KAJIAN PERHITUNGAN TUNJANGAN PERUMAHAN DI KABUPATEN KOTABARU Ernawati, Fredy Jayen, Sutrisno, Arief Noviarakhman Zagladi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pancasetia Banjarmasin Jl. A Yani Km 5,5 Banjarmasin, Kalimantan Selatan e-mail:
[email protected] Abstract : Government house is a facility provided by the government to support the work performance of civil worker, including the member of DPRD. If the government does not able to provide a government house, the government must replace it with a housing alimony that is given to the head and the member of DPRD. The amount of housing alimony must consider rightfulness, normality, and rationality, also local housing cost. This survey is done quantitatively to the member of DPRD Kotabaru Regency, local civil worker with Eselon 2 grade, and middle class society. The result of this research shows that the housing alimony for the head, vice head, and member of DPRD Kotabaru Regency need to be increased, because the housing alimony that is given right now does not suit anymore. This research explains the mathematical process to find the new housing alimony, and stating the recommended housing alimony for the head, vice head, and members of DPRD Kotabaru Regency. Keywords: housing alimony, DPRD Kotabaru Regency Abstrak: Rumah dinas adalah sarana yang disediakan pemerintah untuk menunjang kinerja dari pejabat Negara yang membutuhkan, termasuk diantaranya para anggota DPRD. Berkenaan dengan penyedian rumah jabatan pimpinan atau rumah dinas anggota DPRD yang tidak mampu dipenuhi oleh Pemerintah Daerah, maka pemerintah daerah menggantikannya dengan tunjangan perumahan yang diberikan setiap bulannya kepada pimpinan dan anggota DPRD. Pemberian tunjangan perumahan tersebut harus memperlihatkan asas kepatutan, kewajaran dan rasionalitas serta standar harga setempat yang berlaku. Survei dilakukan secara kuantitatif kepada para anggota DPRD di Kabupaten Kotabaru, pejabat setempat setingkat eselon 2, dan masyarakat kelas menengah ke atas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa memang diperlukan kenaikan tunjangan perumahan bagi ketua, wakil ketua, dan anggota DPRD Kabupaten Kotabaru, karena nilai tunjangan yang sebelumnya dirasa sudah tidak layak lagi. Dalam penelitian ini dijabarkan proses perhitungan tunjangan perumahan yang baru, serta besaran tunjangan bagi ketua, wakil ketua, dan anggota DPRD Kabupaten Kotabaru. Kata kunci: tunjangan perumahan, DPRD Kabupaten Kotabaru
Latar Belakang Pada hakekatnya, manusia dalam hidupnya membutuhkan makanan, pakaian dan tempat tinggal untuk bertahan hidup. Seiring dengan semakin meningkatnya pendapatan dari seseorang, maka meningkat pula kebutuhannya akan makanan, pakaian dan tempat tinggal. Berbicara mengenai konteks tempat
tinggal, bagi orang-orang yang hidupnya berpindah-pindah dikarenakan alasan pekerjaan, masalah tempat tinggal menjadi hal perlu mendapatkan perhatian lebih. Untuk kepentingan para pejabat instansi pemerintah yang sering berpindah-pindah instansi di seluruh Indonesia, pemerintah wajib untuk menyediakan rumah dinas, agar kebutuhan tempat
164
Ernawati, dkk, Kajian Tunjangan Perumahan …. 165
tinggal dari para pejabat pemerintah tersebut dapat terpenuhi. Berkenaan dengan penyedian rumah jabatan pimpinan atau rumah dinas anggota DPRD yang tidak mampu dipenuhi oleh Pemerintah Daerah, maka pemerintah daerah menggantikannya dengan tunjangan perumahan yang diberikan setiap bulannya kepada pimpinan dan anggota DPRD. Pemberian tunjangan perumahan tersebut harus memperlihatkan asas kepatutan, kewajaran dan rasionalitas serta standar harga setempat yang berlaku. Dalam hal tunjangan perumahan tersebut sementara ini dimaknai bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD peruntukannya untuk sewa rumah dan belanja barang dan jasa, yang meliputi fasilitas sarana prasarana seperti penyediaan listrik, penyediaan telepon, pemakaian air dan pemeliharaan dan perlengkapan rumah dinas. Kecenderungan saat ini hampir di seluruh daerah di Indonesia, besaran tunjangan perumahan memicu ketidakpuasan di mata publik, karena sebagian besar DPRD menentukan besaran tunjangan perumahan tanpa memperhatikan asas kepatutan, kewajaran, rasionalitas dan tidak sesuai dengan standar setempat yang berlaku. Fenomena tersebut juga dialami oleh pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Selatan, tidak terkecuali kabupaten Kotabaru. Dalam hal menentukan nilai besaran tunjangan perumahan Pimpinan dan Anggota DPRD Kotabaru juga mengalami sorotan publik. Sebagai komitmen penyelenggaraan negara yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme, maka dalam hal menentukan besaran nilai dari tunjangan perumahan yang diperuntukkan bagi Pimpinan dan Anggota DPRD kabupaten Kotabaru haruslah bercermin pada asas kepatutan, kewajaran, rasionalitas dan kesesuaian dengan standar setempat. Pada tahun 2012 telah dilakukan perubahan tunjangan perumahan untuk Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota DPRD Kabupaten Kotabaru dengan nilai Rp 8.500.000,00/bulan untuk ketua DPRD, Rp 7.500.000,00/bulan untuk wakil ketua DPRD, dan Rp 6.000.000,00/bulan untuk anggota DPRD Kabupaten Kotabaru (sesuai Perbub no.58 tahun 2012). Nilai ini dirasa tidak layak lagi untuk digunakan di tahun 2015 ini, sehingga
dirasa perlu dilakukan pengkajian ulang tentang besaran nilai tunjangan perumahan yang layak. Penentuan besaran tunjangan perumahan untuk pimpinan dan anggota DPRD di lingkungan Kotabaru harus dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai aspek, seperti kewajaran biaya yang dikeluarkan, keseimbangan dengan kabupaten-kabupaten lain yang homogen, kesesuaian dengan tingkat pendapatan daerah, serta dapat mencapai kepuasan yang seimbang antara pihak DPRD sebagai orang yang diberi tunjangan dan masyarakat Kabupaten Kotabaru. Besaran tunjangan perumahan yang diberikan juga harus memperhatikan faktor perubahan harga dalam jangka panjang, seperti faktor inflasi, sehingga besaran angka yang ditetapkan dapat diaplikasikan untuk jangka waktu yang cukup panjang. Untuk menentukan besaran tunjangan perumahan yang wajar, dapat dipertanggungjawabkan, dan memuaskan bagi semua pihak terkait, perlu kiranya dilakukan sebuah kajian ilmiah melalui studi kelayakan terhadap penentuan besaran nilai tunjangan perumahan dimaksud dengan asas kepatutan, kewajaran, rasionalitas dan kesesuaian dengan mengacu pada situasi dan kondisi di lingkungan Kabupaten Kotabaru. Untuk itu perlu kiranya ditindak lanjuti, melalui kerjasama Pemerintah Kabupaten Kotabaru dengan STIE Pancasetia Banjarmasin untuk menentukan besaran kenaikan anggaran perumahan DPRD Kabupaten Kotabaru yang layak dan dapat dipertanggungjawabkan. Berdasarkan latar belakang yang telah ditunjukkan pada sub bab sebelumnya, dapat dipahami bahwa menentukan besaran tunjangan perumahan untuk Ketua dan Anggota DPRD di Kabupaten Kotabaru tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penentuan besaran tunjangan harus memperhatikan empat asas, yaitu: 1. Asas kepatutan, yang artinya besaran tunjangan perumahan harus mampu memenuhi kebutuhan para anggota DPRD untuk mendapatkan perumahan yang layak untuk menunjang kinerja mereka. 2. Asas kewajaran, yang artinya besaran tunjangan perumahan tidak boleh sampai memicu kontroversi di masyarakat karena
166 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 2, Maret 2015, hal 164-181
angkanya yang dianggap tidak wajar (terlalu besar atau terlalu kecil). 3. Asas rasionalitas, yang artinya jumlah besaran tunjangan yang diberikan harus masuk akal. 4. Asas kesesuaian dengan standar setempat, yang artinya besaran tunjangan perumahan harus memperhatikan besaran biaya perumahan di Kabupaten Kotabaru. Berdasarkan pada ketiga asas tersebut, maka inti permasalahan yang ingin dijawab pada penelitian ini adalah: 1. Berapa besaran nilai sewa rumah bagi Pimpinan dan Anggota DPRD Kabupaten Kotabaru yang sesuai dengan berpedoman pada asas kepatutan, kewajaran, rasionalitas dan kesesuaian dengan standar setempat? 2. Berapa besaran nilai fasilitas sarana dan prasarana rumah dinas yang sesuai bagi Pimpinan dan Anggota DPRD kabupaten Kotabaru dengan berpedoman pada asas kepatutan, kewajaran, rasionalitas dan kesesuaian dengan standar setempat? Karena kajian perhitungan tunjangan perumahan di Kabupaten Kotabaru cakupannya terlalu luas, maka dalam kajian ini hanya dibatasi pada perumahan Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota DPRD Kabupaten Kotabaru. Hasil dari penelitian ini lebih difokuskan pada tunjangan perumahan yang akan diberikan kepada Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota DPRD di Kabupaten Kotabaru, sehingga sebagian besar sampel yang diwawancarai dan diberikan kuesioner adalah para anggota DPRD Kabupaten Kotabaru. Kegiatan kajian perhitungan tunjangan perumahan di Kabupaten Kotabaru ini memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Menentukan besaran nilai sewa rumah bagi Pimpinan dan Anggota DPRD Kabupaten Kotabaru, yang sesuai dengan berpedoman pada asas kepatutan, kewajaran, rasionalitas dan kesesuaian dengan standar setempat. 2. Menentukan besaran nilai fasilitas sarana dan prasarana rumah dinas yang sesuai bagi Pimpinan dan Anggota DPRD Kabupaten Kotabaru dengan berpedoman pada asas kepatutan, kewajaran, rasionalitas dan kesesuaian dengan standar setempat.
