Memantau Wilayah Kekeringan di Indonesia Menggunakan Analisis Data Satelit MTSAT Kanal IR3 Oleh: Achmad Sasmito, Agie Wandala Putra
Latar belakang Salah satu tugas pokok pelayanan publik yang disampaikan oleh BMKG yaitu prakiraan cuaca jangka pendek (harian) dan prakiraan bulanan/musim. Prakiraan harian diterbitkan setiap hari disajikan melalui web BMKG, media TV, dan media surat kabar. Sedangkan prakiraan musim diterbitkan 2 kali dalam setahun yaitu menjelang datangnya musim kemarau biasanya diterbitkan bulan Februari atau Maret. Sedang prakiraan musim hujan biasa diterbitkan bulan September atau Oktober.Sedangkan prakiraan bulanan diterbitkan setiap akhir bulan untuk memprakirakan CH bulan berikutnya.
Untuk membuat prakiraan jangka pendek dapat dilakukan menggunakan model prakiraan cuaca numeric (numeric weather prediction) dan atau model statistik.Sedangkan prakiraan bulanan umumnya menggunakan model statistik. Prakiraan cuaca bulanan/musim model statistik tehnik perhitungannya menggunakan predictor data curah hujan (CH) dengan time lag (t-1, t-2, dst). Data CH diperoleh dari alat penakar hujan jenis Obs, Hellman, AWS/ARG yang diamati oleh stasiun BMKG yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia jumlahnya sekitar 180 stasiun dan berkolaborasi dengan berbagai instansi lainnya. Mengingat wilayah Indonesia cukup luas namun data CH yang dimiliki BMKG sangat sedikit untuk mengatasi kendala tersebut daerah yang tidak memiliki data CH, dalam membuat prakiraan dilakukan interpolasi menggunakan data disekitar daerah tersebut dan dilakukan koreksi sesuai dengan kondisi geografisnya.
Sebagaimana diketahui BMKG selain memiliki alat pengamat cuaca konvensional dan otomatis (AWS,ARG, Radar) yang cakupannya sangat terbatas, sebagai contoh untuk stasiun hujan idealnya hanya untuk mewakili wilayah seluas 50 km2, sedangkan bila menggunakan radar wilayah cakupannya dapat mencapai radius 100-150 km. Disamping itu dalam operasional sehari-hari BMKG juga melakukan pengamatan melalui satelit yang cakupan wilayahnya cukup luas dan resolusinya cukup tinggi. 1
Selama ini prakiraan bulanan/musim yang dilakukan BMKG perhitungannya belum menggunakan data satelit cuaca yang dimiliki, hal ini karena keterbatasan SDM yang mumpuni dibidang tersebut. Keunggulan prakiraan musim menggunakan data satelit yaitu daerah prakiraan dapat dilakukan dengan resolusi yang sangat tinggi sebagai contoh data satelit MTSAT dimana resolusi dapat mencapai 0,5 km x o,5 km.
Sebagaimana diketahui bahwa informasi prakiraan musim kemarau 2015 yang diterbitkan oleh BMKG pada bulan Februari diprakirakan tentang datangnya musim kemarau umumnya akan berlangsung pada bulan April-Mei-Juni, untuk mengetahui akurasi prakiraan tersebut akan disandingkan dengan hasil pengamatan satelit MTSAT.
Tujuan kajian Tujuan kajian ini untuk mengetahui gambaran umum perkembangan daerah kekeringan di wilayah Indonesia menggunakan Analisis datasatelit MTSAT kanal IR3, selanjutnya disandingkan dengan hasil prakiraan musim kemarau tahun 2015 yang telah diterbitkan oleh BMKG.
Data Sample data satelit MTSAT Kanal IR3 yang digunakan untuk analisis dicuplik setiap 10 harian (setiap tanggal 10,20, dan 30) mulai bulan April sampai dengan bulan Juni 2015 pukul 07.00 WIB.Sedang prakiraan musim kemarau 2015 diunduh dari web site BMKG.
