KAJIAN TEMPORAL KEKERINGAN MENGGUNAKAN PERHITUNGAN KEETCH BYRAM DRYNESS INDEX (KBDI) DI WILAYAH BANJARBARU, BANJARMASIN DAN KOTABARU PERIODE 2005 – 2013 Herin Hutri Istyarini1), Sri Cahyo Wahyono1), Ninis Hadi Haryanti1)
ABSTRAK. Dinamika cuaca dan iklim berperan besar dalam perubahan ketersediaan air tanah secara spasial dan temporal. Secara temporal, perubahan ketersediaan air tanah secara umum lebih mudah untuk dirasakan seperti kejadian fenomena kekeringan dan kekurangan air yang terjadi pada periode bulan tertentu. Kalimantan Selatan merupakan daerah yang berpotensi terjadinya kekeringan pada saat musim kemarau. Menjadi sangat penting untuk mengetahui rekaman iklim yang telah terjadi dan pengaruh yang ditimbulkan oleh iklim tersebut terhadap tingkat kerawanan kebakaran hutan pada suatu wilayah melalui tingkat kekeringannya. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis indeks kekeringan menggunakan metode Keetch Byram Dryness Index (KBDI), Indeks Osilasi Selatan (SOI) dan hotspot yang digunakan sebagai parameter kekeringan. Data yang digunakan adalah data curah hujan dan suhu maksimum dari 2 Stasiun Meteorologi dan 1 Stasiun Klimatologi untuk mewakili wilayah Kalimantan Selatan dari tahun 2005-2013 dan hotspot dari tahun 2005-2013. Fenomena El~Nino terjadi pada tahun 2006-2007 (September - Januari) dan tahun 2009-2010 (November - Maret). Korelasi antara KBDI terhadap curah hujan periode 2006-2007 dan 2009-2010 bernilai negatif (bersifat berbanding terbalik). Nilai korelasi bersifat kuat di ketiga wilayah pengamatan pada tahun 2006 dan bersifat lemah di wilayah Banjarbaru dan Kotabaru pada tahun 2009. Korelasi antara KBDI terhadap hotspot periode 2006-2007 dan 2009-2010 bernilai positif (bersifat berbanding lurus) dan bersifat kuat di wilayah Banjarbaru, Banjarmasin dan Kotabaru. Kata kunci: El Nino, Hotspot, Indeks Kekeringan, Kekeringan, Kalimantan Selatan.
PENDAHULUAN
dapat meningkatkan kerentanan dan
Di Indonesia, kebakaran hutan di
kerawanan kebakaran hutan ekosistem
kawasan ekuatorial Pulau Sumatera
gambut. KBDI menunjukkan korelasi
dan
Kalimantan sering dipicu oleh
yang lebih baik secara umum dengan
kegiatan pembukaan lahan hutan yang
parameter kekeringan jumlah hotspot
masih mengunakan api pada saat
bulanan.
musim kemarau panjang, yaitu pada
Menjadi
sangat
penting
untuk
periode akumulasi biomassa kering
mengetahui rekaman iklim yang telah
ekosistem hutan gambut meningkat
terjadi dan pengaruh yang ditimbulkan
pesat. Di Indonesia fenomena El~Nino
oleh iklim tersebut terhadap tingkat
berperan
sangat
kerawanan
kejadian
kekeringan
1)
penting panjang
dalam yang
kebakaran
hutan
pada
suatu wilayah. Kajian ilmiah bahaya
Program Studi Fisika FMIPA Universitas Lambung Mangkurat
89
90 Jurnal Fisika FLUX, Vol. 12 No. 2, Agustus 20165(89 – 99) kebakaran hutan dapat diarahkan pada
wilayah tersebut memiliki perbedaan
persiapan
dini
yang jelas antara periode musim hujan
bahaya kebakaran hutan dalam bentuk
dan kemarau. Musim hujan biasanya
kekeringan (dryness index).
terjadi pada bulan Oktober - Mei, angin
sistem
peringatan
BMKG (2007) menyatakan bahwa
bertiup dari arah Timur Laut, kecepatan
Kalimantan Selatan merupakan salah
angin tiap bulannya berkisar antara 8-
satu wilayah yang berpotensi terjadinya
14 knot dan rata-rata tiap bulan antara
kekeringan pada saat musim kemarau.