Kegiatan kajian perhitungan tunjangan perumahan di Kabupaten Kotabaru ini diharapkan dapat membawa manfaat bagi berbagai pihak, seperti: 1. Pemerintah Kabupaten Kotabaru, agar dapat menentukan anggaran rumah dinas yang wajar untuk dewan di Kabupaten Kotabaru. 2. Anggota DPRD Kabupaten Kotabaru, agar dapat memaksimumkan kinerjanya melalui rumah dinas yang layak. 3. Masyarakat Kabupaten Kotabaru pada umumnya, agar dapat mengetahui dasar perhitungan besarnya anggaran perumahan dewan di lingkungan Kabupaten Kotabaru. Kajian Literatur Motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat. Menurut Isbandi Rukminto Adi (dalam Uno, 2008:3) mengatakan bahwa motif tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat diinterpretasikan dalam tingkah lakunya berupa rangsangan, dorongan, atau pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah laku tertentu. Menurut Hasibuan (1996:95), motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dalam segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. Dalam Winardi (2001:4), ada definisi yang mengatakan bahwa motivasi berhubungan dengan hal-hal berikut: 1. pengarahan perilaku; 2. kekuatan reaksi (upaya kerja), setelah seorang karyawan telah memutuskan arah tindakan-tindakan tertentu dan 3. persistensi perilaku, berapa lama orang yang bersangkutan melanjutkan pelaksanaan perilaku dengan cara tertentu. Stanley Vance (dalam Danim, 2004), mengatakan bahwa pada hakikatnya motivasi adalah perasaan atau keinginan seseorang yang berada dan bekerja pada kondisi tertentu untuk melaksanakan tindakan-tindakan yang menguntungkan dilihat dari perspektif pribadi dan terutama organisasi.
Ernawati, dkk, Kajian Tunjangan Perumahan …. 167
Menurut Siagian (2002) motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seorang anggota organisasi mau dan rela untuk mengerahkan kemampuan dalam bentuk keterampilan dan keahlian, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya, dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya. Gibson (1997) memuat beberapa pendapat dari beberapa ahli tentang motivasi, yaitu: 1. Menurut John P. Cambell, motivasi berhubungan dengan arah perilaku, kekuatan, respons (yakni usaha) setelah karyawan memilih mengikuti tindakan tertentu, atau berapa lama orang itu terus-menerus berperilaku menurut cara ter-tentu. 2. Menurut J.W. Atkinson motivasi harus memusatkan perhatian pada faktor-faktor yang mendorong dan mengarahkan kegiatan seseorang. 3. Menurut M.R. Jones motivasi adalah berhubungan kuat dengan bagaimana perilaku itu dimulai, dikuatkan, disokong, diarahkan, dihentikan dan reaksi subyektif seperti apakah yang timbul dalam organisasi ketika semua itu berlangsung. Dari pendapat yang telah dikemukakan di atas dapat dinyatakan bahwa motivasi merupakan suatu faktor pendorong atau penggerak seseorang untuk mau bertindak dan bekerja dengan giat sesuai dengan tugas dan kewajibannya untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Motivasi menjelaskan mengapa ada orang berperilaku tertentu untuk mencapai serangkaian tujuan. Teori motivasi berupaya merumuskan apa yang membuat orang menyajikan kinerja yang baik. Menurut Hasibuan (1996:97) menyatakan manfaat motivasi bagi sesorang pegawai selain memberikan keuntungan kepada pegawai itu sendiri juga menguntungkan organisasi seperti: 1. mendorong gairah dan semangat kerja pegawai; 2. meningkatkan moral dan kepuasan kerja pegawai; 3. meningkatkan produktifitas kerja pegawai;
4. mempertahankan loyalitas dan kestabilan pegawai; 5. meningkatkan kedisplinan dan menurunkan tingkat absensi pegawai; 6. menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik; 7. meningkatkan kreatifitas dan partisipasi pegawai; 8. mempertinggi rasa tanggung jawab pegawai terhadap tugasnya; dan 9. meningkatkan efisiensi penggunaan alatalat dan bahan baku. Motivasi merupakan fenomena hidup yang banyak corak dan ragamnya. Menurut Danim (2004:17) secara umum motivasi dapat diklasifikasikan kedalam empat jenis, yaitu: 1. Motivasi Positif Motivasi positif didasari atas keinginan manusia untuk mencari keuntungankeuntungan tertentu. Manusia bekerja dalam organisasi jika dia merasakan bahwa setiap upaya yang dilakukannya akan memberikan keuntungan tertentu. Dengan demikian, motivasi positif merupakan pemberian motivasi yang diarahkan pada usaha untuk mempengaruhi orang lain untuk bekerja secara baik dan antusias dengan cara memberikan keuntungan tertentu padanya. 2. Motivasi Negatif Motivasi negatif sering dikatakan sebagai motivasi yang bersumber dari rasa takut misalnya, jika seorang pegawai tidak bekerja maka akan muncul rasa takut dikeluarkan, takut diskors, dan takut dijauhi oleh rekan kerja. Motivasi negatif yang berlebihan akan membuat organisasi tidak mampu mencapai tujuan. Personalia organisasi menjadi tidak kreatif, serba takut, dan serba terbatas geraknya. 3. Motivasi dari Dalam Motivasi dari dalam timbul timbul pada diri pegawai saat dia melaksanakan tugastugasnya dan bersumber dari dalam diri pegawai itu sendiri. Dengan demikian berarti juga bahwa kesenangan pegawai muncul pada saat dia bekerja dan dia sendiri yang menyenangi pekerjaan itu. 4. Motivasi dari Luar Motivasi dari luar adalah motivasi yang muncul sebagai akibat adanya pengaruh
168 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 2, Maret 2015, hal 164-181
yang ada di luar pekerjaan dan dari luar diri pegawai itu sendiri. Motivasi dari luar biasanya dikaitkan dengan imbalan, kesehatan, cuti, program rekreasi perusahaan, dan lain-lain. Pada konteks ini, manusia organisasional ditempatkan pada subjek yang dapat oleh faktor luar. Manusia bekerja karena semata-mata didorong oleh adanya sesuatu yang ingin dicapai dan dapat pula bersumber dari faktor-faktor di luar subjek. Kompensasi (compensation) meliputi penghargaan finansial dan jasa nirwujud serta tunjangan yang diterima oleh para karyawan sebagai bagian dari hubungan kepegawaian. Kompensasi merupakan apa yang diterima oleh para karyawan sebagai ganti kontribusi mereka terhadap organisasi. Menurut Werther dan Davis mendefinisikan kompensasi sebagai apa yang diterima pekerja sebagai tukaran atas kontribusinya kepada organisasi. Di dalam kompensasi terdapat sistem insentif yang menghubungkan kompensasi dengan kinerja. Dengan kompensasi kepada pekerja diberikan penghargaan berdasarkan kinerja dan bukan berdasarkan senioritas atau jumlah jam kerja. Terminologi kompensasi sering digunakan secara bergantian dengan administrasi gaji dan upah. Akan tetapi terminologi kompensasi sesungguhnya merupakan konsep yang lebih luas. Dan apabila dikelola secara benar akan membantu organisasi/perusahaan untuk mencapai tujuannya dan memperoleh, memlihara, mempertahankan tenaga kerja yang produktif, serta akan dapat meningkatkan kinerja para tenaga kerja tersebut. Desain dan implementasi sistem kompensasi merupakan salah satu aktivitas paling rumit bagi seorang manajer sumber daya manusia yang bertanggung jawab. Ada beberapa faktor yang menyebabkan kempleksitas tersebut, diantaranya : Meskipun aspek-aspek sumber daya manusia lainnya (seperti pelatihan, manajemen karir, sistem penilaian kinerja, program kualitas kehidupan kinerja) penting bagi beberapa orang, pada akhirnya kompensasi tetaplah dianggap yang paling penting bagi setiap orang/pekerja dalam setiap level manajemen yang ada di dalam organisasi.