Tinjauan Teoritis
Salah satu tehnik untuk mengetahui temperature
kandungan uap air di udara yang
berpotensi menerbitkan hujan dapat didekati dengan menggunakan analisis data satelit MTSAT kanal IR3.Bilamana hasil pantauan Satelit MTSAT kanal IR3 menunjukkan warna merah atau suhu kandungan uap air relative panas, maka patut diduga bahwa pembentukan awan di sekitar daerah tersebut sulit terjadi sehingga potensi hujan sangat kecil. Disamping menggunakan analisis satelit Kanal IR3 kandungan uap air di udara dapat diketahui dengan melakukan analisis data radiosonde.
Dalam opersional sehari-hari untuk mengetahui 2
kandungan di udara menghitung dapat didekati dengan menganalisi harga kelembaban udara (RH), sedangkan untuk menentukan harga RH dihitung menggunakan input data temperature udara. Untuk keperluan operasional udara dikatakan kering bilamana harga RH < 65 %, demikian sebaliknya udara dikatakan basah bila RH > 65 %, atau dengan perkataan lain bilamana temperature udara panas sebanding dengan harga kelembapan udara rendah, demikian sebaliknya bila suhu udara dingin RH tinggi.
Secara sederhana berdasarkan tinjauan fisis untuk menghitung RH sesuai dengan resolusi 166 konferensi WMO ke 12 tahun 1947 di Washington Amerika harga RH dapat dihitung dengan pendekatan formula sbb:
RH = (e /ew ) * 100 %
ew=10^(-7,90298*(373,16/t-1)+5,02808*LOG10(373,16/t)-1,3816*(10^-7*(10^(11,344*(1t/373,16))-1))+8,1328*10^-3*(10^-3,49149*(373,16/t-1)-1)+LOG10(1013,246))………6)
Dimana : t’ & t = Temperatur bola basah dan kering (oK); e dan ew
= Tekanan uap/ jenuh
∆e = A * p (t – t’)..................................................................5)
A = 0,000660 ( 1 + 0,00115*t’) ............................................2)
e = ew- ∆e ............................................................................4)
Wilayah Indonesia yang berada di sekitar equator berada diantara dua benua Asia dan Australia memiliki banyak gunung, berdasarkan analisis data klimatologi Indonesia memiliki 3 tipe iklim, yaitu monsun, equatorial, dan local. Secara rinci wilayah tipe iklim ditunjukkan seperti pada gambar 1. Sedangkan berdasarkan tinjauan temporal dalam setahun tipe iklim equatorial memiliki 2 puncak masimum yaitu bulan April dan Oktober, untuk daerah yang memiliki tipe iklim monsun ditengarai dengan perbedaan yang jelas antara musim hujan yang umumnya berlangsung antara Oktober-Maret, sedang musim 3
kemarau umumnya berlangsung bulan April-September, untuk wilayah yang memiliki tipe iklim lokal memiliki karakter yang berlawanan dengan tipe iklim monsun.
Berdasarkan tinjauan fisis dynamis bila tidak dipengaruhi fenomena El~Nino, musim kemarau di wilayah Indonesia umumnya berlangsung pada bulan April-September, hal ini berkaitan erat dengan adanya aktivitas monsun panas Australia. Sebagaimana diketahui wilayah Indonesia yang berada di antara dua samudera Pasifik dan Hindia, terkadang keadaan cuaca/iklim dipengaruhi oleh fenomena El~Nino yaitu meningkatnya suhu muka laut di
daerah Pasifik tengah/barat dari keadaan rata-ratanya.
Keadaan tersebut
mengakibatkan kandungan upa air di udara di daerah tropis bergeser ke Pasifik sehingga di Pasifik potensial banyak awan dan hujan, sebaliknya di wilayah Indonesia suhu muka laut (SML) relative dingin keadaan tersebut mengakibatkan CH pada musim kemarau jumlahnya semakin sedikit.