5-6 knot. Musim kemarau (panas)
Penggunaan
terjadi pada bulan Juni - Agustus dan di
kekeringan
KBDI dalam mengkaji di
Banjarmasin
wilayah dan
Banjarbaru,
Kotabaru.
Nilai
antara kedua musim tersebut terdapat musim peralihan.
korelasi antara KBDI dengan pola curah hujan bulanan. Nilai korelasi antara
KBDI
(hotspot)
dengan
titik
sebagai
El~Nino
panas
parameter
Indikator yang umum digunakan untuk
mengetahui
atau
menduga
El~Nino
adalah
Southern
kejadian
kekeringan.
Oscillation Index (SOI). Selain nilai SOI, TINJAUAN PUSTAKA
untuk mengetahui kejadian fenomena
Wilayah Penelitian
El~Nino
Provinsi
Kalimantan
Selatan
para
mendefinisikan
peneliti hal
juga
telah
yang
berkaitan
penyimpangan
suhu
secara geografis terletak di 114° 19' 33"
dengan
- 116° 33' 28" Bujur Timur dan 1° 21'
permukaan laut di Samudra Pasifik
49" - 1° 10" 14" Lintang Selatan.
dekat ekuator. Dihitung dari harga
Provinsi Kalimantan Selatan terletak di
penyimpangan suhu permukaan laut
bagian
selatan
terhadap
dengan
batas-batas:
Pulau
Kalimantan
sebelah
barat
rata-ratanya
disebut sebagai
yang
biasa
Nino. Ada beberapa
dengan Provinsi Kalimantan Tengah,
Nino yang biasa digunakan yaitu :
sebelah timur dengan Selat Makasar,
1. Nino 1+2 (0-10°LS, 80-90°BB)
sebelah selatan dengan Laut Jawa dan
2. Nino 3 (5°LU-5°LS, 90-150°BB)
sebelah
3. Nino 4 (5°LU-5°LS, 150°BB-160°BT)
utara
dengan
Provinsi
Kalimantan Timur. BMKG (2013) dalam Profil
Kehutanan
menyebutkan
bahwa
33
4. Nino 3.4 (5°LU-5°LS, 120-170°BB).
Provinsi Kalimantan
Selatan memiliki pola hujan Monsunal,
Nino 3.4 merupakan kawasan yang
paling
membangkitkan
dominan
berperan
El~Nino.
Sehingga,
Istyarini, H.H., dkk. Kajian Temporal Kekeringan ....91
nilai anomaly SST dikawasan Nino 3.4
SOI
dihitung
dari
perbedaan
paling penting untuk diketahui. Jika
tekanan udara rata-rata bulanan (PA)
suhu
antara Tahiti dan Darwin dibagi dengan
laut
dikawasan
Nino
3.4
mengalami kenaikan, maka Indonesia
standar
akan
tekanan udara antara Tahiti dengan
mengalami
kekeringan
yang
cukup parah. Sebaliknya, jika suhu laut di kawasan tersebut berada di bawah normal, maka angin yang terjadi di Indonesia
masih
bersifat
basah.
Sehingga, kemungkinan hujan masih akan turun di Indonesia pada musim kemarau. Southern Oscillation Index (SOI) Southern Oscillation merupakan suatu sistem timbangan tekanan udara antara wilayah Pasifik equator bagian timur dan wilayah Indonesia, yaitu
deviasi
(SD)
perbedaan
Darwin.
SOI 10.