Salah satu tujuan kompensasi adalah untuk memotivasi para karyawan, akan tetapi terdapat kemajemukan nilai yang melekat pada masing-masing individu terhadap penghargaan atau paket penghargaan spessifik. Nilai-nilai itu juga dapat berubah-ubah sepanjang waktu. Pekerjaan-pekerjaan sebagian besar organisasi melibatkan bergama pengetahuan, keahlian, dan kemampuan yang dilakukan dengan kisaran tuntutan yang luas. Kompensasi karyawan adalah biaya pokok dalam menjalankan roda usaha dan dapat menentukan daya saing barang atau perusahaan. Beraneka maca peraturan pemerintah pusat ataupun daerah mempengaruhi sistem kompensasi. Para karyawan, baik secara langsung maupun melalui ketentuan perundingan kerja bersama seringkali memiliki keinginan untuk berpartisipasi dalam penetapan kompensasi. Biaya hidup sangat beraneka ragam di wilayah-wilayah geografis yang berbeda, dan menjadi pertimbangan-pertimbangan penting bagi perusahaan yang berkiprah di berbagai lokasi. Komponen-komponen dari seluruh program kompensasi dapat dibagi ke dalam bentuk-bentuk kompensasi langsung (direct compensation) dan kempensasi tidak langsung (indirect compensation). Kompensasi finansial langsung meliputi semua bayaran yang diperoleh seseorang dalam bentuk gaji, upah, bonus, dan komisi. Kompensasi finansial tidak langsung yang disebut juga tunjangan, meliputi semua penghargaan finansial yang tidak tercakup dalam kompensasi langsung. Kompensasi nonfinansial adalah kepuasan yang diperoleh seseorang dari pekerjaan itu sendiri, atau dari lingkungan psikologis dan atau fisik di mana orang itu bekerja, dan meliputi kepuasan yang didapat dari pelaksanaan tugas yang signifikan yang berhubungan dengan pekerjaan. Pemberian kompensasi merupakan fungsi strategik sumber daya manusia yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap fungsi dan atau aktivitas sumber daya manusia lainnya. Selain itu, kompensasi juga memiliki pengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan, peningkatan kinerja karyawan, produktivitas, putaran karyawan, dan proses lainnya di dalam sebuah organisasi.
Ernawati, dkk, Kajian Tunjangan Perumahan …. 169
Berdasarkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja RI No. SE-07/MEN/1990 Tahun 1990 tentang pengelompokan komponen upah dan pendapatan non upah, tunjangan dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu tunjangan tetap dan tunjangan tidak tetap. Tunjangan tetap adalah suatu pembayaran yang teratur yang berkaitan dengan pekerjaan yang diberikan secara tetap untuk pekerja dan keluarganya serta dibayarkan dalam satuan waktu yang sama dengan pembayaran upah pokok. Tunjangan tidak tetap adalah suatu pembayaran secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan pekerja, yang diberikan secara tidak tetap untuk pekerja dan keluarganya yang dibayarkan dalam satuan waktu yang sama dengan pembayaran upah pokok. Ada tunjangan yang diatur ada juga yang tidak. Pemerintah tidak mengatur mengenai tunjangan tidak tetap, sehingga kebijakan mengenai tunjangan jenis ini diatur oleh masing-masing perusahaan. Untuk tunjangan seperti tunjangan kesehatan dan hari raya diatur berdasarkan peraturan yang berlaku. Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus-menerus Sukirno (2002). Akan tetapi bila kenaikan harga hanya dari satu atau barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas atau menyebabkan kenaikan sebagian besar dari harga barangbarang lain (Boediono, 2000). Kenaikan harga-harga barang itu tidaklah harus dengan persentase yang sama. Inflasi merupakan kenaikan harga secara terus-menerus dan kenaikan harga yang terjadi pada seluruh kelompok barang dan jasa (Pohan, 2008). Bahkan mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut tidak bersamaan. Yang penting kenaikan harga umum barang secara terus-menerus selama suatu periode tertentu. Kenaikan harga barang yang terjadi hanya sekali saja, meskipun dalam persentase yang cukup besar dan terus-menerus, bukanlah merupakan inflasi (Nopirin, 2000). Kenaikan sejumlah bentuk barang yang hanya sementara dan sporadis tidak dapat dikatakan akan menyebabkan inflasi. Dari kutipan di atas diketahui bahwa inflasi adalah keadaan di mana terjadi kelebihan permintaan (excess
demand) terhadap barang-barang dalam perekonomian secara keseluruhan. Inflasi sebagai suatu kenaikan harga yang terus-menerus dari barang dan jasa secara umum (bukan satu macam barang saja dan sesaat). Menurut definisi ini, kenaikan harga yang sporadis bukan dikatakan sebagai inflasi. Inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan, alokasi faktor produksi serta produk nasional. Efek terhadap distribusi pendapatan disebut dengan equity effect, sedangkan efek terhadap alokasi faktor produksi dan pendapatan nasional masing-masing disebut dengan efficiency dan output effects (Nopirin, 2000). 1. Efek terhadap Pendapatan (Equity Effect) Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan tetapi ada pula yang diuntungkan dengan adanya inflasi. Seseorang yang memperoleh pendapatan tetap akan dirugikan oleh adanya inflasi. Demikian juga orang yang menumpuk kekayaannya dalam bentuk uang kas akan menderita kerugian karena adanya inflasi. Sebaliknya, pihak-pihak yang mendapatkan keuntungan dengan adanya inflasi adalah mereka yang memperoleh kenaikan pendapatan dengan prosentase yang lebih besar dari laju inflasi, atau mereka yang mempunyai kekayaan bukan uang di mana nilainya naik dengan prosentase lebih besar dari pada laju inflasi. Dengan demikian inflasi dapat menyebabkan terjadinya perubahan dalam pola pembagian pendapatan dan kekayaan masyarakat. 2. Efek terhadap Efisiensi (Efficiency Effects) Inflasi dapat pula mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi. Perubahan ini dapat terjadi melalui kenaikan permintaan akan berbagai macam barang yang kemudian dapat mendorong terjadinya perubahan dalam produksi beberapa barang tertentu. Dengan adanya inflasi permintaan akan barang tertentu mengalami kenaikan yang lebih besar dari barang lain, yang kemudian mendorong terjadinya kenaikan produksi barang tertentu. 3. Efek terhadap Output (Output Effects) Inflasi mungkin dapat menyebabkan terjadinya kenaikan produksi. Alasannya dalam keadaan inflasi biasanya kenaikan
170 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 2, Maret 2015, hal 164-181
harga barang mendahului kenaikan upah sehingga keuntungan pengusaha naik. Kenaikan keuntungan ini akan mendorong kenaikan produksi. Namun apabila laju inflasi ini cukup tinggi (hyperinflation) dapat mempunyai akibat sebaliknya, yakni penurunan output. Dalam keadaan inflasi yang tinggi, nilai uang riil turun dengan drastis, masyarakat cenderung tidak mempunyai uang kas, transaksi mengarah ke barter, yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi barang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan langsung antara inflasi dan output. Inflasi bisa dibarengi dengan kenaikan output, tetapi bisa juga dibarengi dengan penurunan output.Inflasi di Indonesia tinggi sekali di zaman Presiden Soekarno karena kebijakan fiskal dan moneter sama sekali tidak prudent (kalau perlu uang, cetak saja). Di zaman Soeharto, pemerintah berusaha menekan inflasi, akan tetapi tidak bisa di bawah 10% setahun rata-rata, antara lain oleh karena Bank Indonesia masih punya misi ganda, antara lain sebagai agent of development, yang bisa mengucurkan kredit likuiditas tanpa batas. Baru di zaman reformasi, mulai di zaman Habibie maka fungsi Bank Indonesia mengutamakan penjagaan nilai rupiah. Tetapi karena sejarah dan karena inflationary expectations masyarakat (yang bertolak ke belakang, artinya bercermin kepada sejarah) maka inflasi inti masih lebih besar 5% setahun. Secara garis besar teori yang membahas tentang inflasi dapat dibagi dalam tiga kelompok dengan masing-masing menyoroti aspek-aspek tertentu dari proses terjadinya inflasi. Namun demikian, ketiga teori tersebut bukanlah teori inflasi lengkap yang membahas semua aspek penting dari proses terjadinya kenaikan harga barang. Ketiga teori tersebut adalah Teori Kuantitas, Teori Keynes dan Teori Strukturalis. 1. Teori Kuantitas Teori kuantitas memaparkan bahwa terjadinya inflasi hanya disebabkan oleh satu faktor, yaitu akibat adanya kenaikan jumlah uang yang beredar (JUB). Inti dari teori ini adalah sebagai berikut: a. Inflasi akan terjadi jika ada penambahan jumlah uang yang beredar, baik penambahan uang kartal atau penambah-