Berdasarkan pantauan data angin bilamana terjadi fenomena El~nino polanya (arah) menyerupai keadaan sebagaimana saat berlangsung adanya monsun panas Australia, hanya saja bila ditinjau komponen angin timuran relative lebih tinggi bila dibanding keadaan normal (tidak ada El~Nino). Sedangkan bila ditinjau dari data curah hujan sebelum terjadi EL~Nino dan sesudahnya umumnya CH relative lebih tinggi dari keadaan rata-ratanya, pada saat terjadi El~Nino CH justru dibawah rata-ratanya/normalnya.
Mungkin banyak pihak yang rancu tetang perbedaan jangkauan prakiraan meteorology dan klimatologi. Sesuai dengan acuan yang diterbitkan WMO No 485 jangkauan prakiraan meteorology mulai Now casting sampai 2 tahun kedepan, sedang prakiraan klimatologi memprakiraan > 2 tahun kedepan. Untuk mengetahui klasifikasi jangkauan prakiraan meteorology dan klimatologi pada lampiran 1 dimana klasifikasi tersebut kami kutip sesuai dengan aslinya.
4
Hasil
1.
Untuk mengetahui kekeringan di wilayah zona musim (ZOM) di Indonesia di awali dahulu dengan mengetahui hasil prakiraan awal datangnya musim kemarau yang diterbitkan BMKG umumnya berlangsung pada bulan April-Juni.
Selanjutnya hasil
prakiraan tersebut di evalusi ditinjau sebagai fungsi ruang dan waktu. Khusus hasil prakiraan wilayah Sumatera disajikan
seperti table 1, sedang gambaran umum
prakiraan musim kemarau 2015 disajikan seperti pada gambar 1 yang meliputi tiga hal yaitu awal datangnya musim kemarau, perbandingan terhadap rata2 dasarian dan sifatnya. 2. Sebagaimana dijelaskan diatas salah satu fenomena alam dalam skala global yang mempengaruhi kekeringan di wilayah Indonesia yaitu munculnya El~Nino. Hasil analisis pakar meteorology karakter suhu muka laut (SST) dan Out going long wave solar radiation di samudera Pasifik dan disekitar laut Indonesia sampai tanggal 2 Juli 2015 hasilnya disajikan seperti pada gambar 2. 3.
Dalam skala local terjadinya kekeringan di Indonesia salah satu diantaranya dapat diperkuat dengan terjadinya letusan gunung berapi yang terjadi pada musim kemarau, dimana kandungan uap air diudara terserap habis oleh debu letusan gunung tersebut. Pada tanggal 8-20 Juli 2015 telah terjadi letusan gunung Raung di Bondowoso (Jawa Timur) hasil analisis letusan gunung raung Menggunakan satelit MTSAT di sajikan seperti pada gambar 3.
4. Untuk mengetahui gambaran umum perkembangan kekeringan di Indonesia dapat dipantau dengan menggunakan satelit MTSAT kanal 3, dengan melakukan analisis time series 10 harian bulan April sampai awal Juli 2015 temperature kandungan uap air di udara hasilnya disajikan seperti gambar 4. 5.
Untuk mengetahui pola streamline pada lapisan 500 mb (400 meter) dan 850 mb (1500meter) yang mempengaruhi sebaran letusan debu gunung Raung disajikan pada gambar 5
5
Gb.1 Persentase (%) Prakiraan awal musim Kemarau 2015 di Indonesia (atas), Perbandingan Terhadap Nomalnya (tengan), dan Sifat Prakiraan (bawah)
6
Gambar 2. Anomali Suhu Permukaan Laut 1 Juli 2015 Terhadap Rata Mingguan Peride 1981-2010 (Atas) Dan Anomali Out Going Long Wave Solar Radiation (OLR) Periode 7 Juni-02 Juli 2015 Terhadap Rata-Rata 10 Harian Periode 1979-1995.