( PA(Tahiti ) PA( Darwin)) .. (1) ( SD( Pdiff ))
Tabel 1. Kriteria SOI Nilai SOI (P Fenomena Yang Tahiti-P Darwin) Akan Terjadi Di bawah - 10 El~Nino kuat selama 6 bulan - 5 - - 10 selama 6 El~Nino lemahbulan sedang - 5 - + 5 selama 6 Normal bulan + 5 - + 10 selama 6 La~Nina lemahbulan sedang Di atas + 10 La~Nina kuat selama 6 bulan Sumber : Malaysian Meteorologycal Services, 2014
ketika tekanan udara permukaan di salah
wilayah
tersebut
tinggi
wajar
biasanya
akan
Walker normal, nilai SOI mendekati nol.
udara
Saat SOI positif kuat, tekanan udara di
permukaan yang lebih rendah secara
atas Pasifik tengah tinggi dan di atas
tidak wajar di wilayah satunya. Osilasi
Indonesia-Australia
tekanan udara yang bergerak lamban
rendah.
dan berskala besar ini mempengaruhi
berhembus sangat kuat di Pasifik dan
curah
membawa
uap
Sebagain
besar
secara
satu tidak
diimbangi
bagian
dengan
hujan timur
di
tekanan
wilayah
yang
Indonesia
secara
umum
Pada
kondisi
Angin
pola
Sirkulasi
bagian passat
air
yang
wilayah
utara tenggara
banyak. Indonesia
dipengaruhi oleh monsun Australia.
bagian timur mendapat curah hujan di
Kuat lemahnya Southern Oscillation
atas rata-ratanya. Ketika SOI negatif
diukur dari selisih tekanan udara antara
kuat, tekanan udara di atas Indonesia
Pasifik Tropis bagian barat dan Pasifik
tinggi dan di Pasifik tengah rendah.
bagian timur (Prabowo, 2002).
Angin passat tenggara lemah atau
92 Jurnal Fisika FLUX, Vol. 12 No. 2, Agustus 20165(89 – 99) berbalik arah dan curah hujan di wilayah Indonesia-Australia dapat jauh
KBDI hariini KBDI kemarin ...(2) (10 Chhari ini DFhari ini )
di bawah rata- ratanya bahkan bisa
dengan Ch sebagai curah hujan bersih
terjadi kekeringan pada saat terjadi
yaitu curah hujan satu hari dikurangi 5
El~Nino (Prabowo, 2002).
mm dengan syarat jumlah curah hujan harus lebih besar dari 5 mm. Tapi bila
Keetch Byram Dryness Index (KBDI) Keetch
&
menyatakan
Byram
beberapa
kekeringan
(1968)
dari atau sama dengan 5 mm, maka
indeks
curah hujan bersih ditulis 0. DF sebagai
telah dimodifikasi untuk
kebutuhan
tertentu,
berdasarkan
aspek-aspek yang dipengaruhi oleh kekeringan.
Salah
satu
jumlah curah hujan satu hari kurang
bentuk
faktor
kekeringan,
dengan
menggunakan Persamaan (3). DF
modifikasi indeks kekeringan adalah
(2000 YKBDI )(0,9676 exp(0,0875 Tmax (1 10,88 exp(0,00175 annRain) 1,552) 8,229) 0,001 (1 10,88 exp(0,00175 annRain)
...(3)
modifikasi untuk keperluan peringatan
Tmax
kebakaran
KBDI
Annual rain sebagai rata-rata curah
kurangnya
hujan tahunan selama 30 tahun (normal
menurut
curah hujan). Sementara itu, angka-
hutan.
Nilai
mengekspresikan kelembaban
tanah
kemungkinan kelembaban
maksimal tanah,
kandungan
yang
biasanya
sebagai suhu maksimum harian,
angka
yang
konstanta
ada
merupakan
yang
nilai
menunjukkan
didefinisikan sebagai kapasitas lahan.
evapotranspirasi
dan
Penggunaan
vegetasi, YKBDI
adalah nilai KBDI
metode
KBDI
untuk
menghitung tingkat kekeringan hutan dan lahan dipandang cukup sederhana, dimana
hanya
diperlukan
3
(tiga)
keberadaan
kemarin. Perhitungan berdasarkan
nilai
metode
kekeringan KBDI,
awal
peubah untuk menghitung nilai tingkat
perhitungan dimulai dengan penetapan
kekeringan, peubah tersebut adalah:
indeks kekeringan bernilai nol, yaitu
1. Rata-rata curah hujan tahunan dari
pada saat satu hari setelah masa hujan
Stasiun (Normal)
dengan curah hujan sebanyak 150 -200
2. Suhu maksimum hari ini
mm dalam satu minggu (Keecth &
3. Curah hujan harian
Byram, 1968). Jumlah curah hujan
Lebih menghitung
lanjut KBDI
formulasi adalah
menggunakan Persamaan 2.