an uang giral. Sesuai dengan teori kuantitas yang diajukan oleh ekonom bernama Irfing Fisher, yang dijabarkan dalam persamaan berikut: MV = PT Faktor yang dianggap konstan adalah V dan T, sehingga jika M (money in circulation) bertambah, maka akan terjadi inflasi (kenaikan harga). b. Laju inflasi ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang yang beredar dan oleh psikologi atau harapan atau ekspektasi dari masyarakat tentang kenaikan harga di masa yang akan datang. Jadi, apabila masyarakat sudah beranggapan bahwa akan terjadi kenaikan harga barang, maka tidak ada kecenderungan atau keinginan untuk menyimpan uang tunai lagi dan mereka lebih suka menyimpan harta kekayaannya dalam bentuk barang. Teori kuantitas memiliki beberapa kelemahan yang diantaranya adalah sebagai berikut. a. Pada kenyataannya perubahan jumlah uang yang beredar (M) tidak secara otomatis dapat menaikkan “money spending” atau penggunaan uangnya. b. Dalam masyarakat modern, Laju peredaran uang (V) tidak bersifat stabil. Mengingat dalam masyarakat modern uang merupakan alat pembayaran dan alat untuk menimbun kekayaan. Dengan demikian, jika ada kelebihan uang akan digunakan untuk menambah kas, menambah tabungan bank, menambah pembelian surat berharga, dan menambah pembelian barang/jasa. 2. Teori Keynes Pembahasan tentang inflasi dalam Teori Keynes didasarkan pada teori makronya. Teori Keynes menjelaskan bahwa inflasi terjadi karena suatu masyarakat cenderung ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya. Keadaan seperti ini ditunjukkan oleh permintaan masyarakat akan barangbarang yang melebihi jumlah barangbarang yang tersedia. Hal ini menimbulkan inflationary gap. Ketika inflationary gap tetap ada, maka selama itu pula proses inflasi terjadi dan berkelanjutan. Keynes
Ernawati, dkk, Kajian Tunjangan Perumahan …. 171
tidak sependapat dengan pandangan yang diajukan dalam teori kuantitas. Teori kuantitas tersebut menyatakan bahwa kenaikan jumlah uang yang beredar akan menimbulkan kenaikan tingkat harga, namun tidak akan menimbulkan peningkatan pendapatan nasional. Kemudian Keynes berpendapat bahwa kenaikan harga tidak hanya ditentukan oleh kenaikan jumlah uang yang beredar saja, namun juga ditentukan oleh kenaikan biaya produksi. 3. Teori Strukturalis Teori strukturalis merupakan teori yang menjelaskan fenomena inflasi dalam jangka panjang. Hal ini didasarkan pada penjelasannya yang menyoroti sebab-sebab inflasi yang berasal dari kekakuan atau infleksibilitas struktur ekonomi suatu negara. Menurut teori ini, ada dua ketegaran atau kekakuan utama dalam perekonomian negara sedang berkembang yang dapat menimbulkan inflasi, yaitu ketegaran persediaan bahan makanan dan barangbarang ekspor. a. Kekakuan penerimaan ekspor. Kekakuan penerimaan ekspor menunjukkan peningkatan nilai penerimaan ekspor selalu lebih lamban daripada nilai impornya. Akibat kelambanan tersebut, negara mengalami kesulitan dalam membiayai impor baik bahan-bahan baku ataupun barang modal seperti mesin-mesin atau peralatan industri lainnya. Oleh sebab itu, pemerintah berusahan menggalakan pendirian industri dalam negeri dalam rangka mensubstitusi barang-barang impor. Namun demikian, pada umumnya biaya produksi industri dalam negeri cenderung lebih mahal, sehingga harga-harga jual barang pun menjadi naik dan terjadilah inflasi. b. Kekakuan penawaran bahan makanan. Pada umumnya di negara berkembang penawaran bahan makanan lebih lamban jika dibandingkan pertambahan jumlah penduduk dan pendapatan per kapitanya. Hal ini berakibat pada harga bahan makanan akan naik dan melebihi harga barang-barang lainnya. Karena bahan makanan merupakan kebutuhan
primer maka kenaikan harga bahan makanan mendorong para buruh menuntut kenaikan upah. Upah yang naik mengakibatkan naiknya biaya produksi di berbagai perusahaan yang pada akhirnya mengakibatkan naiknya harga jual berbagai macam barang dan jasa sehingga terjadilah inflasi. Tunjangan perumahan adalah salah satu bentuk tunjangan yang diberikan secara tetap. Tunjangan perumahan dimaknai bersama sebagai tunjangan yang diperuntukkan untuk sewa rumah dan belanja barang dan jasa, yang meliputi fasilitas sarana dan prasarana dan perlengkapan rumah dinas. Fasilitas ini meliputi penyediaan listrik, air, kebersihan, keamanan, dan faslitas-fasilitas lain untuk menunjang kinerja individual. Menurut Miriam Budiardjo (2008), ada negara-negara di mana badan legislatif terbagi dalam dua majelis (bikameralisme). Sedangkan di beberapa negara lainya hanya terdiri dari satu majelis (unikameralisme). Negara kesatuan yang memakai sistem dua majelis biasanya terdorong oleh pertimbangan bahwa satu majelis dapat mengimbangi dan membatasi kekuasaan dari majelis lain. Sistem unikameral seringkali dipilih oleh negara yang berukuran kecil karena masalah keseimbangan kekuasaan politik lebih mudah diatasi dibandingkan negara besar, sedangkan sistem bikameral dalam prakteknya sangat dipengaruhi oleh tradisi kebiasaan dan sejarah ketatanegaraan negara yang bersangkutan. Seperti halnya negara federasi, negara kesatuan juga bertujuan melindungi wilayah tertentu, melindungi etnik, dan kepentingankepentingan khusus dari golongan rakyat, tertentu (seperti kelompok kepentingan, golongan, minoritas, dan sebagainya) dari suara mayoritas (tirani mayoritas). Lembaga perwakilan yang disebut parlemen umumnya mempunyai dua fungsi, yaitu: 1. Fungsi perundang-undangan, yaitu untuk membuat suatu undang-undang biasa. 2. Fungsi pengawasan, yaitu untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang oleh pemerintah. Menurut Burns (dalam Pito, 2006) adanya enam fungsi penting yang
172 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 2, Maret 2015, hal 164-181
dilaksanakan oleh lembaga perwakilan rakyat, yaitu: 1. Perwakilan (representation), yaitu untuk mengungkapkan keragaman dan pandangan-pandangan yang bertentangan dalam hal kepentingan regional, ekonomi, sosial, ras, agama dan lainnya yang ada dalam suatu negara. 2. Pembuatan undang-undang (lawmaking), yaitu menentukan ukuran-ukuran untuk membantu memecahkan masalah yang substantif. 3. Pembangunan konsensus (consensus building), yaitu merupakan proses perundingan di mana kepentingan-kepentingan disesuaikan. 4. Mengawasi (overseeing), yaitu mengawasi birokrasi berarti memeriksa bahwa undang-undang dan kebijakan yang dibuat dewan secara tepat dilaksanakan dan bahwa mereka mencapai apa yang dimaksudkan. 5. Klarifikasi kebijakan (policy clarification), yaitu untuk membuat klarifikasi kebijakan atau “ policy incubation“ adalah identifikasi dan publikasi persoalanpersoalan. 6. Legitimasi (legitimizing), yaitu untuk memberikan legitimasi adalah ratifikasi formal kebijakan melalui saluran-saluran yang tepat. Metode Penelitian Berdasarkan orientasinya, jenis penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah penelitian terapan, dan berdasarkan rancangan penelitiannya, penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Populasi adalah keseluruhan obyek atau subyek yang ingin diteliti sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi yang dianggap dapat mewakili keseluruhan populasi. Sampel digunakan jika jumlah populasi dirasa terlalu besar atau sulit untuk diteliti. Populasi pada penelitian ini adalah para anggota DPRD di Kabupaten Kotabaru, pejabat kantor pemerintah setingkat eselon 2 di lingkungan Kabupaten Kotabaru, dan masyarakat kalangan menengah ke atas di Kabupaten Kotabaru. Mengingat besarnya populasi penelitian, maka diambil sampel beberapa anggota DPRD Kabupaten Kotabaru, beberapa pejabat kantor pe-