Gambar 3. Pantauan Satelit MTSAT Kanal SP Sebaran debu letusan Gunung Raung tanggal 12-07-2015 pukul 07.00 WIB (kiri) dan kontur temperature awan debu (kanan)
7
April, Tgl 10 Pukul 07.00 WIB
April, Tgl 20 Pukul 07.00 WIB
April, Tgl 30 Pukul 07.00 WIB
Mei, Tgl 10 Pukul 07.00 WIB
Mei, Tgl 20 Pukul 07.00 WIB
Mei, Tgl 30 Pukul 07.00 WIB
Juni, Tgl 10 Pukul 07.00 WIB
Juni, Tgl 20 Pukul 07.00 WIB
Juni, Tgl 30 Pukul 07.00 WIB
Juli, Tgl 10 Pukul 07.00 WIB
Juli, Tgl 20 Pukul 07.00 WIB
Legend : Merah = - 16 oC; Jingga= - 20 oC; Jingga-kehitam-2an =- 24 oC; Hitam= - 26 oC Putih
= - 42 oC
Abu-2
= - 49 oC
8
Biru
= - 60 oC
Gambar 4. Time Series Pantauan Satelit MTSAT Kanal IR3 Temperature Kandungan Uap Air Di Udara Periode April-Juni 2015 Perdekad.
Pembahasan Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa wilayah Indonesia memiliki 3 tipe iklim, yaitu monsun, equatorial, dan lokal. Sedangkan wilayah yang memiliki tipe iklim monsun umumnya berada di provinsi Sumatera Selatan, Lampung, Banten, Jawabarat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB, dan NTT. Sesuai dengan prakiraan yang diterbitkan BMKG menggunakan model statistic musim kemarau 2015 bakal berlangsung pada bulan April-Juli umumnya terjadipada daerah yang memiliki tipe iklim monsun.
Berdasarkan tinjauan fisis dinamis daerah yang mengalami musim kemarau di awali di daerah NTT, NTB, Bali, terus bergerak ke P.Jawa, lampung dan Sumatera Selatan, sedang pada arah utara perkembangan musim kemarau menuju Sulawesi selatan dan Kalimantan Selatan. Musim kemarau tahun 2015 banyak pihak merisaukan bila hal tersebut bersamaan dengan munculnya fenomena El~Nino (moderat) yang dikhawatirkan berdampak semakin kuat intensitas terjadinya kekeringan di wilayah Indonesia, sehingga dikhawatirkan terjadi gagal panen/puso. Untuk memantau kekeringan5) dapat dilakukan dengan tiga katagori yaitu:
1. Kekeringan berdasarkan meteorology 2. Kekeringan berdasarkan hidrologi 3. Kekeringan berdasarkan pertanian. 4. Kekeringan berdasarkan sosio ekonomis
Untuk memantau kekeringan berdasarkan meteorologi di suatu wilayah dilakukan dengan melakukan analisis data CH hujan dibandingkan dengan harga nomalnya/rata2-nya. Bila CH saat ini (bulan Juni) posisinya berada pada kondisi, di bawah normal (N – SD) atau jauh
9
dibawah normal (N-1½ SD), maka dikhawatirkan akan terjadi kekeringan berdasarkan Meteorologi. Mengingat keterbatasan data yang dimiliki BMKG dan system komunikasi yang belum mapan sepenuhnya data yang berasal dari stasiun pemantau terkadang terhambat, untuk mengatasi hal tersebut salah satu tehnik memantau kekeringan dapat disiasati dengan analisis data satelit MTSAT kanal 3.