untuk
sebanyak 150 – 200 mm dalam satu
dengan
minggu diasumsikan sebagai musim hujan
dengan
kelembaban
tanah
Istyarini, H.H., dkk. Kajian Temporal Kekeringan ....93
sangat
tinggi
dan
nilai
indeks
kekeringan bernilai nol.
(3,46 ºLS dan 114,84 ºBT), Stasiun Meteorologi
Syamsudin
Noor
Banjarmasin (3,29 ºLS dan 114,6 ºBT) Tabel 2. Kriteria Kekeringan (IK) Kategori Nilai RENDAH 0 – 999 SEDANG 1000 – 1499 TINGGI 1500 – 1749 EKSTRIM 1750 - 2000 Sumber : Keetch & Byram, 1968
dan
Stasiun
Meteorologi
Stagen
Kotabaru (3,3 ºLS dan 116,17 ºBT). Data
parameter
yang
digunakan
mencakup jumlah curah hujan harian, jumlah curah hujan bulanan, rata-rata jumlah curah hujan tahunan selama 30
Terdapat
perbedaan
antara
tahun (Normal curah hujan), suhu
rumus asli KBDI dengan rumus yang
maksimum harian, data SOI dari BOM,
digunakan di Indonesia. Rumus yang
untuk tiap bulan, data satelit hotspot dari
digunakan untuk penghitungan KBDI di
NOAA, yang dijumlah untuk tiap bulan.
Indonesia telah disesuaikan dengan
Tahapan yang dilakukan dalam
kondisi di Indonesia. Penyesuaian ini
penelitian ini adalah sebagai berikut :
antara lain berdasarkan:
1. Proses penyusunan data SOI
1. Sistem ini hanya dapat diterapkan
Data SOI yang digunakan dalam
pada daerah yang memiliki curah
bentuk bulanan didapat dari BOM
hujan
(Berau
rata-rata
minimum
2.000
Of
Meteorology)
untuk
mm/tahun. Sementara itu, wilayah
menentukan tahun terjadi fenomena
Kalimantan Selatan (Banjarmasin)
El~Nino periode 2005 - 2013.
memiliki rata-rata curah hujan 2628 mm/tahun.
2. Proses perhitungan KBDI Data
yang
digunakan
sebagai
2. Daerah cakupan pengamatan cuaca
masukan adalah data sekunder dari
berkisar 2.500 – 10.000 km2 untuk
BMKG yang meliputi data suhu udara
satu stasiun pengamat.
maksimum,
curah
hujan
harian.
Sebelum melakukan perhitungan nilai METODE PENELITIAN Penulisan
ini
Indeks menggunakan
kekeringan
menggunakan
metode
dengan KBDI,
beberapa data unsur cuaca yang biasa
dilakukan perhitungan rata-rata curah
diamati oleh stasiun pengamat cuaca
hujan selama 30 tahun dengan
BMKG. Data tersebut adalah data
menggunakan data dari BMKG untuk
meteorologi harian dalam format F-klim
mendapatkan data normal masing
71 dari Stasiun Klimatologi Banjarbaru
masing titik pengamatan.
94 Jurnal Fisika FLUX, Vol. 12 No. 2, Agustus 20165(89 – 99)
Mulai
Tmax harian
Curah hujan
Data SOI
Penyusunan Data
Data hotspot Penyusunan Data
Analisa korelasi antara data, kekeringan dengan data curah hujan dan hotspot (bulanan)
Nilai Krelasi
Tidak Tidak memiliki hubungan
Ya Analisa korelasi linear dan memiliki hubungan
Selesai Gambar 1. Alur Penelitian
3. Proses penyusunan data Hotspot Penyusunan
data
Hotspot
dibagi
Pearson product moment correlation coefficient untuk masing masing titip
menjadi tiga wilayah yaitu Banjarbaru,
pengamatan.