merintah setingkat eselon 2 di lingkungan Kabupaten Kotabaru, serta beberapa perwakilan masyarakat menengah ke atas di lingkungan Kabupaten Kotabaru. Proses pengkajian Tunjangan Perumahan Dewan di Kabupaten Kotabaru dilakukan melalui studi dokumentasi dan survei di lapangan. Studi dokumentasi dalam studi kelayakan ini digunakan mendapatkan besaran relatif sewa rumah bagi Pimpinan dan Anggota DPRD kabupaten Kotabaru. Melalui studi dokumentasi ini dilakukan dalam rangka menemukan suatu formula/rumus perhitungan sewa bangunan dan sewa tanah. Selain itu juga melalui studi dokumentasi ini dapat ditelusuri landasan yuridis yang mengatur tunjangan peru-mahan DPRD. Survei dalam studi kelayakan ini digunakan untuk mendapatkan besaran nilai relatif fasilitas sarana dan prasarana penyediaan listrik, penyedian listrik, penyediaan telepon, pemakaian air dan belanja pemeliharaan dan perlengkapan rumah dinas, bagi Pimpinan dan Anggota DPRD kabupaten Kotabaru. Survei dilakukan melalui wawancara terstruktur dengan seluruh anggota DPRD di Kabupaten Kotabaru, serta masyarakat kalangan menengah ke atas dengan taraf hidup yang setara. Data yang dikumpulkan antara lain: 1. nilai sewa bangunan standar dan tanah dalam rupiah setiap tahunnya; 2. tingkat kapitalitas bangunan; 3. luas bangunan; 4. umur bangunan; 5. luas tanah; dan 6. NJOP bangunan. Pada studi kelayakan ini untuk mendapatkan besaran nilai relatif tunjangan perumahan yang terdiri sewa rumah dan fasilitas sarana dan prasarana, analisis data digunakan sebagai berikut: 1. Untuk mendapatkan besaran nilai maksimal sewa rumah digunakan formula perhitungan sewa rumah dan sewa bangunan bagi Pimpinan dan Anggota DPRD kabupaten Kotabaru melalui formula perhitungan sewa bangunan dan tanah (Sbt) sebagaimana ditetapkan pada lampiran IIA Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindahtangan-
Ernawati, dkk, Kajian Tunjangan Perumahan …. 173
an Barang Milik Negara, yang dijabarkan sebagai berikut:
Stb = (3,33% x Lt x Nt) + (6,64% x Lb x Hs x Nsb) Keterangan : Stb = sewa tanah dan bangunan (/tahun) Lt = luas tanah (dalam m2) Nt = nilai tanah (dinilai berdasarkan NJOP) Lb = luas lantai bangunan (m2) Hs = harga satuan bangunan per m2 Nsb = nilai sisa bangunan 2. Untuk mendapatkan nilai relatif fasilitas sarana dan prasarana seperti penyediaan listrik, penyedian listrik, penyediaan telepon, pemakaian air dan belanja pemeliharaan dan perlengkapan rumah dinas, bagi pimpinan dan anggota DPRD kabupaten Kotabaru dilakukan pendataan langsung terhadap pengeluaran 3 bulan terakhir pada seluruh anggota DPRD di lingkungan Kabupaten Kotabaru. Kegiatan kajian perhitungan tunjangan perumahan ini dilakukan di lingkungan Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Penelitian dilakukan pada para anggota DPRD Kabupaten Kotabaru, pejabat setingkat eselon 2, dan masyarakat kelas menengah keatas yang ada di dua wilayah yang dijadikan sampel, yaitu wilayah Perumnas I dan wilayah Mandin Kelurahan Semayap, Kotabaru. Hasil Penelitian dan Pembahasan Kabupaten Kotabaru adalah salah satu kabupaten di provinsi Kalimantan Selatan. Ibukota kabupaten ini terletak di Kota Kotabaru. Kabupaten ini merupakan salah satu kabupaten pertama dalam provinsi Kalimantan dahulu. Pada masa Hindia Belanda merupakan Afdeeling Pasiren de Tanah Boemboe dengan ibukota Kotabaru. Kabupaten Kotabaru memiliki sekitar 110 pulau kecil, 31 di antaranya belum bernama. Kecamatan Kelumpang Tengah memiliki 21 pulau kecil, Kecamatan Pulau Sebuku memiliki 10 pulau kecil, Kecamatan Pulau Laut Selatan memiliki 23 pulau kecil dan lain-lain. Sebelum memberikan gambaran perkembangan kinerja perekonomian Kabupaten Kotabaru, sedikit ditinjau secara sekilas perkembangan perekonomian secara nasional
dan regional di tingkat Provinsi Kalimantan Selatan. Kinerja perekonomian Indonesia pada tahun 2013 cukup menggembirakan di tengah perekonomian dunia yang cukup sulit. Pertumbuhan ekonomi dapat dipertahankan pada tingkat yang cukup tinggi, yaitu 5,78%, meskipun pertumbuhan ini lebih rendah dibandingkan tahun 2012 yang mencapai 6,23%. Tingkat inflasi sepanjang tahun 2013 yang cukup terkendali pada kisaran 8,38%, lebih tinggi dari asumsi inflasi pada APBN 2013 sebesar 7,2%. Meningkatnya kegiatan ekspor yang cukup signifikan pada triwulan IV 2013 mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dalam kondisi stabil. Provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2013 tercatat mengalami pertumbuhan ekonomi 5,18%. Sektor pertambangan dan penggalian dan sektor pertanian adalah dua sektor yang menjadi leading sector penggerak perekonomian di Bumi Antasari ini. Kontribusi sektor pertambangan dan penggalian dan sektor pertanian masing-masing mencapai 22,25% dan 18,79% dari total PDRB Provinsi Kalimantan Selatan. Secara umum, perekonomian Kabupaten Kotabaru di tahun 2013 menunjukkan aktivitas ekonomi yang baik. Semua sektor dan subsektor ekonomi mampu membukukan kinerja positif. Ditinjau dari besaran nilai PDRB, Kabupaten Kotabaru termasuk kabupaten yang mempunyai kontribusi ekonomi yang besar di Provinsi Kalimantan Selatan dengan share 15,94% terhadap total PDRB Provinsi Kalimantan Selatan. PDRB atas dasar harga berlaku Kabupaten Kotabaru tahun 2013 mencapai 13.283 milyar rupiah, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 mencapai 5.939 milyar rupiah. Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) dapat menggambarkan bahwa PDRB Kabupaten Kotabaru ADHB dan ADHK tahun 2000 baik dengan ataupun tanpa pertambangan sama-sama mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan aktifitas ekonomi baiuk dari sisi nominal maupun realitas produksi. PDRB Kabupaten Kotabaru dibentuk dari sektor-sektor ekonomi yang berkembang di wilayah kabupaten ini, di mana semakin besar potensi suatu sektor di wilayah itu
174 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 2, Maret 2015, hal 164-181
berarti peran sektor yang bersangkutan dalam pembentukan PDRB semakin besar. Dengan kata lain semakin besar nilai tambah yang tercipta di suatu sektor ekonomi akan membuat peran sektor tersebut semakin penting. Kabupaten Kotabaru memiliki ciri khusus dalam perkembangan sektoral PDRB ini, di mana sektor Pertambangan dan Penggalian memiliki peran dan kontribusi yang penting dalam pembentukan PDRB meskipun kecenderungan perannya semakin menurun. Pada tahun 2011 peran sektor Pertambangan dan Penggalian pada pembentukan PDRB ADHB Kabupaten Kotabaru mencapai 24,13% dan menurun menjadi 23,96% pada tahun 2012, kemudian menurun lagi perannya pada tahun 2013 menjadi sebesar 22,76%. Kondisi dan perkembangan yang relatif sama terjadi ada sektor pertanian, di mana kontribusi sektor ini besar pada pembentukan PDRB Kabupaten Kotabaru namun perkembangannya cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 2011 kontribusi sector pertanian sebesar 32,81%, dan menurun pada tahun 2012 menjadi 32,02%, kemudian menurun lagi menjadi 31,57% pada tahun 2013. Sehingga pada tahun 2013 ini kontribusi sektoral PDRB Kabupaten Kotabaru masih didominasi oleh tiga sektor utama, yaitu sektor pertanian (31.57%), sektor pertambangan dan penggalian (22,76%), dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (18,79%).
Sektor yang memiliki kontribusi relatif besar dan mengalami perkembangan peran dari tahun ke tahun adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran. Pada tahun 2011 kontribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 17,32% dan meningkat menjadi sebesar 17,95% pada tahun 2012, kemudian meningkat lagi menjadi sebesar 18,79% pada tahun 2013. Demikian pula perkembangan kontribusi sektor Industri meskipun tidak cukup besar perannya, namun perkembangan kontribusi sektor Industri ini selama tahun 2011-2013 cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2011 peran sektor Industri baru mencapai 6,41% dan meningkat sedikit menjadi sebesar 6,42% pada tahun 2012 yang kemudian mengalami peningkatan lagi menjadi sebesar 6,50% pada tahun 2013. Sektor bangunan yang termasuk dalam kelompok sektor industri juga mengalami peningkatan peran sektor itu pada pembentukan PDRB Kabupaten Kotabaru. Pada tahun 2011 kontribusi sektor Bangunan mencapai 5,22% dan meningkat menjadi sebesar 5,42% pada tahun 2012 kemudian meningkat lagi pada tahun 2013.menjadi sebesar 5,68%. Perkembangan sektor bangunan ini seiring dengan pembukaan lahan-lahan di Kabupaten Kotabaru untuk didirikan perumahan- perumahan.