Berdasarkan pantauan satelit MTSAT kanal 3 yang dicuplik setiap dekad menggunakan data pukul 07.00 WIB ( gambar 2) tampak bahwa pada bulan April 2015 dekad pertama dan kedua diselatan pulau Jawa terdapat indikasi udara kering yang mempengaruhi kekeringan di wilayah NTT-NTB, Bali, dan Jawa Tengah. Pada Dekad II 2015 April tampak udara kering bergeser di sebelah barat selatan pulau Jawa, keadaan tersebut diduga akan mempengaruhi berkurangnya CH di Jawa barat. Pada dekad III April 2015 tampak bahwa udara diselatan P.Jawa-NTT relatif dingin, hal ini berkaitan erat dengan munculnya tekanan rendah di sebelah barat Australia. Pada bulan Mei dekad I dan II suhu udara panas semakin berkembang kearah barat dan ke arah utara sampai ke wilayah Sulawesi Selatan, sedangkan pada dekad III suhu udara relative lebih dingin bila disbanding dengan dekat sebelumnya. Berdasarkan keadaan tersebut di duga pada bulan Mei daerah kurang hujan di wilayah tipe iklim monsun di belahan bumi bagian selatan wilayah Indonesia semakin meluas. Demikian halnya pada bulan Juni dekad I, II, III perkembangan udara kering di selatan JawaNTT intensitasnya semakin kering keadaan tersebut semakin meyakinkan bahwa di wilayah yang memiliki tipe iklim yang berada di belahan bumi bagian selatan tersebut diduga CH semakin berkurang. Pada bulan Juli 2015 dekad I di pulau Jawa daerah kekeringan masih mendominasi di wilayah Timur Jawa Timur, Bali, NTB, dan NTT , namun bentangan udara kering mulai dari NTT sampai P.Jawa terpengaruh oleh adanya siklon Tropis yang tumbuh di laut China Selatan, sehingga sebagian P.jawa terdapat pertumbuhan awan tinggi yang tidak potensi menerbitkan hujan, sedang dipulau Sumatera pertumbuhan awan relative lebh banyak dan berpotensi menerbitkan hujan. Sesuai informasi yang dikeluarkan BMKG bulan juli 2015 diprakirakan bakal terjadi El~Nino sedang, bila prakiraan tersebut tepat keadaan tersebut akan mentriger CH di daerah Jawa 10
Timur, Bali, NTB, dan NTTsemakin berkurang dari normalnya. Tampaknya kemarau tahun 2015 selain dipengaruhi fenomena global El~Nino, pada saat yang bersamaan juga dipengaruhi pengaruh lokal yaitu adanya letusan gunung Raung di Bondowoso pada tanggal 8-20 juli 2015. Dampak terjadinya gunung meletus kandungan uap air di udara akan terserap oleh abu vulkanik di udara, sehingga potensi permbentukan awan dan potensi terjadinya
hujan semakin sulit, sehingga CH yang jatuh dipermukaan bumi
semakin berkurang dari normalnya.
Selain memperhatikan suhu udara kandungan uap air di udara yang dipantau melalui satelit MTSAT kanal IR 3, perihal yang perlu mendapat perhatian untuk mengetahui daerah yang potensi tumbuh awan/ hujan pada musim kemarau yaitu mengetahui pola anginnya, dengan mengidentifikasi daerah konvergensi , wind shear baik arah maupun kecepatannya yang diperoleh dari NWP atau hasil pantauan radiosonde dan mengidentifikasi munculnya gangguan (siklon tropis) di belahan bumi bagian utara yang biasa muncul di musim kemarau. Berdasarkan pantaua satelit MTSAT kanal 3 pada dekad I Juli 2015 di sebelah utara Philipina muncul Siklon tropis ang bergerak ke arah barat menuju ke laut China bagian utara, keadaan tersebut mengakibatkan kondisi temperature kandungan uap air (udara) yang berada di selatan Pulau Jawa terganggu sehingga udara kering polanya terputus sehingga polanya tidak seperti pada dekad III Juli 2015, dimana temperature kandungan uap air di udara stabil panas yang membentang arah timur barat mulai dari NTT sampai di selatan Pulau Jawa bagian barat.