Banjarmasin
yang
proses analisa korelasi dilakukan
didapat dari satelit NOAA-AVHRR
perhitungan uji homogenitas untuk
sebagai parameter yang menunjukkan
melihat sebaran data homogen dari
kekeringan periode 2005– 2013. Data
masing-masing
hotspot yang didapat dalam bentuk
Kemudian dilakukan analisa korelasi
harian
antara
dan
kemudian
Kotabaru
dijumlah
dalam
bentuk bulanan. 4. Proses menganalisa korelasi
data
Sebelum
titik
indeks
dilakukan
pengamatan.
kekeringan
(KBDI) dengan jumlah curah hujan dan
indeks
kekeringan
(KBDI)
Proses analisa korelasi ini dilakukan
dengan sebaran hotspot sebagai
dengan menggunakan perhitungan
parameter kekeringan
Istyarini, H.H., dkk. Kajian Temporal Kekeringan ....95
HASIL DAN PEMBAHASAN
kali
kejadian
Southern Oscillation Index (SOI)
Fenomena
fenomena
El~Nino
El~Nino.
pertama
terjadi
Grafik nilai SOI untuk periode
pada tahun 2006-2007 (September,
2005-2013 seperti diperlihatkan pada
Oktober, November, Desember dan
Gambar 2.
Januari). Fenomena El~Nino kedua
Berdasarkan Gambar 2 diketahui bahwa dari tahun 2005-2013 terjadi 2
terjadi
pada
tahun
2009-2010
(November - Maret).
Gambar 2. Grafik Nilai SOI tahun 2005-2013
Fenomena terjadi
pada
El~Nino tahun
pertama 2006-2007
(September - Januari) dengan nilai SOI
oleh
jumlah
curah
hujan
selama
seminggu lebih dari 150 mm. Berdasarkan
Tabel
3
diketahui
-5,1; -15,3; -1,4; -3 dan -7,3 untuk
kondisi kekeringan dengan skala sifat
masing-masing
Fenomena
Ekstrim hasil dari rerata bulanan terlihat
El~Nino kedua terjadi pada tahun 2009-
pada bulan September - November
2010 (November - Maret) dengan nilai
tahun 2006-2007 pada ketiga wilayah.
SOI -6,7; -7,0; -10,1; -14,5 dan -10,6
Dengan
untuk masing-masing bulan. Bulan-
Klimatologi Banjarbaru,
bulan inilah yang akan dijadikan bulan
Stasiun Meteorologi Banjarmasin dan
peninjauan.
1805
bulan.
nilai
untuk
1996
untuk
Stasiun
Stasiun
1760 untuk
Meteorologi
Kotabaru pada bulan September. Nilai Keetch Byram Dryness Index (KBDI) Terdapat
perbedaan
KBDI 1984 untuk Stasiun Klimatologi
awal
Banjarbaru,
1966
untuk
perhitungan nilai KBDI untuk wilayah
Meteorologi
Banjarbaru, Banjarmasin dan Kotabaru,
untuk Stasiun Meteorologi Kotabaru
dimana awal perhitungan ditentukan
pada bulan Oktober.
Banjarmasin
Stasiun
dan
1925
96 Jurnal Fisika FLUX, Vol. 12 No. 2, Agustus 20165(89 – 99) Tabel 3. Kriteria Kekeringan KBDI tahun 2006-2007 dan 2009-2010
2009-2010
2006-2007
Tahun
Bulan Sep Okt Nov Des Jan Nov Des Jan Feb Mar
Kriteria KBDI Banjarbaru Banjarmasin Ekstrim 1996 Ekstrim 1760 Ekstrim 1984 Ekstrim 1966 Ekstrim 1777 Ekstrim 1756 Sedang 1188 Sedang 1277 Rendah 639 Rendah 566 Sedang 1246 Sedang 1341 Rendah 489 Sedang 1127 Rendah 803 Rendah 597 Rendah 507 Sedang 1117 Rendah 978 Rendah 909
Kotabaru Ekstrim 1805 Ekstrim 1925 Ekstrim 1841 Ekstrim 1809 Sedang 1466 Sedang 1118 Rendah 835 Rendah 597 Rendah 607 Sedang 1085
Gambar 3.Grafik Nilai KBDI dan curah hujan (CH) tahun 2006-2007 dan 2009-2010 di Banjarbaru, Banjarmasin, dan Kotabaru.