Tabel 1. PDRB ADHB dan ADHK Kabupaten Kotabaru Tahun 2011-2013 PDRB ADHB PDRB ADHK Tahun Dengan Tanpa Dengan Tanpa Pertambangan Pertambangan Pertambangan Pertambangan 2011 10.932.123 8.351,667 5,254,873 4,165,153 2012*) 12.108.516 9.270.015 5,604,134 4,435,628 **) 2013 13.283.868 10.328.988 5,939,989 4,733,272 Tabel 2.Kontribusi Sektoral PDRB ADHB Kabupaten Kotabaru Tahun 2011-2013 (Persen) No Sektor/Lapangan Usaha 2011 2012*) 2013**) 1 Pertanian 32.81 32.02 31.57 2 Pertambangan dan Penggalian 24.13 23.96 22.76 3 Industri Pengolah-an 6.41 6.52 6.50 4 Listrik dan Air Bersih 0.16 0.16 0.15 5 Bangunan/Konstruksi 5.22 5.42 5.68 6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 17.32 17.95 18.79 7 Angkutan dan Komunikasi 7.48 7.42 7.48 8 Bank dan Lembaga Keuangan lain 1.47 1.49 1.53 9 Jasa-jasa 5.00 5.16 5.54 Total 100.00 100.00 100.00
Ernawati, dkk, Kajian Tunjangan Perumahan …. 175
Beberapa sektor pada kelompok Jasa juga mengalami perkembangan meningkat, misalnya sektor jasa-jasa dan sektor bank dan lembaga keuangan lain. Sektor jasa-jasa memiliki peran sebesar 5,00% pada tahun 2011 dan meningkat menjadi sebesar 5,16% pada tahun 2012 yang kemudian meningkat menjadi 5,54% pada tahun 2013. Demikian pula sektor bank dan Lembaga keuangan lain, meskipun kontribusinya relatif masih kecil namun perkembangan dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2011 peran sektor bank dan lembaga keuangan lain ini hanya sebesar 1,47%, dan meningkat menjadi 1,49% pada tahun 2012, kemudian meningkat lagi pada tahun 2013 menjadi sebesar 1,53%. Struktur ekonomi suaatu daerah diukur dari peran masing-masing kelompok sektor/ lapangan usaha terhadap total PDRB di mana kelompok sektor itu terdiri dari kelompok sektor primer (agriculture) yang terdiri dari gabungan sektor pertanian dan sector pertambangan dan penggalian; kelompok sektor sekunder (manufacture = M) yang terdiri dari gabungan sektor industri pengolahan, sektor bangunan, dan sektor listrik gas dan air minum; serta kelompok sektor tersier (service = S) yang terdiri dari gabungan sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor bank dan lembaga keuangan lain, sektor angkutan dan telekomunikasi serta sektor jasa-jasa. Struktur ekonomi suatu daerah menjadi indikator penentu apakah daerah tersebut didominasi oleh sektor primer, sekunder ataupun tersier. Sektor primer adalah sektor yang masih banyak mengandalkan peran sumber daya alam dalam proses produksi, yaitu sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian. Sektor sekunder merupakan sektor yang tidak lagi mengandalkan pada peran sumber daya alam lagi, tapi lebih banyak pada kemajuan teknologi dan peran sumber daya manusia, yaitu sektor industri pengolahan, listrik dan air, dan konstruksi. Sedangkan sektor tersier adalah sektor yang bisa dikatakan sudah tidak mengandalkan sumber daya alam lagi, yaitu sektor perdagangan, pengangkutan dan telekomunikasi, bank dan lembaga keuangan lain, dan sektor jasa-jasa. Fasilitas perumahan yang ditujukan bagi para pejabat kantor pemerintah harus ber-
pedoman pada asas kepatutan, kewajaran, rasionalitas dan kesesuaian dengan standar setempat. Fasilitas rumah yang ditujukan bagi para anggota DPRD haruslah representatif dan mampu menunjang kinerja individual. Oleh karena itu, dari hasil survei di lingkungan Kabupaten Kotabaru diketahui bahwa terdapat beberapa lingkungan perumahan yang dianggap layak untuk dijadikan sampel dalam mengukur besaran tunjangan perumahan bagi anggota DPRD di lingkungan Kabupaten Kotabaru. Dua kompleks perumahan yang dinilai cukup representatif sebagai perumahan anggota DPRD di lingkungan Kabupaten Kotabaru adalah Perumnas I di Jl. Hasan Basri Semayap Kotabaru dan di Hulu Mandin Semayap Kotabaru. Berdasarkan wawancara dengan masyarakat di lingkungan Kabupaten Kotabaru tentang kisaran biaya sewa rumah di dua daerah tersebut untuk rumah kelas menengah ke atas adalah antara Rp 25.000.000,00 – Rp 50.000.000,00/tahun untuk rumah berukuran sekitar 300 m2. Harga jual rumah di 2 daerah tersebut berada di kisaran Rp 600.000,00 – Rp 2.000.000,00/ m2 dengan harga tanah berada di kisaran Rp 300.000,00 – Rp 350.000 / m2. Hasil wawancara dengan anggota DPRD di Kabupaten Kotabaru menunjukkan bahwa seluruh anggota DPRD di Kabupaten Kotabaru tidak puas dengan tunjangan yang diberikan saat ini dan menginginkan adanya perubahan. Keinginan ini dianggap wajar mengingat tunjangan perumahan untuk anggota DPRD di Kabupaten Kotabaru tidak pernah berubah sejak tahun 2012, yaitu senilai Rp 6.500.000,00/bulan. Para Anggota DPRD di Kabupaten Kotabaru berharap agar kenaikan tunjangan perumahan yang diberikan sesuai dengan biaya perumahan yang berlaku saat ini. Perhitungan dilakukan dengan cara memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam rumus: Stb = (3,33% x Lt x Nt) + (6,64% x Lb x Hs x Nsb) Luas tanah untuk Ketua, Wakil, dan Anggota DPRD Kabupaten/Kota diatur dalam Lampiran IIA Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 tahun 2006 tentang Standa-
176 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 2, Maret 2015, hal 164-181
risasi Sarana dan Prasarana Kerja Pemerintahan Daerah dengan ukuran maksimal sebagai berikut: 1. Ketua DPRD Kabupaten/Kota = 750 m2 2. Wakil Ketua DPRD Kabupaten/Kota = 500 m2 3. Anggota DPRD Kabupaten/Kota = 350 m2 Peraturan tersebut menunjukkan adanya selisih luas tanah sebesar 250 m2 antara ketua dan wakil ketua DPRD Kabupaten/ Kota, dan terdapat selisih luas tanah sebesar 150 m2 antara wakil ketua dan anggota DPRD Kabupaten/Kota. Nilai tanah diukur berdasarkan NIOP dari wilayah yang dinilai memadai untuk menjadi rumah dinas Ketua, Wakil, dan Anggota DPRD Kabupaten Kotabaru. Menurut data dari Dinas Pendapatan Kabupaten Kotabaru, nilai NJOP untuk daerah yang diambil sebagai sampel, yaitu Kelurahan Semayap, adalah seperti ditunjukkan pada tabel 3. Nilai tanah yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada nilai tanah tertinggi, yaitu Rp 285.000,00. Tabel 3. Ringkasan NJOP wilayah Strategis di Kabupaten Kotabaru Nilai Jual Obyek Pajak (Rp/m2) No Nama Jalan Terendah Tertinggi 1. Jl. Hasan 64.000 285.000 Basri 2. Jl. Mufakat 14.000 200.000 Mandin 3. Jl. Karya Uta64.000 128.000 ma Perumnas 4. Jl. Semayap 36.000 285.000 Luas bangunan diukur berdasarkan luas lantai bangunan sesuai dengan gambar dalam meter persegi. Jika bangunan itu bertingkat, maka standar harga yang digunakan menggunakan standar harga bangunan bertingkat. Diasumsikan rumah dinas untuk ketua, wakil, dan anggota DPRD Kabupaten Kotabaru menggunakan bangunan berlantai 1. luas bangunan untuk ketua, wakil, dan anggota DPRD Kabupaten/Kota diatur dalam Lampiran II A Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 tahun 2006 tentang Standarisasi Sara-