Berdasarkan data klimatologi masa tumbuh (life time)
munculnya siklon tropis disebelah utara/selatan Indonesia umumnya berkisar antara 7-10 hari. Selama munculnya siklon tropis tersebut cuaca di Pulau Jawa bagian barat, Sumatera, dan Kalimantan (sekitar equator) potensi munculnya awan/hujan relative cukup besar.
Letak geografi Indonesia yang membentang sejauh 110 LU dan sejauh 8oLS merupakan daerah yang mendominasi lintasan ITCZ yaitu sekitar 43 %, dimana sepanjang jalur ITCZ yang
membujur
arah
barat-timur
tersebut
potensial
terjadinya
pertumbuhan
awan/hujan.Pada musim kemarau lintasan ITCZ posisinya berada di BBU dan pada saat yang bersamaan di BBU biasanya juga muncul gangguan siklon tropis. Pergerakan ITCZ arah utara selatan seirama dengan pergerakan deklinasi matahari.Berdasarkan data 11
klimatologis menunjukkan bahwa wilayah yang memiliki tipe iklim Equatorial peluang hujan masih dimungkinkan bila dibanding dengan daerah yang memiliki tipe monsun yang berada di BBS. Manakala muncul El~Nino yang sangat kuat seperti yang terjadi tahun 1997 hampir semua wilayah di Indonesia baik yang memiliki tipe iklim equatorial, monsun, maupun lokal mengalami kekurangan hujan, dan terjadi kebakaran hutan di wilayah Kalimantan dan Sumatera. Prakiraan cuaca tidak hanya untuk bidang pertanian saja akan tetapi juga digunakan untuk mendukung kegiatan geofisika. Sebagaimana diketahui pada bulan Juli tanggal 17-18 berdasarkan perhitungan Hijriyah diprakirakan akan ditetapkan hari raya idhul fitri yang bertepatan dengan 1 syawal 1436 H. Untuk menentukan awal bulan hijriyah tersebut dilakukan dengan melihat munculnya bulan baru pada sore hari, setelah terbenamnya matahari. Musim kemarau tahun 2015 secara umum dapat dikatakan bahwa diwilayah Indonesia antara tanggal 16-18 Juli diprakirakan cuaca cerah, sehingga memudahkan dalam pelaksanaan melihat bulan tersebut.
Disamping itu bila mana nanti terjadi fenomena El~Nino dan biasanya di Indonesia suhu muka laut relative dingin, maka terjadinya kekeringan disatu pihak merugikan untuk bidang pertanian karena dikhawatirkan gagal panen, potensi munculnya bencana kebakaran hutan, dan meningkatnya polusi udara yang berdampak pada kesehatan. Namun untuk bidang penangkapan ikan pada tahun 2015 di Indonesia justru diprakirakan akan panen ikan yang melimpah, karena suhu laut relative dingin sebagai pertanda adanya “up welling” yang mengangkat plangton kepermukaan laut, sehingga banyak ikan yang menyantapnya. Keadaan tersebut sangat memudahkan para nelayan untuk menangkap ikan, disamping itu cuaca di Indonesia umumnya cerah angin relative tenang sehingga kegiatan operasional penangkapan dapat dilakukan lebih lama.