Pada
tahun
2009-2010
diketahui kondisi kekeringan paling
tinggi dengan skala sifat sedang hasil dari rerata
bulanan terlihat pada
Istyarini, H.H., dkk. Kajian Temporal Kekeringan ....97
bulan November pada ketiga wilayah. Dengan nilai 1246 untuk Stasiun Klimatologi Banjarbaru, 1341 untuk Stasiun Meteorologi Banjarmasin dan 1118
untuk
Stasiun
Meteorologi
Kotabaru. Analisa Sebaran Hotspot Jumlah terjadi
titik
pada
panas
bulan
tertinggi
September
di
Tabel 5. Jumlah sebaran hotspot di wilayah Banjarbaru, Banjarmasin dan Kotabaru tahun 2006-2007 dan 2009-2010 HOTSPOT BULAN BJB BJM KTB 73 130 71 SEP 2006 21 61 70 OKT 2006 10 16 34 NOV 2006 0 0 7 DES 2006 0 0 0 JAN 2007 2 1 0 NOV 2009 0 2 0 DES 2009 0 0 1 JAN 2010 0 0 0 FEB 2010 0 0 0 MAR 2010
wilayah Banjarbaru, Banjarmasin, dan Kotabaru dengan jumlah 73 titik di wilayah
Banjarbaru,
130
titik
Analisa Korelasi Secara
di
umum,
yang
Jumlah titik panas turun pada Oktober
Banjarbaru, Banjarmasin dan Kotabaru
hampir 50% untuk wilayah Banjarbaru
seperti terlihat pada Tabel 7. Nilai
dan
korelasi antara seluruh
namun
tidak
di
untuk
korelasi
Banjarmasin dan 71 titik di Kotabaru.
Banjarmasin,
dihasilkan
nilai
wilayah
KBDI dan
wilayah Kotabaru berjumlah 70 titik
jumlah curah hujan bulanan selalu
panas. Terjadi penurunan jumlah titik
negatif,
panas untuk bulan bulan berikutnya
kondisi semakin kering, jumlah curah
diketiga wilayah mencapai 0 titik panas
hujan menurun diikuti dengan nilai
pada bulan Januari tahun 2007 (Tabel
KBDI
5).
antara nilai KBDI dan jumlah curah Pada tahun 2009-2010 Jumlah
hujan
hal
ini
yang
adalah
dikarenakan
meningkat.
berbanding
ketika
Hubungan
terbalik,
titik panas tertinggi hanya berjumlah 2
karena memiliki kecenderungan yang
titik
wilayah
berbeda. Nilai korelasi untuk wilayah
pengamatan. Hal ini disebabkan karena
Banjarbaru -0,76 (kuat), Banjarmasin -
pada bulan November sampai dengan
0,90 (kuat) dan Kotabaru -0,92 (kuat)
Maret
musim
pada tahun 2006. Sementara itu, untuk
penghujan (Angin Baratan) di ketiga
tahun 2009 di wilayah Banjarbaru -0,08
wilayah tersebut sehingga fenomena
(lemah), Banjarmasin -0,69 (kuat) dan
El~Nino
berpengaruh
Kotabaru bernilai -0,01 (lemah). Nilai
di
korelasi di wilayah Banjarbaru dan
panas
terhadap
untuk
sudah
tidak
memasuki
terlalu
kekeringan
pengamatan.
ketiga
wilayah
Kotabaru yaitu -0,08 dan -0,01 yang
98 Jurnal Fisika FLUX, Vol. 12 No. 2, Agustus 20165(89 – 99) berarti bersifat lemah. Hal ini bisa
juga berpengaruh dalam dalam proses
terjadi dikarenakan faktor cuaca lokal
cuaca.