na dan Prasarana Kerja Pemerintahan Daerah dengan ukuran maksimal sebagai berikut: 1. Ketua DPRD Kabupaten/Kota = 300 m2 2. Wakil Ketua DPRD Kabupaten/Kota = 250 m2 3. Anggota DPRD Kabupaten/Kota = 150 m2 Menurut peraturan tersebut, terdapat selisih luas bangunan maksimum sebesar 50 m2 antara Ketua dan Wakil Ketua DPRD Kabupaten/Kota, serta terdapat selisih luas bangunan sebesar 100m2 antara Wakil Ketua dan Anggota DPRD Kabupaten/Kota. Harga satuan bangunan (Hs) adalah harga satuan tertinggi rata-rata per m2 untuk bangunan milik Negara sesuai dengan klasifikasi/tipe dalam keadaan baru. Diasumsikan rumah dinas Ketua, Wakil, dan Anggota DPRD di Kabupaten Kotabaru adalah rumah berlantai 1, sehingga tidak perlu dikalikan dengan koefisien bangunan bertingkat. Berdasarkan hasil survei di lapangan maupun secara online di lingkungan perkotaan Kabupaten Kotabaru, dapat disimpulkan bahwa rata-rata harga perumahan kelas menengah berlantai 1 di di wilayah Mandin dan Semayap adalah Rp. 5.154.000,00/m2. Nilai sisa menunjukkan kondisi rumah dinas sesuai dengan umurnya. Semakin tua waktu pembangunan rumah dinas tersebut, semakin rendah pula nilai sisanya. Penyusutan untuk masing-masing tipe bangunan berbeda-beda, yaitu: 1. Penyusutan untuk bangunan permanen = 2%/tahun, yang artinya umur ekonomisnya 40 tahun (penyusutan maksimal 80%). 2. Penyusutan untuk bangunan semi permanen = 4%/tahun, yang artinya umur ekonomisnya 20 tahun (penyusutan maksimal 80%). 3. Penyusutan untuk bangunan darurat = 10%/tahun, yang artinya umur ekonomisnya 8 tahun (penyusutan maksimal 80%). Dalam hal sisa bangunan menurut umurnya tidak sesuai dengan kondisi nyata (bangunannya sudah tua tetapi kondisinya masih sangat baik, atau sebaliknya) maka menurut Lampiran II A Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 tahun 2006 tentang Standarisasi Sarana dan Prasarana Kerja Pemerintahan Daerah, kondisi bangunan sebaiknya ditetapkan sebagai berikut:
Ernawati, dkk, Kajian Tunjangan Perumahan …. 177
1. 85%-100%= siap pakai/perlu pemeliharaan awal 2. 70% - 85% = rusak sebagian non struktur 3. 55% - 70% = rusak sebagian non struktur/struktur 4. 35% - 55% = rusak sebagian besar non struktur/struktur Kondisi rumah yang disewa untuk dijadikan rumah dinas mestilah dalam kondisi yang baik. Namun demikian, jarang ada rumah yang disewakan dalam keadaan 100% baru. Oleh karena itu, diasumsikan kondisi rumah dinas untuk anggota DPRD di Kabupaten Kotabaru adalah 85%. Jika data yang telah dikumpulkan tersebut dianalisis, maka akan ditemukan besaran nilai tunjangan sewa rumah maksimum untuk Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota DPRD Kabupaten Kotabaru. 1. Tunjangan Sewa Rumah Ketua DPRD Kabupaten Kotabaru Stb = (3,33% x Lt x Nt) + (6,64% x Lb x Hs x Nsb) = (3,33% x 750 x 285.000) + (6,64% x 300 x Hs x 85%) = 7.117.875,00 + 87.267.528,00 = Rp 94.385.403,00/tahun = Rp 7.865.450,25/bulan 2. Tunjangan Sewa Rumah Wakil Ketua DPRD Kabupaten Kotabaru Stb = (3,33% x Lt x Nt) + (6,64% x Lb x Hs x Nsb) = (3,33% x 500 x 285.000) + (6,64% x 250 x Hs x 85%) = 4.745.250,00 + 72.722.940,00 = Rp 77.468.190,00 / tahun = Rp 6.455.682,50 / bulan 3. Tunjangan Sewa Rumah Anggota DPRD Kabupaten Kotabaru Stb = (3,33% x Lt x Nt) + (6,64% x Lb x Hs x Nsb) = (3,33% x 350 x 285.000) + (6,64% x 150 x Hs x 85%) = 3.321.675,00 + 43.633.764,00 = Rp 46.955.439,00 / tahun = Rp 3.912.953,25 / bulan Tunjangan sarana dan prasarana perumahan adalah tunjangan untuk biaya-biaya yang berkaitan dengan pemanfaatan rumah dinas, seperti tunjangan penyediaan air bersih, listrik, internet berlangganan, telepon, te-
levisi berlangganan, dan pemeliharaan rumah dinas yang ditanggung sendiri oleh pejabat yang menempati rumah dinas tersebut (bukan dibayar oleh kantor). Dari hasil wawancara dapat dikumpulkan data rata-rata pemakaian fasilitas sarana prasarana perumahan oleh anggota DPRD Kabupaten Kotabaru, pejabat setingkat eselon 2, dan masyarakat kalangan menengah ke atas (Tabel 4). Tabel 4. Rata-Rata Biaya Pemakaian Fasilitas Sarana Prasarana Perumahan di Kotabaru (dalam Rp) Fasilitas Listrik Telepon Rumah Air Internet TV berlangganan Pemeliharaan rumah TOTAL
Mean
Deviasi
434,458.98 267,142.42
216,598.16 181,047.46
Mean + Deviasi 651,057.13 448,189.88
159,333.33 227,888.89 128,000.00
111,053.40 69,950.29 79,120.16
270,386.73 297,839.17 207,120.16
1,331,111.12
755,767.94
2,086,879.06
2,547,934.74
1,413,537.41
3,961,472.13
Untuk menjamin kesesuaian antara tunjangan dengan biaya fasilitas rumah dinas yang dibayarkan oleh anggota DPRD Kabupaten Kotabaru, maka digunakanlah Batas atas kelas, atau nilai rata-rata biaya ditambah dengan standar deviasinya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tunjangan fasilitas sarana dan prasarana perumahan untuk ketua, wakil, dan anggota DPRD di Kabupaten Kotabaru sebaiknya sejumlah Rp 3.961.472,13. Besaran tunjangan perumahan di Kabupaten Kotabaru adalah total antara tunjangan sewa rumah dengan tunjangan fasilitas sarana prasarana rumah dinas. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa tunjangan perumahan yang sesuai dengan kajian ini adalah: 1. Ketua DPRD Kabupaten Kotabaru - Tunjangan Sewa Rumah + Tunjangan Fasilitas = Rp 7.865.450,25 + Rp 3.961.472,13 = Rp 11.826.922,38 2. Wakil Ketua DPRD Kabupaten Kotabaru - Tunjangan Sewa Rumah + Tunjangan Fasilitas = Rp 6.455.682,50 + Rp 3.961.472,13 = Rp 10.417.154,63
178 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 2, Maret 2015, hal 164-181
3. Anggota DPRD Kabupaten Kotabaru - Tunjangan Sewa Rumah + Tunjangan Fasilitas = Rp 3.912.953,25 + Rp 3.961.472,13 = Rp 7.874.425,38 Inflasi jika didefinisikan secara sederhana adalah menurunnya nilai mata uang secara berkelanjutan (Wikipedia, 2015). Anggaran untuk tunjangan perumahan di Kabupaten Kotabaru harus mempertimbangkan faktor inflasi agar nilai tunjangan yang telah ditetapkan tetap layak untuk ditetapkan setidaknya hingga lima tahun ke depan. Data inflasi Indonesia dari tahun ke tahun dapat dijadikan acuan untuk memprediksi tingkat inflasi tahun-tahun berikutnya, tetapi mengingat penelitian dilakukan di Kabupaten Kotabaru, maka lebih akurat jika menggunakan data inflasi di Kabupaten Kotabaru. Data tingkat inflasi di Kabupaten Kotabaru ditunjukkan pada tabel 5 (data inflasi disediakan oleh Dinas Pendapatan Kabupaten Kotabaru). Tabel 5. Data Inflasi Kabupaten Kotabaru No Tahun Tingkat Inflasi 1. 2006 9,27 2. 2007 9,3 3. 2008 9,32 4. 2009 9,34 5. 2010 8,70 6. 2011 5,63 7. 2012 5,87 8. 2013 5,31 9. 2014 7,48 Untuk memprediksi inflasi di tahuntahun selanjutnya, teknik analisis yang paling tepat digunakan adalah analisis trend dengan metode kuadrat terkecil (least square). Dengan metode ini, trend inflasi per tahun dihitung seperti ditunjukkan pada tabel 6. Melalui data pada tabel 6 dapat dihitung nilai a dan b untuk fungsi trend dengan metode kuadrat terkecil.
Sehingga fungsi trend inflasi Indonesia adalah sebagai berikut: Y = 7,8 – 0,496 X Dimana: Y = tingkat inflasi pada tahun x X = indeks tahun prediksi
Tabel 6. Perhitungan Analisis Trend Inflasi Kotabaru Tahun Inflasi (Y) X XY x2 2006 9.27 -4 -37.08 16 2007 9.3 -3 -27.9 9 2008 9.32 -2 -18.64 4 2009 9.34 -1 -9.34 1 2010 8.7 0 0 0 2011 5.63 1 5.63 1 2012 5.87 2 11.74 4 2013 5.31 3 15.93 9 2014 7.48 4 29.92 16 Jumlah 70.22 -29.74 60 Dengan demikian, dapat diprediksi tingkat inflasi untuk tahun 2015 s.d. 2019, seperti pada tabel 7 dan gambar 1. Tabel 7. Prediksi Inflasi Kabupaten Kotabaru dengan Analisis Trend Tahun Indeks Inflasi Inflasi Tahun Real Prediksi 2006 -4 9.27 9.784 2007 -3 9.3 9.288 2008 -2 9.32 8.792 2009 -1 9.34 8.296 2010 0 8.7 7.8 2011 1 5.63 7.304 2012 2 5.87 6.808 2013 3 5.31 6.312 2014 4 7.48 5.816 2015 5 5.32 2016 6 4.824 2017 7 4.328 2018 8 3.832 2019 9 3.336 Nilai tunjangan perumahan yang akan ditetapkan untuk Kabupaten Kotabaru harus mempertimbangkan inflasi 5 tahun ke depan, sehingga diharapkan nilai dari tunjangan yang diberikan tidak perlu di revisi hingga setidaknya selama 5 tahun. Dari tabel 7, dapat diprediksi tingkat inflasi untuk tahun 2015 hingga 2019. Jika prediksi tingkat inflasi ini dikaitkan dengan besaran nilai tunjangan yang telah dihitung sebelumnya, maka dapat diperkirakan besaran tunjangan yang pantas untuk tunjangan perumahan di Kabupaten Kotabaru, seperti ditunjukkan pada tabel 8.