Dampak terjadinya letusan Gunung Raung yang berada di kota Bondowoso Jawa Timur dan munculnya fenomena El~Nino lemah selain mempengaruhi musim kemarau semakin kuat juga dikhawatirkan memperpanjang musim kemarau itu sendiri, namun disisi yang lain adanya letusan debu gunung raung mempengaruhi keselamatan penerbangan. Hasil analisis satelit MTSAT kanal SP (IR1-IR2) tanggal 12 dan 20 Juli 2015 menunjukkan arah sebaran debu Gunung Raung pada ketinggian 4000 meter menuju arah tenggara, sehingga 12
penebangan yang menuju Bali dan Mataram terganggu. Seiring dengan berjalannya waktu debu yang menyebar arah tenggara tersebut akibat pengaruh gaya gravitasi disepanjang perjalanan tersebut dan setelah berinteraksi dengan uap air di udara debu akhirnya jatuh kebawah. Jatuhan debu yang berasal pada level 4000 meter (450 mb) menuju lapisan dibawahnya yaitu pada level 1500 meter (850 mb) diusung oleh angin timuran, keadaan tersebut mengakibatkan debu menyebar berbalik arah menuju kearah barat yaitu ke wilayah Malang dan Surabaya keadaan tersebut mengakibatkan penerbangan di Bandara Abdul Rahman Saleh dan Juanda Surabaya terganggu (lihat gb. 3). Sedang untuk menguji akurasi prakiraan jangka panjang (musim) yang dikeluarkan BMKG dapat dilakukan dengan analisis matrik seperti yang disajikan pada table 1, bila hasil evaluasi posisi daerah ZOM sama dengan prakiraan, maka akurasi prakiraan dikatakan 100 %, namun bila tidak sama maka prakiraan dikatakan kurang dari 100 persen. Selama ini banyak pihak masih banyak yang rancu mengenai batasan waktu tentang prakiraan meteorology dan klimatologi, untuk memudahkan pemahaman tersebut pada lampiran 1 disajikan difinisi jenis dan waktu prakiraan yang dikeluarkan oleh WMO.
Selain perihal tersebut diatas informasi musim kemarau 2015 pada bulan Juli bertepatan dengan pelaksanaan kalibrasi hakiki arah kiblat yang berlangsung tanggal 17 Juli pukul 16.27 WIB, keadaan ini sangat memudahkan dalam melihat matahari sehingga penentuan arah kiblat in sya Allah dapat dilakukan dengan baik di wilayah Indonesia bagian barat dan tengah lihat gambar 5 berikut.
Gb 5. Kawasan Yang Dapat Melihat Matahari saat Istiwa A’zam di Kota Mekah Tanggal 28 Mei dan 16 Juli Sebagai Petunjuk Arah Kiblat (sumber: Sasmito & Daylight Map.com). 13
Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat disimpulkan beberapa hal diantaranya yaitu sebagai berikut:
1. Dengan menggunakan acuan data satelit MTSAT kanal 3 pada bulan April-Mei-Juni dan awal Juli 2015, dan informasi prakiraan musim kemarau di berbagai daerah diprakirakan bahwa bulan Juli-Agustus 2015 di Indonesia suhu udara di belahan bumi bagian selatan akan semakin panas keadaan tersebut berdampak bakal terjadinya di kekeringan di NTT, NTB, Bali, P.Jawa, Sumatera bagian selatan, yang semakin meluas bila dibanding bulan Mei dan Juni. 2. Memperhatikan data suhu muka laut dan OLR sampai dengan tanggal 2 Juli 2015 di wilayah Indonesia relative cerah, memperhatikan keadaan tersebut diprakirakan bulan Juli-Agustus 2015 ini dikhawatirkan akan menimbulkan gagal panen/puso yang semakin meluas, kebakaran hutan, dan polusi udara yang semakin meningkat sehingga mempengaruhi derajat kesehatan. Untuk itu pemerintah mulai dari sekarang untuk siap siaga dalam upaya menyiapkan mengatasi bencana tersebut. Khusus untuk mengatasi krisis pangan dan air khususnya di daerah NTT, NTB, Bali, Jawa, Sulawesi, dan Kalimantan Selatan pemerintah hendaknya menyiapkan terobosan gizi alternative di wilayah tersebut. 