJ. 2006. Performance measurement in agri-food supply-chain networks: An overview. In: Quantifying The Agri-Food Supply Chain 13-24. Logistics and Operations Research Group, Wageningen University, Hollandseweg: Wageningen. Weber CA, Current JR, Benton WC. 1991. Vendor selection criteria and methods. European Journal of Operational Research 50: 2-18.
62
LAMPIRAN
63
Lampiran 1. Pangsa Pasar Beberapa Perusahaan Kertas dan Kertas Leces Berdasarkan Jenis Produk Kertas
No
Perusahaan
Kertas Koran 1 Apex Kumbong 2 Adiprima S. 3 Kertas Leces 4 Gede Karang 5 Suparma 6 Setia Kawan 7 Kertas Basuki Rachmat 8 Kertas Blabak Total Kertas Koran Kertas Tulis Cetak 1 Sinar Mas Group - Pindo Deli - Tjiwi Kimia - Indah Kiat - Lontar Papirus 2 Riau Andalan Kertas 3 Surabaya Agung 4 Kertas Leces 5 Lain-lain Total Kertas Tulis Cetak Kertas Tisu 1 Sinar Mas Group - Pindo Deli - Lontar Papirus 2 Indo Paper 3 Sopanusa 4 Java Paperindo 5 Jaya Kertas 6 Kertas Leces 7 Lain-lain Total Kertas Tisu
Lokasi Pabrik
Jawa Barat Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Tengah
Jawa Barat Jawa Timur Riau, Banten Jambi Riau Jawa Timur Jawa Timur
Jawa Barat Jambi Banten Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur
Kapasitas (Ribu Ton)
Pangsa (Persen)
430.0 150.0 90.0 50.4 15.0 7.0 3.8 3.6 749.8
57 20 12 7 2 1 1 0 100
3,284.0 1,315.0 1,008.0 806.0 155.0 350.0 310.0 70.0 169.60 4,184.0
78.5
135.0 75.0 60.0 49.5 21.6 16.5 13.2 10.0 26.80 272.6
50
8.4 7.4 1.7 4.1 100
18 8 6 5 4 10 100
63
Lampiran 2. Struktur organisasi PT Kertas Leces (tingkat direktur sampai superintendent) Direktur Produksi
Manajer Plant 1
SE
PP Prod
PP Tek
Manajer Plant 2
Manajer Plant 3
1A
2A
3A
1B
2B
3B
1C
2C
Plant Service1
Manajer Conv. Dan Fin.
Manajer DalKualLing
Prod. Conv. & Fin.3
Sistem Man.
Fin. 2&5 Adm. Conv. & Fin.
Dal. Kual Peng. Ling.
Plant Service2
Direktur Keuangan
Manajer Akunt. & Keu.
Akuntansi
Manjer SDM
Manjer TAP
Personalia
Adm. AP
Diklat & Bang SDM
Keuangan
Manajer Kep. RS
Pelayanan Medis Penunjang Medis
Pajak & Aset
Direktur Pemasaran Manajer Logistik
Manajer Pemasaran
Bang. Usaha & Pemberdayaan Aset
Daan DN
Penjualan
Leces I, II, III, IV
Daan Impor
Dang. Sar.
Optimalisasi Proyek
Dang. Log.
RE Sar.
PP Log.
Keterangan SE PP Prod PP Tek Conv dan Fin DalKualLing Sistem Man Peng Ling Akunt dan Keu Daan DN Dang Log PP Log Dang Sar RE Sar
: Shift Engineering : Perencanaan dan Pengendalian Produksi : Perencanaan dan Pengendalian Teknik : Converting dan Finishing : Pengendalian Kualitas dan Lingkungan : Sistem Manajemen : Pengendalian Lingkungan : Akuntansi dan Keuangan : Pengadaan Dalam Negeri : Penggudangan Logistik : Perencanaan dan Pengendalian Logistik : Penggudangan Pemasaran : Rencana dan Evaluasi Pemasaran
64
Lampiran 3. Data impor kertas bekas dan proyeksi konsumsi bahan baku serat untuk produksi kertas di Indonesia Australia 7% Singapura 13%
Amerika Serikat 14%
Lain-lain 4% United Kingdom 23%
Eropa Lain 39%
Impor kertas bekas ke Indonesia berdasarkan asal negara importir tahun 2008 Sumber: Recovered Paper Market (2010)
Konsumsi bahan baku serat untuk produksi kertas di Indonesia Sumber: Recovered Paper Market (2010)
65
Lampiran 4. Hasil pemodelan AHP untuk seleksi dan evaluasi pemasok dengan Expert Choice Model Name: kriteria Treeview
Goal: Memilih Pemasok Kertas Bekas kualitas (G: .272) reliabilitas produk (G: .101) standar dan jaminan kualitas (G: .122) kesesuaian teknis (G: .049) pengiriman (G: .169) ketepatan waktu (G: .067) ketepatan jumlah (G: .047) kecepatan pengiriman (G: .056) biaya (G: .466) harga produk (G: .181) reduksi biaya (G: .218) cara pembayaran (G: .067) pelayanan dan manajemen organisasi (G: .092) kemudahan komunikasi (G: .011) tanggung jawab lingkungan (G: .016) kemampuan teknis (G: .007) hubungan jangka panjang (G: .006) status finansial (G: .010) fasilitas dan kapasitas (G: .011) sistem informasi (G: .012) kepercayaan (G: .006) layanan purnajual (G: .006) prosedur komplain dan responsibilitas (G: .007)
Alternatives
Pemasok A Pemasok B Pemasok C
Model Name: kriteria
Priorities with respect to: Goal: Memilih Pemasok Kertas Bekas
Combined
kualitas
.272 .169
pengiriman biaya pelayanan dan manajemen organi Inconsistency = 0.17 with 0 missing judgments.
.466 .092
Model Name: kriteria
Priorities with respect to: Goal: Memilih Pemasok Kertas Bekas >kualitas
reliabilitas produk standar dan jaminan kualitas kesesuaian teknis Inconsistency = 0.03 with 0 missing judgments.
.354 .307 .339
Combined
.373 .448 .179
66
Model Name: kriteria Priorities with respect to: Goal: Memilih Pemasok Kertas Bekas >pengiriman
ketepatan waktu
Combined
.396 .274
ketepatan jumlah kecepatan pengiriman Inconsistency = 0.13 with 0 missing judgments.
.330
Model Name: kriteria Priorities with respect to: Goal: Memilih Pemasok Kertas Bekas >biaya
harga produk
Combined
.389 .467
reduksi biaya cara pembayaran Inconsistency = 0.03 with 0 missing judgments.
.145
Model Name: kriteria
Priorities with respect to: Goal: Memilih Pemasok Kertas Bekas >pelayanan dan manajemen organi...
kemudahan komunikasi tanggung jawab lingkungan kemampuan teknis hubungan jangka panjang status finansial fasilitas dan kapasitas sistem informasi kepercayaan layanan purnajual prosedur komplain dan responsi Inconsistency = 0.11 with 0 missing judgments.
Combined
.120 .169 .080 .067 .112 .117 .127 .067 .062 .079 Model Name: kriteria Ratings Scales
reliabilitas produk (G: .101)
Rating Scales Intensity Name Sangat Baik Baik Cukup Kurang Buruk
Priority .513 .261 .129 .063 .034
67