Ernawati, dkk, Kajian Tunjangan Perumahan …. 179
Gambar 1. Hasil Prediksi Inflasi Kabupaten Kotabaru Tahun 2015 s.d. 2019 dengan Analisis Trend. Tabel 8. Nilai Tunjangan Perumahan dengan Mempertimbangkan Unsur Inflasi Future Value Nilai Tunjangan Tahun Inflasi Ketua Wakil Anggota 2015 5.32 12,456,114.65 10,971,347.25 8,293,344.81 2016 4.824 13,056,997.62 11,500,605.05 8,693,415.76 2017 4.328 13,622,104.48 11,998,351.23 9,069,666.80 2018 3.832 14,144,103.52 12,458,128.05 9,417,216.43 2019 3.336 14,615,950.81 12,873,731.20 9,731,374.77 Rata-rata 13,579,054.22 11,960,432.56 9,041,003.71 Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka besaran nilai tunjangan perumahan untuk Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota DPRD di Kabupaten Kotabaru yang disarankan adalah: 1. Ketua DPRD maksimum: Rp 13.579.054,22 2. Wakil Ketua DPRD maksimum: Rp 11.960.432,56 3. Anggota DPRD maksimum: Rp 9.041.003,71 Selanjutnya, apa yang menjadi landasan dan pertimbangan pemberian tunjangan perumahan dan penetapan besarnya tunjangan perumahan? Hal ini diatur di dalam pasal 10 ayat (3) dan ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004, “Ayat (3), Pemberian tunjangan perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mem-
perhatikan asas kepatutan, asas kewajaran, rasionalitas serta standar harga setempat yang berlaku. Ayat (2), ketentuan lebih lanjut mengenai besarnya tunjangan perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah” dalam hal ini Peraturan Bupati Kabupaten Kotabaru Nomor 18 Tahun 2014 tentang Standarisasi Sarana dan Prasarana Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Kotabaru. Penetapan peraturan kepala daerah tentang besarnya tunjangan perumahan harus memperhatikan asas kepatutan, kewajaran dan rasionalitas dan kesesuaian sebagai berikut: 1. Tunjangan Perumahan bagi Ketua, Wakil Ketua dan Anggota DPRD Kabupaten Kotabaru sudah memenuhi asas kepatutan, yang artinya besaran tunjangan perumahan harus mampu memenuhi kebutuhan para anggota DPRD untuk mendapatkan perumahan yang layak untuk menunjang kinerja mereka dan patut mendapatkan tunjangan perumahan dan fasilitasnya.
180 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 2, Maret 2015, hal 164-181
2. Tunjangan Perumahan bagi Ketua, Wakil 2. Hasil kajian ini menemukan bahwa seKetua dan Anggota DPRD Kabupaten baiknya tunjangan perumahan di KabupaKotabaru sudah memenuhi asas kewajarten Kotabaru adalah maksimum sebesar an, yang artinya besaran tunjangan peruRp 13.579.054,22/bulan untuk Ketua, Rp mahan tidak boleh sampai memicu kon11.960.432,56/bulan untuk Wakil Ketua, troversi di masyarakat karena angkanya dan Rp 9.041.003,71/bulan untuk Anggoyang dianggap tidak wajar (terlalu besar ta DPRD Kabupaten Kotabaru. atau terlalu kecil). Tunjangan ini sudah sa- 3. Diharapkan besaran tunjangan hasil kajian ngat wajar karena Pendapatan Asli Daerah ini dapat dijadikan patokan dalam menenKabupaten Kotabaru dari tahun ketahun tukan besaran tunjangan perumahan di semakin meningkat, sehingga memang suKabupaten Kotabaru untuk lima tahun ke dah seharusnya tunjangan perumahan didepan. Besaran tunjangan untuk 2020 dan naikkan. seterusnya harus ditentukan berdasarkan 3. Tunjangan Perumahan bagi Ketua, Wakil kajian yang baru dengan mempertimbangKetua dan Anggota DPRD Kabupaten Kokan berbagai faktor yang mempengaruhitabaru sudah memenuhi asas rasionalitas, nya. yang artinya jumlah besaran tunjangan Saran yang dapat dimunculkan dari yang diberikan harus masuk akal. Untuk penelitian ini adalah sebagai berikut: memprediksi dan mempertimbangkan be- 1. Dalam membuat berbagai kebijakan, pesarnya tunjangan perumahan lima tahun merintah harus terus mengutamakan asas ke depan menggunakan trend inflasi Kakepatutan, kewajaran, rasionalitas dan bupaten Kotabaru. kesesuaian dengan standar setempat. 4. Tunjangan Perumahan bagi Ketua, Wakil 2. Besaran nilai tunjangan sebaiknya dikaji Ketua dan Anggota DPRD Kabupaten Koulang secara berkala setiap lima tahun, tabaru sudah memenuhi asas kesesuaian untuk menghindari selisih yang terlalu dengan standar setempat, yang artinya bebesar antara tunjangan yang diberikan saran tunjangan perumahan harus memdengan biaya perumahan yang sesungperhatikan besaran biaya perumahan di guhnya di lapangan. lingkungan Kabupaten Kotabaru, sehing- 3. Pemerintah dapat mempertimbangkan ga hasil kajian ini sudah berdasarkan Nilai untuk membangunkan rumah dinas unJual Obyek Pajak (NJOP) pada wilayah tuk anggota DPRD di Kabupaten Kotaperumahan menengah ke atas di Kabupabaru, sehingga di masa yang akan datang ten Kotabaru, dan juga berdasarkan hasil tunjangan perumahan menjadi tidak survei pada masyarakat. dibutuhkan lagi. Kesimpulan Kenaikan tunjangan perumahan untuk Ketua, Wakil, dan Anggota DPRD di lingkungan Kotabaru memang dibutuhkan, mengingat biaya hidup yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Dari hasil kajian ini, dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut: 1. Perubahan tunjangan perumahan untuk Ketua, Wakil, dan Anggota DPRD Kabupaten Kotabaru mutlak dibutuhkan mengingat nilai tunjangan sebelumnya yang sudah tidak layak lagi, tetapi kenaikan tunjangan perumahan yang diberikan harus tetap memperhatikan asas kepatutan, kewajaran, rasionalitas dan kesesuaian dengan standar setempat.
DAFTAR PUSTAKA Boediono. 2000. Ekonomi Moneter. Edisi 3. Yogyakarta: BPFE. BPS Kabupaten Kotabaru. 2013. Kotabaru dalam Angka. Kotabaru. BPS. 2015. http://www.bps.go.id/aboutus. php?inflasi=1. Diakses tanggal 7 Maret 2015. Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Danim, Sudarwan. 2004. Motivasi Kepemimpinan dan Efektifitas Kelompok. Jakarta: Rineka Cipta Gibson, Ivanseevich. 1997. Organisasi: Pelaku, Struktur dan Proses. Jakarta: Erlangga.
Ernawati, dkk, Kajian Tunjangan Perumahan …. 181
Hasibuan, Malayu. 1996. Organisasi dan Motivasi. Jakarta: Bumi Aksara Nopirin. 2000. Pengantar Ilmu Ekonomi Makro dan Mikro. Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE. Pito, Toni Adrianus, dkk. 2006. Mengenal Teori Politik dari Sistem Politik sampai Korupsi. Bandung: Nuansa. Pohan, Aulia. 2008. Potret Kebijakan Moneter Indonesia. Jakarta. Raja. Grafika Persada. Republik Indonesia. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2006 tentang Standarisasi Sarana dan Prasarana Kerja Pemerintahan Daerah. Republik Indonesia. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara. Republik Indonesia. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja RI No. SE-07/MEN/1990 Tahun 1990 tentang Pengelompokan Komponen Upah dan Pendapatan Non Upah. Sukirno, Sadono. 2002. Teori Mikro Ekonomi. Cetakan 14. Jakarta: Rajawali. Press. Siagian, Sondang. 2002. Manajemen Motivasi. Jakarta: Rineka Cipta. Uno, B. Hamzah. 2008. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara Winardi. 2001. Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen. Jakarta: PT Grafindo Persada. Widodo, Joko. 2001. Good Governance Telaah dari Dimensi Akuntabilitas, Kontrol Birokrasi pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Surabaya: Insan Cendekia. Wikipedia. 2015. “Kabupaten Kotabaru”.
. Diakses tanggal 1 Maret 2015 Wikipedia. 1015. “Inflasi”. . Diakses tanggal 7 Maret 2015