3. Disisi yang lain keadaan cuaca bulan Juli 2015 bertepatan dengan pelaksanaan rukyat tanggal 1 syawal Hujriyah 1436 H dan kalibrasi arah kiblat tanggal 16 Juli 2015 keadaan tersebut sangat membantu dalam pelaksanaan melihat Matahari pukul 16. 27’ dan melihat bulan sekitar 17. 42’ WIB. 4. Terjadina El~Nino pada tahun 2015 di Indonesia justru diprakirakan akan panen ikan yang melimpah, karena suhu laut relative dingin sebagai pertanda adanya “up welling” sehingga mengangkat plangton kepermukaan laut, sehingga banyak ikan yang menyantapnya. Keadaan tersebut sangat memudahkan para nelayan untuk menangkap ikan, disamping itu cuaca di Indonesia umumnya cerah, angin relative tenang sehingga kegiatan operasional penangkapan dapat dilakukan lebih lama
14
5. Terjadinya letusan Gunung Raung yang bertepatan dengan munculnya fenomena El~Nino dengan intensitaes lemah diprakirakan akan terjadi kekeringan jauh dibawah normal (N-1,5 SD) dibeberapa wilayah di Indonesia khususnya di daerah tipe iklim monsoon yang berada di belahan bumi bagian selatan (BBS), disamping itu letusan Gunung Raung juga mempengaruhi operasional penerbangan dibeberapa bandara di Indonesia (Malang, Surabaya, Bali, Mataram, Jember, dan Banyuwangi)
Referensi
1. WMO – No. 485,
Manual On The Global Data-Processing System, Volume I(Annex IV To The WMO Technical Regulations)Global Aspects, 1992 Edition.
2. http:// www.bmkg.go.id, Prakiraan Musim kemarau tahun 2015 3. Wilhite, D.A.; and M.H. Glantz. 1985. Understanding the Drought Phenomenon: The Role of Definitions. Water International 10(3):111–120.
4. 5.
Robert J List, 1948, Smithsonian Meteorological Table, Meteorologist US Weather Bureau S.T. Gathara (Chairman), L.G. Gringof, E. Mersha, K.C. Sinha Ray, P. Spasov, Commission For Agricultural Meteorology , CAgM Report No. 101, Impacts Of Desertification And Drought And Other Extreme Meteorological Events 2006. WMO/TD No. 1343, Geneva, Switzerland.
15
Lampiran 1.
16
Tabel 1. Matrikulasi Prakiraan Musim Kemarau 2015 Wilayah Sumatera ZOM No. 1-54
Januari
No
1
I
II
3/+1
6/+1
Feb III
I 2/o
2
7/+2
8/+3
3
9/+2
29/+1
4
16/+2
II
Maret III
April I
1 /o
46/-1
II
Mei III
I
II
5/-1 14/o 19/o
Juni III
I
4/o
10/o
11/+2 23/+2 12/+2 28/+1 13/+1
30/o
5
15/-1
31/o
6
17/o
47/+3
7
18/+2 48/+1
17
8
20/+2
52/o
9
21/o
54/+1
10
22/o
11
24/+1
12
25/+1
13
26/+3
14
27/o
15
32/-1
16
33/+1
17
34/o
18
35/o
18
19
36/o
20
37/+1
21
38/+2
22
39/+1
23
40/+3
24
41/+3
25
42/o
26
43/+2
27
44/+2
28
45/+3
29
49/+3
19
30
50/-1
31
51/+2
32
53/-1
Σ
1
4
2
1
1
1
2
1
32
9
Note :
1). Elemen Matrik menyatakan prakiraan wilayah zona musim (ZOM) 2). Elemen matrik warna Hitam = sifat CH Normal (N) ; Merah =Sifat CH Bawah Normal (BN); Hijau =Sifat CH diatas Normal (AN) 3). Indek /o = perbandingan terhadap rata2 dasarian sama, indek/+ 1,2,3 = maju 1 dasarian dst; indek /- 1,2 = mudur 1 dasarian, 2, dst
20