Tabel 7. Korelasi KBDI terhadap jumlah curah hujan tahun 2006 dan 2009 Korelasi KBDI terhadap Hotspot Wilayah Curah hujan 2006 Banjarbaru Banjarmasin Kotabaru
Nilai
korelasi
-0.76 -0.90 -0.92
antara
seluruh
2009 -0.08 -0.69 -0.01
2006
2009
0.66 0.59 0.68
0.57 0.74 0.56
KBDI merupakan yang paling baik
KBDI dan jumlah hotspot bulanan
secara
selalu positif, hal ini dikarenakan ketika
kecenderungan
kondisi semakin kering, nilai KBDI
sebagai
semakin tinggi diikuti dengan jumlah
kekeringan.
umum
dalam
menunjukkan
jumlah
akibat
titik
dari
panas kejadian
hotspot yang meningkat. Karena itu hubungan antara nilai KBDI dan jumlah hotspot
adalah
lurus,
Berdasarkan hasil analisis data dan
karena memiliki kecenderungan yang
pembahasan, dapat ditarik beberapa
sama. Hasil perhitungan korelasi KBDI
kesimpulan sebagai berikut:
dengan parameter kekeringan hotspot
1. Telah
seperti
berbanding
KESIMPULAN
ditunjukkan
pada
tabel
tahun
dengan
Januari)
wilayahBanjarbaru
untuk
0,66
(kuat),
Banjarmasin 0,59 (kuat) dan Kotabaru bernilai 0,68 (kuat) pada tahun 2006. Pada
tahun
fenomena
2006-2007 dan
(September
fenomena
-
El~Nino
kedua terjadi pada tahun 2009-2010 (November - Maret). 2. Korelasi antara
KBDI terhadap
curah hujan periode 2006-2007 dan
Banjarbaru 0,57 (kuat), Banjarmasin
2009-2010 bernilai negatif (bersifat
0,74 (kuat) dan Kotabaru bernilai 0,56
berbanding
(kuat). Nilai korelasi bersifat kuat baik di
untuk
wilayah Banjarbaru, Banjarmasin dan
(kuat), Banjarmasin -0,90 (kuat) dan
Kotabaru
2006
Kotabaru -0,92 (kuat) pada tahun
maupun 2009. Hal ini menandakan nilai
2006. Sementara itu, untuk tahun
untuk
untuk
kali
wilayah
baik
2009
2
El~Nino, yang pertama terjadi pada
8diketahui nilai korelasi antara KBDI hotspot
terjadi
tahun
terbalik).Nilai
wilayah
Banjarbaru
korelasi -0,76
Istyarini, H.H., dkk. Kajian Temporal Kekeringan ....99
2009 di wilayah Banjarbaru -0,08
DAFTAR PUSTAKA
(lemah), Banjarmasin -0,69 (kuat)
BMKG. 2007. Prakiraan musim kemarau tahun 2008 di Indonesia. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta. BMKG. 2013. Profil Kehutanan 33 Provinsi.Kementrian Kehutanan. Biro Perencanaan Sekretariat Jenderal Kementrian Kehutanan, Jakarta. Keetch, J, J. Byram & George M. 1968.A Drought Index For Forest Fire Control. U.S Department of Agriculture-Forest service, United State. Prabowo, M.R. 2002.Osilasi Selatan: Kapan Hujan Turun? Dampak Osilasi Selatan dan El~Nino di Indonesia. Departement Of Primary Industries Queensland, Queensland.
dan Kotabaru bernilai -0,01 (lemah). 3. Korelasi antara hotspot
KBDI terhadap
periode 2006-2007 dan
2009-2010 bernilai positif (bersifat berbanding
lurus).
Nilai
korelasi
untuk wilayahBanjarbaru 0,66 (kuat), Banjarmasin
0,59
(kuat)
dan
Kotabaru bernilai 0,68 (kuat) pada tahun 2006. Pada tahun 2009 untuk wilayah
Banjarbaru
Banjarmasin
0,74
0,57 (kuat)
Kotabaru bernilai 0,56 (kuat).
(kuat), dan